perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TUGAS AKHIR PENGENDALIAN MUTU DAN PERENCANAAN KONSEP Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) DALAM PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN DI UKM “ANGGA” TALANGREJO, SRAGEN
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Ahli Madya di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Program Studi DIII Teknologi Hasil Pertanian
Oleh : ESTOWARA MANIKAM H 3109023
PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk : 1. Ibu dan Bapak yang tidak henti-hentinya mencurahkan kasih sayang dan senantiasa memanjatkan untaian doa untukku. 2. Adikku Sanityoso Andaru, untukmu aku berjuang menjadi kakak yang baik dan menjadi kebanggaan. 3. Pacarku Ananda Rio Alif Pradana yang selalu
memberikan
kehangatan
dan
semangat baru untukku. 4. Bapak Edhi Nurhartadi S.TP., MP. dan bapak Dimas Rahadian A.M. S.TP., M. Sc. selaku
dosen
pembimbing
yang
telah
membimbingku dengan tulus ikhlas dan penuh kesabaran. 5. Teman seperjuanganku Laila, Retno, Ita, Ratna, Umi, Vitri, Kiswuri, Novita, Dwi, Wahyu, Fikri dan Topan terima kasih untuk kebersamaannya selama ini. 6. Teman – teman Diploma III Teknologi Hasil Pertanian angkatan 2009, kini aku mengerti arti berbagi dan menyayangi dengan ikhlas. 7. Almamater tercinta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Yang terpenting, bukan kerasnya upaya belajar, tapi teraturnya waktu belajar. Sedikit-sedikit tapi teratur, lebih baik daripada dadakan. (Mario Teguh)
Sukses di usia muda ditentukan dari keberanian anda di dalam mengambil keputusan untuk memilih masa depan dibanding masa muda. (Mario Teguh)
Doa memberikan kekuatan pada orang yang lemah, membuat orang tidak percaya menjadi percaya dan memberikan keberanian pada orang yang ketakutan. (Nasrul Kurniawan) “Man shabara zhafira” (siapa yang bersabar akan beruntung)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Quality Control (QC) yang berjudul Pengendalian Mutu dan Perencanaan Konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dalam Proses Pembuatan Telur Asin di UKM “Angga” Talangrejo Sragen dengan baik dan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaan pengamatan dan penulisan laporan hasil penelitian ini, penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang dirasa sangat bermanfaat, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1.
Allah SWT yang telah memberikan petunjuk kepada kami sehingga dalam pengamatan dan penulisan laporan hasil penelitian ini penulis tidak mengalami kesulitan yang cukup berarti dan dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2.
Prof. Dr. Ir. H. Bambang Pujiasmanto, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.
Ir. Choiroel Anam, M.P, M.T. selaku Ketua Program Studi D III Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4.
Edhi Nurhartadi S.TP., MP. dan Dimas Rahadian A.M. S,TP., M. Sc. selaku Dosen
Pembimbing
dan
penguji
Tugas
Akhir
atas
bantuan
dan
pengarahannya selama penyusunan laporan ini. 5.
Ibu Agus selaku pemilik UKM “Telur Asin Angga” atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian Tugas Akhir.
6.
Ibu dan Bapak tersayang terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.
7.
Adikku Sanityoso Andaru tercinta yang selalu memberikan dukungan dan motivasi.
8.
Pacarku Ananda Rio Alif Pradana, keberadaanmu memberikan warna tersendiri. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
9.
digilib.uns.ac.id
Teman – teman seperjuanganku Laila, Retno, Ita, Ratna, Umi , Vitri, Kiswuri, Novita, Dwi, Wahyu, Fikri dan Topan terima kasih untuk kebersamaannya selama ini.
10. Teman- teman Diploma III Teknologi Hasil Pertanian angkatan 2009, ada banyak kisah dibalik kebersamaan kita selama 3 tahun. 11. Serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu penulisan Tugas Akhir ini, terimakasih atas semangat, saran dan dukungannya Kami menyadari bahwa manusia diciptakan pasti ada kekurangan seperti kata pepatah ” Tak Ada Gading yang Tak Retak ”, demikian pula dalam penulisan Tugas Akhir ini tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Akhirnya kami berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kami pada khususnya dan pembaca pada umumnya, selain itu juga dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta,
Juni 2012
Penulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
iii
HALAMAN MOTTO ....................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................
v
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
RINGKASAN ................................................................................................
xii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ........................................................................... A. Latar Belakang ............................................................................
1
B. Perumusan Masalah ....................................................................
3
C. Tujuan .........................................................................................
4
LANDASAN TEORI ..................................................................... A. Telur Asin ...................................................................................
5
B. Bahan Pembuatan Telur Asin .....................................................
9
C. Proses Pembuatan TelurAsin ......................................................
13
D. Pengendalian Mutu .....................................................................
15
E. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ....................
17
BAB III METODE PELAKSANAAN......................................................... A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan .................................................
19
B. Tahapan Pelaksanaan ..................................................................
19
C. Analisis Produk Akhir ................................................................
20
D. Metode Penetapan Critical Control Point (CCP) .......................
20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... A. Pengendalian Mutu .....................................................................
23
1. Pengendalian Mutu Bahan Baku ............................................ commit user 2. Pengendalian Mutu ProsestoProduksi ......................................
23 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Pengendalian Mutu Produk Akhir..........................................
38
B. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ....................
43
1. Deskripsi Produk ....................................................................
43
2. Analisis Bahaya ......................................................................
44
3. Penetapan Critical Control Point (CCP) ...............................
57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... A. Kesimpulan .................................................................................
66
B. Saran ...........................................................................................
.66
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
67
LAMPIRAN ....................................................................................................
70
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Syarat Mutu Telur Asin ..................................................................
9
Tabel 2.2. Syarat Mutu Garam Konsumsi Beryodium ....................................
11
Tabel 2.3. Syarat Mutu Air Minum .................................................................
11
Tabel 3.1. Metode Analisis Uji Persyaratan Mutu Telur Asin ........................
20
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Organoleptik Telur ...............................................
23
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Organoleptik Garam.............................................
26
Tabel 4.3 Syarat Mutu Garam Konsumsi Beryodium .....................................
26
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Organoleptik Air ..................................................
28
Tabel 4.5. Hasil Analisis Telur Asin ...............................................................
38
Tabel 4.6. Deskripsi Produk ............................................................................
44
Tabel 4.7. Analisis Bahaya Bahan Baku Telur Asin .......................................
45
Tabel 4.8. Analisis Bahaya Tahapan Proses Produksi Telur Asin ..................
51
Tabel 4.9. Penentuan Penetapan CCP Bahan Baku .........................................
57
Tabel 4.10. Penentuan Penetapan CCP Tahapan Proses Produksi ..................
58
Tabel 4.11. Rencana HACCP Proses Produksi Telur Asin .............................
60
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP .........
20
Gambar 3.2. Decision Tree Untuk Penetapan CCP Pada Bahan Baku ..........
21
Gambar 3.3. Decision Tree Untuk Penetapan CCP Pada Tahapan Proses .....
22
Gambar 4.1. Telur Itik Mentah .......................................................................
25
Gambar 4.2. Garam ........................................................................................
27
Gambar 4.3. Serbuk Batu Bata Merah ............................................................
29
Gambar 4.4. Tahapan Proses Produksi Telur Asin .........................................
30
Gambar 4.5. Proses Sortasi .............................................................................
32
Gambar 4.6. Proses Pencucian I .....................................................................
33
Gambar 4.7. Proses Pemeraman .....................................................................
34
Gambar 4.8. Proses Pencucian II ....................................................................
35
Gambar 4.9. Proses Perebusan .......................................................................
36
Gambar 4.10. Proses Penirisan .......................................................................
37
Gambar 4.11. Proses Pelabelan ......................................................................
38
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Metode Analisis Protein.............................................................
70
Lampiran 2. Metode Analisis NaCl................................................................
73
Lampiran 3. Metode Analisis Cemaran Mikroba (Salmonella sp).................
75
Lampiran 4. Metode Analisis Cemaran Mikroba (Staphylococcus aureus) ..
76
commit to user
PENGENDALIAN MUTU DAN PERENCANAAN KONSEP Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) DALAM PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN DI UKM “ANGGA” TALANGREJO SRAGEN Estowara Manikam 1 Edhi Nurhartadi 2 Dimas Rahadian 3
ABSTRAK Untuk mencapai kualitas telur asin yang baik dan sesuai kriteria yang dipersyaratkan, maka dalam setiap tahapan prosesnya perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian, mulai dari penerimaan bahan baku, proses produksi hingga produk siap untuk dipasarkan. Selain itu perlu dilakukan perencanaan suatu konsep HACCP untuk meminimalisir/meniadakan timbulnya bahaya pada produk tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengendalian mutu dan merencanakan konsep HACCP pembuatan telur asin di UKM. Metode yang digunakan adalah wawancara, observasi, studi pustaka, dokumentasi dan pendataan. Evaluasi pengendalian mutu di UKM dilakukan dengan membandingkan pengendalian mutu di UKM dengan persyaratan yang ada, selanjutnya diterapkan pengendalian mutu untuk perbaikan dengan menetapkan batas kritis, upaya pengendalian dan tindakan koreksi. Pengendalian mutu produk diuji secara fisikokimia keadaan (bau, warna dan kenampakan) normal, garam 4,279%, cemaran mikroba Salmonella negatif/25 gr dan Staphylococcus aureus < 10/gr, protein 5,159%. Berdasarkan uji fisikokimia diperoleh hasil uji sesuai SNI 01-4277-1996. Pengendalian mutu tersebut ditunjang dengan penerapan konsep HACCP, berdasarkan penetapan CCP tahapan proses produksi didapatkan CCP pada proses sortasi, pencucian I dan II, pemeraman dan perebusan. Langkah-langkah tersebut bertujuan untuk menjaga kualitas dan keamanan produk pangan hingga ke tangan konsumen. Kata kunci : Telur Asin, Evaluasi Mutu, Pengendalian Mutu, HACCP. Keterangan : 1. Mahasiswa Program Studi DIII Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dosen Pembimbing Utama. 3. Dosen Pembimbing Pendamping.
QUALITY CONTROL AND PLANNING CONCEPTS OF Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) IN PROCESS OF MAKING SALTED EGGS IN UKM “ANGGA” TALANGREJO SRAGEN Estowara Manikam 1 Edhi Nurhartadi 2 Dimas Rahadian 3
ABSTRACT To reach the quality of good salted eggs and according to criteria which qualified, then in every step of its process needs supervision and control, ranging from acceptance of raw material, production process till the product is ready for marketed. Besides, it requires to be done by planning a concept of HACCP for minimizing and eliminating the harm to the product. The aim of this research is to evaluate quality control and to plan the concept of HACCP in making salted eggs in UKM. The methods used are interview, observation, book study, data and documentation. Evaluation of quality control in UKM carried out by comparing the quality control in UKM with existing requirements, then applied to improve quality control by establishing critical limits, control measures and corrective actions. Quality control of products tested by the normal physicochemical conditions (odor, color and appearance), 4.279% salt, microbial contamination of 25/gr negative Salmonella and <10/gr Staphylococcus aureus, 5.159% protein. Based on test results obtained by physicochemical testing according to SNI 01-4277-1996. The quality control is supported by the application of HACCP concept, based on the determination of CCP. CCP stages of the production obtained in the process of sorting, first washing and second washing, curing and boiling. These steps aim to keep the quality and safety of food products to the consumer. Key word : Salted Eggs, Quality Evaluation, Quality Control, HACCP. Information : 1. Student of Vocation Program Agricultural Technology, Agriculture Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta. 2. Main Counselor lecturer. 3. Companion counselor lecturer.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui pori-pori telur. Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2 minggu di ruang terbuka. Kerusakan tersebut meliputi kerusakan yang nampak dari luar dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah. Kerusakan pertama berupa kerusakan alami (pecah, retak). Kerusakan lain adalah akibat udara dalam isi telur keluar sehingga derajat keasaman naik. Sebab lain adalah karena keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat berat telur turun serta putih telur encer sehingga kesegaran telur merosot. Kerusakan telur dapat pula disebabkan oleh masuknya mikroba ke dalam telur, yang terjadi ketika telur masih berada dalam tubuh induknya. Untuk menjaga agar kualitas telur dapat bertahan lama, diperlukan caracara untuk dapat memperpanjang kualitas telur yaitu dengan cara pengawetan. Pengawetan telur bertujuan untuk memberi nilai tambah dan memperpanjang daya simpan telur. Prinsip dari pengawetan telur adalah untuk mencegah penguapan dan kehilangan CO2 dari dalam telur, mencegah pengenceran putih telur dan mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam telur. Salah satu cara pengawetan telur yang mudah dilakukan yaitu pengawetan dengan garam atau dikenal dengan telur asin. Pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasin dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+ dan Cl-. Penambahan garam dalam jumlah tertentu pada suatu bahan pangan dapat mengawetkan bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan adanya kenaikan tekanan osmotik yang menyebabkan plasmolisis sel mikroba yaitu sel mengalami dehidrasi atau keluarnya cairan dari sel dan plasmolisis sel terhadap to user oksigen terlarut, menghambat CO . Penambahan garam juga commit akan mengurangi 2
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
kerja enzim, dan menurunkan aktivitas air (Aw atau kandungan air bebas dalam bahan pangan). Proses pengasinan yang berhasil dengan baik ditentukan oleh karakteristik telur asin yang dihasilkan. Sebagian besar telur asin dibuat dari telur itik. Hal ini disebabkan telur itik mempunyai pori-pori yang besar sehingga baik untuk telur asin. Semakin lama waktu pengasinan akan semakin tahan lama. Telur asin yang baik adalah aroma dan rasa yang enak, mengandung minyak di pinggir dan letak kuning telur di tengah. Terdapat beberapa bahan sebagai media untuk membuat telur asin antara lain abu gosok, garam dan batu bata merah. Sejalan dengan hal tersebut, maka produksi telur asin harus terus berkembang. Perkembangan industri telur asin akan mendorong perkembangan peternakan itik dan akan berdampak kepada peningkatan pendapatan para peternak itik yang umumnya merupakan masyarakat pedesaan. Oleh karena itu, industri telur asin dapat dijadikan salah satu usaha yang dapat diandalkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat menengah dan bawah serta dapat mengurangi ketergantungan terhadap sumber protein mahal seperti daging. Usaha Kecil Menengah (UKM) Bu Agus adalah UKM yang memproduksi telur asin dengan merk “Angga” dan beralamat di Jalan Gatot Subroto RT.03/21 Talangrejo, Sragen Kulon, Sragen 57212. Usaha Kecil Menengah (UKM) ini mulai memproduksi telur asin sejak tahun 2005 dan merupakan usaha sampingan keluarga. Dalam satu kali produksi biasanya biasanya diproduksi 200-250 telur untuk satu kali produksi, jumlah ini dapat berkurang ataupun bertambah tergantung persediaan telur dari para peternak telur langganan UKM Bu Agus. Biasanya UKM Bu Agus memproduksi telur asin setiap 2 hari sekali. Pemasaran telur asin “Angga” selain dijual oleh pemilik UKM sendiri di warungnya biasanya juga dititipkan di toko-toko di sekitar Sragen dengan harga 1 butir telur asinnya Rp 2.000,00. Kualitas produk menurut pandangan produsen adalah memproduksi produk yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh to user perusahaannya. Produk yang commit berkualitas akan memberikan kepuasan bagi
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
konsumen dan menghindari banyaknya keluhan para pelanggan setelah menggunakan produk yang dibelinya. Agar produk yang dihasilkan tersebut mempunyai kualitas sesuai dengan harapan konsumen maka perusahaan harus melakukan pengendalian terhadap kualitas dan menghindari banyaknya produk yang cacat ikut terjual ke pasar. Untuk melakukan pengendalian kualitas produk agar kerusakan produk yang dihasilkan bisa dikurangi maka perusahaan harus berusaha melakukan perbaikan secara terus menerus. Selain mutu produk, faktor keamanan pangan penting diperhatikan untuk menjamin pangan yang aman dan layak dikonsumsi. Untuk mencapai kualitas telur asin yang baik dan sesuai kriteria yang dipersyaratkan yaitu SNI 01-4277-1996 maka dalam setiap tahapan prosesnya perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian, mulai dari penerimaan bahan baku, proses produksi hingga produk siap untuk dipasarkan. Selain itu perlu dilakukan penyusunan suatu konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yaitu analisis resiko bahaya yang mungkin timbul pada setiap tahap produksi yang bertujuan untuk meminimalisasi bahkan menghilangkan kandungan kontaminan yang mungkin terdapat pada produk telur asin tersebut. Pengendalian mutu dan penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) diperlukan untuk menjaga kualitas dan keamanan produk pangan hingga ke tangan konsumen.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan judul di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengendalian mutu yang sudah diterapkan pada proses pembuatan telur asin mulai dari bahan baku, proses produksi dan produk akhir pada Usaha Kecil Menengah “Angga” ? 2. Bagaimana konsep perencanaan HACCP yang dapat diterapkan pada Usaha Kecil Menengah “Angga” dalam proses produksi telur asin ? commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Quality Control “Pengendalian Mutu dan Perencanaan Konsep HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dalam Proses Pembuatan Telur Asin “Angga” ini adalah : 1. Untuk mengevaluasi pengendalian mutu pada proses pembuatan telur asin mulai dari bahan baku, proses produksi dan produk akhir pada Usaha Kecil Menengah “Angga”. 2. Untuk merencanakan konsep HACCP pembuatan telur asin pada Usaha Kecil Menengah “Angga”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Telur Asin Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui pori-pori telur. Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2 minggu di ruang terbuka. Kerusakan tersebut meliputi kerusakan yang nampak dari luar dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah. Kerusakan pertama berupa kerusakan alami (pecah, retak). Kerusakan lain adalah akibat udara dalam isi telur keluar sehingga derajat keasaman naik. Sebab lain adalah karena keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat berat telur turun serta putih telur encer sehingga kesegaran telur merosot. Kerusakan telur dapat pula disebabkan oleh masuknya mikroba ke dalam telur, yang terjadi ketika telur masih berada dalam tubuh induknya. Salmonella merupakan penyebab terjadinya keracunan makanan paling banyak yang ditularkan melalui telur dan daging. Kontaminasi Salmonella pada telur dapat berasal dari lingkungan atau terjadi kontaminasi silang pada saat telur disimpan bersama telur lain yang mengandung Salmonella. Kontaminasi Salmonella dapat berada pada bagian luar (cangkang telur) maupun pada bagian dalam telur. Salmonella dapat mengadakan penetrasi ke bagian dalam telur melalui pori-pori ataupun retakan pada cangkang telur. Salmonella merupakan bakteri yang berbentuk batang tidak berspora dan pada pewarnaan gram bersifat gram negatif (Humphrey (2000) dalam Fitri (2007). Untuk menjaga agar kualitas telur dapat bertahan lama, diperlukan caracara untuk dapat memperpanjang kualitas telur yaitu dengan cara pengawetan. Pengawetan telur bertujuan untuk memberi nilai tambah dan memperpanjang daya simpan telur. Prinsip dari pengawetan telur adalah untuk mencegah penguapan dan kehilangan CO2 dari dalam telur, mencegah pengenceran putih telur dan mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam telur. Salah satu cara to user pengawetan telur yang mudah commit dilakukan yaitu pengawetan dengan garam atau
5
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
dikenal dengan telur asin (Winarti dkk, 2004). Pada bahan makanan yang diolah dengan cara diasinkan, seperti telur asin, memungkinkan adanya seleksi terhadap jenis mikroba yang tumbuh pada bahan makanan tersebut (Buckle et. al, 1987). Kontaminasi pada telur dapat berasal dari lingkungan. Bakteri Staphylcoccus aureus yang berada di lingkungan luar akan menempel pada cangkang telur dan selanjutnya mengadakan penetrasi ke dalam telur melalui pori-pori pada cangkang telur. Staphylcoccus aureus merupakan bakteri berbentuk bulat dan tersusun dalam susunan yang bergerombol menyerupai gambaran buah anggur, bersifat tidak membentuk spora serta pada pewarnaan gram bersifat gram positif. Telur asin merupakan telur yang diwetkan dengan cara diasinkan. Telur yang diasinkan tersebut, selanjutnya dapat dibiarkan /disimpan dalam keadaan mentah ataupun matang (direbus). Dalam keadaan mentah, telur asin dapat disimpan selama ± 9 bulan, sedangkan dalam keadaan matang dapat disimpan selama ± 3 bulan. Telur yang telah diasinkan tersebut, juga nikmat disantap sebagai telur goreng (mata sapi, dadar) karena rasa asinnya sudah merata. Telur asin yang berkualitas baik, memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Memiliki rasa asin yang cukup (pemeraman selama 7-10 hari). b. Memiliki kuning telur yang berwarna kemerah-merahan dan terkesan berpasir (Jawa masir) (Suprapti, 2002). Pengasinan telur umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu perendaman dalam larutan garam dan pemeraman oleh adonan campuran garam dengan tanah liat, atau abu gosok atau bubuk bata merah (Sahroni (2003) dalam Kastaman dkk (2005). Prinsip kedua cara tersebut adalah dehidrasi osmosis, yaitu proses pengurangan air dari bahan dengan cara membenamkan bahan dalam suatu larutan berkonsentrasi tinggi, larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis tinggi (Saputra (2000) dalam Kastaman dkk (2005). Pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasinkan dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+ dan Cl-. Penambahan garam dalam jumlah committertentu to user pada suatu bahan pangan dapat
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
mengawetkan bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan adanya kenaikan tekanan osmotik yang menyebabkan plasmolisis sel mikroba yaitu sel mengalami dehidrasi atau keluarnya cairan dari sel dan plasmolisis sel terhadap CO2. Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen terlarut, menghambat kerja enzim, dan menurunkan aktivitas air (Aw atau kandungan air bebas dalam bahan pangan). Proses pengasinan yang berhasil dengan baik ditentukan oleh karakteristik telur asin yang dihasilkan. Telur asin tersebut bersifat stabil, aroma dan rasa telurnya terasa nyata, penampakan putih dan kuning telurnya baik. Tekanan osmotik dalam larutan garam atau adonan lebih besar daripada tekanan osmotik dalam telur, sehingga larutan garam dapat masuk ke dalam telur. Garam yang digunakan dalam pengasinan adalah NaCl. Mekanisme yang terjadi adalah sebagai berikut garam NaCl di dalam larutan mengion menjadi Na+ dan Cl-. Kedua ion tersebut berdifusi ke dalam telur melalui lapisan kutikula, bunga karang, lapisan mamilari, membran kulit telur, putih telur, membran vitelin, dan selanjutnya ke dalam kuning telur (Winarno dan Koswara, 2002). Berkurangnya kadar air menyebabkan telur menjadi lebih awet. Garam (NaCl) akan masuk ke dalam telur dengan cara merembes ke pori-pori kulit, menuju ke bagian putih, dan akhirnya ke kuning telur. Garam NaCl mula-mula akan diubah menjadi ion natrium (Na+) dan ion chlor (Cl-). Ion chlor inilah yang sebenarnya berfungsi sebagai bahan pengawet, dengan menghambat pertumbuhan mikroba pada telur. Makin lama dibungkus dengan adonan, makin banyak garam yang merembes masuk ke dalamnya, sehingga telur menjadi awet dan asin (Anonimb, 2012). Adanya garam yang terlarut dalam telur asin menyebabkan tekanan osmotiknya lebih tinggi daripada tekanan osmotik di dalam sel bakteri. Perbedaan tekanan osmotik ini dapat menyebabkan terjadinya plasmolisis pada sel-sel bakteri tersebut. Adanya penambahan garam yang bersifat higroskopis, menurut Hudaya dan Daradjat (1980) dalam Fitri (2007) juga dapat menyerap air dan mengurangi kelarutan oksigen pada bahan yang dibutuhkan untuk commit to user pertumbuhan bakteri.
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
Proses pengasinan menurunkan secara nyata kadar protein telur asin dibandingkan dalam telur segar. Hal tersebut dapat dikarenakan penambahan garam mengurangi daya larut protein, sehingga ketika diuji terlihat nilainya berkurang akibat proteinnya terpisah menjadi endapan karena pada pengujian dengan cara Kjeldahl sampelnya dilarutkan. Hal tersebut dikuatkan dengan pernyataan (Winarno, 1997) yang mengatakan bahwa bila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan ini disebut salting out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap. Selama pengasinan terjadi perpindahan air dari kuning telur menuju putih telur. Dehidrasi selama pengasinan ini meningkatkan keluarnya minyak. Lai et. al. (1999) dalam Gumay dkk (2009) menyatakan, besarnya minyak yang keluar seiring dengan pembentukan butiran-butiran berpasir pada kuning telur. Padatan granul polihedral dijumpai pada telur yang sudah diasin. Padatan granul polihedral ini semakin rapat seiring dengan adanya dehidrasi selama pengasinan, ukuran granul juga menjadi lebih besar. Pembesaran granul ini sebagai akibat masuknya air garam ke dalam granul dan reaksi garam dengan low density lipoprotein (LDL) di dalam granul. Granul polihedral inilah yang memberi kesan atau tekstur masir (Chi dan Tseng (1998) dalam Gumay dkk (2009). Kemasiran kuning telur meningkat seiring dengan lamanya pengasinan. Warna kuning telur sebelum diasin adalah kuning, warna berubah menjadi kuning kecoklatan, coklat tua, oranye, atau kuning cerah setelah proses pengasinan (Lai et. al. (1999) dalam Gumay dkk (2009). Perubahan warna kuning telur tersebut berhubungan dengan hilangnya air dan sejumlah lemak yang menjadi bebas, pada kuning telur. Kadar air mempengaruhi konsentrasi pigmen, sedangkan lemak bebas mempengaruhi keluarnya pigmen. Sebagian besar telur asin dibuat dari telur itik. Hal ini disebabkan telur to user baik untuk telur asin serta lebih itik mempunyai pori-pori yangcommit besar sehingga
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
amis sehingga apabila akan diolah tidak semudah mengolah telur ayam. Kadar kalsium lebih tinggi pada telur asin dibanding telur itik segar. Penyimpanan telur asin yang baik adalah pada suhu 12-15 0C dan kelembaban udara 70-80%. Semakin lama waktu pengasinan akan semakin tahan lama. Telur asin yang baik adalah aroma dan rasa yang enak, mengandung minyak di pinggir dan letak kuning telur di tengah. Terdapat beberapa bahan sebagai media untuk membuat telur asin antara lain abu gosok, garam dan batu bata merah (Rizqi, 2011). Syarat mutu telur asin sesuai SNI 01-4277-1996 dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Syarat Mutu Telur Asin No. Jenis Uji 1. Keadaan : Bau Warna Kenampakan 2. Garam 3. Cemaran mikroba : Salmonella Staphylococcus aureus Sumber : SNI 01-4277-1996
Satuan
Persyaratan
b/b %
normal normal normal min. 2,0
koloni/25 gr
negatif < 10
koloni/gr
B. Bahan Pembuatan Telur Asin 1. Telur Itik Telur itik termasuk sumber makanan yang amat baik nilai gizinya. Hal ini dapat dilihat kandungan protein dan lemaknya yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur unggas lain, misalnya ayam ras. Pada telur itik kandungan protein dan lemaknya sebesar 13,3% dan 14,5% sedangkan pada telur ayam ras kandungan protein dan lemaknya sebesar 12,7% dan 11,3%. Telur itik yang akan diasinkan harus memenuhi persyaratan kulit telur utuh dan tidak retak, telur masih segar, baru dan bersih dari kotoran (Agus, 2001). Untuk menghasilkan telur asin yang baik, telur itik yang to user digembalakan dari sawah commit ke sawah lebih baik daripada telur itik yang
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dihasilkan peternakan intensif yang menggunakan konsentrat atau pakan jadi. Kecuali beberapa peternakan intensif yang mengggunakan pakan organik dan alami. Perbedaan yang mencolok dapat dilihat dari kuning telurnya, telur itik peternakan intensif dengan pakan konsentrat atau pakan jadi kuning telurnya kelihatan pucat dan tidak menarik. Sementara telur itik yang digembalakan sangat jauh bedanya, kuning tua yang mencolok. Beberapa itik yang dikelola intensif dengan menggunakan pakan alami bahkan warna kuning telurnya kemerah-merahan (Dinoto, 2012). 2. Garam Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium Sulfat, Calsium Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat / karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8-0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 8010C ( Burhanuddin, 2001). Fungsi garam : 1. Garam berfungsi sebagai pengawet dan pencipta rasa yang khas. 2. Garam dapat mengurangi kelarutan oksigen, sehingga bakteri yang membutuhkan
oksigen
untuk
hidupnya
menjadi
terhambat
perkembangannya. 3. Garam juga dapat mencegah atau menghambat kerja enzim proteolitik yaitu enzim yang mengurai protein sehingga protein di dalam telur terjaga kualitasnya. 4. Garam juga menyerap air sehingga telur asin yang diawetkan lebih awet. (Winarti dkk, 2004). Berkurangnya kadar air menyebabkan telur menjadi lebih awet. Garam (NaCl) akan masuk ke dalam telur dengan cara merembes ke porispori kulit, menuju ke bagian putih, dan akhirnya ke kuning telur. Garam NaCl mula-mula akan diubah menjadi ion natrium (Na+) dan ion klor (Cl-). commit to user sebagai bahan pengawet, dengan Ion klor inilah yang sebenarnya berfungsi
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghambat pertumbuhan mikroba pada telur. Makin lama dibungkus dengan adonan, makin banyak garam yang merembes masuk ke dalamnya, sehingga telur menjadi awet dan asin (Anonimb, 2012). Syarat mutu garam konsumsi beryodium sesuai SNI 01-3556-2000 dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Syarat Mutu Garam Konsumsi Beryodium No.
Kriteria Uji
Satuan
1.
Kadar air (H2O) % b/b Kadar NaCl (natrium klorida) 2. dihitung dari jumlah klorida % b/b adbk (Cl ) Yodium dihitung sebagai 3. mg/kg Kalium Yodat (KIO3) 4. Cemaran logam : Timbal (Pb) mg/kg Tembaga (Cu) mg/kg Raksa (Hg) mg/kg 5. Arsen (As) mg/kg Sumber : SNI 01-3556-2000 Keterangan : b/b = bobot/bobot Adbk = atas dasar bahan kering
Persyaratan Mutu maks. 7 min. 94,7 min. 30 maks. 10 maks. 10 maks. 0,1 maks. 0,1
3. Air Air untuk industri pangan memegang peranan penting karena dapat mempengaruhi mutu makanan yang dihasilkan. Jenis air yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis bahan yang diolah. Air yang digunakan untuk dikonsumsi harus mempunyai syarat-syarat, syarat mutu air minum sesuai SNI 01-3553-2006 dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Syarat Mutu Air Minum No. Kriteria Uji Satuan 1. Keadaan : Bau Rasa Warna Unit Pt-Co 2. pH 3. Kekeruhan NTU 4. Zat yang terlarut mg/l 5. Zat organik (angka KmnO4) mg/l commit to user 6. Total organik karbon mg/l
Persyaratan tidak berbau Normal maks. 5 6,0-8,5 maks. 1,5 maks. 500 maks. 1,0 -
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19 20. 21.
Nitrat (sebagai NO3) Nitrit (sebagai NO2) Amonium (NH4) Sulfat (SO4) Klorida (Cl) Fluorida (F) Sianida (CN) Besi (Fe) Mangan (Mn) Klor bebas (Cl2) Kromium (Cr) Barium (Ba) Boron (B) Selenium (Se) Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Kadmium (Cd) Raksa (Hg) Perak (Ag) Kobalt (Co) 22. Cemaran arsen 23. Cemaran mikroba : Angka lempeng total awal *) Angka lempeng total akhir **) Bakteri bentuk koli Salmonella Pseudomonas aeruginosa Sumber : SNI 01-3553-2006 Keterangan : *) di pabrik **) di pasaran
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
maks. 45 maks. 0,005 maks. 0,15 maks. 200 maks. 250 maks. 1 maks. 0,05 maks. 0,1 maks. 0,05 maks. 0,1 maks. 0,05 maks.0,7 maks. 0,3 maks. 0,01
koloni/ml koloni/ml APM/100 ml koloni/ml
maks. 1,0 x 102 maks. 1,0 x 105 <2 negatif/100 ml nol
maks. 0,005 maks. 0,5 maks. 0,003 maks. 0,001 maks. 0,01
4. Serbuk batu bata merah dan abu gosok Agar adonan pembalut yang mengandung garam dapat menempel kuat pada kulit telur maka diperlukan bahan yang dapat melekat namun tidak bereaksi, antara lain adalah tanah liat, abu dan serbuk batu merah. Sebagaimana halnya garam, bau, dan warna adonan pembalut akan meresap ke dalam telur dan akan mempengaruhi warna kuning telurnya, sehingga mempengaruhi kualitas produk telur asinnya. Setelah proses pemeraman selesai, adonan pembalut dilepas dari kulit telurnya sehinga rasa asin tidak commit to user menjadi berlebihan. Adonan pembalut tersebut dapat dipakai ulang pada
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
periode pemeraman berikutnya. Untuk menghindari akibat yang tidak menguntungkan, maka air yang digunakan untuk membuat adonan harus memenuhi kualitas standar air minum. Dalam pembuatan setiap adonan, jumlah air yang dibutuhkan tidak selalu sama. Kebutuhan air dinyatakan cukup, apabila adonan sudah dapat menempel pada kulit telur. Adonan yang mendapatkan air dalam jumlah yang kurang atau berlebihan, akan menyebabkan tidak dapat menempel pada kulit telur. Jumlah air yang dibutuhkan, sangat ditentukan oleh tingkat kekeringan bahan pembuat adonan. Tingkat kekeringan makin tinggi, makin banyak air yang diperlukan (Suprapti, 2002).
C. Proses Pembuatan Telur Asin Untuk mengetahui secara pasti kondisi telur yang akan diasinkan, maka perlu dilakukan pemeriksaan sekaligus sortasi. Pemeriksaan telur meliputi telur yang segar dan baru, kenampakan warna cangkang telur biru, kulit telur yang utuh dan tidak retak hal ini dikarenakan selama dalam pemeraman putih telur akan dapat menerobos keluar sehingga apabila telur yang digunakan adalah telur yang tidak utuh dan retak akan membuat adonan pemeraman berbau busuk selanjutnya mempengaruhi kualitas telur asin yang dihasilkan. Pemeriksaan telur yang segar dan baru dapat dilakukan dengan memasukkan telur-telur tersebut ke dalam suatu wadah atau bak plastik yang telah diisi dengan air, kemudian mengamati posisi telur-telur tersebut di dalam air. Telur yang melayang, harus segera dipisahkan dikarenakan telur yang melayang menunjukkan bahwa telur mulai mengalami penurunan kualitas, semakin mendekati permukaan
menunjukkan bahwa tingkat kerusakannya semakin
tinggi. Sedangkan telur yang tenggelam hingga menyentuh dasar wadah menunjukkan bahwa kondisi telur masih sangat bagus (masih baru) (Suprapti, 2002). Telur asin adalah telur utuh yang diawetkan dengan adonan yang dibubuhi garam. Ada 3 cara pembuatan telur asin yaitu : commit to user padat atau kering. 1. Telur asin dengan adonan garam berbentuk
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
2. Telur asin dengan adonan garam ditambah ekstrak daun teh. 3. Telur asin dengan adonan garam, dan kemudian direndam dalam ekstrak atau cairan teh. Adapun proses pembuatan telur asin adalah sebagai berikut : 1. Membersihkan telur dengan mencuci atau mengelapnya dengan air hangat, kemudian dikeringkan (Andri, 2011). Pencucian telur hingga bersih dalam air yang mengalir untuk menghilangkan semua kotoran yang melekat pada kulit telur. Hal ini sangat perlu dilakukan karena telur itu dikeluarkan oleh hewan melalui lubang kloaka yang bercmpur dengan kotoran hewan yang bersangkutan. Bakteri pathogen (penyebab penyakit) yang paling ditakuti dan mungkin terdapat padakotoran itu adalah jenis Salmonella, misalnya Salmonella typhi (Astawan, 1989). 2. Melakukan pengamplasan seluruh permukaan telur agar pori-porinya terbuka (Andri, 2011). 3. Membuat adonan pengasin yang terdiri dari campuran abu gosok dan garam, dengan perbandingan sama (1:1). Dapat pula digunakan adonan yang terdiri dari campuran bubuk bata merah dengan garam (Andri, 2011). Pemeraman dengan menggunakan adonan dari batu bata akan menghasilkan telur asin dengan warna kuning telur yang kemerah-merahan dan rasanya terkesan berpasir (Jawa : masir) (Suprapti, 2002). 4. Menambahkan sedikit air ke dalam adonan kemudian mengaduk sampai adonan berbentuk pasta (Andri, 2011). 5. Membungkus telur dengan adonan satu persatu secara merata sekeliling permukaan telur, kira-kira setebal 1-2 mm (Andri, 2011). 6. Menyimpan telur dalam kuali tanah atau ember plastik selama 15-20 hari. Telur diusahakan agar tidak pecah, kemudian menyimpannya di tempat yang bersih dan terbuka (Andri, 2011). Untuk menghindari retak atau pecahnya telur dalam proses pemeraman, diusahakan sebelum telur-telur dimasukkan, wadah atau bak perendaman ditempatkan terlebih dahulu di tempat yang aman dan rata (Suprapti, 2002). commit to user Untuk keasinan rendah simpan selama 1 minggu.
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
Untuk keasinan sedang simpan selama 2 minggu. Untuk keasinan tinggi (masir) simpan selama 3 minggu. 7. Setelah selesai membersihkan telur dari adonan kemudian merendam dalam larutan teh selama 8 hari (Andri, 2011). Selanjutnya dapat dilakukan proses perebusan, untuk mencegah retak atau pecahnya telur dalam proses perebusan ini, dapat dilakukan cara perebusan yang aman yaitu sebagai berikut telur dimasukkan ke dalam panci perebus yang telah diisi dengan air secukupnya, kemudian panaskan dengan api kecil. Air perebus diusahakan agar menjadi panas namun tidak mendidih (±30 menit). Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan putih telur menjadi matang atau mengental. Selanjutnya, api dapat dibesarkan hingga air mendidih. Sehingga benturanbenturan yang terjadi selama perebusan, tidak akan menyebabkan retak atau pecahnya telur-telur tersebut (Suprapti, 2002).
D. Pengendalian Mutu Kualitas produk menurut pandangan produsen adalah memproduksi produk yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Produk yang berkualitas akan memberikan kepuasan bagi konsumen dan menghindari banyaknya keluhan para pelanggan setelah menggunakan produk yang dibelinya. Agar produk yang dihasilkan tersebut mempunyai kualitas sesuai dengan harapan konsumen maka perusahaan harus melakukan pengendalian terhadap kualitas dan menghindari banyaknya produk yang cacat ikut terjual ke pasar. Untuk melakukan pengendalian kualitas produk agar kerusakan produk yang dihasilkan bisa dikurangi maka perusahaan harus berusaha melakukan perbaikan secara terus menerus (Dwiwinarno, 2011). Kegiatan pengendalian mutu mencakup kegiatan menginterpretasikan dan mengimplementasikan rencana mutu. Rangkaian kegiatan ini terdiri dari pengujian pada saat sebelum dan sesudah proses produksi yang dimaksudkan untuk memastikan kesesuaian produk terhadap persyaratan mutu. Mengacu (Kadarisman, 1999), sesuai dengan standar ISO 9000, maka kegiatan commit to user pengendalian memiliki fungsi antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id
1.
16 digilib.uns.ac.id
Membantu dalam membangun pengendalian mutu pada berbagai titik dalam proses produksi.
2.
Memelihara dan mengkalibrasi peralatan pengendalian proses.
3.
Meneliti cacat yang terjadi dan membantu memecahkan masalah mutu selama produksi.
4.
Melaksanakan pengendalian mutu terhadap bahan yang diterima.
5.
Mengoperasikan laboratorium uji untuk melaksanakan uji dan analisa.
6.
Mengorganisasikan inspeksi pada setiap tahap proses dan spot checks bilamana diperlukan.
7.
Melaksanakan inspeksi akhir untuk menilai mutu produk akhir dan efektivitas pengukuran pengendalian mutu.
8.
Memeriksa mutu kemasan untuk memastikan produk mampu menahan dampak transportasi dan penyimpanan.
9.
Melakukan uji untuk mengukur dan menganalisa produk yang diterima akibat tuntutan konsumen.
10. Memberikan umpan balik data cacat dan tuntutan konsumen kepada bagian rekayasa mutu. Pengendalian mutu produk pangan erat kaitannya dengan sistem pengolahan yang melibatkan bahan baku, proses, pengolahan, penyimpangan yang terjadi dan hasil akhir. Sebagai ilustrasi, secara internal (citra mutu pangan) dapat dinilai atas ciri fisik (penampilan: warna, ukuran,bentuk dan cacat; kinestika: tekstur, kekentalan dan konsistensi; citarasa: sensasi, kombinasi bau dan cicip) serta atribut tersembunyi (nilai gizi dan keamanan mikroba). Sedangkan secara eksternal (citra perusahaan) ditunjukkan oleh kemampuan untuk mencapai kekonsistenan mutu (syarat dan standar) yang ditentukan oleh pembeli, baik di dalam maupun di luar negeri. Pengendalian mutu pangan juga bisa memberikan makna upaya pengembangan mutu produk pangan yang dihasilkan oleh perusahaan atau produsen untuk memenuhi kesesuaian mutu yang dibutuhkan konsumen. Untuk ilustrasi sederhana, suatu kegiatan pengendalian mutu commit yang dilakukan to user suatu pasar swalayan, yaitu
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melakukan sortasi berulang-ulang terhadap sayur dan buah-buahan yang diperoleh
dari
pemasok
sebelum
siap
dijual.
Misalnya
penerimaan
diidentifikasikan oleh kondisi daun hijau segar dan tidak kekuningan atau coklat, daun tidak berlubang, batang/tangkai daun tidak lecet/luka atau patah, tidak berbau yang tidak enak, warna cerah dan mengkilap, tidak layu dan tidak berserangga/berulat; dan untuk buah-buahan dicirikan oleh tingkat kematangan optimum, ukuran dan bentuk relatif seragam, tidak berlubang, tidak cacat fisik dan permukaan menarik (Hubeis, 1999).
E. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya tertentu dan tindakan pencegahan yang perlu dilakukan untuk pengendaliannya. Menurut (Thaheer, 2005) sistem ini terdiri dari tujuh prinsip sebagai berikut : Prinsip 1
: Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik dan distribusi, sampai kepada titik produk pangan dikonsumsi. Peningkatan kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan, untuk pengendaliannya.
Prinsip 2
: Menentukan titik atau tahap prosedur operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadi bahaya tersebut. CCP (Critical Control Point) berarti setiap tahapan di dalam produksi pangan dan/atau pabrik yang meliputi sejak bahan baku yang diterima, dan/atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah, disimpan dan lain sebagainya.
Prinsip 3
: Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada.
Prinsip 4
: Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari to user CCP dengan cara commit pengujian atau pengamatan.
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Prinsip 5
: Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa CCP tertentu tidak terkendali.
Prinsip 6
: Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup dari pengujian tambahan dan prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif.
Prinsip 7
: Mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan pencatatan yang tepat untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya.
Menurut (Ermina, 2010) manfaat dari sistem HACCP adalah sebagai berikut : 1. Menjamin keamanan pangan a. Memproduksi produk pangan yang aman setiap saat. b. Memberikan bukti sistem produksi dan penanganan produk yang aman. c. Memberikan
rasa
percaya
diri
pada
produsen
akan
jaminan
keamanannya. d. Memberikan kepuasan pada pelanggan akan konformitasnya terhadap standar nasional maupun internasional. 2. Mencegah kasus keracunan pangan, sebab dalam penerapan sistem HACCP bahaya-bahaya dapat diidentifikasi secara dini, termasuk bagaimana tindakan pencegahan dan tindakan penanggulangannya. 3. Mencegah/mengurangi terjadinya kerusakan produksi atau ketidakamanan pangan, yang tidak mudah bila hanya dilakukan pada sistem pengujian akhir produk saja. 4. Dengan berkembangnya HACCP menjadi standar internasional dan persyaratan wajib pemerintah, memberikan produk memiliki nilai kompetitif di pasar global. 5. Memberikan efisiensi manajemen keamanan pangan, karena sistemnya sistematik dan mudah dipelajari, sehingga dapat diterapkan pada semua tingkat bisnis pangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PELAKSANAAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan pembuatan Tugas Akhir ini dilakukan selama bulan April 2012 di Usaha Kecil Menengah (UKM) Telur Asin “Angga” yang beralamat di Jl. Gatot Subroto RT. 03/21 Talangrejo, Sragen Kulon, Sragen 57212.
B. Tahapan Pelaksanaan 1. Pengumpulan Data secara Langsung a) Wawancara Yaitu melaksanakan wawancara secara langsung dengan pekerja yang berkaitan dengan masing-masing proses mulai dari bahan baku sampai menjadi produk akhir. b) Observasi Yaitu melakukan pengamatan secara langsung mengenai kondisi dan kegiatan yang ada di lokasi industri kecil menengah. 2. Pengumpulan Data secara Tidak Langsung a) Studi Pustaka Yaitu mencari dan mempelajari pustaka mengenai permasalahanpermasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan. b) Dokumentasi dan Pendataan Yaitu mendokumentasikan dan mencatat data atau hasil-hasil yang ada pada pelaksanaan kegiatan.
commit to user
19
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Analisis Produk Akhir Tabel 3.1 Metode Analisis Uji Persyaratan Mutu Telur Asin Jenis Analisis Kadar protein
Metode Metode Semi-Mikro Kjeldahl (Sudarmadji dkk, 1997) Keadaan (bau dan kenampakan) SNI 01-2891-1992 NaCl Metode Kohmen (Sudarmadji dkk, 1997) Cemaran mikroba (Salmonella dan SNI 19-2899-1992 Staphylococcus aureus) D. Metode Penetapan CCP Identifikasi Bahaya (Fisik, Kimia, Mikrobiologis)
CCP
Batas kritis CCP
Pemantauan CCP
Bila terjadi penyimpangan
Tindakan koreksi
Tindakan verifikasi
Dokumentasi. Gambar 3.1 Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP
commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
CCP DECISION TREE BAHAN BAKU Apakah bahan mentah mungkin mengandung bahan berbahaya (mikrobiologi/kimia/fisik) Ya
Tidak
Bukan CCP
Apakah penanganan / pengolahan (termasuk cara mengkonsumsi) dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya Ya
Bukan CCP
Tidak
CCP
Gambar 3.2 Decision Tree Untuk Penetapan CCP Pada Bahan Baku
commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
CCP DECISION TREE Setiap Tahap Proses P1
Apakah ada upaya pencegahan pada tahap tersebut atau tahap berikutnya terhadap bahaya yang di identifikasi?
Ya
P2
Tidak
Apakah tahap ini Khusus ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman?
Tidak
P3
Bukan CCP
Ya
CCP
Apakah Kontaminasi bahaya dapat terjadi / meningkat sampai melebihi batas?
Ya
P4
Tidak
Bukan CCP
Apakah tahap Proses Selanjutnya dapat menghilangkan / mengurangi bahaya sampai batas aman?
Ya
Bukan CCP
Tidak
CCP
Gambar 3.3 Decision Tree Untuk Penetapan CCP Pada Tahapan Proses
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengendalian Mutu 1. Pengendalian Mutu Bahan Baku Pengendalian mutu bahan baku dimaksudkan untuk mengevaluasi sejauh mana pengendalian mutu bahan baku yang dilakukan di UKM kemudian dibandingkan dengan persyaratan pengendalian mutu yang telah ditetapkan untuk selanjutnya dibuat konsep pengendalian mutu untuk memperbaikinya.
Pengendalian
dilakukan
dengan
pengujian
secara
organoleptik terhadap masing-masing bahan baku. Uji organoleptik merupakan pengukuran sifat fisik pangan seperti warna, rasa, aroma, bentuk, tekstur yang sangat dibutuhkan karena sifat tersebut sangat mempengaruhi penampilan dan penerimaan produk. Dalam penilaian organoleptik, indra yang berperan adalah indra penglihatan, penciuman, pencicipan dan peraba. a. Telur Itik Bahan baku terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku tambahan. Bahan baku utama pada proses pembuatan telur asin “Angga” di UKM Bu Agus adalah telur itik yang digembalakan. Hasil evaluasi mutu telur itik mentah yang digunakan dalam proses pembuatan telur asin “Angga” ditunjukkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Pengujian Organoleptik Telur Itik dalam Proses Pembuatan Telur Asin “Angga” No. Uji Organoleptik 1. Keutuhan 2. Kesegaran 3. Kenampakan Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Hasil Uji Utuh dan tidak retak Segar dan baru Warna biru
Persyaratan (Agus, 2001) Utuh dan tidak retak Segar dan baru Warna biru
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa telur itik mentah (Gambar 4.1) yang digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan telur asin telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan menurut Agus, (2001) commit to user dimana dalam proses pembuatan telur asin dipilih telur yang utuh dan 23
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
tidak retak dikarenakan selama dalam pemeraman putih telur akan dapat menerobos keluar sehingga apabila telur yang digunakan adalah telur yang tidak utuh dan retak akan membuat adonan pemeraman berbau busuk selanjutnya mempengaruhi kualitas telur asin yang dihasilkan. Dalam proses pengasinan telur garam masuk ke dalam kuning telur karena adanya tekanan osmosis, semakin lama telur diasin akan semakin banyak garam di kuning telur maka air di kuning telur akan semakin banyak yang keluar ke putih telur sehingga selama dalam pemeraman putih telur akan dapat menerobos keluar. Pemeriksaan telur yang segar dan baru dapat dilakukan dengan memasukkan telur-telur tersebut ke dalam suatu wadah plastik yang telah diisi dengan air, kemudian mengamati posisi telur-telur tersebut di dalam air. Telur yang melayang, harus segera dipisahkan dikarenakan telur yang melayang menunjukkan bahwa telur mulai mengalami penurunan kualitas (udara dalam isi telur keluar, keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat berat telur turun serta putih telur encer sehingga kesegaran telur merosot), semakin mendekati permukaan
menunjukkan bahwa tingkat kerusakannya
semakin tinggi. Sedangkan telur yang tenggelam hingga menyentuh dasar wadah menunjukkan bahwa kondisi telur masih sangat bagus (masih baru). Untuk menghasilkan telur asin yang baik, telur itik yang digembalakan lebih baik daripada telur itik yang dihasilkan dari peternakan intensif yang menggunakan konsentrat atau pakan jadi, akan tetapi apabila beberapa peternakan intensif tersebut menggunakan pakan organik dan alami akan dihasilkan telur asin yang baik seperti telur itik yang digembalakan. Perbedaan yang mencolok dapat dilihat dari kuning telurnya, telur itik peternakan intensif dengan pakan konsentrat atau pakan jadi akan menyebabkan kuning telurnya kelihatan pucat dan tidak menarik. Sementara telur itik yang digembalakan atau peternakan intensif menggunakan pakan organik dan alami sangat jauh bedanya, dihasilkan commit to user kuning tua yang mencolok.
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengendalian mutu bahan baku telur itik mentah yang dilakukan UKM “Angga” sudah baik yaitu dengan dilakukan sortasi. Sortasi bertujuan untuk memilih telur itik mentah yang berkualitas baik yaitu utuh dan tidak retak, segar dan baru, berwarna biru. Proses sortasi ini dilakukan secara visual pada saat sebelum dilakukan pencucian untuk mengetahui telur yang berwarna biru, utuh dan tidak retak dan pada saat dilakukan pencucian untuk mengetahui telur yang segar dan baru. Selain dilakukan sortasi juga dilakukan proses penyimpanan bahan baku pada suhu ruang (tidak lembab) dalam jangka waktu yang lama dan proses sanitasi dengan pencucian agar tidak ada benda asing berupa kotoran, debu, kerikil, pasir pada bahan baku. Apabila terjadi penyimpangan pada telur itik mentah yang akan digunakan maka mengganti telur dengan telur yang baru.
Gambar 4.1 Telur Itik Mentah b. Garam Selanjutnya adalah pengujian organoleptik terhadap bahan baku tambahan dalam proses pembuatan telur asin “Angga”. Bahan baku tambahan yang pertama adalah garam. Garam berfungsi sebagai pengawet dan pencipta rasa yang khas, mengurangi kelarutan oksigen sehingga bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidupnya menjadi terhambat perkembangannya, menghambat kerja enzim proteolitik yaitu enzim yang mengurai protein sehingga protein di dalam telur terjaga kualitasnya dan menyerap air sehingga telur asin lebih awet. commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil evaluasi mutu garam yang digunakan dalam proses pembuatan telur asin ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil Pengujian Organoleptik Garam dalam Proses Pembuatan Telur Asin “Angga” No.
Uji Organoleptik
1. Kemampuan menyerap air 2. Kenampakan 3. Rasa Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Hasil Uji Mudah menyerap air Putih Asin
Persyaratan (Burhanuddin, 2001) Mudah menyerap air Putih Asin
Sedangkan syarat mutu garam konsumsi beryodium sesuai SNI 013556-2000 ditunjukkan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Syarat Mutu Garam Konsumsi Beryodium No. 1. 2. 3. 4. 4.1 4.2 4.3 5.
Kriteria Uji Kadar air (H2O) Kadar NaCl (natrium klorida) dihitung dari jumlah klorida (Cl-) Yodium dihitung sebagai Kalium Yodat (KIO3) Cemaran logam : Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Raksa (Hg) Arsen (As)
Satuan % b/b
Persyaratan Mutu maks. 7
% b/b adbk
min. 94,7
mg/kg
min. 30
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
maks. 10 maks. 10 maks. 0,1 maks. 0,1
Sumber : SNI 01-3556-2000 Keterangan : b/b = bobot/bobot Adbk = atas dasar bahan kering
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa garam (Gambar 4.2) yang digunakan sebagai bahan baku tambahan dalam dalam proses pembuatan telur asin telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan menurut Burhanuddin, (2001) dimana dalam proses pembuatan telur asin dipilih garam yang memiliki kemampuan mudah menyerap air dikarenakan garam yang mudah menyerap air akan lebih mudah larut apabila akan dibuat adonan dengan menggunakan air, serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok, garam juga dipilih yang berwarna putih bersih dan memiliki rasa asin dikarenakan dalam proses pembuatan telur asin ini garam berfungsi sebagai pencipta rasa yang khas dan sebagai pengawet. Asin tidaknya telur asin dan keawetannya, sangat tergantung pada kadar commit to user garam yang diberikan. Semakin tinggi kadar garam, akan semakin awet
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
telur yang diasinkan, tetapi rasanya akan semakin asin. Garam yang digunakan sebagai bahan baku tambahan dalam proses pembuatan telur asin “Angga” ini juga telah memenuhi persyaratan SNI 01-3556-2000 (Tabel 4.3). Pengendalian mutu bahan baku tambahan garam adalah dengan memilih garam yang berkualitas baik (mudah menyerap air, berwarna putih dan berasa asin). Selain dilakukan sortasi juga dilakukan pemilihan garam yang terkemas dengan baik dan proses penyimpanan bahan baku pada suhu ruang (tidak lembab) dalam jangka waktu yang lama agar tidak ada benda asing (kotoran, debu, kerikil, pasir, plastik). Apabila terjadi penyimpangan pada garam yang akan digunakan mengganti dengan yang baru.
Gambar 4.2 Garam c. Air Bahan baku tambahan yang kedua adalah air yang digunakan untuk proses pencucian dan perendaman telur itik liar. Pengendalian mutu yang dilakukan terhadap bahan pembantu air sangat dibutuhkan untuk menjaga kualitas produk telur asin yang dihasilkan. Air menjadi berbahaya apabila tidak bersih atau sudah tercemar kotoran, apalagi apabila air sudah tercemar oleh mikroba patogen maupun oleh logam berat. Air yang digunakan dalam prosescommit pembuatan telur asin “Angga” ini adalah air to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sumur. Syarat air yang baik adalah air yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan bebas dari kotoran. Hasil evaluasi mutu air yang digunakan dalam proses pembuatan telur asin “Angga” ditunjukkan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Hasil Pengujian Organoleptik Air dalam Proses Pembuatan Telur Asin “Angga” No.
Uji Organoleptik
Hasil Uji
1. Warna 2. Bau 3. Rasa Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Tidak berwarna Tidak berbau Normal
Persyaratan (SNI-013553-2006) Maks. 5 Tidak berbau Normal
Air yang digunakan dalam proses pembuatan telur asin “Angga” telah memenuhi persyaratan SNI 01-3553-2006 ditunjukkan pada Tabel 4.4. Air dalam proses pembuatan telur asin “Angga” ini digunakan sebagai bahan pelarut dari garam dan serbuk batu bata dimana garam berfungsi sebagai pengawet dan pencipta rasa yang khas, mengurangi kelarutan oksigen sehingga bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidupnya
menjadi
terhambat
perkembangannya,
mencegah
atau
menghambat kerja enzim proteolitik yaitu enzim yang mengurai protein sehingga protein di dalam telur terjaga kualitasnya dan menyerap air sehingga telur asin yang diawetkan lebih awet. Selain itu, air juga digunakan dalam proses pencucian bahan baku utama. Pengendalian mutu bahan baku tambahan air adalah dengan memilih air yang berkualitas baik (tidak berwarna, tidak berbau, normal) dengan cara melakukan penyaringan dan pengendapan. Apabila terjadi penyimpangan pada air yang akan digunakan diganti dengan yang baru. d. Serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok Bahan baku tambahan yang ketiga adalah serbuk batu bata merah (Gambar 4.3), pasir dan abu gosok. Serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok berfungsi agar adonan pembalut yang mengandung garam dapat menempel kuat pada kulit telur maka diperlukan bahan yang dapat commit to user melekat namun tidak bereaksi.
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengendalian mutu yang dilakukan terhadap bahan pembantu serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok sangat dibutuhkan untuk menjaga kualitas produk telur asin yang dihasilkan. Serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok menjadi berbahaya apabila tidak bersih atau sudah tercemar kotoran misalnya terdapat kerikil dikarenakan apabila di dalam serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok terdapat kerikl akan mempengaruhi telur pada saat dilakukan pemeraman (telur retak/pecah). Syarat serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok yang baik adalah lembut dan bersih. Serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok yang lembut dan bersih akan memudahkan dalam proses pembuatan adonan karena akan lebih mudah dilarutkan dengan air dan garam. Sehingga, sebelum digunakan biasanya dilakukan pengayakan untuk mendapatkan serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok yang lembut dan penyaringan untuk mendapatkan serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok yang bersih.
Gambar 4.3 Serbuk Batu Bata Merah 2. Pengendalian Mutu Proses Produksi Proses pembuatan telur asin di UKM memerlukan waktu selama 15 hari. Bahan baku yang digunakan adalah telur asin yang telah disortasi dengan menggunakan bahan tambahan garam, air, serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok. Proses pembuatan telur asin di UKM Telur Asin Bu Agus melalui beberapa tahap proses. Tahapan proses pembuatan telur asin ditunjukkan pada Gambar 4.4. commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Telur itik Sortasi Pencucian I
Garam, air, serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok
Pemeraman selama 15 hari
Air ± 6 liter
Perebusan ± 3 jam
Pencucian II
Penirisan ± 1 jam
Tidak utuh dan retak, tidak segar dan tidak baru, tidak berwarna biru
Kotoran
Adonan pemeraman
Air
Pelabelan Telur asin Gambar 4.4 Tahapan Proses Produksi Telur Asin
Proses pembuatan telur asin di UKM telur asin “Angga” Bu Agus dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Sortasi Dalam proses pembuatan telur asin “Angga” di UKM Bu Agus ini biasanya diproduksi 200-250 telur untuk satu kali produksi, jumlah ini dapat berkurang ataupun bertambah tergantung persediaan telur dari para peternak telur langganan UKM Bu Agus. Biasanya UKM Bu Agus memproduksi telur asin setiap 2 hari sekali. Telur yang digunakan dalam proses pembuatan telur asin “Angga” di UKM Bu Agus adalah telur itik yang digembalakan. Untuk menghasilkan telur asin yang baik, telur itik yang digembalakan lebih baik daripada telur itik yang dihasilkan dari peternakan intensif yang menggunakan konsentrat atau pakan jadi, akan commit to user tetapi apabila beberapa peternakan intensif tersebut menggunakan pakan
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
organik dan alami akan dihasilkan telur asin yang baik seperti telur itik yang digembalakan. Perbedaan yang mencolok dapat dilihat dari kuning telurnya, telur itik peternakan intensif dengan pakan konsentrat atau pakan jadi akan menyebabkan kuning telurnya kelihatan pucat dan tidak menarik. Sementara telur itik yang digembalakan atau peternakan intensif menggunakan pakan organik dan alami sangat jauh bedanya, dihasilkan kuning tua yang mencolok. Untuk mengetahui secara pasti kondisi telur yang akan diasinkan, maka perlu dilakukan pemeriksaan sekaligus proses sortasi (Gambar 4.5). Pemeriksaan telur meliputi telur yang segar dan baru, kenampakan warna cangkang telur biru, kulit telur yang utuh dan tidak retak hal ini dikarenakan selama dalam pemeraman putih telur akan dapat menerobos keluar sehingga apabila telur yang digunakan adalah telur yang tidak utuh dan retak akan membuat adonan pemeraman berbau busuk selanjutnya mempengaruhi kualitas telur asin yang dihasilkan. Dalam proses pengasinan telur garam masuk ke dalam kuning telur karena adanya tekanan osmosis, semakin lama telur diasin akan semakin banyak garam di kuning telur maka air di kuning telur akan semakin banyak yang keluar ke putih telur sehingga selama dalam pemeraman putih telur akan dapat menerobos keluar. Pemeriksaan telur yang segar dan baru dapat dilakukan dengan memasukkan telur-telur tersebut ke dalam suatu wadah plastik yang telah diisi dengan air, kemudian mengamati posisi telur-telur tersebut di dalam air. Telur yang melayang, harus segera dipisahkan dikarenakan telur yang melayang menunjukkan bahwa telur mulai mengalami penurunan kualitas (udara dalam isi telur keluar, letak kuning telur sudah tidak berada di tengah dan keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat berat telur turun serta putih telur encer sehingga kesegaran telur merosot), semakin mendekati permukaan menunjukkan bahwa tingkat kerusakannya semakin tinggi. Sedangkan telur yang tenggelam hingga menyentuh dasar wadah menunjukkan commit to bagus user (masih baru). Sedangkan untuk bahwa kondisi telur masih sangat
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengetahui secara pasti kondisi garam, air, serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok yang akan digunakan dilakukan pemeriksaan sekaligus pemilihan (sortasi) secara visual dan organoleptik. Faktor yang perlu dikendalikan dalam proses sortasi ini adalah spesifikasi telur, garam, air, serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok berkualitas baik yang akan digunakan dalam proses pembuatan telur asin.
Gambar 4.5. Proses Sortasi 2. Pencucian I Telur-telur yang telah disortasi tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam ember bersih yang telah diisi dengan air bersih dan dibiarkan terendam beberapa saat sehingga kotorannya akan lebih mudah dibersihkan kemudian dilakukan proses pencucian (Gambar 4.6) dengan cara diamplas perlahan-lahan dengan menggunakan amplas air halus untuk membuka pori-pori telur sehingga akan memudahkan proses pengasinan telur. Selanjutnya telur dibilas dengan air bersih kembali dengan ember bersih yang kedua yang telah diisi dengan air bersih hingga telur benar-benar bersih, biasanya pembilasan ini dilakukan sebanyak 2 kali selanjutnya ditiriskan. Dalam proses pencucian ini, air bersih yang digunakan adalah air bersih dari sumur. Hal ini sangat perlu dilakukan karena karena telur itu dikeluarkan oleh hewan melalui lubang kloaka yang bercampur dengan kotoran hewan yang bersangkutan. Faktor yang perlu dikendalikan dalam proses pencucian ini adalah spesifikasi air berkualitascommit baik untuk pencucian, kekuatan pengamplasan to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang cukup dan kebersihan telur setelah pencucian yang akan digunakan dalam proses pembuatan telur asin.
Gambar 4.6. Proses Pencucian I 3. Pemeraman Pertama-tama membuat adonan dari serbuk batu bata merah, pasir, abu gosok, garam dapur beryodium dan air dengan perbandingan 10 kg serbuk batu bata merah, 2 kg pasir, 1 kg abu gosok, 5 kg garam dapur beryodium dan 2 liter air. Selanjutnya adonan tersebut dituangkan dalam ember bersih yang akan digunakan untuk melakukan proses pemeraman telur (Gambar 4.7). Selanjutnya 200-250 telur yang telah ditiriskan diletakkan di dalamnya dan kembali dituangi adonan tersebut hingga menutupi seluruh telur yang telah ditata. Biasanya di dalam 1 ember bersih terdapat 3 lapisan adonan dan telur, bagian paling bawah adonan, kemudian telur, adonan kembali, selanjutnya telur, dan adonan kembali. Untuk menghindari retak atau pecahnya telur dalam proses pemeraman, diusahakan sebelum telur-telur dimasukkan, wadah atau bak perendaman ditempatkan terlebih dahulu di tempat yang aman dan rata. Ember tempat telur tersebut kemudian ditutupi dengan ember kembali untuk menghindari bahaya fisik benda asing (kotoran, debu, kerikil dan pasir) dan bahaya biologi (bakteri Salmonella dan Staphylococcus aureus) dari lingkungan dan diperam selama 15 hari. Setiap ember diberi tanggal agar telur tepat diperam selama 15 hari dikarenakan apabila kurang dari 15 hari telur asin yang dihasilkan akan memiliki warna kuning telur commit tidak to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
oranye dengan sedikit minyak dan tekstur berpasir (Jawa : masir) sedangkan apabila diperam tepat 15 hari akan dihasilkan telur yang memiliki warna kuning telur lebih oranye dengan sedikit minyak dan tekstur berpasir (Jawa : masir). Semakin lama waktu pemeraman akan dihasilkan telur yang memiliki warna kuning telur semakin oranye dengan minyak dan tekstur berpasir (Jawa : masir) akan tetapi untuk efektivitas waktu, UKM melakukan pemeraman selama 15 hari. Asin tidaknya telur asin dan keawetannya, sangat tergantung pada kadar garam yang diberikan. Semakin tinggi kadar garam, akan semakin awet telur yang diasinkan, tetapi rasanya akan semakin asin. Pemeraman dengan menggunakan adonan dari batu bata akan menghasilkan telur asin dengan warna kuning telur yang kemerah-merahan dan rasanya terkesan berpasir (Jawa : masir). Faktor yang perlu dikendalikan dalam proses pemeraman ini adalah spesifikasi telur dan adonan yang sesuai dengan takaran, waktu pemeraman tepat 15 hari serta sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan yang optimal dengan cara menjaga kebersihan lingkungan dan mencuci tangan pekerja serta sarana pengolahan yang akan digunakan.
a.
b. Gambar 4.7. Proses Pemeraman
c.
Keterangan : a. Telur Diperam Pada Lapisan Pertama b. Telur Diperam Pada Lapisan Kedua c. Telur Diperam Pada Lapisan Ketiga
4. Pencucian II Telur-telur setelah pemeraman tersebut kemudian dibongkar dan dimasukkan ke dalam ember bersih yang telah diisi dengan air bersih commit to user untuk memudahkan pembersihan adonan yang masih menempel pada
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
telur tersebut. Telur kemudian dilakukan proses pencucian (Gambar 4.8) dan dibilas kembali dengan air bersih dalam ember bersih yang kedua yang telah diisi dengan air bersih hingga telur benar-benar bersih (kulit telur tidak lengket karena sisa-sisa garam), biasanya pembilasan ini dilakukan sebanyak 2 kali selanjutnya ditiriskan. Telur yang tidak dicuci hingga benar-benar bersih akan berpengaruh pada saat dilakukan perebusan, sisa-sisa garam yang menempel pada kulit telur akan membuat air perebusan menjadi lengket serta berpengaruh pada kenampakan produk akhir telur asin yang dihasilkan (cangkang tidak berwarna biru bersih). Faktor yang perlu dikendalikan dalam proses pencucian ini adalah spesifikasi air berkualitas baik dan kebersihan telur setelah pencucian.
a.
b. Gambar 4.8. Proses Pencucian II Keterangan : a. Telur Setelah Proses Pemeraman b. Proses Pencucian II
5. Perebusan Telur asin mentah yang telah dicuci tersebut kemudian diletakkan dan dilakukan proses perebusan (Gambar 4.9) dalam panci yang telah diisi dengan ± 6 liter air bersih hingga merendam seluruh telur selama ± 3 jam atau hingga air yang digunakan untuk merebus tersebut hampir habis dengan api besar. Pada saat proses perebusan ini harus selalu dipantau dikarenakan apabila air yang digunakan untuk merebus hingga benarcommit to user benar habis dapat mengakibatkan telur menjadi retak dan gosong. Untuk
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mencegah retak atau pecahnya telur dalam proses perebusan ini, dapat dilakukan cara perebusan yang aman yaitu sebagai berikut telur dimasukkan ke dalam panci perebus yang telah diisi dengan air secukupnya, kemudian dipanaskan dengan api kecil. Air perebus diusahakan agar menjadi panas namun tidak mendidih (±30 menit). Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan putih telur menjadi matang atau mengental. Selanjutnya, api dapat dibesarkan hingga air mendidih. Sehingga benturan-benturan yang terjadi selama perebusan, tidak akan menyebabkan retak atau pecahnya telur-telur tersebut. Telur asin matang kemudian ditiriskan. Faktor yang perlu dikendalikan dalam proses perebusan ini adalah spesifikasi air yang berkualitas baik sesuai persyaratan sebagai air minum yang akan digunakan untuk melakukan proses perebusan, suhu perebusan hingga mencapai 1000 C (mendidih) dan waktu perebusan hingga air hampir habis (jumlah air setinggi setengah dari telur yang direbus pada telur paling bawah) .
a.
b. Gambar 4.9. Proses Perebusan
Keterangan : a. Telur Setelah Proses Pencucian II b. Proses Perebusan
6. Penirisan Telur asin matang kemudian dilakukan proses penirisan (Gambar 4.10) dan didinginkan selama ± 1 jam terlebih dahulu sebelum dilakukan proses pelabelan. Faktor yang perlu dikendalikan dalam proses penirisan commit to user ini adalah proses penirisan hingga telur benar-benar kering (tidak ada
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sisa-sisa air) dan pada saat penirisan hendaklah bahan yang digunakan dalam proses penirisan adalah bahan yang berkualitas baik dikarenakan produk yang akan ditiriskan masih dalam keadaan panas dan bersih karena untuk menghindari bahaya fisik benda asing (kotoran, debu).
a.
b. Gambar 4.10. Proses Penirisan Keterangan : a. Telur Setelah Proses Perebusan b. Proses Penirisan
7. Pelabelan Setelah dilakukan proses penirisan dan pendinginan, telur asin matang kemudian dilap dengan menggunakan kain lap kering dan bersih untuk selanjutnya dilakukan proses pelabelan (Gambar 4.11) dengan menggunakan cap dan siap untuk dipasarkan. Faktor yang perlu dikendalikan dalam proses pelabelan ini adalah pada saat dilakukan pelabelan hendaklah menunggu hingga telur dingin, kekuatan pelabelan yang cukup serta menggunakan tinta cap yang berkualitas baik.
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
b.
c.
Gambar 4.11. Proses Pelabelan Keterangan : a. Telur Setelah Proses Penirisan b. Proses Pelabelan c. Label Telur
3. Pengendalian Mutu Produk Akhir Pengendalian mutu produk telur asin dapat dilakukan dengan melakukan pengujian produk yang telah dihasilkan. Hasil pengujian produk kemudian dibandingkan dengan parameter pembanding hasil uji. Dalam hal ini parameter pembanding hasil uji adalah SNI nomor 01-4277-1996 tentang telur asin. Beberapa parameter pengujian yang dijadikan patokan mutu produk telur asin antara lain keadaan (bau, warna dan kenampakan), garam, cemaran mikroba (Salmonella dan Staphylococcus aureus) dan protein. Hasil analisis uji mutu telur asin ditunjukkan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Hasil Analisis Telur Asin
Protein Keadaan (bau, warna dan kenampakan)
5,159%
Parameter Pembanding 13,10%
Normal
Normal
Garam
4,279%
Jenis Analisis
Cemaran mikroba (Salmonella) Cemaran mikroba (Staphylococcus aureus) Sumber : SNI 01-4277-1996
Hasil Analisis
negatif dengan satuan koloni/25 gr < 10 dengan satuan koloni/gr commit to user
min. 2,0 dengan satuan b/b % negatif dengan satuan koloni/25 gr < 10 dengan satuan koloni/gr
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
Analisis mutu produk dilakukan dengan beberapa kali perlakuan uji. Pada semua uji, baik pada uji kandungan gizi (protein, garam dan cemaran mikroba) dan uji fisik keadaan (bau, warna dan kenampakan). 1. Keadaan (bau, warna dan kenampakan) Dari hasil pengujian didapatkan hasil keadaan (bau, warna dan kenampakan) pada telur asin adalah bau normal, warna normal dan kenampakan normal. Yang dimaksud dengan bau normal adalah bau amis khas telur asin segar dengan intensitas bau yang tidak menyengat seperti halnya telur asin busuk. Selanjutnya warna normal, warna normal disini adalah kuning telur warna oranye dengan sedikit minyak dan tekstur berpasir (Jawa : masir) sedangkan putih telur berwarna putih bersih dengan tekstur lunak akan tetapi tidak lembek. Dan kenampakan normal, kenampakan normal disini adalah kenampakan telur asin dengan warna cangkang telur biru, kulit telur yang utuh dan tidak retak Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada proses pembuatan telur asin “Angga” pada UKM Telur Asin Bu Agus pada saat melakukan sortasi, menyortasi telur yang segar dan baru serta kulit telur yang utuh dan tidak retak sehingga selama dalam pemeraman putih telur tidak akan dapat menerobos keluar dan membuat adonan pemeraman berbau busuk dan telur asin yang dihasilkan tidak memiliki bau dan kenampakan menyimpang (tidak normal). Telur asin “Angga” pada UKM Telur Asin Bu Agus juga menggunakan telur itik yang digembalakan yang memiliki warna kuning telur yang lebih mencolok dikarenakan telur itik yang digembalakan mengkonsumsi pakan yang organik dan alami bukan akan konsentrat atau pakan jadi sehingga warna telur asin yang dihasilkan tidak berwarna menyimpang (tidak normal). Telur itik yang diasinkan dengan garam mempunyai karakteristik kuning telur yang diinginkan seperti keluaran minyak, warna oranye, dan masir. Selama pengasinan terjadi perpindahan air dari kuning telur menuju putih telur. Dehidrasi selama pengasinan ini meningkatkan user keluarnya minyak. Laicommit et. al,to (1999) dalam Gumay, dkk (2009)
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
menyatakan, besarnya minyak yang keluar seiring dengan pembentukan butiran-butiran berpasir pada kuning telur. Padatan granul polihedral dijumpai pada telur yang sudah diasinkan. Padatan granul polihedral ini semakin rapat seiring dengan adanya dehidrasi selama pengasinan, ukuran granul juga menjadi lebih besar. Pembesaran granul ini sebagai akibat masuknya air garam ke dalam granul dan reaksi garam dengan low density lipoprotein (LDL) di dalam granul. Granul polihedral inilah yang memberi kesan atau tekstur masir (Chi dan Tseng (1998) dalam Gumay, dkk (2009). Kemasiran kuning telur meningkat seiring dengan lamanya pengasinan. Warna kuning telur sebelum diasin adalah kuning, warna berubah menjadi kuning kecoklatan, coklat tua, oranye, atau kuning cerah setelah proses pengasinan (Lai et. al, 1999) dalam Gumay, dkk (2009). Perubahan warna kuning telur tersebut berhubungan dengan hilangnya air dan sejumlah lemak yang menjadi bebas, pada kuning telur. Kadar air mempengaruhi konsentrasi pigmen, sedangkan lemak bebas mempengaruhi keluarnya pigmen. 2. Garam Dari hasil pengujian didapatkan hasil kadar garam pada telur asin adalah 4,279%. Hasil pengujian kadar garam ini didapatkan hasil yang melebihi standar SNI 01-4277-1996 tentang telur asin sebesar min. 2,0 sehingga dapat dikatakan telur asin “Angga” pada UKM telur asin Bu Agus sesuai dengan standar SNI 01-4277-1996 tentang telur asin yang aman untuk dikonsumsi dan tidak berbahaya bagi kesehatan serta awet dikarenakan garam berfungsi sebagai pengawet. Pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasin dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+ dan Cl-. Penambahan garam dalam jumlah tertentu pada suatu bahan pangan dapat mengawetkan bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan adanya kenaikan tekanan osmotik yang menyebabkan plasmolisis sel mikroba commit toatau user keluarnya cairan dari sel dan yaitu sel mengalami dehidrasi
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
plasmolisis sel terhadap CO2. Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen terlarut, menghambat kerja enzim, dan menurunkan aktivitas air (aw atau kandungan air bebas dalam bahan pangan). Tekanan osmotik dalam larutan garam atau adonan lebih besar daripada tekanan osmotik dalam telur, sehingga larutan garam dapat masuk ke dalam telur. Garam yang digunakan dalam pengasinan adalah NaCl. Mekanisme yang terjadi adalah sebagai berikut : garam NaCl di dalam larutan mengion menjadi Na+ dan Cl-. Kedua ion tersebut berdifusi ke dalam telur melalui lapisan kutikula, bunga karang, lapisan mamilari, membran kulit telur, putih telur, membran vitelin, dan selanjutnya ke dalam kuning telur (Winarno dan Koswara, 2002). Berkurangnya kadar air menyebabkan telur menjadi lebih awet. Garam (NaCl) akan masuk ke dalam telur dengan cara merembes ke poripori kulit, menuju ke bagian putih, dan akhirnya ke kuning telur. Garam NaCl mula-mula akan diubah menjadi ion natrium (Na+) dan ion chlor (Cl-). Ion chlor inilah yang sebenarnya berfungsi sebagai bahan pengawet, dengan menghambat pertumbuhan mikroba pada telur. Makin lama dibungkus dengan adonan, makin banyak garam yang merembes masuk
ke
dalamnya,
sehingga
telur
menjadi
awet
dan
asin
(Anonimb, 2012). 3. Cemaran Salmonella Salmonella merupakan penyebab terjadinya keracunan makanan paling banyak yang ditularkan melalui telur dan daging. Kontaminasi Salmonella pada telur dapat berasal dari lingkungan atau terjadi kontaminasi silang pada saat telur disimpan bersama telur lain yang mengandung Salmonella. Kontaminasi Salmonella dapat berada pada bagian luar (cangkang telur) maupun pada bagian dalam telur. Salmonella dapat mengadakan penetrasi ke bagian dalam telur melalui pori-pori ataupun retakan pada cangkang telur (Humphrey (2000) dalam Fitri (2007). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
42 digilib.uns.ac.id
Dari hasil pengujian didapatkan hasil cemaran Salmonella pada telur asin adalah negatif / 25 gram sesuai dengan standar SNI 01-42771996 tentang telur asin sehingga telur asin “Angga” pada UKM telur asin Bu Agus ini dapat dikatakan aman untuk dikonsumsi dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada proses pembuatan telur asin “Angga” pada UKM telur asin Bu Agus menggunakan garam dimana garam berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen Salmonella. Adanya garam yang terlarut dalam telur asin menyebabkan tekanan osmotiknya lebih tinggi daripada tekanan osmotik di dalam sel bakteri. Perbedaan tekanan osmotik ini dapat menyebabkan terjadinya plasmolisis pada sel-sel bakteri tersebut. Adanya penambahan garam yang bersifat higroskopis, menurut Hudaya dan Daradjat (1980) dalam Fitri (2007) juga dapat menyerap air dan mengurangi kelarutan oksigen pada bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri. Selain itu juga dilakukan proses sortasi memilih telur yang utuh dan tidak retak, proses pencucian sebanyak dua kali dengan memperhatikan kebersihan telur setelah pencucian dan proses perebusan selama ± 3 jam. 4. Cemaran Staphylococcus aureus Pada bahan makanan yang diolah dengan cara diasinkan, seperti telur asin, memungkinkan adanya seleksi terhadap jenis mikroba yang tumbuh pada bahan makanan tersebut (Buckle et. al, 1987). Kontaminasi pada telur dapat berasal dari lingkungan. Bakteri Staphylcoccus aureus yang berada di lingkungan luar akan menempel pada cangkang telur dan selanjutnya mengadakan penetrasi ke dalam telur melalui pori-pori pada cangkang telur. Dari hasil pengujian didapatkan hasil cemaran
mikroba
(Staphylococcus aureus) pada telur asin adalah < 10 koloni/gram sesuai dengan standart SNI 01-4277-1996 tentang telur asin sehingga telur asin “Angga” pada UKM telur asin Bu Agus ini dapat dikatakan aman untuk dikonsumsi dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Hal ini dapat terjadi to user dikarenakan pada proses commit pembuatan telur asin “Angga” pada UKM Telur
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
Asin Bu Agus menggunakan garam dimana garam mempunyai tekanan osmotik tertentu dan melakukan penetrasi ke dalam telur yang akan diasinkan. Tekanan osmotik ini akan mempengaruhi pertumbuhan mikrorganisme. Garam pada konsentrasi yang tinggi memiliki tekanan osmotik yang tinggi sehingga dapat mengakibatkan plasmolisis pada selsel mikroorganisme. Kadar air bahan makanan yang diawetkan dengan garam menurun dan jaringannya akan mengalami plasmolisis sehingga kadar airnya tidak cukup untuk pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu juga dilakukan proses sortasi memilih telur yang utuh dan tidak retak, proses pencucian sebanyak dua kali dengan memperhatikan kebersihan telur setelah pencucian dan proses perebusan selama ± 3 jam. 5. Protein Dari hasil pengujian didapatkan hasil kadar protein total pada telur asin adalah 5,159%. Proses pengasinan menurunkan secara nyata kadar protein telur asin dibandingkan dalam telur yang belum diasinkan dimana telur yang belum diasinkan memiliki kadar protein total sebesar 13,10% (DKBM, 2012). Hal tersebut dapat dikarenakan penambahan garam mengurangi daya larut protein, sehingga ketika diuji terlihat nilainya berkurang akibat proteinnya terpisah menjadi endapan karena pada pengujian dengan cara Kjeldahl sampelnya dilarutkan. Hal tersebut dikuatkan dengan pernyataan Winarno (1997) yang mengatakan bahwa bila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan ini disebut salting out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap.
B. Perencanaan HACCP (7 Prinsip HACCP) a. Deskripsi Produk Produk yang akan dikaji dalam penerapan HACCP adalah telur asin dyang diproduksi oleh UKM milik Bu Agus. Deskripsi produk dari UKM userDeskripsi produk mencantumkan tersebut ditunjukkan pada commit Tabel to4.6.
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahan baku utama dan bahan pembantu apa saja yang digunakan pada pembuatan telur asin. Proses pengolahan, kemasan, umur simpan, saran penyimpanan, populasi sensitif, dan cara penggunaan. Tabel 4.6. Deskripsi Produk. Produk Bahan Baku Utama Bahan Baku Tambahan Proses Pengolahan Kemasan Umur Simpan Saran Penyimpanan Populasi Sensitif Cara Penggunaan
Telur Asin Telur itik yang digembalakan Garam, air, serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok Sortasi, pencucian I, pemeraman, pencucian II, perebusan, penirisan dan pelabelan Kemasan plastik ± 7 hari Sebaiknya tidak disimpan di dalam kulkas Tidak ada, dapat digunakan untuk konsumsi secara umum Dikonsumsi secara langsung
b. Analisis Bahaya Setelah mengetahui deskripsi produk dari telur asin, kemudian dilakukan prinsip-prinsip HACCP yaitu prinsip 2 menentukan titik atau tahap prosedur operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan bahaya
atau
mengurangi
kemungkinan
terjadi
bahaya
tersebut
(Thaheer, 2005). Analisis bahaya dilakukan dengan cara mengidentifikasi semua bahaya yang mungkin terdapat dalam bahan baku dan tahapan proses produksi telur asin. Analisis bahaya pada bahan baku dan tahapan proses ini menggunakan pohon keputusan (CCP decision tree). Pada bahan baku maupun pada tahapan proses produksi dapat mengandung bahaya baik secara fisik, kimia maupun biologi. Dari bahan baku yang digunakan maupun proses produksi yang dilakukan kemudian dilakukan tindakan mengendalikan bahaya maupun mengeliminasi bahaya-bahaya tersebut. Analisis bahaya bahan baku beserta penyebab bahaya dan tindakan pengendaliannya ditunjukkan pada Tabel 4.7.
commit to user
45
Tabel 4.7 Analisis Bahaya Bahan Baku Telur Asin No.
Bahan Baku
1.
Telur itik yang digembalakan
Identifikasi Bahaya Tipe Bahaya Fisik Benda asing (kotoran, debu).
Penyebab -
-
Sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal. Kesalahan penyimpanan.
Tindakan Pengendalian -
-
Kimia Biologi
Bakteri Salmonella dan Staphylococcus aureus.
-
Sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal.
-
-
2.
Garam
Fisik
Warna tidak putih bersih dan benda asing (kotoran, debu, plastik).
-
Sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal.
-
Proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan. Proses sortasi secara manual. Penggunaan telur yang berkualitas baik (utuh dan tidak retak, segar dan baru, berwarna biru) dan sedikit / tidak ada benda asing (kotoran, debu). Proses penyimpanan bahan baku pada suhu ruang (tidak lembab) dalam jangka waktu yang lama. Proses sanitasi dengan pencucian dan pengamplasan. Proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan. Pada saat tahapan proses produksi perebusan memperhatikan suhu dan waktu perebusan. Proses sortasi telur secara manual dengan menyortasi telur yang utuh dan tidak retak sehingga tidak memungkinkan terjadinya kontaminasi silang antara telur satu dengan yang lainnya ataupun antara telur dengan lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan. Apabila terjadi penyimpangan, mengganti bahan baku yang akan digunakan dengan bahan baku yang baru. Proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan. Proses sortasi secara manual. Penggunaan garam yang berkualitas baik berwarna putih bersih, sedikit / tidak ada benda asing (kotoran, debu, plastik).
45
46
-
3.
Air
Kimia
Tinta yang ada pada plastik di kemasan.
Biologi Fisik
Warna tidak jernih dan terdapat benda asing (kotoran, debu, kerikil, pasir).
Kesalahan penyimpanan. Bahan kemasan yang digunakan tidak sesuai (sobek).
-
Bahan kemas yang digunakan tidak sesuai. Sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal.
-
-
-
Kimia
Mengandung kapur.
-
Biologi
E. coli dan Coliform.
-
4.
Serbuk batu bata merah, pasir dan abu
Fisik
Benda asing (kotoran, debu, kerikil, pasir)
-
Sanitasi lingkungan, pekerja dan
-
Pemilihan garam yang terkemas dengan kemasan yang baik (tidak mudah sobek). Proses penyimpanan bahan baku pada suhu ruang (tidak lembab) dalam jangka waktu yang lama.
Apabila terjadi penyimpangan, mengganti garam yang akan digunakan dengan garam yang baru. Proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan. Penggunaan air yang jernih (tidak berwarna), tidak berasa, tidak berbau dan tidak mengandung benda asing (debu, kerikil, pasir),besi (Fe) serta Mangan (Mn) sesuai dengan syarat air minum. Penyaringan air sebelum digunakan untuk proses produksi. Pada saat tahapan proses produksi perebusan, perebusan air dilakukan hingga air benar-benar mendidih. Apabila terjadi penyimpangan, mengganti air yang akan digunakan dengan air yang baru. Penyaringan dan pengendapan air sebelum digunakan untuk proses produksi. Proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan. Pada saat tahapan proses produksi perebusan, perebusan air dilakukan hingga air benar-benar mendidih. Proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan. Proses sortasi secara manual dengan melakukan
46
47
gosok
Kimia Biologi
-
sarana pengolahan kurang optimal. - Kesalahan penyimpanan. -
penyaringan dan pengayakan.
-
47
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada penerapan sistem HACCP, bahan baku yang akan digunakan untuk proses produksi hendaklah bahan baku yang tidak menimbulkan bahaya apabila akan diproduksi untuk selanjutnya dikonsumsi. Dalam analisis bahaya bahan baku (Tabel 4.7) dilakukan identifikasi bahaya baik secara fisik, kimia maupun biologi, penyebab bahaya serta tindakan pengendalian sebagai upaya untuk menjamin bahwa bahan baku yang akan diproduksi untuk selanjutnya dikonsumsi adalah bahan baku yang tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan konsumen. Pada Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan telur asin adalah telur itik yang digembalakan, garam, air, serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok. Bahan baku yang pertama adalah telur itik yang digembalakan, telur itik yang digembalakan dapat mengandung bahaya fisik berupa benda asing (kotoran, debu) yang disebabkan oleh sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal serta kesalahan penyimpanan. Selain menyebabkan
bahaya
fisik,
kesalahan
penyimpanan
juga
dapat
mengakibatkan telur mengandung bahaya biologi berupa bakteri Salmonella dan Staphylococcus aureus. Hal ini apabila tidak dilakukan tindakan pengendalian akan mempengaruhi kualitas produk akhir telur asin yang diproduksi. Sebagai tindakan pengendalian dilakukan proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan selanjutnya proses sortasi telur secara manual dengan menggunakan telur yang berkualitas baik (utuh dan tidak retak, segar dan baru, berwarna biru) dan sedikit/tidak ada benda asing (kotoran, debu, kerikil dan pasir), apabila terjadi penyimpangan mengganti telur yang akan digunakan dengan telur yang baru. Kemudian proses penyimpanan bahan baku setelah proses sortasi pada suhu ruang (tidak lembab) dalam jangka waktu yang lama, proses sanitasi dengan pencucian dan pengamplasan apabila telur akan digunakan dalam proses produksi dan setelah dilakukan proses produksi (setelah diperam) dan pada saat tahapan proses produksi perebusan memperhatikan suhu dan waktu commit user manual dengan dilakukan sortasi perebusan serta proses sortasi telur to secara
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
telur yang utuh dan tidak retak sehingga tidak memungkinkan terjadinya kontaminasi silang antara telur satu dengan yang lainnya ataupun antara telur dengan lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan. Bahan baku tambahan yang pertama adalah garam, garam dapat mengandung bahaya fisik berupa warna tidak putih bersih, benda asing (kotoran, debu, plastik), bahaya kimia berupa tinta yang ada pada plastik di kemasan yang disebabkan oleh sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal, kesalahan penyimpanan dan bahan kemas yang digunakan tidak sesuai Hal ini apabila tidak dilakukan tindakan pengendalian akan mempengaruhi kualitas produk akhir telur asin yang diproduksi. Sebagai tindakan pengendalian dilakukan proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan selanjutnya proses sortasi secara manual dengan menggunakan garam yang berkualitas baik berwarna putih bersih, sedikit/tidak ada benda asing (kotoran, debu, kerikil, plastik) dan terkemas dengan baik. Kemudian proses penyimpanan bahan baku pada suhu ruang (tidak lembab) dalam jangka waktu yang lama dan apabila terjadi penyimpangan, mengganti garam yang akan digunakan dengan garam yang baru. Bahan baku tambahan yang kedua adalah air, air dapat mengandung bahaya fisik berupa warna yang tidak jernih dan terdapat benda asing (kotoran, debu, kerikil, pasir), bahaya kimia berupa kapur dan bahaya biologi berupa E. coli dan Coliform yang disebabkan oleh sanitasi lingkungan pada saat proses produksi kurang optimal. Hal ini apabila tidak dilakukan tindakan pengendalian akan mempengaruhi kualitas produk akhir telur asin yang diproduksi. Sebagai tindakan pengendalian dilakukan proses sanitasi
lingkungan,
pekerja
dan
sarana
pengolahan
dioptimalkan
selanjutnya pemilihan pada saat air akan digunakan dalam proses produksi meliputi penggunaan air yang jernih (tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau dan tidak mengandung benda asing (debu, kerikil, pasir)) sesuai dengan syarat air minum serta melakukan penyaringan dan pengendapan commitproduksi. to user Apabila terjadi penyimpangan sebelum digunakan untuk proses
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengganti air yang akan digunakan dengan air yang baru dan pada saat tahapan proses produksi (perebusan), perebusan dilakukan hingga air benarbenar mendidih. Bahan baku tambahan yang ketiga adalah serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok. Serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok dapat mengandung bahaya fisik berupa benda asing (kotoran, debu, kerikil, pasir) yang disebabkan oleh sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal serta kesalahan penyimpanan. Hal ini apabila tidak dilakukan tindakan pengendalian akan mempengaruhi kualitas produk akhir telur asin yang diproduksi. Sebagai tindakan pengendalian dilakukan proses sanitasi
lingkungan,
pekerja
dan
sarana
pengolahan
dioptimalkan
selanjutnya proses sortasi secara manual dengan melakukan penyaringan dan pengayakan serta proses penyimpanan bahan baku pada suhu ruang (tidak lembab) dalam jangka waktu yang lama. Selanjutnya pada tahapan proses produksi, dalam tahapan proses produksi yang akan dilakukan hendaklah tahapan proses produksi yang tidak menimbulkan bahaya baik secara fisik, kimia maupun biologi dikarenakan apabila pada tahapan proses produksi terdapat bahaya akan mempengaruhi kualitas produk akhir dan kesehatan konsumen. Dalam analisis bahaya tahapan proses produksi (Tabel 4.8) juga dilakukan identifikasi bahaya, penyebab bahaya serta tindakan pengendalian seperti halnya pada analisis bahaya bahan baku (Tabel 4.7). Pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa tahapan proses produksi yang dilakukan dalam proses pembuatan telur asin adalah sortasi, pencucian I, pemeraman, pencucian II, perebusan, penirisan dan pelabelan.
commit to user
51
Tabel 4.8 Analisis Bahaya Tahapan Proses Produksi Telur Asin Penting Tidaknya No.
Tahapan Proses
1.
Sortasi
Bahaya Fisik : benda (kotoran, kerikil, plastik).
Penyebab asing debu, pasir,
-
Sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan pada saat proses produksi kurang optimal. Kesalahan penyimpanan.
Peluang (T/S/R)
Keparahan (T/S/R)
T
R
Penting/ Tidak (T/S/R) R
Tindakan Pengendalian -
-
Kimia : Biologi : bakteri Salmonella dan Staphylococcus aureus
-
Sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal.
T
T
T
-
-
Proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan pada saat proses produksi dioptimalkan. Proses sortasi secara manual. Penggunaan bahan baku yang sesuai spesifikasi. Proses penyimpanan bahan baku pada suhu ruang (tidak lembab) dalam jangka waktu yang lama. Proses sanitasi dengan pencucian. Sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan. Proses sortasi telur secara manual dengan menyortasi telur yang utuh dan tidak retak sehingga tidak memungkinkan terjadinya kontaminasi silang antara telur satu dengan yang lainnya ataupun antara telur dengan lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan. Apabila terjadi penyimpangan, mengganti bahan baku yang akan digunakan dengan bahan baku yang baru.
51
52
2.
Pencucian I
Fisik : benda asing (kotoran, debu, kerikil, pasir).
-
-
Proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal. Proses sortasi kurang optimal.
T
R
R
-
-
-
Kimia : kapur.
-
Air kurang bersih.
S
S
S
-
-
-
-
Biologi : lumut, E. coli, Coliform.
-
Sanitasi lingkungan, pekerja sarana
T
T
T
-
dan -
Proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan pada saat proses produksi dioptimalkan. Proses sortasi secara manual. Apabila air yang digunakan untuk proses pencucian terdapat penyimpangan, mengganti air yang akan digunakan dengan air yang baru. Apabila proses pencucian belum optimal, melakukan pencucian kembali. Penggunaan air yang jernih (tidak berwarna), tidak berasa, tidak berbau dan tidak mengandung benda asing (debu, kerikil, pasir),besi (Fe) serta Mangan (Mn) sesuai dengan syarat air minum. Apabila terjadi penyimpangan, mengganti air yang akan digunakan dengan air yang baru. Pada saat tahapan proses produksi perebusan, perebusan air dilakukan hingga air benar-benar mendidih. Penyaringan dan pengendapan sebelum digunakan untuk proses produksi. Proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan. Pada saat tahapan proses produksi
52
53
3.
Pemeraman
Fisik : benda asing (kotoran, debu, kerikil, pasir).
-
-
Kimia : Biologi : bakteri Salmonella dan Staphylococcus aureus.
-
-
pengolahan kurang optimal. Air kurang bersih. Sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal. Proses sortasi kurang optimal. Air kurang bersih
Sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal. Jumlah dan kondisi garam yang kurang sesuai.
S
R
R
-
-
T
T
T
-
-
-
perebusan, perebusan air dilakukan hingga air benar-benar mendidih. Proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan. Proses sortasi secara manual dioptimalkan. Penggunaan air yang jernih (tidak berwarna), tidak berasa, tidak berbau dan tidak mengandung benda asing (debu, kerikil, pasir),besi (Fe) serta Mangan (Mn) sesuai dengan syarat air minum. Sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan. Pada saat tahapan proses produksi pemeraman memperhatikan waktu pemeraman dan perbandingan garam. Proses sortasi telur secara manual dengan menyortasi telur yang utuh dan tidak retak sehingga tidak memungkinkan terjadinya kontaminasi antara telur satu dengan yang lainnya ataupun antara telur dengan lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan. Apabila terjadi penyimpangan, mengganti bahan baku yang akan digunakan dengan bahan baku yang baru.
53
54
4.
Pencucian II
Fisik : benda asing (kotoran, debu, kerikil, pasir).
-
-
Sanitasi lingkungan, pekerja dan saran pengolahan kurang optimal Proses sortasi kurang optimal.
T
R
R
-
-
-
Kimia : kapur.
-
Air kurang bersih.
S
S
S
-
-
-
-
Biologi : lumut, E. coli dan Coliform
-
Sanitasi lingkungan,
T
T
T
-
Memastikan jumlah dan kondisi garam sesuai. Proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan pada saat proses produksi dioptimalkan. Proses sortasi secara manual. Apabila air yang digunakan untuk proses pencucian terdapat penyimpangan, mengganti air yang akan digunakan dengan air yang baru. Apabila proses pencucian belum optimal, melakukan pencucian kembali. Penggunaan air yang jernih (tidak berwarna), tidak berasa, tidak berbau dan tidak mengandung benda asing (debu, kerikil, pasir),besi (Fe) serta Mangan (Mn) sesuai dengan syarat air minum. Apabila terjadi penyimpangan, mengganti air yang akan digunakan dengan air yang baru. Pada saat tahapan proses produksi perebusan, perebusan air dilakukan hingga air benar-benar mendidih. Penyaringan dan pengendapan air sebelum digunakan untuk proses produksi. Proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan
54
55
5.
Perebusan
Fisik : benda asing (kotoran, debu)
-
Kimia : Biologi : bakteri E. coli, Coliform Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus.
-
-
pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal. Air kurang bersih. Sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal. Air kurang bersih.
Sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal. Air tidak mendidih.
-
S
R
R
-
-
T
T
T
-
-
-
dioptimalkan. Pada saat tahapan proses produksi perebusan, perebusan air dilakukan hingga air benar-benar mendidih. Proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan. Penggunaan air yang jernih (tidak berwarna), tidak berasa, tidak berbau dan tidak mengandung benda asing (debu, kerikil, pasir),besi (Fe) serta Mangan (Mn) sesuai dengan syarat air minum. Sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan. Pada saat tahapan proses produksi perebusan memperhatikan suhu dan waktu perebusan, hingga air benar-benar mendidih. Proses sortasi telur secara manual dengan menyortasi telur yang utuh dan tidak retak sehingga tidak memungkinkan terjadinya kontaminasi silang antara telur satu dengan yang lainnya ataupun antara telur dengan lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan. Apabila terjadi penyimpangan, mengganti bahan baku yang akan digunakan dengan bahan baku
55
56
6.
Penirisan
Fisik : benda asing (kotoran, debu) dan sisa-sisa air perebusan.
-
-
Sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal. Proses sortasi kurang optimal.
R
R
S
-
-
-
7.
Pelabelan
Kimia : Biologi : Fisik : benda asing (kotoran, debu).
-
-
Sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal. Proses sortasi kurang optimal.
Kimia : tinta yang digunakan untuk melakukan pelabelan. Biologi : -
-
R
R
S
-
-
S
R
R
-
-
-
-
yang baru. Proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan. Proses sortasi secara manual lebih diperketat dengan pengelapan menggunakan kain lap yang bersih dan kering. Proses penirisan menggunakan bahan yang berkualitas baik dikarenakan produk yang akan ditiriskan masih dalam keadaan panas. Proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan. Proses sortasi secara manual lebih diperketat dengan pengelapan menggunakan kain lap yang bersih dan kering. Proses pelabelan dengan menggunakan tinta yang berkualitas baik dan menunggu hingga telur asin benar-benar dingin terlebih dahulu. -
56
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Penetapan Titik Kendali Kritis Penetapan CCP dilakukan setelah melakukan analisis bahaya dengan menggunakan pohon keputusan (CCP decision tree). Penentuan penetapan CCP bahan baku ditunjukkan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Penentuan Penetapan CCP Bahan Baku No.
Bahan Baku
P1 Apakah bahan mentah mungkin mengandung bahan berbahaya (mikrobiologi/kimia/fisik ? Ya : ke P2 Tidak : Bukan CCP
1.
Ya
2.
Telur itik yang digembalakan Garam
P2 Apakah penanganan/pengolahan (termasuk cara mengkonsumsi) dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya? Ya : bukan CCP Tidak : CCP Ya
Ya
Ya
3.
Air
Ya
Ya
4.
Serbuk batu bata merah, pasir dan abu gosok
Ya
Ya
CCP atau Bukan CCP
Bukan CCP Bukan CCP Bukan CCP Bukan CCP
Apabila dilihat dari tingkat dan jenis bahaya yang timbul ada beberapa tahapan proses yang perlu mendapat perhatian untuk tindakan CCP-nya. Penentuan penetapan CCP tahapan proses produksi ditunjukkan pada Tabel 4.10.
commit to user
58
Tabel 4.10 Penentuan Penetapan CCP Tahapan Proses Produksi No.
Tahapan Proses
1.
Sortasi
2.
Pencucian I
3.
Pemeraman
Identifikasi Bahaya
Fisik : benda asing (kotoran, debu, kerikil, pasir, plastik). Kimia : Biologi : bakteri Salmonella dan Staphylococcus aureus. Fisik : kotoran, debu, kerikil, pasir. Kimia : kapur. Biologi : lumut, E. coli dan Coliform. Fisik : benda asing (kotoran, debu, kerikil, pasir). Kimia : Biologi : bakteri
P1 Apakah ada upaya pencegahan pada tahap tersebut atau tahap berikutnya terhadap bahaya yang diidentifikasi? Ya : ke P2 Tidak : Bukan CCP
P2 Apakah tahap ini khusus ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman? Ya : CCP Tidak : ke P3
P3 Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas? Ya : ke P4 Tidak : Bukan CCP
P4 Apakah tahap proses selanjutnya dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman? Ya : Bukan CCP Tidak: CCP
CCP atau Bukan CCP
Ya
Ya
-
-
CCP
Ya
Ya
-
-
CCP
CCP Ya
Ya
-
-
58
59
4.
Pencucian II
5.
Perebusan
6.
Penirisan
7.
Pelabelan
Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus. Fisik : kotoran, debu, kerikil, pasir. Kimia : kapur. Biologi : lumut, E. coli dan Coliform. Fisik : benda asing (kotoran, debu) Kimia : Biologi : bakteri E. coli, Coliform, Salmonella dan Staphylococcus aureus. Fisik : benda asing (kotoran, debu) dan sisa-sisa air. Kimia : Biologi : Fisik : benda asing (kotoran, debu). Kimia : tinta yang digunakan untuk melakukan pelabelan. Biologi : -
Ya
Ya
-
-
CCP
Ya
Ya
-
-
CCP
Ya
Tidak
Tidak
-
Bukan CCP
Ya
Tidak
Tidak
-
Bukan CCP
59
60
Tabel 4.11 Rencana HACCP Proses Produksi Telur Asin No. 1.
Tahapan Proses Sortasi
2.
Pencucian dan II
3.
Pemeraman
I
Jenis Bahaya
Parameter CCP
Batas Kritis
Nilai Target
Fisik : benda asing Biologi : bakteri Salmonella dan Staphylococcus aureus.
Kondisi telur itik mentah.
Telur tidak segar dan baru serta tidak utuh dan retak.
Telur yang segar dan baru serta utuh dan tidak retak.
Fisik : benda asing - Sanitasi - Sanitasi - Sanitasi Kimia : kapur lingkungan, lingkungan, lingkungan, Biologi : lumut, E. pekerja dan pekerja dan pekerja dan coli dan Coliform sarana sarana sarana pengolahan. pengolahan pengolahan - Kondisi air yang kurang optimal. optimal. akan digunakan - Kondisi air - Kondisi air dalam proses kurang bersih bersih dan pencucian dan dan kondisi kondisi telur kondisi telur telur setelah setelah proses setelah proses proses pencucian pencucian. pencucian optimal kurang optimal (bersih). (kurang bersih)
Apa Kondisi telur itik mentah yang akan digunakan dalam proses produksi. - Kondisi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan. - Kondisi air yang akan digunakan dalam proses pencucian dan kondisi telur setelah proses pencucian.
Fisik : benda asing - Lingkungan, - Sanitasi - Sanitasi - Kondisi Biologi : bakteri pekerja dan lingkungan, lingkungan, lingkungan, Salmonella dan sarana pekerja dan pekerja dan pekerja dan Staphylococcus pengolahan. sarana sarana sarana aureus. - Jumlah dan pengolahan pengolahan pengolahan. kondisi garam kurang optimal. optimal. - Jumlah dan yang akan - Jumlah dan - Jumlah dan kondisi garam digunakan kondisi garam kondisi garam yang akan dalam proses yang kurang yang sesuai. digunakan
Pemantauan Bagaimana Pengecekan telur itik mentah.
Frekuensi Setiap pembelian bahan baku.
Tindakan Koreksi Dilakukan sortasi ulang (diperketat) pada bahan baku yang dapat diproses dengan bahan baku yang tidak dapat diproses.
Pengecekan kondisi air yang akan digunakan dalam proses pencucian dan kondisi telur setelah proses pencucian.
Setiap proses - Sanitasi lingkungan, pencucian pekerja dan sarana berlangsung. pengolahan dioptimalkan. - Pengecekan kembali kondisi air yang akan digunakan dalam proses pencucian dan kondisi telur setelah proses pencucian, apabila terjadi penyimpangan mengganti air yang akan digunakan.
Pengecekan jumlah dan kondisi garam.
Setiap proses - Sanitasi lingkungan, pemeraman pekerja dan sarana berlangsung. pengolahan dioptimalkan. - Pengecekan kembali jumlah dan kondisi garam yang akan digunakan dalam proses pemeraman, apabila terjadi penyimpangan mengganti
60
61
pemeraman. 4.
Perebusan
Fisik : benda asing - Sanitasi Biologi : lumut, E. lingkungan, coli dan Coliform. pekerja dan sarana pengolahan. - Jumlah dan kondisi air yang digunakan dalam proses perebusan.
sesuai.
dalam proses pemeraman. - Sanitasi - Sanitasi - Kondisi lingkungan, lingkungan, lingkungan, pekerja dan pekerja dan pekerja dan sarana sarana sarana pengolahan pengolahan pengolahan. kurang optimal. optimal. - Kondisi air - Air kurang - Air bersih dan yang akan bersih dan hingga digunakan hingga mendidih. dalam proses mendidih. perebusan.
Pengecekan air yang bersih dan hingga mendidih.
garam yang akan digunakan. Setiap proses - Sanitasi lingkungan, perebusan pekerja dan sarana berlangsung. pengolahan dioptimalkan. - Pengecekan kembali kondisi air yang akan digunakan dalam proses perebusan (sesuai dengan syarat air minum) dan hingga mendidih.
61
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
Proses yang dianggap sebagai CCP meliputi proses sortasi, pencucian, pemeraman dan perebusan. Rencana HACCP yang terangkum dalam Tabel 4.11 dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Proses sortasi Dari penentuan CCP berdasarkan pohon keputusan (CCP decision tree), proses sortasi dianggap CCP. Tujuan dari sortasi ini adalah untuk memilih dan menentukan bahan baku yang aman sehingga dapat digunakan pada proses selanjutnya (meminimalisir bahaya produk jadi). Kemungkinan bahaya yang timbul akan mendekati batas kritis apabila sortasi yang dilakukan tidak tepat sehingga bahan baku yang digunakan tidak dapat menghasilkan produk jadi secara maksimal sesuai dengan nilai target yang ingin dicapai. Tindakan pemantauan dilakukan pada kondisi telur itik yang digembalakan yang akan digunakan dalam proses produksi. Pemantauan dilakukan pada setiap pembelian bahan baku dengan cara pengecekan telur itik yang digembalakan meliputi keutuhan, kesegaran dan kenampakan. Nilai target yang ingin dicapai dalam proses ini adalah telur itik yang digembalakan yang segar dan baru, utuh dan tidak retak serta berwarna biru. Apabila terjadi penyimpangan yang melewati batas kritis, tindakan koreksi yang dapat dilakukan adalah dilakukan sortasi ulang (diperketat) pada bahan baku yang dapat diproses dengan bahan baku yang tidak dapat diproses. b. Proses pencucian I dan II Dari penentuan CCP berdasarkan pohon keputusan (CCP decision tree), proses pencucian dianggap CCP. Tujuan dari pencucian ini adalah untuk mengurangi dan menghilangkan bahaya sampai batas aman sehingga dapat digunakan pada proses selanjutnya (meminimalisir bahaya produk jadi). Kemungkinan bahaya yang timbul akan mendekati batas kritis apabila pencucian yang dilakukan tidak tepat sehingga bahan baku yang digunakan tidak dapat menghasilkan produk jadi secara to user maksimal sesuai dengan commit nilai target yang ingin dicapai.
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Proses perebusan menggunakan air, dari air inilah dapat dimungkinkan terjadinya kontaminasi dikarenakan apabila sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal dapat mengkontaminasi air yang akan digunakan. Air yang digunakan untuk merebus apabila tidak bersih mampu membuat E. coli dan Coliform yang ada di dalam air menjadi tidak inaktif sehingga mampu mengkontaminasi produk akhir. Pertumbuhan bakteri ini akan mengganggu kesehatan konsumen sehingga proses ini dianggap sebagai CCP. Selain itu apabila proses pencucian kurang optimal (kondisi telur setelah pencucian tidak bersih) juga mampu membuat bakteri Salmonella dan Staphylococcus aureus yang ada di dalam telur itik yang digembalakan menjadi tidak inaktif sehingga mampu mengkontaminasi produk akhir. Pertumbuhan bakteri ini akan mengganggu kesehatan konsumen sehingga proses ini dianggap sebagai CCP. Tindakan pemantauan dilakukan pada sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan serta kondisi air yang akan digunakan dalam proses pencucian dan kondisi telur itik yang digembalakan setelah proses pencucian. Pemantauan dilakukan pada setiap proses pencucian berlangsung dengan cara mengoptimalkan sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan serta mengecek jumlah dan kondisi air yang akan digunakan dalam proses pencucian dan kondisi telur itik setelah proses pencucian. Nilai target yang ingin dicapai dalam proses ini adalah sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan yang optimal serta kondisi air dan kondisi telur itik setelah pencucian yang optimal (bersih). Apabila terjadi penyimpangan yang melewati batas kritis, tindakan koreksi
yang
dapat
dilakukan
adalah
mengoptimalkan
sanitasi
lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan, pengecekan kembali kondisi air yang akan digunakan dalam proses pencucian dan kondisi telur itik setelah pencucian, apabila terjadi penyimpangan mengganti air yang akan digunakan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
c. Proses pemeraman Proses pemeraman merupakan proses pada produk yang berkaitan dengan umur simpan produk akhir. Proses pemeraman menggunakan garam, dari garam inilah dimungkinkan terjadinya kontaminasi dikarenakan apabila sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal dapat mengkontaminasi garam yang akan digunakan. Jumlah dan kondisi garam yang akan digunakan apabila kurang sesuai juga mampu membuat bakteri Salmonella dan Staphylococcus aureus yang ada di dalam telur itik yang digembalakan menjadi tidak inaktif sehingga mampu mengkontaminasi produk akhir. Pertumbuhan bakteri ini akan mengganggu kesehatan konsumen sehingga proses ini dianggap sebagai CCP. Tindakan pemantauan dilakukan pada sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan serta jumlah dan kondisi garam yang akan digunakan dalam proses pemeraman. Pemantauan dilakukan pada setiap proses pemeraman berlangsung dengan cara mengoptimalkan sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan serta mengecek jumlah dan kondisi garam yang akan digunakan dalam proses pemeraman. Nilai target yang ingin dicapai dalam proses ini adalah sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan yang optimal serta jumlah dan kondisi garam yang sesuai. Apabila terjadi penyimpangan yang melewati batas kritis, tindakan koreksi yang dapat dilakukan adalah mengoptimalkan sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan, pengecekan kembali jumlah dan kondisi garam yang akan digunakan dalam proses pemeraman, apabila terjadi penyimpangan mengganti garam yang akan digunakan. d. Proses perebusan Sama halnya dengan proses pemeraman, proses perebusan merupakan proses pada produk yang berkaitan dengan umur simpan produk akhir. Proses perebusan menggunakan air, dari air inilah dapat commit to user dikarenakan apabila sanitasi dimungkinkan terjadinya kontaminasi
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal dapat mengkontaminasi air yang akan digunakan. Air yang digunakan untuk merebus apabila tidak bersih dan tidak hingga mendidih juga mampu membuat E. coli dan Coliform yang ada di dalam air menjadi tidak inaktif sehingga mampu menkontaminasi produk akhir. Pertumbuhan bakteri ini akan mengganggu kesehatan konsumen sehingga proses ini dianggap sebagai CCP. Tindakan pemantauan dilakukan pada sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan yang optimal serta kondisi air yang akan digunakan dalam proses perebusan. Pemantauan dilakukan pada setiap proses perebusan berlangsung dengan cara mengoptimalkan sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan serta mengecek kondisi air yang akan digunakan dalam proses perebusan. Nilai target yang ingin dicapai dalam proses ini adalah sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan yang optimal serta air yang bersih dan mendidih. Apabila terjadi penyimpangan yang melewati batas kritis, tindakan koreksi yang dapat dilakukan adalah sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan serta pengecekan kembali kondisi air yang akan digunakan dalam proses perebusan (sesuai dengan syarat air minum) dan hingga mendidih.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian Pengendalian Mutu dan Perencanaan Konsep HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dalam Proses Pembuatan Telur Asin “Angga”, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Proses pembuatan telur asin “Angga” di UKM Bu Agus melalui beberapa tahapan proses. Tahapan proses tersebut meliputi sortasi, pencucian, pemeraman, pencucian, perebusan, penirisan dan pelabelan. Pengendalian mutu (evaluasi mutu) pada proses pembuatan telur asin “Angga” di UKM Bu Agus meliputi pengendalian mutu bahan baku yang digunakan, pengendalian mutu setiap tahapan proses produksi dan pengendalian mutu produk akhir didapatkan hasil analisis uji yang dilakukan telah sesuai dengan standar. 2. Ada empat tahapan proses pembuatan telur asin yang dianggap sebagai CCP yaitu proses sortasi, pencucian, pemeraman dan perebusan. Hal ini dikarenakan bahaya yang terdapat pada ketiga proses tersebut tidak dapat dikendalikan pada tahap berikutnya. Semua tindakan CCP yang dilakukan terangkum dalam rencana HACCP.
B. Saran Proses produksi yang dilakukan telur asin “Angga” di UKM Bu Agus Jl. Gatot Subroto RT. 03/RW.21 Talangrejo, Sragen Kulon, Sragen 57212 telah memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan SNI 01-4277-1996. Untuk tetap menjaga kualitas telur asin yang dihasilkan dan mencegah timbulnya bahaya yang dapat membahayakan konsumen, saran yang dapat diberikan meliputi : 1. Pengendalian proses produksi dengan pemastian alat, bahan, pekerja, dan tempat pengolahan dalam kondisi bersih sebelum dilakukan untuk produksi. 2. Konsep HACCP yang telah dibuat hendaklah diterapkan pada setiap proses commit to user produksi pembuatan telur asin “Angga”.
66