Untuk Kebutuhan Advokasi Pembaharuan Tata Kelola Hutan dan Lahan Tingkat Kabupaten
1 Struktur Instrumen Penelitian IKHL Sebelumnya Instrumen IKHL dibagi kedalam 3 (tiga) bagian, dimana instrumen Bagian I dan Bagian II digunakan untuk mengukur prinsip transparansi, sementara instrument Bagian III digunakan untuk mengukur prinsip Partisipasi, Akuntabilitas, dan Koordinasi. Instrumen bagian III merupakan gabung keseluruhan aktivitas pengelolaan hutan dan lahan yang diukur dan dikelompokan berdasarkan tahapan kegiatan. Berdasarkan evaluasi penggunaan di lapangan, format pengelompokan pertanyaan dan indicator pengukuran diubah untuk memudahkan peneliti di lapangan. Sehingga saat ini instrument IKHL hanya terdiri dari 2 (dua) bagian, yakni :
Instrumen bagian I, merupakan instrument uji akses yang merupakan salah satu komponen perhitungan dalam prinsip transparansi. Dalam instrument bagian I ini terdapat daftar dokumen yang akan diminta untuk menguji prinsip transparansi dalam tata kelola hutan dan lahan. Dokumen yang diminta terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap perencanaan, implementasi dan pengawasan. Total jenis dokumen yang diminta ada 35 jenis.
Instrumen bagian II, merupakan instrumen yang mengukur 4 prinsip yang terdiri dari prinsip transparansi, partisipasi, koordinasi dan akuntabilitas. Masing-masing prinsip terdiri dari pertanyaan yang berbeda. Pada prinsip transparansi terdiri dari 41 pertanyaan. Pada prinsip partisipasi terdapat 38 pertanyaan, koordinasi 12 pertanyaan dan akuntabilitas terdiri dari 9 pertanyaan.
Scaraa substantif tidak ada perbedaan antara format instrument yang digunakan sebelumnya (3 bagian) dengan yang saat ini digunakan (2 bagian). Instrumen bagian I dan bagian II berisi pertanyaan-pertanyaan tertutup yang digunakan untuk mengukur sejauhmana pemerintah daerah memperhatikan prinsip-prinsip good governance dalam pengelolaan hutan dan lahan (lebih jelas lihat Buku Panduan LGI). Pertanyaan dalam instrument IKHL merupakan Indikator Terdapat satu atau lebih pilihan jawaban yang dapat diisi, sesuai dengan konteks pertanyaan yang tersedia. Setiap pilihan jawaban dalam pertanyaan merupakan elemen kualitas yang masing-masing memiliki bobot/skor penilaian yang berbeda. Dari sinilah kemudian penghitungan indeks dilakukan. Elemen Kualitas 1 Indikator 1 Elemen Kualitas 2
Prinssip Good Governance
Elemen Kuallitas 1 Indikator 2 Elemen Kualitas 2
2 Metodologi Penghitungan Indeks 2.1 Penjelasan bobot/skoring Sebagaimana telah disebutkan, elemen kualitas merupakan penentu skor yang didapat dari setiap pertanyaan, dan menjadi komponen yang menentukan penghitungan indeks. Setiap pertanyaan maximal bernilai 100 dan terendah nol. Berikut ini adalah penjelasan bobot penilaian/skoring yang digunakan dalam Instrumen Penelitian IKHL 2.2 Penghitungan Indeks Perhitungan indeks dilakukan dengan menggunakan perhitungan metode bobot tertimbang. Metode perhitungan indeks dengan menggunakan bobot tertimbang artinya masing-masing bobot dari prinsip yang diukur berbeda-beda bobotnya sesuai dengan jumlah pertanyaan pada masing-masing prinsip. Langkah-langkah menghitung indeks yaitu:
Tentukan jumlah pertanyaan yang menjadi unsur pembangun indeks Pastikan skor pada masing-masing pertanyaan terisi dengan benar Jumlahkan skor sesuai dengan jumlah pertanyaan Tentukan bobot dengan mengalikan jumlah pertanyaan pembangun indeks dengan 100 Bagi skor total dengan bobot Kalikan hasilnya dengan 100
Contoh perhitungan akan dijelaskan sebagai berikut: Misalnya pada prinsip koordinasi kota A yang terdiri dari 12 pertanyaan skornya terdiri dari: 1 2 100 50
3 75
4 25
5 50
6 50
7 15
8 25
9 75
10 100
11 100
12 25
Total 690
11 100
12 100
Total 1200
Setelah skor dihitung maka hitung bobot untuk prinsip koordinasi: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Setelah diperoleh skor dan bobot maka untuk mendapatkan angka indeks kedua skor akhir tersebut dibagi dan dikalikan dengan 100, sehingga hasilnya: (690/1200) x 100 = 57,5 57,5 merupakan indeks koordinasi kota A. Cara perhitungan indeks secara umum dilakukan dengan cara yang telah dijelaskan diatas. Sementara itu perhitungan indeks dapat dihitung dengan dimensi lain tidak hanya berdasarkan prinsip good governance seperti transparansi, partisipasi, koordinasi dan akuntabilitas tetapi dapat melihat dimensi tahapan yang terdiri dari perencanaan,
implementasi dan pengawasan. Hal yang sama juga berlaku untuk melihat indikator pembangun indeks sehingga dapat diketahui indikator mana yang paling berkontribusi terhadap indeks tersebut. Setelah mendapatkan angka indeks sesuai dengan masing-masing prinsip atau sesuai dengan tahapan di masing-masing daerah maka hasil tersebut dapat dianalisis atau diinterpretasikan. Dalam menganalisis angka indeks ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu:
Menggunakan angka indeks sebagai pembanding antar daerah
Suatu angka indeks dari satu daerah tidak akan dapat berdiri sendiri untuk dianalisis atau diinterpretasikan. Oleh karena itu dalam penelitian yang menggunakan angka indeks sebagai suatu bentuk pengukuran sebaiknya dilakukan dengan mengambil beberapa sampel sebai objek. Hal ini untuk membandingkan sehingga angka indeks dapat bermakna misalnya daerah mana yang memiliki angka indeks paling tinggi dan paling rendah
Menggunakan data indeks secara time series
Jika sampel yang digunakan dalam penelitian sangat sedikit maka pengukuran indeks dapat dilakukan secara time series. Dengan data time series atau runtut waktu dapat dilihat tren perkembangan indeks apakah semakin membaik atau memburuk.
Membandingkan antar dimensi
Dalam suatu penelitian, biasanya angka indeks yang diukur tidak hanya melihat satu prinsip, seperti dalam penelitian ini yang mencoba melihat tata kelola dalam empat prinsip transparansi, akuntabilitas, koordinasi, dan partisipasi. Meskipun aspek yang diukur berbeda, namun dapat dilihat dengan membandingkan keempat prinsip tersebut, prinsip mana yang nilainya paling baik. Menggabungkan ketiga cara diatas baik melihat perbandingan antar daerah dalam beberapa periode dan membandingkan antar prinsip. Disamping itu untuk memudahkan analisis dan interpretasi angka indeks maka ditentukan suatu ukuran bentuk klasifikasi dimana peneliti dapat menggolongkan angka indeks yang dihasilkan dalam suatu perhitungan bermakna baik atau buruk. Dalam penelitian ini, klasifikasi tersebut telah ditentukan melalui metode panel judgement atau expert judgement dengan klasifikasi sebagai berikut: Kategori
Skor Indeks Skor Indeks Skor Indeks Skor Indeks Skor Indeks Transparansi Partisipasi Akuntabilitas Kordinasi LGI
Sangat Baik
71,7-100
75,8-100
73,9-100
76,0-100
73,4-100
Baik
46,7-71,6
50,9-75,7
53,3-73,87
51,0-75,9
49,8-73,3
Sedang
23,4-46,6
25,1-60,0
25,3-53,2
25,6-50,9
24,6-49,8
Buruk
0-23,3
0-25,1
0-25,2
0-25,5
0-24,5
Lampiran 1 Penjelasan Skoring Instrumen IKHL I. Transparansi (Instrumen Bagian I dan II) Indikator Aksesibilitas Dokumen dan Informasi Berkaitan dengan Pengelolaan Hutan dan Lahan
Elemen Kualitas Dokumen dipublikasikan
Skoring 100
Dokumen diperoleh dengan permintaan 110 hari kerja Dokumen diperoleh dengan permintaan 1117 hari kerja Dokumen diperoleh dengan permintaan 1848 hari kerja Dokumen tidak bisa diperoleh Pemohonan informasi tidak ditanggapi
75
50
Penjelasan Indikator ini digunakan untuk mengukur sejauhmana pemerintah daerah membuka dokumen dan informasi yang berkaitan dengan pengelolaan hutan dan lahan kepada publik. Terdapat satu pilihan jawaban yang sesuai, diisi setelah peneliti melakukan uji akses permohonan informasi kepada badan public yang diidentifikasi memegang dan menguasai dokumen yang diminta
25
0 0
Dokumen dipublikasikan (tersedia secara serta merta) mendapatkan bobot skor tertinggi (100). Hal tersebut mengndikasikan : a. Adanya pengelolaan dan pengarsipan dokumen, data, dan/atau informasi yang relevan dengan hutan dan lahan sehingga memudahkan untuk diperoleh kembali untuk tujuan diseminasi maupun untuk kebutuhan internal pemerintahan b. Adanya diseminasi dokumen, data, dan/atau informasi yang relevan dengan pengelolaan hutan dan lahan
Indikator
Elemen Kualitas
Skoring
Penjelasan c. Adanya political will dari pemerintah daerah untuk membuka seluas-luasnya informasi yang berkaitan dengan pengelolaan hutan dan lahan kepada public. Jika dokumen tidak diperoleh atau tidak permohonan informasi tidak ditanggapi oleh badan public, maka mendapatkan skor terendah (0). Hal dapat menjadi indikasi : a. Adanya perbedaan persepsi badan public tentang status dokumen / informasi public yang diminta. b. Rendahnya political will pemerintah daerah untuk membuka dokumen/informasi berkaitan dengan pengelolaan hutan dan lahan c. Pengelolaan dan pengarsipan dokumen/informasi berkaitan dengan pengelolaan hutan dan lahan yang tidak dilakukan dengan baik. Dokumen yang diperoleh dengan permintaan dan dalam jangka waktu tertentu, namun masih dalam jangka waktu yang dimungkinkan menurut UU KIP, mendapatkan nilai yang lebih tinggi (75). Semakin lama waktu yang diperlukan untuk memperoleh dokumen skor yang diperoleh semakin rendah. Hal ini sejalan dengan prinsip kemudahan dan kecepatan pelayanan permohonan informasi public.
Indikator Keterbukaan Proses Dalam Pengelolaan dan Pengambilan Kebijakan Hutan dan Lahan
Elemen Kualitas Informasi yang disampaikan mencakup tahapan proses Informasi yang disampaikan mencakup jadwal pembahasan
Skoring 15
15
Penjelasan Indikator ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pemerintah daerah membuka seluasluasnya informasi dalam pengelolaan serta proses pengambilan kebijakan di sector kehutanan dan lahan. Semakin luas informasi mengenai hal ini didiseminasikan kepada public, membuka peluang bagi public untuk terlibat dalam proses pengelolaan dan pengambilan kebijakan di sector hutan dan lahan. Indikator ini dapat diketahui dengan melakukan wawancara dan/atau observasi dalam realisasi keterbukaan informasi di pemerintah daerah. Pilihan jawaban bisa lebih dari satu. Skor tertinggi (100) diperoleh jika semua pilihan jawaban terisi. Terdapat 3 elemen kualitas dalam indicator ini yakni : i) ruang lingkup informasi yang diberikan (totol skor 30) ; ii) Target penerima informasi yang diberikan (totoal skor 35); iii) Sarana yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi tersebut (total skor 35). Elemen kualitas ii dan iii mendapatkan porsi bobot skor lebih besar dari elemen kualitas i karena dampak kepada masyarakat lebih terasa. Elemen kualitas i mengukur : a. Tahapan proses : informasi mengenai prosedur, tahapan kegiatan yang dilakuan dalam proses pengambilan kebijakan
Indikator
Elemen Kualitas
Informasi disampaikan kepada masyarakat terdampak Informasi disampaikan kepada masyarakat luas Informasi disampaikan kepada masyarakat kalangan terbatas
Skoring
12,5
12,5
10
Penjelasan dan/atau proses yang berkaitan dengan aktivitas pengelolaan (mis: proses terbitnya perizinan) b. Jadwal pembahasan : informasi mengenai waktu pelaksanaan kegiatan atau proses yang berkaitan dengan pengelolaan dan/atau pengambilan kebijakan public. Elemen kualitas ii mengatur mengenai target penerima informasi yang ditanyakan di elemen kualitas i. total skor 35 dengan pilihan jawaban terdiri dari : a. Masyarakat terdampak : merupakan kelompok masyarakat yang merasakan langsung dampak dari pelksanaan usaha/kegiatan yang berada di sekitar lokasi tempat tinggal mereka; dan/atau masyarakat yang mengalami dampak langsung atas penerapan sebuah kebijakan, rencana, dan/atau program. Bobot penilaian 12,5. b. Masyarakat luas : merupakan masyarakat umum secara keseluruhan, tidak bergantung pada apakah terkena dampak langsung dari usaha/kegiatan atau pelaksanaan kebijakan, rencana, dan/atau program. Bobot penilaian 12,5. c. Masyarakat kaangan terbatas adalah orang atau kelompok masyarakat yang dianggap sebagai representasi kelompok masyarakat
Indikator
Keterbukaan proses dalam kegiatan pemerbian perizinan (khusus No. 42-46)
Elemen Kualitas Informasi disampaikan melalui media yang dapat diakses masyarakat secara luas Informasi disampaian melalui media yang dapat diakses kalangan terbatas
Pemerintah daerah segera melakukan diseminasi public atas semua pemohonan peizinan yang diajukan Pemerintah daerah melakukan rekapitulasi izin yang diberikan
Skoring 25
Penjelasan Elemen kualitas iii mengukur sejauhmana pemerintah daerah membuka dokumen dan informasi public melalui sarana diseminasi yang tersedia.
10 Agar informasi dapat disampaikan seluas-luasnya, maka pemerintah daerah harus menggunakan media yang dapat diakses dengan mudah oleh semua orang maupun media yang dapat diakses kalangan terbatas. Media yang mudah diakses misalnya televise, radio, sms, atau media lain sesuai dengan konteks daerah. Sementara media yang dapat diakses kalangan terbatas misalnya mading/papan informasi di lingkup pemerintahan, bulletin/terbitan internal pemerintah.
100
75
Informasi yang disebarkan melalui media yang mudah diakses masyarakat mendapatkan bobot tertinggi (25), sementara informasi yang dapat diakses masyarakat secara terbatas mendapatkan bobot penilaian sebesar 10. Kegiatan perizinan merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengelolaan LH dan SDA. Menurut UU 32/2009 hak untuk mendapatkan informasi dalam pengelolaan dan perlindungan LH dan SDAmerupakan hak yang diajmin oleh undangundang. Hal ini sejalan dengan mandate Prinsip ke10 Deklarasi Rio yang menyatakan bahwa pengelolaan LH harus dibuat sedemikian rupa
Indikator
Elemen Kualitas setiap 6 (enam) bulan sekali Pemerintah daerah melakukan rekapitulasi izin yang diberikan setiap 1 (satu) tahun sekali Pemerintah daerah belum memiliki mekanisme transparansi public atas perizinan yang diterbitkan
Skoring
50
0
Penjelasan sehingga melibatkan masyarakat semaksimal mungkin dengan memberikan akses informasi seluas-luasnya dan akses pada keadilan. Informasi mengenai perizinan sebagai bagian dari kegiatan pengelolaan sudah seharusnya didiseminasikan kepada public sejak tahapan awal proses perizinan tersebut diajukan. Hal ini dapat memastikan masyarakat, khususnya yang tinggal di area terdampak untuk mengetahui rencana usaha/kegiatan yang akan dilakukan di daerahnya sehingga dapat memberikan respon atas rencana usaha/kegiatan tersebut. Keterbukaan proses perizinan sejak tahapan awal (permohonan perizinan) sudah ada presdennya dalam proses penerbitan Izin Lingkungan dan penyusunan AMDAL sesuai dengan Peraturan Menteri Negara LH No. 17 Tahun 2012. Dalam instrument ini skor tertinggi diperoleh jika pemerintah melakukan diseminasi informasi sejak permhonan pertama kali diterbitkan (skor 100). Jika pemerintah hanya melakukan rekapitulasi izin yang telah dikeluarkan pemerintah mendapatkan skor 75 (rekapitulasi setiap 6 bulanan) dan 50 (rekapitulasi setiap tahun). Ada kemungkinan pemerintah daerah melakukan diseminasi dan melakukan rekapitulasi. Jika demikian, maka skor tertinggi tetap 100.
Indikator Ketersediaan Instrumen Pelayanan Informasi Publik
Elemen Kualitas Memiliki isntrumen pelayanan yang sudah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah Memiliki instrument pelayanan yang sudah dtetapkan dengan SK Kepala Daerah Memiliki instrument pelayanan namun belum ditetapkan Belum memiliki isntrumen pelayanan
Skoring 100
75
Penjelasan Instrumen pelayanan informasi public yang dimaksud adalah keberadaan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) serta SOP Pelayanan Informasi. Keberadaan PPID dan SOP, merupakan mandat dari UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dengan keberadaan instrument pelayanan tersebut pelaksanaan keterbukaan informasi public di daerah dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
25
0
Elemen kualitas ini mengukur apakah daerah telah memiliki instrument pelayanan keterbukaan informasi public serta bagaimana status dari instrument pelayanan tersebut. Jika sudah memilki dan ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah maka akan memperoleh bobot skor tertinggi (100), jika ditetapkan dengan SK kepala daerah mendapatkan bobot skor 75. JIka sudah memiliki namun belum ditetapkan mendapatkan skor 25, dan nol jika belum memiliki instrument pelayanan. Penetapa oleh peraturan Kelapa Daerah dianggap lebih kuat dan jika ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah (Beleidsregel, kebijakan yang memiliki dimensi pengauturan) dibandingkan penetapan dengan SK (Beshchiking, hanya berisi penetapan) atau tanpa penetapan sama sekali.
II. Partisipasi (Instrumen Bagian III)
Indikator Level Pelibatan Masyarakat
Ragam Partisipan yang Dilibatkan dalam Pengelolan dan/atau Proses Pembuatan Kebijakan
Keberadaan regulasi yang mejamin partisipasi public
Elemen Kualitas Masyarakat dilibatkan dalam bentuk sosialisasi Masyarakat dilibatkan melalui proses konsultasi public yang berjalan dua arah Masyarakat dilibatkan sampai dalam tahapan pemberian persetujuan atas rencana kebijakan dan/atau pengelolaan yang akan dilakukan Tikda ada pelibatan masyarakat Perwakilan masyarakat Masyarakat terkena dampak Pelaku usaha LSM Akademisi Tidak ada masyarakat yang dilibatkan Ada regulasi/kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah
Skoring 20
50
100
Penjelasan Level pelibatan masyarakat menentukan kualitas partisipasi public yang dilakukan. Partisipasi semu terjadi proses “partisipasi” dilakukan dalam model komunikasi searah. Kualitas partisipas public semakin meningat jika masyarakat semakin memiliki ruang untuk memberikan pandangan serta memberikan perseetujuan atas kebijakan yang akan diambil. Oleh karena itu skor tertinggi diperoleh jika partispasi public dilakukan sampai tahapan adanya persetujuan public atas pengesahan suatu kebijakan atau rencana pengelolaan.
0 20 20 20 20 20 0 100
Partisipasi public yang utuh adalah proses partisipasi yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan dan/atau kebijakan yang dilakukan. Jika seluruh komponen masyarakat (yang disebutkan dalam instrument ini) dilibatkan, maka dapat menjadi indikasi partisipasi public yang utuh, dengan bobot skor 100.
Dalam konteks budaya hukum Indonesia, ketiadaan aturan dapat menjadi hambatan dalam pelaksanaan inisitif-inisiatif pembaharuan tata kelola (misalnnya partisipasi public). Hal ini berkaitan dengan aspek
Indikator
Elemen Kualitas disertai dengan pengaturan teknis pelaksanaannya Ada regulasi/kebijakan dalam bentuk Perda namun tidak ada pengaturan teknis pelaksanaannya Regulasi/kebijakan dalam bentuk Peraturan Kepala Daerah Bentuk kebijakan lain dalam hirarki yang lebih rendah. Tidak ada regulasi/kebijakan yang menjamin partisipasi public.
Skoring
75
50
25
0
Penjelasan leglitas serta keabsahan alokasi pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. Sehingga political will saja tidak serta mera menjamin partisipasi publik dapat berjalan. Adanya regulasi dan/atau kebijakan karenanya dapat menjamin partisipasu public dapat berjalan. Yang dimaksud dengan regulasi dalam indicator ini adalah produk hukum yang memiliki dimensi pengauran (regeling), misalnya Peraturan Daerah atau beliedsregel atau kebjakan yang memiliki dimensi pengaturan seperti Peraturan Kepala Daerah. Sementara kebijakan adalah diskresi yang dimiliki oleh pejabat pemerintahan untuk menentukan dan membuat pilihan-pilihan yang digunaan dalam pelaksanaan kewenangannya. Termasuk dalam kategori kebijakan daam instrument ini misalnya surat edaran, memo tertulis, atau kebijana tertulis lain yang secara substantive berisi dukungan dan/atau prosedur partisipasi public dalam pengelolaan hutan dan lahan. Oleh karena itu skor tertnggi (100) diperoleh jika jaminan pelaksanaan partisopasi public diundangkan dalam bentuk peraturan daerah yang disertai dengan penjabaran teknis implementasinya. Sktor akan semakin turun seiring dengan semakin lemahnya bentuk pengundangan atas jaminan
Indikator
Elemen Kualitas
Skoring
Penjelasan partisipasi public. Dengan diundangkan dalam bentuk peraturan, selain lebih menjamin partisipasi dilakukan, terbuka peluang untuk memberikan sanksi yang lebih tegas bila partisipasi tidak dilakukan.
III. Akuntabilitas (Instrumen Bagian III) Indikator
Elemen Kualitas Akuntabilitas Internal :
Penyusunan Perencanaan Penataan Ruang
Sudah memiliki Perda RTRW yang penyusunannya didahului dengan KLHS RTRW Sedang dalam tahap persetujuan dari pemerintah dan penyusunannya didahului dengan KLHS Sudah memiliki Perda RTRW namun penyusunannya tidak didahului dengan KLHS
Skoring
100
75
50
Penjelasan Indikator Akuntabilitas Eksternal bersifat tematik, sesuai dengan karakteristik kegiatan pengelolaan hutan dan lahan yang diukur Pelaksanaan revisi RTRW merupakan mandat UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. UU 26/2007 memandatkan revisi RTRW dilakukan 2 (dua) tahun setelah diundangkannya UU 26/2007. Namun sampai saat ini, secara agregat nasional, belum semua daerah merampungkan proses revisi. Hal ini berkaitan dengan adanya persetujuan teknis dan substansi dari pemerintah pusat berkenaan dengan usulan revisi RTRW dari daerah. Dengan demikian indicator ini secara tidak langsung juga dapat menjadi indikasi sejauhmana pemerintah pusat merespon usulan revisi RTRW dari daerah. Secara khusus indicator ini mengukur tidak hanya proses revisi RTRW namun bagaimana proses revisi tersebut dilakukan. Sesuai dengan mandat UU No.
Indikator
Ketersediaan dan kualitas basis data dan informasi spasial yng digunakan dalam proses revisi RTRW
Elemen Kualitas RTRW sedang dalam tahap persetujuan dari pemerintah dan penyusunannya tidak didhului dengan KLHS Belum melakukan proses revisi RTRW
Data dan informasi spasial yang digunakan merupakan yang paling mutakhir Data dan informasi spasial terintegrasi dalam lingkup horizontal
Skoring 10
0
40
30
Penjelasan 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LH, semua penyusunan kebijakan, rencana, dan program (KRP) termasuk perencanaan penataan ruang harus didahului dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Selain itu pengarusutamaan KLHS dalam proses penyusunan rencana tata ruang daerah juga sudah diatur dalan Permendagri tentang BKPRD dan sebelumnya sudah ada nota kesepahaman bersama Antara Mendagri dan Menlh tentang KLHS dalam proses revisi tata ruang sebelum disahkannya UU 32/2009. Daerah yang sudah memiliki perda RTRW defiinitif dan dilakukan KLHS pada awal proses pembahasan mendapatkan sktor tertinggi (100), sebab dapat menjadi indikasi kesungguhan pemerintah dalam mengaursutamakan isu lingkungan hidup dalam perencanaan pembangunan. Adanya perda RTRW definitif juga memberikan kepastian hukum status kawasan sehingga data meminimalisir pelanggaran yang terjadi. RTRW merupakan penjabaran spasial atas perencanaan pembangunan yang dtetapkan baik di lingkup nasional maupun daerah. RTRW juga menjadi dasar legitimasi status kawasan, sehingga pemanfaatan ruang untuk keperluan budidaya atau konservasi dapat dilakukan tanpa melanggar ketentuan perundang-undangan.
Indikator
Elemen Kualitas Data dan informasi spasial terintegrasi dalam lingkup vertical
Skoring 30
Penjelasan Dengan demikian data dan informasi spasial yang digunakan untuk menyusunan revisi RTRW harus dipastikan kualitasnya. Instrumen ini membagi 3 komponen yang sekurang-kurangnya dapat menjamin kulitas data informasi spaisial yang digunakan : a. Adanya kemutakhiran data yang digunakan. Elemen ini merupakan yang terpenting sebab data yang mutakhir dapat meminimalisir rencana pemanfaatan ruang yang tidak lagi sesuai dengan kondisi actual di lapangan. Data yang mutair juga mengndikasikan adanya upaya pembaharuan data dan informasi dengan melakukan pengawasan dan pengecekan di lapangan. b. Terintegrasinya data dan informasi spasial baik di lingkup kabupaten maupun dengan instansi lain secara vertical. Hal ini sejalan dengan upaya pembentukan Jariangan Data Dan Informasi Geospaisal dalam peraturan Presiden No. 75 Tahun 2008. Dengan data yang terintegrasi dapat diminimalisir perbedaan data dan informasi spaisla yang digunakan (misalnya mengenai peruntukan kawasan atau pemanfaatan ruang) Skor tertinggi diperoleh jika semua elemen kualitas terisi.
Indikator Dilakukannya inventarisasi kawasan hutan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
Elemen Kualitas Inventarisasi dilakukan sesuai dengan ketentuan dan telah dibukukan Inventarisasi dilakukan sesuai dengan ketentuan, namun belum di bukukan Inventarisasi sudah dilakukan namun tidak sesuai dengan ketentuan dan sudah diukukan. Inventarsiasi dilakukan namun tidka sesuai dengan ketentuan dan belum dibukukan Belum dilakukan inventarisasi kawasan hutan
Skoring 100
75
35
10
0
Penjelasan Berdasarkan ketentuan perundang-undangan pemerintah kabupaten memiliki kewenangan untuk : Penyelenggaraan Inventarisasi Hutan produksi dan hutan lindung dan skala DAS dalam wilayah Kabupaten/Kota Produksi data dan informasi hasil inventarisasi tingkat provinsi/skala DAS Kabupaten Pendokumentasian, penyebarluasan, penggunaan, dan pelaporan inventarisasi hasil hutan Inventarisasi merupakan elemen vital untuk melakukan perencanaan. Kegagalan dalam melakukan inventarisasi akan berdampak pada buruknya perencanaan sehingga mendorong pemanfaatan yan tidak berkelanjutan. Instrumen ini mengukur sejauhmana pemerintah daerah melakukan inventarisasi sesuai dengan standard dan kriteria yang ditetapkan oleh pusat. Hal ini berkaitan dengan ruang lingkup yang harus tercantu dalam inventarisasi oleh pemerintah kabupaten. Instrumen ini juga mengukur apakah inventarisasi kawasan telah dibukukan sesuai dengan standar pusat, sehingga memudahkan penggunaannya baik oleh instansi pemerintah lain (dalam perumusan kebijakan) atau oleh masyarakat (untuk pengawasan).
Indikator
*) Penyelesaian sengketa pihak ketiga dalam proses pengesahan berita acara tata batas kawasan hutan
Bentuk kelembagaan KPH yang dibentuk oleh pemerintah daerah
Elemen Kualitas
Skoring
Penyelesaian sengketa 100 dilakukan berdasarkan kesepakata bersama Penyelesaian sengketa 0 dilakukan secara sepihak Tidak ada upaya 0 penyelesaian sengketa yang dilakukan
Dalam bentuk BLU dengan dukungan APBD Dalam bentuk BLU tanpa dukungan APBD
100
80
Penjelasan Skor tertinggi (100) diperoleh jika inventarisasi dan pendokumetasian nya dilakukan sesuai dengan standar pusat. Komponen bentuk pendokumentasian dianggap tidak sepeting komponen ruang lingkup inventarisasi yang dilakukan sehingga berturut-turut skor semakin rendah jika inventarisasi dilakukan tanpa mengukuti standar pusat. Dalam proses penatabatasan kawasan hutan, panitia tata batas memiliki kewenangan untuk menyelesaikan hak-hak pihak ketiga dalam areal yang berada atau bersinggungan dengan kawasan hutan. Penyelesaian sengketa menjadi penentu apakah berita acara tata batas yang dilakukan sudah final (temu gelang) atau belum. Karena itu proses ini menjadi sangat penting. Instrumen ini memberikan sktor tinggi bagi proses penyelesaian sengketa yang dilakukan dengan proses yang melibatkan masyarakat terdampak dan memperhatikan pertimbangan dan kepentingan mereka. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) merupakan mandate UU 41/999. Dengan membagi habis seluruh kawasan hutan ke dalam KPH diharapkan tidak ada lagi areal open access sehingga dapat
Indikator
Adanya mekanisme akuntabilitas dalam penerbitan perizinan
Elemen Kualitas Dalam bentuk UPTD dengan dukungan APBD Dalam bentuk UPTD tanpa dukungan APDB Bentuk lain dengan dukungan APDB Bentuk lain tanpa dukungan APBD Tidak ada KPH dibentuk
Skoring 60
Penjelasan memicu penyerobotan lahan serta pelanggaran penggunaan kawasan hutan lainnya.
40
Pemerintah daerah berdasarkan kewenangannya memiliki kewenagan untuk membentuk KPHP dan KPHL. Persoalannya adalah masih adanya perbedaan interpretasi mengenai bentuk kelembagaan KPH.
Adanya kejelasan jangka waktu proses Adanya kejelasan tahapan proses yang harus dilakukan Kejelasan staff /pihak yang memproses permohonan perizinan Kejelasan biaya yang diperlukan untuk memperoleh izin
25
20 10 0
25
25
25
Instrumen ini memberikan sktor tinggi bila KPH dibentuk dengan status hukum berupa BLU dan mendapatkan porsi anggaran yang dipisahkan dari APBD. Dengan status hukum itu maka KPH akan lebih independen ketimbang berada di bawah dinas sebagai salah satu bentuk UPT (Unit Pelaksana Teknis).
Indikator
Elemen Kualitas Tidak ada kejelasan mekanisme Kelengkapan surat rekomendasi Surat rekomendasi persetujuan prinsip / ijin pinjam pakai berisi letak areal yang yang diberikan untuk pertambangan dimohonkan (pertanyaan serupa untuk rekomendasi Adanya lampiran peta IUPHHK) yang domohon izin/pinjam pakai Berisi analisis kondisi vegetasi kawasan hutan Tidak ada kejelasan mengenai kelengkaan surat rekomendasi Pemberian IUPerkebunan di areal yang IUPerkebunan sesuai dengan ketentuan perundangdiberikan di HPK undangan IUPerkebunan diberikan di laur HPK Akuntabilitas Eksternal : Keberadaan lembaga/mekanisme Ada lembaga yang pengaduan dan/atau keberatan dalam secara khusus proses pengeolaan hutan dan lahan dbentuk dan ditetapkan dengan peraturan Ada lembaga yang dibentk di setiap unit dan menangani pengaduan/keberatan sesuai dengan
Skoring
Penjelasan
0 40
20
40
0
100 0
100
Keberadaan lembaga/mekanisme untuk menerima dan menanganai pengaduan/kebreatan merupakan salah satu bentuk upaya menjamin akuntabilitas pengelolaan hutan dan lahan dari asek eksternal. Beberapa hal yang ahrus diperhatiakan adalah :
75 a. Bentuk kelembagaan. JIka lembaga/mekanisme pengaduan dibentuk secara khusus dalam arti terpisah dari instansi yang melakukan penyelenggaraan
Indikator
Aksesibilitas lembaga/mekanisme pengaduan
Elemen Kualitas kewenangannya. Keberadaannya ditetapkan dengan peraturan Ada lembaga yang secara khusus dibentuk namun tidak ditetapkan dengan peraturan Ada lembaga yang dibentk di setiap unit dan menangani pengaduan/keberatan sesuai dengan kewenangannya. Keberadaannya tidak ditetapkan dengan peraturan Tidak ada lembaga yang menangani pengaduan Mekanisme/lembaga pengaduan tersedia di tingkat desa Mekanisme/lembaga pengaduan tersedia di tingkat kecamatan Mekanisme/lembaga pengaduan tersedia di
Skoring
50
25
Penjelasan urusan pemerintahan maka imparsialitas penanganan pengaduan/keberatan akan lebih terjaga ketimbang mekansime pengaduan yang disediakan di instansi yang bersangkutan. b. Bentuk pengundangan. JIka keberadaan lembaga/mekanisme pengaduan ditetapkan dengan bentuk peraturan perundangundangan lebih tinggi, maka akn menjamin kebradaannya dan dukungan pendanaan yang dapat disediakan. Dengan demikian sktor tertinggi diperoleh jika lembaga/mekanisme pengaduan ditangani oleh lembaa yang secara khusus dibentuk dan dibentuk dengan legitimasi peraturan perundang-undangan.
0
50
30
20
Mekanisme/lembaga pengaduan dan penyampaian keberatan atas kebijakan dan/atau pelaksanaan usaha/kegiatan ahrus tersedia sampai dengan level pemerintahan terendah, dalam hal ini pemerintahan tingkat desa. Dengan demikian memudahkan masyarakat dalam menyampakan keluahnnya kepada pemerintah.
Indikator
Kelengkapan mekanisme keberatan/pengaduan dalam proses pengesahan berita acara tata batas
Kelengkapan mekanisme pemberian masukan atas pelaksanaan monitoring perseujuan prinsip dan izin pinjam pakai kawasan hutan
Elemen Kualitas tingkat ibu kota kabuaten Tidak ada mekanisme/lembaga yang etrsedia Diseminiasi berita acara tata batas Jangka waktu mengajukan keberatan Ada pihak yang ditugasi untuk menamung keberatan Ada jangka waktu respon atas keberatan yang disampaikan Keberatan dan respon dicatat dalam berita acara tata batas yang disahkan Tidak kelengkapan mekanisme Diseminiasi hasil monitoring Jangka waktu memberikan masukan Ada pihak yang ditugasi untuk menamung masukan
Skoring
0
20 20
20
20
20
0 20 20 20
Penjelasan Instrumen ini memberikan sktor lebih tinggi bila aksesibilitas pengaduan tersedia di level pemerintahan terendah, namun skor tertinggi diberikan jika di semua level pemerintahan pengaduan dan keberatan dapat disampaikan
Indikator
Kelengkapan mekanisme keberatan/pengaduan dalam proses pemberian izin lokas perkebunan
Elemen Kualitas Ada jangka waktu respon atas masukan yang disampaikan Keberatan dan respon dicatat dalam dokumen monitoring yang diberikan kepada Menteri Tidak kelengkapan mekanisme Diseminiasi info mengenai izin lokasi yang diberikan Jangka waktu mengajukan keberatan Ada pihak yang ditugasi untuk menamung keberatan Ada jangka waktu respon atas keberatan yang disampaikan Tidak kelengkapan mekanisme
Skoring 20
20
0 25
25
25
25
0
IV. Koordinasi (Instrumen Bagian III)
Penjelasan
Indikator Berjalannya koordinasi berupa pertukaran data dan informasi spsial (interoperbilitas) antar institusi
Dilakukannya koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi kawasan hutan
Elemen Kualitas Pertukaran data dan informasi berjalan karena adanya mekanisme formal Pertukaran data dan infrmasi berjalan karena adanya mekanisme informal Tidak ada pertukaran data dan informasi spasial yang berjalan Inventarisasi dilakukan berkoordinasi dengan instansi lintas sektoral dalam lingkup kabupatn Inventarisasi dilakukan berkoordinasi dengan instansi lintas sektoral antar kabupaten Inventarisasi dilakukan berkoordinasi dengan instansi vertical yang ada di daerah Tidak ada koordinasi dalam inventarsiasi
Skoring 100
Penjelasan Interoperabbilitas atau saling tukar data dan informasi merupakan aktivtas yang membantu proses koordinasi dalam penysunan rencana tata ruang.
50 Instrumen ini memberikan skor tinggi bila koordinasi dilakukan karena adanya isitem bukan semata adanya kedekatan personal 0
100/3
100/3
100/3
0
Indikator Bentuk kelembagaan dan dukungan pendanaan
Elemen Kualitas Lembaga koordinasi dengan dukungan APBD untuk operasional Lembaga koordinasi tidak mendapatkan dukungan APBD untuk pendanaan operasinalnya Tidak ada lembaga koordinasi
Skoring 100
50
0
Penjelasan Bentuk kelembagaan koordinasi dipengaruhi diantaranya oleh dukungan pendanaan dari pemerintah. Lembaga koordinasi yang tidak mendapatkan dukungan pendanaan APBD umumnya bersifat ad hoc dan karenanya cenderung untuk tidak dipatuhi keputusannya oleh instansi yang tergabung di dalamnya.