7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Investasi Menurut Jogiyanto (2010:5); “Penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu tertentu”. Menurut Jones (2004:3); ”The commite of funds to one or more assets that will be held over some future time periode“. Dari beberapa pengertian tentang investasi tersebut, dapat disimpulkan
bahwa
investasi
merupakan
suatu
komitmen
dalam
menempatkan dana pada satu atau lebih dari satu asset selama periode tertentu dengan mengharapkan dapat memperoleh penghasilan dan meningkatkan nilai investasi pada masa yang akan datang. 1. Tujuan Investasi Menurut Husnan (2001:21) alasan seseorang tertarik melakukan investasi adalah : 1. Mengharapkan
kekuasaan-kekuasaan
tertentu
sehingga
mempunyai kemampuan untuk perusahaan. 2. Untuk meningkatkan kekayaan mereka dengan mengumpulkan return yang diinvestasikan.
7
8
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan investor melakukan investasi adalah untuk mendapatkan keuntungan dari pengorbanan yang telah dilakukan dengan menginvestasikan modalnya pada kegiatan-kegiatan usaha yang mengandung resiko. 2. Jenis Investasi Menurut Jones (2004:3) investasi dapat dilakukan dalam bentuk sebagai berikut : ”The term investment refers ingeneral to financial asset and particular to marketable securities. Financial asset are paper (or electronic) claims on some issue, such as the federal government or a corporation; on the other hand, real estate are tangible asset such as gold, silver, diamonds, art, and real estate. Marketable securities are financial asset that are easily and cheaply tradable in organized markets”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis investasi ada yang dalam bentuk real investment serta financial investment. Tangible asset yang dapat dijadikan investasi riil contohnya berupa emas, perak, permata, seni, real estate, tanah, mesin atau pabrik. Pada financial investment assetnya bersifat intangible, contohnya saham biasa atau obligasi. Salah satu bentuk financial asset yang paling murah dan mudah dipasarkan adalah marketable securities. Investasi dalam arti luas terdiri dari dua bagian utama, yaitu : investasi dalam bentuk aktiva riil (real assets) dan investasi dalam bentuk surat-surat berharga atau sekuritas (marketable securities atau financial assets). Aktiva riil adalah aktiva berwujud seperti emas, perak, intan, barang-barang seni dan real estate. Sedangkan aktiva financial atau
9
marketable securities adalah surat-surat berharga yang pada dasarnya merupakan klaim atas aktiva riil yang dikuasai oleh suatu entitas. B. Pengertian Riset dan Pengembangan Istilah riset (research) dan pengembangan (development) sering digunakan bersama-sama namun masing-masing mempunyai proses dan penerapan yang berbeda. Pernyataan
Standar
Akuntansi
Keuangan
(PSAK
No.20)
memberikan pengertian riset sebagai berikut : “Riset adalah penelitian yang orisinil dan terencana yang dilaksanakan dengan harapan memperoleh pengetahuan dan pemahaman teknis atau ilmiah yang baru”. Sedangkan pengertian pengembangan yaitu: “Pengembangan adalah penerapan hasil riset atau pengetahuan lain ke dalam suatu rencana atau desain untuk menghasilkan bahan, alat, produk, proses, sistem atau jasa, sebelum dimulainya produksi komersial atau pemakaian”. Menurut William, aktivasi riset didefinisikan sebagai berikut : “Riset adalah pencarian yang direncanakan atau investigasi yang sangat krisis yang ditujukan pada penemuan pengetahuan baru dengan harapan bahwa pengetahuan tersebut akan berguna dalam mengembangkan produk atau jasa baru (mulai titik ini keduanya disebut produk) atau proses baru (mulai titik ini keduanya disebut proses) atau dalam mewujudkan suatu perbaikan yang signifikan terhadap produk atau proses yang akan datang”. Sedangkan pengembangan didefinisikan sebagai berikut : “Pengembangan adalah penerjemahan dari penemuan riset atau pengetahuan lainnya ke dalam suatu rencana atau desain untuk produk atau proses baru atau untuk perbaikan yang signifikan terhadap produk atau proses yang ada sekarang, baik yang dimaksudkan untuk dijual maupun untuk digunakan sendiri”.
10
1.
Kegiatan
yang
termasuk
dalam
aktivasi
Riset
dan
Pengembangan Walaupun hakekat yang tercakup dalam riset dan pengembangan secara umum dapat dipahami, tetapi secara praktek sulit untuk mengidentifikasinya secara khusus. Contoh kegiatan riset menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK No.20) adalah : 1. Kegiatan yang bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru. 2. Peneliti lebih lanjut terhadap kemungkinan penerapan hasil riset dan pengetahuan lainnya. 3. Penelitian untuk menemukan alternative produk dan proses. 4. Formulasi dan desain kemungkinan alternatif-alternatif produk dan proses baru atau disempurnakan. Sedangkan contoh kegiatan pengembangan adalah sebagai berikut : 1. Evaluasi alternatif produk atau proses terjadi. 2. Rancangan, konstruksi dan pengajian prototipe dan model sebelum diproduksi. 3. Rancangan peralatan dan cetakan yang melibatkan teknologi baru. 4. Rancangan, konstruksi dan operasi pabrik percontohan yang skala ekonominya tidak layak untuk produksi komersial.
2. Komponen Biaya Riset dan Pengembangan Biaya riset dan pengembangan harus mencakup semua biaya yang secara langsung dapat didistribusikan ke kegiatan riset dan pengembangan atau dapat dialokasikan menurut dasar yang wajar pada kegiatan tersebut.
11
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.20, biaya riset dan pengembangan meliputi : a. b. c. d. e.
Upah, gaji dan biaya pegawai lainnya yang terlibat dalam kegiatan riset dan pengembangan. Biaya bahan dan jasa yang dikonsumsi dalam kegiatan riset dan pengembangan. Penyusutan property, pabrik dan peralatan yang digunakan untuk kegiatan riset dan pengembangan. Biaya overhead, diluar biaya administrasi umum yang berhubungan dengan kegiatan riset dan pengembangan. Biaya-biaya lain, seperti amortisasi paten dan lisensi, bila aktiva-aktiva tersebut digunakan dalam kegiatan riset dan pengembangan.
Contoh kasus perhitungan biaya R&D adalah sebagai berikut : Dalam rangka pengembangan sumber daya manusia pada perusahaan X, perusahaan tersebut membuka lowongan di media untuk para freshgraduate. Setelah dilakukan seleksi terhadap kandidat, dilakukan training selama 1 tahun dalam rangka pendidikan keprofesian terhadap pegawai baru tersebut. Rencananya, pegawai-pegawai baru tersebut akan ditempatkan pada divisi-divisi atau unit usaha yang akan membutuhkan tambahan tenaga sebagai konsekuensi atas target yang telah ditetapkan perusahaan. Selama tahun berjalan, banyak terdapat biaya yang dapat dikategorikan dalam biaya R&D. Menurut PSAK No.20, upah, gaji, dan biaya atas pegawai baru tersebut masuk ke dalam kategori R&D. Perhitungan tersebut dapat dimulai sejak proses rekruitmen, iklan, biayabiaya seleksi, training, fee instruktur, biaya makan, perjalanan dinas dan akomodasi, hingga pada gaji pegawai-pegawai tersebut. Karena proses Management Development Program ini ditujukan sebagai langkah perusahaan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, sehingga membutuhkan riset dan pengembangan pada sumber daya manusia yang dimiliki.
C. Pengertian Risiko Menurut Husnan (2003:48), “Dapat dikatakan bahwa setiap kesempatan investasi mengandung resiko. Risiko ini timbul karena ketidakpastian untuk waktu-waktu yang akan datang“.
12
Menurut Arif Sugiono (2009:118), ”Risiko adalah kemungkinan adanya kerugian atau variabilitas pendapatan yang dihubungkan dengan aktiva tertentu“. Dari beberapa pengertian mengenai risiko, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tingkat pengembalian atas investasi yang telah dilakukan akan diikuti oleh resiko. Selain itu, kerugian atau variabilitas pendapatan yang akan diperoleh dapat dihubungkan dengan suatu aktiva tertentu, tergantung pada tingkat pengembaliannya.
1. Jenis Resiko Menurut Gitman (2006:248), resiko terdiri atas dua jenis yaitu : a. Resiko Tidak Sistematis Menurut Agus Sartono (2000), “Resiko yang berpengaruh terhadap semua investasi karena kondisi unik dari suatu perusahaan atau industri tertentu dan dapat dikurangi dengan melakukan diversifikasi”. Contoh kasus Resiko Tidak Sistematis, salah satu faktor yang dapat dikategorikan ke dalam resiko tidak sistematis yaitu kegagalan atas pengalokasian suatu biaya. Contoh tersebut dapat terjadi pada industri otomotif, misalnya pabrik mobil Honda. Untuk meningkatkan daya saing dan melakukan terobosan pada teknologi mesin, Honda melakukan sebuah riset dalam rangka menciptakan suatu mesin mobil yang ramah lingkungan dan efisien. Dengan mematok target efisiensi konsumsi bensin sebesar 40 %, Honda menginvestasikan biaya sebesar US $ 100,000,000.00. Namun setelah tenggat waktu yang ditentukan berakhir, para engineer belum dapat menemukan teknologi tersebut. Secara financial, dapat dikatakan bahwa Honda telah mengalami kegagalan dan belum mendapatkan hasil. Namun kerugian tersebut tidak akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan, namun hanya mempengaruhi posisi kas divisi R&D, yang berkurang sebesar US $ 100,000,000.00. oleh karena itu, kasus ini sejalan dengan definisi resiko tidak sistematis yang mengatakan bahwa resiko yang terjadi tidak akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan, namun dapat dilakukan diversifikasi untuk mengurangi potencial loss yang lebih banyak lagi.
13
b. Resiko Sistematis Menurut Husnan (2003:12), “Risiko sistematis adalah ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat keuntungan suatu saham dengan tingkat keuntungan pasar”. Contoh kasus Resiko Sistematis : Resiko sistematis dapat terjadi karena keterkaitan perusahaan dengan faktor-faktor pendukungnya, seperti kondisi market, perekonomian, stabilitas politik, dan sebagainya. Pada negara berkembang seperti Indonesia, kita dapat melihat beberapa contoh yang terjadi pada beberapa tahun kebelakang. Reformasi 1998 atau krisis ekonomi 2008 merupakan contoh nyata yang sangat jelas dampaknya terhadap perekonomian dalam negeri. Pada era reformasi 1998, ketidakstabilan politik dan ekonomi sangat mempengaruhi kondisi banyak perusahaan. Tidak sedikit jumlah perusahaan yang collapse dan bank yang dilikuidasi. Kemudian pada tahun 2008, krisis keuangan di Amerika memberikan dampak yang luar biasa terhadap perekonomian dunia. Namun Indonesia merupakan salah satu negara yang selamat dari resesi tersebut, karena Indonesia merupakan negara berkembang dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang stabil, inflasi yang terkendali, penduduk yang banyak, dan tempat yang baik untuk berinvestasi.
a). Faktor-faktor yang mempengaruhi resiko sistematis Faktor-faktor yang mempengaruhi resiko sistematis, menurut Husnan (2003:12) adalah : 1.
2.
3. 4.
Inflasi Terjadi karena peningkatan barang dan jasa yang akan menurunkan nilai mata uang dan akhirnya nilai sekuritas turun. Nilai Tukar Terjadi karena transaksi nilai tukar lokal terhadap nilai tukar asing. Contoh : seorang investor membeli obligasi yang pembayarannya mata uang Yen. Jika Yen mengalami depresi relatif terhadap USD, maka USD yang diterima lebih sedikit. Kestabilan Politik Berhubung langsung dengan keadaan negara. Contohnya : kerusuhan/huruhara, demonstrasi, dan aksi mogok kerja. Persaingan Banyaknya pesaing membuat perusahaan menghadapi ketidakpastian penjualan.
14
5.
6.
7.
Perkembangan Teknologi Jika perusahaan tidak mengikuti perkembangan teknologi, maka perusahaan kemungkinan kalah bersaing yang akhirnya akan menimbulkan variabilitas penjualan. Contohnya : internet, wireless dan aplikasi-aplikasi yang memakai network, manajer bisnis perusahaan menggunakannya untuk mencapai akses pasar global, pengurangan harga dan penambahan produktivitas. Tingkat Suku Bunga Terjadi karena adanya perubahan pada tingkat suku bunga pinjaman atau simpanan. Contoh : deposito naik dapat menarik minat investor saham untuk memindahkan dana ke deposito, sehingga banyak yang menjual saham dan harga saham akan turun oleh karena itu perubahan suku bunga akan mempengaruhi variabilitas return suatu saham. Likuidasi Terjadi apabila perusahaan mengalami kesulitan pencairan aktiva dalam memenuhi kewajiban.
2. Sikap investor menghadapi resiko Menurut Bodie et al (2005), sikap investor menghadapi resiko adalah : a. b. c.
Risk averse, kelompok penghindar resiko adalah mereka yang cenderung untuk menjatuhkan keputusan pada jenis investasi yang kurang mengandung resiko. Risk natural, kelompok acuh terhadap resiko adalah mereka yang tidak peduli akan investasi mana yang akan diambil. Risk lover, kelompok resiko adalah investor yang senang mengambil resiko. Bila dihadapkan pada dua pilihan, yaitu investasi yang kurang atau lebih suka memilih jenis investasi yang beresiko.
D. Beta Menurut Jogiyanto (2010:376), “Beta merupakan pengukur resiko sistematis dari suatu sekuritas atau portofolio relative pada resiko pasar”. Menurut Jones (2000:178), beta adalah “Beta a measure of volatility or relative systematic risk”.
15
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa beta adalah koefisien yang menunjukkan ukuran relatif resiko sistematis suatu sekuritas terhadap portofolio pasar. Beta merupakan slope atau derajat kemiringan pada market modal yang menggambarkan tingkat sensitivitas return sekuritas terhadap return index pasar. Beta juga merupakan ukuran volatilitas return saham terhadap return pasar. Volatilitas maksudnya adalah fluktuasi harga atau returnreturn saham. Semakin besar fluktuasi return saham terhadap return pasar, semakin besar juga beta saham tersebut. Dalam manajemen investasi dan portofolio, konsep beta adalah konsep yang sangat penting karena merupakan suatu mekanisme control terhadap resiko. Menurut Jogiyanto (2010:376) membagi koefisien beta menjadi tiga, yaitu: a.
b.
c.
Beta > 1, artinya jika return pasar bergerak naik atau turun, maka return sekuritas akan naik atau turun lebih besar dari return pasar. Saham-saham yang dimiliki beta lebih besar dari satu disebut aggressive stock. Beta = 1, artinya jika return pasar naik atau turun, maka return sekuritas akan naik atau turun sama besarnya mengikuti return pasar. Hal ini terjadi pada saham yang memiliki return yang mencerminkan return index pasar. Beta < 1, artinya jika return pasar naik atau turun, maka return sekuritas akan naik atau turun lebih kecil dari return pasar. Sekuritas yang memiliki beta kurang dari satu disebut juga defensive stock.
1. Estimasi Beta Dalam manajemen investasi dan portofolio, untuk membuat keputusan investasi yang tepat setiap investor perlu mengestimasi beta yang akurat. Hal ini relevan dengan prinsip pokok dalam konsep resiko
16
sistematis dan beta menurut Ross (2003:441) : “The systematis rsik principles states that the rewards for bearing risk depends on the systematic risk of an investment”. Prinsip ini mengacu pada fakta bahwa resiko sistematis (resiko pasar) merupakan resiko yang tidak dapat dihilangkan atau non diversiable. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa sekuritas dari waktu ke waktu memiliki kecenderungan mengarah ke nilai satu. Dalam mengestimasi beta dari suatu sekuritas, perkiraan pertama atas koefisien beta tersebut sebaiknya adalah sebesar satu. Memperkirakan beta kearah satu dilakukan karena adanya bias yang terjadi akibat sampling eror yang tidak diketahui. Menurut Hartono (2003) ada tiga jenis beta yang diestimasi dengan data histories, yaitu : 1. Beta Pasar Dihitung dengan teknik regresi, yaitu meregresi return sekuritas sebagai variable independent. Persamaan regresi untuk menghitung beta pasar menggunakan model indeks tunggal (single index model). 2. Beta Akuntansi Diestimasi dengan menggunakan data akuntasi, misal laba akuntansi. 3. Beta Fundamental Diestimasi dengan menggunakan beberapa variabel fundamental seperti; dividen pay out, asset growth, leverage, liquidity, asset size, earning variability, and accounting beta.
2. Cara mengukur beta Menurut Bodie et al (2005:319) : “A factor model is of little was without specifying a way to measure the factor that is posited to affect security returns. One
17
reasonable approach is to assert that the rate return on a board index of securities such as S&P 500 is a valid proxy for the common macro factor. This approach leads to an equation similar to the factor model. Which is called a single-index model because it uses the market index to proxy for the common or systematic factor”. Berdasarkan persamaan Bodie (2005:320), model indeks tunggal dirumuskan sebagai berikut : Rit = αi + βi Rmt + εit
Contoh : Tabel berikut memuat return saham PT ”A“ dan return indeks pasar selama 7 periode: Periode ke-t 1
Return saham PT “A” (RA) Return Indeks Pasar (Rm) 0,060 0,040
2
0,077
0,041
3
0,095
0,050
4
0,193
0,055
5
0,047
0,015
6
0,113
0,065
7
0,112
0,055
Rata-Rata Aritmatika
E(RA) = 0,09957
E(Rm) = 0,04586
Dalam model indeks tunggal αi dan βi konstan dari waktu ke waktu untuk setiap sekuritas. Dari contoh tersebut, misalnya diketahui βi sebesar 1,70, maka besarnya aA dapat dihitung sebagai berikut: E(RA) = αi + βA.E(Rm)
18
0,09957 = αi + (1,70 x 0,04586) αi = 0,0216
Dalam model index tunggal return suatu sekuritas terbagi atas makro komponen (systematic) dan makro komponen (firm-spesific). Makro komponen yaitu komponen return yang independen terhadap return pasar, diwakili oleh notasi βi yang merupakan ukuran respon sekuritas atas pergerakan pasar dan εit yang merupakan unexpected component serta bersifat firm spesific (Bodie, 2005:320).
E. Operating Leverage 1. Pengertian Operating Leverage Menurut Lukman Syamsuddin (2009:107), ”Operating leverage adalah kemampuan perusahaan didalam menggunakan biaya tetap operasi untuk memperbesar pengaruh dari perubahan volume penjualan terhadap EBIT“. Dari penjelasan tersebut, disimpulkan bahwa penggunaan aktiva yang relatif tinggi akan menimbulkan proporsi biaya tetap yang relatif tinggi pula terhadap biaya variabel. Proporsi biaya yang tinggi menunjukkan operating leverage yang tinggi, yang berarti semakin tinggi sensitivitas kinerja perusahaan terhadap perubahan return pasar. Dimana semakin tinggi operating leverage akan menyebabkan semakin besarnya resiko.
19
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi operating leverage Menurut Sartono (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi operating leverage adalah : 1. Penjualan Tingkat penjualan akan mempengaruhi tingkat pendapatan sebelum bunga dan pajak (EBIT). Secara logika semakin tinggi tingkat penjualan maka semakin tinggi pula tingkat EBIT. 2. Biaya Variabel Biaya yang dalam jangka pendek berubah karena perubahan operasi perusahaan, dimana perubahan itu berhubungan dengan perubahan unit yang diproduksi atau karena perubahan unit yang dijual. 3. Biaya Tetap Biaya yang jumlahnya sampai tingkat kegiatan tertentu relatif tetap dan tidak terpengaruh oleh perubahan volume kegiatan.
3. Degree of Operating Leverage Gitman (2006:543) menyatakan bahwa “The degree of operating leverage is the numerical measure of the firms operating leverage”. Menurut Gitman (2006:543), rumus DOL dinyatakan sebagai berikut : Percentage Change in EBIT DOL = Percentage Change in Sales
Atau
Q (P-V) DOL = Q(P-V) - F
Dimana : Q P
= Unit Penjualan = Harga Jual
20
V
= Biaya variabel
F
= Biaya tetap
Contoh kasus: Perusahaan X mempunyai harga jual per unit Rp 10. Biaya variabel per unit Rp 6; dan biaya tetap Rp 100.000. Pada saat penjualan Rp 300.000 per 30.000 unit. Jawab : DOL (Rp 300.000)
= 30.000 (10-6) 30.000 (10-6) – 100.000 = 120.000 20.000 = 6x
Artinya : Pada saat penjualan sebesar Rp 300.000/30.000 unit jika penjualan naik 1%, EBIT akan naik 6x atau 6%. Jika penjualan turun 1%, EBIT akan turun 6x atau 6%.
F. Financial Leverage 1. Pengertian Financial Leverage Menurut Lukman Syamsuddin (2009:112), “Financial leverage adalah kemampuan perusahaan dalam menggunakan kewajiban-kewajiban keuangan yang sifatnya tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap pendapatan per lembar saham biasa”. Menurut Gitman (2004:538), “Concerned with the relationship between the firm’s EBIT and it’s common stock earnings per share (EPS)”.
21
Dari pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa financial leverage merupakan penggunaan dana potensial melalui biaya tetap untuk memperbesar tingkat perubahan EBIT perusahaan per lembar sahamnya. Financial leverage terjadi pada saat perusahaan menggunakan sumber dana yang menimbulkan beban tetap. Beban tetap yang dimaksud dalam financial leverage adalah bunga deviden saham preferen sebagai akibat dari penggunaan sumber dana atau hutang dan saham preferen yang digunakan perusahaan. Dampak dari penggunaan hutang dan saham preferen yang disertai dengan beban tetap berupa bunga dan deviden saham preferen adalah terjadinya perubahan EAT dalam proporsi yang lebih besar dari proposi EBIT. Proporsi perubahan EAT yang besar tersebut dapat menguntungkan atau merugikan. Dikatakan menguntungkan jika EBIT mengalami peningkatan, sebaliknya dikatakan merugikan jika EBIT mengalami penurunan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi financial leverage Menurut Ho et al (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi financial leverage adalah : 1.
Hutang.
2.
Modal sendiri
22
3. Degree of Financial Leverage Menurut Gitman (2006:547) : “The numerical measure of the firms financial leverage”. Menurut Sundjaya (2001:157), “Degree of financial leverage adalah perubahan persentase earning per share bagi para pemegang saham biasa yang dihubungkan dengan perubahan persentase tertentu dalam EBIT”. Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa semakin besar tingkat penggunaan sumber dana yang disertai dengan beban tetap, semakin peka perubahan laba setelah pajak (EAT) sebagai akibat dari perubahan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT). Rumus DFL menurut Gitman (2006:547) Percentage Change in EAT DFL = Percentage Change in EBIT Q (P-V) -F Atau DFL = Q (P-V) – F - C Dimana : Q
= Unit penjualan
P
= Harga jual per unit
V
= Biaya variabel per unit
F
= Biaya tetap
C
= Biaya bunga
23
Contoh kasus: Pada perusahaan X harga jual per unit $100, biaya variabel per unit $50, biaya tetap $100.000 dan biaya bunga $20.000. Pada saat penjualan 4000 per unit. Jawab:
Q(P-V)-F DFL = Q(P-V)-F-C = 4000(100-50)-100.000 4000(100-50)-100.000-20.000 = 100.000 80.000 = 1,25%
Artinya : Jika EBIT berubah 1%, EPS akan berubah 1,25%, ini berlaku pada saat EBIT sebesar $100.000
G. Resiko Bisnis 1. Pengertian Resiko Bisnis Menurut Agnes Sawir (2004:3), “Resiko bisnis adalah tingkat resiko aktiva perusahaan jika perusahaan tidak menggunakan hutang”. Menurut Brigham dan Houston (2006:9), “Risiko bisnis adalah tingkat risiko yang intern didalam operasi sebuah perusahaan jika perusahaan tidak memiliki utang”. Dari beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa resiko bisnis merupakan ketidakpastian dala penerimaan EBIT di masa
24
yang akan datang dan sangat dipengaruhi oleh stabilitas pendapatan serta biaya-biaya operasi perusahaan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi resiko bisnis Menurut Sartono (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi resiko bisnis adalah : 1. Kondisi Perekonomian. Seberapa jauh sebuah perusahaan dipengaruhi oleh kondisi perekonomian ditunjukkan oleh eyelicality pada saat perekonomian berada dalam baik, semua perusahaan akan banyak merasakan dampak positifnya, demikian pula pada saat perekonomian memasuki masa resesi maka akan banyak perusahaan yang merasakan dampak negatifnya. Perusahaan yang sangat peka terhadap perubahan perekonomian adalah perusahaan yang mempunyai tingkat resiko bisnis yang tinggi. 2. Operating Leverage. Operating leverage diukur dari DOL. Jika perusahaan menggunakan peralatan yang bersifat padat karya atau padat modal dalam operasinya, maka akan cenderung mempunyai biaya operasi tetap yang tinggi dan biaya operasi variabel yang rendah. Maka akan menghasilkan DOL yang tinggi, sehingga perubahan penjualan akan mengakibatkan perubahan EBIT dalam persentasi yang lebih besar. Tingkat kepekaan EBIT dipengaruhi oleh DOL, misalkan faktor lain dianggap tetap, maka DOL berarti juga tolak ukur sensitivitas EBIT sebagai akibat perubahan penjualan. Dengan demikian semakin besar DOL maka semakin besar pengaruh perubahan penjualan terhadap EBIT, yang berarti semakin besar DOL maka resiko bisnis pun akan meningkat. 3. Variabilitas Penjualan. Perusahaan yang mempunyai biaya tetap yang tinggi dan tingkat penjualan yang relative stabil akan mempunyai DOL yang besar, tetapi juga akan memiliki EBIT yang relatif stabil namun memilliki resiko bisnis yang rendah. Sebaliknya jika perusahaan mempunyai biaya tetap yang besar dan tingkat penjualan yang tidak stabil, maka akan memiliki DOL yang besar, EBIT yang tidak stabil, dan resiko bisnis yang besar. 4. Ketidakpastian biaya variabel dan harga jual. Perusahaan yang memiliki DOL yang rendah, tetap dapat menanggung resiko bisnis yang tinggi jika harga jual dan biaya variabel sangat tidak pasti sepanjang waktu.
25
5. Persaingan. Banyaknya pesaing membuat perusahaan menghadapi ketidakpastian penjualan semakin besar maka akan semakin tinggi resiko bisnisnya. 6. Perkembangan teknologi. Jika perusahaan tidak mengikuti perkembangan teknologi, maka perusahaan berkemungkinan besar akan kalah bersaing yang akhirnya akan menimbulkan ketidakpastian penjualan. 7. Ukuran perusahaan. Ukuran sebuah perusahaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi resiko bisnis. Secara logika, perusahaan yang besar tentu mempunyai resiko bisnis yang besar pula, demikian pula sebaliknya. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut : β βo = (DOL x DFL)
Contoh kasus: Apabila telah diketahui DFL adalah 1,25%; DOL adalah 6x; dan β adalah 1,70
H. Resiko Operasional Menurut Masyhud Ali (2006:450) : “ Resiko Operasional adalah jenis risiko yang telah lama dikenal perbankan pada khususnya dan lembaga keuangan pada umumnya, tetapi sekaligus juga merupakan risiko mutakhir yang terus berkembang sejalan dengan kemajuan dan perluasan kegiatan operasional.” Dari definisi tersebut maka resiko operasional tidak semata hanya merambah bidang operasional perbankan belaka, tetapi dapat pula terjadi pada berbagai bidang usaha bisnis lainnya. Hal itu dimungkinkan karena resiko operasional terkandung pada setiap proses atau kegiatan apa pun yang melibatkan manusia dan sistem yang digunakan dalam kegiatan itu.
26
Ho et al (2004) menyatakan dengan adanya kombinasi dari resiko bisnis dan DOL dalam suatu perusahaan akan mencerminkan adanya suatu resiko operasi. Operating risk dapat diketahui melalui dua cara, yaitu dengan membagi resiko sistematis terhadap DFL atau dengan cara mengalikan resiko bisnis dengan DOL. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut : β
Atau
OR =
OR = β x DOL
DFL
Contoh kasus : Diketahui β adalah 1,70; DFL adalah 1,25%; DOL adalah 6x. Maka besarnya OR adalah sebagai berikut: Jawab:
1,70 OR = 1,25 = 1,36%
Atau
OR = 1,70 x 6 = 10,2 Karena resiko operasi timbul dari resiko sistematis dan leverage
maka faktor-faktor yang mempengaruhi resiko operasi bisa berasal dari gabungan faktor-faktor yang mempengaruhi leverage dan resiko sistematis seperti modal sendiri, nilai tukar, tingkat suku bunga dan persaingan.
27