UNSUR DAPAT MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA ATAU PEREKONOMIAN NEGARA PADA PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA KORUPSI S. SERBABAGUS, S.H., M.H.
[email protected] ABSTRAK Terdapat adanya Permasalahan pada tindak pidana korupsi dalam UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah rumusan unsur “dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” pada pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 yang menyebabkan munculnya perdebatan tentang pemahaman pada kata “dapat merugikan” tersebut. Tujuan penulisan dalam ini adalah Untuk mengetahui kualifikasi unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara pada tindak pidana korupsi serta untuk mengetahui pembuktian unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara pada undang-undang tindak pidana korupsi. Dari pokok hasil penulisan dapat disimpulkan bahwa Unsur “dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” merupakan potensi kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Bahwa untuk dapat memenuhi unsur “dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” tidak perlu benar-benar telah menderita kerugian, akan tetapi unsur kerugian negara harus tetap dibuktikan dan harus dihitung, meskipun sebagai perkiraan atau meskipun belum terjadi serta penghitungan tersebut harus ditentukan oleh ahli.
Kata Kunci: Tindak Pidana Korupsi, Kerugian Negara ABSTRACT The existence problem of corruption in Law Number 31 Year 1999 as amended by Law Number 20 Year 2001 is the formulation of element "may harm the state finance or state economy" in Article 2 paragraph (1) and article 3 which causes the emergence of The debate on understanding the word "can harm" it. The purpose of writing in this is to know the qualification of elements can harm the state finance or the state economy on corruption crime as well as to know the proof of the element can harm the state finance or state economy on corruption criminal law. From the main result of writing can be concluded that Element 1
"can harm state finance or state economy" represent potential loss of state finance or state economy in order to fulfill the element "may harm the state finance or state economy" does not necessarily have suffered losses, but the element of state losses must still be proven and must be calculated, although as an estimate or though it has not yet occurred and the calculation shall be determined by the expert. Keywords: Corruption, State Losses *S.Serbabagus, S.H.,M.H dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Darul ‘Ulum Lamongan
A.
LATAR
BELAKANG
dibandingkan dengan tindak pidana lain di berbagai belahan dunia.
MASALAH
Fenomena Sejak
masa
penjajahan
kolonial Belanda beberapa bentuk kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sudah terjadi,
tetapi
bentuk-bentuknya
masih sangat sederhana, seperti yang tertuang pada perumusan dalam KUHP,
misalnya
memaksa
seseorang
surat
atau
memberikan
sesuatu oleh pejabat/pegawai negeri. Keadaan
ini
kemudian
berubah
mengikuti perkembangan jaman, dan saat ini korupsi hampir merambah di seluruh
wilayah
dan
lapisan
masyarakat. Tindak pidana korupsi selalu
ini
dapat
dimaklumi
mengingat dampak negatif yang ditimbulkan
oleh
tindak
pidana
ini.Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh kehidupan.
berbagai Korupsi
bidang merupakan
masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan hayakan
masyarakat,
memba-
pembangunan
sosial,
ekonomi dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas
karena
lambat
laun
perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya.
Korupsi
merupakan
ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.
mendapatkan perhatian yang lebih 2
Seiring
dengan
kemajuan
Maka
dari
itu
jaman, maka pemahaman terhadap
korupsi
korupsi juga semakin maju. Hampir
berbeda dengan tindak pidana pada
setiap kegiatan apabila tidak hati-
umumnya.Tindak
hati akan terperosok masuk ke dalam
merupakan
bentuk
sangat berbahaya yang mengancam
tindak
pidana
korupsi,
dan
undang-undang
semua
cenderung
bermasyarakat,
melibatkan
banyak
dengan
orang
pidana
tindak
sementara pola perilakunya lebih dilakukan
peradilannya
pidana
aspek
pun
korupsi yang
kehidupan
berbangsa
dan
atau
bernegara. Tindak Pidana Korupsi
dilakukan secara bersama. Kondisi
tidak hanya merugikan keuangan
ini seringkali justru pihak yang
negara
lemah yang mudah untuk diungkap,
pelanggaran terhadap hak-hak sosial
sementara yang kuat dan yang
dan ekonomi masyarakat.
memiliki peran paling penting justru jarang terungkap.1
dimasukkan
juga
merupakan
Tindak pidana korupsi sudah meluas dalam masyarakat, baik dari
Tindak pidana korupsi tidak lagi
tetapi
jumlah kasus yang terjadi dan
dalam
perkara
jumlah kerugian negara, maupun
umumnya
dimana
dari segi kualitas tindak pidana yang
merupakan
dilakukan semakin sistematis serta
tindakan merugikan orang lain saja.
lingkupnya yang memasuki seluruh
Tindak pidana korupsi dimasukkan
aspek kehidupan masyarakat. Untuk
dalam kategori tindakan pidana yang
itu, para aparat penegak hukum
sangat luar biasa (extra ordinary
harus bekerja dengan lebih lugas,
crime) dan sangat merugikan bangsa
lebih
dan negara dalam suatu wilayah.
memberantas segala bentuk tindakan
pidana
pada
tindakan
tersebut
keras,
serta
teliti
dalam
yang mengandung unsur korupsi. 1
Koesno Adi, Penanggulangan Tindak pidana Korupsi Dalam Berbagai Perspektif, Setara Press, Malang, 2014, hlm. 2.
Karena sekarang korupsi merupakan kejahatan yang berada diperingkat 3
pertama kriminalitas yang sangat
Tahun 2001 tentang Perubahan atas
merugikan bangsa dan negara. Jika
Undang-Undang Nomor 31 Tahun
kinerja aparat penegak hukum yang
1999 tentang Pemberantasan Tindak
kurang maksimal akan bertentangan
Pidana Korupsi (untuk selanjutnya
dengan kaidah prasyarat bernegara
disebut UU Nomor 31 Tahun 1999
hukum,
para
sebagaimana diubah dengan UU
koruptor menjarah kekayaan serta
Nomor 20 Tahun 2001). Namun
aset-aset penting negara merupakan
dalam beracara di pengadilan tetap
suatu penghianatan besar terhadap
berlaku KUHAP.
dan
membiarkan
negara.
Masalah pembuktian dalam Mengingat luasnya dampak
tindak
pidana
korupsi
memang
yang diakibatkan dari korupsi, maka
merupakan masalah yang rumit,
diperlukan usaha yang keras dalam
karena pelaku tindak pidana korupsi
memberantas tindak pidana korupsi
ini melakukan kejahatannya dengan
ini.
rapi. Sulitnya pembuktian dalam
Salah
pembuktian,
satunya karena
melalui pembuktian
perkara
korupsi
ini
merupakan
merupakan masalah yang memegang
tantangan bagi para aparat penegak
peranan
hukum.
penting
dalam
proses
Permasalahan
rumitnya
pemeriksaan di sidang pengadilan,
pembuktian tindak pidana korupsi
dengan pembuktian inilah ditentukan
juga
nasib pelaku tindak pidana. Tindak
rumusan tindak pidana korupsi yang
pidana korupsi merupakan tindak
tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) dan
pidana khusus yang diatur dalam
Pasal 3 dalam UU Nomor 31 Tahun
Undang-Undang
1999 sebagaimana diubah dengan
tersendiri
yaitu
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
sebenarnya
berakar
dari
UU Nomor 20 Tahun 2001. Akar permasalahan dalam
Pidana Korupsi sebagaimana diubah
rumusan
tindak
pidana
dengan Undang-Undang Nomor 20
tersebut
adalah
rumusan
korupsi unsur 4
“dapat merugikan keuangan negara
Korupsi sebagaimana diubah UU
atau perekonomian negara” pada
Nomor 20 Tahun 2001 tentang
pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 yang
Perubahan UU Nomor 31 Tahun
menyebabkan timbulnya perdebatan
1999 tentang Pemberantasan Tindak
mengenai pemahaman kata “dapat
Pidana Korupsi akan berimbas pada
merugikan” tersebut. Kata “dapat
tahapan pembuktian pada proses
merugikan”
pemeriksaan
bertentangan
dengan
persidangan
di
konsep actuall loss (kerugian yang
pengadilan dimana tahapan tersebut
nyata) dimana kerugian negara harus
merupakan tahapan penting untuk
benar-benar
mencari
sudah
terjadi.
dan
mendapatkan
atau
Sedangkan pada konsep potential
setidak-tidaknya
loss
kebenaran materiil, karena pada
(potensi
kerugian)
atau
kemungkinan
memungkinkan
mendekati
cukup
tahap ini dapat ditentukan apakah
dengan adanya perbuatan (melawan
terdakwa benar-benar bersalah atau
hukum) memperkaya diri sendiri
tidak. Berdasarkan uraian diatas
atau orang lain walaupun belum ada
terlihat
kerugian negara secara pasti, unsur
perbedaan
pemahaman
dalam
kerugian
memahami
unsur-unsur
dalam
negara
sudah
dapat
diterapkan.2
bahwa
masih
terdapat
tindak pidana korupsi yang mana
Dengan adanya perbedaan
dalam hal ini adalah unsur “dapat
pemahaman mengenai unsur “dapat
merugikan keuangan negara atau
merugikan keuangan negara atau
perekonomian
negara”
dalam
undang-undang
tindak
pidana
perekonomian negara” dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak
korupsi.
Pidana B.
2
Indonesia Corruption Watch, Penerapan Unsur Merugikan Keuangan Negara dalam Delik Tindak Pidana Korupsi, 2014, hlm. 28.
METODE PENULISAN Bertitik tolak dari pemilihan
metode penulisan hukum normatif, 5
maka pendekatan masalah yang
undang telah dinyatakan sebagai
dipergunakan dalam penulisan ini
suatu tindakan yang dapat dihukum.
adalah
pendekatan
perundang-
Dengan batasan seperti ini,
undangan (statute approach), dan
maka menurut D. Simon, untuk
pendekatan konseptual (conceptual
adanya suatu tindak pidana harus
approach).
dipenuhi
unsur-unsur
sebagai
berikut : C.
PEMBAHASAN
a)
arti perbuatan positif ( berbuat)
1. Tindak Pidana Korupsi Pengertian
tindak
Perbuatan manusia, baik dalam
maupun perbuatan Negatif (tidak
pidana
berbuat);
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah strafbaar feit dan dalam
b)
Diancam dengan pidana ;
c)
Melawan hukum;
d)
Dilakukan dengan kesalahan;
e)
Oleh
kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan
istilah
orang
yang
mampu
bertanggungjawab
peristiwa
Korupsi
(bahasa
Latin:
pidana atau perbuatan pidana atau
corruptio dari kata kerja corrumpere
tindak pidana.
yang
Menurut D. Simon, tindak
bermakna
menggoyahkan,
busuk,
rusak,
memutarbalik,
pidana adalah tindakan melanggar
menyogok) adalah tindakan pejabat
hukum yang telah dilakukan dengan
publik, baik politisi maupun pegawai
sengaja
dengan
negeri, serta pihak lain yang terlibat
sengaja oleh seseorang yang dapat
dalam tindakan itu yang secara tidak
dipertanggungjawabkan
wajar
ataupun
tidak
atas
tindakannya dan yang oleh undang-
dan
menyalahgunakan
tidak
legal
kepercayaan
6
publik
yang
mereka
dikuasakan
untuk
kepada
negara
atau
mendapatkan
negara,
merugikan
teraan
atau
keuntungan sepihak. Apabila dilihat dari makna
merugikan
yang busuk jahat dan merusak, maka
perekonomian
apabila
korupsi
tentang
kesejah-
kepentingan
rakyat/umum. Perbuatan yang
korupsi secara harfiah yaitu sesuatu
membicarakan
perekonomian
keuangan negara
atau adalah
dibidang
materil,
korupsi
dibidang
korupsi memang akan menemukan
sedangkan
kenyataan
politik dapat terwujud berupa
semacam
itu
karena
korupsi menyangkut segi-segi moral
memanipulasi
sifat
busuk
suara dengan cara penyuapan,
jabatan dalam instansi atau aparatur
intimidasi paksaan dan atau
pemerintah
campur
dan
keadaan
yang
penyelewengan
pemungutan
tangan
kekuasaan dalam jabatan karena
mempengaruhi
pemberian,
memilih
faktor
ekonomi
dan
yang kebebasan
komersiliasi
politik, serta penempatan keluarga
pemungutan suara pada lembaga
atau golongan ke dalam kedinasan di
legislatif atau pada keputusan
bawah kekuasaan jabatannya.
yang
bersifat
dibidang Baharuddin muskan
tindak
Lopa pidana
meru-
administratif pelaksanaan
pemerintah.3
korupsi
sebagai berikut :
Aswanto bahwa
Tindak pidana korupsi adalah
rumusan
mengemukakan tindak
pidana
korupsi adalah sebagai berikut:
suatu tindak pidana yang dengan penyuapan
manipulasi
dan 3
perbuatan-perbuatan
melawan
hukum yang merugikan atau dapat
merugikan
keuangan
Diambil dari http://sitimaryamnia.blogspot.co.id/2012/02/ pengertian-tindak-pidana-korupsi.html, diakses pada tanggal 10 September 2016, pukul 20.47 WIB.
7
Secara sistematik tindak pidana
rumusan tindak pidana korupsI
korupsi terdiri atas kata tindak
UU No. 7 Tahun 2006.4
pidana/delik korupsi.
dengan
Tindak
kata
Tindak Pidana Korupsi pada
pidana/delik
umumnya memuat efektivitas yang
adalah perbuatan yang dilarang
merupakan
dalam
perbuatan korupsi dalam arti luas
peraturan
perundang-
undangan yang disertai dengan ancaman pidana terhadap siapa yang melakukan perbuatan yang dilarang tersebut. Apa bila dua kata tersebut digabung yaitu tindak
pidana/delik
dengan
korupsi menjadi tindak pidana korupsi dapat diartikan sebagai berikut.
Rumusan-rumusan
tentang segala perbuatan yang dilarang/diperintahkan
dalam
manifestasi
mempergunakan
dari
kekuasaan
atau
melekat
pada
pengaruh
yang
seseorang
pegawai
negeri
atau
istimewa yang dipunyai seseorang didalam jabatan umum yang patut atau menguntungkan diri sendiri maupun
orang
yang
menyuap
sehingga dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi dengan segala akibat hukumnya yang berhubungan dengan hukum pidana acaranya.
undang-undang No. 3 Tahun 1971,
yang
kemudian
disempurnkan dengan No. 31 Tahun 1999 selanjutnya di ubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, tentang
korupsi,
dirumuskan
dalam Pasal 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10,11, 12, 12B, 13, 15,16, 21,22, 23 dan 24. (Dari pasalpasal tersebut diatas ada 44
Adapun
pengertian
tindak
pidana korupsi dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dirumuskan dalam pasal 2 ayat (1) adalah setiap orang yang secara melawan
hukum
melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi 4
Ibid
8
yang dapat merugikan keuangan
Perkembangan
negara atau perekonomian negara,
pengertian
sedangkan dalam pasal 3 tindak
Negara tersebut tidak terlepas dan
pidana korupsi adalah setiap orang
peraturan-peraturan
yang dengan tujuan menguntungkan
dengan
diri sendiri atau orang lain atau suatu
Negara.
korporasi kewenangan,
menyalahgunakan kesempatan
atau
dalam
penerapan
merugikan
Keuangan
yang
pengertian
terkait
Keuangan
Pasal 1 angka 1 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003
sarana yang ada padanya karena
tentang
jabatan atau kedudukan yang dapat
mendefinisikan :
Keuangan
Negara
merugikan keuangan negara atau keuangan negara adalah, “semua
perekonomian negara.
hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta 3. Kualifikasi Unsur Dapat
segala sesuatu baik berupa uang
Merugikan
Keuangan
maupun berupa barang yang
Atau
dapat dijadikan milik negara
Negara
berhubung pelaksanaan hak dan
Negara Perekonomian Pada
Undang-Undang
kewajiban tersebut.”
Tindak Pidana Korupsi Pada
Pasal
1
ayat
(1)
Merugikan keuangan negara
Undang-Undang Nomor 19 tahun
merupakan salah satu unsur untuk
2003 tentang BUMN menyatakan
dapat dikatagorikan sebagai suatu
penyertaan
perbuatan tindak pidana korupsi
kekayaan negara yang dipisahkan.
sebagaimana tercantum dalam Pasal
Arti Pasal ini adalah, pada saat
2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Nomor 20
kekayaan negara telah dipisahkan,
Tahun 2001 tentang perubahan atas
maka kekayaan tersebut bukan lagi
UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
masuk di ranah hukum publik tetapi
Pemberantasan
masuk di ranah hukum privat.
Tindak
Pidana.
negara
merupakan
9
Pengertian keuangan negara dalam UU Tipikor juga berbeda dengan UU Keuangan Negara dan UU
BUMN.
Penjelasan
Dalam
Umum
UU
berdasarkan perjanjian dengan negara.5 Sedangkan dalam Penjelasan
bagian
Umum Undang-Undang Nomor 31
Tipikor
Tahun 1999 yang dimaksud dengan
disebutkan, keuangan negara adalah
Perekonomian
seluruh
kehidupan
kekayaan
negara
dalam
disusun
tidak
berdasarkan
termasuk
di
adalah
perekonomian
bentuk apapun, yang dipisahkan atau dipisahkan,
Negara
sebagai
usaha
asas
yang bersama
kekeluargaan,
dalamnya segala kerugian keuangan
ataupun usaha masyarakat secara
negara dan segala hak dan kewajiban
mandiri
yang timbul karena:
kebijakan Pemerintah baik di tingkat
a.
Berada
dalam
penguasaan,
pengurusan,
didasarkan
pada
pusat maupun daerah, sesuai dengan
dan
ketentuan
peraturan
pejabat
undangan
yang
lembaga negara baik di tingkat
bertujuan
memberikan
pusat maupun di daerah;
kemakmuran,
Berada
kepada seluruh kehidupan rakyat.
pertanggungjawaban
b.
yang
dalam
penguasaan,
pengurusan
perundang-
berlaku
dan
yang
manfaat,
kesejahteraan
dan
UU Nomor 31 Tahun 1999
pertanggungjawaban
Badan
sebagaimana diubah dengan UU
Usaha Milik Negara/
Badan
Nomor 20 Tahun 2001 yang saat ini
Usaha Milik Daerah, Yayasan,
berlaku tidak mendefinisikan serta
Badan Hukum dan Perusahaan
mengatur secara tegas dan pasti
yang menyertakan modal negara,
mengenai
atau
dengan kerugian negara. Definisi
perusahaan
yang
menyertakan modal pihak ke tiga
kerugian 5
apa
negara
yang
dimaksud
diatur
Indonesia Watch. Op.Cit, hlm.24.
dalam Corruption
10
peraturan yang lain seperti Undang-
merupakan indikasi atau berupa
Undang Nomor 1 Tahun 2004
potensi terjadinya kerugian.
tentang Pasal
Perbendaharaan 1
ayat
“Kerugian
22
Negara,
menjelaskan
negara/daerah
adalah
3) Kerugian
tersebut
akibat
perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai,
unsur
kekurangan uang, surat berharga,
melawan hukum harus dapat
dan barang, yang nyata dan pasti
dibuktikan secara cermat dan
jumlahnya sebagai akibat perbuatan
tepat.
melawan
hukum
baik
sengaja Berdasarkan ketentuan Pasal
maupun lalai.”
1 ayat 22 Undang-Undang Nomor 1 Berdasarkan pengertian di
Tahun
2004
sebagaimana
di
atas, dapat dikemukakan unsur-unsur
kemukakan di atas, dapat dilihat
dari kerugian negara yaitu:
bahwa konsep yang dianut adalah
1) Kerugian
negara
merupakan
konsep kerugian negara dalam arti
berkurangnya keuangan negara
delik materiil. Suatu perbuatan dapat
berupa uang berharga, barang
dikatakan
milik negara dari jumlahnya dan/
negara dengan syarat harus adanya
atau nilai yang seharusnya.
kerugian negara yang benar-benar
2) Kekurangan
dalam
keuangan
merugikan
keuangan
nyata.
negara tersebut harus nyata dan
Hal ini berbeda dengan Pasal
pasti jumlahnya atau dengan
2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun
perkataan lain kerugian tersebut
1999 sebagaimana diubah dengan
benar-benar telah terjadi dengan
UU Nomor 20 Tahun 2001 yang
jumlah kerugian yang secara
menjelaskan bahwa kerugian negara
pasti dapat ditentukan besarnya,
dalam konsep delik formil dikatakan
dengan
demikian
kerugian
dapat merugikan keuangan negara
negara
tersebut
hanya
atau
perekonomian
Penjelasan
Pasal
2
negara. ayat
(1) 11
menerangkan: “Dalam ketentuan ini kata
“dapat”
sebelum
Dengan
dirumuskannya
frasa
tindak pidana korupsi seperti yang
“merugikan keuangan negara atau
terdapat dalam Pasal 2 yat (1)
perekonomian negara” menunjukkan
sebagai delik formil, maka adanya
bahwa
korupsi
kerugian negara atau perekonomian
merupakan delik formil yaitu adanya
negara tidak harus sudah terjadi,
tindak pidana korupsi, cukup dengan
karena yang dimaksud dengan delik
dipenuhinya unsur-unsur perbuatan
formil adalah delik yang dianggap
yang dirumuskan, bukan dengan
telah selesai dengan dilakukannya
timbulnya akibat.”
tindakan yang dilarang dan diancam
tindak
Bahwa
pidana
ketentuan
tentang
tindak pidana korupsi yang terdapat
dengan
hukuman
4.
merupakan
Pidana
formil,
undang-
undang.6
di dalam Pasal 2 ayat (1) memang delik
oleh
juga
ditegaskan dalam penjelasan umum
Pembuktian Tindak
Pembuktian
merupakan
UU Nomor 31 tahun 1999 yang
bagian yang sangat penting dalam
menerangkan:
undang-
proses pemeriksaan suatu perkara
undang ini, tindak pidana korupsi
pidana. Tujuan pemeriksaan perkara
dirumuskan secara tegas sebagai
pidana adalah untuk menemukan
tindak pidana formil. Hal ini sangat
suatu kebenaran materiil, kebenaran
penting untuk pembuktian. Dengan
yang
rumusan secara formil yang dianut
hukum. Pembuktian adalah salah
dalam undang-undang ini, meskipun
satu cara untuk meyakinkan hakim
hasil korupsi telah dikembalikan
agar ia dapat menemukan dan
kepada negara, pelaku tindak pidana
menetapkan terwujudnya kebenaran
korupsi tetap diajukan ke pengadilan
yang
“Dalam
dikatakan
dengan
sesungguhnya
logika
dalam
dan tetap dipidana.” 6
R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua. Sinar Grafika, 2008, hlm 27-28 12
putusannya, bila hasil pembuktian
membuktikan kesalahan yang
dengan menggunakan alat-alat bukti
didakwakan.7
yang ditentukan oleh undang-undang ternyata
tidak
membuktikan
Pembuktian adalah kegiatan
cukup
untuk
membuktikan, dimana membuktikan
kesalahan
yang
berarti memperlihatkan bukti-bukti
didakwakan kepada terdakwa, maka
yang
terdakwa
sebagai kebenaran, melaksanakkan,
harus
dakwaan,
dibebaskan
sebaliknya
dari
ada,
melakukan
sesuatu
kalau
menandakan,
kesalahan terdakwa dapat dibuktikan
meyakinkan.
(dengan alat-alat bukti yang disebut
kegiatan
dalam undang-undang yakni dalam
dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu:
pasal 184 KUHAP ) maka harus dinyatakan bersalah dan dihukum.
menyaksikan Secara pembuktian
dan
konkret dapat
a. Bagian kegiatan pengungkapan
fakta; Yahya
Harahap
dalam
b. Bagian pekerjaan penganalisisan
mendefinisikan Pembuktian adalah
fakta
sebagai berikut:
penganalisisan hukum.
Pembuktian adalah ketentuanketentuan
yang
penggarisan
dan
tentang
cara-cara
dibenarkan
Di
yang
sekaligus
dalam
bagian
berisi
pengungkapan fakta, alat-alat bukti
pedoman
diajukan ke muka sidang oleh Jaksa
yang
undang-undang
Penuntut
Umum
dan
Penasehat
Hukum atau atas kebijakan majelis
membuktikan kesalahan yang
hakim
didakwakan kepada terdakwa.
kebenarannya. Proses pembuktian
Pembuktian
bagian pertama ini akan berakhir
juga
merupakan
untuk
diperiksa
ketentuan yang mengatur alatalat
bukti
yang
undang-undang dipergunakan
dibenarkan dan
boleh hakim
7
Diambil dari http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertianpembuktian-hukum-acara.html, diakses pada tanggal 13 September 2016, pukul 21.36 WIB
13
pada
saat
ketua
majelis
Pembuktian
mengucapkan secara lisan bahwa
melulu
pemeriksaan
pembuktian
terhadap
perkara
yang
didasarkan
kepada
alat-alat
yang
disebut
dinyatakan selesai (Pasal 182 ayat
undang-undang, disebut sistem
(1) huruf a KUHAP). Setelah bagian
atau
kegiatan pengungkapan fakta telah
berdasarkan
selesai,
Jaksa
secara positif (positief wettelijk
Penuntut Umum, Penasehat Hukum,
bewijstheori). Dikatakan secara
dan
melakukan
positif, karena hanya didasarkan
penganalisisan fakta yang sekaligus
kepada undang-undang melulu.
penganalisisan hukum. Oleh Jaksa
Artinya, jika telah terbukti suatu
Penuntut Umum pembuktian dalam
perbuatan sesuai dengan alat-alat
arti kedua ini dilakukannya dalam
bukti yang disebut oleh undang-
surat tuntutannya (requisitoir). Bagi
undang, maka keyakinan hakim
Penasehat Hukum pembuktiannya
tidak diperlukan sama sekali.
dilakukan dalam nota pembelaan
Sistem ini juga disebut teori
(pledooi), dan akan dibahas majelis
pembuktian
hakim dalam putusan akhir (vonnis)
bewijstheorie).8
yang dibuatnya.
Teori pembuktian formal ini
maka
selanjutnya
majelis
hakim
a.
pembuktian
undang-undang
berdasarkan
secara
positif
(Positive wettelijk bewijstheorie) Dalam
menilai
pembuktian undang-undang
formal
(formele
bertujuan menyingkirkan semua
Teori-Teori Pembuktian
eori
teori
kekuatan
pembuktian alat-alat bukti yang
pertimbangan subjektif hakim T dan mengikat para hakim secara ketat
menerapkan
pembuktian
peraturan
undang-undang
tersebut.
Dalam
sistem
hakim
seolah-olah
ini,
“robot
ada, dikenal beberapa sistem 8
atau
teori
pembuktian.
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, CV. Sapta Artha Jaya, Jakarta, 1993, hlm. 259 14
b.
pelaksana” undang-undang yang
pidana walaupun kesalahannya
tidak memiliki hati nurani. Hati
telah terbukti. Jadi, dalam sistem
nuraninya tidak ikut hadir dalam
pembuktian conviction in time,
menentukan
sekalipun kesalahan terdakwa
kebenaran
salah
atau tidaknya terdakwa sesuai
sudah
dengan tata cara pembuktian
pembuktian yang cukup itu dapat
dengan alat-alat bukti yang telah
dikesampingkan
keyakinan
ditentukan undang-undang.
hakim.
walaupun
Teori pembuktian berda-sarkan
kesalahan
keyakinan hakim melulu.
terbukti
Berhadap-hadapan berlawanan
secara
dengan
pembuktian
menurut
cukup
terbukti,
Sebaliknya tetdakwa berdasarkan
tidak alat-alat
bukti yang sah, terdakwa bisa
teori
dinyatakan
undang-
mata
bersalah,
atas
dasar
sematakeyakinan
undang secara positif, ialah teori
hakim.
Keyakinan
pembuktian menurut keyakinan
yang
menentukan
hakim melulu. Teori ini disebut
kebenaran sejati dalam sistem
juga conviction intime.
9
Sistem ini yang menentukan
hakimlah wujud
pembuktian ini. c.
Teori pembuktian berda-sarkan
kesalahan terdakwa sementara
keyakinan hakim atas alasan
ditentukan penilaian keyakianan
yang
hakim, kelemahan sistem ini
raisonnee)
adalah besar keyakinan hakim
Sebagai jalan tengah, muncul
tanpa dukungan alat bukti yang
sistem atau teori yang disebut
cukup.Ada
pembuktian
hakim
kecenderungan untuk
keyakianannya
menerapkan membebaskan
terdakwa dari dakwaan tindak
yang
(conviction
berdasakan
keyakinan hakim sampai batas tertentu
(conviction
raisonnee).Menurut
teori
hakim 9
logis
dapat
ini,
memutuskan
Ibid, hlm. 260 15
seseorang bersalah berdasarkan
tertutup tanpa uraian alasan yang
keyakinannya, keyakianan yang
masuk akal.
didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian
disertai
dengan
d.
Teori pembuktian berdas-arkan undang-undang secara negatif
suatu kesimpulan (conclu-sive)
(negatief wettelijk)
yang
HIR maupun KUHAP, semuanya
berlandaskan
kepada
peraturan-peraturan pembuktian
menganut
sistem
tertentu.Jadi,
putusan
hakim
pembuktian berdasrkan undang-
dijatuhkan
dengan
suatu
undang
atau
negatif
teori
(negatief
motivasi. 10
wettelijk).
Sistem atau teori pembuktian ini
disimpulkan
disebut juga pembuktian bebas
KUHAP, dahulu Pasal 294 HIR.
karena
Pasal 183 KUHAP berbunyi
hakim
bebas
untuk
menyebutalasan-alasan
Hal
ini
dari
dapat
Pasal
183
sebagai berikut:
keyakinannya
(vrije
“Hakim tidak boleh menjatuhkan
bewijstheorie).
pidana kepada seseorang, kecuali
Keyakinan hakim dalam sistem
apabila
conviction
harus
kurangnya dua alat bukti yang
dilandasi reasoning atau alasan-
sah ia memperoleh keyakianan
alasan, dan reasoning itu harus
bahwa
“reasonable” yakni berdasarkan
benar-benar terjadi dan bahwa
alasan
terdakwalah
raisonnee
yang
Keyakinan
dapat
diterima.
hakim
harus
dengan
suatu
sekurang-
tindak
yang
pidana
bersalah
melakukannya.”
mempunyai dasar-dasar alasan
Dari
yang logis dan benar-benar dapat
bahwa
diterima akal, tidak semata-mata
didasarkan
atas
undang (KUHAP), yaitu alat
dasar
keyakinan
yang
kalimat
tersebut
pembuktian kepada
nyata harus undang-
bukti yang sah tersebut dalam 10
Ibid, hlm. 261 16
Pasal
184
KUHAP,
disertai
Pembuktian
adalah
kegiatan
dengan keyakinan hakim yang
membuktikan, dimana membuktikan
diperoleh dari alat-alat bukti
berarti memperlihatkan bukti-bukti
tersebut.
yang
Dengan penerapan sistem ini,
sebagai kebenaran, melak-sanakan,
pemidanaan itu berdasarkan pada
menandakan,
sistem pembuktian ganda, yaitu
meyakinkan.
ada,
melakukan
sesuatu
menyak-sikan
dan
pada peraturan undang-undang
Masalah pembuktian sangat
dan pada keyakinan hakim, dasar
penting dalam proses pemeriksaan
peraturan hakim bersumber pada
suatu
peraturan perundang-undangan.
pembuktian ini benar-benar harus
perkara
pidana
sehingga
dilakukan secara cermat dan perlu 5.
Unsur
diperhatikan terlebih lagi dalam
Merugikan
kasus tindak pidana korupsi, karena
Pembuktian
Dapat
Atau
korupsi mempunyai implikasi yang
Negara
luas dan mengganggu pembangunan
Undang-Undang
serta menimbulkan kerugian negara
Keuangan
Negara
Perekonomian Dalam
Tindak Pidana Korupsi
yang selanjutnya dapat berdampak
Proses
pada timbulnya krisis diberbagai
pembuktian
dalam
hukum acara pidana merupakan titik sentral
di
dalam
bidang.
pemeriksaan
Apabila membahas mengenai
perkara di pengadilan. Hal ini karena
unsur “dapat merugikan keuangan
melalui tahapan pembuktian inilah
negara atau perekonomian negara”
terjadi suatu proses, cara, perbuatan
yang terdapat pada Pasal 2 ayat (1)
membuktikan untuk menunjukkan
dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun
benar atau salahnya si terdakwa
1999 sebagaimana diubah dengan
terhadap suatu perkara pidana di
UU Nomor 20 Tahun 2001, seperti
dalam
yang telah diuraikan sebelumnya
sidang
pengadilan.
17
bahwa ketentuan tentang tindak
ditimbulkan. Dengan demikian, agar
pidana korupsi yang terdapat di
seseorang dapat dinyatakan bersalah
dalam Pasal 2 ayat (1) memang
telah
merupakan
korupsi
delik
formil,
juga
melakukan seperti
tindak yang
pidana
ditentukan
ditegaskan dalam penjelasan umum
dalam Pasal 2 ayat (1), tidak perlu
Undang-Undang Nomor 31 Tahun
adanya
1999 yang menerangkan: “Dalam
membuktikan bahwa memang telah
undang-undang ini, tindak pidana
terjadi kerugian keuangan negara
korupsi dirumuskan secara tegas
atau perekonomian negara.
sebagai rumusan secara formil. Hal
alat-alat
bukti
untuk
Pada waktu membahas unsur
ini sangat penting untuk pembuktian.
“dapat
Dengan rumusan secara formil yang
kerugian” dari Pasal 263 ayat (1)
dianut dalam undang-undang ini,
KUHP, P.A.F. Lamintang dengan
meskipun
telah
mengikuti pendapat dari putusan
dikembalikan kepada negara, pelaku
Hoge Raad tanggal 22 April 2007
tindak pidana korupsi tetap diajukan
dan
ke pengadilan dan tetap dipidana.”
mengemukakan pembentuk undang-
Dengan
undang
hasil
korupsi
dirumuskannya
tindak
menimbulkan
tanggal
tidak
8
Juni
suatu
1997,
mensyaratkan
pidana korupsi sebagai delik formil,
keharusan adanya kerugian yang
maka adanya kerugian keuangan
timbul,
negara atau kerugian perekonomian
kemungkinan timbulnya kerugian
negara tidak harus sudah terjadi,
seperti itu, bahkan pelaku tidak perlu
karena delik formil merupakan delik
melainkan
hanya
harus dapat membayangkan tentang
yang dianggap telah selesai dengan
kemungkinan timbulnya kerugian
dilakukannya tindakan yang dilarang
tersebut.
dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang serta tidak perlu menunggu
adanya
akibat
yang
Dengan berpedoman dengan apa yang telah dikemukakan oleh P.A.F Lamintang seperti tersebut 18
diatas, maka agar seseorang dapat
yang disampaikan oleh semua pihak
dinyatakan bersalah telah melakukan
sebagaimana
tindak pidana korupsi seperti yang
dikaitkan dengan Penjelasan Pasal 2
ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1),
ayat (1) UU PTPK, maka persoalan
sudah cukup jika terdapat alat-alat
pokok yang harus dijawab adalah:
bukti
yang
dapat
membuktikan
1.
tersebut
di
atas
Apakah pengertian kata ”dapat”
kemungkinan terjadinya kerugian
dalam Pasal 2 ayat (1) UU PTPK
keuangan negara atau perekonomian
yang pengertiannya dijelaskan
negara, bahkan pelaku tidak perlu
dalam Penjelasan Pasal 2 ayat
harus dapat membayangkan tentang
(1) bahwa dengan penambahan
kemungkinan terjadinya kerugian
kata “dapat” tersebut menjadikan
keuangan negara atau perekonomian
tindak pidana korupsi dalam
negara tersebut.
11
Pasal 2 ayat (1) a quo menjadi
Dalam uji maateriil terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun
rumusan delik formil; 2.
Apakah
dengan
pengertian
1999 yang telah diubah dengan
sebagaimana
Undang-Undang Nomor 20 Tahun
butir 1 tersebut di atas, frasa
2001 dalam Putusan Mahkamah
”dapat
Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006
negara
tanggal 24 Juli 2006, mengenai
negara”, yang diartikan baik
unsur “dapat merugikan keuangan
kerugian yang nyata (actual loss)
negara atau perekonomian negara”
maupun hanya yang bersifat
dalam
potensial
pertimbangan
hukumnya
menyebutkan:
dijelaskan
merugikan atau
pada
keuangan
perekonomian
atau
berupa
kemungkinan kerugian (potential
Menimbang bahwa dengan memperhatikan
seluruh
argumen
loss), merupakan unsur yang tidak perlu dibuktikan atau harus dibuktikan;
11
R. Wiyono, Op.Cit, hlm. 28
19
Menimbang
bahwa
kedua
Karena
itu
Mahkamah
dapat
pertanyaan tersebut akan dijawab
menerima penjelasan Pasal 2 ayat
dengan pemahaman bahwa kata
(1)
“dapat” dalam Pasal 2 ayat (1) dan
”dapat” sebelum frasa ”merugikan
Pasal 3 UU PTPK menyebabkan
keuangan negara atau perekonomian
perbuatan yang akan dituntut di
negara”;
sepanjang
depan pengadilan, bukan saja karena perbuatan
Menimbang
kata
bahwa
“merugikan
Mahkamah berpendapat, kerugian
keuangan negara atau perekonomian
yang terjadi dalam tindak pidana
negara secara nyata”, akan tetapi
korupsi, terutama yang berskala
hanya
besar,
kerugian
tersebut
menyangkut
“dapat” saja
menimbulkan
sulit
untuk
sebagai
dibuktikan secara tepat dan akurat.
kemungkinan atau potential loss,
Ketepatan yang dituntut sedemikian
jika unsur perbuatan tindak pidana
rupa, akan menimbulkan keraguan,
korupsi
dapat
apakah jika satu angka jumlah
diajukan ke depan pengadilan. Kata
kerugian diajukan dan tidak selalu
“dapat”
dapat
dipenuhi,
tersebut
pun
sangatlah
sudah
harus
dinilai
dibuktikan
secara
akurat,
pengertiannya menurut Penjelasan
namun kerugian telah terjadi, akan
Pasal 2 ayat (1) tersebut di atas, yang
berakibat pada terbukti tidaknya
menyatakan bahwa kata ”dapat”
perbuatan yang didakwakan. Hal
tersebut sebelum frasa ”merugikan
demikian telah mendorong antisipasi
keuangan negara atau perekonomian
atas akurasi kesempurnaan pembuk-
negara”, menunjukkan bahwa tindak
tian,
sehingga
menyebabkan
pidana tersebut merupakan delik
dianggap perlu mempermudah beban
formil, yaitu adanya tindak pidana
pembuktian tersebut. Dalam hal
korupsi, cukup dengan dipenuhinya
tidak dapat diajukan bukti akurat
unsur perbuatan yang dirumuskan,
atas jumlah kerugian nyata atau
bukan dengan timbulnya akibat.
perbuatan yang dilakukan adalah 20
sedemikian rupa bahwa kerugian
dipandang terbukti, kalau unsur
negara dapat terjadi, telah dipandang
perbuatan
cukup
dan
terpenuhi, dan akibat yang dapat
memidana pelaku, sepanjang unsur
terjadi dari perbuatan yang dilarang
dakwaan
dan diancam pidana tersebut, tidak
untuk
menuntut
lain
berupa
unsur
memperkaya diri atau orang lain
pidana
tersebut
telah
perlu harus telah nyata terjadi;
atau suatu korporasi dengan cara
Menimbang bahwa menurut
melawan hukum (wederrechtelijk)
Mahkamah hal demikian tidaklah
telah terbukti. Karena, tindak pidana
menimbulkan ketidakpastian hukum
korupsi digolongkan oleh undang-
(onrechtszekerheid)
undang a quo sebagai delik formil.
bertentangan
dengan
konstitusi
Dengan demikian, kategori tindak
sebagaimana
yang
didalilkan
pidana korupsi digolongkan sebagai
Pemohon. Karena, keberadaan kata
delik formil, di mana unsur-unsur
”dapat”
perbuatan harus telah dipenuhi, dan
menentukan faktor ada atau tidaknya
bukan sebagai delik materil, yang
ketidakpastian
hukum
yang
mensyaratkan
menyebabkan
seseorang
tidak
berupa
akibat
kerugian
yang
perbuatan
yang
sama
sekali
tidak
timbul
bersalah dijatuhi pidana korupsi atau
tersebut harus telah terjadi. Kata
sebaliknya orang yang melakukan
“dapat” sebelum frasa ”merugikan
tindak pidana korupsi tidak dapat
keuangan negara atau perekonomian
dijatuhi pidana;
negara”, dapat dilihat dalam arti Menimbang bahwa dengan
yang sama dengan kata “dapat” yang mendahului frasa “membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang”, sebagaimana termuat dalam Pasal 387 KUHP. Delik demikian
asas
kepastian
hukum
(rechtszekerheid) dalam melindungi hak
seseorang,
hubungan
kata
“dapat”
dengan
“merugikan
keuangan
negara”
tergambarkan
dalam dua hubungan yang ekstrim: 21
(1) nyata-nyata merugikan negara
perekonomian negara”, kemudian
atau
mengkualifikasikan-nya
sebagai
menimbulkan kerugian. Hal yang
delik
adanya
terakhir ini lebih dekat dengan
kerugian negara atau perekonomian
maksud mengkualifikasikan delik
negara tidak merupakan akibat yang
korupsi menjadi delik formil. Di
harus
antara
tersebut
berpendapat bahwa hal demikian
sebenarnya masih ada hubungan
ditafsirkan bahwa unsur kerugian
yang ”belum nyata terjadi”, tetapi
negara harus dibuktikan dan harus
dengan
dapat dihitung, meskipun sebagai
(2)
kemungkinan
dua
hubungan
dapat
mempertim-bangkan
formil,
sehingga
nyata
terjadi,
keadaan khusus dan kongkret di
perkiraan
sekitar peristiwa yang terjadi, secara
terjadi. Kesimpulan demikian harus
logis dapat disimpulkan bahwa suatu
ditentukan oleh seorang ahli di
akibat yaitu kerugian negara akan
bidangnya. Faktor kerugian, baik
terjadi. Untuk mempertim-bangkan
secara
keadaan khusus dan kongkret sekitar
kemungkinan, dilihat sebagai hal
peristiwa yang terjadi, yang secara
yang
logis dapat disimpulkan kerugian
meringankan
negara terjadi atau tidak terjadi,
pidana,
haruslah dilakukan oleh ahli dalam
dalam Penjelasan Pasal 4, bahwa
keuangan
pengembalian
negara,
perekonomian
atau
Mahkamah
meskipun
nyata
belum
atau
berupa
memberatkan dalam
atau penjatuhan
sebagaimana
diuraikan
kerugian
negara sebagai
negara, serta ahli dalam analisis
hanya
dapat
dipandang
hubungan
faktor
yang
meringankan.
perbuatan
seseorang
dengan kerugian. Menimbang bahwa dengan
Oleh
karenanya persoalan kata ”dapat” dalam Pasal 2 ayat (1) UU PTPK,
adanya penjelasan yang menyatakan
lebih
merupakan
bahwa kata ”dapat” sebelum frasa
pelaksanaan
“merugikan keuangan negara atau
aparat penegak hukum, dan bukan
dalam
persoalan praktik
oleh
22
menyangkut
konstitusi-onalitas
norma;
Dari pertimbangan hukum dalam
putusan
Mahkamah
Konstitusi
tersebut,
demikian Mahkamah berpen-dapat
diketahui
bahwa
bahwa
merugikan
memenuhi unsur “dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian
keuangan negara atau perekonomian
negara”,
negara” tidak perlu benar-benar telah
Menimbang
frasa
dengan
”dapat
tidaklah
bertentangan
dapat untuk
kerugian,
pula dapat
dengan hak atas kepastian hukum
menderita
yang adil sebagaimana dimaksudkan
unsur kerugian negara harus tetap
oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,
dibuktikan
sepanjang ditafsirkan sesuai dengan
meskipun sebagai perkiraan atau
tafsiran Mahkamah di atas (conditio-
meskipun
nally constitutional);
penghitungan
dan
bahwa
oleh
harus
belum
ditentukan Menimbang
akan
tetapi
dihitung,
terjadi
serta
tersebut oleh
harus
seorang
ahli
dibidangnya.
karena kata ”dapat” sebagaimana uraian
pertim-bangan
6. KESIMPULAN
yang
dikemukakan di atas, tidak dianggap
Berdasarkan
uraian-uraian
berten-tangan dengan UUD 1945,
tersebut diatas, maka dapat diambil
dan justru diperlukan dalam rangka
kesimpulan sebagai berikut:
penanggulangan korupsi,
maka
tindak
pidana
permohonan
1.
Unsur
“dapat
keuangan
negara
Pemohon tentang hal itu tidak
perekonomian
beralasan
merupakan
dikabulkan.
dan
tidak
dapat
merugikan atau negara”
potensi
kerugian
12
keuangan
negara
atau
perekonomian negara, bukan saja 12
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006 tanggal 24 Juli 2006, hlm. 70-72
karena
perbuatan
“merugikan
keuangan
tersebut negara
atau perekonomian negara secara 23
nyata”,
akan
tetapi
hanya
diancam dengan hukuman oleh
“dapat” menimbulkan kerugian saja pun sebagai kemungkinan
undang-undang; 2.
Dengan dirumuskannya tindak
atau potential loss. Kata “dapat”
pidana korupsi sebagai delik
sebelum
formil, maka adanya kerugian
frasa
keuangan
“merugikan
negara
atau
keuangan negara atau kerugian
negara”
perekonomian negara tidak harus
tindak
sudah terjadi, karena delik formil
pidana korupsi merupakan delik
merupakan delik yang dianggap
formil
telah
perekonomian menunjukkan
yaitu
bahwa
adanya
tindak
selesai
dengan
pidana korupsi, cukup dengan
dilakukannya
dipenuhinya
unsur-unsur
dilarang dan diancam dengan
dirumuskan,
hukuman oleh undang-undang
perbuatan
yang
tindakan
yang
bukan dengan timbulnya akibat.
serta
Dengan dirumus-kannya tindak
adanya akibat yang ditimbulkan.
pidana
yang
Dari pertimbangan hukum dalam
terdapat dalam Pasal 2 ayat (1)
putusan Mahkamah Kons-titusi
dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun
Nomor
1999
diubah
tanggal 24 Juli 2006, dapat pula
dengan UU Nomor 20 Tahun
diketahui bahwa untuk dapat
2001 sebagai delik formil, maka
memenuhi
adanya kerugian negara atau
merugikan keuangan negara atau
korupsi
seperti
sebagaimana
perekonomian negara tidak harus sudah
terjadi,
karena
yang
tidak
perlu
menunggu
003/PUU-IV/2006
unsur
perekonomian perlu
negara”
benar-benar
“dapat
tidak telah
dimaksud dengan delik formil
menderita kerugian, akan tetapi
adalah delik yang dianggap telah
unsur kerugian negara harus
selesai
tetap
tindakan
dengan yang
dilakukannya dilarang
dan
dibuktikan
dihitung,
dan
meskipun
harus sebagai 24
perkiraan atau meskipun belum
tersebut harus ditentukan oleh
terjadi
seorang
serta
penghitungan
Kitab DAFTAR PUSTAKA Buku Adi,
Koesno, Penanggulangan Tindak pidana Korupsi Dalam Berbagai Perspektif, Setara Press, Malang, 2014.
Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, CV. Sapta Artha Jaya, Jakarta, 1993. Ilyas, Amir, Asas – Asas Hukum Pidana: Memahami Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan, Rangkang Education, Yogyakarta, 2012. Wiyono, R., Pembahasan UndangUndang Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua, Sinar Grafika, 2008.
ahli
dibidangnya.
Undang-Undang Acara Pidana.
Hukum
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Jurnal / Makalah / Hasil Penulisan Indonesia Corruption Watch, Penerapan Unsur Merugikan Keuangan Negara dalam Delik Tindak Pidana Korupsi, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, 2014. Putusan Mahkamah Konstitusi
Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1954. Kitab
Undang-Undang Pidana.
Hukum
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006 tanggal 24 Juli 2006. Situs Web 25
https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi . http://sitimaryamnia.blogspot.co.id/2 012/02/pengertian-tindak-pidanakorupsi.html.
26