HUBUNGAN ANTARA DIMENSI-DIMENSI IKLIM KERJA AKTUAL DENGAN STRES KERJA PADA ANGGOTA UNIT LAKA LANTAS POLRES SUMEDANG JAWA BARAT
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Menempuh Sidang Sarjana
Oleh: Riesma Widiyastuty 10050006103
Dosen Pembimbing: Hj. Dewi Sartika A., Dra., M.Si. Ali Mubarak, M.Psi.
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2011
LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI-DIMENSI IKLIM KERJA DENGAN STRES KERJA PADA ANGGOTA UNIT LAKA LANTAS POLRES SUMEDANG JAWA BARAT
Disusun oleh: Riesma Widiyastuty 10050006103
Bandung, April 2011
Universitas Islam Bandung Fakultas Psikologi
Menyetujui,
Ali Mubarak, M.Psi. Pembimbing II
Hj. Dewi Sartika A., Dra., M.Si. Pembimbing I Mengetahui,
Dr. H. Umar Yusuf, M.Si. Dekan Fakultas Psikologi
MOTTO
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orangorang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.”(QS. Al-Baqarah 2:286)
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS. Ali Imran 3: 139)
“Hai orang-orang yang beriman, Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung”(QS. Ali Imran 3:200)
Kupersembahkan skripsi ini sebagai rasa hormat dan sayang Kepada kedua orang tuaku, Putriku dan Suamiku, Serta Kakak-kakak dan keponakanku, Semoga karya kecil ini dapat menjadi kebahagiaan dan kebanggaan.
ABSTRAK
RIESMA WIDIYASTUTY (10050006103). Hubungan antara Dimensi-Dimensi Iklim Kerja Aktual dengan Stres Kerja pada Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang Jawa Barat. Penelitian ini berdasarkan fenomena yang terjadi di Unit Laka Lantas Polres Sumedang Jawa Barat, yaitu adanya permasalahan yang dirasakan anggota unit tersebut dengan dimensi-dimensi iklim kerja, antara lain terjadinya perubahan pimpinan dan penerapan Program Quick Win yang mengakibatkan perubahan dalam hal diperketatnya peraturan, kebijakan dan prosedur organisasi, semakin tingginya tuntutan dan beban tanggung jawab, semakin tingginya kualitas kerja yang harus dicapai dengan keterbatasan waktu dan tidak ditunjang dengan alat operasional yang ada, rendahnya penghargaan yang diberikan dan mudahnya pimpinan memberikan hukuman kepada anggota, tidak jelasnya garis wewenang dan pemberian tugas, serta adanya persaingan yang tidak sehat antar anggota dan kurangnya suasanan persahabatan di Unit Laka Lantas Polres Sumedang Jawa Barat. Hal ini menyebabkan para anggotanya mengeluhkan sering merasa tegang, tangan berkeringat, sering sakit kepala, mudah sakit, mangkir kerja, gemetar, sulit berkonsentrasi, sulit mengambil keputusan dan lain-lain. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu kejelasan mengenai keeratan hubungan antara dimensi-dimensi Iklim Kerja dengan Stres Kerja pada anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang Jawa Barat. Subjek penelitian ini adalah seluruh anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang yang berjumlah 13 orang. Alat ukur Iklim Kerja yang digunakan adalah alat ukur yang diadaptasi dari Climate Surveys Questionnaire (CSQ) dari George H. Litwin dan Herbert H. Meyer, sedangkan alat ukur Stres Kerja yang digunakan adalah skala Kondisi Pribadi (KP) yang diadaptasi dari skala KP DR. Elmira N. Sumintardja. Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data ordinal. Pengolahan data menggunakan metode statistik Non-Parametik Uji Statistik Koefisien Korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil pengujian statistik, terdapat hubungan negatif antara dimensi-dimensi Iklim Kerja dengan Stres Kerja, yaitu Standard dengan rs= -0,789, Team Spirit dengan rs= -0,711, Conformity dengan rs= -0,705, yang termasuk ke dalam kriteria derjat korelasi tinggi. Pada dimensi Responsibility dengan rs= -0,613, Reward dengan rs = -0,612 dan Clarity dengan rs= -0,450, yang termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dengan demikian dapat diartikan bahwa semakin negatif penghayatan terhadap dimensi Standard, dimensi team spirit, dimensi conformity, dimensi responsibility, dimensi reward, dan dimensi clarity, maka Stres Kerja anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang semakin tinggi.
2KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Pertama-tama penulis ingin mengucapkan Puji dan Syukur ke hadirat Allah Swt, Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang, karena atas berkat rahmat dan ridho-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Dimensi-Dimensi Iklim Kerja dengan Stres Kerja pada Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang Jawa Barat”, yang ditujukan untuk memenuh persyaratan dalam menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung. Penulis sangat menyadari bahwa dengan keterbatasan dan kekurangan pengetahuan penulis, skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Walaupun demikian, dengan bantuan, masukan serta dukungan dari berbagai pihak yang sangat berarti, membuat penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat yang positif baik bagi penulis maupun bagi pihak-pihak lain yang membutuhkannya. Dalam pembuatan hingga penyelesaian skripsi ini penulis memperoleh dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan rasa tulus dan ikhlas penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada; 1.
Kedua Orang Tuaku Tercinta, Mama dan Papap, sumber kehidupan, sumber kasih sayang, teladan serta motivator terbesar dalam kehidupan penulis yang selalu bersabar dan terus mendo’akan keberhasilan penulis. Terima kasih untuk segala dukungan, dorongan dan pengorbanan baik moril maupun materil, serta kasih sayang yang tiada hentinya sehingga memacu semangat penulis dalam meyelesaikan skripsi ini.
2.
Putriku Tersayang, Kamila Bahiira Putri Alrasyid, terima kasih untuk canda tawa yang selau hadir dalam kehidupan penulis, sehingga menjadi obat paling mujarab disaat penulis mengalami kejenuhan maupun stagnansi ketika mengerjakan skripsi ini. I’ll always love U.
3.
Suamiku, Briptu Asep Rasidi, S.H., yang selalu setia mendampingi penulis disaat suka dan duka. Terima kasih karena selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis, serta untuk cinta dan kasih sayang yang dicurahkan kepada penulis, sehingga penulis selalu merasa kuat. U’re my Hero, forever n’ ever.
4.
Kakak-kakakku, Andry Widiyanto, S.E., dan Henny Widiyanthie S.E., atas dukungan dan bantuannya selama ini, juga keponakankeponakanku, Raihan, Akbar, Fakhry dan Azhar, jagoan-jagoan kecil yang selalu menghibur penulis.
5.
Ibu Hj. Dewi Sartika, Dra., M.Si., selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pemikiran dan petunjuk kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir yang dengan sabar dan tidak pernah bosan membimbing penulis. Terima kasih untuk semua yang telah ibu berikan yang tiada ternilai harganya, semoga Allah Swt. memudahkan segala urusan dan membalas kebaikan Ibu.
6.
Bapak Ali Mubarak, M.Psi., selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan koreksi-koreksi penulisan, arahan dan motivasi yang sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7.
Bapak DR. H. Umar Yusuf, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung.
8.
Ibu Hj. Dewi Rosiana, M.Psi., selaku Dosen Wali penulis, yang selalu bersedia memberikan informasi dan arahan kepada penulis.
9.
Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan Fakultas Psikologi Unisba, yang selama ini telah banyak membantu dan meberikan ilmu dan pengetahuan yang sangat berharga kepada penulis.
10.
Bapak Kapolres Sumedang, yang telah memberikan kesepatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
11.
Bapak Kasatlantas Polres Sumedang
12.
Bapak Kanit Laka Lantas Polres Sumedang
13.
Seluruh Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, atas kesediannya memberikan informasi dan bantuan serta menjadi subjek penelitian dalam skripsi ini.
14.
Sahabat-sahabatku, Alfiyanie, Rere, Mba Nunu, Yunda, terima kasih untuk semangat, dukungan dan bantuan yang selalu diberikan kepada penulis.
15.
Uwie, terima kasih untuk atas kesediannya menjadi pembahas dalam forum, juga untuk setiap saran dan support yang diberikan kepada penulis.
16.
A Aul, atas bantuannya dalam pengolahan statistik.
17.
Bapak Oki Mardiawan, M.Psi., terima kasih untuk pinjaman bukubukunya.
18.
Teman-teman seperjuangan, Indari, teh Nurul, teh Neno, terima kasih atas segala masukan yang teman-teman berikan.
19.
Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Akhir kata penulis ingin mengucapkan semoga amal baik, do’a dan
ketulusan yang telah diberikan berbagai pihak kepada penulis, mendapatkan balasan yang berlipat dari Allah Swt. Amin.
Bandung, April 2011
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK KATA PENGANTAR........................................................................................
i
DAFTAR ISI........................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL................................................................................................
vii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................
1
1.2 Identifikasi Masalah.......................................................................
12
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................
17
1.4 Bidang Kajian.................................................................................
17
1.5 Kegunaan Penelitian.......................................................................
17
TINJAUAN TEORITIS 2.1 Iklim Kerja.....................................................................................
18
2.1.1 Pengertian Iklim Kerja........................................................
18
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Iklim Kerja................
20
2.1.3 Dimensi-Dimensi Iklim Kerja............................................
21
2.1.4 Jenis-Jenis Iklim Kerja.......................................................
24
2.1.5 Pengukuran Iklim Kerja......................................................
25
2.2 Stres................................................................................................. 26 2.2.1 Pengertian Stres................................................................... 26 2.2.2 Proses Penilaian Stres.......................................................... 29 2.2.3 Sumber Stres........................................................................ 31 2.2.4 Stres Kerja........................................................................... 35 2.2.4.1 Definisi Stres Kerja............................................... 36 2.2.4.2 Sumber Stres Kerja................................................ 37 2.2.4.3 Reaksi dari Stres Kerja.......................................... 44 2.3 Kerangka Pikir................................................................................. 45 2.4 Hipotesis.......................................................................................... 53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian....................................................................... 54 3.2 Identifikasi Variabel........................................................................ 54 3.3 Operasionalisasi Variabel................................................................ 54 3.3.1 Iklim Kerja...........................................................................
55
3.3.2 Stres Kerja............................................................................ 57 3.4 Subjek Penelitian............................................................................. 58 3.5 Alat Ukur......................................................................................... 58 3.5.1 Alat Ukur Iklim Kerja.......................................................... 58 3.5.2 Alat Ukur Stres Kerja........................................................... 61 3.6 Pengujian Alat Ukur........................................................................ 62 3.6.1 Uji Validitas......................................................................... 62 3.6.2 Uji Reliabilitas...................................................................... 65 3.7 Teknik Analisis Data....................................................................... 68 3.7.1
Korelasi Rank Spearman..................................................... 68
3.7.2
Perhitungan Median............................................................. 70
3.8 Prosedur Pelaksanaan Penelitian...................................................... 71 3.8.1 Tahap Persiapan................................................................... 71 3.8.2 Tahap Pelaksanaan (Pengumpulan Data)............................ 72 3.8.3 Tahap Pengolahan Data......................................................
73
3.8.4 Tahap Pembahasan............................................................... 73 3.8.5 Tahap Penulisan................................................................... 74 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Frekuensi dan Persentase Dimensi-Dimensi Iklim Kerja................ 76 4.2 Frekuensi dan Persentase Stres Kerja.............................................. 78 4.3 Korelasi Rank Spearman antara Dimensi-Dimensi Iklim Kerja (X1X6) dengan Stres Kerja (Y).............................................................. 79 4.3.1
Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Conformity (X1) dengan Stres Kerja (Y)......................................................... 80
4.3.2
Korelasi Rank Spearman antara Dimensi responsibility (X2) dengan Stres Kerja (Y)......................................................... 80
4.3.3
Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Standard (X3) dengan Stres Kerja (Y)......................................................... 81
4.3.4
Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Reward (X4) dengan Stres Kerja (Y)......................................................... 82
4.3.5
Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Clarity (X5) dengan Stres Kerja (Y)......................................................... 82
4.3.6
Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Team Spirit (X6) dengan Stres Kerja (Y)......................................................... 83
4.4 Frekuensi dan Persentase Tabulasi Silang antara Dimensi-dimensi Iklim Kerja dengan Stres Kerja......................................................... 84 4.5 Rekap Data....................................................................................... 88 4.6 Pembahasan...................................................................................... 88 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...................................................................................... 108 5.2 Saran................................................................................................ 109
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Penghayatan Iklim Kerja Dimensi Conformity.............................................................................. 76 Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Penghayatan Iklim Kerja Dimensi Responsibility.......................................................................... 76 Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Penghayatan Iklim Kerja Dimensi Standard................................................................................. 77 Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Penghayatan Iklim Kerja Dimensi Reward................................................................................... 77 Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Penghayatan Iklim Kerja Dimensi Clarity..................................................................................... 78 Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Penghayatan Iklim Kerja Dimensi Team Spirit.............................................................................. 78 Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Tinggi Rendahnya Stres Kerja Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang............................. 79 Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Conformity (X1) dengan Stres Kerja (Y)............................................. 80 Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Responsibility (X2) dengan Stres Kerja (Y)........................................
80
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Standard (X3) dengan Stres Kerja (Y)................................................................ 81 Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Reward (X4) dengan Stres Kerja (Y)................................................................ 82 Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Clarity (X5) dengan Stres Kerja (Y)................................................................ 82 Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Team Spirit (X6) dengan Stres Kerja (Y)..................................................... 83 Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Tabulasi Silang antara Iklim Kerja Dimensi Conformity dan Stres Kerja...............................
84
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Tabulasi Silang antara Iklim Kerja Dimensi Responsibility dan Stres Kerja..........................
85
Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Tabulasi Silang antara Iklim Kerja Dimensi Standard dan Stres Kerja..................................
85
Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Tabulasi Silang antara Iklim Kerja Dimensi Reward dan Stres Kerja.....................................
86
Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Tabulasi Silang antara Iklim Kerja Dimensi Clarity dan Stres Kerja.....................................
86
Tabel 4.19 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Tabulasi Silang antara Iklim Kerja Dimensi Team Spirit dan Stres Kerja............................... 87 Tabel 4.20 Rekapitulasi Korelasi antara Dimensi-Dimensi Iklim Kerja dan Stres Kerja....................................................................................................
88
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Lahir, tumbuh dan berkembangnya Polri tidak lepas dari sejarah
perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Polri telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain menata keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, Polri juga terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai operasi militer bersama-sama satuan angkatan bersenjata yang lain. Kondisi seperti ini dilakukan oleh Polri karena Polri lahir sebagai satu-satunya satuan bersenjata yang relatif lebih lengkap. Hanya empat hari setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 21 Agustus 1945, secara tegas pasukan Polisi segara memproklamasikan diri sebagai Pasukan Polisi Republik Indonesia dipimpin oleh inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin di Surabaya, langkah awal yang dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan bersenjata yang sedang dilanda depresi dan kekalahan perang yang panjang. Kemandirian Polri diawali sejak terpisah dari ABRI tanggal 1 April 1999 sebagai bagian dari proses reformasi haruslah dipandang dan disikapi secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai abdi negara yang profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan nasional ke arah
masyarakat yang demokratis, aman, tertib, adil dan sejahtera. Kemandirian Polri dimaksudkan bukan untuk menjadi institusi yang tertutup dan berjalan serta bekerja sendiri, namun tetap dalam kerangka ketatanegaraan dan pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia yang utuh. Pengembangan kemampuan dan kekuatan serta penggunaan kekuatan Polri dikelola sedemikian rupa agar dapat mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Polri sebagai pengemban fungsi keamanan dalam negeri. Tugas dan tanggung jawab tersebut adalah memberikan rasa aman kepada negara, masyarakat, harta benda dari tindakan kriminalitas dan bencana alam. Upaya melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan perubahan-perubahan melalui tiga aspek yaitu: -
Aspek Struktural: Mencakup perubahan kelembagaan Kepolisian dalam Ketatanegaraan, organisasi, susunan dan kedudukan.
-
Aspek Instrumental: Mencakup filosofi (Visi, Misi dan tujuan), doktrin, kewenangan, kompetensi, kemampuan fungsi dan Iptek.
-
Aspek Kultural: Adalah muara dari perubahan aspek struktural dan instrumental, karena semua harus terwujud dalam bentuk kualitas pelayanan Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan manajerial, sistem rekruitmen, sistem pendidikan, sistem material fasilitas dan jasa, sistem anggaran, sistem operasional. Berkenaan dengan uraian tugas tersebut, maka Polri akan terus melakukan
perubahan dan penataan baik di bidang pembinaan maupun operasional serta pembangunan kekuatan sejalan dengan upaya Reformasi.
Polri memiliki markas besar (Mabes) yang berpusat di Jakarta dan dipimpin oleh seorang Kapolri. Untuk memantau ketertiban dan keamanan di wilayah provinsi dibentuklah Polda yang berada langsung di bawah Polri. Polda ini membawahi Polres. Polres bertugas memelihara keamanan dan ketertiban di wilayah Kabupaten. Dalam pelaksanaannya Polres ini dibantu oleh Polsek yang berada di tiap-tiap kecamatan. Polres Sumedang yang dibentuk pada bulan April 1942 ini membawahi Polsek-Polsek yang tersebar di kabupaten Sumedang, mulai dari Polsek Jatinangor sampai dengan Polsek persiapan Cisarua yang keseluruhannya berjumlah 26 Polsek. Kemudian Polres Sumedang ini dibagi ke dalam berbagai satuan, yaitu Satuan Intelkam, Satuan Lalu Lintas, Satuan Reskrim, Satuan Samapta, Telematika, Bagian Administrasi, Bagian Bina Mitra dan Bagian Operasional. Satuan Lalu Lintas terbagi menjadi beberapa unit yaitu Unit laka Lantas, Unit Gatur, Unit Patwal, dan Unit SSB (SIM dan Samsat). Kota Sumedang merupakan jalan alternatif yang digunakan untuk menjangkau berbagai macam daerah seperti daerah Jabodetabek, Bandung, Cirebon, Indramayu, Kuningan, Tegal, Semarang dan daerah Jawa lainnya. Sebenarnya jalan alternatif ini diperuntukkan bagi kendaraan pribadi, bis dan truk dengan daya angkut di bawah 8 Ton. Namun, beberapa tahun terakhir ini banyak truk dengan daya angkut ≥ 8 Ton yang melintasi kota Sumedang. Hal ini berawal dari terjadinya kerusakan di jalan Pantura, sehingga arus kendaraan dialihkan melewati kota Sumedang. Namun pada akhirnya walaupun jalan Pantura telah diperbaiki, truk-truk besar masih melewati kota Sumedang dengan alasan jarak
yang lebih dekat. Hal ini tentunya tidak sebanding dengan luas dan kekuatan jalan di kota Sumedang, sehingga mengakibatkan jalan menjadi rusak dan bergelombang. Polres Sumedang mencatat bahwa angka kecelakaan di kota Sumedang akhir-akhir ini semakin meningkat dikarenakan hal tersebut. Untuk menangani setiap kecelakaan lalu lintas yang terjadi di kota Sumedang, Polres Sumedang memiliki Unit Laka Lantas. Unit Laka Lantas Polres Sumedang terdiri dari 13 orang yang dibagi ke dalam tiga regu. Setiap regu dipimpin oleh satu komandan regu (Danru) dan seluruh regu dibawahi oleh satu Kepala Unit (Kanit Laka Lantas) yang bertanggung jawab langsung kepada Kasatlantas. Tiap regu bekerja bergantian setiap harinya, sistem kerjanya adalah sebagai berikut: a.
Satu hari piket 24 jam, yang dimulai pukul 06.00-08.00 pada hari berikutnya,
b.
Satu hari lepas, yaitu libur setelah piket, dan
c.
Satu hari cadangan mulai jam 06.00-15.00 atau bahkan bisa melebihi waktu yang ada jika terdapat pekerjaan atau tugas lain yang harus diselesaikan. Apabila terjadi suatu kecelakaan biasanya polisi unit laka lantas menerima
laporan dari masyarakat tentang terjadinya kecelakaan tersebut, lalu unit laka lantas mendatangi TKP. Kemudian tugasnya adalah sebagai berikut: 1.
Melakukan TPTKP: melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara, yaitu mengamankan barang bukti, menolong korban, memberikan tanda pada letak titik tabrak.
2.
Olah TKP: membuat sketsa gambar mengenai kecelakaan tersebut, melakukan pengukuran terhadap letak titik tabrak, tergeletaknya korban, dan posisi akhir kendaraan yang terlibat kecelakaan, mengumpulkan keterangan dari saksi.
3.
Penyidikan dan Penyelidikan: melakukan pemeriksaan terhadap saksi, saksi korban dan tersangka. Apabila ditemukan bukti baru, maka dilakukan penyelidikan untuk menemukan tersangka baru.
4.
Pemberkasan: setelah semua laporan terkumpul, maka dilakukan pemberkasan yang nantinya akan dikirim ke kejaksaan untuk dilakukan penelitian oleh pihak kejaksaan. Apabila pemberkasan tersebut sudah dinyatakan lengkap dan tidak ada kekurangan, maka dilakukan pengiriman tersangka dan barang bukti kepada pihak kejaksaan. Untuk dapat menjalankan tugas-tugas tersebut setiap anggota Unit Laka
Lantas harus memiliki kemampuan untuk penyelidikan, memahami UndangUndang mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu UU No. 29 tahun 2009 daya tahan yang tinggi baik fisik maupun psikis, dapat melakukan team work, teliti dan cepat dalam bekerja, bersedia diberikan tanggung jawab yang berat, dan mampu melakukan pengambilan keputusan yang tepat. Mereka juga harus selalu selalu melaksanakan misi Polri, yaitu: -
Memberikan
perlindungan,
pengayoman
dan
pelayanan
kepada
masyarakat (meliputi aspek security, surety, safety dan peace), sehingga masyarakat bebas dari gangguan fisik maupun psikis.
-
Memberikan bimbingan kepada masyarakat melalui upaya preemtif dan preventif yang dapat meningkatkan kesadaran dan kekuatan serta kepatuhan hukum masyarakat (Law abiding Citizenship).
-
Menegakkan hukum secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azasi manusia menuju kepada adanya kepastian hukum dan rasa keadilan.
-
Memelihara
keamanan
dan
ketertiban
masyarakat
dengan
tetap
memperhatikan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam bingkai integritas wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. -
Mengelola sumber daya manusia Polri secara profesional dalam mencapai tujuan Polri yaitu terwujudnya keamanan dalam negeri sehingga dapat mendorong meningkatnya gairah kerja guna mencapai kesejahteraan masyarakat
-
Meningkatkan upaya konsolidasi ke dalam (internal Polri) sebagai upaya menyamakan Visi dan Misi Polri kedepan.
-
Memelihara soliditas institusi Polri dari berbagai pengaruh eksternal yang sangat merugikan organisasi.
-
Melanjutkan operasi pemulihan keamanan di beberapa wilayah konflik guna menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
-
Meningkatkan kesadaran hukum dan kesadaran berbangsa dari masyarakat yang berbhineka tunggal ika. Sejak mulai dibentuknya, Polres Sumedang ini tidak terlalu ketat dalam
menjalankan peraturan. Walaupun terus terjadi pergantian Kepala Polres namun
tidak ada perubahan yang signifikan. Namun pada 19 Desember 2008 terjadi pergantian Kapolres yang mengakibatkan perubahan dalam penetapan aturan. Hal ini juga berdampak terhadap kinerja Unit Laka Lantas, di mana mereka harus bekerja lebih giat lagi, terutama untuk mendukung suksesnya program Quick Win dari Polri yang mengharuskan setiap anggotanya untuk melakukan quick response dalam bertugas. Kemudian kasus yang terjadi antara KPK dan Polri baru-baru ini juga mempengaruhi kinerja para anggota karena mereka semakin disoroti oleh berbagai kalangan masyarakat dan peraturan semakin diperketat, sehingga mereka harus mengubah kebiasaan bekerja yang pada awalnya sedikit “longgar” menjadi yang sangat ketat aturan, di mana setiap kejadian kecelakaan harus segera dilaporkan baik secara manual maupun online. Selain itu Polda mengirimkan satu orang pengawas yang menyamar untuk mengawasi kinerja mereka di lapangan agar dalam mengatasi kejadian tidak melakukan tindakan penyelesaian yang menyimpang, seperti pungutan liar, atau penyelesaian kasus di tempat dengan jalan pintas. Hal ini mengakibatkan para anggota merasa dicurigai dan takut dalam mengambil keputusan saat bekerja. Selain itu, Polres Sumedang sendiri memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan pengaduan secara online (melalui e-mail dan sms) langsung kepada Kapolres. Untuk pengaduan melalui sms, dikirimkan langsung ke nomor ponsel Kapolres sendiri, sedangkan untuk e-mail dikelola oleh bagian IT, sehingga masyarakat dengan mudah dapat melaporkan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polres Sumedang. Dampak dari kebijakan baru tersebut sangat dirasakan oleh para anggota Unit Laka Lantas dikarenakan mereka bekerja langsung berhadapan dengan masyarakat, berbeda
dengan bagian lainnya seperti Satuan Intelkam dan Satuan Reskrim, walaupun kinerja mereka langsung terjun ke dalam masyarakat, namun mereka bekerja secara undercover, sehingga kebijakan ini tidak memberatkan mereka. Tidak hanya pelanggaran yang dilaporkan oleh masyarakat, namun ada hal-hal yang tidak dimengerti masyarakat mengenai prosedur penanganan kecelakaaan, sehingga mereka merasa dirugikan oleh anggota Unit Laka Lantas, dan anggota yang bersangkutan langsung diadukan ke Kapolres dan langsung mendapat teguran, bahkan jika hal yang diadukan cukup serius, maka terdapat kemungkinan anggota
akan
diberi
punishment
seperti
ancaman
pra
peradilan
atau
dipindahtugaskan (mutasi) ke daerah terpencil dalam wilayah dinas Polres Sumedang. Kapolres yang ada saat ini sangat mendengarkan aspirasi masyarakat setempat, sehingga langsung mengambil tindakan jika ada pengaduan. Seperti halnya pada saat diadakannya seminar di salah satu Universitas Negeri di Sumedang, ada seorang mahasiswa yang menyatakan bahwa atribut yang dipakai oleh anggota terlalu banyak, sehingga menimbulkan kesan “seram”, dan mengusulkan untuk melepaskan salah satu atribut pelengkap. Pada saat itu juga Kapolres memerintahkan anggotanya untuk melepas atribut yang dimaksud, bahkan beliau juga melakukan hal tersebut saat itu. Hal ini mengakibatkan para anggota Laka Lantas tidak hanya mendapat tekanan dari atasan dan pekerjaannya tetapi juga dari masyarakat. Setiap harinya selalu terjadi kecelakaan di kota Sumedang, dalam satu hari terjadi minimal tiga kali kejadian. Dengan anggota tiap regu yang hanya empat (4) orang, tidak sebanding untuk menangani kejadian yang ada, sehingga terkadang
ketika satu kejadian belum selesai dikerjakan ada kejadian lain yang harus segera ditangani, sedangkan area wilayah kerja mereka yang membawahi 26 Polsek tersebut memiliki jarak tempuh yang jauh. Ketika piket, anggota unit laka lantas ini sangat kurang beristirahat karena banyaknya kejadian, selain mereka harus menangani kejadian di lapangan, mereka juga harus melakukan operasi pekat pada pukul 03.00. Kemudian mereka harus mengerjakan laporan yang akan diserahkan kepada kapolres pada jam 05.00 pagi hari berikutnya, dan menginput laporan secara online ke Polda Jabar. Selain itu, terdapat kendala yang dihadapi dalam hal operasional, misalnya kendaraan operasional yang tidak layak guna karena usia kendaraan yang tua dan terdapat banyak kerusakan. Jumlahnya juga hanya sedikit, yaitu 2 unit. Ketika banyak kejadian kecelakaan dan kendaraan sedang digunakan, sedangkan kejadian harus segera diselesaikan, mereka berusaha untuk meminjam ke regu yang lain, namun mereka mengalami kesulitan karena kurangnya koordinasi antar regu. Selain itu masalah komputer, ketika komputer satu regu rusak, maka sangat sulit untuk meminjam kepada regu lain dengan alasan takut komputer regunya juga rusak karena tiap regu hanya diberi satu unit komputer. Bahkan tiap regu menyembunyikan perangkat komputernya agar tidak bisa digunakan regu lain, seperti kabel atau catridge tinta. Kemudian biaya operasional yang diberikan oleh organisasi dirasakan oleh anggota masih kurang, yaitu Rp. 250.000,- untuk setiap kejadian, sedangkan biaya yang dikeluarkan lebih dari itu. Biaya operasional ini baru ada jika laporan sudah selesai dikerjakan, dengan kata lain anggota harus menggunakan uang mereka terlebih dahulu ketika menangani suatu kecelakaan.
Oleh karena beban pekerjaan yang dirasakan terlalu banyak dan minimnya waktu istirahat, sehingga ada anggota yang mencuri-curi waktu untuk beristirahat ke suatu tempat, misalnya masjid, asrama polisi terdekat, bahkan rumah. Walaupun ini hanya dilakukan sesaat, tetapi hal tersebut menyebabkan mereka tidak ada di tempat saat diperlukan. Selain itu, jika terlalu lelah mereka mengandalkan anggota lain untuk membuat laporan kejadian. Berbagai keluhan telah disampaikan para anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang kepada Kanit Laka Lantas, yang kemudian diteruskan ke Kasatlantas dan akan dilaporkan ke Kapolres. Para anggota mengeluhkan mengenai kurangnya anggota, alat-alat dan biaya operasional, walaupun pimpinan tampak mendengarkan dan memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi, namun tidak disertai dengan tindakan, sehingga solusi yang diberikan tetap tidak menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi para anggota Unit Laka Lantas ini. Pada keadaan seperti ini para anggota mengatakan bahwa mereka bekerja di bawah tekanan dan beban kerja mereka yang terlalu banyak, sangat menyita waktu istirahat mereka. Selain itu, mereka dibebani tugas di luar pekerjaan mereka dan hal ini terjadi pada waktu piket. Hal ini lebih bersifat kepentingan kedinasan dan pribadi atasan atau anggota keluarga atasan, sehingga terkadang anggota mengalami dilema karena dihadapkan dengan banyaknya tugas yang harus diselesaikan, namun tidak dapat menolak perintah atasan, dan hal ini terjadi mendadak, sehingga jumlah anggota yang bertugas semakin sedikit dan menimbulkan banyaknya pekerjaan yang belum diselesaikan, sehingga waktu istirahat semakin terbatas. Polres juga tidak memberikan hadiah ataupun rewards
kepada anggotanya, sehingga setiap anggota diperlakukan sama. Ketika pemerintah memberikan isu akan menaikkan gaji Polri 100% jika terpilih kembali, para anggota menjadi bersemangat bekerja, namun hingga saat ini hal tersebut belum direalisasikan, sehingga semangat para anggota menjadi turun dan hal ini berpengaruh pada kinerja mereka. Pada saat lepas, jika anggota lepas atau cadangan di hari Sabtu atau Minggu, mereka diharuskan untuk melakukan gatur (pengaturan di jalan raya) di pos-pos polisi yang telah ditentukan pihak Polres Sumedang. Kegiatan ini dapat berlangsung sehari penuh. Hal-hal tersebut di atas mengakibatkan para anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, sering terlambat, melakukan kemangkiran saat tugas, mudah marah, pengabaian tugas, gampang lelah, mudah cemas, gelisah, dan mengalami kejenuhan yang pada akhirnya mengajukan permohonan untuk dipindahkan ke unit yang lainnya. Secara fisik nampak gejala-gejala yang hampir sama dialami oleh para anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang seperti sering berkeringat, mudah sakit, dan memiliki masa penyembuhan yang lama setelah sakit. Banyaknya angka kecelakaan yang terjadi dalam satu hari, namun minimnya anggota, kurangnya waktu istirahat, tingginya tuntutan dan banyaknya kendala yang dihadapi membuat para anggotanya mengeluhkan pekerjaannya. Tuntutan kerja dan kondisi di tempat kerja pada anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang berpotensi untuk memunculkan stres kerja.
Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap, “Hubungan antara Dimensi-Dimensi Iklim Kerja dengan Stres Kerja pada Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang”.
1.2
Identifikasi Masalah Dalam melakukan kegiatan kerja anggota Unit Laka Lantas Polres
Sumedang berinteraksi dengan berbagai faktor yang ada di lingkungan kerjanya, baik yang bersifat fisik maupun psikologis. Kondisi lingkungan fisik maupun psikis secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi tingkah laku orang-orang yang berada dalam organisasi. Lingkungan dalam suatu organisasi, akan membentuk suatu iklim organisasi yang khas, dan iklim tersebut akan mempengaruhi orang-orang yang bekerja dalam suatu organisasi. Iklim kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang terdapat di lingkungan kerja, yang dimaknakan secara langsung maupun tidak langsung oleh orang-orang yang berada di lingkungan tersebut (Litwin & Stringer, dalam Steers and Potter, 1979: 348). Menurut Litwin & Meyer, iklim kerja terbentuk dalam enam dimensi, yaitu: a)
Conformity Menunjukkan derajat penghayatan karyawan terhadap peraturan dan
prosedur dalam perusahaan yang harus mereka taati. Peraturan yang berlaku saat ini dirasakan anggota Unit Laka Lantas sangat ketat. Mereka melaksanakannya agar terhindar dari teguran dan hukuman dari atasan.
b)
Responsibility Menunjukkan derajat penghayatan karyawan pada pengambilan keputusan,
pemecahan masalah sendiri. Tanggung jawab yang dibebankan kepada anggota Unit Laka Lantas dirasakan berat, selain itu ditambah dengan pengawasan yang ketat mengakibatkan mereka ketakutan untuk memutuskan suatu masalah dalam penanganan kecelakaan. Mereka juga sering dibebani dengan tugas di luar pekerjaan pada saat sibuk. c)
Standards Menunjukkan
derajat
penghayatan
karyawan
bahwa
perusahaan
menetapkan suatu target tertentu yang memiliki risiko dan tantangan. Program Polri yang mengharuskan tiap anggotanya untuk mensukseskan Quick Win yaitu melakukan quick response dalam menangani suatu kejadian dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat tidak ditunjang dengan alat dan biaya operasional yang memadai, jumlah anggota yang tidak mencukupi dan area wilayah dinas yang luas. d)
Rewards Menunjukkan derajat penghayatan karyawan bahwa mereka memperoleh
imbalan dan penghargaan untuk pekerjaan yang dilakukan dengan baik. Polres Sumedang tidak memberikan hadiah atau reward kepada anggotanya yang berprestasi atau dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Para anggota yang bekerja giat ataupun tidak diperlakukan sama saja.
e)
Clarity Menunjukkan derajat penghayatan karyawan bahwa segala sesuatu yang
ada di dalam perusahaan tersebut diorganisir dengan baik dan tujuannya atau pekerjaannya dirumuskan dengan jelas. Hal yang paling penting dalam dimensi ini adalah menanamkan dan membuat setiap anggota paham mengenai tujuan dan misi organisasi, sehingga pada akhirnya ada keterikatan yang kuat dan loyalitas yang tinggi terhadap organisasi. Selain itu, perlu juga adanya kejelasan mengenai prosedur kerja dalam organisasi serta pembagian wewenang dan tanggung jawab kepada para anggota organisasi sehingga dengan begitu mereka dapat melakukan pekerjaan dengan lebih terarah sesuai dengan tujuan organisasi. Dalam Unit Laka Lantas terjadi pembagian tugas yang tidak jelas, sehingga sering terjadi penumpukkan tugas pada satu anggota saja. Selain itu sering terjadi pergantian anggota dalam Unit Laka Lantas tersebut. f)
Team spirit Menunjukkan derajat penghayatan karyawan bahwa di dalam perusahaan
terdapat keadaan saling mempercayai, tolong menolong, bersahabat dan hubungan baik antar anggota. Pada Unit Laka Lantas Polres Sumedang, terjadi koordonasi yang kurang baik antar regu, persaingan tidak sehat antar anggota regu, dan pembebanan tugas pada anggota lain dalam penyelesaian tugas. Para anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang merasakan perubahan pimpinan, adanya program Quick Win dan adanya kasus yang melibatkan Polri, mengakibatkan perubahan dalam pelaksanaan peraturan yang menjadi diperketat. Hal ini mengakibatkan harus berubahnya pola kerja yang menyebabkan berbagai
macam kesulitan bagi para anggota Unit Laka Lantas. perubahan yang tiba-tiba ini mengakibatkan kurangnya kesiapan para anggota baik dari segi psikis maupun fisik, sehingga terjadi kondisi yang tidak seimbang di dalam tubuh yang menimbulkan ketidaknyamanan sebagai hasil interaksi antara stimulus dari lingkungan kerja dan memunculkan respon yang disebut stress kerja. Dengan iklim yang ada saat ini, dipersepsi berbeda oleh para anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang. Ada yang dapat menyesuaikan dengan iklim tersebut namun ada yang merasakan perubahan dengan tuntutan kerja yang semakin tinggi menjadi beban bagi para anggota sehingga timbulah stress. Secara umum orang berpendapat bahwa jika seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka dikatakan bahwa individu itu mengalami stress kerja. Ivancevich & Matteson (1980), mendifinisikan stres kerja sebagai respon adaptif yang dihubungkan dengan perbedaan-perbedaan individual atau proses-proses psikologis yang diakibatkan oleh faktor-faktor eksternal, yang bisa berupa tindakan, situasi ataupun peristiwa, yang mengakibatkan ketegangan fisik dan psikologis pada individu secara berlebihan. Mengacu pada pengertian di atas, maka batasan stres kerja dalam penelitian ini yaitu derajat reaksi dari penghayatan individu terhadap faktor-faktor atau stressor di lingkungan kerja yang menekan dan mengancam individu. Penghayatan individu terhadap stressor menurut Hans Selye (dalam Ivancevich & Matteson (1980: 101-136)) dapat dilihat dari ketegangan (strain) yang terjadi dalam proses bekerja, yaitu ketegangan kerja (psychological job-related strain),
ketegangan fisik (physical strain), ketegangan psikologis (psychological strain), serta ketegangan perilaku (behavioral strain). Saat ini para anggota Unit Laka Lantas mengeluhkan terjadinya perubahan pimpinan dan penerapan Program Quick Win yang mengakibatkan perubahan dalam hal diperketatnya peraturan, kebijakan dan prosedur organisasi, semakin tingginya tuntutan dan beban tanggung jawab, semakin tingginya kualitas kerja yang harus dicapai dengan keterbatasan waktu dan tidak ditunjang dengan alat operasional yang ada, rendahnya penghargaan yang diberikan dan mudahnya pimpinan memberikan hukuman kepada anggota, tidak jelasnya garis wewenang dan pemberian tugas, serta adanya persaingan yang tidak sehat antar anggota dan kurangnya suasanan persahabatan di Unit Laka Lantas Polres Sumedang Jawa Barat, mengakibatkan kurangnya waktu istirahat dan menimbulkan berbagai gangguan dalam diri, seperti mudah lelah, sering berkeringat, mudah sakit, mudah marah, gelisah, mudah cemas, kejenuhan, dan memiliki masa penyembuhan yang cukup lama setelah sakit. Selain itu para komandan regu mengeluhkan anggotanya yang sering melakukan pengabaian tugas, sering datang terlambat, dan sering mangkir. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengetahui lebih lanjut, “Seberapa Erat Hubungan Dimensi-Dimensi Iklim Kerja Aktual dengan Stres Kerja pada Anggota unit Laka Lantas Polres Sumedang?”.
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran dan
kejelasan berdasarkan data empirik mengenai derajat keeratan hubungan dimensidimensi iklim kerja dengan stres kerja pada Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang.
1.4
Bidang Kajian Bidang kajian dalam penelitian ini adalah Psikologi Industri dan
Organisasi karena dilakukan penelitian tentang bagaimana hubungan tingkah laku manusia dalam situasi kerja dan masalah-masalah manusia yang melibatkan aspek psikologis dalam konteks industri.
1.5
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi organisasi
mengenai dimensi-dimensi iklim kerja dengan stres kerja pada anggota Unit Laka Lantas, sehingga organisasi akan lebih mengetahui dan memahami permasalahan yang tengah dihadapi oleh para anggotanya dan yang dapat menghambat kinerja anggota, sehingga organisasi dapat menghasilkan solusi terbaik untuk menghadapi permasalahan tersebut.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1
Iklim Kerja Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, karyawan berinteraksi
dengan berbagai faktor yang ada dalam lingkungan kerjanya, baik yang bersifat fisik maupun psikologis. Iklim kerja merupakan salah satu faktor lingkungan kerja yang memiliki kaitan dalam mempertahankan hubungan interaksi antar karyawan dan organisasi. 2.1.1 Pengertian Iklim Kerja Iklim kerja suatu organisasi adalah segala sesuatu yang ada dalam lingkungan kerja, yang dirasakan secara langsung maupun tidak langsung oleh orang-orang yang ada dalam lingkungan tersebut. Beberapa definisi iklim kerja adalah sebagai berikut: 1.
Steers and Porter (1979 : 364) Iklim kerja merupakan karakteristik yang dimiliki oleh suatu lingkungan
kerja, yang dirasakan oleh para anggotanya yang sebagian besar merupakan hasil dari tindakan-tindakan yang dilakukan secara sadar maupun tidak oleh suatu organisasi dan berpengaruh pada tingkah laku berikutnya. 2.
Milton (1981 : 458) Iklim kerja didefinisikan:
a)
Suatu kualitas lingkungan internal organisasi yang berlangsung relatif lama
b)
Dihayati oleh para anggotanya
c)
Mempengaruhi tingkah laku anggota
d)
Dapat digambarkan dalam seperangkat atribut atau karakteristik
e)
Membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya.
3.
Litwin and Stringer (dalam Steers and Porter, 1979 : 348) The percieved, subjective effects of the formal systems, the information
style of management and other important environment factors are the attitudes, beliefs, values and the motivator of people who works in a particular organizations. iklim kerja merupakan sesuatu yang dipersepsi, efek subjektif dari sistem formal, gaya manajemen dan faktor-faktor lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap sikap, keyakinan, nilai dan motivasi orang yang bekerja di dalam organisasi. 4.
Litwin and Meyer Iklim organisasi merupakan penghayatan karyawan terhadap enam
dimensi iklim kerja yaitu conformity, standard, reward, responsibility, clarity, dan team spirit. Dari beberapa pendapat di atas diperoleh gambaran bahwa iklim kerja mengandung pengertian: 1.
Iklim kerja berhubungan dengan persepsi, sehingga bersifat objektif.
2.
Iklim juga berhubungan dengan afeksi, sehingga bersifat subjektif.
3.
Ada hubungan antara tiga hal, yaitu karakteristik, tindakan organisasi, iklim yang dihasilkannya. Karakteristik-karakteristik yang bersifat khas
dalam suatu organisasi, bersama-sama dalam tindakan dan perilaku manajemen, akan membentuk iklim kerja dalam suatu organisasi. 4.
Merupakan keadaan yang berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu yang mampu mempengaruhi tingkah laku anggotanya.
5.
Iklim kerja membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya.
6.
Iklim kerja terbentuk dari interaksi internal dari suatu organisasi yang dipersepsi dan dimaknakan oleh para anggotanya, serta mempengaruhi tingkah laku anggotanya yang merupakan karakteristik tertentu yang membedakan dengan organisasi lainnya.
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Iklim Kerja Menurut Steers & Porter (1979: 369), terdapat empat faktor yang mempengaruhi iklim kerja, yaitu: 1.
Struktur Organisasi Organisasi yang lebih terstruktur dimana semakin tinggi derajat
sentralisasi, formalisasi, orientasi terhadap peraturan, maka lingkungan kerja dirasakan akan lebih kaku, tertutup dan mengancam 2.
Teknologi Teknologi dan suasana kerja yang bersifat rutin akan menciptakan iklim
kerja yang kaku dan berorientasi pada peraturan sehingga kepercayaan dan kreativitas menjadi rendah. 3.
Lingkungan Eksternal Kejadian atau faktor di luar lingkungan organisasi yang memiliki
hubungan tertentu dengan karyawan dapat mempengaruhi iklim kerja
4.
Kebijaksanaan dan tindakan-tindakan manajemen Manajemen yang menekankan pada prosedur yang sudah baku, peraturan-
peraturan, spesifikasi jabatan, menhasilkan iklim yang tidak mengarah pada penerimaan tanggung jawab, kreatifitas atau perasaan mampu. 2.1.3 Dimensi-Dimensi Iklim Kerja Dalam membahas iklim kerja, maka yang pertama kali dilakukan adalah menelaah dimensi-dimensi dari iklim kerja itu sendiri karena merupakan bagian yang penting. Berikut adalah dimensi-dimensi iklim organisasi yang dikemukakan oleh George H. Litwin dan Herbert H. Meyer (dalam Steers dan Porter, 1979): 1.
Conformity Conformity artinya, persesuaian, kecocokan, persesuaian dengan peraturan
yang berlaku dalam lingkungan pekerjaannya. Conformity menunjukkan derajat penghayatan karyawan terhadap peraturan yang berlaku di lingkungan kerjanya, misalnya terhadap peraturan, prosedur dan kebijaksanaan organisasi yang harus mereka taati. 2.
Responsibility Responsibility menggambarkan rasa tanggung jawab yang tumbuh dalam
suatu oganisasi, sehingga setiap anggota benar-benar memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pelaksaan tugas dan hasil serta mutu dari pekerjaan yang dibebankan kepada mereka. Responsibility menunjukkan derajat penghayatan karyawan bahwa mereka mempunyai tanggung jawab pribadi dalam melaksakan
pekerjaannya serta dapat melakukan pengambilan keputusan tanpa harus selalu menanyakan kepada atasan terlebih dahulu. Organisasi yang baik akan memberikan kesempatan atau bahkan mengajak setiap anggotanya untuk bersama-sama memikirkan hal-hal yang menyangkut pekerjaan mereka agar rasa tanggung jawab dapat tumbuh dan berkembang dalam diri setiap anggota organisasi. 3.
Standards Merupakan suatu ketentuan yang ditetapkan organisasi tentang mutu dari
hasil kerja yang dilakukan karyawan. Standard ini menunjukkan derajat penghayatan karyawan bahwa perusahaan menetapkan suatu target tertentu yang memiliki risiko dan atau tantangan dan menyampaikan keterikatan tujuan kepada anggota-anggotanya. 4.
Rewards Dimensi ini menunjukkan bagaimana sistem pemberian imbalan dan
sanksi yang diberlakukan dalam suatu organisasi. Rewards menunjukkan derajat penghayatan karyawan bahwa mereka memperoleh imbalan dan penghargaan untuk pekerjaan yang dilakukan dengan baik. Dimensi ini penekanannya pada reward (imbalan/penghargaan) bukan pada punishment (hukuman). Suatu organisasi harus proporsional dalam memberikan imbalan kepada anggotanya, sehingga anggota organisasi merasa diperlakukan secara adil dan merasa dihargai hasil kerjanya. Ukuran proposional disini disesuaikan dengan mutu kerja anggota, bila berprestasi harus diberi imbalan yang memadai dan bila melakukan kesalahan harus diberi sanksi yang sesuai dengan tingkat kesalahannya.
5.
Clarity Clarity berarti organisasi harus menunjukkan identitas yang jelas dan dapat
dipahami oleh setiap anggotanya, karena dengan inilah anggota organisasi dapat merasa jelas dan berada dalam arah perjalanan aktivitas organisasi. Dimensi ini menunjukkan derajat penghayatan karyawan bahwa pembagian tugas dalam organisasi tersebut diatur dengan baik, dimana tujuan organisasi ataupun pekerjaan yang harus dilakukan oleh anggota dirumuskan dengan jelas. Agar dimensi ini dapat terpenuhi, maka sangatlah penting bagi suatu organisasi untuk menanamkan dan membuat setiap anggotanya memahami tujuan dan misi organisasi sehingga pada akhirnya akan ada rasa keterikatan dan loyalitas yang tinggi terhadap organisasi. Selain itu juga diperlukan kejelasan mengenai prosedur kerja, serta pembagian wewenang dan tanggung jawab kepada para anggota organisasi, sehingga mereka dapat melakukan pekerjaan dengan lebih jelas, terarah dan sesuai dengan tujuan organisasi. 6.
Team spirit Dalam suatu organisasi harus tercipta interaksi yang baik dan harmonis
dari seluruh anggota organisasi. Untuk mewujudkan hal ini setiap anggota organisasi harus dapat menjalin komunikasi yang baik, memberikan dukungan dan bantuan dan menciptakan persahabatan. Sehingga semua anggota organisasi merasa senang dan nyaman dengan iklim organisasi yang diciptakan. Team spirit mengungkapkan bagaimana suasana interaksi antar anggota organisasi. Dimensi ini
menunjukkan
derajat
penghayatan
karyawan
bahwa
di
dalam
organisasi/perusahaan terdapat keadaan saling mempercayai, tolong menolong, bersahabat dan hubungan baik antar anggota dalam lingkungan kerja tersebut. Melalui keenam dimensi iklim kerja ini, Litwin dan Meyer (Steers dan Porter, 1979) mencoba mengukur iklim kerja, pengukuran ini merupakan totalitas terhadap lingkungan psikologis tempat individu bekerja. 2.1.4 Jenis-Jenis Iklim Kerja Litwin dan Meyer (1979) menyimpulkan bahwa iklim kerja dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu: 1.
Achieving Climate (Iklim yang berorientasi pada prestasi) Ciri iklim ini adalah karyawan menentukan tujuannya sendiri, produksi
dihargai, risiko yang sedang tapi cukup menantang, karyawan memikul tanggung jawab pribadi, ada usaha untuk inovatif dan kreatif, umpan balik yang kompetitif, imbalan untuk hasil kerja yang unggul, komunikasi tidak formal dan ada usaha untuk mendorong karyawan mencari bantuan yang berhubungan dengan pekerjaannya. 2.
Affiliate Climate (Iklim yang berorientasi pada persahabatan) Iklim ini memiliki ciri kebebasan, struktur informal, persahabatan,
perilaku kooperatif, loyalitas dan kerjasama kelompok, pengambilan keputusan bersama, menghindarkan hukuman, adanya pertemuan kelompok, memberikan perhatian khusus kepada perkembangan pribadi dan kesejahteraan karyawan. 3.
Power-Related Climate (Iklim yang berorientasi pada kekuatan/kekuasaan) Iklim ini menenkankan kepada perintah, struktur formal, peran yang sudah
ditentukan, ruang lingkup kerja yang telah ditetapkan dengan ketat, tanggung
jawab untuk hasil kerja yang sempurna, mengkritik hasil kerja yang buruk, penggunaan posisi berdasakan kewenangan dan tanggung jawab, komunikasi bersifat formal dan berhubungan dengan tugas, kebijakan yang konservatif, serta kualitas dan konsistensi yang lebih berperan penting dibandingkan pembaharuan produk. 2.1.5 Pengukuran Iklim Kerja Dunnete (1976), mengemukakan dua cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai iklim kerja, yaitu cara pengukuran objektif, dimana anggota organisasi hanya bertindak sebagai pemberi informasi dari alat ukur yang telah ada, seperti catatan prestasi kerja, absensi, perpindahan tenaga kerja dan sebagainya. Kemudian cara pengukuran subjektif, yaitu melalui persepsi atau tanggapan para anggota terhadap organisasinya. Melalui cara ini penilaian terhadap organisasi dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui alat ukur yang mengukur penilaian anggota kelompok yang terdiri dari sejumlah pertanyaan. Anggota organisasi bertindak sebagai responden terhadap alat ukur tersebut. Dalam penelitian ini cara pengukuran yang digunakan adalah cara pengukuran subjektif. Alat ukur yang digunakan berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan enam dimensi iklim kerja yang dikemukakan oleh Litwin dan Meyer. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa iklim kerja merupakan kondisi tertentu yang dihayati dan dimaknakan oleh setiap anggota
organisasi dalam bekerja sehari-harinya. Anggota organisasi akan memberikan penilaian tertentu terhadap kondisi lingkungan pekerjaan yang dihadapinya.
2.2
Stres
2.2.1 Pengertian Stres Stres merupakan persepsi yang dinilai seseorang dari sebuah situasi atau peristiwa. Sebuah situasi yang sama dapat dinilai positif, netral atau negatif oleh orang yang berbeda. Penilaian ini bersifat subjektif pada setiap orang. Oleh karena itu, seseorang dapat merasa lebih stres daripada yang lainnya walaupun mengalami kejadian yang sama. Selain itu, semakin banyak kejadian yang dinilai sebagai stresor oleh seseorang, maka semakin besar kemungkinan seseorang mengalami stres yang lebih berat. Umumnya stres diartikan sebagai segala perasaan yang tidak menyenangkan (unpleasure feelings). Stres juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu karena adanya tekanan. Stres biasanya dikenal dengan istilah tekanan, pressure, demand. Oleh karena itu stres seringkali menjadi sesuatu yang harus dihindari, karena membuat seseorang merasa tidak nyaman. Stres berasal dari kata latin “stingere”, yang berarti keras. Berikut adalah beberapa definisi stres: 1.
Lazarus (1976:42) Stres terjadi dikarenakan adanya tuntutan yang membebani tau melebihi
kemampuan individu untuk mengatasinya.
2.
Franch (1981) Stres adalah reaksi individu terhadap karakteristik lingkungan yang
mengandung ancaman. Stres menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara individu dan lingkungan, baik karena individu mendapat tuntutan yang berlebihan atau karena individu kurang mampu mengatasi situasi yang ada. 3.
Hans Selye (1982) Stres adalah reaksi pertahanan tubuh secara keseluruhan terhadap sumber-
sumber penyebab stres/stressor 4.
Holmes dan Rahe (2004) Mendefnisikan stres sebagai suatu keadaan dimana individu harus berubah
dan menyesuaikan diri terhadap suatu peristiwa yang terjadi. 5.
Papalia (2004) Mendefinisikan stres sebagai respon terhadap tuntutan fisik ataupun
psikologis. Dari definisi mengenai stress yang beraneka ragam, tampak bahwa stres terjadi sebagai respon individu terhadap tuntutan yang dihadapi. Tuntutan yang dihadapi individu dapat digolongkan ke dalam dua bentuk, yaitu: 1.
Tuntutan biologis yang disebut sebagai tuntutan internal
2.
Tuntutan fisik dan sosial yang disebut sebagai tuntutan eksternal Dari dua bentuk tuntutan tersebut, maka jika digabungkan akan
menghasilkan pengertian bahwa stress merupakan sesuatu yang dipicu oeh sesuatu keadaan eksternal, kemudian diolah secara internal oleh orang yang bersangkutan sebagai persepsinya dari keadaan eksternal tersebut, dan proses tersebut
menyebabkan perubahan-perubahan fisiologis orang yang bersangkutan. Hal ini menyebabkan
tergangunya
keseimbangan
tubuh
dan
menimbulkan
ketidaknyamanan terhadap diri individu. Perbedaan individu berperan dalam penghayatan suatu kondisi tertentu yang merupakan sumber potensial bagi munculnya stres. Karena stres melibatkan persepsi, maka Selye membagi stres itu sendiri ke dalam dua jenis, yaitu stres positif (eustress), dan stres negatif (distress). Sesuai dengan asal katanya, stres negatif dapat menimbulkan dampakdampak yang negatif pada seseorang, seperti sakit, daya tahan tubuh menurun, kesulitan konsentrasi, ataupun masalah-masalah lainnya. Stres positif merupakan stress yang tidak berdampak buruk pada orang yang mengalaminya. Eustress dapat mendorong seseorang untuk meningkatkan kemampuan beradaptasinya. Pada saat mengalami eustress, performa seseorang dapat menjadi lebih optimum. (Rice, 1992). Jika stres berkelanjutan, maka eustress ini dapat berubah menjadi distress, yang tentunya merugikan bagi orang yang bersangkutan (Girdano, 2005). Hans Selye (1950) mengembangkan konsep yang dikenal dengan Sindrom Adaptasi Umum (General Adaptation Syndrome) yang menjelaskan bila seseorang pertama kali mengalami kondisi yang mengancamnya, maka mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) pada tubuh diaktifkan. Kelenjarkelenjar tubuh memproduksi sejumlah adrenalin cortisone dan hormon-hormon lainnya serta mengkoordinasikan perubahan-perubahan pada sistem saraf pusat. Jika tuntutan-tuntutan berlangsung terus, mekanisme pertahanan diri berangsurangsur akan melemah, sehingga organ tubuh tidak dapat beroperasi secara adekuat. Jika reaksi-reaksi tubuh kurang dapat berfungsi dengan baik, maka hal
itu merupakan awal munculnya penyakit “gangguan adaptasi”. Penyakit-penyakit tersebut muncul dalam bentuk maag, serangan jantung, tekanan darah tinggi, atau keluhan-keluhan psikosomatik lainnya. Selain kedua jenis stres yang diuraikan diatas, agar lebih memahami stres, maka sebaiknya kita mengenali istilah strain. Strain merupakan perubahan sebagai akibat dari pengaruh pengerahan tenaga individu ketika menghadapi kondisi stres. 2.2.2 Proses Penilaian Stres Menurut Lazarus (1991) dalam melakukan penilaian tersebut ada dua tahap yang harus dilalui, yaitu : 1.
Primary appraisal Primary appraisal merupakan proses penentuan makna dari suatu
peristiwa yang dialami individu. Peristiwa tersebut dapat dipersepsikan positif, netral, atau negatif oleh individu. Peristiwa yang dinilai negatif kemudian dicari kemungkinan adanya harm, threat, atau challenge. Harm adalah penilaian mengenai bahaya yang didapat dari peristiwa yang terjadi. Threat adalah penilaian mengenai kemungkinan buruk atau ancaman yang didapat dari peristiwa yang terjadi. Challenge merupakan tantangan akan kesanggupan untuk mengatasi dan mendapatkan keuntungan dari peristiwa yang terjadi (Lazarus dalam Taylor, 1991). Pentingnya primary appraisal digambarkan dalam suatu studi klasik mengenai stres oleh Speisman, Lazarus, Mordkoff, dan Davidson (dalam Taylor, 1991). Studi ini menunjukkan bahwa stres bergantung pada bagaimana seseorang menilai suatu peristiwa.
Primary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu: a.
Goal relevance; yaitu penilaian yang mengacu pada tujuan yang dimiliki seseorang, yaitu bagaimana hubungan peristiwa yang terjadi dengan tujuan personalnya.
b.
Goal congruence or incongruenc; yaitu penilaian yang mengacu pada apakah hubungan antara peristiwa di lingkungan dan individu tersebut konsisten dengan keinginan individu atau tidak, dan apakah hal tersebut menghalangi atau memfasilitasi tujuan personalnya. Jika hal tersebut menghalanginya, maka disebut sebagai goal incongruence, dan sebaliknya jika hal tersebut memfasilitasinya, maka disebut sebagai goal congruence.
c.
Type of ego involvement; yaitu penilaian yang mengacu pada berbagai macam aspek dari identitas ego atau komitmen seseorang.
2.
Secondary appraisal Secondary appraisal merupakan penilaian mengenai kemampuan individu
melakukan coping, beserta sumber daya yang dimilikinya, dan apakah individu cukup mampu menghadapi harm, threat, dan challenge dalam peristiwa yang terjadi. Secondary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu: a.
Blame and credit: penilaian mengenai siapa yang bertanggung jawab atas situasi menekan yang terjadi atas diri individu.
b.
Coping-potential: penilaian mengenai bagaimana individu dapat mengatasi situasi menekan atau mengaktualisasi komitmen pribadinya.
c.
Future expectancy: penilaian mengenai apakah untuk alasan tertentu individu mungkin berubah secara psikologis untuk menjadi lebih baik atau buruk. Pengalaman subjektif akan stres merupakan keseimbangan antara primary
dan secondary appraisal. Ketika harm dan threat yang ada cukup besar, sedangkan kemampuan untuk melakukan coping tidak memadai, stres yang besar akan dirasakan oleh individu. Sebaliknya, ketika kemampuan coping besar, stres dapat diminimalkan. 2.2.3 Sumber Stres Penyebab stres dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu bioekologis, psikososial, dan kepribadian. 1.
Stressor Bioekologis Stressor bioekologis terdiri dari bioritme, kebiasaan makan dan minum,
obat-obatan, polusi udara, dan perubahan pada cuaca (Girdano, 2005). Bioritme adalah ritme-ritme tubuh manusia. Salah satu ritme tubuh manusia tersebut adalah ritme circadian, yaitu ritme tubuh manusia dimana tekanan darah, temperatur dan beberapa substansi dalam tubuh manusia dapat meningkat dan menurun secara teratur seiring berjalannya waktu (Wortman, 1999). Salah satu contoh ritme ini adalah ketika berpergian ke luar negeri yang melalui zona-zona waktu. Orang yang bersangkutan akan kesulitan dalam menyesuaikan waktu tidurnya. Perubahan pada ritme-ritme biologis manusia tersebut dapat menjadi stressor. Hal ini terbukti pada para pekerja yang yang menjaga shift malam (phase advance), cenderung banyak memberikan keluhan terhadap kesehatan dirinya.
Kebiasaan makan dan minum juga dapat menjadi stressor. Makan makanan yang tidak sehat dapat memicu penyakit dan membuat orang mudah stres. Salah satu substansi yang dapat memicu stres adalah sympathomimetic agents, yaitu substansi yang dapat meniru reaksi saraf simpatetis (saraf yang bekerja jika terjadi stres). Contoh dari substansi ini adalah kafein yang sering kali kita temukan dalam kopi, teh, maupun coklat. Dalam keadaan stress, tubuh mengkonsumsi vitamin B-kompleks dan vitamin C lebih banyak. Karena itu, salah satu substansi yang dibutuhkan adalah vitamin B-kompleks dan vitamin C. Gula juga menjadi sebuah substansi yang perlu diwaspadai. Kekurangan gula maupun kelebihan gula dapat mengakibatkan dampak yang negatif pada tubuh. Terakhir, garam juga bermanfaat untuk mengikat cairan dalam tubuh. Jika berlebihan akan membuat tubuh tegang (Girdano, 2005). Obat-obatan juga berpengaruh terhadap stres. Orang yang mengalami stres seringkali lari ke alkohol, rokok, ataupun narkoba. Walaupun seakan stres tersebut menghilang, tetapi obat-obatan dapat membuat seseorang dalam keadaan tidak sadar. Orang tersebut akan merasa bebas dari kecemasan tetapi tidak dapat mempersepsikan bahaya dan tidak dapat memikirkan hubungan sebab akibat (Girdano, 2005). Polusi udara dapat memicu stres. Polusi udara dapat menstimulasi sistem saraf simpatetis, menimbulkan perasaan tidak senang, dan mengganggu aktifitas (Girdano, 2005). Penelitian menunjukan orang-orang yang bekerja dalam keadaan berisik tak terkendali menunjukan performa yang lebih buruk dibanding mereka yang berada pada keadaan tidak berisik (Glass & Singer, dalam
Aronson, 2004). Terakhir, iklim dan keadaan lingkungan pun dapat memicu stres. Perubahan cuaca memaksa proses tubuh manusia berubah. Perubahan ini terkadang membuat seseorang stress karena sulit menyesuaikan diri (Girdano, 2005). Bencana alam juga dapat menjadi stressor yang kuat. Setelah terjadinya suatu bencana, biasanya ada orang-orang yang terganggu secara fisik maupun psikologis. Bencana yang besar dapat menyebabkan seseorang kehilangan harta, keluarga, dan lain-lain yang membuat hidupnya berubah total. Kejadian-kejadian seperti itu dapat menyebabkan depresi, ataupun upaya bunuh diri (Rice, 1992). 2.
Stressor Psikososial Stressor psikososial terdiri dari stres adaptasi, frustrasi, overload, dan
deprivasi. Iklim kerja dalam penelitian ini termasuk ke dalam stressor psikososial. Menurut Holmes dan Rahe, semakin besar perubahan yang kita alami, maka semakin besar stres yang kita hadapi. Holmes dan Rahe membuat sebuah penelitian dimana hasilnya dibuat menjadi sebuah alat ukur stress yang bernama social readjustment rating scale (Aronson, 2004). Dari hasil penelitian tersebut, hal yang paling menyebabkan stres adalah kematian pasangan, kemudian dilanjutkan dengan perceraian, dan seterusnya hingga terakhir pelanggaran hukum ringan. Karena dari awal telah dijelaskan bahwa stres melibatkan persepsi subjektif, maka setiap stressor tersebut juga sebenarnya dapat menjadi parah dan berbahaya sehingga dapat membuat seseorang menjadi sakit atau tidak, itu semua tergantung dari persepsi orang yang mengalaminya. Salah satu hal yang dapat membuat seseorang lebih kuat dalam menghadapi stres adalah perceived control, yaitu keyakinan bahwa seseorang dapat mempengaruhi lingkungan dalam
menentukan pengalaman positif ataupun negatif yang dialami orang tersebut (Aronson, 2004). Dengan keyakinan bahwa setiap orang memiliki kebebasan penuh dalam menentukan apa yang dirasakannya, maka pengaruh buruk dari stres tersebut dapat berkurang. Stressor psikososial yang kedua adalah frustrasi. Frustrasi dialami seseorang ketika kesempatannya mencapai tujuan terhambat (Aronson, 2004). Frustrasi dapat terjadi karena padatnya stimulus yang harus diterima (overcrowding), karena diskriminasi, kondisi social ekonomi, dan birokrasi yang berlarut-larut (Girdano, 2005). Terlalu banyaknya hal yang harus dikerjakan juga dapat menjadi sumber stres psikososial. Sumber stres ini disebut dengan overload. Overload tersebut dapat terjadi pada pekerjaan (occupation overload), bidang pendidikan (academic overload), pekerjaan rumah sehari-hari (domestic overload), dan kehidupan kota besar (Urban overload). 3.
Stressor Kepribadian Kepribadian juga dapat menjadi stressor. Contohnya kepribadian tipe A.
Kepribadian tipe A adalah kepribadian dimana individu selalu merasa dikejarkejar waktu. Kepribadian seperti ini dapat menimbulkan stres karena setiap kejadian dalam hidupnya dapat dianggap sebagai sesuatu yang menghambat dan ketika keinginan terhambat, maka terjadilah frustrasi. Kepribadian ini juga kurang sehat karena perasaan selalu dikejar waktu tersebut menyebabkan seringnya memakan makanan cepat saji. Kepribadian tipe ini terbukti lebih rentan terkena penyakit jantung koroner (Aronson, 2004). Tipe kepribadian lain yang juga mudah mengalami stres adalah depression prone personality. Orang-orang dengan
tipe kepribadian ini mudah depresi jika bertemu dengan stressor. Gangguan yang biasa dialami oleh orang-orang seperti ini adalah jumlah tidur yang menjadi sangat banyak dan aktivitas sehari-hari yang terganggu saat depresinya muncul (Rice, 1992). Selain kepribadian, konsep diri juga dapat memicu stres. Orang yang memiliki konsep diri yang buruk, dimana orang yang bersangkutan seringkali berbicara pada dirinya sendiri mengenai hal-hal buruk tentang dirinya, mudah mengalami stres (Girdano, 2005). Kepribadian cemas reaktif juga dapat menimbulkan stres bagi orang yang bersangkutan. Orang yang memiliki kecemasan cukup parah akan cenderung menunjukan kecemasan terus menerus walaupun stressor sudah berlalu. Orang dengan kepribadian seperti ini juga seringkali memandang stressor sebagai ancaman yang lebih besar daripada ancaman yang sebenarnya (Girdano, 2005). Terakhir, kebutuhan seseorang akan kontrol juga dapat mempengaruhi tingkat stres seseorang. Orang yang kehilangan kontrol dapat mengalami stres yang berat. Semakin seseorang yakin dapat mengontrol situasi, semakin orang tersebut terhindar dari stres. Self-efficacy yang tinggi dapat mengurangi masalah pada kebutuhan akan kontrol ini. Self efficacy itu sendiri merupakan keyakinan seseorang bahwa segala kemampuannya dapat mempengaruhi hasil dari segala sesuatu yang ingin dicapainya (Aronson, 2004). 2.2.4 Stres Kerja Secara umum orang berpendapat bahwa jika seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka dikatakan bahwa individu itu mengalami stres kerja.
2.2.4.1 Definisi Stres Kerja Lingkungan kerja merupakan suatu organsasi yang terdiri dari bebrapa orang manusia dengan tujuan dan karakteristik masing-masing. Hubungan antara satu dengan yang lainnya dalam suatu lingkungan kerja diatur oleh berbagai aturan dan kebijakan yang telah ditetapkan organisasi. Hal tersebut terkadang tidak sesuai dengan keinginan para anggota organisasi dan menyebabkan timbulnya stres. Stres yang terjadi di dalam lingkungan kerja dikenal dengan stres kerja. Berikut adalah definisi stres kerja: 1.
Terry Beehr & John Newman (1978) Job stress is the condition arising from the interaction of people and their
job and character by changes within people then force them to deviate from their normal function 2.
Ivancevich & Matteson (1980) mendifinisikan stres kerja sebagai respon adaptif yang dihubungkan
dengan perbedaan-perbedaan individual atau proses-proses psikologis yang diakibatkan oleh faktor-faktor eksternal, yang bisa berupa tindakan, situasi ataupun peristiwa, yang mengakibatkan ketegangan fisik dan psikologis pada individu secara berlebihan. Tindakan, peristiwa atau situasi fisik ini dikenal dengan sumber stres (stressor). 3.
Hans Selye (1982) Stres kerja adalah reaksi pertahanan tubuh secara keseluruhan terhadap
sumber-sumber penyebab stres/stressor yang berasal dari lingkungan kerja.
4.
French, Caplain, Van Harrison (1982) Organizational Stress adalah stres yang diakibatkan oleh pekerjaan,
seperti: iklim perusahaan, tuntutan dari pimpinan, ketidakpuasan kerja. Stres kerja terjadi karena tuntutan dari lingkungan pekerjaan kadang tidak sesuai dengan keinginan, tujuan dan kemampuan karyawan. 5.
Luthans (1984) Stres kerja merupakan suatu respon penyesuaian terhadap situasi eksternal
yang menyebabkan penyimpangan-penyimpangan fisik, psikologis dan atau tingkah laku bagi para partisipan organisasi. 6.
Phillip L. Rice (1992) Stres kerja merupakan stres yang dialami oleh individu dimana melibatkan
juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja Stres kerja dalam penelitian ini adalah derajat reaksi dari penghayatan individu terhadap faktor-faktor atau stresor di lingkungan kerja yang menekan dan mengancam individu. Secara umum dapat dikatakan, bahwa stres kerja akan muncul bila terdapat kesenjangan antara keterampilan dan kemampuan individu dengan tuntutan-tuntutan dari pekerjaan serta adanya kesenjangan antara kebutuhan individu dengan pemenuhannya dari lingkungan kerja. 2.2.4.2 Sumber Stres Kerja Untuk memahami sumber stres kerja, kita harus melihat stres kerja ini sebagai interaksi dari beberapa faktor, yaitu stres di pekerjaan itu sendiri sebagai faktor eksternal, dan faktor internal seperti karakter dan persepsi dari karyawan. Dengan kata lain, stress kerja tidak semata-mata disebabkan masalah internal,
sebab reaksi terhadap stimulus akan sangat tergantung pada reaksi subjektif individu. Beberapa sumber stres yang menurut Cary Cooper (1983) dianggap sebagai sumber stres kerja adalah stres karena kondisi pekerjaan, masalah peran, hubungan interpersonal, kesempatan pengembangan karir, dan struktur organisasi. 1.
Kondisi Pekerjaan,
a.
Lingkungan Kerja Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah
jatuh sakit, mudah stress, sulit berkonsentrasi dan menurunnya produktivitas kerja. Bayangkan saja, jika ruangan kerja tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja terlalu padat, lingkungan kerja kurang bersih, berisik, tentu besar pengaruhnya pada kenyamanan kerja karyawan. b.
Overload. Overload ini dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif. Dikatakan
overload secara kuantitatif jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan tersebut. Akibatnya karyawan tersebut mudah lelah dan berada dalam "tegangan tinggi". Overload secara kualitatif bila pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit, sehingga menyita kemampuan teknis dan kognitif karyawan. c.
Deprivational stress. George Everly dan Daniel Girdano (1980), dua orang ahli dari Amerika
memperkenalkan istilah deprivational stress untuk menjelaskan kondisi pekerjaan yang tidak lagi menantang, atau tidak lagi menarik bagi karyawan. Biasanya
keluhan yang muncul adalah kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan tersebut kurang mengandung unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial). d.
Pekerjaan Berisiko Tinggi. Ada jenis pekerjaan yang beresiko tinggi, atau berbahaya bagi
keselamatan, seperti pekerjaan di pertambangan minyak lepas pantai, tentara, pemadam kebakaran, pekerja tambang, bahkan pekerja cleaning service yang biasa menggunakan gondola untuk membersihkan gedung-gedung bertingkat. Pekerjaan-pekerjaan ini sangat berpotensi menimbulkan stres kerja karena mereka setiap saat dihadapkan pada kemungkinan terjadinya kecelakaan. 2.
Konflik Peran Sebuah penelitian tentang stress kerja menemukan bahwa sebagian besar
karyawan yang bekerja di perusahaan yang sangat besar, atau yang kurang memiliki struktur yang jelas, mengalami stres karena konflik peran. Mereka stres karena ketidakjelasan peran dalam bekerja dan tidak tahu apa yang diharapkan oleh manajemen (Rice, 1992). Kenyataan seperti ini mungkin banyak dialami pekerja di Indonesia, dimana perusahaan atau organisasi tidak punya garis-garis haluan yang jelas, aturan main, visi dan misi yang seringkali tidak dikomunikasikan pada seluruh karyawannya. Akibatnya, sering muncul rasa ketidakpuasan kerja, ketegangan, menurunnya prestasi hingga akhirnya timbul keinginan untuk meninggalkan pekerjaan. 3.
Pengembangan Karir Setiap orang pasti punya harapan-harapan ketika mulai bekerja di suatu
perusahaan atau organisasi. Bayangan akan kesuksesan karir, menjadi fokus
perhatian dan penantian dari hari ke hari. Namun pada kenyataannya, impian dan cita-cita mereka untuk mencapai prestasi dan karir yang baik seringkali tidak terlaksana. 4.
Struktur Organisasi Gambaran perusahaan Asia dewasa ini masih diwarnai oleh kurangnya
struktur organisasi yang jelas. Salah satu sebabnya karena perusahaan di Asia termasuk Indonesia, masih banyak yang berbentuk family business. Kebanyakan family business dan bisnis-bisnis lain di Indonesia yang masih sangat konvensional dan penuh dengan budaya nepotisme, minim akan kejelasan struktur yang menjelaskan jabatan, peran, wewenang dan tanggung jawab. Tidak hanya itu, aturan main yang terlalu kaku atau malah tidak jelas, iklim politik perusahaan yang tidak sehat serta minimnya keterlibatan atasan membuat karyawan jadi stres. Kemudian Ivancevich & Matteson (1980), membagi sumber stres kerja sebagai berikut: 1.
Stres yang bersumber dari lingkungan fisik (physical environment stressor) Sumber stres ini mengacupada kondisi fisik dalam lingkungan kerja, ketika
karyawan harus beradaptasi untuk memelihara keseimbangan dirinya. Sumber stres ini adalah: a.
Kondisi penerangan
b.
Tingkat kebisingan
c.
Temperatur
d.
Getaran dan gerakan
e.
Polusi udara
2.
Stres yang bersumber dari tingkah laku individu (individual level stressor) Merupakan stres yang berkaitan dengan peran yang dimainkan dan tugas-
tugas yang harus diselesaikan sehubungan dengan posisi seseorang di lingkungan kerjanya, yaitu: a.
Konflik peran (role conflict) Kombinasi dari harapan dan tuntutan yang diberikan kepada karyawan
atau anggota organisasi yang menimbulkan tekanan disebut sebagai tekanan peran. Jika terdapat dua atau lebih tekanan peran, maka akan timbul konflik peran. Konflik peran ini dapat bersifat objektif atau subjektif, disebut subjektif jika seseorang menghadapi ketidaksesuaian antara keinginan pribadi, tujuan serta nilai dirinya dengan tuntutan perannya. Para pekerja secara perorangan. Harus menjalankan sejumlah peran dalam kehidupan sehari-harinya, yaitu peran dalam keluarga, pekerjaan, masyarakat, teman dan lain sebagainya. Dalam memainkan peran tersebut, sering terjadi perbedaan pendapat antar individu sehingga dapat menimbulkan masalah atau hambatan dalam menjalankan peran tersebut. Bila individu tidak mampu mengatasi hambatan tersebut, ia dpat mengalami stres kerja berkenaan dengan pekerjaannya. Konflik peran terjadi akibat ketdaksesuaian antara tugas-tugas pekerjaan, sumberdaya, peraturan-peraturan atau konflik dengan karyawan lain. b.
Peran yang tidak jelas (role ambiguity) Merupakan ketidakjelasan mengenai peran yang harus dilaksanakannya,
maupun yang berkaitan dengan tugas yang harus ia lakukan dengan tanggung
jawabnya sehubungan dengan posisinya. Hal ini dapat terjadi karena kurngnya informasi yang tersedia bagi si pemegang peran atau disebabkan kurangnya pemahaman mengenai perannya. c.
Beban kerja yang berlebihan (work overload) Terjadi karena karyawan harus mengerjakan tugas-tugs yang terlalu
banyak (kuantitas), atau terlalu rumit (kualitas). Stres terjadi karena tugas yang diberikan dirasakan tidak sebanding dengan keterbatasan waktu dan kemampuan yang dimilikinya. Hubungan antara beban peran dengan tampilan kerja digambarkan oleh Ivancevich dan Matteson dalam suatu skala kontinum. Hal ini dapat mengakibatkan terjdinya gangguan kesehatan karena menurunnya kondisi fisik. Selain itu akan timbul keletihan yang menyebabkan terjadinya banyak kekeliruan kerja karena daya konsentrasi yang menurun, banyak kecelakaan kerja, dan rasa tidak puas karena tugas yang dikerjakan kurang sempurna diselesaikan. d.
Tanggung jawab terhadap orang lain (responsibility for people) Tanggung jawab terhadap orang lain lebih potensial menjadi sumber stres,
karena tanggung jawab ini berkaitan dengan pengambilan keputusan yang dapat memberikan kepuasan bagi berbagai pihak. Lebih jauh lagi, tanggung jawab ini akan mengakibatkan berlebihnya beban kerja, konflik peran atau ketidakjelasan peran. e.
Kesempatan untuk mengembangkan karir (carrier development) Stres ini dapat terjadi jika kryawan kehilangan rasa aman terhadap
pekerjaannya, profesi yang dirasakan tidak sesuai dan atau ketidakpuasan yang
secara umum disebabkan oleh karena adanya ketidaksesuaian antara karir yang diharapkan dengan apa yang diperoleh selama ini. 3.
Sumber stres dari kelompok dan organisasi
a.
Sumber stres dari kelompok
1)
Hilangnya kekompakan kelompok (lack of cohesiveness), mengakibatkan rendahnya moril kerja, tampilan kerja yang buruk, serta perubahan fisik seperti tekanan darah yang meningkat.
2)
Tidak adanya dukungan yang memadai (group support), dukungan kelompok dapat dipandang sebagai sumber yang dapat membantu seseorang dalam menghadapi stres yang membutuhkan bantuan emosional.
3)
Konflik intra dan inter kelompok Konflik intra terjadi ketika terdapat ketidaksesuaian di antara anggota kelompok tentang bagaimana pemecahan suatu masalah. Konflik ini disebabkan oleh adanya persepsi, pengalaman, nilai atau sumber informasi yang berbeda di antara mereka. Sedangkan konflik inter terjadi karena kurang adanya koordinasi yang baik antara beberapa kelompok dalam organisasi, dalam melaksanakan tugasnya saling tergantung satu sama lain.
b.
Sumber stres dari organisasi
1)
Iklim organisasi, merupakan karakteristik atau kepribadian organisasi, sehingga dapat mempengaruhi diantara individu-individu atau kelompokkelompok di dalamnya dan juga interaksi di antara mereka.
2)
Struktur organisasi, posisi individu dalam struktur organisasi juga dapat menggambarkan bagaimana stres dapat dialami.
3)
Teritori organisasi, merupakan tempat karyawan bekerja, berpikir atau bergurau. Setiap orang mengembangkan rasa memiliki terhadap ruang pribadi mereka.
4)
Teknologi, cara-cara organisasi untuk mengubah sumber-sumber atau input menjadi output atau hasil yang diinginkan. Sumber daya yang digunakan dapat melalui individunya, yaitumelalui peralatan yang tersedia.
5)
Pengaruh pimpinan, pengaruh ini salah satunya bersumber dari kekuasaan dan kewenangan. Dengan demikian pengaruh pimpinan ini dapat dipandang sebagai stresor tergantung dari bagaimana individu dan situasinya saat itu.
2.2.4.3 Reaksi dari Stres Kerja Menurut Hans Selye dalam Ivancevich & Matteson (1980: 101-136) penghayatan karyawan terhadap stres ditunjukkan melalui ketegangan-ketegangan yang muncul pada para karyawan yang menunjukkan tingginya tingkat stres yang mereka alami di suatu perusahaan. Ketegangan (strain) yang terjadi dalam proses bekerja, yaitu ketegangan kerja dimaksudkan sebagai derajat penghayatan tak nyaman yang dikaitkan dengan situasi atau kondisi kerja yang dihadapi (psychological job-related strain), ketegangan fisik (physical strain) yang didefinisikan sebagai banyaknya keluhan-keluhan badan yang terus menerus dan mengganggu
keseimbangan
(homeostatis)
tubuh,
ketegangan
psikologis
(psychological strain) adalah derajat perasaan tak nyaman dihubungkan dengan penghayatan keluhan-keluhan psikis, serta ketegangan perilaku (behavioral
strain) yaitu hadirnya derajat aktivitas negatif yang eksklusif atau terus menerus dan berlebihan yang dirasakan mengganggu keseimbangan aktivitas lainnya. Randall Schuller (1980), mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stres yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan. Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat berupa: a)
Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja
b)
Mengganggu kenormalan aktivitas kerja
c)
Menurunkan tingkat produktivitas
d)
Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Banyak karyawan yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak selesai pada waktunya entah karena kelambanan atau pun karena banyaknya kesalahan yang berulang.
2.3
Kerangka Pikir Organisasi adalah suatu kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar,
memiliki
batas-batas
yang
dapat
diidentifikasi,
memiliki
fungsi
berkesinambungan untuk mencapai suatu tujuan umum yang telah ditetapkan.
yang
Menurut Litwin & Stringer, iklim kerja merupakan sesuatu yang dipersepsi, sebagai efek subjektif dari sistem formal, gaya manajemen dan faktorfaktor lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap sikap, keyakinan, nilai dan motivasi orang yang bekerja di dalam organisasi. Berikut adalah dimensi-dimensi iklim organisasi yang dikemukakan oleh George H. Litwin dan Herbert H. Meyer: a)
Conformity Menunjukkan derajat penghayatan karyawan terhadap peraturan dan
prosedur dalam perusahaan yang harus mereka taati. Peraturan yang berlaku saat ini dirasakan anggota Unit Laka Lantas sangat ketat. Mereka melaksanakannya agar terhindar dari teguran dan hukuman dari atasan. b)
Responsibility Menunjukkan derajat penghayatan karyawan pada pengambilan keputusan,
pemecahan masalah sendiri. Tanggung jawab yang dibebankan kepada anggota Unit Laka Lantas dirasakan berat, selain itu ditambah dengan pengawasan yang ketat mengakibatkan mereka ketakutan untuk memutuskan suatu masalah dalam penanganan kecelakaan. Mereka juga sering dibebani dengan tugas di luar pekerjaan pada saat sibuk. c)
Standards Menunjukkan
derajat
penghayatan
karyawan
bahwa
perusahaan
menetapkan suatu target tertentu yang memiliki risiko dan tantangan. Program Polri yang mengharuskan tiap anggotanya untuk mensukseskan Quick Win yaitu melakukan quick response dalam menangani suatu kejadian dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat tidak ditunjang dengan alat dan
biaya operasional yang memadai, jumlah anggota yang tidak mencukupi dan area wilayah dinas yang luas. d)
Rewards Menunjukkan derajat penghayatan karyawan bahwa mereka memperoleh
imbalan dan penghargaan untuk pekerjaan yang dilakukan dengan baik. Polres Sumedang tidak memberikan hadiah atau reward kepada anggotanya yang berprestasi atau dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Para anggota yang bekerja giat ataupun tidak diperlakukan sama saja. e)
Clarity Menunjukkan derajat penghayatan karyawan bahwa segala sesuatu yang
ada di dalam perusahaan tersebut diorganisir dengan baik dan tujuannya atau pekerjaannya dirumuskan dengan jelas. Hal yang paling penting dalam dimensi ini adalah menanamkan dan membuat setiap anggota paham mengenai tujuan dan misi organisasi, sehingga pada akhirnya ada keterikatan yang kuat dan loyalitas yang tinggi terhadap organisasi. Selain itu, perlu juga adanya kejelasan mengenai prosedur kerja dalam organisasi serta pembagian wewenang dan tanggung jawab kepada para anggota organisasi sehingga dengan begitu mereka dapat melakukan pekerjaan dengan lebih terarah sesuai dengan tujuan organisasi. Dalam Unit Laka Lantas terjadi pembagian tugas yang tidak jelas, sehingga sering terjadi penumpukkan tugas pada satu anggota saja. Selain itu sering terjadi pergantian anggota dalam Unit Laka Lantas tersebut.
f)
Team spirit Menunjukkan derajat penghayatan karyawan bahwa di dalam perusahaan
terdapat keadaan saling mempercayai, tolong menolong, bersahabat dan hubungan baik antar anggota. Pada Unit Laka Lantas Polres Sumedang, terjadi koordonasi yang kurang baik antar regu, persaingan tidak sehat antar anggota regu, dan pembebanan tugas pada anggota lain dalam penyelesaian tugas. Melalui enam dimensi iklim kerja ini Litwin & Meyer (dalam Steers and Porter, 1979) mencoba mengukur iklim kerja. Proses ini merupakan totalitas terhadap lingkungan psikologis tempat individu bekerja. Pada Unit Laka Lantas Polres Sumedang, para anggotanya merasakan perubahan pimpinan, adanya program Quick Win dan kasus yang melibatkan Polri, mengakibatkan perubahan dalam pelaksanaan peraturan yang menjadi diperketat. Hal ini mengakibatkan harus berubahnya pola kerja yang menyebabkan berbagai macam kesulitan bagi para anggota Unit Laka Lantas. Dengan perubahan ini sebagian anggota mampu bekerja mengikuti peraturan yang diberlakukan dan tetap mampu menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu, anggota yang menghayati iklim kerja tersebut positif sehingga mampu menyesuaikan diri dengan pekerjaannya. Sedangkan sebagian besar anggota merasakan perubahan ini banyak memberikan kesulitan dan menghambat kinerja mereka, sehingga mereka mematuhi aturan lebih dikarenakan untuk terhindar dari hukuman. Mereka merasakan keadaan sekarang membuat mereka terlalu diawasi dan dicurigai, juga munculnya program-program baru yang dirasakan tidak ditunjang dengan jumlah personel yang memadai, serta alat-alat dan biaya operasional yang minim, dan
lingkup kerja yang luas, membuat para anggota menghayati negatif iklim organisasi dan berpotensi untuk menimbulkan stress kerja. Lingkungan kerja merupakan suatu organisasi yang terdiri dari beberapa orang manusia dengan tujuan dan karakteristik masing-masing. Hubungan yang satu dengan yang lainnya diatur oleh berbagai kebijaksanaan, manajemen dan sejumlah faktor lainnya. Aktivitas kerja tidak hanya memunculkan hal-hal yang diinginkan saja, tetapi terdapat pula berbagai faktor yang dapat menimbulkan kondisi tidak mengenakkan yaitu stress. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan kondisi tidak mengenakkan tersebut dikenal dengan stressor. Stressor adalah sumber-sumber yang menjadi penyebab atau pemicu munculnya stress pada seseorang. Secara umum orang berpendapat bahwa jika seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka dikatakan bahwa individu itu mengalami stress kerja Ivancevich & Matteson (1980), mendefinisikan Stres kerja merupakan hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Stres kerja merupakan respon adaptif yang dihubungkan dengan perbedaan-perbedaan individual atau proses-proses psikologis yang diakibatkan oleh faktor-faktor eksternal, yang bisa berupa tindakan, situasi ataupun peristiwa, yang mengakibatkan ketegangan fisik dan psikologis pada individu secara berlebihan. Tindakan, peristiwa atau situasi fisik ini dikenal dengan sumber stress (stressor). Dalam penelitian ini derajat reaksi dari penghayatan individu terhadap faktor-faktor atau stresor di lingkungan kerja yang menekan dan mengancam individu dapat dilihat dari ketegangan
(strain), yang dikemukakan oleh Hans Selye dalam Ivancevich & Matteson (1980: 101-136) yang terjadi dalam proses bekerja, yaitu: 1.
ketegangan kerja dimaksudkan sebagai derajat penghayatan tak nyaman yang dikaitkan dengan situasi atau kondisi kerja yang dihadapi (psychological job-related strain), mencakup ketidakpuasan kerja dan keinginan untuk berhenti. Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menyatakan ketidakpuasannya terhadap hasil kerja, dan terdapat keinginan yang besar untuk berpindah ke unit kerja lain.
2.
ketegangan fisik (physical strain) yang didefinisikan sebagai banyaknya keluhan-keluhan
badan
yang
terus
menerus
dan
mengganggu
keseimbangan (homeostatis) tubuh, mencakup keluhan-keluhan fisik, seperti : sakit kepala, sakit lambung, sakit punggung, detak jantung meningkat, tangan berkeringat atau gemetar, sesak nafas, gangguan pernafasan, gangguan pada kulit, gangguan pencernaan pada usus. Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang mengeluhkan sering merasa sakit kepala, tangan berkeringat sejak bekerja di unit tersebut. 3.
ketegangan psikologis (psychological strain) adalah derajat perasaan tak nyaman dihubungkan dengan penghayatan keluhan-keluhan psikis, seperti cemas, jenuh, frustasi, malas, tak bergairah bekerja. Para anggota Unit Laka Lantas merasa bahwa dirinya sering merasa gampang lelah, gampang sakit, memiliki waktu penyembuhan yang relatif lama setelah sakit, sulit berkonsentrasi, dan mudah marah ketika bekerja.
4.
ketegangan perilaku (behavioral strain) yaitu hadirnya derajat aktivitas negatif yang eksklusif atau terus menerus dan berlebihan yang dirasakan mengganggu keseimbangan aktivitas lainnya, seperti sulit dalam mengambil keputusan, kemangkiran kerja, keterlambatan, dll. anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang sering terlambat datang apel pagi, kemangkiran tugas, dan meninggalkan pekerjaan saat jam kerja untuk beristirahat. Saat ini para anggota unit Laka Lantas mengeluhkan tingginya beban kerja
yang mengakibatkan kurangnya waktu istirahat dan menimbulkan berbagai gangguan dalam diri, seperti mudah lelah, sering berkeringat, mudah sakit, mudah marah, gelisah, mudah cemas, kejenuhan, dan memiliki masa penyembuhan yang cukup lama setelah sakit. Selain itu para komandan regu mengeluhkan anggotanya yang sering melakukan pengabaian tugas, sering datang terlambat, dan sering mangkir. Sebuah organisasi atau perusahaan dapat dianalogikan sebagai tubuh manusia. Jika salah satu dari anggota tubuh itu terganggu, maka akan menghambat keseluruhan gerak, menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit dan menyebabkan individunya tidak dapat berfungsi secara normal. Demikian pula jika banyak di antara karyawan di dalam organisasi mengalami stress kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. Jika stress yang dialami oleh organisasi atau perusahaan tidak kunjung selesai, maka sangat berpotensi mengundang penyakit yang lebih serius. Bukan hanya individu yang bisa mengalami penyakit, organisasi pun dapat memiliki apa yang dinamakan Penyakit Organisasi.
Bagan dari kerangka pikir adalah sebagai berikut: 1. PERUBAHAN PIMPINAN 2. PROGRAM QUICK WIN
PERUBAHAN DIMENSI-DIMENSI IKLIM KERJA: a) b) c) d) e) f)
Conformity; peraturan diperketat, Responsibility; tingginya beban tanggung jawab, Standard; standard yang terlalu tinggi Reward; setiap prestasi kerja dihargai sama Clarity; tidak jelas dalam pembagian tugas, garis wewenang yang tidak jelas Team spirit; kurang koordinasi, adanya kecurigaan, tidak saling percaya
kebutuhan nilai sikap karakteristik individu pengalaman, dll
Penghayatan Dimensi-Dimensi Iklim Kerja Negatif: a. b. c. d. e. f.
Conformity Responsibility Standard Reward Clarity Team Spirit
Unadaptable
Stress kerja tinggi: a) Ketegangan kerja; tidak puas terhadap hasil kerja, keinginan untuk meninggalkan unit kerja b) Ketegangan Fisik; sakit kepala, tangan berkeringat, c) Ketegangan psikologis; sulit konsentrasi, mudah lelah, mudah marah d) Ketegangan perilaku; datang terlambat, sulit mengambil keputusan
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir
2.4
Hipotesis Hipotesis yang diajukan adalah:
1.
Semakin negatif penghayatan terhadap iklim kerja dimensi conformity, maka stres kerja anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang semakin tinggi.
2.
Semakin negatif penghayatan terhadap iklim kerja dimensi responsibility, maka stres kerja anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang semakin tinggi.
3.
Semakin negatif penghayatan terhadap iklim kerja dimensi standard, maka stres kerja anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang semakin tinggi.
4.
Semakin negatif penghayatan terhadap iklim kerja dimensi reward, maka stres kerja anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang semakin tinggi.
5.
Semakin negatif penghayatan terhadap iklim kerja dimensi clarity, maka stres kerja anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang semakin tinggi.
6.
Semakin negatif penghayatan terhadap iklim kerja dimensi team spirit, maka stres kerja anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang semakin tinggi.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional.
Penelitian
korelasional
merupakan
penelitian
yang
dimaksudkan
untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara DimensiDimensi Iklim Kerja Aktual dengan Stres Kerja pada anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang.
3.2
Identifikasi Variabel Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang mencoba melihat hubungan
dari dua variabel, yaitu: Variabel 1 : Dimensi-Dimensi Iklim Kerja Variabel 2 : Stres kerja
3.3
Operasonalisasi Variabel Agar mendapat data yang relevan dengan hipotesis penelitian, maka perlu
diadakan pengukuran terhadap variabel yang telah didefinisikan secara konseptual, dan terlebih dahulu dilakukan definisi variabel secara operasional. Melalui definisi operasional ini ditetapkan langkah pelaksanaan dan ukuran yang menggambarkan konsep variabel yang hendak diukur.
75
3.3.1 Iklim Kerja Iklim kerja (Litwin & Meyer) yang akan diukur terdiri dari enam dimensi, yaitu: a)
Conformity Derajat penghayatan anggota Unit Laka Lantas terhadap;
1)
Mematuhi kebijakan dan prosedur yang ditetapkan Polres Sumedang tanpa perasaan terpaksa,
2)
Ada kesempatan untuk mengemukakan gagasan,
3)
Prosedur yang dibuat Polres Sumedang tidak menyulitkan anggota.
b)
Responsibility Derajat penghayatan anggota Unit Laka Lantas dalam;
1)
Kemampuan dalam pengambilan keputusan,
2)
Penerimaan tanggung jawab dalam pekerjaan yang diberikan oleh Polres Sumedang.
c)
Standards Derajat penghayatan anggota Unit Laka Lantas mengenai,
1)
Polres Sumedang menetapkan standard dalam setiap tugas yang dikerjakan,
2)
Tuntutan dari tugas yang diberikan,
3)
Keinginan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan Polres Sumedang.
d)
Rewards Derajat penghayatan anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang
mengenai; 1)
Pemberian penghargaan atau hadiah dalam pemenuhan pelaksanaan tugas,
2)
Adanya teguran atau hukuman dari pimpinan jika melakukan kesalahan,
3)
Menekankan pada pemberian penghargaan daripada hukuman.
e)
Clarity Derajat penghayatan anggota Unit Laka Lantas mengenai;
1)
Adanya manajemen yang baik dalam Polres Sumedang,
2)
Mengetahui tujuan dan harapan Polres Sumedang,
3)
Memahami kebijakan dan garis wewenang dalam Polres Sumedang.
f)
Team spirit Derajat penghayatan anggota Unit Laka Lantas bahwa di Polres Sumedang
dalam hal; 1)
Memiliki rasa setia pada organisasi
2)
Adanya rasa saling percaya dan dekat antar sesama anggota organisasi,
3)
Adanya suasana bersahabat dan akrab antar anggota organisasi.
3.3.2 Stres Kerja Penghayatan individu terhadap stressor dapat dilihat dari ketegangan (strain) yang terjadi dalam proses bekerja, yaitu: 1.
ketegangan kerja dimaksudkan sebagai derajat penghayatan tak nyaman anggota Unit Laka Lantas yang dikaitkan dengan situasi atau kondisi kerja yang dihadapi di Polres Sumedang (psychological job-related strain), mencakup ketidakpuasan kerja dan keinginan untuk berhenti.
2.
ketegangan fisik (physical strain) yang didefinisikan sebagai banyaknya keluhan-keluhan
badan
yang
terus
menerus
dan
mengganggu
keseimbangan (homeostatis) tubuh yang dirasakan anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, mencakup keluhan-keluhan fisik, seperti : sakit kepala, sakit lambung, sakit punggung, detak jantung meningkat, tangan berkeringat atau gemetar, sesak nafas, gangguan pernafasan, gangguan pada kulit, gangguan pencernaan pada usus. 3.
ketegangan psikologis (psychological strain) adalah derajat perasaan tak nyaman anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang yang dihubungkan dengan penghayatan keluhan-keluhan psikis, seperti cemas, jenuh, frustasi, malas, tak bergairah bekerja.
4.
ketegangan perilaku (behavioral strain) yaitu hadirnya derajat aktivitas negatif yang eksklusif atau terus menerus dan berlebihan yang dirasakan mengganggu keseimbangan aktivitas lainnya oleh anggota Unit Laka
Lantas Polres Sumedang, seperti sulit dalam mengambil keputusan, mangkir, dll. 3.4
Subjek Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian populasi, sehingga tidak dilakukan
teknik sampling, dengan demikian maka semua anggota populasi menjadi subjek penelitian. Penelitian populasi yaitu penelitian yang dilakukan terhadap lingkup yang luas dengan semua subjek penelitian dan kesimpulan berlaku bagi semua subjek penelitian. Alasan dilakukannya penelitian populasi ini adalah karena memungkinkan untuk mengambil seluruh anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang. Jumlah seluruh anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang adalah 13 orang.
3.5
Alat Ukur Untuk memperoleh data yang dibutuhkan maka alat ukur yang digunakan
adalah sebagai berikut: 3.5.1 Alat Ukur Iklim Kerja Pengukuran terhadap iklim kerja yaitu dengan menggunakan skala psikologi iklim kerja, yang merupakan terjemahan dari alat ukur Climate Surveys Questionnaire (CSQ) dari Litwin and Meyer. Alat ukur ini terdiri dari enam dimensi iklim kerja yaitu conformity, responsibility, standard, reward, clarity dan team spirit. Melalui keenam dimensi iklim kerja ini, Litwin and Meyer melakukan pengukuran iklim kerja yang mengungkapkan persepsi individu
terhadap lingkungan psikologis yang dirasakan karyawan yang bekerja dalam suatu organisasi.
Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Dimensi-Dimensi Iklim Kerja NO.
DIMENSI
INDIKATOR
POSITIF
ITEM NEGATIF
JUMLAH
a. Mematuhi kebijakan dan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Conformity
Responsibility
Standard
Reward
Clarity
Team Spirit
prosedur yang ditetapkan organisasi / perusahaan tanpa perasaan terpaksa b. Ada kesempatan untuk mengemukakan gagasan c. Prosedur yang dibuat organisasi / perusahaan tidak menyulitkan karyawan a. Kemampuan dalam pengambilan keputusan b. Penerimaan tanggung jawab dalam pekerjaan a. Organisasi menetapkan standard dalam setiap tugas yang dikerjakan b. Tuntutan dari tugas yang diberikan c. Keinginan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan organisasi / perusahaan a. Pemberian penghargaan atau hadiah dalam pemenuhan pelaksanaan tugas b. Adanya teguran atau hukuman dari pimpinan jika melakukan kesalahan. c. Menekankan pada pemberian penghargaan daripada hukuman a. Adanya manajemen yang baik dalam perusahaan b. Mengetahui tujuan dan harapan organisasi c. Memahami kebijakan dan garis wewenang dalam organisasi a. Memiliki rasa setia pada organisasi b. Adanya rasa saling percaya dan dekat antar sesama anggota organisasi. c. Adanya suasana bersahabat dan akrab antar anggota organisasi
1, 3, 5, 7
2, 4, 6
8,10, 12, 14
9, 11, 13
15, 17
16, 18, 19, 20
21, 23
22, 24, 25
26, 28, 30
27, 29, 31
32, 34, 36
33, 35, 37
38, 40, 42
39, 41, 43
44, 46, 48, 49, 50
45, 47
51, 53, 55
52, 54
56, 58
57, 59, 60, 61, 62
63, 65
64, 6, 67
68, 70, 72, 74, 76
69, 71, 73, 75
77, 79, 81
78, 80, 82
83, 85, 87
84, 86, 88, 89
90, 92, 94, 96
91, 93, 95
97, 99, 101
98, 100
102, 104, 106, 108, 109, 110, 111
103, 105, 107
20
11
19
17
22
22
Setiap pernyataan disediakan empat kemungkinan jawaban dengan kriteria penilaian sebagai berikut: STS : Sangat Tidak Setuju TS
: Tidak Setuju
S
: Setuju
SS
: Sangat Setuju Subjek penelitian diminta untuk memilih jawaban yang menurutnya sesuai
dan setiap pilihan dari pertanyaan memiliki nilai-nilai sebagai berikut: 1. Pernyataan positif (+) , maka diberi penilaian: Nilai 1 jika jawaban STS Nilai 2 jika jawaban TS Nilai 3 jika jawaban S Nilai 4 jika jawaban SS 2. Pernyataan negatif (-), maka diberi penilaian: Nilai 1 jika jawaban SS Nilai 2 jika jawaban S Nilai 3 jika jawaban TS Nilai 4 jika jawaban STS Skor yang diperoleh menggambarkan iklim kerja yang dirasakan yang akan dihitung setiap dimensinya. Dengan demikian dalam penelitian ini akan dilihat seberapa besar derajat persepsi karyawan terhadap dimensi-dimensi iklim kerja tersebut. Jika total skor per dimensi yang diperoleh rendah, maka iklim kerja yang
dirasakan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan karyawan. Skala yang dipergunakan dalam pengukuran iklim kerja ini adalah skala ordinal. 3.5.2 Alat Ukur Stres Kerja Pengukuran stres kerja dilakukan dengan menggunakan skala KP (Kondisi Pribadi), yaitu diadaptasi dari skala KP DR. Elmira N. Sumintardja, yang mengacu pada definisi Hans Selye (Ivancevich and Matteson, 1980). Terdiri dari empat aspek yaitu ketegangan kerja, ketegangan fisik, ketegangan psokologis dan ketegangan perilaku. Aspek-aspek yang diukur adalah sebagai berikut: Tabel 3.2 Kisi-kisi Alat Ukur Stres Kerja NO.
ASPEK
1.
Ketegangan Kerja (Job Related Strain)
2.
Ketegangan Fisik (Physical Strain)
3.
Ketegangan Psikologis (Psychological Strain)
4.
Ketegangan Perilaku (Behavioral Strain)
INDIKATOR a. Job dissatisfaction b. Leaving Job Keluhan-keluhan badan yang terus-menerus dan mengganggu keseimbangan (homeostatis) tubuh Perasaan tak nyaman yang dihubungkan dengan penghayatan keluhankeluhan psikis Aktivitas negatif yang ekslusif/terus-menerus dan berlebihan yang dirasakan mengganggu keseimbangan aktivitas lainnya
ITEM
JUMLAH
POSITIF 1, 3, 5, 7, 9 10, 12, 14
NEGATIF 2, 4, 6, 8 11, 13
15, 17, 19, 20, 21, 22, 23
16, 18
9
24, 26, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39
25, 27, 29
16
40, 42, 44, 45, 46, 47, 48
41, 43
9
Responden diminta untuk memilih salah satu alternatif jawaban dari empat kemungkinan jawaban yang sesuai menurutnya, dan setiap pilihan dari pertanyaan memiliki nilai-nilai sebagai berikut: 1. Pernyataan positif (+) , maka diberi penilaian: Nilai 1 jika jawaban STS Nilai 2 jika jawaban TS
14
Nilai 3 jika jawaban S Nilai 4 jika jawaban SS 2. Pernyataan negatif (-), maka diberi penilaian: Nilai 1 jika jawaban SS Nilai 2 jika jawaban S Nilai 3 jika jawaban TS Nilai 4 jika jawaban STS Perhitungan nilai pada skala stres kerja tersebut merupakan penjumlahan setiap item sesuai pilihan responden. Dari skor total masing-masing responden dapat diketahui derajat stres kerja yang dialami oleh responden, semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka semakin tinggi pula derajat stres kerja yang dialami.
3.6
Pengujian Alat Ukur
3.6.1 Uji Validitas Validitas adalah keadaan yang menggambarkan apakah alat ukur tersebut memiliki taraf kesesuaian dalam melakukan suatu penilaian dengan kata lain apakah alat tersebut mampu mengukur apa yang akan diukur. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud digunakannya tes tersebut. Suatu tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan diadakannya pengukuran maka dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas yang rendah.
Sisi lain yang sangat penting dalam konsep validitas adalah kecermatan pengukuran. Suatu tes yang validitasnya tinggi tidak saja akan menjalankan fungsi ukurnya dengan tepat akan tetapi juga dengan kecermatan yang tinggi, yaitu kecermatan dalam mendeteksi perbedaan-perbedaan kecil yang ada pada atribut yang diukurnya. Cara untuk mengetahui validitas suatu alat ukur adalah dengan cara mengkorelasikan antara skor yang diperoleh pada masing-masing item (X) dengan skor total (Y). Skor total adalah nilai yang diperoleh dari hasil penjumlahan semua skor item. Skor item mendeskripsikan indikator perilaku dari atribut psikologis yang diukur oleh item tersebut. Karena skor item berhubungan dengan skor total maka berarti skor total pun terbukti berkaitan dengan indikator perilaku tersebut. Skor item dengan skor total memiliki korelasi linear, yaitu apabila skor item tinggi maka skor total juga tinggi, atau apabila skor item rendah maka skor total juga rendah. Jika semua skor item-item berkorelasi dengan skor totalnya maka skor total pun mewakili kumpulan indikator perilaku dari atribut psikologis yang diukur. Dengan demikian, apa yang diukur oleh item-item maupun yang diukur oleh seluruh item adalah sama. Karena penurunan item berdasarkan pada konstruk teoritik dari atribut psikologis yang diukur, dengan demikian berarti bahwa alat ukur tersebut secara keseluruhan mengukur atribut psikologis yang akan diukur. Langkah pengujian validitas sebagai berikut : 1.
Mengkorelasikan skor item (X) dengan skor skala atau skor total alat ukur (Y) dengan rumusan korelasi Rank Spearman Conover W. J. (1999) dalam Ating Somantri dan Sambas Ali Muhidin (2006:218) :
N 1 2
R( X ) R(Y ) N rs ( R( X )) 2
Keterangan : R(X) R(Y) N 2.
N
N 1 2
= = =
2
2
( R(Y )) 2
N
N 1 2
2
Ranking variabel X (skor item) Ranking variabel Y (skor total) Jumlah subjek penelitian
Besarnya koefisien korelasi antara skor tiap item dan skor total (rs) yang dianggap
valid
pada
penelitian
ini
adalah
berdasarkan
kriteria
discriminating power test dari Daniel J. Mueller (1986) dalam Harun AlRasyid (2003:133), yaitu: a.
Jika rs > 0 dan signifikan (nyata), artinya item dapat dipergunakan (valid),
b.
Jika rs > 0 dan tidak signifikan (tidak nyata), artinya item tidak dapat dipergunakan (tidak valid),
c.
Jika rs = 0 artinya item tidak dapat dipergunakan (tidak valid),
d.
Jika rs < 0 dan signifikan (nyata), artinya item harus diperiksa apakah ada kekeliruan atau tidak dipergunakan (tidak valid),
e.
Jika rs < 0, dan tidak signifikan (tidak nyata) artinya tidak dapat dipergunakan (tidak valid). Untuk menguji signifikan (nyata) atau tidaknya, karena data dalam penelitian ini n = 13, maka dilakukan dengan membandingkan rs dengan rs tabel. Jika rs > rs tabel, maka tolak H0 (signifikan). Selain itu dapat pula dengan melihat nilai p-value dari korelasinya. Jika nilai p-value < α = 0,05 maka signifikan (nyata).
3.
Lakukan hal tersebut pada semua item.
Jenis validasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Validitas Construct, yaitu validitas yang diperoleh dengan cara mengkorelasikan antara skor yang diperoleh pada masing-masing item dengan skor total. Skor total adalah nilai yang diperoleh dari hasil penjumlahan semua skor item. Korelasi antara skor item dengan skor total haruslah signifikan berdasarkan pada ukuran statistik tertentu. Bila sekiranya skor semua item yang disusun berdasarkan konsep berkorelasi dengan skor total, maka dapat dikatakan bahwa alat ukur tersebut mempunyai validitas atau dengan kata lain bila terdapat korelasi positif antara skor tiap item dengan skor total, maka hubungan yang ada sifatnya konsisten atau sejalan dengan konsep teoritiknya. Bila alat ukur telah memiliki validitas konstrak berarti semua item yang ada di dalam alat ukur tersebut mengukur konsep yang ingin diukur (Djamaludin Ancok, 1989 : 16). Setelah dilakukan pengujian alat ukur terhadap populasi dengan menggunakan try out terpakai terhadap 13 orang anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, untuk alat ukur Dimensi-Dimensi Iklim Kerja, jumlah item yang diterima sebanyak 93 item dan item yang ditolak sebanyak 18 item. Sedangkan untuk alat ukur Stres Kerja jumlah item yang terpakai sebanyak 40 item dan jumlah item yang ditolak sebanyak 8 item 3.6.2
Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan, yang menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten “(Djamaludin Ancok, 1989:22)”. Reliabilitas diuji
untuk mengetahui sejauhmana alat ukur yang digunakan tersebut, memiliki taraf ketelitian, kepercayaan, kekonstanan ataupun kestabilan. Perhitungan reliabilitas hanya dapat dilakukan pada item-item yang memiliki validitas. Teknik yang digunakan untuk mengukurnya adalah teknik belah dua (split half), dimana pengujian reliabilitas dilakukan dengan sekali saja pada sekelompok responden (Single Administration Method), yaitu mengukur Internal Consistency, dasarnya yaitu pada setiap item dalam suatu alat ukur memiliki derajat konsistensi tersendiri, artinya dapat mengukur fungsi yang sama. Derajat kemantapan internal dapat diperkirakan dengan mengkorelasikan kedua belahan tes yang bersangkutan. Untuk menguji reliabilitas digunakan teknik Split Half. Langkah-langkah menentukan koefisien reliabilitas dari alat ukur tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Menggabungkan item-item yang valid menjadi satu dan membuang item yang tidak valid.
2.
Membagi item-item valid menjadi dua belahan (kelompok), yaitu item bernomor ganjil dan item bernomor genap. Item yang bernomor genap dikelompokkan sebagai belahan pertama, sedangkan yang bernomor ganjil dikelompokkan sebagai belahan kedua.
3.
Skor masing-masing item pada tiap belahan dijumlahkan. Langkah ini akan menghasilkan dua skor total untuk masing-masing responden, yakni skor total belahan pertama dan skor belahan kedua.
4.
Mengkorelasikan skor total belahan pertama dan skor total belahan kedua dengan menggunakan teknik korelasi Rank Spearman.
5.
Oleh karena angka korelasi yang diperoleh adalah angka korelasi dari alat ukur yang dibelah, maka angka korelasi yang dihasilkan lebih rendah daripada angka korelasi yang didapat jika alat ukur tersebut tidak dibelah. Oleh karena itu harus dicari angka reliabilitas untuk keseluruhan item tanpa dibelah. Cara mencari reliabilitas untuk keseluruhan item adalah dengan mengkorelasikan angka korelasi yang diperoleh dengan memasukkan ke dalam rumus :
Rtot
2(rtt ) 1 rttt
: angka reliabilitas keseluruhan item Keterangan : rtot rtt = rs : angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua Prinsip umum yang digunakan untuk menafsirkan tinggi rendahnya koefisien korelasi Reliabilitas mengacu pada kriteria Guilford (Subino, 1987:115) yaitu: Tabel 3.3 Kriteria Guilford Nilai 0,00 – 0,20 0,21 – 0,40 0,41 – 0,70 0,71 – 0,90 0,91 – 1,00
Tingkat Korelasi Sangat Rendah, tidak dapat digunakan Rendah, dapat digunakan dengan revisi Sedang, dapat digunakan Tinggi, dapat digunakan Sangat Tinggi, dapat digunakan
Setelah dilakukan pengujian alat ukur terhadap populasi dengan menggunakan try out terpakai terhadap 13 orang anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, maka dengan menggunakan split half Rank Spearman, untuk alat ukur Iklim Kerja, diperoleh nilai reliabilitas 0,952, yang menunjukan bahwa alat ukur
ini memiliki tingkat reliabilitas yang sangat tinggi. Sedangkan untuk alat ukur Stres Kerja, diperoleh nilai reliabilitas 0,833, yang menunjukan bahwa alat ukur tersebut memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi. Dengan demikian kedua alat ukur tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini.
3.7.
Teknik Analisis Data
3.7.1
Korelasi Rank Spearman Teknik analisis data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah
Uji koefisien korelasi Rank Spearman. Koefisien korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengukur sejauh mana korelasi antara dua variabel yang sekurang-kurangnya berdata ordinal. Dengan kata lain alasan menggunakan koefisien korelasi Rank Spearman adalah: 1.
Data dalam penelitian ini berpasangan
2.
Data dalam penelitian ini bersifat ordinal. Langkah-langkah perhitungan koefisien korelasi Rank Spearman adalah
sebagai berikut: 1.
Berikan rangking observasi-observasi pada variabel X (Iklim Kerja) mulai dari 1 sampai dengan N, juga observasi pada variabel Y (Stres Kerja) mulai dari 1 sampai dengan N.
2.
Daftarkan N subjek, beri setiap subjek rangking pada variabel X (Iklim Kerja) dan variabel Y (Stres Kerja) disebelah nama/nomor subjek.
3.
Hitung rs dengan ketentuan :
R( X ) R(Y ) N rs ( R( X )) 2
Keterangan : R(X) R(Y) N
N
= = =
N 1 2
N 1 2
2
2
( R(Y )) 2
N
N 1 2
2
Ranking variabel X Ranking variabel Y Jumlah subjek penelitian
Conover W.J. (1999) dalam Ating Somantri dan Sambas Ali Muhidin (2006:218)
Nilai rs (Koefisien Korelasi Rank Spearman) terletak antara -1 sampai dengan +1 atau dapat juga ditulis dengan notasi -1 ≤ rs ≤ +1. Notasi ini menunjukkan tingkat korelasi antara variabel-variabel yang diuji dalam penelitian ini. -
Jika rs = 0 (atau mendekati 0), maka tidak terdapat korelasi antara variabel-variabel yang diuji (lemah).
-
Jika rs = +1 (atau mendekati +1), maka terdapat korelasi positif yang kuat.
-
Jika rs = -1 (atau mendekati -1), maka terdapat korelasi negatif yang kuat. Mengingat penelitian ini dilakukan pada populasi penelitian, maka dalam
penelitian tidak perlu melakukan pengujian signifikansi terhadap koefisien korelasi yang ditemukan. Sugiono (1999:209) mengatakan bahwa apabila penelitian dilakukan pada seluruh populasi, maka tidak diperlukan pengukuran signifikansi terhadap koefisien korelasi yang ditemukan. Hal ini berarti peneliti tidak merumuskan dan menguji instrumen statistik. Hal ini dikarenakan hasil penelitian yang diperoleh telah menggambarkan populasi penelitian.
Selanjutnya, untuk mengetahui seberapa besar kontribusi variabel X (iklim kerja) terhadap variabel Y (stress kerja) dapat diketahui melalui koefisien determinasi, dengan rumus : rs2 x 100% 3.7.2
Perhitungan Median Kriteria untuk menentukan penilaian tinggi/positif atau rendah/negatifnya
moril kerja beserta faktor-faktornya digunakan perhitungan median dari alat ukur (kriteria ideal). Perhitungan median dilakukan karena data berskala ordinal. Nilai tinggi adalah bila nilai skor berada sama dengan atau di atas median, sedangkan nilai rendah jika nilai skor berada di bawah median. Langkah-langkahnya sebagai berikut: 1.
Tentukan batas atas (nilai maksimum) dan batas bawah kelas (nilai minimum): -
Nilai Maksimum/Batas Atas Kelas (BA) = pilihan jawaban tertinggi x jumlah pertanyaan valid
-
Nilai Minimum/Batas Bawah Kelas (BB) = pilihan jawaban terendah x jumlah pertanyaan valid
2.
Tentukan Rentang atau Nilai Maksimum - Nilai Minimum: -
3.
Tentukan banyaknya kelas (kategori) -
4.
Rentang (R) = Nilai Maksimum – Nilai Minimum
Banyaknya kelas (Tinggi/Positif dan Rendah/Negatif) = 2
Tentukan panjang kelas -
Panjang Kelas (P) = Rentang/Banyaknya Kelas
5.
Tentukan nilai median -
6.
Median = Nilai Minimum + Panjang Kelas
Tentukan interval masing-masing kelas (kategori) -
Interval Kelas : Rendah/Negatif
=
Nilai Minimal s/d < Median
Tinggi/Positif
=
Median s/d Nilai Maksimal
Selanjutnya, untuk mengetahui berapa banyak orang (persen) responden yang memiliki Iklim Kerja dan Stres Kerja yang tinggi atau rendah, maka dihitung frekuensi dan persentase responden yang memiliki Iklim Kerja dan Stres Kerja yang tinggi dan rendah.
3. 8
Frekuensi
= Banyaknya data berkategori tertentu
Persentase
= Banyaknya data berkategori tertentu x 100 % Banyaknya data responden
Prosedur Pelaksanaan Penelitian
3.8.1 Tahap Persiapan 1.
Menentukan permasalahan yang akan diteliti dan melakukan studi kepustakaan awal,
2.
Mempersiapkan surat izin yang diperlukan untuk melakukan penelitian dari pihak fakultas Psikologi UNISBA untuk diberikan kepada Kapolres Sumedang-Jawa Barat,
3.
Melakukan observasi awal di Unit Laka Lantas Polres Sumedang Jawa Barat, untuk menemukan permasalahan yang dihadapi anggota,
4.
Menemukan permasalahan yang dihadapi oleh anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang Jawa Barat,
5.
Melakukan observasi dan wawancara pada anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang Jawa Barat, untuk mendapatkan informasi dan gambaran yang lebih objektif, mengenai permasalahan yang akan diteliti,
6.
Melakukan studi kepustakaan lebih lanjut mengenai variabel-variabel penelitian yang berkaitan dengan permasalahan yang ada,
7.
Menyusun usulan rancangan penelitian sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti,
8.
Mengajukan usulan penelitian dalam forum,
9.
Melakukan perbaikan-perbaikan berdasarkan masukan yang diperoleh dari forum tersebut melalui proses bimbingan dengan dosen pembimbing,
10.
Menetapkan desain penelitian dan mempersiapkan alat ukur yang akan digunakan untuk mengambil data
11.
Menentukan jadwal penelitian.
3.8.2 Tahap Pelaksanaan (Pengumpulan Data) Hal-hal yang dilakukan pada tahap pelaksanaan adalah: 1.
Menghubungi Kapolres Sumedang, Kasatlantas dan Kanit Laka Lantas untuk mendapatkan kesempatan pengambilan data dari karyawan Unit Laka Lantas Polres Sumedang,
2.
Memberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan dan memohon kesediaan para anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang untuk dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini,
3.
Melaksanakan pengambilan data dengan cara meminta anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang untuk mengisi alat ukur yang telah disediakan dan dilakukan secara individual,
4.
Memeriksa kelengkapan pengisian alat ukur oleh responden agar semua jawaban dari alat ukur tidak ada yang terlewat.
3.8.3 Tahap Pengolahan Data Setelah diperoleh data penelitian, maka dilakukan langkah-langkah untuk pengolahan data sebagai berikut: 1.
Mengumpulkan alat ukur yang telah diisi lengkap oleh responden,
2.
Melakukan skoring dengan menilai setiap hasil alat ukur yang telah diisi oleh subjek penelitian,
3.
Menghitung, mentabulasikan data yang diperoleh kemudian dimasukan dalam tabel,
4.
Mengolah data dengan menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis penelitian dan korelasi antar variabel penelitian.
3.8.4 Tahap Pembahasan Setelah diperoleh hasil dari pengolahan data, maka dilakukan pembahasan untuk membahas hasil yang telah didapat dari penilitian dengan langkah-langkah: 1.
Menginterpretasikan dan membahas hasil analisis statistik berdasarkan teori-teori dan kerangka pikir yang melandasi penelitian ini,
2.
Merumuskan kesimpulan hasil penelitian kepada penerimaan atau penolakan hasil hipotesis dan pemberian saran-saran yang diajukan guna perbaikan dan kesempurnaan penelitian,
3.
Mengkonsultasikan hasil penelitian yang diperoleh dengan pembimbing untuk menyempurnakan hasil laporan penelitian.
3.8.5 Tahap Penulisan Kemudian langkah terakhir yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1.
Penelitian secara menyeluruh dilaporkan dalam bentuk laporan tertulis,
2.
Melakukan perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan terhadap laporan hasil penelitian sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban dari peneliti atas dilaksanakannya penelitian ini.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai keeratan hubungan antara Dimensi-Dimensi Iklim Kerja dengan Stres Kerja pada Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang. Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil-hasil pengolahan data dilengkapi dengan pembahasan yang didasarkan pada hasil perhitungan statistik beserta penjelasan-penjelasan teoritis. Perhitungan statistik yang dipergunakan dalam pengolahan data adalah melalui Koefisien Korelasi rank Spearman. Koefisien Korelasi rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel penelitian dengan skala ordinal, yang dalam penelitian ini yaitu variabel Dimensi-Dimensi Iklim Kerja dengan Stres Kerja. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Bab III, penelitian ini dilakukan pada populasi penelitian (13 orang Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang), maka dalam penelitian tidak perlu melakukan pengujian signifikansi terhadap koefisien korelasi yang ditemukan. Sugiono (1999:209) mengatakan bahwa apabila penelitian dilakukan pada seluruh populasi, maka tidak diperlukan pengukuran signifikansi terhadap koefisien korelasi yang ditemukan. Hal ini berarti peneliti tidak merumuskan dan menguji instrumen statistik. Hal ini dikarenakan hasil penelitian yang diperoleh telah menggambarkan populasi penelitian.
4.1
Frekuensi dan Persentase Dimensi-Dimensi Iklim Kerja
Untuk mengetahui berapa banyak orang (persen) Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang yang memiliki penghayatan positif terhadap dimensidimensi Iklim Kerja, maka perlu dicari frekuensi dan persentasenya positif negatifnya persepsi Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang terhadap dimensi-dimensi Iklim Kerja berdasarkan kriteria ideal sebagaimana dijelaskan dalam Bab III. Hasil perhitungan persentase dan frekuensinya disajikan dalam tabel berikut: Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Penghayatan Iklim Kerja Dimensi Conformity Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang Kriteria
Negatif Positif Total
F 10 3 13
% 76,92 23,08 100
Median 47,5
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 13 orang Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, mayoritas 10 orang (76,92%) anggota memiliki penghayatan negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Conformity. Sedangkan 3 orang (23,08%) anggota memiliki penghayatan positif terhadap iklim kerja dimensi Conformity. Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Penghayatan Iklim Kerja Dimensi ResponsibilityAnggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang Kriteria
Negatif Positif Total
F 11 2 13
% 84,62 15,38 100
Median 17,5
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 13 orang Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, mayoritas 11 orang (84,62%) anggota memiliki penghayatan negatif terhadap iklim kerja dimensi Responsibility. Sedangkan 2 orang (15,38%)
anggota lainnya memiliki penghayatan positif terhadap iklim kerja dimensi Responsibility. Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Penghayatan Iklim Kerja Dimensi Standard Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang Kriteria
Negatif Positif Total
F 10 3 13
% 76,92 23,08 100
Median 32,5
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 13 orang Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, mayoritas 10 orang (76,92%) anggota memiliki penghayatan negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Standard. Sedangkan 3 orang (23,08%) anggota lainnya memiliki penghayatan positif terhadap Iklim Kerja Dimensi Standard. Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Penghayatan Iklim Kerja Dimensi Reward Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang Kriteria
Negatif Positif Total
F 11 2 13
% 84,62 15,38 100
Median 37,5
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 13 orang Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, mayoritas 11 orang (84,62%) anggota memiliki penghayatan negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Reward. Sedangkan 2 orang (15,38%) anggota lainnya memiliki penghayatan positif terhadap Iklim Kerja Dimensi Reward.
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Penghayatan Iklim Kerja Dimensi ClarityAnggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang Kriteria
Negatif Positif Total
F 8 5 13
% 61,54 38,46 100
Median 50
Berdasarkan tabel dan gambar di atas, terlihat bahwa dari 13 orang Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, mayoritas 8 orang (61,54%) anggota memiliki penghayatan negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Clarity. Sedangkan 5 orang (38,46%) anggota lainnya memiliki penghayatan positif terhadap Iklim Kerja Dimensi Clarity. Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Penghayatan Iklim Kerja Dimensi Team Spirit Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang Kriteria
Negatif Positif Total
F 10 3 13
% 76,92 23,08 100
Median 45
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 13 orang Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, mayoritas 10 orang (76,92%) anggota memiliki penghayatan negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Team Spirit. Sedangkan 3 orang (23,08%) anggota lainnya memiliki penghayatan positif terhadap Iklim Kerja Dimensi Team Spirit.
4.2
Frekuensi dan Persentase Tinggi Rendahnya Stres Kerja Untuk mengetahui berapa banyak orang (persen) Anggota Unit Laka
Lantas Polres Sumedang yang memiliki Stres Kerja yang tinggi dan berapa banyak orang (persen) Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang yang
memiliki Stres Kerja yang rendah, maka perlu dicari frekuensi dan persentasenya tinggi rendahnya Stres Kerja Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang berdasarkan kriteria ideal. Hasil perhitungan persentase dan frekuensinya disajikan dalam tabel dan gambar berikut: Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Tinggi Rendahnya Stres Kerja Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang Kriteria
Rendah Tinggi Total
F 3 10 13
% 23.08 76.92 100.00
Median 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 13 orang anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, mayoritas 10 orang (76,92%) anggota memiliki Stres Kerja yang tinggi. Sedangkan 3 orang (23,08%) anggota lainnya memiliki Stres Kerja yang rendah.
4.3
Korelasi Rank Spearman antara Dimensi-dimensi Iklim Kerja (X1X6) dengan Stres Kerja (Y) Untuk mengetahui hubungan antara Dimensi-dimensi Iklim Kerja dengan
Stres Kerja pada Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, perlu dilakukan analisis korelasi. Mengingat data dari kedua variabel dalam penelitian ini berskala pengukuran ordinal, maka koefisien korelasi yang digunakan adalah koefisien korelasi Rank Spearman.
4.3.1
Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Conformity (X1) dengan Stres Kerja (Y) Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Conformity (X1) dengan Stres Kerja (Y) Keterangan
Rs
Hubungan Dimensi Conformity dengan Stres Kerja
rs = -0,705
Kesimpulan rs < 0, artinya terdapat hubungan negatif Dimensi Conformity dengan Stres Kerja
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh bahwa koefisien korelasi Rank Spearman (rs) antara Dimensi Conformity dengan Stres Kerja sebesar rs = -0,705, menurut tabel Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi tinggi. Mengingat harga korelasinya negatif, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara Dimensi Conformity dengan Stres Kerja. Hal ini berarti semakin negatif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim Kerja Dimensi Conformity, maka semakin tinggi Stres Kerja yang dimilikinya. 4.3.2
Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Responsibility (X2) dengan Stres Kerja (Y) Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Responsibility dengan Stres Kerja Keterangan
Rs
Hubungan Dimensi Responsibility rs = -0,613 dengan Stres Kerja
Kesimpulan rs < 0, artinya terdapat hubungan negatif antara Dimensi Responsibility dengan Stres Kerja
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh bahwa koefisien korelasi Rank Spearman (rs) antara Dimensi Responsibility dengan Stres Kerja sebesar rs = -0,613, menurut tabel Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Mengingat harga korelasinya negatif, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara Dimensi Responsibility dengan Stres Kerja. Hal ini berarti semakin negatif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim Kerja Dimensi Responsibility, maka semakin tinggi Stres Kerja yang dimilikinya. 4.3.3
Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Standard (X3) dengan Stres Kerja (Y) Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Standard dengan Stres Kerja Keterangan
Rs
Hubungan Dimensi Standard dengan Stres Kerja
rs = -0,789
Kesimpulan rs < 0, artinya terdapat hubungan negatif antara Dimensi Standard dengan Stres Kerja
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh bahwa koefisien korelasi Rank Spearman (rs) antara Dimensi Standard dengan Stres Kerja sebesar rs = -0,789, menurut tabel Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi tinggi. Mengingat harga korelasinya negatif, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara Dimensi Standard dengan Stres Kerja. Hal ini berarti semakin negatif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim Kerja Dimensi Standard, maka semakin tinggi Stres Kerja yang dimilikinya.
4.3.4
Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Reward (X4) dengan Stres Kerja (Y) Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Reward (X4) dengan Stres Kerja (Y) Keterangan
Hubungan Dimensi dengan Stres Kerja
Rs Reward
rs = -0,612
Kesimpulan rs < 0, artinya terdapat hubungan negatif Dimensi Reward dengan Stres Kerja
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh bahwa koefisien korelasi Rank Spearman (rs) antara Dimensi Reward dengan Stres Kerja sebesar rs = -0,612, menurut tabel Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Mengingat harga korelasinya negatif, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara Dimensi Reward dengan Stres Kerja. Hal ini berarti semakin negatif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim Kerja Dimensi Reward, maka semakin tinggi Stres Kerja yang dimilikinya. 4.3.5
Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Clarity (X1) dengan Stres Kerja (Y) Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Clarity dengan Stres Kerja Keterangan
Rs
Hubungan Dimensi Clarity dengan Stres Kerja
rs = -0,450
Kesimpulan rs < 0, artinya terdapat hubungan negatif antara Dimensi Clarity dengan Stres Kerja
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh bahwa koefisien korelasi Rank Spearman (rs) antara Dimensi Clarity dengan Stres Kerja sebesar rs = -0,450, menurut tabel Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Mengingat harga korelasinya negatif, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara Dimensi Clarity dengan Stres Kerja. Hal ini berarti semakin negatif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim Kerja Dimensi Clarity, maka semakin tinggi Stres Kerja yang dimilikinya. 4.3.6
Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Team Spirit (X1) dengan Stres Kerja (Y) Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara Dimensi Team Spirit dengan Stres Kerja Keterangan
Rs
Hubungan Dimensi Team Spirit dengan Stres Kerja
rs = -0,711
Kesimpulan rs < 0, artinya terdapat hubungan negatif antara Dimensi Team Spirit dengan Stres Kerja
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh bahwa koefisien korelasi Rank Spearman (rs) antara Dimensi Team Spirit dengan Stres Kerja sebesar rs = -0,711, menurut tabel Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi tinggi. Mengingat harga korelasinya negatif, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara Dimensi Team Spirit dengan Stres Kerja. Hal ini berarti semakin negatif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim Kerja Dimensi Team Spirit, maka semakin tinggi Stres Kerja yang dimilikinya.
Berdasarkan tabel perhitungan korelasi Rank Spearman antara dimensidimensi Iklim Kerja dan Stres Kerja di atas, terlihat bahwa nilai korelasi antara Iklim Kerja pada Dimensi Standard, Team Spirit, dan Conformity dengan Stres Kerja lebih tinggi dibandingkan nilai korelasi antara Dimensi-dimensi Iklim Kerja lainnya dengan Stres Kerja. Hal ini berarti Iklim Kerja pada Dimensi Standard, Team Spirit, dan Conformity merupakan dimensi yang lebih/sangat dominan berhubungan dengan Stres Kerja Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang.
4.4
Frekuensi dan Persentase Tabulasi Silang antara Dimensi-dimensi Iklim Kerja dengan Stres Kerja Hasil frekuensi dan persentase tabulasi silang antara dimensi-dimensi
Iklim Kerja dengan Stres Kerja disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Tabulasi Silang antara Iklim Kerja Dimensi Conformity dan Stres Kerja Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang
Conformity (X1)
Total
Conformity (X1) * Stres Kerja (Y) Crosstabulation Stres Kerja (Y) Rendah Tinggi Negatif Count 0 10 % of Total .0% 76.9% Positif Count 3 0 % of Total 23.1% .0% Count 3 10 % of Total 23.1% 76.9%
Total 10 76.9% 3 23.1% 13 100.0%
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 13 orang Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, mayoritas 10 orang (76,9%) anggota yang memiliki penghayatan negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Conformity, memiliki Stres Kerja tinggi. Sedangkan 3 orang (23,1%) anggota yang memiliki penghayatan positif terhadap Iklim Kerja Dimensi Conformity, memiliki Stres Kerja rendah.
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Tabulasi Silang antara Iklim Kerja Dimensi Responsibility dan Stres Kerja Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang Responsibility (X2) * Stres Kerja (Y) Crosstabulation
Responsibility (X2)
Negatif
Count % of Total Count % of Total Count % of Total
Positif Total
Stres Kerja (Y) Rendah Tinggi 1 10 7.7% 76.9% 2 0 15.4% .0% 3 10 23.1% 76.9%
Total 11 84.6% 2 15.4% 13 100.0%
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 13 orang Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, mayoritas dari 11 orang (84,6%) anggota yang memiliki penghayatan negatif terhadap iklim kerja dimensi Responsibility, 10 orang (76,9%) anggota memiliki Stres Kerja tinggi dan hanya 1 orang (7,7%) anggota memiliki Stres Kerja rendah. Sedangkan 2 orang (15,4%) anggota lainnya yang memiliki penghayatan positif terhadap Iklim Kerja Dimensi Responsibility, memiliki Stres Kerja rendah. Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Tabulasi Silang antara Iklim Kerja Dimensi Standard dan Stres Kerja Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang Standard (X3) * Stres Kerja (Y) Crosstabulation
Standard (X3)
Negatif Positif
Total
Count % of Total Count % of Total Count % of Total
Stres Kerja (Y) Rendah Tinggi 0 10 .0% 76.9% 3 0 23.1% .0% 3 10 23.1% 76.9%
Total 10 76.9% 3 23.1% 13 100.0%
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 13 orang Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, mayoritas 10 orang (76,9%) anggota yang memiliki penghayatan negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Standard, memiliki Stres Kerja
tinggi. Sedangkan dari 3 orang (23,1%) anggota yang memiliki penghayatan positif terhadap Iklim Kerja Dimensi Standard, memiliki Stres Kerja rendah. Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Tabulasi Silang antara Iklim Kerja Dimensi Reward dan Stres Kerja Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang Reward (X4) * Stres Kerja (Y) Crosstabulation
Reward (X4)
Negatif Positif
Total
Count % of Total Count % of Total Count % of Total
Stres Kerja (Y) Rendah Tinggi 1 10 7.7% 76.9% 2 0 15.4% .0% 3 10 23.1% 76.9%
Total 11 84.6% 2 15.4% 13 100.0%
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 13 orang Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, mayoritas dari 10 orang (44,4%) anggota yang memiliki penghayatan negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Reward, 10 orang (76,9%) anggota memiliki Stres Kerja tinggi dan hanya 1 orang (7,7%) anggota memiliki Stres Kerja rendah. Sedangkan 2 orang (15,4%) anggota lainnya yang memiliki penghayatan positif terhadap Iklim Kerja Dimensi Reward, memiliki Stres Kerja rendah. Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Tabulasi Silang antara Iklim Kerja Dimensi Clarity dan Stres Kerja Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang Clarity (X5) * Stres Kerja (Y) Crosstabulation
Clarity (X5)
Negatif Positif
Total
Count % of Total Count % of Total Count % of Total
Stres Kerja (Y) Rendah Tinggi 0 8 .0% 61.5% 3 2 23.1% 15.4% 3 10 23.1% 76.9%
Total 8 61.5% 5 38.5% 13 100.0%
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 13 orang Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, 8 orang (61,5%) anggota yang memiliki penghayatan negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Clarity, memiliki Stres Kerja tinggi. Sedangkan dari 5 orang (38,5%) anggota lainnya yang memiliki penghayatan positif terhadap Iklim Kerja Dimensi Clarity, 3 orang (23,1%) anggota memiliki Stres Kerja rendah dan 2 orang (15,4%) anggota lainnya memiliki Stres Kerja tinggi. Tabel 4.19 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Tabulasi Silang antara Iklim Kerja Dimensi Team Spirit dan Stres Kerja Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang Team Spirit (X6) * Stres Kerja (Y) Crosstabulation
Team Spirit (X6)
Negatif Positif
Total
Count % of Total Count % of Total Count % of Total
Stres Kerja (Y) Rendah Tinggi 0 10 .0% 76.9% 3 0 23.1% .0% 3 10 23.1% 76.9%
Total 10 76.9% 3 23.1% 13 100.0%
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 13 orang Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, 10 orang (76,9%) anggota yang memiliki penghayatan negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Team Spirit, memiliki Stres Kerja tinggi. Sedangkan 3 orang (23,1%) anggota lainnya yang memiliki penghayatan positif terhadap Iklim Kerja Dimensi Team Spirit, memiliki Stres Kerja rendah.
4.5
Rekap Data Berikut adalah tabel rekapitulasi korelasi antara dimensi-dimensi iklim
kerja dengan stress kerja: Tabel 4.20 Rekapitulasi Korelasi antara Dimensi-Dimensi Iklim Kerja dan Stres Kerja No. 1 2 3 4 5 6
Keterangan Hubungan Dimensi Standard dengan Stres Kerja Hubungan Dimensi Team Spirit dengan Stres Kerja Hubungan Dimensi Conformity dengan Stres Kerja Hubungan Dimensi Responsibility dengan Stres Kerja Hubungan Dimensi Reward dengan Stres Kerja Hubungan Dimensi Clarity dengan Stres Kerja
rs rs = -0,789 rs = -0,711 rs = -0,705 rs = -0,613 rs = -0,612 rs = -0,450
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa dalam penelitian ini, dimensi standard, team spirit, dan conformity berkorelasi tinggi dengan stres kerja dibandingkan korelasi antara dimensi responsibility, reward, dan clarity, dengan dimensi standard yang memiliki korelasi paling tinggi dengan stres kerja. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ketiga dimensi tersebut lebih dominan berhubungan dengan stres kerja, dengan dimensi standard paling dominan berhubungan dengan stres kerja.
4.6
Pembahasan Penghayatan anggota organisasi terhadap dimensi-dimensi iklim kerja
akan mempengaruhi anggota, baik secara fisik maupun psikis dalam bekerja. Seperti yang dikemukakan oleh George H. Litwin dan Robert A. Stinger, bahwa iklim kerja merupakan sesuatu yang dipersepsi, efek subjektif dari sistem formal, gaya manajemen dan faktor-faktor lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap
sikap, keyakinan, nilai dan motivasi orang yang bekerja di dalam organisasi. Artinya Iklim Kerja dapat dikatakan positif (menyenangkan) ataupun negatif (tidak menyenangkan), tergantung dari bagaimana individu mempersepsi lingkungan kerjanya. Dalam membahas iklim kerja, maka yang dilakukan pertama kali adalah menelaah dimensi-dimensi Iklim Kerja. Dimensi-dimensi Iklim Kerja yang terdiri dari dimensi-dimensi yang saling berhubungan satu sama lainnya dalam lingkungan kerja, yaitu conformity, Responsibility, Standard, Reward, Clarity dan Team Spirit (Litwin & Meyer). Keenam dimensi tersebut berinteraksi satu dengan yang lainnya membentuk iklim kerja secara keseluruhan dan akan mempengaruhi individu dalam organisasi. Pada Polres Sumedang Jawa Barat telah terjadi perubahan yang tiba-tiba, yang membuat iklim organisasi pun sedikit berubah. Hal ini mengakibatkan kurangnya kesiapan para anggota baik dari segi psikis maupun fisik, sehingga terjadi kondisi yang tidak seimbang di dalam tubuh yang menimbulkan ketidaknyamanan sebagai hasil interaksi antara stimulus dari lingkungan kerja dan memunculkan respon yang disebut stres kerja. Dengan iklim yang ada saat ini, dipersepsi berbeda oleh para anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang. Ada yang dapat menyesuaikan dengan iklim tersebut namun ada yang merasakan perubahan dengan tuntutan kerja yang semakin tinggi menjadi beban bagi para anggota sehingga timbulah stres. Secara umum orang berpendapat bahwa jika seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka dikatakan bahwa individu
itu
mengalami
stres
kerja.
Ivancevich
&
Matteson,
1980,
mendifinisikan stres kerja sebagai respon adaptif yang dihubungkan dengan perbedaan-perbedaan individual atau proses-proses psikologis yang diakibatkan oleh faktor-faktor eksternal, yang bisa berupa tindakan, situasi ataupun peristiwa, yang mengakibatkan ketegangan fisik dan psikologis pada individu secara berlebihan. Mengacu pada pengertian di atas, maka batasan stres kerja dalam penelitian ini yaitu derajat reaksi dari penghayatan individu terhadap faktor-faktor atau stressor di lingkungan kerja yang menekan dan mengancam individu. Menurut Hans Selye penghayatan individu terhadap stressor dapat dilihat dari ketegangan (strain) yang terjadi dalam proses bekerja, yaitu ketegangan kerja (psychological job-related strain), ketegangan fisik (physical strain), ketegangan psikologis (psychological strain), serta ketegangan perilaku (behavioral strain). Saat ini para anggota Unit Laka Lantas mengeluhkan kurang nyamannya iklim kerja yang mereka alami mengakibatkan kurangnya waktu istirahat dan menimbulkan berbagai gangguan dalam diri, seperti mudah lelah, sering berkeringat, mudah sakit, mudah marah, gelisah, mudah cemas, kejenuhan, dan memiliki masa penyembuhan yang cukup lama setelah sakit. Selain itu para komandan regu mengeluhkan anggotanya yang sering melakukan pengabaian tugas, sering datang terlambat, dan sering mangkir. Pada dasarnya sebuah organisasi atau perusahaan dapat dianalogikan sebagai tubuh manusia. Jika salah satu dari anggota tubuh itu terganggu, maka akan menghambat keseluruhan gerak, menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit dan menyebabkan individunya tidak dapat berfungsi secara normal. Demikian
pula jika banyak di antara karyawan di dalam organisasi mengalami stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. Jika stres yang dialami oleh organisasi atau perusahaan tidak kunjung selesai, maka sangat berpotensi mengundang penyakit yang lebih serius. Bukan hanya individu yang bisa mengalami penyakit, organisasi pun dapat memiliki apa yang dinamakan Penyakit Organisasi. Litwin dan Meyer (Steers & Porter, 1979) mengemukakan bahwa salah satu dimensi yang mempengaruhi Iklim Kerja adalah Standard. Standard merupakan suatu ketentuan yang ditetapkan organisasi tentang mutu dari hasil kerja yang dilakukan karyawan. Hal ini menunjukkan derajat penghayatan karyawan bahwa perusahaan menetapkan suatu target tertentu yang memiliki risiko dan tantangan. Program Polri yang mengharuskan tiap anggotanya untuk mensukseskan Quick Win yaitu melakukan quick response dalam menangani suatu kejadian dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat tidak ditunjang dengan alat dan biaya operasional yang memadai, jumlah anggota yang tidak mencukupi dan area wilayah dinas yang luas. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh hasil bahwa koefisien korelasi Rank Spearman (rs) antara Iklim Kerja Dimensi Standard dengan Stres Kerja terdapat hubungan sebesar rs = -0,789 yang menurut tabel Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi tinggi. Mengingat harga korelasinya negatif, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara Iklim Kerja Dimensi Standard dengan Stres Kerja. Hal ini berarti semakin negatif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim Kerja
Dimensi Standard, maka semakin tinggi Stres Kerja yang dimilikinya atau sebaliknya semakin positif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim Kerja Dimensi Standard, maka semakin rendah Stres Kerja yang dimilikinya. Berdasarkan data tabulasi silang antara Iklim Kerja Dimensi Standard dengan Stres Kerja dapat diterangkan bahwa dari 13 orang Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, mayoritas 10 orang (76,9%) anggota yang memiliki penghayatan negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Standard, memiliki Stres Kerja tinggi. Sedangkan dari 3 orang (23,1%) anggota yang memiliki penghayatan positif terhadap Iklim Kerja Dimensi Standard, memiliki Stres Kerja rendah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mayoritas anggota menghayati negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Standard dan mayoritas anggota memiliki Stres Kerja tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan dan interview terhadap Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, menunjukkan bahwa Program Polri yang mengharuskan tiap anggotanya untuk mensukseskan Quick Win yaitu melakukan quick response dalam menangani suatu kejadian dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat tidak ditunjang dengan alat dan biaya operasional yang memadai, jumlah anggota yang tidak mencukupi dan area wilayah dinas yang luas. Setiap harinya selalu terjadi kecelakaan di kota Sumedang, dalam satu hari terjadi minimal tiga kali kejadian. Dengan anggota tiap regu yang hanya lima orang, tidak sebanding untuk menangani kejadian yang ada, sehingga terkadang ketika satu kejadian belum selesai dikerjakan ada kejadian lain yang harus segera
ditangani, sedangkan area wilayah kerja mereka yang membawahi 26 Polsek tersebut memiliki jarak tempuh yang jauh. Ketika piket, anggota unit laka lantas ini sangat kurang beristirahat karena banyaknya kejadian, selain mereka harus menangani kejadian di lapangan, mereka juga harus melakukan operasi pekat pada pukul 03.00. Kemudian mereka harus mengerjakan laporan yang akan diserahkan kepada kapolres pada jam 05.00 pagi hari berikutnya, dan menginput laporan secara online ke Polda Jabar. Selain itu, terdapat kendala yang dihadapi dalam hal operasional, misalnya kendaraan operasional yang tidak layak guna karena usia kendaraan yang tua dan terdapat banyak kerusakan. Jumlahnya juga hanya sedikit, yaitu tiga unit masingmasing satu untuk tiap regu. Ketika banyak kejadian kecelakaan dan kendaraan sedang digunakan, sedangkan kejadian harus segera diselesaikan, mereka berusaha untuk meminjam ke regu yang lain, namun mereka mengalami kesulitan karena kurangnya koordinasi antar regu. Selain itu masalah komputer, ketika komputer satu regu rusak, maka sangat sulit untuk meminjam kepada regu lain dengan alasan takut komputer regunya juga rusak karena tiap regu hanya diberi satu unit komputer. Bahkan tiap regu menyembunyikan perangkat komputernya agar tidak bisa digunakan regu lain, seperti kabelnya atau catridge tinta. Kemudian biaya operasional yang diberikan oleh organisasi dirasakan oleh anggota masih kurang, yaitu Rp. 250.000,- untuk setiap kejadian, sedangkan biaya yang dikeluarkan lebih dari itu. Biaya operasional ini baru ada jika laporan sudah selesai dikejakan, dengan kata lain anggota harus menggunakan uang mereka terlebih dahulu untuk menangani suatu kecelakaan.
Berbagai keluhan telah disampaikan para anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang kepada Kanit Laka Lantas, yang kemudian diteruskan ke Kasatlantas dan akan dilaporkan ke Kapolres. Para anggota mengeluhkan mengenai kurangnya anggota, alat-alat dan biaya operasional, walaupun pimpinan mendengarkan dan memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi, namun tidak disertai dengan tindakan, sehingga solusi yang diberikan tetap tidak menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi para anggota Unit Laka Lantas ini. Pada keadaan seperti ini para anggota mengatakan bahwa mereka bekerja di bawah tekanan dan beban kerja mereka yang terlalu banyak, sangat menyita waktu istirahat mereka. Selain itu, mereka dibebani tugas di luar pekerjaan mereka dan hal ini terjadi pada waktu piket. Hal ini lebih bersifat kepentingan kedinasan dan pribadi atasan atau anggota keluarga atasan, sehingga terkadang anggota mengalami dilema karena dihadapkan dengan banyaknya tugas yang harus diselesaikan, namun tidak dapat menolak perintah atasan, dan hal ini terjadi mendadak, sehingga jumlah anggota yang bertugas semakin sedikit dan menimbulkan banyaknya pekerjaan yang belum diselesaikan, sehingga waktu istirahat semakin terbatas. Akibat dari negatifnya penghayatan mayoritas anggota terhadap Iklim Kerja Dimensi Standard berdampak pada tingginya Stres Kerja Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang. Hal ini dapat dilihat dari Hal ini dapat dilihat dari beberapa anggota yang mudah lelah, sering berkeringat, mudah sakit, mudah marah, gelisah, mudah cemas, kejenuhan, dan memiliki masa penyembuhan yang cukup lama setelah sakit. Selain itu, para komandan regu mengeluhkan
anggotanya yang sering melakukan pengabaian tugas, sering datang terlambat, dan sering mangkir. Ada anggota yang mencuri-curi waktu untuk beristirahat ke suatu tempat, misalnya masjid, asrama polisi terdekat, bahkan rumah karena beban pekerjaan yang dirasakan terlalu banyak dan minimnya waktu istirahat. Walaupun ini hanya dilakukan sesaat, tetapi hal ini menyebabkan mereka tidak ada saat diperlukan. Selain itu, jika terlalu lelah mereka mengandalkan anggota lain untuk membuat laporan kejadian. Team Spirit merupakan salah satu dimensi dari enam dimensi iklim kerja Litwin dan Meyer dalam Steers & Porter, 1979). Hal ini menunjukkan derajat penghayatan karyawan bahwa di dalam perusahaan terdapat keadaan saling mempercayai, tolong menolong, bersahabat dan hubungan baik antar anggota. Dalam suatu organisasi harus tercipta interaksi yang baik dan harmonis dari seluruh anggota organisasi. Untuk mewujudkan hal ini setiap anggota organisasi harus dapat menjalin komunikasi yang baik, memberikan dukungan dan bantuan dan menciptakan persahabatan, sehingga semua anggota organisasi merasa senang dan
nyaman
dengan
iklim
organisasi
yang
diciptakan.
Team
Spirit
mengungkapkan bagaimana suasana interaksi antar anggota organisasi. Pada Unit Laka Lantas Polres Sumedang, terjadi koordonasi yang kurang baik antar regu, persaingan tidak sehat antar anggota regu, dan pembebanan tugas pada anggota lain dalam penyelesaian tugas. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh hasil bahwa koefisien korelasi Rank Spearman (rs) antara Iklim Kerja Dimensi Team Spirit dengan Stres Kerja terdapat hubungan sebesar rs = -0,711 yang menurut tabel Guilford (Subino,
1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi tinggi. Mengingat harga korelasinya negatif, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara Iklim Kerja Dimensi Team Spirit dengan Stres Kerja. Hal ini berarti semakin negatif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim Kerja Dimensi Team Spirit, maka semakin tinggi Stres Kerja yang dimilikinya atau sebaliknya semakin positif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim Kerja Dimensi Team Spirit, maka semakin rendah Stres Kerja yang dimilikinya. Berdasarkan data tabulasi silang antara Iklim Kerja Dimensi Team Spirit dengan Stres Kerja dapat dijelaskan bahwa dari 13 orang Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, 10 orang (76,9%) anggota yang memiliki penghayatan negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Team Spirit, memiliki Stres Kerja tinggi. Sedangkan 3 orang (23,1%) anggota lainnya yang memiliki penghayatan positif terhadap Iklim Kerja Dimensi Team Spirit, memiliki Stres Kerja rendah. Hal ini menandakan bahwa mayoritas anggota menghayati negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Team Spirit dan mayoritas anggota memiliki Stres Kerja tinggi. Berdasarkan hasil interview dengan beberapa Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, dapat diketahui adanya koordonasi yang kurang baik antar regu, persaingan tidak sehat antar anggota regu, dan pembebanan tugas pada anggota lain dalam penyelesaian tugas. Kendaraan operasional yang tidak layak guna karena usia kendaraan yang tua dan terdapat banyak kerusakan. Jumlahnya juga hanya sedikit, yaitu tiga unit masing-masing satu untuk tiap regu. Ketika banyak kejadian kecelakaan dan kendaraan sedang digunakan, sedangkan kejadian
harus segera diselesaikan, mereka berusaha untuk meminjam ke regu yang lain, namun mereka mengalami kesulitan karena kurangnya koordinasi antar regu. Selain itu, masalah komputer, ketika komputer satu regu rusak, maka sangat sulit untuk meminjam kepada regu lain dengan alasan takut komputer regunya juga rusak karena tiap regu hanya diberi satu unit komputer. Bahkan tiap regu menyembunyikan perangkat komputernya agar tidak bisa digunakan regu lain, seperti kabelnya atau catridge tinta. Dengan demikian, beberapa anggota menghayati negatif terhadap iklim kerja Team Spirit. Akibat dari negatifnya penghayatan mayoritas anggota terhadap Iklim Kerja Dimensi Team Spirit berdampak pada rendahnya Stres Kerja Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang. Hal ini dapat dilihat dari beberapa anggota yang mudah lelah, sering berkeringat, mudah sakit, mudah marah, gelisah, mudah cemas, kejenuhan, dan memiliki masa penyembuhan yang cukup lama setelah sakit. Selain itu, para komandan regu mengeluhkan anggotanya yang sering melakukan pengabaian tugas, sering datang terlambat, dan sering mangkir. Menurut Litwin dan Meyer (Steers & Porter, 1979), dimensi Conformity merupakan salah satu dimensi iklim kerja. Hal ini menunjukkan derajat penghayatan karyawan terhadap peraturan yang berlaku di lingkungan kerjanya, dengan kata lain apakah karyawan mampu mengikuti prosedur dan aturan yang ada. Conformity berasal dari kata conform, yang artinya sesuai dengan, memenuhi, mencocokkan diri. Jadi, conformity artinya penyesuaian, kecocokan dengan peraturan, prosedur, dan kebijakan yang berlaku dalam lingkungan pekerjaan. Apabila dalam organisasi terdapat banyak sekali peraturan yang harus
ditaati oleh pekerja yang tidak ada relevansinya dengan pelaksanaan pekerjaan, organisasi demikian memiliki conformity yang tinggi. Organisasi dengan conformity yang tinggi berarti organisasi tersebut terlalu otoriter, membuat terlalu banyak peraturan untuk mengatur pekerja walaupun berhubungan dengan pekerjaannya. Sebaliknya, apabila dalam suatu organisasi terdapat sedikit sekali peraturan yang dikenakan terhadap pekerjanya kecuali yang sangat relevan dengan pelaksanaan pekerjaan, organisasi demikian memiliki conformity yang rendah. Mayoritas anggota Unit Laka Lantas merasakan peraturan yang berlaku saat ini sangat ketat. Mereka melaksanakannya agar terhindar dari teguran dan hukuman dari atasan. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh hasil bahwa koefisien korelasi Rank Spearman (rs) antara dimensi Conformity dengan Stres Kerja terdapat hubungan sebesar rs = -0,705 yang menurut tabel Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi tinggi. Mengingat harga korelasinya negatif, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara Iklim Kerja Dimensi Conformity dengan Stres Kerja. Hal ini berarti semakin negatif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim Kerja Dimensi Conformity, maka semakin tinggi Stres Kerja yang dimilikinya atau sebaliknya semakin positif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim Kerja Dimensi Conformity, maka semakin rendah Stres Kerja yang dimilikinya. Berdasarkan data tabulasi silang antara Iklim Kerja Dimensi Conformity dengan Stres Kerja dapat dijelaskan bahwa dari 13 orang Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, mayoritas 10 orang (76,9%) anggota yang memiliki
penghayatan negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Conformity, memiliki Stres Kerja tinggi. Sedangkan 3 orang (23,1%) anggota yang memiliki penghayatan positif terhadap Iklim Kerja Dimensi Conformity, memiliki Stres Kerja rendah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mayoritas anggota menghayati negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Conformity dan mayoritas anggota memiliki Stres Kerja tinggi. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui interview, mayoritas anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang merasakan adanya perubahan pimpinan, program Quick Win dan kasus yang melibatkan Polri, mengakibatkan perubahan dalam pelaksanaan peraturan yang menjadi diperketat. Hal ini mengakibatkan harus berubahnya pola kerja yang menyebabkan berbagai macam kesulitan bagi para anggota Unit Laka Lantas. Dengan perubahan ini sebagian anggota mampu bekerja mengikuti peraturan yang diberlakukan dan tetap mampu menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu. Anggota tersebut menghayati iklim kerja positif, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan pekerjaannya. Sedangkan sebagian besar anggota merasakan perubahan ini banyak memberikan kesulitan dan menghambat kinerja mereka. Mereka menghayati iklim kerja negatif, sehingga mereka mematuhi aturan lebih dikarenakan untuk terhindar dari hukuman. Akibat dari negatifnya penghayatan mayoritas anggota terhadap Iklim Kerja Dimensi Conformity berdampak pada tingginya Stres Kerja Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang. Hal ini dapat dilihat dari beberapa anggota yang mudah lelah, sering berkeringat, mudah sakit, mudah marah, gelisah, mudah
cemas, kejenuhan, dan memiliki masa penyembuhan yang cukup lama setelah sakit. Selain itu para komandan regu mengeluhkan anggotanya yang sering melakukan pengabaian tugas, sering datang terlambat, dan sering mangkir. Responsibility (tanggung jawab) merupakan salah satu dimensi Iklim Kerja (Litwin dan Meyer dalam Steers & Porter, 1979). Hal ini menunjukkan derajat penghayatan karyawan pada pengambilan keputusan, pemecahan masalah sendiri. Dimensi ini menggambarkan rasa tanggung jawab yang tumbuh dalam organisasi, sehingga setiap anggota benar-benar memiliki rasa tanggung jawab pada diri anggota dengan memberikan kepercayaan dan kesempatan ataupun diajak bersama-sama untuk memikirkan hal-hal yang berkenaan dengan pekerjaan, misalnya bersama-sama bertanggung jawab dalam pengembangan organisasi. Namun demikian, mayoritas anggota Unit Laka Lantas merasakan tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka berat ditambah dengan pengawasan yang ketat mengakibatkan mereka ketakutan untuk memutuskan suatu masalah dalam penanganan kecelakaan. Mereka juga sering dibebani dengan tugas di luar pekerjaan pada saat sibuk. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh hasil bahwa koefisien korelasi Rank Spearman (rs) antara Iklim Kerja Dimensi Responsibility dengan Stres Kerja terdapat hubungan sebesar rs = -0,613 yang menurut tabel Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Mengingat harga korelasinya negatif, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara Iklim Kerja Dimensi Responsibility dengan Stres Kerja. Hal ini berarti semakin negatif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim
Kerja Dimensi Responsibility, maka semakin tinggi Stres Kerja yang dimilikinya atau sebaliknya semakin positif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim Kerja Dimensi Responsibility, maka semakin rendah Stres Kerja yang dimilikinya. Berdasarkan data tabulasi silang antara Iklim Kerja Dimensi Responsibility dengan Stres Kerja dapat dijelaskan bahwa mayoritas dari 11 orang (84,6%) anggota yang memiliki penghayatan negatif terhadap iklim kerja dimensi Responsibility, 10 orang (76,9%) anggota memiliki Stres Kerja tinggi dan hanya 1 orang (7,7%) anggota memiliki Stres Kerja rendah. Sedangkan 2 orang (15,4%) anggota lainnya yang memiliki penghayatan positif terhadap Iklim Kerja Dimensi Responsibility, memiliki Stres Kerja rendah. Hal ini berarti mayoritas anggota mempersepsikan negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Responsibility dan mayoritas anggota memiliki Stres Kerja tinggi. Adanya anggota yang memilki penghayatan negatif terhadap dimensi Responsibility namun memiliki derajat stres yang rendah hal ini mungkin dikarenakan anggota tersebut dapat menerima tanggung jawab yang dibebankan kepadanya walaupun dirasakan berat dan ada faktor-faktor lain yang mendukungnya seperti Clarity yang memungkinkan anggota tersebut telah memahami tujuan dari dibebankannya tanggung jawab oleh organisasi kepadanya dan positifnya Team Spirit yang dihayatinya, dan hal lain. Mungkin juga subjek memiliki pola hidup yang baik dan termasuk kepribadian yang tinggi toleransinya terhadap stres, memiliki konsep diri yang positif dan memiliki kontrol stres yang baik. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui interview, mayoritas anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang merasakan adanya perubahan
pimpinan, program Quick Win dan kasus yang melibatkan Polri, mengakibatkan tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka berat karena sering dibebani dengan tugas di luar pekerjaan pada saat sibuk. Selain itu, terkadang dari Polda mengirimkan satu orang pengawas untuk mengawasi kinerja mereka di lapangan agar dalam mengatasi kejadian tidak dilakukan penyelesaian yang menyimpang, seperti pungutan liar, atau penyelesaian kasus di tempat dengan jalan pintas. Mereka merasa terlalu diawasi dan dicurigai, sehingga mereka ketakutan untuk memutuskan suatu masalah pada saat bekerja. Akibat dari negatifnya persepsi mayoritas anggota terhadap Iklim Kerja Dimensi Responsibility berdampak pada tingginya Stres Kerja Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang. Hal ini dapat dilihat dari beberapa anggota yang mudah lelah, sering berkeringat, mudah sakit, mudah marah, gelisah, mudah cemas, kejenuhan, dan memiliki masa penyembuhan yang cukup lama setelah sakit. Selain itu, para komandan regu mengeluhkan anggotanya yang sering melakukan pengabaian tugas, sering datang terlambat, dan sering mangkir. Reward merupakan dimensi keempat dari dimensi iklim kerja (Litwin dan Meyer dalam Steers & Porter, 1979). Hal ini menunjukkan derajat penghayatan karyawan bahwa mereka memperoleh imbalan dan penghargaan untuk pekerjaan yang dilakukan dengan baik. Polres Sumedang tidak memberikan hadiah atau Reward kepada anggotanya yang berprestasi atau dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Para anggota yang bekerja giat ataupun tidak diperlakukan sama saja.
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh hasil bahwa koefisien korelasi Rank Spearman (rs) antara Iklim Kerja Dimensi Reward dengan Stres Kerja terdapat hubungan sebesar rs = -0,612 yang menurut tabel Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Mengingat harga korelasinya negatif, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara Iklim Kerja Dimensi Reward dengan Stres Kerja. Hal ini berarti semakin negatif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim Kerja Dimensi Reward, maka semakin tinggi Stres Kerja yang dimilikinya atau sebaliknya semakin positif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim Kerja Dimensi Reward, maka semakin rendah Stres Kerja yang dimilikinya. Berdasarkan data tabulasi silang antara Iklim Kerja Dimensi Reward dengan Stres Kerja dapat dijelaskan bahwa mayoritas dari 10 orang (44,4%) anggota yang memiliki penghayatan negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Reward, 10 orang (76,9%) anggota memiliki Stres Kerja tinggi dan hanya 1 orang (7,7%) anggota memiliki Stres Kerja rendah. Sedangkan 2 orang (15,4%) anggota lainnya yang memiliki penghayatan positif terhadap Iklim Kerja Dimensi Reward, memiliki
Stres
Kerja
rendah.
Dengan
demikian,
mayoritas
anggota
mempersepsikan negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Reward dan mayoritas anggota memiliki Stres Kerja tinggi. Adanya anggota dengan penghayatan negatif terhadap dimensi Reward
namun memiliki stres kerja yang rendah, hal ini
mungkin dikarenakan subjek memiliki ambang toleransi stres yang tinggi dan didukung oleh dimensi-dimensi lain yang positif seperti Clarity dan Team Spirit, mengingat ini adalah subjek yang sama untuk dimensi Responsibility.
Berdasarkan hasil interview dengan para Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, terungkap tidak adanya pemberian hadiah ataupun Rewards bagi anggota yang bekerja sungguh-sungguh atau tidak, sehingga setiap anggota diperlakukan sama. Hal ini membuat anggota yang bekerja sungguh-sungguh merasa dirugikan karena tidak ada penghargaan atas hasil kerjanya. Ketika pemerintah memberikan isu akan menaikkan gaji Polri 100% jika terpilih kembali, para anggota menjadi bersemangat bekerja, namun hingga saat ini hal tersebut belum direalisasikan, sehingga semangat para anggota menjadi turun dan hal ini berpengaruh pada kinerja mereka. Akibat dari negatifnya penghayatan mayoritas anggota terhadap Iklim Kerja Dimensi Reward berdampak pada tingginya Stres Kerja Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang. Hal ini dapat dilihat dari beberapa anggota yang mudah lelah, sering berkeringat, mudah sakit, mudah marah, gelisah, mudah cemas, kejenuhan, dan memiliki masa penyembuhan yang cukup lama setelah sakit. Selain itu, para komandan regu mengeluhkan anggotanya yang sering melakukan pengabaian tugas, sering datang terlambat, dan sering mangkir. Dimensi iklim kerja yang selanjutnya adalah dimensi Clarity Litwin dan Meyer dalam Steers & Porter, 1979). Hal ini menunjukkan derajat penghayatan karyawan bahwa segala sesuatu yang ada di dalam perusahaan tersebut diorganisir dengan baik dan tujuannya atau pekerjaannya dirumuskan dengan jelas. Hal yang paling penting dalam dimensi ini adalah menanamkan dan membuat setiap anggota paham mengenai tujuan dan misi organisasi, sehingga pada akhirnya ada keterikatan yang kuat dan loyalitas yang tinggi terhadap organisasi. Selain itu,
perlu juga adanya kejelasan mengenai prosedur kerja dalam organisasi serta pembagian wewenang dan tanggung jawab kepada para anggota organisasi sehingga dengan begitu mereka dapat melakukan pekerjaan dengan lebih terarah sesuai dengan tujuan organisasi. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh hasil bahwa koefisien korelasi Rank Spearman (rs) antara Iklim Kerja Dimensi Clarity dengan Stres Kerja terdapat hubungan sebesar rs = -0,450 yang menurut tabel Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Mengingat harga korelasinya negatif, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara Iklim Kerja Dimensi Clarity dengan Stres Kerja. Hal ini berarti semakin negatif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim Kerja Dimensi Clarity, maka semakin tinggi Stres Kerja yang dimilikinya atau sebaliknya semakin positif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Iklim Kerja Dimensi Clarity, maka semakin rendah Stres Kerja yang dimilikinya. Berdasarkan data tabulasi silang antara Iklim Kerja Dimensi Clarity dengan Stres Kerja dapat dijelaskan bahwa dari 13 orang Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, 8 orang (61,5%) anggota yang memiliki penghayatan negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Clarity, memiliki Stres Kerja tinggi. Sedangkan dari 5 orang (38,5%) anggota lainnya yang memiliki penghayatan positif terhadap Iklim Kerja Dimensi Clarity, 3 orang (23,1%) anggota memiliki Stres Kerja rendah dan 2 orang (15,4%) anggota lainnya memiliki Stres Kerja tinggi. Dengan demikian, masih dapat dikatakan bahwa mayoritas anggota menghayati negatif terhadap Iklim Kerja Dimensi Clarity dan mayoritas anggota
memiliki Stres Kerja tinggi. Dua anggota yang menghayati positif dimensi Clarity, mungkin pada dasarnya memahami betul tujuan, wewenang, harapan dan manajemen dalam organisasi tersebut namun untuk mewujudkannya ada ketidaksiapan dalam diri anggota, sehingga merasa adanya tekanan sehingga menyebabkan Stres Kerjanya tinggi. Selain itu stresnya dua subjek tersebut mungkin dikarenakan lingkungan kerja yang tidak nyaman (penerangan kurang, pengap, banyak asap rokok, terlalu sempit, panas, bising), overload, terjadinya konflik peran, pengembangan karir yang sulit, dan mungkin juga kedua subjek tersebut memiliki toleransi yang rendah terhadap stres. Berdasarkan hasil interview dengan para Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, dapat diketahui bahwa dalam Unit Laka Lantas terjadi pembagian tugas yang tidak jelas, sehingga sering terjadi penumpukan tugas pada satu anggota saja. Selain itu, mereka dibebani tugas di luar pekerjaan mereka dan hal ini terjadi pada waktu piket. Hal ini lebih bersifat kepentingan kedinasan dan pribadi atasan atau anggota keluarga atasan, sehingga terkadang anggota mengalami dilema karena dihadapkan dengan banyaknya tugas yang harus diselesaikan, namun tidak dapat menolak perintah atasan, dan hal ini terjadi mendadak, sehingga jumlah anggota yang bertugas semakin sedikit dan menimbulkan banyaknya pekerjaan yang belum diselesaikan, sehingga waktu istirahat semakin terbatas. Pada saat lepas, jika anggota lepas atau cadangan di hari Sabtu atau Minggu, mereka diharuskan untuk melakukan gatur (pengaturan di jalan raya) di pos-pos polisi atau titik-titik tertentu yang telah ditetapkan oleh pihak Polres Sumedang. Kegiatan ini dapat berlangsung sehari penuh. Banyaknya
angka kecelakaan yang terjadi dalam satu hari, namun minimnya anggota, kurangnya waktu istirahat, tingginya tuntutan dan banyaknya kendala yang dihadapi membuat para anggotanya mengeluhkan pekerjaannya. Tuntutan kerja dan kondisi di tempat kerja pada anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang mengakibatkan mayoritas anggota mempersepsi negatif terhadap iklim kerja yang kemudian berpotensi untuk memunculkan stres kerja. Akibat dari negatifnya penghayatan mayoritas anggota terhadap Iklim Kerja Dimensi Clarity berdampak pada tingginya Stres Kerja Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang. Hal ini dapat dilihat dari beberapa anggota sering terlambat, melakukan kemangkiran saat tugas, mudah marah, pengabaian tugas, gampang lelah, mudah cemas, gelisah, dan mengalami kejenuhan yang pada akhirnya mengajukan permohonan untuk dipindahkan ke unit yang lainnya. Secara fisik nampak gejala-gejala yang hampir sama dialami oleh para anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang seperti sering berkeringat, mudah sakit, dan memiliki masa penyembuhan yang lama setelah sakit. Berdasarkan pembahasan di atas, Iklim Kerja merupakan salah satu variabel yang berhubungan dengan Stres Kerja Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang. Iklim Kerja Dimensi Conformity, Standard dan Team Spirit merupakan dimensi yang lebih/sangat dominan berhubungan dengan Stres Kerja anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang dibandingkan dengan dimensidimensi Iklim Kerja lainnya, mengingat korelasi antara Iklim Kerja Dimensi Conformity, Standard dan Team Spirit lebih tinggi korelasinya dibandingkan korelasi antara dimensi-dimensi Iklim Kerja lainnya dengan Stres Kerja.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasannya, maka kesimpulan
yang diharapkan mampu menjawab masalah adalah bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan (berarti) antara dimensi-dimensi Iklim Kerja (conformity, Responsibility, Standard, Reward, Clarity dan Team Spirit) dengan Stres Kerja pada Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin negatif Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang menghayati Dimensi-Dimensi Iklim Kerja, maka semakin tinggi Stres Kerja yang dimilikinya, begitu pula sebaliknya. Melalui perhitungan statistik yang telah dilakukan, diperoleh nilai koefisien korelasi dimensi Standard, Tean Spirit dan Conformity termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi tinggi/erat, sehingga dapat dikatakan dimensi Standard, Tean Spirit dan Conformity merupakan faktor yang lebih dominan berhubungan dengan Stres Kerja dibandingkan dimensi-dimensi Iklim Kerja lainnya. Hal ini sesuai dengan keadaan yang ada dimana anggota merasakan ketatnya peraturan yang berlaku saat ini, peningkatan standar kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan anggota dan tidak ditunjang dengan biaya dan alat operasional yang memada serta waktu pekerjaan yang sempit, hal ini ditambah dengan kurangnya koordinasi antar anggota regu maupun antar regu, karena kurangnya persahabatan dan kepercayaan antar anggota.
Pada dimensi Responsibility, Reward dan Standard, diperoleh nilai koefisien korelasi yang termasuk dalam kriteria derajat korelasi sedang. Mayoritas Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang cenderung mempersepsi negatif terhadap dimensi-dimensi Iklim Kerja, sehingga derajat Stres Kerja yang mereka miliki tinggi. Dengan demikian dapat diartikan bahwa semakin negatif
penghayatan
anggota
terhadap
dimensi
Conformity,
dimensi
Responsibility, dimensi Standard, dimensi Reward, dimensi Clarity dan dimensi Team Spirit semakin tinggi derajat Stres Kerja anggota Unit Laka Lanta Polres Sumedang Jawa Barat.
5.2
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat penulis sampaikan
dalam penelitian ini adalah: 1.
Untuk menurunkan Stres Kerja dengan meningkatkan penghayatan terhadap Iklim Kerja pada para Anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, penulis menyarankan :
a.
Stressor Psikososial: Coping strategies merupakan sebuah cara yang dapat membantu individu dalam mempertahankan cara beradaptasi secara psikososial pada saat menghadapi situasi stres. Hal tersebut menggabungkan usaha secara kognitif dan tingkah laku, untuk menekan atau mengeliminasi kondisi stres dan asosiasi emotional distress (Lazarus & Folkman, 1984; Moss & Schaefer, 1993). Coping strategies dapat juga disebut dengan cara untuk
menghadapi masalah, cara untuk mengatasi masalah, cara untuk mengoptimalkan masalah yang sedang dihadapi, dan sebagainya. Ada dua macam Coping Strategies, yaitu; (1)
Problem Focus
a)
Respon-respon pada saat adanya kejadian secara eksternal
b)
Bertujuan untuk menyelesaikan masalah
c)
Aktif untuk meringankan keadaan stres.
d)
Menghadapi masalah yang sedang dialami.
(2)
Emotion Focus
a)
Respon-respon yang ditujukan untuk emosi yang dimiliki individu.
b)
Usaha-usaha untuk meregulisasi dampak emosional dari situasi stres.
c)
Cenderung untuk tidak menyelesaikan masalah.
Dalam masalah ini penulis menyarankan kepada para anggota Unit Laka Lantas Untuk Melakukan Active Coping terhadap stras yang mereka hadapi, dengan langkah sebagai berikut; (1)
Kenali reaksi yang muncul ketika menghadapi stres, sehingga dapat dilakukan cara untuk meringankan bahkan mengantisipai reaksi tersebut. Misalnya ketika dihadapkan dengan penyelesaian laporan dalam waktu yang sempit, dan reaksinya adalah jantung berdegup kencang dan banyak berkeringat, dapat diantisipasi dengan mendengarkan musik yang dapat menenangkan, meminum
minuman yang menyegarkan dan menenangkan seperti jus buah, atau yang paling efektif adalah dengan pengaturan pernafasan. Dengan mengenali reaksi yang mungkin terjadi para anggota Unit laka Lantas Polres Sumedang dapat mencari solusi yang tepat untuk menghadapi reaksi tersebut. Karena bagaimanapun juga stres tidak dapat dihindari. (2)
Mengenali sumber stres. Para anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang harus mengetahui hal-hal apa dan kondisi bagaimana yang dapat menyebabkan stres. Sehingga dapat dicari solusi tepat untuk mengadapi stres tersebut, misalnya dengan individu yang menyesuaikan diri dan berubah mengikuti keadaan atau dengan cara
individu
mengubah
keadaan
agar
menjadi
lebih
menyenangkan dan dapat meminimalisir stres itu sendiri. Dalam hal ini iklim kerja aktual yang ada di Polres Sumedang membuat para Anggota Unit Laka Lantas mengalami stres kerja, yang dapat dilakukan adalah dengan menyesuaikan dirinya dengan peraturan yang ada atau dengan cara membuat keadaan yang ada menjadi menyenangkan untuk di (3)
Tentukan cara–cara atau strategi untuk mengatasi stress
(4)
Lakukan dan biasakanlah menjalani cara – cara tersebut dalam keseharian. (Girdano,1993).
b.
Stressor Kepribadian Untuk menghadapi stress yang berasal dari stressor kepribadian dapat dilakukan dengan cara latihan pengambangan kepribadian bagi para anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang, hal ini diharapan dapat meningkatkan kepribadian para anggota dalam hal menghadapi stress dengan meningkatnya ambang toleransi stres para anggota Unit Laka Lantas Polres Sumedang. Misalnya saja dengan melaksanakan Outbond.
2.
Untuk penelitian selanjutnya, perlu diteliti variabel-variabel lain yang
tidak diteliti dalam penelitian ini, yang dapat memberikan kontribusi terhadap variabel Stres Kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Rasyid, Harun. 2003. Statistika Sosial. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Ancok, Djamaludin. 1989. Teknik Penyusunan Skala Pengukuran. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Aronson, Elliot, Wilson, Timothy D., & Akert, Robin M. 2004. Social Psychology 4th edition. New Jersey: Prentice Hall. Azwar, Saefuddin, 1992. Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Cox, Tom. 1978. Stress. London: MacMillan Press. Ltd. Cooper, C. L., R. D. Cooper, L. H. Eaker. 1998. Living with Stress. London. Penguin Books Ltd. Girdano, Daniel A., Dusek, Dorothy E., & Everly, George S. 2005. Controlling Stress and Tension 7th edition. San Fransisco: Pearson Education, Inc. Gray, Roderic. 2007. A Climate of Success: Creating the Right Organizational Climate for High Performance. Jordan Hill, Oxford. UK: Elsevier Linacre House Ltd. Ivancevich, John M., Michael T. Matteson. 2002. Organizational Behavior and Management: International Student Edition, 6th Edition. McGraw-Hill. Lazarus, R. S., and S. Folkman. 1984. Stress, Appraisal and Coping. McGrawHill. Litwin, G. H. and Meyer. 1967. Climate Surveys, Scale Definition and Profile. Reproduce by Mc Beer and Company. Luthans, Fred. 2002. Organizational Behavior: International Student Edition, 9th Edition. Boston: McGraw-Hill.
Nazir, Moh, 1999. Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia. Rice, Philip L. 1992. Stress and Health 2nd edition. California: Wadsworth, Inc. Sitepu, Nirwan SK. 1994. Analisis Jalur (Path Analysis). Unit Pelayanan Statistik Jurusan Statistika, FMIPA, Bandung: Universitas Padjadjaran. Somantri, Ating dan Sambas Ali Muhidin. 2006. Aplikasi Statistika dalam Penelitian. Bandung : Penerbit Pustaka Setia. Steers, Richard M., Lyman W. Porter. 1983. Motivation and Work Behavior. 3rd Edition. USA: McGraw-Hill. Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : CV. Alfabeta. Sumintardja, Elmira N.. 1990. Disertasi Doktoral: Model Mekanisme Penanggulangan Stres Peran pada Pemunculan Ketegangan Mental Manajer Madya. Bandung: Universitas Islam Bandung. Wortman, Cammile B., Loftus, Elizabeth F., & Weaver, Charles. 1999. Psychology 5th edition. New York: McGraw Hill.
LAMPIRAN DATA MENTAH VARIABEL IKLIM KERJA DIMENSI CONFORMITY No. Subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
01 4 4 3 4 3 3 3 4 3 3 2 4 4
02 3 3 2 3 2 2 2 3 4 3 2 2 3
03 2 2 2 3 1 2 1 2 3 2 2 2 1
04 2 3 2 2 2 1 2 4 1 1 2 2 2
05 3 4 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 2
06 2 3 2 3 2 2 3 3 2 2 2 3 4
07 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3
Skor item dimensi conformity 08 09 10 11 12 13 2 2 1 3 2 3 3 3 2 3 4 3 2 1 1 2 2 2 3 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 3 1 1 3 3 2 2 1 2 1 3 2 3 3 2 4 4 3 2 1 1 2 3 2 3 2 2 2 3 2 1 1 1 1 3 2 3 3 2 2 3 3 3 2 1 2 3 2
14 2 3 2 3 3 2 2 3 2 3 1 3 2
15 2 4 1 3 3 2 2 3 3 3 2 3 2
16 2 3 2 3 3 1 2 2 2 2 2 3 3
17 1 3 4 3 2 1 1 2 2 1 1 2 2
18 1 3 2 2 2 1 2 3 1 2 1 2 1
19 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2
20 2 3 2 2 2 2 2 3 1 2 2 2 2
TOTAL 42 61 39 54 42 37 38 58 40 44 33 49 46
LAMPIRAN DATA MENTAH VARIABEL IKLIM KERJA DIMENSI RESPONSIBILITY No. subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
21 3 4 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3
22 2 3 2 2 2 2 2 3 1 1 2 2 1
23 3 4 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2
Skor item dimensi responsibility 24 25 26 27 28 2 2 3 1 2 2 1 4 4 3 2 2 3 2 2 1 2 3 2 3 1 2 3 1 2 1 2 3 2 3 3 2 3 2 2 2 2 4 3 3 2 1 3 1 3 1 1 3 2 3 1 2 3 1 2 2 1 3 2 2 1 2 3 2 2
29 2 3 1 1 2 1 1 2 2 2 2 1 2
30 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3
31 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3
TOTAL 25 34 23 24 23 24 25 31 21 22 21 23 24
LAMPIRAN DATA MENTAH VARIABEL IKLIM KERJA DIMENSI STANDARD No. Subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
32 4 4 4 2 4 4 4 3 4 3 3 3 4
33 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 1 2 2
34 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3
35 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1
36 2 3 2 2 2 2 2 3 2 1 1 2 1
37 2 2 2 2 2 2 3 3 1 2 2 2 2
Skor item dimensi standard 38 39 40 41 42 43 44 2 2 2 2 2 2 4 2 3 4 2 3 3 4 2 2 2 2 2 2 4 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 3 2 3 3 2 1 2 1 2 2 4 2 3 3 2 3 3 4 2 1 2 2 2 2 4 2 1 3 2 2 3 3 2 1 2 2 1 2 3 2 2 2 2 2 3 3 2 1 2 3 3 2 2
45 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 3 2
46 2 3 2 3 2 2 3 4 2 3 2 3 3
47 1 4 2 3 2 3 3 3 2 3 2 2 3
48 2 3 3 3 2 2 2 3 2 2 2 3 3
49 2 3 3 3 2 2 4 3 3 3 2 3 3
50 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3
TOTAL 42 56 46 48 44 47 47 56 44 46 38 46 45
LAMPIRAN DATA MENTAH VARIABEL IKLIM KERJA DIMENSI REWARD No. subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
51 2 4 4 3 2 2 3 4 2 2 2 2 2
52 2 4 2 2 2 2 2 3 1 1 1 2 2
53 2 3 2 2 2 2 2 3 2 1 2 2 2
54 1 3 2 2 1 1 1 3 1 1 1 1 2
55 2 3 2 2 2 1 2 2 1 1 1 1 2
56 4 4 4 4 3 2 4 4 3 3 3 3 4
Skor item dimensi reward 57 58 59 60 61 62 2 2 2 2 2 4 3 3 2 3 3 3 2 2 3 2 2 3 2 2 1 1 2 4 2 2 3 1 2 3 2 2 3 2 2 3 2 2 3 2 2 4 3 3 4 2 3 4 2 2 3 2 2 3 2 2 2 1 2 4 2 2 2 1 2 4 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 4
63 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2
64 2 2 2 1 1 1 1 2 1 1 2 2 2
65 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2
66 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 1 1 2
67 2 3 2 2 1 1 1 3 1 1 1 2 2
TOTAL 37 51 40 36 33 32 37 51 32 29 30 33 38
LAMPIRAN DATA MENTAH VARIABEL IKLIM KERJA DIMENSI CLARITY No. subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
68 2 4 3 4 2 2 3 4 3 3 2 4 3
69 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2
70 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2
71 1 1 1 2 1 1 1 3 2 2 2 1 2
72 2 2 2 2 1 2 2 3 2 2 1 2 2
73 2 3 2 3 2 2 2 3 2 2 2 4 2
74 2 3 3 3 2 3 3 4 3 3 3 3 3
75 1 2 2 2 1 1 1 2 1 2 1 2 2
Skor item dimensi clarity 76 77 78 79 80 81 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 1 2 3 3 1 2 2 2 3 3 1 2 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 1 2 2 3
82 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3
83 2 3 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 2
84 2 4 2 3 2 2 2 3 2 3 2 3 3
85 2 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3
86 2 3 3 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2
87 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3
88 2 3 3 3 2 2 2 3 2 2 1 3 2
89 2 3 4 3 2 2 2 3 3 3 2 3 3
TOTAL 44 61 56 59 44 48 49 70 50 53 46 63 53
LAMPIRAN DATA MENTAH VARIABEL IKLIM KERJA DIMENSI TEAM SPIRIT No. Subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
90 3 4 3 3 3 4 4 4 4 3 4 3 4
91 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
92 1 3 2 2 1 2 2 2 3 2 1 2 2
93 2 3 3 3 2 3 2 3 2 2 2 2 3
94 3 4 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4
95 2 4 2 2 2 1 2 3 1 2 1 2 1
96 3 4 4 3 3 4 4 4 3 3 2 3 3
97 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 2
98 2 3 2 2 1 1 2 3 2 1 2 1 2
Skor item dimensi team spirit 99 100 101 102 103 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 3 3 2 1 2 2 2 2 1 3 2 2 2 1 3 2 2 3 2 3 3 3 2 1 2 2 2 2 1 2 3 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2
104 2 4 2 3 2 1 2 3 2 2 2 2 2
105 1 1 1 2 1 1 1 3 1 1 1 2 2
106 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2
107 2 4 2 2 2 2 2 3 1 1 1 2 1
108 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 4
109 2 3 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 3
110 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3
111 3 3 3 3 3 3 3 4 3 2 2 3 4
TOTAL 43 64 54 58 46 49 53 65 47 45 41 49 56
LAMPIRAN DATA MENTAH VARIABEL STRESS KERJA ASPEK JOB RELATED STRAIN No. subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
01 2 3 3 2 3 4 3 2 4 2 4 3 3
02 3 1 3 2 3 3 2 1 3 2 4 3 3
03 3 2 3 2 3 4 3 2 3 3 3 3 4
04 3 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 3 3
Skor item job related strain 05 06 07 08 09 10 4 3 2 3 3 3 2 2 2 3 3 2 3 2 2 3 4 2 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 2 2 3 3 3 2 2 1 3 2 2 3 3 3 4 4 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3
11 1 2 2 3 2 2 2 1 3 2 2 1 1
12 4 2 3 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3
13 4 2 2 2 3 3 3 2 3 3 4 3 3
14 1 1 3 2 2 2 2 1 3 3 3 1 3
TOTAL 39 29 37 32 40 43 37 27 47 39 47 37 41
LAMPIRAN DATA MENTAH VARIABEL STRESS KERJA ASPEK PHYSICAL STRAIN No. subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
15 3 2 3 2 3 4 2 2 3 4 3 3 2
16 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3
17 3 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3
Skor item physical strain 18 19 20 4 3 3 3 3 2 4 4 3 3 2 2 3 3 3 4 3 3 3 3 2 3 1 2 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4
21 3 3 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 2
22 1 1 4 2 2 4 3 2 2 2 3 3 1
23 2 2 2 2 3 3 2 1 3 3 3 3 3
TOTAL 25 21 28 21 25 30 22 18 25 28 29 28 24
LAMPIRAN DATA MENTAH VARIABEL STRESS KERJA ASPEK PSYCHOLOGICAL STRAIN No. subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
24 3 2 3 2 3 3 2 2 3 3 4 4 3
25 3 2 3 2 3 3 3 2 4 3 3 3 3
26 3 3 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 3
27 4 2 2 2 2 3 2 1 2 2 2 3 2
28 2 2 1 3 3 3 3 2 3 2 3 4 3
Skor item psychological strain 29 30 31 32 33 34 3 1 3 2 3 4 2 1 3 2 2 1 3 1 2 1 2 3 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 4 2 2 2 2 3 3 3 2 3 3 3 2 2 3 2 2 1 3 1 2 2 4 3 3 2 1 2 3 4 4 4 4 2 3 4 4 2 2 2 3 3 3 2 3 2 2 3
35 4 3 3 2 3 3 3 3 3 3 4 4 4
36 3 2 4 2 3 3 2 2 3 3 3 4 3
37 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2
38 4 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3
39 2 2 3 3 3 3 3 1 3 2 4 3 3
TOTAL 46 34 39 37 42 44 44 32 43 41 52 49 44
LAMPIRAN DATA MENTAH VARIABEL STRESS KERJA ASPEK BEHAVIORAL STRAIN
No. subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
40 4 3 4 3 3 4 3 2 4 3 4 3 4
41 2 1 3 2 2 3 1 2 3 1 3 2 3
42 3 2 3 2 3 3 2 2 3 2 3 3 2
Skor item behavioral strain 43 44 45 46 3 2 3 3 2 2 2 1 3 4 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 2 3 4 3 2 2 3 2 2 2 3 4 3 3 4 3 2 2 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4
47 2 1 3 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2
48 1 2 2 1 3 1 2 3 4 2 2 2 1
TOTAL 23 16 28 18 24 25 19 22 30 21 28 24 26
LAMPIRAN HASIL KORELASI ANTARA SKOR ITEM DENGAN SKOR TOTAL PADA UJI VALIDITAS VARIABEL IKLIM KERJA DIMENSI CONFORMITY Correlations TOTAL Spearman's rho
P01
P02
P03
P04
P05
P06
P07
P08
P09
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
**
.845 .000 13 * .527 .032 13 .150 .312 13 * .553 .025 13 ** .690 .005 13 * .631 .010 13 * .586 .018 13 ** .705 .004 13 ** .915 .000 13 * .599 .015 13 * .498 .042 13 * .576 .020 13 * .602 .015 13 ** .808 .000 13 ** .721 .003 13 ** .662 .007 13
Spearman's rho
P17
P18
P19
P20
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
TOTAL * .540 .028 13 ** .642 .009 13 ** .758 .001 13 * .574 .020 13
LAMPIRAN HASIL KORELASI ANTARA SKOR ITEM DENGAN SKOR TOTAL PADA UJI VALIDITAS VARIABEL IKLIM KERJA DIMENSI RESPONSIBILITY Correlations TOTAL Spearman's rho
P21
P22
P23
P24
P25
P26
P27
P28
P29
P30
P31
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
**
.864 .000 13 ** .652 .008 13 * .597 .016 13 .392 .093 13 .248 .207 13 ** .636 .010 13 * .630 .011 13 .146 .317 13 .094 .380 13 * .594 .016 13 ** .636 .010 13
LAMPIRAN HASIL KORELASI ANTARA SKOR ITEM DENGAN SKOR TOTAL PADA UJI VALIDITAS VARIABEL IKLIM KERJA DIMENSI STANDARD Correlations TOTAL Spearman's rho
P32
P33
P34
P35
P36
P37
P38
P39
P40
P41
P42
P43
P44
P45
P46
P47
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
-0.200 .257 13 * .496 .042 13 * .633 .010 13 .115 .354 13 * .632 .010 13 * .506 .039 13 .312 .150 13 * .564 .022 13 * .559 .024 13 -0.081 .396 13 ** .676 .006 13 ** .729 .002 13 .014 .482 13 -0.049 .437 13 ** .693 .004 13 ** .802 .000 13
TOTAL Spearman's rho
P48
P49
P50
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
*
.541 .028 13 * .536 .029 13 * .547 .027 13
LAMPIRAN HASIL KORELASI ANTARA SKOR ITEM DENGAN SKOR TOTAL PADA UJI VALIDITAS VARIABEL IKLIM KERJA DIMENSI REWARD Correlations TOTAL Spearman's rho
P51
P52
P53
P54
P55
P56
P57
P58
P59
P60
P61
P62
P63
P64
P65
P66
P67
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
.763** .001 13 .855** .000 13 .742** .002 13 .804** .000 13 .863** .000 13 .848** .000 13 .630* .010 13 .630* .010 13 .181 .277 13 .640** .009 13 .630* .010 13 .021 .473 13 .630* .010 13 .539* .029 13 .630* .010 13 .652** .008 13 .826** .000 13
LAMPIRAN HASIL KORELASI ANTARA SKOR ITEM DENGAN SKOR TOTAL PADA UJI VALIDITAS VARIABEL IKLIM KERJA DIMENSI CLARITY Correlations TOTAL Spearman's rho
P68
P69
P70
P71
P72
P73
P74
P75
P76
P77
P78
P79
P80
P81
P82
P83
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
**
.946 0.000 13 * .629 .011 13 * .629 .011 13 ** .868 .000 13 ** .672 .006 13 ** .801 .001 13 ** .740 .002 13 * .497 .042 13 * .629 .011 13 ** .636 .010 13 * .613 .013 13 -0.155 .307 13 ** .681 .005 13 ** .848 .000 13 * .629 .011 13 * .603 .015 13
TOTAL Spearman's rho
P84
P85
P86
P87
P88
P89
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
**
.780 .001 13 * .604 .014 13 * .605 .014 13 * .629 .011 13 ** .842 .000 13 ** .793 .001 13
LAMPIRAN HASIL KORELASI ANTARA SKOR ITEM DENGAN SKOR TOTAL PADA UJI VALIDITAS VARIABEL IKLIM KERJA DIMENSI TEAM SPIRIT Correlations TOTAL Spearman's rho
P90
P91
P92
P93
P94
P95
P96
P97
P98
P99
P100
P101
P102
P103
P104
P105
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
.268 .188 13 .155 .307 13 * .582 .018 13 ** .805 .000 13 ** .867 .000 13 * .482 .048 13 ** .649 .008 13 ** .635 .010 13 * .570 .021 13 * .577 .019 13 ** .805 .000 13 ** .847 .000 13 * .592 .016 13 ** .733 .002 13 * .623 .011 13 * .590 .017 13
TOTAL Spearman's rho
P106
P107
P108
P109
P110
P111
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
.114 .355 13 * .599 .015 13 .240 .215 13 ** .867 .000 13 ** .758 .001 13 ** .705 .004 13
LAMPIRAN HASIL KORELASI ANTARA SKOR ITEM DENGAN SKOR TOTAL PADA UJI VALIDITAS VARIABEL STRESS KERJA ASPEK JOB RELATED Correlations TOTAL Spearman's rho
P01
P02
P03
P04
P05
P06
P07
P08
P09
P10
P11
P12
P13
P14
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
**
.670 .006 13 ** .802 .000 13 ** .749 .002 13 ** .687 .005 13 * .516 .035 13 ** .810 .000 13 ** .721 .003 13 ** .738 .002 13 ** .634 .010 13 ** .764 .001 13 .193 .264 13 * .561 .023 13 ** .739 .002 13 * .624 .011 13
LAMPIRAN HASIL KORELASI ANTARA SKOR ITEM DENGAN SKOR TOTAL PADA UJI VALIDITAS VARIABEL STRESS KERJA ASPEK PHYSICAL Correlations TOTAL Spearman's rho
P15
P16
P17
P18
P19
P20
P21
P22
P23
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
**
.883 .000 13 ** .635 .010 13 .188 .269 13 * .631 .010 13 ** .657 .007 13 ** .640 .009 13 ** .663 .007 13 * .606 .014 13 ** .676 .006 13
LAMPIRAN HASIL KORELASI ANTARA SKOR ITEM DENGAN SKOR TOTAL PADA UJI VALIDITAS VARIABEL STRESS KERJA ASPEK PSYCHOLOGICAL Correlations TOTAL Spearman's rho
P24
P25
P26
P27
P28
P29
P30
P31
P32
P33
P34
P35
P36
P37
P38
P39
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
**
.740 .002 13 * .612 .013 13 .042 .445 13 ** .653 .008 13 * .571 .021 13 ** .852 .000 13 .266 .190 13 .051 .434 13 .264 .192 13 * .559 .024 13 ** .705 .004 13 ** .770 .001 13 * .492 .044 13 -0.294 .164 13 ** .770 .001 13 * .562 .023 13
LAMPIRAN HASIL KORELASI ANTARA SKOR ITEM DENGAN SKOR TOTAL PADA UJI VALIDITAS VARIABEL STRESS KERJA ASPEK BEHAVIORAL Correlations TOTAL Spearman's rho
P40
P41
P42
P43
P44
P45
P46
P47
P48
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
**
.742 .002 13 ** .893 .000 13 ** .703 .004 13 ** .744 .002 13 ** .880 .000 13 ** .732 .002 13 * .537 .029 13 * .633 .010 13 .189 .269 13
LAMPIRAN TABULASI HASIL UJI VALIDITAS VARIABEL IKLIM KERJA Dimensi
CONFORMITY
RESPONSIBILITY
STANDARD
Item P01 P02 P03 P04 P05 P06 P07 P08 P09 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 P26 P27 P28 P29 P30 P31 P32 P33 P34 P35 P36 P37 P38 P39 P40 P41 P42 P43 P44 P45 P46 P47 P48 P49 P50
rs 0.845 0.527 0.150 0.553 0.69 0.631 0.586 0.705 0.915 0.599 0.498 0.576 0.602 0.808 0.721 0.662 0.540 0.642 0.758 0.574 0.864 0.652 0.597 0.392 0.248 0.636 0.630 0.146 0.094 0.594 0.636 -0.200 0.496 0.633 0.115 0.632 0.506 0.312 0.564 0.559 -0.081 0.676 0.729 0.014 -0.049 0.693 0.802 0.541 0.536 0.547
rs tabel 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478
Kesimpulan Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Dimensi
REWARD
CLARITY
TEAM SPIRIT
Item P51 P52 P53 P54 P55 P56 P57 P58 P59 P60 P61 P62 P63 P64 P65 P66 P67 P68 P69 P70 P71 P72 P73 P74 P75 P76 P77 P78 P79 P80 P81 P82 P83 P84 P85 P86 P87 P88 P89 P90 P91 P92 P93 P94 P95 P96 P97 P98 P99 P100 P101 P102 P103 P104 P105 P106 P107 P108 P109 P110 P111
rs 0.763 0.855 0.742 0.804 0.863 0.848 0.630 0.630 0.181 0.640 0.630 0.021 0.630 0.539 0.630 0.652 0.826 0.946 0.629 0.629 0.868 0.672 0.801 0.740 0.497 0.629 0.636 0.613 -0.155 0.681 0.848 0.629 0.603 0.780 0.604 0.605 0.629 0.842 0.793 0.268 0.155 0.582 0.805 0.867 0.482 0.649 0.635 0.570 0.577 0.805 0.847 0.592 0.733 0.623 0.590 0.114 0.599 0.240 0.867 0.758 0.705
rs tabel 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478
Kesimpulan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid
LAMPIRAN TABULASI HASIL UJI VALIDITAS VARIABEL STRESS KERJA Aspek
JOB RELATED
PHYSICAL
PSYCHOLOGICAL
BEHAVIORAL
Item P01 P02 P03 P04 P05 P06 P07 P08 P09 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 P26 P27 P28 P29 P30 P31 P32 P33 P34 P35 P36 P37 P38 P39 P40 P41 P42 P43 P44 P45 P46 P47 P48
rs 0.67 0.802 0.749 0.687 0.516 0.81 0.721 0.738 0.634 0.764 0.193 0.561 0.739 0.624 0.883 0.635 0.188 0.631 0.657 0.64 0.663 0.606 0.676 0.74 0.612 0.042 0.653 0.571 0.852 0.266 0.051 0.264 0.559 0.705 0.77 0.492 -0.294 0.77 0.562 0.742 0.893 0.703 0.744 0.88 0.732 0.537 0.633 0.189
rs tabel 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478 0.478
Kesimpulan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid
LAMPIRAN DATA VALID BERNOMOR GANJIL DAN GENAP BESERTA SKOR TOTALNYA YANG DIGUNAKAN UNTUK UJI RELIABILITAS VARIABEL IKLIM KERJA No. Subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 1 4 4 3 4 3 3 3 4 3 3 2 4 4
3 4 2 3 2 2 2 1 2 4 1 1 2 2 2
5 6 2 3 2 3 2 2 3 3 2 2 2 3 4
7 8 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 1 3 3
9 10 1 2 1 2 2 1 2 2 1 2 1 2 1
11 12 2 4 2 4 2 3 3 4 3 3 3 3 3
13 14 2 3 2 3 3 2 2 3 2 3 1 3 2
15 16 2 3 2 3 3 1 2 2 2 2 2 3 3
17 18 1 3 2 2 2 1 2 3 1 2 1 2 1
19 20 2 3 2 2 2 2 2 3 1 2 2 2 2
21 22 2 3 2 2 2 2 2 3 1 1 2 2 1
23 26 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3
25 30 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3
27 33 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 1 2 2
29 36 2 3 2 2 2 2 1 3 2 1 1 2 1
31 39 2 3 2 2 2 2 2 3 1 1 1 2 1
33 42 2 3 2 3 2 2 2 3 2 2 1 2 3
35 46 2 3 2 3 2 2 3 4 2 3 2 3 3
37 48 2 3 3 3 2 2 2 3 2 2 2 3 3
39 50 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3
41 52 2 4 2 2 2 2 2 3 1 1 1 2 2
43 54 1 3 2 2 1 1 1 3 1 1 1 1 2
45 56 4 4 4 4 3 2 4 4 3 3 3 3 4
47 58 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2
49 61 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2
51 64 2 2 2 1 1 1 1 2 1 1 2 2 2
53 66 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 1 1 2
55 68 2 4 3 4 2 2 3 4 3 3 2 4 3
57 70 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2
59 73 2 3 2 3 2 2 2 3 2 2 2 4 2
61 75 1 2 2 2 1 1 1 2 1 2 1 2 2
63 77 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3
65 80 2 3 3 2 2 2 2 3 1 2 2 3 2
67 82 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3
69 84 2 4 2 3 2 2 2 3 2 3 2 3 3
71 86 2 3 3 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2
73 88 2 3 3 3 2 2 2 3 2 2 1 3 2
75 92 1 3 2 2 1 2 2 2 3 2 1 2 2
77 94 3 4 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4
79 96 3 4 4 3 3 4 4 4 3 3 2 3 3
81 98 2 3 2 2 1 1 2 3 2 1 2 1 2
83 100 1 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 2
85 102 2 3 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 3
87 104 2 4 2 3 2 1 2 3 2 2 2 2 2
89 107 2 4 2 2 2 2 2 3 1 1 1 2 1
91 110 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3
No. Subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
2 2 3 3 2 3 2 2 2 3 4 3 2 2 3
4 5 3 4 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 2
6 7 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3
8 9 2 3 1 2 2 1 1 3 1 2 1 3 2
10 11 3 3 2 2 2 3 1 4 2 2 1 2 2
12 13 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2
14 15 2 4 1 3 3 2 2 3 3 3 2 3 2
16 17 1 3 4 3 2 1 1 2 2 1 1 2 2
18 19 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2
20 21 3 4 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3
22 23 3 4 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2
24 27 1 4 2 2 1 2 2 3 1 2 1 2 2
26 31 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3
28 34 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3
30 37 2 2 2 2 2 2 3 3 1 2 2 2 2
32 40 2 4 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2
34 43 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2
36 47 1 4 2 3 2 3 3 3 2 3 2 2 3
38 49 2 3 3 3 2 2 4 3 3 3 2 3 3
40 51 2 4 4 3 2 2 3 4 2 2 2 2 2
42 53 2 3 2 2 2 2 2 3 2 1 2 2 2
44 55 2 3 2 2 2 1 2 2 1 1 1 1 2
46 57 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2
48 60 2 3 2 1 1 2 2 2 2 1 1 2 2
50 63 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2
52 65 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2
54 67 2 3 2 2 1 1 1 3 1 1 1 2 2
56 69 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2
58 72 2 2 2 2 1 2 2 3 2 2 1 2 2
60 74 2 3 3 3 2 3 3 4 3 3 3 3 3
62 76 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3
64 78 2 3 2 3 2 2 2 3 2 1 1 3 1
66 81 2 3 3 3 2 2 2 3 2 2 2 3 3
68 83 2 3 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 2
70 85 2 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3
72 87 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3
74 89 2 3 4 3 2 2 2 3 3 3 2 3 3
76 93 2 3 3 3 2 3 2 3 2 2 2 2 3
78 95 2 4 2 2 2 1 2 3 1 2 1 2 1
80 97 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 2
82 99 1 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2
84 101 2 3 3 3 2 3 3 3 2 2 2 2 3
86 103 2 3 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2
88 105 1 1 1 2 1 1 1 3 1 1 1 2 2
90 109 2 3 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 3
92 111 3 3 3 3 3 3 3 4 3 2 2 3 4
TOTAL 94 143 108 120 96 93 102 143 90 98 83 115 110 TOTAL 95 139 106 116 93 98 101 138 94 98 83 108 108
LAMPIRAN DATA VALID BERNOMOR GANJIL DAN GENAP BESERTA SKOR TOTALNYA YANG DIGUNAKAN UNTUK UJI RELIABILITAS VARIABEL STRESS KERJA No. Subjek
1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
29
31
33
35
37
39
1
3
5
7
9
12
14
18
20
22
24
26
28
33
35
38
40
42
44
46
7
2
3
4
2
3
4
1
4
3
1
3
3
2
3
4
4
4
3
2
3
58
2 10 4
3 3 2
2 3 2
2 3 3
2 2 3
3 4 2
2 3 2
1 3 2
3 4 3
2 3 2
1 4 2
2 3 2
3 2 2
2 1 3
2 2 2
3 3 2
2 3 2
3 4 3
2 3 2
2 4 2
1 3 2
43 60 45
3 1
3 4
3 4
3 3
3 3
3 3
3 3
2 2
3 4
3 3
2 4
3 3
2 2
3 3
2 2
3 3
3 3
3 4
3 3
3 3
2 3
55 62
12 8
3
3
3
2
3
3
2
3
2
3
2
3
3
3
3
3
3
2
2
2
53
2
2
2
1
2
3
1
3
2
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
4
43
9 13 11
4 2 4
3 3 3
3 3 3
3 2 3
4 3 4
4 3 3
3 3 3
3 3 4
3 3 3
2 2 3
3 3 4
2 3 2
3 2 3
4 3 3
3 3 4
3 2 3
4 3 4
3 2 3
3 2 4
3 3 3
63 53 66
5
3
3
3
2
3
3
1
3
3
3
4
2
4
3
4
3
3
3
3
3
59
6
3
4
3
3
3
3
3
3
4
1
3
3
3
2
4
3
4
2
3
4
61
No. Subjek
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
32
34
36
38
40
2 3
4 3
6 3
8 3
10 3
13 4
15 3
19 3
21 3
23 2
25 3
27 4
29 3
34 4
36 3
39 2
41 2
43 3
45 3
47 2
1 3
2 2
2 2
3 3
2 2
2 2
2 3
3 4
3 3
2 2
2 3
2 2
2 3
1 3
2 4
2 3
1 3
2 3
2 3
1 3
39 56
4 3 1
2
2
2
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
42
3 3
3 3
3 3
3 4
3 3
3 3
3 4
3 3
2 3
3 3
3 3
2 3
3 4
3 3
3 3
3 3
2 3
3 2
3 4
2 2
56 62
12 8
2 1
3 3
2 2
3 3
3 2
3 2
2 2
3 1
2 2
2 1
3 2
2 1
3 2
3 1
2 2
3 1
1 2
2 2
3 3
2 2
49 37
9 13
3
4
3
4
3
3
3
3
3
3
4
2
3
3
3
3
3
3
4
3
63
2
4
3
3
3
3
4
4
3
3
3
2
3
4
3
2
1
2
3
3
58
11 5
4 3
4 3
3 3
4 3
3 3
4 3
3 3
3 4
3 3
3 3
3 3
2 3
4 4
4 3
3 4
4 3
3 2
3 3
3 3
3 2
66 61
6
3
3
3
3
3
3
2
3
2
3
3
2
3
3
3
3
3
3
4
2
57
7 2 10
TOTAL
TOTAL 59
LAMPIRAN HASIL KORELASI ANTARA SKOR TOTAL BELAHAN GANJIL DENGAN SKOR TOTAL BELAHAN GENAP BESERTA KOEFISIEN RELIABILITAS PADA UJI RELIABILITAS VARIABEL IKLIM KERJA Correlations Spearman's rho
TOTAL GANJIL
rtt 0.952
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
2xrtt 1.90345
1+rtt 1.952
rtot 0.975265
TOTAL GENAP ** .952 .000 13
LAMPIRAN HASIL KORELASI ANTARA SKOR TOTAL BELAHAN GANJIL DENGAN SKOR TOTAL BELAHAN GENAP BESERTA KOEFISIEN RELIABILITAS PADA UJI RELIABILITAS VARIABEL STRESS KERJA Correlations Spearman's rho
TOTAL GANJIL
rtt 0.883
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
2xrtt 1.765519
1+rtt 1.883
rtot 0.937729
TOTAL GENAP ** .883 .000 13
LAMPIRAN DATA SKOR DAN KRITERIA DIMENSI-DIMENSINYA IKLIM KERJA (X1-X6) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
X1 40 59 37 51 41 35 37 56 37 42 31 47 45
KRITERIA Negatif Positif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
KATEGORI 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1
Conformity (X1) Maksimum Minimum Rentang Banyak Kelas Panjang Kelas Interval Kelas Negatif Positif Responsibility (X2) Maksimum Minimum Rentang Banyak Kelas Panjang Kelas Interval Kelas Negatif Positif
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
X2 17 25 16 17 16 17 17 22 13 15 14 17 17
KRITERIA Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
-
-
X3 26 40 30 35 28 30 32 41 27 32 24 32 31
KRITERIA Negatif Positif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
47 76
17 28
Reward (X4) Maksimum Minimum Rentang Banyak Kelas Panjang Kelas Interval Kelas Negatif Positif
28 7 21 2 10.5 7 17.5
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Standard (X3) Maksimum Minimum Rentang Banyak Kelas Panjang Kelas Interval Kelas Negatif Positif
76 19 57 2 28.5 19 47.5
KATEGORI 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1
KATEGORI 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1
-
-
KRITERIA Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
32 52
37 60
Team Spirit (X6) Maksimum Minimum Rentang Banyak Kelas Panjang Kelas Interval Kelas Negatif Positif
60 15 45 2 22.5 15 37.5
X4 31 46 34 31 27 26 30 43 26 23 24 28 32
Clarity (X5) Maksimum Minimum Rentang Banyak Kelas Panjang Kelas Interval Kelas Negatif Positif
52 13 39 2 19.5 13 32.5
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
KATEGORI 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1
80 20 60 2 30 20 50
-
49 80
-
44 72
72 18 54 2 27 18 45
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
X5 41 58 53 55 41 45 45 65 46 49 42 60 49
KRITERIA Negatif Positif Positif Positif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif
KATEGORI 1 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
X6 34 54 44 47 36 38 42 54 35 35 31 39 44
KRITERIA Negatif Positif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
KATEGORI 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1
LAMPIRAN HASIL KORELASI ANTARA DIMENSI-DIMENSI IKLIM KERJA (X1-X6) DENGAN STRESS KERJA (Y) Correlations Spearman's rho
X1 (Conformity) X2 (Responsibility) X3 (Standard) X4 (Reward) X5 (Clarity) X6 (Team Spirit)
Correlation Coefficient Correlation Coefficient Correlation Coefficient Correlation Coefficient Correlation Coefficient Correlation Coefficient
Y (Stress Kerja) ** -.705 * -.613 ** -.789 * -.612 -0.450 ** -.711
LAMPIRAN HASIL PERHITUNGAN KORELASI ANTARA IKLIM KERJA DIMENSI CONFORMITY (X1) DENGAN STRESS KERJA (Y) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
X1 40 59 37 51 41 35 37 56 37 42 31 47 45
Y 117 82 116 87 111 124 102 80 126 111 132 120 118 JUMLAH rs Kesimpulan
RX1
RY 6 13 4 11 7 2 4 12 4 8 1 10 9
54
8 2 7 3 5.5 11 4 1 12 5.5 13 10 9
R2X1 36 169 16 121 49 4 16 144 16 64 1 100 81 817
R2Y 64 4 49 9 30.25 121 16 1 144 30.25 169 100 81 818.5 -0.705 Korelasi Tinggi
RX1RY 48 26 28 33 38.5 22 16 12 48 44 13 100 81 509.5
LAMPIRAN HASIL PERHITUNGAN KORELASI ANTARA IKLIM KERJA DIMENSI RESPONSIBILITY (X2) DENGAN STRESS KERJA (Y) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
X2 17 25 16 17 16 17 17 22 13 15 14 17 17
Y 117 82 116 87 111 124 102 80 126 111 132 120 118 JUMLAH rs Kesimpulan
RX2 8.5 13 4.5 8.5 4.5 8.5 8.5 12 1 3 2 8.5 8.5
RY 8 2 7 3 5.5 11 4 1 12 5.5 13 10 9
R2X2 72.25 169 20.25 72.25 20.25 72.25 72.25 144 1 9 4 72.25 72.25 801
R2Y
64 4 49 9 30.25 121 16 1 144 30.25 169 100 81 818.5 -0.613 Korelasi Sedang
RX2RY 68 26 31.5 25.5 24.75 93.5 34 12 12 16.5 26 85 76.5 531.25
LAMPIRAN HASIL PERHITUNGAN KORELASI ANTARA IKLIM KERJA DIMENSI STANDARD (X3) DENGAN STRESS KERJA (Y) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
X3 26 40 30 35 28 30 32 41 27 32 24 32 31
Y 117 82 116 87 111 124 102 80 126 111 132 120 118 JUMLAH rs Kesimpulan
RX3 2 12 5.5 11 4 5.5 9 13 3 9 1 9 7
RY
R2X3 8 2 7 3 5.5 11 4 1 12 5.5 13 10 9
4 144 30.25 121 16 30.25 81 169 9 81 1 81 49 816.5
R2Y 64 4 49 9 30.25 121 16 1 144 30.25 169 100 81 818.5 -0.789 Korelasi Tinggi
RX3RY 16 24 38.5 33 22 60.5 36 13 36 49.5 13 90 63 494.5
LAMPIRAN HASIL PERHITUNGAN KORELASI ANTARA IKLIM KERJA DIMENSI REWARD (X4) DENGAN STRESS KERJA (Y) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
X4 31 46 34 31 27 26 30 43 26 23 24 28 32
Y 117 82 116 87 111 124 102 80 126 111 132 120 118 JUMLAH rs Kesimpulan
RX4 8.5 13 11 8.5 5 3.5 7 12 3.5 1 2 6 10
RY 8 2 7 3 5.5 11 4 1 12 5.5 13 10 9
R2X4 72.25 169 121 72.25 25 12.25 49 144 12.25 1 4 36 100 818
R2Y
64 4 49 9 30.25 121 16 1 144 30.25 169 100 81 818.5 -0.612 Korelasi Sedang
RX4RY 68 26 77 25.5 27.5 38.5 28 12 42 5.5 26 60 90 526
LAMPIRAN HASIL PERHITUNGAN KORELASI ANTARA IKLIM KERJA DIMENSI CLARITY (X5) DENGAN STRESS KERJA (Y) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
X5 41 58 53 55 41 45 45 65 46 49 42 60 49
Y 117 82 116 87 111 124 102 80 126 111 132 120 118 JUMLAH rs Kesimpulan
RX5 1.5 11 9 10 1.5 4.5 4.5 13 6 7.5 3 12 7.5
RY 8 2 7 3 5.5 11 4 1 12 5.5 13 10 9
R2X5 2.25 121 81 100 2.25 20.25 20.25 169 36 56.25 9 144 56.25 817.5
R2Y
64 4 49 9 30.25 121 16 1 144 30.25 169 100 81 818.5 -0.450 Korelasi Sedang
RX5RY 12 22 63 30 8.25 49.5 18 13 72 41.25 39 120 67.5 555.5
LAMPIRAN HASIL PERHITUNGAN KORELASI ANTARA IKLIM KERJA DIMENSI TEAM SPIRIT (X6) DENGAN STRESS KERJA (Y) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
X6 34 54 44 47 36 38 42 54 35 35 31 39 44
Y 117 82 116 87 111 124 102 80 126 111 132 120 118 JUMLAH rs Kesimpulan
RX6 2 12.5 9.5 11 5 6 8 12.5 3.5 3.5 1 7 9.5
RY
R2X6 8 2 7 3 5.5 11 4 1 12 5.5 13 10 9
4 156.25 90.25 121 25 36 64 156.25 12.25 12.25 1 49 90.25 817.5
R2Y 64 4 49 9 30.25 121 16 1 144 30.25 169 100 81 818.5 -0.711 Korelasi Tinggi
RX6RY 16 25 66.5 33 27.5 66 32 12.5 42 19.25 13 70 85.5 508.25
LAMPIRAN HASIL KORELASI ANTARA IKLIM KERJA (X) DAN STRESS KERJA (Y) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
X 189 282 214 236 189 191 203 281 184 196 166 223 218
Y 117 82 116 87 111 124 102 80 126 111 132 120 118 JUMLAH rs Kesimpulan
RX
RY 3.5 13 8 11 3.5 5 7 12 2 6 1 10 9
8 2 7 3 5.5 11 4 1 12 5.5 13 10 9
R2X 12.25 169 64 121 12.25 25 49 144 4 36 1 100 81 818.5
R2Y 64 4 49 9 30.25 121 16 1 144 30.25 169 100 81 818.5 -0.709 Korelasi Tinggi
RXRY 28 26 56 33 19.25 55 28 12 24 33 13 100 81 508.25
LAMPIRAN HASIL FREKUENSI DAN PERSENTASE IKLIM KERJA (X) BESERTA DIMENSI-DIMENSINYA (X1-X6) DAN STRESS KERJA (Y) Conformity (X1)
Valid
Negatif Positif Total
Frequency 10 3 13
Percent 76.9 23.1 100.0
Valid Percent 76.9 23.1 100.0
Cumulative Percent 76.9 100.0
Responsibility (X2)
Valid
Negatif Positif Total
Frequency 11 2 13
Percent 84.6 15.4 100.0
Valid Percent 84.6 15.4 100.0
Cumulative Percent 84.6 100.0
Standard (X3)
Valid
Negatif Positif Total
Frequency 10 3 13
Percent 76.9 23.1 100.0
Valid Percent 76.9 23.1 100.0
Cumulative Percent 76.9 100.0
Reward (X4)
Valid
Negatif Positif Total
Frequency 11 2 13
Percent 84.6 15.4 100.0
Valid Percent 84.6 15.4 100.0
Cumulative Percent 84.6 100.0
Clarity (X5) Frequency Valid
Negatif Positif Total
8 5 13
Percent 61.5 38.5 100.0
Valid Percent 61.5 38.5 100.0
Cumulative Percent 61.5 100.0
Team Spirit (X6)
Valid
Negatif Positif Total
Frequency 10 3 13
Percent 76.9 23.1 100.0
Valid Percent 76.9 23.1 100.0
Cumulative Percent 76.9 100.0
Iklim Kerja (X)
Valid
Negatif Positif Total
Frequency 10 3 13
Percent 76.9 23.1 100.0
Valid Percent 76.9 23.1 100.0
Cumulative Percent 76.9 100.0
Stress Kerja (Y) Frequency Valid
Rendah Tinggi Total
3 10 13
Percent 23.1 76.9 100.0
Valid Percent 23.1 76.9 100.0
Cumulative Percent 23.1 100.0
LAMPIRAN HASIL TABULASI SILANG ANTARA IKLIM KERJA (X) BESERTA DIMENSI-DIMENSINYA (X1-X6) DENGAN STRESS KERJA (Y)
Conformity (X1)
Total
Responsibility (X2)
Total
Standard (X3)
Total
Reward (X4)
Total
Clarity (X5)
Total
Team Spirit (X6)
Total
Iklim Kerja (X)
Total
Conformity (X1) * Stress Kerja (Y) Crosstabulation Stress Kerja (Y) Rendah Tinggi Negatif Count 0 10 % of Total .0% 76.9% Positif Count 3 0 % of Total 23.1% .0% Count 3 10 % of Total 23.1% 76.9% Responsibility (X2) * Stress Kerja (Y) Crosstabulation Stress Kerja (Y) Rendah Tinggi Negatif Count 1 10 % of Total 7.7% 76.9% Positif Count 2 0 % of Total 15.4% .0% Count 3 10 % of Total 23.1% 76.9% Standard (X3) * Stress Kerja (Y) Crosstabulation Stress Kerja (Y) Rendah Tinggi Negatif Count 0 10 % of Total .0% 76.9% Positif Count 3 0 % of Total 23.1% .0% Count 3 10 % of Total 23.1% 76.9% Reward (X4) * Stress Kerja (Y) Crosstabulation Stress Kerja (Y) Rendah Tinggi Negatif Count 1 10 % of Total 7.7% 76.9% Positif Count 2 0 % of Total 15.4% .0% Count 3 10 % of Total 23.1% 76.9% Clarity (X5) * Stress Kerja (Y) Crosstabulation Stress Kerja (Y) Rendah Tinggi Negatif Count 0 8 % of Total .0% 61.5% Positif Count 3 2 % of Total 23.1% 15.4% Count 3 10 % of Total 23.1% 76.9% Team Spirit (X6) * Stress Kerja (Y) Crosstabulation Stress Kerja (Y) Rendah Tinggi Negatif Count 0 10 % of Total .0% 76.9% Positif Count 3 0 % of Total 23.1% .0% Count 3 10 % of Total 23.1% 76.9% Iklim Kerja (X) * Stress Kerja (Y) Crosstabulation Stress Kerja (Y) Rendah Tinggi Negatif Count 0 10 % of Total .0% 76.9% Positif Count 3 0 % of Total 23.1% .0% Count 3 10 % of Total 23.1% 76.9%
Total 10 76.9% 3 23.1% 13 100.0%
Total 11 84.6% 2 15.4% 13 100.0%
Total 10 76.9% 3 23.1% 13 100.0%
Total 11 84.6% 2 15.4% 13 100.0%
Total 8 61.5% 5 38.5% 13 100.0%
Total 10 76.9% 3 23.1% 13 100.0%
Total 10 76.9% 3 23.1% 13 100.0%
LAMPIRAN TABEL HARGA-HARGA KRITIS KORELASI RANK SPEARMAN n
0,001
0,005
4 5
0,01
0,025
0,05
0,1
0,9000
0,9000
0,8000 0,8000
0,8000 0,7000
6 7 8 9 10
0,9643 0,9286 0,9000 0,8667
0,9429 0,8929 0,8571 0,8167 0,7818
0,8857 0,8571 0,8095 0,7667 0,7333
0,8286 0,7450 0,7143 0,6833 0,6364
0,7714 0,6786 0,6190 0,5933 0,5515
0,6000 0,5357 0,5000 0,4667 0,4424
11 12 13 14 15
0,8364 0,8182 0,7912 0,7670 0,7464
0,7545 0,7273 0,6978 0,6747 0,6536
0,7000 0,6713 0,6429 0,6220 0,6000
0,6091 0,5804 0,5549 0,5341 0,5179
0,5273 0,4965 0,4780 0,4593 0,4429
0,4182 0,3986 0,3791 0,3626 0,3500
16 17 18 19 20
0,7265 0,7083 0,6904 0,6737 0,6586
0,6324 0,6152 0,5975 0,5825 0,5684
0,5824 0,5637 0,5480 0,5333 0,5203
0,5000 0,4853 0,4716 0,4579 0,4451
0,4265 0,4118 0,3994 0,3895 0,3786
0,3382 0,3260 0,3148 0,3070 0,2977
21 22 23 24 25
0,6455 0,6218 0,6186 0,6070 0,5962
0,5545 0,5426 0,5306 0,5200 0,5100
0,5078 0,4963 0,4852 0,4748 0,4654
0,4351 0,4241 0,4150 0,4061 0,3977
0,3688 0,3597 0,3518 0,3435 0,3362
0,2909 0,2829 0,2767 0,2704 0,2646
26 27 28 29 30
0,5856 0,5757 0,5660 0,5567 0,5479
0,5002 0,4915 0,4828 0,4774 0,4665
0,4564 0,4481 0,4401 0,4320 0,4251
0,3894 0,3822 0,3749 0,3685 0,3620
0,3299 0,3236 0,3175 0,3113 0,3059
0,2588 0,2540 0,2490 0,2443 0,2400
*
Catatan : Harga kritis bawah yang bersangkutan untuk rs adalah -rs . Sumber : Daniel, Wayne W., 1989. Statistika Non Parametrik Terapan. Jakarta:PT. Gramedia. hal. 568