UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 3 – 28 MARET 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NOVITA DAMAYANTI, S.Farm 1306343971
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 3 – 28 MARET 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
NOVITA DAMAYANTI, S.Farm 1306343971
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2014 ii
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
iii
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Pada penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
2.
Dr. Hayun M.Si., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan pembimbing PKPA dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan pengetahuan pada penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA ini.
3.
Drg. Yudhita Endah Primaningtias, M.Kes., selaku Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA.
4.
Dra. Dyan Sulistyorini, Apt., selaku pembimbing PKPA dan Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman, Seksi Sumber Daya Kesehatan yang telah membimbing dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung.
5.
Seluruh staf Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur yang telah menerima dan membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA
iv
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
6.
Seluruh Apoteker di Puskesmas
Kecamatan Jatinegara, Cakung,
Matraman, dan Pulo Gadung yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mengumpulkan data-data yang kami butuhkan dalam penyusunan laporan PKPA ini. 7.
Seluruh staf pengajar dan tata usaha Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
8.
Orang tua dan keluarga penulis yang selalu memberikan doa, serta dukungan moral dan material kepada penulis.
9.
Seluruh teman-teman mahasiswa Apoteker angkatan 78 yang telah berjuang bersama dalam menyelesaikan studi di Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia.
10.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu secara langsung ataupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak yang membaca. Penulis memohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan dalam laporan ini. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA yang dituangkan dalam laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Depok, Juni 2014
P enulis
v
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
: Novita Damayanti, S.Farm. : Profesi Apoteker – Fakultas Farmasi UI : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur Jl. Matraman Raya No. 218 Periode 3 – 28 Maret 2014
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengupayakan pembangunan kesehatan dalam suatu Sistem Kesehatan Daerah yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur sebagai salah satu lembaga pemerintahan bertugas melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, pengendalian, dan pengembangan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat khususnya di Jakarta Timur agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Upaya pembangunan kesehatan memerlukan sarana dan prasarana serta sumber daya professional, salah satunya adalah apoteker. Peran dan fungsi apoteker dalam Suku Dinas Kesehatan berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi cara perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dari pelayanan kesehatan, termasuk sarana dan tenaga kesehatan. Kata kunci x + 86 halaman Daftar acuan
: Sistem Kesehatan Daerah, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, apoteker. : 14 lampiran : 25 (1978–2012)
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
ABSTRACT Name Study Program Title
: Novita Damayanti, S.Farm. : Apothecary – Faculty of Pharmacy UI : Report of Apothecary Profession Internship at Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur Jl. Matraman Raya No 218 on 3-28 March 2014
Jakarta Provincial Government efforts health development in a Regional Health System organized by the Provincial Health Office and District Health Office tribe /city. East Jakarta Health Sub-Department as one of the government agencies has responsibilities to carry out development activities, supervision, control, and development health care which are equitable and affordable by people, especially in East Jakarta in order to manifest highly health status. Health development require infrastructure, resource, and professional, one of which is the pharmacist. The role and function of the pharmacist in the Sub-Department of Health relating to knowledge, understanding, and application licensing, as well as coaching, supervision, and control of health care, including health facilities and personnel. Keywords x + 86 pages Bibliographies
: Regional Health System, East Jakarta Health SubDepartement, pharmacist. : 14 appendixes : 25 (1978–2012)
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... x BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Tujuan ............................................................................................... 3 BAB 2. TINJAUAN UMUM ............................................................................... 4 2.1 Instansi Kesehatan ............................................................................. 4 2.2 Suku Dinas Kesehatan Kota Administratif Jakarta Timur .................. 5 2.2.1 Visi dan Misi ........................................................................... 7 2.2.2 Sasaran Mutu........................................................................... 8 2.2.3 Struktur Organisasi ................................................................. 8 BAB 3. TINJAUAN KHUSUS .......................................................................... 16 3.1 Seksi Sumber Daya Kesehatan ....................................................... 16 3.2 Dasar Hukum .................................................................................. 16 3.2.1 Dasar Hukum Perizinan Sarana Kesehatan ............................. 16 3.2.2 Dasar Hukum Perizinan Tenaga Kesehatan ............................ 17 3.2.3 Dasar Hukum Mengenai Standarisasi Mutu Kesehatan ........... 18 3.3 Ruang Lingkup ................................................................................ 19 3.3.1 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman ....................... 19 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 39 4.1 Bagian Tenaga Kesehatan ............................................................... 39 4.1.1 Rekapitulasi Masa Berakhir SIP dan SIK ............................... 40 4.1.2 Rekapitulasi Rentang Waktu Pengajuan hingga Penarikan ..... 46 4.2 Bagian Standarisasi Mutu Kesehatan ............................................... 49 4.3 Bagian Farmasi, Makanan, dan Minuman ........................................ 50 4.3.1 Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat ................. 50 4.3.2 Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika ........................ 53 4.3.3 Laporan Penggunaan Obat Rasional ...................................... 56 4.3.4 Perizinan ............................................................................... 59 4.3.5 Harga Eceran Tertinggi.......................................................... 62 4.3.6 Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian ........................... 64
vi
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 66 5.1 Kesimpulan .................................................................................... 66 5.2 Saran ............................................................................................. 69 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 70 LAMPIRAN ..................................................................................................... 73
vii
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6. Gambar 4.7.
Grafik Perbandingan Jumlah Masa Berakhir SIP Tenaga Medis di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang Diajukan Tahun 2013..........................................................................................43 Grafik Perbandingan Jumlah Masa Berakhir SIP & SIK Tenaga Kesehatan di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang Diajukan Tahun 2013 ................................................................44 Grafik Perbandingan Jumlah Masa Berakhir SIP Tenaga Medis di Rumah Sakit Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang Diajukan Tahun 2013 ................................................................45 Grafik Perbandingan Jumlah Masa Berakhir SIP & SIK Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang Diajukan Tahun 2013 .............................................45 Grafik Perbandingan Jumlah Masa Rentang Pengajuan dan Pencabutan SIP selama Tahun 2013 ..........................................48 Grafik Penggunaan Narkotika dan Psikotropika pada Tujuh Puskesmas Kecamatan Jakarta Timur Periode Januari-Desember 2013.......................................................................................... 55 Persen Indikator Peresepan pada ISPA non Spesifik, Diare non Spesifik dan Myalgia dari Tujuh Puskesmas Kecamatan Jakarta Timur Periode Januari-Desember 2013 ..................................... 58
viii
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3
Hasil rekapitulasi penggunaan obat terbanyak pada tujuh Puskesmas Kecamatan Jakarta Timur periode Januari – Desember 2013………………………………………….53 Rekapitulasi perizinan dan pemenuhan kriteria sasaran mutu sarana Farmasi, makanan, dan minuman periode JanuariMaret 2014 ……………………………………………...61 Persentase pemenuhan Kepmenkes nomor 092 tahun 2012 tentang HET obat generik periode 2014 ..........................63
ix
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14.
Bagan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan......................................... 73 Bagan Struktur Organisasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur … ... 74 Formulir LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lember Permintaan Obat.. . 75 Pemakaian Sepuluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Cakung Periode Januari – Desember 2013 ............................................ 80 Pemakaian Sepuluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Periode Januari – Desember 2013...................................... 80 Pemakaian Sepuluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Periode Januari – Desember 2013 ................................... 81 Pemakaian Sepuluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Periode Januari – Desember 2013 ..................................... 81 Pemakaian Sepuluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Periode Januari – Desember 2013 ....................................... 82 Pemakaian Sepuluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Matraman Periode Januari – Desember 2013....................................... 82 Pemakaian Sepuluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Pulo Gadung Periode Januari – Desember 2013 .................................. 82 Rekapitulasi Penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Tujuh Puskesmas Kecamatanan di Jakarta Timur Periode Januari – Desember 2013 ................................................................................... 83 Formulir Pelaporan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika .............. 84 Formulir Monitoring Indikator Peresepan ........................................... 85 Hasil Rekapitulasi Laporan Penggunaan Obat Rasional dari Tujuh Puskesmas Kecamatan Jakarta Timur Periode Januari hingga Desember 2013........................................................................ 86
x
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual,
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap orang Indonesia berhak atas kesehatan, yang diupayakan
melalui
rangkaian
pembangunan
kesehatan.
Tujuan
dari
pembangunan kesehatan ialah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis (Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, 2009). Dalam hal tersebut, pemerintah mengemban tanggung jawab untuk merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat (Pemerintah Republik Indonesia, 2009). Tanggung jawab tersebut kemudian diperinci lagi menjadi: tanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial; tanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata; serta tanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan. Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan; ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau bagi masyarakat untuk mencapai, meningkatkan, dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, 2009). Departemen Kesehatan telah menyelenggarakan serangkaian reformasi di bidang kesehatan guna meningkatkan pelayanan kesehatan dan menjadikannya lebih efisien, efektif, serta terjangkau oleh masyarakat. Namun, walaupun sudah mencapai banyak kemajuan, sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun perkotaan, masih sulit mendapatkan pelayanan kesehatan meskipun dalam skala minimal. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan ini sebenarnya membutuhkan peran aktif dari seluruh anggota masyarakat dan 1
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
pemerintah (Keputusan Menteri Kesehatan No. 1202/MENKES/SK/VIII/2003, 2003). Di sisi lain, perkembangan ketatanegaraan bergeser dari sentralisasi menuju desentralisasi yang ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004. Sistem otonomi daerah menjadikan Pemerintah Pusat melakukan pendelegasian wewenang kepada Pemerintah Daerah (Undang-undang No. 22 Tahun 1999, 1999). Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut. Salah satu pendelegasian wewenang adalah dalam hal pengelolaan kesehatan (Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000, 2000). Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yang memuat ketentuan yang menyatakan bahwa kewenangan untuk mengelola dan menyelenggarakan seluruh aspek kesehatan diserahkan sepenuhnya kepada daerah masing-masing, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 yang mengatur tentang pembagian urusan kesehatan antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Sistem otonomi daerah tersebut membuat pembangunan kesehatan yang diupayakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diatur dalam suatu Sistem Kesehatan
Daerah.
Sistem
Kesehatan
Daerah
tersebut
bertujuan
menyelenggarakan pembangunan kesehatan baik masyarakat, swasta, maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Peraturan Daerah DKI Jakarta No.4 Tahun 2009, 2009). Pemerintah DKI Jakarta melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 mendirikan Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) di setiap Kota Administrasi yang berada di DKI Jakarta, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta untuk mempermudah tugas dan tanggung jawabnya dalam pelaksanaan binwasdal (pembinaan, pengawasan, dan pengendalian) upaya-upaya kesehatan di Jakarta Timur (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009, 2009). Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
3
Suku dinas kesehatan merupakan unit kerja dinas kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku dinas kesehatan ini dapat menjadi wadah bagi apoteker yang merupakan sumber daya manusia yang berperan dalam pelayanan kesehatan, untuk menjalankan tugas profesi kefarmasiannya di lingkup pemerintahan. Apoteker memiliki peran dan fungsi dalam Suku Dinas Kesehatan. Peran dan fungsi tersebut berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi cara perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dari pelayanan kesehatan, termasuk sarana dan tenaga kesehatan. Peran dan fungsi apoteker dalam lingkup pemerintahan ini perlu diketahui oleh mahasiswa calon apoteker sebagai salah satu tempat untuk melaksanakan tugas profesinya di kemudian hari. Salah satu upaya pemahaman, gambaran dan pengetahuan mendalam tentang peran apoteker yaitu dengan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Oleh karena itu, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dalam mengadakan kegiatan PKPA. Kegiatan PKPA dilaksanakan pada tanggal 3-28 Maret 2014 dengan tujuan untuk memberikan gambaran maupun pengalaman.mengenai peran profesi apoteker di Suku Dinas Kesehatan. 1.2.
Tujuan Pelaksanaan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta
Timur bertujuan agar mahasiswa program profesi apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia: a. Mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur. b. Mengetahui struktur organisasi Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administasi Jakarta Timur. c. Mengetahui dan memahami tugas dan fungsi Seksi Sumber Daya Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dalam hal perizinan tenaga kesehatan; pengelolaan persediaan; perizinan tenaga kesehatan; pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (Binwasdal) terhadap sarana pelayanan kesehatan farmasi, makanan dan minuman. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR 2.1.
Instansi Kesehatan Ada beberapa instansi pemerintah yang khusus menangani bidang
kesehatan. Secara hirarki instansi tersebut dapat dibagi menjadi: a.
Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan (dahulu Departemen Kesehatan) merupakan
badan pelaksana pemerintah di bidang kesehatan, dipimpin oleh Menteri Kesehatan. Kementerian kesehatan berada di bawah Presiden, bertanggung jawab kepada Presiden, bertugas membantu Presiden dan menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan yang berfungsi sebagai regulator di tingkat nasional. b.
Dinas Kesehatan (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2009b) Dinas Kesehatan adalah sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di bidang
kesehatan. Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala Dinas dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah yang berfungsi sebagai regulator di tingkat daerah DKI Jakarta. c.
Suku Dinas Kesehatan (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2009b) Suku
Dinas
Kesehatan
adalah
Suku
Dinas
Kesehatan
Kota
Administrasi/Dinas Kesehatan Kabupaten Administrasi sebagai perangkat pada tingkat kota administrasi/kabupaten administrasi di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas yang diangkat dari pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, kepala Suku Dinas bertanggung jawab secara teknis administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan dan secara teknis operasional kepada Walikota Administrasi yang berfungsi sebagai auditor di wilayahnya
4
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
5
d.
Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan. Puskesmas merupakan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Fungsi Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu dengan tujuan untuk meningkatkan hidup sehat dan derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Jumlah Puskesmas yang tercatat sampai saat ini sekitar 7.277 unit Puskesmas Kecamatan dengan 1.818 unit diantaranya mempunyai fasilitas ruang rawat inap, 21.587 unit Puskesmas kelurahan, dan 5.084 unit Puskesmas keliling untuk wilayah Jakarta Timur terdapat 10 Puskesmas Kecamatan dan 76 Puskesmas Kelurahan. 2.2.
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2009) Adanya perubahan sistem pemerintahan tahun 1999 dari sistem sentralisasi
menjadi otonomi daerah mengakibatkan sebagian wewenang pemerintah pusat dilimpahkan kepada pemerintah daerah, sehingga pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 58 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang mengawali berdirinya Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat di tingkat Kotamadya, dan pada tahun 2009 dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perubahan Organisasi Suku Dinas Kesehatan pasca restrukturisasi perihal peningkatan efisiensi dimana Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dengan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat dilebur menjadi satu yaitu Suku Dinas Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi merupakan Unit Kerja Dinas Kesehatan pada Kota
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
6
Administrasi dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas yang secara teknis dan administrasi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan serta secara operasional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi mempunyai fungsi : a.
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas
b.
Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas
c.
Pembinaan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan kesehatan lingkungan, kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan perorangan, rujukan, khusus, tradisional dan keahlian.
d.
Pengendalian penanggulangan kegawatdaruratan, bencana dan Kejadian Luar Biasa (KLB)
e.
Pengendalian, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular atau tidak menular.
f.
Pengawasan dan pengendalian ketersediaan kefarmasian.
g.
Pelaksanaan surveilans kesehatan
h.
Pelaksanaan monitoring penerapan sistem manajemen mutu kesehatan.
i.
Pengendalian pencapaian standarisasi prasarana dan sarana pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
j.
Pelaksanaan pemungutan, penatausahaan, penyetoran, pelaporan dan pertanggungjawaban penerimaan retribusi kesehatan yang diterima Suku Dinas.
k.
Pemberian, pengawasan, pengendalian dan evaluasi perizinan atau rekomendasi atau sertifikasi di bidang kesehatan.
l.
Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada lingkup Kota Administrasi
m.
Pelaksanaan pengembangan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
7
n.
Penghimpunan, pengolahan, pemeliharaan, penyajian, pengembangan dan pemanfaatan data dan informasi mengenai kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, prasarana dan sarana pelayanan kesehatan perseorangan, rujukan khusus, tradisional dan keahlian pada lingkup Kota Administrasi
o.
Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana kerja Suku Dinas.
p.
Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang.
q.
Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggan dan ketatausahaan
r.
Pelaksanaan kegiatan publikasi dan pengaturan acara Suku Dinas.
s.
Penyiapan bahan laporan ke Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas dan fungsi Suku Dinas
t.
Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas.
2.2.1 Visi dan Misi (Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur, 2009) Visi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur yaitu Jakarta Timur Sehat, Mandiri dan Bermutu untuk semua. Misi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur adalah : a.
Meningkatkan kemampuan manajerial dan profesionalisme Sumber Daya Manusia (SDM).
b.
Meningkatkan kinerja organisasi dengan pendekatan tim.
c.
Mengembangkan sistem informasi kesehatan sesuai dengan perkembangan teknologi.
d.
Menggalang kemitraan dengan lintas program, lintas sektor, Lembaga Swadaya Masyarakat dan organisasi terkait.
e.
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
8
2.2.2. Sasaran Mutu (Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur, 2009) Sasaran mutu yang ingin dicapai oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur adalah : a.
Binwasdal (Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian) SDM Sudinkes 100% terlaksana dengan baik, benar, dan tepat waktu.
b.
Binwasdal Program 100 % terlaksana dengan baik, benar dan tepat waktu.
c.
Pelayanan perizinan tenaga kesehatan 12 hari kerja.
d.
Pelayanan perizinan sarana kesehatan 12 hari kerja.
e.
Keluhan pelanggan 100 % ditindaklanjuti.
f.
Kepuasan pelanggan nilai IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat) minimal 2,51 atau dalam kategori Baik.
2.2.3. Struktur Organisasi (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2009b) Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 150 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan, organisasi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur terdiri dari : a.
Kepala Suku Dinas
b.
Subbagian Tata Usaha
c.
Seksi Kesehatan Masyarakat
d.
Seksi Pelayanan Kesehatan
e.
Seksi Sumber Daya Kesehatan
f.
Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan
g.
Subkelompok Jabatan Fungsional
2.2.3.1 Kepala Suku Dinas Kepala Suku Dinas mempunyai tugas : a.
Memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
9
Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33. b.
Mengkoordinasikan
pelaksanaan
tugas
Subbagian,
Seksi
dan
Subkelompok Jabatan Fungsional. c.
Melaksanakan kerja sama dan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan atau Instansi pemerintah atau swasta terkait, dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas.
d.
Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas.
2.2.3.2 Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha merupakan Satuan Kerja staf Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan administrasi umum Suku Dinas Kesehatan. Subbagian Tata Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Suku Dinas. Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas : a.
Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya
b.
Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
c.
Mengkoordinasikan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas.
d.
Melakasanakan monitoring, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas.
e.
Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang Suku Dinas.
f.
Pelaksanaan kegiatan surat menyurat dan kearsipan Suku Dinas.
g.
Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana kerja Suku Dinas.
h.
Memelihara kebersihan, keindahan, keamanan dan ketertiban kantor
i.
Melaksanakan pengelolaan ruang rapat atau pertemuan Suku Dinas
j.
Melaksanakan publikasi kegiatan, upacara dan pengaturan acara Suku
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
10
Dinas. k.
Menerima, mencatat, membukukan, menyetorkan dan melaporkan penerimaan retribusi Suku Dinas Kesehatan.
l.
Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas yang terkait dengan tugas Subbagian Tata Usaha.
m.
Mengkoordinasikan penyusunan laporan (kegiatan, keuangan, kinerja dan akuntabilitas) Suku Dinas.
m.
Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Subbagian Tata Usaha.
2.2.3.3 Seksi Kesehatan Masyarakat Seksi Kesehatan Masyarakat merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Seksi Kesehatan Masyarakat dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Kesehatan Masyarakat mempunyai tugas: a.
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
b.
Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
c.
Pelaksanaan pengendalian mutu kegiatan pelayanan kesehatan keluarga termasuk kesehatan ibu, bayi, anak balita, kesehatan anak prasekolah, usia sekolah, remaja, kesehatan reproduksi, usia lanjut, keluarga berencana, pekerja wanita dan asuhan keperawatan.
d.
Pengkoordinasian sektor terkait dan masyarakat profesi untuk pencegahan dan pengendalian program kesehatan masyarakat.
e.
Pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan dan informasi.
f.
Pelaksanaan bimbingan teknis tenaga kesehatan di bidang kesehatan masyarakat.
g.
Pelaksanaan kajian perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat tingkat Kota Administrasi.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
11
h.
Pelaksanaan manajemen database kesehatan melalui sistem informasi manajemen kesehatan yang terintegrasi.
i.
Pelaksanaan pengendalian pelaksanaan program gizi dan PPSM.
j.
Penerapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).
k.
Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Kesehatan Masyarakat.
l.
Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Seksi Kesehatan Masyarakat.
2.2.3.4 Seksi Pelayanan Kesehatan Seksi Pelayanan Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Seksi Pelayanan Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas: a.
Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
b.
Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
c.
Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian tata laksana pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan.
d.
Penghimpunan,
pengolahan,
penyajian,
pemeliharaan,
pengembangan,
pemanfaatan data dan informasi upaya pelayanan kesehatan. e.
Pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian penerapan standar pelayanan kesehatan.
f.
Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan akreditasi sarana pelayanan kesehatan.
g.
Pemberian rekomendasi atau perizinan sarana pelayanan kesehatan.
h.
Pemberian tanda daftar kepada pengobat tradisional.
i.
Pelaksanaan siaga 24 jam atau Pusat Pengendali Dukungan Kesehatan (Pusdaldukkes).
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
12
j.
Pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal pelayanan kesehatan.
k.
Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Pelayanan Kesehatan.
l.
Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Seksi Pelayanan Kesehatan.
2.2.3.5 Seksi Sumber Daya Kesehatan Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Kesehatan. Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Sumber Daya Kesehatan mempunyai tugas: a.
Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
b.
Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
c.
Pelaksanaan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan minuman.
d.
Pemberian rekomendasi atau perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan minuman.
e.
Pelaksanaan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan.
f.
Penyusunan peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan.
g.
Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar pelayanan.
h.
Pelaksanaan kegiatan audit internal dan audit eksternal penerapan sistem manajemen mutu.
i.
Pelaksanaan survei kepuasan pelanggan kesehatan.
j.
Pelaksanaan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan penetapan sistem manajemen mutu kepada Puskesmas.
k.
Pelaksanaan kegiatan pengembangan mutu melalui forum dan fasilitator.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
13
l.
Pelaksanaan fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur, assessor dan auditor mutu pelayanan kesehatan.
m. Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri makanan minuman rumah tangga. n.
Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan persediaan cadangan obat esensial.
o.
Pelaksanaan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup Kota Administrasi.
p.
Pelaksanaan monitoring dan pemetaan Sumber Daya Kesehatan.
q.
Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Sumber Daya Kesehatan.
r.
Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas seksi Sumber Daya Kesehatan.
2.2.3.6 Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi Pengendalian
Masalah
Kesehatan
yang
berkedudukan
di
bawah
dan
bertanggungjawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan mempunyai tugas: a.
Penyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
b.
Pelaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
c.
Pelaksanaan pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan jiwa masyarakat, surveilans epidemiologi, penanggulangan wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan kesehatan lingkungan.
d.
Pelaksanaan kegiatan pembinan pelaksanaan kesehatan haji.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
14
e.
Penyiapan materi sosialisasi kesehatan tentang pengendalian penyakit menular atau tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat.
f.
Pelaksanaan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan teknis peningkatan
kompetensi
surveilans
epidemiologi,
tenaga
kesehatan
pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat. g.
Pelaksanaan kegiatan koordinasi, kerja sama dan kemitraan pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan atau instansi pemerintah/swasta/masyarakat.
h.
Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan imunisasi.
i.
Penghimpunan, pengolahan, penyajian, pemeliharaan, pengembangan dan pemanfaatan data dan informasi surveilans epidemiologi sebagai Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) pada lingkup Kota Administrasi.
j.
Pelaksanaan kegiatan investigasi penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) dan dugaan wabah serta keracunan makanan.
k.
Peningkatan sistem jaringan informasi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans.
l.
Pelaksanaan kegiatan pengendalian surveilans kematian.
m. Pelaksanaan kegiatan monitoring dan pemetaan kegiatan penanggulangan wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans. n.
Pelaksanaan
kegiatan
pengendalian
pelaksanaan
program
kesehatan
lingkungan meliputi penyehatan air minum/air bersih, penyehatan makanan dan minuman, pengamanan limbah, pengendalian vektor, pengendalian radiasi, penyehatan pemukiman kumuh, penyehatan di tempat-tempat umum, tempat kerja, tempat pengelolaan pestisida termasuk pemberian rekomendasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), upaya pengelolaan lingkungan/upaya pemantauan lingkungan. o.
Pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian sarana penunjang kesehatan lingkungan.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
15
p.
Penyiapan materi pelatihan teknis dalam Bidang Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja.
q.
Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan.
r.
Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN 3.1
Seksi Sumber Daya Kesehatan (Presiden Republik Indonesia, 2009) Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan satuan kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya kesehatan. Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Deskripsi kerja Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan antara lain: a. Menyusun rencana kerja program: Standarisasi Mutu Kesehatan; Tenaga Kesehatan; dan Farmasi, Makanan, dan Minuman selama 1 tahun. b. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Standarisasi Mutu Kesehatan. c. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Tenaga Kesehatan. d. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Farmasi, Makanan, dan Minuman. e. Membantu melaksanakan tugas-tugas dari Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur. f. Pemantauan pemberantasan sarang nyamuk di wilayah kecamatan binaan. 3.2
Dasar Hukum
3.2.1 Dasar Hukum Perizinan Sarana Kesehatan Dasar hukum yang mengatur perizinan sarana kesehatan farmasi makanan dan minuman adalah sebagai berikut: a. Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. c. Undang-undang RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. d. Undang-undang RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. e. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian f. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan g. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.
16
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
17
h. Peraturan Pemerintah No.28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. i.
Kepmenkes No.1331/MenKes/SK/X/2002 tentang Pedagang Eceran Obat.
j.
Kepmenkes No. 246/MenKes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Kecil Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.
k. Permenkes No.
1191/MenKes/Per/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat
Kesehatan l.
Kepmenkes No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
m. Kepmenkes No.184/MenKes/Per/II/1995 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker. n. Kepmenkes No. 149/MenKes/Per/II/1998 tentang Perubahan Atas PerMenKes No.184/MenKes/Per/II/1995 Tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker. o. Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 970 tahun 1990 tentang Ketentuan Penyelenggaraan Usaha Pedagang Eceran Obat di wilayah DKI Jakarta. 3.2.2 Dasar Hukum Perizinan Tenaga Kesehatan Dasar hukum yang mengatur perizinan tenaga kesehatan adalah sebagai berikut: a. Permenkes No. 1796/Menkes/Per/ VIII/2011 tentang
Registrasi Tenaga
Kesehatan. b. Kepmenkes No. 889/MenKes/ Per/V/2011 tentang Izin Praktik dan izin Kerja Tenaga Kefarmasian. c. Kepmenkes
No.2052/Menkes/Per/X/2011
Tentang
Izin
Praktik
dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran. d. Kepmenkes No.H.K 02.02/Menkes/148/ I/2001 Tentang Registrasi dan Praktik Perawat. e. Kepmenkes No.1392/Menkes/SK/XII/2001 Tentang Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi. f. Kepmenkes No.H.K 02.02/Menkes/149/ I/2001 Tentang Registrasi dan PraktikBidan.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
18
g. Kepmenkes
No.357/Menkes/Per/2006
Tentang
Registrasi
dan
Izin
Radiografer. h. Kepmenkes No.544/Menkes/VI/2002 Tentang Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis Optisien. i. Kepmenkes No.1363/Menkes/SK/XII/2001 Tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapis. j. Kepmenkes No.867/Menkes/Per/VIII/2004 Tentang Registrasi dan Praktik Terapis Wicara. 3.2.3 Dasar Hukum Mengenai Standarisasi Mutu Kesehatan Dasar hukum mengenai Standarisasi Mutu Kesehatan menyangkut Undang-Undang Pelayanan Publik. Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mengatur tentang penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan di Negara ini sehingga menjamin kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. Menurut UndangUndang tersebut, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang,
jasa,
dan/atau
pelayanan
administratif
yang
disediakan
oleh
penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik tersebut adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen, yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Pelayanan administratif yang dimaksud oleh undang-undang ini meliputi: a.
Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam
peraturan
perundang-undangan
dalam
rangka
mewujudkan
perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara. b.
Tindakan administratif oleh instansi non pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan, serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
19
Undang-undang ini mengatur segala aspek penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk yang paling utama ialah kewajiban bagi setiap penyelenggara pelayanan publik untuk menetapkan standar pelayanan mengenai standar pelayanan publik yang diberikan dan hal ini diatur lag ioleh peraturan pemerintah. Dengan demikian, undang-undang ini menjamin adanya diberikannya pelayanan publik yang berkulaitas bagi seluruh masyarakat. 3.3
Ruang Lingkup Seksi ini membawahi tiga bagian, yaitu:
a. Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman b. Koordinator Tenaga Kesehatan c. Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan 3.3.1 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman Ruang lingkup perizinan sarana kesehatan farmasi makanan dan minuman di wilayah DKI Jakarta yang proses perizinannya telah didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi adalah: a. Apotek (apotek kerjasama, apotek profesi, apotek rakyat dari toko obat dan depo obat / farmasi) b. Toko Obat c. Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) sejak Januari 2013 d. Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) e. Sertifikasi kelayakan olahan/produksi makanan minuman rumah tangga/ Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Tugas dan tanggung jawab bagian farmasi makanan dan minuman, antara lain: a. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), dan Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan (PPK) Seksi Sumber Daya Kesehatan b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan (PPK) Seksi Sumber Daya Kesehatan
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
20
c. Melaksanakan supervisi dalam rangka rekomendasi perizinan sarana FARMAKMIN seperti Apotek, Apotek Rakyat, Sub Penyalur Alat Kesehatan (Sub-PAK), Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT), Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT), dan Pedagang Eceran Obat (PEO) d. Melaksanakan pengelolaan dan layanan perizinan Apotek, Apotek Rakyat, Sub Penyalur Alat Kesehatan (SPAK), Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT), Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT), dan Pedagang Eceran Obat (PEO) e. Bimbingan, Pengawasan dan Pengendalian (Binwasdal) terhadap Sarana Pelayanan Kesehatan Kefarmasian Pemerintahan dan swasta f. Melakukan akreditasi dan pengawasan mutu pelayanan kesehatan g. Mengendalikan mutu pelayanan kefarmasian klinik h. Melakukan pengelolaan bidang obat Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur i.
Melaksanakan pemantauan harga obat generik, dan persediaan cadangan obat esensial
j.
Melakukan pengamanan obat, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetika, makanan dan minuman
k. Memantau dampak lingkungan l.
Melaksanakan rekapitulasi laporan LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) Puskesmas
m. Pembinaan produsen, distributor dan penggunaan obat, termasuk narkotika, psikotropika dan zat aditif (NAPZA) n. Melaksanakan pengelolaan penyuluhan keamanan pangan serta memberikan sertifikat penyuluhan industri rumah tangga makanan dan minuman o. Melaksanakan pengelolaan laporan narkotik p. Pengeloaan terhadap hasil supervisi q. Melaksanakan pencatatan surat masuk dan keluar serta pendistribusiannya r. Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian komunitas, melalui saran, rekomendasi perbaikan, penilaian, pemberian penghargaan, sanksi dan rehabilitasi terhadap sarana farmasi, makanan, dan minuman
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
21
s. Memfasilitasi penyelesaian permasalahan yang dilaporkan profesi dan masyarakat t. Mensosialisasikan perundangan dan program u. Bekerja sama dalam tim dengan Subseksi Standardisasi Mutu dan Subseksi Tenaga Kesehatan v. Menilai dan mempertanggungjawabkan kinerja w. Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh atasan langsung 3.3.1.1 Apotek (Dinkes Provinsi DKI Jakarta, 2002; Peraturan Menteri Kesehatan
No.
1332/MenKes/SK/X/2002,
2002;
Peraturan
Pemerintah No. 51 Tahun 2009, 2009) Berdasarkan Permenkes No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Khusus di DKI Jakarta perizinan apotek dibagi menjadi 4, yaitu: a. Apotek Kerjasama, adalah apotek dimana apoteker hanya sebagai apoteker pengelola apotek (APA), sedangkan pemilik sarana apotek (PSA) adalah dari pihak lain (bisa perorangan, PT, dan lain-lain). b. Apotek Profesi, adalah apotek yang apoteker pengelola apotek (APA) juga sebagai pemilik sarana apoteknya (PSA). c. Depo Farmasi/Depo Obat, adalah apotek yang berada di klinik, dan hanya boleh menerima resep dari klinik tersebut. d. Apotek Rakyat (apotek sederhana) adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian di mana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan, serta tidak menjual obat golongan narkotika dan psikotropika, di mana terhitung sejak ditetapkannya
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
284/MenKes/PER/III/2007, seluruh izin dan status apotek yang berasal dari apotek sederhana akan disesuaikan menjadi apotek rakyat.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
22
Standar penanggung jawab teknis apotek adalah apoteker. Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker. Sebelum melaksanakan kegiatannya, APA wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA), Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA), dan Surat Izin Apotek (SIA). STRA didapatkan apabila apoteker telah membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; serta memiliki ijazah apoteker, sertifikat kompetensi profesi, dan surat pernyataan telah mengucapkan sumpah apoteker. STRA berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun apabila memenuhi persyaratan tersebut. Untuk mendapatkan SIPA, apoteker
harus
memiliki
STRA,
tempat
untuk
melakukan
pekerjaan
kefarmasaiaan, dan rekomendasi dari organisasi profesi (IAI). SIA berlaku seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan, Apoteker masih memenuhi persyaratan sebagai APA, dan tidak ada perubahan fisik dan non fisik. SIA harus diperbaharui bila terjadi perubahan fisik dan non fisik dari sarana apotek. Kriteria perubahan non fisik yakni apabila terjadi pergantian apoteker pengelola saranaapotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian nama sarana kesehatan apotek, terjadi perubahan alamat sarana kesehatan apotek tanpa pemindahan lokasi,dan/atau terjadi karena surat izin sarana kesehatan apotek hilang atau rusak. Sedangkan perubahan fisik, yakni apabila terjadi perubahan denah sarana kesehatan apotek dan terjadi perubahan pindah lokasi apotek. Untuk mendapatkan SIA, APA harus menyiapkan tempat (lokasi dan bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan farmasi lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Bangunan apotek harus mempunyai luas yang memadai, sehingga dapat
menjamin kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi apotek, serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek minimal terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan resep, ruang administrasi dan kamar kerja apoteker, tempat pencucian alat dan toilet/WC. Bangunan apotek harus dilengkapi
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
23
sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, serta ventilasi dan sistem sanitasi yang baik. Apotek harus mempunyai papan nama apotek berukuran minimal 40x60 cm dengan tulisan berwarna hitam (ukuran tinggi dan tebal 5 cm) di atas dasar berwarna putih yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA dan alamat apotek. Apotek harus memiliki perlengkapan yang memadai seperti timbangan, mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan obat, termasuk lemari pendingin, lemari khusus narkotika dan psikotropika, alat administrasi (blanko pemesanan obat, kartu stok, salinan resep, faktur, buku pencatatan dan pemesanan narkotika dan psikotropika), dan sebagainya. Apotek harus melaporkan pemakaian narkotika setiap bulan kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM di DKI Jakarta, sedangkan pemakaian psikotropika harus dilaporkan maksimal setahun sekali. Hal-hal yang menyebabkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat dapat mencabut surat izin apotek
(SIA)
menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 25 adalah : a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA). b. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian. c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terusmenerus. d. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan tentang obat keras, kesehatan, psikotropika, narkotika, dan ketentuan perundang-undangan lain yang berlaku. e. Surat izin kerja APA dicabut. f.
Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat.
g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan yang berlaku.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
24
Dengan adanya tambahan dari Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 dan Peraturan Sudinkes Jaktim: a. Apoteker yang dimaksud tidak memenuhi persyaratan sebagai APA adalah tidak memiliki STRA, surat kompetensi, dan SIPA atau tidak diperbaharui. b. Walaupun Apoteker dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian, pelaksanaan pelayanan Kefarmasian seperti penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter tetap dilakukan oleh Apoteker dan tanggung jawab berada di tangan Apoteker. Persyaratan izin apotek yang bekerja sama dengan pihak lain secara umum adalah: a. Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp.6000,00. b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI. c. Fotokopi KTP DKI dari APA. d. Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/Surat Penugasan (SP) apoteker, dengan lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai negeri. e. Fotokopi surat status kepemilikan tanah: Fotokopi sertifikat, bila gedung milik sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua) tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun, bila kontrak/sewa. f. Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG). g. Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). h. Surat keterangan domisili dari kelurahan setempat. i. Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00. j. Peta lokasi dan denah ruangan.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
25
k. Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidak akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6000,00. l. Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang farmasi lain di atas materai Rp. 6000,00. m. Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu tanpa resep di atas materai Rp.6000,00. n. Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana (dalam bentuk Organogram). o. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan. p. SIK Asisten Apoteker/D3 farmasi. q. Rencana jadwal buka apotek. r. Daftar peralatan peracikan obat. s. Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi. t. Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika. u. Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir). v. Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil. Persyaratan izin apotek praktek profesi secara umum sebagai berikut: a. Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp.6000,00. b. Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi yang diterbitkan setiap tahun sekali. c. Fotokopi KTP DKI apoteker apotek praktek profesi. d. Status kepemilikan bangunan, IMB dan surat sewa menyewa minimal 2 tahun. e. Denah bangunan beserta peta lokasi. f. Daftar peralatan peracikan, etiket, dll. g. Fotokopi NPWP apoteker. h. SIK/SP apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan surat selesai masa bakti apoteker.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
26
i.
Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup).
j.
Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/apoteker yang lain yang ikut melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI Jakarta. Persyaratan izin depo obat/farmasi secara umum adalah sebagai berikut:
a. Surat permohonan apoteker penanggung jawab depo ditujukan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp.6000,00. b. Fotokopi izin klinik yang masih berlaku. c. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk badan hukum. d. Fotokopi KTP DKI APA. e. Ijasah/SIK/SP Apoteker dengan melampirkan surat selesai masa bakti apoteker. f. Surat pengangkatan apoteker sebagai karyawan/penanggung jawab depo obat/farmasi. g. Proposal untuk mendirikan depo obat/farmasi. h. Ijazah/SIK asisten apoteker. i.
Peta lokasi dan denah bangunan seatap/sepekarangan dengan klinik serta denah bangunan tertutup.
j.
NPWP perusahaan.
k. UUG. l.
Status gedung/sertifikat gedung sewa minimal dua tahun.
m. Surat pernyataan apoteker hanya melayani resep dari klinik perusahaannya (bukan dari resep umum), kecuali atas nama pasien perusahaan. Apabila apotek memberikan pelayanan 24 jam, maka apotek tersebut harus memiliki apoteker pendamping, dan apabila APA dan apoteker pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk apoteker pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dalam hal ini kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
27
setempat untuk daerah DKI Jakarta dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. APA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker pendamping maupun apoteker pengganti/supervisor, dalam pengelolaan apotek. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, maka harus menunjuk apoteker pengganti, sedangkan jika APA berhalangan melakukan tugasnya dalam waktu 1 – 3 bulan, maka harus menunjuk apoteker supervisor (Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MenKes/SK/X/2002, 2002). Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh apoteker pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara. Apabila apotek melakukan pelanggaran, maka dapat diberikan teguran secara lisan untuk segera dilakukan perbaikan. Apabila tidak ada perbaikan dari apotek tersebut, maka diberikan peringatan tertulis kepada APA. Pelaksanaan pencabutan SIA dapat dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan atau pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan. Akan tetapi, pembekuan izin ini dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat
(Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
1332/MenKes/SK/X/2002, 2002). 3.3.1.2 Apotek Rakyat (Dinkes Provinsi, 2002 ; Peraturan Menteri Kesehatan No 284/MenKes/PER/III/2007, 2007) Apotek rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian, dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan dan pelayanan resep narkotik dan psikotropik. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 284/MenKes/PER/III/2007, ketentuan yang harus dipenuhi oleh Apotek rakyat adalah:
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
28
a. Apotek rakyat dalam pelayanan kefarmasian harus mengutamakan obat generik. b. Apotek rakyat dapat menyimpan dan menyerahkan obat-obatan yang termasuk golongan obat keras, obat bebas terbatas, obat bebas, dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Apotek rakyat dilarang menyediakan narkotika dan psikotropika, meracik obat dan menyerahkan obat dalam jumlah besar. d. Setiap apotek rakyat harus memiliki satu orang apoteker sebagai penanggung jawab, dan dapat dibantu oleh asisten apoteker. e. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, apotek rakyat yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan dapat dikenakan tindakan administratif berupa teguran lisan, tertulis, sampai dengan pencabutan izin. f. Pedagang eceran yang statusnya sudah berubah menjadi apotek sederhana dianggap telah menjadi apotek rakyat. Persyaratan izin apotek yang berasal dari toko obat/apotek sederhana (apotek rakyat) secara umum sebagai berikut: a. Surat permohonan APA ditujukan kepada kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp.6.000,00. b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila bentuk PT. c. Salinan/fotokopi KTP DKI dari APA. d. Fotokopi izin domisili dari lurah. e. Status bangunan milik sendiri lampirkan sertifikat, bila sewa, fotokopi perjanjian kontrak bangunan dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal 2 (dua) tahun. f. Pernyataan pemilik sarana lokasi hanya untuk pada sentra pasar tempat toko obat dan tidak pindah diluar pasar diatas materai Rp.6000,00.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
29
g. Surat pernyataan kepala pasar yang menyatakan pihaknya ikut mengawasi kegiatan apotek terhadap ketentuan per UU Farmasi yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00. h. Surat keterangan domisili dari lurah atau kepala pasar. i.
Surat pernyataan pemohon dan pemilik yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan yang berlaku di atas materai Rp.6000,00.
j.
Peta lokasi dan denah bangunan.
k. Surat pernyataan pemilik sarana apotek tidak terlibat lagi dalam pelanggaran peraturan di bidang Farmasi/obat di atas materai Rp.6000,00. l.
Surat pernyataan APA sanggup mengelola apotek/toko obat diatas materai Rp.6000,00.
m. Surat pernyataan dari APA dan PSA tidak melakukan peracikan dan penjualan obat Narkotik, OKT baik dengan resep dokter maupun tanpa resep dari pemilik dan apoteker diatas materai Rp.6000,00. n. Struktur organisasi apotek dan tata kerja/tata laksana. o. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan dilampiri sengan SK pengangkatan dan daftar gaji yang disetujui oleh apoteker, pemilik dan tenaga kerja tersebut diatas materai Rp.6000,00. p. Surat izin kerja/surat penugasan apoteker. q. Surat izin kerja AA/D3 Farmasi. r. Rencana jadwal buka apotek. s. Daftar peralatan lainnya. t. Daftar buku wajib peraturan per UU di bidang Farmasi. u. Surat peryataan APA dan pemilik bersedia bila diperiksa ke apotek oleh petugas kesehatan yang berwenang di atas materai Rp.6000,00. 3.3.1.3 Toko Obat Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI
No. 167/Kab/B.VII/72
tentang Pedagang eceran obat dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1331/Menkes/SK/X/2002 tentang perubahan peraturan sebelumnya menyatakan bahwa pedagang eceran obat didefinisikan sebagai orang/badan hukum di Indonesia yang mempunyai izin untuk menyimpan obat-obat bebas (label hijau)
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
30
dan obat-obat bebas terbatas (label biru) untuk dijual secara eceran di tempat tertentu sebagai tercantum dalam surat izin. Pedagang eceran obat menjual obatobatan bebas dan obat-obatan bebas terbatas dalam bungkusan dari pabrik yang membuatnya secara eceran. Pedagang eceran obat harus menjaga agar obat-obat yang dijual bermutu baik dan berasal dari pabrik-pabrik farmasi atau pedagang besar farmasi yang mendapat izin dari Menteri Kesehatan RI. Surat izin pendirian suatu toko obat dapat diperoleh dengan mengajukan surat permohonan Izin Usaha kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat yaitu di Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi, Makanan, dan Minuman. Izin toko obat berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali dengan penanggung jawab teknis adalah seorang Asisten Apoteker. Adapun persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usaha toko obat antara lain : a. Surat permohonan izin toko obat yang ditujukan kepada Kepala Sudinkes Kotamadya setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp. 6000,00. b. Fotokopi KTP DKI Jakarta pemilik toko obat. c. Akte pendirian perusahaan bila bentuk badan hukum yang terdaftar pada Menteri Kehakiman dan HAM. d. Gambar denah lokasi tempat usaha dan denah ruangan e. Ijazah dan SIK AA, foto 2x3 sebanyak 2 lembar. f. Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai AA penanggung jawab teknis pada toko obat di atas materai Rp. 6000,00. g. Status bangunan tempat usaha milik sendiri (lampirkan sertifikat) dan bila sewa minimal dua tahun dengan melampirkan surat sewa serta fotokopi KTP pemilik. h. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). i.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Setiap perubahan fisik maupun non fisik yang terjadi, pihak toko obat
harus mengajukan permohonan tertulis kepada Seksi Sumber Daya Kesehatan yang membawahi bagian Farmasi Makanan dan Minuman Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi setempat.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
31
Perubahan non fisik meliputi: a. Terjadi pergantian asisten apoteker penanggung jawab teknis sarana kesehatan toko obat (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya). b. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan toko obat. c. Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan toko obat tanpa pemindahan lokasi. d. Terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan toko obat (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya). e. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan toko obat hilang atau rusak. Perubahan fisik meliputi: a. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan toko obat. b. Terjadi perpanjangan izin sarana kesehatan toko obat. Toko obat harus menjalankan usahanya sesuai ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku. Oleh karena itu, apabila toko obat melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yaitu mulai dari pemberian surat peringatan, penghentian sementara kegiatan toko obat sampai pencabutan surat izin, sedangkan untuk sanksi pidana pemilik toko obat dapat diajukan ke pengadilan (Dinkes Prov DKI Jakarta, 2002). 3.3.1.4 Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) Menurut Permenkes No.006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional menjelaskan Usaha Mikro Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UMOT adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan. UMOT hanya dapat diselenggarakan oleh badan usaha perorangan yang memiliki izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap industri dan usaha di bidang obat tradisional wajib memiliki izin dari Menteri Kesehatan, kecuali untuk usaha jamu gendong dan usaha jamu racikan. Dalam memberikan izin obat tradisional, Menteri Kesehatan mendelegasikan kewenangan pemberian izin UMOT kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Selain wajib memiliki izin, industri dan
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
32
usaha obat tradisional juga wajib memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan di bidang penanaman modal. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin UMOT terdiri dari : a.
Surat Permohonan;
b.
Fotokopi akta pendirian badan usaha perorangan yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.
Susunan Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas dalam hal permohonan bukan perseorangan;
d.
Fotokopi KTP/identitas pemohon dan/atau Direksi/Pengurus dan Komisaris/ Badan Pengawas;
e.
Pernyataan pemohon dan/atau Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
f.
Fotokopi bukti penguasaan tanah dan bangunan;
g.
Surat Tanda Daftar Perusahaan dalam hal permohonan bukan perseorangan;
h.
Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan dalam hal permohonan bukan perseorangan;
i.
Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
j.
Fotokopi Surat Keterangan Domisili Permohonan izin UMOT diajukan oleh pemohon kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 18. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima permohonan untuk izin UMOT, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menunjuk tim untuk melakukan pemeriksaan setempat. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima penugasan, tim melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan administrasi dan teknis, dan menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 19. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyetujui, menunda, atau menolak permohonan izin UMOT dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai setempat, dengan menggunakan contoh sebagaimana
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
33
tercantum dalam Formulir 20a, Formulir 20b atau Formulir 20c. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kerja setelah surat permohonan diterima oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tidak dilakukan pemeriksaan/verifikasi, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap berproduksi Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 21. Izin UMOT diberikan kepada pemohon yang telah memenuhi persyaratan. Permohonan izin UMOT ditunda atau ditolak apabila ternyata belum memenuhi persyaratan. Dalam hal pemberian izin UMOT ditunda, kepada pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya Surat Penundaan. Setiap industri dan usaha obat tradisional berkewajiban: a.
Menjamin keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk obat tradisional yang dihasilkan;
b.
Melakukan penarikan produk obat tradisional yang tidak memenuhi ketentuan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu dari peredaran; dan
c.
Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Industri dan usaha obat tradisional yang akan melakukan perubahan
bermakna terhadap pemenuhan CPOTB wajib melapor dan mendapat persetujuan dari Kepala Badan. Setiap industri dan usaha obat tradisional dilarang membuat: a.
Segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat;
b.
Obat tradisional dalam bentuk intravaginal, tetes mata, sediaan parenteral, supositoria kecuali untuk wasir; dan/atau
c.
Obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung etanol dengan kadar lebih dari 1% (satu persen). UMOT yang telah mendapat izin, yang melakukan perubahan nama,
alamat, atau Tenaga Teknis Kefarmasian penanggung jawab wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat. Industri dan usaha obat tradisional yang akan melakukan perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
34
mendapat persetujuan sesuai ketentuan. UMOT wajib menyampaikan laporan secara berkala setiap 6 (enam) bulan meliputi jenis dan jumlah bahan baku yang digunakan serta jenis, jumlah, dan nilai hasil produksi. Laporan UMOT disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat. 3.3.1.5 Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) Cabang Penyalur Alat Kesehatan adalah untit usaha dari penyalur alat kesehatan yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyalur alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
(PERMENKES
RI
NO.
1191/MENKES/PER/VIII/2010, 2010). Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) merupakan sarana yang legal yang dapat menyalurkan alkes berbeda fungsi dari Penyalur Alkes (PAK) dimana perusahaan yang sama namanya yang telah mendapat izin dari Depkes RI. Izin Cabang Penyalur Alkes belaku sesuai dengan penunjukkan yang diberikan oleh PAK pusat dan paling lama adalah 3 (tiga) tahun. Penyalur alat kesehatan (PAK) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai peraturan perundang-undangan (PERMENKES RI NO. 1191/MENKES/PER/VIII/2010, 2010). Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin, dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan fungsi tubuh (PERMENKES RI NO. 1191/MENKES/PER/VIII/2010, 2010). Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK), antara lain: a. Surat permohonan dari direktur/pimpinan Usaha Penyalur Alat Kesehatan (UPAK), bukan dari CPAK, yang ditujukan kepada Sudinkes setempat sebanyak tiga rangkap dan satu rangkap di atas materai Rp. 6000,00.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
35
b. Surat penunjukkan dari UPAK sebagai CPAK di atas materai Rp. 6.000,00. c. Fotokopi izin UPAK. d. Akte perusahaan CPAK bila bentuk PT dan terdaftar pada Menteri Kehakiman dan HAM. e. Denah bangunan/ruangan dari CPAK. f. Peta lokasi CPAK. g. SIUP CPAK. h. NPWP CPAK. i.
UUG.
j.
Domisili perusahaan.
k. Status bangunan bila milik sendiri, lampirkan sertifikat dan bila sewa minimal dua tahun dengan melampirkan surat sewa serta fotokopi KTP pemilik. l.
Penanggung jawab teknis (AA atau SMU yang mempunyai sertifikat pengelolaan alat kesehatan).
Perubahan fisik maupun non fisik pada sarana CPAK juga harus dilaporkan dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Sudinkes Seksi Sumber Daya Kesehatan yang membawahi bagian Farmasi Makanan dan Minuman. Perubahan non fisik meliputi: a. Terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan CPAK (baik meninggal dunia maupun lainnya) b. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan CPAK c. Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan CPAK tanpa pemindahan lokasi d. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan CPAK hilang atau rusak Perubahan fisik (dilakukan pemeriksaan lapangan), meliputi: a. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan CPAK b. Terjadi perluasan lokasi sarana kesehatan CPAK
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
36
Izin CPAK berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang kembali bila semua persyaratan telah dipenuhi. 3.3.1.6 Izin Toko Alat Kesehatan (Kemenkes/No.1191/MenKes/Per/VIII/2010, 2010) Toko alat kesehatan adalah unit usaha yang diselenggarakan oleh perorangan atau badan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan tertentu secara eceran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Toko alat kesehatan hanya dapat menyalurkan alat kesehatan tertentu dan dalam jumlah yang terbatas. Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin, dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan fungsi tubuh. Persyaratan memperoleh izin toko alat kesehatan adalah sebagai berikut: a. Berbentuk badan usaha atau perorangan yang baik memperoleh izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Memiliki toko dengan status milik sendiri, kontrak, atau sewa, paling singkat 2 (dua) tahun. Izin toko alat kesehatan dapat dicabut apabila: a. Mendistribusikan alat kesehatan yang tidak mempunyai izin edar. b. Mengadakan alat penyaluran kesehatan yang bukan dari Penyalur Alat Kesehatan atau dari Cabang Penyalur Alat Kesehatan. c. Pencabutan izin ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 3.3.1.7 Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) (Dinkes Provinsi DKI Jakarta, 2002) Berdasarkan UU No. 28 tahun 2004 pasal 1 disebutkan bahwa perusahaan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat Makanan (BPOM) RI Nomor HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003 tentang
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
37
Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), maka SPP-IRT bertujuan untuk: a. Meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan pangan dan peraturan perundang-undangan di bidang keamanan pangan. b. Menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen dan karyawan tentang pentingnya pengolahan pangan yang higienis dan tanggung jawab terhadap keselamatan konsumen. c. Meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan PIRT Syarat-syarat Sertifikasi Penyuluhan Keamanan Pangan, yaitu: a. Permohonan di atas materai Rp. 6000,00. b. Fotokopi KTP. c. Pasfoto berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak dua lembar. Syarat-syarat Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, antara lain: a. Surat permohonan dari direktur/pimpinan perusahaan/perorangan yang ditujukan kepada Sudinkes setempat sebanyak 2 (dua) rangkap dan 1 (satu) rangkap di atas materai Rp. 6000,00. b. Data perusahaan bila dalam bentuk CV lampirkan akte notarisnya. c. Peta lokasi, IMB. d. Denah ruangan produksi. e. Rancangan etiket. f. Fotokopi KTP pemilik (DKI Jakarta). g. Pasfoto pemilik berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak dua lembar. h. Surat izin perindustrian dari Dinas/SuDin Perindustrian. i.
Data produk makanan yang akan diproduksi.
j.
Khusus untuk pengemasan kembali, harus disertai dengan surat keterangan dari asal produk.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
38
k. Status bangunan (sewa/milik sendiri) lampirkan fotokopi sertifikat , dan bila sewa lampirkan surat sewa minimal 2 (dua) tahun beserta fotokopi KTP pemilik. Tata cara penyelenggaraan SPP-IRT yaitu: a. Pengajuan permohonan 1)
Permohonan untuk mendapatkan SPP-IRT ditujukan kepada Pemerintah Daerah atau Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2)
Permohonan tidak dapat dipenuhi apabila pangan yang diproduksi berupa: a)
Susu dan hasil olahan.
b)
Daging, ikan, unggas dan hasil olahannya yang memerlukan proses dan atau penyimpanan beku.
c)
Pangan kaleng.
d)
Pangan bayi.
e)
Minuman beralkohol.
f)
Air minum dalam kemasan.
g)
Pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan SNI (contoh : SL, coklat bubuk, garam yodium, AMDK, dan tepung).
h) 3)
Pangan lain yang ditetapkan oleh BPOM.
Pemohon diwajibkan mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) dan telah melewati tahap pemeriksaan sarana produksinya oleh Sudinkes Kotamadya.
b. Penyelenggaraan dan penyuluhan keamanan pangan Penyelenggaraan dan penyuluhan keamanan pangan dalam rangka SPP-IRT dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Suku Dinas Kesehatan di DKI Jakarta. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan secara bersama-sama oleh beberapa Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Materi penyuluhan keamanan pangan yang diberikan, meliputi: 1) Berbagai jenis bahaya biologis, kimia, fisik, cara menghindari dan memusnahkannya serta pengawetan pangan.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
39
2) Higienis dan sanitasi sarana perusahaan pangan industri rumah tangga. 3) Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB). 4) Peraturan perundangan tentang keamanan pangan, penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP), label dan iklan pangan. Materi pelengkap dapat dikembangkan sesuai kebutuhan perusahaan pangan industri rumah tangga, misalnya: 1) Pengemasan dan penyimpanan produk pangan industri rumah tangga. 2) Pengembangan usaha perusahaan pangan industri rumah tangga termasuk etika bisnis. c. Pemeriksaan sarana produksi Setelah melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan, petugas Suku Dinas Kesehatan Kotamadya melakukan pemeriksaan ke sarana produksi PIRT. Petugas yang melakukan pemeriksaan tersebut harus memiliki Sertifikasi Inspektur Pangan. Laporan pemeriksaan sarana produksi IRTP dengan hasil minimal cukup merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan SPP-IRT.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Suku Dinas Kesehatan baru dibentuk pada bulan Januari 2009. Suku Dinas Kesehatan ini merupakan gabungan dari Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat, di mana sebelumnya ke dua suku dinas ini dipisah. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi berdasarkan Peraturan Daerah No. 10 tahun 2008. Di daerah DKI Jakarta saat ini terdapat enam Suku Dinas yang terdapat di enam wilayah, yaitu Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Pulau Seribu. Masingmasing Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh Kepala Suku Dinas Kesehatan, serta mempunyai tugas pokok melaksanakan perizinan, pengendalian, dan penilaian efektivitas pelayanan kesehatan dan program kesehatan masyarakat. Salah satu seksi dalam Suku Dinas Kesehatan di Jakarta Timur, yaitu Sumber Daya Kesehatan. Berikut ini merupakan pembahasan mengenai hasil pelaksanaan tugas dari seksi Sumber Daya Kesehatan. 4.1
Bagian Tenaga Kesehatan Surat izin praktek (SIP) dan surat izin kerja (SIK) merupakan syarat
administrasi utama dan terpenting tenaga kesehatan dalam mengaplikasikan ilmu dan pelayanan profesi ke masyarakat. Salah satu syarat mengajukan SIP/SIK adalah menyerahkan atau melampirkan STR. STR mempunyai masa belaku hingga 5 (lima) tahun dan bila habis masa berlakunya, harus dilakukan perpanjangan dengan mengikuti uji kompetensi. SIP mempunyai masa berakhir mengikuti STR, sehingga apabila STR habis masa berlakunya, maka SIP juga turut habis masa berlakunya. Analisa rekapitulasi SIP dan SIK dilakukan dengan menghitung jumlah pengajuan hingga masa berakhir serta penutupan SIP dan SIK tenaga kesehatan di fasilitas/sarana kesehatan yang ada di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur selama tahun 2013. Proses rekapitulasi dilakukan dengan mengolah pengajuan dan pencabutan SIK dan SIP yang diajukan oleh tenaga kesehatan kepada Suku Dinas Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur,
40
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
41 kemudian dikelompokkan berdasarkan profesi tenaga kesehatan pada tiap fasilitas/sarana kesehatan. Jenis tenaga kesehatan yang dianalisa adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis, apoteker, asisten apoteker, bidan, perawat, tenaga teknis kefamasian, dan tenaga medis lainnya. Fasilitas/sarana kesehatan yang dianalisa adalah rumah sakit, klinik, balai pengobatan, praktek pribadi, puskesmas kelurahan dan kecamatan, serta PT. untuk SIK yang tersebar dalam Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Rekapitulasi tersebut kemudian dilihat dan dianalisa berdasarkan masa berakhirnya SIP tiap tahun, juga rentang waktu pengajuan hingga penarikan SIP dan SIK tiap 6 (enam) bulan. Rekapitulasi pelaporan bertujuan untuk mempermudah penulusuran dan pengawasan berbagai pihak mengenai tenaga medis yang telah memiliki izin melakukan praktek sesuai profesi masing-masing. Tenaga kesehatan yang melakukan praktek profesi harus mempunyai surat izin praktek dari suku dinas setempat. Rekapitulasi tersebut mempermudah melakukan monitor terpenuhinya persyaratan tersebut. 4.1.1 Rekapitulasi Masa Berakhir SIP dan SIK Tenaga kesehatan yang akan melakukan praktek profesi harus melakukan izin secara administrasi ke instansi pemerintah tempat praktek, yaitu pengajuan SIP/SIK ke suku dinas kesehatan (dinas kesehatan kabupaten/kotamadya). SIP diajukan berdasarkan tempat praktek, sehingga bagi tenaga kesehatan yang akan melakukan praktek kesehatan lebih dari satu, akan mempunyai SIP lebih dari satu juga dengan batas maksimal 3 (tiga). Tenaga kesehatan yang mengajukan SIP harus menyerahkan STR profesi. Untuk apoteker, STR yang diserahkan adalah STR yang telah dilegalisasi oleh majelis/asosiasi profesi, yaitu Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Sedangkan tenaga medis, STR yang diserahkan adalah STR copy asli berasal dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Rekapitulasi dan analisa SIP dan SIK tenaga kesehatan dilakukan pada seluruh sarana/fasilitas kesehatan yang terdapat pada Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur, meliputi kecamatan Cakung, Cipayung. Ciracas, Duren Sawit, Jatinegara, Kramat Jati, Makasar, Matraman, Pasar Rebo, dan Pulo Gadung. Data rekapitulasi tenaga kesehatan pada fasilitas/sarana kesehatan. Fasilitas/sarana Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
42 kesehatan yang dibandingkan adalah puskesmas pada tiap kecamatan, klinik dan balai pengobatan pada tiap kecamatan, dan rumah sakit Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis, apoteker, bidan, perawat, dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga kesehatan harus mempunyai surat izin praktek (SIP) yang menunjukkan bahwa tenaga medis tersebut telah terdaftar secara administrasi pada instasi pemerintah dinas kesehatan tempat praktek. Tenaga medis hanya dapat melakukan pelayanan profesi kesehatan pada 3 (tiga) tempat, begitu juga tenaga kesehatan berbasis pelayanan lainnya yang mempunyai surat izin praktek. Surat izin apoteker terbagi menjadi dua, yaitu SIK (Surat Izin Kerja) kepada apoteker dan tenaga teknis kefarmasian untuk melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi dan distribusi atau penyaluran dan SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker) untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada apotek atau instalasi farmasi rumah sakit. Apoteker yang telah mendapat SIPA dapat menjalankan profesinya 3 (tiga) tempat sebagai apoteker pendamping. Namun, hanya dapat menjalankan profesinya di 1 (satu) tempat sebagai apoteker penanggung jawab atau kepala instalasi farmasi. Apoteker yang mendapatkan SIK hanya dapat bekerja di industri sebagai penanggung jawab bagian tertentu. Pemeriksaan tanggung jawab dari tiap tenaga kesehatan dapat dilakukan penelusuran dengan nomor SIP/SIK yang didaftarkan oleh tenaga kesehatan. SIP/SIK tersebut berlaku selama 5 (lima) tahun dan harus dilakukan pemanjangan apabila telah habis masa berlakunya. Setiap tenaga kesehatan melakukan praktek profesi kesehatan harus mendaftarkan SIP atau SIK pada instansi pemerintah, begitu juga sebaliknya. Tenaga kesehatan yang tidak lagi melakukan praktek profesi kesehatan dapat melakukan pencabutan atau penarikan SIP atau SIK.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
43
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 < 2014 2014 2015 2016 2017 2018 < 2014 2014 2015 2016 2017 2018 < 2014 2014 2015 2016 2017 2018 < 2014 2014 2015 2016 2017 2018
puskesmas
Dokter
Dokter Gigi
Dokter Spesialis
Klinik dan balai pengobatan
Dokter Gigi Spesialis
Gambar 4.1. Grafik perbandingan jumlah masa berakhir SIP tenaga medis di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang diajukan tahun 2013
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa dokter umum merupakan profesi yang terbanyak mengajukan SIP dibanding tenaga medis lainnya pada fasilitas/sarana kesehatan puskesmas, termasuk praktek pribadi, serta klinik dan balai pengobatan di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Tahun 2016 merupakan tahun dengan jumlah terbanyak SIP yang habis masa berlakunya pada seluruh profesi tenaga medis dibanding dengan tahun-tahun setelah pengajuan SIP (tahun 2013). Jumlah terbanyak SIP yang habis masa berlakunya adalah SIP dokter umum pada tahun 2016, baik di puskesmas (37 orang) maupun klinik dan balai kesehatan (86 orang). Dokter gigi spesialis merupakan profesi yang paling sedikit mengajukan SIP ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, yaitu sepuluh orang yang terdiri dari delapan orang di puskesmas dan dua orang di klinik dan balai pengobatan. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa apoteker merupakan profesi yang paling banyak mengajukan SIPA atau SIK selama tahun 2013, yaitu sebanyak 172 orang. Pada tahun 2016 merupakan tahun terbanyak masa berakhir SIPA yang bekerja di kecamatan, yaitu sebanyak 76 orang. Sedangkan SIKA, dari 33 orang yang mengajukan surat izin, 21 orang masa berakhir SIKA pada tahun 2016. Masa berakhir SIPA apoteker yang bekerja di Puskesmas terbanyak adalah pada tahun 2017, yaitu sebanyak 12 orang. Perawat yang mengajukan SIKP selama tahun 2013 sebanyak 11 orang. Tahun 2016 merupakan jumlah terbanyak masa berakhir Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
44 SIKP yang bekerja pada industri, yaitu 4 orang. Sedangkan tahun 2017 merupakan masa berakhir SIKP di puskesmas terbanyak, yaitu 3 orang. Sedangkan di kecamatan, tidak ada perawat yang mengajukan SIKP.
80 70 60 50 40
Industri
30
Puskesmas
20
Kecamatan
10
< 2014 2014 2015 2016 2017 2018 < 2014 2014 2015 2016 2017 2018 < 2014 2014 2015 2016 2017 2018 < 2014 2014 2015 2016 2017 2018
0
SIPA/SIKA
SIKP
SIKB
STRTTK
Gambar 4.2. Grafik perbandingan jumlah masa berakhir SIP dan SIK tenaga kesehatan di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang diajukan tahun 2013
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, selain terdapat puskesmas serta klinik dan balai pengobatan, terdapat 39 rumah sakit yang tersebar di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Gambar 4.3 menunjukkan bahwa pada tahun 2016 merupakan tahun terbanyak masa berakhir SIP tenaga medis di rumah sakit, yaitu sebanyak 81 orang dokter umum, 23 orang dokter gigi, 137 orang dokter spesialis, dan 1 orang dokter gigi spesialis. Terdapat 2 (dua) dokter umum dan 9 (sembilan) dokter spesialis dengan SIP yang telah habis masa berlakunya. Sebanyak 9 (sembilan) apoteker yang mengajukan SIPA selama tahun 2013 (Gambar 4.4). Tahun 2016 merupakan tahun terbanyak masa berakhir SIPA, yaitu sebanyak 6 (enam) orang. Sedangkan tahun 2017, terdapat 9 (sembilan) orang yang masa berakhir STRTTK. Namun, terdapat satu bidan yang masa berlaku SIKB telah berakhir. Selama tahun 2013, tidak ada perawat yang mengajukan SIKP.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
45
137
140 120
105
100
81 50
Dokter Umum
Dokter Gigi
Dokter Spesialis
0
0
0
1
0
1
< 2014
2014
2015
2016
2017
2018
2017
2016
2015
18
8
2014
0
9 < 2014
0
4 2018
0
10 2017
2018
2017
2016
2015
2014
< 2014
0
23
2015
2
11
2014
20
25
19
< 2014
40
47
2016
60
2018
80
Dokter Gigi Spesialis
Gambar 4.3. Grafik perbandingan jumlah masa berakhir SIP tenaga medis di Rumah Sakit Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang diajukan selama tahun 2013
< 2014 2014 2015 2016 2017 2018 < 2014 2014 2015 2016 2017 2018 < 2014 2014 2015 2016 2017 2018 < 2014 2014 2015 2016 2017 2018
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Apoteker
SIKP
Bidan
STRTTK
Gambar 4.4. Grafik perbandingan jumlah masa berakhir SIP dan SIK tenaga kesehatan di Rumah Sakit Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang diajukan tahun 2013 Rekapitulasi SIP dan SIK tersebut dapat mempermudah penelusuran masa berakhir SIP dan SIK tenaga kesehatan yang menjalankan praktek profesi. Masa berakhir SIP/SIK bergantung dengan masa berlaku STRA. Data surat izin tersebut didapat dari data laporan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur yang menangani bidang perizinan tenaga kesehatan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur selama tahun 2013. Kesehatan merupakan kebutuhan masyarakat yang terpenting dan utama. Oleh sebab itu, perlu didukung dengan tenaga kesehatan berkualitas dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
46 berkompeten, yang dibuktikan dengan terdaftarnya surat izin profesi di instansi pemerintah, Suku Dinas Kesehatan wilayah dia mempraktekkan profesi ilmunya. STR mempunyai masa berlaku sepanjang 5 (lima) tahun. Masa berakhir STR tersebut juga merupakan masa berakhir SIP/SIK. Apabila ingin melanjutkan mengaplikasikan profesinya harus melakukan perpanjangan. Terkait hal tersebut, perlu dilakukan rekapitulasi agar tenaga kesehatan yang praktek lebih terdeteksi dimana berpraktek maksimal di 3 (tiga) tempat dan mempunyai SIP/SIK yang masih berlaku sebalum masa berakhir STR. Namun, karena tenaga kesehatan belum terdata secara sempurna serta kurangnya pengawasan maupun kontrol terhadap tenaga kersehatan mengakibatkan adanya tenaga kesehatan yang melakukan praktek profesi tanpa mempunyai surat izin (surat izin habis masa berlakunya). Hal tersebut dapat terjadi akibat dua faktor, yaitu faktor instansi pemerintah maupun dari segi tenaga kesehatan. Instansi pemerintah yang kurang mengoptimalkan sumber daya, baik manusia maupun teknologi menyebabkan beban kerja pengawasan dan pengontrolan SIP merupakan hal yang berat. Selain itu, juga didukung dengan jumlah pengawas pihak instansi pemerintah yang sangat sedikit dibanding jumlah tenaga kesehatan di Wilayah Kota Jakarta Timur sehingga pengontrolan yang dilakukan kurang maksimal. Faktor lainnya adalah kurangnya kesadaran bagi tenaga kesehatan untuk memperpanjang SIP sebelum masa berlakunya berakhir. Selain itu, faktor sanksi yang tidak diterapkan, kurangnya sosialisasi akan pentingnya surat izin, serta alur perizinan dan memperpanjang SIP yang terlalu mudah sehingga mempengaruhi tenaga kesehatan tidak mengurus sendiri, yaitu dengan menggunakan pihak ketiga. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan pemaksimalan upaya dalam menjalankan tugasnya. Beban kerja yang tinggi terkait rekapitulasi surat izin tenaga kesehatan dalam jumlah banyak dapat dilakukan antisipasi dengan melakukan rekapitulasi setiap hari, yaitu dengan merekapitulasi secara langsung setiap ada surat izin yang masuk. Rekapitulasi setiap hari dapat meminimalisir jumlah SIP yang habis masa berlakunya. Pihak instansi pemerintah dapat melakukan follow up ke majelis profesi untuk mengingatkan tenaga kesehatan yang akan habis masa berlakunya, kira-kira 6 (enam) bulan sebelum masa Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
47 berakhir untuk melakukan uji kompetensi memperpanjang STR dan SIP. Bila hal tersebut masih belum dapat mengatasi masalah, selanjutnya dapat dilakukan penambahan jumlah pegawai dari pihak instansi pemerintah sehingga proses pengawasan dan pengontrolan tenaga kesehatan dapat dilakukan secara maksimal, baik dari segi administratif maupun kinerjanya. Sosialisasi dari pihak instansi, baik pemerintah maupun tempat kerja secara terus-menerus dan intesif kepada tenaga kesehatan, sehingga kesadaran tenaga kesehatan menjadi tinggi akan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum dan saat menjalankan praktek profesinya. Proses perizinan, baik membuat surat izin maupun memperpanjang surat izin diperketat, yaitu pengurusan surat izin harus dilakukan oleh yang bersangkutan, tanpa bisa diwakilkan oleh pihak ketiga. Instansi pemerintah dapat menyiapkan seksi tersendiri yang berkonsentrasi pada bidang surat izin dan kinerja tenaga kesehatan. Selain itu, dengan membuat website khusus SIP dan SIK sehingga lebih mudah dilakukan penelusuran, juga untuk mengimbangi kemajuan teknologi dewasa ini. Peraturan secara mendetail dan sanksi tegas menyangkut kesehatan masyarakat harus diterapkan agar tenaga kesehatan lebih berhati-hati dan profesional dalam mengaplikasikan ilmunya untuk menyehatkan masyarakat yang sakit. Adanya sidak secara mendetail dan intensif ke sarana/fasilitas kesehatan juga perlu dilakukan demi meningkatnya mutu dan kualitas pelayanan tenaga kesehatan. 4.1.2 Rekapitulasi Rentang Waktu Pengajuan hingga Penarikan Tenaga kesehatan yang akan melakukan praktek profesi harus melakukan izin secara administrasi ke instansi pemerintah tempat praktek, yaitu pengajuan SIP/SIK ke suku dinas kesehatan (dinas kesehatan kabupaten/kotamadya). SIP diajukan berdasarkan tempat praktek, sehingga bagi tenaga kesehatan yang akan melakukan praktek kesehatan lebih dari satu, akan mempunyai SIP lebih dari sau juga dengan batas maksimal 3 (tiga). Tenaga kesehatan yang mengajukan SIP harus menyerahkan STR profesi. Untuk apoteker, STR yang diserahkan adalah STR yang telah dilegalisasi oleh majelis/asosiasi profesi, yaitu Ikatan Apoteker
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
48 Indonesia (IAI). Sedangkan tenaga medis, STR yang diserahkan adalah STR copy asli berasal dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). STR mempunyai masa belaku hingga 5 (lima) tahun dan bila habis masa berlakunya, harus dilakukan perpanjangan dengan mengikuti uji kompetensi. SIP mempunyai masa berakhir mengikuti STR, sehingga apabila STR habis masa berlakunya, maka SIP juga turut habis masa berlakunya. Tenaga kesehatan yang tidak lagi melakukan praktek kesehatan dapat mencabut SIP dan menarik kembali STR yang diserahkan. STR tersebut digunakan sebagai syarat apabila mengajukan SIP untuk izin praktek di tempat lain. Selama tahun 2013 terdapat 121 tenaga kesehatan yang mengajukan pencabutan SIP dan semuanya merupakan tenaga medis, baik dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, maupun dokter gigi spesialis. Masa rentang pengajuan hingga pencabutan SIP terbanyak adalah selama 16-18 bulan dengan jumlah 20 orang (16,53%) dan terendah selama lebih dari 3 (tiga) tahun atau 36 bulan, yaitu 5 (lima) orang. Namun, sebanyak 4,13% (5 orang) tenaga medis yang melakukan pencabutan SIP dalam waktu kurang dari 3 (tiga) bulan.
25 20 15 10 5 0 1-3 4-6 7 - 9 10 - 12 13 - 15 16 - 18 19 - 21 22 - 24 25 - 30 31 - 36 37 - 48 49 - 52 Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan
Gambar 4.5. Grafik perbandingan jumlah masa rentang pengajuan dan pencabutan SIP selama tahun 2013 Tingginya jumlah tenaga kesehatan yang melakukan pencabutan SIP dalam kurun waktu yang sangat singkat dari masa pengajuan SIP dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah tidak adanya retribusi, yaitu biaya pendaftaran atau adminstrasi ketika pengajuan atau pembuatan SIP. Terkait hal Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
49 tersebut, memudahkan tenaga medis untuk melakukan pengajuan maupun penarikan SIP. Proses pengajuan maupun pencabutan SIP dan penarikan STR yang terlalu mudah telah disalahgunakan oleh beberapa pihak tenaga kesehatan. Selain itu, hal tersebut dapat terjadi karena waktu kurun kontrak dengan instansi yang terlalu singkat atau masa kontrak yang berakhir. Di lain sisi, tenaga medis dengan sengaja berpindah-pindah, seperti perubahan pada alamat praktek pribadi atau justru menjadikan instansi atau rumah sakit tempat bekerja sebagai ‘batu lompatan’ untuk mendapatkan pengalaman hingga dapat bekerja di instasi yang diharapkan. Pencabutan SIP yang terlalu mudah memungkinkan penyalahgunaan praktek (mal praktek) karena kurangnya tanggung jawab tenaga kesehatan untuk mempertahankan instansi. Selain itu, masyarakat selaku pasien membutuhkan dokter tetap yang mengatahui medical record tentang dirinya. Pergantian dokter yang terlalu sering akan berdampak pada kesehatannya karena dokter akan menyesuaikan obat yang akan diberikan dimana terkadang penyakit sama, penanganan oleh dokter yang berbeda akan diberikan terapi (obat) yang berbeda pula sehingga akan menyebabkan intoleransi pada pasien tersebut. Untuk menangani hal tersebut, perlu diadakan sistem retribusi serta memperketat proses pencabutan SIP dan penarikan STR. Sistem retribusi atau pembayaran ketika mengajukan percabutan SIP dan penarikan STR dengan biaya tinggi akan meminimalisir tenaga medis yang melakukan pencabutan dalam kurun waktu singkat. Mereka akan berpikir lebih sebelum mempraktekkan profesinya, mengajukan SIP, hingga penarikan SIP. Selain itu, juga akan meningkatkan kas Wilayah Kota Administrasi daerah tersebut yang dapat disubsidikan ke masyarakat kurang mampu. Begitu juga dengan proses pencabutan SIP dan penarikan STR. Adanya surat pernyataan alasan pencabutan SIP secara konkrit dapat dijadikan wacana bagi dinas kesehatan setempat yang dapat digunakan untuk pembekalan tenaga medis yang akan mengajukan SIP. Kerjasama dan koordinasi secara tepat dengan majelis profesi dapat lebih memperkecil jumlah tenaga kesehatan yang melakukan pencabutan SIP dan penarikan STR.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
50 4.2
Bagian Standardisasi Mutu Kesehatan Bagian Standarisasi Mutu Kesehatan adalah sebuah bagian yang
bertanggung jawab dan pengawas dalam jalannya Sistem Manajemen Mutu berdasarkan ISO 9001:2008 yang mana telah dan terus menerus dijalankan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Penjalanan sistem tersebut bertujuan untuk menjamin
kualitas
pelayanan
publik
dalam
bidang
diselenggarakan oleh Sudinkes Jaktim. Pelaksanaan
audit
kesehatan internal
yang dan
surveilans, survei kepuasan pelanggan dan tinjauan manajemen, serta berbagai pelatihan seperti pelatihan lead auditor dan pelatihan manajemen kepuasan pelanggan adalah langkah yang diambil untuk memelihara jalannya implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes Jaktim. Dalam upaya menyelenggarakan pelayanan yang memiliki standar mutu yang diharapkan, bagian Standarisasi Mutu Kesehatan melakukan evaluasi terhadap pelayanan perizinan tenaga dan sarana kesehatan yang memiliki standar lama proses 10 hari kerja. Penerapan peraturan lama proses perizinan tersebut berlaku semenjak februari 2014. 10 hari kerja tersebut dimulai dari lengkapnya berkas yang diperlukan untuk mendapatkan surat izin. Dengan melakukan evaluasi tersebut, maka dapat diketahui penyebab dari keterlambatan dalam proses perizinan. Serta, dilakukan revisi instruksi kerja perizinan dilakukan terhadap referensi yang digunakan dengan membandingkan peraturan yang sudah ada dan menambahkan peraturan baru yang belum ada ke dalam instruksi kerja sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pada instruksi kerja juga ditambahkan persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan perizinan baik untuk tenaga kesehatan maupun sarana kesehatan. Selain mengevaluasi lama proses perizinan, dilakukan juga revisi quality procedure pelayanan perizinan dan sertifikasi dilakukan terhadap referensi yang digunakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini dengan cara menambahkan peraturan baru yang belum tercantum serta mengganti peraturan yang lama dengan peraturan baru ke dalam quality procedure tersebut. Peraturan-peraturan baru tersebut melengkapi peraturan lama yang telah ada pada referensi sebelumnya. Selain itu, revisi juga dilakukan terhadap definisi, rincian prosedur, dan alur pelayanan perizinan yang mengacu pada prosedur manual. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
51 Pembuatan bagan alur perizinan menggunakan program Microsoft Office Visio 2007 berdasarkan proses dari tiap tahap dan bentuk diagram yang ada di program tersebut. Proses revisi Instruksi Kerja dan Quality Procedure melibatkan bagian terkait hingga diperoleh persetujuan dari bagian tersebut atas revisi yang dilakukan. 4.3
Bagian Farmasi, Makanan, dan Minuman
4.3.1 Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di Puskesmas adalah Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dan kartu stok. LPLPO yang dibuat oleh petugas Puskesmas harus tepat data, tepat isi, dan dikirim tepat waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga dimanfaatkan untuk
analisis
penggunaan,
perencanaan kebutuhan obat,
pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat. Laporan penggunaan dan lembar permintaan obat dibuat berdasarkan: a.
Kartu Stok Obat.
b.
Catatan harian penggunaan obat. LPLPO disampaikan oleh Puskesmas atau Unit Pelayanan Kesehatan
(UPK) ke Instalasi Farmasi (IF). Petugas Pencatatan dan Evaluasi melakukan evaluasi dan pengecekan sesuai dengan rencana distribusi dari IF lalu dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Formulir yang digunakan sebagai dokumen bukti mutasi obat adalah formulir LPLPO atau disebut juga formulir Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat. Formulir ini dipakai untuk permintaan dan pengeluaran obat (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007). Data LPLPO dibuat tiga rangkap dan diberikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah ditandatangani oleh kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, satu rangkap untuk Kepala Dinas Kesehatan, satu rangkap untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan satu rangkap dikembalikan ke Puskesmas. LPLPO sudah harus diterima oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota paling Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
52 lambat tanggal 10 setiap bulannya (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). LPLPO
memiliki
kegunaan
sebagai:
(Direktorat
Jenderal
Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007): a.
Bukti pengeluaran obat di IF.
b.
Bukti penerimaan obat di Puskesmas.
c.
Surat permintaan/pesanan obat dari Puskesmas/RS kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
d.
Sebagai bukti penggunaan obat di Rumah Sakit/Puskesmas. Format LPLPO, antara lain (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan, 2007): a.
Nomor dan tanggal pelaporan dan atau permintaan.
b.
Nama Puskesmas yang bersangkutan.
c.
Nama Kecamatan dari wilayah kerja Puskesmas.
d.
Nama Kabupaten/Kota dari wilayah Kecamatan yang bersangkutan.
e.
Nama Provinsi dari wilayah kerja Kabupaten/Kota.
f.
Tanggal pembuatan dokumen.
g.
Bulan pelaporan dan permintaan dari Puskesmas.
h.
Jika hanya melaporkan data pemakaian dan sisa stok obat diisi dengan nama bulan bersangkutan.
Jika dengan mengajukan permintaan obat (termasuk pelaporan data obat) diisi dengan periode distribusi bersangkutan. LPLPO yang dibahas di dalam laporan ini adalah LPLPO yang berasal dari tujuh puskesmas kecamatan antara lain Puskesmas Kecamatan Cakung, Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Puskesmas Kecamatan Matraman, dan Puskesmas Kecamatan Pulo Gadung. Puskesmas pada tingkat kecamatan membawahi beberapa puskesmas pada tingkat kelurahan. Masing-masing puskesmas kelurahan melaporkan data LPLPO ke Puskesmas Kecamatan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya. Data yang diperoleh oleh Puskesmas Kecamatan akan direkapitulasi secara keseluruhan dengan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
53 mengolah data tersebut ke dalam database komputer menggunakan program Microsoft Excel. LPLPO yang telah disusun di Puskesmas Kecamatan dikirimkan ke Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya. Sistem pengiriman LPLPO dari Puskesmas Kecamatan kepada Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi Makanan dan Minuman Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dilakukan via email. Hasil rekapitulasi LPLPO dari Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dikirim kepada Dinas Kesehatan Provinsi setiap 3 bulan. Setelah itu, setiap 6 bulan sekali hasil kompilasi LPLPO dari Dinas Kesehatan Provinsi dilaporkan ke Departemen Kesehatan RI. Tabel 4.1. Hasil Rekapitulasi Penggunaan Obat Terbanyak pada Tujuh Puskesmas Kecamatan Jakarta Timur Periode Januari-Desember 2013 No
Puskesmas Kecamatan
Nama Obat
Satuan
Jumlah
1
Cakung
Parasetamol 500 mg
Tablet
776.431
2
Kramat Jati
Klorfeniramin maleat (CTM) 4 mg
Tablet
527.115
3
Duren Sawit
Parasetamol 500 mg
Tablet
907.825
4
Pasar Rebo
Parasetamol 500 mg
Tablet
358.602
5
Jatinegara
Klorfeniramin maleat (CTM) 4 mg
Tablet
762.783
6
Matraman
Parasetamol 500 mg
Tablet
555.386
7
Pulo Gadung
Parasetamol 500 mg
Tablet
1.015.453
Hasil rekapitulasi dari LPLPO ketujuh kecamatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan obat terbanyak pada periode Januari hingga Desember 2013 yaitu tablet Parasetamol 500 mg pada Puskesmas Kecamatan Cakung, Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Puskesmas Kecamatan Matraman, dan Puskesmas Kecamatan Pulo Gadung. Obat yang paling banyak digunakan pada Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dan Puskesmas Kecamatan Jatinegara adalah tablet Klorfeniramin maleat (CTM) 4 mg. Berdasarkan jenis obat yang digunakan pada puskesmas tersebut dapat dianalisis bahwa penyakit yang sering terjadi adalah penyakit yang menimbulkan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
54 gejala nyeri, demam, dan sakit kepala sehingga dokter sering meresepkan tablet Parasetamol 500 mg. Penggunaan dari tablet Klorfeniramin maleat (CTM) 4 mg juga sering diresepkan untuk penderita batuk-pilek dan alergi. Tingginya jumlah pemakaian parasetamol dan CTM ini dapat disebabkan oleh faktor keamanan, prevalensi penyakit, dan pola peresepan dokter di masing-masing Puskesmas. Parasetamol dan CTM tergolong obat bebas terbatas dan aman digunakan pada dosis yang tepat/tidak berlebihan (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007). 4.3.2 Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika Unit
pelayanan
kesehatan
wajib
membuat,
menyampaikan,
dan
menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika dan psikotropika sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Pelaporan ini merupan salah satu bentuk pengawasan terhadap penggunaan narkotika dan psikotropika agar tidak disalahgunakan untuk tujuan yang tidak tepat. Sistem penyerahan Laporan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika di DKI Jakarta dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Data penggunaan narkotika dan psikotropika di Puskesmas juga dapat terlihat pada Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) Puskesmas Kecamatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan program SIPNAP secara online sejak tahun 2008. Program SIPNAP ini mengalami perkembangan dan pembaharuan pada tahun 2012. Pada akhir tahun 2012 program ini sudah diperkenalkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi. Program terbaru ini sudah mulai diberlakukan pada tahun 2013. Sistem pada program ini memiliki bagian-bagian yang terintegrasi, yaitu unit pelayanan kesehatan, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan propinsi dan pusat, serta web server (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Pada program SIPNAP baru ini sistem dapat langsung melaporkan penggunaan narkotika dan psikotropika masingUniversitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
55 masing unit pelayanan kesehatan ke Suku Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, Dinas Kesehatan Propinsi, dan Kementerian Kesehatan. Masing-masing unit pelayanan kesehatan dapat langsung memasukkan laporan penggunaan narkotika dan psikotropikanya ke program SIPNAP. Rekapitulasi data pelaporan penggunaan narkotika dari tujuh puskesmas kecamatan antara lain Puskesmas Kecamatan Cakung, Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Puskesmas Kecamatan Matraman, dan Puskesmas Kecamatan Pulo Gadung menggunakan Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) yang baru. Puskesmas pada tingkat kecamatan membawahi beberapa puskesmas pada tingkat kelurahan. Masing-masing puskesmas kelurahan melaporkan data LPLPO ke Puskesmas Kecamatan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya. Data yang diperoleh oleh Puskesmas Kecamatan akan direkapitulasi secara keseluruhan dengan mengolah data tersebut ke dalam database komputer menggunakan program Microsoft Excel.
180000
168347 160760
160000 140000
129198
120000 100000 80000 60000
68554 56244
47773
40000 15317 14771 11803
20000
9034 7884
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Gambar 4.6. Grafik Penggunaan Narkotika dan Psikotropika pada Tujuh Puskesmas Kecamatan Jakarta Timur Periode Januari-Desember 2013 (warna hijau menunjukkan narkotika sedangkan biru untuk psikotropika) Keterangan gambar: 1. Codein tablet 10 mg, 2. Diazepam tablet 2 mg, 3. Klorpromazin tablet 100 mg, 4. Phenobarbital tablet 30 mg, 5. Triheksifenidil tablet 2 mg, 6. Haloperidol tablet 5 mg, 7. Amitriptilin tablet salut 25 mg (HCl), 8. Haloperidol tablet 0,5 mg, 9. Haloperidol tablet 1,5 mg, 10. Karbamazepin tablet 200 mg, dan 11. Diazepam tablet 5 mg. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
56 Hasil rekapitulasi pengunaan narkotika dan psikotropika dari ketujuh kecamatan tersebut pada periode Januari hingga Desember 2013 dapat dilihat pada gambar 4.6 dan Lampiran 11. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa narkotika yang digunakan hanyalah codein tablet 10 mg sebanyak 56244 tablet. Data tersebut juga mempresentasikan penggunaan psikotropika terbanyak pada periode Januari-Desember 2013 yaitu diazepam tablet 2 mg sebesar 168347 tablet. Berdasarkan jenis obat yang digunakan pada puskesmas tersebut dapat dianalisis bahwa penyakit yang sering terjadi adalah penyakit yang menimbulkan gejala nyeri dan batuk sehingga dokter sering meresepkan codein tablet 10 mg sebagai analgesik kuat dan antitusif. Penggunaan dari diazepam tablet 2 mg sering digunakan untuk mengatasi gelisah, kejang, dan pengobatan jangka pendak pada gejala ansietas serta epilepsi. Tingginya jumlah pemakaian codein tablet 10 mg dan diazepam tablet 2 mg ini dapat disebabkan oleh faktor keamanan, prevalensi penyakit, dan pola peresepan dokter di masing-masing Puskesmas. Pelaporan SIPNAP ini dirasakan belum sempurna dikarenakan nama-nama obat psikotropika yang diatur dalam SIPNAP tidak merepresentasikan data keseluruhan jenis psikotropika yang disediakan di puskesmas. Psikotropika yang tidak tercantum dalam SIPNAP contohnya amitriptilin tablet salut 25 mg (HCl); haloperidol 0,5 mg, 1,5 mg, dan 5 mg; klorpromazin HCl tablet salut 100 mg. Obat-obat psikotropika yang tidak tercantum tersebut hanya terlapor dalam LPLPO saja. Pada kenyataannya program SIPNAP online yang telah mengalami perkembangan dan pembaharuan ini masih memiliki kekurangan-kekurangan. Hambatan secara umum misalnya pada unit pelayanan kesehatan, masih banyak mengalami keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang mengerti dan mampu menggunakan teknologi tersebut; sarana dan prasarana yang menunjang, termasuk koneksi internet. Sedangkan pada suku dinas kesehatan, masih terbatasnya sarana dan prasarana yang menunjang, termasuk koneksi internet. Hambatan-hambatan tersebut dapat diatasi dengan adanya pelatihan, sosialisasi, dan forum konsultasi; penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang, serta pengembangan program SIPNAP (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, 2012).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
57 Adanya program SIPNAP ini akan lebih mempermudah pemerintah dalam melakukan pengawasan penggunaan narkotika dan psikotropika. Hal ini akan lebih baik lagi apabila ditunjang program yang lebih bermutu dalam hal kapasitas penggunaan dan kecepatan akses web sehingga kinerja program dapat lebih optimal. Dengan adanya program ini diharapkan pula unit pelayanan kesehatan lebih patuh dalam melaporkan penggunaan narkotika dan psikotropika.
4.3.3 Laporan Penggunaan Obat Rasional Data penggunaan obat rasional (POR) adalah data atau pelaporan yang merepresentasikan penggunaan antibiotika pada pasien dengan diagnosis tunggal berupa Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) non spesifik/ non pneumonia (batuk dan pilek), penggunaan antibiotika pada diare non spesifik, serta penggunaan injeksi pada pasien dengan dengan diagnosis tunggal berupa penyakit sistem otot dan jaringan (myalgia). Dasar pemilihan ketiga diagnosis tersebut adalah 10 penyakit terbanyak, diagnosis dapat ditegakkan tanpa memerlukan pemeriksaan penunjang, dan pedoman terapinya jelas. Pelaporan Penggunaan Obat Rasional (POR) bertujuan untuk memberikan gambaran pola peresepan atas pasien dengan diagnosa tertentu dan mengevaluasi kerasionalannya serta mencegah penggunaan obat yang tidak rasional ke depannya. Pada akhirnya, POR akan meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu pelayanan kesehatan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Laporan penggunaan obat rasional didasarkan pada pengambilan beberapa sampel resep secara acak setiap bulannya yang mewakili pasien ISPA non spesifik, diare non spesifik, dan myalgia. Tiga indikator peresepan yang akan dinilai dalam pemantauan dan evaluasi penggunaan obat yang rasional dalam laporan ini adalah rata-rata jumlah obat per pasien, persentase penggunaan antibiotik, dan persentase penggunaan injeksi. Laporan penggunaan obat rasional dari tujuh puskesmas kecamatan (Puskesmas Kecamatan Cakung, Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Puskesmas Kecamatan Matraman, dan Puskesmas Kecamatan Pulo Gadung) pada periode Januari hingga Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
58 Desember 2013 direkapitulasi secara keseluruhan dengan mengolah data tersebut ke dalam database komputer menggunakan program Microsoft Excel.
90.00% 80.00% 70.00% 60.00% % Penggunaan Antibiotik pada pneumonia
50.00%
40.00%
%Penggunaan Antibiotik Diare non spesifik
30.00% 20.00%
% Penggunaan Injeksi pada myalgia
10.00% 0.00%
Gambar 4.7. Persen Indikator Peresepan pada ISPA non Spesifik, Diare non Spesifik dan Myalgia dari Tujuh Puskesmas Kecamatan Jakarta Timur Periode Januari-Desember 2013
Hasil rekapitulasi Penggunaan Obat Rasional (POR) dari ketujuh kecamatan tersebut pada periode Januari hingga Desember 2013 dapat dilihat pada gambar 4.7 dan Lampiran 14. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pada ketujuh puskesmas tersebut keseluruhannya memilki persentase tertinggi pada penggunaan antibiotika untuk pasien ISPA non spesifik dengan nilai terbesar di Puskesmas Kecamatan Matraman (81,03%) disebabkan kurang mampunya dokter untuk mengindentifikasi ISPA yang diderita pasien karena kurangnya hasil data laboratorium. Hal ini membuat dokter mengambil jalan pintas dengan memberikan antibiotika kepada pasien ISPA non spesifik untuk lebih menjamin peluang keberhasilan terapi walaupun sebenarnya tidak rasional. Sebaiknya, pasien mendapatkan pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu dan pola peresepan dokter sebaiknya diubah. Selain itu, adanya kemungkinan pasien tersebut Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
59 sebenarnya menderita ISPA spesifik namun dianggap pasien dengan ISPA non spesifik dikarenakan POR didasarkan pada sampel resep dokter sehingga tidak dapat diketahui dengan jelas diagnosa dan penyakit yang diderita pasien sebenarnya. Penggunaan antibiotik untuk pasien diare non spesifik terjadi di beberapa Puskesmas Kecamatan dengan nilai terbesar pada Puskesmas Kecamatan Duren Sawit (66,88%) disebabkan karena pola persepan dokter yang tidak tepat akibat diagnosis yang kurang sempurna. Penggunaan injeksi pada myalgia hanya terjadi pada Puskesmas Kecamatan Cipayung dengan nilai sangat rendah sebesar 0,67% menunjukkan bahwa dokter-dokter pada ketujuh Puskesmas Kecamatan lebih berhati-hati dalam meresepkan sediaan injeksi karena pada kasus tersebut masih banyak alternatif obat yang dinilai cukup efektif untuk mengobati myalgia dan pasien tidak dalam kondisi darurat sehingga tidak memerlukan penggunaan sediaan injeksi. Pada kasus pasien ISPA non spesifik, ketidakrasionalan tersebut tergolong ketidaktepatan indikasi dikarenakan penyebab ISPA non spesifik pada umumnya adalah virus sehingga tidak memerlukan pemberiaan antibiotika jika lama penyakitnya masih kurang dari tiga hari tetapi lebih kepada pemberiaan obat untuk mengobati gejala-gejala seperti batuk atau demam serta immunomodulator. Pada kasus diare non spesifik, ketidakrasionalan dikarenakan tidak tepat indikasi. Penderita diare non spesifik biasanya disebabkan bukan karena bakteri, melainkan virus, makanan yang merangsang motilitas saluran cerna atau yang tercemar toksin, dan gangguan pencernaan. Oleh karena itu, penggunaan antibiotika tidak tepat, kecuali terdapat hasil laboratorium yang menunjukkan diare spesifik tersebut disebabkan oleh bakteri. Ketidakrasionalan pada pasien myalgia ini disebabkan ketidaktepatan indikasi. Hal tersebut dikatakan tidak tepat indikasi karena pasien yang menderita myalgia mendapatkan pengobatan berupa injeksi vitamin B12. Padahal tidak semua keluhan myalgia disebabkan karena defisiensi vitamin B12. Selain itu, pasien dengan myalgia tersebut umumnya tidak dalam kondisi darurat sehingga tidak membutuhkan vitamin B12 dalam bentuk injeksi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
60 Keseluruhan hasil rekapitulasi tersebut menunjukkan perlu adanya sosialisasi penggunaan obat rasional kepada dokter-dokter di Puskesmas terutama untuk Puskesmas Kecamatan Duren Sawit dengan total persentase tertinggi. Sistem monitoring dan pelaporan POR ini masih mengalami beberapa kendala. Kendala utamanya adalah data-data yang tercantum pada POR hanya didasarkan pada sampel resep dokter sehingga tidak dapat diketahui dengan jelas diagnosa dan penyakit yang diderita pasien sebenarnya. Data yang tertera pada resep yang diterima hanyalah data-data kelengkapan resep seperti nama, usia, obat-obat yang diresepkan beserta jumlah dan aturan pemakaian sedangkan diagnosa tidak terdapat dalam resep, tetapi hanya ada pada rekam medis pasien. Namun, apoteker atau asisten apoteker mengalami keterbatasan akses rekam medis tersebut, sehingga penetapan diagnosis pasien hanya berdasarkan obat-obat yang diresepkan. Hal tersebut dapat menimbulkan hasil yang kurang terpercaya dan bias. Contohnya, pasien dengan diagnosa ISPA non spesifik yang tidak kunjung sembuh setelah mendapatkan pengobatan selama tiga hari memang seharusnya mendapat terapi antibiotika. Akan tetapi, karena apoteker tidak mengetahui rekam medis pasien karena sulitnya akses dan beban pekerjaannya yang tinggi, hal tersebut dianggap sebagai pengobatan yang tidak rasional oleh apoteker atau asisten apoteker yang melakukan pengolahan data POR setiap bulannya. 4.3.4 Perizinan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332 Tahun 2002 dan Keputusan kepala Dinkes Propinsi DKI Jakarta No.7687 Tahun 2002 ; Permenkes No.1332 Tahun 2002, perizinan sarana apotek, apotek rakyat, toko obat, industri rumah pangan, dan usaha kecil obat tradisional telah didelegasikan proses perizinannya ke Sudinkes kota/kabupaten, sehingga Sudinkes memiliki tugas mengatur dan mengawasi keberadaan sarana, fasilitas, pelayanan dan jumlah tenaga kerja apotek. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332 Tahun 2002, Sudinkes kota wajib melaporkan pemberian, pembekuan, pencairan dan pencabutan izin sekali setahun kepada Menteri kesehatan, sehingga setiap tahun dilakukan pemutakhiran data sarana apotek, baik apotek maupun apotek rakyat. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
61 Hasil rekapitulasi data perizinan sarana farmasi, makanan, dan minuman di wilayah Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Timur periode Desember 2013 hingga Maret 2014, khusus untuk sarana toko obat dan IRTP, menunjukkan bahwa telah diterbitkan surat izin atau sertifikat sebanyak 7 toko obat dan 5 industri rumah tangga pangan. Rincian rekapitulasi ini dapat dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2. Rekapitulasi Perizinan dan Pemenuhan Kriteria Sasaran Mutu Sarana Farmasi, Makanan dan Minuman Periode Januari – Maret 2014
No
Nama
Jenis Sarana
Hari Kerja (HK)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Carefour Buaran Carefour Cipinang Carefour Kramat Jati Carefour Taman Mini Sehat Cijantung Foodmart Klender Konimex Store CV Gemilang Karya Bersama Rattu Aneka Rasa Parahyangan Gelora Oebetqu
Toko Obat Toko Obat Toko Obat Toko Obat Toko Obat Toko Obat Toko Obat IRTP IRTP IRTP IRTP IRTP
10 10 10 10 5 9 9 4 5 10 10 10
Kriteria (≤ 10 HK) Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi
Dalam pelayanan perizinan farmasi, makanan, dan minuman, kegiatan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar pelayanan merupakan salah satu tugas Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK), Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Kota Administrasi. Hal ini tercantum dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 150 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan. Waktu penyelesaian proses perizinan sarana farmakmin ini adalah 12 hari kerja terhitung sejak berkas permohonan yang masuk sudah lengkap dan memenuhi persyaratan, namun semenjak 1 Januari 2014 Seksi Standarisasi Mutu Sudinkes Jaktim menetapkan waktu penyelesaian proses perizinan menjadi 10 hari kerja terhitung sejak berkas permohonan yang masuk sudah lengkap dan memenuhi persyaratan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
62 Waktu penyelesaian proses perizinan sarana farmakmin ini menjadi salah satu sasaran mutu yang harus dicapai oleh Sudinkes Jaktim. Agar proses perizinan dapat dikontrol, maka harus ditulis dalam buku kendali perizinan. Di dalam buku ini harus tertera tanggal terima berkas pemohon dari customer service di walikota dan tanggal diterimanya berkas permohonan oleh Seksi SDK di Sudinkes, kemudian tanggal diterbitkan surat izin dan keterangan-keterangan lain yang dibutuhkan. Format penyusunan rekapitulasi data perizinan sarana farmakmin adalah sebagai berikut: Bulan, Tahun, Kecamatan, Nama Sarana, Alamat Kantor, Telepon Kantor, Pemilik, Penanggung Jawab, No. Surat Tanda Registrasi Penanggung Jawab (untuk sarana apotek, apotek rakyat, toko obat), No. Sertifikat PKP (untuk sarana IRTP), No. Surat Izin atau Sertifikat, Tanggal Berkas Lengkap dan Tanggal Penerbitan Surat Izin atau Sertifikat, serta Keterangan. 4.3.5 Harga Eceran Tertinggi Monitoring harga obat generik di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur periode 2014 dilakukan pada 36 sarana pelayanan farmasi, yang terdiri dari 14 Instalasi Farmasi Rumah Sakit, 16 apotek dan 6 apotek rakyat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 092/MENKES/SK/II/2012, terdapat 498 item sediaan obat generik yang ditetapkan harga eceran tertingginya (HET). Dari 498 item tersebut, dibuat daftar yang terdiri dari 30 item obat generik yang umum digunakan oleh masyarakat sesuai dengan program kerja bersama yang mencakup pemantauan pada sarana pelayanan kefarmasian, di antaranya Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), apotek, dan apotek rakyat di wilayah Jakarta Timur, Hal ini dilakukan untuk memonitor seberapa banyak sarana pelayanan kesehatan dan item obat generik yang disediakan oleh sarana tersebut yang melebih Harga Eceran Tertinggi (HET). Sarana pelayanan farmasi yang memenuhi dan yang tidak memenuhi persyaratan harga obat generik di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET) sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 092/MENKES/SK/II/2012 dapat dilihat pada tabel 4.3.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
63 Tabel 4.3 Persentase pemenuhan Kepmenkes nomor 092 tahun 2012 tentang HET obat generik periode 2014 No
Sarana
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
IFRS Dharma Nugraha Rawamangun IFRS Omni Medical Center Pulo Gadung IFRS Harum Jakarta IFRS Hermina Jatinegara IFRSUD Budi Asih IFRS Bedah Rawamangun KPRI RSCM Kramat Jati IFRSIA Sayyidah IFRS Yadika IFRS Pondok Kopi IFRSIA Resti Mulya IFRS Bunda Aliyah IFRS Bunga Rampai Klender IFRS Harapan Jayakarta Apotek Century Pharma Seruni Duren Sawit Apotek K-24 Klender Apotek Rakyat UPHIA Matraman Apotek Sehati Farma Pondok Kelapa Apotek Rakyat Nur Agung Apotek Rakyat Hasbi Allah Apotek Jati Farma Indah Kramat Jati Apotek K-24 Condet Apotek Ibin Sina Apotek Mutiara no. 47 Apotek Rakyat Alya Farma Apotek Rakyat Mulya Seva Apotek Victory Kramat Jati Apotek KSC Apotek Mutiara no. 45 Apotek Ramdani K-24 Pondok Kopi Apotek Cibubur Apotek Astreu Farma Apotek Rakyat Empat Sekawan Pramuka Apotek KF Jatiwaringin Apotek Koronka Medika Apotek KF RS Pengayoman Apotek Prama Medika
Jumlah Obat Generik Tersedia 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 26 24 26 24 25 27 29 28 28 26 26 27 16 28 16 28 28 16 27 28 30 27 24
Harga Jual Sesuai HET Jumlah % 30 100,00 29 96,67 25 83,33 28 93,33 29 96,67 17 56,67 20 66,67 24 80,00 25 83,33 25 83,33 28 93,33 14 46,67 27 90,00 28 93,33 25 83,33 24 92,31 21 87,50 22 84,62 24 100,00 25 100,00 27 100,00 26 89,66 28 100,00 22 78,57 24 92,31 24 92,31 26 96,30 6 37,50 24 85,71 16 100,00 28 100,00 28 100,00 16 100,00 27 100,00 28 100,00 0 0,00 26 96,30 19 79,17
Pada tabel 4.3 terlihat bahwa masing-masing sarana memiliki perbedaan pada total jumlah obat generik, dimana ada apotek yang menjadi sampel prosedur pemantauan yang memiliki seluruh jenis obat generik yang dimonitor secara Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
64 lengkap dan ada yang tidak. Hal tersebut karena adanya perbedaan ketersediaan obat generik di masing-masing sarana dan perbedaan kebutuhan di masing-masing daerah lokasi IFRS, apotek dan apotek rakyat tersebut berada. Dari hasil perhitungan kenaikan per item harga obat generik terhadap Harga Eceran Tertinggi (HET), sarana pelayanan farmasi dimana obat generik yang paling banyak melebihi HET adalah Apotek Koronka Medika. Dari 38 sarana yang dijadikan objek pemantauan, terdapat 27 sarana yang menjual obat generik melebihi harga eceran tertinggi. Penyebab sarana pelayanan farmasi menjual obat generik melebihi HET masih
belum
dapat
digeneralisasi
karena
ada
beberapa
kemungkinan.
Kemungkinan pertama adalah pemberian harga obat yang kurang teliti, karena beberapa obat generik memiliki kemasan yang mirip satu sama lain namun jumlahnya berbeda. Kemungkinan kedua, apoteker penanggung jawab sarana pelayanan farmasi tidak mengetahui Keputusan Menteri Kesehatan nomor 092 tahun 2012 yang mengatur harga obat generik tidak boleh melebihi HET. Kemungkinan ketiga adalah harga pembelian dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) atau dari apotek lain (untuk apotek rakyat) yang tinggi, sehingga sarana yang bersangkutan menjual obat generik tersebut dengan harga yang lebih tinggi untuk memperoleh keuntungan. Kemungkinan keempat adalah sarana pelayanan kefarmasian tersebut menjual obat generik dengan harga di atas HET untuk karena tidak ada sanksi dijatuhkan pada sarana yang menaikkan harga. Kemungkinan terakhir adalah sarana yang menaikkan harga obat generik kebanyakan melakukan penjualan dalam satuan terkecil, misalnya per strip atau per tablet, sehingga HET yang ditetapkan kurang sesuai untuk penjualan dalam satuan tersebut. 4.3.6 Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian Kegiatan pembinaan,
pengawasan,
dan pengendalian (Binwasdal)
merupakan salah satu tugas pokok Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur yang bertujuan untuk menjamin mutu pelayanan baik tenaga kesehatan maupun sarana farmakmin yang berada di wilayah administrasi Jakarta Timur. Kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (Binwasdal) dilakukan terhadap
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
65 tenaga kesehatan dan sarana farmakmin, yang meliputi Instalasi Farmasi RS, Apotek, Puskesmas, Apotek Rakyat, Toko Obat, IKOT, PIRT. Kegiatan Binwasdal umumnya dilakukan setahun sekali, tergantung dari program kerja dan anggaran yang dimiliki oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Anggota Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur akan melakukan inspeksi langsung ke beberapa sarana farmakmin untuk melakukan penilaian. Setiap sarana memiliki format dan parameter penilaian yang berbeda berdasarkan peraturan pemerintah untuk sarana farmakmin yang bersangkutan. Contohnya, pada saat melakukan kegiatan Binwasdal ke apotek dan apotek rakyat, yang menjadi parameter penilaian adalah kesesuaian kondisi di lapangan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 dan Keputusan Menkes RI No. 284/Menkes/Per/III/2007. Sarana farmakmin yang tidak sesuai dengan persyaratan selanjutnya akan dilakukan pembinaan dan pengendalian. Pembinaan yang diberikan berupa teguran dan pelatihan yang diberikan oleh suku dinas kesehatan kepada unit layanan farmasi, sedangkan pengendalian dapat diberikan sanksi ringan sampai sanksi berat berupa surat peringatan hingga pencabutan izin sarana.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
5.1.1 Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 secara garis besar adalah melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dan pelayanan kesehatan, mengurus perizinan sarana dan tenaga kesehatan, dan menjamin kualitas pelayanan publik. 5.1.2 Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK) Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur membawahi 3 (tiga) koordinator, yaitu: 1) Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman yang antara lain tugasnya adalah melayani perizinan sarana farmasi, makanan dan minuman; pengelolaan
perbekalan
farmasi
dengan
merekapitulasi
laporan
pemakaian dan lembar permintaan obat dan pelaporan narkotika dan psikotropika; monitoring dan pengendalian harga obat; pembinaan, pengawasan dan pengendalian (Binwasdal) sarana farmasi, makanan dan minuman. 2) Koordinator Tenaga Kesehatan antara lain tugasnya melayani perizinan tenaga kesehatan, melaksanakan bimbingan teknis serta memantau ketersediaan tenaga kesehatan di seluruh Puskesmas di Jakarta Timur 3) Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan antara lain bertugas melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi standar pelayanan tenaga kesehatan, melaksanakan survei kepuasan pelanggan pada Suku Dinas Kesehatan, melaksanakan kegiatan pengembangan mutu, dan menilai pencapaian sasaran mutu di Sudinkes Jakarta Timur 5.1.3 Tugas dan fungsi seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009. 1). Tugas Koordinator Tenaga Kesehatan salah satunya memantau perizinan yang dimiliki tenaga kesehatan diseluruh fasilitas/sarana kesehatan Puskesmas dan 39 rumah sakit di Jakarta Timur. Hasil pemantauan 66
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
67 perizinan tenaga kesehatan menunjukkan bahwa terdapat beberapa tenaga kesehatan yang melakukan praktek profesi tanpa mempunyai surat izin karena kurangnya pengawasan dan tingginya jumlah tenaga kesehatan yang melakukan pencabutan SIP dalam kurun waktu yang singkat yang disebabkan mudahnya pencabutan SIP. Diperlukan proses pengawasan dan pengontrolan perizinan tenaga kesehatan baik dalam hal pengajuan maupun pencabutan SIP dengan lebih ketat disertai dengan peraturan secara mendetail dan sanksi yang tegas agar tenaga kesehatan lebih bertanggung jawab dalam mengaplikasikan ilmunya. 2). Kegiatan yang dilakukan oleh Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan adalah melakukan evaluasi terhadap pelayanan perizinan tenaga dan sarana kesehatan yang memiliki standar lama proses 10 hari kerja dimulai dari lengkapnya berkas. Penerapan peraturan lama proses perizinan tersebut berlaku semenjak Februari 2014 dalam rangka menyelenggarakan pelayanan yang memenuhi standar dan memuaskan. 3). Beberapa tugas yang dilakukan oleh Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman antara lain : a. Sistem penyerahan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) di Puskesmas Kecamatan wilayah Jakarta Timur kepada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur dilakukan setiap sebulan sekali paling lambat tanggal 10 sebagai pengawasan terhadap penggunaan obat di Puskesmas. Pemakaian obat terbanyak dari tujuh Puskesmas Kecamatan di wilayah Jakarta Timur periode Januari hingga Desember 2013 adalah tablet parasetamol 500 mg dan klorfeniramin maleat 4 mg yang mempresentasikan penyakit yang banyak menyerang masyarakat adalah demam, batuk, pilek, dan sakit kepala. b. Mulai tahun 2013, diberlakukan program SIPNAP baru melalui website Kementrian Kesehatan, sehingga unit pelayanan kesehatan dapat langsung memasukkan laporan penggunaan narkotika dan psikotropika ke Suku Dinas Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi dan Kementrian Kesehatan. Pemakaian narkotika dan psikotropika terbesar pada tujuh Puskesmas Kecamatan di wilayah Jakarta Timur Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
68 periode Januari hingga Desember 2013 adalah codein tablet 10 mg dan diazepam tablet 2 mg yang tergolong aman untuk digunakan. c. Perizinan sarana farmasi, makanan, dan minuman khusunya toko obat dan industri rumah tangga pangan (IRTP) pada periode Desember 2013 hingga Maret 2014 menunjukkan bahwa telah diterbitkan surat izin atau sertifikat sebanyak 7 toko obat dan 5 IRTP. Waktu pelayanan perizinan sarana farmakmin yang memenuhi persyaratan 10 hari kerja adalah sebesar 100% dari total 12 sarana yang diulas. d. Monitoring harga 30 obat generik yang umum digunakan oleh masyarakat di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur periode 2014 yang dilakukan pada 36 sarana pelayanan farmasi (16 Apotek, 6 Apotek Rakyat dan 14 Instalasi Farmasi Rumah Sakit/IFRS), menunjukkan 25 dari 36 sarana tersebut menjual obat melebihi harga eceran tertinggi. e. Kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dilakukan terhadap tenaga kesehatan dan sarana farmakmin, yang meliputi Instalasi Farmasi RS, Apotek, Puskesmas, Apotek Rakyat, Toko Obat, IKOT, PIRT umunya setahun sekali. Setiap sarana memiliki format dan parameter penilaian yang berbeda berdasarkan peraturan pemerintah untuk sarana farmakmin yang bersangkutan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
69
5.2 Saran 5.2.1 Sistem pengarsipan dan tersistematis
dengan
dokumentasi
sistem
sebaiknya
terkomputerisasi
dilakukan secara
untuk
mempermudah
penelusuran dokumen-dokumen terkait perizinan sarana maupun tenaga kesehatan. 5.2.2 Sistem pelaporan narkotika psikotropika dan laporan pemakaian dan lembar permintaan obat menggunakan sistem baru sehingga perlu dikembangkan lagi dan diadakan sosialisasi menyeluruh terhadap unit pelayanan kesehatan di seluruh Jakarta Timur serta perlu didukung dengan penambahan sarana dan prasarana, seperti komputer dan printer agar menjamin ketersediaan obat dan menghindari penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. 5.2.3 Perlu dilakukan pemutakhiran format LPLPO yang sesuai dengan jenis obat di Puskesmas serta pemutakhiran data sarana farmasi makanan dan minuman di lapangan sehingga dapat menggambarkan keseluruhan obat yang tersedia untuk memudahkan pengadaan obat. 5.2.4 Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dilakukan secara terjadwal terutama bagi sarana apotek, apotek rakyat, dan toko obat agar kesehatan masyarakat terjamin.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. (2009). Undangundang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (2009). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. (2009). Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (2009). Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi (2000). Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah OtonomPresiden RI. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Peraturan Menteri Kesehatan No. 006 Tahun 2012. (2012) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan No. 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan No. 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Peraturan Menteri Kesehatan No 284/MenKes/PER/III/2007 tentang Apotek Rakyat.
(2007).
No284/MenKes/PER/III/2007,
Peraturan tentang
Menteri Apotek
Rakyat.
Kesehatan Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 70
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
71
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. (2002). Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/PER/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Kecil Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. (1990). Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/PER/V/1990 Tentang Izin Usaha Industri Kecil Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 142/MenKes/PER/III/1991 tentang Penyalur Alat
Kesehatan.
(1991).
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
142/MenKes/PER/III/1991 tentang Penyalur Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Keputusan Menteri Kesehatan No. 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik
dan
KeputusanMenteri
Izin
Kerja
Kesehatan
No.
Tenaga
Kefarmasian.
(2011).
889/Menkes/Per/V/2011
tentang
Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Keputusan Menteri Kesehatan No. 1202/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Indikator Indonesia Sehat 2010. (2003). Keputusan Menteri Kesehatan No. 1202/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Indikator Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009. (2009). Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Daerah DKI Jakarta No.4 Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah. (2009). Peraturan Daerah DKI Jakarta No.4 Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta..(2009). Pedoman Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
72
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2002). Pedoman Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi DKI Jakarta. Jakarta : Suku Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. 2009. Dokumen Sistem Manajemen Mutu Sudinkes Kodya Jakarta Timur Tahun 2009; Deskripsi Kerja Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Jakarta : Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2010). Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2007). Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Kepulauan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2007). Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Perbatasan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2006). Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Siswandono dan Soekardjo. (1995). Kimia Medisinal. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press. Halaman 544. Tjay, dan Rahardja. (1978). Obat-obat Penting edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 231, 244. World Health Organization. (2010). Medicines: Rational use of medicines. World Health
Organization
Media
Centre.
Mar
5,
2014.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs338/en/
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
73 Lampiran 1. Bagan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
74 Lampiran 2. Bagan Struktur Organisasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
75
Lampiran 3. Formulir LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat)
Formulir LPLPO Presentase Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas Kecamatan ..... Bulan ..... PUSKESMAS KECAMATAN …………………... NO
NAMA OBAT
KEMASAN
1
2
3
1
Alopurinol tablet 100 mg
2
Aminofilin tablet 200 mg
3
Aminofilin injeksi 24 mg/ml
4
Amitripilin tablet salut 25 mg (HCL)
5
Amoksisilin kapsul 250 mg
6
Amoksisilin kaplet 500 mg
7
Amoksisilin sirup kering 125 mg/ 5 mg
8
Metampiron tablet 500 mg
9
Metampiron injeksi 250 mg
10
11
12
13 14 15 16
Antasida DOEN I tablet kunyah, kombinasi :Aluminium Hidroksida 200 mg + Magnesium Hidroksida 200 mg Anti Bakteri DOEN saleb kombinasi : Basitrasin 500 IU/g + polimiksin 10.000 IU/g Antihemoroid DOEN kombinasi : Bismut Subgalat 150 mg + Heksaklorofen 250 mg Antifungi DOEN Kombinasi : Asam Benzoat 6% + Asam Salisilat 3% Antimigren : Ergotamin tartrat 1 mg + Kofein 50 mg Antiparkinson DOEN tablet kombinasi : Karbidopa 25 mg + Levodopa 250 mg Aqua Pro Injeksi Steril,
KEBUTUHAN TAHUN 2013
PEMAK -AIAN BULAN …. 2013
SISA STOK PER …. 2013
KETER SEDIAAN PADA TRIWU LAN ....
% KETERSEDIAA N
4
5
6
7=5+6
8=7/4
100 tablet/strip/bli ster , kotak 100 tablet / botol 30 ampul / kotak 100 tablet/strip/bli ster , kotak 120 kapsul/strip/bl ister, kotak 100 kaplet/strip, kotak Botol 60 ml 1000 tablet / botol 30 ampul / kotak btl 1000 tablet
25 tube @ 5 g / kotak 10 supp / kotak 24 pot @ 30 g / kotak 100 tablet / botol ktk 10 x 10 tablet 10 vial @20
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
76
bebas pirogen 17 18 19
ml / kotak
Asam Askorbat (vitamin C) tablet 50 mg Asam Asetisalisilat tablet 100 mg (Asetosal) Asam Asetisalisilat tablet 500 mg (Asetosal)
20
Atropin sulfat tablet 0,5 mg
21
Atropin tetes mata 0,5%
22
Atropin injeksi l.m/lv/s.k. 0,25 mg/mL - 1 mL (sulfat)
23
Betametason krim 0,1 %
24
Deksametason Injeksi I.v. 5 mg/ml
25
Deksametason tablet 0,5 mg
26 27 28
Dekstran 70-larutan infus 6% steril Dekstrometorfan sirup 10 mg/5 ml (HBr) Dekstrometorfan tablet 15 mg (HBr)
29
Diazepam Injeksi 5mg/ml
30
Diazepam tablet 2 mg
31
Diazepam tablet 5 mg
32
Difenhidramin Injeksi I.M. 10 mg/ml (HCL)
33
Diagoksin tablet 0,25 mg
34
Efedrin tablet 25 mg (HCL)
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Ekstrks belladona tablet 10 mg Epinefrin (Adrenalin) injeksi 0,1% (sebagai HCL) Etakridin larutan 0,1% Fenitoin Natriun Injeksi 50 mg/ml Fenobarbital Injeksi I.m/I.v 50 mg/ml Fenobarbital tablet 30 mg Fenoksimetil Penisilin tablet 250 mg Fenoksimetil Penisilin tablet 500 mg Fenol Gliserol tetes telinga 10% Fitomenadion (Vit. K1) injeksi 10 mg/ml Fitomenadion (Vit. K1) tablet salut gula 10 mg
46
Furosemid tablet 40 mg
47
Gameksan lotion 1 %
49
Garam Oralit I serbuk Kombinasi : Natrium 0,70 g ,Kalium klorida 0,30 g, Tribatrium Sitrt dihidrat 0,58 g Gentian Violet Larutan 1 %
50
Glibenklamida tablet 5 mg
48
1000 tablet / botol ktk 10 x 10 tablet ktk 10 x 10 tablet 500 tablet / botol 24 btl @ 5 ml / kotak 30 ampul / kotak 25 tube @ 5 g / kotak 100 ampul /kotak 1000 tablet / botol Botol 500 ml Botol 60 ml 1000 tablet / botol 30 ampul / kotak 1000 tablet / botol 250 tablet / botol 30 ampul / kotak 100 tablet / kotak 1000 tablet / botol 1000 tablet / botol 30 ampul /kotak Botol 300 ml ampul @ 2 ml 30 ampul / kotak 1000 tablet / botol 100 tablet / kotak 100 tablet / kotak 24 btl @ 5 ml / kotak 30 ampul / kotak 100 tablet / botol ktk 20 x 10 tablet Botol 30 ml 100 kantong/kotak tahan lembab Botol 10 ml 100 tablet / kotak
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
77
51
Gliseril Gualakolat tablet 100 mg
52
Gliserin
btl 100 ml
53
Glukosa larutan infus 5%
btl 500 ml
54
Glukosa larutan infus 10%
btl 500 ml
Glukosa larutan infus 40% steril (produk lokal) Griseofulvin tablet 125 mg, micronized
10 amp @ 25 ml, kotak ktk 10 x 10 tablet ktk 10 x 10 tablet ktk 10 x 10 tablet ktk 10 x 10 tablet 1000 tablet / botol 24 tube @ 5 g / kotak 100 tablet / botol ktk 10 x 10 tablet ktk 10 x 10 tablet 1000 tablet / botol ktk 10 x 10 tablet ktk 10 x 10 tablet ktk 10 x 10 tablet 10 vial @ 20 ml, kotak 100 kapsul / botol 250 kapsul / botol 24 botol @ 5 ml / kotak 1000 tablet / botol 30 ampul / kotak 30 ampul / kotak 1000 tablet / botol 1000 tablet / botol
55 56 57
Haloperidol tablet 0,5 mg
58
Haloperidol tablet 1,5 mg
59
Haloperidol tablet 5 mg
60
Hidroklorotiazida tablet 25 mg
61
Hidrkortison krim 2,5%
62
Ibuprofen tablet 200 mg
63
Ibuprofen tablet 400 mg
64 65
Isosorbid Dinitrat Tablet Sublingual 5 mg Kalsium Laktat (Kalk) tablet 500 mg
66
Kaptopril tablet 12,5 mg
67
Kaptopril tablet 25 mg
68
Karbamazepim tablet 200 mg
69
Ketamin Injeksi 10 mg/ml
70 71 72 73 74 75 76 77 78
79
80
81 82 83
Klofazimin kapsul 100 mg microzine Kloramfenikol kapsul 250 mg Kloramfenikol tetes telinga 3 % Kloraniramina mealeat (CTM) tablet 4 mg Klorpromazin injeksi i.m 5 mg/ml-2ml (HCL) Klorpromazin injeksi i.m 25 mg/ml (HCL) Klorpromazin tablet salut 25 mg (HCL) Klorpromazin HCl tablet salut 100 mg (HCL) Anti Malaria DOEN Kombinasi Pirimetamin 25 mg + Sulfadoxin 500 mg Kotrimosazol Suspensi Kombinasi :Sulfametoksazol 200 mg + Trimetoprim 40 mg/ 5 ml Kotrimosazol DOEN I (dewasa) Kombinasi : Sulfametoksazol 400 mg, Trimetoprim 80 mg Kotrimosazol DOEN II (pediatrik) Kombinasi : Sulfametoksazol 100 mg, Trimetoprim 20 mg Kuinin (kina) tablet 200 mg Kuinin Dihidrokklorida injeksi 25%-2 ml
1000 tablet / botol
100 tablet / kotak botol 60 ml
ktk 10 x 10 tablet ktk 10 x 10 tablet ktk 60 tablet 30 ampul / kotak
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
78
84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103
Lidokain injeksi 2% (HCL) + Epinefrin 1 : 80.000-2 ml Magnesium Sulfat inj (IV) 20%-25 ml Magnesium Sulfat inj (IV) 40%-25 ml Magnesium Sulfat serbuk 30 gram Mebendazol sirup 100 mg / 5 ml Mebendazol tablet 100 mg Metilergometrin Maleat (Metilergometrin) tablet salut 0,125 mg Metilergometrin Maleat injeksi 0,200 mg -1 ml Metronidazol tablet 250 mg Natrium Bikarbonat tablet 500 mg Natrium Fluoresein tetes mata 2 % Natrium Klorida larutan infus 0,9 % Natrium Thiosulfat injeksi I.v. 25 % Nistatin tablet salut 500.000 IU/g Nistatin Vaginal tablet salut 100.000 IU/g Obat Batuk hitam ( O.B.H.) Oksitetrasiklin HCL salep mata 1 % Oksitetrasiklin injeksi I.m. 50 mg/ml-10 ml Oksitosin injeksi 10 UI/ml-1 ml Paracetamol sirup 120 mg / 5 ml
104
Paracetamol tablet 100 mg
105
Paracetamol tablet 500 mg
106 107 108
Pilokarpin tetes mata 2 % (HCL/Nitrat) Pirantel tab. Score (base) 125 mg Piridoksin (Vitamin B6) tablet 10 mg (HCL)
30 vial / kotak 10 vial / kotak 10 vial / kotak 10 sase @ 30 gr / kotak Botol 30 ml ktk 5 x 6 tablet ktk 10 x 10 tablet 30 ampul / kotak 100 tablet / kotak 1000 tablet / botol 24 botol @ 5 ml / kotak Botol / plastik 500 ml ktk 10 amp @ 10 ml ktk 10 x 10 tablet salut ktk 10 x 10 tablet Vaginal Botol 100 ml 25 tube @ 3,5 g / kotak 10 vial / kotak 30 ampul / kotak Botol 60 ml 100 tablet / botol 1000 tablet / botol botol @ 5 ml ktk 30 x 2 score 1000 tablet / botol
109
Povidon Iodida larutan 10 %
Botol 30 ml
110
Povidon Iodida larutan 10 %
111
Prednison tablet 5 mg
112
Primakuin tablet 15 mg
113
Propillitiourasil tablet 100 mg
114
Propanol tablet 40 mg (HCL)
115
Reserpin tablet 0,10 mg
116
Reserpin tablet 0,25 mg
Botol 300 ml 1000 tablet / botol 1000 tablet / botol 100 tablet / botol 100 tablet / botol 250 tablet / botol 1000 tablet /botol
117
Ringer Laktat larutan infus Salep 2-4, kombinasi: Asam Salisilat 2% + Belerang endap 4%
118
btl 500 ml 24 pot @ 30 g / kotak
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
79
119 120 121 122 123 124 125 126 127
50 gram / kotak
Salisil bedak 2% Serum Anti Bisa Ular Polivalen injeksi 5 ml (ABU I) Serum Anti Bisa Ular Polivalen injeksi 50 ml (ABU II) Serum Anti Difteri Injeksi 20.000 IU/vial (A.D.S.) Serum Anti Tetanus Injeksi 1.500 IU/ampul (A.T.S.) Serum Anti Tetanus Injeksi 20.000 IU/vial (A.T.S.) Sianokobalamin (Vitamin B12) injeksi 500 mcg Sulfasetamida Natrium tetes mata 15 % Tetrakain HCL tetes mata 0,5%
128
Tetrasiklin kapsul 250 mg
129
Tetrasiklin kapsul 500 mg
130 131 132
Tiamin (vitamin B1) injeksi 100 mg/ml Tiamin (vitamin B1) tablet 50 mg (HCL/Nitrat) Tiopental Natrium serbuk injeksi 1000 mg/amp
133
Triheksifenidil tablet 2 mg
134
Vaksin Rabies Vero
135
Vitamin B Kompleks tablet
10 vial / kotak 1 vial / kotak 10 vial / kotak 10 ampul / kotak 10 vial / kotak 100 ampul / kotak ktk 24 btl @ 5 ml ktk 24 btl @ 5 ml 1000 kapsul / botol ktk 10 x 10 kapsul ktk 30 amp @ 1 ml 1000 tablet / botol Ampul @ 10 ml ktk 10 x 10 tablet 1 kuur / set 1000 tablet / botol
VAKSIN 136
BCG
137
TT
138
DT
139
CAMPAK 10 Dosis
140
POLIO 10 Dosis
141
DTP-HB
142
HEPATITIS B 0,5 ml ADS
143
POLIO 20 Dosis
144
CAMPAK 20 Dosis
Keterangan : 1.
2. 3.
Kebutuhan adalah persediaan ideal selama satu tahun dengan penghitungan pemakaian rata-rata per bulan tahun sebelumnya x 18 bulan (12 bulan kebutuhan, 3 bulan cadangan/buffer stok, dan 3 bulan lead time pengadaan). Sisa stok adalah jumlah fisik obat dan vaksin yang ada di IFK di akhir periode tertentu. Ketersediaan Pada Triwulan ... : Sisa stok + total penggunaan selama periode tertentu.
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
80
4. 5. 6. 7. 8.
Untuk triwulan I (Maret) sisa stok per 28 Februari, Pemakaian dari awal Bulan Desember sampai dengan akhir Februari. Untuk triwulan II (Juni) sisa stok per 31 Mei, Pemakaian dari awal Bulan Desember sampai dengan akhir Mei. Untuk triwulan III (September) sisa stok per 31 Agustus, Pemakaian dari awal Bulan Desember sampai dengan akhir Agustus. Untuk triwulan IV (Desember) sisa stok per 30 November, Pemakaian dari awal Bulan Desember sampai dengan akhir November. % Ketersediaan Obat dan Vaksin di IFK = jumlah obat dan vaksin yang tersedia / kebutuhan x 100%.
Lampiran 4. Pemakaian Sepuluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Cakung Periode Januari - Desember 2013 No
Nama Obat
Satuan
Jumlah
1
Parasetamol tablet 500 mg
tablet
776.431
2
Klorfeniramin maleat (CTM) tab. 4mg
tablet
675.126
3
Amoxillin 500 mg
tablet
532.531
4
Deksametason tablet 0,5 mg
tablet
401.590
5
Vitamin B kompleks tablet
tablet
369.073
6
Gliseril Guaiakolat tablet 100 mg
tablet
310.957
7
Antasida Doen tablet kombinasi
tablet
303.693
8
Asam Mefenamat kaplet 500 mg
tablet
265.096
9
Vitamin B12 50 mcg tablet
tablet
246.927
10
Tablet tambah darah
tablet
228.472
Lampiran 5. Pemakaian Sepuluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Periode Januari - Desember 2013 No
Nama Obat
Satuan
Jumlah
1
Klorfeniramin maleat (CTM) tab.4 mg
tablet
527.115
2
Vitamin B kompleks
tablet
508.295
3
Vitamin C 50 mg
tablet
491.604
4
Parasetamol 500 mg
tablet
479.909
5
Gliseril Guaiakolat tablet 100 mg
tablet
326.290
6
Amoksisilin 500 mg
kaplet
320.356
7
Vitamin B6
tablet
301.855
8
Vitamin B1
tablet
274.433
9
Deksametason 0,5 mg
tablet
273.790
10
Kalsium Laktat 500 mg
tablet
194.829
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
81
Lampiran 6. Pemakaian Sepuluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Periode Januari - Desember 2013 No
Nama Obat
Satuan
Jumlah
1
Parasetamol tablet 500 mg
tablet
907825
2
Klorfeniramin Maleat (CTM) tab
tablet
840958
3
Amoksisilin kaplet 500 mg
kaplet
642198
4
Vitamin B Kompleks
tablet
430145
5
Gliseril Guaiakolat 100 mg
tablet
424559
6
Vitamin B1 tablet 50 mg
tablet
327839
7
Asam Askorbat (Vit C) 50 mg
tablet
302289
8
Deksametason 0,5 mg tablet
tablet
297091
9
Piridoksin (Vit B6 Tablet)
tablet
280317
10
Antasida DOEN
tablet
270002
Lampiran 7. Pemakaian Sepuluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Periode Januari - Desember 2013 No
Nama Obat
Satuan
Jumlah
1
Parasetamol tablet 500 mg
Tablet
358602
2
Amoksisilin kaplet 500 mg
Tablet
340033
3
Vitamin B Kompleks tablet
Tablet
308471
4
Kloraniramina mealeat (CTM) tablet 4 mg
Tablet
302009
5
Tiamin (vitamin B1) tablet 50 mg (HCL/Nitrat)
Tablet
219713
6
Piridoksin (Vitamin B6) tablet 10 mg (HCL)
Tablet
210283
7
Antasida DOEN
Tablet
155654
8
Prednison tablet 5 mg
Tablet
125113
9
Kalsium Laktat (Kalk) tablet 500 mg
Tablet
120532
10
Deksametason tablet 0,5 mg
Tablet
85855
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
82
Lampiran 8. Pemakaian Sepuluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Periode Januari - Desember 2013 No
Nama Obat
Satuan
Jumlah
1
Klorfeniramina mealeat (CTM) tablet 4 mg
Tablet
762783
2
Paracetamol tablet 500 mg
Tablet
705054
3
Vitamin B Kompleks tablet
Tablet
494311
4
Gliseril Guaiakolat tablet 100 mg
Tablet
467148
5
Amoksisilin kaplet 500 mg
Tablet
452474 361389
6
Tiamin (vitamin B1) tablet 50 mg (HCL/Nitrat)
Tablet
7
Deksametason tablet 0,5 mg
Tablet
299820
8
Antasida DOEN
Tablet
265236
9
Asam Askorbat (vitamin C) tablet 50 mg
Tablet
249670
Piridoksin (Vitamin B6) tablet 10 mg (HCL)
Tablet
240385
10
Lampiran 9. Pemakaian Sepuluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Matraman Periode Januari - Desember 2013 No
Nama Obat
Satuan
Jumlah
1
Paracetamol tablet 500 mg
Tablet
555.386
2
Klorfeniramin maleat (CTM) tablet 4 mg
Tablet
434.591 374.825
3
Amoksisilin kaplet 500 mg
Tablet
4
Vitamin B Kompleks tablet
Tablet
311.874
5
Gliseril Guaiakolat tablet 100 mg
Tablet
277.231
6
Antasida DOEN I tablet kunyah
Tablet
185.684 170.400
7
Amoksisilin kapsul 250 mg
Tablet
8
Asam Askorbat (vitamin C) tablet 50 mg
Tablet
157.664
9
Thiamin HCl (vitamin B1) tablet 50 mg
Tablet
150.165
10
Kalsium Laktat (Kalk) tablet 500 mg
Tablet
145.642
Lampiran 10. Pemakaian Sepuluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Pulo Gadung Periode Januari - Desember 2013 No
Satuan
Jumlah
Paracetamol tablet 500 mg
Tablet
1015453
2
Vitamin B kompleks tablet
Tablet
694274
3
Amoksisilin kaplet 500 mg
Tablet
460700
1
Nama Obat
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
83
4
Asam askorbat (vitamin C) tablet 50 mg
Tablet
436327
5
Piridoksin HCl (Vitamin B6) tablet 10 mg
Tablet
421689
6
Kloraniramina mealeat (CTM) tablet 4 mg
Tablet
393098
7
Antasida DOEN I
Tablet
318100
8
Gliseril Guiakolat tablet 100 mg
Tablet
279280
9
Tiamin (vitamin B1) tablet 50 mg
Tablet
245762
10
Deksametason tablet 0.5 mg
Tablet
212352
Lampiran 11. Rekapitulasi Penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Tujuh Puskesmas Kecamatan di Jakarta Timur Periode JanuariDesember 2013 No
Nama Produk
Satuan
Cakung
Krama t Jati
Duren Sawit
Pasar Rebo
Jatine gara
Matra man
Puloga dung
Total
1
Codein tablet 10 mg
Tablet
8821
3769
2845
3936
9745
2190
24938
56244
2
Diazepam tablet 2 mg
Tablet
58960
21137
45542
8149
17099
13476
3984
168347
3
Klorpromazin tablet 100 mg
Tablet
105746
9619
1518
522
5370
11650
26335
160760
4
Phenobarbital tablet 30 mg
Tablet
15530
62280
14325
22438
5490
7653
1482
129198
5
Triheksifenidil tablet 2 mg
Tablet
13571
10478
13641
1165
14585
15114
68554
6
Haloperidol tablet 5 mg
Tablet
15282
9880
5882
581
9179
6969
47773
7
Tablet
318
9084
4385
1320
0
15317
8
Amitripilin tablet salut 25 mg (HCL) Haloperidol tablet 0,5 mg
Tablet
13337
364
9
Haloperidol tablet1,5 mg
Tablet
1893
10
Karbamazepin 200 mg tablet
Tablet
9034
11
Diazepam Tablet 5 mg
Tablet
12
Stelazin 5 mg tablet
Tablet
13
Klorpromazin tablet 25 mg
Tablet
3275
15
Risperidon Tablet 2 mg
Tablet
100
16
Bellaphen tablet
Tablet
17
Neurodial
Tablet
18
Clobazam 10 mg
Tablet
1974
19
Stelazine 1 mg
Tablet
802
802
20
Alprazolam
Tablet
615
615
21
Stesolid rektal 5 mg/ 2,5 ml
Suppos
40
62
25
18
145
22
Stesolid rektal 10 mg/2,5 ml
Suppos
15
35
15
13
78
23
Suppos
51
24
Diazepam Rectal Suppositoria 5 mg Haloperidol 50mg/ml inj.
Ampul
10
25
Diazepam inj 10 mg/ml
Ampul
Total Pemakaian
210 1070
3430
132
496
14771 990
4862
9034
4972
2912 6000 270
7884 6000
2453
5728
5357
5727
4859
4859 4103
239973
11803
4103
248
2222
51 31 143808
107714
41 37020
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
0
0
39728
65186
0 86627
720056
Lampiran 12. Formulir Pelaporan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika No.
Kode_UL
Nama_UL
Tahun
1
UL-102361 Puskesmas Kecamatan Jatinegara
Jatin
Bln
Kode Produk
Nama Produk
Satuan
Stok Awal
Jumlah Pemasukan PBF
Jumlah Pemasukan Sarana
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Jumlah Pengeluaran Resep
Jumlah Pengeluaran Sarana
Jumlah Pemusnahan
No & tglStok BAP Akhir
Lampiran 13. Formulir Monitoring Indikator Peresepan
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Lampiran 14. Hasil Rekapitulasi Laporan Penggunaan Obat Rasional dari Tujuh Puskesmas Kecamatan Jakarta Timur Periode Januari hingga Desember 2013
Puskesmas Kecamatan Cakung Kramat Jati Duren Sawit Pasar Rebo Jatinegara Matraman Pulogadung Rata-rata
% Penggunaan Antibiotik
% Penggunaan Antibiotik
pada pneumonia 1 3.30% 0.38% 77.71% 66.92% 52.02% 81.03% 43.70% 46.44%
Diare non spesifik 2 0.00% 0.02% 66.88% 36.25% 0.00% 52.91% 26.08% 26.02%
% Penggunaan Injeksi pada myalgia 3 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Rerata Item / Lembar Resep ISPA 4 3 4 4 4 4 4 4 4
Diare 5 3 4 4 4 4 4 4 4
Myalgia 6 3 4 3 4 3 3 4 3
Rata-rata 7 3 4 4 4 4 4 3 4
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 3 – 28 MARET 2014
REKAPITULASI LAPORAN PEMAKAIAN DAN LEMBAR PERMINTAAN OBAT (LPLPO), PENGGUNAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA, PEMAKAIAN OBAT RASIONAL PERIODE JANUARI DAN FEBRUARI 2014 DI PUSKESMAS KECAMATAN JATINEGARA KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR
NOVITA DAMAYANTI, S.Farm 1306343971
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 3 – 28 MARET 2014
REKAPITULASI LAPORAN PEMAKAIAN DAN LEMBAR PERMINTAAN OBAT (LPLPO), PENGGUNAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA, PEMAKAIAN OBAT RASIONAL PERIODE JANUARI DAN FEBRUARI 2014 DI PUSKESMAS KECAMATAN JATINEGARA KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker NOVITA DAMAYANTI, S.Farm 1306343971
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014
ii Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR. .................................................................................... v DAFTAR TABEL. ........................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vii BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1.2 Tujuan......................................................................................
1 1 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2.1. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) ................................ 2.1.1 Pengertian Puskesmas ................................................... 2.1.2 Visi dan Misi Puskesmas .............................................. 2.1.3 Tujuan dan Fungsi Puskesmas ...................................... 2.2. Profil Puskesmas Kecamatan Jatinegara ................................... 2.3. Pengelolaan Obat di Puskesmas................................................ 2.3.1 Perencanaan Obat di Puskesmas ................................... 2.3.2 Permintaan Obat di Puskesmas ..................................... 2.3.3 Penerimaan, Penyimpanan, dan Distribusi Obat di Puskesmas ................................................................ 2.3.4 Pencatatan dan Pelaporan Obat ..................................... 2.3.5 Supervisi dan Evaluasi Pengelolaan Obat ...................... 2.4 Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) .... 2.5 Narkotika dan Psikotropika ...................................................... 2.5.1 Narkotika ...................................................................... 2.5.2 Psikotropika .................................................................. 2.6 Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika .......................... 2.7 Penggunaan Obat Rasional ....................................................... 2.8 Penggunaan Obat Tidak Rasional ............................................. 2.8.1 Deskripsi ...................................................................... 2.8.2 Kriteria Penggunaan Obat yang Tidak Rasional ............ 2.9 Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional .............. 2.9.1 Deskripsi ...................................................................... 2.9.2 Manfaat Pemantauan dan Evaluasi ................................ 2.9.3 Cara Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan obat .......... 2.11.3.1 Pemantauan Secara Langsung.......................... 2.11.3.1 Pemantauan Secara Tidak Langsung ................ 2.9.4 Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi ............................... 2.11.4.1 Pencatatan dan Pelaporan ................................ 2.11.4.2 Monitoring dan Evaluasi Indikator Peresepan .. 2.11.4.3 Pengumpulan Data Peresepan ..........................
4 4 4 5 6 8 10 10 11
iii Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
12 12 13 14 15 15 16 17 24 27 27 27 28 28 29 29 29 30 30 31 31 32
BAB 3. METODOLOGI PENINJAUAN .................................................... .. 34 3.1 Waktu dan Tempat ................................................................... 34 3.2 Populasi dan Sampel ................................................................ 34 3.3 Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 34 3.4 Cara Kerja ................................................................................ 34 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 4.1 Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) .................................................................................. 4.2 Laporan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika .................... 4.3 Laporan Penggunaan Obat Rasional .........................................
35 36 43 49
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 53 5.1 Kesimpulan .............................................................................. 53 5.2 Saran ........................................................................................ 54 DAFTAR REFERENSI ................................................................................ 55 LAMPIRAN .................................................................................................. 57
iv Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 2.6. Gambar 2.7. Gambar 2.8. Gambar 2.9. Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4.
Halaman Tampilan awal website SIPNAP................................................ 18 Tampilan saat akan memasukkan laporan penggunaan narkotika dan psikotropika pada website SIPNAP.................................... 20 Tampilan saat akan merubah laporan penggunaan narkotika pada website SIPNAP ......................................................................20 Tampilan saat akan mengubah data laporan penggunaan narkotika pada website SIPNAP ..............................................................21 Tampilan saat akan menyetujui pendaftaran unit pelayanan kesehatan.................................................................. 21 Tampilan saat memilih submenu absen unit layanan .................22 Tampilan saat memilih submenu rekap .....................................22 Tampilan saat memilih submenu penggunaan ...........................23 Tampilan saat memilih submenu grafik .....................................23 Diagram pemakaian dua puluh obat terbanyak di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur bulan Januari 2014 ...........38 Diagram pemakaian dua puluh obat terbanyak di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur bulan Februari 2014 .........39 Grafik penggunaan narkotika dan psikotropika di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur bulan Januari 2014 ...........47 Grafik penggunaan narkotika dan psikotropika di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur bulan Februari 2014 .........47
v Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7.
Halaman Data-data saat mendaftarkan unit layanan ......................................19 Jumlah penggunaan obat per resep di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur periode Januari dan Februari 2014 ..........37 Pemakaian dua puluh obat terbanyak di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur bulan Januari 2014.................................. 40 Pemakaian dua puluh obat terbanyak di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur bulan Februari 2014 ................................ 41 Jumlah penggunaan obat golongan narkotika di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur periode Januari dan Februari 2014 .............................................................................................. 45 Jumlah penggunaan obat golongan psikotropika di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur bulan Januari 2014 ...............46 Jumlah penggunaan obat golongan psikotropika di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur bulan Februari 2014 .............46 Persen indikator peresepan pada ISPA non spesifik, diare non spesifik dan injeksi pada myalgia di Puskesmas Kecamatan Jatinegara periode Januari dan Februari 2014 ................................ 50
vi Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Formulir LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) ............................................................................................ 57 Lampiran 2. Perbandingan Stok Akhir Obat dan Vaksin Desember 2013 dengan Stok Awal Januari 2014 di PuskesmasKecamatan Jatinegara ........62 Lampiran 3. Pemakaian Dua Puluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Periode Januari dan Februari 2014 .........66 Lampiran 4. Jumlah Kunjungan Puskesmas Kecamatan Jatinegara Periode Januari-Desember 2013 ................................................................67 Lampiran 5. Formulir Pelaporan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika........68 Lampiran 6. Hasil Rekapitulasi Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Januari dan Februari 2014 ........................................................................69 Lampiran 7. Perbandingan Stok Akhir Narkotika dan Psikotropika Desember 2013 dengan Stok Awal Januari 2014 di PuskesmasKecamatan Jatinegara ..................................................................................... 69 Lampiran 8. Formulir Monitoring Indikator Peresepan .....................................70 Lampiran 9. Laporan Indikator Peresepan di Pukesmas Kecamatan Jatinegara.. 71 Lampiran 10.Laporan Monitoring Penggunaan Obat Generik .............................71
vii Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus
dapat diwujudkan melalui pembangunan yang berkesinambungan. Departemen Kesehatan melalui visi Indonesia Sehat 2010 terkandung keinginan mewujudkan suatu kondisi masyarakat yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Unit pelayanan kesehatan dalam usaha mencapai visi tersebut terdiri dari beberapa tingkatan yaitu unit pelayanan kesehatan primer yaitu Balai Pengobatan dan Puskesmas, unit pelayanan sekunder di rumah sakit kelas C dan D maupun unit pelayanan tersier yang dilaksanakan di rumah sakit kelas A dan B (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) didefinisikan sebagai unit pelaksana teknis dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional, standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah, yaitu desa/kelurahan atau dusun/rukun warga (RW) (Kemenkes RI, 2004). Puskesmas memiliki visi pembangunan kesehatan yaitu “tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat”. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama, yakni lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk kecamatan (Kemenkes RI, 2004). Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan nasional yang diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Undang-undang No 36 tahun 2009). 1
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Ketersediaan sediaan farmasi dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup, terjamin khasiatnya, aman, efektif, dan bermutu merupakan sasaran yang harus dicapai dalam upaya pelayanan kesehatan. Hal ini berada dalam lingkup pelayanan kefarmasian sebagai salah satu pilar yang menopang pelayanan kesehatan paripurna (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). Salah satu tugas dan fungsi apoteker di Puskesmas sebagai pelaksana pelayanan kesehatan tingkat dasar adalah melakukan pengelolan sediaan farmasi sehingga ketersediaan sediaan farmasi terjamin. Salah satu tanggung jawab apoteker adalah memberikan laporan sebagai suatu bentuk pengawasan terhadap pengelolaan sediaan farmasi yang terdapat di Puskesmas dan melakukan penilaian kerasionalan penggunaan obat yang diserahkan ke seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK) pada subseksi Farmasi, Makanan, dan Minuman (Farmakmin) Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Laporan yang terkait pengelolaan sediaan farmasi tersebut adalah Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). LPLPO ini menggambarkan pemakaian obat bulanan dari gabungan Puskesman Kecamatan Jatinegara dan setiap kelurahan yang menjadi wilayah kerjanya. Sistem pelaporan LPLPO Puskesmas
Kecamatan dikirim via email ke Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pengelolaan sediaan farmasi yang terdapat di LPLPO tidak termasuk narkotika dan psikotropika. Penggunaan narkotika dan psikotropika dilaporkan dengan menggunakan sistem online, yaitu Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP). Dengan adanya sistem SIPNAP ini diharapkan hasil pelaporan menjadi mudah diakses dan didistribusikan. Selain data LPLPO dan SIPNAP, data yang harus dilaporkan adalah penggunaan obat rasional (POR). Data ini digunakan untuk menilai kerasionalan obat pada 3 penyakit, antara lain penggunaan antibiotik pada pasien ISPA non spesifik, penggunaan antibiotik pada diare non spesifik, dan penggunaan injeksi pada pasien myalgia. Oleh karena itu, mahasiswa Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) diberikan tugas khusus untuk merekapitulasi laporan-laporan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi Jakarta Timur. Laporan tersebut antara lain mengenai rekapilulasi Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO), laporan penggunaan narkotika dan psikotropika (SIPNAP), serta laporan penggunaan obat rasional (POR) untuk periode Januari dan Februari 2014 di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi Jakarta Timur. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
3
1.2
Tujuan Pelaksanaan PKPA di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur,
khususnya di bagian Farmasi (Apotek) bertujuan agar mahasiswa calon apoteker mampu: a.
Mengetahui dan mengkaji 20 jenis obat dari LPLPO yang paling banyak digunakan periode Januari dan Februari 2014 di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi Jakarta Timur.
b.
Mengetahui dan mengkaji laporan penggunaan narkotika dan psikotropika periode Januari dan Februari 2014 di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi Jakarta Timur.
c.
Mengetahui dan mengkaji laporan penggunaan obat rasional dalam hal penggunaan antibiotika pada ISPA non pneumonia, diare non spesifik dan penggunaan injeksi pada myalgia periode Januari dan Februari 2014 di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi Jakarta Timur.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
2.1.1 Pengertian Puskesmas Berdasarkan KEPMENKES RI No. 128/MENKES/SK/II/2004 mengenai Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) didefinisikan sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas merupakan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kemampuannya. Secara nasional, standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing Puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Kemenkes RI, 2004). Program upaya pengobatan di Puskesmas bertujuan meningkatkan mutu pelayanan dan menjaga tingkat ketersediaan obat pada semua unit pelayanan yang ada di wilayahnya. Dalam melaksanakan pengelolaan obat di Puskesmas telah ditetapkan unit pengelola obat dengan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) di
4
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
5
Puskesmas dan Puskesmas Pembantu,
yaitu
(Direktorat
Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010): a. Petugas menyusun rencana kebutuhan obat secara efektif dan efisien. b. Petugas melaksanakan permintaan obat dan perbekalan kesehatan sesuai kebutuhan. c. Petugas menerima obat dari gudang farmasi Kabupaten/Kota sesuai slip penerimaan obat. d. Petugas menyimpan obat sesuai dengan bentuk sediaan atau indikasi, kemudian abjad nama obat dengan memperhatikan waktu kadaluarsa (bila ada). e. Petugas mencatat setiap jenis obat dalam kartu stok obat. f. Petugas mendistribusikan obat ke unit pelayanan dalam bentuk buku register harian. g. Petugas membuat Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) setiap akhir bulan, Laporan Indikator Peresepan, dan lainnya. h. Petugas melakukan pembinaan, supervisi, dan evaluasi pengelolaan obat. 2.1.2 Visi dan Misi Puskesmas Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 (empat) indikator utama yakni lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk kecamatan (Kemenkes RI, 2004). Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah (Kemenkes RI, 2004):
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
6
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan, yakni pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat. 2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya. Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat. 3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar
dan
memuaskan
masyarakat,
mengupayakan
pemerataan
pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat. 4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat berserta lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dilakukan Puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan. 2.1.3 Tujuan dan Fungsi Puskesmas Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
7
kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010 (Kemenkes RI, 2004). Puskesmas mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu Puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan Puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. 2. Pusat pemberdayaan masyarakat Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat. 3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab Puskesmas meliputi: a. Pelayanan kesehatan perorangan Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
8
perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk Puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap. b. Pelayanan kesehatan masyarakat Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan
kesehatan
serta
mencegah
penyakit
tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan,
pemberantasan
penyakit,
penyehatan
lingkungan,
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya. 2.2
Profil Puskesmas Kecamatan Jatinegara Puskesmas Kecamatan Jatinegara didirikan pada tahun 1950 sebagai
puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Puskesmas Kecamatan Jatinegara berlokasi di Jalan Matraman No 220 Jakarta Timur. Berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No 1573 tahun 1992, Puskesmas Kecamatan Jatinegara menjadi Puskesmas pembina yang membantu 11 Puskesmas Kelurahan. Berdasarkan SK Gubernur No 39 Tahun 2000, Puskesmas Kecamatan Jatinegara diberikan kepercayaan dan wewenang dalam mengelola keuangan dalam seluruh kegiatannya dan berjalan sejak tahun 2001. Sejak tahun 2005 sampai sekarang, Puskesmas Kecamatan Jatinegara sudah memenuhi standar dan mendapatkan pengakuan secara internasional lewat ISO 9001/2000 atas pelayanan yang diberikan (Puskesmas Kecamatan Jatinegara, 2013). Puskesmas Kecamatan Jatinegara memiliki visi dan misi. Visi Puskesmas Kecamatan Jatinegara yaitu ”Terwujudnya Puskesmas sebagai Pusat Pelayanan Kesehatan Berkualitas yang Berorientasi pada Kepuasan Pelanggan”. Misi Puskesmas Kecamatan Jatinegara antara lain (Puskesmas Kecamatan Jatinegara, 2013): a. Memberikan pelayanan kesehatan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
9
b. Mengembangkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang profesional. c. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan sesuai standar mutu. d. Meningkatkan penyelenggaraan manajemen internal. e. Meningkatkan sarana penunjang pelayanan kesehatan. f. Mengembangkan upaya kemandirian masyarakat di bidang kesehatan. g. Menjalin kerjasama dengan mitra sinergis. Kebijakan mutu dan moto Puskesmas Kecamatan Jatinegara sangat berorientasi pada pelayanan kepada pasien. Kebijakan mutunya adalah memberikan pelayanan kesehatan profesional yang berorientasi pada peningkatan kepuasan pelanggan secara terus menerus. Motto Puskesmas Kecamatan Jatinegara adalah ”Pelayanan Itu Pasti, Senyum Itu Ibadah” (Puskesmas Kecamatan Jatinegara, 2013). Puskesmas Kecamatan Jatinegara didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Bangunan Puskesmas Kecamatan Jatinegara memiliki luas sebesar 1.130,76 m2 dan terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama dari gedung Puskesmas Kecamatan Jatinegara dimanfaatkan sebagai rumah bersalin, Poli keluarga berencana (KB), gudang obat, loket pendaftaran, unit pelayanan kesehatan 24 jam, poliklinik lansia dan klinik rumatan metadon. Lantai kedua dari gedung Puskesmas Kecamatan Jatinegara dimanfaatkan sebagai gudang obat dan alat kesehatan, poliklinik spesialis anak, poliklinik umum, poliklinik IMS (Infeksi Menular Seksual), poliklinik gigi, poliklinik KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), poliklinik MTBS (Manajemen Terpadu Balitas Sakit), poliklinik peserta ASKES dan JAMSOSTEK, poliklinik TB dan MH (melayani penderita TB dan kusta), poliklinik PAL, pojok ASKES, kamar tindakan serta suntik, laboratorium dan apotek. Sedangkan di Lantai 3 dimanfaatkan sebagai ruang kepala puskesmas, ruang sub bagian tata usaha, ruang sub bagian keuangan, sub seksi kesehatan masyarakat (Kesmas), ruang quality management representative (QMR), ruang sub seksi penyakit menular, ruang sub seksi kesehatan lingkungan, ruang marketing dan seksi pelayanan kesehatan, unit pelayanan radiologi dan aula (Puskesmas Kecamatan Jatinegara, 2013).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
10
Wilayah kerja dari Puskesmas Jatinegara selain Kecamatan Jatinegara termasuk Kelurahan Bidara Cina I, Bidara Cina II, Bidara Cina III, Cipinang Besar Selatan I, Cipinang Besar Selatan II, Cipinang Cempedak, Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu, Cipinang Muara, Rawa Bunga, dan Balimester. 2.3
Pengelolaan Obat di Puskesmas Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi kegiatan
perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, pencatatan dan pelaporan, serta supervisi dan evaluasi pengelolaan obat. Obat dan perbekalan kesehatan hendaknya dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, tepat penyimpanan, tepat waktu pendistribusian, tepat penggunaan dan tepat mutu di tiap unit pelayanan kesehatan (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). 2.3.1 Perencanaan Obat di Puskesmas Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat di Puskesmas. Perencanaan kebutuhan obat untuk Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Pengelola Obat dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan mengunakan LPLPO. Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat Puskesmas di wilayah kerjanya. Ketepatan dan kebenaran data di Puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kabupaten/Kota. Tujuan perencanaan obat, adalah untuk: (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010): a.
Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan.
b.
Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
c.
Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
11
2.3.2 Permintaan Obat di Puskesmas Sumber penyediaan obat di Puskemas berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di Puskesmas adalah obat esensial yang jenis dan item-nya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN). Selain itu, sesuai dengan kesepakatan global maupun Keputusan Menteri Kesehatan No. 085 Tahun 1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan atau Menggunakan Obat Generik di
Pelayanan
Kesehatan
Milik
Pemerintah
dan
Permenkes
RI
No.
HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, maka hanya obat generik saja yang diperkenankan tersedia di Puskesmas (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing Puskesmas diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan permintaan dari subunit ke Kepala Puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO subunit (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). Berdasarkan pertimbangan efisiensi dan ketepatan waktu penyerahan obat kepada Puskesmas, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menyusun petunjuk lebih lanjut mengenai alur permintaan dan penyerahan obat secara langsung dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota ke Puskesmas. Tujuan permintaan obat di Puskesmas adalah untuk memenuhi kebutuhan obat di masingmasing unit pelayanan kesehatan sesuai dengan pola penyakit yang ada di wilayah kerjanya (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). Permintaan obat terbagi atas permintaan rutin sesuai jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan permintaan khusus apabila kebutuhan meningkat, terjadi kekosongan, dan terdapatnya kejadian luar biasa. Jumlah permintaan obat ditentukan berdasarkan data pemakaian obat periode sebelumnya, jumlah kunjungan resep, jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota, dan sisa stok (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
12
2.3.3 Penerimaan, Penyimpanan, dan Distribusi Obat di Puskesmas Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di bawahnya. Penerimaan obat harus dilaksanakan oleh petugas pengelola obat atau petugas lain yang diberi kuasa oleh Kepala Puskesmas. Penerimaan obat bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin. Penyimpanan bertujuan agar obat yang tersedia di Unit Pelayanan Kesehatan terjamin mutu dan keamanannya (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). Distribusi/penyaluran adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan subunit-subunit pelayanan kesehatan, antara lain: a.
Subunit pelayanan kesehatan di lingkungan Puskesmas.
b.
Puskesmas Pembantu.
c.
Puskesmas Keliling.
d.
Posyandu.
e.
Polindes.
Distribusi obat di Puskesmas bertujuan untuk memenuhi kebutuhan obat subunit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, jumlah dan waktu yang tepat serta mutu terjamin (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). 2.3.4 Pencatatan dan Pelaporan Obat Pencatatan dan pelaporan data obat di Puskesmas merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik obatobatan yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di Puskesmas dan atau unit pelayanan lainnya. Puskesmas bertanggung jawab atas terlaksananya pencatatan dan pelaporan obat yang tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
13
mendukung pelaksanaan seluruh pengelolaan obat (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010): a.
Bukti bahwa suatu kegiatan telah dilakukan.
b.
Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian.
c.
Sumber data untuk perencanaan kebutuhan.
d.
Sumber data untuk pembuatan laporan.
2.3.5 Supervisi dan Evaluasi Pengelolaan Obat Supervisi adalah proses pengamatan secara terencana oleh petugas pengelola
obat
dari
unit
yang
lebih
tinggi
(Instalasi
Farmasi
Provinsi/Kabupaten/Kota) terhadap pelaksanaan pengelolaan obat oleh petugas ke unit yang lebih rendah (Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota/Puskesmas/Puskesmas Pembantu/UPT lainnya). Pengamatan diarahkan untuk menjaga agar semua pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan sesuai dengan pedoman yang disepakati bersama. Tujuan supervisi adalah untuk meningkatkan produktivitas para petugas pengelola obat agar mutu pelayanan obat dapat ditingkatkan secara optimum (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). Evaluasi adalah serangkaian prosedur untuk menilai suatu program dan memperoleh informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan, kegiatan, hasil dan dampak serta biayanya. Fokus utama dari evaluasi adalah mencapai perkiraan yang sistematis dari dampak program. Tujuan evaluasi antara lain (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010): a.
Menetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang sedang berjalan dan mencari solusinya.
b.
Memprediksi kegunaan dari pengembangan program dan memperbaikinya.
c.
Mengukur kegunaan program-program yang inovatif.
d.
Meningkatkan efektifitas program, manajemen dan administrasi.
e.
Mengetahui kesesuaian antara sasaran yang diinginkan dengan hasil yang dicapai.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
14
2.4
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di Puskesmas
adalah Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dan kartu stok. LPLPO yang dibuat oleh petugas Puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim tepat waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga dimanfaatkan untuk
analisis
penggunaan,
perencanaan kebutuhan obat,
pengendalian persediaan, dan pembuatan laporan pengelolaan obat. (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). Laporan penggunaan dan lembar permintaan obat dibuat berdasarkan: a.
Kartu stok obat.
b.
Catatan harian penggunaan obat. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat disampaikan oleh
Puskesmas atau Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) ke Instalasi Farmasi (IF). Petugas Pencatatan dan Evaluasi melakukan evaluasi dan pengecekan sesuai dengan rencana distribusi dari IF lalu dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Formulir yang digunakan sebagai dokumen bukti mutasi obat adalah formulir LPLPO atau disebut juga formulir Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat. Formulir ini dipakai untuk permintaan dan pengeluaran obat (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007). Data LPLPO dibuat tiga rangkap dan diberikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah ditandatangani oleh kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, satu rangkap untuk Kepala Dinas Kesehatan, satu rangkap untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan satu rangkap dikembalikan ke Puskesmas. LPLPO sudah harus diterima oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota paling lambat tanggal 10 setiap bulannya (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010). LPLPO memiliki kegunaan sebagai bukti pengeluaran obat di instalasi farmasi;
bukti
penerimaan
permintaan/pesanan
obat
dari
obat
di
Puskesmas/Rumah
Puskesmas/RS
kepada
Sakit;
Dinas
surat
Kesehatan
Kabupaten/Kota; dan bukti penggunaan obat di Puskesmas/Rumah Sakit. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
15
LPLPO mencakup, antara lain (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007): a.
Nomor dan tanggal pelaporan dan atau permintaan.
b.
Nama Puskesmas yang bersangkutan.
c.
Nama Kecamatan dari wilayah kerja Puskesmas.
d.
Nama Kabupaten/Kota dari wilayah Kecamatan yang bersangkutan.
e.
Nama Provinsi dari wilayah kerja Kabupaten/Kota.
f.
Tanggal pembuatan dokumen.
g.
Bulan pelaporan dan permintaan dari Puskesmas.
h.
Jika hanya melaporkan data pemakaian dan sisa stok obat diisi dengan nama bulan bersangkutan.
i.
Jika dengan mengajukan permintaan obat (termasuk pelaporan data obat) diisi dengan periode distribusi bersangkutan.
2.5
Narkotika dan Psikotropika
2.5.1 Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Tujuan negara mengeluarkan Undang-undang tentang Narkotika yaitu (Undang-undang No 35 tahun 2009): a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi b. Mencegah,
melindungi,
dan
menyelamatkan
bangsa
Indonesia
dari
penyalahgunaan narkotika c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursornya d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pencandu narkotika Penggunaan Narkotika golongan I harus mendapatkan persetujuan Menteri kesehatan atas rekomendasi Kepala badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Narkotika golongan II dan III hanya dapat disalurkan oleh industri farmasi melalui pedagang besar farmasi dan/atau sarana penyimpanan sediaan farmasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
16
pemerintah yang telah memiliki izin khusus penyaluran narkotika dari Menteri Kesehatan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika (Undang-Undang No 35 tahun 2009). Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan, wajib disimpan secara khusus. Selain itu, pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika wajib dibuat, disampaikan, dan disimpan laporan berkalanya (Undang-Undang No 35 tahun 2009). Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, Puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Rumah sakit, apotek, Puskesmas, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter yang asli. Permintaan narkotika melalui copy resep tidak dapat dilayani (Undang-Undang No 35 tahun 2009). 2.5.2 Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupu sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-Undang No 5 tahun 1997). Pengedaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan. Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan. Penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah (Undang-Undang No 5 tahun 1997). Penyaluran psikotropika sebagaimana dimaksud di atas hanya dapat dilakukan oleh (Undang-Undang No 5 tahun 1997): a. Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
17
b. Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintahm rumah sakit, dan lembaga penelitian dan.atau lembaga pendidikan. c. Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah kepada rumah sakit pemerintah dan balai pengobatan pemerintah. Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada kembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan. Psikotropika yang digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada kembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan atau diimpor secara langsung oleh lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan yang bersangkutan (Undang-Undang No 5 tahun 1997). Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan psikotropika hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pengguna/pasien. Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas hanya dapat dilakukan kepada pengguna/pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter, dilaksanakan dalam hal: a. menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui suntikan; b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek (UndangUndang No 5 tahun 1997) 2.6
Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) Pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika dilakukan secara
terintegrasi melalui program yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, yaitu program SIPNAP. Sistem pada program ini memiliki bagian-bagian yang terintegrasi, yaitu unit pelayanan kesehatan, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan propinsi dan pusat, serta web server (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
18
Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Program ini kemudian mengalami perkembangan dari program SIPNAP sebelumnya yang telah disusun dan digunakan sejak tahun 2008 (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian). Tujuan dari program SIPNAP ini adalah: a. Pembangunan sistem pelaporan penggunaan sediaan jadi narkotika dan psikotropika nasional yang terintegrasi mulai dari unit pelayanan kesehatan, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan propinsi dan pusat. b. Tersedianya pelaporan narkotika dan psikotropika sesuai target. c. Pemanfaatan hasil pelaporan yang mudah diakses dan didistribusikan (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, 2012). Program SIPNAP ini dapat diakses melalui komputer yang telah terhubung internet dengan memasuki website http://sipnap.binfar.depkes.go.id. Tampilan website akan muncul seperti gambar 2.1. Unit pelayanan kesehatan dapat melakukan registrasi sehingga terdaftar dan dapat menjadi user. Unit pelayanan kesehatan ini akan mendapat usename dan password melalui email yang dapat digunakan untuk login setelah dilakukan konfirmasi (approval) oleh dinas kesehatan kabupaten/kota (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian).
[Sumber: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian] Gambar 2.1. Tampilan awal website SIPNAP
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
19
Tabel 2.1. Data-data saat mendaftarkan unit layanan [Sumber: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian]
Setelah berhasil login, maka user akan masuk ke dalam halaman utama Software SIPNAP yang terdiri dari 9 menu utama, yaitu home, submenu data unit layanan, submenu import, approval, laporan, tanya jawab, administrator, ubah password, dan keluar. Pengelola SIPNAP Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan mendapatkan username dan password dari pusat untuk dapat login ke dalam program ini. Pihak pengelola SIPNAP Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat melihat data-data unit pelayanan kesehatan yang telah mendaftar pada menu data unit layanan, submenu data unit layanan. Selain itu, pada menu ini pihak pengelola SIPNAP Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota juga dapat mengubah apabila ada perubahan data atau kesalahan pada data yang telah diisi oleh unit-unit tersebut pada saat mendaftar atau menghapus data-data tersebut. Unit pelayanan kesehatan dapat mengunduh terlebih dahulu format laporan penggunaan narkotika atau psikotropika melalui menu import narkotika atau import psikotropika. Unit pelayanan kesehatan melakukan pengisian laporan tersebut, kemudian memasukkannya ke program SIPNAP melalui menu import, submenu import narkotika atau import psikotropika. Tampilan akan muncul seperti Gambar 2.2. Apabila ada perubahan pada data-data yang telah dimasukkan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
20
sebelumnya dapat diajukan ke pihak pengelola SIPNAP dinas kesehatan kabupaten/kota untuk ditindaklanjuti Pada menu import, submenu import narkotika atau import psikotropika juga dapat dilakukan pengubahan atau penghapusan data. (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian).
[Sumber: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian] Gambar 2.2. Tampilan saat akan memasukkan laporan penggunaan narkotika pada website SIPNAP
[Sumber: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian] Gambar 2.3. Tampilan saat akan merubah laporan penggunaan narkotika pada website SIPNAP Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
21
[Sumber: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian] Gambar 2.4. Tampilan saat menggubah data laporan penggunaan narkotika pada website SIPNAP Persetujuan registrasi/pendaftaran unit
pelayanan kesehatan dapat
dilakukan pada menu approval unit layanan, kemudian pilih unit layanan yang akan disetujui. Tampilan akan muncul seperti gambar 2.3 (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian).
[Sumber: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian] Gambar 2.5. Tampilan saat akan menyetujui pendaftaran unit pelayanan kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
22
Pada menu laporan terdapat 4 submenu, yaitu: a. Submenu absen unit layanan Submenu ini untuk menampilkan absensi unit layanan yang telah melakukan pelaporan SIPNAP dan secara otomatis akan tampil menu print untuk melakukan cetak absensi pelaporan SIPNAP.
[Sumber: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian] Gambar 2.6. Tampilan saat memilih submenu absen unit layanan b. Submenu rekap Submenu ini untuk menampilkan rekap laporan narkotika atau psikotropika dari data-data yang dilaporkan oleh unit pelayanan kesehatan dan secara otomatis akan tampil menu print untuk melakukan cetak rekap pelaporan.
[Sumber: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian] Gambar 2.7. Tampilan saat memilih submenu rekap Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
23
c. Submenu penggunaan Submenu ini untuk menampilkan laporan penggunaan narkotika atau psikotropika dari data-data yang dilaporkan oleh unit pelayanan kesehatan dan secara otomatis akan tampil menu print untuk melakukan cetak laporan penggunaan narkotika atau psikotropika.
[Sumber: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian] Gambar 2.8. Tampilan saat memilih submenu penggunaan d. Submenu grafik Submenu ini untuk menampilkan grafik penggunaan narkotika atau psikotropika terbanyak atau laporan tren penggunaan dari data-data yang dilaporkan oleh unit pelayanan kesehatan.
[Sumber: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian] Gambar 2.9. Tampilan saat memilih submenu grafik Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
24
Pengelola SIPNAP Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat membantu unit pelayanan kesehatan yang kesulitan untuk melakukan sistem pelaporan SIPNAP melalui menu administrator. Pengelola SIPNAP dinas kesehatan kabupaten/kota dapat melakukan pendaftaran dan melaksanakan pelaporan SIPNAP dengan berperan sebagai unit layanan. Data laporan sesuai dengan data yang diberikan oleh pihak unit layanan yang bersangkutan (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, 2009). 2.7 Penggunaan Obat Rasional Penggunaan obat secara rasional (rational use of medicine) menurut World Health Organization (2010) adalah kondisi dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinis mereka, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan individual, untuk jangka waktu yang tepat, dan dalam biaya terapi yang terjangkau bagi pasien maupun komunitas mereka. Lebih detil lagi, penjabaran definisi ini dirangkum dalam satu slogan, yaitu ‘8 Tepat dan 1 Waspada’ (Swandari, 2012), yang berisi: a. Tepat Diagnosis Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat. Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses pengobatan karena ketepatan pemilihan obat dan indikasi akan tergantung pada diagnosis penyakit pasien. Contohnya misalnya pasien diare yang disebabkan ameobiasis maka akan diberikan metronidazol. Jika dalam proses penegakkan diagnosisnya tidak dikemukakan penyebabnya adalah amoebiasis,
terapi tidak akan
menggunakan metronidazol. Pada pengobatan oleh tenaga kesehatan, diagnosis merupakan wilayah kerja dokter. Sedangkan pada swamedikasi oleh pasien, apoteker mempunyai peran sebagai second opinion untuk pasien yang telah memiliki self-diagnosis. b.
Tepat pemilihan obat Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan obat
yang tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, obat juga harus terbukti manfaat dan keamanannya. Obat juga harus merupakan jenis yang paling mudah Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
25
didapatkan. Jenis obat yang akan digunakan pasien juga seharusnya jumlahnya seminimal mungkin. c.
Tepat indikasi Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa Dokter.
Misalnya Antibiotik hanya diberikan kepada pasien yang terbukti terkena penyakit akibat bakteri. d.
Tepat pasien Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi
individu yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta seperti kelainan ginjal atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi, balita, dan lansia harus dipertimbangkan dalam pemilihan obat. Misalnya Pemberian obat golongan Aminoglikosida pada pasien dengan gagal ginjal akan meningkatkan resiko nefrotoksik sehingga harus dihindari. e.
Tepat dosis Dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut untuk
memberikan efek terapi yang maksimal. Obat mempunyai karakteristik farmakodinamik maupun farmakokinetik yang akan mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat. Besar dosis, cara, dan frekuensi pemberian umumnya disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan tertentu. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat dengan rentang terapi yang sempit misalnya Teofilin, Digitalis, dan Aminoglikosida akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan. f.
Tepat cara dan lama pemberian Cara pemberian yang tepat harus mempertimbangkan mempertimbangkan
keamanan dan kondisi pasien. Hal ini juga akan berpengaruh pada bentuk sediaan dan saat pemberian obat. Misalnya pasien anak yang tidak mampu menelan tablet parasetamol dapat diganti dengan sirup. Lama pemberian meliputi frekuensi dan lama pemberian yang harus sesuai karakteristik obat dan penyakit. Frekuensi pemberian akan berkaitan dengan kadar obat dalam darah yang menghasilkan efek terapi.
Contohnya
penggunaan antibiotika
Amoxicillin 500
mg dalam
penggunaannya diberikan tiga kali sehari selama 3-5 hari akan membunuh bakteri Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
26
patogen yang ada. Agar terapi berhasil dan tidak terjadi resistensi maka frekuensi dan lama pemberian harus tepat. g.
Tepat harga Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau pemberian obat untuk
keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien, termasuk peresepan obat yang mahal padahal alternatif obat yang lain dengan manfaat dan keamanan sama dan harga lebih mudah tersedia. Contoh pemberian antibiotik pada pasien Infeksi Saluran Pernafasan Atas/ISPA non pneumonia dan diare non spesifik, serta penggunaan injeksi pada pasien myalgia yang sebenarnya tidak diperlukan hanya merupakan pemborosan serta dapat menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki. h. Tepat informasi Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan. Tenaga kefarmasian harus mampu menyediakan dan memberikan informasi kepada pasien dan tenaga kesehatan lain untuk menunjang penggunaan obat yang rasional dalam rangka mencapai keberhasilan terapi. Informasi yang diberikan meliputi nama obat, aturan pakai, lama pemberian, efek samping, dan interaksi obat tertentu dengan makanan. Misalnya pada peresepan Rifampisin harus diberi informasi bahwa urin dapat berubah menjadi berwarna merah sehingga pasien tidak akan berhenti minum obat walaupun urinnya berwarna merah. i.
Waspada efek samping Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Contohnya Penggunaan Teofilin menyebabkan jantung berdebar. Prinsip 8 Tepat dan 1 Waspada diharapkan dapat menjadi indikator untuk menganalisis rasionalitas dalam penggunaan Obat. Kampanye Penggunaan Obat Rasional (POR) diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja obat dan mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh obat dengan harga terjangkau. POR juga dapat mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat sehingga menjaga keselamatan pasien. Pada akhirnya, POR akan meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu pelayanan kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
27
2.8
Penggunaan Obat yang Tidak Rasional (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010) 2.8.1 Deskripsi Penggunaan obat dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak negatif yang diterima oleh pasien lebih besar dibanding manfaatnya. Dampak negatif dapat berupa : a.
Dampak klinis (misalnya terjadi efek samping dan resistensi kuman).
b.
Dampak ekonomi (biaya tak terjangkau karena penggunaan obat yang tidak rasional dan waktu perawatan yang lebih lama).
c.
Dampak sosial (ketergantungan pasien terhadap intervensi obat).
2.8.2 Kriteria Penggunaan Obat yang Tidak Rasional Menurut Buku Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas, suatu penggunaan obat dikatakan tidak rasional bila ditemukan salah satu dari empat kondisi peresepan di bawah ini, yaitu : 1.
Peresepan yang Berlebih (over prescribing) Pemberian obat yang sebenarnya tidak diperlukan untuk penyakit yang
bersangkutan. Sebagai contoh, pemberian antibiotik pada ISPA non pneumonia (yang umumnya disebabkan oleh virus). 2.
Peresepan yang Kurang (under prescribing) Pemberian obat kurang dari yang seharusnya diperlukan, baik dalam hal
dosis, jumlah maupun lama pemberian. Tidak diresepkannya obat yang diperlukan untuk penyakit yang diderita juga termasuk dalam kategori ini. Sebagai contoh pemberian antibiotik selama 3 hari untuk ISPA pneumonia yang seharusnya diberikan selama 5 hari, tidak memberikan oralit pada anak yang jelas menderita diare yang spesifik. 3.
Peresepan yang Majemuk (multiple prescribing) Pemberian beberapa obat untuk satu indikasi penyakit yang sama. Dalam
kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat. Sebagai contoh, pemberian dua jenis antibiotik untuk satu indikasi penyakit yang sama.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
28
4.
Peresepan yang Salah (incorrect prescribing) Suatu peresepan dapat dikatakan salah bila:
a.
Pemberian obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit. Sebagai contoh, pemberian injeksi vitamin B12 untuk keluhan pegal linu, sebenarnya pasien bukan karena defisiensi vitamin B12.
b.
Pemberian obat untuk kondisi yang sebenarnya merupakan kontraindikasi pada pasien. Sebagai contoh, pemberian antibiotik golongan kuinolon (misalnya siprofloksasin dan ofloksasin) untuk wanita hamil.
c.
Pemberian obat yang memberikan kemungkinan risiko efek samping yang lebih besar. Sebagai contoh, pasien ISPA non pneumonia tidak memerlukan antibiotik tetapi diberikan antibiotik yang dapat meningkatkan resistensi pasien terhadap antibiotik.
2.9
Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010) 2.9.1 Deskripsi Pemantauan merupakan proses kegiatan untuk melakukan identifikasi masalah dan pengukuran besarnya masalah serta penilaian terhadap keberhasilan dalam penggunaan obat rasional. Pemantauan merupakan metode yang digunakan untuk keperluan pengawasan/pengendalian serta bimbingan dan pembinaan. Dua komponen aktif dalam melakukan pemantauan penggunaan obat yaitu: a.
Pengawasan dan pengendalian terhadap mutu penggunaan obat, pencatatan, serta pelaporannya.
b.
Membina
dan
membimbing
pelaksana
pengobatan
meningkatkan kemampuan dan keterampilan
agar
senantiasa
mereka dalam rangka
pemakaian obat yang rasional, serta membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi di lapangan. Salah satu cara untuk melakukan evaluasi penerapan penggunaan obat rasional adalah dengan cara pemantauan dan evaluasi. Monitoring yang terus menerus akan menghasilkan ketersediaan obat yang sesuai dengan kebutuhan sehingga mencapai penggunaan obat yang rasional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
29
2.9.2 Manfaat Pemantauan dan Evaluasi Dua subjek yang menjadi fokus dalam membicarakan maanfaat pemantauan dan evaluasi penggunaan obat rasional, yaitu: a.
Dokter/pelaku pengobatan Pemantauan penggunaan obat dapat digunakan untuk melihat mutu
pelayanan kesehatan. Dengan pemantauan ini maka dapat dideteksi adanya kemungkinan penggunaan obat yang berlebih (over prescribing), kurang (under prescribing), majemuk (multiple prescribing) maupun tidak tepat (incorrect prescribing). b.
Apoteker dalam hal perencanaan obat Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat secara teratur dapat
mendukung perencanaan obat sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai penggunaan obat rasional. 2.9.3. Cara Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Pemantauan penggunaan obat dapat dilakukan secara langsung maaupun tidak langsung 2.9.3.1. Pemantauan Secara Langsung Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat dengan metode pemantauan secara langsung, alur pemantauan dimulai dengan mengamati proses pengobatan mulai dari anamnesis, pemeriksaan, peresepan, hingga penyerahan obat ke pasien. Pemantauan dengan cara ini dapat dilakukan secara berkala pada waktu-waktu yang tidak diberitahukan sebelumnya, sehingga diperoleh gambaran nyata mengenai praktik pemakaian obat yang berlangsung pada saat itu. Komponen yang dijadikan objek untuk dilakukan pemantauan pada penggunaan obat yaitu : a.
Kecocokan antara gejala/tanda-tanda (symptoms/signs), diagnosis, dan jenis pengobatan yang diberikan.
b.
Kesesuaian antara pengobatan yang diberikan dengan pedoman pengobatan yang ada.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
30
c.
Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas (misalnya antibiotik untuk ISPA non pneumonia).
d.
Praktik polifarmasi untuk keadaan yang sebenarnya cukup hanya diberikan satu atau 2 jenis obat.
e.
Ketepatan indikasi.
f.
Ketepatan jenis, jumlah, cara, dan lama pemberian (didasarkan pada pedoman pengobatan yang ada).
g.
Kesesuaian obat dengan kondisi pasien (misalnya ditemukan pemberian injeksi pada diare).
2.9.3.2. Pemantauan Secara Tidak Langsung Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat dengan metode pemantauan secara tidak langsung, proses pemantauan dapat dilakukan melalui : a.
Kartu Status Pasien Berdasarkan kartu status pasien, dapat dilihat kecocokan dan ketepatan
antara gejala dan tanda yang ditemukan selama anamnesis dan pemeriksaan, dengan diagnosis yang dibuat dalam kartu status penderita, serta pengobatan (terapi) yang diberikan (termasuk jenis, jumlah, dan cara pemberian obat). b.
Buku Register Pasien Berdasarkan buku register pasien, data yang dapat diamati yaitu jumlah
kasus yang pengobatannya tidak sesuai dengan standar, over prescribing dari antibiotik dan pemakaian sediaan injeksi. 2.9.4. Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Terdapat tiga tahap dalam melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat rasional. Tahap pertama yaitu melakukan pencatatan terhadap status pasien dan pelaporan terhadap register harian setiap pasien. Hal ini dilakukan agar mendapatkan data awal pasien mengenai data demografi pasien, kondisi pasien saat ini, dan riwayat pengobatan yang pernah di dapat pasien. Tahap kedua yaitu monitoring dan evaluasi indikator peresepan. Pada tahap ini, dilakukan penilaian terhadap empat indikator peresepan dari resep yang masuk. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
31
Tahap ketiga yaitu melakukan pengumpulan data peresepan. Setelah informasi pasien telah didapat dan telah dilakukan penilaian terhadap resep dari pasien yang bersangkutan maka pada tahap ini dilakukan rekapitulasi data dimana format yang dijadikan acuan yaitu format formulir indikator peresepan. Formulir indikator peresepan dapat dilihat pada Lampiran 5. 2.9.4.1. Pencatatan dan Pelaporan Adapun cara pencatatan dan pelaporan yang baku adalah sebagai berikut: a.
Status Pasien
Kolom anamnesis/pemeriksaan : Kolom ini diisi keterangan yang bersifat patognomonik untuk kondisi yang dijumpai, baik berupa keluhan, gejala klinik, dan hasil pemeriksaan oleh dokter.
Kolom diagnosis : Kolom ini diisi dengan diagnosis yang dokter sampaikan secara jelas. Jika terdapat dua diagnosis maka tuliskan keduanya, misalnya bronkitis dan diare.
Kolom terapi : Kolom ini diisi dengan obat yang diberikan oleh dokter. Kelengkapan dengan kesederhanaan dari status pasien ini memungkinkan pemantauan terhadap kecocokan antara kolom anamnesis, kolom diagnosis, dan kolom terapi.
b.
Register Harian Dilakukan pengisian secara lengkap di setiap kolom buku register harian,
mulai dari tanggal kunjungan, nomer kartu status, nama pasien, alamat, jenis kelamin, umur, diagnosis, pengobatan yang diberikan, sampai keterangan lainnya. 2.9.4.2. Monitoring dan Evaluasi Indikator Peresepan Empat indikator peresepan yang akan dinilai dalam pemantauan dan evaluasi penggunaan obat yang rasional adalah : a.
Rata-rata jumlah obat per pasien.
b.
Persentase penggunaan antibiotik. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
32
c.
Persentase penggunaan injeksi.
d.
Persentase penggunaan obat generik. Berdasarkan keempat indikator tersebut dapat dilakukan evaluasi dan
ditarik suatu kesimpulan mengenai pola peresepan yang telah ada. 2.9.4.3. Pengumpulan Data Peresepan Pengumpulan data peresepan dilakukan oleh petugas puskesmas, 1 kasus setiap hari untuk diagnosis yang telah ditetapkan di tingkat Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir indikator peresepan. Pengumpulan data yang dilakukan setiap hari akan memudahkan pengisian dan tidak menimbulkan beban dibandingkan dengan pengisian yang ditunda sampai satu minggu atau satu bulan. Pengisian kolom 1 s/d 9 digunakan untuk keperluan monitoring, sedangkan kolom 10 s/d 13 yang menilai kesesuaian peresepan dengan pedoman pengobatan, digunakan pada saat supervisi oleh supervisor dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kasus yang dimasukkan ke dalam kolom formulir monitoring indikator peresepan adalah pasien yang berobat ke Puskesmas dengan diagnosis tunggal berupa: a.
ISPA non pneumonia (batuk-pilek).
b.
Diare akut non spesifik.
c.
Penyakit sistem otot dan jaringan (myalgia). Dasar pemilihan ketiga diagnosis di atas adalah:
a.
Termasuk 10 penyakit terbanyak.
b.
Diagnosis dapat ditegakkan oleh petugas tanpa memerlukan pemeriksaan penunjang.
c.
Pedoman terapi untuk ketiga diagnosis jelas.
d.
Tidak memerlukan antibiotika/injeksi.
e.
Selama ini ketiganya dianggap potensial untuk diterapi secara tidak rasional. Pengisian formulir monitoring indikator peresepan dapat dilakukan dengan
mengikuti petunjuk pengisian di bawah ini :
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
33
a. Pasien diambil dari register harian, 1 kasus per hari untuk setiap diagnosis terpilih. Dengan demikian dalam 1 bulan diharapkan terkumpul sekitar 25 kasus per diagnosis terpilih. b. Bila pada hari tersebut tidak ada pasien dengan diagnosis tersebut, kolom dikosongkan, dan diisi dengan diagnosis yang sama, yang diambil pada hari-hari berikutnya. c. Untuk masing-masing diagnosis tersebut, diambil pasien dengan urutan pertama pada hari pencatatan. Diagnosis diambil yang tunggal, tidak ganda atau yang disertai penyakit/keluhan lain. d. Puyer dan obat kombinasi ditulis rincian jenis obatnya. e. Jenis obat termasuk obat minum, injeksi, dan obat luar. f. Imunisasi tidak dimasukkan dalam kategori injeksi. g. Istilah antibiotik termasuk kemoterapi dan anti amoeba. h. Kolom “kesesuaian dengan pedoman” dikosongkan. Kolom ini akan diisi oleh pembina pada saat kunjungan supervisi (diambil 10 sampel peresepan secara acak untuk diskusi). i.
Kunjungan supervisi (diambil 10 sampel peresepan secara acak).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI PENINJAUAN
3.1
Waktu dan Tempat Pengambilan data untuk tugas khusus dilaksanakan per 6 – 12 Maret 2014
di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi Jakarta Timur yang bertempat di Jalan Matraman Raya No. 220 di bagian Farmasi (Apotek). 3.2
Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah Puskesmas di Kota Administrasi Jakarta
Timur. Sampel yang digunakan adalah unit kefarmasian/kamar obat di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi Jakarta Timur. 3.3
Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari data sekunder berupa
Laporan Penggunaan dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO), Laporan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika, Laporan Penggunaan Obat Rasional periode Januari dan Februari 2014 yang telah disusun oleh apoteker setempat. 3.4
Cara Kerja Data yang diperoleh diolah dengan cara memasukkannya ke program
Microsoft Excel kemudian disajikan sebagai bentuk tabel, gambar maupun grafik untuk mendapatkan gambaran deskriptif meliputi: a. Dua puluh jenis obat dari LPLPO yang paling banyak digunakan periode Januari dan Februari 2014 di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi Jakarta Timur. b. Penggunaan narkotika dan psikotropika periode Januari dan Februari 2014 di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi Jakarta Timur. c. Penggunaan obat rasional yang disajikan dalam persentase penggunaan antibiotika pada ISPA non pneumonia, diare non spesifik dan penggunaan injeksi pada myalgia periode Januari dan Februari 2014 di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi Jakarta Timur. 34 Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengelolaan obat di puskesmas pada provinsi DKI Jakarta sedikit berbeda dengan puskesmas yang berada pada provinsi lainnya. Pada puskesmas yang berada di Jakarta, selain melakukan perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, serta pencatatan dan pelaporan, puskesmas di Jakarta juga melakukan pengadaan sediaan farmasinya sendiri. Seperti halnya puskesmas kecamatan lain yang berada di Jakarta, Puskesmas Jatinegara juga melakukan perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasinya secara mandiri. Perencanaan obat yang dibuat didasarkan pada lembar permintaan yang sebelumnya telah diedarkan di poli-poli di Puskesmas Kecamatan dan di Puskesmas Kelurahan dan hasil rekapitulasi pemakaian selama tahun sebelumnya. Setelah, perencanaan yang diajukan disetujui, pihak puskesmas melakukan pengadaan barang yang telah direncanakan tadi. Pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilakukan dengan metode pembeliaan langsung dengan dana sendiri (pemasukan dari Puskesmas) dan pelelangan dengan dana subsidi dari Anggaran Penggeluaran Belanja Daerah (APBD). Barang yang telah dibeli, harus diterima dan diperiksa oleh panitia penerima barang untuk disesuaikan antara spesifikasi yang diajukan dengan barang yang dikirim. Jika barang sudah sesuai, barang disimpan ke dalam gudang induk puskesmas. Penyimpanan pada gudang induk berdasarkan bentuk sediaan dan abjad. Obat-obatan ini akan didistribusikan ke puskesmas kelurahan dan gudang kecamatan setiap 2 bulan sesuai dengan permintaan yang diajukan dengan bukti barang keluar dari Puskesmas. Setelah itu, pemakaian obat harus dicatat dan dilaporkan tiap bulannya ke Suku Dinas Kesehatan. Pelaporan ini berupa Laporan Penggunaan dan Lembar Permintaan obat (LPLPO), Laporan Narkotika dan Psikotropika, dan Laporan Penggunaan Obat Rasional. Setelah pencatatan dan pelaporan, dilakukan evaluasi dua kali selama sebulan. 35
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
36
4.1
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) Sistem penyerahan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) di Puskesmas Kecamatan Jatinegara ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dilakukan setiap sebulan sekali. Pelaporan ini merupakan bentuk tanggung jawab dan pengawasan terhadap penggunaan obat di Puskesmas Jatinegara. Data LPLPO mencakup jumlah pemakaian obat setiap bulan, jumlah stok akhir yang tersedia, jumlah kunjungan pasien, beban kerja tenaga kefarmasian, dan pola penyakit yang berkembang sehingga dapat dimanfaatkan oleh apoteker penanggung jawab apotek Puskesmas untuk melakukan analisa pengelolaan obat, penggunaan obat, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian persediaan, dan penambahan atau pengurangan jumlah tenaga kefarmasian. Puskesmas Kelurahan yang merupakan area tanggung jawab dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara terdiri dari puskesmas kelurahan Bidara Cina I, Bidara Cina II, Bidara Cina III, Cipinang Besar Selatan I, Cipinang Besar Selatan II, Cipinang Cimpedak, Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu, Cipinang Muara, Rawa Bunga, dan Balimester melaporkan LPLPO ke Puskesmas Kecamatan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya. Selanjutnya, Puskesmas Kecamatan merekapitulasi laporan dari tiap-tiap kelurahan dengan memasukkannya ke dalam database komputer dan dianalisis menggunakan program Microsoft Excel. LPLPO yang telah disusun oleh Puskesmas Kecamatan dikirimkan ke Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya. Sistem pengiriman LPLPO dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara kepada Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi Makanan dan Minuman Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur berupa softcopy dilakukan melalui email. LPLPO tersebut direkapitulasi oleh Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan hasilnya dikirim kepada Dinas Kesehatan Provinsi setiap 3 bulan. Kemudian, setiap 6 bulan sekali hasil kompilasi LPLPO dari Dinas Kesehatan Provinsi dilaporkan ke Departemen Kesehatan RI. Pelaporan LPLPO telah mengikuti format baru dari Suku Dinas Kesehatan dan tersusun rapi namun pelaporannya sering mengalami keterlambatan karena Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
37
data dari Puskesmas Kelurahan kurang lengkap dan sering mengalami keterlambatan disertai beban kerja apoteker penanggung jawab apotek puskesmas yang cukup tinggi. Stok akhir obat bulan Desember 2013 sesuai dengan stok awal bulan Januari 2014 dapat dilihat dari Lampiran 2 namun jumlah stok vaksin tidak sesuai dikarenakan pengelolan vaksin dari kelurahan tidak tercatat namun secara garis besar pengelolaan obat di Puskesmas Kecamatan Jatinegara tergolong baik. Tabel 4.1. Jumlah penggunaan obat per lembar resep di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur periode Januari dan Februari 2014 Bulan
Total
Jumlah
Rata-rata penggunaan
penggunaan obat
Kunjungan
obat per lembar resep
dan vaksin Januari
594029
22764
26,10
Februari
478801
25715
18,62
Berdasarkan hasil rekapitulasi LPLPO Puskesmas Kecamatan Jatinegara dapat diketahui jumlah kunjungan bulan Februari lebih besar dibandingkan Januari 2014 dan rata-rata penggunaan obat per lembar resep bulan Januari lebih besar dibandingkan bulan Februari. Hasil tersebut menunjukkan pada bulan Januari 2014 menunjukkan terdapat banyak obat dalam satu resep. Hal ini mengindikasikan kemungkinan terjadinya polifarmasi yang sebaiknya dihindari. Hasil rekapitulasi LPLPO juga menunjukkan dua puluh jenis obat dengan tingkat konsumsi terbanyak pada bulan Januari dan Februari 2014, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Dua puluh jenis obat terbanyak yang dipakai bulan Januari 2014 secara berurutan mulai dari yang terbesar adalah tablet parasetamol 500 mg, tablet klorfeniramin maleat 4 mg, kaplet amoksisilin 500 mg, tablet gliseril guaiakolat 100 mg, tablet vitamin B kompleks, tablet tiamin (vitamin B1) 50 mg, tablet prednison 5 mg, tablet metampiron 500 mg, tablet antasida DOEN, tablet piridoksin (vitamin B6) 10 mg, tablet kalsium laktat 500 mg, tablet ibuprofen 200 mg, tablet asam askorbat (vitamin C) 50 mg, tablet deksametason 0,5 mg, kapsul amoksisilin 250 mg, tablet kaptopril 25 mg, tablet
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
38
dekstrometorfan HBr 15 mg, kotrimoksazol DOEN I (dewasa), tablet kaptopril 12,5 mg, tablet glibenklamida 5 mg.
Glibenklamida tablet 5 mg
Kaptopril tablet 12,5 mg
Kotrimosazol DOEN I…
Dekstrometorfan tablet 15…
Kaptopril tablet 25 mg
Amoksisilin kapsul 250 mg
Deksametason tablet 0,5 mg
Asam Askorbat (vitamin C)…
Ibuprofen tablet 200 mg
Kalsium Laktat (Kalk) tablet…
Piridoksin (Vitamin B6)…
Antasida DOEN I tablet…
Metampiron tablet 500 mg
Prednison tablet 5 mg
Tiamin (vitamin B1) tablet…
Vitamin B Kompleks tablet
Gliseril Guaiakolat tablet…
Amoksisilin kaplet 500 mg
Klorfeniramina mealeat…
80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 Paracetamol tablet 500 mg
Jumlah (unit)
20 OBAT DENGAN JUMLAH PEMAKAIAN TERBANYAK JANUARI 2014
Gambar 4.1. Diagram Pemakaian Dua Puluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Bulan Januari 2014 Dua puluh jenis obat terbanyak yang dipakai bulan Februari 2014 secara berurutan mulai dari yang terbesar adalah tablet klorfeniramin maleat 4 mg, tablet parasetamol 500 mg, tablet vitamin B kompleks, kaplet amoksisilin 500 mg, tablet gliseril guaiakolat 100 mg, tablet tiamin (vitamin B1) 50 mg, tablet asam askorbat (vitamin C) 50 mg, tablet prednison 5 mg, tablet antasida DOEN, tablet piridoksin (vitamin B6) 10 mg, tablet metampiron 500 mg, tablet deksametason 0,5 mg, tablet kalsium laktat (Kalk) 500 mg, kapsul amoksisilin 250 mg, tablet ibuprofen 200 mg, tablet kaptopril 25 mg, tablet dekstrometorfan HBr 15 mg, tablet kaptopril 12,5 mg, kapsul tetrasiklin 250 mg, tablet glibenklamida 5 mg.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
39
20 OBAT DENGAN JUMLAH PEMAKAIAN TERBANYAK FEBRUARI 2014 70000
Jumlah (unit)
60000 50000 40000 30000 20000
Glibenklamida tablet 5 mg
Tetrasiklin kapsul 250 mg
Kaptopril tablet 12,5 mg
Dekstrometorfan tablet 15…
Kaptopril tablet 25 mg
Ibuprofen tablet 200 mg
Amoksisilin kapsul 250 mg
Kalsium Laktat (Kalk) tablet…
Deksametason tablet 0,5 mg
Metampiron tablet 500 mg
Piridoksin (Vitamin B6)…
Antasida DOEN I tablet…
Prednison tablet 5 mg
Asam Askorbat (vitamin C) …
Tiamin (vitamin B1) tablet…
Gliseril Guaiakolat tablet…
Amoksisilin kaplet 500 mg
Vitamin B Kompleks tablet
Paracetamol tablet 500 mg
0
Klorfeniramina mealeat…
10000
Gambar 4.2. Diagram Pemakaian Dua Puluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Bulan Februari 2014 Sepuluh jenis obat terbanyak yang dipakai pada periode Januari-Desember 2013 yang didapatkan dari hasil rekapitulasi mahasiswa PKPA sebelumnya adalah tablet klorfeniramin maleat 4 mg, tablet parasetamol 500 mg, tablet vitamin B kompleks, tablet gliseril guaiakolat 100 mg, kaplet amoksisilin 500 mg, tablet tiamin (vitamin B1) 50 mg, tablet deksametason 0,5 mg, tablet antasida DOEN, tablet asam askorbat (vitamin C) 50 mg, tablet piridoksin (vitamin B6) 10 mg. Penulis melanjutkan dengan merekapitulasi dua puluh jenis obat terbanyak yang dipakai pada periode Januari dan Februari 2014 dapat dilihat pada lampiran 3 secara berurutan mulai dari yang terbesar adalah tablet klorfeniramin maleat 4 mg, tablet parasetamol 500 mg, tablet vitamin B kompleks, kaplet amoksisilin 500 mg, tablet gliseril guaiakolat 100 mg, tablet tiamin (vitamin B1) 50 mg, tablet prednison 5 mg, tablet antasida DOEN, tablet metampiron 500 mg, tablet asam askorbat (vitamin C) 50 mg, tablet piridoksin (vitamin B6) 10 mg, tablet kalsium laktat (Kalk) 500 mg, tablet deksametason 0,5 mg, tablet ibuprofen 200 mg, Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
40
kapsul amoksisilin 250 mg, tablet kaptopril 25 mg, tablet dekstrometorfan HBr 15 mg, tablet kaptopril 12,5 mg, kotrimoksazol DOEN I (dewasa), tablet glibenklamida 5 mg. Pemakaian jenis obat terbanyak bulan Januari 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.2 adalah tablet parasetamol 500 mg dengan jumlah pemakaian sebanyak 73.450 tablet. Berdasarkan Tabel 4.3, pemakaian jenis obat terbanyak bulan Februari 2014 adalah tablet klorfeniramin maleat (CTM) 4 mg dengan jumlah pemakaian sebanyak 63.277 tablet. Tabel 4.2. Pemakaian Dua Puluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Bulan Januari 2014 NO
NAMA OBAT
SATUAN
1 2 3 4
Parasetamol tablet 500 mg Klorfeniramina mealeat (CTM) tablet 4 mg Amoksisilin kaplet 500 mg Gliseril Guaiakolat tablet 100 mg
Tablet Tablet Kaplet Tablet
Total dalam unit 73450 64535 45846 45455
5
Vitamin B Kompleks tablet
Tablet
42346
6
Tiamin (vitamin B1) tablet 50 mg (HCL/Nitrat)
Tablet
29226
7
Prednison tablet 5 mg
Tablet
28085
8
Metampiron tablet 500 mg
Tablet
22308
9
17944
10
Antasida DOEN I tablet kunyah, kombinasi: Tablet Aluminium Hidroksida 200 mg + Magnesium Hidroksida 200 mg Tablet Piridoksin (Vitamin B6) tablet 10 mg (HCL)
11
Kalsium Laktat (Kalk) tablet 500 mg
Tablet
14853
12
Ibuprofen tablet 200 mg
Tablet
14256
13
Asam Askorbat (vitamin C) tablet 50 mg
Tablet
13643
14
Deksametason tablet 0,5 mg
Tablet
8280
15 16
Amoksisilin kapsul 250 mg Kaptopril tablet 25 mg
Kapsul Tablet
8190 6058
15883
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
41
19
Dekstrometorfan tablet 15 mg (HBr) Kotrimosazol DOEN I (dewasa) Kombinasi Sulfametoksazol 400 mg, Trimetoprim 80 mg Kaptopril tablet 12,5 mg
20
Glibenklamida tablet 5 mg
17 18
Tablet : Tablet
5544 3653
Tablet
3262
Tablet
2728
Tabel 4.3. Pemakaian Dua Puluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Bulan Februari 2014 NO
NAMA OBAT
SATUAN
1
Klorfeniramina mealeat (CTM) tablet 4 mg
Tablet
Total dalam unit 63277
2
Parasetamol tablet 500 mg
Tablet
51217
3
Vitamin B Kompleks tablet
Tablet
48009
4
Amoksisilin kaplet 500 mg
Kaplet
40836
5
Gliseril Guaiakolat tablet 100 mg
Tablet
40656
6
Tiamin (vitamin B1) tablet 50 mg (HCL/Nitrat)
Tablet
27820
7
Asam Askorbat (vitamin C) tablet 50 mg
Tablet
23113
8
Prednison tablet 5 mg
Tablet
22329
9
Antasida DOEN I tablet kunyah, kombinasi: Aluminium Hidroksida 200 mg + Magnesium Hidroksida 200 mg
Tablet
21937
10
Piridoksin (Vitamin B6) tablet 10 mg (HCL)
Tablet
19409
11
Metampiron tablet 500 mg
Tablet
17409
12
Deksametason tablet 0,5 mg
Tablet
14535
13
Kalsium Laktat (Kalk) tablet 500 mg
Tablet
13629
14
Amoksisilin kapsul 250 mg
Kapsul
9422
15
Ibuprofen tablet 200 mg
Tablet
7827
16
Kaptopril tablet 25 mg
Tablet
6147
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
42
17
Dekstrometorfan tablet 15 mg (HBr)
Tablet
5884
18
Kaptopril tablet 12,5 mg
Tablet
3559
19
Tetrasiklin kapsul 250 mg
Kapsul
3558
20
Glibenklamida tablet 5 mg
Tablet
3443
Parasetamol adalah analgetik perifer (obat antiinflamasi non steroid lemah) turunan para aminofenol yang mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa memengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Parasetamol merupakan pilihan pertama penghilang rasa sakit dari migrain dan sakit kepala. Parasetamol juga berdaya antipiretik berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer sehingga dapat menyembuhkan demam. Parasetamol aman digunakan untuk ibu hamil dan menyusui. Parasetamol akan memberikan efek samping jika diberikan dalam dosis yang tinggi dan berkepanjangan seperti kerusakan hati dan ginjal (Tjay, 2002). Parasetamol merupakan inhibitor siklooksigenase lemah sehingga efek samping terhadap lambung rendah. Parasetamol dikontraindikasikan untuk pasien yang alergi terhadapnya. Parasetamol memiliki interaksi dengan isoniazid dan antikoagulan (Dipiro, 2005). Klorfeniramin maleat
adalah turunan alkilamin yang merupakan
antihistamin dengan indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas yang relatif rendah (Siswandono, 1995). Mekanisme kerja klorfeniramin maleat adalah sebagai antagonis reseptor H 1, klorfeniramin maleat akan menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacammacam otot polos; selain itu klorfeniramin maleat dapat merangsang maupun menghambat susunan saraf pusat. Klorfeniramin maleat memberikan efek samping walaupun juga bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang sering terjadi adalah sedatif, gangguan saluran cerna, mulut kering, kesukaran berkemih. Kontraindikasi dari klorfeniramin maleat ini menimbulkan aktivitas antikolinergik yang dapat memperburuk asma bronkial, retensi urin, glaukoma. Klorfeniramin memiliki interaksi dengan alkohol, depresan syaraf pusat, anti kolinergik (Tjay, 2002). Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
43
Tingginya jumlah pemakaian parasetamol dan klorfeniramin maleat/CTM ini dapat disebabkan oleh faktor keamanan, prevalensi penyakit, dan pola peresepan dokter Puskesmas di wilayah kecamatan Jatinegara. Parasetamol dan CTM tergolong obat bebas terbatas dan aman digunakan pada dosis yang tepat/tidak berlebihan (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007). Jumlah pengggunaan parasetamol dan CTM yang tinggi dipengaruhi oleh jenis penyakit yang paling banyak diderita di wilayah kecamatan Jatinegara yang sejalan dengan frekuensi peresepan dari dokter Puskesmas Kecamatan Jatinegara dan dokter Puskesmas Kelurahan yang berhubungan dengannya. Parasetamol biasanya diresepkan untuk pasien dengan keluhan demam dan pusing. CTM biasanya diresepkan untuk penderita batuk-pilek dan alergi. 4.2
Laporan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Penggunaan narkotika dan psikotropika di Puskesmas Kecamatan
Jatinegara diawasi dengan ketat. Pengawasan ini dilakukan mulai dari penerimaan resep hingga pencatatan dan pelaporannya. Ketika menerima resep dari dokter yang terdapat narkotika atau psikotropika, dilakukan skrining resep secara mendetail. Pengambilan obat narkotika dan psikotropika dicatat dalam lembar khusus yang berisi tanggal, nama pasien, umur pasien, nomor resep, nama dokter yang meresepkan dan instalasi atau Poli yang meresepkan, narkotika dan psikotropika
yang
digunakan
serta
jumlahnya.
Kemudian,
pada
saat
penyerahannya ditanyakan alamat dan nomor telepon pasien tersebut yang dicatat pada bagian belakang resep. Pengawasan penggunaannya dilakukan dengan cara pencatatan manual pada setiap perubahan stok narkotika dan psikotropika pada kartu stok setiap harinya. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin bahwa narkotika dan psikotropika yang tersedia di Puskesmas Jatinegara tidak disalahgunakan untuk tujuan yang tidak tepat. Setiap bulannya, Puskesmas Kecamatan Jatinegara membuat laporan dengan menggabungkan data-data penggunaan narkotika dan psikotropika. Puskesmas Kecamatan Jatinegara melakukan pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika setiap bulan ke Suku Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, Dinas Kesehatan Propinsi, dan Kementerian Kesehatan menggunakan sistem online Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
44
melalui program SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) dengan kode unit layanan UL-102361. Sistem ini dikembangkan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI sejak tahun 2008. Program SIPNAP ini mengalami perkembangan dan pembaharuan pada tahun 2012. Pada akhir tahun 2012 program ini sudah diperkenalkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi kepada Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan sudah dapat dioperasikan sejak tahun 2013. Daftar obat golongan narkotika dan psikotropika yang diatur dan harus dilaporkan penggunaannya terdapat dalam program SIPNAP yang diatur oleh Kemenkes. Akan tetapi dari keseluruhan daftar narkotika dan psikotropika yang tercantum, Puskesmas Kecamatan Jatinegara hanya menyediakan obat narkotika berupa codein tablet 10 mg. Sedangkan untuk obat golongan psikotropika, persediaan yang ada adalah clobazam tablet 10 mg, diazepam tablet 2 mg, diazepam injeksi 10 mg/ml dan phenobarbital tablet 30 mg, klorpromazin HCl tablet salut 100 mg, dan haloperidol tablet 0,5 mg dan 1,5 mg. Persediaan obat narkotika dan psikotropika ini didasarkan pada prevalensi penyakit pasien dan pola peresepan dokter sehingga tidak terjadi over stok atau stok mati. Codein tablet 10 mg digunakan sebagai analgesik kuat dan antitusif. Clobazam tablet 10 mg digunakan sebagai antikonvulsi, antiansietas, sedatif, pelemas otot dan amnestik. Diazepam tablet 2 mg digunakan untuk mengatasi gelisah, kejang dan pengobatan jangka pendek pada gejala ansietas. Diazepam injeksi 10 mg/ml digunakan untuk pengobatan kejang dan gejala ansietas pada kondisi khusus atau darurat seperti tidak sadarkan diri atau ingin membutuhkan onset yang cepat dan segera. Klorpromazin tablet 100 mg digunakan untuk menurunkan gejala dan tanda-tanda psikosis. Haloperidol 0,5 mg dan 1,5 mg tablet digunakan untuk mengobati kondisi gugup, gangguan emosional, dan mental (misalnya, skizofrenia). Sedangkan phenobarbital atau luminal tablet 30 mg digunakan sebagai antikonvulsan dan untuk mengobati epilepsi pada dosis subhipnotis. Jumlah stok akhir narkotika dan psikotropika bulan Desember 2013 dengan stok awal Januari 2014 tidak terdapat perbedaan dapat terlihat pada
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
45
Lampiran 7. Hal ini menandakan pengelolaan narkotika dan psikotropika sudah diawasi dengan ketat. Berdasarkan Tabel 4.4. dapat dilihat bahwa hanya codein tablet 10 mg yang digunakan dan dilaporan dalam SIPNAP sesuai dengan daftar narkotika yang tercantum pada formulir SIPNAP. Penggunaan codein tablet 10 mg dalam periode Januari dan Februari 2014 sejumlah 176 tablet. Codein tablet 10 mg banyak diresepkan dokter untuk pasien dengan batuk yang sering dan juga untuk menghilangkan rasa nyeri yang berat terutama pada lansia karena golongan analgesik opoid yang disediakan hanyalah codein tablet 10 mg. Tabel 4.4. Jumlah Penggunaan Obat Golongan Narkotika di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Periode Januari dan Februari 2014 Nama Produk
Satuan
Jumlah
Total
Penggunaan Codein Tablet 10 mg
Tablet
JAN
FEB
101
75
176
Pemakaian obat jenis psikotropika bulan Januari dan Februari 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan 4.6. dimana dari obat psikotropika yang disediakan oleh Puskesmas Kecamatan Jatinegara diketahui jumlah pemakaian psikotropika bulan Januari 2014 secara berurutan mulai dari yang terbanyak adalah diazepam tablet 2 mg sebanyak 642 tablet, phenobarbital tablet 30 mg sebanyak 403 tablet, klorpromazin HCl tablet salut 100 mg sebanyak 136 tablet, clobazam tablet 10 mg sebanyak 11 tablet. Sedangkan, jumlah pemakaian psikotropika bulan Februari 2014 secara berurutan mulai dari yang terbanyak adalah diazepam tablet 2 mg sebanyak 689 tablet, phenobarbital tablet 30 mg sebanyak 261 tablet, klorpromazin HCl tablet salut 100 mg sebanyak 75 tablet, clobazam tablet 10 mg sebanyak 72 tablet. Akan tetapi, tidak terdapat pemakaian diazepam injeksi 10 mg/ml, haloperidol 0,5 mg, dan haloperidol tablet 1,5 mg selama periode Januari dan Februari 2014. Psikotropika yang paling banyak diresepkan oleh dokterdokter adalah diazepam tablet 2 mg yang diindikasikan untuk mengobati penyakit kejang, ansietas dan obat penenang serta epilepsi. Hal ini didasarkan pada pola Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
46
penyakit di Kecamatan Jatinegara yang banyak menderita stress ringan dan epilepsi sehingga membutuhkan obat penenang yang aman yaitu diazepam. Penggunaan dalam bentuk sediaan injeksi tidak digunakan karena pasien-pasien yang datang ke Puskesmas di Kecamatan Jatinegara tidak dalam kondisi darurat, sekalipun darurat banyak pasien yang lebih memilih rumah sakit dibandingkan Puskesmas. Tabel 4.5. Jumlah Penggunaan Obat Golongan Psikotropika di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Bulan Januari 2014 Nama Produk Diazepam tablet 2 mg Phenobarbital tablet 30 mg Klorpromazin HCl tablet salut 100 mg (HCL) Clobazam tablet 10 mg Diazepam Injeksi Haloperidol tablet 0,5 mg Haloperidol tablet 1,5 mg
Satuan Tablet Tablet Tablet Tablet Vial Tablet Tablet
Jumlah 642 403 136 11 0 0 0
Tabel 4.6. Jumlah Penggunaan Obat Golongan Psikotropika di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Bulan Februari 2014 Nama Obat Diazepam Tablet 2 mg Phenobarbital tablet 30 mg Klorpromazin HCl tablet salut 100 mg (HCL) Clobazam Tablet 10 mg Diazepam Injeksi Haloperidol tablet 0,5 mg Haloperidol tablet 1,5 mg
Satuan Tablet Tablet Tablet Tablet Vial Tablet Tablet
Jumlah 689 261 75 72 0 0 0
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
47
jumlah (unit)
700 600 500 400 300 200 100 -
642
403
136
101
11
Gambar 4.3. Grafik Penggunaan Narkotika dan Psikotropika di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Bulan Januari 2014 (warna hijau
jumlah (unit)
menunjukkan narkotika sedangkan oranye untuk psikotropika)
800 700 600 500 400 300 200 100 -
689
261 75
75
72
Gambar 4.4. Grafik Penggunaan Narkotika dan Psikotropika di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Bulan Februari 2014 (warna hijau menunjukkan narkotika sedangkan oranye untuk psikotropika)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
48
Total penggunaan narkotika yang digunakan pada periode JanuariDesember 2013 yaitu kodein 10 mg tablet sebanyak 9745 tablet. Pemakaian psikotropika pada periode Januari-Desember 2013 secara berurutan mulai dari yang terbesar adalah diazepam tablet 2 mg sebanyak 17099 tablet, klorpromazin HCl tablet 100 mg sebanyak 10650 tablet, phenobarbital tablet 30 mg sebanyak 5490 tablet, haloperidol tablet 1,5 mg sebanyak 2531 tablet, haloperidol tablet 0,5 mg sebanyak 1010 tablet, amitriprilin tablet salut 25 mg (HCl) sebanyak 520 tablet, dan clobazam tablet 10 mg sebanyak 248 tablet. Hasil rekapitulasi JanuariDesember 2013 didapatkan dari mahasiswa PKPA sebelumnya dan dilanjutkan oleh penulis untuk periode Januari dan Februari 2014. Total penggunaan narkotika yang digunakan pada periode Januari dan Februari 2014 dapat dilihat pada lampiran 6 yaitu kodein 10 mg tablet sebanyak 176 tablet. Pemakaian psikotropika pada periode Januari dan Februari 2014 secara berurutan mulai dari yang terbesar adalah diazepam tablet 2 mg sebanyak 1331 tablet, phenobarbital tablet 30 mg sebanyak 664 tablet, klorpromazin HCl tablet 100 mg sebanyak 211 tablet, dan clobazam tablet 10 mg sebanyak 83 tablet. Total penggunaan narkotika dan psikotropika bulan Februari mengalami penurunan (dapat dilihat pada lampiran 5 yang bersifat positif artinya prevalensi penyakit menurun dan pola peresepan dokter lebih baik karena adanya kemungkinan penggunaan obat selain narkotika dan psikotropika yang berbahaya. Pelaporan SIPNAP ini dirasakan belum sempurna dikarenakan nama-nama obat psikotropika yang diatur dalam SIPNAP tidak merepresentasikan data keseluruhan jenis psikotropika yang disediakan di puskesmas. Contohnya, di Puskesmas Jatinegara memiliki obat-obat psikotropika seperti diazepam tablet 2 mg, phenobarbital tablet 30 mg, klorpromazin HCl, haloperidol tablet 0,5 mg, clobazam tablet 10 mg, diazepam injeksi 10 mg/ml, dan haloperidol tablet 1,5 mg tetapi yang obat psikotropika yang tercantum dalam file SIPNAP tidak mencantumkan psikotropik jenis klorpromazin HCl, haloperidol tablet 0,5 mg, haloperidol tablet 1,5 mg. Obat-obat psikotropika yang tidak tercantum tersebut hanya terlapor dalam LPLPO saja. Pada kenyataannya program SIPNAP online yang telah mengalami perkembangan dan pembaharuan ini masih memiliki kekurangan-kekurangan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
49
Hambatan secara umum misalnya pada unit pelayanan kesehatan, masih banyak mengalami keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang mengerti dan mampu menggunakan teknologi tersebut; sarana dan prasarana yang menunjang, termasuk koneksi internet. Sedangkan pada suku dinas kesehatan, masih terbatasnya sarana dan prasarana yang menunjang, termasuk koneksi internet. Hambatan-hambatan tersebut dapat diatasi dengan adanya pelatihan, sosialisasi, dan forum konsultasi; penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang, serta pengembangan program SIPNAP (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, 2012). Adanya program SIPNAP ini akan lebih mempermudah pemerintah dalam melakukan pengawasan penggunaan narkotika dan psikotropika. Hal ini akan lebih baik lagi apabila ditunjang program yang lebih bermutu dalam hal kapasitas penggunaan dan kecepatan akses web sehingga kinerja program dapat lebih optimal. Dengan adanya program ini diharapkan pula unit pelayanan kesehatan lebih patuh dalam melaporkan penggunaan narkotika dan psikotropika. 4.3
Laporan Penggunaan Obat Rasional Data penggunaan obat rasional (POR) adalah data atau pelaporan yang
merepresentasikan penggunaan antibiotika pada pasien dengan diagnosis tunggal berupa Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) non spesifik/ non pneumonia (batuk dan pilek), penggunaan antibiotika pada diare non spesifik, serta penggunaan injeksi pada pasien dengan dengan diagnosis tunggal berupa penyakit sistem otot dan jaringan (myalgia). Pelaporan Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas Kecamatan Jatinegara bertujuan untuk memberikan gambaran pola peresepan di Puskesmas Jatinegara atas pasien dengan diagnosa tertentu dan mengevaluasi kerasionalannya serta mencegah penggunaan obat yang tidak rasional ke depannya. Pengumpulan data monitoring penggunaan obat rasional dilakukan dengan pengambilan sampel secara acak dari tiap-tiap penyakit baik ISPA, diare dan myalgia sebanyak 1 atau lebih sampel setiap harinya, sehingga dalam satu bulan diperoleh 25 sampel untuk tiap-tiap penyakit dengan pencatatan menggunakan kode diagnosis 1302 untuk pasien ISPA non spesifik, 0102 untuk pasien diare non
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
50
spesifik, dan 21 untuk pasien myalgia. Hasil pencatatan tersebut direkap dalam format laporan Penggunaan Obat Rasional (POR). Tabel 4.7. Persen indikator peresepan pada ISPA non spesifik, diare non spesifik dan injeksi pada myalgia di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur periode Januari dan Februari 2014. Bulan
Januari Februari
% % Penggunaan Penggunaan Antibiotika Antibiotika pada ISPA pada Diare non Spesifik non Spesifik 64,29 33,33
0 0
% Penggunaan Injeksi pada Myalgia
% Penggun aan Obat Generik
0 0
100,00 97,76
Rerata Item/ Lembar Resep ISPA Diare Myalgia RataRata 4 4
3 5
3 3
Data hasil perhitungan Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi Jakarta Timur ditunjukkan pada Tabel 4.5. Data POR menunjukkan rata-rata item jenis obat perlembar resepnya pada Bulan Januari 2014 untuk ISPA non spesifik adalah sebanyak 4 item obat per lembar resep sedangkan untuk diare dan myalgia sebanyak 3 item obat per lembar resep. Rata-rata item jenis obat per lembar resepnya pada bulan Februari 2014 untuk ISPA non spesifik adalah sebanyak 4 item obat per lembar resep, diare sebanyak 5 item obat per lembar resep sedangkan untuk myalgia sebanyak 3 item obat per lembar resep. Data pada Tabel 4.5 juga menunjukkan terdapat penggunaan obat non generik pada bulan Februari 2014 yaitu Calvera dan Diaform tablet. Hasil tersebut menunjukkan penggunaan obat pada Puskesmas Kecamatan Jatinegara rasional karena tidak terjadi polifarmasi dan obat yang diberikan sedapat mungkin merupakan obat generik. Hasil rekapitulasi laporan penggunaan obat rasional yang dikerjakan oleh mahasiswa PKPA sebelumnya memperlihatkan penggunaan antibiotika pada pasien ISPA non spesifik sebesar 85,71% dan tidak terdapat penggunaan antibiotika pada diare non spesifik dan penggunaan injeksi pada pasien myalgia. Data laporan Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Jatinegara periode Januari dan Februari 2014 memperlihatkan bahwa jumlah sampel resep yang masuk untuk masing – masing diagnosis yaitu sebanyak 25 resep untuk setiap Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
3 4
51
bulannya. Penggunaan antibiotika pada pasien ISPA non spesifik pada bulan Januari 2014 cukup besar yaitu 9 dari 14 pasien (64,29%) dibandingkan bulan Februari 2014 (33,33%) menandakan ketidakrasionalan yang cukup tinggi disebabkan kurang mampunya dokter untuk mengindentifikasi ISPA yang diderita pasien karena kurangnya hasil data laboratorium. Hal ini membuat dokter mengambil jalan pintas dengan memberikan antibiotika kepada pasien ISPA non spesifik untuk lebih menjamin peluang keberhasilan terapi walaupun sebenarnya tidak rasional. Sebaiknya, pasien mendapatkan pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu dan pola peresepan dokter sebaiknya diubah. Data POR pada tabel 4.5 menunjukkan tidak terdapatnya penggunaan antibiotika untuk pasien diare non spesifik dan injeksi untuk pasien myalgia menunjukkan pengobatan tersebut sudah rasional dikarenakan dokter-dokter di Puskesmas Kecamatan Jatinegara lebih berhati-hati dalam meresepkan antibiotika dan/atau sediaan injeksi karena pada kasus tersebut masih banyak alternatif obat yang dinilai cukup efektif untuk mengobati diare dan myalgia. Hal ini mengindikasikan bahwa pelayanan kesehatan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara berjalan cukup baik. Pada kasus pasien ISPA non spesifik, ketidakrasionalan tersebut tergolong ketidaktepatan indikasi dikarenakan penyebab ISPA non spesifik pada umumnya adalah virus sehingga tidak memerlukan pemberian antibiotika jika lama penyakitnya masih kurang dari tiga hari tetapi lebih kepada pemberiaan obat untuk mengobati gejala-gejala seperti batuk atau demam serta immunomodulator. Pada kasus diare non spesifik, ketidakrasionalan dikarenakan tidak tepat indikasi. Penderita diare non spesifik biasanya disebabkan bukan karena bakteri, melainkan virus, makanan yang merangsang motilitas saluran cerna atau yang tercemar toksin, dan gangguan pencernaan. Oleh karena itu, penggunaan antibiotika tidak tepat, kecuali terdapat hasil laboratorium yang menunjukkan diare spesifik tersebut disebabkan oleh bakteri. Ketidakrasionalan pada pasien myalgia ini disebabkan ketidaktepatan indikasi. Hal tersebut dikatakan tidak tepat indikasi karena pasien yang menderita myalgia mendapatkan pengobatan berupa injeksi vitamin B12. Padahal tidak semua keluhan myalgia disebabkan karena defisiensi vitamin B12. Selain itu, Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
52
pasien dengan myalgia tersebut umumnya tidak dalam kondisi darurat sehingga tidak membutuhkan vitamin B12 dalam bentuk injeksi. Sistem monitoring dan pelaporan POR ini masih mengalami beberapa kendala. Kendala utamanya adalah data-data yang tercantum pada POR hanya didasarkan pada sampel resep dokter sehingga tidak dapat diketahui dengan jelas diagnosa dan penyakit yang diderita pasien sebenarnya. Data yang tertera pada resep yang diterima hanyalah data-data kelengkapan resep seperti nama, usia, obat-obat yang diresepkan beserta jumlah dan aturan pemakaian sedangkan diagnosa tidak terdapat dalam resep, tetapi hanya ada pada rekam medis pasien. Namun, apoteker atau asisten apoteker mengalami keterbatasan akses rekam medis tersebut, sehingga penetapan diagnosis pasien hanya berdasarkan obat-obat yang diresepkan. Hal tersebut dapat menimbulkan hasil yang kurang terpercaya dan bias. Contohnya, pasien dengan diagnosa ISPA non spesifik yang tidak kunjung sembuh setelah mendapatkan pengobatan selama tiga hari memang seharusnya mendapat terapi antibiotika. Akan tetapi, karena apoteker tidak mengetahui rekam medis pasien karena sulitnya akses dan beban pekerjaannya yang tinggi, hal tersebut dianggap sebagai pengobatan yang tidak rasional oleh apoteker atau asisten apoteker yang melakukan pengolahan data POR setiap bulannya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 1.
Kesimpulan Dua puluh jenis obat dengan pemakaian/ konsumsi terbanyak di Puskesmas Kecamatan Jatinegara pada periode Januari dan Februari 2014 secara berurutan mulai dari yang terbesar adalah tablet klorfeniramin maleat 4 mg, tablet parasetamol 500 mg, tablet vitamin B kompleks, kaplet amoksisilin 500 mg, tablet gliseril guaiakolat 100 mg, tablet tiamin (vitamin B1) 50 mg, tablet prednison 5 mg, tablet antasida DOEN, tablet metampiron 500 mg, tablet asam askorbat (vitamin C) 50 mg, tablet piridoksin (vitamin B6) 10 mg, tablet kalsium laktat (Kalk) 500 mg, tablet deksametason 0,5 mg, tablet ibuprofen 200 mg, kapsul amoksisilin 250 mg, tablet kaptopril 25 mg, tablet dekstrometorfan HBr 15 mg, tablet kaptopril 12,5 mg, kotrimoksazol DOEN I (dewasa), tablet glibenklamida 5 mg.
2.
Obat golongan narkotika yang digunakan di Puskesmas Jatinegara hanyalah codein tablet 10 mg. Obat golongan psikotropika yang digunakan di Puskesmas Jatinegara mulai dari tingkat konsumsi paling besar berturut-turut pada periode Januari dan Februari 2014 adalah diazepam tablet 2 mg sebanyak 1331 tablet, phenobarbital tablet 30 mg sebanyak 664 tablet, klorpromazin HCl tablet 100 mg sebanyak 211 tablet, dan clobazam tablet 10 mg sebanyak 83 tablet.
3.
Data POR Puskesmas Kecamatan Jatinegara pada periode Januari dan Februari 2014 yaitu rata-rata ditemukan antibiotik pada sampel resep pasien dengan diagnosis ISPA non spesifik Januari 2014 (52,02%) lebih besar dibandingkan bulan Februari 2014, tidak ditemukan antibiotik pada sampel resep pada pasien dengan diagnosis diare non spesifik (0%), dan tidak ditemukan sediaan injeksi pada pasien myalgia (0%).
53 Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
54
5.2 1.
Saran Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat format baru sebaiknya tetap dilengkapi dengan stok awal, penerimaan, dan persediaan sehingga jumlah obat lebih mempresentasikan fakta agar ketersediaan obat untuk puskesmas selalu terjaga.
2.
Daftar item obat golongan psikotropika pada sistem SIPNAP oleh Kementerian Kesehatan perlu dilengkapi dengan seluruh jenis obat golongan psikotropika yang benar-benar tersedia di Puskesmas sehingga mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.
3.
Sosialisasi ke dokter mengenai penggunaan obat yang rasional dalam hal peresepan antibiotik untuk ISPA non spesifik dan diare non spesifik dan penggunaan sediaan injeksi untuk myalgia sehingga pada periode selanjutnya persentase tersebut sebesar 0% agar masyarakat dapat menggunakan obat dengan rasional.
4.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur berdiskusi dengan Puskesmas Kecamatan untuk menyepakati jumlah resep yang dipakai sebagai data untuk laporan
Penggunaan
Obat
Rasional
untuk
menjamin
pengontrolan
penggunaan obat yang rasional berjalan sesuai fakta.
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
DAFTAR REFERENSI
Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (2009). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. (2009). Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang Kesehatan. (1997). Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
128/MENKES/SK/II/2004. (2004). Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009. (2009). Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Manual Book Software SIPNAP (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2006). Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2007). Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Kepulauan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2010). Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
55
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
56
Dipiro, Joseph T, et al. (2005). Pharmacotherapy “A Pathopysiologic Approach”. USA: Mc Graw Hill. Siswandono dan Soekardjo. (1995). Kimia Medisinal. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press. Halaman 544. Swandari, Swestika. (2012). Penggunaan Obat Rasional melalui Indikator 8 Tepat dan 1 Waspada. Balai Besar Pelatihan Kesehatan Makassar. Maret 16, 2014. http://bbpkmakassar.or.id/index.php/Umum/InfoKesehatan/Penggunaan Obat-Rasional-POR-melalui-Indikator-8-Tepatdan-1-Waspada.phd. Tjay, dan Rahardja. (1978). Obat-obat Penting edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 231, 244. World Health Organization. (2010). Medicines: Rational use of medicines. World Health Organization Media Centre. Maret 16, 2014.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
57
Lampiran 1. Formulir LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) Formulir LPLPO Presentase Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas Kecamatan ..... Bulan ..... PUSKESMAS KECAMATAN …………………... NO
NAMA OBAT
KEMASAN
1
2
3
1
Alopurinol tablet 100 mg
2
Aminofilin tablet 200 mg
3
Aminofilin injeksi 24 mg/ml
4
Amitripilin tablet salut 25 mg (HCL)
5
Amoksisilin kapsul 250 mg
6
Amoksisilin kaplet 500 mg
7
Amoksisilin sirup kering 125 mg/ 5 mg
8
Metampiron tablet 500 mg
9
Metampiron injeksi 250 mg
10
11
12
13 14 15 16
Antasida DOEN I tablet kunyah, kombinasi :Aluminium Hidroksida 200 mg + Magnesium Hidroksida 200 mg Anti Bakteri DOEN saleb kombinasi : Basitrasin 500 IU/g + polimiksin 10.000 IU/g Antihemoroid DOEN kombinasi : Bismut Subgalat 150 mg + Heksaklorofen 250 mg Antifungi DOEN Kombinasi : Asam Benzoat 6% + Asam Salisilat 3% Antimigren : Ergotamin tartrat 1 mg + Kofein 50 mg Antiparkinson DOEN tablet kombinasi : Karbidopa 25 mg + Levodopa 250 mg Aqua Pro Injeksi Steril, bebas pirogen
KEBUTUHAN TAHUN 2013
PEMAK -AIAN BULAN …. 2013
SISA STOK PER …. 2013
KETER SEDIAAN PADA TRIWU LAN ....
% KETERSEDIAA N
4
5
6
7=5+6
8=7/4
100 tablet/strip/bli ster , kotak 100 tablet / botol 30 ampul / kotak 100 tablet/strip/bli ster , kotak 120 kapsul/strip/bl ister, kotak 100 kaplet/strip, kotak Botol 60 ml 1000 tablet / botol 30 ampul / kotak btl 1000 tablet
25 tube @ 5 g / kotak 10 supp / kotak 24 pot @ 30 g / kotak 100 tablet / botol ktk 10 x 10 tablet 10 vial @20 ml / kotak
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
58
17 18 19
Asam Askorbat (vitamin C) tablet 50 mg Asam Asetisalisilat tablet 100 mg (Asetosal) Asam Asetisalisilat tablet 500 mg (Asetosal)
20
Atropin sulfat tablet 0,5 mg
21
Atropin tetes mata 0,5%
22
Atropin injeksi l.m/lv/s.k. 0,25 mg/mL - 1 mL (sulfat)
23
Betametason krim 0,1 %
24
Deksametason Injeksi I.v. 5 mg/ml
25
Deksametason tablet 0,5 mg
26 27 28
Dekstran 70-larutan infus 6% steril Dekstrometorfan sirup 10 mg/5 ml (HBr) Dekstrometorfan tablet 15 mg (HBr)
29
Diazepam Injeksi 5mg/ml
30
Diazepam tablet 2 mg
31
Diazepam tablet 5 mg
32
Difenhidramin Injeksi I.M. 10 mg/ml (HCL)
33
Diagoksin tablet 0,25 mg
34
Efedrin tablet 25 mg (HCL)
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Ekstrks belladona tablet 10 mg Epinefrin (Adrenalin) injeksi 0,1% (sebagai HCL) Etakridin larutan 0,1% Fenitoin Natriun Injeksi 50 mg/ml Fenobarbital Injeksi I.m/I.v 50 mg/ml Fenobarbital tablet 30 mg Fenoksimetil Penisilin tablet 250 mg Fenoksimetil Penisilin tablet 500 mg Fenol Gliserol tetes telinga 10% Fitomenadion (Vit. K1) injeksi 10 mg/ml Fitomenadion (Vit. K1) tablet salut gula 10 mg
46
Furosemid tablet 40 mg
47
Gameksan lotion 1 %
49
Garam Oralit I serbuk Kombinasi : Natrium 0,70 g ,Kalium klorida 0,30 g, Tribatrium Sitrt dihidrat 0,58 g Gentian Violet Larutan 1 %
50
Glibenklamida tablet 5 mg
51
Gliseril Gualakolat tablet
48
1000 tablet / botol ktk 10 x 10 tablet ktk 10 x 10 tablet 500 tablet / botol 24 btl @ 5 ml / kotak 30 ampul / kotak 25 tube @ 5 g / kotak 100 ampul /kotak 1000 tablet / botol Botol 500 ml Botol 60 ml 1000 tablet / botol 30 ampul / kotak 1000 tablet / botol 250 tablet / botol 30 ampul / kotak 100 tablet / kotak 1000 tablet / botol 1000 tablet / botol 30 ampul /kotak Botol 300 ml ampul @ 2 ml 30 ampul / kotak 1000 tablet / botol 100 tablet / kotak 100 tablet / kotak 24 btl @ 5 ml / kotak 30 ampul / kotak 100 tablet / botol ktk 20 x 10 tablet Botol 30 ml 100 kantong/kotak tahan lembab Botol 10 ml 100 tablet / kotak 1000 tablet /
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
59
100 mg
botol
52
Gliserin
btl 100 ml
53
Glukosa larutan infus 5%
btl 500 ml
54
Glukosa larutan infus 10%
btl 500 ml
Glukosa larutan infus 40% steril (produk lokal) Griseofulvin tablet 125 mg, micronized
10 amp @ 25 ml, kotak ktk 10 x 10 tablet ktk 10 x 10 tablet ktk 10 x 10 tablet ktk 10 x 10 tablet 1000 tablet / botol 24 tube @ 5 g / kotak 100 tablet / botol ktk 10 x 10 tablet ktk 10 x 10 tablet 1000 tablet / botol ktk 10 x 10 tablet ktk 10 x 10 tablet ktk 10 x 10 tablet 10 vial @ 20 ml, kotak 100 kapsul / botol 250 kapsul / botol 24 botol @ 5 ml / kotak 1000 tablet / botol 30 ampul / kotak 30 ampul / kotak 1000 tablet / botol 1000 tablet / botol
55 56 57
Haloperidol tablet 0,5 mg
58
Haloperidol tablet 1,5 mg
59
Haloperidol tablet 5 mg
60
Hidroklorotiazida tablet 25 mg
61
Hidrkortison krim 2,5%
62
Ibuprofen tablet 200 mg
63
Ibuprofen tablet 400 mg
64 65
Isosorbid Dinitrat Tablet Sublingual 5 mg Kalsium Laktat (Kalk) tablet 500 mg
66
Kaptopril tablet 12,5 mg
67
Kaptopril tablet 25 mg
68
Karbamazepim tablet 200 mg
69
Ketamin Injeksi 10 mg/ml
70 71 72 73 74 75 76 77 78
79
80
81 82 83
Klofazimin kapsul 100 mg microzine Kloramfenikol kapsul 250 mg Kloramfenikol tetes telinga 3% Kloraniramina mealeat (CTM) tablet 4 mg Klorpromazin injeksi i.m 5 mg/ml-2ml (HCL) Klorpromazin injeksi i.m 25 mg/ml (HCL) Klorpromazin tablet salut 25 mg (HCL) Klorpromazin HCl tablet salut 100 mg (HCL) Anti Malaria DOEN Kombinasi Pirimetamin 25 mg + Sulfadoxin 500 mg Kotrimosazol Suspensi Kombinasi :Sulfametoksazol 200 mg + Trimetoprim 40 mg/ 5 ml Kotrimosazol DOEN I (dewasa) Kombinasi : Sulfametoksazol 400 mg, Trimetoprim 80 mg Kotrimosazol DOEN II (pediatrik) Kombinasi : Sulfametoksazol 100 mg, Trimetoprim 20 mg Kuinin (kina) tablet 200 mg Kuinin Dihidrokklorida injeksi 25%-2 ml
100 tablet / kotak botol 60 ml
ktk 10 x 10 tablet ktk 10 x 10 tablet ktk 60 tablet 30 ampul / kotak
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
60
84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103
Lidokain injeksi 2% (HCL) + Epinefrin 1 : 80.000-2 ml Magnesium Sulfat inj (IV) 20%-25 ml Magnesium Sulfat inj (IV) 40%-25 ml Magnesium Sulfat serbuk 30 gram Mebendazol sirup 100 mg / 5 ml Mebendazol tablet 100 mg Metilergometrin Maleat (Metilergometrin) tablet salut 0,125 mg Metilergometrin Maleat injeksi 0,200 mg -1 ml Metronidazol tablet 250 mg Natrium Bikarbonat tablet 500 mg Natrium Fluoresein tetes mata 2 % Natrium Klorida larutan infus 0,9 % Natrium Thiosulfat injeksi I.v. 25 % Nistatin tablet salut 500.000 IU/g Nistatin Vaginal tablet salut 100.000 IU/g Obat Batuk hitam ( O.B.H.) Oksitetrasiklin HCL salep mata 1 % Oksitetrasiklin injeksi I.m. 50 mg/ml-10 ml Oksitosin injeksi 10 UI/ml1 ml Paracetamol sirup 120 mg / 5 ml
104
Paracetamol tablet 100 mg
105
Paracetamol tablet 500 mg
106 107 108 109 110
Pilokarpin tetes mata 2 % (HCL/Nitrat) Pirantel tab. Score (base) 125 mg Piridoksin (Vitamin B6) tablet 10 mg (HCL) Povidon Iodida larutan 10 % Povidon Iodida larutan 10 %
111
Prednison tablet 5 mg
112
Primakuin tablet 15 mg
113 114
Propillitiourasil tablet 100 mg Propanol tablet 40 mg (HCL)
115
Reserpin tablet 0,10 mg
116
Reserpin tablet 0,25 mg
117
Ringer Laktat larutan infus Salep 2-4, kombinasi: Asam Salisilat 2% + Belerang endap 4%
118
30 vial / kotak 10 vial / kotak 10 vial / kotak 10 sase @ 30 gr / kotak Botol 30 ml ktk 5 x 6 tablet ktk 10 x 10 tablet 30 ampul / kotak 100 tablet / kotak 1000 tablet / botol 24 botol @ 5 ml / kotak Botol / plastik 500 ml ktk 10 amp @ 10 ml ktk 10 x 10 tablet salut ktk 10 x 10 tablet Vaginal Botol 100 ml 25 tube @ 3,5 g / kotak 10 vial / kotak 30 ampul / kotak Botol 60 ml 100 tablet / botol 1000 tablet / botol botol @ 5 ml ktk 30 x 2 score 1000 tablet / botol Botol 30 ml Botol 300 ml 1000 tablet / botol 1000 tablet / botol 100 tablet / botol 100 tablet / botol 250 tablet / botol 1000 tablet /botol btl 500 ml 24 pot @ 30 g / kotak
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
61
119 120 121 122 123 124 125 126 127
50 gram / kotak
Salisil bedak 2% Serum Anti Bisa Ular Polivalen injeksi 5 ml (ABU I) Serum Anti Bisa Ular Polivalen injeksi 50 ml (ABU II) Serum Anti Difteri Injeksi 20.000 IU/vial (A.D.S.) Serum Anti Tetanus Injeksi 1.500 IU/ampul (A.T.S.) Serum Anti Tetanus Injeksi 20.000 IU/vial (A.T.S.) Sianokobalamin (Vitamin B12) injeksi 500 mcg Sulfasetamida Natrium tetes mata 15 % Tetrakain HCL tetes mata 0,5%
128
Tetrasiklin kapsul 250 mg
129
Tetrasiklin kapsul 500 mg
130 131 132
Tiamin (vitamin B1) injeksi 100 mg/ml Tiamin (vitamin B1) tablet 50 mg (HCL/Nitrat) Tiopental Natrium serbuk injeksi 1000 mg/amp
133
Triheksifenidil tablet 2 mg
134
Vaksin Rabies Vero
135
Vitamin B Kompleks tablet
10 vial / kotak 1 vial / kotak 10 vial / kotak 10 ampul / kotak 10 vial / kotak 100 ampul / kotak ktk 24 btl @ 5 ml ktk 24 btl @ 5 ml 1000 kapsul / botol ktk 10 x 10 kapsul ktk 30 amp @ 1 ml 1000 tablet / botol Ampul @ 10 ml ktk 10 x 10 tablet 1 kuur / set 1000 tablet / botol
VAKSIN 136
BCG
137
TT
138
DT
139
CAMPAK 10 Dosis
140
POLIO 10 Dosis
141
DTP-HB HEPATITIS B 0,5 ml ADS
142 143
POLIO 20 Dosis
144
CAMPAK 20 Dosis
Keterangan : 1.
2. 3.
Kebutuhan adalah persediaan ideal selama satu tahun dengan penghitungan pemakaian rata-rata per bulan tahun sebelumnya x 18 bulan (12 bulan kebutuhan, 3 bulan cadangan/buffer stok, dan 3 bulan lead time pengadaan). Sisa stok adalah jumlah fisik obat dan vaksin yang ada di IFK di akhir periode tertentu. Ketersediaan Pada Triwulan ... : Sisa stok + total penggunaan selama periode tertentu. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
62
4. 5. 6. 7. 8.
Untuk triwulan I (Maret) sisa stok per 28 Februari, Pemakaian dari awal Bulan Desember sampai dengan akhir Februari. Untuk triwulan II (Juni) sisa stok per 31 Mei, Pemakaian dari awal Bulan Desember sampai dengan akhir Mei. Untuk triwulan III (September) sisa stok per 31 Agustus, Pemakaian dari awal Bulan Desember sampai dengan akhir Agustus. Untuk triwulan IV (Desember) sisa stok per 30 November, Pemakaian dari awal Bulan Desember sampai dengan akhir November. % Ketersediaan Obat dan Vaksin di IFK = jumlah obat dan vaksin yang tersedia / kebutuhan x 100%.
Lampiran 2. Perbandingan Stok Akhir Obat dan Vaksin Desember 2013 dengan Stok Awal Januari 2014 Di Puskesmas Kecamatan Jatinegara NO
NAMA OBAT
1
2
KEMASAN
PERBANDINGAN STOK
3
SISA STOK PER DESEMBER 2013 4
STOK AWAL JANUARI 2014 5
SELISIH STOK 6
1
Alopurinol tablet 100 mg
TABLET
12691
12691
0
2
Aminofilin tablet 200 mg
TABLET
10925
10925
0
3
Aminofilin injeksi 24 mg/ml
AMPUL
0
0
0
4
Amitripilin tablet salut 25 mg (HCL)
TABLET
0
0
0
5
Amoksisilin kapsul 250 mg
KAPSUL
243767
243767
0
6
Amoksisilin kaplet 500 mg
KAPLET
705217
705217
0
7
Amoksisilin sirup kering 125 mg/ 5 mg
Botol 60 ml
4356
4356
0
8
Metampiron tablet 500 mg
TABLET
226180
226180
0
9
Metampiron injeksi 250 mg
AMPUL
0
0
0
10
Antasida DOEN I tablet kunyah, kombinasi :Aluminium Hidroksida 200 mg + Magnesium Hidroksida 200 mg Anti Bakteri DOEN saleb kombinasi : Basitrasin 500 IU/g + polimiksin 10.000 IU/g Antihemoroid DOEN kombinasi : Bismut Subgalat 150 mg + Heksaklorofen 250 mg
TABLET
36258
36258
0
TUBE
0
0
0
SUPP
45
45
0
0
0
11 12
POT
0
TABLET TABLET
358 0
358 0
0 0
16
Antifungi DOEN Kombinasi : Asam Benzoat 6% + Asam Salisilat 3% Antimigren : Ergotamin tartrat 1 mg + Kofein 50 mg Antiparkinson DOEN tablet kombinasi : Karbidopa 25 mg + Levodopa 250 mg Aqua Pro Injeksi Steril, bebas pirogen
VIAL
112
112
0
17
Asam Askorbat (vitamin C) tablet 50 mg
TABLET
499664
499664
0
18
Asam Asetisalisilat tablet 100 mg (Asetosal)
TABLET
357
357
0
19
Asam Asetisalisilat tablet 500 mg (Asetosal)
TABLET
0
0
0
20
Atropin sulfat tablet 0,5 mg
TABLET
0
0
0
21
Atropin tetes mata 0,5%
BOTOL
0
0
0
13 14 15
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
63
22
Atropin injeksi l.m/lv/s.k. 0,25 mg/mL - 1 mL (sulfat)
AMPUL
0
0
0
23
Betametason krim 0,1 %
TUBE
3849
3849
0
24
Deksametason Injeksi I.v. 5 mg/ml
AMPUL
131
131
0
25
Deksametason tablet 0,5 mg
TABLET
12066
12066
0
26
Dekstran 70-larutan infus 6% steril
Botol 500 ml
6
6
0
27
Dekstrometorfan sirup 10 mg/5 ml (HBr)
Botol 60 ml
4332
4332
0
28
Dekstrometorfan tablet 15 mg (HBr)
TABLET
178454
178454
0
29
Diazepam Injeksi 5mg/ml
AMPUL
10
10
0
30
Diazepam tablet 2 mg
TABLET
302048
302048
0
31
Diazepam tablet 5 mg
TABLET
0
0
0
32
Difenhidramin Injeksi I.M. 10 mg/ml (HCL)
AMPUL
1004
1004
0
33
Diagoksin tablet 0,25 mg
TABLET
0
0
0
34
Efedrin tablet 25 mg (HCL)
TABLET
9297
9297
0
35
Ekstrks belladona tablet 10 mg
TABLET
0
0
0
36
Epinefrin (Adrenalin) injeksi 0,1% (sebagai HCL)
AMPUL
226
226
0
37
Etakridin larutan 0,1%
Botol 300 ml
881
881
0
38
Fenitoin Natriun Injeksi 50 mg/ml
AMPUL
0
0
0
39
Fenobarbital Injeksi I.m/I.v 50 mg/ml
AMPUL
0
0
0
40
Fenobarbital tablet 30 mg
TABLET
170088
170088
0
41
Fenoksimetil Penisilin tablet 250 mg
TABLET
0
0
0
42
Fenoksimetil Penisilin tablet 500 mg
TABLET
0
0
0
43
Fenol Gliserol tetes telinga 10%
BOTOL
243
243
0
44
Fitomenadion (Vit. K1) injeksi 10 mg/ml
AMPUL
777
777
0
45
Fitomenadion (Vit. K1) tablet salut gula 10 mg
TABLET
16532
16532
0
46
Furosemid tablet 40 mg
TABLET
307
307
0
47
Gameksan lotion 1 %
Botol 30 ml
0
0
0
48
KANTONG
53888
53888
0
49
Garam Oralit I serbuk Kombinasi : Natrium 0,70 g ,Kalium klorida 0,30 g, Tribarium Sitrat dihidrat 0,58 g Gentian Violet Larutan 1 %
Botol 10 ml
560
560
0
50
Glibenklamida tablet 5 mg
TABLET
23789
23789
0
51
Gliseril Gualakolat tablet 100 mg
TABLET
161864
161864
0
52
Gliserin
btl 100 ml
0
0
0
53
Glukosa larutan infus 5%
btl 500 ml
36
36
0
54
Glukosa larutan infus 10%
btl 500 ml
0
0
0
55
Glukosa larutan infus 40% steril (produk lokal)
AMPUL
0
0
0
56
Griseofulvin tablet 125 mg, micronized
TABLET
10183
10183
0
57
Haloperidol tablet 0,5 mg
TABLET
140
140
0
58
Haloperidol tablet 1,5 mg
TABLET
0
0
0
59
Haloperidol tablet 5 mg
TABLET
0
0
0
60
Hidroklorotiazida tablet 25 mg
TABLET
6068
6068
0
61
Hidrokortison krim 2,5%
TUBE
1585
1585
0
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
64
62
Ibuprofen tablet 200 mg
TABLET
41562
41562
0
63
Ibuprofen tablet 400 mg
TABLET
74164
74164
0
64
Isosorbid Dinitrat Tablet Sublingual 5 mg
TABLET
9329
9329
0
65
Kalsium Laktat (Kalk) tablet 500 mg
TABLET
120349
120349
0
66
Kaptopril tablet 12,5 mg
TABLET
35314
35314
0
67
Kaptopril tablet 25 mg
TABLET
55627
55627
0
68
Karbamazepim tablet 200 mg
TABLET
0
0
0
69
Ketamin Injeksi 10 mg/ml
VIAL
0
0
0
70
Klofazimin kapsul 100 mg microzine
KAPSUL
0
0
0
71
Kloramfenikol kapsul 250 mg
KAPSUL
24894
24894
0
72
Kloramfenikol tetes telinga 3 %
BOTOL
1331
1331
0
73
Kloraniramina mealeat (CTM) tablet 4 mg
TABLET
234306
234306
0
74
Klorpromazin injeksi i.m 5 mg/ml-2ml (HCL)
AMPUL
0
0
0
75
Klorpromazin injeksi i.m 25 mg/ml (HCL)
AMPUL
0
0
0
76
Klorpromazin tablet salut 25 mg (HCL)
TABLET
10000
10000
0
77
Klorpromazin HCl tablet salut 100 mg (HCL)
TABLET
4777
4777
0
78
Anti Malaria DOEN Kombinasi Pirimetamin 25 mg + Sulfadoxin 500 mg
TABLET
0
0
0
79
Kotrimosazol Suspensi Kombinasi :Sulfametoksazol 200 mg + Trimetoprim 40 mg/ 5 ml
botol 60 ml
5637
5637
0
80
Kotrimosazol DOEN I (dewasa) Kombinasi : Sulfametoksazol 400 mg, Trimetoprim 80 mg
TABLET
195245
195245
0
81
Kotrimosazol DOEN II (pediatrik) Kombinasi : Sulfametoksazol 100 mg, Trimetoprim 20 mg
TABLET
14009
14009
0
82
Kuinin (kina) tablet 200 mg
TABLET
0
0
0
83
Kuinin Dihidrokklorida injeksi 25%-2 ml
AMPUL
0
0
0
84
Lidokain injeksi 2% (HCL) + Epinefrin 1 : 80.000-2 ml
VIAL
3327
3327
0
85
Magnesium Sulfat inj (IV) 20%-25 ml
VIAL
0
0
0
86
Magnesium Sulfat inj (IV) 40%-25 ml
VIAL
0
0
0
87
Magnesium Sulfat serbuk 30 gram
SASE
0
0
0
88
Mebendazol sirup 100 mg / 5 ml
Botol 30 ml
0
0
0
89
Mebendazol tablet 100 mg
TABLET
0
0
0
90
TABLET
770
770
0
91
Metilergometrin Maleat (Metilergometrin) tablet salut 0,125 mg Metilergometrin Maleat injeksi 0,200 mg -1 ml
AMPUL
756
756
0
92
Metronidazol tablet 500 mg
TABLET
18830
18830
0
93
Natrium Bikarbonat tablet 500 mg
TABLET
0
0
0
94
Natrium Fluoresein tetes mata 2 %
BOTOL
0
0
0
95
Natrium Klorida larutan infus 0,9 %
INFUS
39
39
0
96
Natrium Thiosulfat injeksi I.v. 25 %
AMPUL
0
0
0
97
Nistatin tablet salut 500.000 IU/g
TABLET
0
0
0
98
Nistatin Vaginal tablet salut 100.000 IU/g
TABLET VAGINAL
4178
4178
0
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
65
99
Obat Batuk hitam ( O.B.H.)
Botol 100 ml
9712
9712
0
100
Oksitetrasiklin HCL salep mata 1 %
TUBE
1755
1755
0
101
Oksitetrasiklin injeksi I.m. 50 mg/ml-10 ml
VIAL
0
0
0
102
Oksitosin injeksi 10 UI/ml-1 ml
AMPUL
1020
1020
0
103
Paracetamol sirup 120 mg / 5 ml
Botol 60 ml
4329
4329
0
104
Paracetamol tablet 100 mg
TABLET
0
0
0
105
Paracetamol tablet 500 mg
TABLET
144797
144797
0
106
Pilokarpin tetes mata 2 % (HCL/Nitrat)
0
0
0
107
Pirantel tab. Score (base) 125 mg
botol @ 5 ml SCORE
985
985
0
108
Piridoksin (Vitamin B6) tablet 10 mg (HCL)
TABLET
593365
593365
0
109
Povidon Iodida larutan 10 %
Botol 30 ml
460
460
0
110
Povidon Iodida larutan 10 %
Botol 300 ml
11
11
0
111
Prednison tablet 5 mg
TABLET
245528
245528
0
112
Primakuin tablet 15 mg
TABLET
0
0
0
113
Propillitiourasil tablet 100 mg
TABLET
0
0
0
114
Propanol tablet 40 mg (HCL)
TABLET
403
403
0
115
Reserpin tablet 0,10 mg
TABLET
0
0
0
116
Reserpin tablet 0,25 mg
TABLET
0
0
0
117
Ringer Laktat larutan infus
btl 500 ml
95
95
0
118
POT
2608
2608
0
119
Salep 2-4, kombinasi: Asam Salisilat 2% + Belerang endap 4% Salisil bedak 2%
KOTAK
5177
5177
0
120
Serum Anti Bisa Ular Polivalen injeksi 5 ml (ABU I)
VIAL
0
0
0
121
Serum Anti Bisa Ular Polivalen injeksi 50 ml (ABU II)
VIAL
0
0
0
122
Serum Anti Difteri Injeksi 20.000 IU/vial (A.D.S.)
VIAL
0
0
0
123
Serum Anti Tetanus Injeksi 1.500 IU/ampul (A.T.S.)
AMPUL
0
0
0
124
Serum Anti Tetanus Injeksi 20.000 IU/vial (A.T.S.)
VIAL
0
0
0
125
Sianokobalamin (Vitamin B12) injeksi 500 mcg
AMPUL
272
272
0
126
Sulfasetamida Natrium tetes mata 15 %
BOTOL
0
0
0
127
Tetrakain HCL tetes mata 0,5%
BOTOL
0
0
0
128
Tetrasiklin kapsul 250 mg
KAPSUL
103595
103595
0
129
Tetrasiklin kapsul 500 mg
KAPSUL
44934
44934
0
130
Tiamin (vitamin B1) injeksi 100 mg/ml
AMPUL
0
0
0
131
Tiamin (vitamin B1) tablet 50 mg (HCL/Nitrat)
TABLET
644842
644842
0
132
Tiopental Natrium serbuk injeksi 1000 mg/amp
AMPUL
0
0
0
133
Triheksifenidil tablet 2 mg
TABLET
0
0
0
134
Vaksin Rabies Vero
KUUR
0
0
0
135
Vitamin B Kompleks tablet
TABLET
399057
399057
0
VAKSIN 136
BCG
VIAL
92
222
-130
137
TT
VIAL
56
156
-100
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
66
138
DT
VIAL
164
164
0
139
CAMPAK 10 Dosis
VIAL
143
243
-100
140
POLIO 10 Dosis
VIAL
115
315
-200
141
DTP-HB
VIAL
16
316
-300
142
HEPATITIS B 0,5 ml ADS
VIAL
23
323
-300
143
POLIO 20 Dosis
VIAL
0
0
0
144
CAMPAK 20 Dosis
VIAL
0
0
0
Lampiran 3. Pemakaian Dua Puluh Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Periode Januari dan Februari 2014
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
NAMA OBAT Klorfeniramina mealeat (CTM) tablet 4 mg Paracetamol tablet 500 mg Vitamin B Kompleks tablet Amoksisilin kaplet 500 mg Gliseril Guaiakolat tablet 100 mg Tiamin (vitamin B1) tablet 50 mg (HCL/Nitrat) Prednison tablet 5 mg Antasida DOEN I tablet kunyah, kombinasi :Aluminium Hidroksida 200 mg + Magnesium Hidroksida 200 mg Metampiron tablet 500 mg Asam Askorbat (vitamin C) tablet 50 mg Piridoksin (Vitamin B6) tablet 10 mg (HCL) Kalsium Laktat (Kalk) tablet 500 mg Deksametason tablet 0,5 mg Ibuprofen tablet 200 mg Amoksisilin kapsul 250 mg Kaptopril tablet 25 mg Dekstrometorfan tablet 15 mg (HBr) Kaptopril tablet 12,5 mg Kotrimosazol DOEN I (dewasa) Kombinasi : Sulfametoksazol 400 mg, Trimetoprim 80 mg Glibenklamida tablet 5 mg
SATUAN Tablet Tablet Tablet Kaplet Tablet Tablet Tablet Tablet
Januari 64535 73450 42346 45846 45455 29226 28085 17944
Februari 63277 51217 48009 40836 40656 27820 22329 21937
Total 127812 124667 90355 86682 86111 57046 50414 39881
Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Kapsul Tablet Tablet Tablet Tablet
22308 13643 15883 14853 8280 14256 8190 6058 5544 3262 3653
17409 23113 19409 13629 14535 7827 9422 6147 5884 3559 2722
39717 36756 35292 28482 22815 22083 17612 12205 11428 6821 6375
Tablet
2728
3443
6171
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
67
Lampiran 4. Jumlah Kunjungan Puskesmas Kecamatan Jatinegara Periode Januari-Desember 2013
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
JUMLAH 30169 27251 26198 27564 25687 24891 26407 24054 18174 20495 22406 24992 298288
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Lampiran 5. Formulir Pelaporan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika No.
Kode_UL
Nama_UL
1
UL-102361 Puskesmas Kecamatan Jatinegara
Tahun
Bln
Kode Produk
Nama Produk
Satuan
Stok Awal
Jumlah Pemasukan PBF
Jumlah Pemasukan Sarana
Jumlah Pengeluaran Resep
Jumlah Pengeluaran Sarana
Jumlah Pemusnahan
No & tgl Stok BAP Akhir
Jatin
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
68
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
69
Lampiran 6. Hasil Rekapitulasi Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Januari dan Februari 2014
No
Nama Produk
Satuan
1 2 3 4 5 6 7 8
Kodein 10 mg tablet Diazepam Tablet 2 mg Phenobarbital Tablet 30 mg Klorpromazin HCl tablet salut 100 mg (HCL) Clobazam Tablet 10 mg Diazepam Injeksi Haloperidol tablet 0,5 mg Haloperidol tablet 1,5 mg Total Pemakaian
Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet
Jumlah Penggunaan JAN FEB 101 75 642 689 403 261 136 75 11 72 0 0 0 0 0 0 1293 1172
Total
176 1331 664 211 83 0 0 0 2465
Lampiran 7. Perbandingan Stok Akhir Narkotika dan Psikotropika Desember 2013 dengan Stok Awal Januari 2014 Di Puskesmas Kecamatan Jatinegara
NO
1 1 2 3 4 5
NAMA OBAT
2 Codein Tablet 10 mg Phenobarbital Tablet 30 mg Diazepam Tablet 2 mg Clobazam Tablet 10 mg Diazepam inj 10 mg/ml
SATUAN
3 Tablet Tablet Tablet Tablet Ampul
PERBANDINGAN STOK SISA STOK STOK SELISIH PER AWAL STOK DESEMBER JANUARI 2013 2014 4 5 6 43361 43361 0 170088 170088 0 302048 485 10
302048 485 10
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
0 0 0
Lampiran 8. Formulir Monitoring Indikator Peresepan
70
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Lampiran 9. Laporan Indikator Peresepan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara No
1
Bulan
Kab/Kot a
2 1 Januari
3 Jakarta Timur 2 Februari Jakarta Timur
Jumlah Puskesmas Perawatan Non Perawatan
4 1 (Rumah Bersalin) 1 (Rumah Bersalin)
4 11 (Puskesmas Kelurahan) 11 (Puskesmas Kelurahan)
Jumlah Tenaga AA/D Apoteker Dokter 3
5 15
6 1
7 18
% Penggunaan Antibiotik pada ISPA non Pneumonia 8 64,29
15
1
18
33,33
% Penggunaan Antibiotik pada diare non Spesifik
% Penggunaan Injeksi pada Myalgia
Rerata Obat/Lemba r Resep
9 0
10 0
3
0
0
4
Keter angan
Lampiran 10. Laporan Monitoring Penggunaan Obat Generik No. 1 1 2 3 4 5 6 7
No. Resep
Item Obat dalam Resep Total Item Obat per Lembar Resep Jumlah Item Obat Generik % Obat Generik =4/3*100 2 3 4
5
Nama Obat Non Generik 6
71
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014
Laporan praktek…, Novita Damayanti, FFar UI, 2014