UNIVERSITAS INDONESIA
MODEL ALIANSI STRATEGIS DALAM KEMITRAAN PEMERINTAH DAN SWASTA PADA MEGA PROYEK INFRASTRUKTUR BERBASIS VALUE ENGINEERING UNTUK MENINGKATKAN NILAI KELAYAKAN PROYEK
DISERTASI
ALBERT EDDY HUSIN 1006751666
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK JUNI 2015 Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
UNIVERSITAS INDONESIA
MODEL ALIANSI STRATEGIS DALAM KEMITRAAN PEMERINTAH DAN SWASTA PADA MEGA PROYEK INFRASTRUKTUR BERBASIS VALUE ENGINEERING UNTUK MENINGKATKAN NILAI KELAYAKAN PROYEK
DISERTASI
ALBERT EDDY HUSIN 1006751666
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK JUNI 2015 Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
UNIVERSITAS INDONESIA
MODEL ALIANSI STRATEGIS DALAM KEMITRAAN PEMERINTAH DAN SWASTA PADA MEGA PROYEK INFRASTRUKTUR BERBASIS VALUE ENGINEERING UNTUK MENINGKATKAN NILAI KELAYAKAN PROYEK
DISSERTASI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
ALBERT EDDY HUSIN 1006751666
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK JUNI 2015 Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya kepada hamba untuk menyelesaikan disertasi ini yang berjudul, “Model Aliansi Strategis Dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta Pada Mega Proyek Infrastruktur Berbasis Value Engineering Untuk Meningkatkan Nilai Kelayakan Proyek”.
Pada penelitian ini peneliti mengembangkan model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta (AS-KPS) sebagai alternatif KPS konvensional yang kurang optimal hasilnya, untuk meningkatkan minat pihak swasta berinvestasi pada pengadaan infrastruktur yang sangat kita butuhkan saat ini.
Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangat sulit bagi saya untuk menyelesaikan disertasi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Kedua orangtua saya, Bpk.Eddy Suparta dan Ibu Mega Yulia yang telah mendidik, membesarkan serta memberi semangat selama masa-masa penyelesaian disertasi ini; (2) Istri saya Sylvia Ester Tobing dan anak saya Michael Kelvin Husin yang tidak ada henti-hentinya memberikan doa dan dukungan kepada saya hingga disertasi ini selesai; (3) Prof. Dr. Ir. Tommy Ilyas, M.Eng. selaku Pembimbing Akademis dan Promotor yang telah meluangkan waktu dalam membimbing selama dalam proses penulisan disertasi ini. (4) Prof. Ir. Suyono Dikun, M.Sc., Ph.D. dan Prof. Ir. Dana Santoso, M.Eng.Sc, Ph.D. selaku Ko-Promotor yang telah meluangkan waktu dalam membimbing selama dalam proses penulisan disertasi ini. (5) Mohammed Ali Berawi, M.Eng.Sc., Ph.D. selaku pembimbing yang terus mendukung, memberikan arahan dan masukan dalam penelitian dan penulisan disertasi ini dari awal hingga selesai.
v Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
Universitas Indonesia
(6) Arief, Gunawan, Perdana Miraj, Samuel Guswindo dan teman-teman IDTECH yang telah membantu penulis dalam penelitian ini; dan (7) Teman-teman seperjuangan yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan disertasi ini.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Segala kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat saya harapkan dalam pengembangan penelitian di masa mendatang.
Depok, Juni 2015
Penulis
vi Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
Universitas Indonesia
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian hasil hibah MP3EI Tahun 20122013 yang dibiayai oleh Dirjen Pendidikan Tinggi, Kemendikbud Kajian Pembangunan dan Konseptual Desain Jembatan Selat Sunda Berbasis Rekayasa Nilai Untuk Meningkatkan Daya Saing Dan Inovasi Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Strategis Nasional No.: 209/SP2H/PL/Dit.Litabmas/III2012, Tanggal 23 Mei 2012
vii Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
ABSTRAK
Indonesia adalah negara dengan kegiatan ekonomi besar dan dinamis tercermin oleh pertumbuhan ekonomi telah mencapai 6% per tahun. Jembatan Selat Sunda (JSS) adalah salah satu mega proyek yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia yang akan menghabiskan biaya sekitar US$ 25 miliar. Dengan minimnya value for money yang diperoleh menjadi kendala utama JSS sehingga belum dapat menarik pihak swasta untuk berinvestasi dalam pembangunan proyek. Pengadaan infrastruktur
dengan
skema
Kemitraan
Pemerintah
dan
Swasta
(KPS)
konvensional tidak dapat berjalan optimal sesuai harapan, jadi diperlukan alternatif model skema pembiayaan lain seperti skema Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta (AS-KPS) untuk meningkatkan minat pihak swasta. Pendekatan model skema AS-KPS pada JSS dengan melakukan inovasi fungsi proyek dari satu fungsi menjadi multi fungsi (multi stakeholders). Konseptual desain
proyek
JSS
pada awalnya
hanya
berfungsi
untuk
penyeberangan orang dan barang antara dua pulau utama di Indonesia, setelah dilakukan proses inovasi fungsi berbasis value engineering maka dihasilkan penambahan fungsi pariwisata, kawasan industri, telekomunikasi, instalasi pipa minyak dan gas serta pemanfaatan energi terbarukan. Pada penelitian ini dilakukan pendekatan forecasting demand dengan system dynamic pada studi kasus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa analisa kelayakan Jembatan Selat Sunda dengan menggunakan skema SA-PPP berbasis value engineering dapat meningkatkan pendapatan proyek secara keseluruhan hingga 683,27%, meningkatkan Internal Rate of Return (IRR) hingga 7,37% dengan Net Present Value (NPV) positif.
Keywords : Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta, Mega Proyek Infrastruktur, Value Engineering, Kelayakan Proyek
ix Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Indonesia is a country with a great economic activity and dynamically reflected by economic growth has reached 6% per year. Sunda Strait Bridge (SSB) is one of the mega project is being offered by the Government of Indonesia which will cost around US$ 25 billion. The lack of value for money obtained a major obstacle SSB so haven’t been able to increase investment of private parties. Procurement of infrastructure with conventional Pubic-Private Partnership (PPP) scheme can not run optimally match expectations, so it is necessary for other alternative financing scheme such Strategic Alliance in Public-Private Partnership (SA-PPP) scheme to boost interest in private parties. Approach to the model SA-PPP scheme on SSB with innovating projects from a single function to a multi functional (multi stakeholders). The conceptual design of the SSB was originally only for people and goods crossing between the two main islands in Indonesia, after a process of innovation-based vaue engineering then produced the addition function is tourism, industrial, telecommunication, oil and gas pipeline installations as well as the utilization of renewable energy. This research approach forecasting demand using system dynamics in the case study. This research showed that the analysis of the feasibility of the SSB project used SAPPP scheme can increase the overall revenue projects up to 683,7%, Internal Rate of Return (IRR) improved to 7,37% and get a positive Net Present Value (NPV).
Keywords: Strategic Alliance in Public-Private Partnership, Mega Infrastructure Project, Value Engineering, Feasibility Project
x Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL..................................................................................... HALAMAN JUDUL........................................................................................ PERNYATAAN ORISINALITAS................................................................... HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... .. KATA PENGANTAR...................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI....................... ABSTRAK........................................................................................................ DAFTAR ISI.................................................................................................... DAFTAR GAMBAR........................................................................................ DAFTAR TABEL............................................................................................ BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 1.1. Latar Belakang........................................................................ 1.2. Identifikasi Masalah................................................................ 1.2.1. Deskripsi Masalah...................................................... 1.2.2. Signifikansi Masalah.................................................. 1.2.3. Rumusan Masalah...................................................... 1.3. Tujuan Penelitian.................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian.................................................................. 1.5. Batasan Penelitian................................................................... 1.6. Luaran Penelitian.................................................................... 1.7. State of The Art....................................................................... 1.7.1. Research Gap............................................................. 1.7.2. State of The Art.......................................................... 1.7.3. Rancangan Penelitian................................................. 1.8. Hipotesa.................................................................................. BAB 2 LANDASAN TEORI........................................................................ 2.1. Public Private Partnership..................................................... 2.1.1. Pendahuluan .............................................................. 2.1.2. Konsep PPP................................................................ 2.1.3. Tujuan dan Keuntungan Penerapan PPP.................... 2.1.4. Bentuk-bentuk PPP.................................................... 2.1.5. Penerapan PPP di Negara-negara Maju..................... 2.1.6 Penerapan PPP di Indonesia....................................... 2.1.6.1. Permasalahan PPP di Indonesia................. 2.1.6.2. Proses Penyelenggaraan PPP di Indonesia 2.2. Strategic Alliance Public Private Partnership……………... 2.2.1. Pendahuluan............................................................... 2.2.2. Konsep SA-PPP......................................................... 2.2.3. Tujuan dan Keuntungan Penerapan SA-PPP............. 2.2.4. Bentuk-bentuk SA-PPP.............................................. 2.2.5. Penerapan SA-PPP di Negara-negara Maju............... 2.3. Metode Value Engineering..................................................... 2.3.1. Konsep, Prinsip Dasar dan Manfaat VE.................... 2.3.1.1. Pendahuluan............................................... 2.3.1.2. Definisi dan Tujuan VE............................. 2.3.1.3. Konsep Dasar dan Manfaat VE.................
xi Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
i ii iii iv v viii ix xi xv xviii
Universitas Indonesia
1 1 6 6 9 9 9 10 10 11 11 11 12 12 13 14 14 14 14 15 17 18 23 27 28 30 30 32 38 41 42 43 43 43 43 46
BAB 3
2.3.1.4. Manfaat VE................................................ 2.3.1.5. Potensi Penghematan Studi VE................. 2.3.2. Studi VE..................................................................... 2.3.2.1 Pro Workshop............................................ 2.3.2.2. Aktivitas Workshop................................... 2.3.2.3. Aktivitas Pasca Workshop......................... 2.3.3. Tools Dalam Studi Rekayasa Nilai............................ 2.3.3.1. Analisa Fungsi dan FAST Diagram........... 2.3.3.2. Matriks Prioritas dan Matriks Evaluasi..... 2.3.3.3. Life Cycle Cost........................................... 2.3.4. Penerapan VE pada Infrastruktur Di Negara Lain..... 2.3.4.1. Amerika..................................................... 2.3.4.2. Kanada....................................................... 2.3.4.3. Hungaria.................................................... 2.3.4.4. China.......................................................... 2.3.4.5. Korea.......................................................... 2.3.5. Penerapan Rekayasa Nilai Pada Infrastruktur di Indonesia.................................................................... 2.4. Konseptual Desain Jembatan Selat Sunda.............................. 2.4.1. Gambaran Umum JSS................................................ 2.4.2. Kajian Teknis Jembatan............................................. 2.4.2.1. Jenis Jembatan........................................... 2.4.2.2. Struktur Jembatan...................................... 2.4.3. Analisa Tipe Jembatan pada JSS................................ 2.4.4. Pengembangan Inovasi............................................... 2.4.4.1. Energi Pasang Surut (Tidal Power)........... 2.4.4.2. Energi Angin (Wind Turbine).................... 2.4.4.3. Jaringan Distribusi Pipa Minyak dan Gas 2.4.4.4. Jalur Fiber Optic........................................ 2.4.4.5. Pariwisata................................................... 2.4.4.6. Kawasan Industri Terpadu......................... 2.5. Manajemen Resiko.................................................................. 2.5.1. Pengertian Resiko....................................................... 2.5.2. Identifikasi Resiko..................................................... 2.5.3. Analisa Resiko........................................................... 2.5.4. Manajemen Resiko dalam Proyek Infrastruktur PPP 2.5.5. Resiko dalam Studi Value Engineering……………. 2.6. Research Novelty..................................................................... 2.6.1. Studi Literatur Penelitian........................................... 2.6.2. Research Novelty........................................................ METODOLOGI PENELITIAN....................................................... 3.1. Pendahuluan........................................................................... 3.2. Pemilihan Strategi Penelitian.................................................. 3.3. Proses Penelitian..................................................................... 3.4. Variabel Penelitian.................................................................. 3.4.1. Penambahan Fungsi................................................... 3.4.2. Identifikasi Resiko..................................................... 3.4.3. Key Success Factor Kemitraan Pemerintah-Swasta
xii Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
49 50 51 52 53 54 55 59 62 64 67 67 68 68 68 69 69 72 72 75 75 76 77 80 80 88 90 92 93 100 101 101 102 104 106 107 109 109 112 113 113 113 113 114 115 117 119
Universitas Indonesia
BAB 4
3.5. Instrumen Penelitian............................................................... 3.6. Metode Pengumpulan Data.................................................. 3.6.1. Survey Kuesioner....................................................... 3.6.2. Focus Group Discussion (FGD)................................ 3.7. Metode Analisa Data............................................................... 3.7.1. Metode Analisa Deskiptif.......................................... 3.7.1.1. Distribusi Frekuensi................................... 3.7.1.2. Mean.......................................................... 3.7.2 Statistik Inferensial..................................................... 3.7.2.1. Cronbach’s Alpha...................................... 3.7.2.2. One Sample T-test...................................... 3.8. Studi Rekayasa Nilai............................................................... 3.8.1. Fase Informasi............................................................ 3.8.2. Fase Analisa Fungsi................................................... 3.8.3. Fase Kreatifitas........................................................... 3.8.4. Fase Evaluasi.............................................................. 3.9. Pemodelan Forecasting Demand Berbasis Sistem Dinamik.. 3.9.1. Tahapan Pemodelan................................................... 3.9.2. Variabel Dalam Sistem Dinamik............................... 3.9.2.1. Validasi Model Sistem Dinamik................ 3.9.2.2. Uji Validasi Strukur................................... 3.9.2.3. Uji Validasi Kinerja Output Model........... 3.9.2.4. Perangkat Lunak Simulasi......................... ANALISA DATA DAN PEMODELAN......................................... 4.1. Pendahuluan............................................................................ 4.2. Survey Kuesioner dan Focus Group Discussion…………… 4.2.1. Pengumpulan Data Survey Kuesioner........................ 4.2.2. Pengolahan Data Survey Kuesioner........................... 4.2.2.1. Data Umum................................................ 4.2.2.2. Penambahan Fungsi (Inovasi).................... 4.2.2.3. Total Biaya Investasi Selat Sunda............. 4.2.2.4. Identifikasi Resiko..................................... 4.2.2.5. Kunci Keberhasilan Skema KPS............... 4.2.3. Focus Group Discussion............................................ 4.3. Studi Value Engineering......................................................... 4.3.1. Fase Informasi............................................................ 4.3.2. Fase Analisa Fungsi................................................... 4.3.3. Fase Kreatifitas........................................................... 4.3.4. Fase Evaluasi.............................................................. 4.4. Mitigasi Resiko Utama JSS ”Do-Something”........................ 4.4.1. Fungsi Transportasi.................................................... 4.4.2. Fungsi Energi............................................................. 4.5. Model Forecasting Demand Jembatan Selat Sunda............... 4.5.1. Causal Loops Model Jembatan Selat Sunda.............. 4.5.1.1. Sub Sistem Populasi.................................. 4.5.1.2. Sub Sistem Sektor Ekonomi...................... 4.5.1.3. Sub Sistem Industri.................................... 4.5.1.4. Sub Sistem Sektor Pariwisata....................
xiii Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
120 121 122 123 123 123 124 124 125 125 127 127 127 128 128 128 130 130 132 132 133 134 134 135 135 135 135 136 136 138 146 147 153 155 158 158 160 161 163 163 164 171 179 179 180 181 181 182
Universitas Indonesia
4.5.1.5. Sub Sektor Renewable Energy.................. 4.5.1.6. Sub Sektor Pipe Transmission................... 4.5.2. Formulasi Dan Konstruksi Model.............................. 4.5.2.1. Diagram Stock and Flow........................... 4.5.3. Simulasi Model Dasar................................................ 4.5.4. Simulasi Model ”Do-Nothing”................................... 4.5.5. Simulasi Model ”Do-Something”............................... 4.6. Perhitungan Life Cycle Cost.................................................... 4.6.1 Fungsi Transportasi.................................................... 4.6.1.1. Initial Cost................................................. 4.6.1.2. Operational & Maintenance Cost............. 4.6.1.3. Revenue..................................................... 4.6.2 Fungsi Energi............................................................. 4.6.2.1. Initial Cost................................................. 4.6.2.2. Operational & Maintenance Cost............. 4.6.2.3. Revenue..................................................... 4.6.3. Fungsi Pariwisata....................................................... 4.6.3.1. Initial Cost................................................. 4.6.3.2. Operational & Maintenance Cost............. 4.6.3.3. Revenue..................................................... 4.6.4. Fungsi Telekomunikasi.............................................. 4.6.5. Fungsi Kawasan Industri............................................ 4.7. Analisa Kelayakan Finansial................................................... 4.7.1. Incremental RoR Analysis Dan Share Modal……… 4.7.2. Klarifikasi Pakar......................................................... 4.8. Pengembangan Model Aliansi Strategis Dalam KPS............. 4.8.1. Tahapan Proses Investasi.......................................... 4.8.2. Skema Kelembagaan................................................ 4.8.3. Skema Pembiayaan................................................... 4.8.3.1 Kebijakan Fasilitas Fiskal........................................ 4.8.3.2 Alokasi Resiko Infrastruktur.................................... 4.8.3.3 Skema Pembiayaan Proyek...................................... 4.9. Hubungan Penerapan PPP/SA-PPP Terhadap Kelayakan Proyek……………………………………………………..... BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... LAMPIRAN.....................................................................................................
xiv Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
182 183 184 184 191 191 193 199 200 200 202 203 203 204 207 208 208 209 211 211 212 213 213 215 218 218 218 222 226 226 228 236 236 238 240 258
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Gambar 1.2. Gambar 1.3. Gambar 1.4. Gambar 1.5. Gambar 1.6. Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 2.6. Gambar 2.7. Gambar 2.8. Gambar 2.9. Gambar 2.10. Gambar 2.11. Gambar 2.12. Gambar 2.13. Gambar 2.14. Gambar 2.15. Gambar 2.16. Gambar 2.17. Gambar 2.18. Gambar 2.19. Gambar 2.20. Gambar 2.21. Gambar 2.22. Gambar 2.23. Gambar 2.24. Gambar 2.25. Gambar 2.26. Gambar 2.27. Gambar 2.28. Gambar 2.29. Gambar 2.30. Gambar 2.31. Gambar 2.32. Gambar 2.33. Gambar 2.34. Gambar 2.35. Gambar 2.36. Gambar 2.37. Gambar 2.38. Gambar 2.39. Gambar 2.40.
The Global Competitivess Index Framework ........................ Peta Potensi Perekonomian Kawasan Selat Sunda ................ Zona Pengembangan Selat Sunda........................................... Research Gap ……………………………………………..... State of The Art ...................................................................... Diagram Rancangan Penelitian …………………………….. PPP Project Sequence ............................................................ Summary of PPP Book 2009-2013 ………………………… PPP Book 2013 Evaluation ………………………………… Tahapan Proses Investasi PPP ............................................... Tahapan Pelaksanaan Proyek KPS ........................................ Tahapan Perkembangan Aliansi, (Love, P.E.D. , et al, 2010) Struktur Organisasi Proyek Infrastruktur Skema SA-PPP ..... Struktur Organisasi Aliansi .................................................... Dinamika Sukses Aliansi ....................................................... Perbedaan Tujuan Proyek PPP dan SA-PPP .......................... Studi Value Engineering ........................................................ FAST Diagram-Technical Oriented ...................................... Contoh FAST Diagram .......................................................... Peta Lokasi Proyek Jembatan Selat Sunda ............................ Alignment JSS ....................................................................... Perbandingan Rute Jembatan Selat Sunda ............................ Jembatan Suspensi Sederhana................................................. Jembatan Suspensi Dek Atas……………………………….. Jembatan Akashi Kaikyō Jepang ........................................... Jembatan Mamberamo – Papua.............................................. Penampang Tidal Barrage ..................................................... Incheon Tidal Power Station – 818 MW................................ Sihwa Lake Tidal Power Station Korea Selatan 254MW....... La Rance Perancis - 240 MW................................................. Swansea Bay Tidal Lagoon, U.K. 250 MW............................ Strangford Lough Tidal Stream Northern Ireland – 1,2 MW Pagar Pasang Surut (Tidal Fence)........................................... Ikitsuki Bridge – Bentang Utama 400 m ............................... Sirkulasi Angin Di Pantai....................................................... Turbin Angin Darrieus............................................................ Turbin Angin Savonius........................................................... Ilustrasi Integrasi Wind Energy Pada Jembatan...................... The Grand Tower Pipeline Bridge, USA (1955).................... Kabel Serat Optik (Fiber Optic)............................................. Hanging Train di Wuppertal Jerman...................................... Skybus Metro Di India............................................................ Aerobus Bundesgartenschau Mannheim di Belanda………. Walt Disney World Resorts – Florida, USA........................... Hongkong Disneyland............................................................. Resorts World Sentosa............................................................
xv Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
1 4 5 11 12 13 19 26 26 28 30 34 35 36 38 39 52 61 62 72 74 75 77 77 79 79 82 82 83 83 83 84 85 88 88 89 90 90 91 92 94 95 95 97 98 99
Universitas Indonesia
Gambar 2.41. Gambar 2.42. Gambar 2.43. Gambar 2.44. Gambar 2.45. Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Gambar 3.5. Gambar 3.6. Gambar 3.7. Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6. Gambar 4.7. Gambar 4.8. Gambar 4.9. Gambar 4.10. Gambar 4.11. Gambar 4.12. Gambar 4.13. Gambar 4.14. Gambar 4.15. Gambar 4.16. Gambar 4.17. Gambar 4.18. Gambar 4.19. Gambar 4.20. Gambar 4.21. Gambar 4.22. Gambar 4.23. Gambar 4.24. Gambar 4.25. Gambar 4.26. Gambar 4.27. Gambar 4.28. Gambar 4.29. Gambar 4.30. Gambar 4.31. Gambar 4.32. Gambar 4.33. Gambar 4.34. Gambar 4.35.
Universal Studio Singapore.................................................... Java Integrated Industrial and Port Estate………………… Pengukuran Resiko................................................................. Integrasi Value Engineering dan Risk Management............... Integrasi VE dan RM dalam Penelitian.................................. Flowchart model Operasional Penelitian................................ Kerangka Penelitian ............................................................... Tahapan Pembuatan Kuesioner............................................... Contoh Pertanyaan Multiple-Choice....................................... Mean Dengan Penyajian Bar Chart........................................ Tahap-tahap Simulasi Model.................................................. Jenis Variabel dalam Model Sistem Dinamik......................... Tempat Responden Bekerja.................................................... Pendidikan Terakhir Responden............................................. Jabatan Responden.................................................................. Pengalaman Kerja Responden................................................ Toleransi Peningkatan Biaya Melalui Penambahan Fungsi.... Efisiensi Biaya melalui Pendekatan VE................................. Porsi Pembagian Tanggung Jawab Antara Pemerintah – Swasta..................................................................................... Potongan Jembatan Selat Sunda............................................ Trase Jembatan Selat Sunda.................................................... FAST Diagram JSS Existing................................................... FAST Diagram Extended Function........................................ Tingkat MCE Berdasarkan Peta Zonasi Gempa..................... Tingkat DBE Berdasarkan Peta Zonasi Gempa..................... Fungsi Transportasi Pd Jembatan Selat Sunda Berbasis VE Tuned Mass Damper Di Akashi Kaikyo Bridge..................... Damper Jembatan Rion-Anterion…………………………... Konfigurasi Viscous Dampers................................................ Struktur Sliding Shoe Pada TAPS........................................... Sliding Shoe Yang Mengalami Kolaps................................... Kerusakan Pada Crossbeam Dan Shoe................................... Lead Rubber Bearing (LRB)……………………………….. Friction Pendulum System (FPS)…………………………… Causal Loop Jembatan Selat Sunda………………………… Causal Loop Sub Sistem Populasi………………………….. Causal Loop Sub Sistem Perumbuhan Industri…………….. Causal Loop Sub Sistem Sektor Industri…………………… Causal Loop Sub Sistem Sektor Pariwisata………………… Causal Loop Sub Sistem Renewable Energy…………………. Causal Loop Sub Sistem Pipe Transmission…………………. Model Populasi....................................................................... Model Pertumbuhan Industri.................................................. Model Industri......................................................................... Model Sektor Pariwisata......................................................... Model Renewable Energy....................................................... Model Transmisi Pipa.............................................................
xvi Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
99 100 104 108 109 114 117 120 123 125 131 132 136 137 137 138 146 147 154 159 159 161 162 164 164 165 166 168 168 174 175 175 176 176 180 180 181 182 182 183 183 184 185 185 186 186 187
Universitas Indonesia
Gambar 4.36. Gambar 4.37. Gambar 4.38. Gambar 4.39. Gambar 4.40. Gambar 4.41. Gambar 4.42. Gambar 4.43. Gambar 4.44. Gambar 4.45. Gambar 4.46. Gambar 4.47. Gambar 4.48. Gambar 4.49. Gambar 4.50. Gambar 4.51. Gambar 4.52. Gambar 4.53. Gambar 4.54. Gambar 4.55. Gambar 4.56. Gambar 4.57. Gambar 4.58.
Gambar 4.59.
Gambar 4.60. Gambar 4.61. Gambar 4.62. Gambar 4.63. Gambar 4.64. Gambar 4.65. Gambar 4.66. Gambar 4.67. Gambar 4.68. Gambar 4.69. Gambar 4.70. Gambar 4.71
Model Fiber Optic.................................................................. Model Sektor Transportasi..................................................... Model Mitigasi Resiko........................................................... Model Pendapatan.................................................................. Model Total Cost.................................................................... Model Keseluruhan Sistem Dinamik...................................... Skenario Do-Nothing……………………………………….. Skenario Do-Something Sektor Transportasi……………….. Skenario Do-Something Tidal Turbine……………………... Skenario Do-Something Transmisi Minyak………………… Skenario Do-Something Gas………………………………... Skenario Do-Something Fiber Optic……………………….. Skenario Do-Something Penyewaan Lahan Industri……….. Skenario Do-Something Pariwisata………………………… Skenario Do-Something JSS Dengan Value Engineering…... Perbandingan Pendapatan JSS Do-Nothing & Do-Something Perbandingan Pendapatan JSS Berbagai Variasi Fungsi........ Penampang Melintang JSS Pengembangan Fungsi................ Trase Jembatan Selat Sunda.................................................... Penampang Davis Turbine...................................................... Penyusunan Tidal Turbin di JSS............................................. Konsep Kawasan pariwisata Pulau Sangiang......................... Grafik Pengaruh Bantuan Pemerintah VGF Dan/Sunk Cost Pada Initial Cost (Total Functions) Pada Kelayakan Proyek JSS.......................................................................................... Grafik Pengaruh Bantuan Pemerintah VGF Dan/Sunk Cost Pada Initial Cost Dan O&M (Total Functions) Pada Kelayakan Proyek JSS............................................................ Grafik Pengaruh Investasi Pemerintah Pada Initial Cost (Total Functions) Pada Kelayakan Proyek JSS...................... Tahapan Investasi Proyek Dengan Skema PPP...................... Tahapan Investasi Proyek Dengan Skema SA-PPP Generic (Transferable to Other Infrastructure Projects)..................... Tahapan Investasi Proyek JSS Dengan Skema SA-PPP......... Tahapan Investasi Proyek Skema PPP vs SA-PPP................. Skema Kelembagaan Proyek Dengan Skema SA-PPP Generic (Transferable to Other Infrastructure Projects)....... Skema Kelembagaan Proyek JSS Dengan Skema SA-PPP.... Struktur Penjaminan JSS-PP (JSS Power Plant).................... Profil Proyek PLTA JSS-PP................................................... Fasilitas Fiskal Pemerintah..................................................... Skema Pembiayaan Proyek JSS.............................................. Grafik Index Hubungan Penerapan Skema PPP/SA-PPP, Inovasi dan Kelayakan Proyek................................................
xvii Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
187 188 188 189 189 190 192 194 195 195 196 196 197 197 198 198 199 200 201 204 205 208
216
217 217 219 219 220 221 223 224 225 226 226 236 237
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Tabel 1.2. Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Tabel 2.4. Tabel 2.5. Tabel 2.6. Tabel 2.7. Tabel 2.8. Tabel 2.9. Tabel 2.10. Tabel 2.11. Tabel 2.12. Tabel 2.13. Tabel 2.14. Tabel 2.15. Tabel 2.16. Tabel 2.17. Tabel 2.18. Tabel 2.19. Tabel 2.20. Tabel 2.21. Tabel 2.22. Tabel 2.23. Tabel 2.24. Tabel 2.25. Tabel 2.26. Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4. Tabel 3.5. Tabel 3.6. Tabel 3.7. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7.
Daftar Proyek Infrastruktur Di Indonesia Berdasarkan Sektor (Juta US$)................................................................................... Permasalahan Proyek Infrastruktur Indonesia............................ Tipe-tipe PPP Yang Lazim Dipergunakan................................. Karakteristik Berbagai Alternatif PPP........................................ Alasan Negara Yang Memilih Penerapan PPP........................... Jumlah Dan Nilai Proyek Yang Ditawarkan Dalam PPP Book 2009, 2017 , 2011, 2012 Dan 2013............................................. Status Proyek PPP Sesuai Sektor Di Indonesia.......................... Isu Dan Evaluasi Pelaksanaan PPP di Indonesia........................ Perbedaan Konsep PPP Dan SA-PPP......................................... Faktor-faktor Kunci Sukses Penerapan SA-PPP........................ Manfaat VE Pada Proyek Konstruksi......................................... Evaluation Matrix....................................................................... Prioritizing Matrix..................................................................... Evaluation Matrix (II)………………………………………… Profil Kawasan Disekitar Lokasi Pembangunan JSS………..... Jembatan Memiliki Bentang Tengah Terpanjang Di Dunia....... Jembatan Dengan Bentang Panjang Di Indonesia...................... Tidal Power Station Dengan Kapasitas Terbesar Di Dunia....... Jenis –Jenis Turbin Tidal Power……………………………… Onshore Budget……………………………………………….. Offshore Budget……………………………………………….. Spesifikasi Hanging Train Wuppertal Schwebebahn ………… Spesifikasi Aerobus ................................................................... Perbedaan Resiko Dan Ketidakpastian...................................... Matrix Kemungkinan Dan Dampak........................................... Resiko pada Proyek Infrastruktur............................................... Resiko Dalam Studi VE.............................................................. Posisi Penelitian.......................................................................... Variabel Penelitian Penambahan Fungsi.................................... Variabel Penelitian Identifikasi Resiko...................................... Faktor Kunci Skema SA-PPP..................................................... Kelompok Milis Terkait JSS...................................................... Contoh Tabel Distribusi Frekuensi............................................. Contoh Cronbach’s Alpha…………………………………….. Contoh One Sample T-Test……………………………………. Rincian Pengembalian Kuesioner............................................... Variabel Penambahan Fungsi Proyek Baru................................ Hasil Analisa Variabel Penambahan Fungsi Baru Pada JSS...... Hasil Analisa One-Sample T- Test Variabel Penambahan Fungsi Baru pada JSS................................................................. Variabel Manfaat Penambahan Fungsi Tidal Power................. Hasil Analisa Manfaat Penambahan Fungsi Tidal Power pada JSS ............................................................................................. Hasil Analisa One-Sample T- Test Variabel Penambahan
xviii Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
2 7 17 18 20 25 25 27 32 36 50 63 63 63 73 78 79 82 85 91 91 94 96 102 105 107 109 112 115 117 119 121 124 126 127 136 138 138 139 139 140
Universitas Indonesia
Tabel 4.8. Tabel 4.9. Tabel 4.10. Tabel 4.11. Tabel 4.12. Tabel 4.13. Tabel 4.14. Tabel 4.15. Tabel 4.16. Tabel 4.17. Tabel 4.18. Tabel 4.19. Tabel 4.20. Tabel 4.21. Tabel 4.22. Tabel 4.23. Tabel 4.24. Tabel 4.25. Tabel 4.26. Tabel 4.27. Tabel 4.28. Tabel 4.29. Tabel 4.30.
Tabel 4.31. Tabel 4.32. Tabel 4.33. Tabel 4.34. Tabel 4.35.
Fungsi Tidal Power Pada JSS.................................................... Variabel Manfaat Penambahan Fungsi Wind Power.................. Hasil Analisa Manfaat Penambahan Fungsi Wind Power Pada JSS.............................................................................................. Hasil Analisa One-Sample T- Test Variabel Penambahan Fungsi Wind Power Pada JSS.................................................... Variabel Manfaat Penambahan Integrasi Jalur Pipa Distribusi Minyak Dan Gas......................................................................... Hasil Analisa Manfaat Integrasi Jalur Pipa Distribusi Minyak Dan Gas Pada JSS....................................................................... One-Sample T- Test Variabel Integrasi Jalur Pipa Distribusi Minyak Dan Gas Pada JSS......................................................... Variabel Manfaat Penambahan Integrasi Jalur Fiber Optic....... Hasil Analisa Manfaat Integrasi Jalur Fiber Optic Pada JSS..... One-Sample T- Test Variabel Integrasi Jalur Fiber Optic Pada JSS.............................................................................................. Variabel Manfaat Penambahan Fungsi Sektor Pariwisata.......... Hasil Analisa One-Sample T- Test Manfaat Penambahan Fungsi Sektor Pariwisata Pada JSS…………………………… Variabel Pengembangan Sarana Dan Prasarana Sekitar Selat Sunda.......................................................................................... Hasil Analisa Pengembangan Sarana Dan Prasarana Disekitar Selat Sunda................................................................................. Hasil Analisa One-Sample T- Test Pengembangan Sarana Dan Prasarana Disekitar Selat Sunda................................................. Variabel Resiko Perencanaan Dan Desain................................. Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Desain Dan Perencanaan Pembangunan JSS.............................. One-Sample T- Test Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Desain Dan Perencanaan Pembangunan JSS................... Variabel Resiko Pada Konstruksi............................................... Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Konstruksi Pembangunan JSS.................................................... One-Sample T- Test Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Konstruksi Pembangunan JSS…………………………. Variabel Resiko Pada Operasional dan Pemeliharaan................ Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Operasional Dan Pemeliharaan Pembangunan JSS…………… Hasil Analisa One-Sample T- Test Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Operasional dan Pemeiharaan Pembangunan JSS....................................................................... Variabel Resiko Akibat Politik Dan Lingkungan....................... Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Eksternal Politik Dan Lingkungan Pembangunan JSS.......................................... Hasil Analisa One-Sample T-Test Variabel Identifikasi Resiko Eksternal Aspek Politik dan Lingkungan JSS ........................... Variabel Resiko Pada Aspek Sosial dan Ekonomi..................... Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Eksternal Sosial
xix Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
140 141 141 141 142 142 143 143 143 144 144 145 145 145 146 147 148 148 149 149 149 150 150
151 151 151 152 152
Universitas Indonesia
Tabel 4.36. Tabel 4.37. Tabel 4.38. Tabel 4.39. Tabel 4.40. Tabel 4.41. Tabel 4.42. Tabel 4.43. Tabel 4.44. Tabel 4.45. Tabel 4.46. Tabel 4.47. Tabel 4.48. Tabel 4.49. Tabel 4.50. Tabel 4.51. Tabel 4.52. Tabel 4.53. Tabel 4.54. Tabel 4.55. Tabel 4.56. Tabel 4.57. Tabel 4.58. Tabel 4.59. Tabel 4.60. Tabel 4.61. Tabel 4.62. Tabel 4.63. Tabel 4.64. Tabel 4.65. Tabel 4.66. Tabel 4.67. Tabel 4.68. Tabel 4.69. Tabel 4.70. Tabel 4.71. Tabel 4.72. Tabel 4.73.
Tabel 4.74. Tabel 4.75.
dan Ekonomi Pembangunan JSS................................................ Hasil Analisa One-Sample T- Test Variabel Identifikasi Resiko Eksternal Aspek Sosial dan Ekonomi JSS…………….. Variabel Kunci Keberhasilan dalam Penerapan Skema KPS..... Pihak yang Bertanggung Jawab Terhadap Pembiayaan Proyek Ringkasan Data Survey Kuesioner............................................. Unit Kunci Analisa..................................................................... Potensi Dan Gagasan Inovatif JSS............................................ Cost Breakdown……………………………………………….. Tabel Perhitungan Mitigasi Resiko Pada Main Tower………... Perbandingan Energi Dissipation Devices................................. Hasil Interpolasi Harga Viscous Damper................................... Tabel Perhitungan Mitigasi Resiko Pada Viaduct Beton........... Design Factor............................................................................. Longitudinal Joint Factor........................................................... Temperature Derating Factor For Steel Pipe………………… Spesifikasi Pipa.......................................................................... Desain Pergerakan Tanah Pada TAPS........................................ Contoh Penerapan FPS............................................................... Tabel Perhitungan Mitigasi Resiko Pada Fungsi Distribusi Minyak....................................................................................... Perbandingan Total Cost Dan Income………………………… Harga Satuan Pembangunan Jembatan Bentang Panjang Di Dunia.......................................................................................... Initial Cost Fungsi Transportasi Jembatan Selat Sunda............. Harga Satuan Kegiatan Pemeliharaan Rutin Jalan Hotmix........ Uraian Biaya O&M Fungsi Transportasi JSS............................ Tarif Fungsi Transportasi........................................................... Komponen Fungsi Energi........................................................... Kecepatan Arus Pasang Surut Di Perairan Selat Sunda............. Harga Satuan Pembangunan Tidal Power ................................. Biaya Pembangunan Pipa Minyak & Gas.................................. Initial Cost Untuk Pipa Minyak & Gas……………………….. Biaya Operational & Maintenance Fungsi Energi..................... Hasil Keluaran Fungsi Energi..................................................... Komponen Fungsi Pariwisata..................................................... Struktur Biaya Konstruksi Fiber Optic...................................... Asumsi Analisa Finansial........................................................... Hasil Analisa Kelayakan Finansial Proyek JSS......................... Peringkat Investasi dan Pola Share Modal antar Fungsi............ Pengaruh Bantuan Pemerintah VGF Dan/Sunk Cost Pada Initial Cost (Total Functions) Pada Kelayakan Proyek JSS…... Pengaruh Bantuan Pemerintah VGF Dan/Sunk Cost Pada Initial Cost Dan O&M (Total Functions) Pada Kelayakan Proyek JSS…………………………………………………….. Pengaruh Investasi Pemerintah Pada Initial Cost (Total Functions) Pada Kelayakan Proyek JSS..................................... Matriks Resiko Skema SA-PPP Proyek JSS..............................
xx Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
153 153 154 154 155 158 161 166 167 169 170 170 172 172 173 173 174 176 178 199 201 202 202 203 203 203 204 206 207 207 207 208 208 212 214 214 215 216
216 217 229
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Infrastruktur memegang peranan sangat penting mendukung kelanjutan
pembangunan jangka panjang dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan The Global Competitiveness Report (2013-14), peran vital sektor infrastruktur ditunjukkan dengan kontribusi sektor tersebut sebagai 4 pilar utama selain institusi, lingkungan makro ekonomi serta kesehatan dan pendidikan dasar sebagai pembentuk daya saing suatu negara (Schwab, 2013).
Gambar 1.1. The Global Competitivess Index Framework Sumber : Schwab, 2013
Infrastruktur yang efisien dan ekstensif bertujuan untuk memastikan efektivitas fungsi ekonomi. Pembangunan infrastruktur diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas, meningkatkan daya saing suatu daerah hingga mengintegrasikan pasar domestik dan internasional dengan biaya yang kompetitif dan tepat waktu. Dari hasil World Economic Forum (WEF) tahun 2013 membawa kabar menggembirakan bagi Indonesia. Lembaga dengan reputasi internasional ini mengatrol peringkat Indonesia dalam daftar daya saing global (Global Competitiveness Index – CGI) 2013. Dalam laporannya September lalu, WEF menyatakan posisi Indonesia naik dari urutan 50 menjadi 38 dengan skor 4,53. Indonesia disebut merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan daya
1
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
Universitas Indonesia
2
Indonesia sebagai negara dengan lompatan tinggi. Meski mengatrol peringkat daya saing Indonesia, dalam laporannya WEF juga menyebutkan bahwa kualitas infrastruktur di Indonesia ternyata adalah termasuk yang paling buruk seAsia Tenggara. Studi dari World Bank (2011) menyebutkan bahwa elastisitas PDB terhadap infrastruktur berada pada nilai 0,07 sampai dengan 0,44. Hal ini berarti dengan menaikkan 1 (satu) persen ketersediaan infrastruktur maka berpotensi meningkatkan pertumbuhan PDB sebesar 7% sampai dengan 44%. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/RPJMN 2010-2014 (Kementerian PPN/Bappenas, 2010) ada tiga target pembangunan infrastruktur yaitu: ( i ) meningkatkan penyediaan infrastruktur berdasarkan Standar Minimum Pelayanan ( ii ) pembangunan infrastruktur baru untuk memperkuat daya saing sektor riil ( iii ) dan dukungan investasi infrastruktur melalui Kemitraan Pemerintah dan Swasta. Serta merencanakan kebutuhan investasi infrastruktur di Indonesia sebesar 1.429 Triliun Rupiah atau sekitar 3,5% Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai investasi tersebut diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sebesar 5-7% per tahun. Investasi proyek – proyek infrastruktur tertuang dalam PPP Book – Infrastructure Projects Plan in Indonesia yang terbagi atas 3 (tiga) tipe proyek; (1) Ready to Offer Project, (2) Prospective Project, dan (3) Potential Project. PPP Book pertama kali diluncurkan pada tahun 2009 berisi 87 proyek dengan total investasi diperkirakan US$ 34,2 Milyar. Kemudian buku tersebut beberapa kali direvisi, hingga ditahun 2013 terdapat 27 proyek dengan estimasi kebutuhan pembangunan mencapai US$ 47,34 Milyar (Kementerian PPN/Bappenas, 2013). Tabel 1.1. Daftar Proyek Infrastruktur di Indonesia (Juta US $) Sektor Transportasi Darat Transportasi Laut Transportasi Udara Jalur Kereta Api Jalan Tol dan Jembatan Pengolahan Air Pengolahan Limbah Padat & Sanitasi Listrik Total
Siap Ditawarkan -
Prioritas
Potensi
Total
21 3,431 28,001 238 70 1,335 33,096
3,720 1,010 7,588 1,645 173 14,136
21 3,720 1,010 11,019 29,646 238 243 1,335 47,232
Sumber : Kementeriaan PPN/BAPPENAS, 2013
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
3
Sektor jalan tol dan jembatan memiliki proyek – proyek dengan total investasi terbesar senilai US$ 29,6 milyar diikuti sektor kereta api dengan total investasi mencapai US$11 milyar dan transportasi laut dengan kebutuhan investasi mencapai US$ 3,7 milyar. Dari PPP Book 2013 (Kementeriaan PPN/BAPPENAS, 2013) terlihat bahwa pengadaan infrastruktur dengan skema PPP konvensional tidak dapat berjalan dengan baik di Indonesia, jadi diperlukan diupayakan alternatif model skema pembiayaan lain seperti skema SA-PPP untuk meningkatkan minat investor adalah hal yang menarik dipertimbangkan agar dapat memenuhi kebutuhan infrastruktur di Indonesia. Berdasarkan besaran nilai proyek, pembangunan jalan tol dan jembatan difokuskan pada Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Mengacu pada kontribusi kedua pulau terhadap PDB nasional yang mencapai lebih dari 50% maka prioritas porsi pembangunan infrastruktur lebih banyak pada kedua pulau tersebut (BPS, 2012). Gagasan menghubungkan Sumatera, Jawa dan Bali pertama kali dikemukakan
oleh
Presiden
Soekarno
pada
1960.
Presiden
Soeharto
menginstruksikan BPPT mengkaji gagasan dan konsep hubungan langsung Sumatera-Jawa-Bali (Trinusa Bimasakti) pada 1986. Dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, diterbitkan 4 peraturan perundangundangan guna mewujudkan cita-cita besar tersebut, yaitu PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Jembatan Selat Sunda adalah bagian jaringan jalan bebas hambatan nasional, dan Kawasan Selat Sunda merupakan Kawasan Strategis Nasional), Keppres No. 36 Tahun 2009 tentang Tim Nasional Persiapan Pembangunan Jembatan Selat Sunda, Perpres No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 (Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda menjadi salah satu program utama), dan Perpres No. 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS).Penerbitan peraturan perundang-undangan tersebut merupakan Political Will yang sangat kuat dari Pemerintah guna mewujudkan konektivitas Jawa dan Sumatera.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
4
Pulau Sumatera sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional (Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011) dengan kontribusi sebesar 23,6 % terhadap PDB (BPS,2012), serta pulau Jawa sebagai pendorong industri dan jasa nasional (Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011) dengan kontribusi sebesar 57,5 % terhadap PDB (BPS,2012), merupakan kawasan strategis nasional yang perlu dihubungkan infrastruktur konektivitasnya dalam rangka memperkokoh kesatuan nasional dan meningkatkan integrasi perekonomian Jawa dan Sumatera khususnya (Perpres No 86, 2011).
Gambar 1.2 Peta Potensi Perekonomian Kawasan Selat Sunda Sumber : Dardak, 2012
Proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) yang akan menghubungkan pulau Sumatera dan Jawa dengan panjang ±30 kilometer merupakan salah satu proyek infrastruktur konektivitas yang akan menghabiskan biaya investasi sebesar US$ 11 Milyar (Kementerian PPN, 2010) menjadi pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda dengan biaya sebesar US$ 25 Milyar (Kementerian PPN, 2011).
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
5
Gambar 1.3 Zone Pengembangan Selat Sunda Sumber : Dikun, 2010
Jembatan Selat Sunda dapat dikategorikan sebagai mega proyek karena proyek dengan investasi berskala besar (extremely large-scale investment project) minimal sebesar US$ 1 Milyar, menarik banyak perhatian publik (kepentingan politik) karena dampak substansial terhadap masyarakat, lingkungan dan anggaran . (Capka, 2004) Pembangunan proyek Jembatan Selat Sunda sampai dengan saat ini masih belum bisa dapat berjalan dengan baik, progress terakhir adalah Pre-Feasibility Study yang dilakukan oleh pemrakarsa/konsorsium PT.Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) pada Juli 2009. Sejak 2010 ditawarkan hingga saat ini pembangunan Jembatan Selat Sunda belum dapat terlaksana, yang menjadi kendala antara lain adalah :
Skema pembiayaan masih terjadi tarik ulur di internal Pemerintah. (Djoko Kirmanto, Detik Finance 11/02/2014), belum adanya model skema Kemitraan Pemerintah dan Swasta untuk infrastruktur transportasi khususnya Jembatan Selat Sunda. (Bambang Susantono, Restra Perhubungan 21/03/2014).
Total biaya sebesar US$ 25 Milyar, dianggap tidak feasible (Aria Bima, Tempo 07/03/2014) serta dalam 30 tahun belum bisa balik modal / Break Even
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
6
Point
(Adityawarman,
Liputan6.com
11/03/2014).
Yescombe
(2007)
memaparkan elemen kunci dari Kerjasama antara Pemerintah dan Swasta yaitu investor memperoleh pendapatan sesuai dengan investasi yang telah dilakukan sementara Pemerintah dapat menyediakan fasilitas bagi kepentingan publik, namun pada kenyataannya proyek Jembatan Selat Sunda belum dapat menarik pihak investor.
Pembangunan JSS sulit terealisasi tanpa APBN. (Kiswodarmawan, Tempo 08/03/2014 & Adityawarman, Merdeka.com 12/03/2104).
Minimnya value for money yang diperoleh menjadi kendala utama JSS untuk menarik pihak Swasta terlibat dalam pembangunan proyek. Maka diperlukan adanya suatu upaya kreatif dan inovatif dalam perencanaannya sehingga dapat memberikan nilai tambah proyek secara signifikan. Terdapat beberapa pendekatan untuk meningkatkan nilai suatu proyek, salah satunya adalah dengan menggunakan Model Aliansi Strategis Kemitraan Pemerintah dan Swasta berbasis Inovasi Fungsi menggunakan Value Engineering (VE). VE adalah sebuah proses sistematis yang digunakan oleh tim multi disiplin untuk meningkatkan nilai (value) dari sebuah proyek melalui analisa terhadap fungsi-fungsinya (Standar SAVE,2007). Metode ini telah teruji secara sistematis dalam menganalisa suatu sistem untuk menghasilkan keluaran optimum dari segi kualitas
(Woodhead and Hons, 2007), dengan mengembangkan berbagai
pengetahuan diantara para stakeholders (Zack et al., 2009), menghasilkan teknologi baru (Berawi, 2004) dan menstimulasi adanya inovasi dan efisiensi untuk mendapatkan nilai yang maksimal dari sebuah proyek (Berawi and Woodhead, 2008; Chen et al., 2010).
1.2.
Identifikasi Masalah
1.2.1. Deskripsi Masalah Jembatan Selat Sunda telah ditawarkan kepada pihak investor sejak tahun 2010 berstatus “potential project” dengan spesifikasi pembangunan jembatan berbiaya 100 Triliun Rupiah (Kementerian PPN/Bappenas, 2010). Tahun 2011 statusnya ditingkatkan menjadi “ready for offer” project dengan penambahan
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
7
lingkup menjadi pengembangan kawasan Selat Sunda berbiaya 250 Triliun Rupiah. Namun ditahun 2012, status tersebut diturunkan kembali menjadi “potential project”. Hal ini mengindikasikan terdapat permasalahan yang menyebabkan proyek ini kurang menarik bagi pihak Swasta. Secara umum permasalahan proyek infrastruktur dapat dibagi beberapa tahap (Susantono, 2009): Tabel 1.2. Permasalahan Proyek Infrastruktur Indonesia TAHAP
PERSIAPAN
PEMBIAYAAN PROYEK PROSES TENDER
PELAKSANAAN PROYEK
PERMASALAHAN 1. Proyek yg ditawarkan tidak feasible / layak 2. Kajian kelayakan kurang memenuhi ekspektasi 3. Kurangnya promosi proyek 4. Kurangnya pemahaman tentang PPP 5. Tidak adanya persetujuan DPRD 1. Ketidaksiapan dukungan Pemerintah untuk meningkatkan kelayakan proyek 2. Kemampuan pemenuhan pembiayaan Tidak ada pengaturan dalam hal jumlah peminat proyek yang ikut serta dalam pelelangan (kurang dari 3 peserta) 1. Ketidakjelasan kewenangan pengelolaan proyek/ badan pemberi kontrak. 2. Pembebasan lahan yg belum tuntas terkait dengan konstruksi proyek 3. Masalah lain diluar pembebasan lahan dalam konstruksi proyek. Sumber: Susantono, 2009
KESIMPULAN Tidak terdapat pedoman yang lebih rinci terkait dengan persiapan proyek. Kurang jelasnya dukungan Pemerintah Perlu kejelasan terkait dg proses pengadaan Perlu kejelasan terhadap pemberi kontrak
Permasalahan utama dalam tahap persiapan penawaran proyek infrastruktur adalah antara lain kurang matangnya persiapan proyek sehingga penawaran tidak dapat direspon dengan baik oleh pasar, ketidakmampuan investor untuk menggalang pendanaan sehingga tercapai financial closure, hingga resiko proyek yang dianggap masih terlalu tinggi untuk dipikul oleh Swasta. Skema Kemitraan antara Pemerintah dan Swasta yang telah berjalan selama ini di Indonesia belum mencapai sasaran yang diharapkan. Hal ini terlihat dimana hanya terdapat 21 proyek yang telah ditenderkan hingga tahun 2013 dari berbagai proyek infrastruktur sepanjang tahun 2009 – 2013. Dilain pihak, skema KPS pada pembangunan Jembatan Selat Sunda belum dapat mengakomodir keuntungan yang diharapkan Swasta dan benefit yang diinginkan Pemerintah. Sehingga diperlukan adanya terobosan dalam skema Aliansi Strategis (Strategic Alliance) Kemitraan Pemerintah dan Swasta yang diharapkan dapat memperoleh value for money yang optimum bagi kedua belah pihak.
Menurut Federal
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
8
Ministry for Economy Cooperation and Development, Germany, (2012) proyek dapat menggunakan skema Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta bila memenuhi 2 kriteria, yaitu : a. Kuantitatif
Memiliki fokus supra regional
Setidaknya ada 2 mitra Swasta memainkan yang memegang peran kunci dalam pembangunan proyek
Nilai proyek minimal EUR 750.000
b. Kualitatif
Pentingnya pengembangan kebijakan untuk pembangunan proyek ini, proyek bersifat percontohan dan proyek bersifat “mercusuar”.
Memiliki peran penting di tingkat micro dan macro.
Mengikuti pendekatan multi stakeholders
Sangat inovatif
Memiliki potensi untuk replika dan dapat digunakan sebagai benchmark.
Lokasi proyek pada wilayah prioritas yang memungkinkan kerjasama teknis bilateral lebih dari satu negara.
Value for Money (VfM) didapat melalui nilai Return on Investment (RoI) dan Benefit Cost Ratio (BCR) yang signifikan. Menurut Lowe (2008), VfM merupakan perbandingan rasio antara benefit dan biaya atau VfM = f (cost/benefit). Sementara berdasarkan pendekatan Value Engineering, terdapat 3 elemen dasar yang diperlukan untuk mengukur sebuah nilai (value) yaitu fungsi (function), kualitas (quality), dan biaya (cost). Biaya siklus hidup (Life Cycle Cost) dalam VE akan memperhitungkan biaya awal, biaya operasional, biaya perawatan dan pendapatan yang dihasilkan dari sebuah proyek. Untuk mencapai nilai jual mega proyek infrastruktur maka kelayakan finansial proyek Jembatan Selat Sunda akan ditunjukkan dalam Internal Rate of Return (IRR) dan Net Present Value (NPV) yang signifikan. Menyadari pentingnya penyediaan proyek infrastruktur terutama Jembatan Selat Sunda bagi pertumbuhan ekonomi nasional, maka diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan kelayakan proyek melalui Model Aliansi Strategis dalam
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
9
Kemitraan Pemerintah dan Swasta pada Mega Proyek Infrastruktur yang berbasis Inovasi Fungsi menggunakan Value Engineering.
1.2.2. Signifikansi Masalah Penerapan Model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta dengan inovasi fungsi berbasis VE pada proyek Jembatan Selat Sunda mampu meningkatkan kualitas nilai jual proyek melalui penambahan fungsi dan Internal Rate of Return (IRR) yang signifikan bagi para investor yang terlibat. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan kajian yang inovatif sebagai alternatif rekomendasi terbaik dari segi teknis, finansial sosial serta lingkungan bagi para pemangku kepentingan. Selain itu penelitian juga diharapkan menjadi benchmarking
bagi
proyek–proyek
mega
infrastruktur
serupa
dalam
meningkatkan value for money proyek.
1.2.3. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan diatas maka diperoleh rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1) Bagaimana menganalisa fungsi-fungsi yang dapat menciptakan inovasi dan / efisiensi pada mega proyek infrastruktur? 2) Bagaimana mitigasi resiko utama dilakukan pada pengembangan inovasi fungsi Jembatan Selat Sunda? 3) Bagaimana menganalisa forecasting demand fungsi-fungsi dari hasil proses inovasi dan / efisiensi pada mega proyek infrastruktur? 4) Bagaimana menganalisa kelayakan finansial proyek Jembatan Selat Sunda setelah pengembangan inovasi fungsi? 5) Bagaimana mengembangkan model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta pembangunan proyek Jembatan Selat Sunda setelah pengembangan inovasi fungsi?
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah yang akan
diteliti yaitu sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
10
1) Menganalisa fungsi-fungsi yang dapat menciptakan inovasi dan /efisiensi pada mega proyek infrastruktur. 2) Melakukan mitigasi resiko utama pada pengembangan inovasi fungsi Jembatan Selat Sunda. 3) Menganalisa forecasting demand fungsi-fungsi dari hasil proses inovasi dan / efisiensi pada mega proyek infrastruktur. 4) Menganalisa kelayakan finansial proyek Jembatan Selat Sunda setelah pengembangan inovasi fungsi 5) Mengembangkan model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta pembangunan proyek Jembatan Selat Sunda.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1) Meningkatkan kualitas persiapan / kajian kelayakan pada mega proyek infrastruktur (studi kasus Jembatan Selat Sunda) dengan skema SAPPP berbasis VE agar dapat menarik minat investor. 2) Mengembangkan fungsi tambahan untuk peningkatan nilai tambah serta efisiensi biaya pembangunan proyek Jembatan Selat Sunda 3) Memberikan konstribusi bagi pengembangan kebijakan nasional dalam bentuk pedoman rinci pelaksanaan pada tahap persiapan/kajian kelayakan untuk para stakeholders yang terlibat dalam skema Strategic Alliance – Public Private Partnership (SAPPP).
1.5.
Batasan Penelitian Untuk mencapai tujuan penelitian perlu dilakukan batasan-batasan yang
disesuaikan dengan topik penelitian, mengingat luasnya lingkup bahasan dalam proyek infrastruktur. Batasan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Pembangunan infrastruktur proyek Jembatan Selat Sunda dengan skema KPS berdasarkan Perpres No.13 Tahun 2010 dan Perpres No.16 Tahun 2012. 2) Penelitian difokuskan pada tahap kajian kelayakan proyek KPS sesuai Permen PPN 4/2010.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
11
3) Integrasi metode Value Engineering berbasis inovasi fungsi untuk meningkatkan kelayakan proyek. 4) Penelitian ini dibatasi sampai dengan tersedianya saran/masukan yang diperlukan dalam upaya mengoptimalkan fungsi dan nilai dengan penerapan VE pada tahap feasibility study Jembatan Selat Sunda.
1.6.
Luaran Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
yang
pertama
di
dunia,
mengembangkan Model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta pada mega proyek infrastruktur berbasis inovasi fungsi menggunakan value engineering. Model ini diharapkan akan dapat meningkatkan nilai kelayakan proyek.
1.7.
State of The Art
1.7.1
Research Gap Beberapa literatur yang telah didapat dikelompokkan menurut topik
bahasannya, antara lain topik mengenai SAPPP, VM, RM, PPP, dan Simulation Tools. Ada beberapa literatur yang membahas lebih dari satu tema. Bagan yang menggambarkan hubungan antara tema-tema yang dibahas dijabarkan pada Gambar 1.4.
Gambar 1.4. Research Gap Sumber : Olahan Sendiri
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
12
Dari research gap, dapat terlihat jelas bahwa belum ada literatur yang membahas keseluruhan topik ini dalam satu penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan bisa menjadi jembatan yang bisa mengisi celah (gap) dari tematema yang telah dibahas oleh peneliti lainnya.
1.7.2
State of The Art Berikut ini adalah studi literatur mengenai SAPPP, VE, dan Simulation
Tools beserta diagram yang menggambarkan keterkaitannya dengan penelitian ini. Diharapkan penelitian ini bisa menjadi State-of-The-Art dari penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya.
Gambar 1.5 State of The Art Sumber : Olahan Sendiri
1.7.3
Rancangan Penelitian
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
13
Berikut ini gambaran kerangka rencana penelitian yang akan dilakukan.
Model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta pada Mega Proyek Infrastruktur Berbasis Inovasi Fungsi Menggunakan VE
Innovation
Efficiency
Create Functions
Risk Distribution
Diversification Investor
Public
Private
SAPPP
Meningkatkan Nilai Kelayakan Proyek JSS Indikator : - LCC - ROI - BCR
Gambar 1.6. Diagram Rancangan Penelitian Sumber : Olahan Sendiri
1.8 Hipotesa Penelitian Jika Model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta berbasis inovasi fungsi menggunakan value engineering diterapkan pada mega proyek infrastruktur, maka akan meningkatkan nilai kelayakan proyek.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1.
Kemitraan Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership)
2.1.1. Pendahuluan Kemitraan Pemerintah dan Swasta (KPS) atau Public Private Partnership (PPP) telah lama diterapkan di berbagai negara di dunia sebagai cara yang efektif untuk membangun infrastruktur ekonomi dimana pemerintah bekerjasama dengan sektor swasta untuk membangun dan pembiayaan keuangan. Skema kerjasama ini diharapkan membawa nilai tambah bagi keduak belah pihak dimana pembangunan dapat dipercepat dan berfungsi sebagaimana yang diharapkan untuk membawa manfaat ekonomi lebih lanjut. Dalam skema PPP, sektor publik dan sektor swasta terkait dalam suatu kesepatakan yang dituangkan dalam suatu kontrak dengan batas waktu yang disepakati,
dimana
sektor
swasta
berkomitmen
untuk
menyediakan
fasilitas/pelayanan publik. Implementasi PPP berpotensi untuk memberikan keuntungan antara lain penghematan biaya, adanya pembagian resiko, peningkatan kualitas layanan, peningkatan pendapatan, impementasi yang lebih efisien dan adanya ekonomis.
2.1.2. Konsep PPP PPP hakekatnya adalah alternatif dari pengadaan fasilitas infrastruktur publik dengan menggunakan pembiayaan sektor swasta. PPP merupakan kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/atau pemeliaraan infrastruktur dalam rangka meningkatkan manfaat infrastruktur (PerMen No.4 Tahun 2010). Skema PPP merupakan salah satu solusi dalam pemenuhan kebutuhan akan infrastruktur. Walaupun PPP sudah banyak digunakan dalam membiayai pembangunan infrastruktur di berbagai negara, namun tidak ada definisi yang baku tentang PPP
14 Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
Universitas Indonesia
15
dalam pembangunan infrastuktur ini. Beberapa varian definisi tersebut antara lain adalah (Spriering and Dewulf, 2006) : PPP sebagai reformasi manajemen dimana fungsi pemerintahan dan birokrasi terintegrasi dengan manajemen profesional. PPP adalah kerjasama lembaga dari sektor publik dan sektor swasta untuk mencapai target tertentu dimana kedua belah pihak menerima resiko investasi atas dasar pembagian keuntungan dan biaya yang dipikulnya. PPP adalah kerjasama antara pemerintah dan swasta yang menghasilkan produk atau jasa dimana resiko, biaya dan keuntungan ditanggung bersama berdasarkan nilai tambah yang diciptakannya. Sedangkan Yescombe (2007) mendefinisikan PPP sebagai kontrak jangka panjang antara pemerintah dan sektor swasta untuk melaksanakan perencanaan, pembangunan, pembiayaan dan pengoperasian infrastruktur publik oleh pihak swasta. PPP memiliki 4 karakteristik , yaitu : 1. PPP merupakan kontrak jangka panjang. 2. Investasi pihak swasta dan siklus hidup proyek merupakan hal yang penting bagi pihak swasta. 3. Inovasi dalam penyediaan jasa yang dilakukan pihak swasta 4. Adanya keuntungan yang didapatkan baik itu dari pihak swasta maupun dari pihak pemerintah (Alfen,et al.,2009) PPP dikenal juga sebagai triangle synergy antara government, business dan communities, dimana pelaku PPP menurut UNDP dapat dikembangkan menjadi 3 unsur (Rahutami, 2001) yaitu : 1. Negara , berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif. 2. Swasta, mendorong terciptanya lapangan kerja dan pendapatan masyarakat 3. Masyarakat, mewadahi interaksi sosial politik, memobilisasi kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi , sosial dan politik.
2.1.3
Tujuan dan Keuntungan Penerapan PPP Menurut PerMen PPN/BAPPENAS No.4 Tahun 2010 tanggal 21 juni
2010, tujuan PPP adalah :
Mencukupi kebutuhan pendanaan yang bekelanjutan.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
16
Meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan yang sehat.
Meningkatkan kualitas pengelolahan dan pemeliharaan infrastruktur.
Mendorong prinsip “pakai-bayar”dan dalam hal tertentu dipertimbangkan kemampuan memabayar pemakai Tujuan bersama yang hendak dicapai dengan menggunakan skema PPP ini
antara lain adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur, meningkatkan kualitas dari poduk dan pelayanan publik dengan menanggung secara bersama-sama dalam hal modal, resiko, ilmu pengetahuan dan SDM. Tujuan lainnya yang hendak dicapai dalam pelaksanaan PPP pada proyek infrastruktur menurut Renda and Schrefler (2006) adalah sebagai berikut :
To obtain mare “value of money “ than traditional public procurement options would deliver
To produce reduced life cycle cost, better risk allocation
, faster
implementation of public woks and service, improved service quality and additional revenue streams.
Namun demikian, Deloitte (2006) menyatakan bahwa PPP tidak dimaksudkan untuk menggantikan keseluruhan peran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur. Penerapan PPP dalam proyek infrastruktur akan memberikan beberapa keuntungan antara lain :
Pengadaan infrastruktur dengan PPP, biaya investasi di spread sepanjang lifetime dari aset proyek infrastruktur tersebut.
Tepat Waktu dan Tepat Anggaran. Proyek di berbagai dunia telah membuktikan bahwa PPP dapat menyelesaikan proyek secara tepat waktu dan sesuai dengan anggaran yang dialokasikan.
Mengalihkan resiko pembangunan dan pemeliharaan kepada swasta.
Penghematan biaya. Biaya pembangunan yang lebih rendah, mengurangi biaya pemelihaaraan dan biaya resiko yang berkaitan dengan pembangunan.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
17
Orientasi yang kuat pada pelayanan konsumen . Penyediaan infrastruktur oleh swasta berdasarkan pada pemasukan dari pengguna yang merupakan pendorong untuk menyediakan pelayanan kepada konsumen.
2.1.4
Bentuk-bentuk PPP Kemitraan PPP tidak dibangun pada aturan dan pola tanggungjawab yang
seragam, namun biasanya bervariasi antara proyek satu dengan yang lain . Tabel 2.1 memperlihatakan tipe PPP dalam pembangunan infrastruktur yang lazim dipergunakan dalam transaksi di PPP dunia (Deloitte, 2006). Tabel 2.1. Tipe-tipe PPP Yang Lazim Dipergunakan TIPE PPP
PEMBAGIAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
PROYEK ATAU FASILITAS BARU
Design – Build (DB)
Desain-Build-Maintain (DBM)
Design-Build-Operate (DBO)
Design-Build-Operate-Maintain (DBOM)
Build-Own–Operate-Transfer (BOOT)
Build-Own-Operate (BOO)
Pemerintah mengikat kontrak dengan mitra swasta untuk membuat desain dan membangun fasilitas menurut syarat dan spesifikasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Setelah selesai dibangun , pemerintah mengambil tanggung jwan untuk mengoperasikan dan memelihara fasilitas tersebut. Seringkali disebut juga sebagai Build-Transfer (BT) Sama dengan DB kecuali bahwa mitra swasta yang memelihara fasilitas dan pemerintah yang mengoperasikannya. Mitra swasta membuat desian & membangun fasilitas. Setelah terbangun fasilitas diserahkan kpd pemerintah sementara mitra swasta berhak untuk mengoperasikannya untuk jangka waktu tertentu sesuai kontrak. Skema ini seringkali disebut juga Build-Operate-Transfer (BOT) Ini adalah kombinasi dari DB dengan operasi & pemeliharaan dari fasilitas yang dilakukan oleh mitra swasta untuk jnagka waktu tertentu . Diakhiri masa konsesi, pengoperasian dikembalikan kepada pemerintah . Skema ini dikenal juga sebagai Build-Operate-Transfer (BOT) Pemerintah memberikan lisensi atau konsensi atau franchise kepada investor swasta untuk membiayai, mendesain, membangun dan mengoperasikan fasilitas infrastruktur untuk suatu jangka waktu tertentu. Di akhir masa konsesi , kepemilikan fasilitas tersebut dikembalikan kepada pemerintah. Pemerintah memberikan lisensi kepada investor swasta untuk mebiayai , desain, membangun, operasi dan memelihara proyek yang juga menjadi pemilik proyek. Investor tidak mempunyai kewajiban untuk mengembalikan
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
18
Design-Build-Finance-Operate DBFM or DBFO/M)
(DBFO,
fasilitas tersebut kepada pemerintah . Investor swasta mendesain, membangun ,membiayai, mengoperasikan & memelihara fasilitas baru dibawah kontrak sewa jangka waktu panjang (lease). Di akhir masa kontrak ,fasilitas dikembalikan kepada pemerintah. Di beberapa negara , DBFO/M juga mencangkup BOO dan BOOT.
PROYEK ATAU FASILITAS LAMA Pemerintah mengikat kontrak dengan investor swasta (kontraktor) untuk menyelenggarakan pelayanan yang sebelumnya dilakukan oleh sektor publik . Sama dengan Service Contract kecuali bahwa sektor swasta bertanggungjawab terhadap semua aspek pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas yang dikontrakkan. Pemerintah menyewakan asset kepada swasta untuk mengelola dan memeliharanya sesuai dengan perjanjian sewa menyewa asset yang disetujui bersama. Pemerintah memberikan hak eksklusif kepada swasta untuk mengeporasikan dan memelihara asset selama jangka waktu yang cukup lama sesuai dengan syarat-syarat dan kinerja yang ditetapkan oleh pemerintah . Sektor publik tetap menjadi pemilik asset tersebut sedangkan sektor swasta memliki hak atas perbaikan yang dilakukan selama masa konsesi. Pemerintah mentransfer asset secara penuh atau sebagaian kepada swasta. Biasanya dengan prokondisi dan syarat-syarat untuk memastikan bahwa swasta akan melakukan perbaikan terhadap asset dan mesyarakat akan tetap terlayani dengan baik. Sumber : Deloitte, 2006
Service Contract
Management Contract
Lease
Concession
Divestiture
Karakteristik dari berbagai bentuk PPP tersebut menurut Gruber dalam OECD, 2005 adalah sebagai berikut : Tabel 2.2. Karakteristik Berbagai Alternatif PPP OPERATION & MAINTENANCE
Management Support O&M Leasing Concession DBO BOT/BOO
Public & private Private Private Private Private
OWNERSHIP
IVESTMENT
COMMERCIAL RISK
DURATION (YEARS)
Public
Public
Public
1-2
Public Public Public Public Public Semi private Public Public Private Public Public Private Public & Private Private Private Private Sumber : Gruber 2003 dalam Thomsen, 2005
3-5 8-15 20-30 20-30 20-30
2.1.5 Penerapan PPP di Negara-negara Maju
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
19
Negara-Negara maju seperti Australia, Amerika Serikat dan Inggris telah mengembangkan konsep Public Private Partnership (PPP) atau Private Finance Initiative (PFI) untuk membantu pembangunan infrastruktur. Penelitian Linders (1999) dan Grimshaw et al. (2002) melaporkan bahwa skema PPP menjadi popular di Amerika maupun Eropa akibat terjadinya krisis fiskal di sektor publik sehingga dibutuhkan sumber-sumber lain untuk skema pembiayaan. Sumber dari pihak swasta melalui pola PPP dipercaya mampu untuk meningkatkan pendanaan proyek. Urutan proses pelaksanaan PPP menurut Asian Development Bank adalah
Gambar 2.1. PPP Project Sequence Sumber : Asian Development Bank, 2008
Alasan berbagai negara yang memilih konsep PPP adalah sebagai berikut (Parente, 2006) :
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
20
Tabel 2.3 Alasan Negara Yang Memilih Penerapan PPP NO 1 2 3 4 5 6 7
NEGARA United States United Kingdom South Korea India Thailand Philippines South Africa
ALASAN MEMILIH PPP To improve operational efficiencies To increase competition To access new and proven technologies To create employment opportunities To provide services not currently provided To create transparent procurement Mobilize additional investment funds Sumber : Parente, 2006
a. Amerika Serikat Di Amerika Serikat, PPP berkembang sejak tahun 1950-an dimana pemerintah menggunakannya sebagai instrumen untuk meningkatkan investasi swasta dalam pembangunan infrastruktur kota dan pengembangan wilayah (Fosler and Berger, 1982). Kebangkitan PPP di Amerika juga dipicu oleh berkurangnya peran pemerintah, turunnya kepercayaan publik kepada kemampuan pemerintah dan kebutuhan akan meningkatnya peran investasi swasta (Beauregard, 1997). b. Australia Di
Australia,
PPP
dalam
pembangunan
infrastruktur
pertama
kali
dipergunakan pada tahun 1990-an pada sektor jalan tol, rumah sakit, air bersih hingga listrik. PPP di Australia merupakan reaksi dari mahalnya investasi dan besarnya resiko investasi dari proyek-proyek skala besar. Selain itu, aspek seperti efisiensi biaya, penyelesaian yang lebih cepat, inovasi dan nilai tambah, alokasi resiko dan peningkatan akses politik terhadap infrastruktur merupakan faktor pemicu maraknya PPP di Australia (English and Guthrie, 2003). c. Belanda Di Belanda , PPP menjadi bagian dari kebijakan pemerintah ditujukan bagi peningkatan investasi swasta di sektor perkotaan baik di tingkat lokal dan nasional. PPP di Belanda juga muncul sebagai tinjauan kritis dari peran pemerintah dan kebutuhan akan investasi dan efisiensi investasi skala besar (Lemstra, 2006). d. Inggris Di Inggris, PPP diawali pada tahun 1992 dimana pemerintah melakukan perubahan besar dalam sektor pelayanan publik dengan meluncurkan Private
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
21
Finance
Intiative (PFI) yang dibentuk didalam The Teasury a Private
Finance Panel and Executive. Pada tahun tersebut Inggris mulai mengundang sektor swasta untuk melaksanakan proyek-proyek sektor publik dimana Departement Transport melakukan peningkatan dan perawatan untuk jalan raya dengan menggunakan skema PPP dalam bentuk kontrak DBFO (DesignBuild-Finanace-Operate) yang dilaksanakan pada tahun 1994. Proyek PFI ini bertujuan untuk memperluas peran sektor swasta dalam penyediaan pelayanan publik . Pada tahun 1994, ditetapkan peraturan umum dimana pendanaan swasta harus dipertimbangkan untuk semua proyek-proyek sektor pelayanan dan infrastruktur publik . Pada tahun 1997 perubahan penting yang diambil oleh Pemerintah Inggris adalah tidak adanya batasan dalam undang-undang atau peraturan hukum lainnya untuk melakukan aktivitas kontrak di sektor publik. Pada tahun 2000, Inggris membentuk Partnership UK (PUK) dimana Pemerintah memiliki saham sebesar 49% dan sisanya adalah perusahaan swasta. Sebagai hasilnya sebanyak 500 kontrak PFI ditandatangani di awal 2002. e. Korea Selatan Dalam kurun waktu 10 tahun, Korsel berhasil meningkatkan fasiltas infrastrukturnya berkat partisipasi swasta yang semakin membaik. Sistem PPP yang dikembangkan merupakan kerjasama dan kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik lainnya. Komitmen Pemerintah Korsel untuk meningkatkan peran swasta dalam investasi infrastruktur dimulai sejak tahun 1994 dengan pemberlakukan undang-undang kemitraan pemerintah-swasta, The Promotion of Private capital Into Social Overhead Capital Investment Act. Komitmen ini diperkuat dengan revisi undang-undang tersebut menjadi The act on Private Participation in Infrastructure pada tahun 1999 yang mencakup pembagian resiko dan penjaminan pendapatan minimum bagi pihak swasta yang terlibat dalam kemitraan penyediaan infrastruktur. Dalam revisi ini, pemerintah juga mendirikan satu badan khusus yang fokus menyediakan asistensi teknis atas program kemitraan yaitu Public and Private
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
22
Infrastructure Investment Management Center (PIMAC). Pemerintah juga menyiapkan dukungan dalam bentuk lain , yaitu : Pertama, Badan usaha pemegang hak konsesi dapat memiliki hak utama terhadap tanah dan dapat menggunakan atau membeli aset publik secara cuma-cuma atau pada harga yang lebih rendah. Kedua, Pemerintah memberikan subsidi konsturksi dan jaminan pendapatan minimum kepada pemegang hak konsesi. Ketiga, Pemerintah menyiapkan fasilitas pajak bagi beberapa item terkait dengan pembangunan infrastrtuktur. Keempat, Pemerintah memberikan kompensasi bagi proyek-proyek yang terpaksa dihentikan karena alasan yang tak terhindarkan. Kelima, Bagi proyek-proyek PPP dapat diberikan jaminan kredit sehingga dapat menunaikan kewajiban keuangan secara tepat waktu . Sementara itu, model pendanaan PPP yang digunakan Korsel, adalah :
Skema BTO ( Built-Transfer-Operation)
Skema BTL (Built-Transfer-Lease)
Skema lainnya yang digunakan adalah BOT (Built-Operate-Transfer) dan BOO ( Built- Own-Operate).
f. China Skema PPP baru diperkenalkan oleh pemerintah China pada tahun 2001. Tahap awal yang dilakukan adalah mengeluarkan kebijakan yang disebut “Suggestion to Promote and Guide Private Investment”yang dikeluarkan oleh Chinese National Planning Commitee. Kebijakan tersebut merekomendasikan untuk menggunakan mekanisme insentif untuk menarik modal swasta dan memperluas
domain
investasi
swasta.
Pada
tahun
2002
China
memperkenalkan bentuk sistem konsesi, sehingga pada saat itu penawaran proyek publik di China lebih banyak menggunakan Built-Transfer (BT) dan Built-Operate-Transfer (BOT). Faktor-Faktor yang membuat suksesnya proyek PPP di China menurut OECD/ITF 2007, adalah : flexibility, technical know-how, risk allocation, market and marketing expertise, transparent book-keeping and fast decision
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
23
making. Semua ini merupakan konstruksi utama dari sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur.
2.1.6
Penerapan PPP di Indonesia Penerapan PPP di Indonesia dapat diklasifikasi menjadi 3 periode waktu,
yaitu : 1. Periode Sebelum Tahun 2005 Pengembangan PPP bidang infrastruktur di Indonesia sebenarnya telah dilakukan sejak tahun 1980-an. Sektor infrastruktur yang mengawali kerjasama pemerintah dan swasta adalah sektor ketenagalistrikan dan jalan tol. Beberapa kerangka regulasi terkait PPP yang dikeluarkan pemerintah sebelum tahun 2005 adalah :
Keputusan Presiden No.25 tahun 1987 tentang Pelaksanaan Sebagian Tugas Penyelenggaraan Jalan Tol oleh Perusahaan Patungan. Keterlibatan swasta meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan serta pengelolaan fasilitas yang ada pada jalan tol melalui skema Built-Operate Transfer (BOT) maupun Built-Transfer-Operate (BTO).
Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1990 tentang Jalan Tol yang memfasilitasi keterlibatan swasta pada sektor jalan tol.
Keppres No.55 tahun 1993 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan bagi kepentingan umum atau pembangunan infrastruktur.
Keputusan Presiden No.17 tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur. Dikarenakan ketidakberhasilan program tersebut, maka pada tahun 2001
Pemerintah membentuk Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KPPI) melalui Kepres No.81 Tahun 2001 diketuai oleh Menteri Koordinator Perekonomian. Pada Mei 2005 KPPI diperbarui Perpres No.42/2005 dengan tugas:
Merumuskan strategi dalam rangka koordinasi pelaksanaan percepatan penyediaan infrastruktur.
Mengkoordinasi dan memantau pelaksanaan kebijakan percepatan penyediaan infrastruktur oleh Menteri terkait dan Pemerintah Daerah.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
24
Merumuskan kebijakan pelaksanaan kewajiban pelayanan umum (Public Service Obligation) dalam percepatan penyediaan infrastruktur.
Menetapkan upaya pemecahan berbagai permasalahan yang terkait dengan percepatan penyediaan infrastruktur. Setelah KPPI, beberapa institusi pendukung PPP juga dibentuk seperti
Pusat Pengelolaan Resiko Fisikal (Risk Management Unit) dan Badan Investasi Pemerintah, Simpul KPS (KPS note) di beberapa teknis dan PPP Center .
2. Periode 2005-2009 Pemerintah menyadari kebutuhan penyediaan layanan infrastruktur tidak mungkin dipenuhi seluruhnya oleh Pemerintah terutama jika melihat kebutuhan investasi infrastruktur pada periode ini mencapai Rp.700 triliun dan target pertumbuhan rata-rata 5-6% pertahun. Periode ini menjadi periode menjadi periode kebangkitan infrastruktur Indonesia, dimana Pemerintah mulai melakukan penawaran proyekproyek infrastruktur dengan skema PPP. Indonesia Infrastruktur Summit I tahun 2005 Pada tahun 2005 Pemerintah menyelenggarakan Indoenesia Infrastruktur Summit I dengan menawarkan 91 proyek infrastruktur senilai USD 22,5 milliar berbasis skema PPP (IIS-2005). Dari 91 proyek yang ditawarkan, hingga semester awak tahun 2009 hanya 4 proyek yang beroperasi, sedangkan 9 proyek dalam tahap konstruksi (www.kompas.com, 24 april 2009). Indoenesia Infrastructure Confrence and Exhibiton (IICE) Tahun 2006 Pemerintah kembali menawarkan 10 model proyek infrastruktur pada IICE2006. Tercatat dari 10 model proyek yang ditawarkan, baru 2 proyek yag sudah memasuki tahap konstruksi (Susantoso, 2009). Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
penawaran
proyek
infrastruktur dengan skema PPP pada tahun 2005 dan 2006 belum terserap seluruhnya. Oleh karena itu dalam periode 2005-2009 titik berat pengembangan PPP bidang infrastruktur adalah penyiapan kerangka regulasi yang dibutuhkan Pemerintah dan Swasta dalam mengakselerasikan percepatan penyediaan infrastruktur melalui PPP.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
25
Pemerintah melakukan reformasi kebijakan, peraturan, struktural dan kelembagaan untuk memperbaiki iklim investasi yang kurang memadai. Pasca Infrasturcture Summit 2005, Pemerintah mulai menyiapkan aturan yang mendorong penguatan kerangka regulasi dan kelembangaan terkait dengan partisipasi swasta dalam bidang infrastruktur antara lain pembentukan Peraturan Presiden (Perpres) No.67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
3. Periode Setelah Tahun 2009 Sejalan dengan Peraturan Menteri No.3/2009, pemerintah menerbitkan PPP Book 2009 setiap tahun hingga 2013 dengan rincian sebagai berikut : Tabel 2.4. Jumlah dan Nilai Proyek yang ditawarkan dalam PPP Book 2009,2010,2011,2012 dan 2013 PPP Book 2009
Ready to Offer 8
Priority
US$ 4,518 M
18
Potential
Total
US$ 3,094 M
61
US$ 26,527 M
87
US$ 34,139 M
2010
1
US$ 0,036 M
26
US$ 8,333 M
73
US$ 38,929 M
100
US$ 47,298 M
2011
13
US$ 27,523M
21
US$ 10,381M
45
US$ 15,502 M
79
US$ 53,408 M
2012
3
US$ 0,764 M
26
US$ 38,190M
29
US$ 12,251 M
58
US$ 51,205 M
2013
0
0
14
US$ 33,199M
13
US$ 14,138 M
27
US$ 47,337 M
Sumber : PPP Book 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013
Pada PPP Book 2013, jumlah proyek yang ditawarkan sebanyak 27 proyek dimana tidak ada satupun proyek yang Ready to Offer (Siap ditawarkan). Adapun status proyek-proyek infrastruktur yang ditawarkan sesuai masing-masing sektor dari tahun 2012 ke tahun 2013 adalah: Tabel 2.5. Status Proyek PPP Sesuai Sektor di Indonesia PPP Book 2012 (US$ Milliar) Sector
Ready for Offer
Priority
Potential
Air Transport Land Transport Sea Transport Marine Transport Railways Tolll Roads&Bridges Water Resources Water Supply Solid Waste & Sanitation Telcommunication Power Oil and Gas Total
-
1 (0,214 M)
3 (1,140 M)
-
-
-
PPP Book 2013 (US$ Milliar) Sub-Total
Ready for Offer
Prospective
Potential
Sub-Total
4 (1,354 M)
-
-
2 (1,010 M)
2 (1,010 M)
3 (0,136 M)
3 (0,136 M)
-
1 (0,021 M)
-
1 (0,021 M)
-
-
-
-
-
3 (3,721 M)
3 (3,721 M)
1 (0,036 M)
-
3(2,839 M)
4 (2,875 M)
-
-
-
-
-
-
3(4,783 M)
3 (4,783 M)
-
3 (3,531 M)
4 (7,588 M)
7 (11,119 M)
1(0,628 M)
13(32,519 M)
-
14(33,147 M)
-
5 (28,001 M)
3 (1,646 M)
8 (29,647 M)
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5 (0,590 M)
13 (1,388 M)
8 (1,978 M)
-
2 (0,238 M)
-
2 (0,238 M)
1 (0,100 M)
3 (0,150 M)
2 (0,203 M)
-
2 (0,070 M)
1 (0,173 M)
3 (0,243 M)
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4 (4,716 M)
2 (1,762 M)
6 (6,478 M)
1 (1,335 M)
-
1 (1,335 M)
6 (0,453 M)
-
-
-
-
-
-
-
-
3(0,764 M)
26(38,190 M)
29(12,251 M)
58(51,205 M)
-
14(33,199 M)
13 (14,138 M)
27 (47,338 M)
Sumber : PPP Book 2012 dan PPP Book 2013
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
26
Dari rangkum dari PPP Book 2009-2013, maka dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 2.2 Summary of PPP Book 2009-2013 Sumber : PPP Book 2013
Evaluasi status proyek dari PPP Book 2012 ke PPP Book 2013, adalah:
Gambar 2.3 PPP Book 2013 Evaluation Sumber : PPP Book 2013
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
27
2.1.6.1 Permasalahan PPP di Indonesia Masalah
penerapan
PPP
dan
penanganan
Pemerintah
terhadap
permasalahan pelaksanaaan proyek pembangunan infrastruktur adalah sebagai berikut (Kuncoro, 2009; Supriyadi, 2009; Pandji, 2010): Tabel 2.6. Isu dan Evaluasi Pelaksanaan PPP di Indonesia TAHAP Persiapan Proyek
ISU Minimnya kualitas proyek dan paket yang ditawarkan (tidak feasible /layak) Pre FS yg tdk lengkap. minimnya tinjauan atas aspek komersial , ekonomi, legal, bentuk kerjasama, resiko dan dukungan pemerintah Minimnya pemahaman aspek komersial (legal & finansial)
Tender / Transaksi
Tingginya risiko yang diterima Minimnya pemahaman aspek komersial dan transaksi Tender dilaksanakan tergesa-gesa tanpa kejelassan dukungan pemerintah Ketiadaan koordinasi dalam mengelola alokasi resiko Ketidakjelasan/ketidaklengkapan dokumen tender & alokasi resiko
Pengadaan Tanah
Organisasi Panitia pengadaan tanah sepenuhnya unsur PEMDA Keterbukaan panitia pengadaan tanah dalam membuat strategi dan menetapkan ganti rugi Kurangnya keberanian dalam “mencabut hak atas tanah” Resiko kenaikan harga tanah Dana pembebasan tanah dari investor terbatas
Konstruksi
Diperlukan dana yang besar dalam jangka panjang
EVALUASI Tidak terdapat pedoman yang rinci terkait dengan persiapan proyek Ketidakjelasan dan ketidaktegasan kriteria terhadap proyek yang dapat diperiapkan Ketidaksiapan membagi resiko dan dukungan pemerintah Rendahnya komitmen & tidak adanya isentif/ diisentif Tidak adanya rencana kesinambungan program pembiayaan Panjangnya proses konfirmasi bagi dukungan pemerintah Ketiadaan dana untuk tim panitia tender investasi sdg tidak ada insentif untuk mempercepat pengadaanya Payung hukum Guarante Fund (GF) baru diterbitkan (PP No.35/2009), sehingga belum ada mekanisme dan staff yang menjalankan GF Tanah selayaknya tersedia sebelum tender dan dibiyai oleh pemerintah (Land Revolving Fund) LRF hanya dapat dimanfaatkan setelah adanya investor Landscaping kurang dapat berjalan baik, karena terdapat keterbatasan ekuitas investor. Tidak ada intensif bagi PEMDA dalam mengelola infrastruktur Payung hukum terbit di thn 2008 (PP. no 75/08)
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
28
Operasi Pemeliharaan
Adanya mismatch (tenor, nilai tukar , risk return) dgn sumber pendanaan yang ada (domestik maupun internasional) Keterbatas Ekuitas Diperlukan dana yang besar dalam jangka panjang Adanya mismatch degann sumber pendanaan yang ada (domestik maupun internasional) Keterbatas Ekuitas
Belum teruji, masih dalam tahap pembentukan Indonesia Infrastructure Fund Facility (IIFF) Telah didirikan PT. Sarana Multi Infrastruktur (PT.SMI) dan dana pemerintah senilai Rp. 1 trilityun telah ditransfer ke PT.SMI Instrumen investasi masih terbatas (tahapan negoisasi dengan lembaga donor) Minimnya kualitas proyek yang dapat dijadikan model percontohan
2.1.6.2 Proses Penyelenggaraan Public Private Partnership di Indonesia Proses investasi proyek PPP didasarkan pada Perpres No.13 Tahun 2010, baik terhadap proyek PPP inisiasi pemerintah (solicited) maupun swasta (unsolicited). Proses investasi PPP terdiri dari 9 tahapan. Namun demikian, ketentuan pemerintah dan badan usaha dibedakan sesuai dengan pendekatan yang akan dilakukannya. 1.Pemilihan Proyek
2.Konsultasi Publik
3.Studi Kelayakan
4.Tinjauan Resiko
5.Bentuk Kerjasama
6.Dukungan Pemerintah
7.Pengadaan
8.Pelaksanaan 8.Pemantauan
Gambar 2.4. Tahapan Proses Investasi PPP Sumber : Panduan Bappenas dalam PPP, 2010
1. Pemilihan Proyek merupakan proses dimana Government Contracting Agency (GCA) akan mengidentifikasikan dan memprioritaskan proyek-proyek infrastruktur PPP yang memiliki potensi untuk ditawarkan. 2. Konsultasi Proyek adalah upaya yang dilakukan oleh GCA untuk mendapatkan saran dari publik dan calon developers dan pemberi pinjaman untuk membantu pembentukan rancangan proyek. 3. Studi kelayakan adalah rancangan teknis, komersial dan kontraktual proyek yang memadai untuk memfasilitasi tender proyek kepada mitra-mitra pihak swasta. Studi kelayakan akan dilakukan oleh GCA yang harus diselesaikan sebelum proyek ditenderkan.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
29
4. Tinjauan Resiko adalah pengidentifikasian berbagai resiko dalam proyek dan hal-hal yang dapat mengurangi resiko tersebut, dan usulan pengalihan resiko tersebut oleh berbagai pihak. Pada umumnya, tinjauan resiko ini dilakukan dan merupakan bagian dari Studi Kelayakan. 5. Bentuk Kerjasama merupakan tinjauan agar kemitraan PPP distrukturkan untuk mengoptimalkan nilai bagi publik dan pada saat yang bersamaan tidak mengurangi minat dari mitra swasta. Pada umumnya bentuk kerjasama ini dilakukan sebagai bagian dari studi kelayakan. PPP dapat diimplementasikan dalam berbagai bentuk termasuk diantaranya Build-Own-Operate (BOO), Build-Operate-Transfer (BOT), Operate and Maintain, Lease-DevelopOperate (LDO). 6. Dukungan Pemerintah merupakan peran serta pemerintah terhadap suatu proyek melalui berbagai cara antara lain insentif pajak, pembebasan tanah, dukungan/jaminan besyarat, pembiyaan langsung dan sebagainya. Pada umumnya, dukungan pemerintah dilakukan bertujuan untuk mengetahui potensi kelayakan secara perbankan terhadap proyek . 7. Pengadaan merupakan pengembangan dari paket tender dan proses tender secara keseluruhan yang dimulai sebelum proses kualifikasi sampai dengan penandatanganan kontrak . 8. Pelaksanaan termasuk pendirian Perusahaan Proyek oleh Sponsor Proyek, pembiyaan, kegiatan konstruksi , pelaksanaan awal dan pengoperasian proyek oleh Badan Usaha. 9. Pemantauan adalah pemantauan terhadap kinerja Badan Usaha oleh GCA sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerjasama. Khusus untuk proyek unsolicited, tahap investasi (1) sampai (6) dilakukan oleh pihak swasta yang memperkasai proyek tersebut (“Pemrakarsa Proyek”), bukan oleh GCA. Apabila GCA menerima proposal konsep proyek berikut dokumentasi terkait, GCA akan melakukan pengadaan dalam jumlah yang sama dengan proyek dengan permohonan, kecuali pemarkasa proyek menerima salah satu formulir kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Perpres 13/2010 . Badan Usaha dapat mengembangkan proyek berdasarkan inisiasi swasta/unsolicited apabila proyek tersebut :
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
30
Belum termasuk/terdaftar dalam rencana pokok (masterplan) di sektor terkait. Dapat secara teknis terintregasi dengan rencana pokok dari sektor terkait. Secara ekonomi dan finansial dinilai layak. Tidak memerlukan Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal, misalnya tidak perlu bantuan secara langsung. Adapun tahap pelaksanaan Proyek Kerjasama adalah sebagai berikut : TAHAP I : PERENCANAAN PROYEK KERJASAMA
Identifikasi dan Pemilihan Proyek Kerjasama
Penetapan Prioritas
TAHAP II : PENYIAPAN PROYEK KERJASAMA
Kajian Awal Prastudi Kelayakan Proyek Kerjasama
Output : Daftar Prioritas Proyek Dokumen Studi Pendahuluan
Kajian Kesiapan Proyek Kerjasama
Output : Dokumen Persiapan Proyek Kerjasama
TAHAP III : TRANSAKSI PROYEK KERJASAMA
Penyelesaian Prastudi Kelayakan
Output : Dokumen Prastudi Kelayakan
TAHAP IV : MANAJEMEN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA
Rencana Pengadaan Badan Usaha ; Pelaksanaan Pengadaan B U ; Penyiapan Penandatanganan Perjanjian Kerjasama
Output : Dok Perjanjian Kerjasama ; Dok Penjaminan & Dok Regres
Proses Permohonan Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah
Konfirmasi / Persetujuan Pemberian Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP / PJPK
Perencanaan Manajemen Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama
Manajemen Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama
Output : Perolehan Pembiayaan ; Kontrak EPC ; Kontrak Operasi
Output : Laporan Berkala Pelaksanaan Manajemen PK
Proses alokasi, pencairan & pemantauan ; Pemverian Dukungan Pemerintah dan/atau pemantauan & evaluasi pelaksanaan Perjanjian Penjaminan & Perjanjian Regres
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP/B U
PROSES PENGADAAN TANAH PERAN SERTA INSTANSI / LEMBAGA Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJK/BAPPENAS)
PJPK, KKPPI, BKPM, BAPPENAS, Kemenkeu (PPRF), BUPI, BPN, KLH
Konsultasi Publik : Penyebarluasan Informasi
Konsultasi Publik : Interaksi Konsultatif
PJPK, KKPPI, PPRF, BUPI,BKPM BKPM, BAPPENAS, BPN
PJPK, PPR, BUPI,BKPM, BAPPENAS, KLH
Konsultasi Publik : Penjajakan Minat Pasar
Gambar 2.5. Tahapan Pelaksanaan Proyek KPS Sumber :PKPS.Bappenas, 2014
2.2
Strategic Alliance Public Private Partnership
2.2.1
Pendahuluan Konsep Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta
berkembang, setelah lebih dahulu aliansi strategis antar perusahaan berjalan sebelumnya. Aliansi strategis antar perusahaan sudah digunakan di negara-negara antara lain Perancis, Jerman Barat, Inggris, Amerika Serikat dan bekas Uni Soviet pada akhir tahun 1960an. Sedangkan aliansi publik-swasta pada proyek-proyek laboratorium, penddikan dan perumahan baru dimulai pada awal tahun 1970 (Chulu, 2002).
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
31
Pengertian dari Strategic Alliance atau Aliansi Strategis, yaitu : 1. Aliansi strategis adalah perjanjian kerjasama antara dua atau lebih organisasi sebagai strategi dan kontribusi mereka dalam mencapai tujuan utama mereka. (Kwok & Hampson 1997) 2. Aliansi strategis adalah suatu persetujuan antar organisasi dalam jangka waktu panjang, yang berdasarkan ekuivalen dan saling melengkapi. (Anvuur & Kumaraswarmy, 2007) 3. Aliansi strategis adalah sebuah bentuk dari strategi kerjasama di mana perusahaan-perusahaan menggabungkan sumber daya dan kemampuan untuk mencapai suatu tujuan yang saling menguntungkan. (Jaiya,2008) 4. Aliansi strategis adalah sebuah perjanjian kerjasama yang menggunakan sumber daya dan/atau struktur lebih dari satu organisasi yang sudah ada, di mana perusahaan peserta bersifat independent tapi berbagi ketergantungan yang saling menguntungkan. (Lee 2010) 5. Aliansi strategis adalah lembaga sektor publik (Owner) dan swasta (NonOwner Participants) berkerja bersama-sama (berkolaburatif) membangun aset infrastruktur skala besar. (Department of Infrastructure and Transport, Australian 2011) 6. Aliansi strategis, yaitu strategi kemitraan berupa hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih pelaku usaha, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan (memberikan manfaat) sehingga dapat memperkuat keterkaitan diantara pelaku usaha dalam berbagai skala usaha. (PER. PRES. RI NO. 16 TAHUN 20 12 TENTANG RUPM). Adapun syarat-syarat terbentuknya Aliansi Strategis adalah : 1. Terdiri dari minimal dua pihak swasta yang tetap bediri sendiri, tanpa merger (Todeva, E.; and Knoke,D, 2005) 2. Pada kondisi di mana satu pihak swasta tidak dapat menjalankan proyek melalui berbagai metode secara sendiri, sehingga butuh sumber daya dari pihak lain (Lee 2010) Dari beberapa proyek infrastruktur di dunia yang dibangun dengan skema pembiayaan PPP, ternyata ada beberapa proyek yang tidak dapat berhasil dengan
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
32
baik. Penerapan skema PPP memiliki faktor kelemahan menurut Cheung & Chan (2010) adalah: 1) Akuntabilitas proyek yang rendah, 2) Resiko keuangan dalam bidang sektor publik; 3) Kurangnya komitmen pemerintah; 4) Cenderung terjadinya penundaan; dan 5) Biaya pakai yang tinggi yang dikenakan pada masyarakat Karakteristik proyek-proyek infrastruktur yang lebih baik menggunakan SA-PPP (Chen, G; Zhang, G; dan Xie, Y, 2010), adalah: 1. Kompleks/rumit 2. Beresiko tinggi 3. Memiliki waktu pengerjaan yang sempit 4. Permasalahan pemegang saham yang kompleks 5. Perundingan yang kompleks dengan dengan pihak-pihak luar Aliansi sebaiknya diterapkan pada proyek yang bernilai lebih dari U$ 50 million, hal ini disebabkan karena biaya awal untuk manajemen yang cukup tinggi. (Australian Government, 2011). Implementasi SA-PPP dapat mengatasi beberapa persoalan dalam PPP, seperti mengatasi persoalan pemilihan mekanisme kerja oleh pemerintah, meningkatkan kepercayaan antara para pihak, pengaturan integrasi dari para staf proyek dari berbagai pihak, dan mengatasi konflik pengaturan pembagian tugas dan tanggung jawab Stakeholders (Todeva, E dan Knoke, D, 2005). 2.2.2 Konsep SA-PPP Perbedaan dari konsep PPP dan SA-PPP antara lain adalah sebagai berikut: Tabel 2.7 Perbedaan Konsep PPP dan SA-PPP No
Perbedaan
PPP
SA-PPP
1
Persiapan Proyek
Pemerintah yang menyiapkan
Pemerintah dan Swasta bersama-sama menyiapkan dari awal
2
Pemimpin Proyek
Dipegang oleh pemerintah
Dipegang oleh dewan pimpinan aliansi (alliance board)
Sumber Department of Treasury and Finance, Australian Government 2006 ; Dikun 2010 Chen, et al 2010
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
33
3
Kontrak
Berdasarkan peraturan-peraturan PPP yang sudah dirumuskan oleh pemerintah
Berdasarkan perjanjian bersama yang disepakati oleh para peserta aliansi
Chen, et al 2010
4
Sifat
Legalistik & Cooperation
Perundingan & Coalescence
Smith 2008, MacDonald 2005
5
Sasaran
Tiap pihak menghargai sasaran masing-masing
Tiap pihak berusaha membantu agar sasaran pihak lainnya tercapai
MacDonald 2005
6
Konflik
7
Penyelesaian Proyek
Cenderung mengatasi konflik Tiap pihak mencari solusi dengan metode “win-win baru dan sinergis solution” Disesuaikan sesuai waktu dan Terbuka untuk melakukan budget yang telah ditentukan terobosan baru bagi proyek Sumber : Olahan Data Literatur
MacDonald 2005 MacDonald 2005
Pengembangan kerjasama kemitraan strategis khususnya disektor publik pada dasarnya banyak terinspirasi oleh adanya perubahan paradigma administrasi publik
sebagaimana
disampaikan
oleh
Kariono
(2013)
yaitu
konsep
mewirausahakan birokrasi melalui 5 strategi (5 Core strategies, 5Cs) yaitu: Strategi Inti (Centre Strategy), yakni menata kembali secara jelas mengenai tujuan, peran, dan arah organisasi. Strategi Konsekuensi (Consequency Strategy), yakni strategi yang mendorong persaingan sehat guna meningkatkan motivasi dan kinerja pegawai. Strategi pelanggan (Customer Strategy), yaitu memusatkan perhatian untuk bertanggung jawab terhadap pelanggan. Organisasi harus menang dalam persaingan dan memberikan kepastian mutu bagi pelanggan. Strategi Kendali (Control Strategy), yaitu merubah lokasi dan bentuk kendali di dalam organisasi. Kendali dialihkan kepada lapisan organisasi paling bawah, yaitu pelaksanaan atau masyarakat. Kendali organisasi dibentuk berdasarkan visi, dan misi yang telah ditentukan. Strategi Budaya (Cultural Strategy), yakni merubah budaya kerja organisasi yang terdiri dari unsur-unsur kebiasaan, emosi dan psikologi, sehingga pandangan masyarakat terhadap budaya organisasi publik inipun berubah (tidak lagi memandang rendah). Love, P.E.D. et.al. (2010) membagi perkembangan aliansi menjadi tiga tahap besar beserta faktor-faktor keberhasilannya. Tiga tahapan itu dijelaskan secara rinci sebagai berikut.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
34
Gambar 2.6. Tahapan Perkembangan Aliansi Sumber : Love, P.E.D. , et al, 2010
Tahap 1: Pembentukan Aliansi Pembentukan aliansi adalah proses formal berupa negosiasi dan pengenalan tiap partner aliansi. Kunci sukses pada tahap ini adalah relasi yang stabil dan manajemen di antara partner aliansi. Tahap ini sangat perlu untuk meningkatkan kepercayaan. Pertukaran informasi dan komunikasi di antara partner diperlukan pada tahap ini. Langkah praktis yang bisa ditempuh adalah menentukan suatu kantor bersama. Dukungan dari manajemen senior diperlukan di setiap tahapan. Tahapan ini penting untuk mengatasi permasalahan dalam bidang legal, kesalahpahaman, dan berbagai pengaruh negatif yang dapat mempengaruhi relasi dalam aliansi. Tahap 2 : Operasi Aliansi Pada tahap ini, aliansi berjalan dengan lebih stabil. Tiap tujuan dan sasaran telah dirumuskan secara formal. Kepercayaan terus dibangun, tiap anggota terus belajar untuk berkolaborasi, dan kerjasama terus berkembang. Diperlukan semua tingkatan manajemen untuk mengembangkan komunikasi dan memfasilitasi pertukaran dan transfer informasi. Interaksi ditingkatkan di antara pihak untuk meningkatkan kepercayaan dan saling berbagi wawasan.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
35
Tahap 3 : Evaluasi Aliansi Pada tahap ini, komitmen dan kesepakatan sudah menuju akhir dan kekerabatan antar pihak semakin matang. Tahap ini ditandai dengan proyek yang sudah selesai dan diadakan evaluasi untuk mencari hal-hal yang menjadi bahan pertimbangan untuk bisa lebih baik ke depannya. Tahap ini memberikan aliansi keputusan untuk mengambil proyek lainnya atau mengakhiri aliansi. Dalam bidang industri konstruksi, SAPPP merupakan metode pengerjaan proyek yang paling menarik demi mencapai efisiensi dalam hal biaya, waktu, kualitas, dan sasaran lainnya melalui kerjasama. Aliansi tidak hanya sekadar kerjasama antar organisasi, tetapi menjadi suatu bentuk unik di mana “pemilik berkolaborasi dengan satu atau lebih pihak untuk membagi resiko dan tanggung jawab dalam perumusan suatu proyek” (Chen, G; Zhang, G; dan Xie, Y, 2010). Struktur organisasi proyek infrastruktur dengan skema SA-PPP menurut Creedon, M. (2010), adalah
Gambar 2.7. Struktur Organisasi Proyek Infrastruktur Skema SA-PPP Sumber : Creedon, 2010
Struktur Organisasi Perusahaan (konsorsium) dari aliansi terdiri dari wakil kedua pihak yaitu publik dan swasta, dengan struktur sebagai berikut (Australian Government, 2011) :
-
Owner and NOP Corporations; o Alliance Leadership Team (ALT); o Alliance Manager (AM); o Alliance Management Team (AMT); and o Alliance Project Team (APT).
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
36
Gambar 2.8. Struktur Organisasi Aliansi Sumber : Australian Government 2010
Faktor-faktor kunci keberhasilan dalam penerapan SA-PPP yang diperoleh dari beberapa literatur, adalah : Tabel 2.8 Faktor-faktor Kunci Sukses Penerapan SA-PPP Factors o Best for project attitude Trust & equity between participants o Open & honest communication at all levels o o o o o
Cooperative spirit Sound and solid relationship Shared knowledge Participants with past working relationships Strong commitment and support by senior management of all participants Adequate resources Coordination Careful team selection & high performance team Right or best personnel for project On-going workshops including site personnel Continuous facilitator involvement
o Virtual team and integrated alliance office The use of web-based management program and electronic information exchange o Benchmarking & continuous performance monitoring Education on alliancing philosophy and filter the alliancing philosophy down to the operational level o Open book nature A clear goal alignment among alliance participants o Project specific performance measurements-Key Performance Indicators Appropriate dispute resolution o Staging of project & stretch targets
Cited by Authors o (Jefferies et al., 2006) (Hauck et al., 2004; Love et al., 2010) o (Abrahams and Cullen, 1998; Hauck et al., 2004; Rowlinson and Cheung, 2005; Love et al., 2010) (Abrahams and Cullen, 1998) o (Abrahams and Cullen, 1998) (Abrahams and Cullen, 1998) o (Jefferies et al., 2006) (Abrahams and Cullen, 1998; Rowlinson and Cheung, 2005; Jefferies et al., 2006; Love et al., 2010) o (Love et al., 2010) (Love et al., 2010) o (Hauck et al., 2004; Jefferies et al., 2006) (Abrahams and Cullen, 1998; Jefferies et al., 2006) o (Jefferies et al., 2006) (Abrahams and Cullen, 1998; Rowlinson and Cheung, 2005; Jefferies et al., 2006; Rowlinson et al., 2006) o (Hauck et al., 2004; Jefferies et al., 2006) (Hauck et al., 2004; Jefferies et al., 2006) o (Jefferies et al., 2006) (Rowlinson and Cheung, 2005) o (Jefferies et al., 2006) (Abrahams and Cullen, 1998; Hauck et al., 2004; Rowlinson and Cheung, 2005; Jefferies et al., 2006) o (Hauck et al., 2004; Jefferies et al., 2006) (Koolwijk, 2006) o (Abrahams and Cullen, 1998; Jefferies et al., 2006)
Sumber : Chen et al, 2010
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
37
Sedangkan faktor-faktor kunci keberhasilan SA-PPP menurut Chen, G; Zhang, G; dan Xie, Y (2010) antara lain : o Sikap mengutamakan yang terbaik demi proyek o Kepercayaan dan kesetaraan antar peserta o Komunikasi yang terbuka dan jujur o Semangat kebersamaan o Relasi yang akrab dan kompak o Berbagi ilmu o Peserta dari relasi kerja terdahulu o Komitmen dan dukungan yang kuat oleh manajemen senior untuk setiap peserta o Sumber daya yang memadai o Koordinasi o Pemilihan tim yang hati-hati dan tim yang berkinerja tinggi o Personil yang tepat atau baik o Pengadaan pelatihan o Melibatkan fasilitator secara berkesinambungan o Tim nyata dan kantor aliansi yang terintegrasi o Penggunaan program manajemen berbasis web dan pertukaran informasi secara elektronik o Benchmarking dan pengawasan kinerja secara kontinyu o Pendidikan tentang filosofi aliansi dan menyaring filosofi aliansi hingga ke tingkat operasional o Sistem keuangan yang terbuka o Penyesuaian tujuan yang jelas di antara peserta aliansi o Key Performance Indicators o Resolusi yang sesuai keadaan o Penentuan tahapan dari proyek dan penyusunan target
Keberhasilan aliansi tergantung dari 4 faktor sukses yang berkaitan satu sam lain, yiatu : (Australian Government, 2011)
Tim kolaburatif yang terpadu : Tim yang dibentuk dari perwakilan dua belah pihak yaitu public dan private
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
38
Solusi proyek : Solusi proyek merupakan solusi desain, metode konstruksi dan pengaturan pelaksanaan proyek
Kesepakatan pengaturan komersial : Disepakati pada Project Alliance Agreement (PAA)
Kesepakatan Target Outturn Cost (TOC) : TOC adalah estimasi biaya disain dan konstruksi
Gambar 2.9 Dinamika Sukses Aliansi Sumber : Department of Infrastructure and Transport-Australian Government, 2011
Tujuh fitur utama pada kunci sukses yang dinamis dalam aliansi pada Gambar 2.9, adalah :
Berbagi risiko dan peluang
Komitmen “untuk tidak berselisih”
Proses pengambilan keputusan berdasarkan untuk kebaikan proyek
Membudayakan “tidak saling menyalahkan”
Beritikat baik
Transparan dalam dokumentasi dan pelaporan
Struktur pengelolaan bersama
2.2.3
Tujuan dan Keuntungan Penerapan SA-PPP
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
39
Dalam bidang industri konstruksi, SA-PPP merupakan metode pengerjaan proyek yang paling menarik demi mencapai efisiensi dalam hal biaya, waktu, kualitas, dan sasaran lainnya melalui kerjasama. Aliansi tidak hanya sekadar kerjasama antar organisasi, tetapi menjadi suatu bentuk unik di mana “pemilik berkolaborasi dengan satu atau lebih pihak untuk membagi resiko dan tanggung jawab dalam perumusan suatu proyek” (Chen, G; Zhang, G; dan Xie, Y, 2010). Penerapan aliansi strategis akan memberikan ”value for money” yang lebih baik, serta meningkatkan hasil proyek melalui pendekatan yang lebih terintegrasi antara pemerintah dan swasta dalam pembangunan proyek-proyek infrastruktur (Department of Treasury and Finance, Australian Government 2006). Lebih lanjut lagi, perbedaan tujuan proyek yang dijalankan dengan PPP dan SA-PPP digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.10. Perbedaan Tujuan Proyek PPP dan SA-PPP Sumber : Shinde, 2010
Sebagai sebuah metode, tentunya ada kelebihan dan kekurangan dari metode tersebut. Kelebihan dan kekurangan penerapan Aliansi Strategis menurut Deaprtment Treasury and Finance, Australian Government (2006), adalah sebagai berikut : Keuntungan o Akses terhadap teknologi baru o Akses terhadap sumber pembiayaan lain o Pembagian beban biaya dan resiko o Pengambilan keputusan yang lebih baik o Fokus pada kinerja yang baik dan inovatif o Keuangan proyek bersifat transparan Kerugian
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
40
o Belum ada peraturan yang mengatur aliansi secara detil o Pengaturan yang lebih kompleks, karena mempengaruhi kebijakan para peserta aliansi o Pembatasan gerak langkah dari peserta aliansi, di mana tidak bisa sesuka hati melakukan perjanjian dengan pihak lain o Butuh menghabiskan banyak waktu dan sumber daya o Membutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang senior Manfaat aliansi menurut Australian Government, July 2011 adalah metode pengadaan yang sukses untuk proyek yang memiliki resiko tinggi dan kompleks. Dengan aliansi diharapkan juga dapat :
Peningkatan kinerja : Peserta diharapkan berkolaburasi menyepakati risiko dan peluang untuk mengejar penghematan biaya dan meningkatkan kinerja proyek , tanpa takut tanggung jawab hukum jika mereka gagal ;
Fokus pada solusi : Tim aliansi akan dapat fokus pada solusi , bukan saling menyalahkan ketika masalah timbul selama siklus proyek ;
Mengurangi perselisihan : Risiko sengketa berkurang , dan ancaman litigasi antara Peserta akan dihapus ( kecuali dalam keadaan tertentu) ;
Kerjasama : Peserta mampu bekerja sama secara jujur dan transparan untuk mencapai tujuan proyek ;
Keputusan kolektif : Pengambilan keputusan proses aliansi diarahkan bersama-sama untuk visi kolektif dan tujuan dari aliansi;
Manajemen risiko : Risiko proyek ini dapat dikelola dengan lebih baik melalui upaya kolaboratif , melalui pengetahuan, keterampilan dan sumber daya masing-masing pihak;
Fleksibilitas: Ada fleksibilitas untuk beradaptasi dengan perubahan ruang lingkup , risiko dan peluang yang muncul saat melahirkan proyek;
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
41
Dimulainya lebih awal : Pubic dan private bekerja bersama-sama melakukan pekerjaan persiapan pembangunan lebih awal dari pada menggunakan metode konvensional.
Inovasi : Melalui inovasi diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah proyek sehingga akan meningkatkan keuntungan kedua belah pihak.
2.2.4
Bentuk-bentuk SA-PPP Penerapan bentuk-bentuk SA-PPP menurut Chulu, 2002 adalah :
A. Pinjaman dalam membangun infrastuktur (Leasing in Public Infrastructure) Kontrak pinjaman dana antara perusahaan konsorsium dan pihak pemberi dana, dimana perusahaan konsorsium secara periodik akan membayar pengembalian dana pinjaman tersebut. Ada 5 macam tipe pinjaman, yaitu :
Pinjaman dana operasional (An Operating Lease) Pemeliharaan dan asuransi aset adalah tanggung jawab dari pemerintah. Waktu pinjaman terbatas sesuai kesepakatan dua belah pihak.
A Financial Lease Pinjaman dana untuk membangun infrastruktur dari pihak pemberi pinjaman kepada pemerintah yang akan dikembalikan dalam periode tertentu sesuai kesepakatan. Pemerintah akan memberikan profit margin (keuntungan) kepada pihak pemberi pinjaman.
Sale and Lease Back Pada opsi ini pihak pemberi pinjaman dapat menjual sebagian sahamnya kepada pihak lain untuk mendapatkan pinjaman dari pembeli.
Maintenance Lease Perusahaan konsorsium meminjam dana untuk pemeliharaan.
Leveraged Lease (Third Party Lease) Dalam hal ini menjual obligasi kepada investor lain (pihak ketiga).
B. Konsesi (Consessions in Public Infrastructure) Ada berbagai skema konsesi yang umum dilaksanakan yaitu DBFO (Design Build Finance and Operate), BOO (Build Own Operate) dan BOT (Built Operate Transfer).
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
42
C. Build Operate Transfer (BOT) contracts BOT pada prinsipnya mirip dengan konsesi, akan tetapi biasanya diterapkan pada proyek yang baru.
2.2.5
Penerapan SA-PPP di Negara-negara Maju
Amerika Serikat
Kebutuhan untuk mengembangkan model yang lebih efektif dari penerapan Public Private Partnership, maka The United State Agency for International Development (USAID) pada tahun 2001 membentuk Strategic Alliance Public Private Partnership (SA-PPP) yang disebut Global Development Alliances (GDA). GDA merupakan model SA-PPP yang inovatif untuk meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi di negara-negara berkembang. Dimana PPP terkadang dicirikan oleh sektor swasta hanya memberikan kontribusi keuangan pada sektor publik, sedangkan SA-PPP merupakan penggabungan aset dan pengalaman mitra strategis, memanfaatkan modal dan investasi, kreativitas dan akses untuk memecahkan masalah-masalah kompleks yang dihadapi oleh pemerintah di negara-negara berkembang.
Australia (Department of Infrastructure and Transport , July 2011)
Pada awalnya aliansi strategis digunakan hanya sebagai pendekatan inovatif untuk melaksanakan proyek infrastruktur di Australia, dimana saat ini sudah digunakan pada seluruh wilayah hukum Australia dan sudah menjadi “a business-as-usual” dalam
membangun
proyek-proyek
infrastruktur
milik
negara.
Proses
pembangunan proyek dilakukan setelah pemerintah menyetujui menggunakan konsep aliansi, yaitu : 1. Pemahaman perkembangan ekonomi, Hal ini penting untuk memahami perkembangan ekonomi yang lebih luas , dalam rangka seleksi dan memutuskan pembangunan proyek aliansi berdasarkan prioritas sesuai dengan kebutuhan. Tujuan komersial proyek untuk pemerintah dan swasta perlu disejajarkan agar aliansi ini dapat beroperasi secara efektif. Perkembangan ekonomi kemungkinan akan berubah dari waktu ke waktu, hal ini memerlukankan sejumlah kebijakan yang berbeda pula.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
43
2. Membuat kerangka aliansi dan persetujuan aliansi proyek (Project Alliance Agreement), 3. Merencanakan dan menyiapkan wakil-wakil pemeritah yang akan terlibat, 4. Menyiapkan dan menyertakan penasehat-penasehat spesialis untuk memperoleh hasil yang lebih baik. 2.3.
METODE VALUE ENGINEERING
2.3.1. Konsep, Prinsip Dasar dan Manfaat Value Enngineering 2.3.1.1. Pendahuluan VE dikembangkan oleh Lawrence D.miles pada awal tahun 1940-an di perusahaan General Elcetric, guna memecahkan masalah kurangnya material dari produk yang akan mereka produksi selama perang dunia kedua. VE pada mulanya bernama analisa nilai (VA / Value Analysis) dengan konsep dasar terletak pada analisa fungsi. Metode VE dikembangkan untuk menyediakan cara pengelolaan nilai (value) dan upaya peningkatan inovasi yang sistematis guna memberikan keunggulan daya saing bagi sebuah produk. VE melakukan pendekatan analisa fungsi yang bertujuan untuk menekan biaya (cost) produksi atau proyek. VE merupakan teknik untuk mengidentifikasi dan mengurangi biaya yang tidak perlu (unnecessary cost) dalam disain, pengujian, fabrikasi, konstruksi produk (Latief, 2008). Selain menghasilkan suatu efisiensi terhadap biaya (cost efficiency), VE juga merupakan suatu metode analisis yang dapat menghasilkan inovasi (innovation) dan memberikan keunggulan daya saing (competitive advantages) pada sebuah proyek atau produk (Berawi, 2006; Berawi,2009).
2.3.1.2. Definisi dan Tujuan VE VE adalah suatu usaha yang dilakukan secara sistematik dan terorganisir untuk melakukan analisis terhadap suatu fungsi sistem, produk, jasa dengan maksud untuk mencapai atau mengadakan fungsi yang esensial dengan life cycle cost yang terendah dan konsisten dengan kinerja, kendalan, kuealitas dan keamanan yang disyaratkan (Dell’Isola, 1993; Zimmeerman and Hart, 1982). Secara definisi, VE juga dikenal dengan Value Management atau Value Analysis, dan suatu pendekatan tim yang professional dalam penerapan,
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
44
berorientasi fungsi dan sistematis yang digunakan untuk menganalisa dan meningkatkan nilai suatu produk, disain fasilitas, sistem atau servis-suatu metodologi yang baik untuk memecahkan masalah dan atau mengurangi biaya namun meningkatkan persyarataan kinerja atau kualitas yang ditetapkan.
Beberapa definisi VE lainnya adalah sebagai berikut :
Suatu sistem pemecahan masalah yang dilaksanakan dengan menggunakan kumpulan teknik tertentu, ilmu pengetahuan, tim ahli-pendekatan kreatif terorganisir yang memiliki tujuan untuk mengidentifikasikan secara sistem biaya yang tidak diperlukan seperti biaya yang tidak akan menghasilkan kualitas kegunaan, umur dan penampilan produk serta daya tarik terhadap konsumen (Miles, 1972).
Suatu usaha yang terorganisir yang ditujukan untuk menganalisa fungsi dari barang dan jasa untuk mencapai fungsi dasar dengan biaya total yang paling rendah, konsisten dengan pencapaian karakteristik yang esensial (Makarim, 2007).
Suatu pendekatan yang sistematis yang terstruktur, meningkatkan proyek, produk dan proses dengan membantu mencapai keseimbangan antara fungsifungsi yang diperlukan , kinerja,kualitas,keamanan dan ruang lingkup dengan biaya dan sumber daya lain yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan tersebut. Hasil keseimbangan tersebut akan memaksimalkan nilai proyek (www.value-eng.org).
Berdasarkan prinsip menetapkan dan menambah nilai, dengan fokus pada tujuan dan fungsi untuk meningkatkan inovasi. VE merupakan kombinasi unik antara kerangka nilai yang terintegerasi dengan fokus pada manajemen; pendekatan yang positif kepada individu dan motivasi tim; kesadaran pada kondisi
organisasi
dan
metode
dan
alat
yang
terbukti
efektif
(www.ivm.uk.org).
Suatu studi yang proaktif, kratif dan teknik pemecahan masalah yang terstruktur, pendekatana multidisiplin untuk menjelaskan sistem nilai klien menggunakan analisa fungsi untuk melihat hubungan antara waktu, biaya dan kualitas (Kelly dan Male, 1993).
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
45
Suatu upaya yang diteliti dan sistematis untuk meningkatkan nilai dan mengoptimalkan biaya siklus hidup (life cycle cost) suatu fasilitas dengan mengidentifikasikan peluang untuk menghilangkan biaya yang tidak diperlukan dengan memastikan kualitas, reliabilitas, kinerja dan faktor kritis lainnya yang memenuhi atau melebihi harapan klien (Dell’Ísola, 1997).
Suatu teknik yang inovatif, sistematis dan tepat dengan pendekatan yang multidisiplin untuk mendapatkan nilai yang terbaik dan optimalisasi biaya pada proyek, produk, system dan jasa tanpa mengorbankan tinkat kierja yang diperlukan ( Che Mat, 2002) Menurut SAVE International, Value Engineering (VE) bukan hanya
sekedar menganalisa biaya, tetapi mempunyai pengertian bahwa Value Engineering adalah :
Orientasi
sistem
mengidentifikasi
(System dan
Oriented)
menghilangkan
rencana
kerja
biaya-biaya
yang
formal tidak
untuk perlu
(Unnecessary Cost).
Pendekatan multidisiplin kelompok (Multidicipline Team Approach) tim yang terdiri dari perencana-perencana berpengalaman dan konsultan Value Engineering.
Life Cycle Oriented memperhitungkan total biaya dalam jangka waktu siklus proyek termasuk total biaya untuk memiliki dan mengoperasionalkan fasilitas.
Teknik manajemen yang telah terbukti kebenarannya (A Proven Management Technique).
Orientasi Fungsional (Function Oriented) menghubungkan fungsi yang diinginkan dengan nilai yang diterima. Aplikasi VE dalam lingkup Strategic Alliance- Public Private Partnership
akan memberikan manfaat : 1. Mampu meneyelesaikan masalah dengan prioritas tinggi. 2. Menentukan baiaya yang rendah. 3. Mengidentifikasi dan menjelaskan tujuan. 4. Mengoptimalkan komponen biaya. 5. Menghasilkan solusi yang unik.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
46
6. Meningkatkan potensial market. 7. Meningkatkan komunikasi. 8. Meningkatkan kualitas, dan 9. Mereduksi waktu. 2.3.1.3. Konsep Dasar dan Manfaat VE Konsep utama metodologi VE terletak pada nilai (value). Menurut standar SAVE (2007), Nilai (value) adalah sebuah pernyataan hubungan antara fungsifungsi dan sumber daya. Secara umum nilai (value) digambarkan sebagai berikut : Function Value = -----------Cost
(2.1)
Dimana fungsi diukur oleh kinerja yang dipersyaratkan oleh pelanggan, dan sumber daya diukur dalam jumlah material, tenaga kerja, harga, waktu dan lainlain yang diperlukan untuk menyelesaikan fungsi tersebut. Dell’Isola (1982) menyatakan bahwa konsep utama metodologi VE terletak pada nilai, fungsi dan biaya dimana hubungan tersebut dirumuskan sebagai berikut : Function+Quality Value = ----------------------Cost
(2.2)
dimana, Function/Fungsi
: Pekerjaan tertentu yang harus dikerjakan
Quality/Kualitas
: Kebutuhan pemilik/pengguna yang diharapkan
Cost/Biaya
: Life Cycle Cost dari produk/proyek, yaitu jumlah segala usaha dan pengeluaran yang dilakukan dalam mengembangkan, memproduksi dan aplikasi produk.
Alternatif hubungan tersebut adalah : Value (V) =
: yaitu biaya turun, namun fungsi dan kualitas dipertahankan.
Value (V) =
: Yaitu meningkatkan fungsi atau kualitas atau keduanya dengan
tetap mempertahankan biaya. Value (V) =
: Yaitu meningkatkan fungsi atau kualitas dengan reduksi biaya
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
47
Value (V) =
: Yaitu menaikan fungsi dan kualitas dengan meningkatkan biaya
Hubungan yang lain ditunjukan oleh Carlos Fallon (Che Mat, 2002) sebagai berikut : Value =
Worth -------Cost
(2.3)
dimana,
Value (nilai) didefinisikan sebagai biaya yang paling efektif untuk mewujudkan sejumlah fungsi yang akan memenuhi kebutuhan pengguna yang diinginkan dan diharapkan.
Worth/manfaat adalah kebutuhan pemilik/pengguna yang diharapkan
Cost merupakan Life Cycle Cost dari produk/proyek.
a. Fungsi Proses perencanaan yang dilakukan dalam VE didasarkan pada fungsifungsi yang dibutuhkan serta nilai yang diperoleh. Fungsi diartikan sebagai elemen utama dalam VE, karena tujuan VE adalah untuk mendapatkan fungsifungsi yang dibutuhkan dari suatu item dengan total terendah . Setelah fungsi teridentifikasi maka dilakukan evaluasi terhadap nilai kegunaan (worth) fungsifungsi tersebut. SAVE (2007) mengidentifikasikan nilai atau value sebagai biaya yang terendah untuk mengadakan fungsi yang diperlukan, secara andal, pada waktu dan tempat yang diinginkan dengan kuelitas yang esensial disertai faktor-faktor kinerja lainnya untuk memenuhi keperluan pengguna. VE memusatkan analisis pada masalah nilai terhadap fungsi, dengan mencari biaya terendah yang dapat memenuhi fungsinya. Value/Nilai akan selalu berkaitan dengan fungsi dari suatu produk, dimana nilai akan mencapai maksimum saat fungsi dari suatu produk, dimana nilai akan mencapai maksimum saat fungsi utama akan mencapai nilai biaya terkecil. Pemahaman akan arti fungsi amat penting karena fungsi akan menjadi objek utama dalam hubungan dengan biaya. Fungsi dapat dibagi menjadi 2 kategori :
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
48
Fungsi dasar (basic function) yaitu suatu alasan pokok sistem itu terwujud, yaitu dasar atau alasan dari keberadaan suatu produk dan memiliki nilai kegunaan.
Fungsi Pendukung (secondary function) yaitu kegunaan yang tidak langsung untuk memenuhi fungsi dasar, tetapi diperlukan untuk menunjangnya.
b. Biaya Biaya adalah jumlah segala usaha dan pengeluaran yang dilakukan dalam mengembangkan, memperoduksi dan aplikasi produk/proyek atau dengan kata lain merupakan biaya siklus hidup (life cycle cost). Penghasil produk/proyek selalu menganalisa akibat dari adanya biaya terhadap kualitas, reabilitas dan maintability karena akan berpengaruh terhadap biaya . Salah satu penyebab nilai yang rendah adalah akibat adanya biaya yang tidak perlu (unnercessary cost), menurut Dell’Isola (1997) disebabkan oleh :
Kurangnya informasi. Data yang tidak cukup mengenai keinginan dan kebutuhan pada fungsi klien atau user dan informasi mengenai matrial baru, produk atau proses yang dapat memenuhi keinginan tersebut dengan batasan biaya yang diinginkan.
Kurang ide. Pembentukan ide-ide alternatif perlu dilakukan untuk mengurangi biaya yang tidak perlu dan pemilihan dilakukan berdasarkan ekonomi dan kinerja.
Keadaan sementara. Adanya desain dan waktu yang mendesak dapat memaksa membuat keputusan unuk mendapatkan kesimpulan yang cepat untuk memenuhi persyaratan waktu tanpa persiapan yang baik untuk mencapai nilai yang baik (good value).
Keyakinan benar salah (honest wrong beliefs). Biaya yang tidak perlu sering disebabkan oleh keputusan dibuat
berdasarkan keyakinan benar bukan
berdasarkan fakta sebenarnya.
Kebiasaan dan perilaku. Kebiasaan adalah reaksi atau respon yang dipelajari untuk melakukan secara otomatis.
Perubahan dalam persyaratan klien. Persyaratan klien yang baru menghasilkan perubahan selama desain dan konstruksi menyebabkan peningkatan biaya dan perubahan waktu.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
49
Kurang komunikasi dan koordinasi. Hal ini merupakan alasan utama penyebab biaya yang tidak perlu. VE memberikan kesempatan komunikasi melalui diskusi dan bebas untuk mengekspresikan pendapat.
Standar dan spesifikasi yang ketinggalan zaman. VE membantu fokus pada teknologi baru dan standar pada area dimana biaya tinggi dan rendah dapat terjadi.
c. Nilai (Value) Nilai merupakan cara dengan biaya yang efektif untuk mendapatkan fungsi yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan klien atau pengguna. Dalam kajian VE, nilai yang diutamakan adalah nilai ekonomi yang terbagi dalam empat (4) kategori, yaitu : 1. Nilai biaya (cost value) yaotu biaya total untuk memproduksi item tertentu, yaitu jumlah biaya tenaga kerja, bahan, alat dan overhead. 2. Nilai tukar (exchange value) yaitu suatu ukuran dari sifat dan kualitas produk yang membuat seseorang mengorbankan sesuatu untuk mendapatkan produk tadi. 3. Nilai penghargaan (esteem value) merupakan ukuran dari semua sifat dan keistimewaan yang membuat pemiliknya merasa lebih dihargai. 4. Nilai kegunaan (use value) adalah kerja atau pelayanan yang dapat dihasilkan produk atau yang dapat dibantu dihasilkan oleh produk. Sementara itu, nilai sesungguhnya (real value) adalah tingkat penerimaan produk oleh konsumen dan merupakan indeks akhir nilai ekonomi 2.3.1.4. Manfaat Value Engineering Program
VE
telah
menghasilkan
berbagai
perbaikan
pada
proyek/sistem/produk dan pencapaian nilai yang telah banyak digunakan di negara-negara maju dan menghasilkan efek yang luar biasa (In-Chi-Sung, 2009). Perbaikan besar telah dicapai dalam laba atas investasi modal proyek sebesar 50% pada berbagai proyek konstruksi di Inggris (www.ivm.org.uk) serta penghematan anggaran biaya proyek publik yang mencapai 25% dari total anggraan biaya proyek-proyek raksasa di Amerika Serikat (www.value-eng.org). Beberapa manfaat penerpan VE khususnya pada proyek konstruksi dijabarkan dalam tabel berikut :
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
50
Tabel 2.9. Manfaat VE pada Proyek Konstruksi No 1
2
MANFAAT Memberikan dukungan dalam pengambilan keputusan Mengidentifikasi & mengevaluasi kebutuhan konstruksi sebelum membuat sebuah komitmen besar menyangkut keuangan
3
Memecahkan masalah
4
Mengidentifikasi resiko
5
Memperbaiki nilai dan kinerja proyek (project improvement)
6 7 8 9
Memperjelas tujuan proyek (Project objectives) Mengahasilkan ide-ide baru Memberikan durasi produksi terpendek pada biaya yang paling minimal Mengurangi biaya-biaya yang tidak diperlukan (cost reduction)
10
Memperbaiki fungsi lebih (Provide more function)
11
Memperbaiki komunikasi dan kinerja tim
12
Mencapai value for money
14
Terciptanya banyak ide inovasi LCC yang lebih kecil
15
Meningkatkannya efisiensi
13
kreatif dan
REFERENSI Dell’Isola (1982); Younker (2003)
Connaughton dan Green (1996) Dell’Isola (1982);Hammersley (2002), Younker (2003); Robinson (2008) Dell’Isola (1982) Dell’Isola (1982); Palmer et al (1996); Connaunghton dan Green (1996) ; Puccetas dan Hunt (1998);Younker (2003) Dell’Isola (1982) ; Palmer et al (1996) Dell’Isola (1982); Lin (2009) Dell’Isola (1982) Palmer et al (1996); Connaunghton dan Green (1996); Younker (2003); Lin (2009) Dell’Isola (1982); Kasi & Snoodgrass (1994); Palmer et al (1996); Connaunghton dan Green (1996);Puccetas (1998); Younker (2003); Jaapar dan Torrence (2006); Lin (2009) Connaunghton dan Green (1996); Hammersley (2002); Liu dan Leung (2002), Leung et al.(2002); Younker (2003); Lin (2009) Connaunghton dan Green (1996); Puccetas (1998); Lin (2009) Dell’Isola (1982);Connaunghton dan Green (1996); Robinson (2008) ; Lin (2009) Puccetas (1998) Dell’Isola (1982);Connaunghton dan Green (1996);Kasi & Snoodgrass (1994); Daddaow dan Skitmore (2005); Jaapar dan Torrence (2006); Robinson (2008)
2.3.1.5. Potensi Penghematan Studi VE Pelaksanaan Studi VE secara teoritis dapat dilakukan selama siklus proyek yang simulai dari tahap konsep dengan potensi penhematan biaya yang paling besar dibandingkan dengan pada tahap konstruksi karena fleksibilitas yang tinggi dalam membuat perubahan tanpa biaya dan waktu tambahan untuk redesain (ASTM 2005). Menurut Dell’Isola (1993) pelaksanaan studi VE lebih baik dilakukan pada awal proyek yaitu pada tahap konsep dan jika diterapkan akan meningkatkan investasi untuk pelaksanaan perubahan dan adanya penolakan terhadap perubahan. Penerapann VE pada tahap desain akan memberikan
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
51
penghematan waktu dan biaya bagi pemilik proyek ( Ali dan Assaf, 2005[1];Miles, 1972[2]). Pelaksanaan studi VE dapat dilakukan pada tahap konsep, perencanaan, desain dan konstruksi yang memiliki tujuan yang berbeda seperti pada setiap tahapannya. Studi VE dapat dilakukan berulang untuk proyek yang kompleks dan mahal, minimum dilaksanakan 2x studi VE yaitu pada tahap pra-desain dan tahap pengembangan desain (ASTM, 2005). Menurut Al-Yousefi (2006) mengusulan pelaksanaan VE diusulkan pada tahap desain (schematic, basic dan design development) atau pada 30%,60%, dan 90% tahap desain. Sedangkan pada ASTM (2005) menyatakan VE dapat dilakukan pada tahap schematic design (15% desain), pengembangan (45% desain) dan dokumen konstruksi (100% desain). Pelaksanaan studi VE pada beberapa tahapan desain untuk memastikan fungsi proyek , untuk memverifikasi pendekatan teknis dan manajemen, menganalisa pemilihan peralatan dan material dan untuk menilai kelayakan ekonomi dan teknis proyek. Pada tahap konstruksi, analisa studi VE dilakukan oleh kontraktor melalui Value Engineering Change Proposal (VECP). Kontraktor membuat alternatif motode konstruksi yang dapat mengurangi biaya atau durasi proyek tanpa mengurangi biaya atau durasi proyek tanpa mengurangi kinerja dan kualitas. Dalam rangka mendorong kontraktor untuk mengajukan proposal, klien dan kontraktor perlu berbagi penghematan yang dihasilkan jika tercantum dalam kontrak (ASTM, 2005).
2.3.2. Studi VE Proses VE disebut dengan studi VE yaitu suatu urutan aktivitas dalam studi nilai yang dilakukan untuk suatu objek (proyek, proses, produk) yang meliputi pendefinisian fungsi-fungsi, pengembangan dan evaluasi gagasan yang akan menghasilkan proposal VE dan diselenggarakan dalam bentuk workshop (Miles, 1961).
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
52
Pre Study Activities
Stage 1 – Pre Workshop/Study
Stage 1 – Workshop/Study (Value Job Plan)
No
Function Analysis Phase
Information Phase
Creative Phase
Presentation Phase
Results OK ?
Evaluation Phase
Yes
Development Phase
No Results OK ?
Stage 3 – Post Workshop/Study Yes Implementation Phase
Value Study Phase
Follow Up Phase
Additional Avtivities
Gambar 2.11. Studi Value Engineering Sumber : Value Standar, SAVE, 2007
2.3.2.1. Pra Workshop Aktivitas umum pada tahap Pre-Workshop menurut Value Standard Body of Knowledge yang diterbitkan oleh SAVE Standard Tahun 2007 adalah sebagai berikut :
Mengembangkan lingkup dan tujuan Studi Nilai
Mendapatkan data dan informasi proyek
Mendapatkan dokumen utama seperti definisi lingkup kerja, gambar, spesifikasi, laporan dan informasi proyek.
Identifikasi dan prioritaskan isu-isu strategis.
Menentukan lingkup dan tujuan studi
Melakukan analisis benchmarking kompetitif (competitive bechmarking analysis).
Identifikasi anggota Tim Studi VE.
Mendapatkan komitmen dari anggota tim terpilih untuk mencapai tujuan proyek.
Review biaya proyek.
Mengumpulkan pelanggan yang sesuai/informasi dari pengguna tentang proyek.
Jika sesuai , undang supplier, pelanggan , atau pihak yang berkepentingan untuk berpartisipasi pada studi nilai.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
53
Berdasarkan informasi yang terkumpul, tim VE akan melakukan :
Pengembangan model dan diagram informasi tentang proyek.
Menentukan tanggal waktu, lokasi studi atau keperluan lain.
Dengan jelas menegaskan persyaratan untuk hasil studi nilai yang sukses.
2.3.2.2. Aktivitas Workshop Menurut Value Standard Body Of Knowledge yang diterbitkan oleh SAVE Tahun 2007, aktivitas workshop terdiri dari atas 6 tahap sebagai berikut : a) Tahap Informasi Selama fase ini, tim VE menggali sebanyak mungkin informasi mengenai desain, latar belakang kendala dan proyeksi biaya proyek. b) Tahap Analisa Fungsi Fase identifikasi dan analisis fungsi adalah salah satu fase dari job plan VE yang bertujuan untuk memahami proyek dari sudut pandang ungsi berdasarkan apa yang harus dilakukan. Tujuan fase identifikasi dan analisis fungsi adalah mengidentifikasi funngsi-fungsi yang memiliki peluang bagi upaya pengingkatan nilai. c) Tahap Kreativitas Di dalam fase ini, tim studi VE melakukan proses interaksi tim yang kreatif yang bertujuan untuk membentuk banyak ide yang terkait dengan cara lain untuk menjalankan fungsi-fungsi proyek. Alternatif yang diajukan mungkin didapatkan dari
pengurangan
,
penyederhanaan
atau
modifikasi
dengan
tetap
mempertahankan fungsinya. Tahap ini menjawab pertanyaan tentang cara apa yang harus dilakukan untuk menemukan kebutuhan dan hal apa saja yang ditampilkan oleh fungsi yang diinginkan . Pada tahap ini juga dilakukan sumbang saran (brainstorming) guna mendorong penggunaan imajinasi dan pemunculan ide-ide
baru
tanpa
memikirkan
praktis
atau
sulit
tidaknya
untuk
diimplementasikan. d) Tahap Evaluasi Fase Evaluasi , mengurangi jumlah ide yang telah teridentifikasi menjadi sebuah daftar ide yang paling berpotensi untuk mengingkatkan hasil proyek . e) Tahap Pengembangan
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
54
Tahap ini bertujuan menganalisa lebih lanjut alternatif-alternatif yang terplih dari tahap sebelumnya, dibuat program pengembangan idenya, sampai menjadi usulan yang lengkap. f) Tahap Presentasi Pada tahap ini tim studi VE akan mempresentasikan laporan pendahuluan VE secara tertulis yang merupakan representasi hasil-hasil kegiatan workshop VE, memaparkan alternatif nilai (value) kepada tim manajemen dan stakeholders lain atau pembuat keputusan (decision makers). Laporan berisi fakta dan informasi untuk mendukung argumentasi dengan sistematika sebagai berikut :
Identifikasi proyek.
Penjelasan fungsi masing-masing komponen dan keseluruhan komponen, sebelum dan sesudah dilakukan studi VE.
Perubahan desain yang diusulkan.
Perubahan biaya.
Total penghematan biaya yang akan diperoleh Tahap ini juga menjawab pertanyaan fundamental tentang alternatif mana
yang terbaik, apa pengaruh dari pengembangan ide atas alternatif , bagaimana biayanya dan bagaimana tim studi VE dapat membantu tim proyek dan manajer senior memperoleh keputusan yang informatif sehingga mereka dapat memilih ide yang sesuai dengan rencana startegis ? Aktivitas , tools dan hasil pada tahap workshop terangkum dalam tabel 2.9. 2.3.2.3. Aktivitas Pasca Workshop Aktivitas Pasca Workshop meliputi 2 tahap, yaitu tahap implementasi dan tahap tindak lanjut. a) Tahap Implementasi Tahap ini bertujuan untuk memastikan bahwa alternatif nilai yang telah disepekati dalam laporan awal studi nilai telah diterapkan oleh manajemen dan tim proyek . b) Tindak Lanjut Aktivitas Studi Nilai Tahap ini bertujuan untuk melaksanakan implementasi bahwa alternatif hasil studi nilai dan meningkatkan aplikasi metodologi nilai untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
55
Adapun pertanyaan fundamental yang harus dijawab adalah “Apa yang telah kita pelajari mengenai bagaimana menciptakan atau meningkatkan nilai terbaik ?”. 2.3.3. Tools Dalam Studi Rekayasa Nilai Beberapa tools/teknik yang dapat digunakan selama tahap pelaksanaan workshop adalah sebagai berikut :
Quality Function Development Quality Function Development (QFD) merupakan suatu tools/teknik yang digunakan pada fase informasi untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam studi VE (Standard SAVE, 2007), terutama data dan informasi yang terkait dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan. QFD adalah tools/teknik/metodologi nilai yang fokus terhadap pengumpulan, pemahaman , dan penyebaran “suara pelanggan” diseluruh lingkungan organisasi, memastikan bahwa “suara pelanggan”sudah tercermin dalam pengembangan , produksi, instalasi layanan dan karakteristik dari sebuah produk. Untuk menjalankan tools ini membutuhkan diagram/matriks khusus. Adalah langkah yang sangat efektif untuk mengukur dan menyusun skala prioritas dari nilai-nilai pelanggan dan mantransfer nilai-nilai pelanggan kedalam karakteristik produk(Kelly et.al, 2004).
Voice of Customer Voice of Customer merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase informasi untuk mencari tahu secara langsung tentang kebutuan nilai para pelanggan yang diinginkan dari sebuah proyek, layanan atau system yang sedang distudi (Kasi and Snodgrass, 1994).
Benchmarking Benchmarking merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase informasi untuk menjalankan analisa perbandingan (Benchmarking) guna mendapatkan hasil proyek yang kompetitif (Standard SAVE 2007). Benchmarking adalah proses yang sangat terstruktur yang terdiri dari beberapa langkah yang perlu dilakukan . Proses benchmarking berfokus pada isu-isu tentang “bagaimana” sesuatu dapat dibuat dan diastukan kedalam organisasi (proyek) secara sistematis (Shen dan Liu, 2007) . Watson (1993) menyoroti bahwa proses benchmarking melibatkan 4 pertanyaan kunci :
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
56
1. Apa yang seharusnya kita benchmark ? 2. Siapa yang seharusnya kita benchmark ? 3. Bagaimana kita melakukan proses itu ? 4. Bagaimana mereka melakukan proses itu ?
Tear Down Analysis Tear Down Analysis merupakan salah satu tools/teknik yang digunkana pada fase informasi untuk menjalankan analisa perbandingan (benchmarking) proyek dengan proyek lainnya yang memiliki kemiripan guna mendapatkan hasil proyek yang kompetitif (Standar SAVE 2007). Definisi Value Analysis Tear-Down adalah Sebuah metode analisis perbandingan dimana produk, sistem komponen, dan data yang telah diurai dibandingkan secara visual, dan fungsi-fungsi
mereka
ditentukan,
dianalisa,
dan
dievaluasi
untuk
meningkatkan nilai (value) yang menambah karakteristik dari proyek yang sedang distudi (Sato dan Kaufman 2004; Rain dan Sato 2005).
Pareto Analysis Pareto Analysis merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase informasi untuk menjalankan analisa perbandingan guna mendapatkan hasil proyek yang kompetitif (Standar SAVE 2007). Tools/teknik ini menggunakan hukum pareto yaitu 80% biaya total tertinggi sebuah produk/proyek terjadi pada 20% item pekerjaan .
Design for Assembly Design for Assembly merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase informasi untukmenjalankan analisa perbandingan (benchmarking) guna mendapatkan hasil peroyek yang kompetitf (Standard SAVE 2007). Dengan memanfaatkan desain awal, tools/teknik Design for Assembly dapat membantu untuk membidik secara tetap ke komponen-komponen dan proses-proses yang akan memberikan keuntungan yang paling besar melalui desain ulang, atau menghapusnya, sementara itu penyimpangan yang terjadi tidak terlalu jauh terhadap desain aslinya (Borza dan Gour, 1996). Ada
beberapa
panduan
desain
yang
harus
diperhatikan
dalam
menghasilkan atau mengkaji desain ketika menerapkan tools/teknik Design for Assembly (Rains & Sato, 2008). Panduan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
57
Sederhanakan disain dan kurangi jumlah bagian. Merancang orientasi bagian-bagian dan meminimalkan upaya yang tidak menghasilkan nilai tambah dan bisa membuat kebingungan di dalam mengarahkan dan merakit bagian-bagian. Menciptakan rancangan yang memberikan kemudahan dalam merakit bagianbagian dengan memanfaatkan pola-pola sederhana dan meminimalkan as/poros perakitkan. Menciptakan rancangan yang tidak rumit dan lebih cepat dalam perakitan.
Random Function Identification Random Function Identification merupakan salah satu tools yang digunakan pada fase identifikasi fungsi-fungsi yang ada dalam protek dengan cara random (Standard SAVE 2007).
Function Analysis System Technique Function Analysis Sistem Technique/FAST merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase analisa fungs untuk menganalisa fungsi-fungsi dari proyek dan merupakan sebuah model fungsi serta memenuhi logika HOWWHY (Standard SAVE 2007).
Function TREE Function TREE merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase analisa fungsi untuk menganalisa fungsi-fungsi dari proyek dan merupakan sebuah model fungsi serta memenuhi logika HOW-WHY (Standard SAVE 2007). Function TREE disusun sebagai sebuah grafik hirarki dari fungsifungsi yang disusun secara vertikal. Model ini menempatkan fungsi dasar di puncak grafik fungsi dari masing–masing sistem utama ditempatkan di bawah fungsi dasar. Kemudian, fungsi pendukung ditempatkan pada baris di bawah fungsi utama. Proses ini dilanjutkan sampai dengan tingkat detil tertentu dimana tim merasa cukup untuk mencapai maksud dilakukannya studi.
Cost to Function Analysis (Function Matrix) Cost to Function Analysis merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase identifikasi dan analisa fungsi dengan memasukkan biaya pada model, yang telah dikembangkan oleh Ketua Tim Studi VE, untuk
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
58
mendapatkan fungsi-fungsi yang memiliki value mismatched sebagai fokus yang akan diteliti/distudi pada fase kreativitas (Standard SAVE 2007). Cost to Function Analysis dilakukan dengan menghitung nilai rasio antara cost dan worth. Area/Fungsi dengan nilai rasio yang besar menunjukan bahwa area/fungsi tersebut memiliki potensi peluang untuk diteliti/distudi guna mencapai peningkatan nilai (value).
Value Index (Function cost/Function Worthy) Value Index (Function cost/Function Worthy) merupakan sebuah nilai perbandingan (rasio) antara biaya fungsi (cost function) berbanding dengan manfaat fungsi (worth function). Rasio ini digunakan untuk menentukan peluang bagi peningkatan nilai , yang biasanya diidentifikasi pada fase analisa fungsi. Value Index merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase identifikasi dan analisa fungsi dengan memasukan dimensi biaya pada model, yang telah dikembangkan oleh Ketua Tim Studi VE, untuk mendapatkan fungsi-fungsi yang memiliki value mismatch sebagai fokus yang akan diteliti/distudi pada fase kreativitas (Standard SAVE 2007). Value Index dilakukan dengan menghitung nilai perbandingan (rasio) antara biaya fungsi (cost
function)
berbanding
dengan
manfaat
fungsi(worth
function).
Area/fungsi dengan nilai rasio yang besar menunjukan bahwa area/fungsi tersebut memiliki potensi peluang untuk diteliti/distudi guna mencapai peningkatan nilai (value).
Creativity “Ground Rules” Creativity “Ground Rules”merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase kreativitas untuk menetapkan beberapa aturan yang melindungi lingkungan kreatif yang sedang dikembangkan (Standar SAVE 2007).
Brainstroming Brainstorming merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase kreativitas untuk menghasilkan banyak ide berkaitan dengan cara lain untuk menjalankan fungsi-fungsi (Standar SAVE 2007; Connaughton dan Green, 1996).
Checklist
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
59
Checklist merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase kreativitas untuk menampung/mendaftar berbagai ide yang dihasilkan selam fase kretifitas berlangsung (Younker, 2003).
TRIZ TRIZ merupakan salah satu tools/teknik yang digunkan pada fase kreativitas untuk menghasilkan banyak ide alternatif berkaitan dengan cara lain untuk menjalankan fungsi-fungsi guna mencapai peningkatan nilai (Standard SAVE 2007).
Delphi Delphi merupakan salah satu tool/teknik yang digunakan pada fase kreativitas untuk menghasilkan banyak ide berkaitan dengan cara lain untuk menjalankan fungsi-fungsi (Standard SAVE 2007).
Value Matrix Value matrix merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase evaluasi untuk mengevaluasi ide-ide yang dihasilkan selama fase kreatifitas. (Coonaughton dan Green, 1996;Tounker, 2003; Standard SAVE 2007).
Choosing By Advantages (CBA) Choosing By Advantages (CBA) merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase evaluasi untuk mengevaluasi ide-ide yang dihasilkan selama fase kreatifitas untuk selanjutnya akan dikembangkan pada fase pengembangan (Standard SAVE 2007).
Life Cycle Costing (LCC) Life Cycle Costing (LCC) merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase pengembangan untuk memilih berbagai alternatif disain dari ide terpilih (Standard ASTM E-1699, 2005).
2.3.3.1. Analisa Fungsi dan FAST Diagram Fungsi merupakan elemen utama dalam VE, karena tujuan VE adalah untuk mendapatkan fungsi-fungsi yang dibutuhkan dari suatu produk/proyek dengan total terendah. Fungsi dapat dibagi menjadi 2 kategori , yaitu:
Fungsi Dasar, yaitu dasar atau alasan dari keberadaan suatu produk dan memiliki nilai kegunaan.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
60
Fungsi Kedua atau Secondary Function, yaitu kegunaan yang tidak langsung untuk memenuhi fungsi dasar, tetapi dipergunakan untuk meununjangnya dan biasanya merupakan hasil dari konfigurasi desain tertentu.
Selain itu, D.Miles mengelompokan fungsi menjadi :
Fungsi Kerja
–Dihubungkan dengan nilai kegunaan.
Fungsi Jual
–Dihubungkan dengan nilai keindahan atau penghargaan.
Fungsi dasar suatu proyek/produk merupakan pekerjaan utama yang harus dilaksanakan.
Standard SAVE(2007) mengenal 4 model diagram FAST, yaitu : o Classical FAST Model : Fungsi yang menggambarkan kesalingterhubungan antara fungsi yang satu dengan fungsi yang lain didalam logika “HOWWHY”.Model ini dikembangkan oleh Charles Bytheway. o Heirachy Function Model : Sebuah grafik hiraski dari fungsi-fungsi yang disusun vertical. Model ini menempatkan fungsi dasar di puncak grafik. Fungsi dari masing-masing sistem utama ditempatkan dibawah fungsi dasar. Kemudian, fungsi pendukung ditempatkan pada baris dibawah fungsi sistem utama. Proses ini dilanjutkan dampai dengan tingkatan detil tertentu dimana tim merasa cukup untuk mencapai maksud dari dilakukannya studi. o Technical FAST Model : Sebuah bentuk lain dari Classical FAST yang menambahkan “all the time”function “one time”function dan “same time” function atau “cassed by”function. o Costumer Oriented FAST Model : Jenis diagram FAST ini dikembangkan untuk mencerminkanbahwa pelanggan adalah pihak yang menentukan nilai (value) dalam proses analisis fungsi. Costumer Oriented FAST menambahkan fungsi-fungsi pendukung : attract users, satisfy users, assure dependability dan assure convenience. Fungsi-fungsi proyek yang mendukung fungsi-fungsi pelanggan ini ditentukan dengan menggunakan logika “HOW-WHY”.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
61
FUNCTION ANALYSIS SYSTEM TEHNIQUE Technically-Oriented FAST GROUND RULES WHY?
SCOPE LINE
HOW?
Higher Order Function
Function that happen “All The Time”
Design Objective
WHEN? Design Objective
Basic Function
Critical Path Function
Required SecondaryFunction
Required SecondaryFunction
Required SecondaryFunction
Create Function
Function that happen “All The Same Time” and/or “Are Causes by” some other function
SCOPE OF PROBLEM UNDER STUDY
Gambar 2.12. FAST Diagram-Technical Oriented Sumber : Snodgrass, CVS et all, Function Analysis, 1986
Dalam penggunaannya FAST berfungsi untuk (Mitchel et al, 1996) :
Membantu dalam mengorganisir daftar fungsi-fungsi.
Membantu dalam menentukan fungsi dasar.
Membantu dalam menentukan fungsi-fungsi yang tidak tampak dalam daftar fungsi-fungsi.
Menambah pengertian pada perencanaan yang ada dan penentuan masalah.
Membantu dalam mengembangkan kreatif alternatif yang berlaku.
Memperkuat penyajian visual kepada decision makers. Hasil-Hasil yang dicapai dalam studi VE sebagian besar tergantung pada
keahlian dan kreativitas yang menentukan fungsi-fungsi dari item atau sistem yang bersangkutan. Prosedur membuat FAST diagram : 1. Lakukan pendataan pada semua fungsi dalam suatu uraian kata kerja-kata benda. 2. Tuliskan semua fungsi-fungsi.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
62
3. Libatkan seluruh anggota tim dalam penyusunan diagram dan memecahkan hambatan kelompok. 4. Pergunakan worksheet fungsi dalam merumuskan HOW dan WHY. 5. Tentukan pada level yang rinci (level of indenture or abstraction) dengan pertimbangan dan pandangan dari anggota tim dan tergantung pada tingkat kegunaan diagram. 6. Gambarkan diagram dimulai dengan mengambil satu fungsi dengan pertanyaan baik WHY atau HOW. 7. Tempatkan setiap jawaban dari WHY pada suatu blok disebelah kiri fungsi dan setiap jawaban dari HOW pada suau blok di sebelah kanan dari fungsi. Contoh penggunaan dari FAST Diagram dapat dilihat pada gambar 2.10. sebagai berikut : HOW ?
WHY?
SUPPORT FLOOR
SUPPORT DECKING
SUPPORT BEAMS
SUPPORT GIRDERS
SUPPORT COLUMNS
SUPPORT FOOTINGS
PREPARE SOIL
Gambar 2.13. Contoh FAST Diagram Sumber : Chandra, 1987
2.3.3.2. Matriks Prioritas dan Matriks Evaluasi Matriks Prioritas dan Weighted Evaluation Matrix banyak digunakan oleh para praktisi pada tahap evaluasi. Weighted Evaluation dilakukan pada tahap kreatif setelah ide yang dihasilkan dievaluasi berdasarkan merits and dimerits. Ide-ide tersebut ada yang tidak dapat diaplikasikan, tidak relevan dan/atau tidak bermanfaat dimana pada studi tradisional juga yang sudah diabaikan. Ide-ide tersebut memilki potensial penghematan biaya proyek atau peningkatan proyek untuk dikembangkan lebih lanjut. Eric Adam (1993) mengkategorikan ide dalam 4 kelompok , yaitu :
Dapat dilakukan (Kategori 1)
Ide yang baik, tetapi buth investigasi atau biaya (Kategori 2)
Ide yang baik untuk masa depan (Kategori 3)
Dihapus, tetapi tetap disimpan (Kategori)
Setelah penentuan kategori kemudian dilakukan Weighted Evaluation untuk merangking kriteria disain sesuai kebutuhan pengguna. Hal ini dilakukan bersama-sama dengan klien agar dapat disepakati adalah sebagai berikut :
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
63
Tabel 2.10. Evaluation Matrix (Eric Adam, 1993) EXECUTION PHASE STUDY TITLE GOALS, DESIRED,CRITERIA,FUNCTION,FEATURES
DETERMINING WEIGHTS FOR EVALUATION ASSIGNED RAW SCORES WEIGHT
A B …. E TOTAL
Matriks Prioritas digunakan untuk mengukur presepsi tim VE akan berbagai faktor yang terkait, dengan single item, produk apapun sistem. Weighted Evaluation Matrix digunakan untuk mengevaluasi bobot setiap gagasan. Tabel 2.11. Prioritizing Matrix B
How important Design Criteria : 3 Major Prefence A 2 Medium Prefence 1 Minor Frefence ½ Equal Prefence
C
D
E
B C D E
(New South Wales Go VEVEment , PWD Manual, Jan 1990)
Tabel 2.12. Evaluation Matrix (II) List of the best idea to see which has best trade-off or optimization potential IDEAS Present Ways
WT 5 4 3 2 1 Sub Total
IDEAS
WT
IDEA ke n
5 4 3 2 1 Sub total
ASSIGNED VALUE E VG G F P
E VG G F P
E VG G F P
E VG G F P
E VG G F P
E VG G F P
TOTAL E VG G F P
E VG G F P
E VG G F P
ASSIGNED VALUE E VG G F P
E VG G F P
E VG G F P
E VG G F P
E VG G F P
E VG G F P
Rank
TOTAL E VG G F P
E VG G F P
E VG G F P
Rank
E : Execellent , VG : Very Good, G : Good, F: Fair :, P: Poor ( New South Wales GoVEVEment, PWD Manual, Jan 1990)
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
64
2.3.3.3. Life Cycle Cost Life Cycle Cost (LCC) didefinisikan sebagai nilai saat ini yang mencangkup keseluruhan biaya proyek meliputi biaya investasi awal, biaya operasional, biaya kepemilikan dan nilai akhir proyek pada umur rencana yang ditentukan (RICS, 1999). Periode waktu yang digunakan adalah masa guna efektif yang digunakan untuk fasilitas yang bersangkutan. Analisis LCC dalam VE dilakukan berbasis pada nilai dan digunakan untuk menentukan alternatif dengan biaya paling rendah. Didalam VE seluruh gagasan dapat dibandingkan atas dasar LCC nilai seluruh alternatif didefinisikan untuk menghasilkan fungsi dasar atau sekumpulan fungsi yang sama. Selain fungsi yang sebanding, analisis ekonomi mensyaratkan bahwa alternatif-alternatif dipertimbangkan atas dasar kesamaan kerangka waktu, tingkat kualitas, kuantitas , tingkat pelayanan, kondisi ekonomi, kondisi pasar dan kondisi operasi. Elemen-elemen biaya yang diperhitungkan meliputi : 1. Biaya Awal (Initial Cost)
Biaya Bangunan / Produk (Item Cost), yaitu biaya untuk memproduksi atau membangun produk bangunan yang bersangkutan.
Biaya Pengembangan (Development Cost), yaitu biaya-biaya yang terkait dengan desain, pengujian, prototype dan model.
Biaya Implementasi (Implementation Cost),yaitu biaya yang diantisipasi setelah ada gagasan yang disetujui, seperti desain ulang, inspeksi, pengujian, administrasi kontrak, pelatihan dan dokumentasi.
Biaya Lain-Lain (Micellaneous Cost), yaotu biaya yang tergantung dari produk /banguan yang bersangkutan , termasuk biaya peralatan yang diadakan oleh pemilik, pendanaan , lisensi dan biaya jasa (fee) dan pengeluaran sesaat lainnya.
2. Biaya Tahunan (Annual Reccuring Costs)
Biaya Operasi (Operational Cost), meliputi pengeluaran ahunan yang diperkirakan yang berhubungan dengan produk/bangunan tersebut seperti utilitas, bahan bakar, perawatan, asuransi , pajak, biaya jasa lainnya dan buruh.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
65
Biaya Pemeliharaan (Maintenance Cost), meliputi pengeluaran tahunan untuk perawatan dan pemeliharaan preventif terjadwal untuk suatu produk/bangunan
agar
tetap
berada
dalam
kondisi
yang
dapat
dioperasikan.
Biaya-biaya Berulang Lain (Other Reccuring Cost), meliputi biaya-biaya untuk penggunaan tahunan peralatan yang terkait dengan suatu produk/bangunan dan juga biaya pendukung tahunan untuk management overhead.
3. Biaya Tidak Berulang (Nonrecurring Cost)
Biaya Perbaikan dan Penggantian dan Penggantian (Repair and Replacement Cost), yaitu biaya yang diperkirakan atas dasar kerusakan dan penggantian yang diprediksi.
Nilai Sisa (Salvage), atau Residual Value, yaitu nilai pasar atau niali guna yang tersisa dari suatu produk/bangunan pada akhir masa layan yang diplih dalam LCC.
Beberapa teknik menghitung LCC tersedia, mulai dari single payback (yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan investasi) sampai teknik discounting techniques yang memasukan perhitungan timevalue of money (Flanagan et al 1989). Simple Payback Method Metode
ini
menghitung
berapa
waktu
yang
dibuthkan
untuk
mengembalikan investasi bawal, misalnya dengan menghitung income atau berapa besarnya penghematan biaya energi bisa dilakukan. Untuk proyek-proyek dengan waktu yang pendek, metode ini lebih dipilih. Metode ini didasarkan pada asumsi sederhana pemilihan periode penegmbalian dan tidak begitu memperhitungkan biaya-biaya pengganti pada periode lainya, menghasilkan kesimpulkan yang agak rancu. Metode ini juga mengembalikan cash flow diluar periode pengembalian. Discounting Methods
Discounted Payback Method Discounted payback method mencoba untuk mengatasi kekurangan dari metode simple payback method, dengan memperhitungkan value for money. Nilai uang saat ini dibandingkan dengan nilai uang beberapa tahun kemudian berbeda untuk jumlah yang sama .
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
66
Present Cost Present Cost adalah jumlah uang yang dibutuhkan saat ini mencakup total biaya dengan memperhitungkan akumulasi bunga (interest). Present Cost digunakan jika tidak ada tangible benefit yang kan diperhitungkan dan dirumuskan sebagai berikut : PC0i
=
C10
Ci-1 Ci-2 Ci-L CiT + ------- + ------- + ------ + ------- + ------1+r (1+r)2 (1+r)1 (1+r)T
(2.4)
Ci1 PCi = -------(2.5) (1+r)2 Dimana Cit adalah biaya estimasi untuk pilihan I pada tahun t,r adalah discount rate yang pada dasarnya berbeda dengan rate of interest dan inflasi, dan T adalah periode analisa dalam tahun .
Net Present Cost Net Present Value memperhitungkan cost dan benefit dan digunakan secara komersial untuk mengaprasial pilihan investasi. NPV merupakan teknik yang sesuai untuk menghitung cashflow comparisons untuk jangka waktu yang lama seperti proyek-proyek infrastruktur dengan skema Public Finance Investment (Kelly, Roy and Wilkinson, 2003). Rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut :
NPVi =
(2.6)
Di mana B adalah keuntungan pada tahun ke-t.
Internal Rate of Return Internal Rate of Return (IRR) adalah discount rate yang memberikan nilai net present value menjadi nol. Rumus untuk menghitung IRR adalah sebagai berikut : IRR = I :
(2.7)
Benefit-Cost Ratio Method
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
67
Benefit-Cost Ratio Method (BCR) merupakan metode yang serupa dengan IRR namun sangat baik digunkan pada kasus dimana net outflow diperhitungkan. BCR adalah rasio dari present value of future benefits dibandingkan dengan present value of future costs. Rumusan BCR dihitung dengan formula sebagai berikut : NPV + 1 BCR = -----------I Dimana I adalah present value dari biaya investasi proyek.
(2.8)
2.3.4. Penerapan VE pada Infrastruktur di Negara Lain 2.3.4.1. Amerika Untuk proyek Infrastruktur transportasi dalam jangka panjang denagn investasi yang besar, VE merupakan suatu pendekatan yang sistematis untuk menemukan keseimbangan fungsional antara biaya jangka panjang, kehandalan dan kinerja suatu proyek (Pylkas et al., 2002). Penerapan VE dalam infrastruktur transportasi terbukti dapat membantu klien dan tim desain konstruksi memastikan proyek memenuhi kebutuhan dan tujuan secara efektif dan efisien, memecahkan masalah dan mendapatkan konsensus awal untuk arah proyek dan membantu membangun fungsi tim desain konstruksi untuk lebih efektif (Hays, 2006). Dalam hal ini VE dapat berfungsi sebagai sistem komunikasi yang sangat efektif, sebagai alat pemersatu kepentingan yang beragam untuk mencapai satu tujuan bersama yaitu melakukan fungsi yang telah ditentukan dengan biaya rendah . Penggunaan VE pada proyek infrastruktur transportasi jalan di Amerika Serikat telah dilakukan sejak awal tahun 1960-an dengan didasari keyakinan bahwa VE dapat meningkatkan cost effectiveness proyek-proyek pada sektor publik (Clark, 1999). US Department of Transportation (USDOT) mengeluarkan Order DOT 1395.1A untuk menetapkan prosedur implementasi persayaratan dab kerangka pelaksanaan VE di keseluruhan departemen tersebut. Untuk proyek infrastruktur transportasi Amerika Serikat yang dibiayai oleh pemerintah dengan biaya lebih dari US$ 25 juta disyaratkan melakukan studi nilai (value studies). Namun untuk proyek transportasi yang dibiayai pemerintah dengan nilai kurang dari US$ 10 juta, seleksi untuk studi VE tetap dilakukan yang meliputi kompleksitas, biaya dan dampaknya (Clark, 1999). John Vogel , ahli VE dari
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
68
District of Baltimore Amerika Serikat menyatakan setiap tahun Baltimore District melaksanakan studi VE terhadap 10 proyek dan memperoleh penghematan sebesar 6% dan total penhematan sejak tahun 1964 mencapai 10,3% atau US$ 165 juta. Penghematan tersebut berasal dari reduksi biaya proyek konstruksi, peningkatan
jadwal
proyek,
pengurangan
limbah,
peningkatan
efisiensi
pengadaan, penggunaan sumber daya secara efektif dan pengembangan inovasi. 2.3.4.2. Kanada Di Kanada, pembiayaan proyek infrastruktur transportasi umumnya dilakukan
pada
level
provinsi.
Kementerian
Transportasi
(Ministry
of
Transportation) mengimplementasikan kebijakan yang mengatakan bahwa VE harus diterapkan pada proyek-proyek yang sesuai secara maksimum sepanjang waktu dan sumber daya yang tersedia memungkinkan. Penerapan VE di Kanada telah terbukti sebagai metode yang efektif untuk meningkatkan nilai proyek melalui reduksi capital cost, reduksi biaya operasional dan pemeliharaan serta mempertahankan atau meningkatkan safety performance dan kualitas. Lebih dari 50 proyek telah mengaplikasikan VE dan berhasil menghemat lebih dari 100 juta dollar Kanada dan juga telah melahirkan ide-ide dan inovasi yang baru (Holmes, 2004). 2.3.4.3. Hungaria Reakayasa nilai juga telah diterapkan di Hungaria sejak tahun 1999 dalam proses desain dan pembangunan proyek infrastruktur transportasi sektor jalan raya (Fodor, 2003) Hingga Januari 2003, sebanyak 31 rencana proyek telah dianalisa dengan VE dengan total estimasi biaya US$ 997 juta. Penerapan VE menghasilkan penghematan rata-rata dari 51 proyek tersebut adalah 2% (US$ 18 juta), berarti total penghematannya adalah 7% (US$ 73 juta). Aplikasi VE dalam desain jalan raya Hungaria menyimpulkan bahwa aplikasi VE sebaiknya dilakukan pada tahap preliminary design dan bukan pada tahap akhir desain, dengan memenuhi fungsi yang diinginkan untuk mendapatkan penghematan biaya (Fodor, 2003). 2.3.4.4. China Qing dan Hua (2006) menyatakan hasil studi VE atas Pembangunan Bandara Beijing China menunjukan bahwa dengan metode VE telah diperoleh nilai (value) yang maksimal, kebutuhan biaya investasi yang minimum, waktu
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
69
siklus yang pendek dan diperoleh kualitas yang sangat tinggi. Rekomendasi yang disampaikan sangat berguna bagi pengambil keputusan dalam pembangunann bandara ini.
2.3.4.5. Korea Korea telah menerakan VE dalam proyek infrastruktur dengan pembiayaan swasta (Lim, et al , 2006). Dengan banyaknya proyek infrastruktur dan ketatnya kondisi finansial, pemerintah korea mempromosikan skema Built-Transfer-Lease (BTL) keapad Private Finance Initiatives project (PFI). Aplikasi pada proyek infrastruktur BTL di Korea bertujuan untuk :
Membantu pemerintah menyelesaikan permasalahan budget.
Bagi proyek itu sendiri dapat memperoleh manfaat dari pengalaman dan pengetahuan swasta Didalam studi
“Strategi
untuk
mencapai
efisiensi
pada
proyek
Infrastruktur Publik” yang dilakukan oleh Pemerintah Korea, menyimupulkan bawha penerapan VE dapat membantu proses pengambilan keputusan, meningkatkan kinerja proyek melalui ide-ide kreatif, peningkatan nilai (value) dan mengurangi biaya Life Cycle Costing pada proyek.
2.3.5. Penerapan Rekayasa Nilai pada Infrastruktur di Indonesia Penerapan Rekayasa Nilai di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1986, namun konsepnya belum tersosialisasikan secara optimal. VE diterapkan di bidang konstruksi jalan di Indonesia sekitar tahun 1986 pada saat dilakukan peninjauan kembali desain dari sebagian Proyek Jalan Cawang Fly Over, telah berhasil mendapatkan penghematan biaya beberapa miliar rupiah (Ramiadji, 1986). VE juga diterapkan pada proyek-proyek jalan yang lain seperti Proyek Tomang Fly Over, Proyek Jakarta Interchange dan sebagainya. Penerapan VE juga mulai dilakukan pada proyek jalan tol yaitu Proyek Jalan Tol PadalarangCileunyi (Bandung). Pada proyek ini Ditjen Bina Marga Membentuk tim khusus yang melakukan pemeriksaan terhadap Value Engineering Change Proposal (VECP) yang diusulkan oleh kontraktor.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
70
Namun hingga kini belum ada peraturan pemerintah yang mengatur penerapan Rekayasa Nilai, sehingga sulit untuk mendapatkan acuan atau legalitas yang jelas. Peraturan sejenis yang memuat klausul tentang VE yang terkait dengan jasa konstruksi maupun yang terkait dengan pembangun infrastruktur publik secara spesifik belum tersedia. Hal ini merupakan salah satu penyebab kurang terdorongnya pihak-pihak yang terkait untuk menerapkan VE terutama untuk proyek infrastruktur publik yang besar yang didanai oleh pemerintah. Beberapa produk hukum yang dapat dijadikan sebagai referensi penerapan Rekayasa Nilai , yaitu : a. Undang-undang RI.no 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Secara substansi belum memuat pasal-pasal yang berkaitan dengan VE di Indonesia, namun ada dua semangat yang dapat dijadikan pendorong bagi setiap pemangku kepentingan sektor jasa konstruksi di Indonesia untuk menyongsong masa depan jasa konstruksi yang lebih prospektif berbasiskan Rekaya Nilai, yaitu :
Pasal 2 yang menyatakan : “Pengaturan Jasa Konstruksi berdasarkan pada asas kejujuran dan
keadilan, menfaat, keserasian, keseimbangan,
kemandirian, keterbukaan , kemitraan , keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
Kita manfaat dapat ditransformasikan pada orientasi fungsi yang menjadi fokus utama penerapan Reyasa nilai, sehingga dengan optimalisasi fungsi dalam setiap jasa konstruksi yang dijalankan , nilai manfaat dari eksistensinya kana semakin besar dirasakan oleh masyarakat luas.
Pasal 32 yang antara lain memuat bahwa masayarakat jasa konstruksi adalah para stakeholders yang berkepentingan pada terbinanya kualitas jasa konstruksi di Indonesia.
b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 tanggal 27 Desember 2007 tentang Pedoman teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara. Pada peraturan yang baru tersebut, ketentuan penerapan VE dalam pembangunan bangunan gedung negara adalah sebagai berikut :
Bab V.B.2.b.1).h):
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
71
“Untuk pekerjaan pembangunan dengan luas bangunan diatas 12.000 m2 atau diatas 8 lantai, penyedia jasa perencanaan diwajiban pada tahap pra rencana menyelenggarakan paket satuan kerja lokakarya rekayasa Nilai (VE) selama 40 jam secara in-house, untuk mengembangkan konsep perencanaan, dengan melibatkan partisipasi pengelola kegiatan, penyedia jasa manajemen konstruksi dan pemberi jasa keahlian VE.
Bab V.B.b.2).c): “Menyelenggarakan
paket
lokakarya
Rekayasa
Nilai
untuk
mengembangkan konsep perencanaan teknis satuan bagi satuan kerja yang mewajibkan kegiatan tersebut”
Bab V.B.d.2).i): “Dalam hal satuan kerja mewajibkan menggunakan metode VE, maka pelaksana konstruksi dapat menyusun Value Engineering Change Proposal (VECP) dalam rangka pemberian alternatif penawaran yang disertakan pada surat penawaram yang disertakan pada surat penawaran “.
Bab V.B.2.d.2).j): “Dalam menyusun VECP, pelaksana konstruksi secara in-house , bagi yang memiliki tenaga ahli VE, atau bekerjasama dengan pemberi jasa keahlian VE, harus menggunakan metodologi yang sesuai dengan standar pelaksanaan studi VE yang lazim berlaku.”
Bab V.B.2.d.2).k): “Dalam hal terjadi penghematan karena penggunaan VECP dalam rangka pemberian alternatif
penawaran tersebut,
pengaturan biaya
hasil
pengehematan (H) adalah sebagai berikut: 60% hari H digunkan untuk meningkatkan mutu dan/atau menambah kegiatan pekerjaan konstruksi fisik atau disetor ke Kas Negara; 25% dari H untuk tambahan biaya jasa pelaksanan konstruksi dan pelaksanan VE; 10% dari H untuk tambahan biaya jasa konsultan perencana konstruksi 5% dari H untuk tambahann jasa Konsultan Manajemen Konstruksi , sedangkan untuk kegiatan yang menggunakan Konsultan Pengawas Konstruksi, biaya penghematan ini ditambahkan mutu dan/atau menambah kegiatan pekerjaan konstruksi fisik, atau disetor ke Kas Negara.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
72
2.4
Konseptual Desain Jembatan Selat Sunda
2.4.1
Gambaran Umum JSS Jembatan Selat Sunda menghubungkan dua pulau besar yang dihuni oleh
78,80% penduduk Indonesia yaitu pulau Jawa sebanyak 57,49% dan Sumatera sebanyak 21,31% (BPS, 2010). Lokasi JSS secara administratif masuk dalam wilayah provinsi Banten dan Lampung, dimana dari pulau Sangiang ke arah timur masuk wilayah Provinsi Banten serta beberapa pulau sebelah barat Pulau Sangiang masuk wilayah provinsi Lampung.
Gambar 2.14. Peta Lokasi Proyek Jembatan Selat Sunda Sumber : Bazar 2011
Pada saat ini kegiatan ekonomi Indonesia terkonsentrasi di dua pulau yaitu Pulau Sumatera dan Pulau Jawa yang dihubungkan oleh penyeberangan kapal feri PT. ASDP Merak dan Bakauheni. Dengan meningkatnya kasus kemacetan yang terjadi di Pelabuhan Merak dan Bakauheuni, maka diperlukan adanya solusi baru untuk mengatasi masalah kemacetan ini, yaitu dengan membangun Jembatan Selat Sunda yang mengubungkan Pulau Jawa dan Sumatera. Manfaat pembangunan infrastruktur
jembatan ini secara umum akan berdampak pada perekonomian negara, mulai dari pemerataan ekonomi, peningkatan perekonomian regional hingga manfaat lainnya. Pembangunan JSS secara khusus akan berdampak langsung kepada dua kabupaten yang secara langsung bersinggungan baik lalu lintas orang dan barang, penyerapan tenaga kerja lokal hingga peningkatan produktifitas. Profil kawasan disekitar lokasi JSS terlihat dibawah ini;
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
73
Tabel 2.13 Profil Kawasan Disekitar Lokasi Pembangunan JSS Uraian
Provinsi Lampung 2
a) Luas Wilayah
34.623,80 Km (225 Kecamatan – 2.585 Desa/Kelurahan)
9.662,92 Km2 (155 Kecamatan – 1.551 Desa/Kelurahan)
7.932.132 Jiwa
9.978.932 Jiwa
b) Jumlah Penduduk c) Ekonomi PDRB Sektor Dominan d) Pelabuhan yang dipengaruhi
e) Pergerakan Lalu lintas Darat/Laut
Provinsi Banten
Rp. 164,39 triliun Pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan dan industri pengolahan
Rp. 115,99 triliun Industri, dan pariwisata
Merak (Pel. Feri) Bojonegara (Pel. barang) Tj. Sekong (P. Pertamina)
Bakauheni (Pel. Feri) Panjang (Pel. Barang) Tl. Semangka (Pel. Pertamina) Tarahan (Pel. Batubara)
Jml penumpang : 2.196.713 /th Tk. pertumbuhan : 6,29% /th
Jml penumpang 2.039.566/th Tk. pertumbuhan : 6,3% /th
Jml penumpang ke Jkt : 65.277/th Jml. Barang ke Jkt : 14.284 kg/th
Jml penumpang dari Jkt : 63.890 /th Jml barang dari Jkt : 234.355 kg /th
Udara
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013
Pembangunan Jembatan Selat Sunda saat ini dikelola oleh konsorsium PT.Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) yang masih dalam tahap pra kelayakan (Pre-Feasibility Study). Rencananya, jembatan Selat Sunda akan membentang sepanjang ± 28 km, pulau-pulau yang dilalui adalah Pulau Kandang Lumuk, Pulau Prajurit, Pulau Sangiang dan Pulau Ular dengan kedalaman dasar laut antara + 25 m s/d + 200 m dibawah permukaan air laut namun lokasi titik awal dan akhirnya belum ditetapkan. Dua alternatif perencanaan rute JSS yakni rute yang diajukan Praktisi Sipil Prof. Wiratman dan rute dari Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum. Pilihan kedua rute dapat menjadi bahan pembahasan lebih lanjut sehingga menghasilkan perencanaan yang lebih sempurna dalam pembangunan JSS. Gambaran kedua rute tersebut adalah sebagai berikut: a. Rute Wiratman (Wangsadinata, 1997) Alternatif yang diusulkan yakni jembatan sepanjang 27,9 km melewati beberapa Pulau seperti Pulau Sangiang, Pulau Merak, serta Pulau Rimaubalak
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
74
sebagai pijakan. Secara administrative, rute yang direncanakan oleh Wiratman di Provinsi Banten dan Lampung termasuk dalam lingkup lokasi berikut ini: Di Banten: disekitar Desa Citangkil, Kecamatan Kalianda. Jaraknya sekitar 11 km dari Pelabuhan Merak dan berlokasi di dekat kawasan industri Cilegon serta kawasan Wisata Anyer. Di Lampung: di lokasi Desa Sumur dan Desa Ruguk, Kecamatan Ketapang. Wangsadinata (1997) menyelidiki tiga alternatif bentang jembatan dan mengusulkan bahwa kombinasi dua jembatan gantung (generasi ketiga) dengan bentang tengah 3.500 m memberikan biaya yang paling ekonomis. Alignment yang dimaksud adalah: P. Jawa – P. Ular : viaduct/jembatan layang 3 km P. Ular – P. Sangiang : 7.8 km jembatan gantung P. Sangiang : 5 km jalan dan rel kereta api P. Sangiang – P. Prajurit : 7.6 km jembatan gantung P. Prajurit : 1 km jalan dan rel kereta api P. Prajurit – P. Sumatera : viadut/jembatan layang 3 km
Gambar 2.15 Alignment JSS Sumber: Wangsadinata, 1997
b. Rute Balitbang (diusulkan oleh Balitbang Kementerian PU) Alternatif yang diusulkan adalah: Jembatan sepanjang 29,2 km Terowongan (Sindur) sepanjang 30 km. Secara administratif, rute yang direncanakan oleh Balitbang di Provinsi Banten dan Lampung termasuk dalam lingkup lokasi berikut ini: Di Banten: berlokasi di Desa Suralaya, Kecamatan Pulo Ampel, berdekatan dengan Desa Salira, Kecamatan Pulo Merak. Lokasi tersebut
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
75
berjarak sekitar 4 hingga 5 km dari Pelabuhan Merak dan hanya 2 km dari Pusat Industri Listrik Indonesia Power Suralaya. Di Lampung: berlokasi di lokasi antara Desa Ketapang dan Desa Sidoasih, Kecamatan Ketapang dan Sidoasih. Hanya 3 km dari Pelabuhan Bakauheni.
Gambar 2.16. Perbandingan Rute Jembatan Selat Sunda Sumber: Puslitbang PU
2.4.2
Kajian Teknis Jembatan Pengertian jembatan secara umum adalah sebagai suatu konstruksi yang
berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan–rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan rata yang melintang tidak sebidang dan sebagainya. 2.4.2.1 Jenis Jembatan Jenis-jenis jembatan dapat dibedakan berdasarkan (Gunawan, 2013): 1. Fungsi
Jembatan jalan raya (highway bridge)
Jembatan jalan kereta api (railway bridge)
Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge)
2. Lokasi
Jembatan di atas sungai atau danau
Jembatan di atas lembah
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
76
Jembatan di atas jalan yang ada (fly over)
Jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert)
Jembatan di dermaga (jetty)
3. Bahan Konstruksi
Jembatan kayu (log bridge)
Jembatan beton (concrete bridge)
Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge)
Jembatan baja (steel bridge)
Jembatan komposit (compossite bridge)
4. Tipe struktur
Jembatan plat (slab bridge)
Jembatan plat berongga (voided slab bridge)
Jembatan gelagar (girder bridge)
Jembatan rangka (truss bridge)
Jembatan pelengkung (arch bridge)
Jembatan gantung (suspension bridge)
Jembatan kabel (cable stayed bridge)
Jembatan cantilever (cantilever bridge)
2.4.2.2 Struktur Jembatan Struktur jembatan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : a. Struktur Atas (Superstructures) Bagian ini yang menerima beban langsung yang meliputi berat sendiri (statis), dan beban bergerak (dinamis). Struktur atas jembatan terdiri dari trotoar, slab lantai kendaraan, gelagar (Girder), balok diafragma, katan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang) dan tumpuan (Bearing). b. Struktur Bawah (Substructures) Struktur bawah jembatan berfungsi memikul beban dari struktur atas dan menyalurkannya ke pondasi ke tanah dasar, yang terdiri dari :
Pangkal jembatan (Abutment) : Dinding belakang (Back wall), Dinding penahan (Breast wall), Dinding sayap (Wing wall), Oprit, plat injak (Approach slab), Konsol pendek untuk jacking (Corbel), Tumpuan (Bearing)
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
77
Pilar jembatan (Pier) : Kepala pilar (Pier Head), Pilar (Pier), yg berupa dinding, kolom, atau portal, Konsol pendek untuk jacking (Corbel), Tumpuan (Bearing).
c. Pondasi Pondasi jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban jembatan ke tanah dasar. 2.4.3 Analisa Tipe Jembatan Pada JSS Suspension Bridge (Jembatan Gantung) pada awalnya sangat sederhana yang dapat dilihat pada gambar 2.17 hanya menggunakan tali / potongan bambu saja, setelah itu mengalami berevolusi menjadi jembatan suspensi dek atas (gambar 2.18). Jembatan deka atas sangat jarang dibangun karena tidak memiliki kestabilan dikarenakan kabel utamanya yang berada di bawah dek jembatan.
Gambar 2.17 Jembatan Suspensi Sederhana (Simple Suspension Bridge) Sumber : Wikipedia, 2013
Gambar 2.18 Jembatan Suspensi Dek Atas (Underspanned Suspension Bridge) Sumber : Wikipedia, 2013 Perkembangan jembatan suspensi pada saat ini sudah menggunakan kabel baja. Kabel tersebut digantung dari menara jembatan melalui caisson atau cofferdam yang ditanamkan jauh ke dalam lantai danau atau sungai. Deck/ lantai jembatan di tahan oleh kabel vertikal yang dihubungkan pada kabel suspensi di atasnya. Kabel baja pada jembatan suspensi adalah bagian terpenting karena
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
78
berfungsi menahan beban lantai jembatan yang nantinya diteruskan ke tumpuan yang ada di ujung jembatan. Jenis Jembatan Suspensi banyak digunakan pada jembatan yang memiliki bentang yang sangat panjang, hal ini ditunjukan dengan penerapan jembatan suspensi pada sebagian besar jembatan terpanjang di dunia. Dengan demikian maka sistem jembatan suspensi dapat direkomendasikan untuk JSS yang memiliki bentang panjang. Sistem jembatan suspensi adalah sebagai berikut (Okukawa et al, 2000): a. Stiffening
girder/trusses
;
stuktur
memanjang
yang
menahan
dan
mendistribusikan beban hidup kendaraan, berfungsi sebagai penghubung untuk sistem lateral dan memastikan stabilitas aerodinamis struktur. b. Main cables; Sekelompok kawal pararel yang dijadikan satu berfungsi sebagai penunjang stiffening girder/trusses dengan menggantungkan tali dan meneruskan beban ke tower c. Tower utama; Struktur vertikal yang menunjang kabel utama dan mendistribusikan beban jembatan ke pondasi d. Anchorages; Blok beton massif yang mengikat kabel utama dan bertindak sebagai penahan akhir pada jembatan. Pada tabel 2.14 dapat dilihat jembatan susupensi yang memiliki bentang tengah terpanjang di dunia. Pada saat ini jembatan suspensi yang terpanjang di dunia terdapat di Jepang yaitu jembatan Akashi Kaikyo yang memiliki 3 span, 2 hinge stiffened sepanjang 3.909 m dengan jarak span tengah terbesar di dunia yaitu1.991 m. Tabel 2.14. Jembatan Memiliki Bentang Tengah Terpanjang Di Dunia NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bridge
Country
Akashi Kaikyō Bridge Japan Xihoumen Bridge China Great Belt Bridge Denmark Yi Sun-sin bridge South Korea Runyang Bridge China Fourth Nanjing Yangtze Bridge China Humber Bridge England Jiangyin Suspension Bridge China Hardanger Bridge Norwegia Tsing Ma Bridge Hong Kong Verrazano-Narrows Bridge USA Golden Gate Bridge USA Sumber : Olahan Sendiri
Year opened 1998 2009 1998 2012 2005 2012 1981 1997 2009 1997 1964 1937
Length of Span 1.991 m 1.650 m 1.624 m 1.545 m 1.490 m 1.418 m 1.410 m 1.385 m 1.380 m 1.377 m 1.298 m 1.280 m
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
79
Gambar 2.19 Jembatan Akashi Kaikyō Jepang Sumber : Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation
Di Indonesia penerapan jembatan suspensi sebagian besar masih menggunakan generasi pertama (First generation suspension bridge) yaitu dengan menggunakan stiffening truss girder. Kecuali jembatan Batam–Tonton yang sudah menggunakan second generation yaitu jembatan cable–stayed, sedangkan Jembatan Mandara di Bali dan Jembatan Selat Sunda yang akan memiliki bentang tengah terpanjang di Indonesia yang menggunakan jembatan suspensi berbasis third generation. Tabel 2.15 Jembatan Memiliki Bentang Tengah Terpanjang di Indonesia Year 1996 1997 1998 1998 2001? 2010?
Name of Bridge Spanlength (m) Mamberamo 235 Barito 240 Mahakam II 270 Batam – Tonton 350 Mandara 2,100 JSS >3,000 Sumber : Wangsadinata, 2010
Generation First First First Second (cable-stayed) Third Third
Gambar 2.20 Jembatan Mamberamo - Papua Sumber : Kementerian PU
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
80
Dari konseptual desain JSS yang memiliki panjang bentang tengah lebih dari 2.000 meter, maka diperlukan perencanaan jembatan suspensi third generation dengan menggunakan sistem box agar berat sendiri jembatan lebih ringan. Box dipasang sejajar agar dapat memperoleh kekakuan torsi lebih besar yang tahan terhadap kecepatan angin yang cukup tinggi. Menurut Prof. Wiratman Wangsadinata diperlukan kelenturan pilon seperti base-isolation untuk mencegah perambatan getaran gempa dengan demikian pada saat gempa, deck akan tetap stabil. Hal ini karena bentang JSS yang panjang maka pilon jembatan akan lebih tinggi dan lebih slim. 2.4.4
Pengembangan Inovasi Peningkatan nilai tambah melalui inovasi fungsi proyek berbasis value
engineering untuk meningkatkan nilai jual proyek adalah sangat diperlukan agar investasi pihak swasta meningkat dalam pengadaan infrastruktur di Indonesia. Khususnya adalah pembangunan infrastruktur Jembatan Selat Sunda yang dianggap pihak swasta masih belum memenuhi kelayakan investasi, hal ini terlihat dari penawaran JSS dari data PPP Book 2010 hingga PPP Book 2013. Kajian pengembangan inovasi fungsi JSS dilakukan bersama tim peneliti yang tergabung dalam ID-Tech yaitu Albert Eddy Husin, Arief, Perdana Miraj Sejatiguna dan Gunawan yang dipimpin oleh ketua tim yaitu Mohammed Ali Berawi, serta penelitian ini juga merupakan bagian dari penelitian hasil hibah MP3EI Tahun 2012-2013 yang dibiaya oleh Dirjen Pendidikan Tinggi, Kemendikbud.
Proses pengembangan inovasi fungsi JSS dilakukan dengan
menganalisa potensi sumber daya yang ada disekitar Selat Sunda, seperti kecepatan angin dan pergerakan arus pasang surut yang berpotensi menghasilkan daya listrik , mengefisiensikan jalur distribusi minyak dan gas melalui pipa, pengembangan jaringan telekomunikasi dengan fiber optic, menekan biaya produksi dengan pengembangan kawasan industri, serta pengembangan kawasan wisata di sekitar Selat Sunda khusunya pulau Sangiang. Pengembangan inovasi yang dapat dilakukan pada Jembatan Selat Sunda yaitu : 2.4.4.1 Energi Pasang Surut (Tidal Power)
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
81
Data terakhir kebutuhan listrik menunjukan bahwa kebutuhan listrik global akan meningkat 67 % selama periode 2011-2035 atau naik menjadi 32.150 TWh pada tahun 2035 dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 2,2 %. Pembangkit listrik di Indonesia mengalami kenaikan 7,3 % per tahun, dimana PLTG memiliki laju pertumbuhan sebesar 10 % per tahun dan laju pertumbuhan PLTU rata-rata sebesar 9,3 % per tahun. Pangsa pasar PLTU merupakan yang terbesar yaitu 46,7 %, sementara pangsa pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan masih cukup rendah yaitu PLTA sebesar 9,9 %, PLTP sebesar 2,6 % dan EBT lainnya masih dibawah 0,5 % (Dewan Energi Nasional, 2014). Saat ini menggunakan energi bersumber daya terbarukan yang lebih murah dan ramah lingkungan menjadi pilihan yang terbaik dibandingkan menggunakan energi yang berasal dari sumber daya fosil (Dominic, 2009; Khan dan Bhuyan,2009 ; Bae et al , 2010). Pembangkit listrik dengan tenaga pasang surut (Tidal Power) adalah salah satu solusi yang diterapkan pada JSS dengan memanfaatkan energi pasang surut yang ada di Selat Sunda. Tidal power adalah pembangkit yang memanfaatkan tenaga kinetik dari perbedaan tinggi pasang surut air laut yang dapat menggerakkan turbin sehingga menghasilkan energi listrik (Dominic, 2009; Bae et al, 2010). Energi ini dihasilkan dari mekanikal orbital tata surya dan dianggap tidak ada habisnya dalam jangka waktu sangat lama. Keuntungan dengan penerapan tidal power antara lain mengurangi emisi gas (Dominic, 2009), biaya pemeliharaan lebih rendah (Takenouchi,2006; Jain, 2011) dan yang tidak kalah penting adalah free to use. Jenis – jenis teknologi tidal power :
Dinding Pasang Surut (Tidal Barrage) Dinding Pasang Surut (Tidal Barrage) mempunyai prinsip kerja dari perbedaan tinggi permukaan air laut yang dapat menghasilkan energi potensial. Pada saat terjadi pasang maka air laut akan masuk ke dalam teluk yang tertampung karena adanya dinding, kemudian ketika surut maka air laut dilepaskan.
Dari
proses
tersebut
diperoleh
energi
mekanik
untuk
menggerakkan turbin seperti bendungan yang berfungsi sebagai pembangkit listrik.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
82
Gambar 2.21 Penampang Tidal Barrage Sumber : Alternative Energy Tutorial, 2010
Pertama kali Tidal Power dikembangkan di La Rance – Perancis pada sekitar tahun 1960an, dimana energi yang dapat dihasilkan mencapai rata–rata 240 MW atau 600GWh per tahun (Vennetti, 2012). Pembangkit ini mempunyai panjang 750 m dapat menghasilkan 0,012% kebutuhan listrik Perancis (La Rance, Wikipedia). Pada tabel 2.16 menunjukan Tidal Power Plant terbesar yang ada di dunia, dimana yang sudah beroperasional yaitu Sihwa Lake Tidal Power Station dengan kapasitas 254 MW di Korea Selatan yang sudah beroperasional sejak 2011.
Tabel 2.16. Tidal Pawer Station dengan Kapasitas Terbesar di Dunia Stasiun Incheon Tidal Power Station Sihwa Lake Tidal Power Station Rance Tidal Power Station Jiangxia Tidal Power Station
Kapasitas (MW) Negara 818 / 1.320 Korea Selatan 254 Korea Selatan 240 Perancis 3,2 China Sumber : Olahan Sendiri
Operasional 2017 ? 2011 1966 1980
Gambar 2.22 Incheon Tidal Power Station - 818 MW (2017?) Sumber : Korean JoongAng Daily
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
83
Gambar 2.23 Sihwa Lake Tidal Power Station Korea Selatan-254 MW (2011) Sumber : Sihwa lake, wikipedia dalam Berawi, et al 2012; Gunawan, 2013
Gambar 2.24 La Rance Perancis - 240 MW (1966) Sumber : La Rance, Wikipedia
Tidal Lagon Swansea Bay Tidal Lagon yang didesain berkapasitas 250 MW di United Kingdom memiliki catchment area berbentuk lingkaran, sehingga arus dapat bergerak bolak-balik di daerah yang akan dipasang tidal turbin. Energi yang dihasilkan dari pergerakan arus ini akan digunakan untuk menjalankan turbin yang dapat memproduksi energi listrik.
Gambar 2.25 Swansea Bay Tidal Lagoon, U.K. 250 MW Sumber : Tidal Lagoon (Swansea Bay) Plc.
Tidal Stream
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
84
Tidal Stream yang ada di Inggris mengadopsi langsung teknologi wind turbin power, sistem teknologi ini merubah energi kinetik dari pergerakan massa air laut akibat adanya proses pasang surut.
Gambar 2.26 Strangford Lough Tidal Stream, Northern Ireland – 1,2 MW (2007) Sumber : Sea Generation Ltd
Pagar Pasang Surut (Tidal Fence) Prinsip dasar teknologi pagar pasang surut (tidal fence) adalah bentuk lain dari teknologi pasang surut yang memanfaatkan energi kinetik dari arus bawah laut untuk pembangit listrik. Pagar pasang surut dapat berputar secara maksimal pada 3- 5 m/s, namun juga dapat berfungsi secara normal pada arus dengan kecepatan 1m/s yang dapat menghasilkan energi listrik sebesar 0,02 MW (Blue energy corp). Pembangkit dengan sistem pagar pasang surut ini dapat dibangun pada area terbuka pada laut lepas.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
85
Gambar 2.27 Pagar Pasang Surut (Tidal Fence) Sumber : http://www.energyinsight.info/tidal_power_bridge.html dalam Berawi, et al 2012; Gunawan, 2013
Perkembangan teknologi turbin di dunia saat ini menjadi prioritas dalam penerapan sistem tidal power karena turbin merupakan komponen yang paling penting dalam sistem ini, pada tabel 2.17 menunjukan perkembangan turbin di dunia : Tabel 2.17 Jenis–Jenis Turbin Tidal Power No
1
TURBIN Nama Perusahaan : SeaGen Nama Produk : Marine Current Turbines Product Website : www.seageneration .co.uk Teknologi : Axial Flow,open rotor Bekerja sama seperti halnya turbin angin. Ditenggelamkan di dalam air laut, turbin digerakan oleh arus laut jika kecepatannnya tinggi >4 knots.SeaGen terdiri dari dua aksis rotor dengan diameter 15-20 meter. Turbinnya didesign untuk beroperasi pada dua arah sehingga memungkinkan baling-balingnya diputar 1800 Proyek: 300 kW telah dipasang pada tahun 2003 di Pantai Devon, UK. 1,2 MW single SeaGen system dibuat di Strangford Lough,Irlandia Utara pada bulan april 2008. 10,5 MW dibuat tahun 2011/2012 di pantai Anglesey, Wales, Turbin tersebut ditanam sekitar 25 meter di dalam laut. Tahun 2010 pilot projek MCT dibangun di teluk Fundy,Kanada. Nova Scotia’s Minas Basin Pulp & Power Company bekerjasama dengan MCT untuk membangunm system yang menghasilkan listrik sekitar 1,5 MW
GAMBAR DESIGN
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
86
2
3
Nama Perushaan : Lunar Energy Limited Ltd Product Name : Rotech Tidal Turbine (RTC) Website :www.lunarenergy.co.uk Teknologi : Turbin dua arah yang disimpan di dalam tempat yang simetris serta sempit pada bagian tengahnya untuk membuat arus melewati turbin. Desugnnya bisa dibongkar pasang, sehingga memungkinkan untuk untuk diperbaiki dan dipelihara. Dapat disimpan pada kedalaman lebih dari 40 meter. Projek : RTC dengan kapasitas 300 MW telah dibangun di Wando Hoenggan, Korea Selatan dan diharapkan selesai pada tahun 2012. MoU telah disepakati antara Hyundai Samho Heavy Industries dengan Korean Mildland Power 8MW marine current dibuat di pantai Welsh, United Kingdom dan diharapkan selesai pada tahun 2011. Test Performance : Proyek RTC di Korea akan menghabiskan dana sekitar $ 763 juta Nama Perusahaan : OpenHydro Nama Produk : Open Center Turbine Website : www.openhydro.com Teknologi : Bergerak dengan lambat, dengan single rotor . Turbinnya dibuat ramah lingkungan dengan tidak ada minyak yang digunakan. Open Center Turbine dipasang jauh di dalam laut dan aman dari badai. Projek: Di Orkney, Skotlandia telah dipasang dengan kapasitas 250 kW oleh perusahaan EMEC. Projek ini telah dites selama setahun dan dihubungkan pada jaringan yang ada pada mei 2008 Di Pantai Alderney telah dipasang dalam rangka Alderney Renewable Energy in 2008 dan 2009. Test Performance : The Open Center Turbine menghasilkan 250 kW
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
87
4
5
Nama Perusahaan : Clean Current Power System Nama Produk :Tidal Turbine Website Produk :www.cleancurrent.com Teknologi: Menggunakan turbin yang runcing dengan baling-baling yang bergerak oleh arus laut. Turbin telah diuji dan dapat bergerak pada kecepatan arus laut melebihi 3,5 m/second Projek : Pada Bulan Januari 2008 sebagai bagian dari tiga teknologi yang diuji di Teluk Fundy, Nova Scotia, Kanada. The Clean Current Mark III akan menyupply 400 GWh daya setiap tahun Test Performance: Dengan kecepatan arus 3,25 m/s dapat memproduksi sekitar 1,5 MW listrik, dan 1.0 MW pada kecepatan 2.6 m/s Nama Perusahaan : Blue Energy Canada Inc Nama Produk : Davis Hydro Turbine/ ducted vertical –axis hydro turbine Website Produk :www.bluenergy.com Teknologi: Turbin tidal berjenis vertical dan dapat bekerja pada arus laut atau sungai kecepatan yang rendah. Meupakan projek dari perusahaan asal kanada bernama blue energy. Telah dibuat sejak tahun 1980an dan berhasi membuat beberapa. Projek-projek sebelumnya banyak dibiayai dari pemerintah Kanada. Tahun 2007 bekerjasama dengan University of British Columbia untuk mengadakan riset terpadu. Projek: Tahun 1983 Blue energy mendapatkan kontrak untuk membuat turbin vertikal di Ontario untuk Niagara Power Corporation. Efisiensi turbin ini bervariasi antara 26% sampai 52,5%. Musim semi tahun 1987 dibuat purwa rupa dengan nama TOR 5 (5 kW) DI Porters Lake Nova Scotia Blue Energy telah membuat proposal pembuatan tidal energy 2200 MWdiantara pulau Dalupiri dan Pulau Samar Phillipina. Sementara itu Blue Energy Kanada juga menandatangani MoU dengan India’s Reliance Group di Mumbai India untuk membangun 22.000 MW hydroelectric di Gujarat di Teluk Kambhat, India. Sumber : U.S. Department of Energy 2009 dalam Berawi, et al 2012; Gunawan, 2013
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
88
Perkembangan riset mengenai Green Technology (Teknologi ramah lingkungan) terus dilakukan di dunia, contohya adalah sistem Blueenergy Tidal Bridge yang ditemukan oleh konsultan Blue Energy dari Kanada. Prinsip dasar sistem ini adalah memanfaatkan arus diantara pier jembatan untuk menghasilkan energi yang dapat menggerakan turbin. Sistem ini diaplikasikan pada jembatan Ikitsuki pada selat Tatsuno-Seto dekat Nagasaki Perfecture yang dapat memproduksi listrik sebesar 2.000 W/m2 pada kecepatan arus maksimum dan sekitar 500 W/m2 pada arus berkecepatan rendah (Kyozuka, et al 2006).
Gambar 2.28 Ikitsuki Bridge – Bentang Utama 400m (1991) Sumber : Kyozuka, et al 2006
2.4.4.2 Energi Angin (Wind Turbine) Dari udara yang bergerak akibat bumi yang berotasi dan perbedaan tekanan udara maka dihasilkan angin yang berhembus dari tempat bertekanan udara tinggi ke tempat bertekanan udara lebih rendah.
Gambar 2.29 Sirkulasi Angin Di Pantai Sumber : Maharwan, A. , 2013
Energi Angin (Wind Turbine) adalah pembangkit listrik dengan memanfaatkan angin yang berhembus sepanjang hari untuk diubah dan disimpan menjadi energi listrik. Kapasitas pembangkit listrik bertenaga angin pada tahun 2005 adalah 58.982 MW atau kurang dari 1 % pengguna listrik dunia. Penerapan wind energy
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
89
ini jauh lebih murah lebih murah dan lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan penggunaan energi dari fosil (Herbert,2005; Berry, 2009). Turbin angin pada awalnya adalah kincir angin yang digunakan untuk pembangkit listrik. Energi listrik ini digunakan untuk kebutuhan petani dikenal dengan sebutan windmill yang banyak terdapat di negara-negara Eropa seperti Denmark dan Belanda. Klasifikasi turbin angin (Maharwan, 2013):
Turbin Angin Sumbu Horisontal (TASH) Turbin ini memiliki turbin angin dimana sumbu rotasi rotornya paralel dengan permukaan tanah, dimana poros rotor utama dan generator listrik di puncak menara dan diarahkan menuju dari arah datangnya angin untuk dapat memanfaatkan energi angin.
Turbin Angin Sumbu Vertikal (TASV) TASV adalah turbin angin yang sumbu rotasi rotornya tegak lurus terhadap permukaan tanah. Keunggulan TASV, yaitu tidak harus diubah, tidak membutuhkan struktur menara yang besar, konstruksi turbin sederhana, dapat didirikan
dekat
dengan
permukaan
tanah,
sehingga
memungkinkan
menempatkan komponen mekanik dan komponen elektronik yang mendukung beroperasinya turbin. Turbin Angin Darrieus Turbin angin ini dikenal sebagai turbin eggbeater, pertama kali ditemukan oleh Georges Darrieus pada tahun 1931. Turbin angin Darrieus menggunakan prinsip aerodinamik dengan memanfaatkan gaya lift pada penampang sudu rotornya dalam mengekstrak energi angin.
Gambar 2.30 Turbin Angin Darrieus Sumber : Wikipedia
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
90
Turbin Angin Savonius Turbin angin Savonius ditemukan oleh J. Savonius pada tahun 1920an, konsepnya sendiri pertama kali dikembangkan oleh Flettner. Rotornya berbentuk sebuah silinder yang dipotong pada sumbu bidang sentral menjadi dua bagian dan bagian tersebut disusun menyilang menyerupai huruf S.
Gambar 2.31 Turbin Angin Savonius Sumber : Wikipedia
Salah satu contooh penerapan wind turbine oleh Norwegian Public Road Administration pada jalan E39 dari Kristiansand ke Trondheim, dipilih vertical wind turbine mengingat arah angin di daerah laut datang dari berbagai arah.
Gambar 2.32 Ilustrasi Integrasi Wind Energy pada Jembatan Sumber : Norwegian Public Road Administration, 2012 dalam Farid,2013
2.4.4.3 Jaringan Distribusi Pipa Minyak dan Gas (Oil and Gas Pipeline) Pipa untuk media transportasi pada industri minyak dan gas digunakan untuk industri hulu yang beroperasi di lepas pantai, pipa penyalur digunakan
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
91
untuk pemindahan minyak dan gas bumi dari anjungan sumur produksi menuju anjungan proses, kemudian dari anjungan proses menuju pusat distribusi dan dari pusat distribusi menuju konsumen. Pipa penyalur (pipeline) ini bisa berada di lepas pantai (offshore) maupun di darat (onshore). Jumlah dan panjang pipa penyalur sangat tergantung pada luas wilayah produksi dan konsumen yang dilayani (Darmala dan Singgih, 2012). Biaya material dan tenaga kerja dapat mencapai 70 – 80% dari total biaya pembangunan baik offshore yang ditunjukan pada tabel 2.18 maupun onshore yang ditunjukan pada tabel 2.19(www.sari-energy.org). Tabel 2.18 Onshore Budget Estimasi pembangunan pipa per mil dan persentase % total Onshore 1995 – 1996 2000 – 2001 % Perubahan Material $274,210 (31%) $279,565 (21%) 2% Labor $422,610 (47%) $571,719 (44%) 35% Lain – lain $154,012 (17%) $344,273 (26%) 125% ROW&Kerusakan $48,075 (5%) $120,607 (9%) 151% Total $898,907 $1,316,164 38% Sumber : www.sari-energy.org dalam Berawi, et al 2012; Gunawan, 2013
Tabel 2.19 Offshore Budget Estimasi pembangunan pipa per mil dan persentase % total Offshore 1995 – 1996 2000 – 2001 % Perubahan Material $684,604 (42%) $413,995 (21%) -40% Labor $527,619 (33%) $1,537,249 (60%) 191% Lain – lain $396,394 (24%) $510,271 (20%) 29% ROW and Kerusakan $3,201 (0%) $116,898 (4%) 3,552% Total $1,611,818 $2,578,413 60% Sumber : www.sari-energy.org dalam Berawi, et.al 2012; Gunawan, 2013
The Grand Tower Pipeline Bridge adalah salah satu jembatan suspensi yang mengaplikasikan oil and gas pipeline, jembatan ini melintasi Sungai Missisipi dengan Grand Tower Illinois.
Gambar 2.33 The Grand Tower Pipeline Bridge, USA (1955) Sumber : Wikipedia
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
92
Jembatan ini memiliki panjang sekitar 700 meter yang membantu mendistribusi kebutuhan minyak dan gas dari Chicago ke Detroit. Keuntungan jembatan yang mengintegrasikan jalur pipa gas dan minyak, yaitu : efisiensi biaya, memudahkan dalam pemiliharaan (Schoots, 2011), kemudahan aksesibilitas , meminimalkan resiko (Mubin and Goryainov, 2007) hingga memudahkan dalam pelaksanaan konstruksi (Shahriar, el al 2011). 2.4.4.4 Jalur Fiber Optic Serat Optik (Fiber Optic) adalah saluran transmisi berupa kabel terbuat dari kaca/plastik dengan diameter sangat halus/kecil (˂ 120 mikrometer), serta dapat dipakai mentransmisikan sinyal cahaya (laser/LED) dari suatu tempat ke tempat lain. Serat Optik dengan lebar jalur (bandwidth) yang besar dapat mentransmisi data lebih banyak dengan kecepatan sangat tinggi , sehingga jauh lebih baik dibandingkan penggunaan kabel konvensional untuk saluran telekomunikasi.
Gambar 2.34 Kabel Serat Optik (Fiber Optic) Sumber : Wikipedia
Kelebihan penggunaan kabel serat optik dibandingkan kabel konvensional, yaitu :
Dengan lebar jalur lebih besar sehingga dapat mentransmisi data lebih banyak dengan kecepatan sangat tinggi mencapai gigabit/detik, serta dapat mengirim informasi dengan jarak yang jauh tanpa perlu diulang.
Biaya insalasi dan operasional yang lebih murah dengan tingkat keamanan yang lebih baik.
Tidak terganggu oleh gelombang eletromagnetik dan gelombang pemancar dari radio dari sekitar lokasi.
Tidak memerlukan tenaga listrik, tidak menimbulkan percikan api serta non-penghantar.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
93
Kebutuhan ruang yang lebih kecil (efisien) karena mempunyai ukuran yang kecil dan ringan.
Kabel serat optik tidak bisa korosi, sehingga lebih murah biaya perawatannya.
2.4.4.5 Pariwisata Pengertian industri pariwisata antara lain adalah kumpulan macam-macam perusahaan yang secara bersama menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa (goods and service) yang dibutuhkan para wisatawan pada khususnya dan traveler pada umumnya, selama dalam perjalanannya (Yoeti, 1985). Lima unsur penting pada industri pariwisata menurut Spillane (1987); Badrudin (2001), yaitu:
Daya Tarik (Attractions) Daya Tarik terdiri dari Daya tarik fisik (site attractions) yang merupakan daya tarik fisik yang permanen seperti kebun binatang, keraton, dan museum. Daya tarik kegiatan (event attractions) adalah atraksi atau kegiatan yang berlangsung sementara dengan lokasi yang dapat dipindah seperti festival, pameran dan pertunjukan kesenian daerah.
Fasilitas-fasilitas (facilities) adalah
fasilitas yang merupakan daya tarik
seperti fasilitas penginapan, makan/minum serta support industries (toko souvenir , pemandu, daerah festival dan fasiltas rekreasi.
Infrastruktur (infrastructure) adalah infrastruktur dasar serta infrastruktur pendukung untuk perkembangan pariwisata.
Transportasi (transportation) yaitu transportasi yang dibutuhkan untuk menuju lokasi pariwisata seperti transportasi darat, laut dan udara.
Keramahtamahan (hospitality) adalah keamanan dan kenyamanan wisatawan selama perjalanan wisata. Pertumuhan industri pariwisata di Indonesia tahun 2014 mencapai 9,39 %
jadi lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,7 %, serta industri pariwisata terbukti imun terhadap krisis global. Sesuai dengan rute pada konseptual desain JSS, dimana keberadaan Pulau Sangiang dapat dikembangkan menjadi obyek pariwisata berkelas internasional
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
94
yang menarik untuk mendatangkan pengunjung dari dalam negeri dan mancanegara. Hal ini akan menarik minat yang cukup besar investor specialist, investor local/international untuk berinvestasi pada sektor pariwisata di Pulau Sangiang. Konsep pariwisata yang dapat ditawarkan untuk Pulau Sangiang menurut Arief (2013), yaitu:
Hangging Train Hanging train yang sudah diterapkan dibeberapa negara di dunia, antara lain Wuppertal di Jerman The Wuppertal Suspension Railway (Wuppertal Schwebebahn) adalah kereta api suspensi yang berada di Wuppertal, Jerman. Mulai dioperasikan pada tahun 1901 sebagai moda transportasi umum yang dapat mengangkut 25 juta penumpang pertahun yang diperoleh dari data pada tahun 2008.
Gambar 2.35 Hanging Train di Wuppertal Jerman Sumber: www.monorails.org, 2012 dalam Berwai, et al, 2012;Gunawan, 2013
Tabel 2.20 Spesifikasi Hanging Train Wuppertal Schwebebahn Jarak antar jalur 4m Radius minimum lekukan 75 m Kemiringan maksimum 4% Panjang Rangkaian 24,06 m Panjang kabin utama 9,7 m Tinggi Rangkaian 2,7 m Lebar Rangkaian 2,2 m Jarak antar bogi 7,6 m Jarak antar as roda 1,3 m Diameter roda 800 mm Berat isi penuh 33,5 ton Berat kosong 22,2 ton Tempat duduk 48 Kapasitas penumpang 204 Tenaga tarik elektrik power supply 600 VDC Power supply interior 24 V Tenaga tarik motor 50 kW Kecepatan maksimum 60 km/h Sumber: www.monorails.org, 2012 dalam Berawi, et al, 2012; Gunawan 2013
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
95
Skybus Metro di India Skybus Metro terlihat hamir sama dengan jenis Wuppertal Schwebebahn di Jerman. Dioperasionalkan pada tahun 2004 di daerah Margao, Goa dengan panjang lintasan 10,5 km.
Gambar 2.36 Skybus Metro di India Sumber: http://en.wikipedia.org, 2012dalam Berawi,et al, 2012;Gunawan, 2013
Aerobus Teknologi Aerobus berkembang terus dengan baik di dunia, saat ini proyek-proyek Aerobus sedang berjalan di Amerika Serikat, China dan Korea Selatan. Pertama kali Aerobus diterapkan di Swerikon-Swistzerland pada tahun 1970.
Gambar 2.37 Aerobus Bundesgartenschau Mannheim di Belanda Sumber : www.wikimedia.org
Aerobus Bundesgartenschau Mannheim di Belanda sudah beroperasi sejak tahun 1975.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
96
Tabel 2.21 Spesifikasi Aerobus Spesifikasi aerobus Panjang setiap kabin
5m
Panjang rangkaian
8 - 12 kabin (40 m - 60 m) 80 – 320
Kapasitas penumpang Tinggi dari bawah kabel
3,96 m
Lebar
2,95 m
Kapasitas perjam
5000 Penumpang
Kecepatan rata-rata
45 Mil/jam (72,42 Km/jam)
Spesifikasi Lintasan Jarak antar pylon
2000 ft (609,6 m)
Kemiringan lintasan maksimum
8%
Lintasan
I-Beam yang dipasang vertikal
Radius minimum belokan tajam
25 m
Tipe lintasan
Fixed rail segments
Sumber : Discusion Paper on Alternative Transit Technologies, 2009 dalam Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013
Integrated Resorts Theme Park atau Amusement Park adalah lokasi tempat hiburan rekreasi
yang mempersembahkan atraksi, wahana dan acara lainnya yang dapat dinikmati oleh pengunjung. Sebuah Theme Park memiliki lansekap, bangunan dan atraksi yang unik merupakan satu atau lebih spesifik tema atau cerita. Saat ini industri tempat hiburan rekreasi (theme park) yang berskala besar di dunia yaitu Walt Disney World, Europa Park dan Universal Studios Hollywood, sedangkan yang lebih kecil seperti The Six Flags Parks dan Cedar Fair Parks. Ada juga Theme Park yang lebih simpel yang langsung ditujukan untuk anak-anak kecil yaitu Legoland di Malaysia. Pada tahun 2008 Walt Disney Company dikunjungi lebih dari 50 juta wisatawan sehingga dapat berkontribusi sekitar setengah dari total pendapatan industri di USA. Perkembangan terakhir industri pariwisata dunia adalah Integrated Resorts yang merupakan integrasi Theme Parks dan Resorts, antara lain seperti : The Walt Disney World Resort
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
97
Terletak di danau teluk Florida dibuka pada 1 Oktober 1971 dengan jumlah pengunjung rata-rata lebih dari 52 juta wisatawan per tahun. Dengan total luas area 27.258 ha terdiri dari 27 hotel resort, 9 hotel nondisney, 4 taman thematic, 2 water parks, 4 lapangan golf, 1 lapangan golf dengan 9 hole tanpa golf car, 2 lapangan golf mini thematic, area camping, shopping area dan tempat-tempat hiburan lainnya.
Gambar 2.38 Walt Disney World Resort – Florida, USA Sumber : www.wdw.com
Hongkong Disneyland Resort Hongkong Disneyland Resort adalah integrated resort yang dibangun pada Januari 2003 oleh Pemerintah Hongkong dan Walt Disney Company (investasi sebesar 43% atau USD 316 juta), yang terletak diatas tanah reklamasi sebelah Penny Bay dengan luas lahan 320 ha. Dibuka pada 12 September 2005, terdiri dari Hongkong Disneyland theme parks, Hotel, Fasiltas Ritel, dan Restaurants. Hongkong Disneyland theme park dibangun dengan luas lahan 22,4 ha yang terdiri dari kawasan Main Street, U.S.A, Adventureland, Fantasyland, Tomorrowland, Toy story land, Grizzly gulch, dan Mystic point, dimana setiap kawasan memiliki bermacam-macam wahana bermain, tempat
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
98
belanja, restoran dan hiburan langsung. Theme park ini merupakan tempat destinasi yang menarik pengunjung setiap tahunnya sebanyak 5,9 juta pengunjung pada tahun 2011 dengan pendapatan sebesar HK$ 3,630 Milliar (TEA/AECOM 2011).
Gambar 2.39 Hongkong Disneyland Sumber : http://hongkongdisneyland.com
Hongkong Disneyland menerapkan karcis cepat (fast pass) untuk mengurangi waktu terbuang akibat antrian yang panjang, hal ini juga sudah mulai diterapkan pada Disneyland di seluruh dunia. Resorts World Sentosa Resort World Sentosa adalah sebuah resor terpadu (integrated resorts) di Pulau Sentosa yang terletak di lepas pantai selatan Singapura. Hiburan utamanya terdiri dari Universal Studio theme parks, S.A.E. Aquarium (satu aquarium terbesar di dunia), Adventure Cove Water Park dan Dolphin Island, tempat-tempat menarik lainnya adalah Maritime Experiential Museum, Casino, 6 buah hotel yang unik, Convention Center, Celebrity Chef Restaurant, Specialty Retail Outlet serta hiburanhiburan kelas dunia. Luas area 49 ha dengan biaya pembangunan sebesar USD 4.93 milliar. Mulai dibangun 16 April 2007, Soft launching pada 20 Januari 2010 dan Integrated Resorts dibuka pada 20 Desember 2012.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
99
Gambar 2.40 Resorts World Sentosa Sumber : www.rwsentosa.com, 2012
Gambar 2.41 Universal Studio Sangapore Sumber : www.rwsentosa.com, 2012
Theme park pada Resorts World Sentosa yaitu Universal Studio Singapore dibangun seluas 20 ha dengan biaya USD 1,4 Mlilliar. Pada tahun 2010 dikunjungi lebih dari 2 juta pengunjung dengan total pendapatan USD 22,4 Milliar, dan meningkat menjadi 3.411 pengunjung pada tahun 2011. Memiliki 30 restoran, outlet souvenir dan 7 zona thematic, yaitu Hollywood, Madagascar, Far Far Away, Lost World, Ancient Egypt, Sci-fi City, dan New York dengan masing-masing mempertunjukan ataraksi-atraksi yang unik (AECOM, 2011).
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
100
2.4.4.6 Kawasan Industri Terpadu Kebutuhan lahan industri menurut Kementerian Industri (2012) setiap tahun mencapai 1.200 hektare (ha), bahkan untuk memenuhi program hilirisasi industri,
realisasi
MP3EI
mulai
diacu
dan
menunjuang
pertumbuhan
perekonomian Indonesia diprediksi dalam lima tahun kedepan dibutuhkan 1.000 ha untuk kawasan industri baru. Dari jumlah tersebut diperkirakan 70 % akan beralih ke luar Pulau Jawa. Saat ini permintaan akan kawasan industri yang terintegrasi menjadi keharusan untuk mengurangi biaya logistik (logistic cost) yang tinggi dan waktu perjalanan (travel time) yang lama.
Gambar 2.42 Java Integrated Industrial and Port Estate Sumber : www.jiipe.com
Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) dikembangkan oleh PT. Usaha Era Pratama Nusantara (anak perusahaan PT. AKR Corporindo, Tbk.) dengan PT. Berlian Jasa Terminal Indonesia (anak perusahaan PT. Pelabuhan Indonesia III Persero) dengan luas lahan 1.761,40 ha di Gresik yang berjarak 24 km yang merupakan ibukota Provinsi Jawa Timur. memiliki solusi terpadu yaitu kawasan industri dan pelabuhan laut, hal ini akan mengurangi biaya logistik dari gudang/pabrik ke pelabuhan, dapat melakukan proses export/import langsung tanpa perlu transit dengan waktu pengiriman yang lebih cepat. Lokasi ini juga dekat dengan terminal energi, seperti minyak, gas dan batubara.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
101
2.5. MANAJEMEN RESIKO 2.5.1. Pengertian Resiko Pengertian dasar resiko adalah ketidakpastian yang telah diketahui tingkat probalitas kerjadiannya, dengan kata lain resiko dapat diartikan sebagai ketidakpastian yang dapat menyebabkan kerugian atau kehilangan (Djohanputro , 2004). Secara sederhana resiko kerap diartikan sebagai peluang timbul kerugian/kehilangan/kerusakan/kecelakaan/bencana akibat adanya suatu kejadian. Chapman dan Cooper (1983) memberikan tambahan tentang pengertian resiko yaitu kondisi dimana terdapat kemungkinan keuntungan/kerugian ekonomi atau finansial, kerusakan atau cedera fisik, keterlambatan, sebagai konsekuesi ketidakpastian selama dilaksanakan suatu kegiatan. Sementara itu, definisi manajemen resiko menurut PMBOK (Project Management Institute Body of Knowledge) adalah merupakan proses formal dimana faktor-faktor resiko secara sistematis diidentifikasikan, dianalisis, respon dan dikendalikan. Merupakan suatu metode pengelolaan sistematis yang formal yang berkonsentrasi pada mengidentifikasi dan mengendalikan area atau kejadiankejadian yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya perubahan yang tidak diinginkan . Enam tahapan dalam manajemen resiko: 1) Perencanaan Manajemen Resiko 2) Identifikasi Resiko 3) Analisa Resiko Kualittatif 4) Analisa Resiko Kuantitatif 5) Perencanaan Respon Resiko 6) Kontrol dan Monitoring Resiko Definisi resiko yang dijelaskan sebelumnya tidak sama dengan ketidakpastian (uncertainty). Sangat penting untuk mengklarifikasi pengertian diantara dua hal tersebut. Meskipun tidak ada consensus yang jelas mengenai perbedaan keduanya, namun terdapat cara untuk membedakannya yaitu kemampuan untuk membuat penilaian kemungkinan (Chavas, 2004). Resiko berhubungan
dengan
suatu
kejadian
yang
dapat
dihubungkan
dengan
kemungkinan yang terjadi sementara ketidakpastian berhubungan dengan suatu kejadian yang jika dilakukan penilaian terhadap kemungkinan sulit direalisasikan. Dengan kata lain resiko lebih mudah untuk dievaluasi sementara ketidakpastian lebih sulit untuk dinilai.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
102
Penjelasan yang dijabarkan penulis lain mengenai hal ini yaitu ketidakpastian
sering
didefiniskan
sebagai
keadaan
dimana
beberapa
kemungkinan kejadian dan setiap kejadian akan menyebabkan hasil yang berbeda. Tetapi, tingkat kemungkinan atau probabilitas kejadian itu sendiri tidak diketahui secara kuantitatif. (Djohanputro, 2008) Tabel 2.22 Perbedaan Resiko Dengan Ketidakpastian 1 2 3
Resiko (risk) Tingkat probabilitas kejadian terdefinisi Subyek memiliki ukuran kuantitas yang jelas Adanya data pendukung mengenai kemungkinan kejadian
Ketidakpastian (uncertainty) Tingkat probabilitas tidak terdefinisi Subyek tidak memiliki ukuran kuantitas Tidak adanya data pendukung mengenai kemungkinan kejadaian
Sumber : Djohanputro, 2008 dalam Sejatiguna, 2013
Resiko diharapkan dapat memberikan manfaat berupa (Cooper, et al, 2005):
Meminimalkan tidak tercapainya tujuan proyek beserta para stakeholder yang terlibat didalamnya.
Untuk mengidentifikasi dan mengambil keuntungan terhadap adanya kesempatan
Membantu project manager secara khusus dalam membuat skala prioritas, alokasi sumber daya dan implementasi dan cara mengurangi resiko yang akan ditimbulkan
Memberikan pengambilan keputusan yang akuntabel dan memiliki dasar yang kuat
2.5.2. Identifikasi Resiko Identifikasi terhadap bagian-bagaian yang kritis dari resiko adalah langkah pertama untuk melaksanakan penilaian resiko dengan berhasil. Secar garis besar tahapan identifikasi resiko menurut Gray dan Larson (2005) adalah merinci resiko-resiko yang ada sampai level 1 yang detail dan kemudian menentukan signifikansinya (potensinya) serta penyebabnya, melalui program survey dan penyelidikan terhadap masalah-maslah yang ada. Sedangkan menurut Soeharto (2001), identifikasi resiko adalah suatu proses pengkajian resiko dan ketidakpastian yang dilakukan secara sistematis dan terus-menerus . Gray dan Larson (2005) menambahkan bahwa penyusunan identifikai resiko berasal dari opini para pakar atau dari estimasi berdasarkan perasaan pada pakar atau
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
103
berdasarkan pengalamannya. Teknik yang dapat digunakan untuk identifikasi resiko berasal dari opini para pakar atau dari estimasi berdasarkan perasaan para pakar atau berdasarkan pengalamannya. Teknik yang dapat digunakan untuk identifikasi resiko menurut Darmawi (2008) adalah daftar pengecekan (checklist) dan daftar saran (prompt list), kuesioner dan wawancara, Selphi Group atau nominal Group Tecniques, diagram pendekatan (diagram sebab-akibat(cause effect diagram)), sistem dinamik (system dynamics), diagram pengaruh (influence diagram ), kreativitas teknik dan pengalaman sebelumnya secara pendekatan grup seperti halnya metode yang digunaskan untuk individu Hilson (2002) juga menyarankan agar menggabungkan teknik yang ada untuk proses identifikasi resiko. Tujuan dari identifikasi resiko adalah : 1) Membuka dialog mengenai resiko antara anggota tim proyek untuk menambah semangat demi kesuksesab proyek . 2) Menampungan semua masukan dari anggota tim proyek tentang persepsi mereka mengenai resiko. 3) Mengidentifikasi dan mengkategorikan resiko proyek. 4) Mempersiapan dasar perhitungan resiko. Resiko dikategorikan menjadi beberapa bagian diantaranya adalah : 1) Resiko Eksternal : Ketersediaan pekerja yang terampil, peraturan dan sertifikasi, pengiriman peralatan. 2) Resiko Teknis : Kematangan desain, ketersidaan peralatan. 3) Resiko Manajemen Proyek : Organisasi proyek, administrasi kontrak. 4) Resiko Yang Berhubungan Dengan Lokasi : Lingkungan , geoteknik, geologi. Resiko-resiko yang juga penting mandapat perhatian dalam pengembangan konseptuan desain JSS antara lain; 1.
Environment impact a. Reduce natural resources (World tourism organization,2003) b. Generate pollution (World tourism organization,2003) c. Damage marine life (World tourism organization,2003)
2. Social impact
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
104
a. Behaviour Changes (Freyer,1995; Ko,2005) b. Society exploitation (Freyer,1995; Ko,2005) c. Lack of support for public interest (Stynes, 1997) d. Corruption, collusion and nepotism (Stynes, 1997) 2.5.3. Analisa Resiko Analisis Resiko adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk menangani semua kemungkinan tentang resiko dan mengevaluasikan beberapa hasil (outcome) dari suatu keputusan terhadap resiko. Pada tahap ini dilakukan perhitungan terhadap probabilitas dan besarnya kehilangan/kerugian yang dapat diakibatkan oleh suatu kejadian resiko. Pada dasarnya analisis resiko (risk analysis) adalah sama dengan analisis keputusan (decision analysis), sehingga metode yang digunakannya pun pada dasarnya sama , yaitu terkait dengan analisis terhadap ketidakpastian
dan hasil. Berbagai metode analisis pengambilan
keputusan dapat digunakan sebagai perangkat analisis resiko. Metode-metode kuantitatif seperti decision tree, influence diagraming , sensivity analysis dan Monte Carlo, hingga portfolio analysis sudah lazim digunakan untuk memberikan gambaran mengenai potensi resiko dari berbagai alternatif investasi. RISK ANALYSIS
Quantitative Sensitivity Analysis Expected Monetary Value Analysis Decision Tree Analysis Monte Carlo Modeling and Simulation
Qulitative Risk Probability and Impact Assessment Probability and Impact Matrix Risk Categorization Risk Ratio Descriptive Analysis
Gambar 2.43 Pengukuran Resiko Sumber : Ahmed et al, 2002
Tools/Technique yang digunakan dalam menganalisa risiko secara kualitatif, yaitu : 1. Risk Probability and Impact Assessment Mengukur tingkat peluang dari masing-masing risiko dan dampaknya terhadap masing-masing kinerja proyek dievaluasi selama wawancara atau rapat.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
105
2. Probability and Impact Matrix Menganalisa lebih lanjut secara kuantitatif dan tindakan (response) berdasarkan ukuran (rating) risiko. Tabel 22 adalah evaluasi risiko untuk tingkat kepentingan dan prioritas untuk diperhatikan. Tabel 2.23 Matrix Kemungkinan Dan Dampak Matrix kemungkinan dan Dampak Ancaman Kesempatan 0,05 0,09 0,18 0,36 0,72 0,72 0,36 0,18 0,09 0,05 0,04 0,07 0,14 0,28 0,56 0,56 0,28 0,14 0,07 0,04 0,03 0,05 0,10 0,20 0,40 0,40 0,20 0,10 0,05 0,03 0,02 0,03 0,06 0,12 0,24 0,24 0,12 0,06 0,03 0,02 0,01 0,01 0,02 0,04 0,08 0,08 0,04 0,02 0,01 0,01 0,05 0,10 0,20 0,40 0,80 0,80 0,40 0,20 0,10 0,05 *Dampak (dalam skala numerik) pada sebuah tujuan (mis, biaya, waktu, lingkup atau kualitas)
Kemungkinan 0,90 0,70 0,50 0,30 0,10
Sumber: PMBOK, 2004
3. Risk Categorization Untuk mengetahui dampak ketidakpastian pada bagian/area proyek dapat dibedakan dengan sumber risiko, dampak risiko, atau fase (engineering, procurement, dan construction). 4. Risk Ratio Dimana risk ratio ˃ 1 maka grup pertama memiliki proporsi lebih besar dari grup dua sementara jika terjadi kebalikannya maka ratio-nya ˂ 1. 5. Descriptive analysis Ringkasan sederhana mengenai sampel dan pengamatan yang telah dilakukan , yaitu berupa kuantitatif seperti ringkasan statistik atau visual berupa grafik. Dari data ini dapat dibentuk dasar dari deskripsi data awal sebagai bagian dari analisa statistik yang lebih luas. Penilaian kuantitatif Menganalisa risiko secara kuantitatif dilakukan pada daftar risiko yang telah dilakukan proses secara kualitatif yang secara potensial dan substansi berpengaruh terhadap kinerja proyek . Analisa risiko secara kuantitatif, dilakukan dengan cara yaitu: 1. Sensitivity Analysis Dapat mengetahui risiko yang punya dampak sangat potensial terhadap proyek. Metode tornado diagram dapat digunakan untuk membantu untuk
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
106
membandingkan variabel yang mempunyai tingkat ketidakpastian yang tinggi dengan variabel yang stabil. 2. Expected Monetary Value Analysis Dengan menggunakan Expected Monetary Value dapat dihitung dengan cara mengalikan nilai dari masing-masing kemungkinan keluaran berdasarkan peluang kejadian, dan menjumlahkannya secara bersamaan. 3. Decision Tree Analysis Decision Tree Analysis dapat menunjukkan situasi dengan kondisi yang dipertimbangkan, yang berimplikasi pada masing-masing pilihan yang tersedia dan skenario kemungkinannya. 4. Monte Carlo Modeling and Simulation Pada simulasi dengan teknik Monte Carlo, model proyek dihitung berulangkali, dengan input secara random dari suatu probability distribution function (pdf) yang dipilih untuk masing-masing pengulangan dari distribusi peluang masing-masing variabel. Analisa kualitatif bertujuan mengidentifikasi sumber-sumber atau faktorfaktor resiko utama. Hal ini dilakukan dengan menggunakan bantuan checklist, wawancara atau sesi brainstorming. Hasilnya biasanya diasosiakan dengan bentuk perhitungan yang bisa dideskripsikan terhadap masing-masing resiko dan dampaknya (contoh : resiko besar/kecil). Untuk sebagian besar orang hal ini merupakan aspek formal dari keseluruhan proses yang membutuhkan, pengukuran terhadap ketidakpastian perkiraan biaya dan waktu serta kombinasi probabilitas dari ketidakpastian individu. 2.5.4. Manajemen Resiko dalam Proyek Infrastruktur Skema PPP Kebutuhan terhadap layanan sarana dan prasarana bagi masyarakat luas tidak dapat lagi dipenuhi dengan cara pemerintah membiayai dan membangun infrastruktur. Pembangunan infrastruktur tidak lagi harus menunggu dan mengandalkan peran pemerintah, tetapi pihak swasta harus berinisiatif memulia investasi di sektor infrastruktur publik. Sebaliknya hal tersebut harus dilandasi pada kesadaran akan adanya resiko (ancaman atau peluang) yang dapat dipecahkan dengan melibatkan pihak swasta melalui pemanfaatan berbagai cara, metode, mekanisme dan teknologi konstruksi.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
107
Berdasarkan pengalaman dalam pembangunan infrastruktur, terhadap beberapa macam resiko berdasarkan kriteria yang berbeda-beda. Berikut adalah beberapa bentuk resiko dan model alokasi resiko dari berbagai sumber : Tabel 2.24. Resiko pada Proyek Infrastruktur Resiko yang mempengaruhi pengambilan keputusan untuk membangun proyek berdasarkan Public Private Partnership Resiko suku bunga dan inflasi Resiko flukturisasi exchange rate Resiko kondisi-kondisi yg ada Keadaan selama masa konstruksi Reader relations Pertanggungjawaban selama konstruksi Resiko Teknologi Resiko Pembiayaan operasional dan Pemeliharaan Resiko Hambatan pelayanan Kehilangan bahan/material & peralatan Kekurangan/kerusakan konstruksi Kerusuhan atau perang Resiko force majeure
Resiko berdasarkan pihak penanggung resiko a.Resiko pihak public/ pemerintah Resiko pembiayaan proyek Resiko pemeliharaan proyek Resiko manajemen kontrak Resiko oposisi publik Resiko perilaku monopolo oleh swasta Resiko ineffisiensi swasta b. Resiko pihak swasta Resiko kontrak manajemen Resiko opisisi publik Resiko persetujuan & perijinan Resiko perolehan tanah Resiko kompetisi fasilitas parallel Resiko perubahan sistem transportasi Resiko Pertanggung jawaban kerugian
Resiko berdasarkan jenis, sumber dan pihak yang menanggungnya Resiko pembangunan /perencanaan Resiko masa konstruksi Resiko pengoperasian Resiko pendapatan Resiko pembiayaan Resiko force majeure Resiko politik Resiko lingkungan Kegagalan proyek
2.5.5. Resiko dalam Studi Value Engineering Meskipun resiko pada umumnya diasosiakan sebagai sesuatu yang bersifat negatif, jika dipelajari secara lebih mendalam pada dasarnya resiko terbatas pada hal-hal yang berpotensi merugikan (ancaman) saja tetapi juga berpeluang menghasilkan manfaat atau menguntungkan. Dengan demikian resiko-resiko sebenarnya dapat dikategorikan kedalam dua kelompok besa , yakni : resiko murni, dimana pengaruh atau akibatnya selalu merugikan, dan resiko spekulatif, yang berpeluang pula untuk menghasilkan suatu keuntungan. Terhadap kedua jenis resiko tersebut kita harus bersikap dan mengambil keputusan/tindakan. Dalam studi Value Engineering, resiko menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan metode VE akan merubah resiko menjadi suatu tambahan nilai. Penggunaan value engineering dan manajemen resiko secara bersama-sama dalam suatu proyek di berbagai negara besar telah diaplikasikan dan dapat diterima
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
108
secara luas sebagai suatu perangkat terbaik untuk manajemen proyek yang efektif (Weatherhead dan Griffin 2006). Kombinasi keduanya dalam satu proses interegasi merupajan strategi yang baik untuk memaksimalkan value suatu proyek dan mengurangi esiko dalam frame biaya yang telah disepakati. Kirk (Kirk,1995) mengenalkan konsep probabilistic estimating yang mengkombinasikan range estimate dan Monte Carlo Simulation. Hasil implementasi manambah kepercayaan para penbuat keputusan untuk menjadi lebih baik didalam menentukan biaya-biaya yang tidak terduga dalam proyek. Moontanah , Poynter Brow & Jefferyes (Mootanah et al., 1998) melakukan studi secara insentif dalam strategi interaktif value dan risk management. Hiley and Paliokostas (Hiley & Paliokostas, 2001) merumuskan bahwa interegasi VM dan RM sebagai combined tool merupakan hal yang sangat potensial serta dapat meruduksi segala hal yang kurang bermanfaat. Bleasdale (2003) menyimpulkan bahwa penerapan interegasi resiko pada studi value management menghasilkan sistem pembiayaan yang efektif dan bukan merupakan proses cost cutting . Risk and Value Management Interface Risk Management
Value Management
Pre Risk Study
Pre Value Study
Risk Identification, Category, and Profile
Information Phase
Risk Assessment
Function Phase
Risk Mitigation Techniques
Creative Phase
Risk Analysis and Exposures with VM alternatives
Development Phase
Decision Phase
Risk Response Strategy
Value Creation Strategy
Sumber : Mootanah (1998)
Gambar 2.44 Integrasi Value Engineering dan Risk Management Sumber : Mootanah, 1998
Weatherhead, Owen dan Hall (Weatherhead, et al, 2006) menyimpulkan interegasi Value dan Resiko dalam industry konstruksi mampu menghemat waktu. Yuh Huei Chang & Ching Song Liou (Chang & Liou, 2006) telah mengaplikasikan interegasi VE dan RM pada proyek Mass Rapid Transit System di tahap evaluation phase yang terbukti mampu mengontrol resiko dan mereduksi biaya proyek. Penelitian Dallas (Dallas, 2008) menyatakan value dan risk
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
109
management harus diintegrasikan pada proses development and construction proyek . Haghnegahdar and Asgharizadeh (2008) membuktikan bahwa implementasi Risk dan VE pada proyek Iran Khodro Cooporation mampu menungkatkan efisiensi dan fungsi dan dapat mengatur biaya dan waktu proyek . Tabel 2.25 Resiko Dalam Studi VE TAHAP Evaluasi
Pengembangan
AKTIVITAS Ide ditulis sebagi resiko berdiri sendiri (stand alone-risk) terhadap penghargaan proposal investasi. Melakukan penilaian dan menentukan pertimbangan resiko dan biaya
HASIL
Tim Studi VE membuat alternatif & skenario resiko rendah , medium , tinggi Sumber : Value Standard, SAVE , 2007
Pada penelitian ini integrasi antara value engineering dan manajemen resiko untuk memperoleh resiko yang dominan ditunjukkan dalam gambar berikut: VALUE ENGINEERING
RISK MANAGEMENT
Tahap Informasi
Identifikasi Resiko
Tahap Analisa Fungsi
Penilaian Resiko
Tahap Kreatifitas
Analisa Resiko
Tahap Evaluasi
Mitigasi Resiko
KONSEPTUAL DESAIN JSS
No
Yes
Tahap Pengembangan
Respon Resiko
Tahap Presentasi
Gambar 2.45 Integrasi VE dan RM dalam Penelitian Sumber: Olahan Sendiri
2.6
Research Novelty
2.6.1 Studi Literatur Penelitian Aspek novelty dalam penelitian ini adalah gambaran posisi disertasi terhadap penelitian–penelitian lain yang serupa. Mengenai nilai tambah dan inovasi, berdasarkan Berawi, M.A. & Woodhead, R.M. (2008), dengan mengelompokkan konsep ke dalam hasil dan tujuan yang ingin kita capai, bagaimana urutan proses dapat dieksekusi, dan mengapa kita perlu melakukan fungsi, kita dituntun untuk pemahaman bersama dan kemampuan yang lebih baik untuk menghasilkan ide-ide baru untuk merangsang inovasi dan menambahkan
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
110
nilai produk. Menambahkan nilai dimaksudkan untuk mengevaluasi mengapa, apa, di mana, bagaimana, dan siapa yang bisa berinovasi dalam melakukan proses untuk menghasilkan proyek / produk yang diinginkan untuk kepentingan pemegang saham (Berawi, 2009a). Identifikasi indikator inovasi dan desain kerangka sistematis telah menjadi atribut yang diperlukan untuk menciptakan nilai dalam bentuk produktivitas, kinerja dan daya saing, (Berawi, 2009c). Langkah pertama yang penting dalam mempromosikan VE bisa jadi penggunaan ketentuan wajib klausul VE untuk membangun sejarah ide-ide dan pengalaman untuk membimbing perubahan jangka panjang oleh pemerintah (Vickers and Mandelbaum, 2009). Keberhasilan dalam penggunaan metodologi ini merupakan gabungan dari kunci pengenalan dan penerimaan praktek ini menjadi daerah pembangunan lainnya, menurut Villegas, O. & Malagrida, M. (2009), tujuannya adalah untuk mendapatkan portofolio proyek yang dijamin membawa keuntungan kesejahteraan maksimal kepada perekonomian secara keseluruhan dan perubahan bersih dalam nilai bersih, tetapi pada saat yang sama menempatkan pemerintah pada risiko fiskal terendah di bawah kendala anggaran (Wibowo, 2010). Chan. A.P.C., et al (2008), menganjurkan bahwa bermitra bersama-sama dengan kontrak TC seperti IA diadopsi di seluruh spektrum yang lebih luas dari industri konstruksi untuk menuai berkelanjutan manfaat dan mencapai keunggulan konstruksi. Potensi proyek PPP dapat dinilai dengan model ini dan diberi skor untuk faktor yang menarik dan negatif, dan HKZMB itu digunakan untuk menunjukkan kelayakan model, Cheung, E and Chan, A.P. (2010). Ketentuan garansi membuat kontraktor bertanggung jawab atas kegagalan dan pemeliharaan setelah selesai konstruksi, diutarakan oleh Cui, et.al (2010). Masyarakat internasional telah belajar bahwa jalan raya program PPP mereka harus menjaga kepentingan publik dan menarik partisipasi swasta, Garvin, M.J. (2010). Ho, S.P. & Tsui, C.W. (2010) menyimpulkan bahwa masalah utama yang disebabkan oleh struktur laba seimbang yang disebabkan oleh keterbatasan anggaran yang lemah akan menghasilkan biaya transaksi yang signifikan dan membuat PPP inferior struktur pemerintahan. Kebutuhan untuk menerapkan VE yang mencerminkan tujuan dan tuntutan proyek dalam tahap awal, serta mendukung cara berpikir terfokus fungsi seperti diilustarikan oleh Hyun, C.T. , et al (2010). Disampaikan
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
111
oleh Kelly, J. and Male, S. (2008), sering kali ada kekhawatiran pada bagian petugas pembelian dari sektor publik bahwa nilai kriteria terbaik untuk pemilihan konsultan dan kontraktor tidak jelas dan bahwa audit berikutnya akan gagal untuk mengkonfirmasi nilai itu untuk uang dicapai. Menyambung dari hubungan publik dan swasta, Knoles, W. (2009) menyatakan bahwa PDW menggambarkan bahwa Metodologi Nilai sangat fleksibel dan dapat menghasilkan hasil nilai-meningkatkan bahkan ketika dikompresi dan disesuaikan dengan proses desain yang normal pemilik. Ditemukan juga bahwa industri konstruksi bertanggung jawab untuk membentuk lingkungan binaan yang mendukung semua kegiatan sosial dan ekonomi, tetapi telah mendapat sedikit perhatian dalam penelitian inovasi dibandingkan dengan sektor-sektor lain seperti industri manufaktur (Manley, et.al, 2009). Dengan mempertimbangkan tradisi lama yang terbentuk dalam organisasi dan teori manajemen, termasuk sifat rasionalitas praktis, ditambah berbagai kepentingan organisasi , nilai-nilai dan orientasi proyek atau budaya, kita memperoleh nyata, bukan pandangan ideal, dari apa yang terjadi, menurut Marrewijk, A.V. , et al (2008). PPP sangat bergantung pada pasar modal untuk berbagai layanan: Meningkatkan modal melalui IPO; Keuangan utang; Manajemen risiko keuangan; Intermediasi, asuransi kredit, dan layanan terkait; Inovasi dari pemodal yang dipimpin tawaran kompetitif, ditelaah oleh Regan, M., et al. (2011). Ricaurte, J.L., et al (2008) mengusulkan kumpulan keterampilan yang diperluas dan bidang pengetahuan untuk insinyur sipil yang terlibat dalam proyek-proyek PPP, dengan tujuan penyediaan alat-alat penting bagi para praktisi PPP dari tiga perspektif yang berbeda: sistem teknis, manajerial, dan pengiriman. Tan, Y., et al (2010) menemukan bahwa tawaran rendah adalah yang paling sering digunakan strategi persaingan dalam penawaran. Strategi com-petisi lain, seperti teknologi tinggi dan inovasi manajemen, telah direalisasikan oleh kontraktor penting dalam praktek. Diungkapkan oleh Xu, Jiang-Wei and Sungwoo Moon (2014), bahwa penggunaan data aktual dari proyek BOT membantu untuk menghasilkan distribusi variabel dalam pengembangan model dan memahami ketidakpastian yang melekat dalam proyek BOT; Ketidakpastian mengenai pendapatan tol dan biaya konstruksi yang tertanam dalam konsesi Model penentuan periode; Proses
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
112
stokastik dapat digunakan untuk mensimulasikan pendapatan tol dan biaya konstruksi sesuai dengan karakteristik khusus dari proyek BOT; Metode yang disajikan memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan kepentingan antara pemerintah dan HPH. Tabel dari hasil studi literatur mengenai studi sebelumnya yang berasal dari berbagai jurnal terbaru dapat dilihat pada Lampiran. 2.6.2
Research Novelty Dari literatur yang diperoleh terdapat pola dalam penelitian yang yang
dilakukan yaitu; PPP tanpa VE atau RM, PPP dengan VE, PPP dengan RM, PPP dengan VE dan simulasi, PPP dengan RM dan simulasi, SAPPP tanpa VE atau RM, SAPPP dengan VM, SAPPP dengan RM. Melalui pola penelitian ini maka akan terlihat posisi penelitian yang akan dilakukan. Tabel 2.26 Posisi Penelitian DESCRIPTION With Out VM / RM
VM
RM
VM w/ Simulation Tool RM w/ Simulation Tool
PPP Hahm, J. (2003) :Djunaedi,P. (2007); Levy, S.M. (2008); Chan, A.P.C., Lam,P.T.I., Chan,D.W.M., Cheung, E. & Ke, Y.(2010) ; Regan, M., Smith, J., & Love, P.E.D. (2011) Hwang, Yih-Hong, (2003) ; Islam, M.M. and MohamedS. (2009) ; Cho, K., Hyun, C.T., Koo, K.J. and Hong, T.H. (2010);Kamaruddin, N.A.B., Isa, M.T., and Abdullah, N.L. Azis, A.M.A. (2007) (2011) Chiu, P.C. (2006) ; Mohammed, B.A.A. (2008) ; Ho, S.P. and Tsui, C.W. (2009) ; Jin, X.H. (2010) ; Poole, R.W.Jr. and Samuel P.(2011) PPP + VM (w/ Fuzzy Logic) – Qing, Y. & Hua, Q.W. (2007) ; PPP + VE (w/ TRIZ) – Mao, X. (2008). PPP + RM (w/ Fuzzy Logic) – Xu, Y., Chan< A.P.C,, and Yeung, J.F.Y. (2010)
SAPPP Anvuur,A.M.&Kumaraswarmy,M.M.(2007) ; Roumboutsos, A., and Quellete, A. (2010)
Love, P.E.D., Mistry, D., and Davis, P.R. (2010) Dikun dan Rahman (2010)
Love, P.E.D., Davis, P.R., Chevis, R. , and Edwards, J.E. (2011).
Penelitia Ini Pemodelan SAPPP Berbasis VM dan RM Menggunakan Sistem Dinamik
Dari tabel tersebut, dapat terlihat jelas bahwa belum ada literatur yang membahas SAPPP berbasis VE dan RM dengan menggunakan simulation tool Sistem Dinamik . Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bisa mengisi celah (gap) dari tema-tema yang telah dibahas oleh penelitian lainnya.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. PENDAHULUAN Integrasi Value Engineering pada studi kelayakan yang menggunakan skema Strategic Alliance – Public Private Partnership (SA-PPP) diharapkan akan menghasilkan suatu model kajian kelayakan bagi mega proyek infrastruktur sehingga mampu meningkatkan nilai kelayakan proyek. Proses Kemitraan Pemerintah dan Swasta (KPS) akan menggunakan acuan berdasarkan Perpres No.67 tahun 2007, Perpres No.13 tahun 2010, Permen 4/2010, Perpres No.56 tahun2011, Permen 3/2012 dan Perpres No.66 tahun 2013. Dilain pihak, untuk studi Value Engineering akan mengacu pada standar yang dikeluarkan oleh SAVE International, 2007.
3.2. PEMILIHAN STRATEGI PENELITIAN Untuk menentukan metode penelitian terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain jenis pertanyaan yang akan diajukan, kendali terhadap peristiwa yang akan diteliti hingga fokus peristiwa (Yin, 2002). Dalam rangka menjawab research questions yang diajukan maka penelitian ini menggunakan strategi penelitian berupa survey dan studi kasus.
3.3. PROSES PENELITIAN Untuk melakukan penelitian secara ilmiah, diperlukan adanya tahapan / urutan yang disesuaikan dengan kerangka penelitian yang telah disusun dalam bentuk diagram alir. Diagram alir disusun berdasarkan rumusan dan tujuan penelitian yang akan dicapai dengan mengacu pada kajian kelayakan proyek. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada diagram berikut:
113 Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
Universitas Indonesia
114
Kajian Pustaka
Identifikasi Masalah
Hipotesa Penelitian Perumusan Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Tahapan Pre Study VE Pengumpulan Informasi
RQ-1
RQ-2
RQ-3 RQ-4 RQ-5
Keys Success Factor
Kuesioner
Analisa Fungsi (FAST Diagram
Kuesioner
Identifikasi Resiko Analisa Resiko
Peningkatan Kelayakan Finansial Proyek JSS
Focus Group Discussion (FGD) w/ Experts & Stakeholders Kuesioner
System Dynamics Life Cycle Cost (LCC)
Model SA-PPP JSS berbasis VE
Validasi Hasil
Focus Group Discussion (FGD) w/ Experts & Stakeholders
Kesimpulan & Saran
Gambar 3.1. Flowchart Model Operasional Penelitian
3.4. VARIABEL PENELITIAN Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau suatu kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga dapat ditarik kesimpulannya.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
115
3.4.1. Penambahan Fungsi Manfaat dari fungsi-fungsi yang akan diintegrasikan ke Proyek JSS digunakan sebagai variabel penelitian, yang bersumber dari hasil studi literatur baik itu jurnal ilmiah, proceedings, laporan studi kelayakan dan laporan penelitian. Tabel 3.1. Variabel Penelitian Penambahan Fungsi Manfaat Penambahan Fungsi Baru pada JSS 1
Pembangkit listrik tenaga pasang surut
1.1
Menghasilkan energi listrik
1.2
Efisiensi sumber daya alam
1.3
Mengurangi emisi gas
1.4
Value for money
1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10
2
Pembangkit listrik tenaga angin
2.1 2.2
Biaya pemeliharaan lebih rendah Tidak menghasilkan polusi Melindungi garis pantai dari gelombang pasang yang tinggi Menghindari terjadinya pemanasan global Meningkatkan perekonomian negara Langkah baru penerapan energi terbarukan Menghasilkan energi listrik Menghindari terjadinya pemanasan global
2.3
Mengurangi emisi gas
2.4
Value for money Biaya pemeliharaan lebih rendah Tidak menghasilkan polusi Tidak membutuhkan ruang (space) yang besar Mengurangi ketergantungan terhadap energi tradisional Mempertahankan sumber daya air Tampilan estetika
2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10
Sumber Data Dominic dan Lee (2009); Blue Energy (2010); Bae, Kim & Choi (2010) Peak Energy (2008) ; Bae, Kim, & Choi (2010) Peak Energy (2008); Dominic dan Lee (2009) Takenouchi et al (2006); Dominic dan Lee, 2009); Blue Energy (2010) Takenouchi et al (2006); Hammons (1993) Peak Energy (2008); Dominic dan Lee (2009) Peak Energy (2008); Blue Energy (2010) Clark (2007); Peak Energy (2008) Blue Energy (2010); Takenouchi et al (2006) Peak Energy (2008); Dominic dan Lee (2009); Khan et al (2009) Herbert et al (2007); Lenzen dan Munkgaard (2002) Wilkes & Moccia (2010); Berry et al(2009) Wilkes & Moccia (2010); Lenzen & Munkgaard (2002); Berry et al (2009) Herbert et al (2007); Herbert et al(2007); Wilkes & Moccia (2010) Wilkes & Moccia (2010); Berry et al(2009) Minguez, Kolios, Brennan (2011) Herbert et al (2005) Minguez, Kolios and Brennan (2011) Dominic dan Lee ( 2009 )
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
116
3
Integrasi pipa distribusi minyak dan gas
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9
4
Integrasi jalur fiber optic
Mengurangi emisi Keamanan personil lebih terjamin Meminimalkan resiko Memudahkan dalam pelaksanaan konstruksi Memperlancar distribusi minyak dan gas Memperlancar komunikasi dan informasi
4.2
Efisiensi biaya
4.3
Kemudahan aksesibilitas Memudahkan dalam pemeliharaan Memudahkan pelaksanaan konstruksi Keamanan personil lebih terjamin Meminimalkan resiko Tidak menimbulkan permasalahan lingkungan
4.5 4.6 4.7 4.8 Pengembangan sektor pariwisata
Memudahkan dalam pemeliharaan Kemudahan aksesibilitas Tidak menimbulkan permasalahan lingkungan
4.1
4.4
5
Efisiensi biaya
5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7
Meningkatkan servis public Menarik turis dalam negeri dan mancanegara Membuat lapangan kerja baru Meningkatan fasilitas Menarik investor Meningkatkan pendapatan Meningkatkan ekonomi regional
Sun et al (2000); Schoots et al (2011) Shahriar et al (2011); Schoots et al (2011) Shahriar et al (2011) Shahriar et al (2011) Han dan Weng (2010) ; Schoots et al(2011) Han dan Weng (2010) Han dan Weng (2010) Shahriar et al (2011) Schoots et al(2011)
Williams (2010) Williams (2010); Sun et al (2000); Schoots et al (2011) Shahriar et al (2011) Shahriar et al (2011); Schoots et al (2011) Shahriar et al (2011) Han dan Weng (2010) Han dan Weng (2010) Shahriar et al (2011) Ko (2005); Stynes (1997); Doswell (1997) Stynes (1997) Stynes (1997); Doswell (1997) Stynes (1997) Stynes (1997) Stynes (1997) Stynes (1997); Doswell (1997); Freyer (1995)
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
117
3.4.2. Identifikasi Resiko Variabel resiko diperoleh dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh berbagai peneliti terkait dengan identifikasi fungsi pada konseptual desain Jembatan Selat Sunda yang meliputi fungsi transportasi berupa jembatan, fungsi energi seperti distribusi minyak dan gas hingga fungsi pariwisata. Proses penelitian yang akan dilakukan disesuaikan dengan kerangka penelitian sebagai berikut: Rumusan Masalah
NO
Kesimpulan dan Saran
Studi Pustaka
Interview Pakar
Variabel Penelitian
Analisa Mitigasi Resiko
Survey Kuesioner
Resiko Utama
Daftar Resiko
Focus Group Discussion
Tujuan Penelitian YES
Gambar 3.2 Kerangka Penelitian Resiko pada prinsipnya dapat diklasifikasikan atas siklus hidup proyek ataupun sumber resiko (Ibrahim et al., 2006). Resiko pada penelitian ini terdiri dari faktor internal yang didasarkan atas siklus hidup proyek yang terbagi atas tiga kategori yaitu resiko perencanaan dan desain, konstruksi dan operasional dan pemeliharaan
sementara
faktor
eksternal
merupakan
resiko
dari
luar
organisasi/proyek yang dapat mempengaruhi kinerja internal. Faktor eksternal terbagi atas dua kategori yaitu resiko politik-lingkungan dan sosial-ekonomi. Hasil secara lengkap disajikan dalam tabel berikut Tabel 3.2. Variabel Penelitian Identifikasi Resiko Variabel X1 X2 X3 X4
Mempengaruhi pembangunan JSS Referensi Perencanaan dan Desain Rencana desain konstruksi Dawen and Wenda (2009) Lingkup desain yang tidak lengkap Mustafa and Al-Bahar (1991) Desain yang tidak sempurna Mustafa and Al-Bahar (1991) Dey (2001; Mustafa and Al-Bahar Perubahan desain (1991)
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
118
X5
Perubahan lingkup pekerjaan
X6
Spesifikasi yang tidak mencukupi
X7
Kesalahan dan kelalaian personil
X8
Asumsi teknis yang kurang tepat
X9
Pemilihan teknologi konstruksi
Dey (2001); Mustafa and Al-Bahar (1991) Mustafa and Al-Bahar(1991) Dawen and Wenda (2009); US.DOT (2006) Mustafa and Al-Bahar(1991) Sakkar and Dutta (2011); Dey (2001); Guo-an (2010)
Konstruksi X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22
X23
X24 X25 X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32 X33
Dawen and Wenda (2009); Mustafa and Al-Bahar(1991) Dey (2001); Mubin and Goryainov Pembengkakan biaya proyek (2007) Dey (2001); Mustafa and Al-Bahar Ketidakmampuan subkontraktor/supplier (1991) Guo-an (2010); Mubin and Keterlambatan waktu pelaksanaan proyek Goryainov (2007) Survey lokasi yang kurang memadai US.DOT (2006) Chou and Tu (2011); US. DOT Kegagalan instalasi (2006) Kurangnya teknologi IT Mokhtari et al. (2011) Guo-an (2010); Ostenfeld and Benturan dengan badan kapal Andersen (2011) Keterampilan pekerja Dawen and Wenda (2009) Keselamatan Pekerja Mustafa and Al-Bahar(1991) Produktifitas pekerja Mustafa and Al-Bahar(1991) Perelisihan buruh dan aksi mogok Mustafa and Al-Bahar(1991) Dawen and Wenda (2009); Dey (2001); Guo-an (2010); Lenzen Bencana alam and Munksgaard (2002); Mokhtari et al.(2011) Operasional dan Pemeliharaan Dawen and Wenda (2009); Dey Kualitas peralatan yang menurun (2001); Guo-an (2010); Mustafa and Al-Bahar(1991) Dawen and Wenda (2009); Dey Kurangnya peralatan (2001); Guo-an (2010; Mustafa and Al-Bahar(1991) Komunikasi yang buruk US.DOT (2006) Kondisi cuaca buruk Sakkar and Dutta (2011) Kurangnya sumber daya manusia Mubin and Goryainov (2007) Kondisi lokasi yang rumit Dey (2001); Guo-an (2010) Kurangnya alat bantu navigasi Guo-an (2010); Dey (2001) Dey (2001); Mokhtari et al., Kurangya penggunaan teknologi IT (2011); Mustafa and Al-Bahar (1991) Keamanan personil Mustafa and Al-Bahar(1991) Dawen and Wenda (2009); Guo-an Bencana alam (2010); Lenzen and Munksgaard (2002); Mokhtari et al. (2011) Estimasi biaya yang kurang akurat Dey (2001); US.DOT (2006) Pekerjaan yang kurang sempurna
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
119
Politik-Lingkungan X34
Perubahan kebijakan pemerintah
X35
Intervensi politik
X36 X37
Embargo Polusi yang ditimbulkan
X38
Kerusakan biota laut
Dey (2001); Mubin and Goryainov (2007); US.DOT (2006) (Sakkar and Dutta (2011); Dey (2001); Mubin and Goryainov (2007) US.DOT (2006) WTO (2003) Mubin and Goryainov (2007); WTO (2003)
Sosial-Ekonomi X39
Perubahan kebiasaan
X40
Eksploitasi masyarakat
Ko (2005); Laws et al.(2007) ; Stynes (1997) Ko (2005); Laws et al. (2007); Stynes (1997)
X42 X43 X44 X45
Kurangnya dukungan untuk kepentingan publik Adanya korupsi, kolusi dan nepotisme Ketidakstabilan ekonomi nasional Perubahan kebijakan ekonomi Fluktuasi nilai tukar
X46
Inflasi yang tinggi
X47
Pasar memasuki masa reses
X48
Ketersediaan kredit
X49
Perubahan biaya material
X50
Berkurangnya mitra bisnis
X41
Stynes (1997) Stynes (1997) Dawen and Wenda (2009) Sakkar and Dutta (2011) Dawen and Wenda (2009) Sakkar and Dutta (2011); Dey (2001); Mustafa and Al-Bahar (1991) Sakkar and Dutta (2011); Dey (2001); Mustafa and Al-Bahar (1991) Sakkar and Dutta (2011); Dey (2001); Mustafa and Al-Bahar (1991) Dawen and Wenda (2009); Mubin and Goryainov (2007) Sakkar and Dutta (2011)
Sumber : Sejatiguna, 2013 3.4.3. Key Success Factors Kerjasama Pemerintah – Swasta Variabel Key Success Factors diperoleh dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh berbagai peneliti terkait dengan cara mencapai keberhasilan penerapan sebuah skema Strategic Alliance – Public Private Partnership (SAPPP). Rincian variabel dijelaskan dalam table berikut: Tabel 3.3. Faktor Kunci Skema SA-PPP X1 X2 X3
Variabel Skema SA-PPP Garansi pengembalian investasi Pembagian resiko yang berimbang Seleksi para pihak berdasaran kinerja dan keahlian
Referensi Koolwijk (2006) Abrahams and Cullen (1998) Abrahams and Cullen (1998); Jefferies et al. (2006)
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
120
X4
Komunikasi yang baik dan kerjasama yang solid antar para pihak
Abrahams and Cullen (1998); Hauck et al. (2004); Rowlinson and Cheung (2005); Love et al. (2010)
X5
Kepercayaan dan kesetaraan antar para pihak
Hauck et al. (2004); Love et al. (2010)
X6
Komunikasi dan dukungan yang kuat para pengambil keputusan
Abrahams and Cullen (1998); Rowlinson and Cheung (2005); Jefferies et al. (2006); Love et al. (2010)
X7 X8 X9
Key performance indicator (KPI) yang jelas dan terukur Benchmarking dan pengawasan kinerja yang berkelanjutan Penyelesaian permasalahan dengan negoisasi dan mediasi
Hauck et al. (2004); Jefferies et al. (2006) Jefferies et al. (2006) Koolwijk (2006)
3.5. INSTRUMEN PENELITIAN Menurut Arikunto (2010), instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data agar penyajiannya dapat lebih sistematis. Sementara menurut Suryabrata (2003) instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk merekam keadaan dan aktifitas atribut – atribut psikologis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dan informasi kualitatif dan kuantitatif tentang variabel yang sedang diteliti. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa survey kuesioner dan focus group discussion (FGD). Sebelum penyebaran kuesioner pada responden, terlebih dahulu dilakukan pilot survey (survey percobaan) yang bertujuan untuk memastikan bahwa struktur pertanyaan (kuesioner) telah dapat dimengerti oleh responden, sehingga diharapkan kuesioner dapat diisi dengan cepat dan tidak menimbulkan ambiguitas. Responden pilot survey mengisi dan memberikan komentar terhadap isi kuesioner, untuk kemudian dilakukan perbaikan sebelum didistribusikan ke responden sesungguhnya. Proses pembuatan kuesioner terlihat dalam gambar berikut.
Mulai
Pelaksanaan Survey
Studi Literatur & Pengumpulan Data Sekunder
Revisi Kuesioner
Variabel Penelitian
Pilot Survey
Draft Kuesioner
Gambar 3.3. Tahapan Pembuatan Kuesioner
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
121
3.6. METODE PENGUMPULAN DATA Penelitian ini akan menggunakan dua (2) jenis data yaitu; Data primer, yang diperoleh dari survey kuesioner dan focus group discussion serta Data sekunder, yang diperoleh dari hasil studi literatur seperti buku, referensi, jurnal dan penelitian lain yang terkait dengan penelitian yang sedang dilakukan. Survey kuesioner disebarkan kepada responden melalui distribusi baik secara online maupun offline. Responden offline meliputi berbagai stakeholder proyek JSS seperti investor, BUMN, Perusahaan Swasta, Universitas, Instansi Pemerintah Pusat (Kementrian). Sementara untuk responden online, survey akan didistribusikan melalui kelompok milis yang terkait dengan pembangunan JSS. Adapun kelompok milis tersebut terlihat pada tabel berikut : Tabel 3.4. Kelompok Milis Terkait JSS NO 1
2
3
MILIS YANG TERLIBAT HAMKI
[email protected] Jumlah anggota : 1025
APAKSINDO APAKSINDO@yahoogroup s.com Jumlah anggota : 247 Indo Energi
[email protected] om Jumlah anggota : 1510
DESKRIPSI Milis HAMKI (Himpunan Ahli Manajemen Konstruksi Indonesia) atau dlm terjemahan bahasa Inggris menjadi ISCMP (Indonesian Society of Construction Management Professionals), membahas seputar: kontruksi, sipil, arsitek, mesin, elektro, tata lingkungan, manajemen, proyek, beton, kontrak, operasi, civil, engineering, jasa, sertifikasi, asosiasi, LPJK, UUJK no.18 th.1999, UU Bangunan Gedung, architect, iso9000, profesi, profesional, pmi, cmaa, resiko, waktu, biaya, mutu, kualitas, human aspect, informasi, undang-undang, pemerintah, peraturan, perselisihan, dispute resolution, cost, time, bangunan, building, kegagalan, failure, claim, value engineering, mechanical, electrical. Asosiasi Pengusaha Kontraktor Seluruh Indonesia Merupakan wadah bagi kontraktor bidang kontruksi di Indonesia yang memiliki profesionalisme yang tinggi. Group diskusi untuk pemerhati masalah energi di Indonesia. Baik masalah kebijakan energi, cadangan energi, konversi energi, pemanfaatan, transfer energi serta teknologi energi masa kini maupun masa mendatang. Kita sadar bahwa dunia ini pada awalnya banyak didominasi masalah energi baik untuk ekonominya, politik maupun sosial politiknya. Pengetahuan serta kesadaran akan pentingnya peranan Indonesia dalam energi dunia sangatlah diperlukan. Kamipun memerlukan anda untuk ikut berpikir dan berdiskusi untuk masa kini maupun masa mendatang. Energi ini meliputi energi migas, geothermal, listrik, batubara, hydro serta energi alternatif lainnya.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
122
4
Praktisi jalan dan jembatan praktisijalanjembatan@yahoogroup s.com Jumlah anggota : 297
Milis bagi yang ingin bertanya, urun rembug, diskusi mengenai masalah teknik sipil bidang jalan dan jembatan, baik masalah teori maupun praktek di lapangan. Disediakan bagi para mahasiswa(i), dosen, praktisi, perencana, pelaksana, pengawas, pemerhati jalan dan jembatan serta pengambil keputusan.
5
Informasi proyek konstruksi project_info@yahoogroups. com Jumlah anggota : 526
6
Pelaku bisnis konstruksi
[email protected] m Jumlah anggota : 2859
7
Forum arsitek
[email protected] Jumlah anggota : 2354
Group milis ini di buat untuk berbagi informasi project project konstruksi di Indonesia. Informasi yang di disampaikan berupa informasi pengumuman, rencana/status project, pemilik dan pelaksana project, contact person, dll, dengan katagori informasi project project konstruksi antara lain: Oil and Gas, Pipeline, Pertambangan/Mining, Perkantoran/Office, Rekreasi, Residensial, Township, Transport, Utilities, Pedidikan, Eksebishi, Hotel, Industrial, Infrastruktur, Landscaping, Dll. Group ini diperuntukkan bagi pelaksana bisnis konstruksi di Indonesia. Group ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan praktisi konstruksi yang terdiri dari arsitek, perancang struktur, konsultan pengawas, kontraktor hingga pemasok bahan bangunan, untuk bertukar informasi sekitar proyek-proyek konstruksi di Indonesia. Ini adalah forum terbuka arsitek Indonesia dan dunia arsitektur.Forum ini adalah "official mailing list" dari asosiasi profesi Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Pengurus IAI mengumumkan hal-hal yang berurusan dengan asosiasi di dalam mailing list ini. Namun mailing list ini juga terbuka bagi para arsitek nonanggota IAI.
3.6.1. Survey Kuesioner Tujuan dari survey kuesioner ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai persepsi para stakeholder Proyek Jembatan Salat Sunda baik itu kalangan pemerintahan maupun masyarakat (Pengusaha, akademisi dan profesional) terhadap penambahan fungsi, resiko utama serta key success factors dalam pembangunan Jembatan Selat Sunda. Kegiatan ini dimulai dari menyusun variabel penelitian menjadi draft kuesioner. Jenis Kuesioner yang disusun adalah kuesioner dengan bentuk pertanyaan tertutup (close-ended) yang telah memiliki satu set jawaban yang dapat dipilih oleh responden. Terdapat dua model jawaban pada kuesioner ini yaitu : Multiple-choice dan Kategorial. Multiple-choice; digunakan untuk mengetahui peringkat dari beberapa hal yang ingin diukur, di dalamnya terdapat beberapa pilihan jawaban dan responden boleh memilih salah satu atau lebih dari pilihan jawaban yang tersedia. Sedangkan Kategorial; jenis jawaban ini digunakan
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
123
apabila jawaban yang tersedia merupakan kategori, dan responden diharapkan untuk memilih hanya salah satu dari pilihan jawaban tersebut.
Gambar 3.4. Contoh Pertanyaan Multiple-Choice 3.6.2. Focus Group Discussion (FGD) Focus Group Discussion (FGD) merupakan salah satu instrumen yang digunakan dalam penelitian yang bertujuan sebagai klarifikasi dan validasi terhadap hasil yang telah diperoleh melalui survey kuesioner. Sementara instrumen pada tahap Focus Group Discussion (FGD) menggunakan bentuk pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang tidak ada satu jawaban pasti, pertanyaan ini memungkinkan untuk responden untuk menjawab dengan bahasa mereka sendiri. Tanggapan dari pertanyaan terbuka dapat sangat berguna sebagai bahan petikan meskipun dibutuhkan penafsiran lebih mendalam. Peserta Focus Group Discussion (FGD) adalah para pakar/responden yang terdiri atas para stakeholder proyek Jembatan Selat Sunda antara lain investor, akademisi, praktisi, instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah.
3.7. METODE ANALISA DATA Penelitian ini menggunakan Microsoft Excel 2003 dan SPSS Statistic 17.0 release 17.0 for Windows untuk menganalisa data yang telah diperoleh dari survey kuesioner.
3.7.1
Metode Analisa Deskriptif Menurut
Trochim
(2006),
Statistik
deskriptif
digunakan
untuk
menggambarkan ciri dasar data didalam sebuah penelitian dengan menyediakan kesimpulan sederhana tentang sampel dan selanjutnya bersama dengan analisa grafik sederhana, melakukan pengukuran data. Disamping itu metode analisa
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
124
deskriptif dapat digunakan untuk mempresentasikan gambaran kualitatif dalam bentuk yang mudah dikelola melalui beberapa pengurangan beberapa „lot‟ data untuk menarik kesimpulan yang lebih sederhana. Pada umumnya, statistik deskriptif digunakan untuk meneliti suatu variabel pada saat tertentu. Analisa variabel didalam penelitian ini menggunakan distribusi frekuensi (Frequency Distribution) dan rata-rata (mean).
3.7.1.1.Distribusi Freskuensi (Frequency Distibution) Distribusi adalah sebuah kesimpulan freskuensi dan interval nilai untuk sebuah variabel (Trochim , 2006). Tabel 3.5. Contoh Tabel Distribusi Frekuensi No 1 2 3 4
Variabel X1 X2 X3 X4
Respon A B C D
Prosentase X% X% X% X%
Distribusi Frekuensi :
Dimana :
n = jumlah total respon tiap jawaban tersedia ΣN = jumlah total dari responden
Distribusi frekuensi dalam penelitian ini menggambarkan pola dari responden yaitu jumlah dari respon, prosentase dan kumulatif persentase. Ini dapat digambarkan dalam bentuk matrik/tabulasi data, diagram batang, diagram pie atau grafik lainnya. Hal ini merupakan cara termudah untuk menunjukkan frekuensi dari penelitian pada masing-masing pertanyaan. 3.7.1.2. Rata – Rata (Mean) Rata-rata digunakan untuk mengetahui nilai rata-rata dari jumlah respon untuk tiap jawaban yang tersedia . Rata-rata merupakan total jumlah respon (X) dibagi dengan jumlah jawaban tersedia (N).
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
125
Mean = …
Respon 10
X9 X8
8
X7 X6 X5 X4 X3
7 7 17 14 13
X2 X1
18 14
Gambar 3.5 Mean Dengan Penyajian Bar Chart
Dimana: X
: total jumlah respon
ΣN
: jumlah jawaban
3.7.2. Statistik Inferensial (Inferential Statistic) Statistik Inferensial adalah sebuah prosedur yang diterapkan untuk melakukan estimasi karakteristik populasi melalui karateristik sampel. Statistik Inferensial digunakan untuk menetapkan proses pembuatan keputusan dalam menentukan validitas suatu realibilitas temuan secara indikatif dan kondisi populasi yang sebenarnya (UNE, 2000). Maka statistik yang digunakan unutk membuat kesimpulan dari data ke kondisi yang lebih umum . Oleh karena itu Cronbach‟s Alpha dan One-Sample t-test digunakan untuk menganalisa reabilitas dan nilai signifikansi dari data yang diperoleh. 3.7.2.1.Cronbach’s Alpha Konsistensi internal mengestimasi bagaimana konsistensi masing-masing individu merespon item-item dalam sebuah skala. Pada umumnya konsistensi internal diukur dengan Cronbach‟s Alpha, sebuah statistik yang dihitung dari hubungan berpasangan antara item-item. Menurut Santos (1999) Cronbach‟s Alpha adalah sebuah tool yang efektif untuk menganalisa reabilitas variabel yang dihasilkan dari kuesioner yang dikembalikan oleh para responden. Brown (2002)
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
126
menerangkan bahwa nilai Cronbach‟s mempunyai interval dari 0.00 (jika tidak ada varian yang konsisten) samapai dengan 1.00 (jika semua varian konsisten). Secara umum, nilai Cronbach‟s pada range 0.60-0.70 mengindikasi reliabilitas dapat diterima, dan 0.80 atau lebih besar mengindikasi “good reability”. Estimasi Cronbach‟s Alpha seharusnya diinterpertasikan hanya untuk estimasi konsistensi internal, yang diestimasi proporsi varian didalam skor uji yang dapat dihubungkan terhadap varian skow sebenarnya (Brown, 2002). Menurut Field (2009) masing-masing item harus memiliki hubungan dengan skor total dari kuesioner. Nilai dalam kolom “Corrected Item-Total Correlation” menunjukan hubungan ini. Nilai harus diatas 0.3 untuk menunjukan bahwa hubungan terjadi antara masing-masing item dan skor total dari kuesioner. Jika ditemukan nilai ini kurang dari 0.3, maka item yang dimaksud harus dihilangkan. Sebagai
contoh,
Nilai
dalam
kolom
“Corrected
Item-Total
Correlation”untuk VAR00023 dan VAR00025 kurang dari 0.3 yang berarti bahwa kedua variabel ini tidak memiliki hubungan dengan skor total dan baru dihilangkan. Nilai Cronbach‟s Alpha 0.755 (lihat tabel 3.6) dapat diinterpertasikan bahwa hasil uji 75.5% reliable (dapat dipercaya) Tabel 3.6 Contoh Cronbach’s Alpha Scale Mean If Item deleted VAR00023 VAR00024 VAR00025 VAR00026 VAR00027 VAR00028 VAR00029 VAR00030 VAR00031 VAR00032 VAR00033
3.3529 3.5294 3.6078 3.6471 3.6275 3.7059 3.8627 3.9020 3.9216 3.9412 4.0784
Scale Variance If Item Deleted 6.193 5.854 5.963 5.513 5.518 5.572 5.481 5.770 5.794 5.856 6.434
Connected Item Total Correlation
Squred Multiple Correlation
.230 .316 .263 .464 .461 .446 .578 .463 .472 .462 .396
.153 .202 .181 .340 .433 .441 .466 .481 .302 .544 .293
Cronbach’s Alpha if Item Deleted .757 .749 .757 .728 .728 .731 .713 .729 .729 .730 .746
Reabilty Statistics Cronbach‟s Alpha .755
Cronbach‟s Alpha Based on Standardized Items .767
N of items 11
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
127
3.7.2.2.One Sample T-test Dalam statistic inferensial, One sampel t-test adalah salah satu uji yang paling sering digunakan untuk menetapkan signifikansi dari perbedaan antara nilai ratarata (mean) dari dua sampel skor. Menurut Payne (1993), One sample t-test memungkinkan seseorang analis memerika apakah terdapat bukti bahwa nilai ratarata (mean) berbeda dari nilai tertentu dengan asumsi bahwa data berasal dari sebuah distribusi normal. Sebelum uji dilakukan, ada beberapa asumsi dan hipotesa yang perlu dibuat seperi nilai uji, tingkat kepercayaan, dan sebagainya. Didalam penelitian ini asumsi yang dibuat adalah; Nilai uji (test value) = 0.5;Ho=µ=0.5;Hi>0.5; dan tingkat kepercayaan (confidence level) 99%. Disamping itu faktor lain dikeluarkan dari t-test karena tidak mencerminkan populasi dari keseluruhan. Menurut Trochim (2006), variabel dikatakan signifikan ketila nilai-t (tvalue) positif dan nilai signifikansi 2-tailed (2 tailed significance value) lebih kecil bahwa nilai-t (t-value) =5413 dan nilai signifikansi 2-tailed = 0.000 maka faktor “VAR00050”signifikan. Tabel 3.7. Contoh One Sample T-Test Test value =0.5
T VAR00050 VAR00051 VAR00052 VAR00053
df
5.413 2.839 1.864 -2.176
50 50 50 50
Sig (2-tailed) .000 .007 .068 .034
Mean Difference .30392 .18627 .12745 -.14706
99%Confidence Interval of the Difference Lower Upper .1536 .0106 -.0556 -.3280
.4543 .3620 .3105 .0339
3.8. Studi Rekayasa Nilai Studi rekayasa nilai pada penelitian ini, digunakan dalam rangka mengidentifikasi fungsi–fungsi tambahan sebagai inovasi sehingga dapat membentuk alternatif model konseptual design yang berujung ke pada peningkatkan nilai tambah ekonomi proyek JSS. Adapun tahapan–tahapan dari studi ini mengikuti fase yang terdapat pada JOB PLAN VE sebagai berikut: 3.8.1.Fase informasi Tahap pertama yang dilakukan dalam studi rekayasa nilai yang sesuai dengan rencana kerja adalah mengumpulkan informasi sebanyak mungkin
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
128
mengenai proyek JSS diantaranya: tujuan proyek, lokasi proyek, lingkup proyek, dan perkembangan usulan desain yang ada. Selain itu juga dikumpulkan informasi melalui benchmarking proyek infrastruktur yang ada didunia khususnya yang berkaitan dengan infrastruktur yang dibangun di laut dan yang memanfaatkan sumber daya alam di sekitar laut.
3.8.2. Fase analisa fungsi Pada tahap ini dilakukan identifikasi fungsi dasar dari JSS dengan menggambarkannya melalui frase yang terdiri dari kata kerja aktif (active verb) dan kata benda (measurable noun). Kemudian fungsi – fungsi yang telah teridentifikasi tersebut dibentuk dalam model fungsi FAST diagram sehingga dapat menjadi landasan pengembangan fungsi tambahan yang inovatif.
3.8.3. Fase kreativitas Berdasarkan hasil bencmarking proyek pada tahap informasi dan setelah memetakan fungsi dasar dari JSS, dilakukan brainstorming dengan fokus kepada bagaimana meningkatkan value proyek JSS melalui pengembangan dari fungsi dasarnya. Setiap anggota tim studi VE memberikan usulan pengembangan fungsi yang tetap terintegrasi dengan fungsi dasarnya. Hasil dari fase kreatifitas ini adalah FAST Diagram yang ter-update dengan inovasi pengembangan fungsi yang tetap terintegrasi dengan fungsi dasar. 3.8.4. Fase evaluasi Dalam menentukan pilihan ide yang akan digunakan pada suatu proyek maka dapat menganalisa biaya siklus hidup (life cycle cost) pada beberapa alternatif yang ada. Aktivitas ini merupakan fase evaluasi pada studi rekayasa nilai. Pada penelitian ini, analisis biaya siklus hidup dilakukan untuk mengevaluasi secara ekonomi dengan menghitung seluruh biaya dan revenue yang relevan selama jangka waktu investasi melalui penyesuaian terhadap nilai waktu dari uang (time value of money) dari proyek JSS yang telah terintegrasi dengan fungsi-fungsi tambahan. Biaya siklus hidup terdiri dari biaya awal, biaya operasional, biaya perawatan, dan revenue yang dihasilkan dari pembangunan proyek JSS.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
129
a. Biaya awal Biaya awal merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan, pembelian dan pemasangan komponen- komponen aplikasi dari fungsi – fungsi yang dipilih untuk diterapkan. b. Biaya Operasional dan Perawatan Adalah biaya – biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan dan merawat aplikasi dari fungsi – fungsi yang dipilih untuk diterapkan. c. Revenue Adalah total pemasukan yang berasal dari penjualan produk ataupun layanan jasa yang dihasilkan dari proyek JSS ini. Evaluasi kelayakan finansial dihitung dengan menggunakan metode Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV), Payback Period (PbP); 1. Internal Rate of Return Kriteria penilaian dengan menggunakan metode ini adalah nilai IRR yang didapat lebih besar dari tingkat bunga uang yang berlaku dalam masyarakat, maka investasi diterima. Dan sebaliknya, bila nilai IRR lebih kecil dari tingkat bunga yang berlaku dalam masyarakat, maka investasi ditolak (Ibrahim, 1997). Stategi pembiayaan infrastruktur didasarkan pada EIRR dan FIRR sebagai berikut :
Proyek infrastruktur dengan EIRR >> tetapi FIRR << maka pembiayaan melalui APBN, contoh irigasi, jalan desa, infrastruktur pendesaan, angkutan perintis.
Proyek Infrastruktur dengan EIRR >> dan FIRR >> maka pembiayaan diharapkan melalui SAPPP, contoh jalan tol , pelabuhan laut, kereta api , Bandara.
2. Net Present Value Net Present Value (NPV) atau nilai bersih sekarang adalah perbandingan antara PV kas bersih (PV of proceed) dengan PV investasi (capital outlays) selama umur investasi , Selisih antara nilai kedua PV itulah yang dikenal dengan Net Present Value (kasmir dan Jakfar , 2003) Kriteria NPV : Jika NPV (+) , investasi diterima. Jika NPV (-) , investasi ditolak.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
130
3. Payback Period Yaitu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas. Dengan kata lain payback period merupakan rasio antara initial cash inflow yang diukur dengan satuan waktu (Umar, 2000). Kriteria penilai pada metode payback period nya lebih besar atau lebih lama dari waktu yang disyaratkan maka investasi ditolak. Jika payback period > umur ekonomis, investasi ditolak. Jika payback period < umur eknomis, investasi diterima. 3.9. Pemodelan Forecasting Demand Berbasis Sistem Dinamik Sistem dinamik adalah sebuah metode yang menggabungkan teori, cara, dan filosofi untuk menganalisa perilaku dari sebuah sistem (Forrester, 1998). Sistem dinamik meliputi penerjemahan sistem dalam sebuah model simulasi komputer sehingga memberikan tampilan keseluruhan struktur dan pengaruh perilaku sistem bagi pengguna untuk membantu pengambilan keputusan. Beberapa keunggulan system dinamik adalah sebagai berikut: 1. Mental model bersifat fleksibel. (Sterman. 1992) 2. Tren terbaru dalam sistem dinamik dimana mental model yang digunakan dapat mewakili dunia nyata. (Forrester, 1998) 3. Model sistem dinamik dapat lebih banyak informasi tentang ruang masalahnya. (Caulfield and Maj, 2002) 3.9.1.Tahapan Pemodelan Muhammadi (2001) menyatakan simulasi model sistem dinamik disusun dengan tahapan sebagai berikut: 1. Peyusunan konsep Dalam tahap penyusunan konsep, gejala atau proses yang akan ditirukan harus dipahami dengan jalan menentukan unsur-unsur yang berperan dalam gejala atau proses tersebut. Unsur-unsur tersebut saling berinteraksi, saling berhubungan dan saling beketergantungan dalam melakukan suatu kegiatan. Berdasarkan interaksinya tersebut disebut gagasan atau konsep gejala atau proses yang akan disimulasikan. Gagasan dirumuskan sebagai model dalam bentuk uraian, gambar atau rumus.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
131
2. Pembuatan model Model yang dibuat diharapkan dapat menirukan suatu gejala atau proses. Model dapat dikelompokan menjadi model kuantitatif, kulitatif, atau model ikonik. Model kuantitatif berbentuk rumus-rumus matematik, statistik atau komputer. Model kualitatif berbentuk gambar, diagram, atau matriks yang menyatakan hubungan antar unsur. 3. Simulasi Dalam tahap selanjutnya dilakukan simulasi dengan menggunakan model yang telah dibuat. Dalam model kuantitatif, simulasi dilakukan dengan memasukkan data ke dalam model yang perhitungannya dilakukan untuk mengetahui prilaku atau gejala atau proses. Dalam model kualitatif, simulasi dilakukan dengan menelusuri dan mengadakan analisis hubungan sebab akibat antar unsur dengan memasukkan dan/atau informasi yang dikumpulkan untuk mengetahui perilaku gejala atau proses. Sedangkan dalam model ikonik, simulasi dilakukan dengan mengadakan percobaan secara fisik untuk mengetahui perilaku model dalam kondisi yang berbeda, perilaku model ini dianggap menirukan gejala atau proses yang diamati. 4. Validasi hasil simulasi Tahap validasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan, model dapat dinyatakan baik apabila kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang ditirukan kecil.
Gejala Proses
Penyusunan Konsep
Validasi
Pembuatan Model
Simulasi Model
Gambar 3.6. Tahap-tahap Simulasi Model
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
132
3.9.2. Variabel dalam Model Sistem Dinamik Terdapat tiga jenis variabel yang digunakan dalam sistem dinamik terdiri dari level, rate, dan auxiliary. Variabel level merepresentasikan akumulasi atau integrasi suatu aliran dari waktu ke waktu. Dalam sistem nyata, umumnya terdapat dua jenis level yang bergantung pada jenis subsistem yang terlibat yaitu subsistem fisik (material, tenaga kerja, uang, order) atau subsistem informasi. Variabel rate pada dasarnya diatur secara endogen oleh variabel level atau secara eksogen sebagai konstanta atau fungsi. Sedangkan variabel auxiliary dihilangkan maka rincian dari struktur kebijakan tidak dapat tergambar dalam model. Ketiga jenis variabel ini dan aliran yang dapat terjadi antar variabel ditunjukkan dalam gambar berikut. Variabel
Level
Rate
Auxiliary
Keterangan : : Aliran Informasi : Aliran Fisik
Gambar 3.7. Jenis Variabel dalam Model Sistem Dinamik Sumber : Suhsil, 1993.
3.9.2.1. Validasi Model Sistem Dinamik Keberhasilan dan validasi suatu model ditentukan oleh kemampuannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam proses validasi, model tidak dapat dinyatakan valid secara absolut dimana tidak ada bukti bahwa model dapat merepresentasikan suatu realitas dengan benar-benar secara absolut. Untuk itu validasi merupakan proses pengujian model sistem dinamik terhadap bukti-bukti empiris yang dapat meningkatkan tingkat kepercayaan terhadap model sehingga model dapat diterima dan valid (Dharmowijoyo dan Tamin,2000).
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
133
Menurut Simatupang (1995) model yang harus diverifikasi untuk menghindari adanya kesalahan logika yang mungkin timbul. Verifikasi teoritik memeriksa kesesuaian model dengan prinsip-prinsip yang berlaku. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa model dapat bekerja mewakili sistem nyatanya dan memberikan solusi yang masuk akal. Pada verifikasi model, sering kali ditemukan beberapa kesalahan yang sering terjadi misalnya model ternyata mencakup beberapa variabel yang kurang penting, sementara variabel yang signifikan justru diabaikan. Proses validasi dalam sistem dinamik dilakukan dalam dua hal, yaitu uji validasi struktur dan uji validasi kinerja/output model.
3.9.2.2. Uji Validasi Struktur Validasi struktur model adalah proses menguji kemiripan struktur model mendekati sistem nyata. Sebagai model struktur yang berorientasi proses, kemiripan struktur model dengan struktur nyata ditunjukkan dengan interaksi variabel model menirukan interaksi sistem nyata. Dalam hal inilah terdapat kekhasan dalam berpikir sistem karena dengan obyek yang sama dapat dihasilkan strujtur model yang berbeda sehingga perlu diperleh yang lebih valid. Untuk itu terdapat dua jenis validasi struktur, yaitu validasi konstruksi dan validasi kestabilan struktur. (1) Validasi konstruksi merupakan keyakinan terhadap konstruksi model valid secara ilmiah atau didukung/diterima secara akademis. Ada dua teknik validasi konstruksi yaitu validasi konstruksi melalui teori dan validasi melalui kritik teori; (2) Validasi kestabilan struktur untuk melihat keberlakuan atau kekuatan (robustness) model dalam dimensi waktu. Caranya dengan menguji struktur simulasi terhadap kejutan agregasi unsur dan disagregasi sistem. Jika hasil simulasi terhadap proses agregasi dan atau disagregasi ini menyebabkan kollpasnya perilaku/kinerja sistem maka berarti ada kesalahan/kekurangan di dalam struktur model. Selanjutnya struktur model harus diperbaiki, disempurnakan dan bahkan dirubah sama sekali atau kembali dari awal. Setelah model stabil yang logis dan obyektif maka tahap validasi berikutnya adalah uji validasi kinerja/output.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
134
3.9.2.3. Uji Validasi Kinerja Output Model Validasi kinerja adalah aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem. Tujuannya adalah memperoleh keyakinan terhadap kinerja model yang sesuai (compatible) dalam kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai model dengan data empirik. Sebelum melakukan uji konsistensi antara kinerja model dengan data, terdapat beberapa aspek yang penting diperhatikan, yaitu konsistensi unit analisis dan dimensi serta tentang data simulasi yang dihasilkan model, Prosedur uji konsistensi memiliki dua langkah sebagai berikut : (1) pertama,
mengeluarkan
output
simulasi
dari
variabel
utama
yang
dibandingkan dengan pola perilaku data empirik. Perbadingan tahap awal ini merupakan perbandingan secara visual, jika ada penyimpangan yang menonjol maka langkah yang dilakukan adalah memperbaiki variabel dan parameter model berdasarkan hasil penelusuran penyebab penyimpangan; (2) kedua, jika secara visual pola output simulasi sudah mengikuti pola data aktual maka untuk memperoleh keyakinan dilakukan uji statistik.
3.9.2.4. Perangkat Lunak Simulasi Untuk melakukan simulasi dari suatu model, diperlukan perangkat lunak (software) untuk melihat perilaku (behaviour) dari model yang telah dibuat. Menurut Avianto (2006) terdapat beberapa perangkat lunak yang banyak digunakan untuk melakukan simulasi sistem dinamik diantaranya : Dynamo, Vensim, Stella, I-think, dan Powersim. Mengingat ketersediaan dan kemudahan operasional, maka dalam penelitian ini perangkat lunak yang digunakan adalah Powersim.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMODELAN
4.1. PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan tentang proses penelitian yang terbagi atas 7 sub bab pembahasan. Pada sub bab pertama akan ditampilkan analisa dan pembahasan hasil survey kuesioner serta Focus Group Discussion (FGD). Hasilnya ditampilkan dalam bentuk tabel, diagram pie, diagram batang maupun visualisasi lainnya berdasarkan variabel dan jenis analisa yang digunakan. Sub bab kedua membahas mengenai hasil studi VE yang telah dilakukan setiap fasenya. Hasilnya ditampilkan dalam bentuk FAST Diagram. Sub bab ketiga membahas mitigasi resiko yang dominan. Hasilnya ditampilkan resiko yang dominan dan mitigasinya. Sub bab keempat membahas mengembangkan model forecasting demand JSS setelah dilakukan optimasi VfM. Hasilnya ditampilkan dalam model forecasting demand dengan menggunakan System Dynamics. Sementara sub bab keenam akan membahas analisa perhitungan Life Cycle Costing (LCC), sub bab ketujuh akan membahas tentang analisa kelayakan finansial dan sub bab kedelapan akan membahas pengembangan Model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta (AS-KPS) pada proyek Jembatan Selat Sunda. 4.2. SURVEY KUESIONER DAN FOCUS GROUP DISCUSSION 4.2.1. Pengumpulan Data Survey Kuesioner Pengumpulan data yang dilakukan merupakan kegiatan dari penelitian yang dilakukan bersama-sama dengan mahasiswa Sarjana (S1) dan Pasca Sarjana (S2) yang tergabung dalam Integrated Design and Technology Research Group FTUI. Pengumpulan data survey kuesioner dilaksanakan dengan mendistribusikan kuesioner (angket) kepada stakeholders yang berhubungan dengan proyek Jembatan Selat Sunda. Survey kuesioner ini dilaksanakan melalui survey offline dan survey online. Pada survey offline, 90 buah kuesioner (angket) disebarkan secara langsung kepada para stakeholders proyek JSS. Sementara untuk survey online, kuesioner (angket) disebarkan kepada para stakeholders yang tergabung dalam 7 milisgroup melalui alamat:
135 Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
Universitas Indonesia
136
https://docs.google.com/spreadsheet/viewform?formkey=dFp0eVV5c3RQQnhTQ 1lQN2NOTVdlLUE6MQ Total jumlah kuesioner yang terkirim sebanyak 8.818 kuesioner dengan pengembalian 35 responden. Tabel 4.1. Rincian Pengembalian Kuesioner METODE PENYEBARAN Hardcopy Online Survey Total
TERKIRIM (set) 90 8.818 8.908
KEMBALI (set) 10 25 35
PROSENTASE (%) 11,00 0,28 0.39
Menurut Baker and Edwards (2012), dalam penelitian kuantitatif setidaknya dapat mencapai 30 responden untuk kemudian diolah. Dengan demikian, maka kuesioner telah mencukupi untuk dilakukan pengolahan data.
4.2.2. Pengolahan Data Survey Kuesioner Kuesioner memiliki 7 halaman dengan 1 halaman pembuka, dimana untuk sub pembahasan terdiri dari 5 (lima) bagian yaitu A,B,C,D dan E. 4.2.2.1. Data Umum Terdiri dari pertanyaan mengenai data umum responden untuk mengetahui latar belakang responden yang melakukan pengisian kuesioner, yang terdiri dari tempat bekerja, pendidikan terakhir, jabatan dalam institusi beserta pengalaman dalam perusahaan. Pertanyaan No 1 : Tempat Bapak/Sdr/I bekerja adalah?
Prosentase Lain -Lain Instansi Pemerintah Daerah Instansi Pemerintah (Kementrian) Investor Universitas Perusahaan Swasta BUMN
9% 3% 25% 0% 6% 43% 14%
Gambar 4.1 Tempat Responden Bekerja Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
137
Responden yang terbanyak sebesar 43 % adalah responden yang bekerja pada perusahaan swasta, urutan kedua terbanyak berasal dari Instansi Pemerintah (Kementerian) sebesar 25%., dan urutan ketiga berasal dari BUMN sebesar 14 %. Pertanyaan No 2 : Pendidikan terakhir yang Bapak/Ibu/Sdr/I miliki adalah?
Master (S2) 40%
Doktor (S3) 3% Sarjana (S1) 57%
Gambar 4.2. Pendidikan Terakhir Responden Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Dari gambar 4.2. menunjukan bahwa pendidikan terakhir responden terbanyak dari Sarjana (S1) sebesar 57% , Master (S2) sebesar 40% dan Doktor (S3) sebesar 3%. Pertanyaan No 3 : Jabatan Bapak/Ibu/Sdr/I dalam perusahaan/instansi adalah?
Gambar 4.3. Jabatan Responden Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Responden yang berpartisipasi adalah engineer/arsitek sebanyak 40%, manajer sebanyak 25%, dan direktur sebanyak 11 %. Dari gambar 4.3. diatas terlihat bahwa responden dengan jabatan manajer ke atas (Top Level) berjumlah 39%, jadi menunjukan bahwa kuesioner telah mencapai para pengambil keputusan. Pertanyaan No 4 : Pengalaman kerja Bapak/Ibu/Sdr/I dalam perusahaan/ instansi adalah?
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
138
>20tahun 26% 1-10 tahun 51% 11-20 tahun 23%
Gambar 4.4. Pengalaman Kerja Responden Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Gambar 4.4 memperlihatkan bahwa pengalaman kerja responden yang berpartisipasi pada kuesioner ini terdiri dari 1-10 tahun sebanyak 51%, 11-20 tahun sebanyak 23%, dan lebih dari 20 tahun sebanyak 26%. 4.2.2.2. Penambahan Fungsi (Inovasi) Kuesioner mengenai identifikasi fungsi yang dapat dikembangkan dalam sistem Jembatan Selat Sunda dengan konsekwensi biayanya. Pertanyaan No 5 : Menurut Anda, fungsi apa yang dapat ditambahkan pada pembangunan Jembatan Selat Sunda? (jawaban boleh lebih dari satu) Tabel 4.2. Variabel Penambahan Fungsi Proyek Baru JUMLAH RESPONDEDN Pembangkit Energi (renewable energy) 18 Pengembangan Kawasan Pariwisata 26 Jalur Pipa Distribusi Minyak dan Gas 23 Pembangunan Jalur Fiber Optic 28 Kawasan Industri 17 Jawaban Lain 3 Sumber : Olahan Sendiri FUNGSI PROYEK BARU
RANGKING 4 2 3 1 5 6
Tabel 4.3. Hasil Analisa Variabel Penambahan Fungsi Baru Pada JSS
Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
139
Analisa reabilitas variabel Penambahan Fungsi Baru Pada Pembangunan JSS memiliki nilai Cronbach’s Alpha = 0,261 (26,1%) adalah reliable (dapat dipercaya). Tabel 4.4. Hasil Analisa One-Sample t- Test Variabel Penambahan Fungsi Baru pada JSS
Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013
Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean) , analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-Test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa Penambahan Fungsi Baru Pada Pembangunan JSS yang perlu diperhatikan meliputi;
Pembangunan jalur fiber optic
Pengembangan kawasan pariwisata
Jalur pipa distribusi minyak dan gas
Pembangkit energi (air/pasang surut, angin, matahari)
Pertanyaan No 6, Menurut Anda, manfaat apa yang diharapkan akan didapat dari penggunaan Tidal Power? (jawaban boleh lebih dari satu) Tabel 4.5. Variabel Manfaat Penambahan Fungsi Tidal Power MANFAAT PENAMBAHAN FUNGSI TIDAL JUMLAH POWER RESPONDEN Dapat Memproduksi Energi Listrik 26 Dapat Mengurangi Emisi Gas 16 Efisiensi Sumber Daya Alam 19 Biaya Pemeliharaan Lebih Rendah 14 Tidak Menghasilkan Polusi 16 Melindungi Garis Pantai Dari Gelombang Pasang Tinggi 3 Menghindari Terjadinya Pemanasan Global 11 Meningkatkan Perekonomian Negara 8 Langkah Baru Penerapan Energi Terbarukan 25 Value for money 9 Jawaban Lain 2 Sumber : Olahan Sendiri
RANGKING 1 4 3 5 4 9 6 8 2 7 10
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
140
Tabel 4.6. Hasil Analisa Manfaat Penambahan Fungsi Tidal Power pada JSS
Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013
Tabel 4.7. Hasil Analisa One-Sample t- Test Variabel Penambahan Fungsi Tidal Power pada JSS
Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013
Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean) , analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-Test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa Manfaat Penambahan Fungsi Tidal Power yang perlu diperhatikan adalah dapat menghasilkan energi listrik dan efisiensi sumber daya alam.
Pertanyaan No 7, Menurut Anda, manfaat apa yang diharapkan akan didapat dari penggunaan Wind Power? (jawaban boleh lebih dari satu) Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
141
Tabel 4.8. Variabel Manfaat Penambahan Fungsi Wind Power MANFAAT PENEMBAHAN FUNGSI WIND POWER
JUMLAH RESPONDEN
RANGKING
28 11 7 18 14 20 8 21 7 3
1 6 8 4 5 3 7 2 8 9
Dapat Menghasilkan Energi Listrik Dapat Mengurangi Pemanasan Global Value for Money Dapat Mengurangi Emisi Gas Biaya Pemeliharaan Lebih Rendah Tidak Menghasilkan Polusi Tidak Membutuhkan Ruang (space) Yang Besar Mengurangi Ketergantungan Thd Dumber Energi Tradisional Mempertahankan Sumber Daya Air Tampilan Estetika Sumber : Olahan Sendiri
Tabel 4.9. Hasil Analisa Manfaat Penambahan Fungsi Wind Power pada JSS
Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013
Tabel 4.10. Hasil Analisa One-Sample t- Test Variabel Penambahan Fungsi Wind Power pada JSS
Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
142
Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean) , analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-Test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa manfaat penambahan fungsi Wind Power pada pembangunan JSS yang perlu diperhatikan meliputi energi listrik yang dapat diproduksi, ketergantungan terhadap sumber energi tradisional dapat diminimalisir, bebas polusi, dan efek emisi gas yang minim Pertanyaan No 8, Menurut Anda, manfaat apa yang diharapkan akan didapat dari integrasi pipa distribusi minyak & gas pada JSS?(jawaban boleh lebih dari satu) Tabel 4.11. Variabel Manfaat Penambahan Integrasi Jalur Pipa Distribusi Minyak Dan Gas MANFAAT PENAMBAHAN INTEGRASI JALUR PIPA DISTRIBUSI MINYAKDAN GAS
JUMLAH RESPONDEN
RANGKING
29 14 16 4 1 5 7 26 7 1
1 4 3 7 8 6 5 2 5 8
Dapat Memperlancar Distribusi Minyak dan Gas Pemeliharaan Yang Mudah Kemudahan Aksesibilitas Dapat Mengurangi Emisi Keamanan Personil Lebih Baik Meminimalkan Resiko Pelaksanaan Konstruksi Lebih Mudah Efisiensi Biaya Ramah Lingkungan Jawaban lain Sumber : Olahan Sendiri
Tabel 4.12. Hasil Analisa Manfaat Integrasi Jalur Pipa Distribusi Minyak dan Gas pada JSS
Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
143
Tabel 4.13. One-Sample t- Test Variabel Integrasi Jalur Pipa Distribusi Minyak dan Gas pada JSS
Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013
Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean) , analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-Test diperoleh bahwa resiko internal pada pembangunan JSS yang perlu diperhatikan yaitu dapat memperlancar distribusi minyak dan gas dan efisiensi biaya. Dengan cronbach’s alpha test sebesar 59,1 % dapat dipercaya namun kurang kuat (tidak adanya variabel yang konsisten). Pertanyaan No 9, Menurut Anda, manfaat apa yang diharapkan akan didapat dari integrasi jalur fiber optic pada JSS? (jawaban boleh lebih dari satu) Tabel 4.14. Variabel Manfaat Penambahan Integrasi Jalur Fiber Optic MANFAAT PENAMBAHAN INTEGRASI JALUR FIBER OPTIC
JUMLAH RESPONDEN
RANGKING
31 24 18 10 10 6 10
1 2 3 4 4 5 4
Memperlancar komunikasi dan informasi Efisiensi biaya Kemudahan aksesibilitas Tidak menimbulkan permasalahan lingkungan Memudahkan pelaksanaan konstruksi Meminimalkan resiko Memudahkan dalam pemeliharaan
Sumber : Olahan Sendiri
Tabel 4.15. Hasil Analisa Manfaat Integrasi Jalur Fiber Optic pada JSS
Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
144
Tabel 4.16. One-Sample t- Test Variabel Integrasi Jalur Fiber Optic pada JSS
Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013
Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean) , analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-Test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa resiko internal pada pembangunan JSS ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu komunikasi dan informasi yang lebih baik, efisiensi biaya dan kemudahan aksesibilitas. Pertanyaan No 10, Menurut Anda, manfaat apa yang diharapkan akan didapat dari pengembangan sektor pariwisata? (jawaban boleh lebih dari satu) Tabel 4.17. Variabel Manfaat Penambahan Fungsi Sektor Pariwisata MANFAAT PENAMBAHAN FUNGSI SEKTOR PARIWISATA Dapat Meningkatkan Pelayanan Publik Dapat Menarik Turis Dalam Negeri & Mancanegara Membuka Lapangan Kerja Baru Meningkatkan Fasilitas Menarik Investor Meningkatkan Pendapatan Daerah dan Negara Meningkatkan Ekonomi Regional Pertumbuhan Kebudayaan Asli Indonesia
JUMLAH RESPONDEN 16 26 25 15 20 20 22 14
RANGKING 5 1 2 6 4 4 3 7
Sumber : Olahan Sendiri
Tabel 4.18 menunjukan hasil analisa nilai rata-rata (mean) , analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-Test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa resiko internal pada pembangunan JSS yang perlu mendapat perhatian adalah dapat menarik turis dalam negeri dan mancanegara, dapat menciptakan lapangan kerja baru, dapat eningkatkan ekonomi regional, dapat menarik investor serta dapat meningkatkan pendapatan daerah dan negara. Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
145
Tabel 4.18. Hasil Analisa One-Sample t- Test Manfaat Penambahan Fungsi Sektor Pariwisata pada JSS
Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013
Pertanyaan No 11, Menurut Anda, sarana dan prasarana apa yangdapat dikembangkan di kawasan sekitar JSS? (jawaban boleh lebih dari satu) Tabel 4.19 Variabel Pengembangan Sarana & Prasarana Sekitar Selat Sunda PENGEMBANGAN SARANA DAN PRASARANA SEKITAR SELAT SUNDA Pembangkit listrik Pelabuhan Nasional/ Internasional Pengembangan industri berat ( mis. Baja ) Pengembangan industri perikanan Pengembangan industri manufaktur Pertanian dan Perkebunan Pengembangan industri material Jawaban lain
JUMLAH RESPONDEN 19 15 14 20 17 15 14 1
RANGKING 2 4 5 1 3 4 5 6
Sumber : Olahan Sendiri
Tabel 4.20 Hasil Analisa Pengembangan Sarana & Prasarana Disekitar Selat Sunda
Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
146
Tabel 4.21. Hasil Analisa One-Sample t- Test Pengembangan Sarana & Prasarana Disekitar Selat Sunda
Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013
Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean) , analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-Test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa resiko internal pada pembangunan Jembatan Selat Sunda yang perlu diperhatikan adalah pengembangan industri perikanan dan pembangkit listrik. Dengan cronbach’s alpha test sebesar 57,7 % dapat dipercaya namun kurang kuat (tidak adanya variabel yang konsisten) 4.2.2.3. Total Biaya Investasi Jembatan Selat Sunda Total biaya investasi pada JSS yang terdiri dari 2 pertanyaan yaitu: Pertanyaan No 12, Menurut Anda, jika terdapat penambahan fungsi baru pada JSS, berapa persen besarnya peningkatan biaya yang masih dapat ditolerir ? (pilih salah satu yang terbaik menurut anda) 15-30% dari total biaya investasi JSS
30-40% dari total biaya investasi JSS
40-50% dari total biaya investasi JSS 1-15% dari total biaya investasi JSS 68%
Gambar 4.5. Toleransi Peningkatan Biaya melalui Penambahan Fungsi Pertanyaan No 13, Menurut Anda,jika tidak ada penambahan fungsi baru pada pembangunan JSS ( hanya digunakan sebagai infrastruktur transportasi), berapa besarnya efisiensi ( pengurangan biaya) yang diharapkan dapat dilakukan
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
147
dengan menggunakan teknik rekayasa nilai (value engineering)? (pilih salah satu yang terbaik menurut anda)
30-40% dari total biaya investasi JSS 9%
40-50% dari total biaya investasi JSS 0%
15-30% dari total biaya investasi JSS 43%
1-15% dari total biaya investasi JSS 48%
Gambar 4.6. Efisiensi Biaya melalui Pendekatan VE Dari gambar 4.5 dan gambar 4.6 diatas, diperoleh bahwa efisensi biaya melalui VE 1-15% dari total biaya investasi sebesar 48% dan peningkatan biaya untuk penambahan fungsi tidak lebih besar dari 15% total biaya investasi sebesar 68 %. Hampir seluruh responden sepakat bahwa jangan sampai penambahan fungsi akan meningkatkan total biaya investai yang akan menyebabkan proyek menjadi semakin tidak layak. 4.2.2.4. Identifikasi Resiko Terdiri dari faktor internal yang mencakup perencanaan dan desain, konstruksi, operasional dan perawatan serta faktor eksternal yang mencakup politik dan lingkungan, sosial dan ekonomi. Pertanyaan No 14, Menurut Anda, resiko apa yang dapat mempengaruhi perencanaan dan desain JSS yang terintegrasi dengan fungsi lainnya? (jawaban boleh lebih dari satu) Tabel 4.22. Variabel Resiko Perencanaan dan Desain RESIKO PADA PERENCANAAN DAN JUMLAH DESAIN RESPONDEN Rencana Desain Konstruksi 16 Desain Yang Tidak Lengkap 17 Desain Rang Tidak Sempurna 14 Perubahan Resain (regsign) 8 Perubahan Lingkup Pekerjaan 9 Spesifikasi Yang Tidak Mencukupi 11 Asumsi Teknis Yang Kurang Tepat 22 Pemilihan Teknologi Konstruksi 19 Kesalahan Dan Kelalaian Personil 15 Jawaban Lain 2 Sumber : Olahan Sendiri
RANGKING 4 3 6 9 8 7 1 2 5 10
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
148
Tabel 4.23. Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Desain dan Perencanaan Pembangunan JSS
Sumber : Berawi, et al, 2012; Sejatiguna, 2013
Tabel 4.24. One-Sample t- Test Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Desain dan Perencanaan Pembangunan JSS
Sumber : Berawi, et al, 2012; Sejatiguna, 2013
Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean) , analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-Test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa resiko internal pada pembangunan JSS yang perlu diperhatikan meliputi asumsi teknis yang kurang tepat, pemilihan teknologi konstruksi, dan desain yang tidak lengkap.
Pertanyaan No 15, Menurut Anda, resiko apa yang dapat mempengaruhi konstruksi JSS yang terintegrasi dengan fungsi lainnya? (jawaban boleh lebih dari satu) Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
149
Tabel 4.25. Variabel Resiko Pada Konstruksi RESIKO PADA KONSTRUKSI Pekerjaan Yang Kurang Sempurna Penambahan Total Biaya Proyek Ketidakmampuan Subkontraktor/Supllier Bertambahnya Waktu Pelaksanaan Proyek Survey Lokasi Yang Kurang Memadai Kegagalan Instalasi Kurangnya Teknologi IT Benturan Dengan Badan Kapal Keterampilan Pekerja Keselamatan Kerja Produktifitas Pekerja Perselisihan Buruh Dan Aksi Mogok Akibat Bencana Alam Jawaban Lain
JUMLAH RESPONDEN 14 18 13 14 17 7 7 8 10 7 6 5 20 2
RANGKING 4 2 5 4 3 8 8 7 6 8 9 10 1 11
Sumber : Olahan Sendiri
Tabel 4.26. Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Konstruksi Pembangunan JSS
Sumber : Berawi, et al, 2102;Sejatiguna, 2013
Tabel 4.27. One-Sample t- Test Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Konstruksi Pembangunan JSS
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
150
Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean) , analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-Test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa resiko internal pembangunan JSS yang perlu mendapat perhatikan yaitu akibat dari bencana alam (gempa bumi,tsunami,dll), kenaikan biaya proyek dan survey lokasi yang kurang memadai. Pertanyaan No 16, Menurut Anda, resiko apa yang dapat mempengaruhi operasional dan pemeliharaan JSS yang terintegrasi dengan fungsi lainnya? (jawaban boleh lebih dari satu) Tabel 4.28. Variabel Resiko Pada Operasional Dan Pemeliharaan RESIKO PADA OPERSAIONAL DAN PEMELIHARAAN Kualitas Peralatan Yang Tidak Stabil Kurangnya Peralatan Yang Dibutuhkan Komunikasi Yang Buruk Kondisi Cuaca Buruk Kurangnya Sumber Daya Manusia Kondisi Lokasi Yang Sulit Kurangnya Alat Bantu Navigasi Kurangnya Penggunaan Teknologi IT Keamanan Personil Estimasi Biaya Yang Tidak Presisi Akibat Dari Bencana Alam (gempa bumi, tsunami,dll) Jawaban Lain
JUMLAH RESPONDEN 12 14 12 12 16 8 10 12 6 12 21 3
RANGKING 4 3 4 4 2 6 5 4 7 4 1 8
Sumber : Olahan Sendiri
Tabel 4.29. Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Operasional dan Pemeliharaan Pembangunan JSS
Sumber : Berawi, et al, 2102;Sejatiguna, 2013 Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
151
Tabel 4.30. Hasil Analisa One-Sample t- Test Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Operasional dan Pemeiharaan Pembangunan JSS
Sumber : Berawi, et al, 2102;Sejatiguna, 2013
Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean) , analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-Test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa resiko internal pada pembangunan JSS yang perlu diperhatikan adalah akibat bencana alam (gempa bumi,tsunami,dll) dan kurangnya sumber daya manusia. Pertanyaan No 17, Menurut Anda, resiko politik-lingkungan apa yang dapat mempengaruhi pembangunan JSS yang terintegrasi dengan fungsi lainnya? (jawaban boleh lebih dari satu) Tabel 4.31. Variabel Resiko Akibat Politik Dan Lingkungan RSIKO AKIBAT POLITIK DAN JUMLAH LINGKUNGAN RESPONDEN Akibat Perubahan Kebijakan Pemerintah 26 Akibat Intervensi Politik 26 Embargo 1 Polusi Yang Ditimbulkan 7 Kerusakan Biota Laut 13 Jawaban Lain 4 Sumber : Olahan Sendiri
RANGKING 1 1 5 3 2 4
Tabel 4.32. Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Eksternal Politik dan Lingkungan Pembangunan JSS
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
152
Sumber : Berawi, et al, 2102;Sejatiguna, 2013
Tabel 4.33. Hasil Analisa One-Sample t- Test Variabel Identifikasi Resiko Eksternal Aspek Politik dan Lingkungan JSS
Sumber : Berawi, et al, 2102;Sejatiguna, 2013
Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean), analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-Test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa resiko internal pada pembangunan JSS yang perlu diperhatikan adalah akibat perubahan kebijakan pemerintah, intervensi politik dan kerusakan lingkungan. Pertanyaan No 18, Menurut Anda, resiko socio-ekonomi apa yg dapat mempengaruhi pembangunan JSS yang terintegrasi dengan fungsi lainnya?(jawaban boleh lebih dari satu) Tabel 4.34. Variabel Resiko Pada Aspek Sosial dan Ekonomi JUMLAH RESPONDEN Akibat Perubahan kebiasaan 14 Eksploitasi Masyarakat 9 Kurangnya Dukungan Untuk Kepentingan Publik 16 Adanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) 24 Ketidakstabilan Ekonomi Nasional 11 Akibat Perubahan Kebijakan Ekonomi 14 Fluktuasi Nilai Tukar 9 Inflasi Yang Tinggi 6 Pasar Memasuki Masa Reses 1 Ketersediaan Kredit 5 Perubahan Biaya Material 10 Berkurangnya Mitra Bisnis 2 Jawaban Lain 1 Sumber : Berawi, et al, 2102;Sejatiguna, 2013 RESIKO PADA ASPEK SOSIAL DAN EKONOMI
RANGKING 3 6 2 1 4 3 6 7 10 8 5 9 10
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
153
Tabel 4.35. Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Eksternal Sosial dan Ekonomi Pembangunan JSS
Sumber : Berawi, et al,
2102;Sejatiguna, 2013
Tabel 4.36. Hasil Analisa One-Sample t- Test Variabel Identifikasi Resiko Eksternal Aspek Sosial dan Ekonomi Pada JSS
Sumber : Berawi, et al, 2102;Sejatiguna, 2013
Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean) , analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-Test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa resiko internal pada pembangunan Jembatan Selat Sunda yang perlu diperhatikan adalah adanya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan kurangya dukungan untuk kepentingan publik.
4.2.2.5. Kunci Keberhasilan dalam Skema Kerjasama Pemerintah-Swasta
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
154
Tabel 4.37. Variabel Kunci Keberhasilan Dalam Penerapan Skema KPS JUMLAH RESPONDEN 21 25 20 19 18 18 24 20 14 2
KUNCI KEBERHASILAN DALAM PENERAPAN KPS Jaminan Kembali Dari Dana Yang Investasi Pembagian Resiko Yang Seimbang Pemilihan Pihak Peserta Berdasarkan Kinerja dan Keterampilan Komunikasi Dan Kerjasama Yang Baik Antar Para Pihak Kepercayaan Dan Keadilan Antar Para Pihak KomunikasI&dukungan Yg Kuat Dari Para Pembuat Keputusan Key Performance Indicator (KPI) Yang Jelas Dan Terukur Benchmarking & Pengawasan Kinerja Yang Berkesinambungan Menyelesaikan Masalah Berdasarkan Negosiasi dan Mediasi Lain-lain
RANGKING 3 1 4 5 6 6 2 4 7 8
Sumber : Olahan Sendiri
Selain kunci sukses terlaksananya Kerjasama antara Pemerintah dan Swasta, hasil kuesioner juga menunjukkan pihak–pihak yang bertanggungjawab terhadap aktivitas pembiayaan proyek JSS pada setiap fase serta pembagian besaran investasi antara Pemerintah dan Swasta. Hal tersebut ditunjukkan dalam tabel berikut. Tabel 4.38. Pihak yang Bertanggung Jawab Terhadap Pembiayaan Proyek No 1 2 3 4
5
6
Deskripsi Pre – FS Feasibility Study Perencanaan dan Desain Pembebasan Lahan Konstruksi a. Jembatan Selat Sunda b. Energi Terbarukan c. Pariwisata d. Telekomunikasi e. Sektor Industri Operation and Maintenance a. Jembatan Selat Sunda b. Energi Terbarukan c. Pariwisata d. Telekomunikasi e. Sektor Industri
Pemerintah
Pihak Swasta
KPS
% Terbesar
62% 44% 27% 70%
12% 18% 32% 6%
26% 38% 41% 24%
Pemerintah Pemerintah KPS Pemerintah
15% 21% 30% 21% 18%
29% 29% 38% 38% 32%
56% 50% 32% 41% 50%
KPS KPS Swasta Pemerintah Pemerintah
21% 21% 29% 24% 21%
35% 35% 42% 35% 44%
44% 44% 29% 41% 35%
KPS KPS Swasta KPS KPS
Sumber : Olahan Sendiri
Gambar 4.7. Porsi Pembagian Tanggung Jawab Antara Pemerintah -Swasta Sumber : Olahan Sendiri Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
155
Tabel 4.39 Ringkasan Data Survey Kuesioner SASARAN
PERTANYAAN
TEMUAN
Mengidentifikasi faktor resiko yang dapat mempengaruhi pembangunan Jembatan Selat Sunda Pertanyaan No.14 Potensi resiko terbesar : Menurut Anda, resiko apa yang dapat Asumsi teknis yang kurang tepat mempengaruhi perencanaan dan desain Pemilihan teknologi konstruksi Jembatan Selat Sunda yang terintegrasi Rencana desain konstruksi dengan fungsi lainnya? (jawaban boleh lebih dari satu) Pertanyaan No.15 Potensi resiko terbesar: Menurut Anda, resiko apa yang dapat Bencana alam (gempa bumi, a. Resiko mempengaruhi konstruksi Jembatan Selat tsunami,dll) Internal Sunda yang terintegrasi dengan fungsi Pembengkakan biaya proyek lainnya? Survey lokasi yang kurang memadai (jawaban boleh lebih dari satu) Pertanyaan No.16 Potensi resiko terbesar: Menurut Anda, resiko apa yang dapat Bencana alam (gempa bumi, mempengaruhi operation dan tsunami,dll) maintenance Jembatan Selat Sunda yang Kurangnya Sumber Daya Manusia terintegrasi dengan fungsi lainnya? (jawaban boleh lebih dari satu) Pertanyaan No.17 Potensi resiko terbesar: Menurut Anda, resiko politik - Perubahan kebijakan pemerintah lingkungan apa yang dapat Intervensi politik mempengaruhi pembangunan Jembatan Kerusakan biota laut Selat Sunda yang terintegrasi dengan fungsi lainnya? b. Resiko (jawaban boleh lebih dari satu) Eksternal Pertanyaan No.18 Potensi resiko terbesar: Menurut Anda, resiko socio - ekonomi Korupsi, Kolusi, Nepotisme apa yang dapat mempengaruhi Kurangnya dukungan untuk kepentingan pembangunan Jembatan Selat Sunda yang publik terintegrasi dengan fungsi lainnya? Perubahan kebijakan publik (jawaban boleh lebih dari satu)
4.2.3. FOCUS GROUP DISCUSSION Focus Group Discussion (FGD) dilaksanakan oleh kelompok tim peneliti yang tergabung dalam ID-Tech dipandu oleh ketua tim peneliti Mohammed Ali Berawi dan mengundang semua peserta sebagai narasumber, pada topik Kajian Pembangunan dan Konseptual Design Jembatan Selat Sunda Berbasis Rekayasa Nilai Untuk Meningkatkan Daya Saing dan Inovasi. Diskusi FGD dikaitkan dengan pertanyaan-pertanyaan kunci sebagai berikut: 1. Inovasi apa yang dapat diintegrasikan ke dalam desain JSS? 2. Apa resiko terbesar yang dapat mempengaruhi pembangungan JSS?
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
156
3. Berapa porsi ideal dalam aktivitas pembiayaan proyek antara Pemerintah – Swasta? Diskusi FGD dilakukan di Ruang AHM 203, Gedung Engineering Center, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok pada hari Kamis tanggal 1 November 2012 pada pukul 13.00–15.30. Peserta diskusi FGD terdiri dari Perwakilan Kementerian, Pihak Swasta, Akademisi serta Organisasi HAVEI (Himpunan Ahli Value Engineering Indonesia).
Diskusi dan Pembahasan dalam FGD Focus Group Discussion diawali dengan presentasi dari tim peneliti dan dilanutkan dengan pembahasan dari para narasumber, dengan materi diskusi sebagai berikut : Perwakilan HAVEI (Himpunan Ahli Value Engineering Indonesia) mengenai kajian teknis untuk mendukung konsep jembatan yang telah ditawarkan. Narasumber dari SWA Network mengenai konsep jembatan yang ditawarkan untuk menanggulangi resiko gempa. Perwakilan dari PT.Rail Link mengenai perhitungan sistem investasi pada pengembangan pariwisata, terutama hanging train.
Dari proses diskusi para narasumber memberikan feedback positif bahwa fungsi yang telah dikembangkan oleh tim peneliti sangat baik dan jika dapat direalisasikan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap nilai tambah proyek dan akan menstimulasi pertumbuhan ekonomi nasional. Beberapa diskusi isu lain yang menarik dibahas pada FGD ini yaitu: 1. Identifikasi Resiko Utama pada pembangunan JSS Perwakilan SWA Network mendiskusikan bahwa diperlukan kajian mengenai potensi kerusakan akibat bencana alam khusunya gempa bumi pada JSS. Pihak akademisi mendiskusikan bahwa value creation pada pembangunan JSS akan meningkatkan resiko proyek, sehingga diperlukan penggunaan indeks melalui agregat value added dengan risk untuk mendapatkan value optimum. 2. Penambahan Fungsi Proyek (Inovasi) pada JSS Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
157
Perwakilan PT Rail Link menyatakan bahwa inovasi yang ditawarkan dalam konseptual JSS sangat bagus dimana telah dilakukan optimasi dari jembatan yang dapat dimanfaatkan untuk dapat menghasilkan nilai tambah. Pengembangan kawasan yang ada disekitar Selat Sunda dapat berkembang pesat karena melalui pembangunan JSS ini diharapkan dapat memberikan “booming” pertumbuhan bagi kedua provinsi. Narasumber dari organisasi Himpunan Ahli Value Engineering Indonesia (HAVEI) menyatakan bahwa bahwa inovasi yang dilakukan sudah bagus hanya saja diperlukan bechmarking mengenai data-data mengenai ph air disekitar Selat Sunda, kelembaban hingga arus laut untuk menggerakkan turbin serta diperlukan kajian teknis yang lebih mendalam mengenai pengaruh fungsi–fungsi tambahan tersebut terhadap beban jembatan. Narasumber dari Jenderal Energi Baru dan Terbarukan-Kementerian ESDM mengatakan bahwa membangun produksi listrik melalui Tidal Power dan Wind Power memiliki karakter tersendiri, sehingga perlu adanya studi kelayakan mengenai potensi angin ataupun air di sekitar JSS seperti besaran arus laut dan arus angin di sekitar Selat Sunda. Perwakilan dari SWA Network menyatakan bahwa dengan tujuan JSS sebagai penghubung dua pulau terbesar maka harus lebih banyak memperhatikan industri kedua provinsi tersebut melalui integrasi yang tepat sehingga tidak ada kesenjangan ekonomi dan diskriminasi antara kelompok penduduk asli dengan kelompok penduduk pendatang. 3. Skema Kemitraan antara Pemerintah–Swasta (KPS) Perwakilan dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) menyatakan bahwa KPS merupakan modal realitas namun belum berkembang dengan baik di Indonesia. Listrik dan migas merupakan contoh yg berhasil menerapkan KPS. Dimana terdapat pemisahan antara regulator dengan eksekutor. Diharapkan jangan ada 2 peran sekaligus pada pemerintah. Eksekutor harus bisa menghasilkan profit. Sementara regulator mempunyai kepentingan untuk membela masyarakatnya.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
158
Resume yang dapat diperoleh dari kegiatan focus group discussion, dapat disimpulkan bahwa unit kunci pembahasan adalah: Tabel 4.40. Unit Kunci Analisa Unit Kunci Analisis Identifikasi Resiko Resiko internal dan eksternal Resiko utama Mitigasi yang dapat dilakukan Penambahan fungsi (inovasi) pada pembangunan JSS Tidal dan Wind Power Pengembangan Pariwisata Integrasi pipa minyak dan gas Integrasi jalur Fiber Optic Pengembangan Kawasan Industri
Pola Resiko gempa bumi perlu menjadi pertimbangan Safety issue pada konseptual desain JSS
Integrasi berbagai fungsi dapat menjadi nilai tambah JSS Diperlukan kajian teknis mengenai berbagai fungsi tambahan
Diperlukan diversifikasi peran pemerintah Pengembangan kawasan di sekitar Selat Sunda skema yang tepat Pembangunan JSS masih berdasarkan initial cost sehingga diperlukan skema perhitungan ekonomi yang lebih rinci Sumber : Olahan Sendiri
Skema Kerjasama Pemerintah Swasta
Life cycle costing
4.3. STUDI VALUE ENGINEERING Pada kegiatan ini, tim Studi VE terdiri dari anggota tim peneliti yang tergabung di ID-Tech fakultas teknik UI yang dipimpin oleh Mohammed Ali Berawi yang berasal dari beberapa cabang ilmu keteknikan seperti Teknik sipil, teknik elektro, dan teknik arsitektur. 4.3.1. Fase Informasi Merupakan studi literatur ke berbagai jurnal, laporan riset, laporan studi kelayakan, peraturan pemerintah, proceeding dan kegiatan ilmiah lainnya, hasilnya yaitu: a.
Tujuan Proyek JSS Berdasarkan Perpres Nomor 86 Tahun 2011 Mega Proyek Jembatan Selat Sunda bertujuan untuk memperkokoh kesatuan nasional dan meningkatkan integrasi perekonomian Jawa dan Sumatera pada khususnya serta untuk mendukung pengembangan Kawasan Strategis Selat Sunda (Perpres No 86, 2011).
b.
Manfaat Proyek JSS
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
159
Mengembangkan kawasan ekonomi baru, mempercepat perkembangan pulau Sumatera, mengurangi sentralisasi ekonomi di pulau Jawa, menciptakan kesempatan kerja (Dardak, 2012) c.
Lingkup Proyek Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan konstruksi, hingga pengoperasian dan pemeliharaan kawasan strategis dan infrastruktur Selat Sunda. Infrastruktur Selat Sunda meliputi jembatan tol, jalan kereta api, utilitas, sistem navigasi pelayaran dan infrastruktur lainnya di Selat Sunda, termasuk energi terbarukan yang terintegrasi, menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera (Perpres No 86, 2011).
d.
Konsep Desain Existing JSS : Panjang
= 29 km (Jembatan viaduct + Jembatan Suspension)
Lebar
= 60 m untuk 6 jalur jalan Tol, 2 jalur rel kereta api, 2 jalur service dan emergency, 2 jalur untuk pejalan kaki
Biaya
= USD 9,253 miliar (2009)
Gambar 4.8. Potongan Jembatan Selat Sunda Sumber : Wangsadinata, 1997
Gambar 4.9. Trase Jembatan Selat Sunda Sumber : Dardak, 2012
e.
Benchmarking : Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
160
Beberapa mega proyek infrastruktur di dunia yang sudah memanfaatkan sumber daya alam laut yang dapat diaplikasikan pada proyek jembatan seperti Tidal Power, Wind Power dan Tenaga Surya, serta fungsi proyek yang dapat melewati/melintasi laut dalam penempatan konstruksinya seperti Jalur Pipa Minyak dan Gas, dan Jalur Fiber Optic, dan juga moda transportasi lain yang dapat diditempatkan pada bentang jembatan sebagai perletakan jalurnya seperti Hangging Train. Hasil dari benchmarking ini dirangkum pada Bab 2 dalam disertasi ini.
4.3.2. Fase Analisa Fungsi Pada Fase Analisis Fungsi ditetapkan lingkup masalah dari studi VE , dilanjutkan dengan mengidentifkasi fungsi-fungsi dari JSS berdasarkan kondisi konsep desain existing. Hasil yang diperoleh adalah (Berawi at al, 2012;Gunawan, 2013) : Scope of the problem : Proyek JSS dalam konteks Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. under study Highest order functions : Menstimulasi pertumbuhan ekonomi JawaSumatera (Stimulate Economic Growth) Lowest order function
: Menghasilkan pendapatan dan melindungi kepentingan publik (Generate Income and Protect Public Interest)
Design Objective
: Membangun infrastruktur Konektivitas (Develop Infrastructure Connectivity)
Basic function
: Menghubungkan 2 pulau (Connecting Two Island)
Dependent functions
: - Komponen jalan tol dan rel kereta api berfungsi : memindahkan orang dan barang (Transport People & goods) - Komponen Stuktur jembatan berfungsi : mendistribusikan beban (Distribute Load)
Processes
: - Membangun Jembatan (Construct Bridge) - Membangun struktur atas (Construct Upper Structure) dan membangun struktur bawah (Construct Lower Structure)
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
161
Hubungan logika antara fungsi-fungsi tersebut dapat dilihat pada FAST diagram berikut :
Gambar 4.10. FAST Diagram - JSS Existing Sumber : Berawi, at al,2012; Gunawan, 2013
4.3.3. Fase Kreativitas Pada fase ini dilakukan proses inovasi fungsi proyek dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada di kawasan Selat Sunda, dan tetap teritegrasi dengan fungsi proyek utama. Dari fase ini diperoleh : Tabel 4.41. Potensi dan Gagasan Inovatif JSS POTENSI GAGASAN Sumber Daya Alam :Angin, Matahari, Arus laut Wind Power , Solar Power , Tidal Power Efisiensi Infrastruktur Oil & gas Pipeline, Fiber Optic Network Pulau Sangiang Integrated Theme Parks and Resorts Industri dan Populasi di Pulau Jawa& Sumatera Integrated Industrial and Port Estate Sumber : Berawi, at al,2012; Gunawan, 2013
Berdasarkan potensi yang ada disekitar kawasan Selat Sunda, maka diperoleh 4 fungsi proyek tambahan yang dapat diintegrasikan ke fungsi transportasi yang merupakan fungsi proyek utama dari JSS : a.
Fungsi Energi, yang terbagi menjadi fungsi Pembangkit Energi Listrik (Wind Power dan Tidal Power) dan Distribusi Energi (Pipa Minyak dan Gas).
b.
Fungsi Telekomunikasi, Jaringan kabel Fiber Optic yang dapat dipasang pada bentang JSS. Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
162
c.
Fungsi Pariwisata, dengan mengembangkan Inegrated Theme Parks and Resorts yang merupakan tempat destinasi yang menarik wisatawan lokal dan mancanegara pada pulau Sangiang, serta membangun hanging train untuk transportasi aksesbilitas menuju kawasan.
d.
Fungsi industri, dengan mengembangkan Integrated Industrial and Ports Estate di Pulau Jawa dan Sumatera yang akan memangkas logistic cost dan travel time.
Hasil dari kreatifitas ini menjadi bahan untuk meng-up grade FAST diagram hasil analisa fungsi dengan penambahan :
Supporting
functions ; Produce Energy, Distribute Oil&Gas, Transmit
Data/Telekomunikasi, Create Tourism Industri, Expand Industri Area, dan
Supporting Processes ; Construct Tidal Power, Construct Wind Power, Construct Oil&Gas Pipeline, Construc Fiber Optic , Develop Manufacture Industry, Develop Tourism Area
sehingga FAST diagram menjadi :
Gambar 4.11 FAST Diagram Extended Function JSS Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
163
4.3.4. Fase Evaluasi Pada fase ini akan dbahas mengenai Mitigasi Resiko Utama serta perhitungan Life Cycle Cost sebagai alat untuk mengevaluasi seberapa besar pengaruh penambahan fungsi-fungsi proyek terhadap nilai tambah proyek. 4.4. MITIGASI RESIKO UTAMA JSS “DO-SOMETHING” Resiko utama pada pembangunan Jembatan Selat Sunda yang diperoleh dari proses analisa kuesioner survey dan focus group discussion (FGD) adalah resiko gempa dan safety. Gempa dapat dibedakan atas magniture (besaran) dan Intensity (intensitas). Magnitude adalah besaran aktual gempa berdasarkan jumlah energi yang dikeluarkan sementara Intensity adalah indikator tingkat keparahan yang disebabkan getaran tanah pada lokasi tertentu. Tingkat kerusakan akibat dari getaran tergantung pada jaraknya terhadap epicenter gempa. Jadi akibat yang ditimbulkan oleh gempa dengan tingkat magnitude tertentu, antara satu lokasi dengan lokasi lainnya akan mengalami tingkat kerusakan yang berbeda.Untuk akselerasi pergerakan tanah yang ditimbulkan oleh gempa dapat diukur dengan menggunakan accelerograph dan dinyatakan dalam cm/s2, gals ataupun prosentasi dari akselerasi gravitasi (g) dalam bentuk peak ground acceleration (PGA). Proses evaluasi terhadap kemampuan struktur dihitung berdasarkan 2 level pergerakan tanah (Pall,2004), yaitu ;
Design Basis Earthquake (DBE)/Design Operating Earthquake (DOE)
Maximum Considered Earthquake (MCE)/Design Contigency Earthquake (DCE).
Dimana DBE adalah kejadian dengan probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun sementara MCE adalah pergerakan tanah dengan kemungkinan terlampaui sebesar 2% dalam 50 tahun. DBE memperhitungkan intensitas gempa yang lebih kecil namun dengan probabilitas yang lebih besar, selain itu pada perhitungan DBE diharapkan operasional tetap dapat berjalan tanpa adanya interupsi. Berdasarkan peta zonasi gempa yang dikeluarkan oleh kementrian PU tahun 2010, daerah Selat Sunda mempunyai DBE dengan tingkat PGA sebesar 0,2 – 0,25 sementara berdasarkan MCE tingkat PGA Selat Sunda berkisar antara 0,3 hingga 0,5. Pada tahap ini akan dilakukan mitigasi resiko fungsi proyek JSS setelah proses inovasi fungsi, khususnya terhadap fungsi transportasi dan fungsi energi Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
164
Gambar 4.12 Tingkat MCE berdasarkan Peta Zonasi Gempa Sumber: Kementrian PU, 2010
Gambar 4.13 Tingkat DBE berdasarkan Peta Zonasi Gempa Sumber: Kementrian PU, 2010
4.4.1. Fungsi Transportasi
Pada prinsipnya Jembatan Selat Sunda terdiri dari dua bagian, yaitu suspension bridge sepanjang 7,6 km dan concrete viaduct sepanjang 21,4 km sehingga total secara keseluruhan mencapai 29 km. Penggunaan teknologi untuk mencapai kestabilan gempa diterapkan untuk mitigasi gempa, yaitu pada main tower dan box girder. Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
165
Gambar 4.14 Fungsi Transportasi JSS Skenario “Do-Something”
Main Tower Mitigasi pada main tower pada saat terjadinya aktifitas seismic tetap dapat berfungsi optimal maka perlu penggunaan teknologi dengan menambahkan alat anti–gempa berbasis tuned mass damper. Tuned mass damper (TMD) adalah perangkat kontrol pasif yang terdiri dari massa terpusat dengan pegas dan peredam berupa viscous damper bertujuan untuk mengurangi getaran yang berlebihan pada struktur bangunan. Alat memiliki beberapa kelebihan yaitu; reliabilitas tinggi, efisien dan rendah biaya pemeliharaan. sementara kelemahannya adalah dengan bobotnya yang besar maka tekanan yang diterima pondasi akan membesar dan dapat menyebabkan penurunan pondasi (Nagarajaiah, 2009). Sistem ini berhasil menahan vibrasi gempa kobe sebesar ± 7,6 Skala richter dengan PGA 0,79 (estimasi jarak dari fault line=1km) pada tahun 1995 tanpa menyebabkan kerusakan berarti pada strukturnya(Bangash, 2011). Teknologi TMD dipilih karena kelebihannya dalam mengendalikan getaran angin dengan tingkat elastisitas tertentu pada “tall structures”. Menurut Buckle (2000) dengan menyetelnya pada modus dominan tertentu, alat tersebut dapat meningkatkan redaman struktur mencapai 5% .
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
166
Gambar 4.15 Tuned mass damper di Akashi Kaikyo Bridge Sumber : Berawi, et al, 2012; Sejatiguna, 2013
Terdapat 4 biaya utama yang diperlukan dalam menggunakan TMD meliputi (Tse et al., 2009): Tabel 4.42 Cost Breakdown No 1 2 a b c 3 a b c 4 a b
Cost Element Detail Design and FS Procurement and Manufacture Mechanical Components Computer and Sensors Fabrication Installation and Commisioning Delivering and Installation Installation of Computer and Sensors Final Tuning Maintenance Regular System Check Annual hardware check for 30 yaers Sumber : Sejatiguna, 2013
Prosentase ( % ) 5,6 47,8 2,4 31,8 4,8 0,5 1,6 0,8 4,7
Untuk fabrikasi atau poin (2c) asumsi harga berdasarkan berat material per unit. Sebagai perbandingan, pada tahun 2009 dengan berat material sebesar 520 ton biaya fabrikasi yang diperlukan yaitu sebesar US$ 2.000.000. Dengan asumsi tuned mass damper yang digunakan pada konseptual desain JSS memiliki jumlah (20 item/tower) dan berat (10 ton) yang sama dengan yang digunakan pada Jembatan Akashi Kaikyo maka; Harga Material (2009) = US$ 2.000.000/520 ton Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
167
Harga ini dikalkulasi menggunakan cost construction index, yaitu: Index tahun 2013 Harga tahun 2009 x (-----------------------) Index tahun 2009 Dimana; Index tahun 2009 = 8.660,08 Index tahun 2013 = 9.542,33 Sehingga didapat; Harga Material (2013) = US$ 2.203.751/520 ton Harga Material (2013) = US$ 42.380/10 ton = US$ 42.380 x 20 (item) x 4 (tower) = US$ 3.390.386 Melalui perhitungan harga material ini didapat initial cost dan maintenance cost dari teknologi mitigasi pada main tower. Perhitungan lebih detail terangkum pada tabel berikut: Tabel 4.43 Tabel Perhitungan Mitigasi Resiko pada Main Tower
Sumber : Sejatiguna, 2013
Dari tabel di atas maka total biaya mitigasi selama 30 tahun untuk fungsi transportasi pada main tower sebesar US$ 10.661.592 atau jika diasumsikan nilai tukar sebesar 9.600 rupiah (R-APBN perubahan 2013) maka biaya tersebut equivalen sebesar 102,35 milliar rupiah. Deck Jembatan
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
168
Mengisolasi seismic pada bagain deck jembatan perlu dilakukan dengan memisahkan struktur dengan tanah sehingga memberikan perlindungan terhadap struktur atas dari pergerakan gempa bumi (Bukle,2000). Alat yang biasanya digunakan untuk perlindungan seismic meliputi viscous fluid dampers, viscoelastic solid dampers, friction dampers serta metallic dampers. Perbandingan antara keempat alat tersebut dapat dilihat pada tabel 4.45. Viscous Dampers sebagai dissipation device digunakan pada mitigasi viaduct . Seo-Hae Grand bridge, Ok-Yeo bridge dan Chun-Su bridge merupakan
contoh jembatan yang menerapkan viscous dampers sebagai
retrofit. Viscous Dampers yang digunakan Jembatan Rion–Anterion di desain mampu menahan gempa dengan kala ulang 2000 tahun dan PGA 0,48 g.
Gambar 4.16 Damper Jembatan Rion-Anterion Sumber : Sejatiguna, 2013
Fuse restrainer terletak diantara viscous dampers dan ditentukan akan patah pada gaya tekan melebihi 10.500 kN sehingga mengaktifikan viscous dampers dan mengurangi energi berlebih yang disebabkan gempa. Sistem ini telah terbukti tahan gempa sebesar 6,5 SR dengan PGA 0,2 yang terjadi pada tahun 2008 di Yunani.
Gambar 4.17 Konfigurasi Viscous Dampers Sumber : Sejatiguna, 2013
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
169
Tabel 4.44 Perbandingan Energi Dissipation Devices (Symans et al., 2008 dalam Sejatiguna, 2013)) Viscous fluid damper
Viscoelastic solid damper
Metallic damper
Friction damper
Basic construction
Idealized hysteretic behavior
Idealized physical Not available model
Advantages
disadvantages
Activated at low displacement Minimal restoring force For linear damper, modeling of damper Activated at low displacement is simplified Provides restoring force Properties largely frequency and Linear behavior, therefore simpliefied temperature-independent modeling of damper Proven record of performance in military application
Stabel hysteretic behavior Large energi dissipation per Long term reliability cycle Insensitivity to ambient temperature Insensitivity to ambient Materials and behavior familiar to temperature practicing engineers
Limited deformation capacity Properties are frequency and Possible fluid seal leakage (reliability temperature-dependent concern) Possible debonding and tearing of VE material (reliability concern)
Slinding interface condition may change with time (reliability concern) Strongly non linear behavior; may excite higher modes and require non linear analysis Permanent displacement if no restoring force mechanism provided
Device damaged after earthquake; my require replacement Non linear behavior; may require non liear analysis
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
170
Untuk perhitungan biaya mitigasi pada viaduct beton menurut Hussain et al. (1998) harga viscous damper bervariasi tergantung dari kapasitas dan stroke alat tersebut. Namun secara garis besar untuk damper berkapasitas 44,5 kN dengan stroke 50 mm seharga US$ 1.000 sementara untuk damper berkapasitas 4.448 kN dengan stroke 610 mm seharga US$ 60.000. Diasumsikan JSS menggunakan tipe sejenis dengan yang diaplikasikan pada jembatan Rion-Anterion yaitu stroke 1.750 mm dan ditempatkan 4 buah per km jembatan viaduct. Tabel 4.45 Hasil Interpolasi Harga Viscous Damper Variable x1 x2 x
Stroke 50 mm 610 mm 1.750 mm
Variable y1 y2 y
US$ 1.000 60.000 180.107
Harga senilai US$ 180.107 ini dikalkulasi menggunakan cost construction index, yaitu : Index tahun 2013 Harga tahun 1998 x (-----------------------) Index tahun 1998 Dimana; Index tahun 1998 = 5920,00 Index tahun 2013 = 9542,33 Sehingga didapat; Harga Material (2013) = US$ 290.311/damper Harga material (2013) = US$ 290.311 x 20 (km viaduct) x 4 (damper/km) = US$ 23.224.880 Jika diasumsikan biaya viscous damper terdiri dari 5,6% detail design dan FS, 82% material dan 6,9% instalasi serta 5,5% maintenance selama 30 tahun, maka diperoleh: Tabel 4.46 Tabel Perhitungan Mitigasi Resiko pada Viaduct Beton No 1 2 3 4
Cost Element
Prosentase (%) 5,6 82 6,9
Detail Design & FS Material Instalation Total Initial Cost Maintenance 5,5 Total Maintenance Cost Sumber : Sejatiguna, 2013
Biaya ( US$ ) 1.586.089 23.224.880 1.954.289 26.765.258 1.557.766 1.557.766
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
171
Total biaya untuk mitigasi fungsi transportasi pada viaduct beton selama 30 tahun sebesar US$ 28.323.024 atau jika diasumsikan nilai tukar sebesar 9.600 rupiah (R-APBN perubahan 2013) maka biaya tersebut adalah sebesar 271,90 milliar rupiah. Maka diperoleh total biaya mitigasi resiko gempa pada fungsi transportasi yang terdiri dari main tower dan viaduct beton senilai 374,25 milliar rupiah atau 0,04 % dari total initial cost transportasi yang senilai 102,31 triliun rupiah.
4.4.2.Fungsi Energi Pada fungsi energi mitigasi gempa difokuskan pada distribusi minyak dan gas, karena pipa distribusi melalui bawah laut dan bawah tanah. Pipa distribusi minyak dan gas direncanakan dengan tepat agar tidak mengalami kegagalan struktur yang dikarenakan baik ledakan, beban berlebih, buckling atau patahan. Standar desain pipa distribusi tersebut berdasarkan American Society of Mechanical Engineers (ASME), dimana ASME B31.8 untuk pipa gas dan ASME B31.4 untuk pipa minyak. Pipa–pipa tersebut dilas menjadi satu dengan berdasarkan standar API 5L yang dikeluarkan oleh American Petroleum Institute. Menurut ASME B31.8, estimasi design pressure untuk system pipa gas menggunakan baja ditentukan berdasarkan persamaan ;
Dimana; P = Design pressure (psig) S = Specified Minimum Yield Strength (psi) t
= Nominal wall thickness (inchi)
D = Nominal outside diameter of pipe (inchi) F = design factor E = Longitudinal joint factor T = Temperature derating factor * Design pressure adalah kapasitas ambang batas tekanan maksimum yang dapat diterima pipa. * Design factor menggunakan tabel berikut sebagai acuan;
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
172
Tabel 4.47 Design Factor Location Class NO
Facility
1 2 A B
Pipelines, main and service lines Crossing of roads, railroads without casing Private roads Unimproved publik roads Roads, highways or publik streets, with hard surface and railroads Crossing roads, railroads with casing Private roads Unimproved publik roads Roads, highways or publik streets, with hard surface and railroads Parallel encroachment of pipelines and mains en roads and railroads Private roads Unimproved publik roads Roads, highways or publik streets, with hard surface and railroads Fabricated assemblies Pipelines on bridges Pressure/flow control and metering facilities Compressor station piping Near concentration of people in location classes 1 and 2
C 3 A B C 4 A B C 5 6 7 8 9
1 Div 1 0.80
Div 2 0.72
2 0.60
3 0.50
4 0.40
0.80 0.60
0.72 0.60
0.60 0.60
0.50 0.50
0.40 0.40
0.60
0.60
0.50
0.50
0.40
0.80 0.72
0.72 0.72
0.60 0.60
0.50 0.50
0.40 0.40
0.72
0.72
0.60
0.50
0.40
0.80 0.80
0.72 0.72
0.60 0.60
0.50 0.50
0.40 0.40
0.60
0.60
0.60
0.50
0.40
0.60 0.60 0.60 0.50
0.60 0.60 0.60 0.50
0.60 0.60 0.60 0.50
0.50 0.50 0.50 0.50
0.40 0.40 0.40 0.40
0.50
0.50
0.50
0.50
0.40
Sementara longitudinal joint factor menggunakan tabel 4.49 berdasarkan kelas pipa: Tabel 4.48 Longitudinal Joint Factor Spec No ASTM A 53
ASTM A 106 ASTM A 134 ASTM A 135 ASTM A 139 ASTM A 211 ASTM A 333 ASTM A 381 ASTM A 671
ASTM A 672
API 5L
Pipe Class Seamless Electric resistance welded Furnace butt welded: continous weld Seamless Electric fusion arch welded Electric resistance welded Electrc fusion welded Spiral welded steel pipe Seamless Electric resistance welded Double submerged-Arc-Welded Electric fusion welded Classes 13,23,33,43,53 Classes 12,22,32,42,52 Electric fusion welded Classes 13,23,33,43,53 Classes 12,22,32,42,52 Seamless Electric resistance welded Electric flash welded Submerged arch welded Furnace butt welded
E Factor 1.00 1.00 0.60 1.00 0.80 1.00 0.80 0.80 1.00 1.00 1.00 0.80 1.00 0.80 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 0.60
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
173
Dan temperature derating factor menggunakan tabel 4.50 sebagaimana tabel berikut: Tabel 4.49 Temperature Derating Factor for Steel Pipe Temperature, F
250 or less 300 350 400 450
Temperture derating factor,T 1,000 0,967 0,933 0,900 0,867
Sebagai data pendukung, benchmarking dilakukan dengan proyek Trans Alaska Pipeline System (TAPS) dimana; Design pressure
= 70 bar
Ukuran pipa minyak
= 48 inchi
Ketebalan dinding pipa
= 0,562 inchi
Spesifikasi pipa
= API 5L dengan grade X60
Menggunakan tabel berikut maka didapat SMYS 60.000 psi Tabel 4.50 Spesifikasi Pipa Spec. No.
Grade
SMYS (psi)
API 5L
X42
42.000
API 5L
X46
46.000
API 5L
X52
52.000
API 5L
X56
56.000
API 5L
X60
60.000
API 5L
X65
65.000
API 5L
X70
70.000
API 5L
X80
80.000
Dari data konseptual desain JSS akan didapat data: Internal pressure
= 650 psia ~ 44 bar
Ukuran pipa minyak
= 42 inchi
Design factor1
= 0,6
Ketebalan dinding pipa Spesifikasi pipa SMYS2 1
2
2
= 0,562 inchi = API 5L dengan grade X60 = 60.000 psi
Dikarenakan penempatan pipa akan diletakkan pada jembatan maka nilai
yang digunakan sesuai tabel 4.43
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
174 2
Asumsi ukuran mengikuti proyek TAPS
Jika menggunakan rumus perhitungan design factor maka didapat;
P = 2 x 60.000 x 0,562 (0,6 x 1 x 1) 42 = 963 psig *jika 1 bar = 14,5 psig maka P = 66 Bar Maka dengan internal pressure pipa yang sebesar 44 bar masih dalam batas toleransi design pressure yang dapat diterima pipa yang sebesar 66 bar. Benchmarking menggunakan pipa dalam mendistribusikan material gas maupun minyak yang sudah dilakukan Trans-Alaska Pipeline System (TAPS) untuk mengetahui mitigasi yang telah dilakukan pada proyek sejenis. Kriteria desain pada TAPS yang dilakukan operator dan USGS menghasilkan desain pergerakan tanah seperti berikut: Tabel 4.51 Desain Pergerakan Tanah pada TAPS Acceleration (g) Free Field Structures 8,5 0,60 0,33 8,0 0,60 0,33 7,5 0,45 0,22 7,0 0,30 0,15 5,5 0,12 0,10 Sumber: Hall et al., 2003 dalam Sejatiguna, 2013
Richter Magnitude
Bantalan (bearing) pada bagian bawah diperlukan agar pipa dapat bergerak secara fleksibel saat terjadi aktifitas seismic. Di Trans-Alaska Pipeline System (TAPS) dengan menggunakan cross-beam berbentuk “H” yang terdiri dari 2 pipa berdiameter 18 inchi. Pada tengah cross-beam terdapat sliding-shoe yang dapat bergeser sehingga mengurangi pergerakan seismic.
Gambar 4.18 Struktur Sliding Shoe pada TAPS Sumber: Hall et al., 2003 dalam Sejatiguna, 2013
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
175
TAPS sendiri pada tahun 2002 mengalami gempa sebesar 7,9 SR dengan PGA 0,34g (berjarak 5 km sebelah utara sesar Denali). Meskipun secara keseluruhan tidak mengalami kerusakan seperti kerutan(wrinkling), tekukan (buckling) ataupun lengkungan (strain) berlebihan namun dikarenakan pergerakan tanah melebihi batas rencana maka beberapa sliding shoe mengalami kerusakan.
Gambar 4.19 Sliding Shoe yang mengalami
Gambar 4.20 Kerusakan pada Crossbeam
Kolaps
dan Shoe
Sistem sliding shoe yang diterapkan pada Trans-Alaska Pipeline System (TAPS) akan diimplementasikan pada konseptual desain Jembatan Selat Sunda namun sliding shoe tidak lagi digunakan, digantikan dengan system base isolation. Base isolation merupakan metode agar suatu bangunan tahan terhadap terjadinya gempa bumi melalui penambahan isolator yang menghubungkan antara struktur atas dan struktur bawah yang mana bila terjadi gempa elemen struktur dapat bergerak secara fleksibel sehingga kerusakan dapat direduksi secara maksimal (Charleson and Allaf, 2012; Ismail et al, 2010). Base isolation pada riset ini dibagi atas 2 tipe, yaitu rubber bearings dan friction pendulum bearings. Lead-rubber bearings (LRB) adalah bantalan elastis yang terdiri dari lapisan karet dan plat baja disusun secara berlapis dengan silinder inti pada poros bearing. Adanya plat silinder yang berada di poros bearing membuat LRB tahan terhadap gaya tekan yang lebih besar dibandingkan dengan tipe rubber bearing lainnya sehingga jenis ini lebih banyak digunakan untuk antisipasi gempa (Skinner et al,1993). Semenjak ditemukan oleh Robinson tahun 1976, lead rubber bearing telah menjadi sistem yang diterapkan untuk dapat mengurangi dampak gempa dikarenakan masa hidupnya yang dapat mencapai lebih dari 1000 tahun. Selain Amerika Serikat dan Jepang, Selandia
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
176
Baru merupakan salah satu negara dengan jumlah penggunaan LRB terbesar dengan koefisien 80% dari total jembatan yang ada (Robinson,1998).
Gambar 4.21. Lead Rubber Bearing (LRB) Sumber: Patil and Reddy, 2012 dalam Sejatiguna, 2013
LRB menggunakan karet sebagai material utama lain halnya dengan Friction Pendulum System (FPS).
Gambar 4.22. Friction pendulum system (FPS) Diolah dari: Wang et al, 2001dalam Sejatiguna, 2013
Fungsi FPS setara dengan LRB dalam menciptakan stabilitas struktur namun memiliki beberapa keunggulan melalui penambahan fitur berupa tahan terhadap temperatur, tahan terhadap momen puntir, tahan dalam jangka waktu yang lama serta biaya instalasi yang murah (Islam et al, 2011; Wang et al, 2001); Tabel 4.52 Contoh Penerapan FPS PROYEK
FUNGSI
FAKTA
DIMENSI
BeniciaMartinez bridge
Jembatan
22 bearings Mengurangi ukuran kolom dan balok Menghemat 680 ton struktur baja
1.325 mm
San Francisco International Airport, California
Bandara
267 bearings Tahan terhadap gempa sebesar 8 SR Mengurangi 70% gaya lateral
1.080 mm
Sabiha Gokcen Airport, Turkey
Bandara
252 bearings Diperkirakan dapat menyerap 80% guncangan gempa Diperkirakan dapat tahan terhadap gempa dengan 8 SR
345 mm
American river bridge, Folsom, California
Jembatan
Menahan 1.800 Ton beban Menghemat biaya konstruksi hinggaUS$ 1 juta
250 mm
Sumber: Kravchuck et al, 2008; Wang et al, 2001dalam Sejaiguna, 2013
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
177
Biaya mitigasi fungsi energi yang berbasis teknologi Friction Pendulum Bearing (FPS) maka digunakan beberapa asumsi, meliputi: Harga unit FPS adalah 1% dari total biaya konstruksi/retrofit. Biaya konstruksi yang digunakan adalah retrofit dari jembatan Benicia Martinez (mempunyai 22 FPS dengan spesifikasi limit terbesar) Terdapat 2 pipa yaitu pipa minyak dan gas. Jarak antar FPS berdasarkan penempatan sliding shoe pada Trans Alaska Pipeline System (TAPS) yaitu antara 200 – 600 m, diasumsikan 400 m sehingga pipa minyak dan gas memiliki masing – masing 50 buah FPS/20 km (Hall et al., 2003)
Berdasarkan asumsi diatas maka perhitungan biaya mitigasi fungsi energi berbasis FPS sebagai berikut: Biaya retrofit jembatan Benicia-Martinez adalah US$ 100 juta untuk 22 FPS (Seible, 2000). Biaya Retrofit Perhitungan 1 unit FPS adalah 1% x -----------------Jumlah FPS US$ 1.000.000 = 1 % x ---------------------22 = US$ 45.455
Harga senilai US$ 45.455 ini dikalkulasi menggunakan cost construction index, yaitu Index tahun 2013 Harga tahun 2000 x (-----------------------) Index tahun 2000 Dimana; Index tahun 2000 = 6621,00 Index tahun 2013 = 9542,33 Sehingga didapat; Harga Material (2013) = US$ 65.511/FPS Harga material (2013) = US$ 65.511 x 100 FPS (minyak dan gas) = US$ 6.551.100
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
178
Jika diasumsikan initial cost terdiri dari 5,6% detail design dan FS, 82% material dan 6,9% instalasi serta 5,5% maintenance selama 30 tahun, maka diperoleh: Tabel 4.53 Tabel Perhitungan Mitigasi Resiko pada Fungsi Distribusi Minyak No 1 2 3 4
Prosentase (%)
Cost Element
Detail Design & FS 5,6 Material 82 Instalation 6,9 Total Initial Cost Maintenance 5,5 Total Maintenance Cost Sumber : Sejatiguna, 2013
Biaya ( US$ ) 12.300 6.551.100 15.155 6.578.555 439.403 439.403
Maka total biaya untuk mitigasi fungsi energi pada distribusi minyak dan gas selama 30 tahun sebesar US$ 7.017.958 atau jika diasumsikan nilai tukar sebesar 9.600 rupiah (R-APBN perubahan 2013) maka biaya tersebut adalah sebesar 67,37 milliar rupiah atau sebesar 0,017% dari total initial cost pipa minyak dan gas yang sebesar 3,9 triliun rupiah.
Rangkuman mitigasi resiko yang dominan pada konseptual desain JSS, adalah sebagai berikut :
Identifikasi
resiko
yang
diperoleh
dari
data
sekunder
melalui
benchmarking : - Resiko internal : perencanaan dan desain, konstruksi serta operasional dan pemeliharaan - Resiko eksternal : politik–lingkungan dan sosial–ekonomi.
Dari hasil survey kuesioner dan Focus Group Discussion diperoleh resiko utama yang perlu diperhatikan dalam pengembangan perencanaan konseptual desain JSS, yaitu : - Gempa bumi - Safety factor
Penerapan teknologi yang digunakan dalam mitigasi fungsi utama pada JSS, meliputi : - Fungsi transportasi yaitu penggunaan tuned mass damper pada main tower jembatan suspensi dan penggunaan viscous damper pada jembatan viaduct beton.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
179
- Fungsi energi yaitu pada distribusi minyak dan gas menggunakan friction pendulum bearing sementara agar pipa dapat memenuhi kapasitas distribusi minyak dan gas yang dibutuhkan maka spesifikasi pipa meliputi: diameter pipa sebesar 42 inchi dengan ketebalan 0,562 inchi, faktor desain 0,6 dan pressure maksimum sebesar 66 bar.
Estimasi biaya mitigasi sebesar Rp. 441,62 milliar yang terdiri dari : - Fungsi transportasi sebesar 374,25 milliar rupiah atau 0,04 % dari total initial cost transportasi yang senilai 102,31 triliun rupiah. - Fungsi distribusi pipa minyak dan gas sebesar sebesar 67,37 milliar rupiah atau sebesar 0,017% dari total initial cost pipa minyak dan gas yang sebesar 3,9 triliun rupiah.
4.5. MODEL FORECASTING DEMAND JEMBATAN SELAT SUNDA Model ini bertujuan untuk mereprentasikan faktor ekonomis dari Jembatan Selat Sunda (JSS). Dengan model system dynamic ini, dicari nilai income dan cost dari JSS. Selain itu, model ini dijadikan dua kondisi. Kondisi pertama adalah model dari JSS tanpa penambahan inovasi dari Value Engineering. Ini berarti desain JSS awal yang hanya berfungsi sebagai jembatan. Kondisi pertama ini akan menjadi model simulasi “Do-Nothing”. Kondisi kedua adalah model dari JSS dengan adanya penambahan inovasi dari Value Engineering yang didapatkan dari penelitian ini. Kondisi kedua ini yang menjadi model simulasi “Do-Something”. Dengan demikian, melalui system dynamic ini dapat dilihat keuntungan dan kelebihan masing-masing desain JSS.
4.5.1. Causal Loops Model Jembatan Selat Sunda Causal loops dari model system dynamic dari Jembatan Selat Sunda ini dirumuskan melalui pemikiran bersama. Model ini merepresentasikan tiap fungsi yang ada pada Jembatan Selat Sunda. Bentuk output dari model ini adalah berupa estimasi income dan cost selama kurang lebih 30 tahun ke depan. Model ini disusun dari beberapa sub sistem, yaitu (1) Sub Sistem Populasi, (2) Sub Sistem Sektor Ekonomi, (3) Sub Sistem Sektor Industri, dan (4) Sub Sistem Pariwisata, (5) Sub Sistem Renewable Energy, (6) Sub Sistem Pipe Transmission.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
180
Gambar 4.23. Causal Loop Jembatan Selat Sunda Sumber : Olahan Sendiri
4.5.1.1. Sub Sistem Populasi JSS sendiri menghubungkan Pulau Sumatera dan Jawa. Dengan demikian, batasan populasi hanya pada populasi Pulau Sumatera dan Jawa. Sebagaimana perilaku suatu populasi nasional, populasi kedua pulau ini juga dipengaruhi oleh angka kelahiran, angka kematian, imigrasi, dan emigrasi. Dengan demikian pertumbuhan atau penurunan jumlah penduduk kedua pulau dapat terlihat. Sub Sistem Populasi ini nantinya akan mempengaruhi sub sistem kebutuhan listrik, petroleum, dan gas di Jawa-Sumatera, sub sistem jumlah turis dan jumlah transportasi Jawa–Sumatera. Tetapi, pada model ini tidak ada feedback loop yang mempengaruhi kembali populasi awal.
Gambar 4.24. Causal Loop Sub Sistem Populasi Sumber : Olahan Sendiri
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
181
4.5.1.2. Sub Sistem Pertumbuhan Ekonomi Sub sistem ini merepresentasikan pertumbuhan ekonomi sebagai bentuk manfaat dari adanya JSS. Sektor ekonomi yang tercakup di sini dibatasi pada pertumbuhan ekonomi dari sektor industri saja, sesuai dengan salah satu inovasi Value Engineering JSS tentang perkembangan industri di sekitar jembatan, yang nantinya ada di daerah Lampung dan Banten. Pada sub sistem ini, pengaruh JSS dapat terlihat berupa pengiriman barang yang lebih cepat, yang memungkinkan peningkatan kapasitas produksi daerah industri. Kapasitas produksi yang lebih tinggi berarti keuntungan sektor industri menjadi bertambah. Tetapi sektor industri ini memberikan umpan balik negatif. Ketika produksi meningkat dan transportasi barang meningkat, hal ini mengakibatkan
volume
kendaraan
di
JSS
meningkat,
sehingga
dapat
mengakibatkan kepadatan lalu lintas dan macet.
Gambar 4.25. Causal Loop Sub Sistem Perumbuhan Industri Sumber : Olahan Sendiri
4.5.1.3. Sub Sistem Sektor Industri Sub sistem ini menggambarkan pertumbuhan sektor industri secara kuantitatif, dalam jumlah asetnya. Sub sistem ini dipengaruhi oleh jumlah populasi penduduk, yang berarti jika penduduk Pulau Jawa dan Sumatera bertambah, maka sektor industri juga semakin bertambah. Pada sub sistem ini, disediakan variabel lahan industri. Ketika produksi industri meningkat, maka akan memacu sektor industri untuk memperluas pabrik mereka supaya kapasitas produksi bisa meningkat. Hal ini yang akan mempengaruhi kebutuhan lahan di daerah Lampung dan Banten nantinya.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
182
Gambar 4.26. Causal Loop Sub Sistem Sektor Industri Sumber : Olahan Sendiri
4.5.1.4. Sub Sistem Sektor Pariwisata Sub sistem ini merepresentasikan perkembangan dari sektor pariwisata di Pulau Sangiang. Ketika nantinya Pulau Sangiang dibuka sebagai tempat wisata, tentunya menarik minat masyarakat untuk berkunjung. Pengunjung yang datang akan semakin bertambah, maka pendapatan dari sektor pariwisata bertambah. Ini akan mengakibatkan investasi meningkat sehingga Pulau Sangiang dapat menambah fasilitas rekreasi dan akomodasi yang ada. Tapi penambahan fasilitas yang ada mengurangi lahan terbuka di Sangiang dan dapat merusak ekosistem dan keindahan alam yang ada. Hal ini yang nantinya justru mengurangi turis yang datang.
Gambar 4.27. Causal Loop Sub Sistem Sektor Pariwisata Sumber : Olahan Sendiri
4.5.1.5. Sub Sistem Renewable Energy Renewable energy yang disimulasikan hanya untuk tidal turbine saja, sebab wind turbine hanya dipakai untuk kebutuhan listrik internal JSS. Causal loop ini dipengaruhi oleh populasi Jawa dan Sumatera. Semakin besar populasi Jawa dan Sumatera akan meningkatkan jumlah industri yang ada di Jawa dan Sumatera, jumlah rumah tangga Jawa dan Sumatera, dan banyaknya fasilitas Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
183
infrastruktur pariwisata Sangiang. Ketiga hal ini menentukan kebutuhan listrik Jawa dan Sumatera. Semakin besar kebutuhan listriknya, maka kapasitas pembangkit listrik tidal turbine pada JSS harus ditingkatkan. Kapasitas yang semakin besar, memungkinkan peningkatan jumlah industri Jawa Sumatera, jumlah rumah tangga Jawa Sumatera, dan fasilitas infrastruktur Jawa dan Sumatera.
Populasi Jawa Sumatera
R1
R3
Fasilitas Infrastruktur Pariwisata Sangiang
Jumlah Industri Jawa Sumatera
R2
Jumlah Rumah Tangga Jawa Sumatera
Kebutuhan Listrik Jawa Sumatera Kapasitas Pembangkit Listrik JSS
Gambar 4.28. Causal Loop Sub Sistem Renewable Energy Sumber : Olahan Sendiri
4.5.1.6. Sub Sistem Pipe Transmission Sub sistem dimulai dengan jumlah kebutuhan migas di Pulau Jawa dan Sumatera. Kebutuhan migas ini diasumsikan dipengaruhi paling besar oleh sektor industri di Jawa dan Sumatera. Semakin besar kebutuhan migasnya, maka jumlah migas yang dikirim melalui pipa JSS juga harus ditingkatkan. Volume pengiriman migas yang meningkat, memungkinkan industri-industri yang ada dapat meningkatkan produksinya karena tersedianya pasokan migas di Jawa dan Sumatera yang cukup. Produksi yang meningkat kembali akan meningkatkan kebutuhan migas di Jawa dan Sumatera.
Kebutuhan Migas Jawa Sumatera R1
Produksi Industri Jawa Sumatera
Pengiriman Migas Melalui Pipa JSS
Gambar 4.29. Causal Loop Sub Sistem Pipe Transmission Sumber : Olahan Sendiri
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
184
4.5.2. Formulasi Dan Konstruksi Model Setelah didapatkan causal model dari system dynamic yang akan dirancang, maka berikutnya adalah menyatakan tiap loop tersebut menjadi sebuah hubungan yang dinyatakan melalui formula atau rumus. Formulasi ini mengacu pada hubungan sebab akibat dari causal loop tiap-tiap fungsi JSS. Hasil dari formulasi ini adalah diagram stock and flow dari system dynamic yang sudah dapat disimulasikan menggunakan software Powersim Studio Academic 2005. Algoritma dapat dilihat pada Lampiran. 4.5.2.1. Diagram Stock And Flow Berikut ini diagram stock and flow dari masing-masing sub sistem dengan ditambah beberapa modul pelengkap. Dengan diagram stock and flow ini beserta formulasinya, maka simulasi sudah bisa dilakukan. Keseluruhan ada 11 diagram stock and flow dan semuanya telah tertera di bawah ini.
imigrasi rate Jawa
emigrasi rate Jawa
emigrasi Jawa imigrasi Jawa
Populasi Jawa birth Jawa
birth rate Jawa
death Jawa
death rate Jawa
imigrasi rate Sumatera
emigrasi rate Sumatera
emigrasi Sumatera imigrasi Sumatera
Populasi Sumatera birth Sumatera
birth rate Sumatera
death Sumatera
death rate Sumatera
Gambar 4.30. Model Populasi Sumber : Olahan Sendiri
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
185
PENURUNAN BIAYA WAKTU PENGIRIMAN LEBIH CEPAT
efek jss terhadap profitability industry
efek positif JSS terhadap sektor industri
JSS off-on
produksi industri
profit sektor industri
pengiriman barang industri
MUATAN RATA RATA PER TRIP
Industrial Capital
LAJU PMA PER GDP
investasi tambahan
depresiasi industri
REAL GDP AWAL penanaman modal asing
UMUR INDUSTRIAL CAPITAL
investasi industri Real GDP Indonesia pertumbuhan GDP
Gambar 4.31. Model Pertumbuhan Industri Sumber : Olahan Sendiri
INDUSTRIAL LAHAN AREA CAPITAL MULA Industrial INDUSTRY Capital MULA MULA MULA capital untuk penambahan lahan rasio demand kebutuhan kavling lahan industrial industrial
Kavling Sell
Kavling Occupancy
persentasi ESTATE benefit JSS MAXIMUM rasio capacity CAPACITY estate biaya transport laju lebih murah pertambahan estate international TIKET JSS port efek jss terhadap profitability industry
aksesibilitas industri
Gambar 4.32. Model Industri Sumber : Olahan Sendiri
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
186 laju pertambahan tourism area PENDAPATAN AREA TOURISM rasio land availability tourism area reinvestment rate
RETAINED EARNINGS TOURISM
penambahan LUAS AWAL tourism area AREA TAMANAVG TOURISM DEVELOPMENT REKREASI
KAPASITAS MAKSIMUM PULAU SANGYANG
Tourism Area
UMUR INFRASTRUKTU R TOURISM
depresiasi tourism area nature area
initial tourism area
INVESTASI AWAL TAMAN REKREASI BENCHMARK
nature attractiveness
tourism income rate of attractiveness
avg spending jumlah turis in tourism area JUMLAH JSS off-on PENGUNJUNG TAHUNAN BENCHMARK jumlah trips INCIDENTAL lain-lain TOURIST PENDAPATAN PENGUNJUNG SEKTOR REST AREA TOURISM TAHUNAN PEOPLE PER TRIP ARUS KENDARAAN JALAN TOL
LUAS AREA TAMAN REKREASI
JUMLAH PENGUNJUNG TAHUNAN BENCHMARK
Gambar 4.33. Model Sektor Pariwisata Sumber : Olahan Sendiri
KONSUMSI LISTRIK IDUSTRI TAHUN AWAL
CAPITAL INDUSTRI MULA MULA
kebutuhan listrik industri per capital
Industrial Capital
KEBUTUHAN LISTRIK RESIDENSIAL JAWA AWAL
Populasi Jawa
demand industrial area
POPULASI JAWA AWAL
KEBUTUHAN LISTRIK PER POPULASI JAWA
demand JawaSumatera
KEBUTUHAN LISTRIK PER POPULASI SUMATERA
Populasi Sumatera
pertumbuhan demand listrik
POPULASI KEBUTUHAN SUMATERA LISTRIK AWAL RESIDENSIAL SUMATERA AWAL
LUAS AWAL KEBUTUHAN AREA TAMANLISTRIK AREA REKREASI TAMAN REKREASI MULA MULA Tourism Area
demand tourism area
KEBUTUHAN LISTRIK TOURISM PER rasio sisa KAPASITAS M2 kapasitas PEMBANGKIT laju UMUR pembangkit LISTRIK pertambahan GENERATOR kapasitas TIDAL Kapasitas penambahanPembangkit depresiasi kapasitas Listrik Tidalgenerator tidal generator tidal
Gambar 4.34. Model Renewable Energy Sumber : Olahan Sendiri
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
187
NILAI PRODUKSI AWAL
KEBUTUHAN GAS AWAL JAWA SUMATERA RASIO KEBUTUHAN GAS PER OUTPUT PRODUKSI
demand gas Jawa dan Sumatera sektor industri
produksi industri
total demand gas Jawa dan Sumatera
RASIO KEBUTUHAN PETROLEUM PER OUTPUT INDUSTRI
demand petroleum Jawa dan Sumatera sektor industri
total demand petroleum Jawa dan Sumatera
PERSENTASE PENGIRIMAN MELALUI PIPA JSS
pengiriman gas melalui pipa JSS
KEBUTUHAN MINYAK AWAL SUMATERA JAWA
produksi industri
pengiriman petroleum melalui pipa JSS
Gambar 4.35. Model Transmisi Pipa Sumber : Olahan Sendiri
UMUR JALUR FIBER OPTIK
Pipa Fiber Optic pertambahan depresiasi fiber fiber optic optic KAPASITAS SST PER JALUR FIBER OPTIK
laju konversi fiber optik
Populasi Jawa
jumlah kebutuhan fiber optic Jawa Sumatera
Populasi Sumatera
RATE KONVERSI FIBER OPTIC
KEBUTUHAN FIBER OPTIC PER RUMAH TANGGA
Gambar 4.36. Model Fiber Optic Sumber : Olahan Sendiri
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
188
Populasi Jawa
JUMLAH POPULASI JAWA TAHUN MULA MULA Populasi Sumatera JUMLAH POPULASI SUMATERA TAHUN MULA MULA
rasio trips pribadi jawa sumatera per kapita
TIKET JSS
aktivitas pengiriman
transportasi lain-lain Jawa Sumatera
jumlah trips lain-lain
transportasi lain-lain Sumatera Jawa
rasio trips pribadi jumlah JUMLAH TRIPS sumatera-jawa kendaraan gol ASDP per kapita VIII SUMATERA JAWA jumlah FAKTOR kendaraan gol PREFERENSI VII arraverage tiket
PENGIRIMAN ANTAR PULAU
pengiriman barang industri
JUMLAH TRIPS ASDP JAWASUMATERA
jumlah trip pengiriman industri
switch on-off VE
PEOPLE PER TRIP
volume trips Jawa Sumatera kendaraan pribadi
jumlah turis
volume trips jss jumlah motor tourism kota jumlah kendaraan gol IVA
jumlah kendaraan gol jumlah VIB kendaraan gol jumlah IVB jumlah kendaraan gol jumlah kendaraan gol VIA kendaraan gol VA VB
Populasi Jawa
Populasi Sumatera
Gambar 4.37. Model Sektor Transportasi Sumber : Olahan Sendiri
Asumsi Teknis Salah Pemilihan Teknologi Resiko Perencanaan Safety Design Desain
Risk Mitigation
Resiko Eksternal Resiko Internal Resiko Sosial dan Ekonomi Korupsi Kolusi Nepotisme
Resiko Proses Resiko Konstruksi Operasional Perawatan Project Overrun Bencana Alam Cost
Resiko Politik Lingkungan Intervensi Politik Kebijakan Pemerintah
Gambar 4.38. Model Mitigasi Resiko Sumber : Olahan Sendiri
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
189
jumlah kendaraan gol VB jumlah kendaraan gol VA jumlah kendaraan gol IVB jumlah kendaraan gol VIA jumlah kendaraan gol IVA jumlah kendaraan gol VIB
income JSS
jumlah turis jumlah motor
jumlah kendaraan jumlah kendaraan gol VII gol VIII
Kapasitas Pembangkit Listrik Tidal
income tourism area
TIKET JSS
AVERAGE SPENDING PER TOURIST
income kavling area
income tidal power generator
income total JSS
HARGA KAVLING PER M2 HARGA LISTRIK income pipa gas dan minyak
income fiber optic
TARIF SEWA PIPA GAS DAN MINYAK
Kavling Sell
tarif fiber optic
pengiriman gas melalui pipa JSS
pengiriman petroleum melalui pipa JSS
jalur fiber optic
Pipa Fiber Optic
Gambar 4.39. Model Pendapatan Sumber : Olahan Sendiri
Investasi
Pengaruh Income income total Biaya Pariwisata JSS
Biaya Fiber Optic
Cost
Biaya Industrial Estate
Peningkatan Cost Karena Mitigasi
Biaya Gas Pipeline
Risk Mitigation
Biaya Struktur Jembatan Biaya Wind Turbine
Biaya Oil Pipeline Biaya Tidal Turbine
Gambar 4.40. Model Total Cost Sumber : Olahan Sendiri
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
190
POPULATION Immigration rate of Java
Emigration rate of Java
Emigration of Java
TRANSPORTATION
Immigration of Java
Inter island shipping
Population of Java Birth of Java
Volume Trips ASDP Java-Sumatra
Death of Java
Birth rate of Java
Initial electric power consumption
Death rate of Java
Initial population of Java Initial residential electrical need in Java
0.00
Immigration rate of Sumatra
Ratio of private trips Java-Sumatra
Emigration rate of Sumatra
ENERGY
Initial industrial capital
Delivery activity Others transport Volume trips Java-Sumatra industry
Initial population of Java-Sumatra
Initial industrial electrical need Switch On-Off VE Volume others trips
Emigration of Sumatra
Initial population of Sumatera
Immigration of Sumatra
Initial population of Sumatra
PEOPLE PER TRIP
Java electrical need per population
Volume trips Java Sumatra
Sumatera - Jawa other transportation
Initial requirement for residential electricity in Sumatra
Private vehicle Population of Sumatra Birth of Sumatra
Ratio of private trips Java-Sumatra per capita Volume Trips ASDP Sumatra-Java
Death of Sumatra
Volume trips SSB Volume of vehicle class VIII
Initial area of recreation park
Demand JavaSumatra Motorcycle Volume
Birth rate of Sumatra
Sumatra electrical need per poulation
Demand industrial area
Volume of vehicle Reference factor class VII
Death rate of Sumatra
Recreational park initial demand of electrical power
City tour Demand tourism area
Volume of vehicle class IVA
Tourism electrical demand per M2
Average ticket
TOURISM
Growth tourism area rate
Volume of vehicle class VIB Volume of vehicle class IVB Volume of vehicle Volume of vehicle class VIA class VA Volume of vehicle class VB
SSB Ticket
Income of tourism area Sangyang Island maximum capacity land availability ratio RETAINED tourism area EARNINGS TOURISM reinvestment rate
Electricity demand growth
FIBER OPTIC
Tourism infrastructure lifespan
Powerplant left overPower plant power ratio capacity
Capacity growth rate
Tidal generator lifespan
Age of fiber optic line
Tidal powerplant capacity
Additional capacity Tidal Generator
Tidal generator depressiation
Pipa Fiber Optic Fiber optic pipe
Depreciation of fiber optic
Tourism Area Initial area of recreation park
Growth tourism area
Initial investation of recreational park benchmark
nature area
Initial tourism area
Faster delivery time
Fiber optic need Java-Sumatra
Income tourism area
Avarage Spending per Tourist
Recreational park area
Yearly visitor volume benchmark
Industril production
Industrial sector profit
SSB effect on industrial profitability
Fiber optic conveersion rate
Income land area
income tidal power generator
Industrial Capital
Growth foreign investment per GDP
Total income SSB
Industrial goods delivery
Average load per trip
Fiber optic need per household
Tourist volume SSB off-on
SSB off-on
SSB positive effect on Industrial sector
Fiber optic conversion
tourism income
avg spending in tourism area
Cost reduction
Capacity per fiber optic line
nature attractiveness
rate of attractiveness
Yearly visitor volume benchmark
Income Transportation Sector of SSB
Depreciation tourism area
AVG TOURISM DEVELOPMENT
Additional investment
Depreciation of industrial
Intial real GDP Income tourism sector
Land price per m2
INCIDENTAL TOURIST Yearly rest area visitor volume
Foreign investment
Highway vehicle flow
Industrial investment
Electrical price
PEOPLE PER TRIP
Oil and gas pipe income Oil and gas pipe rent price
Income fiber optic
INCOMES
Real GDP Indonesia
Initial land area forInitial capital for industrial industrial
Initial value production
Initial gas demand in Java and Sumatra
Industrial gas demand in Java and Sumatra
Demand of industrial area
Occupancy Area
Java and sumatra gas demand JSS pipe delivery percentage
Industrial area for rent
Percentage benefit SSB Rasio capacity estate Cheaper transport cost
Estate maximum capacity
Gas delivery via SSB pipe
Initil petroleum demand in Java and Sumatra Initial petroleum demand per industrial output ratio
Requirement ratio of gas per production output
Capital for expand area
Accessibility of industrial
Industrial capital lifespan
Fiber optic rates
Fiber optic line
Requirement ratio of industrial area
ECONOMIC
GDP growth
Industrial petroleum demand in Java anad Sumatera
Java and Sumatra petroleum demand
Petroleum delivery via SSB pipe
TRANMMISION PIPELINE (OIL & GAS) Growth rate for estate
International port
SSB Ticket SSB effect on industrial profitability
INDUSTRIAL
Gambar 4.41. Model Keseluruhan Sistem Dinamik Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
191
4.5.3. Simulasi Model Dasar Dengan model yang sudah jadi ini, langkah berikutnya adalah melakukan simulasi. Pada tahap ini, model dijalankan untuk melihat hasil perubahan menggunakan skenario “Tanpa Adanya JSS”. Dengan demikian, model akan menampilkan berbagai kondisi dan variabel yang berubah pada Pulau Sumatera dan Jawa. Setelah simulasi dijalankan, maka didapatkan beberapa data sebagai berikut. 1. Jumlah pengguna yang menyeberang Selat Sunda jika dengan kapal RoRo diperkirakan sebesar 2.769.963 orang per tahun pada 2050. 2. Populasi Pulau Jawa pada tahun 2050 adalah 141.555.724 jiwa
dan
populasi Pulau Sumatera adalah 51.221.363 jiwa. 3. Kebutuhan listrik Pulau Jawa dan Sumatera pada tahun 2050 sebesar 110.891.814,9701 MWh. 4. Jumlah turis yang datang ke Pulau Sangiang jika Pulau Sangiang dibuka untuk umum tanpa melakukan pembangunan infrastruktur sebesar 19.757 orang per tahun. 5. Kebutuhan minyak bagi Pulau Jawa dan Sumatera pada tahun 2050 sebesar 2.366.954.024 BOE per tahun, sementara kebutuhan gas bagi Pulau Jawa dan Sumatera pada tahun 2050 sebanyak 364.228.280.042 BOE per tahun. 6. Jumlah kebutuhan Satuan Sambungan Telepon (SST) fiber optic diproyeksikan sebesar 476.429 SST pada tahun 2050. 4.5.4. Simulasi Model “DO-NOTHING” Setelah melakukan simulasi model dasar dan jika hasil simulasi dari validasi model sudah akurat, maka model model dipakai untuk melakukan forecasting selama 30 tahun ke depan. Simulasi ini merupakan simulasi “DoNothing”, di mana pada skenario ini Jembatan Selat Sunda yang ada menggunakan desain lama yang berfungsi sebagai transportasi saja dan tanpa menggunakan metode Value Engineering. Pada skenario ini akan dilihat bagaimana peningkatan dari keseluruhan pendapatan yang didapat dari Jembatan Selat Sunda. Hasil dari simulasi ditampilkan dalam bentuk grafik.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
192
Berdasarkan hasil simulasi dari skenario “Do-Nothing” ini, didapatkan hasilnya sebagai berikut: 1. Populasi penduduk Pulau Jawa pada tahun 2050 sebanyak 141.555.724 orang. Sedangkan penduduk Pulau Sumatera pada tahun 2050 sebanyak 51.221.363 orang. 2. Jumlah kendaraan yang melewati Jembatan Selat Sunda sebanyak 2.813.592 kendaraan per tahun. 3. Pendapatan total Jembatan Selat Sunda pada tahun 2050 diperkirakan sebesar 79,314 trilyun rupiah, di mana pendapatan ini hanya didapat dari tarif transportasi JSS. 4. Keseluruhan biaya pembangunan Jembatan Selat Sunda ini diperkirakan sebesar 135,202 trilyun rupiah.
Berikut ini grafik pendapatan hasil skenario Do-Nothing: 5.000 Income Fungsi Transportasi 4.500
Miliar Rupiah
4.000 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1
3
5
7
9
11
13 15 Tahun
17
19
21
23
25
27
Gambar 4.42. Total Pendapatan Sektor Transportasi JSS Tanpa Value Engineering (Skenario Do-Nothing) Sumber : Olahan Sendiri
Grafik ini menunjukkan kenaikan pendapatan JSS, di mana pendapatan Skenario ini hanya didapatkan dari tarif kendaraan yang melewati Jembatan. Pada tahun pertama didapat pendapatan sebesar 1,971 trilyun rupiah yang terus meningkat hingga 27 tahun sebesar 4,528 trilyun rupiah.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
193
4.5.5. Simulasi Model “DO-SOMETHING” Skenario dari simulasi ini akan merepresentasikan model JSS hasil Value Engineering yang memiliki beberapa fungsi yang baru. Perbedaan antara model dari Simulasi “Do-Nothing” ini dengan “Do-Something” ini adalah adanya variabel pendapatan dari sektor Industri, Pariwisata, Tidal Power, dan Transmisi Pipa. Berdasarkan hasil simulasi dari skenario “Do-Something” ini, didapatkan hasilnya sebagai berikut: 1. Populasi penduduk Pulau Jawa pada tahun 2050 sebanyak 141.555.724 orang. Sedangkan penduduk Pulau Sumatera pada tahun 2050 sebanyak 51.221.363 orang. Hal ini menandakan bahwa JSS dengan atau tanpa VE tidak mempengaruhi pertumbuhan penduduk. 2. Jumlah kendaraan yang melewati Jembatan Selat Sunda sebanyak 5.274.298 kendaraan per tahun, dibandingkan Skenario Do-Nothing 2.813.592 kendaraan per tahun. 3. Pendapatan fungsi transportasi Jembatan Selat Sunda pada tahun 2050 sebesar 245,012 triliun rupiah, dibandingkan pendapatan dengan Skenario Do-Nothing yang hanya 31,985 triliun rupiah. 4. Kapasitas daya tidal turbine pada tahun 2050 mencapai maksimal, yakni sebesar 2,522,880 MWh per tahun. Pendapatan penjualan listrik dari tidal turbine hingga tahun 2050 diperkirakan sebesar 33,441 trilyun rupiah. 5. Jumlah minyak yang dikirim melalui pipa JSS pada tahun 2050 sebesar 1.214.131.152,63142 BOE (Barrel of Oil Equivalent) per tahun. Pendapatan yang didapat hingga tahun 2050 diperkirakan sebesar 8,346 trilyun rupiah. 6. Jumlah gas yang dikirim melalui pipa JSS pada tahun 2050 sebesar 88.967.246,287 BOE per tahun. Pendapatan yang didapat hingga tahun 2050 diperkirakan sebesar 1,115 triliun rupiah. 7. Jumlah penggunaan fiber optic JSS pada tahun 2050 sebanyak 511.965 SST per tahun. Jumlah pendapatan yang didapat dari pemakaian fiber optic hingga tahun 2050 sebesar 7,150 trilyun rupiah.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
194
8. Jumlah penyewaan kavling industri yang disediakan JSS pada tahun 2024 sebesar 35.000.000 m² habis tersewa semua hingga 2034. Jumlah pendapatan dari penyewaan kavling industri hingga tahun 2050 sebesar 148,934 trilyun rupiah. 9. Turis yang datang ke Pulau Sangiang pada tahun 2050 sebanyak 7.539.257 orang per tahun. Jumlah pendapatan yang didapat dari penjualan tiket masuk ke Sangiang hingga tahun 2050 sebesar 65,106 trilyun rupiah. 10. Keseluruhan pendapatan Jembatan Selat Sunda sebesar 621,240 trilyun rupiah, dibandingkan dengan skenario Do-Nothing yang hanya sebesar 79,314 trilyun rupiah. 11. Keseluruhan biaya pembangunan Jembatan Selat Sunda ini diperkirakan sebesar 189,595 trilyun rupiah, dibandingkan dengan skenario Do-Nothing yang hanya sebesar 103,642 trilyun rupiah.
Berikut ini adalah grafik pergerakan pendapatan dari tiap fungsi JSS yang ada: 8.500 Income Fungsi Transportasi 7.500
Miliar Rupiah
6.500 5.500 4.500 3.500 2.500 1.500 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
Tahun
Gambar 4.43. Total Pendapatan Sektor Transportasi JSS dg VE (Do-Something) Sumber : Olahan Sendiri
Grafik di atas menunjukkan kenaikan pendapatan transportasi JSS. Pada tahun pertama didapatkan pendapatan sebesar
2,916 trilyun rupiah yang terus
meningkat hingga 27 tahun sebesar 8,102 trilyun rupiah.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
195
4000
3500 Income Tidal Turbine
Miliar Rupiah
3000
2500
2000
1500
1000 1
3
5
7
9
11
13
Tahun
15
17
19
21
23
25
27
Gambar 4.44. Skenario Do-Something Total Pendapatan Tidal Turbine Sumber : Olahan Sendiri
Grafik di atas menunjukkan kenaikan pendapatan dari tidal turbine JSS. Pada tahun pertama didapatkan pendapatan sebesar 1,207 triliun rupiah yang terus meningkat hingga 27 tahun menjadi 3,810 triliun rupiah.
600 550 500
Income Transmisi Minyak
Miliar Rupiah
450 400 350 300 250 200 150 100 1
3
5
7
9
11
13 Tahun 15
17
19
21
23
25
27
Gambar 4.45. Skenario Do-Something Total Pendapatan Transmisi Minyak Sumber : Olahan Sendiri
Grafik di atas menunjukkan kenaikan pendapatan pengiriman minyak JSS. Pada tahun pertama didapatkan pendapatan sebesar 186,72 miliar rupiah yang terus meningkat hingga 27 tahun sebesar 589,35,60 miliar rupiah.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
196
700
600 Incom e Transm isi Gas
Miliar Rupiah
500
400
300
200
100 1
3
5
7
9
11
13
Tahun
15
17
19
21
23
25
27
Gambar 4.46. Skenario Do-Something Total Pendapatan Transmisi Gas Sumber : Olahan Sendiri
Grafik ini menunjukkan kenaikan pendapatan pengiriman gas JSS. Pada tahun pertama didapatkan pendapatan sebesar
193,43 miliar rupiah yang terus
meningkat hingga 27 tahun sebesar 610,54 miliar rupiah.
8.000 7.000 Income Fiber Optic
Juta Rupiah
6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 1
3
5
7
9
11
13 15 Tahun
17
19
21
23
25
27
Gambar 4.47. Skenario Do-Something Total Pendapatan Fiber Optic Sumber : Olahan Sendiri
Grafik ini menunjukkan kenaikan pendapatan penggunaan fiber optic JSS. Pada tahun pertama didapatkan pendapatan sebesar 897,60 juta rupiah yang terus meningkat hingga 27 tahun sebesar 6,996 miliar rupiah.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
197
11.000 10.000
Income Fungsi Industri
9.000
Miliar Rupiah
8.000 7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
Tahun
Gambar 4.48. Skenario Do-Something Total Pendapatan Penyewaan Lahan Industri Sumber : Olahan Sendiri
Grafik ini menunjukkan kenaikan pendapatan penyewaan lahan industri JSS. Pada tahun awal didapat 304,690 miliar rupiah kemudian meningkat hingga 10,605 trilyun rupiah pada tahun 2050.
20000 18000
Income Fungsi Pariw isata
16000
Miliar Rupiah
14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Tahun
Gambar 4.49. Skenario Do-Something Total Pendapatan Pariwisata Sumber : Olahan Sendiri
Grafik ini menunjukkan kenaikan pendapatan sektor pariwisata di Sangiang. Pada tahun pertama didapatkan pendapatan sebesar 2,002 triliun rupiah yang terus meningkat hingga tahun ke 27 sebesar 18,284 triliun rupiah.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
198
45.000 40.000
Pendapatan JSS dg VE (Total Fungsi)
Miliar Rupiah
35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
Tahun
Gambar 4.50. Skenario Do-Something Total Pendapatan JSS dengan VE Sumber : Olahan Sendiri
Dengan demikian, seluruh pendapatan dari JSS cenderung meningkat dari tahun ke tahun dengan skenario Do-Something. Berikut ini adalah grafik perbandingan pendapatan antara JSS Skenario Do Nothing dengan Skenario Do Something.
45.000 Total Pendapatan JSS dg VE (Do Something) Total Pendapatan JSS (Do Nothngi)
40.000
Miliar Rupiah
35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
Tahun
Gambar 4.51. Perbandingan Pendapatan JSS Do-Nothing dan Do-Something Sumber : Olahan Sendiri
Berikut ini perbandingan pendapatan jika JSS divariasikan dengan satu fungsi tambahan di luar fungsi transportasi.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
199
45.000 JSS "Do Something" (Total Fungsi) JSS "Do Something" (Transportasi+Pariwisata) "
40.000
JSS "Do Something" (Transportasi+Energi) JSS "Do Something" (Transportasi+Industri)
35.000
JSS "Do Something" (transportasi+fiber optic) JSS "Do Something" (Transportasi) JSS "Do Nothing (Hanya transportasi)
Miliar Rupiah
30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
Tahun
Gambar 4.52. Perbandingan Pendapatan JSS Berbagai Variasi Fungsi Sumber : Olahan Sendiri
Tabel 4.54. Perbandingan Total Cost dan Income Skenario Do-Nothing dengan Do-Something JSS (w/o Value Engineering) FUNGSI
COST KAPASITAS
(Miliar Rp.)
JSS (w/ Value Engineering)
INCOME (Miliar Rp.)
KAPASITAS
COST (Miliar Rp.)
INCOME (Miliar Rp.)
103,642.02
145,012.36
7,965.35
61,400.53
2.813.592 kendaraan
103,642.02
79,313.99
5,274,298 kendaraan
ENERGI TERBARUKAN - Tidal Power
-
-
-
2.522.880 MWh
- Wind Power
-
-
-
84.680 kWh
- Hanging Train
-
-
-
110 cabin
13,024.77
11,461.45
- Tourism PIPA TRANSMISI MIGAS
-
-
-
150.785 orang
26,943.03
234,949.12
- Minyak
-
-
-
1,900.67
9,497.13
- Gas
-
-
-
2,004.35
9,838.50
FIBER OPTIC
-
-
-
4.44
103,03
INDUSTRI
-
-
-
35,000.00
148,934.44
103,642.02
79,313.99
189,594.99
621,196.56
TRANSPORTASI
10.36
PARIWISATA
TOTAL
1.214.131.152 BOE 88.967.246 BOE 51.196 SST 35.000.000 m2/year
Sumber : Olahan Sendiri
4.6. PERHITUNGAN LIFE CYCLE COST Konseptual desain Jembatan Selat Sunda yang dibuat berdasarkan kepada pengembangan fungsi melalui studi value engineering dimana terdapat 5 fungsi yang akan diintegrasikan pada sistem Jembatan Selat Sunda ini yaitu fungsi Transportasi, Energi, Pariwisata, Telekomunikasi dan Kawasan industri.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
200
Gambar 4.53. Penampang Melintang JSS Pengembangan Fungsi
Penjelasan biaya LCC akan mengikuti urutan fungsi-fungsi diatas, dimana setiap bagian akan dirinci berdasarkan item biaya pada LCC, yaitu : Initial Cost, Operational & Maintenance, dan perkiraan Revenue yang akan dihasilkan. Semua data biaya yang didapat merupakan data sekunder yang bersumber dari jurnal, laporan penelitian dan brosur.
4.6.1. Fungsi Transportasi 4.6.1.1. Initial Cost Initial Cost dari fungsi transportasi adalah biaya struktur jembatan dan prasarana yang ada diatasnya. Struktur jembatan terdiri dari Jembatan Gantung (Suspension Bridge) dan Jembatan benton (Viaduct beton), dengan prasarana transportasi diatasnya yaitu berupa 6 jalur jalan Tol dan jalan rel Kereta api Double Track. Konsep ini mengadopsi konsep JSS yang diusulkan oleh Wiratman Wangsadinata (1997). Untuk melakukan estimasi initial costnya dilakukan Benchmarking ke biaya proyek-proyek jembatan yang telah dibangun atau yang telah selesai desainnya. Seluruh biaya tersebut dikonversi ke harga pada Desember 2013, dengan menggunakan indek dari Cost Cosntruction Index (CCI).
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
201
Berikut ini adalah harga satuan struktur jembatan bentang panjang yang ada didunia : Tabel 4.55. Harga Satuan Pembangunan Jembatan Bentang Panjang di Dunia JEMBATAN BENTANG PANJANG
HARGA SAT. (Juta USD/Km) Tahun 1997
HARGA SAT. (Juta USD/Km) Tahun 2013
490
813,11
130
215,72
450
746,74
490
813,11
230
381,67
Jembatan Messina (Itali) Panjang bentang tengah 3.300 m : Jembatan Suspension bentang panjang dengan prasarana 6 lajur jalan Tol, Jalan rel kereta api dua trak, 2 lajur untuk keadaan darurat dan kendaraan servis, 2 lajur untuk pejalan kaki Jembatan viaduct beton dengan prasarana jalan tol dan rel kereta api Jembatan Tsing Ma (China) panjang bentang tengah 1.377 m Jembatan Suspension bentang panjang dengan prasarana 6 lajur jalan Tol, Jalan rel kereta api dua trak, 2 lajur untuk keadaan darurat dan kendaraan servis. Jembatan Akashi Kaikyo (Jepang) panjang bentang tengah 1.991 m : Jembatan Suspension bentang panjang dengan prasarana 6 lajur jalan Tol, 2 lajur untuk keadaan darurat dan kendaraan servis. Jembatan Great Belt-Est(Denmark) panjang bentang tengah 1.624m: Jembatan Suspension bentang panjang dengan prasarana 4 lajur jalan Tol, 2 lajur untuk keadaan darurat dan kendaraan servis. Sumber : Wangsadinata, 1997
Dari data tersebut diambil Jembatan Messina di Itali sebagai acuan dalam menghitung Initial Cost Fungsi Transportasi, pilihan ini dibuat berdasarkan pertimbangan kesamaan fasilitas prasarana transportasi yang disediakan pada jembatan Mesiana tersebut yaitu 6 lajur jalan tol dan dua jalur rel kereta api (Double Track).
Gambar 4.54. Trase Jembatan Selat Sunda Sumber : Diolah dari berbagai sumber
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
202
Berdasarkan trase diatas dapat dilakukan estimasi biaya sebagai berikut : Tabel 4.56. Initial Cost Fungsi Transportasi Jembatan Selat Sunda JENIS STRUKTUR JEMBATAN
PANJANG
HARGA SATUAN (Juta USD/Km)
JUMLAH (Juta USD)
Suspension
7,6 Km
813,11
6.179,64
Viaduct Beton
21,4 Km
215,72
4.616,41
TOTAL Sumber : Olahan Sendiri
10.796,04
Dengan asumsi nilai tukar 1 USD = Rp.9.600,- maka didapat total initial cost fungsi transportasi adalah sebesar Rp 103,642 Triliun.
4.6.1.2. Operational & Maintenance Cost Untuk biaya Operational & Maintenance (O&M) struktur jembatan dilakukan benchmarking ke biaya O&M Jembatan Suramadu. Berdasarkan berita Viva News Bisnis (2012) bahwa ; biaya kontrak pekerjaan perawatan Jembatan Suramadu dengan panjang 5.438 m dan lebar 30 m selama 6 tahun adalah Rp. 324 milyar, atau dapat dihitung sebesar Rp. 332 ribu /m2 /tahun. O&M prasarana jalan Tol yang merupakan konstruksi aspal diambil harga O&M jalan aspal provinsi Jawa Barat. Tabel 4.57. Harga Satuan Kegiatan Pemeliharaan Rutin Jalan Hotmix LEBAR PERKERASAN (m)
HARGA SATUAN MAKSIMAL (Rp./Km)
3.50
32,000,000
4.00
34,500,000
4.50
36,000,000
5.00
38,000,000
5.50
39,500,000
6.00
41,500,000
6.50
43,000,000
7.00 44,500,000 Sumber : Standar Biaya Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2008 dalam Arief,2013
Dilain pihak, untuk O&M jalan rel kereta api mengambil benchmarking besar biaya O&M PT.KAI tahun 2012 sebesar Rp.425 juta /km dan besar O&M negara Prancis sebesar 44.300 euro / Rp. 575 juta, serta negara Belanda 56.500 euro/ Rp. 734 juta (Andrade, 2008). Dari data tersebut di atas diambil asumsi untuk JSS fungsi transportasi biaya O & M nya adalah :
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
203
Tabel 4.58. Uraian Biaya O&M Fungsi Transportasi JSS KOMPONEN Struktur Jembatan Jalan Toll Jalan Rel Kereta Api TOTAL
BIAYA O&M = Rp. 350 ribu x 29 km x 60 m = Rp. 609 milyar/thn = Rp. 34,5 juta x 29 km x 6 jalur = Rp. 6,003 milyar/thn = Rp. 500 juta x 29 km = Rp. 14,5 milyar/thn = Rp. 629,503 milyar/thn Sumber : Olahan Sendiri
Biaya O&M diasumsikan mengalami eskalasi pertahunnya sebesar inflasi sektor transportasi. 4.6.1.3. Revenue Perhitungan Revenue untuk fungsi transportasi didasarkan pada data forecasting volume kendaraan yang akan melewati JSS dari tahun 2024 sampai dengan 2050. Volume penumpang kereta api diasumsikan 30% dari penumpang kapal ferry penyeberangan. Volume angkutan barang diasumsikan juga 30% dari total angkutan barang yang diprediksi akan lewat melalui JSS. Harga tiket untuk setiap moda angkutan di benchmarking terhadap harga penyeberangan ferry RoRo tahun 2012 yang dikalikan 2. Untuk tiket kereta api diasumsikan Rp.35.000 /org. Dan tarif angkutan barang diasumsikan sebesar Rp. 500,-/ton/km atau Rp.15.000,-/ton (Ven, 2009). Tabel 4.59. Tarif Fungsi Transportasi JENIS LAYANAN Mobil penumpang/Motor - Sedan (Gol. I) - Bis Sedang (Gol.II) - Bis Besar (Gol.III) - Truck 12 m (Gol.IV) - Truck 16 m (Gol. V) - Sepeda Motor (Gol. VI) Kereta Api Penumpang (org) Kereta Api Barang (Ton) Sumber : Olahan Sendiri
TARIF Rp. 465.000,Rp. 1.026.000,Rp. 1.724.000,Rp. 1.926.000,Rp. 2.890.000,Rp. 65.000,Rp. 35.000,Rp. 15.000,-
4.6.2. Fungsi Energi Fungsi energi terdiri dari dua fungsi yaitu : Tabel 4.60. Komponen Fungsi Energi FUNGSI Pembangkit Energi Distribusi Energi
URAIAN Tidal Power (Pembangkit Listrik Tenaga Arus Pasang Surut) Wind Power (Pembangkit Listrik Tenaga Angin) Pipa Minyak Pipa Gas Sumber : Olahan Sendiri
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
204
4.6.2.1. Initial Cost a. Tidal Power Biaya konstruksi Tidal Power tergantung dengan besar daya listrik yang direncanakan, sedangkan besar daya tergantung dari kecepatan arus pasang surut, luas penampang turbin, dan efisiensi dengan rumus Energi (O.Siddiqui, 2005): ..............................................................................(4.1) Dimana :
Kecepatan arus pasang surut di perairan Selat Sunda berkisar antara 0-4 m/det : Tabel 4.61. Kecepatan arus pasang surut di perairan Selat Sunda KECEPATAN ARUS PASANG -SURUT SUMBER DATA 0-400 cm/det (Rahma Widyastuti, 2010) 100-250 cm/det (Kementrian Riset dan Teknologi, 2012) 4 – 8 Knot (200 - 400 cm/det) (Harjono, 2012),(Octa, 2012), Sumber : Olahan Sendiri
Dari data tersebut, diambil kecepataan arus 200 cm/det atau 2m/det sebagai asumsi kecepatan arus pasang surut Selat Sunda. Sementara itu, penempatan turbin disesuaikan dengan kedalaman laut, di konsep ini turbin diletakan pada kedalaman 35-40 meter (Blue Energy, 2010). Dengan pertimbangan ini maka hanya 16 km saja dari keseluruhan panjang Jembatan Selat Sunda yang akan diinstal Tidal Power. Teknologi tidal turbine yang digunakan dalam konsep ini adalah jenis Davis Hydro Turbine yang dikembangkan oleh Blue Energy dari Kanada, Davis Hydro Turbine adalah jenis turbin sumbu vertikal dengan tingkat efisiensi berkisar antar 25% - 45% . Diameter turbin 10 m dengan tinggi 10 m (Blue Energy, 2010).
Gambar 4.55. Penampang Davis Turbine Sumber : Blue Energy, 2010
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
205
Turbin tersebut akan disusun tiga tingkat. Tiap tingkat akan dilengkapi dengan generator untuk merubah energy kinetic dari turbin menjadi energi listrik. Untuk pemisah antar turbin digunakan kolom beton dengan ketebalan 2,5 meter. Kolom beton selain berfungsi untuk pemisah, juga berfungsi untuk mempersempit arah aliran air. Cara seperti itu akan meningkatkan kecepatan aliran air. Dengan spesifikasi seperti itu, dalam 1 Km, akan memerlukan 80 tidal turbine tiap tingkatnya. Untuk tiga tingkat dipasang 240 buah. Sementara itu untuk 16 Km, akan memerlukan 3.840 Unit.
Gambar 4.56. Penyusunan tidal turbin di JSS Sumber : Olahan Sendiri
Dari data diatas dapat direncanakan daya listrik yang dihasilkan oleh Tidal Power ini : Efisiensi turbin
= 35%
Kecepatan arus tidal
= 2 m/det
Massa jenis air laut
= 1.025 m3/det
Luas penampang aliran
= 10m x 10m = 100 m2
Jumlah total turbin
= 3.840 unit
Daya listrik
= 0,5 x 35% x 1.025 x 100 x 23 = 551 mW
Dari daya listrik rencana ini dihitung biaya awal konstruksi Tidal Power dengan mengalikan harga satuan konstruksi Tidal Power dalam USD/kW, berikut harga satuan dari beberapa teknologi Tidal Power yang ada di dunia:
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
206
Tabel 4.62. Harga Satuan Pembangunan Tidal Power TEKNOLOGI TIDAL POWER
HARGA SATUAN (USD/kW) Tahun 2006-2008
HARGA SATUAN (USD/kW) Tahun 2013
1.200
1.335
2.500
2.783
5.000
5.565
1.500
1.670
1.000
1.113
Blue energy international (Davis Hydro Turbine/ ducted vertical –axis hydro turbine). Clean Current Power System (bidirectional ducted horizontal axis turbine. New Energy Corporation Incorporated (Darrieus Hydro turbine//vertical–axis hydro turbine) Verdant Power (3-blade axial-flow turbine) Water Wall Turbine (cylindrical structure Turbine).
Marine Current Turbines Sea Gen (Axial 1.680 2.026 Flow,open rotor). Sumber : Devine Tarbell & Associates,Inc, 2008 ; Global Energy Partners LLC, 2006
Konseptual desain ini menggunakan teknologi Blue Energy International dengan harga satuan konstruksi 1.200 USD/kW pada tahun 2008 atau setelah dikonversi dengan Cost Cosntruction Index pada tahun 2013 menjadi 1.335 USD/kW. Sehingga biaya awal untuk konstruksi Tidal Power adalah sebesar : 551 mW x 103 x 1.335 USD/kW = 735.974.000 USD Dengan mengambil asumsi 1USD = Rp. 9.600,- maka didapat biaya untuk Tidal Power adalah sebesar Rp 7,065 Triliun. b. Wind Power Dengan panjang jembatan sekitar 29 Km, turbin akan dibuat sepanjang jembatan dengan jarak antar turbin adalah 50 meter. Sehingga akan dibutuhkan sekitar 1160 Unit wind turbine. Tiap unit memiliki daya 400 watt. Sehingga total daya yang dihasilkan adalah 464 kW. Pemilihan unit disesuaikan dengan ukuran dan design yang sesuai dengan standar safety untuk jalan raya. Turbin yang digunakan berjenis vertikal menggunakan teknologi dari Shenzhen Huaxiong International China, dengan harga per unit Rp. 8.930.000,- tahun 2013 (Farid, 2013). Total initial cost = 1.160 unit x Rp. 8.928.000,- = Rp. 10.358.000.000,c. Pipa Minyak dan Gas Biaya konstruksi jalur pipa minyak dan gas besarnya bervariasi berdasarkan diameternya, berikut harga satuan konstruksi jaringan pipa minyak & gas tiap diameter pipa per mil seperti yang tertera pada tabel berikut :
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
207
Tabel 4.63. Biaya Pembangunan Pipa Minyak & Gas TAHUN 2000 2013
DIAMETER PIPA (USD/Mil) 16” 20” 24” 30” 36” 855.411 1.055.529 1.210.092 1.469.456 1.768.710 1.308.467 1.614.574 1.850.999 2.247.731 2.705.481 Sumber : Parker, 2004 dalam Farid, 2013
42” 2.301.044 3.519.758
Harga satuan diatas sudah termasuk biaya pompa dan asessories pipa serta biaya instalasinya. Pipa minyak dan gas yang dibangun memiliki panjang 90 km dengan diameter 42”. Pipa minyak akan menghubungkan dua depot tangki minyak yang sudah ada, satu di Lampung dan satu lagi di Banten. Untuk jalur pipa gas dibutuhkan penambahan fasilitas 2 depot tangki gas yang berkapasitas 300.000 BOE. Harga pembangunan Depot tangki gas di-benchmarking ke pembangunan Depot tangki minyak Pertamina di Lawe-lawe, dengan kapasitas 25 juta barrel dengan biaya US$ 450 juta atau Rp. 172.800,- / barrel (ESDM, 2012). Total initial cost Pipa minyak dan gas adalah sebagai berikut : Tabel 4.64. Initial Cost Untuk Pipa Minyak dan Gas URAIAN
INITIAL COST = 90 km x 3.519.758 USD x 9.600 x 0,625 Pipa Minyak 42” P=90 km = Rp. 1.900.669.320.000,= 90 km x 3.519.758 USD x 9600 x 0,625 Pipa Gas 42” P = 90 km = Rp. 1.900.669.320.000,= 300.000 x Rp.172.800 x 2 Stasiun Depot gas 2 unit, Vol= 300.000 BOE = Rp. 103.680.000.000,TOTAL = Rp. 3.905.018.640.000 Sumber : Olahan Sendiri
4.6.2.2. Operational & Maintenance (O&M) Cost Biaya O&M untuk Tidal Power diambil 0,5% dari biaya initial cost-nya per tahun (Hammons, 1993) . Untuk Wind Power biaya O&M 2% dari biaya initial costnya pertahun (Shenzhen Huaxiong International,2012), serta untuk pipa minyak & gas 3% dari initial cost-nya per tahun. Tabel 4.65. Biaya Operational & Maintenance Fungsi Energi URAIAN Tidal Power Wind Power Pipa Minyak Pipa Gas + Depot
BIAYA O&M = Rp. 7.064.922.000,- x 0,5% = Rp. 35.324.610.000,= Rp. 10.358.800.000,- x 2% = Rp. 207.590.000,= Rp. 1.900.669.320.000,- x 3% = Rp. 57.020.080.000,= Rp. 2.004.349.000.000,- x 3% = Rp. 60.130.480.000,Sumber: Olahan Sendiri
Biaya O&M fungsi energi diasumsikan mengalami eskalasi pertahunnya sebesar 2%.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
208
4.6.2.3. Revenue Perhitungan revenue fungsi energi didasarkan pada kapasitas maksimal layanan yang dapat dihasilkan dari tiap-tiap komponen fungsi. Tabel 4.66. Hasil Keluaran Fungsi Energi URAIAN Tidal Power Wind Power Pipa Minyak Pipa Gas
OUTPUT = 551 mW x 6 jam x 365 = 1.206.690.000 kWh/tahun = 464 kW x 5 jam x 365 = 846.800 kWh/tahun = 294.000 barrel x 365 = 107.310.000 barrel/tahun = 343.572.151 mmbtu/tahun Sumber : Olahan Sendiri
Harga tarif listrik mengikuti harga yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.4 Tahun 2012 yaitu sebesar Rp. 1000,4 /kWh. Tarif toll fee untuk pengiriman minyak melalui pipa minyak adalah Rp. 1.740 /barrel, sedangkan untuk pengiriman gas sebesar Rp.563 /mmbtu (Farid, 2013). 4.6.3. Fungsi Pariwisata Fungsi ini dibentuk dari 3 komponen yaitu : Hanging Train, Cable Car serta Sangiang Resort (Theme Park dan Hotel) (Arief, 2013). Tabel 4.67. Komponen Fungsi Pariwisata
URAIAN Hanging Train Cable Car Sangiang Resort (Theme Park & Hotel) dan Jalan Akses Sumber : Arief, 2013
VOLUME = 29 km = 8 km = 126 ha = 15 km
Gambar 4.57. Konsep Kawasan Pariwisata Pulau Sangiang Sumber : Arief, 2013
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
209
4.6.3.1. Initial Cost a. Hanging train Hanging train merupakan sistem kereta api yang sama dengan monorail, namun yang membedakan adalah posisi dari kabin penumpang atau yang biasa disebut dengan gerbong. Konsep hanging train JSS ini mengikuti hasil benchmarking yang telah dilakukan terhadap sistem yang sama yang ada di wilayah Wuppertal, Jerman yang dibangun tahun 1903. Harga pembangunan konstruksinya 16.000.000 gold marks dengan panjang lintasan 13,3 km atau sekitar Rp.774,362 Milyar/km (setelah dikalikan CCI dan nilai tukar gold marks jerman). Komponen biaya monorail terbesar menurut perusahaan Urbanaut Monorail adalah sistem guide rail termasuk didalamnya sistem pylon penyangga serta pondasinya, yaitu sebesar 42%. Mengingat sistem Sangiang hanging train akan memanfaatkan bagian bawah JSS sebagai sistem guide rail dan tidak membutuhkan pylon serta pondasi sebagai penyangga guide rail, maka dapat dilakukan pengurangan biaya konstruksi untuk pylon penyangga serta pondasinya. Oleh karena itu harga konstruksinya dapat dilakukan pengurangan sebesar 42% (Arief, 2013). Sehingga harga satuan konstruksi adalah sebesar Rp. 774,362 milyar/km x (100% - 42%) = Rp. 449,130 mliyar/km Dengan panjang lintasan 29 km maka biaya inisial untuk sistem hanging train JSS adalah Rp 449,130 milyar/km x 29 km = Rp. 13.024,77 milyar b. Cable Car Sistem Cable Car merupakan sistem Monocable Detachable Gondola (MDG). Karakteristik utama yang dimiliki oleh sistem ini adalah pada pegangannya yang memungkinkan kabin penumpang lepas dari kabelnya pada saat akan memutar pada stasiun intermediate. Untuk kabelnya, menggunakan satu kabel yang berfungsi sebagai penyangga sekaligus sebagai penarik kabin penumpang. Kecepatan yang dimiliki sekitar 21,6 km/jam. Kapasitas yang dimiliki oleh sistem ini pada umumnya mampu membawa paling sedikit sebanyak 4 penumpang dan tidak akan lebih dari 15 penumpang dalam satu kabin, dengan kapasitas ini memungkinkan untuk mengangkut sebanyak 2.000 hingga 3.000 penumpang perjamnya.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
210
Konsep cable car yang akan diterapkan mengambil contoh sistem yang dibangun di dataran tinggi Genting, Malaysia . Cable car Genting Malaysia ini dibangun sepanjang 3,38 km pada tahun 1997 dengan biaya RM. 128.000.000, atau sekitar Rp. 196,598 milyar / km tahun 2013 (setelah dikalikan CCI dan nilai tukar Ringgit Malaysia) (Arief, 2013). Dengan panjang lintasan 8 km maka biaya initial untuk cable car adalah Rp. 196,598 milyar/km x 8 km = Rp. 1.572,784 milyar c. Sangiang Resort Sangiang Resort
akan memiliki luas 126 Ha yang didalamnya terdapat
fasilitas theme park seluas sebesar 22,4 Ha, serta dua buah hotel kelas bintang 4 yang memiliki kapasitas hingga 1000 kamar tamu. Dalam theme park tersebut didesain memiliki 8 kawasan permainan, yaitu Main Street U.S.A, Adventureland, Fantasyland, Tomorrowland, Toy Story Land, Grizzly Gulch dan Mystic Point. Konsep Sangiang Resort mengikuti konsep resort yang dimiliki oleh Hong Kong Disneyland Resort (dengan luas dan fasilitas yang sama) yang terletak di Pulau Lantau Hong Kong. Keseluruhan biaya pembangunan dari resort tersebut diluar biaya akuisisi lahan adalah sebesar US$ 1,81 juta pada tahun 2003 atau Rp. 196.018.690.605,-/ha tahun 2013 (setelah dikalikan CCI dan nilai tukar US$) (Arief, 2013). Setelah ditambah biaya akuisisi lahan di pulau Sangiang yang diasumsikan sebesar Rp.500.000,-/m2 maka, biaya satuan pembangunan resort tersebut adalah Rp. 201.018.690.000,-/ ha. Untuk lahan seluas 126 ha didapat total biaya initial pembangunan resort adalah Rp. 201.018.690.000,-/ ha x 126 ha = Rp. 25.328.354.940.000,Pembangunan jalan akses menuju resort sepanjang 15 km dimasukan kedalam perhitungan investasi Sangiang Resort. Pembangunan jalan akses ini akan dilakukan dengan peningkatan jalan yang sudah ada dengan spesifikasi; lebar 7 m, perkerasan lentur (hotmix). Berdasarkan data dalam buku Standar Biaya Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2008, bahwa biaya kegiatan peningkatan jalan dengan lebar 7 m adalah sebesar Rp. 2.793.000.000,/km, sehingga dengan panjang jalan 15 km maka harga konstruksi dari sarana jalan adalah sebesar Rp. 41.895.000.000,-.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
211
4.6.3.2. Operational & Maintenance (O&M) Cost Biaya O&M hanging train didominasi biaya pemakaian listrik akibat kegiatan operasional dari hanging train. Dalam 1 (satu) jam beroperasi, hanging train ini membutuhkan daya listrik sebesar 704,7 kwh untuk seluruh rangkaiannya. Sangiang Hanging Train ini akan memiliki jam operasional sebanyak 17,5 jam per harinya. Dengan menggunakan tarif listrik untuk keperluan industri tahun 2013, dimana per kwh-nya sebesar Rp. 1.059,- maka pada tahun pertama operasional akan memerlukan biaya O&M Rp. 4.766.846.250,- dan akan mengalami eskalasi mengikuti inflasi sektor kelistrikan (Arief, 2013). Seperti halnya hanging train biaya O&M cable car paling besar adalah biaya pemakaian listrik. Dalam 1 (satu) jam beroperasi, sistem cable car ini memerlukan pasokan listrik sebesar 1.240 kWh. Cable car ini juga memiliki jam oprasional sebanyak 17,5 jam per harinya. Sehingga pada setahun pertama akan memerlukan biaya O&M sebesar Rp.8.387.809.500,- dan akan mengalami eskalasi mengikuti inflasi sektor kelistrikan (Arief, 2013). Biaya O&M untuk Sangiang Resort didapatkan dari hasil benchmarking biaya O&M Hong Kong Disneyland Resort tahun 2012 yaitu sebesar HKD. 3.396.000 atau sekitar Rp. 4.290.549.960,-. Biaya ini diasumsikan mengalami eskalasi sebesar
8% pertahun . Dan untuk biaya pemeliharaan jalan akses
mengunakan biaya pemeliharaan jalan Hotmix propinsi Jawa Barat sebesar Rp. 44.500.000,-/km/tahun. Sehingga total sepanjang 15 km adalah Rp. 667.500.000,(Arief, 2013). 4.6.3.3. Revenue Perhitungan revenue untuk fungsi Pariwisata didasarkan pada data forecasting demand dengan menggunakan sistem dinamik, maka diperoleh volume pengunjung wisata pulau Sangiang/Sangiang Resort dari tahun 2024 sampai dengan 2050. Proyeksi wisatawan yang akan menggunakan fasilitas hanging train adalah sebesar 60% dari pengunjung Sangiang Resort, sama halnya juga dengan Sangiang Cable Car. Untuk tarif yang akan dibebankan pada hanging train ini adalah sebesar Rp. 30.000,- begitu juga halnya dengan Cable Car. Sedangkan untuk tarif /harga tiket masuk Sangiang Resort sebesar Rp. 350.000,/pengunjung (Arief, 2013).
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
212
4.6.4. Fungsi Telekomunikasi Komponen fungsi telekomunikasi yang diintegrasikan ke JSS adalah jaringan backbone data pita lebar Fiber Optic (FO) . Biaya awal pembangunan jaringan backbone FO didapat melalui benchmarking total biaya pembangunan jaringan FO PT. Telkom pada tahun 2010 sepanjang 2.500 km dengan nilai proyek 117,2 juta USD atau Rp. 450 Juta/km (PT.Telkom, 2010) atau Rp.478 Juta/km tahun 2013. Biaya pembangunan jaringan FO diuraikan menjadi struktur biaya seperti berikut : Tabel 4.68. Struktur biaya Konstruksi Fiber Optic URAIAN
PROSENTASE 68% 6% 2% 3% 12%
Civil Work Fiber Optic Cable Hardware Installation Activities Sumber : D.J.Williams, 2010
Dari struktur biaya itu didapat bahwa biaya Civil Work yang merupakan biaya pekerjaan yang bersifat prasarana konstruksi jalur FO seperti: kegiatan galian tanah, pengecoran dan lain sebagainya, mempunyai porsi yang sangat besar (68%). Di konsep ini kegiatan Civil Work terintegrasi dengan pekerjaan struktur bentang JSS, sehingga biaya tersebut dapat direduksi. Tersisa 32% dari total harga satuan konstruksi FO yang merupakan biaya aktualnya yaitu sebesar 32% x Rp. 478.000.000,-/km = Rp.153.000.000,-/km Biaya Rp.153.000.000,-/km ini tidak terlalu beda dengan data harga satuan konstruksi jaringan FO yang terintegrasi dengan jalur kereta api dan atau jalan Tol di Florida USA yaitu sebesar Rp. 102.300.000,-/km (Ware, 2013). Jaringan FO akan membentang sepanjang JSS yaitu 29 km sehingga initial cost-nya adalah 29 km x Rp.153.000.000,-/km = Rp. 4,437 Milyar Untuk Biaya O&M di benchmarking kepada biaya yang dikeluarkan oleh U.S Departement of Transportation Research and Innovative Technology Administration yaitu sebesar USD 1900 /mile/cable/thn atau Rp. 11.400.000,/km/cable/thn (Ware, 2013). Perhitungan revenue untuk FO didasarkan pada data forecasting demand (sistem dinamik) volume sewa kanal jaringan backbone FO JSS dari tahun 2024 sampai dengan 2050. Dengan harga tarif sewa jaringan backbone per bulannya
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
213
Rp. 6.800.000,-/kanal, atau Rp. 81.600.000,-/thn (PT. Telekomunikasi Indonesia, 2012).
4.6.5. Fungsi Kawasan Industri Kebutuhan untuk kawasan industri di indonesia setiap tahunnya berkisar 1000 ha, sekitar 60% kebutuhan lahan industri berada di daerah Bekasi, Karawang dan Jawa Barat serta sisanya berada di daerah lain. Berdasarkan data Himpunan Kawasan Industri (HKI) pada bulan juni 2012, total kawasan industri di Indonesia mencapai 27.320,6 ha. Menurut peraturan yang ada, pengembang dapat membangun area industri sampai 70% dari total lahan yang ada sementara sisanya 30% untuk pembangunan infrastruktur dan ruang terbuka hijau. Dalam konsep desain ini, kawasan industri berada di 2 lokasi yaitu di Provinsi Banten (Jawa) seluas 2.000 ha dan di Provinsi Lampung (Sumatera) seluas 3.000 ha. Komponen biaya terbesar untuk pembangunan kawasan industri adalah biaya pembebasan lahan dan pembangunan infrastruktur (jalan,air bersih dan utilitas lainnya). Biaya pembebasan lahan diambil dari harga jual lahan di daerah Banten yaitu sekitar Rp. 500.000,-/ m2 (BKPM, 2012). Sedangkan biaya pembangunan infrastruktur diambil dari data Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri Kementrian Industri yaitu Rp. 200.000,-/m2 (Briliantono, 2013). Sehingga total unit cost untuk pembangunan kawasan industri adalah Rp. 700.000,-/m2. Dengan luas rencana 5.000 ha maka total initial cost adalah 5.000 ha x Rp. 700.000,-/m2 = Rp. 35 Triliun Perhitungan revenue kawasan industri diperoleh dari hasil penyewaan lahan berdasarkan pada data forecasting demand dengan sistem dinamik kebutuhan area kawasan industri sekitar JSS (Banten dan Lampung) dari tahun 2024 sampai dengan 2050. Harga sewa lahan kawasan industri diperoleh dari benchmarking dari data Kompas 15 Maret 2015, yaitu sebesar USD 19,1 /m2/thn x 52,36 % x Rp.9.600,-/USD = Rp. 96.000,-/m2/thn. 4.7. ANALISA KELAYAKAN FINANSIAL Dalam menganalisa kelayakan finansial proyek digunakan metode Net Present Value (NPV) dan metode Internal Rate of Return (IRR). Untuk melakukan analisa tersebut digunakan asumi-asumsi sebagai berikut :
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
214
Tabel 4.69. Asumsi Analisa Finansial ASUMSI
NILAI
KETERANGAN Rata-rata tingkat suku bunga bank Discount Rate 6,72% Indonesia 5 Tahun terakhir Rata-rata tingkat inflasi 5 tahun terakhir Inflasi Umum 5,44% (Lap. Bank Indonesia) Rata-rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir Inflasi Sektor Transportasi 1,63% (Lap. Badan Pusat Statistik 2013) Rata-rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir Inflasi Sektor Bahan Bakar 4,52% (Lap. Badan Pusat Statistik 2013) Rata-rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir Inflasi Sektor Listrik 4,52% (Lap. Badan Pusat Statistik 2013) Rata-rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir Inflasi Sektor Pariwisata 5,09% (Lap. Badan Pusat Statistik 2013) Rata-rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir Inflasi Sektor Telekomunikasi 1,63% (Lap. Badan Pusat Statistik 2013) Rata-rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir Inflasi Sektor Properti 4,52% (Lap. Badan Pusat Statistik 2013) Sumber : Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik
Kenaikan harga tarif dari setiap fungsi mengikuti inflasi sektor yang sesuai dengan fungsi masing-masing. Seperti contohnya fungsi transportasi, maka tarif angkutan dan tiket kereta api serta biaya angkut barang mengalami kenaikan sesuai dengan inflasi sektor transportasi (1,63%). Perhitungan nilai NPV dan IRR menggunakan bantuan Software Microsoft Excel. Masing – masing fungsi dihitung nilai IRR dan NPV-nya, setelah itu dihitung juga nilai IRR dan NPV untuk keseluruhan fungsi yang terintegrasi. Dengan hasil sebagai berikut : Tabel 4.70. Hasil Analisa Kelayakan Finansial Proyek JSS PROJECT FUNCTION
INITAL COST ( Juta Rp.)
IRR
NPV ( Juta Rp.)
Semua Fungsi
189.594.990
7,37%
16.070.519
Transportasi
103.642.022
1,10%
-52.647.831
Energi
10.980.727
17,10%
15.886.430
Pariwisata
39.967.804
12,22%
36.273.113
4.437
29,10%
24.906
35.000.000 8,83% Sumber : Olahan sendiri
11.109.542
Telekomunikasi Kawasan Industri
Secara fungsi keseluruhan investasi JSS mempunyai tingkat kelayakan yang baik, dengan nilai IRR 7,37% diatas discount rate 6,72% dan nilai NPV yang positif (Rp. 16,071 triliun). Namun demikian fungsi transportasi yang
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
215
merupakan fungsi dasar menghasilkan nilai IRR terkecil dari seluruh fungsi dengan biaya inisial paling besar, sedangkan fungsi telekomunikasi mempunyai nilai IRR terbesar walaupun biaya inisialnya paling rendah. Fungsi yang mempunyai IRR di atas discount rate (6,72%) adalah Fungsi Telekomunikasi, Energi, Pariwisata, Kawasan industri yang merupakan fungsi pendukung. Sehingga hanya fungsi transportasi yang mempunyai tingkat kelayakan rendah. Walaupun demikian fungsi transportasi menjadi prasyarat bagi terselenggaranya fungsi –fungsi pendukung tersebut.
4.7.1. Incremental ROR analysis dan Pola share modal Dari hasil analisa finansial didapat bahwa fungsi telekomunikasi mempunyai IRR terbesar, kemudian fungsi energi, fungsi pariwisata, industri dan transportasi. Dikarenakan fungsi transportasi merupakan fungsi dasar dari JSS, maka diperlukan share modal (Initial cost) antara fungsi-fungsi lainnya dengan fungsi transportasi, sehingga
diharapkan adanya kesetaraan keuntungan dari
masing-masing fungsi, yang dapat dilihat dari nilai IRR yang tidak terlalu berbeda antara fungsi transportasi dengan fungsi lainnya. Untuk itu perlu dilakukan incremental ROR analysis supaya dapat menentukan peringkat investasi terbaik dari fungsi – fungsi yang mempunyai IRR lebih besar dari discount rate (6,72%). Dari hasil ini kita dapat melakukan rekayasa besaran share modal (Initial cost) dari fungsi–fungsi pendukung ke fungsi dasar (transportasi), dengan tetap menjaga nilai IRR fungsi pendukung tetap diatas nilai discount rate. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.72.
Tabel 4.71. Peringkat Investasi dan Pola Share Modal antar Fungsi RANK
PROJECT FUNCTION
SHARE INITIAL COST 33,54%
INITIAL COST Before After (Juta Rp.) (Juta Rp.) 39.967.803,94 74.724.156,15
IRR Before 12,22%
7,37%
15,09%
10.980.727,00
26.620.308,18
17,10%
7,37%
After
1
Pariwisata
2
Energi
3
Kawasan Industri
8,95%
35.000.000,00
44.275.961,00
8,83%
7,37%
4
Telekomunikasi
0,02%
4.437,00
29.414,73
29,10%
7,37%
5
Transportasi
42,40% 103.642.022,40 43.945.150,28 Sumber : Olahan Sendiri
1,10%
7,37%
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
216
Tabel 4.72 Pengaruh Bantuan Pemerintah VFG dan/ Sunk Cost Pada Initial Cost (Total Functions) pada Kelayakan Proyek JSS VGF and/ SUNK COST IC O&M
IRR
NPV
0%
7,37%
16.070.519
10%
8,18%
33.836.166
20%
9,13%
51.601.814
30%
10,26%
69.367.461
40%
11,64%
87.133.109
50%
13,41% Sumber : Olahan Sendiri
104.898.756
14%
13,41%
IRR
12%
11,64% 10,26%
10% 9,13% 8%
8,18% 7,37%
6% 0%
10%
20%
30%
40%
50%
VGF and/ SUNK COST ( IC )
Gambar 4.58 Grafik Pengaruh Bantuan Pemerintah VFG dan/ Sunk Cost Pada Initial Cost (Total Functions) pada Kelayakan Proyek JSS Sumber : Olahan Sendiri
Pengaruh bantuan Pemerintah berupa VGF dan/ Sunk Cost pada Initial Cost (IC) dapat meningkatkan kelayakan proyek yang ditunjukkan oleh kenaikan Internal Rate of Return (IRR) hingga 13,41 % (Tabel 4.73 dan Gambar 4.58).
Tabel 4.73 Pengaruh Bantuan Pemerintah VFG dan/ Sunk Cost Pada Initial Cost dan O&M (Total Functions) pada Kelayakan Proyek JSS SUNK COST IC
IRR
O&M
NPV
0%
0%
7,37%
16.070.519
10%
10%
8,23%
34.962.990
20%
20%
9,23%
53.855.461
30%
30%
10,43%
72.747.932
40%
40%
11,89%
91.640.403
50% 14,40% Sumber : Olahan Sendiri
110.532.874
50%
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
217
14%
13,76%
IRR
12%
11,89% 10,43%
10% 9,23% 8%
8,23% 7,37%
6% 0%
10%
20%
30%
40%
50%
SUNK COST ( IC + O&M )
Gambar 4.59 Grafik Pengaruh Bantuan Pemerintah VFG dan/ Sunk Cost Pada Initial Cost dan O&M (Total Functions) pada Kelayakan Proyek JSS Sumber : Olahan Sendiri
Sedangkan bantuan Pemerintah melalui VGF dan/ Sunk Cost pada IC dan O&M yang ditunjukkan pada Tabel 4.74 dan Gambar 4.59 akan meningkatkan IRR hingga 14,40 %. Tabel 4.74 Pengaruh Investasi Pemerintah Pada Initial Cost dan O&M (Total Functions) pada Kelayakan Proyek JSS INVESTATION IC 0% 30% 40% 50% 60% 70%
O&M 0% 10% 20% 30% 40% 50%
IRR 7,37% 10,32% 11,77% 13,62% 16,13% 19,88%
REVENUE SHARING (Juta Rp.)
NPV (Juta Rp)
PUBLIC 16.070.519 0% 70.494.285 5% 31.059.828 89.386.756 10% 62.119.656 108.279.227 15% 93.179.484 127.171.698 20% 124.239.311 146.064.169 25% 155.299.139 Sumber : Olahan Sendiri
PRIVATE 100% 621.196.557 95% 590.136.730 90% 559.076.902 85% 528.017.074 80% 496.957.246 75% 465.897.418
20%
19,88%
18% 16,13%
IRR
16% 14%
13,62%
12%
11,77% 10,32%
10% 8%
7,37%
6% 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
PUBLIC'S INVESTATION (IC dan O&M)
Gambar 4.60 Grafik Pengaruh Investasi Pemerintah Pada Initial Cost dan O&M (Total Functions) pada Kelayakan Proyek JSS Sumber : Olahan Sendiri
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
218
Dari Tabel 4.75 dan Gambar 4.60 dapat dilihat bahwa investasi Pemerintah melalui BUMN/BUMD pada IC dan O&M dapat meningkatkan IRR hingga 19,88 %, serta Pemerintah akan memperoleh revenue sebesar 155,299 milliar rupiah. 4.7.2. Klarifikasi Pakar untuk LCC Dalam menyusun komponen biaya untuk analisa LCC ini beberapa pakar yang berasal dari dosen pengajar Universitas Indonesia diikutsertakan, diantaranya :
Dita Trisnawan, ST, M. Arch Dosen Arsitektur, untuk diskusi mengenai konsep desain dan komponen LCC fungsi pariwisata.
Prof. Dr.Ir.Widodo Wahyu Purwanto, DEA Dosen Teknik Kimia , untuk diskusi mengenai konsep desain dan komponen LCC pipa minyak dan gas sebagai fungsi energi.
Prof. Dr.Ir. Nandy Poetra, M.Eng Dosen Teknik Mesin, untuk diskusi mengenai konsep desain dan komponen LCC Tidal Power.
Ir. Gunawan Wibisono, Msc, Ph.D Dosen Teknik Elektro, untuk diskusi mengenai konsep desain dan komponen LCC Fiber Optic sebagai fungsi telekomunikasi.
Sedangkan untuk asumsi perhitungan (Disconte rate, Inflasi) dan hasil analisa LCC (IRR dan NPV) dilakukan klarifikasi dengan para pakar dari bidang ilmu ekonomi untuk memvalidasi dan mengoreksi perhitungan tersebut ditinjau dari sudut pandang ekonomi, diantaranya :
Rusan Nasrudin, S.E., MIDEC Dosen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Nurul Husnah, S.E., M.S.Ak Dosen Manajemen Akuntansi dan Biaya Fakultas Ekonomi Universtitas Indonesia.
4.8.PENGEMBANGAN MODEL ALIANSI STRATEGIS DALAM KPS 4.8.1. Tahapan Proses Investasi
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
219
Tahapan proses investasi proyek dengan skema PPP konvensional (Gambar 4.61) menunjukkan bahwa pemerintah yang melaksanakan pemilihan proyek, persiapan serta proses tender untuk mendapatkan sponsor. Selanjutnya pihak
swasta
(private)
pemeliharaan proyek.
melaksanaan
konstruksi,
serta
operasional
dan
Setelah berakhirnya masa konsesi maka proyek
infrastruktur dikembalikan kepemilikannya ke pemerintah (public). PUBLIC
Preparation
Tender Process
PRIVATE
Construction
Operation & Maintenance
Transfer after consession period
Gambar 4.61 Tahapan Proses Investasi Proyek Dengan Skema PPP Sumber : Olahan Sendiri
Sedangkan pada tahapan proyek SA-PPP, pemerintah dan swasta bersamasama berperan aktif dari awal melakukan pekerjaan persiapan, pelaksanaan konstruksi, operasional dan pemeliharaa proyek infrastruktur. (Department of Infrastructure and Transport-Australian,2011; Dikun,2010.) Generic (Transferable to other Infrastructure Projects) PUBLIC
PRIVATE
CONSORTIUM (SPV)
Preparation
Construction
Operation & Maintenance
Transfer after consession period
Gambar 4.62 Tahapan Investasi Proyek Dengan Skema SA-PPP (Generic) Sumber : Olahan Sendiri
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
220
Proyek JSS PUBLIC Government Contracting Agency
1.Pemilihan Proyek
Identifikasi & Prioritas Proyek
Project List PPP Book (P3CU)
2.Konsultasi Publik
Konsultasi Publik & Calon Sponsor
PUBLIC Multi Function
CONSORTIUM
PRIVATE
Pre Feasibility Study
Tinjauan Resiko
Feasibility Study
Bentuk Kerjasama
TOR, DED, BQ
Dukungan Pemerintah
Optimization VfM Study
Construction O&M
Gambar 4.63 Tahapan Investasi Proyek JSS dengan Skema SA-PPP Sumber : Olahan Sendiri
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
221
Skema PPP
Skema SA-PPP
PUBLIC Government Contracting
1.Pemilihan Proyek
Agency Identifikasi & Prioritas Proyek
Project List PPP Book (P3CU)
2.Konsultasi Publik
Konsultasi Publik & Calon Sponsor
Pre Feasibility Study
PUBLIC
3.Studi Kelayakan Pr
Single Function
Multi Function
Feasible Ok ?
Optimization VfM Study
CONSORTIUM
PRIVATE
Pre Feasibility Study
Tinjauan Resiko
Feasibility Study
Bentuk Kerjasama
TOR, DED, BQ
Dukungan Pemerintah
Feasibility Study Construction
4.Tinjauan Resiko
Peninjauan Resiko O&M Mitigasi Resiko Jaminan Resiko
5.Bentuk Kerjasama
Identifikasi Konsesi Jenis Konsesi
6.Dukungan Pemerintah
Menyiapkan Dukungan
Jenis2 Dukungan
7.Pengadaan
Dokumen Lelang Proses Tender PRIVATE
8. 9. Pelaksanaan Pemantauan Pemerintah
Konstruksi O&M
Perjanjian Kontrak
Gambar 4.64 Tahapan Proses Investasi PPP vs SA-PPP Sumber : Olahan Sendiri
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
222
Proyek PPP pada umumnya adalah single function, seperti power plant, water supply, jalan tol dan sebagainya sangat dimungkinkan untuk menggunakan skema PPP konvensional, apabila setelah dinalisa kelayakan ternyata layak contoh proyek PLTU di Jawa Tengah dengan nilai 30 trilyun rupiah. Akan tetapi untuk mega proyek infrastruktur seperti Jembatan Selat Sunda yang bernilai US$ 25.000 million dimana menurut pendapat dari sebagian masyarakat dan investor tidak layak, maka solusi terbaik adalah dilakukan dengan skema SA-PPP dimana pemerintah berserta swasta berperan aktif dari awal kegiatan proyek dengan melakukan optimasi Value for Money (Inovasi Fungsi) sehingga menghasilkan proyek yang lebih layak (feasible) dan attractive para investor terhadap proyek JSS. 4.8.2. Skema Kelembagaan Pembangunan infrastruktur dengan skema Aliansi Srategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta , pada prinsipnya merupakan usaha penyediaan sarana infrastruktur yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan sarana infrastruktur yang dilakukan berdasarkan prinsip project financing, dimana konsorsium berkewajiban membangun dan/atau mengoperasikan serta melakukan perawatan sarana infrastruktur dengan dana pembangunan infrastruktur sebagian kecil berasal dari modal sponsor proyek dan sebagian besarnya berasal dari bank dan/atau lembaga pembiayaan lainnya sebagai lenders atau pemberi pinjaman proyek. Sedangkan, pemerintah selaku owner dari proyek infrastruktur memberikan kompensasi berupa hak konsesi pengelolaan komersial sarana infrastruktur kepada sektor privat/swasta tersebut selama jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian kerjasama. Setelah masa konsesi ini selesai, infrastruktur diserahkan kembali kepada pemerintah. Setelah mengidentifikasi bentuk kerjasama yang tepat untuk proyek Jembatan Selat Sunda, maka menarik untuk dipertimbangkan jenis konsesi Design-Build-Operate-Share-Transfer (DBOST), yaitu perusahaan konsorsium (pemerintah dan swasta) melaksanakan desain, membangun, mengoperasikan dan memelihara, membagi peluang investasi pada Initial Cost dan/ O&M dan Revenue , serta diakhir masa konsesi menyerahkan kepemilikan proyek Jembatan Selat Sunda setelah masa konsesi 27 tahun berakhir kepada pemerintah Indonesia.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
223
Generic (Transferable to Other Infrastructure Projects) Pada skema kelembagaan SA-PPP (Generic) untuk proyek-proyek infrastruktur yang ditunjukkan pada gambar 4.65 yaitu Pemerintah melalui Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) yang diwakili BUMN akan melakukan kesepakatan kerjasama dengan pihak Swasta membentuk Konsorsium yang berfungsi Special Purpose Vehicle (SPV).
Kemenkeu/PU sebagai Regulator
Lenders
BUMN sebagai PJPK
PT.SMI
Swasta
Konsorsium (SPV)
VGF dan/ Sunk Cost
Guarantee Agreement
PT.PII
Menteri Keuangan Gambar 4.65 Skema Kelembagaan Proyek Dengan Skema SA-PPP (Generic) Sumber : Olahan Sendiri
Untuk dapat memenuhi kebutuhan akan dukungan fiskal Pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia, maka melalui Peraturan Presiden No.78 tahun 2011 tentang “Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Indrastruktur” didirikan PT.Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT.PII) untuk menyediakan penjaminan terhadap kewajiban finansial dari institusi Pemerintah yang berkontrak (Penanggung Jawab Proyek Kerjasama / PJPK) dengan pihak swasta (Badan Usaha), sehubungan dengan adanya kejadian risiko yang dipicu oleh tindakan atau tiadanya tindakan Pemerintah, sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerjasama antara PJPK dan Badan Usaha.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
224
Skema Kelembagaan Proyek JSS Dalam Skema Kelembagaan Proyek JSS dapat dilihat pada gambar 4.66, lingkup penyediaan infrastruktur meliputi seluruh peran atau pekerjaan dilakukan oleh pihak swasta (wholesale infrastructure) (PT.PII, 2012). Konsorsium menyediakan layanan infrastruktur secara langsung kepada pelanggan retail/ pengguna akhir.
Gambar 4.66 Skema Kelembagaan Proyek JSS Sumber : Olahan Sendiri
Fungsi Transportasi Untuk fungsi transportasi jalan tol wewenang penyelenggaraan berada pada Pemerintah meliputi pengaturan, pengusahaan dan pengawasan jalan tol dilakukan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sesuai UU No. 38/2004 dan PP No. 15/2005. BPJT mengadakan proses lelang untuk menunjuk Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) sebagai operator jalan tol, seperti PT.Jasa Marga (Persero) mengelola tol Jakarta-Tangerang, PT. Marga Mandala Sakti mengelola tol Tangerang-Merak , dan beberapa perusahaan lainnya.
Fungsi Energi
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
225
Proyek ini mendapatkan Penjaminan Pemerintah dengan menggunakan skema penjaminan bersama antara Pemerintah dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) yang memperoleh mandat berdasarkan Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur. Penjaminan untuk proyek SA-PPP PLTA JSS mencakup kewajiban-kewajiban finansial PLN tertentu dalam Power Purchase Agreement (PPA), yang di antaranya termasuk kewajiban finansial PLN terkait pembelian listrik bulanan dari Independent Power Producer (IPP). Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Proyek SA-PPP PLTA JSS merupakan langkah maju dalam proses pembangunan infrastruktur di Indonesia karena terdapat skema penjaminan baru yang lebih transparan dan akuntabel melalui PT PII sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal Pemerintah. Struktur Penjaminan JSS-PP (JSS Power Plant) ditunjukkan pada gambar 4.67.
Gambar 4.67 Struktur Penjaminan JSS-PP(JSS Power Plant) Sumber : Olahan Sendiri
Sedangkan profil proyek PLTA JSS-PP dapat dilihat pada gambar 4.68, dimana kapasitas output listrik 551 MW, dengan biaya Rp. 26 triliun akan beroperasi pada tahun 2024.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
226
Gambar 4.68 Profil Proyek PLTA JSS-PP Sumber : Olahan Sendiri
4.8.3.Skema Pembiayaan 4.8.3.1. Kebijakan Fasilitas Fiskal Kebijak fasilitas fiskal pemerintah untuk menunjang pelaksanaan proyekproyek KPS di Indonesia dengan memberikan Land Fund, Viability Gap Fun serta Infrastructure Fun seperti yang diuraikan pada gambar 4.69 dibawah ini.
Pemerintah ClickFasilitas to editFiskal Master title style Government of Indonesia
Land Fund
Land Acquisition & Clearance
Preparation
Viability Gap Fund
Guarantee Fund (PT PII)
Construction Cost Contribution
Policy Risks
Bidding
Infrastructure Fund (PT. SMI-IIFF) Project Financing
Construction
Operation
Land Fund, merupakan fasilitas yang disediakan Pemerintah untuk mempercepat pelaksanaan pengadaan tanah. Fasilitas ini terdiri dari land capping, land acquisition fund, dan land revolving fund; Dukungan Kelayakan/Viability Gap Fund (VGF): untuk meningkatkan kelayakan finansial Proyek Kerja Sama ; PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII): yaitu melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia yang akan akan memberikan penjaminan atas risiko-risiko infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama; Infrastructure Fund: yaitu melalui PT Sarana Multi Infrastruktur dan PT Indonesia Infrastructure Finance, yang akan menawarkan sumber-sumber pendanaan untuk pembiayaan Proyek Kerja Sama 12
Gambar 4.69 Fasilitas Fiskal Pemerintah Sumber : Kemenkeu RI, 2012
Dana dukungan tunai infrastruktur atau Viabiity Gap Fund VGF adalah merupakan belanja APBN yang diberikan dalam bentuk tunai kepada Proyek KPS
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
227
atas porsi tertentu dari seluruh biaya konstruksi yang tidak mendominasi. Biaya konstruksi yang dimaksudkan di sini meliputi biaya konstruksi itu sendiri, biaya peralatan, biaya pemasangan, biaya bunga atas pinjaman yang berlaku selama masa konstruksi dan biaya-biaya lain terkait konstruksi, namun tidak termasuk biaya terkait pengadaan lahan dan insentif perpajakan. Kriteria proyek KPS yang dapat mengajukan dukungan dana VGF antara lain sebagai berikut (Surachman, 2014): a. Proyek KPS yang telah memenuhi kelayakan ekonomi tetapi belum memenuhi kelayakan finansial; b. Menerapkan prinsip pengguna membayar (tarif/user charge); c. Biaya investasi paling kurang senilai Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); d. Badan Usaha Swasta Pemenang Lelang yang ditetapkan oleh Pemerintah c.q. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) melalui proses lelang yang terbuka dan kompetitif sesuai dengan peraturan tentang Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; e. Perjanjian KPS mengatur skema pengalihan aset dan/atau pengelolaannya dari Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama kepada Pemerintah c.q. PJPK pada akhir periode kerja sama; f. Hasil Prastudi Kelayakan pada Proyek KPS tersebut harus (1) mencantumkan pembagian risiko yang optimal antara Pemerintah/PJPK dan Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama/Badan Usaha Pemenang Lelang; (2) menyimpulkan bahwa Proyek KPS tersebut layak secara ekonomi, yang juga meliputi aspek teknis, hukum, lingkungan, dan sosial; dan (3) menunjukkan bahwa Proyek Kerja Sama tersebut menjadi layak secara finansial dengan diberikannya dukungan kelayakan VGF. Dengan diberikannya dukungan tunai (VGF) tersebut oleh pemerintah, biaya konstruksi dari proyek infrastruktur akan turun maksimal sebesar separuh dari yang seharusnya. Dengan demikian, pengembalian investasi dari proyek akan dapat dicapai oleh investor swasta karena beban biaya konstruksi, yang seharusnya 100% merupakan tanggungan pihak swasta dan tentunya harus kembali sesuai dengan ekspektasi keuntungan swasta, akan menjadi berkurang.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
228
Oleh karena itu, diharapkan dengan pemberian dana VGF tersebut, minat swasta untuk berinvestasi akan tumbuh sehingga proyek-proyek KPS infrastruktur akan banyak terbangun dan dapat melayani kebutuhan masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemberian Dukungan Kelayakan atas sebagian biaya konstruksi untuk mendukung upaya penyediaan infrastruktur dengan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha yaitu melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2012 tentang Pemberian Dukungan Kelayakan atas Sebagian Biaya Konstruksi pada Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Dukungan Kelayakan merupakan kebijakan fiskal Pemerintah yang ditujukan untuk: (i) meningkatkan kelayakan finansial Proyek Kerja Sama sehingga menimbulkan minat dan partisipasi Badan Usaha pada Proyek Kerja Sama; (ii) meningkatkan kepastian pengadaan Proyek Kerja Sama dan pengadaan Badan Usaha pada Proyek Kerja Sama sesuai dengan kualitas dan waktu yang direncanakan; dan (iii) mewujudkan layanan publik yang tersedia melalui infrastruktur dengan tarif yang terjangkau oleh masyarakat. Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai Dukungan Kelayakan tersebut, hal ini menjadi bukti kesungguhan Pemerintah untuk mendukung pelaksanaan program penyediaan infrastruktur melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha di Indonesia. Fasilitas ini melengkapi fasilitas-fasilitas fiskal yang telah tersedia sebelumnya, yaitu: (i) Land Fund yaitu fasilitas yang disediakan Pemerintah untuk mempercepat pelaksanaan pengadaan tanah. Fasilitas ini terdiri dari land capping, land acquisition fund, dan land revolving fund; (ii) Guarantee Fund, yaitu melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia yang akan akan memberikan penjaminan atas risiko-risiko infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama; dan (iii) Infrastructure Fund, yaitu melalui PT Sarana Multi Infrastruktur dan PT Indonesia Infrastructure Finance, yang akan menawarkan sumber-sumber pendanaan untuk pembiayaan Proyek Kerja Sama. 4.8.3.2. Alokasi Risiko Infrastruktur
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
229
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No.260 tahun 2010 mengamanatkan PT.PII untuk menyusun dan menerbitkan acuan kategori dan alokasi risiko infrastruktur yang merupakan hasil rujukan yang dijanjikan akan diberikan kompensasi dalam Perjanjian Kerjasama antara PJPK dengan Badan Usaha seperti ditunjukkan pada Tabel 4.76. Tabel 4.75 Matriks Risiko Skema SA-PPP Proyek JSS
Sumber : PT.PII, 2012
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
230
Sumber : PT.PII, 2012
Acuan Alokasi Risiko Infrastruktur ini terdiri atas 1) Kategori Risiko dan 2) Matriks Alokasi Risiko untuk dapat digunakan oleh PJPK dalam menyiapkan alokasi risiko untuk proyek KPS, yang berlaku sebagai basis bagi PJPK dalam menyiapkan usulan penjaminan ke PII, serta dapat berperan meningkatkan penerapan dari kerangka manajemen risiko suatu proyek KPS.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
231
1. Risiko Lokasi Kelompok risiko dimana lahan proyek tidak tersedia atau tidak dapat digunakan sesuai jadwal yang sudah ditentukan dan dalam biaya yang diperkirakan, atau bahwa lokasi dapat menimbulkan suatu beban atau kewajiban bagi pihak tertentu. Dengan demikian, risiko-risiko yang termasuk kategori ini adalah: a. Risiko pembebasan lahan: risiko-risiko yang terkait proses pembebasan lahan yang dibutuhkan proyek, yang dapat melibatkan potensi tambahan biaya dan keterlambatan; b. Risiko ketidaksesuaian lokasi lahan: risiko bahwa lokasi lahan yang diusulkan tidak dapat digunakan untuk proyek, dimana penyebabnya dapat meliputi
kontaminasi,
penemuan
artefak,
keterlambatan/penolakan
perolehan persetujuan perencanaan, status lahan, dan lainnya; c. Risiko lingkungan: risiko kerugian terkait kerusakan lingkungan yang terjadi (1) akibat kegiatan konstruksi dan operasi selama masa proyek, atau (2) dari kegiatan sebelum pengalihan lahan proyek dari PJPK kepada BU atau pihak sub-kontraktor. 2. Risiko Desain, Konstruksi dan Uji Operasi Risiko desain, konstruksi atau uji operasi suatu fasilitas proyek atau elemen dari prosesnya, dilakukan dengan cara yang menyebabkan dampak negatif terhadap biaya dan pelayanan proyek. Dengan demikian, risiko yang termasuk dalam kategori ini adalah: a. Risiko perencanaan: risiko bahwa penggunaan lokasi proyek yang diusulkan dalam perjanjian KPS dan, khususnya, konstruksi fasilitas yang dibangun tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku terkait perencanaan, tata guna lahan atau bahwa perijinan terlambat (atau tidak dapat) diperoleh atau, kalaupun diperoleh, hanya dapat dilaksanakan dengan biaya yang lebih besar dari yang diperkirakan; b. Risiko desain: risiko dimana desain dari BU tidak dapat memenuhi spesifikasi output yang ditentukan; c. Risiko penyelesaian: risiko dimana penyelesaian pekerjaan yang dibutuhkan suatu proyek dapat (1) terlambat sehingga penyediaan layanan
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
232
infrastruktur tidak dapat dimulai sesuai Commercial Operation Date (COD) yang sudah ditetapkan, atau (2) terlambat, kecuali biaya lebih besar harus dikeluarkan untuk mempertahankan COD yang sudah terjadwal, atau (3) terlambat karena perubahan/variasi yang terjadi; d. Risiko kenaikan biaya: risiko dimana pada tahap desain dan konstruksi, biaya realiasi proyek melebihi proyeksi biaya proyek; e. Risiko uji operasi: risiko dimana uji operasi terlambat atau hasilnya tidak memenuhi spesifikasi PJPK atau pihak otoritas lainnya. 3. Risiko Sponsor Risiko dimana BU dan/atau sub-kontraktornya tidak dapat memenuhi kewajiban kontraktualnya kepada PJPK akibat tindakan pihak investor swasta sebagai sponsor proyek. 4. Risiko Finansial Risiko-risiko terkait aspek kelayakan finansial proyek. Risiko-risiko tersebut dapat berupa: a. Risiko ketidakpastian pembiayaan: risiko bahwa pihak penyedia dana (debt dan equity) tidak akan atau tidak dapat melanjutkan komitmen untuk menyediakan pendanaan proyek; b. Risiko parameter finansial: risiko yang disebabkan berubahnya parameter finansial (misalnya tingkat inflasi, nilai tukar, kondisi pasar) sebelum kontraktor sepenuhnya berkomitmen untuk proyek ini, berpotensi memberikan dampak buruk terhadap biaya proyek; c. Risiko struktur finansial: risiko bahwa struktur keuangan tidak cukup baik untuk memberikan hasil yang optimal sesuai porsi hutang dan ekuitas selama periode proyek dan karenanya dapat mengganggu keberlanjutan kelayakan proyek; d. Risiko asuransi: (i) bahwa risiko-risiko yang sebelumnya dapat diasuransikan (insurable) pada tanggal penandatanganan sesuai dengan asuransi proyek yang telah disepakati tetapi kemudian menjadi uninsurable atau (ii) tetap insurable tetapi dengan kenaikan premi asuransi yang signifikan. 5. Risiko Operasional
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
233
Risiko dimana proses penyediaan layanan infrastruktur sesuai kontrak - atau suatu elemen dari proses tersebut (termasuk input yang digunakan atau sebagai bagian dari proses itu) - akan terpengaruh dengan cara yang menghalangi BU dalam menyediakan layanan kontrak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati dan/atau sesuai proyeksi biaya. Dengan demikian, risiko termasuk dalam kategori ini adalah: a. Risiko pemeliharaan: risiko dimana (i) realisasi biaya pemeliharaan aset proyek lebih tinggi/berubah dari biaya pemeliharaan yang diproyeksikan, atau (ii) terdapat dampak negatif akibat pemeliharaan tidak dilakukan dengan baik; b. Risiko cacat tersembunyi (latent defect): risiko kehilangan atau kerusakan yang timbul akibat cacat tersembunyi pada fasilitas yang termasuk sebagai aset proyek; c. Risiko teknologi, dimana (i) teknologi yang digunakan berpotensi gagal menghasilkan spesifikasi output yang diperlukan, atau (ii) perkembangan teknologi membuat teknologi yang digunakan menjadi usang (risiko keusangan teknologi); d. Risiko utilitas: risiko dimana (i) utilitas (misalnya air, listrik atau gas) yang diperlukan untuk operasi proyek tidak tersedia, atau (ii) keterlambatan
proyek
karena
keterlambatan
sehubungan
dengan
pemindahan atau relokasi utilitas yang terletak di lokasi proyek; e. Risiko sumber daya atau input: risiko kegagalan atau kekurangan dalam penyediaan input atau sumber daya (misalnya, batubara atau bahan bakar lainnya) yang diperlukan untuk operasi proyek, termasuk kekurangan dalam kualitas pasokan yang tersedia; f. Risiko hubungan industri: risiko setiap bentuk aksi industri - termasuk demonstrasi, larangan bekerja, pemblokiran, tindakan perlambatan dan pemogokan - yang terjadi dengan cara yang, secara langsung atau tidak langsung, berdampak negative terhadap uji operasi, penyediaan layanan atau kelayakan proyek. 6. Risiko pendapatan (revenue)
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
234
Risiko bahwa pendapatan proyek tidak dapat memenuhi proyeksi tingkat kelayakan finansial, karena perubahan yang tak terduga baik permintaan proyek atau tarif yang disepakati atau kombinasi keduanya. Karenanya, risiko termasuk dalam kategori ini adalah: a. Risiko permintaan: risiko bahwa realisasi permintaan penyediaan layanan secara tak terduga lebih rendah dari proyeksi, karena: 1) faktor pemicu (tindakan, keputusan/kebijakan, regulasi) dari pihak Pemerintah, atau 2) kesalahan yang dilakukan pihak swasta baik dalam estimasi volume permintaan dan yang terkait penurunan kualitas layanan; dan b. Risiko tarif: risiko bahwa tarif layanan lebih rendah dari proyeksi, karena: 1) penyesuaian tarif secara periodik tidak dilakukan sesuai rencana atau tingkat tarif disesuaikan lebih rendah dari proyeksi, atau 2) kesalahan estimasi tarif atau tidak terpenuhinya standar yang disyaratkan untuk permintaan penyesuaian tarif. 7. Risiko Konektivitas Jaringan Risiko terjadinya dampak negatif terhadap ketersediaan layanan dan kelayakan finansial proyek akibat perubahan dari kondisi jaringan saat ini atau rencana masa depan. Risiko yang termasuk dalam kategori ini adalah: a. Risiko konektivitas dengan jaringan eksisting: risiko bahwa akses ke jaringan eksisting tidak (akan) dibangun sesuai rencana; b. Risiko pengembangan jaringan: risiko bahwa jaringan tambahan yang dibutuhkan tidak (jadi) dibangun sesuai rencana; c. Risiko fasilitas pesaing: risiko bahwa dibangunnya fasilitas/infrastruktur serupa yang kemudian menyaingi output penyediaan layanan sesuai kontrak.
8. Risiko Interface Risiko dimana metode atau standar penyediaan layanan akan menghalangi atau mengganggu penyediaan layanan yang dilakukan sektor publik atau sebaliknya. Risiko ini termasuk ketika kualitas pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah tidak sesuai/tidak cocok dengan yang dilakukan oleh BU, atau sebaliknya.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
235
9. Risiko Politik Risiko yang dipicu tindakan/tiadanya tindakan PJPK yang tidak dapat diprediksi sebelumnya yang merugikan secara material dan mempengaruhi pengembalian ekuitas dan pinjaman. Risiko yang termasuk kategori ini adalah: a. Risiko mata uang yang tidak dapat dikonversi atau ditransfer: risiko bahwa pendapatan/profit dari proyek tidak bisa dikonversi ke mata uang asing dan/atau direpatriasi ke negara asal investor; b. Risiko pengambilalihan: risiko tindakan pengambilalihan aset proyek (termasuk nasionalisasi) oleh pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat memicu pengakhiran kontrak proyek. c. Risiko perubahan regulasi dan perundangan, yang secara langsung dapat mengurangi tingkat kelayakan finansial proyek; d. Risiko sub-sovereign atau parastatal:
risiko
bahwa PJPK tidak
mampu/bersedia melaksanakan kewajiban pembayaran kontrak atau kewajiban material lainnya dipicu hal yang terkait status sebagai entitas pemerintah; e. Risiko perijinan: risiko dimana perijinan yang diperlukan dari suatu otoritas pemerintah lainnya tidak dapat diperoleh atau, jika diperoleh, diperlukan biaya yang lebih besar dari proyeksi; f. Risiko perubahan tarif pajak: risiko perubahan tarif pajak yang berlaku (tarif pajak penghasilan, PPN) atau pajak baru yang dapat menurunkan pengembalian ekuitas yang diharapkan.
10. Risiko Kahar (force majeure) Risiko terjadinya kejadian kahar yang sepenuhnya di luar kendali kedua belah pihak (misalnya bencana alam atau akibat manusia) dan akan mengakibatkan penundaan atau default oleh BU dalam pelaksanaan kewajiban kontraknya.
11. Risiko Jepemilikan Aset Risiko terjadinya peristiwa seperti kejadian kehilangan (misalnya hilangnya kontrak, force majeure), perubahan teknologi, dan lainnya, yang menyebabkan nilai ekonomi aset menurun, baik selama atau pada akhir masa kontrak.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
236
4.8.3.3 Skema Pembiayaan Proyek Skema pembiayaan proyek dengan skema SA-PPP pada gambar 4.70 dapat digunakan untuk semua proyek-proyek infrastruktur, dimana pembiayaan proyek diperoleh dari Private, Public, Investation (BUMN/BUMD) dan Lenders.
Lenders PUBLIC
PRIVATE
VGF
Loan
Capital + Interest
Invest
Specialist Investors
Capital + Revenue
Banks
Sunk Cost CONSORTIUM (SPV)
Guarantee Revenue
Initiator
Investation (BUMN/BUMD) Invest
Sponsor
Capital + Revenue Revenues
Preparation
Construction
Operation & Maintenance
Facility Management
Revenues
End User
Gambar 4.70 Skema Pembiayaan Proyek JSS Sumber : Olahan Sendiri
Pembangunan proyek JSS diharapkan memperoleh dana dukungan tunai infrastruktur atau Viabiity Gap Fund (VGF) dari pemerintah.
4.9. Hubungan Penerapan PPP / SA-PPP Terhadap Kelayakan Proyek Dari hasil penelitian ini, diperoleh teori baru berupa grafik index “ATSA” yang merupakan kepanjangan dari Ale (Mohammed Ali Berawi), Tommy Ilyas, Suyono Dikun dan Albert Eddy Husin. Grafik tersebut menunjukkan hubungan penerapan PPP, SA-PPP dengan inovasi fungsi proyek berbasis value engineering terhadap kelayakan proyek (Gambar 4.71). Dari grafik dapat dilihat bahwa :
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
237
Penerapan skema PPP pada proyek infrastruktur hanya akan menghasilkan kelayakan proyek ≤ IRR, dalam hal ini IRR di asumsikan sebesar 6% (Discount Rate). Penerapan skema SA-PPP pada proyek infrastruktur dapat meningkatkan kelayakan proyek ≥ IRR, bahkan dengan melakukan full innovation akan meningkatkan kelayakan proyek hingga mencapai Minimum Acceptable Rate of Return (MARR) yang di asumsikan sebesar 15,5% (Wibowo, 2011) pada proyek tersebut.
Gambar 4.71 Grafik Index “ATSA” Sumber : Olahan Sendiri
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian, adalah : a. Hasil setiap Research Question adalah sebagai berikut : Research Question 1 mengenai “Bagaimana menganalisa fungsi-fungsi proyek yang dapat menciptakan inovasi dan / efisiensi pada mega proyek infrastruktur?” Hasilnya dari penelitian ini adalah diagram “Function Analysis System Technique (FAST)” yang terdapat pada Bab 4 halaman 161. Adapun inovasi yang ada antara lain: pembangkit listrik tidal turbine, wind turbine, transmisi pipa minyak dan gas, transmisi fiber optic, sarana hanging train, pengembangan kawasan industri dan pariwisata. Research Question 2 mengenai “ Bagaimana mitigasi resiko yang dominan dari inovasi fungsi Jembatan Selat Sunda?” Hasil dari penelitian ini adalah “Mitigasi resiko yang dominan dari JSS” yang terdapat pada Bab 4 hal 177-178. Research Question 3 mengenai “ Bagaimana menganalisa forecasting demand fungsi-fungsi dari hasil proses inovasi dan/ efisiensi pada mega proyek infrastruktur?” Hasil dari penelitian ini adalah “Model forecasting demand fungsi-fungsi proyek JSS” yang terdapat pada Bab 4 hal 189. Research Question 4 mengenai “Bagaimana menganalisa kelayakan finansial proyek JSS setelah pengembangan inovasi fungsi?” Hasilnya adalah “Analisa kelayakan finansial proyek JSS” yang terdapat pada Bab 4 hal 214. Research Question 5 mengenai “ Bagaimana mengembangkan model Aliansi Strategis pada Kemitraan Pemerintah dan Swasta proyek JSS setelah pengembangan inovasi fungsi?”. Hasilnya “Model Aliansi Strategis pada Kemitraan Pemerintah dan Swasta proyek JSS setelah pengembangan inovasi fungsi” yang terdapat pada Bab 4 hal 217-235.
238 Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
Universitas Indonesia
239
a. Dari hasil model forecasting demand fungsi-fungsi proyek JSS dengan menggunakan System Dynamic, menunjukan bahwa terjadi peningkatan kelayakan proyek yang ditandai dengan peningkatan income atau pendapatan
antara
Skenario
“Do-Nothing”
dengan
Skenario
“Do-
Something”. b. Dari hasil analisa kelayakan proyek JSS setelah pengembangan inovasi fungsi dengan menggunakan Life Cycle Cost, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kelayakan proyek yang ditandai dengan peningkatan NPV dan IRR proyek JSS setelah pengembangan inovasi dibandingkan tanpa dilakukan pengembangan inovasi. c. Dari hasil pengembangan model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta (KPS), diperoleh Tahapan Investasi Proyek Dengan Skema SA-PPP Generic (Transferable to Other Infrastructure Projects), Tahapan Investasi Proyek JSS, Skema Kelembagaan Proyek Dengan Skema SA-PPP Generic (Transferable to Other Infrastructure Projects), Skema Kelembagaan Proyek JSS dan Skema Pembiayaan Proyek JSS. d. Dari hasil penelitian ini diperoleh hubungan Penerapan Skema PPP/SA-PPP, Inovasi dan Kelayakan Proyek, bahwa kelayakan proyek meningkat cukup signifikan dengan menerapkan SA-PPP dibandingkan dengan menerapkan PPP. Semakin tinggi tingkat inovasi yang diterapkan maka kelayakan proyek akan semakin meningkat. Hasil ini terdapat pada Bab 4 hal. 235-236. 5.1. SARAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk dapat mewujudkan pengadaan kebutuhan infrastruktur saat ini maka perlu dilakukan : 1. Kebijakan dari pemerintah untuk menerapkan Model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta (AS-KPS) agar dapat lebih meningkatkan minat investasi dari pihak swasta dalam pembangunan proyek-proyek infrstruktur di Indonesia. 2. Penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan model AS-KPS yang lebih spesifik sesuai dengan jenis-jenis proyek infrastuktur di Indonesia, sehingga investor dengan mudah dapat memperoleh informasi yang jelas untuk berinvestasi.
Universitas Indonesia Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
240
DAFTAR PUSTAKA Abrahams, A. & Cullen, C. (1998), “Project alliances in the construction industry”, Australian Construction Law Newsletter, #62, Oct/Nov, 31-36. Ahmed, S.M., Azhar, S. and Ahmad, I. (2002), “Evaluation of Florida general contractors' risk management practices”, Revista Ingeniería de la Construcción, 4-10. Al-Yousefi, A.S. (2006), ―The Synergy Between VE and Sustainable Construction‖, SAVE International-Knowledge Bank 2006. Alfen, H.W., Kalidindi, S.N., Ogunlana, S., Wang, S., Abednego, M.P., Jungbecker, A.F., Jan, Y.A., Ke, Y., Liu, Y, Singh, B., & Zhao, G. (2009), “Public-private partnership in infrastructure development: Case studies from Asia and Europe”, Germany: Publisher of Bauhaus-Universitat Weimar Ali, F.M. and Assaf, S.P. (2005), “A Qualitative Comparison Of Innovative Management Techniques In The Construction Industry‖, SAVE International 2005 Annual Confrence. Anvuur, A.M. and Kumaraswarmy, M.M. (2007), ―Conceptual Model of Partnering and Alliancing‖, Journal of Construction Engineering and Management © ASCE, March 2007. Arikunto, S. (2010), ”Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktik”, Jakarta: PT Rineka Cipta. Arief, J.G., (2013), “Analisis Life Cycle Cost Pengembangan Potensi Pariwisata pada Conceptual Design Proyek Jembatan Selat Sunda Dengan Pendekatan Value Engineering‖, Tesis, Departement Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Asian Development Bank (2008), “Public-Private Partnership Handbook”, ADB Metro Manila Philipines September 2008. Avianto, T.W. (2006), “Tutorial Powersim” Aziz, A.M.A. (2007), ―Successful Delivery of Public-Private Partnerships for Infrastructure Development‖, Journal of Construction Engineering and Management © ASCE, December 2007. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2010), “Hasil Sensus Penduduk 2010 Data Agregat per Provinsi”, Jakarta 2010. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2012), “Statistik Indonesia 2012”, Jakarta, Agustus 2012.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
241
Bae, Y. H., Kim, K. O., & Choi, B. H. (2010), “Lake Sihwa tidal power plant project”, Ocean Engineering , 37, 454-463. Baker, S.E. and Edwards, R. (2012), “How many qualitative interviews is enough”, National Centre for Research Method (NCRM) Review Paper. Bazar, G. (2011), “Informasi Tentang Rencana Pembangunan Jembatan Selat Sunda” Kompasiana Maret 2011. Informasi Tentang Rencana Pembangunan Jembatan Selat Sunda Beauregard, R.A. (1997), ”Public-Private Partnerships as Historical Chameleons: The Case of The United States.” Berawi, M.A. (2004), ―Quality Revolution : Leading the Innovation and Competitive Advantages‖, International Journal of Quality & Reliability Management, Volume 21, Issue 4, p. 425-438, Emerald. Berawi, M.A., Husin, A.E., Gunawan dan Setiaguna, P.M. (2012), “Kajian Pembangunan dan Konseptual Desai Jembatan Selat Sunda Berbasis Rekayasa Nilai Untuk Meningkatkan Daya Saing dan Inovasi” Penelitian Hasil Hibah MP3EI yang dibiaya oleh Dirjen Pendidikan Tinggi, Kemendikud. Berawi, M.A. & Woodhead, R.M. (2008), ―Stimulating Innovation Using Function Models: Adding Product Value‖, Value World, Volume 31, Number 2, p. 4-7, SAVE Press, USA. Blue Energy (2010), “Tidal Bridge”, Blue Energy Canada Inc. Berry, J., Hurlbut, D., Simon, R., Moore, J., & Blackett, R. (2009), “Utah Renewable Energy Zones Task Force: Phase I Report‖, U.S. Department of Natural Resources: Utah Geological Survey. Bae, Y.H., Kim, K.O. and Choi, B.H. (2010), “Lake Sihwa tidal power plant project” Articles at Ocean Engineering, Korean Institute of Ocean Science. Bangash, M. (2011), “Earthquake Resistant Buildings: Dynamic Analyses, Numerical Computations, Codified Methods, Case Studies and Examples‖, Springer. Bleasdale, T.J. (2003), “The Risk of Change”, SAVE Conference June 2003. Borza, J.S. & Gour, R.E. (1996), “Transitioning the Organization from VA to VE”, Michigan, USA 1996. Buckle, I.G. (2000), “Passive control of structures for seismic loads”, Bulletin of the New Zealand Society for Earthquake Engineering, 33, 209-221. Capka, R.J., (2004), ”Megaprojects-They Are a Different Breed”, Federal Highway Administration, U.S. Department of Transportation, Articles, Jul/Aug, Vol.68, No.1.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
242
Caulfield, C.W., Maj, S.P., (2002), A Case for System Dynamics, Global J. of Engineering Education, Vol.6, No.1 © 2002, p 3, UICEE, Published in Australia. Chan, A.P.C. ; Chan, D.W.M. ; Fan, L.C.N. Fan; Lam. P.T.I.; and Yeung, J.F.Y. (2008), ―Achieving Partnering Success Through An Incentive Agreement: Lessons Learned From an Underground Railway Extension Project in Hong Kong‖, Journal of Management in Engineering © ASCE/May 2008. Chandra, S. Dr.Ir. (1987), “Penghematan Value Engineering Tergantung Kemampuan Konsultan? ” Articles Konstruksi Juli 1987. Chang, Y.H. and Liou, C.S. (2006), ”Implementing The Risk Analysis In Evaluation Phase To Increase The Project Value” Knowledge Bank - SAVE 2006. Chapman, C. and Cooper, D.F. (1983), “Risk analysis: testing some prejudices”, European Journal of Operational Research, 14, 238-247. Chapman, C. and Ward, S. (2007), “Project risk management: processes, techniques and Insights”, Wiley. Charleson, A. W. and Allaf, N. (2012), “Costs of base-isolation and earthquake insurance in New Zealand”, Proceedings of the conference of the NZ Society for Earthquake Engineering, April, Paper no. 04, 8 pp. Chavas, J.-P. (2004), “Risk analysis in theory and practice”, Academic Press. Chen, G. , Zhang, G. & Xie, Y. (2010), ―Overview of the Australia-Based Studies on Project Alliancing‖, Conference Paper, University of Melbourne, 2010. Che Mat, MM.. (2002), “Value Management : Principles and Applications”, Prentice Hall, Petaling Jaya 2002. Cheung, E and Chan, A.P. (2010), ―Evaluation Model for Assessing the Suitability of Public Private Partnership (PPP) Projects‖, Journal of Construction Engineering and Management © ASCE, July 2010. Cho, K. , Hyun, C.T. , Koo, K.J. and Hong, T.H. (2010), ―Partnering Process Model for Public-Sector Fast Track Design-Build Projects in Korea‖, Journal of Management in Engineering © ASCE/January 2010/19. Chou, J.-S. and Tu, W.-T. (2011), ”Failure analysis and risk management of a collapsed large wind turbine tower”, Engineering Failure Analysis, 18, 295-313 Chulu, P. (2002), “Public-Private Strategic Alliance in Zambia – Initiative For Financing and Managing of Public Infrastructure Services”, Dissertation of The Master Business Administration (MBA) in The School of Business of The Copperbelt University, Zambia Maret 2002. Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
243
Clark, J.A. (1999), “Value Engineering For Small Transportation Projects”, Thesis Submitted to the Faculty of the Worcester Polytechnic Institute Desember 1999. Clark, R. H. (2007), “Elements of Tidal Electric Engineering‖, Hoboken: IEEE PRESS & Jhon Wiley & Sons Inc. Connaughton, J.N. and Green, S.D. (1996), “Value Management in Construction : A Client’s Guide”, Construction Research and Information Association 1996. Cooper, D.F., Grey, S., Raymond, G. and Walker, P. (2005), “Project risk management guidelines: managing risk in large projects and complex procurements”, Wiley. Creedon, M. (2010), “Alliance Contracting An Infrastructure Procurement Option”, Bond University, PPP Executive Program, Brisbane 23 June 2010. Cui, Q. , Johnson, P.W. , Sharma, D. and Bayraktar, M.E. (2010), ―Determinants of Industry Acceptance for Highway Warranty Contracts: Alabama Case Study‖, Journal of Infrastructure Systems © ASCE/March 2010/93. Daddow, T. and Skitmore, M. (2005), “Value Management in practice: an interview survey”, The Australian Journal of Construction Economics and Building, 4, 11-18. Dallas, M.F. (2008), “Value and risk management: a guide to best practice”, WileyBlackwell. Dardak, H. (2012), ”Pembangunan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda”, Seminar Public Works Day . Jakarta. Darmala and Singgih, M.L. (2012), “Risk Based Maintenance (RBM) Untuk Natural Gas Pipeline Pada Perusahaan X Degan Menggunakan Metode Kombinasi AHO-Index Model” Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV – Program Studi MMTITS, Surabaya 4 Februari 2012. Darmawi, H. (2008), “Manajemen Resiko‖, Bumi Aksara –Jakarta 2008. Dawen, P. and Wenda, D. (2009), “Research about the Bridge Risk Assessment”, Information Science and Engineering (ICISE), 2009 1st International Conference on. IEEE, pp. 44174420. Dell’Isola, A. (1982), ”Value Engineering in the Construction Industry” Van Nostrand Reinhold, New York 1982. Dell’Isola, A. (1993), ”Value Engineering For The Process Industry”, SAVE Annual Proceedings and is copyrighted SAVE, 1993. Dell’Isola, A. (1997), ”Value Engineering:Practical Applications for Design, Construction, Maintenance and Operations”, Melbourne Januari 1997.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
244
Deloitte (2006), “Closing The Infrastructure Gap: The Role of Public-Private Partnership” A Delotte Research Study, 2006. Department of Infrastructure and Transport, Australian Government (2011), “National Alliance Contracting Guidelines- Guide to Alliance Contracting”, Published by Department of Infrastructure and Transport, Canberra - Australia, July 2011. Department of Treasury and Finance, Australian Government (2006), “Project Alliancing – Practitioners’ Guide”, Published by Department of Treasury and Finance @ State of Victoria - Australia April 2006. Dewan Energi Nasional (DEN) Republik Indonesia (2014), “Outlook Energi Indonesia 2014”, Jakarta 22 Desember 2014. Dey, P.K. (2001), “Decision support system for risk management: a case study”, Management Decision, 39, 634-649. Dharmowijoyo, D.B.E. and Tamin, O.Z. (2009, “Pengembangan Model Perilaku Hubungan Antara Sistem Tata Ruang Dan Sistem Transportasi Di Wilayah Perkotaan Menggunakan Pendekatan System Dynamic”,Simposium XII, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009 Dikun, S. (2010), ―Sunda Strait Bridge – Building Domestic Connectivity for Indonesia 2030‖, Paper presented at the Roundtable Discussion. PT. BSM, Jakarta, 14 July 2010. Dikun & Rahman (2010), ―The Integration of Value Engineering and Risk Management in Strategic Alliance Public Private Partnership‖, Value World, Volume 33, Number 2, Summer 2010. Djohanputro, B. (2008), ”Manajemen Risiko Korporat”, Jakarta: PPM. Manajemen Djunaedi, P. (2007), ―Implementasi Public-Private-Partnership dan Dampaknya ke APBN‖, Majalah Warta Anggaran Edisi 6 Tahun 2007, Direktorat Jenderal Anggaran. Dominic S.F. and Lee, P. (2009), “Turnagain Arm Tidal Bridge Electric Generation Plan‖, Anchorage: Little Susitna Construction Company, Inc . Doswell R. (1997), “How effective management makes the difference”, ButterworthHeinemann, Oxford. Duffield, C. (2011), ―Research Related To Australian Transport PPP’s‖, Symposium Public Private Partnership in Transport : Trends & Theory – Research Roadmap, Lisbon, 12 January 2011. English, L. and Guthrie, J. (2003), “Driving privately financed projects in Australia: What makes them tick?”, Accounting, Auditing & Accountability Journal, 16 (3) pp 493–511.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
245
Federal Ministry for Economy Cooperation and Development, Germany (2012), “Development Partnerships with The Private Sector”, Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ), Germany. Field, A. (2009), “Discovering Statistics using SPSS‖, Sage Publication Ltd., London Flanagan, R., Norman, G., Meadows, J. and Robinson, G. (1989), “Life cycle cost: Theory and practice” BSP Professional Books, Oxford, UK. Fodor, A. (2003), “The Application Of Value Analysis In The Design Of Public Roads in Hungary”, Association of Hungarian Value Analysis 2003. Forrester, J.W. (1998), “Desinging the Future”, Universidad de Sevilla, Spain. Fosler, S. R. & Berger, R. A. (1982): “Public- Private Partnerships in American Cities”. Freyer, W (1995), “Tourismus” - Einführung in die Fremdenverkehrsökonomie Garvin, M.J. (2010), ―Enabling Development of the Transportation Public-Private Partnership Market in The United State‖, Journal of Construction Engineering and Management © ASCE/April 2010/89. Gray, C.F. & Larson, E.W. (2005), “Project Management: The Managerial Process (3rd ed.)”, The McGraw-Hill Companies: New York. Griffin, L. (2006), “Taking Projects by S.T.O.R.M: A Model for Integrating Value, Opportunity and Risk Management”, Value Magazine. Feb 2006, Institute of Value Management, UK. pp. 1-9. Grimshaw,D., Vincent, S., and Willmott, H. (2002), “Going Privately : Partnership and Outsoucing in UK Public Services ” Business School, Newcastle University 2002. Gruber, W. (2003), “Développer les infrastructures dans les pays en développement par des partenariats public-privé”, La Vie économique, May. Gunawan (2013), “Peningkatan Nilai Tambah Proyek Infrastruktur Melalui Pendekatan Value Engineering‖, Tesis, Departement Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Guo-an, Z. (2010), “The Risk Analysis and Evaluation of Shanghai Changjiang Tunnel and Bridge Engineering Projects, Innovative Computing & Communication”, 2010 Intl Conf on and Information Technology & Ocean Engineering, 2010 Asia-Pacific Conf on (CICC-ITOE). IEEE, pp. 342-346. Haghnegahdar, L. and Asgharizadeh, E. (2008), “The Risk and Value Engineering Structures and their Integration with Industrial Projects Management (A Case Study on IK Corporation)”, Proceeding of World Academy of Science, Engineering and Technology.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
246
Hahm, J. (2003), ―Private Participation in The Infrastructure Programme of the Republic of Korea‖, Transport and Communication Bulletin for Asia and The Pacific, No. 72, 2003. Hammersley, H. (2002), “Value Management in Construction”, Présenté au Association of local authority business consultants. Hammons, T. J. (1993), “Tidal Power”, Proceeding of The IEEE (P 419-433), Soctland,UK: IEEE. Hauck, A. J.,Walker, D. H. T.,Hampson, K. D. & Peters, R. J. (2004), “Project alliancing at National Museum of Australia—collaborative process”, Journal of Construction Engineering and Management, 130, 10. Hays, R.T. (2006), “Value Engineering on Design-Build Transportation Projects”, Achieving Value, Winter 2006 – SAVE International. Herbert, G.M.J, Iniyan, S., Sreevalsan, E. and Rjapandian, S. (2005), “A review of wind energy technologies”, Journal: Renewable & Sustainable Energy Reviews - RENEW SUSTAIN ENERGY REV , vol. 11, no. 6, pp. 1117-1145, 2007. Hiley, A. and Paliokostas, P. (2001), “Value management and risk management: an examination of the potential for their integration and acceptance as a combined management tool in the UK construction industry”, Proceedings of the RICS Construction and Building Research Conference (COBRA 2001), Glasgow Caledonian University. Citeseer, pp. 27-36. Hillson D. A. (2002), ―What is risk? Towards a common definition‖, InfoRM, Journal of the UK Institute of Risk Management, April 2002, pages 11-12 Ho, S.P. and Tsui, C.W. (2010), ―When are Public-Private Partnership Not an Appropriate Governance Structure? Case Study Evidence‖, Construction Research Congress 2010: Innovation for Reshaping Construction Practice Proceedings of the 2010. Hussain, S., Lee, D. and Retamal, E. (1998), ”Viscous Damping for Base Isolated Structures”,
Taylordevices.[Online]. Available: http://www. taylordevices.com/Tech-
Paper-archives/literature-pdf/36-ViscousDamping. pdf. Hyun, C.T. , Song, C.Y. , Son, M.J. & Jo, S.M. (2010), ―Development Improved VE Subject Selection and Functional Analysis at Planning Phase for Program Level‖, SAVE International – Value World, Volume 33, Number 2, Summer 2010, p. 14-24. Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (2013), “The Role of IIGF in Supporting Bankable PPP Projects in Indonesia”, Jakarta 2013.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
247
Ibrahim, A., Price, A. and Dainty, A. (2006), “The analysis and allocation of risks in publik private partnerships in infrastructure projects in Nigeria”, Journal of Finansial Management of Property and Construction, 11, 149-164. Islam, M.M. and Mohamed S. (2009), ―Bid-Winning Potential Optimization for Concession Schemes with Imprecise Investment Parameters‖, Journal of Construction Engineering and Management © ASCE, August 2009. Islam, A.B.M.S, Jameel, M. and Jumaat, M.Z. (2011), “Seismic Isolation in Buildings to be a practical reality: Behavior of structure and installation technique”, Journal of Engineering and Technology Research Vol.3(4), pp.99-117, April 2011. Jain, S.N. (2011), “Comment on Renewable energy power generation in isolated grids” New Delhi, India Oktober 2011. Jaiya, G.S. (2008), ―Managing Intellectual Property (IP) in Public Private Partnership, Strategic Alliance, Joint Ventures, and M&A‖, World Intellectual Property Organization, 2008. Jaapar, A. and Torrence, J. (2006), “Contribution of value management to the Malaysian construction industry: A new insight”, International Conference on Construction Industry 2006 (ICCI 2006). Jefferies, M.,Brewer, G.,Rowlinson, S.,Cheung, Y. K. F. & Satchell, A. (2006), “Project alliances in the Australian construction industry: a case study of a water treatment project”, University of Salford. Jin, X.H. (2010), ―Neurofuzzy Decision Support System for Efficient Risk Allocation in Public-Private Partnership Infrastructure Projects‖, Journal of Computing in Civil Engineering © ASCE, November/December 2010. Joshi, G.S. (2010), ―Infrastructure Development Strategies for Inclusive Growth : India’s Eleventh Plan‖, Journal of Leadership and Management in Engineering © ASCE, April 2010. Kariono, M. (2013), “Paradigma Baru Pelayanan Publik”, BPPT Provinsi Sumatera Utara. Kasi, M. and Snodgrass, T.J. (1994), “An Introduction to Value Analysis and Value Engineering for Architect, Engineers and Builders”, University of Wisconsin 1994. Kaufman, J.J. and Sato, Y. (2005), “Value Analysis Tear-Down : A New Process for Product Development and Innovation (Hardback)” Published by Industrial Press Inc. U.S., United State 2005.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
248
Ke, Y, , Wang, S.Q. and Chan, A.P.C. (2010), ―Risk Allocation in Public-Private Partnership Infrastructure Projects: Comparative Study‖, Journal of Infrastructure Systems © ASCE/December 2010/343. Kelly, J. and Male, S. (1993), “Value Management in Design and Construction‖, London: E & FN SPON. Kelly, J. , Male, S. and Graham, D. (2004), “Value Management of Construction Projects”, Blackwell Publishing. Kementrian Keuangan Republic Indonesia. “Pemberian Dukungan Kelayakan pada Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha”. Berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan No. 223/PMK.011/2012) Kementeriaan Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS Republik Indonesia, “Public-Private Partnership Infrastructure Projects Plan in Indonesia
(PPP Book)
2010”, Jakarta, November 2010. Kementeriaan Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS Republik Indonesia, “Public-Private Partnership Infrastructure Projects Plan in Indonesia
(PPP Book)
2011”, Jakarta, Juni 2011. Kementeriaan Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS Republik Indonesia, “Public-Private Partnership Infrastructure Projects Plan in Indonesia
(PPP Book)
2013”, Jakarta, November 2013. Kementeriaan Perencanaan Pembangunan Nasional / BAPPENAS Republik Indonesia, “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014”. Khan, J. and Bhuyan, G.S. (2009), “Ocean Energy : Global Technology Development Status” Powertech Labs Inc. British Columbia, Canada Maret 2009. Khan, M. J., Bhuyan, G., Iqbal, M. T., & Quaicoe, J. E. (2009), “Hydrokinetic energy conversion systems and assessment of horizontal and vertical axis turbines for river and tidal applications: A technology status review‖, Applied Energy P 1823-1835. Kirk, R. E. (1995), “Experimental Design: Procedures for the Behavioral Sciences (3rd ed.)”, Pacific Grove, CA: Brooks/Cole. Knoles, W. (2009), ―Practical Meets Value Engineering‖, SAVE International, Knowledge Bank, 2009. Ko, T.G. (2005), “Development of a tourism sustainability assessment procedure: a conceptual approach‖, Tourism Management, 26, 431-445.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
249
Koolwijk, J. S. J. (2006), “Alternative dispute resolution methods used in alliance contracts.”, Journal of Professional Issues in Engineering Education and Practice, 132, 44-47. Kravchuk, N., Colquhoun, R. and Porbaha, A. (2008) - "Development of a Friction Pendulum Bearing Base Isolation System for Earthquake Engineering Education”, ASEE Kristiansen, K. (2009), ―PPP in Denmark – Are Strategic Partnerships Between The Public and Private Part A Way Forward?‖, Institute for Planning, Innovation and Management, Technical University of Denmark 2009. Kwok, T. and Hampson, K. (1997), ―Strategic Alliances Between Contractors and Subcontractors : A Tender Evaluation Criterion for the Public Works Sector‖, proceedings of the International Conference on Construction Process Re-engineering, 1415 July 1997, Gold Coast, Australia. Kyozuka, Y., Gunji, T. and Wakahama, H. (2006), “Tidal Power Generation by Making Use of a Bridge Pier”, Proceedings of the Sicteenth (2006) International Offshore and Polar Engineering Conference, San Fransisco, California, USA. Laws, E., Prideaux, B.and Chon, K. (2007), “Crisis management in tourism”, Published by Wallingford ; Cambridge, Mass : CABI, ©2007. Lee, K.M. (2010), ―Global Public/Private Partnership: An Exploratory Analysis of MNE/NGO Alliances Abroad‖, A Thesis Presented to The Faculty of San Diego University, Summer 2010. Lemstra, W. (2006). "The Internet bubble and the impact on the development path of the telecommunication
sector."
Dissertation:
Department
Technology,
Policy
and
Management. Lenzen, M. and Munksgaard, J. (2002) “Energi and CO life-cycle analyses of wind turbinesreview and applications”, Renewable Energy, 26, 339-362. Leung, M., Ng, S.T. and Cheung, S. (2002), “Improving satisfaction through conflict stimulation and resolution in value management in construction projects”, Journal of Management in Engineering, 18, 68-75. Lin, G. (2009), ―Developing a Performance Measurement Framework for Value Management Studies in Construction‖, SAVE International – Value World, Volume 33, Number 1, Spring 2009. Liu, A.M. and Leung, M. (2002), “Developing a soft value management model”, International Journal of Project Management, 20, 341-349.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
250
Lim, J.K., Lee, M.J. and Kim, S.I. (2006),”Application of Value Analysis for BTL Project in Korea”, SAVE International 2006. Linder, H.L. (1999), “Coming to Terms With The Public-Private Partnership”University of Texas, Houston 1999. Love, P.E.D. , Mistry, D. and Davis, P.R. (2010), ―Price Competitive Alliance Projects : Identification of Success Factors for Public Clients‖, Journal of Construction Engineering and Management © ASCE, September 2010. Love, P.E.D. , Davis, P.R. , Chevis, R. and Edwards, J.E. (2011), ―Risk/Reward Compensation Model for Civil Engineering Infrastructure Alliance Projects‖, Journal of Construction Engineering and Management © ASCE, February 2011. Love, P.E.D. , Mistry, D. and Davis, P.R. (2010), ―Price Competitive Alliance Projects : Identification of Success Factors for Public Clients‖, Journal of Construction Engineering and Management © ASCE, September 2010. Lowe, A.J. (2008), “Value for Money and The Valuation of Public Sector Assets”, HM. Treasury, London, 2008. MacDonald, C.C. (2005) “What are the Important Differences between Partnering and Alliance Procurement Models and Why are the Terms So Seldom Confused?”, Thiess Pty Ltd, Brisbane, Queensland, Australia. Maharwan, A. (2013), “Uji Karakteristik Turbin Angin Savonius 4 Tingkat Bersekat Dan Sudut Geser 450 Dengan Pembanding Turbin Standar”, Thesis, Fakultas Tennik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponogoro, 2013. Makarim, C.A. (2007), “Value Engineering 2007” E-learning Course, Jakarta Desember 2007. Manley, K. , Fallan, S.M. and Kajewski, S. (2009), ―Relationship Between Construction Firm Strategies and Innovation Outcomes‖, Journal of Construction Engineering and Management © ASCE, August 2009. Marrewijk, A.V. (2005), ―Strategies of Cooperation : Control and Commitment in MegaProjects‖, M@n@gement, Vol. 8, No. 4, 2005, 89-104. Marrewijk, A.V. , Clegg, S.R. , Pitsis, T.S. and Veenswijk, M. (2008), ―Managing PublicPrivate Megaprojects: Paradoxes, Complexity and Project Design‖, International Journal of Project Management 26 (2008) 591-600. Mitchell, Robert, E. and Chandra, S. (1996), “Value Engineering dalam Bidang Konstruksi”, Bimbang Konsultindo, Inkindo, Dep.P.U.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
251
Miles, L . D. (1972), “Techniques of Value Analysis and Engineering‖, 2d ed.,New York: McGraw-Hill, 1972. Minguez, E.L., Kolios, A.J. and Brennan, F.P.(2011), “Multi-criteria assessment of offshore wind turbine support structures”, Renewable Energy, Vol.36, Issue 11, November 2011, Pages 2831-2837. Mohammed, B.A.A. (2008), ―Risk and Stakeholders Management in Mega Projects Beyond the Realms of Theory‖, Chief Roads Special Projects Section, Ministry of Works and Housing - Kingdom of Bahrain, 2008. Mokhtari, K., Ren, J., Roberts, C. and Wang, J. (2011), “Application of a generic bow-tie based risk analysis framework on risk management of sea ports and offshore terminals.”, Journal of hazardous materials, 192, 465-475. Mootanah, D.P. and Jefferyes, M. (1998), “A Strategy for Managing Project Risks in Value Management Studies”, SAVE INTERNATIONAL PROCEEDINGS, pp. 266-274. Mubin, S. and Goryainov, U. (2007), “Construction and Operation of Pipeline Projects in Pakistan Associated Risk and Their Solution”, © The electronic scientific journal “Oil and Gas Business”. Muhammadi, Aminullah, E. dan Soesilo, B. (2001), “Analisis sistem dinamis lingkungan hidup, sosial, ekonomi, manajemen”, Ed.1, cet. 1., Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Press. Mustafa, M.A. and Al-Bahar, J.F. (1991), “Project risk assessment using the analytic hierarchy process”, Engineering Management, IEEE Transactions on, 38, 46-52. Nagarajaiah, S. (2009), “Adaptive passive, semiactive, smart tuned mass dampers: identification and control using empirical mode decomposition, hilbert transform, and short term fourier transform”, Structural Control and Health Monitoring, 16, 800-841. OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development)/International Transport Forum (2007), “Transport Infrastructure Investment; Options for Efficiency”, OECD, Paris 2007. Okukawa, A., Suzuki, S., & Harazaki, I. (2000), ”Suspension Bridges”, Dalam W. F. Chen, & L. Duan, “Bridge Engineering handbook‖, (hal. 18.1-18.5). Danver: CRC Press LLC. Ostenfeld, K.H. and Andersen, E.Y. (2011), “Major bridge projects a multi-disciplinary Approach”, Frontiers of Architecture and Civil Engineering in China, 5, 479-495. Pall, A. (2004), ”Performance-Based Design Using Pall Friction Dampers An Economical Design Solution”, 13th World Conference on Earthquake Engineering, Vancouver, BC, Canada. Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
252
Palmer, A., Kelly, J. and Male, S. (1996), “Holistic appraisal of value engineering in construction in United States”, Journal of Construction Engineering and Management, 122, 324-328. Patil, S.J. and Reddy, G.R. (2012), “State Of Art Review – Base Isolation Systems For Structure”, International Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering Website: www.ijetae.com (ISSN 2250-2459, Volume 2, Issue 7, July 2012) Payne, R.W., (1993), “Genstat 5 release 3: reference manual”. Oxford University Press. PT.Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) (2012), “Kerjasama Pemerintah Swasta di Indonesia : Acuan Alokasi Risiko”, Jakarta Maret 2012. Peak Energy (2008), “Tapping The Source : The Power Of The Ocean”, Copyright 2008 – Peak Energy – is proudly powered by Blogger. Peraturan Presiden No.86 Tahun 2011, “Pengembangan Kawasan Strategis Dan Infrastruktur Selat Sunda”, Jakarta, Desember 2011. Parente, W. J. (2006), ”Public Private Partnerships” dalam Workshop on “Fundamental Principles and Techniques for Effective Public Private Partnerships in Indonesia”, Jakarta, 2006. Permatasari, C.W. dan Utomo, C. (2010), ―Faktor Resiko yang Mempengaruhi Kerjasama Public-Private Partnership (PPP) Pada Proyek Pembangunan Pasar di Surabaya‖, Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010. Pucetas, J.D. and Hunt, R. (1998), “Keys to successful VE implementation”, SAVE International Proceedings, pp. 333-342. Pylkas L., Neal S.R and Madni K, I. (2002) “Smart Value Engineering”, AACE International Transactions CSC 16. Qing, Y. and Hua, Q.W. (2006), “Value Engineering Analysis and Its Application to the Construction of the Second Beijing Capital Airport”, Journal of Beijing University of Aeronautics and Astronautics (Social Sciences Edition); 2006-03 Rahutami,A.I. (2001), ”Public Private Partnership : Suatu Solusi Penyelenggaraan Otonomi Daerah Yang Berbasis Kompetensi”, Jurnal Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Unika Soegijapranata, Semarang, Indonesia. Rains, J.A. (2009), ―What Are The Functions of Function Analysis‖, SAVE International – Knowledge Bank 2009. Rain, J.A. and Sato, Y. (2008), “The Integration of the Japanese Tear-down Method with Design for Assembly and Value Engineering”, SAVE International, Knowledge Bank 2008. Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
253
Ramiadji, Djoko, (1986), ―Penerapan Effisiensi Nilai Teknis (Value Engineering) sebagai Suatu Usaha Effisiensi Dana Pembangunan‖, Majalah Jalan & Transportasi, Vol. 03, 1986, dalam Untoro, (2009), “Penerapan Value Engineering dalam penyelenggaraan Infrastruktur Bidang Ke-PU-an di Lingkungan Departemen Pekerjaan Umum dalam Usaha
Meningkatkan
Efektivitas
Penggunaan
Anggaran”,
Thesis-Unpublished,
Universitas Indonesia, Depok. Regan, M. , Smith, J. and Love, P.E.D. (2011), ―Impact of the Capital Market Collapse on Public Private Partnership Infrastructure Projects‖, Journal of Construction Engineering and Management © ASCE, January 2011. Renda, A., and Schrefler (2006), ”Public-Private Partnerships Models and Trends in The European Union”, (IP/A/IMCO/SC/2005-161), Economic and Scientific Policy, Eropean Parliament, Agustus 2006. Robinson, J.L. (2008), ―Value Added Strategies to Sustain A Successful Value Improvement Program‖, SAVE International – Knowledge Bank, 2008. Rowlinson, S. & Cheung, Y. K. F. (2005), ―Success factors in an alliance contract: a case study in Australia”. Sakkar, D and Dutta, G. (2011), “A Framework of Project Risk Management for the Underground Corridor Construction of Metro Rail”, Indian Institute of Management, Ahmedabad – India. Sato, Y. and Kaufman, J.J. (2004), “VA Tear-Down: A New Value Analysis Process”, SAVE Conference 2004. SAVE International Value Standard, (2007), 2007 Edition, Value Standard and Body of Knowledge. Schoots, K., Tinoco, R.R., Verbong, G. and Zwaan, B.V.D. (2011), “Historical variation in the capital costs of natural gas, carbon dioxide and hydrogen pipelines and implications for future infrastructure”, International Journal of Greenhouse Gas Control 5 (2011) 1614–1623. Schwab, C., (2013), “The Global Competitiveness Report 2013-2104”, World Economic Forum 2103. Sejatiguna, P.M. (2013), “Pengaruh Mitigasi Resiko Utama Berbasis Value Engineering Pada Fungsi Transportasi Dan Energi Tahap Pengembangan Konseptual Desain Jembatan Selat Sunda Terhadap Nilai Investasi Proyek”, Tesis FT Sipil UI 2013.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
254
Shahriar, A., Sadiq, R. and Tesfamariam (2011), “Risk analysis for oil & gas pipelines: A sustainability assessment approach using fuzzy based bow-tie analysis ”, Journal of Loss Prevention in the Process Industries 25 (2012) 505-523. Shen, Q. and Liu, G. (2003), “Critical Success Factors for Value Management Studies in Construction” Journal of Construction Engineering and Management, ASCE 2003. Shinde, S. (2010), “Project Alliance”, Tata Realty and Infrastructure Limited, India 2010. Simatupang, T.M. (1995), “Pemodelan Sistem”, Nindita – Klaten. Skinner, R.I., Robinson, W.H. and McVerry, G.H. (1993), ―An introduction to seismic isolation (Updated and modified in both Chinese and Japanese (1998))‖, John Wiley and Sons Ltd, West Sussex, England. Smith, B. (2008), ―Alliancing Contracts - A Panacea to All That Ails Construction and Infrastructure Development?‖, This paper is the basis of an article to be published in the September/October 2008 edition of e.nz magazine, published by the Institution of Professional Engineers of New Zealand (IPENZ). Spiering, M.B. and Dewulf, G (2006), “Strategic Issuses in Public-Private Partnership: An International Perspective”,Copyright © 2006 Mirjam Bult-Spiering and Geert Dewulf. Spillane, J.J. (1987), “Pariwisata Indonesia Sejarah dan Prospeknya” Kanisius, Yogyakarta 1987. Sterman, J.D. (1992), System Dynamic Modeling for Project Management, Sloan School Management, MIT, Cambridge MA 02139, p 3. Sturup, S. (2009), ―Mega Projects and Governmentality‖, World Academy of Science, Engineering and Technology 54, 2009. Stynes, D.J. (1997), “Economic impacts of Tourism: A handbook for tourism professionals”, Urbana, IL: University of Illinois, Tourism Research Laboratory Sun, C. K., Uraikul, V. and Chan, C. W. (2000), “An integrated expert system/operations research approach for the optimization of natural gas pipeline operations”, Engineering Applications of Artificial Intelligence 13: pp. 465-475 Surahcman, E.N. (2014), “Dana Dukungan Tunai Infrastruktur (Viability Gap Fund): Harapan Baru Pembangunan Infrastruktur di Indonesia”, Kementeriaan Keuangan Republik Indonesia 2014. Suryabrata, S . (2003), ”Metode Penelitian”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Susantono, B. (2009), “Memacu Infrastruktur Di Tengah Krisis”, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Pustaka Bisnis Indonesia.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
255
Sushil (1993), “System Dynamics: a Practical Approach for Managerial Problems” Wiley Eastern Limited, 1 Januari 1993. Symans, M., Charney, F., Whittaker, A., Constantinou, M., Kircher, C., Johnson, M. and McNamara, R. (2008), “Energy dissipation systems for seismic applications: current practice and recent developments”, Journal of structural engineering, 134, 3-21. Takenouchi, K., Okuma, K., Furukawa, A., & Setoguchi, T. (2006), ―On applicability of reciprocating flow turbines developed for wave power to tidal power conversion‖, Renewable Energy , 209-223. Tamin, O.Z. (2000), “Perencanaan dan Pemodelan Transportasi” Penerbit ITB, Bandung. Tan, Y. , Shen, L. and Langston, C. (2010), ―Contractors’ Competition Strategies in Bidding: Hong Kong Study‖, Journal of Construction Engineering and Management © ASCE, October 2010. Thomsen, S. (2005), “Encouraging Public-Private Partnership In The Utilities Sector:The Role Of Development Assistance” OECD 2005. Todeva, E and Knoke, D. (2005), ―Strategic Alliance and Models of Collaboration‖, Journal of Management Decisions, 43 (1), 123-148. Tse, K.-T., Kwok, K.C. and Tamura, Y. (2009), “A cost analysis of the STMD for second generation wind-excited benchmark building”, Seventh Asia-Pacific Conference on Wind Engineering (Taipei, Taiwan, 9À12 Nov., 2009). Trochim, W. (2006), “The Research Methods Knowledge Base”, Copyright @2006, William M.K. Trochim, All Rights Reserved. U.S Department of Transportation (2006), “Risk Assessment and Allocation for Highway Construction Management” U.S. Department of Energy (2009), “Ocean Energy Technology”, Prepared for the U.S. Department of Energy Office of Energy Efficiency and Renewable Energy Federal Energy Management Program, July 2009. Wang, Y.P., Teng, M.C. and Chung, K.W., (2001), “Seismic isolation of rigid cylindrical tanks using friction pendulum bearings”, Earthquake Eng. Struct. Dyn. 30, 1083–1099. Vickers, J.R. and Mandelbaum, J. (2009), “Expanding Value Engineering In Service Contracts”, Konowledge Bank - SAVE International 2009. Villegas, O. & Malagrida, M. (2009), ―The Combination of Japanese VA Tear-Down with FAST & Cost Matrix as a Tool For Competitor Analysis and Target Cost‖, SAVE International, Knowledge Bank, 2009.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
256
Vining, A.R. and Boardman, A.E. (2008), ―Public-Private Partnerships: Eight Rules for Governments‖, Public Works Management & Policy Volume 13 Number 2, October 2008. Wangsadinata, W. , (1997), “The Sunda Strait Bridge and Its Feasibiity as a Link between Jawa and Sumatera”, Report to BPPT, Jakarta. 1 Mei 1997. Wangsadinata, W. , (2010), “Advance Suspension Bridge Technology and The Feasibility Of The Sunda Strait Bridge”, Jakarta: Wiratman & Associate. Watson, G.H. (1993), “Strategic Benchmarking‖, Published by John Wiley and Sons, New York 1996. Weatherhead, M. (2006), “Integrating Value and Risk in Construction”, Value Magazine. Feb 2006, Institute of Value Management, UK. pp. 2-8. Weatherhead, M., Owen, K. and Hall, C. (2005), “Integrating Value and Risk in Construction”, Construction Industry Research & Information Association (CIRIA) 2005. Wibowo, A. (2010), ―Selecting BOT/PPP Infrastructure Projects for Government Guarantee Portfolio under Condition of Budget Risk in the Indonesian Context‖, Journal of Construction Engineering and Management © ASCE, October 2010. Wibowo, A. (2011), “Metodologi Perhitungan Required Rate of Return Berdasarkan Cumulative Prospect Theory: Studi Kasus Proyek Investasi Jalan Tol”, Jurnal Teknik Sipil Vol.18 No.2 Agustus 2011. Wilkes, J. and Moccia, J. (2010), “Wind in Power 2009 European Statistic ”, European Wind Energy Association 2010. Williams, M.D.J. (2010), “Broadband for Africa - DEVELOPING BACKBONE COMMUNICATIONS NETWORKS ” World Bank, Washington D.C. 2010 Woodhead, R.M. and Hons, (2007), ―Concept of Value in Value Management‖, SAVE International – Value World, Summer 2007. World Bank (2011), “How Much Does Infrastructure Contribute to GDP Growth”, World Bank Research Digest, Volume 5l, Number 4l, Summer 2011. WTO (2003), “Climate Change and Tourism”, Proceedings of the 1st International Conference on Climate Change and Tourism. World Tourism Organization, Djerba, Tunisia. Xu, J.W. and Moon, S (2014), “Stochastic Revenue and Cost Model for Determining a BOT Concession Period under Multiple Project Constraints” American Society Civil Engineering (ASCE) Volume 30, Issue 3 (May 2014)
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
257
Xu, Y. , Chan, A.P.C. and Yeung, J.F.Y. (2010), ―Developing a Fuzzy Risk Allocation Model for PPP Projects in China‖, Journal of Construction Engineering and Management © ASCE, August 2010. Yescombe, E.R., (2007), “Public-Private Partnership:Priciples of Policy and Finance”, Elsevier Finance, 2007. Yin, Robert, K. (2002), ―Studi Kasus Desain dan Metode‖, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Yoeti, O.A. (1985), ”Pengantar Ilmu Pariwisata”, Angkasa-Bandung 1985. Younker, D.L. (2003), ”Value Engineering : Analysis and Methodology (Cost Engineering)”, Copyright @2003 Florida by Marcel Dekker, Inc. USA. Yuan, J. , Skibniewski, M.J. , Li, Q. and Zheng, L. (2010), ―Performance Objectives Selection Model in Public Private Partnership Projects Based on the Perspective of Stakeholders‖. Zack, M., Keen, J.M. and Singh, S., (2009),“Knowledge Management And Organizational Performance : An Exploratory Analysis”, Journal of Knowledge Management, Volume 13, Issue 6, 2009. Zhou, M. F., Lesher, C. M., Yang, Z. X., Li, J. W., & Sun, M. (2004), “Geochemistry and petrogenesis of 270 Ma Ni–Cu–(PGE) sulfide-bearing mafic intrusions in the Huangshan district, Eastern Xinjiang, Northwest China: Implications for the tectonic evolution of the central Asian orogenic belt”, Chemical Geology, 209, 233–257. Zimmerman, L.W. and Hart, G.D. (1982), “Value Engineering : A Practical Approach for Owners, Designers, and Contractors” , Published by Van Nostrand 1982.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
258
LAMPIRAN LAMPIRAN 1 : Lembar Kuesioner Survey
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
259
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
260
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
261
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
262
LAMPIRAN 2. Dokumentasi kegiatan FGD
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
263
LAMPIRAN 2. Studi Literatur yang Berkaitan Dengan Penelitian No 1
TOPIC
AUTHOR
RESULT
STRONG
WEAKNESS
NOVELTY
Application of Public
Chan, A.P.C. , Lam,
It was found that projects
The analysis of these
There is no one best
Critical success factors include:
Partnership (PPP) in
P.T.I. , Chan, D.W.M. &
in Hong Kong have
interviews which helps to
procurement method
a transparent procurement
Hong Kong Special
Cheung, E. (2008)- First
failed due to unclear
fill in the gaps unrealised
which can be applied to
process; sufficient public
Administrative
International Conference
objectives, criticism that
by the public and private
deliver all types of
consultation; a clear legal
Region – The Critics’
on Construction in
projects are handed over
sectors
projects and PPP is no
structure and regulation
Perspectives
Developing Countries
to one consortium and
exception
mechanism; available market;
(ICCIDC-I)
because of unclear
and capability of
procedures related to the
concessionaire in terms of
dealing of staffing issues
financially, technically and managerially
2
Critical Success
Chan, A.P.C. , Lam,
Since PPP is at a
Corresponding effec-tive
Infrastructure
It is believed that this paper has
Factors for PPP in
P.T.I. , Chan, D.W.M. ,
germinating stage of
strategies based on those
investment could not
helped to depict the
Infrastructure
Cheung, E. and Ke, Y.
development in China,
CSFs identified can also
be funded completely
perspectives of mainland PPP
Developments:
(2010)- Journal of
a study of the CSFs
be
by the government
experts in their evalua-tion of
Chinese Perspective
Construction
should enable a better
generated for
alone
CSFs for PPP projects in China.
Engineering and
understanding of the
successfully delivering
Management ©
important individual
future PPP projects for
ASCE/May 2010
factors affecting the
accelerated excellence
success or otherwise of PPP projects
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
264
3
Overview of the
Chen, G. , Zhang, G. &
This paper provides a
Literature in project
Previous studies in
Transaction Cost Economics
Australia-Based
Xie, Y. (2010)-
brief review of Australia-
alliancing consists of
project alliancing,
(TCE) might be an appropriate
Studies on Project
Conference Paper,
based studies on the
empirical and non-
which were limited by
theoretical framework to
Alliancing
University of Melbourne,
theory and practice of
empirical studies
not incorporating
explain project alliancing
2010
project alliancing
economic explanations,
concepts, and examine the
have mainly been
significant changes of
concerned with process
governance mechanism and
and technique.
management strategies for alliancing projects, and the implications of such changes for projects and involved organizations.
4
5
Alliance Contracting
Creedon, Michael,
An explanation of the
The rationales and
Some current
Illustrations of the success of
– An Infrastructure
(2010) - Bond
strengths and weaknesses
benefits of alliance
challenges
alliance contracts in practice
Procurement Option
University, PPP
of infrastructure
contracting
Executive Program
procurement method
Public-Private
Damjanovic, D.,
This collection of case
They illustrate success
The inevitable risks of
This volume is a valuable
Partnerships –
Krizanic, T.P. and Peteri,
studies examines how far
in modernizing and
partnership are also
contribution to the public
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
265
Successes and
G - Open Society
these ambitious aims
expanding public
illustrated.
service reform literature at a
Failures in Central
Foundation 2011
have been achieved in
infrastructure, by raising
time when the flow of
and South Eastern
five Central and South
extra capital and recov-
European structural funds is
Europe
Eastern European
ering it over a longer
facilitating major
countries
time span than possible
improvements
within a standard public
in public infrastructure
budget. 6
7
Bigger Isn’t Always
Gale, Sarah Fister (2011)
Successful execution of a
It requires a strong leader
Political wrangling,
This paper emphasizes the
Better
– PM Network, March
megaproject takes the
who can bring all of the
threats of budget cuts,
importance of project leader
2011.
guidance of a strong
stakeholders to the table
market fluctuations and
role.
project leader with just
and ensure that risk
intense public scrutiny
the right mix of
management addresses
are everyday issues for
experience, authority and
all of their conflicting
megaproject managers.
charisma.
needs
Keeping it simple? A
Giezen, Mendel (2012) -
The main focus is on the
The project shows that a
while the built quality
There are many articles
Case Study Into the
International Journal of
reduction of complexity
reduction of uncertainty
of the project is good,
discussing time and cost
Advantages and
Project Management 30,
and its effects on the
through simplification
the quality as a spatial
overruns in mega projects. This
Disadvantages of
2012, Elsevier.
planning of mega
can be very beneficial.
project, or rather as a
research looks at a case that
leverage for broader
was successful in managing
in Mega Project
spatial developments,
these aspects: a metro extension
Planning
is very limited.
in the Rotterdam Region in the
Reducing Complexity
infrastructure projects.
Netherlands.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
266
8
Improving Megasite
Hu, Yi et. al. (2012) -
Shanghai Expo
Incentives may be the
They added that
The success was attributable to
Management
Journal of Management
construction is an
only proper reason for
incentives should be
the introduction and
Performance
In Engineering July
outstanding example of
high megasite
em-ployed with
implementation of incentives in
through Incentives:
2012, ASCE.
megasite management
performance and results
necessary caution in
building projects and most
using incentive method.
in implementing the
megaconstruction
municipal projects.
from the Shanghai
incentives in the
projects, and the
Expo Construction
Shanghai Expo case.
identified CSFs should
Lessons Learned
receive more attention in implementing the incentives. 9
Program
Jia, Guangshe (2011) -
PMOMIM-MCPs can
It is to improve the
However, PMOMIM-
This paper presents a program
Management
International Journal of
improve the capability of
capability of the
MCPs needs further
management organization
Organization
Project Management 29,
all the main management
temporary program
improvement and
maturity integrated model for
Maturity Integrated
2011, Elsevier.
subjects (the owner, the
management team in the
evaluation in order to
MCPs (PMOMIM-MCPs) in
Model for Mega
general design
life cycle of MCPs.
be applied in other
China, which integrates the
Construction
contractor, and the
countries.
program management subjects
Programs in China
general construction
of MCPs and can improve the
contractor) which is a
capability of them.
temporary program management team of MCPs in China. 10
Implementation of
Latief, Y. & Untono, K.
The value engineering
VE studies are done by
Lack of obedience,
VE process should be
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
267
11
Value Engineering in
(2009) - Value World,
(VE) implementation in
analyzing the function of
incomplete and
implemented in work/project
The Infrastructure
Volume 32, Number 3,
the Public Works
the object in order to
inaccurate analysis
package which indicated any
Services if
Fall 2009.
Department, as one of
identify any unnecessary
leading to ineffi-
cost inefficiency
Indonesia’s Public
the alternatives in
cost, so that the cost may
ciency, and
Works Department
improving cost
be reduced
ineffectiveness of
efficiency and
while still considering
budget spending in the
effectiveness, is still
the important functions.
infra-structure service
experiencing problems
of public work
and constraints.
divisions.
Price Competitive
Love, P.E.D. , Mistry, D.
The use of incentive
The research has
Yet, there has been
This research determines
Alliance Projects :
and Davis, P.R. (2010) -
payments through
identified the SF that a
limited research
the success factors for price
Identification of
Journal of Construction
risk/reward models
public sector client‘s
undertaken about the
competitive alliances during
Success Factors for
Engineering and
provides the impetus for
representatives who have
nature and use of price
their relationship development
Public Clients
Management © ASCE,
improved project
extensive experience
competitive alliances.
phases as this form of alliance
September 2010
performance.
with price com-petitive
contract is being used
alliances considered to
extensively by public sector
identify pertinent SFs
clients to procure critical infrastructure projects in Western Australia.
12
Urban Governance,
Ren, Xuefei and Liza
Mega projects in cities in
Studying the planning
Urban residents were
Focused on the contrasting
Mega-Projects, and
Weinstein (2012) –
the global South mostly
and implementation of
clearly in
experiences of the Shanghai‘s
Scalar
governingthemetropolis.
involve large-scale land
such disruptive mega
disadvantaged
WE and Mumbai‘s DRP,
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
268
Transformations in
wordpress.com
China and India
conversion and
projects can help to
positions in the
examining how mega-projects
residential displacement.
understand urban
decision-making of
are being planned, negotiated,
governance, social
mega projects
and implemented in these two
justice, and citizenship
globalizing cities.
rights conditions from a comparative perspective. 13
Public Private
Roumboutsos, A. and
A strategic partnering
PPPs may continue to be
The current global
A framework methodology is
Partnership: A
Chiara, N. (2009) -
approach is proposed to
an alternative for
economic crisis,
presented, which employs well
Strategic Partnering
Baufachinformation.de –
complement existing
transport sector project
along with its
established business
Approach
Fraunhofer – IRB, 2009
methodologies of
delivery.
unordinary credit
strategy tools (PEST and
evaluating the PPP
crunch, has had a
SWOT analysis) combined
alternative for public
negative impact on PPP
with theory on strategic
infrastructure and service
progress
alliances.
delivery.
14
Mega Projects and
Sturup, S. (2009) -
It can be seen from the
The brief review
When they go wrong
This paper provides a detailed
Governmentality
World Academy of
above discussion that
demonstrates the
they go very wrong.
examination of some of the
Science, Engineering and
Mega Urban Transport
potential inherent in the
When they go right
problems
Technology 54, 2009
Projects are a significant
application of the theory
they become potential
facing mega projects and then
concern at this particular
of governmentality to
great wonders of the
examines Foucault‘s theory of
time and place, and that
MUTPs, the problems
world.
‗governmentality‘
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
269
they face significant
they face and the
problems.
solutions that are currently being implemented.
15
Public-Private
Vining, A.R. and
Proposed eight rules for
Some of reasons why
There may be a lack of
The article proposes rules that
Partnerships: Eight
Boardman, A.E. (2008) -
government, suggested
governments are drawn
political will to buck
governments should follow in
Rules for
Public Works
what governments
to P3s clearly have some
public antipathy
the P3 process if they wish to
Governments
Management & Policy
should
validity—especially
towards paying for
avoid high transaction costs and
Volume 13 Number 2,
do in the administration
lower construction
infrastructure but that
poor P3 outcomes.
October 2008.
of P3s.
costs and ongoing
is a different argument.
maintenance costs. 16
The Transaction
Ho, S.P. & Tsui, C.W.
The use of PPPs will not
We identify three major
The administration of
This paper contributes to the
Costs of Public-
(2009) - The Lead 2009,
necessarily lead to
sources of transaction
PPP projects, however,
theory and practice by
Private Partnership :
CA
improved overall
costs in PPPs, namely,
is a challenging task
providing a framework for
economic efficiency
the
because the governance
understanding how the PPP
principal-principal
of PPPs involves
governance can be better
problems, renegotiation
unique relationships
designed and for examining
and hold-up problems,
between public and
whether PPPs are a suitable
and soft budget
private parties
governance structure for a
constraints.
as well as complex
particular project.
Implications on PPP Governance Design
financing issues 17
Mechanisms for
Khasnabis, S. , Dhingra,
A case study involving
The case study indicates
Additional efforts
Initial discussions presented in
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
270
Transportation
S.L. , Mishra, S. and
the MPEW and NH4 in
that the PPP
should be undertaken
this paper identify various roles
Infrastructure
Safi, C. (2010) - Journal
India is presented to
infrastructure project has
to examine the finan-
that the private sector may play
Investment in
of Urban Planning and
examine the consequence
been mutually beneficial.
cial implications of
in supporting transportation
Developing
Development ©
of joint private-public
these programs from
infrastructure programs in
Countries
ASCE/March 2010.
participation in a major
the perspective of the
developing countries.
infrastructure project.
public sector and the private sector.
18
PPP Experiences in
Mahalingam, A. (2010) -
Given the necessity for
The intent of this paper
These barriers are a
This paper uses a combination
India Cities:
Journal of Construction
PPPs to deliver
was to start a dialog on
distrust between the
of
Barriers, Enablers,
Engineering and
infrastructure services in
ways and means by
public and private
archival sources, case studies,
and The Way
Management © ASCE,
urban India, the purpose
which to increase PPP
sector, a lack of
and insights from a recently
Forward
April 2010
of this paper was to
deal-flow in India by
political willingness to
concluded roundtable
formalize and ar-ticulate
highlighting a set of
develop PPPs, the
discussion on PPPs to highlight
the key challenges that
high-level technical,
absence of an enabling
five key barriers that PPP
PPP endeavors face that
institutional and
institutional
projects face in the urban
are specific to the urban
governance issues that
environment for PPPs,
Indian context.
Indian context
these projects face and to
a lack of project
organize them into a
preparation capacity on
preliminary framework.
the part of the public sector, and poorly designed and
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
271
structured PPP projects. 19
20
Alliancing Contracts
Smith, Bill (2008) -
There are considerable
Alliancing arrangements
However, guaranteeing
The future success of projects
- A Panacea to All
Institution of
difficulties with
go a considerable way to
payment for all project
in Australia‘s construction
That Ails
Professional Engineers
traditional contracting
dealing with those
costs provides little
industry requires adequate
Construction and
of New Zealand.
practices, not least a
difficulties.
incentive for keeping
scoping at the outset, as well as
Infrastructure
reluctance to be
costs under control;
adopting the procurement
Development?
imaginative and flexible
particularly when
model best suited to the project,
in dealing with project
relatively modest
with an appropriate allocation
risk.
contractor‘s margin is
of risk between the project
at risk.
participants.
Stimulating
Berawi, M.A. &
Functions can be
Central to this is a clear
However, other
By classifying concepts into
Innovation Using
Woodhead, R.M. (2008)-
modelled as intentions
understanding of
functional and process
what out-come and purpose we
Function Models:
Value World, Volume
and as ―un-thinking‖
essential functions that
theories are also found
want to achieve, how the
Adding Product
31, Number 2, p. 4-7,
cause-effect relationships
need to be performed by
in the context of causal
sequence of processes can be
Value
SAVE Press, USA.
in an explanatory model
processes in or-der to
relationships and so
executed, and why we need to
of how a system works
achieve selected
represent alternative
perform a function, we are led
outcomes and purpose
methods to support
to a shared understanding and
intentionality
better ability to produce new ideas to stimulate innovation and adding product value.
21
Enhancing “Value
Berawi, M.A. (2009a) -
A broad definition of
Adding value is intended
Value added measures
Adding value is the process of
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
272
Added” in
Journal of the Society of
value added is to
to evaluate why, what,
the amount of revenue
changing or transforming a
Project/Product
the American Value
economically add value
where, how, and who can
earned by a company
product from its original state
Designs and Process
Engineering (SAVE)
to a product that will be
innovate and efficiently
and it is of particular
to a more valuable state
International, Volume
more preferred in the
executed the design and
importance since it
32, Fall 2009, SAVE
marketplace
perform the process to
reflects the ability of
produce the desired
the company to provide
project/product for
the clients/customers
the interest of
with
stakeholders
what they desire and
International Press, USA.
what they prepare to pay for 22
Managing Innovation
Berawi, M.A. (2009c)
Identifi ca-tion of
To harmonize
Measuring innovation
To assist us effectively respond
Indicators in Value
Value World, Volume
innovation indicators and
information and
still remains an
to the current crisis and to fi nd
Engineering
32, Number 1, p. 2-3,
the design a systematic
knowledge from various
intricate task for
creative and innovative ways of
SAVE International
framework have become
literature studies and
reasons linked to the
delivering our projects or
Press, USA
necessary attributes to
industrial applications to
quality of available
product as planned.
create value in the form
spur the growth of a new
indicators and the
of productivity,
wave of innovation
difficulty of integrating
performance and
those indicators
competitiveness.
23
Achieving Partnering
Chan. A.P.C. ; Chan,
This paper, through the
The three core partnering
Contributing factors to
it is recommended that partner-
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
273
Success Through An
D.W.M. ; Fan, L.C.N.
medium of the MTRCL
elements, mu-tual trust,
this lack of success are
ing together with TC contracts
Incentive Agreement:
Fan; Lam. P.T.I.; and
and with refer-ence to
common goals, and
nature and the large
such as IA be adopted across a
Lessons Learned
Yeung, J.F.Y. (2008)-
the infrastructure sector
commitment, were easily
size of bureaucratic
wider spectrum of the
From an
Journal of Management
of Hong Kong and
achieved under such a
organizations and
construction industry to reap
Underground
in Engineering ©
comparisons
mechanism
commercial pressure
sustainable
Railway Extension
ASCE/May 2008
with another five
compromising the
benefits and achieve
Project in Hong
partnering case studies,
partnering attitude
construction excellence
Kong
has provided valuable insights into how the partnering culture can be successfully de-veloped through the implementation of IAs
24
“Evaluation Model
Cheung, E and Chan,
This method is useful for
Potential PPP projects
Negative factors
This paper presents an
for Assessing the
A.P. (2010) - Journal of
both the public and
can be assessed by this
outweigh attractive
evaluation model useful for
Suitability of Public
Construction
private sectors especially
model and assigned a
factors of this project,
assessing the suitability of
Private Partnership
Engineering and
during the early stages of
score for their attractive
so the use of PPP to
public-private partnership
(PPP) Projects
Management © ASCE,
project evaluation.
and negative factors, and
deliver this project
(PPP) projects by study-ing
the HKZMB was used to
would not be
their attractive and negative
demonstrate the model‘s
recommended.
factors
July 2010
feasibility.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
274
25
Determinants of
Cui, Q. , Johnson, P.W. ,
Warranty provisions hold
The findings from the
This paper reported
The findings presented in this
Industry Acceptance
Sharma, D. and
contractors accountable
survey are able to
that there is very less
paper would help those state
for Highway
Bayraktar, M.E. (2010) -
for failures and
establish a guide for the
difference between the
highway agencies that have
Warranty Contracts:
Journal of Infrastructure
maintenance after
state of Alabama and
small, medium, and the
limited experience in
Alabama Case Study
Systems © ASCE/March
construction completion.
beyond to select
large contractors in
integrating warranties
appropriate projects,
terms of availability of
effectively into their contracts.
warranty terms, and
op-portunity offered by
specifications.
the warranty
2010/93
contracting 26
Enabling
Garvin, M.J. (2010) -
The principal intent of
The international
Balancing the two for
The transition to a world where
Development of the
Journal of Construction
this paper is to trigger a
community has learned
PPP projects, however,
a nontrivial percentage of infra-
Transportation
Engineering and
dialogue about PPPs and
that their high-way PPP
essentially requires that
structure services is provided
Public-Private
Management ©
how they might improve
programs must preserve
the state and its citizens
by the private sector will
Partnership Market
ASCE/April 2010/89
America‘s infrastructure
the public‘s interest and
eventually
assets.
attract private
occur.
in The United State
participation. 27
When are Public-
Ho, S.P. & Tsui, C.W.
It is hypothesized that
In this paper, we take the
Excessively high
This paper uses case study
Private Partnership
(2010) - Construction
the principal-principal
view of transaction
transaction costs could
method to empirically examine
Not an Appropriate
Research Congress 2010:
problems caused by
costeconomics and argue
render PPPs an
the hypotheses concerning the
Governance
Innovation for Reshaping
unbalanced profit
that the use of PPPs as a
inferior alternative for
transaction cost contingencies
Structure? Case
Construction Practice
structure and the hold-up
governance structure is
providing public
and whether PPPs are
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
275
Study Evidence
Proceedings of the 2010
problems caused by soft
contingent on project
budget constraints will
characteristics and
result in significant
institutional
transaction costs and
environments
infrastructures/services
appropriate as agovernance structure.
render PPPs an inferior governance structure. 28
Congestion Pricing
Hoffman, K., et al.
The use of new
Other applications of
These policy issues are
This paper surveys pricing
Applications to
(2012) – Journal of
technologies has played a
congestion pricing,
important and one size
mechanisms used by
Manage High
Transport Policy,
major role in these
including managing
does not fit all. Thus,
government agencies to
Temporal Demand
Elsevier.
successes because it has
demand for canal and
regional planners need
manage congestion, as well as
for Public Services
provided cheaper and
bridges passage, port
to assess the existing
highlights the many political
and Their Relevance
less obtrusive
usage, access to city
situation and determine
and social issues that have to be
to Air Space
mechanisms for charging
centers, and peak use of
how to obtain the best
addressed in order to
Management
the imposed fees and for
energy resources.
result.
implement a pricing
monitoring compliance. 29
mechanism.
Development
Hyun, C.T. , Song, C.Y. ,
There is a need to apply
It proposed a VE
However, VE
Therefore, this study developed
Improved VE Subject
Son, M.J. & Jo, S.M.
a VE that reflects the
function analysis method
application is not
a method to select VE subjects
Selection and
(2010) - SAVE
purpose and demands of
that can fulfill demanded
frequent due to lack of
based on a space model that can
Functional Analysis
International – Value
the project in its early
facility
VE application
compare and review the scale
at Planning Phase
World, Volume 33,
stage and supports
functions and
methodology, lack of
of facilities that are closely
for Program Level
Number 2, Summer
function-focusedways of
simultaneously reflect
useful information and
connected
2010, p. 14-24
thinking
owner and user needs.
uncertainty in
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
276
the planning phase and program-level. 30
Verification of
Jung, Kwang Hoe et. al.
There are essential
A detailed construction
To minimize the
This investigation focuses on
Incremental
(2011) – Journal of
design issues that should
stage analysis and
negative
the span-to-depth ratio,
Launching
Bridge Engineering
be considered when
measurements of this
bending moment at the
buckling shear stress of the
Construction Safety
May/June 2011, ASCE.
designing prestressed
bridge was performed to
pier during the
corrugated steel webs,
for the Ilsun Bridge,
concrete box girder
examine stress levels and
launching, it is recom-
optimization of the length of
the World’s Longest
bridges with corrugated
ensure safety during the
mended that one use
the steel launching nose,
and Widest
steel webs and that, when
erection process.
the maximum
detailed construction stage
Prestressed Concrete
constructing them, the
launching nose length
analysis, and the stress level
Box Girder with
incremental launching
and control the
endured by the corrugated steel
Corrugated Steel
method should be used
construction safety of
webs during the launching
the superstructure
process.
Web Section
through detailed construction stage analyses and field measurements. 31
A Procedure for Best
Kelly, J. and Male, S.
The research undertaken
The research
there is often a concern
This paper reports on research
Value Tendering
(2008) - SAVE
has proved that there are
demonstrates a value
on the part of the
and proposes a value
International, Value
four factors which may
based method ca-pable of
public sector
management based method for
World, Volume 31,
be used in the judgement
description within the
purchasing offi cer that
the discovery of the project
Number 2, Summer
of value for money
tender documents which
the best value criteria
value criteria which become the
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
277
2008.
tenders for design build
meets all the
for the selection of
measurement principles
namely, basic factors,
requirements of probity.
consultants and
against which a consultant or
mea-surable performance
contractors are vague
contractor may be chosen.
factors, non-measurable
and that a subsequent
performance
audit will fail to confi
factors and risks.
rm that value for money was achieved
32
Practical Meets
Knoles, W. (2009) -
The PDW illustrates that
The one-day Practical
The PDW is not
SAVE AVS training and
Value Engineering
SAVE International,
the Value Methodology
Design Workshop
intended to be a
certification was put to good
Knowledge Bank, 2009
is very flexible and can
(PDW) for the I-70
replacement for a full
use with a successful outcome.
produce value-enhancing
Interchange project was
VE Study.
results even when
very successful.
compressed and adapted to the owner‘s normal design processes. 33
A Mathematical
Lewis, W.J. (2012) -
This paper presents a
Results show that the
In the case of the
The proposed model is more
Model for
Engineering Structures
refined mathematical
optimum span/dip ratio,
suspension bridge, this
accurate than the ones
Assessment of
42 (2012) 266–277,
model for the assessment
which minimizes
limit is just less than
published to date in that it
Material
Elsevier
of relative material costs
material usage, is 3 for a
5000 m. This result
includes the self weight of the
Requirements for
of the supporting
cable-stayed (harp type)
raises a question over
cables and the pylons.
Cable
structures for cable-
bridge, and 5 for a
the feasibility of super-
Supported Bridges:
stayed and
suspension structure.
long bridges of 5000 m
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
278
Implications for
cable suspension bridges.
planned for the future
Conceptual Design
with currently available material densities and strengths of cable.
34
Relationship Between
Manley, K. , Fallan, S.M.
The construction
The relative significance
However, innovation
The results provide
Construction Firm
and Kajewski, S. (2009)
industry is responsible
of 23 business strategies
performance by
practical guidance to managers
Strategies and
- Journal of Construction
for shaping the built
concerning employees;
construction firms is
in project-based industries
Innovation Outcomes
Engineering and
environment that
marketing; technology;
very patchy. Although
wishing to improve their
Management © ASCE,
underpins all social and
knowledge; and
many firms recognize
innovation performance.
August 2009.
economic activity, but
relationships
the value of innova-
has received little
tion, many are
attention in innovation
uncertain about how to
research compared to
improve their
other sectors such as the
performance.
manufacturing industry. 35
Managing Public-
Marrewijk, A.V. , Clegg,
Project design and
By considering long-
An ideal set of
This paper presents a more
Private
S.R. , Pitsis, T.S. and
project cultures play a
established traditions
circumstances and
benign and theoretically-
Megaprojects:
Veenswijk, M. (2008) -
role in determining how
in organisation and
outcomes, which differ
grounded view on what goes
Paradoxes,
International Journal of
managers and partners
management theory,
too drastically from
wrong by comparing the project
Complexity and
Project Management 26
cooperate to achieve
including the nature of
everyday practice, will
designs, daily practices, project
Project Design
(2008) 591-600.
project objectives to a
practical rationality, plus
always produce gaps
cultures and management
greater or lesser extent.
differing organisational
for analysis.
approaches of two recent
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
279
interests, values and
megaprojects in The
project orientations or
Netherlands and Australia,
cultures, we obtain a
showing how these projects
real, rather than an
made sense of uncertainty,
idealised view, of what
ambiguity and risk.
takes place. 36
Impact of the Capital
Regan, M. , Smith, J. and
PPPs are highly
PPPs with positive credit
Prevailing conditions
This paper seeks to examine
Market Collapse on
Love, P.E.D. (2011) -
dependent on capital
characteristics will fare
in international and
whether the current volatility
Public Private
Journal of Construction
markets for many
much better regardless of
domestic capital
and uncertainty in capital
Partnership
Engineering and
services: Raising equity
size.
markets are unstable
markets in Australia affects the
Infrastructure
Management © ASCE,
capital through IPOs;
and volatile.
feasibility of privately financed
Projects
January 2011
Debt finance; Financial
infrastructure and specifically
risk management;
the public-private partnership
Intermediation, credit
method of
insurance, and related
procurement.
services; Innovation from financier-led competitive bids. 37
Civil Engineers in
Ricaurte, J.L. , Arboleda,
Civil engineers must
Proposed an extended set
Current civil
This paper analyzes the basic
Public-Private
C.A. and Mora, F.P.
have a more prominent
of skills and knowledge
engineering curricula
skills that a civil engineer must
Partnerships and as
(2008) - Leadership and
role in the concep-tion,
areas to civil engineers
do not provide
have in
Master Planners for
Management in
development, and
involved in PPP projects,
the required skills and
order to be an active participant
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
280
Infrastructure
Engineering © ASCE ,
implementation of
with the goal of
knowledge base to civil
in the development and
Development
October 2008
infrastructure projects.
supplying essential tools
engineers who would
implementation of PPP
for PPP practitioners
be the master planners
projects.
from three different
and implementers of
perspectives: technical,
in-frastructure projects.
managerial, and delivery systems. 38
Contractors’
Tan, Y. , Shen, L. and
The findings show that
Thirteen typical bidding
With the market
This paper reports the findings
Competition
Langston, C. (2010) -
low bid is the most
strategies, their used
becoming more
from a recent survey on
Strategies in
Journal of Construction
frequently used
frequency in bidding,
intensive and aware of
competition strategies in the
Bidding: Hong Kong
Engineering and
competition strategy in
and their effectiveness
sus-tainable
Hong Kong construction
Study
Management © ASCE,
bidding. Other com-
for winning contracts of
development goals,
industry.
October 2010.
petition strategies, such
different types and
contractors need to find
as high tech and
between different groups
ways to ex-plore new
management innovation,
of contractors are
opportunities.
have been realized by
studied.
contractors as important in practice. 39
Estimating Minimum
Vajdic, Nevena et. al.
Toll rate is sensitive to
Road planners can
If the project is chosen
The objective of this paper is to
Toll Rates in Public
(2012) – Transport
changes in project‘s
estimate the minimum
to be delivered as PPP
investigate the relationship
Private Partnership
Research Arena 2012,
construction and
toll rate that, while
contract, there are
between the level of toll rates
Elsevier.
operational costs.
affordable to prospective
number of feasibility
and several project technical
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
281
road users, will be
analyses and due
capable of providing the
diligence procedures
concessionaires with
which project has to
enough revenues to yield
meet in order rich
acceptable returns on
financial closure.
and financial parameters.
their investments. 40
Expanding Value
Vickers, J.R. and
An important first step in
This will provide an
The government now
This presentation will provide
Engineering in
Mandelbaum, J. (2009) -
promoting VE could be
analysis of why VE is
predominantly spends
an analysis of why VE is not
Service Contracts
SAVE International –
government use of the
not being used
its acquisition dollars
being used extensively
Knowledge Bank, 2009
mandatory provisions of
extensively in service
on services where
inservice contracts and discuss
the VE clause to build a
contracts and discuss the
contractor initiated VE
the difficulties in adopting
history of ideas and
difficulties in adopting
proposals are rare.
current VE processes, with its
experience to guide
current VE processes.
decidedly hardware focus,to the
longer term changes.
unique requirements of services.
41
The Combination of
Villegas, O. &
The understanding of
The success in the use of
This process has up to
This paper will show how
Japanese VA Tear-
Malagrida, M. (2009) -
function competitiveness
these combined
14 steps merging the
Autoliv merged the Japanese
Down with FAST &
SAVE International,
motivatednew function
methodologies has been
Japanese VA tear-
VA Tear-Down with SAVE
Cost Matrix as a
Knowledge Bank, 2009.
developments to increase
key to the introduction
down with the standard
International techniques (FAST
Tool For Competitor
value, and numerous
and acceptance of these
SAVE job plan
& Cost Matrix) to be utilized as
Analysis and Target
projects were launched to
practices into other
methodology.
a tool to identify value
Cost
reduce cost on existing
development areas.
opportunities as well as to be
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
282
production products.
used as reference for Target Costing.
42
Selecting BOT/PPP
Wibowo, A. (2010) -
The objective is to obtain
The methodology was
However, many
This paper presents a project
Infrastructure
Journal of Construction
a portfolio of guaranteed
applied to a much-
governments,
selection methodology under
Projects for
Engineering and
projects that brings the
simplified hypo-thetical
especially in
the chance-constrained goal-
Government
Management © ASCE,
maximum welfare gain
case for illustration
developing economies,
programming framework in the
Guarantee Portfolio
October 2010
to the economy as a
purposes. A set of
are often lacking in the
context of the Indonesian
under Condition of
whole and net change in
different scenarios were
financial resources
BOT/PPP infrastructure
Budget Risk in the
net present value, but at
also presented and, based
essential for building
industry.
Indonesian Context
the same time puts the
on the scenario analysis,
new and maintaining
government at the lowest
the government can
existing infrastructure
fiscal risk under a
compare two or more
facilities.
budgetary con-straint.
sets of scenarios and choose which one would deliver the highest value for the money.
43
A Stochastic Revenue
Xu, Jiang-Wei and
The concession period
The use of actual data
The estimation
This paper presents a stochastic
and Cost Model for
Sungwoo Moon (2012) -
directly affects the
from a BOT project
reliability depends
revenue and cost model to
Determining a BOT
Journal of Management
interests of both the
helped to generate the
heavily on historical
determine a concession period
Concession Period
in Engineering, ASCE
concerned government
distribution of variables
data and
under multiple constraints in
under Multiple
and the
in the model
the operating
planning a BOT infrastructure
Project Constraints
concessionaire.
development and to
information of similar
project.
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
283
understand the
existing projects.
uncertainties inherent in
Without this
a BOT project; The
information, it is very
uncertainties regarding
difficult to
the toll revenue and
determine parameters
construction cost are
in the stochastic model.
embedded in the concession period determination model; The stochastic process can be used to simulate the toll revenue and construction cost according to the special characteristics of a BOT project; The presented method has the ability to balance interests between the government and the concessionaire
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
284
LAMPIRAN 4.Life Cycle Cost Analysis Fungsi Transportasi ESTIMASI VOLUME KENDARAAN/ORANG/BARANG TAHUN 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042 2043 2044 2045 2046 2047 2048 2049 2050
GOL.1 (Kendaraan)
GOL.2 (Kendaraan)
969.391 997.803 1.026.235 1.055.923 1.087.442 1.121.098 1.157.113 1.195.716 1.237.177 1.281.678 1.329.111 1.378.907 1.430.226 1.482.182 1.533.349 1.580.930 1.621.574 1.653.729 1.678.331 1.697.527 1.713.647 1.728.744 1.744.419 1.761.800 1.781.583 1.804.121 1.829.513
57.752 59.445 61.139 62.908 64.785 66.790 68.936 71.236 73.706 76.357 79.183 82.150 82.207 88.302 91.351 94.185 96.607 98.523 99.988 101.132 102.092 102.992 103.925 104.961 106.140 107.482 108.995
JALAN TOL GOL.3 GOL.4 (Kendaraan) (Kendaraan) 965.966 994.277 1.022.609 1.052.192 1.083.599 1.117.136 1.153.024 1.191.491 1.232.805 1.277.149 1.324.415 1.374.035 1.425.172 1.476.945 1.527.931 1.575.343 1.615.844 1.647.886 1.672.400 1.691.529 1.707.592 1.722.635 1.738.255 1.755.574 1.775.288 1.797.746 1.823.048
236.353 243.281 250.213 257.451 265.136 273.342 282.123 291.535 301.644 312.494 324.059 336.200 348.712 361.380 373.855 385.456 395.366 403.206 409.204 413.885 417.815 421.496 425.318 429.555 434.379 439.874 446.065
GOL.5 (Kendaraan)
GOL.6 (Kendaraan)
34.254 35.258 36.263 37.312 38.425 39.615 40.887 42.251 43.716 45.289 46.965 48.725 50.538 52.374 54.182 55.863 57.299 58.436 59.305 59.983 60.553 61.086 61.640 62.254 62.953 63.750 64.647
530.939 546.500 562.072 578.333 595.595 614.029 633.755 654.898 677.606 701.979 727.958 755.232 783.339 811.796 839.820 865.880 888.141 905.753 919.227 929.741 938.570 946.838 955.424 964.943 975.779 988.123 1.002.030
JALUR K.A. PENUMPANG BARANG (Orang) (Ton) 1.079.923 1.111.575 1.143.249 1.176.322 1.247.777 1.286.395 1.327.721 1.372.016 1.462.177 1.514.772 1.570.832 1.629.684 1.741.046 1.804.293 1.866.579 1.942.501 2.033.197 2.073.515 2.104.361 2.128.430 2.213.102 2.232.598 2.252.843 2.275.289 2.369.863 2.399.843 2.433.619
7.607.761 7.830.739 8.053.873 8.286.863 8.534.218 8.798.350 9.080.999 9.383.956 9.709.337 10.058.583 10.430.837 10.821.635 11.224.383 11.632.133 12.033.689 12.407.103 12.726.079 12.978.432 13.171.505 13.322.157 13.448.667 13.567.144 13.690.165 13.826.569 13.981.827 14.158.703 14.357.978
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
285
ESTIMASI TARIF KENDARAAN/ORANG/BARANG TAHUN 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042 2043 2044 2045 2046 2047 2048 2049 2050
GOL.1 (Rp./Kend.) 465.000 465.000 478.950 478.950 493.319 493.319 508.118 508.118 523.362 523.362 539.062 539.062 555.234 555.234 571.891 571.891 589.048 589.048 606.720 606.720 624.921 624.921 643.669 643.669 662.979 662.979 682.868
GOL.2 (Rp./Kend.) 1.026.000 1.026.000 1.056.780 1.056.780 1.088.483 1.088.483 1.121.138 1.121.138 1.154.772 1.154.772 1.189.415 1.189.415 1.225.098 1.225.098 1.261.851 1.261.851 1.299.706 1.299.706 1.338.697 1.338.697 1.378.858 1.378.858 1.420.224 1.420.224 1.462.831 1.462.831 1.506.716
JALAN TOL GOL.3 GOL.4 (Rp./Kend.) (Rp./Kend.) 1.724.000 1.926.000 1.724.000 1.926.000 1.775.720 1.983.780 1.775.720 1.983.780 1.828.992 2.043.293 1.828.992 2.043.293 1.883.861 2.104.592 1.883.861 2.104.592 1.940.377 2.167.730 1.940.377 2.167.730 1.998.589 2.232.762 1.998.589 2.232.762 2.058.546 2.299.745 2.058.546 2.299.745 2.120.303 2.368.737 2.120.303 2.368.737 2.183.912 2.439.799 2.183.912 2.439.799 2.249.429 2.512.993 2.249.429 2.512.993 2.316.912 2.588.383 2.316.912 2.588.383 2.386.419 2.666.034 2.386.419 2.666.034 2.458.012 2.746.015 2.458.012 2.746.015 2.531.752 2.828.396
GOL.5 (Rp./Kend.) 2.890.000 2.890.000 2.976.700 2.976.700 3.066.001 3.066.001 3.157.981 3.157.981 3.252.720 3.252.720 3.350.302 3.350.302 3.450.811 3.450.811 3.554.335 3.554.335 3.660.966 3.660.966 3.770.795 3.770.795 3.883.918 3.883.918 4.000.436 4.000.436 4.120.449 4.120.449 4.244.062
GOL.6 (Rp./Kend.) 65.000 65.000 66.950 66.950 68.959 68.959 71.027 71.027 73.158 73.158 75.353 75.353 77.613 77.613 79.942 79.942 82.340 82.340 84.810 84.810 87.355 87.355 89.975 89.975 92.674 92.674 95.455
JALUR K.A. PENUMPANG BARANG (Rp./Orang) (Rp./Ton) 35.000 15.000 35.000 15.000 36.050 15.450 36.050 15.450 37.132 15.914 37.132 15.914 38.245 16.391 38.245 16.391 39.393 16.883 39.393 16.883 40.575 17.389 40.575 17.389 41.792 17.911 41.792 17.911 43.046 18.448 43.046 18.448 44.337 19.002 44.337 19.002 45.667 19.572 45.667 19.572 47.037 20.159 47.037 20.159 48.448 20.764 48.448 20.764 49.902 21.386 49.902 21.386 51.399 22.028
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
286
ESTIMASI REVENUE (Juta Rp.) JALAN TOL TAHUN 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042 2043 2044 2045 2046 2047 2048 2049 2050
GOL.1 450.767 463.978 491.515 505.734 536.455 553.058 587.950 607.565 647.491 670.781 716.474 743.317 794.111 822.958 876.909 904.120 955.185 974.126 1.018.276 1.029.923 1.070.894 1.080.329 1.122.828 1.134.016 1.181.152 1.196.094 1.249.316
GOL.2 59.254 60.991 64.610 66.480 70.517 72.700 77.287 79.865 85.114 88.175 94.181 97.710 100.712 108.179 115.271 118.847 125.561 128.051 133.854 135.385 140.770 142.011 147.597 149.068 155.265 157.228 164.224
GOL.3 1.665.325 1.714.134 1.815.867 1.868.398 1.981.893 2.043.232 2.172.137 2.244.604 2.392.107 2.478.151 2.646.961 2.746.131 2.933.782 3.040.359 3.239.676 3.340.204 3.528.860 3.598.837 3.761.945 3.804.974 3.956.340 3.991.193 4.148.205 4.189.535 4.363.679 4.418.881 4.615.506
GOL.4 455.216 468.559 496.368 510.726 541.751 558.518 593.754 613.562 653.883 677.403 723.547 750.655 801.949 831.082 885.564 913.044 964.614 983.742 1.028.327 1.040.090 1.081.465 1.090.993 1.133.912 1.145.208 1.192.811 1.207.901 1.261.648
JALUR K.A. GOL.5
GOL.6
PENUMPANG
BARANG
98.994 101.896 107.944 111.067 117.811 121.460 129.120 133.428 142.196 147.312 157.347 163.243 174.397 180.733 192.581 198.556 209.770 213.932 223.627 226.184 235.183 237.253 246.587 249.043 259.395 262.679 274.366
34.511 35.523 37.631 38.719 41.071 42.343 45.014 46.516 49.572 51.355 54.854 56.909 60.798 63.006 67.137 69.220 73.130 74.580 77.960 78.852 81.988 82.711 85.964 86.821 90.430 91.574 95.648
37.797 38.905 41.214 42.406 46.332 47.766 50.779 52.473 57.599 59.671 63.736 66.124 72.761 75.405 80.348 83.616 90.146 91.933 96.100 97.199 104.098 105.015 109.146 110.234 118.260 119.756 125.085
114.116 117.461 124.432 128.032 135.809 140.013 148.846 153.812 163.919 169.815 181.383 188.179 201.038 208.341 221.999 228.888 241.815 246.610 257.787 260.736 271.108 273.497 284.256 287.088 299.021 302.804 316.278
TOTAL 2.915.980 3.001.446 3.179.582 3.271.563 3.471.640 3.579.089 3.804.887 3.931.825 4.191.881 4.342.664 4.638.482 4.812.267 5.139.547 5.330.062 5.679.485 5.856.495 6.189.080 6.311.812 6.597.876 6.673.343 6.941.847 7.003.002 7.278.496 7.351.013 7.660.012 7.756.916 8.102.072
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
287
OPERATIONAL & MAINTENANCE ( Juta Rp. )
FINANCIAL ANALYSIS (Juta Rp.)
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
288
FUNGSI ENERGI ESTIMASI VOLUME
ESTIMASI TARIF
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
289
ESTIMASI REVENUE (Juta Rp.)
OPERATIONAL & MAINTENANCE (Juta Rp.)
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
290
FINANCIAL ANALYSIS (Juta Rp.) TAHUN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
INITIAL COST
REVENUE
O&M
(10.980.727)
CASH FLOW
152.683 155.736 158.851 162.028 165.269 168.574 171.946 175.384 178.892 182.470 186.119 189.842 193.639 197.511 201.462 205.491 209.601 213.793 218.069 222.430 226.879 231.416 236.044 240.765 245.581 250.492 255.502
(10.980.727) 1.434.640 1.503.334 1.575.209 1.650.412 1.729.093 1.811.413 1.897.537 1.987.639 2.081.900 2.180.510 2.283.667 2.391.579 2.504.462 2.622.544 2.746.060 2.875.259 3.010.399 3.151.751 3.299.597 3.454.234 3.615.971 3.785.130 3.962.050 4.147.083 4.340.598 4.542.982 4.754.637
Discount Rate
6,72%
1.587.323 1.659.070 1.734.060 1.812.440 1.894.362 1.979.987 2.069.483 2.163.023 2.260.792 2.362.980 2.469.786 2.581.421 2.698.101 2.820.055 2.947.521 3.080.749 3.219.999 3.365.543 3.517.666 3.676.664 3.842.850 4.016.546 4.198.094 4.387.848 4.586.179 4.793.474 5.010.139
IRR NPV
17,10% 15.886.430
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
291
FUNGSI PARIWISATA ESTIMASI VOLUME
ESTIMASI TARIF
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
292
ESTIMASI REVENUE (Juta Rp.)
OPERATIONAL & MAINTENANCE (Juta Rp.)
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
293
FINANCIAL ANALYSIS (Juta Rp.)
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
294
FUNGSI TELEKOMUNIKASI ESTIMASI VOLUME, TARIF DAN REVENUE
FINANCIAL ANALYSIS (Juta Rp.)
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
295
FUNGSI KAWASAN INDUSTRI ESTIMASI VOLUME, HARGA SEWA DAN REVENUE
FINANCIAL ANALYSIS (Juta Rp.)
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
296
SELURUH FUNGSI FINANCIAL ANALYSIS (Juta Rp.) TAHUN 0
INITIAL COST
REVENUE
O&M
(189.594.990)
CASH FLOW (189.594.990)
1
6.811.322
801.790
6.009.532
2
7.391.654
817.025
6.574.629
3
8.138.327
832.860
7.305.467
4
8.892.447
849.365
8.043.082
5
9.866.583
866.618
8.999.965
6
10.878.931
884.709
9.994.222
7
12.161.249
903.738
11.257.511
8
13.519.882
923.821
12.596.061
9
15.213.769
945.084
14.268.685
10
17.030.157
967.674
16.062.482
11
18.548.743
987.524
17.561.219
12
19.794.382
1.006.392
18.787.991
13
21.273.759
1.025.696
20.248.064
14
22.691.863
1.045.450
21.646.413
15
24.331.429
1.065.670
23.265.758
16
25.827.805
1.086.371
24.741.434
17
27.461.252
1.107.570
26.353.682
18
28.833.894
1.129.283
27.704.612
19
30.316.769
1.151.528
29.165.240
20
31.553.017
1.174.325
30.378.692
21
32.970.886
1.197.694
31.773.192
22
34.195.813
1.221.655
32.974.158
23
35.673.113
1.246.231
34.426.882
24
37.005.136
1.271.445
35.733.691
25
38.646.393
1.297.321
37.349.072
26
40.158.804
1.323.886
38.834.919
27
42.009.178
1.351.165
40.658.013
Discount Rate
6,72%
IRR
7,37%
NPV
16.070.519 Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
297
LAMPIRAN 5 : ALGORITMA SYSTEM DYNAMIC 1. Sub Sistem Populasi imigrasi rate Jawa imigrasi Jawa
emigrasi rate Jawa
emigrasi Jawa
Populasi Jawa birth Jawa
death Jawa
birth rate Jawa
imigrasi rate Sumatera
death rate Jawa emigrasi rate Sumatera emigrasi Sumatera
imigrasi Sumatera
birth Sumatera
birth rate Sumatera
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nama Variabel Imigrasi Rate Jawa Imigrasi Jawa Emigrasi Rate Jawa Emigrasi Jawa Populasi Jawa Birth Rate Jawa Birth Jawa Death Rate Jawa Death Jawa Imigrasi Rate Sumatera Imigrasi Sumatera Emigrasi Rate Sumatera Emigrasi Sumatera Populasi Sumatera Birth Rate Sumatera Birth Sumatera Death Rate Sumatera Death Sumatera
Populasi Sumatera
death Sumatera
death rate Sumatera
Rumus/Nilai 0.002 people/year 'Populasi Jawa'*'imigrasi rate Jawa' 0.001 people/year 'Populasi Jawa'*'emigrasi rate Jawa' 137.566.739 people 0.0002 people/year 'Populasi Sumatera *'birth rate Sumatera 0.0001 people/year 'Populasi Sumatera *'death rate Sumatera 0.002 people/year 'Populasi Sumatera *'imigrasi rate Sumatera 0.002 people/year 'Populasi Sumatera *'emigrasi rate Sumatera 51.088.368 people 0.0002 people/year 'Populasi Sumatera *'birth rate Sumatera 0.0001 people/year 'Populasi Sumatera *'death rate Sumatera
Universitas Indonesia
Model aliansi..., Albert Eddy Husin, FT UI, 2015.
298
2. Sub Sistem Sektor Ekonomi PENURUNAN WAKTU efek positif JSS BIAYA PENGIRIMAN JSS off-on terhadap LEBIH CEPAT sektor industri produksi industri
efek jss terhadap profitability industry
REAL GDP AWAL
investasi tambahan
penanaman modal asing
Real GDP pertumbuhan Indonesia GDP
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Variabel Real GDP Awal Real GDP Indonesia Pertumbuhan GDP Penanaman Modal Asing Laju PMA per GDP Waktu Pengiriman Lebih Cepat Penurunan Biaya Efek JSS Terhadap Profitability Industry
9 10
Efek Positif JSS terhadap Sektor Industri Profit Sektor Industri
11 12 13 14 15 16 17 18 19
JSS off-on Investasi Industri Investasi Tambahan Produksi Industri Pengiriman Barang Industri Muatan Rata-rata per Trip Industrial Capital Depresiasi Industri Umur Industrial Capital
MUATAN RATA RATA PER TRIP
profit sektor industri
LAJU PMA PER GDP
pengiriman barang industri
Industrial Capital
investasi industri
depresiasi industri
UMUR INDUSTRIAL CAPITAL
Rumus/Nilai Rp 8.981.533.154.179.485,00 'REAL GDP AWAL' 5.85%*'Real GDP Indonesia'/year 'LAJU PMA PER GDP'*'Real GDP Indonesia' 1.63% 1% 2% GRAPHCURVE(ARRAVERAGE('TIKET JSS'),0<