UNIVERSITAS INDONESIA SEJARAH HUBUNGAN PERDAGANGAN BILATERAL HASIL INDUSTRI OTOMOTIF JEPANG DAN SUMBER DAYA ALAM AUSTRALIA TAHUN 2006-2010
NASKAH RINGKAS SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora
FAZRA FATIMA AZZAHRA 0906535486 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI JEPANG DEPOK 2013
I
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
II
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
III
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
1
Sejarah Hubungan Perdagangan Bilateral Hasil Industri Otomotif Jepang dan Sumber Daya Alam Australia Tahun 2006-2010 Fazra Fatima Azzahra, M. Mossadeq Bahri Program studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia. E-mail:
[email protected]
Abstrak Sejak pasca Perang Dunia II negara-negara di dunia berusaha untuk menjadi negara yang tidak hanya diakui kekuatannya secara politik tetapi juga secara ekonomi. Oleh karena itu perdagangan luar negeri merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mencapai kepentingan ekonomi sebuah negara. Dalam hal ini Jepang memaksimalkan potensinya sebagai negara penghasil dan pengekspor industri otomotif di dunia. Di sisi lain Australia mengekspor kekayaan sumber daya alam untuk kepentingan ekonominya. Oleh karena itu Jepang dan Australia yang memiliki perbedaan potensi mengadakan perjanjian hubungan perdagangan bilateral untuk saling memenuhi kebutuhan satu sama lain. Jepang dan Australia menandatangani perjanjian perdagangan untuk yang pertama kalinya pada tahun 1957. Mereka juga sepakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam rangka mendiskusikan isu bilateral khususnya di bidang ekonomi. Melalui perjanjian itulah hubungan perdagangan kedua negara yang bersifat komplementer ini terus berlanjut. Bahkan mereka mampu mengatasi rintangan dan meningkatkan ekspor mereka berkat komitmennya untuk bekerjasama dan meningkatkan hubungan bilateralnya di bidang ekonomi. Kata kunci : Jepang, Australia, Kemitraan, Perdagangan, Bilateral, Ekspor, Otomotif, Sumber daya alam. History of Bilateral Trade Between Japanese Automotives Production and Australian Natural Resources Year 2006-2010 Abstract Since the post World War II the countries in the world trying to become a country that is not only recognized for its strength politically but also economically. Therefore, foreign trade is one of the way to achieve the economic interest. In this case Japan maximize its potential as a producer and exporter of automotives in the world. On the other hand Australia export its natural resources for economic interest. Therefore, Japan and Australia which have a different potential entered into bilateral trade relations to meet their economic interest. They agreed to conclude the bilateral trade agreement for the first time in 1957. They are also agreed to participate actively in discussing bilateral issues, particularly in the economic field. The bilateral trade between Japan and Australia which complement each other still continued through this agreement. Moreover they able to overcome and increasing their export because of their commitment to cooperate and enhance their bilateral relations in the economic field. Key word : Japan, Australia, Partnership, Trade, Commerce, Bilateral, Export, Automotives, Natural Resources, Agreement.
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
2
1. Pendahuluan Letak geografis dan kondisi masyarakat masing-masing negara baik negara maju maupun berkembang memiliki kelebihan dan kekurangan. Sedangkan di sisi lain ada kalanya terdapat perbedaan kebutuhan yang dirasakan oleh setiap negara-negara di dunia namun tidak dapat terpenuhi secara maksimal apabila hanya mengandalkan sumber daya dalam negeri. Sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut, timbul ketergantungan antara negara yang satu dengan negara yang lainnya untuk saling melengkapi kebutuhan melalui hubungan diplomatik antarnegara seperti hubungan dagang. Salah satunya seperti hubungan bilateral di bidang ekonomi dalam lingkup hubungan perdagangan yang dilakukan Jepang dan Australia. Keinginan Jepang dan Australia untuk mengadakan hubungan diplomatik didasari oleh beberapa faktor, terutama di bidang ekonomi. Sebagai negara yang memiliki cadangan sumber daya minyak yang terbatas, Jepang justru berhasil menciptakan industri otomotif yang hemat bahan bakar dan diminati oleh negara di dunia1. Namun dengan dilatarbelakangi oleh keterbatasan sumber daya alam, maka Jepang harus mendapatkan pasokan bahan baku dari negara lain. Hal tersebut menjadi salah satu alasan Jepang mengadakan hubungan dagang dengan Australia, negara yang dianggap memiliki kekayaan sumber daya alam. Bagi Australia, jaringan bisnis Jepang yang luas adalah salah satu daya tarik dan alasan baginya untuk mengadakan dan memperkuat hubungan dagang dengan Jepang. Amir M.S dalam bukunya yang berjudul Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri mengatakan bahwa terdapat dua kategori keunggulan yang mendorong terjadinya perdagangan luar negeri. Pertama adalah keunggulan mutlak (absolute advantage) yaitu keunggulan suatu negara dalam memproduksi suatu jenis barang disebabkan faktor alam (M.S, Amir, 2000, p. 1). Keunggulan ini adalah keunggulan Australia yang kaya akan sumber daya alam mineral dan energi seperti bauksit, bijih besi, tembaga, batu bara, dan 1
Dalam situs Japan Automobile Manufacturer Association dikatakan bahwa latar belakang kesuksesan industri otomotif Jepang berawal dari krisis minyak di tahun 1973. Jepang merupakan negara yang bergantung pada sumber daya minyak dan sebesar 80% kebutuhannya diperoleh dari negara Timur Tengah. Pada tahun 1973 negara-negara di dunia termasuk Jepang mengalami kepanikan ketika himpunan negara-negara pengekspor minyak bumi atau Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) mengumumkan keputusannya untuk membatasi jumlah produksi sumber daya minyak. Harga bensin pada saat itu pun meningkat sebesar 217%. Pada tahun 1974 Produk Nasional Bruto (GNP) Jepang menunjukkan angka minus untuk yang pertama kalinya sejak pasca Perang Dunia II. Meskipun Jepang mengalami dampak negatif tersebut namun Jepang mampu mengatasinya. Krisis minyak dan peraturan yang mengetatkan emisi gas di dunia telah menumbuhkan dan membangun kesadaran negara Jepang akan pentingnya penghematan sumber daya energi. Hal tersebut menjadi bagian dari kebijakan nasional Jepang yang diikuti dengan pengembangan teknologi otomotif dengan melakukan efisiensi biaya, penghematan penggunaan sumber daya dan energi, dan promosi ekspor hasil industri otomotif Jepang di tengah persaingan ekonomi di dunia. Oleh karena itu perusahaan Jepang yang bertindak sebagai produsen otomotif Jepang pun menemukan cara untuk menekan penggunaan bahan bakar pada otomotif yang diprouksinya. Beberapa cara yang dilakukan adalah dengan memproduksi kendaraan yang dilengkapi dengan sistem front-wheel drive dan penggunaan bahan baku ringan seperti lembaran baja, aluminium, dan plastik (“The Maturing Domestic Market”, chap.1-2, n.d.).
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
3
sumber daya alam lainnya. Sedangkan yang ke dua adalah keunggulan dimana suatu negara mampu memproduksi barang yang lebih baik dan lebih murah disebabkan kombinasi faktor produksi seperti alam, tenaga kerja, modal, dan manajemen sehingga dapat menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi. Keunggulan ini disebut dengan keunggulan dalam perbandingan biaya atau comparative advantage or cost (M.S, Amir, 2000, p.2). Keunggulan yang ke dua ini adalah milik Jepang yang tercermin oleh kemampuannya dalam memproduksi industri otomotif yang hemat bahan bakar dalam menanggapi krisis minyak pada tahun 1973. Melalui keunggulan inilah kedua negara melakukan hubungan diplomatik di bidang perdagangan untuk saling memenuhi dan melengkapi kekurangan satu sama lain. Sejarah hubungan diplomasi di bidang perdagangan kedua negara sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 19572. Jepang merupakan salah satu sekutu dagang barang dan jasa terbesar dan merupakan sumber investasi yang penting bagi Australia. Jepang dan Australia juga berkomitmen untuk mengadakan dialog rutin di tingkat menteri dengan membentuk Australia Japan Ministerial Committee (AJMC) dalam rangka memperkuat hubungan bilateralnya pada tahun 1971. Kemudian pada tahun 1989 diselenggarakanlah AustraliaJapan Ministerial Committee di Tokyo yang ke sepuluh yang menghasilkan kesepakatan mengenai karakteristik dasar bagi hubungan kedua negara. Penulis tertarik lebih lanjut untuk meneliti mengenai sejarah perkembangan hubungan bilateral antara Jepang dan Australia di bidang perdagangan hasil industri otomotif dan sumber daya alam dalam mencapai kepentingan ekonomi kedua negara sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian kualitatif melalui kajian literatur atau kepustakaan. Menurut Sugiyono metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah (2008, p.1). Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa metode penelitian kualitatif cocok digunakan untuk meneliti hal-hal yang berkaitan dengan sejarah perkembangan. Misalnya seperti sejarah
2
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya penandatanganan persetujuan hubungan dagang antara Jepang dan Australia tepatnya pada 6 Juli 1957. Sekretaris Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia, Michael L’Estrange dalam karya ilmiah Moreen Dee yang merupakan Pejabat Eksekutif Sejarah Publikasi dan Informasi Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia yang berjudul Friendship and Cooperation : The 1976 Basic Treaty between Australia and Japan mengatakan bahwa pada tahun 1957 para pemimpin politik di Jepang dan Australia memiliki keinginan untuk mengadakan dan menandatangani suatu perjanjian perdagangan yang menjamin pertumbuhan yang dramatis hingga ke depannya melalui integrasi perdagangan dan ekonomi antara kedua negara. Kemudian hingga pada akhir 1960-an status Jepang pun menjadi pasar ekspor terbesar Australia. Oleh karena itu timbul keinginan antara Jepang dan Australia untuk semakin memperluas hubungan kemitraan di bidang ekonomi yang kemudian melatarbelakangi negosiasi Perjanjian Dasar Jepang dan Australia di tahun 1976 (The 1976 Basic Treaty between Australia and Japan) (2006, p.v).
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
4
perkembangan kehidupan seorang tokoh atau masyarakat akan dapat dilacak melalui metode kualitatif. 2. Pembahasan Pada tanggal 6 Juli tahun 1957 Jepang dan Australia mengadakan pertemuan untuk menandatangani perjanjian perdagangan. Penandatanganan tersebut menjadi landasan hubungan bilateral antara kedua negara untuk bersama-sama membangun ekonomi negara yang kuat meskipun sebenarnya pada saat itu masih tersisa ketegangan akibat perang dunia ke-dua (Drysdale, P. 9). Penandatanganan perjanjian di bidang perdagangan antara Jepang dan Australia yang dilaksanakan pada tanggal 6 Juli 1957 tersebut telah merangsang pertumbuhan hubungan dagang antara Jepang dan Australia. Penandatanganan perjanjian tersebut dihadiri oleh Nobusuke Kishi yang merupakan Menteri Luar Negeri Jepang dan Menteri Perdagangan dan Industri Australia yaitu J. McEwen. Dalam pidato yang disampaikan oleh Alexander Downer yang menjabat sebagai Menteri Hubungan Luar Negeri Australia pada simposium hubungan Jepang dan Australia dinyatakan bahwa perjanjian tersebut turut memberikan kesadaran kepada Jepang dan Australia untuk melihat jauh ke depan bahwa kepentingan hubungan perdagangan dalam jangka panjang antara Jepang dan Australia membuat hubungan mereka semakin dekat. Di samping itu perjanjian ini juga menandakan era dimulainya dialog hubungan persahabatan antara Jepang dan Australia dan menjamin keberlanjutan pertumbuhan ekonomi kedua negara (“Natural Partners”, 1997, chap.1). Pada awalnya perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1957 ini didasari oleh kebutuhan industri tekstil Jepang terhadap bahan baku wol Australia. Sehingga Perjanjian Perdagangan Jepang dan Australia
yang ditandatangani pada tanggal 6 Juli 1957 ini menghasilkan
beberapa ketetapan utama. Pertama, Jepang dan Australia sepakat untuk memberlakukan sistem non diskriminasi dalam perdagangan kedua belah pihak meskipun terdapat pembatasan tertentu yang diberlakukan oleh negara ketiga. Selanjutnya yang kedua adalah Jepang menjamin akses yang lebih liberal bagi produk Australia seperti wool, terigu, gula, gandum, anggur, dan susu skim. Khusus untuk komoditas wool Jepang tidak akan menjatuhkan kewajiban pajak selama 3 tahun sejak perjanjian dilaksanakan. Sejak perjanjian di tahun 1957 ditandatangani, hubungan kedua negara berjalan dengan baik. Jepang menjadi pasar
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
5
komoditas wool, terigu, batu bara, dan tembaga yang terbesar bagi Australia. Selain itu Australia dapat menikmati pertumbuhan ekonomi yang tinggi3. (Stockwin, 1972, p.216-217). Meskipun wol pada saat itu merupakan komoditas yang menjadi perhatian dalam Perjanjian Perdagangan Jepang dan Australia tahun 1957, tetapi sebenarnya sejak tahun 1955 Jepang juga mengimpor komoditas berupa tembaga, batu bara, serta besi dan baja dari Australia4. Selain itu pada tahun yang sama Jepang juga mengekspor barang jadi untuk Australia berupa peralatan maupun permesinan elektrik dan nonelektrik, serta alat transportasi seperti kapal dan perahu (Ball, 1969, p.127).
Sehingga berdasarkan hal tersebut dapat
diketahui bahwa pada tahun 1950-an Jepang tidak hanya memiliki industri yang bergerak di bidang tekstil saja tetapi juga sudah mulai memiliki kemampuan dalam mengelola industri berat yang bergerak di bidang transportasi dan peralatan listrik yang kemudian hasilnya juga diekspor ke Australia. Kemudian pada tahun 1963, Jepang dan Australia melakukan peninjauan kembali (amandemen) terhadap Perjanjian Perdagangan tahun 1957. Peninjauan ulang yang dilakukan pada tahun 1963 ini dilakukan oleh Hajime Fukuda yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dan Interim Jepang dan J. McEwen yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan Australia. Peninjauan ulang atas perjanjian perdagangan ini merupakan bukti atas keinginan Jepang dan Australia untuk melanjutkan hubungan dagangnya. Sehingga pada saat peninjauan ulang terhadap Perjanjian Perdagangan Jepang dan Australia tahun 1963 ini, Jepang berusaha untuk terus memberikan perlakuan yang sama dan memberlakukan sistem non tarif terhadap komoditas wol dan kapas dari Australia. Selain itu Jepang dan Australia sepakat untuk meneruskan kegiatan ekspor dan impor terhadap terigu yang lebih stabil; tidak membebankan kewajiban pajak terhadap komoditas wol meskipun terjadi perubahan situasi yang mencolok; memperbaiki akses bagi komoditas gula, daging kalengan; kendaraan bermotor, mentega, dan keju; dan apabila sedang menghadapi kondisi sulit maka secara sukarela akan melakukan pembatasan dalam melakukan ekspor (Stockwin, J.A.A. 1972, p.216-217). Selanjutnya dalam rangka memperkuat keberlanjutan hubungan bilateral antara Jepang dan Australia, kedua negara mulai melaksanakan pertemuan dan dialog secara rutin setiap tahunnya yang terhitung sejak tahun 1967. Hingga pada tahun 1971 Kiichi Miyazawa yang 3
Setelah Perjanjian Perdagangan antara Jepang dan Australia di tahun 1957 dilaksanakan hingga tahun 1960 Australia menikmati keuntungan yang lebih besar dibandingkan Jepang yang kurang mendapatkan keuntungan dari ekspor hasil industri tekstilnya ke Australia pada masa itu. Hal ini dikarenakan setelah Perang Dunia II para konsumen Australia menanggapi produk buatan Jepang dengan penuh keraguan yang menganggap kualitas barang Jepang yang rendah (Stockwin, J.A.A, ed., 1972, p.214-217). 4 Ekspor besi dan baja Australia ke Jepang pada saat itu menghasilkan 1.703.000 dolar untuk Australia. Selanjutnya tembaga sebesar 187.000 dolar dan batu bara sebesar 69.000 dolar (Ball, 1969, p.127).
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
6
pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Jepang merasa bahwa hubungan negara Jepang dengan Australia harus memiliki dasar yang kuat. Menanggapi hal tersebut, pihak Australia segera mengajukan sebuah proposal untuk membentuk Australia-Japan Ministerial Committee (AJMC) pada tanggal 7 Mei 1971. Pembentukan ini dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan yang dirasakan oleh Jepang dan Australia untuk mengadakan diskusi lebih lanjut tentang hubungan mereka yang melibatkan dialog di tingkat menteri. Tujuannya adalah untuk memperkuat hubungan Jepang dan Australia. Oleh karena itu Jepang pun langsung menyetujui gagasan yang diajukan Australia mengenai pembentukan AJMC. Selanjutnya AJMC baru benar-benar dilaksanakan pada bulan Oktober tahun 1972 di Canberra (Rix, 1999, p.80-83). Kemudian pada saat Komisi Kementerian Jepang dan Australia atau yang dikenal dengan istilah Australia Japan Ministerial Committee (AJMC) yang ke-10 dilaksanakan pada bulan Januari tahun 1989, dialog tingkat menteri ini telah menghasilkan karakteristik dasar yang penting mengenai hubungan Jepang dan Australia. Dalam pertemuan kedua negara tersebut, pihak Jepang mengemukakan bahwa untuk ke depannya hubungan bilateral Jepang dan Australia diharapkan menjadi sebuah hubungan yang konstruktif. Caranya adalah dengan kedua negara secara aktif ikut serta dan bekerjasama dalam menghadapi isu keamanan, ekonomi, dan lingkungan baik yang bersifat bilateral maupun multilateral (Evans, 1995, P. 245). Adapun karakteristik hubungan antara Jepang dan Australia yang dihasilkan pada saat itu terdiri dari empat karakteristik hubungan bilateral Jepang dan Australia. Keempat karakteristik hubungan Jepang dan Australia tersebut disampaikan oleh Gareth Evans yang pada tahun 1991 menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Australia melalui pidatonya saat itu yang berjudul Ausralia and Japan : Renewing a Constructive Partnership. Komponen yang pertama adalah kerjasama di bidang keamanan. Dalam hal ini Jepang dan Australia memiliki peran untuk turut melindungi kedamaian dan kemakmuran wilayahnya yaitu Asia-Pasifik. Kedua adalah kerjasama di bidang perdagangan internasional. Dalam lingkup perdagangan internasional Jepang dan Australia mengadakan kerjasama dalam mempertahankan dan memperkuat sistem ekonomi yang bebas dan terbuka. Kemudian yang ketiga adalah keikutsertaan dalam penyelesaian masalah terkait dengan isu-isu internasional yang membutuhkan kerjasama dari Jepang dan Australia khususnya dalam hal perlindungan lingkungan. Selanjutnya yang keempat adalah hubungan bilateral, dimana Jepang dan Australia bekerjasama untuk pembangunan dan diversifikasi hubungan kedua negara khususnya kerjasama di bidang ekonomi. Seperti yang dinyatakan oleh Gareth Evans. Ia
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
7
mengatakan bahwa komponen hubungan kemitraan yang keempat adalah pengembangan dan diversifikasi lebih lanjut mengenai hubungan bilateral antara Jepang dan Australia, khususnya di bidang ekonomi yang merupakan salah satu hal yang ingin ditekankan secara khusus (Evans, Gareth. 1991. p.6). 2.3 Ekspor Sumber Daya Alam Australia ke Jepang Tahun 2006-2010 Grafik1.2
Grafik 4.2
Grafik 2.2
Grafik 5.2
Grafik 3.2
Grafik 6.2
Sumber : Telah diolah kembali dari The Australian Bureau of Agricultural and Resource Economics and Sciences (ABARES). Diakses pada Selasa, 03 Desember 2013, pukul 13.23 WIB.
Australia merupakan salah satu dari negara penghasil sekaligus pengekspor sumber daya aluminium terbesar di dunia. Pada tahun 2010 Korea merupakan negara pengimpor sumber daya aluminium Australia terbesar dengan persentase sebesar 38% dan disusul oleh Jepang yang mengimpor sebesar 25% dari jumlah ekspor Australia (Pui Kwan Tse, 2012, p.3).
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
8
Jepang membutuhkan sumber daya aluminium sebagian besar sebagai bahan dasar pembuatan alat transportasi dengan persentase sebesar 40% dan konstruksi bangunan sebesar13% (Chin S.Kuo, 2012, p.2). Selain aluminium, Australia juga merupakan salah satu negara penghasil sekaligus pengekspor bijih besi terbesar di dunia. Dalam situs resmi Geoscience Australia dinyatakan bahwa bijih besi merupakan salah satu komoditas ekspor terbesar Australia yang sebagian besar digunakan untuk membuat baja (“Iron Fact Sheet”, n.d.). Dalam hal ekspor, Australia termasuk ke dalam tiga besar negara penghasil bijih besi terbesar di dunia. Hingga pada tahun 2010 Australia mengekspor lebih dari 90 persen bijih besinya ke negara-negara Asia seperti Cina, Jepang, Korea, dan Taiwan (Pui-Kwan Tse, 2012, p.7). Sedangkan di Jepang hingga pada tahun 2006 negara pemasok bijih besi terbesar yang pertama adalah Australia yang menguasai 59,5% dari total impor bijih besi di Jepang. Impor bijih besi di Jepang yang kemudian diolah menjadi baja digunakan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas industri manufaktur otomotif dan mesin (John C. Wu, 2008, p.6-8). Australia juga merupakan salah satu dari lima besar negara pengekspor sumber daya tembaga setelah Chili, Amerika, Peru, dan Indonesia. Beberapa negara tujuan ekspor tembaga Australia yang terbesar adalah India dengan persentase sebesar 33%, Cina sebesar 30%, Jepang sebesar 16%, dan Korea sebesar 14% (Pui Kwan Tse, 2012, p.5). Bagi Jepang, tembaga merupakan salah satu sumber daya yang penting untuk mendukung kegiatan industrinya. Sebagian besar tembaga yang diimpor digunakan sebagai bahan baku pembuatan kawat dan kabel dengan persentase sebesar 64% (Chin S.Kuo, 2011, p.2). Selanjutnya kawat dan kabel di Jepang juga memiliki peran penting untuk pembangunan, transportasi, tenaga listrik, dan elektronik. Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik, produksi kawat dan kabel di Jepang juga diekspor ke negara-negara di dunia (The Japanese Electric Wire and Cable Makers Association, 2013, p.1-3). Sebagian besar hasil batu bara Australia digunakan untuk diekspor ke negara-negara lain. Adapun negara-negara yang menjadi tujuan ekspor batu bara Australia adalah Uni Eropa, India, Jepang, Korea, dan Taiwan. Di antara negara-negara tersebut, Jepang merupakan negara tujuan ekspor batu bara terbesar bagi Australia (Pui Kwan Tse, 2012, p.10). Sedangkan bagi Jepang itu sendiri, Australia merupakan salah satu negara pemasok batu bara yang besar5. Bagi negara-negara di Asia seperti Jepang, batu bara memiliki peran yang 5
Pada tahun 2006 Australia menduduki peringkat ke tiga sebagai pemasok sumber daya batu bara metal di Jepang dengan persentasi sebesar 14,3 % setelah Vietnam (36,6%) dan China (35,2%). Di sisi lain Australia
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
9
penting dalam mengembangkan negaranya. Mereka memanfaatkan batu bara sebagai campuran pembuatan besi dan baja untuk keperluan industri otomotif, konstruksi, dan peralatan rumah tangga (World Coal Institute, 2005, p.13-14). Sumber daya alam lainnya yang dihasilkan oleh Australia adalah sumber daya timah. Berdasarkan penelitian Pui Kwan Tse, kira-kira 222.000 ton dari hasil sumber daya timah di Australia sebagian besar di ekspor ke negara-negara Asia Timur seperti Korea, Cina, dan Jepang (2010, p.8). Sebagian besar sumber daya timah Australia digunakan untuk diekspor ke negara-negara seperti Cina, Jepang, dan Korea. Bagi Jepang sumber daya timah juga merupakan salah satu sumber daya mineral yang penting. Tetapi di sisi lain Jepang sangat bergantung terhadap kegiatan impor untuk mendapatkan timah yang menandakan bahwa sumber daya dalam negeri Jepang tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Timah di Jepang sebagian besar digunakan untuk pembuatan tempat penyimpanan aki. Australia merupakan negara yang memegang peranan penting dan nomor satu sebagai negara pemasok konsentrat timah di Jepang dengan persentase pasokan sebesar 53,4% sejak tahun 2006 (John C.Wu, 2008, p.4). Australia juga merupakan negara penghasil dan pengekspor sumber daya seng. Konsentrat seng Australia sebagian besar di ekspor ke negara-negara Asia Timur seperti Cina, Jepang, dan Korea (Pui Kwan Tse, 2012, p.8). Bagi Jepang sumber daya seng adalah sumber daya yang penting dalam mendukung kegiatan industrinya. Menurut situs resmi The Japan Iron and Steel Federation Standard sumber daya seng di Jepang juga dibutuhkan untuk memenuhi standar industri otomotif Jepang sebagai pelapis baja (Standardization Center, 2012, chap.1). 2.4 Ekspor Hasil Industri Otomotif Jepang ke Australia Setelah dilanda krisis minyak pada tahun 1973, Jepang berhasil muncul sebagai negara industri yang mampu menghasilkan kendaraan yang hemat bahan bakar. Kemudian sejak tahun 1982 Jepang menjadi pemimpin pasar Amerika di bidang industri otomotif. Pertumbuhan Jepang di bidang ini juga memberikan peluang baginya untuk menjadi pemimpin industri otomotif di dunia (Nag, Biswajit et.al. 2007. P.5). Salah satu negara yang menjadi tujuan ekspor industri otomotif Jepang adalah Australia. Salah satunya seperti industri otomotif Honda. Dalam situs resmi Honda Australia dinyatakan bahwa diperkirakan sekitar satu juta produk Honda digunakan di Australia setiap harinya yang meliputi mobil dan sepeda motor. Produk yang digunakan tersebut diimpor dari Amerika, Jepang, Thailand, Italia, menduduki peringkat pertama sebagai pemasok batu bara kokas di Jepang dengan persentasi sebesar 54,8% dan sebesar 64,1% untuk batu bara termal (John C.WU, 2008.10). Kemudian pada tahun 2007 pasokan batu bara dari Australia persentase nya sebesar 61% dari total pasokan batu bara yang masuk ke Jepang.
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
10
Belgia, dan Cina (“corporate profile”, n.d.). Untuk mengetahui jumlah ekspor hasil industri otomotif Jepang ke Austraia, berikut ini adalah grafik yang menunjukkan ekspor tersebut sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Grafik 7.2 Jumlah Keseluruhan Ekspor
Grafik 8.2 Jumlah Keseluruhan Ekspor
Industri Otomotif Kendaraan Bermotor
SepedaMotor Jepang ke Australia
(Mobil) Jepang ke Australia Tahun 2006-2010
Tahun 2006-2010
Sumber : Telah diolah kembali dari Japan
Sumber : Japan Automobile Manufacturers
Automobile Manufacturers Association, Inc.
Association, Inc. http://www.jama-
http://www.jama-english.jp/about/history.html.
english.jp/about/history.html. Diakses pada Sabtu, 7
Diakses pada Sabtu, 7 Desember 2013. Pukul 07 : 32
Desember 2013. Pukul 08 : 00 WIB.
WIB.
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2006, sebanyak 330.086 hasil industri kendaraan bermotor Jepang diekspor oleh Jepang ke Australia. Pada tahun 2007 jumlah ekspornya mengalami penurunan menjadi 329.266 unit. Kemudian sebanyak 339.863 diekspor ke Australia pada tahun 2008. Setelah mengalami peningkatan, jumlah ekspornya menurun dengan angka yang cukup signifikan yaitu menjadi 280.747 unit di tahun 2009. Setelah mengalami penurunan yang cukup signifikan di tahun 2009, jumlah ekspornya kembali meningkat menjadi 339.060 unit di tahun 2010. Selain sebagai negara industri yang memproduksi mobil, Jepang juga memproduksi sepeda motor. Beberapa perusahaan yang memproduksi sepeda motor di Jepang adalah Honda, Suzuki, Yamaha, Kawasaki, dan lain-lain. Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2006 jumlah ekspor sepeda motor Jepang ke Australia berjumlah 55.499 unit. Kemudian pada tahun 2007 jumlahnya meningkat menjadi 59.558 unit. Pada tahun 2008 dan tahun 2009 jumlahnya mengalami penurunan menjadi 55.874 dan 39.362 unit. Selanjutnya pada tahun 2010 jumlah ekspor sepeda motor Jepang ke Australia mengalami peningkatan menjadi 43.882. unit.
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
11
2.5 Kegiatan Ekspor dan Situasi Ekonomi Jepang-Australia Tahun 2006-2010 Setelah membahas jumlah ekspor hasil industri otomotif Jepang dan sumber daya alam Australia pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, maka penting juga kiranya untuk menjelaskan situasi ekonomi yang terjadi pada periode tersebut sehingga mempengaruhi peningkatan dan penurunan ekspor kedua negara. Selama tahun 2006 situasi ekonomi Jepang sedang menunjukkan progres yang stabil (Toshihiko, 2006, chap.1)6. Masaaki Shirakawa yang merupakan Gubernur Bank of Japan juga mengatakan bahwa sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 pencapaian pertumbuhan ekonomi Jepang kira-kira hingga sebesar 5 persen. Hal yang memicu pertumbuhan ekonomi Jepang saat itu dikarenakan adanya sistem bunga pinjaman yang rendah dalam jangka waktu yang cukup lama (2008, p.5). Hal ini dilakukan oleh Institusi keuangan internasional yang menerapkan sistem rendah bunga hingga 0% untuk menarik minat para konsumen sejak 14 Juli 2006. Sejak saat itu penerapan kredit dengan sistem rendah bunga yang diberikan kepada para konsumen memicu ekspor Jepang yang semakin berkembang dan meningkat (Tadao, 2006, chap.2) 7 . Apabila situasi dan pertumbuhan ekonomi di Jepang dipengaruhi oleh permintaan luar negeri terhadap barang jadi Jepang, maka Australia mengandalkan sumber daya alam mineral dan energi sebagai salah satu potensi yang dimanfaatkan dalam perdagangan luar negerinya. Pada tahun 2006 permintaan terhadap sumber daya mineral dan energi Australia terus mengalami peningkatan. Hal ini pun turut memberikan pengaruh bagi pertumbuhan ekonomi Australia (Australian Treasury and Bank of Australia, 2006). Sektor pertambangan sumber daya alam mineral dan energi Australia yang dihasilkan pada tahun ini memberikan kontribusi kira-kira sebesar 45 miliar dolar bagi GDP negara Australia. Di samping itu, hasil sumber daya mineral Australia selama tahun 2006 pun dikatakan mengalami peningkatan yang cukup signifikan (Pui Kwan Tse, 2009). Pada tahun 2007 perekonomian Jepang mengalami pertumbuhan yang cenderung melambat dan tidak terlalu signifikan. Adapun perkembangan ekonomi Jepang yang melambat ini merupakan dampak dari penurunan investasi perumahan8. Di sisi lain meskipun 6
Dalam situs Bloomberg Businessweek dikatakan bahwa Toshihiko Fukui menjabat sebagai Direktur Shin-Etsu Chemical Co Ltd sejak Juni 2009. Ia Fukui juga menjabat sebagai direktur paruh waktu di The Tokyo Commodity Exchange Inc. sejak bulan Juli tahun 2008. Ia sempat bergabung pertama kali dengan Bank of Japan pada tahun 1958 dan menjabat sebagai Direktur Kepala Divisi Perencanaan, Departemen Koordinasi dan Perencanaan pada tahun 1977. Kemudian pada tahun 1989 ia menjabat sebagai Direktur Jenderal Perencanaan Kebijakan Departemen Bank of Japan pada tahun 1989 (“Toshihiko Fukui”, n.d.). 7 Dalam Situs Bloomberg Businessweek dikatakan bahwa Tadao Noda menjabat sebagai Kepala Chuo Real Estate Co, Ltd sejak tahun 2005. Di samping itu ia juga menjabat sebagai Anggota Dewan Kebijakan Bank of Japan sejak tahun 2006 (“Tadao Noda”, n.d.). 8 Penurunan investasi terhadap perumahan pada awalnya diakibatkan oleh peningkatan investasi perumahan di Amerika. Seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya bahwa untuk dapat menarik minat dalam
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
12
perkembangannya tidak terlalu signifikan namun kegiatan ekspor Jepang memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi Jepang di mana kegiatan ekspor tersebut kondisinya jauh lebih kokoh jika dibandingkan dengan investasi perumahan. Selanjutnya adalah situasi ekonomi negara Australia pada tahun 2007. Pada tahun ini aktivitas ekspor Australia di sektor sumber daya mineral dan energi memberikan kontribusi sebesar 82 miliar dolar bagi negara dari total GDP Australia (Pu Kwan Tse, 2009, p.2). Pada tahun 2008 untuk beberapa komoditas sumber daya Australia yang diekspor ke Jepang mengalami penurunan dari jumlah ekspor tahun 2007. Di antaranya adalah ekspor bijih besi Australia ke Jepang yang jumlahnya menurun sebanyak 463.000 ton dan tembaga sebanyak 12.000 ton. Di sisi lain jumlah ekspor aluminium, batu bara, dan timah Australia ke Jepang mengalami peningkatan pada tahun 2008. Jumlah peningkatan ekspor aluminium pada saat itu sebanyak 54.300 ton. Selanjutnya peningkatan juga terjadi pada ekspor batu bara sebanyak 840.000 ton; timah sebanyak 14.000 ton; dan seng sebanyak 32.000 ton9. Peningkatan juga terjadi pada jumlah ekspor mobil Jepang ke Australia sebanyak 10.637 unit, meskipun produksi di dalam negeri Jepang sebenarnya mengalami penurunan sebanyak 16.499 unit. Di sisi lain penurunan terjadi pada jumlah produksi sepeda motor Jepang sebanyak 449.258 unit pada tahun 2008. Lebih lanjut lagi penurunan nyatanya juga terjadi pada kegiatan ekspor sepeda motor Jepang ke Australia sebanyak 3.684 unit di tahun 200810. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pada tahun 2008 terjadi peningkatan dan penurunan pada jumlah ekspor antara Jepang dan Australia. Martin Sommer, seorang pakar ekonomi IMF (International Monetary Fund) mengatakan bahwa penurunan ekspor Jepang pada tahun 2008 sebagian besar disebabkan oleh penurunan permintaan yang cukup tajam dari luar negeri terhadap produk Jepang. Penurunan permintaan sebagian besar dialami oleh industri manufaktur Jepang yang bergerak di bidang otomotif, teknologi informasi, dan barang modal (bahan baku). Sebagian besar dari mereka yang bertindak baik sebagai konsumen maupun perusahaan memutuskan untuk mengurangi investasi dan anggaran dananya untuk barang yang bersifat tahan lama (durable goods) dan investasi (Sommer, Martin, 2009. P.2). Ia juga mengatakan bahwa ekonomi Jepang pada akhir tahun 2008 pertumbuhannya semakin melambat. Adapun penyebab dari melambatnya pertumbuhan itu diakibatkan oleh situasi berinvestasi di bidang perumahan, Amerika memberikan kemudahan bagi setiap individu khususnya mereka yang tidak memiliki penghasilan yang tetap untuk mendapatkan kredit perumahan dengan mudah. Hal ini mengakibatkan institusi keuangan seperti bank kehilangan standar pemberian kredit yang diberikan (Hidetoshi, 2008, chap.1). 9 Jumlah tersebut merupakan hasil pengurangan yang dilakukan penulis berdasarkan grafik yang telah dijabarkan pada subbab ekspor sumber daya alam Australia dan ekspor industri otomotif Jepang pada bab ini. 10 Jumlah tersebut merupakan hasil pengurangan yang dilakukan penulis berdasarkan grafik yang telah dijabarkan pada subbab ekspor sumber daya alam Australia dan ekspor industri otomotif Jepang pada bab ini.
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
13
ekonomi dunia yang semakin memburuk11. Kredit perumahan yang awalnya diberikan secara mudah ini membuat aliran dana mengalami kemacetan. Sehingga tahun 2008 ini merupakan puncak dari memburuknya sistem keuangan dunia dan banyak institusi keuangan yang akhirnya memutuskan untuk membekukan aliran dana. Martin Sommer kembali mengatakan bahwa menurutnya Jepang merupakan negara yang terkena imbas paling hebat diantara negara-negara lainnya. Terlebih lagi Jepang merupakan negara eksportir produk manufaktur terbesar yang mana bahan bakunya sebagian besar bergantung pada kegiatan impor (2009, p.5-6). Maka pada akhirnya hal ini pun berdampak juga pada jumlah ekspor sumber daya alam Australia ke Jepang yang juga mengalami penurunan di akhir tahun 2008 dikarenakan harga-harga yang semakin meningkat pasca bangkrutnya perusahaan investasi terbesar milik Amerika, Lehman Brothers (Sommer, Martin. 2009, p.1-2). Tahun 2009 merupakan tahun di mana sebagian besar jumlah ekspor baik dari Australia ke Jepang maupun dari Jepang ke Australia mengalami penurunan yang drastis. Pada tahun ini ekspor aluminium dari Australia mengalami penurunan hampir setengah dari jumlah ekspor di tahun 2008, yaitu berkurang sebanyak 272.800 ton. Berikutnya yaitu bijih besi, dimana pengurangannya mencapai 17.776.000 ton. Selanjutnya adalah batu bara yang berkurang sebanyak 4.070.000 ton. Selain batu bara, penurunan jumlah ekspor juga terjadi pada ekspor seng yang jumlahnya berkurang sebanyak 42.000 ton. Penurunan jumlah ekspor juga terjadi pada hasil industri otomotif Jepang menuju Australia. Ekspor mobil Jepang menuju Australia pada tahun 2009 mengalami pengurangan sebanyak 59.116 unit, yaitu dari jumlah 339.863 menjadi 280.747 unit. Selanjutnya adalah ekspor hasil industri sepeda motor yang pada tahun 2008 jumlahnya 55.874 unit menjadi 39.362 unit di tahun 2009, yang berarti mengalami pengurangan sebanyak 16.512 unit. Penurunan jumlah ekspor kedua negara pun tidak terlepas dari situasi ekonomi yang dialami kedua negara dan dunia yang sedang mengalami krisis finansial pada saat itu. Seperti yang telah disebutkan pada subbab sebelumnya bahwa Jepang merupakan salah satu negara yang mengalami dampak berupa kerugian paling hebat atas krisis finansial yang terhitung sejak September 2008. Sama halnya dengan Jepang, Australia pun mengalami hal serupa. Malcolm Edey yang menjabat sebagai Wakil Gubernur dari Reserve Bank of Australia mengatakan bahwa Australia pun tidak dapat menghindari krisis 11
Memburuknya situasi ekonomi pada akhir tahun 2008 diakibatkan oleh bangkrutnya salah satu perusahaan investasi terbesar keempat di Amerika, Lehman Brothers. Kebangkrutan ini merupakan titik puncak di mana institusi keuangan mengalami krisis hebat akibat kredit investasi di bidang properti. Hilangnya standar pinjaman dan kredit investasi perumahan kepada orang-orang yang berpenghasilan tidak tetap, sehingga bank-bank di dunia mengalami kesulitan dalam mendanai pembangunan (“History of Lehman”, chap.5, n.d.). Akhirnya pada tanggal 15 September Lehman Brothers pun resmi dinyatakan mengalami kebangkrutan yang memberikan dampak luar biasa pada situasi ekonomi global, terutama Jepang.
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
14
finansial yang tengah terjadi pada tahun 2008 dan masih berlanjut hingga kuartal pertama tahun di tahun 2009. Situasi ekonomi yang kurang sehat pada saat itu mengakibatkan menurunnya permintaan masyarakat terhadap investasi dan produk manufaktur (2009, p.). Oleh karena itu, ketika pemintaan konsumen tehadap investasi dan produk manufaktur menurun, maka hal ini menjadi masalah yang serius bagi Jepang dan pada akhirnya pun berdampak pada kegiatan ekspor Australia ke Jepang yang juga mengalami penurunan. Pada tahun 2010 hasil produksi industri otomotif Jepang ke Australia kembali mengalami peningkatan. Mobil yang diproduksi Jepang berhasil mencapai peningkatan sebanyak 1.448.201 unit dari jumlah yang diproduksi pada tahun 2009. Di samping itu, jumlah yang diekspor ke Australia pun kembali mengalami peningkatan sebesar 58.313 unit dari jumlah ekspor di tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah produksi dan ekspor juga terjadi pada industri sepeda motor Jepang. Pada tahun 2010 produksi sepeda motor Jepang meningkat sebanyak 19.274 unit dari angka 644.901 di tahun 2009. Ekspor ke negara Australia pun meningkat sebanyak 4.520 unit di tahun 2010, yaitu dari jumlah 39.362 unit menjadi 43.882 unit12. Peningkatan ekspor juga terjadi pada sumber daya aluminium, bijih besi, dan batu bara Australia ke Jepang. Peningkatan jumlah produksi dan ekspor baik dari Jepang ke Australia maupun sebaliknya ini dilatarbelakangi oleh situasi ekonomi Jepang dan Australia yang mulai pulih pasca krisis finansial global. Adapun hal yang mempengaruhi situasi ekonomi yang mulai membaik ini dikarenakan bank-bank kembali mendapatkan bantuan pencairan dana dan para konsumen mulai kembali menaruh minat dalam berinvestasi di sektor perumahan dan industri manufaktur. 2.6 Konferensi Australia dan Jepang (Australia Japan Conference) Tahun 2006-2010 dalam Membahas Keberlanjutan Hubungan Ekonomi Melalui Perdagangan Bilateral Situs Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia mengatakan bahwa hubungan bilateral antara Jepang dan Australia merupakan hubungan yang menunjukkan keberhasilan di antara negara-negara Asia Pasifik lainnya. Jepang dan Australia dapat menikmati keuntungan dari hubungan ekonominya yang saling melengkapi satu sama lain. Di samping itu masyarakat Jepang dan Australia pun saling menjalin hubungan baik satu sama lain (“Australia-Japan Conference”, n.d.). Jika pada era 1960 sampai dengan 1990-an Jepang dan Australia membentuk Australia-Japan Ministerial Committee sebagai sarana untuk melakukan dialog tingkat menteri maka pada saat memasuki era 2000-an Jepang dan 12
Jumlah peningkatan tersebut didapat dari hasil perhitungan jumlah produksi atau ekspor kedua negara di tahun 2010 yang kemudian dikurangi dengan jumlah di tahun 2009.
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
15
Australia kembali menyadari akan pentingnya keberlanjutan dialog yang tidak hanya melibatkan para menteri saja, tetapi juga partisipasi pemerintah, para pebisnis, akademisi, media massa dan lain-lain. Oleh karena itu dengan dilatarbelakangi oleh kepentingan tersebut maka Australia dan Jepang sepakat untuk mengadakan Australia-Japan Conference for a Creative Partnership. Adapun ruang lingkup yang dibahas pada konferensi ini mencakup tiga bidang yang terdiri dari Hubungan Strategis dan Politik (Strategic and Political Relations); selanjutnya yang kedua adalah hubungan perdagangan atau ekonomi (Trade/ Economic Relations); dan yang terakhir adalah hubungan Kebudayaan, Sosial, Sains, dan Teknologi (Cultural, Social, Science, and Technological Relations). Konferensi ini pertama kali dilaksanakan di Sydney tanggal 29 sampai dengan 30 April tahun 2001. Pada konferensi yang pertama ini mereka sepakat untuk memperluas hubungan ekonomi di sektor teknologi, informasi, dan jasa. Selain itu Jepang dan Australia juga tetap berusaha untuk mengembangkan kerjasama perdagangan di bidang agrikultur, sumber daya mineral dan energi, serta pangan. Selanjutnya konferensi terus diadakan hingga ke tahun-tahun berikutnya. Konferensi yang kedua dilaksanakan di Tokyo pada tanggal 7-8 November tahun 2002. Yang ketiga dilaksanakan di Melbourne pada tanggal 11-12 Februari tahun 2005 (“Australia-Japan Conference”, n.d.). Pada tahun 2006 konferensi antara Jepang dan Australia dilaksanakan untuk yang keempat kalinya di Tokyo pada tanggal 23 Juni. Hal-hal yang berkaitan dengan hubungan bilateral di bidang ekonomi dan perdagangan yang dibicarakan pada konferensi yang keempat ini salah satunya adalah usaha untuk memperkuat hubungan dagang kedua negara terhadap komoditas yang penting seperti sumber daya energi, mineral, dan pangan (“Australia-Japan Conference”, n.d.). Selanjutnya konferensi yang kelima kembali diadakan pada tanggal 19 November tahun 2008 di Tokyo. Dalam situs Kementerian Luar Negeri Jepang dikatakan bahwa konferensi ini dihadiri oleh Perdana Menteri Taro Aso sebagai perwakilan Jepang dan Kementerian Sumber Daya Alam, Energi, dan Pariwisata Australia, yaitu Martin Ferguson. Berbagai aspek kerjasama bilateral dibahas dalam konferensi tersebut. Khususnya dalam menanggapi krisis finansial pada tahun 2008. Mereka berusaha mencari cara untuk mengatasi situasi ekonomi pada saat itu. Hasilnya mereka sepakat untuk bersama-sama menghadiri pertemuan antar negara anggota G2013 yang dilaksanakan di Washington (“Fifth Australia-Japan”, n.d.). 13
Dalam situs resmi Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia dinyatakan bahwa G20 adalah forum kerjasama internasional di bidang ekonomi dan dalam hal pembuatan keputusan. Negara yang termasuk anggota G20 adalah Argentina, Australia, Brazil, Kanada, China, Perancis, Jerman, Indonesia, India, Italia, Jepang,
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
16
Pada saat itu Pemerintah Jepang dan Australia menyadari akan pentingnya tindakan yang cepat, baik untuk mengurangi dampak krisis dalam negeri maupun dalam rangka menstabilkan pasar keuangan dan merangsang ekonomi global. Oleh karena itu Australia bekerjasama dengan Jepang dan negara-negara anggota G20 lainnya dalam rangka pemulihan situasi ekonomi. Dalam hal ini kedua negara tersebut memegang peranan dan kontribusi yang sangat penting. Australia secara giat bekerjasama dengan seluruh anggota G20 dalam menanggapi krisis finansial tahun 2008. Di sisi lain Jepang memberikan kontribusi dan peran yang sangat penting dalam masa pemulihan krisis finansial global, yaitu dengan cara memberikan bantuan pencairan dana kepada IMF sebesar 100 milyar dolar. Jepang juga bersedia untuk meningkatkan bantuannya kepada Cina, Korea, Amerika Serikat, dan negaranegara di Asia Tenggara. Sehingga negara-negara yang tergabung dalam G20 pun menyambut secara positif kontribusi yang diberikan Jepang dan Australia (Crawford&Nishi, 2009, chap.4). Konferensi berikutnya yaitu konferensi yang keenam dilaksanakan di Canberra pada tanggal 11 sampai dengan 12 Februari tahun 2010. Konferensi ini dihadiri oleh Rod Eddington dan Akio Mimura. Pada konferensi ini pihak Jepang meminta kepada Australia untuk tetap menjadi negara pemasok sumber daya mineral dan energi yang stabil bagi industri Jepang (“Sixth Australia-Japan”, n.d.). Kesimpulan Jepang yang memiliki potensi berupa sumber daya manusia dalam mengelola industri otomotif sangat membutuhkan kerjasama Australia sebagai pemasok bahan baku bagi industrinya tersebut. Data yang menunjukkan ekspor sumber daya alam mineral dan energi Australia ke Jepang dan ekspor industri otomotif Jepang ke Australia di tahun 2005 s.d. 2010 merupakan suatu bukti bahwa kedua negara masih terus mengadakan hubungan bilateral untuk memenuhi kepentingannya meskipun terdapat peningkatan dan penurunan jumlah ekspornya dari tahun ke tahun. Ada kalanya faktor yang melatarbelakangi peningkatan dan penurunan jumlah ekspor tidak hanya berasal dalam negeri saja, tetapi juga ada peristiwaperistiwa di dunia yang memicu ketidakstabilan hubungan kerjasama Jepang dan Australia. Dalam hal ini sebagai bentuk komitmen kedua belah pihak dalam mempertahankan hubungan Republik Korea, Meksiko, Rusia, Saudi Arabia, Afrika Selatan, Turki, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. G20 memainkan peran yang penting dalam menghadapi krisis finansial global di tahun 2008-2009. Kerjakeras dan koordinasi antarnegara yang dilakukan kembali mendorong kepercayaan para konsumen dalam berinvestasi. Hal tersebut memberikan kontribusi terhadap pemulihan situasi ekonomi (“The G20”, n.d.).
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
17
kerjasama terlihat dari bagaimana Jepang dan Australia turut berkontribusi tidak hanya untuk kepentingan hubungan kedua negara tetapi juga kepentingan bersama saat dunia tengah dilanda krisis finansial global tahun 2008. Dengan semangat dan komitmennya dalam melaksanakan hubungan bilateral maka Jepang dan Australia mampu memberikan kontribusi bagi pemulihan situasi ekonomi yang juga berdampak positif pada aktivitas perdagangan kedua negara. Daftar Pustaka Publikasi Tercetak : 1. Buku Stockwin, J.A.A (Ed). 1972. Japan and Australia in The Seventies. Sydney : Angus & Robertson. Evans, Gareth & Grant, Bruce.1995. Australia’s Foreign Relations : In the World of the 1990’s. Victoria : Melbourne University Press. Reischauer, Edwin.O. 1982. Manusia Jepang. Jakarta : Sinar Harapan. Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : C.V Alvabeta. M.S, Amir. 2000. Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri. Jakarta : Lembaga Manajemen PPM. Department of Foreign Affairs and Trade Publication. 1992. Australia. Canberra : Australian Government Publishing Service. Ball, William Macmahon. 1969. Australia and Japan : Documents and Readings in Australian History. Australia : Thomas Nelson. Rix, Alan. 2002. The Australia-Japan Political Alignment : 1952 to the Present. Canada : Routledge. Publikasi Elektronik 1. Buku Dee. Moreen. 2006. Friendship and Cooperation : The 1976 Basic Treaty Between Australia and Japan. Canberra : Australian Government Department of Foreign Affairs and Trade. 2. Jurnal dan Artikel Online Drysdale, Peter. “Australia and Japan : A New Economic Partneship in Asia”. Diakses pada Jumat 4 Oktober 2013. Pukul 15 : 09 WIB. < https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&ved =0CEUQFjAD&url=https%3A%2F%2Fwww.austrade.gov.au%2FArticleDocuments%2 F1358%2FAustralia-and-Japan-Partnership
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
18
Report.pdf.aspx&ei=L7PLUsf5I4OMrQe1yYDwBw&usg=AFQjCNHA4qUIH_84piQSs KgpDalGn00qEg&bvm=bv.58187178,d.bmk>. Sommer, Martin. 2009. Why Has Japan Been Hit So Hard by the Global Recession. International Monetary Fund. http://www.imf.org/external/pubs/ft/spn/2009/spn0905.pdf. Diakses pada Sabtu, 7 Desember 2013. Pukul 14.00 WIB. Nag, Biswajit; Banerjee, Saikat; Chatterjee, Rittwik. 2007. Changing Features of the Automobile Industry in Asia: Comparison of Production, Trade and Market Structure in Selected Countries. Asia-Pacific Research and Training Network on Trade. http://www.unescap.org/tid/artnet/pub/wp3707.pdf. Diakses pada Sabtu, 7 Desember 2013. Pukul 16 : 03 WIB. 3. Publikasi Lembaga United States. Department of Interior & U.S Geological Survey. 2006 Minerals Year Book : The Mineral Industry of Japan. By John C. Wu. 2008. Diakses pada Senin, 25 November 2013. Pukul 21:39 WIB. http://minerals.usgs.gov/minerals/p ubs/country/2006/myb32006-ja.pdf. United States. Department of Interior & U.S Geological Survey. 2007-2010 Minerals Year Book : The Mineral Industry of Japan. By Chin S. Kuo. 2009-2013. Diakses pada Senin, 25 November 2013. Pukul 21 : 39 WIB. http://minerals.usgs.gov/minera ls/pubs/country/2007/myb3-2007-ja.pdf. United States. Department of Interior & U.S Geological Survey. 2006-2010 Minerals Year Book : The Mineral Industry of Australia. By Pui Kwan Tse. 2009-2013. Diakses pada Selasa, 26 November 2013. Pukul 01 : 39 WIB. http://minerals.usgs.gov/minerals/pubs/country/2006/myb3-2006-as.pdf Canberra. Australian Commodity Statistics. Australian Bureau of Agricultural and Resource Economics and Sciences. 2006-2010. Diakses pada Selasa, 03 Desember 2013, pukul 13.23 WIB.
. Japan. The Japanese Electric Wire and Cable Makers Association. Diakses pada Rabu 4 Desember 2013. Pukul 14 : 09 WIB. . United States. Department of Interior & U.S Geological Survey. 2006 Minerals Year Book : The Mineral Industry of Australia. By Pui Kwan Tse. 2009. Diakses pada Selasa, 26 November 2013. Pukul 01 : 39 WIB. . Japan. Bank of Japan. Development’s in Japan’s Economy in 2006 and the Outlook for 2007. 2006. Oleh Toshihiko Fukui. Diakses pada Minggu 8 Desember 2013. Pukul 12 : 15 WIB. . Japan. Bank of Japan. Summary of a Speech Given by Toshihiko Fukui, Governor of the Bank of Japan, at a Meeting with Business Leaders in Nagoya on December 3, 2007. 2007. Oleh Toshihiko Fukui. Diakses pada Minggu 8 Desember 2013. Pukul 12 : 15 WIB. .
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
19
Japan. Bank of Japan. Recent Economic and Financial Developments in Japan and The Conduct of Monetary Policy. 2007. Oleh Tadao Noda. Diakses pada Minggu, 8 Desember 2013. Pukul 12 : 15 WIB. . Japan. Bank of Japan. Global Financial Crisis and Policy Responses by the Bank of Japan. 2008. Oleh Masaaki, Shirakawa. Diakses pada Minggu, 8 Desember 2013. Pukul 12 : 15 WIB. Japan. Bank of Japan. Recent Economic and Financial Developments in Japan. 2008. Hidetoshi Kamezaki. Diakses pada Minggu, 8 Desember 2013. Pukul12:15WIB.. 2. Website “Agricultural Commodity Statistics”. Australian Government : Department of Agriculture. 2011. Diakses pada Minggu, 10 November 2013, pukul 23.52 WIB.. “Natural Partners' - Australia and Japan : Past, Present and Future”. Minister for Foreign Affairs. Diakses pada Minggu 24 November 2013. Pukul 15 : 24 WIB. < http://www.foreignminister.gov.au/speeches/1997/downer_ajrs.html>. “Australia and Japan : Renewing a Constructive Partnership”. The Personal Website of Gareth Evans. Diakses pada Sabtu 21 September 2013. Pukul 18:17 WIB. . “Nippon Country Overview : Location and Size”. Encyclopedia of the Nation. Diakses pada Jumat 18 Oktober 2013. Pukul 23 : 44 WIB. <”http://www.nationsencyclopedia.com/economies/Asia-and-the- Pacific /Japan.html>. “Statistical Handbook of Japan 2013”. Ministry of Internal Affairs and Communication. Diakses pada Kamis 7 November 2013. Pukul 23 : 53 WIB. . “Tokyo Monthly Average, Japan”. World Weather Online. Diakses pada Minggu 5 Januari 2014. Pukul 12 : 22 WIB. . “Japan”. About.com Geography. Diakses pada Selasa, 5 November 2013, pukul 13.02 WIB. .
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
20
“Political Map of Australia”. Free World Maps. Diakses pada Minggu 5 Januari 2014. Pukul 11:42 WIB. . “Iron Fact Sheet”. Australian Government : Geoscience Australia. Diakses pada Minggu 3 November 2013. Pukul 12 : 58 WIB. . “The Japan Iron and Steel Federation Standard”. The Japan Iron and Steel Federation. Diakses pada Kamis, 05 Desember 2013. Pukul 10.59 WIB. . “Corporate Profile” Honda MPE Australia. Diakses pada Sabtu, 7 Desember 2013. Pukul 19 : 34 WIB. . “The Maturing Domestic Market 1975-1985” Japan Automobile Manufacturers Association. Diakses pada Sabtu 7 Desember 2013. Pukul 13 : 52 WIB. . http://www.daff.gov.au/abares/publications_remote_content/publication_series/australian_mi neral_statistics. Diakses pada Selasa, 03 Desember 2013, pukul 13.23 WIB. “Search Database”. Smithsonian Institution. National Museum of Natural History. Diakses pada Selasa 1 Oktober 2013. Pukul 20 : 22 WIB. . “Fourth Australia-Japan Conference, Tokyo 23 June 2006”. Australian Government : Department of Foreign Affairs and Trade. Diakses pada Minggu 5 Desember 2013. Pukul 14 : 49 WIB. . “Fifth Australia-Japan Conference, Tokyo 19 November 2008”. Australian Government : Department of Foreign Affairs and Trade. Diakses pada Minggu 5 Desember 2013. Pukul 14 : 49 WIB. “Sixth Australia-Japan Conference, Canberra 11-12 February 2010”. Australian Government : Department of Foreign Affairs and Trade. Diakses pada Minggu 5 Desember 2013. Pukul 14 : 49 WIB. http://www.dfat.gov.au/geo/japan/ajc.html#sixth “Japan and Australia: A Vision for the Future : Inaugural Crawford-Nishi Lecture in Australian-Japanese Relations”. Australian Minister for Foreign Affairs and Trade. Diakses pada 15 Desember 2013. Pukul 08 : 12 WIB.. “JAMA Active Matrix Database System”. Japan Automobile Manufacturer Association. Diakses pada Jumat 6 Desember 2013. Pukul 19 : 59 WIB. .
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013
21
“Toshihiko Fukui”. Bloomberg Businessweek. Diakses pada Minggu 5 Januari 2013. Pukul 14 : 49 WIB. . “Developments in Japan’s Economy in 2006 and the Outlook for 2007”. Bank of Japan. Oleh Toshihiko Fukui. Diakses pada 8 Desember 2013. Pukul 12:05 WIB.. “Political Map of Australia”. Free World Maps. Diakses pada Minggu 5 Januari 2014. Pukul 11 : 42 WIB. . “The Economy Landscape in 2009”. Reserve Bank of Australia. 2009. Oleh Malcolm Edey. 2009. Diakses pada Jumat, 13 Desember 2013. Pukul 2 : 44 WIB. Australian Minister of Foreign Affairs and Trade. Diakses pada Jumat, 13 Desember 2013. Pukul 22 : 37 WIB. “Asian demand for Australian goods boosting GDP growth”. Crikey Independent Media. Oleh Stephen Koukoulas. Diakses pada Senin, 16 Desember 2013. Pukul 02 : 27 WIB. Gareth Evans Official Website. Diakses pada Minggu 05 Januari 2014. Pukul 15 : 01 WIB. . “The G20”. Australian Government : Department of Foreign Affair and Trade. Diakses pada 15 Desember 2013. Pukul 12 : 20 WIB. Researchandmarkets.com. Diakses pada Rabu, 11 Desember 2013. Pukul 10 : 49 WIB.. “Corporate Profile”. Mitsui Kinzoku. Diakses pada 5 Januari 2014. Pukul 20 : 33 WIB. . “Our Products”. Tosoh Corporation. Diakses pada 5 Januari 2014. Pukul 20 : 33 WIB. . “Japan Metals and Chemicals Co Ltd”. Fuel Cell Today. Diakses pada 5 Januari 2014. Pukul 20 : 33 WIB. .
Sejarah hubungan..., Fazra Fatima Azzahra, FIB UI, 2013