UNIVERSITAS INDONESIA PRAKTIK SUNAT PEREMPUAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDAR BARU KEC. BANDAR BARU KABUPATEN PIDIE JAYA PROVINSI ACEH TAHUN 2012

UNIVERSITAS INDONESIA PRAKTIK SUNAT PEREMPUAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDAR BARU KEC. BANDAR BARU KABUPATEN PIDIE JAYA PROVINSI ACEH TAHUN 2012

SKRIPSI

ZAKIAH NPM: 1006822605

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KEBIDANAN KOMUNITAS UNIVERSITAS INDONESIA JULI 2012

Praktik sunat..., Zakiah, FKM UI, 2012

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIK SUNAT PEREMPUAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDAR BARU KEC. BANDAR BARU KABUPATEN PIDIE JAYA PROVINSI ACEH TAHUN 2012 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI

ZAKIAH NPM: 1006822605

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KEBIDANAN KOMUNITAS UNIVERSITAS INDONESIA JULI 2012 ii





KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Drs, Tri Krianto, M. Kes, selaku Ketua Peminatan Kebidanan Komunitas Fakultas Kesehatan Masyarakat. 2. Ibu Dra. Rina Artining Anggorodi, M. Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Dr. drh. Yvone Magdalena Indrawani, SU yang telah bersedia menjadi tim dewan penguji dari FKM UI 4. Bapak Adhi Darmawan Tato, SKM, MPH yang telah bersedia menjadi tim dewan penguji dari Kemenkes RI 5. Bapak Husni, SKM, sebagai Kepala Puskesmas Bandar Baru yang telah memberikan izin penelitian. 6. Suami, anak, orangtua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral 7. Teman-teman Peminatan Kebidanan Komunitas angkatan 2010, yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Depok, Juli 2012 Penulis vi



ABSTRAK

Nama : Zakiah Program Studi : Kesehatan Masyarakat Judul : Praktik Sunat Perempuan di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kec. Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh Tahun 2012 Sunat Perempuan merupakan masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat terhadap praktik sunat perempuan di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian Rapid Assessment Procedures (RAP). Informan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai anak perempuan usia 1 sampai 5 tahun dan melakukan sunat pada anak perempuannya ke tenaga kesehatan dan ibu-ibu yang mempunyai anak perempuan usia 1 sampai 5 tahun dan melakukan sunat pada anak perempuannya ke dukun bayi. Penelitian ini dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik sunat perempuan yang dilakukan berdasarkan klasifikasi WHO termasuk ke dalam tipe I. Faktor predisposisi praktik sunat perempuan termasuk pengetahuan yang menganggap sunat perempuan baik untuk kesehatan, sikap setuju terhadap praktik sunat perempuan, kepercayaan sebagai perintah agama yang wajib dilaksanakan, dan budaya yang sudah turun-temurun. Faktor pemungkin praktik sunat perempuan tersedianya tenaga pelaksana dan biaya yang terjangkau. Faktor penguat berasal dari dukungan keluarga dan tokoh agama. Kata kunci: Sunat perempuan, predisposisi, pemungkin dan penguat

viii


Universitas Indonesia

ABSTRACT Name Study Program Title

: Zakiah : Bachelor of Public Health : Female Circumcision Practice in Work Area of Bandar Baru Health Centre Bandar Baru Subdistrict Pidie Jaya District Aceh Province in 2012

Female Circumcision is a public health problem in work area of Bandar Baru Centre Health Bandar Baru Subdistrict Pidie Jaya District Aceh Province. This study aims to know the description of predisposing factors, enabling factors and reinforcing factors of the practice of female circumcision in the region of Bandar Baru health center Pidie Jaya District Aceh Province. The study was a qualitative research with this type of research was Rapid Assessment Procedures (RAP). Informants in this study were mothers who have daughters ages 1 to 5 years and perform circumcision on their daughters to health workers and mothers who have daughters ages 1 to 5 years and perform circumcision on his daughter to a traditional midwife. The research was conducted by the Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews. The results showed that the practice of female circumcision is performed based on the WHO classification belongs to the type I. Predisposing factors include knowledge of the practice of female circumcision female circumcision is considered good for health, attitude toward the practice of female circumcision agree, beliefs as a religious order which must be implemented, and culture that have been passed down through generations. Enabling factors of the practice of female circumcision was availability of executive power and affordable cost. Reinforcing factors derived from the support of family and religious leaders Key words: female circumcision, predisposing, enabling and reinforcing

ix



DAFTAR ISI Halaman Sampul .............................................................................................. Halaman Judul.................................................................................................. Halaman Surat Pernyataan Bebas Plagiarisme ................................................ Halaman Pernyataan Orisinalitas ..................................................................... Halaman Pengesahan ....................................................................................... Kata Pengantar ................................................................................................. Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi ..................................................... Abstrak ............................................................................................................. Daftar Isi .......................................................................................................... Daftar Tabel ..................................................................................................... Daftar Gambar.................................................................................................. Daftar Lampiran ...............................................................................................

i ii iii iv v vi vii viii x xiv xv xvi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................... 1.4 Tujuan Penelitian...................................................................... 1.4.1 Tujuan Umum............................................................... 1.4.2 Tujuan Khusus .............................................................. 1.5 Manfaat Penelitian.................................................................... 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................

1 3 3 4 4 4 5 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Sunat (Khitan) ............................................................. 2.2 Sunat Perempuan ...................................................................... 2.2.1 Definisi Sunat Perempuan ............................................ 2.2.2 Konteks Global Sunat Perempuan ................................ 2.2.3 Klasifikasi Sunat Perempuan........................................ 2.2.4 Alasan Pelaksanaan Sunat Perempuan ......................... 2.2.5 Komplikasi Kesehatan .................................................. 2.2.6 Usia dan Pelaksanaan Sunat Perempuan ...................... 2.2.7 Medikalisasi Sunat Perempuan..................................... 2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Sunat Perempuan ................................................................................ 2.3.1 Faktor Predisposisi (Predisposing factors)................... 2.3.1.1 Pengetahuan.................................................... 2.3.1.2 Sikap ............................................................... 2.3.1.3 Kepercayaan ................................................... 2.3.1.4 Budaya............................................................ 2.3.2 Faktor Pemungkin (Enabling factors) .......................... 2.3.2.1 Tenaga Pelaksana ........................................... 2.3.3 Faktor Penguat (Reinforcing factors) ........................... 2.3.3.1 Dukungan Keluarga........................................ 2.3.3.2 Dukungan Tokoh Agama ............................... x


7 7 8 8 8 10 10 11 12 13 13 13 14 15 15 16 16 17 17 18


2.4

Kerangka Teori......................................................................... 18 2.4.1 Teori Lawrence Green .................................................. 18

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH 3.1 Kerangka Konsep ..................................................................... 21 3.2 Definisi Istilah .......................................................................... 22 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ...................................................................... 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................... 4.3 Sumber Informasi ..................................................................... 4.4 Pengumpulan Data.................................................................... 4.5 Instrumen Penelitian................................................................. 4.6 Validitas Data ........................................................................... 4.7 Analisa Data ............................................................................. BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Puskesmas Bandar Baru ............................. 5.2 Gambaran Lokasi Penelitian..................................................... 5.3 Hasil Pengumpulan Data .......................................................... 5.3.1 Gambaran Karakteristik Informan Wawancara Mendalam ..................................................................... 5.3.2 Gambaran Karakteristik Informan FGD Desa Udeung Poroh ............................................................... 5.3.3 Gambaran Karakteristik Informan FGD Desa Cut Langgien ................................................................ 5.3.4 Gambaran Informan Kunci ........................................... 5.4 Hasil Penelitian......................................................................... 5.4.1 Praktik Sunat Perempuan.............................................. 5.4.2 Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)................... 5.4.2.1 Pengetahuan.................................................... 5.4.2.2 Sikap ............................................................... 5.4.2.3 Kepercayaan ................................................... 5.4.2.4 Budaya............................................................ 5.4.3 Faktor Pemungkin (Enabling factor)............................ 5.4.4 Faktor Penguat (Reinforcing factor)............................. BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian ............................................................ 6.2 Gambaran Praktik Sunat Perempuan........................................ 6.2.1 Usia pada Saat Disunat ................................................. 6.2.2 Peralatan Yang Digunakan Untuk Melakukan Sunat Perempuan .................................................................... 6.2.3 Tekhnis Melakukan Sunat Perempuan ......................... 6.2.4 Pengobatan Pasca Sunat ............................................... 6.2.5 Keluhan Setelah Sunat.................................................. 6.3 Faktor Predisposisi ................................................................... 6.3.1 Pengetahuan.................................................................. xi


25 25 25 26 28 28 29 30 30 31 31 32 32 33 34 34 44 44 49 55 60 66 68 74 74 76 77 77 79 79 80 80


6.3.2 Manfaat Sunat Perempuan............................................ Sikap ......................................................................................... 6.4.1 Sikap Ibu Terhadap Praktik Sunat Perempuan di Masyarakat.................................................................... 6.4.2 Sikap Ibu Terhadap Praktik Sunat Perempuan yang Dilakukan Oleh Dukun Bayi dan Tenaga Kesehatan ... Kepercayaan ............................................................................. Budaya...................................................................................... 6.6.1 Istilah Sunat Perempuan ............................................... 6.6.2 Kaitan Sunat Perempuan Dengan Budaya.................... Faktor Pemungkin (Enabling factor)........................................ 6.7.1 Tenaga Pelaksana ......................................................... Dukungan Keluarga.................................................................. Dukungan Tokoh Agama .........................................................

83 84 85 85 85 86 86 87 88

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan............................................................................... 7.2 Saran ......................................................................................... 7.2.1 Bagi Dinas Kesehatan................................................... 7.2.2 Bagi Puskesmas ............................................................ 7.2.3 Bagi Tenaga Kesehatan ................................................ 7.2.4 Bagi Masyarakat ........................................................... 7.2.5 Bagi Peneliti Lain .........................................................

90 90 90 90 91 91 91

6.4

6.5 6.6 6.7 6.8 6.9

81 82 82

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 92

xii



DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Karakteristik Informan Wawancara Mendalam Yang Melakukan Sunat Perempuan Ke Tenaga Kesehatan................ 31 Tabel 5.2 Karakteristik Informan FGD Desa Udeung Poroh................... 32 Tabel 5.3 Karakteristik Informan FGD Desa Cut Langgien..................... 33 Tabel 5.4 Karakteristik Informan Kunci.................................................... 34

xiii



DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Teori Perilaku Kesehatan Menurut Green, LW….

20

Gambar 3.1 Kerangka Konsep…………………………………………… 22

xiv



DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1:

Lembar Informed Consent

Lampiran 2:

Pedoman Wawancara pada Focus Group Discussion (FGD)

Lampiran 3:

Pedoman Wawancara Mendalam

Lampiran 4:

Pedoman Wawancara Mendalam Informan Kunci Bidan

Lampiran 5:

Pedoman Wawancara Mendalam Informan Kunci Dukun Bayi

Lampiran 6:

Pedoman Wawancara Mendalam Informan Kunci Tokoh Agama

Lampiran 7:

Matriks Hasil Focus Group Discussion (FGD) Ibu yang Melakukan Sunat pada Anak Perempuannya ke Tenaga Kesehatan

Lampiran 8:

Matriks Hasil Focus Group Discussion (FGD) Ibu yang Melakukan Sunat pada Anak Perempuannya ke Dukun Bayi

Lampiran 9:

Matriks Hasil Wawancara Mendalam Ibu yang Melakukan Sunat pada Anak Perempuannya ke Tenaga Kesehatan

Lampiran 10: Matriks Hasil Wawancara Mendalam Informan Kunci Lampiran 11: Surat Izin Penelitian dan Menggunakan Data dari Universitas Lampiran 12: Surat Izin Penelitian dan Menggunakan Data dari Kesbangpolinmas Lampiran 13: Surat Izin penelitian dan Menggunakan Data dari Puskesmas Bandar Baru Lampiran 14: Peraturan Pemerintah Tentang Sunat perempuan

xv



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Masalah Sunat perempuan yang sering diistilahkan dengan FGM (Female Genital

Mutilation) dapat menyebabkan nyeri hebat, perdarahan, perlukaan daerah jaringan sekitar, retensi urine, sepsis, syok (akibat kesakitan karena tanpa anastesi maupun perdarahan), tetanus, maupun ulserasi pada daerah genital. Perdarahan massif dan infeksi bisa menyebabkan kematian. Dalam jangka waktu panjang juga dilaporkan terjadinya kista dan abses, keloid, kerusakan uretra yang menjadi penyebab inkontenensia urine, dispareni, disfungsi seksual, dan cronic morbidity (contohnya fistula vesico vaginal). Disfungsi seksual sendiri biasanya diakibatkan oleh dispareuni serta turunnya sensitifitas permanen akibat klitoridectomi dan infibulasi. Sementara kauterisasi elektrik klitoris bisa berpengaruh pada psikis sehingga menghilangkan hasrat untuk bermasturbasi. Selain itu penggunaan alat tanpa sterilisasi bisa menjadi media penyebaran penyakit seperti HIV dan hepatitis. (WHO, 1997). Secara global paling tidak 2 juta lebih anak-anak perempuan mengalami risiko sunat perempuan ini setiap tahunnya atau hampir 6.000 anak setiap harinya dan juga diperkirakan 85 sampai 114 juta anak-anak gadis dan perempuan dewasa di dunia mengalami penyunatan alat kelaminnya. Saat ini sunat perempuan dilaporkan masih dilakukan di lebih dari 25 negara di kawasan Afrika dan sebagian kecil Asia. Sekarang ada kecenderungan peningkatan pada imigran di Amerika Utara dan selatan, Australia dan Eropa. (Toubia dalam Ida, 2004) Akhir-akhir ini diperkirakan lebih dari 130 juta perempuan di seluruh dunia yang menjalani pemotongan alat kelamin atau yang dikenal dengan sunat perempuan. Tradisi sejak abad lampau ini adalah dengan cara memotong sebagian klitoris hingga bibir kemaluan. Sunat itu kadang disertai penjahitan atau penyempitan lubang vagina (infibulasi). (forum.kompas.com, 25 Juni 2010) Di Indonesia, berdasarkan penelitian Population of Council pada tahun 2002-2003, pelaksanaan sunat perempuan dibagi menjadi dua kelompok: pertama “simbolis” yaitu tipe dimana tidak ada sayatan atau eksisi atau perlukaan yang sesungguhnya, terhitung sekitar 28% dari semua kasus sunat perempuan. Dan 1



2

sisanya merupakan tipe yang kedua yaitu “berbahaya” atau FGM sesungguhnya, baik eksisi maupun insisi sebanyak 72% kasus. Hasil penelitian Population Council di enam propinsi yaitu Sumatra Barat, Banten, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Selama 18 bulan (Oktober 2001- Maret 2003) menunjukkan adanya medikalisasi dalam sunat perempuan. Artinya sudah ada keterlibatan tenaga kesehatan, meskipun dimaksudkan untuk mengurangi risiko kesehatan bila dikerjakan oleh dukun bayi atau tukang sunat. Medikalisasi menjadi berbahaya karena digunakan berbagai peralatan seperti jarum, pisau dan gunting untuk melakukan insisi atau irisan (28%) dan eksisi atau pengupasan (72%). Permasalahan yang muncul adalah timbulnya pergeseran tipe praktik dari yang simbolik ke tipe berbahaya. Masalah lain adalah faktor pembohongan karena pasien harus membayar untuk tindakan simbolik yang sebenarnya tidak ada dan tidak perlu. (Budiharsana, 2004) Hasil penelitian Kurniawati (2011) yang dilakukan di Kecamatan Tebo Tengah Kabupaten Tebo Propinsi Jambi, menunjukkan 76,5% responden telah melakukan sunat pada anak perempuannya dan 23,5% tidak melaksanakan. Responden yang pengetahuannya baik hanya 18,8% dan sebagian besar memiliki pengetahuan yang kurang baik 81,2%. Responden yang setuju terhadap praktik sunat perempuan sebanyak 72,9% dan 10,9% tidak setuju. 66,2% sunat dilakukan oleh dukun dan 33,8% dilakukan oleh bidan. 64,7% keluarga mendukung sunat perempuan dan sisanya 35,3% keluarga tidak mendukung. 71,8% mengatakan tokoh agama sangat mendukung pelaksanaan sunat perempuan dan 28,8% tidak mendukung. Di Propinsi Aceh, terutama di Kabupaten Pidie Jaya praktik sunat pada anak perempuan sudah berlangsung lama dan dilakukan secara turun temurun. Diperkirakan bahwa sunat perempuan bersumber dari ajaran Islam yang kemudian berkembang menjadi tradisi. Sunat pada anak perempuan selain masih dilakukan oleh dukun bayi, juga dilaksanakan di sarana kesehatan seperti Puskesmas dan Bidan Praktek Swasta (BPS). Dari wawancara peneliti dengan salah seorang bidan Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya pada bulan September 2011 didapatkan bahwa setiap bulan ada sekitar 12-15 pasien yang meminta anak perempuannya untuk disunat Universitas Indonesia


3

dan di Bidan Praktek Swasta lebih kurang 5-7 pasien yang disunat setiap bulannya. Walaupun kegiatan ini sudah diketahui pelaksanaannya, tetapi sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai praktek sunat pada anak perempuan di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh. 1.2

Rumusan Masalah Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan pada 30 ibu yang memiliki

anak perempuan berusia 1-5 tahun yang berkunjung ke ruang MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) Puskesmas Bandar Baru selama 6 hari kerja (16-23 Januari 2012) didapatkan sebanyak 24 ibu yang berkunjung telah melakukan sunat pada anak perempuannya (80%) dan sisanya 6 ibu mempunyai rencana untuk melakukan sunat pada anak perempuannya atau sebanyak 20%. Angka ini lebih tinggi kejadiannya bila dibandingkan dengan penelitian Kurniawati (2011) di kecamatan Tebo Tengah kabupaten Tebo propinsi Jambi yaitu sebesar 76,5% telah melakukan sunat pada anak perempuannya. Oleh karena itu peneliti tertarik meneliti hal tersebut karena sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian serupa di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh. 1.3

Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka muncul beberapa pertanyaan

penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran praktik sunat perempuan di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh Tahun 2012? 2. Bagaimana

gambaran

faktor

predisposisi

(pengetahuan,

sikap,

kepercayaan dan budaya) tentang praktik sunat perempuan pada ibu yang memiliki anak perempuan usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh Tahun 2012. Universitas Indonesia


4

3. Bagaimana gambaran faktor pemungkin (tenaga pelaksana) tentang praktik sunat perempuan pada ibu yang memiliki anak perempuan usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh Tahun 2012. 4. Bagaimana gambaran faktor penguat (dukungan keluarga, dukungan tokoh agama) tentang praktik sunat perempuan pada ibu yang memiliki anak perempuan usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh Tahun 2012. 1.4

Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, kepercayaan, budaya, tenaga pelaksana, dukungan keluarga dan dukungan tokoh agama dan kaitannya dengan praktik sunat perempuan pada ibu yang memiliki anak perempuan usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh Tahun 2012. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran tentang praktik sunat perempuan di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh Tahun 2012. 2. Mengetahui

gambaran

faktor

predisposisi

(pengetahuan,

sikap,

kepercayaan, dan budaya) terhadap praktik sunat perempuan pada ibu yang memiliki anak perempuan usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh Tahun 2012. 3. Mengetahui gambaran faktor pemungkin (tenaga pelaksana) terhadap praktik sunat perempuan pada ibu yang memiliki anak perempuan usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh Tahun 2012. 4. Mengetahui gambaran faktor penguat (dukungan keluarga, dukungan tokoh agama) terhadap praktik sunat perempuan pada ibu yang memiliki Universitas Indonesia


5

anak perempuan usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh Tahun 2012. 1.5

Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Metodologi Diharapkan hasil penelitian dapat menjadi acuan atau dasar bagi penelitian kualitatif selanjutnya. 1.5.2 Manfaat Aplikatif Diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan informasi, masukan, dan pertimbangan bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas dalam pelaksanaan program promosi kesehatan (promkes), terutama mengenai Praktik Sunat Perempuan. 1.5.3 Manfaat Keilmuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan

tentang

kesehatan

masyarakat

khususnya

mengenai

sunat

perempuan. 1.6

Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian

Rapid Assessment Prosedure (RAP). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran praktik sunat perempuan di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru. Tehnik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui Focus Group Discussion (FGD) pada ibu yang memiliki anak perempuan usia 1-5 tahun dan melakukan sunat pada anak perempuannya ke tenaga kesehatan dan ke dukun bayi, dan juga menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview) dengan informan dan informan kunci. Informan yang akan diwawancara adalah ibu yang memiliki anak perempuan usia 1-5 tahun dan melakukan sunat pada anak perempuannya, dan informan kunci yang akan diwawancara adalah bidan senior di puskesmas, bidan praktik swasta, dukun bayi dan tokoh agama di wilayah kerja



6

Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2012.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Sejarah Sunat (Khitan) Menurut Syafrudin (2005), dalam berbagai literatur banyak ditemukan

bahwa umat terdahulu telah melakukan khitan. Dalam Injil Barnabas dikemukakan bahwa Nabi Adam ‘Alaihissalam adalah orang yang pertama kali dikhitan. Khitannya dilakukan setelah ia bertaubat dari memakan buah Khuldi. Namun keturunannya meninggalkan praktik ini, hingga Allah SWT memerintah untuk melakukan khitan kepada Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Dalam dua peradaban besar, Babilonia dan Sumariyyah (3500 SM) dapat ditemukan mengenai adanya khitan. Begitu pula generasi selanjutnya, pada masa Tut Anah Amon, kerajaan Fir’aun di Mesir (2200 SM) dapat ditemukan mengenai praktik khitan. Bangsa Fir’aun melakukan khitan dengan tujuan untuk kesehatan. Dalam praktiknya, mereka membius ujung dzakar sebelum memotongnya. Adapun Yahudi, mereka sangat memperhatikan urusan khitan. Mereka menggolongkan orang yang tidak dikhitan sebagai orang-orang penyembah berhala yang jahat (paganisme). Ajaran Nasrani pun pada dasarnya memerintahkan untuk berkhitan, hal ini dapat ditemukan dalam Injil Barnabas yang mengemukakan bahwa Al-Masih dikhitan. Dia menyuruh pengikutnya untuk melakukan khitan, akan tetapi umat Nasrani tidak melakukan khitan. Sementara orang-orang Arab Jahiliyah, mereka melakukan khitan karena mengikuti kebiasaan nenek moyang, yaitu Ibrahim ‘Alaihissalam. 2.2

Sunat Perempuan

2.2.1 Definisi Sunat Perempuan Tindakan pemotongan atau penyunatan alat kelamin perempuan terdapat beberapa istilah. Di Indonesia, istilah yang sering digunakan adalah sunat atau khitan. Istilah sunat perempuan merupakan istilah lokal yang berbeda konsepsinya dengan istilah-istilah lainnya, seperti Female Circumcision (FC), Female Genital Mutilation (FGM), atau Female Genital Surgeries (FGS) yang dipopulerkan dalam bahasa Inggris dan berkembang menjadi wacana yang mendunia, yang pada 7



8

dasarnya merujuk pada variasi pelaksanaan yang berbeda di berbagai negara. (Ida, 2005) Istilah Female Circumcision (FC) diartikan sebagai tindakan yang dilakukan dengan berbagai format atau variasi tindakan yang beragam. Variasinya bisa meliputi penghilangan prepuce atau ujung kulit klitoris, hingga penghilangan labia minora dan mayora. Bahkan bisa mencapai infibulasi, yakni merapatkan alat kelamin perempuan dengan cara menutup dan menjahitnya sehingga hanya lubang vagina dan lubang uretra saja yang tertinggal. (Larsen dalam Ida, 2005) Saat ini sunat perempuan di Indonesia mengacu pada sunat laki-laki, yang dikenal juga sebagai sirkumsisi atau khitan perempuan. Sementara diluar negeri dikenal sebagai Female Genital Mutilation (FGM) atau Female Genital Cutting (FGC). Istilah itu sendiri masih banyak diperdebatkan. Istilah FGM tersebut lebih mengarah ke istilah “damaging”, berbeda dengan sirkumsisi yang berarti cutting around dimana mengarah kepada salah satu prosedur medis dalam pemotongan bagian alat kelamin pada sunat laki-laki. Istilah FGM tersebut dianggap bermakna politis sehingga banyak digunakan dalam advokasi aktifis hak-hak perempuan karena bermakna negatif. Walaupun begitu World Health Organization (WHO) masih tetap menggunakan istilah tersebut. Dimana FGM didefinisikan sebagai semua tindakan/ prosedur yang meliputi pengangkatan sebagian atau seluruh dari organ genitalia eksterna perempuan atau dalam bentuk perlukaan lain terhadap organ genitalia perempuan dengan alasan budaya atau alasan nonmedis lainnya. (http://hackvermont.spaces.live.com, 2011) 2.2.2 Konteks Global Sunat Perempuan Sunat perempuan merupakan persoalan serius, baik ditingkat lokal maupun global. Sebagai satu isu kekerasan terhadap perempuan, pada dasarnya sunat perempuan merupakan bentuk pelanggaran atas hak-hak perempuan. Dalam realitasnya, istilah yang menunjuk pada tindakan terhadap alat kelamin perempuan ini mengimplikasikan persepsi, pemaknaan dan variasi tindakan terhadap

alat

kelamin

yang

berbeda-beda

di

berbagai

negara

yang

mempraktikkannya.



9

Praktik pemotongan atau penyunatan alat kelamin perempuan, atau lebih dikenal dengan istilah female genital mutilation (FGM), banyak terjadi di negaranegara Afrika dan sebagian di Asia, termasuk Indonesia. Kasus terbesar selama ini yang sering kali mendapatkan sorotan dunia, terutama dari para feminis adalah yang terjadi di Sudan. (Ida, 2005) Motif-motif pelaksanaan FGM di setiap negara seperti yang terjadi di Afrika dan Asia berbeda satu sama lain, namun ada kesamaan motif yang disadari (conscious motives), yakni sebagai pelestarian adat-istiadat dan pemenuhan kewajiban beragama. (Lax dalam Ida, 2005) Di Indonesia, sunat perempuan kurang diperhatikan, salah satu studi Feillard dan Marcoes (1998), mengatakan bahwa praktik sunat perempuan di Indonesia sering diminimalkan hanya pada tindakan simbolis, yaitu tanpa terjadi pemotongan yang sesungguhnya pada alat kelamin. 2.2.3 Klasifikasi Sunat Perempuan Menurut WHO (1997), sunat perempuan dibagi dalam empat jenis yaitu : 1. Tipe I: Clitoridotomy, eksisi dari permukaan (prepusium) klitoris, dengan atau tanpa eksisi sebagian atau seluruh klitoris. 2. Tipe II: Clitoridectomy, eksisi klitoris beserta sebagian atau seluruh labia minor. 3. Tipe III: Infibulasi yang dikenal sebagai Khitan ala Fir’aun, eksisi sebagian atau seluruh genita eksterna dan penjahitan untuk mempersempit mulut vulva yang hanya menyisakan lubang kecil untuk keluarnya air seni dan darah haid (merupakan tipe terberat FGM). 4. Tipe IV: Tidak terklasifikasi, termasuk menusuk, mengiris, menggores dan kauterisasi. Termasuk juga penusukan klitoris dengan jarum, membakar atau membuat parut alat kelamin.



10

2.2.4 Alasan Pelaksanaan Sunat Perempuan Masih menurut WHO (1997) membedakan alasan pelaksanaan perempuan menjadi 5 kelompok, yaitu : 1. Psikoseksual Diharapkan pemotongan klitoris akan mengurangi libido pada perempuan. 2. Sosiologi Melanjutkan tradisi, menghilangkan hambatan atau kesialan bawaan, masa peralihan pubertas atau wanita dewasa, perekat sosial dan lebih terhormat. 3. Hygiene dan estetik Organ genetalia eksternal dianggap kotor dan tidak bagus bentuknya. 4. Mitos Meningkatkan kesuburan dan daya tahan anak. 5. Agama Dianggap sebagai perintah agama, agar ibadah lebih diterima 2.2.5 Komplikasi Kesehatan Dampak yang dapat segera terjadi akibat FGM adalah nyeri berat, perdarahan, perlukaan daerah jaringan sekitar, retensi urine, sepsis, syok (akibat kesakitan karena tanpa anastesi maupun perdarahan), tetanus, maupun ulserasi pada daerah genital. Perdarahan massif dan infeksi bisa menyebabkan kematian. Dalam jangka waktu panjang juga dilaporkan terjadinya kista dan abses, keloid, kerusakan uretra yang menjadi penyebab incontinentia urine, dyspareuni, disfungsi seksual, dan cronic morbidity (contohnya fistula vesico vaginal). Disfungsi seksual sendiri biasanya diakibatkan oleh dyspareuni serta turunnya sensitivitas permanen akibat clitoridectomi dan infubulasi. Sementara kauterisasi elektrik klitoris bisa berpengaruh pada psikis sehingga menghilangkan hasrat untuk bermasturbasi. Selain itu penggunaan alat tanpa sterilisasi bisa menjadi media penyebaran penyakit seperti HIV dan hepatitis. (WHO, 1997) Sunat perempuan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, baik jangka pendek dan jangka panjang. Jenis masalah yang berkembang tergantung pada tingkat pemotongan, kebersihan alat-alat yang digunakan untuk melakukan pemotongan, dan kesehatan perempuan yang disunat. Menurut WHO, komplikasi Universitas Indonesia


11

atau dampak yang terjadi dari sunat perempuan terhadap kesehatan fisik dan psikis antara lain : 1. Dampak jangka pendek sunat perempuan -

Perdarahan yang mengakibatkan shock atau kematian

-

Infeksi pada seluruh organ panggul yang mengarah pada sepsis

-

Tetanus yang menyebabkan kematian

-

Gangrene yang dapat menyebabkan kematian

-

Sakit kepala yang luar biasa mengakibatkan shock

-

Retensi urine karena pembengkakan dan sumbatan pada uretra.

2. Dampak jangka panjang sunat perempuan -

Rasa sakit berkepanjangan pada saat berhubungan seks

-

Penis tidak dapat masuk dalam vagina sehingga memerlukan tindakan operasi

-

Disfungsi seksual (tidak dapat mencapai orgasme pada saat berhubungan seks)

-

Disfungsi haid yang mengakibatkan hematocolpos (akumulasi darah haid dalam vagina), hematometra (akumulasi darah haid dalam rahim), dan hematosalpinx (akumulasi darah haid dalam saluran tuba)

-

Infeksi saluran kemih kronis

-

Inkontinensia urin (tidak dapat menahan kencing)

-

Bisa terjadi abses, kista dermoid dan keloid (jaringan parut mengeras).

2.2.6 Usia dan Pelaksanaan Sunat Perempuan Pelaksanaan sunat perempuan di Indonesia biasanya dilakukan pada usia 0-18 tahun, tergantung budaya setempat. Di Jawa dan Madura contohnya, sunat perempuan biasanya dilaksanakan pada saat usia sang anak dibawah 1 tahun dan sebagian kecil pada usia 7-9 tahun, menandai masa menjelang dewasa. Pelaksanaannya sendiri bervariasi mulai dari tenaga medis, dukun bayi, istri kyai (nyai), sampai tukang sunat baik dengan alat modern (gunting, skapula) ataupun alat-alat tradisional (bambu, jarum, kaca, kuku, pisau, sembilu) dengan atau tanpa anastesi. Hasil penelitian yang diadakan oleh Population Council di Indonesia menyebutkan bahwa 28% pelaksanaan FGM merupakan simbolik yang berarti Universitas Indonesia


12

tanpa pemotongan atau perlukaan sesungguhnya, tetapi 72% sisanya merupakan FGM sesungguhnya, baik eksisi maupun insisi. (Budiharsana, 2004) Penelitian Rifa’i dalam Sumarni (2001) juga menunjukkan hal yang sama bahwa sunat juga dilakukan secara simbolis oleh dukun dan bidan di Yogyakarta. Berdasarkan penuturan para bidan yang bertugas di berbagai wilayah di Indonesia, terdapat bermacam-macam variasi sunat perempuan yang dilakukan oleh dukun dan bidan, mulai dari menggores, menusuk, mencungkil sampai memotong ujung klitoris sampai mengeluarkan darah. Pemotongan klitoris sampai mengeluarkan darah bertujuan untuk memenuhi syarat sah-nya sunat perempuan. Praktik sunat perempuan di indonesia, antara lain dapat dijumpai di daerah Aceh, Sumatra Utara, Jambi, Lampung, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jakarta (Betawi), Jawa Barat (Sunda), Jawa Tengah (Kudus, Pati, Solo, Sragen), Yogyakarta, Jawa Timur (pesisir timur), dan Madura. 2.2.7 Medikalisasi Sunat Perempuan Sunat perempuan digolongkan sebagai female genital mutilation (FGM). Karena secara medis tidak dianjurkan, praktik ini biasanya dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki ketrampilan medis. Selain itu, kebersihan peralatan yang tidak terjamin juga menjadi keprihatinan banyak kalangan. (http://forum.kompas.com/showthread.php?30607-Sunat-perempuan....tinjauandari-sisi-MEDIS, diakses tanggal 3 Oktober 2011 jam 15.45) Medikalisasi artinya keterlibatan tenaga kesehatan dalam pelaksanaan sunat perempuan. Hal ini mungkin dimaksudkan untuk resiko kesehatan dibandingkan jika dikerjakan oleh dukun bayi atau tukang sunat tanpa pengetahuan kesehatan yang adekuat. Tetapi, hal ini pun ternyata dianggap menjadi berbahaya dan bertentangan dengan etika dasar kesehatan. WHO menyampaikan bahwa FGM dalam bentuk apapun tidak boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana pun. WHO berdasarkan etika dasar kesehatan mengatakan bahwa mutilasi bagian tubuh yang tidak perlu tidak boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan. FGM membahayakan dan tidak berguna bagi perempuan, walaupun dilakukan oleh tenaga medis. Selain itu medikalisasi (keterlibatan tenaga kesehatan) juga akan mempertahankan tradisi ini, sebab Universitas Indonesia


13

masyarakat akan lebih yakin karena ada dukungan dan legalitas provider kesehatan. Pada masyarakat yang memandang infibulasi itu adalah normal, dinyatakan bahwa banyak keluarga yang kembali melakukan clitoridectomy ketika memulai program pendidikan kesehatan. Bagaimanapun, pesan kebijakan resmi harus konsisten disampaikan bahwa semua bentuk Female genital Mutilation harus dihentikan. (WHO, 1997) 2.3

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Sunat Perempuan

2.3.1 Faktor Predisposisi (Predisposing factors) Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. (Notoadmodjo, 2010) 2.3.1.1 Pengetahuan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (2007), pengertian pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui; kepandaian. Selanjutnya Notoatmodjo (2010) mendefinisikan pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan: 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan benar menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Universitas Indonesia


14

3. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4. Analisis (analysis) Suatu kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis) Sintesa menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemapuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. 2.3.1.2 Sikap Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (2007), pengertian sikap adalah perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian, keyakinan. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat dilihat langsung tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari prilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. (Notoadmodjo, 2010).



15

2.3.1.3 Kepercayaan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (2007), pengertian kepercayaan adalah anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau nyata, sesuatu yang dipercayai, harapan dan keyakinan (akan kejujuran, kebaikan, dan sebagainya). Kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosio-psikologis. Kepercayaan dapat bersifat rasional dan irrasional. Kepercayaan yang rasional apabila kepercayaan orang terhadap sesuatu tersebut masuk akal, sebaliknya seseorang mempunyai irrasional bila ia mempercayakan air yang diberi mantra oleh dukun dapat menyembuhkan penyakitnya. Kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan,kebutuhan dan kepentingan. Hal ini dimaksudkan bahwa orang percaya kepada sesuatu ia mempunyai pengetahuan tentang hal itu. (Notoatmodjo, 2010) Keyakinan sering diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. (Notoatmodjo, 2003) 2.3.1.4 Budaya Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (2007), pengertian budaya adalah pikiran atau akal budi; adat istiadat; sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju); sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Kebudayaan atau pun yang disebut peradaban, mengandung pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat. (Taylor dalam Sulaeman, 2005) Beberapa antropolog mendefinisikan kebudayaan sebagai pengetahuan yang diperoleh manusia dan digunakan untuk menafsirkan pengalaman dan menimbulkan perilaku. (Spradley (1980:5) dalam Bogdan dan Biklen (1982:35) dalam Moleong (2010:23)



16

Spradley (1980) dalam Moleong (2010:24), juga menyatakan bahwa konsep kebudayaan sebagai pengetahuan yang dicapai mempunyai ciri-ciri umum yang sama dengan interaksi simbolik. 2.3.2 Faktor Pemungkin (Enabling factors) Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyrakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta, dan sebagainya. 2.3.2.1 Tenaga Pelaksana Menurut Budiharsana (2004), di Indonesia saat ini masih banyak masyarakat yang menyunat bayi perempuannya pada dukun bayi daripada bidan, terutama di daerah pedesaan. Ada beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi hal ini (Studi Kependudukan Dan Kebijakan UGM, 2005), antara lain: 1. Biaya sunat murah dan sudah termasuk biaya persalinan. Jika seseorang bersalin dengan dukun, maka sang dukun masih mempunyai kewajiban sampai dengan 40 hari untuk merawat bayi mulai dari memandikan pagi sore. 2. Masyarakat lebih percaya pada dukun bayi yang secara turun-temurun telah menjadi kepercayaan keluarga. 3. Dukun bersedia untuk dipanggil kapan saja. Hasil penelitian Nuravianti (2010) menyatakan bahwa responden yang memiliki anak perempuan yang telah disunat ke tenaga kesehatan sebanyak 52,2% dan responden yang tidak menyunat anaknya meskipun di lingkungan sekitarnya terdapat tenaga kesehatan sebagai tenaga pelaksana sunat perempuan sebesar 47,8%. Pada tenaga pelaksana non-nakes didapat 71,4% telah menyunat anaknya dan 28,6% responden tidak menyunat anaknya meskipun di lingkungan sekitarnya terdapat tenaga non-nakes sebagai pelaksana sunat perempuan. Berdasarkan uji Universitas Indonesia


17

statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tenaga pelaksana dengan perilaku praktik sunat perempuan. 2.3.3 Faktor Penguat (Reinforcing factors) Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyrakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan, sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas kesehatan. Disamping itu undangundang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. 2.3.3.1 Dukungan Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes, 1998) Seseorang membutuhkan dukungan dalam berperilaku kesehatan. Dengan adanya dukungan dari lingkungan sekitar terutama keluarga akan memudahkan seseorang dalam melakukan perubahan perilaku. (Notoatmodjo, 2007). Hal ini sesuai dengan penelitian Rusmana (2004), yang menyatakan terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku sunat perempuan pada anaknya. Penelitian lain yang seiring adalah hasil penelitian Sumarni (2004), tentang sunat perempuan menunjukkan bahwa dukungan dari keluarga seperti orang tua mempunyai proporsi yang cukup besar yaitu 42,5% begitu juga dukungan dari suami, kakek/nenek, dan paman/tante. Hal yang sama juga didapat dari hasil penelitian Nuravianti (2010) bahwa terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku sunat perempuan.



18

2.3.3.2 Dukungan Tokoh Agama Tokoh masyarakat dan tokoh agama

merupakan panutan perilaku

masyarakat yang sangat signifikan karena masyarakat Indonesia merupakan masyarakat paternalistik. (Notoatmodjo,2007) Kuntowijoyo dalam Ida (2005) menyatakan bahwa kyai sebagai salah satu elit masyarakat yang khusus menangani ritual keagamaan dianggap sebagai orang yang terdidik karena tingkat pengetahuannya terhadap agama Islam. Namun pada perkembangannya, desakan modernitas mendorong munculnya pandangan baru bahwa sebenarnya agama Islam tidak mewajibkan perempuan untuk disunat dan karenanya, sunat lebih dilihat sebagai bentuk pelestarian budaya. 2.4

Kerangka Teori

2.4.1 Teori Lawrence Green Ada delapan fase model PRECEDE-PROCEED yang dikemukakan oleh Green (2005: 9-10), yaitu 1. Penilaian Sosial (social assesment), 2. Penilaian Epidemologis (epidemological assessment), 3. Penilaian Pendidikan dan Ekologi (educational & ecological assessment), 4. Penilaian Kebijakan dan Administratif serta Peraturan Perencanaan (administrative & policy assessment and intervention alignment), 5. Implementasi (implementation), 6. Evaluasi Proses (process evaluation), 7. Evaluasi Dampak (impact evaluation), 8. Evaluasi Hasil (outcome evaluation). Pada fase ketiga yaitu “Penilaian Pendidikan dan Ekologi (educational & ecological assessment). Faktor yang mempengaruhi perilaku itu dibagi ke dalam tiga faktor, yaitu: faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. (Green, 2005) Dalam mempelajari teori Green, seperti yang dikemukakan Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010), ada tiga faktor umum yang mempengaruhi perilaku perseorangan atau kolektif, yaitu: faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factor), faktor penguat (reinforcing factor). Perilaku mempunyai kaitan dengan satu atau beberapa masalah kesehatan yang merupakan keprihatinan

terbesar

di

dalam

populasi

yang

dibedakan

berdasarkan

penyebabnya. Masing-masing faktor tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda Universitas Indonesia


19

terhadap perilaku. Penjelasan tentang masing-masing faktor yang dikemukakan oleh Green dijelaskan lebih rinci seperti berikut: 1. Faktor Predisposisi Faktor

ini

merupakan

faktor-faktor

yang

mempermudah

atau

mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang. Yang termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai-nilai, tradisi dan sebagainya. Dengan kata lain, faktor ini merupakan faktor yang memotivasi terhadap suatu perilaku. 2. Faktor Pemungkin Definisi dari faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Dalam hal ini kebijakan yang terjadi dalam suatu lingkungan akan memunculkan suatu perilaku kesehatan. Yang termasuk dalam faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya: posyandu, puskesmas, rumah sakit, klinik, tenaga kesehatan atau sumberdaya lainnya. Jadi, memungkinkan seseorang untuk menggunakan fasilitas kesehatan tersebut. 3. Faktor Penguat Definisi dari faktor penguat yaitu faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Sumber faktor ini dapat berasal dari penyelenggara kesehatan, kawan, keluarga, majikan, pengambil kebijakan, tokoh masyarakat. Dalam hal ini, sikap dan kebiasaan dari petugas kesehatan atau tokoh agama yang merefleksikan hal-hal baik atau buruk dapat menjadi faktor penguat untuk munculnya suatu perilaku. Ketiga faktor yang memberikan kontribusi atas perilaku kesehatan tersebut dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini.



20

Faktor Predisposisi: - Pengetahuan - Sikap - Kepercayaan Keyakinan - Nilai - Kepercayaaan Diri - Kapasitas

Genetik

Faktor pemungkin: - Ketersediaan sumber daya kesehatan - Keterjangkauan sumber daya kesehatan - Peraturan pemerintah, prioritas dan komitmen masyarakat terhadap kesehatan - Keterampilan petugas kesehatan

Faktor -

Perilaku spesifik individu atau organisasi

penguat: Keluarga Teman sebaya Guru Majikan/atasan Penyedia layanan kesehatan Tokoh masyarakat Pengambil kebijakan/keputusan

Kesehatan

Lingkungan

Sumber: Green, L.W. (2005: 149), Health Program Planning: An Educational and Ecological Approach Gambar 2.1 Kerangka Teori Perilaku Kesehatan Menurut L.W. Green



BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH 3.1

Kerangka Konsep Dalam PRECEDE-PROCEED model yang dikemukakan oleh Green

(2005: 9-10), ia menjelaskan delapan fase, yaitu 1. Penilaian Sosial (social assesment), 2. Penilaian Epidemologis (epidemological assessment), 3. Penilaian Pendidikan dan Ekologi (educational & ecological assessment), 4. Penilaian Kebijakan dan Administratif serta Peraturan Perencanaan (administrative & policy assessment and intervention alignment), 5. Implementasi (implementation), 6. Evaluasi Proses (process evaluation), 7. Evaluasi Dampak (impact evaluation), 8. Evaluasi Hasil (outcome evaluation). Dari delapan fase yang dikemukakan di atas, kerangka konsep yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah fase ketiga yaitu “Penilaian Pendidikan dan Ekologi (educational & ecological assessment). Kerangka konsep pada fase ketiga tersebut yang menjadi fokus dalam penelitian ini yang dibagi lagi ke dalam tiga faktor, yaitu: faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Dalam penelitian ini penjabaran faktor predisposisi seperti pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai/norma/budaya, kepercayaaan diri, kapasitas, tidak dijelaskan satu per satu. Akan tetapi, peneliti hanya meneliti tentang pengetahuan, sikap, kepercayaan dan budaya, sedangkan hal kepercayaaan diri, dan kapasitas tidak diteliti karena kedua hal tersebut tidak berhubungan langsung dengan penelitian sunat perempuan. Alasannya adalah pasien dalam sunat perempuan masih berusia kecil (1-5 tahun). Pada faktor pemungkin, yang termasuk ke dalam faktor ini adalah ketersediaan sumber daya kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, peraturan pemerintah, prioritas dan komitmen masyarakat terhadap kesehatan, dan keterampilan

petugas

kesehatan.

Dalam

penelitian

memfokuskan pada tenaga pelaksana sunat perempuan

ini,

peneliti

hanya

yang terlihat pada

ketersediaan sumber daya kesehatan dan keterampilan petugas kesehatan. Selanjutnya, faktor penguat, yang terdiri dari dukungan keluarga, teman sebaya, guru, majikan/atasan, penyedia layanan kesehatan, tokoh masyarakat, pengambil

kebijakan/keputusan.

Dalam

penelitian

21


ini,

peneliti

hanya


22

memfokuskan terhadap dukungan keluarga dan dukungan tokoh tokoh masyarakat (dalam hal ini adalah tokoh agama) karena mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku sunat perempuan. Berdasarkan teori Green (2005) tersebut, maka kerangka konsep yang digunakan dapat digambarkan secara skematis, seperti pada gambar berikut ini. Faktor Pemicu: - Pengetahuan - Sikap - Kepercayaan - Budaya

Faktor Pemungkin: - Tenaga Pelaksana Sunat Perempuan

Praktik Sunat Perempuan

Faktor Penguat: - Dukungan Keluarga - Dukungan Tokoh Agama Gambar 3.1 Kerangka Konsep 3.2

Definisi Istilah

1. Praktik Sunat Perempuan Female Circumcision (FC) diartikan sebagai tindakan yang dilakukan dengan berbagai format atau variasi tindakan yang meliputi penghilangan prepuce atau ujung kulit klitoris, hingga penghilangan labia minora dan mayora, bahkan bisa mencapai infibulasi, yakni merapatkan alat kelamin perempuan dengan cara menutup dan menjahitnya sehingga hanya lubang vagina dan lubang uretra saja yang tertinggal. (Larsen dalam Ida, 2005). Dari definisi di atas, praktik sunat perempuan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah suatu hal yang diamati oleh informan baik usia anak,



23

cara, alat yang digunakan, bagian dari alat genetal yang disunat, obat yang diberikan maupun keluhan setelah dilakukan sunat. 2. Pengetahuan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (2007), pengertian pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui; kepandaian. Dalam penelitian ini pengetahuan adalah pernyataan informan tentang sunat perempuan yang meliputi pengertian, dampak, alasan, manfaat, alat yang digunakan dan bagian dari alat genetal yang disunat. 3. Sikap Menurut Notoadmodjo (2010), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dalam penelitian ini, sikap yang dimaksud adalah pernyataan informan tentang respon atau kecenderungan perasaan untuk bertingkah laku terhadap pelaksanaan sunat perempuan di masyarakat, dilakukan oleh tenaga kesehatan dan oleh dukun bayi. 4. Kepercayaan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (2007), pengertian kepercayaan adalah anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau nyata, sesuatu yang dipercayai, harapan dan keyakinan (akan kejujuran, kebaikan, dan sebagainya). Dalam penelitian ini kepercayaan yang dimaksud adalah pernyataan informan terhadap suatu kebenaran yang berhubungan dengan norma agama pada sunat perempuan. 5. Budaya Kebudayaan sebagai pengetahuan yang diperoleh manusia dan digunakan untuk menafsirkan pengalaman dan menimbulkan perilaku. (Spradley (1980:5) dalam Bogdan dan Biklen (1982:35) dalam Moleong (2010:23) Dalam penelitian ini budaya yang dimaksud adalah menafsirkan pengalaman yang dapat menimbulkan perilaku sunat perempuan. 6. Tenaga pelaksana adalah seseorang yang mengerjakan atau bisa melakukan sunat pada anak perempuan. Dalam penelitian ini yang ingin diteliti adalah jasa yang diterima oleh tenaga pelaksana. Universitas Indonesia


24

7. Dukungan keluarga adalah pengaruh yang didapatkan dari lingkungan kekerabatan yang terdapat di sekeliling kita yang memunculkan persepsi, sikap dan tindakan terhadap sunat perempuan. 8. Dukungan tokoh agama adalah bentuk anjuran, atau himbauan yang diberikan oleh pemuka agama di masyarakat terhadap sunat perempuan yang didapat dari pengajian, pidato dan ceramah keagamaan.



BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1.

Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian

Rapid Assessment Prosedure (RAP) yaitu penelitian yang berjangka waktu 1-2 bulan dimaksudkan untuk mengkaji dan menggali informasi yang lebih mendalam serta menyeluruh secara natural mengenai sunat perempuan yang dilakukan oleh ibu yang mempunyai anak perempuan usia 1-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh. 4.2

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru

Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh pada bulan Maret sampai dengan April 2012. Alasan peneliti memilih Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Bandar Baru karena mayoritas anak perempuan di wilayah tersebut mendapatkan perlakuan sunat perempuan. 4.3

Sumber Informasi Pemilihan informan untuk penelitian kualitatif dilakukan berdasarkan azas

kecukupan dan kesesuaian. Azas kecukupan dapat diartikan data yang diperoleh dari informan diharapkan dapat menggambarkan fenomena yang berkaitan dengan topik penelitian, sedangkan azas kesesuaian berarti informan dipilih berdasarkan keterkaitan informan dengan topik penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai anak perempuan usia 1-5 tahun dan melakukan sunat pada anak perempuannya ke tenaga kesehatan dan ibu-ibu yang mempunyai anak perempuan usia 1-5 tahun dan melakukan sunat pada anak perempuannya ke dukun bayi. Lama waktu yang dibutuhkan dalam wawancara lebih kurang 60-90 menit dan apabila ada yang masih kurang jelas akan dilengkapi pada kesempatan lain yang disesuaikan dengan ketersediaan waktu.

25



26

4.4

Pengumpulan Data Sebelum

melakukan

penelitian,

peneliti

melakukan

persiapan

pengumpulan data dengan mengurus surat izin penelitian sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya. Setelah mendapatkan izin penelitian, Peneliti bersama dengan Bidan di Desa (yang bertugas di desa yang hendak dilakukan FGD dan wawancara mendalam) mendatangi Kepala Desa untuk meminta izin penelitian dan menemui salah seorang kader Posyandu untuk menjelaskan tujuan dan sasaran penelitian serta pada akhirnya meminta bantuan kader tersebut untuk mengundang informan FGD sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan Peneliti. Mengenai jadwal dan tempat dilakukan FGD, Peneliti menyepakati berdasarkan kesediaan informan terkait kapan dan dimana FGD akan dilakukan. Setelah mendapat informasi dari kader akan kesediaan informan mengenai jadwal dan tempat melakukan FGD. Maka pengumpulan data pun dilaksanakan. Dalam hal ini Peneliti dibantu oleh 1 asisten yang bertugas sebagai notulis pada saat FGD. Pemilihan asisten tersebut berfungsi untuk melengkapi pencatatan (notulen) yang dilakukan oleh Peneliti yang dikhawatirkan informasi yang diperoleh kurang lengkap. Selanjutnya, perekaman dilakukan oleh Peneliti sendiri untuk merekam setiap detail pembicaraan yang tidak bisa dilakukan dengan pencatatan biasa sehingga tidak ada informasi yang terlewatkan. Informan dalam penelitian ini terbagi ke dalam 2 (dua) kategori yaitu kategori FGD (Focus Group Discussion) dan kategori wawancara mendalam. Kategori pertama adalah ibu-ibu yang mempunyai anak perempuan usia 1-5 tahun dan melakukan sunat pada anak perempuannya. Pada kategori pertama ini, informan dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok FGD yaitu kelompok FGD ibu-ibu yang mempunyai anak perempuan usia 1-5 tahun dan melakukan sunat pada anak perempuannya ke tenaga kesehatan yang berjumlah 8 informan dari 10 informan yang diundang, 2 orang informan tidak hadir, dikarenakan seorang informan belum selesai mengerjakan pekerjaan rumah tangga (menjemur padi untuk dijadikan beras) dan seorang informan lagi sedang pulang ke rumah orang tuanya. Universitas Indonesia


27

Kelompok FGD ke dua adalah kelompok ibu-ibu yang mempunyai anak perempuan usia 1-5 tahun dan melakukan sunat pada anak perempuannya ke dukun bayi berjumlah 9 informan. Informan yang diundang hadir semua. Untuk FGD ibu-ibu yang mempunyai anak perempuan usia 1-5 tahun dan melakukan sunat pada anak perempuannya ke dukun bayi dilakukan di Desa Cut Langgien tepatnya di Meunasah (surau) Cut Langgien pada hari Kamis tanggal 30 Maret 2012 jam 14.50 WIB dengan jumlah informan 9 informan. Sedangkan FGD ibu-ibu yang mempunyai anak perempuan usia 1-5 tahun dan melakukan sunat pada anak perempuannya ke tenaga kesehatan dilakukan di Meunasah Udeung Poroh Desa Udeung Poroh pada hari Jum’at tanggal 6 April 2012 jam 10.30 WIB dengan jumlah informan pada FGD ini berjumlah 8 informan. Selanjutnya kategori kedua, kategori wawancara mendalam. Wawancara mendalam hanya dilakukan pada ibu yang mempunyai anak perempuan usia 1-5 tahun dan melakukan sunat pada anak perempuannya ke tenaga kesehatan sebanyak 2 informan. Wawancara mendalam ini dilakukan bersamaan dengan hari dilakukannya FGD di rumah informan masing-masing, yaitu pada hari Jum’at tanggal 6 April 2012 jam 11.50 WIB dan jam 12.20 WIB. Informan yang diwawancara tidak termasuk yang diundang pada kegiatan FGD. Alasan Peneliti melakukan wawancara mendalam karena informasi yang didapatkan Peneliti dalam FGD masih belum cukup. Sedangkan ibu yang mempunyai anak perempuan usia 1-5 tahun dan melakukan sunat pada anak perempuannya ke dukun bayi tidak dilakukan wawancara mendalam karena informasi yang didapatkan Peneliti telah memenuhi azas kecukupan dan kesesuaian. Untuk informasi yang lebih komprehensif dan berimbang, maka wawancara mendalam juga dilakukan pada informan kunci yang terdiri dari bidan senior di Puskesmas yang melakukan sunat pada anak perempuan, bidan praktek swasta yang juga melakukan sunat pada anak perempuan, dukun bayi yang masih melakukan sunat perempuan dan tokoh agama.



28

4.5

Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen penelitian adalah Peneliti

sendiri, sedangkan alat bantu yang digunakan adalah panduan wawancara mendalam (indepth interview guidelines), panduan wawancara untuk FGD, handphone dan alat tulis. (Moleong, 2010) Panduan wawancara digunakan agar peneliti fokus terhadap hal-hal yang ditanyakan pada saat wawancara dan sesuai dengan tujuan penelitian. Selanjutnya, handphone dan alat tulis digunakan untuk merekam dan mencatat segala informasi yang diperlukan pada saat wawancara dengan meminta izin terlebih dahulu kepada informan. 4.6

Validitas Data Agar data yang dikumpulkan valid, maka dilakukan uji validasi data

dengan menggunakan triangulasi, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. 1. Triangulasi sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. (Patton (1987:331 dalam Moleong (2010:330). Salah satu cara yang dapat dicapai dalam penelitian ini yaitu dengan membandingkan berbagai jawaban dari informan dengan informan kunci. 2. Triangulasi metoda, terdapat dua strategi, yaitu pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Dalam penelitian

menggunakan teknik pengumpulan data

yang berbeda, yaitu menggunakan teknik FGD dengan wawancara mendalam. Dalam penelitian ini Peneliti hanya menggunakan 2 triangulasi saja, yaitu: triangulasi sumber dan triangulasi metoda yang menggunakan teknik FGD dengan wawancara mendalam.



29

4.7

Analisa Data Data yang sudah diperoleh dianalisis secara content analysis, yaitu data

dari hasil FGD dan wawancara mendalam dianalisis sesuai topik/masalah dan dibagi menjadi berbagai kategori topik. Peneliti membaca hasil wawancara mendalam dan FGD dan mengidentifikasi beberapa topik dengan melakukannya secara manual, dimulai dengan mentranskripsikan data yang diperoleh dari hasil rekaman ke bentuk tulisan, mengelompokkan hasil wawancara informan berdasarkan kelompok informan, membuat ringkasan data dalam bentuk matriks. Oleh karena itu, penelitian ini menjelaskan gambaran dan fenomena mengenai pelaksanaan sunat perempuan di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru. Data yang sudah dianalisa, disajikan dalam bentuk narasi.



BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1.

Gambaran Umum Puskesmas Bandar Baru Puskesmas Bandar Baru terletak di Desa Keude Lueng Putu Kecamatan

Bandar Baru. Berdasarkan profil Puskesmas Bandar Baru Tahun 2010, luas wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru yang terdiri dari 8 kemukiman dan 43 desa adalah 93,95 Km2. Kondisi iklim di wilayah ini memiliki temperatur udara ratarata 250C, kelembaban rata-rata 85%, curah hujan berkisar 3,0-245,9 mm. Jumlah penduduk sebanyak 31.352 jiwa yang terhimpun dalam 8.875 KK dengan kepadatan penduduk rata-rata 334 jiwa/km2. Dua pertiga dari total penduduk mendiami dataran rendah dan sepertiga lainnya mendiami dataran tinggi. Batas-batas wilayah administratif Puskesmas Bandar Baru adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pante Raja c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Glumpang Tiga Kabupaten Pidie d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Glumpang Baro dan Kecamatan Glumpang Tiga Kabupaten Pidie Seluruh wilayah Puskesmas Bandar Baru dapat dilalui dengan kendaraan roda dua dan roda empat, dengan jarak tempuh terjauh ± 15 km, desa terjauh dari Puskesmas yaitu Desa Abah Lueng. Mayoritas penduduk di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru berasal dari suku Aceh dan minoritas dari suku Jawa dan etnis Tionghoa. Agama yang dianut adalah 100 persen beragama Islam. Sedangkan mata pencaharian bersifat heterogen, sebagian besar adalah petani dan yang lainnya pedagang, Pegawai Negeri Sipil dan sebagian kecil adalah nelayan. 5.2

Gambaran Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, Peneliti melakukan FGD di dua desa dengan kriteria

lokasi yang berbeda. Pertama, FGD yang dilakukan pada ibu-ibu yang melakukan 30



31

sunat pada anak perempuannya usia 1-5 tahun ke tenaga kesehatan (bidan) yang bertempat di Desa Udeung Poroh, dengan jarak tempuh dari desa tersebut ke pusat kecamatan ± 5 Km dan berada ± 3 Km dari bibir pantai. Mayoritas mata pencaharian penduduk di wilayah ini adalah petani sawah dan petani tambak. FGD yang kedua dilakukan di Desa Cut Langgien dengan informannya adalah ibu-ibu yang melakukan sunat pada anak perempuannya usia 1-5 tahun ke dukun bayi (bidan gampóng). Jarak antara Desa Cut Langgien ke pusat kecamatan ±1,5 Km dan berada ± 2 Km ke kaki bukit. Mayoritas mata pencaharian penduduk di wilayah ini adalah petani sawah dan petani ladang. 5.3

Hasil Pengumpulan Data

5.3.1 Gambaran Karakteristik Informan Wawancara Mendalam Karakteristik informan wawancara mendalam adalah ibu-ibu yang melakukan sunat pada anak perempuannya ke tenaga kesehatan, mempunyai anak perempuan berusia 1-5 tahun saat diwawancara dan memiliki jenis pekerjaan yang sama yaitu sebagai Ibu Rumah Tangga. Sedangkan untuk usia, tingkat pendidikan dan jumlah anak tidak termasuk dalam karakteristik informan yang diteliti, karena Peneliti mengalami keterbatasan dalam memilih usia, tingkat pendidikan dan jumlah anak yang homogen pada ibu-ibu Rumah Tangga. Karakteristik informan wawancara mendalam yang melakukan sunat perempuan ke tenaga kesehatan dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Karakteristik Informan Wawancara Mendalam yang Melakukan Sunat Perempuan ke Tenaga Kesehatan

Inisial

Umur (Tahun)

Pendidikan

Pekerjaan

Jumlah

Usia anak Perempuan terakhir

Anak

saat diwawancara (Tahun)

SM

30

SMP

IRT

2

2,2

MR

38

SMA

IRT

4

4,5



32

5.3.2 Gambaran Karakteristik Informan FGD Desa Udeung Poroh Karakteristik informan FGD Desa Udeung Poroh adalah ibu-ibu yang melakukan sunat pada anak perempuannya ke tenaga kesehatan, mempunyai anak perempuan berusia 1-5 tahun saat diwawancara dan memiliki jenis pekerjaan yang sama yaitu sebagai Ibu Rumah Tangga. Sedangkan untuk usia, tingkat pendidikan dan jumlah anak tidak termasuk dalam karakteristik informan yang diteliti, karena Peneliti mengalami keterbatasan dalam memilih usia, tingkat pendidikan dan jumlah anak yang homogen pada ibu-ibu Rumah Tangga. Karakteristik informan FGD yang melakukan sunat perempuan ke tenaga kesehatan dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Karakteristik Informan FGD Desa Udeung Poroh Ibu yang Melakukan Sunat Perempuan keTenaga Kesehatan Inisial

Umur (Tahun)

Pendidikan

Pekerjaan

Jumlah

Usia anak perempuan terakhir

Anak

saat diwawancara (Tahun)

AS

37

SMA

IRT

4

4,8

NV

26

SMP

IRT

1

2,11

RV

24

SMA

IRT

1

2,6

FR

27

SMA

IRT

2

2,8

SY

32

SMP

IRT

3

2,3

RM

34

SD

IRT

2

4,7

FT

37

SMA

IRT

2

5

AH

45

SMP

IRT

5

5

5.3.3 Gambaran Karakteristik Informan FGD Desa Cut Langgien Karakteristik informan yang menjadi peserta FGD di Desa Cut Langgien adalah ibu-ibu yang melakukan sunat pada anak perempuannya ke dukun bayi, mempunyai anak perempuan berusia 1-5 tahun saat diwawancara dan memiliki jenis pekerjaan yang sama yaitu sebagai Ibu Rumah Tangga. Sedangkan untuk usia, tingkat pendidikan dan jumlah anak tidak termasuk dalam karakteristik informan yang diteliti, karena Peneliti mengalami keterbatasan dalam memilih usia, tingkat pendidikan dan jumlah anak yang homogen pada ibu-ibu Rumah Universitas Indonesia


33

Tangga. Karakteristik informan FGD yang melakukan sunat perempuan ke tenaga kesehatan dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3 Karakteristik Informan FGD Desa Cut Langgien

Inisial

Umur (Tahun)

Pendidikan

Pekerjaan

Jumlah Anak

Usia anak perempuan terakhir saat diwawancara (Tahun)

AI

38

Tidak Tamat SD

IRT

4

5

SF

30

SMP

IRT

2

5

ZB

39

Tidak Tamat SD

IRT

1

5

FT

39

SD

IRT

3

4

TH

37

SMA

IRT

2

3,6

JS

32

SMA

IRT

2

3,2

RD

35

SMA

IRT

3

5

AY

40

SMP

IRT

2

5

MD

27

SMA

IRT

1

3

5.3.4 Gambaran Informan Kunci Informan kunci yang dilakukan wawancara mendalam terdiri dari bidan senior di Puskesmas yang melakukan sunat pada anak perempuan, bidan praktek swasta yang juga melakukan sunat pada anak perempuan, dukun bayi yang masih melakukan sunat perempuan dan tokoh agama, masing-masing 1 informan yang diharapkan mampu memberikan informasi tentang sunat perempuan. Untuk bidan praktik swasta dan dukun bayi yang dilakukan wawancara mendalam adalah mereka yang bertempat tinggal sama dengan tempat dilakukannya FGD. Artinya informan kunci ini memiliki hubungan yang baik dengan ibu-ibu yang dilakukan FGD. Bidan Puskesmas juga dilakukan wawancara mendalam karena merupakan satu-satunya bidan yang paling sering melakukan sunat di Puskesmas dan tergolong bidan senior yang cukup berpengalaman mengenai sunat perempuan. Sedangkan untuk tokoh agama, Peneliti mencari tokoh agama yang berjenis kelamin perempuan karena menurut Peneliti tokoh agama perempuan lebih memahami mengenai sunat perempuan dan Universitas Indonesia


34

tidak

merasa

sungkan

saat

diwawancara.

Akan

tetapi

Peneliti

tidak

mendapatkannya dari desa yang dilakukan FGD, oleh karena itu Peneliti mencari tokoh agama dari desa lain yang masih berada di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru. Karakteristik informan kunci dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini:

Tabel 5.4. Karakteristik Informan Kunci

Inisial KM

Umur (Tahun) 40

Pendidikan D-III

Profesi

Alamat

Bidan praktek swasta

Desa Udeung Poroh

Kebidanan

5.4

SL

65

SD

Dukun Bayi

Desa Cut Langgien

JM

42

D-I Bidan

Bidan Puskesmas

Komp. PKM Bandar Baru

BL

70

PGA

Tokoh Agama

Desa Daboih Nyong

Hasil Penelitian

5.4.1 Praktik Sunat Perempuan Praktik sunat perempuan pada semua informan hampir sama dalam memberikan jawaban yang berkaitan dengan sunat perempuan, walaupun mereka ada yang melakukan ke tenaga kesehatan dan ada pula yang melakukannya ke dukun bayi. Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah suatu hal yang diamati oleh informan baik usia anak, cara, alat yang digunakan, obat yang diberikan maupun keluhan setelah dilakukan sunat. Pertanyaan pertama tentang praktik sunat perempuan adalah usia dilakukan sunat pada anak perempuan. Mayoritas informan dari peserta FGD yang melakukan sunat ke tenaga kesehatan, dalam hal ini adalah bidan, mereka mengatakan sunat pada anak perempuan dilakukan pada usia 2 tahun. Dari beberapa informan memberikan jawaban mengenai usia dilakukan sunat pada anak perempuan adalah sebagai berikut: “… dua thon… “(…2 tahun…)” (NV) “…sama syit… dua thón” “(…sama juga… 2 tahun)” (FR) “… dua thón uroe nyan…” “(…2 tahun hari itu…)” (SY) “…Lón dua thon…” “(…saya 2 tahun…)” (FT) Universitas Indonesia


35

“Watee ka rayeuk bacut, beuna lah… umu meu dua thón…” “(waktu agak besar, ada lah umurnya 2 tahun…)” (AH)

Minoritas yang lain mengatakan, biasanya sunat perempuan itu dilakukan pada usia 2 tahun lebih dan 3 tahun. “dua thón leubeh be-ók…” “(2 tahun lebih sedikit…)” (RV) “Lón, rata-rata lhee thón…” “(Saya, rata-rata 3 tahun…)” (AS)

Mayoritas informan dari peserta FGD yang melakukan sunat ke dukun bayi mengatakan sunat pada anak perempuan dilakukan pada usia antara 3-5 tahun. Dari beberapa informan memberikan jawaban mengenai usia dilakukan sunat pada anak perempuan adalah sebagai berikut: “Biasa lhee thón u wateuh...” “(Biasanya 3 tahun ke atas…)” (AI) “Lhee thón… (probing): Seulaén umu nyan kiban kak? Hai… Kebiasaan di teumpat kamoe ét limóng thón” “(3 tahun… (probing): Kak, bagaimana kalo’ selain dari umur tersebut? yaa… kebiasaan di tempat kami sampai 5 tahun)” (SF) “Lhee thón… peut thón…” “(3 tahun… 4 tahun…)” (RD)

Ada juga yang mengatakan sebelum masuk usia sekolah, atau usia dibawah 5 tahun, seperti pernyataan salah seorang informan berikut ini: “Meuseu golom ijak sikula… (probing): Seulaén umu nyan kiban kak? Asai ét limóng thón uyub nyan na…” “(Sebelum pergi sekolah… (probing): Kak, bagaimana kalo’ selain dari umur tersebut? Asal 5 tahun ke bawah itu ada…)” (ZB)

Salah seorang informan yang lain (JS) mengatakan ada juga yang disunat di atas usia 5 tahun dikarenakan lupa, tapi hal ini sangat jarang sekali ditemui. “Hai ladom-ladom peut thón… (probing): Seulaén umu nyan na kak? Sang keucuali tuwe geuh baró na leubeh limóng thón. Meunye hana tuwe geuh han mungkén na…tapi jareung…khé-khé na sidroe…” “( Yaa… sebagian 4 tahun… (probing): Kak, bagaimana kalo’ selain dari umur tersebut? kecuali lupa, baru ada lebih 5 tahun, kalau tidak lupa, ga’ mungkin ada… tapi jarang… lama-lama ada satu orang)”

Wawancara mendalam dengan 2 informan yang melakukan sunat pada anak perempuannya ke tenaga kesehatan, informasi yang didapatkan juga tidak berbeda jauh dengan informasi dari informan FGD dalam memberikan jawaban mengenai usia sunat pada anak perempuan yaitu usia 2-3 tahun. “Meunye inoe ét dua thón u wateuh lah…” “(kalau di sini 2 tahun ke atas lah…)” (SM)



36

“hai meunye aneuk manyak get badan dua thón sitingeh, lhee thón ka geupeusunat…” “(kalau anak yang pertumbuhan badannya bagus, 2,5 tahun, 3 tahun udah disunat)” (MR)

Menurut informan kunci, dalam melakukan sunat pada anak perempuan sebenarnya tidak ditetapkan usia, namun lazimnya anak perempuan di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru disunat pada usia 1 tahun ke atas hingga 5 tahun. “ umumnya, masyarakat di sekitar sini, pada usia anak 2 sampe dengan 4 tahun lah… batasnya…” (Bidan Puskesmas) “ Biasanya pada usia 2 tahun itu lebih baik, ada yang lebih. Ada yang 3 tahun, bahkan ada yang 4 tahun, itu tergantung ibunya si anak… (Probing): bagaimana kalo selain dari usia tersebut? ada juga yang kurang 2 tahun, tapi jarang… biasanya 2 tahun ke atas…” (Bidan praktik swasta) “ inoe ét limóng thon kajeut, peut thon… kiban meuseue seulaén dari umu nyan? Na syit yang lhee thón tapi hana get deuh lom… Biasa jih ét peut thón u wateuh… ‘Oh jeut dimeu-ucap kedroe ih yang get” “(di sini 5 tahun udah bisa, 4 tahun…(probing): bagaimana kalo selain umur tersebut? Ada juga yang 3 tahun tapi belum begitu kelihatan… Biasanya 4 tahun ke atas… kalo udah bisa mengucap (dua kalimah syahadat) sendiri itu lebih baik)” (Dukun bayi) “Biasa, bak peusunat nyan hana geuteutapkan umu… leubeh get umu-umu sithón lah atau leubeh….” “(Biasanya, sunat itu tidak ditetapkan umur… lebih baik umur setahun lah atau lebih…)” (Tokoh agama)

Berkenaan dengan alasan melakukan sunat, mayoritas dari informan yang ke tenaga kesehatan mengatakan karena pada usia 2 tahun anak-anak belum mengerti, tidak takut, kalau sudah besar nanti timbul rasa malu dan khawatir tidak akan mau disunat. “Meunye dua thón nyan golom itupue aneuk manyak, mantong ubeut ‘eh…” “(Kalau dua tahun, anak-anak belum tau/mengerti, masih kecil… )” (NV) “Miseu hana iteupeu lom. Hana ye yih…” “(Belum tau/mengerti, ga’ takut dia…)” (RV) “Hai hana itupeu lom. Meunye ka rayeuk han itheun lé” “(yaa… belum mengerti, kalau udah besar ga mau lagi…)” (FT) “Tasunat segolom iteupeue, meunye ka rayeuk ka malee dih euntreuk…” “(Kita sunat sebelum dia tau, kalau udah besar, malu dia nanti…)” (AH)

Pernyataan di atas berbeda dengan seorang informan yang melakukan sunat usia 3 tahun pada anak perempuannya, alasan yang diberikan karena merasa kasihan kalau disunat pada usia 2 tahun, anaknya masih sangat kecil. Universitas Indonesia


37

“Menye umu dua thón sayang teuh…” “(Kalau umurnya 2 tahun, kasihan…)” (AS)

Informasi yang didapatkan sangat bervariasi, namun demikian menurut mereka anak perempuan disunat pada usia 3-5 tahun karena anak-anak masih belum mengerti, tidak takut, belum ada rasa malu, bisa dibujuk-bujuk, agar cepat lupa, khawatir kalau sudah besar tidak akan mau disunat dan ada yang mengatakan kalau terlalu kecil belum kelihatan bagian yang akan disunat. “Hai roh hana that iteupeue lom…” “ (Yaaa… sebelum dia tau…)” (AI) “Meunye imiyub lhee thón hana geutupat lom geupeugah lé ureung peusunat…” “(Kalau di bawah 3 tahun, tidak tau dimana (bagian yang akan disunat), kata tukang sunat)” (SF) “Aneuk manyak meunye ubiet dih manteng ken jeut tapeugah cok-cok piet, seubab hana iteupeu lom…” “(Anak kalau masih kecil kan, bisa kita bilang ambil serangga, karena dia belum mengerti…)” (ZB) “Roh itheun… meunye ka rayeuk ka malee dih…” “(Selagi mau… kalau sudah besar sudah tau malu dia…)” (FT) “Roh ubiet dih manteng… mangat tarayu-rayu…” “(Selagi masih kecil… bisa dibujuk-bujuk…)” (TH) “Meunye ubiet that aneuk manyak pih hana deuh lom ata nyan, hehehe…” “(Kalau anak masih terlalu kecil pun, belum begitu kelihatan yang itu (bagian yang akan disunat) hehehe…)” (JS) “Tasunat aju watee lhee thón nak bagah tuwe dih…” “(Kita sunat aja waktu umur tiga tahun, biar cepat lupa dia…)” (RD) “Meunye karayeuk ken han itheun lé singeh…” “(Kalau sudah besar kan ga mau lagi besok…)” (AY) “Seugolom iteupeue tasunat aju, bek malee dih…” “(Sebelum dia tau kita sunat aja, biar ga malu dia…)” (MD)

Sunat pada anak perempuan dilakukan pada usia 2-3 tahun, informan yang dilakukan wawancara mendalam menceritakan kalau di usia tersebut anak-anak belum tau malu, belum mengerti akan hal yang dilakukan, untuk percepatan pertumbuhan dan perkembangan anak dan untuk menghilangkan keragu-raguan dengan Allah SWT. “Seugolom itu’oh malee… man pih lom lheuh tasunat aneuk manyak meuri rijang rayeuk, lagee nyan lheuh geusunat aneuk manyak berkembang-kembang aju…” “(Sebelum dia tau malu… lagian kalau sudah disunat anak kelihatan cepat besar, Universitas Indonesia


38

begitu disunat anak semakin kelihatan pertumbuhan dan perkembangannya… )” (SM) “Roh ubiet yih manteng ken golom iteupeu…. Abéh nyan meunye kalheuh tasunat, meuri rayeuk, nyan tanyoe pih hana syek teuh ngen Allah Ta’ala…” “(Selagi masih kecil kan belum mengerti…. Kalau sudah disunat, kelihatan sudah besar, kita pun tidak ragu-ragu lagi dengan Allah Ta’ala)” (MR)

Hasil wawancara mendalam dengan informan kunci, menjelaskan bahwa dilakukannya sunat perempuan pada usia 1-5 tahun supaya lebih mudah dalam melakukan sunat, belum ada rasa malu, bisa mengucapkan dua kalimah syahadat dan sudah terlihat bagian yang akan disunat, serta masih patuh. “Biasanya pada usia dua tahun itu lebih mudah. Itu lebih mudah kita lakukan karena kadang-kadang si anak belum tahu dia malu, kalau umur di atas itu kadang-kadang si anak udah tau malu, dia ndak mau…” (Bidan praktik swasta) “…peu sabeub ta peusunat watee rayeuk? Nak jeut i meu-ucap dua kalimah syahadat. Meunye ubuet ken hana itupeu sapeu. Meunye manteng ubeut yih imiyub peut thón hana lom, hana deuh… leubeh bak tapeu sa dua sikin.” “(Karena apa kita sunat waktu besar? Biar bisa dia mengucap dua kalimah syahadat. Kalau masih kecil kan tidak tau apa-apa. Kalao masih kecil dibawah empat tahun belum ada, belum kelihatan… Cuma bisa diisyaratkan aja dengan pisau (simbolis maksudnya))” (Dukun bayi) “…limóng blah buleun nyan adak tapeugah beurang kapeu sidom-sidom pulanpulén ka i dinge… tanyoe kalheuh tapeuget aju… Meunye dua thón eunteuk ken ka tareupah yih ka hek teuh tanyoe, iglueng-glueng teuh…” “(Lima belas bulan

kalau kita kasih tau apapun, seperti semut misalnya, masih didengar… kita sudah aja menyunat)” (Tokoh agama) Berkaitan dengan alat yang digunakan oleh tenaga kesehatan untuk melakukan sunat, mayoritas informan mengatakan gunting. “Gunténg…” (Gunting…)

Sebagian kecil mengatakan benda seperti gunting. “Gunténg, tapi… (probing): Kiban? lagee ata Gunténg ken na” “(Gunting, tapi…(probing): Bagaimana? Seperti gunting kan ada?)” (AH)

Jawaban yang diberikan informan mengenai alat yang digunakan oleh tukang sunat untuk melakukan sunat sangat bervariasi, ada yang mengatakan gunting, pisau silet, ada yang menyebutkan rampagoe (pisau seperti gunting yang digunakan untuk mengiris pinang bagi pengkonsumsi sirih) dan ada pula yang tidak tahu karena tidak melihat ketika sunat dilakukan pada anak perempuan mereka. “Sikin krok kadang…” “(pisau rautan mungkin…)” (AI) Universitas Indonesia


39

“Sikin yang tajam…” “(Pisau yang tajam…)” (SF) “Gunténg sang…” “(Gunting mungkin…)” (FT) “Sikin krok ‘eh, hahaha… silet ken na sikin krok yang ubeut nyan…” “(Pisau rautan kan? Hahaha…. Silet, kan ada pisau rautan yang kecil itu….)” (JS) “Lagee sikin koh-koh pineung ken na, lagee sikin rampagoe, man jéh model ubit meuseu meunan…” “(Seperti pisau untuk mengiris pinang kan ada…., seperti pisau “rampagoe” cuma itu modelnya kecil, misalnya seperti itu… )” (RD) “ken… sikin nyan ‘an yang koh-koh pineung, rampagoe… hahahaha….” “(kan… pisau itu yang dipakai untuk mengiris pinang, “rampagoe” hahahaha…)” (AY)

Salah seorang informan yang diwawancara mendalam mengatakan alat yang digunakan oleh tukang sunat untuk melakukan sunat adalah gunting. “Ngen gunténg…” “(dengan gunting…)” (ZB)

Sedangkan salah seorang informan yang melakukan sunat nya ke tenaga kesehayan mengatakan tidak tahu karena tidak berani dan tidak pernah mendampingi anaknya ketika disunat. “Hantom tangieng… meuseue jih watee geuyue mat aneuk manyak han tatijeut… Lón weh aju… geumat le ureung laén, han kutijeut…” “(kita ga pernah lihat… misalnya waktu disuruh pegang anak kecil itu ga berani… Saya langsung pindah… biar orang lain yang pegang, saya ga berani…)”

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci yang dari tenaga kesehatan alat yang digunakan adalah gunting dan kain kasa sedangkan informan dukun bayi mengatakan pisau silet/pisau lipat dan menurut tokoh agama alat yang digunakan adalah pisau yang tajam. Berikut ungkapan para informan kunci: “slalu gunting yang saya gunakan….” (Bidan senior Puskesmas) “Gunting yang telah disterilkan... kain kasa untuk membersihkan terlebih dahulu…” (Bidan praktik swasta) “Ngen sikin krok… (probing): kiban sikin nyan Wak? Sikin silek… Na lagoe sikin meu-ulee tem nyan ken na…” “(dengan pisau rautan… (probing): pisau yang bagaimana itu Wak? Pisau silet… ada tu pisau yang tutupnya terbuat dari seng kan ada?)” (Dukun bayi) “ngen sikin tajam, ngen ujóng jih nyan…” “(dengan pisau tajam, dengan ujungnya….)” (Tokoh agama)

Setelah berdiskusi dengan informan FGD yang melakukan sunat pada anak perempuannya ke tenaga kesehatan, mayoritas dari mereka memberikan jawaban yang sama pada bagian dari organ kelamin yang disunat yaitu pada Universitas Indonesia


40

bagian ujung klitoris dengan ukuran yang sangat kecil sekali dan tidak terlihat bagian yang disunat. “Bagian ujóng keulamin aneuk miet. bagian teungoh, bak ujóng…” “(Bagian ujung kelamin anak. Bagian tengah yang di ujung…)” (AS) “ujong jih agai geucok bi’ok… meudeuh tangieng han geucok…” “(ujungnya diambil sedikit…)” (NV) “Bagian teungeh yang ujóng…” “(bagian tengah yang ujung…)” (RV) “ujóng jih geubeh, geukoh aju ngen gunténg béók…” “(ujungnya yang dibuang, dipotong sedikit dengan gunting…)” (FR) “Bi-ók agai yang dimiyub nyan, hana deuh man…” “(sedikit… yang di bawah itu… tapi ga kelihatan….)” (RM) “diujóng jih ken na lapisan, lapisan nyan geuyue beh karena bek iduek penyakét inan...” “(yang di ujungnya itu kan ada lapisan, lapisan itu yang di buang, karena biar ga bersarang penyakit di situ….)” (FT)

Mayoritas informan mengatakan tidak tahu bagian dari organ kelamin yang disunat karena mereka mengakui tidak pernah melihatnya. “Hana kuturi syit hóm hana lón ngieng seubab…” “(saya ga tau juga… entahlah karena saya ga ngelihat)” (AI) “Hana ngieng syit….” “(ga pernah lihat juga…)” (SF) “Lón hana meungerti nyan…” “(saya ga mengerti itu…)” (ZB)

Sedangkan minoritas yang lain mengatakan bagian dari organ kelamin yang disunat adalah bagian ujung dari klitoris. “Ken na ujóng jih, bak ujóng jih nyan… na ubit eunteuk, nyang keuh inan geucok béók saja, ubit jih meuseu meunan…” “(ka nada yang diujungnya, di ujungnya itu… ada kecil dia nanti, yaaa… di situ nanti diambil sedikit saja… kecil dia…seperti itu…)” (TH) “Lón ken hana that meuphóm syit, man kadang meunoe ken ujóng jih geucutiet agai béók nyan, geucukeh agai béók nyan meunan, tapi keu geukoh asoe-asoe jih nyan hana…” “(saya kan ga terlalu mengerti juga… mungkin begini ujungnya itu dicubit aja sedikit, disentuh aja sedikit, gitu… tapi kalo dipotong otot-ototnya itu ga ada…)” (JS) “Bagian tincu nyan, hehehe… ujóng… ujóng jih…biók agai… lagee sidom langga kap.” “(bagian yang runcing itu, hehehe…. Ujung…ujungnya aja sedikit… seperti digigit semut.)” (AY)

Seorang informan yang dilakukan wawancara mendalam mengatakan bagian dari organ kelamin yang disunat adalah ujung klitoris. “Bak ujóng…béók agai…” “(di ujungnya aja sedikit….)” (SM) Universitas Indonesia


41

Sedangkan informan yang lain mengatakan tidak tahu karena tidak pernah melihat. “hana tateupeu, hana tae u… hana tatu’oh…" “(ga tau, ga pernah ngelihat… ga ngerti…)” (MR)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan kunci, mayoritas mengatakan ujung klitoris. Yang disunat hanya sedikit, lebih kecil dari seujung beras (menir), begitu perumpamaan mereka. “hanya ujung klitorisnya… (probing): kira-kira sebesar mana kak yang akan dibuang? pokoknya kecil, warna putih dia… Hana rayeuk hai ube neuku’et…” “(hanya ujung klitorisnya… (probing): kira-kira sebesar mana kak yang akan dibuang? pokoknya kecil, warna putih dia… ga besar… hanya sebesar menir… (Bidan senior Puskesmas) “Nyan yang imiyub inan bak binéh lagee ukam manok, syit bacut sagai. Nyang keuh, yang syek nyan… tapinah ata nyan hana meusalah-salah jih, takrut aju…. (probing): Kira-kira ubéna yang syék nyan? Ubeuet that aju. Ubee neuku’et…” ”(yang di bawah itu, di pinggir…seperti jawer ayam, emang kecil dia. Yaa.. itu.. yang kecil itu… kita buang… ga salah dia, kita kikis aja…(probing): kira-kira sebesar apa yang kecil itu? Sangat-sangat kecil dia, sebesar menir… (Dukun bayi) “Meunye aneuk inóng nyan geucok ukam jih syit, lagee aneuk manok ban ceh ken na ukam? Nyangkeuh jih geucok ngen ujóng sikin… (probing): tulong Mi jelaskan geucok ukam nyan yang kiban? geucok… geucok syit ngen sikin. Meleukat ijih bak ujóng aneuk iték nyan…” “(kalau anak perempuan itu yang diambil jawer ayamnya, seperti anak ayam yang baru menetas itu kan ada jawernya? Yaa… itu yang diambil dengan ujung pisau… (probing): tolong Ummi jelaskan, diambil jawer ayam itu yang bagaimana? Diambil… dikikis dengan pisau. Dia melekat di ujung klitoris…)” (Tokoh agama)

Minoritas yang lain mengatakan ada yang disunat dan ada yang simbolis saja, tergantung terlihat tidaknya ujung kulit klitoris. “Yang di ujung klitoris, yang di ujungnya aja kita kikis, kalo ada… kalo tidak, kita isyaratkan. (probing): kira-kira sebesar mana kak yang akan disunat? Cuma sedikit dikikis… kulitnya aja… kalo ada, kalo tidak… ya ga’…” (Bidan praktik swasta)

Mengenai jenis obat yang diberikan setelah dilakukan tindakan sunat pada anak perempuan informan, didapatkan seluruh informan FGD baik informan yang melakukan sunat pada anak perempuannya ke tenaga kesehatan maupun informan yang melakukan sunat pada anak perempuannya ke dukun bayi dan informan wawancara mendalam mengatakan tidak diberikan obat minum, kecuali hanya



42

dioleskan betadin pada pasca sunat. Beberapa ungkapan informan terkait obat yang diberikan pasca sunat adalah sebagai berikut: “Betadin manteng, meunye ubat jép hana geubi, karna jih ken hana keluhan sapeue…” ”(betadin aja, kalo obat minum ga dikasih, karena kan ga ada keluhan apa-apa…)” (SM) “Hana geubi ubat, yang na geubóh nyang keuh betadin. Nyan agai yang na…” “(ga dikasih obat, yang ada cuma betadin dioles, cuma itu yang ada…)” (AS) “Cuma betadin sagai… laén hana…” “(Cuma betadin aja… yang lain ga ada…)” (RM) “Hana ubat… Betadin geucilét béók…” ”(ga ada obat… betadin dioles sedikit…)” (AI)

Mayoritas informan kunci juga mengatakan hal serupa yaitu hanya betadin yang diberikan. Obaat…..? tidak, ndak ada… paling betadin untuk dioles aja… (bidan) Hana payah, jameunjameun geusumbŏ, man inoe ken kana betadine jeut ta cilét beók…(probing): yang geumaksud ngen sumbó nyan kiban Wak? Geuple, geurudhah, geutitep ie babah ranup béók keunan, geupajoh bungong-bungong lawang… “(ga perlu, zaman dulu di sembur, sekarang kan sudah ada betadin, bisa dibubuhkan/dioles sedikit… (probing) yang dimaksud dengan sembur itu bagaimana Wak? air ludah yang sudah bercampur dengan kunyahan sirih diludah ke situ, dikunyah cengkeh-cengkeh…)”

sedangkan minoritasnya mengatakan ada memberikan obat jenis anti piretik seperti paracetamol. “paling anti piretik, seperti paracetamol… (probing): Selain itu kak? Saya menggunakan betadin.”

Jawaban yang diberikan informan yang ke tenaga kesehatan setelah diskusi pada kegiatan FGD mengenai keluhan yang sering dikeluhkan anak perempuan pasca sunat adalah mayoritas informan mengatakan tidak ada keluhan apapun pada anak perempuan mereka setelah disunat. “Hana keluhan sapeue…” “(ga ada keluha apa-apa…)” “Hana ipeugah pih sapeue… lagee biasa aju…” ”(anak ga bilang apa-apa, seperti biasa…)” “Nyoe hana ipeugah sapeue syit…” “(ini, ga bilang apa-apa juga…)”

Minoritas dari informan mengatakan bahwa kalau anak perempuannya sudah bisa bicara maka setelah disunat dia akan mengeluh perih pada saat buang air kecil, setelah itu seperti biasa lagi. Universitas Indonesia


43

“Hai kadang menye aneuk miet kajeut ipeugah aba ken ipeugah peudéh watee itóh i’ek… ujoeng jih…peudéh…” “(mungkin kalau anak kecil sudah bisa ngomong kan bilang dia perih saat buang air kecil)” “Paléng phón-phón watee itóh i’ek ipeugah peudéh makajih imoe. Lheuh nyan lagee biasa.” “(paling awal-awalnya perih saat buang air kecil, makanya nangis. Setelah itu seperti biasa lagi…)”

Mayoritas informan FGD yang melakukan sunat ke dukun bayi mengatakan tidak ada keluhan apapun, hanya sebahagian kecil saja yang mengatakan setelah disunat menangis karena takut, mengeluh perih walaupun hanya sebentar. “Hana… Man na yang moe karna ye… lom pih sakét peudéh bacut agai.. Meuseu rasa jih lagee teusie meunan béók, nyan keuh nyan agai, lheuh nyan moe sige ‘a… lheuh geubi seudeukah ka seungab, hana imoe lé…” “(ga ada…. Ada yang nangis karena takut… lagian perih sedikit… seperti teriris sedikit…, cuma itu… habis itu nangis… setelah dikasih sedekah, diam, ga nangis lagi… )” “Hana sapeu pih… Man Sakét yih watee nyan, imoe syit aneuk miet… imoe…si nóng lón imoe syit…” “(ga ada apa-apa… cuma sakit dia waktu itu, nangis juga anak-anak… nangis… anak prempuan saya nangis juga…)”

Informasi yang didapatkan dari informan yang dilakukan wawancara mendalam tidak jauh berbeda dengan informasi yang didapatkan dari informan FGD. Keluhan yang disampaikan oleh anak perempuan mereka adalah perih pada saat buang air kecil, tapi keluhan ini tidak begitu berarti bagi mereka. “watee lheuh nyan jih ken perih agai bacut… euntreuk perih nyan, nyan keuh geubóh betadin ka gadeh…cuma paléng-paléng efek jih watee itóh i’ek sige dua ge ka puléh…” “(setelah disunat, perih sedikit… nanti dioleskan betadin, hilang perihnya… paling efeknya saat buang air kecil aja sekali dua kali, sembuh… )” “Hai geubi le Tuhan ubé yang ka u likót hana sapeu-sapeu… Man paléng-paléng peudéh, watee itóh i’ek peudéh meuseue meunan, siuroe singeh ka puléh…” “(yaaa…. Kehendak Tuhan, yang sudah-sudah ga pernah ada apa-apa… paling perih saat buang air kecil, seperti itu, sehari… besok sudah sembuh…)”

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan kunci, informasi yang didapat adalah mayoritas tidak ada keluhan pasca sunat, karena sunat yang dilakukan tidak menimbulkan luka dan tidak berdarah. Menurut mereka anak-anak yang menangis itu dikarenakan rasa takut. “tidak ada… untuk sementara tidak ada… lancar-lancar aja…” “Ga’ ada… (probing): apakah sunat yang kakak lakukan mengeluarkan darah? Hana meudarah, (probing): paken kak? Sabeub hana luka, meunye luka ken Universitas Indonesia


44

teutap meudarah jih…” “(“Ga’ ada… (probing): apakah sunat yang kakak lakukan mengeluarkan darah? ga berdarah (probing): kenapa kak? Karena tidak ada luka, kalau luka kan tetap berdarah)” “Hana, hana keluhan sapeue, hana peudeh, hana sapeue. Sabeub ata nyan ken ata teusie, krut manteng béók... Imoe siat karna ye…yih. Nyan ken saket, hai kiban han saket… saket bacut lagee sidom apui kap. (probing): Peu keuh watee neusunat nyan na tom meudarah? Hana… (probing): Paken hana meudarah Wak? Kareuna jih ken cok bandum, cuti’et agai beók miseu menan. Hana cok ban…ban.. bandum” ”(ga… ga ada keluhan apa-apa, ga perih, ga apa. Karena ga diiris, dikikis aja sedikit… nangis sebentar karena takut… Itu bukan sakit, gimana ga sakit… sakit sedikit seperti digigit semut. (probing): Apakah saat disunat pernah berdarah? Ga… (probing): kenapa ga berdarah Wak? karena dia ga diambil semuanya, dicubit/dikikis aja sedikit, seperti itu… ”

Hal tersebut di atas berbeda dengan informan dari tokoh agama yang mengatakan bahwa anak-anak perempuan mengeluh perih setelah disunat. Karena pasca sunat ada yang berdarah dan ada yang tidak mengeluarkan darah sedikitpun pada bagian bekas sunat. “Hana… peudéh bacut… (probing): Peu keuh watee geusunat nyan na tom itubiet darah? na yang takalon meudarah na yang hana…” “(ga… perih sedikit… (probing): Apakah saat disunat pernah berdarah? Yang kita lihat ada yang berdarah dan ada juga yang tidak…)”

5.4.2 Faktor Predisposisi Yaitu faktor pencetus/pemicu munculnya suatu perilaku. Yang termasuk ke dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan dan budaya. 5.4.2.1 Pengetahuan Ketika para informan FGD yang ke tenaga kesehatan ditanyakan tentang pengetahuan mengenai sunat perempuan, mayoritas dari mereka mengatakan sunat perempuan itu membuang sedikit dari ujung klitoris, tanpa ada rasa sakit dan wajib dilakukan bagi ummat Islam karena untuk menjaga kebersihan dan kesucian tubuh. “… geupeusunat geukheun bak jenis keulamin jih lah euntreuk, ujong jih agai geucok bi’ok, nyan menan. Laén miseu hana lé, lagee biasa aju. Hana meurasa sakét pih, hana sapeue-sapeue.” “(katakanlah disunat itu di kelaminnya nanti, ujungnya aja sedikit, seperti itu. Selain itu ga ada, hanya seperti biasa. Ga merasa sakit pun, ga ada apa-apa…)” “Hai jih ken untuk menjaga kebersihan ken, menjaga kesucian….” ”(yaaa… itu kan untuk menjaga kebersihan kan, menjaga kesucian)” Universitas Indonesia


45

“Hai miseu tiep-tiep ureung Islam ken wajeb geusunat. Yang geucok eunteuk bagian ujóng yang sye’ nyan ken na? Bi-ók manteng geukoh. Miseu aneuk manyak eunteuk hana imoe, hana sakét.” ”(Setiap orang Islam kan wajib disunat. Yang diambil nanti bagian ujung yang kecil itu ka nada? Sedikit aja dibuang. Nanti anak itu ga nangis, ga sakit.)”

Mayoritas informan yang ke dukun bayi mengatakan bahwa sunat perempuan itu ada hubungannya dengan perintah agama Islam yang selalu diawali dengan ritual adat (peusijuek) sebelum melakukan sunat perempuan tersebut dan khawatir akan timbul penyakit jika tidak disunat. “geupeu-ucap aju aneuk miet nyan… lheuh geupeu-ucap eunteuk geupeusunat aju keudroe geuh…” “(disyahadatkan anak itu… setelah itu nanti langsung aja disunat oleh tukang sunat)” “Hai lagee hukóm jih mubah…” “(seperti hukumnya mubah)” “Kamoe inoe meupeusijuek… alheuh nyan lom meupeuget bulukat, peusuón ateuh ulee, nyan meubi seudeukah keu ureung yang peusijuek nyan, nyan kakeuh ka lón seurahkan keu Wak Lamah untuk geupeusunat…” “(Kami disini melakukan tepung tawar… membuat ketan, memberikan sedekah kepada tukang sunat tersebut, kemudian anak saya serahkan ke Wak Lamah (nama panggilan tukang sunat) untuk disunatkan…)” “Kadang meunye hana tapeusunat euntreuk jeut keu peunyakét, nyan meunan…” “(mungkin kalau tidak disunat, nanti bisa jadi penyakit, seperti itu…)”

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari informan yang dilakukan wawancara mendalam mengatakan ada perbedaan hukum sunat perempuan yang mereka ketahui. Seorang informan mengatakan hukumnya tidak wajib akan tetapi karena budaya yang menjadikan sunat perempuan itu harus dilaksanakan demi kebaikan, kesehatan si anak dan menyempurnakan budaya orang Islam. “Sunat aneuk inóng ken wajéb, meunye laki-laki wajib, tapi meunye perempuan budaya harus tasunatkan. Karena sunat nyoe yang pertama untuk kebaikan aneuk miet, kedua untuk kesehatan aneuk miet dan yang ketiga tanyoe ka ta sempurnakan budaya droe teuh ureung Islam.” “(sunat anak perempuan bukan wajib, kalau laki-laki iya wajib, tapi kalau perempuan budayanya harus disunatkan. Karena sunat ini, yang pertama untuk kebaikan si anak, kedua untuk kesehatan si anak dan ketiga kita telah menyempurnakan budaya kita orang Islam).”

Sementara salah seorang informan yang dilakukan wawancara mendalam (MR) mengatakan bahwa sunat perempuan itu hukumnya wajib dilaksanakan karena bermanfaat untuk kebersihan tubuh anak, anak akan merasa nyaman kalau



46

sudah disunat, baik untuk pertumbuhan dan perkembangan anak dan ibunya merasa telah melaksanakan perintah Allah SWT. “Sunat? Wajéb ‘eh? Sunat nyan untuk kebersihan aneuk manyak, lheuh nyan aneuk manyak pih gléh ulee yih meunye kalheuh tasunat, meuri rayeuk, abéeh nyan tanyoe pih hana syek teuh ngen Allah Ta’ala, hana syek-syek teuh yang bahwa aneuk tanyoe kalheuh tapubuet kagléh, hana kuto-kuto…” “(sunat? Wajib ya? sunat itu untuk kebersihan si anak, si anak pun merasa nyaman kalau sudah disunat, kelihatan sudah besar, kita pun tidak ragu-ragu lagi terhadap Allah Ta’ala, tidak ragu yang bahwa anak kita sudah kita sunat, sudah bersih, tidak kotor lagi…)”

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci, informasi yang didapatkan dari dukun bayi mengenai sunat perempuan mengatakan bahwa sunat perempuan tersebut berasal dari sejarah Siti Sarah yang melakukan sunat terhadap Siti Hajar yang keduanya merupakan isteri dari Nabi Ibrahim AS yang kemudian berlangsung turun-temurun sampai sekarang. Hukum melakukannya adalah sunat, dengan diawali mengucap dua kalimah syahadat membuang sedikit bagian yang disunat. “Sunat nyan sunat dariii Ti Sarah geupeusunat Ti Hajar, peurumoh Nabi Ibrahim. Nyan ret nan geucok sunat. Jadi, lheuh rheut keu ulama, ulama ken geujok keu tanyoe laju keunoe. Maka sunat ureung inòng sunat peusunat. Meuucap dua kalimah syahadat, pinah bi-ók ata nyan. Nyan…” ”(sunat itu dari Siti Sarah yang menyunat Siti Hajar, isteri Nabi Ibrahim. Dari situ awalnya sunat. Jadi, sampailah kepada ulama, ulama kan menyampaikan algi ke kita. Makanya sunat perempuan itu hukumnya sunat untuk disunatkan. Mengucap dua kalimah syahadat, kita buang itu sedikit, begitu…)”

Sementara informan kunci yang lain dari bidan swasta (KM) memberikan informasi bahwa sunat perempuan itu tidak memotong ujung klitoris akan tetapi hanya mengkikis selaputnya saja. Apabila selaput yang dimaksud tidak ditemukan maka sunat dilakukan secara simbolis “Sunat perempuan yang kita lakukan itu bukan berarti memotong ujung klitorisnya… Akan tetapi kita mengkikis selaput apabila ada, kalau memang ga ada, kita memang isyaratkan aja…”

Ketika ditanya mengenai manfaat dilakukannya sunat perempuan, sebagian informan mengatakan tidak mengetahuinya. “hehe… hana tupeu peugah…” “(hehe… ga tau mau bilang apa…)”

“Hana tatupeu, ka peusunat peusunat aju, hana tatupeu...” “(ga tau, dibilang sunat ya suna aja, ga tau… )”



47

“Sama ngen kakak nyan syit. (probing): Kak, yang sama nyan kiban? Hana tupeu syit…” “( sama dengan kakak itu juga. (probing): yang sama itu bagaimana kak?” ga tau juga…”

“hana kuteupeu. Yang jelaih sang mungkén sang aneuk miet nyak rayeuk, nyak rijang rayeuk. Hahahaa… Nye hai ken, hana kuteupeu.” “(ga tau)”

Sedangkan sebagian yang lain dari peserta FGD yang ke tenaga kesehatan mengatakan

supaya terhindar dari penyakit, baik untuk kesehatan, untuk

kelancaran dan percepatan tumbuh kembang anak. “Hai untuk kebersihan, menghindar dari penyakit.” ”(yaaa… untuk kebersihan, menghindar dari penyakit” “Baik untuk kesehatan, untuk anak-anak.” “Hai watee itóh i’ek bek meutheun. Dak na-na peu léh ipajoh bacut, na peu-peu kana sunat ka mangat tamita” “(biar ga tertahan saat buang air kecil, mungkin dia entah makan apa, terjadi sesuatu kalau sunat sudah nyaman mencari rezeki )” “Nak subur badan… Hai meunan geupeugah le ureung tuha.” “(biar badannya subur… begitu kata orang tua)”

Mayoritas informan yang ke dukun bayi memberikan informasi mengenai manfaat dilakukannya sunat perempuan lebih cenderung dari sisi agama Islam yaitu untuk kesucian tubuh, tidak seperti orang non-muslim dan merupakan suatu kemuliaan dalam Islam. Berikut ungkapan beberapa informan mengenai manfaat dilakukannya sunat pada anak perempuan. “Nyak suci dih…” “(untuk kesucian si anak)” “Bek jeut keu kaphé…” ”(supaya jangan jadi kafir)” “Nak gléh teuh, bek jeut keu kaphé tanyoe ken? keu suci teuh…” ”(supaya bersih kita, tidak jadi kafir kita, untuk kesucian….)” “Lagee nyan syit… nak terhindar dari peunyakét… Hai untuk kemuliaan dalam Islam saboh teuk…” “Manfa’at jih? Ken untuk suci… untuk nak sah Islam, nak gléh dari kotoran…” ”(manfaatnya? Untuk kesucian… untuk sahnya Islam, supaya bersih dari kotoran…)”

Informasi yang didapat dari hasil wawancara dengan 2 informan mengatakan bahwa manfaat dilakukannya sunat pada anak perempuan adalah untuk menjaga kesucian tubuh dari perintah agama, untuk percepatan Universitas Indonesia


48

pertumbuhan dan perkembangan anak dan orang tua si anak pun merasa tenang telah melaksanakan perintah Allah SWT. “Nyankeuh nyak gléh tubóh, nyak bersih dari hukóm, abeh jih yang keudua, aneuk manyak meunye kalheuh tasunat langsóng meuhap-hap rayeuk…” ”(untuk kebersihan tubuh, bersih dari hukum, yang kedua, si anak kalu sudah disunat langsung kelihatan pertumbuhan dan perkembangannya….)” “Manfaat jih untuk kebersihan, kesehatan, nyak rijang rayeuk, nyan tanyoe pih kagléh haté teuh hana syek teuh lé ngen Allah Ta’ala bahwa kalheuh tapeugléh…” ”( manfaatnya untuk kebersihan, kesehatan, supaya cepat besar, hati kita pun sudah bersih, tidak ada tidak ada keraguan lagi terhadap Allah SWT bahwa sudah kita sunatkan…)”

Sedangkan minoritas yang lain mengatakan supaya tidak genit kalau sudah besar nanti, tidak nakal, dan terhindar dari penyakit. “Hehehe… bek geunit watee rayeuk…” “(hehehe… supaya tidak genit kalau sudah besar nanti…)” “Bek kreuh that, bek batat that…” “(supaya tidak keras, tidak nakal)” “Nyak terhindar dari peunyakét…” “(supaya terhindar dari penyakit…)”

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci, mayoritas jawaban yang diberikan dari manfaat dilakukannya sunat perempuan berkenaan dengan seksualitas, supaya tidak genit/centil, agar libido tidak berlebihan, tidak terlalu cepat suka kepada lawan jenis. “kalo masyarakat awam mengatakan, kalo sunat perempuan itu supaya tidak “gransang”, genit ya bahasa Indonesianya? Kalo kesehatan mungkin ada satu celah yaitu untuk kebersihan… Kemudian ada juga agar libidonya tidak berlebihan.” “Hai geukheun le ureung awai, peusunat nyan bek rijang that galak keu linto baró. Geupinah ata nyan, bek gatai that, nah… sabeub geukheun: koh nyan!” “(Kata orang dulu, sunat itu agar tidak terlalu cepat suka/minta suami. Kita buang itu sedikit, agar tidak kegatalan… makanya dibilang: potong itu!)” “Nyan meunurót su ureung tuha jameun ken, Hai bak kitab hana that tatupeu hana that ta lob seubab. Ganaih, nyan yang hana geucok ukam nyan nyan….siplóh thón ka i tupeu keu lakoe…” “(Kalau menurut perkataan orang tuatua zaman dulu kan, kalau dalam kitab saya tidak terlalu paham, karena sering membukanya/membacanya… Ganas yang tidak diambil jawer ayamnya itu… sepuluh tahun sudah tau suami… (suka kepada laki-laki))”

Minoritas informan kunci yang lain mengatakan tidak tahu manfaat dari sunat perempuan, informan berusaha memberikan jawaban dengan ragu-ragu Universitas Indonesia


49

mengatakan sebagai isyarat untuk masuk agama Islam. Walaupun anak terlahir dari keluarga Islam akan tetapi tetap diisyaratkan supaya hati orang tuanya merasa puas. “ Manfaat? Manfaat bagi si anak, kaya’nya ga’ ada ya… hehehe…. manfaat jih kalheuh geupeugah agoe, meuseu ken na istilah jih lagee peutameng Islam. Man memang ka Islam, tapi diisyaratkan… lagee nyan beurarti… Orang tuanya sudah apa? Sudah puas…” “(Manfaat? Manfaat bagi si anak, kaya’nya ga’ ada ya… hehehe… manfaat sudah dibilang kan, misalnya kan ada istilah seperti masuk Islam. Memang sudah Islam, tapi diisyaratkan… seperti itu, berarti… Orang tuanya sudah apa? Sudah puas…)”

5.4.2.2 Sikap Terkait mengenai sikap informan terhadap praktik sunat perempuan di masyarakat, seluruh informan mengatakan setuju dengan praktik sunat perempuan yang dilakukan selama ini, mereka memandangnya sebagai suatu hal yang positif, tidak ada yang membuat pikiran mereka ragu akan hal ini karena sunat perempuan ini sudah dilakukan secara turun-temurun, semua masyarakat menerimanya dengan baik dan tidak pernah ada yang melarang, sehingga tidak ada anak perempuan yang tidak disunat di wilayah ini. “Lagee biasa, hana penilaian yang negatif pih, lam arti tetap positif, karena nyan demi untuk get kesehatan aneuk miet.” ”(seperti biasa, ga ada penilaian yang negative pun, dalam artian tetap positif, karena sunat itu demi kebaikan kesehatan si anak.)” “Hana sapeue-sapeue, biasa aju tanyoe. Kiban gob peusunat aneuk manyak, menan tanyoe. “Miseu hana pikiran yang aneh-aneh. Hana. Biasa…” “(ga ada apa-apa, kita biasa aja. Bagaimana orang lain melakukan sunat pada anaknya, kita pun demikian. Misalnya ga ada pikiran yang aneh-aneh. Ga ada biasa…)” “Mandum ka setuju, emang ka lagee nyan…” “(semuanya sudah setuju, memang sudah demikian)” “Sama syit, seutuju…” “(sama juga, setuju…)” “Biasa… seutuju manteng kamoe. Hana pih yang peugah hanjeut….” ”(Biasa… kami setuju aja. Ga ada pun yang bilang ga boleh)” “Ubé yang takalen sang hana yang hana sunat lam gampóng nyoe…” “(selama yang kita amati ga ada yang ga sunat dalam kampung ini… )” “Meuteurimeng kamoe… dan lom pih meupubuet, sabeub ata ka turón-teumurón nyan…” “(kami menerima… dan melakukan juga, karena sudah turun-temurun itu…)”



50

“…‘e… Awak kamoe inoe pada umum jih hana geularang pih…” ”(…’e… kami di sini pada umumnya ga dilarang pun…)”

Informan FGD yang ke dukun bayi juga memiliki sikap yang sama dengan informan FGD yang ke tenaga kesehatan. Seluruh informan mengatakan setuju dengan praktik sunat perempuan yang berlangsung di wilayah mereka, semua anak perempuan mereka disunat, tidak ada yang tidak disunat dan jika belum dilaksanakan selalu membayangi pikiran mereka bahwa anak perempuan itu harus disunat karena merupakan perintah agama (agama Islam). “Hai inoe mandum na geusunat aneuk manyak…” “(di sini semuanya disunat anak kecil (perempuan))” “Kamoe seutuju manteng hana pikiran macam-macam pih….” “(kami setuju aja, ga ada pikiran macam-macam pun…)” “Lam gampóng nyoe mandum na sunat, hana yang hana sunat…” ”(Dalam kampung ini semuanya disunat, ga ada yang ga disunat)” “Meunye kalheuh sunat kalheuh teuh, meuhan ken sabé meuingat-ingat teuh…” “(kalau sudah disunat, kita sudah bebas, kalau ga kan selalu teringat-ingat…)” “Tiep-tiep ka tapubuet ken pasti ka seutuju tanyoe…” “(setiap yang sudah kita laksanakan kan pasti sudah setuju kita…)” “Setuju, karna meunye golom lheuh kamoe meuingat-ingat sabé, nyan meunan…” “(setuju, karena kalau belum kami teringat-ingat selalu, seperti itu…)” “…tanyoe asai golom lheuh tapeusunat sabé tingat…” “(kita, kalau belum selesai menyunatkan anak, selalu teringat-inagt…)” “…‘oh lheuh baró tanyoe bébaih teuh ‘eh??? Ya seutuju… tingat teuh sabé…” “(… kalau sudah selesai baru kita bebas yaa…??? Ya setuju… teringat selalu….)” “Nyan ken ata geuyue lam agama, ureung gampóng nyoe mandum na geusunat” “(itu kan yang disuruh dalam agama, orang di kampung ini semuanya disunat)”

Hasil wawancara mendalam dengan 2 informan mengenai sikap mereka terhadap sunat di masyarakat, informan mengatakan setuju dan menerima, jika tidak disunat akan menjadi buah pembicaraan dari masyarakat setempat. “Meunye inoe, sikap ureung inoe seutuju-seutuju manteng… malah meunye hana geusunat, nyan yang paloe, ipeugah-peugah ban saboh gampóng.” “(kalau di sini, sikap orang di sini setuju-setuju aaja… malahan kalau ga disunat, itu yang bermasalah, jadi bahan omongan sekampung…)” Universitas Indonesia


51

“ureung mandum geuteurimeng…” “(orang di sini semuanya menerima…)”

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci, juga mengatakan hal serupa yaitu setuju dan menerima karena sunat wajib dilakukan baik laki-laki maupun perempuan serta harus dipatuhi apa yang disampaikan oleh orang-orang terdahulu. “…maksudnya sikap kita terhadap masyarakat biasa… karena apa? Sunat perempuan itu wajib dilakukan…” “Biasa, menerima… “Nyan mandum tanyoe na nyan bagi ateuh ureung Islam, walaupun Jawa na syit. Asai yang bek tameudawa kuat. Ateuh nama bagi ureung Islam, mandummandum sunat inóng agam…” ”(semua kita itu ada bagi orang Islam, walaupun Jawa ada juga. Asal tidak terlalu beradu argumen, atas nama orang Islam, semuanya disunat laki-laki dan perempuan)” “Watee na sipeu-peu tanyoe taturót ata ureung tuha peugah, nyang peugah nyan pih ureung tuha tuho… ken tuha umu, tuha pengalaman agama. Hanjeut han tapatéh.” “(Kalau ada sesuatu, kita turuti perkataan orang tua, yang sampaikan itu orang tua yang mengerti… bukan tua umurnya, tua pengalaman agama. Ga boleh ga kita patuhi…)”

Ketika ditanya mengenai sikap informan terhadap praktik sunat perempuan yang dilakukan oleh dukun bayi dan tenaga kesehatan, informan yang ke tenaga kesehatan mengatakan selama ini selalu dilakukan di bidan desa (maksudnya bidan tersebut dulu pernah bekerja sebagai Bidan di Desa, dan sekarang sebagai bidan praktek swasta, akan tetapi masyarakat masih menyebutnya bidan desa karena bertempat tinggal di desa tersebut). dan tidak pernah ke dukun bayi karena di desa tersebut tidak ada dukun bayi karena sudah puluhan tahun meninggal dunia. Hal ini menandakan bahwa seluruh informan menyatakan sikap setuju melakukan sunat pada anak perempuaannya ke tenaga kesehatan. “Meunye lón bak bidan desa. Hana lé yang bak dukón. Dukón-dukón gampóng pih hana lé katrép…” “(kalau saya sama Bidan di Desa. Ga ada lagi yang sama dukun. Dukun-dukun kampung pun sudah lama ga ada lagi …)” “Meunye inoe bak bidan desa mandum…” “(kalau di sini sama Bidan di Desa semuanya)” “Hana soe ba lé pih bak bidan gampóng, ata ka mandum bak ibuk…” “(ga ada lagi pun yang bawa ke bidan kampung (dukun bayi), semuanya sudah sama ibu… (bidan))” Universitas Indonesia


52

“Bak ibuk syit meuba…” “(sama ibu juga saya bawa nya…)” “Inoe, ka keunan bak ibuk mandum…” “(di sini, sudah sama ibu semuanya…)” “Kamoe bak bidan desa…” ”(kami sama Bidan di Desa)” “Seulama rayeuk kamoe hana lé bidan gampóng, mandum meuba bak ibuk…” “(Selama kami besar ga ada lagi bidan kampung (dukun bayi), semuanya bawa ke ibu (bidan)… ” “Awai-awai bak dukón gampóng…jinoe hana lé…” “(dulu-dulu ke dukun kampung (dukun bayi)… sekarang ga ada lagi…)”

Ketika pertanyaan mengenai sikap terhadap sunat yang dilakukan oleh dukun bayi dan tenaga kesehatan, informan mengatakan berbanding terbalik dengan informan FGD yang ke tenaga kesehatan. Informan ini mengatakan melakukan sunat ke dukun bayi dan tidak pernah mengetahui kalau ada bidan atau tenaga kesehatan yang melakukan sunat perempuan tersebut. “Kamoe man hantom meuba keudéh bak bidan rumoh sakét, sabé bidan gampóng ‘eh?” “(kami ga pernah membawanya ke bidan Rumah Sakit (Puskesmas), selalu bidan kampung yaaa….?)” “Hana meuteupeu bahwa na awak peurawat-peurawat inan ijak keunoe hana… meuseu ijak peusunat hana….” “(Kami ga tau bahwa ada perawat-perawat di sana yang datang ke sini, ga ada…misalnya mau melakukan sunat ga ada…)” “Inoe mandum bak gobnyan… Dak desa-desa keudéh keunan syit…” “(Di sini semuanya sama beliau… Walaupun desa-desa yang di sana, ke tempat beliau juga…)” “Sagoe nyoe mandum bak gobnyan…” “(Kami disini semuanya sama beliau..,)” “Bak Bidan gampóng sabé kamoe, hantom bak Bidan Rumoh Sakét.” “(Sama bidan kampung (dukun bayi) kami selalu…, ga pernah ke bidan Rumah Sakit (Puskesmas).”

Informasi yang didapat dari hasil wawancara mendalam pada ibu yang melakukan sunat pada anak perempuan ke tenaga kesehatan mengenai sikap terhadap praktik sunat perempuan yang dilakukan oleh dukun bayi dan tenaga kesehatan, informan mengatakan dukun bayi telah lama tiada, kini mereka melakukan sunat pada anak perempuannya ke bidan dan tidak punya niat atau keinginan sedikitpun membawa anak perempuannya untuk disunat ke dukun bayi. Dalam hal ini, informan menyatakan sikapnya setuju melakukan sunat ke tenaga



53

kesehatan yang terlihat dari perilakunya melakukan sunat perempuan ke tenaga kesehatan. “Meunye bak dukón nyan hana… hana niet pih taba bak dukón, jeut takheun meunye inoe mandum ka bak ibuk … samu na Ibuk inoe mandum-mandum bak Ibuk…” “(Kalau ke tempat dukun tu ga ada, ga niat pun mau bawa ke dukun, boleh dibilang kalau di sini semeuanya sama ibu (bidan)… selama ada ibu di sini, semuanya sudah sama ibu…)” “Meunye inoe ken dukón pih hana lé, man ken ka geujak bak bidan mandum. Baroe jéh ken bak bidan gampóng, nyoe ka bak Ibuk Kamariah… Kamoe inoe kana gobnyan ka bak bidan …” “(kalau di sini kan dukunnya pun ga ada lagi, jadi kan sudah sama bidan semua… dulu sama bidan kampung (dukun), sekarang sudah sama ibu Kamariah…. Kami di sini sudah ada beliau, sudah ke bidan…)”

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan kunci mengenai sikap mereka terhadap praktik sunat perempuan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, didapatkan informasi yang bervariasi. Informan kunci bidan senior mengatakan bahwa tidak masalah dilakukan oleh tenaga kesehatan yang lain yang penting mempunyai keahlian dalam melaksanakan sunat perempuan tersebut. Informan kunci yang lain (bidan praktek swasta) mengatakan si ibu tidak boleh dipaksa, semua tergantung keyakinannya untuk memilih tempat melakukan sunat pada anak perempuannya. “hana masalah… no problem. Kita sama-sama tenaga kesehatan, kalo dia mampu apa salahnya…” “(ga masalah… no problem. Kita sama-sama tenaga kesehatan, kalo dia mampu apa salahnya…)” “Tergantung keyakinan si Ibu… hanjeut tapaksa le tanyoe…” “(Tergantung keyakinan si Ibu… ga boleh kita paksa…)”

Sementara informan kunci yang lain (dukun bayi) mengatakan tidak ada masalah jika sunat perempuan itu dilakukan oleh tenaga kesehatan. Karena banyak juga ibu-ibu yang membawa anak perempuannya ke Rumah Sakit (maksudnya Puskesmas). “Jeut hana masaalah. Na yang imé u rumoh saket. Lam kota ken rumoh saket iba, nyan meunan….” “(boleh…ga ada masalah. Ada yang membawa anaknya ke Rumah Sakit. Di kota-kota kan ke Rumah Sakit dibawa… seperti itu…)”

Begitu juga menurut tokoh agama, beliau lebih setuju kalau sunat perempuan itu dilakukan oleh tenaga kesehatan karena tenaga kesehatan pernah Universitas Indonesia


54

mengenyam bangku pendidikan, tentunya dalam melakukan sunat perempuan tersebut didasari oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman. “seutuju bak yang ka peungalaman, pendidikan ngen segala jeh geuh, ngen ileumee geuh. Meunye bak Puskesmas nyan ngen ileumee geuh geu peububuet…” “(setuju ke yang sudang berpengalaman, pendidikan dengan segala macam, dengan ilmu pengetahuan. Kalau di Puskesmas itu dengan ilmu mereka mengerjakannya…)”

Mengenai sikap informan kunci terhadap praktik sunat yang dilakukan oleh dukun bayi didapatkan informasi dari bidan senior Puskesmas yaitu bolehboleh saja yang penting dalam melaksanakan sunat perempuan tersebut menggunakan tekhnik steril, walaupun menggunakan daun sirih. Tapi sekarang banyak ibu-ibu yang melakukan sunat pada anak perempuannya telah menggunakan jasa tenaga kesehatan karena mereka telah mengerti tentang promkes (promosi kesehatan) dan ada juga yang mendapatkan informasnya dari majalah-majalah ataupun dari sumber lainnya. “Trus kalo dukun melakukan, kalo memang ada tehniknya steril, sterilnya menggunakan daun sirih, itu ga ada masalah, karena dulu memang banyak masyarakat yang melakukan sirkumsisi ke dukun. Tapi sekarang… mereka telah mengerti tentang promkes, ada baca majalah dan lain sebagainya… sudah beralih ke kita…”

Menurut informan kunci (bidan praktik swasta) mengenai sikap terhadap perlakuan sunat yang dilakukan oleh dukun bayi menyatakan bahwa sikapnya kurang setuju karena pernah mendapatkan keluhan dari keluarga anak perempuan yang disunat oleh dukun keluar darah pada bekas sunatnya. “Gimana yaa? Kurang setuju kaya’nya… Malah pernah keluarga…keluarga si anak yang mengeluh setelah disunat sama dukón kampung itu dulu… keluar darah karena kena ototnya mungkin…”

Kalau menurut dukun bayi, beliau menyatakan tidak masalah jika sunat itu dilakukan oleh dukun yang lain, yang penting sunat itu tetap dilakukan. “Hana masaalah… hana lón kheun sapeu ilón, asai beuna sunat…” “( ga masalah… saya ga bilang apa-apa, asal ada sunat)”

Sedangkan menurut tokoh agama, beliau menyatakan sikapnya kurang setuju jika sunat perempuan dilakukan oleh dukun bayi karena dukun bayi hanya meneruskan rutinitas keturunannya tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan. Universitas Indonesia


55

“Meunye ureung bidan gampóng ketórónan, beuthat sapeu tan geutupeu… kadang-kadang ngen sikin ka meugratan nyan… inoe hana lé. Hai buk, hana lé meunye jameun nyoe…” “(Kalau bidan kampung itu kan keturunan, walaupun ga tau apa-apa… kadang-kadang dengan pisau yang sudah karatan… sekarang ga ada lagi. Bu, ga ada lagi kalau zaman sekarang)”

5.4.2.3 Kepercayaan Berdasarkan pernyataan informan terkait pengalaman mereka, mengenai seberapa penting sunat perempuan itu dilakukan. Mayoritas mengatakan sunat itu harus dilakukan, ada yang mengatakan hukumnya wajib dan ada yang mengatakan hukumnya sunat. Walaupun menurut mereka hukumnya sunat tapi seakan-akan seperti wajib karena tidak ada yang tidak melakukan sunat sunat pada anak perempuannya. “Meunye tanyoe ureung Aceh, umum jih ureung Aceh. Meunye untuk sunat aneuk inóng nyoe sangat-sangat penténg. Malah rata-rata hana yang hana sunat. Mandum-mandum na sunat aneuk inóng.” “(kalau kita orang Aceh, umumnya orang Aceh. Kalau untuk sunat anak perempuan ini sangat-sangat penting. Malahan rata-rata ga ada yang ga sunat. Semua disunat anak perempuan)” (informan 1) “Karena tanyoe ureung Islam wajeb tuk sunat.” “(karena kita orang Islam wajib disunat)” (informan 2) “lagee ka wajéb…” “(seperti sudah wajib)” (informan 5) “Wajéb. Hanjeut hana tapubuet…” “(Wajib, ga boleh ga dilaksanakan)” (informan 6) “hana wajeb aju takheun, Cuman sunat, jeut tapubuet jeut hana, miseu meunan…” “(ga wajib boleh dibilang, cuma sunat, boleh dilaksanakan boleh ga, misalnya seperti itu…)” (informan 7) “menye hana sunat ken hanjeut? contoh lagee ureung agam meunye hana sunat ken hanjeut.” (Probing): Kiban meunye ngen ureung inóng? Ureung inóng lagee ureung agam sit. Ureung agam meunye hana sunat ken hanjeut? “(kalau ga sunat kan ga boleh? Contoh seperti laki-laki kalau ga disunat kan ga boleh. (Probing) bagaimana jika perempuan? Perempuan sama dengan laki-laki juga. Laki-laki kalau ga disunat kan ga boleh?)” (informan 8)

Mayoritas informan yang ke dukun bayi juga mengatakan bahwa sunat perempuan itu sangat penting dilakukan dan mendekati kewajiban. Sunat merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW, dimana Nabi adalah seorang yang suci, maka ummatnya juga harus tetap menjaga kesucian, kalau tidak disunat maka tubuh kita tetap dalam keadaan tidak suci setelah meninggal nanti. Di



56

samping itu, sunat juga sebagai pintu masuk agama Islam, sehingga jika tidak disunat tidak akan sah sholat seseorang selama hayatnya. “Hai lagee nyan syit… peurlee… kiban han peurlee, paléng peurlee syit peusunat aneuk manyak” “(Begitu juga… perlu… gimana ga perlu, sangat-sangat perlu itu nyunat anak kecil)” (informan 1) “Meunye ureung inóng teutap syit, payah peusunat, Nabi tanyoe seubab ken suci, tanyoe payah beusuci syit udéep teuh lam donya, watee tawoe keudéh beuget teuh syit, nyoe meunye hana sunat geupeugah hana suci watee tawoe keudéh, nyan meunan…” “(Kalau perempuan tetap disunat, harus disunat, Nabi kita kan suci, kita harus suci juga hidup di dunia, waktu kita “pulang” ke sana nanti harus baik juga, kalau ga disunat katanya ga suci saat kita “pulang” ke sana, seperti itu…)” (informan 2) “Peurlee, that-that peurlee. Meunye hana geusunat hana sah seumbahyang teuh karna tanyoe hana masók Islam lom…” “(perlu, sangat-sangat perlu. Kalau ga disunat gas ah sembahyang (sholat) kita karena kita belum masuk Islam)” (informan 3) “Kamoe meuanggap sunat nyan hana remeh, meuanggap jih meuseu peunténg, maka jih sabé meulaksanakan nyan. Seolah-olah ka hampir kewajiban. Nyan…” “(Kami menganggap sunat itu ga remeh, menganggapnya penting, makanya selalu laksanakan itu. Seolah-olah sudah hampir kewajiban. Begitu….)” (informan 5) Hai meunye hana tapeusunat ken hana get… meunye hana tapeusunat tanyoe ken lagee kaphé… Maka jih peurlee that nyan, peurlee meutameng Islam, ka sah meuseu lagee nyan… “(Kalau ga disunat kan ga baik… kalau ga disunat kan kita seperti kafir… makanya perlu sekali sunat itu, perlu untuk masuk Islam, sudah sah misalnya seperti itu…)” (informan 6) “Sunat nyan peurlee, hai hana pih ureung tinggai mandum geunyan, asai golom manteng meumet-met haté teuh, manteng meupikiran teuh, sabeub nyan ken ata peunténg, man peulom jih geupeugah na efek meunye hana tapeuget nyan, jeut keu peunyakét bak ujóng nyan, hehehe…” “(sunat itu perlu, yaa…ga ada pun yang orang yang meninggalkannya, semuanya melaksanakan, kalau belum selalu teringat-ingat di hati… masih kepikiran, karena kan itu hal penting, apalagi katanya efek kalau ga disunat itu , bisa jadi penyakit di ujungnya, hehehe…)” (informan 7)

Hasil wawancara mendalam dengan ibu yang melakukan sunat anak perempuannya ke tenaga kesehatan, mengatakan bahwa sunat itu sangat penting untuk mengikuti jejak rasul, kebersihan dan terhindar dari penyakit dan semua orang melakukannya. “Sebenar jih sunat nyan sangat-sangat penting karna pertama tanyoe ken mengikuti jejak Rasul jameun… yang kedua untuk kebersihan yang ketiga adalah untuk dijauhkan dari segala penyakit…” “(sebenarnya sunat itu sangat-sangat Universitas Indonesia


57

penting, karena pertama kita kan mengikuti jejak Rasul dulu… yang kedua untuk kebersihan, yang ketiga adalah untuk dijauhkan dari segala penyakit)” “Hehehe… hana tatu’oh peugah… sabeub tanyoe mandum na tapubuet nyan…” “(hehehe…. Ga tau mau bilang apa… sebab kita semuanya melakukan itu…)”

Berdasarkan pengalaman dari informan kunci bidan Puskesmas, mengenai seberapa penting sunat perempuan itu bagi pasien, beliau mengatakan sunat perempuan itu tidak penting kalau pengetahuan sekarang, tapi kalau dilihat dari sisi kebudayaan masyarakat merupakan suatu kemuliaan. “kalo kita lihat dari segi pengalaman, kalo kita baca-baca buku kalo memang sirkumsisi zaman sekarang ini, sunat perempuan itu memang ga ada pentingnya sekalipun… ga ada… Kalo kita lihat dari sisi kebudayaan masyarakat kita, kehidupan kita alangkah mulianya kalau anak perempuan dilakukan sirkumsisi. Kalo dunia ilmu sekarang ga ada perlunya lagi…”

Sementara informan kunci dari tempat dilakukannya FGD (bidan praktik swasta) mengatakan beliau diminta oleh masyarakat setempat untuk melakukan sunat. “Kurang tau, hehehe… meuseue geujak pasien kakak layani… awai watee baróbaró kakak tinggai bak desa nyan, geulakee le masyarakat inan. Neumeurunoe hai Buk sunat nyan… ken meunye hana geulakee le ureung gampóng ken hana ta jeh syit…” “(Kurang tau, hehehe… kalau misalnya pasien datang kaka layani… dulu waktu baru-baru kakak tinggal di desa itu, diminta oleh masyarakat di situ, belajarlah bu sunat itu… kan kalau ga diminta oleh orang kampung di situ kan kita ga ngelakuin juga… )”

Sedangkan informan dukun bayi dan tokoh agama memberikan jawaban yang tidak jauh berbeda, yaitu laki-laki dan perempuan tetap disunat. “tanyoe ureung Islam inóng agam mandum na sunat” “(kita orang Islam laki-laki dan perempuan semuanya disunat)” “Sunat aneuk inóng saban syit lagee aneuk agam, tapi hana that brat lagee aneuk agam…” “(sunat anak perempuan sama juga seperti anak laki-laki, tapi tidak terlalu seperti anak laki-laki)”

Hasil wawancara dengan informan FGD yang melakukan sunat pada anak perempuannya ke tenaga kesehatan mengenai hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan pemahaman agama, mayoritas mengatakan bahwa hukum sunat perempuan itu adalah sunat. Universitas Indonesia


58

“Meunye menurót lon sang sunat nyan dari agama, karena tanyoe ureung Islam, sunat sang, man payah tapubuet syit…” “(kalau menurut saya sepertinya sunat itu dari agama, karena kita orang Islam, sunat sepertinya, tapi harus dikerjakan juga….)” “Sunat nyan sunat, tapi lagee ka wajéb…” “(sunat itu sunat, tapi seperti sudah wajib)”

“Sunat sang, man payah tapubuet syit…” “(sunat kaya’nya, tapi harus dikerjakan juga….)” “Lon rasa sunat nyan sunat, ken wajéb tapi meunye hana tapubuet, geupeugah kaphé aju lé ureung nyoe” “(saya rasa sunat itu sunat, bukan wajib tapi kalau ga dikerjakan, dibilang kafir sama orang ini)” “Ubee lón teupeu ken, bagian sunat hana wajéb. Man meunye ureung agam wajéb.” “(yang saya tau, sunat itu tidak wajib. Tapi kalau laki-laki wajib)”

Minoritas informan yang lain mengatakan sunat perempuan itu wajib. “Karena tanyoe ureung Islam wajeb tuk sunat…” “(karena kita orang Islam wajib untuk disunat)” “Menye yang lon teupeu, meunye hukóm jih sang ka termasuk yang wajéb” “(kalau yang saya tau, sepertinya hukumnya itu sudah termasuk wajib)” “Wajéb” “(wajib)”

Sunat perempuan bila dikaitkan dengan pemahaman agama, mayoritas informan yang ke dukun bayi mengatakan disunat untuk kesucian. “Nyak suci dih…” “(untuk kesucian dia)” “Bek jeut keu kaphé…meunye hana tapeusunat ken hana suci jih…” “(supaya tidak jadi kafir… kalo ga disunat kan ga suci dia)” “Nak gléh teuh, bek jeut keu kaphé tanyoe ken? keu suci teuh…” “(supaya kita bersih, ga jadi kafir kita kan? Untuk kesucian…)” “Nyak suci dari najis, nyak sah Islam, nyak bek meuingat-ingat lé, bek ragu lé…” “(agar suci dari najis, supaya sah Islam, ga teringat-ingat lagi, ga ragu lagi)” “Sunat…Nak suci tubóh… karna peu… meunye aneuk miet golom geusunat jih ken hana suci…” “(sunat… supaya tubuhnya suci… karna apa… jika anak kecil belum disunat dia kan ga suci…)”

Hanya satu informan (TH) yang memberikan jawaban berbeda dari informan yang lain, yaitu menjawab dari segi hukumnya adalah mubah dan sebagai kemuliaan.



59

“Meunye ureung agam wajéb, meunye ureung inóng mubah… Seubagai kemuliaan, nyan meunan meunye hukóm jih…” “(kalau laki-laki wajib, perempuan mubah… sebagai kemuliaan, seperti itu kalo hukumnya…)”

Informan yang dilakukan wawancara mendalam (SM) mengatakan tidak wajib tapi diharuskan, dan informan satu lagi (MR) mengatakan wajib, tidak boleh tidak disunat. “Sebenar jih dari agama na meusangkót bacut, tapi ken wajéb cuma ken diharuskan” “(sebenarnya dari agama ada juga kaitannya sedikit, tapi bukan wajib cuma diharuskan)” “Meunye bak hukóm geupeugah aneuk manyak hanjeut hana tapeusunat ken, wajéb tasunat…” “(kalau dari hukum katanya anak kecil (perempuan) ga boleh ga disunat kan, wajib kita sunat…)”

Berdasarkan wawancara dengan informan kunci bidan Puskesmas mengatakan perempuan harus disunat untuk menambah pertumbuhan dan perkembangan anak. “Kalo dari segi agama, perempuan juga harus dilakukan sirkumsisi, karena dengan dilakukan sirkumsisi bisa menambah perkembangan anak…(probing): maksudnya kak? ‘e… Nampak tumbuh besar dia…”

Kalau menurut bidan dari tempat dilakukannya FGD, mengatakan bahwa sunat itu dibolehkan dalam agama Islam dan hukumnya sunat. “‘e…. kalo dikaitkan dengan agama Islam dibolehkan, cuman kan caranya aja yang beda, tidak sama dengan yang laki… (probing): kalo menurut hukumnya bagaimana kak? Tapi kalo menurót hukóm jih, meunye takalon sekilas, meunye tabaca dari nyan diisyaratkan, bukan berarti diwajibkan, sunat berarti ‘eh?” ”(‘e…. kalo dikaitkan dengan agama Islam dibolehkan, cuman kan caranya aja yang beda, tidak sama dengan yang laki… (probing): kalo menurut hukumnya bagaimana kak? Tapi kalo menurut hukumnya, kalo kita lihat sekilas, kalo baca dari itu… diisyaratkan (simbolis), bukan berarti diwajibkan, sunat berarti yaa…?)”

Sedangkan menurut informan dukun bayi dan tokoh agama mengatakan bahwa wajib sunat bagi kita orang Islam. Kedua informan ini memberikan jawaban yang berbeda-beda mengenai hukum sunat. Sesekali mengatakan sunat, kemudian mengatakan wajib. “Ret agama hai bagi tanyoe urueng Islam… hai ureung jameun peugah, aneuk manyak geuyue peusunat. Meunye hana tapeusunat eunteuk ken ka geukheun,peu hana kapeusunat? peu nak jeut keu kaphé? (probing): meunurót droeneuh Wak, hukóm sunat aneuk inóng nyan kiban? Hai sang wajeb sunat tanyoe bagi ureung Universitas Indonesia


60

Islam” “(dari segi agama, bagi kita orang Islam… kata orang zaman dulu, anak kecil (perempuan) dianjurkan untuk sunat. Kalau ga kita sunatkan, nanti sudah dibilang, apa ga disunat? Biar jadi kafir? (probing): menurut Wak, hukum sunat anak perempuan itu bagaimana? Kaya’nya wajib sunat bagi kita orang Islam)” “Sunat, sunat. Tapi geuwajébkan. Arti wajéb hanjeut han… arti sunat jeut tapubuet jeut han. Nyan meunan… (probing): Meunye hukóm jih yang pasti kiban Mi? Wajéb geucok nyan…ata peu geukheun nyan ukam nyan…” “(sunat, sunat. Tapi diwajibkan. Arti wajib tidak boleh tidak… arti sunat boleh dikerjakan boleh tidak. Seperti itu… (probing): kalo hukumnya yang pasti bagaimana Ummi? Wajib diambil itu… apa itu namanya jawer itu…)”

5.4.2.4 Budaya Ketika ditanya mengenai istilah yang sering digunakan untuk sunat perempuan, mayoritas informan mengatakan “cok piet” dan yang lainnya mengatakan “sunat aneuk inóng”. Berikut petikannya: “Cok piet inoe geukheun” “(di sini bilangnya ‘cok piet’ (mengambil hewan sejenis kutu (kutu busuk) pada klitoris.)” “Cok piet ‘eh…?” “(‘cok piet’ yaaa…?) “Nyan… cok piet” “(itu…’cok piet’)” “mmm….Cok piet” ‘e… inoe cok piet “(‘e… di sini ‘cok piet’)” “Sama syit…cok piet” “(sama juga… ‘cok piet’)” “Sunat, man ka biasa kheun cok piet” “(sunat, sudah biasa bilangnya ‘cok piet’)” “Sunat aneuk inóng aju…” “(ya… sunat anak perempuan)”

Untuk peserta FGD yang melakukan sunat anak perempuannya ke dukun bayi juga mengatakan istilah sunat perempuan yang sering digunakan adalah “cok piet”. “Cok piet…” “Cokpiet…” “Geucok piet…” “Cok piet…” “Hana, hai sunat syit…” “(ga ada, yaa… sunat juga…)” “Geucok piet… “Hai ata aneuk miet nyan ken wajar, ken na syit tapeugahpeugah…” “(‘diambil serangga’ yaa… punya anak kecil kan wajar, kan ada juga kita sebut-sebut itu…)” “Cok piet…” “Geucok piet…” Universitas Indonesia


61

Istilah sunat perempuan yang sering digunakan adalah cok piet, yaitu mengambil hewan sejenis kutu (kutu busuk) pada klitoris. “Meunye aneuk inóng geukheun cok piet, laén dari pada nyan hana…” “(kalau

anak perempuan katanya cok piet, selain itu ga ada…)” “Cok piet geukheun” “(cok piet katanya)”

Para informan kunci juga memberikan jawaban yang sama dengan informan yang lain mengenai istilah sunat perempuan yang sering digunakan yaitu “cok piet”. “Kalau untuk wilayah ini tidak ada ya… Hana… istilah jih pane, sunat cok piet” “(kalau untuk wilayah ini tidak ada ya… ga ada… istilahnya mana, sunat cok piet)”. “Sunat… Bahasa Acehnya cok piet” “Hana, sunat syit aju. Man hai geukheun cok piet” ”(ga ada, sunat juga… Cuma katanya cok piet) “cok piet”…

Mengenai hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan kebiasaan masyarakat setempat atau budaya pada masyarakat yang berada di wilayah/tempat dilakukannya FGD ke tenaga kesehatan, para informan mengatakan sangat menghargai adat dan sunat perempuan sudah dilaksanakan secara turun-temurun. “menoe aju takheun, adat itu tidak boleh dilecehkan, lagee nyan, tapi harus tajalani…” “(Begini aja kita bilangnya, adat itu tidak boleh dilecehkan, seperti itu tapi harus dijalani)” “ka geuanjurkan lé ureung tuha-tuha, ka kebiasaan dari jameun-jameun geuyue peusijeuk lee béók, seugolom peusunat” “(sudah dianjurkan oleh orang tua-tua, sudah kebiasaan dulu disuruh tepung tawari dulu, sebelum disunat)” “Nyan ata dari tradisi tanyoe. Ata dari turón-teumurón…” “(itu tradisi kita punya. Sudah turun-temurun)” “dari jameun ken meunye ureung inóng geusunat…” “(dari dulu kan kalau perempuan disunat…)” “ka kebiasaan, mungken adat ka lagee nyan. Jadi, jeut takheun ken wajéb ka wajéb, han tapeusunat ka geudhót teuh, ka geupeugah nyan…. Tapi meunye keu wajéb ka tapeuwajéb aju. Hai ka mandum harus na, harus… ken ka wajéb, ka adat miseu.” “(sudah kebiasaan, mungkin adat sudah seperti itu. Jadi boleh dibilang bukan wajib sudah menjadi wajib, ga kita sunat dimarahin kita, sudah dibilang itu… tapi kalau wajib yaa…sudah diwajibkan lah… semuanya harus sunat, harus… kan sudah wajib itu? Sudah adat.)” Universitas Indonesia


62

“ata ka turón-teumurón ‘eh?” ”(sudah turun-temurun yaa?)” “ka kebiasaan menan ken, ka tapubuet karena ka biasa. Miseu ka adat miseu” ”(sudah kebiasaan kan, kita melaksanakan karena sudah biasa. Misalnya sudah jadi adat lah…)”

Para informan FGD yang ke dukun bayi, mengatakan bahwa sunat perempuan bila dikaitkan dengan kebiasaan masyarakat sudah dilaksanakan secara turun-temurun, tidak pernah tidak ada yang tidak sunat dan didahului dengan adat “peusijuek” yaitu acara tepung tawar. “Meunye inoe ka turón-teumurón dari jameun keu jameun ken? Man tanyoe meunye hana tapeuget nyan manteng meurasa teurikat, meuseu meunan…” “(kalau di sini sudah turun-temurun dari jaman ke jaman kan? Cuma kita kalau belum melakukan itu (sunat) masih merasa terikat, seperti itu…)” “Walaupun hukóm jih mubah teutap lagee wajéb. Karna dari nenek moyang tanyoe hana pernah hana yang hana…” “(walaupun hukumnya mubah tetap seperti wajib. Karena dari nenek moyang kita ga pernah ga ada yang ga (sunat) …)” “Adat bak tanyoe meuseu jih na geu tepung tawar, geupeusijuek ‘eh? Na bulukat atau payéh, geubi seudeukah keu ureung yang peusunat nyan…” “(adat kita misalnya ada ditepungtawari, ‘geupeusijuek’ ya? ada ketan atau pulut, memberikan sedekah kepada orang yang melakukan sunat itu…)” “Nyan ata ka turón-teumurón, dari nenek moyang tanyoe kana ata nyan…” “(itu kan sudah turun-temurun, dari nenek moyang kita sudah ada itu…)”

Hasil wawancara dengan informan ibu yang melakukan sunat ke tenaga kesehatan mengatakan bahwa sunat perempuan itu merupakan budaya orang islam yang harus disunat dan sudah menjadi kebiasaan turun-temurun. “Meunye sunat aneuk inóng jih ken tanyoe ken budaya, budaya ureung Islam, lelaki dan perempuan harus sunat…” “(Kalau sunat perempuan itu kan budaya, budaya orang Islam, laki-laki dan perempuan harus disunat…)” “Man meunye ret adat pih payah sunat aneuk manyak... Adat ka turónteumurón…” “(kalau dari segi adat pun harus disunat anak kecil… adat sudah turun-temurun…)”

Berdasarkan informasi mengenai keterkaitan sunat perempuan dengan adat setempat, maka mayoritas informan kunci mengatakan sunat perempuan itu sudah menjadi tradisi turun-temurun dari nenek moyang yang selalu diawali dengan acara tepung tawar sebelum melakukan sunat. Universitas Indonesia


63

“Emang udah tradisi… masyarakat Aceh umumnya udah tradisi, mereka anak perempuan memang harus dilakukan sirkumsisi. Walaupun tidak ada acara besar-besaran. Itu memang budayanya….” “Meunye adat bak tanyoe memang… memang harus disunatkan, memang di… peue geukheun, memang… geuyue le keluarga, le ureung syik jih nyan…” “(kalau adat di tempat kita memang… memang harus disunatkan, memang di…apa tu namanya, memang… dianjurkan oleh keluarga, oleh orangtuanya itu…)” “syit ka turón-teumurón, hai syit ka jameun ken… nek lón, trok bak lón, ken nye? Man trók i miyub bak nyan, nyan hom… han ék tatu’oh lé, hom yih… bak-bak nek moyang jameun ken syit lagee nyan. Syit geuba breuh pade, geumee bulukat ngen tumpoe, geumee sinijuek, geumee boh kruet. Geupeusijuek. Nyan…” “(memang sudah turun-temurun, memang sudah dari jaman dulu kan… nenek saya, sampai ke saya, iya kan? Cuma sampai kebawah nanti, entahlah… itu ga tau… dari nenek moyang dulu memang sudah demikian. Dengan membawa campuran beras dan padi, ketan dan tumpoe (kue terbuat dari tepung ketan yang dimakan bersama ketan), dedaunan (untuk acara tepung tawar), jeruk purut. Di ‘peusijuek’ (tepung tawar)”

Sedangkan informan yang dari tokoh agama mengatakan bahwa sunat perempuan itu murni dari perintah agama, dan bukan termasuk adat-istiadat. “Sunat nyan butoi-butoi ata suruhan geutanyoe nyan, ken adat nyan, hana itameng bak adat nyan…” “(sunat itu benar-benar suruhan kita itu, bukan adat, bukan termasuk ke dalam adat itu…)”

Terkait ritual yang dilakukan sebelum melakukan sunat perempuan, mayoritas informan mengatakan ditepungtawari dan dibacakan doa. “Geupeusijuek… Na geubaca doa lé ureung peusijuek tapii watee peusunat eunteuk na geubaca doa syit lom…” “(di tepung tawari… dibaca do’a oleh orang menepungtawari, tapi nanti waktu menyunat dibaca doa lagi…)” “nyan geujeh bulukat, geupakek breuh-pade. Geusipreuk ie bungong nyan, lagee nyan manteng…” “(disiapkan ketannya, campuran beras dan padi. Dipercikkan air bunga, cuma itu aja…)” “Meupeusijuek ilee i rumoh…” “(ditepungtawari dulu di rumah)” “geusipreuk breuh padé, dua minggu kemudian geupeusunat, hana trép-trép.” “(dipercikkan campuran beras dan padi, dua minggu kemudian di sunat, ga lamalama.)” “Lón baroesa lheuh kupeusijuek, lheuh lhee uroe kuba kenoe kupeusunat aju” “(saya hari itu setelah saya nepungtawari, setelah tiga hari saya bawa ke sini untuk saya sunatkan)” “geuyue peusijuek béók nyan baró geupeusunat” ditepungtawari dulu habis itu baru disunat)”

“(dianjurkan

untuk



64

“Tapeusijuek ilee béók, lheuh nyan watee geusunat euntreuk na geubaca do’a syit…” “(ditepungtawari dulu, setelah itu, waktu disunat nanti ada dibaca doa lagi…)”

Para informan yang ke dukun bayi mengatakan sebelum melakukan sunat, anak perempuan tersebut ditepungtawari terlebih dahulu, kemudian dukun bayi memberikan nasehat yang baik-baik dan mensyahadatkan karena sunat perempuan itu merupakan pintu masuk agama Islam. “Hai geupeugah euntreuk jak beut, geukheun Al-Fatihah, nak careng… meuseu geukheun ken, lón nyak ken… ku peusunat kah nak careng kajak beut, masók Islam, syuruga geubi lé Allah, nyan meunan geupeugah, laén hana geupeugah ku-eu sapeue-sapeue…” “(dinasehatin nanti pergi ngaji ya, membaca Al-Fatihah, agar pintar… misalnya dibilang, saya nak kan… saya sunatkan kamu supaya pintar di tempat ngaji, masuk Islam, dikasih surga sama Allah, seperti itu dikatakan, lainnya ga dibilang apa-apa saya lihat…)” “lheuh geupeu-ucap eunteuk geupeusunat aju keudroe geuh…” “(setelah disyahadatkan nanti disunat oleh beliau)” “Geupeu-ucap geukheun asyhaduallaa ilaaha illallaah, geupeureunoe aneuk miet, geupeusijuek euntreuk, peuget bulukat kamoe…bi seureukah keu gobnyan…” “(disyahadatkan, dibacakan asyhaduallaa ilaaha illallaah, diajarkan anak tersebut, nanti ditepungtawari, kami buatkan ketan… memberikan sedekah kepada beliau)” “Geupeugah lé masyik jéh meuseu jak beut…jak sikula, nyankeuh meunan geupeugah, geurayu-rayu meunan…” “(dibilang sama nenek itu misalnya pergi ngaji, pergi sekolah, seperti itu yang disampaikan, dirayu-rayu gitu…)” “Geupeu-ucap dua kalimah syahadat asyhaduallaa ilaahaillallaah, waasyhaduannaa muhammadarrasulullaah, ka peutameng dalam Islam. Hai memang ka tameng tapi untuk mengucap dua kalimah syahadat lom.” “(disyahadatkan dua kalimah syahadat asyhaduallaa ilaahaillallaah, waasyhaduannaa muhammadarrasulullaah, sudah dimasukkan ke dalam Islam. Memang sudah masuk Islam tapi untuk mengucap dua kalimah syahadat lagi.)” “Kamoe inoe meupeusijuek… alheuh nyan lom meupeuget bulukat, peusuón ateuh ulee, nyan meubi seudeukah keu ureung yang peusijuek nyan, nyan kakeuh ka lón seurahkan keu Wak Lamah untuk geupeusunat…” “(kami disini menepungtawari, menyiapkan ketan, meletakkan diatas kepala, memberikan sedekah kepada orang yang melakukan sunat itu, setelah itu saya serahkan kepada Wak Lamah (nama panggilan tukang sunat yang bernama Salamah) untuk disunat. “Na geubaca astaghfirullaahal ‘adzim… seulaweut… meu lhee krek sapeu nyan meunan… Pokok jih geupeusunat watee ka lancar i meu-ucap dua kalimah syahadat” “(ada dibacakan astaghfirullaahal ‘adzim… shalawat… masingmasing 3 kali, seperti itu… pokoknya disunat saat anak sudah lancar mengucap dua kalimah syahadat)”



65

“…tapeuget bulukat béók, nyan tahei Wak bidan tapeusijuek seugolom tapeusunat” “(… kita buatkan ketan sedikit, setelah itu kita panggilkan Wak bidan (dukun bayi) untuk ditepungtawari sebelum disunat)” “Geupeu-ucap, geupeu-sijuek, geubi nasehat yang get-get…” “(disyahadatkan, ditepungtawari, dinasehatin yang baik-baik…)”

Menurut pengakuan informan yang dilakukan wawancara mendalam mengatakan sebelum dilakukan sunat, ritual yang sering dilaksanakan adalah menepungtawari, membaca do’a, shalawat, beberapa ayat dari Al-Qur’an dan mensyahadatkan anak yang hendak disunat. “Tanyoe seugolom sunat ken na peuget peusijuek, nyan dari peusijuek nyan tanyoe tahei ureung tuha, ureung tuha nyan yang jeut beut lah, yang jeut sikrekdua krek masalah Al-Qur’an, jadi watee peusijuek nyan geubaca-baca peu-peu yang jeut geuh, baca do’a, Al-Fatihah, Qul huwallaahu ahad, seulaweut, eunteuk geupeuucap dua kalimah syahadat” “(kita sebelum sunat kan ada acara tepungtawar, dari situ kita panggilkan ‘orang tua’, orang tua itu yang bisa ngaji lah… yang mengerti satu-dua masalah Al-Qur’an, jadi saat tepungtawar itu dibaca-baca apa yang bisalah, baca do’a, Al-Fatihah, Qul huwallaahu ahad, shalawat, nanti diajarkan dua kalimah syahadat)” “Geupeusijuek ilee phón sira geubaca do’a… meunye kalheuh geupeusijuek nyan baró tajak mé bak Ibuk….” “(ditepungtawari dulu yang pertama sambilan dibaca do’a… kalau sudah selesai ditepungtawari baru kita bawa ke Ibu…(bidan))”

Berdasarkan informasi dari informan kunci mengenai ritual yang dilakukan sebelum melakukan sunat mengatakan sama seperti yang telah disampaikan oleh informan lain, yaitu menepungtawari, dibacakan syahadat, shalawat dan do’a. “itu… peusijuek… ditepungtawar aja… cukup dengan payéh sipót meunye bahasa Aceh. Udah selesai… tidak ada undangan seperti anak laki-laki… tidak ada…” “Kita baca dua kalimah syahadat, kemudian kita baca do’a untuk sunatnya… (probing): boleh dibaca kak doanya? Seperti ini A’udzubillaahi minasyaitanirrajim. Bismillahirrahmanirrahim. Bismillah wabillah waminallah wa‘ala millati Rasulillah SAW. Itu saya dapat do’a dari Abu H. Utsman Kuta Krueng” “Hai peusijuek, peusu-òn bulukat, peubreuh pade, geurhom syaitan nyak bek didaya, peu-ingat aneuk manyak nyan miseu nyoe, tanyoe nyoe ka tameung Islam. Bek suót-suót Ma, bek suót- suót Ayah. Nyoe tanyoe jak sikula jak beuet. Bek maên-maên ngen aneuk agam, hareum…. Lheuh nyan takheun astaghfirullahal ‘adzim. Alladzi laa ilaaha illaa huwal hayyal qayyuuma wa atubu ilaih.. meu-ucap dua kalimah syahadat. Allahumma shalli ‘ala saidina Universitas Indonesia


66

Muhammad wa’ala ali saidina Muhammad wa’ala ali Ibrahim. Fil ‘alamiina innaka hamidummajiid. Alheuh nyan tacok aju. Nyan jeut taniet aju. Sunat Ti sarah peusunat Ti Hajar…” “(yaa… tepungtawari, menyiapkan ketan, menyampuri beras dengan padi, melempar syaithan agar ga didaya… mengingatkan si anak tersebut, misalnya kita sudah masuk Islam. Jangan berbantahan dengan ibu, jangan berbantahan dengan ayah. Kita harus pergi sekolah, ngaji. Jangan main dengan anak laki-laki, haram… setelah itu kita bacakan astaghfirullahal ‘adzim. Alladzi laa ilaaha illaa huwal hayyal qayyuuma wa atubu ilaih.. meu-ucap dua kalimah syahadat. Allahumma shalli ‘ala saidina Muhammad wa’ala ali saidina Muhammad wa’ala ali Ibrahim. Fil ‘alamiina innaka hamidummajiid. Setelah itu kita ambil aja… bisa kita niatkan sunat Siti Sarah menyunat Siti Hajar. “Peusijuek… peusijuek nyan simpuna geukheun. Ladom ureung na geupeusijuek, ladom hana. geu su-op bubulukat, geupeusijuek yih, do’a peusijuek nyan pih na…” “(tepungtawari, tepungtawari itu untuk kesempurnaan katanya. Sebagian orang ada yang ditepungtawari dan sebagian lagi ga ada. Dikukuskan ketan, ditepungtawari anak itu, doa untuk menepungtawari itupun ada…)”

5.4.3 Faktor Pemungkin (Enabling factor) Yaitu faktor yang memungkinkan terlaksananya suatu perilaku. Yang termasuk ke dalam faktor ini adalah tenaga pelaksana. Mengenai jasa yang diterima oleh tukang sunat dari tindakan sunat perempuan, para informan mengatakan memberikannya seikhlasnya saja, seberapa yang ada/seadanya, berkisar antara sepuluh sampai dua puluh ribu. “biaya hana le geulakee watee geusunat, paleng cuma meunan tajók bacut meunan” “(biaya ga banyak diminta waktu sunat, paling cuma kita kasih sedikit gitu)” “Sang lawét nyoe ka dua plóh…” “(selama ini mungkin sudah dua puluh… (Rp. 20.000,-)” “Siploh ribee” “(sepuluh ribu) (Rp. 10.000,-).” “Ubéna tame, man meunye dit that ken hantatijeut mé syit…” “(seberapa kita kasih, cuma kalau sedikit kan ga berani juga kita kasihnya…)” “Antara siplóh ngen dua plóh…” “(antara sepuluh dengan dua puluh)” “Hana tingat lé, pokok jih hana le…” “(ga ingat lagi, pokoknya ga banyak…)” “Ubé ikhlaih, nyankeuh dupnan ta sumbang…” “(seberapa ikhlas, yaa… sebanyak itu yang kita sumbang)” “Hai, ubéna mudah, lagee gob mé-mé…” “(yaa, seadanya, seperti orang lain kasih-kasih…)”



67

Para informan yang ke dukun bayi mengatakan, jasa yang diterima oleh tukang sunat dari tindakan sunat perempuan adalah mereka memberikannya seikhlasnya saja, seberapa yang ada, berkisar antara dua puluh ribu hingga lima puluh ribu. “Ubébé tame teuh… (probing): Biasa jih padum kak kira-kira? meu ét lhee plóh ken beuna” “(seberapa yang kita kasih… (probing): biasanya berapa kira-kira kak? Harus ada lah tiga puluh (Rp. 30.000,-)” “Beurangkadum yih, hana geupatok gobnyan…” “(seberapa yang ada, beliau ga menentukan)” “Beurangkadum jeut… (Probing): Biasa jih padum kak kira-kira? hai paléng hana meu lhee plóh…” “(seberapa yang ada, bisa….(Probing): biasanya berapa kak kira-kira? Ya… paling sedikit tiga puluh lah….(Rp. 30.000,-)” “…inisiatif droe teuh padup ta meuseudeukah meunan ‘eh…” “(… inisiatif kita sendiri berapa yang mau kita sedekahkan, kan gitu yaaa….)” “Limóng plóh ribee… (probing): seulaén nyan, padum na kak? mmm…. Pokok jih di ateuh dua plóh ribee…” “(lima puluh ribu…(probing): selain itu, berapa kak? Mmm… pokoknya diatas dua puluh ribu…)” “Hai ubéna mudah, nyan keuh dup nan tame… meunye dimiyub dua plóh han tatijeut mé syit…” “(yaa… seadanya, yaa segitu yang kita kasih… kalo di bawah dua puluh ga berani juga kita kasihnya…)” “Nyan teuseurah tanyoe ubéna tamé… Man biasa jih lhee plóh peut plóh…” “(itu terserah kita seberapa kita kasih… tapi biasanya tiga puluh empat puluh…)” “Ubé ikhlaih tanyoe…” “(seikhlas kita…)”

Informasi yang didapatkan dari informan yang dilakukan wawancara mendalam adalah sekitar sepuluh ribu hingga dua puluh ribu saja yang diberikan jasa terhadap tindakan sunat yang dilakukan, walaupun bidan tersebut tidak menentukan jumlah yang harus dibayar. “Ibuk hana geupeugah padum, man tanyoe taba paléng hana, beunalah meudua plóh…” “(ibu ga bilang berapa, tapi kita kasihnya paling ga’, ada lah dua puluh…(Rp. 20.000,-)” “Ubé ikhlaih tajók béók, meuseue lagee gob mé aju… jeut takheun ét siplóh dua plóh…” “(seikhlasnya kita kasih, misalnya kaya’ orang-orang lah… boleh dibilang sepuluh dua puluh (Rp. 10.000 sampai dengan Rp. 20.000,-)”

Berdasarkan wawancara dengan informan kunci (bidan), juga mengatakan seperti yang telah disampaikan oleh informan sebelumnya, mereka mengatakan



68

jasa yang diterima tergantung kemampuan keluarga pasien, yaitu sekitar sepuluh ribu sampai dengan dua puluh ribu. “Nah… Sekarang kan ada JKA dan Jampersal jadi serba gratis… mereka memberikan seikhlas mungkin. Kita tidak pungut biaya. Seikhlas mungkin berapa yang dikasih…(probing): biasanya berkisar berapa kak? Ga banyak, sepuluh ribu…” “Tergantung kemampuan orang tua, berapa yang ikhlas… (probing): biasanya berkisar berapa kak? Minimal sepuluh atau dua puluh ribu…”

Sedangkan dari dukun bayi tidak menyebutkan angka nominal yang diterima dari tindakan sunat yang dilakukan. “Ibi keu lón? Lón hana lón tueng upah, lón.. lón ibadat. Maka ban saboh nyan ijak eu lón… Sereukah ken ube ék ibi. Ibi ube na mudah kakeuh na. Meunye hana, lagee yang gasien-gasien syit meu lon tueng tan”. “(dikasih ke saya? Saya ga ngambil upah, saya…saya ibadah. Makanya, dimanapun tempatnya, saya yang dipanggil…sedekah kan seberapa yang dikasih. Dikasih seadanya ya sudah. Kalau ga punya, seperti yang miskin-miskin memang ga saya terima)”

5.4.4 Faktor Penguat (Reinforcing factor) Yaitu faktor yang penyerta perilaku yang memberi ganjaran, insentif atau hukuman atas perilaku dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku itu. Yang termasuk ke dalam faktor ini adalah dukungan keluarga dan dukungan tokoh Informan FGD ke tenaga kesehatan mengatakan dukungan yang diberikan keluarga terhadap perlakuan sunat perempuan adalah sering diingatkan dan dianjurkan oleh nenek, ibu dan kakak. Mayoritas yang mengantarkan anaknya untuk disunat adalah informan sendiri, sebagian kecil juga ikut diantar oleh suami. “Lon jak kedroe aju, linto baró no komen. Hana geutham pih. Hana sapue. Kak, na geupeuingat sabé” “(saya antar sendiri, suami no komen. Ga ngelarang pun, ga apa. Kakak selalu mengingatkan)” “Lón jak ba keudroe aju, mak na syit geupeu-ingat sabé…” “(saya antar sendiri, ibu ada juga mengingatkan selalu)” “Meunye lintó seutuju-seutuju manteng, man meunye jak ba, meujak keudroe aju kamoe, jak ba aju lagee nyan” “(kalau suami setuju-setuju saja, tapi kalau yang mengantarkan, kami sendiri, antar aja… seperti itu…)” “Na geuyue lé mak, geupeugah geyue peusunat keudeh” “(ada dianjurkan ibu, katanya sudah bisa sunat)” “Nek yang peuingat-ingat. Mak, mak lagee nyan syit…geuyue ba, geuyue peusunat aju, nak meutamah rayeuk. Meunye jak ba lón droe aju, eunteuk geuintat lé Lintó, hai sabeub tajak ngen Honda…” “(nenek yang sering Universitas Indonesia


69

mengingatkan. Ibu, ibu begitu juga… suruh bawa… suruh sunat, biar cepat besar. Kalau yang mengantarkan saya sendiri, nanti diantar suami,karena perginya dengan kenderaan roda dua…)” “watee geumé jih ken buet lón mé, mak yang mé…” ”(waktu ngantar dia, bukan saya yang ngantar, ibu yang ngantar…)” “Mak mendukung, geuyue syit lagee nyan. Sabeub ata ka turón-teumurón ‘eh, ken ka geupeugah tanyoe ata baró-baró nyoe…” “(ibu mendukung, disuruh juga, seperti itu. Karena sudah turun-temurun ya… kan disampaikan ke kita yang barubaru ini…)” “Geupeu-ingat-ingat syit lé ureung awai…” “(Diingat-ingatkan oleh orang duludulu…)”

Menurut informan yang ke dukun bayi mengatakan dukungan yang diberikan oleh keluarga, para informan mengatakan selalu diingat-ingatkan oleh ibu dan nenek. Diantarkan oleh informan sendiri dan ada juga ibu (nenek si anak) yang ikut mengantarkan. Disuruh dan diantarkan oleh suami. Memanggil dukun bayinya ke rumah. “…meujan-jan lé mak teuh geupeu-ingat…” “(kadang-kadang ibu yang mengingatkan)” “Hai watee tapeusunat ken geubi peng-peng lé gobnyan…” “(yaa… waktu kita sunat kan yang kasih uang kan beliau (suami maksudnya)…)” “Geuyue syit lé ureung agam, hai geupeu-ingat lé ken…” “(disuruh juga oleh orang laki (suami), yaa… mengingatkan kan…)” “Lón mak jak intat, nek ‘eh? Meunye lintó hana geupeuingat…” “(saya diantar oleh ibu, kalau suami ga pernah mengingatkan)” “meunye intat aneuk miet biasa droe teuh, hai meunye aneuk ubeut biasa geu ba lé nek jih ataupun watee keuneuk ba geupeu-ingat karna golom pernah, hana jeut keu peungalaman lom, meunye ureung kana saboh dua lhee nyan hana peu peugah lé… Syit kana lam ulee aju…” “(kalau yang mengantarkan si anak biasanya kita sendiri, kalau anak masih kecil diantar oleh neneknya ataupun saat mau dibawa (untuk disunat) diingat-ingatkan terus karena belum pernah, belum berpengalaman, kalau orang sudah punya (anak) satu dua tiga ga perlu dibilang lagi… memang sudah dalam kepala…)” “… Ladóm tayue jak u rumoh, ladom tame bak gobnyan… Meunurót tayue…” “(…sebagian kita panggilkan ke rumah, sebagian kita bawa ke sana… menurut yang kita suruh…)” “Hai meunye juóh rumoh geujak intat, meunye toe pané geujak intat saré, jak aju keudroe teuh…” “(yaa… kalau rumahnya jauh diantar (maksudnya diantar oleh suami), kalau dekat mana ada diantar, kita pergi aja sendiri…)” “Lón geujak ba lé nek… geuba lé mak, eunteuk geujak nek…” “(saya diantarkan nenek… diantarkan oleh ibu nanti datang nenek…)” Universitas Indonesia


70

Jawaban yang diberikan informan yang dilakukan wawancara mendalam mengatakan yang mengantar adalah dirinya sendiri, yang mengingatkan adalah ibunya, pernah juga ikut mengantarkan karena informan tidak berani mendampingi anaknya yang ingin disunat. dan biaya untuk sunatnya diberikan oleh suaminya. “Droeteuh aju jak ba meunye katrok watee, mak na syit geupeuingat-ingat” “(kita sendiri yang mengantarkan kalau sudah waktunya, ibu ada juga mengingatingatkan)” “Yang bi biaya ureung agam, yang jak ba ureung inóng… biasa Mak yang peuingat-ingat… man lón yue ba siat bak gobnyan, droe teuh pih han tatijeut…” “(yang memberikan biaya kan orang laki (suami) yang mengantarkan orang perempuan… biasanya ibu yang mengingatkan… tapi saya minta antarkan aja sama beliau (ibu), saya sendiri ga berani…)”

Para informan kunci mengatakan dukungan yang diberikan keluarga adalah mengantarkan, termasuk yang mengendarai kenderaannya, membantu dalam melakukan tindakan, membujuk-bujuk si anak dan diingatkan oleh nenek si anak. “mereka menyambut sportif saya liat… kalo anaknya sudah saatnya di sunat… itu yang mengantar si Ibu, yang membawa transportasinya pun si Ibu… yang membantu dalam melakukan tindakan juga si Ibu…” “Dukungan jih, ureung syik jih geuba aneuk gobnyan, malah geu… geu… geusanjóng-sanjóng nak item…” “(dukungannya, orangtuanya membawa anaknya, malahan dibujuk-bujuknya agar mau…)” “Hai geupeuingat-ingat lé nek yih, peu hana kajak ba aneuk keuh lom geukheun bak mak yih… eunteuk ken ka ijak ba lé mak aneuk manyak nyan…” “(yaa… dingatkan oleh neneknya, apa belum dibawa anaknya (untuk disunat) ditanya ke ibunya… nanti kan sudah dibawa oleh ibunya si anak tersebut…)” “Yang phón lee ken tapeuingat mak yih, eunteuk watee jak ba sunat biasa ngen soe yang meukumat aneuk miet…” “(yang pertama kan kita ingatkan ibunya, nanti saat mau disunat biasanya dengan siapa yang paling dekat si anak itu… )”

Informan FGD yang ke tenaga kesehatan mengutarakan mengenai keikutsertaan tokoh agama dalam mengajak atau menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat pada anak perempuan, mayoritas informan mengatakan tidak pernah disampaikan materi khusus mengenai sunat perempuan. “dari Teungku pih hana geupeugah geyue pih sunat nyan. Yang na peuingatingat nyankeuh pihak keluarga” “(dari Ustadz pun ga pernah dibilang, disuruh melakukan sunat itu. Yang mengingatkan itulah pihak keluarga)” Universitas Indonesia


71

“hana geupeugah-peugah masalah sunat aneuk manyak nyan” “(ga dibilangbilang masalah sunat anak perempuan itu)” “Hom… sang hantom geuepeugah-peugah” “(entahlah… kaya’nya ga pernah disampaikan)” “Sang hana sang, hana sang lom ‘eh?” “(sepertinya ga ada kaya’nya, ga pernah kaya’nya yaa?…)” “Meunye bak awak kamoe beut sang hana lom” “(kalau ditempat pengajian kami kaya’nya belum pernah)” “Hana, hana lom peurnah…” “(ga… ga… pernah)”

Sementara sebagian kecil informan yang lain mengatakan tidak tau. “mmm….Hana lón tupeue…” “(mmm… saya ga tau…)” “Hana sang, man hom syit, hana tatupeue sabab…” “(ga kaya’nya, tapi entahlah… ga ngerti sebabnya…)”

Para informan FGD yang ke dukun bayi mengatakan tidak pernah mendengar mengenai sunat perempuan, mereka diingatkan oleh orang tua-tua dulu, termasuk ibunya juga pernah mengingatkan dan lebih kepada kemauan sendiri. “hana ta deunge na geupeugah masalah sunat ‘eh? (probing): meunye hana soe yang ajak atau yang yue sunat aneuk inóng nyan?Hai dari ureung awai-awai…” “(ga pernah dengar ada disampaikan mengenai sunat ya? (probing): kalau tidak pernah, siapa yang mengajak atau yang perempuan itu? yaa… dari orang duludulu…)” “Hana… (probing): meunye hana soe yang ajak atau yang yue sunat aneuk inóng nyan?…meujan-jan lé mak teuh geupeu-ingat…” “(ga ada… (probing): kalau tidak pernah, siapa yang mengajak atau yang perempuan itu? Kadangkadang ibu kita yang mengingatkan…)” “Pané? Kemauan droeteuh… haté droeteuh nah… Meunye lam majlis ta’lem jareung lón jak, karna na aneuk ubeut ‘eh…” “(Mana ada? Kemauan kita lah… hati kita sendiri… kalau dalam majlis ta’limsaya jarang datangnya, karena ada anak kecil kan?)”

Sebagian kecil informan mengatakan pernah disampaikan sebagai kemuliaan dalam Islam dan untuk furqan yang membedakan orang muslim dan non muslim, walaupun tidak memfokuskan bab sunat, tapi jika hanya berkenaan akan disampaikan. “Na, na syit geupeugah-geupeugah lagee-lagee nyan, tanyoe harus sunat syit, sebagai kemuliaan, apalagi ummat Islam, hanjeut hana... Memang Teungku nyan Universitas Indonesia


72

hana geufokuskan hana... watee tróh masalah nyan. na memang geupeugah, bakbak kitab” “(pernah, pernah juga disampaikan seperti itu, kita harus sunat juga, sebagai kemuliaan, apalagi ummat Islam ga boleh ga sunat… memang Ustadz itu ga memfokuskan ga saat sampai di masalah itu, memang ada disampaikan, di kitab-kitab)” “Hai tanyoe na pernah ta beut-beut, na ta dinge-dinge lam hukóm kitab lagee nyan ken? Meuseu jih tapubuet talaksanakan khitan nyan nyak furqan…” “(yaa… kita pernah ngaji-ngaji, pernah kita dengar-dengar dalam kitab seperti hukumnya itu? Misalnya kita laksanakan khitan itu supaya ‘furqan’ (beda antara orang Islam dan kafir)”

Informan yang dilakukan wawancara mendalam mengatakan tidak pernah mendengar ada pembahasan mengenai sunat perempuan dan ada juga yang mengatakan tidak tau karena tidak hadir pengajian dikarenakan ada anak kecil. “Bak pengajian kelompok rame-rame hana keucuali sunat ureung agam…” “(di pengajian kelompok ramai-ramai ga ada kecuali sunat orang laki-laki…)” “Tanyoe na aneuk miet jareung tajak, meuseu malam, na ureung tuha-tuha… man tanyoe na aneuk manyak ubit manteng ken hanjeut tajak, jadi hana tatupeu peu na geupeugah masalah sunat nyan?” “( kita punya anak kecil, jarang hadir, misalnya malam, ada orang tua-tua… cuma kita punya anak yang masih kecil kan ga bisa hadir, jadi ga tau apa pernah disampaikan masalah sunat tersebut?)”

Informan kunci dari bidan puskesmas mengatakan tidak tahu mengenai adanya ajakan atau anjuran melakukan sunat perempuan oleh tokoh agama. “ga tau…”

Akan tetapi, mayoritas informan kunci mengatakan tidak pernah disampaikan mengenai sunat perempuan dalam pengajian. “Selama kak jak beut majlis ta’lem. Tapi hana pernah trok lom bak masalah nyoe…” “(selama kakak menghadiri pengajian majlis ta’lim. Tapi belum pernah sampai ke masalah ini…)” “hana… hantom. Hai na geupeugah bak-bak kitab masa-ilai ken na… peu geupeugah syit ka tatupeu tanyoe ureung Islam…” “(ga…ga pernah. Tapi kan ada di kitab ‘Masaa-ilal Muhtadi’ kan ya?... untuk apa dibilang memang kita sudah tau kita orang Islam)”

Dan tokoh agamanya sendiri mengatakan tidak pernah mendalami dalildalil mengenai sunat perempuan, baik yang bersumber dari Al-Qur’an maupun dari hadits-hadits.



73

“Na… Tapi karna i lón hana that lón jak ateuh nyan, surah manteng bagi ureung yang dinge ken, meunan… hana lón cok surat-surat jih abéh-abésan nyan hana.” ”(pernah… tapi karena saya ga membidangi masalah tersebut, saya jelaskan aja bagi siapa yang mau dengar kan begitu… ga saya dalami surat-suratnya secara mendalam ga…(maksudnya tidak mendalami dalil dari Al-Qur’an dan hadits.)”



BAB 6 PEMBAHASAN 6.1

Keterbatasan Penelitian Pembahasan tentang keterbatasan penelitian bertujuan agar dapat

memberikan gambaran pengertian yang menyeluruh mengenai hasil yang diperoleh dalam penelitian. Dalam proses penyelesaian penelitian ini, ada beberapa hambatan dan keterbatasan penelitian yang ditemui dalam melakukan pengumpulan data, di antaranya adalah: 1. Pada penelitian ini, peneliti mengalami keterbatasan dalam memilih informan yang memilki usia, jumlah anak dan tingkat pendidikan yang homogen pada ibu-ibu rumah tangga. 2. Pada saat melakukan FGD terhadap ibu-ibu yang mempunyai anak perempuan usia 1-5 tahun dan melakukan sunat ke tenaga kesehatan dan ke dukun bayi, kegiatannya berlangsung agak sedikit terganggu karena kegiatan tersebut dilakukan di Meunasah/surau yang berdekatan dengan sumber bising jalan kecamatan yang menimbulkan suasana yang tidak kondusif sehingga berefek pada kualitas hasil rekaman yang kurang jelas. 3. Pada saat melakukan FGD, Peneliti sulit memancing peserta yang diam karena sering didominasi oleh peserta yang dominan. 4. Pada saat melakukan wawancara mendalam dengan informan kunci dari bidan praktek swasta, wawancara pertama kali terpaksa dihentikan karena informan mendapat kabar anaknya sakit dan wawancara dilanjutkan lebih kurang sebulan kemudian karena mengalami kendala dalam menentukan waktu. Dan sebahagian hasil wawancara mendalam dengan informan kunci dukun bayi tidak tersimpan dalam rekaman sehingga wawancara juga dilakukan kembali. 5. Peneliti mengalami kesulitan dalam membuat transkrip karena FGD dan wawancara mendalam diwawancarai dengan menggunakan bahasa daerah. 6.2

Gambaran Praktik Sunat Perempuan Sunat perempuan merupakan persoalan serius, baik ditingkat lokal

maupun global. Sebagai satu isu kekerasan terhadap perempuan, pada dasarnya 74



75

sunat perempuan merupakan bentuk pelanggaran atas hak-hak perempuan. Dalam realitasnya, istilah yang menunjuk pada tindakan terhadap alat kelamin perempuan ini mengimplikasikan persepsi, pemaknaan dan variasi tindakan terhadap

alat

kelamin

yang

berbeda-beda

di

berbagai

negara

yang

mempraktikkannya. (Ida, 2005) Berdasarkan hasil penelitian, praktik sunat perempuan ini dilakukan karena adanya permintaan dari masyarakat, terkait pemahaman mereka mengenai sunat perempuan adalah karena ingin melaksanakan perintah agama, untuk kesucian tubuh, menjadi furqan (yang membedakan antara orang muslim dan nonmuslim) dan pengaruh dari pihak keluarga yang sudah menjadi kebiasaan atau tradisi yang berlangsung secara turun-temurun, supaya tidak genit/centil saat anak menjadi dewasa, agar libido seksualnya tidak berlebihan dan untuk percepatan tumbuh kembang anak. Di samping itu para informan juga menilai sunat perempuan ini berdampak positif sama halnya seperti manfaat sunat pada anak laki-laki, yaitu supaya terhindar dari penyakit dan baik untuk kesehatan. Kebiasaan turun-temurun dalam melakukan sunat di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru, sebenarnya masih menimbulkan pemahaman dan pemaknaan yang tidak sama. Beberapa informan mengatakan sunat perempuan itu adalah wajib yang tidak boleh ditinggalkan karena akan berpahala jika mengerjakannya dan berdosa apabila ditinggalkan, sementara beberapa informan yang lain mengatakan hukum sunat perempuan itu adalah sunat, yaitu apabila dikerjakan akan berpahala dan tidak berdosa apabila ditinggalkan. Hanya seorang informan yang mengatakan hukum sunat perempuan itu adalah mubah, artinya apabila dikerjakan tidak akan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan pun tidak akan berdosa, akan tetapi informan tersebut tetap melakukan sunat pada anak perempuannya karena kekhawatirannya terhadap penghakiman sosial oleh masyarakat. Hal tersebut diatas juga ditemukan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ford Foundation bekerjasama dengan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada (2005) yang menyatakan bahwa tingginya angka persebaran sunat perempuan karena masih melekatnya kesalahpahaman



76

masyarakat akan makna tersebut. Bagi masyarakat etnis Madura, sunat perempuan wajib dilakukan sebagaimana laki-laki. (Ida, 2005) Praktik pemotongan atau penyunatan alat kelamin perempuan, atau lebih dikenal dengan istilah female genital mutilation (FGM), banyak terjadi di negaranegara Afrika dan sebagian di Asia, termasuk Indonesia. Kasus terbesar selama ini yang sering kali mendapatkan sorotan dunia, terutama dari para feminis adalah yang terjadi di Sudan. (Ida, 2005) 6.2.1 Usia pada Saat Disunat Sunat perempuan dilakukan oleh sejumlah suku bangsa sebagai suatu tradisi dan dilaksanakan pada awal usia seorang bayi, paling tidak harus dilakukan sebelum akil baligh atau sebelum menikah. ( WHO, 1997) Usia sunat pada anak perempuan di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru berkisar antara 1-5 tahun yang diawali dengan ritual adat dan agama sebelum dilakukannya sunat. Dari hasil wawancara mendalam dengan beberapa informan, usia sunat yang dilakukan bisa diketegorikan menjadi 2 kelompok, yaitu usia 1-2 tahun dan usia 2-5 tahun. Alasan yang diberikan juga berbeda dari 2 kelompok usia tersebut, untuk kelompok usia 1-2 tahun menyebutkan alasannya sebagai berikut: -

anak-anak masih belum mengerti akan hal yang akan dilakukan

-

bisa dibujuk-bujuk sehingga anak tidak takut

-

timbul rasa malu dan khawatir tidak akan mau disunat kalau sudah besar nanti

-

lebih mudah dalam melakukan sunat karena mudah dipegangi

-

masih patuh

-

agar cepat lupa

-

untuk percepatan pertumbuhan dan perkembangan anak

-

untuk memantapkan keyakinan dalam beragama dan beribadah kepada Allah SWT Untuk informan yang melakukan sunat pada usia 2-5 tahun, selain alasan

yang sama seperti di atas, informan juga mengemukakan alasan lain seperti berikut ini: Universitas Indonesia


77

-

belum kelihatan bagian yang akan disunat, jika sunat tersebut dilakukan pada usia di bawah 2 tahun

-

bisa mengucapkan dua kalimah syahadat

-

dan sudah terlihat bagian yang akan disunat

6.2.2 Peralatan Yang Digunakan Untuk Melakukan Sunat Perempuan Berdasarkan hasil penelitian pada ibu-ibu yang melakukan sunat ke tenaga kesehatan, alat yang digunakan oleh tukang sunat untuk melakukan sunat, mayoritas informan mengatakan gunting. Sedangkan informasi yang didapatkan dari ibu-ibu yang melakukan sunat ke dukun bayi mengatakan alat yang digunakan oleh tukang sunat untuk melakukan sunat adalah gunting, pisau silet, ada yang menyebutkan rampagoe (pisau seperti gunting yang digunakan untuk mengiris pinang bagi pengkonsumsi sirih) dan ada pula yang tidak tahu karena tidak melihat ketika sunat dilakukan pada anak perempuan mereka. Hasil penelitian Population Council di enam propinsi yaitu Sumatra Barat, Banten, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Selama 18 bulan (Oktober 2001- Maret 2003) menunjukkan adanya medikalisasi dalam sunat perempuan. Artinya sudah ada keterlibatan tenaga kesehatan, meskipun dimaksudkan untuk mengurangi risiko kesehatan bila dikerjakan oleh dukun bayi atau tukang sunat. Medikalisasi menjadi berbahaya karena digunakan berbagai peralatan seperti jarum, pisau dan gunting untuk melakukan insisi atau irisan (22%) dan eksisi atau pengupasan (72 %). (Budiharsana, 2004) Penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah penelitian Darmayanti (2011) yang menyatakan alat yang paling banyak dipakai adalah gunting (84,3%) dan pisau/silet sebanyak 6,4% yang gunanya untuk memotong sebagian kecil dari klitoris. 6.2.3 Tekhnis Melakukan Sunat Perempuan Motif-motif pelaksanaan FGM di setiap negara seperti yang terjadi di Afrika dan Asia berbeda satu sama lain, namun ada kesamaan motif yang disadari (conscious motives), yakni sebagai pelestarian adat-istiadat dan pemenuhan kewajiban beragama. (Lax dalam Ida, 2005) Universitas Indonesia


78

WHO secara konsisten dan jelas menyampaikan bahwa sunat perempuan dalam bentuk apapun tidak boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan dimanapun, termasuk rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya. WHO berdasarkan etika kesehatan bahwa mutilasi tubuh yang tidak perlu tidak boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan. Sunat perempuan membahayakan dan tidak berguna bagi wanita. Medikalisasi tidak menghilangkan bahaya yang ditimbulkan. Medikalisasi juga cenderung akan mempertahankan tradisi ini. Masyarakat akan lebih yakin dengan anggapan adanya dukungan dan legalitas oleh provider kesehatan. (WHO,1997) Berdasarkan hasil penelitian ini, informasi yang didapatkan dari informan tentang bagian dari organ kelamin yang disunat adalah bagian ujung klitoris dengan ukuran yang sangat kecil sekali dan tidak terlihat bagian yang disunat. Dan informasi dari informan kunci (bidan praktek swasta) yang dilakukan wawancara mendalam mengatakan bahwa praktik sunat perempuan yang selama ini dilakukannya adalah hanya mengkikis sedikit kulit bagian depan dari klitoris tanpa melukai klitoris itu sendiri dan ada yang simbolis saja, tergantung terlihat tidaknya ujung kulit klitoris. Begitu juga yang dikemukakan oleh informan kunci dukun bayi, cara yang dilakukan untuk tindakan sunat adalah mengkikis sedikit dari kulit klitoris (‘cok ukam manok’) dengan pisau kecil (silet) tanpa mengeluarkan darah. Sementara informan kunci yang lain (bidan puskesmas) mengatakan memotong sedikit sekali dari ujung klitoris yang berwarna putih dengan gunting, lebih kurang sebesar menir (neuku’et dalam bahasa Aceh). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rifa’i dalam Sumarni (2001) juga menunjukkan hal yang sama bahwa sunat juga dilakukan secara simbolis oleh dukun dan bidan di Yogyakarta. Penelitian Darmayanti (2011) di Kota Bukit Tinggi Provinsi Sumatra Barat menyatakan bahwa ditemukan dua jenis tipe sunat perempuan yang dilakukan, yaitu dengan cara memotong sedikit dari klitoris sebanyak 55% dan dengan cara membersihkan alat kelamin atau simbolis hanya 6,4%. Undang-undang terbaru tentang sunat perempuan yaitu permenkes No. 1636/Menkes/PER/XI/2010 tertanggal 15 November 2010 menyatakan bahwa sunat perempuan adalah tindakan menggores kulit yang menutupi bagian depan Universitas Indonesia


79

klitoris, tanpa melukai klitoris. Sementara sunat perempuan dilarang dilakukan dengan cara mengkauterisasi klitoris, memotong atau merusak klitoris baik sebagian maupun seluruhnya dan memotong atau merusak labia minora, labia mayora, hymen dan vagina baik sebagian maupun seluruhnya. 6.2.4 Pengobatan Pasca Sunat Berdasarkan hasil penelitian ini, mengenai jenis obat yang diberikan setelah dilakukan tindakan sunat pada anak perempuan, mayoritas informan dan mayoritas informan kunci mengatakan tidak diberikan obat minum, kecuali hanya dioleskan betadin pada bagian bekas sunat. Hanya informan kunci bidan Puskesmas saja yang mengatakan memberikan obat jenis anti piretik seperti paracetamol. Sedangkan minoritas informan yang lain tidak diberikan apa-apa setelah tindakan sunat dilakukan. Penelitian ini berbeda dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ford Foundation bekerjasama dengan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada (2005), menyatakan lebih dari separoh responden menggunakan obat-obat tradisional seperti kunyit, ramuan dedaunan, sisa abu panas, malah ada yang tidak diobati sama sekali. Mereka yang tidak mengobati ini percaya bahwa air kencing akaan dengan sendirinya mengeringkan luka dan perdarahan akibat sunat. Dan yang mengobati dengan pengobatan medis hanya 17,9 %. 6.2.5 Keluhan Setelah Sunat Dampak yang dapat segera terjadi akibat FGM adalah nyeri berat, perdarahan, perlukaan daerah jaringan sekitar, retensi urine, sepsis, syok (akibat kesakitan karena tanpa anastesi maupun perdarahan), tetanus, maupun ulserasi pada daerah genital. Perdarahan massif dan infeksi bisa menyebabkan kematian. (WHO, 1997) Berdasarkan hasil penelitian mengenai keluhan yang sering dikeluhkan anak perempuan pasca sunat, mayoritas informan mengatakan tidak ada keluhan apapun pada anak perempuan mereka setelah disunat dan minoritas mengatakan mengeluh perih pada saat buang air kecil. Sedangkan berdasarkan dari informan Universitas Indonesia


80

kunci (dukun bayi) mengatakan menangis karena takut, mengeluh perih walaupun hanya sebentar tapi keluhan ini tidak begitu berarti bagi mereka. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan kunci, informasi yang didapat adalah mayoritas tidak ada keluhan pasca sunat, karena sunat yang dilakukan tidak menimbulkan luka dan tidak berdarah. Menurut mereka anak-anak yang menangis itu dikarenakan rasa takut. Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Rusmana (2004) di wilayah kerja Puskesmas Sindangkerta Kabupaten Cianjur Jawa Barat, yang menyatakan bahwa mayoritas responden (79,3%) mengatakan tidak terjadi apaapa setelah dilakukan sunat pada anak perempuan, mengatakan sakit setelah disunat 18,3%, mengaku anaknya mengalami perdarahan ringan pada saat dilakukan sunat sebanyak 13,4% dan sisanya 1,2% mengalami bengkak pada alat kelamin bagian luar anak perempuannya setelah disunat. 6.3

Faktor Predisposisi (Predisposing factor)

6.3.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. (Notoatmodjo, 2010) Berdasarkan hasil penelitian mayoritas informan FGD yang melakukan sunat pada anak perempuannya ke tenaga kesehatan mengenai hal yang diketahui tentang sunat perempuan, mayoritas informan mengatakan sunat perempuan itu membuang sedikit dari ujung klitoris, tanpa ada rasa sakit dan wajib dilakukan bagi ummat Islam karena untuk menjaga kebersihan dan kesucian tubuh. Dan informan FGD yang ke dukun bayi mengatakan bahwa sunat perempuan itu ada hubungannya dengan perintah agama Islam yang selalu diawali dengan ritual adat (peusijuek) sebelum melakukan sunat perempuan tersebut dan khawatir akan timbul penyakit jika tidak disunat. Berdasarkan informan kunci (dukun bayi) mengatakan bahwa sunat perempuan tersebut berasal dari sejarah Siti Sarah yang melakukan sunat terhadap Siti Hajar yang keduanya merupakan isteri dari Nabi Ibrahim AS yang kemudian Universitas Indonesia


81

berlangsung turun-temurun sampai sekarang. Hukum melakukannya adalah sunat, dengan diawali mengucap dua kalimah syahadat membuang sedikit bagian yang disunat. Sedangkan informan kunci yang lain memberikan informasi bahwa sunat perempuan itu tidak memotong ujung klitoris akan tetapi hanya mengkikis selaputnya saja. Apabila selaput yang dimaksud tidak ditemukan maka sunat dilakukan secara simbolis. Pada penelitian Darmayanti (2011) menyatakan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang sunat perempuan dengan perilaku praktik sunat perempuan. Berbeda dengan penelitian Nuravianti (2010) yang menyatakan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang sunat perempuan dengan perilaku praktik sunat perempuan. Menurut

Permenkes

1636/MENKES/PER/XI/2010

bahwa

sunat

perempuan adalah tindakan menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris tanpa melukai. 6.3.2 Manfaat Sunat Perempuan Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan mayoritas informan mengatakan tidak mengetahui manfaat dari pelaksanaan sunat perempuan, sedangkan minoritas yang lain mengatakan supaya terhindar dari penyakit, untuk kebersihan, baik untuk kesehatan, untuk kelancaran dan percepatan tumbuh kembang anak (kesuburan), tidak genit kalau sudah besar nanti, dan tidak nakal. Informan kunci dari dukun bayi mengatakan manfaat dilakukannya sunat perempuan lebih cenderung dari sisi agama Islam yaitu untuk kesucian tubuh, agar tidak menjadi kafir, jadi terlihat perbedaan antara orang muslim dengan non-muslim dan merupakan suatu kemuliaan dalam Islam. Penelitian Sumarni (2005), menyatakan bahwa praktik sunat perempuan Suku Madura merupakan warisan budaya dari nenek moyang yang secara turun menurun terus dilaksanakan hingga sekarang. Bagi Suku Madura, keluarga yang tidak melakukan sunat terhadap anak perempuannya dianggap telah meninggalkan tradisi leluhur dan kurang memahami terhadap ajaran agama.



82

Mayoritas informan kunci, mengatakan manfaat dilakukannya sunat perempuan berkenaan dengan seksualitas, supaya tidak genit/centil, agar libido tidak berlebihan, tidak terlalu cepat suka kepada lawan jenis. Hasil wawancara mendalam dengan dengan tokoh agama yang sudah berusia lebih kurang 75 tahun mengatakan, manfaat dilakukannya sunat pada anak perempuan yaitu supaya tidak terlalu cepat menyukai lawan jenis dan tidak terjadi hyperseksual. Perkataan ini didapatkannya hanya mendengar dari orang-orang tua terdahulu dan tidak bersumber dari kitab-kitab (Al-Qur’an dan hadits). Informan ini juga mengaku tidak pernah mengkaji secara mendetail ilmu-ilmu yang berkaitan dengan sunat perempuan lengkap dengan dalil-dalil yang bersumber dari Al-Qur’an maupun hadits. Apabila ada yang bertanya, beliau hanya menjelaskan sesuai dengan pemahamannya saja yang hampir sama dengan yang dipahami oleh masyarakat setempat. Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Darmayanti (2011) di Kota Bukit Tinggi Provinsi Sumatra Barat yang mewawancarai seorang tokoh agama yang tidak disunat sewaktu kecil, padahal di lingkungannya semua anak perempuan disunat. Menurut informan tersebut orangtuanya sempat menanyakan perihal sunat perempuan kepada Buya Hamka yang merupakan ulama besar dari Sumatra Barat yang sudah berpikiran modern mengatakan bahwa sunat perempuan tidak ada perintah dalam agama Islam. Ketakutan dari masyarakat kalau anaknya tidak disunat akan genit/centil ketika tumbuh dewasa nanti tidak terbukti dimana tokoh agama tersebut tidak disunat tetapi bisa menjadi da’i yang cukup disegani di masyarakat Kota Bukit Tinggi. (Darmayanti, 2011) 6.4

Sikap

6.4.1 Sikap Ibu terhadap Praktik Sunat Perempuan di Masyarakat Berdasarkan hasil penelitian mengenai sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan di masyarakat, seluruh informan mengatakan setuju dengan praktik sunat perempuan yang dilakukan selama ini, mereka memandangnya sebagai suatu hal yang positif, tidak ada yang membuat pikiran mereka ragu akan hal ini karena sunat perempuan ini sudah dilakukan secara turun-temurun, semua Universitas Indonesia


83

masyarakat menerimanya dengan baik dan tidak pernah ada yang melarang, sehingga tidak ada anak perempuan yang tidak disunat di wilayah ini. Justru jika belum dilaksanakan selalu membayangi pikiran mereka bahwa anak perempuan itu harus disunat karena merupakan perintah agama (agama Islam), tutur para informan FGD yang ke dukun bayi, jika tidak disunat akan menjadi buah pembicaraan dari masyarakat setempat, kata informan wawancara mendalam. Informan kunci juga mengatakan hal serupa yaitu setuju dan menerima karena sunat wajib dilakukan baik laki-laki maupun perempuan serta harus dipatuhi apa yang disampaikan oleh orang-orang terdahulu. Bagi masyarakat etnis Madura, sunat perempuan wajib dilakukan sebagaimana laki-laki. (Ida, 2005) Penelitian Nuravianti (2010) menyatakan bahwa responden yang bersikap negatif memiliki anak perempuan yang telah disunat sebanyak 97,6%. Sedangkan responden yang bersikap positif memiliki anak perempuan yang telah disunat sebanyak 79,2%. Secara statistik diketahui terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku sunat perempuan. 6.4.2 Sikap Ibu Terhadap Praktik Sunat Perempuan yang Dilakukan oleh Dukun Bayi dan Tenaga Kesehatan Mengenai sikap informan terhadap praktik sunat perempuan yang dilakukan oleh dukun bayi dan tenaga kesehatan, informan mengatakan selama ini sunat pada anak perempuannya selalu dilaksanakan di bidan desa (maksudnya bidan tersebut dulu pernah bekerja sebagai Bidan di Desa, dan sekarang sebagai bidan praktek swasta, akan tetapi masyarakat masih menyebutnya bidan desa karena bertempat tinggal di desa tersebut) dan tidak pernah ke dukun bayi karena di desa tersebut tidak ada dukun bayi karena sudah puluhan tahun meninggal dunia. Hal ini menandakan bahwa seluruh informan menyatakan sikap setuju melakukan sunat pada anak perempuannya ke tenaga kesehatan. Sedangkan informan FGD ke dukun bayi mengatakan sebaliknya, mereka melakukan sunat ke dukun bayi dan tidak pernah mengetahui kalau ada bidan atau tenaga kesehatan yang melakukan sunat perempuan tersebut.



84

Informan kunci bidan senior Puskesmas mengatakan bahwa tidak masalah dilakukan oleh tenaga kesehatan yang lain, yang penting mempunyai keahlian dalam melaksanakan sunat perempuan tersebut. Informan kunci yang lain (bidan praktek swasta) mengatakan si ibu tidak boleh dipaksa, semua tergantung keyakinannya untuk memilih tempat melakukan sunat pada anak perempuannya. Tokoh agama menyatakan sikapnya lebih setuju jika sunat perempuan itu dilakukan oleh tenaga kesehatan dibandingkan dukun bayi, karena tenaga kesehatan dalam melakukan sunat berdasarkan ilmu pengetahuan, sedangkan dukun bayi hanya meneruskan rutinitas keturunannya tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan. Penelitian Ida (2005), menyatakan ada beberapa masyarakat yang mempercayakan praktik sunat perempuan kepada Nyai dan istri Kyai. Menurut mereka, akan lebih afdhal apabila sunat dilakukan dengan disertai pembacaan doa-doa atau ayat-ayat Al-Qur’an dan hal ini hanya bisa dilakukan oleh Nyai.Bidan dan dukun tidak bisa memberikan do-doa ketika melakukan sunat. 6.5

Kepercayaan Kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosio-psikologis.

Kepercayaan dapat bersifat rasional dan irrasional. Kepercayaan yang rasional apabila kepercayaan orang terhadap sesuatu tersebut masuk akal dan sebaliknya. Kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan,kebutuhan dan kepentingan. Hal ini dimaksudkan bahwa orang percaya kepada sesuatu ia mempunyai pengetahuan tentang hal itu. (Notoatmodjo, 2010) Berdasarkan hasil penelitian mengenai seberapa penting sunat perempuan itu dilakukan. Mayoritas mengatakan sunat perempuan itu harus dilakukan, hukumnya wajib dan ada yang mengatakan hukumnya sunat. Walaupun menurut mereka hukumnya sunat tapi seakan-akan seperti wajib karena tidak ada yang tidak melakukan sunat karena ingin mengikuti jejak rasul demi menjaga kesucian kebersihan dan terhindar dari penyakit pada anak perempuannya. Informan kunci (bidan Puskesmas) mengatakan sunat perempuan itu tidak penting kalau pengetahuan sekarang, tapi kalau dilihat dari sisi kebudayaan masyarakat merupakan suatu kemuliaan. Dan bidan praktek swasta mengatakan Universitas Indonesia


85

diminta oleh masyarakat setempat untuk melakukan sunat. Sedangkan dukun bayi dan tokoh agama mengatakan laki-laki dan perempuan itu harus disunat. Berdasarkan hasil penelitian, mengenai hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan pemahaman agama, mayoritas mengatakan bahwa hukum sunat perempuan itu adalah sunat dan untuk kesucian, tetapi tetap disunat. Dan informan yang lain mengatakan hukumnya mubah dan sebagai kemuliaan, ada juga yang mengatakan wajib, tidak boleh tidak disunat. Hal ini didukung oleh para informan kunci yang mayoritas mengatakan laki-laki dan perempuan itu wajib disunat. 6.6

Budaya

6.6.1 Istilah Sunat Perempuan Mayoritas informan menggunakan istilah ‘cok piet’ untuk sunat perempuan dan minoritas yang lainnya mengatakan “sunat aneuk inóng”. Hal ini juga didukung oleh informan kunci yang mengatakan istilah yang sering mengatakan sunat. Kata ‘cok piet’ hanya diartikan sebagai kiasan yaitu mengambil hewan sejenis serangga (kutu busuk). Sedangkan sunat berasal dari bahasa Arab, sunnah yang berarti tindakan-tindakan yang dianjurkan supaya dilakukan. Menurut Putranti (2003), Istilah sunat (dialek Jawa) atau sonat (dialek Madura) merupakan istilah yang secara umum digunakan oleh masyarakat setempat untuk praktik sunat. Sementara itu, istilah sunatan (Jawa) atau sonattan (Madura) digunakan untuk menunjukkan ritualnya. Kedua istilah ini berasal dari bahasa Arab sunnah yang berarti adat kebiasaan atau tradisi (dalam lingkungan kebudayaan Arab sebelum Islam). Namun sebagai hukum Islam, sunnah juga berarti tindakan-tindakan yang dianjurkan supaya dilakukan. 6.6.2 Kaitan Sunat Perempuan Dengan Budaya Mengenai hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan kebiasaan masyarakat setempat atau budaya pada masyarakat yang berada di wilayah/tempat dilakukannya FGD ke tenaga kesehatan, para informan mengatakan sangat menghargai adat dan sunat perempuan sudah dilaksanakan secara turun-temurun. Begitu juga dengan informan FGD ke dukun bayi mengatakan sunat perempuan Universitas Indonesia


86

sudah dilaksanakan secara turun-temurun, tidak pernah tidak ada yang tidak sunat dan selalu didahului dengan adat “peusijuek” yaitu acara tepung tawar. Mayoritas informan kunci mengatakan sunat perempuan sudah menjadi tradisi turun-temurun dari nenek moyang yang selalu diawali dengan acara tepung tawar sebelum melakukan sunat. Akan tetapi informan tokoh agama mengatakan bahwa sunat perempuan itu murni dari perintah agama, dan bukan termasuk adatistiadat. Terkait ritual yang dilakukan sebelum melakukan sunat perempuan, mayoritas informan mengatakan ditepungtawari dengan menyediakan ketan sebelumnya, dibacakan doa, surat-surat dari Al-Qur’an, shalawat, diberikan nasehat dan disyahadatkan oleh dukun bayi. Penelitian Sumarni (2005) di Madura, menyatakan ada 2 macam tradisi utama yang pada umumnya menyertai pelaksanaan sunat bayi perempuan Suku Madura, yaitu penyediaan sesaji dan penyelenggaraan selamatan. Pelaksanaan sunat di Madura masih lebih konsisten di dalam menjalankan tradisi sesaji dibandingkan dengan pelaksanaan sunat di Yogyakarta. Sementara itu, responden pengusaha masih lebih konsisten menjalankan tradisi sesaji dibandingkan dengan responden intelektual. 6.7

Faktor Pemungkin (Enabling factor)

6.7.1 Tenaga Pelaksana Di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru, pelaksanaan sunat perempuan dilakukan oleh tenaga kesehatan (nakes) dan dukun bayi (non-nakes). Lazimnya, sunat perempuan itu dilakukan ke tenaga pelaksana yang dekat dan berada di lingkungan sekitar tempat tinggalnya tersebut. Hasil penelitian Nuravianti (2010) menyatakan bahwa responden yang memiliki anak perempuan yang telah disunat ke tenaga kesehatan sebanyak 52,2% dan responden yang tidak menyunat anaknya meskipun di lingkungan sekitarnya terdapat tenaga kesehatan sebagai tenaga pelaksana sunat perempuan sebesar 47,8%. Pada tenaga pelaksana non-nakes didapat 71,4% telah menyunat anaknya dan 28,6% responden tidak menyunat anaknya meskipun di lingkungan sekitarnya terdapat tenaga non-nakes sebagai pelaksana sunat perempuan. Berdasarkan uji Universitas Indonesia


87

statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tenaga pelaksana dengan perilaku praktik sunat perempuan. Mengenai jasa yang diterima oleh tukang sunat dari tindakan sunat perempuan oleh tenaga kesehatan, para informan mengatakan memberikannya seikhlasnya saja, seberapa yang ada, berkisar antara sepuluh sampai dua puluh ribu (Rp. 10.000 sampai dengan Rp. 20.000). Jumlah ini lebih mahal dari jasa yang diterima oleh dukun bayi yaitu berkisar lebih dari dua puluh ribu hingga lima puluh ribu rupiah (> Rp. 20.000 sampai dengan Rp. 50.000), walaupun menurut mereka tetap dari keikhlasan bukan diharuskan membayar oleh dukun bayi. Informan Bidan membenarkan angka ini yaitu berkisar antara sepuluh ribu sampai dua puluh ribu rupiah, tapi tidak ditetapkan

hanya berdasarkan

kemampuan keluarga pasien, sedangkan dukun bayi tidak mau menyebutkan nominal yang diterimanya, selain keikhlasan keluarga si anak saja yang disampaikan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Sumarni (2003), besarnya biaya penyelenggaraan kegiatan sunat bayi perempuan kurang lebih Rp. 10.000 sampai dengan Rp. 30.000. Biaya untuk dukun dan bidan sama besarnya, namun untuk dukun dan bidan di Madura, harus ditambah sesaji untuk sunat, sedangkan untuk dukun dan bidan di Yogyakarta hanya dibayar dengan uang. Dari hasil penelitian Yuliani (2011) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara biaya dengan perilaku sunat perempuan. Kemungkinan biaya bukanlah suatu hambatan untuk melakukan sunat pada anak perempuannya, akan tetapi hal tersebut tetap dilakukan untuk menunaikan perintah agama. 6.8

Dukungan Keluarga Dalam penelitian ini, informan mengatakan dukungan yang diberikan

keluarga terhadap perlakuan sunat perempuan adalah sering diingatkan, dianjurkan oleh nenek, ibu dan kakak. Sedangkan untuk mengantarkan adalah informan sendiri (ibu si anak), nenek si anak dan sebagian kecil juga disuruh dan



88

ikut diantarkan oleh suami serta ada juga yang memanggil dukun bayinya ke rumah. Sedangkan menurut informan kunci, selain diingatkan, dianjurkan oleh ibu dan neneknya di rumah, informan ikut mengantarkan si anak dengan mengendarai sendiri kenderaannya, membantu dalam melakukan tindakan, membujuk-bujuk si anak. Penelitian Nuravianti (2010), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan praktik sunat perempuan. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Rusmana (2004) yang menyatakan bahwa seluruh responden yang mempunyai anak perempuan yang telah disunat didukung oleh keluarganya dalam memberi saran, memutuskan dan mengantar anak perempuannya untuk disunat. Seseorang membutuhkan dukungan untuk berperilaku kesehatan. Dengan adanya dukungan dari lingkungan sekitar terutama keluarga akan memudahkan seseorang dalam melakukan perubahan perilaku. (Notoatmodjo, 2007) 6.9

Dukungan Tokoh Agama Tokoh masyarakat dan tokoh agama merupakan panutan perilaku

masyarakat yang sangat signifikan karena masyarakat Indonesia merupakan masyarakat paternalistik. (Notoatmodjo,2007) Mengenai keikutsertaan tokoh agama dalam mengajak atau menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat pada anak perempuan, mayoritas informan mengatakan tidak pernah disampaikan materi khusus mengenai sunat perempuan. Mereka hanya diingatkan oleh orang tua-tua dulu, termasuk ibunya juga pernah mengingatkan dan lebih kepada kemauannya sendiri. Sebagian kecil informan mengatakan pernah disampaikan sebagai kemuliaan dalam Islam dan untuk furqan yang membedakan orang muslim dan non muslim, walaupun tidak memfokuskan bab sunat, tapi jika berkenaan dengan hal tersebut akan disampaikan. Dan informan yang lain ada juga yang mengatakan tidak tahu mengenai adanya ajakan atau anjuran melakukan sunat perempuan oleh tokoh agama.



89

Dan tokoh agamanya sendiri mengatakan tidak pernah mendalami dalildalil mengenai sunat perempuan, baik yang bersumber dari Al-Qur’an maupun dari hadits-hadits. Penelitian Ida (2005), beberapa Kyai yang ditemui, bahkan telah mengupayakan pencarian dasar pembenaran dengan menyusun kitab kuning atau kumpulan ayat-ayat Al-Qur’an, yang salah satunya menyebutkan pelaksanaan sunat berlaku juga pada kaum perempuan. Kuntowijoyo dalam Ida (2005) menyatakan bahwa kyai sebagai salah satu elit masyarakat yang khusus menangani ritual keagamaan dianggap sebagai orang yang terdidik karena tingkat pengetahuannya terhadap agama Islam.



BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1

KESIMPULAN 1. Praktik sunat perempuan di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Propinsi Aceh Tahun 2012 masih berlangsung sampai sekarang karena merupakan tuntutan agama dan adat. Perlakuan sunat perempuan tersebut dilakukan dengan mengiris kulit pada bagian ujung kulit klitoris dan ada juga yang melakukan secara simbolis saja. 2. Faktor predisposisi/pemicu praktik sunat perempuan adalah pengetahuan yang menganggap sunat perempuan dapat terhindar dari penyakit kelamin, sikap yang setuju terhadap praktik sunat, kepercayaan sebagai perintah agama yang wajib dilaksanakan, dan budaya yang sudah turun-temurun, melekat erat pada masyarakat yang sulit untuk dihilangkan. 3. Faktor pemungkin yaitu dengan tersedianya tenaga pelaksana sunat perempuan dan biaya yang terjangkau sangat memungkinkan praktik ini berlangsung di masyarakat. 4. Faktor penguat praktik sunat perempuan berasal dari dukungan keluarga. Sementara dari tokoh agama, walaupun tidak pernah memberikan pengajian yang bertema sunat perempuan, akan tetapi tetap mewajibkan dalam pelaksanaannya.

7.2 SARAN 7.2.1. Bagi Dinas Kesehatan Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya dapat membuat suatu kebijakan program yang sifatnya promotif dan preventif mengenai praktik sunat perempuan. 7.2.2. Bagi Puskesmas 1. Mensosialisasikan peraturan pemerintah tentang sunat perempuan kepada tenaga kesehatan dan dukun bayi yang masih melakukan praktik sunat perempuan, khususnya di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru 90



91

2. Perlu mengajak elemen terkait, khususnya tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk menyamakan persepsi mengenai sunat perempuan serta menyebarluaskan kepada masyarakat sunat perempuan yang tidak membahayakan 7.2.3. Bagi Tenaga kesehatan Mensosialisasikan peraturan pemerintah tentang sunat perempuan yang dikeluarkan

oleh

Menteri

Kesehatan

kepada

masyarakat.

Serta

kesepakatan WHO tentang larangan tenaga kesehatan untuk melakukan sunat perempuan (medikalisasi) 7.2.4 Bagi Masyarakat Masyarakat perlu memiliki pemahaman dan pengetahuan yang baik dan benar yang didasari oleh logika dan ilmu pengetahuan tentang sunat perempuan dan komplikasi yang dapat terjadi akibat sunat perempuan. 7.2.5 Bagi peneliti Lain Melanjutkan penelitian kualitatif ini dengan variabel-variabel lain dan sebaiknya dimodifikasi juga dengan penelitian kuantitatif.



DAFTAR PUSTAKA

Budiharsana,M, dkk. 2004. Research Report: “Female Circumcision in Indonesia: Extend, Implication and Posible Intervention to Uphold Women’s Health Right”. Jakarta: Population Council Darmayanti, 2011. Gambaran Praktik Sunat Pada Anak Perempuan Di Kota Bukit Tinggi Provinsi Sumatra Barat. Depok: Skripsi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Departemen Kesehatan, 1998. Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta. Green, LW. 2005. Health Education Planning A Diagnostic Approach, Fourth Edition. New York: McGraw-Hill http://forum.kompas.com/showthread.php?30607-Sunat perempuan....tinjauandari-sisi-MEDIS, diakses tanggal 3 Oktober 2011 jam 15.45 WIB http://hackvermont.spaces.live.com, diakses tanggal 3 Oktober 2011 jam 15.20 WIB Ida, Rachmah. 2005. Sunat Belenggu Adat Madura. Yogyakarta: Kerjasama Ford Fondation dengan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. (2007). Jakarta: Balai Pustaka. Kemenkes RI, 2011. Permenkes No. 1636/MENKES/PER/XI/2010 tentang Sunat Perempuan, Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Kurniawati, Rini, 2011. Praktik Sunat Perempuan di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Tebo Kecamatan Tebo Tengah Kabupaten Tebo Provinsi Jambi. Depok: Skripsi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Moleong, Lexy J, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya Notoatmodjo, Soekidjo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta

92



93 Nuravianti, 2010. Analisis Perilaku Sunat Perempuan pada Anak Usia 1 tahun di Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok. Depok: Skripsi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Profil Puskesmas Bandar Baru, 2010 Putranti, Basilica Diah, 2003. Sunat Laki-Laki dan Perempuan pada Masyarakat Jawa dan Madura. Yogyakarta: Kerjasama Ford Fondation dengan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada Rusmana, Oong. 2004. Kajian Terhadap Praktik Sunat Anak Perempuan di Wilayah Kerja Puskesmas Sindangkerta Kecamatan Pagelaran Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Depok: Skripsi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Sulaeman, Munandar, 2005. Ilmu Budaya Dasar, edisi keempat. Bandung: Refika Aditama Sumarni, dkk, 2005. Sunat Perempuan di Bawah Bayang-bayang Tradisi. Yogyakarta: Kerjasama Ford Fondation dengan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada Tim Riset Penerbit Al-Qira’ah, 2010. Khitan dalam Perspektif Syari’at dan Kesehatan. Penerjemah: H. Pardan Syafrudin, MA. Jakarta: Al-Kautsar WHO. 1997. Female Genital Mutilation: An Overview. Geneva: WHO Yuliani, Ani, 2011. Faktor-Faktor Yang Berhungan Dengan Perilaku Sunat Perempuan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pagelaran Kabupaten Pandeglang. Depok: Skripsi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia



Lampiran 1: Lembar Informed Consent

LEMBAR INFORMED CONSENT Sehubungan dengan akan dilakukan penelitian tentang “Praktik Sunat Perempuan di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kec. Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh Tahun 2012.”, maka saya akan mengajukan beberapa pertanyaan kepada Ibu dan mohon kesediaan ibu untuk menjawabnya. Dalam penelitian ini, saya minta bantuan ibu untuk dapat memberikan informasi sesuai dengan fakta yang sebenarnya mengenai hal tersebut. Tidak ada jawaban yang benar dan salah karena tidak ada penilaian dan tidak akan berpengaruh terhadap apapun karena semua jawaban akan dirahasiakan. Informasi yang ibu sampaikan sangat berguna untuk sumbangsih keilmuan, khususnya praktik sunat pada anak perempuan, oleh karena itu mohon keizinannya untuk direkam. Waktu yang kita gunakan dalam penelitian ini berkisar antara 60 sampai dengan 90 menit. Partisipasi ibu sangat saya harapkan, demikian juga ketulusan dan kejujuran ibu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan. Saat ini apakah ibu bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian ini? Jika ya, mohon bubuhkan tanda tangan ibu di bawah ini. Atas kesediaannya saya ucapkan terimakasih. Bandar Baru, Maret 2012 Informan

(……………………)


Lampiran 2: Pedoman Wawancara FGD

PEDOMAN WAWANCARA PADA FOCUS GROUP DISCUSSION PRAKTIK SUNAT PEREMPUAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDAR BARU KECAMATAN BANDAR BARU KABUPATEN PIDIE JAYA PROVINSI ACEH TAHUN 2012 Karakteristik Informan Focus Group Discussion (FGD) 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis kelamin : 4. Agama : 5. Pendidikan terakhir : 6. Alamat : 7. Usia anak perempuan terakhir saat diwawancara : Praktik Sunat Perempuan 1. Pada usia berapa biasanya ibu-ibu membawa anak perempuan untuk disunat? 2. Menurut ibu-ibu, mengapa anak perempuan ibu-ibu disunat? 3. Alat apa yang digunakan oleh tukang sunat untuk melakukan sunat? 4. Organ kelamin bagian mana yang disunat oleh tukang sunat? 5. Jenis obat apa saja yang diberikan oleh tukang sunat setelah dilakukan sunat? 6. Keluhan apa saja yang sering dikeluhkan anak perempuan ibu-ibu setelah disunat? Pengetahuan 7. Apa yang ibu ketahui tentang sunat perempuan? 8. Menurut ibu-ibu, apa manfaat dilakukannya sunat pada anak perempuan? Sikap 9. Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan di masyarakat? Tolong ibu jelaskan? 10. Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan oleh tenaga dukun atau oleh tenaga kesehatan? Kepercayaan 11. Berdasarkan pengalaman ibu-ibu, seberapa penting sunat perempuan itu dilakukan? 12. Menurut ibu-ibu, bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan pemahaman agama? Budaya 13. Menurut ibu-ibu, istilah apa yang sering digunakan untuk sunat perempuan di wilayah ini? 14. Bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan kebiasaan masyarakat setempat atau budaya pada masyarakat disini? 15. Ritual apa saja yang dilakukan sebelum melakukan sunat?


Lampiran 2: Pedoman Wawancara FGD

Tenaga Pelaksana 16. Biasanya berapa jasa yang diterima oleh tukang sunat dari tindakan sunat perempuan yang dilakukan? Dukungan Keluarga 17. Dukungan apa saja yang diberikan keluarga terhadap perlakuan sunat perempuan? Dukungan Tokoh Agama 18. Apakah Ustadz/Ustadzah/Teungku/Ummi di wilayah ini mengajak atau menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat pada anak perempuan? - jika ya, cara yang bagaimana yang Ustadz/Ustadzah/Teungku/Ummi lakukan? - Jika tidak, siapa yang mengajak/ menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat perempuan?


Lampiran 3: Pedoman Wawancara Mendalam

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM PRAKTIK SUNAT PEREMPUAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDAR BARU KECAMATAN BANDAR BARU KABUPATEN PIDIE JAYA PROVINSI ACEH TAHUN 2012 Karakteristik Informan Wawancara Mendalam (Ibu) 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis kelamin : 4. Agama : 5. Pendidikan terakhir : 6. Alamat : 7. Usia anak perempuan terakhir saat diwawancara

:

Praktik Sunat Perempuan 1. Pada usia berapa biasanya anak perempuan disunat di wilayah ini? 2. Menurut ibu-ibu, mengapa anak perempuan ibu-ibu disunat? 3. Alat apa yang digunakan oleh tukang sunat untuk melakukan sunat? 4. Organ kelamin bagian mana yang disunat oleh tukang sunat? 5. Jenis obat apa saja yang diberikan oleh tukang sunat setelah dilakukan sunat? 6. Keluhan apa saja yang sering dikeluhkan anak perempuan ibu-ibu setelah disunat? Pengetahuan 7. Apa yang ibu ketahui tentang sunat perempuan? 8. Menurut ibu-ibu, apa manfaat dilakukannya sunat pada anak perempuan? 9. Menurut ibu-ibu, dampak apa saja yang ditimbulkan setelah dilakukan sunat? Sikap 10. Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan di masyarakat? Tolong ibu jelaskan? 11. Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan di keluarga ibu? Tolong ibu jelaskan alasannya? 12. Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan oleh tenaga dukun? 13. Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan oleh tenaga kesehatan? Kepercayaan 14. Berdasarkan pengalaman ibu-ibu, seberapa penting sunat perempuan bagi pasien? 15. Menurut ibu-ibu, bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan pemahaman agama?


Lampiran 3: Pedoman Wawancara Mendalam

Budaya 16. Menurut ibu-ibu, istilah apa yang sering digunakan untuk sunat perempuan di wilayah ini? 17. Bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan kebiasaan masyarakat setempat atau budaya pada masyarakat disini? 18. Ritual apa saja yang dilakukan sebelum melakukan sunat? Tenaga Pelaksana 19. Biasanya berapa jasa yang diterima oleh tukang sunat dari tindakan sunat perempuan yang dilakukan? Dukungan Keluarga 20. Dukungan apa saja yang diberikan keluarga terhadap perlakuan sunat perempuan? Dukungan Tokoh Agama 21. Apakah Ustadz/Ustadzah/Teungku/Ummi di wilayah ini mengajak atau menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat pada anak perempuan? - jika ya, cara yang bagaimana yang Ustadz/Ustadzah/Teungku/Ummi lakukan? - Jika tidak, siapa yang mengajak/ menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat pada anak perempuan?


Lampiran 4: Pedoman WM Bidan

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM PRAKTIK SUNAT PEREMPUAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDAR BARU KECAMATAN BANDAR BARU KABUPATEN PIDIE JAYA PROVINSI ACEH TAHUN 2012 Karakteristik Informan Kunci Tenaga Pelaksana (Bidan) 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis kelamin : 4. Agama : 5. Pendidikan terakhir : 6. Lama bekerja : 7. Status kepegawaian : Praktik Sunat Perempuan 1. Apakah ibu pernah melakukan sunat perempuan? - Jika ya, bagaimana ibu melakukan sunat pada anak perempuan? - Jika tidak, tolong ibu jelaskan alasan tidak melakukan sunat perempuan tersebut! 2. Selain bidan, siapa saja yang melakukan sunat perempuan di wilayah kerja ini? 3. Pada usia berapa biasanya anak perempuan disunat di wilayah ini? 4. Menurut ibu, mengapa anak perempuan disunat pada usia tersebut? 5. Sebelum ibu melakukan sunat, tindakan medis apa yang ibu berikan terhadap pasien? 6. Alat apa yang ibu gunakan untuk melakukan sunat? 7. Apakah alat yang ibu gunakan dilakukan DTT (Desinfeksi Tingkat Tinggi)/sterilisasi? - Jika ya, bagaimana ibu melakukannya? - Jika tidak, apa alasan ibu tidak melakukan DTT/sterilisasi? 8. Organ kelamin bagian mana yang ibu sunat? 9. Hambatan apa saja yang ibu temukan saat melakukan praktik sunat perempuan? 10. Keluhan apa saja yang sering dikeluhkan pasien kepada ibu setelah disunat? 11. Jenis obat apa saja yang ibu berikan setelah disunat? Pengetahuan 12. Apa yang ibu ketahui tentang sunat perempuan? 13. Apakah pada saat ibu pendidikan Bidan pernah diajarkan cara melakukan sunat pada anak perempuan? - Jika ya, bagaimana caranya? - Jika tidak, darimana ibu memperoleh pengetahuan tentang cara menyunat anak perempuan? 14. Menurut ibu, apa manfaat dilakukannya sunat pada anak perempuan?


Lampiran 4: Pedoman WM Bidan

Sikap 15. Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan di masyarakat? Tolong ibu jelaskan? 16. Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan di keluarga ibu? Tolong ibu jelaskan alasannya? 17. Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan oleh tenaga dukun? 18. Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan oleh tenaga kesehatan? Kepercayaan 19. Berdasarkan pengalaman ibu, seberapa penting sunat perempuan bagi pasien? 20. Menurut ibu bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan pemahaman agama? Budaya 21. Menurut ibu istilah apa yang sering digunakan untuk sunat perempuan di wilayah ini? 22. Bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan kebiasaan masyarakat setempat atau budaya pada masyarakat disini? 23. Ritual apa saja yang dilakukan sebelum melakukan sunat? Tenaga Pelaksana 24. Biasanya berapa jasa yang ibu terima dengan tindakan sunat perempuan yang ibu berikan? Dukungan Keluarga 25. Dukungan apa saja yang diberikan keluarga terhadap perlakuan sunat perempuan? Dukungan Tokoh Agama 26. Apakah Ustadz/Ustadzah/Teungku/Ummi di wilayah ini mengajak atau menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat pada anak perempuan? - jika ya, cara yang bagaimana yang Ustadz/Ustadzah/Teungku/Ummi lakukan? - Jika tidak, siapa yang mengajak/ menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat pada anak perempuan?


Lampiran 5: Pedoman WM Dukun Bayi

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM PRAKTIK SUNAT PEREMPUAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDAR BARU KECAMATAN BANDAR BARU KABUPATEN PIDIE JAYA PROVINSI ACEH TAHUN 2012 Karakteristik Informan Kunci (Dukun bayi) 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis kelamin : 4. Agama : 5. Pendidikan terakhir : 6. Lama bekerja : Praktik Sunat Perempuan 1. Apakah ibu pernah melakukan sunat perempuan? - Jika ya, bagaimana ibu melakukan sunat pada anak perempuan? - Jika tidak, tolong ibu jelaskan alasan tidak melakukan sunat perempuan tersebut! 2. Selain bidan, siapa saja yang melakukan sunat perempuan di wilayah kerja ini? 3. Pada usia berapa biasanya anak perempuan disunat di wilayah ini? 4. Menurut ibu, mengapa anak perempuan disunat pada usia tersebut? 5. Sebelum ibu melakukan sunat, tindakan apa yang ibu berikan terhadap pasien? 6. Alat apa yang ibu gunakan untuk melakukan sunat? 7. Bagaimana caranya ibu membersihkan alat yang ibu gunakan untuk sunat? 8. Organ kelamin bagian mana yang ibu sunat? 9. Hambatan apa saja yang ibu temukan saat melakukan praktik sunat perempuan? 10. Keluhan apa saja yang sering dikeluhkan pasien kepada ibu setelah disunat? 11. Jenis obat apa saja yang ibu berikan setelah disunat? Pengetahuan 12. Apa yang ibu ketahui tentang sunat perempuan? 13. Apakah pada saat ibu sekolah pernah diajarkan cara melakukan sunat pada anak perempuan? - Jika ada, bagaimana caranya? - Jika tidak, darimana ibu memperoleh pengetahuan tentang cara menyunat anak perempuan? 14. Menurut ibu apa manfaat dilakukannya sunat pada anak perempuan? Sikap 15. Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan di masyarakat? Tolong ibu jelaskan? 16. Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan di keluarga ibu? Tolong ibu jelaskan alasannya?


Lampiran 5: Pedoman WM Dukun Bayi

17. Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan oleh tenaga dukun? 18. Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan oleh tenaga kesehatan? Kepercayaan 19. Berdasarkan pengalaman ibu, seberapa penting sunat perempuan bagi pasien? 20. Menurut ibu bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan pemahaman agama? Budaya 21. Menurut ibu istilah apa yang sering digunakan untuk sunat perempuan di wilayah ini? 22. Bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan kebiasaan masyarakat setempat atau budaya pada masyarakat disini? 23. Ritual apa saja yang dilakukan sebelum melakukan sunat? Tenaga Pelaksana 24. Biasanya berapa jasa yang ibu terima dengan tindakan sunat perempuan yang ibu berikan? Dukungan Keluarga 25. Dukungan apa saja yang diberikan keluarga terhadap perlakuan sunat perempuan? Dukungan Tokoh Agama 26. Apakah Ustadz/Ustadzah/Teungku/Ummi di wilayah ini mengajak atau menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat pada anak perempuan? - jika ya, cara yang bagaimana yang Ustadz/Ustadzah/Teungku/Ummi lakukan? - Jika tidak, siapa yang mengajak/ menghimbau ibu-ibu untuk melakukan sunat pada anak perempuan?


Lampiran 6: Pedoman WM Tokoh Agama

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM PRAKTIK SUNAT PEREMPUAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDAR BARU KECAMATAN BANDAR BARU KABUPATEN PIDIE JAYA PROVINSI ACEH TAHUN 2012 Karakteristik Informan Kunci (Tokoh Agama) 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis kelamin : 4. Agama : 5. Pendidikan terakhir : Praktik Sunat Perempuan 1. Apakah Ustadzah/Ummi pernah melakukan sunat perempuan? - Jika ya, bagaimana Ustadzah/Ummi melakukan sunat pada anak perempuan? - Jika tidak, tolong Ustadzah/Ummi jelaskan alasan tidak melakukan sunat perempuan tersebut! 2. Selain bidan, siapa saja yang melakukan sunat perempuan di wilayah kerja ini? 3. Pada usia berapa biasanya anak perempuan disunat di wilayah ini? 4. Menurut Ustadzah/Ummi mengapa anak perempuan disunat pada usia tersebut? 5. Alat apa yang digunakan tukang sunat untuk melakukan sunat? 6. Organ kelamin bagian mana yang disunat oleh tukang sunat? 7. Hambatan apa saja yang biasa ditemukan tukang sunat saat melakukan sunat perempuan? 8. Keluhan apa saja yang sering dikeluhkan pasien setelah disunat? 9. Jenis obat apa saja yang diberikan tukang sunat setelah melakukan sunat? Pengetahuan 10. Apa yang Ustadzah/Ummi ketahui tentang sunat perempuan? 11. Apakah pada saat Ustadzah/Ummi sekolah pernah diajarkan cara melakukan sunat pada anak perempuan? - Jika ada, bagaimana caranya? - Jika tidak, darimana Ustadzah/Ummi memperoleh pengetahuan tentang cara menyunat anak perempuan? 12. Menurut Ustadzah/Ummi apa manfaat dilakukannya sunat pada anak perempuan? Sikap 13. Bagaimana sikap Ustadzah/Ummi terhadap praktik sunat perempuan di masyarakat? Tolong ibu jelaskan? 14. Bagaimana sikap Ustadzah/Ummi terhadap praktik sunat perempuan di keluarga ibu? Tolong ibu jelaskan alasannya? 15. Bagaimana sikap Ustadzah/Ummi terhadap praktik sunat perempuan oleh tenaga dukun?


Lampiran 6: Pedoman WM Tokoh Agama

16. Bagaimana sikap Ustadzah/Ummi terhadap praktik sunat perempuan oleh tenaga kesehatan? Kepercayaan 17. Berdasarkan pengalaman Ustadzah/Ummi, seberapa penting sunat perempuan bagi pasien? 18. Menurut Ustadzah/Ummi bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan pemahaman agama? Budaya 19. Menurut Ustadzah/Ummi istilah apa yang sering digunakan untuk sunat perempuan di wilayah ini? 20. Bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan kebiasaan masyarakat setempat atau budaya pada masyarakat disini? 21. Ritual apa saja yang dilakukan sebelum melakukan sunat? Tenaga Pelaksana 22. Biasanya berapa jasa yang diterima tukang sunat dari tindakan sunat perempuan? Dukungan Keluarga 23. Dukungan apa saja yang diberikan keluarga terhadap perlakuan sunat perempuan? Dukungan Tokoh Agama 24. Apakah Ustadzah/Ummi mengajak atau menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat pada anak perempuan? - jika ya, cara yang bagaimana yang ustadzah/Ummi lakukan? - Jika tidak, siapa yang mengajak/ menghimbau ibu-ibu untuk melakukan sunat pada anak perempuan?


Lampiran 7: Matriks FGD Ibu ke Tenaga Kesehatan Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Bidan): Praktik Sunat Perempuan Pertanyaan Pada usia berapa biasanya ibu-ibu membawa anak perempuan untuk disunat? Menurut ibu-ibu, mengapa anak perempuan ibu-ibu disunat pada usia tersebut? Alat apa yang digunakan oleh tukang sunat untuk melakukan sunat? Organ kelamin bagian mana yang disunat oleh tukang sunat? Jenis obat apa saja yang diberikan oleh tukang sunat setelah dilakukan sunat?

AS Lón, rata-rata lhee thón.

NV dua thon syit

RV dua thón leubeh beók.

FR sama syit… dua thón

Menye umu dua thón sayang teuh…

meunye dua thón nyan golom itupue aneuk manyak, mantong ubut ‘eh...

Miseu hana iteupeu lom. Hana ye yih…

hana iteupeu lom

Gunténg, tapi… (probing): Kiban? lagee ata Gunténg ken na? ujong jih agai geucok bi’ok… meudeuh tangieng han geucok.

Gunténg …

Gunténg…

Bagian teungeh yang ujóng.

…geubóh betadine ‘eh?

mandum betadin…

ujóng jih geubeh, geukoh aju ngen gunténg béók geubóh betadine… geubóh bak gapeuh…

Bagian ujóng keulamin aneuk miet. bagian teungoh, bak ujóng… Hana geubi ubat, yang na geubóh nyang keuh betadin nyan agai yang na…

Informan SY dua thón uroe nyan

RM dua thon syit

FT Lón dua thon..

sama, sabeub hana iteupeu lom

Aneuk manyak hana itupeu lom.

Hai hana itupeu lom. Meunye ka rayeuk han itheun lé

Gunténg…

Gunténg…

Gunténg…

Bi-ók agai yang dimiyub nyan, hana deuh man…

diujóng jih ken na lapisan, lapisan nyan geuyue beh karena bek iduek penyakét inan.

Cuma betadin sagai… laén hana…

Sang nyankeuh betadin yang na…

Betadin agai geubóh…


AH Watee ka rayeuk bacut, beuna lah… umu meu dua thón… Tasunat segolom iteupeue, meunye ka rayeuk ka malee dih euntreuk… Sang ngen gunténg…

betadine… geubóh béók…

Lampiran 7: Matriks FGD Ibu ke Tenaga Kesehatan Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Bidan): Praktik Sunat Perempuan (Lanjutan) Pertanyaan Keluhan apa saja yang sering dikeluhkan anak perempuan ibu-ibu setelah disunat?

AS Hai kadang menye aneuk miet kajeut ipeugah aba ken ipeugah peudeh watee itóh i’ek ujoeng jih…

NV Nyoe hana ipeugah sapeue syit…

RV Nyoe hana, hana ipeugah sapeue..

Informan FR Hana, sama syit hana…


SY Hana…

RM Paléng phónphón watee itóh i’ek ipeugah peudéh makajih imoe. Lheuh nyan lagee biasa.

FT Hana ipeugah pih sapeue… lagee biasa aju…

AH Hana keluhan sapeue

Lampiran 7: Matriks FGD Ibu ke Tenaga Kesehatan Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Bidan): Pengetahuan Pertanyaan Apa yang ibu ketahui tentang sunat perempuan?

Menurut ibuibu, apa manfaat dilakukannya sunat pada anak perempuan?

AS rata-rata aneuk lón umu 3 thón lón ba bak klinik, klinik bidan desa, jadi tróh keunan euntreuk langsóng aju geupeusunat geukheun bak jenis keulamin jih lah euntreuk, ujong jih agai geucok bi’ok, nyan menan. Laén miseu hana lé, lagee biasa aju. Hana meurasa sakét pih, hana sapeuesapeue. hana kuteupeu. Yang jelaih sang mungkén sang aneuk miet nyak rayeuk, nyak rijang rayeuk. Hahahaa… Nye hai ken, hana kuteupeu.

NV Hai miseu tiep-tiep ureung Islam ken wajeb geusunat, nyang keuh man miseu umu 3 thón uroenyan lheuh peusijuek, lón mé bak Bu bidan gampong geusunat ken? Yang geucok eunteuk bagian ujóng yang sye’ nyan ken na? Bi-ók manteng geukoh. Miseu aneuk manyak eunteuk hana imoe, hana sakét. hehe… hana tupeu peugah…

RV Sunat aneuk inóng roh phon geupeusijuek bak 2 thón, geuba bak bidan desa untuk geusunat geucok nyan

Hana tatupeu, ka peusunat peusunat aju, hana tatupeu.

Informan FR Cok Piet… Aneuk manyak ken tapeugah nyan, hana yo yih…

Sama ngen kakak nyan syit. (probing): Kak, yang sama nyan kiban? Hana tupeu syit…


SY Geucok ata bak ujóng nyan béók…

RM Wajéb

FT Hai jih ken untuk menjaga kebersihan ken, menjaga kesucian….

AH

Baik untuk kesehatan, untuk anakanak.

Hai watee itóh i’ek bek meutheun. Dak na-na peu léh ipajoh bacut, na peupeu kana sunat ka mangat tamita

Hai untuk kebersihan, menghindar dari penyakit.

Nak subur badan… Hai meunan geupeugah le ureung tuha.

Lampiran 7: Matriks FGD Ibu ke Tenaga Kesehatan Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Bidan): Sikap Pertanyaan Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan di masyarakat? Tolong ibu jelaskan?

Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan yang dilakukan oleh tenaga dukun dan oleh tenaga kesehatan?

AS Lagee biasa, hana penilaian yang negatif pih. Lam arti tetap positif, karena nyan demi untuk get kesehatan aneuk miet.

NV Hana sapuesapue, biasa aju tanyoe. Kiban gob peusunat aneuk manyak, menan tanyoe. Miseu hana pikiran yang aneh-aneh. Hana. Biasa…

RV Mandum ka setuju, emang ka lagee nyan…

Meunye lón bak bidan desa. Hana lé yang bak dukón. Dukóndukón gampóng pih hana lé katrép…

Meunye inoe bak bidan desa mandum…

Hana soe ba lé pih bak bidan gampóng, ata ka mandum bak ibuk…

FR Sama syit, seutuju…

Bak ibuk syit meuba…

Informan SY Biasa… seutuju manteng kamoe. Hana pih yang peugah hanjeut….

Inoe, ka keunan bak ibuk mandum…


RM Ubé yang takalen sang hana yang hana sunat lam gampóng nyoe…

FT Meuteurimeng kamoe… dan lom pih meupubuet, sabeub ata ka turón-teumurón nyan…

AH ‘e… Awak kamoe inoe pada umum jih hana geularang pih…

Kamoe bak bidan desa.

Seulama rayeuk kamoe hana lé bidan gampóng, mandum meuba bak ibuk…

Awai-awai bak dukón gampong…jinoe hana lé…

Lampiran 7: Matriks FGD Ibu ke Tenaga Kesehatan Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Bidan): Kepercayaan Pertanyaan Berdasarkan pengalaman ibuibu, seberapa penting sunat perempuan itu dilakukan?

Menurut ibu-ibu, bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan pemahaman agama?

AS Meunye tanyoe ureung Aceh, umum jih ureung Aceh. Meunye untuk sunat aneuk inóng nyoe sangatsangat penténg. Malah rata-rata hana yang hana sunat. Mandummandum na sunat aneuk inóng.

NV Karena tanyoe ureung Islam wajeb tuk sunat

RV

FR

Menye yang lon teupeu meunye hukóm jih sang ka termasuk yang wajéb

Karena tanyoe ureung Islam wajeb tuk sunat…

Meunye menurót lon sang sunat nyan dari agama karena tanyoe ureung Islam.

Sunat sang, man payah tapubuet syit…

Informan SY lagee ka wajéb…

Sunat nyan sunat, tapi lagee ka wajéb…


RM Wajéb. Hanjeut hana tapubuet…

FT hana wajeb aju takheun, Cuman sunat, jeut tapubuet jeut hana, miseu meunan

AH menye hana sunat ken hanjeut? contoh lagee ureung agam meunye hana sunat ken hanjeut. (Probing): Kiban meunye ngen ureung inóng? Ureung inóng lagee ureung agam sit. Ureung agam meunye hana sunat ken hanjeut?

Wajéb.

Lon rasa sunat nyan sunat, ken wajéb tapi meunye hana tapubuet, geupeugah kaphé aju lé ureung nyoe

Ubee lón teupeu ken, bagian sunat hana wajéb. Man meunye ureung agam wajéb.

Lampiran 7: Matriks FGD Ibu ke Tenaga Kesehatan Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Bidan): Budaya Pertanyaan

AS Cok piet inoe geukheun

NV Cok piet ‘eh

RV Nyan… cok piet

Bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan kebiasaan masyarakat setempat atau budaya pada masyarakat disini?

menoe aju takheun, adat itu tidak boleh dilecehkan lagee nyan, tapi harus tajalani…

ka geuanjurkan lé ureung tuhatuha, ka kebiasaan dari jameunjameun geuyue peusijeuk lee béók, seugolom peusunat

Nyan ata dari tradisi tanyoe. Ata dari turónteumurón …

Ritual apa saja yang dilakukan sebelum melakukan sunat?

Geupeusijuek… nyan geujeh bulukat, geupakek breuh-pade. Geusipreuk ie bungong nyan, lagee nyan manteng…

Na geubaca doa lé ureung peusijuek tapii watee peusunat eunteuk na geubaca doa syit lom…

Meupeusijuek ilee i rumoh…

Menurut ibu-ibu, istilah apa yang sering digunakan untuk sunat perempuan di wilayah ini?

FR mmm…. Cok piet

Informan SY ‘e… inoe cok piet

dari jameun ken meunye ureung inóng geusunat…

geusipreuk breuh padé, dua minggu kemudian geupeusunat, hana tréptrép.


RM Sama syit…cok piet.

FT Sunat, man ka biasa kheun cok piet

AH Sunat aneuk inóng aju…

ka kebiasaan, mungken adat ka lagee nyan. Jadi, jeut takheun ken wajéb ka wajéb, han tapeusunat ka geudhót teuh, ka geupeugah nyan. Tapi meunye keu wajéb ka tapeuwajéb aju. Hai ka mandum harus na, harus… ken ka wajéb ka adat miseu. Lón baroesa lheuh kupeusijuek, lheuh lhee uroe kuba kenoe kupeusunat aju

ata ka turónteumurón ‘eh????

ka kebiasaan menan ken, ka tapubuet karena ka biasa. Miseu ka adat miseu

geuyue peusijuek béók nyan baró geupeusunat

Tapeusijuek ilee béók, lheuh nyan watee geusunat euntreuk na geubaca do’a syit…

Lampiran 7: Matriks FGD Ibu ke Tenaga Kesehatan Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Bidan): Tenaga Pelaksana Pertanyaan Biasanya berapa jasa yang diterima oleh tukang sunat dari tindakan sunat perempuan yang dilakukan?

AS biaya hana le geulakee watee geusunat, paleng cuma meunan tajók bacut meunan

NV Sang lawét nyoe ka dua plóh…

RV Siploh ribee (Rp. 10.000,-).

FR Ubéna tame, man meunye dit that ken hantatijeut mé syit…

Informan SY Antara siplóh ngen dua plóh…

RM Hana tingat lé, pokok jih hana le…

FT Ubé ikhlaih, nyankeuh dupnan ta sumbang…

AH Hai, ubéna mudah, lagee gob mé-mé…

Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Bidan): Dukungan Keluarga Pertanyaan Dukungan apa saja yang diberikan keluarga terhadap perlakuan sunat perempuan?

Informan AS Lon jak kedroe aju, linto baró no komen. Hana geutham pih. Hana sapue. Kak, na geupeuingat sabé

NV Lón jak ba keudroe aju, mak na syit geupeu-ingat sabé…

RV Meunye lintó seutuju-seutuju manteng, man meunye jak ba, meujak keudroe aju kamoe, jak ba aju lagee nyan

FR Na geuyue lé mak, geupeugah geyue peusunat keudeh

SY Nek yang peuingatingat. Mak, mak lagee nyan syit…geuyue ba, geuyue peusunat aju, nak meutamah rayeuk. Meunye jak ba lón droe aju, eunteuk geuintat lé Lintó, hai sabeub tajak ngen Honda…


RM watee geumé jih ken buet lón mé, mak yang mé…

FT Mak mendukung, geuyue syit lagee nyan. Sabeub ata ka turónteumurón ‘eh, ken ka geupeugah tanyoe ata baróbaró nyoe …

AH Geupeu-ingatingat syit lé ureung awai…

Lampiran 7: Matriks FGD Ibu ke Tenaga Kesehatan Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Bidan): Dukungan Tokoh Agama Pertanyaan Apakah Ustadz/Ustadzah/Teungku /Ummi di wilayah ini mengajak atau menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat pada anak perempuan? - jika ya, cara yang bagaimana yang Ustadz/Ustadzah/Teung ku/Ummi lakukan? - Jika tidak, siapa yang mengajak/ menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat pada anak perempuan?

AS dari Teungku pih hana geupeugah geyue pih sunat nyan. Yang na peuingat-ingat nyankeuh pihak keluarga

NV hana geupeugahpeugah masalah sunat aneuk manyak nyan

RV Hom… sang hantom geuepeugahpeugah

FR mmm…. Hana lón tupeue…

Informan SY Hana sang, man hom syit, hana tatupeue sabab….


RM Sang hana sang, hana sang lom ‘eh?

FT Meunye bak awak kamoe beut sang hana lom

AH Hana, hana lom peurnah…

Lampiran 8: Matriks FGD Ibu ke Dukun Bayi Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Dukun): Praktik Sunat Perempuan Pertanyaan Pada usia berapa biasanya ibuibu membawa anak perempuan untuk disunat?

Menurut ibuibu, mengapa anak perempuan ibu-ibu disunat pada usia tersebut?

Informan AI Biasa lhee thón u wateuh

Hai roh hana that iteupeue lom…

SF Lhee thón (Probing): Seulaén umu nyan na kak? dua thón na syit, tapi kebiasaan lhee thón…

ZB Meuseu golom ijak sikula… (probing): Seulaén umu nyan na kak? Asai ét limóng thón uyub nyan na…

FT

TH Lhee thón… (probing): Seulaén umu nyan na kak? Hai… Kebiasaan di teumpat kamoe ét limóng thón

JS Hai ladom-ladom peut thón (probing): Seulaén umu nyan na kak? Sang keucuali tuwe geuh baró na leubeh limóng thón. Meunye hana tuwe geuh han mungkén na…

RD Lhee thón… peut thón…

AY Yang leubeh lhee thón na syit…

MD Lhee thón… (probing): Seulaén umu nyan na kak? Na… na… na yang leubeh limóng thón

Meunye imiyub lhee thón hana geutupat lom geupeugah lé ureung peusunat…

Aneuk manyak meunye ubiet dih manteng ken jeut tapeugah cok-cok piet, seubab hana iteupeu lom…

Roh itheun… meunye ka rayeuk ka malee dih…

Roh ubiet dih manteng… mangat tarayurayu…

Meunye ubiet that aneuk manyak pih hana deuh lom ata nyan, hehehe….

Tasunat aju watee lhee thón nak bagah tuwe dih…

Meunye karayeuk ken han itheun lé singeh…

Seugolom iteupeue tasunat aju, bek malee dih…


Lampiran 8: Matriks FGD Ibu ke Dukun Bayi Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Dukun): Praktik Sunat Perempuan (Lanjutan) Pertanyaan Alat apa yang digunakan oleh tukang sunat untuk melakukan sunat?

Organ kelamin bagian mana yang disunat oleh tukang sunat?

Informan AI Sikin krok kadang…

Hana kuturi syit hóm hana lón ngieng seubab…

SF Sikin yang tajam…

ZB Ngen gunténg…

Hana ngieng syit….

Lón hana meungerti nyan…

FT Gunténg sang…

TH Hana tatupeu, seubab hana tangieng…

JS Sikin krok ‘eh, hahaha… silet ken na sikin krok yang ubeut nyan…

Ken na ujóng jih, bak ujóng jih nyan na ubit eunteuk, nyang keuh inan geucok béók saja, ubit jih meuseu meunan…

Lón ken hana that meuphóm syit, man kadang meunoe ken ujóng jih geucutiet agai béók nyan, geucukeh agai béók nyan meunan, tapi keu geukoh asoe-asoe jih nyan hana…


RD Lagee sikin koh-koh pineung ken na, lagee sikin rampagoe, man jéh model ubit meuseu meunan…

AY ken… sikin nyan ‘an yang kohkoh pineung, rampagoe … hahahaha …. Bagian tincu nyan, hehehe… ujóng… ujóng jih…biók agai… lagee sidom langga kap

MD Hana tangieng…

Lampiran 8: Matriks FGD Ibu ke Dukun Bayi Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Dukun): Praktik Sunat Perempuan (Lanjutan) Pertanyaan Jenis obat apa yang diberikan oleh tukang sunat setelah dilakukan sunat? Keluhan apa saja yang sering dikeluhkan anak perempuan ibu-ibu setelah disunat?

AI Hana ubat… Betadin geucilét béók…

SF

ZB Hana geuboh sapeu… man betadin kadang…

FT Hana geubi sapeu… yang na betadin sang…

Hana…

Hana sapeu pih… Man Sakét yih watee nyan, imoe syit aneuk miet… imoe…si nóng lón imoe syit…

Hana, keucuali ye dih…

Hana…

Informan TH Hana, ‘e…. betadin cuman…

Hana…

JS Betadin na hai geubóh…

RD

AY

MD Paléngpaléng betadin agai béók…

Hana… Man na yang moe karna ye… lom pih sakét peudéh bacut agai.. Meuseu rasa jih lagee teusie meunan béók, nyan keuh nyan agai, lheuh nyan moe sige ‘a… lheuh geubi seudeukah ka seungab, hana imoe lé…

hana, man watee taba agai ye dih bacut ken, watee lheuh nyan hana ka lagee biasa aju, hana nyan sapeu. Hana masalah sapeu…

Hana…

Hana…


Lampiran 8: Matriks FGD Ibu ke Dukun Bayi Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Dukun): Pengetahuan Pertanyaan

AI

Apa yang ibu-ibu ketahui tentang sunat perempuan?

Menurut ibuibu, apa manfaat dilakukannya sunat pada anak perempuan?

Nyak suci dih…

SF Sama syit lagee gonyan peugah… (Probing): neupeugah bacut yang sama nyan kiban? geupeuucap aju aneuk miet nyan… lheuh geupeu-ucap eunteuk geupeusunat aju keudroe geuh…

ZB Hana khanduri rayeuk aneuk inóng…

FT Hana geukhanduri rayeuk, meunye aneuk agam nye…

Bek jeut keu kaphé…

Nak gléh teuh, bek jeut keu kaphé tanyoe ken? keu suci teuh…

Nyak seunang haté

Informan TH Hai lagee hukóm jih mubah…

Lagee nyan syit… nak terhindar dari peunyakét… Hai untuk kemuliaan dalam Islam saboh teuk…

JS Kamoe inoe meupeusijuek… alheuh nyan lom meupeuget bulukat, peusuón ateuh ulee, nyan meubi seudeukah keu ureung yang peusijuek nyan, nyan kakeuh ka lón seurahkan keu Wak Lamah untuk geupeusunat… Manfa’at jih? Ken untuk suci… untuk nak sah Islam, nak gléh dari kotoran…


RD

AY

MD Kadang meunye hana tapeusunat euntreuk jeut keu peunyakét, nyan meunan…

Hehehe … bek geunit watee rayeuk…

Bek kreuh that, bek batat that…

Nyak terhindar dari peunyakét …

Lampiran 8: Matriks FGD Ibu ke Dukun Bayi Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Dukun): Sikap Pertanyaan Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan di masyarakat? Tolong ibu jelaskan? Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan oleh tenaga dukun dan oleh tenaga kesehatan?

AI Hai inoe mandum na geusunat aneuk manyak…

SF Kamoe seutuju manteng hana pikiran macam-macam pih….

Meuseu tapeusunat aneuk miet nah…, hana meutateupeu pih buet gobnyan…

Kamoe man hantom meuba keudéh bak bidan rumoh sakét, sabé bidan gampóng ‘eh?

ZB Lam gampóng nyoe mandum na sunat, hana yang hana sunat…

Hana meuteupeu bahwa na awak peurawatpeurawat inan ijak keunoe hana… meuseu ijak peusunat hana….

FT Meunye kalheuh sunat kalheuh teuh, meuhan ken sabé meuingatingat teuh…

Informan TH Tiep-tiep ka tapubuet ken pasti ka seutuju tanyoe…

Inoe mandum bak gobnyan… Dak desa-desa keudéh keunan syit…


JS Setuju, karna meunye golom lheuh kamoe meuingat-ingat sabé, nyan meunan….

Sagoe nyoe mandum bak gobnyan…

RD …tanyoe asai golom lheuh tapeusunat sabé tingat… ‘oh lheuh baró tanyoe bébaih teuh ‘eh???

AY Ya seutuju… tingat teuh sabé…

Bak Bidan gampóng sabé kamoe, hantom bak Bidan Rumoh Sakét.

MD Nyan ken ata geuyue lam agama, ureung gampóng nyoe mandum na geusunat

Lampiran 8: Matriks FGD Ibu ke Dukun Bayi Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Dukun): Kepercayaan Pertanyaan Berdasarkan pengalaman ibu-ibu, seberapa penting sunat perempuan itu dilakukan?

Menurut ibuibu, bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan pemahaman agama?

AI Hai lagee nyan syit… peurlee… kiban han peurlee, paléng peurlee syit peusunat aneuk manyak.

SF Meunye ureung inóng teutap syit, payah peusunat, Nabi tanyoe seubab ken suci, tanyoe payah beusuci syit udéep teuh lam donya, watee tawoe keudéh beuget teuh syit, nyoe meunye hana sunat geupeugah hana suci watee tawoe keudéh, nyan meunan…

ZB Peurlee, that-that peurlee. Meunye hana geusunat hana sah seumbahyan g teuh karna tanyoe hana masók Islam lom…

Nyak suci dih…

Bek jeut keu kaphé… meunye hana tapeusunat ken hana suci jih…

Nak gléh teuh, bek jeut keu kaphé tanyoe ken? keu suci teuh…

FT

Informan TH Kamoe meuanggap sunat nyan hana remeh, meuanggap jih meuseu peunténg, maka jih sabé meulaksanakan nyan. Seolah-olah ka hampir kewajiban. Nyan…

Meunye ureung agam wajéb, meunye ureung inóng mubah… Seubagai kemuliaan, nyan meunan meunye hukóm jih…


JS Hai meunye hana tapeusunat ken hana get… meunye hana tapeusunat tanyoe ken lagee kaphé… Maka jih peurlee that nyan, peurlee meutameng Islam, ka sah meuseu lagee nyan…

Nyak suci dari najis, nyak sah Islam, nyak bek meuingatingat lé, bek ragu lé

RD Sunat nyan peurlee, hai hana pih ureung tinggai mandum geunyan, asai golom manteng meumetmet haté teuh, manteng meupikiran teuh, sabeub nyan ken ata peunténg, man peulom jih geupeugah na efek meunye hana tapeuget nyan, jeut keu peunyakét bak ujóng nyan, hehehe…

AY

MD

Sunat… Nak suci tubóh… karna peu… meunye aneuk miet golom geusunat jih ken hana suci…

Lampiran 8: Matriks FGD Ibu ke Dukun Bayi Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Dukun): Budaya Pertanyaan Menurut ibu-ibu, istilah apa yang sering digunakan untuk sunat perempuan di wilayah ini? Bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan kebiasaan masyarakat setempat atau budaya pada masyarakat disini?

AI Cok piet…

SF Cok piet…

ZB Geucok piet…

Meunye inoe ka turónteumurón dari jameun keu jameun ken? Man tanyoe meunye hana tapeuget nyan manteng meurasa teurikat, meuseu meunan…

Walaupun hukóm jih mubah teutap lagee wajéb. Karna dari nenek moyang tanyoe hana pernah hana yang hana…

FT Cok piet…

Informan TH Hana, hai sunat syit….

Adat bak tanyoe meuseu jih na geu tepung tawar, geupeusijuek ‘eh? Na bulukat atau payéh, geubi seudeukah keu ureung yang peusunat nyan… Nyan ata ka turón-teumurón, dari nenek moyang tanyoe kana ata nyan…


JS Cok piet… Hai ata aneuk miet nyan ken wajar, ken na syit tapeugahpeugah,

RD Cok piet…

AY

MD Geucok piet…

Lampiran 8: Matriks FGD Ibu ke Dukun Bayi Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Dukun): Budaya (Lanjutan) Pertanyaan Ritual apa saja yang dilakukan sebelum melakukan sunat?

AI Hai geupeugah euntreuk jak beut, geukheun Al-Fatihah, nak careng… meuseu geukheun ken, lón nyak ken… ku peusunat kah nak careng kajak beut, masók Islam, syuruga geubi lé Allah, nyan meunan geupeugah, laén hana geupeugah ku-eu sapeuesapeue…

SF lheuh geupeu-ucap eunteuk geupeusunat aju keudroe geuh…

ZB Geupeu-ucap geukheun asyhaduallaa ilaaha illallaah, geupeureunoe aneuk miet, geupeusijuek euntreuk, peuget bulukat kamoe…bi seureukah keu gobnyan…

FT Geupeugah lé masyik jéh meuseu jak beut…jak sikula, nyankeuh meunan geupeugah, geurayurayu meunan…

Informan TH Geupeu-ucap dua kalimah syahadat asyhaduallaa ilaahaillallaah, waasyhaduannaa muhammadarras ulullaah, ka peutameng dalam Islam. Hai memang ka tameng tapi untuk mengucap dua kalimah syahadat lom.


JS Kamoe inoe meupeusijuek… alheuh nyan lom meupeuget bulukat, peusuón ateuh ulee, nyan meubi seudeukah keu ureung yang peusijuek nyan, nyan kakeuh ka lón seurahkan keu Wak Lamah untuk geupeusunat…

RD Na geubaca astaghfirullaa hal ‘adzim… seulaweut… meu lhee krek sapeu nyan meunan… Pokok jih geupeusunat watee ka lancar i meuucap dua kalimah syahadat

AY …tapeuget bulukat béók, nyan tahei Wak bidan tapeusijuek seugolom tapeusunat

MD Geupeuucap, geupeusijuek, geubi nasehat yang getget…

Lampiran 8: Matriks FGD Ibu ke Dukun Bayi Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Dukun): Tenaga Pelaksana Pertanyaan Biasanya berapa jasa yang diterima oleh tukang sunat dari tindakan sunat perempuan yang dilakukan?

AI Ubébé tame teuh… (probing): Biasa jih padum kak kira-kira? meu ét lhee plóh ken beuna

SF Beurangkadum yih, hana geupatok gobnyan…

ZB Beurangkadum jeut… (Probing): Biasa jih padum kak kira-kira? hai paléng hana meu lhee plóh…

FT

Informan TH …inisiatif droe teuh padup ta meuseudeukah meunan ‘eh…


JS Limóng plóh ribee… (probing): seulaén nyan, padum na kak? mmm…. Pokok jih di ateuh dua plóh ribee…

RD Hai ubéna mudah, nyan keuh dup nan tame… meunye dimiyub dua plóh han tatijeut mé syit…

AY Nyan teuseurah tanyoe ubéna tamé… Man biasa jih lhee plóh peut plóh…

MD Ubé ikhlaih tanyoe …

Lampiran 8: Matriks FGD Ibu ke Dukun Bayi Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Dukun): Dukungan Keluarga Pertanyaan Dukungan apa saja yang diberikan keluarga terhadap perlakuan sunat perempuan?

AI

SF …meujan-jan lé mak teuh geupeuingat…

ZB Hai watee tapeusunat ken geubi peng-peng lé gobnyan…

FT Geuyue syit lé ureung agam, hai geupeu-ingat lé ken…

Informan TH Lón mak jak intat, nek ‘eh? Meunye lintó hana geupeuingat …

JS meunye intat aneuk miet biasa droe teuh, hai meunye aneuk ubeut biasa geu ba lé nek jih ataupun watee keuneuk ba geupeu-ingat karna golom pernah, hana jeut keu peungalaman lom, meunye ureung kana saboh dua lhee nyan hana peu peugah lé… Syit kana lam ulee aju…


RD … Ladóm tayue jak u rumoh ladom tame bak gobnyan… Meunurót tayue…

AY Hai meunye juóh rumoh geujak intat, meunye toe pané geujak intat saré, jak aju keudroe teuh…

MD Lón geujak ba lé nek… geuba lé mak, eunteuk geujak nek…

Lampiran 8: Matriks FGD Ibu ke Dukun Bayi Matriks Hasil Focus Group Discussion (Ibu yang ke Dukun): Dukungan Tokoh Agama Pertanyaan Apakah Ustadz/Ustadzah /Teungku/Ummi di wilayah ini mengajak atau menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat pada anak perempuan? - jika ya, bagaimana caranya Ustadz/Ustadz ah/Teungku/U mmi lakukan? - Jika tidak, siapa yang mengajak/ menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat pada anak perempuan?

AI hana ta deunge, na geupeugah masalah sunat ‘eh? (probing): meunye hana, soe yang ajak atau yang yue sunat aneuk inóng nyan? Hai dari ureung awaiawai…

SF Hana… (probing): meunye hana soe yang ajak atau yang yue sunat aneuk inóng nyan? …meujan-jan lé mak teuh geupeuingat…

ZB

FT

Informan TH Na, na syit geupeugahgeupeugah lageelagee nyan, tanyoe harus sunat syit, sebagai kemuliaan, apalagi ummat Islam, hanjeut hana... Memang Teungku nyan hana geufokuskan hana.. watee tróh masalah nyan na memang geupeugah, bakbak kitab.


JS

RD

AY Pané? Kemauan droeteuh… haté droeteuh nah… Meunye lam majlis ta’lem jareung lón jak, karna na aneuk ubeut ‘eh…

MD Hai tanyoe na pernah ta beutbeut, na ta dinge-dinge lam hukóm kitab lagee nyan ken? Meuseu jih tapubuet talaksanakan khitan nyan nyak furqan…

Lampiran 9: Matriks WM Ibu ke Tenaga kesehatan Matriks Hasil Wawancara Mendalam (Ibu yang ke Bidan): Praktik Sunat Perempuan Pertanyaan

Informan SM Meunye inoe ét dua thón u wateuh lah…

MR hai meunye aneuk manyak get badan dua thón sitingeh, lhee thón ka geupeusunat…

Menurut ibu-ibu, mengapa anak perempuan ibuibu disunat pada usia tersebut?

lheuh tasunat aneuk manyak meuri rijang rayeuk, lagee nyan lheuh geusunat aneuk manyak berkembang-kembang aju.

meunye kalheuh tasunat, meuri rayeuk, abéeh nyan tanyoe pih hana syek teuh ngen Allah Ta’ala

Alat apa yang digunakan oleh tukang sunat untuk melakukan sunat?

Ngen gunténg…

Hantom tangieng… meuseue jih watee geuyue man aneuk manyak han tatijeut… Lón weh aju… geumat le ureung laén, han kutijeut…

Organ kelamin bagian mana yang disunat oleh tukang sunat?

Bak ujóng…béók agai…

hana tateupeu, hana tae u… hana tatu’oh…

Jenis obat apa saja yang diberikan oleh tukang sunat setelah dilakukan sunat?

Betadin manteng, meunye ubat jép hana geubi, karna jih hana keluhan sapeue…

Betadin…

Keluhan apa saja yang sering dikeluhkan anak perempuan ibu-ibu setelah disunat?

watee lheuh nyan jih ken perih agai bacut… euntreuk perih nyan, nyan keuh geubóh betadin ka gadeh…cuma paléng-paléng efek jih watee itóh i’ek sige dua ge ka puléh…

Hai geubi le Tuhan ubé yang ka u likót hana na sapeu-sapeu… Man paléng-paléng peudéh, watee itóh i’ek peudéh meuseue meunan, siuroe singeh ka puléh…

Pada usia berapa biasanya ibu-ibu membawa anak perempuan untuk disunat?


Lampiran 9: Matriks WM Ibu ke Tenaga kesehatan Matriks Hasil Wawancara Mendalam (Ibu yang ke Bidan): Pengetahuan Pertanyaan Apa yang ibu ketahui tentang sunat perempuan?

Menurut ibu-ibu, apa manfaat dilakukannya sunat pada anak perempuan? Menurut ibu-ibu, dampak apa saja yang ditimbulkan setelah dilakukan sunat?

Informan SM MR Sunat aneuk inóng ken wajéb, meunye laki-laki Sunat? Wajéb ‘eh? Sunat nyan untuk kebersihan wajib, tapi meunye perempuan budaya harus aneuk manyak, lheuh nyan aneuk manyak pih gléh tasunatkan. Karena sunat nyoe yang pertama untuk ulee yih meunye kalheuh tasunat, meuri rayeuk, kebaikan aneuk miet, kedua untuk kesehatan aneuk abéeh nyan tanyoe pih hana syek teuh ngen Allah miet dan yang ketiga tanyoe ka ta sempurnakan Ta’ala, hana syek-syek teuh yang bahwa aneuk budaya droe teuh ureung Islam. tanyoe kalheuh tapubuet kagléh, hana kuto-kuto Nyankeuh nyak gléh tubóh, nyak bersih dari hukóm, Manfaat jih untuk kebersihan, kesehatan, nyak abeh jih yang keudua, aneuk manyak meunye rijang rayeuk, nyan tanyoe pih kagléh haté teuh kalheuh tasunat langsóng meuhap-hap rayeuk… hana syek teuh lé ngen Allah Ta’ala bahwa kalheuh tapeugléh… Lheuh geucok piet nyan, lheuh sunat nyan jadi Hai geubi lé Tuhan ubé yang ka u likót hana… malee dih aneuk manyak nyan. Tanyoe ken malee ubé yang ka ku eu padup…peut yih ata Tuhan nyan dari dasar kelahiran kana rasa malee lam hana… man yang na sang ye dih… nyan imoe lé tubóh, jadi walaupun jih aneuk manyak tapi rasa ‘oh lheuh nyan… tapi siat sagai… malee nyan kana, ken karna yo dih karna beurangkapeu, tapi jih karna rasa malee…

Matriks Hasil Wawancara Mendalam (Ibu yang ke Bidan): Sikap Pertanyaan Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan di masyarakat? Tolong ibu jelaskan? Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan di keluarga ibu? Tolong ibu jelaskan alasannya? Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan oleh tenaga dukun? Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan oleh tenaga kesehatan?

Informan SM MR Meunye inoe, sikap ureung inoe seutuju-seutuju ureung mandum geuteurimeng… manteng… malah meunye hana geusunat, nyan yang paloe, ipeugah-peugah ban saboh gampóng. peue dari keluarga, dari saudara mandum geuterimeng… memang ka lagee nyan…

Mandum seutuju, mandum geudukung, meunye Mak syit geutém intat-intat siat bak bidan…

Meunye bak dukón nyan hana… hana niet pih taba bak dukón, jeut takheun meunye inoe mandum ka bak ibuk … samu na Ibuk inoe mandum-mandum bak Ibuk

Meunye inoe ken dukón pih hana lé, man ken ka geujak bak bidan mandum


Baroe jéh ken bak bidan gampóng, nyoe ka bak Ibuk Kamariah… Kamoe inoe kana gobnyan ka bak bidan …

Lampiran 9: Matriks WM Ibu ke Tenaga kesehatan Matriks Hasil Wawancara Mendalam (Ibu yang ke Bidan): Kepercayaan Pertanyaan Berdasarkan pengalaman ibu-ibu, seberapa penting sunat perempuan bagi pasien? Menurut ibu-ibu, bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan pemahaman agama?

Informan SM MR Sebenar jih sunat nyan sangat-sangat penting karna Hehehe… hana tatu’oh peugah… sabeub tanyoe pertama tanyoe ken mengikuti jejak Rasul jameun… mandum na tapubuet nyan… yang kedua untuk kebersihan yang ketiga adalah untuk dijauhkan dari segala penyakit… Sebenar jih dari agama na meusangkót bacut, tapi Meunye bak hukóm geupeugah aneuk manyak ken wajéb cuma ken diharuskan hanjeut hana tapeusunat ken, wajéb tasunat…

Matriks Hasil Wawancara Mendalam (Ibu yang ke Bidan): Budaya

Menurut ibu-ibu, istilah apa yang sering digunakan untuk sunat perempuan di wilayah ini?

Informan SM Meunye aneuk inóng geukheun cok piet, laén dari Cok piet geukheun pada nyan hana…

Bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan kebiasaan masyarakat setempat atau budaya pada masyarakat disini?

Meunye sunat aneuk inóng jih ken tanyoe ken budaya, budaya ureung Islam, lelaki dan perempuan harus sunat…

Man meunye ret adat pih payah sunat aneuk manyak...Adat ka turón-teumurón…

Ritual apa saja yang dilakukan sebelum melakukan sunat?

Tanyoe seugolom sunat ken na peuget peusijuek, nyan dari peusijuek nyan tanyoe tahei ureung tuha, ureung tuha nyan yang jeut beut lah, yang jeut sikrek-dua krek masalah Al-Qur’an, jadi watee peusijuek nyan geubaca-baca peu-peu yang jeut geuh, baca do’a, Al-Fatihah, Qul huwallaahu ahad, seulaweut, eunteuk geupeuucap dua kalimah syahadat

Geupeusijuek ilee phón sira geubaca do’a… meunye kalheuh geupeusijuek nyan baró tajak mé bak Ibuk….

Pertanyaan


MR

Lampiran 9: Matriks WM Ibu ke Tenaga kesehatan Matriks Hasil Wawancara Mendalam (Ibu yang ke Bidan): Tenaga Pelaksana Pertanyaan Biasanya berapa jasa yang diterima oleh tukang sunat dari tindakan sunat perempuan yang dilakukan?

Informan SM Ibuk hana geupeugah padum, man tanyoe taba paléng hana, beunalah meudua plóh…

MR Ubé ikhlaih tajók béók, meuseue lagee gob mé aju… jeut takheun ét siplóh dua plóh…

Matriks Hasil Wawancara Mendalam (Ibu yang ke Bidan): Dukungan Keluarga Pertanyaan Dukungan apa saja yang diberikan keluarga terhadap perlakuan sunat perempuan?

Informan SM MR Droeteuh aju jak ba meunye katrok watee, mak na Yang bi biaya ureung agam, yang jak ba ureung syit geupeuingat-ingat inóng… biasa Mak yang peuingat-ingat… man lón yue ba siat bak gobnyan, droe teuh pih han tatijeut…

Matriks Hasil Wawancara Mendalam (Ibu yang ke Bidan): Dukungan Tokoh Agama Pertanyaan Apakah Ustadz/Ustadzah/Teungku/Ummi di wilayah ini mengajak atau menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat pada anak perempuan? - jika ya, cara yang bagaimana yang Ustadz/Ustadzah/Teungku/Ummi lakukan? - Jika tidak, siapa yang mengajak/ menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat pada anak perempuan?

Informan SM MR Bak pengajian kelompok rame-rame hana keucuali Tanyoe na aneuk miet jareung tajak, meuseu sunat ureung agam… malam, na ureung tuha-tuha… man tanyoe na aneuk manyak ubit manteng ken hanjeut tajak, jadi hana tatupeu peu na geupeugah masalah sunat nyan?


Lampiran 10: Matriks WM Informan Kunci

Matriks Hasil Wawancara Mendalam Informan Kunci: Praktik Sunat Perempuan Pertanyaan Apakah ibu pernah melakukan sunat perempuan? - Jika ya, bagaimana ibu melakukan sunat pada anak perempuan? - Jika tidak, tolong ibu jelaskan alasan tidak melakukan sunat perempuan tersebut!

Selain ibu, siapa saja yang melakukan sunat perempuan di wilayah kerja ini? Pada usia berapa biasanya anak perempuan disunat di wilayah ini?

Bidan 1 Pernah. (probing): caranya bagaimana kak? Pertama kita membujuk si anak, Jadi, persiapannya kita siapkan pasiennya dulu, kita tidurkan, sambil berbicara. Kemudian persiapkan alat, handscoon… Yang sederhananya... kita tetap mencuci tangan ya. Udah habis tu pakek handscoon, langsung kita membersihkan vulva. Stelah itu baru kita melakukan sirkumsisi. Nah, setelah melakukan sirkumsisi kita hanya mengoleskan betadine… ada dukun kampung di daerahdaerah terpencil. umumnya, masyarakat di sekitar sini, pada usia anak 2 sampe dengan 4 tahun lah… batasnya…

Informan Bidan 2 Dukun Bayi Na… Hai watee lheuh nyan Pernah. (probing): Bagaimana ken ta baca do’a… Ken tameucara melakukannya kak? Cuma ucap, tapeusa dua sikin, sedikit dikikis… kulitnya aja… kalo ada, kalo tidak.. ya ga’… ga tapinah bacut nyan.. Ta meudigunting ya… ucap dua kalimah syahadat miseu kalheuh tapeu-ucap jih, tapeu-ucap le tanyoe, tameuucap tanyoe-tanyoe watee tacok nyan. (probing): Maksud jih Wak kiban peusa dua sikin nyan? Hai sa dua lhee peut limóng nam tuuuujoh, nyoe sunat dari Siti Sarah peusunat Ti Hajar, ken meunan? Dukun kampóng kalau dulu, sekarang gak da lagi…

Hana…

Biasanya pada usia 2 tahun itu lebih baik, ada yang lebih. Ada yang 3 tahun, bahkan ada yang 4 tahun, itu tergantung si ibunya anak… (Probing): bagaimana kalo selain dari usia tersebut? ada juga yang kurang 2 tahun, tapi jarang… biasanya 2 tahun ke atas…

inoe et limeung thon kajeut, peut thon… (probing): kiban meuseu seulaén dari umu nyan? Na syit yang lhee thón tapi hana get deuh lom… Biasa jih ét peut thón u wateuh… ‘Oh jeut dimeu-ucap kedroe ih yang get.


Tokoh Agama Hanjeut, hantom ilón ata-ata nyan… iyue na ken neujak… aneuk droe lón, cuco droe lón, gob yang kalon… ureung yang ka biasa, ureung nyang cukóp na seumbayang…

Biasa inoe na Nyak Maneh, Nyak Maneh Palóng… Bidan gampóng… Bidan turón-teumurón Biasa, bak peusunat nyan hana geuteutapkan umu… leubeh get umu-umu sithón lah atau leubeh….


Matriks Hasil Wawancara Mendalam Informan Kunci: Praktik Sunat Perempuan (Lanjutan) Pertanyaan Menurut ibu, mengapa anak perempuan disunat pada usia tersebut?

Bidan 1 nah… kalo budaya Aceh… kalo di bawah 1 tahun disunat itu ga lumrah… mereka cendrung pada usia 2 tahun, karena apa? Pada usia 2 tahun kan udah agak besar ya… udah nampak kalo dibuka…

Informan Bidan 2 Dukun Bayi Biasanya pada usia dua tahun peu sabeub ta peusunat itu lebih mudah. Itu lebih watee rayeuk? Nak jeut i mudah kita lakukan karena meu-ucap dua kalimah kadang-kadang si anak belum syahadat. Meunye ubuet tahu dia malu, kalau umur di ken hana itupeu sapeu. atas itu kadang-kadang si anak Meunye manteng ubeut yih udah tau malu, dia ndak mau imiyub peut thón hana lom, hana deuh… leubeh bak tapeu sa dua sikin.

Sebelum ibu melakukan sunat, tindakan medis apa yang ibu berikan terhadap pasien Alat apa yang ibu gunakan untuk melakukan sunat?

Hanya membersihkan vulva aja…

membersihkan terlebih dahulu…

Hana sapeue pih…

slalu gunting yang saya gunakan….

Gunting yang telah disterilkan... kain kasa untuk membersihkan terlebih dahulu…

Apakah alat yang ibu gunakan dilakukan DTT (Desinfeksi Tingkat Tinggi)/sterilisasi? - Jika ya, bagaimana ibu melakukannya? - Jika tidak, apa alasan ibu tidak melakukan DTT/sterilisasi?

Tetap… kita melakukan dengan larutan sederhana. (Probing): tolong kakak jelaskan bagaimana yang dimaksud dengan larutan sederhana tersebut? menggunakan larutan By Clean 1: 9, jadi direndam 15 menit kemudian kita bilas dengan air mengalir, ditempatkan di atas kain kasa lalu siap digunakan.

Steril… steril terlebih dahulu… (probing): bagaimana kakak melakukannya? Cara steril, kita rebus alat. Setelah alat itu kita rebus, membiarkan dalam air yang mendidih selama 20 menit…

Ngen sikin krok…(probing): kiban sikin nyan Wak? Sikin silek… Na lagoe sikin meu-ulee tem nyan ken na Na lón rhah ngen ie suuem…(probing): seulaén nyan kiban neupeuget Wak? Lón bóh alkohol bak gapeuh, lheuh nyan lón lap…


Tokoh Agama limóng blah buleun nyan adak tapeugah beurang kapeu sidom-sidom pulan-pulén ka i dinge… tanyoe kalheuh tapeuget aju… Nyan le bidan gampóng syit ka geutu’oh keudroe geuh Meunye dua thón eunteuk ken ka tareupah yih ka hek teuh tanyoe, iglueng-glueng teuh…

ngen sikin tajam, ngen ujóng jih nyan…

Nye… Jinoe ka geurubóh kareuna ka geutiree-tiree ata bidan… hehehe… geurubóh… meunye jameun pané na Buk? Sikin lam pat-pat leh geulhat, bak-bak ubóng, geucok laju… eunteuk ka kumeng ata aneuk miet…


Matriks Hasil Wawancara Mendalam Informan Kunci: Praktik Sunat Perempuan (Lanjutan) Pertanyaan

Informan Bidan 1 hanya ujung klitorisnya… (probing): kira-kira sebesar mana kak yang akan dibuang? pokoknya kecil, warna putih dia… Hana rayeuk hai ube neuku’et…

Bidan 2 Yang di ujung klitoris, yang di ujungnya aja kita kikis, kalo ada… kalo tidak, kita isyaratkan. (probing): kira-kira sebesar mana kak yang akan disunat? Cuma sedikit dikikis… kulitnya aja… kalo ada, kalo tidak… ya ga’…

Dukun Bayi Nyan yang imiyub inan bak binéh lagee ukam manok, syit bacut sagai. Nyang keuh, yang syek nyan… tapinah ata nyan hana meusalahsalah jih, takrut aju…. (probing): Kira-kira ubéna yang syék nyan? Ubeuet that aju. Ubee neuku’et…

Jenis obat apa saja yang ibu berikan setelah disunat?

paling anti piretik, seperti paracetamol… (probing): Selain itu kak? Saya menggunakan betadin.

Obaat…..? tidak, ndak ada… paling betadin untuk dioles aja…

Hana payah, jameunjameun geusumbŏ, man inoe ken kana betadine jeut ta cilét beók…(probing): yang geumaksud ngen sumbó nyan kiban Wak? Geuple, geurudhah, geutitep ie babah ranup béók keunan, geupajoh bungong-bungong lawang…

Hambatan apa saja yang ibu temukan saat melakukan praktik sunat perempuan?

paling pada saat anak yang lasak, itu agak susah… tapi kalo anaknya ga lasak ga masalah…. Kan satu dua orang yang anaknya slalu hiperaktif.

Anak-anak sering melawan, rewel, nangis dan malu kadangkadang… anak-anak uda tau malu… (probing): Bagaimana dengan keluarga dan kakak sendiri? Kalo dari keluarga ga’ ada, kalo kakak susah… karena si anak melawan dia kan…

Hana…. Man ladom payah, ladom tanyoe ken u dalaaam…. (probing): yang payah nyan aneuk miet nyang kiban Wak? Ladom u dalam… miseu nyoe ken payah ta kuak pha yih beók, payah ta beuót yih lee beók meunan… ladom hana get deuh lom…

Organ kelamin bagian mana yang ibu sunat?


Tokoh Agama Meunye aneuk inóng nyan geucok ukam jih syit, lagee aneuk manok ban ceh ken na ukam? Nyangkeuh jih geucok ngen ujóng sikin… (probing): jeut Mi jelaskan geucok yang kiban ukam nyan? geucok… geucok syit ngen sikin. Meleukat ijih bak ujóng aneuk iték nyan… Meunye bidan gampóng hana ubat, geupruh, geusumbó laju sige… man meunye inoe ken kana Betadin… (probing): yang geukheun sumbó nyan kiban Mi? Geumameh bungong lawang geuh, boh keumuju geuh geumameh, dumpeu nyan, yang pedas-pedas lah… meuseu ‘oh keuneng ken, mate asoe… hana sapeu pih hambatan, kadang na syit yang meulawan karna yo yih…


Matriks Hasil Wawancara Mendalam Informan Kunci: Praktik Sunat Perempuan (Lanjutan) Pertanyaan Keluhan apa saja yang sering dikeluhkan pasien kepada ibu setelah disunat?

Bidan 1 tidak ada… untuk sementara tidak ada… lancar-lancar aja….

Informan Bidan 2 Dukun Bayi Ga’ ada… (probing): apakah Hana, hana keluhan sapeue, sunat yang kakak lakukan hana peudeh, hana sapeue. mengeluarkan darah? Hana Sabeub ata nyan ken ata meudarah, (probing): paken teusie, krut manteng béók... kak? Sabeub hana luka, Imoe siat karna ye…yih. meunye luka ken teutap Nyan ken saket, hai kiban meudarah jih… han saket… saket bacut lagee sidom apui kap. (probing): Peu keuh watee neusunat nyan na tom meudarah? Hana…Paken Wak? Kareuna jih ken cok bandum, cuti’et agai beók miseu menan. Hana cok ban…ban.. bandum.


Tokoh Agama Hana… peudéh bacut… (probing): Peu keuh watee geusunat nyan na tom itubiet darah? na yang takalon meudarah na yang hana…


Matriks Hasil Wawancara Mendalam Informan Kunci: Pengetahuan Pertanyaan Apa yang ibu ketahui tentang sunat perempuan?

Apakah pada saat ibu sekolah pernah diajarkan cara melakukan sunat pada anak perempuan? - Jika ya, bagaimana caranya? - Jika tidak, darimana ibu memperoleh pengetahuan tentang cara menyunat anak perempuan?

Bidan 1 Kalau disini, di Aceh umumnya sircumsisi pada anak wanita dilakukan pada usia 2 tahun sampai dengan 3 tahun. Itu memang kalau masyarakat di Pidie di Bandar Baru…

Tidak… (probing): trus…darimana kakak memperoleh pengetahuan tentang cara sunat tersebut? Kita punya panutan bidan senior… Kita melihat mereka bekerja… Kita minta ilmu mereka, kita pelajari, baru kita dapat tindakan…

Informan Bidan 2 Dukun Bayi Sunat perempuan yang kita Sunat nyan sunat dariii Ti lakukan itu bukan berarti Sarah geupeusunat Ti Hajar, memotong ujung klitorisnya… peurumoh Nabi Ibrahim. Nyan Akan tetapi kita mengkikis ret nan geucok sunat. Jadi, selaput apabila ada, kalau lheuh rheut keu ulama, ulama memang ga ada, kita memang ken geujok keu tanyoe laju isyaratkan aja… keunoe. Maka sunat ureung inòng sunat peusunat. Meuucap dua kalimah syahadat, pinah bi-ók ata nyan. Nyan…

Tidak… … (probing): Darimana juga kakak memperoleh pengetahuan tentang cara sunat tersebut? Semua dari pengalaman… di Puskesmas… Kita liat kawankawan kita yang sunat, setelah kita melihat kan, kemudian kita harus membaca doa… Kita temuin Teungku atau Ustadz…


Hana… hana… (probing): Man pajan ka neutueng ileumee nyan? Geupeurunoe le ureung tuha. Lón kana bak-bak nek lón, bak mak syik lón jameun kana…

Tokoh Agama Biasa jih yang lon tupeue sunat aneuk miet inóng, hana geupeusyarat sapeue ijih. Aneuk meunye ka umu liwath, ka meuri maleemalee han, ‘oh tajak geue malee jih ken hana paih. Nyan keuh jeut le mak jih le ureung tukang yang peusunat nyan geutu’oh cara keudroe geuh. Ureung ka biasa geupeugah sidomsidom, geupinah sidom… Nyan do’a na, Bismillah na, seulaweut na. bak ureung yang biasa pubuet ata nyan.


Matriks Hasil Wawancara Mendalam Informan Kunci: Pengetahuan (Lanjutan) Pertanyaan Menurut ibu, apa manfaat dilakukannya sunat pada anak perempuan?

Menurut ibu, dampak apa saja yang ditimbulkan setelah dilakukan sunat?

Bidan 1 kalo masyarakat awam mengatakan, kalo sunat perempuan itu supaya tidak “gransang”, genit ya bahasa Indonesianya? Kalo kesehatan mungkin ada satu celah yaitu untuk kebersihan… Kemudian ada juga agar libidonya tidak berlebihan kalo dampak pada anak, cuma sebentar dia merasa cemas, takut sebentar.. nangis. Kemudian setelah itu mereka sudah biasa hal yang wajar... dan si ibu menerima

Informan Bidan 2 Dukun Bayi Manfaat? Manfaat bagi si Hai geukheun le ureung awai, anak, kaya’nya ga’ ada ya… peusunat nyan bek rijang that hehehe…. manfaat jih galak keu linto baró. kalheuh geupeugah agoe, Geupinah ata nyan, bek gatai meuseu ken na istilah jih that, nah… sabeub geukheun: lagee peutameng Islam. Man koh nyan!. memang ka Islam, tapi diisyaratkan… lagee nyan beurarti… Orang tuanya sudah apa? Sudah puas… Ga’ ada… Hai ken tapeuingat ken ka dipateeh miseu, lom pih aneuk manyak… (probing): meunye masalah laén peuna timbul lheuh geusunat? Hana… Lagee sidom apui kap lagee nyan, kalheuh


Tokoh Agama Nyan meunurót su ureung tuha jameun ken. Hai bak kitab hana that tatupeu hana that ta lob seubab. Ganaih, nyan yang hana geucok ukam nyan nyan….siplóh thón ka i tupeu keu lakoe

Hana… ilón watee lón kalon, meuseu ngen seubab nyan na timbul deumam nyan hana…


Matriks Hasil Wawancara mendalam Informan Kunci: Sikap Pertanyaan Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan di masyarakat? Tolong ibu jelaskan?

Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan di keluarga ibu? Tolong ibu jelaskan alasannya? Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan oleh tenaga kesehatan? Bagaimana sikap ibu terhadap praktik sunat perempuan oleh tenaga dukun?

Informan Bidan 1 maksudnya sikap kita terhadap masyarakat biasa… karena apa? Sunat perempuan itu wajib dilakukan

Bidan 2 Biasa, menerima…

Dukun Bayi Nyan mandum tanyoe na nyan bagi ateuh ureung Islam, walaupun Jawa na syit. Asai yang bek tameudawa kuat. Ateuh nama bagi ureung Islam, mandum-mandum sunat inóng agam… Biasa… tanyoe ureung Islam inóng agam mandum na sunat sabeub na do’a. nyan meunan…..

Tokoh Agama Watee na sipeu-peu tanyoe taturót ata ureung tuha peugah, nyang peugah nyan pih ureung tuha tuho… ken tuha umu, tuha pengalaman agama. Hanjeut han tapatéh.

tidak ada masalah. Kita terima dan mendukung, itu memang harus dilakukan…

Kami menerima, melakukannya juga…

hana masalah… no problem. Kita sama-sama tenaga kesehatan, kalo dia mampu apa salahnya…

Tergantung keyakinan si Ibu… hanjeut tapaksa le tanyoe…

Jeut hana masaalah. Na yang imé u rumoh saket. Lam kota ken rumoh saket iba, nyan meunan….

Gimana yaa? Kurang setuju kaya’nya… Malah na pernah keluarga…keluarga si anak yang mengeluh setelah disunat sama dukón kampung itu dulu… keluar darah karena kena ototnya mungkin atau…

Hana masaalah… hana lón kheun sapeu ilón, asai beuna sunat…

seutuju bak yang ka peungalaman, pendidikan ngen segala jeh geuh, ngen ileumee geuh. Meunye bak Puskesmas nyan ngen ileumee geuh geu peububuet… Kureung paih meunye bidan gampóng. Meunye ureung bidan gampóng ketórónan, beuthat sapeu tan geutupeu… kadangkadang ngen sikin ka meugratan nyan… inoe hana lé. Hai buk, hana lé meunye jameun nyoe…

Trus kalo dukun melakukan, kalo memang ada tehniknya steril, sterilnya menggunakan daun sirih, itu ga ada masalah, karena dulu memang banyak masyarakat yang melakukan sirkumsisi ke dukun. Tapi sekarang… mereka telah mengerti tentang promkes, ada baca majalah dan lain sebagainya… sudah beralih ke kita…


Lón…cuco droe lón mueng keudroe…


Matriks Hasil Wawancara mendalam Informan Kunci: Kepercayaan Pertanyaan Berdasarkan pengalaman ibu, seberapa penting sunat perempuan bagi pasien?

Menurut ibu bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan pemahaman agama?

Bidan 1 kalo kita lihat dari segi pengalaman, kalo kita bacabaca buku kalo memang sirkumsisi zaman sekarang ini, sunat perempuan itu memang ga ada pentingnya sekalipun… ga ada… Kalo kita lihat dari sisi kebudayaan masyarakat kita, kehidupan kita alangkah mulianya kalau anak perempuan dilakukan sirkumsisi. Kalo dunia ilmu sekarang ga ada perlunya lagi… Kalo dari segi agama, perempuan juga harus dilakukan sirkumsisi, karena dengan dilakukan sirkumsisi bisa menambah perkembangan anak…(probing): maksudnya kak? ‘e… Nampak tumbuh besar dia…

Informan Bidan 2 Dukun Bayi Kurang tau, hehehe… tanyoe ureung Islam inóng meuseue geujak pasien kakak agam mandum na sunat layani… awai watee baróbaró kakak tinggai bak desa nyan, geulakee le masyarakat inan. Neumeurunoe hai Buk sunat nyan… ken meunye hana geulakee le ureung gampóng ken hana ta jeh syit…

‘e…. kalo dikaitkan dengan agama Islam dibolehkan, cuman kan caranya aja yang beda, tidak sama dengan yang laki… (probing): kalo menurut hukumnya bagaimana kak? Tapi kalo menurót hukóm jih, meunye takalon sekilas, meunye tabaca dari nyan diisyaratkan, bukan berarti diwajibkan, sunat berarti ‘eh

Ret agama hai bagi tanyoe urueng Islam… hai ureung jameun peugah, aneuk manyak geuyue peusunat. Meunye hana tapeusunat eunteuk ken ka geukheun,peu hana kapeusunat? peu nak jeut keu kaphé? (probing): meunurót droeneuh Wak, hukóm sunat aneuk inóng nyan kiban? Hai sang wajeb sunat tanyoe bagi ureung Islam


Tokoh Agama Sunat aneuk inóng saban syit lagee aneuk agam, tapi hana that brat lagee aneuk agam…

Sunat, sunat. Tapi geuwajébkan. Arti wajéb hanjeut han… arti sunat jeut tapubuet jeut han. Nyan meunan… (probing): Meunye hukóm jih yang pasti kiban Mi? Wajéb geucok nyan…ata peu geukheun nyan ukam nyan…


Matriks Hasil Wawancara mendalam Informan Kunci: Budaya Pertanyaan Menurut ibu istilah apa yang sering digunakan untuk sunat perempuan di wilayah ini? Bagaimana hubungan sunat perempuan bila dikaitkan dengan kebiasaan masyarakat setempat atau budaya pada masyarakat disini? Ritual apa saja yang dilakukan sebelum melakukan sunat?

Informan Bidan 1 Kalau untuk wilayah ini tidak ada ya… Hana… istilah jih pane, sunat cok piet.

Bidan 2 Sunat… Bahasa Acehnya “cok piet”

Dukun Bayi Hana, sunat syit aju. Man hai geukheun cok piet.

Tokoh Agama “cok piet”…

Emang udah tradisi… masyarakat Aceh umumnya udah tradisi, mereka anak perempuan memang harus dilakukan sirkumsisi. Walaupun tidak ada acara besarbesaran. Itu memang budayanya…. itu… peusijuek… ditepungtawar aja… cukup dengan payéh sipót meunye bahasa Aceh. Udah selesai… tidak ada undangan seperti anak lakilaki… tidak ada…

Meunye adat bak tanyoe memang…. Memang harus disunatkan memang di peue geukheun, memang… geuyue le keluarga, le ureung syik jih nyan…

syit ka turón-teumurón, hai syit ka jameun ken… nek lón, trok bak lón, ken nye? Man trók i miyub bak nyan, nyan hom… han ék tatu’oh lé, hom yih… bak-bak nek moyang jameun ken syit lagee nyan. Syit geuba breuh pade, geumee bulukat ngen tumpoe, geumee sinijuek, geumee boh kruet. Geupeusijuek. Nyan…

Sunat nyan butoi-butoi ata suruhan geutanyoe nyan, ken adat nyan, hana itameng bak adat nyan…

Kita baca dua kalimah syahadat, kemudian kita baca do’a untuk sunatnya… (probing): boleh dibaca kak doanya? Seperti ini A’udzubillahiminasyaitanirraji m. Bismillahirrahmanirrahim. Bismillah wabillah waminallah wa‘ala millati Rasulillah SAW. Itu saya dapat do’a dari Abu H. Utsman Kuta Krueng

Hai peusijuek, peusu-òn bulukat, peubreuh pade, geurhom syaitan nyak bek didaya, peu-ingat aneuk manyak nyan miseu nyoe, tanyoe nyoe ka tameung Islam. Bek suót-suót Ma, bek suót- suót Ayah. Nyoe tanyoe jak sikula jak beuet. Bek maên-maên ngen aneuk agam, hareum…. Lheuh nyan takheun astaghfirullahal ‘adzim. Alladzi laa ilaaha illaa huwal hayyal qayyuuma wa atubu ilaih.. meu-ucap dua kalimah syahadat. Allahumma shalli ala saidina Muhammad wa’ala ali saidina Muhammad wa’ala ali Ibrahim. Fil ‘alamiina innaka hamidummajid. Alheuh nyan tacok aju. Nyan jeut taniet aju. Sunat Ti sarah peusunat Ti Hajar…

Peusijuek… peusijuek nyan simpuna geukheun. Ladom ureung na geupeusijuek, ladom hana. geu su op bubulukat, geupeusijuek yih, do’a peusijuek nyan pih na



Matriks Hasil Wawancara mendalam Informan Kunci: Tenaga Pelaksana Pertanyaan Biasanya berapa jasa yang ibu terima dengan tindakan sunat perempuan yang ibu berikan?

Bidan 1 Nah… Sekarang kan ada JKA dan Jampersal jadi serba gratis… mereka memberikan seikhlas mungkin. Kita tidak pungut biaya. Seikhlas mungkin berapa yang dikasih…

Informan Bidan 2 Dukun Bayi Tergantung kemampuan Ibi keu lón? Lón hana lón orang tua, berapa yang tueng upah, lón.. lón ibadat. Maka ban saboh nyan ijak eu ikhlas… (probing): biasanya berkisar berapa kak? Minimal lón… Sereukah ken ube ék sepuluh atau dua puluh ribu… ibi. Ibi ube na mudah kakeuh na. Meunye hana, lagee yang gasien-gasien syit meu lon tueng tan.

Tokoh Agama

Matriks Hasil Wawancara mendalam Informan Kunci: Dukungan Keluarga Pertanyaan Dukungan apa saja yang diberikan keluarga terhadap perlakuan sunat perempuan?

Bidan 1 mereka menyambut sportif saya liat… kalo anaknya sudah saatnya di sunat… itu yang mengantar si Ibu, yang membawa transportasinya pun si Ibu… yang membantu dalam melakukan tindakan juga si Ibu…

Informan Bidan 2 Dukun Bayi Dukungan jih, ureung syik jih Hai geupeuingat-ingat lé nek geuba aneuk gobnyan, malah yih, peu hana kajak ba aneuk geu… geu… geusanjóngkeuh lom geukheun bak mak sanjóng nak item… yih… eunteuk ken ka ijak ba lé mak aneuk manyak nyan…


Tokoh Agama Yang phón lee ken tapeuingat mak yih, eunteuk watee jak ba sunat biasa ngen soe yang meukumat aneuk miet…


Matriks Hasil Wawancara mendalam Informan Kunci: Dukungan Tokoh Agama Pertanyaan Apakah Ustadz/Ustadzah/Teungku/Ummi di wilayah ini mengajak atau menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat pada anak perempuan? - Jika ya, cara yang bagaimana yang Ustadz/Ustadzah/ Teungku/Ummi lakukan? - Jika tidak, siapa yang mengajak/ menghimbau masyarakat untuk melakukan sunat pada anak perempuan?

Bidan 1 ga tau…

Informan Bidan 2 Dukun Bayi Selama kak jak beut majlis hana… hantom. Hai na ta’lem. Tapi hana pernah trok geupeugah bak-bak kitab lom bak masalah nyoe… masa-ilai ken na… peu geupeugah syit ka tatupeu tanyoe ureung Islam…


Tokoh Agama Na… Tapi karna i lón hana that lón jak ateuh nyan, surah manteng bagi ureung yang dinge ken, meunan… hana lón cok surat-surat jih abéhabésan nyan hana.




Lampiran 14: PERMENKES Tentang Sunat Perempuan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1636/MENKES/Per/XI/2010 Tentang Sunat Perempuan Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Menteri Kesehatan Republik Indonesia: Menimbang : a. Bahwa dalam rangka memberikan perlindungan pada perempuan, pelaksanaan sunat perempuan harus dilakukan sesuai dengan tuntutan agama, standar pelayanan dan standar profesi

untuk

menjamin

keamanan

dan

keselamatan

perempuan yang disunat; b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu mengatur Sunat Perempuan dengan Peraturan Menteri Kesehatan; Mengingat

: 1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) 3. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) 4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 ((Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637) 5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1575/MENKES/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan



peraturan pemerintah Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 439/MENKES/Per/VI/2009 6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medik 7. Peraturan Menteri kesehatan No. 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG SUNAT PEREMPUAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan menteri ini yang dimaksud dengan: (1) Sunat Perempuan adalah tindakan menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris, tanpa melukai klitoris (2) Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau mempunyai keterampilan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewewenangan untuk melakukan upaya tertentu (3) Dokter adalah dokter dan dokter spesialis lulusan pendidikan kedokteran baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (5) Perawat adalah seorang yang lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan (6) Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan



BAB II PENYELENGGARAAN SUNAT PEREMPUAN Pasal 2 (1) Sunat perempuan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu. (2) Tenaga Kesehatan tertentu yang dapat memberikan pelayanan sunat perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu; hanya dokter, bidan dan perawat yang telah memiliki surat izin praktek atau surat izin kerja (3) Tenaga kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diutamakan berjenis kelamin perempuan. Pasal 3 (1) Setiap pelaksanaan sunat perempuan hanya dapat dilakukan atas permintaan dan persetujuan perempuan yang disunat, orang tua, dan/atau walinya (2) Setiap pelaksanaan sunat perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diinformasikan kemungkinan terjadi perdarahan, infeksi dan nyeri (3) Persetujuan perempuan yang disunat, orang tua, dan/atau walinya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 4 (1) Pelaksanaan sunat perempuan dilakukan dengan persyaratan: a. Di ruangan yang bersih b. Tempat tidur/meja tindakan yang bersih c. Alat yang steril d. Pencahayaan yang cukup dan e. Ada air bersih yang mengalir (2) Pelaksanaan sunat perempuan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir selama 10 (sepuluh) menit b. Gunakan sarung tangan steril



c. Pasien berbaring terlentang dan kaki direntangkan secara hati-hati d. Fiksasi pada lutut dengan tangan, vulva dinampakkan e. Cuci vulva dengan povidon iodine 10%, menggunakan kain kasa f. Bersihkan kotoran (smegma) yang ada di antara frenulum klitoris dan glans klitoris sampai bersih g. Lakukan goresan pada kulit yang menutupi bagian depan klitoris (frenulum klitoris) dengan menggunakan ujung jarum steril sekali pakai berukuran 20G-22G dari sisi mukosa kea rah kulit, tanpa melukai klitoris h. Cuci ulang daerah tindakan dengan povidon iodin 10 % i. Lepas sarung tangan, dan j. Cuci tangan dengan sabun dengan air bersih yang mengalir Pasal 5 (1)

Sunat perempuan tidak dapat dilakukan pada perempuan yang sedang menderita infeksi genetalia eksterna dan/atau infeksi umum

(2)

Sunat perempuan dilarang dilakukan dengan: a. Mengkauterisasi klitoris b. Memotong atau merusak klitoris baik sebagian maupun seluruhnya, dan c. Memotong atau merusak labia minora, labia mayora, hymen atau selaput dara dan vagina baik sebagian maupun seluruhnya. Pasal 6

(1) Dokter, bidan, dan/atau perawat yang melaksanakan pelayanan sunat perempuan harus melakukan pencatatan dalam rekam medis (2) Ketentuan pencatatan dalam rekam medis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan



BAB III PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 7 (1) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melibatkan

melakukan

organisasi

pembinaan

profesi

sesuai

dan dengan

pengawasan tugas,

dengan

fungsi

dan

kewenangannya masing-masing. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk menjamin hak dan melindungi keselamatan pasien yang disunat dalam pelaksanaan sunat perempuan oleh tenaga kesehatan. Pasal 8 Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 9 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 15 November 2010 MENTERI KESEHATAN ttd ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH


UNIVERSITAS INDONESIA PRAKTIK SUNAT PEREMPUAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDAR BARU KEC. BANDAR BARU KABUPATEN PIDIE JAYA PROVINSI ACEH TAHUN 2012

Recommend Documents