1
UNIVERSITAS INDONESIA
PERBAIKAN KUALITAS PELAYANAN MELALUI PENGEMBANGAN IKLIM ORGANISASI UNTUK MENINGKATKAN KNOWLEDGE SHARING
(Service Quality Improvement through Organization Climate Development to Enhance Knowledge Sharing)
TESIS
Yuani Pancayekti 0906588076
FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI TERAPAN DEPOK JUNI 2011
Universitas Indonesia
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Di era kompetisi yang tinggi, perusahaan dituntut untuk tidak hanya memberikan produk atau jasa yang berkualitas namun juga kualitas pelayanan atas produk atau jasa yang diberikan. Pelayanan atas produk atau jasa yang berkualitas tentunya menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas untuk dapat memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan bagi pelanggannya. Peningkatan pengetahuan (knowledge) yang dimiliki oleh karyawan merupakan modal untuk dapat memberikan kualitas pelayanan yang terbaik bagi pelanggan untuk memenangkan kompetisi yang ada. Hal ini sesuai dengan Davenport & Prusak (1998) yang mengatakan pengetahuan (knowledge) dapat menjadi suatu keunggulan suatu organisasi atau perusahaan. Suasana kompetisi bisnis yang tinggi juga dialami oleh Biro Hukum XYZ, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa hukum perlindungan HAKI. Pertumbuhan pasar yang diakibatkan adanya peningkatan kesadaran akan pentingnya perlindungan hukum untuk suatu penemuan atau invensi saat ini diperebutkan oleh banyak perusahaan yang bergerak di bidang jasa hukum perlindungan HAKI yang ada sekarang ini. Untuk itu perusahaan dituntut untuk senantiasa meningkatkan kinerja perusahaan agar dapat memenangkan kompetisi yang ada dengan memberikan kualitas pelayanan terbaik dan memuaskan pada para pelanggannya. Dalam hal ini pelayanan menjadi sangat penting mengingat produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan jasa hukum perlindungan HAKI adalah sama yaitu jasa perlindungan pada suatu invensi yang berbentuk paten dan merek dari suatu produk. XYZ merupakan perusahaan swasta/keluarga (privately/closely held company) yang telah beroperasi selama 60 tahun dengan bidang usaha salah satunya adalah jasa hukum paten. Pada bidang HAKI, XYZ di Indonesia dikenal sebagai salah satu perusahaan hukum HAKI tertua, disegani keberadaannya dan
Universitas Indonesia
3
sudah memiliki nama besar yang tidak hanya dikenal di dalam negeri namun juga di luar negeri. Sampai saat ini, perusahaan yang berdiri tahun 1951 di Jakarta ini masih menjadi market leader di bidang hukum HAKI di Indonesia, walaupun demikian kondisi perusahaan sekarang ini masih belum sepenuhnya memuaskan. Hasil evaluasi terakhir menunjukkan bahwa XYZ tidak berhasil mencapai sasaran strategis berupa customer satisfaction karena tidak dapat memberikan pelayanan yang berkualitas khususnya dalam hal pelayanan pengurusan paten. Kegagalan ini perlu diatasi karena memiliki dampak yang sangat luas antara lain mengakibatkan lambatnya pemerolehan nomor ID paten dalam proses pengurusan permohonan paten pada Kantor Paten Indonesia, ini dapat berakibat pada hilangnya kepercayaan pelanggan dalam menggunakan jasa XYZ sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan untuk mengatasi masalah ini. Gejala ketidakpuasan pelanggan dengan pelayanan yang diberikan tersebut antara lain terlihat dengan makin meningkatnya jumlah pelanggan yang pindah menjadi pelanggan di perusahaan HAKI lain (kompetitor) dari tahun ke tahun. Tidak tercapainya kualitas pelayanan seperti yang diharapkan diakibatkan kurangnya perusahaan menyiapkan regenerasi sumber daya manusia yang kompeten melalui sarana yang dapat meningkatan kompetensi karyawan.
Jumlah Pelanggan
Grafik Pelanggan Pindah Ke Kompetitor 320 310 300 290 280 270 260 250 2008
2009
2010
Tahun
Gambar 1.1 Grafik peningkatan pelanggan yang pindah dari XYZ
Universitas Indonesia
4
Data menunjukan bahwa pada tahun 2011, XYZ memiliki total 102 pegawai yang terdiri dari 57 pegawai divisi HAKI (Paten dan Merek), 8 pegawai divisi Hukum dan Litigasi, 37 pegawai di divisi Administrasi dan Umum. Ditinjau dari jenis kelamin, XYZ memiliki 35 orang laki-laki dan 67 orang perempuan.
Jumlah Pegawai
Sebaran Pegawai 60 50 40 30 20 10 0 Divisi Hukum
Divisi HAKI
Divisi Administrasi & Umum
Divisi
Gambar 1.2 Pegawai XYZ berdasarkan divisi
Perlu juga diperhatikan bahwa sekitar 56 orang pegawai saat ini berusia sekitar 30 – 49 tahun dimana rata-rata sudah memiliki masa kerja 5 – 25 tahun dan 13 pegawai telah berusia diatas 50 tahun seperti terlihat pada Gambar 1.2.
Sebaran Usia Jumlah Pegawai
40 30 20 10 0 < 30 thn
30 - 39 thn
40 - 49 thn
> = 50 thn
Kelompok Umur
Gambar 1.3 Pegawai XYZ berdasarkan kelompok umur
Universitas Indonesia
5
Turn Over 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% Turn Over
2007
2008
2009
2010
10%
13%
17%
25%
Gambar 1.4 Grafik Turn Over Karyawan
Kondisi tingginya turnover karyawan merupakan suatu kondisi yang kurang ideal bagi perusahaan. Dari grafik diatas dapat terlihat peningkatan turn over pegawai dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2007 berjumlah sekitar 10 persen kemudian menjadi naik 25% pada tahun 2010. Selain tingginya turn over, hal yang juga kurang ideal lainnya adalah rendahnya knowledge sharing yang membuat proses knowledge transfer belum efektif dilakukan di perusahaan. Gabungan kedua kondisi diatas merupakan hal krusial bagi perusahaan yang bila tidak segera diatasi akan membawa akibat fatal, yaitu hilangnya knowledge dalam perusahaan. Untuk mengantisipasi knowledge loss pada perusahaan, maka perlu dilakukan transformasi organisasi yang melibatkan modal intelektual (human capital) sebagai aset paling penting dengan membangun iklim organisasi yang kondusif sebagai syarat pembelajaran. Menurut Bock, Zmud, Kim, dan Lee (2005) keinginan berbagi pengetahuan dapat dipengaruhi iklim organisasi yang ada dalam perusahaan. Bock, Zmud, Kim, dan Lee mengukur iklim organisasi dari aspek: fairness, affiliation dan innovativeness. Dengan adanya fairness, affiliation dan innovativeness yang baik akan membentuk suatu iklim organisasi yang kondusif, yang akan meningkatkan knowledge sharing yang selanjutnya akan meningkatkan skill dan kompetensi karyawan untuk dapat memberikan peningkatan kualitas pelayanan yang diharapkan perusahaan dan pelanggan XYZ.
Universitas Indonesia
6
1.2
Perumusan Masalah Permasalahan utama untuk mendorong perubahan (transformation) pada
XYZ agar berhasil ke arah kondisi yang diinginkan, yaitu yang berdampak pada peningkatan profit perusahaan dengan memperbaiki kualitas pelayanan (kinerja) adalah dengan mengembangkan iklim organisasi lebih kondusif yang hingga kini belum optimal sebagai faktor strategis untuk meningkatkan proses knowledge sharing dalam perusahaan. Kurang efektifnya proses knowledge sharing berakibat pada kurangnya skill (kompetensi) karyawan yang belum memenuhi harapan perusahaan maupun pelanggan. Hal ini juga didukung oleh framework yang kurang tepat dalam memfasilitasi knowledge transfer di antara karyawan. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah: 1. Bagaimana mengembangkan iklim organisasi yang kondusif agar dapat meningkatkan knowledge sharing yang berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan di XYZ?
2. Seperti apakah Framework knowledge management yang tepat bagi kondisi organisasi XYZ saat ini agar dapat menciptakan generate learning dan continuous improvement untuk meningkatkan kualitas pelayanan?
1.3 Tujuan Penulisan Tesis Tujuan penulisan tesis ini untuk memberi rekomendasi solusi dan rancangan implementasi perubahan terhadap permasalahan yang dihadapi Biro Hukum XYZ agar dapat membantu perusahaan meningkatkan mutu pelayanan dan mewujudkan tercapainya sasaran strategis divisi paten dalam pelayanan jasa proteksi paten melalui perbaikan iklim organisasi yang mendukung peningkatan knowledge sharing. Penulisan tesis ini juga diharapkan dapat memberi dampak, pada: Tingkat strategis: mampu memaksimalkan kualitas pelayanan jasa divisi paten XZY untuk mencegah hilangnya pelanggan. Tingkat taktis: mampu memperbaiki iklim organisasi untuk meningkatkan knowledge sharing. Tingkat Operasional: mampu meningkatkan kompetensi karyawan melalui knowledge sharing.
Universitas Indonesia
7
1.4.
Relevansi dan Kontribusi Tesis Bagi perusahaan XYZ: memberi masukan kepada top management mengenai penanganan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan dengan rekomendasi solusi yang didasarkan pada penelitian ilmiah. Bagi penulis: dapat memberi manfaat dalam menerapkan ilmu psikologi terapan (Human Capital and Knowledge Management) pada permasalahan yang
dihadapi
XYZ
dengan
menggunakan
pendekatan
knowledge
management, pengembangan iklim organisasi yang meningkatkan knowledge sharing yang berdampak pada perbaikan mutu pelayanan. Bagi universitas: dapat menjadi literatur tambahan dalam kajian ilmiah studi kasus mengenai penerapan knowledge management dan kaitannya dengan ilmu Psikologi terapan.
Universitas Indonesia
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Permasalahan yang dibahas di Bab I adalah iklim organisasi yang kurang mendukung pada peningkatan knowledge sharing sehingga berdampak pada mutu pelayanan yang tidak sesuai dengan harapan perusahaan maupun pelanggan. Untuk itu perlu dilakukan perubahan dengan intervensi yang memperbaiki iklim organisasi yang mendukung peningkatan knowledge sharing. Model intervensi yang akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan knowledge management berupa enabling knowledge creation dari Nonaka & Takeuchi (1995) dan Organization Learning dari Cummings & Worley (2005).
2.1. Mengembangkan Iklim Organisasi untuk Peningkatan Service Quality 2.1.1. Service Quality Definisi kualitas mungkin berbeda dari orang ke orang dan dari situasi ke situasi. Definisi kualitas layanan bervariasi hanya dalam kata tetapi biasanya melibatkan apakah pelayanan yang dirasakan memenuhi, melebihi atau gagal memenuhi harapan pelanggan (Cronin & Taylor, 1992; Oliver, 1993; Zeithaml, Berry & Parasuraman, 1993). Kualitas pelayanan juga telah didefinisikan oleh Czepiel (1990) sebagai persepsi pelanggan untuk seberapa baik jasa pelayanan memenuhi atau melampaui harapan mereka. Kualitas pelayanan umumnya tercatat sebagai prasyarat yang kritis dan penentu daya saing untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pelanggan. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa kualitas pelayanan merupakan indikator penting dari kepuasan pelanggan (Spreng & Machoy, 1996). Perhatian terhadap kualitas pelayanan dapat membuat suatu organisasi berbeda dari organisasi lain dan mendapatkan keunggulan kompetitif secara terus menerus (Boshoff & Gray, 2004). Kepuasan pelanggan yang didapat dari kualitas layanan yang ditawarkan biasanya dievaluasi dalam hal kualitas teknis dan kualitas fungsional (Gronroos,
Universitas Indonesia
9
1984). Biasanya, pelanggan tidak memiliki banyak informasi tentang aspek teknis dari jasa, sehingga kualitas fungsional menjadi utama dari faktor yang membentuk persepsi kualitas layanan (Donabedian, 1982). Kualitas pelayanan dapat diukur dalam segi persepsi pelanggan, ekspektasi pelanggan, kepuasan pelanggan, dan sikap konsumen (Sachdev & Verma, 2004). Ekinci (2003) menunjukkan bahwa penilaian kualitas pelayanan mengarah pada kepuasan pelanggan. Karat dan Oliver (1994) mendefinisikan kepuasan sebagai “respon pemenuhan pelanggan,” yang merupakan evaluasi serta berdasarkan respon emosi terhadap sebuah layanan. Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988, 1990) memproyeksikan model kualitas pelayanan yang diidentifikasi kedalam lima dimensi: berwujud, keandalan, ketanggapan, jaminan, dan empati. 1. Tangibles (berwujud), melibatkan penampilan fasilitas fisik, termasuk peralatan, personil, dan komunikasi material. 2. Keandalan melibatkan kemampuan untuk melakukan layanan yang dijanjikan secara tepat dan akurat. 3. Responsiveness
(tanggap),
melibatkan
kemauan
untuk
membantu
pelanggan. 4. Assurance (jaminan), melibatkan pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk
menyampaikan kepercayaan dan
keyakinan. jaminan ini meliputi kompetensi, kesopanan, kredibilitas dan keamanan. 5. Empathy
(empati),
melibatkan
penyediaan
kepedulian,
perhatian
individual kepada pelanggan. Dalam empati ini adalah termasuk akses, komunikasi, dan pengertian pada pelanggan. Rendahnya kualitas pelayanan akan berdampak pada menurunnya kinerja perusahaan dengan berpindahnya pelanggan-pelanggan perusahaan ke kompetitor. Bock, Zmud, Kim, dan Lee (2005) menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang rendah dapat diakibatkan karena kurangnya skill dan pengetahuan yang disebabkan kurang kondusifnya iklim organisasi dalam mengupayakan knowledge
Universitas Indonesia
10
sharing
dalam
perusahaan.
Proses
intervensi
perlu
dilakukan
untuk
mengembangkan iklim organisasi yang kondusif yang mendukung peningkatan knowledge sharing.
2.1.2. Pengertian Iklim Organisasi (Organizational Climate) Debat menarik mengenai perbedaan antara organization culture (kultur organisasi) dan organization climate (iklim organisasi). Menurut Denison (1996) perbedaan antara kultur organisasi dan iklim organisasi lebih dari sekedar prespektif dibandingkan dengan substansinya. Literatur mengenai kultur organisasi dan iklim organisasi memberikan fenomena yang umum yaitu penciptaan dan pengaruh konteks sosial dalam organisasi. Iklim organisasi menunjukan pada konteks keadaan disuatu titik waktu dan berhubungan dengan pemikiran, perasaaan dan perilaku (behaviors) pada anggota organisasi. Iklim organisasi bersifat temporal, subyektif dan merujuk pada manipulasi langsung dari orang yang memiliki kekuasaan dan pengaruh. Kultur, sebaliknya, merupakan suatu konteks yang berkembang dalam situasi tertentu yang diberikan (embedded) sehingga kultur organisasi berakar dari sejarah, secara kolektif dipegang, dan cukup kompleks untuk dapat dimanipulasi. Dennison (1996) lebih lanjut menegaskan perbedaan, bahwa umumnya riset yang menggunakan survey kuantitatif mengambil iklim organisasi, sementara untuk riset kualitatif dan interpretatif meneliti mengenai kultur organisasi. Al Shammari dalam Haryanti (2005) mendefinisikan iklim organisasi sebagai suatu set dari sifat-sifat terukur (measurable properties) dari lingkungan kerja yang dirasakan atau dilihat secara langsung atau tidak langsung oleh orang hidup yang bekerja dilingkungan tersebut dan diasumsikan mempengaruhi motivasi dan perilaku mereka. Sedangkan Reichers dan Scheneider dalam Shadur, et.al. (1999) berpendapat bahwa iklim organisasi (organizational climate) mengacu pada persepsi bersama dari kebijakan, praktek, dan prosedur organisasi secara informal dan formal. Jadi dapat dikatakan bahwa iklim organisasi merupakan suatu keadaan atau ciri-ciri atau sifat-sifat yang menggambarkan suatu
Universitas Indonesia
11
lingkungan psikologis organisasi-organisasi yang dirasakan oleh orang yang berada dalam lingkungan organisasi tersebut. Scheneider dan Reatsch (1988) dalam Vardi (2001, p.327) mendefinisikan iklim organisasi sebagai suatu konsep atau gagasan multi faktor yang merupakan pencerminan dari fungsi-fungsi kunci organisasi atau tujuan-tujuan organisasi, seperti iklim yang kondusif atau iklim pelayanan. Sedangkan menurut Forehand dan Glimer (1964) dalam Srivastav (2006, p.125) iklim organisasi adalah perpaduan dari karakteristik-karakteristik organisasi yang terintegrasi secara konseptual. Karakteristik organisasi dijabarkan dalam kepribadian organisasi dan pengaruhnya terhadap motivasi dan tingkah laku dari anggota dalam suatu organisasi. Iklim organisasi adalah hasil dari interaksi antar struktur organisasi, sistem, budaya, tingkah laku pimpinan dan kebutuhan-kebutuhan psikologis karyawan (Pareek, 1989 dalam Sivastav, 2006). Definisi lain dikemukakan oleh Moran & Volkwein (1992,p.20); Koys & DeCotiis (1991); De Witte & De Cock (1986); James & Jones (1974) dalam McMurray, et al. (2004) yang mendefinisikan iklim organisasi sebagai sebagai persepsi kolektif anggota organisasi tentang organisasinya dengan memperhatikan dimensi-dimensi seperti otonomi, kepercayaan (trust), kekompakan (cohesiveness), dukungan (support), pengenalan (recognition), inovasi dan kewajaran (fairness). Lebih lanjut menurut Bock, Zmud, Kim, dan Lee (2005) mendefinisikan iklim organisasi dengan menggunakan ukuran operasional: fairness, affiliation dan innovativeness yang dijelaskan sebagai berikut.
2.1.2.1 Fairness Fairness menurut Bock, Zmud, Kim & Lee (2005); Kim & Lee (1995); Koys & Decotiis (1991) didefinisikan sebagai persepsi bahwa praktik-praktik organisasinya berlaku secara adil, tidak memihak, sewenang-wenang, atau berubah-ubah. Fairness dapat ditunjukan dari penilaian atasan yang diyakini sudah baik atau adil, target atau sasaran yang diberikan kepada karyawan sangat reasonable (wajar dan memiliki dasar) dan atasan yang tidak pilih kasih kepada seseorang.
Universitas Indonesia
12
2.1.2.2 Afiliation Affiliation didefinisikan oleh Bock, Zmud, Kim & Lee (2005); Kim & Lee (1995); Koys & Decotiis (1991) sebagai kebersamaan. Kebersamaan dikaitkan dengan hubungan yang erat antara satu departemen dengan departemen lainnya, bagaimana anggota dalam organisasi memperhatikan sudut pandang anggota yang lain, adanya perasaan yang kuat sebagai satu team dan adanya kerjasama yang baik antara anggota organisasi.
2.1.2.3. Innovativeness Bock, Zmud, Kim & Lee (2005); Kim & Lee (1995); Koys & Decotiis (1991) mendefinisikan innovativeness sebagai persepsi bahwa perubahan dan kreativitas di dalam organisasi di dorong, termasuk mengambil risiko di dalam bidang baru dimana organisasi atau individu didalam organisasi tidak memiliki atau sedikit pengalaman sebelumnya. Innovatiness ini ditunjukan dengan organisasi yang mendorong munculnya ide-ide untuk peluang baru, organisasi yang berani mengambil risiko bahkan disaat upaya tersebut mencapai suatu kegagalan, dan organisasi yang mendorong menemukan metode baru untuk menjalankan suatu pekerjaan.
Dengan adanya fairness, affiliation dan innovativeness yang baik dalam iklim organisasi yang kondusif, maka akan meningkatkan knowledge sharing yang selanjutnya akan meningkatkan skill dan kompetensi karyawan.
2.2.
Knowledge, Knowledge Management dan Knowledge Sharing
2.2.1. Knowledge Menurut Thomas Davenport dan Laurence Prusak, knowledge didefinisikan sebagai berikut, “Knowledge merupakan campuran dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, pandangan pakar dan intuisi mendasar yang memberikan suatu lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan menyatukan pengalaman baru dengan informasi. Di perusahaan knowledge sering terkait tidak saja pada
Universitas Indonesia
13
dokumen atau tempat penyimpanan barang berharga, tetapi juga pada rutinitas, proses, praktek dan norma perusahaan. (Davenport, 1998). Pengetahuan merupakan aset yang kompetitif dalam organisasi (Davenport & Prusak, 1998). Karena kemampuannya dalam memperbaharui teknologi dan setelah menjadi sumber keunggulan kompetitif, teknologi sepertinya segera menghilang. Pengetahuan itu sendiri tetap dan berkelanjutan setelah menjadi sumber keuntungan; lebih lanjut lagi, pengetahuan meningkatkan volume dalam organisasi melalui berbagi ide-ide baru dan pengetahuan yang diciptakan berdasarkan pada pengetahuan sebelumnya. Dengan demikian, pengetahuan merupakan sumber keunggulan kompetitif karena penggunaan dan transfer pengetahuan tidak dikonsumsi atau hilang, melainkan digunakan untuk membuat pengetahuan baru (Dalkir, 2007). Berdasarkan definisi tersebut diatas, knowledge menjadi sangat penting dengan alasan sebagai berikut: a. Knowledge adalah aset institusi, yang menentukan jenis tenaga kerja, informasi, ketrampilan dan struktur organisasi yang diperlukan. b. Pengetahuan dan pengalaman perusahaan merupakan sumber daya yang berkelanjutan (sustainable resources) dari keunggulan daya saing kompetitif (competitive advantages) dibandingkan dengan produk andalan dan teknologi tercanggih yang dimiliki. c. Pengetahuan dan pengalaman mampu menciptakan, mengkomunikasikan dan mengaplikasikan pengetahuan mengenai semua hal terkait untuk mencapai suatu tujuan bisnis. Tergantung pada sejauh mana pengetahuan dinyatakan atau disimpan, Nonaka (1994) dan Polanyi (1966) membagi pengetahuan menjadi dua kategori, yaitu: a. Tacit Knowledge Merupakan knowledge dari para pakar, baik individu maupun masyarakat, serta pengalaman mereka. Tacit Knowledge bersifat sangat personal dan sulit
dirumuskan
sehingga
membuatnya
sangat
sulit
untuk
dikomunikasikan atau disampaikan kepada orang lain. Perasaan pribadi,
Universitas Indonesia
14
intuisi, bahasa tubuh, pengalaman fisik serta petunjuk praktis (rule-ofthumb) termasuk dalam jenis tacit knowledge. b. Explicit Knowledge Merupakan suatu knowledge yang dapat diekspresikan dengan kata-kata dan angka, serta dapat disampaikan dalam bentuk ilmiah, spesifikasi, manual dan sebagainya. Knowledge jenis ini dapat diteruskan dari satu indvidu ke individu lainnya secara formal dan sistematis. Explicit knowledge juga dapat dijelaskan sebagai suatu proses, metode, cara pada bisnis dan pengalaman desain dari suatu produksi.
2.2.2. Knowledge Management Berkaitan dengan pembahasan pentingnya pengetahuan sebagai aset kompetitif organisasi, maka Knowledge Management adalah usaha untuk meningkatkan pengetahuan yang berguna dalam organisasi, diantaranya membiasakan budaya berkomunikasi antar personil, memberikan kesempatan untuk belajar, dan mendorong untuk saling berbagi pengetahuan (knowledge sharing). Dimana usaha ini akan menciptakan dan mempertahankan peningkatan nilai dari inti kompetensi bisnis dengan memanfaatkan teknologi informasi yang ada. Hal ini merupakan pendapat McInerney sebagai berikut: “Knowledge Management (KM) is an effort to increase useful knowledge within the organization. Ways to do this include encouraging communication, offering opportunities to learn, and promoting the sharing of appropriate knowledge artifacts.” (McInerney, 2002)
Knowledge Management memiliki fungsi penting yang terbagi dalam 4 hal (Davidson, 2003): a. Identifikasi aset kunci dari knowledge yang ada di perusahaan. b. Merefleksikan apa yang organisasi tahu. c. Saling berbagi pengetahuan (sharing knowledge) kepada siapapun yang membutuhkannya.
Universitas Indonesia
15
d. Menerapkan
penggunaan
knowledge
untuk
meningkatkan
kinerja
organisasi. Sedangkan komponen kritis knowledge yang dibutuhkan dalam pelaksanaan strategi KM yang berhasil adalah sebagai berikut (Davidson, 2003): a. Sumber dan aliran knowledge yang tepat bagi organisasi. b. Sistem teknologi yang tepat untuk menyimpan dan mengkomunikasikan knowledge tersebut. c. Iklim organisasi dan budaya kerja yang tepat sehingga pekerja termotivasi untuk memanfaatkan knowledge tersebut. Pembentukan budaya Knowledge Management yang efektif tergantung pada hal-hal berikut (Davidson, 2003): a. Mengakui peran dari struktur informal pada pembelajaran di tempat kerja. b. Pemberian penghargaan (reward) bagi pegawai yang melakukan pembelajaran, saling berbagi pengetahuan atau penciptaan pengetahuan. c. Membentuk waktu dan tempat untuk menciptakan pengetahuan, berbagi pengetahuan dan belajar. d. Memiliki pegawai senior yang memimpin dan menjadi contoh dari tingkah laku knowledge creating dan knowledge sharing. e. Mengenalkan sejumlah tekanan yang bersifat kreatif (creative tension) untuk memberikan tantangan bagi pegawai untuk berpikir dalam cara-cara yang baru. f. Memperbolehkan seseorang membuat kesalahan. Setelah perusahaan melakukan identifikasi knowledge yang sudah dimiliki, serta yang harus diakuisisi, maka langkah selanjutnya adalah analisis terhadap infrastruktur information communication technology (ICT) dan kondisi sumber daya manusia serta iklim organisasi. Permasalahan yang berkaitan dengan kegiatan akuisisi adalah: a. Berbagi atau menularkan (sharing) knowledge. b. Pemanfaatan (utilization) knowledge. Beberapa hal yang sering muncul dalam masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
16
a. Akuisisi 1. Perusahaan tidak memiliki kebijakan yang efektif untuk mendukung akuisisi knowledge. 2. Daya serap karyawan rendah, sehingga kegiatan akuisisi tidak efektif. b. Berbagi (sharing) 1. Karyawan enggan atau tidak memiliki cukup waktu untuk berbagi knowledge. 2. Perusahaan tidak memiliki kebijakan serta praktek saling berbagi knowledge. c. Pemanfaatan 1. Karyawan lebih senang menjalani hal-hal yang biasa dilakukan (rutin), enggan menerapkan knowledge baru. 2. Perusahaan tidak memiliki kebijakan serta praktek yang mendukung pemanfaatan knowledge baru.
Kondisi tersebut menyebabkan para ahli knowledge management seperti Van Krogh, Ichiyo dan Nonaka (dalam Enabling Knowledge Creation, 2000) mengatakan ada 5 dimensi yang disebut dengan the dimension of care, dimana 5 dimensi tersebut dapat mengatasi hambatan dan melancarkan proses saling berbagi (sharing) dan pemanfaatan (utilization) knowledge, (Krogh, 2000): a. Membangun rasa saling percaya (trust) diantara para anggota organisasi. Terlepas dari kedudukan, kecerdasan dan kinerja. b. Berempati secara aktif, sehingga setiap anggota organisasi bisa mengetahui apa masalah yang dihadapi orang lain, dan apakah knowledge yang ada saat ini dimiliki dapat membantu anggota tersebut. c. Akses pada pertolongan, bila setiap orang dalam perusahaan, terutama yang mempunyai kelebihan dibanding yang lain, menjadikan dirinya menjadi tempat untuk dimintai pertolongan. d. Cukup toleran dalam mengevaluasi kinerja atau kemajuan orang lain dalam proses belajar.
Universitas Indonesia
17
e. Memiliki keberanian untuk berinteraksi, bereksperimen, mengemukakan pendapat atau umpan balik, dan berani menyampaikan gagasan sebagai alternatif solusi masalah.
2.2.3. Knowledge Sharing Dari kegiatan akuisisi dan beberapa kondisi yang disebutkan diatas tadi, maka dapat kita mengerti bahwa berbagi pengetahuan menjadi amat penting peranannya. Knowledge sharing didefinisikan sebagai tingkat dimana individu memiliki keinginan untuk berbagi pengetahuan dengan individu lainnya di keseluruhan organisasi. Sikap ini mengacu pada perilaku berbagi informasi, knowhow dan feedback mengenai produk atau prosedur (Hansen, 1999) baik melalui komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal. Hal ini merupakan tindakan sukarela, berbeda dengan kewajiban membuat pelaporan (Davenport, 1997). Berbagi pengetahuan adalah hal penting dalam proses manajemen pengetahuan. Nonaka (1994) menegaskan bahwa salah satu tugas-tugas mendasar dari organisasi adalah bagaimana dengan cara efisien dapat menangani informasi dan keputusan yang melibatkan ketidakpastian. Dia menunjukkan bahwa melalui urutan pemrosesan informasi hirarkis, organisasi dapat mencapai tugas-tugasnya. Nonaka juga menambahkan bahwa setiap organisasi berhubungan dengan lingkungan yang dinamis tidak boleh hanya puas dengan memproses informasi secara efisien, tetapi juga dengan menciptakan informasi dan pengetahuan. Menurut Davenport dan Prusak (1998), berbagi pengetahuan adalah awal dari penciptaan pengetahuan karena ide-ide baru dan pengetahuan dapat diciptakan dengan berinteraksi dan bertukar ide. Dengan demikian, solusi untuk sebuah organisasi, yang mempunyai tugas dasar berhubungan dengan lingkungan yang tidak pasti adalah untuk fokus pada berbagi pengetahuan. Davenport and Prusak (1998) mendefinisikan berbagi pengetahuan sebagai suatu proses yang melibatkan pertukaran pengetahuan antar individu dan group. Connelly dan Kelloway (2003) menjelaskan bahwa group tersebut dapat beranggotakan institusi formal maupun informal misalnya pertemanan, yang
Universitas Indonesia
18
bertujuan meningkatkan kinerja. Berbagi pengetahuan yang efektif akan meningkatkan akumulasi pengetahuan perusahaan, mengembangkan kapabilitas pegawai dan meningkatkan kompetensi pegawai. Menurut Brink (2003), keahlian, best practice, tips dan trik merupakan pengetahuan yang di sebarkan secara lisan. Berbagi pengetahuan didalam suatu perusahaan merupakan suatu cara untuk mendukung produktifitas pengetahuan dan pengetahuan pegawai. Alavi dan Leidner (1999) menjelaskan bahwa pengetahuan akan menjadi aset organisasi yang terbatas jika tidak disebarkan kepada pegawai lainnya. Kemampuan
perusahaan
untuk
mengintegrasikan
dan
mengaplikasikan
pengetahuan khusus yang merupakan dasar untuk dapat menciptakan pengetahuan baru dan menjadi perusahaan yang sustain dan unggul dan kompetitif. Bock, Zmud, Kim, dan Lee (2005) secara lebih spesifik mendefinisikan keinginan berbagi pengetahuan menjadi 2 bagian yaitu: explicit knowledge dan implicit knowledge. Explicit knowledge: adalah tingkat keyakinan seseorang bahwa dia akan ikut serta dalam tindakan knowledge sharing secara langsung atau nyata (explicit). Hal ini ditunjukan bagaimana seseorang akan men-sharing laporan pekerjaan dan dokumen resmi dengan anggota organisasi secara lebih sering di masa mendatang. Seseorang juga akan selalu menyediakan manual, metodologi dan model untuk anggota organisasi. Implicit knowledge: adalah tingkat keyakinan seseorang bahwa dia akan ikut serta dalam tindakan knowledge sharing secara implicit (tidak langsung atau tidak spesifik). Hal ini ditunjukan dengan keinginan untuk berbagi pengalaman atau know-how dalam bekerja dengan anggota dalam organisasi lebih sering dimasa mendatang, selalu memberikan know-where atau know-whom saat diminta oleh anggota dalam organisasi, dan mencoba untuk membagi keahlian dari pendidikan dan training yang didapat kepada anggota organisasi yang lain secara lebih efektif.
Universitas Indonesia
19
Bock, Zmud, Kim, dan Lee (2005) secara lebih spesifik menyatakan keberhasilan praktek manajemen pengetahuan tergantung pada bagaimana iklim organisasi yang dapat meningkatkan proses knowledge sharing dalam perusahaan. Iklim organisasi yang dapat menumbuh kembangkan knowledge sharing akan berdampak kepada peningkatan kompetensi karyawan yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan mutu pelayanan.
2.4. Organization Learning 2.4.1 Framework Organization Learning Garvin (2000) mendefinisikan learning organization sebagai organisasi yang ahli dalam lima aktivitas, yakni: memecahkan masalah dengan cara yang sistematis dan melakukan eksperimen. Mampu belajar dari masa lalu dan juga belajar dari orang atau organisasi lain, serta adanya transfer pengetahuan yang lancar. Mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Sunassee dan Haumant (dalam Abel, 2008), learning organization merupakan suatu proses yang melekat pada budaya organisasi yang memungkinkan dan mendorong individu, kelompok maupun organisasi untuk melakukan pembelajaran dan memungkinkan setiap tingkatan melakukan proses transfer dari apa yang dipelajari. Sedangkan Organizational Learning adalah cara individu belajar dalam suatu organisasi, dari pendekatan yang dipakai untuk memetakan tantangan yang berkaitan dengan tugasnya kepada suatu pemahaman tentang bagaimana cara mereka belajar. Menurut Cummings & Worley (2005), ada beberapa karakteristik organisasi yang dapat meningkatkan proses pembelajaran yang efektif yaitu struktur, sistem informasi, praktek sumber daya manusia, budaya dan kepemimpinan. Sebagai konsekuensi dari itu ada banyak intervensi yang bisa dilakukan untuk membantu organisasi mengembangkan knowledge sharing lebih efektif. Intervensi yang dapat dilakukan antara lain, yaitu: Human Resource Management, perubahan dilakukan melalui penilaian kinerja, sistem penghargaan, dan perencanaan karir dan pengembangan,
Universitas Indonesia
20
dapat memperkuat motivasi anggota untuk mendapatkan keterampilan baru dan pengetahuan. Technostructural, dilakukan perubahan pada proses based dan struktur jaringan (network) kerja, membentuk self-managing work team, reengineering, menciptakan jenis hubungan lateral dan dan kerjasama yang dibutuhkan untuk proses, mengembangkan, dan sharing knowledge. Human Process, perubahan dilakukan melalui cara pembentukan tim (team building),
intervensi
pada
hubungan
antar
kelompok,
membantu
mengembangkan hubungan interpersonal yang sehat yang mendasari terciptanya proses knowledge sharing dan organization learning yang baik. Strategis, perubahan dilakukan melalui strategi perubahan terpadu (integrated) dan aliansi, yang dapat membantu organisasi mendapatkan pengetahuan tentang lingkungan mereka dan mengembangkan nilai-nilai dan norma yang mendorong terciptanya organization learning. Para praktisi mengkombinasi intervensi-intervensi di atas dalam rancangan dan implementasi untuk membentuk learning organization yang disebut oleh Cummings & Worley (2005), sebagai organisasi yang memiliki kemampuan dalam
menciptakan,
mendapatkan,
menginterpretasikan,
mentransfer
dan
mempertahankan pengetahuan dalam rangka memperbaiki perilaku organisasi untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang dalam (luas).
Gambar 2.1 Generate Learning: An Integrative Framework (Cummings & Worley, 2005)
Universitas Indonesia
21
Lebih lanjut Cummings & Worley (2005), mendefinisikan ada lima karakteristik khusus dari organisasi yang dapat membentuk learning organisasi. Karakteristik ini akan menciptakan proses organization learning dan knowledge management yang berpengaruh pada kinerja organisasi. Karateristik tersebut adalah: 1. Structure – Struktur organisasi menekankan pada teamwork, a few layer, hubungan lateral yang kuat, dan jaringan kerja lintas organisasi baik dari lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Karakteristik organisasi seperti ini mempromosikan information sharing, keterlibatan dalam pembuatan keputusan, sistem berpikir dan pemberdayaan. 2. Information System – Organization Learning melibatkan pengumpulan dan pemrosesan informasi yang membentuk sistem informasi pada learning organization. Sistem ini merupakan infrastruktur pada Organization Learning tersebut. Sistem informasi inilah yang kemudian menfasilitasi adanya pencepatan dalam memperoleh (akuisisi) knowldege, proses, dan sharing informasi yang membuat orang dapat memanfaatkan knowledge management untuk keunggulan kompetitif. 3. Human Resource Practices – Praktik Human Resource (HR) seperti performance appraisal, reward, dan training, dirancang sebagai upaya peningkatan performance dan pengembangan knowledge. Praktik-praktik HR ini digunakan untuk mendukung proses akuisi dan sharing dari skill yang baru dan bertambahnya pengetahuan 4. Organization Culture – Learning Organization memiliki suatu kultur atau budaya yang mendorong keterbukaan, kreatifitas dan pengalaman antara anggota organisasi. Nilai dan norma ini memberikan adanya dukungan sosial yang dibutuhkan untuk suksesnya proses belajar. Nilai dan normal tersebut juga mendorong anggota organisasi untuk memperoleh, memproses dan melakukan sharing informasi, inovasi, kebebasan mencoba hal yang baru, berani menghadapi risiko, dan belajar dari kesalahan. 5. Leadership – Seperti halnya sebagian besar intervensi yang bertujuan pada transformasi organisasi, Organization Learning dan Knowledge Management
Universitas Indonesia
22
bergantung penuh pada adanya leadership (pemimpin) yang efektif pada seluruh tingkat organisasi. Pemimpin dari learning organization secara aktif menciptakan model keterbukaan, risk taking, dan wawasan memgenai penting proses learning. Pemimpin juga harus mampu mengkomunikasi visi dari learning organization dan memberikan empati, dukungan dan anjuran secara personal yang dibutuhkan orang lain (bawahannya) untuk mencapai sasaran yang diharapkan.
2.4.2. Seven Guidelines for Organizational Knowledge Creation Implementation Dalam
buku
Knowledge
Creating
Company
(1995),
Nonaka
memperkenalkan tujuh petunjuk yang dapat digunakan para praktisi untuk mengimplementasikan program Organizational Knowledge Creation (OKC) di perusahaan, yaitu: 1. Create a knowledge vision Top
management
harus
menciptakan
visi
pengetahuan
dan
mengkomunikasikannya pada seluruh anggota organisasi 2. Develop a knowledge crew Mengembangkan adanya kru pengetahuan yang menuntun organisasi dan anggotanya dalam menjalankan konversi pengetahuan dan menciptakan spiral pengetahuan, serta menfasilitasi spiral lain dalam perusahaan. Intinya seorang kru pengetahuan adalah pimpinan proyek pelaksanaan OKC. 3. Build a high density field of interaction at the front line Untuk mendukung terjadi perpindahan pengetahuan maka perusahaan perlu mengupayakan tersedianya lingkungan kerja yang didalamnya dapat terjadi interaksi yang sering dan intensif diantara front-line officer. Perusahaan perlu mengarahkan team leader agar dapat memupuk kepercayaan diantara pekerja, membangun wadah komunikasi dan memimpin upaya belajar.
Universitas Indonesia
23
4. Piggyback on the new product development process Dalam mengelola proses pengembangan produk baru yang merupakan proses inti dari OKC, ada tiga karakteristik yang perlu diperhatikan, yaitu memelihara pendekatan yang sangat adaptif dan fleksibel, memastikan proses dijalankan oleh tim mandiri, dan mendorong partisipasi dari anggota non-expert. 5. Adopt middle-up-down management process Melalui pengadopsian middle-up-down management, seorang middle manager berperan sebagai jembatan antara visi perusahaan yang dibangun top management dengan realitas bisnis yang dialami oleh front-line officer. Dengan demikian, middle manager dapat mensintesiskan pengetahuan tacit yang dimiliki top management dan front-line officer sehingga dapat menciptakan konsep kerja yang sesuai. 6. Switch to hypertext organization Organisasi hypertext menggabungkan model birokrasi dengan model taskforce dan memiliki kemampuan untuk mendapatkan, mengumpulkan, memanfaatkan,
mengkategorisasi,
mengkontekstualisasi
ulang
dan
menciptakan pengetahuan secara berkelanjutan dan dinamis untuk digunakan oleh orang lain dalam organisasi atau untuk generasi selanjutnya. 7. Construct a knowledge network with the outside world Perusahaan perlu mengumpulkan informasi mengenai dunia diluar perusahaan seperti informasi pelanggan, penyuplai, kompetitor, regulasi, komunitas masyarakat dan pemerintah. Selain itu setiap anggota perusahaan perlu memobilisasi pengetahuan tacit yang dimiliki outside stakeholder tersebut melalui interaksi sosial.
Universitas Indonesia
24
2.6. Faktor Pendorong Penerapan Knowledge Management dan Pengembangan Iklim Organisasi untuk meningkatkan Knowledge Sharing yang berdampak pada Peningkatan Kualitas Pelayanan. 2.5.1. Tingkat Kelompok A.
Kepemimpinan Robbins dan Judge (2009) mendefinisikan kepemimpinan sebagai
kemampuan untuk mempengaruhi sebuah kelompok ke arah pencapaian sebuah visi atau sekumpulan sasaran. Sumber dari pengaruh ini dapat berupa formal, seperti yang tersedia pada peringkat manajemen di dalam sebuah organisasi. Karena posisi manajemen memiliki otoritas formal, sesorang dapat diasumsikan menjalani peran kepemimpinan melihat pada posisinya di organisasi. Tetapi tidak semua pemimpin adalah manajer dan tidak semua manajer adalah pemimpin. Hanya karena organisasi menyediakan beberapa hal formal untuk para manajer bukan jaminan mereka adapat memimpin dengan efektif. Kouzes dan Posner (2007) memperkenalkan sebuah model kepemimpinan teladan dimana terdapat lima karakteristik yang terkandung didalamnya, yaitu: 1. Model the way Pemimpin harus menjadi contoh yang baik bagi orang lain, untuk itu dia harus berperilaku seperti yang dia harapkan orang lain juga berperilaku. Ucapan dan perbuatan harus konsisten dilakukan agar dapat ditiru orang lain dalam organisasi. 2. Inspire a shared vision Pemimpin adalah seorang yang visioner dimana visi dan mimpinya jelas dan dapat dilihat oleh orang-orang disekitarnya, dia juga mampu menjadikan visinya menjadi visi setiap orang dalam organisasi dimana apa yang diharapkannya dapat terjadi dan menjadi manfaat yang akan dirasakan oleh orang-orang disekitarnya. 3. Challenge the process Kepemimpinan dalam pelaksanaannya akan bersinggungan dengan tantangan. Pembuatan produk baru, efisiensi pelayanan dan lain-lain menjadi suatu tantangan tersendiri. Pemimpin akan selalu berpikir “out of
Universitas Indonesia
25
the box”, keinginan keluar dari sistem yang ada dengan mencari kesempatan-kesempatan berinovasi, tumbuh dan berkmbang kearah yang lebih baik, sehingga nantinya akan menghasilkan produk, proses atau pelayanan yang lebih baik. 4. Enable others to act Visi yang besar tidak dapat diwujudkan menjadi nyata apabila tidak ada suatu tim tangguh yang mampu mewujudkannya. Untuk mencapainya, seorang pemimpin harus dapat mengerti bahwa teknik “perintah dan pengawasan” tidak lagi dapat digunakan untuk pencapaian sukses yang diinginkan. Merasa percaya dan mampu akan pencapaian kesuksesan yang diinginkan adalah metode manajemen yang lebih baik digunakan oleh pemimpin saat ini. Seorang pemimpin harus mampu menggerakkan timnya
dengan
melakukan
diskusi
(brainstorming)
bersama,
menumbuhkan kepercayaan diri anggotanya, membangkitkan keyakinan akan kemampuan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Semakin tinggi kepercayaan yang diberikan anggota organisasi kepada pemimpinnya akan membuat anggota organisasi semakin siap untuk mengambil resiko yang ada, melakukan lebih banyak perubahan dan berusaha semaksimal mungkin agar roda organisasi terus berjalan. 5. Encourage the heart Pencapaian sukses tidak bisa diraih dalam jangka waktu pendek. Selama proses itu akan banyak dialami oleh anggota organisasi rasa frustrasi, kecewa dan rasa ingin menyerah karena merasa tidak sanggup dalam pencapaian
hasil.
Sehingga
dibutuhkan
pemimpin
yang
mampu
membangkitkan kembali semangat pada anggota organisasi. Ada dua metode yang dapat diterapkan untuk menumbuhkan kembali semangat yang mengendur ini yaitu dengan metode pengenalan (recognition) dan perayaan (celebration). Sukses-sukses yang diraih dalam prosesnya harus diperkenalkan dan juga dirayakan agar dapat dirasakan bersama.
Universitas Indonesia
26
B.
Komunikasi Inti dari OKC adalah komunikasi (socialization) yang terjalin diantara
seluruh stake holder perusahaan. Komunikasi adalah proses perpindahan informasi dari satu sumber ke sumber lain. Menurut Robbins & Judge (2009), komunikasi harus melingkupi baik perpindahan dan juga pemahaman terhadap makna informasi yang berpindah. Terdapat empat fungsi dari komunikasi, yaitu: 1. Fungsi kontrol. Melalui komunikasi organisasi dapat mengontrol perilaku anggotanya melalui berbagai cara baik secara formal atau informal. Secara formal organisasi memiliki kewenangan hirarkis dan peraturan kerja yang harus diikuti. Selain itu komunikasi informal juga dapat mengontrol tingkah laku anggotanya melalui groupthink. 2. Fungsi motivasi. Komunikasi dapat menghasilkan motivasi dengan memberikan penjelasan kepada pekerja mengenai apa yang harus dilakukan, sebarapa baik mereka melakukan pekerjaannya dan bagaimana cara meningkatkan performa. 3. Fungsi pengungkapan emosi. Melalui komunikasi, pekerja dapat mengungkapkan emosinya kepada kelompok kerjanya melalui interaksi social. 4. Fungsi informasi. Komunikasi memiliki peran penting dalam proses pengambilan keputusan, karena informasi yang bisa menjadi bahan pertimbangan pengambilan keputusan mengalir di dalam komunikasi. Jaringan atau network adalah bentuk jaringan informasi yang memberikan hasil paling maksimal baik untuk penyebaran informasi tertulis ataupun verbal jika dilakukan dan dipersiapkan dengan baik. Semua anggota jaringan bisa mengakses informasi dari berbagai arah. Informasi juga dapat beredar lebih cepat karena setiap orang memiliki kesempatan untuk member dan menerima informasi dari dan kepada siapa saja. Dengan menggunakan jaringan yang memanfaatkan semua saluran komunikasi yang ada perusahaan dapat meningkatkan peluang terciptanya sebuah pengetahuan baru.
Universitas Indonesia
27
2.5.2. Tingkat Individu A.
Meningkatkan Motivasi Organization learning tidak akan terjadi tanpa melalui individual learning
(Senge, 1994). Oleh karena itu agar dapat tercipta motivasi di level individu untuk berkeinginan melakukan knowledge creation dan knowledge sharing harus didukung oleh iklim organisasi yang kondusif. Motivasi adalah sebuah proses yang melibatkan intensitas, arah dan kegigihan dalam mencapai sebuah tujuan. Intensitas mencakup seberapa kuat seseorang berusaha, merupakan elemen yang banyak dibicarakan dalam pembahasan motivasi. Intensitas yang tinggi perlu diarahkan kepada suatu tujuan agar dapat mempertahankan upayanya (Robbins & Judge, 2009). Motivasi belajar dalam organisasi adalah sebuah upaya individu yang diarahkan kepada kegiatan belajar untuk dapat meningkatkan kompetensi dirinya dan kompetensi perusahaan. Frederic Herzberg dalam two-factor theory (Robbins & Judge, 2009) menjelaskan bahwa motivasi kerja dapat ditingkatkan dengan cara memenuhi faktor hygiene seperti kebijakan perusahaan, supervisi, hubungan dengan atasan dan rekan kerja, kondisi pekerjaan dan gaji serta pemenuhan faktor motivator seperti kesempatan berprestasi, penghargaan, jenis pekerjaan, tanggung jawab, promosi dan kesempatan berkembang akan mendorong peningkatan motivasi kerja. Pemenuhan faktor hygiene dan motivator dapat meningkatkan dimensi intensi dari motivasi. Selanjutnya intensi tersebut perlu diarahkan sesuai dengan tujuan perusahaan. B.
Meningkatkan Kepercayaan (trust) Hubungan antar pegawai yang berbasis trust merupakan prasyarat bagi
efektivitas proses sharing (Nonaka, 1991), hal ini untuk menfasilitasi kolaborasi dalam sharing pada explicit knowledge, terutama pada tacit knowledge. Trust menjadi bagian penting dalam implementasi knowledge sharing dalam organisasi. Dengan trust akan muncul keterbukaan dalam berkomunikasi dan knowledge sharing akan menyebar ke seluruh lapisan organisasi bahkan lapisan paling bawah yang merupakan ujung tombak organisasi. Dalam knowledge management, khususnya best practices sharing, tanpa trust tidak mungkin terjadi
Universitas Indonesia
28
sharing, karena tidak ada keterbukaan dalam penyebaran pengetahuan (Manerep, 2009). Keberhasilan mengelola perubahan akan sangat tergantung bagaimana pemimpin dapat mengarahkan karyawan terhadap apa yang diyakininya. Trust merupakan salah satu enabler change selain motivasi untuk membentuk persepsi baru agar dapat menerima perubahan. Knowledge sharing terutama tacit knowledge dalam proses pembelajaran memerlukan kesediaan dan trust antar individu dan kelompok. Trust mampu menyatukan orang dalam organisasi sehinga menjadi salah satu indikator aktivitas knowledge sharing (Evans, 2003). Rasa percaya dapat membuat individu menanggapi permasalahan dengan cepat, mendukung dan mau berbagi informasi tanpa paksaan dan kecurigaan.
2.6. Perubahan Organisasi (Lewin Model) Untuk mengembangkan iklim organisasi yang kondusif merupakan tantangan yang cukup berat, terlebih bila organisasi tersebut sudah berdiri lama dan memiliki budaya yang kuat. Namun agar organisasi tetap dapat berkelanjutan (sustain) dalam meningkatkan mutu pelayanan, maka perubahan yang diperlukan dengan pengembangan iklim organisasi tetap harus dilakukan sesuai dengan tujuan dan perubahan jaman. Kurt Lewin (1951) dalam bukunya yang berjudul “Field Theory in Social Science” mengemukakan bahwa The force field analysis model dapat menerangkan bagaimana proses perubahan dapat dilakukan secara efektif. Ada tiga tahap yang harus dilewati agar sebuah perubahan dapat terjadi. Ketiga tahap ini menjelaskan bagaimana harus memulai, mengelola dan memantapkan proses perubahan. Dalam proses perubahan melibatkan kegiatan-kegiatan mempelajari sesuatu yang baru dan pada saat yang sama mempelajari bagaimana menghentikan sikap dan perilaku yang telah ada selama ini. Tiga tahap tersebut adalah:
Universitas Indonesia
29
2.6.1. Tahap 1: Unfreezing (Pencairan nilai-nilai) Pada tahap ini situasi yang terjadi saat ini diarahkan untuk bergerak ke kondisi yang diinginkan. Tahap ini diciptakan oleh pemimpin karena kebutuhan untuk berubah ke arah yang lebih baik. Kebutuhan untuk berubah harus diteruskan sampai ke tingkat karyawan yang paling bawah. Umumnya kondisi ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan atau disequilibrium di antara pihak yang ingin berubah dan yang bertahan menolak perubahan. Kondisi semacam ini menimbulkan ketidakpastian di kalangan karyawan dan menimbulkan ketegangan. Pada tahap ini berlangsung berbagai tekanan, baik dari kelompok penentang maupun dari pendukung perubahan. Status quo dicairkan, biasanya kondisi yang sekarang berlangsung (status quo) diguncang sehingga orang merasa kurang nyaman dan mau untuk keluar dari zona nyaman (comfort zone)-nya. 2.6.2. Tahap 2: Moving (Cognitive Restructuring) - Perubahan Tahap ini merupakan langkah perubahan yang diinginkan menuju keadaan baru. Karyawan mulai memahami perlunya perubahan. Pada tahap ini sistem dan peraturan-peraturan yang baru mulai diberlakukan dan para karyawan pun mulai dapat beradaptasi. Sosialisasi dan pelatihan-pelatihan mulai dilakukan untuk mendukung perubahan. Perubahan tersebut harus dilakukan secara bertahap. Pada intinya, pembelajaran sesuatu yang baru adalah dengan pendefinisian ulang pengetahuan (cognitive redefinition) atas konsep utama tentang asumsi yang diambil (Schein, 2004). Dalam mempelajari hal-hal yang baru yang sesuai dengan karakteristik organisasi kita harus belajar untuk menelaah (scanning) lingkungan sekitar (environment) dan mengembangkan sendiri pemecahan masalahnya. Pada tahapan ini diharapkan jumlah penentang perubahan berkurang dan jumlah pendukung perubahan semakin bertambah. Untuk tercapainya hal ini, hasil-hasil perubahan harus segera dirasakan oleh karyawan. 2.6.3. Tahap 3: Refreezing (pembekuan kembali nilai-nilai) Tahap ini merupakan langkah untuk mempertahankan kondisi yang baru dan membuat keadaan menjadi stabil. Hal ini terjadi karena kekuatan dorongan untuk
Universitas Indonesia
30
berubah jauh lebih kuat dibandingkan dengan kekuatan yang menolak perubahan. Pada tahap ini setiap karyawan mulai memiliki motivasi lagi sebab ketidakpastian dan ketidakjelasan telah hilang. Mereka mulai menerima perubahan. Pemimpin perlu melakukan pembekuan kembali (refreezing) perubahan dan perilaku yang baru dengan mengatur sistem organisasi dan dinamika kelompok dengan perubahan yang diinginkan. Stabilisasi keadaan ini tidak otomatis terjadi, pemimpin perlu menggerakkan secara terus menerus ke arah perubahan yang diinginkan. Intervensi yang dilakukan seperti sosialisasi visi yang jelas, coaching, feedback, involvement learner dan dukungan kelompok training.
Gambar 2.2. Bagan Lewin’s Three Step Model (Sumber: Field Theory in Social Science, Lewin, 1951)
Jika kondisi yang diinginkan telah tercapai, maka kondisi tersebut harus dijaga melalui aturan-aturan baru, sistem kompensasi baru, dan cara pengelolaan organisasi baru lainnya. Tujuannya agar perubahan yang terjadi dapat dipelihara dan oleh karena itu perlu dilakukan penguatan-penguatan (reinforcement). (Gambar 2.2).
Universitas Indonesia
31
2.7. Kerangka Teori Berdasarkan penjabaran teori di atas dapat disusun kerangka teori sebagai berikut:
Gambar 2.3. Kerangka teori
Universitas Indonesia
32
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui iklim oganisasi perusahaan yang meningkatkan knowledge sharing dengan mengaudit terlebih dahulu kondisi organisasi untuk menemukan cara yang paling tepat diterapkan untuk mengembangkan iklim organisasi yang berdampak pada pelaksanaan knowledge sharing agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan. Penelitian mengenai iklim organisasi bukan kultur organiasi karena penelitian ini merupakan penelitian berberbasis survey kuantatif (Denison 1996). Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain adalah: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor iklim organisasi yang menyebabkan rendahnya knowledge sharing di dalam organisasi. 2. Mempelajari kondisi organisasi untuk menyimpulkan mana diantara alternatif pengembangan iklim organisasi untuk meningkatkan knowledge sharing yang mempunyai kemungkinan keberhasilan paling besar diterapkan. 3. Mengusulkan alternatif dan memberikan rekomendasi intervensi pada XYZ untuk mengembangkan iklim organisasi yang meningkatkan knowledge sharing melalui penerapan manajemen pengetahuan.
3.2
Kerangka Penelitian Berdasarkan tinjauan literatur, kerangka penelitian yang dibangun dalam
tesis terapan ini adalah bahwa iklim organisasi akan mempengaruhi knowledge sharing yang dapat berdampak kepada peningkatan kompetensi karyawan untuk dapat memberikan kualitas pelayanan yang sesuai dengan harapan perusahaan dan konsumen. Iklim organisasi yang menumbuhkan knowledge sharing berdasarkan penelitian Bock, Zmud, Kim, dan Lee (2005) dapat dioperasionalkan dalam penilaian terhadap aspek fairness, affiliation dan innovativeness di perusahaan. Kerangka penelitian dari tesis terapan dapat dilihat dalam gambar berikut:
Universitas Indonesia
33
Gambar 3.1. Kerangka penelitian
3.3. Metode dan Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini digunakan metode penelitian field-based non experimental dengan menggunakan dua pendekatan yaitu kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian field-based non-experimental (Rogelberg, 2002) merupakan sebuah metode pengumpulan informasi
yang dilakukan di
lapangan/dunia nyata tanpa adanya manipulasi dalm bentuk apapun, sehingga temuan yang dihasilkan menggambarkan kondisi nyata yang terjadi di lapangan. Penelitian diawali dengan melakukan penelitian secara kualitatif melalui wawancara terhadap manajemen, hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai perusahaan seperti visi dan misi perusahaan serta kondisi dan permasalahan yang dihadapi XYZ, terutama terkait dengan banyaknya pelanggan XYZ yang pindah ke kompetitor. Wawancara juga dilakukan kepada pelanggan XYZ maupun bekas pelanggan yang telah beralih ke kompetitor dengan pengiriman kuesioner melalui e-mail, kemudian informasi ini dianalisa dengan menggunakan analisa SWOT. Selanjutnya pada sisi organisasi diperdalam dengan menyebarkan kuesioner untuk mengambil data primer dari responden secara langsung dan melakukan analisa kuantitatif untuk mengetahui identifikasi awal kondisi iklim organisasi di XYZ.
Universitas Indonesia
34
3.4 Perumusan Variabel Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel, yaitu: 1.
Knowledge sharing sebagai variabel terikat.
2.
Iklim organisasi sebagai variabel bebas.
Variabel iklim organisasi didefinisikan dari 3 indikator fairness, affiliation dan innovativeness. Dalam penelitian ini akan diukur kondisi iklim organisasi dan knowledge sharing yang ada dalam perusahaan dengan model penelitian sebagai berikut:
Gambar 3.2. Variabel penelitian
Lebih lanjut definisi masing-masing variabel dijelaskan dalam bagian berikut ini.
3.4.1 Keinginan Berbagi Pengetahuan Mengacu pada penelitian Bock, Zmud, Kim, Lee, 2005 (2005) yang membagi keinginan berbagi pengetahuan dalam 2 bagian yaitu: explicit knowledge dan implicit knowledge, dimana Explicit knowledge adalah tingkat keyakinan seseorang bahwa dia akan ikut serta dalam tindakan knowledge sharing secara langsung atau nyata (explicit) dan Implicit knowledge adalah tingkat keyakinan seseorang bahwa dia akan ikut serta dalam tindakan knowledge sharing secara implicit (tidak langsung atau tidak spesifik). Explicit knowledge dan implicit knowledge didapat dengan memberikan kuesioner kepada responden dengan memberikan pertanyaan sebagai berikut:
Universitas Indonesia
35
Explicit knowledge Saya akan men-sharing laporan pekerjaan dan dokumen resmi dengan anggota organisasi secara lebih sering di masa mendatang. Saya akan selalu menyediakan manual, metodologi dan model untuk anggota organisasi. Implicit knowledge Saya ingin berbagi pengalaman atau know-how dalam bekerja dengan anggota dalam organisasi lebih sering dimasa mendatang, Saya akan selalu memberikan know-where atau know-whom saat diminta oleh anggota dalam organisasi, Saya akan mencoba untuk membagi keahlian dari pendidikan dan training yang didapat kepada anggota organisasi yang lain secara lebih efektif. Total pernyataan yang terdapat dalam alat ukur ini berjumlah 5 item pernyataan. Lebih lanjut, alat ukur memakai bentuk skala Likert yang masingmasingnya diisi dengan menggunakan tanda checklist (√) pada masing-masing kolom yang terdiri dari SS, S, TS dan STS. Masing-masingnya menerangkan SS untuk Sangat Setuju dengan pernyataan, S untuk Setuju dengan pernyataan, TS untuk Tidak Setuju dengan pernyataan, dan STS untuk Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan. 3.4.2 Iklim Organisasi Alat ukur yang dibangun didasarkan atas indikator iklim organisasi berdasarkan studi (Bock, Zmud, Kim, Lee, 2005). Indikator-indikator tersebut adalah fairness, innovativeness dan affiliation. Fairness Fairness menurut Bock, Zmud, Kim, dan Lee (2005) didefinisikan sebagai persepsi bahwa praktik-praktik organisasinya berlaku secara adil, tidak memihak, sewenang-wenang, atau berubah-ubah. Fairness didapat dari item pertanyaan: Apakah saya menilai atasan saya sudah berbuat baik atau adil,
Universitas Indonesia
36
Apakah target atau sasaran yang diberikan kepada saya sangat reasonable (wajar dan memiliki dasar) Apakah atasan yang tidak pilih kasih kepada seseorang. Afiliation Affiliation didefinisikan oleh Bock, Zmud, Kim, dan Lee (2005) sebagai kebersamaan. Affiliation ini dapat dari item pertanyaan: Apakah hubungan antara satu departemen dengan departemen lainnya cukup baik atau erat Apakah anggota dalam organisasi memperhatikan sudut pandang anggota yang lain Apakah ada perasaan yang kuat sebagai satu team dan adanya kerjasama yang baik antara anggota organisasi. Innovativeness Bock, Zmud, Kim, dan Lee (2005) mendefinisikan innovativeness sebagai presepsi bahwa perubahan dan kreativitas di dalam organisasi di dorong, termasuk mengambil risiko di dalam bidang baru dimana organisasi atau individu didalam organisasi tidak memiliki atau sedikit pengalaman sebelumnya. Innovatiness ini didapat dengan mengajukan pertanyaan: Apakah organisasi saya yang mendorong munculnya idea-idea untuk peluang baru, Apakah organisasi saya berani mengambil risiko bahkan disaat upaya tersebut mencapai suatu kegagalan, Apakah organisasi saya mendorong menemukan metode baru untuk menjalankan suatu pekerjaan. Dengan demikian, total pernyataan untuk iklim organisasi yang terdapat dalam alat ukur ini berjumlah 10 pernyataan. Lebih lanjut, alat ukur memakai bentuk skala Likert yang masing-masingnya diisi dengan menggunakan tanda checklist (√) pada masing-masing kolom yang terdiri dari SS, S, TS dan STS. Masing-masingnya menerangkan SS untuk Sangat Setuju dengan pernyataan, S untuk Setuju dengan pernyataan, TS untuk Tidak Setuju dengan pernyataan, dan STS untuk Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan.
Universitas Indonesia
37
3.5 Metode Pengumpulan dan Analisa Data Tahap persiapan Melakukan wawancara awal mengenai visi dan misi perusahaan, dan melakukan analisa SWOT untuk mengetahui permasalahan dan membahas strategi perusahaan kedepan. Melakukan studi literatur atau studi pustaka untuk mendapatkan landasan teoretis mengenai iklim organisasi dan knowledge sharing. Menyusun usulan alat ukur berdasarkan permasalahan yang akan dikaji. Menentukan responden penelitian. Menyusun teknik pengumpulan data. Tahap pengumpulan data Mendatangi responden yang telah ditentukan untuk memberikan penjelasan
tujuan
penelitian
dan
meminta
kesediaannya
untuk
berpartisipasi. Melaksanakan pengambilan data yakni dengan meminta subyek untuk mengisi kuesioner yang telah peneliti sediakan. Tahap pengolahan data Mengumpulkan data kuesioner yang telah diperoleh dari responden penelitian. Melakukan pengolahan dan analisis data dengan menggunakan aplikasi Microsoft Office Excel 2007. Pengolahan data dilakukan dengan memberikan skor pada masing-masing jawaban kuesioner, lalu dilakukan penghitungan dan merangkingnya hingga didapat hasilnya. Tahap Pembahasan Mendeskripsikan hasil pengolahan data kuesioner. Membahas hasil deskripsi pengolahan data berdasarkan teori-teori dari landasan teoritis.
Universitas Indonesia
38
3.6 Subyek Penelitian Responden penelitian ini meliputi karyawan dan manajemen di perusahaan. Karyawan yang menjadi responden ini adalah karyawan atau manajemen yang berstatus karyawan tetap yang telah bekerja sekurang-kurangnya 2 tahun di XYZ. Pertimbangannya adalah karyawan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai perusahaan khususnya kondisi iklim organisasi dan knowledge sharing yang ada di perusahaan. Jumlah responden dalam penelitian sebanyak 47 orang. Ke-47 responden ini berpartisipasi dalam pengisian kuesioner dan mengembalikannya.
3.7
Teknik Analisis Data Sebelum dilakukan analisis data lebih lanjut, terlebih dulu dilakukan uji
validitas dan uji realibilias, baru kemudian dilakukan analisis data statistik deskriptif untuk mengetahui kondisi iklim organisasi dan knowledge sharing serta analisa korelasi Pearson untuk melihat hubungan antara iklim organisasi dan knowledge sharing.
3.7.1 Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu instrumen alat ukur telah menunjukkan ketepatan dan kecermatan dalam melakukan fungsi ukurnya. Informasi validitas menunjukkan tingkat dari kemampuan test untuk mencapai sasarannya. Menurut Sekaran (2003) validitas menunjukkan ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam menjalankan fungsi ukurnya. Ada berbagai metode yang digunakan dalam uji validitas, seperti korelasi product moment pearson metode analisis korelasi dan analisis faktor. Dalam penelitian ini uji validitas yang digunakan adalah koefisien Product Moment Pearson dengan analisis faktor (factor analysis), yaitu dengan cara menginterpretasikan faktor loading data. Menurut Riduwan dan Akdon (2009) dari Guilford (1956), validitas data tersebut dapat di klasifikasi menjadi : 80% < faktor loading < 100% validitas sangat tinggi (sangat baik) 60% < faktor loading < 80% validitas tinggi (baik)
Universitas Indonesia
39
40% < faktor loading < 60% validitas sedang (cukup) 20% < faktor loading < 40% validitas rendah (kurang) 0% < faktor loading < 20% validitas sangat rendah (jelek)
Dalam penelitian ini faktor loading yang diambil adalah 40 %. Instrumen tersebut dikatakan valid jika faktor loading data > 40% dan dikatakan tidak valid jika faktor loading data < 40%.
3.7.2 Uji Reliabilitas Uji realibilitas merupakan pengujian terhadap sejauh mana alat ukur tersebut dapat diandalkan dan dapat dipercaya. Setiap alat ukur seharusnya mempunyai kemampuan untuk memberi hasil pengukuran yang konsisten dari waktu ke waktu. Dalam penelitian ini uji realibilitas dilakukan dengan metode alpha cronbach’s coefficient, dengan menggunakan rumus : rk / [1+(k-1)r] rk : koefisien realibilitas alpha n
: jumlah responden
Si : Skor item St : Skor total George and Mallery (2003), melakukan klasifikasi koefisien Alpha Cronbach sebagai berikut: rk > 0,9 reliabilitas excellence 0,80 < rk < 90 reliabilitas good 0,70 < rk < 0,80 reliabilitas acceptable 0,60 < rk < 0,70 reliabilitas questionable 0,50 rk < 0,60 reliabilitas poor rk < 0,50 realibilitas unacceptable Dalam penelitian ini, koefisien alpha cronbach’s yang diambil adalah 0,7.
Universitas Indonesia
40
3.7.3 Analisis Korelasi Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisa korelasi menggunakan Pearson. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui sejauhmana kondisi iklim organisasi dan knowledge sharing yang ada dalam perusahaan. Sedangkan analisa Pearson dilakukan untuk menjelaskan adanya hubungan yang positif antara iklim organisasi dan knowledge sharing. Analisis data tersebut menggunakan SPSS ver. 15.0 3.8. Hasil Analisis 3.8.1. Data Responden Beberapa karakteristik profil dari 47 responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Beberapa karakteristik tersebut dipandang mempengaruhi hasil penelitian ini dan hasilnya dapat kita lihat pada tabel 3 berikut: Tabel Karakteristik Profil Responden Karakteristik Profil Jenis Kelamin: 1. Laki-laki 2. Perempuan Usia: 1. < 30 tahun 2. 30 - 39 tahun 3. 40 - 49 tahun 4. > = 50 tahun Lama bekerja: 1. < 5 tahun 2. ≥ 5 tahun Jabatan dalam perusahaan: 1. Direktur 2. Manajer 3. Kepala Bagian 4. Karyawan/Staff Pendidikan terakhir: 1. SMU/SMEA 2. D3 3. S1 4. S2
Jumlah Responden 19 28 11 21 12 5 14 33 1 3 5 38 4 7 32 4
Tabel 3.1 karakteristik responden
Universitas Indonesia
41
Dari data di atas, semua responden bersedia mengisi data karakteristik profil mereka.
3.8.2. Hasil Pengolahan Data 3.8.2.1. Statistik Deskriptif Hasil dari pengolahan statistik deskriptif didapat hasil sebagai berikut: Variable
N
Fairness Innovative Affiliation Organization Climate Knowlegde Sharing
Minimum 47 47 47 47 47
1 1.67 1.33 1.44 1.67
Maximum
Rata-Rata
2 2.33 2.67 2.22 3.33
1.0709 2.0071 1.4681 1.5154 1.7943
Standard Deviasi 0.22985 0.08482 0.32347 0.18158 0.39042
Gambar 3.2 Tabel statistik deskriptif 3.8.2.2. Pengujian Uji Validatas Data Dalam penelitian ini setiap faktor yang mempengaruhi iklim organisasi diwakili oleh 10 pertanyaan yang didasarkan pada jurnal penelitian yang sudah pernah penelitian (Bock, Zmud, Kim, Lee, 2005). Uji validasi dilakukan dengan menggunakan koefisien Product moment Pearson dan analisa faktor, dengan ketentuan kuesioner tersebut dikatakan valid jika faktor loading semua variabel melebihi 40% (dapat dilihat pada lampiran data pengolah statistik). Dari tabel faktor loading terlihat bahwa faktor loading semua variabel diatas 40 %, dengan demikian maka kuesioner tersebut adalah valid (Kerlinger, 2003:730). 3.8.2.3. Uji Realiabilitas Dengan menggunakan SPSS ver 18. diperoleh koefisien hitung Alpha Cronbach. Hasil uji reliabilitas kuesioner dengan menggunakan koef. Alpha Cronbach (dapat dilihat pada lampiran data pengolah statistik) menunjukkan bahwa nilai Alpha > 0,70. Menurut Kerlinger bahwa bila nilai Alpha ≥ 0,70 dapat dikatakan bahwa kuesioner tersebut dapat diandalkan (reliable). Nilai Alpha seluruh data
> 0,70, artinya bahwa kuesioner tersebut memiliki kapabilitas/
Universitas Indonesia
42
kemantapan, keterpercayaan (dependability), keteramalan (predictability), dan kejituan/ ketepatan/ akurasi (Kerlinger, 2003:709). 3.8.2.4. Korelasi Pearson Dari hasil pengujian korelasi Pearson (dapat dilihat pada lampiran data pengolah statistik) antara Iklim Organisasi dan Knowlede Sharing menunjukkan adanya korelasi positif dengan tingkat kepercayaan 0.05. Hasil ini sesuai dengan penelitian Bock, Xmud, Kim, Lee (2005); Sveiby & Simons (2002) dan Ji Hyun Shim (2010).
3.9. Kesimpulan dan Keterbatasan Penelitian 3.9.1. Kesimpulan Dengan melihat hasil penelitian yang telah dilakukan untuk melihat iklim organisasi yang terjadi di XYZ, maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan iklim organisasi perusahaan tergolong rendah dan kurang mendukung terjadinya knowledge sharing, khususnya dimensi fairness paling rendah jika dibandingkan dengan dimensi lainnya. Hal ini mempengaruhi proses knowledge creation dan knowledge sharing yang belum berjalan secara efektif untuk mendukung peningkatan skill dan pengetahuan yang terjadi dalam dan antar kelompok yang akhirnya berpengaruh pada kualitas pelayanan. Iklim organisasi yang dibentuk dari 3 indikator yaitu fairness, affiliation dan innovativeness terbilang masih belum efektif sebagai pendorong peningkatan pelaksanaan knowledge sharing untuk menuju terbentuknya organization learning yang berpengaruh pada peningkatan kualitas pelayanan. XYZ sendiri sedikit banyak sudah menjalankan prinsip-prinsip manajemen pengetahuan akan tetapi belum terarah dan tidak dilaksanakan dengan konsisten, oleh karena itu perlu dilakukan sebuah upaya pengembangan iklim organisasi dalam rangka memaksimalkan upaya knowledge sharing melalui penerapan manajemen pengetahuan di dalam perusahaan. Intervensi yang perlu dilakukan adalah
membangun
iklim
organisasi
kondusif
(fairness,
affiliation,
Universitas Indonesia
43
innovativeness) yang meningkatkan knowledge sharing sesama anggota team antar departemen. Intervensi dilakukan dengan cara: 1. Menerapkan konsep organizational knowledge creation menggunakan model knowledge conversion (SECI-Ba Nonaka) enabler yang dapat mempercepat terbentuknya budaya saling berkomunikasi dan berbagi pengetahuan (knowledge sharing) yang diharapkan sehingga akan mempengaruhi peningkatan kualitas pelayanan. 2. Mengembangkan CoP (Community of Practice) diantara pegawai sehingga dapat berbagi best practice dalam menjalankan tugas dan pekerjaan.
3.9.2. Keterbatasan Penelitian Kuesioner yang digunakan dalam karya tulis ini menggunakan kuesioner yang diambil dari penelitian sebelumnya mengenai iklim organisasi dan knowledge sharing oleh Bock, Zmud, Kim, dan Lee (2005). Mengingat alat ukur penelitian ini merupakan hasil terjemahan kedalam bahasa Indonesia yang kemungkinan dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda dan juga karena belum pernah diadakan sosialisasi mengenai budaya pembelajaran dan berbagi pengetahuan di XYZ, khususnya pada divisi paten dimana proses bisnis yang paling kritikal terjadi, maka penelitian ini mempunyai keterbatasan dalam mengambil kesimpulan. Dalam pelaksanaan pengisian kuesioner ini juga sangat tergantung kepada persepsi masing-masing responden terhadap pernyataan yang tersedia. Oleh karena persepsi dari masing-masing responden terhadap peryataan penelitian dapat berbeda-beda, maka hal ini mengakibatkan keterbatasan penelitian yang dilakukan, namun penelitian ini mengatasi kondisi tersebut dengan menentukan kriteria responden dari jenis kelamin, usia, pendidikan, masa kerja dan tingkat jabatan. Pembatasan ini diharapkan dapat lebih menyeragamkan responden.
Universitas Indonesia
44
BAB IV ANALISIS MASALAH DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Organisasi Biro Hukum XYZ berdiri pada tahun 1951 dan berlokasi di Jakarta Selatan, Indonesia. Merupakan salah satu Perusahaan Hukum HAKI tertua, terkemuka dan paling diakui di Indonesia.
Tujuan Perusahaan Tujuan dan kegiatan usaha perusahaan sebagaimana dinyatakan dalam akte pendiriannya, adalah sebagai berikut: a. Turut melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan serta program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, khususnya dibidang Hukum Hak Kekayaan Intelektual dalam arti seluasluasnya. b. Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, perseroan menyelenggarakan segala macam usaha Hukum Hak Kekayaan Intelektual. c. Perseroan dapat pula menjalankan usaha-usaha yang sama dengan bidang usaha
perseroan tersebut pada butir a dan b diatas secara bersama-sama
dengan perusahaan-perusahaan atau badan-badan lain sepanjang usahausaha tersebut tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan-ketentuan dalam anggaran dasar.
Sumber Daya Manusia Jumlah pegawai perusahaan pada awal tahun 2011 telah berjumlah 102 orang ditambah 3 (tiga) orang Direksi. Dari jumlah tersebut perusahaan telah memenuhi ketentuan perundang-undangan mengenai kualifikasi tenaga ahli HKI yang harus dimiliki. Disamping itu perusahaan juga memiliki beberapa tenaga ahli lulusan dalam dan luar negri yang cukup memadai untuk mengelola bisnis HKI terutama tentang Paten.
Universitas Indonesia
45
Visi, Misi dan Nilai dari Perusahaan Dalam
menjalankan
bisnis
perusahaan
untuk
mendukung
proses
pemerolehan paten tersebut, XYZ menetapkan visi, misi dan nilai-nilai perusahaan, sebagai berikut: a. Visi
: Menjadi solusi Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terpilih di Asia Tenggara dengan layanan terbaik.
b. Misi
:
1. Memberikan pelayanan terbaik yang didukung oleh sumber daya berkualitas, sistim manajemen yang terintegrasi dan teknologi terkini berstandar internasional. 2. Secara berkesinambungan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai modal/aset perusahaan yang berharga. 3. Meningkatkan dan memelihara kolaborasi yang bersinergi dengan rekanan dan instansi terkait. 4. Memberikan kontribusi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI). c. Nilai-nilai : Perduli, Integritas, Kerjasama dan Proaktif. Dukungan Teknologi Informasi Sistem informasi pada XYZ, yang ada sejak tahun 1998 dibuat dengan bahasa pemrograman Visual Basic (VB) dan Access dengan memanfaatkan basis data ORACLE. Strategi yang diambil untuk menyikapi perkembangan globalisasi dan kebutuhan komunikasi maya adalah XYZ telah memiliki situs perusahaan sejak tahun 2005, namun penggunaan e-mail pada pegawai masih terbatas pada internal perusahaan saja, sedangkan untuk eksternal telah dibuat akun e-mail perusahaan untuk kebutuhan bisnis.
Jasa Pelayanan Perusahaan Jasa pelayanan perusahaan yang dikelola XYZ sejak tahun 1951, adalah: Paten, TradeMark, Legal Dispute, Litigation, dan Industrial Design.
Universitas Indonesia
46
Kategori Klaim pada Paten: Secara umum klaim dapat dibagi atas dua kategori utama, yaitu klaim menyangkut physical entity sering disebut klaim produk, misalnya substansi atau komposisi, object, article, peralatan, mesin atau sistem peralatan. Klaim yang menyangkut activity sering disebut sebagai klaim proses, misalnya metode dan penggunaan.
Divisi Paten Divisi Paten yang menjadi fokus pada penelitian ini memiliki rincian tugas sebagai berikut: Tugas Umum: 1. Menyusun rencana kerja dan anggaran divisi paten. 2. Merencanakan dan mengusulkan secara kuantitatif dan kualitatif sumber daya manusia dan peralatan untuk kebutuhan divisi paten. 3. Memimpin, memotivasi, membina dan mengembangkan staff di lingkungan kerja divisi paten. 4. Mengusahakan
kelancaran
pelaksanaan
kerja
serta
melakukan
pengamanan, pemanfaatan dan pengembangan SDM dan peralatan kerja/sarana fisik dilingkungan divisi paten. 5. Memelihara, menilai dan memberikan saran penyempurnaan terhadap sistem/prosedur / tata kerja (SOP) dilingkungan divisi paten. 6. Menjalin kerja sama dengan unit-unit kerja lain dilingkungan perusahaan. 7. Membina hubungan baik dengan instansi luar yang berhubungan dengan divisi paten. 8. Mengawasi penyelenggaraan administrasi dan kearsipan divisi paten sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. 9. Menyelenggarakan evaluasi terhadap sistem informasi manajemen divisi paten sesuai pedoman yang ditetapkan
Universitas Indonesia
47
Tugas Pokok: 1. Mengusahakan tercapainya pendapatan profit baik menyangkut usaha dari dalam maupun luar negeri, dengan memperhatikan anggaran dan kebijakan yang ditetapkan. 2. Membina hubungan baik dengan perusahaan hukum HKI lain baik di dalam maupun di luar negeri, untuk kepentingan tugas operasional dan pemasaran pelayanan jasa hukum paten. 3. Merundingkan dan mengambil keputusan atas kerja sama di bidang hukum paten sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. 4. Melayani secara teknis pelanggan permintaan jasa pelayanan hukum paten baik dari dalam maupun luar negeri.
Analisis Perusahaan Faktor penentu keberhasilan (key success factor) merupakan faktor yang mutlak dimiliki oleh perusahaan untuk mencapai sasaran yang ditetapkan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Faktor penentu keberhasilan perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Customer Satisfaction Seluruh strategi dan kebijakan perusahaan pada dasarnya ditujukan untuk memberikan kepuasan pada pelanggan. 2. Service Excellence Perusahaan
menetapkan
untuk
memberi
pelayanan
terbaik
yang
ditawarkan dengan moto cepat, tepat dan akurat disetiap lini. 3. Efficiency Agar menjadi efektif, perusahaan harus selalu menjaga tingkat efisiensi yang wajar bagi seluruh kegiatannya. 4. Sumber Daya manusia Perusahaan harus memiliki sebanyak mungkin tenaga kerja yang handal dan berkompetensi.
Universitas Indonesia
48
4.2 Analisis SWOT SWOT perusahaan diambil berdasarkan identifikasi oleh pihak perusahaan terhadap setiap aspek lingkungan usaha, dimana terdapat peluang dan ancaman, sebagai berikut: Strengths
Weaknesses
Pelopor konsultan hukum di bidang HAKI Jaringan klien dan institusi yang luas Market Leader. Telah dipercaya oleh klienklien besar dan terkenal Mempopulerkan masalah HAKI di Indonesia Menguasai Know-How bidang bisnisnya Likuiditas perusahaan masih baik. Corporate Image yang masih baik.
Iklim organisasi yang belum kondusif (fairness, kurang efektifnya koordinasi kerja antar bagian, affiliation, dan inovativeness) Kurangnya kompetensi karyawan untuk dapat memberikan kualitas pelayananan yang diharapkan pelanggan. Pemasaran jasa pelayanan belum optimal. Dukungan teknologi informasi perlu diperbaharui. Pengawasan dan pengendalian internal belum optimal
Opportunities
Threats
Penegakan hukum secara umum dan penegakan HAKI yang semakin baik. Potensi dan pertumbuhan pasar HAKI (Paten & Merek) yang cukup besar dan makin luas karena perkembangan penemuan dan kemajuan teknologi yang pesat. Dukungan Peraturan Perundang-undangan di bidang HAKI. Meningkatnya kesadaran masyarakat internasional akan pentingnya proteksi suatu invensi yang akan dijadikan komoditi. Pasar bebas AFTA
Makin banyaknya corporate law firm lain yang menggunakan teknologi baru dan juga sebagai pendatang baru dalam bisnis HAKI memiliki keunggulan jaringan dan bahasa. Dampak dari AFTA dan APEC yang menimbulkan persaingan ketat. Kecenderungan adanya perang tarif dan persaingan yang tidak sehat.
Gambar 4.1 SWOT Analysis XYZ
Strategi Umum Rencana Jangka Panjang Perusahaan Berdasarkan SWOT dilakukan perusahaan memutuskan untuk menjalankan strategi percepatan pertumbuhan (rapid grow strategy) untuk mencapai sasaran yang ditargetkan perusahaan. Strategi ini dijabarkan dalam strategy map perusahaan menggunakan balanced scorecard. Strategi ini menekankan pada memanfaatkan kekuatan internal untuk meraih peluang yang dapat menunjang perusahaan tumbuh lebih cepat. Strategi yang ditetapkan pada Rencana Jangka
Universitas Indonesia
49
Panjang adalah meningkatkan kompetensi karyawan untuk dapat memberikan kualitas pelayanan kepada pelanggan sehingga dapat tercapai customer satisfaction, selanjutnya memperbesar usaha untuk memperluas pasar dan mengembangkan jasa pelayanan dengan menangkap peluang yang ada termasuk melakukan partnership dan membuat portfolio baru agar dapat bersinergi dengan bisnis perusahaan induk.
Gambar 4.2 Strategy Map Biro Hukum XYZ Dari beberapa strategi yang akan dilakukan perusahaan peningkatan skill atau kompetensi karyawan merupakan hal yang terpenting karena perusahaan menganggap bahwa skill atau kompetensi dan pengetahuan di perusahaan merupakan keunggulan bersaing bagi perusahaan. Dengan kompetensi karyawan yang tinggi akan dimungkinkan tercapainya suatu mutu pelayanan yang prima dan
Universitas Indonesia
50
sesuai dengan harapan pelanggan. Hal ini menjadi relevan dengan kondisi yang dialami perusahaan dimana dari tahun ke tahun menghadapi kondisi peningkatan jumlah pelanggan yang berpindah ke perusahaan pesaing akibat penurunan kualitas pelayanan karena kompetensi karyawan XYZ yang kurang memadai.
4.3. Analisa Masalah 4.3.1 Rendahnya Mutu Pelayanan XYZ Menyebabkan Hilangnya Pelanggan XYZ menghadapi kondisi yang kurang menguntungkan dengan semakin meningkatnya jumlah pelanggan yang pindah ke kompetitor. Di tahun 2008 sebanyak 272 pelanggan pindah ke kompetitor. Di tahun 2009 terjadi peningkatan 7.35% (292 pelanggan) yang berpindah. Sementara di tahun 2010, terjadi peningkatan 7.87% (315 pelanggan) yang berpindah sehingga dalam kurun waktu 3 tahun XYZ telah kehilangan 879 pelanggan.
Jumlah Pelanggan
Grafik Pelanggan Pindah Ke Kompetitor 350 300 250 2008
2009
2010
Tahun
Gambar 4.3 Grafik pelanggan pindah ke kompetitor
Tahun
Jumlah Pelanggan Pindah
2008
272
2009
292
2010
315
Total Jumlah
879
Tabel 4.1 jumlah pelanggan pindah
Universitas Indonesia
51
Dari interview kepada beberapa pelanggan yang ada dan bekas pelanggan XYZ yang berpindah didapat data bahwa 65% menyatakan ketidakpuasan terhadap kualitas pelayanan XYZ. Sebagian besar ketidakpuasan atas pelayanan ini diakibatkan okeh lambatnya respon yang diberikan perusahaan dan kurang informatifnya pegawai dalam melayani pelanggan. Pelanggan menganggap bahwa pegawai XYZ kurang kompeten dalam menjalankan tugasnya. Kurang kompetennya pegawai dalam melayani pelanggan dapat dijelaskan karena memang pada kondisi saat ini ada kesenjangan pengetahuan antar pegawai yang berada di XYZ. Kesenjangan pengetahuan ini dikarenakan kurangnya proses knowledge sharing yang dilakukan di perusahaan. Pegawai senior yang kompeten tidak termotivasi untuk memberikan knowledge sharing kepada pegawai baru yang kurang kompeten. Kondisi seperti ini perlu segera mendapatkan perhatian manajemen di XYZ, apalagi dari data didapat fakta banyaknya pegawai senior dan kompeten yang keluar dan beberapa yang akan segera pensiun.
4.3.2 Iklim Organisasi dan Knowledge Sharing Kurangnya knowledge sharing dalam perusahaan ditunjukkan dari data kuesioner, didapat rata-rata 1.7943. Ini menunjukan rendahnya knowledge sharing yang ada dalam perusahaan. Rendahnya knowledge sharing yang ada di perusahaan ini diakibatkan kurang kondusifnya iklim organisasi yang ada dalam perusahaan. Hal ini ditunjukan dari rata-rata iklim organisasi sebesar 1.5154 dan adanya korelasi yang positif antara iklim organisasi dan knowledge sharing. Jadi apabila iklim organisasi dalam perusahaan kurang baik maka karyawan di dalam perusahaan cenderung tidak akan melakukan knowledge sharing.
4.3.3 Faktor Fairness, Affiliation dan Innovativeness dalam Iklim Organisasi Iklim organisasi menurut Bock, Zmud, Kim, dan Lee (2005) dapat dioperasionalkan dalam aspek Fairness, Affiliation dan Innovativeness. Dari hasil
Universitas Indonesia
52
pengolah data didapat nilai rata-rata fairness, innovativeness dan affiliation berturut-turut memiliki hasil rata-rata 1.0709, 2.0071, 1.4681. Yang kesemuanya memiliki nilai dibawah 2 yang berarti rendah. Hasil rata-rata iklim organisasi ditunjukan dengan nilai 1.5154 yang berarti iklim organisasi di dalam perusahaan masih kurang baik.
4.4 Pembahasan Berdasarkan
tabel
pengolahan
data
didapatkan
rata-rata
fairness,
innovativeness dan affiliation berturut-turut memiliki hasil rata-rata 1.0709, 2.0071, 1.4681. Yang kesemuanya memiliki nilai dibawah 2 yang berarti rendah. Hasil rata-rata iklim organisasi ditunjukan dengan nilai 1.5154 yang berarti iklim organisasi di dalam perusahaan masih kurang baik. Untuk knowledge sharing didapat data rata-rata 1.7943. Ini menunjukan rendahnya knowledge sharing di dalam perusahaan. Dikaitkan dengan iklim organisasi, berdasarkan data ini dan dasar terori yang dibangun dapat diduga ada kaitan antara iklim organisasi yang kurang dengan knowledge sharing rendah di dalam perusahaan. Jadi bila iklim organisasi dalam perusahaan kurang baik maka karyawan di dalam perusahaan cenderung tidak akan berbagi pengetahuan yang mengakibatkan rendahnya knowledge sharing yang ada dalam perusahaan. Dari data tersebut juga dapat dilihat bahwa fairness memiliki nilai rata-rata terendah yang berarti menunjukan fairness merupakan faktor yang paling berkontribusi dalam rendahnya iklim organisasi perusahaan. Kesimpulan dari hasil pengolahan data yang didapat dari penelitian menunjukan bahwa ada permasalahan dalam perusahaan terkait dengan iklim organisasi yang kurang kondusif pada perusahaan sehingga knowledge sharing kurang tercipta di dalam perusahaan. Terkait dengan permasalahan ini perlu dilakukan upaya intervensi yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi yang ada dalam perusahaan. Upaya intervensi selanjutnya akan dijabarkan dalam bab usulan rekomendasi dan rencana perubahan.
Universitas Indonesia
53
BAB V USULAN REKOMENDASI DAN RENCANA PERUBAHAN
5.1 Usulan Rekomendasi Berdasarkan analisa yang sudah dipaparkan sebelumnya, agar peningkatan kualitas pelayanan dapat dioptimalkan di XYZ, maka iklim organisasi yang kondusif harus segera dikembangkan untuk mendorong budaya berbagi pengetahuan (knowledge sharing) yang mampu meningkatkan skill dan pengetahuan karyawan. Untuk itu solusi yang dapat diusulkan dalam rangka memperbaiki iklim organisasi yang menurut Bock, Zmud, Kim, dan Lee (2005) adalah melalui perbaikan pada aspek Fairness, Affiliation dan Innovativeness yang berujung pada peningkatan knowledge sharing di organisasi. Setelah itu dilakukan pengembangan proses knowledge sharing melalui Pendekatan Organizational Knowledge Creation (Nonaka 1995). Hal ini dengan pertimbangan bahwa pendekatan ini menitik beratkan pada penciptaan proses berkesinambungan (sustainable) dalam organisasi untuk proses peningkatan knowledge sharing. Sustainable
proses
ini
merupakan
hal
terpenting
dalam
upaya
XYZ
mengembangkan proses knowledge sharing yang berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan. Proses perbaikan dilakukan melalui intervensi knowledge management dengan menggunakan model Organizational Learning (Cummings & Worley, 2005). Selanjutnya untuk mengelola perubahan perusahaan menuju sasaran yang diharapkan, akan digunakan model Lewin (Cameron & Green, 2004) untuk tingkat organisasi, kelompok dan individu yang menggunakan tiga tahapan yaitu: unfreezing, moving, refreezing.
Universitas Indonesia
54
5.1.1 Usulan Perbaikan Iklim Organisasi
Gambar 5.1. Framework Organizational Learning: Perbaikan kualitas pelayanan
Berdasarkan kerangka berpikir dalam gambar diatas, karakteristik organisasi dicirikan dengan unsur iklim organisasi (fairness, innovative, affiliation) yang mendukung kepada organisasi learning process yang menumbuhkan kembangkan knowledge sharing. Ke-3 dimensi tersebut diaplikasikan kedalam lima karakteristik didalam organisasi menurut W. Synder dan Cummings (1998) dengan melakukan perubahan yang ditujukan pada perbaikan unsur iklim organisasi sebagai berikut: No. Kategori Karakteristik Organisasi 1. Kultur Organisasi
2.
Leadership
Perubahan yang dilakukan
Sasaran Unsur Iklim Organisasi
Mencanangkan kultur organisasi yang kuat yang menekankan pada keterbukaan, kreatifitas dan budaya knowledge sharing. Inovasi dan kebebasan untuk mencoba idea baru, keberanian menghadapi risiko kegagalan dan belajar dari kesalahan didukung oleh perusahaan. Meningkatkan kemampuan leadership dari manajemen
Innovativeness
Fairness dan Affiliation
Universitas Indonesia
55
3.
Struktur
4.
Sistem Informasi
5.
Human Resource Practices
yang ada untuk dapat lebih terbuka, tidak memihak (pilih kasih), mampu berkomunikasi dan menterjemahkan visi pentingnya knowledge sharing, memiliki empati, mendukung dan kemampuan memberikan arahan kepada karyawan agar dapat bersinergi untuk mencapai target yang diharapkan perusahaan Mengembangkan struktur Affiliation organisasi yang menekankan pada pentingnya kerjasama, layer organisasi yang sedikit dan tidak birokratis, dan hubungan antar karyawan yang sinergis, relasi perusahaan yang kuat baik secara internal maupun eksternal. Pembangunan sistem Inovativeness informasi yang menfasilitasi proses knowledge sharing agar akuisisi knowledge, proses transfer dan sharing knowledge dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Penggunaan praktek Fairness manajemen sumber daya manusia untuk meningkatkan performance perusahaan melalui pengembangan knowledge dalam perusahaan. Perbaikan dalam penilaian karya, reward dan pelaksanaan training berbasis kompetensi merupakan praktik manajemen sumber daya yang dapat diterapkan untuk terbentuknya suatu iklim organisasi yang kondusif
Gambar 5.2. Tabel sasaran akan dilakukan perubahan
Universitas Indonesia
56
Setelah dilakukan upaya perbaikan terhadap iklim organisasi selanjutnya perlu dilakukan upaya untuk melakukan proses menciptakan organization knowledge yang sustainable dalam perusahaan.
5.1.2 Proses Organization Knowledge Creation Mengacu pada Seven Guidelines for Organizational Knowledge Creation Implementation (Nonaka, 1995), disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan perusahaan diambil lima langkah praktis untuk menerapkan Organizational Knowledge Creation di dalam perusahaan. Langkah 1: Create a knowledge vision Menciptakan visi pengetahuan dan mengkomunikasikannya kepada seluruh anggota organisasi. Visi pengetahuan yang dibangun harus menjabarkan bagian yang ingin dicapai sehinga dapat memberikan anggota organisasi gambaran kondisi yang sedang dihadapi dan arahan mengenai pengetahuan apa yang perlu dicari dan dibuat. Terdapat beberapa langkah membangun visi pengetahuan, antara lain: 1. Membangun
kesadaran
dan
pemikiran
bersama
pada
level
top
management akan perlunya sebuah upaya knowledge management untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Hal ini dilakukan dengan membuat proposal yang memaparkan masalah yang dihadapi perusahaan dan knowledge management sebagai alternatif solusi yang ditawarkan. Proposal kemudian dipresentasikan pada top management dalam sebuah pertemuan dan dibahas bersama untuk mewujudkan kesadaran bersama akan perlunya penerapan konsep knowledge management. 2. Membangun sebuah team untuk merumuskan visi pengetahuan. Team harus mempelajari karakteristik organisasi baik dari segi struktur, budaya serta kepemimpinan didalam organisasi dan mengumpulkan informasi dari berbagai stakeholder perusahaan agar visi yang dibangun menjadi visi yang mudah diterima oleh seluruh anggota organisasi dan diterapkan pada proses kerja di dalam perusahaan.
Universitas Indonesia
57
3. Mensosialisasikan visi pengetahuan ke seluruh bagian organisasi dilakukan melalui dua tahap mengingat besarnya ukuran organisasi dilihat dari jumlah pekerjanya. Tahap pertama adalah mensosialisasikan visi pengetahuan kepada middle-manager melalui pelaksanaan seminar dan program in-class socialization. Dalam sosialisasi ini top management dilibatkan secara langsung agar terdapat komunikasi dan kesamaan pengertian antara top management dan pekerja. Disamping itu terjalinnya komunikasi diantara top management dengan para pekerja dapat meningkatkan moral dan motivasi kerja karyawan jika dilakukan dengan baik. Tahap kedua adalah mensosialisasikan visi dari middle-manager ke para staff/officer melalui meeting mingguan berkala. Langkah 2: Develop a knowledge crew Mengembangkan peran knowledge crew di dalam perusahaan dengan menunjuk top management untuk menjalankan peran sebagai knowledge officer, middle manager (kepala departemen di divisi paten) menjalankan peran sebagai knowledge engineer, dan staff / officer sebagai knowledge practitioner. Untuk itu dilakukan penetapan tugas knowledge crew, sebagai berikut: 1. Staff/Officer sebagai knowledge practitioner memiliki tugas untuk mengumpulkan, menghasilkan dan memperbaharui baik pengetahuan tacit maupun explicit mengenai kebutuhan konsumen, penanganan masalah, dan proses kerja yang dilaksanakan dalam kesehariannya. 2. Kepala Departemen sebagai knowledge engineer bertugas untuk mendorong terjadinya konversi pengetahuan dengan cara mendorong staff/ officer untuk melakukan knowledge sharing, mengumpulkan informasi dari staff/officer dan menyimpulkannya menjadi laporan tertulis, mengelaborasinya lebih jauh lagi dengan knowledge sharing di level middle manager, yang selajutnya disosialisasikan lagi informasi tersebut melalui pelatihan, mentoring dan supervisi. 3. Top Management sebagai knowledge officer bertugas sebagai fasilitator middle manager dalam menjalankan perannya sebagai knowledge engineer
Universitas Indonesia
58
melalui pembuatan prosedur perusahaan yang mengatur pelaksanaan kegiatan konversi pengetahuan. Langkah 3. Build a high density field of interaction at the front line Kepala departemen pada divisi paten bertugas menciptakan sebuah lingkungan kerja yang mendorong terjadinya interaksi diantara staff/officer. Untuk itu Kepala bagian harus bisa membangun kepercayaan dan motivasi belajar di antara staff/officer-nya dengan menerapkan pola kepemimpinan teladan (Kouzes & Posner, 2007) dan menjalankan konsep pembelajaran terpimpin (Garvin, 2000). Langkah 4. Adopt middle-up-down management process Posisi kepala departemen sebagai middle-manager dikaitkan dengan perannya sebagai knowledge engineer, dimana penerapan middle-updown management adalah merupakan salah satu tugas yang perlu dilaksanakan olehnya. Dalam penerapan middle-up-down management ini kepala departemen bertugas menjadi jembatan diantara pemikiran ideal top management dengan kondisi nyata yang dialami oleh staff/officer. Langkah 5. Construct a knowledge network with the outside world Sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan maka perusahaan perlu mengetahui bagaimana mengantisipasi kebutuhan pelanggan. Pengetahuan mengenai kebutuhan pelanggan hanya dapat diperoleh dengan melakukan interaksi langsung dengan pelanggan.
5.1.3. Proses Intervensi Proses perbaikan iklim organisasi dan proses penciptaan knowledge dalam perusahaan dari current condition ke intended sebagaimana yang diuraikan diatas perlu dilakukan melalui perencanaan yang baik. Untuk itu diperlukan intervensi pada perusahaan pada 3 tingkatan yaitu: organisasi, kelompok dan individu.
Universitas Indonesia
59
Gambar 5.3. Types of OD Interventions and Organizational Issues at XYZ
1. Menciptakan iklim dan kultur organisasi yang kondusif yang menekankan pada keterbukaan, kerjasama, kreativitas dan budaya knowledge sharing. Inovasi dan kebebasan untuk mencoba idea baru, keberanian menghadapi risiko kegagalan dan belajar dari kesalahan didukung oleh perusahaan. Untuk itu intervensi yang akan dilakukan adalah:
Universitas Indonesia
60
Strategic: a. Cultural change Untuk melakukan perubahan budaya khususnya dalam hal perilaku, nilai, kepercayaan dan norma yang berlaku saat ini, XYZ perlu melakukan upaya intervensi cultural change yang disesuaikan dengan strategi perusahaan
dan
corporate
social
resposibility.
Tujuannya
untuk
membangun budaya organisasi yang lebih kuat dan positif. Hal-hal yang perlu dilakukan oleh XYZ adalah: Memproyeksikan dengan jelas strategic vision dimana perubahan budaya organisasi tetap harus memperhatikan visi perusahaan yang telah ditetapkan dari awal. Bilamana visi tersebut dianggap masih relevan, XYZ tidak perlu melakukan perubahan visi hanya mungkin diperlukan alignment dengan visi yang lama. Dibutuhkan komitmen penuh dari top
manajemen dalam
melaksanakan perubahan budaya organisasi ini. Keputusan akan perubahan ini selanjutnya harus diteruskan kepada jajaran manajer dan staf agar ada dengan dalam mengimplementasikan perubahan budaya organisasi. Untuk mencapai perubahan budaya organisasi, kadangkala dibutuhkan juga perubahan susunan organisasi. Oleh karena itu, XYZ harus dapat melakukan penilaian apakah struktur yang ada dapat dipertahankan atau harus dirombak untuk mencapai budaya organisasi yang baru, bilamana masih dirasa relevan, perubahan struktur tidak perlu dilakukan hanya saja perlu dimaksimalkan fungsinya. HR Management a. Goal Setting XYZ telah menetapkan Visi, Misi dan Nilai, dimana Visi, Misi dan Nilai tersebut harus diterjemahkan dalam tujuan jangka pendek dan jangka panjang di XYZ. Intervensi goal setting dimaksudkan agar terjadi
Universitas Indonesia
61
kesinambungan antara tujuan karyawan dan tujuan perusahaan. Dengan demikian disarankan agar goal setting melibatkan karyawan dan atasannya secara intensif. Di XYZ setiap tahunnya sudah dilaksanakan penyusunan sasaran target program kerja tahunan baik secara individu maupun departemen akan tetapi penyusunan ini tidak diintegrasikan secara maksimal dengan tujuan perusahaan, sehingga seringkali tidak ada kesinambungan pencapaian tujuan bersama.
2. Meningkatkan kemampuan leadership dari manajemen yang ada untuk dapat lebih terbuka, tidak memihak (pilih kasih),
mampu berkomunikasi dan
menterjemahkan visi pentingnya knowledge sharing, memiliki empati, mendukung dan kemampuan memberikan arahan kepada karyawan agar dapat bersinergi untuk mencapai target yang diharapkan perusahaan. Untuk itu intervensi yang akan dilakukan adalah: Human Process: a. Coaching dan Training untuk Manajemen Memberikan pelatihan leadership untuk level manajemen untuk dapat meningkatkan kemampuan leadership dan manajerial. Disamping itu perlu juga dilakukan assessment terhadap data berupa kompetensi dan gap kompetensi manajemen dengan syarat kompetensi untuk posisi atau pekerjaannya. Hal ini untuk penting dilakukan untuk mengetahui seberapajauh kompetensi yan dimiliki manajemen (pada atasan) dan kemampuan apa yang masih perlu diperbaiki untuk mendukung pekerjaannya untuk memimpin para subordinate pada unit atau departemen yang mereka pimpin. b. Third Party Intervention Melibatkan pihak ke 3 (independen) untuk dapat menilai kualitas manajemen dan memonitor serta menilai pencapaian atas target yang diberikan. Dengan demikian diharapkan penilaian akan lebih fair.
Universitas Indonesia
62
HR Management Process: a. Performance appraisal Penilaian kinerja merupakan salah satu bagian yang penting dalam intervensi HRM, karena dalam penilaian kinerja dapat tergambarkan dengan jelas apa saja pencapaian individu, kekuatannya bahkan kelemahannya. Proses penilaian kinerja seharusnya dilakukan dua arah, hal ini dimaksudkan agar karyawan
dan
atasan mendapatkan
feedback
yang
sama
sehingga
memaksimalkan development baik bagi karyawan maupun perusahaan. XYZ perlu membenahi sistem ini untuk dapat di-integrasikan dengan goal setting dan reward system untuk pencapaian optimal. Pembuatan prosedur performance appraisal yang baik diharapkan dapat mengurangi subyektifitas penilaian.
3. Mengembangkan struktur organisasi yang menekankan pada pentingnya kerjasama, layer organisasi yang sedikit dan tidak birokratis, dan hubungan antar karyawan yang sinergis, relasi perusahaan yang kuat baik secara internal maupun eksternal. Untuk itu intervensi yang akan dilakukan adalah: Technostructural a. Work Design Penguatan kelompok dan kompetensi dapat dilakukan dengan mengelompokkan individu-individu di divisi ini menjadi lima kelompok kekhususan berdasarkan core keahliannya, yaitu kelompok Patent Register, Substantive Examination, Patent Annuity and Certificate dan kelompok Patent Abandonment. Kelompok-kelompok ini nantinya akan difasilitasi dengan sarana untuk knowledge sharing dengan lingkup yang lebih kecil, daripada rutin mengikuti rapat dan diskusi yang dilakukan secara periodik yang berada di lingkup organisasi. Dengan adanya leadership yang baik, kelompok sharing yang aktif, maka knowledge sharing akan dapat lebih berkembang ketika nantinya dibawa ke level organisasi, yakni dalam diskusi atau pada rapat 2 mingguan.
Universitas Indonesia
63
Intervensi juga dilakukan dengan membuat desain pekerjaan baik individu dan group dengan pendekatan seperti sistem sociotechnical, self- managing team dan lain-lain. Individu atau kelompok didukung untuk selalu dapat berdiskusi seputar desain pekerjaan sehingga ada feedback dan results.
High Involvement Organization Intervensi ini dimaksudkan agar karyawan dilibatkan dalam proses pencapaian tujuan perusahaan. Hubungan yang dinamis pada level management hingga level pekerja akan lebih memaksimalkan pencapaian tujuan perusahaan. Hal-hal yang dapat dilakukan oleh XYZ dalam intervensi ini adalah mengajak karyawan untuk menciptakan suasana bekerja yang kondusif, kooperatif dan kolaboratif. Beberapa peraturan yang berhubungan dengan pekerja dapat dibuat bersamasama. Situasi yang sama dapat diberlakukan juga untuk menentukan program training seperti apa yang dapat diaplikasikan agar karyawan dapat melakukan fungsinya secara maksimal.
Human Process Intervention a. Team-building Intervensi ini akan menolong peer to peer dan group agar dapat bekerja lebih efektif lagi dalam menunaikan tugasnya dan bagaimana memecahkan masalah dalam kelompok. Bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilaksanakan di XYZ berupa employee gathering dan beberapa outdoor activities seperti hideaway dimana didalamnya terdapat juga acara seminar yang meliputi topik-topik seperti role clarification, vision-mission and goal development, decision-making process. b. Organization Confrontation Meeting Intervensi ini dilakukan dengan maksud memobilisasi anggota organisasi (karyawan) untuk dapat mengidentifikasi masalah, membuat
Universitas Indonesia
64
target penyelesaian masalah dan cara memecahkannya (problem solving). Hal ini perlu diterapkan oleh manajemen XYZ agar dapat secara langsung menemukan cara bagaimana penyelesaian masalah terbaik dengan mengorganisasi sumber-sumber kompeten dari berbagai departemen. c. Intergroup relations Intervensi ini dimaksudkan untuk meningkatkan interaksi antar kelompok yang berbeda departemen. Hal ini dirasakan penting untuk diterapkan di XYZ karena proses di divisi paten terus melibatkan kelompok-kelompok lintas departemen. Dengan demikian proses pemecahan masalah akan sangat melibatkan kelompok yang lain atau dengan kata lain tidak dapat dipecahkan secara partial namun dibutuhkan kebersamaan yang holistik untuk menyikapi isu-isu yang menghambat tercapainya tujuan perusahaan. Strategic a. Networks Intervensi networks dilakukan agar XYZ dapat berhubungan dengan beberapa organisasi sejenis yang sekiranya dapat membantu memecahkan permasalahan yang terjadi dalam organisasi. Keikutsertaan dalam WIPO (World Intellectual Property Organization), AIPPI
(Association
Internationale pour la Protection de la Propriété Intellectuelle) dan APAA (Asian Patent Attorney Association) merupakan salah satu langkah tepat yang diambil oleh XYZ, hanya saja hubungan yang terjadi harus dimaksimalkan dalam konteks bisnis yang mendukung tercapainya tujuan perusahaan. Begitu juga dengan hubungan jaringan dengan Kantor Paten Indonesia dan partner HAKI (IPR) yang tersebar di beberapa Negara. XYZ dapat menerima informasi khususnya hal yang tidak dapat dipecahkan sendiri seperti tingginya tingkat kompleksitas permasalahan legal prosecution yang berhubungan dengan perselisihan (dispute) klaim suatu penemuan/invensi suatu produk atau sistem.
Universitas Indonesia
65
4. Pembangunan sistem informasi yang menfasilitasi proses knowledge sharing agar akuisisi knowledge, proses transfer dan sharing knowledge dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Intervensi dilakukan adalah: Strategic: a. Organizational learning dan knowledge management Intervensi Organizational Learning (OL) dan Knowledge Management (KM) dapat membantu XYZ untuk mempertinggi kemampuan organisasi memperoleh dan mengembangkan pengetahuan baru dan knowledge management serta menggunakannya untuk melakukan perubahan dan meningkatkan
continuous
improvement
pada
kinerja
perusahaan.
Intervensi ini akan menggerakan organisasi dimana semula hanya mampu solving existing problems berubah menjadi perusahaan yang memiliki kemampuan
untuk
selalu
continuous
improvement.
XYZ
harus
menciptakan organizational learning yang maksimal dengan cara sebagai berikut: Structure – keterlibatan semua pihak, baik eksternal maupun internal
dalam
hal
pemberian
informasi,
pengambilan
keputusan dan pemberian wewenang. Information system – sistem pendukung berfungsi sebagai pusat data informasi untuk proses belajar dengan infrastruktur yang diperlukan seperti mempersiapkan jaringan internet, intranet dan penyediaan server yang tidak dibatasi akses dalam penggunaannya. Sistem ini harus memuat berbagai informasi, proses yang cepat dan distribusi informasi yang efisien untuk seluruh karyawan agar dapat memanfaatkan pengetahuan yang ada untuk kepentingan yang lebih kompetitif.
Untuk mendukung terciptanya knowledge management, intervensi yang harus dilakukan adalah: Generating knowledge – harus ditentukan pengetahuan seperti apa yang paling dibutuhkan dalam pencapaian tujuan perusahaan dan
Universitas Indonesia
66
bagaimana menciptakan mekanisme untuk menambah pengetahuan dalam bidang tersebut. Organizing knowledge – menciptakan sistem yang dapat diakses karyawan sebagai repositori pengetahuan baru dan di-sharingkan kepada semua karyawan. Penyebaran pengetahuan ini harus dilakukan dari orang ke orang lainnya. Distributing knowledge – menciptakan mekanisme khusus untuk setiap karyawan dalam rangka mengakses pengetahuan yang dibutuhkannya.
5. Penggunaan praktek manajemen sumber daya manusia untuk meningkatkan performance
perusahaan
melalui
pengembangan
knowledge
dalam
perusahaan. Perbaikan dalam penilaian karya, reward dan pelaksanaan training berbasis kompetensi merupakan praktik manajemen sumber daya yang dapat diterapkan
untuk
terbentuknya
suatu
iklim
organisasi
yang
kondusif.Intervensi-intervensi yang dilakukan dengan cara berikut ini:
Human Process: b. Coaching Setiap atasan diharapkan mampu memberikan coaching dan saransaran kepada bawahannya dimana untuk mencapai tujuan perusahaan perlu memberi kontribusi maksimal, meliputi perilaku (behavior), keterampilan (skills) dan kemampuan (ability). Dalam coaching memerlukan data berupa kompetensi karyawan, oleh karenanya perlu dilakukan competency map/competency assessment sehingga dapat dilihat bagaimana perilaku, keterampilan dan kemampuan karyawan. Coaching perlu diberikan secara rutin kepada bawahan dan team agar fokus pada personal/group learning sehingga pekerjaannya dapat lebih efektif. Coaching perlu ditingkatkan intensitasnya agar setiap karyawan memiliki persepsi yang sama untuk mencapai tujuan perusahaan.
Universitas Indonesia
67
c. Training dan Development Training dilakukan agar setiap karyawan dapat memiliki pengetahuan dan kemampuan yang sesuai untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawab jabatannya sesuai dengan harapan perusahaan. Fokus utama dalam training adalah meningkatkan kompetensi karyawan sehingga mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Sama dengan coaching, training juga memerlukan data berupa kompetensi dan gap kompetensi karyawan dengan syarat kompetensi untuk posisi atau pekerjaannya. Berdasarkan informasi gap ini akan ditentukan program training apa saja yang dibutuhkan. Pada XYZ setelah dilakukan competency assesment, training yang perlu dilakukan meliputi problem solving skills, leadership skills dan kemahiran berbahasa Inggris. d. Process Consultation Process Consultation akan membuat para leaders di XYZ mengetahui dengan jelas tindakan apa yang perlu diambil untuk menolong departemen dan divisinya melakukan proses komunikasi yang benar dan mengurangi konflik dysfunctional. Hal ini perlu dilakukan dengan tujuan agar setiap karyawan memiliki keterampilan dan pemahaman yang sama dalam rangka mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan yang terjadi di area mereka masing-masing. e. Reward System Untuk meningkatkan intensitas kepuasan kerja dan kinerja karyawan. XYZ perlu
melakukan intervensi dengan membuat reward system, hal ini
dilakukan dengan analisa tertentu sehingga misal kenaikan gaji ataupun pemberian penghargaan, dan lain-lain dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan, reward system dapat dibuat berdasarkan Skill-based pay system, Performance-based pay system dan Promotion system.Kiranya perlu juga diperhatikan adalah program retention untuk karyawan yang memiliki performa kerja yang tinggi sehingga kecenderungan untuk berpindah
Universitas Indonesia
68
perusahaan menjadi lebih kecil dan kepuasan karyawan terhadap perusahaan semakin bertambah. f.
Career planning and development Intervensi ini akan banyak membantu karyawan untuk menentukan karir yang seperti apa yang ingin diraihnya. Karyawan akan diarahkan pada keinginan pencapaian karir,
dimana untuk meningkatkan karirnya, karyawan harus
belajar untuk melihat karir seperti apa yang ingin dibangun dalam perusahaan. Competency assessment dapat menjadi suatu alat untuk membuat matriks kompetensi dan selanjutnya diintegrasikan dengan hasil penilaian kinerja serta coaching
results
sehingga
terbentuk
program
pengembangan
bagi
karyawannya. g.
Employee Conseling Perlunya dibuat sub-unit konseling berkaitan dengan program konseling karyawan di perusahaan, intervensi ini dilakukan untuk menangani isu-isu negatif yang timbul dalam kehidupan pribadi karyawan yang kemungkinan dapat mempengaruhi performa kerjanya. Stress management program dapat menolong karyawan untuk mengatasi (cope) akibat-akibat negatif stres kerja.
Strategic a. Organizational learning dan knowledge management Intervensi Organizational Learning (OL) dan Knowledge Management (KM) dapat membantu XYZ untuk mempertinggi kemampuan organisasi memperoleh dan mengembangkan pengetahuan baru dan knowledge management serta menggunakannya untuk melakukan perubahan dan meningkatkan
continuous
improvement
pada
kinerja
perusahaan.
Intervensi ini akan menggerakan organisasi dimana semula hanya mampu solving existing problems berubah menjadi perusahaan yang memiliki kemampuan
untuk
selalu
continuous
improvement.
XYZ
harus
menciptakan organizational learning yang maksimal dengan cara sebagai berikut: Structure – keterlibatan semua pihak, baik eksternal maupun internal
dalam
hal
pemberian
informasi,
pengambilan
keputusan dan pemberian wewenang.
Universitas Indonesia
69
Information system – sistem pendukung berfungsi sebagai pusat data informasi untuk proses belajar dengan infrastruktur yang diperlukan seperti mempersiapkan jaringan internet, intranet dan penyediaan server yang tidak dibatasi akses dalam penggunaannya. Sistem ini harus memuat berbagai informasi, proses yang cepat dan distribusi informasi yang efisien untuk seluruh karyawan agar dapat memanfaatkan pengetahuan yang ada untuk kepentingan yang lebih kompetitif.
Untuk mendukung terciptanya knowledge management, intervensi yang harus dilakukan adalah: Generating knowledge – harus ditentukan pengetahuan seperti apa yang paling dibutuhkan dalam pencapaian tujuan perusahaan dan bagaimana menciptakan mekanisme untuk menambah pengetahuan dalam bidang tersebut. Organizing knowledge – menciptakan sistem yang dapat diakses karyawan sebagai repositori pengetahuan baru dan di-sharingkan kepada semua karyawan. Penyebaran pengetahuan ini harus dilakukan dari orang ke orang lainnya. Distributing knowledge – menciptakan mekanisme khusus untuk setiap karyawan dalam rangka mengakses pengetahuan yang dibutuhkannya.
Intervensi-intervensi yang dilakukan tersebut di atas akan mempengaruhi perubahan di tiga level yang secara langsung dan tidak langsung terintervensi dan memberikan pengaruh yang cukup signifikan karena adanya intervensi tersebut. Keseluruhan intervensi yang dilakukan dijelaskan dalam tabel berikut:
Universitas Indonesia
70
Tipe Intervensi dan Tingkat Organisasi Tingkat Organisasi Yang Paling Terpengaruh Intervensi
Organisasi
Kelompok
Individual
Human Process Team-building
X
Organization Confrontation Meeting Intergroup relations
X
X
X
X
Coaching
X
Training dan Development
X
Process Consultation
X
Third Party Intervention
X
Technostructural Work Design
X
X
X
X
Goal Setting
X
X
Performance appraisal
X
X
X
X
High Involvement Organization
X
HR Management
Reward System
X
Career planning & development Employee Counseling
X X
Strategic Network
X
Cultural Change
X
Organizational learning dan knowledge management
X
Gambar 5.4. Tipe Intervensi dan Tingkat Organisasi
Universitas Indonesia
71
5.1.4. Proses Mengelola Perubahan Dalam implementasi, langkah perubahan memperbaiki iklim organisasi untuk tingkat kelompok diusulkan dengan menggunakan konsep Lewin sebagai berikut:
Tingkat Organisasi
Tahap 1: Unfreezing Dalam tahapan ini manajemen menyampaikan bahwa iklim organisasi yang sekarang kurang mendukung adanya unsur fairness, affilation, dan innovative sehingga tidak mendukung terciptanya knowledge sharing. Hal ini dikuatirkan akan membuat perusahaan menjadi tidak survive dan kompetitif lagi. Proses knowledge sharing yang kurang efektif menyebabkan penurunan kompetensi karyawan dan telah berdampak pada penurunan kualitas pelayanan perusahaan. Hal ini dibuktikan dari peningkatan jumlah pelanggan yang berpindah ke kompetitor. Oleh karena itu iklim organisasi ini perlu ditinggalkan dan diperbaiki. Top level manajemen menyampaikan tuntutan baru dan mencanangkan suatu perubahan. Bila tidak perusahaan akan sulit bersaing dan ditinggal oleh pelanggannya. Hal ini tentunya juga berdampak pada kesejahteraan semua karyawan ke depannya.
Tahap 2: Moving Pada tahap ini dilakukan sosialisasi inisiatif perbaikan yang akan dilakukan untuk memperbaiki iklim organisasi yang ada dalam perusahaan yaitu: Mencanangkan iklim dan kultur organisasi yang kondusif yang menekankan pada keterbukaan, kebersamaan, kreativitas dan knowledge sharing. Inovasi dan kebebasan untuk mencoba ide-ide baru, keberanian menghadapi risiko kegagalan dan belajar dari kesalahan didukung oleh perusahaan.
Universitas Indonesia
72
Meningkatkan kemampuan leadership dari manajemen yang ada untuk dapat lebih terbuka, tidak memihak (pilih kasih), mampu berkomunikasi dan menterjemahkan visi pentingnya knowledge sharing, memiliki empati, mendukung dan kemampuan memberikan arahan kepada karyawan agar dapat bersinergi untuk mencapai target yang diharapkan perusahaan Mengembangkan struktur organisasi yang menekankan pada pentingnya kerjasama, layer organisasi yang sedikit dan tidak birokratis, dan hubungan antar karyawan yang sinergis, relasi perusahaan yang kuat baik secara internal maupun eksternal. Pembangunan sistem informasi yang menfasilitasi proses knowledge sharing agar akuisisi knowledge, proses transfer dan sharing knowledge dapat
dilakukan
dengan
efektif
dan
efisien.
Perusahaan
akan
mengimplementasi sistem eLearning dan Knowledge Portal untuk dapat meningkatkan kemampuan karyawan dan membentuk sarana untuk berbagi informasi. Penggunaan
praktek
manajemen
sumber
daya
manusia
untuk
meningkatkan performance perusahaan melalui pengembangan knowledge dalam perusahaan. Perbaikan dalam penilaian karya, reward dan pelaksanaan training berbasis kompetensi merupakan praktik manajemen sumber daya yang dapat diterapkan untuk terbentuknya suatu iklim organisasi yang kondusif.
Tahap 3: Refreezing Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkesinambung untuk melalui aktifitas yang terencana dan sistematis yang dapat menggerakan dan menguatkan individu dalam organisasi untuk mendukung dan memberikan respon yang positif. Untuk itu perlu dilakukan upaya penggunaan praktek manajemen melalui pelaksanaan reward, pelaksanaan training, mentoring, coaching, penilaian karya yang baik (fair) sehingga kesadaran akan pentingnya perbaikan iklim organisasi dan kontinuitas pelaksanaanya bisa terus dilakukan. Setelah itu dilakukan mekanisme kontrol dengan melakukan evaluasi secara berkala (6 bulanan) untuk:
Universitas Indonesia
73
Menilai pelaksanaan inisitatif intervensi yang dilakukan menilai dampak perubahan yang dilakukan terhadap target yang diharapkan Menilai frekuensi dan kualitas knowledge sharing yang dilaksanakan
Tingkat Kelompok Pada tahapan ini, dibangun model kepemimpinan yang dapat membawa perubahan dengan melaksanakan program pelatihan. Program pelatihan dilakukan untuk membuat para pemimpin (atasan) mampu melakukan perubahan, pengawasan dan memelihara kesinambungan program perubahan yang akan dilaksanakan. Dalam training ini, pemimpin di level kelompok juga dilatih untuk dapat membimbing untuk mengkampanyekan program dan membangkitkan partisipasi anak buahnya. Dalam aktifitas ini juga dilakukan langkah-langkah persiapan yaitu: Melakukan assessment kompetensi kepada para atasan untuk mengukur sejauhmana kemampuan para pemimpin untuk dapat membawa perubahan baik secara soft skill maupun hard skill. Memberikan kuestioner untuk mengetahui sejauhmana acceptability anak buah terhadap pemimpinnya
Tahap 1: Unfreezing Dilakukan pelatihan atau workshop untuk para pemimpin untuk menjelaskan bahwa kepemimpinan yang ada saat ini sudah tidak sesuai dengan tuntutan visi, misi dan strategi perusahaan ke depan. Untuk itu para pemimpin diminta untuk dapat merubah dan memperbaiki kepemimpinan yang ada. Kepemimpinan yang ada saat ini dalam kelompok tidak dapat mengajak bawahan untuk dapat bekerjasama (affiliate), kurang mendorong munculnya inovasi baru dimana karyawan diajak untuk dapat berani mengambil risiko dan aktif berkontribusi dan berbagi tanggung jawab (fairness). Bila kondisi ini terus berlangsung dikuatirkan proses penyelesaian pekerjaan menjadi kurang cepat yang akan menurunkan kualitas pelayanan. Penurunan kualitas ini telah berdampak pada banyaknya
Universitas Indonesia
74
pelanggan yang berpindah ke kompetitor. Oleh karenanya bila hal ini tidak segera diperbaiki akan membuat perusahaan tidak survive menghadapi kompetisi yang ada. Langkah-langkah perubahan yang dilakukan sebagai berikut: Memberikan masukan hal-hal yang apa yang kurang baik terkait dengan aspek fairness, affiliation dan innovatiness berdasarkan hasil kuesioner yang ada dan hasil penilaian bawahan terhadap atasan Memberikan arahan bahwa kepemimpinan yang ada saat ini kurang efektif untuk perlu dirubah. Aturan perusahaan baru khususnya untuk aturan HR telah direvisi untuk dapat mendukung upaya perbaikan tersebut. Menyampaikan tuntutan baru dimana kepemimpinan kedepan harus aktif untuk dapat upaya perbaikan iklim organisasi terkait dengan menciptakan kondisi dan suasana yang kerja fair, kerjasama dan inovasi yang mendukung tercipta knowledge sharing.
Tahap 2: Moving Pada tahap moving, pemimpin kelompok sudah menyadari dan mau merubah dengan cara mempelajari gaya kepemimpinannya karena adanya keyakinan bahwa kepemimpinan baru akan dapat mendukung perubahan iklim organisasi yang baik untuk mendorong terbentuk knowledge sharing yang akan berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan perusahaan dan mencegah larinya pelanggan ke kompetitor. Langkah-langkah perubahan yang perlu dilakukan sebagai berikut: Memberikan arahan dan keyakinan bahwa kepemimpinan yang baru akan dapat mendukung perubahan iklim organisasi seperti yang diharapkan. Hal ini karena kepemimpinan dan strategi baru perusahaan akan mendorong adanya rasa percaya dari bawahan bahwa perusahaan sudah berada dalam jalur yang benar. Hal ini juga diharapkan akan mencegah keluarnya karyawan yang kompeten dari perusahaan Mendefinisikan role model dalam bentuk diskusi kelompok. Hal ini untuk menstimulasi dan menjaring pendapat dari bawahan atas profile
Universitas Indonesia
75
kepemimpinan yang diharapkan. Dengan pelaksanaan ini akan dibentuk suatu kesamaan pandang mengenai role model pemimpinan yang ideal dan cocok bagi perusahaan. Membentuk komitmen bersama antara atasan dan bawahan untuk melakukan perbaikan iklim organisasi secara berkesinambung Memberikan pelatihan motivasi untuk mendorong atau membangkitkan kesadaran pada karyawan akan pentingnya berbagi pengetahuan (knowledge sharing). Disampaikan juga bahwa perusahaan menerapkan reward system dalam pelaksanaannya untuk mengapreasi kontribusi karyawan terhadap knowledge sharing yang dilakukannya Membuat aturan HR yaitu performance appraisal, reward system yang mendukung terbentuk iklim organisasi yang fair, affiliate dan inovatif untuk meningkatkan knowledge sharing
Tahap 3: Refreezing Pada tahap ini pemimpin kelompok sudah mempunyai komitmen untuk menerapkan model kepemimpinan baru yang mendorong adanya perbaikan iklim organisasi yang baik untuk menciptakan dan menfasilitasi terlaksananya knowledge sharing. Langkah-langkah perubahan yang perlu dilakukan adalah: Membuat program monitoring and evaluasi secara periodik untuk memastikan pelaksanaan pada tingkat kelompok dilakukan secara berkesinambungan. Pelaksanaannya dapat dilakukan membuat rotasi penilaian suatu departemen dimana satu departemen dapat memberikan penilaian terhadap department yang lain. Melakukan rotasi karyawan dari satu departemen ke departmen yang lain (tour of duty) sehingga karyawan memiliki kemampuan yang komprehensif mengenai prosedur yang ada dalam perusahaan Penerapan yang konsisten terhadap aturan baru yang telah dijalankan seperti performance appraisal dan reward system yang mendukung iklim organisasi yang fair, affiliate dan inovatif.
Universitas Indonesia
76
Memberikan feedback kepada pemimpin dan karyawan dalam kelompok terhadap pelaksanaan perubahan tersebut
Tingkat Individu Dalam tingkat individu, perlu dibangun kesadaran dan motivasi individu (karyawan) untuk melakukan perubahan iklim organisasi yang dapat menciptakan knowledge creation dan sharing diperlukan intention sharing. Dengan kesadaran dam motivasi ini diharapkan karyawan dapat berpartisipasi dan terlibat secara aktif, sehingga proses pemberdayaan untuk melakukan perubahan dapat terlaksana. Untuk itu, persiapan yang dilakukan adalah: Melakukan assesment untuk mengetahui motivasi karyawan yang ada saat ini. Memberikan pelatihan untuk membangkitkan kesadaran dan motivasi karyawan akan pentingnya perubahan Memberikan pelatihan teknis mengenai prosedur pengurusan paten dan aturan-aturan perundangan yang baru secara berkala
Dalam implementasi di tingkat individu, langkah-langkah perubahan menggunakan Lewin Model yang dilakukan sebagai berikut:
Tahap 1: Unfreezing Pada tahap unfreezing pimpinan puncak melakukan komunikasi secara langsung untuk menjelaskan perlunya peran setiap karyawan dalam meningkatkan iklim organisasi yang mendorong pada peningkatan knowledge sharing dengan menyampaikan bahwa keberhasilan perbaikan itu bergantung pada partisipasi semua karyawan yang ada dan hasilnya akan kembali kepada karyawan juga. Untuk itu langkah-langkah perubahan dilakukan adalah : Membangun kesadaran dengan menunjukkan hasil assessment mengenai iklim organisasi yang ada yang belum kondusif untuk peningkatan pengetahuan karyawan dan perusahaan sehingga membuat kinerja organisasi tidak tercapai dan malahan membuat pelanggan pindah ke
Universitas Indonesia
77
kompetitor. Iklim organisasi yang tidak fair, kurang affiliate, dan tidak inovatif dan tidak menumbuh kembangkan knowledge sharing harus dihilangkan karena akan menghasilkan kinerja individu yang jelek dan akan menurunkan kualitas pelayanan. Melakukan arahan dari pimpinan puncak mengenai peran setiap individu agar memiliki kontribusi dalam menciptakan iklim organisasi yang kondusif bagi peningkatan knowledge sharing
Tahap 2.: Moving Pada tahap moving ini karyawan sudah melihat manfaat yang didapatkannya dari perubahan iklim organisasi sehingga membentuk kesadaran karyawan akan pentingnya kesinambungan pelaksanaannya. Karyawan sudah terbentuk dan mau berubah sesuai dengan tujuan perubahan dari organization. Langkah-langkah perubahan dilakukan sebagai berikut: Membangun kesadaran karyawan untuk dapat terus meningkatkan pengetahuan dan berbagi pengetahuan dengan tujuan dapat meningkat kompetensinya dalam memberikan kualitas pelayanan yang baik bagi pelanggan Meningkatkan partisipasi aktif individu (karyawan) untuk terus ikut mensosialisasikan nilai-nilai perubahan yang diperoleh dan melakukan alignment antara tujuan individu dan tujuan perusahaan. Melalukan assessment terhadap kompetensi karyawan dan melakukan peningkatan kompetensi melalui pelatihan, elearning, dan pengadaan perpustakaan perusahaan Melakukan konseling terhadap karyawan untuk mengetahui minat dan kesesuaiaan kompetensi
Tahap 3.: Refreezing Pada tahap refreezing karyawan sudah memiliki kesadaran dan motivasi yang mampu membangkitkan kepercayaan dirinya. Kesadaran dan motivasi ini
Universitas Indonesia
78
perlu terus dijaga untuk itu perlu dilakukan dengan langkah-langkah perubahan sebagai berikut: Membuat jadwal regular dan target yang mendorong peningkatan kompetensinya dengan training yang dapat meningkatkan kemampuan dan motivasi karyawan. Memasukkan knowledge sharing dan knowledge creation atau Individual Development Plan (IDP) dalam penilaian performance appraisal. Melaksanakan kebijakan dan sistem HR yang mendukung partisipasi individu dalam knowledge sharing seperti pemberian reward dan benefit system terhadap karyawan yang berpartisipasi dalam proses tersebut.
Sesudah selesai proses perubahan hingga mencapai tahap ke tiga refreezing, maka dapat dilakukan kontrol berupa maintenance dan evaluasi. Hal ini berupa: Melakukan job satisfaction survey secara rutin tiap enam bulan sekali karena kepuasan kerja merupakan salah satu nilai inti dari keberhasilan empowerment dalam organisasi (Clutterbuck, D & Kernaghan, S., 1994). Melakukan evaluasi berkala terhadap hasil action plan yang dilakukan. Memberikan penghargaan kepada karyawan yang memiliki nilai appraisal yang tinggi dan memiliki ide baru yang baik dan dapat diterapkan. Selanjutnya dapat dilihat dalam tabel berikut adalah project plan yang akan dijalankan oleh manajemen XYZ.
5.4. Rencana Pelaksanaan dan Evaluasi Rencana Pelaksanaan dan Evaluasi dapat dilihat pada lampiran Rencana Kerja.
Universitas Indonesia
79
DAFTAR REFERENSI
Alavi M, & Leidner, D. E. (2001). Review: Knowledge management and knowledge management systems: conceptual foundation and research. Issues, MIS Quarterly; Mar 2001; 25, 1; ABI/INFORM Global, hal. 107.
Brink, P.V.D. (2003). Social, organizational, and technological conditions that enable k, Ph.D Thesis. The Netherlands : Delft University of Technology, Delft.
Bock, Gee-Woo, Zmud, Robert W., Kim, Young-Gul & Lee, Jee-Nam (2005). Behavioral intention formation in knowledge sharing: examining the roles of extrinsic motivators, social-psychological forces, and organizational climate. MIS Quarterly; Mar 2005; 29, 1; ABI/INFORM Global, hal. 87.
Budihardjo, A. (2003). Peranan budaya perusahaan : suatu pendekatan sistematik dalam mengelola perusahaan. Indonesia : Prasetiya Mulya Management, Journal Vol. VIII No.14.
Cameron E., & Green, M. (2004). Making sense of change management. Great Britain: Kogan Page Limited Connelly, C. & Kelloway, E. K. (2003). Predictors of employees’ perceptions of knowledge sharing cultures. Leadership & Organization Development Journal; 24, 5/6; ABI/INFORM Global hal. 294.
Cummings, T.G. & Worley, C. G. (2005). Organization development & change. 8th Edition. USA: Thomson South-Western.
Universitas Indonesia
80
Dalkir, K. (2005). Knowledge management in theory and practice. United Kingdom : McGill University.
Davenport, T. H. & Prusak, L. (1998). Working knowledge: how organizations manage what they know. Boston : Harvard Business School Press.
Davidson, C. & P. Voss (2003). Knowledge Management: An introduction to Creating Competitive Advantage from Intellectual Capital. Vision Book. New Delhi.
Dennison, D. R. (1996). What is the difference between organizational culture and Organizational Climate? A native’s point of view on a decade of paradigm wars. The Academy of Management Review, Vol. 21, Issue 3 (Jul., 1996), 619-654 Evans, C. (2003). Managing for knowledge: HR’s strategic role. Butterworth– Heineman.
Garvin, D.A. (2000). Learning in action. Boston: Harvard Business School Press.
Kaplan, R.S. & Norton, D.P. (2004). Strategy Maps: Converting intangible assets into intangible outcome. Boston: Harvard Business School Press.
Lewin, K. (1951). Field theory in social science: selected theoretical papers, D. Cartwright (ed.), New York: Harper & Row.
McInerney, C. (2002). Knowledge Management and the dynamic nature of knowledge. Journal of the American Society for Information Science and Technology. Vol. 53, Issue 12, (Oktober 2002). Hal: 1009 – 1018.
Universitas Indonesia
81
McShane, S. L. & Von Glinow, M. A. (2008). Organizational behaviour : Emerging realities for the workplace revolution. United States : McGrawHill Irwin.
Nonaka, I. & Takeuchi, H. (1995). The knowledge creating company : How Japanese companies create the dynamics of innovation. New York : Oxford University Press.
Nonaka, I. (1994). A dynamic theory of organizational knowledge creation, Institute of Business Research. Japan : Hitotsubashi University. Kunitachi, Tokyo, X.
Robbins, S. P. (2001). Organizational Behavior, Pearson Education, Inc., New Jersey.
Robbins, S. P. (2006). Perilaku Organisasi, Pearson Education, Inc., New Jersey.
Riduwan & Akdon (2009). Rumus dan data dalam analisa statistika. Bandung Indonesia : Alfabeta.
Schein, E. H. (2004). Organizational culture and leadership , 3rd. San Fransisco : Jossey-Bass A Wiley Imprint, San Fransisco, CA.
Sekaran, U. (2003). Research methods for business, A skill building approach. Hoboken : John Wiley & Sons, Inc.
Sharrat, M. W., Usoro, A., Tsui, E. & Shekar, S. (2006). Trust : its different facets as an antecedent to knowledge sharing in virtual communities of practice. Las Vegas United States of America : The information instutute, http ://www.information-institute.org.
Universitas Indonesia
82
Sharrat, M. W., Usoro A., Tsui, E. & Shekar, S. (2006). Trusts as an antecedent to knowledge sharing in virtual communities of practice. Las Vegas United States of America : The information instutute, the Pre-Published Version.
Sveiby, K. E & Simons, R. (2002). Collaborative climate and effectiveness of knowledge work – an empirical study. Journal of Knowledge Management. Vol. 6, Number 5, pp. 420 – 433. © MCB UP Limited, ISSN 1367-3270.
Von Krogh, G., K. Ichiyo & I. Nonaka (2000). Enabling Knowledge Creation: How to unlock the mystery of tacit knowledge and release the power of innovation. Oxford: The Oxford University Press.
Zack, M. H. (1999). Managing codified knowledge. Sloan Management Review. Northeastern University.
Zeithaml, V. A., A. Suraman and Berry, L.L. (1990). Delivering Quality Service: balancing customer perceptions and expectations, The Free Press, A DIivision of Macmillan, Inc., New York
Universitas Indonesia
83
LAMPIRAN 1: KUESIONER PENELITIAN
KUESIONER PENELITIAN Saya, mahasiswa Fakultas Psikologi Program Magister Terapan Human Capital & Knowledge Management , Universitas Indonesia sedang mengadakan penelitian mengenai iklim kolaborasi dan Keinginan Berbagi Pengetahuan di organisasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang berpengaruh terhadap iklim kolaborasi dan keinginan berbagi pengetahuan dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Untuk itu, saya mohon bantuan dan partisipasi Anda untuk mengisi kuesioner ini. Anda terpilih menjadi responden penelitian ini karena Anda bekerja dalam satu organisasi yang sama. Saya menjamin kerahasiaan jawaban Anda pada kuesioner ini. Kuesioner ini akan disimpan secara pribadi dan tidak akan didistribusikan. Jawaban Anda pada kuesioner ini tidak akan digunakan untuk kepentingan lain atau diberitahukan kepada pihak lain. Dalam kuesioner ini ada serangkaian pertanyaan dan pernyataan. Di tiap pertanyaan dan pernyataan, Anda memilih salah satu dari pilihan jawaban yang ada. Saya mohon agar Anda menjawab yang sesuai dengan keadaan anda. Atas perhatian, bantuan dan kerjasama Anda, saya mengucapkan terima kasih.
Depok, Mei 2011 Peneliti
Yuani Pancayekti
Universitas Indonesia
84
Nama
:
_______________________________________________
Jenis kelamin
:
Usia
:
Lama bekerja
:
Jabatan
:
_______________________________________________
Divisi/Departemen
:
_______________________________________________
Pendidikan terakhir
:
Laki-laki
Perempuan
________ tahun ≥ 5 tahun
< 5 tahun
SMU/SMEA
D3
S1
S2
Di bawah ini ada sejumlah pernyataan. Berilah tanda checklist (√) pada salah satu opsi atas pilihan jawaban yang sesuai dengan pandangan anda. SS
: Sangat Setuju
(4)
S
: Setuju
(3)
TS
: Tidak Setuju
(2)
STS
: Sangat Tidak Setuju
(1)
ORGANIZATION CLIMATE
Fairness No.
Pernyataan
1.
Saya menilai atasan saya sudah berbuat baik atau adil
2.
Target atau sasaran yang diberikan kepada saya sangat reasonable (wajar dan memiliki dasar) Atasan tidak pilih kasih kepada seseorang
3.
SS
S
TS
STS
SS
S
TS
STS
Affiliation No. 4. 5. 6.
Pernyataan Hubungan antara satu departemen dengan departemen lainnya cukup dekat dan erat. Anggota dalam departemen sangat memperhatikan sudut pandang anggota yang lain. Anggota dalam departemen mempunyai perasaan yang kuat sebagai satu team.
Universitas Indonesia
85
Anggota dalam departemen dapat bekerjasama dengan baik antara yang satu dengan lainnya. Innovativeness 7.
No. 8. 9. 10.
Pernyataan
SS
S
TS
STS
SS
S
TS
STS
Departemen saya mendorong munculnya idea-idea untuk peluang baru. Departemen saya berani mengambil risiko bahkan disaat upaya tersebut mencapai suatu kegagalan. Departemen saya mendorong menemukan metode baru untuk menjalankan suatu pekerjaan.
KNOWLEDGE SHARING Explicit Knowledge No.
Pernyataan
Saya akan men-sharing laporan pekerjaan dan dokumen resmi dengan anggota organisasi secara lebih sering di masa mendatang 12. Saya akan selalu menyediakan manual, metodologi dan model untuk anggota organisasi. Implicit Knowledge 11.
13.
14. 15.
Saya ingin berbagi pengalaman atau know-how dalam bekerja dengan anggota dalam organisasi lebih sering dimasa mendatang, Saya akan selalu memberikan know-where atau knowwhom sat diminta oleh anggota dalam organisasi, Saya akan mencoba untuk membagi keahlian dari pendidikan dan training yang didapat kepada anggota organisasi yang lain secara lebih efektif.
Universitas Indonesia
86
LAMPIRAN 2: DATA HASIL KUESIONER
1. Fairness
Tabel Hasil Perhitungan Total Skor Data Penelitian untuk Fairness No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1
2
3
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Universitas Indonesia
87
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2. Innovativeness
Tabel Hasil Perhitungan Total Skor Data Penelitian untuk Innovativeness No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1
2
3
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
Universitas Indonesia
88
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Universitas Indonesia
89
3. Affiliation
Tabel Hasil Perhitungan Total Skor Data Penelitian untuk Affiliation No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
1
2
3
4
1
2
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Universitas Indonesia
90
36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
4. Knowledge Sharing
Tabel Hasil Perhitungan Total Skor Data Penelitian untuk Knowledge Sharing No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1
2
3
4
5
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Universitas Indonesia
91
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Universitas Indonesia
92
LAMPIRAN 3: VISUALISASI KERANGKA PIKIR TESIS
Universitas Indonesia
93
LAMPIRAN 2: HASIL PENGOLAHAN STATISTIK
1. Statistik Deskriptif Descriptive Statistics
FAIR
N 47
Minimum 1.00
Maximum 2.00
Mean 1.0709
Std. Deviation .22985
INNOVATIVE
47
1.67
2.33
2.0071
.08482
AFFIL
47
1.33
2.67
1.4681
.32347
IO
47
1.44
2.22
1.5154
.18158
KS
47
1.67
3.33
1.7943
.39042
Valid N (listwise)
47
2. Pengujian Uji Validatas Data Faktor loading Variabel
3.
Faktor Loading (%)
Status
Fairness
98.0
Valid
Innovativeness
97.4
Valid
Affiliated
97.0
Valid
Iklim Organisasi
99.9
Valid
Knowledge Sharing
99.1
Valid
Pengujian reliabilitas data
Koef. Hitung Alpha Cronbach’s 0.979
Reliable
Innovativeness
0.976
Reliable
Affiliated
0.976
Reliable
Iklim Organisasi
0.983
Reliable
Knowledge Sharing
0.998
Reliable
Variabel Fairness
Status
Universitas Indonesia
94
4. Pengujian Korelasi Pearson Correlations IO IO
Pearson Correlation
KS 1
Sig. (1-tailed) N KS
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
.983(**) .000
47
47
.983(**)
1
.000
47 ** Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
47
Universitas Indonesia