UNIVERSITAS INDONESIA
PERAN RESONANS HYPERON DALAM PHOTOPRODUKSI KAON PADA NUKLEON
SKRIPSI
NURHADIANSYAH 0706262634
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DEPOK JUNI 2012
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PERAN RESONANS HYPERON DALAM PHOTOPRODUKSI KAON PADA NUKLEON
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
NURHADIANSYAH 0706262634
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DEPOK JUNI 2012
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
iii
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
:
Nama
: Nurhadiansyah
NPM
: 0706262634
Program Studi
: S1 Fisika
Judul Skripsi
: Peran Resonans Hyperon dalam Photoproduksi Kaon pada Nukleon
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sarjana Sains pada Program Studi S1 Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia
Ditetapkan di
:
Depok
Tanggal
:
4 Juni 2012
iv
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat, ridho dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang selalu setia hingga akhir zaman. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana sains jurusan Fisika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Saya menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini saya mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Terry Mart selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, motivasi, doa dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Imam Fachruddin dan Dr. Agus Salam selaku penguji I dan penguji II atas diskusi dalam penyelesaian tugas akhir ini. 3. Dr. Agus Salam , Selaku pembimbing akademis yang telah memberikan motivasi baik selama kuliah maupun dalam menyusun skripsi ini. 4. Ayahanda Marsid yang telah mengajarkan saya untuk mempunyai cita-cita dan mewujudkannya. 5. Ibunda Mimin yang telah dengan sabar membimbing saya dan mendengarkan keluh kesah saya. 6. Fauziah Khoero dan Muhammad Fikri yang menjadi motivasi tersendiri agar bisa ikut membahagiakan kalian. 7. Rekan satu bimbingan , saudara M. Jauhar Kholili dan saudari Anggun Komala Sari. 8. Rekan-rekan mahasiswa fisika, khususnya Nur Rochman, Syahril Siregar, Syaefudin Jaelani, Arif Rachmanto, Ferdiansyah, Bundi dan sahabat angkatan 2007 fisika atas saran-saran dan diskusi selama masa perkuliahan. 9. Rekan-rekan Bintang Kecil atas pengalaman, kenangan, pelajaran dalam persaudaraan.
v
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
10. Rekan-rekan Fathanmubina atas segala kebersamaannya di Universitas Indonesia selama ini. 11. Guru-guru fisika SMP dan SMA saya, yang telah memperkenalkan fisika sebagai ilmu yang sangat menarik dan bermanfaat bagi umat manusia. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan di sini atas dukungan dan doa kepada penulis selama penyelesaian tugas akhir ini. Terakhir, saya berdoa semoga segala pihak yang telah mendoakan saya dapat diberikan balasan kebaikan dari Allah SWT. Depok, Juni 2012 Nurhadiansyah
vi
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini; Nama
: Nurhadiansyah
NPM
: 0706262634
Program Studi
: S1 Fisika
Departemen
: Departemen Fisika
Peminatan
: Fisika Nuklir Partikel
Fakultas
: Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis Karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Peran Resonans Hyperon dalam Photoproduksi Kaon pada Nukleon beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
vii
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK
Nama
: Nurhadiansyah
Program Studi
: S1 Fisika
Judul Skripsi
: Peran Resonans Hyperon dalam Photoproduksi Kaon pada Nukleon
Proses photoproduksi kaon γ + p → K + + Λ dianalisis dengan menggunakan metode Lagrangian efektif. Dengan mencocokkan kopling konstant terhadap data eksperimen melalui prosedur sistematik sebuah model fenomenologis sederhana yang telah dibuat. Data eksperimen yang dipakai adalah penampang lintang differensial, polarisasi tunggal dan polarisasi ganda. Peran resonans hyperon dalam proses photoproduksi kaon juga diselidiki. Dalam literatur, resonans ini di klaim memiliki efek yang signifikan dalam photoproduksi kaon. Penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa resonans hyperon bisa meningkatkan kesesuaian antara model perhitungan dan data eksperimen.
Kata kunci: resonans hyperon , photoproduksi, kaon, penampang lintang, polarisasi
viii
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
ABSTRACT
Name
: Nurhadiansyah
Program
: Undergraduate Physics
Title
: Role of Hyperon Resonances in Kaon Photoproduction off the Nucleon
Kaon photoproduction process γ + p → K + + Λ has been analyzed by using an effective Lagrangian method. By fitting the unknown coupling constants at hadronic vertices to experimental data through a systematic procedure, a simple but powerful phenomenological model which can nicely reproduce all experimental data has been constructed. To this end, we have used experimental data on differential cross section, single, and double polarization observables. We have also investigated the role of hyperon resonances in the kaon photoproduction process. In the literature these resonances have been claimed to have substantial effects in kaon photoproduction. In our study we found that certain hyperon resonances can significantly improve the agreement between model calculation and experimental data.
Kata kunci: hyperon resonances, photoproduction, kaon, cross section, polarization
ix
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
iii
HALAMAN PENGESAHAN
iv
KATA PENGANTAR
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ABSTRAK
vii viii
DAFTAR ISI
x
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
1 PENDAHULUAN
1
1.1
Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
1.2
Perumusan masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
1.3
Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
1.4
Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
2 TEORI DASAR
8
2.1
Quark Konstituen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
8
2.2
Baryon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
2.2.1
Heavy Quark Baryon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
2.2.2
Light Quark Baryon Resonances . . . . . . . . . . . . . . . .
11
Teori Grup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
12
2.3.1
SU(3) Simetri . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
13
Model Isobar Pada Reaksi p(γ, k)Λ . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
13
2.4.1
Diagram Feynman . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
13
2.4.2
Faktor Bentuk dan Invarian Tera . . . . . . . . . . . . . . . .
15
2.4.3
Photoproduksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
15
2.3 2.4
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1
24
Software Properties . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
24
3.1.1
24
Fortran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
x
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
3.1.2 3.2
Gnuplot . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
26
Resonans Set dan Parameter Resonans . . . . . . . . . . . . . . . . .
26
3.2.1
Resonans Nukleon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
27
3.2.2
Resonans Hyperon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
27
3.2.3
Meson Spin 1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
27
3.2.4
Parameter Kopling Konstant . . . . . . . . . . . . . . . . . .
27
3.2.5 3.3
3.4
Optimisasi
χ2
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
27
Prosedur Komputasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
27
3.3.1
Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
27
3.3.2
Alur Numerik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
28
3.3.3
Membuat Grafik di Gnuplot . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
30
Observasi pada Proses γ + p −→
k+
+Λ . . . . . . . . . . . . . . . .
34
3.4.1
Kontribusi Resonans Hyperon . . . . . . . . . . . . . . . . . .
34
3.4.2
Kontribusi Meson Spin 1
35
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4 ANALISIS HASIL
37
5 KESIMPULAN DAN SARAN
55
DAFTAR ACUAN
56
A Perhitungan pseudoskalar
59
A.1 Propagator Λ pada kanal-u . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A.2 Propagator
Σ0
59
pada kanal-u . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
61
A.3 Propagator K + pada kanal-t . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
62
A.4 Propagator
K∗
pada kanal-t . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
63
A.5 Propagator K1 pada kanal-t . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
64
xi
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
1.1
Gambar detektor ELSA didapat dari Ref [5]. . . . . . . . . . . . . .
3
1.2
Gambar denah Jefferson Lab di Amerika Serikat diambil dari Ref [5].
4
1.3
Gambar penampang detektor CLAS diambil dari Ref [5].
. . . . . .
4
1.4
Gambar penampang detektor LEPS diambil dari Ref [5]. . . . . . . .
5
1.5
Gambar mikroton diambil dari Ref [6]. . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
2.1
Berbagai garis eksternal diagram Feynman. A: partikel skalar ; B : foton awal ; C : foton akhir ; D : fermion awal ; E : fermion akhir ;F : antifermion awal ; G : anti fermion akhir . . . . . . . . . . . . . . .
2.2
14
Berbagai garis propagator diagram Feynman. A : skalar ; B : propagator foton ; C : propagator fermion spin 1/2 ; D : propagator fermion spin 3/2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
14
2.3
Diagram feynman untuk kanal-s gambar diambil dari Ref [26] . . . .
19
3.1
Tampilan file kfit.cc . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
29
3.2
Tampilan file kfit.cc . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
29
3.3
Tampilan file kfit.out . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
30
χ2
3.4
Nilai
di dalam file kfit.out . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
31
3.5
FCN terakhir di dalam file kfit.out . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
31
3.6
Tampilan file plot.dat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
32
3.7
Tampilan file plot.f . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
32
3.8
Folder plot . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
33
3.9
Tampilan file dkpl e501.gnu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
34
3.10 Cara mendebug file dengan ekstensi .eps
. . . . . . . . . . . . . . .
34
3.11 Hasil debug lalu disimpan dan selanjutnya bisa dilihat dengan menggunakan perangkat lunak ghostview . . . . . . . . . . . . . . . . . .
35
4.1
Grafik ∆χ2 dari hyperon. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
39
4.2
Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = -0.70. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.3
41
Perbedaan χ2 jika hyperon tertentu dinonaktifkan terhadap model dengan resonans yang lebih lengkap. . . . . . . . . . . . . . . . . . .
41
4.4
Grafik polarisasi Cx dengan variasi energi . . . . . . . . . . . . . . .
43
4.5
Grafik polarisasi Cz dengan variasi energi . . . . . . . . . . . . . . .
44
xii
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
4.6
Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = -0.10. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.7
Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = -0.20. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.8
46
Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = -0.30. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.9
45
46
Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = -0.40. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
47
4.10 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = -0.50. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
47
4.11 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = -0.60. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
48
4.12 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.10. 48 4.13 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.20. 49 4.14 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.30. 49 4.15 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.40. 50 4.16 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.50. 50 4.17 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.60. 51 4.18 Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.70. 51 4.19 Grafik tanpa K ∗ dan K1 penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.20. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.20 Grafik tanpa
K∗
dan K1 penampang lintang differensial versus energi
dengan cosθ = 0.30. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.21 Grafik tanpa
K∗
52 52
dan K1 penampang lintang differensial versus energi
dengan cosθ = 0.40. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
53
4.22 Grafik tanpa K ∗ dan K1 penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.50. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
53
4.23 Grafik tanpa K ∗ dan K1 penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.60. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
54
A.1 Diagram Feynman untuk kanal-u . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
59
A.2 Diagram Feynman untuk kanal-t . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
62
xiii
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
DAFTAR TABEL
2.1
Faktor vertex yang digunakan dalam perhitungan ini. Qi dan µi merepresentasikan muatan dan momen magnetik dari partikel yang ada 17
2.2
Hadronik Faktor vertex yang digunakan dalam perhitungan ini. . . .
18
2.3
Propagator partikel dengan momentum q, massa m dan jangkauan Γ.
18
3.1
Perbandingan χ2 ; Data yang digunakan berasal dari ref [11, 10]; basic set : K ∗ , K1 , N (1650)S11 , N (1700)D13 , N (1710)P11 , N (1720)P13 , N (1900)P13 , N (1895)D13 , N (2100)P11 . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.2
36
Perbandingan χ2 ; Data yang digunakan berasal dari ref [11, 10]; Resonans nukleon :N (1650)S11 , N (1700)D13 , N (1710)P11 , N (1720)P13 , N (1900)P13 , N (1895)D13 , N (2100)P11 ; Resonans Hyperon : Λ(1405)S01 , Λ(1600)P01 , Λ(1670)S01 , Λ(1800)S01 , Λ(1810)P01 , Λ(1660)P11 , Λ(1750)S11 36
4.1
Perbandingan χ2 /N ; Ref[7] merupakan χ2 /N yang diperoleh Janssen; reproduksi merupakan χ2 /N yang didapat penulis dalam mereproduksi ulang perhitungan Ref [7]; data baru merupakan perhitungan dengan model yang sama dengan [7] namun menggunakan data [11] dan tidak memakai data lama [9] ; basic set terdiri dari K ∗ , K1 , N (1650)S11 , N (1710)P11 , N (1720)P13 . . . . . . . . . . . . . . . . .
xiv
39
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Penelitian fisika nuklir partikel telah dilakukan di beberapa negara maju. Tercatat beberapa laboratorium eksperimen di bidang fisika nuklir partikel yang didirikan dan dikembangkan di berbagai belahan dunia seperti CEBAF (Continuous Electron Beam Accelerator Facility) di Jefferson Lab, Virginia,Amerika Serikat, MAMI (Mainzer Mikroton) di Mainz, Jerman, ELSA (Elektronen StretcherAnlage) di Bonn, Jerman, serta SPRING8 di Osaka, Jepang. Percobaan di laboratorium tersebut menghasilkan data ribuan Giga Byte. Melimpahnya data yang ada membuat penelitian di bidang ini menjadi sangat menarik. Terjadi kolaborasi antara ilmuwan teoritis dengan eksperimentalis yang bertujuan mempelajari struktur hadron. Fisika dari eksitasi nukleon pada photoproduksi kaon menjadi salah satu tantangan fisika hadron. Photoproduksi dari partikel ”aneh” ini berpotensi menjadi alat yang berguna untuk mempelajari hadron pada skala sekitar 1 GeV. Sistem hypernuclear menjadi salah satu subjek penting pada fisika nuklir dan memberikan kontribusi besar dalam mempelajari serta mengungkap kebiasaan dari nukleus yang tidak konvensional. Untuk mempelajari sebuah sistem hypernuclear informasi yang dihasilkan dalam proses elementer photoproduksi kaon menjadi sangat penting. Penelitian photoproduksi kaon pada nukleon dimulai dari penyelidikan model isobar sejak tahun 1960an [1, 2, 3]. Keunikan dari photoproduksi kaon pada nukleon berpotensi sebagai alat untuk meneliti hadron pada skala 1 GeV. Secara teoritis proses ini dijelaskan oleh sejumlah diagram Feynman yang memenuhi hukum kekekalan bilangan-bilangan kuantum di awal dan akhir proses. Model yang menggunakan teknik ini sering disebut sebagai model isobar. Model isobar ini dibangun dari diagram Feynman untuk kanal-s, kanal-u dan kanal-t serta dari sejumlah resonans yang menghasilkan amplitudo transisi yang bersifat invarian tera dan Lorentz. Dari diagram ini beberapa besaran yang dapat diukur secara eksperimen yang biasa disebut observable dapat dihitung, misalnya penampang lintang, polarisasi tunggal dan polarisasi ganda. Meski demikian, cukup banyak parameter reaksi di dalam diagram Feynman tersebut tidak diketahui, baik secara teoritis maupun secara eksperimental. Untungnya data-data eksperimen dengan akurasi tinggi yang mulai berlimpah di beberapa laboratorium tersebut di atas mengizinkan kita untuk mengekstrak parameter-parameter tersebut. Para peneliti berharap bahwa melalui cara membandingkan perhitungan model dengan data eksperimen p(γ, K + )Λ, pemahaman tentang spektrum eksitasi
1
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
dan struktur nukleon dapat lebih rinci. Kaon dengan massa yang lebih berat dari pion dan memiliki keanehan intrinsik membuat reaksi dari meson ini lebih rumit dibandingkan pion. Meson vektor, meson vektor aksial, resonans nukleon dan resonans hyperon dimasukkan juga ke dalam perhitungan. Dengan mencari nilai kopling konstant yang tidak diketahui melalui proses fitting terhadap penampang lintang differensial, penampang lintang total, polarisasi tunggal dan rasio penangkapan radiasi kaon pada data eksperimen, kita bisa mendapatkan model sederhana yang bisa menjelaskan data eksperimen dengan baik. Beberapa perhitungan menunjukkan bahwa data tidak dapat direproduksi tanpa memasukkan beberapa resonans tertentu, sehingga memberikan dukungan secara tidak langsung untuk keberadaan keadaan resonans. Dalam fisika partikel, hyperon termasuk baryon yang terdiri dari satu atau lebih quark aneh tetapi bukan quark charm ataupun quark bottom. Seperti baryon, semua hyperon adalah fermion. Fermion adalah partikel dengan nomor kuantum spin bilangan bulat 1/2 [4]. Oleh karena itu mereka memiliki spin kelipatan 1/2 (1/2, 3/2, dst) dan mematuhi statistik Fermi-Dirac. Mereka berinteraksi melalui gaya elektromagnetik lemah dan gravitasi. Keberadaan hyperon didalam nukleus membuat sifat-sifat nukleus hiper (hypernucleus) berbeda dengan nukleus konvensional yang kita kenal sehari-hari. Karena hyperon berbeda dengan nukleon yang mengisi nukleus maka hyperon dapat bergerak bebas di dalam nukleus tanpa harus mematuhi aturan larangan Pauli, akibatnya spektrum energi nukleus hiper berbeda dibandingkan dengan nukleus konvensional. Di samping itu, hyperon yang dapat bergerak bebas didalam nukleus dapat digunakan untuk menyelidiki sifat-sifat nukleus hingga ke intinya. Peran resonans perlu diselidiki juga dalam kanal-u pada proses p(γ, K + )Λ. Teori Lagrangian efektif untuk reaksi p(γ, K + )Λ melibatkan pengenalan satu set konstanta kopling. Konstanta kopling menjadi parameter QCD (Quantum Chromo Dynamic). Quantum Chromo Dynamics adalah teori dasar interaksi kuat. QCD lahir dari kombinasi non-Abelian gauge theory Yang dan Mill dengan model quark. Dengan cara ini, hubungan antara data p(γ, K + )Λ dan model quark baryon berpijak. Dengan demikian, teori medan efektif memungkinkan pengujian teoritis prediksi konstanta kopling terhadap data photoproduksi. Setelah resonans hyperon dimasukkan pada kanal-u, gambaran yang sesuai dari data eksperimen dapat diperoleh dengan massa cutoff 1.8 GeV. Pada level hadronik, sebuah level antara quark dan nuklir, penyelidikan yang paling efektif adalah dengan kerangka Lagrangian efektif atau isobar. Sejak awal karya Thom [1] di pertengahan tahun enam puluhan, upaya besar telah dimasukkan kedalam pengembangan suatu model isobar untuk deskripsi dari proses p(γ, K + )Λ. Pada dasarnya, teori medan efektif ini menggambarkan interaksi kuat dan elektromagnetik lemah. Semua teori
2
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
diatas tidak bisa dikonfirmasi tanpa adanya fasilitas eksperimen yang memadai. Berikut ini adalah fasilitas eksperimen yang ada di dunia yang meneliti di bidang fisika nuklir dan partikel.
1. Bubble chambers Photoproduksi telah diteliti di eksperimen bubble chambers di akhir tahun 1960-an. 2. NINA The electron synchrotron NINA di Daresbury telah meneliti reaksi photoproduksi hingga tahun 1984. 3. BONN SYNCHROTON BONN SYNCHTRON berada di Bonn, synchroton elektron dengan energi 2.5 GeV mulai beroperasi pada tahun 1967 dan telah digunakan untuk eksperimen photoproduksi. Akseleratornya sekarang dipakai untuk mengumpan ELSA. 4. ELSA The electron stretcher ring ELSA, beroperasi sejak tahun 1987. Gambar detektor ELSA dapat dilihat pada Gambar 1.1
Gambar 1.1: Gambar detektor ELSA didapat dari Ref [5]. Detektor yang berada di ELSA antara lain : PHOENICS (1998), ELAN (1997), GDH(2003), SAPHIR, dan CBELSA dengan konfigurasi yang berbeda. SAPHIR adalah detektor magnetik dengan sebuah Central Drift Chamber (CDC) dan sebuah medan magnet yang tegak lurus dengan sudut sinar dan penempatan target yang berada di tengah dari CDC. 5. Jlab Fasilitas sinar elektron yang terdapat di Amerika Serikat, Thomas Jefferson
3
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 1.2: Gambar denah Jefferson Lab di Amerika Serikat diambil dari Ref [5]. National Accelerator Facility (Jlab) mengirim sebuah elektron primer berenergi 6 GeV ke dalam tiga area eksperimen yang berbeda. Hall A, B dan C dapat dilihat pada Gambar 1.2. Masing masing hall dipakai untuk eksperimen yang simultan. Hall A dan C keduanya memiliki 2 spektrometer; di Hall A, dua spektrometer identik dengan resolusi tinggi yang juga terpasang di hall C. Spektrometer tersebut dipakai untuk menganalisis partikel bermomentum tinggi. Bagian lain spektrometer yang memiiki pola lebih pendek dipakai untuk mendeteksi partikel yang meluruh. Hall B adalah tempat detektor CEBAF Large Acceptance Spectrometer (CLAS) lihat Gambar 1.3 [5]
Gambar 1.3: Gambar penampang detektor CLAS diambil dari Ref [5]. CLAS detektor dibuat dari sebuah toroida magnet enam lingkar yang meng-
4
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
hasilkan sebuah distribusi medan azimut yang besar. Arah dari partikel bisa direkonstruksi dengan menggunakan drift chambers. 6. ESFR Eksperimen GRAAL di pasang pada European Synchrothron Radiation Facility (ESRF). Sinar gamma (γ) yang terpolarisasi diproduksi oleh hamburan Compton dari laser foton dengan elektron berenergi 6 GeV di putaran penyimpanan. Panjang gelombang terpendek dari sinar UV yaitu 351 nm menghasilkan energi maksimal dari sinar gamma sebesar 1.5 GeV. 7. SPring-8 Detektor LEPS (laser electron photons at SPring-8 ) menggunakan hamburan belakang foton dari sinar elektron 8 GeV yang memproduksi sinar gamma hingga energi 2.4 GeV. Spektrometer LEPS terdiri dari jarak yang lebar antara magnet dipol dengan detektor jejak partikel bermuatan. Gambar detektor LEPS dapat dilihat pada Gambar 1.4.
Gambar 1.4: Gambar penampang detektor LEPS diambil dari Ref [5]. 8. MAMI Akselerator elektron MAMI terdiri dari tiga mikrotron cascade dan sebuah mikrotron harmonik sisi ganda untuk akselerasi final (Gambar 1.5). Masingmasing mikrotron mempercepat elektron hingga berenergi 4 MeV, 15 MeV, 180 MeV dan 855 MeV.
Sebuah akselerator linier terdiri dari sebuah sinar 4 MeV, 15 lintasan laju mikrotron, 180 dan 855 MeV.
5
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 1.5: Gambar mikroton diambil dari Ref [6]. 1.2
Perumusan masalah
Photoproduksi kaon merupakan penelitian menarik karena dapat dijadikan landasan untuk meneliti hadron. Ketika kita mengobservasi p(γ,K + )Λ dalam kerangka teori medan efektif kita membutuhkan kombinasi dari resonans hadron yang berperan pada proses tersebut. Peran dari resonans hyperon dalam photoproduksi kaon menarik untuk diteliti karena mempunyai potensi untuk meredam kekuatan suku Born. 1.3
Metode Penelitian
Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah : 1. Studi Literatur Metode ini dilaksanakan dengan cara mempelajari literatur yang berhubungan dengan peran resonans hyperon dalam photoproduksi kaon. 2. Persiapan Data Data yang dipakai di penelitian ini adalah data dari kolaborasi SAPHIR, GRAAL, LEPS dan CLAS. Data ini sudah disiapkan pembimbing. 3. Menghitung Secara Numerik Setelah didapat perumusan, selanjutnya perhitungan dilakukan secara numerik dengan menggunakan program Fortran. Pembuatan grafik dilakukan dengan perangkat lunak Gnuplot 4. Perhitungan dan Analisis Penampang Lintang Differensial dan Polarisasi Hasil dari perhitungan numerik ditampilkan dalam bentuk grafik penampang lintang differensial dan polarisasi. Selanjutnya hasil yang didapat tersebut dianalisis.
6
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
1.4
Tujuan Penelitian
Menyelidiki peran dari resonans hyperon pada photoproduksi kaon. Hasil yang didapat Janssen et al, [7] menyatakan bahwa penambahan missing resonances pada kanal-s dan penggunaan cut-off pada faktor bentuk hadronik Λ ≥ 0.4 GeV (soft hadronic form factor ) seperti yang dihasilkan oleh Mart et al [8]. Dapat diganti dengan penambahan resonans hyperon pada energi Λ ≥ 1.6 GeV (hard hadronic form factor ). Dengan memakai data dari SAPHIR [9] didapat hasil yang tidak jauh berbeda antara penggunaan missing nucleon resonances tersebut dengan Λ ≥ 0.4 GeV serta tetap menggunakan missing nucleon resonances namun disertai penambahan resonans hyperon dengan cut-off Λ ≥ 1.6 GeV. Dengan kata lain hasil yang didapat Janssen menyatakan penambahan resonans hyperon pada kanal-u dapat dijadikan cara untuk meredam divergensi suku Born untuk Λ ≥ 1.6 GeV. Dengan memakai metode yang sama, kita akan meneliti peran dari resonans hyperon namun dengan memakai data baru dari CLAS [10, 11]. Penelitian ini juga bertujuan untuk menyelidiki hasil penampang lintang differensial pada sudut mundur serta sudut maju sehingga dapat mengetahui apakah resonans-resonans hyperon, K1 atau K ∗ dapat mempengaruhi photoproduksi kaon pada sudut tersebut.
7
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TEORI DASAR 2.1
Quark Konstituen
Pada permulaan abad ini, Thomson berpendapat bahwa atom terdiri dari elektron yang tersebar di sebuah bola yang bermuatan positif. Selanjutnya pandangan tersebut diperbaharui oleh Rutherford yang menyatakan bahwa atom memiliki muatan positif yang berkumpul di tengah. Hal ini disebabkan oleh adanya sudut hambur yang besar ketika atom ditumbukkan dengan partikel α. Penelitian yang terus berlanjut pada partikel elementer hingga sub-partikel yang disebut hadron. Hadron adalah partikel yang mengalami interaksi kuat. Semua hadron tidak stabil kecuali proton. Neutron dan proton merupakan penyusun dasar inti. Pada umumnya tak ada perbedaan antara spin proton dan spin neutron, keduanya memiliki spin 21 . Neutron meluruh dengan waktu paruh τ = 887 ± 2 sekon menjadi proton, elektron dan anti neutrino. Hadron-hadron yang lain memiliki waktu hidup lebih pendek dengan kisaran dari 10−8 sekon hingga 10−23 sekon. Hadron bukanlah partikel elementer karena ada entitas yang lebih fundamental yang disebut quarks [12]. Semula quark diramalkan oleh Murray Gell-mann dan George Zweig sebagai partikel fundamental pada tahun 1964. Nama quark dipilih oleh Gell-mann. Ide ini sangat revolusioner karena memperkenalkan sub-partikel baru yang bermuatan pecahan +2/3 dan −1/3 muatan proton. Namun pada mulanya ia hanya dianggap sebagai partikel fiksi matematik karena quark tidak pernah berada dalam keadaan bebas. Quark hanya dapat hidup di dalam partikel-partikel subatomik seperti proton, neutron atau pion. Gaya kuat yang mengikat quark di dalam partikel tersebut akan bertambah besar jika kita ingin mengeluarkannya. Meski demikian, hasil-hasil eksperimen selama hampir 40 tahun terakhir telah memperlihatkan bahwa keberadaan quark bukan lagi hal yang mustahil. Setiap baryon terdiri dari tiga quark dan setiap meson terdiri dari sebuah quark dan sebuah anti quark. Hingga saat ini telah dikenal enam jenis quark yang diberi nama up (u), down (d), strange (s), charm (c), bottom (b), dan top (t). Bersama-sama dengan lepton dan partikel interaksi (gauge-boson), keenam jenis quark tersebut menyusun jagat raya yang kita tempati ini, termasuk diri kita sendiri. Dua quark yang paling ringan adalah quark up dan down. Keduanya merupakan penyusun dari proton dan neutron yang membangun mayoritas isi jagad raya.
8
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
2.2
Baryon
Baryon merupakan hasil dari pengembangan model quark dan Quantum Chromo Dynamics (QCD). Jumlah yang kita ketahui dari keadaan dasar charmed baryon dan resonansinya secara substansial meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Dari hamburan inelastik kita mengetahui bahwa nukleon memiliki struktur yang rumit. Partikel Data Grup (PDG) mengidentifikasikan baryon dengan namanya dan massanya. Partikel yang dinamakan N atau ∆ untuk baryon yang memiliki isospin 1/2 atau 3/2 dan terdiri dari tiga quark u,d. Partikel yang dinamakan Λ atau Σ untuk baryon yang terdiri dari dua quark u,d dan satu quark s serta memiliki isospin 0 atau 1. Partikel dengan satu quark u atau quark d disebut Ξ, partikel tersebut memiliki isospin 1/2. Ω memiliki tiga quark s, quark s terakhir digantikan oleh sebuah c (atau b). Ω tidak memiliki u atau d quark dan memiliki isospin 0. Bergantung terhadap isospin, Λc atau Σc (atau Λb atau Σb ) yang terbentuk dengan mengganti satu quark s dengan sebuah quark berat. Resonansi dengan sebuah quark c dan sebuah quark s disebut Ξc . Partikel dengan dua atau tiga quark c adalah Ξcc atau Ωccc . Ξb dengan satu quark b, satu quark s, dan satu quark u atau quark d. Resonansi ditulis dengan menambahkan L2I,2J dibelakang nama partikel dimana L didefinisikan sebagai momentum angular orbital terendah. Momentum angular tersebut didapatkan ketika partikel tersebut dipisahkan menjadi keadaan dasar dan pseudoskalar meson. Sedangkan I dan J adalah isospin dan momentum angular total. Kami berikan contoh dari penulisan partikel tersebut dengan contoh dua partikel, misalnya : N(1535)S11 dan N(1520)D13 . Dari penulisan tersebut dapat kita ketahui partikel diatas terbuat dari gelombang-S dan gelombang-D dalam hamburan πN . Angka ”1” yang pertama mengindikasikan partikel tersebut memiliki isospin 1/2. Angka ”1” yang kedua mendefinisikan total spin J=1/2. Sedangkan pada partikel N(1520)D13 angka ”3” mendefinisikan total spin J=3/2. Kemajuan dari model quark untuk menjelaskan spektrum resonansi dari baryon dan peluruhan baryon dapat dilihat di Ref [13]. 2.2.1
Heavy Quark Baryon
Pada saat ini 34 charmed baryons dan 7 beauty baryons sudah diketahui. Kebanyakan dari mereka, spin dan paritasnya belum terukur. Waktu hidup terbatas dari hadron dengan heavy flavors memainkan peran penting dalam identifikasi eksperimen [14].
9
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
charmed baryons 1. Keadaan λc a.Λ+ c : Pertama kali diobservasi sebagai charmed baryon. Sekarang, Λ+ c adalah charmed baryon terbaik yang sudah diketahui. b.Λc (2593)+ dan Λc (2625)+ : Λc (2625)+ telah diteliti oleh grup kolaborasi ARGUS di DESY. Dengan J p = 1/2− mengikuti Λc (2593)+ . Λc (2625)+ memiliki J p = 3/2− dan dua keadaan yang berkorespondensi dengan Λ1/2− (1405) dan Λ3/2− (1520). c.Λc (2765)+ (atau Σc (2593)+ ), Λc (2880)+ dan Λc (2940)+ : Grup kolaborasi + − CLEO melaporkan dua puncak pada keadaan akhir Λ+ c π π yang mana meru+ pakan eksitasi Λ+ c atau Σc .
2. Keadaan Σc a.Σc (2455) dan Σc (2520) : Kedua keadaan ini telah diteliti oleh banyak eksperimen salah satunya oleh grup kolaborasi CLEO. b.Σc (2800)+ : Grup kolaborasi BELLE meneliti sebuah isotriplet dari charmed baryons yang meluruh menjadi keadaan akhir Λ+ c π pada 2800 MeV.
3. Keadaan Ξc a.Ξc dan Ξ0c : Ξ+ c ditemukan di CERN SPS pada tumbukan nukleon Σ− . b.Ξc (2980) dan Ξc (3080) : Grup kolaborasi BELLE meneliti dua keadaan Ξc − + + + baru, yaitu Ξc (2980) dan Ξc (3080) yang meluruh dari Λ+ c K π dan Λc Ks π .
4. Keadaan Ωc a.Ωc : Penemuan Ωc sangat panjang. Penemuan ini melengkapi penomoran stabil charmed baryon tunggal. b.Ωc ∗ : Sebuah keadaan eksitasi Ωc telah di yakinkan oleh grup kolaborasi BABAR dan mengenalkannya sebagai Ωc ∗.
5. Dobel-charm baryons Kolaborasi SELEX melaporkan sebuah statistik sinyal − + signifikan di Λ+ c K π distribusi massa invariant pada 3519 ± 1 MeV, dengan
waktu hidup kurang dari 33 fs.
beautiful baryons 1. Keadaan Λb Λb telah diteliti pertama kali di CERN ISR.
10
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
2. Keadaan Σb a.Σb dan Σb ∗ : Baryon Σb dengan J p = 1/2+ dan eksitasi massa rendah diidentifikasi sebagai J p = 3/2+ telah diteliti di Fermilab oleh grup kolaborasi CDF pada keadaan akhir Λ0b π + dan Λ0b π − .
3. Keadaan Ξb a.Ξb : Sebuah baryon beauty terdiri dari sebuah quark b, quark s dan quark d.
4. Ωb Ωb telah dilihat oleh grup kolaborasi CDF. 2.2.2
Light Quark Baryon Resonances
Pada subbab ini akan coba dijelaskan tentang resonansi quark baryon ringan dan dimana partikel tersebut dihasilkan.
Pion-(kaon) nukleon elastik. Penampang lintang serta perubahan derajat kebebasan dari ikatan tiga quark dalam sebuah baryon terdiri dari banyak spektrum eksitasi. Sangat tidak mungkin untuk mengobservasi mereka semua sebagai resonans individual, tetapi sekarang banyak keadaan yang telah diketahui untuk mengidentifikasi derajat kebebasan dan interaksi efektif mereka. Selain penampang lintang yang harus diperhitungkan adalah distribusi angular, variabel polarisasi dan hamburan elastik K-nukleon.
Pion inelastik dan hamburan kaon nukleon dan reaksi lainnya. reaksi inelastik seperti π − p −→ nπ + π − dan π − p −→ pπ 0 π − dan reaksi kaon yang memiliki persamaan yang serupa.
1. π − p −→ nπ 0 dan nη Grup kolaborasi Crystal Bell mengukur reaksi π − p −→ nη dari ambang batas energi 747 MeV/c momentum pion. Dan untuk reaksi π − p −→ nπ 0 grup Crystal Bell mengukur secara presisi penampang lintang differensial dengan momentum interval pπ = 649 - 752 MeV/c.
2. K − p −→ Λπ 0 , Σ0 π 0 dan Λη Reaksi K − p −→ Λπ 0 telah dipelajari pada kisaran massa antara 1556 sampai 1600 MeV. Penampang lintang differensial dan polarisasi mundur hyperon dilaporkan dari reaksi K − p −→ Σ0 π 0 di delapan
11
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
berkas momentum antara 514 dan 750 MeV/c. Untuk reaksi K − p −→ Λη juga telah diteliti di tahun 2002.
Photoproduksi dari pseudoskalar meson. Photoproduksi dari pseudoskalar meson harus memperhitungkan polarisasi, photoproduksi pion, photoproduksi η− dan η 0 − meson dan reaksi γp −→ K + Λ, K + Σ0 serta K 0 Σ+ . Distribusi differensial untuk γp −→ K + Λ, K + Σ0 dan K 0 Σ+ telah diukur di ELSA dengan SAPHIR [15], CLAS detektor [11], dan LEPS di SPring 8 [16, 17].
Photoproduksi dari keadaan final multi meson. 1. Vektor meson Foton dan vektor meson memiliki bilangan kuantum yang sama. Pada tingkat energi rendah, sebuah kontribusi pertukaran pion(kaon) yang signifikan dapat diprediksi karena besarnya kopling (ρ, ω) → π 0 γ(K∗ → Kγ).
2. γN → N ππ dan N πµ Produksi multi meson dikumpulkan dari sebuah peningkatan bagian dari penampang lintang.
3. Resonans hyperon dan Θ(1540+ ) Differensial penampang lintang untuk reaksi γp → K + Λ1/2− (1405) dan reaksi γp → K + Σ0 (1385) dapat dilihat pada Ref [16]. 2.3
Teori Grup
Pada akhir abad kesembilan belas, Lie menyelidiki sifat-sifat transformasi geometris didalam sistem koordinat. Hasil penyelidikan ini kemudian menghasilkan suatu disiplin matematika yang dinamai teori grup. Dengan menggunakan teori grup, kita akan lebih mudah mempelajari sifat-sifat simetri yang diassosiasikan dengan suatu sistem fisis. Dalam mekanika klasik, simetri dalam sistem fisika mengacu kepada hukum kekekalan. Hukum kekekalan momentum angular adalah konsekuensi langsung dari rotasi simetri. Dalam mekanika kuantum, konsep dari momentum angular dan spin telah menjadi sangat penting untuk dipelajari. Secara umum, isospin dalam fisika nuklir dan fisika partikel adalah alat penting untuk membangun teori. Teori grup merupakan alat matematika dalam memecahkan kasus invariant dan simetri.
12
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Teori tersebut membawa unifikasi dan formalisasi dari prinsip seperti refleksi spasial, momentum angular dan geometri yang banyak digunakan oleh fisikawan [18]. Pentingnya peranan teori grup dalam fisika kiranya tidak perlu diragukan lagi. Teori grup dapat digunakan, baik dalam mekanika klasik maupun di dalam teori kuantum yang relativistik dan yang tidak relativistik. Hukum-hukum kekekalan yang sudah lama dikenal, seperti hukum kekekalan momentum linier, hukum kekekalan momentum sudut dan hukum kekekalan energi akan selalu diassosiasikan dengan grup-grup simetri tertentu. Hukum kekekalan momentum berlaku karena sifat invariant terhadap translasi ruang. Hukum kekekalan energi ternyata diakibatkan dari sifat invariant terhadap translasi waktu. Perumusan tentang sifat-sifat simetri didalam teori kuantum elektrodinamika telah memungkinkan kita untuk mempelajari interaksi di antara partikel-partikel elementer, yang seterusnya telah memungkinkan kita untuk meramalkan partikelpartikel elementer yang baru. Di dalam teori partikel elementer, boleh dikatakan bahwa dengan teori grup telah banyak diketahui struktur-struktur yang baru dan sifat-sifat interaksi di antara partikel elementer. Suatu sistem dikatakan memiliki simetri isospin jika sistem tersebut adalah invariant terhadap grup SU(2). Beberapa partikel-partikel yang lain telah berhasil diramalkan dengan memperluas simetri isospin [19]. 2.3.1
SU(3) Simetri
SU(3) memiliki rangking 2 dan SU(2) memiliki rangking 1. Representasi dasar dari SU(3) adalah sebuah triplet. Tiga warna muatan dari sebuah quark. Bentuk dasar dari representasi sebuah grup simetri SU(3)[20]. Pada saat ini, SU (3)f dapat dipahami sebagai karakter universal dari interaksi quark dan pendekatan persamaan massa dari quark ringan serta quark unik. 2.4
Model Isobar Pada Reaksi p(γ, k)Λ
Perhitungan photoproduksi kaon di penelitian ini menggunakan model isobar. Penggunaan model isobar pada photoproduksi kaon dapat dilihat pada Ref [21]. 2.4.1
Diagram Feynman
Metode diagram merupakan alat yang sangat penting dalam fisika. Diagram yang paling terkenal adalah diagram Feynman, diajukan oleh Richard Feynman untuk menunjukan perhitungan QED (Quantum Electro Dynamics) dengan sebuah cara yang intuitif.
13
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Diagram Feynman mengizinkan kita untuk menjaga alur proses yang berbeda dalam sebuah reaksi. Diagram Feynman juga bisa diterjemahkan ke dalam sebuah ekspresi amplitudo invarian dengan menggunakan aturan yang sederhana. Garis eksternal diterjemahkan mengikuti faktor dibawah ini
Gambar 2.1: Berbagai garis eksternal diagram Feynman. A: partikel skalar ; B : foton awal ; C : foton akhir ; D : fermion awal ; E : fermion akhir ;F : antifermion awal ; G : anti fermion akhir Garis dalam merepresentasikan sebuah propagator partikel virtual
Gambar 2.2: Berbagai garis propagator diagram Feynman. A : skalar ; B : propagator foton ; C : propagator fermion spin 1/2 ; D : propagator fermion spin 3/2 Setiap vertex menerima sebuah faktor iΓ. Bentuk eksak dari Γ menunjukkan struktur dari Lagrangian interaksi Lint . Secara umum Γ bergantung pada momentum empat dari partikel yang terlibat [22].
14
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
2.4.2
Faktor Bentuk dan Invarian Tera
A.Faktor Bentuk Hadronik Untuk mereproduksi data eksperimen, faktor bentuk hadronik perlu diperhitungkan. Faktor bentuk hadronik yang dipakai pada perhitungan ini adalah faktor bentuk yang dipakai oleh Feuster dan Mosel [23] serta penulis lain [8].
Fp (q 2 ) =
Λ4 Λ4 + (q 2 − m2 )2
(2.1)
B.Invarian Tera Amplitudo hamburan pada perhitungan pseudoscalar dibawah ini berbentuk
M
=
εµ J µ = 0. Jika ε diganti dengan k hasilnya menjadi 0. Sehingga dapat dikatakan persamaan tersebut invarian tera. Jika tidak maka harus ditambah suku tambahan agar menjadi invarian tera. Enam matriks yang invarian tera dan Lorentz yang dipakai dalam penelitian ini adalah
2.4.3
1 M1 = γ5 (/k/ − k//) 2
(2.2)
M2 = γ5 ((2qK − k).P.k − (2qK − k).kP.)
(2.3)
M3 = γ5 (qK .k/ − qK .k/)
(2.4)
ν ρ σ M4 = iµνρσ γ µ qK k
(2.5)
M5 = γ5 (qK .k 2 − qK .kk.)
(2.6)
M6 = γ5 (k.k/ − k 2/)
(2.7)
Photoproduksi
A.Kinematika Pada subbab ini akan dijelaskan relasi kinematika yang dipakai pada penelitian ini.
γ(k) + N (p) −→ K + (q) + Λ(pΛ )
15
(2.8)
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Dimana p, k, pΛ dan q adalah momentum dari nukleon (N), foton (γ), Λ(pΛ ), dan Kaon (K + ). Variabel Mandelstam diberikan oleh: s = (p + k)2 = (q + pΛ )2 ,
(2.9)
u = (q − p)2 = (k − pΛ )2 ,
(2.10)
t = (k − q)2 = (pΛ − p)2
(2.11)
Dengan mp adalah massa dari N . mΛ adalah massa Λ. mk adalah massa dari K +.
Momentum awal dan akhir partikel bisa diekspresikan pada kerangka c.m
sebagai berikut : k µ = (k∗, 0, 0, k∗),
(2.12)
pµ = (E, 0, 0, −k∗),
(2.13)
q µ = (ω, q ∗ cosθ, 0, q ∗ sinθ),
(2.14)
pµΛ = (E 0 . − q ∗ cosθ, 0, −q ∗ sinθ)
(2.15)
C.Penampang Lintang Differensial Variabel yang didapat dari eksperimen di laboratorium yang bisa dihitung adalah penampang lintang. Secara kasar, penampang lintang σ (yang tak lain berdimensi luas dan dinyatakan dalam barn = 10−28 m2 ) merupakan ukuran probabilitas relatif suatu reaksi inti [24]. Penampang lintang differensial Sering didefinisikan : dσ r(θ, φ) = dΩ 4πIa N
(2.16)
dengan : Ia = arus pastikel yang tiba persatuan waktu. N = banyaknya inti dari target per satuan luas. r(θ, φ) = fungsi distribusi angular. Penampang lintang sering dituliskan sebagai σ(θ, φ) dan karena hamburan boleh dikatakan terjadi dalam suatu bidang datar maka σ(θ). Jika σ diintegrasikan untuk semua sudut θ(0 − π) dan φ(0 − 2π) maka σ menjadi
Z σ=
dσ dΩ
Z
π
Z sinθdθ
0
2π
dφ 0
dσ dΩ
(2.17)
Dalam banyak percobaan inti kita tidak hanya mengetahui banyaknya partikel b yang dihamburkan pada sudut ruang tertentu θ, tetapi juga energi partikel b, sehingga kita memperoleh penampang lintang differensial ganda :
16
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
d2 σ Eb dΩ
(2.18)
Dengan menggunakan amplitudo yang sudah didapat kita bisa menghitung penampang lintang differensial pada kerangka c.m dari K - Λ yaitu
dσ dΩ
c.m
√ 1 q ∗ mΛ mp 2 = Σ ∗ M 4 k 4πW
(2.19)
B.Perhitungan Pseudoscalar 1. Kopling Konstant Kaon-Hyperon Kopling konstant kaon-hyperon dapat dilihat pada Tabel 2.1. Konstanta kopling ini dipakai di Ref [25]
Tabel 2.1: Faktor vertex yang digunakan dalam perhitungan ini. Qi dan µi merepresentasikan muatan dan momen magnetik dari partikel yang ada Vertex
Kopling
NNγ
−iQN/ + µN σµν µ kν
KKγ
−iQk (2qk − k).
YYγ
−iQY / + µY σµν µ kν
Y Y 0γ
µY Y 0 σµν µ kν gK ∗ Kγ σ −i M µνρσ ν k ρ qK
K ∗ Kγ +
N ∗ ( 12 )N γ − N ∗ ( 12 )N γ
K1 Kγ
µN ∗ σµν µ kν iµN ∗ σµν µ kν γ5 gK1 Kγ −i M (k.(qK − k)µ − .(qK
+
Y ∗ ( 12 )Y γ
µY ∗ σµν µ kν
∗ 1− ( 2 )Y
iµY ∗ σµν µ kν γ5
Y
γ
− k)k µ )
2. Faktor Vertex Faktor vertex yang digunakan dalam perhitungan ini dapat dilihat di Tabel 2.2 dan dipakai di Ref [25]. 3. Propagator Propagator yang dipakai dalam perhitungan ini bisa dilihat di Tabel 2.3 dan dipakai di Ref [25]. 4. Amplitudo Amplitudo reaksi dari photoproduksi kaon diperoleh dengan menggunakan
17
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Tabel 2.2: Hadronik Faktor vertex yang digunakan dalam perhitungan ini. Vertex
Kopling
KY N
gKY N γ5
K ∗Y N
V µ −igK ∗Y N γ + +
T gK ∗Y N mN +mY
σ µν (qK − k)ν
KY N ∗ ( 12 )
gKY N ∗ γ5
− N ∗ ( 12 )
−igKY N ∗
KY
V −igK γ µ γ5 + 1Y N
K1 Y N
T gK
1Y N
mN +mY
σ µν (qK − k)ν γ5
KY ∗ ( 21 )N
+
gKY ∗ N γ5
∗ 1− ( 2 )N
−igKY ∗ N
KY
Tabel 2.3: Propagator partikel dengan momentum q, massa m dan jangkauan Γ. Spin
Propagator
Spin 0
i q 2 −m2 +imΓ
1 2
i(q/+m) q 2 −m2 +imΓ
Spin
i (−gµν q 2 −m2 +imΓ
Spin 1 Spin
3 2
√ i(q/+ s) 3(q 2 −m2 +imΓ)
+
qµ qν ) m2
(gµν + γν γµ − 2s qµ qν −
√1 (γµ qν s
− γν qµ ))
perhitungan pseudoscalar. Contoh untuk perhitungan Mp : Mp = uΛ (ΣApi Mi )up
(2.20)
setelah didapat amplitudo Mp maka dengan menjumlahkan amplitudo dari seluruh diagram, diperoleh amplitudo total.
Mtot = Mp + MΛ + MΣ0 + MK + ... h i Σ0 K + A = uΛ Σ(Api + AΛ + A + ...)M i up i i i
(2.21)
maka kita bisa menuliskan amplitudo total sebagai 0
p Λ Σ K Atot i = Ai + Ai + Ai + Ai + ..., i = 1, ..., 6
(2.22)
lalu kita bisa menghitung penampang lintang dengan cara dσ dσ tot = (A ), i = 1, ..., 6 dΩ dΩ i
18
(2.23)
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 2.3: Diagram feynman untuk kanal-s gambar diambil dari Ref [26] Contoh perhitungan untuk kanal-s :
A = −iQN /εF1p + µN σ µν εµ kν F2p
B=
q2
i(q/ + m) − m2 + imΓ
(2.24)
(2.25)
C = gKY N γ5
(2.26)
Suku Born bagian imΓ hilang sehingga persamaan (2.25) menjadi
B=
i(p/ + k/ + mp ) i(q/ + m) = 2 2 q −m s − m2p
(2.27)
Setelah itu kita bisa menghitung amplitudo kanal-s dengan menggunakan persamaan di bawah ini:
Mpps = U Λ [C.B.A]Up
19
(2.28)
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Mpps = U Λ [(gKY N γ5 )(
i(p/ + k/ + mp ) )(−ieε/F1p + µp σ µν εµ kν F2p )]Up s − m2p
= U Λ [igKY N γ5 (
(p/ + k/ + mp ) i )(eε/F1p + µp i (γ µ γ ν − γ ν γµ)εµ kν F2p )]Up 2 s − mp 2
= U Λ [igKY N γ5 (
(p/ + k/ + mp ) 1 )(eε/F1p + µp (k//ε − /εk/)F2p )]Up 2 s − mp 2
(2.29)
Persamaan di atas tidak bersifat invarian tera pada bagian eε/ sedangkan pada bagian (k//ε − /εk/) bersifat invarian tera. Untuk menghilangkan problem tersek.ε but maka harus ditambahkan di suku F1p faktor −e 2 , sehingga bagian yang k tidak invarian tera tersebut berubah menjadi invarian tera.
Mpps = U Λ [igKY N γ5 (
+
ekp 1 k.ε (k//ε − /εk/)F2p ) − e 2 F1p )]Up 2mp 2 k
Mpps = U Λ [iegKY N γ5 ((
+ (
Mpps = U Λ [
+
Mpps = U Λ [
+
(p/ + k/ + mp ) (eε/F1p s − m2p (2.30)
(p/ + k/ + mp ) k.ε /ε − 2 )F1p 2 s − mp k
(p/ + k/ + mp ) kp 1 (k//ε − /εk/))F2p )]Up s − m2p 2mp 2
(2.31)
(s − m2p )k.ε p iegKY N γ5 ([(p / / ε + k / / ε + m / ε ) − ]F1 p s − m2p k2
1 kp [(p/ + k/ + mp )(k//ε − /εk/)]F2p )]Up 2 2mp
(2.32)
iegKY N γ5 (2p.k + k 2 )k.ε p ([2p.ε − / ε p / + k / / ε + m / ε − ]F1 p s − m2p k2
1 kp [p/k//ε − p//εk/ + k/k//ε − k//εk/ + mp k//ε − mp/εk/]F2p )]Up 2 2mp
20
(2.33)
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Mpps = U Λ [
iegKY N γ5 1 2 ([ 2 (k [2p.ε + k//ε]) − (2p.kk.ε + k 2 k.ε)]F1p s − m2p k
1 kp [(2p.kε/ − 2p.εk/ + k//εp/) − (2p.εk/ − 2p.kε/ + /εk/p/) 2 2mp
+
+ k 2/ε − (2k.εk/ − k 2/ε) + mp (k//ε − /εk/)]F2p )]Up
Mpps = U Λ [
iegKY N γ5 1 ([ 2 (2k 2 p.ε − 2p.kk.ε + k 2 [k//ε − k.ε])]F1p s − m2p k
1 kp [2p.kε/ + 2p.kε/ − 2p.εkk/ − 2p.εk/ 2 2mp
+
+ 2mp k//ε − 2mp/εk/ + 2k 2/ε − 2k.εk/]F2p )]Up
Mpps = U Λ [
(2.35)
1 iegKY N γ5 1 ([ 2 2(k 2 p.ε − p.kk.ε) + (k//ε − [k//ε + /εk/])]F1p 2 s − mp k 2
1 kp [4(p.kε/ − p.εk/) + 2mp (k//ε − /εk/) 2 2mp
+
+ 2(k 2/ε − k.εk/)]F2p )]Up
Mpps = U Λ [
+
(2.36)
1 iegKY N γ5 2 2 ([ 2 (k p.ε − p.kk.ε) + (k//ε − /εk/)]F1p 2 s − mp k 2
kp [2(p.kε/ − p.εk/) + mp (k//ε − /εk/) 2mp
+ (k 2/ε − k.εk/)]F2p )]Up
Mpps = U Λ [
+
(2.34)
(2.37)
iegKY N 2 1 ([ γ5 (k 2 p.ε − p.kk.ε) + γ5 (k//ε − /εk/)]F1p s − m2p k 2 2
kp 1 [((mp + mΛ ) γ5 (ε/k/ − k//ε) + γ5 (q.kε/ − q.εk/) + iεµνρσ γ µ q ν ερ k σ 2mp 2
+ γ5 (k.εk/ − k 2 ε)) + γ5 (k 2/ε − k.εk/) + γ5 mp (k//ε − /εk/)]F2p )]Up
21
(2.38)
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Mpps = U Λ [
iegKY N F1p ( γ5 (2k 2 [p.k(2q − k).ε − p.ε(2q − k).k] s − m2p k 2 (t − m2k )
1 + [k 2 − 2(s − m2p )][q.εk 2 − q.kk.ε]) + F1p γ5 (k//ε − /εk/) 2 +
kp F2p 1 [(mΛ − mp ) γ5 (ε/k/ − k//ε) + γ5 (q.kε/ − q.εk/) 2mp 2
+ iεµνρσγ µ q ν ερ k σ ])]Up
Mpps = U Λ
(2.39)
kp F2p iegKY N 1 p (mΛ − mp )] [ γ (ε / k / − k / / ε )[−F + 5 1 s − m2p 2 2mp
+ γ5 [p.k(2q − k).ε − p.ε(2q − k).k]
2F1p t − m2k
+ γ5 (q.εk 2 − q.kk.ε)[k 2 − 2(s − m2p )]
F1p k 2 (t − m2k )
kp F2p [iεµνρσ γ µ q ν ερ k σ + γ5 (q.kε/ − q.εk/)]]Up 2mp
+
(2.40)
kp F2p iegKY N p = UΛ [M1 [−F1 + (mΛ − mp )] s − m2p 2mp
Mpps
+ M2
2F1p t − m2k
+ M5 [k 2 − 2(s − m2p )]
+
F1p k 2 (t − m2k )
kp F2p [M4 + M3 ]]Up 2mp
(2.41)
Dari persamaan diatas kita mendapatkan amplitudo A1 , A2 , A3 , A4 dan A5 pada kanal-s. Cara yang sama dilakukan untuk mendapatkan MΛ , MΣ0 , Mk dan amplitudo kanal lainnya.
D.Polarisasi Polarisasi recoil Λ (P), polarisasi foton (Σ) dan polarisasi target (T) dapat dituliskan sebagai. P =
(dσ/dΩ)(+) − (dσ/dΩ)(−) (dσ/dΩ)(+) + (dσ/dΩ)(−)
22
(2.42)
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Σ=
(dσ/dΩ)(⊥) − (dσ/dΩ)(||) (dσ/dΩ)(⊥) + (dσ/dΩ)(||)
(2.43)
T =
(dσ/dΩ)(+) − (dσ/dΩ)(−) (dσ/dΩ)(+) + (dσ/dΩ)(−)
(2.44)
23
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Software Properties
Pada subbab ini akan dibahas tentang perangkat lunak yang dipakai dalam penelitian penulis. Perangkat lunak tersebut terbagi menjadi dua yaitu perangkat lunak untuk pemrograman perhitungan numerik dan perangkat lunak untuk memplot data yang sudah didapat menjadi grafik. 3.1.1
Fortran
FORTRAN adalah suatu bahasa pemrograman yang pada awal perkembangannya merupakan bahasa pemrograman prosedural. FORTRAN merupakan akronim dari Formula Translation/Translator. Penulisan FORTRAN sendiri mengalami perubahan sejak dirilis nya versi 90, dimana tidak lagi menggunakan huruf kapital. Fortran dikembangkan secara resmi oleh IBM pada tahun 1950-an [27]. Pada saat itu, Fortran dikhususkan untuk pemakaian dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknik. Namun seiring perkembangannya, Fortran telah mendominasi hampir setiap dimensi bahasa pemrograman, misalnya untuk pemodelan iklim, dinamika fluida, fisika dan kimia. Hal ini berlangsung selama hampir lima puluh tahun. Adalah John W. Backus, seorang pegawai IBM yang pertama kali mengajukan proposal kepada atasannya untuk lebih mengembangkan sebuah bahasa pemrograman, agar lebih efisien ketika diterapkan pada komputer mainframe IBM704 mereka. Inilah cikal bakal munculnya Fortran. Rancangan spesifikasi bahasa pemrograman tersebut akhirnya selesai pada pertengahan tahun 1954. Sedangkan petunjuk manual Fortran yang pertama, muncul pada Oktober tahun 1956 dan bulan April tahun 1957 pun terpilih sebagai bulan dimana dirilisnya compiler Fortran yang pertama. Fortran pun mulai banyak digunakan oleh para ilmuwan secara besar-besaran. Hal ini mendorong para programmer untuk membuat compiler yang dapat menerjemahkan perintah-perintah berbentuk kode secara cepat dan efisien. Salah satu type data yang dapat ditangani oleh Fortran adalah type data angka kompleks. Inilah yang membuat Fortran sangat cocok untuk pemakaian dalam dunia Fisika [28]. Menginjak tahun 1960, telah tersedia versi Fortran untuk komputer mainframe IBM 709, 650, 1620 dan 7090 [27]. Popularitas Fortran secara signifikan ini, memaksa para pabrikan pembuat komputer untuk menyediakan compiler Fortran dalam
24
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
setiap komputer yang mereka produksi, sehingga pada tahun 1963 lebih dari empat puluh compiler Fortran telah tersedia. Dengan alasan demikian, Fortran pun dianggap sebagai bahasa pemrograman pertama yang dapat didukung oleh berbagai macam arsitektur komputer. Fortran versi pertama yang dirilis untuk IBM 704 memiliki paling tidak 32 pernyataan. Fortran II milik IBM muncul pada tahun 1958. Peningkatan yang dimiliki versi II ini daripada versi sebelumnya adalah mendukung pemrograman prosedural, yang mana memberikan kesempatan kepada pengguna untuk menuliskan perintahperintah yang mengandung fungsi dan subroutine. Enam pernyataan baru dirilis pada versi terbaru ini. Walaupun IBM terus mengembangkan Fortran selama tahun 1958, namun Fortran versi III ini tidak sampai dirilis resmi. Sama seperti Fortran 704 (Fortran I) dan Fortran II, Fortran III pun memiliki kelemahan, yaitu ada beberapa feature yang harus mengikuti mesin induknya. Sehingga kode-kode yang dituliskan tidak dapat dipindahkan begitu saja antara mesin satu dengan yang lainnya. Sejak tahun 1961, IBM pun memulai pengembangan Versi terbaru, yaitu FortranIV sebagai akibat permintaan konsumen. Kekurangan Fortran versi-versi sebelumnya, yaitu feature yang memiliki ketergantungan terhadap mesin induk pun dihilangkan, misalnya READ INPUT TAPE. Selain itu, Fortran versi IV memiliki kemampuan terbaru, yaitu dapat menerima masukkan tipe data logika, pernyataan boolean logika dan pernyataan IF. Pada tahun 1962, Fortran IV resmi dirilis. Awalnya untuk IBM 7030, kemudian diikuti oleh versi untuk IBM 7090 dan 7094 [28]. Barangkali perkembangan Fortran yang paling signifikan adalah ketika Asosiasi Standar Amerika (ANSI) memutuskan membentuk komite untuk mengembangkan Fortran Standar Baku Amerika (American Standard Fortran). Pada bulan Maret tahun 1966, dua standar ini pun dikeluarkan. Pertama adalah FORTRAN sedang yang kedua adalah FORTRAN Dasar (Basic FORTRAN). Fortran standar pertama akhirnya dikenal dengan Fortran 66. Setelah dirilisnya Fortran standar versi 66, para pabrikan pembuat compiler Fortran mengumumkan adanya beberapa kemampuan Fortran standar yang belum diketahui sebelumnya. Hal ini membuat ANSI pada tahun 1969 bekerja keras memperbaiki Fortran standar yang dirilis pada tahun 1966 itu. Rancangan akhir revisi Fortran versi 66 sebenarnya telah diluncurkan pada tahun 1977, namun baru diakui sebagai standar baru Fortran pada bulan April tahun 1978. Standar baru Fortran yang dikenal juga dengan Fortran 77, memiliki beberapa tambahan kemampuan yang sangat penting sebagai salah satu pemecahan kekurangan Fortran 66. Versi pengganti Fortran 77 yang paling lambat peluncurannya adalah Fortran versi 90. Fortran versi 90 baru diluncurkan sebagai Standar
25
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
ANSI pada tahun 1992. Perubahan yang mendasar pada versi ini telah menambahkan beberapa keunggulan yang mencerminkan perubahan penting dalam bahasa pemrograman praktis yang mana telah berevolusi sejak standar tahun 1978. Perintah tipe data baru, untuk menentukan tipe data dan pendukung lain dari sebuah variabel. Fortran 95 hanyalah merupakan versi Fortran terbaru dengan mengalami sedikit perbaikan kecil dari Fortran versi sebelumnya. Walaupun demikian, tetap ada beberapa kemampuan tambahan jika dibandingkan Fortran 90 [29]. 3.1.2
Gnuplot
Gnuplot adalah suatu program perintah-baris fleksibel yang dapat digunakan untuk menghasilkan baik grafik dua maupun tiga dimensi. Program ini umumnya dapat berjalan hampir pada semua jenis komputer dan sistem operasi, walaupun pada awalnya ia diturunkan dari program yang berasal dari sistem operasi Unix. Gnuplot dapat dikatakan sebagai suatu program yang telah memiliki sejarah panjang, boleh dikatakan sejak tahun 1986 [30]. Gnuplot dapat menghasilkan keluaran langsung ke layar, sebagaimana pula ia dapat menghasilkan keluaran dalam bentuk berkas grafik dengan beragam format. Di antara format-format yang didukung adalah PNG, EPS, SVG, JPEG, LaTeX, PostScript, PDF, GIF, CorelDraw dan banyak format lainnya [30]. Program ini dapat digunakan dalam mode interaktif yang melibatkan mouse ataupun dalam mode batch menggunakan skrip. Untuk cara yang pertama, pada terminal atau baris perintah cukup ketikkan perintah ’gnuplot’ untuk menjalankannya. Dengan menggunakan mode yang terakhir ini pemakai tidak lagi perlu untuk menuliskan perintah-perintah yang sering digunakan. Perintah-perintah tersebut cukup dituliskan dalam berkas skrip dan siap dijalankan berulang-ulang. Ini merupakan salah satu kelebihan dari gnuplot dibandingkan piranti lunak pembuat grafik lain yang umumnya berbasis grafik. Karena kelebihannya ini, selain pula dapat menangani berkas data dalam ukuran yang besar, gnuplot banyak diminati dalam dunia saintifik [30]. 3.2
Resonans Set dan Parameter Resonans
Pada subbab ini akan dijelaskan tentang resonans dan parameternya yang dipakai dalam perhitungan. Selain suku Born dipakai juga resonans nukleon dan resonans hyperon.
26
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
3.2.1
Resonans Nukleon
Resonans nukleon yang dipakai adalah N (1650)S11 , N (1700)D13 , N (1710)P11 , N (1720)P13 , N (1900)P13 , N (1895)D13 , N (2100)P11 . 3.2.2
Resonans Hyperon
Resonans hyperon yang dipakai pada perhitungan kali ini adalah Λ(1405)S01 , Λ(1600)P01 , Λ(1670)S01 , Λ(1800)S01 , Λ(1810)P01 , Λ(1660)P11 , Λ(1750)S11 3.2.3
Meson Spin 1
Meson vektor yang dipakai adalah : K ∗ , K1 3.2.4
Parameter Kopling Konstant
Parameter kopling konstant yang dipakai antara lain √ gΛKp / 4π √ gΣ0 Kp / 4π 3.2.5
(3.1) (3.2)
Optimisasi χ2
Nilai χ2 harus diminimalkan agar diperoleh kecocokan perhitungan model dengan data eksperimen. Jika χ2 semakin mendekati nilai 1 maka semakin baik kesesuaian antara perhitungan model dengan data eksperimen. 3.3
Prosedur Komputasi
Pada subbab ini akan dibahas tentang prosedur perhitungan dengan cara numerik. 3.3.1
Data
Data yang dipakai dalam model perhitungan p(γ, K + )Λ adalah data dari SAPHIR [9] sebagai bahan untuk mereproduksi hasil ref [7]. Data baru dari CLAS [11, 10] digunakan untuk mencari peran resonans hyperon secara komprehensif.
27
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
3.3.2
Alur Numerik
Setelah kita memiliki data, maka langkah selanjutnya adalah mencocokkan data yang kita miliki dengan model perhitungan yang sudah dibuat. Ada beberapa file yang dibutuhkan untuk memulai perhitungan yakni kfit.f, kfit.cc dan minuit.f. File kfit.f berisi informasi parameter set berupa massa serta perhitungan differensial secara numerik. File kfit.cc berisi parameter set kopling konstant dan resonans set yang dipakai. File minuit.f adalah file untuk mendapatkan file kfit.out, file kfit.out inilah yang berisi informasi seberapa besar kecocokan model perhitungan dengan data eksperimen. Cara kerjanya adalah menghitung kfit.cc dengan program minfit sambil membaca data di kfitn.dat. Hasil dari perhitungan didapat total χ2 belum dibagi jumlah data (FCN0 /). Akhirnya didapat nilai χ2 yang sudah dibagi dengan data dalam bentuk file kfit.out. Selain χ2 dihitung juga penampang lintang differensial sehingga hasil perhitungan penampang lintang differensial tersebut bisa dibuat grafik dengan menggunakan perangkat lunak Gnuplot. Langkah-langkah hingga mendapatkan nilai χ2 adalah : 1. Pertama, kami memasukkan parameter konstanta kopling dan resonans pada file kfit.cc. File kfit.cc bisa dilihat pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2. Dari gambar tersebut dapat dilihat beberapa kolom, kolom pertama paling kiri adalah kolom parameter set yang dipakai dalam perhitungan. Kolom kedua adalah nilai parameter set yang mau dimasukkan untuk dasar perhitungan. Kolom ketiga adalah beda nilai (selisih) dari nilai parameter set, jika kolom tersebut diisi 0.00 artinya nilai parameter set diset tetap (tidak ada perubahan), jika kolom tersebut diisi dengan 0.01 artinya beda nilai untuk mencari parameter set adalah bertambah 0.01 atau berkurang 0.01 serta kelipatannya. Jika parameter set diberi nilai 0.0000 dan beda nilai di set 0.00 artinya parameter tersebut tidak dimasukkan dalam perhitungan. Kolom keempat dan kolom kelima adalah jangkauan dari parameter set, artinya jika kolom keempat diberi nilai -5.0 dan kolom kelima diberi nilai 12.0 maka beda nilai dari parameter set akan terus mencari nilai yang paling baik dengan ditambah 0.01 atau dikurang 0.01 sampai batas ketika parameter set menyentuh angka -5.0 atau 12.0 maka beda nilai berhenti menghitung. Pada file kfit.cc di bagian paling bawah terdapat tulisan migraid dan simplex, itu adalah program untuk menurunkan nilai χ2 sedangkan angka setelahnya menunjukkan banyaknya looping yang harus dilakukan oleh program. Dari terminal kita bisa membuka file kfit.cc dengan menggunakan perangkat lunak emacs dengan mengetik xemacs kfit.cc. 2. Kedua, kami mengkompile program model perhitungan di fortran. Pertama
28
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 3.1: Tampilan file kfit.cc
Gambar 3.2: Tampilan file kfit.cc buka terminal di ubuntu, setelah itu masuk kedalam folder file yang mau dikompile. Setelah mengeset parameter kopling konstant dan resonans yang kita inginkan, maka langkah selanjutnya adalah mengkompile program dengan mengetikkan gfortran-4.4 kfit.f minuit.f -o kfit.x. Kata gfortran-4.4 menunjukkan program fortran yang dipakai adalah fortran versi 4.4. Kata
29
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
kfit.f menunjukkan file yang berisi informasi data parameter set yang dipakai dan perhitungan differensial dan polarisasi. Kata minuit.f menunjukkan file untuk melakukan perhitungan yang nantinya menghasilkan file kfit.out. Kata kfit.x menunjukkan file yang dihasilkan dari kompile dan berfungsi untuk mengeksekusi program. 3. Selanjutnya kita memperoleh hasil yang berupa file eksekusi kfit.x. Setelah selesai mengkompile kemudian kita bisa memulai menjalankan program tersebut dengan mengetikkan kfit.x. Setelah kfit.x selesai menghitung maka kita bisa melihat hasilnya dalam file kfit.out seperti dalam Gambar 3.3.
Gambar 3.3: Tampilan file kfit.out Dari hasil yang terdapat di file kfit.out kita bisa melihat hasil χ2 seperti pada Gambar 3.4. Selain nilai χ2 , hal penting yang terdapat dalam file kfit.out adalah perhitungan terakhir FCN seperti pada Gambar 3.5. Hasil FCN terakhir tersebut digunakan untuk membuat plot grafik di gnuplot. 3.3.3
Membuat Grafik di Gnuplot
Dalam membuat grafik maka yang dibutuhkan adalah file plot.dat yang berisi parameter set FCN terakhir, file plot.f yang berisi program untuk memplot parameter set, file yang berekstensi .gnu untuk mengatur grafik dan plot yang mau ditampilkan.
30
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 3.4: Nilai χ2 di dalam file kfit.out
Gambar 3.5: FCN terakhir di dalam file kfit.out 1. Hal pertama yang harus dilakukan adalah membuka file kfit.out yang ingin dibuat grafiknya, cari FCN terakhir pada file tersebut lalu salin FCN tersebut pada file plot.dat. Selanjutnya adalah mengkompile dengan mengetikkan gfortran plot.f pada terminal.
31
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 3.6: Tampilan file plot.dat
Gambar 3.7: Tampilan file plot.f Jika telah terkompile maka kita bisa menjalankan program dengan mengetikkan a.out yang secara otomatis menghasilkan file-file data dari model perhitungan dan tersimpan dalam folder rst. File-file tersebut digunakan untuk perbandingan dengan data eksperimen. Kemudian untuk membuat grafik yang multiplot maka dilakukan cara yang sama seperti diatas dengan mengganti file plot.dat dengan FCN terakhir kfit.out yang mau diplot dan menjalankan program dengan mengetikkan a.out kemudian tinggal menyalin folder rst dan
32
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
mengganti namanya sesuai dengan data yang mewakili, contohnya folder rst diganti namanya mengganti folder all yang artinya folder tersebut mewakili data yang didapat dari model perhitungan dengan memasukkan seluruh resonans hyperon yang ada dan seterusnya folder noY1 artinya folder yang berisi data dari model perhitungan dengan menonaktifkan resonans hyperon Λ(1405)S01 . Data-data dari yang dihasilkan dari model perhitungan tersebut tinggal dimasukkan ke dalam file berekstensi .gnu tergantung berapa banyak plot yang kita pakai untuk perbandingan dalam satu grafik. Banyaknya folder dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8: Folder plot 2. Membuat plot grafik dengan menggunakan gnuplot Setelah mendapat file data dalam folder rst maka selanjutnya membuat file yang berekstensi .gnu, file tersebut untuk mengatur tampilan grafik. Contoh dari file tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.9. Hasil yang didapat berupa file dkpl e501.eps. Selanjutnya di-debug dengan membuka file tersebut pada perangkat lunak emacs kemudian mengetik alt+x -delete -gnuplot bugs kemudian enter Gambar 3.10. Hasil debug lalu disimpan (Gambar 3.11). Setelah disimpan maka grafik sudah dihasilkan dengan ekstensi .eps dan bisa dibuka dengan menggunakan perangkat lunak GIMP pada OS Ubuntu.
33
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 3.9: Tampilan file dkpl e501.gnu
Gambar 3.10: Cara mendebug file dengan ekstensi .eps 3.4 3.4.1
Observasi pada Proses γ + p −→ k + + Λ Kontribusi Resonans Hyperon
Untuk menyelidiki peran dari resonans hyperon, maka kami mencari nilai χ2 dengan 8 variasi. Variasi pertama nilai χ2 dengan mengaktifkan semua resonans hyperon. Variasi kedua, nilai χ2 dengan menonaktifkan Λ(1405)S01 . Variasi ketiga, nilai χ2 dengan menonaktifkan Λ(1600)P01 . Variasi keempat, nilai χ2 dengan menon-
34
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 3.11: Hasil debug lalu disimpan dan selanjutnya bisa dilihat dengan menggunakan perangkat lunak ghostview aktifkan Λ(1670)S01 . Variasi kelima, nilai χ2 dengan menonaktifkan Λ(1800)S0 1. Variasi keenam, nilai χ2 dengan menonaktifkan Λ(1810)P01 . Variasi ketujuh, nilai χ2 dengan menonaktifkan Λ(1660)P11 . Variasi kedelapan, nilai χ2 dengan menonaktifkan Λ(1750)P11 . Setelah mendapatkan kedelapan variasi resonans, maka kita bisa menghitung ∆χ2 yang didefinisikan sebagai : χ2All − χ2All−Λ∗ × 100% ∆χ = χ2All 2
(3.3)
Pada Tabel 3.1 diperlihatkan nilai χ2 /N dari beberapa variasi penonaktifan salah satu hyperon. 3.4.2
Kontribusi Meson Spin 1
Untuk menghitung kontribusi dari meson dengan spin 1 , dihitung nilai χ2 dengan menonaktifkan salah satu meson. Sehingga didapat nilai χ2 sebanyak dua variasi kombinasi yakni χ2 tanpa K ∗ dan χ2 tanpa K1 . Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 3.2.
35
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Tabel 3.1: Perbandingan χ2 ; Data yang digunakan berasal dari ref [11, 10]; basic set : K ∗ , K1 , N (1650)S11 , N (1700)D13 , N (1710)P11 , N (1720)P13 , N (1900)P13 , N (1895)D13 , N (2100)P11 Parameter set
χ2 /N
Basic Set + Resonans Hyperon
2.66
Basic Set + Resonans Hyperon kecuali Λ(1405)S01
2.69
Basic Set + Resonans Hyperon kecuali Λ(1600)P01
2.76
Basic Set + Resonans Hyperon kecuali Λ(1670)S01
2.70
Basic Set + Resonans Hyperon kecuali Λ(1800)S01
2.77
Basic Set + Resonans Hyperon kecuali Λ(1810)P01
2.68
Basic Set + Resonans Hyperon kecuali Λ(1660)P11
2.67
Basic Set + Resonans Hyperon kecuali Λ(1750)S11
2.75
Tabel 3.2: Perbandingan χ2 ; Data yang digunakan berasal dari ref [11, 10]; Resonans nukleon :N (1650)S11 , N (1700)D13 , N (1710)P11 , N (1720)P13 , N (1900)P13 , N (1895)D13 , N (2100)P11 ; Resonans Hyperon : Λ(1405)S01 , Λ(1600)P01 , Λ(1670)S01 , Λ(1800)S01 , Λ(1810)P01 , Λ(1660)P11 , Λ(1750)S11 Parameter set
χ2 /N
Suku Born + Resonans Nukleon + Resonans Hyperon + K1 + K ∗
2.663
Suku Born + Resonans Nukleon + Resonans Hyperon + K1
3.278
Suku Born + Resonans Nukleon + Resonans Hyperon + K ∗
3.276
36
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
BAB 4 ANALISIS HASIL Peran dari resonans hyperon pada kanal-u dalam model p(γ, K + )Λ dengan menggunakan Lagrangian efektif yang terdapat dalam Ref [7] menyatakan bahwa resonans hyperon dapat menekan kekuatan suku Born. Belum jelasnya resonans yang merepresentasikan dan memberikan kontribusi besar pada mekanisme reaksi p(γ, K + )Λ membuat penelitian mencari kandidat variasi kombinasi resonans yang berperan dalam reaksi p(γ, K + )Λ menjadi sangat menarik. Ada lebih dari dua puluh kandidat variasi kombinasi resonans untuk menjelaskan reaksi p(γ, K + )Λ. Contoh beberapa kombinasi dari resonans untuk menjelaskan reaksi p(γ, K + )Λ dapat dilihat pada Ref [31, 32]. Dalam beberapa kasus variasi resonans dapat membuat nilai χ2 menurun. Adanya perbedaan variasi resonans menunjukkan bahwa proses dari mekanisme p(γ, K + )Λ yang sudah diteliti lebih dari tiga puluh tahun sangatlah kompleks, tetapi tetap belum ditemukan mekanisme reaksi yang tepat untuk menjelaskan proses p(γ, K + )Λ. Partikel intermediate yang akan direproduksi dari paper [7] didapat dari analisis kanal pasangan pada Ref [8, 23]. Beberapa resonans penting partikel intermediate yang terdapat pada referensi tersebut adalah : dua resonans nukleon spin 1/2 (N (1650)S11 dan N (1710)P11 ) dan satu spin resonans nukleon spin 3/2 (N (1720)P13 ). Selain partikel intermediate tersebut, kita ketahui ada partikel intermediate yang berperan dalam kanal-t, yaitu resonans vektor meson (K ∗ (892) dan resonans vektor meson K1 (1270)). Hal ini secara eksplisit mengisyaratkan bahwa dalam model perhitungan yang dipakai harus ditambahkan kedua resonans tersebut. Kelima resonans diatas menjadi dasar dalam perhitungan Ref [7]. Data yang digunakan dalam model perhitungan Ref [7] adalah data yang didapat dari SAPHIR [9]. Selain lima partikel intermediate tersebut, dipakai juga missing resonances yang diajukan oleh Ref [8] yakni resonans nukleon spin 3/2 N (1895)D13 yang terdapat di kanal-s dan sudah diprediksi sebelumnya oleh model quark konstituent Capstick dan Roberts [33]. Pada perhitungan Ref [7] didapat nilai χ2 ∼ 2.64 ketika menambahkan ”missing resonances”. Nilai tersebut memiliki kecocokan yang baik antara model perhitungan dengan data eksperimen yang ada. Selain partikel intermediate untuk mereproduksi kembali hasil yang didapat Ref [7] kita memisahkan amplitudo menjadi dua, yakni bagian non resonans yang disebut suku Born dan bagian resonans. Pada suku Born terdapat parameter bebas dalam bentuk kopling konstan gK + Λp dan gK + Σ0 p . Kopling konstan ini memiliki relasi dengan kopling konstant pion nukleon gπN N . Pada kenyataannya SU(3) adalah simetri yang rusak, hubungan
37
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
ini mengakibatkan jangkauan nilai untuk kedua konstanta kopling tersebut. Dengan asumsi kerusakan simetri sebesar 20% maka jangkauan nilai kedua kopling tersebut adalah : √ −4.5 ≤ gK + Λp / 4π ≤ −3.0, √ 0.9 ≤ gK + Σ0 p / 4π ≤ 1.3.
(4.1) (4.2)
Dalam Ref [7] untuk mendapatkan nilai kecocokan yang lebih baik dengan data eksperimen, perlu ditambahkan dua resonans hyperon spin 1/2 yakni Λ(1800)S01 dan Λ(1810)P01 . Ternyata penambahan resonans hyperon tersebut dapat menurunkan nilai χ2 dari 7.38 menjadi 2.65 dengan catatan parameter massa cut-off sebesar (Λ) ≥ 1.6 GeV. Nilai χ2 tersebut mendekati hasil perhitungan χ2 yang dilakukan pada parameter massa cut-off ∼ 0.4 GeV. Perbedaannya adalah pada parameter massa cut-off sebesar (Λ) ≥ 0.4 GeV, partikel intermediate (bentuk resonans) yang dipakai adalah basis set (K ∗ , K1 , N (1650)S11 , N (1710)P11 , N (1720)P13 ) ditambah dengan ”missing resonances” D13 atau N (1895)D13 sedangkan pada parameter massa cutoff sebesar (Λ) ≥ 1.6 GeV partikel intermediate yang dipakai selain basis set (K ∗ , K1 , N (1650)S11 , N (1710)P11 , N (1720)P13 ) dan missing resonances N (1895)D13 juga ditambah dua resonans hyperon (Λ(1800)S01 dan Λ(1810)P01 ). Hasil yang sangat dekat ini membuat klaim Ref [7] bahwa resonans hyperon memiliki kontribusi besar dalam meredam kekuatan suku Born terbukti. Dengan menggunakan partikel intermediate dan parameter set yang sama dengan Ref [7], penulis mencoba mereproduksi ulang hasil model perhitungan hasil yang didapat Ref [7]. Hasil yang didapat penulis untuk parameter massa cut-off sebesar (Λ) ≥ 1.6 GeV didapat nilai χ2 sebesar 2.68. Setelah berhasil mereproduksi hasil dari Ref [7], penulis mencoba membuat penelitian dengan hasil eksperimen yang baru dari CLAS [11, 10]. Penulis mencoba meneliti peran dari resonans hyperon dengan cara memakai parameter set [7, 8, 23] yang sama namun data yang berbeda [11] dan dengan parameter yang berbeda dan data yang berbeda [11, 10]. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki peran resonans hyperon dan mencari kandidat resonans hyperon yang memiliki kontribusi besar dalam meredam kekuatan suku Born. Dari Tabel 4.1 dapat dilihat perbedaan χ2 yang besar antara hasil yang didapat dengan menggunakan data lama [9] dengan hasil yang didapat dengan menggunakan data baru [11]. Perbedaan yang besar ini dicurigai karena perbedaan banyaknya jumlah data yang terdapat pada masing masing referensi. Pada Ref [9] data yang digunakan adalah 126 data, sedangkan pada Ref [11], jumlah yang dimasukkan kedalam perhitungan adalah 3166 data. Perbedaan ini menyebabkan nilai χ2 yang
38
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Tabel 4.1: Perbandingan χ2 /N ; Ref[7] merupakan χ2 /N yang diperoleh Janssen; reproduksi merupakan χ2 /N yang didapat penulis dalam mereproduksi ulang perhitungan Ref [7]; data baru merupakan perhitungan dengan model yang sama dengan [7] namun menggunakan data [11] dan tidak memakai data lama [9] ; basic set terdiri dari K ∗ , K1 , N (1650)S11 , N (1710)P11 , N (1720)P13 Partikel intermediate
Ref[7]
reproduksi
data baru
Basic Set
10.32
8.11
14.05
Basic Set + N (1895)D13
7.38
4.11
6.12
Basic Set + Λ(1800)S01 , Λ(1810)P01
3.43
4.77
9.18
Basic Set + N (1895)D13 , Λ(1800)S01 , Λ(1810)P01
2.65
2.68
4.07
dihasilkan sangat berbeda. Namun diluar hal itu dari Tabel 4.1 dapat dilihat trend penurunan χ2 yang sama berdasarkan partikel intermediate yang dipakai. Jadi, dapat dilihat bahwa resonans hyperon berperan dalam menekan kekuatan suku Born. Untuk dapat melihat seberapa besar peran masing masing resonans hyperon dalam menurunkan nilai χ2 perlu dicari nilai ∆χ2 . Penelitian lainnya untuk mencari kandidat resonans hyperon yang tepat adalah dengan menggunakan parameter yang sama, namun ditambahkan juga jumlah resonans hyperon yang lebih banyak seperti Λ(1405)S01 , Λ(1600)P01 , Λ(1670)S01 selain Λ(1800)S01 dan Λ(1810)P01 . Tujuannya adalah mencari kandidat resonans hyperon lain yang mungkin memiliki kontribusi besar dalam menekan kekuatan dari suku Born. Grafik nilai ∆χ2 dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1: Grafik ∆χ2 dari hyperon.
39
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Dari Gambar 4.1 tersebut, dapat dilihat kontribusi signifikan dihasilkan oleh Λ(1670)S01 dan Λ(1810)P01 , tetapi minimnya parameter set yang dipakai menyebabkan hal ini dapat bersifat meragukan. Oleh karena itu, perlu menghitung ulang kontribusi resonans hyperon yang baru dengan menggunakan parameter set yang lebih lengkap dan metode yang berbeda. Parameter yang harus ditambah adalah resonans nukleon S11 dengan massa 1690 MeV dan P13 dengan massa 1920 MeV seperti yang direkomendasikan Ref [34, 35] selain tetap memakai ”missing resonances” D13 yang direkomendasikan oleh Ref [8]. Penambahan resonans nukleon P13 dikarenakan model perhitungan quark Ref [33] memprediksi adanya resonans nukleon lainnya dengan kisaran massa 1.9 GeV. Selain penambahan resonans nukleon dilakukan juga penambahan resonans hyperon Λ(1660)P11 dan Λ(1750)S11 . Dengan parameter set yang lebih banyak dan penambahan resonans yang lebih lengkap, diharapkan bisa menghasilkan intrepretasi data yang lebih valid tentang kontribusi resonans hyperon. Gambar 4.2 adalah contoh grafik penampang lintang differensial yang dihasilkan dari perhitungan baru dengan kombinasi tiap plot tanpa satu resonans hyperon. Grafik ini dibuat setelah diperoleh nilai χ2 sebesar 2.66 dengan mengaktifkan seluruh resonans hyperon. Dari grafik kita dapat melihat perbedaan plot jika semua resonans hyperon diaktifkan dengan salah satu resonans hyperon tidak diaktifkan. Selain dari penampang lintang differensial, ditampilkan juga grafik polarisasi pada sumbu x dan sumbu z. Dari grafik tersebut kita bisa melihat bahwa plot tanpa salah satu resonans hyperon dapat menimbulkan perbedaan dengan plot yang menggunakan seluruh resonans hyperon. Jika perbedaan tidak signifikan dapat diperkirakan bahwa resonans hyperon yang bersangkutan kurang berperan dalam proses p(γ, K + )Λ. Grafik pada cos θ = -0.10 (Gambar 4.6) terlihat memiliki kesesuaian dengan data eksperimen. Plot yang mengaktifkan semua resonans hyperon terlihat memiliki kecocokan dengan data pada cos θ = -0.10. Hal ini menunjukkan bahwa resonans hyperon memberikan hasil yang bagus pada sudut belakang, hanya pada plot yang menonaktifkan resonans hyperon Λ(1800)S01 terdapat perbedaan dengan plot yang lain, namun masih memiliki kesesuaian dengan data eksperimen. Pada grafik cosθ = -0.20 (Gambar 4.7) dapat dilihat bahwa diantara tujuh plot yang mewakili penonaktifan satu resonans hyperon, plot tanpa resonans hyperon Λ(1800)S01 mengalami perbedaan dengan data eksperimen pada kisaran energi 1.6 GeV hingga 1.65 GeV. Selain plot tanpa Λ(1800)S01 , terdapat plot tanpa salah satu hyperon lainnya terlihat berhimpit dengan plot fit all. Secara keseluruhan pada grafik ini , seluruh plot masih memiliki kesesuaian yang baik dengan data eksperimen. Pada grafik selanjutnya yakni cos θ = -0.30 (Gambar 4.8) dapat dilihat bahwa
40
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.2: Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = -0.70.
Gambar 4.3: Perbedaan χ2 jika hyperon tertentu dinonaktifkan terhadap model dengan resonans yang lebih lengkap. plot tanpa Λ(1800)S01 mengalami perbedaan pada kisaran energi 1.6 GeV hingga 1.65 GeV. Sedangkan plot tanpa resonans hyperon yang lain tetap memiliki kecocokan dengan data eksperimen.
41
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Grafik selanjutnya yakni cos θ = -0.40 (Gambar 4.9) dapat dilihat bahwa plot tanpa Λ(1800)S01 mengalami perbedaan dengan data eksperimen, tetapi plot tanpa Λ(1800)S01 terlihat konsisten dengan mengalami perbedaan pada kisaran energi 1.6 GeV hingga 1.65 GeV. Pada grafik cos θ = -0.50 (Gambar 4.10) sangat menarik, dikarenakan hampir seluruh plot memiliki kesesuaian yang buruk dengan data eksperimen, hanya pada kisaran energi 1.8 GeV hingga 1.9 GeV terdapat kesesuaian dengan data eksperimen serta pada kisaran energi diatas 2 GeV yang memiliki kesesuaian dengan data eksperimen. Grafik cos θ = -0.60 (Gambar 4.11)terlihat hampir mirip kasusnya dengan grafik cos θ = -0.50, semua plot memiliki kesesuaian yang bagus dengan data eksperimen pada kisaran energi 1.8 GeV hingga 1.9 GeV. Selain pada kisaran tersebut, semua plot tidak memiliki kesesuaian dengan data eksperimen khususnya pada energi antara 1.9 GeV hingga 2.05 GeV. Pada grafik cos θ = -0.70 (Gambar 4.2) semakin sedikit plot yang memiliki kesesuaian dengan data eksperimen. Plot terlihat memiliki kesesuaian dengan data pada energi diatas 1.8 GeV hingga 1.9 GeV dan pada energi diatas 2.05 GeV. Cos θ = -0.10 hingga cos θ = -0.70 adalah sudut mundur. Selanjutnya akan di bahas grafik dengan cos θ = 0.10 hingga cos θ = 0.70. Pada grafik cos θ = 0.10 (Gambar 4.12) dapat terlihat plot tanpa Λ(1800)S01 memiliki perbedaan dengan dengan data eksperimen, terutama pada energi 1.6 GeV hingga 1.65 GeV, selain pada kisaran energi tersebut plot tanpa Λ(1800)S01 memiliki kesesuaian yang baik dengan data eksperimen. Sedangkan plot yang lain memiliki kesesuaian yang baik dengan data eksperimen terutaman data eksperimen dari McCracken et al. Pada grafik cos θ = 0.20 (Gambar 4.13) terlihat hampir semua plot memiliki kesesuaian yang bagus dengan data eksperimen. Perbedaan pada plot terjadi hanya pada tanpa Λ(1800)S01 di energi 1.6 GeV hingga 1.65 GeV. Pada grafik cos θ = 0.30 (Gambar 4.14) terlihat hal menarik dikarenakan mulai muncul puncak pada hampir seluruh plot pada energi 1.9 GeV. Kecuali pada plot tanpa Λ(1800)S01 yang puncaknya terlihat agak bergeser pada energi 1.8 GeV. Pada grafik cos θ = 0.40 (Gambar 4.15) terlihat puncak pada energi 1.9 GeV semakin mencolok. Puncak pada energi ini muncul pada plot fit all, plot tanpa Λ(1405)S01 , plot tanpa Λ(1600)P01 , plot tanpa Λ(1670)S01 , plot tanpa Λ(1750)S01 , plot tanpa Λ(1660)P11 , dan plot tanpa Λ(1810)P01 . Meski demikian plot tanpa Λ(1800)S01 terlihat sedikit bergeser puncaknya ke energi 1.85 GeV. Selain pada kisaran energi yang menimbulkan puncak tadi, semua plot memiliki kesesuaian yang baik dengan data eksperimen, kecuali pada energi di atas 2.1 GeV.
42
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Pada grafik cos θ = 0.50 (Gambar 4.16) terlihat kasus yang sama seperti pada θ = 0.40 yakni adanya puncak pada energi 1.9 GeV. Plot yang memiliki puncak tersebut adalah plot fit all, plot tanpa Λ(1405)S01 , plot tanpa Λ(1600)P01 , plot tanpa Λ(1670)S01 , plot tanpa Λ(1800)S01 , plot tanpa Λ(1750)S01 , plot tanpa Λ(1660)P11 dan plot tanpa Λ(1810)P01 . Namun pada grafik kali ini, selain pada energi 1.9 GeV semua plot memiliki kesesuaian yang baik dengan data eksperimen kecuali perbedaan dengan data eksperimen pada energi diatas 2.1 GeV. Pada grafik cos θ = 0.60 (Gambar 4.17), puncak pada energi 1.9 GeV tetap terlihat seluruh plot. Semua plot memiliki kesesuaian dengan data eksperimen pada kisaran energi 1.6 GeV hingga 1.8 GeV dan kisaran energi 2 GeV hingga 2.1 GeV. Pada grafik cos θ = 0.70 (Gambar 4.18) tetap terlihat puncak pada semua plot di energi 1.9 GeV. Pada grafik juga dapat dilihat bahwa semua plot tidak memiliki kesesuaian dengan data eksperimen pada energi diatas 2 GeV. Pada grafik polarisasi hanya polarisasi dari plot tanpa Λ(1800)S01 (garis putusputus biru muda) yang mengalami perbedaan besar pada energi 2.081 GeV dan 2.126 GeV.
Gambar 4.4: Grafik polarisasi Cx dengan variasi energi Untuk melihat seberapa besar kontribusi resonans hyperon pada perhitungan dengan menggunakan parameter set yang baru, maka kami mencari nilai ∆χ2 . Grafik ∆χ2 dapat dilihat pada Gambar 4.3 Dari gambar tersebut dapat dilihat
43
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.5: Grafik polarisasi Cz dengan variasi energi adanya kontribusi dari yang paling besar berturut-turut dari Λ(1800)S01 , Λ(1600)P01 dan Λ(1750)S01 . Hal ini membuat ketiga resonans hyperon tersebut menjadi kandidat potensial untuk dimasukkan kedalam model perhitungan proses γ + p → K + + Λ untuk menekan kekuatan suku Born. Selain dari grafik ∆χ2 , dapat dilihat dari grafik penampang lintang differensial yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pada penjelasan sebelumnya terlihat plot tanpa Λ(1800)S01 memiliki perbedaan dengan plot yang mengaktifkan seluruh resonans hyperon. Dari penjelasan grafik juga dapat dilihat bahwa plot yang mengaktifkan seluruh resonans hyperon memiliki kesesuaian yang baik dengan data eksperimen pada sudut cos θ = -0.10, cos θ = -0.20, cos θ = -0.30, cos θ = -0.40, cos θ = 0.10, cos θ = 0.20. Kesesuaian tersebut mengindikasikan bahwa pada sudut mundur (backward angle) resonans hyperon memiliki kontribusi yang signifikan jika dibandingkan dengan grafik pada sudut maju (forward angle) dimana terdapat puncak pada energi 1.9 GeV. Kami juga mencari peran dari K ∗ dan K1 dengan menonaktifkan salah satunya pada model perhitungan. Grafik yang didapat bisa dilihat salah satunya pada Gambar 4.19. Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa ada perbedaan diantara plot, plot tanpa K ∗ telihat lebih menurun pada energi 1.9 GeV berbeda dengan plot tanpa K1 yang masih berdekatan dengan plot fit all. Meski demikian , kedua
44
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
plot tersebut masih memiliki kesesuaian dengan data eksperimen. Pada Gambar 4.20 masih terlihat puncak pada energi sekitar 1.9 GeV, hanya plot tanpa K ∗ yang masih memiliki kesesuaian dengan data pada energi 1.9 GeV. Pada Gambar 4.21 hal yang sama terjadi yakni adanya puncak pada energi sekitar 1.9 GeV namun plot tanpa K ∗ masih memiliki kesesuaian yang baik dengan data eksperimen. Pada Gambar 4.22 atau pada cos θ = 0.50 terlihat adanya puncak pada energi 1.9 GeV. Dari gambar-gambar tersebut khususnya pada cos θ = 0.20, cos θ = 0.30, cos θ = 0.40 dan cos θ = 0.50 dapat kita lihat peran dari K ∗ (plot tanpa K1 ) yang ternyata menghasilkan plot yang tidak jauh berbeda dengan plot fit all. Sedangkan peran dari K1 (plot tanpa K ∗ ) terlihat signifikan dan memiliki kesesuaian yang baik dengan data eksperimen. Semakin kecil nilai cos θ pada sudut depan maka plot tanpa K ∗ memiliki kesesuaian yang baik dengan data eksperimen, begitu juga sebaliknya semakin besar nilai cos θ pada sudut depan maka plot tanpa K ∗ semakin mengalami perbedaan dengan data eksperimen. Dengan demikian yang mengalami peran signifikan pada sudut depan adalah K1 dibandingkan dengan K ∗ .
Gambar 4.6: Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = -0.10.
45
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.7: Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = -0.20.
Gambar 4.8: Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = -0.30.
46
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.9: Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = -0.40.
Gambar 4.10: Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = -0.50.
47
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.11: Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = -0.60.
Gambar 4.12: Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.10.
48
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.13: Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.20.
Gambar 4.14: Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.30.
49
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.15: Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.40.
Gambar 4.16: Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.50.
50
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.17: Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.60.
Gambar 4.18: Grafik penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.70.
51
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.19: Grafik tanpa K ∗ dan K1 penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.20.
Gambar 4.20: Grafik tanpa K ∗ dan K1 penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.30.
52
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.21: Grafik tanpa K ∗ dan K1 penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.40.
Gambar 4.22: Grafik tanpa K ∗ dan K1 penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.50.
53
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.23: Grafik tanpa K ∗ dan K1 penampang lintang differensial versus energi dengan cosθ = 0.60.
54
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil yang diperoleh berupa χ2 sebesar 2.66 dapat ditarik kesimpulan bahwa resonans hyperon dapat meredam kekuatan dari suku Born. Selain itu resonans hyperon Λ(1800)S01 , Λ(1600)P01 dan Λ(1750)S11 bisa menjadi kandidat potensial untuk dimasukkan kedalam reaksi γ + p → K + + Λ untuk mendapatkan nilai χ2 yang lebih baik lagi. Namun kami juga melihat dari grafik bahwa semua plot memiliki puncak pada energi 1.9 GeV di kisaran sudut maju. Dari grafik kami juga dapat melihat peranan resonans hyperon pada sudut mundur yang memiliki kesesuaian dengan data eksperimen. Kami juga menyimpulkan bahwa K1 memiliki peran signifikan pada sudut maju dibandingkan dengan peran dari K ∗ . Saran selanjutnya adalah meneliti peran dari resonans hyperon Λ(1800)S01 , Λ(1600)P01 dan Λ(1750)S11 secara lebih spesifik untuk mendapatkan nilai χ2 yang lebih baik lagi.
55
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN
[1] Thom, H., (1966). Phenomenological Analysis of K + Λ Photoproduction. Physical Review 151, 1322. [2] Sechi-Zorn, B., Kehoe, B., Twitty, J., (1968). Low-Energy Λ-Proton elastic Scattering. Physical. Review. Vol 175. Num 5. [3] Kuo, T.K., (1962). Low-Energy Photoproduction of Λ0 and K + from Protons. Physical Review. 129, 2264. [4] Halliday, David., Resnick, Robert., Walker, Jearl,. (2005). Fundamentals of Physics (Extended). Asia : John Wiley & Sons, Inc. [5] Schumacher, Reinhard., (2012). Hadron and Strangeness Nuclear Physics with Electron and Photon Beams. Lecture on School of Strangeness Nuclear Physics. Sendai, Japan. [6] Pochodzalla, Josef., (2012). MAMI-C and PANDA for Hadron an Strangeness Nuclear Physics. Lecture on School of Strangeness Nuclear Physics. Sendai, Japan. [7] Janssen, Stijn., et al., (2001). The Role of Hyperon Resonances on p(γ, Λ)K + . Eur. Phys. J. A 11, 105-111. [8] Mart,T., dan Bennhold, C., (2000). Evidence For A Missing Nucleon Resonances in Kaon Photoproduction. Phys. Rev. C. 61. 012201. [9] Tran, et al., (1998). Measurement of p(γ, Λ)K and p (γ, Σ)K at Photon Energies up to 2 GeV. Phys. Lett. B 445, 20. [10] McCracken, ME., et al., (2010). Differential cross section and recoil polarization measurements for the γp −→ K + Λ reaction using CLAS at Jefferson Lab. Phys. Rev. C. 81 (2).025201 [11] Bradford, R., et al., (2006). Differential cross sections for γ + p −→ K + + Y for Λ and Σ0 hyperons. Phys. Rev. C. 73. 035202. [12] Hodgson, P.E., Gadioli, E., Erba, E.G., (2000). Introductory Nuclear Physics. New York : Oxford University Press.
56
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
[13] Capstick, Simon., Roberts, Winston., (1994). Quasi-two-body Decays of Nonstrange Baryons. Phys. Rev. D. Vol 49. Num 9. [14] Klempt, Eberhard., Richard, Jean-Marc., (2009). Baryon Spectroscopy. Arxiv:0901.2055v2. [15] Glander, K.-H., et al., (2004). Measurements of γ + p −→ K + + Λ and γ + p −→ K + + Σ0 at Photon Energies up to 2.6 Gev. Eur. Phys. J. A 19, 251-273. [16] Hicks, K., et al., (2007). Measurement of the γp −→ K + Λ Reaction at Backward Angles. Phys. Rev. C. 76. 042201(R). [17] Sumihama, M., et al., (2005). the γp −→ K + Λ and γp −→ K + Σ0 Reactions at Forward Angles with Photon Energies from 1.5 to 2.4 GeV. Arxiv:hepex/0512053v1. [18] Arfken, G., Weber, H.J., (1995). Mathematical Methods for Physicist. San Diego : Academic Press. [19] Silaban, P., (1981). Teori Grup Dalam Fisika. Bandung : Angkasa. [20] Halzen, F., Martin, A.D., (2001). Quark & Lepton : An Introductory in Modern Particle Physics. Durham : University of Durham and Wisconsin. [21] Han, Bong Soo.,Ki Cheoun, Myung., Kim, K.S., Cheon, Il-Tong., (1999). An Isobaric Model for Kaon Photoproduction. Arxiv:nucl-th/991201v1. [22] De Cruz, Lesley.,(2012). Bayesian Model Selection for Electromagnetic Kaon Production in the Regge-plus-resonance Framework. Dissertation, Ghent University. [23] Feuster, T., Mosel, U., (1998). A Unitary Model for Meson-Nucleon Scattering. Arxiv:nucl-th/9708051v3 [24] Bo, Na Peng., (1999). Fisika Modern. Depok : Jurusan Fisika Universitas Indonesia. [25] Mart, Terry.,(1996). Electromagnetic Production of Kaons Off the Nucleon and 3 He.
Dissertation, der Johannes-Gutenberg-Universitat Mainz.
[26] Mart, Terry., (2011). Role of Nucleon Resonances in Electromagnetic Production of Kaon Near Threshold. Lecture on HNP 2011. Pohang, South Korea. [27] (UNFP)., http://www.ibiblio.org/pub/languages/fortran/unfp.html3. [28] Wikipedia organization., http://www.wikipedia.org/fortran/
57
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
[29] Official Site of Department of Engineering University of Cambridge., http ://www-h.eng.cam.ac.uk/ [30] Wikipedia organization., http://www.wikipedia.org/gnuplot/ [31] Adelsek, R.A., Saghai, B., (1990). Kaon Photoproduction : Data Consistency, Coupling Constants, and Polarization Observable. Phys. Rev. C. 42. [32] Hsiao, S.S., Lu, D.H., Yang, S.N., (2000). Psedovector Versus Pseudoscalar Coupling in Kaon Photoproduction Reexamined. Phys. Rev. C. 61. 068201. [33] Capstick, Simon., Roberts, Winston., (1998). Strange Decays of Nonstrange Baryons. Phys. Rev. D. Vol 58. 074011. [34] Schumacher, Reinhard., Sargsian, M.M., (2011). Scaling and Resonances in Elementary K + Λ Photoproduction. Arxiv:hep-ph/1012.2126v2. [35] Janssen, Stijn., Ryckebusch, Jan., Debruyne, Dimitri., Cauteren, Tim Van., (2001). Kaon Photoproductions : Background Contributions, Form Factors and Missing Resonances. Phys. Rev. C. 65. 015201.
58
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN A Perhitungan pseudoskalar A.1
Propagator Λ pada kanal-u
Gambar A.1: Diagram Feynman untuk kanal-u
A = igKΛN γ5
B=
(p/Λ − k/ + mΛ ) u − m2Λ
C = µΛ iσ µν εµ kν F2Λ Setelah diketahui , maka kita bisa menghitung amplitudonya
MΛ ps = U Λ [C.B.A]Up
µν Λ MΛ ps = U Λ [(µΛ iσ εµ kν F2 )(
MΛ ps = U Λ [
(p/Λ − k/ + mΛ ) )(igKΛN γ5 )]Up u − m2Λ
iegKΛN kΛ F2Λ 1 (k//ε − /εk/)(mΛ + p/Λ − k/)γ5 ]Up u − m2Λ 2mΛ 2
59
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
MΛ ps = U Λ
iegKΛN kΛ F2Λ 1 [mΛ (k//ε − /εk/) + (k//ε − /εk/)p/Λ − (k//ε − /εk/)k/]γ5 Up u − m2Λ 2mΛ 2
MΛ ps = U Λ
iegKΛN kΛ F2Λ 1 [mΛ γ5 (k//ε − /εk/) u − m2Λ 2mΛ 2
+ (2pΛ .εk/ − 2pΛ .kε/ + p/Λ k//ε − 2pΛ .kε/ + 2pΛ .εk/ − p/Λ/εk/)γ5 − (2k.εk/ − 2k 2/ε)γ5 ]Up
MΛ ps = U Λ
+
iegKΛN kΛ F2Λ 1 1 [ mΛ γ5 (k//ε − /εk/) + [4(pΛ .εk/ − pΛ .kε/)]γ5 2 u − m2Λ 2mΛ 2
1 1 mΛ (k//ε − /εk/)γ5 − 2(k.εk/ − k 2/ε)γ5 ]Up 2 2
MΛ ps = U Λ
1 iegKΛN kΛ F2Λ [2mΛ γ5 (k//ε − /εk/) 2 2 u − mΛ 2mΛ
+ 2(pΛ .εk/ − pΛ .kε/)γ5 − (k.εk/ − k 2/ε)γ5 ]Up
MΛ ps = U Λ
iegKΛN kΛ F2Λ 1 [−2mΛ γ5 (ε/k/ − k//ε) 2 2m 2 u − mΛ Λ
+ 2[(p.εk/ − p.kε/) + (k.εk/ − k 2/ε) − (q.εk/ − q.kε/)]γ5 − (k.εk/ − k 2 ε)γ5 ]Up
MΛ ps = U Λ
iegKΛN kΛ F2Λ 1 [−2mΛ γ5 (ε/k/ − k//ε) + 2γ5 (p.kε/ − p.εk/) 2 2 u − mΛ 2mΛ
+ 2(k.εk/ − k 2/ε)γ5 − 2(q.εk/ − q.kε/)γ5 − (k.εk/ − k 2 ε)γ5 ]Up
MΛ ps = U Λ
iegKΛN kΛ F2Λ 1 1 [−2mΛ γ5 (ε/k/ − k//ε) + (mp + mΛ ) γ5 (ε/k/ − k//ε) 2 2 2 u − mΛ 2mΛ
+ γ5 (q.kε/ − q.εk/) + iεµνρσ γ µ q ν ερ k σ + γ5 (k.εk/ − k 2/ε) + (k.εk/ − k 2/ε)γ5 − 2(q.εk/ − q.kε/)γ5 ]Up
60
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
MΛ ps = U Λ
iegKΛN kΛ F2Λ 1 [(mp − mΛ ) γ5 (ε/k/ − k//ε) 2 2 u − mΛ 2mΛ
+ iεµνρσ γ µ q ν ερ k σ − γ5 (q.kε/ − q.εk/)]Up
MΛ ps = U Λ
iegKΛN kΛ F2Λ mp 1 [ − 1] γ5 (ε/k/ − k//ε)) ([ 2 2 mΛ 2 u − mΛ
+ (iεµνρσ γ µ q ν ερ k σ − γ5 (q.kε/ − q.εk/))
MΛ ps = U Λ
kΛ F2Λ ]Up 2mΛ
mp kΛ F2Λ iegKΛN 1 [− γ (ε / k / − k / / ε )(1 − ) 5 mΛ 2 u − m2Λ 2
+ (−γ5 (q.kε/ − q.εk/) + iεµνρσ γ µ q ν ερ k σ )
MΛ ps = U Λ
kΛ F2Λ ]Up 2mΛ
mp kΛ F2Λ iegKΛN ) [−M (1 − 1 mΛ 2 u − m2Λ
+ (−M3 + M5 )
kΛ F2Λ ]Up 2mΛ
Dari persamaan diatas kita mendapat amplitudo A1 , A3 dan A5 dari MΛ ps . A.2
Propagator Σ0 pada kanal-u
Cara yang sama dipakai pada kanal-u dengan partikel propagator Σ0 didapatkan 0
MΣ ps
m 0 − mp iegKΣN 1 [− γ5 (ε/k/ − k//ε)( Σ )K1 F2T 2 mΛ − mΣ0 u − mΣ0 2 + (−γ5 (q.kε/ − q.εk/) kT F2T + iεµνρσ γ µ q ν ερ k σ ) ]Up mΛ + mΣ0 = UΛ
0
MΣ ps
= UΛ
m 0 − mp iegKΣN [−M1 ( Σ )K1 F2T 2 mΛ − mΣ0 u − mΣ0
+ (−M3 + M4
kT F2T ]Up mΛ + mΣ0 0
Dari persamaan diatas kita mendapat amplitudo A1 , A3 dan A4 dari MΣ ps .
61
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
Gambar A.2: Diagram Feynman untuk kanal-t A.3
Propagator K + pada kanal-t
A = igkΛN γ5
B=
1 t − m2k
C = e(2q − k).εF k
+
Mkps = U Λ [A.B.C]Up
+
Mkps = U Λ [(igkΛN γ5 )(
1 )(e(2q − k).εF k )]Up t − m2k
Karena persamaan diatas tidak bersifat gauge invariant, maka harus diberi suku tambahan agar bersifat gauge invariant.
62
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
+
Mkps
= igkΛN U Λ γ5 [
k.ε 1 e(2q − k).ε + e 2 ]F k Up 2 k t − mk
=
igkΛN k.ε U Λ γ5 [e(2q − k).ε + (t − m2k )e 2 ]F k Up 2 k t − mk
=
iegkΛN U Λ γ5 k.ε [(2q − k).ε + (k 2 − 2k.q) 2 ]F k Up 2 2 k t − mk k
=
iegkΛN U Λ γ5 2 [k 2q.ε − k 2 k.ε + k 2 k.ε − 2k.qk.ε]F k Up t − m2k k 2
+
Mkps
=
iegkΛN 2F k U Λ γ5 [k 2 q.ε − k.qk.ε]Up k 2 (t − m2k )
+
Mkps
=
iegkΛN 2F k U Λ M5 Up k 2 (t − m2k ) +
Dari persamaan diatas kita mendapat amplitudo A5 dari Mkps . Propagator K ∗ pada kanal-t
A.4
∗
∗
Mkps
= UΛ
iF k k [iεµνρσ γ µ q ν ερ k σ Gv M (t − m2k∗ )
GT 1 γ5 (− t(ε/k/ − k//ε) + (mp − mΛ )[(k.qε/ − q.εk/) + (k.εk/ − k 2/ε)] mp + mΛ 2 2 k )[p.k(2q − k).ε − p.ε(2q − k).k] + (1 + t − m2k +
−
1 (s − mp2 ) − (u − m2Λ ) [ ](q.εk 2 − q.kk.ε))]Up 2 t − m2k ∗
∗
Mkps
= UΛ
iF k k [M4 Gv M (t − m2k∗ )
GT (−tM1 + (mp − mΛ )[M3 + M6 ] mp + mΛ k2 + (1 + )[M2 ] t − m2k +
−
1 (s − mp2 ) − (u − m2Λ ) [ ]M5 )]Up 2 t − m2k
Dari persamaan diatas kita mendapat amplitudo A1 , A2 , A3 , A4 , A5 dan A6 ∗
dari Mkps .
63
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012
A.5
Propagator K1 pada kanal-t
Cara yang sama dipakai pada kanal-t dengan partikel propagator K1 didapatkan 1 MK ps
mΛ − mp UΛ F K1 [γ5 (k.εk/ − k 2/ε)(GVK1 + GTK1 ) M t − m2K1 + imK1 ΓK1 mΛ + mp mΛ − mp ) + γ5 (q.kε/ − q.εk/)(GVK1 + GTK1 mΛ + mp =
+ γ5 [p.k(2q − k).ε − p.ε(2q − k)k](−
GTK1 k2 (1 + )) mΛ + mp t − m2k
(s − m2p ) − (u − m2Λ ) 1 GTK1 + γ5 (q.εk − q.kk.ε)( ( ))]Up 2 mΛ + mp t − m2k 2
1 MK ps
mΛ − mp F K1 UΛ [M6 (GVK1 + GTK1 ) 2 M t − mK1 + imK1 ΓK1 mΛ + mp mΛ − mp + M3 (GVK1 + GTK1 ) mΛ + mp =
GTK1 k2 + M2 (− (1 − )) mΛ + mp t − m2k + M5 (
(s − m2p ) − (u − m2Λ ) 1 GTK1 ))]Up ( 2 mΛ + mp t − m2k
1 Dari persamaan diatas kita mendapat amplitudo A2 , A3 , A5 dan A6 dari MK ps .
64
Universitas Indonesia
Peran Resonans..., Nurhadiansyah, FMIPA UI, 2012