UNIVERSITAS INDONESIA
MODEL PERTUKARAN HYPERON DAN SIGMA UNTUK HAMBURAN KAON-NUKLEON
TESIS
Agus Jarwanto 0706171655
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FISIKA DEPOK MEI 2011
Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
MODEL PERTUKARAN HYPERON DAN SIGMA UNTUK HAMBURAN KAON-NUKLEON
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
Agus Jarwanto 0706171655
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FISIKA DEPOK MEI 2011
Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Agus Jarwanto
NPM
: 0706171655
Tanda Tangan :
Tanggal
: 11 Juni 2011
ii Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh : Nama : Agus Jarwanto NPM : 0706171655 Program Studi : Magister Ilmu Fisika Judul Tesis : MODEL PERTUKARAN HYPERON DAN SIGMA UNTUK HAMBURAN KAON-NUKLEON
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Magister Fisika, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Dr. Agus Salam
(............................)
Pembimbing II: Dr. Imam Fachruddin
(............................)
Penguji
: Dr. Terry Mart
(............................)
Penguji
: Dr. Anto Sulaksono
(............................)
Penguji
: Dr. Muhammad Hikam
(............................)
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 30 Mei 2011
iii Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Finding God in All Things.
Wasis, Welas-Asih, Wicaksana, Wenang.
iv Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
KATA PENGANTAR Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Baik untuk segala kasih karuniaNya, hikmat dan setiap kekuatan yang diberikan-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis ini. Penyusunan tesis telah menyita perhatian banyak orang di sekitar penulis. Penulis sungguh-sungguh berterima kasih kepada : 1. DR. Agus Salam dan DR. Imam Fahcruddin sebagai dosen pembimbing tesis yang telah banyak mencurahkan energi, pengetahuan, dan waktu bagi penulis hingga tesis ini selesai. 2. Dosen-dosen di departemen Fisika yang telah berbagi pengetahuan fisika dan nilai-nilai hidup mulia kepada penulis antara lain Pak Terry, Pak Anto, Pak Hikam, Pak Aziz, Pak Supriyanto, Pak Handoko, Pak Harjo, Pak Dedi, Pak Budhi, Pak Joko, Pak Sastra, Pak Cuk, dan Pak Yunus 3. Istri dan anak-anakku (Adi dan Tian, Angel† ) yang tercinta, orang tua dan adik-adik, untuk semua kasih, doa, dan dukungan kalian. Kalian adalah keluarga terbaik yang diberikan Tuhan untukku. 4. Teman-teman S2 Fisika Murni dan Terapan (Heni, Dona, Iin, Luhut, Mufti, Ziko, Dina, Bu Liz, Mas Tarto), juga Lomario dan Ryky untuk dukungan, dan diskusi yang luar biasa selama menjalani studi. 5. Pak Parman, Pak Lardi, para pegawai perpustakaan, dan semua staff Departemen Fisika maupun Dekanat MIPA untuk bantuannya kepada penulis terutama dalam mengurus administrasi. 6. Yayasan Budi Siswa, Pimpinan SMA Kanisius dan kolega yang memberi dukungan dan menyemangati penulis untuk terus berkembang. v Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Tiada gading yang tak retak. Penulis telah berusaha maksimal namun apabila dalam penyusunan atau penyajian tesis ini terdapat kekurangan, maka penulis berharap saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Semoga fisika teori dapat lebih berkembang di Indonesia tercinta.
Depok, Mei 2011
Agus Jarwanto
vi Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
:
Agus Jarwanto
NPM
:
0706171655
Program Studi
:
Magister Ilmu Fisika
Fakultas
:
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis Karya
:
Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non - exclusive Royalty - Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: MODEL PERTUKARAN HYPERON DAN SIGMA UNTUK HAMBURAN KAON-NUKLEON beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 11 Juni 2011 Yang menyatakan
(Agus Jarwanto)
vii Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
ABSTRAK Nama Program Studi Judul Tesis
: Agus Jarwanto : Magister Ilmu Fisika : MODEL PERTUKARAN HYPERON DAN SIGMA UNTUK HAMBURAN KAON-NUKLEON
Model potensial dibuat untuk interaksi KN. Potensial ini diturunkan dari diagram Feynman, untuk reaksi pertukaran hyperon dan sigma. Potensial yang dihasilkan akan di-observable dengan spin observable untuk menentukan nilai differential cross section terhadap sudut hambur pada keadaan momentum (energi) tertentu dengan memperhitungkan faktor bentuk sederhana. Kata Kunci: hamburan, diagram Feynman, potensial KN, observable. xi + 50 hlm.: lamp. Daftar Acuan: 22 (1975-2011)
viii Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
ABSTRACT Name : Agus Jarwanto Study Program : Magister Ilmu Fisika Title : HYPERON AND SIGMA EXCHANGE MODEL FOR KAON-NUKLEON SCATTERING A potensial model made for KN interaction. This potensial is derived from Fyenmann diagram for hyperon and sigma exchange reaction. The resulting potential will be observed with the spin observable to determine the value of dfferential cross section to angle scattered at a particular momentum (energy) state by considering a simple form factor Keywords: scattering, Feynman diagram, KN potential, observable.
Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Daftar Isi HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
KATA PENGANTAR
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
vii
ABSTRAK
viii
DAFTAR ISI
x
DAFTAR GAMBAR 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . . . 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian . . 1.4 Metode Penelitian . .
xi . . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
1 1 2 2 3
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
2 HAMBURAN DUA PARTIKEL 2.1 Kinematika Hamburan Dua Partikel . 2.2 Satuan Alami . . . . . . . . . . . . . 2.3 Diagram Feynman . . . . . . . . . . 2.4 Persamaan Dirac dan Matrik Pauli .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
. . . .
4 . 4 . 8 . 8 . 11
3 MODEL INTERAKSI 3.1 Diagram Feynman . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.2 Penurunan Interaksi KN dengan Pertukaran Hyperon 3.3 Penurunan Interaksi untuk Partikel Sigma . . . . . . 3.4 M Total ( Gabungan Hyperon dan Sigma) . . . . . . 3.5 Faktor Bentuk . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
14 14 17 27 29 30
4 OBSERVABLE HAMBURAN KN 33 4.1 Matrik-T dan Observable . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33 4.2 Hasil dan Analisa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34 5 KESIMPULAN
50
DAFTAR ACUAN
51
LAMPIRAN
53
x Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Daftar Gambar 2.1
Kinematika hamburan Kaon-Nukleon
. . . . . . . . . . . . . .
5
3.1 3.2 3.3 3.4
Diagram hamburan nukleon-nukleon . . . . . . . . . . . . . . . Diagram orde terendah untuk hamburan kaon-nukleon . . . . . Diagram Feynman untuk hamburan KN dalam kerangka P.M. . Diagram-diagram Feynman hamburan KN dengan pertukaran Hyperon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Diagram Feynman untuk hamburan KN dengan pertukaran sigma
14 15 16
3.5 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13
Grafik differential cross section (DCS) Sigma-hyperon dengan faktor bentuk dan variasi energi 100 MeV, 400 MeV, 700 MeV, dan 1000 MeV. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Grafik differential cross section (DCS) Lambda-hyperon dengan faktor bentuk dan variasi energi 100 MeV, 400 MeV, 700 MeV, dan 1000 MeV. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Grafik DCS Sigma-meson dengan faktor bentuk dan variasi energi 100 MeV, 400 MeV, 700 MeV, dan 1000 MeV. . . . . . . . Grafik DCS total (Σ + Λ + σ) dengan faktor bentuk variasi energi 100 MeV, 400 MeV, 700 MeV, dan 1000 MeV . . . . . . Grafik DCS total (Σ + Λ + σ) tanpa faktor bentuk dengan variasi energi 100 MeV, 400 MeV, 700 MeV, dan 1000 MeV . . Grafik DCS partikel Σ, Λ, σ dan total (Σ+Λ+σ) dengan faktor bentuk untuk energi 100 MeV . . . . . . . . . . . . . . . . . . Grafik DCS partikel Σ, Λ, σ dan total (Σ+Λ+σ) dengan faktor bentuk untuk energi 400 MeV . . . . . . . . . . . . . . . . . . Grafik DCS partikel Σ, Λ, σ dan total (Σ+Λ+σ) dengan faktor bentuk untuk energi 700 MeV . . . . . . . . . . . . . . . . . . Grafik DCS partikel Σ, Λ, σ dan total (Σ+Λ+σ) dengan faktor bentuk untuk energi 1000 MeV . . . . . . . . . . . . . . . . . Grafik perbandingan total(Σ + Λ + σ) tanpa bentuk dengan faktor bentuk untuk energi 100 MeV . . . . . . . . . . . . . . Grafik perbandingan total(Σ + Λ + σ) tanpa bentuk dengan faktor bentuk untuk energi 400 MeV . . . . . . . . . . . . . . Grafik perbandingan total(Σ + Λ + σ) tanpa bentuk dengan faktor bentuk untuk energi 700 MeV . . . . . . . . . . . . . . Grafik perbandingan total(Σ + Λ + σ) tanpa bentuk dengan faktor bentuk untuk energi 1000 MeV . . . . . . . . . . . . . .
xi Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
17 27
. 35 . 36 . 37 . 38 . 39 . 40 . 41 . 42 . 43 . 44 . 45 . 46 . 47
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Gaya nuklir kuat yang digambarkan sebagai pertukaran meson, pertama kali dicetuskan oleh Hideki Yukawa pada tahun 1935 untuk menjelaskan interaksi antar nukleon. Yukawa mengusulkan bahwa gaya kuat dimediasi oleh partikel yang tidak mematuhi larangan Pauli yang akhirnya dikenal sebagai pion. Teori modern saat ini menjelaskan bahwa gaya kuat bekerja pada partikel paling elementer, yaitu quark. Quark-quark tersebut diikat dengan kuat oleh partikel mediator yang disebut gluon. Hamburan pion nukleon (π N) telah banyak diteliti dan telah dapat dijelaskan lebih memadai ketimbang hamburan Kaon-Nukleon (selanjutnya cukup ditulis KN). Fenomena hamburan KN menarik minat banyak penelitian fisika partikel dikarenakan beberapa hal. Pertama, terdapat efek spin-orbit yang besar yang teramati khususnya pada gelombang parsial (partial wave = PW) dan kemungkinan adanya kondensasi Kaon pada materi nuklir yang padat. Kedua, sifat strangeness yang ada dalam Kaon membuatnya dapat mentransfer derajat kebebasan tambahan pada Nukleus. Ditambah kenyataan bahwa Kaon tidak menaati Azas Larangan Pauli menjadikannya proyektil yang berguna untuk mempelajari struktur nuklir. Tetapi kesuksesan penggunaan partikel Kaon dalam mempelajari struktur nuklir membutuhkan pengetahuan tentang bagaimana sebenarnya interaksi antara Kaon dengan Nukleus. Dan tiap model teoretis interaksi Kaon dengan Nukleus dimulai dari interaksi KN. 1 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Interaksi kaon-nukleon adalah subyek yang penting dalam telaah interaksi kuat. Interaksi ini menjadi dasar bagi banyak proses hadronik terutama interaksi nukleon-hyperon, produksi elektromagnetik kaon, dan kondensasi kaon pada materi nuklir rapat. Interaksi KN dapat dipelajari dengan pendekatan teori pertukaran meson dan baryon, teori pertubasi chiral, model quark, dan pendekatan interaksi separabel. Pertukaran hyperon dan sigma penulis pilih untuk penelitian ini. Semenjak Feynman mempublikasikan diagramnya, generasi fisikawan berikutnya banyak menghabiskan waktu untuk mempelajari proses hamburan dan kemudian menguji perhitungan mereka di laboratorium. Diagram Feynman dan aturannya ternyata selain mampu menyederhanakan perhitungan, juga dapat memprediksi banyak hal dengan sangat akurat ketika eksperimental membuktikannya. Alhasil, dalam perjalanan waktu partikel baru tersebut sungguh ditemukan. Anderson dan Neddermeyer pada tahun 1936 berhasil menemukan µ meson atau meson-µ. Meson-π ditemukan Powel pada tahun 1946. Dan, Meson ω ditemukan oleh Mablick, dkk. pada tahun 1961 [13]. Sehingga diagram Feynman banyak digunakan oleh fisikawan partikel baik teoritik maupun eksperimental.
1.2
Perumusan Masalah
Hamburan KN merupakan fenomena yang ideal untuk mempelajari asal mula gaya nuklir nonresonan. Rumusan masalah penelitian yaitu: Apa yang ditunjukkan oleh bentuk potensial yang dibuat dalam penelitian ini dengan spin observable? Apa pengaruh faktor bentuk pada potensial dalam penelitian ini?
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan menggunakan diagram Feynman untuk menghasilkan model potensial dari interaksi KN dengan pertukaran hyperon dan sigma.
2 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
1.4
Metode Penelitian
Ibarat orang ingin mengetahui isi semangka, cara paling sederhana adalah dengan membenturkan semangka agar pecah dan terhambur sehingga bisa diketahui bagian dalamnya. Teknik yang cukup baik untuk perhitungan hamburan energi rendah adalah teknik gelombang parsial (= partial wave = PW ) yang menggunakan eigenstate momentum angular sebagai basis perhitungan. Hal ini terkait dengan gaya nuklir yang bersifat short range sehingga cukup memadai perhitungan momentum angular total pada energi rendah. Teknik PW lebih mengarah pada kajian yang menggunakan eigenstate momentum angular total sebagai basis perhitungan. Untuk level energy tinggi, teknik PW kurang memadai karena memerlukan momentum angular yang lebih banyak dihitung sehingga perumusan dan perhitungan numerik menjadi semakin berat. Teknik 3D digunakan untuk level energy tinggi dengan ruang momentum pilihan yaitu state vector momentum sebagai basis perhitungan. Teknik ini telah teruji baik digunakan untuk system 2 partikel identik tanpa spin [16] dan system nukleon-nukleon [12]. Dalam [2] pengembangan teknik 3D diterapkan juga untuk hamburan partikel berspin 0 dan ½. Penelitian diawali dengan menurunkan bentuk potensial KN dari diagram Feynman. Kemudian kontribusi hyperon dan sigma akan ditelaah dengan menganalisa besaran hamburan KN yang dihitung menggunakan aproksimasi born pertama. Penyajian penelitian ditulis dengan sistematika sebagai berikut. Dalam Bab 1 disajikan Pendahuluan yang melatar belakangi penelitian. Bab 2 berisi tentang diagram Feynman dan aturan-aturannya yang berguna untuk mengerjakan bentuk potensial. Bab 3 berisi penurunan potensial yang tidak hanya bagi partikel hyperon [5], tetapi lebih dari itu penulis juga mengerjakan untuk partikel sigma(meson skalar). Hasil perhitungan observable dan analisa dituliskan pada bab 4. Bab 5 berisi kesimpulan.
3 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Bab 2 HAMBURAN DUA PARTIKEL 2.1
Kinematika Hamburan Dua Partikel
Dalam kerangka laboratorium, terdapat sistem dua partikel bermassa m1 dan m2 dengan momentum awal partikel satu ~k1 dan partikel dua ~k2 . Partikel m1 sebagai partikel proyektil dan partikel m2 sebagai target dengan momentum 0 awal ~k = 0. Momentum akhir proyektil dan target dinotasikan sebagai k~ 2
1
dan k~2 . Selanjutnya persoalan dalam perhitungan bisa dipermudah apabila 0
digunakan kerangka pusat massa. Untuk memudahkan perhitungan proses hamburan digunakan momentum relatif (~p) yang didefinisikan sebagai p~ ≡
m2 k~1 − m1 k~2 m1 + m2
(2.1)
Dalam kerangka acuan pusat massa, momentum awal dan akhir bagi partikel proyektil (m1 ) yaitu p~1 dan p~10 . Momentum awal dan akhir dari partikel target (m2 ) adalah p~2 dan p~20 . Vektor momentum ini selalu sama dan bersifat kekal dalam proses hamburan yaitu |~p| =|~p 0 |. Transformasi yang menghubungkan momentum dalam kerangka laboratorium maupun kerangka pusat massa diberikan dalam persamaan berikut p~ = p~1 = −~p2 =
µ~ m2 ~ k1 = k1 m m1
(2.2)
dengan m = m1 + m2 dan µ adalah massa tereduksi yang bernilai µ=
m1 m2 m1 + m2 4
Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
(2.3)
Gambar 2.1: Kinematika hamburan Kaon-Nukleon
Energi kinetik total sistem (Ek ) dalam suatu kerangka acuan adalah penjumlahan dari nergi kinetik masing-masing partikel. Energi kinetik bersifat kekal dalam suatu hamburan, sehingga berlaku: 0
0
Ek(Lab) = Ek1 = Ek1 + Ek2 0
Ek(Lab)
0
k2 k2 k2 = 1 = 1 + 2 2m1 2m1 2m2 p 02 p2 = 2µ 2µ
Ek(P.M.) =
(2.4)
(2.5)
(2.6)
Oleh karena hamburan bersifat elastik, besar energi akhir sama dengan energi awal. Perbandingan antara energi dalam kerangka laboratorium dengan energi dalam pusat massa yaitu: EP.M. =
p2 µ ~2 = k 2µ 2m21 1
(2.7)
µ ELab m1
(2.8)
EP.M. =
Skema hamburan ditunjukan pada gambar 2.1 dimana proyektil datang pada arah sumbu-z dengan momentum ~k1 = k1 zˆ dan p~ = pˆz. Hamburan terjadi pada bidang xˆ − zˆ. Vektor momentum akhir dalam kerangka acuan pusat massa yaitu: 5 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
0
0
p~ 0 = px xˆ + pz zˆ = p sin θP.M xˆ + p cos θP.M zˆ
(2.9)
Seperti pada persamaan (2.1), momentum relatif setelah hamburan p~ 0 =
m2~k10 − m1~k20 m1 + m2
(2.10)
Uraian vektor momentum dalam kerangka laboratorium setelah hamburan: ~k 0 = ~k 0 sin θl 1 1x
(2.11)
~k 0 = ~k 0 cos θl 1 1z
(2.12)
~k 0 = ~k 0 cos α 2 2x
(2.13)
0
0
~ ~k 2z = k2 sin α
(2.14) 0
Dengan memperhatikan persamaan (2.9), (2.10) dan |p| = |p | (besar momentum sebelum hamburan sama dengan besar momentum setelah hamburan) serta ~k 0 = −~k 0 = ~k 0 sin θl 1 1x 2x
(2.15)
maka sesuai hukum kekekalan momentum pada arah sumbu-x p sin θP.M
0 0 0 0 m2~k1x − m1~k2x m2~k1 sin θl − m1 (−~k1 sin θl ) = = m1 + m2 m1 + m2
(2.16)
sehingga diperoleh persamaan sin θP.M
~k 0 sin θl = 1 p
(2.17)
sin θl =
p sin θP M ~k 0
(2.18)
atau 1
Dalam arah sumbu-z berlaku juga hukum kekekalan momentum ~k1 = ~k 0 cos θl + ~k 0 cos α 2 1 ~k 0 cos α = ~k1 − ~k 0 cos θl 2 1
(2.19)
masih dalam arah-z, p cos θP.M
0 0 m2~k1z − m1~k2z = m1 + m2 0 0 (m1 + m2 ) ~k1 cos θl − m1~k1 = (m1 + m2 )
6 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
(2.20) (2.21)
masukkan persamaan (2.19) ke dalam persamaan di atas akan diperoleh 0 0 ~ ~ ~ 0 0 cos θ cos θ − m k − k m k ~ ~ l l 1 1 2 1 1 m2 k1 cos θl − m1 k2 cos α = cos θP.M = p (m1 + m2 ) p (m1 + m2 ) 0 0 m2~k1 + m1~k1 cos θl − m1~k1 cos θP.M = (2.22) p (m1 + m2 ) atau cos θl =
p (m1 + m2 ) cos θP M + m1~k1 0 (m1 + m2 ) k1
Oleh karena p=
(2.23)
m2~k1 − m1~k2 m1 + m2
bila ~k2 = 0 maka p=
m2~k1 m1 + m2
(2.24)
Subtitusi persamaan (2.24) ke persamaan (2.23) m2 k~1 cos θP M + m1~k1 0 (m1 + m2 ) ~k
cos θl =
(2.25)
1
Persamaan (2.18) dibagi dengan (2.25) sin θl = cos θl
p sin θP M ~k 0 1 m2 k~1 cos θP M +m1~k1 0 (m1 +m2 )~k1
(2.26) maka tan θl =
p sin θP M (m1 + m2 ) m2 k~1 cos θP M + m1
(2.27)
m2
dan masukkan persamaan (2.24) ke persamaan di atas sehingga tan θl =
m2 k1 sin~ θP M m1 m2 k~1 cos θP M + m 2
tan θl =
sin θP M cos θP M +
m1 m2
7 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
(2.28)
Jadi, hubungan antara sudut hambur dalam kerangka pusat massa θP M dan sudut hambur dalam kerangka laboratorium θl dapat dituliskan dengan persamaan θl = arctan
sin θP M m1 cos θP M + m 2
! (2.29)
atau dengan menggunakan relasi kebalikan [6] diperoleh m1 θP M = θl + arcsin sin θl m2
2.2
(2.30)
Satuan Alami
Untuk menggambarkan kinematika dari sistem digunakan sistem satuan alami (natural system of units) dimana ~ = c = 1 dan tidak berdimensi. Besaranbesaran energi, massa, dan momentum dinyatakan dalam konteks/dimensi energi, yakni dengan satuan MeV. Besaran massa sama dengan waktu, besaran panjang menjadi berdimensi sama dengan energi berdimensi energi
−2
−1
, dan luas menjadi
. Untuk mendapatkan nilai dan mengembalikan dimensi
besaran yang ingin diketahui dari besaran hasil perhitungan digunakan analisis dimensi dan faktor konversi sebagai berikut [8]: ~ = 6.58211899(16) × 10−22 M eV s
(2.31)
~c = 197.3269631(49)M eV f m
(2.32)
(~c)2 = 0.389379304(19)GeV 2 mbarn
(2.33)
sebagai tambahan: massa elektron = 0.510 998 910(13) MeV/c2 massa proton = 1836.152 672 47(80) me = 938.272 013(23) MeV/c2
2.3
Diagram Feynman
Richard Feynman adalah fisikawan yang mengembangkan suatu metode untuk menghitung probabilitas dari reaksi antara partikel, hingga kini masih digunakan. Metode Fyenmann ini menggunakan diagram, yang selanjutnya dikenal sebagai diagram Feynman. Sebagai ilustrasi, sebuah proton dalam perjalanannya di ruang angkasa boleh jadi dia berinteraksi dengan partikelpartikel lain (hamburan), mengeluarkan atau menyerap cahaya, atau bahkan 8 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
berubah (meluruh) menjadi partikel lain. Semua kemungkinan itu digambar dalam diagram Feynman kemudian probabilitas dihitung dengan aturan yang dibuat oleh Feynman. Jadi diagram Feynman adalah alat berguna untuk menyederhanakn penghitungan probabilitas dari reaksi antara partikel elementer dengan lingkungannya. Diagram Feynman merupakan representasi jalur partikel dari suatu proses pada teori medan kuantum. Lintasan partikel diwakili oleh baris diagram (garis) yang dapat berlekuk atau lurus, tanpa panah atau dengan panah, tergantung jenis partikel. Sebuah titik dimana garis terhubung ke jalur lain disebut vertex yang menjadi simpul pertemuan dan interaksi antar partikel. Pada titik ini dapat terjadi pemancaran atau penyerapan partikel baru, pembelokan satu sama lain atau mengubah jenis. Ada tiga tipe garis berbeda: internal lines menghubungkan dua titik(vertex), incoming lines bagian dari ”masa lalu” yang merupakan kondisi awal, outgoing lines mewakili keadaan akhir yang memperpanjang dari simpul(vertex) untuk ”masa depan”. Alur penggambaran waktu dari kiri ke kanan (awal = masa lalu di kiri, akhir = masa depan di kanan). Ada juga yang menggambarkannya dengan alur dari bawah ke atas sesuai dengan cara yang dipilih. 1. Setiap integrasi koordinat xj diwakili oleh simpul(vertex) 2. Sebuah bosonic propagator diwakili oleh gambar garis putus-putus menghubungkan dua vertex 3. Sebuah fermion propagator diwakili oleh gambar garis utuh yang menghubungkan dua vertex Diagram Feynman adalah intuitif representasi grafis dari kontribusi perturbatif ke amplitudo transisi atau fungsi korelasi mekanis statistik atau teori medan kuantum. Aturan penulisan M dari diagram Feynman yang digunakan untuk penelitian ini yaitu 1. Nilai External Lines Boson spinless baik yang diserap ataupun dipancarkan = 1 Fermion spin
1 2
yang diserap = u(p)
9 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Fermion spin
1 2
2. Faktor Vertex Vertex KY N + KY ∗ ( 12 )N − KY ∗ ( 12 )N KσK N σN
yang dipancarkan = u(p)
[11] Kopling gKY N γ 5 gKY ∗ N γ 5 −igKY ∗ N igKσK igN σN
3. External Lines Propagator fermion secara umum ditulis q2
i(q/ + m) − m2 + imΓ
(2.34)
dan propagator boson (spinless) dituliskan berikut ini i q2
−
m2
+ imΓ
(2.35)
dimana q, m, dan Γ masing-masing menyatakan momentum-4, massa, dan lebar energi dari propagator Secara singkat untuk menghitung penampang hamburan (cross section) dilakukan beberapa tahapan penting berikut ini: 1. Menggambar diagram Feynman 2. Menulis iM menggunakan aturan Feynman 3. Mengkuadratkan M dan menggunakan trik Casimir untuk mendapatkan jejak 4. Mengevaluasi jejak 5. Menerapkan kinematika dari frame yang dipilih
10 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
2.4
Persamaan Dirac dan Matrik Pauli
Satuan natural (~ = c = 1) digunakan dalam banyak problem fisika partikel, juga dalam penelitian ini. Berangkat dari transformasi Lorentz untuk besaran vektor 4 dimensi (vektor-4) seperti dijelaskan dalam [6] dan [4]. Contravariant 4-vector (Aµ ) dinyatakan sebagai Aµ = (A0 , A1 , A2 , A3 ) ≡ (A0 , A)
(2.36)
Covariant 4-vector (Aµ ), Aµ = (A0 , A1 , A2 , A3 ) ≡ (A0 , A1 , A2 , A3 ) ≡ (A0 , −A)
(2.37)
Momentum-4 kontravarian didefinisikan berikut ini, pµ ≡ (p0 , p1 , p2 , p3 ) ≡ (Ep , p)
(2.38)
dan untuk momentum-4 kovariannya adalah pµ ≡ (p0 , p1 , p2 , p3 ) ≡ (Ep , −p) = gµν pν , dengan matriks transfromasi gµν sebagai 1 0 0 −1 gµν = 0 0 0 0
(2.39)
0 0 0 0 , −1 0 0 −1
(2.40)
dan perkalian skalar (dot product) dari dua vektor-4 diberikan oleh persamaan: A · B ≡ A0 B0 − A · B = gµν Aµ B ν = Aµ Bµ = Aµ B µ ,
(2.41)
p · q ≡ pµ qµ ≡ Ep Eq − p · q
(2.42)
maka
Representasi matriks Dirac yang dipakai dalam tulisan ini adalah γ µ ≡ (γ 0 , γ) ,
(2.43)
dengan 0
γ =
1 0 0 −1
,
γ=
0 σ σ 0
,
5
γ =
0 1 1 0
11 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
,
(2.44)
dan σ adalah matriks Pauli: 0 1 0 −i 1 2 σ = , σ = , 1 0 i 0
3
σ =
1 0 0 −1
(2.45)
Matriks Pauli memenuhi relasi komutasi dan antikomutasi. Relasi antikomutasi diberikan {σ i , σ j } ≡ σ i σ j + σ j σ i = 2δij ,
(2.46)
dengan δij adalah delta cronecker, dan relasi komutasi dituliskan [σ i , σ j ] ≡ σ i σ j − σ j σ i = 2ijk σ k ,
(2.47)
dimana i jk merupakan bentuk non-kovarian dari tensor antisimetri LeviCivita yang dinyatakan pada persamaan (2.52). Matriks Dirac juga memenuhi relasi komutasi dan antikomutasi berikut, Relasi antikomutasi didefinisikan {γ µ , γ ν } ≡ γ µ γ ν + γ ν γ µ = 2g µν ,
(2.48)
[γ µ , γ ν ] ≡ γ µ γ ν − γ ν γ µ = −2iσ µν ,
(2.49)
dan relasi komutasi
dimana tensor σ µν yaitu k σ 0 ij σ = , 0 σk
0i
σ =i
0 σi σi 0
= iαi
Relasi lain dari transformasi pseudosccalar adalah 1 0 1 5 0 1 2 3 , γ = γ5 ≡ iγ γ γ γ = iµνρσ = 1 0 24
(2.50)
(2.51)
dengan tensor antisimetri Levi-Civita yang bernilai 0, - 1, dan 1 ijk & µνρσ
( +1 untuk permutasi genap −1 untuk permutasi ganjil = 0 jika terdapat dua atau lebih indeks sama
12 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
(2.52)
Perkalian skalar dari vektor-4 dan γ dapat dinyatakan sebagai berikut γ µ pµ = γ 0 p0 − γ · p ≡ p/
(2.53)
p/ disebut Feynman slash. Berikut ini Spinor Dirac dari partikel bebas yang berguna untuk menurunkan potensial dalam bab 3. Untuk E ¿ 0 r E+m u= 2m
1
χs
σ·p E+m
,
(2.54)
dan untuk E ¡ 0 r u= dengan E = Ep =
E+m 2m
σ·p − E+m 1
χs
,
(2.55)
p m2 + p2 dan χs adalah komponen spinor Pauli dengan
bentuk χ1 =
1 0
,
χ2 =
0 1
,
(2.56)
dalam tulisan ini merupakan komponen dari spin state. Normalisasi spinor Dirac diberikan berikut ini u(p, s)u(p, s) = 1 ,
(2.57)
v(p, s)v(p, s) = −1
(2.58)
dan adjoint spinor Dirac dituliskan u(p, s) = u† γ 0 ,
(2.59)
v(p, s) = v † γ 0
(2.60)
13 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Bab 3 MODEL INTERAKSI Penurunan potensial interaksi KN berangkat dari analogi teori pertukaran meson. Potensial interaksi diturunkan dari diagram Feynman dalam ruang momentum dengan menggunakan aturan Feynman untuk beberapa proses hamburan KN. Penurunan bentuk interaksi KN tidak dilakukan dari Lagrangian demi kemudahan(praktis).
3.1
Diagram Feynman
Kisaran tahun 1935, Yukawa mengajukan gagasan mengenai peran meson pada interaksi nuklir kuat. Gagasan ini hendak menjelaskan interaksi antara dua nukleon (NN interaction) Yukawa menggunakan analogi QED untuk membuat formulasi potensial dari interaksi nuklir kuat atas dasar teori pertukaran partikel. Yukawa dalam teorinya mengusulkan adanya partikel baru yang bertanggung jawab dalam interaksi nuklir kuat, partikel ini mempunyai massa intermediate. Untuk menghasilkan interaksi dengan jangkauan yang terbatas diperlukan partikel yang berkarakter massive untuk dipertukarkan. Gambar 3.1 menunjukkan skema pertukaran partikel oleh nukleon-nukleon. Partikel-partikel baru yang berpeluang untuk dipertukarkan, diusulkan dalam
Gambar 3.1: Diagram hamburan nukleon-nukleon
teori ini, digolongkan sebagai meson. Ide Yukawa ini kita kenal sebagai teori 14 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
pertukaran meson (meson exchange theory) atau ’teori meson’. Meson adalah partikel-partikel boson yang dapat berinteraksi melalui gaya nuklir kuat. Selain partikel meson-µ, π, dan ω, diusulkan meson-meson baru diantaranya partikel δ, ρ, η, dan σ. Hampir semua partikel ini berhasil ditemukan melalui eksperimen. Menurut fisikawan dalam proses menghasilkan interaksi nuklir kuat, partikel jenis baryon juga mungkin untuk dipertukarkan. Baryon adalah fermion yang dapat berinteraksi melalui gaya nuklir kuat, dan nukleon termasuk di dalamnya. Model yang akan diterapkan untuk menurunkan interaksi KN adalah model pertukaran hyperon (termasuk dalam kategori Barion). Hyperon (Y) merupakan baryon yang memiliki bilangan keanehan (strangeness = S) < 0. Strangeness mencirikan adanya quark s (strange) sebagai penyusun partikel tersebut. Lambda (Λ) dan sigma (Σ) merupakan hyperon yang digunakan dalam penelitian ini. Hyperon dipakai sebagai propagator karena dapat menghasilkan reaksi yang tetap menjaga kekekalan bilangan baryon (B) dan strangeness (S). Selain itu penulis juga menurunkan interaksi KN melalui pertukaran σ. Reaksi KN dituliskan sebagai: K + N −→ K + N atau secara diagram ditunjukkan oleh gambar berikut ini.
Gambar 3.2: Diagram orde terendah untuk hamburan kaon-nukleon
Dalam semua reaksi yang melibatkan interaksi nuklir kuat, berlaku konservasi ( hukum kekekalan) bilangan Baryon (B) dan strangeness (S). Semua 15 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
baryon memiliki B = 1,1 tetapi hanya hyperon yang memiliki strangeness sedangkan nukleon tidak (S = 0). Kaon bukanlah Baryon melainkan meson. Kaon adalah partikel yang memiliki strangeness namun nilai B Kaon sama dengan nol. Dalam interaksi ini hyperon dipakai sebagai mediator dalam perhitungan potensial karena kehadiran hyperon di keadaan intermediate tidak mengganggu kekekalan bilangan B dan S. Properti dari kaon, nukleon dan hyperon serta sigma [14] dapat dilihat pada lampiran. Gambar 3.2 dan 3.3
Gambar 3.3: Diagram Feynman untuk hamburan KN dalam kerangka P.M.
melukiskan adanya proses anhilasi dan kreasi. Pada vertex satu (Γ1 ), nukleon yang datang dengan momentum-4 pN akan teranhilasi, kemudian terkreasi partikel kaon dengan momentum-4 pK 0 dan hyperon dengan momentum-4 q. Selanjutnya pada vertex dua (Γ2 ), hyperon teranhilasi bersama dengan kaon yang datang dengan momentum-4 pK dan juga akan terkreasi nukleon dengan momentum-4 pN 0 . Dalam eksperimen partikel yang teramati sebagai hasil dari hamburan hanyalah partikel kaon dengan momentum-4 pK 0 dan nukleon dengan momentum-4 pN 0 . Antara pN , pK , pN 0, pK 0 dan q berlaku relasi-relasi berikut : q = pN0 − pK = pN − pK0
(3.1)
p~N = − p~K
(3.2)
p~N0 = − p~K0
(3.3)
dengan p~N , p~K , p~N0 , dan p~K0 adalah momentum-3 awal dan akhir untuk nukleon dan kaon. 1
Anti-partikel Baryon memiliki bilangan B = −1
16 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Hyperon sebagai partikel virtuil muncul pada keadaan intermediate (keadaan yang tidak teramati). Jika mY adalah massa hyperon maka dalam hal ini tidak berlaku relasi q 2 = m2Y . Interaksi yang dihasilkan dalam model ini dikenal sebagai pseudo-potensial karena Fenomena yang terjadi lebih mirip eksitasi atom ketika menyerap foton dibandingkan fenomena tumbukan dua buah partikel. Walaupun demikian tetap kita sebut sebagai potensial. Potensial inilah yang akan penulis turunkan. Penjabaran diagram hamburan KN dengan pertukaran hyperon 3.3 dan sigma secara lebih detail untuk orde terendah dapat dilihat pada gambar 3.4.
Gambar 3.4: Diagram-diagram Feynman hamburan KN dengan pertukaran Hyperon
3.2
Penurunan Interaksi KN dengan Pertukaran Hyperon
Penurunan persamaan interaksi dari diagram Feynman ditunjukkan secara praktis dalam acuan[10]. Proses hamburan KN dalam kanal u digambarkan pada gambar 3.3. Informasi tentang interaksi dapat dilihat pada matrik transisi hamburan M. M2 merupakan probabilitas untuk mendapatkan suatu keadaan akhir tertentu setelah berlalunya proses interaksi. Probabilitas interaksi ini berbanding lurus dengan tampang lintang. Secara eksperimen 17 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
tampang lintasng dapat langsung diukur. Berikut ini persamaan diawali dengan simbol M yang melambangkan amplitudo hamburan. Dimana notasi mN menunjukkan massa nukleon, mK = massa Kaon, dan mY = massa hyperon, serta q = momentum transfer antara partikel datang dengan target. Vektor-3 dari momentum ditulis dengan menyertakan anak panah di atasnya. 0
MY = u(pN )gKY N γ 5
q/ + mY g γ 5 u(pN ) 2 KY N 2 q − mY
(3.4)
Spinor Dirac untuk nukleon ditulis sebagai u. γ 5 didefinisikan sebagai persamaan (3.5) dengan γ µ adalah matrik Dirac (lampiran-A). Bentuk propagator dan vertex yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti model dalam [11] γ 5 ≡ iγ 0 γ 1 γ 2 γ 3
(3.5)
Masukkan definisi q dari persamaan (3.1) ke persamaan (3.4) diperoleh amplitudo hamburan MY dengan propagator yang simetri terhadap kaon dan nukleon pada keadaan awal dan akhir. Dengan q berikut 0
0
q = pN − pK = pN − pK 0 0 q 2 = pN − pK pN − pK 2 0 2 0 q 2 = pN − pK = pN − pK maka persamaan MY menjadi " 0 # 0 1 2 p / − p / + m p / − p / + m K Y N Y N K MY = gKY N uγ 5 + γ 5u 2 2 0 0 2 2 2 pN − pK − mY pN − pK − m Y
(3.6) (3.7) (3.8)
(3.9)
Selanjutnya identitas-identitas berikut berguna untuk menyederhanakan persamaan (3.9):
γ 5γ 5 = 1
(3.10)
γ 5 γ µ = −γ µ γ 5
(3.11)
p/N u = mN u
(3.12)
u¯p/N = mN u¯
(3.13) (3.14)
18 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Diperoleh persamaan MY
+
"
0
uγ 5 p/N γ 5 u − uγ 5 p/K γ 5 u + uγ 5 mY γ 5 u 2 0 pN − pK − m2Y !# 0 uγ 5 p/N γ 5 u − uγ 5 p/K γ 5 u + uγ 5 mY γ 5 u 2 0 pN − pK − m2Y
1 2 = g 2 KY N
!
(3.15)
dan dengan identias-identias di atas didapatkan relasi baru berikut ini uγ 5 p/N γ 5 u = −uγ 5 γ 5 p/N u = −mN u¯u 0
0
uγ 5 p/N γ 5 u = −up/N γ 5 γ 5 u = −mN u¯u −uγ 5 p/K γ 5 u = up/K γ 5 γ 5 u = u¯p/K u 0
0
0
−uγ 5 p/K γ 5 u = uγ 5 γ 5 p/K u = u¯p/K u uγ 5 mY γ 5 u = mY uγ 5 γ 5 u = mY u¯u
(3.16) (3.17) (3.18) (3.19) (3.20)
Gunakan relasi-relasi di atas pada persamaan (3.15) sehingga " ! 0 1 2 −mN uu − uγ 5 p/K γ 5 u + mY uu MY = g 2 0 2 KY N pN − pK − m2Y !# −mN uu − uγ 5 p/K γ 5 u + mY uu (3.21) + 2 0 pN − pK − m2Y " 1 1 2 gKY N (mY − mN ) u¯u MY = 2 0 2 pN − pK − m2Y # 0 1 u¯p/K u u¯p/K u + + + 0 2 2 2 0 0 pN − pK − m2Y pN − pK − m2Y pN − pK − m2Y (3.22) Dengan Spinor Dirac u r u= r u† =
W 2mN
1
γ =
(3.23)
~ σ ·~ pN W
W0 1 2mN
0
0
1 0 0 −1
0 ~ σ .~ pN W0
(3.24)
0
dan W = EN + mN serta W = EN + mN diperoleh u¯u;
19 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
(3.25)
u¯u = u† γ 0 u s r 1 0 0 W0 W ~ σ ·~ p = 1 W N0 0 −1 2mN 2mN s r 1 0 W0 W ~ σ ·~ pN = 1 W0 .~ pN − ~σW 2mN 2mN # √ 0 " 0 ~σ · p~N (~σ · p~N ) W W = 1− 2mN W 0W
1 ~ σ ·~ pN W
(3.26)
Selain itu u¯γµ u = u† γ 0 γµ u
(3.27)
untuk µ = 0 maka u† γ 0 γµ u = u† u s r 1 0 W0 W ~ σ ·~ pN = 1 W0 ~ σ ·~ pN 2mN 2mN W √ 0 (~σ · p~N0 ) (~σ · p~N ) W W = 1+ 2mN W 0W sedangkan untuk µ = i
(3.28)
(i = 1, 2, 3) diperoleh
u† γ 0 γ i u = u† αi u s r 0 σ 0 W0 W ~ σ ·~ pN i = 1 W0 σ 0 2mN 2mN i √ 0 σi (~σ·~pN ) W W ~ σ ·~ p0 W = 1 W N0 σi 2mN √ 0 W W ~σi (~σ · p~N ) (~σ · p~N0 ) ~σi = + 2mN W W0
1
~ σ ·~ pN W
(3.29)
Jika persamaan persamaan tersebut kita gabungkan akan diperoleh matrik M: " ! 1 2 1 1 MY = g + × 2 2 0 0 2 KY N pN − pK − m2Y pN − pK − m2Y ! √ 0 0 ~σ · p~N (~σ · p~N ) W W (mY − mN ) 1− 2mN W 0W # 0 u¯p/K u u¯p/K u + 0 + (3.30) 2 2 0 pN − pK − m2Y pN − pK − m2Y Gunakan momentum-4 sama dengan p2 = E 2 − p~
2
maka
20 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
MY
1 2 g = 2 KY N +
"(
1 0
EN − EK 1
2
0
− p~N − p~! K
2
− m2Y
2
2 0 − p~N − p~K − m2Y !) √ 0 0 ~σ · p~N (~σ · p~N ) W W × (mY − mN ) 1− 2mN W 0W ) ( u¯p/K u + 2 2 0 0 EN − EK − p~N − p~K − m2Y ( )# 0 u¯p/K u + 2 2 0 0 EN − EK − p~N − p~K − m2Y 0
EN − EK
(3.31)
Bagian persamaan dalam kurung kurawal {...} disederhanakan dengan simbol sk1, sk2, dan sk3 sehingga 1 2 MY = gKY N {sk1 + sk2 + sk3} 2
(3.32)
Pengolahan setiap suku (sk1, sk2, sk3) menggunakan relasi berikut p~N = −~pK = p~
(3.33)
p~N0 = −~pK0 = p~ 0
(3.34)
2
(~pN0 − p~K )
= (~p 0 + p~)
2
2
(3.35)
2
(3.36)
(~pN − p~K0 ) = (~p + p~ 0 ) ~ ~σ · B ~ ~·B ~ + i~σ A ~×B ~ ~σ · A = A
(3.37)
(~σ · p~N0 ) (~σ · p~N ) = p~N0 · p~N + i~σ (~pN0 × p~N ) = p~ 0 · p~ + i~σ (~p 0 × p~) (3.38) dan bila b1 = b2 =
1 − EK ) − (~pN0 − p~K )2 − m2Y 1 2 0 EN − EK − (~pN − p~K0 )2 − m2Y
(EN0
2
maka diperoleh suku pertama
21 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
(3.39) (3.40)
sk1 =
0 (EN
1 − EK ) − (~pN0 − p~K )2 − m2Y 2
! 1 + × 0 2 ) − (~pN − p~K0 )2 − m2Y (EN − EK √ W 0W (~σ · p~N0 ) (~σ · p~N ) (mY − mN ) 1− 2mN W 0W √ 0 W W p~ 0 · p~ sk1 = (b1 + b2 ) (mY − mN ) 1− 0 2mN W W √ 0 W W i~σ · (~p 0 × p~) − (b1 + b2 ) (mY − mN ) 2mN W 0W = sk1R + sk1K
(3.41)
(3.42)
(3.43) suku kedua u¯p/K u
sk2 =
= b1 u¯p/K u 2 0 0 EN − EK p~N − p~K − m2Y = b1 u¯pµK γµ u = b1 u¯pµK γ0 u − b1 u¯pµK γi u 2
= b1 u† γ 0 γ 0 up0K − b1 u† γ 0 γ i upiK = b1 u† γ 0 γ 0 uEK − b1 u† γ 0 γ i upiK {z } | | {z } sk2A
(3.44)
sk2B
dimana p0K = EK dan γ µ pµ = γ 0 p0 − γ · p ≡ p/
Kemudian diselesaikan sk2A dan sk2B berikut ini. √ 0 (~σ · p~N0 ) (~σ · p~N ) W W † 0 0 1+ EK b1 u γ γ uEK = b1 2mN W 0W √ 0 p~N0 · p~N W W sk2A = b1 1+ EK 2mN W 0W √ 0 W W i~σ · (~pN0 × p~N ) +b1 EK 2mN W 0W √ 0 p~ 0 · p~ W W EK = b1 1+ 0 2mN W W √ 0 W W i~σ · (~p 0 × p~) +b1 EK 2mN W 0W = sk2AR + sk2AK 22 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
(3.45)
(3.46) (3.47)
√
~σi (~σ · p~N ) (~σ · p~N0 ) ~σi i pK + −b1 u γ γ = −b1 u αi u = −b1 W W0 √ 0 W W (~σ · p~K ) (~σ · p~N ) sk2B = −b1 2mN W √ 0 W W (~σ · p~N0 ) (~σ · p~K ) −b1 2mN W0 = sk2B1 + sk2B2 (3.48) † 0 i
W 0W 2mN
†
upiK
selanjutnya komponen dari sk2B diolah menjadi √ 0 W W (~σi · p~K ) (~σ · p~N ) sk2B1 = −b1 2mN W √ 0 √ 0 W W p~K · p~N W W i~σ · (~pK × p~N ) − b1 = −b1 2mN W 2mN W √ 0 √ 0 W W −~p · p~ W W i~σ · (−~p × p~) = −b1 − b1 2mN W 2mN W √ 0 " 2# W W (~p) = +b1 −0 (3.49) 2mN W = sk2B1R + sk2B1K
(3.50)
√
sk2B2 = = = = =
W 0 W (~σi · p~N0 ) (~σ · p~K ) −b1 2mN W0 √ 0 √ 0 W W p~N0 · p~K W W i~σ · (~pN0 × p~K ) − b1 −b1 2mN W0 2mN W0 √ 0 √ 0 W W p~ 0 · −~p W W i~σ · (~p 0 × −~p) − b1 −b1 2mN W0 2mN W0 √ 0 √ 0 W W p~ 0 · p~ W W i~σ · (~p 0 × p~) + b1 (3.51) b1 2mN W0 2mN W0 sk2B2R + sk2B2K (3.52)
Persamaan sk2A digabungkan dengan sk2B menjadi: sk2 = (sk2AR + sk2B1R + sk2B2R) + (sk2AK + sk2B1K + sk2B2K) # √ 0 " W W (~p)2 (~p 0 · p~) p~ 0 · p~ EK + + = b1 1+ 0 + 2mN W W W W0 √ 0 W W i~σ · (~p 0 × p~) i~σ · (~p 0 × p~) (3.53) b1 EK + 0 + 2mN W 0W W0 = sk2R + sk2K 23 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Kita selesaikan suku ketiga, 0
u¯p/K u
sk3 =
0
EN − EK
2
0µ
0
0
p~N − p~K
2
0
= b2 u¯pK γµ u = b2 u¯pKµ γ0 u − 0
= b2 u¯p/K u
− m2Y 0 b2 u¯pKµ γi u 0
= b2 u† γ 0 γ 0 upK0 − b2 u† γ 0 γ i upKi 0
0
= b2 u† γ 0 γ 0 uEK − b2 u† γ 0 γ i upKi | {z } | {z } sk3A
00
0
† 0 0
0
(3.54)
sk3B
dan pK = EK , selanjutnya diselesaikan sk3A dan sk3B √
b1 u γ γ uEK = sk3A =
= =
(~σ · p~N0 ) (~σ · p~N ) W 0W 0 1+ EK b2 0 2mN W W √ 0 p~N0 · p~N W W 0 b2 1+ EK 0 2mN W W √ 0 W W i~σ · (~pN0 × p~N ) 0 EK +b2 0 2mN W W √ 0 √ 0 0 p~ · p~ W W W W i~σ · (~p 0 × p~) 0 0 b2 1+ 0 EK + b2 EK 0 2mN W W 2mN W W sk3AR + sk3AK (3.55) √
~σi (~σ · p~N ) (~σ · p~N0 ) ~σi 0 i pK −b2 u γ γ upK = −b2 u αi upK = −b2 + W W0 √ 0 W W (~σi · p~K0 ) (~σ · p~N ) sk3B = −b2 2mN W √ 0 W W (~σ · p~N0 ) (~σi · p~K0 ) −b2 2mN W0 = sk3B1 + sk3B2 (3.56) † 0 i
0i
†
W 0W 2mN
0i
√
sk3B1 = = = = =
W 0 W (~σi · p~K0 ) (~σ · p~N ) −b2 2mN W √ 0 √ 0 W W p~K0 · p~N W W i~σ · (~pK0 × p~N ) −b2 − b2 2mN W 2mN W √ 0 √ 0 W W −~p 0 · p~ W W i~σ · (−~p 0 × p~) − b2 −b2 2mN W 2mN W √ 0 √ 0 W W p~ 0 · p~ W W i~σ · (~p 0 × p~) b2 + b2 (3.57) 2mN W 2mN W sk3B1R + sk3B1K (3.58) 24
Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
sk3B2 = = = =
√ 0 W W (~σi · p~N0 ) (~σ · p~K0 ) −b2 2mN W0 √ 0 √ 0 W W p~N0 · p~K0 W W i~σ · (~pN0 × p~K0 ) − b2 −b2 2mN W0 2mN W0 √ √ 0 W W p~ 0 · −~p 0 W 0 W i~σ · (~p 0 × −~p 0 ) − b2 −b2 2mN W0 2mN W0 # " √ 0 W W (~p 0 )2 b2 +0 (3.59) 2mN W0
= sk3B2R + sk3B2K
(3.60)
Gabungan persamaan sk3A dan sk3B yaitu: sk3 = (sk3AR + sk3B1R + sk3B2R) + (sk3AK + sk3B1K + sk3B2K) # √ 0 " W W p~ 0 · p~ p~ 0 · p~ (~p 0 )2 0 = b2 1+ 0 EK + + + 2mN W W W W0 √ 0 i~σ · (~p 0 × p~) W W i~σ · (~p 0 × p~) 0 EK + +0 (3.61) b2 2mN W 0W W = sk3R + sk3K Menentukan hasil akhir Mhyperon = MY dapat dilakukan dengan menggabungkan persamaan (3.42), (3.53), dan (3.61) sebagai berikut MY
MY
=
2 gKY N (sk1R + sk2R + sk3R) + (sk1K + sk2K + sk3K) 2 (3.62)
−
2 gKY N 2
+
2 gKY N 2
2 gKY N + 2
√
W 0W p~ 0 · p~ 1− 0 2mN W W # (~p)2 (~p 0 · p~) p~ 0 · p~ EK + + W 0W W W0 # p~ 0 · p~ (~p 0 )2 p~ 0 · p~ 0 EK + + W 0W W W0 √ 0 W W i~σ · (~p 0 × p~) (b1 + b2 ) (mY − mN ) 2mN W 0W √ 0 W W i~σ · (~p 0 × p~) i~σ · (~p 0 × p~) (b1 ) EK + 0 + 2mN W 0W W0 √ 0 W W i~σ · (~p 0 × p~) 0 i~σ · (~p 0 × p~) (b2 ) EK + +0 2mN W 0W W (3.63)
g2 = KY N (b1 + b2 ) (mY − mN ) 2 √ 0 " 2 W W gKY N (b1 ) 1+ + 2 2mN √ 0 " 2 gKY W W N + (b2 ) 1+ 2 2mN
25 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
keluarkan p~ 0 · p~ dan i~σ · (~p 0 × p~) persamaan di atas menjadi
MY
MY
" √ 2 0W W gKY N (b1 + b2 ) (mY − mN ) = 2 2mN # 0 2 (~p)2 (~ p ) 0 + b2 EK + +b1 EK + W W0 " √ (b1 + b2 ) (mY − mN ) g2 W 0W − + KY N 2 2mN W 0W # b1 EK b1 b2 0 b2 EK0 + 0 + 0+ 0 + p~ · p~ WW W WW W " √ 2 0W W (b1 + b2 ) (mY − mN ) gKY N − + 2 2mN W 0W # ! b1 EK b1 b2 EK0 b2 + 0 + 0+ 0 + i~σ · (~p 0 × p~) , WW W WW W
√ 0 " 2 gKY W W N (b1 + b2 ) (mY − mN ) = 2 2mN # (~p)2 (~p 0 )2 0 + b2 EK + +b1 EK + W W0 " √ 2 W 0W 1 gKY N + − (b1 + b2 ) (mY − mN ) 2 2mN W 0 W # +b1 (EK + W ) + b2 (EK0 + W 0 )
(3.64)
!
(~p 0 · p~) + i~σ · (~p 0 × p~) (3.65)
MY
√ 0 " 2 gKY W W N = (b1 + b2 ) (mY − mN ) 2 2mN # 0 2 (~ p ) (~p)2 0 + b2 EK + +b1 EK + W W0 " √ 2 0W W 1 gKY N − (b1 + b2 ) (mY − mN ) + 2 2mN W 0 W # ! +b1 (EK + W ) + b2 (EK0 + W 0 )
(~σ · p~ 0 ) (~σ · p~)
26 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
(3.66)
oleh sebab ~s = 21 ~σ maka persamaan (3.66) menjadi √ 0 " 2 W W gKY N (b1 + b2 ) (mY − mN ) MY = 2 2mN # 0 2 (~p)2 (~ p ) 0 +b1 EK + + b2 E K + W W0 " √ 2 0 W 4p0 p W gKY N + − (b1 + b2 ) (mY − mN ) 2 2mN W 0 W # ! +b1 (EK + W ) + b2 (EK0 + W 0 )
3.3
(~s · pˆ 0 ) (~s · pˆ)
(3.67)
Penurunan Interaksi untuk Partikel Sigma
Telah dijabarkan dari diagram Feynman untuk pertukaran partikel hyperon. Berikut ini disajikan penurunan interaksi KN dengan pertukaran partikel sigma dari gambar 3.5.
Gambar 3.5: Diagram Feynman untuk hamburan KN dengan pertukaran sigma
0
q = pN − pN 0
q = pN − pN 0
q = pK − pK 0
q = pK − pK
27 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
(3.68) (3.69) (3.70) (3.71)
5 5
Mσ = u¯ (pN ) mK gKKσ γ γ mK gKKσ gN N σ = u¯ 2 = Mσ
1 2 q − m2σ
gN N σ 1.1.1u (pN )
1 0
pN − pN
2
− m2σ
1
mK gKKσ gN N σ 2
0
pN − pN
2
− m2σ
+
+
!
1 0
pK − pK
2
1 0
pK − pK
2
u
− m2σ !
u¯u
− m2σ
1 1 mK gKKσ gN N σ + = 2 2 0 0 2 pN − pN − m2σ pK − pK − m2σ √ 0 W W (~σ · p~N0 ) (~σ · p~N ) 1− 2mN W 0W
!
(3.72)
dengan b3 dan b4 sama dengan 1 0
pN − p N 1 0
pK − pK
2
− m2σ
2
− m2σ
= =
1 0
EN − EN 0
EK − EK
2
− (~pN0 − p~N )2 − m2σ 1
2
− (~pK − p~K0 )2 − m2σ
= b3
(3.73)
= b4
(3.74)
maka Mσ =
mK gKKσ gN N σ 2
1 2
− (~pN0 − p~N )2 − m2σ !√ p~N0 · p~N W 0W 1 1− + 2 0 2mN W 0W EN − EN − (~pK − p~K0 )2 − m2σ −
mK gKKσ gN N σ 2
0
EN − EN
1 2
− (~pN0 − p~N )2 − m2σ !√ W 0 W i~σ · (~pN0 × p~N ) 1 + 2 0 2mN W 0W EN − EN − (~pK − p~K0 )2 − m2σ √ 0 p~ 0 · p~ mK gKKσ gN N σ W W 1− 0 = (b3 + b4 ) 2 2mN W W √ 0 W W i~σ · (~p 0 × p~) mK gKKσ gN N σ (3.75) (b3 + b4 ) − 2 2mN W 0W 0
EN − EN
28 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Jadi, √ 0 mK gKKσ gN N σ W W (b3 + b4 ) = 2 2mN √ 0 mK gKKσ gN N σ W W p~ 0 · p~ i~σ · (~p 0 × p~) − (b3 + b4 ) + 2 2mN W 0W W 0W √ 0 W W mK gKKσ gN N σ (b3 + b4 ) = 2 2mN !" √ 0 # mK gKKσ gN N σ W W + − (b3 + b4 ) ~σ · p~ 0 ~σ · p~ 2 2mN (W 0 W )
Mσ
(3.76) Oleh karena ~s = 12 ~σ maka diperoleh √ 0 mK gKKσ gN N σ W W Mσ = (b3 + b4 ) 2 2mN !" √ 0 # W W 4 p0 p mK gKKσ gN N σ 0 (b3 + b4 ) ~s · pˆ ~s · pˆ + − 2 2mN W 0 W (3.77)
M Total ( Gabungan Hyperon dan Sigma)
3.4
Telah diperoleh M hyperon (3.67) maupun sigma (3.77) selanjutnya digabung menjadi MT otal
" √ 0 ( 2 W W gKY N = (b1 + b2 ) (mY − mN ) + 2mN 2 # 0 2 (~ p ) (~p)2 0 + b2 E K + b1 EK + + W W0 ) i hm g K KKσ gN N σ (b3 + b4 ) 2 ( " √ 2 W 0 W 4p0 p gKY N + − (b1 + b2 ) (mY − mN ) + 2mN W 0 W 2 # b1 (EK + W ) + b2 (EK0 + W 0 ) + !)" # mK gKKσ gN N σ (3.78) − (b3 + b4 ) ~s · pˆ 0 ~s · pˆ 2
Bila " 2 g V1 (~p 0 , p~) = KY N (b1 + b2 ) (mY − mN ) + 2 29 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
# 0 2 (~ p ) (~p)2 0 + b2 E K + b1 E K + + W W0 i mK gKKσ gN N σ h (b3 + b4 ) 2
(3.79)
dan " 0 2 4p p gKY N V2 (~p 0 , p~) = − (b1 + b2 ) (mY − mN ) + W 0W 2 b1 (EK + W ) + b2 (EK0 + W 0 ) + # m g K KKσ gN N σ − (b3 + b4 ) , 2 maka MT otal dapat disederhanakan menjadi # √ 0 " W W MT otal = V1 (~p 0 , p~) + V2 (~p 0 , p~) ~s · pˆ 0 ~s · pˆ 2mN
(3.80)
(3.81)
dengan b1 = b2 = b3 = b4 =
3.5
1 − EK ) − (~p 0 − p~)2 − m2Y 1 2 0 EN − EK − (~p − p~ 0 )2 − m2Y 1 2 0 EN − EN − (~p 0 − p~)2 − m2σ 1 2 0 EK − EK − (~p − p~ 0 )2 − m2σ 2
(EN0
(3.82) (3.83) (3.84) (3.85)
Faktor Bentuk
Sebagai koreksi dari potensial yang telah dibuat maka perlu dimasukkan faktor bentuk hadronik (Hadronic Form Factor ) Z F (q) = ρ(x)eiq·x d3 x ,
(3.86)
Penelitian ini menggunakan faktor bentuk yang sederhana (monopole form factor ). Fh (Λv , t) =
Λ2 − m2K Λ2 − q 2
,
(3.87)
Parameter Λ merupakan parameter cut off dan merupakan parameter bebas. Sedangkan q adalah momentum transfer. Faktor bentuk ini menyertai kon30 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
stanta kopling. Maka, persamaan Mhyperon (3.67) menjadi MY F √ 0 " 2 2 F gKY W W N KY N (b1 + b2 ) (mY − mN ) MY F = 2 2mN # 0 2 (~ p ) (~p)2 0 + b2 EK + +b1 EK + W W0 " √ 2 2 0 W 4p0 p F W gKY N KY N − (b1 + b2 ) (mY − mN ) + 2 2mN W 0 W # ! +b1 (EK + W ) + b2 (EK0 + W 0 )
(~s · pˆ 0 ) (~s · pˆ)
(3.88)
dan persamaan Msigma (3.77) menjadi Mσ F Mσ F
√ 0 W W mK gKKσ gN N σ FKKσ FN N σ (b3 + b4 ) = 2 2mN √ ! W 0 W 4 p0 p mK gKKσ gN N σ FKKσ FN N σ (b3 + b4 ) × + − 2 2mN W 0 W 0 (~s · pˆ )(~s · pˆ) (3.89)
serta persamaan bagi total 3.78 menjadi MT otal F berikut ini " √ 0 ( 2 2 F W W gKY N KY N (b1 + b2 ) (mY − mN ) + MT otal F = 2mN 2 # 0 2 (~ p ) (~p)2 0 + b2 E K + b1 EK + + W W0 ) mK gKKσ gN N σ FKKσ FN N σ (b3 + b4 ) 2 ( " √ 2 2 W 0 W 4p0 p gKY F N KY N + − (b1 + b2 ) (mY − mN ) + 2mN W 0 W 2 # b1 (EK + W ) + b2 (EK0 + W 0 ) + !) mK gKKσ gN N σ FKKσ FN N σ (b3 + b4 ) × − 2 " # ~s · pˆ 0 ~s · pˆ
(3.90)
Persamaan MT otal F (3.90) total disederhanakan dengan V1F dan V2F berikut, " 2 2 F g V1F (~p 0 , p~) = KY N KY N (b1 + b2 ) (mY − mN ) + 2 31 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
# 0 2 (~ p ) (~p)2 0 + b2 EK + b1 EK + + W W0 i mK gKKσ gN N σ FKKσ FN N σ h (b3 + b4 ) 2
(3.91)
dan " 2 2 0 gKY 4p p N FKY N − (b1 + b2 ) (mY − mN ) + V2F (~p 0 , p~) = W 0W 2 b1 (EK + W ) + b2 (EK0 + W 0 ) + # m g g F F K KKσ N N σ KKσ N N σ (b3 + b4 ) , − 2
(3.92)
menjadi √
MT otal F
" # W 0W = V1F (~p 0 , p~) + V2F (~p 0 , p~) ~s · pˆ 0 ~s · pˆ 2mN
dimana nilai b1 , b2 , b3 , b4 tidak berubah.
32 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
(3.93)
Bab 4 OBSERVABLE HAMBURAN KN 4.1
Matrik-T dan Observable
Hubungan matrik-T dengan matrik M dinyatakan sebagai berikut. 0 0 0 0 Mλ λ p , p ≡ − 4µπ 2 hp λ |T |pλi
(4.1)
dan amplitudo hamburan berhubungan dengan matrik M seperti di bawah ini.
1
2 X
0
f λ0 p , p =
0 anλ Mλ0 λ p , p
(4.2)
λ=− 21
Berikutnya observable proses hamburan diperoleh dari amplitudo hamburan. 0
Oleh karena hamburan bersifat elastik maka p = p sehingga: 0 0 fλ0 p , p = fλ0 pˆ p , pˆz
(4.3)
Untuk menghitung observable dengan spin umum untuk sistem dengan spin
1 2
dan 0 digunakan cara seperti dalam [22] [16] berikut ini. 3 X 1 2 2 Ihσ if = (4π µ) hσ β iT r T (p, p, θ0 )σ β T † (p, p, θ0 )σ α , 2 β=0 α
Ihσµ if =
1X hσα ii T r Mσα M† σµ 2 α
(4.4)
(4.5)
dengan σ0 =
1 0 0 1
σ1 =
0 1 1 0
σ2 =
0 −i i 0
σ3 =
1 0 0 −1
(4.6)
33 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Spin rata-rata penampang lintang spin averaged differential cross section : 1 (4π 2 µ)2 T r T (p, p, θ0 )σ β T † (p, p, θ0 )σ α I0 ≡ 2 = (4π 2 µ)2 |T 1 1 (p, p, θ0 )|2 + |T− 1 1 (p, p, θ0 )|2 2 2
2 2
(4.7)
Jika keadaan spin partikel terhambur tidak diukur dan spin proyektil tidak terpolarisasi, maka didapatkan 1 I0 = T r MM† (4.8) 2 Persamaan ini disebut sebagai spin averaged differential cross section atau penampang lintang diferensial yang dirata-ratakan terhadap spin. Selanjutnya persamaan differential cross section untuk kasus ini dituliskan sebagai berikut. 1 p0 dσ |M|2 (4.9) = dΩ 64π 2 s p cm
Fokus penelitian pada partikel K + sebagai proyektil dengan target nukleon sebagai target. Nukleon yang digunakan adalah proton. Sedangkan partikel yang dipertukarkan berupa lambda (Λ)dan sigma (Σ) dari golongan hyperon serta sigma meson (σ). Data penelitian diproduksi dengan menggunakan beberapa parameter yang diambil dari [1], lihat tabel berikut dan juga lampiran.
Vertex
Mr (MeV/c2 )
√ g/ 4π
Λr (GeV/c2 )
N ΛK N ΣK
1116 1193
-3.944 0.759
1.4 1.4
NNσ KKσ
600 600
2.385 0.377
1.7 1.4
Keterangan: Mr adalah massa partikel yang dipertukarkan, g adalah konstanta kopling, dan Λr adalah massa cut off.
4.2
Hasil dan Analisa
Telah dibuat suatu bentuk potensial dari hamburan KN dengan pertukaran Λ dan Σ (hyperon) dan σ (meson). Pada proses penghitungan digunakan momentum (energi) sebesar 100 MeV, 400 MeV, 700 MeV, dan 1000 MeV dengan 34 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Gambar 4.1: Grafik differential cross section (DCS) Sigma-hyperon dengan faktor bentuk dan variasi energi 100 MeV, 400 MeV, 700 MeV, dan 1000 MeV. sudut hambur 00 sampai 1800 . Olah data disajikan dalam bentuk grafik penampang lintang differensial (differential cross section = DCS) dalam kerangka pusat massa. Penggunaan logaritma pada sumbu vertikal dimaksudkan untuk melihat lebih jelas kecenderungan grafik meskipun data asli relatif sangat kecil. Tampak pada gambar 4.1, semakin besar energi proyektil nilai DCS semakin besar pada sudut hambur kecil. Dari gambar 4.2, pada energi rendah (100 MeV) grafik menunjukkan pola simetri dan nilai terbesar DCS pada kisaran sudut 900 . Jadi, untuk particle exchange lambda (Λ)dan sigma-hyperon (Σ), semakin besar energi proyektil, puncak DCS (differensial cross section) semakin bergeser ke arah sudut hambur kecil (forward angle).
35 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Gambar 4.2: Grafik differential cross section (DCS) Lambda-hyperon dengan faktor bentuk dan variasi energi 100 MeV, 400 MeV, 700 MeV, dan 1000 MeV.
36 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Gambar 4.3: Grafik DCS Sigma-meson dengan faktor bentuk dan variasi energi 100 MeV, 400 MeV, 700 MeV, dan 1000 MeV.
37 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Gambar 4.4: Grafik DCS total (Σ + Λ + σ) dengan faktor bentuk variasi energi 100 MeV, 400 MeV, 700 MeV, dan 1000 MeV
38 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Gambar 4.5: Grafik DCS total (Σ + Λ + σ) tanpa faktor bentuk dengan variasi energi 100 MeV, 400 MeV, 700 MeV, dan 1000 MeV
39 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Gambar 4.6: Grafik DCS partikel Σ, Λ, σ dan total (Σ + Λ + σ) dengan faktor bentuk untuk energi 100 MeV
40 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Gambar 4.7: Grafik DCS partikel Σ, Λ, σ dan total (Σ + Λ + σ) dengan faktor bentuk untuk energi 400 MeV
41 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Gambar 4.8: Grafik DCS partikel Σ, Λ, σ dan total (Σ + Λ + σ) dengan faktor bentuk untuk energi 700 MeV
42 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Gambar 4.9: Grafik DCS partikel Σ, Λ, σ dan total (Σ + Λ + σ) dengan faktor bentuk untuk energi 1000 MeV
43 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Gambar 4.10: Grafik perbandingan total(Σ + Λ + σ) tanpa bentuk dengan faktor bentuk untuk energi 100 MeV
44 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Gambar 4.11: Grafik perbandingan total(Σ + Λ + σ) tanpa bentuk dengan faktor bentuk untuk energi 400 MeV
45 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Gambar 4.12: Grafik perbandingan total(Σ + Λ + σ) tanpa bentuk dengan faktor bentuk untuk energi 700 MeV
46 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Gambar 4.13: Grafik perbandingan total(Σ + Λ + σ) tanpa bentuk dengan faktor bentuk untuk energi 1000 MeV
47 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Gambar 4,3 memperlihatkan perbedaan dengan grafik 4.1 dan 4.2 dimana nilai DCS particle exchange sigma-meson (σ) sama untuk semua energi pada sudut hambur 450 . Meskipun tidak secara eksplisit besaran sudut dinyatakan pada persamaan-persamaan matrik M dalam tulisan ini, namun dapat dipikirkan dari limit differensial tampang lintang terhadap sudut tidak bergantung pada energi. Ini menunjukkan bahwa Kaon terdeteksi dengan peluang yang sama pada sudut hambur 450 , tidak bergantung besar energi proyektil. Pola gambar 4.4 dan 4.5 mirip dengan grafik DCS untuk partikel hyperon (gambar 4.1 dan 4.2). Tanpa adanya faktor bentuk, gambar 4.5, DCS masih terbaca pada sudut besar (> 900 ). Untuk energi rendah dimungkinkan terjadi pemantulan Kaon datang (proyektil) oleh partikel target (Nukleon). Semakin tinggi energi baik dengan faktor bentuk maupun tanpa faktor bentuk semakin sulit didapatkan proyektil terhambur pada sudut balik (backward angle). Pada gambar 4.6, 4.7, 4.8, dan 4.9 baik untuk particle exchange hyperon (Λ dan Σ), sigma-meson (σ) maupun total (Λ + Σ + σ) memiliki bentuk grafik yang relatif simetri pada energi rendah. Kontribusi partikel lambda hyperon Λ sangat dominan dibandingkan sigma-hyperon (Σ) maupun sigma-meson (σ). Untuk semua tingkat energi proyektil yang digunakan DCS total masih lebih kecil dari DCS lambda hyperon (Λ). Hal ini dikarenakan konstanta kopling N ΛK yang jauh lebih besar dari yang lainnya, meskipun parameter cut off N σN dan massa Σ lebih besar dari milik Λ. Dari gambar 4.6 sampai dengan 4.9 tampak bahwa partikel sigma-hyperon mempunyai nilai DCS paling kecil meskipun massa Σ lebih besar dari σ. Hal ini lebih dikarenakan konstanta kopling dari sigma-meson (σ) jauh lebih besar dari sigma-hyperon (Σ). Untuk energi proyektil tinggi, DCS teramati sangat kecil (gambar 4.8 dan 4.9) pada sudut hambur lebih dari 900 . Ini dapat diartikan bahwa kecil kemungkinan kaon terhambur balik (dipantulkan) ke arah asal. Meskipun penelitian ini tidak memasukkan interaksi coulomb, penulis berkeyakinan bahwa interaksi coulomb dapat diatasi oleh tingginya energi datang proyektil yaitu Kaon. Selain itu juga diperlihatkan harga DCS total (gabungan Λ + Σ + σ) seperti merupakan interferensi destruksi dengan dominasi lambda-hyperon (Λ).
48 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Empat grafik terakhir (gambar 4.10, 4.11, 4.12, dan 4.13) menunjukkan DCS teramati sangat kentara tanpa faktor bentuk. Persamaan DCS tanpa faktor bentuk lebih sederhana dibandingkan dengan persamaan DCS yang memasukkan komponen faktor bentuk. Dengan memasukkan faktor bentuk persamaan menjadi lebih rumit. Berarti interaksi yang terjadi juga lebih rumit dibandingkan tanpa adanya faktor bentuk. Sehingga DCS yang dapat ditunjukan oleh adanya faktor bentuk mempunyai harga yang lebih kecil. Hal ini memperlihatkan kontribusi yang signifikan dari faktor bentuk di vertex terhadap nilai DCS. Dari keempat gambar tersebut, dalam hubungannya dengan peluang dapat disimpulkan bahwa peluang mendapatkan Kaon terhambur besar jika faktor bentuk ditiadakan. Secara umum teramati bahwa semakin besar energi kaon, DCS semakin dominan pada sudut-sudut kecil. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar energi, kecenderungan partikel dihamburkan pada sudut maju (forward angle) semakin tinggi. Potensial total yang merupakan gabungan dari hyperon(Λ dan Σ) dan sigma-meson (σ) memperlihatkan adanya interferensi destruksi dari fungsi gelombang masing-masing partikel yang dipertukarkan. Faktor bentuk pada vertex mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap DCS.
49 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Bab 5 KESIMPULAN Penelitian telah menghasilkan model potensial dari peristiwa hamburan Kaon Nukleon. Potensial diturunkan dari diagram Feynman dengan pertukaran hyperon(Σ dan Λ) dan sigma-meson (σ) sebagai mediator. Potensial ini diobservable dengan spin sehingga diperoleh differentiol cross section untuk berbagai sudut hamburan. Produksi data disajikan dalam bentuk grafik hubungan differentiol cross section terhadap sudut hambur. Diperoleh kesimpulan bahwa semakin besar energi, proyektil yang berupa Kaon cenderung dihamburkan pada sudut maju (< 900 ). Harga differentiol cross section tidak hanya dipengaruhi oleh massa proyektil dan target maupun particle exchange, namun juga dipengaruhi oleh parameter-parameter lain seperti konstanta kopling dan juga faktor bentuk. Kontribusi faktor bentuk pada vertex mempunyai pengaruh yang signifikan dari terhadap differentiol cross section. Peluang mendapatkan Kaon terhambur besar jika faktor bentuk ditiadakan. Interferensi dari Λ, Σ, dan σ bersifat destruksi dengan dominasi oleh lambdahyperon (Λ). Meskipun parameter cut off N σN dan massa Σ lebih besar dari Λ, namun kontribusi partikel lambda hyperon Λ sangat dominan dibandingkan sigma-hyperon (Σ) maupun sigma-meson (σ). Hal ini dikarenakan konstanta kopling N ΛK yang jauh lebih besar dari yang lainnya.
50 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
DAFTAR ACUAN [1] R. B¨ uttgen, K. Holinde, A. M¨ uller-Groeling, J. Speth dan P. Wyborny. (1990). A Meson Exchange Model For The K + N Interaction. Nuclear Physics. A506, 586-614. [2] Abdulrahman, I. (2006). Hamburan Partikel Ber-Spin 0 dan
1 2
Dalam
Basis Momentum-Helicity. Skripsi. Depok: Departemen Fisika UI. [3] Abdulrahman, I. & Fachruddin, I. (2009). A Formulation Without Partial Wave Decomposition For Scattering of Spin- 12 And Spin-0 Particles. Modern Physics Letter A. World Scientific Publishing Company. Vol. 24, Nos. 11-13, 843-846. [4] Halzen, F., & Martin, A.D. (1984). Quark and Lepton. New York: John Willey & Sons, Inc. [5] Nelson, R., (2007). Hamburan Kaon Nukleon dalam Pertukaran Hyperon. Skripsi. Depok: Departemen Fisika UI. [6] Landau, R.H. (1996). Quantum Mechanics II (2nd Ed.) New York: John Willey & Sons, Inc. [7] Davydov, A.S. (th). Quantum Mechanics (2nd Ed.). Oxford: Pergamon Press. [8] Particle Data Group,(2010). Review of Particle Physics*. University of California http://pdg.lbl.gov. [9] Salam, A. (2002). Rescattering Effect and Two Process In Kaon Photoproduction On the Deutreon. Dissertation. Germany: University of Mainz.
51 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
[10] Kumeri˘cki, K. (2001). Fyenman Diagrams for Beginners. Mei 2010. Uneversity of Zagreb. http://www.phy.hr/∼kkumer/articles/feynman for beginners [11] Mart, T. (1996). PhD thesis. Mainz: Johannes Gutenberg-Universitet. [12] Fachruddin, I. (2003). PhD thesis. Bochum: Ruhr University. [13] Wiyatmo, Y. (2006). Fisika Nuklir dalam Telaah Semi-klasik & Kuantum. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR. [14] P.E. Hodgson, E. Gadioli, dan E. Gadioli Erba. (1997). Introductory Nuclear Physics. New York: Oxford University Press Inc. [15] Heyde, K. Brewer, D.F. (1999). Basic Ideas And Concepts In Nuclear Physics. (2nd ed.). London: IOP Publishing Ltd. [16] Gl¨ockle, W. (1983).The Quantum Mechanical Few-Body Problem. Berlin: Springer-Verlag [17] Arfken, G.B. dan Weber, H.J. (2001). Mathematical Method for Physicists, (5th ed.) San Diego: Academic Press Inc. [18] Krane, Kenneth S. (1996). Modern Physics (2nd ed.). New York: John Wiley & Sons Inc. [19] Joachain, C.J. (1975). Quantum Collision Theory. Holland: NorthHolland Publ. Co. [20] Matindas, V.G.P. (2007) Model Potensial Kaon Nukleon Fenomelogis. Skripsi. Depok: Departemen Fisika UI. [21] Cheng-Tsung Hung, Shin Nan Yang, T.S.H. Lee, (2001). Mesonexchange πN models in three-dimensional Bethe-Salpeter formulation. Phys. Rev. 64, 034309 [22] Fachruddin, I. & Salam, A. (preprint; 2011) A formulation for scattering of a spin-1/2 particle off a spin-0 target in momentum space based on a simple three-dimensional basis.
52 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
Lampiran Data Beberapa Partikel Proton dan neutron (keduanya di sebut nukleon) pada awal abad dua puluh dianggap sebagai partikel elementer. Setelah muncul Model Standart, nukleon bukan lagi sebagai partikel elementer. Nukleon merupakan partikel komposit yang tersusun dari tiga quark. Proton tersusun dari dua quark up dan satu quark down (uud ), sedangkan neutron tersusun atas satu quark up dan dua quark down (udd ) [4]. Berikut disajikan data beberapa partikel.
Partikel Nukleon p n
Massa(MeV)
S(Strangeness) B(bil. barion) s(spin) quark
938.3 939.6
0 0
+1 +1
1 2 1 2
uud udd
Kaon K+ K0 K− ¯0 K
493.65 497.67 493.67 498
+1 +1 -1 -1
(0) (0) (0) (0)
0 0 0 0
u¯s d¯s u ¯s ¯ ds
Hyperon Σ+ Σ0 Σ− Λ
1189.4 1192.6 1197.4 1115.6
-1 -1 -1 -1
(+1) (+1) (+1) (+1)
1 2 1 2 1 2 1 2
uus uds dds uds
Fermion dan Boson: Fermion; partikel berspin pecahan ( 12 , 32 , · · · ) yang mematuhi Larangan Pauli, mempunyai keadaan berbeda-beda, fungsi gelombang asimetris (ψ(1,2) =
53 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011
−ψ(2,1) ), serta memenuhi distribusi Fermi-Dirac fF D (E) =
1 Ae
E kT
+1
Boson; partikel berspin 0, 1, 2, · · · yang tidak mematuhi Larangan Pauli, mempunyai fungsi gelombang simetris (ψ(1,2) = ψ(2,1) ), serta memenuhi distribusi Bose-Einstein fBE (E) =
1 Ae
E kT
−1
54 Model pertukaran..., Agus Jarwanto, FMIPAUI, 2011