UNIVERSITAS INDONESIA
PENILAIAN AKTIVITAS PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK DENGAN SKOR SLEDAI DI DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK RSCM
TESIS
Anisah M Saleh 0806484774
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK JAKARTA DESEMBER 2013
Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA PENILAIAN AKTIVITAS PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK DENGAN SKOR SLEDAI DI DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK RSCM
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis Anak
Anisah M Saleh 0806484774
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS JAKARTA DESEMBER 2013
ii Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah SWT, Sang Maha Kuasa karena berkat ridho dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan pendidikan sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini, penulis ingin menghaturkan hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya pada Dr. Nia Kurniati, Sp.A(K), selaku pembimbing materi yang senantiasa membimbing saya sejak penulisan sari pustaka, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, sampai penulisan tesis ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya juga saya haturkan kepada Dr. Badriul Hegar Syarif, Phd.Sp.A(K), selaku pembimbing metodologi yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing saya dengan penuh kesabaran dan di tengah kesibukan beliau selalu dapat menyempatkan diri untuk berdiskusi dengan memberikan saran dan pendapat beliau untuk penulisan tesis ini . Kepada tim penguji tesis DR.Dr. Partini P Trihono, Sp.A(K), MM(Paed), DR.Dr. Muyadi M Djer, Sp.A(K) dan DR.Dr. Setyo Handryastuti, Sp.A(K) dengan rasa hormat sedalam-dalamnya, saya haturkan terima kasih untuk bimbingan, kritik dan saran yang sangat bermanfaat untuk menyempurnakan penulisan tesis ini. Rasa hormat dan terima kasih saya sampaikan kepada Dr Bambang Tridjaja, SpA(K), MMPaed selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FKUI/RSCM yang senantiasa memberikan motivasi dan semangat untuk segera menyelesaikan program studi ini. Kepada DR.Dr Aryono Hendarto, SpA(K), selaku Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak(IKA) FKUI-RSCM, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Pogram Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak. Terimakasih saya sampaikan kepada seluruh guru guru di departemen IKA FKUI/RSCM yang telah mencurahkan ilmu selama saya menempuh proses pendidikan. Ucapan terima kasih yang mendalam juga saya sampaikan untuk para perawat dan petugas rekam medis di unit rawat jalan Departemen IKA-RSCM ibu Yeti, ibu Ratia, ibu Suryati, ibu Ani, ibu Tati dan bapak Yanto atas bantuan dan
v Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
dukungannya selama pengumpulan data. Terima kasih juga saya ucapkan untuk seluruh sejawat PPDS IKA, khususnya teman-teman PPDS IKA angkatan Januari 2009 Ajeng, Angel, Awidia, Cynthia, Eka, Fitri, Ivena, Niken, Nurhayati, Pustika, dan Winda yang senantiasa menemani dan mendukung dalam suka dan duka selama masa pendidikan. Untuk seluruh paramedik serta karyawan di departemen IKA FKUI/RSCM saya ucapkan terimakasih atas kerjasamanya yang luar biasa selama ini. Saya persembahkan tesis ini untuk ayah saya tercinta M.Saleh, SH dan ibu saya Nurhamah, terima kasih telah menjadi sumber kekuatan buat saya untuk menjalani dan menghadapi segala rintangan dan tantangan hidup termasuk menjalani pendidikan PPDS ini. Untuk kedua mertua saya tercinta, Kombes(pol).Sutaryo,Sik,MM dan Wahyuniarti yang telah seperti kedua orangtua sendiri, terimakasih untuk semua cinta kasih, doa serta dukungan tanpa pamrih. Tiada kata yang dapat saya sampaikan selain ungkapan terima kasih kepada suami saya AKBP.Anton Perda Eko Harmanto, Sik yang telah mendukung penuh saya selama menempuh proses pendidikan ini. Untuk anak-anakku Nayra Keisha Harmanto dan Nadia Kayla Harmanto, mama bangga atas kalian berdua yang telah memahami kesibukan mama dalam menyelesaikan pendidikan ini, semoga waktu yang terlewatkan dapat tergantikan di kemudian hari. Kupersembahkan pula tesis ini untuk kedua kakak, ipar dan keponakan, Hikmah, Kamal, Mufid, Wiwi, Kineta dan Idris. Semua kebanggan ini kupersembahkan untuk kalian semua dan semoga pengorbanan kalian dibalas oleh Allah SWT. Akhir kata, tentunya tesis ini masih memiliki banyak kekurangan dan memerlukan penyempurnaan. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, saya memohon saran dan masukan demi perbaikan tesis ini.
Jakarta, Desember 2013
(Anisah M Saleh)
vi Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
: Anisah M. Saleh : Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak : Penilaian Aktivitas Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik dengan Skor SLEDAI di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM
Latar belakang. Penilaian aktivitas penyakit lupus eritematosus sistemik (LES) dengan skor Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index (SLEDAI) berperan penting dalam pemantauan atau follow up aktivitas penyakit LES pada anak. Saat ini belum ada data mengenai aktivitas penyakit LES anak dengan menggunakan skor SLEDAI setiap 3 bulan di Indonesia. Tujuan. Memantau aktivitas penyakit LES anak dengan skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan. Metode. Studi deskriptif untuk memantau aktivitas penyakit LES anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo secara retrospektif menggunakan data rekam medis dari bulan Juli 2005 hingga Juli 2013. Hasil penelitian. Jumlah subjek pada penelitian ini sebanyak 30 pasien. Mayoritas penderita LES adalah perempuan. Rerata usia awitan 11,23 (SD 2,88) tahun dan rerata usia saat diagnosis ditegakkan 11,79 (SD 2,69) tahun, terbanyak didiagnosis di atas usia 10 tahun dan tidak ada yang di bawah usia 5 tahun. Median (rentang) waktu antara timbulnya gejala sampai diagnosis ditegakkan adalah 3 (1–84) bulan dan terbanyak pada jarak kurang dari 5 bulan. Terapi inisial yang paling banyak diberikan adalah kortikosteroid dalam bentuk metilprednisolon. Manifestasi klinis awal tersering adalah artritis, rash, dan demam, sedangkan untuk laboratorium adalah peningkatan dsDNA dan komplemen darah yang rendah. Perbedaan skor SLEDAI terutama terlihat antara pengamatan bulan ke-0 dengan bulan ke-3. Skor SLEDAI yang dinilai setiap 3 bulan menunjukkan perubahan aktivitas penyakit LES yang bermakna, dengan mayoritas high activity pada awal pengamatan menjadi no activity pada akhir pengamatan. Simpulan. Penilaian skor SLEDAI setiap 3 bulan dapat digunakan untuk memantau aktivitas penyakit LES anak. Kata kunci: lupus eritematosus sistemik, aktivitas penyakit, SLEDAI
viii Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
ABSTRACT Name Program of study Title
: Anisah M. Saleh : Pediatrician : Assessment of Disesase Activity in Pediatric Systemic Lupus Erythematosus with SLEDAI Scoring System at Department of Child Health Cipto Mangunkusomo Hospital
Background. Assessment of disease activity in pediatric systemic lupus erythematosus (SLE) with SLEDAI scoring system has an important role in monitoring or follow up disease activity of pediatric LES. Currently no available data that assess disease activity in pediatric SLE with SLEDAI scoring system every 3 months in Indonesia. Objective. To assess disease activity in pediatric SLE with SLEDAI scoring system every 3 months for one year observation. Methods. Descriptive study to assess disease activity of pediatric SLE at Department of Child Health Cipto Mangunkusumo Hospital using medical record retrospectively from July 2005 until July 2013. Results. Thirty patients were included in this study. Majority of SLE subjects were girls. Mean age at symptoms onset was 11.23 (SD 2.88) y.o and mean age at diagnosis was 11.79 (SD 2.69) y.o, most of them were diagnosed above 10 y.o and no one had below 5 y.o. The median of duration between symptoms onset and diagnosis was 3 (1–84) months, most of them had duration below 5 months. Majority of the subjects received corticosteroid in the form of methylprednisolone as initial therapy. Most common clinical manifestations were arthritis, rash, and fever, for laboratorium results were elevation of dsDNA and low complement level. The difference of SLEDAI score were especially obtained between the initial month with the 3rd months. SLEDAI score that assessed every 3 months showed significant disease activity changes, with majority of patients had high activity in the beginnning and became no activity in the end of observation. Conclusions. Assesment of SLEDAI score every 3 months is useful for monitoring disease activity of pediatric SLE. Keywords: systemic lupus erythematosus, disease activity, SLEDAI
ix Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv KATA PENGANTAR ............................................................................................ v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...... vii ABSTRAK ........................................................................................................... viii ABSTRACT ........................................................................................................... ix DAFTAR ISI ........................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xv BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 3 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 3 1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 3 1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 3 1.4 Manfaat penelitian ............................................................................................. 3 1.4.1 Bidang akademik ................................................................................... 3 1.4.2 Bidang pelayanan masyarakat .............................................................. 3 1.4.3 Bidang penelitian .................................................................................. 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5 2.1. Definisi ............................................................................................................. 5 2.2. Epidemiologi .................................................................................................... 5 2.3. Etiologi dan Patogenesis .................................................................................. 6 2.4. Manifestasi Klinis ............................................................................................ 7 2.5. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................... 8 2.6. Tata laksana.................................................................................................... 10 2.7. Tindak Lanjut ................................................................................................. 11 2.8. Prognosis ........................................................................................................ 19 BAB 3 KERANGKA KONSEP......................................................................... 20 BAB 4 METODE PENELITIAN ....................................................................... 21 4.1 Desain Penelitian ............................................................................................. 21 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................... 21 4.2.1 Tempat Penelitian ................................................................................. 21 4.2.2 Waktu Penelitian ................................................................................... 22 4.3 Populasi dan Sampel ....................................................................................... 21 4.3.1 Populasi Target ..................................................................................... 21 4.3.2 Populasi Terjangkau ............................................................................. 21 4.3.3 Sampel Penelitian ................................................................................. 21 4.3.4. Metode Pengambilan Sampel .............................................................. 22 4.4 Instrumen Pengumpulan Data ......................................................................... 22
x Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
4.5 Cara Kerja ....................................................................................................... 23 4.5.1 Sebelum Penelitian ............................................................................... 23 4.5.2 Saat Penelitian....................................................................................... 23 4.5.3 Sesudah Penelitian ................................................................................ 24 4.6 Batasan Operasional ........................................................................................ 25 4.7. Alur Penelitian ............................................................................................... 29 BAB 5 HASIL PENELITIAN ........................................................................... 30 5.1 Seleksi subjek penelitian ................................................................................. 30 5.2 Karakteristik subjek penelitian ........................................................................ 31 5.3 Karakteristik subjek berdasarkan aktivitas penyakit sesuai sistem skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan ................................ 32 5.4 Skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan ......................... 33 BAB 6 DISKUSI ................................................................................................. 36 6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 36 6.2 Karakteristik subjek penelitian ........................................................................ 36 6.3 Karakteristik aktivitas penyakit LES berdasarkan sistem skor SLEDAI selama satu tahun pengamatan ................................................................................... 37 6.4 Skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan ......................... 38 BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 40 7.1 Simpulan ......................................................................................................... 40 7.2 Saran ................................................................................................................ 41 DAFTAR REFERENSI ...................................................................................... 42
xi Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Manifestasi klinis LES pada berbagai organ ...................................
7
Tabel 2.2 Kriteria klasifikasi LES menurut ACR revisi 1997 ........................
8
Tabel 2.3. Daftar pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan untuk LES........
10
Tabel 2.4. Tatalaksana LES pada anak..............................................................
11
Tabel 2.5. Skor SLEDAI.....................................................................................
15
Tabel 2.6. Ringkasan karakteristik masing-masing sistem skor........................
18
Tabel 4.1. Kriteria klasifikasi LES menurut ACR revisi 1997...........................
22
Tabel 5.1. Kategori kelengkapan data subjek sesuai skor SLEDAI...................
30
Tabel 5.2. Karakteristik subjek penelitian penderita LES...................................
31
Tabel 5.3. Karakteristik aktivitas penyakit LES pada subjek penelitian berdasarkan sistem skor SLEDAI.......................................................
32
Tabel 5.4. Skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan...........
33
Tabel 5.5. Analisis perbedaan skor total SLEDAI pada setiap pengamatan.....
33
Tabel 5.6. Perubahan dan hubungan antar skor pengamatan setiap 3 bulan.....
34
Tabel 5.7. Jumlah subjek dengan interpretasi hasil skor SLEDAI padaberbagai waktu pengamatan...............................................................................
35
xii Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
DAFTAR GAMBAR Gambar 5.1. Algoritme seleksi subjek penelitian ……….……………............... 30 Gambar 5.2. Grafik rerata skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan ..................................................................................... 34
xiii Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Formulir Identitas Pasien..............................................................
44
Lampiran 2 Formulir Penilaian Aktivitas Penyakit LES dengan SLEDAI......
45
Lampiran 3 Lembar Rekapitulasi Skor SLEDAI.............................................
47
Lampiran 4 Surat Kajian Lolos Etik ...............................................................
48
xiv Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
DAFTAR SINGKATAN ACR AINS ANA antiSm BB BILAG C CD CRP CVA DNA dsDNA ECLAM EKG ESI FKUI Hb HLA ICD Ig IKA iv LBP LED LES MMF MTX Pk PPK RNA RSCM SD SLAM SLAM-R SLEDAI SLICC SPSS ssDNA SSP USG UV
American College of Rheumatology antiinflamasi nonsteroid autoantibodi antinukleus antismith berat badan British isles lupus assessment group complement cluster of differentiation C-reactive protein cerebrovascular accident deoxyribonucleic acid double stranded DNA European consensus lupus activity measurement elektrokardiografi effect size index Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia hemoglobin human leukocyte antigen International Classification of Disease imunoglobulin Ilmu Kesehatan Anak intravena lapang pandang besar laju endap darah lupus eritematosus sistemik mycophenolate mofetil methotrexate phosphokinase pedoman penatalaksanaan klinis ribonucleic acid Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo standar deviasi systemic lupus activity measure systemic lupus activity measure-revised systemic lupus erythematosus disease activity index Systemic Lupus International Collaborating Clinics statistical package for the social sciences single stranded DNA sistem saraf pusat ultrasonografi ultraviolet
xv Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun dengan spektrum penyakit yang sangat bervariasi dan melibatkan berbagai organ. Penyakit ini merupakan sindrom klinis yang didasari disregulasi sistem imun dan ditandai oleh pembentukan autoantibodi antinukleus (ANA), terutama antidoublestranded DNA (antidsDNA) yang selanjutnya akan membentuk kompleks imun dan terjadi inflamasi serta kerusakan jaringan.1-4 Penyakit LES dapat terjadi pada masa anak dan dewasa, tetapi 20% kasus didiagnosis pada masa anak. Awitan LES yang timbul pada masa anak memperlihatkan manifestasi dan prognosis yang lebih buruk dibandingkan jika LES baru terjadi pada usia dewasa.4,5 Insidens LES pada anak mencapai 10–20 kasus per 100.000 anak dan umumnya lebih sering ditemukan pada anak perempuan di atas usia 10 tahun.5,6 Prevalens LES bervariasi tergantung pada wilayah demografi dan etnis, pada anak perempuan dari etnis Asia berkisar 31,14 per 100.000 anak.4 Selama periode 1997–2007 terdapat 36 kasus LES di Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), 29 di antaranya adalah anak perempuan dan rasio anak perempuan dibandingkan laki-laki 3,6:1. Perjalanan penyakit LES bersifat episodik yang ditandai oleh fase remisi dan flare. Pada penyakit ini tidak ditemukan tampilan klinis atau nilai laboratorium yang secara tunggal dapat merepresentasikan derajat aktivitas penyakit pada suatu waktu. Penentuan aktivitas LES melalui pemantauan jangka panjang memiliki peran sangat penting dalam menentukan jenis dan dosis obat serta mencegah timbulnya penyulit.7 Mengingat LES memerlukan pengobatan jangka panjang maka dibutuhkan perangkat yang dapat mengevaluasi penyakit LES.1,4 Terdapat berbagai sistem skor yang dapat digunakan untuk menilai aktivitas LES, antara lain: the systemic lupus activity measure (SLAM), systemic lupus erythematosus disease activity index (SLEDAI), the European consensus lupus activity measurement (ECLAM) dan the British isles lupus 1 Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
2
assessment group (BILAG).3 Secara keseluruhan semua jenis sistem skor ini akurat dan reliable, serta dapat digunakan untuk anak dan dewasa. Sistem skor yang praktis dan banyak digunakan dalam aplikasi klinis sampai saat ini adalah SLEDAI.3 Sistem skor SLEDAI mudah digunakan bahkan pada pemantau pemula sekalipun.3,4 Sistem skor ini memiliki jumlah variabel yang relatif sedikit dan sederhana, sehingga dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 2 menit. Setiap variabel sudah didefinisikan dengan jelas sehingga perbedaan persepsi pengisi formulir menjadi minimal. Skor SLEDAI juga sensitif terhadap perubahan aktivitas penyakit.8-13 Studi retrospektif mengenai karakteristik pasien LES anak dilakukan sebelumnya oleh Sudewi dkk.7 di RSCM. Hasil studi ini menunjukkan bahwa karakteristik klinis dan laboratorium terbanyak pada pasien LES adalah ruam malar, artritis, artralgia, fotosensitivitas, peningkatan antidsDNA, dan komplemen darah yang rendah. Pada studi ini juga dilakukan penilaian skor SLEDAI dan didapatkan peningkatan skor SLEDAI di akhir pengamatan pada subyek dengan perjalanan penyakit yang progresif. Pemantauan skor SLEDAI dapat dilakukan setiap 3–6 bulan atau ketika terdapat perubahan aktivitas penyakit.1 Penelitian yang dilakukan Ibanez dkk.14 pada pasien LES dewasa menunjukkan bahwa pengamatan SLEDAI setiap 3 bulan memberikan estimasi aktivitas penyakit LES lebih baik dalam hal mendeteksi kejadian flare dibandingkan pengamatan setiap 6 atau 12 bulan. Sampai saat ini belum ada penelitian yang memantau aktivitas penyakit LES menggunakan skor SLEDAI setiap 3 bulan di Indonesia. Oleh karena itu dilakukan studi deskriptif yang bertujuan memantau aktivitas penyakit LES dengan skor SLEDAI setiap 3 bulan pada pasien LES anak selama satu tahun pengamatan.
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
3
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: bagaimana gambaran aktivitas penyakit LES dengan menggunakan skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan pada pasien LES anak? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Memantau aktivitas penyakit LES dengan skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan pada pasien LES anak. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.
Mengetahui karakteristik subjek berdasarkan jenis kelamin, usia awitan, usia diagnosis, rentang waktu diagnosis, dan terapi inisial penyakit LES pada anak.
2.
Mengetahui karakteristik aktivitas penyakit LES dengan sistem skor SLEDAI selama satu tahun pengamatan.
3.
Mengetahui perubahan skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan.
1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Bidang akademik Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aktivitas penyakit LES anak dengan penilaian skor SLEDAI di Indonesia. 1.4.2 Bidang pelayanan masyarakat Pemantauan aktivitas penyakit LES dengan skor SLEDAI ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk perbaikan pedoman penatalaksanaan klinis (PPK) pada tatalaksana penyakit LES pada anak.
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
4
1.4.3 Bidang penelitian Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya dalam hal pemantauan aktivitas penyakit LES pada anak.
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit sistemik yang mengenai satu atau beberapa organ tubuh, ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap self antigen khususnya autoantibodi antinukleus (ANA), terutama antidouble stranded DNA (antidsDNA). Penyakit LES dapat menyebabkan inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat yang bersifat episodik dengan ditandai oleh periode remisi dan flare .1,2 Karakteristik utama dari penyakit ini adalah adanya produksi autoantibodi yang bereaksi dengan antigen diri (self antigen) sehingga menimbulkan deposit kompleks imun dan inflamasi dengan hasil akhirnya terjadi kerusakan organ yang permanen.3 Penyakit ini merupakan penyakit sistemik sehingga menimbulkan kelainan klinis dan laboratorium yang sangat bervariasi. Penyakit LES pada anak biasanya melibatkan lebih dari satu macam organ, sehingga manifestasi dan prognosisnya lebih buruk bila dibandingkan dengan dewasa.1,3
2.2. Epidemiologi Prevalens LES bervariasi tergantung pada wilayah demografi dan etnis.2 Data dari regional referral center di Los Angeles menyatakan bahwa prevalens LES di Amerika Serikat adalah 5–10 per 10.000 anak. Pada anak laki-laki prevalens LES pada usia 1–9 tahun adalah 1 per 100.000 anak, sedangkan prevalens pada usia 10–19 tahun sedikit meningkat menjadi 1,61 per 100.000 anak.4 Prevalens pada anak perempuan lebih tinggi terutama pada usia pubertas. Pada etnis Kaukasia setelah pubertas terjadi peningkatan prevalens LES dari 1,27 sebelum pubertas menjadi 4,4 per 100.000 anak setelah pubertas. Anak perempuan etnis Afro-Amerika juga mengalami peningkatan setelah usia pubertas dari 3,72 menjadi 19,86 per 100.000, sedangkan pada anak perempuan dari etnis Asia terjadi peningkatan 6,16 menjadi 31,14 per 100.000 anak.4 Data di 5 Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
6
Departemen IKA RSCM, selama periode 1997–2007 terdapat 36 kasus dan 29 di antaranya adalah anak perempuan dengan rasio anak perempuan dibandingkan laki-laki adalah 3,6:1. Kasus LES lebih sering ditemukan pada perempuan umumnya di atas usia 10 tahun dan sangat jarang terjadi pada usia kurang dari 5 tahun.1-4 2.3. Etiologi dan Patogenesis Etiologi LES belum diketahui secara pasti, namun diduga merupakan kombinasi antara faktor genetik, lingkungan, dan faktor hormonal.5,15 Hasil akhirnya adalah gangguan imunitas yang ditandai oleh peningkatan aktivitas limfosit B dan T.1,4 Keluarga dari anak-anak yang mengalami LES banyak memiliki kelainan serologis, hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik atau herediter berperan dalam patogenesis penyakit ini.4 Penyakit LES disertai dengan kelainan berupa defisiensi herediter komplemen (C1q, C1r, C1s, C4, dan C2) dan imunoglobulin A (IgA), serta kecenderungan timbul pada genotip HLA tertentu (DR2 dan DR3).1 Faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain: sinar matahari yang menyebabkan eksaserbasi penyakit, radiasi ultra violet (UV) B yang menginduksi apoptosis, serta infeksi Epstein-Barr virus.1-4 Beberapa obat tertentu (seperti: alfa metil dopa, klorpromazin, hidralazin, isoniazid, dan fenitoin) dapat menginduksi terjadinya LES karena obat tersebut dapat bertindak sebagai mediator yang berinterferensi dengan mekanisme homeostasis populasi limfosit. Faktor hormonal yang diduga berperan adalah defisiensi relatif hormon androgen dan peningkatan hormon estrogen.1 Patogenesis LES juga belum diketahui dengan jelas. Gambaran klinis yang ditemukan terjadi akibat terbentuknya autoantibodi terhadap berbagai antigen jaringan.5 Autoantibodi yang paling banyak ditemukan adalah autoantibodi terhadap inti sel yaitu terhadap DNA tubuh sendiri berupa antidsDNA dan antisingle stranded DNA (antissDNA). Jenis antibodi lain yang banyak ditemukan terhadap inti sel adalah antiasam ribonukleat (antiRNA), antiSmith, antiRo/SS-A, antiLa/SS-B, antiHiston, dan antifosfolipid.5 Limfosit B memegang peran penting dalam patogenesis LES, peningkatannya pada pasien LES menghasilkan
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
7
peningkatan kadar antibodi hingga hipergamaglobulinemia, serta mempengaruhi presentasi antigen dan respon diferensiasi sel T helper. Pada LES cenderung terjadi anergi atau apoptosis sel T regulator (sel T CD4+ CD25+) dan sel T supresor (sel T CD8+) yang berfungsi untuk menekan hiperaktivitas sel B.1,4 Autoantibodi yang terbentuk akan memicu pembentukan kompleks imun baik disirkulasi yang kemudian mengendap di jaringan, maupun kompleks imun yang terbentuk insitu di dalam jaringan. Kompleks imun akan memicu aktivasi komplemen dan proses inflamasi sehingga terjadi kerusakan jaringan.3 Persistensi kompleks imun ini disebabkan oleh banyaknya komponen autoantibodi yang terbentuk, serta kelelahan sistem retikuloendotelial dalam melakukan pembersihan terhadap kompleks imun.1
2.4. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis LES sangat bervariasi seperti demam, kelelahan, nyeri persendian, ruam kemerahan (terutama di daerah wajah), fotosensitivitas, hingga penurunan berat badan.5,15 Gejala yang paling sering muncul pada anak adalah demam, kelelahan, artralgia atau artritis dan ruam kulit. Gejala dapat berlangsung secara intermiten ataupun persisten.2 Gejala kelainan LES ditentukan oleh organ yang terkena, gejala pada berbagai organ dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Manifestasi klinis LES pada berbagai organ 1,2 Organ Konstitusional Muskuloskeletal Kulit Renal Vaskular Jantung Paru Gastrointestinal Hati, limpa, kelenjar Neurologi
Mata
Manifestasi Kelelahan, anoreksia, penurunan berat badan, demam yang berkepanjangan. Poliartralgia dan artritis, tenosinovitis, miopati, nekrosis aseptik Ruam malar, lesi diskoid, eritema periungual, fotosensitivitas, alopesia, ulserasi mukosa Glomerulonefritis, sindrom nefrotik, hipertensi, gagal ginjal Fenomena Raynaud, retikularis livedo, trombosis, lupus profundus Perikarditis dan efusi, miokarditis, endokarditis Libman-Sacks Pleuritis, pneumonitis basilar, atelektasis, perdarahan Peritonitis, disfungsi esofagus, kolitis Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati Kejang, psikosis, polineuritis, neuropati perifer, stroke, trombosis vena serebralis, pseudotumor serebri, meningitis aseptik, chorea, defisiensi kognitif global, gangguan mood Eksudat, papiledema, retinopati
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
8
Kriteria diagnosis LES mengacu pada klasifikasi yang ditetapkan oleh The American College of Rheumatology (ACR) pada tahun 1982, yang kemudian direvisi pada tahun 1997 (Tabel 2.2).19 Kriteria diagnosis tersebut memiliki sensitivitas 96% dan spesifisitas 100%, bila dapat terpenuhi 4 dari 11 kriteria.1,19,20
Tabel 2.2. Kriteria klasifikasi LES menurut ACR revisi 199719 1. 2. 3. 4. 5. 6. a. 7.
8.
9.
10.
1
11.
Ruam kupu-kupu di wajah (malar rash) Ruam diskoid Fotosensitivitas Ulkus di mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri Artritis nonerosif dengan karakteristik nyeri, bengkak atau efusi Serositis : a. Pleuritis (nyeri pleuritik, rub, atau efusi pleura) ATAU b. Perikarditis (EKG, rub, atau efusi perikardium) Manifestasi ginjal : a. Proteinuria persisten (>0,5 g atau >+3) ATAU b. Silinder selular Manifestasi neurologis : a. Kejang (tanpa adanya penyebab lain) ATAU b. Psikosis (tanpa adanya penyebab lain) Manifestasi hematologi : a. Anemia hemolitik ATAU b. Leukopenia (<4.000/µL pada 2x/lebih pemeriksaan) ATAU c. Limfopenia (<1.500/µL pada 2x/lebih pemeriksaan) ATAU d. Trombositopenia (<100.000/µL dengan menyingkirkan efek obat) Manifestasi imunologis : a. AntidsDNA positif ATAU b. AntiSm ATAU c. Antifosfolipid positif (kadar serum IgG atau IgM antikardiolipin abnormal ATAU antikoagulan lupus positif ATAU uji serologik sifilis positif palsu) Antinuclear antibody (ANA) positif
2.5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan indikator inflamasi, uji autoantibodi, pemeriksaan keterlibatan organ dan pemantauan efek samping terapi.1 Pemeriksaan serologi untuk mencari autoantibodi (terutama ANA), merupakan salah satu penanda utama LES. Hasil ANA positif terdapat pada sebagian besar serum anak dengan LES aktif.3 Namun positivitas serum ANA tidak cukup untuk mendiagnosis LES maupun untuk memantau perkembangan
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
9
penyakit.1 Serum ANA yang positif dapat ditemukan pula pada 5–20% populasi normal.2,3 AntidsDNA merupakan kriteria patognomonik pada LES, terdapat pada hampir semua anak dengan LES aktif.2-4 Antibodi terhadap antigen nuklear yang lain adalah: antibodi antiSm yang ditemukan pada penderita LES dengan frekuensi 30–40%,3 antibodi antiRo/SSA yang bekerja dengan mengganggu translasi RNA atau transpor dan berkaitan dengan penyakit ginjal, serta antibodi antiLa/SSB yang mengganggu enzim RNA polimerase III.1,3 Antibodi antifosfolipid dapat ditemukan pada 50% penderita, dan dapat menyebabkan trombosis arteri atau vena. Autoantibodi ini akan menyebabkan pembentukan kompleks imun yang akan mengaktivasi komplemen, sehingga akan didapatkan kadar komplemen darah yang rendah terutama C3, C4 dan C50.3 Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan anemia yang mencerminkan inflamasi kronis, gangguan ginjal, selain itu dapat terjadi anemia hemolitik yang disebabkan oleh autoantibodi terhadap sel darah merah (Coombs positivity). Leukopenia dan trombositopenia juga sering ditemukan pada pasien SLE, hal ini diduga disebabkan sekunder akibat antibodi terhadap cell surface antigens.3 Indikator inflamasi akan meningkat pada fase akut penyakit antara lain: peningkatan laju endap darah (LED), hipergamaglubolinemia poliklonal dan alfa2 globulin serum, sedangkan C-reactiveprotein (CRP) masih dalam batas normal. Kadar CRP akan meningkat bila LES disertai dengan infeksi sistemik seperti serositis dan artritis.1-3 Keterlibatan ginjal pada LES ditunjukkan dengan adanya abnormalitas dalam sedimen urin, antara lain: proteinuria, hematuria, silinder sel darah merah, dapat pula ditemukan silinder lemak atau badan lemak pada sindrom nefrotik. Adanya kadar antidsDNA yang tinggi, kadar komplemen yang rendah, khususnya C4 dan abnormalitas urinalisis menunjukkan nefritis lupus yang aktif.1,2
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
10
Tabel 2.3. Daftar pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan untuk LES 1-4 1. Analisis darah tepi lengkap* 2. LED* 3. ANA 4. AntidsDNA* 5. Antibodi antifosfolipid 6. Antibodi lain : antiRo, antiLa 7. Titer komplemen C3,C4, dan C50 8. Titer IgM, IgG, IgA 9. Uji Coombs 10. Elektroferesis protein 11. Kreatinin dan ureum darah* 12. Protein urin (total protein dalam 24 jam) 13. Urinalisis* 14. Pencitraan : Foto Rontgen toraks, USG ginjal
2.6. Tata laksana Prinsip tatalaksana LES pada pasien anak dan dewasa sama, namun pada anak aspek psikososial dan masalah khusus lainnya harus lebih diperhatikan.4,17 Dasar pengobatan penyakit lupus yang utama adalah profilaksis, tata laksana infeksi, pemberian obat salisilat, obat antimalaria, pengobatan kortikosteroid, pengobatan imunosupresan atau sitostatika dan penggunaan tabir surya yang ditujukan untuk mencegah induksi gejala LES pada kulit.4 Tujuan utama terapi adalah untuk menghindari faktor pencetus terjadinya eksaserbasi dan mengendalikan produksi autoantibodi dengan menggunakan imunosupresan.17 Secara umum, tata laksana meliputi konseling dan edukasi tentang penyakit untuk keluarga, pasien dianjurkan untuk istirahat cukup, dan mendapat nutrisi yang tepat. Pengendalian infeksi juga tidak boleh diabaikan, karena infeksi merupakan penyebab kematian kedua terbanyak setelah gagal ginjal, antara lain dengan imunisasi dan tata laksana infeksi yang tepat 1,2,4 Pada pasien dengan manifestasi ringan, seperti artralgia dan mialgia, obat-obatan antiinflamasi nonsteroid (AINS) dapat digunakan sebagai terapi simtomatik. Obat antimalaria seperti klorokuin dan hidroksiklorokuin digunakan untuk manifestasi lupus diskoid dan kulit, pemberian obat ini harus hati-hati karena terdapat kecenderungan untuk terjadi toksisitas pada retina sehingga disarankan untuk pemeriksaan oftalmologi setiap 4–6 bulan. Kortikosteroid topikal dapat diberikan untuk menekan proses kemerahan atau ruam pada wajah.4 Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
11
Penggunaan kortikosteroid dengan dosis yang sesuai diperlukan pada hampir semua kasus dengan LES untuk menekan gejala. Kortikosteroid dosis rendah (kurang dari 0,5 mg/kgBB/hari) digunakan untuk mengatasi gejala klinis seperti demam, dermatitis, dan artritis. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi (1–2 mg/kgBB/hari) bertujuan untuk mengatasi manifestasi LES yang lebih berat seperti krisis lupus, gejala neurologis, anemia hemolitik akut, atau beberapa bentuk nefritis tertentu. Pada keadaan tertentu harus dipertimbangkan pemberian sitostatika, yaitu apabila terdapat gangguan neurologi, nefritis tipe proliferasi difus atau membranosa, anemia hemolitik akut dan kasus-kasus yang resisten terhadap pemberian kortikosteroid. Obat sitostatika yang diberikan biasanya adalah azatioprin dan siklofosfamid.4 Penurunan densitas tulang dapat dicegah dengan penggunaan dosis rendah harian kortikosteroid atau pemberian dosis tinggi namun intermiten intravena disertai suplementasi vitamin D dan kalsium.21 Terdapat beberapa terapi yang masih dikembangkan dalam tatalaksana LES antara lain: imunoglobulin intravena, plasmaferesis untuk mengurangi kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi, dan terapi sel punca.1,4 Tabel 2.4. Tata laksana LES pada anak1,4 Umum: edukasi dan nutrisi yang tepat Penggunaan tabir surya Pencegahan dan tatalaksana infeksi yang tepat AINS untuk keluhan muskuloskeletal Antikoagulan jika terdapat antibodi antikardiolipin dalam kadar yang bermakna Hidroksiklorokuin untuk penyakit kulit dan tambahan glukokortikoid jika ada manifestasi sistemik Glukokortikoid (prednison oral 1-2 mg/kgBB/hari) Inisial metilprednisolon iv dengan interval setiap bulan untuk manifestasi yang berat Imunosupresan (azatioprin dan siklofosfamid) pada penyakit yang berat.
2.7. Tindak Lanjut Penyakit LES berevolusi secara spontan, ditandai dengan fase remisi dan flare. Fase flare diartikan sebagai eksaserbasi atau perkembangan tanda atau keluhan baru yang memerlukan perubahan terapi, sedangkan remisi merupakan bentuk Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
12
penyakit yang kurang ganas. Pada penyakit LES tidak ada satu jenis pemeriksaan atau parameter tunggal yang dapat mengklasifikasikan aktivitas penyakit LES pada suatu waktu, sedangkan tata laksana LES sangat tergantung dengan tingkat aktivitas penyakit. Pada pemantauan aktivitas penyakit LES dibuat berbagai sistem skor yang dapat menggambarkan perjalanan aktivitas penyakit.1 Secara umum terdapat 3 macam sistem skor yaitu sistem skor untuk menilai aktivitas penyakit, sistem skor untuk menilai kerusakan organ, dan sistem skor yang menggambarkan persepsi pasien tentang kesehatannya (kuesioner kualitas hidup).3,4 Terdapat dua jenis sistem skor yang digunakan untuk menilai aktivitas penyakit LES. Jenis pertama merupakan sistem skor yang bertujuan untuk memberikan gambaran umum yang sederhana mengenai aktivitas penyakit yaitu SLAM, SLEDAI, dan ECLAM.9,22 Jenis kedua adalah sistem skor rinci yang menggambarkan keadaan berbagai sistem organ secara terpisah, yaitu BILAG.10,11 Secara keseluruhan sistem skor ini akurat dan reliable, serta dapat digunakan baik pada anak maupun dewasa.4 Penelitian yang dilakukan oleh Brunner dkk.11 pada 35 orang anak penderita SLE membuktikan bahwa sistem penilaian SLEDAI, SLAM, dan BILAG sensitif dalam menilai perubahan aktivitas penyakit sehingga dapat digunakan dalam tata laksana LES pada anak. Dalam penelitian ini dilakukan penilaian skor sebanyak 4 kali, yaitu saat diagnosis awal, 6 bulan setelah diagnosis, saat flare (yang ditandai dengan perburukan gejala klinis, perburukan nilai laboratorium, atau peningkatan dosis kortikosteroid atau obat lini kedua) dan 6 bulan setelah flare. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa ketiga sistem skor tersebut sensitif untuk menilai perubahan aktivitas penyakit pada anak dengan LES.11 Sepanjang tahun 1950-an hingga 1980-an terdapat sekitar 60 jenis sistem skor yang dikembangkan untuk menilai aktivitas LES, namun tidak satupun dari sistem skor ini divalidasi sehingga tidak dapat digunakan secara luas. Sejak 15 tahun terakhir muncul berbagai usaha untuk melakukan validasi terhadap berbagai sistem skor. Secara umum sistem skor yang baik harus memiliki komponen sebagai berikut:12,22 Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
13
1. Terdapat pengelompokan variabel yang dapat diterima secara umum. 2. Jumlah variabel yang digunakan dalam sistem skor mencukupi. 3. Terdapat kesesuaian dengan sistem skor lain yang telah divalidasi. 4. Terdapat korelasi yang baik antara klinis dengan laboratorium yang menunjukkan aktivitas penyakit. 5. Dapat membedakan kelompok pasien dengan aktivitas penyakit yang berbeda-beda.
Systemic lupus activity measure (SLAM) Sistem skor SLAM dikembangkan di Boston oleh anggota Lupus Council of the American College of Rheumatology. Skor ini terdiri dari 32 variabel yang menggambarkan 11 sistem organ, skala penilaian dibagi menurut tingkat keparahan, yaitu dari skala 1 sampai 3 dengan skor maksimal atau total 86. Pada SLAM modifikasi (SLAM-R) terdapat 31 variabel dari 10 sistem organ (variabel pneumonitis dihilangkan), namun terdapat variabel yang bergantung pada subjektivitas pasien yaitu artralgia dan kelelahan. Skor SLAM tidak terdapat variabel kelainan imunologi serologi. 4,11,22
European consensus lupus activity measurement (ECLAM) Sistem skor ECLAM dikembangkan pada tahun 1992 dari hasil penelitian kohort 704 pasien SLE di Eropa. Sistem skor ini berbeda dengan sistem skor lainnya karena disusun langsung dari suatu studi dengan jumlah pasien yang relatif banyak. Skor ini terdiri dari 15 variabel yang masing-masing diberi nilai sesuai koefisien regresinya pada uji multivariat. Skor ECLAM sensitif terhadap perubahan aktivitas penyakit dan berkorelasi baik dengan SLEDAI.4,11,22
British isles lupus assessment group (BILAG) Sistem skor BILAG dirumuskan melalui diskusi mendalam ahli-ahli reumatologi dan sistem skor ini didasarkan pada “intention to treat”, digunakan untuk Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
14
menentukan terapi yang akan diberikan. Skor BILAG lebih komprehensif dibandingkan dengan SLEDAI, terdiri dari 86 variabel yang mengevaluasi 8 sistem organ. Penilaian setiap variabel diukur secara kualitatif melalui observasi klinis dan akan mendapatkan suatu skor alfabetik: A (paling aktif), B (aktif moderat), C (aktivitas minimal), D (stabil), E (tidak pernah bermanifestasi). Umumnya skor total tidak dihitung, namun untuk kepentingan studi skor alfabetik tersebut dapat dikonversi A = 9, B = 3, C = 1, D = 0, E = 0, sehingga nilai maksimumnya adalah 72.11,22 Skor BILAG merupakan sistem skor yang paling komprehensif sehingga disarankan untuk menggunakan software khusus dalam melakukan perhitungan, karena rinci BILAG cocok digunakan dalam penelitian klinis, namun tidak praktis digunakan untuk klinis sehari-hari. Walaupun rinci ternyata ada beberapa sistem yang tidak dimunculkan secara jelas dalam BILAG, yaitu sistem okular dan gastrointestinal. Pemantauan kedua sistem organ ini dimasukkan ke dalam pemantauan sistem organ lain. Skor BILAG juga tidak memonitor kelainan serologi imunologi.4 Systemic lupus erythematosus disease activity index (SLEDAI) Sistem skor yang paling sering digunakan adalah SLEDAI, dihitung setiap 3–6 bulan, atau ketika ada perubahan aktivitas penyakit.1 Skor SLEDAI dikembangkan di Toronto pada tahun 1985. Pada sistem skor ini terdapat 24 variabel yang menggambarkan 8 sistem organ. Skor ini mencatat manifestasi penyakit dalam waktu 10 hari sebelum waktu pengukuran. Masing-masing variabel diberi bobot nilai yang bervariasi, tergantung dari beratnya manifestasi klinik yang terjadi bila organ tersebut terganggu. Pada gangguan ginjal, gangguan neurologi dan vaskulitis memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan gangguan pada kulit. Skor maksimum SLEDAI adalah 105.
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
15
Tabel 2.5. Skor SLEDAI 23 Nilai
Deskripsi
Definisi
8
Kejang
8
Psikosis
8
Organic brain syndrome
Awitan baru, telah disingkirkan penyebab metabolik infeksi atau obat Kemampuan hidup normal berubah akibat gangguan persepsi yang berat terhadap realitas. Termasuk halusinasi, inkoheren, asosiasi longgar, impoverished thought content, berfikir tidak logis, bingung, disorganized atau perilaku katatonik. Telah disingkirkan penyebab uremia dan obat Fungsi mental berubah dengan gangguan fungsi orientasi dan memori atau fungsi intelektual dengan manifestasi klinis yang berfluktuasi dan awitan cepat. Termasuk kesadaran berkabut dengan penurunan kapasitas untuk memfokuskan perhatian dan ketidakmampuan mempertahankan perhatian terhadap lingkungan, ditambah minimal 2 dari: gangguan persepsi, berbicara inkoheren, insomnia atau mengantuk siang hari, atau ↑/↓ aktivitas psikomotor. Telah disingkirkan penyebab metabolik, infeksi, atau obat
8
Gangguan visual
8
Gangguan sistem saraf pusat (SSP) Lupus headache
8 8 8
Cerebrovascular accident (CVA) Vaskulitis
4
Artritis
4
Miositis
4 4
Silinder urin Hematuria
4
Proteinuria
4 2 2
Piuria Rash baru Alopesia
2 2
Ulkus mukosa Pleuritis
2
Perikarditis
2
Kadar komplemen darah rendah dsDNA meningkat Demam Trombositopenia Leukopenia
2 1 1 1
Perubahan retina, termasuk cytoid bodies, perdarahan retina, eksudat serosa atau berdarah pada koroid, atau neuritis optik. Telah disingkirkan penyebab hipertensi, infeksi atau obat Awitan baru neuropati sensoris dan motorik Berat, sakit kepala persisten, migren yang tidak responsif terhadap obat analgesik narkotik Awitan baru. Tidak termasuk arteriosklerosis. Ulkus, gangren, nodul jari yang keras, infark periungual, perdarahan splinter, atau bukti adanya vaskulitis pada hasil biopsi atau angiogram Artritis >2 sendi, nyeri, dan ada tanda inflamasi (nyeri tekan, bengkak, efusi) Otot proksimal nyeri/lemah, karena kreatin fosfokinase/aldolase meningkat atau perubahan elektromiogram, atau pada biopsi terbukti miositis Heme, granular atau silinder eritrosit >5 eritrosit/LPB. Telah disingkirkan penyebab batu, infeksi, atau penyebab lain >0,5 g/24 jam. Awitan baru atau peningkatan terakhir >0,5 g/24 jam >5 leukosit/LPB. Telah disingkirkan penyebab infeksi Rash inflamasi awitan baru atau rekurens Hilangnya rambut abnormal yang difus, atau patchy awitan baru atau rekurens Ulkus oral dan awitan nasal baru atau rekurens Nyeri dada pada pleuritis dengan pleural rub atau efusi, atau penebalan pleura Nyeri perikardial dengan konfirmasi 1 : rub, efusi, bukti EKG atau bukti ekokardiogram Kadar C50, C3 atau C4 di bawah normal. dsDNA meningkat >25% dari sebelumnya >380 C. Telah disingkirkan penyebab infeksi <100.000/µL <3.000/µL Telah disingkirkan penyebab obat
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
16
Terdapat beberapa cara interpretasi sistem skor SLEDAI, menurut Mosca dkk.13 interpretasi skor SLEDAI adalah sebagai berikut: no activity (SLEDAI = 0), mild activity (SLEDAI = 1–5), moderate activity (SLEDAI = 6–10), high activity (SLEDAI = 11–19), dan very high activity (SLEDAI = 20). Interpretasi skor SLEDAI menurut Soepriadi dan Setiawan sebagai berikut: 1. Mild/moderate flare adalah bila terdapat salah satu dari keadaan berikut: perubahan nilai SLEDAI lebih dari 3, timbulnya ruam diskoid, fotosensitivitas, vaskulitis kutaneus, lupus bulosa, ulkus nasofarings, pleurisi, perikarditis, artritis, demam, peningkatan dosis prednison tetapi tidak melebihi 0,5 mg/kgBB/hari, peningkatan penggunaan AINS. 2. Severe flare adalah bila terdapat salah satu dari keadaan berikut: perubahan nilai SLEDAI lebih dari 12, timbul atau memburuknya gejala SSP, vaskulitis, nefritis, miositis, phosphokinase (Pk) kurang dari 60.000, Hb kurang dari 7 g/dl (atau Hb turun lebih dari 3 g/dl), memerlukan peningkatan dosis prednison sampai 2 kali lipat, dosis prednison lebih dari 0,5 mg/kgBB/hari, membutuhkan sitoksan baru (azatioprin, MTX), dan rawat inap karena LES.1 Skor SLEDAI mudah digunakan dan reliable bahkan pada pemantau pemula. Sistem skor ini juga sensitif dalam menilai perubahan aktivitas penyakit, seperti yang dikemukakan oleh Brunner dkk.11 pada penelitiannya dilakukan penilaian skor SLEDAI pada saat diagnosis awal (dx), 6 bulan pasca diagnosis (dx6), saat flare pertama kali terjadi (ff), dan 6 bulan pasca flare (f6). Diharapkan terjadi penurunan skor pada perbandingan dx/dx6 dan ff/f6, serta terjadi peningkatan skor pada dx6/ff. Dalam studi tersebut, diukur effect size index (ESI) yang merupakan salah satu pendekatan statistik untuk menilai sensitivitas terhadap suatu perubahan. Dilaporkan angka ESI untuk perbandingan skor SLEDAI pada dx/dx6, ff/f6, dan dx/ff ialah 2,31, 2,24, dan -1,00. Masing-masing bernilai lebih dari 0.8 yang berarti menunjukkan respon yang tinggi terhadap perubahan aktivitas penyakit.
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
17
Komparasi Bila dilakukan perbandingan antara berbagai sistem skor yang ada maka SLEDAI adalah sistem skor yang paling mudah digunakan dalam aplikasi klinis sehari-hari, karena memiliki variabel yang relatif sedikit sehingga dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 2 menit. Variabel dalam SLEDAI sudah didefinisikan dengan jelas sehingga perbedaan persepsi pengisi formulir menjadi minimal.9,11 Skor SLAM cukup mudah digunakan, namun karena jumlah variabelnya lebih banyak menjadikan pengisian formulir SLAM lebih lama dari SLEDAI.11 Skor ECLAM memiliki variabel yang paling sedikit (15 variabel), namun terdapat 34 subvariabel sehingga membutuhkan waktu pengisian lebih lama. Pada ECLAM terdapat pembulatan bilangan yang tidak sederhana dan berpotensi menimbulkan kesalahan penilaian skor akhir.9 Skor BILAG adalah sistem skor yang paling banyak jumlah variabelnya sehingga membutuhkan waktu yang lama, bahkan disarankan untuk menggunakan software tertentu dalam pengisiannya, namun skor ini dapat memberikan gambaran yang rinci tentang berbagai sistem organ.10,11 Sistem skor SLEDAI, BILAG, dan ECLAM lebih responsif terhadap perubahan aktivitas penyakit dibandingkan dengan SLAM, sensitivitas terhadap perubahan aktivitas penyakit ini dihitung dengan membandingkan perubahan jumlah skor terhadap peningkatan atau penurunan dosis kortikosteroid.9-11 Skor SLEDAI lebih sensitif daripada SLAM karena pada anak dengan kondisi LES yang sedang aktif sering terjadi perburukan pada organ ginjal. Skor untuk organ ginjal pada SLEDAI berjumlah 16 sedangkan SLAM hanya 8. Skor BILAG dan ECLAM lebih sensitif dalam menilai perubahan aktivitas penyakit daripada SLEDAI, hal ini karena kedua sistem skor ini lebih sensitif dalam mendeteksi kebutuhan pasien terhadap peningkatan terapi. Skor BILAG dan ECLAM memiliki lebih banyak variabel dibanding SLEDAI, serta pada BILAG variabel lebih rinci (terdapat 4 macam skor pada BILAG: improving, same, worse, new), sehingga tingkat keparahan masing-masing sistem organ dapat ditentukan, sedangkan pada SLEDAI hanya bisa ditentukan ada atau tidaknya suatu manifestasi gejala.9-11
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
18
Ketiga sistem skor SLEDAI, SLAM, dan ECLAM menilai aktivitas penyakit secara keseluruhan sehingga pada akhirnya didapatkan skor total yang merepresentasikan tingkat aktivitas penyakit. Sistem skor ini memudahkan klinisi untuk mendapatkan gambaran secara langsung perbandingan aktivitas penyakit dari waktu ke waktu, walaupun kekurangannya adalah lebih sulit untuk melakukan follow-up per organ.9,11 Skor SLEDAI, BILAG, dan ECLAM sensitif dalam memprediksi tingkat kerusakan organ yang terjadi akibat SLE. Hal ini diketahui dengan membandingkan ketiga sistem skor tersebut dangan Systemic Lupus International Collaborating Clinics/American College of Rheumatology (SLICC/ACR) damage index. Didapatkan hasil bahwa peningkatan skor berkorelasi dengan peningkatan damage index.13 Tabel 2.6. Tabel ringkasan karakteristik masing–masing sistem skor9-13 No 1.
2.
Penilaian
BILAG Masingmasing sistem organ dinilai secara individual 28
ECLAM Penilaian umum
SLAM Penilaian umum
SLEDAI Penilaian umum
Tidak jelas
28
10
86
15
31
24
3.
Durasi waktu pengamatan (hari) Jumlah variabel
4.
Variabel imunologi
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
5.
Pembobotan dalam variabel Analisis keparahan gejala Variabel terapi Penjumlahan nilai akhir
Ya
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak ada Umumnya tidak dijumlahkan (kecuali pada penelitian klinis) Ya
Tidak ada Penjumlahan dengan pembulatan bilangan pecahan
Tidak ada Penjumlahan sederhana
Tidak ada Penjumlahan sederhana
Ya
Ya
Ya
Paling lama
Cepat
Cepat
Paling cepat
Sangat baik
Sangat baik
Kurang
Baik
Baik
Baik
Tidak diketahui
Baik
6. 7. 8.
9. 10. 11. 12.
Dapat digunakan pada anak dan dewasa Lamanya pengisian formulir Responsifitas terhadap aktivitas penyakit Kemampuan untuk memprediksi kerusakan organ
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
19
2.8. Prognosis Prognosis LES dipengaruhi sejumlah faktor, yaitu usia saat diagnosis ditegakkan, jarak antara awitan penyakit sampai diagnosis ditegakkan, manifestasi penyakit, aktivitas penyakit pada saat menjalani perawatan, serta terapi yang diperoleh.23 Pada pasien anak, biasanya LES melibatkan lebih banyak organ dibanding orang dewasa, sehingga pada masa lampau kasus LES pada anak memberikan prognosis yang jauh lebih buruk.23 Beberapa prediktor yang menunjukkan prognosis kurang baik, yaitu adanya anemia persisten (Hb kurang dari 10 g/dL selama lebih dari 6 bulan), hipertensi persisten (tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg selama lebih dari 6 bulan), hematuria persisten (eritrosit urin lebih dari 20/LPB selama lebih dari 6 bulan), hipertensi pulmonal, dan adanya kegawatan berulang yang membuat pasien harus menjalani perawatan di RS.4 Saat ini dengan terapi yang lebih agresif disertai pesatnya kemajuan di bidang kedokteran diagnostik, maka angka kesintasan 10 tahun pada anak yang mendapat terapi optimal telah meningkat menjadi 85%.21 Pemberian informasi yang memadai tentang penyakit ini pada keluarga merupakan faktor penting dalam tata laksana LES yang akan menentukan keberhasilan terapi.4
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
BAB 3 KERANGKA KONSEP
Predisposisi : -
-
Genetik Ketidakseimbangan hormonal Defisiensi komplemen
Lingkungan : -
Infeksi obat- obatan sinar UV
Proses autoimun
Manifestasi klinis dan laboratorium
Kriteria LES menurut ACR 1997
Terapi
Penilaian aktivitas penyakit LES dengan skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun
Bulan ke-0
No activity
Bulan ke-3
Mild activity
Bulan ke-6
Moderate activity
Bulan ke-9
High activity
Bulan ke-12
Very high activity
- - - - - : ruang lingkup penelitian
20 Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini adalah studi deskriptif retrospektif yang memantau aktivitas penyakit LES anak dengan penilaian skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun di Departemen IKA RSCM Jakarta. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Departemen IKA RSCM Jakarta. 4.2.2 Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada tanggal 15 Juli sampai 15 Agustus 2013 secara retrospektif dari rekam medik tanggal 01 Juli 2005 sampai dengan 31 Juli 2013. 4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Target Semua pasien yang baru didiagnosis LES. 4.3.2 Populasi Terjangkau Semua pasien yang baru didiagnosis LES dan tercatat di Departemen IKA RSCM selama kurun waktu penelitian. 4.3.3 Sampel Penelitian Sampel penelitian adalah semua rekam medik pasien pada populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. a. Kriteria Inklusi 1. Usia 0–18 tahun. 2. Telah didiagnosis sebagai LES berdasarkan kriteria ACR 1997 yaitu memiliki 4 dari 11 kriteria sesuai Tabel 4.1. b. Kriteria eksklusi 1. Rekam medik tidak lengkap. 2. Tidak kontrol lebih dari 3 bulan selama satu tahun pengamatan.
21 Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
22
Tabel 4.1. Kriteria klasifikasi LES menurut ACR revisi 199719 1. 2. 3. 4. 5. 6. a. 7.
8.
9.
10.
1
11.
Ruam kupu-kupu di wajah (malar rash) Ruam diskoid Fotosensitivitas Ulkus di mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri Artritis nonerosif dengan karakteristik nyeri, bengkak atau efusi Serositis : a. Pleuritis (nyeri pleuritik, rub, atau efusi pleura) ATAU b. Perikarditis (EKG, rub, atau efusi perikardium) Manifestasi ginjal : a. Proteinuria persisten (>0,5 g atau >+3) ATAU b. Silinder selular Manifestasi neurologis : a. Kejang (tanpa adanya penyebab lain) ATAU b. Psikosis (tanpa adanya penyebab lain) Manifestasi hematologi : a. Anemia hemolitik ATAU b. Leukopenia (<4.000/µL pada 2x/lebih pemeriksaan) ATAU c. Limfopenia (<1.500/µL pada 2x/lebih pemeriksaan) ATAU d. Trombositopenia (<100.000/µL dengan menyingkirkan efek obat) Manifestasi imunologis : a. AntidsDNA positif ATAU b. AntiSm ATAU c. Antifosfolipid positif (kadar serum IgG atau IgM antikardiolipin abnormal ATAU antikoagulan lupus positif ATAU uji serologik sifilis positif palsu) Antinuclear antibody (ANA) positif
4.3.4. Metode Pengambilan Sampel Pemilihan sampel dilakukan dengan metode total population sampling, yaitu memasukkan seluruh rekam medik pasien yang terdapat di Departemen IKA RSCM dari bulan Juli 2005 sampai dengan Juli 2013 yang memenuhi kriteria penelitian. 4.4 Instrumen Pengumpulan Data Instrumen pengukuran data berupa lembar penilaian yang berisi deskripsi aktivitas penyakit LES berdasarkan skor SLEDAI (Lampiran 2). Data diambil dari rekam medik dan dicatat aktivitas penyakit sesuai sistem skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan.
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
23
4.5 Cara Kerja 4.5.1 Sebelum Penelitian Mencari data rekam medik pasien LES di Poliklinik Alergi Imunologi dan Poliklinik Nefrologi Departemen IKA RSCM dengan kode International Classification of Disease (ICD-10) M32.9 untuk penyakit LES dari bulan Juli 2005 sampai dengan Juli 2013. Melakukan seleksi data rekam medik sesuai dengan kriteria penelitian untuk menjadi subjek penelitian. 4.5.2 Saat Penelitian Formulir identitas pasien (lampiran 1) diisi untuk semua sampel yang memenuhi kriteria penelitian, meliputi data: identitas pasien (nama, usia/tanggal lahir, jenis kelamin, dan lain-lain) dan kriteria diagnosis menurut ACR revisi 1997. Lembar pemantauan aktivitas penyakit (lampiran 2) diisi sesuai gambaran klinis dan data laboratorium yang tercantum di rekam medik dari awal pasien didiagnosis dan dilakukan penilaian berkala setiap 3 bulan sampai dengan satu tahun pengamatan. Lembar rekapitulasi skor SLEDAI (lampiran 3) diisi untuk mencatat rekapitulasi aktivitas penyakit dan interpretasi skor sesuai hasil penjumlahan skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan. Mengelompokkan kelengkapan data rekam medik berdasarkan manifestasi klinis dan laboratorium sesuai skor SLEDAI sebagai berikut: o Data lengkap: seluruh manifestasi klinis dan laboratorium yang berjumlah 24 variabel pada skor SLEDAI terisi yaitu kejang, psikosis, organic brain syndrome, gangguan visual, gangguan SSP, lupus headache, CVA, vaskulitis, artritis, miositis, silinder urin, hematuria, proteinuria, piuria, rash baru, alopesia, ulkus mukosa, pleuritis, perikarditis, komplemen darah rendah, dsDNA meningkat, demam, trombositopenia, dan leukopenia.
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
24
o Data kurang lengkap: terdapat satu atau lebih manifestasi laboratorium pada skor SLEDAI dengan jumlah 8 variabel yang tidak terisi yaitu silinder urin, hematuria, proteinuria, piuria, komplemen darah rendah, dsDNA meningkat, trombositopenia, dan leukopenia. Total variabel skor SLEDAI yang terisi adalah 16–23. Data diasumsikan normal (skor = 0) bila di rekam medik tidak ada keluhan klinis dan tidak ada data laboratorium yang mendukung. Melakukan pengolahan, analisis, dan penyajian data. o Pengolahan data dilakukan menggunakan program statistik SPSS versi 17. Untuk menilai distribusi data numerik normal atau tidak dilihat secara analisis dengan uji Shapiro-Wilk (sampel kurang dari 50). Bila data berdistribusi normal disajikan dalam rerata dan simpang baku, bila data berdistribusi tidak normal disajikan dalam median dan rentang. o Analisis yang dilakukan untuk uji hipotesis data ordinal dengan kelompok lebih dari 2 adalah uji Friedman. Hasil analisis dikatakan bermakna bila p <0,05. Bila hasil uji Friedman bermakna maka dilanjutkan dengan analisis post-hoc Wilcoxon untuk mengetahui lebih jelas kelompok yang memberikan perbedaan bermakna dari skor SLEDAI yang dibandingkan. o Data disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan tekstular.
4.5.3 Sesudah Penelitian Melaporkan hasil penelitian dalam bentuk presentasi tesis dan laporan tertulis pada institusi pendidikan.
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
25
4.6 Batasan Operasional Batasan operasional pada penelitian dapat dilihat di bawah ini Variabel Pasien LES
Usia
Kelengkapan data sesuai dengan sistem skor SLEDAI
Definisi Pasien yang didiagnosis LES, yaitu memenuhi minimal empat kriteria diagnosis ACR 1997 dan memenuhi kriteria penelitian di Departemen IKARSCM Usia adalah usia kronologis berdasarkan keterangan keterangan tertulis saat pertama kali datang ke RSCM Berdasarkan sistem skor SLEDAI, kelengkapan data dikategorikan menjadi:
Cara Pengukuran
Skala
Sesuai tertulis dalam rekam medik
Tanggal kontrol dikurangi tanggal lahir dalam bentuk tahun-bulan.
Rasio
Menghitung jumlah data skor SLEDAI yang terisi
Ordinal
Sesuai hasil anamnesis, terdapat gerakan involuntary biasanya berupa tonik klonik yang tidak didahului oleh kejadian infeksi yang berupa demam tinggi ataupun kelainan metabolik dan obat-obatan.
Nominal
- Lengkap: seluruh manifestasi klinis dan laboratorium yang berjumlah 24 variabel pada skor SLEDAI terisi yaitu kejang, psikosis, organic brain syndrome, gangguan visual, gangguan SSP, lupus headache, CVA, vaskulitis, artritis, miositis, silinder urin, hematuria, proteinuria, piuria, rash baru, alopesia, ulkus mukosa, pleuritis, perikarditis, komplemen darah rendah, dsDNA meningkat, demam, trombositopenia, dan leukopenia - Kurang lengkap: terdapat satu atau lebih manifestasi laboratorium pada skor SLEDAI dengan jumlah 8 variabel yang tidak terisi yaitu silinder urin, hematuria, proteinuria, piuria, komplemen darah rendah, dsDNA meningkat, trombositopenia, dan leukopenia. Total variabel skor SLEDAI yang terisi adalah 16–23 Kejang
Awitan terkini, bukan akibat metabolik, infeksi atau obat-obatan.
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
26
Psikosis
Gangguan kemampuan atau fungsi dalam aktivitas normal akibat kelainan berat pada persepsi terhadap realitas. Termasuk halusinasi, inkoherensi, kehilangan asosiasi, miskin isi pikir, pemikiran tidak logis, bertingkah aneh (bizzare), perilaku kacau atau katatonik, bukan akibat uremia atau obat-obatan. Gangguan fungsi mental disertai gangguan orientasi atau memori atau sindroma fungsi intelektual lainnya dengan awitan cepat dan gambaran klinis fluktuatif. Termasuk kesadaran berkabut dengan penurunan kapasitas untuk fokus dan ketidakmampuan untuk mempertahankan atensi terhadap lingkungan dan sedikitnya ada dua dari hal berikut: gangguan perseptual, bicara inkoheren, insomnia atau mengantuk di siang hari, peningkatan atau penurunan aktivitas psikomotor. Bukan akibat metabolik, infeksi, atau obat-obatan. Perubahan retina akibat LES: cytoid bodies, perdarahan retina, eksudat serosa atau perdarahan dalam koroid, neuritis optik (bukan akibat hipertensi, obat-obatan, atau infeksi). Awitan baru neuropati sensorik atau motorik yang melibatkan saraf kranial Nyeri kepala berat, persisten, dapat bersifat seperti migren dan tidak responsif terhadap analgesia golongan narkotik Sindroma baru, bukan akibat arteriosklerosis.
Sesuai hasil pemeriksaan psikiatri
Nominal
Sesuai hasil pemeriksaan psikiatri
Nominal
Sesuai hasil pemeriksaan mata dengan slit lamp dan oftalmoskopi
Nominal
Sesuai hasil pemeriksaan fisis neurologi Sesuai hasil anamnesis, terdapat sakit kepala yang dapat berputar disertai rasa mual atau tidak. Sesuai hasil anamnesis dan pemeriksaan neurologi
Nominal
Vaskulitis
Ulserasi, gangren, nodul pada jari yang keras, infark periungual, splinter haemorrhages
Nominal
Artritis
Lebih dari dua sendi mengalami nyeri dan tanda-tanda inflamasi.
Terdapatnya eritem dan hiperpigmentasi di bagian tengah lesi atau dibuktikan dengan pemeriksaan biopsi atau angiogram. Sesuai hasil pemeriksaan fisis, terdapat bengkak dan rasa nyeri yang biasanya terjadi pada sendi kecil di tangan, pergelangan tangan, siku, bahu, lutut, dan pergelangan kaki dengan durasi serangan yang biasanya pendek, berlangsung beberapa hari atau persisten dan berpindah-pindah.
Organic brain syndrome
Gangguan visual
Gangguan SSP Lupus headache
CVA
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
Nominal
Nominal
Nominal
27
Miositis
Alopesia
Nyeri atau kelemahan pada otot proksimal yang berhubungan dengan peningkatan kadar kreatin fosfokinase/aldolase, perubahan elektromiografi, atau biopsi yang menunjukkan miositis. Baru atau rekurensi berupa kerontokan rambut secara difus yang abnormal.
Ruam malar baru
Awitan baru atau inflamasi jenis ruam
rekurensi
dari
Ulkus mukosa
Awitan baru atau rekurensi dari ulserasi oral atau nasal.
Pleurisy
Nyeri dada pleuritik dengan pleural rub atau efusi pleura, atau penebalan pleura.
Perikarditis
Nyeri perikardial dengan sedikitnya satu dari berikut: rub atau efusi.
Sesuai hasil pemeriksaan biokmiawi dari serum darah, pemeriksaan elektromiografi atau biopsi
Nominal
Sesuai hasil pemeriksaan fisis pada kepala, didapat rambut yang mudah rontok jika di cabut atau terdapat kebotakan di daerah kepala yang terjadi secara merata. Sesuai hasil pemeriksaan fisis pada kulit, terdapat ruam yang berupa eritem simpel, berbatas tegas dan agak meninggi atau berupa erupsi makulopapular dengan skuamasi halus berwarna kemerahan, biasanya simetris di kedua malar, jembatan hidung, dahi namun tidak sampai lipatan nasolabial dan dapat dipresipitasi oleh paparan sinar matahari. Sesuai hasil pemeriksaan fisis pada membran mukosa, terdapat lesi klasik yang tidak nyeri, dalam, berupa ulkus kasar pada palatum durum. Adanya nyeri pleuritik atau suara gesekan pada pemeriksaan fisis paru dan didukung hasil pemeriksaan foto toraks terdapat penebalan lapisan pleura Dari pemeriksaan fisis ditemukan nyeri dada di garis tengah anterior bawah dan diperhebat oleh gerakan bernapas/ batuk/menelan/posisi berbaring. Bila efusi cukup banyak terdengar suara jantung melemah didukung hasil pemeriksaan EKG berupa gelombang T tinggi atau elevasi segmen ST terutama pada fase akut atau didukung hasil pemeriksaan ekokardiografi yaitu terdapatnya cairan di perikardium.
Nominal
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
Nominal
Nominal
Nominal
Nominal
28
Demam
Suhu lebih dari 380C bukan akibat infeksi
Silinder urin
Heme, granular, atau eritrosit
Hematuria
Eritrosit >5/LPB, bukan akibat batu atau infeksi saluran kemih
Proteinuria
Sesuai hasil pemeriksaan dengan termometer suhu di aksila >38 . Berdasarkan pemeriksaan urinalisis mikroskopik (sedimentasi) Berdasarkan pemeriksaan urinalisis
Nominal
Protein urin >0,5 g/24 jam. Awitan baru atau peningkatan terakhir protein urin >0,5 g/24 jam.
Berdasarkan pengukuran kadar protein pada urin yang di tampung selama 24 jam.
Numerik Nominal
Piuria
Leukosit urin >5/LPB bukan akibat infeksi.
Berdasarkan pemeriksaan urinalisis
Numerik Nominal
Komplemen darah rendah
Penurunan kadar C50, C3 atau C4 (lebih rendah dari batas bawah nilai range normal pada pemeriksaan laboratorium) dsDNA meningkat >25% berdasarkan Farr assay (lebih dari batas atas nilai range normal pada pemeriksaan laboratorium, contohnya 25%) Trombosit <100.000/µL
Dilakukan dengan cara ELISA dari serum darah.
Numerik Nominal
Dengan pemeriksaan imunofluoresensi/ pemeriksaaan Farr assay
Numerik Nominal
Berdasarkan pemeriksaan darah perifer lengkap Berdasarkan pemeriksaan darah perifer lengkap
Numerik Nominal Numerik Nominal Ordinal
dsDNA meningkat
Trombositopenia Leukopenia
Leukosit <3.000 /µL, bukan akibat obat.
Interpretasi skor SLEDAI sesuai Mosca dkk
- no activity:skor SLEDAI = 0 - mild activity:skor SLEDAI = 1–5 - moderate activity: skor SLEDAI = 6– 10 - high activity: skor SLEDAI = 11–19
Selisih skor SLEDAI dengan pengamatan sebelumnya
Loss to follow up
Pasien LES yang tidak melanjutkan pengobatan di Departemen IKA RSCM selama satu tahun masa pengamatan.
Sesuai tertulis dalam rekam medik
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
Nominal
Numerik Nominal
29
4.7. Alur Penelitian
Rekam medik pasien LES yang memenuhi kriteria ACR 1997 dari bulan Juli 2005 s/d Juli 2013 di Departemen IKA RSCM
Memenuhi kriteria penelitian
- Pengisian identitas - Pencatatan data klinis dan laboratorium sesuai skor SLEDAI bulan ke-0, 3, 6, 9, 12
Semua data yang terkumpul dilakukan pengolahan, analisis dan peyajian dalam bentuk tabel, grafik, dan tekstular
Pelaporan hasil penelitian
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Seleksi subjek penelitian Pada penelitian yang dilakukan di Departemen IKA RSCM dengan menggunakan data sekunder, yaitu rekam medik pasien dari 01 Juli 2005 sampai 31 Juli 2013 (selama 8 tahun) didapatkan 91 pasien dengan diagnosis LES. Setelah dilakukan seleksi didapatkan 30 pasien yang memenuhi kriteria inklusi (Gambar 5.1). Pada Tabel 5.1 dapat dilihat profil kelengkapan data dari 30 subjek sesuai skor SLEDAI.
Jumlah pasien LES selama periode penelitian = 91
Pengamatan bulan ke-0
Tidak ada rekam medis = 21
Ada rekam medis = 70
Pengamatan bulan ke-3
Loss to follow up = 20
Meninggal = 1
Dalam pengamatan = 49
Pengamatan bulan ke-6
Loss to follow up = 8
Meninggal = 1
Dalam pengamatan = 40
Pengamatan bulan ke-9
Loss to follow up = 6
Meninggal = 2
Dalam pengamatan = 32
Pengamatan bulan ke-12
Loss to follow up = 1
Meninggal = 1
Inklusi = 30
Gambar 5.1. Algoritme seleksi subjek penelitian
Tabel 5.1. Kategori kelengkapan data subjek sesuai skor SLEDAI Kategori Data lengkap Data kurang lengkap
Bulan ke-0 (n) 25 5
Bulan ke-3 (n) 5 25
Bulan ke-6 (n) 4 26
30 Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
Bulan ke-9 (n) 4 26
Bulan ke-12 (n) 7 23
Universitas Indonesia
31
5.2 Karakteristik subjek penelitian Dari Tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar pasien LES berjenis kelamin perempuan. Rerata usia pasien saat timbul gejala 11,23 (SD 2,88) tahun, sebagian besar mengalami gejala diatas usia 10 tahun dan tidak ada yang mengalami gejala dibawah usia 5 tahun. Usia terdiagnosis juga didapatkan lebih banyak pada usia diatas 10 tahun. Median (rentang) waktu dari gejala hingga diagnosis adalah 3 (1– 84) bulan. Sebagian besar pasien memiliki rentang waktu antara timbulnya gejala dengan penegakkan diagnosis kurang dari 5 bulan dan 3 pasien memiliki rentang lebih dari 10 bulan. Sebagian besar pasien mendapat kortikosteroid sebagai terapi inisial dan lebih banyak dalam bentuk metilprednisolon daripada prednison.
Tabel 5.2 Karakteristik subjek penelitian penderita LES Karakteristik Jenis Kelamin: - Laki-laki - Perempuan Usia saat awitan gejala (rerata (SD)) - 0–5tahun - 5–10 tahun - 10–18 tahun Usia saat diagnosis (rerata (SD)) - 0–5tahun - 5–10 tahun - 10–18 tahun Rentang waktu diagnosis (median (rentang)) - 0–5 bulan - 5–10 bulan - lebih dari 10 bulan Terapi inisial Kortikosteroid - Prednison Rerata dosis (mg/kgBB/hari) - Metilprednisolon Rerata dosis (mg/kgBB/hari) Kombinasi kortikosteroid dengan imunosupresan - Siklofosfamid Rerata dosis (mg/m2) - Mycophenolate mofetil/MMF Dosis (g/hari) - Azatioprin Dosis (mg/kgBB/hari)
n = 30 1 29 11,23 (SD 2,88) 0 9 21 11,79 (SD 2,69) 0 8 22 3 (1–84) 19 8 3 26 9 1,36 (SD 0,56) 17 1,10 (SD 0,49) 4 2 500 (SD 0) 1 1,5 1 1
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
32
5.3 Karakteristik subjek berdasarkan aktivitas penyakit sesuai sistem skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui bahwa pada bulan awal pengamatan kondisi klinis yang paling sering ditemukan adalah artritis (n=22), rash baru (n=20), dan demam (n=16), sedangkan untuk laboratorium adalah peningkatan dsDNA (n=28) dan komplemen darah yang rendah (n=22). Pada bulan ketiga, kelainan yang paling sering ditemui adalah hematuria (n=8) dan proteinuria (n=7). Pada bulan keenam, kelainan tersering adalah hematuria (n=7). Kelainan klinis hematuria masih merupakan kelainan tersering pada bulan ke 9 (n=6) dan bulan ke 12 (n=7).
Tabel 5.3. Karakteristik aktivitas penyakit LES pada subjek penelitian berdasarkan sistem skor SLEDAI Manifestasi klinis dan Laboratorium Kejang Psikosis Organic brain syndrome Gangguan visual Gangguan SSP Lupus headache CVA Vaskulitis Artritis Miositis Silinder urin Hematuria Proteinuria Piuria Rash baru Alopesia Ulkus mukosa Pleuritis Perikarditis Komplemen darah rendah dsDNA meningkat Demam Trombositopenia Leukopenia
Bulan ke-0(n)
Bulan ke3(n)
Bulan ke6(n)
3 1 0 0 0 1 0 0 22 0 8 12 13 11 20 10 10 3 10 22 28 16 6 10
0 0 0 0 1 1 0 0 4 0 3 8 7 5 4 1 1 0 2 2 0 2 1 1
0 0 0 0 0 1 0 0 2 0 2 7 5 4 1 1 0 0 1 4 3 2 2 1
Bulan ke9 (n)
Bulan ke-12(n)
0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 1 6 2 1 2 0 1 0 0 4 2 1 1 1
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 7 4 4 2 1 2 0 0 5 6 1 1 3
33
5.4 Skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan Sesuai Tabel 5.4 dapat dilihat median (rentang) skor SLEDAI bulan ke-0 adalah 16 (8–34). Pada pengamatan berikutnya median skor SLEDAI mengalami penurunan dan pada akhir pengamatan median (rentang) skor SLEDAI adalah 0 (0–20). Tabel 5.4. Skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan Skor Skor total SLEDAI bulan-0 Skor total SLEDAI bulan-3 Skor total SLEDAI bulan-6 Skor total SLEDAI bulan-9 Skor total SLEDAI bulan-12
Median 16,00 1,00 2,00 0,00 0,00
Minimum 8 0 0 0 0
Maksimum 34 26 24 12 20
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan bermakna pada perubahan skor SLEDAI setiap 3 bulan dilakukan uji Friedman (Tabel 5.5). Didapatkan hasil p <0.0001 yang berarti paling tidak terdapat perbedaan skor SLEDAI yang bermakna antara dua pengamatan.
Tabel 5.5. Analisis perbedaan skor total SLEDAI pada setiap pengamatan Skor SLEDAI Bulan-0 Bulan-3 Bulan-6 Bulan-9 Bulan-12
Mean Rank 4,95 2,95 2,63 2,10 2,37
p* <0,0001
*Uji Friedman
Dilanjutkan dengan analisis post-hoc Wilcoxon (Tabel 5.6) untuk mengetahui waktu pengamatan yang memberikan perbedaan bermakna dan didapatkan perbedaan bermakna antara skor SLEDAI pengamatan bulan ke-0 dengan bulan berikutnya, bulan ke-3 dengan bulan ke-9, dan bulan ke-9 dengan bulan ke-12. Skor SLEDAI pengamatan bulan ke-3 dengan bulan ke-6, bulan ke-3 dengan bulan ke-12, bulan ke-6 dengan bulan ke-9, dan bulan ke-6 dengan bulan ke-12 tidak didapatkan perbedaan bermakna.
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
34
Tabel 5.6. Perubahan dan hubungan antar skor pengamatan setiap 3 bulan Skor Bulan 0-3* Bulan 0-6* Bulan 0-9* Bulan 0-12* Bulan 3-6* Bulan 3-9* Bulan 3-12* Bulan 6-9* Bulan 6-12* Bulan 9-12 **
Perubahan skor -4,618 -4,783 -4,785 -4,783 -1,386 -2,426 -1,902 -1,794 -0,460 -1,968
p* <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 0,166 0,015 0,057 0,073 0,645 0,049
*Uji Wilcoxon; (*) berdasarkan positive ranks, (**) berdasarkan negative ranks
Berdasarkan Gambar 5.2 terlihat bahwa rerata skor SLEDAI paling tinggi pada pengamatan bulan ke-0. Pada pengamatan bulan ke-3 hingga ke-9 terjadi penurunan skor SLEDAI namun pada bulan ke-12 terjadi sedikit peningkatan. Perbedaan bermakna didapatkan antara skor SLEDAI pengamatan bulan ke-0 dengan bulan ke-3 dan bulan ke-9 dengan bulan ke-12.
Gambar 5.2. Grafik rerata skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
35
Tabel 5.7 menunjukkan kriteria interpretasi skor SLEDAI setiap 3 bulan. Pada pengamatan bulan ke-0, sebanyak 17 pasien termasuk kategori high activity, 10 pasien very high activity, dan sisanya moderate activity. Pengamatan bulan berikutnya menunjukkan sebagian besar pasien mengalami perbaikan. Pada akhir pengamatan terdapat 18 pasien termasuk kategori no activity, 3 pasien mild activity, dan 6 pasien moderate activity. Pada kategori high activity dan very high activity terlihat penurunan jumlah pasien selama satu tahun pengamatan dengan 2 pasien high activity dan 1 pasien very high activity pada akhir pengamatan.
Tabel 5.7. Jumlah subjek dengan intepretasi hasil skor SLEDAI pada berbagai waktu pengamatan (n) Interpretasi SLEDAI No activity Mild activity Moderate activity High activity Very high activity
Bulan ke-0 (n) 0 0 3 17 10
Bulan ke-3 (n) 15 5 4 5 1
Bulan ke-6 (n) 12 12 4 1 1
Bulan ke-9 (n) 18 8 3 1 0
Bulan ke-12(n) 18 3 6 2 1
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
BAB 6 DISKUSI Penelitian ini merupakan studi deskriptif retrospektif dengan tujuan memantau aktivitas penyakit LES menggunakan skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan pada pasien LES anak umur 0–18 tahun yang berobat di unit rawat jalan Departemen IKA RSCM dari bulan 01 Juli 2005 sampai 31 Juli 2013. Penelitian ini juga diharapkan memberikan informasi mengenai karakteristik pasien LES anak berdasarkan jenis kelamin, usia awitan, usia diagnosis, rentang waktu diagnosis, dan terapi inisial penyakit LES pada anak.
6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini tidak dapat menelusuri semua rekam medik yang terdaftar dengan diagnosis LES (ICD10-M32.9) karena berkas rekam medik tidak ditemukan. Penelitian ini juga memiliki keterbatasan karena pengumpulan data bersifat retrospektif yang hanya mengandalkan data dari rekam medik sehingga kualitas dan keakuratan data pada penelitian ini bergantung pada kelengkapan data yang tercatat dalam rekam medik. Data rekam medik tidak semua didapatkan secara lengkap terutama data laboratorium. Pemeriksaan laboratorium saat itu tidak dilakukan oleh karena kemungkinan tidak ada perubahan aktivitas penyakit LES secara klinis atau karena alasan biaya, sehingga hal ini memberikan data yang tidak akurat dalam penelitian dan berdampak pada hasil penilaian sistem skor SLEDAI. 6.2 Karakteristik subjek penelitian Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar pasien LES anak adalah perempuan, sesuai dengan hasil penelitian Gomez dkk.25 dan Gulay dkk.26. Rerata usia awitan pada penelitian ini adalah 11,23 (SD 2,88) tahun, terbanyak terjadi pada usia diatas 10 tahun sebanyak 21 kasus dan tidak ada kasus yang berusia dibawah 5 tahun. Penelitian Gomez dkk.25 melaporkan usia rerata saat awitan 15,3 tahun dan sebanyak 92,2% kasus berusia diatas 10 tahun. Penelitian Muzaffer dkk.27 melaporkan rerata usia awitan 10,5 tahun. Penyakit LES anak lebih sering terjadi
36 Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
37
pada perempuan terutama pada saat usia remaja, sedangkan pada usia dibawah 5 tahun jarang terjadi.26 Rerata usia saat diagnosis LES ditegakkan adalah 11,79 (SD 2,69) tahun dan kasus terbanyak juga terjadi pada kelompok usia diatas 10 tahun. Hasil penelitian Bakr28 melaporkan rerata usia saat diagnosis 11,9 tahun. Sedangkan penelitian Gomez dkk.25 melaporkan rerata usia saat diagnosis yang lebih tinggi yaitu 16,4 tahun. Pada penelitian ini median (rentang) waktu antara gejala dengan diagnosis adalah 3(1-84) bulan. Hasil berbeda didapatkan oleh Gonzalez dkk.29 yang melaporkan rerata rentang waktu gejala dengan diagnosis 6,8 bulan. Sebagian besar pasien mendapat kortikosteroid sebagai terapi inisial, lebih banyak subjek yang mendapat metilprednisolon dibandingkan prednison. Pada penelitian Gulay dkk.26 sebagian besar juga mendapat kortikosteroid namun persentase pemberian prednison lebih tinggi dibandingkan metilprednisolon. Pada penelitian Muzaffer dkk.27 seluruh pasien mendapat kortikosteroid dan hidroksiklorokuin.
6.3 Karakteristik aktivitas penyakit LES berdasarkan sistem skor SLEDAI selama satu tahun pengamatan Sistem skor SLEDAI dapat digunakan untuk menilai aktivitas penyakit LES secara retrospektif dari rekam medik dengan cukup baik. Berdasarkan penelitian FitzGerald dkk.30 sistem skor SLEDAI memiliki reliabilitas intra-rater dan interrater antara manifestasi klinis dan laboratorium yang baik. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara gejala klinis dengan laboratorium sehingga bila data laboratorium pada rekam medik tidak ada dan tidak didapatkan perubahan gejala klinis maka dapat dianggap normal. Selain itu, data laboratorium merupakan komponen dengan nilai yang kecil pada sistem skor SLEDAI. Pada penelitian ini gejala klinis yang paling banyak terjadi pada bulan awal adalah artritis, rash baru, dan demam. Hasil ini sesuai dengan penelitian Bakr28 dan Dung dkk.31 Sedangkan penelitian Gomez dkk.25 dan Gulay dkk.26 melaporkan gejala tersering adalah rash, demam, dan ulkus mulut. Gejala yang paling sering muncul pada anak dengan LES adalah demam, rash, ulkus mulut, dan artritis.18
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
38
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, peningkatan dsDNA merupakan kondisi yang paling banyak ditemukan pada bulan awal. Penelitian Hiraki dkk.32 dan Bakr28 juga melaporkan hal yang sama. Antibodi terhadap dsDNA merupakan kriteria patognomonik pada LES,1 dapat ditemukan pada 60–70% kasus.33 AntidsDNA merupakan pemeriksaan yang lebih spesifik dibandingkan ANA karena jarang positif pada orang sehat atau orang dengan penyakit reumatologi lain. Antibodi ini juga penting untuk memantau aktivitas penyakit LES karena cenderung memberikan kadar yang tinggi selama penyakit LES aktif.18
6.4 Skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan Salah satu ciri khas penyakit LES adalah aktivitas penyakit yang berubah-ubah sepanjang perjalanan penyakit.34 Sistem skor SLEDAI penting untuk membantu menilai aktivitas penyakit dan menentukan terapi yang akan diberikan pada pasien LES.31 Penilaian skor SLEDAI dapat dilakukan setiap 3–6 bulan atau ketika ada perubahan aktivitas penyakit.1 Pada penelitian ini dilakukan pemantauan skor SLEDAI setiap 3 bulan selama 1 tahun pengamatan. Penelitian Hiraki dkk.32 melakukan pemantauan skor SLEDAI setiap 6 bulan selama 1 tahun. Median (rentang) skor SLEDAI pada awal pengamatan 16 (8–34). Brunner dkk.35 melaporkan rerata SLEDAI awal pengamatan 16,80 (SD 10,10) sedangkan penelitian Hiraki dkk.32 melaporkan rerata SLEDAI yang lebih rendah yaitu 13,10 (SD 8,40). Hasil uji Friedman menunjukkan perbedaan signifikan antara kelima waktu pengamatan dan setelah dilakukan analisis post-hoc dengan uji Wilcoxon diketahui bahwa terdapat perbedaan bermakna antara skor SLEDAI pengamatan bulan ke-0 dengan bulan berikutnya, bulan ke-3 dengan bulan ke-9, dan bulan ke9 dengan bulan ke-12. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa penilaian skor SLEDAI setiap 3 bulan dapat digunakan untuk memantau aktivitas penyakit LES pada anak. Hasil ini sesuai dengan Ibanez dkk.14 yang melaporkan bahwa penilaian skor SLEDAI setiap 3 bulan pada pasien LES dewasa memberikan estimasi aktivitas penyakit yang lebih baik dibandingkan penilaian setiap 6 dan 12 bulan.
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
39
Gambar 5.2 memperlihatkan rerata skor SLEDAI pada seluruh subjek penelitian dan secara umum didapatkan kesan penurunan skor SLEDAI pada setiap 3 bulan pengamatan, namun terjadi sedikit peningkatan antara bulan ke-9 dengan bulan ke-12. Hal ini terjadi karena terdapat satu pasien yang mengalami very high activity akibat compliance pengobatan yang buruk. Bila dilihat secara individual berdasarkan Tabel 5.7, terlihat bahwa sebagian besar pasien mengalami perbaikan aktivitas penyakit LES selama satu tahun pengamatan. Penelitian Barr dkk.35 juga menunjukkan perubahan aktivitas penyakit pada pasien LES dewasa selama 2 tahun pengamatan. Hasil ini membuktikan bahwa penyakit LES berevolusi spontan dan bersifat episodik dengan fase remisi dan flare berulang.1
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1. Penderita LES anak sebagian besar berjenis kelamin perempuan dan rerata usia awitan 11,23 (SD 2,88) tahun, terbanyak mengalami gejala diatas usia 10 tahun dan tidak ada yang mengalami gejala dibawah usia 5 tahun. Rerata usia saat diagnosis ditegakkan 11,79 (SD 2,69) tahun, sebagian besar terdiagnosis diatas usia 10 tahun. Median (rentang) waktu antara timbulnya gejala sampai diagnosis ditegakkan adalah 3(1–84) bulan dan terbanyak pada jarak kurang dari 5 bulan. Terapi inisial yang paling banyak diberikan adalah kortikosteroid dalam bentuk metilprednisolon. 2. Gejala awal yang tersering secara klinis adalah artritis, rash, dan demam dan
ditunjang
oleh
pemeriksaan
laboratorium
terbanyak
adalah
peningkatan dsDNA dan kadar komplemen darah yang rendah. Dalam perjalanan penyakitnya organ yang paling sering terlibat adalah ginjal dengan ditemukannya manifestasi terbanyak yaitu hematuria dan proteinuria. 3. Perubahan skor SLEDAI terutama terlihat pada pengamatan antara bulan ke-0 dengan bulan ke-3. Skor SLEDAI yang dinilai setiap 3 bulan menunjukkan aktivitas penyakit LES yang bermakna, dengan mayoritas high activity pada awal pengamatan menjadi no activity pada akhir pengamatan.
40 Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
41
7.2 Saran 1. Mengingat banyak data yang tidak lengkap pada penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang bersifat prospektif sehingga dapat memberikan data penelitian yang lebih akurat tentang gambaran klinis, laboratorium, dan perjalanan penyakit serta memberikan informasi mengenai trend perkembangan penyakit LES pada anak di Departemen IKA RSCM. 2. Pencatatan dan penyimpanan data rekam medik pasien diharapkan dapat disempurnakan dengan menggunakan electronic medical record agar pada penelitian selanjutnya hasil yang didapat lebih baik. 3. Penilaian aktivitas penyakit LES dengan sistem skor SLEDAI setiap 3 bulan ini dapat menjadi pertimbangan untuk digunakan pada praktik pemantauan penyakit LES sebagai perbaikan PPK sehingga dapat dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan perubahan tatalaksana ke arah yang lebih baik.
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
42
DAFTAR REFERENSI 1. Akib AAP, Soepriadi M, Setiabudiawan B. Lupus eritematosus sistemik. Dalam: Akib AAP, Munasir Z, Kurniati N, penyunting. Buku ajar alergi-imunologi anak. Edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2008. h. 346-73. 2. Gitelman MSK, Miller ML. Systemic lupus erythematosus. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke – 17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 809-13. 3. Lam GKW, Petri M. Assessment of systemic lupus erythematosus. Clin Exp Rheumatol. 2005;23(Suppl.39):120-32. 4. Lehman TJA. Systemic lupus erythematosus in childhood and adolescence. Dalam: Wallace DJ, Hahn BH, penyunting. Dubois’ lupus erythematosus. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins;2007. h. 848-66. 5. Alatas H. Nefritis lupus. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2004. h. 366-80. 6. Petty RE, Laxer RM. Systemic lupus erythematosus. Dalam: Cassidy JT, Petty RE, penyunting. Textbook of pediatric rheumatology. Edisi ke-5. Philadelphia:Elsevier Saunders; 2005. h. 342-91. 7. Sudewi NP, Kurniati N, Suyoko EMD, Munasir Z, Akib AAP. Karakteristik klinis lupus eritematosus sistemik pada anak. Sari Pediatri. 2009;11:108-12. 8. Gladdman DD, Goldsmith CH, Urowitz MB, Bacon P, Bombardier C, Isenberg D, dkk. Sensitivity to change of 3 Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Indices: international validation. J Rheumatol. 1994;21:1468-71. 9. Brunner HI, Silverman ED, Bombardier C, Feldman BM. European consensus lupus activity measurement is sensitive to change in disease activity in childhoodawitan systemic lupus erythematosus.Arthritis Rheum. 2003;49:335-341. 10. Yee CS, Isenberg DA, Prabu A, Sokoll K, The LS, Rahman A, dkk. BILAG-2004 index captures systemic lupus erythematosus disease activity better than SLEDAI-2000. Ann Rheum Dis. 2008;67:873-6. 11. Brunner HI, Feldman BM, Bombardier C, Silverman ED. Sensitivity of the systemic lupus erythematosus disease activity index, British isles lupus assessment group index, and systemic lupus activity measure in the evaluation of clinical change in childhood-awitan systemic lupus erythematosus. Arthritis Rheum.1999;42:1354-60. 12. Khanna S, Pal H, Pandey RM, Handa R. The relationship between disease activity and quality of life in systemic lupus erythematosus. J Rheumatol. 2004;43:1536-40. 13. Mosca M, Bombardieri S. Assessing remission in systemic lupus erythematosus. Clin Exp Rheumatol. 2006;24 (Suppl 43):S100-S104. 14. Ibanez D, Gladman DD, Touma Z, Nikpour M, Urowitz MB. Optimal frequency of visits for patients with systemic lupus erythematosus to measure disease activity over time. J Rheumatol. 2011;38:60-3. 15. United States Deparment of Health and Human Services. Handout on health Systemic lupus erythematosus. National Institute of Health (NIH) publication. 2003;3:1-40. 16. Anolik JH, Aringer M. New treatments for SLE: cell-depleting and anti-cytokine therapies. Best Pract Res Clin Rheumatol. 2005;19:859-78. 17. Chapel H, Haeney M, Misbah S, Snowden N. Systemic lupus erythematosus. Essentials of clinical immunology. Edisi ke-4. Blackwell science;1999. h. 194-9. 18. Gottlieb BS, Ilowite NT. Systemic lupus erythematosus in children and adolescents. Pediatr in Rev. 2006;27:323-9.
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
43
19. Tutuncu ZN, Kalunian KC. The definition and clasissification of systemic lupus erythematosus. Dalam: Wallace DJ, Hahn DH, penyunting. Dubois’ lupus systemic erythematosus. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins;2007. h. 16-20. 20. Petri M. Treatment of systemic lupus erythematosus: an update. Am Fam Physician. 1998;57:2753-60. 21. Harsono A, Endaryanto A. Lupus eritematosus sistemik. 2006. Bagian IKA UNAIR Surabaya. Diunduh dari: www.pediatric.com. Diakses tanggal 5 November 2009. 22. Isenberg D, Ramsey-Goldman R. Assesing patients with lupus: toward a drug responder index.J Rheumatol. 1999;38:1045-9.
23. Soepriadi, Setiabudiawan B. Lupus eritematosus sistemik. Dalam: Garna H, Nataprawira HMD, penyunting. Pedoman diagnosis dan terapi Ilmu Kesehatan Anak. edisi ke-3. Bandung: Bagian IKA FK Universitas Padjadjaran, 2005. h. 133-42. 24. Gladman DD, Urowitz MB. Prognosis, mortality, and morbidity in systemic lupus erythematosus. Dalam: Wallace DJ, Hahn BH, penyunting. Dubois’ lupus erythematosus. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2007. h. 1333-53. 25. Gomez LAR, Uribe OU, Uribe OO, Romero HG, Cardiel MH, Wojdyla D, dkk. Childhood systemic lupus erythematosus in latin america: the gladel experience in 230 children. Lupus. 2008;17:596-604. 26. Gulay CB dan Dans LF. Clinical presentations and outcomes of filipino juvenile systemic lupus erythematosus. Ped Rheum. 2011;9:1-7 27. Muzaffer MA dan Al-Mayouf SM. Clinical and laboratory variables of childhood systemic lupus erythematosus in western province of saudi arabia. Rheumatol Int. 2011;31:23-26. 28. Bakr A. Epidemiology treatment and outcome of childhood systemic lupus erythematosus in egypt. Pediatr Nephrol. 2005;20:1081-6. 29. Gonzalez B, Hernandez P, Olguin H, Miranda M, Lira L, Toso M, dkk. Changes in the survival of patients with systemic lupus erythematosus in childhood: 30 years experience in chile. Lupus. 2005;14:918-23. 30. FitzGerald JD dan Grossman JM. Validity and reliability of retrospective assessment of disease activity and flare in observational cohorts of lupus patients. Lupus. 2009;8:638-44. 31. Dung NTN, Loan HT, Nielsen S, Zak M, Petersen FK. Juvenile systemic lupus erythematosus awitan patterns in vietnamese children: a descriptive study of 45 children. Pediatr Rheum. 2012;10:38-44. 32. Hiraki LT, Benseler M, Tyrrell PN, Hebert D, Harvey E, Silverman ED. Clinical and laboratory characteristics and long-term outcome of pediatric systemic lupus erythematosus: a longitudinal study. J Pediatr. 2008;152:550-6 33. Benseler SM dan Silverman ED. Systemis lupus erythematosus. Pediatr Clin NAm. 2005;52:443-67. 34. Barr SG, Zonana-Nacach A, Magder LS, Petri M. Patterns of disease activity in systemic lupus erythematosus. Arthritis Rheum. 1999;42:2682-8. 35. Brunner HI, Gladman DD, Ibanez D, Urowitz MD, Silverman ED. Difference in disease features between childhood-awitan and adult-awitan systemic lupus erythematosus. Arthritis Rheum;58:556-62.
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
44
Lampiran 1 Formulir Identitas Pasien
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Identitas Nama Jenis Kelamin Tanggal lahir (tgl-bln-thn) Usia No. Rekam Medik Nama orangtua Alamat rumah No telepon/HP Usia saat mulai timbul gejala Usia saat diagnosis LES
10.
: : L/P : : : : : : : :
Kriteria klasifikasi LES menurut ACR revisi 1997 (Lingkari sesuai temuan) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
a.
1
Ruam kupu-kupu di wajah (malar rash) Ruam diskoid Fotosensitivitas Ulkus di mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri Artritis nonerosif dengan karakteristik nyeri, bengkak atau efusi Serositis : a. Pleuritis (nyeri pleuritik, rub, atau efusi pleura) ATAU b. Perikarditis (EKG, rub, atau efusi perikardium) 7. Manifestasi ginjal : a. Proteinuria persisten (>0,5 g atau >+3) ATAU b. Silinder selular 8. Manifestasi neurologis : a. Kejang (tanpa adanya penyebab lain) ATAU b. Psikosis (tanpa adanya penyebab lain) 9. Manifestasi hematologi : a. Anemia hemolitik ATAU b. Leukopenia (<4.000/mL pada 2x/lebih pemeriksaan) ATAU c. Limfopenia (<1.500/mL pada 2x/lebih pemeriksaan) ATAU d. Trombositopenia (<100.000/mL dengan menyingkirkan efek obat) 10. Manifestasi imunologis : a. Antidouble-stranded DNA positif ATAU b. AntiSm ATAU c. Antibodi antifosfolipid positif (kadar serum IgG atau IgM antibodi antikardiolipin abnormal ATAU antikoagulan lupus positif ATAU uji serologik sifilis positif palsu) 11. Antinuclear antibody (ANA) positif
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
45
Lampiran 2 Nama Jenis kelamin Umur No.Rekam medik :
: : :
Tanggal Pengisian : Pengamatan bulan ke- : 0/3/6/9/12
Penilaian Aktivitas Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik Sistem Skor Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index (SLEDAI)
Nilai
Tanda Centang
Deskripsi
8
□
Kejang
8
□
Psikosis
8
□
Organic brain syndrome
8
□
Gangguan visual
8
□
Gangguan SSP
8
□
Lupus headache
8
□
CVA
8
□
Vaskulitis
4
□
Artritis
4
□
Miositis
Definisi Awitan baru, telah disingkirkan penyebab metabolik infeksi atau obat Kemampuan hidup normal berubah akibat gangguan persepsi yang berat terhadap realitas. Termasuk halusinasi, inkoheren, asosiasi longgar, impoverished thought content, berfikir tidak logis, bingung, disorganized atau perilaku kataton. Telah disingkirkan penyebab uremia dan obat Fungsi mental berubah dengan gangguan fungsi orientasi dan memori atau fungsi intelektual dengan manifestasi klinis yang berfluktuasi dan awitan cepat. Termasuk kesadaran berkabut dengan penurunan kapasitas untuk memfokuskan perhatian dan ketidakmampuan mempertahankan perhatian terhadap lingkungan, ditambah minimal 2 dari: gangguan persepsi, berbicara inkoheren, insomnia atau mengantuk siang hari, atau ↑/↓ aktivitas psikomotor. Telah disingkirkan penyebab metabolik, infeksi, atau obat Perubahan retina. Termasuk cytoid bodies, perdarahan retina, eksudat serous atau berdarah pada koroid, atau neuritis optik. Telah disingkirkan penyebab hipertensi, infeksi atau obat Awitan baru neuropati sensoris dan motorik Berat, sakit kepala persisten, migren yang tidak responsif terhadap obat analgesik narkotik Awitan baru cerebrovascular accident. Tidak termasuk arterosklerosis. Ulkus, gangren, nodul jari yang keras, infark periungual, perdarahan splinter, atau bukti adanya vaskulitis pada hasil biopsy atau angiogram Artritis >2 sendi, nyeri, dan ada tanda inflamasi (nyeri tekan, bengkak, efusi) Otot proksimal nyeri/lemah, karena kreatin fosfokinase/aldolase meningkat atau perubahan elektromiogram, atau pada biopsi terbukti miositis
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
46
2
□ □ □ □ □ □ □ □
2
□
2
□ □ □ □ □
4 4 4 4 2 2 2
2 1 1 1
Urinary cast Hematuria Proteinuria Piuria Rash baru Alopesia Ulkus mukosa Pleuritis Perikarditis
Heme, granular atau silinder eritrosit >5 eritrosit/LPB. Telah disingkirkan penyebab batu, infeksi, atau penyebab lain >0,5 g/24 jam. Awitan baru atau peningkatan terakhir>0,5 g/24 jam >5 leukosit/LPB. Telah disingkirkan penyebab infeksi Rash inflamasi awitan baru atau rekurens Hilangnya rambut abnormal yang difus, atau patchy awitan baru atau rekurens Ulkus oral dan awitan nasal baru atau rekurens Nyeri dada pada pleuritis dengan pleural rub atau efusi, atau penebalan pleura Nyeri perikardial dengan konfirmasi 1 : rub, efusi, bukti EKG atau bukti ekokardiogram
Komplemen darah rendah
Kadar C50, C3 atau C4 di bawah normal.
dsDNA meningkat
dsDNA meningkat >25% dari sebelumnya
Panas
>380C. Telah disingkirkan penyebab infeksi
Trombositopenia
<100.000/mm3
Leukopenia
< 3000/mm3. Telah disingkirkan penyebab obat
Total skor:..............( Jumlahkan nilai yang deskripsinya telah dicentang)
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
47
Lampiran 3 Lembar Rekapitulasi Skor SLEDAI Nama Jenis kelamin :
: : L/P
Umur No.Rekam medik
Waktu Pemantauan
Bulan ke-0 Tgl:
Aktivitas penyakit LES Kejang
Bulan ke-3 Tgl:
Bulan ke-6 Tgl:
:
Bulan ke -9 Tgl:
Bulan ke-12 Tgl:
Psikosis Organic brain syndrome Gangguan visual Gangguan SSP Lupus headache CVA Vaskulitis Artritis Miositis Silinder urin Hematuria Proteinuria Piuria Rash baru Alopesia Ulkus mukosa Pleuritis Perikarditis Komplemen darah rendah dsDNA meningkat Demam Trombositopenia Leukopenia Total Skor/Interpretasi
Universitas Indonesia Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013
48
Penilaian aktivitas…, Anisah M Saleh, FK UI, 2013