UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH METODE EKSTRUSI BERTINGKAT DAN PENAMBAHAN ASAM OLEAT TERHADAP KARAKTERISASI LIPOSOM DAN KEMAMPUAN PENJERAPAN SPIRAMISIN
SKRIPSI
REZA HERMAWAN SULISTOMO 0806328000
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI DEPOK JULI 2012
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH METODE EKSTRUSI BERTINGKAT DAN PENAMBAHAN ASAM OLEAT TERHADAP KARAKTERISASI LIPOSOM DAN KEMAMPUAN PENJERAPAN SPIRAMISIN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
REZA HERMAWAN SULISTOMO 0806328000
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI DEPOK JULI 2012
ii Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang di jatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Depok,
Juli 2012
Reza Hermawan Sulistomo
iii Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Reza Hermawan Sulistomo
NPM
: 0806328000
Tanda Tangan
:
Tanggal
:
Juli 2012
iv Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: : Reza Hermawan Sulistomo : 0806328000 : Farmasi : Pengaruh Metode Ekstrusi Bertingkat dan Penambahan Asam Oleat terhadap Karakterisasi Liposom dan Kemampuan Penjerapan Spiramisin
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Pembimbing I
: Dr. Iskandarsyah, MS., Apt.
(.............................................)
Penguji I
: Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt.
(.............................................)
Penguji II
: Dr. Harmita, Apt.
(.............................................)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
:
Juli 2012 v
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Iskandarsyah, M.S., Apt. sebagai dosen pembimbing penulis yang telah menyediakan waktu dan pikiran untuk membantu dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini; 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Kepala Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini; 3. Dra. Maryati Kurniadi selaku pembimbing akademik yang telah memberikan banyak perhatian, saran dan bantuan selama masa perkuliahan; 4. Seluruh dosen Fakultas Farmasi FMIPA UI atas segala ilmu pengetahuan dan didikannya selama ini; 5. Bapak/Ibu laboran dan karyawan Departemen Farmasi UI terutama Mbak Devfanny dan Bapak Imih atas semua bantuan yang diberikan selama penelitian
berlangsung. 6. Bapak Azwar dosen Departemen Fisika FMIPA UI, Mas Daniel operator DSC Departemen Kimia FMIPA UI, dan CMPFA Departemen Metalurgi Fakultas Teknik UI atas bantuan untuk pemeriksaan sampel. 7. Orang tua, kakak, adik dan keluarga tercinta yang telah memberi bantuan dukungan baik moril maupun materil selama ini; 8. Teman-teman seperjuangan dari awal sampai akhir Indah, Elphina, Setiawan, Yogo, Ali, Ryan, Irfan, dan Delly yang selalu menjadi tempat berkeluh kesah, vi Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
terus memberikan dukungan dan semangat satu sama lain; 9. Teman – teman KBI Farmasetika yang telah berjuang bersama – sama hingga penelitian ini dapat selesai. 10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
dorongan semangat, bantuan, bimbingan dan arahan selama penelitian dan penyusunan skripsi.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.
Penulis 2012
vii Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Sulistomo : Reza Hermawan : 0806328000 : S1 Farmasi Reguler : Farmasi : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam : Skripsi
Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis Karya
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Pengaruh Metode Ekstrusi Bertingkat dan Penambahan Asam Oleat terhadap Karakterisasi Liposom dan Kemampuan Penjerapan Spiramisin
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada Tanggal : Juli 2012 Yang menyatakan
(Reza Hermawan Sulistomo) viii Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Reza Hermawan Sulistomo : Farmasi : Pengaruh Metode Ekstrusi Bertingkat dan Penambahan Asam Oleat Terhadap Karakterisasi Liposom dan Kemampuan Penjerapan Spiramisin
Liposom merupakan molekul pembawa yang terdiri dari lipid sferis yang memiliki potensi untuk menjerap dan menghantarkan spiramisin. Metode pembuatan yang paling umum adalah metode hidrasi lapis tipis yang menghasilkan liposom Multilamellar Vesicle (MLV) dengan ukuran yang besar, sementara liposom berdiameter sekitar 100 nm memiliki distribusi yang lebih baik pada sirkulasi sistemik. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan asam oleat dan metode ekstrusi bertingkat terhadap karakteristik serta efisiensi penjerapan liposom. Liposom diformulasikan dengan asam oleat, kemudian diekstrusi melewati membran berpori 0,4 µm dan 0,2 µm masingmasing sebanyak lima siklus. Efisiensi penjerapan berkurang seiring dengan proses ekstrusi yang dilakukan dan penambahan asam oleat. Liposom formula 1 sebelum diekstrusi, diekstrusi dengan membran 0,4 µm, dan 0,2 µm mengalami penurunan efisiensi penjerapan berturut-turut 77,11%, 61,17% dan 48,82%, dan liposom formula 2 sebesar 54,1%, 50,63% dan 45,52%. Penambahan asam oleat juga meningkatkan ukuran liposom yang belum diekstrusi dan diekstrusi dengan membran 0,4 µm. Proses ekstrusi dengan membran berpori 0,4 µm dapat menghasilkan liposom dengan diameter rata-rata yang menyerupai ukuran pori membran. Namun, proses pengekstrusian sebanyak lima siklus dengan membran 0,2 µm menyebabkan distribusi ukuran liposom menjadi tidak homogen dan liposom cenderung berukuran lebih besar. Kata Kunci
: asam oleat, ekstrusi bertingkat, fosfatidilkolin, liposom, membran ekstrusi, spiramisin xv+72 halaman ; 18 gambar; 4 tabel; 25 lampiran Daftar Pustaka : 38 (1987-2011)
ix
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
ABSTRACT
Name Program Study Title
: Reza Hermawan Sulistomo : Pharmacy : Effects of Sequential Extrusion Method and Addition of Oleic Acid in Liposome Characterization and Entrapment Ability of Spiramycin
Liposomes are carrier molecules comprising spherical lipids which is potential in entrapping and delivering spiramycin. The most common method to make liposome is thin-film hydration method that produces multilamellar vesicle liposomes with relatively large size, while approximately 100 nm diameter liposome have a better distribution in the systemic circulation. The purpose of this research is to determine the influence of the addition of oleic acid and sequentials extrusion on the characteristic and entrapment efficiency of liposomes. Liposome was formulated with oleic acid and then extruded through a porous membrane with a pore size of 0.4 µm and 0.2 µm for 5 cycles. The addition of oleic acid and extrusion process in liposome decrease the entrapment efficiency. The liposome entrapment efficiency of unextruded, extruded with 0.4 µm and 0.2 µm formula 1 decreased respectively by 77.11%, 61.17% and 48.82%, and 54.1%, 50.63% and 45.52% in formula 2. The addition of oleic acid also increased the liposomes size of unextruded and extruded with 0.4 µm membranes. Extrusion process with 0.4 μm membrane can produce liposomes with an average diameter that resembles the membrane pore size. However, five cycles of extrusion process with 0.2 μm membrane causes inhomogeneous liposome size distribution and liposomes size are also tend to be larger.
Key Words xv+72 pages References
: extrusion membrane, liposome, oleic acid, phosphatidylcholine, sequential extrusion, spiramycin ; 18 figures; 4 tables; 25 appendices : 38 (1987-2011)
x
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ....................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iv HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. v KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................. viii ABSTRAK ........................................................................................................... ix ABSTRACT .......................................................................................................... x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xv BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................................1 1.1 Latar Belakang .....................................................................................1 1.2 Tujuan Penelitian ..................................................................................3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4 2.1 Liposom ............................................................................................... 4 2.2 Spiramisin .......................................................................................... 17 2.3 Fosfatidilkolin ................................................................................... 18 2.4 Kolesterol .......................................................................................... 18 2.5 Asam Oleat ........................................................................................ 19 BAB 3. METODE PENELITIAN ..................................................................... 21 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 21 3.2 Bahan ................................................................................................. 21 3.3 Alat .................................................................................................... 21 3.4 Cara Kerja ......................................................................................... 22 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 29 4.1 Pembuatan Liposom dengan Metode Hidrasi Lapis Tipis ................ 29 4.2 Ekstrusi Bertingkat dengan Membran Polikarbonat Berpori 0,4 µm dan 0,2 µm .................................................................................. 31 4.3 Penentuan Jumlah Spiramisin yang Tertahan pada Membran Ekstrusi .............................................................................................. 33 4.4 Penentuan Efisiensi Penjerapan Spiramisin dalam Liposom ............ 34 4.5 Karakterisasi Liposom ....................................................................... 37
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 47 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 47 5.2 Saran .................................................................................................. 47 xi
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN .............................................................................................. 48
xii
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Klasifikasi liposom berdasarkan ukuran dan jumlah lamella .......... 8 Gambar 2.2. Mekanisme pembentukan liposom ................................................ 10 Gambar 2.3. Pembuatan lipid dengan metode hidrasi ........................................ 12 Gambar 2.4. Ekstrusi liposom melewati membran berpori ................................ 14 Gambar 2.5. Termogram Differential Scanning Calorimetry ............................ 16 Gambar 2.6. Struktur kimia spiramisin .............................................................. 17 Gambar 2.7. Struktur kimia fosfatidilkolin ........................................................ 18 Gambar 2.8. Struktur kimia kolesterol ............................................................... 19 Gambar 2.9. Struktur kimia asam oleat .............................................................. 19 Gambar 2.10. Struktur asam oleat dalam berbagai pH ......................................... 20 Gambar 4.1. Hasil pembuatan suspensi liposom (a) formula 1 dan (b) formula 2 ....................................................................................... 31 Gambar 4.2. Hasil ekstrusi liposom dengan membran 0,4 µm (a) formula 1, (b) formula 2 dan membran 0,2 µm (c) formula 1, (d) formula 2 ..................................................................................................... 31 Gambar 4.3. Pengaruh ekstrusi dengan membran 0,4 µm dan 0,2 µm serta penambahan asam oleat terhadap efisiensi penjerapan ................. 36 Gambar 4.4. Hasil Scanning Electron Microscope dengan perbesaran 6000x ... 39 Gambar 4.5. Hasil Transmission Electron Microscope liposom sebelum diekstrusi ....................................................................................... 41 Gambar 4.6. Termogram DSC liposom formula 1 ............................................. 42 Gambar 4.7. Termogram DSC liposom formula 2 ............................................. 43 Gambar 4.8. Kurva hubungan pengaruh ekstrusi bertingkat terhadap ukuran diameter liposom rata-rata ............................................................. 45
xiii
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Formulasi liposom ............................................................................. 22 Tabel 4.1. Rata-rata jumlah spiramisin yang tertahan pada membran setelah ekstrusi lima siklus ............................................................................ 34 Tabel 4.2. Persentase efisiensi penjerapan formula 1 dan formula 2 sebelum dan sesudah ekstrusi dengan membran 0,4 µm dab 0,2 µm .............. 35 Tabel 4.3. Ukuran partikel liposom formula 1 dan formula 2 sebelum dan sesudah diesktrusi .............................................................................. 44
xiv
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Lampiran 14.
Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19. Lampiran 20. Lampiran 21.
Skema Pembuatan Liposom dengan Menggunakan Metode Hidrasi Lapis Tipis ..................................................................... 52 Gambar Perakitan Alat Mini Extruder ....................................... 53 Kurva Serapan Spiramisin dalam Metanol ................................ 54 Kurva Kalibrasi Spiramisin dalam Metanol ............................... 54 Kurva Serapan Spiramisin dalam Larutan Dapar Fosfat pH 7,4 ............................................................................................... 55 Kurva Kalibrasi Spiramisin dalam Larutan Dapar Fosfat pH 7,4 ............................................................................................... 55 Grafik Persentase Rata-rata Spiramisin Terdialisis dari Liposom Formula 1 selama 24 jam ............................................ 56 Grafik Persentase Rata-rata Spiramisin Terdialisis dari Liposom Formula 2 selama 24 jam ............................................ 56 Termogram DSC Fosfatidilkolin ................................................ 57 Termogram DSC Kolesterol ...................................................... 58 Hasil Pengukuran Particle Size Analyzer Formula 1 (a) Sebelum Diekstrusi, (b) Sesudah Ekstrusi 0,4 µm, (c) Sesudah Ekstrusi 0,2 µm ........................................................................... 59 Hasil Pengukuran Particle Size Analyzer Formula 2 (a) Sebelum Diekstrusi, (b) Sesudah Ekstrusi 0,4 µm, (c) Sesudah Ekstrusi 0,2 µm ........................................................................... 60 Gambar alat (a) Rangkaian alat dialisis, (b) Mini extruder dan pemanas, (c) Scanning Electron Microscope (SEM), dan (d) Sputter coating – SEM ............................................................... 61 Gambar alat (a) Rotary Evaporator, (b) Spektrofotometer UVVis, (c) Sentrifugator, (d) Differential Scanning Calorimetry, (e) Transmission Electron Microscope ...................................... 62 Konsentrasi dan Serapan Kurva Kalibrasi Spiramisin dalam Larutan Dapar Fosfat pH 7,4 ...................................................... 63 Konsentrasi dan Serapan Kurva Kalibrasi Spiramisin dalam Metanol ...................................................................................... 63 Data Hasil Dialisis Formula 1 dan Formula 2 Sebelum Diekstrusi ................................................................................... 64 Data Hasil Dialisis Formula 1 dan Formula 2 Setelah Diekstrusi dengan Membran 0,4 µm .......................................... 65 Data Hasil Dialisis Formula 1 dan Formula 2 Setelah Diekstrusi dengan Membran 0,2 µm .......................................... 66 Contoh Perhitungan Efisiensi Penjerapan Spiramisin oleh Liposom ..................................................................................... 67 Contoh Perhitungan Jumlah Spiramisin yang Tertahan pada Membran Ekstrusi ...................................................................... 68
xv
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
Lampiran 22. Lampiran 23. Lampiran 24. Lampiran 25.
Sertifikat Analisis Fosfatidilkolin Telur ..................................... 69 Sertifikat Analisis Kolesterol ..................................................... 70 Sertifikat Analisis Asam Oleat ................................................... 71 Sertifikat Analisis Spiramisin .................................................... 72
xvi
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Salah satu tujuan dari pengobatan yaitu untuk memperoleh efek terapi
yang maksimal. Efek terapi maksimal dapat dicapai dengan suatu strategi pendekatan multi disiplin ilmu yang disebut dengan sistem penghantaran obat (Drug Delivery System). Sistem penghantaran obat yang saat ini terus dikembangkan adalah sistem penghantaran obat tertarget. Sistem ini memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan sistem penghantaran obat konvensional, misalnya dapat mengurangi degradasi obat, mencegah efek samping obat yang berbahaya dan meningkatkan bioavailabilitas serta akumulasi obat pada target yang dibutuhkan (Reddy dan Swarnalatha, 2010). Beberapa contoh dari sistem penghantaran obat partikulat tertarget antara lain, mikropartikel, nanopartikel, mikrokapsul, mikrosfer, misel, lipoprotein dan liposom (Crommelin, Hennink, dan Storm, 2001). Namun, dari beberapa sistem penghantaran tersebut, hanya liposom yang dapat memberikan karakteristik sediaan yang mirip dengan membran biologis tubuh, melokalisasi obat pada target dan dapat meningkatkan efisiensi penghantaran ke dalam sitoplasma. Liposom merupakan molekul pembawa yang terdiri dari lipid dalam bentuk vesikel sferis yang terdiri dari beberapa lapisan lipid yang menjerap obat atau senyawa aktif ke dalamnya (Swarbrick, 2007). Semenjak penemuannya, liposom telah dipertimbangkan sebagai pembawa yang dapat menghantarkan obat hingga ke dalam sel (Slepushkin, et al. 1997). Penghantaran senyawa obat menggunakan liposom berdiameter sekitar 100 nm sering digunakan sebagai pembawa obat karena distribusinya yang baik pada sirkulasi sistemik (Sulkowski, Pentak, Nowak, dan Sulkowska, 2005). Untuk memperoleh liposom dengan ukuran tersebut, metode ekstrusi merupakan prosedur yang sering digunakan untuk mengurangi ukuran liposom multilamellar dan memproduksi liposom unilamellar. Ekstrusi menyebabkan lapisan bilayer liposom mendapat tegangan geser, sehingga vesikel pecah dan menjadi lebih kecil (Mui dan Hope, 2007). Proses ekstrusi melibatkan ekstrusi bertingkat dibawah tekanan yang rendah,
1
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
2
melalui rangkaian membran dengan ukuran pori yang semakin menurun (Hope, Nayar, Mayer, dan Cullis, 1993).
Salah satu metode ekstrusi yang biasa digunakan yaitu ekstrusi bertingkat. Ekstrusi bertingkat adalah suatu metode ekstrusi dimana liposom dilewatkan
berulang kali pada beberapa membran berpori dengan ukuran yang semakin mengecil. Metode ini sering digunakan untuk meningkatkan populasi liposom dengan diameter yang sesuai ukuran pori membran, mendapatkan distribusi
ukuran yang lebih homogen dan mengurangi deformasi membran bilayer liposom karena gaya yang diberikan untuk mengecilkan ukuran liposom (Hope, Nayar, Mayer, dan Cullis, 1993). Namun, liposom memiliki kelemahan yaitu kurang fleksibelnya membran lipid bilayer liposom dalam melewati pori. Penambahan asam oleat sebagai aktivator destabilisasi liposom dapat memberikan sifat fleksibilitas dan deformabilitas pada liposom untuk melewati pori yang sangat kecil (Venuganti dan Perumal, 2009). Dengan meningkatnya fleksibilitas dan deformabilitas membran, liposom yang mengandung asam oleat menunjukkan aktivitas penghantaran sitoplasmik senyawa obat yang lebih baik (Torchillin, Lukyanov, dan Klibanov, 1992). Liposom telah digunakan secara luas untuk menghantarkan agen kemoterapetik, anti-inflamasi, terapi gen dan anti bakteri menuju target yang bervariasi (Zignani, Drummond, Meyer, Hong, dan Leroux, 2000). Penelitian intensif juga difokuskan pada penjerapan antibiotik ke dalam liposom untuk meningkatkan aktivitas antibakteri, profil farmakokinetik, serta mengurangi efek samping selama terapi antibiotik. Telah dilakukan penelitian terhadap liposom antibiotik golongan makrolida seperti azitromisin dan klaritromisin terhadap
bakteri patogen intraselular yang menunjukkan peningkatan efisiensi antibakteri dibandingkan dengan obat bebas (Drulis-Kawa dan Dorotkiewicz-Jach, 2009). Penelitian terhadap formulasi liposom dengan menggunakan antibiotik golongan makrolida seperti spiramisin telah dilakukan terhadap pelepasannya pada berbagai pH (Ramadhani, 2011) dan proses pengekstrusian liposom dengan menggunakan membran 0,2 µm (Saputra, 2011). Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan proses ekstrusi bertingkat dengan membran berpori 0,4 µm dan 0,2 µm, serta spiramisin sebagai model obat. Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
3
Penelitian ini dilakukan dengan menambahkan asam oleat pada formula liposom kemudian diekstrusi secara bertingkat menggunakan membran berpori yang berbeda ukuran.
Liposom
yang diekstrusi selanjutnya dievaluasi
karakteristiknya antara lain ukuran, integritas dan kapasitas penyerapan, sehingga
dapat diketahui pengaruh ekstrusi bertingkat terhadap karakteristik liposom dan kemampuan penjerapan spiramisin.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan asam oleat dan penggunaan metode ektruksi bertingkat menggunakan membran ekstrusi 0,4 µm dan 0,2 µm terhadap karakteristik morfologi, distribusi ukuran serta efisiensi penjerapan spiramisin oleh liposom.
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Liposom
Liposom telah didefinisikan dalam berbagai aspek yang berbeda. Berikut ini adalah beberapa definisi liposom. a.
yang berisikan lipid dalam bentuk sferis Liposom adalah molekul pembawa
atau bulat yang terdiri dari beberapa lapisan lipid dengan obat atau agen biologis yang terperangkap dalam molekul lipid (Swarbrick, 2007). b.
Liposom adalah struktur lipid dua lapis yang berbentuk bulat, terbuat dari fosfolipid, glikolipid dan kolesterol (Sulkowski, Pentak, Nowak, dan Sulkowska, 2005).
c.
Liposom adalah kantung mikroskopik yang tersusun dari satu atau lebih lapisan lipid yang memerangkap cairan di dalam kompartemennya (Gulati, Grover, Singh, dan Singh, 1997).
Liposom dapat digunakan sebagai sistem penghantaran obat dengan rute intravena, intramuskular, intraperitonial dan oral, namun rute intravena adalah rute yang lebih sering digunakan. Semenjak penemuannya, liposom telah dipertimbangkan sebagai pembawa yang dapat menghantarkan obat hingga ke dalam sel (Slepushkin, et al. 1997). Liposom telah dipergunakan secara luas untuk menghantarkan agen kemoterapetik, anti inflamasi, terapi gen dan antibakteri menuju target yang bervariasi (Zignani, Drummond, Meyer, Hong, dan Leroux, 2000) Kelebihan karakteristik farmasetik dan farmakologi dari liposom adalah (Barenholz dan Crommelin, 1994): 1.
Liposom memiliki bagian lipofilik dan hidrofilik dalam satu sistem sehingga dapat digunakan sebagai pembawa obat-obat ataupun molekul-molekul hidrofilik, amfipatik, dan hidrofobik.
2.
Liposom telah terkarakterisasi dengan baik, secara fisik dan kimia.
3.
Kondisi liposom secara biologis ditentukan oleh komposisi dan sifat fisiknya.
4.
Liposom bersifat biokompatibel karena mudah untuk terbiodegradasi, toksisitasnya rendah dan jarang menimbulkan reaksi imunogenisitas. 4
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
5
5.
Liposom dapat digunakan sebagai pembawa obat yang pelepasannya terkontrol di dalam cairan tubuh maupun di dalam sel.
6.
Penggunaan liposom dapat mengurangi resiko paparan obat pada jaringan yang sensitif.
7.
Liposom dapat diberikan melalui beberapa rute pemberian, termasuk ocular, pulmonary, nasal, oral, intramuscular, subkutan, topikal dan intravena. Mekanisme penjerapan obat ataupun ligan di dalam liposom bergantung
pada sifat-sifat fisikokimianya, yaitu enkapsulasi (untuk senyawa-senyawa hidrofilik), solubilisasi pada fase lipid (untuk senyawa-senyawa lipofilik), konjugasi dengan rantai lipid (untuk pro-drug yang merupakan lipid terderivatisasi), kompleksasi elektrostatik untuk molekul-molekul polianionik seperti asam nukleat (Jun, Xiaobin, dan Lee, 2007).
2.1.1
Klasifikasi Liposom
2.1.1.1 Berdasarkan bahan penyusun dan model penghantaran obat Berdasarkan bahan penyusun dan model penghantaran obatnya, liposom diklasifikasikan dalam tujuh jenis (Biju, Talegaonkar, Mishra, dan Khar, 2006): a.
Liposom Konvensional Bahan penyusun liposom konvensional berupa fosfolipid bermuatan netral
atau negatif yang dikombinasikan dengan kolesterol. Sangat berguna untuk penghantaran sistem retikulum endoplasma (RES) karena menjadi subyek endositosis. Karakterisitiknya berupa waktu paruhnya singkat. Dapat dibentuk dengan fosfatidilkolin dan kolesterol dengan perbandingan rasio molar 5:5 ataupun 6:4 (Zignani, Drummond, Meyer, Hong, dan Leroux, 2000). b.
Liposom Sensitif pH Liposom sensitif pH menggunakan fosfolipid seperti fosfatidiletanolamin,
dioleil fosfatidiletanolamin dengan kombinasi kolesterol hemisuksinat atau asam oleat. Pada pH yang rendah, liposom ini akan terendositosis, melebur dengan membran sel atau membran endosom kemudian melepaskan kandungan zat aktifnya di sitoplasma. Ditujukan untuk penghantaran intraseluler dari obat yang bersifat basa lemah dan makromolekul. Untuk membentuk liposom pH sensitif Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
6
dapat menggunakan fosfatidiletanolamin, kolesterol dan asam oleat dalam perbandingan 4:4:2 mol (Torchillin, Lukyanov, Klibanov, 1992).
c.
Liposom Kationik
Liposom kationik menggunakan lipid yang bermuatan positif seperti
dioleiltrimetil-amoniumpropan (DOTAP). Ditujukan agar melebur dengan membran sel atau membran endosom untuk penghantaran makromolekul
bermuatan negatif (DNA/RNA). Liposom ini mudah dibentuk, namun secara struktural tidak stabil, toksik pada dosis tinggi dan terbatas hanya untuk pemberian lokal. d.
Liposom sirkulasi panjang (Stealth Liposomes) Liposom ini tersusun dari lipid netral bersuhu transisi tinggi, kolesterol
dan penambahan polietilenglikol-distearoilfosfat (PEG-DSPE). Liposom sirkulasi panjang dilapisi oleh permukaan yang hidrofilik sehingga mengurangi opsonisasi dan laju pengambilan oleh sistem retikulum endoplasma yang rendah, serta memiliki waktu partuh sirkulasi yang panjang (40 jam). e.
Imunoliposom Imunoliposom tersusun dari liposom konvensional ataupun liposom
sirkulasi panjang yang dilekatkan dengan sekuens pengenal antibodi. Liposom ini digunakan untuk endositosis termediasi oleh reseptor sehingga dapat menuju target sel yang spesifik. Nantinya liposom ini akan melepas zat aktif didekat jaringan target dan obat akan berdifusi melalui plasma membran untuk memberikan khasiat. f.
Liposom Magnetik
Liposom ini tersusun dari fosfatidilkolin, kolesterol, sejumlah kecil rantai aldehid dan partikel magnetik koloid dari besi oksida. Pada permukaan luar terdapat tempat pengikatan untuk molekul lain seperti antibodi. Digunakan untuk pelepasan dengan menggunakan medan magnetik dari luar tubuh yang akan menghancurkan liposom dan melepasakan kandungan zat aktif secara cepat.
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
7
g.
Liposom sensitif suhu
Bahan penyusun liposom sensitif suhu berupa lipid jenis dipalmitoil
fosfatidilkolin. Menunjukkan pelepasan maksimumnya pada suhu 41oC yaitu suhu transisi fase dari dipalmitoil fosfatidil kolin, sehingga liposom akan melepaskan kandungan obat pada permukaan sel target.
2.1.1.2 Berdasarkan ukuran dan jumlah lamela
Ukuran merupakan salah satu parameter kritis terhadap perilaku liposom in vivo, karena vesicle yang berukuran kurang dari 100 nm dapat mencapai dan di internalisasi oleh sel parenkim hati, sedangkan yang berukuran lebih dari 100 nm akan diambil oleh sel makrofag dan akhirnya akan dieksresikan dari tubuh atau terakumulasi di organ lain (Scherphof, Daemen, Spanjer, dan Roerdink, 1987). Berdasarkan ukuran dan jumlah lamela yang terbentuk, liposom diklasifikasikan menjadi (Biju, Talegaonkar, Mishra, dan Khar, 2006): a.
Multilamellar vesicle (MLV) Multilamellar
vesicle
memiliki
lebih
dari
satu
lapisan
bilayer.
Karakteristiknya yaitu memiliki ukuran berkisar antara 0,1 – 0,3 µm, sangat baik untuk memerangkap obat-obat lipofilik, stabil selama masa penyimpanan yang panjang, secara cepat akan ditangkap sistem retikulum endoplasma, mudah dibuat dengan menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Multilamellar vesicle tebagi lagi menjadi Oligolamellar vesicle yang terdiri dari dua sampai sepuluh lapisan bilayer dan Multivesicular liposome yang berisi beberapa vesikel dalam suatu liposom. b.
Large Unilamellar Vesicle (LUV)
Memiliki rentang ukuran antara 0,1-10 µm dengan hanya satu lapisan bilayer. Vesikel ini lebih ditujukan untuk penjerapan obat-obat yang hidrofilik dan makromolekul. Secara cepat akan diambil oleh sistem retikulum endoplasma. Dapat dibuat dengan metode dialisis, injeksi eter, reverse-phase evaporation ataupun active-loading.
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
8
c.
Small Unilamellar Vesicle (SUV) Small Unilamellar Vesicle berukuran lebih kecil dari 0,1 µm dengan satu
lapisan bilayer dan memiliki ukuran yang homogen. Secara termodinamik vesikel jenis ini tidak stabil, sehingga cenderung bergabung dan beragregasi satu sama
lain. Memiliki keterbatasan untuk menjerap makromolekul, dapat dibentuk dengan mereduksi ukuran MLV atau LUV menggunakan sonikasi atau ekstrusi.
[Sumber: Venuganti dan Perumal, 2009]
Gambar 2.1. Klasifikasi liposom berdasarkan ukuran dan jumlah lamella (telah diolah kembali) 2.1.2
Bahan Pembentuk Liposom (Barenholz dan Crommelin, 1994) Berbagai lipid dan molekul ampifilik lain diperlukan sebagai bahan dasar
pembentuk liposom untuk membentuk membran lapis ganda (bilayer) liposom. Molekul ampifilik yang banyak digunakan untuk membentuk lipsom biasanya berasal dari golongan fosfolipid, sphingolipid atau lipid golongan sterol seperti kolesterol. Fosfolipid sebagai bahan penyusun liposom diklasifikasikan menjadi
empat kelompok berdasarkan asal perolehannya. 2.1.2.1 Fosfolipid Alam
Terdapat dua sumber utama fosfolipid yang berasal dari alam, yaitu telur dan kacang kedelai. Fosfolipid yang berasal dari telur antara lain fosfatidilkolin (PC), fosfatidiletanolamin (PE), fosfatidilserin (PS) dan sfingomielin (SPM). Sedangkan dari kacang kedelai, fosfolipid yang diperoleh antara lain fosfatidilkolin, fosfatidiletanolamin dan fosfatidilinositol (PI). Perbedaan antara fosfolipid yang diperoleh dari telur dan kacang kedelai adalah pada letak rantai Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
9
asil tidak jenuhnya, dimana fosfolipid berasal dari telur memiliki rantai asil jenuh pada posisi 1 dan rantai asil tak jenuh pada posisi 2. Sementara fosfolipid yang berasal dari kacang kedelai memiliki rantai asil tak jenuh baik pada posisi 1
maupun 2.
2.1.2.2 Fosfolipid Alam Termodifikasi
Fosfolipid alam dimodifikasi sebagian secara kimia dengan cara hidrogenasi, untuk menurunkan derajat ketidakjenuhan. Dengan demikian akan dapat meningkatkan resistensinya terhadap peroksidasi. 2.1.2.3 Fosfolipid Semisintetik Rantai asil dari fosfolipid alam secara kimia digantikan posisinya oleh rantai asil tertentu yang dikehendaki. 2.1.2.4 Fosfolipid Sintetik Golongan senyawa fosfolipid yang secara penuh dibuat melalui jalur sistesis kimia. 2.1.3
Mekanisme Pembentukan Liposom (Lasic, 1995; Barenholz, dan Crommelin, 1994) Mekanisme sebenarnya dari pembentukan liposom masih belum di
mengerti seluruhnya. Ketika pembuatan dimulai dari suspensi lipid-dalam-air terdapat dua mekanisme berbeda dari formasi vesikel yaitu fragmentasi lapis ganda (bilayer) sesudah itu penutupan dengan sendirinya fragmen tersebut dan pertunasan atau budding-off vesikel dari vesikel induk. 2.1.3.1 Teori
Fragmen
Fosfolipid
Lapis
Ganda
(Bilayer
Phospholipid
Fragment/BPF) Pada teori ini diasumsikan bahwa lapisan membran fosfolipid terbentuk karena ketidak stabilan termodinamika ketika lapisan hidrofobik terpapat oleh fase cair. Lapisan yang terbentuk ini kemudian bergabung dengan fragmen lapisan lainnya untuk membentuk vesikel lipid. Ukuran dan jumlah lamelar yang terbentuk bergantung pada metode pembuatan BPF. Metode yang dapat digunakan seperti deplesi deterjen, pengendapan fosfolipi atau dengan menggabungkan lapisan fosfolipid yang sudah ada sebelumnya. Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
10
2.1.3.2 Teori Pertunasan (Budding-off) Teori ini menjelaskan bahwa liposom terbentuk dari hidrasi komponen fosfolipidnya dalam susunan lapisan yang teratur menyebabkan terbentuknya tunas dari lipid lapis ganda dan mengarah pada pembentukan ukuran yang tetap.
[Sumber: Lasic, 1995]
Gambar 2.2. Mekanisme pembentukan liposom, A. Mekanisme budding off/pertunasan, B. Mekanisme pembentukan dari fragmen (telah diolah kembali) 2.1.4
Prinsip Pembuatan liposom Metode konvensional dalam pembuatan liposom dapat dikatakan
melibatkan empat langkah yaitu pengeringan lipid dari pelarut organik, dispersi lipid di dalam media cair, pemurnian liposom yang dihasilkan serta reduksi ukuran partikel dan analisis produk akhir (Mozafari, 2005). Pelarut dihilangkan dengan menggunakan rotary evaporator yang kemudian akan membentuk lapisan tipis. Proses hidrasi dilakukan dengan mencampurkan fase air diatas suhu transisi dari fosfolipid dimana terjadi perubahan dari fase gel ke fase cair. Reduksi ukuran partikel dapat dilakukan dengan metode sonikasi, ekstrusi, homogenisasi atau homogenisasi tekanan tinggi (Biju, Talegaonkar, Mishra, dan Khar, 2006). Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
11
Proses penjerapan obat ke dalam liposom dilakukan bergantung pada dapat dimasukkan ke dalam fase air, dan polaritas obat. Obat yang larut dalam air
obat yang larut dalam lipid dapat disisipkan ke dalam fosfolipid yang membentuk membran lapis ganda (Swarbrick, 2007).
Berdasarkan proses penting pembuatan liposom, secara umum metode pembuatan liposom dibagi menjadi proses hidrasi dan pengaturan ukuran. Pemilihan masing-masing metode yang digunakan ataupun kombinasi dari kedua
proses tersebut menjadi perbedaan metode untuk pembuatan liposom (Barenholz, dan Crommelin, 1994).
2.1.4.1 Proses hidrasi a.
Hidrasi lapis tipis Hidrasi lapis tipis dilakukan dengan proses pengocokan mekanis yang
menghasilkan produk MLV (Multilamellar vesicle). Lipid dilarutkan dalam pelarut organik yang sesuai seperti metanol atau kloroform, kemudian pelarut organik dihilangkan dengan vacuum rotary evaporator untuk membentuk lapisan lipid tipis pada dinding labu. Larutan buffer kemudian ditambahkan untuk menghidrasi lapisan lipid tipis dan selanjutnya terbentuk liposom dengan bantuan pengadukan/agitasi dari campuran tersebut (Martin, 1990). Penggunaan pelarut organik dan pelarut air dengan perbandingan 2:1 dilakukan berdasarkan rasio yang optimal untuk memproduksi liposom dengan ukuran rata-rata yang kecil dan distribusi ukuran yang sempit (Laouini, JaafarMaalej, Sfar, Charcosset, dan Fessi, 2011). b.
Pemindahan pelarut organik
Ada dua macam pelarut yang digunakan, yaitu pelarut organik yang dapat bercampur dengan air seperti etanol dan metanol; dan yang tidak dapat bercampur dengan air seperti eter dan kloroform. Produk yang dihasilkan adalah MLV, OLV (Oligolamellar vesicle), dan UV (Unilamellar vesicle). Beberapa teknik pembentukan liposom dengan pemindahan pelarut organik yaitu evaporasi fase balik (Reverse-phase Evaporation/REV) dan metode injeksi eter. Pada metode evaporasi fase balik, dibuat emulsi air dalam minyak dengan melarutkan fosfolipid pada pelarut organik. Pelarut organik kemudian dihilangkan Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
12
perlahan dengan tekanan yang dikurangi menggunakan rotary evaporator. Sementara pada metode injeksi eter, lipid dilarutkan dalam eter dan di injeksikan
ke dalam fase air sedikit demi sedikit (Venuganti dan Perumal, 2009).
c.
Pembentukan campuran lipid-deterjen diikuti proses pemindahan deterjen,
menghasilkan produk OLV, UV dan SUV (Small Unilamellar Vesicle).
[Sumber: Lasic, 1997] Gambar 2.3. Pembuatan lipid dengan metode hidrasi (telah diolah kembali)
2.1.4.2 Pengaturan ukuran a.
Ultrasonikasi Iradiasi ultrasonik menghasilkan Small Unilamellar Vesicle dengan ukuran
minimal 20 nm. Mekanisme pecahnya liposom oleh ultrasonikasi adalah terbentuknya gas-gas kecil sementara di dalam bagian hidrofobik dari lipid bilayer. Adanya gas-gas tersebut dapat memecah fragmen membran dari liposom dan membentuk agregat yang lebih kecil (Schroeder, Kost, dan Barenholz, 2009). Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
13
b.
Ekstrusi (Hope, Nayar, Mayer, Cullis, 1993) Istilah
ekstrusi
liposom
mengacu
pada
proses
dimana
liposom
multilamellar diberi gaya untuk melewati filter dengan ukuran pori yang telah ditetapkan untuk mendapatkan liposom dengan diameter rata-rata yang
menyerupai dengan diameter pori dari filter. Sekarang ini ekstrusi merupakan prosedur yang sering digunakan untuk mengurangi ukuran liposom dan memproduksi kantung unilamellar. Proses ekstruksi pada awalnya melibatkan
ekstruksi bertingkat dibawah tekanan yang rendah (<80 lb/in), melalui rangkaian filter dengan ukuran pori yang semakin menurun. Jika preparasi liposom dilewatkan berulang kali melewati pori, maka proses ini akan meningkatkan populasi liposom dengan diameter rata-rata yang serupa dengan pori dari filter dan distribusi ukuran yang lebih homogen dapat diperoleh ketika menggunakan diameter pori yang lebih kecil. Ekstrusi liposom sebanyak 2 – 10 siklus melewati membran lebih sering digunakan untuk mengurangi distribusi ukuran partikel, karena mampu memproduksi liposom yang relatif seragam secara cepat, efisien dan terjangkau (Coe, Thies, dan Portnoff, 2003). Namun, penelitian yang dilakukan oleh Hope (1993) menunjukkan perubahan drastis struktur liposom terjadi pada 5 siklus awal ekstrusi liposom dan pada penggunaan 5 – 10 siklus hanya teramati sedikit perubahan pada ukuran liposom. Ekstrusi dapat dilakukan dengan syringe yang diletakkan pada holder yang terstandardisasi. Menggunakan teknik ini, suspensi liposom dapat dilewatkan berturut-turut melewati filter dengan ukuran pori yang mengecil. Secara umum, untuk mengekstrusi liposom dengan mudah konsentrasi fosfolipid harus lebih
kecil dari 20 mg/ml dan diameter pori dari filter harus lebih besar dari 200 nm. Selain itu, untuk melewatkan liposom melewati filter dengan ukuran pori 200 nm, harus dilewatkan ke filter dengan pori yang lebih besar sebelumnya. Metode ekstrusi terbagi menjadi ekstrusi bertekanan tinggi dan ekstrusi bertekanan rendah. Ekstrusi bertekanan tinggi menggunakan tekanan di atas 35 MPa, menghasilkan vesikel yang berukuran kecil dan sebagian besar unilamellar. Sedangkan pada ekstrusi bertekanan rendah, tekanan yang digunakan hingga 14
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
14
MPa, ukuran dan distribusi ukuran yang dihasilkan bergantung pada pori membran yang digunakan (Swarbrick dan Boylan, 1994).
Berbagai macam variasi filter dapat digunakan untuk mengurangi diameter preparasi liposom yang tersedia, jenis-jenis membran yang dapat digunakan
adalah polikarbonat, keramik dan stainless steel. Namun, yang paling sering digunakan adalah filter yang terbuat dari polikarbonat standar dengan pori-pori yang lurus. Membran pori yang terbuat dari polikarbonat telah terbukti dapat
diandalkan, inert, tahan lama, dan mudah untuk diaplikasikan untuk mengektrusi tanpa terjadi kerusakan.
[Sumber: Se, et al., 2009]
Gambar 2.4. Ekstrusi liposom melewati membran berpori (telah diolah kembali) 2.1.5
Daya jerap obat Pengukuran daya jerap liposom dilakukan dengan membandingkan
konsentrasi obat yang terjerap dengan konsentrasi total dengan rumus : Efisiensi Penjerapan (%) =
x 100%
(2.1)
Cterjerap adalah konsentrasi obat yang terjerap liposom, yaitu merupakan selisih dari konsentrasi total obat dengan konsentrasi akumulatif obat yang tidak terjerap liposom. Ctotal adalah konsentrasi total obat. Konsentrasi obat didapat dari hasil pengukuran serapan larutan.
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
15
2.1.6
Karakterisasi Liposom
2.1.6.1 Morfologi (Williams dan Vaughn, 2007)
Evaluasi bentuk fisik liposom dilakukan dengan evaluasi terhadap ukuran dan lapisan dari liposom. Untuk dapat melihat ukuran liposom yang mikroskopik dibutuhkan suatu instrumen berupa Scanning Electron Microscope (SEM), sedangkan untuk mengukur ketebalan yang terbentuk diperlukan instrumen yang dapat menganalisa liposom secara tiga dimensi menggunakan Transmission Electron Microscope (TEM).
Karena keterbatasan mikroskop optik dalam melihat partikel yang berukuran nano, maka dibutuhkan alat Scanning Electron Microscope yang dapat mengukur ukuran partikel dan mengevaluasi bentuk partikel serta morfologinya. Teknik ini membutuhkan keadaan sampel yang kering dan juga diperlukan adanya agen pengontras yang diaplikasikan ke permukaan partikel, contohnya emas atau paladium. Agen pengontras ini ditambahkan ke permukaan partikel melalui alat sputter coating dibawah kondisi vakum. Penambahan agen pengontras atau prosedur pengeringan dapat merubah morfologi atau ukuran dari partikel selama pengamatan, yang merupakan salah satu kelemahan mengunakan metode ini. Distribusi ukuran partikel juga nyaris tidak mungkin ditentukan dengan metode ini disebabkan keterbatasan jumlah partikel yang dapat dilihat. Teknik yang serupa juga dengan SEM, yaitu Transmission Electron Microscopy (TEM) dapat digunakan untuk mengevaluasi morfologi dari nanopartikel. Teknik ini membutuhkan kondisi vakum dan sampel harus dalam keadaan kering. Tomografi TEM memiliki resolusi gambar yang lebih tinggi dan gambar dapat diperbesar lebih banyak daripada menggunaan SEM. Tidak seperti
SEM, prinsip TEM adalah menghantarkan elektron melewati partikel bukan memantulkannya, oleh karena itu sampel harus cukup tipis.
2.1.6.2 Differential Scanning Calorimetry (Giron, 2007) Saat suatu bahan dipanaskan atau didinginkan, terjadi sebuah perubahan pada struktur atau komposisinya. Transformasi yang terjadi tersebut dihubungkan dengan pertukaran panas. Differential Scanning Calorimetry (DSC) digunakan untuk menentukan aliran panas ke dalam dan keluar sampel serta menentukan Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
16
suhu termal selama perubahan suhu secara terkontrol. Metode pertama yang dikembangkan oleh Le Cahtelier pada 1887 adalah Differential Thermal Analysis (DTA), dimana hanya peningkatan suhu pada sampel yang diukur. Prinsip dari Differential Scanning Calorimetry (DSC) adalah sebagai
berikut, ketika dua buah oven diberikan panas yang sama, dimana salah satu oven mengandung sampel dalam wadah dan yang oven yang lainnya terdiri dari wadah yang kosong sebagai referensi. Jika tidak ada perubahan yang terjadi pada sampel
selama proses pemanasan, maka wadah sampel dan wadah referensi berada pada suhu yang sama. Namun, jika terdapat perubahan seperti pelelehan yang terjadi pada sampel, energi yang ada akan digunakan oleh sampel dan menyebabkan suhu sampel menjadi tetap konstan di dalam wadahnya. Sementara suhu dari wadah referensi akan terus meningkat. Oleh karena itu, terjadi perbedaan suhu antara wadah sampel dan wadah referensi. Tiap instrumen dapat memberikan informasi yang sama, yaitu aliran panas sebagai fungsi suhu (atau waktu). Ukuran puncak, resolusi, dan sensitivitas tergantung pada prinsip pengukuran dan spesifikasi instrumen. Gambar 2.5 menunjukkan tipikal transisi. Suhu onset terekstrapolasi (Tc) merupakan titik lebur atau titik didih. Suhu puncak (Tm) tergantung pada instrumen dan parameter pengukuran. Proses peleburan, pendidihan, dan sublimasi bersifat endotermis, yang berarti membutuhkan energi. Kristalisasi bersifat eksotermis, yang berarti memberikan energi. Transisi fase padat-padat dan dekomposisi dapat bersifat endotermis maupun eksotermis.
[Sumber: Giron, 2007]
Gambar 2.5. Termogram DSC (telah diolah kembali) Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
17
2.1.6.3 Distribusi ukuran partikel (Williams dan Vaughn, 2007) Distribusi ukuran partikel dapat diukur dengan menggunakan Particle Size Analyzer berupa Laser Light Scattering, Coulter Counter atau DLS/Photon Correlation Spectroscopy. Difraksi sinar laser pada Laser Light Scattering menggunakan cahaya difraksi, cahaya difusi atau keduanya dalam menghitung distribusi ukuran partikel. Analisis yang akurat dapat dilakukan pada partikel dalam rentang ukuran diameter 10 nm – 1 mm. Pada pengukuran dengan Coulter
Counter, pengenceran dispersi diperlukan dan akurasinya dibatasi oleh partikel dengan ukuran diameter diatas 400 nm. Distribusi ukuran partikel dihitung melalui variasi tahanan elektrik ketika dispersi partikel melewati dua elektroda. Teknik ini membutuhkan persyaratan partikel yang sferis agar dapat mengukur volume yang akurat. Pengukuran distribusi ukuran partikel menggunakan DLS memerlukan pengenceran dispersi dari partikel yang berukuran dibawah 6 µm.
2.2
Spiramisin CH3 N O
CH3
CH3
O CH HC
CH3 CH
CH HC
CH
CH H2C
CH
C O
H3C N O
CH C H2
O C H
HO O
H3C O
CH H3C
H2 C
H2C
CH3
OH
O
CH3
OH
OR
O
OH CH3
[Sumber: O’Neil, et al., 2001]
Keterangan : Spiramisin I R: H Spiramisin II R: COCH3 Spiramisin III R: COCH2CH3
Gambar 2.6. Struktur kimia spiramisin (telah diolah kembali) Spiramisin merupakan antibiotik golongan makrolida yang diproduksi dari Streptomyces ambofaciens dan memiliki potensi antibakteri tidak kurang dari 4100 unit/mg. Senyawa ini memiliki bobot molekul sebesar 843,06 g/mol. Memiliki bentuk serbuk berwarna putih atau sedikit kuning, larut dalam air dalam perbandingan 1:50, sangat larut dalam etanol, metanol, aseton, dan kloroform Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
18
(Sweetman, 2009). Memiliki serapan UV maksimum dalam pelarut etanol pada panjang gelombang 231 nm (O’Neil, et al., 2001). Obat ini efektif terhadap kuman stafilokokus, streptokokus, pneumokokus, enterokokus, Neisseria, dan sangat efektif terhadap Toxoplasma Bordetella pertussis, Rickettsia, amuba
gondii. Golongan makrolida menghambat sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara reversible dengan ribosom subunit 50S, dan umunya bersifat bakteriostatik, walaupun terkadang dapat bersifat bakteriosidal untuk kuman yang
sangat peka (Setiabudy, 2007).
2.3
Fosfatidilkolin (Lesitin) O C O
R' O
R
O C
CH C H2
O
O C H2
H2 C
O P O
C H2
CH3 CH3 N CH3
[Sumber: O’Neil, et al., 2001] Keterangan : R, R’ = asam lemak
Gambar 2.7. Struktur kimia fosfatidilkolin (telah diolah kembali) Fosfatidilkolin yang memiliki nama trivial lesitin, adalah fosfolipid yang paling banyak terdapat di hewan dan tumbuhan. Fosfatidilkolin yang berasal dari telur berwarna jingga kecoklatan dan berbentuk seperti mentega. Senyawa ini merupakan molekul utama penyusun membran lipid bilayer, sehingga dapat
digunakan sebagai bahan penyusun liposom dan dapat bersifat biodegradabel. Fosfatidilkolin juga merupakan komponen integral dari lipoprotein dan fosfolipid utama yang bersirkulasi di plasma. Dapat bersifat netral sampai zwitterionic, memiliki rentang pH yang luas dari asam kuat hingga basa kuat. Fosfatidilkolin memiliki bobot molekul sebesar 770,123 g/mol, memiliki suhu transisi (Tm) dari bentuk padat ke bentuk cair pada suhu 55oC. (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
19
2.3
Kolesterol
H2 C
H3C CH
CH3
H2 C C H2
CH3 CH
CH3
H
H
CH3
H
HO
[Sumber: O’Neil, et al., 2001]
Gambar 2.8. Struktur kimia kolesterol (telah diolah kembali)
Kolesterol adalah steroid alkohol yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti kloroform (1 : 4,5), etanol (1 : 78) dan metanol (1 : 153). Pada organisme hidup, senyawa ini terdapat dalam membran sel, lipoprotein plasma, dan empedu. Senyawa ini dapat berasosiasi dengan lipid lain seperti fosfolipid dan asam empedu. Kolesterol yang berbentuk serbuk atau granul, berwarna putih atau kuning pudar serta tidak berbau. Dalam formulasi farmasetik, kolesterol biasa digunakan sebagai agen pengemulsi. Namun, dalam pembuatan liposom, kolesterol digunakan sebagai penstabil liposom pada pH serum yaitu 7,4 dan berguna meningkatkan rigiditas membran liposom dan meningkatkan pemisahan gugus kolin dibagian kepala membran liposom (Karki, Subramanya, dan Udupa, 2009). Kolesterol memiliki bobot molekul sebesar 386,67 g/mol dan titik lebur pada 147 – 150oC (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).
2.4
Asam Oleat O H3C
CH2 H2C
H2C CH2 H2C
H2C CH2 H2C
H2C CH2 HC
H2C
CH2
C OH
CH2
CH2
CH
[Sumber: O’Neil, et al., 2001]
Gambar 2.9. Struktur kimia asam oleat (telah diolah kembali) Asam oleat yang mempunyai sinonim elaic acid dan oleinic acid merupakan cairan berminyak berwarna kuning hingga coklat pucat berasa dan Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
20
berbau seperti lemak. Senyawa ini larut dalam benzen, kloroform, etanol (95%), air. Bobot molekul asam oleat adalah eter, heksan, praktis tidak larut dalam
282,47 g/mol, memiliki titik lebur pada suhu 13 – 14oC dan terdekomposisi pada suhu 80-100oC (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009). Dalam pembuatan liposom, asam oleat berfungsi sebagai penstabil fosfolipid pada liposom dalam plasma (dalam sirkulasi). Pada pH basa (>10) molekul asam oleat akan berbentuk kerucut secara geometris, pada pH intermediet (7,5-9,5) struktur dimer akan terbentuk,
sedangkan pada pH lebih asam, asam oleat akan terpisah dari larutan sebagai tetes-tetes minyak (Stano dan Luisi, 2008). Penambahan asam oleat dapat memberikan sifat fleksibilitas dan deformabilitas pada liposom untuk melewati pori yang sangat kecil (Venuganti dan Perumal, 2009). Asam oleat juga dapat meningkatkan aktivitas penghantaran sitoplasmik senyawa obat yang lebih baik (Torchillin, Lukyanov, dan Klibanov, 1992).
[Sumber: Stano dan Luisi, 2008] Gambar 2.10. Struktur Asam Oleat dalam Berbagai pH
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmasetika, Laboratorium Farmasi
Fisika, Laboratorium Teknologi Sediaan Semi Solid, dan Laboratorium Kimia
Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari 2012 sampai dengan Mei 2012.
3.2
Bahan
3.2.1
Bahan Baku Fosfatidilkolin telur (Sigma), kolesterol (Sigma), asam oleat (Marks &
Nos), spiramisin (Henan Topfond, China), kloroform (Merck), metanol (Mallinckrodt),
kalium
dihidrogen
fosfat
(Merck),
natrium
hidroksida
(Mallinckrodt), aquadest, gas nitrogen (teknis).
3.2.2
Larutan Dapar Fostat pH 7,4 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995) Larutan dapar fosfat dibuat dengan mencampurkan 50,0 mL kalium
hidrogen fosfat 0,2 M dengan 39,1 mL natrium hidroksida 0,2 N di dalam labu ukur 200,0 ml, kemudian dicukupkan volumenya sedikit demi sedikit dengan aquadest bebas CO2 hingga 200,0 ml. Sebelumnya, kalium dihidrogen fosfat 0,2 M dibuat dengan menimbang 6,8045 gram serbuk kalium dihidrogen fosfat, larutkan dengan aquadest bebas CO2 di dalam labu ukur 250,0 mL, dicukupkan
volumenya sedikit demi sedikit hingga batas labu ukur. Untuk pembuatan natrium hidroksida 0,2 N, pelet natrium hidroksida ditimbang sebanyak 2,0 gram, kemudian dilarutkan dalam 250,0 mL aquadest bebas CO2.
3.3
Alat Timbangan analitik (Sartorius), pH meter (Eutech), pengaduk magnetik
(IKA C-MAG HS7), spektrofotometer UV-VIS (Shimadzu UV-1800), rotary 21
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
22
evaporator (Hahn Shin), vortex mixer (Health H-VM-300), mini extruder set (Avanti Polar Lipids), syringe Gas Tight (Hamilton), membran polikarbonat 0,4
µm dan 0,2 µm (Whatman), membran nylon Milipore 0,45 µm (Whatman), ultrasonikator (Branson 3200), Scanning Electron Microscope (Inspect F50),
Transmission Electron Microscope (JEOL JEM-1400), mikroskop konvokal (Olympus), Particle Size Analyzer (Malvern Zetasizer Nano S), Differential Scanning Calorimetry (Shimadzu DSC-60A), Sentrifugator (Kubota 5100),
kamera digital (Canon PS A2200),
glass beads, carbon tape conductivity,
termometer, tabung sentrifugasi (Corning), labu bulat dan peralatan gelas lainnya.
3.4
Cara Kerja
3.4.1
Pembuatan Liposom dengan Metode Hidrasi Lapis Tipis Dibawah ini adalah formulasi pembuatan liposom yang digunakan untuk
menghasilkan 50 ml suspensi liposom. Pada formula 1 (F1) digunakan formulasi liposom konvensional menggunakan perbandingan fosfatidilkolin dan kolesterol dengan rasio molar 5:5. Sementara pada formula 2 (F2) ditambahkan asam oleat sebesar 1 mol. Tabel 3.1. Formula Liposom Bahan
Formula F1
F2
Spiramisin (mg)
250
250
Fosfatidilkolin (mg)
800
800
Kolesterol (mg)
400
400
Asam oleat (mg)
-
60
Liposom dibuat dengan menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Fosfatidilkolin, kolesterol, asam oleat dan spiramisin ditimbang sesuai dengan yang tertera dalam formula pada Tabel 3.1. dan dilarutkan dalam 25 mL kloroform. Larutan dalam kloroform tersebut kemudian diuapkan menggunakan alat rotary evaporator dengan suhu + 60oC, kecepatan 60-160 rpm, dan kondisi vakum hingga terbentuk lapisan tipis selama 2 jam. Lapisan tipis yang telah terbentuk kemudian dialiri gas nitrogen, dan didiamkan selama 24 jam. Setelah 24 Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
23
jam, lapisan tipis di dalam labu evaporator dihidrasi dengan 50 mL larutan dapar pH 7,4 sambil dikelupas dengan glass beads dengan kecepatan rotary evaporator sebesar 60 rpm tanpa penggunaan vakum hingga terbentuk suspensi berwarna putih kekuningan. Suspensi kemudian dikocok dengan vortex mixer selama 15 menit dan disimpan di dalam vial selama 24 jam di dalam lemari pendingin (Jones, 2005).
Penggunaan pelarut kloroform sebanyak 25 mL dan larutan dapar pH 7,4
sebanyak 50 mL dilakukan berdasarkan perbandingan volume fase air dan pelarut organik (2:1) adalah rasio yang optimal untuk memproduksi liposom dengan ukuran rata-rata dan distibusi ukuran yang kecil (Laouini, Jaafar-Maalej, Sfar, Charcosset, dan Fessi, 2011).
3.4.2
Ekstrusi Bertingkat dengan Membran Polikarbonat Berpori 0,4 µm dan 0,2 µm (Hope, Nayar, Mayer, dan Cullis, 1993) Liposom diseragamkan ukurannya dengan menyuntikkan liposom pada
alat mini extruder set menggunakan membran polikarbonat berukuran 0,4 µm sebanyak 5 siklus kemudian akan diekstrusi kembali dengan membran berukuran 0,2 µm sebanyak 5 siklus. Proses ekstrusi dilakukan dengan menggunakan alat mini extruder, dimana membran polikarbonat Whatman berukuran pori 0,4 µm diletakkan di bagian tengah extruder. Setelah alat mini extruder dirangkai pada holder, lalu rangkaian tersebut diletakkan di atas plat pemanas yang telah diatur suhunya hingga stabil pada 60oC. Selanjutnya 1 mL larutan dapar fosfat pH 7,4 dilewatkan pada alat dan dibuang agar membran terbasahi dan mengurangi dead volume.
Proses ekstrusi bertingkat dilakukan dengan melewatkan sejumlah liposom melalui membran polikarbonat Whatman berukuran pori 0,4 µm kemudian diganti dengan membran berukuran pori 0,2 µm dan dilewatkan melalui membran 0,2 µm masing-masing sebanyak 5 siklus. Kemudian liposom hasil ekstrusi ditampung pada vial, sedangkan membran ekstrusi dipisahkan untuk dicuci.
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
24
3.4.3
Penentuan Jumlah Spiramisin yang Tertahan pada Membran Ekstrusi
3.4.3.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Spiramisin dalam Metanol
Spiramisin ditimbang seksama + 100,0 mg kemudian dilarutkan dalam metanol hingga batas dalam labu ukur 100,0 mL, sehingga didapat larutan 1000 ppm. Dari larutan yang diperoleh dipipet 10,0 mL dengan menggunakan pipet volume dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL. Volume dicukupkan hingga batas dengan metanol sehingga diperoleh larutan spiramisin dengan
konsentrasi 100 ppm. Dari larutan yang diperoleh dipipet 5,0 mL dengan menggunakan pipet volume dan dimasukkan dalam labu ukur 50,0 mL, volume dicukupkan hingga batas sehingga diperoleh larutan spiramisin 10 ppm. Larutan 10
ppm diukur dengan spektrofotometer dan dilihat serapan serta panjang
gelombang maksimumnya. Larutan spiramisin 100 ppm dipipet 7,0; 9,0; 11,0 dan 13,0 mL kemudian dimasukkan ke labu ukur 50,0 mL dan dicukupkan volumenya dengan metanol, sehingga diperoleh larutan spiramisin dengan konsentrasi 14, 18, 22, dan 26 ppm. Larutan spiramisin 100 ppm dipipet 2,0; 3,0; 4,0; 5,0 dan 6,0 mL, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 25,0 mL dan dicukupkan volumenya dengan metanol. Diperoleh larutan spiramisin dengan konsentrasi 8, 12, 16, 20, dan 24 ppm. Larutan spiramisin konsentrasi 8, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, dan 26 ppm diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang yang telah didapatkan dengan menggunakan blanko metanol. Larutan spiramisin dalam metanol dengan konsentrai 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, dan 26 ppm yang telah diukur serapannya, diplot pada kurva kalibrasi yang menggambarkan hubungan konsentrasi larutan dan serapan, lalu didapatkan persamaan kurvanya.
3.4.3.2 Pencucian Membran Ekstrusi Membran hasil ekstrusi dicelupkan dalam beaker yang berisi 10,0 mL metanol, kemudian diaduk dengan batang pengaduk selama 1 menit. Membran hasil ekstrusi kemudian diangkat dari larutan metanol dengan menggunakan pinset, sementara larutan dipindahkan ke dalam tabung sentrifugasi untuk selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit.
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
25
Hasil cucian membran ekstrusi yang telah disentrifugasi di ambil supernatannya dan diukur serapannya pada spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang spiramisin dalam metanol yang telah didapatkan dengan menggunakan blanko metanol. Hasil serapan dicatat untuk kemudian diketahui konsentrasinya menggunakan persamaaan garis kurva kalibrasi spiramisin dalam metanol. Jumlah spiramisin yang tertahan di membran (Cmembran) didapat dengan mengalikan konsentrasi spiramisin yang diperoleh dengan volume metanol yang digunakan untuk mencuci membran.
3.4.4
Penentuan Efisiensi Penjerapan Spiramisin dalam Liposom
3.4.4.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Spiramisin dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Spiramisin ditimbang seksama + 100,0 mg kemudian dilarutkan dalam dapar fosfat pH 7,4 hingga 100,0 mL dalam labu ukur, didapatkan larutan 1000 ppm. Dari larutan yang diperoleh, dipipet 10,0 mL dengan menggunakan pipet volume dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL. Volume dicukupkan hingga batas dengan dapar fosfat pH 7,4 sehingga diperoleh larutan spiramisin dengan konsentrasi 100 ppm. Larutan 100 ppm tersebut kemudian dipipet 10,0 mL, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan diperoleh larutan 10 ppm. larutan 10 ppm diukur serapannya dengan spektrofotometri UV-Vis, dan ditentukan panjang gelombang yang menghasilkan serapan maksimum (231 nm). Larutan spiramisin 100 ppm dipipet sebanyak 3,0; 7,0; 9,0; 11,0 dan 13,0 mL, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 mL dan dicukupkan volumenya dengan dapar fosfat pH 7,4 sehingga diperoleh larutan spiramisin dengan konsentrasi 6, 14, 18, 22, dan 26 ppm. Larutan spiramisin 100
ppm dipipet kembali sebanyak 2,0; 3,0; 5,0 dan 6,0 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25,0 mL dan dicukupkan volumenya dengan dapar fosfat pH 7,4 sehingga diperoleh larutan spiramisin dengan konsentrasi 8, 12, 20, 24 ppm. Larutan spiramisin dengan konsentrasi 6, 8, 10, 12, 14, 18, 20, 22, 24 dan 26 ppm diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum. Hasil pengukuran serapan dibuat kurva kalibrasi yang menghubungkan konsentarasi larutan dan serapan untuk mendapatkan persamaan kurva kalibrasi.
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
26
3.4.4.2 Penentuan Efisiensi Penjerapan dengan Metode Dialisis Efisiensi penjerapan obat dilakukan pada liposom yang telah dibuat,
setelah diekstruksi dengan membran 0,4 µm dan setelah diekstrusi dengan membran 0,2 µm menggunakan metode dialisis. Alat dialisis dibuat dengan menyusun vial, membran milipore Whatman 0,45 µm, dan ujung vial yang
dipotong hingga leher. Liposom sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam vial, kemudian mulut vial ditutup dengan membran milipore Whatmann 0,45 µm,
dilekatkan dengan ujung vial yang telah dipotong dan kemudian direkatkan dengan seal tape transparan. Vial yang telah dirangkai tersebut dapat dimasukkan ke dalam styrofoam yang disangkutkan di atas beaker glass 100 ml ataupun dapat juga diikat dengan benang jahit. Spin bar dimasukkan ke dalam beaker yang berisi 100 mL dapar fosfat, kemudian diletakkan di atas stirrer magnetik yang telah menyala dan ditutup dengan plastik agar mengurangi penguapan air. Penentuan efisiensi penjerapan dengan metode dialisis dilakukan pada suhu ruang selama 24 jam. Pada satu jam pertama, setiap 15 menit larutan dalam medium diambil 5,0 mL untuk diukur serapannya dan dilanjutkan dengan pengambilan tiap jam selama 24 jam. Setiap kali pengambilan larutan, dapar fosfat pH 7,4 sebanyak 5,0 mL ditambahkan ke dalam larutan medium untuk menggantikan larutan yang telah diambil sebelumnya. Sehingga volume dapar fosfat pH 7,4 dalam beaker akan tetap konstan. Hasil sampling pada setiap waktu pengambilan diukur serapannya pada spektrofotometer UV-Vis, hasil serapan kemudian dicatat dan dihitung konentrasinya dengan menggunakan persamaan garis kurva kalibrasi spiramisin dalam dapar fosfat pH 7,4. Sampling dihentikan saat serapan pada
spektrofotometer Uv-Vis cenderung tidak berubah secara signifikan selama beberapa waktu tertentu. Obat yang larut dalam medium merupakan obat yang tidak terjerap oleh liposom (terdialisis). Untuk mengetahui berat akumulatif obat yang terdialisis, hasil pengukuran serapan tiap jam dimasukkan ke dalam rumus berikut: ( (
)
(3.1) )
(
)
(3.2) Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
27
Dalam rumus tersebut, Wt adalah jumlah obat (mg) yang terdialisis dari sampel waktu pertama, Yt adalah serapan sampel, m adalah volume medium
reseptor, a dan b didapat dari persamaan kurva kalibrasi dan 1000 adalah faktor konversi dari µg ke mg. Sedangkan Wn adalah berat akumulatif sampel jam berikutnya, Yn adalah serapan sampel, dan s adalah volume sampel yang diambil, seterusnya hingga jam terakhir pengambilan sampel. Efisiensi penjerapan (EP %) spiramisin oleh liposom dilakukan dengan
membandingkan konsentrasi obat yang terjerap dengan konsentrasi total dengan rumus : Efisiensi Penjerapan (%) =
x 100%
(3.3)
Daya jerap spiramisin oleh liposom diukur dengan membandingkan konsentrasi spiramisin yang terjerap (Cterjerap) dengan konsentrasi spiramisin total (Ctotal). Konsentrasi spiramisin yang terjerap diperoleh dari hasil pengurangan konsentrasi spiramisin yang terdapat dalam formula dengan konsentrasi akumulasi spiramisin yang terdialisis.
3.4.5 Karakterisasi liposom 3.4.5.1 Morfologi Liposom Karakterisasi morfologi liposom dilakukan dengan melihat bentuk dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) dengan perbesaran digital 6000x, mikroskop konvokal dan Transmission Electron Microscope (TEM). Sampel liposom dikeringkan terlebih dahulu dengan diteteskan pada carbon tape conductivity berukuran 3 mm x 3 mm, kemudian disimpan dalam desikator selama empat hari. Preparasi ini dilakukan karena Scanning Electron Microscope tidak dapat menganalisa sampel yang mengandung air. Kemudian sampel disalut (coating) dengan logam pengontras untuk meningkatkan sifat konduktivitasnya. Proses penyalutan dilakukan pada alat sputter coating-SEM yang dapat menyemprotkan logam penyalut dalam keadaan vakum. Logam yang digunakan untuk menyalut adalah campuran dari logam paladium (Pd) dan emas (Au). Sampel disalut di dalam alat sputter coating selama 3 menit dan digunakan tegangan sebesar 12 V untuk melapisi globul-globul liposom yang terdapat pada Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
28
carbon tape agar dapat memberikan pencitraan yang lebih baik pada alat SEM dengan meningkatnya konduktivitas. Karakterisasi sampel liposom atau senyawa biologis lainnya dengan menggunakan alat Transmission Electron Microscope harus diberi perlakuan
untuk meningkatkan kontras dari sampel, dilakukan dengan cara 3 tetes sampel liposom ditambahkan 1 tetes ammonium asetat dan 1 tetes ammonium molybdat. Kemudian diaduk sampai homogen lalu diteteskan di atas copper grid (tempat
sampel). Setelah sampel tersebut kering, baru dianalisis dengan menggunakan TEM dengan perbesaran bervariasi sesuai gambar yang diharapkan.
3.4.5.2 Analisis Sifat Termal Differential Scanning Calorimetry (DSC) digunakan untuk analisis termal terhadap fosfatidilkolin, kolesterol dan lapisan tipis lipid liposom formula 1 dan formula 2. Sebanyak kurang lebih 5 mg sampel diletakkan pada wadah silinder alumunium berdiameter 5 mm. Silinder tersebut ditutup dengan lempengan alumunium, lalu sampel dimasukkan ke dalam salah satu oven DSC. Oven yang lainnya diisi oleh wadah silinder alumunium yang telah dimasukkan standard aluminium oksida (alumina) dengan jumlah yang sama dengan sampel sebagai referensi. Pengukuran sampel liposom dilakukan mulai dari suhu 40-200oC, sampel fosfatidilkolin dari suhu 30-260oC dan kolesterol dari suhu 105-175oC dengan kenaikan suhu 10oC/menit. Proses endotermik dan eksotermik yang terjadi pada sampel tercatat pada rekorder. Suhu lebur dan entalpi masing-masing sampel dicatat.
3.4.5.3 Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel
Pengukuran distribusi ukuran partikel dilakukan pada liposom sebelum diekstrusi, yang telah diekstrusi dengan membran 0,4 µm dan 0,2 µm menggunakan alat Particle Size Analyzer (PSA) yang memiliki kemampuan batas pengukuran dari 0,1 nm hingga 10 µm (Malvern Zetasizer). Larutan dapar fosfat pH 7,4 dimasukkan ke dalam fluid tank sebagai baseline, kemudian sampel dimasukkan ke dalam fluid tank tetes demi tetes hingga konsentrasi mencukupi, setelah itu akan terukur ukuran partikel globul liposom. Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Pembuatan Liposom dengan Metode Hidrasi Lapis Tipis Pada penelitian ini yang pertama dilakukan adalah pembuatan liposom
konvensional dengan bahan utama yang digunakan adalah fosfatidilkolin dan
kolesterol. Penambahan asam oleat pada salah satu formula diharapkan dapat
memberikan sifat fleksibilitas dan stabilitas liposom yang lebih baik dari liposom (Venuganti dan Perumal, 2009). Liposom formula 1 atau liposom konvensional yang diformulasikan terdiri dari fosfatidilkolin dan kolesterol yang dihitung berdasarkan perbandingan mol (n) dari masing-masing bahan sebesar 5:5. Sedangkan pada liposom formula 2 atau liposom oleat, dilakukan penambahan asam oleat pada liposom konvensional sebesar 1 mol yang jika dikonversikan menjadi satuan berat didapatkan jumlah asam oleat yang ditambahkan ke dalam liposom sebesar 60 mg. Metode pembuatan liposom yang digunakan pada penelitian ini adalah metode hidrasi lapis tipis yang merupakan metode yang umum dipakai untuk pembuatan liposom. Prinsip metode ini terdiri dari dua tahap yaitu dengan menguapkan pelarut organik, sehingga terbentuk lapisan tipis disekitar labu yang kemudian dihidrasi dengan fase air berupa larutan dapar fosfat pH 7,4. Spiramisin memiliki kelarutan yang lebih baik dalam pelarut organik dibandingkan di dalam air yaitu 1:50 (Moffat, Osselton, dan Brian, 2005). Oleh karena itu, spiramisin lebih dipilih untuk dilarutkan bersama komponen lipid di dalam kloroform. Berdasarkan percobaan pendahuluan, dilakukan orientasi kondisi optimum yang dibutuhkan untuk penggunaan alat rotary evaporator pada saat pembuatan
lapis tipis maupun proses hidrasi, agar dapat terbentuk suspensi liposom yang baik. Pada proses orientasi ini dibuat suspensi liposom dengan volume sebesar 25 ml yaitu setengah dari formula liposom yang akan dibuat. Kondisi alat rotary evaporator yang digunakan untuk menguapkan pelarut organik berdasarkan hasil optimasi yaitu menggunakan putaran labu dengan kecepatan sebesar 60-160 rpm, suhu + 60oC dengan waktu selama 60 menit dalam kondisi vakum. Namun, setelah volume liposom yang dihasilkan diperbesar menjadi 50 ml, waktu yang 29
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
30
dibutuhkan untuk menguapkan kloroform dan membentuk lapisan tipis pada labu meningkat menjadi 120 menit. Kecepatan putaran labu evaporator yang
digunakan dapat berubah-ubah dari 60-160 rpm tergantung dari kondisi lapis tipis yang terbentuk pada dinding labu, karena setelah klorofom menguap larutan yang
sebelumnya berbentuk cair selanjutnya akan berubah menjadi larutan kental menyerupai gel dan semakin sulit bergerak. Semakin cepat putaran labu, gel lipid akan semakin cepat berputar dan mengisi bagian atas labu. Sementara pada
kecepatan rendah, gel lipid hanya berputar dan menghasilkan lapisan tipis pada bagian bawah labu. Oleh sebab itu, diperlukan perubahan kecepatan putaran labu untuk menghasilkan lapisan tipis yang merata disekeliling labu. Pompa vakum tidak langsung digunakan pada awal pembuatan liposom agar kloroform tidak langsung habis menguap, namun harus dinyalakan bertahap agar terbentuk lapisan tipis pada dinding labu yang merata. Suhu yang digunakan untuk pembuatan hidrasi lapis tipis adalah + 60oC, karena suhu tersebut diatas suhu transisi lipid. Setelah terbentuk lapisan tipis, labu dialiri oleh gas nitrogen dan didiamkan selama 24 jam. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi reaksi oksidasi yang dapat terjadi pada lipid yang digunakan serta untuk menyempurnakan penguapan kloroform yang masih ada pada lapisan tipis lipid agar tidak mempengaruhi proses hidrasi. Pada proses hidrasi dengan larutan dapar, pengelupasan lapisan tipis lipid dibantu dengan memasukkan glass beads ke dalam labu untuk membantu mengangkat kerak lapisan lipid yang menempel pada dinding tabung, sehingga lapisan tipis dapat terdispersi sempurna dalam larutan dapar pH 7,4 dan
membentuk suspensi liposom yang homogen. Selama proses hidrasi, suhu pada rotary evaporator dijaga pada + 60oC yaitu pada suhu transisinya. Setelah lapisan tipis dihidrasi, suspensi liposom disimpan di dalam lemari pendingin untuk menjaga stabilitas liposom. Hasil pembuatan suspensi liposom dapat dilihat pada Gambar 4.1. Secara fisik, hasil liposom yang terbentuk adalah suspensi berwarna putih kekuningan (Pantone 7499C) agak kental dengan bau fosfatidilkolin. Tidak ada perbedaan warna yang mencolok antara formula 1 dan formula 2 yang mengandung asam Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
31
oleat, karena fosfatidilkolin yang digunakan berasal dari kuning telur dengan warna bahan jingga kecoklatan. Sementara jumlah asam oleat yang ditambahkan
tidak terlalu besar, sehingga liposom formula 2 tidak menampakkan perbedaan formula 1. Liposom formula 1 mulai warna dibandingkan dengan liposom
menunjukkan pemisahan setelah minggu pertama penyimpanan yang ditandai dengan adanya sedikit endapan, serta memperlihatkan dispersi partikel yang lebih besar daripada liposom formula 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa asam oleat
meningkatkan kestabilan fisik suspensi liposom.
Gambar 4.1. Hasil pembuatan suspensi liposom (a) formula 1 dan (b) formula 2
4.2
Ekstrusi Bertingkat dengan Membran Polikarbonat Berpori 0,4 µm dan 0,2 µm
Gambar 4.2. Hasil ekstrusi liposom dengan membran 0,4 µm (a) formula 1, (b) formula 2 dan membran 0,2 µm (c) formula 1, (b) formula 2 Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
32
Liposom hasil ekstrusi dengan membran Whatman ukuran pori-pori 0,4 µm menghasilkan warna yang lebih putih (Pantone Warm Gray 1U) dibandingkan
dengan liposom yang tidak di ekstrusi, dan liposom hasil ekstrusi dengan membran pori-pori 0,2 µm menghasilkan warna yang lebih putih (Pantone Cool 0,4 µm. Hal tersebut dikarenakan ketika Gray 1C) daripada liposom hasil ekstrusi
melewatkan liposom pada membran polikarbonat, ukuran liposom menjadi semakin kecil dan homogen, sehingga warna liposom menjadi lebih putih
daripada liposom sebelum diekstrusi yang berwarna putih kekuningan. Liposom diekstrusi dengan alat mini extruder sebanyak 5 siklus. Saat merangkai alat mini extruder, harus diusahakan bahwa komponen-komponen alatterangkai dengan benar dan harus bersih dari sisa-sisa liposom atau pun bahan yang mengotori alat dan dapat menghambat aliran liposom. Membran Whatman yang digunakan yaitu ukuran 0,4 µm dan 0,2 µm tidak cacat, terlipat, terkena kotoran/debu, dan tidak terpegang oleh tangan secara langsung sebelum diletakkan di tengah-tengah alat mini extruder karena dapat mengganggu membran selama proses pengecilan ukuran partikel. Sebelum memulai ekstrusi, 1 ml penuh larutan dapar fosfat pH 7,4 dilewatkan pada alat mini extruder dan dibuang. Hal ini berguna untuk menghindari volume mati yang ada di dalam alat mini extruder dan juga untuk membasahi membran Whatman. Pada saat proses ekstrusi dilakukan, kondisi syringe dan suhu holder mini extruder harus diperhatikan. Ujung syringe harus masuk seluruhnya pada alat mini extruder untuk mencegah bocornya liposom keluar dari syringe ataupun melalui sela-sela alat extruder. Syringe kemudian ditekan perlahan-lahan, sehingga liposom mengalir menuju syringe kedua. Pada saat mengalirkan liposom sangat
memungkinkan adanya tekanan yang berat saat menekan syringe, tekanan ini terjadi akibat melewatkan partikel liposom yang sebelumnya berukuran besar. Namun, syringe tidak boleh ditekan dengan paksa, karena dapat merusak membran polikarbonat yang digunakan. Sehingga harus dilakukan pendorongan syringe secara bertahap agar tekanan pendorongan tidak terlalu besar. Suhu holder juga harus diperhatikan dan diatur mendekati suhu transisi lipid, sehingga liposom tidak membentuk fase solid yang dapat menghambat membran ekstrusi, melainkan menjadi fase gel yang dapat diekstrusi. Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
33
4.3
Penentuan Jumlah Spiramisin yang Tertahan pada Membran Ekstrusi
4.3.1
Pembuatan Kurva Kalibrasi Spiramisin dalam Metanol Larutan spiramisin dalam metanol dengan konsentrasi 10
ppm
menunjukkan panjang gelombang maksimum pada 230,5 nm. Kurva kalibrasi spiramisin dalam metanol dengan konsentrasi 8, 10, 14, 18, 22, dan 24 ppm kemudian dibuat. Persamaan kurva kalibrasi yang didapatkan adalah y= 0,0317x –
0,0004 dengan r = 0,9998. Gambar kurva kalibrasi spiramisin dalam metanol dapat dilihat pada lampiran 4.
4.3.2
Pencucian Membran Ekstrusi Pada proses ekstrusi, dapat terjadi pecah atau terbukanya lapisan bilayer
liposom dan mengakibatkan spiramisin yang telah terjerap menjadi keluar dari dalam liposom. Spiramisin yang keluar dari liposom ini dapat terjerap kembali oleh vesikel liposom yang terbentuk setelah liposom terekstrusi melewati membran atau hanya terlarut dalam fase air liposom. Spiramisin yang terlarut ini dapat lolos dan melewati membran ekstrusi ataupun tertinggal pada membran ekstrusi bersama dengan pecahan-pecahan lapisan bilayer liposom. Oleh karena itu diperlukan penentuan jumlah spiramisin yang tertahan pada membran ekstrusi agar dapat diketahui konsentrasi spiramisin pada liposom setelah proses ekstrusi berlangsung. Setelah liposom diekstrusi sebanyak 5 siklus, membran ekstrusi polikarbonat dilepas dari rangkaian alat mini extruder dan dicuci dengan metanol untuk melarutkan spiramisin yang tertahan dan melepaskan lipid-lipid yang
menempel pada membran. Langkah yang dilakukan adalah setiap 2 ml liposom yang selesai diekstrusi, rangkaian alat mini extruder dilepas dan membran Whatman ukuran pori-pori 0,4 µm atau 0,2 µm dipisahkan. Sebelumnya diperiksa terlebih dahulu keadaan membran yang telah digunakan untuk mengekstrusi. Jika membran yang digunakan terlihat ada kebocoran ataupun robek, maka liposom yang telah diekstrusi tidak ditampung dan membran dibuang, serta diperlukan proses pengekstrusian liposom kembali. Jika keadaan membran baik, maka membran serta filter support dicuci dengan metanol untuk melarutkan spiramisin Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
34
yang tertahan pada membran. Kemudian hasil pencucian ini disentrifugasi untuk memisahkan spiramisin dengan lipid tidak larut yang terdispersi dalam metanol. Lipid tersebut akan mengendap di dasar tabung sentrifugasi dan supernatan yang berisi spiramisin dipipet kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis untuk menentukan jumlah spiramisin yang tertahan pada membran ekstrusi. Pengukuran jumlah spiramisin pada hasil cucian membran untuk setiap formulasi dilakukan sebanyak dua kali. Jumlah rata-rata
spiramisin yang tertahan di membran dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Jumlah Rata-rata Spiramisin yang Tertahan pada Membran Setelah Ekstrusi Lima Siklus Formula dan Membran
Rata-rata Massa Spiramisin pada Membran
Ekstrusi
(µg)
F1 Ekstrusi 0,4 µm
130,284 + 0,01
F1 Ekstrusi 0,2 µm
53,778 + 0,001
F2 Ekstrusi 0,4 µm
115,282 + 0,02
F2 Ekstrusi 0,2 µm
73,340 + 0,002
Keterangan : tiap angka menunjukkan rata-rata + SD (n=2)
4.4
Penentuan Efisiensi Penjerapan Spiramisin dalam Liposom
4.4.1
Pembuatan Kurva Kalibrasi Spiramisin dalam Dapar Fosfar pH 7,4 Larutan spiramisin dalam dapar fosfat pH 7,4 dengan konsentrasi 10 ppm
menunjukkan panjang gelombang maksimum pada 231,5 nm. Kurva kalibrasi spiramisin dalam dapar fosfat pH 7,4 dengan konsentrasi 6, 10, 14, 18, 22, dan 26 ppm kemudian dibuat. Persamaan kurva kalibrasi yang didapatkan adalah y= 0,0309x + 0,0107 dengan r = 0,9998. Gambar kurva kalibrasi spiramisin dalam dapar fosfat pH 7,4 dapat dilihat pada lampiran 6.
4.4.2
Penentuan Efisiensi Penjerapan dengan Metode Dialisis Persen penjerapan dihitung dari hasil persentase akumulatif spiramisin
yang terdialisis selama 24 jam, yang menunjukkan jumlah obat yang tidak terjerap oleh liposom. Efisiensi penjerapan formula 1 dan formula 2 baik yang belum Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
35
diekstrusi maupun yang telah diekstrusi dengan membran berukuran 0,4 µm dan 0,2 µm sebanyak lima siklus dapat dilihat pada Tabel 4.2. Pengaruh ekstrusi dengan membran 0,4 µm dan 0,2 µm serta penambahan asam oleat terhadap
efisiensi penjerapan dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Tabel 4.2. Persentase Efisiensi Penjerapan Formula 1 dan Formula 2 sebelum dan
sesudah ekstrusi 0,4 µm dan 0,2 µm
Liposom
Formula 1 (%)
Formula 2 (%)
Sebelum Ekstrusi
77,11 + 0,99
54,10 + 3,30
Ekstrusi 0,4 µm
60,04 + 8,02
49,59 + 6,89
Ekstrusi 0,2 µm
48,34 + 1,74
44,76 + 8,87
Keterangan : tiap angka menunjukkan rata-rata + SD (n=2)
Efisiensi penjerapan didapatkan dengan cara membandingkan jumlah spiramisin yang terjerap (Cterjerap) dengan jumlah spiramisin total (Ctotal) yang terdapat pada liposom. Untuk menghitung jumlah spiramisin yang terjerap, diperlukan suatu proses pemurnian liposom yang mengandung spiramisin bebas. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan proses pemurnian dengan metode dialisis. Sebelumnya dilakukan orientasi penggunaan membran yang akan digunakan sebagai membran dialisis. Pada awalnya digunakan membran dialisis selofan, namun pori-porinya terlalu besar sehingga liposom bocor ke medium kompartemen. Lalu digunakan membran polikarbonat milipore Whatman berukuran 0,4 µm, namun liposom tetap lolos ke medium kompartemen karena yaitu membran terlalu tipis. Kemudian digunakan membran yang lebih tebal
membran nylon Whatman berukuran 0,4 µm dan 0,2 µm untuk dibandingkan hasil dialisisnya untuk mendialisis liposom yang telah diekstrusi 0,2 µm. Secara fisik tidak terlihat ada kebocoran liposom ke medium kompartemen ketika digunakan membran berukuran 0,4 µm dan 0,2 µm. Dan hasil serapan dari liposom yang menggunakan membran 0,4 µm dan 0,2 µm juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Karena tidak ada perbedaan dalam hasil dialisis, maka pada
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
36
penentuan efisiensi penjerapan spiramisin dengan metode dialisis ini digunakan membran 0,4 µm yang lebih terjangkau harganya dan lebih efisien. Selanjutnya hasil serapan spiramisin pada setiap waktu sampling faktor koreksi untuk menghitung jumlah dimasukkan dalam rumus yang terdapat (Cakumulasi), dan efisiensi penjerapan dapat spiramisin terdialisis yang terakumulasi
diketahui. Dari hasil perhitungan terhadap efisiensi penjerapan, didapatkan efisiensi penjerapan spiramisin dalam liposom yang paling besar dimiliki oleh
formula 1 sebelum dilakukan ekstrusi.
Efisiensi Penjerapan (%)
77,11 80
60,04
60
54,1
48,34
49,59
44,76
40 20
Formula 1
0
Formula 2
Tanpa Ekstrusi Ekstrusi 0,4 µm Ekstrusi 0,2 µm
Gambar 4.3. Pengaruh ekstrusi dengan membran 0,4 µm dan 0,2 µm serta penambahan asam oleat terhadap efisiensi penjerapan Pada Gambar 4.3 dapat terlihat bahwa efisiensi penjerapan semakin berkurang seiring dengan penambahan siklus ekstrusi. Hal ini dapat disebabkan karena semakin banyak proses ekstrusi dilakukan, maka semakin banyak lapisan
liposom yang pecah dan spiramisin yang telah terjerap menjadi keluar dari globul liposom. Akibatnya ruang penjerapan semakin sedikit dan jumlah spiramisin yang dapat dienkapsulasi menjadi semakin sedikit juga. Pada liposom yang ditambahkan asam oleat, efisiensi penjerapan juga semakin berkurang. Hal tersebut disebabkan karena penambahan asam oleat pada formulasi liposom dapat menyebabkan perbandingan jumlah lipid yang tersedia tidak sesuai untuk membentuk liposom. Oleh karena itu liposom yang terbentuk juga semakin sedikit. Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
37
4.5
Karakterisasi Liposom
4.5.1 Morfologi Liposom Karakterisasi morfologi liposom dilakukan dengan menggunakan alat
Scanning Electron Microscope (SEM), mikroskop konvokal dan Transmission Electron Microscope (TEM). Kendala yang dihadapi pada pengukuran SEM adalah sampel yang berbentuk suspensi, karena kondisi sampel yang diperlukan
agar bisa dianalisis menggunakan SEM adalah sampel berbentuk padatan. Pengeringan liposom dengan cara freeze dry tidak dapat mempertahankan bentuk globul liposom karena proses pengeringannya menggunakan suhu yang dingin serta kondisi udara vakum. Oleh karena itu, dilakukan alternatif cara pengeringan liposom agar dapat dievaluasi morfologinya dengan menggunakan SEM. Pengeringan dilakukan dengan cara meneteskan suspensi liposom pada carbon tape conductivity dan disimpan di dalam desikator selama kurang lebih 4 hari. Pada proses pemeriksaan dengan SEM, liposom yang telah dikeringkan pada carbon tape belum dapat terlihat pada alat karena sampel liposom masih belum memiliki sifat konduktivitas yang cukup untuk dilihat dengan alat SEM. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan proses penyalutan untuk melapisi globul-globul liposom yang terdapat pada carbon tape agar dapat memberikan pencitraan yang lebih baik pada alat SEM dengan meningkatnya konduktivitas. Liposom yang diperiksa morfologinya adalah liposom yang belum mengalami proses ekstrusi, karena berdasarkan hasil Particle Size Analyzer liposom yang belum mengalami ekstrusi telah berukuran dibawah 1 µm. Karena dikhawatirkan pemeriksaan morfologi untuk liposom yang telah diekstrusi akan
semakin tidak terlihat karena ukuran liposom yang semakin mengecil. Liposom diperiksa dengan menggunakan alat Scanning Electron Microscope dengan perbesaran 6000x. Hasil yang diperoleh dari evaluasi pada SEM yaitu adanya globul-globul berbentuk bulat ataupun agak oval berwarna putih. Pencitraan liposom dengan menggunakan SEM masih kurang jelas dan belum dapat memperlihatkan lamella dari liposom. Adanya globul yang berukuran lebih besar dapat disebabkan oleh
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
38
bergabungnya beberapa globul liposom pada saat proses pengeringan liposom selama berada di carbon tape.
Pencitraan bentuk morfologi dengan menggunakan mikroskop konvokal tidak dapat memperlihatkan adanya globul-globul liposom. Kendala dalam penggunaan mikroskop konvokal adalah pada lampu yang digunakan tidak dapat mendeteksi panjang gelombang emisi yang sama dengan bahan lipid liposom dan keterbatasan optik yang dimiliki mikroskop konvokal tidak dapat memperlihatkan
sampel yang berukuran lebih kecil dari 6 µm, padahal sampel liposom yang akan dievaluasi telah berukuran dibawah 1 µm. Hasil penetapan bentuk morfologi dengan menggunakan alat Scanning Electron Microscope dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
39
(a)
(b) Gambar 4.4. Hasil Scanning Electron Microscope dengan perbesaran 6000x (a) liposom formula 1 sebelum diekstrusi (b) liposom formula 2 sebelum diekstrusi Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
40
Karena hasil pencitraan morfologi pada analisis SEM belum cukup jelas serta menunjukkan jumlah lamella memperlihatkan bentuk liposom dengan
liposom, dilakukan analisis morfologi dengan menggunakan Transmission Electron Microscope yang dapat memberikan resolusi gambar yang lebih tinggi
dan perbesaran gambar lebih banyak. Pada analisis liposom atau senyawa biologis menggunakan TEM juga diperlukan penambahan agen pengontras (staining) seperti yang dilakukan pada analisis menggunakan SEM.
Hasil penetapan bentuk morfologi dengan menggunakan alat Transmission Electron Microscope dapat dilihat pada Gambar 4.5. Hasil pengamatan dengan menggunakan alat Transmission Electron Microscope menunjukkan adanya globul-globul liposom berbentuk bulat yang berkumpul dan bertumpuk-tumpuk. Secara umum, integritas sampel liposom formula 1 dan 2 tidak menunjukkan adanya perbedaan. Hanya terlihat kecenderungan formula 1 untuk beragregasi dengan globul liposom disekitarnya. Pencitraan menggunakan TEM lebih baik daripada dengan menggunakan SEM karena dapat menembus globul liposom memperlihatkan lamella liposom. Liposom teramati hanya memiliki satu lamella dengan ukuran globul yang beragam dan tergolong ke dalam Large Unilamellar Vesicle (LUV). Ukuran liposom yang tidak homogen tersebut dapat terjadi karena pada metode analisis menggunakan SEM atau TEM, saat dilakukan penambahan agen pengontras atau pengeringan sampel, morfologi dan ukuran dari globul liposom dapat berubah menjadi lebih besar ataupun lebih kecil.
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
41
(a)
(b) Gambar 4.5. Hasil Transmission Electron Microscope liposom sebelum diekstrusi (a) formula 1 dengan perbesaran 10000x (b) liposom formula 2 dengan perbesaran 15000x Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
42
4.5.2 Analisis Sifat Termal
Analisis sifat termal dengan menggunakan alat Differential Scanning Calorimetry (DSC) dilakukan pada sampel fosfatidilkolin, kolesterol, lapisan tipis lipid formula 1 dan formula 2. Termogram DSC fosfatidilkolin dapat dilihat pada
Lampiran 9. Pada termogram fosfatidilkolin tidak menunjukkan adanya puncak endoterm pada suhu sekitar 60oC yang semula diduga merupakan suhu transisi dari fosfatidilkolin. Termogram sampel yang terbentuk hanyalah penurunan
berupa lembah dari suhu 40oC hingga 130oC. Hal tersebut dapat terjadi karena penggunaan sampel fosfatidilkolin yang kurang murni, yaitu hanya sekitar 76,5% kandungan fosfatidilkolin yang terdapat pada sampel. Sehingga banyak komponen-komponen lain yang dapat mempengaruhi suhu transisi dari fosfatidilkolin, akibatnya puncak endoterm yang terjadi panjang menyerupai lembah. Pada analisis DSC kolesterol, digunakan sampel kolesterol dengan tingkat kemurnian 94,1%. Termogram DSC kolesterol dapat dilihat pada Lampiran 10. Termogram kolesterol menunjukkan adanya proses endoterm dengan puncak kecil pada suhu sekitar 136oC yang merupakan suhu transisi gelas dari kolesterol. Pada suhu 150,3oC muncul puncak yang lebih besar yang merupakan suhu peleburan
Aliran panas
kolesterol yang sesuai dengan titik leburnya.
Keterangan: Analisis dilakukan pada rentang suhu 30 – 200oC dengan kenaikan suhu 10oC/menit dan kecepatan alir gas N2 30 mL/mnt. Puncak endoterm pada suhu 133,54oC merupakan titik lebur fosfatidilkolin, suhu 150,37oC yang merupakan titik lebur kolesterol, suhu 160,58oC dan 166,22oC merupakan puncak tambahan dari kolesterol.
Gambar 4.6. Termogram DSC Liposom Formula 1 Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
43
Analisis DSC pada sampel lapisan tipis lipid liposom formula 1 seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4.6. memperlihatkan adanya puncak endoterm pada suhu 133,54oC yang diduga merupakan titik lebur dari fosfatidilkolin. Pada suhu 155,02oC muncul puncak endoterm yang merupakan titik lebur dari
kolesterol, serta muncul puncak tambahan pada suhu 160,58oC dan 166,22oC.
Aliran panas
Keterangan: Analisis dilakukan pada rentang suhu 30 – 200oC dengan kenaikan suhu 10oC/menit dan kecepatan alir gas N2 30 mL/mnt. Puncak endoterm pada suhu 90,79 oC merupakan suhu dekomposisi dari asam oleat, suhu 109,94oC dan 112,87oC diduga merupakan titik lebur dari campuran fisik fosfatidilkolin, kolesterol, dan asam oleat.
Gambar 4.7. Termogram DSC Liposom Formula 1 Termogram DSC sampel formula 2 dapat dilihat pada Gambar 4.7, terlihat puncak endoterm pada suhu 90,79oC yang merupakan suhu dekomposisi dari asam oleat dan tidak terdapat puncak peleburan kolesterol pada suhu 155oC seperti pada formula 1. Namun, terbentuk dua buah puncak endoterm yang berdekatan yaitu pada suhu 109,94oC dan 112,87oC. Munculnya kedua puncak
tersebut diakibatkan oleh fusi dari fosfatidilkolin, kolesterol dan asam oleat ketika dilarutkan dalam kloroform. Pergeseran titik lebur fosfatidilkolin dan kolesterol terjadi karena penambahan asam oleat yang memiliki titik lebur 13oC, sehingga titik lebur fosfatidilkolin dan kolesterol bergeser ke suhu yang lebih rendah. Suhu peleburan pada sampel liposom formula 1 dan 2 akan digunakan untuk menentukan suhu transisi dari bahan liposom yang digunakan.
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
44
4.5.3 Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Pengukuran distribusi ukuran partikel dilakukan pada seluruh formula liposom, baik yang sebelum diekstrusi, maupun yang telah diekstrusi sebanyak 5 siklus dengan membran ekstrusi berukuran 0,4 µm serta 0,2 µm. Ukuran diameter 2 yang telah diekstrusi dengan membran partikel rata-rata formula 1 dan formula
ekstrusi 0,4 µm dan 0,2 µm dapat dilihat pada Tabel 4.3. Kurva hubungan pengaruh ekstrusi bertingkat terhadap ukuran diameter liposom rata-rata dapat
dilihat pada Gambar 4.6. Tabel 4.3. Ukuran Partikel Liposom Formula 1 dan Formula 2 Sebelum dan Sesudah Ekstrusi
Liposom
Ukuran Diameter Partikel Rata-rata (nm) Formula 1
Volume
Formula 2
Volume
Sebelum Ekstrusi
754,3
100%
949,0
100%
Ekstrusi 0,4 µm
447,1
100%
469,0
100%
321,7
10,1%
136,0
5,9%
1280
67,3%
795,1
78,5%
4691
22,6%
4895
15,5%
Ekstrusi 0,2 µm
Pada umumnya, pembuatan liposom dengan cara hidrasi lapis tipis menghasilkan liposom dengan tipe Multi Lamellar Vesicle (MLV) dengan rentang ukuran 1 – 5 µm (Sharma, A.dan Sharma,U. S., 1997). Dari hasil penetapan ukuran dengan Particle Size Analyzer (PSA) didapatkan hasil liposom formula 1 dan formula 2 berada dalam rentang Large Unilamellar Vesicle (LUV) yaitu berukuran antara 0,1 – 1 µm. Pada formula 1 dan formula 2 yang belum dilakukan proses ekstrusi, terlihat ada perbedaan distribusi ukuran liposom. Liposom formula 2 yang mengandung asam oleat berukuran 949,0 nm sementara liposom formula 1 berukuran 754,3 nm. Pada liposom yang diekstrusi dengan membran 0,4 µm, ukuran liposom formula 2 yaitu 469 nm sedikit lebih besar dibandingkan dengan liposom formula 1 yang berukura 447,1 nm. Terlihat dengan penambahan asam oleat dapat menyebabkan diameter ukuran partikel rata-rata liposom menjadi semakin besar. Hal ini dapat disebabkan karena penambahan asam oleat dapat Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
45
meningkatkan sifat fleksibilitas dan deformabilitas liposom (Venuganti dan
Perumal, 2009).
Diameter Partikel Rata-rata (nm)
1500
949
1000
754,3
1280 795
469 447,1
500
Formula 2 0 Formula 1
Tanpa Ekstrusi Ekstrusi 0,4 µm Ekstrusi 0,2 µm
Gambar 4.8. Kurva hubungan pengaruh ekstrusi bertingkat terhadap ukuran diameter liposom rata-rata Secara umum ekstrusi akan menyebabkan distribusi ukuran partikel liposom menjadi lebih homogen dan memiliki ukuran yang lebih kecil. Terjadi perubahan ukuran liposom mengikuti ukuran pori-pori membran antara liposom sebelum diekstrusi dan liposom yang diekstrusi dengan membran berpori-pori 0,4 µm. Dan pada saat dilewatkan dengan membran ekstrusi ukuran pori-pori 0,2 µm, distribusi ukuran liposom menjadi tidak homogen, sebagian volume liposom menjadi lebih kecil dari ukuran sebelumnya yaitu 0,4 µm, akan tetapi sebagian volume liposom berubah ukuran menjadi lebih besar. Pada liposom formula 1
berdasarkan hasil Particle Size Analyzer muncul tiga buah puncak ukuran rata-rata liposom yaitu pada 321,7 nm, 1280 nm, dan 4691 nm. Sementara hal serupa juga terjadi pada liposom formula 2, dimana tiga buah puncak berada pada ukuran 136 nm, 795,1 nm, dan 4895 nm. Terjadinya distribusi ukuran partikel yang tidak homogen dan munculnya tiga buah puncak ukuran dapat terjadi karena pada saat pengekstrusian dengan menggunakan membran ekstrusi berukuran 0,2 µm, tekanan yang terbentuk saat pendorongan syringe lebih besar dan lebih kuat dibandingkan dengan saat Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
46
pengekstrusian menggunakan membran 0,4 µm. Ketika pada saat mendorong syringe terjadi tekanan yang kuat dan terus dipaksakan, maka membran ekstrusi dapat robek karena globul-globul liposom akan tertahan pada membran yang berukuran lebih kecil. Sehingga pada saat globul liposom akan melewati membran
ekstrusi, globul-globul tersebut tertahan pada permukaan membran dan saling berkontak. Peristiwa tersebut dapat memicu terjadinya agregasi membentuk globul liposom yang berukuran lebih besar.
Terjadinya proses agregasi liposom membentuk ukuran yang lebih besar juga dapat dijelaskan dengan interpretasi data termogram dari Differential Scanning Calorimetry (DSC). Dimana pada liposom formula 1, suhu lebur dari fosfatidilkolin terlihat pada suhu 133,54oC dan kolesterol pada suhu 155,02oC. Sementara pada liposom formula 2, suhu lebur fosfatidilkolin dan kolesterol bergeser ke suhu 109,94oC dan 112,87oC. Padahal suhu yang digunakan pada proses pengekstrusian menggunakan suhu 60oC yang semula diduga sebagai suhu transisi fosfatidilkolin. Sementara proses ekstrusi untuk mengurangi ukuran liposom seharusnya dilakukan pada suhu diatas suhu transisi lipid agar terjadi perubahan fase liposom dari bentuk padat (solid state) menjadi fase cair (liquid phase). Percobaan untuk mengekstrusi dibawah suhu transisi akan sulit berhasil karena globul liposom memiliki kecenderungan untuk menyangkut dan gagal melewati pori-pori membran ekstrusi dikarenakan membran bilayer liposom yang terlalu kaku (Lasic, 1997). Terjadinya distribusi ukuran partikel yang tidak homogen dan munculnya tiga buah puncak hasil pengukuran alat Particle Size Analyzer juga dapat terjadi akibat kurangnya siklus pada proses pengekstrusian untuk mengecilkan ukuran
liposom. Karena meskipun perubahan drastis ukuran liposom terjadi pada 5 siklus awal ekstrusi liposom (Hope, 1993), namun diperlukan pengulangan siklus ekstrusi hingga 10-11 kali agar dapat menghasilkan distribusi ukuran suspensi liposom yang lebih homogen (Lasic, 1997). Diameter partikel rata-rata yang dihasilkan dari proses ekstrusi juga bergantung dari komposisi dan kemurnian dari lipid yang digunakan untuk pembuatan suspensi liposom (Lasic, 1997).
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
5.1.1 Tidak ada pengaruh penambahan asam oleat terhadap integritas liposom pada pencitraan morfologi dengan menggunakan Scanning Electron
Microscope (SEM) dan Transmission Electron Microscope (TEM).
5.1.2 Efisiensi penjerapan berkurang seiring dengan proses ekstrusi yang dilakukan dan penambahan asam oleat. Liposom formula 1 sebelum diekstrusi, sesudah diekstrusi dengan membran 0,4 µm, dan 0,2 µm mengalami penurunan efisiensi penjerapan berturut-turut 77,11%, 61,17% dan 48,82%, dan liposom formula 2 sebesar 54,1%, 50,63% dan 45,52%. 5.1.3 Proses ekstrusi dengan membran berpori 0,4 µm dapat menghasilkan liposom dengan ukuran diameter rata-rata yang menyerupai dengan ukuran pori-pori membran ekstrusi. Namun, proses pengekstrusian sebanyak lima siklus dengan membran berpori 0,2 µm menyebabkan distribusi ukuran liposom menjadi tidak homogen dan liposom cenderung berukuran lebih besar.
5.2
Saran
5.2.1 Perlu dilakukan optimasi terhadap konsentrasi perbandingan molar asam oleat yang ditambahkan agar dapat mempengaruhi integritas liposom dan menghasilkan liposom yang stabil dengan efisiensi penjerapan yang besar. 5.2.2 Perlu digunakan alat ultrasentrifugasi dengan kecepatan putar (rpm) tinggi
untuk menentukan efisiensi penjerapan yang lebih efektif dan efisien. 5.2.3 Perlu dilakukan penambahan siklus ekstusi dan frekuensi penggantian membran ekstrusi untuk menghasilkan diameter ukuran rata-rata liposom yang lebih homogen.
47
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN
Barenholz, Y., dan Crommelin, D. J. (1994). Liposome as Pharmaceutical Dosage Forms. Dalam J. Swarbrick (Ed.). Encyclopedia of Pharmaceutical Technology (3rd Ed.). (Vol. 9). New York: Marcel Dekker.
Biju, S. S., Talegaonkar, S., Mishra, P. R., dan Khar, R. K. (2006). Vesicular System: An Overview. Indian J Pharm Sci, 142-144. Coe, R. M., Thies, R. L., dan Portnoff, J. B. (2003). Paten No. 6623671. USA. Crommelin, D. J. A., Hennink, W. E., dan Storm, G. (2001). Drug Targetting System: Fundamentals and Applications to Parenteral Drug Delivery. Dalam L. S. Hillery (Ed.). Drug Delivery and Targetting for Pharmacist and Pharmaceutical Scientists. London: Taylor dan Francis. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia (Ed. ke-IV). Jakarta: Departemen Kesehatan. Drulis-Kawa, Z., dan Dorotkiewicz-Jach, A. (2009). Liposome as Delivery Systems for Antibiotics. International Journal of Pharmaceutics 387, 187198. Giron, D. (2007). Thermal Analysis of Drug and Drug Products. Dalam J. Swarbrick, Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. New York: Informa Healthcare. Gulati, M., Grover, M., Singh, S., dan Singh, M. (1997). Lipophilic Drug Derivatives in Liposomes. International Journal of Pharmaceutics 165, 129-168.
Hope, M. J., Nayar, R., Mayer, L. D., dan Cullis, P. R. (1993). Reduction of Liposome Size and Preparation of Unilamellar Vesicles by Extrusion Techniques. Dalam G. Gregoriadis (Ed.). Liposome Technology (2nd Ed.). (Vol. I). New York: Informa Healthcare. Jones, M. N. (2005). Use of Liposomes to Deliver Bactericides to Bacterial Biofilms. Dalam N. Duzgunes (Ed.). Method in Enzymology Liposomes (Part E). (Vol. 391). London: Elsevier.
48
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
49
Jun, W., Xiaobin, Z., dan Lee, R. J. (2007). Lipid-Based Nanoparticulate Drug Delivery System. Dalam D. Thassu (Ed.). Nanoparticulate Drug Delivery Systems (Vol. 166). New York: Informa Healthcare.
Karki, R., Subramanya, G., dan Udupa, N. (2009). Formulation and Evaluation of Coencapsulated Rifampicin and Isoniazid Liposomes Using Different Lipids. Acta Pharmaceutica Sciencia 51, 177-188.
Laouini, A., Jaafar-Maalej, C., Sfar, S., Charcosset, C., dan Fessi, H. (2011). Liposome Preparation Using a Hollow Fiber Membrane Contractor. International Journal of Pharmaceutics 415, 53-61. Lasic, D. D. (1995). Mechanism of Liposome Formation. Journal of Liposome Research 5, 431-441. Lasic, D. D. (1997). Liposome in Gene Delivery. New York: CRC Press. Lutsiak, M. E., Kwon, G. S., dan Samuel, J. (2002). Analysis of Peptide and Lipopeptide Content in Liposome. J Pharm Pharmaceut Sci 5, 279-284. Martin, F. J. (1990). Pharmaceuticals Manufacturing of Liposomes. Dalam P. Tyle. Specialized Drug Delivery Systems Manufacturing and Production Technology. New York: Marcel Dekker. Mozafari, M. R. (2005). Liposome: An Overview of Manufacturing Techniques. Cellular and Molecular Biology Letters 10, 711-719. Mui, B., dan Hope, M. (2007). Formation of Large Unilamellar Vesicles by Extrusion. Dalam G. Gregoriadis (Ed.). Liposome Technology (3rd Ed.). (Vol. I). New York: Informa Healthcare. O'Neil, M. J., Smith, A., Heckelman, P. E., Obenchain, J. R., Gallipeau, J. A. R., D'Arecca, M. A. (2001). The Merck Index (13th Ed.). New Jersey: Merck and Co. PANTONE®. (2004-2005). Formula Guide Coated / Uncoated (2nd Ed.). New Jersey: Pantone, 7499C, Cool Gray 1C, Warm Gray 1 U. Ramadhani, H. (2011). Pengaruh Penambahan Asam Oleat terhadap Sensitivitas Liposom pada Berbagai Kondisi pH dan Penjerapan Spiramisin oleh Liposom. Skripsi Sarjana Farmasi. Depok: FMIPA UI.
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
50
Reddy, P. D., dan Swarnalatha, D. (2010). Recent Advancer in Novel Drug Delivery Systems. International Journal of PharmTech Research 2, 20252027. Quinn, M. E. (2009) Handbook of Rowe, R. C., Sheskey, P. J., dan th Pharmaceutical Excipients (6 Ed.). London: Pharmaceutical Press.
Saputra, L. A. (2011). Pengaruh Frekuensi Siklus Ekstrusi dan Penambahan Asam Oleat dalam Pembentukan Nanopartikel Liposom untuk Penjerapan Spiramisin. Skripsi Sarjana Farmasi. Depok: Farmasi UI. Scherphof, G. L., Daemen, T., Spanjer, H. H., dan Roerdink, F. H. (1987). Liposomes in Chemo and Immunotherapy of Cancer. Lipids 22, 891-896. Schroeder, A., Kost, J., dan Barenholz, Y. (2009). Ultrasound, Liposomes, and Drug Delivery: Principles for Using Ultrasound to Control the Release of Drug from Liposomes. Chemistry and Physics of Lipids, 1-16. Se, Y. A., Minh-Phuong, N. B., Yun, J. N., Kwi, N. H., Cheng, A. L., Jaebum, C., Eun, K. L., Shigeo, K., Yoichi, K., Gi, H. S. (2009). Preparation of Monodisperse and Size-controlled Poly(ethylene glycol) Hydrogel Nanoparticles Using Liposom Templates. Journal of Colloid and Interface Science, 98-103. Setiabudy, R. (2007). Antimikroba Lain. Dalam S. G. Gunawan (Ed.). Farmakologi dan Terapi (Ed. ke-5, hal 724-726). Jakarta: Gaya Baru. Sharma, A., dan Sharma, U. S. (1997). Liposomes in Drug Delivery: Progress and Limitations. International Journal of Pharmaceutics 154, 123-140. Slepushkin, V. E., Simoes, S., Dazini, P., Newman, M. S., Guo, L. S., Pedroso, M. C., dan Duzgunes, N. (1997). Sterically Stabilized pH-Sensitive Liposomes. The Journal of Biological Chemistry 272, 2382-2388. Stano, P., dan Luisi, P. L. (2008). Self-Reproduction of Micelles, Reverse Micelles, and Vesicles: Compartements Disclose a General Transformation Pattern. Dalam A. L. Liu (Ed.). Advance in Plannar Lipid Bilayer and Liposomes (Vol. 7). Michigan: Elsevier. Sulkowski, W. W., Pentak, D., Nowak, K., dan Sulkowska, A. (2005). The Influence of Temperature, Cholesterol Content and pH on Liposome Stability. Journal of Molecular Structure, 737-747.
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
51
Swarbrick, J (Ed.). (2007). Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. New York: Informa Healthcare. Torchillin, V. P., Lukyanov, A. N., dan Klibanov, A. L. (1992). Interaction Between Oleic Acid-Containig pH-Sensitive and Plain Liposome. Federation of European Biochemical Societies 305, 185-188.
Venuganti, V. V., dan Perumal, O. P. (2009). Nanosystem for Dermal and Transdermal Drug Delivery. Dalam Y. Pathak dan D. Thassu (Ed.). Drug Delivery Nanoparticles Formulation and Characterization. New York: Informa Healthcare. Williams, R. O., dan Vaughn, J. M. (2007). Nanoparticle Engineering. Dalam J. Swarbrick, Encyclopedia of Pharmaceutical Technology (3rd Ed.). (Vol. I). New York: Informa Healthcare. Zignani, M., Drummond, D. C., Meyer, O., Hong, K., dan Leroux, J. P. (2000). In Vitro Characterization of A Novel Polymeric-Based pH-Sensitive Liposome System. Biochimica et Biophysica Acta 1463, 383-394.
Universitas Indonesia
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
Daftar Lampiran Jenis Lampiran Lampiran Gambar
Nomor 1 – 14
Lampiran Tabel
15 – 19
Lampiran Contoh Perhitungan
20 – 21
Lampiran Sertifikat Analisis
22 – 25
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
52
Lampiran 1. Skema Pembuatan Liposom dengan Menggunakan Metode Hidrasi Lapis Tipis Fosfolipid
Spiramisin
Asam Oleat
Kolesterol
+ Kloroform
Penguapan pelarut dengan Rotary Evaporator
Dapar Fosfat pH 7,4 + Gas N2
Hidrasi
Lapisan Tipis Lipid
Liposom
Ekstrusi Membran 0,4 µm Penentuan efisiensi penjerapan Ekstrusi Membran 0,2 µm
Karakterisasi : 1. Morfologi liposom 2. Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel 3. Differential Scanning Calorimetry
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
53
Lampiran 2. Perakitan Alat Mini Extruder
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
54
Lampiran 3. Spektrum Serapan Spiramisin dalam Metanol
Serapan (A)
Keterangan: Analisis dilakukan pada medium metanol dengan panjang gelombang 230,5 nm
Lampiran 4. Kurva Kalibrasi Spiramisin dalam Metanol 0,9 0,8
y = 0,0317x - 0,0004
Serapan (A)
0,7 0,6 0,5
0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
5
10
15 20 Konsentrasi (µg/ml)
25
30
Keterangan: Analisis dilakukan pada medium metanol dengan panjang gelombang 230,5 nm, r= 0,9998
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
55
Lampiran 5. Spektrum Serapan Spiramisin dalam Larutan Dapar Fosfat pH 7,4
Serapan (A)
Keterangan: Analisis dilakukan pada medium dapar fosfat pH 7,4 dengan panjang gelombang 231,5 nm
Lampiran 6. Kurva Kalibrasi Spiramisin dalam Larutan Dapar Fosfat pH 7,4 0,9 y = 0,0309x + 0,0107
0,8
Serapan (A)
0,7 0,6 0,5
0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
5
10
15 20 Konsentrasi (µg/ml)
25
30
Keterangan: Analisis dilakukan pada medium larutan dapar fosfat pH 7,4 dengan panjang gelombang 231,5 nm, r= 0,9998
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
56
Lampiran 7. Grafik Persentase Rata-rata Spiramisin Terdialisis dari Liposom Formula 1 selama 24 Jam 60 Persen Terdialisis (%)
50
40
30
20 10 0 0
5
F1 Tanpa Ekstrusi
10 15 Waktu (jam) F1 Ekstrusi 0,4 µm
20
25
F1 Ekstrusi 0,2 µm
Lampiran 8. Grafik Persentase Rata-rata Spiramisin Terdialisis dari Liposom Formula 2 selama 24 Jam
Persen Terdialisis (%)
60 50 40 30 20 10
0 0
5
F2 Tanpa Ekstrusi
10 15 Waktu (jam) F2 Ekstrusi 0,4 µm
20
F2 Ekstrusi 0,2 µm
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
25
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
Keterangan: Analsis dilakukan pada rentang suhu 40 – 260oC dengan kenaikan suhu 10oC/menit dan kecepatan alir gas N2 30 mL/mnt. Tidak terbentuk puncak endoterm yang menunjukkan titik lebur fosfatidilkolin
Aliran panas
Lampiran 9. Termogram DSC Fosfatidilkolin
57
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
Keterangan: Analisis dilakukan pada rentang suhu 105 – 175oC dengan kenaikan suhu 10oC/menit dan kecepatan alir gas N2 30 mL/mnt. Transisi gelas pada suhu 136,7oC dan puncak endoterm pada suhu 150,37oC yang merupakan titik lebur kolesterol
Aliran panas
Lampiran 10. Termogram DSC Kolesterol
58
59
Lampiran 11. Hasil Pengukuran Particle Size Analyzer Formula 1 (a) Sebelum Diekstrusi, (b) Sesudah Ekstrusi 0,4 µm, (c) Sesudah Ekstrusi 0,2 µm Distribusi Ukuran Berdasarkan Volume
Volume (%)
Ukuran (nm)
(a) Keterangan: Rata – rata ukuran partikel 754,3 nm
Volume (%)
Distribusi Ukuran Berdasarkan Volume
Ukuran (nm)
(b) Keterangan: Rata – rata ukuran partikel 447,1 nm
Distribusi Ukuran Berdasarkan Volume
Volume (%)
Ukuran (nm)
(c) Keterangan: Rata – rata ukuran partikel 321,7 nm, 1280 nm, dan 4691 nm
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
60
Lampiran 12. Hasil Pengukuran Particle Size Analyzer Formula 2 (a) Sebelum Diekstrusi, (b) Sesudah Ekstrusi 0,4 µm, (c) Sesudah Ekstrusi 0,2 µm
Distribusi Ukuran Berdasarkan Volume
Volume (%)
Ukuran (nm)
(a) Keterangan: Rata – rata ukuran partikel 949,2 nm.
Volume (%)
Distribusi Ukuran Berdasarkan Volume
Ukuran (nm)
(b) Keterangan: Rata – rata ukuran partikel 469,0 nm. Distribusi Ukuran Berdasarkan Volume
Volume (%)
Ukuran (nm)
(c) Keterangan: Rata – rata ukuran partikel 136,0 nm, 795,1 nm, dan 4895 nm.
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
61
Lampiran 13. Gambar alat (a) Rangkaian alat dialisis, (b) Mini extruder dan pemanas, (c) Scanning Electron Microscope (SEM), (d) Sputter coating – SEM
(a)
(b)
(c)
(d)
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
62
Lampiran 14. Gambar Alat (a) Rotary Evaporator, (b) Spektrofotometer UVVis, (c) Sentrifugator, (d) Differential Scanning Calorimetry, (e) Transmission Electron Microscope
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
63
Lampiran 15. Konsentrasi dan Serapan Kurva Kalibrasi Spiramisin dalam Larutan Dapat Fosfat pH 7,4 Serapan (A)
Konsentrasi (µg/ml) 6 10
14
0,1918 0,3280 0,4431
18
0,5697
22
0,6896
26
0,8173
Keterangan: Persamaan garis: y= 0,0309x + 0,0107; nilai koefisien korelasi (r) = 0,9998
Lampiran 16. Konsentrasi dan Serapan Kurva Kalibrasi Spiramisin dalam Metanol Konsentrasi (µg/ml)
Serapan (A)
8
0,2560
10
0,3180
14
0,4400
18
0,5660
22
0,7010
24
0,7620
Keterangan: Persamaan garis: y= 0,0317x – 0,0004; nilai koefisien korelasi (r) = 0,9998
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
64
Lampiran 17. Data Hasil Dialisis Formula 1 dan Formula 2 Sebelum Ekstrusi (n=2) Waktu Persentase Dialisis F1 (jam) (%) + SD 0 0 0,25 1,25 + 1,02 0,5 1,89 + 1,06 0,75 2,63 + 0,88 1 3,32 + 0,77 2 5,79 + 0,55 3 7,86 + 0,53 4 9,62 + 0,77 5 11,19 + 1,07 6 12,48 + 1,49 7 13,36 + 1,37 8 14,27 + 1,61 9 14,89 + 1,45 10 15,19 + 1,01 11 15,56 + 0,55 12 15,88 + 0,12 13 17,02 + 0,01 14 18,12 + 0,09 15 18,34 + 0,82 16 19,06 + 0,99 17 19,69 + 0,97 18 20,12 + 0,73 19 20,61 + 0,84 20 21,24 + 0,89 21 21,69 + 0,83 22 22,09 + 0,81 23 22,49 + 0,75 24 22,89 + 0,99
Persentase Dialisis F2 (%) + SD 0 0,74 + 0,06 1,53 + 0,44 2,12 + 0,48 2,88 + 0,65 5,16 + 0,05 7,37 + 0,84 9,59 + 1,53 11,32 + 2,44 13,06 + 3,09 14,78 + 3,59 16,70 + 3,59 19,05 + 3,00 21,97 + 1,87 23,75 + 1,44 26,39 + 0,89 28,44 + 0,59 31,17 + 0,51 32,74 + 0,14 34,58 + 0,78 36,19 + 0,88 38,44 + 1,67 40,58 + 0,70 42,03 + 0,71 42,89 + 1,53 43,90 + 2,15 44,93 + 2,72 45,90 + 3,30
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
65
Lampiran 18. Data Hasil Dialisis Formula 1 dan Formula 2 Setelah Diekstrusi dengan Membran 0,4 µm (n=2) Waktu Persentase Dialisis F1 (jam) (%) + SD 0 0 0,25 2,77 + 1,29 0,5 3,81 + 0,73 0,75 4,70 + 0,59 1 5,46 + 0,57 2 7,79 + 1,04 3 8,88 + 0,72 4 10,78 + 1,58 5 11,40 + 1,09 6 12,65 + 1,60 7 13,96 + 1,78 8 15,38 + 1,66 9 18,79 + 0,13 10 21,32 + 2,80 11 23,42 + 4,37 12 25,29 + 5,51 13 26,69 + 5,74 14 27,75 + 6,00 15 29,84 + 7,36 16 31,68 + 8,83 17 33,25 + 9,58 18 34,56 + 9,79 19 35,79 + 10,04 20 36,39 + 9,46 21 36,99 + 9,11 22 37,53 + 8,68 23 38,09 + 8,39 24 38,70 + 8,02
Persentase Dialisis F2 (%) + SD 0 1,29 + 0,79 2,57 + 1,02 3,49 + 1,13 4,89 + 0,23 7,01 + 0,07 9,53 + 1,65 11,13 + 2,08 12,57 + 2,75 14,23 + 3,84 16,09 + 4,79 18,08 + 5,48 21,48 + 3,94 24,89 + 2,25 27,55 + 1,47 29,86 + 0,95 31,58 + 1,17 34,74 + 3,87 37,55 + 3,54 41,04 + 4,41 44,19 + 5,89 43,54 + 2,91 45,02 + 3,01 45,96 + 4,07 47,24 + 5,38 48,92 + 7,42 48,63 + 6,49 49,25 + 6,89
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
66
Lampiran 19. Data Hasil Dialisis Formula 1 dan Formula 2 Setelah Diekstrusi dengan Membran 0,2 µm (n=2) Waktu Persentase Dialisis F1 Persentase Dialisis F2 (jam) (%) + SD (%) + SD 0 0 0 0,25 0,90 + 0,59 0,94 + 0,34 0,5 1,80 + 0,01 2,26 + 0,59 0,75 3,23 + 0,06 3,24 + 1,10 1 4,33 + 0,13 4,55 + 1,72 2 8,43 + 0,38 7,76 + 3,62 3 11,77 + 0,18 10,81 + 5,71 4 14,87 + 0,18 13,48 + 7,02 5 17,33 + 0,02 15,89 + 8,91 6 20,18 + 0,30 17,74 + 9,71 7 21,97 + 0,21 19,88 + 10,80 8 23,97 + 0,66 21,93 + 11,00 9 25,57 + 0,87 24,93 + 11,31 10 27,51 + 1,39 28,36 + 10,91 11 28,74 + 2,37 30,73 + 11,31 12 30,84 + 2,66 33,57 + 11,05 13 32,25 + 2,37 35,59 + 10,71 14 33,94 + 2,23 38,26 + 9,52 15 36,57 + 2,34 39,93 + 10,03 16 38,39 + 1,64 41,87 + 9,53 17 41,19 + 2,06 43,96 + 10,09 18 42,87 + 1,99 46,58 + 9,84 19 44,81 + 2,08 48,08 + 9,89 20 46,33 + 2,33 49,65 + 10,06 21 47,82 + 1,92 50,84 + 9,69 22 48,91 + 2,16 52,16 + 9,52 23 50,11 + 2,19 53,33 + 9,15 24 51,13 + 1,74 54,50 + 8,87
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
67
Lampiran 20. Contoh Perhitungan Efisiensi Penjerapan Spiramisin oleh Liposom
-
Formula 1 jam ke-1
Hasil pengukuran serapan (A) 0,1187 dimasukkan ke dalam rumus: (
)
Persamaan kurva kalibrasi, y = 0,0309x + 0,0107
Maka didapat: (
-
)
Formula 1 jam ke-2
Hasil pengukuran serapan (A) 0,1847 dimasukkan ke dalam rumus: (
)
(
)
Maka didapat: (
)
(
)
Pada jam ke – 24 didapat berat akumulatif: 2,363 mg Konsentrasi Spiramisin di dalam vial dialisis (2 ml sampel):
Konsentrasi total di dalam 50 ml suspensi liposom, penimbangan 250,4 mg:
Maka didapat efisiensi penjerapan (%EP): %EP =
x 100%
Efisiensi juga dapat diperoleh dari hasil pengurangan dengan persentase akumulatif spiramisin yang terdialisis selama 24 jam. Persentase terdialisis:
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
68
Lampiran 21. Contoh Perhitungan Jumlah Spiramisin yang Tertahan pada Membran Ekstrusi -
Formula 1 Ekstrusi 0,4
Hasil pengukuran serapan (A) pertama : 0,8510 dimasukkan ke dalam rumus:
Hasil pengukuran serapan (A) kedua : 0,8002 dimasukkan ke dalam rumus:
(
)
Jumlah Spiramisin yang tertahan di membran:
Karena volume spiramisin yang diekstrusi adalah 2 ml, maka konsentrasi membran (Cmembran) menjadi :
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
69
Lampiran 22. Sertifikat Analisis Fosfatidilkolin Telur
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
70
Lampiran 23. Sertifikat Analisis Kolesterol
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
71
Lampiran 24. Sertifikat Analisis Asam Oleat
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012
72
Lampiran 25. Sertifikat Analisis Spiramisin
Pengaruh metode..., Reza Hermawan Sulistomo, FMIPA UI, 2012