UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH DANA PERIMBANGAN TERHADAP PENDAPATAN PERKAPITA DAN DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
TESIS
RISTRIARDANI NPM 0706 181 643
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK JAKARTA JUNI 2011
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH DANA PERIMBANGAN TERHADAP PENDAPATAN PERKAPITA DAN DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Ekonomi (M.E)
RISTRIARDANI NPM 0706 181 643
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK KEKHUSUSAN EKONOMI KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH JAKARTA JUNI 2011
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Jakarta,
April 2011
(Ristriardani)
ii Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Ristriardani
NPM
: 0706 181 643
Tanda Tangan
: ...........................
Tanggal
:
April 2011
iii Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Tesis
: : : :
Ristriardani 0706 181 643 Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Pendapatan Per Kapita dan Disparitas Antar Daerah di Provinsi Kalimantan Selatan
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Ekonomi pada Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Syarif Syahrial, S.E., MSE
Penguji
: Dr. Arindra A. Zainal
Penguji
: Nurkholis S.E., MSE
Ditetapkan di
: Jakarta
Tanggal
:
iv Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah.... Karya ini adalah salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Ekonomi pada Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan dengan sekuat perjuangan serta setulus hati penulis persembahkan untuk Bapak Ibu penulis sebagai wujud cinta dan bakti penulis , Bapak H. Aris Munandar dan Ibu Hj. Suwarni. Melalui halaman ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Syarif Syahrial, S.E., MSE selaku dosen pembimbing, atas berbagai kemudahan, kesabaran dan bimbingannya bagi penulis; 2. Bapak Dr. Arindra A. Zainal dan Bapak Nurkholis S.E., MSE selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan untuk penajaman tesis ini; 3. Pimpinan dan semua teman-teman di Biro Keuangan yang senantiasa memberikan dorongan dan memahami kondisi penulis yang sering keluar kantor untuk penyelesaian tesis ini. 4. Ibu Siti Rochmanah atas semua doanya, Mas Arifin dan anak-anak tercinta, Alvie dan Fadli yang rela ditinggal kost dan terambil kebersamaannya serta segala dukungan dan motivasinya, untuk penyelesaian tesis ini. 5. Ibu Nur’aini, Bu Umi, mba Menik dan mas Basuki untuk semua doa, motivasi dan bantuannya. 6. Mas Irfan dan Mas Ari Untung yang telah banyak memberikan data-data yang diperlukan dalam penelitian penulis. 7. Untuk Bang Ronald Sianipar dan Mas Tri Raharjo terima kasih atas kesetiaan dan kesabarannya mendampingi proses-proses awal tesis khususnya untuk kursus pengolahan data eviews nya; 8. Untuk rekan-rekan yang berkontribusi langsung dalam diskusi maupun feeding data, paper, kajian, berbagai artikel, dll,; 9. Untuk sesama teman MPKP angkatan XVII sore khususnya kelas C yang senantiasa saling memotivasi dan memberikan support bagi penulis.
v Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
10. Khusus untuk Pak Triman, Mbak Siti, dan Mbak Warni yang senantiasa membantu kelancaran proses yang harus penulis lewati sampai selesainya semua rangkaian perjalanan ini. Serta untuk rekan-rekan, teman, sahabat, yang senantiasa setia mendampingi penulis namun belum tersebutkan di atas, perkenankan penulis untuk mengucapkan terima kasih tak terhingga. Mudah-mudahan karya ini dapat memberikan kontribusi bagi semua pihak yang memerlukannya. Jakarta,
vi Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
April 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ristriardani NPM/NIP : 0706 181 643 Program Studi : Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas : Ekonomi Jenis karya : Tesis demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Pendapatan Per Kapita dan Disparitas Antar Daerah di Provinsi Kalimantan Selatan beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : April 2011 Yang menyatakan
( Ristriardani )
vii Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Ristriardani : Master Program for Planning and Public Policy : The Influence of Intergovernmental Revenue to Per Capita Income and Inter-Regional Disparity in South Kalimantan Province
This study aimed to determine the influence of Intergovernmental Revenue (General Allocation Fund, Special Allocation Fund, Sharing Revenue) and Sharing Revenue of Coal and Mineral Mining of income per capita among regions Districts / Cities in South Kalimantan Province. In addition, this study also to determine the influence of Intergovernmental Revenue against per capita income disparities among regions Districts / Cities in South Kalimantan Province. This study uses secondary data and analytical methods used were descriptive and inferential analysis. The results showed that the General Allocation Fund, Sharing Revenue and Sharing Revenue of Coal and Mineral Mining has a positive and significant influence to per capita income Districts / Cities in South Kalimantan province while Special Allocation Fund showed no significant results so that no conclusions can be drawn to explain the influence on income per capita. Results of other studies is that there is disparity of income per capita among regions Districts / Cities in South Kalimantan Province period 2001 until 2008. Sharing Revenue and Sharing Revenue of Coal and Mineral Mining encourage a high level of disparity, but the General Allocation Fund (which has the goal of reducing the income gap) can reduce the level of income disparity among-regions.
Keywords: Intergovernmental Revenue, General Allocation Fund, Special Allocation Fund, Sharing Revenue and Sharing Revenue of Coal and Mineral Mining, Disparity, Regional Per Capita Income
ix
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
ABSTRAKSI
Nama Program Studi Judul
: Ristriardani : Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik : Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Pendapatan Perkapita dan Disparitas Pendapatan Antar Daerah di Provinsi Kalimantan Selatan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dana perimbangan (DAU, DAK, DBH) dan DBH Pertambangan Umum (PU) terhadap pendapatan perkapita antar daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Selain itu penelitian ini juga untuk mengetahui pengaruh Dana Perimbangan terhadap disparitas pendapatan perkapita antar daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan inferensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAU, DBH dan DBH PU mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan pendapatan perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan sedangkan DAK menunjukkan hasil yang tidak signifikan sehingga tidak dapat diambil kesimpulan untuk menjelaskan pengaruhnya terhadap pendapatan perkapita. Hasil penelitian lainnya adalah terdapat disparitas pendapatan perkapita antar daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan periode tahun 2001 s.d 2008. DBH dan DBH PU mendorong terjadinya tingkat disparitas yang tinggi, namun DAU (yang mempunyai tujuan mengurangi kesenjangan pendapatan) mampu mengurangi tingkat disparitas pendapatan antar daerah tersebut. Kata kunci : Dana perimbangan, DAU, DAK, DBH, DBH PU, Disparitas, Pendapatan Perkapita Daerah
viii
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................... ABSTRAKSI ................................................................................................... ABSTRACT ...................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................... DAFTAR GRAFIK .........................................................................................
i ii iii iv v vii viii ix x xi xiii
1.
PENDAHULUAN.................................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1.2 Perumusan Masalah ......................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 1.4 Hipotesis Penelitian ......................................................................... 1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................... 1.6 Sistematika Penulisan ......................................................................
1 1 8 8 9 9 10
2.
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 2.1 Dana Perimbangan .......................................................................... 2.2 Pertumbuhan Ekonomi..................................................................... 2.3 Disparitas Pendapatan ..................................................................... 2.4 Penelitian Sebelumnya ....................................................................
11 11 15 23 26
3.
METODE PENELITIAN ...................................................................... 3.1 Kerangka Berpikir ........................................................................... 3.2 Spesifikasi Model ............................................................................ 3.3 Indeks Williamson ........................................................................... 3.4 Metode Estimasi .............................................................................. 3.5 Sumber Data .................................................................................... 3.6 Gambaran Ekonomi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.............. PEMBAHASAN ...................................................................................... 4.1 Hasil Estimasi................................................................................... 4.2 Analisis Hasil.................................................................................... 4.3 Analisis Disparitas Pendapatan antar Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Selatan ......................................................
31 31 32 35 35 36 38 45 45 51
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 5.1 Kesimpulan ................................................................................... 5.2 Saran .............................................................................................
63 63 65
4.
5.
DAFTAR REFERENSI ..............................................................................
54
66
x
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Prosentase Perimbangan Dana Bagi Hasil ...................................
13
Tabel 3.1
Perbandingan DAU, DAK, DBH Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan periode tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 ..........................................................
42
Prosentase Persebaran penerimaan DBH PU di Kalimantan Selatan tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 ..........................................................
44
Tabel 4.1
Hasil Estimasi model (1) ............................................................
47
Tabel 4.2
Nilai intersep Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan model (1) ....................................................
49
Tabel 4.3
Hasil estimasi model (2) .............................................................
50
Tabel 4.4
Nilai intersep Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan model (2) ....................................................
52
Kontribusi DAK terhadap Dana Perimbangan dan APBD Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 ......................................
53
Kontribusi PAD terhadap APBD Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan tahun 2001 sampai dengan tahun 2008.......
55
Indeks Williamson dengan indikator PDRB per kapita tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 .......................................
57
Indeks Williamson dengan indikator Dana Bagi Hasil (DBH) Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008..........................
58
Indeks Williamson dengan indikator DBH dan DAU Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 ......................................
59
Indeks Williamson dengan indikator DBH, DAU dan PAD Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 .............................
60
Indeks Williamson dengan indikator DBH Pertambangan Umum (DBH PU) Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 ...........................................................
61
Tabel 3.2
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tabel 4.8
Tabel 4.9
Tabel 4.10
Tabel 4.11
xi Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
Tabel 4.12
Tabel 4.13
Indeks Williamson dengan indikator DAU, DBH, DBH PU dan PAD, Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 ......................
62
Indeks Williamson dengan indikator DAU, DBH dan PAD dibagi Kapita, Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008..... .. 63
xii Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Perbandingan PAD, Dana Perimbangan dan Penerimaan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2001 sampai dengan tahun 2008............
2
Grafik 1.2 Komposaisi DAU, DAK dan DBH Pemerintah Kabupaten/Kota di ProvinsiKalimantan Selatan tahun 2001 sampai dengan tahun 2008.............................................
3
Grafik 1.3 Perbandingan DBH dan DBH PU Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2001 sampai dengan tahun 2009.............
6
Grafik 3.1 PDRB per kapita Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 ............................................ 40 Grafik 3.2 PAD Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 .............................. 41
xiii
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Otonomi daerah di Indonesia yang merupakan wujud dari diberlakukannya desentralisasi sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bertujuan untuk mewujudkan kemandirian daerah sehingga daerah bebas untuk mengatur dirinya tanpa ada campur tangan pemerintah pusat. Implikasi langsung atas implementasi otonomi daerah adalah kebutuhan dana yang cukup besar. Menurut Kuncoro (2007) bahwa PAD (Pendapatan Asli Daerah) hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah paling tinggi sebesar 20% dan peningkatan alokasi transfer diikuti dengan pertumbuhan belanja yang lebih tinggi. Pada saat transfer dana dari pemerintah pusat menurun diikuti juga oleh penurunan belanja daerah yang melebihi penurunan PAD. Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah disebutkan bahwa sumber penerimaan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan. PAD terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
1
Universitas Indonesia
2
Grafik 1.1 Perbandingan PAD, Dana Perimbangan dan Penerimaan Daerah Kab/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 (dalam milyar rupiah) Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan.
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa kontribusi dana perimbangan terhadap penerimaan daerah di Provinsi Kalimantan Selatan selama periode tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 sangat besar, sementara kontribusi PAD terlihat kecil. Riyanto dan Hermanto Siregar dalam penelitiannya yang berjudul Dampak Dana perimbangan terhadap Perekonomian Daerah dan Pemerataan antar Wilayah menyebutkan bahwa jika dilihat dari kontribusi dana perimbangan terhadap kemampuan pembiayaan di daerah, terlihat bahwa dana perimbangan ini masih merupakan sumber dana yang sangat penting bagi daerah. Secara rata-rata, sumbangan kepada total penerimaan daerah mencapai 80 persen. Dengan demikian, pembiayaan daerah dalam rangka desentralisasi fiskal masih sangat tergantung pada dana dari pusat, kendati usaha ke arah peningkatan PAD sudah dilakukan . Kontribusi PAD terhadap total penerimaan pemerintah daerah secara rata-rata hanya sebesar 11 persen. Bantuan transfer dana kepada Pemerintah Daerah berupa dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
3
Alokasi Khusus (DAK). Salah satu alasan adanya pemberian dana perimbangan ditujukan untuk membantu daerah dalam membiayai kewenangannya. Berikut adalah grafik yang menggambarkan komposisi besarnya dana perimbangan (DAU, DAK dan DBH) yang ditransfer Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan tahun 2001 sampai dengan tahun 2008.
Grafik 1.2 Komposisi DAU, DAK dan DBH Kab/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 (dalam juta rupiah) Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan.
Transfer DAU Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Kabupaten/Kota menunjukkan angka paling besar dibanding DBH dan DAK. DAU memiliki kecenderungan meningkat tiap tahunnya, ini menunjukkan bahwa Pemerintah daerah masih membutuhkan perimbangan keuangan berupa transfer DAU untuk dapat melaksanakan fungsi pemerintahan dan pelayanan publik. Prinsip pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan ditunjukkan dengan adanya pembagian dana bagi hasil untuk daerah yang lebih proporsional dari bagian dana perimbangan pusat. Pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) bagi daerah terdiri dari bagi hasil atas sumber daya alam yang ada di daerah tersebut dan bagi hasil pajak yang dapat dipungut di daerah itu.
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
4
DBH merupakan salah satu penentu dalam perhitungan kapasitas fiskal daerah. Menurut Tambunan (2001) bahwa alokasi Dana Bagi Hasil adalah salah satu instrumen untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah. Kesenjangan fiskal Pusat dan daerah adalah sebuah ekspresi dari adanya ketimpangan ekonomi regional melalui tingkat perbedaan pendapatan per kapita masing-masing daerah. Bagi daerah-daerah yang dilimpahi sumber daya alam yang banyak, DBH yang diterima akan dapat mencukupi kebutuhan fiskal di daerahnya. Sementara bagi daerah-daerah yang kurang beruntung dilimpahi sumber daya alam dapat menggali potensi perpajakan yang ada. Jika DBH yang diterima kurang memadai, Pemerintah Pusat memberikan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
(DAK)
sebagai
perimbangan
keuangan
daerah
supaya
dapat
melaksanakan fungsi pemerintahan dan pelayanan publik. ( Tatot Hendrasto, 2001) DBH bersumber dari pajak dan sumber daya alam. DBH yang bersumber dari pajak berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh 21. DBH yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari sektor kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi. DBH yang bersumber dari sektor pertambangan terdiri dari sektor minyak dan gas bumi dan sektor pertambangan umum. Sektor pertambangan umum merupakan kegiatan pengusahaan pertambangan batubara dan mineral. Dari kegiatan pertambangan tersebut terdapat kewajiban perusahaan kepada negara berupa kewajiban pajak dan kewajiban bukan pajak. Kewajiban bukan pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan pertambangan umum berupa iuran tetap (sewa lahan), royalti (iuran produksi) dan penjualan hasil tambang kepada negara (untuk jenis pengusahaan tertentu). Kewajiban perusahaan tersebut merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bagi negara. Dari PNBP tersebut terdapat Dana Bagi Hasil (DBH) daerah yang diatur dengan UU Nomor 33 tahun
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
5
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan PP 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Hingga saat ini otonomi daerah sudah berjalan di tiap kabupaten dan kota di Indonesia, dimana sebagian kewenangan pusat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah. Demikian pula dengan sektor pertambangan umum, dimana sebagian kewenangan pengelolaan sumber daya alam pertambangan umum dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Salah satu kewenangan yang dilimpahkan kepada Pemerintah daerah adalah pemberian ijin usaha pertambangan.
Sebelum
diberlakukannya otonomi daerah, semua jenis ijin usaha pertambangan diterbitkan oleh pemerintah Pusat atau dalam hal ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (MESDM). Namun setelah diberlakukannya otonomi daerah, ijin usaha pertambangan dapat dikeluarkan oleh pemerintah daerah, yaitu
untuk usaha
pertambangan yang wilayah tambangnya hanya berada di satu wilayah Kabupaten/Kota, ijin usaha pertambangan (IUP) cukup dikeluarkan pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal ini Bupati/Walikota. Untuk usaha pertambangan yang wilayah tambangnya berada di dua atau lebih wilayah Kabupaten/Kota atau lintas Kabupaten/Kota, IUP Gubernur.
dikeluarkan oleh pemerintah provinsi
dalam hal ini
Sedangkan untuk usaha pertambangan yang wilayah tambangnya
berada di dua atau lebih wilayah provinsi atau lintas provinsi, IUP tetap dikeluarkan pemerintah pusat atau dalam hal ini MESDM. Hal ini dimaksudkan untuk memperpendek birokrasi perijinan, sehingga akan merangsang para investor di sektor pertambangan umum bergairah berinvestasi di bidang pertambangan umum, yang pada akhirnya akan meningkatkan PNBP di sektor pertambangan umum dan DBH pertambangan umum ke daerah penghasilnya. Keberadaan sumber daya alam pertambangan umum tidak dimiliki oleh semua daerah/provinsi di Indonesia, bahkan dalam satu wilayah provinsi tidak semua wilayah kabupaten/kota memilikinya. Potensi yang dimiliki pun sangat beragam, sehingga menentukan jumlah DBH yang diterima pemerintah daerah. Dari 33 propinsi yang ada di Indonesia, daerah yang dilimpahi sumber daya alam pertambangan umum sebanyak 31 propinsi. Dari 31 propinsi penghasil, provinsi Kalimantan Selatan termasuk 3 propinsi yang menerima DBH Pertambangan Umum terbesar selama kurun waktu tiga tahun terakhir. Bahkan pada tahun 2009
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
6
terjadi kenaikan DBH Pertambangan Umum yang sangat tinggi dikarenakan adanya upaya optimalisasi PNBP di bidang Pertambangan Umum oleh instansi terkait. Besarnya DBH Pertambangan Umum jika dibandingkan dengan besarnya DBH secara keseluruhan untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan digambarkan oleh grafik di bawah ini.
Grafik 1.3 Perbandingan DBH dan DBH PU Kab/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2001 sampai dengan tahun 2009 (dalam juta rupiah) Sumber :Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan.
Proporsi
DBH
yang
bersumber
dari
SDA
Pertambangan
Umum
dibandingkan dengan DBH secara keseluruhan, terlihat ada peningkatan di tahun 2008 dan meningkat tajam di tahun 2009. Keadaan ini sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut kaitannya dengan pertumbuhan
ekonomi di Provinsi Kalimantan Selatan, karena ada beberapa
artikel dalam media menyebutkan bahwa selain lingkungan, persoalan utama pertambangan batubara di Kalsel sesungguhnya adalah menyangkut minimnya kontribusinya terhadap penerimaan pemerintah daerah dan kemakmuran masyarakat. Mencermati perjalanan panjang eksploitasi batubara di daerah ini,
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
7
jelas sekali tidak ada pengaruh yang signifikan antara kekayaan SDA Kalsel dengan kesejahteraan manusianya. Penduduk Kalsel masih banyak yang miskin. Data BPS tahun 2007, IPM Kalsel adalah 67,4 atau berada pada urutan 26 dari 33 provinsi di Indonesia. Seperti ditulis oleh Wajidi, Peneliti Balitbangda Kalsel, 30 Mei 2010 dalam Tulisan dengan Tema: Pengelolaan Sumber daya Alam, Pertambangan Batubara: Antara Kemakmuran dan Realita yang Menyesakkan, Media Indonesia.com. Tulisan Dwitho Frasetiandy, Manager Kampanye WALHI Kalsel/Pengkampanye Tambang WALHI Region Kalimantan, 2010, dalam Potret Buruk Pengelolaan Tambang Batubara di Kalimantan Selatan, Jaringan Advokasi Tambang, juga menyebutkan bahwa eksploitasi tambang batubara yang dilakukan, sebagian besar tidak memberikan dampak kesejahteraan yang nyata di masyarakat, hal ini dapat terlihat dimana kehidupan masyarakat lokal sekitar tambang tidak mengalami kemajuan yang berarti dan bahkan sebagian besar masih terpinggirkan dalam segala hal baik di bidang ekonomi, sosial dan budaya termasuk pendidikan. Besarnya DBH Pertambangan Umum Provinsi Kalimantan Selatan tersebut dan adanya berita yang menyatakan bahwa kegiatan pertambangan tidak memberikan dampak kesejahteraan yang nyata di masyarakat, sangat menarik untuk dikaji dan dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota dalam wilayah provinsi tersebut. Pertumbuhan ekonomi menekankan peningkatan output agregat atau pendapatan riil, khususnya output atau pendapatan riil per kapita, selama jangka waktu yang cukup panjang sebagai akibat penggunaan input. Case and Fair (2002) dalam tulisan Faqih Usman, menjelaskan bahwa untuk membahas faktor-faktor yang menyumbang pertumbuhan ekonomi, maka pendekatan yang dilakukan adalah melalui fungsi produksi agregat yaitu gambaran matematismengenai hubungan antara masukan dan keluaran nasional atau produk domestik bruto. Secara sederhana, produk domestik bruto (Y), merupakan fungsi dari jumlah modal (K) dan jumlah tenaga kerja (L) yang tersedia dalam perekonomian. Atau dalam sebuah persamaan dapat ditulis Y = f (K,L).
Dengan
kata
lain
variabel-variabel
ekonomi
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
yang
berpotensi
Universitas Indonesia
8
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah akumulasi modal (K) dan tenaga kerja (L). Akumulasi modal (K) meliputi semua bentuk atau jenis investasi. Salah satu sumber investasi berasal dari pemerintah. Investasi dari pemerintah berasal dari penerimaan daerah yang tertuang dalam APBD, meliputi pendapatan asli daerah (PAD), dan dana perimbangan (DAU, DAK dan DBH). Dalam penelitian ini, yang digunakan sebagai indikator pertumbuhan ekonomi adalah pendapatan per kapita. Peningkatan Pendapatan per kapita dapat menggambarkan kesejahteraan masyarakat.
Dimana pendapatan per kapita
merupakan nilai PDRB yang dibagi dengan jumlah penduduk.
1. 2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana pengaruh Dana Perimbangan dan Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Pertambangan Umum terhadap pendapatan per kapita
masing-masing
kabupaten/kota di propinsi Kalimantan Selatan (periode 2001-2008)? 2.
Apakah terdapat disparitas pendapatan antar kabupaten/kota di propinsi Kalimantan Selatan dilihat dari indikator Dana Perimbangan (periode 20012008)?
1. 3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah : 1.
Untuk
mengetahui
pengaruh
Dana
Perimbangan
dan
DBH
SDA
Pertambangan Umum terhadap pendapatan per kapita masing-masing kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Selatan 2.
Untuk mengetahui disparitas pendapatan antar kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Selatan dilihat dari indikator Dana Perimbangan
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
9
1. 4 Hipotesis Penelitian
Perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Dana Perimbangan yang berasal dari DBH, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan
DBH SDA Pertambangan Umum
berpengaruh positif terhadap pendapatan per kapita
masing-masing
kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan 2.
Terdapat
disparitas
pendapatan
antar
Kabupaten/Kota
di
provinsi
Kalimantan Selatan dilihat dari indikator Dana Perimbangan
1. 5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain adalah : 1.
Hasil penelitian ini lebih jauh diharapkan bermanfaat sebagai bahan informasi dan masukan bagi Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaen/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan dalam mengambil kebijakan dan memecahkan permasalahan perekonomiannya di daerahnya masing-masing.
2.
Sebagai bahan masukan kepada para pihak yang terkait dalam menetapkan kebijakan-keijakan yang berhubungan dengan permasalahan di daerah khususnya di Provinsi Kalimantan Selatan.
1. 6 Sistematika Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab yaitu sebagai berikut : •
BAB
1 berisi pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah,
perumusan masalah dan tujuan penelitian, hipotesis penelitian dan manfaat penelitian. •
BAB 2 meliputi tinjauan literatur yang yang berisi mengenai penjelasan dana perimbangan, teori-teori pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita, teori disparitas pendapatan dan penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan studi ini.
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
10 •
BAB 3 berisi metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dan menguraikan masalah data dan pengolahan data.
•
BAB 4 berisi analisis dan pembahasan terhadap hasil pengujian model.
•
BAB 5 berisi kesimpulan dan saran dari penulisan ini
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
11
BAB 2 LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Dana Perimbangan
Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah merupakan suatu sistem hubungan keuangan yang bersifat vertikal antara pemerintah pusat dan daerah (intergovernmental fiscal relation system), sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dalam bentuk penyerahan sebagian wewenang pemerintah. Sistem pembiayaan penyelenggaraan pemerintah pusat dan daerah ini diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004. Dimana disebutkan bahwa perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah : ”Suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.” Kebijaksanaan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dilakukan dengan mengikuti pembagian kewenangan atau money follows function. Hal ini berarti bahwa hubungan keuangan antara pusat dan daerah perlu diberikan pengaturan sedemikian rupa, sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab Daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada. Selanjutnya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi, kepada daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak/retribusi (tax assignment) dan pemberian bagi hasil penerimaan (revenue sharing) serta bantuan keuangan (grant) atau dikenal dengan Dana Perimbangan. Dalam UU Nomor 33 tahun 2004 disebutkan bahwa Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana perimbangan yang merupakan bentuk dari perimbangan Pusat dan Daerah implementasinya melalui tiga pendekatan yaitu persentase (by
11 Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
12
percentage), formula (by formula) dan berdasarkan kebutuhan yang bersifat khusus atau insidental (by ad-hor or specific need). Pendekatan persentase adalah strategi yang paling baik untuk menciptakan keadilan bagi semua daerah. Artinya daerah yang potensial dari sudut ekonomi dan SDA maka wajar jika daerah tersebut mendapatkan bagian pendapatan (share) yang relatif lebih besar dibandingkan daerah yang tidak memiliki potensi SDA (bukan daerah penghasil). Pendekatan formula bertujuan untuk mendekati pembagian yang relatif objektif sesuai dengan kondisi terakhir daerah. Sedangkan pendekatan khusus untuk menanggulangi pengeluaran daerah yang disebabkan oleh suatu keadaan tertentu (Saragih, 2003). Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan ini bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar-Pemerintah Daerah. Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH bersumber dari penerimaan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam (SDA). DBH yang bersumber dari pajak berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh 21. DBH yang bersumber dari PNBP SDA berasal dari sektor kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi. Perimbangan dalam bentuk prosentase ini dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah nomor: 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
13
Tabel 2.1 Prosentase Perimbangan Dana Bagi Hasil
Perimbangan
PBB
BPHTB
Kehutanan IHPH
Pusat
10
PSDH
20
20
Provinsi
16,2
16
16
16
Kab/Kota
64,8
64
64
32
Perik Reb
60
20
40
Minyak
Gas
Panas
Bumi
Bumi
Bumi
PU Iuran
Royal
Tetap
ti
84,5
69,5
20
20
20
3
6
16
16
16
6
12
32
64
32
6
12
32
Penghasil 32
Kab/Kota lainnya
32
dlm
satu Prov Biaya
9
Pungutan Kab/Kota
20
80
seluruh Indonesia Dana
0,5
Pendidikan
Sumber : PP No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
Untuk DBH PBB, 10% (sepuluh persen) bagian Pemerintah dari penerimaan PBB dibagikan kepada seluruh daerah kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan sebagai berikut: 65% (enam puluh lima persen) dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten/kota dan 35% (tiga puluh lima persen) dibagikan sebagai insentif kepada daerah kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor tertentu. PNBP pertambangan umum terdiri dari penerimaan iuran tetap (land-rent), penerimaan Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (royalti) dan Penjualan Hasil Tambang. Untuk penjualan hasil tambang ditransfer ke daerah tidak dalam bentuk Dana Bagi Hasil, namun secara tidak langsung ditransfer dan dimanfaatkan Pemerintah daerah dalam bentuk DAU. PNBP
pertambangan umum yang
dibagihasilkan adalah iuran tetap dan royalti. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
14
Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
DAU merupakan block grant yang diberikan kepada semua
kabupaten dan kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal daerah. Pendistribusian DAU ditentukan berdasarkan formula baku yang ditetapkan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Prinsip penentuan DAU secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih besar daripada daerah kaya (Kuncoro, 2004) DAU untuk suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal merupakan selisih antara kapasitas fiskal Daerah dan kebutuhan fiskal Daerah. Sedangkan alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Kebutuhan fiskal Daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara berturut-turut dengan jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia. Dana Alokasi Khusus (DAK) dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah. Kegiatan khusus tersebut sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. DAK atau specifict grants merupakan jenis transfer yang memiliki persyaratan tertentu yang terkait di dalam bantuan tersebut (Tambunan, 2001). Bentuk transfer pemerintah pusat ini diberikan untuk mendorong pemerintah daerah dalam menambah barang dan jasa publik tertentu sesuai dengan program pemerintah pusat, tanpa harus membebani pembiayaan dari Pemda. Meskipun dalam rangka meningkatkan keleluasaan daerah (local discretion), bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat lebih banyak bersifat block grants, bukan specifict grants (Mardiasmo, 2002) Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD. Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik Daerah. Kriteria teknis ditetapkan oleh Kementerian teknis.
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
15
Selain Dana Perimbangan, Pendapatan Daerah bersumber dari: Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Lain-lain Pendapatan. PAD merupakan sumber pembiayaan investasi daerah yang potensial. Jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih banyak. Peningkatan PAD secara berkelanjutan akan berdampak pada perekonomian daerah dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah itu. (Saragih,2003 dan Tambunan, 2006) PAD bersumber dari (1) Pajak Daerah; (2) Retribusi Daerah; (3)Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; (4) Lain-lain PAD yang sah. Lainlain PAD yang sah meliputi: (a) hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan; (b) jasa giro; (c) pendapatan bunga; (d) keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan (e) komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. Dalam upaya meningkatkan PAD, daerah dilarang: (a) menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan (b) menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan impor/ekspor.
2. 2. Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Sadono Sukirno (1996: 33), pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain
yaitu
distribusi
pendapatan.
Pembangunan
ekonomi
ialah
usaha
meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi,
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
16
penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen. Pembangunan ekonomi didefinisikan dalam beberapa pengertian dengan menggunakan bahasa berbeda oleh para ahli, namun maksudnya tetap sama. Menurut Adam Smith, pembangunan ekonomi merupakan proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi (Suryana, 2000:55). Todaro (dalam Lepi T. Tarmidi, 1992:11) mengartikan pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang menyangkut perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional maupun percepatan
pertumbuhan
ekonomi,
pengurangan
ketidakmerataan
dan
penghapusan dari kemiskinan mutlak. Pembangunan ekonomi menurut Irawan (2002: 5) adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita. Prof. Meier (dalam Adisasmita, 2005: 205) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai proses kenaikan pendapatan riil perkapita dalam suatu jangka waktu yang panjang. Sadono Sukirno (1985:13) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu perubahan yang terjadi secara terus-menerus melalui serangkaian kombinasi proses demi mencapai sesuatu yang lebih baik yaitu adanya peningkatan pendapatan perkapita yang terus menerus berlangsung dalam jangka panjang. Menurut Schumpeter (dalam Suryana, 2000:5), pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Pembangunan ekonomi berkaitan dengan pendapatan perkapita dan pendapatan nasional. Pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasajasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun. Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dari masa ke masa
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
17
dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Sementara itu
Prof. Simon Kuznet dalam M. L. Jinghan, Ekonomi
Pembangunan dan Perencanaan mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk meyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologinya dan penyesuaian kelembagaan dan ideolgis yang diperlukan. Terdapat tiga komponen pokok dalam definisi pertumbuhan
ekonomi
tersebut,
yaitu:
(1)
Kenaikan
output
secara
berkesinambungan adalah manifestasi dari pertumbuhan ekonomi sedangkan kemampuan meyediakan berbagai jenis barang merupakan tanda kematangan ekonomi (economic maturity) pada negara bersangkutan. (2) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkesinambungan dimana pemerintah berperan dalam investasi bidang pendidikan. (3) Mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkandung dalam kemajuan teknologi dilakukan penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi, sehingga secara sosial dan ekonomi terjadi pertumbuhan yang seiring. Kuznet mengemukan enam ciri pertumbuhan ekonomi dalam proses pertumbuhan oleh semua negara yang sekarang telah maju (Suryana, 2000), yaitu : •
Dua variabel ekonomi yang bersamaan (agregat) meliputi : 1. Tingginya tingkat produk per kapita dan laju pertumbuhan penduduk 2. Tingginya peningkatan produktivitas terutama produktivitas tenaga kerja
•
Dua struktural variabel transformasi, meliputi : 3. Tingginya tingkat transformasi struktur ekonomi 4. Tingginya tingkat struktur sosial dan ideologi
•
Dua variabel penyebaran internasional, meliputi : 5. Kecenderungan negara-negara yang ekonominya sudah maju untuk pergi ke seluruh pelosok dunia untuk mendapatkan pasaran dan bahan baku
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
18
6. Arus barang, modal dan orang antar bangsa yang meningkat
Keenam karakteristik pertumbuhan ekonomi modern tersebut adalah sangat berinterelasi dan saling memperkuat. Tingginya tingkat produktivitas per kapita adalah hasil dari meningkatnya tingkat produktivitas tenaga kerja yang cepat. Tingginya tingkat pendapatan per kapita menyebabkan tingginya konsumsi per kapita, dengan demikian memberikan insentif untuk megubah struktur produksi (karena jika penghasilan meningkat, maka permintaan akan barang-barang industri dan jasa lebih banyak daripada permintaan akan produk-produk pertanian). Teknologi yang maju diperlukan guna mencapai tingkat output dan mencapai perubahan-perubahan struktural yang menyebabkan skala produksi karakteristik unit usaha-usaha ekonomi mengubah organisasi dan lokasi. Hal ini memaksa perubahan-perubahan lokasi dan struktur tenaga kerja, serta hubungan staus okupasional (misal penghasilan tuan tanah dan petani menurun, sedangkan hasil para pengusaha pabrik dan industriawan cenderung meningkat). Menurut Nafziger (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah penduduk (tenaga kerja), pendidikan, pembentukan modal (investasi dan perkembangan teknologi), kewirausahaan dan sumber daya alam. Pertumbuhan penduduk akan mendorong pertumbuhan tenaga kerja. Semakin besar jumlah tenaga kerja akan meningkatkan jumlah output yang dihasilkan dalam perekonomian. Tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi yang selalu dipakai dalam proses produksi. Peranannya dipengaruhi oleh keterampilan, tingkat pendidikan, daya kreasi tinggi yang dimiliki, akan cenderung meningkatkan produktivitasnya. Meningkatnya produktivitas tenaga kerja dalam bentuk meningkatnya output yang dihasilkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, penduduk
menurut T. R Malthus akan menghambat
pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan pertumbuhan penduduk akan lebih cepat dibandingkan pertumbuhan makanan (output) yang ditawarkan. Pandangan ini telah mengabaikan peranan dari perkembangan teknologi, akumulasi modal, pengendalian tingkat kelahiran yang sebenarnya mampu mengelola jumlah makanan bagi penduduknya. Nafziger juga mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan penduduk atau tenaga kerja adalah faktor pendorong pertumbuhan
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
19
ekonomi yang lain. Pertumbuhan ekonomi yang cepat di Jepang, Amerika, Canada dan negara-negara Eropa Barat sangat dipengaruhi oleh pembentukan modal dan meningkatnya pengetahuan serta teknologi. Pembentukan modal juga dicerminan oleh faktor modal dan kapital, sedangkan perkembangan teknologi ditunjukkan oleh pertumbuhan dari keseluruhan produktivitas faktor produksi. Faktor kewirausahaan juga berperan penting di tingkat mikro perusahaan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Inovasi produk yang dilakukan, daya kreasi dan aspek manajerial yang berkembang pesat telah mendukung kinerja perusahaan. Faktor lain yang juga dikemukakan oleh Nafziger adalah Sumber Daya Alam (SDA). Negara dengan sumber daya alam yang besar belum tentu memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan sebaliknya negara seperti Jepang, Swiss, Singapura bertumbuh dengan cepat meskipun jumlah SDA nya sedikit atau bahkan tidak ada. Sementara itu Saudi Arabia, Kuwait dan negara dengan SDA melimpah memiliki pendapatan per kapita yang tinggi. Secara tradisional pertumbuhan memiliki peningkatan terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pertumbuhan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto suatu propinsi, kabupaten atau kota. Mudrajad Kuncoro, Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi, Perencanaan,Straegi dan Peluang mengemukakan bahwa pendapat mengenai definisi pertumbuhan ekonomi diutarakan oleh beberapa ilmuwan seperti Para ekonom klasik (Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan John Stuart Mill) maupun para ekonom neoklasik (Robert Sollow dan Trevor Swan) dimana disebutkan bahwa pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu (1) jumlah penduduk, (2) jumlah stock barang modal, (3) luas tanah dan kekayaan alam, dan (4) tingkat teknologi yang digunakan. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi daripada apa yang dicapai pada masa sebelumnya. M. P. Todaro dalam Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga; terjemahan Burhanudin Abdullah dkk mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses yang mantap dimana kapasitas produksi dari suatu perekonomian meningkat sepanjang waktu untuk menghasilkan tingkat pendapatan nasional
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
20
yang semakin besar. Dikatakan pula bahwa pada umumnya di negara-negara berkembang diliputi oleh kondisi-kondisi awal secara ekonomis, sosial, dan politik yang kurang menguntungkan sehingga kurang atau sama sekali tidak memungkinkan mereka melakukan hal-hal yang bisa dikerjakan oleh negaranegara yang sekarang maju tatkala memulai proses pertumbuhan ekonominya. Kenyataannya, posisi pertumbuhan mereka dalam banyak hal berbeda dengan yang dimiliki negara maju pada saat lepas landas ke arah era pertumbuhan ekonomi modern. Dalam kondisi awal tersebut paling tidak terdapat delapan perbedaan penting yang mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi dan syarat-syarat terlaksananya pembangunan ekonomi modern, yaitu : 1.
Perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas modal manusia
2.
Pendapatan per kapita dan tingkat GNP di saat mulai membangun, bila dibandingkan denga negara-negara lainnya
3.
Perbedaan iklim
4.
Perbedaan jumlah penduduk, distribusi serta laju pertumbuhannya
5.
Peranan sejarah migrasi internasional
6.
Perbedaan dalam memperoleh keuntungan dari perdagangan internasional
7.
Kemampuan melakukan penelitian dan pengembagan dalam bidang ilmiah dan teknologi dasar
8.
Stabilitas dan fleksibilitas lembaga-lembaga politik Dalam menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi, data pendapatan nasional
yang digunakan adalah data pendapatan nasional atas dasar harga konstan. Dalam hal ini pengaruh perubahan harga terhadap nilai pendapatan nasional (atas dasar harga berlaku) dihilangkan, sehingga pertumbuhan pendapatan nasional sematamata hanya menggambarkan pertumbuhan output yang dihasilkan perekonomian pada periode tertentu. Untuk
lebih
mengetahui
ada
tidaknya
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat, maka pertumbuhan ekonomi dihitung dengan data pendapatan nasional per kapita atas dasar harga konstan karena Pertumbuhan pendapatan nasional dapat terjadi tanpa memberi dampak positif terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Hal ini terjadi sebagai akibat dari tingkat pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan pendapatan nasional.
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
21
Case and Fair (2002) dalam tulisan Faqih Usman, menjelaskan bahwa untuk membahas faktor-faktor yang menyumbang pertumbuhan ekonomi, maka pendekatan yang dilakukan adalah melalui fungsi produksi agregat yaitu gambaran matematismengenai hubungan antara masukan dan keluaran nasional atau produk domestik bruto. Secara sederhana, produk domestik bruto (Y), merupakan fungsi dari jumlah modal (K) dan jumlah tenaga kerja (L) yang tersedia dalam perekonomian. Atau dalam sebuah persamaan dapat ditulis Y = f (K,L).
Dengan
kata
lain
variabel-variabel
ekonomi
yang
berpotensi
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah akumulasi modal (K) dan tenaga kerja (L). Menurut Hera Susanti dkk, salah satu indikator penting guna menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi di suatu negara adalah pertumbuhan ekonomi. Selain mengukur tingkat pertumbuhan output dalam suatu perekonomian, indikator ini juga menggambarkan tentang sejauh mana aktifitas perekonomian yang terjadi pada suatu periode tertentu telah menghasilkan tambahan pendapatan bagi masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi (output) diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat. Perencanaan Pembangunan ekonomi suatu daerah memerlukan data statistik sebagai dasar penentuan strategi, pengambilan keputusan dan evaluasi hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai. Kebijaksanaan dan strategi yang telah dilakukan perlu dimonitor hasilnya, sehingga data statistik yang memberikan ukuran kuantitas ekonomi secara makro, mutlak diperlukan untuk memberikan gambaran masa lalu dan masa kini serta sasaran yang hendak dicapai pada masa yang akan datang. Salah satu alat ukur atau indikatornya adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB menurut Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan jumlah nilai tambah atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha di suatu daerah dalam satu periode tertentu. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun yang berjalan, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar (tahun 2000). PDRB atas dasar harga berlaku digunakan
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
22
untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedang PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Untuk menghitung PDRB ada tiga pendekatan yang digunakan, yaitu : •
Jika ditinjau dari sisi produksi disebut Produk Regional, merupakan jumlah nilai tambah (produk) yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang dimiliki penduduk suatu daerah dalam jangka waktu tertentu.
•
Jika ditinjau dari sisi pendapatan disebut Pendapatan Regional, merupakan jumlah pendapatan (balas jasa) yang diterima oleh faktor-faktor produksi berupa upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung neto yang dimiliki penduduk suatu daerah dalam jangka waktu tertentu.
•
Jika ditinjau dari segi pengeluaran disebut Pengeluaran Regional, merupakan jumlah pengeluaran konsumsi atau komponen permintaan akhir yang dilakukan oleh rumah tangga, lembaga swasta nirlaba, pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor neto suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Pendapatan per kapita dapat digunakan sebagai gambaran rata-rata
pendapatan yang dihasilkan oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah atau daerah. Pendapatan per kapita diperoleh dari hasil pembagian antara PDRB dengan jumlah penduduk. Pendapatan per kapita merupakan nilai tambah yang bisa diciptakan oleh masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi. Indikator ini digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran atau kesejahteraan penduduk suatu daerah. Apabila data disajikan secara berkala akan menunjukkan perubahan kemakmuran/kesejahteraan. Dalam Bahan Ajar Diklatpim III, Kementerian Pekerjaan Umum, pendapatan per kapita, baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan salah satu indikaor makroekonomi yang telah lama digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makroekonomi, indikator ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Tampaknya pendapatan per kapita telah menjadi indikator makroekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun memiliki beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan nasional,
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
23
selama ini, telah dijadikan tujuan pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Seolah-olah ada asumsi bahwa kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara otomatis ditunjukkan oleh adanya peningkatan pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi). Walaupun demikian, beberapa ahli menganggap penggunaan indikator ini mengabaikan pola distribusi pendapatan nasional. Indikator ini tidak mengukur distribusi pendapatan dan pemerataan kesejahteraan, termasuk pemerataan akses terhadap sumber daya ekonomi.
2.3. Disparitas Pendapatan
Aspek "keadilan dan pemerataan" dapat ditinjau berdasarkan hubungan interpersonal, tetapi juga dapat ditinjau menurut antar daerah. Secara interpersonal, menunjukkan apakah pendapatan antar individu atau kelompok anggota masyarakat sudah adil dan merata. Sementara itu antar daerah menunjukkan pemerataan yang terjadi baik antar daerah, antar propinsi maupun antar kabupaten/ kota. Pengertian tentang ketimpangan (disparitas) ekonomi banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi antara lain menurut Debraj Ray bahwa : "Ketimpangan ekonomi merupakan dasar dari disparitas individu yang membolehkan memiliki sesuatu barang, benda (material) pada saat individu-individu yang lain memilih sesuatu yang persis sama." Disparitas pendapatan dan kekayaan seseorang dalam banyak situasi berhubungan dengan isu-isu pendapatan dan kebebasan politik. Pendapat lain menyatakan bahwa ketimpangan ekonomi tidak hanya dalam bentuk perbedaan pendapatan dan kekayaan orang per orang, tetapi dapat berupa kesenjangan ekonomi atau pendapatan antar daerah kabupaten/ kota, provinsi dan negara. Perbedaan atau ketimpangan terjadi akibat adanya distribusi pendapatan yang tidak merata dan terkonsentrasi pada wilayah/ daerah tertentu saja. Hischman dengan tegas menyatakan bahwa pembangunan ekonomi dipandang secara geografis keadaannya tidak merata di semua daerah, sedangkan
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
24
daerah lainnya tetap dalam keadaan terbelakang. Kondisi ini oleh Hischman disebut dengan istilah "tricking down effects" dan "polarization effects". Raksaka Mahi dalam analisis Prospek Desentralisasi di Indonesia Ditinjau dari Segi Pemerataan Antar Daerah dan Peningkatan Efisiensi", Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS), terlihat bahwa kesenjangan antar daerah terlihat makin memburuk, baik ditinjau dari berbagai indikator seperti pendapatan perkapita antar daerah, konsumsi per kapita antar daerah, maupun banyaknya penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Distribusi
pendapatan
menguraikan
bagaimana
tingkat
pendapatan
masyarakat pada suatu negara ditinjau dari tiga segi, yaitu a) Pembagian pendapatan antar golongan pendapatan (Size distribution of income) atau ketimpangan pendapatan secara relatif; b) Pembagian pendapatan antar daerah perkotaan dan pedesaan (Urban rural income disparities) dan c) Pembagian pendapatan antar daerah (regional income disparities).
Ukuran distribusi pendapatan menurut Todaro terdiri dari dua ukuran pokok, yaitu: 1.
Distribusi pendapatan "perorangan" atau ”ukuran”. Pendekatan ini dengan membagi penduduk menjadi 5 atau 10 kelompok sesuai dengan tingkat pendapatan mereka, kemudian menetapkan proporsi yang diterimanya untuk masing-masing kelompok dari pendapatan nasional.
2.
Distribusi pendapatan "fungsional" atau "faktor". Adalah persentase dari penghasilan tenaga kerja keseluruhan bukan sebagai badan usaha dan membandingkan dengan persentase total pendapatan yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga dan keuntungan atau dengan kata lain perolehan dari tanah, uang dan modal fisik. Sedangkan Sjafrizal (1997) memperlihatkan ketimpangan ekonomi antar
propinsi di wilayah Indonesia bagian Barat (IBB) ternyata lebih rendah dibandingkan ketimpangan rata-rata Indonesia, yaitu 0,179 - 0,392. Studi lain Brodjonegoro (1999) dan Mahi (2000) dengan menggunakan PDRB harga konstan 1993, menunjukkan bahwa Indeks Williamson 1995 tercatat sebesar
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
25
0.716, di tahun 1996 sebesar 0.703, dan memburuk lagi pada tahun 1997 sebesar 0.713. Jadi pada prinsipnya distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Salah satu kriteria atau tolak ukur untuk menilai tingkat distribusi yang dimaksud adalah Indeks Williamson. Indeks Williamson (1965) digunakan untuk mengukur tingkat disparitas pendapatan regional di notasikan dengan Vw (nilai Indeks Williamson). Nilai Indeks Williamson ini diperoleh dari dari nilai perbedaan tingkat pendapatan per kapita masing-masing daerah. Secara umum, Indeks Williamson
lebih menggambarkan kesenjangan yang terjadi akibat
perumbuhan Produk Domestic Regional Brutto (PDRB) dan penduduk pada masing-masing daerah yang berbeda. Semakin tinggi angkanya berarti tingkat disparitas pendapatan regional yang terjadi semakin besar sebaliknya semakin rendah nilai Indeks Williamson berarti tingkat disparitas pendapatan regional yang terjadi semakin kecil. Secara formula, Indeks Williamson dapat dituliskan sebagai berikut:
Σ [Yi - Y) 2 fi ] n , 0 < Vw < 1 Vw = Y
di mana : Vw
= Indeks Williamson
Yi
= pendapatan regional per kapita kabupaten/kota ke-i
Y
= pendapatan regional per kapita se provinsi
fi
= jumlah penduduk di kabupaten/kota ke-i
n
= jumlah penduduk se provinsi
Vw
= 0 artinya merata sempurna
Vw
= 1 artinya ketimpangan sempurna
Ini berarti bahwa pada dasarnya indeks Williamson merupakan koefisien persebaran (coefficient of variation) dari rata-rata nilai sebaran dihitung berdasarkan estimasi dari
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
26
nilai-nilai PDRB dan penduduk daerah-daerah yang berada pada lingkup wilayah yang dikaji dan dianalisis.
Klassen (1965) dengan Typologi Klassen, juga menjelaskan masalah ketimpangan secara deskriptif. Metode ini mengelompokkan propinsi-propinsi berdasarkan tingkat PDRB per kapita dan pertumbuhan PDRB nya dibandingkan dengan rata-rata nasional sehingga diperoleh empat kategori propinsi yaitu pendapatan tinggi – pertumbuhan tinggi, pendapatan rendah – pertumbuhan tinggi, pendapatan tinggi – pertumbuhan rendah, dan pendapatan rendah – pertumbuhan rendah. Pindyck dan Rubinfeld (1991) menyimpulkan bahwa adanya transfer mempengaruhi kebutuhan pengeluaran daerah, sehingga sangat berpengaruh terhadap maju mundurnya pembangunan daerah, yang berarti berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan daerah. Dalam kaitannya dengan pertumbuhan dan pemerataan, Suparmoko (2000) menyebutkan bahwa terdapat koefisien yang negatif dan berarti (signifikan) antara pendapatan per kapita dan bantuan pemerintah pusat, yang artinya semakin rendah pendapatan regional per kapita sebaiknya memperbesar bantuan pemerintah pusat dan sebaliknya. Banyaknya pengeluaran-pengeluaran pemerintah pusat di daerah, termasuk investasi langsung dari pusat dan pengeluaran transfer cenderung menolong kesenjangan regional dalam tingkat pendapatan, yang secara tidak langsung mengurangi derajat kemiskinan di daerah yang pendapatannya rendah.
2.4. Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh T. Zhang dan H. Zou dengan judul "Fiscal Decentralization,
Public
Spending,
and
Economic
Growth
in
China"
menggunakan panel data yang periodenya dimulai pada akhir tahun 1970-an saat pertumbuhan ekonomi sedang tinggi. Pada periode tersebut pemerintahan pada tingkat yang lebih tinggi wajib menyediakan investasi publik yang menyebabkan eksternalitas yang besar pada tahap awal pembangunan ekonomi.
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
27
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal mengurangi pertumbuhan ekonomi propinsi di China sejak diberlakukannya reformasi fiskal pada tahun 1980-an dimana anggaran pengeluaran di masingmasing propinsi ternyata tidak meningkatkan pertumbuhan ekonomi seperti yang diperkirakan. Sedangkan dalam jurnal "Fiscal Decentralization and Economic Growth in China" yang ditulis oleh Justin Yifu Lin dan Zhiqiang Liu, meneliti hubungan antara pertumbuhan ekonomi di China dengan reformasi fiskal melalui desentralisasi fiskal. Dimana desentralisasi fiskal ini merupakan pergeseran kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemda yang akan meningkatkan efisiensi ekonomi. Penelitian ini menggunakan panel data 28 propinsi di China periode 1970-1993 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi regional China yang diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan GDP perkapita dipengaruhi oleh Fiscal Decentralization (FD), Household Responsibility System (HRS), Fiscal Capacity (FisCap), Rural Population (POPSHR), Total Population (TPOP), Relative Price of Farm Product to Non Farm Product (FPMP), Share of NonState Owner Enterpise's Output to Total Industrial Output (NSOESH), Growth Rate of Per-capita Fixed Asset Investment (GI), dan The Avarage of Retention Rate of Locally Collected Budgetary Revenue (FDAVG). Dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Cina semuanya berpengaruh positif kecuali variabel fiscal capacity dan Total Population yang berpengaruh negatif. Desentralisasi fiskal dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena pemberian wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dapat meningkatkan efisiensi ekonomi terutama dalam alokasi sumber daya dengan kota lain, dimana pemerintah daerah mempunyai posisi lebih baik untuk menyediakan berbagai barang dan jasa publik yang mendekati kebutuhan daerah. Sehingga reformasi daerah melalui desentralisasi fiskal, reformasi sektor non pemerintah dan akumulasi modal yang sejalan dengan reformasi fiskal menjadi kunci keberhasilan pertumbuhan ekonomi China yang pesat selama 20 tahun terakhir.
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
28
Penelitian Fiscal Decentralization Contributes to Economic Growth: Evidence from State-Level Cross-Section Data For The United States dilakukan oleh Nobuo Akai dan Masayo Sakata memperlihatkan bahwa desentralisasi fiskal mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Dengan metode cross-section maka terdapat 50 observasi (rata-rata tahun 1992-1994 untuk time series dan 50 negara bagian di Amerika Serikat). Model empiris yang digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi adalah: GSPi = α 0 + α1 Decentralization, + Xi β + δ i i = 1, …., 50 ……………………………….(2, 1) dimana i adalah negara bagian,
GSPi menunjukkan rata-rata pertumbuhan
tahunan dari Groos State Product dari tahun 1992-1996, Decentralization memperlihatkan indikator desentralisasi fiskal pada negara bagian i, dan Xi adalah variabel kontrol. Penelitian empiris diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan data-data yang sudah ada
memperlihatkan
desentralisasi
fiskal
memiliki
kontribusi
terhadap
pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menemukan bahwa desentralisasi fiskal memainkan peranan utama dalam pertumbuhan ekonomi. Seperti yang diharapkan, hasilnya juga mengindikasikan bahwa ada faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Studi empirik tentang dampak desentralisasi fiskal di Indonesia sudah cukup banyak dilakukan. Bambang P.S Brodjonegoro, 2001 menulis dalam jurnal yang berjudul The Impact of Fiscal Decentralization Process to Indonesian Regional Economies: A Simultaneous Econometrics Approach.
Penelitian
ini
dilakukan dengan menggunakan model makro ekonometrik simultan untuk melihat dampak desentralisasi fiskal terhadap perekonomian Indonesia. Hasil studi menunjukkan bahwa dengan skema DAU, DBHSDA, dan Dana Bagi Hasil Pajak Penghasilan (DBHPPh) menyebabkan disparitas ekonomi antar daerah akan semakin meningkat, yang ditunjukkan oleh meningkatnya angka indeks Williamson. Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi daerah, dengan skema yang sama menghasilkan tingkat pertumbuhan yang berbeda-beda antar daerah, daerah
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
29
yang kaya SDA dan menerima DAU tinggi menunjukkan tingkat pertumbuhan yang tinggi, demikian sebaliknya. Penelitian yang tertuang dalam jurnal berjudul Fiscal Decentralization : It's Impact on Cities Growth ditulis oleh B. Raksaka Mahi, 2001 menggunakan makro ekonometrik regional untuk : (1) Mengevaluasi transfer antar pemerintah dan dampaknya terhadap penerimaan kota madya dan (2) Mengelaborasi implikasi dari adanya transfer ke pertumbuhan kota madya dan disparitas antar daerah di Indonesia. Studi
tersebut
menghasilkan
kesimpulan
bahwa
:
(a)
Kebijakan
desentralisasi fiskal di Indonesia sangat penting untuk pembuatan kebijakan di daerah, hampir semua instrumen standar untuk desentralisasi fiskal digunakan oleh pemerintah. (b) Kebijakan DBH SDA tidak hanya berpotensi untuk mengurangi tingkat pertumbuhan, tetapi juga meningkatkan disparitas antar daerah. (c) DBHPPh akan menurunkan pertumbuhan. (d) DAU lebih menjanjikan terhadap pertumbuhan dibanding yang lain, walaupun kebijakan DAU ternyata tidak mendukung pemerataan antar daerah. dan (e) Kombinasi kebijakan yang ada di Indonesia menjanjikan akan adanya pertumbuhan, tetapi masih tidak bisa mengurangi terjadinya disparitas antar daerah. Penelitian
dengan
judul
Dampak
Dana
Perimbangan
terhadap
Perekonomian Daerah dan Pemerataan Antar Wilayah yang dilakukan oleh Riyanto dan Hermanto Siregar, bertujuan untuk menganalisis dampak penerapan kebijakan fiskal, terutama dampak dana perimbangan yang berasal dari bagi hasil (Pajak dan Sumber Daya Alam) dan DAU, terhadap perekonomian daerah dan pemerataan pembangunan antardaerah. Penelitian dilakukan dengan membangun model ekonometrika yang menangkap hubungan antara blok perekonomian daerah dengan blok keuangan daerah. Blok perekonomian daerah terdiri dari lima variabel endogen atau lima persamaan, yaitu konsumsi privat, pengeluaran pemerintah, investasi swasta, ekspor netto, dan PDRB atau permintaan agregat daerah yang bersangkutan. Blok keuangan daerah terdiri atas empat variabel endogen atau empat persamaan, yaitu pendapatan asli daerah (PAD), pajak, pengeluaran pembangunan, dan pengeluaran rutin. Adapun variabel eksogen untuk kedua blok tersebut adalah dana
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
30
perimbangan, kualitas SDM, bribery cost, crisis, dan variabel-variabel lain yang relevan menurut kerangka teori ekonomi makro. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa a) tidak berbeda dengan kondisi sebelum desentralisasi fiskal, porsi dana perimbangan rata-rata mencapai sekitar 80 persen dari penerimaan daerah. Jadi Dana perimbangan masih merupakan sumber utama penerimaan daerah, b) setelah desentralisasi fiskal dampak dana perimbangan cukup signifikan meningkatkan anggaran pemerintah daerah (APBD), tetapi tidak berdampak secara signifikan terhadap perekonomian daerah.
Hal ini disebabkan oleh belanja rutin yang masih dominan dalam
komponen APBD, kemungkinan terjadinya birokrasi yang tidak efisien, dan proses perencanaan pembangunan di daerah yang kurang baik, c) dengan menggunakan analisis kondisi nil dan simulasi model ekonometrika untuk analisis dampak pemerataan, dapat disimpulkan bahwa dampak dana perimbangan belum mencapai kondisi pemerataan pembangunan wilayah walau secara fiskal terjadi pemerataan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Hal ini disebabkan karena dana perimbangan tersebut belum secara signifikan memperbaiki kesenjangan pendapatan (PDRB) antar daerah, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
31
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir PENGARUH DANA PERIMBANGAN TERHADAP PENDAPATAN PERKAPITA DAN DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Latar Belakang
Kebutuhan dana yang cukup besar di daerah di era otonomi/desentralisasi Penerimaan Daerah sebagian besar berasal dari Dana perimbangan DBH SDA di Prov. Kalimantan Selatan yang terbesar adalah yang bersumber dari DBH Pertambangan Umum (PU). Kegiatan Pertambangan Umum tidak memberikan dampak yang nyata pada tingkat kesejahteraan masyarakat (beberapa artikel)
Penelitian akan pengaruh dana perimbangan terhadap pendapatan perkapita dan disparitas pendapatan antar Kabupaten/Kota
T ujuan
•Mengetahui pengaruh Dana Perimbangan dan DBH SDA Pertambangan Umum terhadap pendapatan perkapita kabupaten/kota di provinsi Kalsel •Mengetahui disparitas pendapatan dilihat dari indikator Dana Perimbangan (DAU, DAK dan DBH) antar kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Selatan
Hipotesa
•Dana Perimbangan yang berasal dari DBH, DAU , DAK dan DBH SDA Pertambangan Umum berpengaruh positif terhadap pendapatan per kapita kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan •T erdapat disparitas pendapatan antar Kabupaten/Kota di provinsi Kalimantan Selatan dilihat dari indikator Dana Perimbangan (DAU, DAK dan DBH)
Pembuktian Hipotesa
•Analisis model : Estimasi Data Panel •Perhitungan Indeks Williamson untuk tingkat disparitas pendapatan
Data Pendapatan Perkapita (Variabel Dependen)
Model : •Variabel Independen (DAU, DAK, DBH, DBH PU) •Variabel kontrol (PAD, Populasi) Indeks Williamson (Indikator : PDRB, DBH, DAU, DAK, DBH PU)
Hasil penelitian dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
31
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
32
3.2. Spesifikasi Model Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrik yang dianalisa dengan menggunakan metode Data Panel. Model dikembangkan mengikuti model pertumbuhan Keynes yang mengacu pada fungsi produksi dimana secara sederhana dimana pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh jumlah modal (K) dan jumlah tenaga kerja (L) yang tersedia dalam perekonomian. Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi dalam model ini digunakan PDRB per kapita. K adalah kapital stok daerah yang diproksi dengan akumulasi investasi daerah yang berasal dari pemerintah. Sumber-sumber pembiayaan investasi yang berasal dari pemerintah dan tertuang dalam APBD meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dana perimbangan (DAU, DAK, DBH). PAD merupakan sumber pembiayaan investasi yang berasal dari pemerintah daerah yang bersangkutan dan dana perimbangan merupakan sumber pembiayaan investasi yang berasal dari pemerintah Pusat. L adalah tenaga kerja yang dinyatakan dalam jumlah penduduk (Populasi). Secara sederhana, produk domestik regional
bruto per kapita (Y),
merupakan fungsi dari jumlah modal (K) dan jumlah tenaga kerja (L) yang tersedia dalam perekonomian. Atau dalam sebuah persamaan dapat ditulis Y = f (K,L).
Dengan
kata
lain
variabel-variabel
ekonomi
yang
berpotensi
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah akumulasi modal (K) dan tenaga kerja (L). Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Nobuo Akai dan Masayo Sakata, memperlihatkan
bahwa
desentralisasi
fiskal
mempengaruhi
pertumbuhan
ekonomi. Dengan metode cross-section maka terdapat 50 observasi (rata-rata tahun 1992-1994 untuk time series dan 50 negara bagian di Amerika Serikat). Model empiris yang digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi adalah: GSPi = α 0 + α 1 Decentralization, + Xi β + δ i i = 1, …., 50 dimana i adalah negara bagian,
GSPi menunjukkan rata-rata pertumbuhan
tahunan dari Groos State Product dari tahun 1992-1996, Decentralization Universitas Indonesia
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
33
memperlihatkan indikator desentralisasi fiskal pada negara bagian i, dan Xi adalah variabel kontrol. Mengacu pada teori pertumbuhan Keynes dan penelitian Nobuo Akai dan Masayo Sakata, penulis menuliskan fungsi dan model dalam penelitian ini sebagai berikut : a.
Spesifikasi fungsi pengaruh DBH, DAU, DAK terhadap Pendapatan per kapita ditulis dengan fungsi sebagai berikut: PDRBKapt
= f(DBHt, DAUt, DAKt,)
dimana: PDRBKapt
= PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan
Selatan dari
tahun 2001 – 2008;
DBHt
= Dana Bagi Hasil Kabupaten/kota dari tahun 2001-2008;
DAUt
= Dana Alokasi Umum 2001 – 2008;
DAKt
= Dana Alokasi Khusus 2001 – 2008;
Sehingga model dalam penelitian dapat dituliskan:
ln(PDRBKapit) = α 0 + α1 ln(DBHit) + α2 ln(DAUit) + α3 ln(DAKit) + εit Dimana: PDRBKapt
= PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan
Selatan dari tahun 2001 – 2008; DBHt
= Dana Bagi Hasil Kabupaten/kota dari tahun 2001-2008;
DAUt
= Dana Alokasi Umum 2001 – 2008;
DAKt
= Dana Alokasi Khusus 2001 – 2008;
εit
= error
α0
= intercept
α1, α2, α3
= besarnya konstanta variabel
i
= jumlah unit cross section
t
= jumlah periode waktu
Universitas Indonesia
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
34
b.
Spesifikasi fungsi pengaruh DBH Pertambangan Umum, DAU, DAK, ditambah PAD dan Populasi Penduduk (sebagai variable kontrol) terhadap Pendapatan per kapita ditulis dengan fungsi sebagai berikut: PDRBKapt
= f(DBH_PUt, DAUt, DAKt, PADt, POPt)
dimana: PDRBKapt
= PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan
Selatan dari
tahun 2001 – 2008;
DBH_PUt
= Dana Bagi Hasil Pertambangan Umum Kabupaten/kota
dari tahun 2001-2008; DAUt
= Dana Alokasi Umum 2001 – 2008;
DAKt
= Dana Alokasi Khusus 2001 – 2008;
PADt
= Pendapatan Asli Daerah 2001 – 2008
Sehingga model dalam penelitian dapat dituliskan:
ln(PDRBKapit) = α 0 + α1 ln(DBH_PUit) + α2 ln(DAUit) + α3 ln(DAKit) + α4 ln(PADit) + α5 ln(POPit) + εit Dimana: PDRBKapt
= PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan
Selatan dari tahun 2001 – 2008; DBH_PUt
= Dana Bagi Hasil Pertambangan Umum Kabupaten/kota
dari tahun 2001-2008; DAUt
= Dana Alokasi Umum 2001 – 2008;
DAKt
= Dana Alokasi Khusus 2001 – 2008;
PADt
= Pendapatan Asli Daerah 2001 – 2008;
POPt
= Jumlah Penduduk 2001 – 2008;
εit
= error
α0
= intercept
α1, α2, α3
= besarnya konstanta variabel Universitas Indonesia
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
35
3.3
i
= jumlah unit cross section
t
= jumlah periode waktu
Indeks Williamson Untuk mengetahui pengaruh alokasi Dana Alokasi Umum (DAK), Dana
Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil Pertambangan Umum terhadap tingkat ketimpangan (disparitas) masyarakat di Kalimantan Selatan menggunakan Indeks Williamson (Vw). Perhitungan Indeks Williamson dapat dituliskan menjadi: Σ [Yi - Y) 2 fi ] n , 0 < Vw < 1 Vw = Y Vw = 0 artinya merata sempurna Vw = 1 artinya ketimpangan sempurna Dimana: Vw = Indeks Williamson Yi = pendapatan regional per kapita kabupaten/kota ke-i Y = pendapatan regional per kapita Provinsi Kalimantan Selatan fi = penduduk kabupaten/kota ke-i n = penduduk Provinsi Kalimantan Selatan
3.4
Metode Estimasi Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif dan inferensial. Analisis
deskriptif adalah analisis berdasarkan data dalam tabel dari indikator perekonomian daerah seperti pertumbuhan ekonomi, DAU, DAK, DBH, DBH Pertambangan Umum, PAD serta variable kontrol lainnya. Sedangkan analisis inferensial yang digunakan adalah metode data panel. Universitas Indonesia
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
36
Sedangkani metode yang digunakan dalam analisis regresi adalah Estimasi Data Panel. Data Panel merupakan sekumpulan data yang disusun berdasarkan sampel individual sepanjang waktu tertentu, dan kemudian ditujukan untuk multi observasi bagi individu yang ada dalam sampel tersebut (Ahmad, 2009). Beberapa keunggulan menggunakan Data Panel (Baltagi, 2001 dan Hsiao,1995) yakni: 1. memiliki kemampuan untuk mengendalikan heterogenistas dari individu 2. memberikan lebih banyak informasi, variasi, mengurangi kolinearitas antar variabel penjelas, dan lebih efisien. Cara pemilihan model dilakukan dengan beberapa pendekatan dalam pengolahan data, yakni pendekatan pooled effect, fixed effect, dan random effect. 4. 3.5
Sumber Data Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui data sekunder dengan jenis
data time series dan cross section. Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini
berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Keuangan,
Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral, Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan dan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Dalam penelitian kali ini, data yang dipergunakan adalah data tahunan, dengan periode observasi tahun 2001 sampai dengan tahun 2008. Data observasi dilakukan pada 11 kabupaten yang terdiri Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kota Baru, Kabupaten Banjar, Kabupaten Kota Kuala, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar Baru. Penelitian dilakukan pada 11 kabupaten dengan pertimbangan kelengkapan data mulai dari tahun 2001 sampai tahun 2008 dan data kabupaten didasarkan pada kabupaten yang terbentuk sebelum terjadinya pemekaran wilayah Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian disesuaikan dengan variabel bebas dan variabel terikat. Definisi dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut : Universitas Indonesia
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
37
1. Variabel terikat (dependen) terdiri atas pendapatan per kapita. Variabel PDRB per kapita di 11 kabupaten di Kalimantan Selatan dengan satuan ukuran adalah rupiah. 2. Variabel bebas (independen) terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), DBH Pertambangan Umum, Dana Alokasi Umum (DAK) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan satuan ukuran adalah rupiah. Penjelasan dari masing-masing variabel dapat diuraikan sebagai berikut: A. Pendapatan per kapita Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah penjumlahan hasil kegiatan ekonomi di suatu daerah selama satu tahun. Pendapatan perkapita didefinisikan sebagai total pendapatan dibagi dengan jumlah populasi. Dalam penelitian ini pendapatan per kapita diukur berdasarkan jumlah pendapatan daerah kabupaten/kota
(PDRB)
dibagi
dengan
jumlah
penduduk
daerah
Kabupaten/Kota dan merupakan proksi data pertumbuhan ekonomi yang bisa dipakai untuk melihat tingkat kesejahteraan penduduk suatu daerah. B. Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH terdiri dari pajak bumi bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), PPh perorangan, dan penerimaan dari sumber daya alam yang berasal dari minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, panas bumi, kehutanan dan perikanan. C. Dana Bagi Hasil (DBH) Pertambangan Umum Dana Bagi Hasil (DBH) Pertambangan Umum adalah dana bagi hasil kepada pemerintah daerah yang bersumber dari sumber daya alam pertambangan umum. Dana Bagi hasil pertambangan umum menjadi fokus penelitian karena perbedaan alokasi dana bagi hasil tersebut tiap daerahnya. D. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan Universitas Indonesia
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
38
antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Menurut Mudrajat Kuncoro, DAU merupakan block grant yang diberikan kepada semua kabupaten/kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak daripada daerah kaya. Dengan kata lain, tujuan penting alokasi DAU adalah dalam kerangka pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan publik antar pemda di Indonesia. UU No. 33 tahun 2004 menggariskan bahwa pemerintah pusat berkewajiban menyalurkan paling sedikit 26% dari penerimaan dalam negerinya dalam bentuk DAU. E. Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. F. Pendapatan Asli Daerah Pasal 4 UU No. 33 tahun 2004 menyebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil BUMD, pengelolaan kekayaan daerah dan lain lain pendapatan asli daerah yang sah. Secara umum hampir semua daerah kabupaten/kota mengalami peningkatan PAD.
3.6
Gambaran Ekonomi Daerah Provinsi Kalimantan Selatan
Berikut adalah gambaran pertumbuhan pendapatan per kapita provinsi Kalimantan Selatan tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 yang diukur dengan PDRB per kapita. Universitas Indonesia
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
39
Grafik 3.1 PDRB Per Kapita Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 (dalam Rupiah) Sumber : Data BPS diolah
Pendapatan per kapita penduduk daerah kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan memiliki kecenderungan meningkat, dan peningkatan itu lebih tinggi jika dihat dari PDRB per kapita yang memasukkan sektor Pertambangan di dalam perhitungannya dibanding PDRB per kapita yang tidak memasukkan sektor pertambangan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan memiliki kontribusi yang positif terhadap pendapatan per kapita. Dalam sektor pertambangan ini terdapat PNBP yang didalamnya terdapat dana bagi hasil yang di transfer ke daerah berdasarkan prosentase tertentu. Dana bagi hasil ini di gunakan Pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan pemerintah Kabupaten/Kota. PAD Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan masih sangat kecil bila dibandingkan dengan kontribusi dana perimbangan. Sementara tuntutan peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan yang dilimpahkan ke pemerintah daerah disertai pengalihan personil, pembiayaan dan dokumentasi ke daerah. Meskipun Daerah menerima dana perimbangan dari pemerintah pusat, namun daerah tetap harus lebih kreatif meningkatkan PAD-nya dalam rangka meningkatkan akuntabilitas dan keleluasaan dalam pembelanjaan APBD. Sumber-sumber penerimaan daerah harus digali secara maksimal, namun harus tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Universitas Indonesia
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
40
Grafik 3.2 PAD Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2001 sanpai dengan tahun 2008 (dalam juta rupiah) Grafik 3.2 di atas menunjukkan bahwa secara nominal jumlah PAD pada periode 2001 sampai dengan tahun 2008 mengalami peningkatan, kecuali di tahun 2008 mengalami sedikit penurunan. Pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 PAD mengalami peningkatan, namun peningkatan yang tinggi terjadi pada tahun 2005 s.d 2007. Rata-rata jumlah PAD kabupaten/kota tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 sebesar Rp130.770,37 juta dan rata-rata jumlah PAD kabupaten/kota tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 sebesar Rp339.915,25 juta. Hal ini menunjukkan pemerintah daerah sudah mulai mampu menggali potensi-potensi pendapatan asli daerahnya. Peningkatan jumlah nominal PAD ini merupakan hasil dari diberikannya keleluasaan kepada pemerintah daerah melalui pajak, retribusi daerah maupun sumbangan lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan dalam bentuk DAU, DAK dan DBH. Tabel 3.1 memperlihatkan bahwa dana perimbangan meningkat dari tahun ke tahun.
Universitas Indonesia
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
41
Tabel 3.1 Perbandingan DAU, DAK, DBH Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan periode Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 (dalam juta Rupiah) Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata‐rata
DAU 1.014.298 1.303.672 1.503.020 1.444.375 1.741.058 2.981.657 3.312.136 3.647.160 2.118.422
DAK 37.179 4.913 93.082 89.081 171.612 329.323 423.994 526.947 209.516
DBH 275.661 315.926 326.601 371.514 689.535 798.738 616.138 1.178.036 571.519
Sumber : DJPK, Kementerian Keuangan
DAU, DAK maupun DBH mengalami peningkatan jumlah pada periode 2001 s.d 2008, namun nilai DAK masih sangat kecil dibanding dengan dengan nilai DAU dan DBH di dalam dana perimbangan. Pemerintah menetapkan bidang penerima DAK sesuai dengan prioritas nasional yang ditentukan untuk tahun yang bersangkutan. Perubahan terhadap prioritas pembangunan akan mencerminkan perubahan pada bidang-bidang kemana DAK disalurkan. Dana Bagi Hasil Pertambangan Umum (DBH PU) merupakan dana bagi hasil yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam sektor pertambangan umum, yaitu batubara, logam dan mineral. 80 persen dari realisasi PNBP tersebut merupakan DBH PU pemerintah daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Namun PNBP SDA PU yang besar tidak secara otomatis meningkatkan DBH PU nya. Diperlukan upaya dari Pemerintah Daerah (terutama Pemerintah daerah penghasil) agar PNBP SDA PU menjadi DBH PU daerah penghasilnya. Upaya
tersebut
antara
lain
melakukan
pencatatan,
pengadministrasian,
pengawasan dan pengelolaan terhadap PNBP SDA PU secara tertib. Karena penerimaan sektor pertambangan ini merupakan PNBP yang dikelola Pemerintah Pusat maka dibutuhkan koordinasi antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat sesuai PP no. 55 tahun 2005, agar Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat melakukan rekonsiliasi nilai PNBP SDA. Hal ini dimaksudkan agar DBH PU Universitas Indonesia
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
42
yang berasal dari PNBP SDA PU ini tepat nilai, tepat daerah penghasilnya dan tepat waktu dalam pelaksanaan penyalurannya ke Pemerintah daerah. Dengan demikian besarnya realisasi PNBP SDA PU akan mempengaruhi besarnya nilai DBH Pertambangan Umum yang ditransfer ke daerah dan sangat tergantung pada upaya Pemerintah Daerah itu sendiri. Besarnya DBH PU pada tiap-tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan mendorong terjadinya ketimpangan atau disparitas pendapatan antar daerah di provinsi Kalimantan Selatan. Secara Nasional realisasi PNBP SDA PU juga mengalami peningkatan tiap tahunnya yaitu pada tahun 2006 sebesar Rp6.448,14 milyar, tahun 2007 sebesar Rp6.466,86 milyar,
tahun 2008 meningkat tajam yaitu sebesar Rp12.575,20
milyar dan di tahun 2010 ini diperkirakan sebesar Rp16 triliun. Namun tidak semua PNBP SDA PU tersebut berhasil disalurkan ke daerah, dikarenakan tidak semua setoran PNBP berhasil teridentifikasi daerah penghasilnya. Koordinasi Pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat untuk mengidentifikasi setoran PNBP dalam rangka upaya optimalisasi DBH PU sangat diperlukan. Provinsi Kalimantan Selatan merupakan tiga provinsi penerima DBH PU terbesar. Jumlah nilai DBH PU yang diterima di tiap Kabupaten/Kota tidak sama dimana Kabupaten/Kota yang menjadi daerah penghasil atau di wilayahnya terdapat kegiatan pertambangan akan mendapatkan DBH PU lebih besar daripada Kabupaten/Kota yang bukan merupakan daerah penghasil. Berikut adalah prosentase DBH PU di tiap kabupaten/kota di Kalimantan Selatan.
Universitas Indonesia
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
43
Tabel 3.2 Prosentase persebaran penerimaan DBH PU di Kalimantan Selatan Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 (dalam persen) Kabupaten/Kota
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Kota Baru
21,38
20,39
13,73 25,77
23,60
20,21
17,56
19,60
Tanah Laut
15,93
18,47
7,83 15,69
19,73
18,34
13,74
10,67
Hulu Sungai Utara
12,93
12,34
24,88
5,05
5,05
5,46
5,60
5,28
Tabalong
12,40
12,04
24,85 12,05
11,34
12,43
16,97
13,38
Banjar
7,04
6,64
6,75
8,08
8,06
9,21
11,45
16,36
Barito Kuala
4,94
4,88
3,37
5,05
5,05
5,17
5,39
5,29
Tapin Hulu Sungai Selatan Hulu Sungai Tengah
5,50
5,53
5,00
7,52
6,02
7,23
7,21
7,70
5,04
5,00
3,40
5,52
5,78
5,84
5,63
5,62
4,94
4,89
3,39
5,13
5,05
5,24
5,41
5,29
Banjarmasin
4,94
4,88
3,37
5,05
5,05
5,17
5,39
5,28
Banjar Baru
4,95
4,94
3,42
5,08
5,29
5,69
5,65
5,51
Tanah Bumbu
10,66
13,15
14,34
14,22
Balangan
11,25
12,10 16,73
13,33
Total
100
100
100
100
100
100
100
100
Sumber : DJPK, Kementerian Keuangan (data diolah peneliti)
Dari tabel 3.2 di atas, Kabupaten Kota Baru, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tabalong merupakan penerima DBH PU terbesar di Provinsi Kalimantan Selatan. Namun pada periode tahun 2004 sampai dengan tahun
2008, Kabupaten Hulu Sungai Utara mengalami
penurunan jumlah DBH PU yang signifikan, karena di tahun 2004 terjadi pemekaran wilayah kabupaten Balangan dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Hulu Sungai Utara. Pemekaran wilayah ini menyebabkan DBH PU yang semula hanya untuk Kabupaten Hulu Sungai Utara, terbagi untuk Kabupaten Balangan juga. Dan kurang lebih 70% wilayah kegiatan tambang yang semula di Kabupaten Hulu Sungai Utara menjadi wilayah Kabupaten Balangan. Pemekaran Universitas Indonesia
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
44
wilayah juga terjadi di Kabupaten Kota Baru yaitu dengan terbentuknya Kabupaten Tanah Bumbu. Namun pembentukan kabupaten baru ini tidak menyebabkan DBH PU kabupaten Kota Baru menurun, hal ini disebabkan karena sebagian besar kegiatan pertambangan tetap berada di wilayah Kabupaten Kota Baru, dan Kabupaten Tanah Bumbu juga mendapatkan DBHPU yang tinggi, karena pada saat setelah pemekaran banyak kegiatan tambang baru yang sudah mulai produksi, sehingga PNBP yang disetor oleh Pemegang Izin meningkat, yang pada akhirnya meningkatkan DBH Pertambangan Umumnya. Dalam era otonomi daerah dimana Izin Usaha Pertambangan dapat di keluarkan oleh Kabupaten/Kota, maka diperlukan pengelolaan dan pengawasan yang bagus, agar tidak terjadi lagi PETI (Pertambangan Tanpa Ijin) yang akhirnya hanya akan merugikan rakyat atau penambangan yang besar-besaran sehingga memperpendek umur tambang. Oleh karena DBH PU yang berasal dari kegiatan pertambangan memiliki umur tambang terbatas atau akan habis SDA nya, pemerintah Daerah sudah selayaknya mempersiapkan atau mulai menggali potensi lain di daerahnya
seperti menggali SDA Kehutanan, perikanan, bidang
perindustrian, PAD dan lain sebagainya. Di sisi lain, oleh karena potensi SDA Pertambangan Umum yang tidak sama di
tiap
kabupaten/kota
dalam
Provinsi
Kalimantan
Selatan,
dimana
Kabupaten/Kota yang memiliki potensi SDA pertambangan umum yang besar mendapatkan DBH PU yang lebih besar dibanding dengan Kabupaten/Kota yang tidak memiliki potensi SDA PU atau yang potensi SDA PU nya lebih kecil, mendorong terjadinya ketimpangan atau disparitas pendapatan antar daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan.
Universitas Indonesia
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
45
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1. Hasil Estimasi
Regresi pada pengaruh dana perimbangan terhadap pendapatan per kapita di provinsi Kalimantan Selatan yang dilakukan pada 11 kabupaten meliputi Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kota Baru, Kabupaten Banjar, Kabupaten Kota Kuala, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar Baru. Analisis model regresi ini mengemukakan model regresi dan diuji sesuai dengan persyaratan yang ditentukan untuk mendapatkan model yang terbaik sehingga mampu menjelaskan permasalahan yang hendak dijawab dan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam menjelaskan pengaruh DAU, DAK, DBH, DBH Pertambangan Umum terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan dilakukan pengujian model dengan metode estimasi data panel. Model yang dikembangkan adalah sebagai berikut:
1.
ln(PDRBKapit) = α 0 + α1 ln(DBHit) + α2 ln(DAUit) + α3 ln(DAKit) + εit
2.
ln(PDRBKapit) = α 0 + α1 ln(DBHPUit) + α2 ln(DAUit) + α3 ln(DAKit) + α4 ln(PADit)
+ α5 ln(POPit) + εit
Mengacu pada fungsi produksi, maka dalam model (2) peneliti menambahkan variabel kontrol PAD dan Populasi (Jumlah penduduk) ke dalam model, untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel kontrol terhadap pertumbuhan ekonomi.
45 Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
46
1.
Hasil Estimasi Model Pertumbuhan dengan Variable Bebas Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH) Karena data yang dianalisis merupakan data panel, maka harus ditentukan
metode pendekatan analisis. Pendekatan analisis panel data yang diuji adalah pendekatan pooled least square, pendekatan efek tetap (fixed effect) dan pendekatan efek acak (random effect) melalui uji Chow untuk memilih antara pendekatan pooled least square atau pendekatan efek tetap (fixed effect), dan uji Hausman untuk memilih antara pendekatan efek tetap (fixed effect) atau efek acak (random effect) sehingga mendapatkan pendekatan yang paling tepat terhadap model. Berdasarkan hasil dari uji Chow dan uji Hausman, maka model (1) di analisa dengan pendekatan efek acak (random effect). Model 1 :
ln(PDRBKapit) = α 0 + α1 ln(DBHit) + α2 ln(DAUit) + α3 ln(DAKit) + εit
Tabel 4.1. Hasil estimasi model (1)
Variabel
Koefisien
C
9,250916***
DBH
0.086115***
DAU
0.166470***
DAK
-0.004317
F-stat
0,000001
R2
0.313863
Adj R2
0.289358
Sumber : diolah dengan eviews ***Signifikan pada α 0,05 atau 5%
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
47
Variabel DBH menunjukkan arah hubungan yang positif dan dapat menjelaskan pertumbuhan ekonomi atau pendapatan per kapita. Hal ini berarti bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa dana perimbangan yang berasal dari DBH mempengaruhi pendapatan per kapita daerah di Provinsi Kalimantan Selatan dapat diterima. Hubungan ini mempunyai arti bahwa apabila DBH meningkat maka pertumbuhan PDRB per kapita juga akan meningkat. Begitu juga dengan variabel DAU menunjukkan arah hubungan yang positif dan dapat menjelaskan pertumbuhan ekonomi atau pendapatan per kapita. Hal ini berarti hipotesa yang menyatakan bahwa dana perimbangan yang berasal dari DAU mempengaruhi pendapatan per kapita daerah di Provinsi Kalimantan Selatan dapat diterima. Hubungan ini mempunyai arti bahwa apabila DAU meningkat maka pertumbuhan PDRB per kapita juga akan meningkat. Untuk variabel DAK menunjukkan arah hubungan yang negatif, namun demikian variabel ini tidak
signifikan. Dengan demikian hipotesa yang
menyatakan bahwa dana perimbangan yang berasal dari DAK mempengaruhi pendapatan per kapita daerah di Provinsi Kalimantan Selatan tidak dapat diambil kesimpulan. Hasil estimasi menunjukkan bahwa hanya terdapat 4 Kabupaten yang memiliki intercept positif. Hal ini menunjukkan bahwa empat Kabupaten ini mempunyai pertumbuhan PDRB per kapita terbesar di Provinsi Kalimantan Selatan dan nilai intercept terbesar adalah Kabupaten Kota Baru. Nilai intercept tersebut mempunyai arti bahwa manakala di Kabupaten/Kota tersebut tidak terdapat variabel DBH, DAU dan DAK, maka PDRB per kapita akan tetap meningkat sebesar nilai intercept-nya. Sementara Kabupaten/Kota
lainnya
memiliki intercept yang negatif. Nilai intercept negatif ini mempunyai arti bahwa manakala di Kabupaten/Kota tersebut tidak terdapat variabel DBH, DAU dan DAK, maka PDRB per kapita akan menurun.
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
48
Tabel 4.2. Nilai intercept Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan
Kabupaten/Kota
2.
Nilai intercept
Kab. Tanah Laut
0.128227
Kab. Kota Baru
0.695346
Kab. Banjar
-0.122955
Kab. Barito Kuala
0.277242
Kab. Tapin
-0.103178
Kab. Hulu Sungai Selatan
-0.255299
Kab. Hulu Sungai Tengah
-0.486195
Kab. Hulu Sungai Utara
-0.401178
Kab. Tabalong
0.372868
Kota Banjarmasin
-0.014667
Kota Banjar Baru
-0.090211
Hasil Estimasi Model Pertumbuhan dengan Variable Bebas Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBHPU) dan Variabel Kontrol PAD dan Populasi Penduduk Berdasarkan hasil dari uji Chow dan uji Hausman, maka model (2) di
analisa dengan pendekatan efek efek tetap (fixed effect). Model 2 :
ln(PDRBKapit) = α 0 + α1 ln(DBHPUit) + α2 ln(DAUit) + α3 ln(DAKit) + α4 ln(PADit)
+ α5 ln(POPit) + εit
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
49
Tabel 4.3. Hasil estimasi model (2)
Variabel
Koefisien
C
10.83372***
DBH PU
0.064616***
DAU
0.227450***
DAK
-0.002928
PAD
-0.059634
POP
-0.097707
F-stat
0.000000
2
R
0.902989
Adj R2
0.882779
Sumber : diolah dengan eviews ***Signifikan pada α 0,05 atau 5%
Variabel DBHPU menunjukkan arah hubungan yang positif dan dapat menjelaskan pertumbuhan ekonomi atau pendapatan per kapita. Hal ini berarti bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa dana perimbangan yang berasal dari DBHPU mempengaruhi pendapatan per kapita daerah di Provinsi Kalimantan Selatan dapat diterima. Hubungan ini mempunyai arti bahwa apabila DBHPU meningkat maka pertumbuhan PDRB per kapita juga akan meningkat. Dalam model (2) ini variabel DAU juga menunjukkan arah hubungan yang positif dan dapat menjelaskan pendapatan per kapita. Hal ini berarti hipotesa yang menyatakan bahwa dana perimbangan yang berasal dari DAU mempengaruhi pendapatan per kapita daerah di Provinsi Kalimantan Selatan dapat diterima. Hubungan ini mempunyai arti bahwa apabila DAU meningkat maka pertumbuhan PDRB per kapita juga akan meningkat. Untuk variabel DAK dalam model (2) ini tetap menunjukkan arah hubungan yang negatif, namun demikian variabel ini tidak signifikan. Dengan demikian hipotesa yang menyatakan bahwa dana perimbangan yang berasal dari DAK
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
50
mempengaruhi pendapatan per kapita daerah di Provinsi Kalimantan Selatan tidak dapat diambil kesimpulan. Variabel kontrol PAD dan Populasi menunjukkan arah hubungan yang negatif, namun variabel ini tidak signifikan, sehingga tidak dapat menjelaskan pertumbuhan ekonomi atau pendapatan per kapita . Hasil estimasi model (2) menunjukkan bahwa terdapat 5 Kabupaten yang memiliki intercept positif. Hal ini menunjukkan bahwa lima Kabupaten ini mempunyai pertumbuhan PDRB per kapita terbesar di Provinsi Kalimantan Selatan dan nilai intercept terbesar adalah Kabupaten Tabalong. Nilai intercept tersebut mempunyai arti bahwa manakala di Kabupaten/Kota tersebut tidak terdapat variabel DBHPU, DAU dan DAK, maka PDRB per kapita akan tetap meningkat sebesar nilai intercept-nya. Sementara Kabupaten/Kota
lainnya
memiliki intercept yang negatif. Nilai intercept negatif ini mempunyai arti bahwa manakala di Kabupaten/Kota tersebut tidak terdapat variabel DBHPU, DAU dan DAK, maka PDRB per kapita akan menurun. Tabel 4.4. Nilai intercept Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan
Kabupaten/Kota
Nilai intercept
Kab. Tanah Laut
0.120229
Kab. Kota Baru
0.777162
Kab. Banjar
-0.091468
Kab. Barito Kuala
0.247589
Kab. Tapin
-0.160363
Kab. Hulu Sungai Selatan
-0.322025
Kab. Hulu Sungai Tengah
-0.530113
Kab. Hulu Sungai Utara
-0.418040
Kab. Tabalong
0.391829
Kota Banjarmasin
0.144284
Kota Banjar Baru
-0.159084
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
51
4.2. Analisis Hasil
Berdasarkan hasil estimasi, diketahui bahwa dana perimbangan yang berasal dari DAU, DBH (pajak dan SDA) dan DBH Pertambangan Umum mempunyai hubungan yang positif terhadap pendapatan per kapita. Adanya hubungan yang positif ini, memberikan arti bahwa kerangka berpikir yang dibangun dalam studi ini sejalan dengan hasil studi empirik sebelumnya. Berarti pula studi ini memperkuat studi Fiscal Decentralization Contributes to Economic Growth: Evidence from State-Level Cross-Section Data For The United States yang dilakukan oleh Nobuo Akai dan Masayo Sakata (2002). DAU, DBH dan DBH PU terbukti mempunyai hubungan positif terhadap pendapatan per kapita. Dari nilai koefisien DAU yang di dapat, jika perubahan DAU naik sebesar 1%, maka pendapatan per kapita daerah akan meningkat sebesar 0.166%. Nilai ini menunjukkan bahwa DAU memiliki peran yang sangat besar dalam mendorong pertumbuhan pendapatan per kapita daerah. Jika perubahan DBH naik sebesar 1% maka pendapatan per kapita daerah akan meningkat sebesar 0.086%. Sedangkan jika perubahan DBH Pertambangan Umum naik sebesar 1% maka pendapatan per kapita daerah akan meningkat sebesar 0.065%. Sementara DAK sebagai bagian dari dana perimbangan tidak signifikan mempengaruhi pendapatan perkapita, hal ini kemungkinan karena kontribusi DAK yang sangat kecil untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Kontribusi DAK terhadap dana perimbangan (DAU, DAK, DBH) dan terhadap APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan di gambarkan dalam tabel berikut ini.
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
52
Tabel 4.5. Kontribusi DAK terhadap Dana Perimbangan dan APBD Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 (Dalam Persen) Tahun
% DAK thd Dana Perimbangan
% DAK thd APBD
2001
2,80
2,39
2002
0,30
0,26
2003
4,84
4,07
2004
4,68
3,79
2005
6,58
5,14
2006
7,75
6,19
2007
9,09
7,38
2008
9,68
8,21
Sumber : Data DJPK, Kementerian Keuangan (diolah peneliti)
Kecilnya nilai DAK karena Dana Alokasi Khusus ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan khusus, maka alokasi yang didistribusikan oleh pemerintah pusat sepenuhnya merupakan wewenang pusat untuk tujuan nasional khusus. Daerah yang ingin memperoleh DAK harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu sebagai berikut: 1. Daerah perlu membuktikan bahwa daerah kurang mampu membiayai seluruh pengeluaran usulan kegiatan tersebut dari PAD, bagi hasil pajak dan SDA, DAU, pinjaman Daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. 2. Daerah menyediakan dana pendamping sekurang-kurangnya 10% dari kegiatan yang diajukan. 3. Kegiatan tersebut memenuhi kriteria teknis sektor/kegiatan yang ditetapkan oleh menteri teknis/instansi terkait. Dalam pembagaian DAK ada beberapa daerah yang sama sekali tidak mendapatkan DAK, hal ini berarti daerah tersebut mampu membiayai seluruh pengeluaran suatu kegiatan dari pendapatan asli daerah mereka. Dalam penelitian ini PAD sebagai salah satu sumber penerimaan daerah tidak signifikan mempengaruhi pendapatan perkapita, sangat besar kemungkinan Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
53
karena kontribusi PAD yang sangat kecil pada Penerimaan daerah (APBD) Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Kontribusi PAD terhadap APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan di gambarkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.6 Kontribusi PAD terhadap APBD Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan Tahun 2001 s.d 2008 (Dalam Persen) Tahun
% PAD thd APBD
2001
6,29
2002
6,38
2003
6,07
2004
6,96
2005
6,73
2006
6,13
2007
7,56
2008
6,15
Selama periode tahun 2001 sampai dengan tahun 2008, kontribusi PAD terhadap APBD yang terbesar hanya 7,56% dari total penerimaan dalam APBD, yaitu pada tahun 2007, dan namun di tahun 2008 kontribusi PAD terhadap APBD turun menjadi hanya 6,15%. PAD yang bersumber dari pungutan pajak dan retribusi daerah masih belum dapat diandalkan oleh daerah sebagai sumber pembiayaan di era desentralisasi fiskal ini. Hasil penelitian yang dilakukan oleh LPEM-UI bekerjasama dengan Clean Urban Project sebagaimana dikutip oleh Tjip Ismail(2002) menjelaskan bahwa beberapa permasalahan yang terjadi di daerah yang berkaitan dengan penggalian dan peningkatan PAD, terutama disebabkan oleh :
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
54
1.
Relatif rendahnya basis pajak daerah dan retribusi daerah. Meskipun dalam UU No. 34 tahun 2000 daerah kabupaten/kota dimungkinkan untuk menetapkan jenis pajak dan retribusi baru, namun kriteria pengadaan pajak baru sangat ketat dan diperkirakan daerah memiliki basis pungutan pajak yang relatif rendah dan terbatas, serta sifatnya bervariasi antar daerah;
2.
Kemampuan administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah. PAD masih tergolong memiliki tingkat buoyancy yang rendah. Salah satu sebabnya adalah diterapkannya sistem target dalam pungutan daerah. Sebagai akibatnya beberapa daerah lebih condong memenuhi target tersebut, walaupun dari sisi pertumbuhan ekonomi sebenarnya pemasukan pajak dan retribusi daerah dapat melampaui target.
3.
Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang masih rendah sehingga mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah. Kemampuan menggali potensi PAD di tiap-tiap Kabupaten/Kota di Provinsi
Kalimantan Selatan terus di tingkatkan, karena dari hasil estimasi model, pendapatan perkapita dipengaruhi secara signifikan oleh DAU yang berarti masih tinggi ketergantungannya pada pemerintah pusat dan dipengaruhi secara signifikan oleh DBH (pajak dan SDA) serta oleh DBH PU yang merupakan sumber Daya Alam yang pada akhirnya akan habis potensinya.
4.3. Analisis Disparitas Pendapatan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Untuk mengetahui tingkat disparitas pendapatan antar daerah, penulis menggunakan perhitungan Indeks Williamson sebagai berikut : Σ [Yi - Y) 2 fi ] n , 0 < Vw < 1 Vw = Y Dari hasil perhitungan tersebut di dapat Indeks Williamson (VW) sebagai berikut :
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
55
Tabel 4.7. Indeks Williamson dengan indikator PDRB per Kapita Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 TAHUN
PDRB/Kap
PDRB non Tambang/Kap
2001
0,437
0,400
2002
0,441
0,442
2003
0,422
0,410
2004
0,331
0,382
2005
0,415
0,432
2006
0,412
0,429
2007
0,416
0,427
2008
0,436
0,449
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2011
Tahun 2006 sampai dengan tahun 2008, pendapatan per kapita antar daerah di Provinsi Kalimantan Selatan semakin tidak merata. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Indeks Williamson (VW) yang meningkat yaitu pada tahun 2006 sebesar 0,412 dan di tahun 2008 sebesar 0,436. Hal yang sama juga terjadi pada pendapatan per kapita yang tidak memasukkan sektor tambang, dimana pendapatan per kapita juga semakin tidak merata. Tabel 4.7 di atas menunjukkan VW dengan indikator pendapatan perkapitan tanpa sektor tambang pada tahun 2006 sebesar 0,429 dan meningkat di tahun 2008 sebesar 0,449. Dapat dijelaskan bahwa tingkat disparitas pendapatan per kapita antar daerah non tambang (sektor tambang tidak dimasukkan) hampir sama dengan pendapatan per kapita antar daerah yang memasukkan sektor tambang. Hal ini menunjukkan bahwa sektor tambang tidak meningkatkan disparitas pendapatan perkapita antar daerah atau tidak menyebabkan pendapatan perkapita antar daerah semakin tidak merata.
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
56
Tabel 4.8. Indeks Williamson dengan indikator Dana Bagi Hasil (DBH) Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 TAHUN
DBH
DBH/Kap
2001
0,439
0,420
2002
0,375
0,414
2003
0,450
0,553
2004
0,349
0,490
2005
0,374
0,586
2006
0,439
0,605
2007
0,389
0,534
2008
0,409
0,500
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2011
Oleh karena banyak variabel yang mendorong terjadinya ketimpangan atau disparitas pendapatan antar daerah seperti dana perimbangan yang tidak spesifik pemanfaatannya (DAU dan DBH) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD), peneliti memasukkan variabel-variabel tersebut sebagai indikator disparitas pendapatan antar Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan dengan tetap menggunakan perhitungan Indeks williamson. Pada tabel 4.8 variabel DBH di jadikan sebagai indikator disparitas atau ketimpangan pendapatan antar daerah periode tahun 2001 sampai dengan tahun 2008, dimana dalam tiga tahun terakhir, Dana Bagi Hasil indikator pendapatan daerah
(DBH) sebagai
mengalami penurunan nilai VW yang berarti
pendapatan antar daerah semakin merata. Pendapatan antar daerah dengan indikator DBH dibagi kapita (DBH/Kap) juga semakin merata atau nilai VW menurun, namun nilai VW antara indikator DBH dengan DBH/Kap lebih besar nilai VW DBH/Kap. Hal ini berarti Dana Bagi Hasil cenderung menjadi tidak merata setelah diperhitungkan dengan jumlah penduduk di tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan.
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
57
Tabel 4.9. Indeks Williamson dengan indikator DBH dan DAU Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 TAHUN
DBH+DAU
(DBH+DAU) /Kap
2001
0,226
0,288
2002
0,209
0,286
2003
0,212
0,295
2004
0,228
0,348
2005
0,211
0,322
2006
0,188
0,311
2007
0,204
0,291
2008
0,225
0,311
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2011
Pada saat variable DBH ditambah dengan variable DAU, terjadi penurunan nilai VW secara signifikan, yang berarti terjadi pengurangan tingkat disparitas atau pendapatan antar daerah menjadi semakin merata . Hal ini menunjukkan bahwa transfer DAU ke Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar daerah, telah berhasil mengurangi tingkat disparitas pendapatan antar daerah. Namun manakala pendapatan daerah dengan indikator DBH dan DAU dibagi dengan jumlah penduduk, nilai VW akan meningkat, yang berarti semakin tidak merata. Hal ini berarti DBH dan DAU cenderung menjadi tidak merata setelah diperhitungkan dengan jumlah penduduk di tiap-tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan.
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
58
Tabel 4.10. Indeks Williamson dengan indikator DBH, DAU dan PAD Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 TAHUN
DBH+DAU+PAD
(DBH+DAU+PAD) /Kap
2001
0,270
0,281
2002
0,236
0,281
2003
0,241
0,286
2004
0,261
0,337
2005
0,223
0,303
2006
0,208
0,302
2007
0,224
0,288
2008
0,241
0,309
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2011
Selain DBH, faktor yang memiliki kontribusi terhadap pendapatan daerah dan penggunaan dananya tidak spesifik (ditentukan sesuai dengan rencana pemerintah Pusat) adalah DAU dan PAD. Oleh karena itu dalam penelitian ini, diteliti juga disparitas pendapatan daerah dengan indikator DBH, DAU dan PAD. Tabel 4.10 menunjukkan nilai VW dengan indikator DBH, DAU dan PAD lebih rendah dibanding dengan nilai VW yang hanya menggunakan indikator DBH. Hal ini berarti pendapatan antar daerah menjadi semakin merata apabila ditambah dengan DAU dan PAD. Pendapatan antar daerah dengan indikator DBH, DAU dan PAD dibagi kapita juga semakin merata ditunjukkan dengan nilai VW yang menurun, namun nilai VW DBH, DAU dan PAD dibagi kapita lebih besar nilai VW DBH, DAU dan PAD dibagi kapita. Hal ini berarti DBH, DAU dan PAD cenderung menjadi tidak merata setelah diperhitungkan dengan jumlah penduduk di daerah tersebut.
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
59
Tabel 4.11. Indeks Williamson dengan indikator DBH Pertambangan Umum (DBH PU) Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 TAHUN
DBH PU
DBH PU /Kap
2001
0,657
0,552
2002
0,658
0,579
2003
0,831
0,911
2004
0,800
0,585
2005
0,601
0,631
2006
0,504
0,593
2007
0,445
0,642
2008 0,523 Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2011
0,595
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir, Dana Bagi Hasil
Pertambangan Umum (DBHPU) sebagai indikator pendapatan daerah
cenderung mengalami penurunan nilai VW yang berarti pendapatan antar daerah semakin merata. Namun nilai VW dengan indikator DBH tinggi dan nilai VW tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu mencapai 0,831. Kondisi
ini
menggambarkan bahwa transfer DBH PU menyebabkan pendapatan antar daerah semakin timpang atau semakin tidak merata, hal ini disebabkan karena potensi SDA PU yang tidak sama di tiap-tiap Kabupaten/Kota yang pada akhirnya berimplikasi pada DBHPU yang diterima masing-masing Kabupaten/Kota berbeda-beda besarnya.
Pendapatan antar daerah dengan indikator DBHPU
dibagi kapita (DBHPU/Kap) juga semakin merata atau nilai VW menurun. Namun pada saat DBHPU dibagi dengan jumlah penduduk (kapita), maka secara rata-rata tingkat disparitas pendapatan antar daerah menjadi semakin tinggi, bahkan di tahun 2003 mencapai 0,911. Hal ini berarti pendapatan antar daerah dengan indikator DBH PU cenderung menjadi tidak merata setelah diperhitungkan dengan jumlah penduduk di daerah tersebut.
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
60
Tabel 4.12. Indeks Williamson dengan indikator DAU, DBH, DBH PU dan PAD, Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 TAHUN
DAU+DBH+PAD
DAU+(DBH-DBHPU)+PAD
2001
0,270
0,279
2002
0,236
0,266
2003
0,241
0,257
2004
0,261
0,287
2005
0,223
0,258
2006
0,208
0,228
2007
0,224
0,245
2008
0,241
0,263
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2011
Dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2008, nilai VW mengalami penurunan atau tingkat disparitas pendapatan antar daerah semakin merata. Hal ini ditunjukkan oleh nilai VW pendapatan daerah dengan indikator DAU, DBH dan PAD tahun 2001 sebesar 0,270 dan menurun di tahun 2008 sebesar 0,241. Nilai VW pendapatan antar daerah dengan indikator DAU, DBH non PU dan PAD juga semakin merata dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2008, hal ini ditunjukkan dengan penurunan nilai VW di tahun 2008 sebesar 0,263 yang semula 0,279 di tahun 2001. Nilai VW pendapatan antar daerah yang memasukkan DAU, DBH Pertambangan Umum dan PAD memiliki nilai yang lebih rendah dibanding dengan nilai VW yang tidak memasukkan
DBH
Pertambangan Umum.
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
61
Tabel 4.13. Indeks Williamson dengan indikator DAU, DBH dan PAD dibagi Kapita, Tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 TAHUN
(DAU+DBH+PAD)/KAP
{DAU+(DBHDBHPU)+PAD}/KAP
2001
0,281
0,280
2002
0,281
0,287
2003
0,286
0,277
2004
0,337
0,345
2005
0,303
0,287
2006
0,302
0,280
2007
0,288
0,269
2008
0,309
0,275
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2011
Dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2008, pendapatan antar daerah yang tidak memasukkan DBH PU sebagai indikator, rata-rata nilai VW lebih rendah dibanding pendapatan antar daerah yang memasukkan DBH PU sebagai indikator. Hal ini berarti bahwa pada saat dibagi dengan jumlah penduduk atau kapita, pendapatan antar daerah yang tidak memasukkan DBH PU sebagai indikator, lebih merata dibanding pendapatan antar daerah yang memasukkan DBH PU sebagai indikator. Jika dibandingkan antara tabel 4.12 dengan tabel 4.13, terlihat bahwa DBH PU memberikan dampak yang berbeda. Pada saat pendapatan tidak dibagi dengan jumlah penduduk atau kapita, adanya transfer DBH PU menyebabkan pendapatan antar daerah semakin merata. Namun pada saat pendapatan dibagi dengan jumlah penduduk atau kapita, transfer DBH PU menyebabkan pendapatan antar daerah menjadi semakin tidak
merata. Hal ini menunjukkan bahwa disparitas
pendapatan antar daerah dipengaruhi oleh jumlah penduduk di tiap-tiap daerah. Dari penelitian di atas terlihat bahwa nilai VW yang kecil atau tingkat disparitas rendah manakala DAU sebagai pengurang kesenjangan antar daerah dimasukkan dalam perhitungan indeks Williamson. Hal ini membuktikan bahwa ketergantungan pemerintah daerah terhadap transfer Pusat masih tinggi, selain
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
62
sebagai sumber pembiayaan kegiatan di daerah juga sebagai alat pengurang disparitas pendapatan antar daerah Kabupaten/Kota.
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
63
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisa pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa: 1. Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan dana APBN yang diberikan kepada semua kabupaten dan kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas fiskal dan kebutuhan daerah mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan per kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. DAU memiliki peran yang cukup besar dalam mendorong pertumbuhan Pendapatan per Kapita daerah Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan seperti yang ditunjukkan dari cukup besarnya nilai koefisien variabel DAU terhadap Pendapatan per Kapita Kabupaten/Kota. 2. Dana Bagi Hasil (DBH) yang meliputi DBH pajak dan DBH Sumber Daya Alam, mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan per kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Namun pengaruhnya relatif kecil, seperti yang yang ditunjukkan dari nilai koefisien variabel DBH terhadap Pendapatan per Kapita Kabupaten/Kota. 3. Dana Bagi Hasil (DBH) Pertambangan Umum (PU) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan per kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Namun pengaruhnya relatif kecil, seperti yang yang ditunjukkan dari nilai koefisien variabel DBHPU terhadap Pendapatan per Kapita Kabupaten/Kota. 4. Dana Alokasi Khusus (DAK) yang merupakan salah satu sumber dana perimbangan
tidak
signifikan
mempengaruhi
Pendapatan
per
kapita
Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Sehingga DAK tidak dapat diambil kesimpulan dan tidak dapat menjelaskan pendapatan per kapita. 5. Variabel kontrol Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan jumlah penduduk (Populasi) juga tidak signifikan mempengaruhi Pendapatan per kapita 63 Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
64
Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Sehingga PAD dan Populasi tidak dapat diambil kesimpulan dan tidak dapat menjelaskan pendapatan per kapita. 6. Terdapat disparitas pendapatan antar daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan, yang berarti pendapatan antar daerah tidak merata baik dilihat dari indikator pendapatan per kapita (yang memasukkan sektor pertambangan) maupun dari pendapatan per kapita (yang tidak memasukkan sektor pertambangan), seperti ditunjukkan dari hasil perhitungan nilai Indeks Williamson (VW). 7. Dilihat dari indikator DBH, DBH PU dan PAD, maka variabel-variabel tersebut mendorong terjadinya disparitas pendapatan per kapita antar daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan cukup tinggi, seperti ditunjukkan dari hasil perhitungan nilai Indeks Williamson (VW). Dari ketiga variabel tersebut, DBH PU merupakan variabel yang menyebabkan tingkat disparitas sangat tinggi, seperti ditunjukkan dari hasil perhitungan nilai VW. Hal ini disebabkan karena potensi SDA Pertambangan Umum tiap Kabupaten/Kota tidak sama, sehingga DBH PU yang diterima tiap Kabupaten/Kota pun berbeda-beda nilainya. Disparitas pendapatan antar daerah ini semakin tidak merata atau semakin tinggi nilai VW nya manakala diperhitungkan dengan jumlah penduduk atau kapita tiap-tiap daerah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan. 8. DAU merupakan variabel yang dapat menurunkan nilai VW atau tingkat disparitas pendapatan per kapita antar Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan secara signifikan. DAU yang bertujuan untuk
mengurangi kesenjangan
pendapatan antar daerah, berhasil menurunkan tingkat disparitas antar daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. 9. Tingkat disparitas pendapatan antar daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan dipengaruhi oleh jumlah penduduk atau kapita tiap-tiap Kabupaten/Kota. Sumber pembiayaan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan masih tergantung kepada Pemerintah Pusat, yaitu yang
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
65
berasal dari dana perimbangan terutama DBH dan DAU. DAU selain sebagai sumber penerimaan dan pembiayaan kegiatan di daerah, juga sebagai alat pengurang tingkat disparitas pendapatan antar daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. PAD Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan selama periode penelitian secara rata-rata hanya memberikan kontribusi penerimaan daerah di APBD sebesar 7,28%. Peran PAD yang masih sangat rendah dan potensi SDA PU yang nantinya akan habis diharapkan mampu mendorong Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menggali potensi pajak dan retribusi atau pendapatan lainnya yang sah untuk meningkatkan penerimaan daerahnya di masa yang akan datang.
5.2
Saran
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan di atas, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1.
Karena Dana Bagi Hasil memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pendapatan per kapita, maka penggunaan dana tersebut di daerah sebaiknya di arahkan pada kegiatan yang mendorong atau menstimulus pertumbuhan ekonomi daerah yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan pendapatan per kapita daerah.
2.
Karena Dana Bagi Hasil (DBH) Pertambangan Umum mendorong terjadinya disparitas pendapatan daerah, maka untuk Kabupaten/Kota yang bukan merupakan daerah penghasil harus bisa menggali peluang pendapatan dari sektor lain atau menggerakkan sektor yang mendukung kegiatan industri Pertambangan Umum.
Universitas Indonesia Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
66
DAFTAR REFERENSI
Buku : Albert O. Hischman, 1958, The Strategy of Economics Growth, New Haven Yale Budiono, Dr, Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 4, BPFE Yogyakarta M. L. Jinghan, Ekonomi Pembanguan dan Perencanaan, edisi 3, Rajawali Press, Jakarta M. P. Todaro, 1995, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga; terjemahan Burhanudin Abdullah dkk, edisi 4, Penerbit Erlangga, Jakarta Mudrajad Kuncoro, 2004, Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang, Penerbit Erlangga Nachrowi D Nachrowi, MSc., Mphill.,AppSc., PhD dan Usman, Hardius, Ssi., Msi, 2006, Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan, Dilengkapi Teknik Analisis dan Pengolahan Data dengan SPSS dan EVIEWS Pindyck, Robert S dan Daniel L. Rubinfield, 1991, Econometrics Models and Economics Forecast, Mc Graw Hill International, Singapore Saragih, Juli Panglima, 2003, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi Daerah (Jakarta: Ghalia Indonesia) Sri Mulyono, 2003, Statistika Untuk Ekonomi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Suparmoko . M, 2000, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek, BPFEYogyakarta
Peraturan Perundang-Undangan : Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
67
Arikel dan Jurnal : Bambang P.S Brodjonegoro, 2001, The Impact of Fiscal Decentralization Process to Indonesian Regional Economies: A Simultaneous Econometrics Approach. BPS Provinsi Kalimantan Selatan, “Kalsel dalam Angka 2008”, 2009, BPSBappeda Provinsi Kalimantan Selatan Debraj Ray, 1999, Economics Development Dwitho Frasetiandy, Manager Kampanye WALHI Kalsel/Pengkampanye Tambang WALHI Region Kalimantan, 2010, Potret Buruk Pengelolaan Tambang Batubara di Kalimantan Selatan, Jaringan Advokasi Tambang Edi Prasodjo, 2008, Pasokan Batubara Sering Dipertanyakan, DJMBP, DESDM Hera Susanti, Moh. Ihsan, Widyati, Indikator-Indikator Makroekonomi, Lembaga Penerbit FEUI dan LPEM FE UI, Jakarta Hsiao, Cheng, 1995, Analysis of Panel Data, UK, cambriedge University Press Kuncoro, 2003, dalam catatan Evaluasi Pemekaran Wilayah Kabupaten/Kota di Indonesia dalam era Desentralisasi, Suahasil dan Nurkholis Marwan, 2010, Mekanisme Pengelolaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Umum pada APBD Nobuo Akai, Masayo Sakata, 2002, Fiscal decentralization contributes to economic growth : evidence from state-level cross-section data for the United States, Journal of Urban Economics 52, Academic Press Raksaka Mahi, 2000, Prospek Desentralisasi di Indonesia ditinjau dari Segi Pemerataan Antar Daerah dan Peningkatan Efisiensi, Analisis CSIS, tahun XXIX/2000, No. 1, Jakarta Riyanto dan Hermanto Siregar, Agustus 2005, Dampak Dana Perimbangan terhadap Perekonomian Daerah dan Pemerataan Antar Wilayah, Jurnal Kebijakan Ekonomi Vol.I No. 1 Tatot Hendrasto, 2001, Pengaruh Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Minyak Bumi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas Pendapatan Regional Propinsi Riau, , Thesis S-2 Jurusan MPKP UI, tidak diterbitkan, Jakarta Trinoto, 2010, Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam Pertambangan Umum T. Zhang dan H. Zo, May 1990, Fiscal Decentralization, Public Spending, and Economic Growth in China, World Bank,
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
68
Wajidi, Peneliti Balitbangda Kalsel, 30 Mei 2010, Pengelolaan Sumber daya Alam, Pertambangan Batubara: Antara Kemakmuran dan Realita yang Menyesakkan, Media Indonesia.com Williamson, Jefrey G, 1965, Regional Inequality and the Process of National Development; A Description of Pattern, Economic Development and Cultural Change
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia
69
LAMPIRAN
1. Ln PDRB/Kap = f(lnDAU+lnDAK+lnDBH) 2001 - 2008 Redundant test Redundant Fixed Effects Tests Pool: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
42.614178 168.152734
(10,74) 10
0.0000 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: PDRBKAP? Method: Panel Least Squares Date: 12/09/10 Time: 13:53 Sample: 2001 2008 Included observations: 8 Cross-sections included: 11 Total pool (balanced) observations: 88 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DAU? DAK? DBH?
7.586796 -0.062114 0.001488 0.391371
2.189648 0.099194 0.007570 0.072412
3.464847 -0.626189 0.196607 5.404798
0.0008 0.5329 0.8446 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.307984 0.283269 0.336888 9.533442 -27.07523 12.46149 0.000001
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
15.54957 0.397930 0.706255 0.818861 0.751621 0.363781
70
Hausman test Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: Untitled Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
8.005726
3
0.0459
Random
Var(Diff.)
Prob.
0.166470 -0.004317 0.086115
0.000170 0.000000 0.000188
0.0496 0.4185 0.0318
Cross-section random effects test comparisons: Variable DAU? DAK? DBH?
Fixed 0.192067 -0.004552 0.056668
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: PDRBKAP? Method: Panel Least Squares Date: 12/09/10 Time: 13:54 Sample: 2001 2008 Included observations: 8 Cross-sections included: 11 Total pool (balanced) observations: 88 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DAU? DAK? DBH?
9.312828 0.192067 -0.004552 0.056668
1.008231 0.060912 0.003454 0.054757
9.236804 3.153190 -1.318033 1.034906
0.0000 0.0023 0.1916 0.3041
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.897611 0.879623 0.138063 1.410549 57.00114 49.90242 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
15.54957 0.397930 -0.977299 -0.583177 -0.818517 1.385458
71
Random Effect Dependent Variable: PDRBKAP? Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 12/09/10 Time: 13:56 Sample: 2001 2008 Included observations: 8 Cross-sections included: 11 Total pool (balanced) observations: 88 Swamy and Arora estimator of component variances White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DAU? DAK? DBH? Random Effects (Cross) _TANAH_LAUT--C _KOTA_BARU--C _BANJAR--C _BARITO_KUALA--C _TAPIN--C _HSS--C _HST--C _HSU--C _TABALONG--C _BANJARMASIN--C _BANJAR_BARU--C
9.250916 0.166470 -0.004317 0.086115
1.212366 0.075833 0.004687 0.040577
7.630465 2.195217 -0.920999 2.122249
0.0000 0.0309 0.3597 0.0368
0.128227 0.695346 -0.122955 0.277242 -0.103178 -0.255299 -0.486195 -0.401178 0.372868 -0.014667 -0.090211 Effects Specification S.D.
Cross-section random Idiosyncratic random
Rho
0.291099 0.138063
0.8164 0.1836
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.313863 0.289358 0.142118 12.80819 0.000001
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
2.571520 0.168586 1.696581 1.155334
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.152964 11.66905
Mean dependent var Durbin-Watson stat
15.54957 0.167976
Coefficien Covarian Matriks C DAU? DAK? DBH?
C 1.469831 -0.083819 0.004813 0.026330
DAU? -0.083819 0.005751 -0.000261 -0.002566
DAK? 0.004813 -0.000261 2.20E-05 6.87E-05
DBH? 0.026330 -0.002566 6.87E-05 0.001647
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
72
2. Ln PDRB/Kap = f(lnDAU+lnDAK+lnDBHPU+lnPAD+lnPOP) 2001 - 2008
Common Least Square Dependent Variable: PDRBKAP? Method: Pooled Least Squares Date: 01/04/11 Time: 12:33 Sample: 2001 2008 Included observations: 8 Cross-sections included: 11 Total pool (balanced) observations: 88 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
DAU? DAK? DBHPU? PAD? POP?
0.137557 -0.003236 0.266502 0.130584 0.219468
0.088611 0.008377 0.059429 0.084502 0.105225
1.552360 -0.386320 4.484368 1.545338 2.085698
0.1244 0.7002 0.0000 0.1261 0.0401
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.216908 0.179169 0.360524 10.78813 -32.51543 0.384251
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
15.54957 0.397930 0.852623 0.993381 0.909331
73
Redundant Redundant Fixed Effects Tests Pool: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
34.014986 153.535440
(10,72) 10
0.0000 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: PDRBKAP? Method: Panel Least Squares Date: 01/04/11 Time: 12:35 Sample: 2001 2008 Included observations: 8 Cross-sections included: 11 Total pool (balanced) observations: 88 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DAU? DAK? DBHPU? PAD? POP?
11.96241 -0.388001 0.003492 0.232593 0.271817 0.134999
2.062675 0.117679 0.007191 0.050688 0.075620 0.090331
5.799463 -3.297117 0.485625 4.588723 3.594487 1.494495
0.0000 0.0014 0.6285 0.0000 0.0006 0.1389
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.444682 0.410821 0.305443 7.650248 -17.39224 13.13262 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
15.54957 0.397930 0.531642 0.700551 0.599691 0.558374
74
Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: Untitled Test cross-section random effects Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
19.543195
5
0.0015
Random
Var(Diff.)
Prob.
0.155608 -0.002870 0.085134 -0.020025 -0.000742
0.000404 0.000000 0.000079 0.000141 0.007762
0.0004 0.8982 0.0206 0.0009 0.2711
Test Summary Cross-section random
Cross-section random effects test comparisons: Variable DAU? DAK? DBHPU? PAD? POP?
Fixed 0.227450 -0.002928 0.064616 -0.059634 -0.097707
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: PDRBKAP? Method: Panel Least Squares Date: 01/04/11 Time: 12:36 Sample: 2001 2008 Included observations: 8 Cross-sections included: 11 Total pool (balanced) observations: 88 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DAU? DAK? DBHPU? PAD? POP?
10.83372 0.227450 -0.002928 0.064616 -0.059634 -0.097707
1.984902 0.077582 0.003494 0.034261 0.050100 0.141029
5.458062 2.931741 -0.838041 1.886017 -1.190293 -0.692816
0.0000 0.0045 0.4048 0.0633 0.2378 0.4907
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.902989 0.882779 0.136242 1.336450 59.37548 44.67912 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
15.54957 0.397930 -0.985806 -0.535381 -0.804341 1.366463
75
Fixed Effect
Dependent Variable: PDRBKAP? Method: Pooled Least Squares Date: 01/05/11 Time: 05:15 Sample: 2001 2008 Included observations: 8 Cross-sections included: 11 Total pool (balanced) observations: 88 White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DAU? DAK? DBHPU? PAD? POP? Fixed Effects (Cross) _TANAH_LAUT--C _KOTA_BARU--C _BANJAR--C _BARITO_KUALA--C _TAPIN--C _HSS--C _HST--C _HSU--C _TABALONG--C _BANJARMASIN--C _BANJAR_BARU--C
10.83372 0.227450 -0.002928 0.064616 -0.059634 -0.097707
3.120578 0.089178 0.004656 0.029974 0.051000 0.292915
3.471701 2.550527 -0.628884 2.155739 -1.169305 -0.333568
0.0009 0.0129 0.5314 0.0344 0.2461 0.7397
0.120229 0.777162 -0.091468 0.247589 -0.160363 -0.322025 -0.530113 -0.418040 0.391829 0.144284 -0.159084 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.902989 0.882779 0.136242 1.336450 59.37548 44.67912 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
15.54957 0.397930 -0.985806 -0.535381 -0.804341 1.366463
Coefficien Covarian Matriks
C DAU? DAK? DBHPU? PAD? POP?
C 9.738009 -0.016523 -0.002098 -0.002899 0.058508 -0.849564
DAU? -0.016523 0.007953 -8.25E-05 -0.001245 -0.003007 -0.007024
DAK? -0.002098 -8.25E-05 2.17E-05 5.19E-05 -0.000123 0.000436
DBHPU? -0.002899 -0.001245 5.19E-05 0.000898 -4.61E-05 0.001116
Pengaruh dana..., Ristriardani, FE UI, 2011.
PAD? 0.058508 -0.003007 -0.000123 -4.61E-05 0.002601 -0.003067
POP? -0.849564 -0.007024 0.000436 0.001116 -0.003067 0.085799