Jurnal Keuangan dan Bisnis Vol. 5, No. 2, Juli 2013
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAEAH DAN DANA PERIMBANGAN DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN 33 PROVINSI DI INDONESIA Budi Santosa (
[email protected]) Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta ABSTRACT This study aimed to analyze the influence of local revenue (PAD), the General Allocation Fund (DAU), Special Allocation Fund (DAK), and Revenue-Sharing Fund (DBH) on the growth, unemployment, and poverty, either directly or indirectly. The sample used is the data of 33 provinces in Indonesia in the period 2007-2011. The analytical method used is Path Analysis. The result of this study is that the PAD and DAU have no effect on economic growth in the region, while DAK and DBH influence on regional economic growth. Meanwhile, the PAD and DAU have an influence on the decreasing in the number of regional unemployment, but DAK and DBH have no effect on local unemployment reduction. PAD, DAU, DAK, and DBH have an influence on poverty reduction in the region, in contrast to the economic growth of the area, which had no effect on local unemployment and poverty reduction. Based on the analysis directly against each of these variables, hence, indirectly there is a good influence PAD, DAU, DAK, or DBH against unemployment and poverty reduction through economic growth in the region. Keywords : PAD, DAU, DAK, DBH, Growth, Unemployment, Poverty daripada pemerintah pusat. Dengan otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah dapat menyelesaikan permasalahannya dalam mengelola daerahnya, sehingga berada dalam posisi lebih baik, untuk memobilisasi sumber daya secara mandiri serta untuk pencapaian tujuan pembangunan daerah. Salah satu pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya desentralisasi fiskal, yaitu pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-masing. Secara teoritis pengukuran kemandirian daerah diukur dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber PAD berasal dari pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengolahan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, dan lainlain pendapatan daerah yang sah.PAD mencerminkan local taxing power yang “cukup” sebagai necessary condition bagi terwujudnya otonomi daerah yang luas (Kuncoro, 2004). Dengan adanya
PENDAHULUAN Pembangunan daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada serta membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru selain juga merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999). Di dalam pelaksanaannya, pembangunan daerah di Indonesia banyak mengalami hambatan, apalagi bila sistem pembangunan ekonomi masih bersifat sentralistik. Untuk mengatasi hambatan tersebut, pemerintah menetapkan otonomi daerah mulai tahun 2001 sampai saat ini. Salah satu tujuan otonomi daerah adalah untuk menjadikan pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya, sehingga pelayanan pemerintah dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa pemerintah daerah memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai kebutuhan dan aspirasi masyarakat mereka
130
2013
Budi Santosa
desentralisasi fiskal, daerah mempunyai kewenangan yang lebih besar untuk mengoptimalkan PAD-nya, sehingga seharusnya porsi PAD sebagai komponen penerimaan daerah juga meningkat. Peningkatan PAD yang dianggap sebagai modal, secara akumulasi akan lebih banyak menimbulkan eksternalitas yang bersifat positif dan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Desentralisasi fiskal disatu sisi memberikan kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan daerah, tetapi disisi lain memunculkan persoalan baru. Setiap daerah mempunyai kemampuan yang tidak sama dalam mendanai kegiatan operasional didaerahnya masing-masing, sehingga menimbulkan ketimpangan fiskal antar daerah (Haryanto dan Adi, 2007).Sumber pembiayaan utama atau dominan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, baik provinsi, kabupaten dan kota mestinyaberasal dari kemandirian daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tetapi dalam realisasinya, Kuncoro (2004) menemukan bahwa PAD hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah paling tinggi sebesar 20%. Untuk mengatasi ketimpangan tersebut, Pemerintah pusat mentransfer Dana Perimbangan untuk masing-masing daerah yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum merupakan dana yang berasal dari pemerintah pusat yang diambil dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dengan dana tersebut pemerintah daerah mengunakannya untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada publik. Sementara Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Pemanfaatan DAK diarahkan pada kegiatan investasi
pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal. Dengan adanya pengalokasian DAK diharapkan dapat mempengaruhi belanja modal, karena DAK cenderung akan menambah aset tetap yang dimiliki pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik. Sedangkan Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH dilakukan berdasarkan prinsip by origin (daerah penghasil) dan penyaluran berdasarkan realisasi penerimaan. Salah satu tujuan instrumen fiskal dari dana perimbangan yaitu berguna untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melalui belanja pembangunan dan investasi swasta. Kontribusi belanja pembangunan akan menarik investor untuk dapat berinvestasi di daerah sehingga akan memperluas basis kegiatan ekonomi di berbagai sektor, dan secara khusus memperluas lapangan usaha dan menurunkan tingkat pengangguran. Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi, yaitu terletak pada kemampuan daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan mengandalkan kemampuan keuangan daerahnya sendiri. Berkaitan dengan hal itu, strategi alokasi belanja daerah memainkan peranan yang tidak kalah penting guna meningkatkan penerimaan daerah. Semakin banyak pendapatan yang dihasilkan oleh daerah, baik dari Dana Perimbangan maupun Pendapatan Asli Daerah, daerah akan mampu melaksanakan pembangunan di daerahnya masing-masing. Permasalahan yang terjadi dalam Pemerintah Daerah saat ini adalah peningkatan pendapatan tidak selalu diikuti dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya tidak diikuti oleh penurunan pengangguran dan kemiskinan.Peningkatan pendapatan seharusnya menghasilkan kinerja pembangunan daerah yang semakin baik, yang diukur dari pertumbuhan ekonomi,
131
130 - 143
Jurnal Keuangan & Bisnis
pengangguran dan kemiskinan. Tetapi dari variabel makro ekonomi yang dicapai, ternyata belum sepenuhnya mengatasi permasalahan yang dihadapi daerah. Permasalahan tersebut antara lain pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah, pengangguran yang relatif tinggi dan kemiskinan yang relatif masih tinggi. Penelitian Kusumadewi (2010)menyatakan bahwa dana perimbangan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian Pujiati (2008) juga membuktikan bahwa DBH berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Begitu juga Adi (2006) serta Lin dan Liu dalam Adi (2006), membuktikan bahwa DAK berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun Parhah (2002) dalam Setiyawati dan Hamzah (2007) menemukan bahwa desentralisasi fiskal tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Begitu juga Setiyawati dan Hamzah (2007) menemukan bahwa DAK tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Bahkan, Pujiati (2008) serta Setiyawati dan Hamzah (2007) menemukan bahwa DAU berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian Azzumar (2011) serta Setiyawati dan Hamzah (2007) membuktikan bahwa PAD berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan Pujiati (2008) menemukan bahwa PAD berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Setiyawati dan Hamzah (2007) menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan. Okun dalam Putong (2003) membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi mengurangi jumlah pengangguran. Tetapi, Setiyawati dan Hamzah (2007) menyimpulkan bahwa pertumbuhan berpengaruh positif terhadap pengangguran. Banyaknya hasil studi yang berbedabeda mengenai kebijakan desentralisasi fiskal ini menunjukkan masih adanya research gap. Hal ini menarik peneliti untuk mencoba menganalisis kembali penelitian-penelitian sebelumnya dengan menggunakan indikator-indikator yang sesuai, yang dapat mempertajam penjelasan mengenai apakah Desentralisasi Fiskal
Juli
yang terdiri dari PAD dan Dana Perimbangan (DAU, DAK, dan DBH) yang diterapkan akan benar-benar berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung akan menurunkan pengangguran dan kemiskinan yang ada di daerah, dengan mengamati kondisi di 33 provinsi di Indonesia. TINJAUAN PUSTAKA Desentralisasi Fiskal: Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasiadalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia. Menurut Siddik (2002), desentralisasi merupakan sebuah instrumen untuk mencapai salah satu tujuan bernegara, yaitu terutama memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis. Dengan desentralisasi, akan diwujudkan dalam pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah untuk melakukan pembelanjaan, kewenangan untuk memungut pajak terbentuknya Dewan yang dipilih oleh rakyat, Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD, dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari Pemerintah Pusat. Desentralisasi Fiskal adalah penyerahan kewenangan fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah. Menurut Bahl (2008) dalam Widjayanto (2013), manfaat desentralisasi fiskal, pertama adalah efisiensi ekonomis.Anggaran daerah untuk pelayanan publik bisa lebih mudah disesuaikan dengan preferensi masyarakat setempat dengan tingkat akuntabilitas dan kemauan bayar yang tinggi;kedua adalah peluang meningkatkan penerimaan pajak dari pajak daerah.Pemerintah daerah bisa menarik pajak dengan basis konsumsi dan aset yang tidak bisa ditarik oleh pemerintah Pusat. Sedangkan kelemahannya adalah lemahnya kontrol pemerintah pusat terhadap ekonomi makro, sulitnya
132
2013
Budi Santosa
menerapkan kebijakan stabilitas ekonomi, sulitnya menerapkan kebijakan pembangunan ekonomi dengan pemerataan, serta besarnya biaya yang harus ditanggung pemerintah daerah daripada keuntungan yang didapat.
otonomi daerah. DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Kebutuhan fiskal diukur dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kapasitas fiskal diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan DBH. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) Daerah. Tujuan dan Fungsi Dana Alokasi Umum (DAU) adalah untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK bertujuan 1) Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah ratarata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah, 2) Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di daerah pesisir dan pulaupulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah rawan banjir/longsor, serta termasuk kategori daerah ketahanan pangan dan daerah pariwisata, 3) Mendorong peningkatan produktivitas perluasan kesempatan kerja dan
Sumber pembiayaan pemerintah daerah yang diatur dalam UU No.33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, salah satunya adalah pembiayaan melalui pendapatan asli daerah. Pendapatan asli daerah menurut Undang-undang No.22 Tahun 1999 pasal 79 terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka desentralisasi. Selain untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, dana perimbangan juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan antara pemerintah pusat dan daerah serta antar pemerintah daerah. Dana perimbangan merupakan sistem transfer dana dari pemerintah yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil. Dana Alokasi Umum merupakan salah satu transfer dana Pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU bersifat “block grant” yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan
133
130 - 143
Jurnal Keuangan & Bisnis
diversifikasi ekonomi terutama di pedesaan, melalui kegiatan khusus di bidang pertanian, kelautan dan perikanan, serta infrastruktur, 4) Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar dan prasarana dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, 5) Menjaga dan meningkatkan kualitas hidup, serta mencegah kerusakan lingkungan hidup, dan mengurangi risiko bencana melalui kegiatan khusus di bidang lingkungan hidup, mempercepat penyediaan serta meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan prasarana dan sarana dasar dalam satu kesatuan sistem yang terpadu melalui kegiatan khusus di bidang infrastruktur, 6) Mendukung penyediaan prasarana di daerah yang terkena dampak pemekaran pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi melalui kegiatan khusus di bidang prasarana pemerintahan, 7) Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan yang didanai dari DAK dengan kegiatan yang didanai dari anggaran Kementerian/Lembaga dan kegiatan yang didanai dari APBD, dan 8) Mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang telah menjadi urusan daerah ke DAK. Dana yang dialihkan berasal dari anggaran Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Kesehatan. Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH dilakukan berdasarkan prinsip by origin (daerah penghasil) dan penyaluran bedasarkan realisasi penerimaan.DBH dapat diklasidikasikan berdasarkan sumbernya, terdiri dari Pajak, yaitu
Juli
Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB), Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh); Sumber Daya Alamberasal dariKehutanan yaitu Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR); Pertambangan Umumberasal dari Iuran Tetap (Landrent), Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalty); Perikananberasal dari: Pungutan Pengusahaan Perikanan dan Pungutan Hasil Perikanan; Pertambangan Minyak Bumi. dibagi dengan imbangan 84,5% untuk Pemerintah Pusat dan 15,5% untuk Pemerintah Daerah; Pertambangan Gas Bumidibagi dengan imbangan 69,5% untuk Pemerintah Pusat dan 30,5% untuk Pemerintah Daerah; Pertambangan Panas Bumi, untuk daerah sebesar 80% dan dibagi dengan rincian 16% untuk provinsi yang bersangkutan, 32% untuk kabupaten/kota penghasil dan 32% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan (UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah). Pembangunan Ekonomi: Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, dan Kemiskinan Todaro & Smith (2006) mengartikan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat multi dimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya, pembangunanitu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan keanekaragaman kebutuhan dasar dankeinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang lebih baik, secara material
134
2013
Budi Santosa
maupun spiritual. Berdasarkan arti pembangunan ekonomi tersebut, maka terdapat tiga unsur penting yang terdapat dalam pembangunan ekonomi, pertama pembangunan ekonomi menggambarkan suatu proses terjadinya perubahan secara kontinu, kedua, pembangunan ekonomi mengindikasikan adanya keberhasilan dalam meningkatkan pendapatan perkapita, dan ketiga, bahwa kenaikan pendapatan perkapita tersebut berlangsung untuk jangka waktu yang panjang. Perry et.al. (2006) berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi penting untuk pengentasan kemiskinan. Manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang cepat akan menyebar ke seluruh segmen dalam masyarakat. Pandangan ini berdasarkan pada teori Trickle Down yang sangat dominan dalam teori-teori pembangunan pada era 1950-an dan 1960-an. Teori Trickle Down Effect menyebutkan adanya aliran menetes ke bawah, dari kelompok kaya ke kelompok miskin melalui fungsifungsi dalam ekonomi. Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana, mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin, tertinggal dan tidak produktif akan menjadi produktif, yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri. Strategi pembangunan ini dikenal dengan istilah “Redistribution With Growth”.
pertumbuhan ekonomi, belanja publik secara langsung tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan dan penggangguran, dan pertumbuhan ekonomi secara langsung berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan tetapi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penggangguran. Penelitian Azzumar (2011), bertujuan mengetahui seberapa besar pengaruh variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Investasi Swasta, Tenaga Kerja terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten atau kota di Jawa Tengah Tahun 2005-2009 di era desentralisasi fiskal. Jenis data penelitian ini adalah data panel (pooled data) dengan menggunakan data sekunder berdasarkan urutan waktu (time series) dan berdasarkan urutan observasi (cross section). Data yang dikumpulkan dianalisis dengan teknik data panel menggunakan program eviews 6. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah OLS (Ordinary Least Square) dengan pendekatan fixed effect atau LSDV (Least Square Dummy Variabel). Dari hasil penelitian diketahui ada pengaruh yang positif antara pendapatan asli daerah, dana Perimbangan, investasi Swasta, dan tenaga kerja. Akan tetapi dana perimbangan dan investasi swasta tidak berpengaruh signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Berbeda halnya dengan pendapatan asli daerah dan tenaga kerja yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pujiati (2008) menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/ kota di wilayah Karesidenan Semarang. Jenis data yang digunakan adalah data panel yaitu gabungan antara Time Series dan Cross Section. Data Time Series dari tahun 20022006 dan obyeknya adalah 6 kabupaten/ kota di wilayah Karesidenan Semarang yaitu Kota Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, dan Kabupaten Grobogan. Model yang digunakan untuk
Penelitian Sebelumnya Hamzah (2009), meneliti hubungan antara pengaruh pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan belanja publik terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan pengangguran : pendekatan analisis jalur (studi pada 38 kota/kabupaten di provinsi Jawa Timur periode 20012006). Penelitian ini menggunakan sample pada 38 daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah PAD dan dana perimbangan secara langsung tidak berpengaruh secara signifikan terhadap belanja publik, PAD dan dana perimbangan secara langsung dan tidak langsung melalui belanja publik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
135
130 - 143
Jurnal Keuangan & Bisnis
mengestimasi persamaan regresi dalam penelitian ini adalah Fixed Effects model. Sedangkan metode yang dipilih adalah Metode GLS (Generalized Least Squares). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, DBH berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, DAU berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi serta tenaga kerja sebagai faktor utama dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Juli
Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Dana Alokasi Umum dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran pemerintah daerah, untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada publik. Sementara Dana Alokasi Khusus dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang. Sedangkan Dana Bagi Hasil (DBH) dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Tujuan instrumen fiskal dari dana perimbangan yaitu berguna untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melalui belanja pembangunan dan investasi daerah. Dengan meningkatnya dana perimbangan, kontribusi belanja pembangunan akan menarik investor untuk dapat berinvestasi di daerah sehingga akan memperluas basis kegiatan ekonomi di berbagai sektor, dan secara khusus memperluas lapangan usaha dan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Berdasarkan uraian diatas, maka dapatlah dibuat skema kerangka konseptual yang ditunjukkan oleh gambar 1.
Kerangka Konseptual Pelaksanaan otonomi daerah melalui desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-masing. Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengolahan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Peningkatan PAD yang dianggap sebagai modal, secara akumulasi akan lebih banyak menimbulkan efek positif dan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya peningkatan PAD pada akhirnya akan dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan daerah. Dana Perimbangan untuk masingmasing daerah yang terdiri dari Dana
Gambar 1. Skema Kerangka Konseptual
136
2013
Budi Santosa
Hipotesis
METODE PENELITIAN Desain Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka, penelitian sebelumnya dan kerangka konseptual yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: H1
H2
H3
H4
H5
H6 H7 H8 H9
H10 H11 H12 H13 H14 H15
H16
Penelitian ini menggunakan metode kausal yang menguji pengaruh PAD dan Dana Perimbangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran dan Kemiskinan di 33 Provinsi di Indonesia.Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder, terdiri dari data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, serta Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan Republik Indonesia, dalam website www.bps.co.id dan www.djpk.depkeu.go.id. Data yang digunakan dalam penelitian ini dari tahun 2007-2011.Teknik yang digunakan untuk mendapatkan sampel yang representatif adalah purposive sampling, yaitu pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan pertimbangan tertentu, yang disesuaikan dengan tujuan atau masalah.Dengan menggunakan pendekatan Tabachnick dan Fidell (1998) dalam Ferdinand (2006) dan Hair et.al. (1998) ukuran sampel yang dibutuhkan adalah antara 10 – 25 kali jumlah variabel independen. Karena model penelitian ini menggunakan 6 (enam) variabel independen maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah antara 60 – 150 sampel. Dalam penelitian ini digunakan 165 sampel.
: Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi : Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi : Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi : Dana Bagi Hasil berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh negatif terhadap pengangguran : Dana Alokasi Umum berpengaruh negatif terhadap pengangguran : Dana Alokasi Khusus berpengaruh negatif terhadap pengangguran : Dana Bagi Hasil berpengaruh negatif terhadap pengangguran : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh negatif terhadap kemiskinan : Dana Alokasi Umum berpengaruh negatif terhadap kemiskinan : Dana Alokasi Khusus berpengaruh negatif terhadap kemiskinan : Dana Bagi Hasil berpengaruh negatif terhadap kemiskinan : Pertumbuhan berpengaruh negative terhadap pengangguran : Pertumbuhan berpengaruh negative terhadap kemiskinan : Terdapat pengaruh tidak langsung PAD, DAU, DAK, dan DBH terhadap pengangguran dengan adanya pertumbuhan : Terdapat pengaruh tidak langsung PAD, DAU, DAK, dan DBH terhadap kemiskinan dengan adanya pertumbuhan
Metode Analisis Data Metode analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Analisis Jalur (Path Analysis), dengan bantuan program AMOS seri 18. Persamaan jalur yang dibangun adalah sebagai berikut: Pertumbuhan Ekonomi Daerah = β1PAD + β 2DAU + β3DAK + β4DBH+ e 1 Pengangguran Daerah = β5PAD + β 6DAU + β7DAK + β8DBH+ β9Pertumbuhan + e 2 Kemiskinan Daerah = β10PAD + β 11DAU + β12DAK + β13DBH+ β14Pertumbuhan + e 3
137
130 - 143
Jurnal Keuangan & Bisnis
Juli
Uji normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria 0ne-Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Hasil uji menunjukkan bahwa setelah mentransformasi data menjadi berbentuk logaritma, terbukti nilai K-S untuk variabelvariabel yang akan diuji berada di atas α = 0,05. Ini berarti variabel-variabel yang akan dianalisis terdistribusi secara normal (Tabel 1).
Keterangan : = Beta, koefisien regresi e = galat model HASIL dan PEMBAHASAN HASIL Pengujian Evaluasi Asumsi Model Uji Normalitas Data
Tabel 1 Uji Normalitas Data Variabel PAD DBH DAU DAK PERTUMBUHAN PENGANGGURAN KEMISKINAN
Kolmogorov-Smirnov Z 0,684 1,180 1,346 1,131 0,645 0,945 0,883
Asymp. Sig 0,737 0,123 0,053 0,155 0,800 0,335 0,416
Sumber : Data Sekunder Diolah
kelayakan model). Berdasarkan uji kesesuaian, maka dapat dikatakan bahwa model penelitian ini secara umum dapat diterima (Tabel 2).
Uji Kesesuaian Model (Goodness-of-fit Test) Ada beberapa indeks kesesuaian dan cut-off value-nya untuk menguji diterima atau ditolaknya sebuah model (uji
Tabel 2 Uji Kesesuaian Model (Goodness of fit index) Kriteria 1. Absolute Fit Measures Chi-Square (CMIN) Probability Chi-Square relative (CMIN/DF) RMSEA 2. Incremental Fit Measures TLI NFI CFI 3. Parsimonious Fit Measures PNFI
Hasil
Nilai Kritis
Evaluasi model
1,859 0,173 1,859 0,080
≤ 5.991465; ά=0,05; df = 1 ≥ 0.05 ≤2 ≤ 0,08
Fit Fit Fit Fit
0,926 0,985 0,992
≥ 0,95 ≥ 0,95 ≥ 0,95
Fit Fit Fit
0,647
≥ 0,60
Fit
Sumber : Data Sekunder Diolah
138
2013
Budi Santosa
Pengaruh Variabel
dan
Signifikansi
terhadap hipotesis yang diajukan dapat dilihat dari hasil koefisien standardized dan unstandardized regression. Hasil estimasi adalah seperti yang disajikan dalam gambar 2.
antara
Estimasi nilai parameter dilakukan dengan default model yang digunakan adalah maximum likelihood. Pengujian
Sumber : Data Sekunder Diolah
Gambar 2. Hasil Analisis Jalur (Standarized Estimates)
Hasil pengujian menunjukkan apakah semua jalur yang dianalisis menunjukkan critical ratio (CR) yang signifikan, terlihat dari besarnya koefisien jalur (estimate dan standardized estimate) dengan nilai CR yang mempunyai tingkat signifikansi uji
hipotesis yang lebih kecil dari 0,01, 0,05 atau 0,1. Pengujian ini juga menunjukkan besaran dari efek menyeluruh, efek langsung serta efek tidak langsung dari satu variabel terhadap variabel lainnya. Hasilnya seperti yang disajikan di Tabel 3.
139
130 - 143
Jurnal Keuangan & Bisnis
Juli
R2 Pertumbuhan 0.046 Pengangguran 0.102 Kemiskinan 0.231 Hubungan Kausalitas
S
HIPOTESI
Tabel 3 Pengaruh dan Signifikansi antar Variabel Efek
Standardised C.R. Estimate (β) (t (loading hitung) factor)
P
Keterangan Direct Indirect Total
H1 PERTUMBUHAN<--PAD
0.013
0.149
0.882
Tidak Signifikan
0.013
-
0.013
PERTUMBUHAN<--DAU
0.031
0.345
0.730
Tidak Signifikan
0.031
-
0.031
H3 PERTUMBUHAN<--DAK
0.251
2.255 0.024**
Signifikan
0.251
-
0.251
H4 PERTUMBUHAN<--DBH
0.208
1.807
0.071*
Signifikan
0.208
-
0.208
H5 PENGANGGURAN<--PAD
-0.211
-2.503 0.012**
Signifikan
-0.211
-0.001 -0.212
H6 PENGANGGURAN<--DAU
-0.150
-1.751
0.080*
Signifikan
-0.150
-0.002 -0.152
H7 PENGANGGURAN<--DAK
-0.142
-1.365
0.172
Tidak Signifikan
-0.142
0.010
-0.132
H8 PENGANGGURAN<--DBH
-0.024
-0.226
0.821
Tidak Signifikan
-0.024
0.008
-0.016
H9 KEMISKINAN<--PAD
-0.361
-4.605
***
Signifikan
-0.361
0.002
-0.359
H10 KEMISKINAN<--DAU
-0.222
-2.716 0.007*** Signifikan
-0.222
-0.004 -0.226
H11 KEMISKINAN<--DAK
-0.294
-3.012 0.003*** Signifikan
-0.294
0.028
-0.266
H12 KEMISKINAN<--DBH
-0.178
-1.748
0.081*
Signifikan
-0.178
0.023
-0.155
PENGANGGURAN<-PERTUMBUHAN
-0.040
-0.519
0.603
Tidak Signifikan
-0.040
-
-0.040
-0.110
-1.520
0.128
Tidak Signifikan
-0.110
-
-0.110
H2
H13
KEMISKINAN<-PERTUMBUHAN Sumber : Data Sekunder Diolah H14
Keterangan:
*** Signifikan pada p=0,01 kuat sekali; ** Signifikan pada p=0,05 kuat; * Signifikan pada p=0,10 lemah.
Nilai koefisien determinasi (R2) untuk model faktor-faktor yang mempengaruhi variabel pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 0.046, sementara untuk model yang mempengaruhi pengangguran daerah adalah sebesar 0.102, Sedangkan untuk model yang memepengaruhi kemiskinan daerah adalah sebesar 0,231. Tabel 3 menunjukkan bahwa penelitian ini menemukan PAD dan DAU tidak
berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah, namun DAK dan DBH berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Sementara itu, PAD dan DAU berpengaruh terhadap penurunan jumlah pengangguran daerah, sedangkan. DAK dan DBH tidak berpengaruh terhadap penurunan jumlah pengangguran daerah. Penelitian ini juga membuktikan bahwa PAD, DAU,DAK dan 140
2013
Budi Santosa
DBH berpengaruh terhadap penurunan jumlah kemiskinan daerah, tetapi pertumbuhan ekonomi daerah tidak berpengaurh terhadap penurunan pengangguran dan kemiskinan daerah. Selain itu, ternyata tidak terdapat pengaruh tidak langsung baik PAD, DAU, DAK, maupun DBH terhadap penurunan pengangguran maupun kemiskinan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah.
DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sehingga pengaruh DAK dan DBH terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah memang semestinya signifikan. Sementara itu, PAD dan DAU berpengaruh terhadap penurunan jumlah pengangguran daerah, sedangkan DAK dan DBH tidak berpengaruh terhadap penurunan jumlah pengangguran daerah. Pengaruh PAD terhadap penurunan jumlah pengangguran di daerah dapat dilihat sebagai keberhasilan PAD sebagai cermin dari produktivitas dan pendapatan akibat kemunculan usaha baru (ekstensifikasi) atau pula dapat terjadi ada perkembangan secara intensifikasi yang menyerap banyak tenaga kerja. Sedangkan peran DAU dalam menurunkan pengangguran di daerah memang sudah sesuai dengan tujuannya yakni untuk pemerataan keuangan antar daerah, membiayai kebutuhan pengeluaran pemerintah daerah,dan memberi pelayanan yang lebih baik kepada publik dalam bentuk gaji PNS dan belanja pegawai lainnya. Sementara tiadanya pengaruh DAK terhadap penurunan pengangguran di daerah bisa dimengerti mengingat penggunaan DAK yang lebih diarahkan untuk mendanai kegiatan khusus bersifat jangka panjang yang tidak berdampak pada penyerapan tenaga kerja secara langsung dalam waktu singkat. Demikian pula dengan Dana Bagi Hasil (DBH). Penelitian ini juga membuktikan bahwa PAD, DAU, DAK dan DBH berpengaruh terhadap penurunan jumlah kemiskinan daerah. Temuan ini sungguh menggembirakan mengingat sudah sangat sesuai dengan tujuan dari pelaksanaan otonomi daerah yang memang ditujukan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat di daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah tidak berpengaruh terhadap penurunan pengangguran dan kemiskinan daerah. Penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan penelitian Setiyawati dan Hamzah (2007) yang menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan. Okun dalam Putong
PEMBAHASAN Penelitian ini menemukan PAD dan DAU tidak berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian Parhah (2002) dalam Setiyawati dan Hamzah (2007) juga menemukan bahwa desentralisasi fiskal tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. PAD merupakan salah satu sumber dana pembangunan yang memanfaatkan potensi daerah. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari kebijakan dalam peningkatan PAD terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah, kemungkinan karena kebijakan dalam penarikan PAD memberatkan masyarakat, dan pungutan PAD yang diperoleh, serta penerimaan DAU dari pemerintah pusat tidak didukung oleh pengeluaran pemerintah yang tepat dan produktif serta menunjang untuk pertumbuhan ekonomi. DAK dan DBH berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian Pujiati (2008), juga menemukan bahwa DBH berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Adi (2006) serta Lin dan Liu dalam Adi (2006), menemukan hasil yang sama bahwa DAK berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Memang, didalam pengalokasiannya, DAK lebih difokuskan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal. Dengan adanya pengalokasian DAK diharapkan dapat mempengaruhi belanja modal, karena DAK cenderung akan menambah asset tetap yang dimiliki pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik. Demikian juga dengan
141
130 - 143
Jurnal Keuangan & Bisnis
(2003) yang membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi mengurangi jumlah pengangguran. Serta penelitian Setiyawati dan Hamzah (2007) yang menyimpulkan bahwa pertumbuhan berpengaruh positif terhadap pengangguran.Selain itu, ternyata tidak terdapat pengaruh tidak langsung baik PAD, DAU, DAK, maupun DBH terhadap penurunan pengangguran maupun kemiskinan melaluipeningkatan pertumbuhan ekonomi daerah.Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dirasakan banyak orang tidak memberikan pemecahan masalah kemiskinan ketika tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut tidak diikuti oleh menurunnya tingkat pengangguran dan pengangguran semu di daerah pedesaaan maupun perkotaan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata telah gagal untuk menghilangkan atau bahkan mengurangi besarnya kemiskinan absolut di daerah. Keyakinan mengenai adanya efek menetes ke bawah (trickle down effects) dalam proses pembangunan telah menjadi pijakan bagi sejumlah pengambil kebijakan dalam pembangunan. Dengan keyakinan tersebut maka strategi pembangunan yang dilakukan akan lebih terfokus pada bagaimana mencapai suatu laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam suatu periode yang relatif singkat. Untuk mencapai tujuan tersebut, konsekuensi negatif yang dapat muncul sebagai akibat jalan pintas yang diambil berdasarkan pengalaman masa lalu adalah pusat pembangunan ekonomi daerah selalu dimulai pada wilayah-wilayah yang telah memiliki infrastruktur lebih memadai. Selain itu pembangunan akan difokuskan pada sektor-sektor yang secara potensial memiliki kemampuan besar dalam menghasilkan nilai tambah yang tinggi terutama sektor industri dan jasa, dengan harapan dapat memberikan multiplayer effect bagi pembangunan berkelanjutan di bawahnya. Sehingga gagalnya pertumbuhan ekonomi untuk memecahkan masalah pengangguran maupun kemiskinan daerah sebenarnya bukanlah karena kurangnya sumber daya alam, melainkan karena faktor non-alamiah, yaitu kesalahan dalam kebijakan ekonomi.
Juli
SIMPULAN dan SARAN Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh PAD dan Dana PerimbanganDaerah terhadap pertumbuhan, pengangguran dan kemiskinan daerah dari 33 Propinsi di Indonesia. Penelitian ini diperoleh hasil bahwaPAD dan DAU tidak berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah, sedangkan DAK dan DBH berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Sementara PAD dan DAU berpengaruh terhadap penurunan jumlah pengangguran daerah, namun DAK dan DBH tidak berpengaruh terhadap penurunan jumlah pengangguran daerah. Penelitian ini juga menemukan bahwa PAD, DAU,DAK dan DBH berpengaruh terhadap penurunan jumlah kemiskinan daerah, berbeda halnya dengan pertumbuhan ekonomi daerah, yang mana tidak berpengaurh terhadap penurunan pengangguran dan kemiskinan daerah. Dari analisis penganuh antar variable secara tidak langsung tidak terdapat pengaruh baik PAD, DAU, DAK, maupun DBH terhadap penurunan pengangguran maupun kemiskinan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Saran Dengan memperhatikan kesimpulan dari penelitian ini, maka dapat disarankan bahwa pemerintah daerah diharapkan terus dapat meningkat PAD dan mengelola baik PAD maupun dana perimbangan yang terdiri dari DAU, DAK dan DBH dengan seksama dan bijaksana, sehingga penerimaan tersebut dapat menjadi stimulus untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Sehingga, masing-masing baik PAD, DAU, DAK maupun DBH dapat secara langsung maupun tidak langsung melalui terjadinya peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah dapat menurunkan pengangguran maupun kemiskinan di daerah. Untuk penelitian lebih lanjut, akan menarik apabila obyek penelitian lebih difokuskan pada daerah tingkat dua baik kota maupun kabupaten. Kemungkinan beberapa variable tidak signifikan karena obyek penelitian dilakukan di tingkat 142
2013
Budi Santosa
propinsi. Mengingat bahwa dengan adanya otonomi daerah, maka desentralisasi fiscal akan lebih berperan di daerah tingkat dua.
Kusumadewi, Indriasari. (2010). Pengaruh Desentralisasi Fiskal di Tingkat Provinsi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Analisis Data Panel 1999-2008. Tesis dipublikasikan, Universitas Indonesia. http://www.lontar.ui.ac.id/ . Diakses tanggal 24 Pebruari 2013. Perry GE, Arias OS, Lopez JH, Maloney WF, Serven L. (2006). Poverty Reduction and Growth : Virtuous and Vicious Circles. New York : World Bank . Pujiati, Amin. (2008). Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Karesidenan Semarang di Era Desentralisasi Fiskal. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Kajian Ekonomi Negara Berkembang, Hal: 6170. Putong, Iskandar. (2003). Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi Kedua. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia. Setiyawati, Anis., dan Hamzah, Ardi. (2007). Analisis Pengaruh PAD, DAU, DAK dan Belanja Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran: Pendekatan Analisis Jalur. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Desember 2007, Vol. 4. No. 2, Hal 211-228. Siddik, Machfud. (2002). Kebijakan, Implementasi, dan Pandangan ke Depan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Todaro, Michael P, dan Smith, Stephen C. (2006). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi Kedelapan, Jakarta : Penerbit Erlangga. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Widjayanto, Wahyu. (2013). Modul Tinjauan dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal bagi Kemampuan Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
DAFTAR PUSTAKA Adi, Priyo Hari. (2006). Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang. Arsyad, Lincolin. (1999). Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE. Azzumar, Mochamad Rizky. (2011). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Investasi Swasta, dan Tenaga Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Desentralisasi Fiskal Tahun 2005-2009 (Studi Kasus Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah). Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Ferdinand, Augusty. (2006). Metode Penelitian Manajemen: Pedoman Penelitian Untuk Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Ilmu Manajemen. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hair, J. R., R.E. Anderson, R. Thatam and Balcak W. (1995). Multivariat Data Analysis with Reading. New Jersey : Prentice Hall, Englewood Cliff. Hamzah, Ardi. (2009). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Publik terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Pengangguran : Pendekatan Analisis Jalur. (Studi Pada 38 Kota/Kabupaten di Propinsi Jawa Timur Periode 2001-2006). Jurnal : Balitbang Depdagri. Haryanto, David. dan Adi, Priyo Hari. (2007). Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, dan Pendapatan Perkapita. Simposium Nasional Akuntansi X, Makasar. Kuncoro, Mudrajat. (2004). Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perekonomian, Strategi dan Peluang. Jakarta : Penerbit Erlangga.
143