UNIVERSITAS INDONESIA
MIGRASI INTERNATIONAL : TENAGA KERJA PEREMPUAN DAN HUMAN TRAFFICKING
DOSEN
: Drs. CHOTIB M.Si
KELOMPOK 7 : HIDAYATUNNISMAH FENY NUR ANGGRAENI QORYLLAH FITRI PERTIWI
PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM STUDI KAJIAN KEPENDUDUKAN DAN KETENAGAKERJAAN UNIVERSITAS INDONESIA TAHUN 2013
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 0
MIGRASI INTERNATIONAL : TENAGA KERJA PEREMPUAN DAN HUMAN TRAFFICKING
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang Menurut Internasional Organization For Migration (IOM) jumlah migran Internasional telah meningkat dari 150 juta orang di tahun 2000 menjadi 214 juta orang di tahun 2010. Tingginya permintaan tenaga kerja di negara maju dan ketersediaan tenaga kerja di negara berkembang menjadi faktor yang meningkatkan kegiatan migrasi Internasional. Kementerian Luar Negeri mencatat tidak kurang dari 3.091.284 warga Negara Indonesia saat ini berada di luar negeri, dimana 58,9 persen diantaranya bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Angkaangka ini diperkirakan dua sampai tiga kali lebih tinggi, karena sebagian besar warga negara Indonesia tidak melaporkan ke Dinas Imigrasi. Daerah asal tenaga kerja adalah Jawa, Kalimantan Barat, Lampung, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Mayoritas pekerja migran Indonesia menghadapi kondisi kerja paksa dan perbudakan di Negara-negara Asia yang lebih maju dan Timur Tengah khususnya Malaysia, Arab Saudi, Singapura, Kuwait, Suriah dan Irak. Pada tahun 2011, Kementerian luar negeri mencatat 20.000 kasus yang dihadapi oleh Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri. Sebagian besar kasus terkait dengan kondisi kerja di negara penerima, seperti gaji yang tidak dibayar, kerja paksa, jam kerja yang tidak teratur,pelecehan seksual dan kekerasan fisik. Tidak hanya fakta bahwa jumlah orang Indonesia yang tinggal di luar negeri, namun proses migrasi tidak teratur sering terjadi juga merupakan pemicu umum untuk meningkatkan jumlah orang Indonesia yang menghadapi masalah diluar negeri seperti perdagangan dan penyelundupan manusia. Perdagangan manusia telah berkembang sedemikian rupa dalam cakupan dan keseriusannya sehingga sekarang menjadi fokus Internasional, regional dan nasional dalam menentang perdagangan manusia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memeperkirakan setiap tahunnya 700.000 sampai 4 juta perempuan dan anak-anak menjadi korban perdagangan
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 1
manusia. Hal yang paling memprihatinkan adalah bahwa sebagian besar korban perdagangan ini adalah dan anak perempuan yang akhirnya terpuruk dalam pelacuran dan eksploitasi tenaga kerja, kerja paksa, perhambaan hutang atau perbudakan. Pada tahun 2011 diperkirakan 100.000 perempuan dan anak dari Indonesia diperdagangkan setiap tahunnya untuk eksploitasi seksual, pekerja rumah tangga, kawin paksa dan pekerja anak (Razak, 2012) Faktor ekonomi, kemiskinan dan ketidakadilan gender diduga sebagai faktor utama penyebab terjadinya perdagangan manusia. Selain ketiga faktor tersebut, (Sagala&Rozana, 2007) dalam Andari (2011) berpendapat dalam perspektif feminis penyebab anak-anak dan perempuan rentan menjadi korban perdagangan manusia adalah : (1)Menguatnya ideologi patriaki dalam masyarakat dan negara, ideologi ini melihat posisi anak dan perempuan sebagai obyek dan bukan subjek patriarki, sehingga mereka mendapatkan posisi kedua atau subordinat di mana anak dan perempuan tidak memiliki posisi tawar terhadap keinginan orang tuanya; (2)Tingkat pendidikan yang rendah bagi perempuan, lalu kekerasan terhadap yang merupakan alat bagi laki-laki untuk menunjukkan kekuasaannya dan juga pernikahan dini (early marriage) dan; (3)Menguatnya globalisasi dan neoliberalisme.
Tujuan Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk melakukan tinjauan literatur untuk mendalami migrasi internasional terkait dengan Tenaga Kerja Perempuan (TKW) dan Human Trafficking.
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 2
BAB II. TEORI
Definisi Migrasi Migrasi sebagai komponen demografi memiliki beragam definisi. Secara sederhana, migrasi diartikan sebagai perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melalui batas politik/negara ataupun batas administrasi/batas bagian dari suatu negara. Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa merumuskan bahwa migrasi penduduk sebagai suatu perpindahan tempat tinggal dari suatu unit administrasi ke unit administrasi yang lain (United Nations 1970; 1 dalam Eridiana 2010). Masih dalam Eridiana (2010), Gould dan Prothero (1975,41) juga menekankan unsur perpindahan tempat tinggal. Namun menurut mereka, walaupun seseorang telah secara resmi pindah tempat, tetapi apabila ada niat sebelumnya untuk kembali ke tempat semula, maka harus dianggap sebagai mobilitas sirkuler, bukan sebagai migrasi. Di Indonesia, konsep migrasi yang digunakan dalam sensus 1971 sama dengan sensus 1980. Migrasi adalah perpindahan seseorang melewati batas propinsi menuju ke propinsi lain dalam jangka waktu 6 bulan atau lebih. Hampir semua migrasi berkaitan dengan ruang dan waktu, mengenai keterkaitan antara ruang dan waktu ini, para ahli dihadapkan kepada suatu kesulitan untuk menetapkannya. Sehingga definisi terhadap migrasi oleh beberapa ahli sering dirasa adanya kekurangtepatan. Menurut Tjiptoherijanto (2000) dalam Safrida (2008), migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah tersebut. Tujuan utama migrasi adalah meningkatkan taraf hidup migran dan keluarganya, sehingga umumnya mereka mencari pekerjaan yang dapat memberikan pendapatan dan status sosial yang lebih tinggi di daerah tujuan. Definisi senada juga diungkapkan oleh Martin (2003), dimana migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain, yang terjadi karena adanya perbedaan kondisi kedua daerah tersebut. Menurut Martin, perbedaan terbesar yang mendorong terjadinya migrasi adalah kondisi ekonomi dan non
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 3
ekonomi. Berdasarkan pengelompokannya, maka faktor yang mendorong migran untuk migrasi dibedakan dalam tiga kategori, yaitu faktor demand pull, supply push dan network. Faktor demand pull terjadi jika ada permintaan tenaga kerja dari daerah tujuan, seperti tenaga kerja Meksiko yang direkrut untuk bekerja pada sektor pertanian di Amerika. Faktor supply push terjadi jika tenaga kerja sudah tidak mungkin lagi memperoleh pekerjaan di daerahnya sendiri, sehingga mendorong mereka untuk migrasi ke daerah lain. Network factor merupakan faktor yang dapat memberi informasi bagi migran dalam mengambil keputusan untuk migrasi. Menurut Osaki (2003) dalam Safrida (2008) migrasi penduduk terjadi karena adanya keperluan tenaga kerja yang bersifat hakiki (intrinsic labor demand) pada masyarakat industri modern. Pernyataan ini merupakan salah satu aliran yang menganalisis keinginan seseorang melakukan migrasi yang disebut dengan dual labor market theory. Menurut aliran ini, migrasi terjadi karena adanya keperluan tenaga kerja tertentu pada daerah atau negara yang telah maju. Oleh karena itu migrasi bukan hanya terjadi karena push factors yang ada pada daerah asal tetapi juga adanya pull factors pada daerah tujuan. Aliran new economics of migration, beranggapan migrasi penduduk tidak hanya berkaitan dengan pasar kerja saja, tetapi berkaitan juga dengan keputusan lingkungan terdekat migran, terutama keluarganya. Berbeda dengan keputusan individu, keputusan keluarga lebih mampu menangani resiko dalam rumah tangga pada saat migrasi dilakukan, yaitu melalui diversifikasi alokasi sumber daya yang mereka miliki, seperti alokasi tenaga kerja keluarga. Beberapa anggota keluarga tetap berada di daerah asal, sementara yang lain bekerja di daerah atau negara lain. Alokasi tersebut merupakan upaya untuk meminimalkan resiko kegagalan yang dapat terjadi akibat migrasi. Selain itu, jika pasar kerja lokal tidak memungkinkan anggota keluarga yang berada di daerah asal
memperoleh
penghasilan
yang
memadai,
maka
pengiriman
uang
(remittances) yang dikirim oleh anggota keluarga yang bekerja di luar daerah atau luar negara dapat membantu ekonomi rumah tangga (Stark, 1991). Salah satu teori migrasi yang dinyatakan oleh Ravenstein yaitu faktor ekonomi sebagai motif utama migrasi. Kemudian Todaro mengembangkan teori
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 4
migrasi yang dikenal sebagai teori income harapan. Todaro mengasumsikan bahwa keputusan migrasi adalah merupakan fenomena ekonomi yang rasional. Postulat yang dikemukakan oleh Todaro bahwa seseorang masih mempunyai harapan untuk mendapatkan income yang lebih tinggi daripada upah di sektor pertanian. Manfaat dari seseorang melakukan migrasi dinyatakan oleh Da Vanso (1976) dalam Hermawan (2005) dimana manfaat tersebut dapat dilihat dari kenaikan upah nyata dan keuntungan moneter lainnya yang diterima di tempat tujuan, seperti kesejahteraan hidup, iklim dan keamanan yang sesuai harapan. Selain
penelitian Da Vanso, terdapat
beberapa penelitian yang
menunjukkan bahwa dampak positif yang merupakan keuntungan ekonomi dari migrasi jauh lebih besar dari pada dampak negatifnya. Seperti dinyatakan oleh Herdiana (1995) dalam Hermawan (2005), aspek-aspek positif dari migrasi internasional yang diukur berupa pendapatan yang dibawa atau dikirim ke desa asal yang disebut remitan, dan juga diukur dari perubahan tingkat pendapatan. Masih dalam Hermawan (2005), Regiati (1999) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa dampak migrasi terhadap perekonomian keluarga dapat dilihat dari peningkatan pendapatan, tabungan, serta barang yang dibeli/barang kekayaan. Berdasarkan teori-teori tersebut terlihat bahwa tujuan utama migrasi adalah meningkatkan taraf hidup migran dan keluarganya, sehingga masalah migrasi masih dipandang sebagai suatu hal yang positif dalam pembangunan ekonomi. Fakta yang terjadi di negara berkembang berbeda dengan pandangan tersebut, dimana arus migrasi tenaga kerja dari pedesaan yang umumnya bekerja pada sektor pertanian jauh melampaui tingkat penciptaan atau penambahan lapangan pekerjaan khususnya sektor industri atau jasa-jasa layanan sosial diperkotaan.
Definisi Migrasi Internasional Migrasi internasional sebagai salah satu jenis migrasi memiliki arti yakni migrasi yang melewati batas politik antar negara. Batas politik ini sangat dinamis tergantung kepada konstelasi politik global yang ada.
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 5
Studi kepustakaan mengenai migrasi internasional masih sangat terbatas. Dari beberapa literatur diketahui bahwa suatu negara akan mengalami transisi dalam mobilitas internasional, dari negara pengekspor tenaga kerja menjadi tenaga pengimpor tenaga kerja. Fields (1993) dalam Ananta menyimpulkan bahwa titik balik dalam transisi mobilitas internasional di beberapa negara (Hongkong, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan) berkaitan erat dengan tahap pembangunan ekonomi mereka. Pembangunan ekonomi mereka berpangkal dari adanya industri ekspor yang memanfaatkan banyak tenaga kerja. Pasar domestik mereka sangat terintegrasi, sehingga apa yang terjadi di satu pasar mempengaruhi pasar lain. Berarti, keberhasilan dalam ekspor segera menyebar ke semua sektor. Faktor institusional yang menyebabkan perbedaan besar dalam upah juga tidak banyak dijumpai. Keberhasilan ekspor ini kemudian menyerap tenaga kerja dan selanjutnya meningkatkan penghasilan mereka. Titik balik kemudian terjadi ketika perekonomian mencapai full employment, yaitu ketika perekonomian mulai sulit mencari tenaga kerja. Pada saat itu, negara ini mulai mencari tenaga kerja dari negara lain. Terkait dengan uraian diatas, Indonesia sebagai suatu negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk dan tingkat pengangguran yang tinggi, memandang migrasi tenaga kerja ke luar negeri (migrasi internasional) merupakan salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut. Migrasi internasional merupakan proses perpindahan penduduk suatu negara ke negara lain. Umumnya orang melakukan migrasi ke luar negeri untuk memperoleh kesejahteraan ekonomi yang lebih baik bagi dirinya dan keluarganya. Suatu fakta memperlihatkan bahwa pengangguran, upah yang rendah, prospek karir yang kurang menjanjikan untuk orang-orang yang berpendidikan tinggi dan resiko untuk melakukan investasi di dalam negeri merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan migrasi ke luar negeri (Solimano 2001). Arsjad, et al. (1992) dalam Ananta menyatakan bahwa Indonesia saat ini sedang dalam tahap intensive margin of labor use dimana transformasi dalam output berjalan lebih cepat daripada transformasi dalam employment. Tetapi pada saat ini Indonesia juga masih terus memacu ekspor tenaga kerja. Di pihak lain, Indonesia juga mengimpor tenaga kerja, terutama pada mutu yang relatif tinggi.
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 6
Syahriani (2007) dalam Safrida (2008) menyatakan banyak faktor yang memotivasi para pekerja Indonesia memilih bekerja di luar negeri diantaranya peluang kerja yang terbatas, upah yang rendah, dan kemiskinan mendorong seseorang meninggalkan negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik di negara lain. Para migran ini pergi ke negara tujuan yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibanding negara asalnya. Mantra (1996) dalam Ananta menyatakan pengiriman tenaga kerja Indonesia keluar negeri memiliki beberapa makna strategis bagi pembangunan nasional, yaitu peningkatan pendapatan keluarga, peningkatan devisa negara, peningkatan keterampilan kerja, dan pengurangan masalah pengangguran. Akan tetapi, migrasi tenaga kerja keluar negeri ini bukan tanpa masalah. Beberapa masalah yang masih terjadi terkait dengan jumlah tenaga kerja yang berangkat, kualitas tenaga kerja, masalah sosial budaya, dan masalah kelembagaan. Sejalan dengan permasalahan yang diuraikan diatas, berbeda dengan migrasi internal, dalam migrasi internasional, para migran tidak dapat memutuskan dengan bebas dalam mencari pekerjaan di negara tujuan. Tetapi negara tujuan yang memutuskan menerima migran tersebut sesuai kebutuhannya. Negara tujuan dapat memilih tenaga-tenaga berkualitas (ahli dan terampil) yang sedang dibutuhkan. Hal ini merupakan keuntungan ekonomi bagi negara tujuan. Sementara keuntungan ekonomi bagi negara asal adalah berkurangnya tekanan terhadap pasar kerja di dalam negeri, dan sumber penerimaan devisa melalui kiriman uang mereka kepada keluarganya (Solimano 2001). Di Indonesia, terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 semakin memicu peningkatan migrasi buruh internasional. Sebuah penelitian di Indramayu Jawa Barat melihat bahwa migrasi internasional merupakan strategi bertahan hidup di desanya yang krisis (Wulan 2010 dalam Irawaty 2011). Buchori (2006) dalam Irawaty (2011) menyebutkan bahwa sejak tahun 1980-an, migrasi perempuan sebagai pekerja, terutama sektor domestik, mulai terjadi dalam jumlah yang signifikan akibat adanya kebijakan pemerintah yang mulai mengintegrasikan ekspor buruh ke luar negeri dalam rencana pembangunan. Semakin meningkatnya jumlah pekerja perempuan Indonesia ini, memunculkan fenomena feminisasi migrasi. Mereka ikut mengambil alih
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 7
tanggung jawab ekonomi keluarga. Mereka bekerja sebagai buruh tani, buruh perkebunan, pembantu rumah tangga, pemulung, buruh pabrik, dan pekerja migran. Proses ini melanjutkan proses feminisasi kemiskinan yang merupakan proses pemiskinan perempuan secara sistematis, perempuan harus lebih berat menanggung proses beban karena kemiskinan (Wulan 2010). Berdasarkan persentase, dimulai tahun 1996, jumlah tenaga kerja perempuan tercatat 55,8 persen dari 517.169 pekerja migran Indonesia, tahun 2000 jumlah tenaga kerja perempuan tercatat 68,3 persen dari 435.222 pekerja migran Indonesia, dan pada tahun 2004, jumlah tenaga kerja perempuan tercatat 77,9 persen dari 380.700 pekerja migran Indonesia. Walaupun jumlah pekerja migran Indonesia pada tahun ini mengalami penurunan, namun pekerja migran perempuan masih mendominasi migrasi internasional tersebut (BNP2TKI 2006 dalam IOM 2010). Kemudian pada tahun 2007, pekerja migran Indonesia meningkat kembali, dengan persentase jumlah tenaga kerja perempuan sebanyak 78 persen dari 696.746 pekerja migran Indonesia, tahun 2008, jumlah tenaga kerja perempuan tercatat 73,3 persen dari 748.825 pekerja migran Indonesia. Pada tahun 2012, walaupun jumlah tenaga kerja migran Indonesia sedikit mengalami penurunan, namun tenaga kerja perempuan mendominasi dengan persentase 57 persen dari 494.069 pekerja migran Indonesia (BNP2TKI 2013).
Definisi Tenaga Kerja Perempuan Istilah tenaga kerja baru diperkenalkan secara resmi di Indonesia pada tahun 1966. Waktu itu dibentuk Kabinet Ampera dan Departemen Perburuhan diganti namanya menjadi Departemen Tenaga Kerja. Menurut Undang-Undang No.14 tahun 1969 Bab I ayat 1 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja disebutkan bahwa: “Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa terutama untuk memenuhi kebutuhannya sendiri atau masyarakat”. Sedangkan pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan lain. Tenaga kerja adalah bagian/golongan penduduk yang berumur antara 10 sampai 56 tahun. Tegasnya adalah semua orang/penduduk yang telah mencapai usia kerja (people of working age). Dari uraian tersebut dapat dikatakan tenaga kerja perempuan
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 8
adalah perempuan yang berumur 10 sampai 56 tahun dan mampu melakukan pekerjaan guna mendapatkan penghasilan, tenaga kerja perempuan ini sering disebut sebagai TKW (Tenaga Kerja Wanita). Warsito (2010) dalam Irawaty (2011), ada beberapa pendorong Tenaga Kerja Wanita (TKW) ingin bekerja keluar negeri antara lain: (1) dorongan ekonomi, karena kebutuhan hidup yang semakin tinggi, (2) semakin sempitnya lahan pertanian sebagai mata pencaharian mereka sebagai petani, (3) lapangan kerja dalam negeri sempit serta upah yang rendah, sedangkan di luar negeri upahnya tinggi hingga tujuh kali lipat, (4) karena alasan sosial berupa pendidikan yang rendah, (5) demonstration effect, dimana mereka melihat tetangganya hidup enak dan mewah dari hasil bekerja di luar negeri, dan (6) faktor demografi usia muda membuat mereka ingin mempunyai uang yang banyak. Dalam berbagai literatur yang membahas tentang buruh migran perempuan banyak ditemukan istilah Tenaga Kerja Indonesia Wanita (TKIW). Menurut Kustini (2002) dalam Irawaty (2011) TKIW adalah sebutan bagi kelompok perempuan Indonesia yang pergi ke luar negeri sebagai buruh tamu. Selain itu ada juga yang menyebutkan istilah TKIW dengan sebutan Tenaga Kerja Wanita (disingkat Nakerwan atau TKW). Menurut Kustini (2002) pengistilahan Buruh Migran Wanita di atas dengan TKIW dimaksudkan untuk menunjukkan asal negara yaitu Indonesia. Mengistilahkan TKIW sama dengan TKW yaitu merujuk kepada semua tenaga kerja wanita, baik yang bekerja ke luar negeri maupun di dalam negeri, dan istilah tersebut sekaligus membedakan dengan tenaga kerja laki-laki yang dikenal dengan istilah TKI. Pengistilahan tersebut merujuk pada semua tenaga kerja wanita, akan tetapi banyak orang yang mempersepsikan bahwa istilah TKIW atau TKW adalah buruh wanita yang melakukan migran ke luar negeri untuk bekerja.
Definisi Trafficking Trafficking atau perdagangan manusia memiliki beberapa definisi antara lain: 1.
Menurut hasil Konferensi Nasional tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak Indonesia yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28-30 Juli
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 9
2003, Perdagangan Manusia adalah: “Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain”. 2.
Keputusan Presiden Nomor 88 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Terhadap Perdagangan Perempuan dan Anak. Yang termasuk ruang lingkup Perdagangan Manusia menurut Keputusan Presiden tersebut adalah: “segala tindakan pelaku trafficking yang mengandung salah satu atau lebih tindakan
perekrutan,
pengangkutan
antar
daerah
dan
antar
negara,
pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau ditempat tujuan perempuan dan anak”. 3.
Konvensi Palermo. Berdasarkan protokol untuk mencegah, menindas, dan menghukum perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak-anak (Protokol Perdagangan), tambahan Konvensi PBB melawan Kejahatan Transnasional yang terorganisir, 2000, yang dikenal dengan Konvensi Palermo mendefinisikan Perdagangan
Manusia
sebagai:
“Pengerahan,
pengangkutan,
pengiriman,
penyembunyian atau penerimaan orang, dengan cara ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari paksaan, penculikan, kecurangan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi kerentanan atau pemberian atau penerimaan
pembayaran-pembayaran
atau
keuntungan-keuntungan
untuk
mencapai persetujuan dari seseorang yang memiliki kekuasaan atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk di dalamnya adalah, paling minimum, eksploitasi pelacuran pihak lain atau bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan-pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek lain yang mirip dengan perudakan, penghambaan, atau pengambilan organ tubuh manusia”. Menurut
Undang-Undang
(UU)
No.
21
Tahun
2007
Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) pasal 1 ayat 1, definisi trafficking (perdagangan manusia) adalah: “tindakan perekrutan, pengangkutan,
penampungan,
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
pengiriman,
pemindahan,
atau
penerimaan
Page 10
seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atau orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negeri maupun antar negara, untuk tujuan eksplorasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi”. Tindakan-tindakan yang dapat dianggap sebagai bentuk trafficking sebenarnya ada banyak sekali. Yang jelas, tindakan-tindakan itu termasuk dalam kategori kejahatan yang sangat berat. Korban dari trafficking adalah mereka yang terpinggirkan, terutama kaum perempuan. Pihak perempuan sangat fleksibel untuk mudah dieksploitasi. Sebab mereka sering dirugikan dengan posisi mereka yang selama ini lemah dan diperlakukan secara tidak adil dari lingkungannya. Penyebab awal yang menggiring pada perangkap trafficking adalah akibat dari kondisi kemiskinan dan ketidakmandirian yang mereka alami. Banyaknya calon TKI yang memalsukan identitas umurnya menyebabkan mereka mudah dieksploitasi dengan modus trafficking. Alasannya bahwa pekerja dibawah umur biasanya belum banyak mengetahui tentang konsekuensi kerja, apalagi di negeri rantau.
Sumber: Cameron & Newmann, 2008:3 Skema kerangka berpikir tersebut menjadi dasar pemikiran untuk menjelaskan proses viktimisasi struktural dalam penelitian ini. Skema tersebut melihat adanya berbagai faktor struktural dalam masyarakat yang memberikan kontribusi bagi terjadinya kejahatan perdagangan manusia, yaitu faktor ekonomi yang terdiri dari globalisasi, kemiskinan, penurunan tingkat ekonomi, dan
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 11
pergerakan migrasi. Kemudian adalah faktor sosial, yaitu adanya ketimpangan sosial, diskriminasi berdasarkan gender, diksriminasi berdasarkan usia dan status gender. Selanjutnya adalah faktor ideologi seperti rasisme, gender, dan stereotipe budaya. Bentuk-bentuk patriarkisme dalam masyarakat juga merupakan salah satu contoh dari faktor ideologis. Terakhir adalah faktor geopolitik. Hal yang termasuk kedalam faktor geopolitik adalah perang, konflik kekerasan, serta operasi militer. Faktor geopolitik dapat ditemukan di negara yang sedang mengalami konflik. Faktor-faktor struktural tersebut akan menciptakan kondisi vulnerability atau kerentanan bagi perempuan dan anak-anak untuk menjadi korban perdagangan manusia.
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 12
BAB III. PEMBAHASAN
Lintas batas barang dan jasa keseluruhannya bertujuan untuk peningkatan keuntungan ekonomi suatu negara, dan lintas batas tenaga kerja sering terjadi dan tak bisa dihindari, namun yang menjadi permasalahan adalah ternyata ada pihakpihak yang memanfaatkan arus migrasi ini untuk kepentingan pribadi. Jika diamati arus migrasi, maka dapat di lihat bahwa perpindahan tenaga kerja terjadi dari negara berkembang menuju negara maju atau dari negara miskin ke negara yang lebih makmur. Pengiriman tenaga kerja ke negara lain ini justru merupakan suatu tindakan yang pada akhirnya cenderung menimbulkan tindakan yang melanggar martabat manusia. Menurut International Labor Organization (ILO) kebijakan-kebijakan migrasi yang bersifat membatasi berbeda dengan kenyataan-kenyataan pasar di negara asal maupun tujuan, dan kebijakan tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah mereka yang bersedia mengambil resiko untuk diselundupkan dan/atau diperdagangkan. Di satu sisi prospek dan perbedaan upah yang sangat jauh berbeda, sehingga walaupun kemungkinan harus menanggung resiko-resiko yang ada, menjadi suatu tawaran yang menarik bagi masing-masing migran. Di sisi lainnya, juga karena ketidakseimbangan yang tejadi membuat perdagangan dan penyelundupan pekerja migran menjadi “bisnis” yang sangat menguntungkan. United Nations Office for Drug Control and Crime Preventation telah menjelaskan bahwa perdagangan orang sebagai bisnis yang paling cepat berkembang dari kejahatan terorganisir karena jumlah orang yang terlibat, skala keuntungan yang dihasilkan dan sifatnya yang berlipat-lipat. Para pelaku perdagangan orang sering sangat berhasil karena berbagai hubungan mereka dengan kelompok kejahatan transisional lainnya, seperti para pedagang senjata gelap atau para pengedar narkoba yang memberikan rute atau jalur-jalur yang aman dan sudah teruji, akses ke uang tunai, dokumen-dokumen palsu dan pejabatpejabat yang bisa disuap (Lousie Shelley, 2010) Berdasarkan data yang diperoleh dari website Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) didapat bahwa sebagian besar tenaga kerja Indonesia (TKI) adalah wanita. Dari Gambar.1 dapat dilihat
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 13
dengan jelas bahwa proporsi tenaga kerja wanita jauh lebih besar jika dibandingkan dengan proporsi tenaga kerja laki-laki. Sebagai contoh dapat dilihat bahwa pada tahun 2006 proporsi TKI yang berjenis kelamin perempuan adalah 79.08 persen dan laki-laki hanya 20.92 persen. Begitu pula pada tahun 2012 proporsi TKI berjenis kelamin perempuan adalah 59.13 persen dan laki-laki 40.87 persen. Besarnya proporsi tenaga kerja wanita diduga disebabkan oleh permintaan tenaga kerja di luar negeri lebih banyak sebagai pekerja rumah tangga di banding disektor lainnnya.
Sumber : Diolah dari data BNP2TKI Perempuan dan anak perempuan di bawah umur sangat rentan terhadap kasus eksploitasi dan perdagangan
manusia. Sarana eksploitasi yang sering
digunakan adalah berupa ancaman, penyalahgunakan otoritas, jeratan hutang, perkawinan, penahanan dan pemerkosaan. Ketika korban sampai di negara tujuan mereka dipaksa bekerja tanpa pembayaran atau diperdagangkan untuk prostitusi. Perempuan juga menjadi korban dari perdagangan mempelai pesanan; mereka tertipu oleh penawaran perkawinan dengan orang-orang asing, hanya berakhir kerja paksa atau bahkan lingkaran pelacuran. Ada juga kasus-kasus dimana perempuan dan anak perempuan dijual atau diperdagangkan sebagai istri ke orang-orang asing.
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 14
Negara yang paling banyak menjadi tujuan Tenaga Kerja Wanita (TKW) adalah Arab Saudi, Malaysia dan Taiwan. Pemilihan Arab Saudi mungkin terkait dengan kesamaan keyakinan mayoritas masyarakat Arab Saudi dengan masyarakat Indonesia. Sedangkan pemilihan Malaysia disebabkan kesamaam rumpun masyarakat Malaysia dan Indonesia yang sebagian besar adalah suku melayu, sehingga memiliki budaya yang hampir serupa. Tujuan pemilihan negara tujuan yang memiliki agama dan budaya yang sama adalah untuk mempermudah adaptasi dan terkait dengan kemudahan komunikasi dengan majikan. Berdasarkan data yang bersumber dari website BNP2TKI diperoleh bahwa selama kurun waktu 2006 hingga 2011 negara yang menjadi Primadona TKW adalah Arab Saudi (Tabel 1). Pada tahun 2006 hingga 2009 negara tujuan yang menjadi primadona TKW adalah Saudi Arabia kemudian diikuti oleh Malaysia. Pada tahun 2010 terjadi sedikit pergeseran, setelah Saudi Arabia (45.56 persen) negara tujuan kedua adalah Taiwan (12,22%) kemudian diikuti Malaysia (9.28 persen). Tabel 1. Proporsi Tenaga Kerja Wanita yang bekerja di luar negeri. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Negara Saudi Arabia Malaysia Taiwan Singapore United Emirate Arab Hong Kong Kuwait Qatar Lainnya Total
2006
2007
2008
Tahun 2009
49.89 22.33 8.01 5.49
44.04 20.87 8.54 7.01
40.58 20.59 10.81 4.39
51.31 12.51 10.86 6.74
0.43 3.69 4.70 1.05 4.43 100
5.00 5.61 4.79 1.41 2.74 100
6.56 6.08 5.29 1.38 4.33 100
2010
2011
2012
45.56 9.28 12.22 8.85
32.15 11.08 18.49 11.87
3.71 13.71 23.19 15.69
0.08 8.06 1.03 11.73 6.60 7.44 14.27 16.88 4.66 0.10 0.60 0.47 1.79 2.72 3.90 7.18 5.46 5.77 6.61 7.44 100 100 100 100 Sumber : Diolah dari data BNP2TKI
Pada tahun 2011 sebaran negara tujuan TKW cenderung lebih bervariasi jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Negara yang menjadi tujuan TKW adalah Saudi Arabia (49.89 persen), Taiwan (18,49 persen), Hongkong (14.27 persen), Singapore ( 11, 87 persen), Malaysia (11. 08 persen) dan sisanya ke Negara lainnya. Jika diperhatikan secara umum dari tahun ke tahun TKW Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 15
dengan negara tujuan Taiwan mengalami penambahan proporsi, sedangkan TKW dengan tujuan Malaysia cenderung menurun. Pada tahun 2012 negara tujuan yang paling banyak diminati TKW adalah Taiwan (23.19 persen), Hongkong (16.88 persen), Singapore (15,69 persen), Malaysia (13,71 persen) dan United Emirated Arab (11,73 persen). Persebaran Negara tujuan TKI yang cenderung lebih beraneka ragam di tahun 2011 dan 2012 dimungkinkan karena adanya peningkatan skill yang dimiliki TKW sehingga bisa masuk pasar kerja disektor jasa dan Indutri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1. Trafficking umumnya terjadi pada kasus-kasus pengiriman TKI ke luar negeri. Untuk itulah, penanganan terhadap masalah trafficking juga perlu mengatasi masalah pengiriman tersebut. Sebab, banyak para calon TKI yang akan berangkat ke luar negeri tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang bagaimana prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Kelengahan mereka kemudian dimanfaatkan secara ekonomi namun tidak bertanggung jawab oleh sejumlah agen, calo, atau jasa pengiriman TKI. Negara kita sebenarnya sudah cukup maju dalam menyoal pemberantasan masalah trafficking, yaitu telah disahkannya Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 20 Maret 2007. UU ini berisi 67 pasal. Pembahasan UU tersebut dimulai sejak tanggal 11 Oktober 2006, yang dilakukan antara Pansus RUU PTPPO bersama dengan pihak pemerintah. Undang-undang No.21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan manusia, membawa harapan baru dan tantangan bagi aparatur hukum dan pemerhati terjadinya tindak pidana perdagangan manusia untuk kembali memperhatikan dan mempelajari unsur-unsur dan sistem perlindungan hukum (terutama bagi saksi korban) dalam tindak pidana perdagangan manusia. Perlindungan hukum yang sesuai bagi buruh migran guna mencegah terjadinya perdagangan perempuan buruh migran adalah : a) pembuatan bilateral agreement antara Indonesia dengan negara pengguna jasa buruh migran, b)pembentukan women desk yang menangani permasalahan buruh migran, c) memperluas funsi LSM pendamping.
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 16
Hukum yang berlaku di negara kita sangat melarang perbudakan atau perdagangan orang. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM pasal 20 menyebutkan: “Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba. Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak, perdagangan perempuan, dan segala perbuatan serupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang”.Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), termasuk hak-hak pekerja merupakan penyebab maupun konsukensi dari perdagangan manusia. Proses feminisasi kemiskinan dan pengangguran parah di negara-negara asal telah memperburuk kerentanan para migran perempuan dan anak perempuan terhadap perdagangan. Kasus perdagangan perempuan dengan modus pelacuran di luar negeri adalah kasus yang paling umum terjadi. Bahkan menurut data yang ada, fenomena ini makin meningkat dari tahun ke tahun. Daerah-daerah yang memasok terbesar kasur trafficking tersebar di tanah air. Suatu data menyebutkan bahwa sedikitnya 80% dari 8800 kasus trafficking sejak tahun 2004 melibatkan korban asal warga Subang, Karawang, Cianjur, dan Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Akibat dari besarnya kasus tersebut, kemungkinan besar Indonesia terancam dalam daftar negara yang berhak mendapatkan jatah bantuan kemanusiaan dari PBB. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2011) mengenai perlindungan hukum bagi buruh
migran terhadap
tindakan perdagangan perempuan
mengungkapkan bahwa unsur-unsur perdagangan perempuan yang terjadi dalam pengiriman buruh migran dapat
berupa : (1) tindakan melintasi batas, yang
merupakan keseluruhan proses pengiriman buruh migran yang dilakukan dengan melakukan pengiriman dari bangkalan dan sampang, melintasi perbatasan wilayah Indonesia menuju Negara lain, (2) adanya tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan, tindakan yang terjadi selama di lokasi penampungan, (3) adanya penipuan berupa pemberian janji untuk diberangkatkan bekerja ke luar negeri (telah membayar sejumlah uang) tapi tidak terlaksana, (4) lilitan hutang, buruh migran berangkat ke luar negeri dengan tanggungan hutang yang nantinya dibayar dengan uang upahnya, (5) kekerasan dengan penyalahgunaan kekuasaan, tindakan majikan untuk menyimpan dokumen dan sebagai pihak yang berkuasa, f)kerja paksa atau kondisi perbudakan, yang dialami buruh migran di tempat kerja. Dengan adanya Undang-undang no.39 tahun 2004 tentang penempatan
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 17
dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri, diharapkan mampu memberikan upaya perlindungan yang integral serta sistem penempatan yang lebih mudah bagi TKI. Selain itu dalam undang-undang juga mengamanatkan untuk membentuk Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang baru terbentuk pada april 2007 yang mempunyai tugas secara khusus menangani persoalan TKI dan mengupayakan perlindungan bagi TKI secara Optimal. Keberadaan UU dan BNP2TKI diharapkan mampu memberikan kepastian hukum serta menjawab segala persoalan yang dihadapi oleh TKI. Selama tahun 2010, pemerintah telah melakukan upaya koordinasi untuk usaha anti trafficking. Namun pemerintah belum memberlakukan undang-undang migran dan menerapkan sanksi pidana yang sesuai untuk perekrutan tenaga kerja. Selain itu juga belum ada upaya yang kuat untuk menyelidiki, mengadili, dan menghukum aparat yang terlibat dalam perdagangan orang. Upaya yang dilakukan untuk melindungi korban perdagangan manusia antara lain : menempatkan korban ke tempat yang aman, mengembalikan ke daerah asal (daerah asal atau negara asal) termasuk upaya pendampingan hukum, rehabilitasi (pemulihan kesehatan fisik dan psikologis), reintegrasi (Penyatuan kembali ke keluarga atau ke lingkungan masyarakat) dan upaya pemberdayaan di sektor ekonomi dan pendidikan agar korban tidak terjebak kembali dalam perdagangan manusia. UU nomor 21 tahun 2007 memberikan perlindungan bagi korban sebagai berikut: 1. Korban berhak untuk bersaksi tanpa tampil di depan pengadilan 2. Korban human trafficking dilindungi sesuai dengan UU No.13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban 3. Korban dan keluarga korban berhak menyembunyikan identitas 4. Korban berhak menerima restitusi terhadap kejahatan yang mereka terima. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi human trafficking adalah melakukan kerjasama bilateral dan regional. Pada tingkat bilateral Indonesia telah menandatangani nota kesepakatan dengan Negara tujuan migran untuk melindungi buruh migran Indonesia. Misalnya pada tahun 2006 pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia telah menandatangani Mou Rekrutmen dan Penempatan Pekerja rumah tangga Indonesia, yang
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 18
kemudian di ubah pada tanggal 30 mei 2011. MoU tersebut mengatur hak dan kewajiban dari kedua pengusaha dan karyawan di Negara tujuan (Malaysia). Mou ini diharapkan dapat mencegah jenis pelanggaran terhadap buruh migran yang mengarah pada tinddak pidana perdagangan manusia atau penyelundupan orang.
Contoh Kasus 1. Perempuan hamil diduga menjadi korban trafficking Seorang
perempuan
hamil
berinisial
S diduga
menjadi
korban
perdagangan manusia (human trafficking) di Malaysia. Perempuan berusia 24 tahun asal Desa/Kecamatan Tegal Buleud, Kabupaten Sukabumi berhasil pulang dan tiba di Pendopo Kabupaten Sukabumi, Jumat (28/12). Dari pengakuan S, dia berangkat ke Malaysia bersama delapan orang lainnya termasuk satu di antaranya suaminya. Namun, kini S tidak mengetahui keberadaan delapan warga asal Sukabumi ini. Pasalnya, setibanya di Malaysia dia bekerja di lokasi berbeda dengan laki-laki lainnya. Ia berangkat dengan korban lainnya sekitar dua bulan lalu. Dalam perjalanan menuju perbatasan Malaysia, dia bersama korban lainnya dipisah-pisahkan dengan cara menggunakan kendaraan berbeda. “Saya tahu hamil setelah di Malaysia. Sekarang usia kandungan saya sekitar empat bulan. Waktu berangkat saya bersama suami dan tujuh orang lainnya. Saya berangkat dalam satu mobil bersama suami saya. Sementara lima orang lainnya menggunakan truk serta dua orang dengan kendaraan berbeda,” akunya ketika diterima pengurus penanganan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Sukabumi. Korban menerangkan, begitu tiba di Malaysia dia bekerja di kedai roti. Dia tidak mengetahui tempat dan jenis suami dan tujuh orang lainnya bekerja. Awalnya, S dijanjikan akan bekerja bersama suaminya.Tragisnya lagi, S hanya menerima gaji 22 ringgit perhari atau sekitar Rp600 ribu sebulan. Nominal gaji ini tak sesuai dengan perjanjian awal yakni sebulan digaji 2 ribu ringgit. “Saya bekerja dari pukul 05:00 sampai pukul 19:00. Saya hanya bisa istirahat di kamar mandi,” keluhnya. Kini, kasus yang menimpa S dan delapan warga lainnya tengah ditangani P2TP2A Kabupaten Sukabumi dan Provinsi Jawa Barat.
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 19
Ketua P2TP2A Kabupaten Sukabumi, Elis Nurbaeti menjelaskan terungkapnya kasus dugaan penjualan manusia ini ketika korban S ditempatkan bekerja tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Soalnya, S pada saat berangkat akan bekerja di sebuah real estate di Malaysia. Baru sepuluh hari di sana, korban langsung mengadukan ke majikannya di sana. Ternyata majikannyapun merasa tertipu karena telah memberikan uang sekitar Rp20 juta kepada agennya,” ungkapnya. Elis menegaskan, untuk mengusut tuntas jaringan perdagangan manusia ini akan langsung koordinasi dengan petugas kepolisian. Termasuk untuk memulangkan beberapa korban lainnya yang kini keberadaannya masih dicari. (Sumber : Poskotanews.com, 29 Desember 2012)
2. Dua orang PRT Migran Indonesia yang menjadi korban trafficking Dua orang perempuan berinisial E dan D (PRT Migran Indonesia yang tersekap di Irak) akhirnya dapat diselamatkan dan dipulangkan ke Indonesia tiba di Jakarta, Rabu 7 November 2007 jam 18.50 WIB di Airport Soekarno Hatta CengkarengJakarta. Setelah selama hampir 7 bulan, E dan D terperangkap di kawasan konflik bersenjata Mosul, Kurdistan, Irak, akhirnya mereka dapat diselamatkan dan di evakuasi oleh IOM (International Organization of Migration) yang beroperasi melakukan misi kemanusian di Irak. E adalah orang pertama yang berkomunikasi dengan Migrant CARE (pada awal bulan September 2007) dan menginformasikan bahwa dia beserta 23 PRT Migran asal Indonesia terperangkap di kawasan konflik bersenjata di Mosul, Kurdistan, Irak. Mereka adalah korban sindikat perdagangan manusia yang beroperasi kawasan Uni Emirat Arab dan Irak untuk dipekerjakan sebagai PRT di kawasan yang rawan. Hingga kini, Baru E Anita dan Darniati yang bisa lolos dari kawasan bahaya tersebut, masih ada sekitar 22 PRT Migran Indonesia yang masih belum dapat dievakuasi. Elly Anita dan Darniati tiba di Airport Soekarno-Hatta Cengkareng pada hari Rabu, 7 November 2007 jam 18.30 WIB dengan menumpang pesawat Emirates nomor penerbangan EK 348. Migrant CARE, keluarga E dan Departemen Luar Negeri RI akan melakukan penjempuatan di terminal kedatangan Internasional .Dengan kedatangan E dan D, Migrant CARE mendesak
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 20
kepada Pemerintah RI untuk terus mengupayakan penyelamatan dan evakuasi 22 PRT Migran Indonesia lainnya yang masih terperangkap di kawasan konflik bersenjata di Kurdistan, Irak. (Sumber : www.migrantcare.net)
3. Mojang Sukabumi diduga di Jual di Malaysia REPUBLIKA.CO.ID,SUKABUMI - Tiga mojang asal Desa Kebonpedes, Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, diduga menjadi korban penjualan manusia atau human trafficking di Malaysia. Ketua Serikat Pekerja Migran Indonesia (SBMI) cabang Sukabumi, Jejen Nurjanah, di Sukabumi, Rabu (23/3), menyatakan pihaknya tengah menangani laporan dari warga yang keluarganya diduga menjadi korban perdagangan manusia di Malaysia. "Kami masih menyelidiki kasus dugaan ini dan kami pun sudah melaporkannya ke Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) di Jakarta," ungkapnya. Untuk ketiga perempuan ini, Jejen mengatakan bahwa pihaknya masih menelusuri nama dan alamat lengkapnya. Karena, kasus seperti itu cukup sulit untuk dilacak. "Kami hanya menerima laporan saja dan kami pun saat ini tengah menindak lanjuti laporan ini," tambahnya. Sebenarnya ada lima orang yang diduga menjadi korban trafficking ke Malaysia. Dua diantaranya sudah ditemukan yakni satu warga Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, dan satu lagi warga Kota Sukabumi. "Kami pun sudah melaporkannya ke intansi terkait lainnya untuk mengembangkan kasus ini," lanjut Jejen. Sementara itu, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukabumi mengakui belum menerima informasi tersebut. Kepala Seksi Penyediaan dan Penempatan TKI Disnakertrans Kabupaten Sukabumi, Ismail, menyatakan bahwa pihaknya belum menerima laporan tentang adanya warga kabupaten yang menjadi korban traficking ke malaysia. "Kami belum menerima laporan atas kasus ini. Untuk tahun 2011, kami baru menerima satu kasus TKI. Itu pun masalah hilang kontak selama lima tahun," singkatnya. (Sumber: www. republika.co.id)
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 21
DAFTAR PUSTAKA
Andari, Annisa Jihan “Analisis Viktimasi structural terhadap tiga korban perdagangan perempuan dan anak perempuan.”. Jurnal Kriminologi Indonesia Vol.7 N0. III Desember 2011, Jakarta. 2011 Eridiana, Wahyu. Migrasi. Paper. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. 2010 Fatimana Agustinanto, et.al. Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia. Jakarta: United States Agency for International Development. 2003. Hermawan, Rizky. Skripsi. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi dari Desa ke Kota (Studi Pada Penjual Bakso Keliling di Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora. Universitas Muhammadiyah Malang, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 2005. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak Kurniadie. Thesis. Perdagangan Manusia Terselubung Dalam Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia Keluar Negeri. Universitas Indonesia, Fakultas Hukum Pascasarjana. Jakarta. 2006 Irawaty, Tuti. Skripsi. Migrasi Internasional Perempuan Desa dan Pemanfaatan Remitan di Desa Pusakajaya, Kecamatan Pusakajaya, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Institut Pertanian Bogor. 2011 Ananta, Aris. Transisi Demografi Transisi Pendidikan dan Transisi Kesehatan di Indonesia. Jakata: Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN. 1995 Ananta, Aris, Prijono Tjiptoherijanto dan Chotib. Mobilitas Penduduk di Indonesia. Jakarta: Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN dan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 1996 Lee, Alexander. Gridlock: Labor, Migration, and Human Trafficking in Dubai. Journal of International Affairs; Fall 2012; 66, 1; ProQuest pg. 238 Lee, Everett S. A Theory of Migration. University of Pennsylvania. Demography, Vol. 3, No. 1. (1966), pp. 47-57. Martin, Philip. Sustainable Labor Migration Policies in a Globalizing World.
University of California, Davis. 2003.
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 22
Nieuwenhuys, Celine, et.al. Human Trafficking, Information Campaigns, and Strategies of Migration Control. American Behavioural Scientist. Sage Publication: 2007. Nurbaeti,
Elis.
“Wanita
Hamil
Jadi
Korban
Perdagangan
Manusia”.
Poskotanews.com, Sabtu 29 Desember 2012. Diunduh tanggal 15 maret 2013 O’Neill, Casey. Immigration and Human Trafficking in the U.S.-Mexico Border Region: A Conceptual Model of the Geography of Human Trafficking, Human Smuggling, and Undocumented Immigration. New Mexico State University. Fix Project, May, 2010. Philip, Martin and Jonas Widgren. International Migration: Facing the Challenge. Population Bulletin; Mar 2002; 57, 1; ProQuest pg. 3 Purwadi,
Didi.
“Mojang
Sukabumi
di
duga
dijual
di
Malaysia”.
www.republika.co.id, Rabu 23 Maret 2011. Diundunh tanggal 16 Maret 2013. Rahayu, Devi, “Perlindungan Hukum bagi Migran terhadap tindakan Perdagangan Perempuan”. Junnal Hukum No.1 Vol. 18 Januari 2011, Jakarta. 2011 Razak, Tatang Budi Utama (2012), “Eliminating Trafficking in persons and people smuggling : Indonesia experience." Director for Protection of Indonesians and Legal Entities Overseas. Jakarta : Ministry for foreign of republic of Indonesia : 2011 Ravenstein, E.G. The Law of Migration. Journal of the Statistical Society of London. Vol. 48. No.2. (Tun., 1885). pp. 167-235 Safrida. Disertasi. Dampak Kebijakan Migrasi Terhadap Pasar Kerja dan Perekonomian di Indonesia. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 2008 Siaran Pers Migrant CARE, “Elly Anita bt Susilo dan Darniati bt Jabasali”. Migrant CARE, Selasa, 06 Nopember 2007. Di unduh tanggal 15 Maret 2013 Shelley, Louise, “Human Trafficking : A Global Perspective”, New York : Cambridge University Press. 2010 Solimano, Andres. International Migration and The Global Economic Order: An Overwiew. Macroeconomics and Growth Development Economics Research Group. The World Bank. 2001
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 23
Stanslas, Pooja Theresa. Transborder Human Trafficking in Malaysian Waters: Addressing the Root Causes. Journal of Maritime Law and Commerce; Oct 2010; 41, 4; ProQuest Research Library pg. 595 Stark, Oded. The Migration of Labor. Basil Blackwell Inc. Cambridge. Massachusstes, USA. 1991 Todaro, Michael P. Migration, Unemployment, and Development: A Two Sector Analysis. The American Economic Review. Vol. 60. 1970 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1969 Tentang KetentuanKetentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja Undang-Undang
Republik
Indonesia
Nomor
21
Tahun
2007
Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi www.bnp2tki.go.id www.iom.int
Migrasi Internasional : Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 24