UNIVERSITAS INDONESIA
METAFORA DALAM PIDATO CHARLES DE GAULLE PADA PERANG DUNIA II
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S1
BINTARTI MAYANG SARI 0806355506
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI SASTRA PRANCIS DEPOK JULI 2012
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Humaniora pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada
1. Ibu Dr. Myrna Laksman-Huntley selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih banyak atas waktu, bantuan, dan dukungan yang diberikan. “Masukan” dari Ibu selalu dapat memotivasi saya untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini. Begitu pula dengan kesabaran dan kepedulian Ibu dalam mendengarkan dan meluruskan jalan pikiran saya yang selalu diakhiri dengan nasehat berharga. Proses penulisan skripsi ini akan selalu membekas di ingatan saya, begitu pula dengan kebaikan dan jasa Ibu. 2. Para penguji: Ibu Ayu Basoeki Harahap, M.Si. dan Ibu Prof. Dr. Rahayu Surtiati Hidayat yang telah membaca dan memberi masukan. Tidak terkira rasa syukur saya mendapat pembaca yang begitu teliti, kritis, dan sabar sehingga saya paling tidak dapat mengusahakan kesempurnaan penelitian ini. Tanpa revisi dari Ibu sekalian, tentu skripsi ini akan sangat kurang menggigit. 3. Ibu Irzanti Sutanto, M.Hum.
Waktu yang Ibu luangkan untuk memberi
konsultasi dan nasehat, bahkan sebelum skripsi ini mendapat bentuknya dan masih berada di awang-awang. Inspirasi yang Ibu berikan sejak mata kuliah Semantik di semester empat sampai saya memutuskan memilih tema skripsi di semester lima adalah salah satu hal yang sangat saya syukuri. Selain itu, terima kasih atas kesediaan Ibu meminjamkan buku-buku langka dan luar biasa membantu.
v Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
4. Pembimbing akademis, Bapak Prof. Dr. M. I. Djoko Marihandono S.S., M.Si, yang selalu memberi perhatian setiap baik saat saya galau atau tidak dengan proses akademis yang rumit. 5. Para dosen, baik dari luar maupun dari program studi Sastra Prancis yang telah memberikan ilmu berharga. 6. Teman-teman program studi Sastra Prancis, terutama angkatan 2008. 7. Lilih yang banyak memberi masukan, dukungan, dan serial Gumiho. Lilih serta Zulfa dan Safiek, teman galau berjibaku mengurus Beasiswa Unggulan di sela-sela kesibukan menyusun skripsi. Nisya, Raisha, Wanda, Muthia, pengalaman kita bersama begitu indahnya. Andit dan Tiwi, teman ngebolang dan ngerandom sms, kita harus sering bertualang! Rosita, Yohanna, Aisha teman horor. Yang terakhir ini (dan Nadia) juga teman berbagi Kpop. Pupu, Gadis, Sito, Bagas (atas foto-foto luar biasa, favorit para postcrosser), Dina, Jessy (salah satu teman skripsier), dan banyak lagi. Kak Karita yang selalu bersedia menerima gangguan meski sibuk kuliah dan magang, semoga saya segera menyusul. Kak Dorce dan Stella yang memberi saran dan berbagi pengalaman tentang kelas dan skripsi.Jika ada yang terlewat mohon maaf karena ini dibuat pagi sebelum pengumpulan terakhir. 8. Indri, Yesica, Gustika, Arina, Dian Sartika (Gepe), Asti, Nanda, Icha, Meisha, Hani, Andi, Arif, Gayo, Sifa, Ibel, semua teman SMP/SMA yang tidak pernah lelah menambah kenangan manis di dalam memori saya (termasuk obrolan dari Gepe yang sudah sidang sebelumnya). 9. Teman seberang lautan yang dengan baik hati selalu menunjukkan kepedulian pada kemajuan skripsi ini dengan menanyakan kabarnya (juga kabar saya, haha). Juga kartu posnya. Saya selalu senang mengobrol dengan Anda, (terutama saat la nuit blanche atau subuh sebelum beraktivitas) dan selalu berharap yang terbaik pula bagi Anda. 10. Bude Sisca dan Om Bambang atas bantuannya yang sangat berharga. 11. Para Bude, Pakde, Tante, Om, dan sepupu (terutama Inggrid yang menjadi saksi perjuangan) yang memberikan dukungan dan doa.
vi Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
ABSTRAK
Nama
: Bintarti Mayang Sari
Program Studi : Sastra Prancis Judul
: Metafora dalam Pidato Charles De Gaulle
Skripsi ini menganalisis metafora yang ditemukan dalam pidato De Gaulle pada tanggal 11 November 1941. Dalam menganalisis metafora yang ditemukan dalam pidato De Gaulle pada tanggal 11 November 1941 penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson. Setelah dianalisis metafora yang banyak terdapat dalam pidato De Gaulle adalah metafora dari konkret ke abstrak. Penggunaan metafora-metafora tersebut digunakan De Gaulle untuk mengekspresikan perasaan secara tepat dan untuk mempengaruhi perasaan pendengarnya. Analisis ini juga menunjukkan gambaran pandangan hidup De Gaulle sebagai individu dan kepala negara, yaitu pantang menyerah dan semangat cinta pada tanah air yang dapat dicontoh oleh semua orang untuk memajukan bangsanya.
Kata kunci: Metafora, pidato, Charles De Gaulle
ix Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
ABSTRACT
Name
: Bintarti Mayang Sari
Study Program
: French Studies
Title
: Metaphor Studies in De Gaulle’s speeches
Key words: Metaphor, speech, De Gaulle
x Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME………………….....
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………
iii
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………
iv
KATA PENGANTAR………………………………………………...........
v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………..…
vii
ABSTRAK……………………………………………………………….....
viii
ABSTRACK……………………………………………………………….
ix
ABSTRACTION…………………………………………………………..
x
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….
xi
DAFTAR TABEL…………………. ………………………………………
xiii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………..
xiv
1. PENDAHULUAN………………………...……………………………
1
1.1 Latar Belakang………………………………………………….
2
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………
5
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………….
6
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………
6
1.5 Ruang Lingkup………………………………………………… .
6
1.6 Metodologi Penelitian……………………………………………
7
1.6.1 Metode Penelitian……………………………………. ..
7
1.6.2 Sumber Data…………………………………............. ..
7
1.6.3 Teknik Analisis Data………………………………… ..
7
2. KERANGKA TEORI………………………………………….. ……….. 2.1 Jenis makna………...................................................................... ..
9 9
2.2 Metafora ……................................................................................
xi Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
10
2.3 Analisis Metafora Kognitif……………………………………….
12
2.3.1 Source Domain, Target Domain, Correspondences/Mapping……………………………………………… …
13
2.3.2 Highligting dan Hiding……………………………………..
13
2.3.3 Image Schema………………………………………………..
14
3. ANALISIS……………………………………………………………… ..
18
3.1 PERJUANGAN adalah PERJALANAN…………………………
18
3.2 SEMANGAT PERSATUAN adalah API……………………… ...
24
3.3 KEBEBASAN adalah KOMODITI BERHARGA……………….
30
3.4 NEGARA/KEMENANGAN adalah ORANG……………………
34
3.5 PERANG adalah PERTUNJUKKAN…………………………….
38
3.6 NEGARA adalah BANGUNAN………………………………….
42
3.7 HARAPAN adalah CAHAYA……………………………………
45
3.8 PENJAJAHAN adalah KEGELAPA/PENJARA…………………
46
3.9 Konsep Metafora dalam Pidato De Gaulle………………………..
49
4. KESIMPULAN…………………………..………………………………
52
DAFTAR REFERENSI……………………………………………….……..
56
Lampiran………………………………………………………………………
58
xii Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Pemetaan konseptual metafora PERJUANGAN adalah PERJALANAN……………………………………………....
Tabel 3.2
Pemetaan konseptual metafora SEMANGAT PERSATUAN adalah API……………………………………………………………
Tabel 3.3
33
Pemetaan konseptual metafora NEGARA/KEMENANGAN adalah ORANG………………………………………………………
Tabel 3.5
29
Pemetaan konseptual metafora KEBEBASAN adalah KOMODITAS BERHARGA…………………………………………………
Tabel 3.4
23
37
Pemetaan konseptual metafora PERANG adalah PERTUNJUKKAN……………………………………………
41
Tabel 3.6
Pemetaan konseptual metafora NEGARA adalah BANGUNAN
44
Tabel 3.7
Pemetaan konseptual metafora HARAPAN adalah CAHAYA..
46
Tabel 3.8
Pemetaan konseptual metafora PENJAJAHAN adalah KEGELAPAN/PENJARA………………………………………
xiii Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
48
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1……………………………………………………………………
56
Lampiran 2……………………………………………………………………
61
xiv Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Setiap teks memiliki tujuan komunikatif, termasuk pidato. Terlebih, pidato merupakan sarana komunikasi langsung antara seorang orator dan khalayak ramai yang bersifat persuasif (Keraf, 1991). Oleh karena itu, kemampuan komunikatif untuk
menyampaikan
pesan
yang
dimaksud
sangatlah
penting
karena
keberhasilannya tidak hanya berdasarkan menarik atau tidak materi yang disampaikan tetapi juga cara pembicara menyampaikannya sehingga mampu memengaruhi massa (West dan Turner, 2008). Berpidato merupakan keahlian yang penting di dalam masyarakat demokratis. Selain penguasaan materi, pemilihan kata akan sangat menunjang pembicara dalam memformulasikan ideidenya (Keraf, 1991). Sering kali orator menciptakan makna baru dari kata atau ungkapan yang telah memiliki arti harfiah agar pesannya tercapai. Tidak hanya dalam pidato, dalam kehidupan sehari-hari kita selalu dikelilingi kata dan bahasa yang memiliki makna tertentu. Pemaknaan dan kesan di dunia ini begitu luas sedangkan kata yang tersedia terbatas. Oleh karena itu, pengungkapan dengan makna nonharfiah tidak asing lagi. Misalnya kita sudah akrab dengan ungkapan, "Berdiri di atas kaki sendiri". Ungkapan ini tentu saja tidak sekadar berhubungan dengan sistem kinetis manusia, tetapi masyarakat langsung dapat memahaminya sebagai analogi dari kemandirian ekonomis, sosial, budaya, dan politis. Suatu ide yang bersifat politis akan terlalu rumit bagi kalangan tertentu yang kurang bersinggungan dengan ranah ini. Oleh karena itu, penyampaian ide dibantu oleh proses metaforis. Boers menyatakan bahwa metafora terutama mengakomodasi pemetaan berbagai konsep, terutama yang abstrak, ke dalam konsep yang konkret (dalam Gibbs, 1999). Dalam Gibbs (1999), Johnson dan Ibarretxe-Antuñano sepakat bahwa metafora tidak sekadar gaya bahasa, tetapi menyusun atau memberi struktur dalam pemikiran manusia (1999, h.41). Seperti yang dikemukakan Aristoteles (dalam West dan Turner, 2008), metafora adalah alat penting dalam pidato yang membantu sesuatu menjadi lebih mudah dipahami Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
2
dan lebih menarik karena menghindari bahasa sederhana yang terlalu membosankan dan bahasa terlalu rumit yang membuat frustasi pendengar. Beberapa tokoh politis terkenal menggunakan metafora dalam pidatonya. Misalnya metafora yang ditemukan dalam pidato De Gaulle pada tanggal 11 November 1941, Nous sommes maintenant un bloc inébranlable (Kita sekarang adalah blok yang tak tertembus). Dalam kamus Le Robert de poche 2011 (2010), bloc memiliki makna ‘masse solide et pesant, éléments groupé en une masse homogène’1. Prancis yang bersatu diibaratkan sebagai sebuah blok yang kuat dan tangguh. Prancis yang seperti itu adalah Prancis yang memiliki daya juang tinggi yang mampu bertahan menghadapi gempuran lawan. Dari contoh di atas, metafora dalam pidato De Gaulle menimbulkan efek tertentu yang akan berbeda dari kata bermakna harfiah. Dengan metafora, pendengar akan lebih mudah berada dalam ranah yang dimaksudkan De Gaulle sehingga pidatonya menjadi lebih efektif. Pendengar akan mampu menangkap pesan itu dengan membayangkan sebuah blok kokoh dan mengasosiasikannya dengan diri sendiri atau dengan masyarakat Prancis. Pembandingan itu membuat mereka lebih paham betapa kuat diri mereka. De Gaulle dan pendengarnya memiliki pengalaman sama sehingga perumpaan kekokohan dan kekuatan daya berterima. Menurut Lakoff dan Johnson (1980), metafora tidak hanya terdapat dalam bahasa atau hanya berkaitan dengan bahasa, tetapi menyerap dalam kehidupan sehari-hari, melingkupi pikiran dan tingkah laku kita. Metafora dalam suatu bahasa dapat bersifat universal karena berhubungan dengan sistem konseptual manusia, yakni hal mendasar dari pemikiran manusia dan bersifat sistematis (Knowles dan Moon, 2008). Pemikiran mendasar itu dapat melalui interaksi sosial dan kesamaan pengalaman. Keabstrakan yang sulit dideskripsikan termediasi melalui proses metaforis. Melalui teori kognitif dari Lakoff dan Johnson, peneliti dapat menelusuri pemetaan konsep antarranah, yakni ranah sumber dan ranah sasaran yang merupakan konsep utama dalam mengidentifikasi metafora kognitif. Pemetaan ini akan tersimpulkan dalam struktur atau kategori metafora. Sudut 1
(massa yang utuh dan berat, unsur-unsur yang menyatu atau berkumpul menjadi
satuan massa yang homogen) Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
3
pandang ini juga membantu menunjukkan hal konseptual dalam pikiran pembicara ke hal nyata berupa bahasa. Bahasa sebagai alat ekspresi dapat menunjukkan konsep suatu masyarakat, bagaimana mereka memandang dunia, menanggapi lingkungan sekitar, dan berinteraksi satu sama lain (Lakoff dan Johnson, 1980). Siregar (2009) memberikan contoh: di negara berbahasa Inggris ada ungkapan, TIME IS MONEY. Ungkapan ini merupakan salah satu struktur metafora yang sering kita dengar. Menurut teori metafora konseptual, TIME adalah ranah sasaran dan MONEY adalah ranah sumber. Dalam pikiran masyarakatnya, waktu merupakan sesuatu yang berharga seperti uang. Pemikiran ini dapat disimpulkan dengan melihat pemetaan yang terjalin dalam hubungan antarranah. Di dalam bahasa Indonesia, meskipun juga terdapat ungkapan yang serupa, waktu adalah uang, pada kenyataannya, masyarakat lebih menganut peribahasa “Biar lambat asal selamat” (Siregar, 2009). Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa ungkapan waktu adalah uang hanya merupakan pinjaman dari bahasa Inggris. Cowie (2009), Knowles dan Moon (2005), Laksana (2006), West dan Turner (2008), dan Ullmann (1964) sepakat bahwa metafora memiliki fungsi penting dalam bahasa dan berkaitan dengan masyarakat, yakni sebagai alat untuk menciptakan pengertian baru, menjelaskan, menggambarkan, mengungkapkan, menilai suatu ide, menghibur, menghidupkan bahasa, sumber polisemi dan sinonimi, mendorong penafsiran, dan membangun makna baru. Aspek kebahasaan dalam pidato menarik untuk dibahas karena dalam pidato akan terungkap semangat zaman serta pengungkapan ide yang khas (Keraf, 1991). Hal itu akan terlihat dari penggunaan bahasa secara efektif dan efisien. Keraf mengungkapkan bahwa berbahasa secara efektif dapat menjamin bahwa amanat yang ingin disampaikan betul-betul dapat diterima tepat dan utuh oleh yang mendengar atau yang membacanya (1991). West dan Turner
juga
menyebutkan, salah satu strategi agar persuasi menjadi efektif dan pidato menjadi lebih menggugah adalah dengan menggunakan metafora (2004). Penelitian mengenai metafora sudah banyak dilakukan, seperti oleh Susasmiyati (2004), mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Indonesia, mengenai jenis-jenis metafora serta alat yang digunakan Soekarno Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
4
dalam pidatonya pada era revolusi kemerdekaan. Untuk mengklasifikasi metafora, ia menggunakan pendekatan kognitif dari Lakoff dan Johnson (1980). Dari penelitian ini ia mengetahui pandangan hidup Soekarno sebagai individu dan pemimpin bangsa. Penelitian lain mengenai metafora dilakukan oleh Tan (1996), mahasiswa Program Studi Sastra Prancis, Universitas Indonesia. Dalam skripsinya, Tan meneliti jenis metafora dan jenis metonimi yang terdapat dalam berita surat kabar Prancis dengan menggunakan teori Ullmann (1964). Hasil penelitian itu menunjukkan kaitan makna secara metaforis dan metonimis dengan pelanggaran kolokasi. Penggunaan makna secara metaforis dan metonimis menyebabkan makna kalimat yang unsur-unsurnya mengalami pelanggaran kolokasi tetap berterima. Teori yang sama digunakan Fabriyanti (2008), mahasiswa Program Studi Sastra Prancis, Universitas Indonesia, untuk meneliti jenis metafora dalam komik Prancis. Dari penelitian itu ia menyimpulkan bahwa ada hubungan konteks cerita dengan pemilihan metafora binatang dalam jenis komik tertentu. Penelitian terdahulu tersebut belum ada yang membahas mengenai metafora dalam teks pidato berbahasa Prancis meskipun penelitian mengenai metafora dalam bahasa Prancis telah dilakukan dengan menggunakan korpus serta bidang berbeda. Dalam penelitian ini, akan dibahas metafora dalam bidang politik yang terdapat dalam pidato De Gaulle. Secara historis, pidato yang disampaikan
presiden pertama Republik V
Prancis dan tokoh penting dalam pembebasan Prancis pada masa Perang Dunia II itu memiliki pengaruh yang signifikan bagi masyarakat Prancis (dalam artikel How De Gaulle speech). Pidatonya pada masa pendudukan Jerman tahun 1940-1945 mampu mengobarkan semangat rakyat Prancis yang sudah putus asa dan hampir menyerah (Dreyfus, 1996). De Gaulle yang saat itu menjabat sebagai Brigadir Jenderal menyingkir ke Inggris. Ia menolak keputusan Pemerintah Vichy yang menyerah pada Jerman dan membacakan pidatonya melalui radio BBC di London pada tanggal 18 Juni 1940. Ia menyerukan kepada semua rakyat Prancis agar bertahan terhadap pendudukan Nazi dan mulai mengatur “Pejuang Prancis Bebas” bersama dengan para perwira buangan Prancis di Inggris (De Gaulle). Bahkan, pidatonya pada masa Perang Dunia II dianggap sebagai faktor utama Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
5
keluarnya Prancis sebagai pemenang bersama Sekutu (dalam artikel How De Gaulle speech, 2010). Hal tersebut menunjukkan bahwa pidato memiliki peran luas dan kedudukan penting dalam masyarakat. Akan tetapi, kajian semantis pidato De Gaulle belum dilakukan secara mendalam, padahal di dalamnya ditemukan gejala metafora yang menarik, seperti metafora yang ditemukan dalam pidatonya pada tahun 1941 di hadapan anak-anak di malam Natal. De Gaulle mengatakan “mesdames les nations” (para nyonya bangsa). Ia mengibaratkan suatu bangsa sebagai seorang nyonya yang dapat lebih atau kurang cantik dan berani dibandingkan “nyonya” lain, Les nations, vous savez, sont comme des dames, plus ou moins belles, bonnes et braves. Bangsa Prancis juga diibaratkan nyonya yang paling baik, cantik, dan berani, parmi mesdames les nations, aucune n’a jamais été plus belle, meilleure, ni
plus brave que notre dame la France. Ia juga
menyebutkan Jerman sebagai tetangga yang kurang ajar, kasar, dan iri hati, Mais la France a une voisine brutale, rusée, jalouse : l’Allemagne. Penggunaan metafora dengan menunjukkan perumpamaan yang kuat dapat membuat khalayak membayangkan adegan yang digambarkan. Pembuat pidato dapat
mendefinisikan
berbagai
istilah
yang
ia
gunakan
dengan
mempertimbangkan ide yang mirip dengan pemikirannya sendiri. Dengan cara seperti itu, ia dapat menemukan mata rantai untuk mencocokkan pemikirannya dengan pemikiran khalayak sehingga tidak kehilangan perhatian dan memiliki kesempatan untuk membujuk khalayaknya (West dan Turner, 2004). Efisiensi bahasa adalah bagaimana seorang pembicara menggunakan alat atau cara, seperti metafora untuk menyampaikan sesuatu dengan hasil sebesar-besarnya (Keraf, 1991).
1.2 Rumusan Masalah Melihat penggunaan metafora dalam pidato De Gaulle, peneliti hendak mengetahui struktur metafora yang terdapat dalam pidatonya. Struktur yang dimaksud adalah kategori metafora yang didapat dari menyimpulkan pemetaan antarranah. Dengan mengetahui berbagai struktur itu, pesan utama yang hendak disampaikan dalam pidatonya melalui metafora terungkap. Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
6
1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan metafora yang digunakan De Gaulle dalam pidatonya pada masa Perang Dunia II. Untuk dapat mencapai tujuan, sasaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengungkapkan kategori metafora dalam pidato De Gaulle. 2. Menemukan makna metafora dalam pidato De Gaulle.
1.4 Manfaat Penelitian Dalam penelitian terdahulu telah dikemukakan penggunaan metafora dalam komik dan surat kabar Prancis, tetapi belum ada penelitian mengenai metafora Prancis dalam pidato. Oleh karena itu, penelitian ini dapat menyumbang pengetahuan mengenai metafora dalam teks pidato berbahasa Prancis dalam bidang semantik. Dari penelitian terdahulu, terdapat kajian mengenai metafora dalam pidaro berbahasa Indonesia. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi kajian selanjutnya yang lebih mendalam mengenai perbandingan kebudayaan antara pidato berbahasa Prancis dan pidato berbahasa Indonesia.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ini akan dibatasi pada ungkapan metaforis yang terdapat dalam pidato De Gaulle pada tahun 1941. Pada tahun itu, De Gaulle harus mampu menjaga semangat yang telah tersulut dan sekaligus bernegosiasi secara aktif dengan Inggris dan Amerika Serikat untuk berkolaborasi mengalahkan Jerman, apalagi setelah situasi yang semakin memanas dengan kesertaan Jepang dalam perang (De Gaulle, 1954). Dalam pidatonya, De Gaulle harus mampu menyampaikan pesan secara tepat, terutama kepada rakyat Prancis, bahwa kerja sama dengan sekutu akan menguntungkan perlawanan Prancis dalam mengusir Jerman.
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
7
1.6 Metodologi penelitian Metodologi penelitian disajikan dalam tiga subbab, yakni metode penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Subbab metode penelitian, menjelaskan jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini. Subbab teknik pengumpulan data menjabarkan sumber data dan unit analisis. Terakhir, subbab teknik analisis data menjelaskan pendekatan yang digunakan dalam analisis serta tahapan analisis data. 1.6.1 Metode penelitian Metode penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan semantik kognitif. Penelitian ini mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap objek penelitian yang sedang dikaji secara empiris. Dengan metode ini penggunaan metafora dalam pidato dapat dianalisis secara mendalam sehingga tujuan penelitian dapat tercapai, yaitu mendeskripsikan jenis metafora dalam pidato De Gaulle. 1.6.1
Teknik Pengumpulan Data
Subbab derajat kedua ini terdiri atas dua butir, yakni sumber data dan unit analisis. Dalam sumber data dijelaskan alasan pemilihan data. Butir unit analisis menerangkan data yang dianalisis dalam penelitian ini. Berikut teknik pengumpulan data. 1. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah pidato De Gaulle pada tahun 1941. Ada 41 pidato yang disampaikan De Gaulle pada tahun ini. Dalam penelitian ini, hanya dua dari pidatonya yang dianalisis, yakni pidato yang disampaikannya pada pertemuan orang Prancis di Inggris pada tanggal 15 November 1941 dan pidato yang disampaikannya melalui radio pada tanggal 24 Desember 1941 sebagai pesan malam Natal untuk anak-anak Prancis. Pidato pertama dipilih karena disampaikannya langsung di hadapan perwakilan Prancis pada bulan November, setelah serangkaian pertempuran dan kerja sama dengan Sekutu maupun berbagai negara Asia dan Afrika. Ia biasanya menyampaikan pidato kepada rakyatnya melalui radio. Pidato kedua merupakan yang pertama dan ditujukan untuk anakUniversitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
8
anak. Oleh karena itu, menarik mengamati perbedaan metafora yang mungkin ia gunakan pada kedua pidato itu. 2. Unit Analisis Unit analisis adalah semua ungkapan metaforis yang terdapat dalam pidato De Gaulle pada tanggal 15 November dan 24 Desember 1941.
1.6.2
Teknik analisis data
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan pendekatan kognitif menurut Lakoff dan Johnson (1980). Berikut ini adalah tahapan analisis data. 1. Setelah data terkumpul, mencari ranah sumber. 2. Menyusun data ke dalam kategori penamaan metafora. 3. Mendeskripsikan hubungan antara ranah sasaran dan ranah sumber. 4. Dalam memerikan hubungan antara ranah sasaran dan ranah sumber, makna tiap data langsung dijelaskan. Interpretasi makna dilakukan tanpa melepas konteks luar bahasa, yakni dengan merujuk pada konteks kekinian pada saat pidato disampaikan. Selain itu, setiap data tidak terlepas dari kaitan dengan kalimat sebelum atau sesudahnya. 5. Menyimpulkan hasil analisis data. Bagian selanjutnya dalam penelitian ini terdiri atas tiga bab. Bab kedua merupakan kerangka teori. Bab ini menjelaskan teori-teori yang menjadi acuan penelitian. Bab ketiga adalah analisis. Bab ini menguraikan hasil pengolahan data dan analisis berdasarkan metode dan model yang telah dijelaskan di dalam bab sebelumnya. Bab terakhir adalah kesimpulan. Bab ini berisi kesimpulan hasil analisis data dan saran untuk peneliti selanjutnya.
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
9
BAB 2 KERANGKA TEORI
2.1
Jenis makna
Sesuai dengan teori makna yang telah dikemukakan di atas, unsur acuan juga diturutkan dalam pengertian makna. Oleh karena itu, ada baiknya melihat teori makna dari Bloomfield. Bloomfield (1933) mengemukakan dua jenis makna, yaitu makna pusat (normal atau central meaning) dan makna sampingan (marginal atau metaphoric atau transferred meaning). Sebuah penanda dapat mempunyai lebih dari satu acuan. Bila yang diacu adalah acuan utama atau acuan pertama, yaitu acuan harfiah yang bermakna denotatif dan dapat dimengerti bentuk fisiknya, penanda tersebut mengacu pada makna pusatnya. Menurut Knowles dan Moon (2004), makna harfiah atau makna literal mengacu pada sesuatu yang konkret. Penanda yang mengacu pada referen lain disebut makna sampingan yang pemahamannya bersifat konotatif. Makna nonharfiah atau makna nonliteral mengacu pada sesuatu yang abstrak atau memiliki kualitas abstrak. Telah disebutkan oleh Bloomfield bahwa makna dapat bersifat denotatif jika merujuk pada acuan utama atau bersifat konotatif jika mengacu pada acuan lain. Penjabaran mengenai sifat makna ini dikemukakan pula oleh Keraf (1991) yang membagi makna menjadi dua, yaitu makna konotatif dan makna denotatif. Kata denotatif adalah kata yang tidak mengandung makna tambahan sedangkan makna kata yang mengandung arti tambahan atau nilai rasa tertentu di samping makna dasar disebut makna konotatif. Dalam kalimat tikus-tikus semakin ganas berkeliaran di loteng rumah, acuan pertama pembaca adalah binatang pengerat yang semakin agresif. Akan tetapi apabila dikatakan, tikus-tikus berdasi semakin gemuk memakan uang negara, pembaca harus mengacu pada hal lain karena kita tahu tikus tidak memakai dasi. Apabila pembaca memaksakan acuan pertama, yaitu binatang pengerat, hal tersebut akan menjadi tidak logis. Akan tetapi, apabila pembaca mengacu pada para koruptor, kalimat tersebut akan dapat diterima. Penanda yang mengacu pada referen lain inilah yang disebut makna sampingan yang pemahamannya bersifat konotatif. Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
10
Dari ketiga teori di atas, dapat disimpulkan bahwa makna utama mengacu pada acuan harfiah yang konkret dan bersifat denotatif, sedangkan makna sampingan bersifat konotatif, abstrak, dan mengacu pada referen lain. 2.2 Metafora Terdapat dua pendekatan berbeda mengenai metafora, yakni metafora tradisional dan metafora berdasarkan pendekatan kognitif yang disebut metafora konseptual. Kedua metafora ini perlu ditampilkan di sini untuk memudahkan pemahaman. Berikut adalah penjabaran metafora berdasarkan kedua pandangan itu. 2.2.1 Metafora Tradisional Metafora biasa dianggap sebagai gaya bahasa yang terutama memiliki unsur dekoratif semata, yakni untuk menghias bahasa (Siregar, 2003). Oleh karena itu, ruang lingkup metafora tradisional hanya dalam pembahasan gejala bahasa. Lehmann dan Martin-Brethet (2002) mengemukakan bahwa metafora dalam pemahaman tradisional merupakan majas atau trope yang berdasarkan persamaan, yang memberikan suatu kata sebuah makna lain sebagai perbandingan implisit. Pengertian yang serupa juga diberikan oleh Parera (2004) dan Laksana (2006), yakni bahwa metafora merupakan perbandingan berdasarkan persamaan yang tidak merujuk pada makna harfiahnya. Menurut Le Guern (1973), persamaan itu mempertahankan makna harfiah sehingga suatu metafora dapat dimengerti. Dari pemaparan mengenai pengertian metafora di atas, dapat disimpulkan bahwa metafora adalah perbandingan implisit antara dua hal yang berdasarkan persamaan tanpa kata penghubung dan tidak merujuk pada makna harfiahnya. Dua hal di sini bukanlah konsep tetapi membandingkan dua istilah. Dalam pendekatan tradisional, proses metaforis tidak sistematis, tetapi berdasarkan pergeseran sebagian komponen makna (Lehman dan Martin-Brethet, 2002). Misalnya, dalam ungkapan pembersihan pajak. Sebagian komponen makna ‘pembersihan’, yakni ‘menghilangkan kotoran’ bergeser. Dalam proses metaforis, bukan kotoran yang dihilangkan, melainkan oknum yang melaksanakan aturan pajak secara tidak benar. Oknum itu diperbandingkan dengan kotoran. Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
11
‘Menghilangkan’ dibandingkan dengan, misalnya, pemecatan oknum yang bersalah itu. Akan tetapi, menurut pendekatan tradisional, tidak ada suatu sistem konseptual yang mendasari pemilihan ungkapan metaforis ini. 2.2.2 Metafora Konseptual/Kognitif Pendekatan lain dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson (1980). Menurut mereka, dasar dari metafora adalah memahami
satu hal dengan istilah lain.
Metafora membandingkan dua ranah konsep. Oleh karena itu, disebut metafora konseptual karena pemahaman konseptual suatu ranah merujuk pada ciri ranah konseptual lain. Pemilihan suatu kata atau ungkapan metaforis tidaklah arbitrer, tetapi berdasarkan suatu sistem tertentu. Dari sini, sistem konseptual manusia dapat terlacak karena kebanyakan bersifat metaforis. Metafora membentuk cara pikir, cara merasa, dan tingkah laku (Lakoff dan Johnson, 1980). Metafora berhubungan erat dengan hal paling mendasar dari pemikiran manusia. Agar lebih jelas, penulis mengutip contoh yang dikemukakan Lakof dan Johnson, yaitu konsep ARGUMENT dan metafora ARGUMENT IS WAR. Dalam suatu perdebatan kita sering mendengar ungkapan seperti, “Dia menyerang semua titik lemah argumen saya” “Strategi orang itu lemah” “Saya selalu kalah berdebat dengannya” “Dia mengahabisi semua pendapatnya” “Dia menembak tepat sasaran” “Mereka berdua terlibat perang kata yang seru” Banyak hal yang dilakukan dalam perdebatan disusun sebagian oleh konsep perang. Kenyataannya, ungkapan tersebut tidak hanya sekadar mengatakan sesuatu dalam istilah perang, tetapi pola pikir juga turut terbentuk sesuai konsep yang digunakan. Seseorang benar-benar dapat kalah atau menang dalam perdebatan. Kita menggunakan taktik agar memenangkannya. Seseorang dapat kalah karena argumennya yang lemah diserang. Cara seseorang berdebat Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
12
disusun sebagian oleh struktur metafora ARGUMENT IS WAR. Seandainya perdebatan tidak dilihat dengan istilah perang, konsep kita tentang perdebatan juga ikut berubah. Misalnya, dalam ARGUMENT IS DANCE, tidak ada lagi ungkapan kalah atau menang perang dan perencanaan strategi. Kita tidak lagi melihat orang yang berdebat dengan kita sebagai lawan. Kita mungkin akan memandang perdebatan sebagai sesuatu yang indah, penuh harmoni, dan memerlukan keseimbangan. Cara kita membicarakan dan melakukan perdebatan juga berubah, bahkan mungkin perdebatan tidak lagi dilihat sebagai perdebatan, tetapi muncul dengan istilah lain yang lebih sesuai. Ada persamaan antara sistem konseptual dengan pengalaman yang kita miliki. Dari contoh di atas ada persamaan antara ide ARGUMENT dan ide WAR. Knowles dan Moon (2005) mengemukakan bahwa metafora yang sudah dianggap tidak lagi metaforis karena penggunaan sehari-hari disebut metafora klise atau dead metaphor. Misalnya, dalam ungkapan my spirits rose. Dalam metafora tradisional ungkapan ini dianggap tidak lagi bersifat metaforis, tetapi sudah bermakna harfiah. Berbeda dengan pendekatan kognitif. Dalam pendekatan ini, tidak ada metafora klise. Knowles dan Moon (2005). Saaed (1997), dan Siregar (2003). mengungkapkan bahwa
metafora mati atau klise, dalam
pembahasan tradisional, merupakan bagian dari sistem metafora yang tetap hidup dan akan berkembang secara berkelanjutan. Ungkapan my spirits rose adalah bagian dari struktur metafora UP-DOWN, yakni HAPPY IS UP (Saeed, 1997). Menurut paradigma kognitif, konsep itu dapat memunculkan istilah baru. Misalnya istilah uppers untuk obat stimulan serta downers untuk obat penenang. Dalam penjabaran teori metafora di atas, terdapat beberapa perbedaan pandangan antara tradisional dan konseptual. Berikut ini ditampilkan secara ringkas perbedaan metafora dari kedua pandangan itu.
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
13
Tabel 2.1 Perbedaan Metafora Tradisional dan Metafora Konseptual Metafora Tradisional Metafora adalah gaya bahasa
Metafora Konseptual Metafora
bukan
sekadar
bahasa
figuratif atau gaya bahasa yang hanya berfungsi memperindah bahasa, tetapi juga menstruktur pemikiran Pendekatan
tradisional
hanya Tidak bersifat linguistis, atau berada di
menganggap metafora sebagai bagian dalam ranah bahasa semata, tetapi dari bahasa, tidak menyerap dalam berhubungan sistem konsep manusia
erat
dengan
sistem
konseptual manusia
. Proses yang terjadi adalah pergeseran Proses yang terjadi dalam hubungan sebagian
komponen
makna metaforis
Pendekatan tradisional menganggap persesuaian
adalah
pemetaan
antarranah.
atau
Analisis
bahwa metafora terbentuk berdasarkan metafora dilakukan untuk mengetahui persamaan. kriteria
Persamaan
agar
terbentuk
metaforis.
merupakan bagaimana
bekerjanya.
Pemilihan
hubungan ungkapan metaforis tidaklah arbitrer, tetapi sistematis serta berdasarkan pada pengalaman.
Metafora
klise
dalam
pendekatan Menurut
pendekatan
konseptual,
tradisional dianggap telah bermakna metafora yang dianggap mati di dalam harfiah
pandangan tradisional tetap hidup dan justru menunjukkan bahwa metafora merupakan
bagian
dari
sistem
konseptual
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
14
Metafora membandingkan dua istilah
Metafora
membandingkan
konsep.
Metafora
ranah
merupakan
pemahaman konseptual ranah dengan merujuk pada ranah konseptual lain.
Metafora membantu kita memahami berbagai persoalan dengan lebih mudah dan digunakan untuk memahami konsep abstrak. Pemahaman mengenai metafora dapat bersifat universal karena, menurut Lakoff dan Johnson (1980), pada dasarnya sistem konseptual manusia memiliki kesamaan. Meskipun begitu, beberapa metafora berdasarkan pada budaya tertentu. Metafora merupakan bagian penting dari sistem pemikiran manusia. Kita berbicara dan berpikir secara metaforis. Hal ini berdasarkan penelitian Lakoff dan Johnson (1980) bahwa sebagian besar dari kita saat dihadapkan pada ungkapan metaforis, tidak kembali ke makna harfiahnya dulu, tetapi langsung memaknainya secara metaforis. Akan tetapi, kita sering tidak menyadari bahwa pemikiran kita sangat metaforis. Metafora konseptual dapat menjadi bahasan yang menarik karena mengupas metafora dari sudut pandang yang berbeda dari yang sering ditemui. Metafora biasanya hanya dikenal sebagai unsur dekoratif dalam bahasa, padahal menurut teori semantik kognitif, metafora terbentuk secara sistematis dan konseptual yang pada gilirannya membentuk cara pandang terhadap sesuatu.
2.3 Analisis metafora konseptual/kognitif Salah satu analisis makna dalam pendekatan ini dikemukakan dengan sistematisasi metafora menurut Lakoff dan Johnson (1980).
Sistematisasi
metafora berdasarkan pada tiga hal, yakni source domain (ranah sumber), target domain (ranah sasaran), dan correspondences/mappings (persesuaian/pemetaan), highliting (penyorotan) dan hiding (penyembunyian), serta image schema (skema citra). Dari unsur-unsur sistematisasi itu, dapat terungkap skema tertentu (skema citra) yang akan menunjukkan sistem metafora.
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
15
Berikut ini akan diuraikan mengenai unsur-unsur dalam analisis makna metafora konseptual. 2.3.1 Ranah Sumber, Ranah Sasaran, Persesuaian/Pemetaan Knowles dan Moon (2004) menyatakan bahwa metafora konseptual menyamakan dua area konsep. Istilah ranah sumber (selanjutnya disingkat RSu) digunakan untuk menyatakan area konsep tempat metafora digambarkan, dalam contoh di atas adalah WAR. Pengategorisasian ARGUMENT is WAR berdasarkan pilihan kata yang digunakan untuk menggambarkan atau mengungkapkan ide dalam perdebatan. Kata yang digunakan, seperti “menyerang”, “kalah”, “perang” berada dalam medan makna ranah konsep WAR. Oleh karena itu, penamaan metafora ini memiliki RSu WAR. Ranah sasaran (selanjutnya disingkat RSa) adalah area konsep tempat metafora digunakan, yaitu ARGUMENT. Istilah ini dapat disamakan dengan istilah dalam penerjemahan, bahasa yang diterjemahkan adalah SUMBER dan bahasa yang disasar adalah SASARAN. Di antara dua area tersebut terdapat hubungan, yang disebut persesuaian atau pemetaan. Hubungan ini dapat tercipta berkat adanya experiential bases (Lakoff dan Johnson, 1980). RSa dan RSu ini dimasukkan ke dalam struktur atau kategori metafora yang sesuai yang ditampilkan dalam huruf kapital. Penulisan ini untuk menunjukkan bahwa yang dimaksudkan adalah konsep. Untuk selanjutnya, istilah struktur dan kategori metafora digunakan dalam analisis ini. Keduanya memiliki makna sama dalam analisis metafora konseptual. Pemakaian istilah ini secara bergantian adalah untuk menghindari pengulangan. Ciri khas atau konsep tradisional di area konsep atau RSu dari WAR adalah barikade pertahanan atau barisan prajurit di RSa ARGUMENT, ciri khas itu cocok atau terpetakan dengan fakta atau kepercayaan yang dimiliki dan digunakan seseorang untuk memperkuat posisi mereka dalam perdebatan. Barikade ini memiliki titik lemah yang musuh coba untuk temukan dan serang agar menang. Hal sama juga terpetakan dalam perdebatan, titik lemah yang dapat diserang lawan , misalnya data yang tidak lengkap, informasi yang tidak benar, atau fakta yang tidak akurat. Beberapa ciri dalam ranah konsep WAR, seperti yang telah Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
16
disebutkan di atas terpetakan dalam ARGUMENT. Sebaliknya, ada beberapa ciri yang tidak ditampakkan. Penelitian Siregar (2003) merupakan salah satu analisis metafora dengan paradigma semantik kognitif. Ia meneliti pola-pola metafora dan sistem yang mengatur metafora untuk memetakan perubahan kemasyarakatan yang terlacak melalui ungkapan metaforis. Data yang digunakan bersumber dari media pers cetak setelah Reformasi 1998. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati perubahan masyarakat setelah pemerintahan Orde Baru berakhir. Sumber data berasal dari media pers, selain didapatkan dengan mudah, karena melalui data ini perubahan masyarakat dapat dilihat melalui pernyataan yang dikutip secara langsung ataupun tidak langsung dari pelaku politik seperti elit politis, pemerintahan, dan pengamat. Penelitian ini merupakan salah satu dari penelitian metafora konseptual yang berhubungan dengan ranah politik terlengkap. Analisis dilakukan dalam dua tahap. Pertama, mengumpulkan data ungkapan metaforis. Kedua, menentukan sistem metafora berdasarkan telaah semantik polisemi dan hiponimi. Setelah itu, memuat data dan hasil pengamatan dalam format tabulasi. Dengan tabulasi, ciri yang terdapat dalam data metaforis dan ciri yang mendukung kategorisasi metafora dapat ditampilkan serentak. Model tabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Pemetaan konseptual metafora SASARAN adalah SUMBER RANAH SASARAN Pemahaman
interpretatif
dalam ranah SUMBER
RANAH SUMBER metaforis Pemahaman interpretatif nonmetaforis dalam ranah SUMBER
Model di atas apabila diterapkan pada contoh struktur metafora ARGUMENT IS WAR atau DEBAT adalah PERANG, sebagai berikut. RANAH SASARAN
RANAH SUMBER
Dalam perdebatan argumen menjadi Dalam berperang membutuhkan senjata senjata Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
17
Dalam perdebatan, titik lemah lawan Dalam debat adalah argumennya yang lemah Argumen
yang
pertahanan
dan
kuat
perang,
titik
lemah
lawan
diserang agar menang
merupakan Dalam perang, benteng atau senjata
menjadi
kemenangan
faktor mutakhir merupakan pertahanan dan faktor kemenangan
Penelitian Siregar (2003) menjadi rujukan karena merupakan salah satu contoh analisis teks bermuatan politik dalam pandangan semantik kognitif yang ditampilkan secara ringkas. Penggunaan tabel diperlukan untuk memudahkan analisis serta pembacaan. Di dalam tabel akan terlihat jelas struktur dari sebuah ranah konsep yang digambarkan melalui struktur ranah konsep lain. Selanjutnya analisis dalam penelitian ini menggunakan istilah bahasa Indonesia. Penggunaan istilah ini semata untuk memudahkan penamaan.
2.3.2
Penyorotan dan Penyembunyian
Lakoff dan Johnson (1980) menyatakan tidak semua aspek RSu terpetakan dalam RSa. Dalam teori metafora konseptual, pemetaan selektif ciri RSu ke RSa disebut penyorotan, ciri lain yang tidak ditampakkan disebut penyembunyian. Apabila RSu itu berubah, pemetaan dan ciri penyorotan juga berubah. Dalam ARGUMENT IS WAR, beberapa ciri RSu WAR tidak ditampakkan, seperti adanya kemungkinan perjanjian, perdamaian, gencatan senjata, dan kompromi. Ciri yang ditonjolkan adalah menyerang, bertahan, menyusun strategi, dan bagaimana kemenangan dapat diperoleh. Oleh karena itu, hubungan antara area konsep tidaklah keseluruhan, tetapi hanya sebagian. Jika hubungan itu bersifat total, suatu konsep menjadi konsep lain, tidak sekadar dimengerti dalam istilah konsep lain tersebut. ARGUMENT yang memiliki hubungan total dengan WAR tidak lagi dilihat dalam struktur WAR, tetapi sudah menjadi konsep WAR. Tidak ada lagi konsep ARGUMENT karena telah melebur di dalam konsep WAR. Hubungan antarranah tidak lagi dapat dilihat karena sudah menjadi kesatuan. Semua ciri dalam konsep ARGUMENT adalah semua ciri dalam konsep WAR, termasuk ciri penyembunyian. Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
18
2.3.3 Skema citra Skema citra adalah bentuk penting dari struktur konseptual dalam semantik kognitif karena hal-hal abstrak di dunia ini dijelaskan melalui sesuatu yang bersifat fisik (Saeed, 1997). Johnson yang dikutip Saeed (1997) mengungkapkan salah satu jenis skema citra yang sering digunakan dalam penelitian linguistik, yakni skema jalan (path schema). Skema ini mencerminkan kehidupan kita. Setiap perjalanan memiliki awal dan akhir, melewati serangkaian tempat dan menuju ke arah tertentu. Berdasarkan hal tersebut, skema ini juga memiliki titik awal (A), titik akhir (B), dan serangkaian lokasi yang menghubungkan keduanya (ditandai dengan panah).
A
jalan
B
Skema ini memiliki sejumlah implikasi: a. Oleh karena A dan B dihubungkan oleh serangkaian lokasi, maka dari titik A ke B terdapat titik-titik lanjutan yang harus dilewati. b. Jalan cenderung dihubungkan dengan pergerakan langsung yang terarah, yaitu dari A ke B. c. Ada hubungan dengan waktu karena seseorang yang melintasi sebuah jalan pasti memerlukan waktu. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin jauh jalannya semakin banyak waktu yang dibutuhkan.
Skema ini menyoroti tujuan dari penggunaan metafora untuk menjelaskan suatu ranah konsep abstrak. Kita membicarakan sesuatu untuk menyampaikan pesan tertentu. Pesan ini melewati jalan yang dapat terlacak melalui metafora. Oleh karena itu, skema ini dapat digunakan pula untuk menunjukkan sistem dari struktur metafora. Skema yang diidentifikasikan Johnson ini merupakan salah satu yang termudah dan sederhana yang dapat dilakukan sesuai dengan keterbatasan waktu dalam penelitian ini. Skema ini terdiri atas sumber, jalan, dan sasaran. Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
19
Menurut Johnson dalam Williams (2008), sumber adalah asal mula atau titik awal sebuah gerakan. Jalan adalah rentetan lokasi yang saling berdekatan atau berhubungan yang dilewati objek yang bergerak. Sasaran adalah tujuan atau titik akhir sebuah gerakan. Skema ini berangkat dari pemahaman bahwa setiap konseptualisasi proses apapun melibatkan sebuah gerakan. Dari skema ini dapat tergambar proses konseptualisasi metafora dan kaitan antarkonsep. Metafora menghasilkan kesimpulan tertentu (Siregar, 2003). Skema ini dapat membantu memahami sistematisasi konsep karena satu konsep merupakan sumber dari konsep lain yang selanjutnya dapat ditarik sebuah kesimpulan. Di antara konsep sumber dan sasaran, terdapat konsep lain yang saling mengaitkan. Misalnya, dalam contoh sistem metafora LIFE IS A JOURNEY yang dikemukakan Johnson (1993) dalam Forceville (2006). Sistem ini disusun atas struktur kecil yang dapat dikaitkan dalam skema jalan. BIRTH IS A STRARTING POINT sebagai sumber. GROWING UP IS TRAVELING sebagai jalan. Terakhir, DEATH IS END POINT sebagai sasaran. Dalam skema ini terlihat jelas alur dari kehidupan yang memiliki awal, perjalanan (path), dan akhir. Dapat disimpulkan, ciri metafora konseptual adalah: 1. Metafora ini menyamakan dua ranah konsep, yakni ranah tempat metafora terlihat (ranah sumber atau source domain: WAR) dan ranah tempat metafora digunakan (ranah sasaran atau target domain: ARGUMENT). 2. Penyamaan antarranah ini berdasarkan pada persesuaian atau pemetaan (correspondence atau mapping) elemen di antara kedua ranah. Kedua ranah dihubungkan oleh persesuaian (correspondence) yang ditandai ciri tertentu. Ciri tertentu ini tidak terungkap semua dalam area lain.. Hubungan antara sumber dan target area ini dapat membentuk skema citra yang dapat menunjukkan konsep besar metafora dalam teks. 3. Persesuaian atau pemetaan bukanlah kesamaan (similiarity) antarelemen dua ranah, tetapi merupakan korelasi atau keterkaitan (correlation) antara aspek dan ciri di dalam kedua ranah di tingkat konseptual atau pemikiran. 4. Pemetaan tidak bersifat arbitrer tetapi berakar pada pengetahuan pada kebudayaan, bahasa, pengalaman sehari-hari, dan aktivitas fisik. Misalnya, Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
20
HAPPY IS UP. Postur tegak biasanya menunjukkan kondisi emosional positif. Sebaliknya. SAD IS DOWN, bermuara dari sikap tubuh saat sedih, seperti menundukkan kepala dan menurunkan bahu. Sistematisasi metafora berdasarkan: 1. Pengalaman dan pemahaman budaya 2. Fisik (postur tubuh, ekspresi wajah, gerak tubuh) Setelah mengumpulkan ungkapan metaforis, pengamatan berikutnya adalah menemukan ranah sumber. Kemudian dilakukan pemetaan konseptual antara ranah sumber dan ranah sasaran yang ditampilkan dalam tabel. Terakhir, menyimpulkan. Kesimpulan yang ditarik dari proses ini disesuaikan dengan pengetahuan dan dibatasi sesuai dengan keadaan pada saat pidato disampaikan. Mengenai penamaan kategori metafora (yang ditulis dengan huruf kapital) dilakukan dengan menarik hubungan antarranah yang dianggap memiliki karakter dari keseluruhan konsep. Penilaian ini berdasarkan pengetahuan terhadap budaya, telaah semantik polisemi, dan telaah medan makna. Dalam pengategorisasian metafora, dapat terjadi satu data masuk dalam beberapa kelas.
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
BAB 3 ANALISIS Dalam bab ini analisis disajikan berdasarkan teori yang telah disebutkan di bab terdahulu. Analisis ditampilkan dalam subbab. Judul subbab merupakan nama untuk klasifikasi atau kategori metafora yang didapat dengan menyimpulkan hasil analisis. Penamaan itu menggunakan huruf kapital dengan format SASARAN adalah/sebagai SUMBER. Setiap subbab memuat data metaforis yang dianggap mendukung pemilihan nama untuk kategori metafora. Penggunaan satu data untuk lebih dari satu analisis sangat mungkin terjadi dan akan diperlakukan sebagai data baru. Data disusun dengan penomoran latin (1, 2, 3,…. ). Data dalam bahasa Prancis diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang ditampilkan dalam tanda kurung ((…)). Kata, frasa, atau klausa yang menunjukkan gejala metaforis digarisbawahi untuk memudahkan pembacaan. Setiap data dilengkapi rujukan yang menunjukkan letak paragraf dan baris dalam sumber data. Sumber data dicantumkan di halaman lampiran yang telah diberi nomor baris dan penebalan untuk setiap data yang digunakan. Di dalam penjelasan setiap data, beberapa kata atau frasa yang merupakan kata kunci dalam pemetaan konseptual metafora ditebalkan. Pemetaan metafora ditampilkan di dalam tabel. Di setiap analisis diberikan kesimpulan kecil yang ditampilkan sebagai butir.
Sumber data adalah dua pidato De Gaulle pada tanggal 15 November dan 24 Desember 1941. Dari pencuplikan data, terkumpul 28 data metaforis. Sebanyak 25 data didapatkan dari pidato pada tanggal 15 November, sedangkan sisanya didapatkan dari pidato pada tanggal 24 Desember. Berikut analisis metafora konseptual pidato De Gaulle tanggal 15 November dan 24 Desember 1941.
21 Universitas Indonesia Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
22
3.1 PERJUANGAN adalah PERJALANAN De Gaulle dalam pidatonya pada tanggal 15 November 1941, menggunakan kata seperti le chemin (jalan), les étapes (langkah), la route (jalan), le voyageur (pengelana), dan la marche (langkah, gerak jalan) yang bermakna metaforis. 1.
Le voyageur qui gravit la montée s'arrête parfois quelques instants pour mesurer le chemin parcouru et s'orienter vers le but. [paragraf 1, baris 1--2]
(Pengelana yang sedang mendaki kadang berhenti sebentar untuk mengukur jalan yang ditempuh dan mengarah ke tujuan.) 2. Ainsi avons-nous jugé bon de nous rassembler aujourd’hui, sur l’initiative émouvante des Français de Grande-Bretagne, pour nous réconforter nousmêmes par le spectacle de notre union et nous affermir sur le dur chemin de la lutte pour la patrie. [paragraf 2, baris 2--5]
(Kita pun telah menilai sebaiknya kita bersatu saat ini, mengikuti prakarsa yang menggetarkan hati dari rakyat Prancis di Inggris, untuk menentramkan diri kita sendiri dengan pertunjukan persatuan dan agar memantapkan kita di atas jalan keras perjuangan untuk tanah air.)
3. Vers ce but, nous avons marché sans hésiter et sans fléchir. [paragraf 4, baris 29--30]
(Menuju cita-cita itu, kita telah berjalan tanpa meragu dan tanpa mengalah.)
4. Chacun sait quelles furent les étapes, toujours dures, parfois cruelles, de notre marche en avant. [paragraf 5, baris 36--37] (Masing-masing mengetahui langkah perjalanan kita ke depan, selalu sukar, terkadang kejam.) Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
23
5. La route que le devoir nous impose est longue et dure. [paragraf 18, baris 165]
(Jalan yang dipaksakan kepada kita oleh kewajiban panjang dan sulit.)
Pada data (1), pejuang Prancis yang sedang menghadapi Jerman diibaratkan sebagai pengelana yang sedang mendaki lereng terjal “la montée”. Setelah beberapa waktu, Prancis seperti halnya pengelana berhenti sebentar untuk mengukur kekuatan dan mengambil jarak untuk melihat sudah seberapa dekat dengan tujuan. Pengelana ini harus mendaki sekuat tenaga dan mengerahkan segala kemampuan karena menghadapi kendala yakni medan pertempuran yang tidak mudah, tetapi sangat terjal. Prancis pun harus berjuang keras agar dapat berdaulat kembali karena pertempuran demi pertempuran yang mereka alami sangat menguras tenaga dan pikiran. Musuh yang dihadapi pun bukan sembarangan, yakni tentara yang dipimpin oleh seorang Hitler yang ambisius dan yang melakukan segalanya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Dengan mengukur kemampuan serta mengamati keadaan, mereka dapat mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan dan menyusun strategi yang tepat. Pengelana mengembara biasanya menemukan daerah baru yang mungkin menjanjikan sesuatu, begitu juga dengan Prancis. Akhir perjuangan mereka pun diharapkan akan meraih kemenangan untuk tanah air. Mereka berharap, dengan segala perjuangan yang mereka lakukan, akan sampai di tempat yang menyenangkan untuk menetap. Perumpamaan yang digunakan De Gaulle adalah untuk memompakan semangat rakyat Prancis. Ia berharap Prancis tidak akan menyerah dan meyakinkan mereka seberat apa pun halangan, mereka akan dapat mengatasinya. Seperti halnya pengelana, meski harus berhenti setiap beberapa saat, akan sampai ke tujuan pada akhirnya. Pada data (2), De Gaulle kembali mengingatkan bahwa perjuangan yang harus ditempuh tidaklah mudah dan merupakan jalan yang penuh rintangan, le dur Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
24
chemin de la lutte. Akan tetapi, berbagai kendala itu harus diambil demi satu tujuan, yakni untuk kemenangan tanah air, pour la patrie. Perjuangan yang sedang mereka lakukan bermula dari prakarsa orang Prancis yang berada di Inggris (l’initiative émouvante des Français de Grande-Bretagne), yang dipimpin langsung oleh dirinya. Dengan begitu, secara tidak langsung, dengan menyebutkan prakarsa ini, ia juga ingin menunjukkan bahwa ia berperan sebagai pemimpin dalam perjuangan ini. Pada data (3), De Gaulle mengajak rakyatnya untuk tidak ragu berjuang meraih kemenangan. Ia mengatakan: […] nous avons marché sans hésiter et sans fléchir ([…] kita telah berjalan tanpa meragu dan tanpa mngalah). Jika seseorang berjalan dengan keraguan dan tanpa arah, ia akan tersesat dan tidak lekas sampai tujuan karena terlalu banyak berpikir tanpa membuat keputusan yang pasti. Menurutnya, apa yang telah mereka lakukan selama ini dalam perjuangan telah benar, yakni tetap fokus berjuang dengan keyakinan dan kepercayaan diri bahwa tujuan mereka membebaskan Prancis dari pendudukan Jerman akan tercapai. Apabila mereka melakukannya dengan ragu, hasil yang diraih tidak akan maksimal dan hanya akan menjadi kendala dalam perjuangan. Di dalam perjalanan, setiap langkah yang diambil memiliki risiko. Begitu pun dengan perjuangan. Diperlukan tekad dan keyakinan bahwa perjuangan mereka akan membuahkan hasil. Memang, seperti halnya perjalanan yang tidak selalu lancar, perjuangan pun pasti menghadapi kesulitan. Hal ini kembali ia utarakan, seperti terlihat dalam data (4). Setiap orang telah mengetahui risiko dan kesulitan yang dihadapi selama perjuangan ini tidak pernah mudah dan kadang kejam. Apabila suatu perjalanan dilakukan tanpa pengetahuan serta keinsafan bahwa tidak semua jalan yang dilalui akan mudah, akan berbahaya bagi yang melakukan perjalanan. Jika perjuangan dimulai dengan memikirkan masalah terburuk, mereka akan selalu siap menghadapi berbagai kondisi, yang tidak terduga sekali pun. […] notre marche en avant (perjalanan kita ke depan) adalah tujuan dari perjuangan ini. De Gaulle mengatakan, memang setiap perjuangan selalu kejam dan sukar, setiap pejuang telah mengetahui
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
25
keadaan itu. Kesukaran yang dihadapi dapat berasal dari musuh maupun dari dalam pergerakan. Dengan tetap fokus ‘ke depan’, mereka akan segera meraih tujuan. Tujuan tidak tercapai secara instan. Sebaliknya, perjuangan yang mereka hadapi sangat keras dan membutuhkan waktu, seperti terungkap dalam data (5). Jarak yang ditempuh dalam setiap perjalanan memakan waktu tertentu, seperti halnya perjuangan,.tidak hanya waktu, tetapi juga tenaga dan pikiran. Perbekalan yang memadai sangat penting dalam kelancaran perjalanan. Mulai dari awal pergerakan sampai tercapainya cita-cita pasti melewati berbagai kemungkinan dan tidak dapat diselesaikan dalam waktu semalam. Oleh karena itu, perjuangan pun membutuhkan segala persiapan dan strategi untuk menghadapi pertempuran sulit serta ketahanan agar tidak lekas putus asa. Apabila pejuangnya berpikir bahwa hanya dengan berjuang keras semalaman kebebasan Prancis dapat segera teraih, tentu itu hal yang naif. Untuk itulah, De Gaulle kembali menekankan sukar dan panjangnya perjuangan yang harus mereka lakukan. Pemilihan kata pada pidato ini, le chemin (jalan), les étapes (langkah), la route (jalan), le voyageur (pengelana), dan la marche (langkah, gerak jalan) dapat mengerucut pada satu konsep, yakni PERJALANAN. Dalam metafora ini PERJUANGAN dikonseptualkan melalui struktur konsep PERJALANAN dan melewati beberapa tempat. Dalam konsep ini, perjuangan dilihat dalam struktur perjalanan yang memiliki durasi, awal, tujuan akhir, dan berbagai tempat yang harus didatangi. Selain itu, perjuangan seperti halnya perjalanan, memerlukan pula tekad dan keyakinan. Salah satu harapan dalam setiap perjalanan adalah selamat sampai di tujuan. Dalam perjuangan, kemenangan menjadi cita-cita akhir yang diharapkan. Perjalanan dapat dilakukan secara individual atau bersama dengan teman yang terasa lebih menyenangkan dan membuat perjalanan tidak lagi terasa sulit. Perjuangan pun dapat dilakukan sendiri atau bersama-sama. Apabila dilakukan sendiri, segala kesulitan harus dihadapi dan diselesaikan seorang diri yang tentu tidak mudah. De Gaulle dalam pidatonya mengatakan bahwa persatuan menguatkan perjuangan (data 2). Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
26
Lebih khusus lagi perjalanan ini bukan untuk bersenang-senang, melainkan perjalanan sulit karena di dalam pidatonya De Gaulle menggunakan kata sifat seperti dur (keras) dan cruelle (kejam). Tabel di bawah ini menjelaskan pemetaan konseptual dari data metaforis yang telah disebutkan. Tabel 3.1 Pemetaan konseptual metafora PERJUANGAN adalah PERJALANAN RANAH SASARAN
RANAH SUMBER
Pejuang
Pengelana (data 1)
Perjuangan
Perjalanan (data 4), mendaki lereng terjal (data 1), melewati jalan yang panjang dan sukar (data 2 dan 5), berjalan (data 3)
Tujuan perjuangan dan cita-cita
Tujuan perjalanan: pergerakan ke depan (data 4)
Strategi perjuangan
Rencana perjalanan: berhenti sebentar untuk mengecek keadaan sekeliling (data 1)
Tekad dan keyakinan dalam perjuangan
Tekad dan keyakinan dalam melakukan perjalanan: tahap keraguan dan berpikir (data 3)
Medan pertempuran
Lereng terjal (data 1), jalan (data 5)
Keadaan selama perjuangan
Keadaan selama perjalanan: jalan sekeliling (data 1), selalu sukar dan kejam (data 4)
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
27
Kendala dalam perjuangan
Kendala dalam perjalanan: lereng terjal (data 1), jalan yang keras (data 2 dan 5)
Membutuhkan waktu dan tenaga
Jarak perjalanan : melewati beberapa tahap atau pemberhentian (data 5)
Dari proses pemetaan metafora yang dijabarkan pada tabel di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut.
Perjuangan pasti tidak mudah.
Perjuangan memiliki tujuan yang jelas. Rintangan pasti ada, namun terasa ringan jika bersatu. Perjuangan tidak memiliki tujuan jelas. Rintangan yang dihadapi terasa jauh lebih berat, rakyat terpecah belah.
3.2 SEMANGAT PERSATUAN adalah API Idenya mengenai persatuan dapat disimpulkan melalui struktur metafora SEMANGAT PERSATUAN adalah API. Hal ini dapat terlihat dari data berikut yang diambil dari pidatonya pada tangal 15 November 1941, 6. C'est de ce foyer qu'a jailli, chaque jour plus haute et plus ardente, la grande flamme française qui nous a désormais trempés. [paragraf 2, baris 14--16] (Dari pendiangan itu, telah memancar setiap hari semakin tinggi dan berkobar, lidah api besar Prancis yang kini telah merendam kita.)
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
28
7. Une nation qui paye si cher les fautes de son régime, politique, social, moral et la défaillance ou la félonie de tant de chefs, une nation qui subit si cruellement les efforts de désagrégation physique et morale que déploient contre elle l’ennemi et ses collaborateurs, une nation dont les hommes, les femmes, les enfants, sont affamés, mal vêtus, point chauffés, dont 2 millions de jeunes gens sont tenus captifs, pendant des mois et des années, dan des baraques de prisonniers, des camps de concentration, des bagnes ou des cachots, une nation à qui ne sont offertes, comme solution et comme espérance, que le travail forcé pour le compte de l’ennemi, le combat contre ses propres enfants et ses fidèles alliés, le repentir d’avoir osé se dresser face aux frénésies conquérantes d’Hitler et le rite des prosternations devant l’image du Père-la Défaite, cette nation est nécessairement un foyer couvant sous le cadre. [paragraf 15, baris 130--140] (Sebuah bangsa yang membayar begitu mahal kesalahan rezimnya, politis, sosial, moral, dan kelemahan atau pengkhianatan pemimpinnya, sebuah bangsa yang mengalami kejamnya usaha pemecahabelahan fisik dan moral yang membentang di hadapannya, musuh dan kolaboratornya, sebuah bangsa yang laki-laki, perempuan, anak-anaknya kelaparan, berpakaian compangcamping, tidak terhangati, yang dua juta anak mudanya ditahan selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun di berbagai barak tahanan, di kamp konsentrasi, di bui atau di ruang bawah tanah, sebuah bangsa yang hanya ditawari, sebagai solusi dan harapan, kerja paksa untuk kepentingan musuhnya, pertempuran melawan anaknya sendiri dan sekutu setianya, rasa penyesalan karena telah berani menentang hiruk pikuknya para pemenang Hitler dan ritual penghormatan di depan gambar Bapak Kekalahan, bangsa itu adalah api yang membara dalam sekam.)
8.
Si la situation de notre patrie écrasée, pillée, trahie, exige que nous nous absorbions dans la tâche de la guerre, nous ne pouvons nous détacher de ce que peut et doit être le destin intérieur de la nation. Nous le pouvons d'autant moins que le désastre momentané de la France a bouleversé de fond en comble les fondements mêmes de son existence, emporté les institutions qu'elle pratiquait antérieurement, altéré profondément la condition de chaque Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
29
individu et, par-dessus tout, jeté dans les âmes mille ferments passionnés. [paragraf 15, baris 123--128] (Jika situasi tanah air kita yang tertindas, hancur, terkhianati menuntut kita terserap dalam tugas perang, kita tidak dapat terlepas dari apa yang bisa dan harus menjadi nasib dalam negara kita. Kita dapat melakukannya, lebih kecil dari kerusakan sementara Prancis yang telah mengubrak-abrik keseluruhan dasar yang sama dari eksistensinya, yang telah membawa institusi yang dilaksanakannya di luar, merusak secara mendalam kondisi setiap individu dan di atas semua itu, menghentakkan dalam jiwanya ribuan biang yang menggelegak.)
Pada data (6), foyer memiliki konotasi hangat, bersifat kekeluargaan, pusat aktivitas di suatu bangunan karena merupakan tempat berkumpul. Prancis sebagai satu keluarga besar harus bersatu karena rakyat Prancis yang bersatu merupakan sumber kekuatan perjuangan mereka. Semangat seperti api yang dapat dibuat, berkobar, lalu kemudian mati. Menurut Le Robert de poche 2011 (2010) tremper memiliki komponen makna ‘mouiller fortement, plonger un solide dans un liquide pour imbiber, rester plongé dans un liquide ’ (terendam suatu cairan sampai basah kuyup, merendam suatu benda padat di dalam cairan). Cairan itu mengelilingi benda dan meresapi pori-pori benda itu sehingga tidak ada bagian yang luput. Semangat yang meresap itu membuat kuat dan mampu memengaruhi sekitarnya karena dipenuhi harapan dan antusiasme. Pada data (7), De Gaulle menyoroti keadaan Prancis dalam perang. Wilayah Prancis saat diduduki Jerman terbagi dua, yakni daerah bagian utara dan selatan. Pemerintahan saat itu, Vichy yang menyerah pada Jerman dianggap sebagai pengkhianat oleh De Gaulle. Rakyat Prancis memang sangat menderita karena kalah perang. Kelaparan, ketiadaan penghangat, kerja paksa, dan penahanan membuat rakyat semakin tersiksa. Akan tetapi, menurut De Gaulle justru segala penderitaan dan tekanan berada di bawah Nazi itu harus diwaspadai musuh karena dapat Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
30
membangkitkan semangat luar biasa dan memengaruhi aksi perlawanan. Seperti yang diungkapkan De Gaulle: …cette nation est nécessairement un foyer couvant sous le cadre.
(bangsa itu niscaya bara api dalam sekam) Penderitaan dan penghinaan itu menjadi pemicu rakyat Prancis untuk berjuang semakin gigih demi mendapat kehidupan yang bebas dan lebih baik. Bangsa Prancis yang menderita diibaratkan sebagai api dalam sekam yang dapat berkobar setiap saat dan biasanya menyulut ledakan yang dahsyat meski hanya berasal dari bara kecil. ‘Sekam’ yang menutupi semangat Prancis saat itu adalah tekanan dari Nazi. Hal ini kembali diungkapkan De Gaulle pada kalimat: […] le désastre momentané de la France […] jeté dans les âmes mille ferments passionnés. ([…] kerusakan sementara Prancis […] menghentakkan dalam jiwanya ribuan biang yang menggelegak.)
Yang dimaksud le désastre momentané de la France pada data (8) adalah pendudukan Prancis oleh tentara musuh, yakni Jerman. Kekalahan ini ditafsirkan De Gaulle sebagai ‘kerusakan sementara’. Oleh karena bersifat sementara, kerusakan itu pastilah tidak parah dan dapat segera diperbaiki. Kerusakan itu justru memompa semangat rakyat Prancis untuk semakin gigih, keluar dari penderitaan. Bahkan ia mengatakan bahwa segala kesengsaraan itu menjadi biang fermentasi. Biang merupakan ragi atau bakteri yang hidup dalam proses fermentasi. Saat proses ini terjadi, terjadi perubahan komponen dasar “induk” ragi, seperti yang terjadi pada fermentasi kacang kedelai menjadi tempe. Proses ini juga menimbulkan panas. Dalam pidatonya, De Gaulle menyatakan bahwa ‘kerusakan’ yang terjadi di Prancis menimbulkan semangat. Jiwa rakyat Prancis seolah ditaburi ragi yang dapat memanaskan dan mengubah penderitaan menjadi energi positif. Api sama seperti semangat dalam jiwa yang merupakan simbol kehidupan.
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
31
Penggunaan kata flamme (lidah api), ferments (ragi), foyer (pendiangan) dapat merucut pada satu konsep, yakni API. API merupakan konsep yang digunakan De Gaulle untuk menstruktur konsep SEMANGAT, atau lebih spesifik SEMANGAT PERSATUAN. Hal ini, misalnya, terlihat melalui kalimat di dalam pidatonya pada tanggal 15 November 1941 berikut.
Nous sommes des Français de toutes origines, de toutes conditions, de toutes opinions, qui avons décidé de nous unir dans la lutte pour notre pays. […] Mais, c’est d’une telle abnégation, autant que d’une telle cohésion, que nous tirons notre force. C'est de ce foyer qu'a jailli, chaque jour plus haute et plus ardente, la grande flamme française qui nous a désormais trempés. [paragraf 2, baris 9--16]
(Kita adalah orang Prancis dari segala asal usul, segala kondisi, segala pendapat, yang telah memutuskan untuk bersatu dalam perjuangan untuk negara kita. […] Akan tetapi, dari pengorbanan, dan juga kepaduan, kita mengerahkan kekuatan. Dari pendiangan itu, setiap hari semakin tinggi dan berkobar, lidah api besar Prancis yang kini membasahi kita telah memancar.)
Dalam kalimat di atas, De Gaulle mengungkapkan bahwa Prancis bersatu dalam perjuangan untuk Tanah Air. Kemudian, dalam kalimat selanjutnya ia mengatakan bahwa ‘pengorbanan dan kepaduan…’ merupakan kekuatan yang menjadi sumber atau ‘pendiangan’ dari semangat mereka. Kepaduan kembali ditegaskan sebagai sumber kekuatan dalam kalimat berikut.
pour
nous
réconforter
nous-mêmes
par
le
spectacle
de
notre
union
[15 November 1941, paragraph 1, baris 3--4]
(untuk menentramkan diri kita sendiri dengan pertunjukan persatuan)
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
32
Api bersifat panas dan memanaskan sekelilingnya. Api juga mudah menyebar jika sudah tersulut karena sifatnya yang dinamis, seperti halnya semangat yang dapat meluas dan memengaruhi orang lain. Hal ini ditunjukkan melalui penggunaan kata sifat ardente dan kata kerja tremper dalam data (6). Sejak zaman prasejarah, api merupakan lambang kehidupan. Semangat juga menunjukkan adanya kehidupan, yang dapat dilihat dari penggunaan kata sifat passionnés dalam data (8). Semangat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) memiliki makna ‘roh kehidupan yang menjiwai segala makhluk, kekuatan, perasaan hati, nafsu, gairah’. Seperti halnya api yang dapat dinyalakan, semangat pun dapat dibangkitkan. Dalam pidatonya De Gaulle mengungkapkan bahwa penderitaan dan kesengsaraan peranglah yang menjadi pemicu semangat mereka (data 6, 7, dan 8). Semangat dapat memengaruhi tindakan seseorang, seperti yang dikatakan De Gaulle, yakni untuk mempererat persatuan (data 6). Ia juga menyatakan dalam pidatonya tanggal 15 November 1941 (paragraf 2, baris 2--5) bahwa persatuan rakyat Prancis menguatkan perjuangan berat sekalipun: […] de nous rassembler aujourd’hui […] pour nous réconforter […]et nous affermir […] ([…] menyatukan kita hari ini […] untuk menguatkan […] dan meyakinkan kita […]). Persatuan inilah yang menjadi strategi sekaligus persiapan mereka menghadapi musuh, yang akan memberi kekuatan mereka. Pemetaan konseptual metafora ini dapat dilihat melalui Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Pemetaan konseptual metafora SEMANGAT PERSATUAN adalah API RANAH SASARAN Semangat dapat menimbulkan gairah
RANAH SUMBER Kobaran api bersifat penuh gairah (data 6 dan 8)
Semangat dapat memengaruhi orang lain: Api dapat menjalar luas: meskipun hanya meskipun awalnya hanya kecil
berasal dari bara kecil (data 6 dan 7)
Semangat dapat dibangkitkan
Api dapat dibuat: di pendiangan (data 6) Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
33
Semangat menimbulkan kekuatan
Api dapat membakar dan panas (data 6 dan 7)
Semangat menunjukkan kehidupan
Api memberikan kehidupan (data 8)
Semangat dapat memengaruhi tindakan
Api dapat menyulut ledakan (data 7)
Semangat bersatu mempererat
Api menunjukkan kehangatan, tempat
kekeluargaan
orang berkumpul (data 6)
Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Semangat bersatu sangat penting dalam perjuangan.
Dengan bersatu perjuangan lebih kuat.
Tanpa semangat persatuan, perjuangan akan mudah dihentikan musuh.
3.3 KEBEBASAN adalah KOMODITAS BERHARGA Di dalam pidatonya pada tanggal 15 November 1941, De Gaulle menggunakan kata kerja coûter (berharga) dan payer (membayar), seperti yang terlihat dalam data metaforis berikut.
9. Chacun de nous est seul à connaître, dans le secret de son coeur, ce qu'il lui en a coûté. [paragraf 2, baris 12--13] (Setiap dari kita adalah sendirian dalam mengalami, di dalam rahasia hatinya, berapa harga yang harus dikeluarkan.)
10. Les peuples libres ont fait, maintenant, assez de cruelles expériences pour avoir appris ce que signifie la communauté des droits et des devoirs et ce qu'il en coûte de lui être infidèle. [paragraf 14, baris 118--120]
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
34
(Rakyat merdeka kini telah mendapat cukup pengalaman pahit untuk mengerti arti masyarakat yang menghormati persamaan hak dan kewajiban serta harga jika tidak setia kepadanya.) 11. Tous ont payé assez cher pour savoir que leur idéal commun ne pourrait être qu’une charte platonique sans l’établissement de la sécurité réelle et pratique de chacun et sans l’organisation de la solidarité internationale. [paragraf 14, baris 120--122] (Semua telah membayar cukup mahal untuk mengetahui bahwa cita-cita bersama mereka hanya akan menjadi sebuah piagam platonik tanpa bangunan keamanan nyata dan praktis dan tanpa organisasi solidaritas internasional) Pada data (9), kata coûter (berharga) menunjukkan suatu harga dari sesuatu. Kata ini juga menunjukkan kesulitan, jerih payah, dan pengorbanan yang harus dilakukan demi mendapatkan sesuatu yang memiliki harga itu. Seperti yang dinyatakan De Gaulle dalam pidatonya pada tanggal 15 November 1941, Je ne commettrai pas l’indélicatesse d’insister sur ce que cela représente, au total, de souffrances et de sacrifices. [paragraf 2, baris 11--12] (Saya tidak akan melakukan lancang untuk menekankan bahwa ini
secara
keseluruhan merupakan penderitaan dan pengorbanan.)
Kalimat di atas menunjukkan bahwa sebenarnya penderitaan dan pengorbanan rakyat Prancis tidak hanya dalam perjuangannya melawan musuh, tetapi jauh lebih besar. Kemudian ia menyambung (data 9) bahwa setiap orang telah mengetahui sendiri jerih payah yang harus dikerahkan. Ini menunjukkan upaya dan pengorbanan yang harus dilakukan untuk mendapatkan apa yang mereka ingini sangat besar. Sesuatu yang memiliki nilai tukar tinggi biasanya adalah komoditas berharga dan terbatas. Pada data (10), setelah mengalami pengalaman pahit, yakni dikuasai musuh, rakyat menjadi sadar betapa berharga kebebasan dan akibat yang harus ditanggung karena tidak memilikinya lagi. Ketiadaan persamaan hak dan kewajiban menandakan ketiadaan
kebebasan.
Pengorbanan
dan
perjuangan
dibutuhkan
untuk
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
35
mendapatkannya kembali. Harga itu dibayar cukup mahal seperti dikatakan di: “semua telah membayar cukup mahal untuk mengetahui bahwa cita-cita bersama mereka […]” (data 11). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), mahal memiliki makna ‘jarang ada, sukar didapat, tidak mudah’. Di sini ia menyatakan bahwa bangsa Prancis saat itu tidak memiliki atau kehilangan sesuatu yang sangat berharga dan harus membayarnya atau menanggung akibatnya. Pada saat itu yang tidak dimiliki Prancis adalah kebebasan karena berada di bawah pendudukan Jerman. Kebebasan itu harus diraih kembali dengan cara apa pun, sesulit apa pun, karena tidak ada harga yang dapat ditebus kecuali mengerahkan segala daya juang untuk mengusir Jerman dan memenangkan perang. Kini cita-cita mereka adalah meraih kembali kebebasan. Usaha mereka haruslah usaha bersama karena memang tidak mudah untuk meraihnya kembali. Kebebasan tersebut direbut dari mereka karena ketiadaan sistem keamanan yang kuat dan kerja sama dengan negara lain, sans l’établissement de la sécurité réelle et pratique de chacun et sans l’organisation de la solidarité internationale (data 11). Akibatnya, mereka harus membayar dengan harga tinggi untuk mendapatkannya kembali. Kebebasan itu penting karena tanpanya suatu bangsa mengalami kesengsaraan seperti kelaparan dan terpenjara, seperti yang ia nyatakan dalam pidatonya pada tanggal 15 November 1941, […] une nation qui subit si cruellement les efforts de désagrégation physique et morale que déploient contre elle l’ennemi et ses collaborateurs, une nation dont les hommes, les femmes, les enfants, sont affamés, mal vêtus, point chauffés, dont 2 millions de jeunes gens sont tenus captifs, pendant des mois et des années, dan des baraques de prisonniers, des camps de concentration, des bagnes ou des cachots, une nation à qui ne sont offertes, comme solution et comme espérance, que le travail forcé pour le compte de l’ennemi, […].[paragraf 15, baris 131--137]
([…]sebuah bangsa yang mengalami kejamnya usaha pemecahabelahan fisik dan moral yang membentang di hadapannya, musuh dan kolaboratornya, sebuah bangsa Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
36
yang laki-laki, perempuan, anak-anaknya kelaparan, berpakaian compang-camping, tidak terhangati, yang dua juta anak mudanya ditahan selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun di berbagai barak tahanan, di kamp konsentrasi, di bui atau di ruang bawah tanah, sebuah bangsa yang hanya ditawari, sebagai solusi dan harapan, kerja paksa untuk kepentingan musuhnya, […])
Kesengsaraan itu benar-benar dirasakan sangat pedih oleh rakyat Prancis, (Chacun de nous est seul à connaître, dans le secret de son cœur […]). Selain itu, kebebasan berharga karena merupakan hak asasi setiap manusia. Di dalam kebebasan setiap orang akan memiliki kesempatan untuk menentukan berbagai pilihan dan tidak akan selalu dipaksa melakukan hal yang tidak diinginkan, seperti kerja paksa untuk musuhnya. Kebebasan merupakan komoditas berharga karena bangsa yang merdeka akan lebih sejahtera dan bebas melakukan apapun yang terbaik untuk rakyatnya, termasuk membebaskannya dari kelaparan. Akan tetapi, kebebasan ternyata harus dijaga karena dapat terenggut dan untuk mendapatkannya kembali dibutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit. Pemetaan metafora dapat dilihat lebih jelas di dalam Tabel 3.3 berikut.
Tabel
3.3
Pemetaan
konseptual
metafora
KEBEBASAN
adalah
KOMODITAS BERHARGA RANAH SASARAN Diperlukan
usaha
bersama
mendapatkannya
RANAH SUMBER untuk Dengan usaha bersama komoditas berharga dapat diraih (data 11)
Kebebasan tidak didapatkan secara Komoditas cuma-cuma
disebabkan
berharga antara
mahal, lain
oleh
jumlahnya terbatas (data 11) Membutuhkan
pengorbanan
untuk Untuk memilikinya harus menukarkan sejumlah uang atau Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
37
mendapatkannya
barang sesuai dengan harga (data 9 dan 10)
Perjuangan besar dibutuhkan untuk Semakin mahal dan sulit dimiliki, mendapatkan kemenangan seutuhnya
semakin berharga komoditas itu (data 9)
Kebebasan dapat direnggut karena Komoditas berharga dapat direbut kelemahan sistem keamanan
jika
tidak
hati-hati
menjaganya
(data 11)
Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Kebebasan menjamin banyaknya pilihan.
Hidup lebih bahagia, kebahagiaam tidak ada harganya.
Tampa kebebasan, tidak banyak pilihan tersedia.
Hidup tidak bahagia.
3. 4 NEGARA/KEMENANGAN adalah ORANG Di dalam pidatonya, De Gaulle mempersonifikasikan negara dan kemenangan seperti yang terlihat di dalam data berikut. 12. Donnant, donnant ! nous ne cesserons pas, jusqu’au dernier soir de la dernière bataille, de nous tenir, fidèles et loyaux, aux côté de la vieille Angleterre. [15 November 1941, paragraf 10, baris 92--94] (Kamu memberi, saya memberi! kita tidak akan berhenti, sampai malam terakhir pertempuran terakhir, kita tidak akan berhenti untuk setia dan loyal di samping sahabat lama Inggris.)
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
38
13. Eh, bien ! parmi mesdames les nations, aucune n’a jamais été plus belle,
meilleure, ni plus brave que notre dame la France. [24 Desember 1941, paragraf 2, baris 5--6] (Ternyata, di antara nyonya-nyonya bangsa, tidak ada yang secantik, sebaik, atau pun sepemberani nyonya Prancis kita.) 14. Mais la France a une voisine brutale, rusée, jalouse : l’Allemagne. [24 Desember 1941, paragraf 2, baris 6--7] (Akan tetapi, Prancis memiliki seorang tetangga kasar, licik, dan cemburu: Jerman.)
15. Car, c’est un fait que la France, malgré la stupeur d’une défaite militaire méritée par ses chefs, mais non par elle-même, malgré le trouble jeté dans son âme par la trahison d'hommes qu'elle considérait comme symboles de l'honneur, malgré la pression de l’ennemi, exercée tantôt sous la forme de violences sans nom, tantôt par offres doucereuses d’allégement et de collaboration, malgré un régime abject de police et de persécutions, malgré l’effort acharné de corruption des esprits par propagande unilatéral, c’est un fait que la France ne s’est nullement abandonée. [15 November 1941, paragraf 6, baris 44--50] (Sebabnya adalah kenyataan bahwa Prancis, meski terpana karena kakalahan militer yang pantas untuk para komandannya, bukan untuknya sendiri ; meski kegalauan yang dilemparkan ke dalam jiwanya karena pengkhianatan orang yang dianggapnya sebagai simbol kehormatan ; meski tekanan musuh yang dilaksanakan dalam bentuk kekerasan tanpa nama, atau oleh bujuk rayu untuk bersekutu dan bekerja sama ; meski sebuah rezim yang sangat mengekang dan membantai, meski usaha perusakan semangat dikerahkan dengan propaganda sepihak, ternyata, Prancis sama sekali tidak ditelantarkan.) 16. Chers enfants de France, vous recevrez bientôt une visite, la visite de la Victoire. [24 Desember 1941, paragraf 7, baris 40--42] (Putra Prancis tercinta, kalian akan segera mendapat kunjungan, kunjungan Kemenangan.) Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
39
Pada data (12), Inggris disandingkan dengan kata vieille (sahabat lama). Selain merujuk pada usia negara itu, dapat juga sebagai tanda kekerabatan atau kasih sayang, seperti dijelaskan di dalam kamus Le Robert de poche 2011 (2010). Vieille (tua) memiliki konotasi akrab. Negara Inggris dianggap sebagai teman karib Prancis dalam Perang Dunia II menghadapi Jerman. Akan tetapi kerja sama antara Inggris dan Prancis haruslah saling menguntungkan, seperti yang De Gaulle katakan, “Donnant, donnant“ (kamu memberi, saya memberi). Pada data (13), De Gaulle yang menyampaikan pidatonya sebagai pesan Natal untuk anak-anak Prancis menyebut les nations (bangsa-bangsa) sebagai Mesdames (para nyonya). Penyebutan ini untuk memberikan penghormatan kepada mereka dan kedudukan politis setiap negara. Dalam kamus Le Robert de poche 2011 (2010), madame dan dame ‘nyonya’ memiliki makna panggilan hormat terhadap perempuan atau dapat pula berarti ‘wanita’ dan ‘ibu’. Dame juga memiliki makna lain, yakni wanita terhormat dari kalangan bangsawan. Konsep negara distrukturalisasi ke dalam konsep manusia. Negara seperti manusia, memiliki kedudukan sosial dan memiliki penyebutan tertentu sesuai dengan kelasnya. Pemilihan kata mesdames dan dame merujuk pada peran tradisional perempuan sebagai pengayom, pemberi kehidupan, dan pemberi makan anak. Seperti negara yang selalu melimpahkan sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyatnya. Seorang dame juga merupakan figure yang harus dihormati. Ini berarti setiap negara memiliki kelas sosial, peran, dan harus saling menghormati karena memiliki kedudukan setara. Meskipun begitu, seperti halnya dalam masyarakat, tetap ada yang unggul dan lebih baik daripada yang lain. De Gaulle menganggap Prancis sebagai yang tercantik, terbaik, dan paling pemberani di antara semua bangsa hebat. Kata-kata sifat itu biasanya melekat pada karakteristik manusia. Manusia memiliki keindahan fisik yang dapat dilihat dan dinikmati orang lain. Manusia juga dapat memiliki sifat pemberani dan kualitas atau keahlian yang menjadikannya lebih unggul dari yang lain. Begitu pula dengan negara. Setiap negara memiliki batas geografis dan keindahan alam. Ada negara yang unggul dalam persenjataan yang menjadikan pertahannya paling Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
40
kuat serta memiliki keunggulan lain seperti sumber daya alam melimpah, letak geografis yang strategis, dan sumber daya manusia yang berkualitas. Perjuangan yang terus dilakukan Prancis meski sebagian wilayahnya telah dikuasai merupakan tindakan berani. Prancis, menurut De Gaulle, seperti seorang wanita terhormat yang memiliki segala keunggulan di kelasnya. Struktur sosial masyarakat yang diterapkan pada negara juga terlihat pada data (14). Jerman merupakan salah satu tetangga terdekat Prancis. Di dalam kehidupan sosial, manusia hidup berdampingan dengan manusia lain. Begitu pun dengan tempat tinggal. Manusia memiliki tetangga yang hidup berdekatan dengannya. Jerman merupakan tetangga negara Prancis. De Gaulle, seperti pada data (13), juga memerikan karakteristik Jerman seperti menjelaskan karakter manusia, yakni “brutale, rusée, jalouse” ‘kasar, licik, iri hati’. Jerman yang melanggar kedaulatan negara Prancis seperti manusia yang bersikap kasar dan licik, yang melakukan pelecehan secara fisik ataupun mental pada manusia lain. Pada data (15), negara seolah memiliki jiwa dan dapat berada dalam kondisi kehilangan kesadaran, la stupeur, seperti manusia. De Gaulle menyatakan bahwa negara menyerah pada musuh karena “kelinglungan militer”. Kekalahan ini menyebabkan kebingungan rakyatnya. Negara yang memiliki batas geografis, seperti manusia yang memiliki fisik, kadang mengalami kondisi tidak menentu. Seperti manusia sakit, suatu negara yang berada dalam keadaan kalah karena batas kedaulatannya dilanggar, menjadi lemah. Akan tetapi perjuangan Prancis tidak sendiri, ia tidak diabaikan. Negara lain pun memiliki visi sama untuk mengalahkan Jerman. Ini semakin menegaskan konseptualisasi negara di dalam struktur manusia, yakni manusia sebagai makhluk sosial yang hidup dalam masyarakat. Pada
data
(16),
kemenangan
dipersonifikasikan
oleh
De
Gaulle.
Memenangkan perang seperti mendapat kunjungan menyenangkan dari seorang sahabat, seperti yang ia ungkapkan di kalimat selanjutnya setelah data (16) berikut. Ah! comme elle sera belle, vous verrez !.. (Ah ! betapa cantiknya ia, lihatlah sendiri!) Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
41
Seperti di dalam kehidupan masyarakat, manusia sebagai makhluk sosial pun kerap mendapat tamu. Kunjungan seperti ini adalah salah satu upaya untuk mempererat hubungan yang biasa dilakukan antarteman atau kolega. Kemenangan, la victoire, bagaikan sahabat Prancis yang selalu ada di sisinya. De Gaulle ingin menegaskan bahwa Prancis tidak akan lama kalah. Ia memberi semangat pada anak-anak Prancis bahwa kemenangan akan segara datang karena ia tidak pernah jauh dari Prancis. Hubungan internasional yang melibatkan banyak negara, seperti kehidupan sosial masyarakat. Ungkapan metaforis dalam sumber data pidato kedua jauh lebih sedikit dibandingkan data pidato yang disampaikan sebelumnya. Pidato 24 Desember ditujukan kepada anak-anak yang memiliki tingkat bahasa berbeda dibandingkan orang dewasa. Anak-anak belum menguasai bahasa secara lengkap. Ranah konsep yang digunakan De Gaulle pun masih sederhana. Berbeda dengan pidato tanggal 15 November yang disampaikan di hadapan perwira dan orang Prancis di Inggris, De Gaulle tidak menempatkan diri sebagai jenderal pemimpin perang. Akan tetapi sebagai seseorang yang merasa perlu menjelaskan situasi penuh penderitaan rakyat Pranxis agar dapat dimengerti anakanak. Oleh karena itu, ia menggunakan analogi yang dirasa cukup akrab dengan anakanak, seperti dame (nyonya) dan voisine (tetangga). Kengerian beserta segala strategi dan pemikiran rumit dalam perang dapat terakomodasi dan dipahami anak-anak dengan menjelaskan kedudukan setiap negara yang dilihat dalam ranah konsep ORANG. Penyederhanaan ini sekaligus memberikan semangat, bahwa Prancis yang merupakan “nyonya” terbaik dan tercantik dalam lingkungannya, “hanya” diganggu oleh “tetangga” yang kasar dan iri hati. Ia juga menekankan bahwa “kunjungan kemenangan” akan segera tiba. Untuk lebih jelas, pemetaan konseptual metafora diperlihatkan dalam Tabel 3.4 berikut.
Tabel 3.4 Pemetaan konseptual metafora NEGARA/KEMENANGAN adalah MANUSIA Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
42
SASARAN Negara memiliki usia
SUMBER Manusia bertambah tua, bertambah usia (data 12)
Kedudukan negara satu sama lain
Kelas
sosial
bermasyarakat:
dalam penyebutan
kehidupan tertentu:
Nyonya (data 13) Hubungan internasional antarnegara
Kehidupan
sosial:
bertetangga,
ada
kecemburuan (data 14) Negara memiliki batas geografis
Manusia memiliki fisik (data 13 dan 14)
Pelanggaran kedaulatan terhadap suatu Pelecehan fisik terhadap manusia lain negara
(data 14)
Keindahan pemandangan suatu negara
Kecantikan fisik manusia (data 13)
Sumber Daya Alam melimpah, Sumber Manusia memiliki kualitas yang dapat Daya Manusia berkualitas, letak strategis
membuatnya unggul: la meilleure (data 13)
Negara dapat diserang dan menjadi Manusia dapat sakit dan berada dalam lemah
kondisi tidak sadar (data 14)
Negara yang sedang berperang dapat Kehidupan sosial: menerima kunjungan memenangkan pertempuran
(data 16)
Data metaforis di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Hubungan antarnegara dapat bersifat positif.
Hasil dari hubungan positif saling menguntungkan.
Hubungan antarnegara bersifat negatif.
Hubungan negatif merugikan negara lain.
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
43
3.5 PERANG adalah PERTUNJUKAN Dalam pidatonya tanggal 15 November 1941, De Gaulle menggunakan kata-kata le spectacle (pertunjukan), le drame (drama), point culminant (klimaks), apparance (tampilan), caricature (karikatur), dan microphone (mikrofon) seperti pada data berikut. 17. Ainsi avons-nous jugé bon de nous rassembler aujourd’hui, sur l’initiative émouvante des Français de Grande-Bretagne, pour nous réconforter nousmêmes par le spectacle de notre union et nous affermir sur le dur chemin de la lutte pour la patrie. [paragraf 1, baris 2--5] (Kita pun telah menilai sebaiknya kita bersatu saat ini, mengikuti prakarsa yang menggetarkan hati dari rakyat Prancis di Inggris, untuk menentramkan diri kita sendiri dengan pertunjukan persatuan dan agar memantapkan kita di atas jalan keras perjuangan untuk tanah air.) 18. Mais peut-être le drame de la guerre est-il à son point culminant ? (Akan tetapi, mungkin drama [paragraph 18, baris 167--168]
perang
berada
di
titik
klimaks?)
19. Nous savons que l’immense majorité des Français, dans laquelle nous nous comptons, a définitivement condamné, à la fois les abus anarchiques d’un régime en décadence, ses gouvernements d’apparence, sa justice influence, ses combinaisons d’affaires, de prébendes et de privilèges, et l’affreuse tyrannie des maîtres esclaves de l’ennemi, leurs caricatures de lois, leur marché noir, leurs serments imposés, leur discipline par délation, leurs microphones dans les antichambres. [paragraf 16, baris 145--151] (Kita tahu bahwa sebagian besar rakyat Prancis, tumpuan harapan kita, benarbenar telah menolak keras penyalahgunaan anarkis sebuah rezim bobrok, pemerintahan penebar citra, hukumnya yang menekan, KKN, serta tirani mengerikan para tuan, budak musuh, hukum konyol mereka, pasar gelap mereka, sumpah mereka yang palsu, displin mereka berdasarkan pengaduan, mikrofon mereka di ruangan.) Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
44
Pada data (17), De Gaulle mengatakan bahwa persatuan rakyat Prancis adalah ‘pertunjukan’ yang dapat menguatkan perjuangan mereka. Persatuan mereka adalah sesuatu yang harus dipertontonkan karena merupakan dasar kekuatan mereka dalam menghadapi musuh. Ia juga mengungkapkan bahwa perang adalah drama (data 18). Di dalam kamus Le Robert de poche 2011 (2010), drame memiliki makna ‘genre théâtral comportant des pièces dont l’action généralement tragique, s’accompagne d’éléments réalistes et comiques ’ (lakon teater yang bersifat dramatis dan tragis, tentang kehidupan sehari-hari dan jenaka). Drama dimainkan oleh sekelompok aktor dan aktris. Perang Dunia II, seperti yang dijalani Prancis pun, melibatkan pemimpin beberapa negara. Perang seperti sebuah lakon drama yang bersifat tragis karena setiap kemenangan dan akhir peperangan pasti memakan korban dan ada pihak yang kalah. Drama memiliki plot atau alur cerita, mulai dari permulaan, klimaks, sampai penyelesaian. Klimaks merupakan kejadian paling penting atau paling menarik. Begitu pula dengan perang. Perkembangan perang, mulai dari peristiwa yang memicunya sampai pada kejadian terpenting dan tergawat. De Gaulle mempertanyakan puncak perang ini yang menurutnya sampai pada saat kekalahan Jerman dan sekutunya, seperti yang ia ungkapkan di dalam pidatonya pada tanggal 15 November berikut ini,
Mais peut-être le drame de la guerre est-il à son point culminant ? Peut-être l'Allemagne commence-t-elle à subir, à son tour, la fascination du désastre qui n'avait, longtemps, paralysé que ses ennemis ? [paragraf 18, baris 167--169]
(Akan tetapi, mungkin drama perang berada di titik klimaks? Mungkin Jerman mulai merasakan juga pesona malapetaka yang pernah lama sekali hanya melumpuhkan musuh-musuhnya?)
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
45
Peristiwa ini dapat menjadi paling penting dan genting karena dapat menentukan akhir perang. Apakah Prancis dapat menang dan lepas dari pendudukan Jerman atau tidak. Pada data (19), pemilihan kata apparence (citra) semakin menegaskan bahwa dalam perang tampilan atau reputasi penting, seperti halnya tampilan dan reputasi suatu pertunjukan. Di dalam perang, propaganda kerap dilakukan dengan menyampaikan pidato. Mikrofon merupakan alat yang hampir ada di setiap pertunjukan. Untuk keperluan propaganda, mikrofon menjadi penting untuk menarik perhatian khalayak. De Gaulle mengungkapkan pula caricature de lois (karikatur hukum). caricature di dalam Le Robert de poche 2011 (2010) memiliki makna ‘ce qui évoque sous une forme déplaisante ou ridicule’ (gambar olok-olok, konyol, dan menggelikan). Hukum yang dipaksakan musuh seperti karikatur yang konyol dan mengejek karena bertentangan dengan hukum negara yang ditaklukkan dan terjadi pelanggaran kemanusiaan. Pemetaan konseptual metafora dapat dilihat di dalam Tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.5 Pemetaan konseptual metafora PERANG adalah PERTUNJUKAN RANAH SASARAN Perang melibatkan pemimpin dunia
RANAH SUMBER Pertunjukan dimainkan oleh sekelompok aktor dan aktris (data 17 dan 18)
Di dalam perang, masing-masing kubu Pertunjukan menampilkan suatu aksi saling unjuk kekuatan
yang patut dilihat (data 17)
Perang terdiri atas serentetan peristiwa. Drama memiliki alur cerita, termasuk Ada peristiwa paling penting dan paling klimaks, gawat.
yang
merupakan
bagian
terpenting (data 18)
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
46
Reputasi negara-negara yang terlibat
Penampilan
di
dalam
pertunjukan
(data 19) Alat propaganda: mikrofon
Salah satu alat yang sering digunakan dalam
suatu
pertunjukan:
mikrofon
(data 19) Peraturan dari negara yang menang Karikatur merupakan gambar olok-olok terhadap yang kalah merupakan ejekan yang terhadap kedaulatan.
konyol
dan
menggelikan
(data 19)
Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Perang adalah ajang saling unjuk kekuatan.
Perang bersifat tragis dan dramatis.
Perang harus dimenangkan.
Rakyat selamat.
Rakyat yang kalah dalam perang.
Rakyat menderita.
3.6 NEGARA adalah BANGUNAN Dalam pidato tanggal 15 November 1941, De Gaulle menggunakan kata-kata une poussière (debu), un bloc (balok), crouler (runtuh), ramasser (memungut), balayer (menyapu), échafaudage (perancah), dan bâti (dibangun), seperti terdapat dalam data berikut. 20. Nous étions une poussière d’hommes. [paragraf 5, baris 39--40] (Kita tadinya manusia yang dianggap setitik debu.) 21. Nous sommes maintenant un bloc inébranlable. [paragraf 5, baris 40] (Kita sekarang adalah blok tak tertembus.) Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
47
22. Au moment où tout paraissait crouler dans le désastre et dans le désespoir, il s'agissait de savoir si ce grand et noble pays livré à l'ennemi par la plus atroce trahison de l'Histoire, trouverait parmi ses enfants des hommes assez résolus pour ramasser son drapeau. [paragraf 3, baris 17--20] (Pada saat semua kelihatan runtuh di dalam malapetaka dan keputusasaan, persoalannya adalah mengetahui apakah negara sebesar dan seluhur ini, yang takluk pada musuh karena pengkhianatan paling keji dalam sejarah, menemukan di antara putra-putrinya, manusia-manusia yang bertekad cukup kuat untuk merebut benderanya.)
23. Nous tenons pour nécessaire qu'une vague grondante et salubre se lève du fond de la nation et balaie les causes du désastre pêle-mêle avec l'échafaudage bâti sur la capitulation. [paragraf 16, baris 151--153] (Kami perlu berpendapat bahwa sebuah gelombang naik yang menyegarkan
dan bergemuruh dari haribaan bangsa ini dan menyapu penyebab bencana yang kacau balau dengan perancah yang dibangun di atas penyerahan.) Pada data (20), De Gaulle mengatakan bahwa tadinya rakyat Prancis adalah manusia yang dianggap setitik debu. Debu memiliki konotasi kotor, tidak berguna, dan harus disingkirkan. Dalam Le Robert de poche 2011 (2010), poussière bermakna ‘terre desséchée réduite en particules très fines’ (tanah yang mengering yang hancur menjadi partikel-partikel yang sangat halus). Prancis yang tidak memiliki semangat dan dapat dengan mudahnya diduduki musuh, seperti debu yang tidak berarti. De Gaulle bahkan menekankan hanya “setitik debu” yang semakin menguatkan ketidakberdayaannya. Pada data (21), rakyat Prancis dikatakan sebagai blok kokoh yang tidak tertembus. Menurut kamus Le Robert de poche 2011 (2010), bloc memiliki makna ‘éléments groupés en une masse homogène’ (unsur-unsur yang menyatu atau berkumpul menjadi satuan massa yang homogen). Rakyat Prancis yang sebelumnya adalah setitik debu tidak berarti telah menyatu dan sulit ditembus. Artinya, Prancis menjadi kuat karena persatuan. Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
48
Pada data (22), bangunan dapat roboh, seperti sebuah negara yang dapat kalah oleh negara lain jika memiliki pertahanan yang lemah. Kata crouler (runtuh) biasanya berkaitan dengan bangunan. Bangunan memiliki ruang-ruang seperti negara yang terdiri atas beberapa wilayah. Penggunaan kata ramasser (merebut) menyoroti aspek sesuatu yang dapat dipegang dan memiliki bentuk. Pada data (23), kata balayer (menyapu) menyoroti aspek ruang dan bentuk. Hal ini koheren dengan konsep bangunan yang memiliki ruang dan bentuk. Pemetaan konseptual metafora dapat dilihat dalam Tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6 Pemetaan konseptual metafora NEGARA adalah BANGUNAN
RANAH SASARAN
RANAH SUMBER
Negara memiliki wilayah dan batas Bangunan memiliki ruang, bentuk yang geografis
dapat dipegang dan disapu (data 20, 21, 22 dan 23)
Negara dapat diserbu dan kalah
Bangunan roboh (data 22)
Negara memiliki sistem pertahanan
Bangunan terdiri atas tiang penyangga (data 22)
Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Negara bangkit dari kekalahan.
Negara kuat dan dapat bertahan.
Negara terpuruk dan tidak dapat bangkit.
Negara rapuh, rakyat sengsara.
3. 7 HARAPAN adalah CAHAYA Dalam pidato tanggal 15 November 1941, De Gaulle menggunakan kata lumière d’espérance (cahaya harapan), seperti pada data berikut. Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
49
24. Il s'agissait de savoir enfin si, dans la nuit de la servitude, la nation ne verrait plus briller aucune lumière d’espérance française pour soutenir son esprit, de résistance et faire la preuve qu’elle restait solidaire du parti de la liberté. [paragraf 3, baris 17--20] (Persoalannya adalah mengetahui apakah, akhirnya, di malam pengabdian, bangsa itu tidak akan lagi melihat gemilang cahaya harapan Prancis untuk menyokong semangat perlawanan dan membuktikan bahwa ia tetap setia dalam golongan kebebasan.)
Pada data (24), cahaya adalah energi yang memungkinkan mata manusia melihat segalanya dengan jelas. Menurut Le Robert de poche 2011 (2010), lumière (cahaya) memiliki makna ‘ce par quoi les choses sont éclairées’ (yang membuat sesuatu diterangi, menjadi jelas). De Gaulle menyatakan bahwa harapan seperti cahaya. Harapan adalah sesuatu yang diinginkan. Dengan adanya harapan, semangat dapat dijaga karena tujuan dari perjuangan terarah dengan pasti, yakni tercapainya kebebasan. Selain itu, cahaya biasanya menunjukkan kehidupan karena banyak aktivitas yang memerlukan cahaya. Begitu pula dengan harapan. Harapan adalah simbol kekuatan sekaligus kehidupan karena hanya manusia hidup saja yang memilikinya. De Gaulle juga mengatakan bahwa “cahaya harapan Prancis” gemilang. Sesuatu yang cemerlang dapat terlihat dengan jelas meski dari kejauhan serta mengandung keindahan, begitu pula harapan Prancis. Harapan itu sangat jelas seperti cahaya yang memandu dalam kegelapan. Harapan pun menjadi salah satu sumber kekuatan perjuangan Prancis. Pemetaan konseptual metafora dapat dilihat melalui Tabel 3.7 berikut.
Tabel 3.7 Pemetaan konseptual metafora HARAPAN adalah CAHAYA RANAH SASARAN Harapan mengarahkan tujuan
RANAH SUMBER Dengan cahaya semua dapat terlihat jelas
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
50
Harapan simbol kekuatan dan kehidupan: Cahaya adalah simbol kehidupan dan soutenir son esprit
merupakan energi
Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Setiap perjuangan harus memiliki harapan.
Harapan menguatkan semangat.
Perjuangan terasa lebih ringan.
Perjuangan tanpa memiliki harapan.
Perjuangan terasa berat.
3. 8 PENJAJAHAN adalah KEGELAPAN/PENJARA Dalam pidato tanggal 15 November 1941, De Gaulle menggunakan kata la nuit (malam), s’éteindre (padam), prisonnier (terpenjara), nuage (awan), dan aveugler (membutakan), seperti pada data berikut. 25. Il s'agissait de savoir enfin si, dans la nuit de la servitude, la nation ne verrait plus briller aucune lumière d’espérance française pour soutenir son esprit, de résistance et faire la preuve qu’elle restait solidaire du parti de la liberté. [paragraf 3, baris 26--28] (Persoalannya adalah mengetahui jika akhirnya, di malam pengabdian, bangsa itu tidak akan lagi melihat gemilang cahaya harapan Prancis untuk menyokong semangat perlawanan dan membuktikan bahwa ia tetap setia kawan dalam golongan kebebasan.) 26. Il s'agissait de savoir si la voix de la France allait entièrement s'éteindre ou, pire encore, si le monde pourrait penser la reconnaître dans la détestable contrefaçon qu’en font l’ennemi et les traîtres. [paragraf 3, baris 23--26] (Persoalannya adalah mengetahui apakah suara Prancis akan sepenuhnya padam atau, lebih buruk, apakah dunia akan dapat berpikir untuk mengingatnya sebagai rekayasa buruk yang dicitrakan oleh musuh dan para pengkhianat.) Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
51
27. Par-dessus tout, nous avons rétabli dans notre peuple prisonnier les liens de l’unité française avec la volonté de résistance pour la vengeance et de redressement pour la grandeur. [paragraf 5, baris 41--43] (Di atas semua itu, kita telah memperbaiki jalinan persatuan Prancis di antara rakyat kita yang terpenjara, dengan kemauan melawan untuk membalas dendam dan tegak kembali demi kebesaran.) 28. C’est un fait que la France a su discerner, au travers du nuage de sang et de larmes dont on tentait de l’aveugler, que la seule voie qui mène au salut est celle qu’ont choisie pour elle ceux de ses enfants qui sont libres. [paragraf 6, baris 50--52] (Adalah kenyataan bahwa Prancis telah dapat mengamati, di antara awan darah dan air mata yang diusahakan oleh musuh untuk membutakannya, bahwa satu-satunya jalan yang menuju pada kehormatan adalah yang telah dipilih bagi Prancis oleh anak-anaknya yang merdeka.)
Pada data (25), De Gaulle menyatakan la nuit de la servitude (malam pengabdian). Pengabdian pada tanah air ditunjukkan dengan melakukan perjuangan membebaskan Prancis dari pendudukan Jerman. Pengabdian itu seolah dilakukan hanya pada malam hari. Malam hari adalah waktu untuk beristirahat, telah gelap, dan biasanya sepi. Akan tetapi, karena berada di bawah pengawasan penjajah, perjuangan dilakukan tidak secara terbuka, tetapi diam-diam, seperti gerakan bawah tanah yang bergiat pada malam hari. Pada data (26), suara menyoroti aspek kebebasan bersuara. La voix (suara) dalam kamus Le Robert de poche 2011 (2010) memiliki makna ‘ensemble des sons produits par les vibrations des cordes vocales’ (kumpulan bunyi yang dihasilkan dari getaran pita suara). Kata ini juga memiliki makna figuratif, yaitu ‘expression de l’opinion, droit de donner son opinion’ (pernyataan pendapat, hak memberi pendapat, dukungan). Suara diibaratkan sebagai kebebasan karena hanya dalam kondisi yang bebas atau merdeka, seseorang dapat menyatakan pendapatnya. Hal tersebut tidak Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
52
akan ditemukan di negara terjajah karena segala sesuatu akan dikontrol sesuai kepentingan pihak penguasa. Kebebasan Prancis diibaratkan “padam” sepenuhnya. Padam digunakan untuk menggantikan “kebebasan yang hilang”. Kebebasan akan mati atau hilang jika Prancis tidak bertahan melawan penjajah. Pada data (27), kata “prisonnier” menyoroti aspek ketiadaan kebebasan. Rakyat yang terjajah seolah dipenjara di dalam negaranya sendiri. Mereka dibatasi oleh hukum yang hanya menguntungkan penjajah. Pada data (28), awan memiliki konotasi suram, mendung yang menghalangi sinar matahari. Rakyat yang terjajah tidak dapat berekspresi lebih bebas sehingga kesulitan menyalurkan segala beban. Akibatnya adalah kurang bahagia. Pendudukan Jerman, menurut De Gaulle, merupakan percobaan untuk membutakan atau menipu rakyat Prancis bahwa mereka tidak memiliki harapan sama sekali untuk bebas kembali. Seperti seorang yang tidak dapat melihat, ia akan selalu tersandung dan sulit memilih jalan yang benar. Pemetaan konseptual dapat dilihat melalui Tabel 3.8 berikut.
Tabel 3.8 Pemetaan konseptual metafora PENJAJAHAN adalah KEGELAPAN/PENJARA RANAH SASARAN
RANAH SUMBER
Dalam posisi terjajah, pergerakan tidak
Pada malam hari, aktivitas dan suara
dapat dilakukan dengan bebas
harus lebih diredam daripada saat siang hari (data 25)
Tidak ada kebebasan berpendapat dalam
Suara dipadamkan (data 26)
penjajahan Penjajah membatasi rakyat terjajah
Penjara membatasi tahanan (data 27)
Rakyat terjajah tidak bahagia dan selalu
Saat mendung, suasana muram
dirundung kesedihan
(data 28)
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
53
Penjajahan banyak menipu rakyat
Membutakan seseorang menyesatkan dan
terjajah demi kepentingan sendiri
membuatnya dalam kesulitan (data 28)
Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Penjajahan merupakan kekejaman karena merebut hak asasi manusia.
Penjajahan dapat dihentikan.
Rakyat sejahtera.
Penjajahan tetap berlanjut.
Rakyat tidak bahagia.
3.9 Kategori Metafora dalam Pidato De Gaulle
Dari dua pidato De Gaulle pada tahun 1941 yang dianalisis, terungkap delapan kategori metafora, yaitu
PERJUANGAN adalah PERJALANAN SEMANGAT PERSATUAN adalah API KEBEBASAN adalah KOMODITAS BERHARGA NEGARA/KEMENANGAN adalah ORANG PERANG adalah PERTUNJUKAN NEGARA adalah BANGUNAN HARAPAN adalah CAHAYA PENJAJAHAN adalah KEGELAPAN/PENJARA Struktur PERJUANGAN adalah PERJALANAN dapat dibuktikan melalui lima data metaforis (data 1, 2, 3, 4, 5 dan data 12, 13, 14, 15, 16). Ranah konsep PERJUANGAN terlacak melalui metafora PERJALANAN. Data yang terkumpul untuk struktur ini adalah salah satu dari yang terbanyak. Hal ini menunjukkan bahwa Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
54
PERJUANGAN tidaklah mudah namun sangat penting dan konsepnya harus tersampaikan kepada khalayak. PERJALANAN dianggap lebih mudah dipahami dan tidak
membuat
rumit
sekaligus
tidak
terlalu
menyederhanakan
konsep
PERJUANGAN. De Gaulle mencoba memberikan pandangan berbeda mengenai perjuangan. PERJUANGAN yang terlihat berat menjadi terasa lebih ringan dalam struktur PERJALANAN. Steruktur tersebut bersumber pada struktur metafora PENJAJAHAN adalah KEGELAPAN/PENJARA dan PERANG adalah PERTUNJUKKAN. Perjuangan dilakukan karena ada penjajahan dan perang. Tujuan dari perjuangan ini adalah kebebasan. Untuk meraihnya diperlukan semangat dan harapan. Ranah konsep KEBEBASAN menjadi sasaran dari ranah konsep sumber, yakni PENJAJAHAN dan PERANG. Jalan untuk meraih sasaran terlihat dalam ranah konsep PERJUANGAN, HARAPAN, dan SEMANGAT. Ranah konsep metafora dalam pidato De Gaulle yang saling terkait seperti dijelaskan di atas dapat digambarkan dengan menggunakan skema jalan dengan skema SUMBER-JALAN-SASARAN (dalam Saeed, 1997). SASARAN menjadi tujuan dari ranah konsep SUMBER. Dari analisis yang telah dilakuakan, PENJAJAHAN dan PERANG menjadi sumber dan tujuan atau sasarannya adalah KEBEBASAN. Ranah konsep NEGARA yang terlacak melalui metafora ORANG dan BANGUNAN memiliki kaitan dengan struktur metafora yang telah disebutkan di atas, namun tidak dapat dimasukkan ke dalam skema jalan karena berperan sebagai “pelaku” dan “tempat”. Skema ini hanya menggambarkan proses konseptualisasi atau pemahaman seseorang mengenai suatu peristiwa. Skema konsep adalah sebagai berikut. SUMBER
: PENJAJAHAN adalah KEGELAPAN/PENJARA PERANG adalah PERTUNJUKAN
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
55
JALAN
: SEMANGAT PERSATUAN adalah API PERJUANGAN adalah PERJALANAN HARAPAN adalah CAHAYA
SASARAN
: KEBEBASAN adalah KOMODITAS BERHARGA
Berdasarkan analisis metafora, dapat disimpulkan bahwa untuk melawan penjajahan dan mendapatkan kebebasan, diperlukan semangat persatuan dan harus terus menumbuhkan harapan. Penjajahan yang seperti penjara menyulutkan semangat persatuan dan menguatkan perjuangan yang kemudian menimbulkan harapan akan tercapainya kebebasan. Selain itu, penjajahan menimbulkan kesadaran bahwa kebebasan merupakan sesuatu yang berharga dan patut dijaga sebaik mungkin. Negara dianggap sebagai pelaku yang terlibat dalam perang, sekaligus harus tetap dijaga, seperti menjaga sebuah bangunan. Bangunan yang runtuh, seperti negara yang kalah, dan harus selalu dilindungi dan didirikan agar tegak kembali karena dengan bangunan yang kuat, penghuni di dalamnya pun merasa aman dan tentram. Penyusunan skema ini menyertakan enam kategori metafora yang memiliki kaitan logis yang ditemukan dalam pidato De Gaulle. Banyaknya kategori tidak memungkinkan penyusunan sistem metafora yang hanya terdiri atas satu sumber, satu path, dan satu sasaran.
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
BAB 4 KESIMPULAN
Metafora bukan sekadar gejala bahasa atau hanya berkaitan dengan ranah linguistis. Metafora sekaligus dapat menunjukkan pemikiran atau konsep dan meresap secara lebih luas dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pemilihan kata seseorang tidaklah acak melainkan sesuai dengan struktur tertentu yang telah terbentuk berdasarkan pengetahuan dan budaya yang dimilikinya (Siregar, 2003). Kegunaan metafora telah disadari sejak lama, namun masih terbatas pada fungsi memperindah bahasa, seperti yang sering ditemukan dalam puisi dan sajak. Sementara itu, metafora konseptual, menurut Lakoff dan Johnson (1980), metafora terdapat di berbagai teks. Sifatnya yang utama adalah sebagai alat memperlancar komunikasi.
Metafora yang ditemukan dalam teks politis, seperti pidato, menunjukkan bahwa metafora sangat lentur dan dapat dimanfaatkan seluas-luasnya dalam masyarakat. Berbagai konsep yang terungkap dalam pidato De Gaulle, dapat dilacak dengan menganalisis metafora. Pesan utama yang hendak disampaikan pun terungkap dengan menyimpulkan kategori/struktur metafora yang diuraikan di bab terdahulu. Melalui pengategorisasian tersebut, De Gaulle menggunakan metafora untuk menyampaikan bahwa perang menimbulkan penjajahan yang selalu membuat rakyat mendambakan kebebasan. Oleh karena itu, diperlukan perjuangan yang harus dilakukan dengan semangat dan harapan agar perang dapat dimenangkan. Dengan demikian, kemenangan negara itu memberikan kebebasan pada rakyat. Dari kaitan yang ditampilkan dalam skema jalan di bab terdahulu, ditemukan bahwa metafora dalam pidato De Gaulle digunakan untuk menyampaikan pesan bahwa dalam setiap perjalanan akan sampai di titik akhir. Dalam pidatonya, akhir dari perang adalah kemenangan Prancis.
56 UNIVERSITAS INDONESIA Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
57
Melihat kategori dalam pidato De Gaulle, metafora digunakan sebagai alat untuk memberi lebih banyak kesan kepada pendengarnya. Hal ini untuk memudahkan pendengar membayangkan dan memahami pesan yang disampaikan De Gaulle, terutama untuk menjelaskan kerumitan situasi politis pada saat itu. Metafora dalam pidato De Gaulle menunjukkan konsep dan cara pandangnya terhadap situasi aktual. De Gaulle menggunakannya terutama untuk menyemangati rakyat Prancis untuk tetap berjuang dan tidak putus asa dalam kesengsaraan perang, tanpa membebani mereka lebih berat lagi dengan kata lugas. Dengan metafora, perjuangan yang berat dikesankan lumrah karena dilakukan atas dasar cinta pada kebebasan dan tanah air. Dengan demikian, metafora merupakan fasilitas untuk menyampaikan gagasan dan opini tanpa terlalu menyederhanakannya sehingga isi pesan tetap berbobot dan hasilnya tetap sesuai dengan keinginan pembicara. Analisis ini juga menunjukkan gambaran pandangan hidup De Gaulle sebagai individu dan kepala negara, yaitu pantang menyerah dan semangat cinta pada tanah air yang dapat dicontoh oleh semua orang untuk memajukan bangsanya. Selain itu, dari penelitian ini didapatkan pula bahwa penggunaan metafora harus sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa penerima pesan. Dalam pidato yang disampaikan di hadapan anak-anak, misalnya, De Gaulle hanya
menggunakan
sedikit
metafora,
dibandingkan
dengan
pidato
yang
disampaikannya di hadapan orang dewasa. De Gaulle harus menjelaskan kepada anak-anak, awal perang sampai pendudukan sebagian wilayah Prancis oleh musuh. Selain itu, ia juga perlu membangkitkan semangat dan harapan. Metafora yang digunakannya dalam pidato ini tidak rumit karena memakai istilah yang sudah akrab bagi anak-anak. Hal ini berbeda dengan metafora yang digunakannya dalam pertemuan dengan orang dewasa, yang memiliki tingkat penguasaan bahasa yang lebih tinggi. Tujuan utama adalah menyampaikan gagasan dan opini, siapa pun penerima pesan, sehingga keindahan dan kerumitan bahasa bukanlah unsur utama. Penggunaan metafora kepada anak-anak dalam proporsi yang tepat justru dapat Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
58
memudahkan penjelasan antara istilah atau fenomena rumit tanpa terlalu menyederhanakannya. Penelitian metafora dalam pidato De Gaulle ini merupakan kajian awal. Tindak lanjut dalam penelitian yang lebih mendalam dengan data yang lebih luas sangat mungkin dilakukan. Penelitian metafora konseptual dalam pidato politis telah banyak dilakukan, namun belum ada penelitian menyeluruh untuk membandingkan struktur metafora dalam pidato Prancis dan Indonesia. Akan sangat menarik melihat persamaan dan perbedaan konsep antarbudaya yang tercermin melalui penggunaan metafora. Interaksi antara pikiran dan bahasa sebagai salah satu hasil kebudayaan dapat dilihat dengan sudut pandang lain. Selain itu, perubahan cara pandang yang terlihat dari metafora yang digunakan dapat membantu dalam pemecahan masalah sosial. Penelitian seperti itu dapat bersifat antarranah yang mencakup berbagai bidang, seperti budaya, sosial, politis, dan ekonomis.
Universitas Indonesia
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
DAFTAR REFERENSI
Bloomfield, L. (1933). Language. London: Allen & Unwin. Forceville, C. J. (2006). The source-path-goal schema in the autobiographical journey documentary: McElwee, Van der Keuken, Cole. New review of film and television studies, 4(3), 241-261. May 31, 2012. http://dare.uva.nl/document/44241. Cowie, A. P. (2009). Semantics. Oxford : Oxford University Press. De Gaulle, C. (1941, November). Discours de l’Albert Hall, Londres, 11 novembre 1941. November 1, 2010. http://www.charles-de-gaulle.org/pages/lhomme/accueil/discours/pendant-la-guerre-1940-1946/discours-de-l-alberthall-londres-11-novembre-1941.php De Gaulle, C. (1941, Desember). Message de noël adressé aux enfants de France depuis Londres par le général de Gaulle, 24 décembre 1941. November 1, http://www.charles-de-gaulle.org/pages/l-homme/accueil/discours/ 2010. pendant-la-guerre-1940-1946/message-de-noël-adressé-aux-enfants-defrance-depuis-londres-par-le-général-de-gaulle-24-décembre-1941.php De Saussure, F. (1949). Cours de linguistique générale. Paris: Payot. Fabriyanti, F. (2008). Metafora dalam komik. Depok: Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. François-Georges, D. (1996). Histoire de la Résistance. Édition de Fallois: Paris Gibbs, JR., W. Raymond, & G. Steen (ed.). (1999). Metaphor in cognitive linguistics. Amsterdam: John Benjamin Publisihing Company. How De Gaulle speech changed fate of France. (18 Juni, 2010). BBC News. Oktober 12, 2010. http://news.bbc.co.uk/2/hi/programmes/newsnight/8747121.stm. Keraf, G. (1991). Diksi dan gaya bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Knowles, M., & R. Moon. (2005). Introducing metaphor. London: Routledge. Laksana, A. S. (2006). Creative writing: tips dan strategi menulis cerpen dan novel. Jakarta: Mediakita. Lakoff, G. & M. Johnson. (1980). Metaphors we live by. Chicago: The University of Chicago Press.
59 UNIVERSITAS INDONESIA Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
La société Dictionnaires Le Robert. (2010). Le Robert de poche 2011. Paris: Dictionnaires Le Robert. Le Guern, Michel. (1973). Sémantique de la métaphore et de la métonymie. Paris : Librairie Larousse. Lehmann, A., & F. Martin-Brethet. (2002). Introduction à la lexicologie. Sémantique et morphologie. Liège : Nathan. Mortureux. (2001). La lexicologie entre langue et discours. Armand Colin : Paris. Palmer, F. R. (1976). Semantics. Cambridge: Cambridge University Press . Parera, J. D. (2004). Teori semantik. Jakarta :Erlangga. Saeed, J. I. 2000. Semantics. Oxford :Blackwell Publishers. Siregar, B. U. (2009). Emosi dan kebudayaan dalam metafora. Kongres Internasional Masyarakat Linguistik Indonesia (KIMLI), Malang 5-7 November 2009. Malang:
Universitas
Negeri
Malang.
September
23,
2011
http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/104-Bahren-Umar-SiregarLTBI-UAJ-Emosi-dan-Kebudayaan-dalam-Metafora.pdf. Susasmiyati, T. R. (2004). Metafora dalam pidato kenegaraan soekarno era revolusi kemerdekaan. Depok: Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Tan, T. T. (1996). Metafora dan metonimi pada berita surat kabar Prancis. Depok: Skripsi Sarjana, Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Tim penyusun. (2008). Kamus besar bahasa Indonesia ed. ke-4. Jakarta: GPU Ullmann, S. (1964). Semantics: an introduction to the science of meaning. Oxford:Blackwell. West, R., & L. H. Turner. (2008). Pengantar teori komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika.
59 UNIVERSITAS INDONESIA Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
60
La société Dictionnaires Le Robert. (2010). Le Robert de poche 2011. Paris: Dictionnaires Le Robert. Le Guern, Michel. (1973). Sémantique de la métaphore et de la métonymie. Paris : Librairie Larousse. Lehmann, A., & F. Martin-Brethet. (2002). Introduction à la lexicologie. Sémantique et morphologie. Liège : Nathan. Mortureux. (2001). La lexicologie entre langue et discours. Armand Colin : Paris. Palmer, F. R. (1976). Semantics. Cambridge: Cambridge University Press . Parera, J. D. (2004). Teori semantik. Jakarta :Erlangga. Saeed, J. I. 2000. Semantics. Oxford :Blackwell Publishers. Siregar, B. U. (2009). Emosi dan kebudayaan dalam metafora. Kongres Internasional Masyarakat Linguistik Indonesia (KIMLI), Malang 5-7 November 2009. Malang:
Universitas
Negeri
Malang.
September
23,
2011
http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/104-Bahren-Umar-SiregarLTBI-UAJ-Emosi-dan-Kebudayaan-dalam-Metafora.pdf. Susasmiyati, T. R. (2004). Metafora dalam pidato kenegaraan soekarno era revolusi kemerdekaan. Depok: Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Tan, T. T. (1996). Metafora dan metonimi pada berita surat kabar Prancis. Depok: Skripsi Sarjana, Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Tim penyusun. (2008). Kamus besar bahasa Indonesia ed. ke-4. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Ullmann, S. (1964). Semantics: an introduction to the science of meaning. Oxford:Blackwell. West, R., & L. H. Turner. (2008). Pengantar teori komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika.
UNIVERSITAS INDONESIA Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
Lampiran 1 : Pidato De Gaulle pada tanggal 15 November 1941
Discours de l'Albert Hall, Londres, 11 novembre 1941 Le général de Gaulle s'adresse aux Français présents en Grande-Bretagne au cours d'une manifestation organisée à l'Albert Hall de Londres. 1 2 3 4 5 6 7
Le voyageur qui gravit la montée s'arrête parfois quelques instants pour mesurer le chemin parcouru et s'orienter vers le but. Ainsi avons-nous jugé bon de nous rassembler aujourd'hui, sur l'initiative émouvante des Français de Grande-Bretagne, pour nous réconforter nous-mêmes par le spectacle de notre union et nous affermir sur le dur chemin de la lutte pour la patrie. Cela nous sera facile, car, malgré le tumulte de la guerre, jamais encore nous n'avons plus clairement discerné ce que nous sommes, ce que nous voulons et pourquoi nous sommes certains d'avoir choisi la meilleure part pour le service de la France.
8 9 10 11 12 13 14 15 16
Ce que nous sommes ? Rien n'est plus simple que de répondre à cette question. Il y aura dixsept mois demain qu'elle a été posée et résolue. Nous sommes des Français de toutes origines, de toutes conditions, de toutes opinions, qui avons décidé de nous unir dans la lutte pour notre pays. Tous l'ont fait volontairement, purement, simplement. Je ne commettrai pas l'indélicatesse d'insister sur ce que cela représente, au total, de souffrances et de sacrifices. Chacun de nous est seul à connaître, dans le secret de son cœur, ce qu'il lui en a coûté. Mais, c'est d'une telle abnégation, autant que d'une telle cohésion, que nous tirons notre force. C'est de ce foyer qu'a jailli, chaque jour plus haute et plus ardente, la grande flamme française qui nous a désormais trempés.
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Car c'est à l'appel de la France que nous avons obéi. Au moment où tout paraissait crouler dans le désastre et dans le désespoir, il s'agissait de savoir si ce grand et noble pays livré à l'ennemi par la plus atroce trahison de l'Histoire, trouverait parmi ses enfants des hommes assez résolus pour ramasser son drapeau. Il s'agissait de savoir si un Empire intact de 60 millions d'habitants ne contribuerait d'aucune manière à la lutte pour la vie ou pour la mort de la France. Il s'agissait de savoir si, aux côtés de nos braves alliés, qui poursuivaient le combat pour leur salut et pour le nôtre, il ne resterait pas un seul morceau belligérant de nos terres. Il s'agissait de savoir si la voix de la France allait entièrement s'éteindre ou, pire encore, si le monde pourrait penser la reconnaître dans la détestable contrefaçon qu'en font l'ennemi et les traîtres. Il s'agissait de savoir enfin si, dans la nuit de la servitude, la nation ne verrait plus briller aucune lumière d'espérance française pour soutenir son esprit de résistance et faire la preuve qu'elle restait solidaire du parti de la liberté.
29 30 31 32 33 34
Tel fut, au premier jour, notre but, tel il demeure aujourd'hui, sans que rien en soit changé. Vers ce but, nous avons marché sans hésiter et sans fléchir. Quand on saura avec quels moyens, je crois bien que le monde en marquera quelque étonnement. Nous n'avions ni organisation, ni troupes, ni cadres, ni armes, ni avions, ni navires. Nous n'avions point d'administration, de budget, de hiérarchie, de règlements. Bien peu, en France, nous connaissaient et nous n'étions, pour l'étranger, que des risque-tout sympathiques sans passé et sans avenir.
35 36 37
Or, il ne s'est pas passé un jour sans que nous ayons grandi. Chacun sait quelles furent les étapes, toujours dures, parfois cruelles, de notre marche en avant. Chacun peut imaginer les difficultés matérielles et morales que nous avons dû surmonter.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
(Lanjutan) 38 39 40 41 42 43
Chacun connaît l'étendue des territoires, le degré de force militaire, la valeur de l'influence, que nous avons pu reporter dans la guerre au seul service de la patrie. Nous étions une poussière d'hommes. Nous sommes maintenant un bloc inébranlable. Nous nous sommes rendu à nous-mêmes le droit d'être des Français fiers et libres. Par-dessus tout, nous avons rétabli dans notre peuple prisonnier les liens de l'unité française avec la volonté de résistance pour la vengeance et de redressement pour la grandeur.
44 45 46 47 48 49 50 51 52
Car, c'est un fait que la France, malgré la stupeur d'une défaite militaire méritée par ses chefs, mais non par elle-même, malgré le trouble jeté dans son âme par la trahison d'hommes qu'elle considérait comme symboles de l'honneur, malgré la pression de l'ennemi, exercée tantôt sous la forme de violences sans nom, tantôt par offres doucereuses d'allégements et de collaboration, malgré un régime abject de police et de persécutions, malgré l'effort acharné de corruption des esprits par propagande unilatérale, c'est un fait que la France ne s'est nullement abandonnée. C'est un fait que la France a su discerner, au travers du nuage de sang et de larmes dont on tentait de l'aveugler, que la seule voie qui mène au salut est celle qu'ont choisie pour elle ceux de ses enfants qui sont libres.
53 54 55 56 57 58 59 60
Il n'y a pas, à cet égard, la moindre distinction à faire entre les Français de Brazzaville, de Beyrouth, de Damas, de Nouméa, de Pondichéry, de Londres, et les Français de Paris, de Lyon, de Marseille, de Lille, de Bordeaux, de Strasbourg. Sauf une poignée de malheureux et une chambrée de misérables qui, par panique, folie ou intérêt, ont spéculé sur la défaite de la patrie et qui dominent provisoirement par la tromperie, la prison ou la famine, la nation n'a jamais marqué une pareille unanimité. On peut dire, littéralement, que ceux des Français qui vivent ne vivent plus que pour vouloir la libération nationale. Et l'on peut dire aussi que, pour 40 millions de Français, l'idée même de la victoire se confond avec celle de la victoire des Français Libres.
61 62 63 64 65 66 67
Il est aisé de s'expliquer qu'à mesure que nous devenions une réalité grandissante et surtout à mesure que se dévoilait l'adhésion secrète de la France, beaucoup d'hommes se soient souciés, chez nous et à l'étranger, de connaître quels sont au juste nos caractères et nos desseins ? Si dure et si longue que doive être la guerre, son aboutissement sera un certain ordre national et international. Rien n'est plus naturel que de s'interroger sur ce que veut, à ce point de vue, réaliser cette grande force neuve qui s'appelle la France Libre, en attendant que, par la victoire, elle se confonde avec la France tout court.
68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79
Il est vrai qu'à cette question : "Que veut la France Libre ?" certains, qui ne lui sont de rien, se hâtent souvent de répondre à sa place. Aussi nous est-il arrivé de nous voir prêter à la fois les intentions les plus contradictoires, soit par l'ennemi, soit par cette sorte d'amis qui, sans doute à force de zèle, ne peuvent contenir à notre endroit l'empressement de leurs soupçons. L'une des rares distractions que m'accorde ma tâche présente consiste à rapprocher parfois ces diverses affirmations. Car il est plaisant d'observer que les Français Libres sont jugés, le même jour, à la même heure, comme inclinant vers le fascisme, ou préparant la restauration d'une monarchie constitutionnelle, ou poursuivant la rétablissement intégral de la République parlementaire, ou visant à remettre au pouvoir les hommes politiques d'avant-guerre, spécialement ceux qui sont de race juive ou d'obédience maçonnique, ou enfin poussant au triomphe de la doctrine communiste. Quant à notre action extérieure, nous entendons les mêmes voix déclarer, suivant l'occasion ou que nous sommes des anglophobes dressés contre la Grande-Bretagne, ou que nous
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
(Lanjutan) 80 81 82 83 84
travaillons, au fond, de connivence avec Vichy, ou que nous nous fixons pour règle de livrer à l'Angleterre les territoires de l'Empire français à mesure qu'ils se rallient. Il y a peu d'apparence que ce que nous pourrons dire ou faire mette un terme à ces allégations. Mais il y a quelque importance à ce que nous affirmions, devant nous-mêmes et devant les autres, quelle est notre politique.
85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
L'article 1er de notre politique consiste à faire la guerre, c'est-à-dire à donner la plus grande extension et la plus grande puissance possibles à l'effort français dans le conflit. Il va de soi que, dans tous les domaines, notre action se combine étroitement avec celle de nos alliés et plus directement avec celle de l'Empire britannique. C'est qu'en effet l'Angleterre a eu l'incomparable mérite et le magnifique courage de faire face, seule, au destin quand il était le plus menaçant et qu'en outre ce grand peuple, qu'on taxe parfois d'un certain manque d'imagination, n'en a pas moins discerné aussitôt par l'esprit et le cœur d'un Churchill, qu'une poignée d'évadés français avaient emporté avec eux l'âme éternelle de la France. Donnant, donnant ! nous ne cesserons pas, jusqu'au dernier soir de la dernière bataille, de nous tenir, fidèles et loyaux, aux côtés de la vieille Angleterre. En même temps, nous appelons de nos vœux le moment où les circonstances pourront nous permettre d'apporter un concours - aussi modeste qu'il soit d'abord à l'héroïque résistance de nos alliés russes. Nous nous tenons en étroite liaison avec nos alliés polonais, tchécoslovaques, grecs, yougoslaves, hollandais, belges, norvégiens, solidarité à nos yeux capitale parce que le sort de leur territoire et celui du nôtre présentent les mêmes caractères de résistance nationale et d'inexpiable oppression et parce que nous ne concevons pas la libération de l'Europe sans leur juste restauration et la réparation du martyre qu'ils endurent.
101 102 103 104 105
Nous sommes unis sans réserves avec l'action morale et matérielle des États-Unis, sans laquelle il ne saurait y avoir de victoire et nous usons, avec gratitude, du concours que, par tant de moyens, ils fournissent à ceux qui combattent pour la liberté du monde. Nous nous efforçons de justifier et de développer les réconfortantes sympathies que prodiguent à la France, dans sa lutte et dans ses épreuves, tant de nations de l'univers.
106 107 108 109 110 111 112
Mais, quelque prix que nous attachions à ces liens qui nous aident et qui nous obligent, nous entendons, dans l'intérêt commun, que notre effort présent et futur demeure l'effort propre de la France et nous sommes d'autant plus ardents à servir ses intérêts, à représenter ses droits et à accomplir ses devoirs que nous savons que sa cause est la cause même des peuples libres. Rien ne saurait nous détourner de suivre la vocation séculaire de notre pays. Mais rien ne pourrait nous faire oublier que sa grandeur est la condition sine qua non de la paix du monde. Il n'y aurait pas de justice si justice n'était pas rendue à la France !
113 114 115
C'est pourquoi nous combattons pour que cette guerre de trente ans, déchaînée en 1914 par l'agression allemande, soit terminée et sanctionnée de telle manière que la France en sorte intacte dans tout ce qui lui appartient, créditée de tout ce qu'elle a perdu et garantie dans sa sécurité.
116 117 118 119 120
Nous ne séparons pas, d'ailleurs, ce qui est dû à notre pays de ce qui est dû aux nations qui furent ou qui demeurent nos alliées ou associées dans les mêmes épreuves et contre le même ennemi. Les peuples libres ont fait, maintenant, assez de cruelles expériences pour avoir appris ce que signifie la communauté des droits et des devoirs et ce qu'il en coûte de lui être infidèle. Tous ont payé assez cher pour savoir que leur idéal commun ne pourrait être
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
(Lanjutan) 121 122
qu'une charte platonique sans l'établissement de la sécurité réelle et pratique de chacun et sans l'organisation de la solidarité internationale.
123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141
Si la situation de notre patrie écrasée, pillée, trahie, exige que nous nous absorbions dans la tâche de la guerre, nous ne pouvons nous détacher de ce que peut et doit être le destin intérieur de la nation. Nous le pouvons d'autant moins que le désastre momentané de la France a bouleversé de fond en comble les fondements mêmes de son existence, emporté les institutions qu'elle pratiquait antérieurement, altéré profondément la condition de chaque individu et, par-dessus tout, jeté dans les âmes mille ferments passionnés. Si l'on a pu dire que cette guerre est une révolution, cela est vrai pour la France plus que pour tout autre peuple. Une nation qui paye si cher les fautes de son régime, politique, social, moral et la défaillance ou la félonie de tant de chefs, une nation qui subit si cruellement les efforts de désagrégation physique et morale que déploient contre elle l'ennemi et ses collaborateurs, une nation dont les hommes, les femmes, les enfants, sont affamés, mal vêtus, point chauffés, dont 2 millions de jeunes gens sont tenus captifs, pendant des mois et des années, dans des baraques de prisonniers, des camps de concentration, des bagnes ou des cachots, une nation à qui ne sont offertes, comme solution et comme espérance, que le travail forcé pour le compte de l'ennemi, le combat contre ses propres enfants et ses fidèles alliés, le repentir d'avoir osé se dresser face aux frénésies conquérantes d'Hitler et le rite des prosternations devant l'image du Père-la-Défaite, cette nation est nécessairement un foyer couvant sous la cendre. Il n'y a pas le moindre doute que, de la crise terrible qu'elle traverse, sortira, pour la nation française, un vaste renouvellement.
142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155
Est-il besoin de dire que ce ne sont pas les Français Libres qui ne voudraient jamais contrarier une telle transformation ? Bien au contraire, ils prétendent être, par excellence, en mesure d'y contribuer par l'exemple qu'ils donnent de leur union et de leur dévouement au service de la patrie et par le fait qu'eux-mêmes se font un cœur et un esprit nouveaux. Nous savons que l'immense majorité des Français, dans laquelle nous nous comptons, a définitivement condamné, à la fois les abus anarchiques d'un régime en décadence, ses gouvernements d'apparence, sa justice influencée, ses combinaisons d'affaires, de prébendes et de privilèges, et l'affreuse tyrannie des maîtres esclaves de l'ennemi, leurs caricatures de lois, leur marché noir, leurs serments imposés, leur discipline par délation, leurs microphones dans les antichambres. Nous tenons pour nécessaire qu'une vague grondante et salubre se lève du fond de la nation et balaie les causes du désastre pêle-mêle avec l'échafaudage bâti sur la capitulation. Et c'est pourquoi, l'article 2 de notre politique est de rendre la parole au peuple, dès que les événements lui permettront de faire connaître librement ce qu'il veut et ce qu'il ne veut pas.
156 157 158 159 160 161 162 163
Quant aux bases de l'édifice futur des institutions françaises, nous prétendons pouvoir les définir par conjonction des trois devises qui sont celles des Français Libres. Nous disons : "Honneur et Patrie," entendant par là que la nation ne pourra revivre que dans l'air de la victoire et subsister que dans le culte de sa propre grandeur. Nous disons : "Liberté, Égalité, Fraternité," parce que notre volonté est de demeurer fidèles aux principes démocratiques que nos ancêtres ont tirés du génie de notre race et qui sont l'enjeu de cette guerre pour la vie ou la mort. Nous disons "Libération" et nous disons cela dans la plus large acception du terme, car, si l'effort ne doit pas se terminer avant la défaite et le châtiment de l'ennemi, il est d'autre part nécessaire qu'il ait
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
(Lanjutan) 164 165 166
comme aboutissement, pour chacun des Français, une condition telle qu'il lui soit possible de vivre, de penser, de travailler, d'agir, dans la dignité et dans la sécurité. Voilà l'article 3 de notre politique !
167 168 169 170 171 172 173
La route que le devoir nous impose est longue et dure. Mais peut-être le drame de la guerre est-il à son point culminant ? Peut-être l'Allemagne commence-t-elle à subir, à son tour, la fascination du désastre qui n'avait, longtemps, paralysé que ses ennemis ? Peut-être l'Italie sera-t-elle bientôt, une fois de plus, suivant le mot de Byron : "La triste mère d'un empire mort ?" Mais, quels que doivent être le terme et le prix de la victoire, nous y avons marqué la place de notre patrie. Il n'y a plus maintenant, pour nous, d'autre raison, d'autre intérêt, d'autre honneur, que de rester, jusqu'au bout, des Français dignes de la France.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
Lampiran 2 : Pidato De Gaulle pada tanggal 24 Desember 1941
Message de noël adressé aux enfants de France depuis Londres par le général de Gaulle, 24 décembre 1941 1 2 3
Quel bonheur, mes enfants, de vous parler ce soir de Noël. Oh ! je sais que tout n'est pas gai, aujourd'hui, pour les enfants de France. Mais je veux, cependant, vous dire des choses de fierté, de gloire, d'espérance.
4 5 6 7 8 9
Il y avait une fois : la France ! Les nations, vous savez, sont comme des dames, plus ou moins belles, bonnes et braves. Eh bien ! parmi mesdames les nations, aucune n'a jamais été plus belle, meilleure, ni plus brave que notre dame la France. Mais la France a une voisine brutale, rusée, jalouse : l'Allemagne. L'Allemagne, enivrée d'orgueil et de méchanceté, a voulu, un beau jour, réduire en servitude les nations qui l'entouraient. Au mois d'août 1914, elle s'est donc lancée à l'attaque.
10 11 12 13 14 15
Mais la France a réussi à l'arrêter sur la Marne, puis à Verdun. D'autres grandes nations, l'Angleterre, l'Amérique, ont eu ainsi le temps d'arriver à la rescousse. Alors, l'Allemagne, dont le territoire n'était nullement envahi, s'est écroulée tout à coup. Elle s'est rendue au Maréchal Foch. Elle a demandé pardon. Elle a promis, en pleurant, qu'elle ne le ferait plus jamais. Il lui restait d'immenses armées intactes, mais il ne s'est pas trouvé un seul Allemand, pas un seul ! pour tirer même un coup de fusil après la capitulation.
16 17 18
Là-dessus, les nations victorieuses se sont séparées pour aller chacune à ses affaires. C'est ce qu'attendait l'Allemagne. Profitant de cette naïveté, elle s'est organisée pour de nouvelles invasions. Bientôt, elle s'est ruée de nouveau sur la France. Et, cette fois, elle a gagné la bataille.
19 20 21 22 23 24 25 26 27
L'ennemi et ses amis prétendent que c'est bien fait pour notre nation d'avoir été battue. Mais la nation française, ce sont vos papas, vos mamans, vos frères, vos sœurs. Vous savez bien, vous, mes enfants, qu'ils ne sont pas coupables. Si notre armée fut battue, ce n'est pas du tout parce qu'elle manquait de courage, ni de discipline. C'est parce qu'elle manquait d'avions et de chars. Or, à notre époque, tout se fait avec des machines, et les victoires ne peuvent se faire qu'avec les avions, les chars, les navires, qui sont les machines de la guerre. Seulement, malgré cette défaite, il y a toujours des troupes françaises, des navires de guerre et des navires marchands français, des escadrilles françaises, qui continuent le combat. Je puis même vous dire qu'il y en a de plus en plus et qu'on parle partout dans le monde de ce qu'ils font pour la gloire de la France.
28 29 30 31 32 33 34 35 36
Pensez à eux, priez pour eux, car il y a là, je vous assure, de très bons et braves soldats, marins et aviateurs, qui auront à vous raconter des histoires peu ordinaires quand ils seront rentrés chez eux. Or, ils sont sûrs d'y rentrer en vainqueurs, car nos alliés, les Anglais et les Russes, ont maintenant des forces très puissantes, sans compter celles que préparent nos alliés les Américains. Toutes ces forces, les Allemands n'ont plus le temps de les détruire, parce que, maintenant, en Angleterre, en Russie, en Amérique, on fabrique d'immenses quantités d'avions, de chars, de navires. Vous verrez un jour toute cette mécanique écraser les Allemands découragés et, à mesure qu'ils reculeront sur notre territoire, vous verrez se lever de nouveau une grande armée française.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
(Lanjutan)
Message de noël adressé aux enfants de France depuis Londres par le général de Gaulle, 24 décembre 1941 1 2 3
Quel bonheur, mes enfants, de vous parler ce soir de Noël. Oh ! je sais que tout n'est pas gai, aujourd'hui, pour les enfants de France. Mais je veux, cependant, vous dire des choses de fierté, de gloire, d'espérance.
4 5 6 7 8 9
Il y avait une fois : la France ! Les nations, vous savez, sont comme des dames, plus ou moins belles, bonnes et braves. Eh bien ! parmi mesdames les nations, aucune n'a jamais été plus belle, meilleure, ni plus brave que notre dame la France. Mais la France a une voisine brutale, rusée, jalouse : l'Allemagne. L'Allemagne, enivrée d'orgueil et de méchanceté, a voulu, un beau jour, réduire en servitude les nations qui l'entouraient. Au mois d'août 1914, elle s'est donc lancée à l'attaque.
10 11 12 13 14 15
Mais la France a réussi à l'arrêter sur la Marne, puis à Verdun. D'autres grandes nations, l'Angleterre, l'Amérique, ont eu ainsi le temps d'arriver à la rescousse. Alors, l'Allemagne, dont le territoire n'était nullement envahi, s'est écroulée tout à coup. Elle s'est rendue au Maréchal Foch. Elle a demandé pardon. Elle a promis, en pleurant, qu'elle ne le ferait plus jamais. Il lui restait d'immenses armées intactes, mais il ne s'est pas trouvé un seul Allemand, pas un seul ! pour tirer même un coup de fusil après la capitulation.
16 17 18
Là-dessus, les nations victorieuses se sont séparées pour aller chacune à ses affaires. C'est ce qu'attendait l'Allemagne. Profitant de cette naïveté, elle s'est organisée pour de nouvelles invasions. Bientôt, elle s'est ruée de nouveau sur la France. Et, cette fois, elle a gagné la bataille.
19 20 21 22 23 24 25 26 27
L'ennemi et ses amis prétendent que c'est bien fait pour notre nation d'avoir été battue. Mais la nation française, ce sont vos papas, vos mamans, vos frères, vos sœurs. Vous savez bien, vous, mes enfants, qu'ils ne sont pas coupables. Si notre armée fut battue, ce n'est pas du tout parce qu'elle manquait de courage, ni de discipline. C'est parce qu'elle manquait d'avions et de chars. Or, à notre époque, tout se fait avec des machines, et les victoires ne peuvent se faire qu'avec les avions, les chars, les navires, qui sont les machines de la guerre. Seulement, malgré cette défaite, il y a toujours des troupes françaises, des navires de guerre et des navires marchands français, des escadrilles françaises, qui continuent le combat. Je puis même vous dire qu'il y en a de plus en plus et qu'on parle partout dans le monde de ce qu'ils font pour la gloire de la France.
28 29 30 31 32 33 34 35 36
Pensez à eux, priez pour eux, car il y a là, je vous assure, de très bons et braves soldats, marins et aviateurs, qui auront à vous raconter des histoires peu ordinaires quand ils seront rentrés chez eux. Or, ils sont sûrs d'y rentrer en vainqueurs, car nos alliés, les Anglais et les Russes, ont maintenant des forces très puissantes, sans compter celles que préparent nos alliés les Américains. Toutes ces forces, les Allemands n'ont plus le temps de les détruire, parce que, maintenant, en Angleterre, en Russie, en Amérique, on fabrique d'immenses quantités d'avions, de chars, de navires. Vous verrez un jour toute cette mécanique écraser les Allemands découragés et, à mesure qu'ils reculeront sur notre territoire, vous verrez se lever de nouveau une grande armée française.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
(Lanjutan) 37 38 39 40 41 42
Mes chers enfants de France, vous avez faim, parce que l'ennemi mange notre pain et notre viande. Vous avez froid, parce que l'ennemi vole notre bois et notre charbon, vous souffrez, parce que l'ennemi vous dit et vous fait dire que vous êtes des fils et des filles de vaincus. Eh bien ! moi, je vais vous faire une promesse, une promesse de Noël. Chers enfants de France, vous recevrez bientôt une visite, la visite de la Victoire. Ah! comme elle sera belle, vous verrez !..
43
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012