UNIVERSITAS INDONESIA
FORMULASI KEBIJAKAN KENAIKAN NILAI SEWA REKLAME PADA PAJAK REKLAME DKI JAKARTA
NASKAH RINGKAS
RETHA SHAUMY 1206318621
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PROGRAM SARJANA EKSTENSI ADMINISTRASI FISKAL DEPOK JANUARI 2015
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
2
Formulasi Kebijakan Kenaikan Nilai Sewa Reklame pada Pajak Reklame DKI Jakarta Retha Shaumy1dan Inayati2 1.Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2.Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
[email protected] dan
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan membahas mengenai bagaimana pemerintah DKI Jakarta dalam melakukan formulasi kebijakan kenaikan nilai sewa reklame di DKI Jakarta, implikasi dari adanya kebijakan kenaikan nilai sewa reklame di DKI Jakarta serta upaya-upaya yang yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta untuk tetap mengoptimalkan penerimaan pajak reklame setelah adanya kebijakan kenaikan nilai sewa reklame. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini adalah dalam melakukan formulasi kebijakan kenaikan nilai sewa reklame di DKI Jakarta, dilakukan empat tahap yaitu perumusan masalah, penyusunan agenda, pemilihan alternatif kebijakan dan penetapan kebijakan. implikasi dari adanya kenaikan nilai sewa reklame ini adalah realisasi pajak reklame yang menurun. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta untuk tetap mengoptimalkan penerimaan pajak reklame adalah mengeluarkan peraturan mengenai penetapan baru tentang nilai kontrak reklame dan juga mengeluarkan peraturan mengenai pembebasan sebesar 50% atas pajak reklame terhutang. Kata Kunci : Formulasi kebijakan, nilai sewa reklame, DKI Jakarta
ABSTRACT This study aims to discuss about how the government of Jakarta in conducting policy formulation rise in rents billboard in Jakarta, the implications of their policy to increase the value of the lease billboards in Jakarta as well as the efforts made by the government of Jakarta to keep optimizing the advertisement tax revenues after the policy to increase the value of the lease billboards. The approach taken in this study is a qualitative and depth interviews. The results of this study is to conduct policy formulation rise in rents billboard in Jakarta, conducted four stages: problem formulation, preparation of agenda, selection of policy alternatives and determining policies. the implications of the increase in rental value of this advertisement is declining realization advertisement tax. Efforts made by the Jakarta administration for optimizing advertisement tax receipt is issued new regulations regarding the determination of the value of advertising contracts and also issue rules regarding exemption of 50% on the billboard tax payable. Keyword : Policy, Formulation, advertising rent value, DKI Jakarta
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
3
PENDAHULUAN DKI Jakarta merupakan ibukota dari Republik Indonesia. Sebagai ibukota Republik Indonesia tentunya DKI Jakarta memiliki tugas dan tanggung jawab yang lebih kompleks karena hampir semua kegiatan konstitusional dan kegiatan perekonomian berpusat di DKI Jakarta. Agar dapat memenuhi segala kebutuhan untuk mendukung kegiatan yang dilakukan oleh DKI Jakarta, tentunya dibutuhkan sumber keuangan daerah yang mumpuni agar setiap kegiatan DKI Jakarta dapat berjalan dengan lancar. Desentralisasi fiskal yang ada di DKI Jakarta berbeda dengan daerah lain dikarenakan DKI Jakarta merupakan sebuah provinsi. Oleh karena itu selain melaksanakan fungsi-fungsi yang merupakan wewenang dari pemerintahan provinsi DKI Jakarta juga melaksanakan fungsi pemerintahan kabupaten/kota. Sebagai konsekuensinya, sumber-sumber penerimaan DKI Jakarta termasuk sumber-sumber penerimaan dari kota/kabupaten yang ada di DKI Jakarta (Manan dan Soeriaamatdja, 2005, Hal:271). Salah satu contoh produk dari adanya desentralisasi fiskal adalah diberikannya kewenangan untuk daerah dalam memaksimalkan pendapatan daerahnya melalui wadah PAD. Pemerintah pusat juga memberikan kebebasan untuk daerah dalam mengatur tarif atau dasar pengenaan pajak daerah asal tarif atau dasar pengenaan pajak tersebut tidak melanggar aturan perundang- undangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar tiap daerah bisa lebih mandiri dalam membiaya segala kegiatan dan pembangunan sehingga tidak bergantung lagi dengan adanya dana perimbangan. Tabel 1.1 Total Pendapatan Daerah DKI Jakarta tahun 2012-2013 (Dalam Jutaan Rupiah) 2012 PAD Pajak Daerah Retribusi Daerah
Anggaran
2013 Realisasi
Anggaran
16,525,000.00 17,721,493.02 22,618,000.00
Realisasi 23,367,019.94
901,224.60
1,820,435.45
500,580.72
333,381.50
360,000.00
351,823.21
396,228.78
397,234.72
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang di pisahkan
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
4
2012 PAD Lain-lain PAD yang sah Total PAD Total Dana Perimbangan
2013
Anggaran
Realisasi
Anggaran
Realisasi
2,737,208.77
2,147,049.77
2,789,288.06
2,751,688.59
20,523,433.37 22,040,801.45 26,304,097.56
26,849,324.75
9,776,877.86
11,554,964.81 10,547,537.22
9,387,539.40
3,349,700.73
1,783,413.80
3,948,230.04
3,270,329.09
33,360,011.96 35,379,180.06 40,799,864.82
39,507,193.24
Total lain-lain pendapatan daerah yang sah Total Pendapatan DKI Jakarta Prosentase
106%
97%
Sumber : Jakarta.bps.go.id, Jakarta Dalam Angka 2014, diolah kembali oleh peneliti
Pada tabel 1.1 dijelaskan bahwa Total Pendapatan Daerah dari Provinsi DKI Jakarta, masih di dominasi oleh PAD. Pada realisasi pendapatan daerah tahun 2012, PAD mendominasi 62% dari total pendapatan daerah. Sedangkan untuk tahun 2013, PAD mendominasi 67% dari total pendapatan daerah DKI Jakarta. Di dalam komponen PAD sendiri, pajak daerah memegang peranan yang sangat penting karena kontribusinya begitu besar. Pada tahun 2012 kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan PAD mencapai 80% dari total PAD, dan pada tahun 2013 pajak daerah berkontribusi sebesar 87% dari PAD. Hal ini memperjelas pajak daerah sebagai salah satu sumber penerimaan terbesar DKI Jakarta. Saat ini, DKI Jakarta telah berkembang menjadi daerah yang maju dan unggul dibandingkan dengan daerah lainnya yang sama-sama terletak di pulau jawa. Hal tersebut didukung oleh kapasitas DKI Jakarta sebagai salah satu pusat perekonomian dan perdagangan di Indonesia, hal ini menjadikan DKI Jakarta sebagai kota metropolitan yang potensial untuk melakukan promosi atas barang atau jasa. Promosi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk media seperti promosi di media televisi, radio, majalah ataupun lewat media reklame. Saat ini media promosi yang banyak
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
5
diminati di DKI Jakarta adalah dengan menggunakan media reklame. Hal ini di dukung oleh keberadaan DKI Jakarta yang ramai akan kendaraan bermotor yang berlalu lalang sehingga akan lebih mudah untuk pengusaha memperkenalkan barang atau jasanya lewat reklame. Reklame sendiri mempunyai beberapa ragam jenis antara lain reklame papan/billboard/megatron, Reklame kain, Reklame melekat, Reklame selembaran, Reklame Berjalan, Reklame Apung, Reklame Udara, Reklame Suara, Reklame Film, dan atau slide dan Reklame Peragaan. Perkembangan jumlah reklame di DKI Jakarta juga cukup signifikan. Hal tersebut dapat terlihat dari gambar dibawah ini :
Perkembangan titik reklame di DKI Jakarta 2009
2010
2011
2012
2013
363815 264090
225103
288481
236509
Total Titik Reklame
Gambar 1.1 Perkembangan Reklame DKI Jakarta tahun 2009-2013 Sumber : Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta
Dari gambar 1.1 dapat dilihat bahwa jumlah titik reklame terdaftar di DKI Jakarta cukup banyak dan sudah menyetuh angka 300 ribu reklame. Pada tahun 2009 jumlah reklame sebesar 363815 ribu lalu untuk tahun 2010 jumlah reklame sebesar 264090 ribu, pada tahun 2011 jumlah reklame menurun yaitu sebesar 225103 ribu, namun untuk tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 288481 ribu dan pada tahun 2013 mengalami penurunan kembali menjadi hanya sekitar 236509 ribu saja. Jumlah reklame yang kian banyak ini salah satunya disebabkan oleh peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang berlalu lalang di DKI Jakarta. Hal ini sebabkan, mayoritas penyelenggaraan reklame banyak terdapat diluar ruangan seperti reklame pada jalan-jalan, reklame yang ditempel diatas gedung, reklame yang terdapat di busbus ataupun di tempat lain yang mudah terlihat oleh masyarakat. Jumlah kendaraan
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
6
bermotor yang berlalu lalang di DKI Jakarta tahun 2012 saja jumlahnya mencapai 14 ribu unit kendaraan bermotor. Sedangkan untuk tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 16 ribu unit kendaraan bermotor. Sesuai dengan UU No. 28 tahun 2009, DKI Jakarta sebagai daerah provinsi memiliki kewenangan untuk memungut pajak daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah. Salah satu pajak daerah yang dipungut adalah pajak atas pendirian reklame. pajak reklame merupakan merupakan pemungutan atas pemasangan Reklame papan/billboard/megatron, Reklame kain, Reklame melekat, Reklame Selembaran, Reklame Berjalan, Reklame Apung, Reklame Udara, Reklame Suara, Reklame Film,/slide dan Reklame Peragaan. Tarif pajak ditetapkan sebesar 25% dari nilai sewa reklame (lebar, jenis jangka waktu dan ukuran). Sebagai payung hukum dalam pemungutan pajak reklame, pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan daerah (yang selanjutnya disebut PERDA) DKI Jakarta No. 12 tahun 2011 dalam mengatur pajak reklame. Pada tahun 2014, DKI Jakarta melakukan peningkatan PAD dengan melakukan penyesuaian pajak daerah. Salah satunya adalah meningkatkan target penerimaan dari pajak daerah. Pada tahun 2013, DKI Jakarta menargetkan realisasi penerimaan pajak daerah sebesar Rp. 22,6 triliun namun untuk tahun 2014 target ditingkatkan menjadi Rp. 32,5 triliun. Tingkat kenaikan yang dianggarkan pemerintah mencapai 43% dari realisasi penerimaan tahun sebelumnya. Perbandingan realisasi tahun 2013 dengan target penerimaan pajak tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1.2 Target Penerimaan Pajak 2013 dan Target Penerimaan Pajak 2014 Jenis Pajak
Penerimaan 2013 (Rp)
Target 2014 (Rp)
Pajak Kendaraan
4,4 triliun
5,15 triliun
5,82 triliun
6,4 triliun
1,1 triliun
1,2 triliun
Pajak Hotel
1,15 triliun
1,4 triliun
Pajak Restoran
1,4 triliun
2 triliun
Pajak Hiburan
440 miliar
500 miliar
Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
7
Jenis Pajak
Penerimaan 2013 (Rp)
Target 2014 (Rp)
Pajak Reklame
500 miliar
2,4 triliun
Pajak Penerangan Jalan
608 miliar
630 miliar
Pajak Parkir
260 miliar
800 miliar
Bea Perolehan Hak atas
3,2 triliun
5 triliun
3,6 triliun
6,5 triliun
Pajak Rokok
-
400 miliar
Pajak Air Tanah (PAT)
120 miliar
120 miliar
Tanah dan Bangunan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Sumber : finance.detik.com
Salah satu kenaikan yang cukup mendapat perhatian adalah kenaikan dari target pemerintah DKI Jakarta untuk target penerimaan pajak reklame. Pada tahun 2013, target penerimaannya hanya sebesar 500 miliar namun untuk tahun 2014 ditargetkan penerimaannya naik sebesar 400% menjadi 2,4 Triliun. Agar target penerimaan ini terpenuhi, mulai tanggal 1 april 2014 pemerintah DKI Jakarta memberlakukan perhitungan dasar pengenaan pajak reklame yaitu nilai sewa reklame yang baru dan sebagai bentuk dukungan atas kenaikan ini, pemerintah DKI Jakarta juga mengeluarkan Peraturan Gubernur (Selanjutnya disebut PERGUB) No. 27 tahun 2014 mengenai ketentuan perhitungan pajak reklame yang baru untuk menggantikan Peraturan Daerah sebelumnya yaitu PERDA DKI Jakarta No. 12 tahun 2011. Pada PERGUB DKI Jakarta No. 27 tahun 2014 diatur kembali mengenai nilai sewa reklame baru dan adanya pemisahan perhitungan antara reklame produk dan reklame non produk. Untuk nilai sewa reklame non produk besaran nya sama dengan Perda sebelumnya, sedangkan untuk reklame produk, tarifnya mengalami kenaikan hingga
400%.
Perubahan
lainnya
adalah
dipisahkannya
perhitungan
atas
penyelenggaraan reklame Lighting Emitting Diode (LED) yang sebelumnya tarif perhitungannya digabung dengan reklame jenis papan / Billboard/ Videotron / LED dan sejenisnya. Selain itu, kenaikan juga terjadi atas reklame lain seperti reklame melekat, reklame selebaran, reklame berjalan/kendaraan, reklame udara, reklame
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
8
apung, reklame suara, reklame film/slide dan reklame peragaan kenaikannya pun cukup dibilang fantastis sebesar 400% dari tarif sebelumnya. METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif Karena penelitian ini berangkat dari pro dan kontra yang terjadi di masyarakat mengenai kenaikan nilai sewa reklame, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana formulasi kebijakan kenaikan sewa reklame, implikasi dari kenaikan nilai sewa reklame dan upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta dalam mengoptimalkan penerimaan pajak reklame setelah adanya kenaikan nilai sewa reklame. Pendekatan penelitian yang tepat digunakan dalam penelitian adalah pendekatan penelitian kualitatif dikarenakan pada penelitian ini dibutuhkan eksplorasi melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan atau dokumentasi sebagai cara untuk mengumpulkan data. Dari data yang sudah di dapat sebelumnya, peneliti mencoba menganalisis sehingga akan diperoleh suatu jawaban untuk menjawab tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dengan melakukan pengumpulan data melalui dua cara. Yang pertama dengan melakukan wawancara mendalam dengan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, biro reklame dan akademisi sedangkan pengumpulan data yang kedua diperoleh dengan studi dokumentasi. Proses penelitian ini dimulai ketika peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian adalah atas dasar ketertarikan peneliti mengenai pajak daerah di Indonesia dan DKI Jakarta pada khususnya. Lalu peneliti mengamati perkembangan pajak daerah melalui
literatur-literatur dan secara khusus mencari tahu tentang pajak
reklame DKI Jakarta. Setelah melakukan pengamatan, ditemukan beberapa fenomena terkait pajak reklame yaitu kenaikan yang terjadi pada nilai sewa reklame. Kenaikan nilai sewa reklame merupakan akibat dari meningkatnya target pajak reklame yang sudah di susun oleh pemerintah daerah DKI Jakarta untuk tahun 2014. Adanya kenaikan ini membuat resah jasa/biro reklame karena akan mengakibatkan biaya produksi menjadi lebih mahal.
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
9
Dimulai dari penemuan fenomena-fenomena yang ada, sehingga peneliti melakukan pengamatan terhadap berita-berita yang terkait dengan kenaikan nilai reklame pada tahun 2014 sebagai salah satu riset pendahuluan. Peneliti juga melakukan wawancara mendalam terhadap pejabat-pejabat terkait dengan formulasi kenaikan nilai sewa reklame ini. Selain itu, peneliti juga melakukan beberapa wawancara terhadap biro reklame-reklame yang ada di DKI Jakarta. Penelitian dilanjutkan pada bulan Oktober dan November 2014 untuk melakukan wawancara mendalam kepada berbagai narasumber yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil wawancara tersebut lalu dipilih dan disusun sehingga akan membentuk suatu data sebagai bahan untuk menjawab permasalahan penelitian. Setelah data diperoleh, dilanjutkan dengan analisis data yang akan dikaitkan kepada teori untuk menghasilkan jawaban terbaik dari permasalahan yang ada. HASIL DAN PEMBAHASAN Formulasi Kebijakan Kenaikan Nilai Sewa Reklame pada Pajak Reklame DKI Jakarta Penelitian ini akan membahas bagaimana pemerintah DKI Jakarta dalam melakukan formulasi kebijakan kenaikan nilai sewa reklame pada pajak reklame DKI Jakarta. Sesuai dengan teori yang diungkapkan Winarno, dalam melakukan formulasi kebijakan, dilalui beberapa tahap yaitu tahap perumusan masalah, penyusunan agenda, pemilihan alternatif kebijakan dan penetapan kebijakan. Perumusan masalah dari adanya kebijakan kenaikan NSR di DKI Jakarta terdiri dari beberapa permasalahan yaitu : 1.
Adanya kenaikan target penerimaan PAD. salah satu cara untuk dapat mencapai
target tersebut adalah melakukan penyesuaian dasar pengenaan pajak yaitu pajak reklame. 2.
Bahwa berdasarkan Perda DKI Jakarta no 12 tahun 2011 yang mengatur
mengenai pajak reklame di DKI Jakarta, penyesuaian dapat dilakukan setiap dua tahun sekali; 3.
Keadaan reklame di DKI Jakarta yang sudah tidak beraturan dan mulai
menggangu estetika perkotaan dan keselamatan manusia.
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
10
Pada tahap yang kedua adalah penyusunan agenda. Tahap penyusunan agenda merupakan tahap selanjutnya dalam melakukan formulasi kebeijakan. Dari masalahmasalah yang telah ada akan diputuskan masalah mana yang akan dijadikan masalah kebijakan sehingga dapat di masukkan kepada agenda kebijakan. Dalam menentukan masalah mana yang akan dijadikan masalah kebijakan, perlu melewati beberapa tahap agar dapat dirasa pantas untuk dijadikan masalah publik. Banyak masalah-masalah yang hanya pada akhirnya tidak dibahas sama sekali atau ditunda dalam melakukan penyelesaiannya. Berangkat dari UU no 10 tahun 2004 yang mengatur mengenai pembentukan peraturang perundang-undangan dan didalamnya diatur mengenai peraturan daerah. Dalam UU tersebut, yang dimaksud dengan peraturan daerah adalah peraturan yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan disertai dengan persetujuan kepala daerah ataupun instansi terkait. Oleh karena itu, dalam mengeluarkan PERGUB DKI Jakarta no 27 tahun 2014 penyusunan dan pembuatannya dibuat oleh DPRD DKI Jakarta dan dibantu dengan beberapa istansi terkait dan disyahkan oleh Gubernur DKI Jakarta. Terkait dengan PERGUB DKI Jakarta no 27 tahun 2014 ini, masalah-masalah yang terjadi adalah : 1.
Adanya kenaikan target penerimaan PAD;
2.
Bahwa Perda DKI Jakarta no 12 tahun 2011 yang mengatur mengenai pajak
reklame di DKI Jakarta sudah harus dilakukan penyesuaian NSR; 3.
Keadaan reklame di DKI Jakarta yang sudah tidak beraturan dan mulai
menggangu estetika perkotaan dan keselamatan manusia. Ketiga masalah yang ada diatas sama-sama dijadikan masalah kebijakan dan Pemda DKI Jakarta dan harus segera mencari penyelesaian terbaik dari masalah-masalah yang sudah disebutkan diatas. Pada tahap penyusunan agenda ini, selain menentukan masalah mana yang akan dijadikan masalah kebijakan, pemerintah DKI Jakarta khususnya Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta juga secara serius membentuk tim khusus yang akan membahas mengenai kenaikan NSR ini. aktor-aktor yang terlibat adalah : •
Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta
•
Biro Hukum
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
11
•
Dinas Tata Kota
•
Perwakilan dari Sekeretaris Daerah DKI Jakarta
•
Public Hearing dari Asosiasi Reklame Masing-masing pihak yang terlibat dalam pembuatan PERGUB mempunyai
fungsi-fungsi yang berbeda-beda hal ini sesuai dengan yang tertulis pada UU No tahun 2011. Seperti Biro Hukum mempunyai fungsi sebagai evaluasi dari sisi legalitas atas suatu kebijakan yang akan diambil. Sekretaris Daerah sebagai sekretaris yang akan membantu dalam pemerintah DKI Jakarta dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Dinas Tata Kota mempunyai fungsi sebagai instansi perizinan yang terlibat dalam penyelenggaraan reklame. Asosiasi Reklame berguna sebagai salah satu penyambung opini masyarakat kepada pemerintah daerah DKI Jakarta agar sama-sama tercapai keputusan yang mufakat. Aktor-aktor yang terlibat dalam penyusunan agenda kebijakan tersebut merupakan aktor-aktor yang telah dipilih oleh DPRD DKI Jakarta sebagai pihakpihak yang kompeten dalam melakukan perumusan NSR walaupun aktor yang paling dominan adalah Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta karena Dinas Pelayanan Pajak adalah instansi yang terkait langsung untuk melakukan intensifikasi pajak reklame. Setelah menentukan aktor-aktor yang kompeten untuk terlibat dalam melakukan perumusan kebijakan ini, pihak Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta mulai melakukan Rancangan Peraturan Gubernur (RAPERGUB) dan melakukan evaluasi-evaluasi atas komponen yang ada pada RAPERGUB tersebut. Sesuai dengan teori yang di jelaskan oleh Winarno, setelah melakukan penyusunan agenda tahap selanjutnya adalah pemilihan dari alternatif kebijakan. pada tahap ini akan dipilih alternatif mana yang dapat menyelesaikan masalah yang sudah di rumuskan pada penyusunan agenda atau agenda setting. Dalam merumuskan PERGUB DKI Jakarta no 27 tahun 2014 ini, peneliti menemukan bahwa tidak ada alternatif lain yang dipikirkan oleh pemerintah DKI Jakarta khusunya Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta untuk mencapai tujuan dan sasaran kebijakan. Satu-satunya alternatif yang diambil pemerintah DKI Jakarta adalah dengan melakukan penyesuaian terhadap dasar pengenaan pajak yaitu NSR.
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
12
Alternatif yang diambil oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk menyelesaikan masalah dari reklame yang sebelumnya sudah dikemukakan adalah dengan melakukan penyesuaian NSR pada pajak reklame yaitu berupa kenaikan NSR sebesar 500% dari NSR yang diatur dalam Perda DKI Jakarta no 12 tahun 2011. Kenaikan ini juga merupakan tuntuan dari Perda DKI Jakarta no 12 tahun 2011 yang menyebutkan penyesuaian NSR dapat dilakukan setiap dua tahun sekali dan dapat dilakukan melalui peraturan gubernur. Selain meningkatkan NSR, Pemerintah DKI Jakarta juga melakukan pemisahan perhitungan reklame yang terbagi atas reklame produk dan non produk. Berdasarkan PERGUB DKI Jakarta no 27 tahun 2014, untuk reklame non produk, tidak mengalami kenaikan atau tarifnya sama dengan Perda DKI Jakarta no 12 tahun 2011 yang mengatur mengenai pajak reklame. Sedangkan untuk reklame produk, NSR nya naik hingga 500% dari Perda DKI Jakarta no 12 tahun 2014. Setelah di implementasikan PERGUB DKI Jakarta tersebut, penggolongan antara produk dan non produk ini mengundang banyak pertanyaan karena sebelumnya masyarakat tidak mengerti mengenai pembedaan dari adanya jenis reklame tersebut, Agar dapat menjawab permasalahan multi tafsir antara produk dan non produk maka Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta mengeluarkan Surat Edaran (SE) no 23/SE/2014. Pada SE tersebut disebutkan bahwa reklame produk adalah : “Suatu reklame disebut dengan reklame produk apabila reklame dimaksud memuat produk suatu barang atau jasa sebagai sarana promosi. Dengan demikian setiap barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan atau perorangan dan profesi disebut produk, seperti : o ATM BCA merupakan produk dari PT. Bank Central Asia; o Soto Betawi H. Ma’ruf merupakan Produk H. Ma’ruf; o Rumah Sunat merupaka Produk Profesi.” (SE no 23/SE/2014) Sedangkan untuk reklame non produk disebutkan menurut SE no 23/SE/2014 adalah : “Suatu reklame disebut reklame non produk apabila reklame dimaksud semata-mata nama badan/ perusahaan/ usaha atau nama profesi termasuk logo/symbol atau identitas badan /perusahaa/ usaha yang dapat dilihat dibaca oleh umum seperti: o PT. Bank Central Asia + Logonya; o PT. Unilever + Logonya.” (SE no 23/SE/2014)
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
13
Selain dari adanya pengelompokkan jenis reklame produk dan non produk, perbedaan mencolok juga dirasakan terhadap dipisahkannya perhitungan reklame atas penyelenggaraan LED. Pada Perda no 12 tahun 2011 perhitungan NSR nya digabung dengan perhitungan Papan /Billboard/ Videotron/ LED tetapi setelah dilakukan penyesuaian NSR pada PERGUB DKI Jakarta no 27 tahun 2014 ini, perhitungan jenis LED dipisahkan dan ditambahkan komponen durasi waktu. Pemisahan perhitungan ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk dapat membantu menggali potensi penerimaan pajak daerah karena tentu dengan adanya pemisahan perhitungan durasi waktu terhadap pemakaian LED akan menyebabkan jumlah pajak yang akan dibayarkan oleh wajib pajak akan semakin besar. Kenaikan juga terjadi pada beberapa reklame jenis lainnya seperti reklame melekat (sticker), reklame selebaran, reklame berjalan/kendaraan, reklame udara, reklame apung, reklame suara, reklame film/slide dan reklame peragaan. Persentase kenaikan juga cukup tinggi yaitu sebesar 400% dari tarif yang ditetapkan sebelumnya yaitu Perda DKI Jakarta no 12 tahun 2011. Adanya kenaikan ini dilatar belakangi atas tuntutan dari target penerimaan pajak daerah yang mengalami kenaikan dan cukup tinggi. Sehingga, agar memenuhi target tersebut pemerintah memilih untuk melakukan penyesuaian terhadap NSR. Tahap selanjutnya adalah tahap penetapan kebijakan. Pada tahap ini, alternatifalternatif yang ada akan dipilih dan disusun untuk dilakukan evaluasi terlebih dahulu kepada Kementrian Dalam Negri. Setelah ada keputusan dari pihak Kemendagri, rancangan alternatif-alternatif penyelesaian permasalahan yang ada akan disampaikan kepada PDRD kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi Peraturan Gubernur. Setelah dibubuhi tandatangan Gubernur DKI Jakarta yang pada saat itu masih Joko Widodo, kemudian di undangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah. Pengundangan Peraturan Gubernur yang dilakukan oleh Sekretaris Daerah DKI Jakarta selambat-lambatnya 30 hari terhitung sejak Peraturan Gubernur tersebut di tandatangani oleh Gubernur. dilanjutkan dengan peran Sekretaris Daerah untuk membubuhi tanda tangann lembaran daerah yang sudah diberi nomor dan tahun. Pemerintah DKI Jakarta melakukan penetapan terhadap berbagai alternatifalternatif yang telah dijelaskan pada sub bab berikutnya dan dirangkum pada satu kebijakan yang ditetapkan melalui PERGUB DKI Jakarta no 27 tahun 2014 yang pada
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
14
saat itu masih ditanda tangani oleh Joko Widodo. Kebijakan ini mulai di Implementasikan mulai bulan April 2014. Implikasi dari Implementasi Kebijakan Kenaikan Nilai Sewa Reklame di DKI Jakarta Pada sub bab ini, peneliti akan menjelaskan beberapa implikasi dari adanya kenaikan nilai sewa reklame di DKI Jakarta. Implikasi dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta sebagai pemungut pajak reklame dan Wajib Pajak reklame sebagai masyarakat yang menggunakan reklame. Setelah melakukan penetapan kebijakan PERGUB DKI Jakarta no 27 tahun 2014 tentang penyesuaian NSR pemerintah DKI Jakarta juga mengeluarkan aturan-aturan turunan untuk memperjelas mengenai pokok-pokok yang ada dalam Pergub tersebut. Aturan-aturan tersebut adalah SE no 23/SE/2014 yang mengatur mengenai perbedaan reklame produk dan non produk, yang kedua adalah SE no 24/SE/204 yang mengatur mengenai nilai kontrak reklame tidak diketahui dan/atau dianggap tidak wajar dan yang ketiga adalah SE no 25/SE/2014 yang mengatur mengenai penjelasan terhadap komponen nilai kontrak reklame pihak ketiga dan pemesan reklame. Ketiga peraturan turunan tersebut disahkan oleh pemerintah DKI Jakarta pada tanggal 10 April 2014 sebagai salah satu pendukung dari adanya PERGUB DKI Jakarta no 27 tahun 2014. Tujuan dan sasaran utama adanya kebijakan PERGUB DKI Jakarta no 27 tahun 2014 ini adalah untuk dapat memaksimalkan penerimaan pajak daerah sehingga PAD asli daerah juga dapat meningkat. Kebijakan ini mulai berlaku pada April 2014, sehingga peneliti ingin mencoba menjelaskan mengenai apa saja implikasi adanya kebijakan baru ini dari sisi Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta terkait dengan realisasi penerimaan pajak reklame setelah diberlakukannya PERGUB DKI Jakarta no 27 tahun 2014. Pajak daerah berguna sebagai sumber penerimaan bagi tiap daerah untuk dapat membiaya segala pembiayaan kegiatan daerah oleh karena itu, pajak daerah sangat bergantung pada bagaimana realisasi terhadap target yang sudah ditetapakan oleh pemerintah. Apabila targetnya dapat tercapai, tentunya segala kegiatan pemerintah dapat berjalan dengan lancar. Seiring dengan naiknya NSR diharapkan dapat
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
15
memenuhi target pajak reklame yaitu sebesar 2,4 Triliun hampir mencapai 500% dari target sebelumnya tahun 2013 yaitu sebesar 500 M. Oleh karena itu, peneliti ingin mencoba menjelaskan mengenai realisasi dari pajak reklame pada tahun 2014 setelah adanya kenaikan NSR yaitu : Tabel 5.3 Perbandingan Realisasi Pajak Reklame April – Oktober 2013 dan 2014 Bulan April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Total
2013 49,837,280,630 62,692,129,689 51,004,283,660 56,564,766,650 46,908,963,562 48,061,609,292 60,318,788,610 375,387,824,106
2014 65,372,801,524 56,504,969,597 75,512,259,577 59,495,613,762 73,225,839,875 83,811,404,537 98,706,440,906 512,629,331,791
% 131% 90% 148% 105% 156% 174% 164% 137%
Sumber : Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta
Dalam tabel 5.3dapat dilihat bahwa hampir realisasi dari pajak reklame setiap bulannya melebihi dari tahun lalu pada bulan yang sama. Seperti pada bulan April tahun 2013, realisasi pajak reklame mencapai 49 M, lalu pada tahun 2014 realisasi pajak reklame mencapai 65 M. realisasi persentase dari tahun 2013 dengan 2014 mencapai angka 137%. Selanjutnya pada bulan mei 2013 realisasi pajak reklame mengalami kenaikan menjadi 62 M, dan untuk mei tahun 2014 realisasinya mengalami penurunan menjadi 56 M hal ini mungkin terjadi dikarenakan begitu shocknya para pemakai jasa reklame atas adanya kenaikan NSR sampai 500% sehingga penerimaan pajak reklame pun ikut turun. Persentasenya hanya sebesar 90%. Selanjutnya adalah realisasi pajak reklame pada bulan juni 2013 yang mengalami penurun yaitu hanya sebesar 51 M dan untuk penerimaan bulan juni tahun 2014 mengalami kenaikan menjadi 75 M. Persentase kenaikan mencapai 148%. Selanjutnya, untuk bulan juli 2013 realisasi pajak reklame mengalami kenaikan lagi yaitu menjadi 56 M dan pada tahun 2014 realisasi mencapai 59 M. Persentase dari kenaikan tahun 2014 adalah sebesar 105%. Selanjutnya pada bulan Agustus 2013 realisasi pajak reklame hanya mencapai 46 M sedangkan untuk realisasi bulan agustus 2014 realisasinya meningkat lagi yaitu menjadi 73 M. Persentase kenaikannya adalah sebesar 156%. Selanjutnya untuk bulan September 2013 realisasi dari pajak reklame mengalami peningkatan yaitu menjadi 48 M, sedangkan realisasi pada September
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
16
2014 juga mengalami peningkatan yaitu menjadi 83 M. Persentasi dari kenaikan ini pun cukup jauh yaitu sebesar 174%. Selanjutnya pada bulan oktober 2013 realisasi pajak reklame mengalami peningkatan kembali yaitu menjadi sebesar 60 M, sedangkan untuk oktober 2014 realisasinya melejit tajam menjadi 98 M. Persentasinya pun menyentuh angka 164%. Dan secara total persentase kenaikan realisasi antara tahun 2013 dan tahun 2014 adalah sebesar 137%. Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa persentase kenaikan tertinggi berada pada bulan September karena persentasi kenaikannya mencapai 174%. Kenaikan dari jumlah realisasi sampai dengan oktober 2014 juga hanya mencapai 137% dari tahun sebelumnya. Kebijakan ini dirasa belum efektif karena mengingat kenaikan NSR sebesar 500% dan diharapkan jumlah realisasinya juga akan naik sebesar 500% namun pada kenyataannya realisasi tertinggi hanya mencapai 174% dari tahun sebelumnya. Dilihat dari total penerimaan pajak reklame pada tahun 2014 juga masih sangat jauh dibawah target karena pemerintah melakukan penargetan terhadap pajak reklame sebesar 2,4 Triliun dari penerimaan pajak reklame tetapi realisasi nya sampai bulan oktober 2014 hanya mencapai 660 M, masih sangat jauh dari target yang disusun oleh pemerintah DKI Jakarta. Pajak reklame yang dibayar oleh perusahaan menjadi beban yang diperhitungkan oleh perusahaan dalam menentukan harga suatu produk. Keputusan yang diambil oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta dalam melakukan kenaikan NSR memiliki dampak terhadap biro reklame karena menyebabkan lesunya penerimaan omset reklame. Selain biro reklame, ternyata penerimaan pajak reklame juga belum memenuhi target yang ditentukan sebelumnya yaitu 2,4 T karena sampai saat ini, penerimaan per oktober hanya mencapai 660 M. Upaya Pengoptimalan Penerimaan Pajak Reklame di DKI Jakarta A. Dikeluarkannya Keputusan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta no.931 tahun 2014 Sebagai salah satu cara pemerintah DKI Jakarta untuk mengurangi resistensi dan mencoba menggairahkan kembali pemakaian reklame, mulai tanggal 27 juni 2014 dikeluarkannya Surat Keputusan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta no 931 tahun 2014 yang melakukan pengaturan kembali atas NSR. Dasar dikeluarkannya SK ini adalah :
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
17
a)
Bahwa keputusan SK Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta no 532 tahun
2014 yang mengatur mengenai penetapan standar nilai kontrak reklame, dalam implementasinya terdapat resistensi keberatan dari Kamar Dagang dan Industri DKI Jakarta (KADIN JAYA), Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA), Dewan Periklanan Indonesia (DPI) dan para asosiasi Perusahaan Jasa Periklanan/Biro Reklame, Karena pajak reklame terlalu tinggi yang sangat membebani kegiatan usaha. b)
Bahwa penerimaan pajak reklame tahun 2014 sampai dengan bulan Mei 2014
baru mencapai 12,55% dari target penerimaan pajak reklame dalam APBD tahun 2014. c)
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud sebelumnya, perlu
mempertimbangkan perubahan nilai kontrak reklame yang dianggap wajar sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak no 532 tahun 2014 tentang Penetapan Standar Nilai Kontrak Reklme dengan menetapkan keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak no 532 tahun 2014 tentang Penetapan Nilai Kontrak Reklame. B. Diberikan Pembebasan Pajak Reklame Terutang sebesar 50% Sesudah dikeluarkannya SK Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta tentang penetapan kembali mengenai nilai kontrak reklame, realisasi pajak reklame mulai mengalami peningkatan tapi masih jauh dibawah target yang telah ditetapkan Pemerintah DKI Jakarta. Oleh karena itu, pemerintah DKI Jakarta kembali mengeluarkan peraturan untuk melakukan pembebasan pajak reklame terhutang sebagai salah satu stimulus untuk pengguna reklame, yaitu dengan dikeluarkannya PERGUB DKI Jakarta no 172 tahun 2014 pada tanggal 11 November 2014. Latar belakang dari dikeluarkannya PERGUB ini adalah : a)
Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 6 dan pasal 7 Peraturan Gubernur no 27
tahun 2014 tentang penetapan NSR sebagai dasar pengenaan pajak, telah ditetapkan NSR sebagai dasar pengenaan pajak reklame; b)
Bahwa dalam implementasi kenaikan NSR sebagai dasar pengenaan pajak
reklame tersebut, memberatkan dunia usaha dalam upaya mempromosikan barang dan jasa dalam kegiatan usahanya yang memberi dampak terhambarnya penerimaan pajak reklame;
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
18
c)
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud sebelumnya, dirasakan
perlu untuk mengeluarkan penetapan Peraturan Gubernur tentang Pemberian Pengurangan Dasar Pengenaan Pajak Reklame. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti, dapat diambil beberapa simpulan yaitu : 1.
latar belakang dari adanya kebijakan kenaikan NSR di DKI Jakarta adalah
sebagai salah satu cara yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk memenuhi target penerimaan pajak reklame. Selain itu, kenaikan NSR ini merupakan amanah dari Perda DKI Jakarta no 12 tahun 2011 yang mengatakan bahwa NSR dapat dilakukan penyesuaian setiap dua tahun sekali dan yang terakhir adalah untuk mengendalikan reklame yang saat ini jumlahnya sudah sangat banyak dan mulai mengancam keselamatan manusia. Proses pembuatan kebijakan kenaikan NSR di DKI Jakarta terdiri dari perumusan masalah, penyusunan agenda, pemilihan alternatif kebijakan dan penetapan kebijakan. 2.
Setelah mulai ditetapkannya PERGUB DKI Jakarta no 27 tahun 2014, implikasi
yang muncul yaitu banyak resistensi dan gejolak yang terjadi di masyarakat. Dari Dinas Pelayanan Pajak mengungkapkan bahwa sampai pada bulan Oktober 2014, realisasi dari pajak reklame hanya mencapai 660 M sedangkan targetnnya adalah sebesar 2,4 T. disisi lain, para pengusaha reklame juga mengeluhkan hal yang sama yaitu telah terjadi penurunan omset setelah di terapkannya PERGUB no 27 tahun 2014 yang mengatur mengenai kenaikan nilai sewa reklame di DKI Jakarta. 3.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta agar penerimaan pajak
reklame tetap berjalan secara optimal, pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan beberapa peraturan tambahan seperti Surat Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak no 931 tahun 2014 yang mengatur mengenai penetapan standar nilai kontrak reklame mulai bulan Juni 2014. Setelah itu upaya dilanjutkan dengan mengeluarkan PERGUB DKI Jakarta no 172 tahun 2014 yang memberikan pembebasan pajak reklame sebesar 50% selama 12 bulan. Usaha-usaha tersebut merupakan upaya pemerintah untuk dapat mengoptimalkan penerimaan pajak reklame, karena setelah adanya penyesuaian NSR, pemakaian reklame menjadi turun.
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
19
Saran Saran yang peneliti anjurkan adalah, dalam pemungutan pajak reklame adalah: a)
Diharapkan dapat berjalan satu atap karena saat ini, banyak sekali biro reklame
yang mengaku kesulitan dalam perizinan reklame yang nantinya akan menurunkan minat masyarakat untuk menggunakan reklame. b)
Pemerintah DKI Jakarta perlu melakukan pendataan kembali untuk media-media
reklame baru yang saat ini belum dijadikan sebagai objek pemungutan pajak karena mengingat trobosan-trobosan baru yang saat ini banyak dilakukan oleh para pengusaha dalam mempromosikan produknya. c)
Selain itu diharapkan pengawasan tehadap reklame yang ada di DKI Jakarta
harus ditingkatkan kembali karena peneliti menemukan banyak reklame-reklame yang illegal ataupun habis masa tayangnya namun masih dipasang. Peneliti mengharapkan dengan beberapa saran yang peneliti jelaskan sebelumnya dapat membantu pemerintah untuk dapat memaksimalkan penerimaan dari pajak reklame. DAFTAR REFERENSI Devas, Nick, at all. (1989). Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia
Manan, Bagir dan Soeriaatmadja, Arifin. (2005).Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia. Jakarta : PT. Yellow Mediatama Jakarta.bps.go.id, Jakarta Dalam Angka 2014 KER Provinsi DKI Jakarta Triwulan I 2014 Lembaga Penelitian Universitas Indonesia dan Dinas Pendapatan Pajak DKI Jakarta. (2001). Penyempurnaan Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Reklame. Laporan Akhir Redaksi Detik Finance. (2014). Pemprov DKI Naikkan Target Setoran Pajak Ini Daftarnya. di unduh pada tanggal 28 September 2014 Pukul 23:25. http://finance.detik.com/read/2014/03/18/180535/2529562/4/pemprov-dkinaikkan-target-setoran-pajak-ini-daftarnya Redaksi Media Elektronik Merdeka. (2014). Ahok Akan Ganti Iklan Billboard dengan Layar
LED.
di
unduh
pada
tanggal
29
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015
November
2014.
20
http://www.merdeka.com/jakarta/ahok-akan-ganti-iklan-billboard-dengan-layarled.html Republik Indonesia, Perda 12 tahun 2011 tentang Perubahan Nilai Sewa Reklame DKI Jakarta ________________, Pergub Nomor 27 tahun 2014 tentang Perubahan Nilai Sewa Reklame DKI Jakarta _______________, Pergub DKI Jakarta no 172 tahun 2014 DKI Jakarta tentang pembebasan sebesar 50% atas Pajak Reklame yang Berlaku Selama 12 Bulan _______________, Keputusan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta no.931 tahun 2014 tentang Perubahan Penetapan Standar Nilai Kontrak Reklame _______________, Surat Edaran Nomor 23/SE/2014 tentang Perbedaan Reklame Produk dan Non Produk _______________, Surat Edaran Nomor 24/SE/2014 tentang Nilai Kontrak Reklame yang Tidak Diketahui dan/atau Dianggap Tidak Wajar _______________, Surat Edaran Nomor 25/SE/2014 tentang Penjelasan Terhadap Komponen Nilai Kontrak Reklame dan Pemesan Reklame Winarno, Budi. (2012). Teori dan Proses Kebijakan Publik.Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo
Formulasi kebijakan kenaikan..., Retha Shaumy, FISIP UI, 2015