UNIVERSITAS INDONESIA
FENOMENA EDUCATION FEVER DI KOREA SELATAN DALAM DRAMA HAKKYO 2013
MAKALAH NON SEMINAR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora
DIAN MUFTIA NUR 1006765980
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI BAHASA DAN KEBUDAYAAN KOREA DEPOK JULI 2014
Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
FENOMENA EDUCATION FEVER DI KOREA SELATAN DALAM DRAMA HAKKYO 2013 Dian Muftia Nur Jurusan Bahasa dan Kebudayaan Korea, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Jurnal ini membahas tentang fenomena education fever yang terjadi di Korea Selatan dalam drama yang berjudul Hakkyo 2013. Dengan metode deskriptif-analitik, penulis memfokuskan analisa pada gambaran fenomena education fever yang terdapat dalam drama tersebut. Hasil analisa menunjukkan fenomena education fever dalam drama Hakkyo 2013 diwakili oleh sikap dan perilaku orang tua siswa yang menunjukkan peduli mereka yang berlebihan akan pendidikan anaknya. Mereka tidak segan melibatkan diri mereka sendiri untuk mengkritik sistem pendidikan di sekolah tempat anak mereka belajar. Sedangkan dampak yang signifikan terhadap kelelahan secara fisik yang dialami siswa karena jam belajar yang terlalu panjang, dan juga orientasi siswa terhadap nilai yang bagus sebagai tanda keberhasilan mereka dalam belajar. Kata kunci : education fever; masyarakat Korea; pendidikan
EDUCATION FEVER PHENOMENON IN SOUTH KOREA BASED ON KOREAN DRAMA HAKKYO 2013 Abstract This paper discusses about education fever phenomenon on Korean drama titled Hakkyo 2013. It focused on the analysis of the phenomenon as shown on the drama. The results shows that education fever on this drama is represented by the behavior of Korean parents who over concern about the education of their children. They even involve their selves directly to criticize the education system at their children’s school. On the other side, the phenomenon also gives such a significant impact to the students. It shows that the students feel exhausted because of the long hour of study and they became good marks oriented on their study as the indication of their success on study. Keyword: education; education fever; Korean society
1 Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
1.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Pemerintah Korea pada pertengahan abad ke-20 berinvestasi secara besar-besaran pada bidang pendidikan. Disusul pada tahun 2010 pemerintah Korea menghabiskan dana sekitar 7,6% dari GDP negara untuk pembiayaan pendidikan di segala level pendidikan. Investasi dalam bidang sumber daya manusia memang selalu menjadi prioritas utama bagi Korea (Lee, 2001: 1), sehingga wajar saja jika pemerintahnya berani mengeluarkan dana dalam jumlah besar untuk pendidikan. Bagi pemerintah Korea, tindakan investasi besar-besaran di bidang pendidikan tersebut menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Langkah yang dilakukan pemerintah Korea ini bukan tanpa hasil. Berdasarkan pada hasil PISA1 2012 yang dikeluarkan oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development.), Korea menempati peringkat kelima untuk kemampuan matematika dan membaca, sedangkan dalam kemampuan ilmu pengetahuan Korea berada di posisi ketujuh dari 65 negara peserta (2013). Hal ini dapat menunjukkan kualitas pendidikan yang dimiliki oleh Korea. Pencapaian Korea dalam PISA bisa jadi salah satu bukti betapa seriusnya pemerintah Korea dalam meningkatkan bidang pendidikan. Michael J. Seth mengatakan bahwa pendidikan merupakan obsesi nasional di Korea (2002: 1). Perkembangan negara dan juga pencapaian dalam bidang pendidikan tersebut tidak terlepas dari adanya sebuah fenomena di kalangan masyarakat yang disebut dengan ‘education fever’. Education fever merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan antusiasme masyarakat Korea dalam bidang pendidikan. Kepedulian masyarakat Korea terhadap pendidikan bukan hanya terjadi pada kalangan tertentu, tetapi ini terjadi merata pada setiap kalangan Korea Selatan (Seth, 2002). Ujian masuk perguruan tinggi merupakan sebuah momen yang sangat besar di Korea, dan memicu adanya fenomena education fever di masyarakat. Berhasilnya seseorang masuk ke universitas bergengsi disikapi sebagai awal keberhasilan orang tersebut dalam karirnya di masa depan. Dalam sebuah artikel pada harian online The Chosunilbo yang berisikan polling
1
Programme for International Student Assessment merupakan survey internasional yang dilakukan dalam tiga tahun sekali yang bertujuan untuk mengevaluasi sistem pendidikan global dengan cara menguji kemampuan dan pengetahuan siswa dengan usia 15 tahun (http://www.oecd.org/pisa/aboutpisa/).
2 Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
yang dilakukan oleh Job Korea kepada para pekerja usia 20 dan 30-an, dituliskan bahwa gelar kelulusan dari sebuah universitas bergengsi merupakan faktor terpenting untuk dapat sukses (2011). Pola pikir seperti inilah yang berada di tengah masyarakat Korea sampai saat ini sehingga menimbulkan persaingan yang sangat ketat dalam ujian masuk perguruan tinggi. Demi keberhasilan anak-anaknya dalam ujian masuk universitas, para orang tua di Korea membekali anak-anaknya dengan pelajaran tambahan. Akademi bimbingan belajar (hagwon) dan les privat (kwawoe) merupakan dua jenis pendidikan pelengkap di luar jam belajar di sekolah yang banyak diminati oleh masyarakat Korea. Menurut paper yang ditulis oleh Randall S. Jones, pada tahun 2010, sekitar 70% dari keseluruhan siswa yang ada di Korea mengambil kelas tambahan di luar sekolah setelah jam pelajaran sekolah usai (2013: 18). Dengan mengikuti pelajaran tambahan di luar sekolah, tentu saja jam belajar para pelajar Korea pun menjadi bertambah panjang, yaitu kira-kira sekitar 14 jam dalam sehari untuk belajar. Bagi masyarakat Korea pada umumnya, dana yang tidak sedikit dan waktu belajar yang sangat panjang merupakan modal utama jika ingin sukses dalam ujian masuk perguruan tinggi, sehingga pada akhirnya bisa masuk ke universitas bergengsi dan mendapatkan karir yang bagus dan bisa hidup dengan sukses.. Fenomena education fever di Korea inilah yang menjadi daya tarik bagi penulis untuk menulis jurnal ini. Penulis ingin mengetahui lebih dalam tentang fenomena education fever di Korea dengan mengambil korpus drama Korea yang berjudul Hakkyo 2013, atau yang lebih familiar dengan judul bahasa Inggris School 2013. Keterbatasan waktu dalam pengumpulan data menjadi alasan utama bagi penulis dalam memutuskan pilihan jenis drama yang dijadikan sebagai korpus dalam penelitian ini. Untuk itu, dalam penelitian ini penulis memilih drama televisi Korea yang bisa diakses dan dilihat di Indonesia, yaitu drama Hakkyo 2013 yang ditayangkan oleh channel KBS2. Drama yang memiliki genre drama sekolah remaja ini ditayangkan mulai tanggal 3 Desember 2012 sampai dengan 28 Januari 2013 dengan jumlah total 16 episode. Menurut data TNMS, rating tertinggi dari drama ini mencapai 17,1% di Korea. Hal ini menunjukkan bahwa drama ini cukup banyak diminati oleh masyarakat Korea. Secara garis besar, drama ini menceritakan segala hal yang terjadi di dalam sebuah sekolah. Cerita berpusat pada kelas 2-2 SMA Seungri yang di dalamnya terdiri dari 34 siswa dengan berbagai karakter. Perjuangan dan persoalan yang dihadapi oleh remaja Korea masa kini digambarkan dalam drama ini. Selain menceritakan para siswanya, guru-guru dan orang tua murid serta isu-isu sekolah pun menjadi sorotan cerita tersendiri di dalamnya. Dalam drama ini terlihat bagaimana siswa-siswa yang meskipun masih duduk di bangku kelas 2 SMA sudah disibukkan dengan persiapan untuk masuk perguruan tinggi. Persaingan dan 3 Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
konflik yang mewarnai proses belajar mereka di sekolah juga diperlihatkan. Selain itu, dalam drama ini kita juga bisa melihat seperti apa peranan orang tua terhadap anak-anaknya. Bagaimana seorang ibu sudah mempersiapkan masa depan anaknya dengan matang dan selalu mengawasi proses belajar anaknya. Dari drama inilah, penulis mencoba merumuskan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. 1.2 Masalah Penelitian Adapun perumusan masalah yang penulis bahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana fenomena education fever yang digambarkan dalam drama Hakkyo 2013? 2. Apa dampak yang sifginikan dari education fever pada pelajar yang diperlihatkan dalam drama Hakkyo 2013? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk memaparkan seperti apa education fever yang terjadi di Korea dan dampak signifikannya terhadap para pelajar Korea yang tergambarkan dalam drama Hakkyo 2013. 1.4 Manfaat Penelitian Dari pemaparan yang penulis lakukan, penelitian ini sekiranya dapat menunjukkan dan memberikan pemahaman mengenai salah satu fenomena yang terjadi di Korea, yaitu education fever. Di Indonesia sendiri, penelitian akan fenomena ini masih belum banyak tersedia, sehingga penelitian ini diharapkan bisa menjadi penelitian yang informatif tentang fenomena education fever di Korea. 2.
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui metode deskriptif analitik. Sebagai langkah awal
penelitian, penulis mengumpulkan beberapa referensi yang berkaitan dengan education fever khususnya di Korea untuk mendapatkan gambaran bentuk dan wujud education fever itu sendiri yang terjadi di masyarakat Korea. Dengan memfokuskan pada rumusan permasalahan sebagaimana ditulis di atas, langkah kedua penulis mengolah data yang diperoleh untuk menganalisa bagaimana fenomena education fever yang diperlihatkan dalam objek penelitian, serta menganalisa dampak yang signifikan pada siswa di sekolah akibat fenomena education fever yang digambarkan dalam drama Hakkyo 2013. 3.
Education Fever dan Pandangan Mengenai Pendidikan di Masyarakat Korea 4 Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
Education fever menurut Sunny Rishi mengacu pada keinginan untuk fokus secara intensif pada bidang akademis dan tugas-tugas sekolah yang akan membantu memaksimalkan mental belajar serta memperluas pengetahuan. Dengan unggul di sekolah diharapkan nantinya siswa bisa melanjutkan ke sekolah unggulan dan dapat mendapatkan pekerjaan yang akan membawanya ke kehidupan yang lebih baik dari orang tuanya. Sementara itu, Hwang menjelaskan bahwa education fever merupakan intensitas para orang tua untuk bisa menyekolahkan anaknya di sekolah terbaik. Para orang tua akan berusaha keras untuk mencapai hal tersebut termasuk mengeluarkan biaya yang banyak (2001: 614). Di Korea, istilah education fever dikenal dengan sebutan
교육열 (Gyoyuk-yeol). Lee
Jong-gak dalam Han Gyeong-goo mengatakan bahwa secara umum gyoyuk-yeol menunjukkan antusiasme dan motivasi yang berada di belakang partisipasi orang tua murid dalam pendidikan (2000). Han menambahkan bahwa gyoyuk-yeol bukan sekadar ketertarikan orang tua pada pendidikan saja, tapi juga terkait dengan berbagai aspek yang menunjukkan karakter masyarakat Korea, seperti: sudut pandang persamaan pendidikan, pencapaian status sosial melalui pendidikan, kesadaran yang berkaitan dengan evaluasi pendidikan, dan lain-lain (2005: 9). Sementara itu, menurut Jeong Soon-woo sampai saat ini gyoyuk-yeol banyak diinterpretasikan dalam berbagai arti. Konsep yang umumnya dipahami tentang gyoyuk-yeol adalah sebagai keinginan untuk masuk sekolah, harapan akan pendidikan, antusiasme masuk sekolah, ekspektasi serta dukungan para orang tua yang berkaitan dengan pendidikan sekolah anaknya (2007: 112). Dari definisi-definisi tersebut dapat dijelaskan kembali bahwa education fever merupakan sebuah fenomena yang menunjukkan antusiasme masyarakat Korea terhadap bidang pendidikan. Antusiasme ini ditunjukkan oleh para orang tua yang mengharapkan anaknya agar bisa masuk ke sekolah, khususnya sekolah unggulan. Antusiasme masyarakat Korea terhadap pendidikan sudah ada sejak Korea dalam era kerajaan Joseon. Lee Kwang Kyu mengatakan bahwa pada masa itu terdapat sebuah institusi pendidikan tertinggi yang disebut Sungkyunkwan. Institusi ini mendapat dukungan dari pemerintah kerajaan Joseon dan memiliki peran penting dalam penyelenggaraan ujian negara (gwageo siheom) untuk pemilihan calon pegawai pemerintah kerajaan. Ujian negara ini diselenggarakan pada tingkat regional dan nasional. Peserta ujian yang berhasil lulus dalam ujian akan mendapatkan posisi dalam pemerintahan seperti: hakim atau gubernur (2003: 242). Jika pada masa kerajaan Joseon ujian negara memicu masyarakatnya untuk tekun belajar demi memperoleh posisi yang bagus di pemerintahan, pada masa modern seperti sekarang ini pun masyarakat Korea masih dituntut untuk terus belajar tekun dalam 5 Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi (suneung siheom). Sehubungan dengan hal ini, Lee mengatakan bahwa tujuan dari pendidikan anak-anak di Korea adalah untuk bisa lulus dalam ujian masuk perguruan tinggi yang bergengsi (2003: 309). Tujuan tersebut sangat berkaitan erat dengan keyakinan masyarakat Korea sendiri yang menganggap bahwa gelar akademik yang diperoleh dari universitas unggulan merupakan pintu gerbang kesuksesan, sehingga mereka menjadi antusias untuk belajar semakin kuat (Chang, 2008: 3). Antusiasme belajar yang tinggi demi masuk universitas bergengsi tidak hanya memunculkan ketatnya persaingan dalam ujian masuk perguruan tinggi, tetapi juga para siswa di Korea tidak sedikit banyak mengikuti kelas tambahan di luar jam belajar di sekolah. Kegiatan kelas di luar jam belajar di sekolah juga menjadi salah satu pilihan penting bagi sebagian besar orang tua yang mampu untuk mempersiapkan anak-anaknya masuk ke perguruan tinggi yang bergengsi. Orang tua di Korea umumnya mendaftarkan anak-anak mereka ke suatu lembaga pendidikan yang memberikan pelajaran tambahan yang dikenal sebagai hagwon dalam bahasa Korea. Dalam survey yang dilakukan oleh Lee terhadap beberapa siswa menunjukkan bahwa para siswa SMA di Korea umumnya menghabiskan banyak waktu luangnya di luar jam belajar sekolah untuk belajar seharian demi persiapan ujian masuk perguruan tinggi (2001: 7). Sikap orang tua yang turut antusias dalam mempersiapkan pendidikan anak-anaknya demi kelulusan masuk ke perguruan tinggi yang ternama, tidak hanya diwujudkan dengan mendaftarkan anak mereka ke hagwon. Lebih dari itu, banyak di antara mereka yang bahkan turut terjun langsung mengawasi proses belajar anaknya di sekolah. Seorang ibu sering kali datang ke sekolah untuk mengecek perkembangan anaknya di sekolah. Selain itu jika anaknya mendapatkan nilai buruk, mereka tanpa segan mempertanyakan seperti apa metode pengajaran dan juga kedisplinan di sekolah (Lee, 2003: 309). Fenomena orang tua yang turut antusias dalam hal pendidikan anaknya menunjukkan fenomena education fever, dan education fever bukan hanya fenomena yang terjadi di kalangan para siswa saja, tapi juga orang tua yang turut ambil bagian di dalamnya. Dikutip dalam Shin dan Koh, masyarakat Asia Timur menilai nilai angka yang didapat oleh seorang anak lebih penting dibandingkan dengan perkembangan kognitif dari proses pembelajarannya. Di samping itu juga mereka percaya bahwa nilai-nilai tersebut dapat menggambarkan secara realistis pencapaian akademis dari anak tersebut (Stevenson & Lee, 1991). Dapat dikatakan bahwa dalam proses pendidikan di sekolah, nilai angka dianggap lebih penting daripada yang lainnya. Sistem ujian masuk perguruan tinggi juga berdasarkan
6 Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
pada nilai, sehingga penulis melihat hal ini turut membuat education fever ini semakin marak di Korea. Sikap antusias para orang tua di Korea terhadap pendidikan anak-anak mereka berkaitan erat dengan nilai Konfusianisme yang berkembang di Korea sejak dulu (Chang, 2008: 2). Meskipun Korea sudah dianggap modern, namun tidak dapat dipungkiri bahwa nilai-nilai Konfusianisme sedikit banyak masih banyak tertanam dalam diri masyarakatnya sampai saat ini. Bagi masyarakat Korea, memiliki latar belakang pendidikan yang bagus bukan hanya akan mengangkat status sosial dirinya sendiri saja, tapi juga status sosial keluarga. Oleh karena itu, orang tua di Korea yang berhasil memasukkan anaknya ke universitas favorit dipandang sangat baik di kalangan sosialnya. Dari hal ini, penulis melihat bahwa nilai pendidikan bagi masyarakat Korea bukanlah sekedar mengenai ilmu yang diperoleh saja, tapi juga menjadi penentu kesuksesan masa depan dan juga status sosial seseorang di dalam lingkungan masyarakatnya. 4.
Fenomena Education Fever dan Dampaknya dalam Drama Hakkyo 2013 Drama Hakkyo 2013 ini memiliki latar cerita di sebuah sekolah. Dalam drama ini
diceritakan segala macam persoalan yang ada di sekolah. Cerita tidak hanya berpusat pada siswa-siswi di sekolah saja, tapi juga peranan guru dan orang tua di dalam sekolah. Penulis melihat beberapa adegan yang juga menunjukkan fenomena education fever di dalam drama ini. Berikut penulis akan memaparkan analisis penulis mengenai fenomena tersebut yang ditunjukkan dalam drama Hakkyo 2013. 4.1 Peranan Orang tua dalam Pendidikan Anak Seperti definisi education fever yang sudah dijelaskan sebelumnya, antusiasme orang tua terhadap pendidikan anaknya menempati porsi penting dalam fenomena education fever. Fenomena ini pun diperlihatkan dalam drama ini yang bisa dilihat pada peran ibu dari tokoh yang bernama Kim Minki, salah satu siswa dari 34 siswa di kelas 2-2. Kim Minki termasuk dalam kategori siswa dengan kemampuan belajar yang sangat baik, dan hal itu berkat perhatian ibunya yang sangat berlebih terhadap kegiatan belajarnya. Ibu Minki sudah merencanakan dengan matang masa depan anaknya tersebut. Ia ingin anaknya nanti bersekolah di Fakultas Hukum Universitas S yang merupakan universitas terbaik di Korea. Oleh karena itu, agar keinginannya bisa terwujud, ia selalu mengawasi proses belajar dan juga memantau nilai-nilai yang Minki peroleh di sekolah. Bahkan dalam drama ini ibu Minki seringkali terlihat datang ke sekolah untuk menemui pihak sekolah secara langsung jika ia
7 Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
merasa ada keberatan mengenai proses pembelajaran di sekolah. Kutipan di bawah ini adalah percakapan singkat antara ibu Minki dengan salah satu pihak sekolah tempat Minki belajar.
민기 엄마 임 교장님 민기 엄마
임 교장님
: ...
근데 우리 민기 담임 선생님은 기간 제시고 담임이 이번에 처음이시라던데.
네. : 2 학년이면 가뜩이나 중요한 시간인데 좀 걱정이 됐어요. 이번 일도 담임 역량 부족이 아닐까 싶기도 하구요. : 아... 아직 초반이니까 좀 더 지켜봐주세요. :
Terjemahan bebas: Ibu Minki
: ... Saya dengar wali kelas Minki ini seorang guru honorer dan ini pertama kalinya beliau menjadi wali kelas.
Kepala Sekolah Im : Benar. Ibu Minki
: Saya merasa sedikit khawatir karena tahun kedua adalah masa yang penting. Saya bertanya-tanya apakah kejadian kali ini itu karena ketidakmampuan wali kelas.
Kepala Sekolah Im : Oh.. karena ini masih permulaan, mari kita lihat saja terlebih dulu. (Hakkyo 2013, Episode 2, 00:22:48~00:23:06)
Penggalan dialog di atas menunjukkan kekhawatiran ibu Minki terhadap wali kelas baru Minki. Sehari sebelumnya ibu Minki datang ke sekolah untuk menghadiri pertemuan orang tua dengan guru dan saat berkeliling sekolah, tiba-tiba ibu Minki melihat sebuah kursi terlempar ke luar dari sebuah jendela kelas. Ternyata kursi yang terlempar keluar itu berasal dari kelas Minki. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran bagi ibu Minki. Ia mengkhawatirkan adanya kekerasan di dalam lingkungan sekolah yang mungkin nantinya bisa mengganggu proses belajar di sekolah. Selain itu dalam adegan lain, ibu Minki menunjukkan peranannya dalam proses belajar anaknya. Saat Minki baru saja memasuki mobil untuk pulang ke rumah, ia memberikan Minki setumpuk kertas yang ternyata merupakan contoh-contoh soal ujian SMA Seungri yang telah dikumpulkannya selama 5 tahun. Bahkan ibu Minki sudah menandai soal-soal seperti apa saja yang dirasa pernah diujikan. Ia berpesan agar Minki mempelajari contoh-contoh soal itu sesering mungkin. Selain itu, ia juga mengingatkan Minki agar mengikuti seluruh kelas tambahan di sekolah yang dipersiapkan untuk ujian tengah semester yang akan segera dihadapi Minki. Ibu Minki melakukan hal ini tentu saja agar anaknya bisa menghadapi ujian dengan baik dan mendapat nilai yang bagus. Saat memberikan kumpulan soal ini ibu Minki terlihat sangat antusias, sementara Minki sebenarnya terlihat sudah lelah dengan kegiatan sekolahnya. Ketika di sekolah Minki akan diadakan seleksi untuk kompetisi essai, ibu Minki pun meminta Minki untuk ikut serta dalam seleksi tersebut. Meskipun Minki secara terang8 Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
terangan mengatakan bahwa dia tidak ingin mengikuti seleksi tersebut, ibunya terus memaksanya untuk ikut. Ibunya selalu mengatakan bahwa semua yang ia lakukan adalah untuk masa depan Minki dan Minki hanya perlu menurutinya. Kompetisi essai ini nantinya dapat membantu Minki untuk daftar ke Universitas S sesuai dengan yang telah direncanakan oleh ibunya. Agar Minki bisa sukses dalam kompetisi essai tersebut, ibu Minki pun selalu memberikan latihan-latihan essai untuk dipelajari oleh Minki. Selain ibu Minki, orang tua lain yang terlihat peranannya dalam drama ini adalah orang tua dari Song Ha Kyung yang merupakan siswi dengan peringkat pertama di sekolah. Berbeda dengan ibu Minki yang mengawasi dan memperhatikan secara detil proses pembelajaran anaknya, ibu Ha Kyung membiarkan Ha Kyung belajar dengan sendirinya. Ibu Ha Kyung tidak melibatkan diri dalam proses belajar yang dilakukan Ha Kyung, tetapi ia cukup peduli terhadap sistem pengajaran yang ada di sekolah Ha Kyung. Bersama ibu Minki, mereka mendatangi sekolah untuk memprotes sistem pengajaran yang diberlakukan oleh sekolah. Mereka meminta agar sekolah mengganti sistem pengajaran sastra dengan sistem yang sesuai dengan kebutuhan untuk ujian masuk perguruan tinggi seperti yang dilakukan oleh guru Kang. Mereka menganggap cara seperti itu adalah hal yang diperlukan untuk para siswa saat ini. Peranan ibu Minki dan ibu Ha Kyung ini menunjukkan antusiasme orang tua akan pendidikan anaknya. Peranan orang tua dalam drama Hakkyo 2013 bukan hanya menunjukkan kepedulian mereka tentang pendidikan anaknya, tetapi lebih jauh dari itu mereka juga turut dan terjun secara langsung dalam proses belajar ketika anaknya di sekolah maupun di rumah. Adegan ibu Minki yang memberikan latihan-latihan soal dan essai yang dapat membantu meningkatkan prestasi Minki, serta sikap ibu Ha Kyung yang tidak segan-segan untuk memprotes kualitas pengajaran di sekolah anaknya; semua itu dilakukan tentu saja karena kepedulian mereka sebagai orang tua agar anak mereka bisa bersekolah di sekolah terbaik dan sukses di kemudian hari. 4.2 Waktu Belajar yang Sangat Panjang Meskipun siswa-siswa yang diceritakan dalam drama ini masih duduk di bangku kelas 2 SMA, tapi sistem di sekolah sudah mempersiapkan mereka untuk menghadapi ujian masuk perguruan tinggi yang masih sekitar satu tahun lagi. Oleh karena itu, para siswa banyak menghabiskan waktunya di sekolah untuk belajar. Selain jam pelajaran utama yang dimulai pukul 8, para siswa ini diharuskan mengikuti kelas tambahan sepulang sekolah. Untuk siswa yang membutuhkan perhatian khusus karena peringkatnya berada di bawah juga disediakan kelas khusus yang terpisah dengan kelas tambahan biasa. Kelas tersebut diawasi langsung 9 Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
oleh guru dan sekitar 6 murid dari kelas 2-2 diharuskan mengikuti kelas itu. Di dalam sebuah adegan terlihat sampai dengan jam 9 malam siswa kelas 2-2 masih berada di kelas mengikuti kelas malam atau yang biasa disebut
야자 수업 (yaja sueop).
Jika penulis perhatikan dalam drama Hakkyo 2013, saat jam pelajaran tambahan ini banyak siswa yang terlihat kelelahan dan juga mengantuk, tetapi mereka berusaha untuk terus terjaga dan mengerjakan latihan-latihan soal. Saat kelas tambahan seperti ini, murid-murid terlihat belajar dengan caranya masing-masing tanpa ada guru yang mengawasi secara terusmenerus di dalam kelas. 4.3 Para Siswa Berorientasi pada Nilai dan Ujian Masuk Perguruan Tinggi Selain sikap orang tua serta perilaku siswa yang kelelahan di kelas sebagaimana dijelaskan di atas menunjukkan fenomena education fever, fenomena lain yang bisa ditemukan dalam drama Hakkyo 2013 adalah antusiasme siswa dan juga orang tuanya dalam pendidikan yang berorientasi pada nilai. Beberapa siswa dalam drama ini menunjukkan sikap meraka yang begitu fokus untuk menaikkan nilainya agar bisa membantu mereka masuk ke universitas yang mereka inginkan. Berikut kutipan dialog singkat yang menunjukkan hal tersebut.
길은혜 : 선생님, 논술반은 성적순으로 뽑는 거 아닌가요? 강 쌤 : 맞는데 길은혜 : 그럼 시험을 보시든 해야지. 이렇게 물어보시면 성적을 어떻게 아세요? 공부는 못해도 목표는 S 대 될 수도 있잖아요. Terjemahan bebas: Gil Eunhye
: Pak Guru, bukankah kelas essay ini dipilih berdasarkan urutan nilai?
Guru Kang
: Iya...
Gil Eunhye
: Kalau begitu, seharusnya kami melakukan ujian. Dengan pertanyaan seperti ini, bagaimana Pak Guru bisa tahu nilai kami? Anak yang tidak punya nilai bagus pun, ia bisa memiliki tujuan ke Universitas S. (Hakkyo 2013, Episode 3, 00:05:10~00:05:22)
Penggalan dialog tersebut memperlihatkan protes seorang murid yang sedang mengikuti seleksi untuk bisa mengikuti kelas tambahan yang diajarkan oleh guru Kang. Kelas tambahan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai dalam mata pelajaran bahasa Korea. Keterbatasan jumlah siswa yang bisa ikut kelas mendorong pihak sekolah untuk memberlakukan seleksi yang ketat bagi siswa-siswinya. Untuk seleksi ini diberikan tes berbentuk essai tentang universitas dan jurusan impian para siswa disertai pula dengan alasannya. Karena hal inilah, salah seorang siswa bernama Gil Eun Hye merasa tes seperti itu tidak cocok dilakukan untuk seleksi pemilihan siswa kelas tambahan. Bagi Gil Eun Hye tes tersebut tidak bisa 10 Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
menunjukkan nilai mereka secara nyata. Walaupun demikian, guru Kang menjelaskan tes essai tersebut bertujuan untuk mengetahui secara jelas tujuan dari setiap siswanya dalam mengikuti kelas tambahan yang diajarkannya.. Gil Eun Hye memang merupakan salah satu siswa yang sangat mementingkan nilainilainya yang ia peroleh di sekolah. Dalam sebuah adegan saat hasil ujian dibagikan di kelas, Gil Eun Hye tampak kecewa dan menangis karena nilainya turun. Song Ha Kyung pun tidak jauh berbeda dengan Gil Eun Hye. Ha Kyung yang berkeinginan untuk masuk ke Universitas S tentu saja membutuhkan nilai-nilai yang bagus. Pada saat Ha Kyung menerima hasil ujiannya dan mendapatkan nilai yang menurutnya tidak sesuai, ia langsung protes kepada guru Jeong dan meminta lembar jawabannya agar diperiksa kembali meski pada akhirnya nilainya tidak berubah sama sekali. Dari adegan ini, penulis beranggapan bahwa karena berorientasi pada nilai, banyak sekali siswa yang terlihat khawatir saat mendapatkan nilai yang jelek saat ujian. Mereka khawatir tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi nantinya. Selain tiga jenis sikap yang menunjukkan fenomena education fever yang telah dibahas di atas, masih ada sikap lain yang bisa digolongkan ke dalam gejala fenomena education fever. Karena fokus para orang tua dan juga siswa sekolah yang diarahkan pada perolehan nilai-nilai yang bagus demi meraih kelulusan di ujian masuk perguruan tinggi, dalam drama diperlihatkan juga siswa yang meminta kepada guru mereka untuk belajar dengan metode tertentu untuk pemahaman materi ujian masuk perguruan tinggi. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan posisi ujian masuk perguruan tinggi yang sangat penting. Saat diadakan bimbingan konseling, hampir semua siswa ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Oleh karena itu, mereka belajar dengan giat agar mendapatkan nilai yang bagus sehingga bisa lulus masuk ke universitas yang mereka dambakan. Dalam sebuah adegan di saat jam pelajaran di kelas berlangsung, beberapa siswa ada yang memilih untuk belajar mata pelajaran lain yang mereka anggap lebih penting dari pada yang sedang mereka ikuti. Bukan hanya perolehan nilai selama di sekolah, tapi spec lainnya juga dapat membantu
스펙) yang berasal dari kata specification dalam
untuk masuk ke perguruan tinggi. Spec (
bahasa Inggris, dalam istilah Korea bisa diartikan sebagai pencapaian atau prestasi yang pernah diraih oleh seseorang. Dalam drama ini juga diperlihatkan bagaimana para siswa berusaha untuk mendapatkan spec dengan mengikuti seleksi kompetisi essai di sekolah.
강 쌤 : 근데 왜 갑자기 스펙은 챙기고 그러냐?
11 Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
송하경 : 불안해서요. 가채점 결과 나왔는데 간당간당해요. 그동안은 학교장 추천이랑 수능 점수로 대학 갈 생각이었는데 요. 이대로면 수시도 준비해야 될 것 같아서요. 강쌤 : 스펙은 고 3 때 챙기면 늦는다. 송하경 : ... 강쌤 : 일단 상부터 타자. 어... 문과에서 두루두루 쓰일 수 있는 대회로 알아봐서. Terjemahan bebas: Guru Kang
: Tapi kenapa kamu tiba-tiba memikirkan spec?
Song Ha Kyung : Saya khawatir. Setelah nilai keluar saya merasa sedikit takut. Selama ini saya berencana untuk masuk universitas melalui rekomendasi kepala sekolah dan nilai ujian masuk. Jika seperti ini, sepertinya saya juga harus bersiap untuk penerimaan jalur biasa. Guru Kang
: Terlambat untuk mendapatkan spec saat kelas 3.
Song Ha Kyung : ... Guru Kang
: Pertama, mulai dari mendapat penghargaan. Hmm... coba melalui kompetisi di ilmu pengetahuan budaya yang bisa diikuti. (Hakkyo 2013, Episode 10, 00:31:40~00:32:19)
Penggalan dialog di atas menunjukkan kekhawatiran Song Ha Kyung akan spec yang ia miliki. Ha Kyung siswa paling pintar di SMA Seungri pun merasa nilai-nilainya belum cukup untuk bisa membuatnya masuk ke Universitas S, sehingga ia mempersiapkan alternatif lain untuk bisa melanjutkan pendidikannya. Saat ia berkonsultasi dengan guru Kang, guru Kang melihat tidak ada penghargaan yang pernah ia raih selama ini. Meski pun dikatakan terlambat untuk memperoleh spec saat ini, tapi guru Kang menyuruhnya untuk mencoba mulai mengikuti kompetisi. Oleh karena itu, saat ada kesempatan untuk mengikuti kompetisi essai mewakili sekolah, Ha Kyung merasa ini salah satu kesempatan yang bisa ia ambil untuk mengisi spec-nya. Selain Song Ha Kyung, Nam Min Kyung juga menggunakan kesempatan tahap seleksi peserta yang akan mewakili sekolah dalam kompetisi essai tersebut. Berbeda dengan Ha Kyung yang memiliki nilai-nilai yang bagus, Min Kyung masih berusaha terus untuk menaikkan nilai-nilainya. Menurut guru Kang, nilai-nilai yang Min Kyung miliki tidak cukup untuk bersaing dengan siswa lain yang juga mengikuti ujian. Oleh karena itu ia memilih untuk mengikuti seleksi juga untuk mengisi spec-nya demi bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Apa yang dilakukan oleh Ha Kyung dan Min Kyung ini jelas menunjukkan betapa pentingnya untuk mereka bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi sehingga mereka melakukan berbagai cara untuk itu.
12 Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
4.4 Siswa Merasa Tertekan dan Terbebani atas Antusiasme Orang Tua terhadap Pendidikan Mereka Selain kelelahan fisik yang terlihat akibat dari panjangnya waktu belajar mereka di sekolah dan juga orientasi mereka pada nilai yang bagus, dampak lain yang diperlihatkan dalam drama ini adalah beban dan tekanan yang dirasakan oleh para siswa akibat antusiasme orang tua dari fenomena education fever. Ekspektasi orang tua terhadap pendidikan anaknya ternyata memberikan beban di diri anak tersebut seperti halnya yang ditunjukkan oleh tokoh Kim Minki. Memiliki seorang ibu yang dengan antusias selalu mengawasi proses belajar membuatnya merasa terbebani. Ditambah lagi, sebenarnya Minki memiliki perbedaan pendapat dengan ibunya mengenai masa depannya. Ibunya menginginkannya untuk bersekolah di Fakultas Hukum Universitas H, namun sebenarnya Minki memiliki ketertarikan pada dunia media, bukan hukum seperti yang ibunya inginkan. Dalam sebuah adegan diperlihatkan Minki yang berusaha untuk menyampaikan pada ibunya mengenai cita-citanya yang ingin menjadi sutradara, namun ibunya selalu mengatakan apa yang sudah ibunya rencanakan itu semua demi kebaikannya di masa depan, jadi Minki diminta untuk menuruti rencana ibunya saja. Minki merupakan satu-satunya harapan yang dimiliki ibunya sehingga jika ia tidak menuruti keinginan ibunya, ia menjadi merasa sangat bersalah pada ibunya. Bagaimana pun juga ibunya sudah berusaha dengan keras untuknya. Dengan rencana menyekolahkan Minki ke Universitas S, itu berarti membuat Minki harus selalu mendapatkan nilai yang bagus di sekolah. Ibunya selalu berusaha untuk menyediakan segala hal yang sekiranya bisa membantu Minki dalam belajar. Seperti halnya contoh soal-soal ujian yang sudah ibunya kumpulkan untuk bahan belajar Minki menghadapi ujian. Hal-hal seperti inilah yang membuatnya merasa terbebani. Saat ia tidak bisa mendapatkan nilai yang sempurna, raut wajahnya selalu menunjukkan kekhwatiran karena takut ibunya merasa kecewa pada dirinya.
정 쌤 : 가방은 왜 던진 거야? 김민기 : 너무... 무거워서요. 정 쌤 :그래, 너무 무겁지? 선생님 학교 다닐 때도 진짜 무거웠는데... 던지고 나니까 어땠니? 김민기 : 무서웠어요. 정쌤 : 뭐가? 김민기 : 금방 바닥 떠러질 줄 알았는데 생각보다 한참 걸린 것 같더라고요. 전... 진짜 죽으려고 그랬나 봐요 아까 옥상에서... 죄송해요. Terjemahan bebas:
13 Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
Guru Jeong
: Kenapa kamu menjatuhkan tasmu?
Kim Minki
: Karena... terlalu berat.
Guru Jeong
: Ya... berat sekali, kan? Ibu guru juga saat sekolah seperti itu... setelah melemparnya lalu apa yang kamu rasakan?
Kim Minki
: Saya takut
Guru Jeong
: Apa yang kamu takuti?
Kim Minki
: Saya kira tasnya akan segera terjatuh ke lantai, tapi di luar perkiraan ternyata memakan waktu lama. Saya... sepertinya saya benar-benar bermaksud untuk mati tadi di atap sana... Maafkan saya. (Hakkyo 2013. Episode 13, 00:08:17~00:09:33)
Penggalan dialog di atas terjadi setelah Minki berkeinginan untuk melakukan percobaan bunuh diri dengan meloncat dari atas atap sekolahnya. Namun ia mengurungkan niatnya setelah mencoba meleparkan tasnya dari atas lalu kemudian terduduk menangis di atap sekolah. Menurut penulis, tas yang ia lemparkan itu mengandung makna kiasan di dalamnya. Tasnya yang terasa berat merupakan beban yang ia rasakan selama ini. Tentu saja Minki pasti merasa terbebani dan juga tertekan dengan apa yang sudah ibunya atur tentang masa depannya yang sebenarnya bukan keinginannya. Selama ini ia hanya menuruti apa yang diarahkan oleh ibunya, oleh karena itu ia merasa apa yang selama ini ia lakukan bukanlah untuk dirinya. Saat itu Minki merasa bebannya sudah terlalu berat sehingga timbul keinginan untuk melompat dari atap sekolahnya. Song Ha Kyung juga tidak jauh berbeda dengan Kim Minki. Meskipun ibunya tidak seperti ibu Minki yang telah mengatur sedemikian rupa masa depan anaknya, namun menurut penulis Ha Kyung merasa terbebani dengan status seluruh anggota keluarganya yang merupakan lulusan dari Universitas S. Oleh karena itu, ia merasa dirinya pun harus bisa masuk ke Universitas S seperti halnya anggota keluarganya yang lain.
정쌤 송하경 정쌤 송하경
: 부모님이 성적 걱정 많이 하시나? : 아니요. 우리 부모님은 공부는 알아서 하는 거라고 생각하시라. : 근데 왜 그렇게 공부는 열심히 해? : 알아서 한다는 게 알아서 잘 하라란 뜻이거든요. 언니도 오빠도 알아서 S 대 갔어요.
Terjemahan bebas: Guru Jeong
: Apa orang tuamu sering khawatir akan nilai-nilaimu?
Song Ha Kyung : Tidak. Orang tua saya beranggapan bahwa belajar itu dilakukan dengan cara masing-masing. Guru Jeong
: Lalu kenapa kamu belajar sekeras ini?
Song Ha Kyung : Karena belajar dengan cara sendiri berarti belajarlah sendiri dengan sangat baik. Kakak-kakak saya masuk ke Universitas S dengan belajar sendiri. (Hakkyo 2013, Episode 6, 00:40:35~00:41:11)
14 Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
Penggalan dialog di atas terjadi setelah Ha Kyung harus dilarikan ke rumah sakit karena pingsan akibat mengonsumsi minuman berenergi yang ia campur dengan obat penahan kantuk. Ia meminum obat itu tentu saja untuk membuatnya terjaga agar bisa belajar untuk ujian. Dari dialog di atas terlihat bahwa ia belajar keras sampai seperti itu justru bukan karena tuntutan dari orang tuanya. Orang tuanya tidak terlalu khawatir terhadap nilainya. Mereka membebaskan anak-anaknya untuk belajar dengan caranya masing-masing. Tapi, karena sudah dibebaskan untuk belajar dengan cara yang mereka suka, seharusnya mereka bisa memberikan yang terbaik dari mereka. Kakak-kakaknya memberikan hasil baik dengan bisa masuk ke Universitas S, maka Ha Kyung pun berusaha dengan caranya sendiri agar bisa masuk ke universitas terfavorit itu. Demi bisa lulus ujian masuk ke Universitas S, Song Ha Kyung belajar dengan sangat giat di sekolah. Selain itu, tanpa sepengetahuan teman-temannya, ia juga mengikuti bimbingan belajar di daerah Gangnam. Ia merasa belajar di sekolah belum cukup untuk bisa mencapai tujuannya ke Universitas S. Dalam sebuah adegan Ha Kyung mengatakan ia merasa tidak mempunyai lawan untuk bersaing di sekolah, oleh karena itu ia memutuskan untuk mengikuti kelas tersebut yang diikuti oleh siswa-siswa dari SMA unggulan. Meskipun orang tua dan keluarganya tidak secara langsung menuntutnya sesuatu, namun secara tidak langsung status keluarganya sebagai lulusan Universitas S menjadi beban untuk Ha Kyung. 5.
Kesimpulan Education fever merupakan fenomena yang marak terjadi di kalangan masyarakat
Korea. Fenomena ini menunjukkan antusiasme masyarakat Korea terhadap pendidikan, yang dalam hal ini melibatkan siswa sekolah, orang-tua siswa, dan juga guru sekolah.. Bagi masyarakat Korea mendapatkan gelar dari universitas unggulan dianggap merupakan kunci kesuksesan masa depan. Oleh karena itu, masyarakat Korea sangat berharap bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Untuk masuk ke perguruan tinggi, para pelajar harus mengikuti ujian yang sangat ketat. Dalam fenomena ini, bukan hanya para pelajar yang giat belajar demi bisa masuk perguruan tinggi, tapi orang tua yang menaruh harapan besar pada pendidikan anakanaknya tersebut juga berusaha keras agar anak-anaknya bisa sekolah di universitas unggulan. Fenomena ini tergambarkan dengan jelas dalam drama Hakkyo 2013. Di dalam drama ini ditunjukkan antusiasme orang tua terhadap pendidikan anaknya yang dapat dilihat pada adegan berupa persiapan yang mereka lakukan demi mempersiapkan masa depan anaknya. Orang tua siswa dalam drama ini bukan hanya memberikan penunjang pendidikan di luar sekolah, tapi diceritakan pula bagaimana orang tua terjun langsung ke sekolah untuk 15 Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
mengawasi proses pembelajaran anak di sekolah. Orang tua benar-benar menaruh perhatian yang lebih terhadap proses belajar anaknya. Selain peranan orang tua, drama ini juga menunjukkan bagaimana para siswa menghadapi sistem pengajaran di sekolah yang berbasis pada persiapan untuk ujian masuk perguruan tinggi. Para siswa terlihat diwajibkan mengikuti kelas-kelas tambahan yang diberikan kepada mereka. Dalam drama ini juga ditunjukkan bagaimana dampak negatif dari education fever terhadap para pelajar. Mereka jadi merasa terbebani akibat nilai pendidikan yang ada di masyarakat saat ini. Dari ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa fenomena education fever dalam drama Hakkyo 2013 diwakili oleh sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh siswa dan orang-tua siswa. Orang-tua siswa menunjukkan peduli mereka akan pendidikan anaknya, dan lebih dari itu mereka pun tidak segan melibatkan diri mereka sendiri untuk mengkritik sistem pendidikan di sekolah tempat anak mereka belajar. Fenomena education fever dalam drama Hakkyo 2013 menunjukkan dampak yang signifikan terhadap kelelahan secara fisik yang dialami siswa karena jam belajar yang terlalu panjang dan juga orientasi siswa terhadap nilai yang bagus sebagai tanda keberhasilan mereka dalam belajar.
Daftar Acuan
Sumber Bahasa Korea
한경구. 2005. 교육열문화혁신을 위한 정책 탐색. 서울: 대통령자문 교육혁신위원회. (Han Kyung Goo. 2005. Gyoyuk-yeol Munhwa Hyeoksineul Wihan Jeongchaek Thamsaek. Seoul: Daet’ongryeongjamoon Gyoyuk Hyeoksinwiwonhoe)
정순우. 2007. 공부의 발견. 서울: 현암사. (Jung Soon Woo. 2007. Gongbueui Balgyeon. Seoul: Hyeonamsa) Sumber Buku Lee Kwang-kyu. 2003. Korean Traditional Culture. Seoul: Jimoondang. Seth, Michael J.. 2002. Education fever: society, politics, and the pursuit of schooling in South Korea. Honolulu: University of Hawai’i Press. Sumber Online Jurnal
16 Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014
Hwang Yunhan. 2001. Why Do South Korean Study Hard? Reflections on Paik’s Study. International Journal of Educational Research 35 (609-618). Diakses pada 30 Juni 2014 pukul 22.30 dari http://www.fatih.edu.tr Jones, Randall S. 2013. Education Reform in Korea. OECD Economics Department Working Papers, No. 1067. OECD Publishing. Diakses pada 30 Juni 2014 pukul 19.30 dari http://www.oecd-ilibrary.org/economics/education-reform-in-korea_5k43nxs1t9vh-en Chang, S. J. 2008. A Cultural and Philosophical Perspective on Korea’s Education Reform: A Critical Way to Maintain Korea’s Economic Momentum. Academic Paper Series, March 08, Volume 3, No. 2. Korea Economic Institute. Diakses pada 30 Juni 2014 pukul 22.30 dari http://people.duke.edu/~myhan/kaf0802.pdf Lee Jisoon. 2001. Education Policy in the Republic of Korea: Building Block or Stumbling Diakses
Block?.
pada
dari
3
Juli
2014
pukul
21.00
dari
http://siteresources.worldbank.org/WBI/Resources/wbi37164.pdf Rishi, Sunny. Education Fever and Its Impact on South Korea. Oakland University. Diakses pada
30
Juni
2014
pukul
20.30
dari
http://www.umflint.edu/sites/default/files/groups/Research_and_Sponsored_Programs/M OM/s.rishi_.pdf Shin Sunwoo dan Koh Myung Sook. Korean Education in Cultural Context. Diakses pada 30 Juni 2014 pukul 22.00 dari http://www.usca.edu/essays/vol142005/koh.pdf Seth, Michael J. Popular Demand and Education in Korea: An Historical Background. Diakses pada 3 Juli 2014 pukul 19.00 dari http://www.uba.ar/ceca/download/populardemand.pdf Sumber Artikel Internet Educational
Background
Vital
in
Social
Success,
Poll
Says.
http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2011/03/07/2011030700361.html
diakses
pada Senin, 3 Juli 2014 pukul 20.00. South
Korean
Students
Face
Long
Hours
of
Study.
http://www.demotix.com/news/231023/south-korean-students-face-long-hoursstudy#media-231013 diakses pada Minggu, 1 Juli 2013 pukul 21.00. High
Performance,
High
Pressure
in
South
Korea’s
Education
System.
http://monitor.icef.com/2014/01/high-performance-high-pressure-in-south-koreaseducation-system/ diakses pada 30 Juni 2014 pukul 20.00.
17 Fenomena education…, Dian Muftia Nur, FIB UI, 2014