UNIVERSITAS INDONESIA
AKIBAT HUKUM DARI PENETAPAN STATUS TERSANGKA TERHADAP SEORANG NOTARIS DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI PEJABAT UMUM
TESIS
Elfrida Dwi Rosa Sitindaon 1006738153
FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN DEPOK JUNI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
i
UNIVERSITAS INDONESIA
AKIBAT HUKUM DARI PENETAPAN STATUS TERSANGKA TERHADAP SEORANG NOTARIS DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI PEJABAT UMUM
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan
Elfrida Dwi Rosa Sitindaon 1006738153
FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN DEPOK JUNI 2012
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012 Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan Tesis ini yang berjudul “Akibat Hukum Dari Penetapan Status Tersangka Seorang Notaris Dalam Menjalankan Tugas Sebagai Pejabat Umum”. Adapun Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan Universitas Indonesia. Dalam penyusunan Tesis ini, disadari bahwa masih terdapat kekurangan sehingga Tesis ini masih jauh dari kata sempurna. Maka oleh karenanya diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam rangka penyempurnaan Tesis ini. Dengan segala kerendahan hati, saya mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Ibu Dr. Roesnastiti P. , S.H., M.A., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan Tesis ini;
2.
Bapak Dr. Drs. Widodo Suryandono, S.H., M.H., selaku Ketua Sub Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, sekaligus anggota Dewan Penguji;
3.
Chairunnisa Said Salenggang, SH., M.Kn., selaku dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, sekaligus anggota Dewan Penguji;
4.
Para dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada saya selama menjalankan perkuliahan di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia;
5.
Bapak Harun Kamil, S.H., selaku Notaris/PPAT di Jakarta yang telah memberikan keterangan dan wawancara dalam rangka penyelesaian Tesis ini
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012 Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
v
6.
Bapak Winanto Wiryomartani S.H., M.Hum., selaku Anggota Majelis Pengawas Pusat Notaris yang telah memberikan keterangan dan wawancara dalam rangka penyelesaian Tesis ini.
7.
Seluruh staf sekretariat Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia;
8.
Jan Polman Sitindaon sebagai papa saya, Tiurlan Manurung sebagai mama saya, kakak dan adik-adik saya yaitu Sylvina Renta F. Sitindaon, S.E., Renita Enggrid Sitindaon, S.Psi., dan Goklas Mario Sitindaon yang selalu mendoakan, memberi perhatian, semangat dan dorongan kepada saya dalam menempuh pendidikan Kenotatiatan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dan dalam menyelesaikan perkuliahan serta penulisan Tesis ini.
9.
Teman-teman saya Yunita Elysabeth Nainggolan, S.H., Duma Natalia Saragi yang telah
membantu saya dalam menyelesaikan Tesis ini serta teman
kelompok belajar Eka, Wendy, Wulan, kak Tesa, kak Tya, kak Isty. 10. Seluruh teman angkatan 2010 Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Demikianlah yang dapat disampaikan. Semoga Tesis ini membawa manfaat bagi kita semua.
Depok, Juni 2012 Penulis
(Elfrida Dwi Rosa Sitindaon)
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012 Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
vii
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Elfrida Dwi Rosa Sitindaon : Magister Kenotariatan : Akibat Hukum Dari Penetapan Status Tersangka Terhadap Seorang Notaris Dalam Menjalankan Tugasnya Sebagai Pejabat Umum
Tesis ini membahas mengenai akibat hukum dari penetapan status tersangka terhadap seorang Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum. Banyaknya kasus pidana yang berkaitan dengan profesi jabatan Notaris mengharuskan Notaris bertanggung jawab atas akta otentik yang dibuatnya. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa akibat hukum dari penetapan status tersangka terhadap seorang Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum belum diatur dalam peraturan perundang-undangan. Seorang Notaris yang berstatus tersangka tetap diperbolehkan membuat akta kecuali Notaris tersebut ditahan dan akta yang dibuat seorang Notaris dalam statusnya sebagai tersangka yang tidak ditahan adalah akta otentik yang sah. Kata Kunci: Notaris, Tersangka, Pejabat Umum
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012 Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
viii
ABSTRACT
Name Faculty Title
: Elfrida Dwi Rosa Sitindaon : Magister of Notary : Legal Consequence Of Suspect Status Determination Of A A Notary In Doing His/Her Duties As Public Official
This thesis discusses about the legal consequences of suspect status determination of a Notary in doing his/her duties as public official. The number of criminal cases which is related to the position of Notary profession makes a Notary has to take the responsibility of the authentic document which is made. The results of this study is that the legal consequence of suspect status determination of a Notary in doing his/her duties as public official has not been regulated in the regulation. A Notary in his/her status as a suspect is permitted to make a document unless the Notary is on hold. The Document made by a notary in his /her status as a suspect is a legitimate authentic document. Key Words: Notary, Suspect, Public Official
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012 Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ii HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................iii KATA PENGANTAR ..........................................................................................iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................vi ABSTRAK ...........................................................................................................vii ABSTRACT ........................................................................................................viii DAFTAR ISI .........................................................................................................ix BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ......................................................................................1 1.2 Pokok Permasalahan ..............................................................................8 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................9 1.4 Metode Penelitian ..................................................................................9 1.5 Sistematika Penulisan ..........................................................................10 BAB 2 TINJAUAN HUKUM ATAS PENETAPAN STATUS TERSANGKA TERHADAP NOTARIS 2.1 Analisis Yuridis ...................................................................................12 2.1.1 Akibat Hukum Penetapan dari Penetapan Status Tersangka Terhadap Seorang Notaris dalam Menjalankan Tugas Sebagai Pejabat Umum ...........................................................................12 2.1.1.1. Pengertian Tersangka ..................................................12 2.1.1.2. Notaris Sebagai Pejabat Umum ..................................16 2.1.1.3. Notaris dan Hukum Pidana .........................................36 2.1.3.4. Pengawasan dan Penjatuhan Sanksi kepada Notaris ..57 2.1.3.5. Akibat Hukum dari Penetapan Status Tersangka Terhadap Seorang Notaris dalam Menjalankan Tugas Sebagai Pejabat Umum ...............................................62
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012 Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
x
2.1.2 Legalitas Akta yang Dibuat Notaris dalam Kedudukannya Sebagai Tersangka ....................................................................68 2.1.2.1. Syarat Otentisitas Suatu Akta .....................................68 2.1.2.2. Asas Praduga Sah dalam Menilai Akta Notaris ..........75 2.1.2.3. Legalitas
Akta
yang
Dibuat
Notaris
dalam
Kedudukannya Sebagai Tersangka .............................79 BAB 3 PENUTUP 3.1 Simpulan .............................................................................................87 3.2 Saran ...................................................................................................88 DAFTAR REFERENSI ......................................................................................89 LAMPIRAN Nota Kesepahaman Antara Kepolisian Republik Indonesia dengan Ikatan Notaris Indonesia. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.03.HT.03.10 Tahun 2007 tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012 Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Permasalahan Notaris sebagai pejabat umum berwenang membuat akta otentik, sebagai
alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai perananan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dengan akta otentik ini diharapkan dapat menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Apabila terjadi sengketa akta otentik itu dapat dijadikan sebagai alat bukti tertulis, terkuat dan terpenuh sehingga dapat memberikan sumbangan nyata dalam penyelesaian perkara bagi masyarakat yang memerlukannya. Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus pula sebagai sebuah profesi, posisinya sangat penting dalam membantu menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat. Notaris seyogianya berada dalam ranah pencegahan (preventif) terjadinya masalah hukum melalui akta otentik yang dibuatnya sebagai alat bukti yang paling sempurna di pengadilan. Tidak dapat dibayangkan bila Notaris justru menjadi sumber masalah bagi hukum akibat akta otentik yang dibuatnya dipertanyakan kredibilitasnya oleh masyarakat. Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) dimana prinsip negara hukum adalah menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Hal ini tentunya menuntut bahwa di dalam lalu
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
2
lintas hukum diperlukan adanya alat bukti dalam menentukan hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam kehidupan bermasyarakat. Landasan filosofis lahirnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 untuk selanjutnya disebut UUJN adalah terwujudnya jaminan kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran, dan keadilan. Melalui akta yang dibuatnya, Notaris harus dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat pengguna jasa Notaris1 Di dalam Pasal 1870 dan 1871 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk selanjutnya disebut KUH Perdata dikemukakan bahwa akta otentik itu adalah alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut. Akta otentik yang merupakan bukti yang lengkap (mengikat) berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut dianggap sebagai benar, selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya. Menurut Pasal 1868 KUH Perdata, akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), Notaris adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum itu, artinya tidak turut para pejabat lainnya. Wewenang notaris adalah bersifat umum, sedangkan wewenang pejabat lain adalah pengecualian. Jabatan Notaris adalah jabatan umum atau publik karena Notaris diangkat dan diberhentikan oleh menteri, Notaris menjalankan tugas negara, dan akta yang dibuat, yaitu minuta (asli akta) adalah merupakan dokumen negara. 1
H. Salim HS. dan H. Abdullah, Perancangan Kontrak dan MOU, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 101-102.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
3
Pemahaman mengenai arti akta Notaris dengan demikian sangat penting dalam menciptakan ketertiban hubungan hukum di antara para pihak. Alat bukti bagi para pihak itu tentu dimaksudkan bahwa para pihak itu menghendaki hubungan hukum seperti yang telah mereka sepakati bersama. Hubungan hukum itu terjadi karena atas kehendak mereka bersama. Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi akta Notaris serta memberikan akses terhadap informasi termasuk akses terhadap peraturan perundangundangan yang terkait bagi para pihak penandatangan akta Notaris dalam menjalankan jabatannya berperan secara tidak memihak dan bebas (unpartiality and Independency). G.H.S. Lumban Tobing mengemukakan: “Akta yang dibuat oleh Notaris dapat merupakan suatu akta yang memuat “relaas” atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pembuat akta itu, yakni Notarus sendiri, di dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris. Akta yang dibuat sedemikian dan memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan dan dialaminya itu dinamakan akta yang dibuat “oleh” (door) Notaris (sebagai pejabat umum). Akan tetapi akta Notaris dapat juga berisikan suatu “cerita” dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain kepada Notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu sengaja datang di hadapan Notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan perbuatan itu dihadapan Notaris, agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir oleh Notaris di dalam suatu akta otentik. Akta sedemikian dinamakan akta yang dibuat “dihadapan” (ten overstaan) Notaris.” 2 2
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1999), hal. 51.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
4
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Selain itu, akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. Dalam menjalankan jabatannya Notaris harus dapat bersikap profesional dengan dilandasi kepribadian yang luhur dengan senantiasa melaksanakan tugasnya
sesuai
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku
sekaligus
menjunjung tinggi kode etik profesi Notaris sebagai rambu yang harus ditaati. Kepercayaan masyarakat terhadap Notaris adalah juga merupakan kepercayaan masyarakat terhadap akta yang dibuatnya, itulah sebabnya mengapa jabatan Notaris sering pula disebut dengan jabatan kepercayaan. Kepercayaan pemerintah sebagai instansi yang mengangkat dan memberhentikan Notaris sekaligus pula kepercayaan masyarakat sebagai pengguna jasa Notaris. Sebagai pejabat umum Notaris dituntut untuk bertanggung jawab terhadap akta yang telah dibuatnya. Apabila akta yang dibuat ternyata di belakang hari mengandung sengketa maka hal ini dapat dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan Notaris atau kesalahan para pihak yang tidak mau jujur dalam memberikan keterangannya kepada Notaris, ataukah adanya kesepakatan yang telah dibuat antara Notaris dengan salah satu pihak yang menghadap. Jika akta yang diterbitkan Notaris mengandung cacat hukum yang terjadi karena kesalahan Notaris baik karena kelalaiannya maupun karena kesengajaan Notaris itu sendiri makan Notaris harus memberikan pertanggungjawaban.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
5
Apabila kesalahan yang terjadi pada pembuatan akta otentik tersebut berasal dari para pihak yang melakukan perbuatan hukum dengan memberikan keterangan tidak jujur dan dokumen tidak lengkap (disembunyikan) oleh para pihak, maka akta otentik yang dibuat Notaris tersebut mengandung cacat hukum, dan bila karena keterangan para pihak yang tidak jujur atau menyembunyikan sesuatu dokumen penting yang seharusnya diperlihatkan kepada Notaris, maka para pihak yang melakukan perbuatan tersebut dapat saja dikenakan tuntutan pidana oleh pihak lain yang merasa dirugikan dengan dibuatnya akta otentik tersebut. Pasal pidana yang dapat digunakan untuk melakukan penuntutan pidana terhadap para pihak tersebut adalah Pasal 266 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk selanjutnya disebut KUH Pidana yang menyatakan “Barang siapa menyuruh mencantumkan suatu keterangan palsu mengenai suatu hak di dalam suatu akta otentik yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta tersebut dengan maksud untuk mempergunakannya atau untuk menyuruh orang lain mempergunakannya seolah-olah keterangannya itu sesuai dengan kebenaran, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun jika penggunaannya dapat menimbulkan suatu kerugian”. Notaris yang membuat akta otentik sebagaimana dimaksud di atas meskipun ia tidak terlibat dalam pemalsuan keterangan dalam akta otentik tersebut dapat saja dilakukan pemanggilan oleh pihak penyidik Polri dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam masalah tersebut.3 Notaris bisa saja dihukum pidana jika dapat dibuktikan di pengadilan bahwa secara sengaja atau tidak sengaja Notaris bersama-sama dengan para pihak/
3 PAF Lamintang, Delik-delik Khusus (Kejahatan-kejahatan Membahayakan Kepercayaan Umum Terhadap Surat-surat, Alat-alat Pembayaran, Alat-alat Bukti dan Peradilan), (Bandung: Mandar Maju, 1991), hal. 83.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
6
penghadap untuk membuat akta dengan maksud dan tujuan untuk menguntungkan pihak atau penghadap tertentu saja atau merugikan penghadap yang lain.4 Namun dalam melakukan pemanggilan dan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Notaris oleh pihak penyidik Polri harus memenuhi prosedur hukum yang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam memanggil dan memeriksa Notaris selaku pejabat umum berkaitan dengan pelanggaran hukum yang dilakukan dalam jabatannya. Prosedur hukum pemanggilan, pemeriksaan Notaris oleh penyidik Polri maupun untuk kepentingan proses peradilan terdapat dalam Pasal 66 UUJN ayat (1) dan (2). Pasal 66 UUJN menyatakan, “Untuk kepentingan proses peradilan penyidik, penuntut umum atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang :5 a. Mengambil fotocopy minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta taau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris. b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. Pasal 66 ayat (2) UUJN menyatakan, “Pengambilan fotocopy minuta akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan”.6 Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2) UUJN tersebut di atas diketahui bahwa setiap kali Notaris akan dipanggil oleh pihak penyidik Polri berkaitan dengan perbuatan hukum dalam ruang lingkup jabatannya, maka 4
Habib Adjie (a), Hukum Notaris di Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang Nomor 30. Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Bandung: Rafika Aditama, 2008), hal. 24. 5 Indonesia (a), Undang-Undang Jabatan Notaris, UU No. 30 Tahun 2004, LN No. 117 Tahun 2004, TLN No. 4432, Ps. 66 ayat (1). 6 Ibid. Ps. 66 ayat (2).
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
7
penyidik Polri harus terlebih dahulu memperoleh ijin dari Majelis Pengawas Daerah tempat dimana Notaris tersebut menjalankan tugas jabatannya. Pasal 66 ayat (1) dan (2) UUJN tersebut merupakan dasar hukum yang harus dipenuhi oleh instansi berwenang manapun termasuk penyidik Polri setiap kali melaksanakan pemanggilan atau melakukan pemeriksaan terhadap Notaris dalam penyelidikan dan penyidikan hukum pidana. Penyidik Polri yang melakukan pemanggilan langsung terhadap Notaris tanpa memperoleh ijin terlebih
dahulu
dari
Majelis
Pengawas
Daerah,
merupakan
suatu
perbuatan/tindakan yang bertentangan dengan Undang-Undang, karena tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 66 ayat (1) UUJN. Untuk membuktikan sangkaan yang ditujukan kepada Notaris dalam suatu proses pemeriksaan hukum oleh penyidik Polri dibutuhkan bukti-bukti yang kuat yang diperoleh melalui serangkaian penyidikan yang benar-benar objektif. Muara dari pembuktian kesalahan/pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Notaris dalam jabatannya adalah hakim melalui sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. Banyaknya Notaris yang kena kasus hukum itu harus dibenahi oleh lembaga yang mengangkatnya. Misalnya jumlah Notaris yang sudah tidak sesuai dengan permintaan pasar, tetapi akibat jumlah Notaris yang terus bertambah yang berdampak persaingan yang kurang sehat sehingga terjadi perebutan klien (pasar) yang
mengakibatkan
Notaris
mengenyampingkan
ketentuan-ketentuan
perundangan dan etika profesi. Dalam rangka pengawasan terhadap Notaris, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 UUJN, bahwa pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri dengan membentuk Majelis Pengawas Notaris. Majelis Pengawas Notaris anggotanya berjumlah 9 (sembilan) orang yang terdiri dari unsur pemerintah, organisasi
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
8
Notaris dan ahli/akademisi dengan anggota masing-masing sebanyak 3 (tiga) orang. Untuk melakukan tugas pengawasan tersebut, Menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris di tingkat Pusat, Propinsi dan tingkat Kabupaten/Kota. Selama ini telah dilakukan pembentukan Majelis Pengawas Pusat Notaris, Majelis Pengawas Wilayah Notaris di setiap Propinsi dan sebagian telah dibentuk Majelis Pengawas Daerah Notaris di setiap Kabupaten/Kota. Pihak-pihak yang merasa dirugikan dapat membuat pengaduan kepada Majelis Pengawas Notaris dan Kepolisian. Apabila Notaris mengabaikan tugas jabatannya dan keluhuran dari martabatnya dan melakukan pelanggaran terhadap UUJN dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku maka Majelis Pengawas dapat bertindak tegas dan mengenakan sanksi. Bahkan dapat memberikan rekomendasi kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untu mencabut izin operasionalnya. Kepada Notaris yang bersangkutan tidak tertutup kemungkinan untuk dituntut ke pengadilan, baik dalam perkara pidana maupun perkara perdata. Menyadari semakin banyaknya Notaris yang dipanggil ke kantor polisi, baik dalam kapasitasnya sebagai saksi atau diindikasikan sebagai tersangka, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kondisi tersebut dan menuangkan ke dalam judul “AKIBAT HUKUM DARI PENETAPAN STATUS TERSANGKA TERHADAP SEORANG NOTARIS DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI PEJABAT UMUM”.
1.2. Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan akibat hukum terhadap penetapan status tersangka kepada Notaris dalam menjalankan tugas sebagai pejabat umum, yaitu:
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
9
1. Bagaimana akibat hukum dari penetapan tersangka terhadap seorang Notaris dalam menjalankan tugas sebagai pejabat umum? 2. Bagaimana legalitas akta yang dibuat Notaris dalam kedudukannya sebagai seorang tersangka?
1.3. Tujuan Penelitian Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan tesis ini adalah: 1. Untuk mengetahui akibat hukum dari penetapan tersangka terhadap seorang Notaris dalam menjalankan tugas sebagai pejabat umum. 2. Untuk mengetahui legalitas akta yang dibuat Notaris dalam kedudukannya sebagai seorang tersangka
1.4. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, bentuk penelitian yang digunakan adalah bentuk penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk meneliti asasasas hukum dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan dan untuk mengetahui bagaimana akibat hukum terhadap penetapan tersangka kepada Notaris dalam menjalankan tugas sebagai pejabat umum serta bagaimana legalitas akta yang dibuat Notaris dalam kedudukannya sebagai seorang tersangka. Penelitian teserbut dapat dilakukan (terutama) terhadap bahan hukum primer dan sekunder, sepanjang bahan-bahan tadi mengandung kaidah hukum.7 Tipe penelitiannya adalah penelitian eksplanatoris, yaitu menggambarkan dan menjelaskan lebih dalam tentang akibat hukum dari penetapan status tersangka terhadap seorang Notaris dalam menjalankan tugas sebagai pejabat 7
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hal.62.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
10
umum serta legalitas akta yang dibuat Notaris dalam kedudukannya sebagai tersangka. Jenis data yang digunakan adalah jenis data skunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan melalui studi dokumen yang terkait dengan penelitian ini dengan menggunakan jenis bahan hukum primer
yaitu dengan
menggunakan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan topik dalam penelitian ini seperti Undang-Undang N0. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta jenis bahan hukum skunder yaitu dengan menggunakan buku-buku yang terkait dengan topik penulisannya. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi dokumen dimana dalam hal ini digunakan acuan dari peraturan perundang-undangan dan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini. Analisis data dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode kualitatif , yaitu analisis data dengan memahami sendiri jenis bahan hukum primer dan jenis bahan hukum skunder dimana menggunakan teknik pengumpulan data dengan menngunakan studi dokumen. Hasilnya akan berbentuk eksplanatoris analitis.
1.5. Sistematika Penulisan Yang menjadi sistematika dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut. BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang permasalahan dari penulisan tesis ini, pokok permasalahan, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
: PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai tinjauan hukum atas penetapan status terhadap Notaris, dimana dalam hal ini akan
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
11
diterangkan mengenai pengertian tersangka, Notaris sebagai Pejabat Umum, Notaris dan hukum pidana, pengawasan dan penjatuhan sanksi kepada Notaris, akibat hukum penetapan status tersangka terhadap seorang Notaris dalam menjalankan tugas sebagai Pejabat Umum, syarat otentisitas akta, asas praduga sah dalam menilai akta Notaris serta legalitas akta yang dibuat Notaris dalam kedudukannya sebagai tersangka. BAB III
: PENUTUP Dalam bab ini akan penulis menguraikan mengenai kesimpulan dan saran yang mungkin bermanfaat apabila menghadapi permasalahan yang sama.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
12
BAB 2 TINJAUAN HUKUM ATAS PENETAPAN STATUS TERSANGKA TERHADAP NOTARIS
2.1
Analisis Yuridis
2.1.1. Akibat Hukum Dari Penetapan Status Tersangka Terhadap Seorang Notaris Dalam Menjalankan Jabatannya 2.1.1.1 Pengertian Tersangka Yang dimaksud dengan tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.8 Dalam hal Notaris dijadikan tersangka terdapat 2 (dua) jenis tersangka yaitu:9 1.
Tersangka karena diduga melakukan tindak pidana dalam lingkup jabatannya
2.
Tersangka karena diduga melakukan tindak pidana di luar jabatannya Dalam tesis ini yang akan dibahas adalah seorang Notaris yang dijadikan
tersangka karena diduga telah melakukan tindak pidana dalam lingkup jabatannya. 8
Indonesia (b), Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981, LN No. 76 Tahun 1981, TLN No. 3209, Ps. 1 angka 14. 9
Wawancara dengan Harun Kamil, S.H.,Notaris/PPAT di Jakarta, dilangsungkan di Jakarta, tanggal 21 Mei 2012. Pukul 11.00 WIB.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
13
Contoh kasus seorang Notaris yang menjadi tersangka yaitu Kasus Notaris/PPAT Lucky Mulyani, SH di Ujung Pandang.”Menambahkan kata-kata dalam akta Notaris tambahan mana yang tidak dilakukan pada saar pembuatan akta, tetapi baru kemudian sesudah itu, dipersalahkan melanggar Pasal 264 ayat 1 sub 1 KUHP dan dihukum 3 (tiga) bulan penjara.” Dalam kasus Notaris/PPAT Lucky Mulyani, SH perbuatan malpraktek telah terjadi dan berakibat fatal dengan telah dibebankan tentang aspek tanggung jawab pidana di dalam menjalankan profesi Notaris/PPAT. Dalam Kasus tersebut telah ditemukan suatu pelanggaran dari Kode Etik Notaris, antara lain Pasal 1 ayat 1 yang menekankan kepada sikap sadar diri dan taat kepada hukum dan peraturan.10 Yang dimaksud dengan terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili disidang pengadilan.11 Contoh Notaris yang menjadi terdakwa. Notaris San Smith, SH, didakwakan memalsukan keterangan data otentik jual beli tanah, atau didakwakan melanggar pasal 266 ayat (1) jo Pasal 56 ayat 1 KUH Pidana.12 Pelapor adalah seseorang yang melaporkan adanya suatu tindak pidana karena mengetahui, melihat atau mendengar sendiri suatu tindak pidana. Pelapor ini bisa karena dirinya mengetahui, mendengar, melihat suatu tindak pidana karena dirinya ikut terlibat ataupun tidak. Dimana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk selanjutnya disebut KUHAP kedudukannya juga berubah menjadi saksi.13 10
Roesnastiti Prayitno, Kode Etik (Diktat Kuliah), hal. 93-94.
11
Indonesia (b), Op. Cit , Ps. 1 angka 15.
12
Alian Nafiah Siregar, “Palsukan Akta Jual Beli, Notaris Jadi Terdakwa,” http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=61691:palsukanakta-jaul-beli-notaries-jadi-terdakwa&catid=59&Itemid=91, diunduh tanggal 03 Juni 2012. 13
Danang Wahyu Widayat,”Ambigu Undang-Undang No. 13 http://danangwahyuwidayat.wordpress.com, diunduh tanggal 03 Juni 2012.
Tahun
2006,”
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
14
Contoh Notaris yang menjadi pelapor tindak pidana. Notaris Ninoek Purnomo,melaporkan Bos Hailai Internasional Robby Sumampouw ke polisi, mengatakan pembuatan akta baru Yayasan Bhakti Sosial Surakarta (YBSS), menyalahi aturan. Notaris dihadirkan dalam persidangan di PN Surakarta dengan terdakwa Robby Sumampouw , Senin 21 Maret 2011. Ninoek mengaku pihaknya yang diminta Robby membuat akta baru yayasan tersebut. Namun menurutnya, proses pembuatannya menyalahi prosedur karena tidak melalui mekanisme rapat pengurus. Robby Sumampouw telah menjalani persidangan karena didakwa memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik kepengurusan YBSS. Robby selaku dewan pembina YBSS telah meinta Ninoek Purnomo untuk memasukkan nama Harno Saputro kedalam akta kepengurusan yayasan sebagai pembina menggantikan Prijo Pranoto yang meninggal dunia. Penerbitan akta itulah yang menjadi masalah karena pencantuman nama Harno Saputro sebagai dewan pembina tidak melalui mekanisme rapat pengurus dan menyalahi anggaran dasar yayasan. Ninoek yang merasa dirugikan karena disuruh membuat dokumen palsu akhirnya melaporkan ke polisi.14 Dalam ruang lingkup perdata dikenal istilah gugatan, berupa tuntutan perdata (burgelijk vondering) tentang hak yang mengandung sengketa dengan pihak lain. Dalam gugatan atau sengketa perdata terdapat pihak yang bersengketa yang disebut penggugat dan tergugat:15
14
Muchus Budi R, “ Notaris Pelapor Sebut Akta Yayasan Bos Hailai Salahi Aturan,” http://m.detik.com/read/2011/03/21/182531/1597800/10/notaris-pelapor-sebut-akta-yayasan-bossilalahi-aturan?nd992203605, diunduh tanggal 03 Juni 2012. 15
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Pedata, (Jakarta: Sinar Grafika,2005), hal. 47.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
15
a.
Yang mengajukan penyelesaian sengketa disebut dan bertindak sebagai penggugat (plaintiff = planctus, the party who institutes a legal action or claim)
b.
Sedangkan yang ditarik sebagai pihak lawan dalam penyelesaian, disebut dan berkedudukan sebagai tergugat (defendant, the party againts whom a civil action is bought) Pasal 53 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara menyatakan bahwa penggugat adalah orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara.16 Badan hukum perdata disini adalah murni badan yang menurut pengertian hukum perdata berstatus sebagai badan hukum. Jadi bukan lembaga hukum publik yang berstatus sebagai badan hukum, seperti Propinsi, Kabupaten, Departemen, dan sebagainya. Jadi, orang atau badan hukum perdata tersebut secara hukum sebagai pendukung (pemangku) hak-hak dan kewajiban, sehingga atas dasar itu mempunyai legal standing untuk mempertahankan kepentingan yang dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang diguguat oleh orang atau badan hukum perdata. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Contoh Notaris yang jadi tergugat. Salah satu Notaris di Brebes digugat yaitu Notaris/PPAT Nur Chasanah SH atas dugaan pemalsuan akta tanah milik Machali 16
Indonesia (c), Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, UU No. 9 Tahun 2004, TLN. No. 4380, Ps. 53 ayat (1).
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
16
Efendi warga jalan Dr. Setia Budi Nomor 1 RT 04 RW 01 Kelurahan Gandasuli, Kecamatan Brebes, Jawa Tengah, selaku penggugat. Selaku Penggugat, Machali mengaku tidak pernah mengalihkan Hak Milik (SHM) Nomor 199 dan SHM Nomor 467 kepada orang lain. Tanpa sepengetahuan Machali, SHM tanah miliknya itu sudah berubah nama menjadi milik Moh Husen. Telah dibuat akta pura-pura, yaitu akta pengikatan jual beli di Notaris/PPAT Nur Chasanah SH. Moh Husen mengaku tidak pernah menandatangani ataupun menghadap dan bertemu sekalipun dengan Notaris/PPAT Nur Chasanah, SH, dan ia juga tidak pernah melakukan jual beli dengan Machali Effen sehingga ia tidak pernah memberikan uang sepeserpun sebagai pembayaran atas jual beli tanah dan bangunan milik Machali. Diberkas gugatan telah dilayangkan ke Pengadilan Negeri Brebes Nomor Reg.23/Pdt. G/2010/PNBbs.17
2.1.1.2 Notaris Sebagai Pejabat Umum Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai suatu perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikhendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. 18
17
Paturanews, “Diduga Palsukan Akta Tanah, Bank dan Notaris Digugat,” http:// www.panturanews.com, diunduh tanggal 03 Juni 2012. 18
Indonesia (a), Op.Cit., Ps. 1 angka 1.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
17
Berdasarkan defenisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa wewenang Notaris sebagai Pejabat Umum membuat akta otentik, bersifat umum, sedangkan wewenang Pejabat lainnya merupakan pengecualian, artinya wewenang itu tidak lebih dari pada pembuatan akta otentik yang secara tegas ditegaskan kepada mereka oleh undang-udang.19 Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat sebagai Notaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat, dan atas pelayanan tersebut, masyarakat yang telah merasa dilayani oleh Notaris sesuai dengan tugas jabatannya, dapat memberikan honorarium kepada Notaris. Oleh karena itu Notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya.20 Kewenangan pejabat umum langsung diperoleh dari kekuasaan tertinggi, yaitu negara bukan dari pemerintah atau eksekutif atau Pejabat Tata Usaha Negara, Pejabat Umum menurut
sistem hukum Indonesia, tidak di bawah
pengaruh atau kekuasaan eksekutif, demikian pula tidak di bawah pengaruh kekuasaan yudikatif, demikian pula tidak di bawah pengaruh kekuasaan legislatif, sebab pejabat umum adalah organ negara, demikian pula eksekutif adalah organ negara, hanya berbeda bidangnya yang satu bidang hukum perdata, sedangkan yang lainnya eksekutif dalam bidang hukum publik. Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus dilandasi aturan hukumnya sebaga batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian jika seorang 19 Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, cet. 1, (Bandung: CV Mandar Maju, 2011), hal. 63. 20
Habib Adjie (a), Op. Cit., hal. 14.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
18
pejabat (Notaris) melakukan suatu tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang. Hal yang sangat prinsip dalam sistem hukum nasional khususnya di dalam hukum administrasi negara, apabila seorang pejabat atau penguasa akan mengangkat atau melimpahkan sebagian kekuasaan dan kewenangannya kepada pejabat/penguasa lain yang diangkatnya atau ditunjuk olehnya, maka prinsip yang harus dipegang teguh apabila pejabat yang mengangkat itu memang memiliki atau mempunyai kewenangan atau kekuasaan untuk melakukan perbuatan hukum sepetrti kewenangan atau kekuasaan tadi. Kewenangan utama yang dimiliki atau dipunyai oleh pejabat umum membuat akta otentik, maka pejabat atau penguasa yang mengangkat pejabat umum harus yang memiliki kewenangan atau kekuasaan membuat akta otentik. Apabila ternyata seorang Menteri tidak berwenang untuk membuat akta otentik, maka baginya tidak berwenang untuk mengangkat seorang pejabat pembuat akta otentik. Logikanya adalah seorang yang memberikan sesuatu yang ia sendiri tidak pernah memiliki/ mempunyai apa yang akan diberikan adalah tidak mungkin, menyerahkan sesuatu yang bukan miliknya tanpa suatu alas hak yang sah menurut hukum adalah perbuatan melawan hukum. 21 Berkenaan dengan diperlukannya akta Notaris sebagai alat bukti keperdataan yang terkuat menurut tatanan hukum yang berlaku, maka diperlukan adanya pejabat umum yang ditugaskan oleh undang-undang untuk melaksanakan pembuatan akta otentik itu. Perwujudan tentang perlunya kehadiran pejabat umum untuk lahirmya akta otentik, maka keberadaan Notaris sebagai pejabat publik tidak dapat dihindarkan. Agar suatu tulisan mempunyai nilai bobot akta otentik yang bentuknya ditentukan oleh undang-undang membawa konsekuensi logis, bahwa pejabat umum yang melaksanakan pembuatan akta otentik itupun harus pula diatur dalam undang-undang. 21
Sjaiffurrachman, Op. Cit., hal. 54-55.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
19
Kehadiran
Notaris
untuk
memenuhi
kebutuhan
masyarakat
yang
memerlukan dokumen hukum (akta) otentik dalam bidang hukum perdata, sehingga Notaris mempunyai tanggung jawab untuk melayani masyarakat menggugat secara perdata Notaris, dan menuntut biaya, ganti rugi dan bunga jika ternyata akta tersebut dapat dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, hal ini merupakan bentuk akuntabilitas Notaris kepada masyarakat.22 Dalam menjalankan jabatannya Notaris berada dalam kedudukan yang netral dan tidak memihak artinya Notaris berada diluar para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut dan bukan sebagai salah satu pihak dalam hubungan hukum itu. Dalam fungsinya yang demikian dapat dikatakan bahwa Notaris adalah aparat hukum, tetapi dia bukanlah penegak hukum. Notaris menjalankan jabatan dalam posisi yang netral diantara para penghadap yang meminta jasanya, untuk menjamin kenetralan tersebut, maka Notaris harus bersikap mandiri dan independen serta tidak terpengaruh terhadap keinginan pihak-pihak tertentu, terutama apabila keinginan tersebut melanggar hukum yang berlaku atau merugikan pihak lain. Untuk menjaga kemandirian Notaris dalam menjalankan jabatan maka pengangkatan Notaris dilakukan oleh pemerintah berdasakan
kewenangan
atributif
atas
ketentuan
undang-undang
untuk
melaksanakan sebagian dari kekuasaan yang dimiliki negara, terutama dalam bidang hukum keperdataan. 23 Pada hakekatnya Notaris selaku Pejabat Umum, hanyalah mengkonstatir atau merelateer atau merekam secara tertulis dan otentik dari perbuatan hukum pihak-pihak yang berekepentingan, Notaris tidak berada di dalamnya, ia adalah
22
Habib Adjie (b), Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan), cet. 1, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2009), hal. 27-28. 23
Ibid., hal, 59.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
20
orang luar, yang melakukan perbuatan hukum itu adalah pihak-pihak yang membuat serta yang terikat dalam dan oleh isi perjanjian, adalah mereka pihakpihak yang berkepentingan, inisiatif terjadinya pembuatan akta Notaris atau akta otentik itu berada pada pihak-pihak. Oleh karena itu akta Notaris atau akta otentik tidak menjamin bahwa pihak-pihak “berkata benar” tetapi yang dijamin oleh akta otentik adalah pihak-pihak “benar berkata” seperti yang termuat di dalam akta perjanjian mereka. Mengenai kebenaran perkataan mereka dihadapan Notaris seperti yang termuat di dalam akta bukan tanggung jawab Notaris, sebaliknya Notaris menyatakan, bahwa para pihak benar berkata demikian, apakah yang dikatakan di dalam akta yang disampaikan kepada Notaris itu mengandung kebenaran ataulah kebohongan, hal tersebut bukan tanggung jawab Notaris. Notaris hanya merekam apa yang dikatakan oleh para pihak yang menghadap Notaris, apabila yang dikatakan itu tidak benar atau mengandung kebohongan dan kepalsuan status akta tersebut tetap asli, bukan palsu, yang tidak sah atau yang palsu dan bohong itu adalah keterangan para pihak yang disampaikan kepada Notaris, yang selanjutnya dituangkan dan dimuat di dalam akta. Inti dari tugas Notaris sebagai pejabat umum ialah merekam secara tertulis dan otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak, yang secara mufakat meminta bantuan jasa-jasa Notaris. Tugas Notaris pada dasarnya sama dengan tugas hakim yang memberikan putusan atau vonis tentang keadilan diantara para pihak yang bersengketa. Notaris selaku pejabat umum merupakan organ negara yang diperlengkapi dengan kekuasaan umum, berwenang menjalankan sebagian kekuasaan negara untuk membuat alat bukti tertulis dan otentik dalam bidang hukum perdata, dan istilah umum tidaklah dmaksudkan sebagai algemeene. Wewenang yang melekat pada jabatan Notaris sifatnya khusus yaitu membuat akta otentik. Wewenang dan tugas Notaris yang menjalankan sebagian tugas publik khususnya untuk
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
21
pembuatan akta otentik, maka semua peraturan yang berhubungan dengan baik mengenai pejabatnya maupun produknya seharusnya mengacu pada tujuan yang dilandasi untuk kepentingan umum. Penjabaran dan pelaksanaan tersebut harus ditunjang pula dengan fungsi Notaris yang menjaga adanya kebebasan berkontrak dan menjamin akan kepastian hukum. Notaris yang telah diangkat dengan Surat Keputusan Pengangkatannya, tetapi belum mengangkat sumpah, tidak dapat menjalankan jabatannya secara sah. Melalui pengangkatannya itu, seseorang telah menjadi Notaris, tetapi sebelum mengangkat sumpah, Notaris tersebut tidak berwenang untuk membuat suatu akta yang mempunyai kekuatan otentik. Apabila seseorang telah diangkat sebagai Notaris, tetapi belum mengangkat sumpah janji dan telah membuat suatu akta, maka akta yang dibuatnya hanya mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan. Jabatan yang diemban Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang diamanatkan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang Notaris bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya dengan selalu menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta keluhuran jabatannya, sebab apabila hal tersebut diabaikan oleh seorang Notaris maka akan berbahaya bagi masyarakat umum yang dilayaninya. Dalam menjalankan jabatannya Notaris harus mematuhi seluruh kaedah moral yang telah hidup dan berkembang di masyarakat. Selain dari adanya tanggung jawab dari etika profesi, adanya integritas dan moral yang baik merupakan persyaratan penting yang harus dimiliki oleh seorang Notaris. Pelaksanaan Notaris sebagai jabatan kepercayaan dimulai ketika calon Notaris disumpah atau mengucapkan janji (berdasarkan agama masing-masing) sebagai Notaris. Sumpah atau janji sebagai Notaris mengandung makna yang sangat dalam yang harus dijalankan dan mengikat selama menjalankan tugas
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
22
sebagai Notaris. Sumpah atau janji tersebut mengandung dua hal yang harus dipahami yaitu:24 1.
Notaris wajib bertanggungjawab kepada Tuhan, karena sumpah atau janji yang diucapkan berdasarkan agama masing-masing, dengan demikian artinya segala sesuatu yang dilakukan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya akan diminta pertanggungjawabannya dalam bentuk yang dikehendaki Tuhan.
2.
Notaris wajib bertanggungjawab kepada negara dan masyarakat, artinya Negara telah memberikan kepercayaan untuk menjalankan tugas Negara dalam bidang Hukum Perdata, yaitu dalam pembuatan alat bukti berupa akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna, dan kepada masyarakat yang telah percaya bahwa Notaris mampu menformulasikan kehendaknya ke dalam bentuk akta Notaris, dan percaya bahwa Notaris mampu menyimpan (merahasiakan) segala keterangan atau ucapan yang diberikan di hadapan Notaris. Untuk dapat menjalankan tugas sebagai Notaris, mereka yang diangkat
menjadi Notaris harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris adalah:25 a.
Warga Negara Indonesia
b.
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
c.
Berumur paling sedikit 27 tahun
d.
Sehat jasmani dan rohani
e.
Berijazah Sarjana Hukum dan lulus jenjang strata dua kenotariatan
f.
Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 bulan berturut-turut pada Kantor Notarus atas
24 Habib Adjie (c), Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Bandung: Refika Aditama,2009), hal. 83-84. 25
Indonesia (a), op.cit., Ps. 3.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
23
prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris seteah lulus strata dua Kenotariatan. g.
Tidak bertstatus sebagai pegawai negeri, pejabat Negara, advokat atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris Selain syarat yang ditentukkan dalam pasal 3 UUJN tersebut, ada beberapa
langkah yang harus dilakukan setelah lulus dari Magister Kenotariatan, yakni: a.
Mendaftarkan diri sebagai anggota luar biasa Ikatan Notaris Indonesia (INI)
b.
Mengikuti dan lulus ujian Kode Etik Notaris
c.
Mengikuti diklat-diklat khusus antara lain seperti SABH, Koperasi, Pasar Modal. Wewenang atau Kewenangan merupakan suatu tindakan hukum yang diatur
dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur jabatan yang bersangkutan. Dengan demikian setiap wewenang ada batasannya sebagaimana yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Wewenang Notaris terbatas sebagaimana peraturan
perundang-undangan
yang
mengatur
jabatan
Pejabat
yang
bersangkutan.26 Wewenang yang diperoleh suatu Jabatan mempunyai sumber asalnya. Dalam Hukum Administrasi wewenang bisa diperoleh secara Atribusi, Delegasi atau Mandat.27 Wewenang secara Atribusi adalah pemberian wewenangyang baru kepada suatu jabatan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan hukum.
Wewenang
secara
Delegasi
merupakan
pemindahan/pengalihan
26
Habib Adjie (a), Op. Cit., hal. 77.
27
Ibid.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
24
wewenang yang ada berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan hukum. Dan Mandat sebenarnya bukan pengalihan atau pemindahan wewenang, tetapi karena yang berkompeten berhalangan.28 Berdasarkan UUJN tersebut ternyata Notaris sebagai Pejabat Umum memeroleh wewenang secara Atribusi, karena wewenang tersebut diciptakan dan diberikan oleh UUJN sendiri. Jadi wewenang yang diperoleh Notaris bukan berasal dari lembaga, misalnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.29 Setiap
wewenang harus ada dasar hukumnya. Kalau kita berbicara
mengenai wewenang, maka wewenang seorang Pejabat apapun harus jelas dan tegas dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pejabat atau jabatan tersebut. Sehingga jika seorang Pejabat melakukan suatu tindakan di luar wewenang disebut sebagai perbuatan melanggar hukum. Oleh karena itu, suatu wewenang tidak muncul begitu saja sebagai hasil dari suatu diskusi atau pembicaraan di belakang meja ataupun karena pembahasan-pembahasan ataupun pendapat-pendapat di lembaga legislatif, tapi wewenang harus dinyatakan dengan tegas dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.30 Seorang Notaris mempunyai tugas dan kewenangan yang harus dipatuhi. Tugas pokok dari Notaris, adalah membuat akta-akta otentik. Di dalam pembuatan akta-akta otentik tersebut, Notaris mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu melayani kepentingan umum terutama dalam hal pelayanan hukum. Kewenangan dari Notaris tersebut meliputi :31 1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang 28
Ibid., hal. 77-78.
29
Ibid., hal. 78.
30
Ibid.
31
Indonesia (a), Op. Cit., Ps. 15 ayat (1) ayat (2).
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
25
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. 2. Notaris berwenang pula: a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus b. Membubuhkan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan, berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan g. Membuat akta risalah lelang Kewenangan Notaris tersebut dibatasi oleh ketentuan-ketentuan lain yakni tidak semua pejabat umum dapat membuat semua akta, tetapi seorang pejabat umum hanya dapat membuat abta-akta tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan. Notaris tidak berwenang membuat akta untuk kepentingan orang-orang tertentu. Maksudnya, bahwa Notaris tidak diperbolehkan membuat akta untuk diri sendiri, suami/istrinya, keluarga sedarah maupun keluarga semenda dari Notaris, dalam garis keturunan lurus ke bawah tanpa batasan derajat serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, baik menjadi pihak untuk diri sendiri maupun melalui kuasa. Hal ini untuk mencegah terjadinya suatu tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
26
Notaris hanya berwenang untuk membuat akta otentik di wilayah hukum atau wilayah jabatannya. Di luar wilayah hukum atau wilayah jabatannya, maka akta yang dibuat tidak mempunyai kekuatan sebagai akta notariil. Notaris tidak boleh membuat akta, apabila Notaris masih menjalankan cuti atau dipecat dari jabatannya. Notaris juga tidak boleh membuat akta, apabila Notaris tersebut belum diambil sumpahnya. Notaris sebagai pejabat publik yang berwenang untuk membuat akta otentik mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat. Banyak sektor kehidupan transaksi bisnis dari masyarakat yang memerlukan peran serta dari Notaris, bahkan beberapa ketentuan yang mengharuskan dibuat dengan Akta Notaris yang artinya jika tidak dibuat dengan Akta Notaris maka transaksi atau kegiatan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum. Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:32 a.
bertindak jujur, saksama,mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b.
membuat akta dalam bentuk Minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;
c.
mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;
d.
memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
e.
merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala kererangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
f.
menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu_ bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat
32
Ibid., Ps. 16 ayat (1).
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
27
dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; g.
membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;
h.
membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;
i.
mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
j.
mencatat dalam reportorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
k.
mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
l.
membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris;
m. menerima magang calon Notaris Notaris dilarang:33 a.
menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
b.
meninggalkan wilayah Jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
c.
merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
d.
merangkap jabatan sebagai advokat
33
Ibid., Ps. 17.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
28
e.
merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik begara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
f.
merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris;
g.
menjadi Notaris Pengganti, atau
h.
melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris. Dalam kehidupan sekarang ini penegakan hukum baik hukum pidana,
hukum perdata, maupun hukum administrasi seringkali berhubungan erat dan didukung oleh nilai-nilai serta kaidah-kaidah yang terkandung dalam etika profesi. Etika profesi tersebut dalam fungsinya yang internal dapat mengatur hubungan antar sejawat. Fungsi etika profesi dalam hal ini dapat merupakan mekanisme organisasi untuk mengontrol perbuatan anggota, mengoreksi apabila perbuatan anggota dipandang kurang etis dan dapat merupakan sarana penyelaras hubungan antar sejawat.34 Setiap profesi harus dijalankan sesuai dengan dua tuntutan etis yaitu di satu pihak harus dijalankan secara bertanggungjawab dalam arti pekerjaan dan hasilnya harus bermutu dan akibat terhadap manusia-manusia lain selalu perlu dipertimbangkan untuk tidak boleh merugikan orang lain. Dan di lain pihak tujuan profesi tidak pernah boleh diusahakan apabila atau sejauh pelaksanannya melanggar hak pihak lain.35 Etika berupaya menyadarkan manusia akan tanggung jawab sebagai makhluk sosial yang tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi tapi juga 34 Ismail Saleh, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, (Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika, 1995), hal. 6-7. 35
Ibid., hal. 7 .
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
29
menjunjung tinggi nilai-nilai penghargaan terhadap pihak lain. Sistem nilai merupakan bagian yang penting dalam kehidupan karena dengan nilai manusia mempunyai landasan, alasan atau motivasi dalma bersikap dan bertingkah laku, selanjutnya nilai dan norma berkaitan dengan moral dan etika. Etika dan moral senantiasa berkaitan dengan kebebasan dan tanggung jawab yang hanya membebaninya dengan kewajiban moral sehingga penrapannya tidak dapat dipaksakan, oleh karena itu organisasi atau perkumoulan profesi menrapkan sanksi bagi pelanggaran etika atau Kode Etik profesi setiap profesional senantiasa menjunjung tinggi Kode Etik Profesi dalam menjalankan jabatannya.36 Suatu profesi umumnya mempunyai Kode Etik Profesi guna mengawasi anggotanya dalam melaksanakan profesinya. Etika berguna bagi manusia dalam melaksanakan profesinya. Etika berguna bagi manusia yang hidup dalam lingkungan masyarakat. Etika bukan hukum, dan hukum juga bukan etika walaupun tidak sedikit eksistensi hukum berdasakkan etika. Etika diperlukan karena jiwa raga yang dimiliki/dipunyai oleh manusia di dalam hidup, kehidupan dan penghidupan dalam sesuatu kelompok masyarakat perlu ada keserasian.37 Seorang profesional yang mencintai profesinya sebagai jabatan mulia senantiasa menjalankan jabatannya dengan penuh tanggung jawab dan pengabdian terhadap kepentingan umum yang berakar pada penghormatan terhadap martabat kemanusiaan serta senantiasa mematuhi kode etik profesi sehingga ia dipercaya dan dihormati bukan karena kemampuan intelektualnya semata tapi juga karena memiliki integritas diri dan komitmen moral atas jabatan yang disandangnya. Etika dan moral senantiasa berkaitan dengan kebebasan dan tanggung jawab yang hanya membebaninya dengan kewajiban moral sehingga penerapannya tidak
36
E.Y. Kanter, Etika Profesi Hukum; Sebuah Pendekatan Religius, (Jakarta: Storia Grafika, 2001), hal. 11. 37
Ibid.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
30
dapat dipaksakan, oleh karena itu organisasi atau perkumpulan profesi menerapkan sanksi bagi pelanggaran etika atau kode etik profesi agar setiap profesional senantiasa menjunjung tinggi kode etik profesi dalam menjalankan jabatannya. Etika profesi adalah keseluruhan tuntutan moral yang terkena pada pelaksanaan suatu profesi, sehingga etika profesi memperhatikan masalah ideal dan praktek-praktek yang berkembang karena adanya tanggungjawab dan hak-hak istimewa yang melekat pada profesi tersebut, yang merupakan ekspresi dari usaha untuk menjelaskan keadaah yang belum jelas dan masih samar-samar dan merupakan penerapan nilai-nilai moral yang umum dalam bidang khusus yang dikonkretkan lagi dalam kode etik.38 Kode etik adalah suatu tuntutan, bimbingan atau pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang disusun oleh para anggota profesi itu sendiri dan mengikat mereka dalam mempraktekkannya. Adanya kode etik bertujuan agar suatu profesi dapat dijalankan dengan moral/martabat, motivasi dan orientasi pada keterampilan intelektual serta beragumentasi secara rasional dan kritis serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Untuk
melindungi
kepentingan
masyarakat
umum
dan
menjamin
pelaksanaan jabatan notaris yang dipercayakan oleh undang-undang dan masyarakat pada umumnya, maka adanya pengaturan secara hukum mengenai pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan notaris sangat tepat, karena dalam menjalankan jabatannya yang diamanatkan oleh undang-undang tetapi juga berfungsi sebagai pengabdi hukum yang meliputi bidang yang sangat luas. Dengan adanya kode etik kepentingan masyarakat yang akan terjamin sehingga memperkuat kepercayaan masyarakat. 38
Ismail Saleh, Op. Cit., hal. 10.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
31
Pengembangan profesi termasuk profesi hukum sebenarnya tergantung dari pribadi
yang
bersangkutan
karena
mereka
secara
pribadi
mempunyai
tanggungjawab penuh atas mutu pelayanan profesinya dan harus secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang hukum, untuk itu tentunya memerlukan keahlian yang berkeilmuan serta dapat dipercaya. Adanya hubungan antara Kode Etik dan UUJN memberikan arti terhadap profesi Notaris itu sendiri. UUJN dan Kode Etik Notaris menghendaki agar Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya sebagai pejabat umum, selaim harus tunduk kepada UUJN juga harus taat kepada Kode Etik Profesi serta bertanggung jawab kepada masyarakat yang dilayaninya, organisasi profesi, maupun negara. Dengan adanya hubungan ini maka terhadap Notaris yang mengabaikan keluhuran dan martabat jabatannya selain dapat dikenai sanski moril, ditegur atau dipecat dari jabatannya sebagai Notaris.39 Notaris yang merupakan suatu profesi tentunya memerlukan suatu aturan etika profesi dalam bentuk kode etik. Kedudukan kode etik bagi Notaris sangatlah penting, bukan hanya karena notaris merupakan suatu profesi, melainkan juga karena sifat dan hakikat pekerjaan notaris yang berorientasi pada legalisasi, sehingga dapat menjadi fundamen hukum utama tentang status harta benda, hak dan kewajiban seorang klien yang menggunakan jasa notaris tersebut.40 Seorang Notaris harus menunaikan kewajibannya dengan sungguh-sungguh dan keinsafan akan beratnya tanggung jawab yang dipikulnya. Pengetahuan yang dimiliki harus dipelihara dan dipupuk serta diamalkan dengan tulus, ikhlas dan jujur. Tutur kata, tingkah laku, termasuk kerapian berpakaian dan berbagai sifat
39
Munir Fuady,Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum Bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator dan Pengurus), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 87. 40 Ibid., hal. 133.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
32
lain terpuji diimbangkan dengan martabat jabatan Notaris. Kelakuan Notaris dapat mempengaruhi pendapat orang banyak terhadap seluruh citra Notaris. Kemudian dalam menetapkan satu kantor di tempat kedudukan Notaris dan dalam melaksanakan praktik Notaris sedapat-sapatnya di kantor Notaris, kecuali untuk pembuatan akta-akta tertentu. Seorang Notaris tidak melakukan usaha untuk menarik perhatian umum dengan maksud supaya praktiknya lebih terkenal. Notaris
tidak
pula
menjelek-jelekkan
rekan
seprofesi.
Notaris
tidak
mempergunakan gelar kesarjanaan yang tidak diperoleh secara sah menurut undang-undang.41 Sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan mengemban sebagian tugas negara, Notaris harus dapat menjalankan tugas sebaik mungkin sesuai dengan hukum agamanya dan hukum serta peraturan yang berlaku. Oleh karena itu jika Notaris berbuat melanggar hukum, sanksinya tidak hanya berupa sanksi hukum positif saja, melainkan sanksi moral dari masyarakat dan sanksi spiritual menurut hukum agamanya. Sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan untuk mengemban sebagian tugas negara, Notaris tidak bisa menghalalkan segala cara untuk mencapai profesionalnya. 42 Apabila dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya Notaris melakukan pelanggaran hukum, maka Notaris akan dihadapkan dengan ketentuan hukum perdata, hukum pidana, UUJN serta peraturan hukum materiil lainnya. Untuk pelanggaran pidana Notaris dihadapkan dengan proses penyidikan, penuntutan sampai dengan pembuktian di Pengadilan. Demikian juga untuk melakukan
41
Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan Buku Kedua, cet. 1, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 167. 42 Anke Dwi Saputro, ed., Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan Di Masa Datang, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 182.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
33
pelanggaran perdata dan UUJN, Notaris dihadapkan kepada gugatan dengan ganti rugi dan bisa juga dijatuhi sanksi administrasi oleh Majelis Pengawas. Seorang profesional yang mencintai profesinya sebagai jabatan mulia senantiasa menjalankan jabatannya dengan penuh tanggung jawab dan pengabdian terhadap kepentingan umum yang berakar pada penghormatan terhadap martabat kemanusiaan serta senantiasa mematuhi kode etik profesi sehingga ia dipercaya dan dihormati bukan karena kemampuan intelektualnya semata tapi juga karena memiliki integritas diri dan komitmen moral atas jabatan yang disandangnya. Dengan adanya kode etik kepercayaan masyarakat akan suatu profesi dapat diperkuat, karena setiap klien mempunyai kepastian bahwa kepentingannya akan terjamin. Kode etik profesi juga penting sebagai sarana kontrol sosial. Kedudukan Notaris sebagai pejabat umum adalah merupakan salah satu organ negara yang mendapat amanat dari sebagian tugas dan kewenangan negara yaitu berupa tugas, kewajiban, wewenang dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat umum di bidang Keperdataan.43 Jabatan yang diemban Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang diamanatkan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang Notaris bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya dengan selaiu menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta keluhuran jabatannya, sebab apabila hal tersebut diabaikan oleh seorang Notaris maka akan berbahaya bagi masyarakat umum yang dilayaninya. Dalam menjalankan jabatannya Notaris harus mematuhi seluruh kaedah moral yang telah hidup dan berkembang di masyarakat. Selain dari adanya tanggung jawab dari etika profesi, adanya integritas dan moral yang baik merupakan persyaratan penting yang harus dimiliki oleh seorang Notaris.44
43
K. Bertens, Etka, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal. 283.
44
Ibid.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
34
Kode etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan” berdasar keputusan konggres perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dari yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus. Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi. Kode etik profesi dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga anggota kelompok profesi tidak akan ketinggalan zaman. Kode etik profesi merupakan hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan, dan ini perwujudan nilai moral yang hakiki, yang tidak dipaksakan dari luar. Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib: 1.
Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik.
2.
Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan Notaris.
3.
Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan.
4.
Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peratiuran perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris.
5.
Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan.
6.
Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan negara
7.
Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotariatan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.
8.
Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
35
9.
Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan/ di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat: a. Nama lengkap dan gelar yang sah; b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai Notaris; c. Tempat kedudukan; d. Alamat dan nomor teleppon/fax. Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di atas papan nama harus jelas dan mudah dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinakan untuk pemasangan papan nama tersebut.
10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan Perkumpulan. 11. Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib. 12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia. 13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium yang ditetapkan Perkumpulan. 14. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta dilakukan dikantornya, kecuali karena alasan-alasan yang sah. 15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahmi. 16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
36
17. Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam: a. UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; c. Isi Sumpah Jabatan Notaris; d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia
2.1.1.3 Notaris dan Hukum Pidana Tekanan faktor internal dan eksternal dari lingkungan serta pertahanan diri yang lemah merupakan sebab sebagian oknum Notaris dewasa ini mudah terjerumus ke praktek kenotariatan tidak ideal yang mengurangi esensi keluruhan dan martabat sebagai pejabat umum. Banyaknya kasus pidana yang berkaitan dengan profesi jabatan Notaris, sehingga Notaris harus dapat mempertanggung jawabkan terhadap akta otentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana, mengharuskan Notaris hadir dalam pemeriksaan awal yaitu penyidikan di tingkat Kepolisian, penuntutan di Kejaksaan sampai dengan proses persidangan di Pengadilan. Notaris yang melanggar hukum dan melaksanakan jabatannya baik disengaja maupun karena kelalaian kini tidak bisa tenang lagi. Pihak-pihak yang merasa dirugikan dapat membuat pengaduan ke pihak Majelis Pengawas Notaris dan Kepolisian. Apabila Notaris mengabaikan tugas jabatannya dan keluhuran dari martabatnya dan melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku maka Majelis Pengawas dapat bertindak tegas mengenakan sanksi. Bahkan dapat memberikan rekomendasi kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mencabut izin operasionalnya. Kepada Notaris yang
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
37
bersangkutan tidak tertutup kemungkinan untuk dituntut ke pengadilan, baik dalam perkara pidana maupun perkara perdata. Perbuatan hukum yang dimuat dalam akta Notaris bisa mengandung cacat yuridis, yang dapat mengakibatkan kebatalan akta tersebut dan tanggungjawab Notaris baik yang bersumber dari UUJN, Hukum Perdata dan Hukum Pidana. 45 Kadar perbuatan tidak etis dapat dikategorikan sebagai perbuatan tercela atau perbuatan tidak patut dan dalam keadaan tertentu unsur pencelaan ini dapat memperkuat unsur sifat melawan hukum perbuatan yang telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Demikian pula sebaliknya ketiadaan pencelaan secara etis dapat menghapuskan sifat melawan hukum perbuatan sebagaimana dianut oleh pandangan hukum pidana dari ajaran sifat melawan hukum materil dalam fungsinya yang negatif. Melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus berpegang teguh kepada Kode Etik Jabatan Notaris. Kode etik adalah tuntutan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang disusun oleh anggota profesi itu sendiri dan mengikat mereka dalam mepraktekannya. Dengan demikian Kode Etik Notaris adalah tuntutan,bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan Notaris baik selaku pribadi maupun pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat umum khususnya dalam bidang pembuatan akta. 46 Profesi notaris merupakan profesi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk pembuatan alat-alat bukti yang berupa akta sehingga notaris 45 Pieter E. Latumeten, Cacat Yuridis Akta Notaris Dalam Peristiwa Hukum Konkrit dan Implikasi Hukumnya, (Jakarta: Tuma Press, 2011), hal. 79.
46
Liliana Tedjosaputro, Op. Cit., hal. 29.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
38
tidak boleh memihak ke salah satu pihak dan harus berlaku adil terhadap kedua belah pihak serta menjelaskan akibat-akibat perjanjian yang dibuatnya kepada kedua belah pihak terutama pihak yang lemah. Selain itu, Notaris juga merupakan satu-satunya pejabat umum yang diangkat untuk pembuatan alat-alat bukti tersebut, sehingga Notaris itu tidak melakukan perbuatan yang dilakukan para pihak tetapi hanya membuatkan alat bukti bagi kedua belah pihak, tetapi karena kurang pengertian dari polisi, maka sering dianggap yang melakukan perbuatan hukum itu adalah Notaris.47 Menempatkan Notaris sebagai terpidana (sebelum jadi terpidana sebagai tersangka dan terdakwa) atau mempidanakan Notaris menunjukkan bahwa pihakpihak lain di luar Notaris, seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan atau praktisi hukum lainnya kurang memahami atau menguasai mengenai dunia Notaris.48 Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut:49 1. Memiliki integritas moral yang mantap 2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri (kejujuran intelektual) 3. Sadar akan batas-batas kewenangannya 4. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang Dalam praktik Notaris ditemukan kenyataan, jika ada akta Notaris dipermasalahkan oleh para pihak atau lainnya maka sering pula Notaris ditarik sebagai pihak yang turut serta melakukan atau membantu melakukan suatu tindak pidana, yaitu membuat atau memberikan keterangan palsu ke dalam akta Notaris. Hal ini pun menimbulkan kerancuan, apakah mungkin Notaris secara sengaja 47
Ibid.
48
Habib Adjie (a), Op. Cit., hal 29
49
Liliana Tedjosaputro, Op. Cit ., hal. 86.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
39
(culpa) atau khilaf (alpa) bersama-sama para penghadap/pihak untuk membuat akta yang diniatkan sejak awal untuk melakukan suatu tindak pidana?50 Dalam kaitan ini tidak berarti Notaris steril (bersih) dari hukum atau tidak dapat dihukum atau kebal terhadap hukum. Notaris bisa saja dihukum pidana, jika dapat dibuktikan di pengadilan, bahwa secara sengaja atau tidak sengaja Notaris bersama-sama dengan para pihak/penghadap untuk membuat akta dengan maksud dan tujuan untuk menguntungkan pihak atau penghadap tertentu saja atau merugikan penghadap yang lain. Jika hal ini terbukti, maka Notaris tersebut wajib dihukum. Oleh karena itu, hanya Notaris yang tidak waras dalam menjalankan tugas jabatannya, ketika membuat akta untuk kempentingan pihak tertentu dengan maksud untuk merugikan pihak tertentu atau untuk melakukan suatu tindakan yang melanggar hukum.51 Dalam UUJN diatur bahwa ketika Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya terbukti melakukan pelanggaran, maka Notaris dapat dikenai atau dijatuhi sanksi berupa sanksi perdata, administrasi, dan kode etik jabatan Notaris, dan sanksi sanksi tersebut telah diatur sedemikian rupa, baik sebelumnya dalam PJN , dan sekarang dalam UUJN dan Kode Etik Jabatan Notaris, dan tidak mengatur adanya sanksi pidana terhadap Notaris. Dalam praktik ditemukan kenyataan bahwa suatu tindakan hukum atau pelanggaran yang dilakukan Notaris sebenarnya dapat dijatuhi sanksi administrasi atau perdata atau kode etik jabatan Notaris, tapi kemudian ditarik atau dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris. Pengkualifikasian tersebut berkaitan dengan aspekaspek seperti:52 50
Habib Adjie (a), Op. Cit.,, hal. 24.
51
Ibid.
52
Ibid, hal. 25.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
40
a.
Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap;
b.
Pihak (siapa orang) yang menghadap Notaris;
c.
Tanda tangan yang menghadap
d.
Salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta;
e.
Salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta; dan
f.
Minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi minuta akta dikeluarkan Aspek-aspek tersebut jika terbukti dilanggar oleh Notaris, maka kepada
Notaris yang bersangkutan dapat dijatuhi sanksi perdata atau administratif atau aspek-aspek tersebut merupakan batasan-batasan yang
jika dapat dibuktikan
dapat dijadikan dasar untuk menjatuhkan sanksi administratif dan sanksi perdata terhadap Notaris, tapi ternyata di sisi yang lain batasan-batasan seperti ditempuh atau diselesaikan secara pidana atau dijadikan dasar untuk mempidanakan Notaris dengan dasar Notaris terlah membuat surat palsu atau memalsukan akta dengan kualifikasi sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris.53 Batasan-batasan yang dijadikaan dasar untuk memidanakan Notaris merupakan aspek formal dari akta Notaris. Jika Notaris terbukti melakukan pelanggaran dari aspek formal dapat dijatuhi sanksi perdata atau sanksi administrasi tergantung pada jenis pelanggarannya atau sanksi Kode Etik Jabatan Notaris. 54 Sanksi pidana merupakan ultimatum remedium, yaitu upaya terakhir, apabila sanksi atau upaya-upaya pada cabang hukum lainnya tidak mempan atau dianggap tidak mempan. Oleh karena itu penggunaannya harus dibatasi. Apabila masih ada jalan lain, janganlah menggunakan hukum pidana.55 53
Ibid, hal. 25-26.
54
Habib Adjie (c),Op. Cit., hal. 121.
55
Ibid., hal. 123-124.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
41
Menurut Meijers diperlukan adanya kesalahan besar (schuldrecht) untuk perbuatan yang berkaitan dengan pekerjaan di bidang ilmu pengetahuan (wetenschappelijke arbeiders) seperti Notaris. Notaris bukan tukang pembuat akta atau orang yang mempunyai pekerjaan membuat akta, tetapi Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya didasari atau dilengkapi berbagai ilmu pengetahuan hukum dan ilmu-ilmu lainnya yang harus dikuasai secara terintegrasi oleh Notaris dan akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris mempunyai kedudukan sebagai alat bukti, dengan demikian Notaris harus mempunyai capital intellectual yang baik dalam menjalankan tugas jabatannya. Pemeriksaan terhadap Notaris, artinya mereka yang akan memeriksa Notaris harus dapat membuktikan kesalahan yang besar yang dilakukan Notaris secara intelektual, dalam hal ini kekuatan logika (hukum) yang diperlukan dalam memeriksa Notaris, bukan logika kekuatan (berarti kekuasaan) yang diperlukan dalam memeriksa Notaris.56 Menurut Moeljatno pertanggungjawaban pidana dinamakan criminal liability atau responsibility untuk dapat dipidananya seseorang selain dari pada melakukan perbuatan pidana orang itu juga harus mempunyai kesalahan atau pertanggungjawaban pidana tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan pidana saja, akan tetapi di samping itu harus ada kesalahan, atau sikap batin yang dapat dicela. Dan unsur kesalahan dalam arti luas yaitu: 1.
Dapatnya dipertanggungjawabkan pembuat;
2.
Adanya kaitan psikis antara pembuat dan perbuatan, yaitu adanya sengaja atau kesalahan dalam arti sempit culpa;
3.
Tidak
adanya
dasar
peniadaan
pidana
yang
menghapus
dapatnya
dipertanggungjawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat.
56
Habib Adjie (a), Op. Cit., hal. 31
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
42
Pada dasarnya yang mempunyai wewenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dalam pelaksanaannya menteri membentuk majelis pengawas Notaris.57 Batasan MPD dalam melakukan pemeriksaan, yaitu dengan objeknya akta Notaris. Menempatkan akta sebagai objek, maka batasan MPD dalam melakukan pemeriksaan akan berkisar pada:58 1.
Kekuatan pembuktian akta lahiriah akta Notaris Dalam memeriksa aspek lahiriah dari akta Notaris, MPD harus dapat membutkikan otentitisitas akta Notaris tersebut. MPD harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek lahiriah dari akta Notaris. Jika MPD tidak mampu untuk membuktikannya, akta tersebut harus dilihat “apa adanya”, bukan dilihat “ada apa”
2.
Kekuatan pembuktian formal akta Notaris Dalam hal ini MPD harus dapat membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan, dan didengar oleh Notaris. Selain itu MPD pun harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan oara pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris. Dengan kata lain, MPD tetap harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika MPD tidak mampu untuk membuktikannya, akta tersebut harus diterima oleh siapa pun termasuk oleh MPD sendiri.
3.
Kekuatan pembuktian materiil akta Notaris Dalam kaitan ini MPD harus dapat membuktikan bahwa Notaris tidak menerangkan atau menyatakan yang sebenarnya dalam akta (akta pejabat) atau para pihak telah benar berkata (di hadapan Notaris) menjadi tidak berkata benar. MPD harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materiil
57
Habib Adjie (d), Meneropong Khazanah dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan tentang Notaris dan PPAT ), (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2008), hal 166. 58
Ibid., hal. 172.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
43
dari akta Notaris. Jika MPD tidak mampu untuk membuktikannya, akta tersebut benar adanya.
Terhadap pemanggilan Notaris tersebut tidak semena-mena langsung ditanggapi oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD). MPD akan mempelajari terlebih dahulu pemanggilan tersebut dan melakukan pemeriksaan terhadap Notaris yang bersangkutan. Menurut Pieter Latumeten, persetujuan Majelis Pengawas Daerah dalam pemeriksaan Notaris sebagai tersangka, maka Majelis Pengawas Daerah wajib untuk menolak memberikan persetujuan, sampai dibuktikan terlebih dahulu adanya kesalahan Notaris melalui putusan Majelis Pengawas Notaris yang bersifat final dan mengikat, mengingat Majelis Pengawas Notaris merupakan organ penegak hukum yang satu-satunya berwenang menentukan ada atau tidaknya kesalahan dalam pelanggaran profesi. Kehadiran Majelis Pengawas Notaris untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi Notaris sebagai suatu profesi dari campur tangan pihak manapun termasuk pengadilan dalam menentukan kesalahan Notaris dalam menjalankan jabatannya.59 Dalam pemeriksaan terhadap seorang Notaris yang dilaporkan telah melakukan perbuatan tindak pidana diatur di dalam UUJN Pasal 66. Namun hal pemanggilan tersebut lebih rinci lagi diatur di dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.03.HT.03.10. Tahun 2007 Tentang Pengambilan Minuta Akta Dan Pemnaggilan Notaris Prosedur Pemanggilan tersebut diatur dalam BAB IV mengenai Syarat Dan Tatat Cara Pemanggilan Notaris Pasal 14 yang mengatakan: 1) Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim untuk kepentingan proses peradilan dapat memanggil Notaris sebagai saksi, tersangka atau terdakwa dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Pengawas Daerah 59
Pieter Latumeten, “Perlindungan Jaminan Hukum Bagi Notaris”, makalah disampaikan dalam rangka pleno Pengurus Pusat yang diperluas, Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan Ikatan Notaris Indonesia, Jakarta, 30 Juli 2009), hal. 8
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
44
2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tembusannya disampaikan kepada Notaris. 3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat alasan pemanggilan Notaris sebagai saksi, tersangka atau terdakwa. Dalam Pasal 15 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tersebut dikatakan bahwa Majelis Pengawas Daerah akan memberikan persetujuan pemanggilan Notaris apabila ada dugaan tindak pidana berkaitan dengan minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris atau belum gugur hak menuntut berdasarkan ketentuan tentang daluarsa dalam peraturan perundang-undangan di bidang pidana. Dalam nota Kesepahaman antara Ikatan Notaris Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Pembinaan dan Peningkatan Profesionalisme di Bidang Penegakan Hukum yang terdiri dari 3 BAB dan 6 pasal, dimana Bab I berisi tentang ketentuan umum berkaitan dengan tindakan hukum seseorang yang diduga terlibat dalam suatu tindak pidana. Bab II berkatan dengan pemanggilan Notaris berkaitan dengan pemeriksaan oleh penyidik kepada Notaris serta tata cara penyitaan akta Notaris. Bab III berkaitan dengan pembianaan dan penyuluhan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalisme dan Notaris dan Kepolisian Indonesia dengan Kepolisian Republik Indonesia tersebut menyatakan bahwa: 1.
Tindakan pemanggilan terhadap Notaris harus dilakukan secara tertulis dan ditandatangani oleh penyidik.
2.
Pemanggilan Notaris dilakukan setelah penyidik memperoleh persetujuan dari Majlis Pengawas yang merupakan suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan pengawasan.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
45
3.
Surat pemanggilan harus jelas mencantumkan alasan pemanggilan status yang dipanggil (sebagai saksi atau tersangka, waktu dan tempat, serta pelaksanannnya tepat waktu
4.
Surat pemanggilan diberikan selambat-lambatnya 3(tiga) hari sebelumnya ataupun tenggang waktu 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemanggilan tersebut sebagaimana yang tercatat dalam penerimaan untuk mempersiapkan bagi Notaris yang dipanggil guna mengumpulkan data/ bahan-bahan yang diperlukan.
5.
Dengan adanya surat pemanggilan yangs ah menurut hukum, maka Notaris wajib untuk memenuhi panggilan penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 112 ayat (2) KUHAP
6.
Apabila Notaris yang dipanggil dengan alasan sah menurut hukum tidak dapat memenuhi panggilan penyidik, maka penyidik dapat datang ke kantor/ tempat kediaman Notaris yang dipanggill untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 113 KUHAP. Pemeriksaan terhadap Notaris selaku tersangka atau terdakwa harus
didasarkan kepada tatacara pembuatan akta Notaris, yaitu:60 1.
Melakukan pengenalan terhadap penghadap berdasarkan identitasnya yang diperlihatkan kepada Notaris.
2.
Menanyakan, kemudian mendengarkan dan mencermati keinginan atau kehendak para pihak tersebut (tanya-jawab).
3.
Memeriksa bukti surat yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak para pihak tersebut.
4.
Memberikan saran dan membuat kerangka akta untuk memenuhi keinginan atau kehendak para pihak tersebut.
60
Habib Adjie (a), Op. Cit., hal. 138.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
46
5.
Memenuhi segala teknik administratif pembuatan akta Notaris, seperti pembacaan, penandatanganan, memberikan salinan, dan pemberkasan untuk minuta.
6.
Melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan Notaris. Segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan Notaris yang
menimbulkan permasalahan hukum pidana harus mendapat persetujuan dari Majelis Pengawas Notaris. Untuk kelancaran proses penyidikan atau pemeriksaan terhadap Notaris yang menjadi tersangka dan terdakwa perlu kiranya polisi atau kejaksaan konsultasi terlebih dahulu dengan Majelis Pengawas Notaris. Sebelum memberikan persetujuan, maka Majelis Pengawas akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu tetrhadap Notaris tersebut dan bersamaan dengan itu Majelis Pengawas Notaris akan meminta keterangan dari Penyidik atau Penuntut Umum/Jaksa, mengapa sampai memanggil Notaris sebagai saksi/tersangka. Hasil pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris inilah yang akan menentukan relevansinya atau tidaknya Notaris itu dipanggil oleh Polisi/Penyidik atau Jaksa/Penuntut Umum untuk diperiksa. Berdasarkan ketentuan UUJN:61 1.
Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang: a.
Mengambil fotokopi Minuta Akta dan atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris; dan
b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris 61
Indonesia, Op. Cit., Ps. 66.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
47
2.
Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan. Pasal 3 Nota Kesepahaman antara Ikatan Notaris Indonesia dengan
Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa dalam hal tindakan penyidik untuk melakukan pemeriksaan Notaris yang berkaitan dengan suatu peristiwa pidana khususnya berkenaan dengan akta-akta yang dibuat, mengacu kepada Pasal 7 ayat (1), Pasal 116 KUH Pidana, Pasal 117 KUH Pidana , UndangUndang tentang Jabatan Notaris, dan petunjuk Mahkamah Agung Republik Indonesia No. MA/Pemb/3425/86 tanggal 12 April 1986 antara lain sebagai berikut: a.
Notaris yang akan diperiksa atau dimintai keterangan harus jelas kedudukan dan perannya, apakah sebagai saksi atau tersangka terhadap akta-akta yang dibuatnya dan/atau selaku pemegang protokol;
b.
Dalam kedudukan dan perannya sebagai saksi, maka pemeriksaan tidak perlu dilakukan penyumpahan kecuali cukup kuat alasan bahwa ia tidak dapat hadir dalam pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 116 ayat (1) KUH Pidana;
c.
Notaris berhak mengetahui kesaksian apa yang diperlukan oleh Penyidik dan atau tentang sangkaan apa yang dituduhkan kepadanya.
d.
Sedapat mungkin pemeriksaan dilakukan oeh penyidik kecuali terdapat alasan yang patut dan wajar, serta dapat dimengerti maka pemeriksaan dapat dilakukan oleh Penyidik Pembantu;
e.
Pemeriksaan dilakukan ditempat dan w sebagaimana tersebut dalam surat panggilan atau ditempat dan waktu yang telah disepakati antara penyidik dan Notaris yang dipanggil sesuai dengan alasan yang sah menurut UndangUndang.
f.
Notaris yang dipanggil sebagai saksi, wajib hadir dan memberi keterangan yang diperlukan tentang apa yang dilihat, diketahui, didengar dan dialami
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
48
dalam obyek pemeriksaan (peristiwanya) secara benar dengan mengingat sumpah jabatan dan ketentuan-ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris serta perundang-undangan lainya; g.
Dalam kaitannya dengan sumpah Jabatan Notaris (Pasal 4 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) huruf e dan Pasal 54 Undang-Undang Jabatan Notaris), Notaris dapat meminta untuk dibebaskan dari kewajiban memberikan keterangan saksi sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHPidana atau dapat menolak memberikan keterangan sebagaimana diatur di dalam Pasal 120 ayat (2) KUHPidana;
h.
Hak ingkar/tolak Notaris dapat dilepaskan demi kepentingan hukum atau kepentingan umum yang lebih tinggi nilainya dari kepentingan pribadi yang berkaitan dengan isi akta ataupun berdasakan adanya peraturan umum yang memberikan pengecualian sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) huruf e dam Pasal 54 Undang-Undang Jabatan Notaris;
i.
Notaris yang disangka melakukan tindak pidana berkenaan dengan akta yang dibuatnya, berhak mendapat bantuan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 54 KUHAP atau didampingi oleh Pengurus INI berdasarkan surat penugasan;
j.
Pemeriksaan terhadap Notaris dilakukan tanpa adanya tekanan dan paksaan dari penyidik/petugas;
k.
Dalam hal Notaris yang diperiksa sebagai tersangka dan tidak terbukti adanya unsur-unsur pidana, maka penyidik wajib menerbitkan Surat Pemberhentian Penyidikan (SP3) dalam waktu secepat-cepatnya setelah pemeriksaan baik saksi, tersangka maupun alat bukti dinyatakan selesai. Pasal 4 Nota Kesepahaman antara Ikatan Notaris Indonesia dengan
Kepolisian Republik Indonesia menyatakan bahwa: 1.
Tindakan Penyidik berupa penyitaan terhadap Akta Notaris dan atau protokol yang ada dalam penyimpanan Notaris untuk membuktikan perkara pidananya dan atau keterlibatann Notaris sebagai tersangka, maka Penyidik harus
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
49
memperhatikan prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UUJN serta Petunjuk Mahkamah Agung RI No. MA/Pemb/3429/86 tanggal 12 April 1986; 2.
Tata cara yang ditempuh dalam penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: a.
Penyidik mengajukan permohonan kepada Majelis Pengawas di tempat kedudukan Notaris yang bersangkutan berada;
b. Surat permohonan tersebut menjelaskan secara rinci relevansi dan urgensinya untuk membuka rahasia suatu minuta akta Notaris, demi kelancaran kepentingan proses penyidikan suatu perkawa pidana; c.
Dalam mengajukan surat permohonan kepada Majelis Pengawas, Notaris yang bersangkutan wajib diberi tembusan, dengan demikian Notaris dapat memberikan pertimbangan kepada Majelis Pengawas, baik diminta maupun tidak;
d. Apabila terhadap persetujuan Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud pasal 66 UUJN diberikan, maka penyidik diberikan foto kopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, setelah disahkan oleh Notaris yang bersangkutan sesuai dengan aslinya, dan dibuat Berita Acara Penyerahan. e.
Dalam hal diperlukan pemeriksaan laboratorium terhadap minuta akta dan/atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, maka atas ijin Majelis Pengawas Daerah Notaris maka Penyidik dapat membawa bundel minuta akta tersebut ke Laboratorium Forensik (Labfor) yang telah ditentukan.
Biasanya pasal-pasal yang sering digunakan untuk menuntut Notaris dalam pelaksanaan tugas jabatan adalah pasal-pasal yang mengatur mengenai tindak pidana pemalsuan surat yaitu, Pasal 263, Pasal 264 dan Pasal 266 KUH Pidana.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
50
Pasal-pasal tersebut untuk selanjutnya akan dikemukakan dan diuraikan yaitu sebagai berikut.62 Dalam KUH Pidana ditentukan hal sebagai berikut: 63 1.
Barangsiapa membuat secara palsu atau memalsukan suatu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, suatu perikatan atau suatu pembebasan utang, ataupun yang dimaksud untuk membuktikan sesuatu kenyataan, dengan maksud untuk menggunakannya sebagai surat asli dan tidak dipalsukan atau untuk membuat orang lain menggunakan surat tesebut, maka
jika dari
penggunannya dapat menimbulkan suatu kerugian, karena bersalah melakukan pemalsuan surat dipidana penjara selama-lamanya enam tahun. 2.
Dipidana dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja menggunakan surat tersebut sebagai surat yang asli dan tidak dipalsukan, jika dari penggunannya dapat menimbulkan suatu kerugian Berdasarkan ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUH Pidana ini dapat
dikualifikasikan unsur-unsur dari tindak pidana pemalsuan surat yaitu sebagai berikut:64 1.
Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, artinya perbuatan yang dilakukan orang tersebut berupa membuat surat yang isinya tidak benar atau memalsukan surat dengan cara mengubahnya sehingga isinya menjadi lain tidak seperti aslinya. Adapun caranya dapat bermacam-macam antara lain dengan cara mengurangkannya, menambah dan mengubah isi surat tersebut termasuk mengubah tanda tangan pada surat dimaksud. Unsur yang pertama
62
Sjaifurrachman, Op. Cit., hal . 209.
63 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek van Strafrecht], diterjemahkan oleh Moelyatno, (Jakarta: Pradnya Paramita. 1976), Ps. 263. 64
Sjaifurrachman, Op. Cit., hal. 210.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
51
ini merupakan unsur objektif dan unsur objektifnya adalah perbuatan, yaitu mebuat surat palsu dan memalsukan surat. 2.
Surat yang dipalsukan tersebut harus: a. Dapat menerbitkan suatu hak, seperti saham, ijazah dan lain-lain b. Dapat menerbitkan suatu perjanjian, seperti perjanjian jual beli dan lainlain c. Dapat menerbitkan suatu pembebasan hutang, seperti kuitansi dan lain-lain d. Yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan, misalnya akta kelahiran, obligasi dan lain-lain.
3.
Dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan seolah-olah asli, artinya perbuatan memalsukan tersebut harus dengan niat untuk menggunakannya atau menyuruh orang lain menggunakannya. Niat atau maksud tersebut merupakan suatu potensi untuk menjadi kesengajaan walaupun dalam batinnya, akan tetapi dapat dibuktikan dari perbuatanperbuatannya. Niat atau maksud tersebut sangat penting dan harus dapat dibuktikan, oleh karena itu apabila pemalsuan tersebut diperlukan untuk percobaan-percobaan laboratorium bahan ajaran dan lain-lain, tidak dapat dimasukkan dalam Pasal 263 ayat (1) KUH Pidana tersebut. Unsur yang ketiga ini merupakan unsur subjektif.
4.
Dapat merugikan orang lain apabila dipergunakan dalam artian cukup apabila penggunannnya dapat merugikan orang lain, maksudnya tidak harus sudah merugikan. Unsur keempat ini merupakan unsur subjektif. Ketentuan Pasal 263 ayat (2) KUH Pidana ini memberikan penegasan lain
sejakigus melengkapi unsur-unsur yang ada pada ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUH Pidana. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 263 ayat (2) ini adalah sebagai berikut:65
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
52
1.
Unsur-unsur objektif adalah: a. Perbuatan yaitu memakai b. Objeknya adalah surat palsu dan surat yang dipalsukan c. Pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian
2.
Unsur subjektifnya adalah dengan sengaja Dalam KUH Pidana disebutkan:66
1.
Orang yang bersalah melakukan pemalsuan surat dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya delapan tahun jika perbuatan tersebut dilakukan terhadap: a. Akta-akta otentik b. Surat-surat utang sertifikat-sertifikat utang dari sesuatu negara atau bagian dari negara tersebut atau dari sesuatu lembagaumum c. Saham-saham atau surat-surat utang atau sertifikat-sertifikat saham atau utang dari sesuatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai d. Talon-talon, bukti-bukti dividen atau bunga dari salah satu surat seperti yang dimaksudkan dalam dua nomor yang terdahulu atau bukti-bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti dari surat-surat tersebut e. Surat-surat kredit atau surat-surat dagang yang diperuntukkan guna diedarkan
2.
Dipidana dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja menggunakan salah satu surat palsu atau yang dipalsukan seperti yang dimaksud dalam ayat pertama seolah-olah surat tersebut merupakan sepucuk surat yang asli dan tidak dipalsukan, jika penggunannya dapat menimbulkan suatu kerugian. Ketentuan Pasal 264 ayat (1) dan ayat (2) KUH Pidana ini secara umum
mengatur masalah pemalsuan akta otentik atau dengan kata laina dalah surat-surat 65
Ibid., hal. 211.
66
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek van Strafrecht], Op. Cit., Ps. 264.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
53
yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh undangundang dan dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum. Oleh karena itulah dikatakan pemalsuan surat yang diperberat ancaman pidananya. Surat-surat ini adalah surat yang mengandung kepercayaan yang lebih besar akan kebenaran isinya. Pada surat-surat tersebut empunyai derajat kebenaran yang lebih tinggi daripada surat-surat biasa atau surat-surat lainnya. Ada dua kejahatan yang dirumuskan dalam Pasal ini, yang masing-masing dirumuskan dalam ayat (1) dan ayat(2).67 Adapun kejahatan pada ayat (1) mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:68 1.
Semua unsur yang terdapat dalam Pasal 263 KUH Pidana, baik unsur objektif maupun unsur subjektif;
2.
Unsur-unsur khusus pemberatnya bersifat alternatif, yaitu berupa objek suratsurat tertentu, yaitu sebagai berikut: a. Akta-akta otentik; b. Surat hutang dan sertifikat hutang dari suatu negara bagian negara dan suatu lembaga negara c. Terdiri dari surat sero, surat hutang dari suatu perkumpulan surat hutang dari suatu yayasan, surat hutang dari suatu perseroan dan surat hutang dari suatu maskapai; d. Terdiri dari talon, tanda bukti deviden atau surat bukti bunga dari suratsurat pada butir b dan c diatas dan tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu; e. Terdiri dari surat-surat kredit dan surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.
67
Sjaifurrachman, Op. Cit., hal. 213.
68
Ibid., hal. 213-214
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
54
Sedangkan unsur-unsur kejahatan dalam ayat (2) dari Pasal 264 adalah sebagai berikut:69 1.
Unsur-unsur objektifnya adalah: a. Perbuatan yaitu memakai; b. Objeknya adalah surat-surat sebagaimana tersebut dalam ayat (1) c. Pemakaian itu seolah-olah isinya benar dan tidak palsu
2.
Unsur subjektifnya adalah sengaja Berdasarkan atas penjelasan yang telah dikemukakan, ternyata Notaris
selaku pejabat umum juga dapat dikenakan tuntutan pidana, baik berdasarkan Pasal-pasal tentang pemalsuan surat maupun pasal-pasal lain yang berkaitan dengan tugas jabatannya sebagai Notaris, bahkan dapat dijatuhi hukum pidana penjara asalkan saja perbuatan itu memenuhi unsur-unsur dari perbuatan pidana yang tertuang dalam pasal-pasal yang dituduhkan, sebagai contoh apabila seorang Notaris membuat akta yang tidak dibacakan dan tidak ditandatangani dihadapan Notaris, maka terhadap Notaris tersebut dapat dikenakan sanksi yang dimaksud dalam Pasal 263 Jo 264 ayat (1) KUH Pidana dimana ancaman pidananya cukup berat, yaitu delapan tahun penjara. 70 Selanjutnya adalah Pasal 266 KUH Pidana di dalam Pasal 266 ayat (1) dan ayat (2) KUH Pidana mengatur juga masalah tindak pidana pemalsuan surat, yaitu menyuruh memasukkan keterangan palsu kedalam akta otentik.71 Dalam KUH Pidana disebutkan:72 69
Ibid., hal . 214
70
Ibid., hal. 214-215.
71
Ibid., hal. 216.
72
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek van Strafrecht],Op. Cit., Ps. 266 ayat (1) dan ayat (2).
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
55
1.
Barang siapa menyuruh mencantumkan suatu keterangan palsu mengenai suatu hal di dalam suatu akta otentik yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta tersebut dengan maksud untuk menggunkannnya atau untuk menyuruh orang lain menggunakannya seolah-olah keterangannya itu sesuai dengan kebenaran, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika penggunaannya dapat menimbulkan suatu kerugian.
2.
Dipidana dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja menggunakan akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika penggunaannya dapat menimbulkan sesuatu kerugian. Adapun unsur-unsur dalam Pasal 266 ayat (1) KUH Pidana terdiri atas
unsur-unsur sebagau berikut:73 1.
Unsur subjektif: dengan maksud untuk menggunakannya atau menyuruh orang lain menggunakannya seolah-olah keterangannya itu sesuai dengan kebenaran;
2.
Unsur objektif: a. Barang siapa b. Menyuruh mencantumkan suatu keterangan palsu mengenai suatu hal, yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta tersebut c. Di dalam suatu akta otentik d. Jika penggunannnya dapat menimbulkan suatu kerugian Di dalam rumusan ketentuan pidana yang diatur Pasal 266 ayat (1) KUH
Pidana, undang-undang tidak mensyaratkan keharusan tindak pidana yang dimaksudkan di dalamnya, yaitu harus dilakukan dengan sengaja atau tidak, sehingga perlu dipertanyakan apakah tindak pidana tersebut merupakan suatu tindak pidana yang harus dilakukan dengan sengaja atau bukan. Dengan diisyaratkannya suatu maksud lebih lanjut berupa maksud untuk menggunakannya 73
Sjaifurrachman, Op. Cit., hal. 217
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
56
atau untuk menyuruh orang lain menggunakannya seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran di dalam rumusan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 266 ayat (1) KUH Pidana kiranya sudah jelas bahwa tindak pidana yang dimaksudkan di dalamnya merupakan suatu tindak pidana yang harus dilakukan dengan sengaja. Karena sudah jelas bahwa tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan Pasal 266 ayat (1) KUH Pidana, merupakan suatu tindak pidana yang harus dilakukan dengan sengaja, dengan sendirinya baik penuntut umum baik hakim harus dapat membuktikan adanya unsur kesengajaan tersebut pada orang yang oleh penuntut umum telah didakwa melakukan tindak pidana tesebut, untuk maksud tersebut di depan sidang Pengadilan yang memeriksa dan mengadili terdakwa, penuntut umum dan hakim harus dapat membuktikan tentang:74 a.
Adanya kehendak pada terdakwa untuk menyuruh mencantumkan suatu keterangan palsu mengenai suatu hal di dalam suatu akta otentik yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta otentik tersebut.
b.
Adanya pengetahuan pada terdakwa bahwa akta tersebut merupakan suatu akta otentik
c.
Adanya maksud pada terdakwa untuk menggunakannya atau menyuruh orang lain menggunakannya seolah-olah keterangannya yang tercantum dalam akta tersebut sesuai dengan kebenaran. Dari beberapa pasal yang terdapat dalam KUH Pidana diatas dapat
dikemukakan bahwa tindak pidana pemalsuan surat dapat dibagi kedalam dua kategori yaitu sebagai berikut:75 1.
Pemalsuan surat non otentik atau dikenal sebagai istilah surat dibawah tangan. Hal ini diatur dalam Pasal 263 KUH Pidana.
74
Ibid., hal 218.
75
Ibid., hal. 214.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
57
2.
Pemalsuan surat atau akta otentik yang diatur dalam Pasal 264 dan Pasal 266 KUH Pidana
2.1.1.4 Pengawasan dan Penjatuhan Sanksi Kepada Notaris
Agar para Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan, demi pengamanan atas kepentingan masyarakat yang dilayaninya, maka diadakan pengawasan terhadap notaris. Mengingat bahwa Notaris menjalankan suatu fungsi sosial yang sangat penting, yaitu meliputi bidang dan peraturan yang lebih luas dari apa yang sebenarnya diuraikan di dalam UUJN, maka diadakannya pengawasan terhadap para Notaris adalah sangat beralasan. Dikatakan demikian karena selain membuat akta-akta otentik, Notaris juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan mensahkan surat-surat di bawah tangan. Notaris juga memberikan nasehat-nasehat hukum dan penjelasan mengenai undang-undang kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Sujamto, pengawasan dalam arti sempit adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau pekerjaan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak, sedangkan pengawasan dalam arti luas adalah sebagai pengendalian, pengertiannya lebih forceful daripada pengawasan, yaitu sebagai segala usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan agar pelaksanaan tugas atau pekerjaan berjalan sesuai dengan semestinya.76 Sesuai dengan Pasal 67 ayat (1) dan (2) UUJN, pada dasarnya yang mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dalam pelaksanaan pengawasan
76
Sujamto, Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 1987) hal. 53.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
58
tersebut dibentuk Majelis Pengawas Notaris. Majelis Pengawas berjumlah 9 (sembilan) orang, terdiri atas unsur:77 1.
Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang
2.
Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang
3.
Ahli/akademisi sebanyak 3 (tiga) orang Pengawasan yang dilakukan meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan
jabatan Notaris. Pengawasan ini juga berlaku bagi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus dan Pejabat Sementara Notaris. Majelis Pengawas tersebut terdiri dari 3 (tiga) tingkatan atau jenjang, yaitu: 1.
Majelis Pengawas Daerah (MPD)
2.
Majelis Pengawas Wilayah (MPW)
3.
Majelis Penagwas Pusat Majelis Pengawas Notaris mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi
terhadap Notaris. Sanksi ini disebutkan atau diatur dalam UUJN, juga disebutkan kembali dan ditambah dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10.Tahun 2004. Dengan pengaturan seperti itu ada pengaturan sanksi yang tidak disebutkan dalam UUJN tapi ternyata diatur atau disebutkan juga dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10.Tahun 2004, yaitu: 78 1.
Mengenai wewenang MPW untuk menjatuhkan sanski, dalam Pasal 73 ayat (1) huruf e UUJN, bahwa MPW berwenang untuk menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan dan teguran secara tertulis, tapi dalam Keputusan Menteri angka 2 butir 1 menetukan bahwa MPW juga berwenang untuk menjatuhkan (seluruh) sanksi sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 85 UUJN. Adanya
77
Habib Adjie (c), Op. Cit., hal .129.
78
Habib Adjie (a), Op. Cit., hal. 191-192.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
59
pembedaan pengaturan sanksi menunjukkan adanya inkonsistensi dalam pengaturan sanksi, seharusnya yang dijadikan pedoman yaitu ketentuan Pasal 73 ayat (1) huruf a UUJN tersebut, artinya selain dari menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan dan teguran secara tertulis, MPW tidak berwenang. 2.
Mengenai wewenang MPP, yaitu mengenai penjatuhan sanksi dalam Pasal 84 UUJN. Dalam angka 3 butitr 1 Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10.Tahun 2004 bahwa MPP mempunyai kewenangann untuk melaksanakan sanski yang tesebut dalam Pasal 84 UUJN. Pasal 84 UUJN merupakan sanksi perdata, yang dalam pelaksanaannya tidak memerlukan (perantara) MPP untuk melaksanakannya dan MPP bukan lembaga eksekusi sanksi perdata, bahwa pelaksanaan sanksi tersebut tidak serta merta berlaku, tapi harus ada proses pembuktian yang dilaksanakan di pengadilan umum, dan ada putusan dari pengadilan melalui gugatan, bahwa akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta batal demi hukum. Keputusan Menteri yang menentukan MPP berwenang untuk melaksanakan Pasal 84 UUJN telah menyimpang dari esensi suatu sanksi perdata. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M. 39-PW.07.10.Tahun 2004 seperti itu tidak perlu untuk dilaksanakan. Pada dasarnya tidak semua Majelis Pengawas mempunyai wewenang untuk
menjatuhkan sanksi, yaitu:79 1.
MPD tidak mempunyai kewenangan untuk menjatuhkan sanski apapun. Meskipun MPD mempunyai kewenangan untuk menerima laporan dari masyarakat dan dari Notaris lainnya dan menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabaran Notaris, tapi tidak diberi kewenangan untuk menjatuhkan sanksi apapun, tapi MPD hanya berwenang untuk melaporkan hasil sidang
79
Ibid., hal 192
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
60
dan pemeriksaannnya kepada MPW dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan Notaris yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris (Pasal 71 huruf e UUJN) 2.
MPW dapat mnjatuhkan sanksi teguran lisan atau tertulis. MPW hanya dapat menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis, dan sanksi seperti ini bersifat final dan mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa pemberhentian sementara dari jabatan Notaris selama 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan, atau pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatan Notaris. Sanksi dari MPW berupa teguran lisan dan teguran tertulis dan bersifat final tidak dapat dikategorikan sebagai sanksi, tapi merupakan tahap awal dari aspek prosedur paksaan nyata dalam untuk kemudian dijatuhi sanksi yang lain, sepertipemberhentian sementara dari jabatannya.
3.
MPP dapat menjatuhkan sanksi terbatas. Pasal 77 huruf c UUJN menetukan bahwa MPP berwenang menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara. Sanksi seperti ini merupakan masa menunggu dalam jangka waktu tertentu sebelum dijatuhkan sanksi yang lain, seperti sanksi pemberhentian tidak hormat dari jabatan Notaris atau pemberhentian dengan hormat dari Jabatan Notaris. Sanksi-sanksi yang lainnya MPP hanya berwenang untuk mengusulkan: a. Pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya kepada Menteri (Pasal 77 huruf d UUJN) b. Pemberian sanksi berupa pemberhentian tidak hormat dari jabatannnya dengan alasan tertentu (Pasal 12 UUJN). Dengan demikian pengaturan sanksi yang terdapat dalam Pasal 85 UUJN,
sanksi berupa teguran lisan dan teguran tertulis hanya dapat dijatuhkan oleh MPW. Sanksi berupa pemberhentian sementara dari jabatan Notaris hanya dapat dilakukan oleh MPP, dan sanksi berupa pemberhentian tidak hormat dari jabatan Notaris dan
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
61
pemberhentian dengan hormat dari jabatan Notaris hanya dapat dilakukan oleh Menteri atas usulan dari MPP. Pada dasarnya pengangkatan dan pemberhentian Notaris dari jabatannya sesuai dengan aturan hukum yang mengangkat dan yang memberhentikan harus instansi yang sama, yaitu Menteri.80 Pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas tidak hanya mengenai pelaksanaan tugas jabatan notaris agar sesuai dengan ketentuan UUJN, tapi juga Kode Etik Notaris dan tindak-tanduk atau perilaku notaris yang mencederai keluhuran martabat jabatan notaris. Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas jabatan notaris dengan mengacu kepada UUJN, mempunyai maksud agar semua ketentuan UUJN yang mengatur pelaksanaan tugas jabatan notaris dipatuhi oleh Notaris. Mengingat jumlah pejabat notaris yang banyak serta tersebar di seluruh Indonesia, maka dalam melakukan pembinaan, pengembangan, serta pengawasan terhadap para Notaris, akan terasa agak susah bagi pemerintah dalam melakukan hal-hal tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu organisasi yang mana bukan saja untuk kepentingan profesi notaris, tetapi juga dalam melindungi masyarakat pemakai jasa notaris dari penyimpangan yang dilakukan oleh anggotanya dalam melayani masyarakat. Maka dari itu, pemerintah hanya mengakui satu organisasi untuk para notaris karena kebutuhan pengawasan dan pelaksanaan fungsi pemerintahan yang sebagian diemban oleh notaris. Adapun organisasi tersebut diberi nama Ikatan Notaris Indonesia (INI). Dengan adanya INI diharapkan dapat membantu dan bekerja sama dengan pemerintah dalam mengawasi pelaksanaan jabatan notaris di Indonesia. Adapun tujuan dari pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas terhadap Notaris adalah supaya Notaris sebanyak mungkin memenuhi persyaratanpersyaratan yang dituntut kepadanya. Persyaratan-persyaratan yang dituntut itu tidak hanya oleh hukum atau undang-undang saja, akan tetapi juga berdasarkan 80
Ibid., hal. 193
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
62
kepercayaan yang diberikan oleh Client terhadap Notaris tersebut. Sifat dari jabatan Notaris maupun keluhuran martabat jabatannya mengharuskan adanya tanggung jawab dan kepribadian serta etika hukum yang tinggi, karena jabatan yang diamanatkan kepada Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan. Oleh sebab itu, seseorang bersedia untuk mempercayakan sesuatu kepadanya dan adapun konsekuensi dari kepercayaan itu adalah tanggung jawab yang besar bagi Notaris. Notaris yang tidak bertanggung jawab dan tidak menjunjung tinggi hukum dan martabat serta keluhuran jabatannya adalah berbahaya, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi masyarakat yang dilayaninya.
2.1.1.5 Akibat hukum terhadap penetapan status tersangka kepada Notaris dalam menjalankan tugas sebagai pejabat umum Dalam UUJN diatur bahwa ketika Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya terbukti melakukan pelanggaran Notaris dapat dikenai atau dijatuhi sanksi berupa sanksi perdata, administrasi, sanksi-sanksi tersebut telah diatur sedemikian rupa baik sebelumnya dalam Peraturan Jabatan Notaris maupun sekarang dalam UUJN dan kode etik Notaris, tetapi tidak mengatur adanya sanksi pidana terhadap Notaris, karena Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tidak mengatur sanksi pidana, maka apabila terjadi pelanggaran pidana terhadap Notaris dapat dikenakan sanksi pidana yang terdapat dalam KUH Pidana, dengan catatan bahwa pemidanaan terhadap Notaris tersebut dapat dilakukan dengan batasan yaitu:81 1.
Ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek lahiriah, formal dan materil akta yang sengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan, serta direncanakan bahwa akta yang akan dibuat dihadapan Notaris atau oleh Notaris bersama-
81
Sjaifurrachman, Op. Cit., hal. 208.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
63
sama (sepakat) para penghadap dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindak pidana. 2.
Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat akta dihadapan atau oleh Notaris yang apabila diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN.
3.
Tindakan Notaris tersebut juga tidak sesuai menurut instansi yang berwenang untuk menilai tindakan suatu Notaris, dalam hal ini Majelis Pengawas. Penjatuhan sanksi pidana terhadap Notaris dapat dilakukan sepanjang
batasan-batasan sebagaimana tersebut dilanggar, artinya disamping memenuhi rumusan pelanggaran yang tersebut dalam UUJN, kode etik Jabatan Notaris juga harus memenuhi rumusan yang tersebut dalam KUH Pidana. Apabila kehendak dan pengetahuan terdakwa ataupun salah satu dari kehendak dan pengetahuan terdakwa diatas ternyata tidak dapat mereka buktikan maka dengan sendirinya juga tidak ada alasan bagi mereka untuk menyatakan terdakwa telah terbukti dengan sengaja melakukan tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 266 ayat (1) KUH Pidana, dan hakim harus memberikan putusan bebas dari tuntutan hukum atau lepas dari tuntutan hukum bagi terdakwa.82 Asas praduga tak bersalah (Presumption of Innocent), asas ini kita jumpai dalam penjelasan umum butir 3 huruf c Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Asas ini juga telah dirumuskan dalam pasal 8 Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1970 yang berbunyi: “Setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.83
82
Ibid, hal. 218-219.
83 Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 3.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
64
Sebagai seseorang yang belum dinyatakan bersalah maka ia mendapat hakhak seperti: hak untuk segera mendapatkan pemeriksaan dalam phase penyidikan, hak segera mendapat pemeriksaan oleh pengadilan dan mendapat putusan seadiladilnya, hak untuk diberitahu hal tentang apa yang disangkakan/didakwakan kepadanya dengan bahasa yang dimengerti olehnya, hak untuk menyiapkan pembelaannya, hak untuk mendapat juru bahasa, hak untuk mendapatkan bantuan hukum dan hak untuk mendapatkan kunjungan keluarganya.84 Pada umumnya dalam ilmu hukum pidana dibedakan tiga macam kesengajaan, yaitu:85 1.
Kesengajaan sebagai maksud (opzet alsoogmerk), adalah suatu perbuatan yang merupakan tindak pidana yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Jonkers kesengajaan ini merupakan bentuk yang paling murni dan sederhana.
2.
Kesengajaan dengan kesadaran akan kepastian, yakni seseorang yang melakukan suatu perbuatan, menyadari bahwa apabila suatu perbuatan itu dilakukan, maka secara pasti akan mengakibatkan akibat yang melahirkan tindak pidana.
3.
Kesengajaan melakukan suatu perbuatan dengan keinsyafan bahwa ada kemungkinan timbulnya suatu perbuatan lain yang merupakan tindak pidana. Kesengajaan ini dikenal pula dengan sebutan voorwardelijk opzet atau dolus eventualis.
84
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Mandar Maju, 2001), hal. 11 85
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, cet., 2, (Jakarta:Bina Aksara, 1994), hal. 173.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
65
Dalam UUJN mengenai kewenangan seorang Notaris yang statusnya sebagai tersangka tidak diatur. Dalam UUJN keadaan dimaa seorang Notaris tidak berwenang (onbevoegd) dalam mebuat akta otentik yaitu: 1.
Sebelum Notaris mengangkat sumpah/janji jabatan Notaris (Pasal 7 UUJN)
2.
Selama Notaris diberhentikan sementara (skorsing)
3.
Selama Notaris cuti
4.
Berdasarkan ketentuan Pasal 40 ayat (2) huruf e tentang saksi jo Pasal 52 ayat (1) Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena:86
a.
Dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang
b.
Berada di bawah pengampuan
c.
Melakukan perbuatan tercela
d.
Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan Peraturan Jabatan Notaris Pada Pasal 51 menyatakan bahwa Notaris yang
terhadapnya dilakukan surat perintah penahanan sementara, dengan sendirinya menurut hukum telah dipecat dari jabatannya, sampai ia dibebaskan kembali. Notaris yang terhadapnya diperkenankan diadakan suatu perkara tanpa perintah penangkapan atau penahanan, yang pembebasannya diperintahkan setelah adanya perkara atau terhadapnya sesuai dengan Pasal 177 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sedang berjalan perkara, oleh Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya tempat kedudukan Notaris terletak, dapat dipecat dari menjalankan jabatannya, hingga perkara itu memperoleh keputusan tetap. Notaris yang terhadapnya suatu keputusan berisi hukuman kurungan atau hukuman penjara telah memperoleh kekuatan tetap, selama waktu ia menjalani hukuman itu dengan sendirinya menurut hukuman ia dipecat dari menjalankan jabatannya. Notaris yang dinyatakan berada dalam keadaan pailit atau memperoleh penangguhan 86
Indonesia (a), Op. Cit., Ps. 9 ayat (1).
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
66
pembayaran, dapat atas usul dari badan yang mengucapkan pernyataan dalam keadaan pailit atau yang memberikan penangguhan pembayaran itu, oleh Menteri Kehakiman dipecat dari menjalankan jabatannya itu selama masa kepailitan atau penangguhan pembayaran itu. Notaris yang dijatuhi hukuman kurungan atau hukuman penjara, dapat atas usul dari Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya Notaris bertempat kedudukan mengangkat seorang pengganti. Sehubungan dengan status seorang Notaris yang menjadi tersangka, Habib Adjie mengatakan bahwa seorang Notaris menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kewenangannya, dan Surat Keputusannya pengangkatan sebagai Notaris. Selama pada dirinya ada kewenangan dan Surat keputusan tidak dicabut, maka notaris tersebut tetap berwenang menjalankan jabatannya. Dalam hal ini yang perlu diantisipasi, yaitu ketika Notaris ditahan/penjara, masih membuat akta, hal tersebut yang tidak benar, karena tidak sesuai dengan martabat dan jabatan kepercayaan sebagai Notaris. Artinya meskipun yang bersangkutan ditahan dan Surat pengangkatannya tidak dicabut, ketika yang bersangkutan dipenjara, janganlah membuat akta. Tersangka berarti bahwa seorang Notaris sudah dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Dalam hal ini Polisi tidak langsung memberikan atau menetapkan status tersangka kepada Notaris, terlebih dahulu harus ada laporan dari masyarakat. Seorang Notaris yang dijadikan tersangka secara hukum belum bisa diberhentikan sebagai Notaris, karena masih dalam proses dan belum ada putusan terhadap kasusnya. Seseorang bisa saja dibatalkan sebagai seorang tersangka atau dibebaskan dari tuduhan. Status tersangka tidak serta merta menyebabkan seorang Notaris diberhentikan dari jabatannya. Seorang Notaris yang berstatus tersangka tetap diperbolehkan membuat akta kecuali Notaris tersebut ditahan. Hal ini dikarenakan bahwa seorang Notaris harus membuat akta di kantornya, jadi
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
67
tidaklah dimungkinkan pembuatan akta tersebut pada saat seorang Notaris ditahan.87 Akibat hukum dari penetapan status tersangka kepada seorang Notaris di luar kewenangan pembuatan akta yaitu mengenai cuti Notaris. Seorang Notaris memiliki hak untuk cuti. Cuti Notaris diatur dalam UUJN, dengan catatan bahwa selama jabatannya cuti seorang Notaris tidak boleh melebihi 12 tahun. Cuti diijinkan bagi Notaris yang sudah menjabat 2 tahun. Untuk Notaris yang berstatus sebagai tersangka yang akan mengajukan cuti kemungkinan permohonan cuti tersebut akan ditolak untuk menghindari tersangka tersebut menghindar atau kabur ke luar negeri.88 Tidak terdapat akibat hukum secara spesifik dalam peraturan mengenai penetapan status tersangka terhadap seorang Notaris dalam melaksanakan tugas sebagai jabatan umum. Seorang Notaris dalam statusnya sebagai tersangka tetap berkewajiban melaksanakan tugasnya sebagai pejabat umum yaitu membuat akta otentik.89 Jadi dapat dikatakan bahwa notaris yang berstatus sebagai tersangka belum membawa akibat hukum terhadap tugas jabatan profesinya. Akibat hukum terhadap notaris dalam menjalankan tugas jabatan profesinya baru akan timbul pada saat notaris tersebut telah dinyatakan bersalah melakukan suatu tindak pidana yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
87 Wawancara dengan Winanto Wiryomartani S.H., M.Hum., Anggota Majelis Pengawas Pusat Notaris, dilangsungkan di Jakarta, tanggal 3 Mei 2012, pukul 14.00 WIB 88
Ibid.
89
Wawancara dengan Harun Kamil, S.H.,Notaris/PPAT di Jakarta, dilangsungkan di Jakarta, tanggal 21 Mei 2012, pukul 11.00 WIB.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
68
Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.90
2.1.2 Legalitas Akta Yang
Dibuat Oleh Notaris Dalam Kedudukannya
Sebagai Tersangka 2.1.2.1 Syarat Otentisitas Suatu Akta Dalam menjalankan profesi jabatan Notaris, mereka berpayung hukum pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Dalam UU tersebut telah secara jelas dinyatakan bahwa Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lain sebagaimana diatur oleh Undang-Undang.91 Menurut R. Soebekti yang dinamakan Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani.92 Akta sebagai alat bukti yang sengaja dibuat yang nantinya apabila diperlukan dapat dipergunakan sebagai alat pembuktian mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat yang modern, oleh karena akta sebagai dokumen tertulis dapat memberikan bukti akan adanya suatu peristiwa hukum yang di dalamnya mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak yang melakukan perikatan. Pembuktian itu sendiri diperlukan apabila timbul suatu perselisihan. 90
Indonesia (a), Op. Cit.,Ps. 13 ayat (1).
91
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, cet., 6,(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 35.
92
R. Subekti, Hukum Pembuktian, cet., 8, (Jakarta: Pramadya Paramita, 1987), hal. 27.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
69
Notaris dalam menjalankan tugasnya termasuk untuk membuat akta otentik harus berusaha semaksimal mungkin agar tidak mengalami cacat atau kesalahan. Namun demikian sebagai manusia tidak menutup kemungkinan terjadi kesalahan dalam akta yang dibuatnya, untuk itulah kehati-hatian, kedisiplinan, kemampuan materi dari waktu ke waktu harus selalu ditingkatkan, mengingat adanya sanksisanksi yang dapat diberikan bagi seorang Notaris yang dijatuhkan baik oleh Majelis Pengawas maupun oleh pihal-pihak yang berwenang, dalam hal ini apabila kesalahan dari Notaris dapat mengakibatkan kerugian bagi para pihak, maka diajukan gugatan baik perdata maupun pidana kepada Notaris yang bersangkutan sesuai dengan hukum yang berlaku. Ada 2 (dua) jenis/golongan akta Notaris, yaitu:93 1.
akta yang dibuat oleh (door) Notaris, biasa disebut dengan istilah Akta Relaas atau Berita Acara,
2.
akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) Notaris, biasa disebut dengan istilah Akta Pihak atau Akta Partij. Akta-akta tersebut dibuat atas dasar permintaan para pihak/penghadap,
tanpa adanya permintaan para pihak, sudah tentu akta tersebut tidak akan dibuat oleh Notaris. Akta Relaas akta yang dibuat oleh Notaris atas permintaan para pihak, agar Notaris mencatat atau menuliskan segala sesuatu hal yang dibicarakan oleh pihak berkaitan dengan tindakan hukum atau tindakan lainnya yang dilakukan oleh para pihak, agar tindakan tersebut dibuat atau dituangkan dalam suatu akta Notaris. Dalam Akta Relaas ini Notaris menulis atau mencatatkan semua hal yang dilihat atau didengar sendiri secara langsung oleh Notaris yang dilakukan para pihak. Dan Akta Pihak adalah akta yang dibuat di hadapan Notaris atas permintaan para pihak, Notaris berkewajiban untuk mendengarkan 93
Habib Adjie (a), Op. Cit., hal. 45.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
70
pernyataan atau keterangan para pihak yang dinyatakan atau diterangkan sendiri oleh para pihak di hadapan Notaris. 94 Otentisitas dari akta relaas tidak tergantung dari ditandatanganinya akta tersbeut atau tidak, karena untuk akta relaas tanda tangan tidak merupakan keharusan bagi otentisitas akta itu. Untuk akta relaas tidak menjadi soal apakah orang-orang yang hadir menolak untuk menandatangani akta itu. Misalnya pada pada pembuatan berita acara rapat pemegang saham dalam perseroan terbatas orang-orang yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum akta itu ditandatangani, maka cukup Notaris menerangkan di dalam akta, bahwa para pihak yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum akta itu menandatangani akta itu dan dalam hal ini akta itu tetap merupakan akta otentik. Akta Partij adalah akta yang dibuat di hadapan Notaris atas permintaan para pihak. Notaris berkewajiban untuk mendengarkan pernyataan atau keterangan para pihak yang dinyatakan atau diterangkan sendiri oleh para pihak di hadapan Notaris, kemudian dituangkan ke dalam akta Notaris.95 Untuk otentisitasnya akta partij harus ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan. Jika karena sesuatu hal akta tersebut tidak ditandatangani maka harus diterangkan di dalam akta itu apa yang menjadi alasan tidak ditandatanganinya akta itu oleh pihak atau para pihak yang bersangkutan, misalnya para pihak atai salah satu pihak buta huruf atau tangannya lupuh dan lain sebagainya, keterangan mana harus dicantumkan oleh Notaris dalam akta itu dan keterangan itu dalam hal ini berlaku sebagaii ganti tanda tangan. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris tersebut harus menurut bentuk yang sudah ditetapkan, dalam hal ini berdasarkan Pasal 38 UUJN,dan tata 94
Ibid.
95
Ibid.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
71
cara (prosedur) yang sudah ditetapkan, dalam hal ini berdasarkan Pasal 39-53 UUJN. Untuk dapat disebut sebagai Akta Otentik harus sesuai dengan pedoman yang terdapat dalam Undang-undang Jabatan Notaris yaitu terdiri dari:96 1.
Awal akta atau kepala akta, yang memuat : a. Judul akta ; b. Nomor akta; c. Jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; d. Nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris yang membuat akta tersebut
2.
Badan akta, memuat : a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarga negaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mewakili mereka; b. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap; c. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan d. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
3.
Akhir atau penutup akta, memuat : a. Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l atau Pasal 16 ayat (7) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 : Membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris ( Pasal 16 ayat (1) huruf l UUJN). Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l tidak wajib dilakukan jika penghadap menghendaki
96
Indonesia (a), Op. Cit., Ps. 38.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
72
agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan memahami isinya dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman minuta akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris (Pasal 16 ayat 7 UUJN) b. Uraian tentang penanda tanganan dan tempat penanda tanganan atau penerjemahan akta apabila ada; c. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan d. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian. Syarat-syarat otentisitas atau syarat-syarat Verlijden akta adalah disusun, dibacakan dan ditandatangani. Syarat ini harus dilakukan, jika tidak akta tersebut tidak mempunyai kekuatan akta otentik (berubah fungsinya menjadi akta dibawah tangan). Jika penghadap tidak mampu/ tidak bisa/ berhalangan membubuhkan tandatangan, maka ada pengganti tanda tangan (surrogate), yaitu suatu keterangan dari para penghadap karena tidak dapat menandatangani aktanya. Istilah verlijden atau pembuatan akta menurut Tan Thong Kie adalah proses verbal pekerjaan-pekerjaan oleh pejabat umum dalam pembuatan akta-akta yang meliputi:97 1.
Dilihatnya kenyataan oleh Notaris tentang suatu tindakan atau kejadian het waarnemen door de Notaris van een handeling of daadzaak.
2.
Diceritakannya secara tertulis oleh Notaris het schriftelijk relateren daarvan.
97
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-serbi Praktek Notaris, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2007), hal. 491-492.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
73
3.
Pembacaan oleh Notaris dan penandatanganan oleh yang berkepentingan termasuk mengkonstatir penolakannya dan lagi kepergian seseorang sebelum penandatanganan akta. Pembacaan akta dan penandatanganan akta harus dilaksanakan pada saat
yang bersamaan, dengan dihadiri oleh paling sedikit dua orang saksi artinya ketika dibacakan lalu dilanjutkan dengan penandatanganan akta oleh para penghadap Notaris harus hadir secara fisik dan menandatangani akta dihadapan penghadap dan saksi.98 Mengingat besarnya tanggung jawab yang disandang oleh seorang Notaris, maka jabatan Notaris dijalankan oleh mereka yang selain memiliki kemampuan ilmu hukum yang memadai harus pula dijabat oleh mereka yang beretika dan berakhlak tinggi, perilaku Notaris karena tidak disiplin atau melanggar pelaksanaan jabatan Notaris dapat membawa akibat fatal terhadap akta yang dibuatnya.99 Suatu akta dikatakan otentik apabila memenuhi syarat sebagai berikut: a.
Akta yang dibuat oleh atau akta yang dibuat dihadapan pegawai umum yang ditunjuk oleh undang-undang
b.
Bentuk akta yang ditentukan oleh undang-undang dan cara membuat akta menurut ketentuan yang ditetapkan undang-undang
c.
Ditempat dimana pejabat yang berwenang membuat akta tersebut Sebagai ketentuan pelaksanaan dari Pasal 1868 KUHPerdata tersebut di atas
adalah Peraturan Jabatan Notaris dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
98
99
Sjaffurachman, Op. Cit., hal. 36 Herlien Budiono, Op. Cit., hal. 173
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
74
Akta otentik mempunyai arti yang lebih penting daripada sebagai alat bukti, bila terjadi sengketa maka akta otentik dapat digunakan sebagai pedoman bagi para pihak yang bersangkutan. Cacatnya akta Notaris dapat menimbulkan kebatalan bagi suatu akta Notaris dan ditinjau dari sanksi atau akibat hukum dari kebatalan dapat dibedakan menjadi:100 1.
Batal demi hukum
2.
Dapat dibatalkan
3.
Non existent Batal demi hukum adalah sanksi perdata terhadap suatu perbuatan hukum
yang mengandung cacat yuridis (penyebab kebatalan), berupa perbuatan hukum yang dilakukan tidak mempunyai akibat hukum sejak terjadinya perbuatan hukum tersebut atau berdaya surut (ex tunc) atau perbuatan hukum tersebut menjadi tidak berlaku sejak akta ditandatangani dan tindakan hukum yang disebut dalam akta dianggap tidak pernah terjadi. Dalam hal terjadi batal demi hukum, maka diantara para pihak tidak ada lagi hak untuk saling menuntut dimuka pengadilan oleh karena perikatannya sejak semula telah gagal atau tidak terjadi semula.101 Dapat dibatalkan adalah sanksi terhadap suatu perbuatan hukum yang mengandung cacat yuridis (penyebab kebatalan) berupa pembatalan perbuatan hukum dari pembatalan itu yaitu perbuatan hukum tersebut tidak mempunyai akibat hukum sejak terjadinya pembatalan, dan pembatalan atau pengesahan perbuuatan hukum tersebut tergantung pada pihak tertentu, yang menyebabkan perbuatan hukum tersebut dapat dibatalkan atau disahkan. Akta yang sanksinya dapat dibatalkan, tetap berlaku dan mengikat selama belum ada putusan 100
Sjaifurrachaman, Op. Cit., hal. 125
101
Pieter E. Latumeten, Op. Cit., hal. 46.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
75
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang membatalkan akta tersebut.102 Non existent maksudnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak ada atau Non Existent, yang disebabkan karena tidak dipenuhinya essentialia dari suatu perjanjian atau tidak memenuhi salah satu unsur atau semua unsur dalam suatu perbuatan hukum tertentu atau tidak memenuhi bentuk perjanjian yang ditentukan undang-undang. Sanksi Non Existent adalah perbuatan hukumnya tidak ada (tidak sah) dan implikasi hukumnya sama dengan batak demi hukum, secacra dogmatis tidak memerlukan putusan pengadilan, akibat hukumnya berlaku bagi setiap orang dan penyebabnya, yaitu tidak dipenuhinya bentuk yang ditentukan oleh undangundang atau tidak dipenuhinya satu atau lebih essentialia atau unsur perjanjian. Sanksi Non Existent dikenakan terhadap perbuatan hukum yang tidak memenuhi bentuk pada perjanjian formil dan atau tidak dipenuhinya essentialia atau satu atau beberapa unsur yang mutlak yang ada untuk terbentuknya suatu perjanjian.103
2.1.2.2 Asas Praduga Sah dalam Menilai Akta Notaris
Akta Notaris sebagai produk pejabat publik, maka penilaian terhadap akta Notaris
harus
dilakukan
vanrechtmatigeheid)
atau
dengan presumption
asas
praduga
iustae
sah
causa.104Asas
(vermoeden ini
dapat
dipergunakan untuk menilai akta Notaris, yaitu dimana akta Notaris tersebut dianggap sah sampai ada pihak yang menyatakan akta tersebut tidak sah. Untuk menyatakan atau menilai akta tersebut tidak sah harus dengan gugatan ke 102
Ibid, hal. 66.
103
Ibid, hal. 75.
104
Philipus M. Hadjon, Pemerintah Menurut Hukum (Wet-en Rechmatig Bestuir), cet., 1, (Surabaya: Yuridika, 1993), hal. 5.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
76
pengadilan umum. Selama dan sepanjang gugatan berjalan sampai dengan ada keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht), maka akta Notaris tetap mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut.105 Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan
dan/atau
yang
dikehendaki
oleh
yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditegaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan undang-undang. Notaris sebagai Pejabat Publik yang mempunyai kewenangan tertentu sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 UUJN. Dengan kewenangan yang ada pada Notaris, maka akta Notaris mengikat para pihak atau penghadap yang tersebut di dalamnya atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut. Jika dalam pembuatan akta Notaris tersebut:106 1.
Berwenang untuk membuat akta sesuai dengan keinginan para pihak
2.
Secara lahiriah, formal dan materil telah sesuai dengan aturan hukum tentang pembuatan akta Notaris, maka akta Notaris tersebut harus dianggap sah. Dengan menerapkan asas praduga sah untuk akta Notaris, maka ketentuan
yang tersebut dalam Pasal 84 UUJN yang menegaskan jika Notaris melanggar (tidak melakukan) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i,k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52. Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah 105
Habib Adjie (c), Op. Cit., hal 79-80
106
Habib Adjie (a), Op. Cit., hal.140.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
77
tangan tidak diperlukan lagi, maka kebatalan akta Notaris hanya berupa dapat dibatalkan atau batal demi hukum.107 Asas praduga sah
ini berkaitan dengan akta yang dapat dibatalkan,
merupakan suatu tindakan mengandung cacat, yaitu tidak berwenangnya Notaris untuk membuat akta secara lahiriah, formal, materil, dan tidak sesuai dengan aturan hukum tentang pembuatan akta Notaris. Asas ini tidak dapat dipergunakan untuk menilai akta batal demi hukum, karena akta batal demi hukum dianggap tidak pernah dibuat.108 Dengan alasan tertentu sebagaimana tersebut di atas, maka kedudukan akta Notaris:109 1.
Dapat dibatalkan;
2.
Batal demi hukum;
3.
Mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan;
4.
Dibatalkan oleh para pihak sendiri, dan
5.
Dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena penerapan asa praduga sah. Kelima kedudukan akta Notaris sebagaimana tersebut di atas tidak dapat
dilakukan secara bersamaan, tapi hanya berlaku satu saja. Jika akta Notaris diajukan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum (negeri) dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau akta Notaris mempunyai kedudukan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta Notaris batal demi hukum atau akta Notaris dibatalkan
107
Ibid., hal. 141.
108
Habib Adjie (c), Op. Cit., hal. 80.
109
Ibid., hal. 81
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
78
oleh pihak sendiri dengan akta Notaris lagi, maka pembatalan akta Notaris yang lainnya tidak berlaku. Hal ini berlaku pula untuk asas praduga sah.110 Asas praduga sah ini berlaku dengan ketentuan jika akta Notaris tersebut tidak pernah diajukan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum (negeri) dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau akta Notaris tidak mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau tidak batal demi hukum atau tidak dibatalkan oleh para pihak sendiri. Dengan demikian penerapan Asas praduga sah untuk akta Notaris dilakukan secara terbatas, jika ketentuan sebagaimana tersebut di atas dipenuhi.111 Meskipun demikian kedudukan akta Notaris telah: 1.
Diajukan pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum (negeri) dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, atau
2.
Batal demi hukum, atau
3.
Mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, atau
4.
Dibatalkan oleh para pihak sendiri, atau
5.
Dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena penerapan asas Praduga Sah Maka minuta akta-akta tersebut tetap harus berada dalam bundel akta
Notaris yang bersangkutan, dan Notaris yang bersangkutan ataupun pemegang protokolnya masih tetap berwenang untuk mengeluarkan salinannya atas permohonan para pihak atau para ahli warisnya yang berkepentingan. Pemberian salinan tersebut dilakukan oleh Notaris, karena akta Notaris tersebut merupakan 110
Ibid.
111
Ibid.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
79
perbuatan para pihak, para pihak berhak atas salinan akta Notaris dan Notaris berkewajiban untuk membuat dan memberikan salinannya.112
2.1.2.3 Legalitas Akta yang dibuat oleh Notaris dalam Kedudukannya Sebagai Tersangka
Ketika akta Notaris yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris telah selesai kemudian diberikan kepada para pihak/penghadap, maka telah selesai tugas Notaris. Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan kuat sehingga siapa pun yang menyatakan akta tersebut salah atau tidak benar, maka yang menyatakan tersebut wajib membuktikannya melalui sidang di pengadilan negeri. Hal ini perlu dilakukan sebagaimana makna otentisitas akta Notaris113 Fungsi yang paling penting dari suatu akta dalah sebagai alat pembuktian. Dalam Pasal 1867 KUH Perdata mengatur bahwa pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan dibawah tangan. Dengan kata lain, Pasal 1867 KUHPerdata menyatakan terdapat dua macam akta, yaitu akta dibawah tangan dan akta otentik. Akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat umum. Jadi semata-mata dibuat antara para pihak yang berkepentingan.114 Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat di luar ketentuan pasal 1868 KUH Perdata. Bentuknya bebas, akta di bawah tangan tidak terikat dengan 112
Ibid., hal. 82.
113
Habib Adjie (d), Op. Cit., hal. 197.
114
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1982),
hal. 120.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
80
ketentuan-ketentuan mengenai cara pembuatan maupun mengenai isinya ataupun siapa yang berwenang untuk membuatnya, mengenai kekuatan pembuktiannya adalah bebas, tergantung dari penilaian hakim apakah dan sampai dimanakah hakim menganggap surat-surat itu membuktikan suatu hal.115 Akta otentik adalah akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undangundang yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai yang berkuasa/pegawai umum untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya116 Akta Notaris sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, jika seluruh ketentuan prosedur atau tata cara pembuatan akta dipenuhi. Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi tersebut dapat dibuktikan, maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai pembuktiannya diserahkan kepada Hakim. Baik akta otentik maupun akta di bawah tangan dibuat dengan tujuan untuk dipergunakan sebagai alat bukti. Dalam kenyataan ada tulisan yang dibuat tidak dengan tujuan sebagai alat bukti, tapi dapat dipergunakan sebagai alat bukti, jika hal seperti ini terjadi agar mempunyai nilai pembuktian harus dikaitkan atau didukung dengan alat bukti lainnya. Perbedaan yang penting antara kedua jenis akta tersebut, yaitu dalam nilai pembuktian, akta otentik mempunyai pembuktian yang sempurna. Kesempurnaan akta Notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut harus dilihat apa
115
R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung, 1982), hal. 109. 116 Indonesia (d), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgelijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh R. Soebekti, cet., 31, ( Jakarta: Rinaka Cipta, 2000), Ps. 1868.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
81
adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut.117 Akta Notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat mereka membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi. Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sahnya perjanjian, ada syarat subjektif yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian, yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum, dan syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan dengan perjanjian itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan hukum oleh para pihak, yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang. Syarat sahnya perjanjian tersebut diwujudkan dalam akta Notaris. Syarat subjektif dicantumkan dalam awal akta, dan syarat objektif dicantumkan dalam badan akta sebagai isi akta. Isi akta merupakan perwujudan dari Pasal 1338 KUHPerdata mengenai kebebasan berkontrak dan memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada para pihak mengenai perjanjian yang dibuatnya. Dengan demikian jika dalam awal akta, terutama syarat-syarat para pihak yang menghadap Notaris tidak memenuhi syarat subjektif, maka atas permintaan orang tertentu akta tersebut dapat dibatalkan. Jika dalam isi akta tidak memenuhi syarat objektif, maka akta tersebut batal demi hukum. Akta Notaris sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, jika seluruh ketentuan prosedur atau tata cara pembuatan akta dipenuhi. Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi tersebut dapat dibuktikan, maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai pembuktiannya diserahkan kepada Hakim. 117
Habib Adjie (a), Op. Cit., hal. 121.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
82
Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian lahiriah, formil dan materil, dimana hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:118 1.
Kekuatan pembuktian lahiriah mengandung arti bahwa akta itu sendiri mempunyai kemampuan untuk membuktikan dirinya sendiri sebagai akta otentik, karena kehadirannya sesuai dan menurut peraturan perundangundangan yang mengaturnya. Demikian pula akta-akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian lahiriah karena akta-akta itu sendiri mempunyai kekuatan untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik yaitu karena kelahirannya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, dari pejabat yang membuatnya, jenis akta yang dibuatnya, wewenang pembuat aktanya, bentuk aktanya dan sifat aktanya semuanya diatur dalam peraturan perundang-undangan.
2.
Kekuatan pembuktian formil itu mempermasalahkan mengenai benar atau tidaknya ada pernyataan oleh yang bertanda tangan di bawah akta itu, jadi notaris menyatakan dalam tulisan itu bahwa apa yang dinyatakan dalam akta itu, sehingga kekuatan pembuktian formil akta otentik menjamin kebenaran tentang tanggal, tempat akta dibuat, komparan dan tanda tangan yang berlaku terhadap setiap orang. Demikian juga pada akta Notaris sebagai akta otentik yang merupakan akta para pihak, bagi siapapun telah pasti bahwa pihak-pihak yang bersangkutan menyatakan seperti apa yang tertulis di atas tanda tangan mereka. Dari hal yang diuraikan di atas, memberikan kepastian bahwa akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian formil.
3.
Kekuatan pembuktian materil ini menyangkut pembuktian tentang materi atau isi suatu akta dan memberikan kepastian tentang peristiwa atau kejadian bahwa pejabat dan para pihak melakukan atau melaksanakan seperti apa yang
118 Habib Adjie (c), Op. Cit., hal. 72-74.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
83
diterangkan dalam akta itu. Terhadap akta yang dibuat oleh notaris atau akta relaas sebagai akta otentik, tidak lain hanya membuktikan apa yang disaksikan yakni yang dilihat, didengar dan dilakukan sendiri oleh Notaris itu dalam menjalankan jabatannya. Sedangkan akta para pihak menurut undangundang merupakan bukti bagi mereka dan ahli warisnya dan sekalian orangorang yang mendapat hak darinya. Demikian pula pada akta-akta yang dibuat dihadapan notaris, mempunyai kekuatan pembuktian materil oleh karena peristiwa atau perbuatan hukum yang dinyatakan oleh para pihak dan dikonstatir oleh Notaris dalam akta itu adalah benar-benar terjadi dan akta Notaris sebagai akta otentik yang berupa akta para pihak, maka isi dan keterangan ataupun perbuatan hukum yang tercantum dalam akta itu berlaku terhadap orang-orang yang memberikan keterangan itu dan untuk keuntungan serta kepentingan siapa akta itu diberikan. Habib Adjie menyatakan bahwa akta notaris mempunyai karakter yuridis sebagai berikut:119 1.
Akta notaris wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh UUJN.
2.
Akta notaris dibuat karena ada permintaan para pihak dan bukan keinginan notaris.
3.
Meskipun dalam akta notaris tercantum nama notaris, tapi dalam hal ini notaris tidak berkedudukan sebagai pihak bersama-sama para pihak atau penghadap yang namanya tercantum dalam akta.
4.
Mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Siapapun terikat dengan akta notaris serta tidak dapat ditafsirkan lain, selain yang tercantum dalam akta tersebut.
5.
Pembatalan daya ikat akta notaris hanya dapat dilakukan atas kesepakatan para pihak yang namanya tercantum dalam akta. Jika ada yang tidak setuju,
119
Ibid, hal. 71-72.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
84
maka pihak yang tidak setuju harus mengajukan permohonan ke pengadilan umum agar akta yang bersangkutan tidak mengikat lagi dengan alasan-alasan tertentu yang dapat dibuktikan. Seperti yang telah dikemukakan di atas, disebutkan bahwa untuk penilaian Akta Notaris digunakan asas praduga sah. Asas praduga sah ini berkaitan dengan akta yang dapat dibatalkan, merupakan suatu tindakan mengandung cacat, yaitu tidak berwenangnya Notaris untuk membuat akta secara lahiriah, formal, materil dan tidak sesuai dengan aturan hukum tentang pembuatan akta Notaris, dan asas ini tidak dapat dipergunakan untuk menilai akta batal demi hukum, karena akta batal demi hukum dianggap tidak pernah dibuat. Dalam gugatan untuk menyatakan akta Notaris tersebut tidak sah, maka harus dibuktikan ketidak absahan dari aspek lahiriah, formal dan materilnya akta Notaris. Jika tidak dapat dibuktikan maka akta yang bersangkutan tetap sah mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut. Asas ini telah diakui dalam UUJN, tersebut dalam Penjelasan Bagian Umum bahwa Akta Notaris sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam Akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hak sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan.120 Akta yang dibuat oleh seroang Notaris yang berstatus tersangka merupakan akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dengan memenuhi ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata serta memenuhi syarat otentisitas akta yaitu disusun, dibacakan dan ditandatangani. Kepastian tanggal suatu akta juga harus dijamin.121 120
Ibid., hal. 80.
121
Wawancara dengan Winanto Wiryomartani S.H., M.Hum., Anggota Majelis Pengawas Pusat Notaris, dilangsungkan di Jakarta, tanggal 3 Mei 2012, pukul 14.00 WIB
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
85
Akta yang dibuat Notaris yang statusnya sebagai tersangka tetap memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dengan memenuhi ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata. Dengan demikian adanya penetapan status tersangka seorang Notaris tidak menyebabkan legalitas akta yang dibuatnya menjadi berubah. Dengan demikian akta tersebut tetap dapat dijadikan sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.122 Selain itu akta yang dibuat Notaris dalam statusnya sebagai tersangka juga harus memenuhi ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf l UUJN, dimana seorang Notaris berkewajiban membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2(dua) orang sanksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat dikatakan bahwa akta yang dibuat oleh seroang Notaris yang berstatus tersangka merupakan akta otentik asal memenuhi syarat otentisitas akta yaitu disusun, dibacakan dan ditandatangani. Kepastian tanggal suatu akta juga harus dijamin. Akta yang dibuat Notaris yang statusnya sebagai tersangka tetap memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dengan memenuhi ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata serta memenuhi ketentuan Pasal 16 ayat (1) hurf l yaitu seorang Notaris berkewajiban membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2(dua) orang sanksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Dengan demikian adanya penetapan status tersangka seorang Notaris tidak menyebabkan legalitas akta yang dibuatnya menjadi berubah. Jadi akta tersebut tetap dapat dijadikan sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Akta yang dibuat seorang Notaris dalam statusnya sebagai tersangka 122
Wawancara dengan Harun Kamil, S.H.,Notaris/PPAT di Jakarta, dilangsungkan di Jakarta, tanggal 21 Mei 2012, pukul 11.00 WIB
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
86
adalah akta otentik yang sah mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut sampai ada pihak yang menyatakan akta tersebut tidak sah.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
87
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan 1.
Status tersangka terhadap seorang Notaris belum membawa akibat hukum dalam melaksanakan tugasnya sebagai pejabat umum. Seorang Notaris yang dijadikan tersangka secara hukum belum bisa diberhentikan sebagai Notaris, karena masih dalam proses dan belum ada putusan terhadap kasusnya. Seseorang bisa saja dibatalkan sebagai seorang tersangka atau dibebaskan dari tuduhan. Seorang Notaris yang berstatus tersangka tetap diperbolehkan membuat akta kecuali Notaris tersebut ditahan karena seorang Notaris harus membuat akta di kantornya, jadi tidaklah dimungkinkan pembuatan akta tersebut pada saat seorang Notaris ditahan. Hal ini dapat dinilai melalui ketentuan UUJN yang mengatur bahwa notaris yang tidak berwenang membuat akta adalah hanyalah notaris yang berada dalam status belum disumpah, cuti, diberhentikan sementara, dipecat dan pensiun. Akibat hukum terhadap notaris dalam menjalankan tugas jabatan profesinya baru akan timbul pada saat notaris tersebut telah dinyatakan bersalah melakukan suatu tindak pidana yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
2.
Akta yang dibuat oleh seroang Notaris yang berstatus tersangka merupakan akta otentik asal memenuhi syarat otentisitas akta yaitu disusun, dibacakan dan ditandatangani. Kepastian tanggal suatu akta juga harus dijamin. Akta yang dibuat Notaris yang statusnya sebagai tersangka tetap memiliki kekuatan
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
88
pembuktian yang sempurna dengan memenuhi ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata serta memenuhi ketentuan Pasal 16 ayat (1) hurf l yaitu seorang Notaris berkewajiban membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2(dua) orang sanksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Dengan demikian adanya penetapan status tersangka seorang Notaris tidak menyebabkan legalitas akta yang dibuatnya menjadi berubah. Jadi akta tersebut tetap dapat dijadikan sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Akta yang dibuat seorang Notaris dalam statusnya sebagai tersangka adalah akta otentik yang sah mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut sampai ada pihak yang menyatakan akta tersebut tidak sah.
3.2 Saran
1.
Seorang Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus tetap berpegang teguh terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 serta Kode Etik Notaris sehingga Notaris dalam menjalankan tugasnya tetap berada dalam perlindungan hukum dan terhindar dari hal-hal yang dapat merusak harkat dan martabat seorang Notaris
2.
Seorang Notaris dalam membuat akta harus berdasarkan dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan-undangan sehingga akta tersebut tetap memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna serta dapat dicegah segala tuntutan terhadap akta otentik yang dibuat Notaris tersebut.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
89
DAFTAR REFERENSI
BUKU Adjie, Habib. Hukum Notaris di Indonesia, Tafsir Telematik Terhadap UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Bandung: Rafika Aditama, 2008. Adjie, Habib. Meneropong Khazanah dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan tentang Notaris dan PPAT ), Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2008. Adjie, Habib. Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik.Bandung: Rafika Aditama, 2009. Adjie, Habib. Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan). Cet. 1. Bandung: CV. Mandar Maju, 2009. Bertens, K. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997. Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Buku Kedua. Cet. 1. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010. Fuady, Munir. Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum Bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator dan Pengurus). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005. Hadjan, Philipus M. Pemerintah Menurut Hukum (Wet en Rechmatig Bestuir). Cet. 1. Surabaya: Yuridika, 1993. Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2005. HS. Salim dan H. Abdullah. Perancangan Kontrak dan MOU. Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
90
Kanter, E.Y. Etika Profesi Hukum; Sebuah Pendekatan Religius. Jakarta: Storia Grafika, 2001. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgelijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh R. Soebekti. Cet. 31. Jakarta: Pradnya Paramita,2001. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek Van Strafrecht]. Diterjemahkan oleh Andi Hamzah. Jakarta: Rinaka Cipta, 2000. Lamintang, PAF. Delik-delik Khusus (Kejahatan-kejahatan Membahayakan Kepercayaan Umum Terhadap Surat-surat, Alat-alat Pembayaran, Alat-alat Bukti dan Peradilan). Bandung: Mandar Maju, 1991. Latumeten, Pieter E. Cacat Yuridis Akta Notaris Dalam Peristiwa Hukum Konkrit dan Implikasi Hukumnya.Jakarta: Tuma Press, 2011. Lubis, Suhrawardi K. Etika Profesi Hukum. Cet. 6. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Lumban Tobing, G.H.S. Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta: Erlangga, 1999. Makarao, Mohammad Taufik dan Suhasril. Hukum Acara Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004. Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty, 1982. Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana. Cet. 2. Jakarta: Bina Aksara, 1994. Notodisoerjo, R. Soegondo. Hukum Notariat di Indonesia suatu penjelasan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993. Prodjodikoro, Wiryono R. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Bandung: Sumur Bandung, 1982.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
91
Salam, Moch. Faisal. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju, 2001. Saleh, Ismail. Etika Profesi Notaris dalam Penegakan Hukum Pidana. Yogyakarta: PT Bayu Indra Grafika, 1995. Saputro, Anke Dwi. Ed. Jati Diri Notaris Indoneia, Dulu, Sekarang dan di Masa Datang. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008. Sjaiffurachman. Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta. Cet. 1. Bandung: CV. Mandar Maju, 2011. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010. Subekti, R. Hukum Pembuktian. Cet. 8. Jakarta: Pramadya Paramdya Paramita, 1987. Sujamto. Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 1987. Tedjasaputro, Liliana. Etika Profesi Notaris (Dalam Penegakan Huum Pidana). Yogyakarta: Bigraf Publishing, 1955. Thong Kie, Tan. Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris. Jakarta: IkhtiarBaru Van Hoeve, 2007. INTERNET Budi R, Muchus. “ Notaris Pelapor Sebut Akta Yayasan Bos Hailai Salahi Aturan.”http://m.detik.com/read/2011/03/21/182531/1597800/10/notaris-pelaporsebut-akta-yayasan-bos-silalahi-aturan?nd992203605. Diunduh tanggal 03 Juni 2012.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
92
Nafiah Siregar, Alian. “Palsukan Akta Jual Beli, Notaris Jadi Terdakwa.” http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=61 691:palsukan-akta-jaul-beli-notaries-jadi-terdakwa&catid=59&Itemid=91. Diunduh tanggal 03 Juni 2012. Paturanews, “Diduga Palsukan Akta Tanah, Bank dan Notaris Digugat.” http:// www.panturanews.com. Diunduh tanggal 03 Juni 2012. Widayat, Danang Wahyu. ”Ambigu Undang-Undang No. 13 Tahun 2006.” http://danangwahyuwidayat.wordpress.com. Diunduh tanggal 03 Juni 2012.
MAKALAH Latumeten, Pieter. “Perlindungan Jaminan Hukum Bagi Profesi Notaris.” Makalah disanmapikan dalam rangka rapat pleno Pengurus Pusat yang diperluas, Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan Ikatan Notaris Indonesia. Jakarta, 30 Juli 2009. PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia, Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981, LN No. 76 Tahun 1981, TLN No. 3209. Indonesia, Undang-Undang Jabatan Notaris, UU No. 30 Tahun 2004, LN No. 117 Tahun2004, TLN No. 4432. Indonesia, Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, UU No. 9 Tahun 2004, TLN. No. 4380.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
93
WAWANCARA Wawancara dengan Harun Kamil, S.H. Notaris/PPAT di Jakarta. Dilangsungkan di Jakarta, tanggal 21 Mei 2012. Wawancara dengan Winanto Wiryomartani S.H., M.Hum., Anggota Majelis Pengawas Pusat Notaris, dilangsungkan di Jakarta, tanggal 3 Mei 2012.
Universitas Indonesia
Akibat Hukum....., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon,FH UI 2012
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
N O TA K E S E P A H A M A N A N TA R A KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA D E N G A N IKATAN NOTARIS INDONESIA No. Pol. Nomor
B/1056/ V/2006 01/MOU/ PP-INI/V/2006 TENTANG
P E M B I N A A N D A N P E N I N G K ATA N PROFESIONALISME DI BIDANG PENEGAKAN HUKUM Pada hari ini Selasa, tanggal Sembilan, bulan Mei, tahun dua ribu enam, yang bertandatangan di bawah ini : 1.
JENDERAL POLISI Drs. SUTANTO, selaku KEPALA KEPOLISIAN NEGARA RE P U B L IK IND ON E S IA da l am h al Ini be r ti n da k un tu k d a n a ta s n am a KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (selanjutnya disingkat Polri), berkedudukan di Jakarta dan berkantor di JI. Trunojoyo No. 3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.
1.
TIEN NORMAN LUBIS, S.H. dan ADRIAN DJUAINI, S.H., selaku KEDUA UMUM dan SEKRETARIS UMUM, dalam hal ini secara bersamasama, bertindak untuk dan atas nama IKATAN NOTARIS INDONESIA (selanjutnya disingkat INI), berkedudukan di Jakarta dan berkantor pusat di JI. H. Hasyim Ashari Roxy Mas Blok El No. 31 Jakarta Pusat, selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.
Menimbang : 1. Bahwa Pihak Pertama selaku Alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, dan Kantor Notaris Herman Adriansyah, S.H. Nota Kesepahaman Antara Kepolisian RI dengan IKatan Notaris Indonesia Tgl 09-05-2006
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
1
melayani masyarakat, Berta menegakkan hukum, dan PIHAK KEDUA mewakili perkumpulan INI selaku Pejabat Umum, sama-sama mempunyai fungsi dan tugas melayani kepentingan masyarakat dalam bidang hukum, sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi masing-masing pihak. 2. Bahwa dalam menjalankan jabatan sesuai dengan tugas pokok dan wewenang
masing-masing,
terdapat
keterkaitan
antara
PIHAK
PERTAMA selaku penyelidik/penyidik di dalam upaya penegakan hukum untuk mencari dan menemukan alat bukti dalam perkara pidana dan PIHAK KEDUA selaku Pejabat Umum yang berwenang membuat akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna di bidang hukum keperdataan. 3. Bahwa PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA bersama-sama sebagai abdi hukum, terpanggil melaksanakan amanat rakyat yang senantiasa mendambakan adanya perlindungan, ketertiban dan kepastian hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, sehingga hukum benar-benar mampu menjadi pengayom masyarakat dan memberi rasa aman, untuk mewujudkan tegaknya hukum dan keadilan, menuju masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila clan UUD 1945. 4. Bahwa untuk mencapai maksud tersebut di atas, maka perlu adanya kesepahaman antara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA secara bersama-sama berusaha untuk meningkatkan profesionalisme, Baling mengisi dan meningkatkan komunikasi sebagai kebutuhan bersama dalam melaksanakan tugas masing-masing. Memperhatikan : 1.
Pelaksanaan penegakan hukum dalam kaitann ya untuk m encegah terjadin ya penyimpangan tugas dan guna meningkatkan kemitraan Polri dengan INI.
2.
Usul, pendapat, dan tanggapan Polri maupun Pengurus INI.
Mengingat : 1.
Pancasila sebagai dasar Negara clan sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia.
2.
Pasal 1 ayat (3) clan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara
Kantor Notaris Herman Adriansyah, S.H. Nota Kesepahaman Antara Kepolisian RI dengan IKatan Notaris Indonesia Tgl 09-05-2006
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
2
Republik Indonesia tahun 1945; 3.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
4.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
5.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);
7.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Maka PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA telah sepaham membuat Nota Kesepahaman untuk melakukan pembinaan dan meningkatkan profesionalisme, serta saling membantu di bidang upaya penegakan hukum yang dilandasi profesi, jabatan, dan kewenangan masing-masing sesuai ketentuan perundang-undangan, dengan ketentuan sebagai berikut 1.
Para Pihak senantiasa saling menghorrnati dan menjaga kemandirian masing-masing pihak dalam melaksanakan tugas, jabatan, dan profesinya, dengan selalu menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Para Pihak setuju menyelenggarakan pertemuan berkala, menurut tingkat dan jenjang struktur organisasi masing-masing, guna lebih meningkatkan hubungan kerja sama di bidang profesionalisme dan penegakan hukum.
3.
Para Pihak secara bersama-sama dapat melaksanakan penerangan dan penyuluhan hukum untuk lebih meningkatkan kesadaran dan ketaatan hukum masyarakat.-
4.
Para Pihak senantiasa saling membantu dalam meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat, ilmu pengetahuan, menambah pengalaman, memperluas wawasan, kualitas pribadi, dan kualitas profesionalisme.
5.
Apabila terdapat perbedaan pendapat dalam penafsiran terhadap pelaksanaan tugas serta wewenang PIHAK PERTAMA dan PIHAK
Kantor Notaris Herman Adriansyah, S.H. Nota Kesepahaman Antara Kepolisian RI dengan IKatan Notaris Indonesia Tgl 09-05-2006
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
3
KEDUA, maka penyelesaiannya ditempuh melalui jalur konsultasi secara institusional dan berjenjang. 6.
Hal-hal yang rnenyangkut masalah teknis sebagai pelaksanaan dari Nota Kesepahaman ini, dijabarkan Iebih lanjut oleh Para Pihak dalam bentuk Lampiran yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Nota Kesepahaman.
7.
Para Pihak berkewajiban untuk mensosialisasikan Nota Kesepahaman ini dan Lampirannya kepada seluruh jajarannya.
Nota Kesepahaman ini mulai bertaku sejak ditandatangani, dan dibuat dalam 2 (dua) rangkap masing-masing bermaterai cukup yang mempunyai kekuatan hukum yang sama.
Kantor Notaris Herman Adriansyah, S.H. Nota Kesepahaman Antara Kepolisian RI dengan IKatan Notaris Indonesia Tgl 09-05-2006
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
4
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: M.03.HT.03.10 TAHUN 2007 TENTANG PENGAMBILAN MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
:
bahwa untuk mengatur syarat dan tata cara pengambilan minuta akta atau fotokopi minuta akta dan pemanggilan Notaris yang ditentukan dalam Pasa! 66 UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris.
Mengingat
:
1. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432); 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang KedudukanJ Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; 3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2005; 4. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.O3-PR.O7.09 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia; MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA TENTANG PENGAMBILAN MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Jabatan Notaris. 2. Notaris Pengganti adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris. 3. Notaris Pengganti Khusus adalah seorang yang diangkat sebagai Notaris khusus untuk membuat akta tertentu sebagaimana disebutkan dalam surat penetapannya sebagai Notaris karena di dalam satu daerah kabupaten atau kota terdapat hanya seorang Notaris, sedangkan Notaris yang bersangkutan menurut ketentuan Undang-Undang tentang Jabatan Notaris tidak boleh membuat akta dimaksud. 4. Pejabat Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai Notaris untuk menjalankan jabatan Notaris yang meninggal dunia, diberhentikan, atau diberhentikan sementara. 5. Minuta Akta adalah asli Akta Notaris. 6. Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris. 7. Majelis Pengawas Daerah adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban 1Intuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris yang berkedudukan di kabupaten atau kota. 8. Hari adalah hari kerja.
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
BAB II SYARAT DAN TATA CARA PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN/ATAU SURAT-SURAT YANG DILEKATKAN PADA MINUTA AKTA ATAU PROTOKOL NOTARIS DALAM PENYIMPANAN NOTARIS Pasal 2 (1) Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim untuk kepentingan proses peradilan dapat mengambil fotokopi Minuta Akta dan/ atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Pengawas Daerah. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud disampaikan kepada Notaris pada ayat (1) tembusannya disampaikan kepada Notaris. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat alasan pengambilan fotokopi Minuta Akta dan/ atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris. Pasal 3 Majelis Pengawas Daerah memberikan persetujuan untuk pengambilan fotokopi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), apabila: a. ada dugaan tindak pidana berkaitan dengan Minuta Akta dan/ atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; atau b. belum gugur hak menuntut berdasarkan ketentuan tentang daluwarsa dalam peraturan perundangundangan di bidang pidana. Pasal 4 Persetujuan Majelis Pengawas Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diberikan setelah mendengar keterangan dari Notaris yang bersangkutan. Pasal 5 Majelis Pengawas Daerah tidak memberikan persetujuan kepada Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim untuk pengambilan fotokopi sebagaimana dimaksud dalamPasal 2 ayat (1) apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. Pasal 6 (1)
(2)
Majelis Pengawas Daerah wajib memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui, maka Majelis Pengawas Daerah dianggap menyetujui. Pasal 7
Notaris memberikan fotokopi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kepada Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim, disertai berita acara serah terima yang ditandatangani oleh Notaris dan Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim. BAB III SYARAT DAN TATA CARA PENGAMBILAN MINUTA AKTA DAN/ ATAU SURAT-SURAT YANG DILEKATKAN PADA MINUTA AKTA ATAU PROTOKOL NOTARIS DALAM PENYIMPANAN NOTARIS Pasal 8 (1) Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim untuk kepentingan proses peradilan dapat mengambil Minuta Akta danj atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, dengan meminta kepada Notaris yang bersangkutan untuk membawa Minuta Akta danj atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Pengawas Daerah.
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tembusannya disampaikan kepada Notaris. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat alasan pengambilan Minuta Akta danj atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris. Pasal 9 Majelis Pengawas Daerah memberikan persetujuan untuk pengambilan Minuta Akta dan/ atau suratsurat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) apabila: a. ada dugaan tindak pidana berkaitan dengan Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; b. belum gugur hak menuntut berdasarkan ketentuan tentang daluwarsa dalam peraturan perundangundangan di bidang pidana; c. ada penyangkalan keabsahan tanda tangan dari para pihak; d. ada dugaan pengurangan atau penambahan dari Minuta Akta; atau e. ada dugaan Notaris melakukan pemunduran tanggal akta (antidatum). Pasal 10 Persetujuan Majelis Pengawas Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diberikan setelah mendengar keterangan dari Notaris yang bersangkutan. Pasal 11 Majelis Pengawas Daerah tidak memberikan persetujuan untuk pengambilan Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasa! 8 ayat (1), apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. Pasal 12 (1)
(2)
Majelis Pengawas Daerah wajib memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 8. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui, maka Majelis pengawas Daerah dianggap menyetujui. Pasal 13
(1)
(2)
(3)
Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim, setelah mendapat persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah, meminta Notaris untuk membawa Minuta Akta yang dibuatnya dan/ atau Minuta Akta Notaris lain yang berada dalam penyimpanan protokolnya, untuk diperiksa di Pusat Laboratorium Forensik mengenai keabsahan tanda tangan dan/ atau cap jempol yang tertera pada Minuta Akta pada hari yang ditentukan. Dalam hal pemeriksaan Minuta Akta yang dibuatnya dan/ atau Minuta Akta Notaris lain yang berada dalam penyimpanan protokolnya tidak dapat diselesaikan pada hari yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Notaris membawa kembali Minuta Akta yang dibuatnya dan/atau Minuta Akta Notaris lain yang berada dalam penyimpanan protokolnya untuk diperiksa ulang pada hari yang akan ditentukan. Dalam hal pemeriksaan Minuta Akta yang dibuatnya dan/ atau Minuta Akta Notaris lain yang berada dalam penyimpanan protokolnya telah selesai dilaksanakan maka Minuta Akta yang dibuatnya dan/atau Minuta Akta Notaris lain yang berada dalam penyimpanan protokolnya diserahkan kembali kepada Notaris. BAB IV SYARAT DAN TATA CARA PEMANGGILAN NOTARIS Pasal 14
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012
(1)
(2) (3)
Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim untuk kepentingan proses peradilan dapat memanggil Notaris sebagai saksi, tersangka, atau terdakwa dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Pengawas Daerah. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tembusannya disampaikan kepada Notaris. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat alasan pemanggilan Notaris sebagai saksi, tersangka, atau terdakwa. Pasal 15
Majelis Pengawas Daerah memberikan persetujuan pemanggilan Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) apabila: a. ada dugaan tindak pidana berkaitan dengan Akta dan/ atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, atau; b. belum gugur hak menuntut berdasarkan ketentuan tentang daluwarsa dalam peraturan perundang-undangan di bidang pidana. Pasal 16 Persetujuan Majelis Pengawas Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diberikan setelah mendengar keterangan dari Notaris yang bersangkutan. Pasal 17 Majelis Pengawas Daerah tidak memberikan persetujuan kepada Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim untuk pemanggilan Notaris sebagai saksi, tersangka, atau terdakwa apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. Pasal 18 (1)
(2)
Majelis Pengawas Daerah wajib memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal14. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui maka Majelis Pengawas Daerah dianggap menyetujui. Pasal 19
Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal18, berlaku juga bagi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 08 Nopember 2007 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA ttd ANDI MATTALATTA
Akibat hukum..., Elfrida Dwi Rosa Sitindaon, FHUI, 2012