ANALISIS KEKUATAN TARIK LAMINASI BAMBU BETUNG (Dendrocalamus Asper) SEBAGAI LAPISAN LUAR DENGAN KAYU JATI (Tectona Grandis L.f.) UNTUK BAHAN ALTERNATIF KONSTRUKSI KAPAL KAYU Nur Yanu Nugroho1, Akhmad Basuki Widodo1,2, Nanang Hariyanto1 1
Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan, Universitas Hang Tuah, Jl. Arif Rahman Hakim 150 Surabaya 60111 2 PT.PAL Indonesia (Persero) Jl. Ujung Surabaya
Abstract: Bamboo have been known long enough as one of the materials able to be used to various target. Indonesia as one of the tropical country has bamboo resources which potential enough. Till now, the growth of bamboos in constructions area, especially the shipping area, is relatively very small. With existence of lamination technology, it is expected by exploiting bamboo can be extended to structure area, especially shipping area. Purpose of this research is to know mechanical strength from different composition of bamboo Betung-Teak wood lamination, bamboo Betung-Keruing wood, bamboo Betung-Bangkirai wood. Specimens for buckling examination and tensile strength examination are made from amounts of lamination vary that solid, 3 laminations, 5 laminations by using ASTM (American Standard of for Testing and Materials). Different variations of those in general laminate bamboo Betung have the nature of mechanic and also the nature of material fatigue which is better to be compared to Teak wood (solid). Result of the research strength tensile examination seeing bamboo Betung 5 lamination to have highest value that is equal to 12.64 % compared to Teak wood (solid). From data, it can be concluded that bamboo Betung lamination (Dendrocalamus Asper) representing good alternative material in the place of Teak (Tectona Grandis L.f) proven which during the time goodness upon which development of wooden ship, good of technical and economic facet. Keywords: lamination, bamboo betung, teak wood, bangkirai wood, keruing wood, tensile strength
PENDAHULUAN
hasil-hasil laut yang dapat menambah devisa negara dan juga dapat menjadi mata pencaharian para nelayan. Dengan kondisi seperti itu dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat, khususnya daerah pesisir (Widodo, 2007). Sebagai bahan pembangunan ka-pal kayu, kayu Jati semakin hari semakin sulit untuk didapatkan. Kayu yang digunakan sebagai bahan pembangunan kapal kayu
Indonesia merupakan negara kepulauan dimana luas laut lebih besar dari daratan. Ini menjadikan bahwa laut menjadi sarana transportasi bagi kapal-kapal untuk membawa suatu barang dari satu pulau ke pulau lain, dan juga laut menjadi sumber daya alam yang banyak mengandung kekayaan di dalamya, diantaranya 91
mempunyai persyaratan khusus dan ketentuan yang berbeda dengan penggunaan struktur lain. Sesuai dengan klasifikasi bahan untuk kapal kayu, kayu yang digunakan untuk kapal harus baik, sehat, tidak ada celah dan tidak terdapat mata kayu (knot) (BKI, 1996). Tetapi untuk mendapatkan kayu dengan spesifikasi seperti disebutkan di atas, makin lama semakin sulit dan harganya sangat mahal. Keunggulan kayu sebagai bahan pembangunan kapal adalah mudah dalam pekerjaan. Dibandingkan dengan bahan lainnya, kayu relatif tidak mahal dan mempunyai nilai estetika yang tinggi dibandingkan dengan kapal yang dibuat dari bahan lain seperti dari aluminium, baja ataupun fiberglass (Widodo, 2007). Disamping kebutuhan kayu sebagai bahan pembangunan kapal yang semakin meningkat. Dengan bertambahnya jumlah penduduk kebutuhan kayu untuk keperluhan perumahan mengalami kenaikan yang sangat signifikan (Perum Perhutani, 2008). Sehingga hal tersebut menyebabkan harga kayu khususnya kayu Jati, semakin mahal dan semakin sulit untuk didapat. Salah satu alternatif pengganti kayu jati adalah dengan menggunakan bambu Betung. Alasan penggunaan bambu Betung untuk keperluan struktur perkapalan sebagai pengganti kayu Jati adalah: bambu Betung mempunyai sifat mekanik yang baik, ringan, mudah dalam penanganan dan pengerjaannya, mudah didapat serta murah harganya (Widodo, 2007). Disamping keunggulan tersebut, bambu Betung mempunyai sifat ulet, lurus, rata, keras dan mudah untuk dijumpai dimana-mana (Widodo, 2007). Batang bambu berbentuk bulat silindris dengan beberapa buku (bamboo node) disetiap batangnya. Sedangkan bagian antara buku yang satu dengan buku yang lainnya disebut dengan buluh bam-
92
bu (bamboo wall). Setiap batang bambu mempunyai jumlah buku dan panjang antar buku yang berbeda (Widodo, 2007). Bambu merupakan jenis tanaman yang cepat tumbuh (fast growing) dan pada umur 3 - 6 tahun sudah dapat dipanen (Widodo, 2007). Secara umum, pada awal pertumbuhannya bambu mampu tumbuh rata-rata sampai 5 centimeter untuk setiap jamnya. Komposisi batang bambu terdiri dari bagian luar (exsternal layer), bagian dalam (internal layer) dan bagian tengah (middle layer). Bagian luar bambu merupahkan bagian yang mempunyai kekuatan tarik paling tinggi. Hal ini disebabkan adanya kulit bambu yang sangat keras dan kuat. Sedangkan bagian yang terlemah adalah bagian dalam (lihat Gambar 1). Menurut Widodo (2007), bahwa sifat fisik dan sifat meknik bambu dipengaruhi oleh posisi dalam bambu dan jenis bambu. Selain itu sifat mekanik bambu juga dipengaruhi oleh umur bambu dan tempat tumbuh bambu. Kuat tarik bambu paling tinggi dekat dengan kulit (eksternal) dan akan semakin menurun menuju kebagian dalam (internal). Perbedaan lain antara kayu dan bambu adalah kerusakan yang terjadi setelah menerima beban. Pada kayu kerusakan yang terjadi berupa patah atau terputusnya serat pembentuk kayu, sehingga saat terjadi putusnya serta kayu, maka kayu sudah mengalami kerusakan walaupun hanya beberapa serat kayu saja. Sedangkan pada bambu, kerusakan berupa lepasnya serat pembentuk bambu tetapi tidak sampai terjadi patah atau putusnya serat pembentuk bambu. Sifat kerusakan pada bambu tersebut merupakan satu penyebab bambu mempunyai kuat tarik yang sangat baik dibandingkan dengan kayu (Widodo, 2007).
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 17, No. 2, Juli 2011
Bamboo-Node
External Bamboo Wall
Middle
IInter-Node
Internal
Gambar 1. Susunan struktur bambu (Akhmad Basuki Widodo, 2007)
Selain bambu memiliki kelebihankelebihan seperti diuraikan di atas, bambu mempunyai beberapa kelemahan (drawback). Salah satu kelemahan bambu adalah adanya buku (node) yang terdapat pada setiap batangnya. Buku bambu merupahkan struktur serat bambu yang arah seratnya tidak lurus seperti arah serat pada batang bambu. Kelemahan buku bambu dapat diperbaiki dengan sistem atau konstruksi laminasi. Menurut Widodo (2007), bahwa salah satu kelebihan laminasi adalah meningkatkan sifat atau kekuatan dari material yang sama. Kayu laminasi (wood laminate) adalah penggabungan dua lebar papan atau lebih yang direkat dengan menggunakan bahan perekat atau lem. Beberapa keuntungan dari bahan laminasi dibandingkan dengan kayu solid dalam ukuran yang sama adalah kayu laminasi mempunyai kekuatan kurang lebih 40% lebih tinggi dibandingkan dengan kayu solid dari jenis yang sama (Widodo, 2007). Keuntungan laminasi kayu lainnya adalah: (1). Dapat dibuat atau diproduksi dengan ukuran yang tidak terbatas (unlimited). (2). Meminimalkan cacat kayu dan (3). Hemat da-
lam penggunaan bahan kayu, untuk membentuk kayu laminasi dengan ukuran yang besar dapat dibuat dari bahan yang lebih tipis. Keuntungan lainnya laminasi kayu adalah dalam proses pembuatannya dapat diberikan bahan-bahan sebagai perlakuan (treatment) terhadap kayu laminasi tersebut, seperti bahan yang menghambat perambatan api (flammable), zat yang tahan terhadap serangan serangga, rayap atau binatang laut (marine borer). Kelemahan bambu yang lain adalah bambu mudah diserang oleh binatang laut, serangga atau rayap perusak kayu. Tipe kerusakan yang disebabkan oleh serangga ini adalah membuat lubang-lubang (holes) pada bambu, sehingga akan menurunkan kekuatan bambu (Widodo, 2007). Tetapi ada beberapa cara perlakuan atau treatment dengan pemberian bahan pengawet, bambu mampu bertahan lama sampai 20 tahun terhadap serangga ataupun pelapukan. Salah satu syarat material pembuatan kapal kayu harus mempunyai sifat mekanik yang tinggi tetapi mempunyai berat yang ringan serta mempunyai elastisitas yang baik. Sifat-sifat tersebut ber-
Nur Yanu N, Akhmad Basuki W, Nanang H: Analisis Kekuatan Tarik
93
hubungan kapal.
erat
dengan
performance
Materials) volume 04.10 Wood yaitu D 143, pengujian tarik (tensile strength) dengan ukuran 25X50X460 mm, radius 444 mm. Pengujian tarik (tensile strength) dilakukan untuk mengetahui sifat kekenyalan dari bahan terhadap kekuatan tarik. Prinsip kerja uji tarik (tensile strength) batang uji pada bagian ujung di cengkram pada mesin penguji lalu ditarik sampai benda uji tersebut mengalami patah. Untuk lebih jelasnya dapat ditunjukkan pada gambar 2. Jumlah spesimen tes untuk Uji Tarik (tensile strength) yaitu berjumlah 33 buah spesimen, dan untuk lebih jelasnya dapat ditunjukkan pada Tabel 1.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan eksperimen pengujian tarik (tensile strength), susunan layer komposit antara lain bambu Betung dengan kayu Jati (3 lapis dan 5 lapis), bambu Betung dengan kayu Bangkirai (3 lapis dan 5 lapis), bambu Betung dengan kayu Keruing (3 lapis dan 5 lapis), kayu Jati (3 lapis dan 5 lapis), bambu Betung (3 lapis dan 5 lapis), dan kayu Jati (solid). Standar uji yang digunakan adalah ASTM (American Standard for Testing and
Panjang Lebar Tebal Radius
: 460 mm : 25 mm : 50 mm : 444 mm
Gambar 2. Spesimen dan dimensi pengujian tarik (Tensile Strength)
(a) 94
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 17, No. 2, Juli 2011
(b) Gambar 3. (a) (b) Model penampang spesimen dari masing-masing laminasi
Tabel 1. Banyaknya jumlah spesimen bambu betung, kayu jati, kayu bangkirai, kayu keruing pada pengujian uji tarik (tensile strength) Solid / Laminasi 1 3 5
Jati 3x 3x 3x
Bambu & Jati 3x 3x
Pengujian tarik (tensile strength) dilakukan sejajar dengan garis rekat, dimana susunan layer yang demikian diharapkan mendapat data yang valit/teliti dan dapat digunakan sebagai bahan alternatif kons-truksi kapal kayu. Persiapan Perekat Perekat/lem yang digunakan untuk merekatkan lapisan papan-papan kayu sehingga terjadi pertemuan antara serat kayu dengat perekat untuk membentuk satu kesatuan konstruksi yang lebih kuat. Pemilihan perekat kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah lem Phenol
Spesification Ph Viscosity Spesific Gravity Resin Content Cure Time Water Solubility Standing Time
( pH meter / 25°C ) ( Poise / 25°C) (25°C ) ( % / 135°C ) ( min. / 135°C ) ( x / 25°C)
Bambu & Bangkirai 3x 3x
Bambu & Keruing 3x 3x
Bambu 3x 3x
Formaldehyde Adhesive (PA-302) karena lem ini termasuk salah satu jenis perekat WBP (Weatherproof and Boilingproof), artinya tahan terhadap rendaman air, tahan terhadap perubahan cuaca, dan terhadap panas. Perekat jenis ini mempunyai bahan dasar Phenol. Lem ini mempunyai dua komponen lem yaitu PA-302 dan filler dengan perbandingan campuran isi kedua komponen adalah PA-302: 220250 gram dan filler: 75 gram, dengan viscosity (33°C): 18-22 Poise. Penyampuran dalam ukuran kecil dan dapat dilakukan pada temperatur ruangan yang rendah.
: : : : : : : :
10,0 ~ 13,6 1,5 ~ 3,0 1,180 ~ 1,200 41,0 ~ 43,0 6 ~ 16 more than Powder (HP - 1) 1 ~ 3 Hours
Nur Yanu N, Akhmad Basuki W, Nanang H: Analisis Kekuatan Tarik
95
Cold Press Time Pressure Open Assembly Time Hot Press Time Pressure Temperature Temperature Veneer
: : :
20 ~ 30 minutes 10 Kg / cm² 10 minute max
: : : :
6 0 second / mm plywood 10 Kg / cm² 130 ~ 135°C max 40°C
Gambar 4. Perekat PAI - 302 dan filler
Dari pengujian yang dilakukan diharapkan dapat diperoleh data dari masingmasing spesimen sehingga didapatkan hasil dan kesimpulan komposisi laminasi yang paling baik, perhitungan yang dilakukan menggunakan pendekatan sebagai berikut:
L : Jarak sangga contoh uji (cm), (28cm) ΔY : Defleksi yang terjadi akibat beban P (cm) b : Lebar penampang contoh uji (cm) h : Tinggi penampang contoh uji (cm) B : Beban maksimum sampai patah (Kg)
Ukuran benda uji: HASIL DAN PEMBAHASAN
3PL MPL = Kg/cm2 2bh2 ΔPL3 Kg/cm2 MOE = 3 4 Ybh 3BL Kg/cm2 MOR = 2bh2 dimana: MPL MOE MOR ΔP 96
: Tegangan proporsional (Kg/cm2) : Keteguhan lentur (Kg/cm2) : Modulus patah (Kg/cm2) : Beban dibawah batas proporsi (Kg)
Dalam penelitian ini diuraikan hasil yang diperoleh berdasarkan percobaan yang dilakukan sesuai dengan metode penelitian yang telah dibuat. Pada bagian ini juga diberikan analisa dari hasil yang diperoleh berdasarkan percobaan yang telah dilakukan. Hasil Pengujian Tarik Spesimen yang terdiri dari beberapa variasi: laminasi kayu Jati, laminasi bambu
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 17, No. 2, Juli 2011
Betung, laminasi bambu Betung dan kayu Keruing, laminasi bambu Betung dan kayu Bangkirai, laminasi bamboo Betung dan kayu Jati, kayu Jati solid yang selanjutnya dilakukan pengujian tarik. Dari hasil pengujian tarik didapatkan data-data tentang tegangan maksimum rata-rata, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Data-data yang masih berupa angka dalam Tabel 2 masih sulit untuk dianalisa,
untuk itu harus diubah dalam bentuk diagram blok agar lebih memudahkan dalam melakukan evaluasi. Berikut ditampilkan grafik yang dapat menunjukkan perbandingan kekuatan tarik material laminasi kayu Jati, bambu Betung, kayu Keruing, dan kayu Bangkirai untuk masing-masing jenis variasi.
Tabel 2. Hasil pengujian kekuatan tarik Model Spesimen Kayu Jati 5 Lapis Kayu Jati 3 Lapis Bambu Betung 5 Lapis Bambu Betung 3 Lapis Bambu Betung dan Kayu Keruing5 Lapis Bambu Betung dan Kayu Keruing 3 Lapis Bambu Betung dan Kayu Bangkirai 5 Lapis Bambu Betung dan Kayu Bangkirai 3 Lapis Bambu Betung dan Kayu Jati 5 Lapis Bambu Betung dan Kayu Jati 3 Lapis Kayu Jati Solid
Rata-rata (Kg/cm2) 412,5741 352,7720 925,6034 750,5174 566,5015 561,7441 616,6845 742,1011 556,5323 605,8864 821,7282
92,56
100,00 90,00
82,17 75,05
74,21
70,00
50,00
56,65
56,17
Bambu Betung & Kayu Keruing 3 Lapis
61,67
60,00
Bambu Betung & Kayu Keruing 5 lapis
2
Kuat Tarik (N/mm )
80,00
60,59 55,65
41,26 35,28
40,00 30,00 20,00 10,00
Kayu Jati Solid
Bambu Betung & Kayu Jati 3 Lapis
Bambu Betung & Kayu Jati 5 lapis
Bambu Betung & Kayu Bangkirai 3 Lapis
Bambu Betung & Kayu Bangkirai 5 lapis
Bambu Betung 3 Lapis
Bambu Betung 5 lapis
Kayu Jati 3 Lapis
Kayu Jati 5 Lapis
0,00
Variasi Spesimen
Gambar 5. Hasil pengujian kekuatan tarik (tension), (N/mm²)
Nur Yanu N, Akhmad Basuki W, Nanang H: Analisis Kekuatan Tarik
97
Hasil data dari pengujian tarik untuk masing-masing variasi laminasi harus dibandingkan dengan kayu Jati solid untuk mengetahui apakah terjadi pengurangan atau penambahan kekuatan tariknya. Kayu Jati solid dapat digunakan seba-gai kontrol karena mempunyai karakteristik mekanik yang cukup baik untuk konstruksi kapal kayu. Hasil perbandingan
kekuatan tarik antara masing-masing variasi laminasi dengan kayu Jati solid dapat ditunjukkan pada Tabel 3. Untuk memudahkan analisa data pada tabel 3 dapat dibuat grafik persentase perbandingan pengujian tarik (tension) antara masing-masing variasi laminasi dengan kayu Jati solid, seperti ditunjukkan pada Gambar 6.
Tabel 3. Hasil Perbandingan Pengujian Tarik (Tensile Strength) dengan Kayu Jati Solid (%) Model Spesimen
Kekuatan Tarik -57,06 % -49,79 % -8,66 % 12,64 % -26,26 % -32,27 % -31,63 % -31,05 % -9,69 % -24,95 %
3 lapis 5 lapis 3 lapis 5 lapis 3 lapis 5 lapis 3 lapis 5 lapis 3 lapis 5 lapis
Jati Bambu Betung Bambu Betung & Jati Bambu Betung & Keruing Bambu Betung & Bangkirai
20,00% BB5
Stress Level (%)
10,00%
Jati Solid
0,00% -10,00%
0
2
4
6
8
10
BB3
12
BB.BK3
-20,00% -30,00%
BB.J5 BB.K3
-40,00% -50,00% -60,00%
BB.BK5
BB.J3
J3
BB.K5
J5
-70,00%
Variasi Spesimen
Keterangan : J : Jati K : Keruing BB: Bambu Betung BK: Bangkirai
Gambar 6. Hasil pengujian kekuatan tarik (tension), (%).
98
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 17, No. 2, Juli 2011
Dari grafik Gambar 6, ditunjukkan bahwa kekuatan tarik bambu betung 5 lapis lebih tinggi yaitu sebesar 12.64% dibandingkan kayu jati solid. Seperti yang telah diungkapkan dalam uraian sebelumnya, bahwa bambu Betung mempunyai kuat tarik yang tinggi dibandingkan dengan kayu. Seperti halnya pada uji kelenturan bending statik, bahwa kerusakan yang terjadi pada uji tarik berupa putusnya serat pembentuk kayu. Hal ini terjadi pada kayu Jati solid, laminasi kayu Jati baik untuk 3 lapis maupun 5 lapis. Kerusakan yang terjadi sama, yaitu berupa putusnya serat kayu, tetapi ada 1 material pada kayu Jati 3 lapis yang mempunyai kerusakan pada daerah rekatan di daerah ujung cengkeraman disebabkan kesalahan saat melakukan pengepresan laminasi yang kurang teliti. Sedangkan kerusakan yang terjadi pada laminasi bambu Betung dan kayu Jati, kayu Bangkirai, kayu Keruing untuk 3 lapis dan 5 lapis, mempunyai tipe kerusakan yang sama. Kerusakan berupa putusnya serat kayu, sedangkan bambu hanya mengalami terlepasnya ikatan antar serat. Kerusakan yang terjadi pada laminasi bambu adalah berupa lepasnya ikatan antar serat pembentuk bambu. Serat bambu tersebut tidak sampai patah atau putus. Menurut Widodo (2007), bahwa kayu dan bambu mempunyai komposisi kimia yang hampir sama, tetapi mempunyai sifat mekanik yang sangat berbeda. Perbedaan tersebut meliputi struktur makro dan mikro yang membentuk struktur serat bambu. Dalam struktur makro, serat kayu merupahkan bentuk silinder yang solid, sedangkan bambu merupakan silinder yang dalamnya berlubang (hal-low) yang dibentuk secara berlapislapis. Seperti struktur laminasi, bahwa konstruksi berlapis-lapis atau laminasi mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan
konstruksi monopolis. Selain itu kayu dibentuk dalam kurun waktu atau musim basah (hujan atau spring) dan kering (kering atau summer), sedangkan bambu dibentuk dalam serat yang homogen. Dalam struktur mikro, bambu dan kayu dibentuk oleh serat berbentuk silinder, tetapi perbedaannya pada ketebalan dari dinding sel dan jumlah lapisan.
KESIMPULAN Hasil penelitian dari pengujian tarik (tensile strength) menunjukkan bahwa laminasi bambu Betung 5 lapis mempunyai nilai paling tinggi yaitu sebesar 12.64 % dibandingkan dengan kayu Jati solid. Dimana komposisi laminasi memenuhi standar kekuatan sesuai klasifikasi (BKI, 1996) sebagai bahan pembangunan kapal kayu, lebih baik 925.60 kg/cm² dibandingkan dengan ketentuan aturan (BKI, 1996) minimal 430 kg/cm² pada arah memanjang. Apabila dalam konstruksi kapal kayu tersebut menggunakan kayu dengan spesifikasi yang lebih ringan, maka ukuran konstruksi kapal kayu tersebut dapat diperbesar sesuai dengan perbandingan kekuatan dan kerapatannya. Demikian juga apabila konstruksi kapal tersebut menggunakan spesifikasi yang lebih baik, maka ukuran konstruksi atau komponen kapal tersebut dapat diperkecil (BKI, 1996). Dalam konstruksi kapal kayu tersebut, apabila diijinkan untuk menggunakan kayu laminasi dan ukurannya dapat diperkecil sesuai dengan aturan dan tidak melebihi dari 30% dari konstruksi awalnya. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa: laminasi bambu Betung (Dendrocalamus Asper) merupahkan material alternatif yang baik sebagai pengganti kayu Jati (Tectona grandis L.f) yang selama ini terbukti baik sebagai
Nur Yanu N, Akhmad Basuki W, Nanang H: Analisis Kekuatan Tarik
99
bahan pembangunan kapal kayu, baik segi ekonomis dan teknis. Melihat sifat laminasi bambu Betung yang lebih baik dibandingkan dengan kayu Jati, maka penggunaan laminasi bambu Betung dalam struktur kapal dapat dilakukan lebih mudah dan lebih sederhana, seperti pembentukan gading-gading dengan cara pembentukan melalui jig sesuai dengan bentuk yang diharapkan. Pembentukan komponen-komponen kapal lainnya yang dapat dilakukan dengan lebih mudah dan lebih praktis.
100
DAFTAR RUJUKAN [BKI] Biro Klasifikasi Indonesia. 1996. Peraturan Klasifikasi dan Konstruksi Kapal Kayu. Jakarata. Perum Perhutani. 2008. Data Harga Kayu Selama Tahun. Gresik. Widodo A.B. 2007. Karaterisasi Material Laminasi Kayu Jati (Tectona grandis L.f) dan Bambu Betung (Dendrocalamus asper) Untuk Penggunaan Struktur Kapal. Surabaya.
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 17, No. 2, Juli 2011