UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP NEGERI 21 MALANG MELALUI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI KALOR Ulya Dewi Annur, Wartono, dan Mudjihartono Universitas Negeri Malang Email:
[email protected],
[email protected] Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains dan prestasi belajar siswa kelas 7-4 SMP Negeri 21 Malang melalui penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing. Data penelitian ini adalah keterlaksanaan pembelajaran, keterampilan proses sains dan prestasi belajar siswa yang diperoleh dari hasil observasi dan tes terhadap guru dan siswa di kelas 7-4. Data yang didapatkan dianalisis dengan mereduksi dan mempersentase data. Hasil penelitian ini adalah keterlaksanaan pembelajaran pada siklus I sebesar 74,32% dan pada siklus II sebesar 90,36%. Keterampilan proses sains meningkat sebesar 14,52% yaitu 72,72% pada siklus I dan menjadi 87,26% pada siklus II. Rata- rata prestasi belajar siswa sebelum tindakan yaitu 68,4, dengan peningkatan 7.94 pada siklus I yaitu 76,34, dan meningkat menjadi 84,04 pada siklus II. Persentase ketuntasan siswa pengalami peningkatan yaitu 68% sebelum tindakan menjadi 75% pada siklus I dan 86,36% pada siklus II.
Kata Kunci: Pembelajaran Inkuiri Terbimbing, Keterampilan Proses Sains, Prestasi Belajar.
Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang obyek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Tim Pusat Kurikulum Depdiknas (2007) menyebutkan bahwa perkembangan IPA tidak hanya ditandai oleh kehadiran fakta-fakta, namun juga ditandai dengan kemunculan metode ilmiah, yang terwujud melalui serangkaian kerja ilmiah yang mengembangkan pula nilai dan sikap ilmiah. Hal inilah yang disebut IPA sebagai produk dan IPA sebagai proses. Menurut Sund & Trowbridge (dalam Yuliati, 2008:2) IPA sebagai produk meliputi kumpulan pengetahuan yang terdiri dari fakta, konsep, dan prinsip. IPA sebagai proses meliputi keterampilan dan sikap yang dimiliki oleh ilmuan untuk mencapai produk IPA. Fisika merupakan salah satu bagian ilmu pengetahuan alam yang dalam penerapanya memerlukan peran aktif siswa. Peran aktif siswa ini dapat dilakukan melalui kegiatan praktikum dan diskusi dengan melibatkan keterampilan proses sains. Dengan demikian kegiatan siswa tidak hanya sekedar menghafal, mendengarkan dan latihan soal, tetapi juga melatih keterampilan
prosesnya. Namun pada kenyataannya masih banyak sistim pembelajaran fisika yang tidak melibatkan peran aktif siswa sehingga keterampilan process sains tidak berkembang. Berdasarkan hasil observasi di kelas 7-4 SMP Negeri 21 Malang, siswa pasif saat pembelajaran karena metode pembelajaran yang digunakan guru hanya ceramah dan latihan soal. Kegiatan siswa selama pembelajaran hanya sebatas mencatat, mendengarkan, dan mengerjakan soal, kegiatan praktikum dan diskusi tidak pernah dilakukan selama pembelajaran. Tidak adanya kegiatan praktikum menga-kibatkan pengalaman belajar dan keterampilan proses sains siswa tidak kurang. Sehingga siswa kurang optimal dalam memahami materi akibatnya prestasi belajar siswa rendah. Dari hasil wawancara dengan guru fisika diperoleh informasi bahwa nilai rata-rata siswa sebesar 68,4 dengan ketuntasan 68%. KKM untuk pelajaran fisika di SMP Negeri 21 adalah 76. Berdasakan uraian diatas diperlukan strategi pembelajaran yang mampu meningkatkan keterampilan proces sains siswa dan prestasi belajar siswa dengan melibatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Inkuiri terbimbing merupakan model pembelajaran berbasis kontekstual, yang dalam penerapnnya dilakukan proses penemuan atau penyelidikan untuk memecahkan suatu masalah dengan bimbingan dari guru (Trianto, 2007). Tahap-tahap pembelajaran inkuiri terbimbing menurut Trianto (2007) yaitu mengajukan pertanyaan atau masalah, merumuskan hipotesis, merancang penyelidikan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan dan analisis data, dan membuat kesimpulan. Berdasarkan tahapan yang ada terlihat bahwa terdapat keselasaran antara keterampilan proses sians dan pembelajaran inkuiri terbimbing. Sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan prestasi belajar siswa, perlu dilakukan penelitian dengan judul “Upaya Peningkatan Keterampilan Proses Sains Dan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 21 Malang Melalui Implementasi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Kalor ”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran dan mengetahui peningkatan keterampilan proses sains dan prestasi belajar siswa kelas 7-4 SMP Negeri 21 Malang melalui penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas dilakukan dengan cara memberi suatu perlakuan kepada subjek penelitian untuk memperoleh data-data yang akan dianalisis. Pada penelitian ini perlakuan yang diberikan yaitu dengan menerapkan pembelajaran inkuiri terbimbing kepada subjek penelitian yautu siswa kelas 7-4 SMP Neheri 21 Malang. Prosedur dan langkah-langkah dalam penelitian ini mengikuti prinsip dasar penelitian tindakan kelas yaitu menggunakan prosedur kerja yang bersifat siklus spiral, meliputi tahapan-tahapan: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi yang diikuti dengan perencanaan ulang. Secara skematis, model penelitian tindakan kelas adaptasi dari Kemmis & Mc Taggart. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi untuk melihat keterlaksanaan dan keterampilan proses sains siswa serta soal tes untuk mengukur prestasi bealajar siswa. Instrumen pembelajaran meliputi RPP, LKS, dan soal evaluasi. Data yang dipeoleh dianalisis dengan cara menentukan persentanse keterlaksanaan model pembelajaran dan keterampilan proses sains dengan menggunakan rumus sebagai berikut: =
ℎ
ℎ
100%
Untuk menentukan prestasi belajar digunakan dianalisis dengan menentukan ratarata prestasi belajar siswa dan mempresentasikan siswa yang tuntas KKM dengan rumus sebagai berikut. =
ℎ
ℎ
≥ 73
100%
Setelah data dianalisis, data dievaluasi untuk dibandingkan dengan indikator keberhasilan. Indikator keberhasilan untuk keterlaksanaan pembelajaran, keterampilan proses sains dan prestasi belajar siswa masing-masing adalah 80% dengan rata-rata prestasi belajar siswa sebesar 80. Tahap terakhir adalah tahap refleksi untuk menentukan lanjut atau tidaknya penelitian yang disesuaikan dengan indikator keberhasilan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Keterlaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing mengalami peningkatan yaitu 74,32% pada siklus I dan 90,36% pada siklus II. Peningkatan ini terdistribusi pada tahapan dalam inkuiri terbimbing. Peningkatan keterlaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Peningkatan Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing No
Tahap Inkuiri Terbimbing
1 2 3 4
Menyajikan Pertanyaan atau Masalah Membuat Hipotesis Merancang Percobaan Melakukan Percobaan untuk Memperoleh Informasi
5 Mengumpulkan dan Menganalisis Data 6 Membuat Kesimpulan Total
Siklus I (%) 15.47 12,5 6,25 12,5
Siklus II (%) 14,28 15,2 14,5 14,5
Selisih (%) -1.19 2,7 8,25 2
13,1 14,5 74,32
15,28 16,6% 90,36
2,18 2,1 16,04
Menyajikan pertanyaan atau masalah Pada tahap ini terjadi penurunan persentase sebesar -1,19%, hal ini karena pada siklus I media yang digunakan untuk apersepsi menarik minat siswa yaitu 2 gelas yang berisi dengan air yang suhunya berbeda. Pada kegiatan apersepsi ini siswa melakukan demontrasi dengan mencampurkan kedua air dan melihat perbedaannya. Sehing-ga rasa ingin tahu siswa terpancing dan siswa antusias serta aktif dalam kegiatan ini. Sedangkan pada siklus II media yang diberikan kurang menarik siswa yaitu mengamati es yang meleleh dan menyentuhnya. Pada siklus II ini media tidak dikenai sebuah proses sehingga rasa ingin tahu dan keaktifan siswa tidak optimal. Membuat Hipotesis Terdapat peningkatan sebesar 2,7% pada tahap ini karena pada siklus I hanya sedikit pertanyaan yang diajukan siswa sehingga hanya sedikit siswea yang mampu menyusun hipotesis kemudian pada siklus II dilakukan perbaikan dengan cara meminta siswa untuk membuat pertanyaan dan menyusun hipotesis dengan berdiskusi dengan kelompok dan menulisnya dalam kertas untuk dikumpulkan.
Merancang Percobaan Terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada tahap ini yaitu 8,25%. Hal ini karena pada siklus I guru menjelaskan cara kerja dengan cara abstraksi sehingga siswa kurang begitu memahaminya, kemudian pada siklus II guru menghadirkan contoh alat dan memperagakan cara melakukan percobaan namun secara singkat. Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi Terjadi peningkatan sebesar 2% pada tahap ini hal ini dikarenan pada siklus II siswa sudah mampu melakukan penelitian dengan benar sesuai dengan petunjuk dalam LKS. Mengumpulkan dan menganalisis data Terjadi peningkatanm sebesar 2,18% pada tahap ini. Hal ini dikarenakan pada siklus I siswa kurang dapat menganalisis data yaitu dalam mengolah data tabel pengamatan dan soal diskusi yang tentunya akan berimbas pada kesimpulan yang dibuat. Membuat kesimpulan Terjadi peningkatan sebesar 2,1% pada tahap ini. Hal in karena pada siklus I kesimpulan yang dibuat siswa tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran selain itu siswa juga tidak menjawab permasalahan awal atas kekurangan ini dilakukan perbaikan pada siklus II.
Keterampilan Proses Sains Berdasarkan analisis keterampilan proses sains siswa mengalami peningkatan selama penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing pada siklus I dan siklus II. Peningkatan ini terjadi pada setiap indikator keterampilan proses sains yang diamati. Secara umum peningkatan itu sebesar 14,52%. Secara rinci persentase keterampilan proses sains tiap siklus disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Peningkatan Keterampilan Proses Sains No 1 2 3 4 5 6 7
Indikator Keterampilan Proses Mengamati Menafsirkan data Menggunakan alat dan bahan Menyusun hipotesis Mengajukan pertanyaan Menyimpulkan Mengkomunikasikan Total
Siklus I (%) 11,69 11,52 12,5 8,44 7,47 10,71 10,29 72,72
Siklus II (%) 13,07 14,29 13,63 11,28 9,82 12,82 12,34 87,26
Selisih (%) 1,38 2,77 0.86 2,84 2,35 2,11 2,05 14,52
1. Mengamati Indikator keterampilan proses sains “mengamati” diukur saat siswa melakukan percobaan dan mengamati alat ukur. Terjadi peningkatan sebesar 1,38% pada indikator ini. Hal ini disebabkan pada siklus II siswa memahami cara pembacaan skala pada alat ukur yang digunakan. Pada siklus I, siswa kurang mahir dalam membaca alat ukur, hal ini dijadikan refleksi bagi guru dan akan diperbaiki pada siklus II. 2. Menafsirkan Data Pada siklus I, siswa mencatat seluruh data pengamatan namun kurang tepat dalam mengalisis data, sehingga persentase indikator menafsirkan data pada siklus I sebesar 11.52%. Hal ini disebabkan praktikum yang dilakukan memakan banyak waktu, sehingga guru tidak bisa memantau siswa dalam menganalisis data. Dengan adanya perbaikan yang diterapkan pada siklus II, persentase indikator “menafsirkan data” mengalami peningkatan sebesar 2,77% dari siklus I. 3. Menggunakan Alat dan Bahan Peningkatan persentase pada indikator ini adalah sebesar 0.86%. Hal ini terjadi karena siswa mampu menggunakan alat dan bahan sesuai dengan fungsi alat tersebut. Selain itu siwa juga dapat menyusun alat dan bahan sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam Lembar Kerja Siswa. 4. Menyusun Hipotesis Kegiatan menyusun hipotesis adalah kegiatan yang tidak pernah dilakukan siswa kelas 7-4 selama pembelajaran fisika berlangsung. Sehingga pada siklus I, indikator ini memperoleh persentasi sebesar 8,44%. Indikator ini mengalami peningkatan persentasu sebesar 2,84% pada penerapan siklus II. Hal ini disebabkan hampir semua siswa menyusun hipotesis dan menulisnya dalam kertas yang
disediakan guru. Selain itu beberapa materi pelajaran pada siklus II yaitu mengenai perubahan wujud sudah diterima pada saat di Sekolah Dasar, sehingga siswa mampu membuat hipotesis yang sesuai dengan masalah dan relevan dengan materi yang dipelajari. 5. Mengajukan pertanyaan Indikator mengajukan pertanyaan adalah indikator yang memperoleh persentase paling sedikit pada siklus I yaitu 7,47%. Hal ini disebabkan pada siklus I, hanya sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan. Pada siklus II, indikator ini mengalami peningkatan sebesar 2,35%. Peningkatan ini terjadi karena pada siklus II pertanyaan yang muncul lebih banyak, meskipun ada beberapa siswa yang tidak mengajukan pertanyaan secara lisan, melainkan dengan cara ditulis. 6. Membuat Kesimpulan Terjadi peningkatan sebesar 2,11% pada indikator ini. Hal ini terjadi karena pada siklus I, kesimpulan yang diajukan siswa kurang sesuai dengan tujuan praktikum, namun pada siklus II, siswa mampu membuat kesimpulan sesuai dengan tujuan praktikum. 7. Mengkomunikasikan Indikator mengkomunikasikan pada penelitian ini diamati saat praktikum, persentasi, dan diskusi. Pada siklus II, siswa lebih antusias untuk melakukan praktikum, sehingga kerja sama antar anggota kelompok lebih baik. Sehingga proses diskusi dalam pembelajaran terlaksana dengan baik. Diskusi yang dilakukan berupa mengajukan pertanyaan maupun mengajukan pedapat. Hal ini menyebabkan indikator keterampilan proses sains “mengkomunikasikan” menngalami penengkatan persentase dari siklus I dan siklus II sebesar 2,05%.
Prestasi Belajar Siswa Penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada aspek kognitif dengan cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian siklus I dan siklus II. Peningkatan prestasi belajar siswa ini disebabkan karena pada siklus II, siswa menemukan terlebih dahulu sebelum mempelajarimateri lebih lanjut, dan siswa mengalami fenomena tersebut secara langsung, sehingga materi yang terserap lebih banyak. Pemberian latihan
soal yang lebih banyak pada siklus II menyebabkan siswa mampu menyelesaikan berbagai macam bentuk soal dengan baik. Persentase prestasi belajar diukur dengan membandingkan siswa yang nilainya mencapai KKM dengan jumlah seluruh siswa. pada siklus I adalah 75% siswa yang nilainya mencapai KKM, dengan nilai rata-rata siswa 76,34. Pada siklus II, prestasi belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 11,36%. Persentase prestasi belajar pada siklus II sebesar 86,36% dengan nilai rata-rata siswa adalah 84,04. Secara rinci peningkatan prestasi belajar siswa disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Pra Tindakan
Siklus I
Siklus II
Persentase
RataRata
Persentase
RataRata
Persentase
RataRata
68%
68,4
75%
76,34
86,36%
84,04
Peningakatan Pra Tindakan ke Siklus I 7%
Siklus I ke Siklus III 11,36%
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan proses dan prestasi belajar siswa kelas 7-4 SMP Negeri 21 Malang.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan paparan data dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan model pembelajaran inkuiri terbimbing di SMP Negeri 21 Malang kelas 7-4 dapat terlaksana dengan sangat baik, dengan persentase keterlaksanaan 74,32% pada siklus I dan 90,36 % pada siklus II peningkatan yang terjadi sebesar 16,04%. Penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa dengan persentase 72,72% pada siklus I menjadi 87,26 pada siklus II. Peningkatan juga terjadi pada rata-rata prestasi belajar siswa yaitu dari 68,4 sebelum tindakan menjadi 76,34 pada siklus I dan 84,04 pada siklus II. Kentuntasan belajar siswa juga meningkat yaitu 68% sebelum tindakan, menjadi 75% pada siklus I dan 86,36% pada siklus II.
Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, ada beberapa hal yang sebaiknya ditindaklanjuti sebagai berikut. Bagi Guru kelas 7-4 Kepada guru Fisika kelas 7-4 disarankan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi yang sifatnya sama, karena berdasarkan penelitian yang dilakukan, pembelaja-ran tersebut dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Bagi Peneliti Lain Bagi guru dan peniliti lain yang akan melakukan penelitian dengan kondisi kelas yang sama, hendaknya memperhatikan instrumen-instrumen yang dibuat dalam penelitian, seperti RPP dan LKS. LKS sebaiknya dibuat dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa sehingga siswa tidak kesulitan ketika melakukan praktikum dan diskusi kelompok. Peneliti juga harus mempersiapkan media pembelajaran yang akan digunakan baik media demonstrasi maupun praktikum agar berjalan secara optimal. DAFTAR RUJUKAN
Aka, Elvan INCE., Ezgi GÜVEN., & Mustafa AYDOĞDU.2010. Effect of Problem Solving Method on Science Process Skills and Academic Achievement. Journal of Turkish Science Education. (Online) 7 (4): 13-25, (www.tused.org/internet/tused/sayilar/default1.), diakses 7 Maret 2013. Akinbobola, Akinyemi Olufunminiyi., & Folashade Afolabi. Analysis of Science Process Skills in West African Senior Secondary School Certificate Physics Practical Examinations in Nigeria. American-Eurasian Journal of Scientific Research, (Online) 5(4): 234-240, (http://www.idosi.org/aejsr/5(4)10/3.pdf 3), diakses 7 Maret 2013. Badan Standar Nasional Pendidikan . 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta Dimyati & Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rhineka Cipta. Rustaman, N.(2005). Stategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: JICA. Setyosari, Punaji. 2012. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta : Kencana Tim Pusat Kurikulum Depdiknas. 2007. Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar dan Menengah. Balitbang Depdiknas. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publiser. Wartono. 2003. Strategi Belajar Mengajar Fisika. Malang: JICA. Yuliati, Lia. 2008. Model-Model Pembelajaran Fisika.Universitas Negeri Malang.