‘ULUM AL-HADITS DAN KORELASINYA DENGAN USHUL AL-FIQH
Tarmizi M. Jakfar Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Kopelma Darussalam, Kota Banda Aceh Email:
[email protected]
ABSTRACT Ulum al-Hadith and Usul al-Fiqh constitute two different science fields. Nevertheless, Ulum al-Hadith have development histories different from Usul alFiqh. Ulum al-Hadith have appeared since the Prophet uttered the expression, because all the expressions of the Prophet is the Hadith. Thus, explicitly Sciences have been born earlier than other studies, including the science of Usul al-Fiqh. Usul al-Fiqh was born simultaneously with the other Islamic sciences in the golden age of Islam. Both these Sciences, allegedly have close links as both have contributed to the development of the science of Islamic law. Kata Kunci: ‘Ulum al-Hadits, Ushul al-Fiqh Pendahuluan Hadis merupakan sumber hukum dan pedoman hidup bagi umat Islam setelah al-Qur’an. Pemahaman terhadap teks hadis merupakan salah satu aspek yang harus menjadi perhatian, di samping juga mengetahui bagaimana keorisinilan hadis untuk dapat diamalkan. Para ulama hadis telah mengembangkan berbagai pemikiran mereka, untuk mengantarkan umat Islam agar dapat mempedomani hadis dengan tepat dan terjamin keabsahannya. Pengembangan ilmu-ilmu dalam konteks kehadisan populer dengan istilah ‘Ulum al-Hadits atau beberapa istilah lain seperti Mushthalah al-Hadits, Qawa‘id al-Hadits dan Ushul al-Hadits. Kehidupan masyarakat Islam mengalami perkembangan seiring dengan berjalannya waktu, serta beragamnya persoalan yang dihadapi. Hadis Nabi layaknya sebagai pedoman yang tetap “hidup”, sekalipun ia muncul sejak masa awal Islam. Dengan alasan itu, pengkajian dan pengembangan‘Ulum al-Hadits tidak dapat dipungkiri sebagai salah satu hal yang sangat penting. Hal ini mengingat tidak memungkinkan terjadinya pemahaman yang tepat oleh siapa saja yang ingin mengamalkan hadis dan mengembangkan ilmu-ilmu lainnya dalam Islam, tanpa mengikut-sertakan ‘Ulum al-Hadits. Dalam tulisan ini, penulis ingin memaparkan beberapa pokok ilmu hadis antara lain: pengertian ‘Ulum al-Hadits dan kegunaannya, ‘Ilmu Hadits Riwayah, ‘Ilmu Hadits Dirayah, dan cabangcabang ‘Ulum al-Hadits. 1 _____________ 1
‘Ulum al-Hadits juga disebut dengan Mushthalah al-Hadits, Ushul al-Hadits, dan Qawa‘id al-Hadits. Disebut ‘Ulum al-Hadits, karena di dalamnya terkumpul berbagai ilmu yang berhubungan dengan hadis. Disebut Musthalah al-Hadits, karena dalam ilmu ini sangat banyak istilah dalam pembahasannya. Disebut Ushul al-Hadits karena di dalamnya dibicarakan tentang Al-Mu‘ashirah Vol. 10, No. 1, Januari 2013
95
Pengertian ‘Ulum al-Hadits ‘Ulum al-Hadits dalam tradisi ulama hadis di kenal dengan istilah ilmu hadis. ‘Ulum al-Hadits terdiri atas dua kata, yaitu ‘ulum dan al-hadits. Kata ‘ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, yang berarti “ilmu-ilmu”. Sedangkan al-hadits di kalangan ulama hadis berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat”.2 Dalam kitab Tadrib al-Rawi, dikatakan: 3 .ﻋﻠﻢ ﯾﻌﺮف ﺑﮫ أﻗﻮال رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ وأﻓﻌﺎﻟﮫ وأﺣﻮاﻟﮫ Menurut Fatchur Rahman, ‘Ulum al-Hadits adalah: وﺗﻤﯿﯿﺰ ﺻﺤﺎﺣﮭﺎ وﺣﺴﺎﻧﮭﺎ،ھﻮ اﻟﻌﻠﻢ ﺑﺄﻗﻮال رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻌﻢ وأﻓﻌﺎﻟﮫ وﺗﻘﺮﯾﺮاﺗﮫ وھﯿﺌﺘﮫ وﻣﺸﻜﻠﮫ ﻣﻊ أﺳﺎﻧﯿﺪ .وﺿﻌﺎﻓﮭﺎ ﻋﻦ ﺧﻼﻓﮭﺎ ﻣﺘﻨﺎ وإﺳﻨﺎدا “Ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuatan, pengakuan, gerak-gerik dan bentuk jasmaniah Rasulullah Saw. beserta sanad-sanad (dasar penyandarannya) dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshahihannya, kehasanannya dan kedha’ifannya daripada lainnya, baik matan maupun sanadnya”.4 Dari dua definisi di atas, dapat dipahami bahwa ‘Ulum al-Hadits adalah sebuah perangkat untuk mengetahui segala aspek yang berhubungan dengan sesuatu yang berasal dari Nabi seperti perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat-sifat dan sebagainya. Dengan demikian, gabungan kata ‘Ulum al-Hadits mengandung pengertian ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan hadis Nabi. Sesuai dengan namanya, ‘Ulum al-Hadits memiliki banyak cabang. Cabang-cabang tersebut ada yang berpangkal pada sanad hadis, pada matan hadis dan ada juga yang berpangkal pada kedua aspek tersebut. Ibnu Shalah dalam kitabnya Muqaddimah menyebutkan ilmu tersebut sampai 65 cabang ilmu, bahkan menurut Imam Nawawi mencapai 93 cabang ilmu hadis.5 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ‘Ulum al-Hadits memiliki cakupan yang sangat luas, karena ia merupakan sekumpulan ilmu yang berpangkal pada hadis Nabi. Tidak dapat dipungkiri, seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan semakin banyaknya persoalan yang dihadapi umat Islam, akan terus bermunculan cabang-cabang ilmu hadis, sehingga jumlahnya semakin bertambah banyak. Dalam masa terakhir ini, ilmu hadis lebih kepada pengembangan pemahaman pada teks-teks hadis. Salah satu trend yang berkembang adalah dilakukan pemahaman-pemahaman hadis Nabi dengan menggunakan pendekatan mawdhu’i (tematik). Dengan pemahaman tematik ini, seorang
dasar-dasar atau pokok-pokok ilmu hadis. Disebut Qawa’id al-Hadits karena di dalamnya terdapat banyak kaedah-kaedah yang berhubungan dengan hadis. 2 Dalam ‘Ulum al-Hadits terdapat beberapa kata yang maknanya sama dengan hadis (sinonimnya), yaitu sunnah, khabar dan atsar. Namun demikian, sebagian ulama membedakan istilah tersebut, misalnya sunnah mencakup perkataan dan perbuatan Nabi, sedangkan hadis hanya perkataan saja. Khabar merupakan semua berita yang datangnya baik dari Nabi maupun dari para sahabat dan tabi’in, sedangkan hadis hanya dari Nabi saja. Begitu juga dengan atsar, yaitu berita yang datang dari Nabi maupun sahabat, sedangkan hadis hanya dari Nabi saja. Yusuf alQaradhawi, Pengantar Studi Hadits, terj. Agus Suriadi Baharusun dan Dede Rodin (Bandung: Pustaka Setia, 2007), 20 3 Jalaluddin al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib al-Nawawi, juz. I (Riyadh: Maktabah al-Kautsar, 1417 H.), 27 4 Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits (Bandung: al-Ma’arif, t. th), 72 5 Yusuf al-Qaradhawi, Pengantar...,117 96
Tarmizi M. Jakfar: ‘Ulum Al-Hadits dan Korelasinya dengan Ushul Fiqh
pemerhati hadis berusaha memahami hadis dalam persoalan-persoalan yang sedang dihadapi oleh umat manusia di masa sekarang. Dalam tataran sanad, tidak banyak studi yang dikembangkan ulama modern, kecuali beberapa riset yang berusaha menolak teori-teori orientalis tentang keberadaan hadis. Salah seorang ulama modern yang sangat terkenal dalam meruntuhkan pendapat para orientalis adalah Muhammad Musthafa al‘Azami. Hal ini seperti dikatakan oleh Ali Mustafa Ya’cub dalam karyanya Kritik Hadis. Menurut al-‘Azami, tidak ada bukti-bukti historis yang memperkuat pendapat para orientalis, bahkan justeru sebaliknya. Hal ini berkaitan dengan tuduhan mereka bahwa al-Zuhri adalah pemalsu hadis. Para ahli sejarah Islam berbeda pendapat tentang kelahiran al-Zuhri, antara 50 sampai 58 H. Al-Zuhri juga belum pernah bertemu dengan Abdul Malik bin Marwan sebelum tahun 81 H. Pada tahun 68 H orang-orang dari Dinasti Umayyah berada di Makkah pada musim haji. Dari sini al-‘Azami berkesimpulan bahwa Marwan baru berpikir untuk membangun Qubbah Sakhra yang konon akan dijadikan pengganti Ka’bah itu pada tahun 68 H. Al-‘Azami menyimpulkan jika demikian halnya, maka alZuhri pada saat itu baru berumur 10-18 tahun. Karenanya tidak logis seorang anak belasan tahun sudah populer sebagai seorang intelektual dan memiliki reputasi ilmiah di luar daerahnya sendiri.6 Selain al-‘Azami, ada beberapa nama lagi yang turut memberikan andil pengembangan ‘Ulum al-Hadits, khususnya pada aspek sanadnya namun sangat sedikit jumlahnya. Hal demikian, dapat dimengerti karena para ulama hadis klasik dapat dikatakan telah merampungkan kaedah-kaedah dalam ‘Ulum al-Hadits yang berpangkal pada kajian sanadnya. Kegunaan ‘Ulum al-Hadits Secara umum pengenalan terhadap ‘Ulum al-Hadits merupakan salah satu langkah awal untuk penelitian dan pemahaman hadis. ‘Ulum al-Hadits juga secara lebih khusus mengantarkan setiap penelaah ilmu ini untuk dapat memutuskan sebuah hadis apakah ia valid atau tidak. Melalui pengetahuan ‘Ulum al-Hadits, seseorang setidaknya dapat membedakan mana hadis yang dapat dijadikan hujjah dan yang tidak dapat. Hal ini menyangkut dengan keabsahan setiap amalan yang dilakukan oleh setiap Muslim. Dengan kata lain, apabila seseorang mengerjakan suatu amal ibadah dengan bersandar pada hadis yang palsu misalnya, maka sudah pasti amalannya tidak dapat diterima. Kepalsuan suatu hadis tidak hanya terlihat pada matan yang janggal atau ganjil, tetapi juga pada bersambung-tidaknya sanad hadis dimaksud. Dalam tataran akademik, ‘Ulum al-Hadits menjadi salah satu sumber bagi peneliti yang menggeluti penelitian-penelitian keagamaan. Dengan kata lain, pengetahuan dasar tentang hadis, juga dibutuhkan oleh siapa saja yang bergelut dalam bidang ilmiah ilmu-ilmu keislaman sebagai dasar normatif dalam menyimpulkan sebuah research keagamaan dan keilmuan Islam. ‘Ilmu Hadits Riwayah Dan Dirayah Serta Objek Kajiannya ‘Ilmu Hadits Riwayah Menurut Ibnu al-Akfani, sebagaimana yang dikutip oleh al-Suyuthi, bahwa yang dimaksud dengan ‘Ilmu Hadits Riwayah adalah ilmu hadis yang meliputi _____________ 6
Ali Mustafa Ya’cub, Kritik Hadits, cet. IV (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004), 16
Al-Mu‘ashirah Vol. 10, No. 1, Januari 2013
97
pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi dan perbuatannya, serta periwayatan, pencatatan dan penguraian lafaz-lafaznya. Objek kajian ‘Ilmu Hadits Riwayah adalah hadis Nabi dari segi periwayatan dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup cara periwayatan hadis, baik dari segi cara penerimaan dan cara penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lain. Demikian juga cara pemeliharaan hadis, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan dan lainnya.7 Usaha penghimpunan, penyeleksian, penulisan, dan pembukuan hadis secara besar-besaran terjadi pada abad ke-3, yang dilakukan oleh para ulama seperti al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, al-Tirmidzi, dan lain-lain. Dengan telah dibukukannya hadis-hadis Nabi oleh para ulama di atas, maka pada masa selanjutnya buku-buku mereka menjadi rujukan bagi para ulama yang datang kemudian. Maka dengan sendirinya ‘Ilmu Hadits Riwayah tidak banyak lagi berkembang. Berbeda halnya dengan ‘Ilmu Hadits Dirayah, pembicaraan dan perkembangannya tetap berjalan seiring dengan perkembangan dan lahirnya berbagai cabang dalam ilmu hadis. ‘Ilmu Hadits Dirayah Para ulama memberi definisi yang bervariasi terhadap ‘Ilmu Hadits Dirayah ini. Akan tetapi, apabila dicermati definisi-definisi yang mereka kemukakan, terdapat titik persamaan di antara satu dan yang lainnya, terutama dari segi sasaran kajian dan pokok bahasannya. Ibnu al-Akfani, sebagaimana dikutip oleh al-Suyuthi dalam Tadrib al-Rawi memberikan definisi ‘Ilmu Hadits Dirayah sebagai berikut: ِ ﻋِﻠْﻢٌ ﯾُﻌْﺮَفُ ﻣِﻨْﮫُ ﺣَﻘِﯿْﻘَﺔُ اﻟﺮﱢوَاَﯾَﺔِ وَﺷُﺮُوْﻃِﮭَﺎ وَأْﻧَﻮَاﻋِﮭَﺎ وَأَﺣْﻜَﺎﻣِﮭَﺎ وَﺣَﺎلِ اﻟﺮﱡوَاة:ِوَﻋِﻠْﻢُ اﻟْﺤَﺪِﯾْﺚُ اﻟْﺨَﺎصﱡ ﺑﺎِﻟﺪﱢرِاﯾَﺔ 8 .وَﺷُﺮُوْﻃِﮭِﻢْ وَأَﺻْﻨَﺎفِ اﻟْﻤَﺮْوِﯾﱠﺎتِ وَﻣَﺎ ﯾَﺘَﻌَﻠﱠﻖُ ﺑِﮭَﺎ “Dan ilmu hadis yang khusus tentang dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui hakikat, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya”. Subhi al-Shalih memiliki definisi ‘Ilmu Hadits Dirayah sebagai suatu pembahasan masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan yang diriwayatkan, untuk mengetahui apakah bisa diterima atau ditolak.9 Muhammad Mahfuz al-Tarmusy, yang dikutip oleh Fatchur Rahman, mendefinisikan ‘Ilmu Hadits Dirayah sebagai berikut: .اﻟﻘﺎﻧﻮن ﯾﺪرى ﺑﮫ أﺣﻮاال اﻟﺴﻨﺪ واﻟﻤﺘﻦ وﻛﯿﻔﯿﺔ اﻟﺘﺤﻤﻞ واﻷداء وﺻﻔﺔ اﻟﺮﺟﺎل وﻏﯿﺮ ذﻟﻚ “Undang-undang (kaedah-kaedah) untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan hadits, sifat-sifat rawi dan lain sebagainya”.10 _____________ 7
Fatchur Rahman, Ikhtisar..., 750 Ibnu al-Akfani, nama lengkapnya Abu ‘Abdullah Syamsuddin Muhammad bin Ibrahim bin Sa‘ad al-Anshari, ia dikenal dengan nama Ibnu al-Akfani (w. 794 H). Jalaluddin al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi..., Juz. I, 25 9 Subhi al-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, terj. Tim Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), 101 10 Fatchur Rahman, Ikhtisar…, 74 8
98
Tarmizi M. Jakfar: ‘Ulum Al-Hadits dan Korelasinya dengan Ushul Fiqh
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ‘Ilmu Hadits Dirayah merupakan ilmu yang berupaya menetapkan ketentuan dan undangundang atau pedoman terhadap kriteria atau kualitas suatu hadis. Diterima atau tidaknya suatu hadis merupakan objek pembicaraan ‘Ilmu Hadits Dirayah, bukan riwayah hadis. Hal ini seperti dikatakan oleh Fatchur Rahman bahwa objek ‘Ilmu Hadits Dirayah adalah meneliti kelakuan para rawi dan keadaan marwinya (sanad dan matan).11 Perbedaan mendasar antara ‘Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah adalah pada ‘Ilmu Riwayah tidak mempersoalkan keotentikan sebuah hadis, sedangkan ‘Ilmu Dirayah merupakan ilmu yang secara intensif mengkaji sebuah hadis, apakah hadis tersebut terpenuhi syaratnya untuk dapat dikatakan hadis, dan apakah kualitasnya menduduki peringkat tertinggi atau sebaliknya. Korelasi ‘Ulum Al-Hadits dan Ushul Al-Fiqh Ilmu-ilmu keislaman memiliki keterkaitan antara satu dengan lainnya. Keterkaitan tersebut, di samping sebagai sesuatu yang saling menutupi antara ilmu-ilmu tersebut, juga saling mendukung dalam melakukan penelaahan dan penelitian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebuah penelitian membutuhkan ilmu lain sebagai alat analisis atau sering disebut pendekatan. Keterkaitan antara ‘Ulum al-Hadits dan Ushul al-Fiqh dapat dikatakan meliputi keduanya, karena kedua ilmu tersebut saling membutuhkan dan dalam penelitian kedua ilmu ini saling dijadikan sebagai pendekatan dalam menganalisisnya. Hubungan yang lebih nyata, dapat dilihat pada sikap normatif para ahli ushul, yaitu dalam berijtihad tentang suatu hukum, karena hadis merupakan sumber kedua setelah al-Qur’an.12 Lebih jauh, pengembangan ilmu hadis pada awalnya merupakan kebutuhan mendesak para ulama ushul untuk menetapkan suatu hukum. Bagi ahli Ushul al-Fiqh, keotentikan suatu hadis tergolong langkah awal sebelum suatu kaidah hukum ditetapkan. Sebagai sumber hukum, hadis yang dijadikan pijakan terutamanya dalam hal penjelasan detail suatu hukum harus dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Dengan kata lain, jika Ushul al-Fiqh merupakan dasar bagi fikih, maka hadis merupakan dasar bagi Ushul al-Fiqh setelah al-Qur’an. Secara historis, pengembangan keilmuan hadis tidak luput dari kerja keras para ulama ushul. Bahkan dapat dikatakan bahwa hampir semua ahli Ushul alFiqh merupakan ahli hadis, dan sebaliknya para muhadditsin juga memahami fikih dan Ushul al-Fiqh.13 Dalam mencetuskan kaedah-kaedah dalam Ushul alFiqh, tidak dapat dipisahkan dengan pesan-pesan yang terdapat dalam hadis. _____________ 11
Fatchur Rahman, Ikhtisar…, 74 Syamsul Anwar, “Kontribusi Ahli-Ahli Ushul Fiqh dalam Pengembangan Studi Hadits” dalam Pidato Ilmiah dalam rangka Mensyukuri Hari Kelahiran ke 51 IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tanggal 26 September 2002 13 Imam al-Syafi’i dikenal dalam kalangan ulama Ushul al-Fiqh sebagai pencetus ‘Ilmu Ushul al-Fiqh melalui kitabnya al-Risalah, di kalangan hadis ia juga dikenal sebagai pencetus ‘Ilmu Ikhtilaf al-Hadits. Karya terkenal dalam bidang hadis adalah kitab Muwaththa’ karya Imam Malik, ia juga merupakan ahli dalam fikih dan ushul, dalam bidang tersebut di kenal sebagai imam Mazhab Maliki. Begitu juga imam-Imam hadis lainnya, termasuk al-Bukhari, Muslim, al-Tirmidzi, Abu Daud, di samping sebagai ulama besar dalam bidang hadis, mereka juga menguasai Ilmu Fiqh dan Ushul al-Fiqh. Syamsul Anwar, “Kontribusi.…, 2 12
Al-Mu‘ashirah Vol. 10, No. 1, Januari 2013
99
Dengan kata lain, kaedah-kaedah Ushul al-Fiqh bersumber dari hadishadis Nabi, setelah mengalami pengkajian aspek-aspek yang berkaitan dengan kandungan hukum suatu hadis. Para ahli ushul tidak dapat menetapkan kaedahkaedah dalam Ushul al-Fiqh tanpa terlebih dahulu mengkaji dan meneliti hadishadis yang bermuatan hukum. Apabila hadis yang diteliti ternyata memiliki kevalidan yang meyakinkan, maka ulama Ushul al-Fiqh baru menjadikannya sebagai landasan teori penetapan hukum suatu amalan. Cabang-Cabang ‘Ulum Al-Hadits Seperti disebutkan pada awal tulisan ini, bahwa ‘Ulum al-Hadits merupakan sekumpulan ilmu yang berkaitan dengan segala sesuatu yang datangnya dari Nabi. Atas dasar itu, maka ‘Ulum al-Hadits sudah pasti memiliki cabang yang sangat banyak jumlahnya. Secara global, para ulama membagi ilmuilmu hadis tersebut kepada 3 cabang, yaitu: pertama, ilmu-ilmu yang berkaitan atau berpangkal pada sanad hadis; kedua, ilmu-ilmu yang berpangkal pada matan hadis; dan ketiga, ilmu-ilmu yang berkaitan pada keduanya (sanad dan matan). Ilmu Hadis yang Berpangkal pada Sanad Di antara ilmu-ilmu yang berkaitan dengan sanad dapat disebutkan antara lain: ‘Ilmu Rijal al-Hadits Ilmu ini merupakan bidang yang sangat penting dalam ilmu hadis, karena melalui ilmu ini para pengkaji hadis menelusuri beberapa hal pokok dalam penetapan kualitas suatu hadis. Suatu hadis dapat dikatakan shahih atau dha’if, jika para ulama hadis telah meneliti karakter para perawi yang terlibat dalam hadis dimaksud. Ada yang berpendapat bahwa ‘Ilmu Rijal al-Hadits adalah ilmu yang membahas tentang para periwayat hadis baik dari kalangan sahabat, tabi’in dan seterusnya”.14 Lebih detail, ilmu ini dibagi menjadi dua yaitu ‘Ilmu Tawarikh alRuwah (sejarah para rawi), dan ‘Ilmu Thabaqat al-Ruwah (tingkatan para perawi). ‘Ilmu Tawarikh al-Ruwah Ilmu ini lahir bersama dengan berakhirnya periwayatan hadis dalam Islam. Para ulama telah memberikan perhatian yang cukup besar terhadap ilmu ini. Mereka menanyakan tentang umur perawi, tempat kediaman, sejarah mereka belajar, agar dapat mengetahui tentang kemuttashilannya, kemuqathi’annya, kemarfu’annya dan kemawqufannya. Secara etimologis, Tarikh al-Ruwah berasal dari kata tarikh yang artinya sejarah, dan al-ruwah adalah jama’ dari kata rawi yang artinya perawi.15 Muhammad ‘Ajjad al-Khatib mendefenisikan ilmu ini sebagai berikut: 16 .اﻟﻌﻠﻢ اﻟﺬى ﯾﻌﺮف ﺑﺮواة اﻟﺤﺪﯾﺚ اﻟﻨﺎﺣﯿﺔ اﻟﺘﻰ ﺗﺘﻌﻠﻖ ﺑﺮواﯾﺘﮭﻢ ﻟﻠﺤﺪﯾﺚ Para ulama hadis menyusun kitab-kitab biografi perawi dan sejarahnya dengan tujuan berkhidmat pada sunnah dan menghindarkannya dari fitnah dan _____________ 14
Abdul Chaliq Muchtar, Hadits Nabi dalam Teori dan Praktek (Yogyakarta: TH Press,
2004), 59 15
Suryadi, Metodologi Ilmu Rijal al-Hadits (Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2003),
11 16
Muhammad ‘Ajjad al-Khatib, Ushul al-Hadits ‘Ulumuhu wa Musthalahuhu (Beirut: Dar al-Fikr, 1975), 253 100
Tarmizi M. Jakfar: ‘Ulum Al-Hadits dan Korelasinya dengan Ushul Fiqh
kebohongan. Penyusunan kitab ini mereka lakukan dengan cara meringkas namanama perawi, membicarakan kehidupan mereka dengan berbagai segi secara rinci, terutama hal-hal yang menyangkut penilaian tsiqah dan tajrih-nya seorang perawi. Para ulama hadis menyusun kitab-kitab biografi perawi hadis dalam berbagai bidang, mula-mula kitab khusus mengenai sahabat, sampai pada kitabkitab sahabat 10, mulai dari kitab yang tersusun berdasarkan huruf hijaiyah sampai dengan yang khusus membahas perawi sebagian negara, dari yang khusus membahas perawi sebagian kitab hadis sampai dengan yang membahas seluruh perawi hadis. ‘Ilmu Jarh wa Ta‘dil Ilmu ini membahas tentang cacat atau adilnya seorang perawi. Sebagai sebuah ilmu, teori-teori pokoknya telah banyak dirumuskan para ulama. Namun kegelisahan para ilmuan dalam bidang ini menjadikan ilmu ini semakin berkembang. Teori-teori positif dan negatif merupakan produk atau out put ilmu ini. Istilah-istilah kunci dalam ilmu ini antara lain istilah positif, yaitu: tsiqah dengan berbagai tingkatannya. Sedangkan istilah negatif antara lain kazib, munkar, mudallas dan lain-lain. Dalam ‘Ilmu Jarh wa Ta‘dil, rawi-rawi dalam rangkaian sanad yang akan dinilai jarh dan ta’dilnya pada dasarnya mengambil rawi (manusia) sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, ilmu ini dikategorikan ke dalam kelompok ilmu kemanusiaan, yakni ilmu pengetahuan empiris yang mempelajari manusia dari berbagai aspeknya, ciri-ciri khasnya tingkah lakunya, perorangan maupun bersama dan menjadikan manusia sebagai subjek sekaligus objek.17 Ilmu yang Berpangkal pada Matan Di antara ilmu-ilmu hadis yang muncul berkaitan dengan matan antara lain: ‘Ilmu Asbab Wurud al-Hadits, ‘Ilmu Gharib al-Hadits, ‘Ilmu Mukhtalaf alHadits, ‘Ilmu Ma‘anil al-Hadits, ‘Ilmu Nasikh wa al-Mansukh, ‘Ilmu Nasikh dan Mansukh, ‘Ilmu Talfiq al-Hadits dan lain-lain. ‘Ilmu Asbab al-Wurud Ilmu ini bertugas untuk mengkaji bagaimana kronologis sebuah hadis. Ilmu ini sangat penting terutama dalam memahami hadis-hadis hukum. ‘Ilmu Gharib al-Hadits Ilmu ini membahas tentang makna lafaz yang sukar dipahami dalam sebuah hadis. Menurut para ulama, sukarnya memahami suatu hadis disebabkan beberapa faktor, antara lain karena di dalamnya terdapat lafaz yang jarang-jarang digunakan oleh Nabi dan lafaznya mengandung ungkapan sindiran, ungkapan perumpamaan dan lain-lain. ‘Ilmu Mukhtalaf al-Hadits Ilmu ini membicarakan tentang kontradiksi antar dua hadis atau lebih dalam satu persoalan. Para ulama telah merumuskan beberapa metode penyelesaian kontradiksi tersebut antara lain: Tarjih yaitu mendahulukan hadis yang lebih kuat dari segi kualitasnya; al-Jam‘u yaitu mengkompromikan kedua _____________ 17
C. Verhak SJ dan Haryono Iman, Filsafat Ilmu Pengetahuan: Telaah atas Cara kerja Ilmu-ilmu (Jakarta: Gramedia, 1991), 66 Al-Mu‘ashirah Vol. 10, No. 1, Januari 2013
101
hadis tersebut, dengan melihat umum dan khususnya suatu hadis (memperhatikan kasusnya); Nasikh wa al-Mansukh, yaitu hukum hadis yang pertama datang sudah dihapuskan oleh hadis yang datang kemudian; menunda pengamalan terhadap hadis tersebut sampai batas-batas tertentu. ‘Ilmu Ma‘ani al-Hadits Ilmu ini membicarakan tentang makna-makna yang terdapat dalam suatu hadis. ‘Ilmu Nasikh wa al-Mansukh Ilmu ini memiliki hubungan erat dengan ‘Ilmu Ikhtilaf al-Hadits, karena salah satu penyelesaian dalam ilmu ikhtilaf adalah dengan nasikh wa al-mansukh. Secara lebih khusus ilmu nasikh dan mansukh bertujuan untuk menunjukkan kepada pelajar hadis kriteria dan syarat-syarat suatu hadis yang dianggap sebagai nasikh maupun sebagai hadis mansukh. Ilmu Hadis yang Berpangkal pada Sanad dan Matan Selain pada sanad dan matan, terdapat juga kajian dan keilmuan hadis berdasarkan kedua aspek tersebut yaitu ‘Ilmu ‘Ilal al-Hadits. Ilmu ini membicarakan tentang suatu hal yang tersembunyi dalam sebuah hadis yang terdapat pada sanad atau pada matan suatu hadis, dan bahkan sekaligus pada kedua aspek hadis sekaligus (sanad dan matan). Cakupan tugas ilmu ini antara lain membahas sebab-sebab yang samar-samar serta tersembunyi dari segi adanya rawi yang menciptakan suatu kecacatan suatu hadis, seperti memuttashilkan (menganggap bersambung) sanad suatu hadis yang sebenarnya sanad itu munqathi’ (terputus), merafa’kan (mengangkat sampai kepada Nabi) berita yang mawquf (yang berakhir kepada sahabat), menyisipkan suatu hadis pada yang lain, meruwetkan sanad dengan matannya atau lain sebagainya.18 Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa ilmu I‘lal merupakan ilmu tersulit dalam bidang ‘Ulum al-Hadits. Kesulitan ini terutama dalam meneliti apakah sanad suatu hadis itu muttasil, yakni setiap rawinya bertemu dan mendapat hadis dari guru-gurunya, atau apakah berita yang disampaikan oleh sahabat itu benar-benar sabda Nabi. Demikian juga, jika seseorang tidak mempunyai pengetahuan yang banyak tentang biografi dari rawi-rawi itu, tidak ditemukan sanad lain yang dapat dijadikan bahan perbandingan atau tidak banyak mempunyai hafalan matan hadis. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa penelaahan terhadap hadis tidak semata-mata pada sanadnya saja, atau pada matannya saja, akan tetapi pada kedua aspek tersebut, bahkan dalam hal-hal tertentu sekaligus pada kedua aspeknya (sanad dan matan). Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah penulis paparkan, dapat disimpulkan bahwa ilmu hadis memiliki cakupan yang sangat luas yang meliputi berbagai aspek yang berhubungan dengan hadis. Pengkajian terhadap ‘Ilmu Hadits Riwayah tidak mengalami perkembangan pasca pembukuan hadis dalam berbagai kitab hadis. Sedangkan ‘Ilmu Hadits Dirayah mengalami perkembangan yang sangat cepat, _____________ 18
Fatchur Rahman: Ikhtishar..., 340
102
Tarmizi M. Jakfar: ‘Ulum Al-Hadits dan Korelasinya dengan Ushul Fiqh
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan secara umum. Dalam kaitan hubungan ‘Ulum al-Hadits dengan ‘Ilmu Ushul al-Fiqh dapat dikatakan bahwa antara keduanya saling menyokong, karena dalam pemahaman kesimpulan hukum yang bersumber dari hadis, seorang pencetus kaedah khususnya dalam Ushul alFiqh menjadikan hadis sebagai sumber kaedah yang mereka cetuskan untuk dipedomani umat manusia.
Al-Mu‘ashirah Vol. 10, No. 1, Januari 2013
103
DAFTAR PUSTAKA Anwar, Syamsul, “Kontribusi Ahli-Ahli Ushul Fiqh dalam Pengembangan Studi Hadits”, dalam Pidato Ilmiah dalam rangka Mensyukuri Hari Kelahiran ke 51 IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tanggal 26 September 2002. Iman, Haryono dan C. Verhak SJ. Filsafat Ilmu Pengetahuan: Telaah atas Cara Kerja Ilmu-ilmu. Jakarta: Gramedia, 1991. Al-Khatib, Muhammad ‘Ajjad. Ushul al-Hadits ‘Ulumuhu wa Musthalahuhu. Beirut: Dar al-Fikr, 1975 Muchtar, Abdul Chaliq. Hadits Nabi dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: TH Press, 2004. Al-Qaradhawi, Yusuf. Pengantar Studi Hadits, terj. Agus Suriadi Baharusun. Dede Rodin, Bandung: Pustaka Setia, 2007. Rahman, Fatchur. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: al-Ma’arif, t.th. Al-Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, terj. Tim Pustaka Firdaus. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995. Al-Suyuthi, Jalaluddin. Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib al-Nawawi, juz. I. Riyadh: Maktabah al-Kautsar, 1417 H. Suryadi. Metodologi Ilmu Rijal al-Hadits. Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2003. Ya’cub, Ali Mustafa. Kritik Hadits, cet. IV. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004
104
Tarmizi M. Jakfar: ‘Ulum Al-Hadits dan Korelasinya dengan Ushul Fiqh