UJI TOKSISITAS PADA IKAN PARI JENIS (Manta birostris, Dasyatis kuhli dan Himantura varnak), SEBAGAI SISTEM PERTAHANAN DIRI Muhammad Zainuddin Lubis1 , Sri Pujiyati2 , Pratiwi Dwi Wulandari1
ABSTRAK Pari merupakan ikan air laut yang beracun dan memiliki tubuh yang pipih. Racun pari dikeluarkan melalui saluran yang ada pada ekornya dan tersusun dari enzim 5-nucleotidase phospodiesterase dan serotonin. Serotonin menyebabkan luka parah pada otot polos. Kadar racun dari hati ikan pari dapat diketahui dengan melakukan uji LC50 dari ekstrak hati ikan pari menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT). Berdasarkan hasil penelitian, spesies Manta birotris
memiliki nilai LC50 sebesar 52.53µg/ml sehingga termasuk dalam kategori toksik. Himantura varnak memilik inilai LC50 sebesar 15.1216 µg/ml sehingga termasuk kategori sangat toksik sedangkan spesies Dasyatis kuhlii memiliki nilai LC50 sebesar 161.6 µg/ml sehingga termasuk kategori toksik. Kata kunci: Dasyatis kuhlii, Himantura varnak, LC50, Manta birostris, toksik,
ABSTRACT Pari is a saltwater fish that are poisonous and have a flattened body. Stingray venom excreted through the existing channels on its tail and is composed of the enzyme 5-nucleotidase phospodiesterase and serotonin. Serotonin causes serious harm to the smooth muscle. Liver toxicity of stingrays can be determined by test-LC50 from stingray liver extract using Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Based on this research, species birotris Manta has LC50 values of 52.53μg/ml thus included in the toxic category. Himantura varnak pick inilai LC50 of 15.1216 ug / ml so that the category of highly toxic while Dasyatis species kuhlii had LC50 values of 161.6 ug / ml so toxic category.
Keywords: Dasyatis kuhlii, Himantura varnak, LC50, Manta birostris 1 1. Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB 2. Dosen Ilmu dan Kelautan IPB
PENDAHULUAN Ikan pari jenis Manta birostris, Dasyatis kuhlii dan Himantura varnak merupakan jenis pari yang dominan ditemukan di Laut Jawa (Fahmi et al, 2008). Ikan Pari termasuk kelompok elasmobranchii, yaitu ikan yang bertulang rawan dan juga kelompok cartilaginous (Last et al, 1994). Secara umum, ikan pari memiliki tubuh pipih dan duri beracun pada ekornya. Biasanya, ikan ini berada di dasar laut yang berpasir. Racun yang ditimbulkan ikan pari memang tidak separah lepu, tetapi cukup menyakitkan. Selain sakit karena tusukannya, orang yang terkena tusukan ekor pari juga bisa terkena racunnya. Racun paling berbahaya dari ekor pari ini bisa menyebabkan luka pada otot. Hampir 100 jenis pari dapat menyebabkan sengatan yang menyakitkan dengan duri beracun yang terletak pada sepertiga dari pangkal ekor mereka yang panjang seperti cambuk. Selain kelenjar racun, organ lain penghasil racun adalah hati. Kadar racun yang terdapat pada organ dalam ikan berbeda-beda, tergantung kepada jenis ikan dan organnya. Namun demikian, ovari dan hati merupakan organ-organ yang sangat berbahaya. Racun ikan pari tidak berakibat fatal namun sangat menyakitkan. Racun ini tersusun dari enzim 5-nucleotidase phospodiesterase dan serotonin. Serotonin menyebabkan luka parah pada otot polos. Komponen inilah yang
mengakibatkan
racun
ikan
pari
sangat
menyakitkan.
Enzimnya
mengakibatkan kematian pada sel dan jaringan (Gusson et al, 2006). Sebagian besar pari senang berada di perairan dangkal. Itulah sebabnya banyak pari yang sering terinjak orang saat sedang mengubur diri di pasir. Luka kecil yang disebabkan oleh pari kerap terjadi, tetapi tidak menyebabkan kematian. Selama 10 tahun terakhir, hanya ada 17 kematian yang disebabkan pari dilaporkan dari seluruh dunia. Dengan demikian, dibutuhkan informasi mengenai jenis ikan pari yang lebih berbahaya, terutama di wilayah Kepulauan Seribu. Untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu dilakukan uji toksisitas pada ikan pari yang sering ditemui di Kepulauan Seribu, Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat toksisitas ikan pari jenis Manta birostris, Dasyatis kuhlii, dan Himantura varnak.
2 1. Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB 2. Dosen Ilmu dan Kelautan IPB
METODOLOGI Metode
pengukuran
tingkat
racun
ikan
pari
dilakukan
dengan
menggunakan metode LC50. Uji toksisitas ini dilakukan dengan mengadopsi metode uji toksisitas dengan menggunakan larva Artemia salina (Meyer, 1982). Adapun penetasan artemia dilakukan dengan cara meletakkan bibit artemia pada media air laut yang sudah steril, kemudian diberi aerasi dan dibiarkan 18 jam sampai menetas. Tanda bahwa artemia sudah menetas adalah cangkang yang terpisah dengan artemia dan terlihat artemia bergerak dalam media. Langkah awal dalam penelitian ini adalah pembedahan organ pari untuk mengambil hati masing-masing pari untuk dilakukan proses ekstraksi. Proses ekstraksi terdiri dari tahap pengahncuran, maserasi, filtrasi, dan evaporasi. Proses penghancuran hati pari dilakukan dengan menambahkan 20 ml methanol. Hasil penghancuran hati pari lalu dimaserasi selama 24 jam. Selanjutnya larutan difiltrasi dengan menggunakan kertas saring. Proses evaporasi dilakukan dengan menggunakan rotary evaporator sehingga didapatkan rendemen hasil ekstraksi. Hasil evaporasi dilarutkan dengan air laut steril hingga diperoleh konsentrasi 1000ppm, 500ppm, 100ppm, dan 10ppm. Hasil pengencerean inilah yang kemudian diteteskan ke dalam tabung reaksi berisi larva A. salina yang masing-masing berjumlah 10 ekor. Hasil dari reaksi tetesan racun pari terhadap artemia diamati 24 jam kemudian dengan menghitung jumlah artemia yang mati dalam setiap tabung. Data hasil uji coba kemudian digunakan untuk menghitung LC50. Perhitungan LC50 dilakukan dengan menggunakan analisis regresi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji toksisitas Pada PKM-AI ini merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan tingkat toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar dan digunakan juga untuk pemantauan rutin suatu limbah Metode LC50 merupakan salah satu metode untuk mengetahui kadar toksik dari suatu zat melalui analisa konsentrasi zat tersebut dalam mematikan 50% populasi uji. Populasi uji yang digunakan dalam metode tersebut adalah larva udang jenis Artemia salina yang merupakan 3 1. Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB 2. Dosen Ilmu dan Kelautan IPB
kelompok udang-udangan dari phylum Atrhtopoda, mereka berkerabat dekat dengan zoopolankton lain seperti copepoda dan daphnia. A. salina
hidup di
danau-danau garam (berair asin) yang ada di seluruh dunia (Pisutthanan et al, 2004). Spesies Artemia salina L. dipilih untuk dilakukan uji LC50 karena spesies ini diangggap lebih efektif dan sederhana. Hal ini disebabkan oleh kemudahan dalam menetaskan telur menjadi larva, pertumbuhan yang cepat dari larva serta mudah dalam mempertahankan populasi dalam kondisi akuarium. Suatu bahan dikatakan sangat toksik jika nilai LC50 nya <30 µg/ml, toksik jika 30 – 100 µg/ml, dan tidak toksik jika nilai LC50 nya >1000 µg/ml (Meyer et al. 1982). Sepuluh larva A. salina yang telah dilakukan uji toksisitas pada konsentrasi 10 ppm, 100 ppm dan 500 ppm ekstrak methanol organ hati Manta birostris, Dasyatis kuhlii dan Himantura varnak ternyata memiliki tingkat mortalitas yang berbeda-beda. Melalui persamaan dari grafik regresi yang terbentuk, diperoleh nilai toksisitas LC50 (Tabel 1). Tabel 1. Nilai toksisitas ekstrak organ hati ikan pari terhadap hewan uji Artemia salina L.
Ekstrakmetanol
Manta birostris
Dasyatiskuhlii
Konsentrasi Log
Persen
Probit
(ppm)
Konsentrasi Mortalitas(%)
10
1
30
4.48
100
2
60
5.25
500
2.7
80
5.48
10
1
40
4.75
100
2
90
6.28
500
2.7
100
8.09
1
20
4.16
100
2
30
4.48
500
2.7
80
5.84
Himanturavarnak 10
LC50 (µg/ml) 52.553
15.1216
161.1
4 1. Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB 2. Dosen Ilmu dan Kelautan IPB
Dari tabel diatas didapatkan nilai kematian dari sepuluh Artemia sp. pada setiap konsentrasi ekstrak methanol organ hati tiga spesies ikan pari cukup bervariasi. Hal inilah yang membedakan nilai LC50 pada uji toksisitas hati ikan pari. Hubungan antara indeks probit dengan log konsentrasi ekstrak hati ikan pari pada masing-masing jenis ditampilkan pada Gambar 1. Persamaan yang terbentuk dari hubungan log konsentrasi dengan mortalitas probit pada spesies Dasyatis kuhlii adalah y= 0.68x + 3.83 dimana R2 = 0.9942. Nilai y merupakan nilai probit sedangkan nilai x adalah nilai log konsentrasi. Persamaan untuk spesies Himantura varnak adalah y= 1.67x + 3.0333 dimana R2 = 0.9977. Persamaan untuk spesies Manta birostris adalah y= 0.84x + 3.1467 dimana R2 = 0.8867. Berdasarkan ketiga persamaan di atas didapatkn nilai R yang mendekati 1, artinya konsentrasi ketiga ekstrak tersebut dengan nilai mortalitas A. salina memiliki hubungan yang erat, dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan semakin besar pula jumlah A. salina yang mati.
(a)
(b)
(c) 5 1. Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB 2. Dosen Ilmu dan Kelautan IPB
Grafik 2. Grafik regresi hubungan log konsentrasi dan mortalitas A. salina dalam nilai probit dar (a) ekstrak methanol Dasyatis kuhlii; (b) ekstrak methanol Himantura varnak; (c) ektrak methanol Manta birostris Berdasarkan grafik yang terbentuk dari hubungan antara nilai probit dan log konsentrasi, didapatkan analisa bahwa peningkatan log konsentrasi dari ekstrak metanol organ hati Dasyatis kuhlii akan meningkatkan kematian individu dari populasi Artemia sp. Sedangkan analisis nilai probit dari ekstrak metanol organ hati ikan pari Himantura varnak didapatkan nilai LC50 sebesar 161.1 (µg/ml) dengan regresi linier y= 1.67x + 3.0333 dimana R2 = 0.9977. Grafik yang terbentuk cukup sama dengan hasil Dasyatis kuhlii, yaitu peningkatan log konsentrasi dari ekstrak metanol organ hati Himantura varnak akan meningkatkan pula kematian individu dari populasi Artemia salina . Untuk analisis nilai probit dari ekstrak metanol organ hati ikan pari spesies Himantura varnak didapatkan nilai LC50 sebesar 52.553 (µg/ml) dengan regresi linier y= 0.84x + 3.1467 dimana R2 = 0.8867. Grafik yang terbentuk pun terbilang sama dengan hasil Dasyatis kuhlii dan Himantura varnak yaitu peningkatan log konsentrasi dari ekstrak metanol organ hati Dasyatis kuhlii akan meningkatkan pula kematian individu dari populasi Artemia sp. Dari data yang didapatkan melalui ekstrak methanol organ pari dari ketiga spesies terhadap mortalitas populasi Artemia sp. memiliki pengaruh yang sama, yaitu semakin tinggi konsentrasi ekstrak akan meningkatkan mortalitas dari populasi Artemia sp tersebut. Namun organ hati ikan pari jenis Dasyatis kuhlii memiliki kadar toksik yang tertinggi dibandingkan dua jenis ikan pari lainnya. Ekstrak hati Dasyatis kuhliimemiliki nilai LC50 hanya sebesar 15.1216(µg/ml) untuk dapat mematikan 50% populasi dari Artemia sp yang merupakan objek uji. Ekstrak organ hati yang memiliki kadar toksik tertinggi kedua adalah jenis Dasyatis kuhliiyaitu dengan nilai LC50 sebesar 52.553 (µg/ml). Sedangkan kadar toksik terendah didapatkan dari ekstrak organ hati ikan pari jenis Himanturavarnakdengan nilai LC50 sebesar 161.1 (µg/ml). Potensi toksisitas akut ekstrak methanol organ hati pada ikan pari diduga berkaitan dengan kandungan serotonin yang dimilikinya (Gusson et al, 2006). Racun ikan pari tidak berakibat fatal namun sangat menyakitkan. Racun ini 6 1. Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB 2. Dosen Ilmu dan Kelautan IPB
tersusun darienzim 5-nucleotidase phospodiesterase dan serotonin. Serotonin menyebabkan luka parah pada otot polos. Komponen inilah yang mengakibatkan racun ikan pari sangat menyakitkan. Enzimnya mengakibatkan kematian pada sel dan jaringan berbeda.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian pada PKM-AI, nilai LC50 berbeda-beda pada tiap spesies. Manta birotris memiliki nilai LC50 52.53 µg/ml sehingga termasuk dalam kategori toksik, Himantura varnak memiliki nilai LC50 sebesar 15.1216 µg/ml sehingga termasuk kategori sangat toksik sedangkan spesies Dasyatis kuhlii memiliki nilai LC50 sebesar 161.6 µg/ml sehingga termasuk kategori toksik.
SARAN Di harapkan penelitian tentang uji toksisitas mengunakanspesies yang lebih beragam . Dengan hal seperti ini maka output / keluaran dari PKM-AI ini dapat trcapai yaitu sebagai pertahanan diri.
DAFTAR PUSTAKA
Gusson. Leon, M.D. 2006. Stingray's Poisonous Spine is Sharp, Rigid, and Nasty. [Internet].
[Diunduh
pada
10
November
http://journals.lww.com/em-news
2012].
Terdapat
pada:
/Fulltext/2006/11000/
Stingray_s_Poisonous_Spine_is_Sharp,_Rigid,_and.11.aspx Fahmi. Mohammad A. Dharmadi. 2008. Kontribusi Ikan Pari (Elasmobranchii) pada Perikanan Cantrang di Laut Jawa. J Lit Perikan. Vol 14 No 3 hlm 295301 Last, P.R. dan J.D. Stevens. 1994. Sharks and Rays of Australia. Australia : CSIRO Meyer BN, Ferigni NR, Patnam JE, Jacobsen LB, Nicholas DE. 1982. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents. Plantamedica 45(3). 314-319 7 1. Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB 2. Dosen Ilmu dan Kelautan IPB
Pisutthanan, S. Pinyupa P, Nisit, Siriluk R, Onrudee M . 2004. Brine Shrimp Lethality Activity of Thai Medicinal Plants in the Family Meliaceae. Naresuan University Journal.12(2): 13-18
8
8 1. Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB 2. Dosen Ilmu dan Kelautan IPB