perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UJI TERATOGENIK EKSTRAK Pandanus conoideus Lam. VARIETAS BUAH KUNING TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister Sains Program Studi Biosains
Oleh: Lintal Muna NIM: S 900908007
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UJI TERATOGENIK EKSTRAK Pandanus conoideus Lam. VARIETAS BUAH KUNING TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) TESIS
Oleh Lintal Muna NIM: S900908007
Telah disetujui oleh tim pembimbing
Komisi Pembimbing
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Pembimbing I
Prof. Dr. Okid Parama Astirin, M.S NIP. 196303271986012002
……………..
………2010
Pembimbing II
Dr. Sugiyarto, M.Si NIP. 196704301992031002
……………..
………2010
Mengetahui Ketua Program Studi Biosains Program Pasca Sarjana
Dr. Sugiyarto, M.Si NIP. 196704301992031002
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UJI TERATOGENIK EKSTRAK Pandanus conoideus Lam. VARIETAS BUAH KUNING TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) TESIS Oleh Lintal Muna NIM: S900908007 Telah dipertahankan di depan penguji dan dinyatakan telah memenuhi syarat pada tanggal 2010 telah disetujui oleh tim penguji Jabatan
Nama
Tanda
Tanggal
Tangan Ketua
Sekretaris
Anggota Penguji
Prof. Drs. Sutarno, M.Sc, Ph.D NIP. 196008091986121001
…………….
………....2010
Dr. Edwi Mahajoeno, M.Si NIP. 196010251997021001
…………….
…………2010
Prof. Dr. Okid Parama Astirin, M.S NIP. 196303271986012002
…………….
…………2010
Dr. Sugiyarto, M.Si NIP. 196704301992031002
…………….
…………2010
Mengetahui Direktur Program Pasca Sarjana UNS
Ketua Program Studi Biosains
Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D NIP. 195708201985031004
Dr. Sugiyarto, M.Si NIP. 19670 4301992031002
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa: 1. Tesis yang berjudul : ”UJI TERATOGENIK EKSTRAK Pandanus conoideus Lam. VARIETAS BUAH KUNING TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidakn terdapat kaarya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, maka saya bersedia Tesis beserta gelar MAGISTER saya dibatalkan, serta diproses sesuai perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70). 2. Tesis ini merupakan hak milik Prodi Biosains PPs-UNS. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin Ketua Prodi Biosains PPs-UNS dan minimal satu kali publikasi menyertakan tim pembimbing sebagai author. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (6 bulan sejak pengesahan Tesis)saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Biosains PPsUNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Biosains PPs-UNS dan atau media ilmiah yang ditunjuk. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta,
Agustus 2010 Mahasiswa,
Lintal Muna S900908007
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UJI TERATOGENIK EKSTRAK Pandanus conoideus Lam. VARIETAS BUAH KUNING TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) Lintal Muna, Okid Parama Astirin, Sugiyarto Program Studi Magister Biosains, PPs-UNS Surakarta
ABSTRAK Pandanus conoideus Lam. varietas buah kuning merupakan salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat anti kanker. Tanaman ini mengandung tokoferol dan betakaroten yang berperan sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas. Penelitian ini betujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian ekstrak buah kuning terhadap persentase fetus hidup, kematian intrauterus, berat dan panjang fetus, keadaan morfologi fetus, serta struktur skeleton fetus tikus putih. Dalam penelitian ini digunakan 25 tikus bunting yang secara acak dibagi menjadi 5 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Tiap kelompok diberi dosis yang berbeda. Kelompok I (kontrol) diberi 1 ml minyak wijen, kelompok II, III, IV dan V diberi ekstrak buah kuning masing-masing: 0,02 ml, 0,04 ml, 0,08 ml dan 0,16 ml. Ekstrak buah kuning diberikan secara oral pada kebuntingan hari ke 5 sampai hari ke 17 (fase organogenesis). Pengamatan dilakukan pada hari ke 18 dengan cara bedah sesar untuk mengambil fetus dari uterus. Morfologi fetus diamati setelah fetus dikeluarkan dari uterus, sedangkan pengamatan struktur skeleton dibuat preparat wholemount dengan pewarnaan ganda Alcian blue dan Allizarin Red-S. Hasil percobaan dianalisis dengan one way anova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak buah kuning tidak berpengaruh terhadap persentase fetus hidup, kematian intrauterus, serta berat dan panjang fetus (P≥0,05). Pemberian ekstrak buah kuning pada induk mengakibatkan kecacatan skeleton (lordosis) fetus pada dosis 0,16 ml dan menghambat osifikasi fetus. Kata kunci: Buah kuning, teratogenik, tikus putih.
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TERATOGENIC TEST OF YELLOW FRUIT EXTRACT (Pandanus conoideus Lam.) TO DEVELOPMENT OF RAT (Rattus norvegicus) EMBRYO Lintal Muna, Okid Parama Astirin, Sugiyarto Program Study of Biosains, Post Graduate Program, Sebelas Maret University of Surakarta
ABSTRACT Pandanus conoideus Lam. yellow variety was one of many plants that could be used as medicine anti cancer. It contained tokoferol and betakaroten that played a role as antioxide to ward off free radical. This experiment was performed to examine the effect of yellow fruit extract on the percentage of the living foetus, the death intrauterus, heavy and long of foetus, foetus morphology, and skeleton structur of foetus. The experiment was used by 25 pregnant mice that randomly were divided into 5 groups, they contained 5 mice . Each group was given by the different dose. The I group (control) was given 1 ml sesame oil, the group II, III, IV and V were respectively given the yellow fruit extract 0,02 ml, 0,04 ml, 0,08 ml and 0,16 ml. The yellow fruit extract was given orally on day 5 to 17 of gestation (organogenesis periode). ). Observation was carried out on day 18 of gestation by caesarean section to take the foetus from the uterus. Foetus morphology was observed after taking foetus from uterus, whereas observation of skeleton structure was made wholemount preparat with dual colourization, they are Alcian blue and Allizarin Red-S. The result was analyzed with one way anova. Results showed that giving yellow fruit extract didn’t influence to the percentage of the living foetus, the death intrauterus, heavy and long of foetus. The effect of giving yellow fruit extract to the maternal were abnormality skeleton (lordosis) of foetus in the dose 0,16 ml and obstacled to the ossification of foetus. Key word: Yellow fruit, teratogenic, rat
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah karya sederhana ini penulis persembahkan untuk Bapak Ibu tercinta yang senantiasa mencurahkan kasih sayangnya dan tiada henti-hentinya mendoakanku, sehingga karya ini bisa terselesaikan dengan baik. Kedua kakakku yang selalu memberi nasehat dan support kepadaku. Teman-temanku, terima kasih atas kebersamaannya. Bersama kalian aku bisa merasakan arti persahabatan. Almamaterku tercinta
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Mu penulis dapat menyajikan tulisan tesis yang berjudul: ”UJI TERATOGENIK EKSTRAK Pandanus conoideus Lam. VARIETAS BUAH KUNING TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)”. Di dalam tulisan ini, disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi: pertama, penentuan dosis dan pemberian ekstrak buah kuning secara oral terhadap tikus. Kedua, pembedahan sekaligus pengukuran berat dan panjang badan fetus, serta pengamatan abnormalitas eksternal lainnya. Ketiga, pembuatan preparat wholemount dengan pewarnaan ganda, yaitu alcian blue dan allizarin red-S untuk pengamatan abnormalitas internal. Nilai penting dari penelitian ini adalah memberi informasi mengenai tingkat keamanan dan efek samping dari pemanfaatan P. conoideus Lam. varietas buah kuning sebagai obat tradisional oleh masyarakat, khususnya bagi wanita hamil. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa berdasarkan uji ANOVA buah kuning tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap berat dan panjang fetus, persentase fetus hidup, dan kematian intrauterus. Akan tetapi, berdasarkan struktur skeletonnya buah kuning memberikan efek berupa skeleton lordosis pada kelompok 0,16 ml dan hambatan osifikasi yang terdapat pada semua kelompok perlakuan. Kendala-kendala yang ada meliputi: pada proses pewarnaan, hasil preparat yang didapat kurang bagus, sehingga nantinya dapat dilakukan pengamatan dari segi histologi dari struktur skeleton fetus tikus putih, agar proses osifikasi terlihat lebih jelas dan hasilnya lebih akurat. Disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki penulis, walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi masih
dirasakan
banyak
kekurang
tepatan,
oleh
karena
itu
penulis
mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Surakarta,
Agustus 2010
Penulis
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih setulusnya kami sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. H. M. Syamsulhadi, dr. SpKJ (K), selaku rektor Universitas Sebelas Maret atas ijinnya untuk mengikuti studi lanjut S2 Biosains 2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D, selaku direktur PPs UNS atas fasilitas yang disediakan, berupa ruang kuliah dan media pembelajaran, serta laboratorium 3. Dr. Sugiyarto, M.Si, selaku ketua Prodi Biosains sekaligus pembimbing II yang telah memberi bimbingan kepada penulis 4. Prof. Dr. Okid Parama Astirin, M.S, selaku pembimbing I yang telah membimbing penulis 5. Prof. Drs. Sutarno, M.Sc, Ph.D, selaku penguji tesis 6. Dr. Edwi Mahajoeno, M.Si, selaku penguji tesis 7. Semua dosen di Prodi Biosains yang telah memberikan pengarahan yang tiada henti-hentinya 8. Kepala dan staf Laboratorium Pusat, Sub Laboratorium Biologi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah mengijinkan dan membantu penulis dalam melakukan penelitian 9. Teman-Teman Biosains angkatan 2008 dan teman-teman kost ”melati” yang telah memberikan bantuan, support dan kerjasamanya 10. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS .................................................
iv
ABSTRAK.............................................................................................. .
v
ABSTRACT ...........................................................................................
vi
PERSEMBAHAN ...................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ..............................................................................
viii
UCAPAN TERIMAKASIH ......................................................................
ix
DAFTAR ISI ....................................................................................... ....
x
DAFTAR TABEL ....................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xiv
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................
1
A. Latar Belakang ............................................................................
1
B. Rumusan Masalah ......................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ………………………………….........................
4
D. Manfaat Penelitian ………………………………………................
4
BAB II. LANDASAN TEORI....................................................................
5
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................
5
1. Pandanus conoideus Lamb. Varietas Buah Kuning...............
5
a. Deskripsi dan Klasifikasi …………………………….........
5
b. Kandungan Senyawa Aktif …………………………….....
7
c. Manfaat P. conoideus Lam. Varietas buah kuning ........
12
2. Embriogenesis ………………………………….......................
12
3. Teratogenesis ………………………………………................
18
B. Kerangka Pemikiran …………………………………....................
23
C. Hipotesis ……………………………………………………............
25
BAB III. METODE PENELITIAN.............................................................
26
A. Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………............
26
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Alat dan Bahan …………………………………………….............
26
C. Rancangan Penelitian …………………………………….............
27
D. Cara Kerja .................................................................................
28
E. Pengumpulan Data
32
F. Cara Pengolahan dan Analisis Data ..........................................
32
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................
33
A. Efek ekstrak P. conoideus Lam. Varietas Buah Kuning terhadap Abnormalitas Eksternal Fetus Tikus Putih .................
33
1. Efek ekstrak P. conoideus Lam. Varietas Buah Kuning terhadap
Morfometri,
Fetus
Hidup,
dan
Kematian
Intrauterus Fetus Tikus Putih ..............................................
34
a. Morfometri Fetus ...........................................................
34
b. Persentase Kematian Intrauterus dan Fetus Hidup ......
38
2. Efek ekstrak P. conoideus Lam. Varietas Buah Kuning terhadap Morfologi Fetus Tikus Putih ................................
41
a. Hemoragi .......................................................................
42
b. Hambatan Pertumbuhan ................................................
44
c. Tubuh Bongkok ..............................................................
45
B. Efek ekstrak P. conoideus Lam. Varietas Buah Kuning terhadap Abnormalitas Internal Fetus Tikus Putih ....................
46
BAB V. KESIMPULAN dan SARAN ......................................................
56
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………...
57
LAMPIRAN …………………………………………………………………..
62
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Kandungan senyawa aktif Pandanus conoideus Lam. varietas buah merah, kuning dan coklat……………………..
Tabel 2.
8
Kandungan gizi P. conoideus Lam. varietas buah merah dan buah kuning………………………………........................
8
Tabel 3.
Perkembangan embrio tikus……………………….................
14
Tabel 4.
Perkembangan eksternal fetus setelah pemberian ekstrak P. conoideus Lam. varietas buah kuning pada induk ……...
Tabel 5.
Persentase
abnormalitas
eksternal
fetus
34
setelah
pemberian ekstrak P. conoideus Lam. varietas buah kuning pada induk……………………………………………… Tabel 6.
42
Persentase kecacatan skeleton fetus Rattus norvegicus akibat pemberian ekstrak P. conoideus Lam. varietas buah kuning pada induk …………………………………….............
commit to user xii
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Habitus Pandanus conoideus Lam...................................
6
Gambar 2. P. conoideus Lam. varietas buah kuning ........................
7
Gambar 3. Struktur kimia β-karoten ..................................................
9
Gambar 4. Struktur kimia tokoferol ....................................................
11
Gambar 5. Skeleton tikus umur 18 hari .............................................
17
Gambar 6. Bagan kerangka pemikiran penelitian .............................
24
Gambar 7. Berat dan panjang badan fetus R. norvegicus setelah pemberian
ekstrak
buah
kuning
selama
fase
organogenesis.................................................................
35
Gambar 8. Histogram persentase fetus hidup, fetus mati, dan fetus resorbsi ..........................................................................
39
Gambar 9. Morfologi fetus dalam tubuh induk kontrol dan induk yang diberi ekstrak buah kuning ......................................
40
Gambar 10. Morfologi normal fetus R. norvegicus ..............................
42
Gambar 11. Perbandingan fetus normal dengan fetus hemoragi .......
43
Gambar 12. Perbandingan
fetus
normal
dengan
fetus
yang
mengalami hambatan pertumbuhan ................................
44
Gambar 13. Perbandingan fetus normal dengan fetus tubuh bongkok
45
Gambar 14. Perkembangan skeleton fetus R. norvegicus akibat pemberian ekstrak buah kuning 0,02 ml pada induk .......
49
Gambar 15. Perkembangan skeleton fetus R. norvegicus akibat pemberian ekstrak buah kuning 0,04 ml pada induk .......
52
Gambar 16. Perkembangan skeleton fetus R. norvegicus akibat pemberian ekstrak buah kuning 0,08 ml pada induk .......
52
Gambar 17. Perkembangan skeleton fetus R. norvegicus akibat pemberian ekstrak buah kuning 0,16 ml pada induk .......
commit to user xiii
53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Kandungan pakan BR-II ............................................
62
Lampiran 2.
Data berat dan panjang fetus ....................................
63
Lampiran 3.
Hasil analisis varian ...................................................
64
Lampiran 3a. Analisis varian berat badan fetus ..............................
64
Lampiran 3b. Analisis varian panjang badan fetus ..........................
65
Lampiran 3c.
Analisis varian fetus hidup .........................................
66
Lampiran 3d. Analisis varian fetus mati ...........................................
67
Lampiran 3e. Analisis varian resorbsi .............................................
68
Lampiran 4.
Uji korelasi .................................................................
69
Lampiran 5.
Wholemount fetus Rattus norvegicus ........................
70
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah salah satu penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel tidak terkendali. Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit kardiovaskuler (Ganiswara, 2001; Foye, 1996). Sel-sel kanker di dalam organ tubuh akan tumbuh dan berkembang secara abnormal, cepat dan tidak terkendali dengan bentuk, sifat dan gerakan yang berbeda dari sel asalnya serta merusak bentuk dan fungsi organ (Dalimartha, 2004). Pertumbuhan tak terkendali dari sel kanker dapat mendesak sel-sel normal di sekitarnya, karena sel kanker dapat bermetastasis ke bagian tubuh lainnya (Harkness, 1989). Pengobatan untuk menekan atau menyembuhkan penyakit kanker antara lain dengan pembedahan, radiasi, dan terapi dengan senyawa kimia (Harkness, 1989). Obat anti kanker atau sitostatika adalah obat-obat yang dapat menghentikan pertumbuhan sel-sel ganas atau bahkan dapat membunuh sel-sel normal (Tjay dan Rahardja, 2002). Obat anti kanker bersifat teratogenik. Obat anti kanker tidak hanya berpengaruh pada sel-sel kanker, akan tetapi dapat mempengaruhi sel-sel normal (Ganiswara, 2001; Foye, 1996). Mahalnya biaya dan efek samping oleh adanya terapi kanker (Harmanto, 2001; Harkness 1989), mendorong masyarakat untuk memanfaatkan obat anti kanker dari tanaman. Indonesia merupakan salah satu dari tujuh negara megabiodiversitas yang dikenal sebagai pusat konsentrasi keanekaragaman hayati dunia (MAPAR, 2009).
Fellows
(1992)
dalam
Maheswari
(2002)
menegaskan
bahwa
keanekaragaman hayati Indonesia ini diperkirakan terkaya kedua di dunia
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
setelah Brazil. Sampai tahun 2007, Laboratorium Konservasi Tumbuhan Obat Fakultas Kehutanan IPB telah melakukan kajian ethno-forest pharmacy, mendata dari berbagai laporan penelitian dan literatur yang hasilnya adalah tidak kurang dari 2039 spesies tumbuhan obat itu berasal dari hutan tropika Indonesia. Keadaan ini menjadikan unggulan Indonesia sebagai salah satu gudang keanekaragaman hayati penting dunia untuk bahan farmasi atau obat bagi kesehatan manusia (Zuhud, 2009). Salah satu tanaman yang berperan sebagai anti kanker adalah Pandanus conoideus Lam. varietas buah kuning. Hal ini telah dibuktikan oleh Pratiwi (2009) dalam penelitiannya menggunakan campuran P. conoideus Lam. varietas buah kuning dan asam laurat dari VCO yang hasilnya menunjukkan adanya potensiasi dalam penghambatan pertumbuhan sel kanker payudara T47D secara in vitro. Hal yang sama diungkapkan oleh Astirin (2009), bahwa akibat pemberian ekstrak P. conoideus Lam. varietas buah kuning, sel-sel kanker payudara T47D mampu melakukan apoptosis pada dosis 0,03125 µl/ml. P. conoideus Lam. varietas buah kuning merupakan tanaman endemik Papua yang mempunyai kandungan tokoferol dan betakaroten yang berfungsi sebagai antioksidan. Sebagai antioksidan, kedua senyawa yang terkandung dalam buah kuning tersebut mampu menangkal radikal bebas dan diduga dapat membantu proses penyembuhan kanker (Budi dan Paimin, 2005) . Gysin et al. (2002) mengungkapkan bahwa α-tokoferol mampu menghambat pertumbuhan sel kanker prostat DU145 sebanyak 50%, sel kanker prostat LNCaP sebanyak 48%, dan 50% pada sel kanker kolon adenokarsinoma (CaCo-2). Mengkonsumsi betakaroten 30-60 mg sehari selama 2 bulan akan membuat tubuh memiliki sel-sel pembunuh alami lebih banyak serta sel-sel T-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
helpers dan limfosit yang lebih aktif. Bertambahnya sel-sel pembunuh alami sangat penting untuk melawan sel-sel kanker dan mengendalikan radikal bebas yang sangat mengganggu kesehatan (Budi dan Paimin, 2005). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Russel (2002), bahwa resiko kanker lebih rendah pada orang yang mengkonsumsi sayur dan buah yang mengandung karotenoid tinggi. Tokoferol merupakan bentuk dari vitamin E, apabila dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan keracunan (Almatsier, 2002). Sedangkan betakaroten merupakan vitamin A. Hasil percobaan pada binatang menunjukkan terjadinya
cacat
bawaan
sebagai
akibat
dari
hipovitaminosis
maupun
hipervitaminosis A selama kehamilan (Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi, 2009). Obat
anti kanker dimanfaatkan bagi semua penderita kanker tidak
terkecuali bagi wanita hamil, sedangkan wanita hamil sangat rentan terhadap obat-obatan terutama pada masa organogenesis. Beberapa obat yang tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi bagi wanita hamil salah satunya adalah obat anti kanker (Tim dokter, 2009), karena obat anti kanker mampu menghentikan pembelahan sel (Nogrady, 1992) dan obat yang sampai ke janin bisa menyebabkan keguguran, malformasi dan kematian pada janin (Suryawati, 1990). Dengan adanya permasalahan tersebut, maka peneliti ingin menguji efek teratogenik ekstrak buah kuning (P. conoideus Lam. varietas buah kuning) terhadap perkembangan embrio tikus putih (Rattus norvegicus).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh pemberian ekstrak P. conoideus Lam. varietas buah kuning per oral terhadap abnormalitas eksternal (persentase fetus hidup, kematian intrauterus, berat dan panjang fetus, serta keadaan morfologi fetus lainnya) dan abnormalitas internal (struktur skeleton) fetus tikus putih (R. norvegicus)? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian ekstrak P. conoideus Lam. varietas buah kuning per oral terhadap abnormalitas eksternal yang berupa persentase fetus hidup, kematian intrauterus, berat dan panjang fetus, serta keadaan morfologi fetus, dan abnormalitas internal yang berupa struktur skeleton fetus tikus putih (R. norvegicus). D. Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini yaitu memberikan informasi yang bersifat ilmiah mengenai tingkat keamanan dan kemungkinan efek samping dari pemanfaatan P. conoideus Lam. varietas buah kuning sebagai obat tradisional oleh masyarakat, khususnya untuk wanita hamil.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pandanus conoideus Lam. varietas buah kuning a. Deskripsi dan Klasifikasi Pandanus conoideus Lam. merupakan tanaman endemik Papua yang termasuk ke dalam famili Pandanaceae. Secara umum habitat asal tanaman ini adalah hutan sekunder dengan kondisi tanah lembab. Tanaman ini ditemukan tumbuh liar di Papua. Di Papua, P. conoideus Lam. tumbuh di daerah dengan ketinggian 2-2.300 m dpl. Hal ini berarti tanaman ini dapat tumbuh dimana saja mulai dataran rendah hingga dataran tinggi. P. conoideus Lam. dijumpai di sepanjang pegunungan jayawijaya (Budi, 2000). Menurut Budi dan Paimin (2005), terdapat lebih dari 30 jenis P. conoideus Lam. di Papua, akan tetapi hanya 4 kultivar yang dikembangkan karena keempat kultivar tersebut memiliki nilai ekonomis. Kultivar-kultivar tersebut yaitu kultivar merah panjang, merah pendek, cokelat dan kuning. Warna, bentuk dan ukuran buah masing-masing jenis berbeda. Klasifikasi P. conoideus Lam. menurut Becker and Brink (1965) yaitu: Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae Ordo
: Pandanales
Famili
: Pandanaceae
Genus
: Pandanus
Spesies
: Pandanus conoideus Lam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
Gambar 1. Habitus P.conoideus Lam. (Budi dan Paimin, 2005) P. conoideus Lam. termasuk terna berbentuk semak, perdu atau pohon (Gambar 1). Daun dari tanaman ini bersifat tunggal dan berbentuk lanset sungsang dengan warna hijau tua dan letaknya berseling. Ujung daun runcing dengan pangkal daun memeluk batang. Permukaan daun licin dengan tepi daun berduri atau tidak berduri tergantung jenisnya. Batang bercabang banyak, tegak, bergetah dan berwarna coklat dengan bercak putih. Tinggi tanaman ini mencapai 16 m dengan tinggi batang bebas cabang 5-8 m di atas permukaan tanah. Perakaran tergolong akar serabut dan cenderung masuk ke dalam tanah ± 94 cm. Akar-akar tunjang muncul dari bagian batang dekat permukaan tanah. Tanaman ini berbuah saat berumur 3 tahun sejak ditanam. Buah tersusun dari ribuan biji yang bebas, tetapi membentuk kulit buah. Biji dari tanaman ini kecil dan memanjang dengan ukuran 9-13 mm dengan bagian atas
meruncing. Bagian pangkal biji
menempel pada bagian jantung, sedangkan ujungnya membentuk totol di bagian kulit buah. Biji berwarna hitam kecoklatan dibungkus daging tipis berupa lemak. Daging buah dapat berwarna merah, kuning, atau bahkan coklat (Budi dan Paimin, 2005).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
Gambar 2. P. conoideus var. buah kuning (Redaksi Trubus, 2005) Menurut Budi dan Paimin (2005), buah dari P. conoideus Lam. varietas buah kuning (Gambar 2) berbentuk silindris, berujung tumpul dengan pangkal menjantung. Panjang buah 35-42 cm dengan diameter 11-12 cm. Daun pelindung buah berbentuk lancip. Tulang utama berduri sepanjang 1/3 bagian dari pangkalnya. Buah muda berwarna hijau sedangkan yang matang berwarna kuning dengan berat 2-3 kg. b. Kandungan Senyawa Aktif Hidayati (2010) menyatakan bahwa bagian teraktif dari P. conoideus Lam. varietas buah kuning mengandung senyawa kimia yang masuk kedalam golongan terpenoid dan steroid. Senyawa dalam P. conoideus Lam. varietas buah kuning yang tergolong dalam terpenoid adalah karoten (Mun’im, 2008), sedangkan senyawa yang termasuk dalam golongan steroid yaitu tokoferol dan asam-asam lemak (Harborne, 1987). Hasil analisis Budi (2002) menunjukkan bahwa kandungan gizi P. conoideus Lam. varietas buah kuning antara lain karoten (9500 ppm), betakaroten (240 ppm), tokoferol (10400 ppm). Selain itu, P. conoideus Lam. varietas buah kuning mengandung asam oleat, asam linoleat dan dekonat, omega 3 dan omega 9 yang berperan sebagai senyawa anti radikal bebas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
pengendali beragam penyakit antara lain penyakit kanker. Interaksi betakaroten dan tokoferol dengan protein meningkatkan produksi antibodi, sehingga meningkatkan jumlah sel pembunuh alami dan memperbanyak aktifitas T helpers dan limfosit. Tokoferol, α-tokoferol, dan β-karoten yang terkandung dalam buah merah dan kuning berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas. Ketiga senyawa inilah yang diduga membantu proses penyembuhan kanker dan juga HIV/AIDS (Budi dan Paimin, 2005). Hasil analisis kandungan senyawa aktif yang terdapat pada buah kuning beserta perbandingannya dengan dua varietas lain, yaitu buah merah dan buah coklat sebagai berikut: Tabel 1. Kandungan senyawa aktif P. conoideus Lam. varietas buah merah,kuning, dan coklat Kandungan senyawa aktif Spesies Karoten Betakaroten Tokoferol (ppm) (ppm) (ppm) Buah merah Buah kuning Buah coklat
12000 9500 11300
350 240 300
9500 10400 4500
(Budi dalam Astirin et al., 2008) Kandungan gizi lain yang diketahui terdapat pada buah kuning dan perbandingannya terhadap kandungan gizi buah merah yaitu: Tabel 2. Kandungan gizi P. conoideus Lam. varietas buah merah dan buah kuning Kandungan Gizi Satuan Buah Merah Buah kuning Protein % 0,2700 0,350 Besi Mg 17,8850 16,382 Kalsium Mg 9,7300 15,269 Fosfor % 0,7740 1,662 Vitamin C µg 0,0088 1,662 As. Palmitoleat G 1,0910 0,676 As. Oleat G 66,0570 40,296 As. Alfalinolenat G 0,5890 0,819 (Tim Agromedia, 2005)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
1.) Karoten dan Betakaroten Istilah karoten digunakan untuk menunjuk ke beberapa zat yang berhubungan dan memiliki formula C4OH56. Secara kimia, karoten adalah terpena, disintesis secara biokimia dari delapan satuan isoprena, dan terbagi dalam dua bentuk utama yaitu α-karoten dan β-karoten (Wikipedia, 2008). Provitamin A yang paling penting adalah β-karoten. Kebutuhan vitamin A meningkat pada kondisi pertumbuhan yang cepat, kehamilan, atau laktasi (Deman, 1997; Dewoto, 2007). Almatsier (2002) menyatakan bahwa vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein yang berkaitan dengan pertumbuhan sel. Vitamin A juga dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang akan terhambat dan bentuk tulang menjadi tidak normal. Adapun struktur kimia β-karoten dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur kimia β- karoten (FAO, 2006) Berdasarkan penelitian secara in vitro dan in vivo pada hewan coba, diduga vitamin A memiliki efek antikanker. Vitamin A menginduksi diferensiasi sel maligna menjadi sel normal dan berperan dalam pembentukan glikoprotein dan glikolipid permukaan sel yang penting untuk keutuhan sel, sehingga dapat menekan terjadinya keganasan (Dewoto, 2009).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
2.) Tokoferol Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak. Vitamin E yang paling aktif keberadaannya di dalam tubuh adalah α-tokoferol (Deman, 1997). Tokoferol selama ini hanya dikenal sebagai obat awet muda. Padahal, tokoferol berfungsi hampir sama seperti betakaroten, yaitu pencegah penyakit degeneratif. Perbaikan sistem kekebalan tubuh dapat dihasilkan oleh kehadiran tokoferol (Winarsi, 2007), sel limfosit, dan mononuklear di dalam tubuh sehingga akan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Tokoferol mampu mengatasi pembentukan karsinogen atau menghambat karsinogen sel sasaran, sehingga akan dapat menghambat terjadinya kasus kanker (Budi dan Paimin, 2005). Tokoferol adalah salah satu antioksidan yang berfungsi untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein dan lemak (Rahmadiana, 2008). Beberapa fungsi lain dari tokoferol menurut Almatsier (2002) : a. Fungsi struktural dalam memelihara integritas membran sel b. Sintesis DNA c. Merangsang reaksi kekebalan d. Mencegah penyakit jantung koroner e. Mencegah keguguran dan sterilisasi f.
Mencegah gangguan menstruasi Peranan biologik utama dari tokoferol adalah memutuskan rantai
proses peroksidasi lipida dengan menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas, sehingga terbentuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
radikal tokoferol yang stabil atau kurang reaktif dan tidak merusak rantai asam lemak (Almatsier, 2002; Winarsi, 2007). Struktur kimia tokoferol adalah sebagai berikut:
Gambar 4. Struktur kimia tokoferol (FAO, 2006) 3.) Asam-asam lemak Buah P. conoideus mengandung asam-asam lemak antara lain berupa asam Oleat, asam Palmitoleat dan asam Alfalinolenat (Tabel 2). Masing-masing asam lemak tersebut mempunyai peran sebagai berikut: a. Asam Oleat, yang merupakan kelompok Omega 9 dapat melindungi dengan cara mengontrol kadar kolesterol LDL dan HDL. Asam Oleat sangat bagus untuk menjaga kesehatan jantung pada saat diet. b. Asam Linoleik, merupakan kelompok Omega 6 yang dapat mencegah tumbuhnya tumor. c. Asam Linoleat, kelompok Omega 3 dan mencegah pembekuan darah dan tekanan darah tinggi. Asam lemak dalam P. conoideus Lam. merupakan antibiotik dari antivirus. Asam lemak akan menjadi lemah dan larut dalam membran lipida virus, sehingga dapat mencegah dan mengeluarkan virus. Hal tersebut menyebabkan virus yang menyebar akan membentuk susunan yang baru dan akan menghambat bahkan membunuh sel tumor (Budi dan Paimin, 2005).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
c. Manfaat P. conoideus Lam. Varietas Buah Kuning Beberapa manfaat sari buah kuning menurut Wiryanta (2007) yaitu dapat menyembuhkan penyakit: 1. Kanker payudara, rahim, otak, kista 2. Ambient, hipertensi, stroke, jantung koroner 3. Menormalkan peredaran darah, gangguan pencernaan 4. Bronkithis, hepatitis, kolesterol, mag, asam urat 5. Rematik, pegal linu, kesemutan, osteoporosis 6. Membantu sistem kerja otak, gangguan mata, kulit 7. Meningkatkan stamina, libido, gairah seksual, dan 8. Meningkatkan daya tahan tubuh bagi penderita HIV/AIDS.
2. Embriogenesis Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio. Proses ini merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami pembuahan atau fertilisasi. Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan di tingkat sel. Sel pada embriogenesis disebut sebagai sel embriogenik. Secara umum, sel embriogenik tumbuh dan berkembang melalui beberapa fase, antara lain: a. Sel tunggal (yang telah dibuahi) b. Blastomer c. Blastula d. Gastrula e. Neurula f. Embrio/janin (Wikipedia, 2009).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
Individu baru terbentuk melalui proses fertilisasi antara sperma dan ovum. Pada mamalia, fertilisasi terjadi di dalam tubuh hewan betina. Mencit maupun tikus hanya akan kawin jika betina dalam keadaan estrus. Lamanya siklus estrus pada betina biasanya antara 4-6 hari (Rugh, 1971). Tahap-tahap perkembangan individu baru dimulai dari gametogenesis, yakni dengan terbentuknya empat sperma pada jantan dan satu ovum pada betina. Gametogenesis terjadi pada individu dewasa, yang kemudian dilanjutkan dengan adanya fertilisasi yakni penggabungan antara sperma dan ovum (Langman, 1985). Menurut Lu (1995) setelah terjadinya fertilisasi, akan ditandai dengan adanya kehamilan. Selama periode kehamilan akan terjadi serangkaian proses perkembangan embrio. Proses perkembangan embrio diawali
dengan
proses
pembelahan,
diferensiasi,
perpindahan
dan
organogenesis. Pada mamalia, pembelahan terjadi secara holoblastis. Pembelahan pertama akan melalui bidang latitudinal yang terletak dibagian atas bidang ekuator. Pembelahan kedua melalui bidang meridional, tetapi hanya pada blastomer kutub vegetal. Kemudian diikuti dengan pembelahan blastomer di kutub animal, sehingga terbentuk 4 blastomer. Pembelahan ketiga terjadi pada blastomer di kutub vegetal secara tidak serentak. Kemudian diikuti dengan pembelahan blastomer di kutub animal yang juga terjadi secara tidak bersamaan. Di akhir pembelahan ketiga akan terbentuk 8 blastomer. Selanjutnya terjadi pembelahan yang juga terjadi secara tidak beraturan (Yatim, 1984). Rugh (1971) mengemukakan bahwa pembelahan sel pertama pada tikus maupun mencit terjadi selama 24 jam (1 hari) setelah pembuahan. Pembelahan terjadi secara cepat di dalam oviduk dan berulang-ulang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
Menjelang hari ke-2 setelah pembuahan, embrio sudah berbentuk morulla yang terdiri dari 16 sel. Bersamaan dengan pembelahan, embrio bergulir menuju uterus. Menjelang hari ke-3 kehamilan embrio telah masuk ke dalam uterus, tetapi masih berkelompok-kelompok. Pada akhirnya embrio akan menyebar di sepanjang kandungan dengan jarak yang memadai untuk implantasi dengan ruang yang cukup selama masa pertumbuhan. Pada umumnya ada beberapa tahap perkembangan yang dialami oleh embrio setelah terjadi fertilisasi. Tahap-tahap tersebut yaitu: Tabel 3. Perkembangan embrio tikus (Rattus sp) Tahap perkembangan Stadium 1-2 sel dan letaknya berada di bagian anterior oviduct Stadium 2-16 sel dan mulai bermigrasi ke uterus Stadium morulla dan berada di bagian anterior uterus Stadium blastula yang bebas (belum melakukan implantasi dan dilindungi oleh zona pelucida 4,5 Permulaan implantasi 5 Pemanjangan massa inti sel, primitive streaknya jelas dan rongga proamnionnya terbentuk 6 Proses implantasinya telah sempurna dan telah melakukan perkembangan ekstraembrional 7 Terbentuk ektoplacental, lipatan amniotic, primitive streak dan jantung 7,5 Stadium neurula awal, terbentuk lempeng neural, tangkai chorionamniotic, dan somit awal menuju diferensiasi, serta munculnya foregut 8,5 Terbentuk bumbung neural dan embrio telah terbentuk 9-19 Mulai terjadi perkembangan fetus 19-20 Fase kelahiran (Kauffman, 1992)
Waktu (hari) 1 2 3 4
Menurut Rugh (1971), blastomer akan terimplantasi pada hari ke 4 kehamilan dan berakhir pada hari ke 6 kehamilan. Kemudian diikuti dengan proses gastrulasi, yakni adanya perpindahan sel dan diferensiasi untuk menbentuk lapisan ektoderm, mesoderm dan endoderm. Akhir tahap perkembangan adalah proses pembentukan organ dari lapisan ektoderm, mesoderm, endoderm dan derivat-derivatnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
Pada awal kehamilan, dimana sel-sel belum terdiferensiasi maka selsel tersebut masih bersifat totipotensi. Sehubungan dengan itu, Lu (1995) menyatakan bahwa tahap pra diferensiasi adalah tahap dimana embrio tidak rentan terhadap zat teratogen, karena sel yang masih hidup akan menggantikan kerusakan tersebut dan membentuk embrio yang normal. Lamanya keadaan resisten ini berkisar antara 5-9 hari tergantung dari spesies.
Selanjutnya
jika
sel
telah
mengalami
perpindahan
dan
berdiferensiasi, maka zat kimia yang masuk kedalam tubuh induk yang tidak ataupun mencapai embrio akan menimbulkan efek yang merugikan pada embrio. Dikatakan bahwa tahap embrio merupakan tahap dimana sel secara intensif mengalami diferensiasi, mobilisasi dan organogenesis, akibatnya embrio sangat rentan terhadap efek teratogen. Periode ini biasanya berakhir pada hari ke 10-14 kehamilan pada hewan pengerat, dan pada minggu ke 14 pada manusia. Namun tidak semua organ rentan pada saat yang sama dalam satu kehamilan. Sebagian besar embrio tikus mulai rentan pada hari ke 8 dan berakhir pada kebuntingan hari ke 12 (Lu, 1995). Terjadinya kegagalan kehamilan menurut Wilson (1973), tiap-tiap hari selama masa kehamilan memiliki arti penting terhadap perkembangan embrio. Dimulai dari tahap pembelahan sampai dengan organogenesis. Jika terdapat kendala pada salah satu tahapan, maka menimbulkan efek bagi janin. Mangkoewidjojo (1988), sekali melahirkan seekor R. norvegicus dapat mempunyai anak rata-rata 9-20 ekor. Perkembangan skeleton berasal dari mesoderm. Bentuk sel mesoderm masih bersifat polyform dan ada yang berbentuk stelate. Pada mesoderm
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
terjadi differensiasi meliputi mesoderm kepala, badan, dan ekor yang dalam tingkat
perkembangan
ini
disebut
mesenkin
embrional.
Mesenkim
berkembang menjadi struktur-struktur mesoderm tubuh, salah satunya adalah jaringan pengikat yaitu kartilago (tulang rawan) dan tulang (Sagi, 1997). Menurut Kumolosasi et al. (2004), susunan dan jumlah komponen tulang belakang normal tersusun dari: 7 vertebrae serviks, 6 vertebrae lumbar, 13 vertebrae toraks, 4 vertebrae sacral, dan komponen tengkorak yang normal. Untuk komponen rangka kaki depan adalah: 5 falang distal, 4 falang proksimal, 4 metakarpal. Sedangkan untuk rangka kaki belakang tesusun dari 5 falang distal, 4 falang proksimal dan 5 metakarpal. Bentuk normal ekor R. norvegicus adalah lurus (tidak bengkok). Ekor bengkok terjadi karena kelainan struktur anatomis vertebrae ekor, yaitu vertebrae lebih kecil dan jarak antar vertebrae berhimpitan. Diduga kelainan ini dimulai sejak awal pembentukan blastema vertebrae (Santoso, 2004). Berdasarkan penelitian Fitrianna (2009), bahwa
perkembangan
skeleton pada fetus mencit dimulai pada umur 12 hari, yaitu terbentuknya tulang vertebrae. Fetus umur 13 hari, terbentuk thoracic vertebrae, premaxilla, maxilla, mandibula, clavicula dan scapula. Fetus umur 14 hari, terjadi osifikasi di bagian cranial yaitu os frontal, os parietal, sphenoid, bassioccipital, exoccipital, dorsal dan archus occipital. Bagian badan yang terjadi osifikasi yaitu vertebrae lumbaris, illium, dan vertebrae caudalis (tulang ekor). Osifikasi di bagian tungkai depan yaitu humerus, ulna dan radius. Osifikasi di bagian tungkai belakang yaitu femur, tibia dan fibula. Proses
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
osifikasi fetus umur 15 hari semakin bertambah, terutama di bagian cranial yaitu zygomatica dan tulang mata. Pada fetus umur 16 hari, proses osifikasi semakin kompleks yakni terbentuknya tulang-tulang di bagian cranial yaitu interparietal, supraoccipetal, os nasal, tulang atlas dan tulang axis. Penulangan di daerah tungkai depan adalah carpal region dan metacarpal; penulangan di daerah tungkai belakang adalah tarsal region dan metatarsal. Bagian yang mengalami osifikasi pada fetus umur 17 hari yaitu bagian cranial, badan dan ekstremitas telah teramati secara lengkap. Pada fetus umur 18 hari sudah tidak terjadi osifikasi, namun pada umur ini tulang mengalami pematangan fungsi.
(Rugh, 1971) Gambar 5. Skleleton tikus umur 18 hari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
3. Teratogenesis Teratogenesis merupakan perkembangan tidak normal dari sel selama kehamilan yang menyebabkan kerusakan pada embrio (Wikipedia, 2009). Pengertian tersebut diperjelas oleh Loomis (1978) dan Sadler (2004), bahwa teratologi adalah studi tentang penyebab, mekanisme, dan manisfestasi dari perkembangan yang menyimpang dari struktur dan fungsinya. Ilmu ini merupakan bagian dari embriologi dan patologi yang membahas tentang perkembangan abnormal dari sel telur, embrio atau fetus yang akhirnya menyebabkan
kematian
atau
malformasi
(Roberts, 1971 dalam
Rahayuningsih, 2007). Menurut Wilson (1973) terdapat enam prinsip dalam teratologi yaitu: a. Kerentanan terhadap agen teratogenik tergantung pada genotip dari embrio atau dari induknya dan interaksinya dengan faktor lingkungan. Prinsip ini didasarkan bahwa tiap spesies atau strain yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda pula. b. Kerentanan terhadap agen teratogenik bervariasi menurut waktu saat embrio terpapar. c. Agen teratogenik akan bereaksi dengan mekanisme yang spesifik pada sel atau jaringan yang sedang berkembang untuk menyebabkan kelainan. d. Agen
teratogenik akan menimbulkan abnormalitas pada
jaringan-
jaringan yang sensitif. Efek ini berkaitan dengan asal agen dan jalur pemaparan. e. Wujud dari perkembangan abnormal adalah: kematian, malformasi, pertumbuhan yang terhambat, dan kelainan fisiologis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
f.
Wujud dari perkembangan abnormal akan meningkat sesuai dengan peningkatan dosis. Bahan kimia yang dapat mempengaruhi perkembangan fetus dan
dapat menyebabkan efek yang berubah-ubah mulai dari letalitas sampai kelainan bentuk (malformasi) dan pertumbuhan terhambat disebut teratogen dan secara kolektif respon-respon ini disebut sebagai efek embriotoksik (Loomis, 1978).
Efek
pada
janin
sangat
bergantung
pada umur
kehamilan pada saat terpapar zat teratogenik, dosis, dan laju dosis yang diterima
(Alatas, 2005). Menurut Suryawati (1990), pengaruh buruk obat
terhadap janin dapat bersifat toksik, teratogenik maupun letal, tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan pada saat obat tersebut dikonsumsi. Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau bio-kimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat yang bersifat teratogenik dapat menyebabkan terjadinya malformasi anatomik pada pertumbuhan organ janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat yang bersifat letal adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan. Menurut Lu (1995); Hutahean (2002); dan Alatas (2005), menyatakan bahwa perkembangan janin dalam kandungan dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : 1.) Preimplantasi dan implantasi, yang dimulai sejak proses pembuahan sampai menempelnya zigot pada dinding rahim. Pada tahap ini diferensiasi sel belum lanjut, jika satu atau sekelompok sel rusak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
oleh gangguan agensia toksik masih memungkinkan bagi sel-sel sehat di sekitarnya membelah dan menggantikan posisi dan peran sel rusak tadi. Dengan demikian embrio pulih dan perkembangan dapat berlanjut tanpa ada efek gangguan yang menetap. Sebaliknya jika embrio tidak dapat mentolerir kerusakan itu, maka embrio tidak dapat melanjutkan perkembangannya dan mati. Kematian embrio prenatal pada manusia ditandai dengan abortus sedang pada rodent ditandai dengan terjadinya resorbsi. Oleh karena itu, efek gangguan agensia toksik pada embrio pada tahap preimplantasi tidak menyebabkan kelainan perkembangan. Kematian prenatal
dapat
terjadi
karena
embrio tersusun dari sejumlah kecil sel dan kehilangan sebuah sel berpotensi menyebabkan kematian. Malformasi jarang terjadi pada tahap
ini karena jumlah sel dalam konseptus sedikit dan belum
terdiferensiasi. 2.) Organogenesis. Periode ini terjadi pada umur 6–16 hari pada tikus. Dalam periode ini sel secara intensif menjalani diferensiasi, mobilisasi, dan organisasi. Fase ini sensitif terhadap teratogen, sehingga dapat menyebabkan malformasi. Malformasi terjadi khususnya pada organ yang sedang mengalami perkembangan pada saat terpapar. Kejadian malformasi meningkat sepanjang organogenesis awal. Semua sistem organ mulai terbentuk, tetapi diferensiasi sel untuk membentuk suatu organ tubuh tertentu dimulai pada hari tertentu pula, sehingga menyebabkan abnormalitas yang spesifik pula. Kejadian kematian prenatal berkurang pada saat organogenesis tetapi terjadi peningkatan kematian perinatal (kematian yang terjadi pada atau sekitar menjelang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
partus) khususnya pada dosis yang lebih tinggi. Kejadian malformasi yang relatif tinggi akan menurun drastis dengan bertambahnya perkembangan organogenesis. Selain itu juga dapat terjadi gangguan fungsional yang permanen baru tampak kemudian, artinya tidak timbul pada saat kelahiran. 3.) Fetogenesis. Fase ini dimulai pada akhir minggu ke-8 kehamilan pada manusia dan pada hari ke 17–21 pada rodent. Pada fase ini terjadi penyempurnaan beberapa organ, pembentukan organ genetalia eksterna dan susunan syaraf pusat. Pada fetus ini terjadi penurunan kepekaan terhadap teratogen karena sebagian besar sel telah menyelesaikan diferensiasi kecuali sistem syaraf dan urogenital. Efek agensia toksik yang menimpa embrio saat fase ini bukanlah perubahan bentuk
(malformasi)
melainkan
berupa
hambatan
pertumbuhan,
gangguan fungsi, dan dapat menyebabkan gangguan mental setelah kelahiran. Menurut
Wilson (1973), embriogenesis normal
berakhir
dengan
terbentuknya individu baru dengan bentuk dan struktur sama seperti induknya,
tetapi
embriogenesis
abnormal
akan
berakhir
dengan
terbentuknya individu yang bervariasi. Menurut Ritter (1977), embrio yang terkena pengaruh agensia toksik dapat mengalami perubahan-perubahan sitologis dan akhirnya menjadi fetus yang cacat. Hal tersebut dapat disebabkan oleh: 1.) Gerakan morfogenesis terhalang. Gerakan morfogenesis adalah gerakan sel dari satu bagian embrio menuju ke bagian tertentu sel sebagai organ, yang berperan dalam gerakan ini adalah mikrotubuli atau mikrofilamen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
sebagai
sitoskeleton,
yang
menyebabkan
gerakan
morfogenesis
terhenti, sehingga tidak terjadi agregasi sel yang mengakibatkan timbulnya kelainan perkembangan. 2.) Hambatan proliferasi sel (pembelahan sel). Proliferasi
sel
terjadi
dengan jalan mitosis. Kecepatan proliferasi merupakan fungsi kecepatan pertumbuhan.
Pembelahan
sel
yang
terhambat
menyebabkan
pertumbuhan menjadi lambat. Sebaliknya bila pembelahan berlangsung cepat akan menyebabkan gigantisme bahkan jika proliferasi sel tidak terkendali dapat menyebabkan kanker. 3.) Biosintesis protein berkurang. Dalam proses
perkembangan, terjadi
diferensiasi dari sel-sel yang sama menjadi bermacam-macam sel atau jaringan. Terjadinya diferensiasi karena adanya protein baru yang khusus untuk masing-masing sel atau jaringan. Sintesis protein melalui RNA yang menentukan jenis protein baru tersebut. Agen kimia yang dapat menghambat sintesis RNA atau protein, bekerja sebagai teratogen karena menghambat diferensiasi sel dan dapat mengakibatkan kematian apoptotik (Umansky, 1996). 4.) Kegagalan interaksi sel. Dalam proses morfogenesis, terjadi interaksi antar sel atau interaksi antar jaringan, yang dikenal dengan istilah induksi. Apabila interaksi tidak terjadi secara normal karena adanya zat asing yang menghalang, maka hal ini menyebabkan morfogenesis yang
menyimpang.
Penyimpangan
morfogenesis
yang
berat
menyebabkan kematian embrio. 5.) Kematian sel yang berlebih. Kematian sel dalam tubuh embrio, menyebabkan pertumbuhan terhambat. Apabila
commit to user
terlalu
banyak
sel
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
yang mati, dapat menyebabkan badan kerdil. Apabila sel yang mati hanya pada organ
tertentu, maka organ
tersebut
tidak terbentuk
sempurna. Apabila sel yang mati di satu sisi, maka hal ini dapat mengubah
arah
pertumbuhan.
Misalnya
kematian sel
setempat
dapat menyebabkan deformasi di bagian wajah, seperti bibir sumbing.
B. Kerangka Pemikiran Kanker adalah salah satu penyakit berbahaya, karena sel-selnya dapat bermetastasis ke bagian organ lainnya. Pengobatan terhadap penyakit kanker ada tiga cara, yaitu operasi, kemoterapi dan radioterapi. Pada dasarnya semua pengobatan terhadap penyakit kanker menimbulkan efek samping. Karena ketiga cara pengobatan tersebut memerlukan biaya yang relatif mahal, maka masyarakat memilih obat tradisional untuk penyembuhan kanker. Selain itu, obat tradisional mudah didapat. Konsumsi obat anti kanker tidak dianjurkan bagi wanita hamil, karena anti kanker bersifat antimitotik. Obat yang dikonsumsi induk akan segera sampai ke janin melalui plasenta. Obat yang sampai ke janin akan menimbulkan efek, terlebih jika obat tersebut terpapar pada fase organogenesis. Fase organogenesis adalah fase terbentuknya organ-organ pada janin. Jika janin terpapar zat asing, maka kemungkinan dapat menyebabkan malformasi, keguguran dan kematian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Banyaknya penyakit yang muncul, khususnya kanker
Operasi, kemoterapi dan radioterapi menyebabkan side effect
Obat tradisional
P. conoideus Lam. varietas buah kuning
Induk tikus bunting
Sistem sirkulasi induk
Plasenta
Sistem sirkulasi fetus Internal berupa struktur skeleton antara lain: bentuk tulang, hasil proses penulangan (osifikasi)
Organogenesis
Malformasi
Eksternal meliputi: berat badan, panjang badan, kelainan kongenital (hambatan pertumbuhan, tubuh bongkok, kulit transparan), jumlah fetus (jumlah fetus hidup, jumlah fetus mati, dan jumlah fetus resorbsi)
Gambar 6. Bagan kerangka pemikiran penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
C. Hipotesis Berdasarkan pustaka yang telah disebutkan di atas, maka dapat dibuat suatu hipotesis, yaitu semakin tinggi dosis ekstrak P. conoideus Lam. varietas buah kuning, semakin tinggi pula tingkat abnormalitas eksternal (persentase fetus hidup, kematian intrauterus, berat dan panjang badan fetus, serta keadaan morfologi fetus lainnya) dan internal (struktur skeleton) fetus norvegicus)
commit to user
tikus putih (R.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama ± dua bulan, yaitu pada bulan Maret-April 2010. Tempat penelitian di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Layanan Pra-Klinik dan Pengembangan Hewan Percobaan UGM Yogyakarta sebagai tempat pemeliharaan, perlakuan dan pengamatan abnormalitas eksternal. Sedangkan untuk pembuatan, pengamatan dan pemotretan preparat wholemount
fetus tikus
putih dilakukan di Laboratorium Pusat Sub
Laboratorium Biologi MIPA UNS Surakarta. B. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : a. Alat untuk perlakuan : Kandang untuk pemeliharaan tikus beserta tempat minum, timbangan, dan disposible syringe ukuran 5 ml yang telah diberi kanul pada bagian ujungnya. b. Alat untuk pembedahan: disecting kit, cawan petri dan kertas buram. c. Alat untuk
pengamatan morfometri preparat: botol jam,
timbangan
elektrik AND capacity 1200 g X 0,1 g, kertas milimeter blok, loupe, lampu dan pinset. d. Peralatan untuk pembuatan preparat wholemount fetus: Scalpel, pinset, botol jam, toples kecil, cawan petri, pipet tetes, gelas ukur 100 ml, gelas beker, dan wadah plastik. e. Alat untuk dokumentasi: Kamera digital.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
2. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a. Bahan untuk perlakuan : hewan uji yang digunakan adalah tikus putih (R. norvegicus) bunting hari ke nol umur 2,5 bulan dengan berat rata-rata 200 g, pellet Br 2 sebagai pakan sehari-hari, ekstrak P. conoideus Lam. varietas buah kuning, air untuk minum dan minyak wijen sebagai pelarut. Minyak wijen yang digunakan yaitu minyak wijen dengan merk “ABC”, diproduksi oleh Oh Aik Guan Sesame Oil Manufacture, Singapore dan di kemas oleh PT. Heinz ABC Indonesia, Jakarta. b. Bahan
kimia untuk
pembuatan
preparat wholemount: alkohol
95 %,
alkohol 70 %, aseton, gliserin 86 %, zat warna alcian blue dan alizarin redS, asam asetat glasial, dan KOH 1 % dan aquades. C. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode percobaan menggunakan 25 ekor tikus putih dibagi menjadi 5 kelompok dengan rancangan acak lengkap (RAL). Masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ulangan. Adapun perlakuannya sebagai berikut: Kelompok I
: 1 ml minyak wijen (kontrol)
Kelompok II
: 0,02 ml ekstrak buah kuning dan 0,98 ml minyak wijen/200 g BB
Kelompok III : 0,04 ml ekstrak buah kuning dan 0,96 ml minyak wijen/200 g BB Kelompok IV : 0,08 ml ekstrak buah kuning dan 0,92 ml minyak wijen/200 g BB Kelompok V
: 0,16 ml ekstrak buah kuning dan 0,84 ml minyak wijen/200 g BB
Ekstrak P. conoideus Lam. varietas buah kuning dan minyak wijen diberikan pagi dan sore secara oral pada kebuntingan hari ke 5 sampai 17.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
D. Cara Kerja 1. Pra-perlakuan Dua puluh lima tikus putih (R. norvegicus) betina dewasa pada siklus estrus disatukan dalam satu kandang dengan 10 tikus putih jantan. Pada hari berikutnya tikus-tikus betina tersebut diperiksa vaginal plug (sumbat vagina), apabila terdapat vaginal plug atau setelah dilihat secara mikroskopis dengan metode apus vagina dan terdapat spermatozoa maka hari tersebut ditetapkan sebagai hari pertama kebuntingan. Selanjutnya tikus putih betina dipisahkan dari tikus putih
jantan kemudian
tikus betina dikelompokkan menjadi 5
kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 tikus putih betina. 2. Perlakuan a. Persiapan Hewan Uji 1.) Tikus bunting berumur 2,5 bulan dengan berat rata-rata 200 g dipelihara di dalam kandang, masing-masing kandang berisi lima tikus putih dengan kelompok perlakuan yang sama. Total jumlah tikus putih yang digunakan adalah 25 tikus, dibagi dalam lima kelompok perlakuan. 2.) Tikus putih sebelum di pergunakan untuk penelitian di aklimatisasi dahulu selama 4 hari, diberi makan dan minum. b. Cara Memperoleh P. conoideus Lam. Varietas Buah Kuning dan Dosis Pemakaian P. conoideus Lam. varietas buah kuning diperoleh dalam bentuk ekstrak yang sudah jadi dari Papua. Adapun pembuatan sari buah kuning menurut Budi dan Paimin (2005) sebagai berikut: 1.) Memilih buah yang telah matang. Hal ini ditandai dengan warna buah yang kuning dan jarak antar tonjolan makin jarang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
2.) Membelah dan membuang empulur (bagian tengah buah), kemudian memotong dan mencucinya. 3.) Merebus daging buah selama 1-2 jam. Setelah matang yang ditandai dengan buah menjadi lunak, kemudian diangkat dan didinginkan 4.) Daging buah diremas-remas hingga terpisah dari bijinya. Menambahkan air hingga 5 cm di atas permukaan bahan (3:1). Bahan diremas lagi hingga biji putih dan bersih dari daging. Hasilnya sari buah kuning menyerupai santan. 5.) Sari buah disaring agar terpisah dari bijinya. 6.) Hasil saringan kemudian dimasak kemudian dimasak ± 40ºC selama 5-6 jam sambil diaduk-aduk. Bila sudah muncul minyak berwarna kuning di permukaan, kemudian api dimatikan sambil terus diaduk selama 10 menit agar cepat dingin. 7.) Sari buah kemudian diangkat dan didiamkan selama 1 hari hingga terbentuk 3 lapisan, yaitu ampas (lapisan bawah), air (lapisan tengah), dan minyak (lapisan atas). Minyak diambil menggunakan sendok secara perlahan-lahan. 8.) Minyak dipindahkan ke dalam wadah transparan, lalu didiamkan selama 3 jam hingga minyak, air dan ampas benar-benar terpisah. 9.) Minyak dipindahkan lagi pada wadah (botol) dengan sendok dengan hatihati. Menurut Budi dan Paimin (2005), konsumsi buah kuning yang disarankan yaitu 2-3 kali sehari sebanyak satu sendok makan. Wiryanta (2007) menjelaskan bahwa volume 1 sendok makan ekstrak buah kuning adalah 15 ml. Dosis tersebut untuk manusia dengan bobot 70 kg. Jika dosis tersebut diaplikasikan pada tikus putih dengan bobot 200 g, maka diperoleh:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
X/200g
= 15ml/70kg
70000 X
= 15x200
X
= 3000/70000
X
= 0,043ml = 0,04 ml. Penentuan dosis juga didasarkan dari penelitian Pratiwi (2009) yang
menggunakan ekstrak buah kuning dengan konsentrasi 0,03125 ml terhadap sel kanker payudara T47D. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0,03125 ml sel kanker payudara T47D belum bisa mati semua. Sedangkan penggunaan pelarut minyak wijen berdasarkan penelitian Mun’im (2006) yang menggunakan 1 ml minyak wijen pada kontrol. Hasil penelitian tersebut menunjukkan tidak terdapat kelainan pada fetus akibat pemberian 1 ml minyak wijen. c. Perlakuan Hewan Uji Sebelumnya, semua tikus ditimbang untuk mengetahui bobot awal. Pemberian ekstrak P. conoideus Lam. varietas buah kuning pada masingmasing kelompok perlakuan secara oral mulai hari ke-5 sampai hari ke-17 dari
kebuntingan
secara
berturut-turut.
Pada
hari
ke-18
dilakukan
pembedahan. Namun, sebelum dibedah semua tikus ditimbang untuk mengetahui bobot akhir dari masing-masing tikus. Pengamatan dilakukan dengan mengambil fetus dari uterus kemudian dibersihkan dari selaput plasenta dan lendir yang menyelimutinya. Pengamatan eksternal fetus diawali dengan menghitung dan mencatat jumlah implantasi yang terdiri jumlah fetus yang hidup, jumlah fetus yang mati, dan jumlah fetus yang resorbsi. Selanjutnya dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran panjang badan, dan pengamatan morfologi fetus yang meliputi: bentuk tubuh,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
jumlah ekstremitas, tengkorak, ekor, dan lain-lain yang dianggap abnormal. Sedangkan untuk internal dilakukan pengamatan pada sistem (bentuk
tulang, jumlah tulang dan
hasil
skeleton
proses penulangan). Untuk
pengamatan struktur skeleton fetus dibuat sediaan
wholemount dengan
metode pewarnaan ganda Allizarin red-S dan Alcian blue (Inouye, 1976). Proses pembuatan preparat wholemount sebagai berikut : 1. Fetus difiksasi kedalam alkohol 95 % selama 3 hari 2. Viscerasi yaitu proses pembuangan kulit, jaringan lemak dan organ-organ dalam fetus. Proses ini dilakukan dengan sangat hati-hati agar fetus tidak rusak atau kedudukan anggota tubuh fetus tidak berubah. 3. Fetus tikus putih dimasukkan dalam aseton selama 1 hari untuk melarutkan lemak. 4. Fetus diwarnai pada hari ke-4 dengan menggunakan pewarnaan ganda yaitu Allizarin red-S dan Alcian blue selama 1-3 hari pada suhu 37ºC. 5. Fetus dicuci dengan air mengalir beberapa kali sampai bersih Fetus dijernihkan dengan larutan KOH 1% dalam air selama 2 hari sampai jaringan yang membungkus
tubuh menjadi
transparan dan yang
berwarna merah atau biru hanya pada jaringan tulang. 6. Fetus dipindahkan ke dalam larutan gliserin 20% dalam KOH 1% selama 1-4 hari. 7. Fetus dimasukkan secara berturut-turut dalam larutan gliserin 50% dan 80% dalam KOH 1% masing-masing selama 1 jam, lalu disimpan dalam gliserin
100%
untuk
kemudian
dilakukan
pengamatan.
Pengamatan hasil osifikasi didasarkan pada penyerapan zat warna
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
pada kerangka. Tulang sejati yang normal akan berwarna merah dan tulang yang pertumbuhannya terhambat akan berwarna biru atau tidak terwarnai oleh Allizarin red-S. Pemotretan fetus dilakukan pada saat pengamatan abnormalitas, baik eksternal (kelainan morfologi, hemoragi, dan resorbsi) maupun internal (kelainan hasil osifikasi) menggunakan kamera digital. E. Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi data kuantitatif dan kualitatif. 1. Data Kuantitatif Data
kuantitatif
diperoleh
dengan
melakukan
pengamatan
jumlah
implantasi yang terdiri dari jumlah fetus hidup, jumlah fetus mati, berat fetus, panjang badan fetus. 2. Data Kualitatif Data kualitatif diperoleh dengan mengamati morfologi fetus (mata, telinga, ruas jari, tengkorak, ekor dan lain-lain yang dianggap abnormal) dan sistem skeletonnya (bentuk tulang, jumlah tulang, dan hasil proses penulangan). F. Cara Pengolahan dan Analisis Data Data kuantitatif dalam penelitian ini dianalisis menggunakan analisis varian (ANOVA) satu jalur atau one way ANOVA dengan taraf signifikansi 5 % untuk mengetahui beda nyata antar perlakuan. Apabila dalam analisis varian diperoleh hasil yang signifikan, untuk mengetahui letak perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Untuk pengamatan abnormalitas eksternal dan internal (kelainan hasil osifikasi) dilakukan analisis secara deskriptif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pandanus conoideus Lam. varietas buah kuning merupakan salah satu obat alternatif untuk menanggulangi penyakit kanker (Budi dan Paimin, 2005). Obat anti kanker ini digunakan oleh semua penderita kanker tak terkecuali oleh wanita hamil, sedangkan wanita hamil sangat rentan terhadap obat-obatan terutama pada masa organogenesis (Tim dokter, 2009). Obat anti kanker bersifat teratogenik. Obat anti kanker tidak hanya berpengaruh pada sel-sel kanker, akan tetapi dapat mempengaruhi sel-sel normal di sekitarnya (Ganiswara, 2001; Foye, 1996). Jaringan janin tumbuh dengan kecepatan tinggi, oleh karena itu selselnya yang membelah dengan cepat sangat rentan terhadap obat anti kanker. Selain itu, obat yang dikonsumsi oleh induk akan berpindah ke janin melalui plasenta, yaitu melalui jalan yang sama yang dilalui oleh zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Obat yang sampai ke janin bisa menyebabkan keguguran, malformasi atau bahkan kematian pada janin (Suryawati, 1990). A. Efek Ekstrak P. conoideus Lam. Varietas Buah Kuning terhadap Abnormalitas Eksternal Fetus Tikus Putih Abnormalitas eksternal pada penelitian ini diamati secara morfometri dengan melihat penampakan reproduksi induk tikus putih dengan menghitung jumlah fetus hidup, jumlah kematian intrauterus (fetus mati dan resorbsi), mengukur berat dan panjang badan fetus dan mengamati abnormalitas berupa hemoragi dan kelainan bentuk pada beberapa bagian tubuh fetus (Tabel 4).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
1. Efek Ekstrak P. conoideus Lam. Varietas Buah kuning terhadap Morfometri, Fetus Hidup, dan Kematian Intrauterus R. norvegicus Tabel 4. Perkembangan eksternal fetus setelah pemberian ekstrak P. conoideus Lam. varietas buah kuning pada induk Dosis N Parameter o Kontrol 0,02 ml 0,04 ml 0,08 ml 0,16 ml 1. Jml induk hamil 5 5 5 5 5 2. Jml implantasi 58 52 44 46 44 3. Jml rata-rata 11,6 10,4 8,8 9,2 8,8 fetus per induk 4. Jml dan 47 43 45 42 persentase 58 (100%)a (90,38%)a (97,73%)a (97,83%)a (95,45%)a fetus hidup 5. Jml dan persentase kematian intra uterus: a. Resorbsi 0 (0%)a 4 (7,69%)a 1 (2,27%)a 1 (2,17%)a 2 (4,56%)a a a a a b. FetusMati 0 (0%) 1 (1,92%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)a 6. Berat badan 1,484± 1,534± 1,552± 1,602± 1,540± fetus (g) (rata0,134a 0,085a 0,076a 0,057a 0,119a rata ± SD) 7. Panjang badan 25,232± 25,862± 25,926± 25,946± 25,688± fetus (mm) 1,616a 1,188a 1,139a 0,985a 1,227a (rata-rata ± SD) 8. Jml dan persentase 14 (24,14%) 16 (30,77%) 7 (15,91%) 12 (26,09%) 6 (13,64%) abnormalitas Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka dalam satu baris menunjukkan tidak beda nyata diantara perlakuan berdasarkan signifikansi 95%. a. Morfometri Fetus Berat dan panjang fetus merupakan salah satu parameter yang penting untuk diamati dalam penelitian teratogenik. Wilson (1973) menyatakan bahwa penurunan berat dan panjang badan fetus merupakan bentuk teringan dari suatu efek senyawa yang bersifat teratogenik. Berat dan panjang badan fetus merupakan parameter yang cukup sensitif untuk mengetahui pengaruh senyawa asing terhadap pertumbuhan fetus. Terjadi perubahan berat dan panjang badan fetus mulai dari kelompok kontrol hingga kelompok perlakuan dengan dosis tertinggi (Tabel 4; Gambar 7).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.62 1.6 1.58 1.56 1.54 1.52 1.5 1.48 1.46 1.44 1.42
25.94
25.93
25.86
1.6
26 25.69
25.8
1.56 1.55
1.54
25.23
25.6 25.4 25.2
1.48
25
Panjang Badan Fetus (mm)
Badan Fetus (g)
35
24.8 P1
P2
P3
P4
P5
Dosis ekstrak buah kuning (ml/200 g BB) Panjang badan
Berat badan
Gambar 7. Berat dan panjang badan fetus R. norvegicus setelah pemberian ekstrak buah kuning selama fase organogenesis. Keterangan: P1: Kontrol P2: Pemberian dosis 0,02 ml ekstrak buah kuning P3: Pemberian dosis 0,04 ml ekstrak buah kuning P4: Pemberian dosis 0,08 ml ekstrak buah kuning P5: Pemberian dosis 0,16 ml ekstrak buah kuning Berdasarkan analisis statistik, berat dan panjang rata-rata fetus antar kelompok perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil dari analisis varian diperkuat dengan analisis korelasi antara dosis dengan berat fetus dan antara dosis dengan panjang fetus (Lampiran 4). Nilai r antara dosis dengan berat badan adalah 0,265 (korelasi lemah). Nilai probabilitas >0,05 (0,200>0,05), maka H0
diterima. Artinya, hubungan antara dosis dengan berat badan fetus adalah
tidak signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Sedangkan nilai r antara dosis dengan panjang fetus adalah 0,123 (korelasi sangat lemah). Nilai probabilitas >0,05 (0,559>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara dosis dengan panjang fetus adalah tidak signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Betakaroten dan tokoferol dalam jumlah tertentu dibutuhkan oleh tubuh karena merupakan vitamin yang berperan penting bagi tubuh, akan tetapi jika jumlahnya terlalu banyak akan bersifat toksik (Almatsier, 2002). Hasil penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
Azman (2001), vitamin E berpengaruh terhadap peningkatan berat badan tikus normal dan tikus dengan perlakuan diovariektomi (pengangkatan dua ovarium). Peningkatan berat badan pada penelitian tersebut terutama disebabkan oleh adanya peningkatan massa lemak. Tokoferol dan betakaroten merupakan vitamin larut dalam lemak yang bersifat lipofilik, sehingga dapat dengan mudah melewati plasenta. Tokoferol dan betakaroten diserap dalam usus bersama dengan lemak atau minyak yang dikonsumsi. Salah satu alasan mengapa pemberian ekstrak buah kuning secara oral yaitu karena tokoferol dan betakaroten tidak larut dalam air, yang berarti juga tidak larut dalam plasma darah. Agar vitamin-vitamin tersebut dapat diangkut kedalam peredaran darah, maka harus berikatan dengan protein (lipoprotein) yang kemudian diserap oleh sistem limfatik. Dari sistem limfatik, vitamin-vitamin tersebut bersama VLDL (Very Low Density Lipoprotein) masuk ke dalam sirkulasi darah. Sebagian menuju ke bagian yang membutuhkan dan sebagian masuk ke hati melalui ductus toracicus yang kemudian bergabung dengan VLDL yang kaya akan trigliserida dan HDL (High Density Lipoprotein) yang kaya akan fosfolipid, kolesterol dan ester. VLDL dan HDL ini disintesis oleh hati. Kemudian vitamin E kembali ke pembuluh darah dan selanjunya dikonversi menjadi LDL (Low Density Lipoprotein) dengan bantuan enzim lipoprotein lipase dalam darah. Selanjutnya vitamin-vitamin dalam LDL diangkut ke jaringan adiposa. Terdapat tiga tipe masuknya obat melalui plasenta, yaitu: Tipe 1, obatobatan dengan konsentrasi yang seimbang antara induk dan janin; Tipe II, obatobatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih tinggi dari pada konsentrasi dalam plasma ibu atau terjadi transfer yang berlebihan. Hal ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
mungkin terjadi karena transfer pengeluaran obat dari janin berlangsung lebih lambat; Tipe 3, obat-obatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih rendah dari pada konsentrasi dalam plasma ibu atau terjadi transfer yang tidak lengkap (Nindya, 2001). Berat badan fetus cenderung naik oleh karena adanya tokoferol yang terkandung dalam buah kuning. Tokoferol disimpan di dalam hati dan jaringan lemak, sehingga jika fetus kekurangan vitamin E maka tokoferol segera dapat digunakan kembali. Selain itu jika terjadi kerusakan pada sel fetus, maka fetus dapat segera mengadakan recovery, karena sel-sel fetus masih aktif membelah sehingga kerusakan pada sel dapat dengan mudah digantikan oleh sel-sel lain yang normal. Kadar normal vitamin A dalam plasma adalah 100-120 unit/dL. Kebutuhan vitamin A pada wanita hamil >200 RE (Dewoto, 2007). Kandungan vitamin A pada P. conoideus Lam. varietas buah kuning adalah 240 ppm (240 mg/L), sehingga jelas bahwa kandungan vitamin A pada P. conoideus Lam. varietas buah kuning memenuhi angka kecukupan gizi bagi wanita hamil. Sedangkan kebutuhan vitamin E untuk wanita hamil adalah 10 mg. Kandungan vitamin E pada buah kuning adalah 10.400 ppm (10.400 mg/L). Karena peranan vitamin E adalah sebagai pelindung asam lemak dari oksidasi radikal bebas (Almatsier, 2002), maka penggunaan vitamin E konsentrasi tinggi tidak menimbulkan efek. Panjang badan fetus normal pada usia kehamilan 17 hari rata-rata 19,31 mm, sedangkan pada usia kehamilan 18 hari mencapai 20-23 mm (Kauffman, 1992). Rata-rata panjang fetus pada penelitian ini adalah 25 cm, sehingga dapat dikatakan bahwa panjang fetus pada penelitian ini adalah normal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
Selain dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu masuknya vitamin A dan E dalam tubuh fetus, pertumbuhan juga dipengaruhi oleh faktor genetik (Wilson, 1973). Terjadinya penurunan atau peningkatan berat dan panjang badan fetus berkaitan dengan gen yang terdapat pada masing-masing individu dan ruang gerak untuk pertumbuhannya. Admin (2009), menyatakan bahwa Konsumsi lemak akan mempengaruhi produksi progesteron yang penting untuk implantasi dan sebagai nutrisi yang penting untuk pembentukan awal embrio. Banyaknya embrio pada uterus
juga berpengaruh pada tersedianya ruang untuk
perkembangan embrio dan suplai darah. Fetus yang berasal dari satu kantung uterus dengan jumlah implantasi sedikit, relatif mempunyai ukuran lebih berat dan lebih panjang dibandingkan dengan fetus dari uterus dengan jumlah implantasi banyak. Hal ini berkaitan dengan nutrisi yang diterima oleh fetus. Semakin sedikit jumlah implantasi dalam uterus, maka ketersediaan nutrisi bagi fetus terpenuhi, sehingga berat dan panjang fetus akan bertambah (Zahrah, 2008). Hal ini dapat dilihat pada kelompok kontrol yang jumlah implantasinya terbanyak dibanding dengan kelompok perlakuan. Kelompok kontrol cenderung mempunyai rata-rata berat dan panjang badan terendah. Kelompok perlakuan 0,08 ml dan 0,16 ml ekstrak buah kuning yang memiliki jumlah implantasi yang sama, kedua kelompok tersebut juga memiliki berat yang hampir sama. b. Persentase Kematian Intrauterus dan Fetus Hidup Fetus mati atau resobsi merupakan bentuk dari kematian intrauterus. Kematian intrauterus terjadi karena ketidakmampuan sel melakukan perbaikan (recovery) untuk mengganti sel yang rusak dengan sel normal. Hal tersebut kemungkinan diisebabkan oleh karena banyaknya sel yang rusak, sehingga tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
ada keseimbangan antara sel rusak dengan sel normal. Sel-sel
fetus yang
mampu melakukan recovery menyebabkan fetus tetap bertahan hidup. 120 100
100
97.73
97.83
95.45
90.38
80
Fetus Hidup Fetus Mati
60
Resorbsi 40 20 7.69
0
0 0
P1
1.92
P2
0
2.27
P3
0
2.17
P4
0
4.56
P5
Dosis ekstrak buah kuning (ml/200 g BB)
Gambar 8. Persentase fetus hidup, fetus mati, dan resorbsi setelah pemberian ekstrak buah kuning. Berdasarkan analisis varian dengan taraf kepercayaan 95% tidak terdapat perbedaan yang nyata untuk persentase fetus hidup, fetus mati dan resorbsi antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Hal ini dibuktikan oleh nilai (P>0,05) (Lampiran 3). Fetus mati pada penelitian ini terdapat pada dosis 0,02 ml ekstrak buah kuning. Fetus dikategorikan fetus mati, apabila fetus berkembang penuh dan tidak ada tanda-tanda autolisis, akan tetapi ketika disentuh tidak merespon sentuhan (Hutahean, 2002). Pemberian buah kuning pada induk tidak mempengaruhi kematian fetus, karena dosis yang diberikan sangat kecil. Selain itu, vitamin A dan E yang terkandung dalam buah kuning justru diperlukan untuk pertumbuhan fetus. Fetus mati pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh proses pembelahan dan diferensiasi sel yang terganggu, sehingga fetus tidak mampu lagi meneruskan perkembangannya atau dapat disebabkan oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
kelainan fungsional yang sangat parah sehingga fetus tidak dapat bertahan hidup. Selain itu, fetus mati sejak dalam kandungan belum selesai mengalami perkembangan, sehingga memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan dengan fetus yang lahir dalam keadaan hidup (Setyawati, 2009). Fetus yang mengalami resorbsi ditandai dengan adanya gumpalan berwarna merah atau kuning kecokelatan yang tidak merespon bila disentuh (Hutahean, 2002). Resorbsi adalah manifestasi dari kematian hasil konsepsi (Lu, 1995) yang dapat terjadi akibat kesalahan morfologi dengan berbagai cacat tubuh dan berakhir dengan kematian (Rugh, 1968).
ß
Þ
Ý
Gambar 9. Morfologi fetus dalam tubuh induk kontrol dan induk yang diberi ekstrak buah kuning. Tanda panah menunjukkan tempat resorbsi. (A) Uterus berisi fetus normal, (B) Uterus berisi fetus resorbsi, (C) Bentuk resorbsi. Pada penelitian ini, resorbsi terdapat pada semua kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan dengan angka resorbsi tertinggi dijumpai pada dosis 0,02 ml ekstrak buah kuning (Tabel 4). Pada tahap awal proliferasi, embrio akan memberikan respon mati atau tumbuh normal, karena pada tahap ini belum terjadi diferensiasi sel sehingga tidak ada pengaruh selektif dari adanya agen teratogenik. Hal ini karena sel masih bersifat totipotensi, sedangkan jika
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
terjadi pada saat sel secara intensif mengalami diferensiasi, mobilisasi dan organogenesis, maka akan menyebabkan malformasi atau cacat bawaan namun jika terjadi setelah fase organogenesis, maka akan menyebabkan kelainan fungsi. Jika efek yang ditimbulkan dari teratogen tidak dapat diatasi oleh embrio maka dapat menyebabkan kematian embrio yang diikuti dengan aborsi atau resorbsi pada rodensia jika terjadi pada awal kehamilan, sedangkan jika terjadi pada akhir kehamilan berupa fetus mati. Selain itu, genetik memegang peranan penting pada kematian tahap preimplantasi (resorbsi). Kematian embrio tahap preimplantasi sering terjadi karena perkawinan inbreeding (perkawinan sebapak atau seibu). Sebelum implantasi, embrio lebih mudah terkena pengaruh mutasi genetik dan kelainan kromosom yang diikuti oleh kematian embrio dini (Admin, 2009). Kelainan kromosom dapat dibedakan atas kelainan jumlah kromosom dan struktur kromosom. Hal ini dapat terjadi karena kegagalan penyebaran kromosom atau susunan kromatin dalam sel yang terjadi selama proses meiosis dan mitosis dari sel telur atau sel sperma yang menghasilkan 2 bentuk sel poliploid. Aneuploid adalah kelainan kromosom pada hewan yang dapat terjadi karena pengurangan jumlah kromosom normal (2n-1), sedangkan poliploid adalah penambahan jumlah kromosom normal (2n+1). Kelainan-kelainan tersebut menyebabkan resorbsi. 2. Efek Ekstrak P. conoideus Lam. Varietas Buah Kuning terhadap Morfologi Fetus Tikus Putih Terdapat 4 kelompok wujud gangguan perkembangan embrio, yaitu kematian, kecacatan, hambatan pertumbuhan dan gangguan fungsi (Hutahean, 2002). Secara keseluruhan, organ-organ fetus yang terdapat pada penelitian ini berkembang sempurna (komponen tubuh lengkap), walaupun terdapat fetus dengan ukuran lebih kecih dari yang lain. Pada penelitian ini terdapat tiga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
jenis abnormalitas eksternal, yaitu: kulit transparan, hambatan pertumbuhan dan tubuh bongkok (Tabel 5). Keterangan:
î í ì ë
ï
ê é
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pinnae Mata Vibrisae Mulut Ekstremitas Anterior Ekstremitas Posterior Ekor
Gambar 10. Morfologi normal fetus R. norvegicus Tabel 5. Persentase abnormalitas eksternal fetus R. norvegicus setelah pemberian ekstrak P. conoideus Lam. varietas buah kuning pada induk Jenis Dosis Ekstrak Buah Kuning Abnormalitas 0 ml 0,02 ml 0,04 ml 0,08 ml 0,16 ml Eksternal Jumlah fetus 58 52 44 46 44 Hemoragi/kulit 14 24,14% 15 28,85% 4 9,09% 12 26,09% 6 13,64% transparan Hambatan 0 0% 1 1,92% 0 0% 0 0% 0 0% pertumbuhan Tubuh bongkok 0 0% 0 0% 3 6,82% 0 0% 0 0% Jumlah 14 24,14% 16 30,77% 7 15,91% 12 26,09% 6 13,64% a. Hemoragi Kulit transparan atau yang sering disebut dengan hemoragi merupakan peristiwa keluarnya darah dari sistem kardiovaskuler yang disertai dengan penimbunan di dalam jaringan tubuh (Price and Wilson, 1984 dalam Widiyani dan Sagi, 2001). Hemoragi merupakan bentuk abnormalitas eksternal yang sering terjadi sebagi efek suatu teratogen. Hemoragi pada penelitian ini terdapat baik di kepala, leher, punggung dan perut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
Fetus dengan kulit transparan dapat ditemukan pada semua kelompok perlakuan, termasuk kelompok kontrol (Gambar 11). Kemungkinan ini terjadi karena ekstrak buah kuning diberikan berulangkali pada dosis cukup tinggi, sehingga konsentrasi di dalam darah tinggi, akibatnya terjadi ketidakseimbangan osmotik. Pada keadaan normal, embrio berkembang dalam cairan amnion yang isotonis dengan cairan tubuh. Masuknya zat asing dalam jaringan dapat mengubah tekanan osmosis. Ketidakseimbangan osmotik dapat menyebabkan gangguan tekanan dan viskositas cairan pada bagian embrio yang berbeda, antara plasma darah dan ruang ekstra kapiler atau antara cairan ekstra dan intra embrionik. Perbedaan ini menyebabkan pembuluh darah pecah dan terjadi hemoragi (Wilson, 1973).
ß
Þí
Þï
Þì
Þî
Þë
Gambar 11. Perbandingan fetus kulit normal dengan fetus kulit transparan setelah pemberian ekstrak buah kuning pada induk. Tanda panah menunjukkan daerah hemoragi. (A) Fetus kulit normal; (B1) Fetus kulit transparan dosis 0 ml; (B2) Fetus kulit transparan dosis 0,02 ml; (B3) Fetus kulit transparan dosis 0,04 ml; (B4) Fetus kulit transparan dosis 0,08 ml; (B5) Fetus kulit transparan dosis 0,16 ml ekstrak buah kuning.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
Pada kasus hemoragi ini tidak ada perbedaan antara kontrol (pemberian minyak wijen) dengan kelompok perlakuan (pemberian campuran minyak wijen dan ekstrak buah kuning). Jika sel darah merah berada pada larutan hipotonis, yakni larutan yang konsentrasi zat terlarutnya di luar sel lebih rendah dibanding dengan di dalam sel, maka sel darah merah akan lisis (pecah). Hal ini disebabkan karena tidak adanya dinding sel yang dapat menghambat proses lisisnya sel darah merah (Zulti, 2008). b. Hambatan Pertumbuhan Pada penelitian ini, fetus yang mengalami hambatan pertumbuhan hanya terdapat pada kelompok perlakuan 0,02 ml ekstrak buah kuning (Tabel 6).
ß
Þ
Gambar 12. Perbandingan fetus normal (A) dengan fetus yang mengalami hambatan pertumbuhan (B) akibat pemberian ekstrak buah kuning pada induk. Menurut Ritter (1977) dalam Lina (2008), mengemukakan bahwa senyawa teratogen dengan dosis rendah mampu menyebabkan kematian beberapa sel dan dapat pula menyebabkan terjadinya pergantian sel, karena selsel fetus mempunyai kemampuan regenerasi yang tinggi. Apabila satu atau sekelompok sel rusak oleh gangguan agensia toksik, maka sel-sel normal di sekitarnya akan membelah dan menggantikan peran sel-sel yang rusak tersebut. Penggantian sel-sel fetus yang rusak akan dipertahankan selama masa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
organogenesis agar terbentuk morfologi yang normal. Apabila gagal atau tidak mencapai target pada fase organogenesis, maka akan menyebabkan malformasi sehingga terbentuk fetus dengan morfologi normal, namun berukuran kecil. Hambatan pertumbuhan pada fetus kemungkinan disebabkan oleh terganggunya pembelahan sel, sehingga sintesis asam nukleat dan protein terganggu serta sel-sel yang rusak tidak dapat diperbaiki. Pertumbuhan fetus terjadi karena proliferasi sel dengan jalan mitosis dan kecepatan proliferasi merupakan fungsi dari kecepatan pertumbuhan (Herbold, 1985 dalam Lina, 2008). Fetus yang mengalami hambatan pertumbuhan pada penelitian ini disebabkan oleh kematian sel akibat pemberian ekstrak buah kuning sebagai anti kanker yang diberikan pada saat sel-sel tersebut mulai aktif
membelah,
sehingga terjadi penghambatan dalam pembelahan sel. Jika zat asing ini diberikan secara terus menerus, lama kelamaan sel-sel tersebut akan mati. Jika semakin banyak sel yang mati, maka fetus akan sulit untuk berkembang. c. Tubuh Bongkok Tubuh bongkok pada penelitian ini hanya ditemukan pada kelompok perlakuan 0,04 ml ekstrak buah kuning (Gambar 13).
ß
Þ
Gambar 13. Perbandingan fetus normal (A) dengan fetus tubuh bongkok setelah pemberian ekstrak buah kuning pada induk.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
Embriogenesis normal berakhir dengan terbentuknya individu baru yang bentuk dan strukturnya sama seperti induknya, tetapi embriogenesis abnormal akan berakhir dengan terbentuknya individu yang bervariasi (Wilson, 1973). Bentuk kelainan yang berupa tubuh bongkok pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh kelainan bentuk vertebrae (tulang belakang) yang disebabkan oleh kematian beberapa sel tulang penyusun vertebrae, akibatnya kecepatan pertumbuhan tulang satu dengan yang lainnya tidak sama, sehingga
tulang membengkok. Fitrianna (2009) menyatakan bahwa
vertebrae terbentuk pada hari ke-12. pada penelitian ini, ekstrak buah kuning diberikan pada induk mulai hari ke-5 hingga hari ke-17. Diduga kematian sel ini kemungkinan disebabkan oleh adanya buah kuning yang diberikan pada induk. Mengingat bahwa respon immun terhadap zat teratogen pada setiap individu itu berbeda (Wilson, 1973), maka fetus dengan sistem immun yang rendah tidak mampu memperbaiki sel khususnya sel penyusun vertebrae yang rusak atau mati oleh adanya zat teratogen tersebut. B. Efek Ekstrak P. conoideus Lam. Varietas Buah Kuning Terhadap Abnormalitas Internal Fetus Tikus Putih Pengamatan terhadap abnormalitas internal, yakni pengamatan terhadap perkembangan skeleton fetus R. norvegicus
galur wistar dengan membuat
preperat wholemount. Preparat ini dibuat menggunakan pewarnaan ganda, yaitu Alcian Blue dan Allizarin Red-S. Alcian Blue dan Allizarin Red-S merupakan zat kimia khusus untuk pewarnaan jaringan tulang (Inouye, 1976). Alcian Blue akan melakukan afinitas dengan matriks dalam jaringan tulang rawan, sehingga tulang rawan akan terwarnai biru. Sedangkan Allizarin Red-S akan melakukan afinitas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
dengan matriks dalam jaringan tulang, sehingga tulang akan terwarnai merah. Adapun kelainan internal yang diamati meliputi struktur tulang dan hasil osifikasinya. Perkembangan skeleton berasal dari mesoderm. Pada mesoderm terjadi differensiasi meliputi mesoderm kepala, badan dan ekor yang dalam tingkat perkembangan ini disebut mesenkin embrional. Mesenkim berkembang menjadi struktur-struktur mesoderm tubuh, salah satunya adalah jaringan pengikat yaitu kartilago (tulang rawan) dan tulang (Sagi, 1997). Berdasarkan uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa proses kalsifikasi terjadi melalui 2 cara, yaitu melalui osifikasi intra membran dan osifikasi endokondral. Osifikasi intra membran merupakan proses pembentukan tulang dari jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang, contohnya pada proses pembentukan tulang pipih. Sedangkan osifikasi endokondral yaitu proses pembentukan tulang yang terjadi dimana sel-sel mesenkim berdiferensiasi lebih dulu menjadi kartilago (jaringan tulang rawan) lalu berubah menjadi jaringan tulang, misalnya proses pembentukan tulang panjang, ruas tulang belakang dan pelvis. Menurut Loegito et al. (1995) dalam Ekawati (2002), ada 3 tolok ukur untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan skeleton, yaitu: 1. Jumlah komponen skeleton dan tingkat osifikasinya 2. Sempurna atau tidaknya proses osifikasi 3. Ada atau tidaknya kelainan dalam pembentukan skeleton. Berdasarkan pengamatan hasil penelitian menunjukkan terdapatnya keterlambatan proses osifikasi pada semua perlakuan mulai dari dosis terendah hingga dosis tertinggi (Tabel 6).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
Tabel 6. Persentase kecacatan skeleton fetus R. norvegicus akibat pemberian ‘ ekstrak P. conoideus Lam. varietas buah kuning pada induk Jumlah Prosentase Dosis Ekstrak Jumlah Jumlah No. Fetus yang Fetus Cacat Buah Kuning Induk Fetus Diamati (%) 1 0 5 58 20 0% 2 0,02 ml 5 52 12 33,33% 3 0,04 ml 5 44 18 5,56% 4 0,08 ml 5 46 21 9,52% 5 0,16 ml 5 44 9 22,22% Perkembangan tulang terdiri dari bertambahnya ukuran, kedewasaan dan umur. Perubahan dari perkembangan membranous dan kartilagonous tulang keras disebut pendewasaan tulang. Terdapat 5 periode pembentukan tulang yaitu: (1) periode embrionik: mandibula, maksila, humerus, radius, ulna, femur, dan fibia; (2) periode fetal: scapula, illium, fibula; (3) tulang muda: epiphisis pada anggota badan, karpal, tarsal, dan sesamoids; (4) tulang remaja: scapula, tulang rusuk, tulang pinggul/pinggang; (5) tulang dewasa (Jessop, 1988). Kelainan rangka fetus yang ditemukan pada penelitian ini berupa bentuk skeleton lordosis yang terdapat pada kelompok perlakuan 0,16 ml ekstrak P. conoideus Lam. varietas buah kuning dan keterlambatan proses osifikasi terdapat pada semua kelompok perlakuan. Namun, kelompok perlakuan dengan cacat skeleton terbanyak ditemukan pada kelompok perlakuan 0,02 ml ekstrak buah kuning (Tabel 6). Tulang-tulang yang mengalami keterlambatan osifikasi pada penelitian ini terdapat di daerah cranium, cervical vertebrae, clavicula, lumbar vertebrae, sacral vertebrae, serta tibia dan fibula. Keterlambatan osifikasi pada penelitian ini dapat dilihat pada skeleton fetus yang berwarna biru. Warna biru menunjukkan bahwa tulang tersebut masih bersifat tulang rawan (kartilago).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
A
1
2 a
b
B
1
2
3
4
c
5
Gambar 14. Perkembangan skeleton fetus R. norvegicus akibat pemberian ekstrak buah kuning 0,02 ml pada induk. Tanda panah menunjukkan daerah yang mengalami keterlambatan osifikasi. A) Skeleton kelompok kontrol 1. Osifikasi Sempurna 2. Kulit transparan, osifikasi sempurna B) Skeleton kelompok perlakuan 0,02 ml ekstrak buah kuning 1. Osifikasi sempurna 2. Mengalami keterlambatan osifikasi pada os interparietal 3. Skeleton dari fetus kerdil, mengalami keterlambatan osifikasi pada os frontal, os parietal, os interparietal, cervical vertebrae, lumbar vertebrae, sacral vertebrae, tibia dan fibula. 4. Skeleton dari fetus normal, mengalami keterlambatan osifikasi pada os parietal (a), os interparietal (b), dan cervical vertebrae (c). 5. Skeleton yang mengalami keterlambatan osifikasi pada cervical vertebrae Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok perlakuan 0,02 ml ekstrak buah kuning mengalami keterlambatan osifikasi terbanyak dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh faktor kurangnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
nutrisi yang diberikan pada induk tikus putih, sehingga proses metabolisme terhambat. Hal ini ditunjukkan oleh adanya berat badan fetus yang sangat ringan dibandingkan dengan berat fetus dari kelompok lain yaitu 0,7 g. Nutrisi yang paling penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tulang adalah kalsium (Dewoto, 2007). Menurut Setiyohadi (2009), kalsium memegang 2 peranan fisiologis penting di dalam tubuh. Di dalam tulang, garam-garam kalsium berperan pada proses kalsifikasi, sehingga tulang menjadi keras. Pengerasan tulang berfungsi untuk menopang berat badan. Sedangkan di dalam cairan ekstraseluler dan sitosol, kalsium berperan pada berbagai proses biokimia tubuh dalam bentuk ion-ion kalsium. Norazlina et al. (1999) menyatakan bahwa konsumsi 1% kalsium pada tikus dengan kandungan vitamin E rendah mampu meningkatkan kepadatan mineral tulang. Tubuh normal mengandung 1.100 g kalsium dengan berat badan 70 kg. Jika dosis tersebut dikonversikan pada tikus dengan bobot 200 g, maka terdapat 3,14 g kalsium dalam tubuh tikus. Yuliati et al. (2007) mengungkapkan bahwa penambahan 27 mg/200 g BB/hari dapat meningkatkan ketebalan tulang trabekular. Secara histologi, tulang dibagi menjadi 2 yaitu tulang kortikal dan tulang trabekular. Tulang kortikal mempunyai peran mekanik dan protektif, sedangkan tulang trabekular bersifat metabolik. Ketebalan tulang menunjukkan kekuatan dari tulang, karena tulang yang tebal di dalamnya terdapat jumlah mineral yang melimpah. Kalsium yang terkandung dalam P. conoideus Lam. varietas buah kuning adalah 15,3 mg/100 g bahan. Dosis tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan asupan kalsium yang digunakan pada penelitian Yuliati et al. (2007). Kalsifikasi merupakan proses pengendapan garam-garam kalsium dan fosfor pada matriks tulang. Vitamin D juga diperlukan dalam proses kalsifikasi. Vitamin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
D merupakan prohormon, sehingga jika tubuh tidak mendapat cukup matahari maka vitamin D perlu dipenuhi melalui makanan. Pengubahan vitamin D menjadi vitamin D3 yang aktif (kalsitriol) terjadi di ginjal. Di usus, kalsitriol dapat meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfor. Sintesis kalsitriol diatur oleh kadar kalsium dan fosfor dalam darah. Bila kadar kalsium darah rendah, maka hormon paratiroid dikeluarkan untuk merangsang ginjal dalam memproduksi kalsitriol. Peran vitamin D3 dalam proses kalsifikasi tulang dengan cara mengatur agar kalsium dan fosfor tersedia di dalam darah untuk diendapkan pada matriks tulang. Karena jumlah kalsium yang digunakan tidak mencukupi kadar kalsium dalam darah, sehingga proses kalsifikasi terhambat. Akibatnya tulang-tulang masih bersifat tulang rawan. Terdapat dua metabolisme utama dalam pembentukan tulang yang rentan terhadap kekurangan nutrisi, yaitu: proses sintesis protein untuk membentuk matriks organik tulang yang terdiri dari jaringan kolagen dan non kolagen protein. Proses berikutnya adalah kalsifikasi tulang, pada tahap ini mineral diantaranya kalsium dan fosfor diendapkan dalam matriks tulang. Jika terdapat hambatan dalam pembentukan matriks organik, maka akan ada hambatan dalam proses kalsifikasi tulang sehingga terjadi penurunan kadar mineral
tulang, diantaranya kalsium dan
fosfor. Terjadinya
hambatan
kalsifikasi tulang akan menyebabkan hambatan dalam pembentukan sel osteoklas (Setiyohadi, 2009). Regenerasi tulang dipengaruhi oleh dua sel, yaitu osteoklas dan osteoblas. Osteoklas berperan dalam merombak tulang dengan menggunakan asam dan enzim (resorbsi tulang), sedangkan osteoblas berperan dalam pembentukan tulang baru untuk menggantikan tulang lama yang dirombak oleh osteoklas (Rebecca, 2007). Osteoklas merupakan sel yang motil. Sel ini akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
meresorbsi tulang membentuk lakuna, kemudian bergerak ke bagian tulang yang lain. Pada saat sel osteoklas berpindah, tidak terjadi resorbsi tulang. Tetapi pada saat sel osteoklas berhenti bergerak, maka proses resorbsi terjadi. Meningkatnya resorbsi tulang menyebabkan berkurangnya jumlah tulang.
A
B1
B2
Gambar 15. Perkembangan skeleton fetus R. norvegicus akibat pemberian ekstrak buah kuning 0,04 ml pada induk A. Skeleton normal dari kelompok kontrol B. Skeleton kelompok 0,04 ml ekstrak buah kuning 1. Skeleton normal 2. Skeleton yang mengalami keterlambatan osifikasi pada os interparietal a
Þí b
A
B1
B2
B3
B4
Gambar 16. Perkembangan skeleton fetus R. norvegicus akibat pemberian ekstrak buah kuning 0,08 ml pada induk A) Skeleton kelompok kontrol B) Skeleton kelompok perlakuan 0,08 ml ekstrak buah kuning 1. Fetus normal, osifikasi sempurna 2. Fetus kulit transparan, osifikasi sempurna 3. Fetus normal, namun mengalami keterlambatan osifikasi pada os interparietal (a) dan cervical vertebrae (b) 4. Skeleton lordosis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
a b
c A
B1
B2
B3
Gambar 17. Perkembangan skeleton fetus R. norvegicus akibat pemberian ekstrak buah kuning 0,16 ml pada induk A. Skeleton kelompok kontrol B. Skeleton kelompok 0,16 ml ekstrak buah kuning 1. Osifikasi sempurna 2. Skeleton mengalami keterlambatan osifikasi di bagian lumbar vertebrae 3. Keterlambatan osifikasi pada bagian cervical vertebrae (a), clavicula (b) dan lumbar vertebrae (c). Santoso (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa suatu agensia teratogen dapat mempengaruhi ketebalan sel-sel dari femur mencit. Lapisan pada femur mencit menipis, bahkan ada yang mati. Akumulasi agensia teratogen dalam beberapa organ, khususnya organ yang sedang mengalami kalsifikasi akan mengakibatkan kelainan perkembangan pada fetus. Hal ini disebabkan antara lain karena fetus belum mempunyai enzim yang dapat memetabolisir agensia toksik tersebut secara sempurna. Terdapatnya skeleton fetus dengan osifikasi sempurna, dikarenakan adanya faktor internal, yaitu hormon yang dapat mempertahankan massa tulang. Rebecca (2007) menyatakan bahwa hormon adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kuat atau tidaknya tulang. Hormon merupakan zat alamiah yang dibuat oleh sel-sel khusus di dalam tubuh. Hormon beredar di dalam aliran darah dan dapat mempengaruhi aktivitas sel di berbagai tempat di dalam tubuh. Selain itu, hormon juga dapat membantu membatasi jumlah resorbsi tulang, karena
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
hormon yang mengatur kadar kalsium di dalam darah. Hal tersebuat diperjelas dengan adanya penelitian dari Masyita (2006), bahwa kekurangan hormon estrogen dapat menyebabkan osteoporosis pada mencit. Osteoporosis terjadi karena hilangnya massa tulang dan meningkatnya penyerapan tulang. Estrogen diduga dapat mempengaruhi proses penghancuran tulang dengan menghambat produksi sitokin. Estrogen berperan penting dalam proses homeostasis, yaitu menunjang sekresi kalsitonin, sebagai inhibitor resorbsi tulang dan dapat meningkatkan kadar vitamin D3 yang berfungsi untuk meningkatkan derajat absorbsi kalsium di usus. Sitokin yang
rendah
mengakibatkan
turunnya
aktivitas osteoklas yang berperan dalam perombakan tulang. Sitokin merupakan protein yang berperan dalam proses resorbsi tulang. Sitokin ada dua macam, yaitu IL-1 dan IL-6. IL-1 berperan dalam merangsang resorbsi tulang, replikasi sel tulang dan meningkatkan sintesis IL-6. EL-6 juga berperan meresorbsi tulang dengan jalan mengaktifkan sel-sel osteoklas. Sintesis IL-6 akan dihambat oleh estrogen, sehingga asupan estrogen mampu
mengurangi resorbsi tulang
(Norazlina et al., 2007). Terdapat hubungan antara estrogen dengan vitamin E yaitu bahwa vitamin E merupakan vitamin larut dalam lemak dapat diubah menjadi kolesterol, sedangkan kolesterol merupakan prekursor estrogen yang pembentukannnya melalui serangkaian reaksi enzimatik. Shuid et al. (2010), vitamin E berpotensi sebagai agen anabolik pada tulang dan mampu meningkatkan kekuatan tulang. Selain itu, vitamin E dapat memperbaiki struktur tulang. Agen anabolik adalah agen yang mampu meningkatkan kekuatan tulang dengan cara meningkatkan massa tulang. Selain itu, vitamin E berperan sebagai agen anti osteoporotik (Nazrun et al., 2010). Tokoferol yang terkandung di dalam P. conoideus Lam. varietas buah kuning
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
merupakan vitamin E yang berperan dalam pembentukan tulang. Tokoferol bersama dengan kalsium dan vitamin D berperan dalam proses metabolisme tulang. Kalsium berperan dalam meningkatkan kepadatan mineral tulang, sehingga mengurangi aktivitas resorbsi pada tulang. Vitamin E dapat meningkatkan kepadatan kalsium. Sedangkan vitamin D3 diperlukan untuk absorbsi kalsium di dalam usus dan penyimpanan kalsium pada tulang (Norazlina et al., 1999). Xu et al. (1995) menyatakan bahwa vitamin E dapat merangsang pertumbuhan tulang trabekular. Kekurangan vitamin E dapat menurunkan proses transpor kalsium di dalam usus. Asupan vitamin E 10-30 mg/hari cukup untuk mempertahankan kadar normal di dalam darah (Dewoto, 2007). Sedangkan Norazlina et al. (1999), menyatakan bahwa penggunaan vitamin E sebanyak 60 mg/kg BB/ hari mampu meningkatkan kandungan kalsium pada femur tikus. Kandungan tokoferol pada P. conoideus Lam. varietas buah kuning yaitu 10400 ppm (10400 mg). Kelebihan tokoferol tidak akan dibuang, karena tokoferol disimpan di dalam hati dan jaringan adiposa dalam bentuk gliserol dan sewaktuwaktu dapat digunakan kembali oleh tubuh.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Morfometri fetus tikus putih mengalami perubahan mulai dari kontrol hingga kelompok perlakuan dosis tertinggi. Terdapat fetus yang mengalami: a. Kematian dan hambatan pertumbuhan pada dosis 0,02 ml ekstrak P. conoideus Lam. varietas buah kuning b. Resorbsi pada semua kelompok perlakuan, yaitu pada dosis 0,02 ml; 0,04 ml; 0,08 ml; dan 0,16 ml ekstrak P. conoideus Lam. varietas buah kuning c. Kulit transparan terdapat pada kontrol dan semua kelompok perlakuan. 2. Pemberian ekstrak P. conoideus Lam. varietas buah kuning dapat menyebabkan kelainan pada struktur skeleton fetus tikus putih. Kelainankelainan tersebut berupa skeleton lordosis yang terdapat pada dosis 0,16 ml ekstrak buah kuning dan terjadinya hambatan osifikasi yang dapat dijumpai pada semua kelompok perlakuan. B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperbanyak perlakuan mulai dosis rendah hingga dosis tinggi, agar dapat diketahui bentuk kurva responnya. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek P. conoideus Lam. varietas buah kuning terhadap struktur histologi dari skeleton fetus tikus putih, agar proses osifikasi terlihat jelas dan hasilnya lebih akurat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
DAFTAR PUSTAKA Admin. 2009. Penyebab Kematian Embrio Dini pada Sapi. Pusat Kesehatan Hewan. http://www.vet-klinik.com. [21 Oktober 2009] Alatas, Z. 2005. Efek Teratogenik Radiasi Pengion. Buletin Alara. 6 (3): 133-142 Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Astirin, O. P., D. R. Budiani, and F. R. Wibowo. 2008. Ekspresi P53 Ada Kultur Sel T47d Sesudah Pemberian Buah Merah Sebagai Kandidat Anti Kanker. Makalah Seminar. Surabaya: UNAIR Astirin, O. P., Harini, M. and N. S., Handajani. 2009. The Effect of Crude Extract of Pandanus conoideus Lamb. var. Yellow Fruit on Apoptotic Expression of the Breast Cancer Cell Line (T47D). Biodiversitas. 10 (1): 44-48 Azman, A., B. A. K., Kholid and N. S., Ima. 2001. The Effects of Vitamin E on Bodyweight and Fat Mass in Intactand Ovariectomized Female Rats. Medical Journal of Islamic Academy of Sciences. 14 (4): 125-138 Backer, C. A. and B. C. Backulzen Van Der Brink. 1965. Flora Of Java (Spermatophyta Only) vol 2. Groningen: NVP Noordhoff Budi, I. M. 2000. Kajian Kandungan Zat Gizi Dan Sifat Fisika Kimia Berbagai Jenis Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) Hasil Ekstraksi Secara Tradisional Di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Irianjaya. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor Budi, I. M. and F. R. Paimin. 2005. Buah Merah. Jakarta: Penebar Swadaya Dalimartha, S. 2004. Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Antikanker. Jakarta: Penebar Swadaya. Deman, J. M. 1997. Kimia Makanan Edisi Kedua. Bandung: Penerbit ITB Dewoto, H. R. 2007. Farmakologi dan Terapi: Vitamin dan Mineral. Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi. 2009. Tanya Jawab Seputar Vitamin A. http://www.dinkesngawi.net/index.php?option=com_content&view=article &id=85:admin&catid=34:artikel&Itemid=57 [17 September 2009] FAO.
2006. Composition Of Dietary Fat. Org/docrep/V4700E/V4700E07.htm. [22 April 2010]
http://www.Fao.
Foye, W. O. Prinsip-prinsip Kimia Medisinal. Yogyakarta: UGM Press Ganiswara, S. G. 2001. Farmakologi dan Terapi. cetakan keempat. Jakarta: Gaya Baru
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
Gysin, R., A. Azzi and T. Visarius. 2002. α-Tocopherol Inhibits Human Cancer Cell Cycle Progression and Cell Proliferation by Down Regulation of Cyclin. The FASEB Journal. 16: 1952-1954 Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB Harmanto, N. 2001. Sehat dengan Ramuan Tradisional Mahkota Dewa Obat Pusaka Para Dewa. Jakarta: Agro Media Pustaka Hidayati, M. N. 2010. Uji Sitotoksisitas Bagian P. conoideus Lam. Varietas Buah Kuning terhadap Pertumbuhan Sel Hela secara in vitro dan Profil Kandungan Kimia Bagian Teraktif. Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret, Surakarta Hutahean, S. 2002. Prinsip-prinsip Uji Toksikologi Perkembangan. FMIPA, Laboratorium Struktur Hewan Jurusan Biologi, Universitas Sumatera Utara. http://library.usu.ac.id/download/fmipa/Toksikologi.pdf. [22 Oktober 2009] Inouye, M. 1976. Differential Staining of Cartilage and Bone in Fetal Mouse Skeleton by Alcian Blue and Allizarin Red S. Congenital Anomalies J.16 (3): 171 – 173. Kauffman, M. H. 1992. The Atlas of Mouse Development. New York: Academic Press Kumolosasi, E., Andreanus, A. S., Komar R. W. and Y., Hasti. 2004. Efek Teratogenik Ekstrak Etanol Kulit Batang Pule (Alstonia scholaris R. Br) pada Tikus Wistar. Jurnal Matematika dan Sains. 9 (2): 223−227. Langman, J. 1985. Embriologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Linder, M. C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian secara Klinis. Jakarta: UI Press. Loomis, T. A. 1978. Toksikologi Dasar. Semarang: IKIP Semarang Press. Lu, F. C. 1995. Toksikologi Dasar: Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko. Jakarta: UI Press Maheswari, H. 2002. Pemanfaatan Obat Alami: Potensi Dan Prospek Pengembangannya. Program Pasca Sarjana (S3) Institut Pertanian Bogor. http://rudyct.com/PPS702-ipb/04212/hera_maheshwari.htm [8 Juni 2009] Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: UI Press. MAPAR. 2009. Kekayaan Alam Indonesia. Mahasiswa Pecinta http://mapar-mapar.blogspot.com/2009/03/kekayaan-alamindonesia.html. [5 Maret 2009]
commit to user
Alam.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
Masyita, D. 2006. Struktur Mikroskopik Tulang Mandibula pada Tikus Ovarektomi dan Pemberian Pakan Rasio Fosfat/Kalsium Tinggi. Media Kedokteran Hewan. 22 (2): 112-117 Mun‘im, A., Retnosari, A. and S., Heni. 2006. Uji Hambatan Tumorigenesis Sari Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) terhadap Tikus Putih Betina yang Diinduksi 7,12 Dimetilbenz (a) Antrasen (DMBA). Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia, Jakarta. Majalah Ilmu Kefarmasian. 3 (3):153-161 Nazrun, A. S., Norazlina, M., Norliza, M. and N. S., Ima. 2010. Comparison of The Effects of Tocopherol and Tocotrienol on Osteoporosis in Animal Models. International Journal of Pharmacology. 6 (5): 561-568 Nindya, S. 2001. Perubahan Farmakokinetik Obat pada Wanita Hamil dan Implikasinya secara Klinik. Cermin Dunia Kedokteran. 133: 40-43 Nogrady, T. 1992. Kimia Medisinal: Pendekatan Secara Biokimia. Terbitan kedua. Bandung: ITB Norazlina, M., Ima, N. S. and B. A. K., Khalid. 1999. Effect of Palm Vitamin E, Vitamin D and Calcium Supplementation on Bone Metabolism in Vitamin E Deficient Rates. Medical Journal of Islamic of Sciences. 12 (4): 89-96 Norazlina, M., Lee, P. L., Lukman, H. I., Nazrun A. S. and N. S., Ima. 2007. Effect of Vitamin E Supplementation on Bone Metabolism in Nicotine-Treated Rats. Singapore Med. J. 48 (3): 1995-199 Permana, H. 2004. Patofisiologi Primary Osteoporosis: Metabolisme Vitamin D. Makalah. Sub bagian Endokrinologi dan metabolisme, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUP Universitas Padjadjaran, Bandung Pratiwi, A. P. 2008. Uji Sitotoksisitas Campuran Ekstrak Pandanus conoideus Lam. Varietas Buah Kuning dan Asam Laurat dari VCO terhadap Sel Kanker Payudara T47D secara in vitro. Skripsi. FMIPA Jurusan Biologi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta Rahayuningsih, T. 2007. Efek Teratogenik Asap Obat Nyamuk Bakar Terhadap Fetus Mencit (Mus musculus L.) Galur Balb-c pada Masa Organogenesis. Skripsi. FMIPA Jurusan Biologi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta Rahmadiana. 2008. Pengaruh Pemberian Vit E Terhadap Efek Teratogen Dari Ekstrak Air Tembakau Pada Mencit Putih. http://tokoferol\pengaruhpemberian-vit-e-thdp-efek.html. [17 Mei 2010] Rebecca, F. and Pam Brown. 2007. Simple Guides Osteoporosis. Tranlated by dr. Juwalita Surapsari. Jakarta: Penerbit Erlangga. Redaksi Trubus. 2005. Panduan Praktis Buah Merah, Bukti Empiris dan Ilmiah. Jakarta: Penebar Swadaya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
Ritter, E. J. 1977. Altered Biosynthesis In: Hand Book of Teratology. Edited by J.G. Wilson and F.C Fraster. New York: lenum Press Rugh,
R. 1968. The Mouse, Its Reproduction Minneapolis: Burgess Publising Company
and
Development.
. 1971. A Guide to Vertebrate Development. 6th Edition. Minneapolis: Burgess Publishing Company. Russel, R. M. 2002. Betacarotene and Lung Cancer. Pure Appl. Chem. 74 (8): 1461-1467 Sadler T. W. 2004. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi ke 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Sagi, M. 1997. Embriologi Perbandingan Pada Vertebrata. UGM, Yogyakarta Santoso, H. B. 2004. Kelainan Struktur Anatomi Skeleton Mencit Akibat Kelainan Akibat Kafein, BIOSCIENTIAE. 1: 23–30. Santoso, H. B. and M. K., Evi. 2004. Efek Doksisiklin selama Masa Organogenesis terhadap Struktur Histologi Kartilago Epifisialis Femur Fetus Mencit. BIOSCIENTIAE. 1 (1): 11-22. Setiyohadi, B. 2009. Peran Kalsium dan Vitamin D pada Metabolisme Tulang. http://www.irwanashari.com/2009/03/peran-kalsium-dan-vitamin-dpada.html. [10 Juni 2010] Setyawati, I. 2009. Morfologi Fetus Mencit (Mus musculus L.) setelah Pemberian Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees). Jurnal Biologi. XIII (2) : 41-44 Shuid, A. N., Zulfadli, M., Norazlina, M., Norliza, M. and N. S., Ima. 2010. Vitamin E Exhibits Bone Anabolic Actions in Normal Male Rats. Bone Miner Metab. J. 28: 149–156 Suryawati, S. 1990, Pemakaian Obat pada Farmakologi Klinik FK-UGM, Yogyakarta
Kehamilan.
Laboratorium
Tim Dokter. 2009. Bahan Teratogen pada Ibu Hamil Muda. http://www.dreams.com/bahan-teratogen-pada-ibu-hamil-muda/. [15 Juli 2009] Tim Agromedia. 2005. Pro dan Kontra Buah Merah, Pendapat Para Pakar dan Praktisi. Jakarta: Agromedia Pustaka Tjay, T. H. and K. Rahardja. 2002. Obat-obatan Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Edisi ke 5. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Umansky, S. R. 1996. Apoptosis: Molecular and Cellular Mechanisms (a review). Mol. Biol. 30: 285-295
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
Wikipedia. 2009. Embryogenesis. http://id.Wikipedia.Org/wiki/Istimewa:pranalabalik/Embriogenesis. [27 Maret 2009] Wilson, J. G. 1973. Environment and Birth Defects. New York and London: Academic Press. Inc. Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Wiryanta, B. T. W. 2007. Keajaiban Buah Merah Kesaksian Dari Mereka Yang Tersembuhkan. http://www.deherba.com/khasiat-buah-merah.html. [8 September 2009] Wordpress. 2009. Amankah Mengkonsumsi Obat Saat http://botefilia.com/index.php/archives/2009/01/04/amankahmengkonsumsi-obat-saat-hamil/ [26 Oktober 2009]
Hamil?
Xu, H., B. A., Watkins and M. F., Seifert. 1995. Vitamin E Stimulates Trabecular Bone Formation and Alters Epiphyseal Cartilage Morphometry. Calcif Tissue Int. 57: 293-300 Yatim, W. 1984. Embriologi. Bandung: Penerbit Tarsito Yuliati, Gadis, M. S., Sunarko, S. and H., Sri. 2007. Pemberian Tambahan Kalsium Pada Masa Pertumbuhan Terhadap Tebal Tulang Kortikal Dan Trabekular. Majalah Ilmu Faal Indonesia. 6 (3): 169-174 Zahrah, S. 2008. Efek Teratogenik Ekstrak Air Sarang Semut (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Galur Wistar Fase Organogenesis. Skripsi. FMIPA Jurusan Biologi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta Zuhud, E. A. M. 2009. Pengembangan Etno Wanafarma di Indonesia. Kepala Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan, Fak. Kehutanan IPB. http://agroindonesia.co.id/2009/06/16/pengembangan-etno-wanafarmadi-indonesia/ [16 Juni 2009] Zulti,
F. 2008. Mekanisme Transpor http://www.crayonpedia.org. [19 Agustus 2010]
commit to user
Melalui
Membran.