7
Fraksi air daun salam ditotolkan pada pelat KLT sebanyak 15 kali penotolan. Setelah kering, pelat dielusi dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen pengembang. Elusi dilakukan dengan menggunakan eluen tunggal, yaitu kloroform, etil asetat, n-butanol, etanol, aseton, metanol, asetat glasial, dan air. Noda yang dihasilkan dari proses elusi masing-masing eluen diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Eluen yang menghasilkan noda terbanyak dan terpisah dipilih sebagai eluen terbaik. Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom Fraksionasi dilakukan dengan kolom kemas menggunakan silika gel sebanyak 60 g. Diameter kolom yang digunakan sebesar 2.5 cm dengan tinggi adsorben 30 cm. Sampel berupa fraksi air daun salam 1.50 g diaplikasikan ke dalam kolom. Pemisahan komponen dilakukan dengan elusi landaian menggunakan eluen metanol:air dengan perbandingan (100:0) dan (0:100). Eluat ditampung setiap 5 mL dalam tabung reaksi yang telah diberi nomor kemudian diuji dengan KLT menggunakan eluen terbaik. Noda pemisahan dideteksi di bawah lampu UV dengan λ 254 dan 366 nm. Eluat dengan nilai Rf dan pola KLT yang hampir sama digabungkan sebagai satu fraksi. Setiap fraksi dipekatkan kemudian dihitung rendemennya. Semua fraksi yang diperoleh digunakan untuk analisis tahap selanjutnya, yaitu uji inhibisi αamilase untuk menentukan fraksi teraktif. Fraksi teraktif yang diperoleh dianalisis kandungan fitokimia. Uji Fitokimia Uji fitokimia dilakukan terhadap ekstrak etanol, fraksi teraktif hasil ekstraksi cair-cair, dan fraksi teraktif hasil pemisahan dengan kromatografi kolom. Uji Flavonoid. Sampel sebanyak 0.1 g ditambah 10 mL air panas, dididihkan selama 5 menit, kemudian disaring. Filtrat sebanyak 10 ml ditambahkan 0.5 g serbuk Mg, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol. Campuran dikocok kuat. Uji positif ditandai dengan timbulnya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol. Uji Saponin dan Tanin. Sampel sebanyak 0.1 g dilarutkan dengan 10 mL akuadestilata kemudian dididihkan selama 5 menit. Campuran disaring dan filtrat dibagi ke dalam 2 tabung reaksi. Bagian pertama digunakan untuk uji saponin; filtrat didiamkan
sampai agak dingin kemudian dikocok kuat sampai timbul busa. Bila busa stabil dalam 10 menit, maka filtrat positif mengandung saponin. Bagian kedua digunakan untuk uji tanin; filtrat ditambahkan FeCl3 1%. Bila dihasilkan warna hijau, biru, atau hitam, maka filtrat positif mengandung tanin. Uji Alkaloid. Sampel sebanyak 0.1 g dilarutkan dalam 10 mL kloroform dan ditambah beberapa tetes NH4OH kemudian disaring ke dalam tabung reaksi tertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi ditambahkan 10 tetes H2SO4 2 M, dikocok kuat kemudian lapisan asamnya dipindahkan ke tabung reaksi yang lain. Lapisan asam ini diteteskan pada pelat tetes dan ditambahkan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorff. Uji positif apabila terbentuk endapan dengan warna berturut-turut putih, cokelat, dan merah jingga. Uji Triterpenoid dan Steroid sebanyak 0.1 g dilarutkan dalam 25 mL etanol panas, disaring, dan residu ditambahkan dietil eter. Filtrat ditambahkan 3 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes asam sulfat pekat secara berurutan. Larutan dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Uji positif ditandai dengan munculnya warna merah atau ungu untuk triterpenoid dan hijau atau biru untuk steroid.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Daun Salam Penetapan kadar air dalam suatu bahan bertujuan mengetahui banyaknya air yang terkandung dalam suatu bahan, mengoreksi rendemen hasil ekstraksi, mengetahui masa simpan bahan serta ketahanan bahan tersebut terhadap mikrob. Dalam penelitian ini, penetapan kadar air dilakukan terhadap daun salam segar dan serbuk daun salam kering. Kadar air daun salam segar yang diperoleh sebesar 60.98% (b/b daun segar) (Lampiran 2). Air yang terkandung dalam daun salam lebih sedikit dibandingkan dengan air yang terkandung dalam kebanyakan daun tumbuhan, yaitu sekitar 90% (Harborne 1987). Serbuk daun salam diperoleh dengan mengeringkan daun salam pada suhu kamar, setelah kering daun lalu dihaluskan. Tujuan pengeringan adalah mengurangi air yang terdapat dalam daun sehingga memperpanjang masa simpan, karena mikrob tidak dapat menggunakan air yang tersisa untuk tumbuh. Selain itu, jika kadar air dalam daun masih
8
tinggi, enzim masih aktif, sedangkan substrat tidak ada, maka enzim tersebut akan bereaksi dengan kandungan kimia yang telah terbentuk dan mengubahnya menjadi produk lain yang mungkin tidak memiliki aktivitas farmakologi sama seperti senyawa aslinya (Katno 2008). Kadar air serbuk daun salam yang diperoleh sebesar 7.29% (b/b serbuk kering) (Lampiran 3), lebih kecil dibandingkan dengan kadar air yang dilaporkan Adyana et al. (2005), yakni sebesar 8.80%. Jumlah air yang terkandung dalam suatu bahan berbedabeda, bergantung pada perlakuan yang dialami bahan serta kelembapan tempat disimpannya bahan tersebut (Harjadi 1986). Suatu sampel dikatakan baik dan dapat disimpan dalam jangka waktu lama bila memiliki kadar air <10% karena pada tingkat kadar air tersebut, sampel relatif terhindar dari cemaran mikrob penyebab kerusakan sampel (Winarno 1995). Kadar air serbuk salam yang diperoleh <10%, berarti serbuk daun salam dapat disimpan lama. Menurut Harjadi (1986), air yang terikat secara fisik dalam suatu bahan dapat dihilangkan dengan memanaskan bahan tersebut pada suhu 100 –105 °C. Analisis Hasil Ekstraksi Ekstraksi serbuk daun salam dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan cara merendam sampel menggunakan pelarut yang sesuai dalam jangka waktu tertentu. Metode sederhana ini dapat digunakan untuk mengekstraksi komponen bahan alam dalam sampel yang tidak tahan (termolabil) atau tahan terhadap pemanasan (termostabil) sehingga kerusakan komponen dapat dihindari (Meloan 1999). Rendemen ekstrak etanol diperoleh sebesar 13.68% (b/b serbuk kering) (Lampiran 4). Digunakan pelarut etanol karena komponen yang diduga aktif sebagai antidiabetes dalam daun salam adalah flavonoid dan tanin. Flavonoid dan tanin merupakan senyawa fenolik yang larut dalam etanol. Di samping itu, etanol termasuk golongan alkohol yang digunakan untuk ekstraksi komponen kimia yang terkandung dalam jaringan tanaman secara keseluruhan (Harborne 1987), dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi daun salam secara keseluruhan. Komponen kimia yang terdapat dalam jaringan tanaman dapat terekstraksi karena adanya perbedaan konsentrasi larutan di dalam dan di luar jaringan. Larutan dengan
konsentrasi tinggi terdapat dalam jaringan tanaman, berkesetimbangan dengan larutan konsentrasi rendah di luar jaringan (pelarut) sehingga komponen yang terdapat dalam jaringan terbawa oleh pelarut. Ekstrak etanol yang diperoleh dipisahkan ke dalam fraksifraksi agar lebih sederhana, yaitu fraksi nonpolar, semipolar, dan polar. Pemisahan ke dalam fraksi-fraksi tersebut menggunakan metode ekstraksi cair-cair. Pelarut yang digunakan adalah n-heksana, etil asetat, dan air. Prinsip pemisahan ini, berdasarkan pada kesamaan sifat senyawa dengan pelarut. Rendemen fraksi n-heksana, etil asetat, dan air berturut-turut sebesar 8.59, 2.30, dan 1.32% (b/b serbuk kering) (Lampiran 5). Ekstrak etanol dilarutkan dalam air, diekstraksi cair-cair dengan n-heksana dan etil asetat. Adanya perbedaan kepolaran antara air dan n-heksana menyebabkan terbentuknya 2 lapisan. Air memiliki rapatan sebesar 1 g/mL, sedangkan n-heksana sebesar 0.6 g/mL. Oleh karena itu, senyawa yang terlarut dalam air (senyawa polar) terdapat pada lapisan bawah, sedangkan senyawa yang terlarut dalam nheksana (senyawa nonpolar) berada pada lapisan atas. Fraksi air awal yang diperoleh diekstraksi kembali menggunakan etil asetat. Etil asetat bersifat semipolar sehingga dapat mengestrak senyawa yang bersifat semipolar pada fraksi air awal. Etil asetat juga memiliki rapatan yang lebih kecil daripada air (0.8 g/mL), maka senyawa yang terlarut dalam etil asetat terdapat pada lapisan atas. Hasil ekstraksi cair-cair menunjukkan bahwa dalam ekstrak etanol (96%) daun salam mengandung fraksi nonpolar yang lebih banyak dibandingkan dengan fraksi semipolar dan fraksi polar. Aktivitas Inhibisi α-Amilase Aktivitas antidiabetes ekstrak etanol daun salam dan semua fraksi yang diperoleh diamati secara in vitro menggunakan metode spekrofotometri, dengan menguji aktivitas ekstrak dan fraksi dalam menghambat kerja enzim α-amilase. Metode yang digunakan adalah metode DNS, metode kromogenik yang dikembangkan Bernfeld pada tahun 1955 (Odhav et al. 2010). Prinsip metode DNS ini berdasarkan pada sifat maltosa yang dapat berkesetimbangan dengan bentuk aldehida rantai terbuka pada larutan berair sehingga dapat mereduksi asam 3,5-dinitrosalisilat menjadi asam 3-amino-5-nitrosalisilat (Gambar 5).
9
OH
+
OH
O 2N
maltosa
O OH
NO 2
Asam 3,55-dinitrosalisilat (kuninng kejinggaan) O
OH
OH
-
+ O 2N
Anion maltobionat
NH 2
Asam 3-amino-5-nitrosaliisilat (merah)
m 3,5-dinitroosalisilat Gambar 5 Reduksi asam menjadi a asam 3-am mino-5nitrosalisilat (Basak & candan 2010). Pengujiian aktivitas enzim α-aamilase, terdiri dari 2 tahapan. Taahap 1, hidrolisis pati menjadi maaltosa yang dikatalisis d ennzim αamilase, daan tahap 2, reduksi asaam 3,5dinitrosalisillat menjadi asam 3-am mino-5nitrosalisilatt. Reaksi hidrrolisis pati (tahap 1) berlangsungg pada suhu 37 °C, pH 6.9 6 dan kondisi bufeer fosfat. Konndisi ini sangaat sesuai dengan konndisi reaksi dalam d tubuh. Ketika larutan DNS ditambahkaan pada laruutan uji, reaksi hidroolisis pati terrhenti karenaa terjadi perubahan pH p larutan, daari pH netral menjadi m basa. Reakssi reduksi asaam 3,5-dinitroosalisilat berlangsungg pada suasaana basa, daan suhu tinggi di attas 100 °C. Penambahan P a akuades bertujuan mengencerkan m larutan uji. Semakin S aktif suatu sampel dalam m menghambat kerja milase, semakkin sedikit asam a 3enzim α-am amino-5-nitrrosalisilat yanng dihasilkan. Semua larutan sam mpel yang diujikan d menunjukkaan hasil positiif, yaitu mengghambat kerja enzim α-amilase, tettapi dengan keeaktifan yang berbedda-beda. Frakksi air menunnjukkan aktivitas innhibisi enzim α-amilase tertinggi t dibandingkaan dengan eksstrak etanol, fraksi f nheksana, daan fraksi etil asetat (Gam mbar 6). Persentase inhibisi enzzim α-amilasse dari ekstrak etannol, fraksi n-heksana, fraaksi etil asetat, dan fraksi air berturut-turut b sebesar 13.52, 8.86, 10.95, dan 222.52% (Lampiiran 6). a Ekstrakk etanol meenunjukkan aktivitas inhibisi α-amilase α y yang lebih kecil dibandingkaan dengan frakksi air (diperooleh dari ekstraksi caair-cair ekstrrak etanol). Hal H ini sangat dimuungkinkan teerjadi karena ekstrak etanol masiih dalam benntuk campuraan atau ruahan (beluum murni) sehhingga masih banyak komponen kimia k di dalam mnya.
Persentase inhibisi (%)
O
30 20 10 0 E E.etOH F‐hxn F‐EtOAc F F‐air
milase: Gambar 6 Persentase iinhibisi α-am E.etOH: eksttrak etanol; F-hxn: F fraksi n-heeksana; F-E EtOAc: fraksi etil aseetat; F-air: frak ksi air. Komponeen kimia yyang banyaak ini menutupi koomponen kim mia yang meemiliki keaktifan bessar dalam mennghambat enzzim αamilase, seehingga akttivitasnya sebagai inhibitor enziim α-amilase ttidak begitu teerlihat, sedangkan pada fraksi aiir komponen kimia hingga yang ada sudah lebih murni, seh aktivitas inhiibisi α-amilasee lebih terlihaat. Fraksi aiir menunjukkaan aktivitas in nhibisi enzim α-am milase tertinnggi dibandiingkan dengan keduua fraksi lainnnya, yaitu fraaksi nheksana dann fraksi etiil asetat. Dengan D demikian, daapat disimpulkkan bahwa seenyawa kimia terakttif sebagai iinhibitor α-aamilase bersifat polarr. Terhadap fraaksi air selanjjutnya, dilakukan pennentuan eluenn terbaik, pem misahan dengan kromaatografi kolom m, dan uji fitokimia. akan Penentuan Eluen Terbaaik Mengguna Lapis Tipis Kroomatografi L Pemilihaan eluen terbaaik fraksi airr daun salam mengggunakan fase diam silika gel g G60 F254. Sebeluum digunakkan, pelat silika dipanaskan dalam d oven ppada suhu 105 °C selama 1 jam m untuk mengghilangkan airr yang terikat secaraa fisik. Apabila terdapat lapisan l air pada permukaan p silika gel, maka pemisahan komponen k yaang terjadi adalah partisi antaraa lapisan airr pada perm mukaan silika gel dan d fase gerrak, padahal yang diinginkan addalah pemisahhan adsorpsi antara gugus fungsi silika gel dann fase gerak. Fraksi e air yang teelah dilarutkkan dalam etanol, ditotolkan paada pelat silikka gel sebany yak 15 kali, lalu diellusi menggunaakan berbagaii eluen tunggal dann campurann dalam bejana kromatografi.. Sebelum elusi, bejana kromatografi dijenuhkan dengan uap eluen Hal ini berrtujuan selama 10 menit. H ponen, melancarkan gerak eluenn dan komp mbangan cairaan-uap dengan membbentuk kesetim sehingga kom mponen yangg akan dipissahkan (noda) akann naik tanppa ada gang gguan. Penjenuhan ini juga ddapat mempeerkecil penguapan peelarut.
10
Pergerakan suatu senyawa dalam ekstrak bergantung pada kesamaan polaritasnya dengan polaritas eluen. Fraksi air mengandung komponen yang bersifat polar, maka akan terbawa oleh eluen yang bersifat semipolar sampai polar. Jika digunakan eluen nonpolar, maka komponen akan tertahan pada garis awal eluen dan tidak terpisah. Eluen tunggal yang digunakan adalah kloroform, nbutanol, etanol, metanol, aseton, dan air. Setelah dielusi, noda yang terbentuk diamati dengan lampu UV pada λ 254 dan 366 nm. Profil kromatogram fraksi air daun salam disajikan pada Gambar 7. Semua eluen tunggal yang digunakan dapat memisahkan fraksi air dengan kemampuan pemisahan yang berbeda-beda. Eluen tunggal terbaik adalah metanol dengan 4 noda yang terpisah, tetapi noda pertama masih terlalu dekat dengan garis awal pelarut. Semua eluen polar selain metanol juga menghasilkan 4 noda, tetapi masih bertumpuk dan berekor. Sementara itu, elusi menggunakan eluen air menghasilkan 4 noda, noda pertama berekor panjang dari garis awal pelarut sampai pertengahan, tetapi 3 noda lainnya terpisah mendekati garis depan pelarut.
Pencampuran kedua eluen ini diharapkan mampu memisahkan komponen dengan baik dan lebih banyak komponen yang terpisah. Berdasarkan profil kromatogram yang diperoleh dari eluen campuran (metanol:air) dengan berbagai nisbah, maka dipilihlah eluen campuran metanol:air dengan nisbah 8:2 sebagai eluen terbaik karena dihasilkan noda terbanyak dan terpisah (Gambar 8). Menurut Skoog et al. (2004), eluen terbaik adalah yang menghasilkan jumlah noda terbanyak dan terpisah. Data lengkap hasil analisis pemilihan eluen terbaik dengan KLT untuk fraksi air daun salam disajikan dalam Lampiran 7. Hasil analisis KLT kemudian dijadikan dasar penggunaan metanol dan air sebagai eluen pada proses fraksinasi dan pengelompokan fraksi hasil pemisahan fraksi air daun salam.
1
2
3
4
5
6
Gambar 8 Profil kromatogram fraksi air daun salam dengan eluen (metanol:air) berbagai perbandingan diamati dengan lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm : 9:1 (1), 8:2 (2), 7:3 (3), 6:4 (4), 5:5 (5), 1:9 (6).
1
2
3
4
5
6
7
Gambar 7 Profil kromatogram fraksi air daun salam dengan berbagai eluen tunggal diamati dengan lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm : kloroform (1), n-butanol (2), etil asetat (3), etanol (4), metanol (5), aseton (6), dan air (7). Pemisahan yang diperoleh dengan eluen tunggal belum cukup baik, maka dilakukan pemisahan dengan eluen campuran dengan komposisi metanol : air (9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, dan 1:9). Pemilihan kedua eluen ini, yaitu metanol dan air, karena pada metanol noda yang terpisah berada dekat garis awal pelarut, sedangkan pada air komponen dekat garis awal pelarut belum terpisah sempurna.
Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom Fraksionasi dengan kromatografi kolom menggunakan fraksi air daun salam, karena fraksi ini memiliki aktivitas inhibisi α-amilase tertinggi. Fraksionasi menggunakan metode elusi landaian, yaitu menggunakan lebih dari 1 pelarut dan berdasarkan kenaikan kepolaran. Hal ini bertujuan agar dengan peningkatan polaritas sistem eluen, semua komponen akan terbawa lebih cepat (Harvey 2000). Fraksionasi diawali menggunakan metanol, kemudian dilanjutkan dengan air. Eluat yang diperoleh ditampung sebanyak 5 mL dalam tabung yang telah diberi nomor, hasil pemisahan ini ditampung dalam 151 tabung. Penentuan fraksi dari eluat yang diperoleh, menggunakan metode KLT dengan eluen terbaik dan diamati dengan lampu UV
11
pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Eluat dengan nilai Rf dan pola kromatogram yang sama digabungkan. Berdasarkan hasil KLT eluat, diperoleh 4 fraksi (Lampiran 8). Keempat fraksi ini diuji aktivitas inhibisi αamilase.
40
Kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam sampel dapat diketahui dengan melakukan uji fitokimia. Uji ini bersifat kualitatif, spesifik, dan sensitif. Dalam penelitian ini, uji fitokimia dilakukan terhadap ekstrak etanol, fraksi teraktif hasil partisi, dan fraksi teraktif hasil fraksionasi dengan kromatografi kolom. Berdasarkan uji fitokimia, diketahui bahwa ekstrak etanol (96%) daun salam mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan steroid. Hasil uji fitokimia disajikan pada Tabel 2. Komponen kimia yang terdapat dalam fraksi air adalah alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin, sedangkan komponen kimia yang terkandung dalam fraksi 2, hanya alkaloid, flavonoid, dan saponin. Fraksi 2 mengandung komponen kimia lebih sedikit dibandingkan dengan fraksi air dan ekstrak etanol. Hal ini terjadi karena fraksionasi lanjutan ekstrak etanol menyebabkan terbaginya komponen kimia berdasarkan kepolarannya dan meningkatkan kemurnian komponen tersebut.
20
Tabel 2 Hasil uji fitokimia
Fraksi Teraktif Inhibitor α-Amilase Fraksi teraktif antidiabetes ditentukan dengan menguji aktivitas inhibisi α-amilase terhadap fraksi yang diperoleh. Prosedur pengujiannya sama seperti dalam penentuan aktivitas fraksi hasil ekstraksi cair-cair. Konsentrasi fraksi dan akarbosa yang digunakan adalah 0.1% (b/v dalam akuades). Semua fraksi menunjukkan aktivitas inhibisi α-amilase dengan keaktifan yang berbedabeda. Persentase inhibisi α-amilase fraksi 1 sampai fraksi 4 berturut-turut sebesar 5.93, 57.57, 20.15, dan 22.57% (Gambar 9). Persentase inhibisi (%)
Analisis Hasil Uji Fitokimia
80 60
0
F1
F2 F3 F4 Fraksi ke‐
A
Gambar 9 Persentase inhibisi α-amilase fraksi hasil pemisahan dengan kromatografi kolom dan akarbosa sebagai pembanding, (F1) fraksi 1, (F2) fraksi 2, (F3) fraksi 3, (F4) fraksi 4, (A) akarbosa. Akarbosa sebagai pembanding, memiliki persentase inhibisi sebesar 72.69%. Aktivitas inhibisi α-amilase tertinggi yang ditunjukkan oleh fraksi 2 masih lebih kecil dibandingkan dengan akarbosa. Semakin besar persentase inhibisi α-amilase, semakin besar pula aktivitas antidiabetes, maka fraksi 2 merupakan fraksi teraktif. Data penentuan fraksi teraktif disajikan pada Lampiran 9. Fraksi 2 memiliki persentase inhibisi αamilase tertinggi dibandingkan dengan ekstrak etanol sebesar 13.52% dan fraksi air sebesar 22.52%. Hal ini menunjukkan kemurnian komponen meningkat dengan bertambahnya tahap fraksionasi. Oleh karena itu, fraksi 2 dipilih untuk analisis tahap selanjutnya, yaitu analisis fitokimia.
Komponen Ekstrak Fraksi kimia etanol air Alkaloid + + Flavonoid + + Saponin + + Tanin + + Steroid + Triterpenoid Keterangan: + : terdeteksi komponen - : tidak terdeteksi komponen
Fraksi 2 + + + -
Komponen kimia yang tidak ada dalam fraksi air dari ekstrak etanol adalah steroid. Steroid bersifat nonpolar, cenderung larut dalam lipiddan pelarut organik lain yang bersifat nonpolar. Sangat dimungkinkan steroid ini berada di fraksi nonpolar, yaitu fraksi n-heksana. Komponen kimia yang tidak ada pada fraksi 2 adalah tanin. Kemungkinan tanin berada pada fraksi lain selain fraksi 2 yang aktivitasnya kurang terlihat dibandingkan dengan komponen kimia yang terdapat pada fraksi 2. Keempat komponen kimia yang terdapat dalam fraksi air, yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, dan saponin, bersifat polar. Alkaloid merupakan senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Biasanya alkaloid bersifat toksik bagi manusia, tetapi tidak semua, ada juga
12
yang memiliki efek farmakologis tertentu. Alkaloid umumnya sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam bentuk garamnya (alkaloid dapat bereaksi dengan asam mineral membentuk garam). Beberapa alkaloid dilaporkan memiliki aktivitas antidiabetes, di antaranya kriptolepin, sejenis alkaloid indolkuinolin yang menurunkan kadar gula darah pada mencit diabetes (Bnouham et al. 2006), dan alkaloid berberina dengan cara menurunkan aktivitas transaminase, dan produksi kreatinin dan pada mencit diabetes (Punitha et al. 2006). Flavonoid termasuk senyawa fenolik, jarang terdapat di alam dalam bentuk fenol sederhana, umumnya terikat dengan gula sebagai O-glikosida dan C-glikosida, dan dalam sel tumbuhan terdapat pada vakuola sel. Flavonoid membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen. Tanin termasuk senyawa polifenol, dapat membentuk kopolimer stabil dengan protein yang taklarut dalam air. Kumarin dan asam ferulat (termasuk senyawa fenolik) memiliki aktivitas antidiabetes dengan cara meningkatkan proliferasi dan sekresi insulin pada sel β pankreas (Tanko et al. 2007). Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol, merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa, dan dapat menghemolisis sel darah. Pola glikosida saponin kadang rumit, banyak saponin mempunyai satuan gula sampai 5. Beberapa saponin dilaporkan memiliki aktivitas antidiabetes di antaranya saponin yang diisolasi dari akar Aralia elata Seem (elastosida E) dan saponin yang diisolasi dari daun Acanthopanax senticocus yang menurunkan kadar gula darah pascamakan pada mencit diabetes tanpa menurunkan kadar gula darah pada mencit normal (Bnouham et al. 2006). Ketiga komponen kimia, yaitu alkaloid, saponin, dan flavonoid telah dilaporkan memiliki aktivitas antidiabetes dengan menurunkan kadar gula darah pascamakan pada mencit diabetes melalui mekanisme yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini, ketiga komponen tersebut terdapat dalam fraksi 2, yaitu fraksi teraktif sebagai inhibitor αamilase. Oleh karena itu, fraksi 2 mengandung komponen aktif antidiabetes.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak etanol daun salam dengan konsentrasi 0.1% (b/v) menghambat aktivitas α-amilase sebesar 13.52%. Pemisahan fraksi air menggunakan kromatografi kolom memperoleh 4 fraksi dan fraksi 2 merupakan fraksi teraktif dengan persentase inhibisi αamilase sebesar 57.57%. Uji fitokimia, menunjukkan komponen yang terkandung dalam fraksi 2 adalah golongan alkaloid, flavonoid, dan saponin. Saran Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menguji aktivitas inhibisi αglukosidase, memurnikan dan menentukan senyawa aktif yang terkandung dalam fraksi 2 dari fraksi hasil partisi air daun salam. Dengan demikian, dapat diteliti lebih lanjut aktivitas antidiabetes dari senyawa yang terkandung dalam fraksi teraktif tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Adnyana IK, Yulinah E, Sigit JI, Fitriani D. 2005. Uji aktivitas antikolesterol ekstrak air bulbus (Allium sativum L), daun (Eugenia polyantha Wight), dan buah (Phaleria macrocarpa (Scheffi) BOERL menggunakan kultur primer sel hati tikus [abstrak]. Acta Pharmaceutica 30:43-47. Basak SS dan Candan F. 2010. Chemical composition and in vitro antioxidant activities of Eucalyptus camaldulensis Dehnh. essential oil. J Iran Chem Soc 7:216-226. Belami D, Gana A, Kusmardiyani S. 1997. Flavonoid utama dan asam fenolat daun salam (Eugenia polyantha Wight), Myrtaceae [abstrak]. [Terhubung Berkala]. http://bahan-alam.fa.itb.ac.id [15 Jun 2010]. Bnouham M, Ziyyat A, Mekhfi H, Tahri A, Legssyer A. 2006. Medicinal plants with potential antidiabetic activity-A review of ten years of herbal medicine research (1990-2000). Int J Diabetes & Metabolism 14:1-25.