TUTURAN RESPONSIF SISWA TERHADAP TUTURAN DIREKTIF GURU DALAM WACANA INTERAKSI KELAS DI SMA NEGERI 1 BATU Siska Indri Febriana* Imam Suyitno Widodo Hs. E-mail:
[email protected] Universitas Negeri Malang, jalan Semarang 5 Malang
ABSTRAK: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk, fungsi, dan strategi penyampain tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru dalam wacana interaksi kelas di SMA Negeri 1 Batu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian berupa tuturan responsif siswa yang berbentuk asertif, direktif, dan ekspresif. Fungsi tuturan responsif siswa meliputi penerimaan, penolakan, penghindaran, pengeluhan, permintaan informasi, permintaan konfirmasi, permintaan maaf dan humor. Penggunaan strategi penyampaian tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru berupa strategi langsung dan tidak langsung. Kata kunci: tuturan responsif, tuturan direktif, wacana interaksi kelas ABSTRACT: The purpose of this research determine form, function, and performance of students’ responsive speech toward teachers' directive speech during classroom discourse at SMA Negeri 1 Batu. This research is a descriptive research with qualilative approach. The results of this research are students' responsive speech which assertive, directive, and expressive. The students' responsive speech functions include acceptance, rejection, avoidance, grumbling, requests for information, and requests for confirmation, apology and humor. The narrative performance students' responsive speech includes both
direct and indirect strategies. Key word: responsive speech, directive speech, classroom discourse
Dalam sebuah wacana kelas, interaksi memegang peranan yang sangat penting. Interaksi tersebut terwujud dengan adanya timbal balik antara guru dan siswa. Sebagai bentuk interaksi ketika guru menyampaikan sebuah tuturan inisiatif, siswa memberikan respon kepada guru baik berupa verbal maupun nonverbal. Respon siswa terhadap tuturan inisiatif guru yang berupa verbal tersebut disebut tuturan responsif. Jadi, dapat disimpulkan tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru adalah tuturan yang timbul karena adanya tuturan direktif guru yang mendorong siswa untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru merupakan tindak tutur yang digunakan siswa dalam merespon tuturan direktif guru. Sesuai ciri tindak tutur ilokusi, tindak tutur yang digunakan siswa dalam merespon tuturan direktif guru merupakan tindak tutur ilokusi yang mengungkapkan suatu maksud melalui tuturannya. Searle (dalam Leech, 1993:164) mengklasifikasikan jenis tindak tutur ilokusi menjadi lima bentuk yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi. Dalam setiap bentuk tersebut melekat suatu fungsi dari setiap
*
Penulis adalah mahasiswa jurusan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Malang.
1
tuturan. Penyampaian fungsi-fungsi bentuk tuturan responsif siswa menggunakan strategi penyampaian langsung dan tidak langsung. Tuturan responsif siswa inilah yang merupakan salah satu kunci dari adanya suatu interaksi verbal di kelas. Guru menyampaikan tuturan direktif dan siswa menyampaikan respon terhadap tuturan guru. Hal tersebut juga tidak terlepas dari komponen-komponen komunikasi yang terdapat dalam wacana kelas. Ketidaklengkapan komponen komunikasi tersebut menyebabkan interaksi kelas tidak dapat terwujud sehingga respon siswa pun tidak mungkin ditemukan dalam suatu wacana kelas. Dari tuturan responsif siswa dapat diketahui sikap siswa terhadap maksud yang disampaikan guru melalui tuturan direktifnya. Sikap tersebut dapat menerima atau menolak maksud dari tuturan direktif guru. Dengan mengetahui sikap siswa, guru dapat memberikan respon balik kepada siswa sehingga komunikasi di kelas dapat berjalan dengan baik. Jika komunikasi di kelas sudah berjalan dengan baik, guru dapat mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran serta menciptakan situasi yang nyaman di kelas. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teori wacana interaksi kelas, wacana interaksi kelas sebagai wacana percakapan, dan tindak tutur sebagai satuan wacana interaksi kelas. Wacana kelas merupakan bentuk wacana komunikasi interaksional yang melibatkan penutur dan mitra tutur, dan kelas sebagai latar peristiwa tuturnya. Siswa dan guru di dalam kelas saling bertukar peran dalam menciptakan komunikasi, sehingga tercipta interaksi antara siswa dan guru. Interaksi memiliki peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Seorang guru tidak bisa menyampaikan materi pembelajaran apabila dalam proses belajar-mengajar tidak ada timbal balik antara siswa dan guru. komunikasi yang berupa interaksi harus dijaga oleh siswa dan guru agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik. Dalam konteks komunikasi interaksional, wacana dipandang sebagai bentuk penyampaian yang melibatkan penutur dan mitra tutur. Antara penutur dan mitra tutur berinteraksi dalam suatu peristiwa tutur yang dilatari oleh konteks tertentu (Jumadi, 2005:32). Konteks dalam peristiwa tutur itu meliputi latar, topik, dan tujuan dari ujaran tersebut. Bentuk interaksi kelas diwujudkan dalam bentuk percakapan antara siswa dan guru di dalam kelas. Dapat dikatakan wacana kelas merupakan wacana percakapan yang memiliki struktur pertukaran yang menjadi ciri dari sebuah interaksi. Dalam suatu pertukaran dalam percakapan, terdiri atas beberapa komponen pembentuk pertukaran. Komponen-komponen tersebut adalah inisiasi, respon, dan feedback. Dalam tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru, tuturan direktif guru merupakan inisiasi guru, tuturan responsif siswa menduduki bagian tanggapan siswa dan evaluasi guru merupakan respon balik guru terhadap tuturan responsif siswa. Dalam interaksi kelas, guru dan siswa memanfaatkan bentuk, fungsi dan strategi penyampaian tindak tutur sebagai sarana terciptanya interaksi di kelas. Bentuk tuturan responsif siswa merupakan bentuk tindak tutur ilokusi yang di dalam tuturannya mengandung maksud yang tersirat. Bentuk tersebut seperti halnya tindak tutur ilokusi yang dapat berupa asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif. Hal ini sesuai dengan pendapat Searle (dalam Leech, 1993:164) mengklasifikasikan jenis tindak tutur ilokusi menjadi lima bentuk yaitu tindak tutur asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi. 2
Dari bentuk tindak ilokusi tuturan responsif siswa, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru dalam wacana interaksi kelas. Tuturan responsif tersebut dilihat dari bentuk, fungsi dan strategi penyampaian tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru. METODE Penelitian tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru bertujuan untuk mendeskripsikan tuturan responsif siswa yang berupa tuturan verbal pada saat interaksi di dalam kelas. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Pendekatan kualitiatif secara holistik atau utuh menggunakan deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks yang dialami dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2005:6). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan memperhatikan pendapat Moleong (2005: 9-11) tentang ciri penelitian kualitatif, yaitu (1) berlatar alamiah, (2) manusia sebagai alat (instrumen), (3) metode kualitatif, (4) lebih mengutamakan proses daripada hasil, dan (5) bersifat deskriptif. Dalam penelitian ini peneliti sebagai instrumen kunci. Peneliti berperan penting dalam mengumpulkan data, menganalisis bahkan dapat mengubah masalah penelitian ketika penelitian sedang berlangsung. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Batu yang terletak di jalan KH. Agus Salim nomor 57 Kota Batu. Data dalam penelitian ini berupa data verbal tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru. Aspek nonverbal yang menyertai tuturan verbal siswa dan guru keberadaannnya diperhatikan sebagai kesatuan konteks yang membantu dalam analisis data.Sumber data yang dipilih adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Batu. Dalam mengumpulkan data, penelitian ini dilaksanakan di kelas X-4 SMA Negeri 1 Batu. Data yang terkumpul merupakan data dari empat mata pelajaran, yaitu, Biologi, Kimia, Sejarah, dan Ekotansi. Teknik pengumpulan data penelitian yang digunakan adalah observasi, perekaman, dan catatan lapangan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model interaktif seperti yang dikemukakan Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2010: 246). Analisis data dengan metode ini mencakup empat tahap, yaitu (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) penyajian data, (4) verifikasi atau penarikan kesimpulan. Pertama, pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, perekaman, dan pencatatan lapangan. Tahap ini mengahasilkan catatan hasil obeservasi, transkripsi rekaman dan catatan lapangan tentang tuturan responsif siswa terhadap tindak direktif guru dalam wacana interaksi kelas. Hasil tersebut ditata dalam bentuk tabel korpus data. Korpus data bersisi berbagai keterangan yang berkenaan dengan nomor urut, data penggalan percakapan (tuturan), dan konteks percakapan. Kedua, tahap reduksi data merupakan tahap pengidentifikasian, pengklasifikasian, dan pengkodean unit tuturan responsif siswa terhadap tindak direktif guru dalam wacana interaksi kelas. Proses identifikasi dilakukan terhadap tuturan guru dan siswa yang menunjukkan gejala bahwa tuturan tersebut 3
merupakan tuturan direktif dan responnya. Hasil dari proses ini berupa penggalan percakapan yang terdiri atas pemicu tuturan yang berupa tuturan direktif guru, tanggapan yang berupa tuturan responsif siswa serta respon balik guru. Selanjutnya tuturan tersebut diklasifikasi secara berurutan sesuai dengan masalah penelitian, yaitu bentuk tuturan responsif siswa, fungsi tuturan responsif siswa, dan strategi penyampaian tuturan responsif. Setelah itu hasil klasifikasi sesuai dengan rumusan masalah tersebut diberi kode berdasarkan nomor transkrip data, tuturan siswa dan guru, dan masalah yang diteliti. Ketiga, tahap sajian data meliputi kegiatan penataan data tuturan responsif siswa yang telah direduksi. Data yang tertata tersebut disajikan dalam tabel sesuai dengan masalah yang diteliti. Data yang tersaji dalam tabel itu direduksi kembali sehingga bentuk, fungsi dan strategi penyampaian tuturan responsif siswa lebih terlihat jelas. Keempat, verifikasi atau penarikan kesimpulan terhadap penafsiran data. Penafsiran data didasarkan pada bentuk, fungsi dan strategi penyampaian tuturan responsif siswa yang disesuaikan dengan konteks tuturannya. Untuk memperoleh hasil yang diharapkan, perlu dilakukan pengecekan data dari hasil penelitian. Hal ini bertujuan agar data yang diperoleh dapat terjamin kebenarannya. Pengecekan yang dilakukan adalah dengan meningkatkan ketekunan pengamatan dan pemeriksaan sejawat. HASIL Hasil penelitian ini mencakup tiga aspek, yaitu (1) bentuk, (2) fungsi, dan (3) strategi penyampaian tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru dalam wacana interaksi kelas di SMA Negeri 1 Batu. Setiap aspek tersebut dipaparkan sebagai berikut. Bentuk Tuturan Responsif Siswa terhadap Tuturan Direktif Guru Berdasarkan analisis data, bentuk tuturan responsif siswa terhadap tututan direktif guru dapat dilihat dari dua aspek, yaitu bentuk tindak tutur dan jenis kalimatnya. Tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru merupakan bagian dari bentuk tindak tutur yang digunakan siswa dalam wacana interaksi kelas. Bentuk dari tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru yang ditemukan berupa asertif, direktif, dan ekspresif. Bentuk tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru dinyatakan dalam kalimat pernyataan, pertanyaan dan kalimat perintah. Bentuk tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru diuraikan sebagai berikut. Bentuk asertif tuturan responsif siswa terhadap tututan direktif guru merupakan bentuk pernyataan siswa sesuai dengan kebenaran tuturan yang disampaikan. Bentuk ini dituturkan siswa ketika siswa menerima, menolak, menghindar dan mengeluh terhadap tuturan direktif guru. Dengan menuturkan tuturan responsif bentuk asertif siswa menyatakan sesuatu terikat dengan kebenaran yang telah dituturkan. Bentuk asertif tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru dinyatakan siswa dalam bentuk kalimat pernyataan dan kalimat perintah yang berupa kalimat seruan dan larangan. Kalimat dalam tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru bentuk asertif berbentuk elips, yaitu terjadi pelesapan unsur kalimat di setiap tuturannya, sehingga bentuk tuturan responsif 4
siswa cenderung singkat tetapi telah mampu mewakili kebenaran proposisi yang disampaikan. Bentuk asertif tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru tidak selalu menggunakan bahasa Indonesia. Siswa dalam merespon juga menggunakan bahasa Jawa karena bahasa Jawa adalah bahasa sehari-hari siswa dan guru, sehingga dalam interaksi kelas, guru dan siswa sering menggunakan bahasa Jawa. Bentuk direktif tuturan responsif siswa terhadap tututan direktif guru merupakan bentuk tindak tutur yang menginginkan guru melakukan sesuatu . Bentuk ini dituturkan siswa ketika siswa menginginkan memberikan informasi dan konfirmasi dari guru mengenai tuturan direktif guru. Dengan menuturkan tuturan responsif bentuk direktif siswa menginginkan guru memperjelas maksud dari tuturan direktifnya. Bentuk direktif yang dituturkan siswa melalui tuturan responsifnya dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Kalimat tersebut ditandai dengan adanya kata tanya apa, berapa, dan bagaimana. Bentuk direktif ini dituturkan siswa untuk memperoleh balikan dari guru sesuai dengan apa yang siswa tanyakan. Bentuk ekspresif merupakan bentuk tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru yang berhubungan dengan psikologis dan yang dirasakan siswa mengenai tuturan direktif guru. Bentuk ekspresif yang ditemukan ketika siswa merespon tuturan direktif guru adalah bentuk untuk meminta maaf dan humor (bercanda).Bentuk ekspresif dituturkan siswa ketika situasi dalam kelas tidak terlalu formal. Bentuk ekspresif dituturkan siswa dengan menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa yang penggunaannya divariasikan sesuai situasi dalam wacana kelas. Fungsi Tuturan Responsif Siswa terhadap Tuturan Direktif Guru Dari bentuk tuturan responsif siswa melekat fungsi-fungsi dari bentuk tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru yang telah ditemukan di atas. Tuturan tersebut digunakan untuk mencapai maksud dari tuturan responsif yang dituturkan siswa. Berdasarkan paparan data, dapat disimpulkan fungsi tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru adalah fungsi penerimaan, penolakan, penghindaran, pengeluhan, permintaan informasi, permintaan konfirmasi, permintaan maaf, dan humor. Fungsi penerimaan digunakan siswa untuk menerima tuturan direktif guru. Misalnya, ketika guru menginginkan siswa untuk segera mengumpulkan tugas, siswa merespon dengan menyatakan kalimat penerimaan dan melaksanakan hal yang tersirat dalam tuturan direktif guru. Fungsi penolakan dalam tuturan responsif siswa digunakan untuk menolak keinginan guru yang dituturkan melalui tuturan direktifnya. Misalnya ketika guru menginginkan siswa membentuk kelompok berdasarkan nomor presensi, siswa akan merespon dengan menggunakan pernyataan penolakan. Dengan menyatakan penolakan, siswa berharap guru mengetahui bahwa siswa tidak mau melaksanakan permintaan guru. Sehingga, siswa tidak perlu melaksanakan perintah guru tersebut. Fungsi penghindaran dalam tuturan responsif digunakan siswa ketika ingin menghindar dari permintaan guru yang tersirat dari tuturan direktifnya. Dengan memanfaatkan fungsi penghindaran, sedapat mungkin siswa terhindar dari maksud tuturan direktif guru dan tidak melaksanakan tindakan yang sesuai dengan 5
permintaan guru. Akan tetapi, penggunaan fungsi ini digunakan hanya untuk menghindar, tidak untuk menolak tuturan direktif guru. Fungsi pengeluhan dari tuturan responsif siswa digunakan siswa untuk menyatakan keluhan atas tuturan direktif guru. Fungsi ini digunakan siswa hanya untuk mengeluh dan tidak mengharapkan guru membatalkan perintah yang tersirat pada tuturan direktifnya. Permintaan informasi dituturkan siswa ketika dalam tuturan direktif guruterdapat unsur yang kurang jelas. Misalnya ketika guru menuturkan tuturan direktif untuk membuka buku pelajaran, siswa bertanya Halaman berapa, Bu . dengan merespon demikian siswa meminta informasi kepada guru mengenai kelengkapan informasi terhadap tuturan direktif guru. Fungsi permintaan konfirmasi tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru. Siswa menuturkan tuturan permintaan konfirmasi sebagai efek yang ditimbulkan karena tuturan direktif guru tidak jelas. Fungsi ini dimanfaatkan siswa untuk memantapkan pemahamannya terhadap tuturan direktif guru. Setelah memperoleh konfirmasi, siswa kemudian melakukan tindakan yang sesuai dengan maksud dari tuturan direktif guru. Fungsi permintaan maaf digunakan siswa untuk mengekspresikan perasaannya ketika guru memperingatkan siswa untuk tidak membuat kegaduhan di kelas. Siswa yang mengakui kesalahannya meminta maaf kepada guru kemudian siswa tersebut kembali tenang dan memperhatikan guru. Fungsi humor dalam tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru digunakan siswa untuk mencairkan suasana kelas yang membosankan dan tegang. Fungsi ini merupakan ekspresi sikap psikologis siswa terhadap keadaan atau situasi dalam wacana interaksi kelas. Strategi Penyampaian Tuturan Responsif Siswa terhadap Tuturan Direktif Guru Strategi penyampaian tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru merupakan cara yang digunakan siswa untuk menyampaikan tuturan responsifnya. Cara tersebut merupakan cara untuk menyampaikan fungsi tuturan responsif yang siswa maksud. Berdasarkan paparan data, strategi tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru disampaikan secara langsung untuk menerima, menolak, mengeluh, meminta informasi, meminta konfirmasi, dan meminta maaf. Sementara itu, strategi tidak langsung digunakan siswa untuk menolak, menghindar dan bercanda. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada uraian berikut. Strategi langsung dituturkan siswa dalam merespon tuturan direktif guru untuk menerima, menolak dan meminta informasi, konfirmasi, dan meminta maaf. Strategi langsung untuk menerima tuturan direktif guru digunakan siswa dengan penggunaan kata iya, atau langsung menyebutkan sesuatu yang guru minta melalui tuturan direktifnya. Sedangkan untuk menolak siswa menggunakan kata tidak. Fungsi pengeluhan disampaikan siswa dengan menggunakan kata seruan, seperti waduh, wah, dan lah. Strategi langsung digunakan siswa dalam bertsanya untuk meminta penjelasan ataupun konfirmasi dengan menggunakan kata tanya seperti apa, berapa, di mana serta struktur kalimat tanya yang disertai intonasi naik di akhir tuturan. Fungsi perintaan maaf disampaikan secara langsung dengan siswa lengsung menuturkan kata maaf. Jadi, dapat disimpulkan strategi 6
penyampaian langsung dalam tuturan responsif siswa digunakan ketika maksud tuturan responsif dapat diketahui secara langsung. Strategi tidak langsung tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru digunakan siswa untuk menolak dan menghindar dari tuturan direktif guru. Siswa menggunakan strategi tidak langsung dengan menggunakan alasan-alasan yang dapat memperhalus penolakan dan penghindaran siswa. Selain untuk menolak dan menghindar, strategi tidak langsung digunakan siswa ketika merespon tuturan direktif guru dengan bercanda (humor). Meski dalam tuturan responsifnya siswa meminta guru untuk melakukan sendiri tugas yang diberikan guru, maksud siswa hanya untuk bercanda. Jadi, dapat disimpulkan, strategi penyampaian tidak langsung digunakan ketika maksud tuturan tidak disampaikan secara langsung. PEMBAHASAN Bentuk Tuturan Responsif Siswa terhadap Tuturan Direktif Guru Tuturan responsif siswa berbentuk asertif digunakan siswa ketika merespon dengan menyampaikan tuturan yang sebenarnya. Dalam tuturan responsif siswa memberikan tuturan yang menyatakan suatu kebenaran proposisi yang dinyatakannya. Tuturan yang demikian merupakan ciri dari bentuk tindak tutur asertif. Levinson (dalam Rani, dkk. 2006:241) menyatakan bahwa tindak tutur asertif atau representatif adalah tindak tutur menyampaikan proposisi yang benar). Saksomo (2001:17) juga menyatakan bahwa tindak asertif adalah tindak yang mengungkapkan sesuatu sebagaimana keadaan sebenarnya Termasuk di dalamnya ketika menerima, menolak, menghindar, dan mengeluh. Bentuk asertif ini menyiratkan bahwa apa yang dikatakan siswa adalah hal yang sebenarnya dan siswa terikat dengan kebenaran proposisi yang dituturkannya serta melakukan atau tidak tuturan direktif guru. Tuturan responsif siswa bentuk asertif terhadap tuturan direktif guru dituturkan siswa melalui kalimat pernyataan dan kalimat perintah (seruan). Hal ini sesuai dengan pendapat Suwito (dalam Aslinda dan Syafyahya, 2010:34) yang menyatakan bahwa tindak tutur dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah. Tuturan yang diwujudkan dalam kalimat tersebut mengandung kebenaran yang sesuai dengan tuturan yang disampaikan. Bentuk direktif tuturan responsif siswa terhadap tututan direktif guru merupakan bentuk tindak tutur yang menginginkan guru melakukan sesuatu. Hal ini seperti yang dikatakan Suparno (1994:13) bahwa tindak direktif merupakan tindak berbahasa yang mendorong mitra tutur untuk melakukan (tidak melakukan) sesuatu. Dari pendapat ini ketika siswa menuturkan tuturan responsif, siswa menginginkan guru untuk melakukan sesuatu. Bentuk direktif yang dituturkan siswa melalui tuturan responsifnya dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Bentuk direktif ini dituturkan siswa untuk memperoleh infornasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tuturan direktif guru. Guru sebagai mitra tutur berkewajiban memberikan informasi dan konfirmasi atas tuturan responsif siswa, agar maksud tuturan direktif guru yang disampaikan sebelumnya dapat diterima dengan baik oleh siswa. Bentuk direktif tuturan responsif siswa terhadap tuturan guru mempunyai ciri yang sama dengan tuturan responsif siswa bentuk asertif yang cenderung singkat. Bentuk tuturan direktif yang ditemukan berupa kalimat tanya yang 7
ditandai dengan kata tanya apa, berapa, dan bagaimana. Kalimat yang dituturkan siswa membutuhkan jawaban yang berupa balikan dari guru. Bentuk ekspresif tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru dalam wacana interaksi kelas adalah bentuk yang mengungkapkan atau mengutarakan sikap atau psikologis penutur terhadap hal yang tersirat (Leech, 1983:164). Bentuk ekspresif dituturkan siswa ketika meminta maaf dan menuturkan bahasa humor setelah guru memberikan tuturan direktif. Permintaan maaf dan humor dituturkan dalam bentuk pernyataan. Bentuk tuturan responsif siswa bentuk ekspresif, direktif, dan ekspresif merupakan wacana lisan yang dituturkan siswa dengan menggunakan kalimat singkat, elipsis dan menggunakan intonasi yang bervariasi sesuai dengan maksud tuturan responsif. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Kartomihardjo (1992:3) yang menyatakan bahwa wacana lisan memang penuh dengan bentuk-bentuk informal dan diiringi oleh berbagai faktor-faktor nonbahasa, sehingga wacana lisan sering pendek-pendek dan terdiri unit-unit yang juga pendek-pendek dan sering kurang lengkap dan kurang gramatikal. Bentuk dari tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru berupa kalimat-kalimat. Kalimat-kalimat tersebut dapat berupa bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa yang penggunaannya divariasikan sesuai dengan konteks dalam wacana interaksi kelas. Fungsi Tuturan Responsif Siswa terhadap Tuturan Direktif Guru dalam Wacana Interaksi Kelas Menurut Richard (dalam Arifin, 2008:137), hakikat tindak tutur adalah unit terkecil yang menyatakan tindakan yang memiliki fungsi. Fungsi itu pada umumnya secara intrinsik melekat pada tindak ilokusi yang melekat pada tuturan. Hal itu sesuai dengan pendapat Sumarsono dan Partana (2002:323) yang menyatakan bahwa pujian, ejekan, keluhan, janji, dan sebagainya merupakan fungsi tindak tutur. Tuturan responsif siswa merupakan tindak ilokusi sehingga dalam tuturan responsif siswa melekat fungsi tindak tutur. Dari bentuk tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru, dapat ditarik kesimpulan fungsifungsi tuturan responsif siswa adalah fungsi penerimaan, penolakan, penghindaran, pengeluhan, permintaan informasi, permintaan konfirmasi, permintaan maaf, dan humor. Fungsi penerimaan merupakan fungsi tuturan responsif siswa untuk menerima tuturan direktif guru. Fungsi ini melekat pada bentuk asertif tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru. Bentuk asertif merupakan jenis tindak tutur yang direncanakan dan dilaksanakan penutur dengan maksud menyatakan sesuatu untuk bisa diterima atau tidak atau untuk bisa dinilai benar atau tidak oleh mitra tutur (Arifin, 2008:139). Dengan menyatakan penerimaan, siswa menyatakan tuturan yang di dalamnya mengandung sesuatu kebenaran untuk menerima tuturan direktif yang telah disampaikan guru dan melakukan tindakan seperti yang tersirat pada tuturan direktif guru. Hal ini sesuai dengan penegasan Leech yang mengatakan bahwa pada tindak tutur asertif ini penutur terikat pada kebenaran proposisi yang diungkap, misalnya menyatakan (menolak atau menerima), membual, mengusulkan, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan (1983:164). Seperti halnya fungsi penerimaan, fungsi penolakan merupakan fungsi tuturan responsif siswa yang melekat pada bentuk asertif. Dengan menuturkan 8
tuturan responsifnya, siswa menolak keinginan yang tersirat dalam tuturan direktif guru. Mengenai tindak tutur asertif, Ibrahim (1993:16-17) menyatakan “tindak tutur asertif merupakan ekspresi kepercayaan penutur yang dibarengi dengan ekspresi maksud sehingga mitra tutur membentuk kepercayaan yang serupa”. Dari pengertian tersebut, dapat diketahui, ketika siswa memberikan tuturan responsif dengan pernyataan penolakan, guru akan mengetahui maksud siswa untuk menolak tuturan direktif yang telah disampaikan guru. Fungsi penghindaran dalam tuturan responsif digunakan siswa ketika ingin menghindar dari permintaan guru yang tersirat dari tuturan direktifnya. Dengan memanfaatkan fungsi penghindaran, sedapat mungkin siswa terhindar dari maksud tuturan direktif guru dan tidak melaksanakan tindakan yang sesuai dengan permintaan guru. Akan tetapi, penggunaan fungsi ini digunakan hanya untuk menghindar saja, tidak untuk menolak tuturan direktif guru. Fungsi penghindaran melekat pada bentuk asertif tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru. Fungsi ini dituturkan dengan maksud guru membentuk pengertian yang sama dengan siswa, bahwa siswa menghindar dari maksud tuturan direktif guru. Fungsi pengeluhan dari tuturan responsif siswa digunakan siswa untuk menyatakan keluhan atas tuturan direktif guru. Fungsi ini digunakan siswa hanya untuk mengeluh dan tidak mengharapkan guru membatalkan perintah yang tersirat pada tuturan direktifnya. Dengan mengeluh siswa mengungkapkan apa yang dirasakannya sesuai dengan keadaan sebenarnya. Dengan demikian, pengeluhan termasuk fungsi yang melekat pada bentuk asertif yang merupakan tindak untuk menyatakan sesuatu sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Hal ini sesuai dengan pandangan Leech (1983:164) yang menyatakan bahwa dalam tindak asertif pada fungsi sosial penutur terikat pada kebenaran proposisi yang diungkap, misalnya menyatakan (menolak atau menerima), membual, mengusulkan, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan. Tuturan responsif siswa yang menginginkan guru memberikan suatu informasi merupakan fungsi permintaan. Fungsi ini diwujudkan siswa dengan bertanya. Secara tidak langsung siswa menginginkan guru memberikan penjelasan sesuai dengan apa yang ditanyakan siswa. Dengan fungsi permintaan informasi ini fungsi tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru melekat pada bentuk direktif. Hal ini sesuai dengan pendapat Searle (dalam Arifin, 2008:138) fungsi tindak direktif diantaranya adalah, memesan, meminta, menanyakan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat, dan sebagainya. Tuturan responsif siswa yang berupa pertanyaan dan fungsinya meminta informasi dituturkan siswa ketika siswa belum jelas dengan tugas yang disampaikan guru. Dengan memanfaatkan fungsi ini, siswa bisa menjalin komunikasi yang baik dengan guru. Sehingga, tujuan belajar mengajar yang telah direncanakan, dapat tercapai secara maksimal. Tuturan responsif siswa yang menginginkan guru memberikan suatu konfirmasi merupakan fungsi permintaan. Sama halnya dengan fungsi permintaan informasi, fungsi ini diwujudkan siswa dengan bertanya. Siswa menginginkan guru memberikan konfirmasi sesuai dengan apa yang ditanyakan siswa. Dengan demikian fungsi permintaan konfirmasi melekat pada bentuk direktif. Sesuai dengan pendapat Searle (dalam Arifin, 2008:138) tindak direktif digunakan untuk 9
memesan, meminta, menanyakan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat, dan sebagainya. Tuturan responsif siswa yang berupa pertanyaan dan fungsinya meminta konfirmasi dituturkan siswa ketika siswa belum yakin dengan tugas yang disampaikan guru. Dengan meminta konfirmasi, siswa berharap apa yang telah siswa pahami dari tuturan direktif guru dapat dikonfirmasi dengan baik oleh guru, sehingga siswa dapat melakukan tindakan yang sesuai dengan tuturan direktif guru dengan baik. Fungsi permintaan maaf dituturkan siswa ketika merespon tuturan direktif guru yang menyatakan siswa harus diam dan memperhatikan guru. Selain sebagai bentuk penerimaan, tuturan siswa tersebut lebih berfungsi untuk meminta maaf karena siswa merasa bersalah karena tidak memperhatikan guru. Dengan meminta maaf siswa mengungkapkan perasaannya kepada guru. Hal ini sesuai dengan pendapat Searle (dalam Rani, dkk., 2006:239) bahwa fungsi tindak tutur ekspresif adalah untuk mengekspresikan sikap psikologis penutur terhadap pendengar sehubungan dengan keadaan tertentu. Fungsi humor (bercanda) dituturkan siswa ketika merespon tuturan direktif guru digunakan siswa untuk mencairkan suasana yang ada dalam wacana interaksi kelas. Fungsi humor melekat pada bentuk asertif yang sesuai dengan pernyataan (Rani, dkk., 2006:239) bahwa tindakan meminta maaf, berterima kasih, memuji, basa-basi, humor dan sebagainya termasuk dalam tindak tutur asertif. Dapat disimpulkan bahwa fungsi humor merupakan fungsi untuk mengutarakan sikap dan perasaan siswa terhadap tuturan responsifnya. Strategi Penyampaian Tuturan Responsif Siswa terhadap Tuturan Direktif Guru dalam Wacana Interaksi Kelas Strategi penyampaian tuturan responsif siswa adalah cara yang digunakan siswa untuk mengungkapkan respon terhadap tuturan direktif guru. Tuturan responsif siswa merupakan bagian produk dari tindak tutur sehingga strategi penyampaian tuturan responsif siswa sama dengan strategi penyampaian tindak tutur yang dikemukakan oleh para ahli. Strategi tersebut dibagi menjadi dua jenis, yaitu strategi langsung dan tidak langsung. Strategi penyampaian langsung terhadap tuturan direktif guru dilakukan ketika siswa mengungkapkan maksud atau fungsi dari tuturannya secara langsung. Saksomo (2001:23) menyebutkan bahwa cara mengungkapkan tindak tutur langsung digunakan untuk memberi informasi, menanyakan, memerintah, atau mengajak lawan bicara dengan mengungkapkannya secara langsung. Strategi penyampaian tidak langsung terhadap tuturan direktif guru dilakukan ketika siswa mengungkapkan maksud atau fungsi dari tuturannya secara tidak langsung. Saksomo (2001:23) menyebutkan bahwa cara mengungkapkan tindak tutur tidak langsung digunakan untuk memberi informasi, menanyakan, memerintah, atau mengajak lawan bicara dengan mengungkapkannya secara tidak langsung. SIMPULAN DAN SARAN Bertolak dari hasil dan pembahasan kelas dapat disimpulkan bahwa tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru dalam wacana interaksi kelas di SMA 1 Batu merupakan tindak tutur ilokusi yang diwujudkan dalam bentuk asertif, direktif, dan ekspresif. Bentuk tuturan responsif siswa tersebut diwujudkan 10
dengan menggunakan kalimat elipsis sehingga tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru cenderung singkat, namun isi dan maksud dapat tersampaikan dengan baik. Bentuk tuturan responsif siswa menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa yang penggunaannya divariasikan sesuai konteks wacana dalam interaksi kelas. Berdasarkan bentuk tuturan responsif yang berupa asertif, direktif, dan ekspresif, dapat ditemukan fungsi tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru. Fungsi-fungsi tersebut terdiri atas fungsi penerimaan, penolakan, penghindaran, pengeluhan, permintaan informasi, permintaan konfirmasi, permintaan maaf dan humor. Strategi penyampaian tuturan responsif siswa adalah cara siswa dalam mengungkapkan fungsi tuturannya. Penggunaan strategi penyampaian tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru berupa strategi langsung dan tidak langsung. Strategi langsung digunakan untuk menyampaikan penerimaan, penolakan, keluhan, permintaan informasi, permintaan maaf, dan permintaan konfirmasi terhadap tuturan direktif guru. Strategi langsung digunakan siswa dengan menyampaikan maksud fungsi tuturan secara langsung. Strategi tidak langsung digunakan siswa untuk menyampaikan fungsi penolakan, penghindaran dan humor. Strategi tidak langsung digunakan siswa dengan menyampaikan maksud fungsi tuturan secara tidak langsung. Sesuai dengan simpulan tersebut diajukan empat saran kepada guru, peneliti berikutnya, penulis buku, dan pengembang media. Pertama, bagi guru, dalam interaksi kelas guru lebih memperjelas tuturan direktifnya serta memberi akses bagi siswa untuk memberikan respon dalam wacana interaksi kelas. Kedua, bagi peneliti berikutnya, disarankan mengembangkan hasil penelitian ini dengan menggunaan penerapan prinsip-prinsip pragmatik dalam tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru. Ketiga, penulis buku dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai bahan rujukan yang dapat menambah referensi mengenai tuturan responsif siswa. Keempat, pengembang media dapat mengembangkan media mengenai penggunaan tuturan responsif siswa yang baik dalam wacana interaksi kelas. DAFTAR RUJUKAN Arifin. 2008. Penggunaan Tindak Tutur Siswa dalam Percakapan di Kelas. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Aslinda dan Syafyahya, Leni. 2010. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT Refika Aditama. Ibrahim, Abdul Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional. Jumadi. 2005. Representasi Kekuasaan dalam Wacana Kelas. Departemen Pendidikan Nasional. Kartomihardjo, Soeseno. 1992. Analisis Wacana dan Penerapannya. Malang: IKIP Malang Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 11
Rani, A., Arifin, B. & Martutik. 2006. Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing. Saksomo, Dwi. 2001. Pragmatik. Malang: Depdiknas UM FS Jurusan Sastra Indonesia. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sumarsono dan Partana, Paina. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suparno. 1994. Bahan Ajar Analisis Wacana. Malang: IKIP Malang.
12