Tuntutan Kompetensi auditor dalam audit praktek manajemen laba Oleh: Agung Budilaksono – Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Abstrak Tulisan ini membahas mengenai tuntutan terhadap seorang auditor atas kualitas auditnya pada perusahaan-perusahaan yang melakukan manajemen laba. Manajemen laba banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan untuk memposisikan perusahaan tersebut seolah terlihat lebih bagus dari kondisi sesungguhnya. Tulisan ini juga membahas mengenai teknik-teknik yang dilakukan perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Dengan demikian terlihat jelas sosok auditor seperti apa yang dibutuhkan untuk dapat merespon manajemen laba dan teknik-teknik yang dilakukannya, dan menghasilkan kualitas audit seperti yang diharapkan. Pada gilirannya tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembacanya khususnya para auditor mengenai hal-hal seperti apa yang mereka harus persiapkan dan mereka miliki sehingga hasil kerja mereka dapat memberikan kualitas audit yang memuaskan. (kata kunci: auditor, kualitas audit, manajemen laba)
Latar Belakang Masalah Manajemen laba dalam prakteknya dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas laporan keuangan, kenapa? karena manajemen laba cenderung untuk menyediakan informasi yang menyesatkan para pengguna laporan keuangan (DeFond dan Park, 1997). Oleh karena itu proses pengauditan diharapkan dapat mengurangi ketidaksesuaian informasi antara manajemen dan pemegang saham. Audit dapat berfungsi sebagai sarana penting untuk melaporkan adanya penyimpangan atau salah saji material dalam laporan keuangan yang diaudit. Zang
(2007)
menemukan
dalam
penelitiannya
bahwa
manajer
dalam
melaksanakan kebijaksanaan yang dibebankan kepadanya tidak hanya melalui pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan dan metode akuntansi (manajemen laba berbasis akrual) tetapi juga melalui keputusan operasional (manipulasi kegiatan nyata). Manipulasi aktivitas nyata di sini maksudnya adalah alat alternatif manajemen laba melalui perubahan kebijakan aktivitas operasi (misalnya pengurangan pengeluaran diskresi, overproduksi, dan diskon harga penawaran untuk meningkatkan penjualan). Stigma yang terkait dengan manajemen basis akrual saat ini adalah bahwa manipulasi laba dapat dilakukan melalui tindakan ekonomi riil. Pertama, manajemen laba berbasis akrual akan terlihat lebih menarik bagi auditor daripada keputusan yang nyata, seperti yang berkaitan dengan harga produk, produksi, dan pengeluaran untuk
1
penelitian dan pengembangan atau iklan. Kedua, bergantung pada manipulasi akrual. Selisih antara pendapatan yang tidak terkelola dan ambang batas yang diinginkan, jumlahnya dapat melebihi jumlah manipulasi laba dengan basis akrual setelah berakhirnya masa pajak. Jika pendapatan yang dilaporkan jatuh di bawah ambang batas dan semua strategi berbasis akrual untuk memenuhi kebutuhan itu habis, maka manajer tidak memiliki pilihan lagi karena kegiatan yang nyata tidak dapat disesuaikan lagi pada saat akhir periode pelaporan tahun fiskal. Telah kita ketahui bersama bahwa laporan auditor dalam hal ini sangat bernilai bagi
para
pengguna
laporan
keuangan,
karena
auditor
akan
menemukan
ketidakpatuhan (kecekapan) dan akan melaporkan ketidakpatuhan yang ditemukan (kebebasan). Dari aspek manajemen laba, maka auditor tidak hanya diharapkan dapat mengetahui adanya praktik manajemen laba yang merugikan para pengguna laporan keuangan tetapi juga harus memiliki kebebasan untuk dapat membatasi praktik tersebut bagi kepentingan para pengguna. Auditor dengan spesialis Industri biasanya mengembangkan pengetahuan spesialis industri mereka melalui pengalaman audit, pelatihan, atau menggunakan dukungan teknologi informasi yang tentunya memiliki biaya yang cukup mahal. Pengetahuan industri ini memungkinkan auditor spesialis untuk memberikan jasa audit yang berkualitas tinggi kepada kliennya dengan membatasi perilaku manajemen diskresi. Dengan demikian, spesialisasi industri merupakan cara penting di mana seorang auditor dapat membedakan diri dari auditor lainnya. Sejalan dengan itu, penelitian yang dilakukan oleh Ahsen (2011) juga menunjukkan bahwa perusahaan yang diaudit oleh auditor dengan spesialisasi industri menunjukkan kualitas laba yang lebih tinggi. Skandal akuntansi yang terjadi pada beberapa perusahaan besar dunia beberapa waktu yang lalu seperti Enron, Arthur Andersen dan World Com telah mempengaruhi
kepercayaan aparat pemerintah terkait terhadap laporan keuangan
perusahaan. Skandal ini kemudian mengarahkan perhatian umum terhadap kualitas laporan keuangan, dan mendorong adanya tuntutan peningkatan kualitas audit yang lebih tinggi. Hal ini jelas menandakan perlunya para auditor menjadi lebih waspada ketika mereka sedang
melakukan pekerjaan audit mereka, dan memastikan telah
tingginya kualitas pekerjaan mereka. Dengan demikian, kualitas audit merupakan salah
2
satu faktor utama yang mempengaruhi kredibilitas informasi keuangan. Hal inilah yang menjadikan motivasi tulisan ini untuk mendalami kualitas audit. Kualitas Audit dan Manajemen Laba Kualitas audit didefinisikan sebagai probabilitas auditor akan menemukan pelanggaran dalam sistem akuntansi dan selanjutnya melaporkan pelanggaran tersebut kepada pihak-pihak terkait. Penemuan adanya salah saji laporan akan menjadi ukuran kualitas pengetahuan dan kemampuan auditor, walaupun laporan salah saji pada prakteknya juga sangat tergantung pada insentif yang diberikan kepada auditor untuk mengungkapkan hal tersebut (DeAngelo, 1981). Probabilitas bahwa seorang auditor akan mendeteksi pelanggaran tergantung pada probabilitas penemuan yang terkait dengan kompetensi auditor. Demikian pula, probabilitas auditor akan melaporkan deteksi pelanggaran juga berkaitan dengan tingkat independensi auditor. Dengan demikian, auditor harus memberikan pendapat profesional mengenai keandalan dari informasi yang terdapat dalam laporan keuangannya. Namun dalam kenyataannya proses audit yang dilakukan oleh auditor tidak secara langsung dapat diamati. Oleh karena itu, kegiatan audit sulit untuk dapat diukur secara obyektif karena evaluasi kualitas audit harus didasarkan pada sinyal langsung.
Masalah
yang
perlu
diperhatikan
adalah
jika
penugasan
auditor
dipertahankan untuk jangka waktu lama dimasa depan, maka kemungkinan besar, auditor tersebut akan merasa nyaman, sehingga obyektifitas audit akan dapat terganggu. Dalam prakteknya, seringkali manajemen perusahaan menerapkan manajemen laba untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Scott (2000) di dalam bukunya yang berjudul “Financial Accounting Theory” mengatakan bahwa pilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan manajer untuk tujuan spesifik merupakan manajemen laba. Dengan demikian peran kualitas audit sangat penting sekali ketika menghadapi perusahaan yang menerapkan praktek manajemen laba, dalam upaya menghasilkan suatu informasi laporan perusahaan yang sesungguhnya. Tindakan manipulasi laba tersebut telah menimbulkan beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi dalam dunia bisnis internasional, seperti kasus-kasus di atas Manajemen laba sebenarnya dapat dilakukan oleh pihak manajemen dengan berbagai cara, seperti melakukan pembedaan pengakuan pendapatan dan biaya,
3
mempercepat atau melakukan penundaan pendapatan dan biaya, menghilangkan atau mengurangi discretionary costs. Beberapa bentuk dari manajemen laba seperti:
Dalam melakukan klasifikasi berita baik (good news) dan berita buruk (bad news), pihak manajemen cenderung melaporkan berita baik sebagai bagian dari operasi (above the line) dan melaporkan berita buruk sebagai pos-pos luar biasa (extraordinary items);
Melakukan perataan laba (income smoothing), dimana manajemen dalam tahuntahun yang baik mengurangi laba (menunda pendapatan atau keuntungan dan mengakui segera biaya atau kerugian), dan membesarkan laba pada tahun-tahun yang sama (mengakui segera pendapatan atau keuntungan dan menunda biaya atau kerugian);
Melakukan Big Bath Behavior yang merupakan tindakan yang berbeda dari tindakan perataan laba, dimana pada tahun yang suram manajemen cenderung mengakui kerugian-kerugian
potensial sehingga pada tahun-tahun berikutnya kerugian-
kerugian tersebut tidak muncul. Kita sepakat bahwa "kualitas" pada sat ini sudah merupakan senjata untuk melakukan
persaingan global. Hal tersebut juga berlaku untuk bidang audit dan
akuntansi. Perry (1984), menyatakan bahwa lima alasan yang paling umum terjadinya kegagalan pemeriksaan, yaitu pembatasan ruang lingkup, inkompetensi, pembicaraan tertentu dalam audit; tidak kritis dalam mengevaluasi transaksi, dan kurangnya objektivitas dan skeptisisme. Perry dalam hal ini langsung menghubungkannya dengan konsep independensi auditor, yang merupakan salah satu unsur sistem pengendalian kualitas audit ini. Jika seorang auditor berada dalam kondisi independen, maka mereka cenderung berpeluang besar dapat melakukan pekerjaan mereka secara baik. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas audit adalah
adanya
kemampuan mendeteksi penipuan. Seorang auditor memiliki tanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit agar memperoleh keyakinan yang memadai bahwa bahan salah saji (termasuk yang disebabkan oleh penipuan) akan dapat terdeteksi. Auditor harus secara khusus menilai risiko salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan dan mendokumentasikan penilaian risiko fraud yang ada. Penipuan dalam Audit Laporan Keuangan merupakan upaya untuk menguraikan apa yang diinginkan masyarakat dari auditor sehubungan dengan penipuan laporan
4
keuangan. Auditor perlu melakukan inovasi baru guna mengetahui risiko bahan yang salah saji karena penipuan. Penyebab paling sering terjadinya kegagalan audit adalah karena auditor berpengalaman yang ditugaskan untuk melakukan audit kurang memiliki profesional skeptisisme. Untuk mempertahankan tingkat skeptisisme yang tepat maka seorang auditor tidak boleh berasumsi bahwa klien itu jujur dan tidak mengharapkan kejujuran tanpa bertanya. Tim audit harus mengevaluasi bukti obyektif yang ada untuk menentukan apakah laporan keuangan bebas dari salah saji yang material. Tuntutan Kepada Auditor Agar Dapat Memenuhi Kualitas Audit Yang Tinggi Kualitas audit yang baik akan dapat dicapai apabila dapat dipersiapkan hal-hal penting yang terkait dengan auditor-auditor yang akan melaksanakan kegiatan audit tersebut. Persyaratan-persyaratan seorang auditor yang akan mendukung suatu kegiatan audit tidak dapat diabaikan dengan begitu saja, kenapa? Karena menyangkut adanya tuntutan kemampuan auditor untuk mengungkap adanya penyimpangan maupun salah saji laporan keuangan. Ikatan Akuntan dilakukan auditor
dikatakan
Indonesia
berkualitas,
jika
(IAI) menyatakan bahwa audit yang memenuhi
standar
auditing
dan
standar pengendalian mutu. Di samping itu untuk memenuhi hal tersebut dibutuhkan persyaratan-persyaratan yang melekat pada seorang auditor. Hal-hal yang perlu disiapkan tersebut adalah sebagai berikut
Perlunya independensi pemikiran auditor Merancang suatu kondisi
pikiran yang memungkinkan munculnya ekspresi
kesimpulan auditor dan timnya yang tidak dipengaruhi oleh pertimbangan profesional kompromi, sehingga memungkinkan auditor untuk bertindak dengan integritas, obyektivitas dan skeptisisme profesional.
Perlunya independensi dalam penampilan auditor Independensi di sini maksudnya adalah menghindari fakta, keadaan yang berpengaruh sangat signifikan yang wajar dan informasi pihak ketiga, yang kesemuanya cenderung mendorong anggota tim audit untuk mengkompromikan integritas, objektivitas atau profesional skeptisismenya pada suatu kesimpulan.
Independensi memungkinkan auditor untuk melaksanakan objektivitas dan skeptisisme
profesional.
Objektivitas
berarti
auditor
tidak
memungkinkan
pertimbangan profesionalnya untuk dikompromikan oleh konflik kepentingan, atau
5
pengaruh yang tidak semestinya dari orang lain. Skeptisisme profesional di sini termasuk menjadi waspada dalam kegiatan audit, misalnya: -
Adanya bukti audit yang bertentangan dengan bukti audit lainnya yang diperoleh;
-
Adanya
informasi
yang
mempertanyakan
keandalan
dokumen
dan
tanggapan terhadap pertanyaan untuk digunakan sebagai bukti audit; -
Adanya keadaan yang memberikan indikasi penipuan ; dan
-
Adanya keadaan yang menyarankan perlunya prosedur audit selain yang dibutuhkan oleh standar audit.
Skeptisisme profesional juga termasuk kesediaan untuk berargumen dengan pihak manajemen berkaitan dengan pernyataan dan representasi mereka dalam penyusunan laporan keuangan. Kemerdekaan juga merupakan elemen penting bagi auditor untuk bersikap objektif dalam
evaluasi
mereka
terhadap
laporan
keuangan
memungkinkan auditor untuk melakukan audit
suatu
entitas
dan
dengan derajat skeptisisme
profesional yang tepat.
Perlunya kompetensi yang memadai Kompetensi menurut De Angelo (1981) dalam Kusharyanti (2002) dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yakni sudut pandang auditor individual dan tim audit. - Kompetensi Auditor Individual. Pengetahuan dan pengalaman akan sangat mendukung kompetensi seorang auditor. Pengetahuan di bidang pengauditan
(umum dan khusus) dan
pengetahuan mengenai bidang pengauditan, akuntansi dan industri klien akan sangat mendukung keberhasilan sebuah kegiatan audit. - Kompetensi Tim audit. Kerjasama yang baik antar anggota tim, profesional, persisten, skeptisisme, merupakan sarana proses kendali mutu yang baik. Pengalaman berinteraksi dengan
klien dan mengenali industri yang diaudit merupakan pengalaman
yang akan menghasilkan tim audit yang kompak dan mendukung tercapainya kualitas audit yang baik.
6
Pengetahuan Pengetahuan memiliki pengaruh yang signifikan dalam menghasilkan kualitas audit yang memiliki kinerja yang baik. Pengetahuan akan mempengaruhi keahlian audit yang pada gilirannya akan menentukan kualitas audit. Terdapat 5 pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor (Kusharyanti, 2003), yaitu: (1) Pengetahuan pengauditan umum, (2) Pengetahuan area fungsional, (3) Pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru, (4) Pengetahuan mengenai industri khusus, (5) Pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah. Dengan pengetahuan yang dimiliki,
seseorang auditor
akan mampu untuk melakukan tugasnya. Pengetahuan dapat diperoleh dengan cara mengikuti suatu pendidikan keahlian auditor. Tanpa pendidikan keahlian auditor, maka ia tidak akan dapat menguasai, memahami dan menerapkan pengetahuan yang didapatnya yang akan menentukannya menjadi seseorang yang ahli.
Pengalaman Pengalaman yang dimiliki oleh seorang auditor akan membantu dalam hal: (1) Mendeteksi kesalahan, (2) Memahami kesalahan secara akurat,
(3) Mencari
penyebab kesalahan. Semakin banyak pengalaman seseorang auditor, maka hasil pekerjaannya akan semakin akurat.
Pengalaman membuat seorang auditor
mempunyai kualitas atau lebih profesional. Sebaliknya dengan terbatasnya pengalaman kerja mengakibatkan tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki semakin rendah, Dengan demikian pengalaman merupakan modal utama seorang auditor untuk terjun dalam bidangnya. Pengalaman yang dimiliki juga dapat membantu seorang auditor untuk memberikan kemahiran dan ketrampilan baginya. Apabila seorang auditor memilki kemahiran dan keterampilan maka ia akan mampu untuk melaksanakan tugasnya. Dengan mampu melaksanakan tugasnya maka orang tersebut akan menjadi ahli atau profesional dalam bidang pekerjaannya.
Pelatihan Auditor juga perlu mendapat pelatihan yang berkaitan dengan keahliannya. Pelatihan di sini maksudnya adalah usaha untuk memperbaiki kinerja pekerjaan seorang auditor pada bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan metode dan teknik yang tepat seorang auditor akan mampu mengembangkan kemampuan
7
yang dimilikinya untuk dapat melaksanakan tugas audit karena dengan berkembangnya kemampuan audit maka keahlian dan ketrampilan yang dimiliki auditor juga akan ikut berkembang, sehingga auditor semakin ahli atau profesional dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu dimasa sekarang keahlian dan ketrampilan seorang auditor harus terus dikembangkan baik melalui pendidikan dan pelatihan secara formal maupun non formal
Komitmen Profesional Komitmen
auditor
terhadap
profesinya
merupakan
faktor
penting
yang
berpengaruh terhadap perilaku auditor dalam melakukan tugas audit, karena hal ini akan membentuk suatu kesetiaan terhadap profesi khususnya terkait dengan nilai-nilai dan norma-norma profesi. Komitmen seseorang terhadap profesinya diwujudkan dalam tiga karakteristik berikut; (1) suatu penerimaan atas tujuantujuan dan nilai-nilai profesi, (2) suatu kehendak yang kuat untuk melakukan usaha demi kepentingan profesi, dan (3) suatu keinginan untuk memelihara dan mempertahankan keanggotaan dalam profesi (Aranya dan Ferris 1984).
Skeptisisme Profesional Skeptisisme profesional menurut SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik) diartikan sebagai sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit. Auditor harus menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuannya untuk melaksanakan dengan cermat dan seksama, dengan maksud baik dan integritas, pengumpulan dan penilaian bukti audit secara objektif. Jadi, auditor tidak menganggap bahwa manajemen adalah tidak jujur, namun juga tidak menganggap bahwa kejujuran manajemen tidak dipertanyakan lagi. Sikap ini dipersyaratkan dalam SPAP terkait kewajiban auditor untuk menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Kesimpulan 1.
Kualitas audit yang baik ditentukan oleh bagaimana probabilitas seorang auditor menemukan pelanggaran dalam suatu sistem akuntansi dan selanjutnya melaporkan pelanggaran tersebut kepada pihak-pihak terkait. Probabilitas seorang auditor dapat mendeteksi pelanggaran tergantung pada kompetensi auditor.
8
2.
Kebijakan akuntansi yang dilakukan seorang manajer perusahaan untuk tujuan spesifik merupakan manajemen laba. Dengan demikian peran seorang auditor untuk menghasilkan kualitas audit yang baik sangat penting sekali ketika menghadapi perusahaan yang menerapkan praktek manajemen laba, dalam upaya menghasilkan suatu informasi laporan perusahaan yang sesungguhnya.
3.
Penyebab paling sering terjadinya kegagalan audit adalah karena auditor berpengalaman yang ditugaskan untuk melakukan audit kurang memiliki profesional skeptisisme, independensi dalam pemikiran dan penampilan, komitmen profesional dan kompetensi yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Ahsen, H., 2011. Audit firm industry specialization and audit outcomes: Insights from academic literature. Research in Accounting Regulation, 23 (1), 114-129. Deangelo, L.E (1981), Auditor Size and Audit Quality, Journal of Accounting and Economics DeFond, M. L. dan Park, C. W., (1997) Smoothing income in anticipation of future earnings, Journal of Accounting and Economics, 23: pp.115-139 Kusharyanti. 2003. Temuan penelitian mengenai kualitas audit dan kemungkinan topik penelitian di masa datang. Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Desember). Perry, L. (1984). The SEC's
Enforcement Activities. The CPA Journal, Vol. 54, No. 4,
pp. 9-13. Scott, W. R (2000), Financial Accounting Theory, 2nd edition, Prentice Hall, Canada Inc Zang, A., 2007. Evidence of the tradeoff between real manipulation and accrual manipulation. working papers, University of Rochester.
9