TULISAN UTAMA
IMPLIKASI LINGKUNGAN USAHA DALAM PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DAERAH Tjahjanto Budisatrio “Those companies that have invested in new technology and training are the ones getting ahead, most of the others will not survive” The chairman of one large lending company group in Thailand Asiaweek, biweekly magazine, July, 1997
Tjahjanto Budisatrio, SE(UI), Grad.Dip Econ (ANU), M.Ec(ANU). Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia & Lembaga Management FEUI, Jakarta
Perkembangan sebuah perusahaan sangat tergantung pada kondisi lingkungan usahanya. Lingkungan usaha yang tidak kondusif sudah tentu mengganggu jalannya perusahaan, bahkan bisa menyebabkan perusahaan gagal mencapai tujuannya. BUMD sebagai badan usaha juga ditentukan oleh kondisi lingkungan usaha.
PERKEMBANGAN suatu perusahaan selain dipengaruhi oleh corak dari pengelola dan budaya perusahaan itu sendiri, juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Bahkan lingkungan perusahaan dapat menjadi faktor yang sangat menentukan bagi jalannya perusahaan. Salah seorang CEO internasional, menyatakan bahwa 30% dari keberhasilan suatu perusahaan ditentukan oleh sejarah dan budaya yang dimiliki oleh perusahaannya. Sementara itu 30% lagi ditentukan oleh kemampuan pengelola dan pekerja untuk menumbuh kembangkan perusahaannya. Sisanya, yaitu sebesar 40% dari keberhasilan perusahaan ditentukan oleh lingkungan usaha itu sendiri. Pengertian lingkungan perusahaan disini ada dua jenis lingkungan yang menjadi pertimbangan bagi jalannya usaha, yaitu lingkungan pengatur dan operasional. Lingkungan pengendali/pengatur bagi perusahaan adalah suatu lingkungan dimana perusahaan tidak dapat mempengaruhi secara langsung linkungan tersebut. Umumnya sebagai lingkungan yang harus diterima (“given”), sehingga perusahaan harus melakukan penyesuaian terhadap lingkungan pengendali. Dengan kata lain, faktor-faktor yang ada dilingkungan ini adalah faktor yang mengatur atau mengendalikan lingkungan kegiatan usaha dimana perusahaan tidak dapat merubahnya. Adapun faktor-faktor di dalam lingkungan pengendali adalah: 1. Sosial-Budaya-Politik 2. Undang-Undang yang telah ditetapkan dan yang akan di implementasikan. 3. Kebijakan Pemerintahan, pusat dan daerah; dan segi moneter maupun fiskal. 4. Perkembangan Perdagangan Internasional 5. Perkembangan teknologi 6. Perkembangan ekologi
Sementara itu lingkungan operasi didefinisikan sebagai lingkungan yang dapat dipengaruhi oleh perusahaan itu sendiri. Analisis lingkungan operasi lebih dikenal dengan analisa organisasi industri atau ekonomi. Dengan kata lain, lingkungan operasi adalah lingkungan yang berinteraksi secara langsung ke perusahaan. Agen ekonomi yang terlibat dalam lingkungan operasi ini adalah: 1. Persaingan di dalam industri dengan perusahaan-perusahaan yang telah berdiri. 2. Para pendatang dan pesaing baru yang masuk ke dalam industri 3. Pemasok baik, pemasok tenaga kerja maupun sumber daya lainnya. 4. Pelanggan dari pengguna produk dan jasa industri ini. 5. Industri subsitusi yang memproduksi barang dan jasa subsitusi.
Lingkungan Pengendali Perkembangan dari lingkungan pengendali ini diperlukan suatu pengamatan atas perkembangan kondisi nasional dan daerah. Di dalam pembahasan disini lebih ditekankan pada kondisi perkembangan ekonomi nasional dan daerah. Kecenderungan saat ini pemerintah pusat lebih bertindak kuratif dibandingkan preventif, hal ini juga dilakukan oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, pengamatan atas perkembangan situasi ekonomi nasional dan daerah menjadi dasar untuk mengantisipasi kebijakan yang akan dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Oleh karena itu di dalam makalah ini dilakukan pembahasan mengenai perkembangan ekonomi nasional dan daerah.
Perkembangan Ekonomi Indonesia Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 1999 diperkirakan telah tumbuh 0,58%, dimana tahun sebelumnya memiliki pertumbuhan negatif 13,20%. Sedangkan di akhir tahun ini diharapkan dapat tumbuh sekitar 3%, bahkan dikalangan para ekonom diperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh hingga 4% dengan asumsi yang optimis. Pengertian
USAHAWAN NO. 06 TH XXIX JUNI 2000
7
untuk merelokasi usahanya di Malaysia. Rencana relokasi oleh perusahaan ini, disebabkan karena salah satu bentuk reformasi yang telah Budaya dan Sejarah 40% mengarah ke anarkis, oleh Perusahaan para pekerja-nya. Kemampuan Sementara itu kePengelola 30% inginan pemerintah yang 30% Lingkungan Usaha berusaha untuk mengurangi ketidak stabilan (volatile) nilai rupiah dengan berusaha mengoptimis ini adalah negara dalam keadaan atur/mengelola nilai tukar yang stabil, artinya stabilitas sosial dan politik mengambang, sebagaimana yang sering dikemukakan oleh Menteri Koordinator terkendali dengan baik. Perkembangan ekonomi Indonesia Ekonomi dan Keuangan. Namun yang telah menunjukan pertumbuhan persetujuan tersebut relatif kurang bisa diterima oleh IMF, berakibat adanya positif di tahun 1999, menunjukan bahwa perekonomian telah memasuki tahap repenyesuaian kembali LOI yang diikuti covery atau pemulihan. Sebagaimana dengan penundaan pencairan pinjaman. Tentunya permasalahan ini lebih telah diketahui pada awal perbaikan ekonomi di tahun 1967, tuntutan memperlemah nilai Rupiah terhadap pemerintahan dikala itu adalah mata uang asing. Sebagaimana telah diketahui bahwa pada saat ini Bank menempatkan trilogi pembangunan pada stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan. Sentral dalam hal ini Bank Indonesia (BI) Pada REPELITA ke II, baru urutan trilogi telah independen, yang berarti BI mempunyai kekuatan yang terlepas tersebut menempatkan stabilitas pada urutan ke tiga. Hal serupa telah dilakukan tanpa dipengaruhi oleh pemerintah untuk oleh pemerintahaan saat ini, diawal melakukan intervensi pasar uang dengan program yang telah mereka pikirkan, pelaksanaan pemerintahaan, namun jalan yang ditempuh adalah dengan tanpa harus menyesuaikan dengan menggalang pengakuan eksistensi keinginan pemerintah. Kebijakan bank sentral yang independen adalah suatu hal keberadaan negara Indonesia sebagai negara kesatuan di dunia internasional. yang positif, bagi perekonomian, karena Bersamaan dengan itu perjalanan BI dapat menjadi pendamping yang baik internasional tersebut berupaya meyakin- dalam melakukan penyesuaian ekonomi kan investor asing untuk melakukan bersama dengan pemerintah. Tidak penanaman modal di dalam negeri. seperti pada era 32 tahun, dimana BI tidak independen sehingga yang ada Namun, perjalanan internasional akan menjadi mubasir jika stabilitas di bank sentral lebih berfungsi mendukung dalam negeri tidak terbentuk, sebagaiatau mengikuti program pemerintah. Hal mana banyaknya tuntutan otonomi inilah yang menyebabkan suatu daerah yang diikuti dengan kegiataan pergerakan tingkat harga yang tidak politik yang mengarah pada kemerdekaberjalan dengan gejal ekonomi pada umumnya. an, sekalipun keberadaan Indonesia sebagai negara berdaulat kesatuan Hal ini bisa dilihat bahwa Bank Indodiakui. Tambah lagi, adanya masalah nesia sebagai suatu lembaga yang ketidak pastian hukum sebagai akibat independen mengeluarkan kebijakan tuntutan daerah terhadap perusahaanmoneter yang represif. Penetapan suku perusahaan yang telah berdiri berdasarbunga deposito yang ditanggung pemerintah adalah salah satu langkah kan hukum yang telah ada. Seperti perusahaan Indo-Rayon dan sekarang yang positif untuk menghindari masalah telah menjalar ke perusahaan internasioMoral Hazard di dunia perbankan. Sejak dilaksanakan perlindungan bagi deposan nal, seperti Sony Corporation yang siap
Komposisi faktor Penentu Keberhasilan Usaha
8
USAHAWAN NO. 06 TH XXIX JUNI 2000
oleh pemerintah dan diterapkan besarnya tingkat bunga deposito yang dijamin oleh BI, membuat dunia perbankan tidak berlomba-lomba untuk mengumpulkan dana pihak ke tiga dengan menawarkan tingkat bunga. Hal ini disebabkan masyarakat mengetahui secara baik informasi tingkat bunga yang dijamin oleh negara, sehingga para deposan sangat selektif dan berhati-hati menempatkan dananya. Implikasi ini membuat dunia perbankan dalam memberikan pinjaman kepada debitornya tidak lagi menempatkan pada investasi yang beresiko tinggi. Sebagaimana diketahui adanya kecenderungan bahwa tingkat pengembalian yang tinggi diikuti dengan tingkat resiko yang tinggi, sehingga nilai harapan bersih dari investasi tersebut tidak selalu memberikan jaminan nilai pengembalian bersih sekarang adalah positif. Jadi dengan biaya uang yang relatif rendah karena yang dijamin oleh negara saat ini berkisar 11%, maka bagi dunia perbankan jika menawarkan ke para debitornya tidak lagi mengejar akan tingkat pengembalian yang tinggi dimana resiko yan tinggi tersebut. Kebijakan ini adalah suatu insentif bagi pengelola perbankan untuk berhati-hati dalam menempatkan dananya pada proyek “lemon”. Tentunya pada gilirannya bagi kreditur yang memberikan tanda-tanda (signaling), akan mengurangi “signaling” yang bersifat “lemon” tersebut, karena belum tentu menjadi penarik perhatian oleh pemberi pinjaman. Dengan sistim tersebut di atas, maka BI dapat mengendalikan dengan baik dalam mencapai sasaran yang ditetapkannya, baik itu target inflasi yang berarti mengatur perkembangan uang beredar dan target besaran moneter dengan memainkan tingkta bunga SBI. Selain itu, bank sentral juga melaksanakan tugasnya sebagai supervisi dan pengawasan semakin ketat, dengan tujuan memperbaiki struktur pasar perbankan dan kinerja dari industri ini. Keuntungan lain yang didapat dari proses pengawasan yang ketat adalah juga menekan laju peng-gandaan uang. Dengan kata lain, kebijakan yang ketat yang diterapkan BI bagi pengelolaan perbankan membantu menghambatnya laju perputaran uang di tanah air.
Bank Indonesia juga berkewajiban menjaga stabilitas moneter, oleh karenanya kebijakan perbankan yang sedang dan akan diterapkan harus dapat menjaga kepercayaan masyarakat dan mempercepat penyelesaian krisis perbankan. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat, bank sentral harus benarbenar melakukan analisis yang mendalam dalam membekukan operasi suatu bank. Implikasi dari kebijakan yang ketat dari BI ini membuat dunia perbankan sangat berhati-hati dalam memberikan pinjaman kredit baru. Sebagaiman banyak diketahui sekalipun tingkat bunga deposito saat ini relatif cukup rendah, rata-rata sekitar 12%, namun bunga pinjaman perbankan masih diatas 18%. Dengan kata lain, kisaran marjin tingkat bunga (“spread margin interest rate”) masih relatif besar lebih dari 6%. Di era puncak keemasan perbankan di tahun 1988-1989 kisaran marjin sekitar 2% hingga 4%. Hal ini menunjukan bahawa dunia perbankan saat ini menanggung beban yang cukup berat dari para peminjam atau debiturnya. Keadaan yang berat dihadapi dunia perbankan ini mengakibatkan industri perbankan saat ini lebih memfokuskan dunia kegiatannya pada retail banking daripada corporate banking. Hal ini dikarenakan dengan memfokuskan pada sisi ini diharapkan dapat meningkatkan fee base income. Maka tidaklah mengherankan di tahun 2000 ini promosi akan pemberian kredit kepada rumah tangga akan semakin gencar, seperti halnya ketika di era paket Oktober 1988. Sasaran ke agen rumah tangga tidaklah salah, karena masyarakat Indonesia mempunyai sifat sangat konsumtif, atau dalam bahasa ekonomi pertumbuhan dikenal dengan tidak sabar. Pola konsumtif ini dapat dilihat pada periode 1988-1990 dan periode 1991-1997, dimana kecenderungan masyara-kat untuk berkonsumsi meningkat setiap tahun, sebagai akibatnya tabungan masyarakat tumbuh dengan laju yang semakin rendah. Sebagai gambaran, setelah dilaksanakan kebijakan ekspansi moneter menyebabkan kebutuhan modal pada kondisi stabil (steady state) sangat besar
di kemudian hari, sesuai dengan aturan Ramsey. Alasan yang memungkinkan kondisi tersebut terjadi karena rumah tangga/konsumen menyesuaikan preferensi waktunya lebih kecil dibandingkan sebelum adanya kebijakan, artinya bahwa masyarakat berpikir bahwa tingkat kembali riil yang akan diperoleh di masa datang lebih rendah. Sementara itu marjinal produksi dari modal tidak mengalami perubahan pada tingkat modal tertentu, hal ini disebabkan karena tidak adanya perubahan teknologi. Hal ini akan menyebabkan terjadinya fluktuasi dari pertumbuhan ekonomi dan konsumsi di periode 19891992. Bahkan perkembangan pertumbuhan konsumsi lebih tinggi ketika kebijakan ekspansi moneter, hanya di tahun 1992 pertumbuhan konsumsi lebih rendah dibandingkan PDB-nya. Konsekuensi logis dari tingginya pertumbuhan konsumsi adalah perkembangan tabungan tumbuh positif dengan tingkat yang semakin menurun. Sebagai akibatnya perkembangan investasi di dalam negeri akan tumbuh lamban, jika tidak ada pergerakan modal luar negeri ke perekonomian domestik. Namun yang terjadi pertumbuhan investasi di dalam negeri masih tumbuh tinggi hingga akhir tahun 1997, sebagaimana bisa kita lihat di neraca modal Indonesia sampai tahun
1996 jumlah modal luar negeri yang masuk ke domestik masih tumbuh 12,27% dari tahun sebelumnya. Di dalam gambar dapat dilihat bahwa proses meningkatnya pinjaman swasta dari luar negeri telah tumbuh cepat di tahun 1993, sejalan dengan pertumbuhan investasi yang lebih tinggi dibandingkan PDB-nya di tahun tersebut. Berdasarkan pada teori Ramsey, penyesuaian tingkat diskonto oleh masyarakat yang semakin kecil, akan menyebabkan konsumsi turun pada tingkat persediaan modal yang tetap. Namun karena adanya pemasukan modal asing yang terjadi di tahun 1992 hingga tahun 1997 telah menyebabkan, tingkat konsumsi tidak mengalami penurunan secara langsung, baru setelah tahun 1995 tingkat laju penurunan konsumsi mulai berlangsung. Pada periode ekspansi moneter di tahun 1988, pasar modal di Indonesia masih dalam pengembangan, sehingga masyarakat tidak menyesuaikan alokasi (port-folio) dananya dari pasar uang ke pasar modal, tetapi beberapa pergi ke pasar aset lainnya, seperti, tanah, rumah, mobil dan barang-barang tahan lama. Sekalipun di Indonesia pada tahun 19881989, aktifitas pasar modal sangatlah tinggi, namun masyarakat belum merasa nyaman dengan menempatkan dananya
Fluktuasi rupiah atas dollar
USAHAWAN NO. 06 TH XXIX JUNI 2000
9
ke pasar modal, terlihat bahwa mereka hanya mencari keuntungan modal (capital gain), setelah itu mereka menarik dananya dari pasar modal. Kondisi ini terjadi sebagai akibat masalah transparansi dan akuntabilitas dari pasar modal masih relatif rendah. Sementara itu pemerintah melihat kondisi masyarakat yang konsumtif, berupaya mengurangi laju pertumbuhan konsumsi dengan kebijakan fiskal dalam hal ini kebijaksanaan perpajakan. Dalam Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) yang berlaku hingga akhir tahun ini, penerimaan dari sektor perpajakan relatif cukup tinggi. Hal ini menunjukan bahwa pemerintah berusaha meningkatan pendapatan dari pajak, baik pajak penghasilan, cukai hingga pajak pertambahan nilai. Peningkatan pajak penghasilan dapat dilakukan dalam dua cara yaitu memperbanyak obyek pajak yang tadinya belum terdaftar, menjadi terdaftar. Cara lain adalah meningkatkan proporsi pajak, namun cara ini relatif sulit dilakukan pemerintah, khusus kepada pajak penghasilan perorangan. Dikarenakan tidak populer dan birokerasi pengesahaan yang relatif panjang. Sehingga dapat diharapkan masyarakat dapat melakukan penabungan dengan adanya penyesuaian pajak seperti pajak pertambahan nilai, merupakan jenis pajak yang dapat mendorong masyarakat untuk menabung. Dengan situasi kondisi Indonesia dimana konsumsi tumbuh sangat cepat merupakan indikasi bahwa elastisitas subsitusi konsumsi intertemporal sangatlah tinggi. Kondisi ini menjelaskan bahwa perekonomian Indonesia, masyarakat (rumah tangga) sangatlah responsif terhadap perbedaan diantara tingkat bunga riil dan preferensi nilai diskontonya. Bisa kita lihat di tahun 1990 ketika tingkat bunga meningkat tinggi, sebagai akibat kebijakan pengetatan uang, sementara tingkat preferensi diskonto tidak mengalami perubahan yang tajam, namun pada periode berikutnya mereka melakukan penyesuaian. Penyesuaian ini yang dikenal dengan “adaptive expectation”. Masalahnya di Indonesia penyesuaian ini mengambil waktu yang panjang, sebagai akibat rendahnya transparansi dan keterbatas-
10
an teknologi informasi. Kebijakan ekspansi moneter di bulan Oktober 1988 telah mendorong pertumbuhan ekonomi meningkat, di tahun 1988 tumbuh sebesar 4,93% di tahun berikutnya menjadi 7,46%. Namun sayangnya pertumbuhan yang tinggi tersebut diikuti dengan kenaikan tingkat. Pergerakan inflasi yang procyclical ini bukan merupakan indikasi yang baik, karena pertumbuhan ekonomi diikuti dengan inflasi. Hal ini menunjukan dari segi pemasok, proses produksi yang terjadi sebagai adanya kebijakan ekspansi moneter lebih kepada meningkatkan kemampuan produksi tanpa adanya perubahan teknologi. Dengan kata lain, peningkatan produksi ini diikuti dengan semakin turunnya produksi marjinal dari tenaga kerja, sebagai akibat peningkatan penggunaan jasa tenaga kerja, baik penambahan tenaga kerja maupun penambahan jam kerja. Implikasi dari proses produksi ini adalah menimbulkan biaya produksi yang relatif meningkat. Sehingga menimbulkan inflasi yang disebabkan oleh dorongan biaya yang meningkat. Tambah lagi, masyarakat Indonesia, sebagaimana telah dikemukakan di atas, mempunyai pola konsumsi yang tumbuh tinggi, turut menyebabkan dorongan inflasi yang tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa permintaan yang relatif tinggi akan menimbulkan inflasi sebagai akibat kurangnya pemasok di pasar komoditi. Kondisi dimana pertumbuhan ekonomi diikuti oleh inflasi yang tinggi memberikan gambaran bahwa kondisi mikroekonomi Indonesia masih relatif rapuh. Artinya bahwa perkembangan lingkungan usaha di sektor makroekonomi yang kondusif tidak banyak dapat dimanfaatkan dengan baik. Ketidakmampuan ini disebabkan oleh rendahnya transparansi dan akuntabilitas, sehingga membuat perusahaanperusahaan di Indonesia cenderung untuk meningkatkan keuntungan tanpa memperbaiki kemampuan produksi marjinal dari modal. Dengan kata lain, perusahaan-perusahaan di Indonesia lebih memperhatikan kinerja perusahaan di jangka pendek, dibandingkan dengan kinerja di jangka panjang. Hal ini bisa
USAHAWAN NO. 06 TH XXIX JUNI 2000
dilihat dari tidak adanya perbaikan dari produksi marjinal dari modal, yang disebabkan oleh keputusan pengelola untuk tidak memperbaiki teknologi produksi di dalam perusahaan. Pengertian teknologi ini, tidak hanya teknologi mesin/barang modal yang lebih maju, namun juga perbaikan teknologi dalam pengelolaan sumber daya, baik pelatihan tenaga kerja hingga sistim manajemen perusahaan. Rendahnya minat masyarakat menabung inilah yang menyebabkan pentingnya investasi asing masuk ke tanah air. Dalam pemerintahan saat ini mempunyai kebijakan yang mendorong investasi asing melakukan penanaman modal ke Indonesia. Perjalanan Presiden dan pembantu-pembantunya ke luar negeri bertujuan meyakinkan para investor asing untuk menempatkan dananya ke Indonesia. Konsukensi logis yang harus di terima oleh para pengusaha Indonesia adalah semakin terbukanya pasar domestik. Sehingga setiap perusahaan harus dapat menerima arus globalisasi yang semakin cepat. Semakin terbukanya pasar domestik membuat struktur pasar mengarah pada persaingan yang sehat, sebagaimana diharapkan oleh International Monetery Fund (IMF) dan World Trade Organization (WTO). Namun demikian ketimpangan perdagangan internasional menjadi permasalahan lain yang ditimbulkan sebagai akibat keterbukaan pasar. Sebagaimana telihat sidang WTO di Seatle, Amerika tidak dapat menghasilkan suatu keputusan yang berarti. Bagaimanapun, para pengusaha Indonesia harus siap menghadapi para pendatang luar negeri dalam industrinya di domestik Pengertian siap disini dapat secara langsung bersaing atau bekerja sama dalam menyesuaikan situasi yang baru di pasar. Era globalisasi ini juga memberikan inisiatif bagi perkembangan teknologi, baik perangkat keras maupun perangkat lunaknya. Sebagaimana telah dikemukakan Romer dan Rivera-Batiz (1991) bahwa dalam perdagangan internasional, barang dan arus pengetahuan haruslah bersama-sama. Jika barang tanpa arus pengetahuan masuk akan menyebabkan tidak adanya
Ancaman relokasi dari perusahaan PMA
pertumbuhan ekonomi yang berarti. Dengan kata lain, masuknya arus barang ke dalam pasar domestik harus diikuti dengan arus pengetahuan untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Maka tidaklah mengheran seorang pimpinan perusahaan di Thailand mengungkapkan pernyataan sebagaimana disebutkan di atas, bahwa pemanfaatan teknologi dan pelatihan untuk menggunakan teknologi baru merupakan hal yang penting bagi jalannya usaha. Oleh karena itu kesiapan dari perangkat lunak sangat menentukan bagi jalannya perekonomian. Pengaruh globalisasi dan pasar internasional telah memperpuruk ekonomi Indonesia. Sebagaimana telah diketahui pengaruh domino atas nilai tukar uang di kawasan asia timur telah merambah hingga ke mata uang rupiah. Tambah lagi, pada saat pengaruh domino ini terjadi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan semakin rendah sehingga implikasi dari efek ini sangat melemahkan nilai Rupiah. Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan yang sumber pendanaan dan inputnya menggunakan mata uang asing, sementara pendapatannya berupa Rupiah, menghadapi kesulitan yang besar. Dampak ini menyebabkan perusahaan
mengurangi produksinya, sehingga barang dan jasa yang diperjual belikan berkurang. Sementara permintaan masyarakat masih relatif tinggi, sehingga dampak inflasi yang terjadi di tahun 1998, bersumber dari dua arah yaitu, cosh push dan demand pull. Meningkatnya biaya produksi dan menurunnya produksi, dengan sendirinya mempengaruhi industri lain, sekalipun industri tersebut tidak menggunakan dana atau bahan baku luar negeri. Hal ini disebabkan, penurunan pendapatan masyarakat, sebagai akibat perusahaan mengurangi produksi. Sebagaimana terlihat dari data Biro Pusat Statistik (BPS), sebagian besar propinsi di Indonesia mengalami penurunan pendapatan per kapita, hanya propinsi Papua di tahun 1998 masih lebih baik di tahun 1997. Papua merupakan satu-satunya propinsi yang tumbuh 12,53% di tahun 1998, sementara pertumbuhan negatif terbesar ada di Jawa Barat dengan 17,77% dan Jakarta, 17,63%. Dengan menggunakan model Boston Consultative Group (BCG Growth/Share Matrix), dapat dipetakan ke 26 propinsi Indonesia. Di tahun 1996 DKI, JABAR, JATENG dan JATIM termasuk dalam kelompok yang dikenal dengan rising star,
artinya propinsi yang dalam proses pertumbuhan pesat dan sangat menjanjikan akan memajukan per-ekonomian, sehingga perlu untuk diberi bantuan untuk dapat meningkatkan kemampuannya. Namun, akibat resesi ke empat propinsi ini berpindah ke kelompok yang dikenal dengan nama cash cow, artinya bahwa propinsi ini telah melewati masa kedewasaanya, atau tingkat kejenuhan pembangunan di keempat propinsi ini telah sampai pada tahap yang maksimal. Oleh karena itu, keempat propinsi ini untuk bisa memaju-kan kembali usahanya, berdasarkan pendekatan neoklasik, mereka harus melakukan peningkatan teknologi, agar dapat merubah skala yang menurun, menjadi meningkat. Peningkatan teknologi tidak hanya dalam segi perangkat keras, namun juga dari segi perangkat lunaknya, manusia. Sementara itu, propinsi yang terkelompok dalam kategori dog adalah Aceh, Riau, Bengkulu dan Sulawesi Tenggara, baik di tahun 1996, maupun 1998. Ke empat propinsi ini menghadapi baik dari masalah internal yang cukup besar, baik dari segi phisik maupun non phisik. Khusus Aceh dan Riau termasuk dalam kategori ini mungkin lebih disebabkan oleh faktor pengatur, artinya dapat disebabkan tingginya peranan pemerintah pusat dalam mengelola pendapatan domestik brutto regional ke dua propinsi ini. Terlihat hingga kini, masih tingginya tuntutan mereka untuk menjalankan otonomi penuh serta perimbangan keuangan daerah. Kesimpulan ini diperoleh dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki oleh ke dua propinsi ini dan keadaan infrastruktur yang dimiliki. Dimana infrastruktur yang telah dibangun lebih mengutamakan kepada eksploitasi sumber daya daerah tersebut. Sementara itu untuk daerah Bengkulu dan Sulawesi Tenggara, ke dua propinsi ini relatif tidak memiliki sarana phisik yang cukup memadai, serta masih rendahnya sumber daya manusia di daerah tersebut. Sehingga perkembangan di ke dua daerah ini masih relatif lamban. Propinsi lainnya di tahun 1996 masuk ke dalam kategori problem child, artinya
USAHAWAN NO. 06 TH XXIX JUNI 2000
11
bahwa masalah internal dari propinsi ini masih sangat dominan. Permasalahan internal yang ada disini adalah baik dari infrastruktur dan sumber daya yang ada masih relatif lemah, sehingga perlu dikembangkan untuk menuju ke tahappan rising star. Pada tahapan disini, keadaan masyarakatnya dalam taraf belajar untuk meningkatkan produksi, sehingga pendidikan yang tepat guna dapat mengarahkan perekonomian yang lebih pesat. Khusus, Yogyakarta dan Bali, sekalipun propinsi ini termasuk dalam kategori problem child, namun permasalahan yang dihadapi, bukan pada sumber daya manusianya, melainkan karena keterbatasan lahan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan perekonomian di daerah ini, harus dapat mengoptimalisasikan pemanfatan lahan yang mengarah lebih produktif. Ironisnya, mayoritas propinsi yang di tahun 1996 pada kategori problem child di tahun 1998 telah bergeser menjadi kategori dog. Dengan demikian akibat resesi yang terjadi di tahun 1998 telah memperburuk kinierja hampir di semua propinsi di Indonesia. Pengaruh eksternal ini menjadi sangat dominan dalam perkembangan di propinsi-propinsi tersebut. Hanya ada dua propinsi yang tidak masuk ke kategori dog , yaitu Kalimantan Timur dan Papua. Kedua propinsi ini tetap berada dalam kategori problem child, indikasi yang terlihat disini, bahwa sumber daya alam yang dimiliki oleh ke dua propinsi ini yang telah mempertahankan mereka dalam kategori yang sama. Sehingga ke dua propinsi ini di masa datang harus lebih memajukan kondisi internal baik phisik maupun sumber daya manusianya. Kesiapan perangkat lunak semakin penting bagi Indonesia yang akan menjalankan otonomi daerah secara menyeluruh di tahun 2001. Mengingat disparitas pendidikan di Indonesia yang cukup tinggi, sehingga akan berakibat pada kesanggupan daerah menyesuaikan era globalisasi yang ada. Sejalan dengan semakin tingginya kewenangan daerah maka tuntutan akan pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah menjadi pusat perhatian bagi para investor. Hal-hal yang menjadi perhatian oleh para investor adalah apakah yang
12
dapat ditawarkan oleh pemerintah daerah adalah sebagai berikut: s Infrastruktur yang tersedia s Administrasi dan birokrasi pemerintah daerah s Kondisi primordial s Kapabilitas dan kemampuan sumber daya manusia s Kebijakan yang konsisten dan dipercaya s Kerjasama antar daerah s Kemampuan kepemimpinan s Pemerintah yang bersih dan dipercaya, transparansi dan akuntabilitas. Sementara bagi perusahaan yang ingin mengembangkan usaha di daerah harus mampu beradaptasi dengan otonomi daerah dengan memperhatikan kendala yang ada, yaitu: s Etika usaha s Kerjasama dan tanggung jawab sosial s Kemampuan menyerap tenaga kerja lokal s Keeratan/keluwesan kerjasama antar kantor pusat dan daerah. Kendala tersebut di atas menjadi perhatian bagi perusahaan untuk mengoptimalisasikan objektifnya, yaitu: s Mempertahankan keuntungan dan pangsa pasar s Pertumbuhan perusahaan yang berkesinambungan Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut maka perkembangan daerah dengan datangnya investasi baru yang dapat bertahan, berkembang serta memberikan nila tambah bagi masyarakatnya akan bisa diharapkan. Dengan segera dilaksanakan otonomi daerah secara luas, maka era globalisasi akan semakin tinggi. Artinya bahwa spesialisasi dari setiap propinsi semakin penting sesuai dengan kemampuan yang dimliki, serta menjalin kerjasama antar daerah yang tinggi untuk dapat saling mengisi. Dengan demikian, maka globalisasi di Indonesia bukan menjadikan setiap propinsi berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan satu sama lain, karena adanya keterbatasan yang dimiliki oleh setiap daerah. Sehingga
USAHAWAN NO. 06 TH XXIX JUNI 2000
diperlukan untuk saling mengisi. Undang-Undang no 22 dan 25 memungkinkan setiap propinsi untuk memajukan daerahnya dengan menjalin kerjasama setiap daerah. Jaringan kerja antar daerah dapat berkembang cepat dengan kemajuan perkembangan teknologi komunikasiinformasi. Perkembangan dibidang ini membuat informasi dan komunikasi seakan tidak ada batas wilayah. Teknologi yang maju ini memungkinkan untuk meminimumkan biaya transaksi yang terjadi di mekanisme pasar. Sehingga kemajuan ini akan menolong pada pengurangan biaya produksi yang sangat signifikan. Sebagaimana terlihat saat ini di Amerika, seseorang di wilayah barat dapat dengan mudah membeli barang di wilayah timur dengan harga barang yang tidak terlalu berbeda jika membeli langsung di wilayah timur. Dengan demikian informasi harga ini membuat bentuk persaingan pasar menjadi sangat bersaing, hal ini akan memberikan keuntungan baik bagi konsumen, maupun produsen untuk dapat melakukan efisiensi produksinya. Kemajuan informasi ini juga memberikan informasi mengenai tuntutan atas produksi yang tidak merusak lingkungan. Sehingga memberikan informasi yang baik bagi para produsen untuk memasarkan produknya. Namun tekanan pada produksi yang harus memenuhi ecolabel dan amdal ini akan menjadi perhatian bagi perusahaanperusahaan di Indonesia, yang pada era sebelumnya menganggap permasalahan ini mudah untuk diatas. Implikasi dari perkembangan ekologi ini memberikan keuntungan kepada generasi masa depan untuk dapat tumbuh yang berkesinambungan. Sebaliknya bagi perusahaan-perusayaan yang sebelumnya mengabaikan masalah ini harus mulai menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat dewasa ini, seperti apa yang terjadi dengan Indo Rayon. Badan Usaha Milik Daerah yang secara eksplisit disebutkan dalam UU no 22 tahun 1999 bahwa BUMD harus mengikuti peraturan perundangan dan pembentukannya diatur oleh peraturan daerah (PERDA). Sehingga BUMD merupakan salah satu sumber dari
pendapatan asli daerah (PAD) dapat ditingkatkan melalui PERDA. Namun peraturan yang dibuat, harus melihat dari kemampuan BUMD itu sendiri dan perundangan yang ada, seperti UndangUndang Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sempurna. Semua ini menjadi perhatian bagi pengelola BUMD.
Lingkung Operasi Kebijakan pemerintah mengarah kepada percaya akan kemampuan mekanisme pasar dalam menentukan perkembangan ekonomi. Pemerintah memadukan pendekatan ini dengan ekonomi kerakyatan, dengan demikian kebijakan pemerintah di sektor riil, cenderung memberikan kemudahaan untuk membuka usaha dengan memperhatikan kesempatan bagi masyarakat kecil. Dengan kata lain, industri yang tidak menggunakan modal besar atau industri yang relatif banyak pengusaha yang dikategorikan pengusaha kecil merupakan industri yang dilindungi oleh pemerintah. Sehingga izin untuk mendirikan usaha di industri tersebut relatif tidak mudah. Namun bagi industri yang berada di luar kategori tersebut, pemerintah berusaha memberikan insentif bagi pengusaha untuk menanamkan modalnya ke dalam industri tersebut.
Kondisi Pesaing Baru di Daerah Bagaimanapun juga, pemerintah tetap berpegang pada Undang-Undang Dasar “45, dimana kegiatan usaha yang dapat menguasai hajat hidup orang banyak masih dikuasi oleh pemerintah. Namun, pengelolaannya dapat diserahkan kepada BUMD selama wilayah penjualan dan pelayanannya tidak melebih batas propinsi yang ada. Dengan demikian masih dimungkinkan adanya BUMD yang memiliki hak monopoli untuk mengelola usaha tersebut. Sebaliknya bagi industri yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak dan bukan industri rakyat, maka akan timbul para pesaing baru dalam industri tersebut. Tentunya para pesaing akan memasuki daerah tersebut melihat penawaran yang diberikan oleh daerah tersebut, sebagaimana yang telah dikemukakan di atas. Keterbatasan
sumber daya manusia yang piawai menjadi suatu kebutuhan dasar bagi masuknya perusahaan baru, serta pasar yang dimiliki. Dengan demikian, bagi propinsi yang relatif memiliki sumber daya manusia yang terbatas dan produk yang dipasarkan pada sebatas wilayah tersebut, maka timbulnya pendatang baru relatif lamban. Sebaliknya apabila, produk yang dihasilkan lebih berorientasi ke luar wilayah, dan produknya relatif tahan lama, serta industri yang ada bersifat orientasi ke sumber daya yang dimiliki, maka pesaing baru akan tumbuh dengan pesat. Jenis industri dalam kategori ini dari industri eksplorasi hingga tekstil, sepatu dan perhotelan. Khusus bagi industri yang membutuhkan modal besar, seperti bank saat ini untuk membuka usaha relatif berat. Artinya pesaing baru di sektor ini akan cenderung berkurang sejalan dengan ketatnya supervisi yang dilakukan oleh Bank Sentral dan ketentuan untuk memenuhi kecukupan modal yang harus disetor. Begitu juga bagi industri yang bermodal besar dan jangka waktu pengembalian yang relatif lamban, dalam tiga tahun mendatang, perkembangan investor di industri ini relatif tidak banyak. Hal ini disebabkan kondisi neraca pembayaran Indonesia yang belum menguntungkan, serta Indonesia masih dinilai memiliki resiko yang tinggi bagi investor untuk melakukan investasi di tanah air.
Kondisi Produk Subsitusi Perkembangan lalu lintas informasi yang tinggi dan infrastruktur yang baik akan memudahkan jasa pengangkutan barang untuk bergerak hingga ke daerahdaerah. Kemudahan ini mencipatakan arus barang menjadi tinggi, sehingga akan meningkatkan produk subsitusi hadir di daerah-daerah. Tingginya produk subsitusi ini akan menekan tingkat elastisitas permintaan. Kecenderungan semakin besar nilai elastisitas silang harga, yang berarti semakin tinggi produk subsitusi mempengaruhi produk tersebut, akan mengakibatkan elastisitas permintaan terhadap harga menjadi semakin elastis. Hal ini, berarti satu persen kenaikan harga dari barang ini, akan berpindah ke produk subsitusi,
sehingga pendapatan penjualan akan mengalami penurun atas perubahan tersebut. Dalam industri perbankan, produk subsitusi bagi nasabah penabung adalah penempatan dana di pasar modal atau di jasa keuangan lainnya, yang memungkinkan mengembangkan dana yang dimiliki. Dengan kata lain, peningkatan biaya transaksi dalam penabungan akan menyebabkan nasabah penabung memindahkan dananya ke perusahaan sekuritas dan perusahaan keuangan lainnya. Sementara bagi debitur, kenaikan biaya pinjaman akan mencari tempat pinjaman yang lain seperti mengadakan kerjasama usaha, modal ventura dan jasa keuangan lainnya. Sementara itu untuk industri yang saat ini masih di monopoli oleh pemerintah daerah, yaitu Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Produk subsitusi yang ada adalah perkembangan industri pompa air, semakin murahnya harga pompa air dan rendahnya pengawasan atas penggunaan air tanah, menjadikan produk subsitusi ini sangat signifikan dalam mempengaruhi permintaan jasa air minum. Tambah lagi PDAM, sampai saat ini masih belum mampu memberikan jasanya sesuai nama perusahaannya. Sehingga produk subsitusi lainnya yang saat ini berkembang pesat adalah industri air minum dalam kemasan. Pengaruh kesemua ini mengakibatkan elastisitas permintaan terhadap harga menjadi sangat elastis, akibatnya penyesuaian harga yang lebih mahal akan berakibat pada penurunan pendapatan. Dengan demikian kekuatan produk subsitusi menjadi sangat penting bagi perkembangan perusahaan. Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahawa lalu lintas informasi dan barang yang mudah akan menyebabkan semakin elastisnya permintaan barang terhadap harga. Sehingga kenaikan harga satu persen saja akan menyebabkan penurunan permintaan akan barang lebih dari satu persen dan berakibat pada penurunan pendapatan penjualan.
Kekuatan Pemasok Input untuk produksi berasal dari para pemasok, baik dari kebutuhan bahan
USAHAWAN NO. 06 TH XXIX JUNI 2000
13
baku barang maupun tenaga kerja. Oleh karena itu, kekuatan pemasok dalam menentukan biaya produksi akan sangat tinggi. Tambah lagi, jika elastisitas subsitusi sangat rendah, yaitu lebih kecil dari satu. Artinya, bahwa input tersebut, yang digunakan untuk proses produksi, berperan sangat signifikan dalam memproduksi barang dan jasa. Dengan kata lain, input tersebut berperan sangat dominan bagi industri. Jadi bila input tersebut dikuasai oleh pemasok dalam menentukan harga, maka para pengusaha di industri tersebut menghadapi permasalahan yang cukup mendasar dalam berproduksi. Sebaliknya jika elastisitas subsitusi dari seluruh input yang digunakan untuk berproduksi, lebih dari satu, maka kekuatan pemasok boleh dikatakan sangat lemah. Peranan perusahaan dalam memproduksi barang dan jasa mempunyai kekuatan untuk melakukan negosiasi atas input yang digunakan. Kondisi lain yang bisa menciptakan bahwa pengguna input mempunyai kekuatan apabila perusahaan tersebut mempunyai kekuatan monopsoni, atau pembeli tunggal di pasar faktor produksi. Sebagai contoh, Perusahaan Listrik Negara (PLN) merupakan pembeli tunggal dari pemasok listrik, oleh karena itu, PLN mempunyai kekuatan dalam melakukan negosiasi. Seperti halnya untuk faktor produksi tenaga kerja yang tidak memiliki kepiawaian atau kepandaian, mereka berhadapan pada pembeli tunggal. Sehingga mereka akan menyesuaikan berapapun besarnya kuantitas yang bisa diberikan kepada pembelinya dengan harga yang ada. Namun perlu diingat bahwa perusahaan tidak bisa melakukan eksploitasi atas tenaga kerja tersebut, bukan hanya karena peraturan pemerintah yang ada,
Tabel 2. Elastisitas Pendapatan; Kelompok Barang/Jasa, Contoh Barang; Kekuatan Konsumen Elastisitas n Pendapat
Kelompok Barang/jasa
Contoh Barang
Kekuatan Konsumen
Lebih kecil dari 0
Inferior
Sampah
Lemah
Antara 0 dan 1
Kebutuhan pokok
Air, Nasi
Relatif Kuat
Lebih dari 1
Normal
Mobil, TV, Listrik
Relatif Lemah
namun juga karena adanya permasalahan moral hazard. Hal yang terakhir ini menyebabkan terbentuknya upah minimum yang selayaknya diberikan oleh perusahaan agar tidak timbul masalah moral hazard. Bagi industri yang bergerak di bidang jasa, seperti industri perbankan, kebutuhan akan input tenaga kerja yang piawai menjadi sangat tinggi. Oleh karena itu bisa dilihat dari sumbangan pembayaran gaji dan upah untuk tenaga kerja ahli terhadap total biaya produksi bagi industri perbankan sangatlah besar. Khusus input ini, industri perbankan berhadapan pada kekuatan pemasok yang cukup mempunyai kekuatan penawaran. Khusus industri yang membutuhkan input dari barang-barang yang masih mendapat perlindungan proteksi, seperti input bahan kimia, yang sampai hari ini, belum dievaluasi kembali bea masuk untuk bahan-bahan kimia. Oleh karena itu, pengaruh proteksi ini yang bertujuan untuk melindungi industri yang baru berkembang menjadi beban bagi para pengguna produk ini sebagai input dalam berproduksi.
Kekuatan Permintaan Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa masyarakat Indonesia yang
Tabel 1. Pengaruh Perubahan Harga terhadap Pendapatan Penjualan
14
Permintaan
Kenaikan Harga
Penurunan Harga
Elastis
Turun
Naik
Unit Elastis
Tidak Berubah
Tidak Berubah
Inelastis
Naik
Turun
USAHAWAN NO. 06 TH XXIX JUNI 2000
pada umumnya sangat konsumtif dan masih cenderung bersifat apatis terhadap perlakuan yang diberikan oleh produsen. Hal ini memberikan keuntungan bagi para pengusaha; dengan kata lain kekuatan konsumen relatif lemah. Namun rencana Undang-Undang Perlindungan atas Konsumen akan mempunyai peran penting dalam mempengaruhi para konsumen di Indonesia. Dengan demikian, maka kekuatan lingkungan pengatur yang akan menjadi dominan dalam mengatur hubungan antara perusahaan dengan para konsumen. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam melihat seberapa jauh kekuatan permintaan adalah dengan memperhatikan elastisitas permintaan terhadap perubahan harga dan elastisitas permintaan atas perubahan pendapatan. Tinggi rendahnya elastisitas ini akan mempengaruhi permintaan atas barang produksi, karena elastisitas merupakan gambaran atas tingkat sensitifnya konsumen atas barang terhadap perubahan yang terjadi. Sebagaimana telah dikatakan di atas bahwa elasitas permintaan terhadap perubahan harga akan mempengaruhi pendapatan penjualan. Secara singkat dapat dilihat pada tabel 1. Pengaruh Perubahan Harga terhadap Dari tabel 1, dapat dilihat bahwa untuk jenis barang yang mempunyai elastisitas permintaan terhadap harga adalah inelastis, maka kenaikan harga akan memberikan kenaikan pendapatan penjualan. Kondisi terbalik terjadi bagi barang yang memiliki elastisitas permintaan yang elastis. Elastisitas pendapatan dari permintaan akan membantu para pengusaha untuk mengetahui apakah barang
atau jasa yang diproduksi merupakan barang yang normal (superior), kebutuhan dasar atau tidak diminati (inferior). Secara singkat dapat dijelaskan dalam tabel 2. Interpertasi yang bisa diperoleh dari tabel di atas, sebagai contoh untuk elastisitas pendapatan 0 £ e < 1, yang berarti kenaikan pendapatan 1% akan mengakibatkan adanya kenaikan atas barang tersebut kurang dari 1%. Sehingga permintaan barang sebagai akibat adanya kenaikan pendapatan tidak terlalu dominan. Oleh karena itu, pembeli relatif mempunyai kekuatan tawar yang lebih baik sebagai akibat adanya kenaikan pendapatan. Pembeli dari produk air mempunyai kemampuan yang relatif kuat, artinya bahwa konsumen dapat melakukan tawar-menawar yang relatif kuat. Dengan kata lain, jika pihak PDAM tidak bisa menyesuaikan dengan permintaan, mereka dengan mudah melihat kepada produk subsitusi lainnya, dalam hal ini adalah produk air dalam kemasan. Sehingga jasa air minum tidak lagi dikuasai oleh PDAM, sehingga jasa yang hanya dapat ditawarkan hanya tinggal jasa air untuk keperluan bukan minum, yang umumnya permintaanya tidak meningkat sejalan dengan kenaikan pendapatan. Sebagai contoh, seseorang akan tetap mandi dua kali sehari tanpa memperhatikan tingkat pendapatannya naik. Lebih buruk lagi, jika PDAM tidak dapat memberikan kontinyuitas dan kualitas yang baik bagi pelanggannya, maka konsumen yang berpendapatan baik akan berpindah dengan membuat sumur air yang menggunakan pompa elektronik. Disinilah terlihat bahwa pelanggan mempunyai kekuatan tawar yang berarti bagi produk air.
Persaingan di dalam Industri Pada umumnya di dalam industri terdiri dari sejumlah perusahaan yang memproduksikan barang dan jasa yang relatif sama. Seperti industri sepatu, terdapat banyak perusahaan sepatu di dalam industri tersebut. Begitu juga dengan industri perbankan, jumlah bank di tanah air ini masih relatif cukup banyak, sekalipun telah ada beberapa bank yang di BBO dan BTO, bahkan ada yang telah dilikuidasi. Sementara itu ada
Tabel 3.
STRUKTUR PRILAKU DAN KINERJA Struktur
Prilaku
Kinerja
Jenis Pasar
Jumlah PeruSahaan
Kondisi Memasuki
Jenis Produk
Strategi harga
Strategi Produksi
Strategi Pasar
Keuntung an
SemPurna
Sangat banyak
Mudah
Stan dard
Tidak ada
Bebas
B
Normal
Monopolistik
Cukup banyak
Mudah
Berbeda
A
Normal
Relatif Cukup Baik Wajar
Jenis Pasar
Jumlah Perusahaan
Kondisi Memasuki
Jenis Produk
Strategi Pasar
Keuntungan
Efisien Kemasi Pro- juan duksi
Oligopoli
Sedikit
Sulit
Standard/ Beda
Tidak dikenal Ketergantungan
A,B,C Besar
Relatif Buruk
Bisa
Baik
Monopoli
Satu
Tertutup
Sangat Beda
Independen
A=B C
Luar Biasa
Bisa Buruk
Bisa Buruk
Tidak dikenal Ketergantungan Strategi Harga
Strategi Produksi
Efisien Kemasi Pro juan duksi Baik
Bisa Buruk
Keterangan : A =Promosi merk produk perusahaan, B = Promosi atau pengiklanan produk industri C = Pengiklanan Kelembagaan atau Politik. Sumber : Douglas F. Green, “ Industrial Organization and Public Police”, Mac Millan Publishing Co. 1992. industri yang hanya ada satu perusahaan di dalamnya seperti PDAM di daerahnya, PLN dan tepung Bogasari. Oleh karena itu di dalam industri terdapat berbagai macam struktur pasar, sebagaimana dapat dilihat pada lampiran mengenai struktur, prilaku dan kinerja dari perusahaan yang berada pada struktur pasar tersebut. Sebagai contoh, industri perbankan mempunyai bentuk struktur pasar yang monopolistik, artinya bahwa jumlah perusahaan di dalam industri perbankan relatif banyak dan produk yang diperjualkan mempunyai tingkat harga yang relatif sama. Sebagai catatan harga dari produk perbankan adalah tingkat bunga, karena harga dari uang adalah tingkat bunga. Pada umumnya tingkat bunga yang ditawarkan oleh perusahaan tidaklah terlalu berbeda dengan pesaingnya, namun produk yang ditawarkan mempunyai perbedaan. Dalam hal ini jasa pelayanan atau lainnya menjadi perhatian bagi para nasabah, seperti kemudahan dalam transaksi dengan bank, serta kerendahan hati
pelayanan untuk nasabah menjadi dasar pemikiran pelanggan untuk membeli produk bank tersebut. Selain itu bagi nasabah besar selain jasa tersebut yang diperhatikan, juga mengenai keamanan dan kesehatan perbankan menjadi perhatiannya. Oleh karena itu pengelolaan perbankan menjadi sangat sensitif terhadap persaingan yang ada. Struktur pasar sebagaimana terlihat di dalam tabel lampiran dapat mempengaruhi prilaku dari perusahaan dalam menentukan harga produknya, strateri produks hingga ke pemasaran. Bahkan pengaruh struktur pasar juga mempengaruhi fungsi-fungsi lainnya di dalam perusahaan, seperti organisasi. Di dalam pasar yang monopolistik adanya kecenderungan perusahaan menekan atau meminimumkan biaya tetap yang terjadi dan meningkatkan biaya variabelnya. Salah satu cara meminimumkan biaya tetap adalah dengan membentuk struktur organisasi yang lebih ramping dan sederhana, sehingga mengurangi beban dari tunjangan struktural. Sebaliknya, mereka mening-
USAHAWAN NO. 06 TH XXIX JUNI 2000
15
Stabilitas politik masih sering berubah
katkan tunjang fungsional, yang artinya bahwa biaya variabel dapat ditingkatkan. Alasan yang ada adalah dengan struktur yang ramping dan besarnya variabel untuk fungsional, memudahkan perusahaan untuk menyesuaikan dalam beradaptasi atas persaingan di dalam industrinya. Dengan demikian bisa dilihat bahwa persaingan yang terjadi di dalam industri tersebut menyebabkan para pengusaha melakukan penyesuaian dalam mengelola usahanya. Hal ini berguna untuk meningkatkan kinerja, sebagaimana terlihat dalam tabel lampiran tersebut.
Kesimpulan Perkembangan ekonomi Indonesia yang mengarah kepada recovery merupakan suatu peluang yang harus dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia. Stabilitas sosial dan politik diharapkan secara berangsur-angsur berkurang agar para investor asing datang lebih cepat lagi, guna memulihkan perekonomian Indonesia. Jaminan akan semakin terjaminnya stabilitas dapat dilihat dari keinginan pemerintahan untuk melakukan perimbangan keuangan pusat dan daerah dan secara konsisten mengarah pada desentralisasi kegiatan pemerintah. Lingkungan pengatur yang kondusif ini
16
dapat meningkatkan kegiatan usaha di seluruh lapangan usaha. Akhirnya perlu diingat bahwa pemulihan ekonomi akan bisa berhasil dengan baik, jika kita semua sepakat untuk menghilangkan permasalahan akan tingginya biaya transaksi dan resiko premium. Pengertian tingginya resiko premium saat ini sebagai akibat adanya: 1. Stabilitas politik yang saat ini masih sering berubah, sejalan dengan tidak dipahami dengan baik sistim demokrasi yang digunakan di negeri ini. 2. Tuntutan otonomi daerah yang berlebihan, yang mengarah pada disintegrasi, serta perkembangan atas heterogennya penduduk Indonesia yang sering dimanfaatkan untuk kepentingan sepihak. 3. Penegakan hukum yang masih relatif lemah, baik dari segi penegak, pelaksana dan pembela maupun aturan perundangan yang sering ditafsirkan berbeda-beda, yang intinya membuat kebingungan di masyarakat. Kesemua ini menciptakan informasi yang diberikan tidaklah lengkap atau yang dikenal dengan asymmetrik informasi. Hal ini berakibat pada
USAHAWAN NO. 06 TH XXIX JUNI 2000
tingginya biaya verifikasi pada seluruh pelaku ekonomi, yang pada gilirannya menyebabkan biaya pengawasan dan pemantauan yang tinggi. Dengan kata lain, biaya transaksi yang terjadi saat ini masih relatif tinggi. Sehingga tuntutan akan perbaikan hubungan pusat-daerah dan lembaga-lembaga lainnya perlu dikoordinasikan selaras dengan efisiensi dan efektifitas, yang menjamin akan rendahnya biaya transaksi. Pasar ekonomi bebas mendorong perusahaan untuk melakukan adaptasi terhadap persaingan yang timbul di setiap industri. Kecenderungan akan mengarahnya struktur pasar monopolistik menuntut perusahaan-perusahaan melakukan penyesuaian dan menciptakan produk-produk yang berbeda agar dapat bersaing dan mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki. Oleh karena itu, perkembangan di dalam perusahaan sangat ditentukan oleh perkembangan lingkungan pengatur dan operasi dari industri tersebut. Penyesuaian struktur organisasi yang fleksibel dan effisien merupakan tuntutan dari perkembangan lingkungan usaha yang dimiliki oleh industrinya. U
Daftar Kepustakaan Barro, Robert J. and Sala-i-Martin, 1995, “Economic Growth”, Cambridge: The MIT Press (1999). Besanko, David, David Dranove and Mark Shanley, 1996, “Economic of Strategy”, New York, John Wiley & Sons Inc. Green, Douglas F., 1992, ”Industrial Organization and Public Policy”, London, MacMillan Publishing Co. Grossman, Gene M. and Helpman, Elhanan , 1991, “Innovation and Growth in The Global Economy”, Cambridge: The MIT Press. Ferguson, Paul R., 1988, “Industrial Economics: Issues And Perspectives”, London, The MacMillan Press Ltd. Pearce, John Aand Richard B. Robinson , 1997, “Strategic Management: Formulation, Implementation and Control”, Chicago, Richard D. Irwin, a Times Mirror Higher Education Group Inc. Co. Rivera-Batiz, Luis A. and Romer, Paul M. , 1991,”Economic Integration and Endogeneous Growth”, Quarterly Journal of Economics,106(2), 531-555. Shy, Oz , 1995, “Industrial Organization, Theory and Applications”, Massachusetts, The MIT Press.