TUGAS PPKN LAPORAN HASIL STUDY EXCURSIE DIALOG PERADABAN LINTAS AGAMA DAN BUDAYA: KEBHINEKAAN, ETNISITAS, GAYA HIDUP, DAN SOLIDARITAS SOSIAL TERBUKA LAMONGAN, 13-14 OKTOBER 2012
Oleh:
MICHELLE SURYAPUTRA NIM. 071211432027
SOSIOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK SURABAYA http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/ 1
2012 KATA PENGANTAR Puji Syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas berbagai karunia dan rahmatNya yang berlimpah kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mata pelajaran PPKN dengan membahas hasil Study Excursie selama berada di Lamongan pada tanggal 13 hingga 14 Oktober 2012 dengan tema “Dialog Peradaban Lintas Agama dan Budaya: Kebhinekaan, Etnisitas, Gaya Hidup, dan Solidaritas Sosial Terbuka.” Penulisan laporan Study Excursie ini merupakan salah satu wujud tugas dari hasil kegiatan Study Excursie yang bertujuan untuk merefleksikan dan mengevaluasi pengalamanpengalaman yang saya peroleh selama berada di Lamongan. Dalam penulisan laporan hasil Study Excursie ini saya merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi yang saya bahas mengingat keterbatasan yang saya miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan ini. Sebagai wujud apresiasi, saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya pembuatan dan penyusunan Hasil Laporan Study Excursie ini, khususnya kepada Direktorat Pendidikan dan Direktorat Kemahasiswaan Universitas Airlangga yang telah bersedia mengadakan acara Study Excursie ini sebagai salah satu bentuk MKWU (Mata Kuliah Wajib Universitas), seluruh dosen pendamping, panitia, temanteman mahasiswa peserta Study Excursie, orang tua, kakak perempuan saya yakni Kartika Suryaputra serta teman-teman mahasiswa jurusan Sosiologi yakni Risma Sarasvita Iswandani dan Shinta Trilaksmi Mayangsari yang selalu mendukung dan menyemangati saya dari awal hingga akhir terbentuknya laporan ini. Sama halnya dengan pepatah “Tiada gading yang tak retak”, penulisan laporan ini juga tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, saya mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya.
Surabaya, 17 Oktober 2012
http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/ 2
Michelle Suryaputra
KONSEP POKOK Konsep yang hendak dibahas dalam laporan hasil Study Excursie ini berkaitan dengan Multikulturalisme Beragama yang tercermin dalam kehidupan masyarakat di Desa Balun yang terletak di Kabupaten Lamongan bagian tengah tepatnya Kecamatan Turi serta Pospes Sunan Drajat yang terletak di Paciran, Lamongan, Jawa Timur. Dalam laporan Study Excursie ini juga akan mengkaji lebih dalam profil tempat-tempat yang menjadi obyek kunjungan Study Excursie yakni Desa Balun dan Ponpes (Pondok Pesantren) “Entrepreneur” Sunan Drajat dari segi latar belakang sejarah, kependudukan, dan budaya serta bidang usaha yang dikembangkan di tempat tersebut. Selain itu, dalam pembahasan akan diuraikan mengenai pengalaman yang diperoleh sejak awal persiapan kegiatan mahasiswa peserta Study Excursie mulai dari awal keberangkatan di Kampus C Unair hingga penyambutan di kantor Bupati Lamongan, dan melakukan studi lapangan dengan meninjau langsung lokasi Desa Balun dan Ponpes Sunan Drajat. Di akhir laporan, penulis akan menyampaikan hasil kesimpulan yang diperoleh selama melakukan Study Excursie dan saran yang membangun agar kegiatan study ini di tahun depan lebih baik lagi dari tahun ini. Berdasarkan etimologinya, kata multikulturalisme terdiri dari dua suku kata multi dan “culturalism” dalam Bahasa Inggris yang artinya banyak dan budaya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa multikulturalisme adalah suatu paham terhadap keragaman budaya. Keragaman budaya dalam konteks ini lebih menekankan keragaman budaya dari sisi agama. Hal tersebut tampak dalam pembauran tiga aliran umat beragama yakni Islam, Katolik, dan Hindu yang terjadi di Desa Balun. Dengan menelaah konsep keragaman budaya agama tersebut, menandai bahwa latar belakang sejarah yang dimiliki Desa Balun menjadi pendorong utama terbentuknya toleransi antar umat beragama. Kependudukan yang menjadi komponen utama pembentukan desa, tidak luput dari pandangan penulis untuk menjadi topik pembahasan yang menarik untuk dijabarkan. Istilah kependudukan berasal dari kata penduduk yakni seseorang yang mendiami suatu wilayah dan menetap di wilayah tersebut. Kependudukan di sini lebih banyak membahas mengenai mayoritas agama yang dianut penduduknya dan interaksi sosial yang terjadi di dalamnya. Dari segi budaya, budaya adalah hasil ke-khasan daerah yang berawal dari kebiasaan warga atau penduduk yang diwarisan secara turun temurun. Dalam laporan ini akan memaparkan sejumlah perayaan yang menjadi budaya warga desa Balun dan http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/ 3
interaksi yang terjalin di antara mereka yang multi agama. Sedangkan dalam pembahasan Ponpes (Pondok Pesantren) Sunan Drajat, akan dijelaskan mengenai pengelola dan bidang usaha apa saja yang dimiliki oleh pondok pesantren tersebut. Jika ditelaah dari latar belakang sejarah dan perkembangannya, tentu berdirinya pondok pesantren ini tidak terlepas dari keterkaitan penyebaran agama Islam di Pulau Jawa, sebab seperti yang telah kita ketahui bahwa Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel, yang merupakan salah satu dari kesembilan wali. Jika dilihat dari sudut pandang perekonomian, maka bidang-bidang usaha yang dikembangkan oleh pondok pesantren sebagain besar bersifat entrepreneur. Bidang-bidang usaha tersebut juga menyokong dana pembangunan pesantren dan berperan dalam mengembangkan santri-santri yang menuntut ilmu di pondok pesantren tersebut.
http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/ 4
PEMBAHASAN Profil Desa Balun Sejarah berkembangnya agama Islam, Kristen, dan Hindu di Desa Balun Balun adalah sebuah desa yang terletak di Kabupaten Lamongan bagian tengah, Kecamatan Turi dan berjarak 4 kilometer dari kota Lamongan. Desa Balun sering juga disebut Desa “Pancasila” karena kehidupan warga desa nya yang sarat akan multi agama. Ditinjau dari segi sejarah, awal mula kata Balun berasal dari nama “Mbah Alun” seorang tokoh yang mengabdi dan berperan dalam terbentuknya desa balun sejak tahun 1600 an. Mbah Alun dikenal sebagai Sunan Tawang Alun I atau Mbah Sin Arih yang konon adalah Raja Blambangan bernama Bedande Sakte Bhreau Arih yang bergelar Raja Tawang Alun, lahir di Lumajang tahun 1574. Beliau mengaji di bawah asuhan Sunan Giri IV (Sunan Prapen) kemudian beliau kembali ke tempat asalnya dan menyiarkan agama Islam. Selama pemerintahannya (tahun 1633-1639), Blambangan mendapatkan serangan dari Mataram dan Belanda. Saat itu Sunan Tawang Alun melarikan diri ke arah barat menuju Brondong untuk mencari perlindungan dari anaknya yaitu Ki Lanang Dhangiran (Sunan Brondong), dan bersembunyi di desa Candipari (kini menjadi desa Balun). Disinilah Sunan Tawang Alun I mulai mengajar mengaji dan menyiarkan ajaran Islam hingga wafat tahun 1654 berusia 80 tahun sebagai seorang Waliyullah. Selama mengajar beliau menyembunyikan identitasnya sebagai Raja, dan dikenal sebagai ulama yang tegas, kesatria, cerdas, alim, arif , persuatif, dan toleransi terhadap orang lain, termasuk budaya lokal serta agama lain. Di samping sikapnya yang dikenal baik, beliau juga menguasai beberapa ilmu seperti Lasuni, Fiqh, Tafsir, Syariat, dan Tasawuf. Desa tempat makam Mbah Alun ini kini menjadi Desa Balun, Kecamatan Turi. Dan makamnya, hingga kini tetap diziarahi oleh banyak orang. Berkembangnya agama Kristen dan Hindu di Desa Balun, berawal dari pasca G/30S PKI tepatnya tahun 1967. Pada masa itu ada pembersihan pada orang-orang yang terlibat dengan PKI termasuk para pamong desa yang diduga terlibat. Sehingga terjadi kekosongan kepala desa dan perangkatnya. Untuk menghindari kekosongan kekuasaan tersebut, kemudian segera dipilih seorang prajurit untuk menjabat sementara di desa Balun. Prajurit tersebut bernama Pak Batih yang beragama Kristen. Dari sinilah Kristen mulai mendapat pengikut, http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/ 5
dan Pak Batih menunjuk pendeta untuk membaptis para pemeluk baru. Karena keterbukaan dan toleransi dalam masyarakat Balun serta dakwa Kristen yang tidak mengancam dan menggunakan kekerasan, maka penetrasi Kristen tidak menimbulkan gejolak. Sedamggkan agama Hindu berkembang dari pembawa agama Hindu yang datang dari desa sebelah yaitu Plosowayuh. Tokoh sesepuh Hindu adalah bapak Tahardono Sasmito. Masuknya agama Hindu ke desa Balun tidak membawa gejolak sebab masuknya seseorang pada agama baru cenderung karena ketertarikan pribadi dan bukan paksaan. Sebagai agama pendatang, kedua agama ini baik Kristen maupun Hindu berkembang secara perlahan. Mulai dari ibadah bersama di rumah tokoh agama kemudian bertambahnya pemeluk baru dan semangat yang tinggi membangun tempat ibadah hingga berdirilah Gereja dan Pura di desa Balun. Kependudukan Desa Balun merupakan salah satu desa tertua di kabupaten Lamongan, yang dikenal sebgaai desa multi agama (Islam, Kristen, dan Hindu) dan belum pernah terjadi konflik yang berkaitan dengan keragaman agama tersebut. Meskipun mayoritas warga desa adalah agama Islam dengan persentase sebesar 75% yakni 3.498 orang dari 4.644 jumlah keseluruhan penduduk, dan agama yang paling sedikit adalah Hindu dengan persentase sebesar 7% yakni 289 orang serta agama Kristen dengan persentase sebesar 18% yakni 857 orang. Walaupun demikian kehidupan warga desa Balun tetap aman dan damai. Karena masing-masing individu saling menjaga dan toleransi antar pemeluk agama sangat tinggi sehingga tidak ditemukan adanya pengelompokan baik itu tampat tinggal maupun pergaulan warga di desa tersebut sehingga semuanya membaur dan menyebar secara merata. Budaya Interaksi sosisal yang terjalin di antara warganya begitu akrab, hal tersebut tercermin dari budaya mereka yang selalu merayakan acara secara bersama-sama. Misalnya, ketika salah satu tetangga yang kebetulan beragama muslim sedang hajatan, maka tetangga lainnya yang beragam Kristen dan Hindu ikut serta menghadiri acara tersebut, dan memakai atribut seperti kopyah untuk laki-laki sedangkan perempuan mengenakan kerudung. Hal tersebut mereka lakukan sebagai wujud untuk menghargai dan menghormati sebagai wujud toleransi terhadap pemeluk agama lain yang sedang mengadakan hajatan. Budaya lain yang masih tetap dilestarikan oleh warga desa Balun antara lain selamatan, baik itu selamatan dalam rangka menyambut bulan Romadhon, selamatan sebelum hari raya Idul Fitri, dan selamatan http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/ 6
orang meninggal. Bagi mereka, memenuhi undangan adalah sesuatu yang penting karena mendapat kontrol sosial yang ketat, apabila mereka berhalangan hadir maka mereka harus pamitan sebelum dan sesudahnya. Dalam pesta hajatan terdiri dari dua hari, hari pertama adalah acara “ngaturi” di mana dalam acara ini dihadiri oleh seluruh warga RT yang bersangkutan dan keluarga yang ada. Dalam acara ini juga dihadiri oleh perangkat desa sebagai wakil dari pihak desa dan tokoh agama yang sesuai dengan agama pembaca doa. Untuk hari kedua adalah maksud dari hajatan itu sendiri, bisa nikah, sunatan atau yang lainnya. Kebiasaan lain dari masyarakat Balun adalah penyambutan bulan Agustus yang dimeriahkan dengan banyak acara. Untuk bulan Agustus tahun 2012, acara yang diadakan dalam lingkup desa mencakup semua masyarakata dalah pentas seni dan donor darah masal yang dipelopori oleh kalangan pemuda (karang taruna). Profil Pondok Pesantren (Ponpes) “Entrepreneur” Sunan Drajat di Paciran Lamongan Nama Pondok Pesantren
: Pondok Pesantren Sunan Drajat
Alamat
: Jl. Raden Qosim No. 86, Banjaranyar Paciran Lamongan Jawa Timur 62264
Telp
: (0322)661303 (putra), 663622 (putri)
Fax
: (0322) 662222. 662261
Pendiri
: Prof. Dr. KH. Abdul Ghofur
Tahun Berdiri
: 1977
Pengelola Unit Usaha (2012): Anwar Mubarak S.H., Ahmad Iwan Zunaih, Lc.MM., Biyati Ahwarumi, SE. Bidang Usaha
: PT. SDL (Sunan Drajat Lamongan), Pertambangan dan Persewaan Alat-Alat Berat, Air Minum dalam Kemasan (AIRDRAT), BMT(Baitul Mal watTamwil) Sunan Drajat, Toserba Sunan Drajat, Fotocopy Sunan Drajat, Toko Buku Sunan Drajat, Laundry Sunan Drajat, Warnet Putra dan Putri Sunan Drajat, Persewaan Gedung dan Ruang Pertemuan,
http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/ 7
Kantin Putra dan Putri, Kost makan Sunan Drajat, Rental Mobil, Peternakan Kambing, Peternakan Sapi, Konveksi Sunan Drajat, Jus Mengkudu “SUNAN”, Garam Samudra, Kemiri Sunan, Persada TV, dan Radio Persada. Sejarah Berdiri dan Perkembangan Raden Qosim yang dikenal sebagai Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel yang diutus ayahandanya untuk membantu Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu dari Paciran pesisir pantai utara Lamongan dalam penyebaran agama Islam. Dalam perkembangannya, Raden Qosim mendirikan Pondok Pesantren di Tanah Drajat yang kemudian dikembangkan di desa Drajat. Sepeninggal Sunan Drajat, pondok pesantren yang beliau tinggalkan mengalami pasang surut hingga akhirnya tinggalah puing-puing bekas mushola dan sumur yang dibangun tahun 1426. Pada tanggal 7 September 1977, salah seorang keturunan Sunan Drajat merasa terpanggil jiwanya, karena melihat perilaku masyarakat sekitar yang sesat. Dengan berbekal ilmu kanuragaan yang dimiliki KH Abdul Ghofur mengumpulkan para pemuda sambil mengajarkan ilmu agama, ilmu kanuragan serta ilmu pengobatan. Jumlah santri yang semula hanya beberapa orang, sekarang menjadi ribuan. Hingga tahun 1990 an telah berhasil memiliki lembaga pendidikan formal MI, MTs dan MA. Saat ini Pondok Pesantren Sunan Drajat telah memiliki lembaga pendidikan SMP Negeri 2 Paciran, Madrasah Tsanawiyah (MTs) Sunan Drajat, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Sunan Drajat, Madrasah Mualimin Mualimat (MMA) Sunan Drajat, Sekolah Tinggi Agama Islam Raden Qosim (STAIRA), Madrosatul Qur’an, dan Madrasah Diniyah. Tidak hanya dari segi pendidikan, Pondok Pesantren Sunan Drajat juga mengembangkan perekonomiannya dengan mendirikan berbagai usaha seperti memproduksi pupuk fosfat yang dikelola oleh PT. SDL, pembibitan tanaman kemiri sunan yang dimanfaatkan menjadi bahan bakar biodiesel, dan usaha produk air minum dalam kemasan bernama Airdrat. Selain itu, bersama para siswa SMK Sunan Drajat, ponpes juga meproduksi garam. Usaha itu dijalankan bekerja sama dengan sebuah universitas dan pemerintah daerah. Salah satu usaha perekonomian Ponpes Sunan Drajat yang juga tidak kalah menarik adalah meproduksi jamu atau ekstrak buah mengkudu. Usaha itu berangkat dari sebuah penelitian yang mebuktikan sari buah mengkudu memiliki kandungan vitamin C yang besar dan bisa menurunkan kandungan zat berbahaya dalam paha ayam impor. Hasil penelitian itu mendapat apresiasi positif dari negara. Pada 2006 silam pengasuh ponpes Sunan Drajat dianugerahi penghargaan Kalpataru oleh Presiden http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/ 8
di Istana Negara. Dalam produksinya, satu kuintal mengkudu bisa menghasilkan 40 liter sari mengkudu. Semua proses produksi dilakukan oleh para santri. Pemasaran jamu herbal yang diberi label Sari mengkudu Sunan itu dilakukan di sejumlah daerah melalui jaringan pengasuh pesantren mulai dari Surabaya hingga Jakarta.
Pengalaman Empiris yang diperoleh selama Study Excursie ke Lamongan Sabtu, 13 Oktober 2012, saya berkumpul di Kampus C Unair bersama dengan temanteman mahasiswa dari sejumlah fakultas lain selain Fakultas Ilmu Sosial dan Politik yakni Fakultas Kedokteran, Fakultas Farmasi, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Sains dan Teknologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Psikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas Ilmu Keperawatan, dan Fakultas Perikanan dan Kelautan. Pagi itu, sekitar pukul 07.00, saya dan beberapa teman dari FISIP melakukan registrasi ulang dan memperoleh buku panduan Study Excursie serta snack untuk bekal perjalanan di bus. Cuaca hari itu sangat cerah, dan terik matahari panas menyengat, saya dan sejumlah teman mahasiswa yang telah terdaftar sebagai peserta dikumpulkan di lapangan Rektorat Kampus C Unair mendengarkan sambutan dan pengarahan yang dipandu oleh Bapak Mohammad Adib, M.A. Beliau adalah salah seorang dosen antropologi yang menjadi ketua panitia acara Study Excursie. Setelah mendengarkan sambutan pengarahan beliau, sekitar pukul 09.00, saya dan teman-teman mahasiswa lainnya segera menuju ke bis dan berangkat ke Lamongan. Saya berangkat dari Surabaya dengan menumpangi bis nomeor delapan. Dalam perjalanan menuju kantor bupati Lamongan yang seharusnya menjadi lokasi pertama yang dituju, terjadi “miss communication” atau kesalahpahaman antara sopir bis yang saya tumpangi dengan bis lainnya. Bis yang saya tumpangi mengikuti rute menuju makam Sunan Drajat hingga membuat saya dan teman-teman FISIP terlambat menuju kantor Bupati. Selama satu setengah jam, kami menempuh perjalanan dari makam Sunan Drajat menuju kantor bupati. Sesampainya di kantor Bupati, saya dan teman-teman segera duduk di barisan belakang dan hanya mengikuti sambutan terakhir yang disampaikan oleh Bapak Guntur Bisowarno, D.Si.,Apt. Sesudah sambutan terakhir, kegiatan dilanjutkan dengan pembagian kelompok dan makan siang bersama. Ketika berkumpul bersama dengan temanteman satu kelompok, saya merasakan kebersamaan, dan pengalaman baru, karena bertemu dengan sejumlah mahasiswa dari fakultas dan prodi lain. Setelah selesai makan siang, saya http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/ 9
dan teman-teman FISIP lainnya segera kembali ke bis dan melanjutkan perjalanan berikutnya yakni ke desa Balun. Perjalanan ditempuh sekitar sejam, tidak lama kemudian bis tiba di desa Balun, kami disambut dengan hangat oleh Bapak Kepala Desa, Karang Turi yakni Drs. Subarjo. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan sejumlah tokoh agama. Untuk sambutan pertama disampaikan oleh Bapak Suwito dan Bapak Sumitro selaku tokoh agama Islam. Dalam sambutannya beliau mengatakan bahwa, desa Balun dikenal sebagai desa multi agama yang terdiri dari tiga agama yang mewarnai kehidupan masyarakatnya, yaitu Kristen, Islam, dan Hindu. Beliau menjelaskan bahawa meskipun hidup dalam keragaman agama, desa Balun tetap dapat mempertahankan eksistensinya dan jarang terjadi konflik di antara warganya, hal tersebut disebabkan adanya toleransi dan kesadaran antar umat beragama. Faktor pendukung lainnya adalah adanya kemauan untuk berbaur dengan warga lain meskipun berbeda agama. Dilanjutkan dengan sambutan dari tokoh agama Hindu yakni Drs. Adi Wijono, beliau mengatakan bahwa toleransi yang terbentuk di desa Balun bukanlah toleransi yang dibuatbuat melainkan toelransi yang mengalir seperti air, selain itu beliau juga mengakui tidak ada resep khusus untuk menjaga kerukunan antar umat beragama warga desa Balun. Beliau memaparkan sejumlah fenomena yang terjadi di amsyarakat desa Balun yakni dalam menjalankan ibadah antar warga yang berbeda agama besedia saling berbagi. Misalnya, ketika hari raya Nyepi jatuh di hari jumat. Secara kebetulan bertepatan dengan warga muslim sholat di masjid. Sebagai wujud toleransinya pengurus masjid bersedia mematikan lampu yang berada di sebelah pura. Beliau berharap agar Indonesia dapat hidup berdampingan tanpa ada perseteruan seperti yang tercipta di desa Balun. Sambutan terakhir disampaikan oleh Bapak Sutrisno selaku tokoh agama Kristen mengaku bahwa ketika warga desa mengadakan acara Kenduri, yakni acara peringatan orang meninggal, warga yang memiliki acara tersebut bersedia mengundang semua orang tanpa memandang agama. Kegiatan-kegiatan yang berlangsung di gereja, salah satunya “KAUM” (Kerukunan Antar Umat Manusia) melakukan kunjungan ke pondok-pondok pesantren serta mengadakan perkumpulan dengan jemaat gereja-gereja di Lamongan. Kutipan yang paling berkesan yang saya ambil dari sambutan para tokoh agama adalah ketika salah satu dari mereka mengatakan bahwa “Hidup dalam perbedaan itu indah.”Setelah mendengarkan sambutan, saya dan teman-teman mahasiswa lainnya diperbolehkan untuk berkeliling di sekitar desa. Saya melihat jarak antara masjid dengan gereja yang tidak terlalu jauh, dan letak pura yang berada di belakang masjid. Letak http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/ 10
tempat ibadah yang berdekatan menunjukkan betapa akrab rasa persarudaraan yang terjalin di antara warga desa Balun. Setelah selesai berkeliling, perjalanan dilanjutkan menuju ke Pondok Pesantren Sunan Drajat. Perjalanan menuju ke pondok pesantren ditempuh sekitar dua jam. Setibanya di Pondok Pesantren, saya dan teman-teman didambut dengan ramah oleh sejumlah santri. Acara dilanjutkan dengan makan malam bersama dan melakukan studi lapangan yakni wawancara dengan salah satu santri yang berada di sana. Salah satu santri yang saya wawancarai bernama Ahmad Sunnnaji. Menurut pengakuannya, mulanya kehidupan di pesantren membosankan karena terbatasnya informasi dan aturan dari pesantren yang tidak memperbolehkan mereka keluar dari pesantren, selain itu juga kurangnya hiburan. Namun setelah lama tinggal di pesantren, dia merasakan perubahan yang sangat besar, lenih halus dan sopan santun dalam bertutur kata dan bertingkah laku. Dia juga menjelaskan bahwa kehidupan di pesantren juga penuh dengan dinamiak, karena orang-orang yang diterima di pesantren terdiri dari berbagai golongan dan lapisan masyarakat, muali dari yang backgroundnya anak pejabat, orang miskin, orang yang dulunya kriminal, dan orang yang sakit. Prinsip dari pondok pesantren adalah selalu menerima santri dan tidak pernah menolak kehadiran santri-santri baru. Sama halnya dengan institusi pendidikan, pesantren juga memiliki sejumlah aturan dengan sanksi terberatnya digunduli rambutnya. Kegiatan di pesantren tidak hanya terbatas dengan pengajian, dan sholat melainkan mereka juga sekolah dan belajar bersama serta memgembangkan kegiatan usaha atau entrepreneurship. Setelah selesai wawancara, kami istirahat malam, dan esok harinya dilanjutkan dengan perjalanan ke makam Sunan Drajat yang ditempuh dengan jalan kaki. Sekitar 15 menit perjalanan dari pondok pesantren menuju ke makam. Sesampainya di makam, saya memperoleh kesempatan melihat makam Sunan Drajat. Kebetulan pada waktu itu, sejumlah orang sedang sembayang bersama. Suasana saat berada di pemakaman sangat khusyuk dan penuh dengan peziarah. Setelah berkeliling dan melihat-lihat pemakaman, saya berkunjung ke pasar di sekitar pemakaman. Setelah berkunjung dari pemakaman Sunan Drajat, saya dan teman-teman segera kembali ke pondok pesantren dan berkumpul di aula. Di sana serangkaian acara digelar, mulai dari nyanyian para santri, dan seminar dari sejumlah pengurus pesantren. Dalam seminar banyak informasi yang saya dapatkan berkaitan dengan pesantren, mulai dari struktur organisasi, sistem pendidikan, dana pembanguan pesantren,
http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/ 11
bidang usaha yang dijalani Pondok Pesantren Sunan Drajat. Setelah acara selesai, sekitar pukul 13.00 siang, saya dan teman-teman berangkat pulang ke Surabaya.
KESIMPULAN DAN SARAN Setelah mengikuti Study Ekskursie ini, saya menyadari akan pentingnya toleransi antar umat beragama. Kuncinya adalah dengan kemauan untuk berbaur dan memahami perbedaan, serta bebragi dengn sesama kita walaupun berbada agama. Perbedaan seharusnya tidak dijadikan hambatan atau sebuah akar yang akan memunculkan konflik. Melainkan alangkah lebih baiknya perbedaan yang ada dijadikan semangat dan motivasi untuk saling menjaga kerukunan. Dan kesediaan untuk saling mambantu sehingga tercipta keakraban antara satu dengan yang lain. Dengan perbedaan yang ada, justru kita makin berkembang karena kemauan untuk bekerja sama menjadi lebih baik. Selain itu saya menyadari bahwa pondok pesantren tidak hanya sebagai wadah untuk belajar agama melainkan juga mengembangkan kemampuan di bidang bisnis. Saya berharap kegiatan Study Excursy ini di tahun depan bisa lebih baik lagi, dalam sosialisasi mengenai kegiatannya sendiri maupun persiapannya. Selain itu, rangkaian kegiatan yang dijadwalkan dapat dijalankan tepat pada waktunya dan jelas.
http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/ 12
DAFTAR PUSTAKA Buku Panduan Dialog Peradaban Lintas Agama dan Budaya: kebhinekaan, etnisitas, gaya hidup dan solidaritas sosial terbuka.
http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/makalah-study-excursie-2012/ 13