TUGAS AKHIR PUSAT PERCONTOHAN PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN BATIK DI SURAKARTA SEBAGAI SARANA PELESTARIAN BUDAYA ( KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN)
Diajukan sebagai pelengkap dan syarat guna Mengambil Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Muhammadiyah Surakarta
Disusun oleh: DWI ANDI SUSANTO D 300 040 034
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009
i
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Judul Pusat Percontohan Produksi Dan Pengembangan Batik Di Surakarta Sebagai Sarana Pelestarian Budaya. 1.1 Pengertian judul Pusat
: Sentral ( menjadi satu kesatuan )
Percontohan
: Suatu wadah atau hal yang menjadi acuan.
Produksi
: Kegiatan membuat suatu produk dengan tujuan dan maksud tertentu.
Pengembangan : Proses perubahan untuk meningkatkan kondisi yang ada menjadi lebih baik sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan Batik
: Kain motif yang memiliki corak khas indonesia yang merupakan warisan dari nenek moyang yang telah menjadi identitas bangsa indonesia.
Pelestarian
:Kegiatan yang bertujuan untuk memelihara atau mempertahankan sehingga terjaga dari kepunahan.
Budaya
: Kesenian yang berupa bendawi maupun non bendawi yang diturunkan oleh nenek moyang dari generasi kegenerasi hingga sekarang.
1.1.1
Pengertian secara keseluruhan : Sebuah
bangunan
yang
berfungsi
untuk
memproduksi
memamerkan dan mengadakan kegiatan atau pelayanan yang berhubungan dengan batik sekaligus bertujuan untuk memelihara dan mengkoleksi batik, sehingga terjaga dari kemusnahan serta meningkatkan batik sebagai pusaka budaya menjadi lebih baik sesuai tuntutan kebutuhan sekaligus memberikan kontribusi bagi surakarta. ( Dalam bidang pariwisata, budaya, dan perdagangan ). (Sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia)
1
2
1.2. Latar Belakang : 1.2.1. Pelestarian Pusaka Indonesia. Pusaka indonesia terbagi menjadi pusaka alam ( bentuk alam yang istimewa ), Pusaka budaya ( Hak cipta karya dan karsa yang lebih dari 500 suku bangsa di tanah air ), Dan pusaka saujana ( Gabungan pusaka budaya dan pusaka alam yang menjadi satu kesatuan ). Untuk pusaka budaya sendiri mencakup pusaka tangible ( bendawi ) sepertyi kerajinan, obat tradisional, dokumentasi pusaka secara digital bangunan, dan pusaka intangible ( non bendawi ) seperti adat istiadat, musik dan lagu religi bahkan perilaku atau kebiasaan. Pelestarian budaya bukan hanya yang berhubungan dengan masa lalu, namun justru membangun masa depan yang menyinambungkan berbagai potensi masa lalu dengan berbagai perkembangan zaman yang terseleksi. Kesinambungan yang menerima perubahan merupakan konsep utama pelestarian, Tujuanya adalah untuk memelihara sumber budaya dan identitas suatu lingkungan pusaka dan membangun aspek tertentu untuk memenuhi kebutuhan masa depan tanpa merusak serta menghasilkan kualitas hidup yang lebih baik. Kata batik berasal dari sebuah kata dalam bahasa Jawa yaitu ambatik yang artinya kurang lebih yaitu menuliskan atau menorehkan titik-titik. Dalam proses pembuatan kain batik, seorang pengrajin batik menorehkan
motif-motif
indah
ke
selembar
kain
mori
dengan
menggunakan canthing yang berisi lilin panas. Proses membatik ini dilakukan secara hati-hati dan sering kali seorang pengrajin batik harus menorehkan serangkaian titik-titik demi memperoleh sebuah motif batik yang rumit. ( Sumber Ensiklopedia, PT Cipta Adi Pustaka, Jakarta, 1989. )
1.2.2. Fenomena Batik Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya indonesia ( khususnya jawa ) sejak lama. Perempuan-perempuan jawa dimasa lampau menjadikan ketrampilan
3
mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian. Sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan ekslusif perempuan sampai ditemukanya ” Batik Cap” yang memungkinkan masuknya laki-laki pada bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak ”Mega Mendung ”, dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki. Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh orang Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak
memiliki
perlambangan
masing-masing.(http://www.pii-
mesir.org/NUSANTARA/Batik-Seni-Eksotik-Bangsa-BertarafInternasional.html&usg=)
1.2.3. Perkembangan Batik Semakin Beragam. Indonesia telah lama dikenal memiliki hasil budaya yang sangat indah dan diakui dunia. Salah satu unsur budaya Indonesia yang diakui keindahannya adalah kain adat. Hampir semua wilayah di Indonesia memiliki kain adat yang masing-masing memancarkan keunikan tersendiri. Kain adat asli indonesia umumnya berupa kain tenun dan batik. Sejak beberapa dekade lalu, batik telah menjadi trade mark kebudayaan Indonesia. Batik secara historis dikenal bangsa Indonesia sejak abad XVII
4
dan didokumentasikan di daun lontar. Saat itu, motif-motif yang umum ditemukan berupa bentuk hewan dan tumbuhan. Lambat laun, motif-motif baru serta variasi motif terdahulu menambah kekayaan batik Nusantara. Walaupun kain lukis asli Indonesia ini bermacam-macam asal dan motifnya, ada benarnya jika hingga sekarang batik Jawa-lah yang paling dikenal dunia. Dan berbicara mengenai batik Jawa, tentu tidak bisa melepaskan diri dari Jawa Tengah. Bersanding dengan wayang kulit dan wayang orang, batik Jawa telah menjadi ikon budaya Jawa Tengah. Jawa Tengah telah lama menjadi barometer perkembangan batik Indonesia.
Hampir
tiap
wilayah
sub-budaya
di
provinsi
ini
mengembangkan berbagai motif tersendiri yang akhirnya dianggap sebagai batik khas daerah itu. Corak dan variasi batik Jawa sendiri berjumlah ratusan. Tiap variasi tersebut memiliki makna dan filosofi tersendiri. Jawa Tengah paling tidak memiliki 3 daerah yang menjadi sentra batik tingkat regional maupun nasional, yaitu Pekalongan Jogjakarta dan Surakarta (Solo). Tidak hanya memproduksi batik dalam jumlah besar, seniman di tiga daerah ini aktif memajukan batik dengan cara menciptakan motif-motif baru. Ketiga daerah ini juga memelopori produksi batik dengan harga terjangkau tanpa mengorbankan keindahannya. Perkembangan batik terus beragam di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan para desainer Indonesia sudah banyak yang memiliki identitas khusus dalam mengadaptasi fashion dengan materi-materi yang ada di Indonesia. Sebut saja sudah banyak desainer yang bisa membudidayakan batik, tenun, dan juga sutera, yang kemudian dimodifikasi ke dalam busana. Di tahun ini, motif batik akan terdapat di setiap jenis busana. Tidak ada yang menonjol, kesemuanya mengalami tren yang berbeda dan unik. Namun prediksi para perancang busana Indonesia, di tahun ini motif “batik” akan lebih banyak mendapat sorotan. Untuk pakaian remaja unsur balon masih tetap eksis, sedangkan untuk dewasa khususnya wanita karir, berbasis pada busana batik klasik yang memadupadankan klasik feminim dengan maskulin. Secara tidak
5
langsung hal ini dapat mengangkat kembali kebudayaan batik yang merupakan salah satu pakaian tradisional khas Indonesia. Banyak yang beranggapan bahwa batik hanyalah pakaian resmi yang biasa dipakai oleh para orang tua. Namun hal tersebut jelas-jelas ditampik oleh sejumlah kalangan muda yang memang sangat mencintai batik. Mereka menilai perbedaan antara batik untuk kawula tua dan kawula muda hanya terletak di permainan warna batik itu sendiri. Bagi sebagian orang tua lebih suka memakai busana batik dengan corak dan warna yang lebih sederhana dan salem, sedangkan unruk para kawula muda batik identik dengan corak yang ramai dengan warna yang mencolok dan cerah. Model batik itu sendiri di tahun 2008 ini sangat beragam, dari model tanktop, rok mini, rok lilit, busana kasual hingga resmi yang kesemuanya disesuaikan dengan permintaan pasar yang hingga saat ini sangat tinggi. Hingga saat ini, banyak anak muda yang menggunakan batik sebagai busana sehari-hari. Hal ini tentu menjadi pertanda baik disaat semakin banyak budaya kita yang terlupakan hingga diakui oleh bangsa lain. Mengingat batik merupakan budaya asli bangsa kita dimana setiap daerah memiliki corak batik yang khas. (http://images.google.co.id/images? mozilla=galeri+batik+surakarta&btnG=Telusuri+gambar) 1.2.4. Isu Batik. Para perancang mode internasional seperti Jepang mengakui bahwa batik bisa memberikan sebuah inspirasi tersendiri dalam menghasilkan sebuah trend pakaian bertaraf internasional. Banyak sekali trend baju kontemporer yang mulai berkiblat dan memanfaatkan seni batik. Hingga saat ini minat masyarakat mancanegara terhadap batik sangatlah besar. Itu bisa dilihat dari banyaknya permintaan dari mereka untuk mengimpor batik Indonesia ke negara mereka. Harga batikpun sangat bervariasi tergantung dari kualitas kain, obat yang digunakan dan proses pembuatannya. Bahkan harganya bisa mencapai puluhan juta rupiah
6
terutama
jika
peminat
atau
pembelinya
adalah
para
pelancong
mancanegara. Namun sepertinya Batik yang merupakan produk peradaban dan kebudayaan Nusantara kita sedang hampir mengalami 'kecolongan'. Seni Batik kurang terperhatikan untuk diberdayakan sebagai sumber devisa yang sangat potensial. Jika kondisi ini kita relakan berjalan dengan apa adanya, maka bisa diprediksikan negara kita akan mengalami kerugian yang sangat memprihatinkan. Kerugian tersebut tidak hanya dari segi materi yang mana bisa kita daya gunakan untuk mendongkrak devisa negara melalui sektor pariwisata maupun ekspor-impor. melainkan juga kerugian dari segi keotentikannya sebagai produk peradaban bangsa Indonesia akan terancam semakin samar di mata dunia internasioanal dan lama kelamaan akan luntur ditelan zaman. Semakin berkembangnya motif batik yang dikembangkan oleh para seniman batik jumkah seniman batik semakin bertambah akan tetapi dengan semakin meningkatnya para seniman batik tidak dibarengi dengan pewadahan bagi para seniman batik untuk mengepresikan karya-karya para seniman batik, sehingga karya-karya tersebut kurang mendapat perhatian dari masyarakat luas yang berdampak pada redupnya perkembangan batik pada masyarakat luas. Bagi sebagiann masyarakat banyak diantara mereka masih merasa awam dengan pengetahuan tentang batik padahal batik merupakan warisan budaya dari nenek moyang yang diturunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi dan batik merupakan identitas bangsa indonesia, fenomena ini terjadi karena minimnya fasilitas tentang batik yang memuat tentang batik secara keseluruhan. (http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?ID=2056 isu batik)
7
1.2.5. Perkembangan Batik Di Surakarta Ada dua jenis batik yang ada di Kota Surakarta, yaitu batik cap dan batik tulis. Kedua jenis batik ini memiliki perbedaan pada proses pembuatannya. Untuk batik cap dilakukan dengan cara di cap atau di cetak, sehingga desain dasar batiknya telah ditentukan terlebih dahulu dan di buat pola-polanya dalam sebuah papan cap/pencetak. Sedangkan batik tulis dilakukan secara manual yaitu digambar dengan tangan oleh para pengrajin-pengrajin. Hasilnya tentu berbeda, batik cap lebih terpola, teratur namun terkesan kaku sedangkan batik tulis lebih terkesan dinamis karena kesan desainnya yang lebih luwes sesuai dengan kreasi yang menggambarnya. Industri batik ini cukup berkembang di Kota Surakarta sebagai salah satu warisan nenek moyang dan menjadi salah satu produk khas kebudayaan Surakarta. Perkembangan industri batik ini sangat pesat bahkan salah satu pasar di Kota Surakarta yaitu pasar Klewer sangat terkenal sebagai salah satu pasar konveksi yang menjual batik. Namun batik yang ada di pasar tersebut tidak sepenuhnya berasal dari Kota Surakarta, ada juga yang berasal dari Pekalongan, Yogyakarta dan lainlain.
Batik
Solo
dan
Yogyakarta
Dari kerajaan-kerajaan di Solo dan Yogyakarta sekitamya abad 17,18 dan 19, batik kemudian berkembang luas, khususnya di wilayah Pulau Jawa. Awalnya batik hanya sekadar hobi dari para keluarga raja di dalam berhias lewat pakaian. Namun perkembangan selanjutnya, oleh masyarakat batik dikembangkan menjadi komoditi perdagamgan. Batik Solo terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya batik dalam proses cap maupun dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan-bahan dalam negeri seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak dari dahulu. Polanya tetap antara lain terkenal dengan “Sidomukti” dan “Sidoluhur”. Sedangkan Asal-usul pembatikan didaerah Yogyakarta dikenal semenjak kerajaan Mataram ke-I dengan rajanya Panembahan Senopati. Daerah pembatikan pertama ialah didesa Plered. Pembatikan pada masa itu terbatas dalam lingkungan keluarga kraton yang dikerjakan oleh wanita-
8
wanita pembantu ratu. Dari sini pembatikan meluas pada trap pertama pada keluarga kraton lainnya yaitu istri dari abdi dalem dan tentara-tentara. Pada upacara resmi kerajaan keluarga kraton baik pria maupun wanita memakai pakaian dengan kombinasi batik dan lurik. (http://images.google.co.id/3&q=perkembangan+batik+di+surakarta&b)
Gambar 1.1 : Pola Batik Solo Sumber www.google.com 2008
Gambar 1. 2 : Pola Batik Jogjakarta Sumber www.google.com 2008
9
Gambar 1.3 : Kain Batik Cap Sumber Dokumentasi Pribadi 20098
Gambar 1.4 : Kain Batik Tulis Sumber www.google.com 2008
Gambar 1. 5 : Proses Pembuatan Batik Cap Sumber Dokumentasi Pribadi 2008
Gambar 1. 6 : Proses Pembuatan Batik Tulis Sumber Dokumentasi Pribadi 2008
Gambar 1.7 : Canting (Alat untuk membuat pola gambar batik) Sumber Dokumentasi Pribadi 2008
Gambar 1.8 : Malam (Bahan untuk membuat pola gambar batik) Sumber Dokumentasi Pribadi 2008
10
1.2.6. Kampung Batik Laweyan Laweyan merupakan kampung tradisional yang keberadaannya sudah ada sejak sebelum tahun 1500 M. Sebagai daerah sentra industri batik dan permukiman tradisional, kawasannya banyak bercirikan jalan /gang sempit, rumah berbeteng tinggi dan berhimpitan. Laweyan banyak dipersepsikan orang sebagai lingkungan yang tertutup, angkuh dan kurang mempunyai nilai sosial. Kondisi ini tidak sepenuhnya benar. Sebagai permukiman yang didominasi arsitektur tradisional Jawa, Indisch dan Islam dengan public space yang terbatas, Laweyan tumbuh sebagai kawasan yang ”ramah” bagi komunitasnya. Kondisi ini terwujud diantaranya
karena
adanya
pemanfaatan
sebagian
ruang
privat
penghuninya sebagai ruang semi publik dan pemanfaatan masjid-masjid serta ruang terbuka lainnya sebagai pusat kegiatan sosial budaya. Dalam perkembangannya sebagai suatu kawasan heritage, keberadaan ruang publik tersebut sangat berpengaruh terhadap terwujudnya kenyamanan dan keselarasan lingkungannya..
a. Kondisi Geografis Kampung Laweyan mempunyai luas wilayah 24,83 Ha. Terdiri dari 20,56 Ha. Tanah pekarangan dan bangunan, sedang yang berupa sungai, jalan, tanah terbuka, kuburan seluas 4,27 Ha. Jenis persil rumah di Laweyan secara garis besar terdiri dari : persil rumah juragan batik besar (1000m2-3000m2), persil rumah juragan batik sedang (300m2-1000m2), persil milik buruh batik ( 25m2-100m2) (Widayati, 2002).
b. Sejarah Kampung Batik Laweyan Kalurahan / Kampung Laweyan merupakan kawasan sentra industri batik yang unik, spesifik dan bersejarah. Berdasarkan sejarah yang ditulis oleh RT. Mlayadipuro , desa Laweyan (kini wilayah Kalurahan / Kampung Laweyan) sudah ada sebelum munculnya kerajaan Pajang. Sejarah kawasan Laweyan barulah berarti setelah Kyai Ageng Anis
11
bermukim di desa Laweyan pada tahun 1546 M, tepatnya di sebelah utara pasar Laweyan (sekarang Kampung Lor Pasar Mati) dan membelakangi jalan yang menghubungkan antara Mentaok dengan desa Sala (sekarang jalan Dr. Rajiman). Kyai Ageng Anis adalah putra dari Kyai Ageng Selo yang merupakan keturunan raja Brawijaya V. Kyai Ageng Anis atau Kyai Ageng Laweyan adalah juga manggala pinituwaning nagara kerajaan Pajang semasa Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang pada tahun 1546 M. Setelah Kyai Ageng Anis meninggal dan dimakamkan di pesarean Laweyan (tempat tetirah Sunan Kalijaga sewaktu berkunjung di desa Laweyan), rumah tempat tinggal Kyai Ageng Anis ditempati oleh cucunya yang bernama Bagus Danang atau Mas Ngabehi Sutowijaya.Sewaktu Pajang dibawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) pada tahun 1568 Sutowijaya lebih dikenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar (pasar Laweyan). Kemudian Sutowijaya pindah ke Mataram (Kota Gede) dan menjadi raja pertama Dinasti Mataram Islam dengan sebutan Panembahan Senapati yang kemudian menurunkan rajaraja Mataram..Masih menurut RT. Mlayadipuro pasar Laweyan dulunya merupakan pasar lawe (bahan baku tenun) yang sangat ramai. Bahan baku kapas pada saat itu banyak dihasilkan dari desa Pedan,
Juwiring dan
Gawok yang masih termasuk daerah kerajaan Pajang. Adapun lokasi pasar Laweyan terdapat di desa Laweyan (sekarang terletak diantara kampung Lor Pasar Mati dan Kidul Pasar Mati serta di sebelah timur kampung Setono). Di selatan pasar Laweyan, di tepi sungai Kabanaran, terdapat sebuah bandar besar yaitu bandar Kabanaran. Melalui bandar dan sungai Kabanaran tersebut pasar Laweyan terhubung ke bandar besar Nusupan di tepi sungai Bengawan Solo. Pada zaman sebelum kemerdekaan kampung Laweyan pernah memegang peranan penting dalam kehidupan politik terutama pada masa pertumbuhan pergerakan nasional. Sekitar tahun 1911 Serikat Dagang Islam (SDI) berdiri di kampung Laweyan dengan Kyai Haji Samanhudi sebagai pendirinya. Dalam bidang ekonomi para saudagar batik Laweyan juga merupakan perintis pergerakan
12
koperasi dengan didirikannya “Persatoean Peroesahaan Batik Boemipoetra Soerakarta (PPBBS) pada tahun 1935. Masyarakat Laweyan bukanlah keturunan bangsawan, tetapi karena mempunyai hubungan yang erat dengan kraton melalui perdagangan batik serta didukung dengan kekayaan yang ada, maka corak pemukiman khususnya milik para saudagar batik banyak dipengaruhi oleh corak pemukiman bangsawan Jawa. Bangunan rumah saudagar biasanya terdiri dari pendopo, ndalem, sentong, gandok, paviliun, pabrik, beteng, regol, halaman depan rumah yang cukup luas dengan orientasi bangunan menghadap utara-selatan. Atap bangunan kebanyakan menggunakan atap limasan
bukan
joglo
karena
bukan
keturunan
bangsawan.
Dalam perkembangannya sebagai salah satu usaha untuk lebih mempertegas eksistensinya sebagai kawasan yang spesifik, corak bangunan di Laweyan banyak dipengaruhi oleh gaya arsitektur Eropa dan Islam, sehingga banyak bermunculan bangunan bergaya arsitektur Indisch (Jawa – Eropa) dengan fagade sederhana berorientasi ke dalam, fleksibel, berpagar tinggi, lengkap dengan lantai yang bermotif karpet khas Timur Tengah. Keberadaan “beteng” tinggi yang banyak memunculkan gang – gang sempit dan merupakan ciri khas Laweyan selain untuk keamanan juga merupakan salah satu usaha para saudagar untuk menjaga privacy dan memperoleh daerah “kekuasaan” di lingkungan komunitasnya. (http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.roemahbatik.com/i mages/sejarah/ny17.jpg&imgrefurl)
13
Gambar 1.9 : Peta Kota Surakarta Sumber www.google.com
14
Gambar 1.10 : Gerbang Kampoeng Batik Laweyan Sumber Dokumentasi Pribadi
15
Gambar 1.11 : Tugu Batik Laweyan Sumber Dokumentasi Pribadi 2008
Gambar 1.13 : Fasad BangunanKuno Laweyan Sumber Dokumentasi Pribadi 2008
Gambar 1.15 : Rumah Batik Gunawan Sumber Dokumentasi Pribadi 2008
Gambar 1.12 : Kawasan aindustri Batik Jl Sidoluhur Laweyan Sumber Dokumentasi Pribadi 2008
Gambar 1.14 : Masjid Laweyan Sumber Dokumentasi Pribadi 2008
Gambar 1.16 : Rumah Batik Sidomukti Sumber Dokumentasi Pribadi 2008
16
1.3. Permasalahan. 1.3.1. Permasalahan Umum Pewadahan produksi dan pengembangan batik yang dapat memfasilitasi koleksi batik sebagai pusaka budaya budaya dan kebutuhan pemikat batik baik perancang, pengunjung, masyarakat maupun pedagang untuk memproduksi, memperoleh informasi produk, mempromosikan, menjual dan mengembangkan kreatifitas dengan menampilkan ekspresi bangunan yang khas sebagai pendekatan desain sehingga dapat menjadi media komunikasi.
1.3.2.
Permasalahan Khusus. Beberapa permasalahan khusus mengenai Pusat Percontohan
Produksi dan Pengembangan Batik adalah : a. ekspresi
bangunan
yang
dapat
mengkomunikasikan
maksud
dibangunya Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan Batik sebagai sarana pelestarian dan pengembangan batik dan berbeda dengan bangunan yang lain. b. sistem peruangan yang dapat mewadahi dan mengakomodasi aktifitas dan kebutuhan pengunjung akan sebuah galeri sebagai sarana pelestarian dan pengembangan dengan aktifitas yang seragam yang aman, nyaman, mudah dan sirkulasi yang jelas. c. Penentuan site yang sesuai untuk Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan Batik yang dapat mendukung upaya pelestarian dan pengembangan batik.
17
1.4 Tujuan dan sasaran. 1.4.1. Tujuan Melestarikan batik sebagai pusaka budaya dengan memproduksi dan mengembangkan kerajinan batik peninggalan nenek moyang agar dapat tergambar sejarah perkembangfanya dan mengembangkan batik yang juga merupakan busana nasional atau ciri khas busana indonesia agar dapat lebih dikenal, berdaya guna dan diminati dengan melalui ekspresi bangunan Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan Batik, selain itu juga memberikan kemudahan bagi masyarakat luas baik produsen maupun konsumen untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan batik. 1.4.2. Sasaran Mendapatkan ketentuan yang harus dipenuhi dalam konsep perencanaan dan perancangan bangunan Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan Batik, sehingga dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan. Fungsi dari pusat produksi dan pengembangan batik yaitu menampung semua kegiatan yang berhubungan dengan batik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berhubungan dengan produksi, penjualan, promosi, pendidikan, hiburan, dan informasi dengan pendekatan arsitektur post modern. 1.5 Batasan Pembahasan Lingkup batasan yang mengulas pembahasan yang berkaitan dengan tinjuan bangunan Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan Batik sebagai wadah fisik yang dapat menampung segala kegiatan (produksi, penjualan, promosi, pendidikan, informasi, dll) dengan konsep penekanan pada arsitektur post modern. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pembentuk atraktif akan mencerminkan kapasitas bangunan yang terwadahi, yang diuraikan atas : Ulasan mengenai pengertian, kegiatan yang diwadahi, dan aspek-aspek yang berpengaruh terhadap operasional. 1.Persyaratan baku untuk Bangunan Pusat Percontohan Produksi dan
Pengembangan batik
18
Jabaran mengenai persyaratan bangunan Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan Batik batik secara arsitektural. 2. Pendukung komersial bangunanBahasan pola bangunan yang menunjang (Produksi,penjualan, promosi, pendidikan, hiburan, dan informasi) dan fasilitas penunjang yang bersifat rekreatif. 3.Pewadahan atas kebutuhan dan permintaan dari produsen, konsumen dan arsitek sebagai designer.
1.6 Gagasan Awal Gagasan awal perencanaan dan perancangan Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan Batik di surakarta adalah menciptakan suatu pewadahan bagi produksi, pengembangan serta segala sesuatu yang behubungan dengan batik yang bertujuan untuk melestarikan kebudayaan batik di surakarta sendiri sudah terdapat beberapa bangunan produksi batik diantaranya batik Danar Hadi, Batik Semar dan Batik Keris. Berikut beberapa bangunan yang menjadi acuan dalam perencanaan dan perancangan pusat produksi dan pengembangan batik :
Gambar 1.17 : Bangunan Produksi Batik Semar Solo Sumber www.google.com
19
Gambar 1.18 : Museum Produksi Batik Danar Hadi Sumber www.google.com 2008
Gambar 1.19 : Museum Produksi Batik Pekalongan Sumber www.google.com 2008
Gambar 1.20 : Show Room dan Pusat Produksi Batik Keris Sumber CV Prima Graha 2008
20
1.7. Metode Penulisan 1.7.1. Pencarian Data Metode pembahasan menggunakan metode diskriptf dengan pendekatan deduktif, yaitu metode dengan menggunakan data yang ada dengan landasan teori yang terkait, baik arsitektural maupun non arsitektural, mulai dari pengumpulan, pengolahan yang faktual untuk penyusunan konsep perencanaan dan perancangan. Metode yang digunakan dalam menganalisa dan membahas permasalahan melalui beberapa proses sebagai berikut : a. Observasi lapangan, dengan pengamatan langsung terhadap obyek yang terkait dengan bangunan pusat produksi dan pengembangan batik baik secara langsung maupun studi banding dengan bangunan yang sudah ada. b. Studi literature untuk memperoleh suatu data yang bisa didapat dari
tugas akhir sebelumnya. c. Studi literatur untuk mendapatakan data mengenai bangunan pusat produksi dan pengembangan batik dari buku, majalah, tabloid, dan dari internet. 1.7.2. Tahap Analisis a. Mengidentifikasi unsur-unsur dan masalah-masalah yang terkait dengan tujuan pembahasan. b. Menganalisa pendekatan dan pengelompokan serta mengaitkan antar masalah ke dalam pokok- pokok faktor yang menunjang pembahasan. c. Menyimpulkan masalah sebagaimana terungkap dalam sasaran dan ditransformasikan ke dalam konsep perencanaan sebagai sasaran dan pembahasan. 1.7.3. Tahap Sintesis Menggabungkan hasil analisa dan mentransformasikan ke bentuk konsep rancangan bangunan pusat produksi dan pengembangan batik penekanan pada arsitektur post modern.