TUGAS AKHIR
PEMUGARAN MUSEUM WAYANG DI JAKARTA Tema : Konservasi Bangunan Bersejarah dengan Metode Arsitektur Kontekstual
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN GUNA
MEMPEROLEH GELAR SARJANA TEKNIK ARSITEKTUR
Disusun oleh : R. HERI TRIWAHYUDI
0120212-020
PERIODE PEBRUARI 2009 – SEPTEMBER 2009
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCUBUANA
LEMBAR PENGESAHAN Dengan ini, Nama
: R. Heri Triwahyudi
Nim
: 0120212-020
Fakultas
: Teknik Sipil dan Perencanaan
Jurusan
: Arsitektur
Telah menyelesaikan laporan skripsi tepat pada waktunya dengan judul : Pemugaran Museum Wayang di Jakarta, dengan tema : Konservasi Bangunan Bersejarah dengan Metode Arsitektur Kontekstual. Jakarta, 3 September 2009
Mengetahui Ketua Jurusan Arsitektur
Koordinasi Tugas Akhir
(Ir. Tin Budi Utami, MT)
(Danto Sukmajati)
Dosen Pembimbing
(Ir, Joni Hardi, MT)
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama
: R. Heri Triwahyudi
Nim
: 0120212-020
Fakultas
: Teknik Sipil dan Perencanaan
Jurusan
: Arsitektur
Dengan ini menyatakan bahwa sesungguhnya skripsi ini bukan merupakan kutipan dari hasil karya orang lain, kecuali telah disebutkan referensinya.
Jakarta 3 September 2009
(R. Heri Triwahyudi)
iii
KATA PENGANTAR Pertama-tama Penulis ucapkan puji dan panjatkan rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulisan skripsi ini merupakan persyaratan dalam meraih gelar kesarjanaan S1 (strata 1) pada Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Arsitektur pada Universitas Mercubuana, Jakarta.
Adapun skripsi yang berjudul Pemugaran Museum Wayang di Jakarta ini membahas latar belakang dan konsep revitalisasi terhadap bangunan yang memiliki nilai sejarah dan budaya.
Berawal dari teori dan data-data yang didapat dari berbagai sumber sehingga penulis dapat membuat konsep untuk dapat diterapkan pada sebuah bangunan museum bersejarah, yaitu museum wayang yang berlokasi dikawasan kota tua.
Pada kesempatan ini penulis menuliskan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Antara lain kepada : 1. Ibu Ir. Tin Budi Utami, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Mercu Buana, Jakarta. 2. Bapak Danto Sukmajati, selaku Koordinator Tugas Akhir Teknik Arsitektur Universitas Mercu Buana, Jakarta. 3. Bapak Ir. Joni Hardi, MT, Selaku Pembimbing Tugas Akhir Teknik Arsitektur Universitas Mercu Buana, Jakarta. 4. Bapak Ir. Edi Muladi, M.Si, Selaku dosen yang memberikan motivasi, improvisasi dan dukungan dalam mengajar. 5. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Pada Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Arsitektur, Universitas Mercubuana.
iv
Selanjutnya, dari lubuk hati yang paling dalam penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Kedua Orang tua penulis H. Sutrasno dan Bd. Sri Mulyatinigsih, S.pd atas do’a restu yang telah memberi semangat dan dukungan untuk menyelesaikan Pendidikan Kesarjanaan S1 (strata 1). 2. R. Guruh Budi Soeharsono (kakak pertama), R. Yadi Prasetio (kakak kedua), Heni Kusumawati (Adik) yang selalu memberikan dukungan dan input dalam melaksanakan perkuliahan. 3. Keluarga tercinta khususnya kepada Sherly Nur Hakim, S.Pd (istri) dan anak-anak penulis yang selalu mendukung dan memberi semangat dalam penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Ir. Dionisius L.L Diniata selaku Pimpinan PT. Mandiricitra Karyaabadi, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan Pendidikan Kesarjanaan S1 (strata 1). 5. Bapak Erwin Gani, ST, selaku rekan kerja PT. Mandiricitra Karyaabadi yang telah memberikan semangat dan arahan sebagai motivasi. 6. Rekan-rekan kerja PT. Mandiricitra Karyaabadi, atas partisipasi dan dukungan moral untuk tercapainya cita-cita penulis.
Penulis juga mengharapkan saran-saran yang membangun apabila terdapat kesalahan maupun kekurangan di dalam penulisan laporan ini, dengan tujuan untuk proses pembelajaran mengenai pokok bahasan yang terdapat dalam laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan pengetahuan kepada penulis dan pembaca pada umumnya, Amin. Atas perhatian dan kesempatannya penulis ucapkan rasa terima kasih.
Tangerang, 3 September 2009
Penulis
v
DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR
i ii iii iv vi viii
BAB I
PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Maksud dan Tujuan I.3. Lingkup Penulisan I.4. Permasalahan I.5. Kerangka Pemikiran I.6. Sistimatika Pembahasan
BAB II
TINJAUAN STUDI II.1. Museum II.1.1. Pengertian Museum II.1.2. Fungsi Museum II.1.3. Klasifikasi Museum II.1.4. Jangkauan Layanan Museum II.2. Sejarah Museum Wayang II.3. Tipologi Bangunan Museum II.4. Gambaran Umum Proyek
9 9 9 10 11 13 13 16 18
BAB III
TINJAUAN KHUSUS III.1. Tinjauan Tema III.2. Arsitektur Kontekstual III.3. Studi Banding 5.3.1. Museum Radya Pustaka 5.3.2. Museum Altes
19 19 19 21 21 22
BAB IV
ANALISA PERENCANAAN IV.1. Analisa Lingkungan IV.1.1. Makro IV.1.2. Mikro IV.1.3. Tanggapan IV.2. Analisa Tapak IV.2.1. Pertimbangan Pemilihan Tapak IV.2.2. Data Tapak IV.2.3. Analisa Tapak Terhadap : § Lingkungan Sekitar § Kontur, Vegetasi, Keistimewaan Buatan § Polusi Udara, Suara, Visual § Orientasi matahari dan arah angin
26 26 26 28 32 33 33 34 35 35 36 37 38
vi
1 1 5 5 5 7 7
§
View dan tampilan kawasan terhadap lingkungan sekitar § Sirkulasi kendaraan dan pencapaian ke tapak § Sirkulasi pejalan kaki dan pencapaian ke tapak IV.3. Analisa Segmen Pengunjung IV.4. Analisa Pemakai, Kegiatan dan Kebutuhan Ruang IV.4.1. Pengelola Museum IV.4.2. Penyewa IV.4.3. Pengunjung IV.5. Analisa Besaran Ruang IV.6. Skema Hubungan Antar Ruang IV.7. Analisa Massa Bangunan IV.7.1. Bangunan eksisting IV.7.2. Penambahan bangunan baru IV.8. Analisa Struktur IV.8.1. Struktur bangunan lama IV.8.2. Struktur pada bangunan baru IV.9. Analisa Utilitas IV.9.1. Sirkulasi IV.9.2. Mekanikal dan elektrikal IV.9.3. Plumbing IV.9.4. Pecegahan bahaya kebakaran IV.10. Analisa Standar Kebutuhan Museum IV.10.1.Jarak pandang terhadap vitrin IV.10.2. Pengguna kursi roda IV.10.3.Penghawaan udara buatan dengan sistim AC BAB V
BAB VI
KONSEP PERENCANAAN V.1. Konsep Dasar Perencaanaan V.2. Zoning V.2.1. Penzoningan Horizontal V.2.2. Penzoningan Vertikal V.3. Sirkulasi V.4. Konsep Perencanaan Tapak V.5. Konsep Massa V.6. Konsep Ruang Parkir V.7. Konsep Fasad V.8. Konsep Struktur V.9. Konsep Ruang Dalam V.10.Konsep Ruang Luar STUDIO PERANCANGAN
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii
40 41 42 43 45 46 46 46 47 49 50 50 51 53 53 54 55 55 56 56 56 56 56 57 58 60 60 61 61 62 64 66 67 68 69 70 71 72
DAFTAR GAMBAR DIAGRAM DAN TABEL
HAL. 2 3
NAMA GAMBAR
SUMBER DAN KETERANGAN
Denah Museum Eksisting (Gambar I.1) Ruang Pagelaran Wayang (Gambar I.2)
3
Koridor ram pengunjung (Gambar I.3)
4
Ruang dan koridor pameran tetap lantai atas bangunan lama (Gambar I. 4)
21
Denah dan sketsa (Gambar III.1)
23
Museum Altes pada tahun 1830 (Gambar III.2)
Data gambar milik Museum Wayang, Hasil Studi Lapangan. Data gambar berdasar hasil observasi lapangan. Data gambar milik Museum Wayang Data gambar berdasar hasil observasi lapangan Foto dokumentasi hasil observasi lapangan
Prof. Ir. Sidharta., (1998). Arsitektur dan Pendidikannya. Semarang. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, hal.79 Master plan museum sinsel berlin 2015 altes museum access.mht, http://www.museumsinselberlin.de/index.php
23
Tampilan Museum tahun 1993 (Gambar III.3)
24
Tampilan Museum Altes malam hari (Gambar III.4)
26
Peta Jakarta (Gambar IV.1)
27 28 29 30 33 35
Master plan museum sinsel berlin 2015 altes museum access.mht, http://www.museumsinselberlin.de/index.php Master plan museum sinsel berlin 2015 altes museum access.mht, http://www.museumsinselberlin.de/index.php MAP & STREET GUIDE Edisi 2005-2006, PT. Bhuana Ilmu Populer Revitalisasi Kota Tua Jakarta, PSUD Oktober 2007, Data milik Museum Wayang www.wikimapia.com Data gambar milik Museum Wayang
Zona Arah Pengembangan Kota Tua (Gambar IV.2) Foto Udara (Gambar IV.3) Site Sekitar Museum Wayang (Gambar IV.4) Foto Dokumentasi Pemugaran Jalan Pintu besar Utara (Gambar IV.5) Rencana Pemugaran Kawasan (Gambar IV.6) Site Sekitar Museum Wayang (Gambar IV.7)
36
Foto Dokumentasi (Gambar IV.8)
36
Site Sekitar Museum Wayang (Gambar IV.9)
37
Foto Vegetasi (Gambar IV.10)
37
Peta Jakarta (Gambar IV.11)
38
Sketsa tanggapan terhadap polusi
Foto Dokumentasi milik Museum Wayang
Revitalisasi Kota Tua Jakarta, PSUD Oktober 2007, Data milik Museum Wayang Data gambar milik Museum Wayang Data gambar berdasar hasil observasi lapangan. Data gambar milik Museum Wayang Data gambar berdasar hasil observasi lapangan. MAP & STREET GUIDE Edisi 2005-2006, PT. Bhuana Ilmu Populer Data gambar berdasar hasil proses analisa
viii
39 38 40 41 42 43 43 44 44 50 51 52 53 56 56 57
(Gambar IV.12) Analisa Matahari dan Arah Angin (Gambar IV.13) Tanggapan terhadap orientasi Matahari dan Arah Angin (Gambar IV.14) Tanggapan view terhadap lingkungan sekitar (Gambar IV.15) Analisa sirkulasi kendaraan (Gambar IV.16) Data Sirkulasi Kendaraan (Gambar IV.17) Analisa pejalan kaki (Gambar IV.18) Diagram retrebusi karcis (Gambar IV.19) Diagram jumlah pengunjung umum (Gambar IV.20) Diagram jumlah pengunjung rombongan (Gambar IV.21) Tanggapan terhadap bangunan eksisting (Gambar IV.22) Tanggapan terhadap bangunan baru (Gambar IV.23)
Data gambar berdasar analisa lapangan Data gambar berdasar hasil proses analisa
Data gambar berdasar hasil proses analisa Data gambar berdasar analisa lapangan Revitalisasi Kota Tua Jakarta, PSUD Oktober 2007, Data milik Museum Wayang Data gambar berdasar analisa lapangan Data pengunjung milik Museum Wayang Data pengunjung milik Museum Wayang Data pengunjung milik Museum Wayang Data gambar berdasar hasil proses analisa Data gambar berdasar hasil proses analisa Revitalisasi Kota Tua Jakarta, PSUD Oktober 2007, Data milik Museum Wayang Data gambar berdasar hasil observasi lapangan. Ernst Neufert Edisi 33 Jilid 2
Peruntukan Lahan (Gambar IV.24) Koridor R. Pamer Lt. Dasar (Gambar IV.25) Standar Jarak Pandang Pameran (Gambar IV.26) StandarToilet Pengguna Kursi Roda (Gambar IV.27) Standar Ram Pengguna Kursi Roda (Gambar IV.28)
Ernst Neufert ARCHITECTS’ DATA Second (International) English Edition Ernst Neufert ARCHITECTS’ DATA Second (International) English Edition
ix
ABSTRAK
Museum adalah institusi permanen yang merawat dan mengelola koleksi secara sistematik, untuk keperluan budaya, pendidikan, dan keilmuan, serta bersifat publik. Museum Wayang merupakan bangunan cagar budaya yang termasuk dalam banguanan yang memiliki historis yang dilindungi oleh pemerintah.
Pengembangan museum dapat dilakukan mulai dari revitalisasi museum yang sudah ada, pemultifungsian museum, pemultifungsian fasilitas publik, hingga pada pembangunan fasilitas baru.
Optimalisasi museum wayang akan dipandang dari berbagai bentuk perencanaan fasilitas dan perancangan arsitektur. Dalam hal ini, peningkatan daya tarik untuk museum wayang dapat meliputi peningkatan 5 aspeknya, yaitu fungsi, bentuk, ruang, sirkulasi, dan konteks. Dari sisi fungsi, diperlukan adanya integrasi antara fungsi-fungsi kultural museum dengan fungsi-fungsi komersial dan rekreatif yang akan menghidupkan fasilitas tersebut. Dari sisi bentuk, diperlukan adanya sinergi antara masa lalu, masa kini dan masa depan yang terwujud dalam bentuk fisik dan fasilitas serta teknik komunikasi yang digunakan. Dari sisi ruang, diharapkan museum dapat memberi wadah bukan hanya artefak yang mati, melainkan juga berperan sebagai lingkungan buatan yang juga dapat memasukkan budaya hidup (living culture) dan aspek-aspek lingkungan alam secara proporsional. Dari sisi sirkulasi, diharapkan museum dapat memberi suatu rangkaian pengalaman yang kaya akan makna dan variatif. Dari sisi konteks, integrasi museum dengan konteks keruangan, sosial, dan waktu akan membuat fasilitas tersebut akan lebih mudah berkomunikasi dengan masyarakat penikmatnya.
Museum wayang membutuhkan bukan sekadar fungsi, namun juga fiksi. Bukan hanya sekadar nilai kegunaan, namun juga nilai penikmatan dan estetika. Dari berbagai
kasus
yang
dipelajari,
ternyata
bahwa
kebanyakan
museum
membutuhkan rekayasa lebih lanjut untuk meningkatkan kualitasnya. Tidak hanya sekadar menyimpan dan mengkomunikasikan, namun juga dapat memberi aspek
rekreatif dan estetika dalam perannya menyampaikan informasi. Museum juga harus terjaga kesinambungannya, baik dari sisi budaya, ekonomi, sosial, lingkungan, hingga pengelolaannya.
ii
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Bangunan Museum wayang merupakan Benda cagar budaya yang mewariskan potensi dan kekayaan budaya yang perlu dilindungi, dipelihara, dilestarikan dan dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kepentingan sejarah, budaya, ilmu pengetahuan, sosial dan ekonomi.
Di wilayah DKI Jakarta, benda cagar budaya tidak bergerak berupa bangunan-bangunan tua bersejarah tersebut merupakan saksi bisu sejarah suatu masa yang mencerminkan identitas daerah atau masyarakat pada periode tertentu, yang merupakan kenangan proses jalannya sejarah, gambaran identitas bangsa, pembangkit motivasi, pendorong kreatifitas dan pendukung semangat juang bangsa.
Konservasi museum wayang merupakan bagian dari konsep pemanfaatan kembali bangunan lama yang dicanangkan oleh Bappeda DKI Jakarta. Tujuan pemugaran secara umum adalah menghidupkan kembali bangunan bersejarah yang memiliki nilai historis yang merupakan aset bangsa agar dapat dijaga keutuhannya.
Pemugaran atas bangunan-bangunan cagar budaya dilakukan dengan memperhatikan keaslian bentuk, bahan, penyajian dan tata letak serta segi nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dengan mengikuti ketentuan pemugaran sesuai dengan golongannya.
Didalam melakukan revitalisasi museum wayang yang nantinya akan penulis rancang, atas dasar observasi dilapangan dan dialog dengan pihak pengelola museum atas rancangan pengembangan museum wayang yang dibuat oleh Ir. Achmad Juhara yang saat ini sedang dilakukan renovasi terhadap museum wayang, dari hasil observasi dan dialog, penulis
1
memaparkan beberapa hal yang perlu dicermati, adalah sebagai berikut :
Denah Museum Eksiting (Gambar I.1)
•
Jika dilihat dari denah rancangan diketahui tidak adanya ruang serbaguna (ruang interaksi terhadap pengunjung) yang dapat digunakan sebagai tempat kegiatan atau acara umum yang dapat disewakan, sehingga selain komunikasi bangunan terhadap pengunjung didapat juga berguna sebagai income tambahan (lihat gambar I.1).
2
•
Untuk sirkulasi lantai dasar kurang munculnya pengalaman menarik terhadap koridor, diharapkan museum dapat memberi suatu rangkaian pengalaman yang kaya akan makna dan variatif.
Ruang Pagelaran Wayang (Gambar I.2)
•
Pada ruang pagelaran wayang terdapat bukaan untuk cahaya matahari masuk kedalam ruang dengan menggunakan material kaca namun jika dilihat dari luasnya bukaan terhadap ruang menimbulkan efek yang besar
terhadap
benda
pameran
yang
akan
digelarkan
dapat
mengakibatkan kerusakan akibat panas yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet secara langsung (lihat gambar I.2).
Koridor ram pengunjung (Gambar I.3)
•
Pada ram untuk pejalan kaki maupun penyandang cacat (kursi roda), untuk pelindung ram-nya direncanakan dari kaca tempered polos tebal
3
10 mm tanpa ada perencanaan handrail (pegangan untuk tangan) dengan sistem pemasangan baut tanam disisi samping ram, jika pemasangan elemen
kaca
diperuntukan
untuk
umum
material
ini
dapat
membahayakan pengunjung jika tidak ditambah dengan pelindung dari bahan yang lebih kuat seperti (besi), atas permintaan dari kepala pengelola museum dibuat handrail dari bahan stailess steel (lihat gambar I.3).
Ruang dan koridor pameran tetap lantai atas bangunan lama (Gambar I. 4)
•
Pemanfaatan sinar matahari yang seharusnya dapat dimanfaatkan disiang hari terlihat tidak terlalu optimal dalam pemanfaatannya. Penggunaan cahaya buatan yang ada hanya memakai jenis lampu Noen dengan besaran 20 watt. Pada siang hari lorong ini terlihat begitu gelap walaupun dengan kondisi lampu menyala. Jika cahaya matahari dapat dimanfaatkan, cara ini dapat menghemat penggunaan listrik ketika disiang hari sehingga dapat mereduksi anggaran perbulannya yang dikeluarkan oleh pemda, dalam foto-foto hasil observasi yang penulis ambil terlihat lorong-lorong dilantai atas kurang mendapat intensitas cahaya alami maupun cahaya buatan (lihat gambar I.4).
Atas dasar observasi penulis mencoba membuat pengembangan rancangan agar hasil karya penulis dapat menjadi karya yang bermanfaat bagi museum wayang itu sendiri, dunia pendidikan dibidang arsitektur, maupun menjadi sumber pengkajian bagi dunia permuseuman di Indonesia.
4
I.2. Maksud dan Tujuan Maksud dari pemugaran museum wayang adalah menghidupkan kawasan taman fatahillah yang telah aktif dengan memadukan konsep sehingga diharapkan menjadi daya tarik tersendiri bagi museum wayang. Tujuan dilakukannya pemugaran bangunan museum ini adalah : 1. Mempertahankan dan memulihkan keaslian lingkungan dan bangunan yang mengandung nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan 2. Melindungi dan memelihara lingkungan dan bangunan cagar budaya dari kerusakan dan kemusnahan baik akibat ulah manusia maupun proses alam 3. Mewujudkan lingkungan dan bangunan cagar budaya sebagai kekayaan budaya untuk dikelola, dikembangkan dan dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kepentingan pembangunan dan citra positif kota jakarta sebagai ibukota negara, kota jasa dan tujuan wisata 4. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya arti sejarah nasional dan sejarah perkembangan kota jakarta untuk dijadikan sebagai sarana pendidikan, rekreasi, bermain maupun tempat wisata. 5. Mengembangkan museum dengan menambahkan fungsi baru dengan tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku dari pemerintah.
I.3. Lingkup Penulisan Lingkup penulisan ditujukan untuk menyajikan teori-teori maupun kasus yang berhubungan dengan pemugaran dengan maksud dapat menjadi konsep perencanaan dan sikap penulis untuk proses selanjutnya dalam menyelesaikan perancangan.
I.4. Permasalahan Untuk melakukan suatu pemugaran atas bangunan museum yang memiliki ketentuan yang berlaku sehingga memberikan batasan-batasan dalam mengeksplorasi bentuk maupun ruang, secara umum permasalahan yang ada adalah :
5
1. Bagaimana membuat ruang luar dapat menimbulkan ciri khas tersendiri sehingga menjadi simbol yang dapat ditangkap oleh semua orang maupun tanpa batasan umur. 2. Bagaimana cara mengelola ruang dalam agar menjadi daya tarik pengunjung dari semua kalangan. 3. Memberikan fasilitas untuk pengunjung yang berbeda (orang cacat) agar tetap dapat menikmati museum. 4. Mengubah pemikiran orientasi masyarakat yang cenderung kurang apresiasi terhadap bangunan museum. 5. Permasalahan sirkulasi pengunjung, kemampuan karakter bangunan dalam memberikan kesan. 6. Bagaimana memberikan tanggapan dan cara mengkomunikasi bangunan dengan berbagai golongan masyarakat. 7. Permasalahan pencahayaan alami yang kurang dapat dirasakan dan dimanfaatkan fungsinya terhadap pengunjung maupun bangunan.
Untuk menghidupkan kembali bangunan museum yang kerap dianggap kurang memiliki daya tarik karena terbukti sulit mengembangkannya dan kurang memiliki nilai wisata masyarakat kita yang kurang apresiasi terhadap museum.
Dilihat dari permasalahan di atas, bahwa konsep pemugaran secara kontekstual bukan tidak mungkin dapat diwujudkan, sebab konsep pemugaran ini justru lebih kearah membangun citra baru dengan pengoptimalisasikan fungsi, bentuk, ruang, sirkulasi, dan konteks.
6
I.5. Kerangka Pemikiran
LATAR BELAKANG
PEMUGARAN BELUM MAKSIMAL
PEMUGARAN MUSEUM
MAKSUD DAN TUJUAN
LITERATUR
HASIL SURVEY
PENGUMPULAN DATA
STUDI BANDING
INPUT
PERMASALAHAN
FISIK & NON FISIK
ANALISA
KONSEP PERENCANAAN & PERANCANGAN
I.6. Sistimatika Pembahasan Bab I.
Pendahuluan Menjelaskan latar belakang, maksud dan tujuan penulisan judul, lingkup penulisan,
permasalahan,
kerangka
pemikiran
dan
sistimatika pembahasan. Bab II. Tinjauan Studi Menguraikan
secara
lebih
mendalam
tentang
maupun pemikiran-pemikiran yang mendasari
faktor-faktor perencanaan
disertai gambaran umum proyek berikut fasilitas yang akan direncanakan. Bab III. Tinjauan Khusus Adalah penjelasan tentang tema yang mendasari penulisan dan
7
perencanaan, disertai studi banding yang memiliki relevansi kuat atau kasus sejenis. Bab IV. Analisa Perencanaan Pemaparan lebih lanjut atas permasalahan-permasalahan yang terkait dan teridentifikasi baik secara fisik maupun non fisik pada keadaan eksisting, untuk kemudian dianalisa agar mendapatkan pemecahan-pemecahan yang mendasari konsep perancangan. Bab V. Konsep Perancangan Penjelasan konsep dasar perancangan, dan faktor - faktor yang mempengaruhi
sehingga
menyeluruh.
8
terbentuk
perencanaan
secara
BAB II TINJAUAN STUDI
II.1. Museum Museum menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1995 Pasal 1 ayat (1) adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.2
Museum
dalam
menjalankan
aktivitasnya,
mengutamakan
dan
mementingkan penampilan koleksi yang dimilikinya. Pengutamaan kepada koleksi itulah yang membedakan museum dengan lembaga-lembaga lainnya. Setiap koleksi merupakan bagian integral dari kebudayaan dan sumber ilmiah, hal itu juga mencakup informasi mengenai objek yang ditempatkan pada tempat yang tepat, tetapi tetap memberikan arti dan tanpa kehilangan arti dari objek. Penyimpanan informasi dalam bentuk susunan yang teratur rapi dan pembaharuan dalam prosedur, serta cara dan penanganan koleksi.
Museum dapat didirikan oleh Instansi Pemerintah, Yayasan, atau Badan Usaha yang dibentuk berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, maka pendirian museum harus memiliki dasar hukum seperti Surat Keputusan bagi museum pemerintah dan akte notaris bagi museum yang diselenggarakan oleh swasta. Bila perseorangan berkeinginan untuk mendirikan museum, maka dia harus membentuk yayasan terlebih dahulu.
II.1.1.
Pengertian museum Kata museum brasal dari kata Yunani “mouseion, seat of Muses”, yaitu 9 (sembilan) dewi putri-putri dewa zeus dan isterinya dewi
2
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1995 Tentang Pemeliharaan Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Di Museum, http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/pp/1995/01995.pdf
9
Mnemosyne, masing-masing putri ini merupakan dewi satu cabang seni dan ilmu tertentu. Museum merupakan bangunan yang menyimpan, memelihara dan memamerkan bagi publik bendabenda seni, bersejarah atau benda yang memiliki nilai bagi perkembangan budaya. Museum merupakan bangunan yang menyimpan benda cagar budaya yang bergerak. 3
Umumnya Gedung yang digunakan sebagai tempat untuk pameran tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni dan ilmu, tempat menyimpan barang kuno. Suatu bangunan tempat orang memelihara, menelaah, dan memamerkan barang-barang yang mempunyai nilai lestari, misalnya peninggalan sejarah, seni, dan barang-barang kuno.
II.1.2.
Fungsi Museum Fungsi museum terdiri dari : 1. Untuk pengumpulan dan pengamatan warisan dan budaya. 2. Untuk dokumentasi dan penelitian ilmiah. 3. Untuk konservasi dan preservasi. 4. Untuk penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum. 5. Untuk pengenalan dan penghayatan kesenian. 6. Untuk pengenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa. 7. Untuk visualisasi warisan alam dan budaya. 8. Untuk cermin pertumbuhan peradaban umat manusia. 9. Untuk pembangkit rasa takwa dan syukur pada Tuhan. Atau dengan pengertian lain, fungsi museum ada tiga, yaitu: 1. Konservasi. 2. Edukasi. 3. Rekreasi.
,3 Prof. Ir. Sidharta., (1998). Arsitektur dan Pendidikannya. Semarang. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, hal.119
10
II.1.3.
Klasifikasi Museum Secara garis besar, klasifikasi museum dibagi empat macam, yaitu: a. Klasifikasi museum berdasarkan koleksi. b. Klasifikasi museum berdasarkan kedudukan. c. Klasifikasi museum berdasarkan penyelenggara. d. Klasifikasi museum berdasarkan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 079 tahun 1975 bagian XLVI pasal 728, tentang Direktorat Museum.
klasifikasi museum berdasarkan jenis koleksinya, adalah: 1. Museum Umum Museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia dan atau lingkungannya, yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, disiplin ilmu dan teknologi. 2. Museum Khusus Museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia dan lingkungannya, yang berkaitan dengan satu cabang seni, satu cabang ilmu atau satu cabang teknologi. 3. Museum Pendidikan Museum ini sebenarnya termasuk tipe museum khusus, tetapi bagi Indonesia dirasakan sangat perlu adanya penanganan istimewa terhadap jenis-jenis museum pendidikan, sebab berdasarkan suatu perkiraan, tipe museum pendidikan akan lebih banyak mengambil peranannya.
Klasifikasi museum berdasarkan tempat kedudukan adalah sebagai berikut: 1. Museum Nasional Museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal dari, mewakili atau berkaitan dengan bukti material
11
manusia dan atau lingkungannya, dari seluruh wilayah Indonesia yang bernilai nasional. 2. Museum Propinsi Museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda-benda yang berasal dari mewakili atau berkaitan dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya, dari wilayah propinsi dimana museum tersebut berada. 3. Museum Lokal Museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal dari, mewakili atau berkaitan dengan bukti manusia dan atau lingkungannya, dari wilayah kabupaten dimana museum tersebut berada.
Klasifikasi museum berdasarkan penyelenggara adalah sebagai berikut: 1. Museum Pemerintah Museum ini dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu museum yang dikelola oleh pemerintah pusat dan yang dikelola oleh pemerintah daerah. 2. Museum Swasta Museum yang diselenggarakan dan dikelola oleh swasta.
Klasifikasi museum berdasarkan ilmu pengetahuan, adalah sebagai berikut: 1. Museum Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi Museum ini diklasifikasikan menjadi Museum Zoologi, Museum Botani, Museum Geologi, Museum Industri, dan lainlain. 2. Museum Ilmu Pengetahuan Sosial (sejarah dan kebudayaan) Museum ini diklasifikasikan menjadi Museum Arkeologi, Museum Etnografi, Museum Kesenian. Museum Kesenian diklasifikasikan lagi menjadi Museum Seni Rupa, Museum
12
Seni Gerak, Museum Seni Suara (Museum Musik).
Untuk museum wayang itu sendiri termasuk dalam klasifikasi museum berdasarkan koleksi, dengan kategori museum khusus. II.1.4.
Jangkauan layanan museum Museum adalah tempat wisata yang memiliki informasi untuk melayani
semua
lapisan
maupun
golongan
masyarakat.
Pengunjung Berdasarkan usia dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok usia anak-anak, remaja, dan dewasa. Berdasarkan profesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok umum dan kelompok khusus (pelajar, mahasiswa, ilmuwan, kritikus seni, dan lain-lain). II.2. Sejarah museum wayang Letak bangunan gedung Museum Wayang di Jl. Pintu Basar Utara No. 27. pada mulanya merupakan lokasi gereja tua yang didirikan VOC pada tahun 1640 dengan nama “ de oude Hollandsche Kerk “ sampai tahun 1732 yang berfungsi sebagai tempat untuk peribadatan penduduk sipil dan tentara bangsa Belanda yang tinggal di Batavia.
Pada tahun 1733 gereja tersebut mengalami perbaikan, dan namanya dirubah menjadi “ de nieuwe Hollandsche Kerk “ dan berdiri terus sampai tahun 1808. Di halaman gereja ini yang sekarang menjadi ruangan taman terbuka
Museum Wayang, di dalamnya
terdapat taman kecil dengan
prasasti-prasastinya yang berjumlah 9 (sembilan) buah yang menampilkan nama-nama pejabat Belanda yang pernah dimakamkan di halaman gereja tersebut, Diantara prasasti tersebut tertulis nama Jan Pieterszoon Coen, seorang Gubernur Jenderal yang berhasil menguasai kota Jayakarta pada tanggal 30 Mei 1619 setelah kekuasaan P. Jayakarta lumpuh akibat pertentangan dengan Kraton Banten, Dalam tahun 1621 Heeren XVII memerintahkan Coen untuk memakai nama Batavia untuk kota Pelabuhan Jayakarta. Kota Batavia yang dibangun oleh Coen diatas puing reruntuhan
13
Jayakarta dengan membuat suatu kota tiruan sesuai dengan kota-kota di negeri Belanda.
Sebagai akibat terjadinya gempa, bangunan Gereja Belanda Baru itu telah rusak. Selanjutnya lokasi bekas Gereja tersebut dibangunlah gudang milik perusahaan Geo Wehry & Co. Bagian muka museum ini dibangun pada tahun 1912 dengan gaya Noe Reinaissance, dan pada tahun 1938 seluruh bagian gedung ini dipugar dan disesuaikan dengan gaya rumah Belanda pada zaman Kompeni.
Sesuai besluit pemerintah Hindia Belanda tertanggal 14 Agustus 1936 telah ditetapkan gedung beserta tanahnya menjadi monumen. Selanjutnya dibeli oleh Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG) yaitu lembaga independent yang didirikan untuk tujuan memajukan penelitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang-bidang ilmu biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi dan sejarah, serta menerbitkan hasil penelitian.
Pada tahun 1937 oleh lembaga tersebut gedung diserahkan kepada Stichting oud Batavia dan kemudian dijadikan museum dengan nama “ de oude Bataviasche Museum “ atau museum Batavia Lama “ yang pembukaannya dilakukan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda terakhir, Jonkheer Meester Aldius Warmoldu Lambertus Tjarda van Starkenborg Stachouwer (22 Desember 1939).
Sejak pendudukan Jepang dan revolusi kemerdekaan R.I. gedung museum ini tidak terawat. Pada tahun 1957 diserahkan kepada Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI) dan sejak itu nama museum diganti menjadi Museum Jakarta Lama.
Pada tanggal 1 Agustus 1960 namanya disingkat menjadi Museum Jakarta. Pada tanggal 17 September 1962 oleh LKI diserahkan kepada pemerintah
14
R.I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan pada akhirnya pada tanggal 23 Juni 1968 oleh Dirjen Kebudayaan Dep. Pendidikan dan Kebudayaan gedung museum diserahkan kepada Pemerintah DKI Jakarta dan di gedung ini pula Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta berkantor.
Sejak kepindahan Museum Jakarta (sekarang Museum Sejarah Jakarta) ke gedung bekas KODIM 0503 Jakarta Barat yang dahulunya disebut gedung Stadhuis / Balaikota, maka bekas gedung Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta kemudian dijadikan Museum Wayang.
Gagasan didirikannya Museum Wayang adalah ketika Gubernur DKI Jakarta H. Ali Sadikin ketika menghadiri Pekan Wayang II tahun 1974. Dengan dukungan panitia acara tersebut, Gubernur DKI Jakarta dengan para pecinta wayang, Pemerintah DKI Jakarta menunjuk gedung yang terletak di Jl. Pintu Besar Utara No. 27 sebagai Museum Wayang.
Sebagai pendamping Museum Wayang didirikan Yayasan Nawangi dengan H. Budiardjo sebagai Ketua Umum. Selanjutnya Yayasan menunjuk Ir. Haryono Haryo Guritno sebagai pimpinan proyek pendirian Museum Wayang. Sesudah penataan koleksi wayang selesai maka pada tanggal 13 Agustus 1975 diresmikan pembukaan Museum Wayang oleh Gubernur DKI Jakarta H. Ali Sadikin. Museum Wayang merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kebudayaan dan Permuseuman di bidang pewayangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 134 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ( BAB
VIII,
Pasal 33, 1 ).
Saat ini museum wayang sedang direnovasi dengan membuat penampilan baru pada ruang interior berbentuk penyajian gaya modern. Dengan hasil kajian penulis atas museum wayang yang dianggap kurang dapat memberikan kesan interaksi maka diperlukan suatu tanggapan baru yang
15
mampu memberikan kesan dan menghidupkan museum itu sendiri.
II.3. Tipologi bangunan museum Bangunan museum yang awal mulanya gereja tua yang didirikan VOC pada tahun 1640 dengan nama “ de oude Hollandsche Kerk “ sampai tahun 1732 yang berfungsi sebagai tempat untuk peribadatan penduduk sipil dan tentara bangsa Belanda yang tinggal di Batavia.
Akibat terjadinya gempa, bangunan bekas gereja belanda rusak berat. Selanjutnya dibangun gudang milik perusahaan Geo Wehry & Co pada tahun 1912. Bagian muka museum ini dibangun dengan gaya Noe Reinaissance. Pengaruh dari gaya eropa dengan percampuran gaya bangunan-bangunan belanda ketika pada masa itu.
Jadi terdapat berbagai macam pengadaptasian gaya pada typologi bangunan museum wayang, secara fisik dapat diidentifikasikan antara lain : §
Bentuk massa persegi empat
§
Bangunan umumnya berlantai 2, dengan struktur lantai tingkat menggunakan kontruksi kayu baik penggunaan balok dan lantainya. Apabila terlihat berlantai 3, pada bagian lantai 3 dibuat sebagai pengaliran udara dan cahaya.
§
Fasad menunjukan keteraturan pola-pola jendela yang terlihat simetris.
§
Struktur pondasi menggunakan material batu bata, sementara ketebalan dinding ±30cm.
§
Atap dibuat dengan kemirigan hingga 40° ditujukan untuk antisipasi curah hujan dan pada bagian ruang bawah atap digunakan untuk penghalang udara panas.
16
TIPOLOGY
APLIKASI
BENTUK
DETAIL PEMBATAS ATAP
JENDELA DORMER
JENDELA
PINTU & ARCHITAVE
KOLOM TIANG STRUKTUR
RAILLING BALUSTRAD
17
II.4. Gambaran umum proyek Judul proyek
: Pemugaran Museum Wayang di Jakarta
Tema
: Konservasi Bangunan Bersejarah dengan Metode Arsitektur Kontekstual
Lokasi
: Jl. Pintu Besar Utara No. 27, Jakarta Barat 11110
Luas lahan lama
: 990m2 (Lahan lama, pertama) 627m2 (Lahan Lama, kedua, yang dihibahkan oleh Bp. H. Probosutejo kepada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dengan Berita Acara serah terima hibah pada tanggal 16 September 2003)
Luas Lahan Baru
: 2340 m2 (Lahan ketiga), (Kkt/Kpd), KDB 75%, KLB 3, Tinggi Maksimum Bangunan 4 Lantai.
Peruntukan
: Karya Kantor/Jasa (Kkt), Karya Perdagangan (Kpd)
Sifat
: Bangunan Museum – aktif (sedang direnovasi)
Pemilik
: Pemda DKI Jakarta
Fasilitas yang direncanakan : Lantai dasar R. Informasi & Tiket, R. Informasi Digital, R. Audio Visual, Ruang Pameran Wayang Kulit, Prasasti makam Jan Pieterszoon Coen, R. Pameran Lukisan, R. Pameran Wayang Golek Nusantara, R. Pameran Gamelan, R. Serbaguna/Pagelaran, R. Konservasi & Preparasi, R. Simpan Koleksi, Gudang Peralatan, Workshop & Ruang Bermain, R. Receptionist, R. Monitor, Toilet umum, Cafe, Restoran, Toko Cinderamata.
Lantai atas Kantor Pengelola (R. Direktur, R. Kabag, R. Sekretaris, R. Arsip, R. Rapat, R. Seminar, R. Simpan Koleksi, R. Peralatan, Pantry, Toilet), Perpustakaan, R. Pameran Boneka Mancanegara, R. Pameran Wayang Golek, R. Pameran Hasil Karya, Toilet umum, Void,.
18
BAB III TINJAUAN KHUSUS
III.1. Tinjauan Tema Konservasi bangunan bersejarah dengan metode arsitektur kontekstual, melakukan renovasi bangunan museum dengan pembaharuan sistem perencanaan
maupun
perancangan
membuat
keselarasan
terhadap
lingkungannya. Arti dari konservasi yakni upaya untuk memelihara suatu tempat
(lahan,
kawasan,
gedung
atau
kelompok
gedung
beserta
lingkungannya) sedemikian rupa sehingga makna (arti sejarah, budaya tradisi, ekologi dan sebagainya) dari tempat tersebut dapat dipertahankan.1
Kontekstual artinya situasi yang tidak memungkinkan sebuah obyek ada di satu tempat tanpa mengindahkan obyek-obyek yang sudah ada di tempat itu lebih dahulu perancangan kontekstual dengan demikian memusatkan perhatiannya terutama pada karakteristik obyek-obyek yang sudah ada tersebut dan pada obyek yang akan dibuat.2
Membuat pemugaran museum dengan memberikan kualitas baru memilih memberikan kesan terhadap ruang agar lebih menghidupkan suasana yang kental akan monumental diberikan sentuhan pemikiran modern baik dalam perencanaannya maupun didalam penerapannya. Harapan yang ingin dicapai agar memberikan kesan terhadap museum yang selama ini ada dibenak masyarakat dengan berkonotasikan bangunan yang syarat model tertinggal dan kurang apresiatif, dengan sistim perencanaan baru diharapkan dapat mengubah pola pikir yang selama ini berkonotasi pasif menjadi ajang tempat berwisata rekreatif dan inovatif.
III.2. Arsitektur Kontekstual Dalam sejarah arsitektur unsur konteks site merupakan unsur utama 1 2
Markus Zahnd, 1999, Perancangan Kota Secara Terpadu, kanisius, hal. 234 disarikan dari Agus Dharma, Kontektualisme dalam arsiektur, http:/staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/
19
arsitektual Kedatangan prinsip-prinsip Arsitektur Modern menimbulkan pemikiran baru dimana site dengan permukaan rata dan kosong menjadi kebutuhan dalam penerapan ideal prinsip-prinsip Arsitektur Modern Apabila suatu disain dimulai dari suatu site yang kosong maka bangunan tersebut dapat dikonfigurasikan sebagai obyek bebas tanpa hubungan dengan konteks lain dan ruang bebas urban grid empat persegi panjang. Grid tersebut berfungsi sebagai penghapus konteks sehingga setiap site sejauh mungkin dapat digunakan sebagai site ideal modern yaitu site rata dan kosong tanpa berhubungan dengan built environment (lingkungan binaan) sekitarnya dan semua obyek arsitektural dan dilokasikan dengan sistem grid.
Kontekstualisme sering disebut dengan (Urbanism) tumbuh diantara ismeisme dalam arsitektur dan urban design. Stuart Cohen dan Steven Hurt yang pertama kali memperkenalkan Kontekstualisme di Cornell University, menyatakan bahwa kontekstualisme bermaksud memeluk spirit/jiwa bangunan-bangunan tua dengan lingkungannya yang bersejarah ke dalam disain baru bukan bentuknya.3
Kontekstual artinya situasi yang tidak memungkinkan sebuah obyek ada di satu tempat tanpa mengindahkan obyek-obyek yang sudah ada di tempat itu lebih dahulu Perancangan kontekstual dengan demikian memusatkan perhatiannya terutama pada karakteristik obyek-obyek yang sudah ada tersebut dan pada obyek yang akan dibuat. Berdasarkan definisinya disain kontekstual haruslah : 1. Fit (pas) pada lingkungannya 2. Merespons lingkungannya 3. Menjadi perantara bagi lingkungannya mungkin melengkapi pola implisit dari lay-out jalan atau memperkenalkan sesuatu yang baru.
3
disarikan dari Agus Dharma, Kontektualisme dalam arsiektur, http:/staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/
20
III.3. Studi Banding III.3.1. Museum Radya Pustaka Museum Radya Pustaka merupakan bangunan yang tergolong tua, didirikan pada tangga 28 Oktober 1890 di masa pemerintahan PB IX. Museum ini merupakan museum terlengkap koleksinya dan juga terbaik. Pernah diasuh oleh budayawan Jawa RMT Ronggowarsito dan Ki Padmosusastro. Sebagai peringatan atas jasanya, maka pada bagian depan dipasang patung Ronggowarsito, yang diresmikan pada tanggal 11 Nopember 1953 oleh Bapak Presiden RI yang pertama (Ir. Sukarno). Bangunan ini juga sebagai tempat untuk penyelenggaraan kursus bahasa Jawa, Kawi (19261929) di bawah pirnpinan Dr. H. Kraemer dan Dr. H. Pigeaud.
Denah dan sketsa (Gambar III.1)
21
Bangunan ini memiliki corak kolonial, terlihat pada bagian kolomkolom yang bulat yang terdapat pada ruang terbuka di depan. Jendela-jendela
dan
pintu
masih
berukuran
besar,
ven-
tilasi/penerangan tidak dominan, sehingga lebih berkesan tertutup. Pada ruang dalam terdapat hiasan pada kolom-kolom di dekat pintu dan juga pada bovenlicht dari kayu yang terdapat di atas pintu dengan motif bunga dan tumbuhan. Langit-rangit terbuat dari bahan yang diolah dengan penyelesaian yang baik/rapi, dengan letak yang cukup tinggi
Tanggapan secara garis besar penataan ruangan museum dilihat dari pola penyajian ruangnya dapat dikategorikan serupa yaitu adanya sirkulasi yang menuntun arah masuk museum dari satu ruang waktu berdasarkan nilai sejarahnya dan kembali
ketitik
awal, Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemeriksaan dan pengecekan
dalam
Penempatan ruang
segi
maintenance
maupun
keamanan.
utama (pameran) dengan ruang pengelola
dipisahkan.
III.3.2. Museum Altes Museum Altes adalah salah satu dari beberapa museum yang terkenal di berlin, negara Jerman. Museum ini dikenal dengan sebutan museum kerajaan dikarenakan benda-benda yang antik terkandung didalammnya, Museum ini dibangun pada tahun antara tahun 1825 dan 1828 oleh arsitek Karl Friedrich Schinkel dengan bergaya neoklasikal
Ketika pembukaan museum di tahun 1830 pada tahun yang sama museum altes mengalami rusak berat akibat perang dunia kedua. Setelah diperbaiki pada tahun 1996 museum ini memamerkan benda purbakala yunani dan artefak romawi.
22
Museum Altes pada tahun 1830 (Gambar III.2)
Perencanaan museum altes untuk jangka panjang diarahkan kebelakang dengan membuat bangunan-bangunan baru dan pada bangunannya saling berhubungan.
Tampilan Museum tahun 1993 (Gambar III.3)
Museum altes memberikan tampilan yang menarik ketika dimalam hari, pada sisi pintu masuk utama ditengah-tengah bangunan dibuat lampu neon dengan latar berwarna merah dan tulisan berwarna putih yang terbuat dari lampu neon bertuliskan "ALL ART HAS
23
BEEN CONTEMPORARY", jika diartikan semua seni telah menjadi dijaman ini. Untuk lampu neon ini dipasang oleh artist minimalis Maurizio Nannucci
Tampilan Museum Altes malam hari (Gambar III.4)
Tanggapan pada fasade bangunan yang memiliki nilai history apabila dapat dikombinasikan dengan metoda baru dapat menghasilkan karya yang indah. Pada rancangan museum altes ini sang arsitek menyajikan campuran fasade kulit bangunan yang bernuansankan etnik dengan perpaduan unsur modern dengan melalui pemakaian material kaca dan permainan pencahayaan buatan sehingga jika dilihat hasilnya pada malam hari menjadi daya tarik
24
tersendiri bagi setiap orang yang melewati gedung ini. Dinilai dari kultural museum
altes
sang
arsitek
diarahkan
sedapat
mungkin
tetap
mempertahankan nilai historis dan kultural dari bangunannya. Dalam hal perencanaan museum ini terbukti berhasil menjadi obyek wisata yang menarik bagi masyarakat Jerman itu sendiri maupun pengunjung dari mancanegara.
Untuk alur sirkulasi pengunjung dituntun untuk melalui ruang-ruangnya dengan sistem penghubung bangunan yaitu sirkulasi pengunjung dimulai dari pintu masuk utama (bangunan lama) yang kemudian dilanjutkan kebangunan-bangunan baru sebagai penunjang museum untuk dapat melalui bangunan-bangunan berikutnya, disini pengunjung dapat menangkap sinyal bahwa sejarah awal cerita bangunan museum berawal dari bangunan utama yang berada dipaling depan sehingga konteks mempertahankan bangunan yang memliki nilai historisnya dapat dirasakan dengan jelas bahwa museum altes adalah museum yang memiliki nilai historis.
25
BAB IV ANALISA PERENCANAAN
IV.1. Analisa Lingkungan IV.1.1. Makro Ditinjau Secara makro letak museum wayang berada dipusat kota tua yang dicanangkan oleh pemerintah sebagai benda cagar budaya yang perlu dipertahankan nilai historisnya. Pada bagian sisi utara dari museum dibeberapa tempat masih merupakan peninggalan bangunan tua yang masih tergolong kriteria A (bangunan yang masih termasuk benda cagar budaya) dan peruntukannya untuk Kkt/Kpd (Karya Kantor, Karya Perdagangan). Pada lokasi diseberang tol pelabuhan terdapat kawasan industri, banyak pabrik maupun pergudangan diareal tersebut.
U
LOKASI MUSEUM WAYANG
Peta Jakarta (Gambar IV.1)
Untuk sisi bagian Timur tepatnya di wilayah mangga dua, saat ini sudah berkembang dengan pesat dikenal dengan tempat penjualan grosir untuk berbagai jenis perdagangan. Selanjutnya disisi bagian selatan terdapat jalan pintu besar selatan, jalan ini menuju ke pusat kota yaitu wilayah istana merdeka Jakarta, jalan ini merupakan
26
jalan utama yang menjadikan akses langsung menuju lokasi museum bagi para pengujung. Terakhir sisi bagian barat, kawasan ini masih banyak terdapat bangunan-bangunan tua yang saat ini dijadikan sebagai perkantoran.
Tanggapan ditinjau secara makro dari segi kawasan, museum ini memiliki posisi strategis dalam perencanaan kawasan kota tua, berdasarkan data-data bangunan tua yang masih memiliki nilai historisnya dan termasuk dalam bangunan cagar budaya adalah persekitaran daerah Fatahillah.
Zona Arah Pengembangan Kota Tua (Gambar IV.2)
27
masih dilihat dari aspek lingkungan karena kebutuhan antara fungsi-fungsi ruang kota sudah terstruktur dengan baik, terlihat dengan jelas pembagian ruang-ruang untuk perletakan bangunan dan pembentukan jalan. Lokasi Museum Wayang
Bentuk kawasan jelas dengan pembagian grid terhadap bangunan
Foto Udara (Gambar IV.3)
IV.1.2. Mikro Secara mikro museum wayang berada diruang lingkup wilayah kelurahan pinangsia, posisi tapak museum wayang berada dikawasan taman fatahillah, kawasan ini merupakan kawasan kota tua yang diperuntukan menjadi tempat wisata.
Museum ini termasuk dalam lingkup kota tua Jakarta yang dilindungi oleh legal aspek, seperti: §
SK.Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Cd.3/1/1970 tentang Pernyataan Daerah Taman Fatahillah, Jakarta sebagai Daerah dibawah Pemugaran Pemerintah DKI Jakarta yang dilindungi oleh Undang-undang Monumen Ordonnantie (Stbl Th. 1931 No. 238).1
§
SK.Gubernur KDKI Jakarta Nomor 475 tahun 1993 tentang
1
Dinas Museum dan Pemugaran DKI Jakarta, Himpunan Peraturan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Yakarta tentang Lingkungan Pemugaran di Wilayah Jakarta. Hal. 19.
28
Penetapan Bangunan-bangunan Bersejarah di daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Benda Cagar Budaya2
Site Sekitar Museum Wayang (Gambar IV.4)
Ruang Publik pada sisi muka bangunan museum wayang (jalan pintu besar utara) telah dilakukan perubahan, pada awalnya jalan ini dilalui oleh kendaraan umum maupun pribadi, namun sekarang jalanan ini dijadikan tempat para wisatawan berjalan kaki maupun dengan menggunakan sepeda.
2
Dinas Museum dan Pemugaran DKI Jakarta, Himpunan Peraturan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Yakarta tentang
29
Foto Dokumentasi Pemugaran Jalan Pintu besar Utara (Gambar IV.5)
§
Tipologi kawasan beberapa bagian kota yang harus dipreservasi belum sepenuhnya terwujud, akibat masih adanya penggunaan lahan sebagai kegiatan usaha.
§
Figure kawasan menunjukan belum optimalnya pembangunan baik konservasi maupun preservasi pada bangunan-bangunan tua disekitar yang semestinya dipertahankan nilai sejarahnya, bahkan masih ada pula bangunan yang kepemilikannya tidak jelas sampai saat ini.
§
Untuk tampilan maupun bentuk eksisting bangunan museum wayang merupakan bagian yang harus dipertahankan sebagai ciri kawasan. Hal ini berkaitan dengan peraturan yang mengatur pemugaran yang terdapat dalam SK.Gubernur KDKI
Jakarta
No.
:
D.IV-6097/d/33/1975
tentang
Ketentuan Pokok Lingkungan dan Bangunan Pemugaran di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Isi pokok peraturan pasal 2, adalah : Ditinjau dari segi arsitektur maupun sejarahnya, maka bangunan-bangunan dalam lingkungan pemugaran dibagi
Lingkungan Pemugaran di Wilayah Jakarta. Hal. 19
30
dalam 4 (empat) golongan : 1. Bangunan-bangunan yang termasuk golongan pemugaran A, yaitu bangunan-bangunan tersebut tidak boleh ditambah, dirobah, dibongkar, atau dibangun baru. 2. Bangunan-bangunan yang termasuk golongan pemugaran B, yaitu kelompok bangunan-bangunan yang bernilai atau bangunan yang mempunyai ciri tertentu dari suatu masa, dengan struktur yang masih baik yang bersama-sama membentuk lingkungan yang serasi. Suasana dan nilai-nilai lingkungan memelihara,
disini
perlu
dipertahankan
mengembangkan
dengan
cara
memperbaikinya
agar
kembali menjadi suatu kesatuan lingkungan ruang hidup yang serasi. Bangunan yang termasuk golongan pemugaran B ini tidak boleh dirubah bangunan badan utama, struktur utama atap maupun pola tampak mukanya. Perubahan susunan ruang dalam, perubahan bagian belakang serta penggantian elemen-elemen yang rusak diperkenankan asal tidak melanggar peraturan bangunan dan tidak merusak keserasian lingkungan. 3. Bangunan-bangunan
yang
termasuk
dalam
golongan
pemugaran C yaitu bangunan-bangunan yang sudah banyak perubahan, atau bangunan-bangunan yang kurang serasi dengan pola tampak sekitarnya. atau bangunan-bangunan yang karena kondisinya sukar dipertahankan sebagai golongan pemugaran B. Bangunan-bangunan tersebut boleh dirobah atau dibangun baru, tetapi dalam penambahan/pembangunan tersebut harus disesuaikan pada pola tampak bangunan disekitarnya, sehingga membentuk lingkungan yang baik dan serasi. 4. Bangunan-bangunan yang sudah berubah sama sekali nilai lingkungan,
atau
yang
karena
lokasinya
sukar
dipertahankan dan perlu diperkem-bangkan secara lain.
31
Bangunan-bangunan ini boleh dibangun baru sesuai dengan rencana kota dengan memperhatikan skala lingkungannya sehingga
tidak
mengganggu
lingkungan
pemugaran
disekitarnya. Dalam hal ini kriteria eksisting bangunan museum wayang termasuk Golongan A dan lahan pemugaran untuk perluasan museum wayang termasuk Golongan C. §
Skyline yang terlihat dari deretan bangunan historis, kawasan ini merupakan kawasan yang saat ini mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah untuk dilakukan pembenahan terhadap bangunan maupun kawasannya namun masih bertahap.
IV.1.3. Tanggapan §
Untuk museum wayang perlu adanya penyesuaian peraturan undang-undang terhadap bangunan museum akan kebutuhan pengguna
yaitu
pemakaian pengunjung
yang menuntut
teknologi modernisasi akan dapat dirasakan, hal ini ditujukan lebih kearah interior bangunan museum itu sendiri dan pemakaian teknologi penunjang informasi untuk bangunan §
Pemugaran yang dilakukan oleh penulis mengarah dengan dipugarnya sebelah
bangunan-bangunan
kanan
museum
yang
wayang
berada
yang
disamping
sekarang
ini
dipergunakan sebagai gedung perkantoran swasta, ruko-ruko yang penulis anggap kurang serasi dengan lingkungan kawasan. §
Perlu direncanakan area komersial pada bagian deretan yang menghadap kali besar sebagai contoh tempat kuliner bagi wisatawan, karena pembersihan kali besar yang saat ini masih dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
32
IV.2. Analisa Tapak IV.2.1. Pertimbangan Pemilihan Tapak §
Berdasarkan data peruntukan tapak, bahwa tapak baru yang digunakan
untuk
pemugaran
termasuk
dalam
kategori
konservasi.
Rencana Pemugaran Kawasan (Gambar IV.6)
§
Museum wayang merupakan museum yang termasuk memiliki lahan yang terbilang kecil, karena mendapat hibah lahan (PT. Mercubuana)
luas
museum
sudah
bertambah
namun
dikarenakan kebutuhan ruang untuk pagelaran maupun penempatan ruang pameran dianggap kurang mencukupi maka perlu dilakukan perluasan bangunan. §
Pada lahan tapak eksisting yang dipilih untuk pemugaran saat ini terdiri atas bangunan perkantoran dilihat dari kawasan fatahillah jika dinilai dari estetika bangunan kurang mampu memberikan tanggapan yang dapat menunjang kawasan historis.
§
Posisi lahan pada sisi belakang bangunan yang berisisian dengan kali besar dengan peruntukan komersil sehingga dapat dimanfaatkan untuk dijadikan tempat kuliner, dan pada sisi muka bangunan terdapat taman fatahillah yang luas sehingga
33
bila dibuat tampilan view depan yang dapan memberikan kesan maka akan menjadi tanggapan yang responsif dari pengunjung kawasan. §
Letak posisi kawasan sangat strategis karena untuk menuju kawasan dapat di tempuh oleh kendaran umum, pribadi, kereta api.
IV.2.2. Data Tapak §
Lokasi Proyek
: Jl. Pintu Besar Utara No. 27 Jakarta Barat 11110
§
Luas lahan lama : 990m2 (Lahan lama) 627m2 (Lahan Lama yang dihibahkan oleh Bp. H. Probosutejo kepada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dengan Berita Acara serah
terima
hibah
pada
tanggal
16
September 2003) §
Luas Lahan Pengembangan : 2340 m2, (Kkt/Kpd), KDB 75%, KLB 3, Tinggi Maks. 4 Lantai. Luas Lt. Dasar 2340 m2x75%=1755 m2 Total Luas Bangunan 1755 m2x3=5265 m2 Total Bangunan lama + Bangunan baru 990m2 + 627m2 + 5265m2 = 6882m2
§
Peruntukan
: Karya Kantor/Jasa (Kkt), Karya Perdagangan (Kpd)
§
Batas Tapak o Sebelah Utara
: Jalan Kali Besar Timur 4
o Sebelah Selatan
: Gedung Milik PT. Mandiri
o Sebelah Barat
: Jalan Kali Besar Timur
o Sebelah Timur
: Jalan Pintu Besar Utara
34
IV.2.3. Analisa Tapak Terhadap : §
Lingkungan Sekitar Kondisi bangunan sekitar kawasan taman fatahillah sebagian sudah aktif dijadikan museum namun masih banyak juga bangunan yang belum dapat di konservasi maupun preservasi karena terbatasnya keuangan pemerintah daerah didalam kawasan pembangunan kota tua.
Didalam kawasan historis masih terdapat penggunaan bangunan historis dijadikan komersial Bangunan tua yang belum dapat di konservasi oleh pemda Bangunan tua yang belum dapat di maksimalkan fungsinya Perencanaan mendatang kali besar dijadikan sarana transportasi untuk penunjang kawasan kota tua Site Sekitar Museum Wayang (Gambar IV.7)
Untuk masalah sungai kali besar saat ini masih dalam perbaikan oleh pemerintah daerah yang berencana untuk membersihkan dengan membuat jernih aliran sungai yang berada di kawasan kota tua.
Sungai kali besar yang termasuk dalam preservasi kawasan kota tua memberikan keuntungan bagi site museum wayang itu sendiri karena view kali besar dapat dimanfaatkan.
35
Jl. Kali Besar Timur 5
Jl. Kali Besar Timur 4
Jl. Kali Besar Timur
Sisi Muka (Jl. Pintu Besar Utara)
Foto Dokumentasi Hasil Observasi (Gambar IV.8)
§
Kontur, Vegetasi, Keistimewaan Buatan Level Sungai (- 1,2 meter) dari jalan kali besar timur
Kontur Bangunan Eksisting tapak lebih tinggi dari jalan +0,5 meter Vegetasi terdapat ditaman fatahillah dan disepanjang sisi sungai kali besar. Jalur pejalan kaki sudah direnovasi oleh pemda.
Site Sekitar Museum Wayang (Gambar IV.9)
Perencanaan bangunan baru tambahan levelnya mengikuti level eksisting, naik +0,5 meter dari jalan sebagai antisipasi jika terjadi banjir. Penataan area hijau dan pedestrian sudah dibuat oleh pemerintah daerah.
36
Taman Fatahillah
Jl. Kali Besar Timur
Foto Vegetasi (Gambar IV.10)
Untuk vegetasi buatan yang dicanangkan pemda setempat telah direalisasikan dengan penanaman kembali pepohonan pada titik awal dahulu ketika pepohonan itu tumbuh, pepohonan ini terlihat pada taman fatahillah. §
Polusi Udara, Suara, Visual Posisi bangunan yang berdekatan dengan arus kendaraan yaitu dijalan kali besar timur, hal ini memberikan kemudahan bagi pengunjung museum untuk mendapatkan akses
U B
T S
Tingkat kebisingan dan polusi udara realtif tidak begitu banyak dikarenakan posisi pintu masuk utama dari arah Jl. Pintu Besar
LOKASI MUSEUM WAYANG Peta Jakarta (Gambar IV.11)
Dari hasil observasi tingkat polusi udara saat ini masih diakibatkan oleh kondisi air sungai kali besar, untuk aspek kebisingan yang diakibatkan oleh kendaraan relatif kecil dikarenakan pemakai jalan satu arah di jalan kali besar timur tidak terlalu ramai, kepadatan kendaraan hanya pada jam-jam kerja tertentu.
37
Tanggapan terhadap polusi udara, visual, suara (+) sisi bagian samping tidak terkena dampak polusi
(-) sisi bagian belakang mendapat polusi udara, suara
(-) saat ini jalan pintu besar utara dan jalan kali besar 4 masih digunakan parkir kendaraan, citra estetika bangunan berkurang
(+) perencanaan kedepan oleh pemda arus kendaraan dipindah ke jalan kali besar barat
(+) sisi bagian depan adalah sisi paling tenang Sketsa tanggapan terhadap polusi (Gambar IV.12)
Faktor
kebisingan
akan
lalu
lintas
kendaran
akan
mempengaruhi kenyaman pengunjung museum ketika acara pagelaran wayang, dan akan menggangu penikmat museum. §
Orientasi matahari dan arah angin Museum wayang merupakan museum yang menyimpan bendabenda yang memiliki historis dan sangat rentan terhadap sinar matahari. Pertama sisi muka bangunan merupakan arah pintu masuk utama, sisi ini adalah merupakan pelindung pertama yang perlu diperhatikan ketika sinar matahari dipagi hari.
Kedua bagian sisi belakang museum, pada bagian ini juga langsung mendapatkan sinar matahari dari arah barat walaupun sudah ada vegetasi namun tetap harus diperhatikan untuk jenis penempatan
maupun
peruntukan
ruangnya
didalam
perancangan.
Untuk datangnya arah angin berpengaruh dengan polusi yang akan membuat dampak bagi tapak, baik itu polusi kebisingan
38
maupun udara.
Pemanfaatan udara alami juga harus mampu diadopsi terhadap bangunan museum itu sendiri, melalui bukaan-bukaan untuk area pameran maupun service akan menambah kenyamanan ruang.
Matahari Tenggelam
Matahari Terbit
. Angin Laut
Angin Pasat
Analisa Matahari dan Arah Angin (Gambar IV.13)
Hasil observasi penulis dilapangan jika ditinjau dari arah muka bangunan, dengan begitu luasnya taman fatahillah pengaruh dari polusi udara maupun kebisingan tidak terlalu berdampak terhadap bangunan, tetapi dari sisi belakang bangunan museum (jalan kali besar timur) melalui hembusan angin dapat berpengaruh sekali dengan mengakibatkan polusi udara dan kebisingan.
39
Tanggapan untuk memposisikan ruang berdasar hasil dari analisa rotasi matahari dan arah angin (+) Bukaan untuk cahaya alami dapat digunakan pada area samping (Jl. Kali besar 4)
(+) pemakai elemen dinding menonjol dapat memberikan kesan terhadap bayangan yang dihasilkan
Matahari Tenggelam
Matahari Terbit
(-) Sisi Belakang Bangunan kurang baik untuk Ruang Pameran karena cahaya matahari dapat meusak benda pamer
(-) Sisi Muka Bangunan kurang baik untuk Ruang Pameran karena cahaya matahari dapat meusak benda pamer Tanggapan terhadap orientasi Matahari dan Arah Angin (Gambar IV.14)
§
View dan tampilan kawasan terhadap lingkungan sekitar Dengan pertimbangan pemugaran museum wayang untuk kearah yang lebih baik, maka tampilan museum harus dapat merespon dari berbagai sudut pandang sehingga kesan pertama yang didapatkan merupakan kesan positif. (+) Arah panah menunjukkan sisi luar bagian bangunan yang harus dapat memberikan kesan dan mampu merespon minat pengunjung
Tanggapan view terhadap lingkungan sekitar (Gambar IV.15) 40
Saat ini ruang negatif yang tercipta timbul dari arah belakang bangunan musuem dikarenakan sungai kali besar yang berwarna hitam masih dalam proses pembersihan, namun jika tahapan mendatang dengan kondisi air sungai terpelihara dengan baik, view ini akan menjadi pemandangan yang sangat menarik dan menjadi tempat yang menjadi memiliki nilai jual.
Sirkulasi kendaraan dan pencapaian ke tapak
Untuk pencapaian menuju lokasi Pengunjung diajak mengitari kawasan terlebih dahulu mulai dari Jl. Bank menuju Jl. Kali Besar Timar Kemudian Jl. Kali Besar 3 (Pintu masuk Kendaraan Pribadi)
PARKIR
PARKIR
PARKIR
AREAL PARKIR KENDARAAN
AREAL PARKIR KENDARAAN AREAL PARKIR KENDARAAN
§
Analisa sirkulasi kendaraan (Gambar IV.16)
Jalan menuju lokasi jika dilihat sedikit memutar, hal ini disebabkan jalan menuju kota tua dibuat satu arah sehingga bagi pengunjung suasana kota tua dengan seketika dapat dirasakan ketika akan memasuki wilayah taman fatahillah.
Areal parkir yang tersedia juga cukup banyak namun masih sebagian besar memakai ruas jalan yang dijadikan areal parkir kendaraan.
Tanggapan mengenai sirkulasi kendaraan dan pencapaian
41
ketapak, perencanaan ruang gerak sirkulasi adalah sebagai berikut.
Data Sirkulasi Kendaraan (Gambar IV.17)
§
Sirkulasi pejalan kaki dan pencapaian ke tapak Bagi para pengunjung yang menggunakan angkutan umum maupun dengan sarana tranportasi lain (kereta api) museum wayang
yang
berlokasi
dikawasan
taman
fatahillah
mendapatkan kemudahan akses bagi para pejalan kaki, tidak jauh dari taman fatahillah terdapat stasiun kereta api kota dan banyak kendaraan umum roda niaga yang mengitari kawasan kota tua.
Untuk ruang pedestrian yang telah dibuat oleh pemerintah daerah adalah Jl. Pintu Besar Utara yang beralih fungsi dari jalanan umum menjadi tempat bagi pejalan kaki untuk menuju lokasi kawasan kota tua.
42
PEDESTRIAN
Titik pintu masuk untuk pejalan kaki yang berasal dari stasiun kereta api kota
Titik pintu masuk untuk pejalan kaki menuju kawasan kota tua
Analisa pejalan kaki (Gambar IV.18)
IV.3. Analisa Segmen Pengunjung Berdasarkan hasil grafik pendapatan retribusi karcis
jenis umum dan
rombongan museum wayang tahun 2004 s.d Tahun 2008 (sumber Museum Wayang). Rp40,000,000
Rp35,000,000
Rp30,000,000
33,582,000
Dewasa ( Umum ) Dewasa ( Rombongan ) Mahasiswa ( Umum ) Mahasiswa ( Rombongan ) Rp25,000,000
18,688,000
Pelajar ( Umum ) Rp20,000,000
2005
2006
2007
Diagram retrebusi karcis (Gambar IV.19)
43
7,063,500 2008
250000
330,000
2,778,000
4,190,000
1,629,000
5,041,500 1,914,000
298,500
2,075,000
1,494,000
4,276,500
1,707,600
412,500
Rp2004
9,000,000
13,782,000
2,530,000
1,867,500
1,067,400
535,500
1,216,000
3,228,500
585,000
310,500
858,000
600,000
Rp5,000,000
5,463,500
Pemakaian Sarana Foto
1,218,600
Rp10,000,000
Pemakaian Sarana Film 11,282,000
Rp15,000,000
11,990,000
Pelajar ( Rombongan )
Berdasarkan hasil grafik jumlah pengunjung museum wayang dari jenis
5565
umum tahun 2004 s.d 2007 6000
3190
1779
2075
2530
2846
3111
3073
2922
2031
3000
2626
3015
4000
3779
3780
5000
858
1216
2000
1000
Wisatawan Nusantara Wisatawan Mancanegara Mahasiswa Anak-anak / Pelajar
0 2004
2005
2006
2007
Diagram jumlah pengunjung umum (Gambar IV.20)
Berdasarkan hasil grafik jumlah pengunjung museum wayang dari jenis rombongan tahun 2004 s.d 2007
6707
8000
7000
2005
1134
2242 398
996 0
0 2004
1357
937 308 550
1000
252 148 414
2000
300 90 714
3000
2414
2443 2300 1714
4000
2575
3669
5000
4621
4844
6000
2006
2007
Diagram jumlah pengunjung rombongan (Gambar IV.21)
44
Wisatawan Nusantara Wisatawan Mancanegara Mahasiswa TK / SD SLTP SLTA
Dari hasil grafik data pengunjung museum wayang dapat disimpulkan bahwa terjadinya peningkatan jumlah pengunjung menandakan bahwa kawasan kota tua mulai dikenal oleh masyarakat maupun wisatawan mancanegara sebagai tempat wisata. Untuk itu perkembangan kawasan wisata kota tua perlu dilakukan dimulai dari pemugaran museum wayang untuk kearah yang lebih baik.
IV.4. Analisa Pemakai, Kegiatan dan Kebutuhan Ruang Kriteria pemakai didalam museum terdiri atas 3 kelompok, yaitu: 1. Pengelola Museum Berdasarkan observasi, struktur organisasi pengelola museum dapat dijabarkan sebagai berikut: KEPALA MUSEUM
Ka. Seksi Kurator
Ka. Seksi Preparator
Staff. Konservator
Staf. Bimbingan
Kasubag Tata Usaha
Staff administrasi
2. Penyewa Penyewa yang dimaksud adalah fasilitas ruang yang tersedia dapat disewa oleh umum pada jam-jam tertentu untuk mencakup berbagai jenis kegiatan agar terjalin interaksi pengunjung dengan museum. 3. Pengunjung Umumnya pengunjung museum dari berbagi jenis kalangan mulai dari wisatawan nusantara, wisatawan mancanegara, pelajar (TK, SD, SLTP, SLTA), mahasiswa. Tingkat kepadatan pengunjung akan lebih terlihat ketika di akhir pekan karena museum ini dijadikan tempat berwisata bagi keluarga.
45
IV.4.1. Pengelola Museum PEMAKAI
KEGIATAN
RUANG
Kepala Museum
Memimpin Museum
Ka. Seksi
Memimpin sub. Bagian pameran keseharian Memimpin sub. Bagian pagelaran (acara khusus) Memimpin sub. Bagian Administrasi Menjaga Stan Memberikan informasi Konservasi-Restorasi benda pameran Kegiatan Administrasi Memberikan Informasi Menjaga Perpustakaan Membersihkan ruangan Melayani kebutuhan staf
Ka. Seksi Kasubag Tata Usaha Petugas Tiket & Informasi Petugas Restorasi Petugas Perpustakaan Petugas Pelayanan & Kebersihan Petugas Keamanan
Pengawasan Kawasan
R. Kerja, R. Tamu R. Rapat R. Kerja, R. Tamu R. Kerja, R. Tamu R. Kerja, R. Tamu R. Penjualan Tiket Area Informasi R. Restorasi R. Kerja, Ruang Penyimpanan R. Service
R. Kontrol
IV.4.2. Penyewa PEMAKAI Penyewa (Individu) Penyewa (Kelompok) Penyewa (Instansi)
KEGIATAN
RUANG
Kegiatan Pengetahuan Kegiatan Pagelaran Kegiatan Bebas (acara ulang tahun)
R. Serbaguna
IV.4.3. Pengunjung PEMAKAI
KEGIATAN
RUANG
Umum
Kegiatan Pameran Kegiatan Pagelaran (pada jam-jam berlaku)
R. Pameran, R. Pagelaran R. Edukasi, R. Perpustakaan
Khusus (Instansi, Pendidikan, Wisatawan)
Kegiatan Pameran Kegiatan Pagelaran (pada jam-jam tertentu, sesuai dengan perjanjian)
R. Pameran R. Pagelaran R. Perpustakaan
46
IV.5. Analisa Besaran Ruang
47
Dari hasil analisa pemakai, kegiatan dan kebutuhan ruang maka rekapitulasi besaran ruangnya adalah sebagai berikut :
48
IV.6. Skema Hubungan Antar Ruang ARUS KENDARAAN IN
Pintu masuk pengelola
Cafe
Restoran OUT
Gudang, R. Konservasi & Preparasi
R. Lukisan
Naik ke lantai 2
R. SERBAGUNA
Prasasti Jan Pieterszoon Coen
R. Interaksi R. Audio Visual,
R. Informasi & Tiket
IN
Tiket
Toilet
Ruang Pameran Wayang Kulit
R. Informasi Digital
R. Souvenir & Exit ARUS KENDARAAN
Foyer
Ruang Audio Visual
R. Pameran Wayang golek &R. Gamelan
Turun dari lantai 2
R. Bermain R. Workshop
SKEMA LT. DASAR
OUT
ARUS PEJALAN KAKI
49
IN
Kantor Pengelola
R. Hasil karya
R. Hasil karya
Void
Naik dari Lantai 1
Void
Void
Toilet Ruang Pameran Boneka Mancanegara
Turun ke lantai 1 R. Perpustakaan
SKEMA LT. ATAS
IV.7. Analisa Massa Bangunan IV.7.1. Bangunan eksisting Museum wayang yang termasuk golongan pemugaran A, yaitu bangunan-bangunan tersebut tidak boleh ditambah, dirobah, dibongkar, atau dibangun baru.
50
(+) bentuk bangunan eksisting begitu dominan terhadap bangunan baru maka perlu dipertahankan nilai historisnya
(-)Kondisi struktur bangunan eksisting sudah tidak layak digunakan dan area ini termasuk golongan C (dapat dibangun kembali)
Tanggapan terhadap bangunan eksisting (Gambar IV.22)
IV.7.2. Penambahan bangunan baru Pada lahan yang direncanakan untuk pemugaran, tapak tersebut termasuk dalam golongan pemugaran C yaitu bangunan-bangunan yang sudah banyak perubahan, atau bangunan-bangunan yang kurang serasi dengan pola tampak sekitarnya atau bangunan-
51
bangunan yang karena kondisinya sukar dipertahankan. Bangunanbangunan tersebut boleh dirubah atau dibangun baru, tetapi dalam penambahan/pembangunan tersebut harus disesuaikan pada pola tampak bangunan disekitarnya, sehingga membentuk lingkungan yang baik dan serasi.
(+) Penambahan bangunan baru dapat dilakukan dengan memberikan kesan fasade modern sehingga komunikasi antara bangunan baru dengan bangunan lama dapat terjawab
Areal Pemugaran
Bangunan Eksisting
Tanggapan terhadap bangunan baru(Gambar IV.23)
Secara visual untuk bangunan baru yang berada disamping secara konteksnya diselaraskan dengan kondisi sekitar namun tetap membuat sisi depan sebagai sisi original dari bagian museum wayang.
Tanggapan terhadap penambahan bangunan baru, dilihat dari kawasan terhadap peruntukannya.
52
Peruntukan Lahan (Gambar IV.24)
IV.8. Analisa Struktur IV.8.1. Struktur bangunan lama Keadaan struktur pondasi dan dinding pada bangunan eksisting masih dalam kondisi layak pakai, dikarenakan perawatan secara berkala yang dilakukan oleh pengelola museum.
53
Koridor R. Pamer Lt. dasar(Gambar IV.25)
Pada lantai bertingkat strukturnya menggunakan potongan balok kayu jati berbentuk persegí yang susun horizontal dengan jarak antara as 60cm, dan diatasnya ditutup dengan papan kayu jati ukuran (lebar 20cm, tebal 3 cm, panjang 1,5-2 meter), struktur atap bangunan eksisting masih menggunakan atap lama.
Pada bangunan baru museum yang direnovasi (Bangunan Hibah) sudah memakai elemen material modern
seperti penggunaan
struktur lantai cor beton, Lantai dari bahan granite tile, ram dari bahan Parquet, kaca tempered sebagai pembatas ruang cantor, plafond dari gypsum, sistem pengudaraan buatan dari AC central inverter.
IV.8.2. Struktur pada bangunan baru Pada bangunan baru sistem pemakaian struktur harus dapat mengatasi kendala yang ada pada saat ini untuk kebutuhan konservasi museum.
54
Pekerjaan awal yang harus dilaksanakan adalah pengidetifikasian lahan Kerja, seperti : §
Lahan berdekaatan dengan aliran sungai kali besar.
§
Daerah kawasan jika ditinjau dari segi pemetaan termasuk daerah yang berdekatan dengan laut.
§
Penggalian sedalam 2 meter dari permukaan tanah telah ditemukan air.
§
Pengecekan tanah dengan sistem sondir belum dilakukan.
Sistem struktur yang dapat diterapkan pada bangunan baru berdasarkan hasil analisa diatas : §
Pada bagian pondasi bangunan baru menggunakan bore pile dengan pertimbangan bahwa sistim ini tidak menimbulkan gangguan terhadap getaran terhadap lingkungan sekitar.
§
Kolom bangunan menggunakan cor beton bertulang agar kekuatannya dapat bertahan lama.
§
Plat lantai cor beton bertulang dengan pemakaian besi wiremesh dilapisi bondek/spandek (plat baja khusus untuk cor lantai) sebagai penahan.
§
Struktur dapat diarahkan pemakaian dari baja ringan maupun pipa baja dan bahan penutup atap diarahkan menggunakan bahan onduline (selain fleksibel juga dapat mengurangi panas).
IV.9. Analisa Utilitas IV.9.1. Sirkulasi Sirkulasi vertikal saat ini yang telah ada pada bangunan museum lama masih menggunakan tangga dari bahan kayu jati dan pada bangunan baru yang telah direnovasi sudah menggunakan ram agar pengunjung yang menggunakan kursi roda. Adapun lift barang yang diperuntukan penggunaan kegiatan service.
55
Sirkulasi horizontal yang terjadi melalui koridor panjang dilantai satu maupun lantai dua perlu direncanakan pengalih perhatian agar suasana tidak terkesan monoton dan melelahkan.
IV.9.2. Mekanikal dan elektrikal Kebutuhan ruang untuk perencanaan ruang perletakan genset perlu diperhitungkan
agar
tidak
mengganggu
aktifitas
kegiatan.
Penggunaan listrik perlu diperhatikan agar mencoba diberdayakan cahaya alami melalui bukaan-bukaan agar pemakaian listrik tidak terlalu berlebihan. Pengkondisian udara alami maupun buatan perlu diperhitungkan agar tercipta ruang-ruang memiliki kualitas.
IV.9.3. Plumbing Penyediaan air bersih pada museum ini seutuhnya menggunakan PAM, adapun penggunaannya hanya disalurkan ke peruntukan service jadi jika ditinjau dari segi pemakaian tidak mengalami kendala.
IV.9.4. Pecegahan bahaya kebakaran Perangkat deteksi kebakaran seperti splinker dan smoke detector hanya dapat direncanakan pada bangunan baru. Sebagai perangkat penunjang antisipasi kebakaran fire hydrant box diposisi pada area yang dapat dijangkau untuk keseluruh kawasan. Penyediaan tangga darurat untuk bangunan umum diperlukan dan diposisikan pada tempat yang mudah dijangkau dan langsung berhubungan dengan ruang luar.
IV.10. Analisa Standar Kebutuhan Museum IV.10.1. Jarak Pandang Vitrin Vitrin adalah tempat untuk memamerkan obyek berbentuk lemari atau yang lainnya yang bertujuan sebagai tempat koleksi didalam museum. Dalam menentukan perletakan maupun model vitrin yang
56
akan dibuat sangat menentukan minat pengunjung dalam mengamati obyek yang akan dilihat. Adapun standar kenyamanan jarak pandang mata untuk melihat obyek adalah sebagai berikut :
Standar Jarak Pandang Pameran (Gambar IV.26)
Untuk kenyamanan jarak pandang mata pada obyek yang akan dilihat minimal adalah 1 meter dan untuk penempatan obyek pada vitrin minimal tinggi 70 cm dari lantai.
IV.10.2. Pengguna Kursi Roda Museum merupakan bangunan yang bersifat untuk umum yang mampu memberikan fasilitas kepada pengunjungnya, dalam hal ini dipaparkan standar untuk pengunjung pengguna kursi roda dalam berbagai hal, adalah sebagai berikut :
Toilet
Pengguna
Kursi
Roda Pengguna
kursi
roda
memerlukan
ruang
yang
lebih besar dalam melakukan aktivitasnya, minimum besar toilet 2,7 m2 (Lebar 1,5 meter, Panjang 1,8 meter) Untuk retail dalam toiletnya pun
berbeda
yaitu Standar Toilet Pengguna Kursi Roda(Gambar IV.27)
57
menggunakan
handrail berdekatan dengan closet duduk agar
sebagai pegangan ketika memindahkan posisi.
Ram Pengguna Kursi Roda Dalam museum yang akan dirancang adanya koridor penghubung dari lantai satu kelantai dua, direncanakan mengunakan ram agar pengguna kursi roda tetap dapat melakukan aktivitasnya ketika didalam museum. Adapun standar kemiringan ram yang diperbolehkan adalah maksimal 8.33°
Standar Ram Pengguna Kursi Roda (Gambar IV.28)
IV.10.3. Penghawaan Buatan dengan sistem Air Conditioner (AC) Bangunan museum merupakan tempat dimana obyek yang terkandung didalamnya adalah benda yang bernilai tinggi untuk itu perlu adanya tekanan udara yang stabil selain itu kenyamanan pengunjung juga perlu diperhatikan, dalam hal ini untuk sistim penghawaan udara direncanakan menggunakan Air Conditioner
58
(AC) dengan sistim aliran bahan pendingin variabel (Variable Refrigerant Flow System) merk Fujitsu. Sistem
AC
ini
memberikan keuntungan selain penggunaan ruang service yang kecil, membutuhkan daya yang kecil, dapat mengatur suhu ruang yang berbeda-beda disetiap ruangnya, jangkauan daya dorong sampai 100 meter, memiliki dua kipas sehingga apabila kipas yang satu rusak kipas yang lainnya tetap dapat menyala.
59
BAB V KONSEP PERENCANAAN PEMUGARAN MUSEUM WAYANG DI JAKARTA
V.1.
Konsep Dasar Perencaanaan Berawal dari latar belakang masalah kawasan kota tua dan peruntukannya, kemudian berangkat dari aspek dialog, observasi, analisa lapangan dan data-data pemerintahan tentang masterplan revitalisasi kawasan kota tua di Jakarta. Terbentuklah gagasan untuk mencoba memberikan suatu hasil karya tentang Pemugaran Bangunan Museum Wayang yang diharapkan dapat menjadikan suatu pembelajaran bagi dunia pendidikan khususnya dunia arsitektur KONSERVASI BANGUNAN
DASAR PEMIKIRAN § Memberikan informasi akan pentingnya sejarah kawasan kota tua. § Mengembangkan potensi yang ada. § Perkembangan keilmuan dunia arsitektur indonesia. § Membantu suksesnya program pemerintah dalam mencanangkan revitalisasi kawasan.
60
INOVASI FUNGSI
KONSEP § Pemugaran Sebagai wujud kebutuhuan ruang saat ini belum tercukupi dan kualitas ruang belum dapat mengidentifikasikan interaksinya kepada pengunjung. § Membuat multi fungsi ruang museum seperti; Ruang serbaguna, Workshop, Ruang bermain edukasi, Ruang pamer hasil karya, tempat kuliner, Void. § Merubah image museum § Membuat fasad bangunan yang menyelaraskan antara bangunan sekitar dengan perpaduan karakter baru agar memberi kesan arsitektur dijamannya. § Pemakaian material modern dapat digunakan pada bagian interior bangunan museum karena sebagai pemikat untuk pengunjung.
V.2.
Zoning V.2.1. Penzoningan Horizontal
61
V.2.2. Penzoningan Vertikal
SERVICE AREA
62
63
V.3.
Sirkulasi
SERVICE AREA
64
65
V.4.
Konsep Perencanaan Tapak
66
V.5.
Konsep Massa
MUSEUM ABTEIBURG, Monchen-Gladbach, Jerman
Tapak bangunan lama museum wayang berada dibadan tapak sehigga sulit untuk meakukan permainan massa bangunannya. Konsep massa bangunan museum wayang dengan adanya lahan baru dapat diciptakan permainan pemisahan masa bangunan lama dengan bangunan baru, jika mengacu museum abteiburb pola bangunan museum wayang dapat dipadukan unsur modern. Berbeda dengan museum hongkong, ciri khas dari budaya bangunan cina adalah permainan kolom yang menonjol keluar dan atap tropis.
HONGKONG HERITAGE MUSEUM
67
V.6.
Konsep Ruang Parkir Museum wayang merupakan bagian dari perencanaan revitalisasi kawasan kota tua yang mana perencanaan kotanya sudah diatur peruntukannya. Untuk ruang parkir museum wayang yang masuk diwilayah taman fatahillah posisi titik-titik areal parkir adalah sebagai berikut :
68
V.7.
Konsep Fasad
Bangunan lama museum wayang termasuk kategori A, jadi tidak dapat diubah dalam bangunannya harus mempertahankan bentuk aslinya. Kosep fasad museum wayang di beri penambahan material yang sifatnya sementara seperti pemasangan lampu museum altes dapat membuat tampilan museum berbeda dan menarik. MUSEUM ALTES, Berlin, Jerman
69
V.8.
Konsep Struktur
Lahan baru dengan luas 2340 m2 memiliki lebar depan ±23m, dan bangunan lama memiliki lebar ±22m. Konsep struktur bangunan baru tetap memakai unsur beton bertulang dengan dinding masif dari bata dikarenakan bangunan museum memerlukan suhu udara yang stabil sehingga diperlukan unsur material yang dapat menyerap panas cahaya matahari. Karakter bangunan modern dapat buat pada sisi samping bangunan
70
V.9.
Konsep Ruang Dalam
Bentuk ruang informasi digital yang memberikan kesan modern dan dapat menarik minat para pengunjung.
Bentuk display ruang pameran lukisan dengan memberikan pencahayaan buatan pada lorong.
71
Rencana void untuk udara dan cahaya alami pada ruang pamer museum
Bentuk ruang pameran museum wayang dengan cara perletakannya memakai unsur modern agar menarik pengunjung.
Bentuk toko cinderamata museum wayang dari penataan bentuk ruang maupun cara penempatan material.
72
V.10.
Konsep Ruang Luar
Konsep ruang luar yaitu dengan penggunaan material paving blok untuk trotoar dan penataan tanaman dengan menggunakan pot persegi untuk ditempatkan pada bukaan ruang untuk pejalan kaki
73
DAFTAR PUSTAKA A. Daftar Buku Prof. Ir. Sidharta., (1998). Arsitektur dan Pendidikannya. Semarang. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, hal.119 Markus Zahnd, 1999, Perancangan Kota Secara Terpadu, kanisius, hal. 234 Penerbit Erlangga, ERNST NEUFERT, DATA ARSITEK edisi 33 jilid 2, ISBN 979 - 411 - 552 – 5, hal.250
B. Terbitan Terbatas KENAPA WAYANG KULIT MEMBOSANKAN http://images.sudarjanto.multiply.com/attachment/0/R5IAHAoKCDMAADHx A6Y1/Kenapa%20wayang%20kulit%20membosankan.pdf?nmid=78116625
C. Website BANGUNAN TUA BERSEJARAH DI JAKARTA http://perpumda.jakarta.go.id/simkota/BANGUNAN.htm Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1995 Tentang Pemeliharaan Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Di Museum, http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/pp/1995/019-95.pdf
Agus Dharma, KONTEKSTUALISME http:/staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/
DALAM
ARSITEKTUR,
MASTER PLAN MUSEUMSINSEL BERLIN 2015 - ALTES MUSEUM ACCESS.MHT, http://www.museumsinsel-berlin.de/index.php?lang=en&page=2_2_1
D. Brosur FUJITSU GENERAL LIMITED, 1116, Suenaga, Takatsu-ku, Kawasaki 2138502, Japan. http://www.fujitsu-general.com