perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TUGAS AKHIR
ANALISIS PEMENUHAN SARANA DAN PRASARANA PADA PERMUKIMAN KOMUNITAS PEMULUNG DI KOTA KEDIRI (Studi Kasus : Kelurahan Pojok – Kecamatan Mojoroto – Kota Kediri)
Oleh:
CAHYA FURQON PRATAMA NIM. I 0608016
Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai Jenjang Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
ANALISIS PEMENUHAN SARANA DAN PRASARANA PADA PERMUKIMAN KOMUNITAS PEMULUNG DI KOTA KEDIRI (Studi Kasus : Kelurahan Pojok – Kecamatan Mojoroto – Kota Kediri)
Oleh CAHYA FURQON PRATAMA NIM. I 0608016
Surakarta,
Januari 2013
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Istijabatul Aliyah ST, MT
Ir. Soedwiwahjono. MT
NIP. 19690923 199702 2 001
NIP. 19620306 199003 1 001 Mengetahui,
Ketua Jurusan Arsitektur
Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT NIP. 19620610 199103 1 001
Ir. Galing Yudana, MT NIP. 19620129 198703 1 002
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
ANALISIS PEMENUHAN SARANA DAN PRASARANA PADA PERMUKIMAN KOMUNITAS PEMULUNG DI KOTA KEDIRI (Studi Kasus : Kelurahan Pojok – Kecamatan Mojoroto – Kota Kediri)
Sarana dan prasarana pada permukiman pemulung di Kelurahan Pojok, Mojoroto, Kediri dianggap kurang layak. Peran pemerintah dalam pemenuhan sarana dan prasarana pun tidak seperti yang diharapkan. Berdasarkan fenomena tersebut, maka “bagaimanakah pemenuhan sarana dan prasarana pada permukiman pemulung di Kelurahan Pojok, Mojoroto, Kediri dalam memenuhi kebutuhan pemulung?”. Sehingga dapat mengidentifikasi karakteristik komunitas dan permukiman pemulung, upaya pemerintah kota dalam memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana komunitas pemulung, karakteristik kebutuhan pemulung terhadap pemenuhan sarana dan prasarana serta menganalisis tingkat pemenuhan sarana dan prasarana permukiman melalui analisis karakteristik permukiman pemulung dan analisis tingkat pemenuhan sarana dan prasarana komunitas pemulung. Hasilnya diketahui karakteristik permukiman pemulung berupa pola permukiman memusat dengan kondisi fisik bangunan non-permanen sedangkan pola permukiman menyebar sebagian besar kondisi fisik bangunanya permanen meskipun beberapa semi permanen. Pemerintah pun belum optimal menyediakan sarana dan prasarana namun mencoba memenuhi kebutuhan aktivitas bermukim dan aktivitas bekerja berupa sarana dan prasarana.
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
ANALYSYS FACILITIES AND INFRASTRUCTURE IN THE SCAVENGERS SETTLEMENTS AT KEDIRI ( Study Case : Pojok Village, Mojoroto Distric, Kediri City )
Facilities and infrastructure in the scavengers settlements in the Pojok Village, Mojoroto, Kediri deemed less worthy. The role of government in fulfilling the infrastructure was not as expected. Based on this phenomenon, the "how fulfillment facilities and infrastructure in scavengers settlements in the Pojok Village, Mojoroto, Kediri in case to fulfill the needs of the scavengers?". So as to identify the characteristics of the communities and settlements of the scavenger, the city government's efforts fulfill the needs of scavenger`s community facilities and infrastructure, scavenger characteristics needs the fulfillment infrastructure and analyze the degree of fulfillment of the settlement infrastructure through the analysis of settlement characteristics and analysis of the level of compliance scavengers infrastructure scavenger community. The result is known to be a scavenger settlements characteristic form as settlement patterns converge with the physical condition of a non-permanent settlement pattern spread while most permanent physical condition settlement although some remain semi-permanent. The government has not optimal supplying the infrastructure, however they still trying to fulfill it in form as activity and work needs.
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrobilalamin puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa penulis panjatkan atas perkenan-Nya jualah tugas akhir ini dapat diselesaikan. Tugas akhir dengan judul “ANALISIS
PEMENUHAN SARANA
DAN
PRASARA PADA
PERMUKIMAN
KOMUNITAS PEMULUNG DI KOTA KEDIRI (Studi Kasus : Kelurahan Pojok – Kecamatan Mojoroto – Kota Kediri)” merupakah sebuah penelitian untuk mengetahui analisis pemenuhan sarana dan prasarana permukiman pada komunitas pemulung. Dimana komunitas pemulung memiliki ke khasan dalam memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana yang dibuthkan pada saat melakukan aktivitas bermukim maupun bekerja. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah sarana dan prasarana eksisting sekarang sudah mampu memenuhi kebutuhan komunitas pemulung, jika belum mengapa hal itu bisa terjadi serta bagaimana ukuran yang pas bagi komunitas pemulung untuk memenuhi ketersediaan sarana dan prasarana pada permukimanya mengingat adanya keterbatasan lahan pada kawasan permukiman komunitas pemulung. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memperlancar dalam memberi arahan, dorongan, bantuan teknis, dan motivasi yang sangat berarti bagi penulis sehingga peneliti mampu menyelesaikan tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT selaku Ketua Jurusan Arsitektur yang telah menjadi pendukung dalam setiap kompetisi yang diikuti penulis. 2. Bapak Ir. Galing Yudana, MT selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota 3. Ibu Istijabatul Aliyah, ST, MT selaku dosen pembimbing, yang telah memberi banyak sekali memberikan bantuan, perhatian dan arahan sampai terselesaikannya tugas akhir ini. 4. Bapak Ir. Soedwiwahjono MT selaku dosen pembimbing, yang telah memberi banyak sekali memberikan bantuan, perhatian dan arahan sampai terselesaikannya tugas akhir ini. 5. Ayah dan ibu yang telah memberikan dukungan kepada penulis dan selalu memanjatkan doa – doanya ketika penulis sedang menghadapi kesulitan serta adik-adik penulis yang selalu memberikan keceriaan dan semangat untuk selalu mengejar cita-cita. Bule, Om dan Budhe n Pakde yang mengajarkan banyak ilmu hidup. Terimakasih telah menjadi bagian terindah dalam hidup penulis. AKU SAYANG KALIAN.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Ibu dan bapak dosen program studi Perencanaan Wilayah dan Kota dan jurusan Arsitektur yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membagikan ilmunya kepada penulis. 7. Ibu Isti Andini ST, MT terimakasih telah banyak memberikan pengetahuan ketika penulis sedang merasakan kebingungan pada saat mengerjakan tugas akhir. 8. Yusnita Aulia Nurani, ST. terimakasih banyak sudah menemani saya selama ini, mulai dari pertama kali saya masuk kuliah sampai akhirnya SAYA LULUS. Terimakasih banyak atas doa dan usahanya diwaktu sedih dan senang karena kamu selalu ada buat saya. Cukup saya yang tau arti spesialnya kamu, aku sayang kamu beh. 9. Teman – Teman yang paling istimewa, My Best Friend Sulistyo Nugroho n Scholastica Y.H yang selama ini saya anggap se-visi dalam hidup dan pemikiran, banyak pemikiran brilian yang saya dapat dari kalian dan rahasia diantara kalian, ssstttt…cukup saya yang tau. Begitu juga buat Pramudya, Ita, Muftia, Dhoni, Adri Agung, Eko Ardianto, Gian WC, Dicky. Kalian semua sangat berharga buat saya dan ga akan pernah saya lupain kebaikan kalian yang selalu ada disaat saya butuh, Best Friend Always. 10. My Gank Dewa-Dewi : Annas, Agastya, Galih, Ahmam, Apep, Aya, Era, Prima, Bu’e, TM, Ida, Toni, Ibnu, Andon, Teo dan Rosalia. Makasih banyak sudah menjadi keluarga baru saya selama saya merantau, beruntung bisa kenal kalian semua. 11. Teman – teman PWK 2008 Universitas Sebelas Maret. Dalam penelitian ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dikarenakan keterbatasan ilmu dan waktu yang dimiliki penulis. Akhir kata, penulis berharap, penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan wilayah dan dapat menjadi referensi bagi penelitian berikutnya yang lebih mendalam mengenai kesesuaian aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai metropolitan yang berkelanjutan. Tidak lupa, penulis mengharapkan saran yang membangun demi perbaikan penulis.
Surakarta, Januari 2013 Peneliti
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.................................................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................................ii ABSTRAKSI..............................................................................................................................iii KATA PENGANTAR ..............................................................................................................v DAFTAR ISI ..............................................................................................................................vii DAFTAR TABEL .....................................................................................................................x DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................xi DAFTAR PETA ........................................................................................................................xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................xiii DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................xiv
Bab 1
PENDAHULUAN..........................................................................................................1 A. Latar Belakang........................................................................................................1 B. Rumusan Masalah Penelitian.................................................................................4 C. Tujuan dan Sasaran Penelitian...............................................................................4 1. Tujuan .................................................................................................................4 2. Sasaran................................................................................................................5 D. Batasan Penelitian ....................................................................................................5 1. Batasan Substansial ...........................................................................................5 2. Batasan WIlayah ................................................................................................5 E.
Manfaat Penelitian..................................................................................................6 1. Bagi Akademisi..................................................................................................6 2. Bagi Praktisi .......................................................................................................6
F. Bab 2
Sistematika Penulisan.............................................................................................6
TINJAUAN TEORI .......................................................................................................8 A. Gambaran Umum Pemulung .................................................................................8 1. Pemulung Merupakan Sektor Informal ............................................................9 2. Karakteristik Pemulung.....................................................................................11 3. Aktivitas Pemulung ...........................................................................................14
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Pengertian Permukiman .........................................................................................16 1. Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman..................................18 2. Kebutuhan dasar minimal suatu rumah ............................................................19 3. Karakteristik Permukiman Informal .................................................................20 4. Review Pola Permukiman .................................................................................25 C. Pengertian Sarana dan Prasarana ...........................................................................28 1. Penyediaan Sarana dan Prasarana .....................................................................29 2. Akses Pemulung Terhadan Sarana dan Prasarana ...........................................31 3. Review Kebutuhan Sarana dan Prasarana ........................................................32 Bab 3
METODE PENELITIAN ..............................................................................................38 A. Pendekatan Penelitian ............................................................................................38 B. Jenis Penelitian .......................................................................................................38 C. Teknik Pengumpulan Data.....................................................................................39 D. Konsep Penelitian...................................................................................................44 E.
Bab 4
Teknik Analisis .......................................................................................................48
KAJIAN WILAYAH STUDI ........................................................................................53 A. Lokasi dan Kawasan Studi.....................................................................................53 B. Sebaran dan Jangkauan Sarana Eksisting .............................................................54 C. Prasarana dan Utilitas Eksisting ............................................................................61 D. Karakteristik Pemulung..........................................................................................64 1. Klasifikasi Pemulung.........................................................................................64 2. Akivitas Pemulung.............................................................................................72 3. Karakteristik Hunian Pemulung........................................................................80 E.
Upaya Pemerintah Kota dalam Pemenuhan Sarana dan Prasarana .....................85 1. Sikap Pemerintah ...............................................................................................85 2. Program Pemerintah ..........................................................................................87
F.
Karakteristik Kebutuhan Sarana dan Prasarana Permukiman Pemulung ...........89 1. Karakteristik Kebutuhan minimum sarana dan prasarana bermukim komunitas pemulung ........................................................................................89 2. Karakteristik kebutuhan minimum sarana dan prasarana bekerja komunitas pemulung ........................................................................................91
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
Bab 5
digilib.uns.ac.id
ANALISIS TINGKAT PEMENUHAN SARANA DAN PRASARANA KOMUNITAS PEMULUN ...........................................................................................93
Bab 6
PENUTUP ......................................................................................................................114 A. Kesimpulan ........................................................................................................114 B. Saran ...................................................................................................................115
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel Perbedaan Sektor Informal dan Sektor Formal ........................................11
Tabel 2.2
Tabel Kebutuhan Sarana dan Prasarana Permukiman ........................................35
Tabel 2.3
Penyediaan Prasarana Permukiman .....................................................................37
Tabel 3.1
Tabel Kebutuhan Data ..........................................................................................42
Tabel 3.2
Tabel Variabel Penelitian .....................................................................................45
Tabel 3.3
Analisis Penelitian ................................................................................................51
Tabel 4.1
Luas tanah Menurut Penggunaanya .....................................................................54
Tabel 4.2
Jumlah Rumah di Kelurahan Pojok .....................................................................55
Tabel 4.3
Sarana Pendidikan di Kelurahan Pojok ...............................................................55
Tabel 4.4
Sebaran Sarana Peribadatan di Kelurahan Pojok ................................................58
Tabel 4.5
Data Jalan di Kelurahan Pojok Kota Kediri ........................................................62
Tabel 4.6
Sebaran Sumber air bersih di Kelurahan Pojok ..................................................63
Tabel 4.7
Pola keuangan komunitas pemulung di Kelurahan Pojok ..................................67
Tabel 4.8
Pendidikan komunitas pemulung di Kelurahan Pojok .......................................68
Tabel 4.9
Tingkat Pendidikan Anak – Anak Komunitas Pemulung ..................................68
Tabel 4.10
Klasifikasi Komunitas Pemulung di Kelurahan Pojok .......................................69
Tabel 4.11
Keluhan kesehatan komunitas pemulung di Kelurahan Pojok...........................72
Tabel 4.12
Jumlah Pemulung Menurut Daerah Asal di Kelurahan Pojok ...........................73
Tabel 4.13
Penggunaan Sarana transportasi penunjang menurut klasifikasi pekerjaan................................................................................................................78
Tabel 4.14
Rencana Program Pemerintah Kota Kediri .........................................................88
Tabel 4.15
Kebutuhan minimum sarana dan prasarana bermukim ......................................89
Tabel 4.16
Kebutuhan minimum sarana dan prasarana bekerja ...........................................91
Tabel 5.1
Analisis Tingkat Pemenuhan Sarana dan Prasarana Komunitas Pemulung...............................................................................................................94
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.2
Tipe- tipe pola permukiman menurut Wiraatmaja .........................................26 Tipe pola permukiman menurut Sri Narni......................................................27
Gambar 2.3 Gambar 3.1 Gambar 4.1
Bentuk pola permukiman memusat.................................................................28 Kerangka analisis .............................................................................................50 Sebaran dan jangkauan pelayanan sarana pendidikan di Kelurahan Pojok .................................................................................................................56 Sebaran dan jangkauan pelayanan sarana kesehatan di Kelurahan
Gambar 4.2 Gambar 4.3
Pojok .................................................................................................................58 Sebaran dan jangkauan pelayanan sarana peribadatan di Kelurahan Pojok .................................................................................................................59
Gambar 4.4
Sebaran dan gambaran sarana pariwisata, sarana pertahanan dan kantor Kelurahan Pojok ...................................................................................60
Gambar 4.5 Gambar 4.6
Sebaran dan gambaran sarana kebersihan dan sarana perdagangan dan jasa di Kelurahan Pojok ............................................................................61 Gambaran Prasarana Jalan di Kelurahan Pojok .............................................62
Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11
Gambaran Jaringan Listrik dan Telepon di Kelurahan Pojok .......................64 Siklus pola pekerjaan pertama di kawasan penelitian....................................65 Siklus pola pekerjaan kedua di kawasan penelitian .......................................65 Siklus pola pekerjaan ketiga di kawasan penelitian .......................................66 Diagram tingkat pendapatan menurut klasifikasi pekerjaan..........................69
Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15
Diagram tingkat pengeluaran uang menurut klasifikasi pekerjaan ...............70 Aktivitas sosial komunitas pemulung di Kelurahan Pojok ............................74 Morfologi pola bermukim komunitas pemulung di Kelurahan Pojok ..........75 Sarana transportasi pendukung komunitas pemulung di Kelurahan Pojok .................................................................................................................95 Interaksi Sosial Komunitas Pemulung ............................................................96
Gambar 4.16 Gambar 4.17 Gambar 4.18
Kondisi dan jenis bangunan di Permukiman Pemulung Kelurahan Pojok .................................................................................................................97 Peruntukan Hunian Pemulung di Kelurahan Pojok .......................................81
Gambar 4.19
Kebutuhan Sarana dan Prasarana Bekerja Komunitas Pemulung.................93
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PETA
Peta 01
Peta Sebaran Permukiman Pemulung di Kelurahan Pojok ................................76
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota–kota di Indonesia pada umumnya senantiasa menuai kompleksitas permasalahan ketika dihadapkan pada proses penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Salah satu permasalahan yang mengemuka dalam beberapa dasawarsa terakhir adalah kemunculan sektor informal yang sangat rumit pengendaliannya. Hal ini disebabkan arus urbanisasi penduduk dari desa ke kota tidak terkendali sehingga mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk di suatu kota. Di Indonesia urbanisasi sering diidentikan dengan migrasi ke kota karena realitanya memang hanya berupa perpindahan penduduk dari desa ke kota tanpa disertai dengan perubahan sosial budaya maupun aktivitas ekonominya. Migrasi yang demikian itu terjadi bukan karena terbukanya lapangan kerja oleh perkembangan industri atau jasa melainkan karena ajakan kerabat atau menaruh harapan bahwa kota akan memberikan sumber penghidupan yang lebih baik. Banyak diantara mereka yang tidak mampu mencapai hal tersebut sehingga menciptakan lapangan kerjanya sendiri yang kita sebut sektor informal (Kuswartojo, 2005). Kebijakan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan ekonomi yang lebih cenderung menyandarkan pada strategi pertumbuhan telah memberikan kesempatan yang lebih besar pada kegiatan-kegiatan sektor ekonomi formal atau modern untuk berkembang dan memberikan kontribusi yang terus meningkat pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Namun langkah dan strategi ini telah menimbulkan berbagai implikasi, salah satunya adalah masalah kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah penduduk yang menggeluti sektor ekonomi formal baru terasa pasca terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998 lalu, banyak sekali pekerja formal yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga jumlah pengangguran meningkat. Hal ini mengakibatkan, masyarakat yang sebelumnya bekerja di sektor formal banyak yang pindah ke sektor informal demi mempertahankan hidupnya (Wirakartakusumah, 1998). Bagi para pekerja informal, keberadaan ruang–ruang terbuka hijau di tengah kota yang sebelumnya berfungsi sebagai daerah tangkapan hujan dan taman bermain bagi anak – anak merupakan alternatif bagi mereka untuk dijadikan sebagai tempat tinggal dan sarana untuk
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menjajakan barang daganganya. Hal ini juga terjadi pada kawasan pinggiran kota, misalnya seperti di tempat – tempat pembuangan sampah, banyak diantara para pekerja informal yang membangun rumah untuk bermukim sekaligus bekerja dengan cara mengambil sampah – sampah yang sekiranya mampu dimanfaatkan kembali (Wirakartakusumah, 1998). Pemulung merupakan salah satu contoh kegiatan sektor informal. Para pemulung melakukan pengumpulan barang - barang bekas karena adanya permintaan dari para industri industri pendaur ulang bahan bekas. Adapun bahan-bahan bekas yang sering diminta biasanya berupa plastik, kertas bekas, bahan bekas dari kaca, besi tua dan sebagainya. Dalam realitas di masyarakat, keberadaan pemulung dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda. Disatu sisi, profesi pemulung ini mampu memberikan peluang kerja kepada pemulung itu sendiri ketika pemerintah tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk mereka yang sangat membutuhkan pekerjaan. Keterbatasan akan pendidikan dan keterampilan, bukan menjadi hambatan bagi para pemulung untuk berusaha. Namun di sisi lain, keberadaan pemulung dianggap mengganggu
kebersihan, keindahan, ketertiban, kenyamanan, dan keamanan
masyarakat. Seringkali mereka dipukuli atau diusir dari tempat mereka mencari nafkah, tanpa memberikan solusi yang terbaik bagi mereka (Chandrakirana & Sadoko 1994). Keberadaan pemulung biasanya membentuk suatu komunitas pada suatu kawasan yang berada didalam suatu kota, walaupun keberadaanya kurang diperhitungkan akan tetapi eksistensinya tetap ada di setiap kota meskipun secara spasial komunitas ini hanya mendapat tempat di pinggiran kota karena keberadaanya memang sangat berbanding lurus dengan keberadaan tempat pembuangan akhir sampah. Selain itu komunitas mereka juga dianggap sebagai kaum marginal yang eksistensinya kurang diharapkan bagi beberapa komunitas masyarakat kota karena sebagian masyarakat umum beranggapan bahwa perilaku mereka yang terkadang mencerminkan perilaku kriminalitas seperti mencuri barang – barang bekas / besi tua yang sudah usang. Namun ada juga sebagian masyarakat yang mengakui pentingnya keberadaan pemulung, misalnya dengan mengelompokan barang – barang yang sekiranya tidak dapat mereka gunakan lagi untuk diberikan kepada pemulung, selain itu karena tidak semua kawasan permukiman memiliki petugas sampah yang mau mengambil sampah setiap paginya sehingga bisa dengan cara membayar pemulung untuk mengangkut sampahnya. Komunitas pemulung juga merupakan bagian dari komunitas yang berada didalam suatu kota yang kebutuhan akan sarana permukiman juga harus terpenuhi, terutama bagi para
commit to user
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemulung yang secara administrasi dikatakan sah sebagai penduduk asli kota / atau kabupaten tersebut, sehingga dari sisi perencanaan kota keberadaanya harus tetap diperhitungkan. Tri Rismaharini / Walikota Surabaya menjelaskan pada dasarnya komunitas pemulung sama halnya dengan masyarakat informal lainnya, mereka membentuk komunitas untuk tinggal di suatu kawasan tertentu karena perbedaan persepsi antar sesama masyarakat menganggap bahwa mata pencarian mereka tidak lazim (Republika, 16 september 2011). Aksesibilitas mereka untuk mencapai sarana dan prasarana yang disediakan pemerintahpun terkesan kurang memihak, sarana prasarana yang ada pada kawasan permukiman pemulung juga tidak seperti kawasan permukiman formal yang akses terhadap sarana dan prasarana dapat terpenuhi dengan mudah karena pemerintah mendukung kawasan permukiman formal hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan yang mengatur tentang ketersediaan sarana dan prasarana di dalam permukiman formal didalam SNI. Permukiman informal merupakan kumpulan perumahan yang dibangun dengan cara perorangan dengan sistem kerja sederhana tanpa perorganisasian yang resmi dalam penyediaan fasilitas lingkungan dan permukimannya. Lahan permukiman biasanya berupa lahan kosong yang status kepemilikanya tidak jelas atau milik negara dengan fasilitas lingkungan yang seadanya atau sudah diolah secara sederhana (Johan Silas, 1993). Permukiman informal muncul karena aktivitas yang dilakukan oleh komunitas didalamnya tidak bisa membuat para penghuninya berada di permukiman formal. Kondisi seperti ini dapat dijumpai di permukiman pemulung, dimana para penghuninya melakukan aktivitas yang jarang dijumpai di permukiman formal. Dari beberapa preseden yang ada komunitas pemulung biasanya melakukan kegiatan pemilahan sampah disekitar rumahnya. Penanganan penyediaan sarana dan prasarana perumahan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta sepertinya belum mampu menyentuh sebagian besar masyarakat kota yang tinggal di suatu kawasan, khusunya permukiman informal seperti permukiman pemulung, karena banyak pihak yang beranggapan bahwa pemenuhan sarana dan prasarana pada kawasan tersebut sangat rentan sekali akan terjadinya konflik sosial. Secara tidak langsung penanganan sarana dan prasarana lebih mengkomersialkan perumahan sebagai komoditi dagang sehingga harga rumah semakin tinggi dan semakin tidak terjangkau oleh masyarakat yang bekerja di bidang ekonomi informal.
commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada permukiman pemulung khususnya di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri yang memang jaraknya tidak jauh dari eksisting TPA Pojok, merupakan kawasan permukiman pemulung dimana kurang terdapat sarana dan prasarana permukiman yang layak seperti kondisi jalan yang rusak, belum adanya tempat penampungan barang bekas dan pemilahan barang yang layak serta tidak tersedianya MCK umum. Harusnya hal – hal semacam itu mampu disediakan oleh para stakeholder yang bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan komunitas pemulung terhadap sarana dan prasarana. Kurangnya sarana dan prasana pendukung yang ada membuat komunitas ini menimbun barang barang yang dihasilkan di teras depan rumahnya masing - masing. Peran pemerintah dalam memberikan bantuan terutama dalam pemenuhan sarana dan prasarana terhadap komunitas pemulung juga tidak seperti apa yang pemulung harapkan, minimnya perhatian menjadikan komunitas ini membuat sarana penunjang yang mereka butuhkan secara swadaya namun tidak diimbangi dengan perwatan, karena biaya perawatan sarana yang ada membutuhkan dana yang cukup besar bagi komunitas ini, apalagi mayoritas dari komunitas ini selalu mendapatkan hasil yang kurang menentu setiap harinya. B. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN Bagaimanakah pemenuhan sarana dan prasarana pada permukiman pemulung di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri dalam memenuhi kebutuhan pemulung ?
C. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN 1. TUJUAN a. Mengidentifikasi karakteristik komunitas pemulung dan permukiman pemulung yang ada di Kelurahan Pojok Kota Kediri. b. Mengidentifikasi upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah kota dalam memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana didalam permukiman informal bagi komunitas pemulung. c. Menemukenali karakteristik kebutuhan pemulung terhadap pemenuhan sarana dan prasarana di permukiman pemulung yang ada di Kediri. d. Menganalisis tingkat pemenuhan sarana dan prasarana permukiman yang ada dalam permukiman pemulung di Kota Kediri.
commit to user
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. SASARAN a.1)
Dikenalinya klasifikasi komunitas pemulung.
2)
Dikenalinya aktivitas dari komunitas pemulung di Kelurahan Pojok Kota Kediri.
3)
Dikenalinya karakteristik permukiman komunitas pemulung di Kelurahan Pojok Kota Kediri.
b.1)
Teridentifikasinya sikap pemerintah terhadap komunitas pemulung dalam memenuhi kebutuhannya dalam penyediaan sarana dan prasarana.
2)
Diketahuinya program pemerintah dalam penyediaan sarana
dan
prasarana
permukiman bagi komunitas pemulung di Kota Kediri. c.1)
Dikenalinya karakteristik kebutuhan minimum komunitas pemulung terhadap pemenuhan sarana dan prasarana permukiman dalam hal melakukan pekerjaan.
2.
Dikenalinya karakteristik kebutuhan minimum komunitas pemulung terhadap pemenuhan sarana dan prasarana permukiman dalam hal bermukim di Kediri.
d.1)
Diketahuinya hasil analisis tingkat pemenuhan sarana dan prasarana permukiman didalam komunitas pemulung menurut standart / regulasi yang ada.
2)
Diketahuinya hasil analisis tingkat pemenuhan sarana dan prasarana menurut peran dari komunitas pemulung di kota Kediri.
D. BATASAN PENELITIAN 1. Batasan Substansial Batasan substansial pada penelitian ini yaitu analisis pemenuhan sarana dan prasarana pada permukiman komunitas pemulung di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri. Dengan mengetahui karakteristik pemulung, upaya yang dilakukan pemerintah kediri dalam pemenuhan sarana dan prasarana permukiman, kebutuhan sarana dan prasarana komunitas pemulung serta peran pemerintah dan pemulung dalam hal penyediaan sarana dan prasarana permukiman. 2. Batasan Wilayah Batasan wilayah pada penelitian ini merupakan permukiman pemulung yang secara administratif berada di Kota Kediri tepatnya berada di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto serta keberadaan pemulung sebagai warga asli dari Kota Kediri yang mempunyai identitas diri berupa kartu tanda penduduk (KTP).
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan bagi peneliti sehingga lebih mengenali peran objek yang diteliti dalam komunitas perkotaan serta bagaimana cara komunitas pemulung memenuhi kebutuhannya terhadap sarana dan prasarana dan upaya pemerintah dalam mendukung eksistensi dari komunitas pemulung. Selain itu juga diharapkan mampu memberikan khasanah ilmu pengetahuan dalam studi perencanaan wilayah dan kota. 2. Bagi Praktisi Penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan tertentu serta membantu pemerintah dalam merumuskan program terhadap komunitas pemulung yang lebih sesuai dengan kebutuhan dalam rangka pemenuhan sarana dan prasarana di permukiman pemulung. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat sehingga masyarakat dapat mengenali, menyadari dan mengakui keberadaan pemulung. Kemudian, bagi LSM sebagai mitra yang biasa dekat dengan “kaum bawah” diharapkan dapat menjadi rujukan dalam merancang program untuk pemulung, baik dengan program berupa bantuan-bantuan materil ataupun immateril yang dapat meningkatkan kemandirian dan menjembatani komunikasi antara pemulung dengan akademisi, pemerintah dan masyarakat luas.
F. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika Penulisan dalam penelitian “Analisis Pemenuhan Sarana dan Prasarana pada permukiman pemulung di Kota Kediri adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Pada tahapan ini berisikan tentang : Latar Belakang, Rumusan Permasalahan, Tujuan dan Sasaran Penelitian, Batasan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan Laporan. BAB II TINJAUAN TEORI Pada Tahapan ini berisikan tentang panduan dan teori yang terkait dengan penelitian yang dikerjakan oleh peneliti yaitu analisis pemenuhan sarana dan
commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
prasarana pada permukiman komunitas pemulung di Kota Kediri. Pedoman dan tinjauan teori yang ada dapat digunakan sebagai alat untuk acuan dan kontrol pada bab analisis dalam penyusunan laporan penelitian tugas akhir. BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah langkah sistmatis. Metodelogi adalah suatu pengkajian dalam memperoleh peraturan – peraturan suatu metode. Prosedur membantu peneliti dalam memberikan urutan – urutan pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu penelitian sedangkan teknik penelitian memberikan alat ukur apa saja yang digunakan dalam suatu penelitian. BAB IV GAMBARAN UMUM KAWASAN STUDI Data yang disajikan pada tahap ini disusun berdasarkan indikator penelitian yang menjadi dasar dalam proses pembahasan sehingga mampu menjawab tujuan dan sasaran penelitian. Data yang disajikan antara lain adalah karakteristik pemulung, kebutuhan sarana dan prasarana pada permukiman pemulung di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri. BAB V PEMBAHASAN Pembahasan merupakan bagian yang mengemukakan mengenai analisis dan pembahasan teoritis untuk memperoleh jawaban dari perumusan masalah. Dalam tahapan ini kan dilakukan analisis mengenai pemenuhan sarana dan prasarana permukiman pada komunitas pemulung di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri. Hasil dari pembahasan ini diharapkan mampu menjawab rumusan permasalahan yaitu pemenuhan sarana dan prasarana pada permukiman pemulung. BAB VI PENUTUP Penutup merupakan bagian akhir dari penelitian yang berisi kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan merupakan gambaran singkat hasil penelitian, baik yang berkaitan tentang hal yang di temui di lapangan maupun hasil sintesis pembahasan. Rekomendasi merupakan usulan dan masukan untuk penulis, objek penelitian maupun untuk penelitian selanjutnya.
commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Gambaran Umum Pemulung Pemulung adalah orang yang memungut barang-barang bekas atau sampah tertentu seperti : plastik, kertas bekas, kaleng, dsb. untuk proses daur ulang. Secara umum hidup Pemulung berpindah-pindah dari satu TPA (Tempat Pembuangan Akhir) ke TPA lain karena lokasinya berada di berbagai tempat. Dimanapun lokasi Tempat Pembuangan Akhir berada pemulung senantiasa mengikutinya dengan caranya sendiri. Gambaran tersebut juga terjadi pada pemulung yang berada di pemukiman penduduk, sekitar stasiun dan pasar. Bagi sebagian
besar
pemulung Tempat
Pembuangan
Akhir
adalah
"ladang"
dalam
menggantungkan hidup sehari-hari. Alasan pemulung melakukan pekerjaan memulung sasarannya sudah jelas dan tidak ada peluang untuk mendapatkan pekerjaan lain. Sebagian besar pemulung cenderung lebih memilih bekerja disekitar TPA dari pada harus berjalan jauh menuju rumah – rumah penduduk untuk mendapatkan nafkah. Hal ini juga menjadi alasan untuk mengajak saudara, teman dan orang lain mengikuti jejak menjadi pemulung. Pemulung berani tinggal di sebuah gubuk reot, berdinding kardus dan beratap plastik. Walaupun tempat tinggalnya tidak layak namun kenyataannya para pemulung mampu bertahan menghadapi berbagai masalah dalam kondisi apapun1 . Dinas Kebersihan Daerah Khusus Ibukota Jakarta (1990) dalam Simanjuntak (2002) memberikan kesepakatan cara pandang mengenai pemulung, yaitu: a. Pemulung adalah bagian masyarakat atau Warga Negara Indonesia (WNI) yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. b. Pemulung adalah pelaku penting dalam proses daur ulang (recycling) sampah sebagai salah satu bagian dalam penanganan sampah perkotaan maupun pedesaan. c. Pemulung adalah salah satu pemelihara lingkungan hidup yang menyerap sebagian sampah untuk dapat diolah menjadi barang yang berguna bagi masyarakat. d. Pemulung adalah orang yang bekerja memunguti dan mengumpulkan sampah dan memanfaatkan sampah-sampah tersebut untuk menambah penghasilan. 1
Dikutip dari Kajian model pengembangan usaha di kalangan pemulung oleh Deputi bidang pengkajian sumberdaya UKMK Dr. Ir. Pariaman Sinaga MM. Jakarta.2008.
commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ada berbagai macam hal yang perlu diketahui tentang keberadaan pemulung di perkotaan. Dalam bagian ini akan dijelaskan secara mendetail tentang kelompok sosial pemulung, pemulung merupakan sektor informal, karakteristik pemulung, sudut pandang masyarakat dan pemerintah terhadap pemulung. 1. Pemulung merupakan Sektor Informal Konsep mengenai sektor informal mulai diperbincangkan semenjak penelitian yang dilakukan oleh Keith Hart di Acra (Ghana) pada tahun 1971. Ia menyebut sektor informal ini sebagai kegiatan ekonomi periperal yang mana sektor ini menyediakan pelayanan pokok yang dibutuhkan dalam kehidupan kota. Menurut Hart, kesempatan dalam memperoleh penghasilan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sektor formal, sektor informal sah, dan sektor informal tidak sah. Namun karena sulitnya memberikan batasan antara sektor informal yang sah dengan yang tidak sah, maka banyak peneliti yang cenderung hanya menggunakan konsep sektor formal dan informal dalam memperoleh kesempatan bekerja (Hart, 1985). Sjahrir (1986) menyebutkan bahwa sektor informal sebagai unit kegiatan ekonomi dengan skala usaha yang besar maupun kecil serta dapat memberikan peluang pada setiap individu-individu untuk memaksimalisasi sumberdaya dan tenaga kerja yang ada dengan biaya seminim mungkin. Sementara itu paradigma lainnya yang dikemukakan oleh Anis Ananta dalam Muhyidin (2009:2), menyebutkan bahwa sektor informal sering dilihat sebagai sektor sisa atau alternatif terakhir bagi pencari kerja, namun pekerja pada sektor informal belum tentu terdiri dari orang yang putus asa dalam mencari pekerjaan di sektor formal. Muzakir (2010:1) mengemukakan bahwa sektor informal merupakan salah satu alternatif kesempatan kerja yang mampu menampung tenaga kerja tanpa persyaratan tertentu seperti tingkat pendidikan dan keterampilan kerja. Hal ini merupakan salah satu faktor utama yang memudahkan tenaga kerja untuk memasuki sektor informal dan semakin mengukuhkan kehadirannya sebagai penyangga terhadap kelebihan tenaga kerja. Hans-Dietr Evers (1991) dalam bukunya menyebutkan bahwa sektor informal sebagai ekonomi bayangan atau ekonomi bawah tanah (underground economy) yang didefinisikan sebagai kegiatan apa saja mulai dari kegiatan didalam rumah tangga, jual beli yang tidak dilaporkan dinas pajak, wanita bekerja yang tidak dibayar, sampai dengan penggelapan pajak, pekerja gelap, serta berbagai kegiatan perekonomian yang bertentangan dengan praktik ekonomi legal. Tampaknya tidak ada batasan yang pasti untuk mendefinisikan sektor
commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
informal, karena hal ini tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakoninya. Namun secara umum, batasan mengenai sektor informal dapat dilihat dari ciri-ciri sektor informal, berikut ini untuk mempermudah mengenali bentuk wajah dari sektor informal, beberapa ahli membuat generalisasi pencirian yang berbeda – beda dari suatu sektor informal. Beberapa ciri sektor informal antara lain: a. Seperti yang dimiliki oleh setengah penganggur, yaitu pada umumnya pelaku bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain atau bekerja dengan dibantu anggota rumah tangga atau buruh tidak tetap, bekerja dengan jam kerja yang tidak teratur dan jumlah jam yang jauh dari kewajaran atau di atas kewajaran, melakukan bermacammacam kegiatan yang tidak sesuai dengan pendidikan atau keahliannya (Wirosarjono, 1982 dalam Damanhuri, 1983), b. Skala usaha yang relatif kecil (dalam konteks ekonomi makro) dan kecenderungan beroperasi di luar sistem regulasi (Sethurahman, 1985), c. Untuk menopang aktifitasnya cenderung digunakan teknologi yang tepat guna dan memiliki sifat yang padat karya (Subangun 1994: 53-54), d. Tenaga kerja yang bekerja dalam aktivitas sektor ini umumnya terdidik atau terlatih dalam pola – pola yang tidak resmi sehingga tidak membutuhkan keahlian khusus, serta secara luwes dapat menyerap berbagai tingkat pendidikan ketenagakerjaan, (Subangun 1994: 53-54), e. Umumnya setiap satuan usaha memperkerjakan tenaga yang sedikit yang biasanya dari lingkungan hubungan kekeluargaan, kenalan, atau berasal dari daerah yang sama, (Subangun 1994 : 53-54) f. Seluruh aktivitas dalam sektor ini berada diluar jalur yang diatur pemerintah sehingga belum tersentuh oleh peraturan atau ketentuan yang ditetapkan pemerintah (Subangun 1994 : 53-54), g. Sektor yang tidak terproteksi dan tidak memiliki hubungan kerja kontrak jangka panjang (Chandrakirana & Sadoko 1994), h. Pada umumnya dilakukan untuk melayani golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Swasono, 1994), i.
Belum mengenal sistem perbankan, pembukuan, perkreditan, dan lain sebagainya (Sukesi, 2002).
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Masih banyak ahli lain yang memaparkan ciri – ciri sektor informal seperti Hidayat (1988), Bognasco (1990:161), Budiyono (1985: 26-29), Roberts (1985), Gershuny dan Phal (1980 : 7), Swasno (1994), Departemen Tenaga Kerja
RI (1985: 1-2) yang semua
definisinya tidak jauh berbeda dengan deskripsi diatas. Untuk mengetahui lebih dalam lagi ciri – ciri sektor informal maka berikut ini adalah perbedaan antara sektor formal dengan sektor informal : Tabel 2.1 Perbedaan antara sektor formal dan informal
No
Karakteristik
1 2 3 4
Teknologi Organisasi Waktu Kerja Modal
5 6 7 8
Upah Kerja Kualitas Barang Harga Sistim Pinjaman
Sektor Formal Capital Intensive Birokratis Teratur Berlebih
Teratur Berkualitas Pas Dari bank atau institusi yang sama dengan bank. 9 Keuntungan Tinggi 10 Hubungan dengan mitra Secara formal 11 Promosi / Iklan Penting 12 Pemanfaatan barang bekas Tidak berguna 13 Modal Tambahan Indispensable 14 Peran Pemerintah Besar 15 Ketergantungan Terhadap Besar dunia luar (Ekspor) Sumber : Gery (1987)
Sektor Informal Labour Intensive Hubungan Kekeluargaan Tidak teratur Cenderung pas-pasan / kurang Tidak Teratur Tidak Berkualitas Cenderung bisa negosiasi Pribadi dan bukan bank Menengah kebawah Secara Pribadi Kurang Penting Berguna Dispansable Hampir tidak tau Kecil
Merujuk dari beberapa sumber data dan pernyataan diatas yang dirumuskan oleh para ahli maka dapat teridentifikasi bahwa pemulung juga merupakan bagian dari sektor informal. 2. Karakteristik Pemulung Pemahaman posisi pelaku-pelaku sektor informal dalam struktur yang lebih luas, hanya dapat diperoleh dengan menggali dinamika yang berlaku spesifik pada suatu bidang usaha tertentu (Chandrakirana & Sadoko 1994). Dalam hal ini, pelaku sektor informal yang dikaji adalah pemulung. Menurut Nelson (1991) dalam Pramuwito (1992), pemulung dibatasi sebagai seorang atau sekelompok manusia yang penghidupannya diperoleh dari mencari atau mengumpulkan barang-barang bekas yang telah terbuang di tempat pembuangan sampah sebagai “barang dagangan”. Wurdjinem, (2001) dalam bukunya Interaksi Sosial dan Strategi Survival Para Pekerja Sektor Informal merumuskan pemulung adalah bentuk aktivitas dalam mengumpulkan
commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bahan-bahan bekas yang masih bisa dimanfaatkan (daur ulang). Aktivitas tersebut terbagi ke dalam tiga klasifikasi diantaranya, agen, pengepul, dan pemulung. Definisi dari pengepul adalah orang yang mempunyai modal atau dukungan modal untuk membeli beberapa jenis, atau satu jenis barang bekas dari pemulung. Jasa lapak selain sebagai pembeli tetap adalah ia menanggung sarana transportasi untuk mengambil barang bekas dari pemukiman liar, sehingga para pemulung yang menjadi anak buahnya tidak perlu menanggung biaya angkutan sementara Agen merupakan pelaku industri daur ulang yang bahan bakunya berasal dari sampah yang sudah dipilah oleh pemulung.2 Faktor yang menentukan seseorang bekerja sebagai pemulung antara lain adalah tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan aksesbilitas dalam bidang pekerjaan juga rendah, disamping itu cakrawala pemikiran relatif sempit. Pendidikan rendah merupakan salah satu ciri penduduk miskin (Wurdjinem, 2001). Selain itu, modal yang dimiliki sangat terbatas, sehingga sarana yang digunakan oleh para pemulung sangat sederhana yaitu karung plastik dan gancu untuk menyungkit sampah atau barang bekas. Pada umumnya pendapatan para pemulung jika diakumulasi kurang lebih dibawah Rp. 200.000/bulan (Wurdjinem, 2001). Pada umumnya tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi hasil pendapatan yang diperoleh seperti penelitian yang dikemukakan Sinaga (2008:127) bahwa “semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi peluang kerja sehingga semakin tinggi pendapatan dan status sosialnya”. Sehingga dapat diasumsikan bahwa pendapatan pemulung rata – rata berpenghasilan rendah karena tingkat pendidikan yang rendah. Pilihan bekerja sebagai pemulung merupakan alternatif utama bagi para migran yang ingin bekerja namun tidak memiliki pendidikan dan keterampilan yang memadai walaupun dipandang sebelah mata, profesi ini masih tetap diminati karena kemudahan akses para migran untuk diterima bekerja. Beberapa faktor lainnya adalah: a. Tidak memerlukan keahlian tertentu (Sjahrir, 1986). Hanya dengan modal tenaga, para pekerja di sektor informal sudah dapat menghasilkan sesuatu. Sebagai contoh pekerjaan memulung. Menurut keterangan seorang pemulung karena sumberdaya manusianya rendah, usaha yang paling mudah mendapatkan uang adalah memulung. Pekerjaan tersebut tidak memerlukan pemikiran yang berat, asalkan tidak malu, dapat dipastikan mendapatkan uang (Permanasari, 2003). 2
Dikutip dari Jurnal Pemanfaatan Daur Ulang Limbah P lastik Dan Logam sebagai Sumber Pembuatan Peraga Pendidikan Inovatif dalam Rangka Peningkatan Pendapatan masyarakat Pemulung Di Desa Jatisarono Kulonprogo oleh Sugi Rahayu, Diyah Purwaningsih dan Pujianto. 2009.
commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Tidak memerlukan persyaratan atas tingkat pendidikan tertentu. Menurut penelitian dari Simanjuntak (2002), secara keseluruhan para pemulung di Bantar Gebang mengenyam pendidikan sampai pada tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), yaitu sebesar 14,5 %, tamat Sekolah Dasar (SD) sebesar 73,6 %, tidak tamat SD sebesar 19,6 %, dan sisanya tidak sekolah sebesar 4 %. Pemulung di Luar Bantar Gebang paling banyak merupakan tamatan dari Sekolah Dasar yaitu sebesar 43,75 %, tidak pernah sekolah 27 %, tidak tamat SD 18, 75 %, pemulung yang menyelesaikan SLTP 8,33 % dan yang tamat Sekolah Menengah Umum (SMU) sebesar 2,0 %. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemulung yang bekerja di sektor
ini pada
umumnya berpendidikan rendah. Dengan demikian dapat dipahami bila para pemulung sulit untuk diterima di sektor formal karena memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah. Upah kerja para pemulung didasarkan atas jumlah dalam bentuk berat kertas dan kardus bekas serta barang lain yang dikumpulkan. Menurut hasil penelitian Sinaga (2008;58) bahwa ‘pemulung tidak independen dalam menentukan harga, bahkan dapat dikatakan untuk membeli pembeli yang terbaikpun tidak bisa. Pemulung harus menyetor penghasilannya kepada penadah/lapak hanya Rp 500,00/kg dengan hasil yang didapat kurang lebih 30-40 kg/hari atau dengan kata lain pendapatan pemulung berkisar antara Rp15.000 – Rp 20.000”. Perolehan bahan daur ulang yang dihasilkan oleh pemulung tidak tentu setiap harinya sehingga pendapatan mereka bersifat fluktuatif.3 Rendahnya tingkat pendapatan membuat pemulung menguras otak untuk mengatur pengeluaran keuangannya agar mampu mencukupi kebutuhan hidupnya. Menurut Azhari (2009:698-699) menjelaskan bahwa diperkirakan pendapatan rata – rata pemulung mencapai Rp 300.000 / bulan. Pengeluaran harian pemulung digunakan untuk keperluan makan, air minum, rokok, dan lain-lain. Pengeluaran rata – rata pemulung kurang dari Rp 50.000/hari”. Rendahnya pendapatan dari para pemulung tidak sesuai dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok. Dari hasil penelitian dalam Azhari (2009:67) untuk mempertahankan hidup, para pemulung terkadang meminjam uang kepada tetangganya untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Namun jika mereka mampu mendapatkan kelebihan uang mereka
3
Dikutip dari penelitian “Profil Pemulung Sampah d i Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kopi Luhur Kelurahan Argasunya Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon” oleh Moch. Maulana H idayat, 2012. Universitas Pendidikan Indonesia.
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
akan menyimpan uang itu untuk keperluan mendadak, jika sewaktu waktu ada keperluan mendesak. Kemudian jika dilihat dari kondisi kesehatan pada komunitas pemulung, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan Kota Bekasi pada Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang menyebutkan : v Sebanyak 40 % derajat keasaman air sudah diambang batas. v Sebanyak 95 % ditemukan bakteri e-coli air tanah (bakteri yang dapat menyumbat saluran nafas). v Sebanyak 35 % tercemar salmonella (virus penyebab thypus). v Sebanyak 34 % hasil foto rontgen ditemukan penduduk positif menderita TBC. v Sebanyak 99 % mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) serta 6 % penduduk mengalami tukak lambung. Sementara itu penyakit yang ada pada Tempat Pembuangan Akhir Sumur Batu antara lain : v v v v
ISPA, penyakit yang dibawa virus/bakteri yang berasal dari udara yang realtif kotor. Alergi Kulit,bisa indogen atau endogen sebagai akibat kualitas air dan lingkungan. Infeksi Paru – Paru (TBC). Infeksi Kulit, Muntaber yang diakibatkan dari pencemaran air pada saat musim penghujan. Serta Pusing Kepala dan Flu.
3. Aktivitas Pemulung Pada umumnya, profesi pemulung ini lebih banyak dilakukan oleh masyarakat miskin, hampir secara keseluruhan para pemulung merupakan migran yang berasal dari pedesaan (Simanjuntak, 2002). Latar belakang yang menyebabkan para pemulung memilih pekerjaan ini dikarenakan mereka tidak mempunyai modal baik dalam pendidikan / keahlian mapun modal seperti uang, hal yang dibutuhkan hanyalah tenaga dan kemauan untuk memulung barang barang daur ulang. Pemulung tidak hanya melakukan pekerjaan memulung barang – barang bekas, tetapi ada juga yang memiliki pekerjaan lain dengan karakteristik pekerjaan yang hampir sama dengan memulung misalnya sebagai tukang semir sepatu, kuli bangunan, tukang cuci dan lain - lain (Aisyah Ameriani,2006 : 58 - 60). Dalam melakukan aktivitasnnya komunitas pemulung mempunyai peralatan ‘khusus’ untuk melakukan aktivitasnya misalnya karung, gancu, gerobak, dan lain sebagainya peralatan tersebut digunakan oleh pemulung supaya memudahkanya dalam mendapatkan barang – barang daur ulang, demikian pula dengan lapak dan agen yang memiliki fasiitas
commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pendukung seperti truk atau mobil pick up untuk menjual barang barang bekas yang sudah didapati oleh para pemulung kepada industri daur ulang. 4 Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Aisyah Ameriani,2006 : 60-61) dijelaskan bahwa keberadaan pemulung pada suatu kawasan dibuktikan dengan dimilikinya Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga pada setiap pemulung. Hal ini bertujuan agar apabila terjadi suatu hal yang tidak diinginkan seperti sakit atau meninggal dunia, pemerintah setempat dapat memberikan bantuan kepada pemulung yang membutuhkan. Namun kepemilikan Kartu Tanda penduduk dan Kartu Keluarga tidak berjalan dengan baik khususnya bagi para pemulung yang merupakan warga pendatang, mereka cukup kesulitan untuk mendapatkan syarat administrasi pokok tersebut, karena banyak yang beranggapan bahwa untuk mendapatkan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga di lingkungannya pemulung harus mengeluarkan uang sebesar Rp 50.000 – Rp 250.000 serta melalui birokrasi yang rumit. Hal ini sudah pasti memberatkan mereka yang latar belakangnya memiliki penghasilan yang rendah. Bagi beberapa pemulung yang berasal dari luar daerah kawasan dari pada harus mengeluarkan uang sebanyak Rp 50.000 – Rp 250.000 untuk keperluan mengurus syarat administrasi lebih baik mereka mengirimkan uang yang mereka miliki kepada sanak saudara mereka yang ada di kampung halaman, seperti yang dikemukakan oleh Sutarji (2009:125-126) bahwa ‘pemulung pulang kampung ke daerah asalnya untuk menengok atau sekedar membawakan oleh – oleh dan mengirimkan uang untuk keluarga yang ditinggalkan pada saat pemulung melakukan mobilitas. Dilihat dari kondisi sosialnya Simanjuntak (2002) memaparkan bahwa pada umumnya, profesi pemulung lebih banyak digeluti oleh laki-laki. Laki-laki menempati posisi yang terbesar yaitu sebanyak 93,6 % sedangkan sisanya 6,4 % adalah pemulung wanita. Pemulung di luar Bantar Gebang pun didominasi oleh laki-laki yaitu sebesar 91%, sedangkan sisanya 8,33 % adalah pemulung wanita. Dilihat dari segi usianya, para pemulung rata-rata termasuk pada angkatan kerja. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar usia pemulung di Bantar Gebang merupakan tenaga kerja usia produktif yang usianya kurang dari 40 tahun. persentase terbesar (41,2 %) berada pada selang usia 21 tahun - 30 tahun, kemudian diikuti pemulung dengan usia dibawah 20 tahun sebesar 35,6 %, usia 31 tahun - 40 tahun sebesar 18,4 % dan sisanya adalah pemulung yang usianya 40 tahun ke atas sebesar 4,8 %. Pada pemulung yang berada di luar Bantar Gebang, usia terbesar berada pada selang 31 tahun - 40 4
Dikutip dari penelitian “Manusia Gerobag” Oleh lembaga Penelitian Smeru. 2009.
commit to user
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tahun sebesar 33,3 %, kemudian diikuti oleh pemulung dengan kelompok usia 21 - 30 tahun sebesar 31,25 %. Usia pemulung di atas 40 tahun sebesar 22,9 % dan sisanya pemulung dengan usia dibawah 20 tahun sebesar 12,5 %. Untuk mengetahui dan mendalami interaksi sosial pada komunitas pemulung dapat diamati dari pola komunikasi. Dengan memahami interaksi sosial pada komunitas pemulung akan membantu para penyusun kebijakan dalam merancang program pemberdayaan kelompok pemulung secara lebih baik bahkan dapat mengurangi resistensi dari mereka. Pola komunikasi dari komunitas pemulung menurut penelitian dari Aisyah Ameriani (2006:7583) menjelaskan bahwa hampir sebagian besar komunitas pemulung cukup sering melakukan pertemuan baik dengan sesama pemulung maupun pemulung dengan lapaknya. Pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas permasalahan – permasalahan yang ada di sekitar permukimannya. Sedangkan komunikasi yang terjalin antara komunitas pemulung dengan pemerintah setempat terbilang kurang baik, karena tidak terjalin komunikasi dua arah secara intensif. Pemulung beranggapan hanya bertemu pemerintah jika ada keperluan saja terutama terkait dengan administrasi, sedangkan pemerintah beranggapan pemulung hanya komunitas yang bekerja diwilayahnya jika tidak mengganggu dan bekerja secara wajar pemerintah tidak mempermasalahkan keberadaanya.
B. Pengertian Permukiman Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan permukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan yang bertahap. (UU No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman). Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya. Pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana ligkungannya. Perumahan menitiberatkan pada fisik atau benda mati, yaitu houses dan land settlement. Sedangkan pemukiman memberikan kesan tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitikberatkan pada sesuatu yang bukan
commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia (human). Dengan demikian perumahan dan pemukiman merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya, pada hakekatnya saling melengkapi (Kurniasih, 2007). Menurut
Sinulingga
(1999:187),
permukiman
adalah
gabungan
4
elemen
pembentuknya (lahan, prasarana, rumah dan fasilitas umum) dimana lahan adalah lokasi untuk permukiman. Kondisi tanah mempengaruhi harga rumah, didukung prasarana permukiman berupa jalan lokal, drainase, air kotor, air bersih, listrik dan telepon, serta fasilitas umum yang mendukung rumah. Dalam membangun suatu kawasan permukiman pada dasarnya mempertimbangkan beberapa aspek guna menunjang keberlangsungan hidup masyarakat yang tinggal di kawasan permukiman tersebut, seperti : Aspek Lokasi (Untuk menetapkan lokasi daerah permukiman yang baik dalam artian bebas dari bahaya bencana alam, mudah mendapatkan sumber air bersih, kondisi tanah baik dan relatif datar, tidak dekat dengan kawasan industry,dll ). Aspek Kesehatan (Setiap rumah terbangun wajib memperhatikan aspek ini, karena diharapkan rumah bukan hanya sebagai tempat tinggal tetapi juga dapat memberikan perlindungan terhadap penularan penyakit dan pencemaran yang meliputi tersedianya penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan, adanya fasilitas pembuangan air kotor, tersedianya fasilitas untuk menyimpan makanan, terhindar dari serangga atau hama-hama lain yang mungkin dapat berperan dalam penyebaran penyakit, dan sebagainya). Aspek Ekonomi (Aspek ini meliputi pertimbangan terhadap kemampuan ekonomi calon penghuninya dalam membeli atau menyewa rumah sehingga pembangunan rumah sesuai dengan kelompok sasaran yang dituju). Aspek teknologi (Aspek ini meliputi pertimbangan terhadap pengadaan material sebagai aplikasi
fisik bangunan dan penerapan pada struktur dan konstruksi
bangunan yang akan digunakan nantinya, sehingga mampu memberikan kenyamanan bagi para penghuninya kelak). Permukiman pada umumnya terbagi menjadi dua yaitu permukiman formal dan permukiman informal, jika dilihat kembali dari penjabaran tinjauan teori sebelumnya yang menyatakan bahwa pemulung merupakan sektor informal yang mempunyai pendapatan yang rendah maka kemungkinan besar pemulung tinggal di permukiman informal. 1. Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Memiliki rumah yang layak huni adalah hak setiap warga Negara tanpa terkecuali yang telah diamanatkan oleh UUD 1945 maupun aturan Perundang-undangan lainnya.
commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28 H Ayat 1 menyatakan dengan lugas ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 40 menyebutkan “Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak”. PP No. 38 Tahun 2007 Pasal 7 Ayat 2 menyatakan “Perumahan sebagai salah satu urusan wajib bagi pemerintahan Daerah (Kab/Kota berkaitan dengan pelayanan dasar). Berdasarkan UUD 1945 maupun UU No. 39 Tahun 1999 serta PP No. 38 Tahun 2007 jelas sekali bahwa Pemerintah Pusat maupun daerah harus bertanggungjawab atas terpenuhinya kebutuhan rumah bagi setiap warganya ataupun masyarakat nya Menurut UU nomor 1 Tahun 2011, Untuk mewujudkan rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur, maka pembangunan rumah atau perumahan wajib mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan administratif serta wajib melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan. v Persyaratan teknis berkaitan dengan keselamatan dan kenyamanan bangunan, dan keandalan sarana serta prasarana lingkungannya. v Persyaratan ekologis berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan, baik antara lingkungan buatan dengan lingkungan alam maupun dengan sosial budaya, termasuk nilai-nilai budaya bangsa yang perlu dilestarikan. v Persyaratan administratif berkaitan dengan pemberian izin usaha, izin lokasi, dan izin mendirikan bangunan serta pemberian hak atas tanah. Pemantauan lingkungan bertujuan untuk mengetahui dampak negatif yang terjadi selama pelaksanaan pembangunan rumah atau perumahan, sedangkan pengelolaan lingkungan bertujuan untuk dapat mengambil tindakan koreksi bila terjadi dampak negatif dari pembangunan rumah atau perumahan. Menurut UU nomor 5 tahun 1990, untuk mewujudkan rumah yang layak huni khususnya di kawasan permukiman informal diperlukan adanya peremajaan kawasan misalnya, dengan cara dilakukan pembongkaran rumah secara sebagian atau keseluruhan yang berada diatas tanah milik negara dan ditempat yang sama di bangun sarana dan prasarana yang sesuai dengan RTRK. Tujuan dari peremajaan ini pada dasarnya adalah pertama, untuk meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan, kedua kota tertata lebih baik sesuai dengan fungsinya didalam RTRK, ketiga mendorong pembangunan yang lebih efisien dalam pembangunan rumah susun.
commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Elemen dasar yang digunakan sebagai acuan untuk mencapai tujuan permukiman yang ideal, antara lain kombinasi antara alam, manusia, bangunan, masyarakat dan sarana prasarana. Adapun elemen dasar lingkungan perumahan menurut Dirjen Cipta Karya, seluruhnya secara garis besar dapat dikelompokkan dalam sarana dan prasarana fisik, yaitu antara lain : v Jalan Lingkungan
v Penyediaan air bersih
v Jalan Setapak
v Pengumpulan dan pembuangan sampah
v Sistem drainase
v Fasilitas penyehatan lingkungan (MCK)
2. Kebutuhan Dasar Minimal Suatu Rumah Menurut Turner (1976), ada beberapa Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam upaya menyediakan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Beberapa aspek dasar yang perlu diperhatikan dalam perencanaan permukiman adalah : v Lokasi yang tidak terlalu jauh dari tempat yang dapat memberikan pekerjaan v Memiliki status kepemilikan lahan dan rumah v Bentuk dan kualitas bangunan rumah yang memenuhi standart v Harga rumah yang dapat terjangkau oleh pendapatan. Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2.80 m. Rumah sederhana sehat memungkinkan penghuni untuk dapathidup sehat, dan menjalankan kegiatan hidup sehari-hari secara layak. Menurut
Keputusan Menteri Permukiman
Dan Prasarana Wilayah
Nomor:
403/Kpts/M/2002 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat, kebutuhan dasar minimal suatu rumah adalah sebagai berikut : v Atap yang rapat dan tidak bocor v Lantai yang kering dan mudah dibersihkan v Penyediaan air bersih yang cukup v Pembuangan air kotor yang baik dan memenuhi persyaratan kesehatan v Pencahayaan alami yang cukup v Udara bersih yang cukup melalui pengaturan sirkulasi udara sesuai dengan kebutuhan
commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Untuk menentukan luas minimum rata rata perpetakan tanah didasarkan pada faktor faktor kehidupan manusia (faktor alam dan faktor bangunan) serta aktivitas yang dilakukan setap harinya. Menurut SNI 03-1733-2004 luasan lantai per orang dapat dihitung dengan rumusan sebagai berikut : Keterangan : L = luas lantai hunian per orang U = Kebutuhan udara segar (m3 ) Tp = Tinggi Plafon rumah
L=
Berdasarkan kegiatan yang terjadi di dalam rumah hunian, yaitu tidur, makan memasak, mandi, duduk - duduk, dan kebutuhan udara segar per orang dewasa per jam 16 m2 – 24 m2 dan per anak anak per jam 8 -12 m2 , dengan pergantian udara dalam ruang sebanyak banyaknya dua kali perjam dan tinggi plafon rata rata 2,5 m maka luas kebutuhan lantai per orang adalah L dewasa = L anak =
=
,
=
,
= 9.8
= 4,8
2
2
Keterangan : L = luas lantai hunian per orang U = Kebutuhan udara segar (m3 ) Tp = Tinggi Plafon rumah
Jadi dapat disimpulkan bahwa luas lantai standart untuk orang dewasa dalam penyediaan hunian sebesar 9,8 m2 sedangkan untuk anak – anak sebesar 4,8 m2 .
3. Karakteristik Permukiman informal Menurut UN-Habitat PBB, (1996) pengertian permukiman informal didefinisikan sebagai suatu kawasan dimana didalamnya terdapat komunitas yang membangun sekelompok unit rumah diatas tanah yang tidak memiliki keabsahan secara hukum dengan tujuan untuk bermukim dan membina keluarga. Banyak beberapa ahli yang menyatakan bahwa permukiman informal merupakan nama lain dari permukiman kumuh (slum settlement), permukiman tidak resmi (unauthorized settlement), dan permukiman yang tidak terencana atau terkontrol (unplanned or uncontroled settlement). Hal ini dikarenakan masyarakat yang menghuni kawasan permukiman ini mayoritas masyarakat berpenghasilan rendah yang biasanya memiliki tingkat kualitas hidup yang rendah sehingga mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan tempat tinggalnya seperti kondisi perumahan yang buruk, terlalu padatnya penduduk, fasilitas lingkungan yang kurang memadai, tingkah laku masyarakat yang menyimpang, budaya kumuh dari para penghuninya, terisolasinya kawasan tersebut, begitu
commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang diungkapkan oleh Clinard (dalam Kurniasih 1968 : 9). Latar belakang tumbuhnya permukiman informal menurut Komarudin (1999 : 105) adalah : a. Tingginya tingkat urbanisasi Urbanisasi merupakan suatu hal yang sangat kompleks dan persoalannya harus didekati dari berbagai sudut, baik ekonomi, sosial, budaya, politik, serta dari sudut dan dari sudut religi, serta keamanan jiwa dan harta. b. Para pendatang umumnya berpendidikan rendah Kurangnya pengetahuan dan pendidikan dari sebagian besar kaum urban, membuat para kaum urban tidak mendapatkan pekerjaan yang semestinya didambakan bahkan mungkin sama sekali tidak mendapatkan pekerjaan karena persaingan untuk mendapatkan pekerjaan di kota sangant ketat. Dengan keadaan seperti itu membuat kondisi para kaum urban semakin terpuruk sehingga membangun tempat untuk bermukim di tempat – tempat yang tidak diperuntukan sebagai tempat tinggal. c. Pengawasan Pemerintah kurang ketat Pengawasan atas tanah yang kurang ketat dari para stakeholder merupakan salah satu dampak dari tumbuhnya permukiman informal di kota. Ruang kosong yang semestinya dibangun sebagai sarana penunjang dari aktivitas suatu kota, misalnya taman atau hutan kota justru malah digunakan para kaum urban sebagai tempat tinggal. d. Kurangnya Pengetahuan atas Hukum Kurangnya pengetahuan dan kesadaran hukum dari para penghuni permukiman informal membuat rumah dibangun seenaknya tanpa mencari tahu akibat dari apa yang telah dilakukanya bahwa akan berakibat pada kemerosotan lingkungan. e. Keterbatasan penghasilan Penghasilan yang sangat kecil membuat kemampuan penghuni permukiman informal untuk membeli rumah sebagai tempat tinggal hanyalah sebuah harapan yang sangat kecil terpenuhi apalagi lahan di kota harganya sangat tinggi sekali. f. Keterbatasan lahan Lahan merupakan sumberdaya alam yang sagat berharga terutama di kawasan perkotaan, dimana lahan merupakan salah satu komponen pokok pembangunan fisik di kawasan perkotaan yang sedianya kebutuhan lahan semakin terbatas akibat kebutuhan pembangunan yang semakin meningkat terus menerus.
commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keberadaan permukiman informal dapat di asumsikan sangat erat sekali dengan kekumuhan
yang ada
didalamnya,
sehingga
menurut
Luthfi
(1997
: 16-21)
mengklasifikasikan kekumuhan yang ada di permukiman informal dari segi fisik atau kondisi bangunan : a. Kumuh Permanen Permukiman informal dengan tingkat kekumuhan permanen dapat ditandai dengan beberapa kondisi lingkungan permukiman sebagai berikut : 1) Kondisi bangunan buruk, status kepemilikan rumah dan tanah adalah milik sendiri. 2) Tingkat penghasilan masyarakat rendah. 3) Rata – rata kondisi bangunan rumah non permanen. 4) Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggal didalamnya cukup tinggi, tata letak bangunan yang tidak teratur serta tidak layak huni. 5) Keberadaan sarana dan prasarana penunjang permukiman (Jalan, air bersih, jaringan drainase, MCK, Sistem persampahan,dll) masih kurang, bahkan tidak ada sama sekali, serta Kondisi lingkungan sekitarnya kotor dan jorok. b. Kumuh Semi Permanen Permukiman informal dengan tingkat kekumuhan semi permanen dapat ditandai dengan beberapa kondisi lingkungan permukiman sebagai berikut : 1) Kondisi bangunan buruk serta status kepemilikan rumah dan tanah adalah berstatus sewa atau menumpang milik keluarga. 2) Rata – rata kondisi bangunan rumah non permanen dan/atau semi permanen. 3) Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggal didalamnya cukup tinggi, tata letak bangunan yang kurang teratur. 4) Keberadaan sarana dan prasarana penunjang permukiman (Jalan, air bersih, jaringan drainase, MCK, Sistem persampahan,dll) masih kurang, meskipun ada tapi masih belum bisa mencukupi kebutuhan masyarakat yang tinggal (dibawah standart) serta Kondisi lingkungan sekitarnya kotor dan jorok. c. Kumuh Liar Permukiman informal dengan tingkat kekumuhan yang liar (squater) dapat ditandai dengan beberapa kondisi lingkungan permukiman sebagai berikut :
commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Kondisi Bangunan sangat buruk jika melihat kondisi fisiknya nampak seperti ingin rubuh serta status kepemilikan rumah dan tanah berstatus tidak sah biasanya berada di tanah negara atau milik orang lain. 2) Rata – rata kondisi bangunan rumah non permanen terkadang terbuat dari triplek atau kardus sebagai dinding bangunan. 3) Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggal didalamnya sangat tinggi, tata letak bangunan yang tidak teratur serta tidak layak huni. 4) Keberadaan sarana dan prasarana penunjang permukiman (Jalan, air bersih, jaringan drainase, MCK, Sistem persampahan,dll) masih kurang, bahkan tidak ada sama sekali serta Kondisi lingkungan sekitarnya kotor dan jorok. Secara umum Karakteristik permukiman informal yaitu tidak memadainya kondisi sarana dan prasarana dasar seperti suplai air bersih, jalan,drainase, jaringan sanitasi, listrik, sekolah, pusat pelayanan kesehatan, ruang terbuka,pasar dan sebaginya. Bahkan hampir sebagian besar rumah tangga di lingkungan permukiman kumuh ini mampunyai akses yang sangat terbatas terhadap pelayanan sarana dan prasarana dasar tersebut, Mulyawan (2010). Biasanya permukiman ini dikatakan ilegal karena berada di daerah yang peruntukan lahanya bukan digunakan sebagai permukiman penduduk. Permukiman informal sering kali disebut sebagai permukiman kampung kota karena banyak dihuni oleh orang-orang dengan pekerjaan yang bergerak di bidang informal serta biasanya terletak di pinggiran kota, walaupun tidak menutup kemungkinan permukiman ini berada di tengah kota. Lingkungan permukiman informal sebagai suatu lingkungan fisik arsitektural sering digambarkan sebagai lingkungan yang miskin, tidak teratur, dan terkesan kumuh yang mengancan kesehatan bagi para penghuninya. Hal itu terjadi, karena permukiman ini seringkali tidak tersentuh pola kebijakan tata ruang kota, sehingga akses masyarakat terhadap kepentingannya kurang terakomodasi. Di sisi lain kesadaran masyarakat dan latar belakang masyarakat setemoat sendiri seringkali kurang memahami pentingnya lingkungan permukiman yang berkualitas, baik secara fisik maupun sosial (Daldjoeni, 2003: 198). Ciri-ciri permukiman informal Menurut Wiryomartono (1999) lebih sering disorot karena dianggap menimbulkan permasalahan bagi kawasan kota antara lain : a. Tingginya kepadatan penduduk menyebabkan kurangnya ruang untuk fungsi sosial Hal ini mengakibatkan rendahnya ketersediaan ruang terbuka bagi sarana berinteraksi antar
commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
warga. Akibatnya tidak jarang fasilitas umum beralih fungsi menjadi pendukung fungsi sosial yang diperlukan masyarakat. b. Tingkat ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang rendah. Kurangnya fasilitas sosial karena kepadatan penduduk yang tinggi mengakibatkan diversifikasi fungsi gang/jalan di kampung kota yang sekaligus menjadi tempat untuk meletakkan properti dan tempat bersosialisasi warga masyarakat. misalnya tidak jarang masyarakat menjadikan gang sebagai dapur pribadi. c. Kurangnya infrastruktur Tingginya kepadatan bangunan di permukiman informal tidak jarang mengakibatkan minimnya lahan yang tersedia bagi jaringan infrastruktur. Kondisi ini merupakan salah satu ciri rendahnya kualitas suatu lingkungan permukiman informal. d. Tataguna lahan yang tidak teratur Pemanfaatan lahan hendaknya direalisasikan sesuai rencana peruntukannya. Hal ini merupakan strategi untuk mencapai keteraturan tata guna lahan. Pemanfaatan lahan secara tidak teratur dapat mengakibatkan tumpang tindihnya fungsi lahan yang pada akhirnya akan mempengaruhi keberlanjutan fungsi ruang secara luas. e. Kondisi rumah yang kurang sehat Hunian yang kurang memadai mengakibatkan kondisi yang tidak sehat bagi penghuninya. Jendela-jendela tidak lagi berfungsi sebagai bukaan untuk memasukkan sinar matahai dan udara ke dalam hunian tetapi beralih fungsi sebagai tempat jemuran karena hunian tidak lagi memiliki lahan kosong. Sebagai suatu komunitas, permukiman informal dapat mempertahankan kelestariannya karena berinteraksi dengan struktur bagian kota lainnya dengan fungsi-fungsi spesifik yang terdapat di dalamnya. Kampung kota berfungsi sebagai perantara kehidupankota dengan keluarga yang hidup di kampung, yang dilakukan antara lain dengan pertukaran sumber daya antara komunitas dengan masyarakat kota pada umumnya. Menurut Wiryomartono (1999) Sebagai sub-sistem dari kota, permukiman informal dengan sifat komunitasnya adalah : a. Sistem perantara antara makro sistem masyarakat dengan mikro sistem keluarga, b. Terdiri dari penduduk yang dapat diidentifikasi dengan jelas, karena memiliki rasa kebersamaan dan kesadaran sebagai warga suatu kesatuan, c. Mengembangkan dan memiliki suatu keteraturan sosial dan spatial, yang ditumbuhkan dari komunitas itu sendiri (disamping ketentuan oleh kota),
commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Menunjukkan differensiasi dalam fungsi-fungsi, sehingga bukan merupakan wilayah hunian saja namun di dalamnya terdapat warung, bengkel, salon, dsb. e. Menyesuaikan diri dengan lingkungan yang lebih luas melalui pertukaran SDA. f. Menciptakan dan memelihara berbagai bentuk organisasi dan kelembagaan, yang akhirnya memenuhi kebutuhan makrosistem masyarakat dan mikrosistem keluarga. Permukiman informal pada sekarang ini banyak dihuni oleh masyarakat dengan penghasilan tidak tetap atau lebih tepatnya berpenghasilan menengah kebawah. Karena memang keberadaan penghuni permukiman informal sepertinya kurang diperhatiakan oleh para pemangku kepentingan. 4. Review Pola Permukiman Norberg Schulz dalam Sasongko (2002:117) menyatakan bahwa hubungan antara masyarakat dengan lingkungan akan membentuk organisasi ruang yang di dalamnya mengandung makna komposisi elemen-elemen pembentuk ruang dengan batasan tertentu. Komposisi ruang ini menunjukkan suatu pola tertentu seperti square, rectangle, circle, atau oval.
Setiap pola ini bukan hanya menunjukkan tatanan saja, akan tetapi juga
memiliki rangka struktur pembentuk ruang dan di dalamnya mengandung makna centres dan axes. Wiriaatmadja (1981:23-25) didalam bukunya menjelaskan tentang pola spasial permukiman, antara lain : a. Pola permukiman dengan cara tersebar berjauhan satu sama lain, terutama terjadi dalam daerah yang baru dibuka. Hal ini disebabkan karena belum ada jalan besar, sedangkan orang-orangnya mempunyai sebidang tanah yang selama suatu masa tertentu harus diusahakan secara terus-menerus. b. Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa, memanjang mengikuti jalan lalu lintas (jalan darat/sungai), sedangkan tanah garapan berada di belakangnya. c. Pola permukiman dengan cara terkumpul dalam sebuah kampung/desa, sedangkan tanah garapan berada di luar kampung. d. Berkumpul dan tersusun melingkar mengikuti jalan. Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa, mengikuti jalan yang melingkar, sedangkan tanah garapan berada di belakangnya.
commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.1 Tipe Tipe Pola Permukiman Sumber : Wiraatmaja (1981)
Sedangkan Sri Narni dalam Mulyati (1995), memiliki sudut pandang sendiri terkait dengan bentuk pola permukiman, antara lain: a. Pola permukiman memanjang (linier satu sisi) di sepanjang jalan baik di sisi kiri maupun di sisi kanan saja. b. Pola permukiman sejajar (linier dua sisi) merupakan permukiman yang memanjang di sepanjang jalan. c. Pola permukiman cul de sac merupakan permukiman yang tumbuh di tengah - tengah jalan melingkar. d. Pola permukiman mengantong merupakan permukiman yang tumbuh di daerah seperti kantong yang dibentuk oleh jalan yang memagarinya. e. Pola permukiman curvalinier merupakan permukiman yang tumbuh di daerah sebelah kiri dan kanan jalan yang membentuk kurva. f. Pola permukiman melingkar merupakan permukiman yang tumbuh mengelilingi ruang terbuka kota.
commit to user
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.2 Tipe Tipe Pola Permukiman Sumber : Sri Narni dalam Mulyati (1995)
Leibo dalam Tulistyantoro (1990) menyebutkan “…. desa-desa yang terdapat di Pulau Jawa pada umumnya berpolakan seperti The Scattered Farmstead Community dan The Cluster Village, sedangkan pola The Line Village berada atau banyak terdapat di daerah Sulawesi dan Kalimantan”. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kondisi geografis yang menunjang untuk terjadi pola permukiman yang seperti ini. Selain itu pendapat Yudono Pribadi dalam Tulistyantoro (1990) membagi pola tersebut, antara lain : bentuk linear; bentuk radial; bentuk desa yang mengelilingi lapangan / alun alun; bentuk desa pantai (tersebar
memanjang
atau
terkonsentrasi).
Pertimbangan
ini
didasarkan
pada
pengelompokan rumah-rumah yang terdapat dalam suatu kompleks permukiman yang berindikator pada mata pencarian, ekologi dan bangunan pusat. Pola-pola yang demikian ini pada umumnya terjadi karena sarana yang ada, kemudian timbul permukiman-permukiman tersebut, seperti misalnya pola yang mengikuti sungai adalah pola yang terbentuk karena sungai tersebut. Menurut Jayadinata (1999:61-65), permukiman di perdesaan secara umum terbagi menjadi dua, antara lain : a. Permukiman memusat, yaitu yang rumahnya mengelompok settlement) dan merupakan dukuh atau dusun
(agglomerated rural
(hamlet) yang terdiri atas puluhan
bahkan ratusan rumah. Di sekitar kampung atau dusun terdapat tanah bagi pertanian, perikanan, peternakan, pertambangan, kehutanan, tempat penduduk bekerja sehari-hari untuk mencari nafkahnya. Dalam perkembangannya, suatu kampung dapat mencapai berbagai bentuk, tergantung kepada keadaan fisik dan sosial. Perkampungan pertanian umumnya mendekati bentuk bujur sangkar. Beberapa pola permukiman memusat terlihat pada Gambar 2.3
commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Permukiman terpencar, yaitu rumahnya terpencar menyendiri
(disseminated rural
settlement) terdapat di Negara Eropa Barat, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan sebagainya. Perkampungan terpencar di negara itu hanya terdiri atas farmstead, yaitu sebuah rumah petani yang terpencil tetapi lengkap dengan gudang alat mesin, penggilingan gandum, lumbung, kandang ternak. Kadang-kadang terdapat homestead, yaitu rumah terpencil.
Gambar 2.3 Bentuk Pola Permukiman memusat Sumber : jayadinata (1999:61-65) Keterangan : a. Permukiman memusat di permukiman jalan b. Permukiman memusat di sepanjang jalan c. Permukiman memusat bujur sangkar
Keterangan : d. Permukiman memusat belokan jalan e. Pengembangan permukiman memusat
C. Pengertian Sarana dan Prasarana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:880) Sarana adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya dalam mencapai maksud dan tujuan. Prasarana lingkungan pemukiman merupakan kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan pemukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Grigg,1988). Jaringan Primer prasarana lingkungan adalah jaringan utama (jaringan jalan, jaringan pembuangan air limbah dan sampah, jaringan pematusan air hujan, jaringan air bersih, jaringan listrik, telepon, gas, dan sebagainya) yang menghubungkan antar kawasan permukiman atau antar kawasan permukiman dengan kawasanlain yang di gunakan untuk kepentingan umum. Jaringan sekunder prasarana lingkungan adalah jaringan cabang dari jaringan primer prasarana lingkungan yang melayani kebutuhan dalam satu kesatuan lingkungan permukiman (Kementrian PU). Hal senada juga dikemukakan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (CBUM, 2002) yang mendifinisikan prasarana dan sarana sebagai suatu bangunan dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia yang hidup bersama-sama
commit to user
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam suatu ruang yang terbatas agar manusia dapat bermukim dengan nyaman dan dapat bergerak dengan mudah dalam segala waktu dan cuaca, sehingga dapat hidup dengan sehat dan dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempertahankan kehidupannya. Fungsi prasarana sendiri adalah untuk melayani dan mendorong terwujudnya permukiman dan lingkungannya agar dapat berperan sesuai dengan fungsinya. Untuk memperbaiki dan mengembangkan lingkungan membutuhkan keseimbangan antara tingkat pelayanan yang ingin diwujudkan dengan tingkat kebutuhan dari masyarakat pengguna dan pemanfaat
prasarana
dalam
suatu
wilayah/kawasan
pada
suatu
waktu
tertentu.
Keseimbangan diantara keduanya akan mengoptimalkan pemakaian sumber daya yang terbatas (Diwiryo, 1996:1). Sarana yang terdapat pada permukiman pada umumnya cukup banyak mulai dari sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana peribadatan, sarana perdagangan dan jasa serta sarana pemerintahan / pelayanan umum kemudian untuk menunjang sarana permukiman tersebut, diperlukan prasarana penting seperti sumber air bersih, pengelolaan sampah rumah tangga, pengelolaan air limbah dan jaringan drainase, serta perawatan jaringan aksesibilitas guna menjangkau semua sarana dan prasarana permukiman. 1. Penyediaan Sarana dan Prasarana Permukiman Joko Sujarto, 2005 menyatakan bahwa pembangunan perkotaan perlu ditingkatkan dan diselenggarakan secara berencana dan terpadu dengan memperhatikan rencana umum tata ruang, pertumbuhan penduduk, lingkungan permukiman, lingkungan usaha dan lingkungan kerja, serta kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial lainnya agar terwujud pengelolaan perkotaan yang efisien dan tercipta lingkungan sehat, rapi, aman dan nyaman. Perhatian khusus perlu diberikan pada peningkatan sarana dan prasarana umum yang layak. Beragamnya dinamika dan kegiatan masyarakat perkotaan, membutuhkan sarana dan prasarana penunjang yang memadai agar tercipta suatu lingkungan yang mampu memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi masyarakatnya dalam menjalani kegiatannya (Rukmana (1993:7). Senada dengan hal tersebut, Komarudin (1997:92) mengungkapkan bahwa penyediaan sarana dan prasarana permukiman mempunyai tujuan, yaitu : a. Meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan, harkat, derajat dan martabat masyarakat penghuni permukiman yang sehat dan teratur. b. Mewujudkan kawasan kota yang ditata secara lebih baik sesuai dengan fungsinya sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang kota yang bersangkutan.
commit to user
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Mendorong penggunaan tanah yang lebih efisien dengan pembangunan rumah susun, meningkatkan tertib bangunan, memudahkan penyediaan prasarana dan fasilitas lingkungan permukiman yang diperlukan serta mengurangi kesenjangan kesejahteraan penghuni dari berbagai kawasan di daerah perkotaan. Tujuan penyediaan sarana dan prasarana dari pengertian diatas pada dasarnya adalah untuk
meningkatkan
kualitas
kehidupan
manusia
dalam
bermasyarakat
dengan
memanfaatkan prasarana yang ada secara optimal sesuai dengan fungsinya. Penyediaan sarana dan prasarana di permukiman memang memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung aktivitas ekonomi, sosial, budaya, serta kesatuan dan persatuan bangsa terutama sebagai modal dasar dalam memfasilitasi interaksi dan komunikasi di antara kelompok masyarakat serta mengikat dan menghubungkan antarwilayah (Suseno,2000). Menurut Direktorat Jendral Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum dalam petunjuk teknis perencanaan pembangunan dan pengelolaan bidang prasarana
lingkungan
permukiman perkotaan dan pedesaan, 1999 bahwa terdapat 4 (empat) prasarana permukiman dasar yang sangat penting, yaitu : a. Sumber Air Bersih
c. Jaringan Air Limbah
b. Persampahan
d. Jaringan Drainase
Kemudian jika menurut Aroroar Revi dan Munish Dube dalam makalahnya yang berjudul Indicators for urban enviromental services in luckhow-process and method, mengatakan bahwa terdapat 6 (enam) prasarana permukiman yang sangat penting dan menjadi indikator dalam kesejahteraan, yaitu : a. Water Supply / Pasokan Air Bersih b. Sewerage / Jaringan Air Limbah c. Sanitation / Jaringan Sanitasi d. Drainage / Jaringan Drainase e. Solid Waste Management / Sistem persampahan f. Electricity / Jaringan listrik Oleh karena itu, Pemerintah sebagai pengambil keputusan memang menjadi aktor dalam penyediaan sarana dan prasarana di kawasan permukiman di perkotaan, hal tersebut merupakan salah satu kewajiban pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah seperti yang tertulis dalam undang – undang pasal 47 nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman yang menyatakan bahwa :
commit to user
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Pembangunan sarana, prasarana, dan utilitas umum dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang. b. Pembangunan sarana, prasarana dan utilitas umum wajib dilakukan sesuai rencana, rancangan, dan perizinan. c. Pembangunan sarana, prasarana, dan jaringan utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan : v Kesesuaian antara kapasitas pelayanan dengan jumlah rumah v Keterpaduan antara sarana, prasarana utilitas umum dengan lingkungan hunian. v Standart teknis pembangunan sarana, prasarana dan utilitas umum. d. Sarana, prasarana, dan utilitas umum yang telah selesai dibangun oleh setiap pihak harus diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundangan. Kemudian
Menurut
Undang-Undang
No.26/2007
tentang
Penataan
Ruang
mengisyaratkan, agar setiap daerah / kota menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sebagai pedoman dalam pemanfaatan ruang bagi setiap kegiatan pembangunan. Rencana Tata Ruang (RTR) merupakan rencana pemanfaatan ruang dalam suatu kawasan yang disusun untuk menjaga keserasian dan keselarasan pembangunan antar masing-masing sektor dalam rangka penyusunan dan pengendalian program-program pembangunan perkotaan jangka panjang. Fungsi RTR adalah untuk menjaga konsistensi perkembangan kawasan baik perkotaan ataupun perdesaan dengan strategi nasional dan arahan RTRW Provinsi dalam jangka panjang, menciptakan keserasian perkembangan kota dengan wilayah sekitarnya, serta menciptakan keterpaduan pembangunan sektoral dan daerah. Muatan RTR meliputi tujuan, rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan, dan upaya-upaya pengelolaan kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan fungsional perkotaan, dan kawasan tertentu, serta pedoman pengendalian pembangunan Kawasan. 2. Akses Pemulung Terhadap Sarana dan Prasarana Pemulung termasuk dalam kategori kaum yang dimarjinalkan karena status sosialnya, dengan status tersebut sudah pasti kehidupan mereka dibawah garis kemiskinan (Moch. Maulana Hidayat,2012). Susanto dalam Sinaga (2008:45-47) menjelaskan bahwa ‘kehidupan kaum marjinal di perkotaan terus merosot, baik kualitas kesehatanya maupun kehidupan sosial mereka yang terus terhimpit jauh dibawah garis kemiskinan’. Secara umum
commit to user
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
permasalahan fisik bangunan yang terjadi pada komuninitas pemulung sebagai kaum marjinal antara lain : a. Ukuran bangunan rumah yang sempit tidak sesuai dengan standart sebagai bangunan yang layak huni. b. Jarak antar rumah yang terlalu rapat anatara satu rumah dengan rumah lainnya sehingga rawan terjadinya bencana kebakaran. c. Prasarana jalan yang sempit, tidak sesuai dengan standart yang ada. d. Tidak tersedianya jaringan drainase dan sanitasi yang layak. e. Kurangnya suplai air bersih dan jaringan listrik yang tidak beraturan. Menurut Santosa (2011:3) Gambaran menyedihkan masyarakat miskin kota adalah tingkat ekonomi yang rendah, akses terhadap fasilitas kesehatan lemah, kesulitan memenuhi kebutuhan pokok, pekerjaan tidak tetap mengakibatkan hutang yang menumpuk, sering berpindah pindah lokasi dan terkadang diusir oleh aparat yang berwajib. Santosa (2011:9) juga beranggapan bahwa masyarakat miskin perkotaan kesulitan dalam mengakses beberapa hal penting yang sangat mereka butuhkan antara lain : kebutuhan gizi yang ideal, kesehatan ibu anak dan balita, pendidikan dasar, aksesibilitas terhadap air bersih dan kebutuhan sanitasi pada lingkungan permukiman yang kumuh. Sehingga Santosa (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kehidupan kaum miskin atau kaum marjinal di perkotaan ternyata mengalami nasib yang kurang baik karena banyaknya kesulitan dalam mengakses sarana dan prasarana perkotaan. Masalah utamanya bertitik tolak dari status pekerjaan mereka yang dianggap rendah sehingga memiliki pendapatan yang sangat minim untuk mencukupi kebutuhan terhadap sarana dan prasarana perkotaan yang dianggap mahal, seperti biaya berobat untuk kesehatan,biaya pendidikan, biaya kebutuhan rumah (meliputi listrik dan air bersih), dan lain sebagainya.
3. Review Kebutuhan Sarana dan Prasarana Permukiman Dasar penyediaan sarana dan prasarana permukiman untuk melayani setiap unit pemerintahan baik yang informal (RT dan RW) maupun yang formal (kelurahan dan Kecamatan) dan bukan didasarkan semata – mata pada jumlah penduduk yang akan dilayani oleh sarana tersebut. Dasar penyediaan sarana dan prasarana ini juga mempertimbangkan pendekatan desain keruangan unit-unit / kelompok lingkungan yang ada, tentunya hal ini terkait dengan bentuk bangunan / peruntukan blok yang nantinya terbentuk sesuai dengan
commit to user
32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
konteks lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan suatu fasilitas sarana permukiman mempertimbangkan jangkauan radius area pelayanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi terhadap pelayanan area tertentu. Dari hasil kajian yang dilakukan oleh Andrew Cotton dan Richard Franceys pada masyarakat berpenghasilan rendah di berbagai negara berkembang bahwa terdapat 7 (tujuh) aspek penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana permukiman yaitu : a. Ground Preparation, yaitu penyediaan pondasi untuk konstruksi bangunan rumah yang bertujuan sebagai perlindungan bagi lahan yang rawan bencana baik bencana banjir maupun bencana pergerakan tanah / tanah longsor pada lereng bukit. b. Drainage, yaitu memberikan keleluasaan bagi air hujan dan air buangan rumah tangga untuk mengalir cepat sehingga tidak menimbulkan terjadinya genangan di suatu tempat. Teknik penanganan jaringan drainase dipengaruhi oleh kondisi topografi suatu kawasan, semakin terjal kondisi topografi semakin mudah untuk membuat jaringan drainase dengan mengandalkan grafitasi, namun untuk daerah dengan topografi yang terlalu terjal, drainase juga menjadi masalah karena aliran air terlalu deras, sehingga perlu dilakukan berbagai upaya untuk menurunkan kecepatan aliran air. Sedangkan pada kondisi topografi landai cukup sulit untuk menentukan arah buangan sehingga terkadang membutuhkan pompa untuk mengalirkan air. Faktor penting lainnya dalam menentukan sistem drainase adalah curah hujan dan luas daerah tangkapan (catchment area). Tingkat kejenuhan air dalam tanah juga mempengaruhi porositas tanah dalam perannya mengalirkan tanah dari permukaan. c. Acces and Road, yaitu penetapan lahan dengan jelas pada batas batasnya yang digunakan sebagai rule, akses, garis sempadan dan jalur kendaraan darurat guna mendukung atau memudahkan aktivitas yang terjadi pada suatu kawasan. d. Water Suply, merupakan prioritas utama dalam penyediaan prasarana permukiman. Hal penting dalam penyediaan air bersih adalah jumlah yang layak sehingga mampu mencukupi kebutuhan dasar, kualitas air bersih, aksesibilitasi dan reabilitas air. Dalam teknis pengelolaan sumber air bersih terdapat dua faktor penting antara lain : v Sumber air bersih : sumber air yang tidak terlindungi, sumber air dari luar site, sumber air tanah pada site dan air hujan. v Distribusi air bersih : Communal Supply, individual house supply dan water vendors.
commit to user
33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Sanitation yaitu sebagai wadah untuk memindahkan dan membuang limbah manusia yang merupakan komponen penting dari kesehatan lingkungan. Masalah sanitasi berkenaan dengan upaya penyehatan lingkungan didalam rumah ditekankan pada masalah penyediaan kamar mandi dan WC (jamban) yang memenuhi syarat. Prinsip utama dalam masalah sanitasi adalah bagaimana agar air buangan dari kamar mandi dan WC tersebut tidak mencemari secara langsung pada sumber air bersih. Oleh karena itu dihasilkan berbagai macam sistem sanitasi yang dikembangkan untuk menjaga kesehatan dari bahaya penyakit menular yang dibawa oleh bibit penyakit pada air buangan tersebut. f. Solid Waste Management, upaya pengelolaan sampah yang menjamin dengan pasti bahwa sampah padat dari permukiman sudah dikumpulkan untuk direduksi terlebih dahulu kemudian dibuang dan ditangani dengan benar. Upaya pengelolaan sampah pada umumnya mengacu pada konsep 3R yaitu : v Recycle, yaitu kegatan mendaur ulang sampah tertentu untuk dibuat menjadi barang tertentu yang mempunyai nilai ekonomis. v Reuse, yaitu prinsip menggunakan kembali barang yang masih bisa dipakai untuk keperluan lain v Reduce, yaitu kegiatan untuk mengurangi timbunan sampah yang ada sebagai upaya penanganan awal. g. Power Suply, pemenuhan utama untuk sumber energi listrik sangat erat hunbunganya dengan lokasi suatu rumah. Listrik yang dihasilkan biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan seperti : Penerangan (baik didalam rumah maupun di luar / koridor jalan rumah), menjalankan alat elektronik, menghangatkan kondisi rumah (untuk negara empat musim) serta mendinginkan suhu rumah (untuk negara tropis). Dalam proses penyaluran energi listrik ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, antara lain : v Daya yang dibutuhkan secara keseluruhan dalam satu rumah v Spesifikasi alat elektronik yang digunakan harus disesuaikan dengan daya yang ada. v Posisi tiang listrik terhadap bangunan rumah, harus diukur sesuai dengan standart keamanan yang ada. Selain itu ada regulasi lain yang umumnya digunakan sebagai indikator untuk pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana permukiman, Dalam SNI 03-1733-2004
commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dinyatakan bahwa pemenuhan sarana dan prasarana permukiman memiliki lingkup area tertentu mulai dari RW hingga kecamatan bahkan mencapai skala kota / kabupaten. a. Pemenuhan Sarana Permukiman Untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pada permukiman pemulung yang ada di Kota Kediri khususnya di Kelurahan Pojok maka dirumuskan bahwa pemenuhan sarana prasarana permukiman yang ada paling tidak mengacu pada penyediaan di unit RW (SNI 03-1733-2004), berikut ini adalah sarana dan prasarana permukiman yang diharapkan ada di dalam permukiman permulung di Kelurahan Pojok yang sesuai dengan standart pemenuhan sarana dan prasarana permukiman dalam unit RW. Tabel 2.2 Kebutuhan Sarana Permukiman (unit RW/2500 jiwa penduduk)
No
Jenis Sarana
Sarana
1
Balai Pertemuan warga
2
Kebutuhan per satuan sarana Luas lantai Luas lahan minimum minimum ( 2) ( 2)
Kriteria pemenuhan Standart (m2 /jiwa)
Radius Pencapaian
150
300
0.12
Pos Kamling
6
12
0.06
500 (m2)
Gardu listrik
20
30
0.012
500 (m2)
4
Telpon umum & kotak bis surat
30
0.012
500 (m2)
5
Parkir umum
100
0.04
6
Taman Kanak Kanak
216 (termasuk rumah penjaga sekolah)
500
0.28
500 (m2)
Sekolah dasar
633
2000
1.28
1000 (m2)
3
7
8
Pemerintahan &Pelayanan Umum
Sarana Pendid ikan
Taman bacaan
72
150
commit to user
0.09
1000 (m2)
Lokasi & pe nyelesaian Ditengah kelompok bangunan warga, ataupun d iakses keluar / masuk dari kelompok bangunan, dapat terintegrasi dengan bangunan sarana yang lain. Lokasi bangunannya harus disesuaikan dengan tingkat keamanan dan kenyamanan sekitar. Lokasinya disebar pada titik titik strategis atau disekitar pusat lingkungan Dialokasikan dapat melayani kebutuhan bangunan kebudayaan dan rekreasi lain. Atau balai pertemuan warga. Ditengah kelompok warga, tidak menyebrang jalan raya, bergabung dengan taman sehingga terjadi pengelompokan kegiatan. Bangunan pelengkap, dapat digabung dengan sarana pendidikan lain .
35
perpustakaan.uns.ac.id
No
Jenis Sarana
9 Sarana Kesehatan 10
11
12
Sarana Peribadatan
Sarana
Kebutuhan per satuan sarana Luas lantai Luas lahan minimum minimum ( 2) ( 2)
Kriteria pemenuhan Standart (m2 /jiwa)
Radius Pencapaian
Lokasi & pe nyelesaian
Posyandu
36
60
0.048
500 (m )
Dapat bergabung dengan balai warga atau hunian masyarakat
Balai pengob atan warga
150
300
0.12
1000 (m2)
Dapat bergabung dengan balai warga
2
2
Musho la
45
100
0.36
100 (m )
Masjid warga
300
600
0.24
1000 (m )
Tergabung dalam kekerabatan / hierarki lembaga
Tergabung dalam kekerabatan / hierarki lembaga
Tergabun g dalam kekerabat an / hierarki lembaga
Tempat peribadatan lain
13
digilib.uns.ac.id
2
Ditengah kelompok hunian warga, atau dapat digabung dengan bagungnan lainnya. Ditengah kelompok hunian warga, tidak menyebrang jalan raya.
14
Sarana Perdagangan dan Jas a
Toko / Warung makan
50
100
0.4
300 (m2)
Dapat bergabung dengan sarana lain, ditengah kelompok hunian warga.
15
Sarana ruang terbuka & taman rekreas i
Taman / tempat bermain
-
1250
0.5
1000 (m2)
Di pusat kegiatan lingkungan
Sumber : SNI 03-1733-2004 tentang tatacaran penataan lingkungan perumahan di perkotaaan.
b. Pemenuhan Prasarana / Utilitas Dalam memenuhi kebutuhan permukiman penduduk tidak hanya memeperhatikan kebutuhan akan sarananya saja tetapi juga prasarana pendukung seperti jalan, drainase, jaringan air bersih, jaringan air limbah, jaringan persampahan, serta jaringan listrik dan telepon. Dalam merencanakan kebutuhan prasarana permukiman terutama jalan tidak lupa memperhatikan fungsi jalan yaitu sebagai akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat. Untuk kebutuhan jaringan jalan yang berada di dalam lingkup rw berupa jalan lingkungan dan jalan lokal dengan ukuran jalan lingkungan (1,2 m – 2 m) dan untuk jalan lokal (3m - 7m). Kebutuhan Jaringan drainase yang mana memiliki fungsi sebagai penghubung air kedalam resapan buatan pada permukiman penduduk. Ketersediaan jaringan air bersih merupakan syarat wajib bagi setiap rumah didalam kawasan permukiman, sumber penyediaan air bersih pada permukiman penduduk berasal dari sumur artesis ataupun
commit to user
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dari perusahaan air bersih baik yang disediakan untuk individu maupun publik. Kebutuhan publik terhadap air bersih disediakan dengan cara pembuatan kran komunal, jaringan pipa, serta hydran air yang berfungsi untuk menanggulangi kebakaran. Suatu lingkungan permukiman penduduk juga harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah, bentuk sistem pengelolaan air limbah di perkotaan yaitu ; septictank, resapan / biophori, jaringan pemipaan air limbah. Apabila dalam suatu permukiman penduduk tidak memungkinkan untuk pembuatan septictank, maka lingkungan tersebut harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah lingkungan / dapat disambung dengan sistem pembuangan air limbah kota. Penyediaan sarana persampahan harus terintegrasi dan diperhatikan kebutuhannya terhadap pemukiman mulai dari penyediaan gerobak sampah, tong sampah, bak sampah (TPS RW), TPS kelurahan, dan TPA (tempat pembuangan akhir). Pemasangan seluruh jaringan instalasi listrik dan telepon di dalam lingkungan permukiman dan perumahan penduduk juga harus terintegrasi berdasarkan peraturan – peraturan yang berlaku seperti peraturan umum instalasi listrik (PUIL), kebijakan PLN setempat, peraturan lain yang masih digunakan (AVE). Berikut ini adalah tabel penyediaan Prasarana permukiman penduduk perkotaan sesuai dengan standart : Tabel 2.3 Penyediaan prasarana permukiman (unit rw / 2500 jiwa). No
Jenis Penyediaan
Jangkauan pelayanan Rumah
Standart pemenuhan (jiwa)
1
Pipa – Pipa Penyalur Air bersih
Kota penduduk
Seluruh penduduk Kota
2
Kran umum
100 m
3 4
Hydrant umum Tong Sampah (individu)
100 m – 200 m -
250 jiwa (30 liter / orang /hari) 5 jiwa
5
Bak Sampah TPS
Dimensi 2m2 – 6 m2
2500 jiwa
6
Daya Listrik
Semua rumah di kawasan perkotaan.
450 VA/jiwa
Kriteria Bisa digunakan untuk penduduk kota Bisa digunakan lingkup RT RW Setiap individu wajib memilikinya Diakses masyarakat dalam unit RW -
Sumber : SNI 03-1733-2004
commit to user
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti secara umum menggunakan pendekatan penelitian Kualitatif yang didukung dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan penelitian ini dipilih dengan maksud untuk menjelaskan temuan data baik data sosial, data ekonomi yang ada di kalangan masyarakat pemulung terhadap tingat pemenuhan sarana dan prasarana permukiman komunitas pemulung serta mencari tahu program penyediaan sarana dan prasarana permukiman yang berasal dari pemerintah secara deskriptif. Sesuai dengan namanya, deskriptif bertujuan untuk menganalisis sampai dengan taraf memaparkan sesuatu yang diteliti dan menyajikan fakta secara sistemik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan dimaknai. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang benar mengenai objek atau fenomena yang diteliti secara utuh. Dalam penelitian kualitatif teknik analisis data yang digunakan belum ada pola yang jelas sehingga belum ada panduan atau prosedur baku yang pasti. Hal ini memungkinkan peneliti untuk menganalisis data berdasarkan tingkat intelektual dan kreativitasnya membebaskan peneliti untuk membentuk pola tersendiri yang dirasakan cocok dengan sifat penelitian. B. Jenis Penelitian Dalam pendekatan kualitatif ada berbagai macam strategi atau jenis penelitian yang sudah dirumuskan oleh para ahli dengan pendekatan dan prosedur yang jelas. Creswell didalam bukunya menyebutkan bahwa strategi / jenis penelitian dari pendekatan kualitatif ada 5 (lima) yaitu : etnografi, grounded theory, studi kasus, fenomenologi, naratif. Sedangkan Prof. Dr. Mujia Raharjo, M.Si menyebutkan ada 8 (delapan), 5 (lima) diantaranya sama dengan yang dikemukakan Creswell, sedangkan tiga lainya yaitu : studi dokumen, observasi alami, wawancara terpusat. Pada penelitian ini peneliti mengambil strategi / jenis penelitian studi kasus karena peneliti secara mendalam meneliti tentang pemenuhan sarana dan prasarana bermukim komunitas pemulung. Selain itu peneliti juga harus mengamati aktivitas para pemulung baik aktivitas bekerja ataupun aktivitas bermukim, oleh karena itu di harapkan dengan
commit to user
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menggunakan jenis penelitian studi kasus dapat menjawab tujuan dari penelitian yang diambil peneliti. Pengertian dari jenis penelitian studi kasus itu sendiri adalah jenis penelitian yang mendalami tentang individu, suatu kelompok / organisasi, suatu program kegiatan, peristiwa dan sebagainya dalam waktu tertentu. Tujuannya untuk memperoleh gambaran yang utuh dan mendalam dari sebuah entitas. Studi kasus menghasilkan data yang selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan sebuah teori. Sebagaimana prosedur perolehan data penelitian kualitatif, data studi kasus diperoleh dari wawancara, observasi, dan arsip / dokumen. (Creswell,2007). C. Teknik Pengumpulan Data Data merupakan gambaran tentang suatu keadaan yang dikaitkan dengan tempat dan waktu yang merupakan dasar suatu perencanaan dan merupakan alat bantu dalam pengambilan keputusan. Masalah, tujuan, dan hipotesis penelitian untuk sampai pada suatu kesimpulan harus didukung oleh data-data relevan. Relevansi data dengan variabel penelitian didasari oleh metode pendekatan masalah yang relevan (Sumaatmaja, 1998:104). Teknik pengumpulan data dilakukan secara langsung (data primer) maupun tidak langsung (data sekunder). 1. Data Primer Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan cara mewawancarai semua responden sebagai objek penelitian terkait dengan karakteristik pemulung. Selain itu, peneliti juga menggunakan lembar pengamatan untuk mendukung pengamatan terhadap kondisi lapangan terkait aktivitas kegiatan yang dilakukan, karakter permukiman pemulung, kualitas sarana dan prasarana eksisting dan upaya apa saja yang telah mereka lakukan dalam melakukan pemenuhan kebutuhan terhadap sarana dan prasarana tidak lupa peneliti juga mengambil gambar supaya penelitian yang diambil lebih komunikatif. 2. Data Sekunder Teknik pengumpulan data sekunder ini dilakukan melalui survey ke beberapa instansi pemerintah diantaranya Dinas Pekerjaan Umum, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Kediri, Dinas Tata Ruang Kebersihan dan Pertamanan Kota Kediri serta Kelurahan Pojok, terkait dengan data penyediaaan sarana prasarana permukiman baik perencanaan, program maupun eksisting. Selain itu dengan mengutip, memilah - milah,
commit to user
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
atau mengopi dari dokumen-dokumen yang sudah ada atau literatur yang terkait meskipun kualitas datanya masih saling mencocokan antara satu dengan yang lainnya. Berikut ini adalah metode atau teknik yang dilakukan pada saat pengumpulan data yang digunakan secara umum adalah: 1. Observasi, Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang, pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian/peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu untuk melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut. Teknik ini digunakan untuk mengetahui kondisi di kawasan permukiman pemulung Kelurahan Pojok Kota Kediri, baik itu dari aspek fisik maupun aktivitas di kawasan yang dilakukan dalam jangka waktu yang berbeda. Pemilihan waktu di pagi, siang dan malam hari berdasarkan asumsi bahwa terjadi perbedaan jenis aktivitas yang ada di masing-masing waktu mengingat mereka melakukan aktivitas bekerja dan bermukim pada waktu – waktu tersebut. Sehingga dapat mewakili jenis aktivitas yang dilakukan pemulung. 2. Teknik wawancara Wawancara merupakan pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan dengan/atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dalam hal ini peneliti mewawancarai semua pihak yang terlibat dalam penyediaan sarana dan prasarana permukiman pemulung di Kelurahan Pojok Kota Kediri, baik itu pemerintah maupun komunitas pemulung. Tujuanya agar peneliti dapat lebih mengetahui bagaimana penyediaan sarana prasarana pada kawasan ini. 3. Simak dokumen, adalah teknik pengumpulan data dengan cara menyalin, memilah milah, atau mengopi data dari literatur berupa teori dari para pakar untuk
commit to user
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membandingkan dengan data yang terdapat di lapangan. Literatur yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Dokumen RTRW Kota Kediri, Monografi Kelurahan Pojok, dan dokumen lain yang mendukung penelitian ini terutama tentang penyediaan sarana dan prasarana permukiman. Untuk memudahkan dalam pengumpulan data maka dibuat suatu instrumen mengenai data yang dibutuhkan.
commit to user
41
Warga yang bekerja sebagai Pemulung
· Kondisi Kesehatan Komunitas Pemulung
Kondisi Kesehatan
3
· Warga yang bekerja sebagai Pemulung · Dokumen Kelurahan
· Rumah warga yang bekerja sebagai Pemulung · Dokumen Kelurahan
· Data kepem ilikan KTP, KK dan Surat surat keterangan lain · Data Daerah Asal · Bentuk Interaksi dengan sesama
· Data tanggungan keluarga · Data jarak dari rumah menuju tempat kerja
Kondisi sosial pemulng
Aktivitas Bermukim Komunitas Pemulung
5
6
7
commit to user
42
Warga yang bekerja sebagai Pemulung
Aktivitas Bekerja Komunitas Pemulung
4
Warga yang bekerja sebagai Pemulung
Pengelolaan Keuangan
· Data Pendapatan per hari · Data pembiayaan per hari · Latar belakang pemilihan pekerjaan · Sarana Transportasi yang digunakan saat bekerja
Warga yang bekerja sebagai Pemulung
Tingkat Pendidikan
Identifikasi aktivitas kawasan permukiman pemulung.
2
Sumber
· Tingkat Pendidikan Komunitas Pemulung · Tingkat pendidikan anak komunitas pemulung
Recorder
· Bentuk pekerjaan yang dilakukan
Observasi
Pola Pekerjaan Pemulung
Sekunder
1
Primer
Instrumen Penelitian Simak Foto / Wawancara Literatur Sketsa
Data
Aspek
No
Jenis Data
Tabel 3.1 Kebutuhan Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
· Data Sebaran Sarana & Prasarana · Peta Sebaran Sarana & Prasarana
· Data Kebutuhan Sarana dan Prasarana permukim an
Status Kepemilikan Tanah
Program Pemerintah
Karakteristik Penyediaan Sarana dan Prasarana Permukiman
Kebutuhan Aktivitas & Komunitas Pemulung
Karakteristik Kebijakan Pemerintah
9
10
11
12
13
14
Sumber : Peneliti
Data Jenis Bangunan, Data Kondisi Fisik Bangunan, Peta permukiman.
Kondisi Fisik Bangunan
8
· RTRW · RDTRK · Perda Kota Kediri
· Data Kepemilikan Sertifikat Tanah · Peta BPN · Data Program pemerintah · Data Sikap dan Strategi Pemerintah.
Peta Pola Bermukim
Perilaku Bermukim Komunitas Pemulung
Data
Aspek
No Primer
Sekunder
Jenis Data Observasi
Instrumen Penelitian Simak Foto / Wawancara Literatur Sketsa Recorder
43
· ( Kecamatan Dalam Angka, Monografi Kelurahan, Peta Sebaran Sarana dan Prasarana) · Bappeda · Kondisi Lapangan · Warga yang bekerja sebagai Pemulung · SNI, Pendapat Ahli, Identifikasi Peneliti. · DTRKP · Bappeda · DPU
· Pemerintah ( DPU dan DTRKP )
· Dokumen Kelurahan dan Stakeholder terkait · Survey Lapangan · Dokumen Kelurahan dan BPN · Pemilik Bangunan
· Survey lapangan
Sumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peranan peneliti dalam penggalian data adalah sebagai marginal participation. Hadi (1997) dalam bukunya mengemukakan marginal participation adalah suatu usaha peneliti untuk mengamati obyek dengan berusaha tidak sebagai orang asing sehingga tidak ada batasan jarak antara obyek penelitiannya, walaupun identitasnya diketahui jelas oleh kelompok responden. Dalam mengamati, peneliti berusaha menjadi penonton yang apresiatif dan selanjutnya melangkah masuk ke dalam aktivitas responden tanpa mengambil peran dalam aktivitas responden tersebut. Ketika berada di tengah-tengah responden, peneliti menghimpun informasi yang diperlukan sehingga secara akurat dapat mencatat fenomena yang terjadi dengan pertimbangan kesesuaian penelitian. D.
Konsep Penelitian Konsep penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk membantu peneliti dalam menemukan informasi tentang hal yang diteliti tersebut, sehingga nantinya pada akhir penelitian dapat dirumuskan satu atau beberapa variabel penelitian. Mengingat penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka variabel yang digunakan dalam penelitian ditemukan kemudian seusuai dengan hakikat dari pendekatan kualitatif, namun untuk memudahkan jalannya penelitian ini peneliti telah menemukan konsep – konsep yang dirumuskan dari teori yang ada untuk mendapatkan variabel dari penelitian ini.
commit to user
44
Ò±
Dikenalinya Komunitas klasifikasi pemulung
Karakteristik Pemulung yang tinggal di permuki man pemulung.
Dikenalinya karakteristik aktivitas pemulung
Í¿-¿®¿²
Ì«¶«¿²
· Struktur pekerjaan
· Aktivitas Bekerja
commit to user · Aktivitas Bermukim
· Kondisi Sosial
· Tingkat pendapatan · Pengeluaran Keuangan
· Pengelolaan keuangan
· Orientasi Jarak dari Rumah menuju tempat kerja · Pola Ber mukim
· Keikutsertaan Keluarga
· Daerah Asal
· Kondisi Kesehatan
· Tingkat Pendidikan
· Bentuk Interaksi dengan sesama
· Kepemilikan Identitas
· Transportasi penunjang saat bekerja
· Bentuk pekerjaan yang dilakukan di lapangan
Í«¾ Õ±²-»°
· Pola Pekerjaan
Õ±²-»°
Tabel 3.2 Konsep Penelitian
45
· Tidak berpendidikan · Berpendidikan Rendah · Masyarakat yang terkena penyakit · Jenis penyakit yang menjangkit pemulung · Dala m Kota Kediri · Luar Kota Kediri · Tinggal sendiri · Tinggal bersama keluarga · Tinggal bersama rekan kerja · Jarak kurang dari 500 m · Jarak antara 501m – 1 km · Jarak lebih dari 1 km · Menyebar · Mengelompok
· Memiliki KTP, KK dan surat keterangan lain · Dilakukan di luar rumah · Dilakukan di dalam rumah
Diketahuinya perbedaan secara jelas apa saja karakteristik dari pemulung. · Asal barang · Tujuan penjualan · Pendapatan Tinggi · Pendapatan Rendah · Pembiayaan Kebutuhan · Ke mampuan menyisihkan uang · Pekerjaan tetap · Pekerjaan sampingan · Jalan Kaki / Grobak · Sepeda · Kendaraan Bermotor ( Sepeda Motor, Mobil Pick-up, Truk)
ײ¼·µ¿¬±®
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Ò±
Teridentifikasinya Sikap pemerintah dalam penyediaan sarana dan prasarana di permukiman pemulung Program pemerintah terhadap permukiman pemulung.
· Dikenalinya karakteristik kebutuhan minimum komunitas pemulung terhadap pemenuhan sarana dan prasarana permuki man dalam hal melakukan
Mengidentifikasi Karakteristik Kebutuhan Sarana dan Prasaran Di permuki man Pemulung
Dikenalinya Karakteristik Permukiman di dalam Komunitas Pemulung
Í¿-¿®¿²
Upaya pemerintah kota dalam memenuhi sarana dan prasarana di permuki man pemulung
Ì«¶«¿²
commit to user Data peruntukan bangunan sarana : · Fasilitas Komunal · Fasilitas Privat
· Jenis Sarana dan Prasarana Eksisting · Sebaran Sarana dan Prasarana yang ada · Peran Pemerintah
· Posisi pemulung dalam sistem sosial kota.
· Sikap pe merintah · Preferensi / keinginan pemerintah
Karakteristik Penyediaan sarana dan prasarana permuki man. · Sarana (kesehatan,pendidikan, peribadatan, dll) · Prasarana (jalan, persampahan, listrik, dll) · Air bersih, Drainase & Sanitasi Kebutuhan Sarana dan Prasarana Aktivitas Bekerja Pemulung : · Tempat penampungan barang recycle · Tempat pemilahan barang · Gudang Penyimpanan
· Hak atas bangunan & tanah
· Jenis bangunan
· Luas Bangunan
· Kepadatan bangunan
· Peruntukan bangunan
Í«¾ Õ±²-»°
· Status kepemilikan tanah
· Kondisi Fisik
Karakter Hunian · Fungsi Bangunan
Õ±²-»° Rumah satu fungsi Rumah dwi fungsi Kepadatan tinggi Kepadatan Sedang Kepadatan Rendah Sesuai Standart (SNI) / Perda Tidak sesuai Standart (SNI) / Perda Bangunan per manen Bangunan semi permanen Bangunan non-permanen Sewa Milik pribadi Magersari Dipertimbangkan dalam proses pengadaan sarana dan prasarana
· Tercukupinya kebutuhan pemulung baik secara kualitas maupun kuantitas dari sarana dan prasarana per mukiman.
· Pengelolaan Sarana dan Prasarana
· Kapasitas Bangunan · Jarak antara sarana dan prasarana eksisting dengan per mukiman pemulung
· Kondisi Fisik · Ragam sarana dan prasarana pendukung
· · · · · · · · · · · · · ·
ײ¼·µ¿¬±®
46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Analisis Tingkat Pemenuhan Sarana dan Prasarana di permuki man pemulung
Ì«¶«¿²
Sumber : Peneliti
Ò± peralatan kerja · Penerangan Umum · Tempat Berteduh · Tempat parkir kendaraan Kebutuhan Sarana dan Prasarana Bermukim : · Jaringan Jalan · Jaringan drainase dan Sanitasi · WC umum / Sumur · Tempat Beribadah · Balai Pengobatan · Tempat Belajar Anak · Toko Kelontong · Karakteristik Kebijakan pemerintah yang mengatur pemenuhan sarana dan prasarana · Eksisting penyediaan sarana dan prasarana · Pemenuhan sarana dan prasarana komunitas pemulung
pekerjaan di Kediri
· Diketahuinya hasil analisis pemenuhan sarana dan prasarana permuki man menurut peran pemulung
· Diketahuinya hasil analisis pemenuhan sarana dan prasarana permuki man menurut standart
· Dikenalinya karakteristik kebutuhan minimum komunitas pemulung terhadap pemenuhan sarana dan prasarana permuki man dalam hal bermukim di Kediri
Õ±²-»°
Í¿-¿®¿²
· Ketersediaan sarana dan prasarana permukiman
· Peran Pemerintah
Data peruntukan prasarana pendukung : · Fasilitas Komunal · Fasilitas Privat
Í«¾ Õ±²-»°
· Tercukupinya kebutuhan sarana dan prasarana permukiman menurut komunitas pemulung.
· Peraturan daerah kota kediri terhadap pemenuhan sarana dan prasarana permuki man
ײ¼·µ¿¬±®
47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E.
digilib.uns.ac.id
Teknik Analisis Analisis adalah upaya mengolah data menjadi informasi sehingga karakteristik atau sifatsifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah masalah yang berkaitan dengan kerangka penelitian. Oleh karena itu teknik analisis data dapat diartiakan sebagai, cara melaksanakan analisis terhadap data dengan tujuan mengolah data tersebut menjadi informasi sehingga karakteristik atau sifat-sifat datanya dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian. Dalam hal ini peneliti menggunakan beberapa teknik analisis, adalah sebagai berikut : 1. Teknik analisis deskriptif Adalah kajian analisa dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data – data dari peristiwa yang telah terkumpul sebagaimana adanya. Pemaparan peristiwa tersebut dilakukan secara sistematik, akurat dan lebih menekankan pada data faktual. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis analisis deskriptif eksploratif dengan tujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena. Bisanya dilakukan dengan survey dan menjadi dasar dalam mengambil kebijakan atau penelitian lanjutan. Analisis data menggunakan statistik deskritif, prosentase atau pemaparan menggunakan kata-kata atau kalimat. Jenis analisis ini digunakan untuk menjelaskan tentang klasifikasi pemulung serta karakteristik permukiman pemulung yang mana keduanya merupakan hal harus digali lebih dalam oleh peneliti sehingga dapat diketahui lebih jelas apa saja klasifikasi pemulung dan bagaimana karakteristik permukiman komunitas pemulung. Analisis lain yang digunakan oleh peneliti adalah analisis deskriptif eksplanasi yang bertujuan untuk menjelaskan kembali perkataan dari para narasumber terkait dengan penelitian yang diambil. Dalam hal ini peneliti menggunakanya untuk mengetahui bagaimana persepsi dari pemerintah terhadap penyediaan sarana dan prasarana permukiman pemulung serta persepsi dari komunitas pemulung terkait dengan sarana prasarana apa yang memang dibutuhkan oleh komunitas pemulung. 2. Teknik analisis reduksi data Adalah kajian analisa suatu bentuk data yang dilakukan dengan cara merangkum, memilih hal hal – hal yang pokok serta memfokuskan kepada hal hal yang penting yang
commit to user
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sesuai dengan tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas (Sutopo,2004 : 91). Analisis reduksi data yang digunakan oleh peneliti adalah untuk mengetahui dan menjelaskan aktivitas apa saja yang dilakukan oleh komunitas pemulung di Kelurahan Pojok Kota Kediri, baik itu aktivitas bermukim, aktivitas bekerja dan karakter sosial komunitas pemulung. 3. Teknik analisis kebutuhan sarana dan prasarana Adalah kajian analisa suatu bentuk data yang dilakukan dengan cara mencari tahu kebutuhan sarana prasarana pada suatu permukiman dengan menggunakan regulasi yang sudah ada sebagai acuan kemudian di sesuaikan dengan kondisi di lingkungan permukiman tersebut. Peneliti secara mendalam mencari tahu sarana dan prasarana apa saja yang seharusnya ada di dalam permukiman pemulung, jangkauan pelayanan, letak dari sarana dan prasarana tersebut baik sarpras bermukim ataupun sarpras saat bekerja serta kualitas dari keberadaan sarana bermukim karena komunitas pemulung memiliki sarana dan prasarana tertentu dalam eksistensi mereka. 4. Teknik analisis tingkat pemenuhan pemerintah Adalah kajian analisa suatu bentuk data yang dilakukan dengan cara mencari tahu kebijakan – kebijakan dari pemerintah kota terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana permukiman, kemudian di komparasikan dengan kondisi eksisiting dari sarana dan prasarana permukiman komunitas pemulung sehingga dapat terlihat adanya kesesuaian atau tidak dari kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah. Berikut di bawah ini akan ditampilkan kerangka analisis dan tabel analisis dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti :
commit to user
49
commit to user
Sumber : Peneliti
pemerintah Kota Kediri
Sesuai Standart dan regulasi dari
Analisis
prasarana permukiman
dan Prasarana Permukiman
Analisis tingkat pemenuhan Sarana
Pemulung
Demand Terhadap pemenuhan Sarana dan
Output Penelitian
prasarana permukiman
Prasarana di permukiman pemulung
Kebutuhan sararana dan prasarana
Terhadap pemenuhan Sarana dan
Supply
Program Penyed iaan Sarana dan
di permukiman pemulung
menyediakan sarana dan prasarana
Strategi Pemerintah dalam
Input
Gambar 3.1 Kerangka Analisis
eksisiting
50
sarana dan prasarana permukiman
Upaya pemulung dalam memenuhi
aktivitas bekertja.
untuk aktivitas bermukim dan
sarana dan prasarana permukiman
Kebutuhan Pemulung terhadap
Karakteristik Pemulung
Input
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3.
Mengidentifikasi upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah kota dalam memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana didalam permuki man informal bagi komunitas pemulung Menemukenali karakteristik kebutuhan pemulung terhadap pemenuhan sarana dan prasarana di permukiman pemulung yang ada di Kediri
Mengidentifikasi karakteristik komunitas pemulung dan permukiman pemulung yang ada di Kota Kediri
1.
2.
Tujuan
No
· Pola ber mukim komunitas pemulung · Karakter Fungsi Bangunan · Karakter Kondisi Fisik Bangunan · Karakter Status kepemilikan tanah · Sikap Pemerintah · Preferensi / keinginan pemerintah
Karakteristik permukiman komunitas pemulung di Kota Kediri
Program Program · Karakteristik Penyediaan Sarana Pemerintah terhadap dan prasarana serta utilitas penyediaan sarana dan permuki man yang dilakukan prasarana di permukiman pemerintah pada permukiman pemulung. pemulung di kawasan studi. Karakteristik kebutuhan Kebutuhan Sarana dan Prasarana minimum komunitas Aktivitas Bekerja Pemulung : pemulung terhadap · Tempat pemilahan barang pemenuhan sarana dan · Tempat penampungan barang prasarana permukiman recycle dalam hal melakukan · Gudang Penyimpanan peralatan pekerjaan di Kediri. · Tempat Berteduh · Sarana Transportasi dan tempat
Sikap pemerintah dalam penyediaan sarana dan prasarana permuki man pemulung.
· Aktivitas Bekerja · Karakter Sosial Pemulung · Aktivitas Bermukim
Karakteristik aktivitas pemulung di Kota Kediri
Komunitas
· Pola Pekerjaan Pemulung · Tingkat Pendidikan · Pola Keuangan
Input
Klasifikasi komunitas pemulung
Sasaran
Tabel 3.3 Analisis Penelitian Output
Analisis Kebutuhan Sarana dan Prasarana
Analisis Deskriptif Eksplanasi
Analisis Deskriptif Eksplanasi
Mengetahui kebutuhan Sarana dan Prasarana di permukiman pemulung baik pada saat bekerja maupun pada saat bermukim.
Mengetahui Persepsi, dan Preverensi pemerintah tehadap pemenuhan sarana dan prasarana di permukiman pemulung Ketersediaan Sarana dan Prasarana Permukiman di Permukiman pemulung
Analisis Deskriptif Mengetahui secara Eksplorasi mendalam klasifikasi pemulung : · Pemulung · Lapak/Pengepul · Agen Analisis Reduksi Mengetahui hal – hal apa Data saja yang dilakukan Komunitas Pemulung di Kediri dalam menjalankan aktivitasnya. Analisis Deskriptif Peta Distribusi Eksplorasi Permukiman pemulung di Kelurahan Pojok
Analisis
51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menganalisis tingkat pemenuhan sarana dan prasarana permuki man yang ada dalam permuki man pemulung di Kota Kediri
4.
Sumber : Peneliti
Tujuan
No
Diketahuinya hasil analisis tingkat pemenuhan Sarana dan Prasarana Menurut peran pemulung.
Diketauhinya hasil analisis tingkat pemenuhan sarana dan prasarana menurut standart.
Karakteristik kebutuhan minimum komunitas pemulung terhadap pemenuhan sarana dan prasarana permukiman dalam hal bermuki m di Kediri.
Sasaran parkir kendaraan · Jaringan listrik dan prasarana penerangan · Jaringan air bersih Kebutuhan Sarana dan Prasarana Bermukim : · Jaringan Jalan · Jaringan drainase dan Sanitasi · WC umum / Sumur · Tempat Beribadah · Balai Pengobatan/Puskesmas pembantu · Ruang Serbaguna · Kebijakan Pe merintah yang mengatur pengadaan sarana dan prasarana permukiman pada permuki man pemulung di kawasan studi · Kondisi eksisting penyediaan sarana dan prasarana · Kebutuhan minimum sarana dan prasarana komunitas pemulung
Input
Analisis Deskriptif Eksplanasi
Analisis tingkat pemenuhan
Analisis
Mengetahui pemulung pemenuhan permukiman komunitasnya.
Persepsi terhadap sarana bagi
Mengetahui Regulasi Daerah / Keputusan Pemerintah terkait penyediaan sarana dan prasarana permuki man
Output
52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV KAJIAN WILAYAH STUDI
A. Lokasi dan Keadaan Kawasan Studi Kelurahan Pojok merupakan kelurahan yang berada di Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Provinsi Jawa Timur. Menurut Dokumen RTRW Kota Kediri 2011-2030 Kelurahan Pojok adalah salah satu kelurahan terbesar di Kota Kediri yaitu dengan luas adalah 3,2 km2. Berikut ini adalah batas administratif Kelurahan Pojok : Sebelah Utara
: Kelurahan Sukorame (Kota Kediri)
Sebelah Selatan : Kecamatan Campurejo dan Kecamatan Semen (Kabupaten Kediri) Sebelah Barat
: Kecamatan Banyakan (Kabupaten Kediri)
Sebelah Timur
: Kelurahan Lirboyo.
Dilihat dari letaknya, jarak Kelurahan Pojok ke ibukota kecamatan yaitu ± 3,5 km dengan waktu tempuh ± selama 10 menit, sedangkan jarak dari Kelurahan Pojok menuju pusat Kota Kediri adalah ± 5 km dengan waktu tempuh 20 menit. Alat transportasi antar Kelurahan dan Kecamatan Mojoroto yang dapat digunakan oleh masyarakat adalah angkutan umum berupa kendaraan beroda empat atau yang biasa disebut juga dengan “angkota / len”, bisa juga dengan menggunakan sarana transportasi pribadi seperti becak, sepeda atau kendaraan bermotor lainnya. Kelurahan Pojok kebetulan tidak dilewati transportasi umum seperti Bus AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi) dan Bus AKAP (Antar Kota Antar Provinsi). Menurut Dokumen RTRW Kota Kediri 2011 – 2030 Kondisi topografi Kelurahan Pojok sebagian berupa dataran serta sebagian lagi berada di daerah kelerengan dengan kemiringan 0 – 50 % karena kelurahan ini berada di kaki Gunung Wilis atau lebih tepatnya di Bukit Klotok. Kondisi klimatologi di Kelurahan Pojok secara keseluruhan cenderung sama dengan Kota Kediri pada umumnya, yaitu memiliki suhu udara berkisar antara 24,9º C sampai dengan 27,9º C, suhu udara rata-rata 26º C. Dengan curah hujan sebanyak 700 mm/tahun membuat tanah di desa ini memiliki tingkat kesuburan yang cukup tinggi dan cocok digunakan sebagai kawasan pertanian. Kondisi hidrologi pada Kelurahan Pojok mencakup air permukaan yang berupa sungai dan air tanah (dangkal dan dalam) serta mata air yang terletak di Bukit Klotok. Penggunaan lahan di Kelurahan Pojok secara visual terlihat sebagian berupa lahan terbangun yang terdiri dari permukiman dan beberapa fasilitas umum dan sosial seperti sarana
commit to user
53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pariwisata seperti goa, bukit dan TPA serta kawasan pertahanan seperti kawasan militer. Selain itu terdapat lahan terbuka yang terdiri dari tanah kosong dan lahan konservasi, areal pemakaman umum, areal persawahan dan perkebunan serta hutan produksi dan hutan konversi. Adapun peta penggunaan lahan eksisting di Kelurahan Pojok terlampir pada bagian lampiran dari laporan penelitian. Berikut adalah tabel penggunaan lahan di kelurahan pojok : Tabel 4.1 Penggunaan Lahan di Kelurahan Pojok tahun 2011 Jenis Penggunaan Tanah Luas Tanah ( Ha ) Tanah Sawah : 48 · Sawah irigasi 37 · Sawah setengah teknis 8 · Sawah tadah hujan Permukiman 4 · Permukiman ABRI 55 · Permukiman Umum 12 · Permukiman KPR - BTN Ladang/Tegalan/Perkebunan 150 Hutan 215 Bangunan Pelayanan Publik 47 Rekreasi dan olah raga 7 Perikanan darat / air tawar 1 Lain - lain 37 621 Total Sumber : Monografi Kelurahan 2011
Kelurahan Pojok memang termasuk kelurahan yang luasnya cukup besar, namun mayoritas lahanya berupa hutan yang digunakan sebagai kawasan lindung. Total Rukun Warga (RW), dan Rukun Tetangga (RT) yang berada di Kelurahan Pojok ini adalah 8 RW, dan 46 RT. Lokus penelitian berada di Kelurahan Pojok yang meliputi RW 03, RW 04 dan RW 05 Kecamatan Mojoroto Kota Kediri (Peta Administrasi Terlampir). Kawasan tersebut dipilih berdasarkan jumlah penduduk yang bermukim dan bekerja sebagai pemulung cukup banyak, selain itu tidak jauh dari permukiman mereka terdapat eksisting TPA yang biasanya menjadi tempat tujuan bagi para komunitas pemulung untuk mencari nafkah.
B. Sebaran dan Jangkauan Sarana Eksisting Keberadaan sarana dan prasarana merupakan suatu hal penting dalam menunjang kehidupan masyarakat yang tinggal di suatu kawasan permukiman. Menurut monografi kelurahan tahun 2011, secara umum di Kelurahan Pojok terdapat beberapa macam sarana
commit to user
54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pelayanan umum bagi permukiman seperti : sarana pendidikan, sarana peribadatan dan sarana kesehatan serta rumah untuk menampung setiap penghuninya. Eksisting bangunan rumah yang ada di Kelurahan Pojok berjumlah 2995 unit pada tahun 2011 (Monografi kelurahan, 2011). Kondisi rumah di Kelurahan Pojok paling banyak di dominasi oleh jenis bangunan permanen, namun itu semua tidak menutup kemungkinan adanya permukiman dengan fisik bangunan semi permanen dan non permanen. Berikut ini adalah data jenis bangunan rumah yang ada di Kelurahan pojok. Tabel 4.2 Jumlah Rumah di Kelurahan Pojok Jenis
Jumlah (Unit)
Rumah Permanen Rumah Semi Permanen Rumah Non Permanen
2850 104 45 2995
Sumber : Monografi kelurahan 2011
Fasilitas pendidikan merupakan salah satu fasilitas penunjang yang paling penting bagi suatu kawasan, karena dengan adanya fasilitas pendidikan dapat digunakan untuk menunjang kualitas pendidikan bagi anak – anak yang ada di suatu kawasan. Persebaran sarana pendidikan yang ada di Kelurahan Pojok cenderung memusat di jalan Selomangleng meskipun ada sarana pendidikan yang berada di jalan Lawu. Berikut ini adalah definisi sarana pendidikan yang ada di kelurahan pojok : Tabel 4.3 Sebaran Sarana Pendidikan di Kelurahan Pojok
PKBM SMA
TK Pembina TK Tunas Harapan SD Negeri Pojok 1 SD Negeri Pojok 2 SDI Baitul Muhtadin Hidayatul Mubtadin SMA Negeri 5 Kediri
Jumlah Ruang Kelas 4 4 15 16 14 4 27
Daya Tampung (Orang) ± 100 ± 100 ± 630 ± 630 ± 580 ± 200 ± 950
UNIVERSITAS
Universitas Kadiri
45
± 2130
Jenis Sarana Pendidikan TK SD
Nama Sarana
Penyedia Sarana Pendidikan Pemerintah Swasta
Jangkauan Pelayanan
Pemerintah
1000 (m2)
Swasta Pemerintah Pemerintah dan Swasta
500 (m2)
3000 (m2)
Sumber : Observasi peneliti dan wawancara pihak terkait
Sebaran sarana pendidikan formal yang ada di Kelurahan Pojok Secara Umum menurut jenisnya memang sudah lengkap mulai dari pendidikan dini (TK), pendidikan dasar (SDSMP) hingga pendidikan atas dan tingkat lanjut (SMA dan Universitas). Pada Kelurahan Pojok tidak terdapat eksisting SMP akan tetapi perannya bisa tergantikan oleh PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Mengajar) dimana PKBM merupakan lembaga pendidikan formal milik
commit to user
55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perseorangan yang bertujuan untuk melayani masyarakat kurang mampu dalam menempuh pendidikan dasar (SD-SMA). Dimana PKBM mampu mengeluarkan ijazah setara pendidikan formal seperti : kejar paket B hingga kejar Paket C. Penyedia sarana pendidikan yang ada di Kelurahan Pojok disediakan oleh pemerintah namun ada juga yang disediakan oleh perseorangan/swasta atau sharing dari pemerintah-swasta. Berikut ini adalah gambar dari peta sebaran dan jangkauan pelayanan sarana pendidikan di Kelurahan Pojok (peta terlampir) Gambar 4.1 Sebaran dan jangkauan pelayanan sarana pendidikan di Kelurahan Pojok
Sumber : Observasi Peneliti
Jika melihat gambar diatas nampak secara harfiah sesuai SNI yang ada sudah semua kawasan permukiman penduduk di kelurahan pojok sudah mampu dijangkau oleh sarana pendidikan eksisting begitu juga kawasan permukiman pemulung (akan dibahas hasil identifikasi kemudian terkait permukiman pemulung). Namun adanya perbedaan pembiayaan dan pengelolaan dari sarana pendidikan yang ada dilatar belakangi oleh penyedia dari sarana pendidikan tersebut. Pada sarana pendidikan yang disediakan oleh pemerintah mulai dari TK hingga SMA menurut dinas pendidikan Kota Kediri masyarakat dibebaskan dari segala macam biaya pokok seperti SPP, Bpi dan Bp3,buku paket serta iuran OSIS untuk biaya tambahan lain diserahkan kepada pihak sekolah misalnya biaya komite sekolah, biaya rekreasi dan diesnatalis sekolah, dll. Sedangkan bagi sarana pendidikan yang disediakan oleh swasta atau perseorangan bentuk pembiayaannya adalah masyarakat harus membayar sesuai dengan harga yang disepakati oleh pihak sekolah baik mengenai biaya pokok ataupun biaya
commit to user
56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lain-lain, namun apabila tidak mampu membayar bisa di bebaskan dengan cara meminta surat keterangan tidak mampu di kelurahan atau berdiskusi dengan pihak sekolah terlebih dahulu. Oleh karena itu diperlukan kajian lebih lanjut terkait dengan pemenuhan sarana pendidikan di Kelurahan Pojok terutama dalam memenuhi kebutuhan komunitas pemulung yang ada. Sementara itu untuk keberadaan sarana kesehatan yang berada di Kelurahan Pojok terletak di jalan Selomangleng yaitu satu unit puskesmas pembantu yang disediakan oleh pemerintah kota kediri dengan data pengunjung sekitar ± 30 orang / hari, pengunjung yang datang biasanya merupakan warga kelurahan pojok namun puskesmas pembantu ini juga melayani kebutuhan masyarakat di kelurahan sekitarnya, dimana jangkauan pelayanan dari puskesmas pembantu menurut SNI adalah radius 1500 m2. Puskesmas pembantu ini masih belum melayani fasilitas rawat inap, karena keterbatasan jumlah tenaga pendukung dan biaya operasional serta minimnya ketersediaan ruang yang ada sehingga hanya melayani penyakit penyakit ringan seperti panas tinggi, batuk-pilek, pusing-mual, tidak jarang puksesmas pembantu juga digunakan sebgai tempat pengobatan gratis secara periodik yang notabenya merupakan program dari pemerintah Kota Kediri bagi masyarakat yang membutuhkan. Menurut keterangan dari pihak puskesmas masyarakat dibebaskan biaya jika berobat dengan menggunakan kartu askes dan mendapat fasilitas obat generik, sedangkan jika penyakitnya agak parah puskesmas pembantu hanya memberikan surat rujukan kepada rumah sakit dan surat keterangan tidak mampu bagi masyarakat ekonomi bawah. Sarana kesehatan lain yang tersedia adalah praktek bidan yang berada di RW 07, radius pelayanan dari praktek bidan ini menurut SNI adalah 1000 m2. Praktek bidan disediakan oleh perseorangan dan tidak melayani rawat inap bagi orang yang melahirkan karena hanya berupa jasa panggilan saja kemudian praktek bidan tersebut juga melayani keluhan kesehatan ringan bagi masyarakat yang memerlukan bantuanya. Bentuk pembiayaan yang terjadi pada praktek bidan yaitu dimana masyarakat yang datang membayar sesuai dengan kesepakatan bersama, namun jika tidak memiliki dana masyarakat tidak perlu membayar karena pekerjaan bidan merupakan pengabdian kepada masyarakat. Selain itu sarana kesehatan lain adalah posyandu di RW 04, dengan radius pelayanan menurut SNI adalah 500 m2. Posyandu hanya melayani kegiatan seperti imunisasi bayi dan cek kesehatan bagi para manula atau para bayi kegiatann tersebut berlangsung 1 x 2 minggu. Tidak ada biaya yang dikeluarkan dari kegiatan ini, masyarakat yang datang mengikuti kegiatan ini mendapatkan fasilitas makanan sehat dan obat-obatan.
commit to user
57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berikut ini adalah sebaran dan jangkauan pelayanan bagi sarana kesehatan yang ada di Kelurahan Pojok (peta terlampir) : Gambar 4.2 Sebaran dan jangkauan pelayanan sarana kesehatan di Kelurahan Pojok
Sumber : Observasi Peneliti
Menurut data diatas terlihat jika menggunakan jangkauan pelayanan sesuai SNI yang ada hampir semua kawasan permukiman penduduk dikelurahan pojok sudah mampu dijangkau oleh eksisting sarana kesehatan yang ada, hanya sebagian kecil kawasan permukiman yang tidak mampu dijangkau. Namun hal ini perlu dikaji lebih lanjut apakah benar eksisting yang ada tidak mampu menjangkau kawasan permukiman secara keseluruhan termasuk permukiman pemulung di Kelurahan Pojok. Sarana peribadatan untuk mendukung masyarakat di Kelurahan Pojok dalam menjalankan aktivitasnya terdiri dari masjid, pura dan vihara. Berikut ini adalah data terkait dengan eksisting sarana peribadatan di Kelurahan Pojok : Tabel 4.4 Sebaran Sarana Peribadatan di Kelurahan Pojok Jenis Sarana Masjid Vihara Pura
Jumlah (unit) 8 1 1
Jangkauan Pelayanan 1000 (m2) Sesuai dengan peraturan adat dan agama setempat
Sumber : Observasi peneliti
commit to user
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Masjid yang ada di Kelurahan pojok tersebar secara merata pada setiap kawasan permukiman, sedangkan untuk pura dan vihara letaknya agak berdekatan di RW 08. Berikut ini adalah sebaran dan jangkauan pelayanan sarana peribadatan (peta terlampir) : Gambar 4.3 Sebaran dan jangkauan pelayanan sarana peribadatan di Kelurahan Pojok
Sumber : Observasi peneliti
Menurut data diatas terlihat jika menggunakan jangkauan pelayanan sesuai SNI yang ada, sarana peribadatan mampu menjangkay semua kawasan permukiman penduduk, karena memang dalam memenuhi kebutuhan religi karakteristik dari setiap individu hampir sama dimana mereka datang menuju sarana peribadatan melakukan aktivitas didalamnya (sholat) kemudian mereka kembali menuju rumah masing-masing hal tersebut dilakukan 5 kali dalam 1 hari. Bagi umat hindu dan budha mereka datang menuju tempat peribadatanya hanya dalam waktu – waktu tertentu saja semisal minggu atau perayaan hari besar yang ada pada aliran kepercayaan yang dianut. Sarana penunjang lainnya adalah Kantor kelurahan, sarana pertahanan dan sarana pariwisata/rekreasi. Kantor kelurahan terletak di jalan Selomangleng, fasilitas yang ada didalam kelurahan yaitu gedung serbaguna yang biasa digunakan warga di Kelurahan Pojok untuk berkumpul dan berdiskusi jika ada pertemuan seperti musrenbang atau FGD dalam kegiatan – kegiatan penyuluhan serta bisa juga digunakan sebagai sarana olahraga badminton, sedangkan sarana rekreasi di kelurahan pojok berupa museum yang berisi benda – benda bersejarah bekas peninggalan kerajaran kediri dan ada juga goa yang sejarahnya
commit to user
59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
digunakan sebagai tempat singgah/bertapa oleh para raja Kediri, kemudian ada juga taman bermain bagi anak – anak yang didalamnya terdapat kolam renang dan pedestrian untuk berolah raga serta ada juga rekreasi minat khusus yaitu area motor trail yang digunakan secara periodik. Di Kelurahan Pojok juga terdapat sarana pertahanan milik Korps TNI 521 KODAM BRAWIJAYA yang didalamnya terdapat fasilitas penunjang lengkap meliputi sarana olah raga, kompleks permukiman, rekreasi outbond. namun aksesnya terbatas karena tidak bisa setiap saat digunakan oleh semua masyarakat umum melainkan hanya bisa digunakan pada waktu tertentu. Berikut ini adalah sebaran dan gambaran sarana pariwisata, sarana pertahanan dan kantor Kelurahan Pojok ( peta terlampir ) : Gambar 4.4 Sebaran dan gambaran sarana pariwisata, sarana pertahanan dan kantor Kelurahan Pojok
Sumber : Observasi Peneliti
Untuk sarana kebersihan ada TPA Pojok yang merupakan tempat pembuangan sampah utama bagi Kota Kediri, didalamnya terdapat fasilitas – fasilitas penunjang seperti instalasi pengolahan limbah tinja dan pemanfaatan gas metan dari sampah sebagai bahan baku memasak untuk rumah rumah disekitar tempat pembuangan akhir. Tidak jauh dari TPA Pojok terdapat bangunan rumah yang mengelompok dimana penghuninya bermata pencarian sebagai
komunitas
pemulung.
Akan
tetapi
persebaran
permukiman
komunitas
pemulungtidak hanya mengelompok di sekitar permukiman dekat TPA pojok, melainkan juga mereka tinggal di permukiman penduduk yang jaraknya agak jauh dari TPA Pojok. Sedangkan untuk sarana perdagangan dan jasa yang ada di Kelurahan Pojok terdapat toko kelontong dan sarana perdagangan modern seperti mini market kemudian ada juga
commit to user
60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kawasan khusus PKL. Untuk toko kelontong persebaranya berada di koridor jalan lingkungan seperti : jalan rinjani, jalan lebak tumpang, jalan boro dan jalan di sekitar lingkungan permukiman warga. Kemudian untuk mini market persebaranya berada koridor jalan lokal dan kolektor yaitu di jalan mastrip dan jalan Dr. Saharjo sedangkan untuk kawasan khusus PKL pemerintah menyediakan di sepanjang koridor jalan kolonel surachmad. Hal ini bertujuan agar tidak ada kantong – kantong PKL serta memunculkan citra kawasan PKL terpadu jumlah eksisting kios PKL yang ada sebanyak 48 unit. Berikut ini adalah sebaran dan gambaran sarana perdaganan dan jasa serta kawasan TP A Pojok : Gambar 4.5 Sebaran dan gambaran sarana kebersihan dan sarana perdagangan dan jasa di Kelurahan Pojok
Sumber : Observasi Peneliti
C. Prasarana dan Utilitas Eksisting Sebaran prasarana pendukung seperti jaringan jalan, jaringan drainase, jaringan listrik dan air bersih serta saluran sanitasi yang ada di kelurahan pojok secara umum sudah tersedia meskipun terdapat perbedaan kualitas di beberapa koridor jalan dan kawasan permukiman penduduk. Klasifikasi jalan yang ada di kelurahan pojok meliputi klas jalan kolektor primer, jalan lokal (lokal primer dan lokal sekunder), klas jalan lingkungan dan jalan setapak. Berikut ini adalah detail data jalan di Kelurahan Pojok Kota Kediri :
commit to user
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.5 Data Jalan di Kelurahan Pojok Kota Kediri Nama Jalan Jalan Dokter Sarjito Jalan Mas trip Jalan Selomangleng Jalan Mas kuma mbang Jalan Kolonel Sura chma d Jalan TPA Jalan Lawu Jalan Lebak Tumpang Jalan Boro Jalan Rinjani Gg. 13 Jln Dokter Sa harjo Gg. 12 Jln Dokter Sa harjo Gg. 8 Jln Dokter Saharjo Gg. 7 Jln Dokter Saharjo
Klas Jalan Kolektor Prime r Lokal Primer Lokal Sekunder Lokal Sekunder Lokal Sekunder Lingkungan Lingkungan Lingkungan Lingkungan Lingkungan Lingkungan Lingkungan Lingkungan Lingkungan
Lebar Jalan ± 10 m ±8m ±8m ±7m ±6m ±6m ±6m ±6m ±5m ±5m ±5m ±5m ±5m ±5m
Konstruksi Jalan Aspal Aspal Aspal Aspal Aspal Aspal Aspal Aspal Aspal Aspal Aspal Aspal Aspal Aspal
Sumber : Observasi peneliti
Jalan lingkungan dan jalan setapak di Kelurahan Pojok yang belum mempunyai nama, konstruksinya terbuat dari paving . Untuk pengadaan jalan di kelurahan pojok seperti data diatas merupakan tanggung jawab dari pemerintah Kota Kediri melalui Dinas Pekerjaan Umum, sedangkan untuk jalan – jalan setapak biasanya mendapatkan bantuan dari Kelurahan atau PNPM serta swadaya masyarakat yang ada di Kelurahan Pojok. Berikut ini adalah gambaran dari kondisi eksisting jalan di Kelurahan Pojok (terlampir peta sebaran prasarana di Kelurahan Pojok) : Gambar 4.6 Gambaran Prasarana Jalan di Kelurahan Pojok
Sumber : Observasi Peneliti
commit to user
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sumber air bersih yang digunakan oleh warga di sekitar Kelurahan Pojok berasal dari air tanah, mata air/sumber dan PDAM serta ada juga yang membeli air mineral terutama untuk keperluan minum. Berikut ini adalah tabel pemenuhan air bersih di Kelurahan Pojok : Tabel 4.6 Sebaran Sumber air bersih di Kelurahan Pojok Lokasi
Sumber air bersih
RW 01, RW 02, RW 03, RW 04, RW 06, RW 08 dan Sebagian RW 07 RW 03 dan sebagian RW 07 RW 05
Sumur Bor, Sumur Gali PDAM, Sumur Gali, Membeli air mineral Mata air dan Sumur Gali
Keterangan Sumber air cukup bersih dan layak konsumsi Sumber air bersih kurang layak konsumsi Sumber air cukup bersih untuk konsumsi
Sumber : Observasi peneliti
Untuk mengakses air tanah mayoritas masyarakat menggunakan sumur bor dengan menggunakan pompa air, terutama di permukiman warga yang kondisi sumber air bersihnya cukup baik. Untuk sebagian masyarakat yang tinggal RW 03 dan sebagian RW 07 sumber air bersih yang ada sudah tercemar oleh bakteri yang diakibatkan oleh endapan sampah dari tempat pembuangan akhir yang ada di kelurahan pojok sehingga masyarakat 7 harus membeli air bersih dari PDAM dan air mineral untuk keperluan minum sedangkan untuk mandi masih ada beberapa warga yang menggunakan sumur bor. Sumber listrik yang ada di kelurahan Pojok berasal dari PLN dengan sistem jaringan yang di integrasikan menuju rumah - rumah penduduk yang didukung dengan keberadaan gardu-gardu listrik. Selain dari PLN supply jaringan listrik juga disediakan oleh pemerintah berupa lampu penerangan dengan panel listrik. namun demikian masih ada beberapa rumah yang memiliki keterbatasan pasokan karena kondisi kontur yang cukup tinggi memiliki tingkat kesulitan tersendiri dalam pengadaan jaringan listrik. Demikian pula dengan jarangnya terdapat prasarana penerangan jalan di koridor Jalan Soerachmad dan Jalan Lebak Tumpang hal ini cukup menyulitkan aktivitas warga pada malam hari mengingat jalan tersebut merupakan penghubung jalan utama yang ada di Kelurahan Pojok. Kemudian untuk eksisting jaringan telepon di Kelurahan Pojok menyebar mengikuti eksisting tiang telepon, kabel tersebut menjulang menuju rumah – rumah yang menggunakan telepon rumah. Berikut adalah gambaran jaringan listrik dan telepon (peta sebaran prasarana terlampir).
commit to user
63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.7 Gambaran Jaringan Listrik dan Telepon di Kelurahan Pojok
Sumber : Observasi Peneliti
Sedangkan sistem sanitasi di Kelurahan Pojok, tidak semua masyarakat menggunakan septictank sebagai sistem sanitasi/resapan untuk limbah yang dihasilkan masyarakat, masih ada diantara mereka yang membuat jamban di sekitar kali barak atau di pekarangan belakang rumah. Kemudian sistem drainase pada kelurahan pojok sangat minim, masih ada koridor jalan yang tidak memiliki saluran drainase sehingga hanya mengandalkan badan jalan untuk mengalirkan air menuju tempat yang lebih rendah, sedangkan untuk buangan air cuci dan resapan sanitasi pada beberapa rumah di Kelurahan Pojok masih banyak yang membuangnya ke tanah pekarangan hingga meresap karena tidak ada saluran drainase namun ada juga masyarakat yang
membuang air kotor ke saluran air yang terdekat dengan rumahnya
kemudian bermuar hingga menuju sungai di Kelurahan Pojok yaitu Kali Barak. D. Karakteristik Pemulung Karakteristik pemulung merupakan ciri-ciri yang memberikan gambaran yang khas kepada pemulung. Karakteristik pemulung di dasari oleh beberapa konsep, berikut ini konsep yang akan dibahas diantaranya adalah pola pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, pola pengaturan keuangan, jenis kelamin, usia pemulung, daerah asal, jumlah anggota rumah tangga (keikutsertaan keluarga), pola bermukim komunitas pemulung, karakteristik hunian pemulung, dan kepemilikan KTP dari komunitas pemulung. 1. Klasifikasi Komunitas Pemulung a. Pola Pekerjaan Dari data terakhir yang dimiliki oleh koordinator pemulung dan hasil sensus peneliti terhadap komunitas pemulung diketahui ada ± 108 orang, jumlah ini tidak pasti
commit to user
64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dikarenakan pertambahan dan pengurangan jumlah komunitas pemulung tidak bisa dikontrol oleh koordinator. Pada saat melakukan observasi data di kawasan penelitian diketahui terdapat tiga pola pekerjaan yang dilakukan oleh komunitas pemulung dimana pada setiap pola pekerjaan dipengaruhi oleh asal barang dan bentuk kegiatan yang dilakukan pada saat bekerja. Selain itu setiap pola pekerjaan juga menggunakan sarana tertentu dimana dibutuhkan oleh komunitas pemulung. Berikut ini adalah siklus kumunitas yang menggeluti bidang pada pola pekerjaan pertama : Gambar 4.8 Siklus pola pekerjaan pertama di kawasan penelitian Mengambil sampah daur ulang yang bisa dimanfaatkan dari tempat pembuangan akhir
Sampah daur ulang dimasukan didalam karung atau keranjang
Sampah daur ulang di bawa menuju tempat pemijahan
Sampah daur ulang di kemas dan dijual kepada pihak lain
Sampah daur ulang di kelompokan menurut jenisnya : (bes i dengan besi, plastik dengan plastik,dsb).
Sumber : Observasi peneliti
Pada pola kedua mempunyai siklus pola pekerjaan yang berbeda dengan pola pertama, berikut ini adalah siklus pola pekerjaan pada pola kedua : Gambar 4.9 Siklus pola pekerjaan kedua di kawasan penelitian Barang yang sudah dibeli, ditempatkan tempat penampungan
Barang bekas dipilah dan dikelompokan sesuai kualitas barang
Mengemas kembali barang sesuai kualitasnya kemud ian dijual kepada pihak lainya
Sumber : Observasi peneliti
commit to user
65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kemudian untuk pola pekerjaan ketiga memiliki siklus yang lebih singkat daripada pola pekerjaan pertama dan pola pekerjaan kedua, karena pada pola pekerjaan ketiga pelakunya membeli barang daur ulang yang sudah dikelompokan sesuai dengan jenis dan kualitasnya dari penyuplai barang bekas, kemudian disimpan di gudang sebelum dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi kepada industri daur ulang. Berikut ini adalah siklus pola pekerjaan ketiga : Gambar 4.10 Siklus pola pekerjaan ketiga di kawasan penelitian Barang yang sudah dibeli, disimpan pada tempat penampungan barang sebelum dijual kepada industri daur ulang
Menjual barang bekas kepada industri daur ulang sesuai barang yang diminta
Sumber : Observasi peneliti
b. Pola Keuangan Kemudian untuk data pengelolaan keuangan pada komunitas pemulung terdiri dari data tingkat pendapatan maupun tingkat pengeluaran per hari. Dari hasil wawancara pada 108 komusnitas pemulung, diketahui bahwa ada perbedaan penghasilan dari setiap responden, yaitu apabila diklasifikasikan : berpenghasilan rendah ( < Rp 20.000/hari ), sedang ( Rp 20.000/hari – Rp 50.000/hari ), dan tinggi ( > Rp 50.000/hari ). “Alhamdulillah dari usaha saya menjual beli barang bekas penghasilan saya dalam sehari bisa > Rp 50.000/hari, barang bekas harganya jarang naik turun mas, stabil saja jadi bisa cukup buat makan dan kebutuhan lainnya lah yang penting anak – anak bisa sekolah” Bayu/43 tahun/komunitas pemulung. Dengan tingkat pendapatan seperti diatas maka diketahui pula tingkat pengeluaran dari komunitas pemulung yang berada di kawasan penelitian yaitu < Rp 20.000/hari, Rp 20.000/hari – Rp 50.000/hari, > Rp 50.000/hari. Pembiayaan keuangan dari komunitas pemulung biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari – hari mulai dari makan, minum, kebutuhan listrik dan air bersih serta kebutuhan terhadap sandang dan kebutuhan terhadap papan/rumah, tergantung pada kebutuhan yang diprioritaskan. “Ya…uang yang dikasih bapak e niku nggeh kulo kelola damel masak mas utamane, paling nggeh Rp 15.000 niku, sisane ya buat urusan sing liane mas
commit to user
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sangune cah-cah niku lak ndelalah minta jajan. Lak urusan sing liane kulo pasrah gusti Alloh mawon mas, sing penting kulo diparingi seger waras.” Siti/33 tahun/komunitas pemulung. Tabel 4.7 Pola keuangan komunitas pemulung di Kelurahan Pojok Nilai < Rp 20.000/hari Rp 20.000/hari – Rp 50.000/hari > Rp 50.000/hari Jumlah
Jumlah (orang) Pendapatan Pengeluaran 70 79 34 21 4 8 108 108
Sumber : Waw ancara
Sementara itu, pengeluaran lain yang dilakukan oleh komunitas pemulung adalah untuk menabung atau simpanan, dengan menabung kebutuhan hidup dari komunitas pemulung bisa bermanfaat kedepanya. Dari semua komunitas pemulung di kawasan penelitian diketahui bahwa pada dasarnya hampir semua komunitas pemulung mampu menyisihkan sebagian penghasilan mereka meskipun dengan nilai yang berbeda – beda pada setiap individunya, berikut ini adalah nominal kemampuan menyisihkan uang dari komunitas pemulung : < Rp 2.500/hari, Rp 2.500/hari – Rp 5.000/hari, > Rp 5.000/hari. “Asline mas, hampir semua orang yang tinggal disini iku mampu mas lak disuruh menyisihkan uang lak cuma Rp 500/hari lho yak, tapi kalo sampean tanya apa bisa anda menyisihkan uang? Pasti dijawab ga iso, soale emang mikire lak ada survey ngene iki arep dibantu mesti. Lak kulo insya Alloh Rp 1.000/hari sanggup lah mas.” Siti/33 tahun/komunitas pemulung Dari hasil survey primer diketahui bahwa 93 orang responden mampu menyisihkan uang sebesar < Rp 2.500/hari, kemudian 13 orang menyisihkan uang sebesar Rp 2.500/hari – Rp 5.000/hari, dan hanya dua orang yang mampu menyisihkan sebesar > Rp 5.000/hari. c. Tingkat Pendidikan Untuk data tingkat pendidikan pada komunitas pemulung di kawasan penelitian, dari 108 responden terdapat tingkatan pendidikan yang tidak sama antara satu dengan lainya, ada yang tidak sekolah, hanya lulus sekolah dasar, lulus sekolah menengah pertama dan lulus sekolah menengah atas. “Yo Masio kerjaanku ngene iki, ak tau sekolah sd nak, yo ora pinter nemen sing peniting iso moco karo tulis ben ora diapusi wong. Lak anak-anakku ya arep sekolah tak biayai klo gak pengene kerjo ya monggo ora tak pekso nak” Rakimin/28 tahun/komunitas pemulung.
commit to user
67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.8 Pendidikan komunitas pemulung di Kelurahan Pojok Keluhan Penyakit Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Jumlah
Jumlah (orang) 49 20 24 13 2 108
Prosentase 45,4 18,5 22,2 12,1 1,8 100 %
Sumber : Wawancara
Sebagian dari komunitas pemulung yang ada di kelurahan pojok memang memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah dimana prosentase orang yang tidak bersekolah lebih besar dari pada yang bersekolah. Akan tetapi masih ada sedikit orang yang mampu bersekolah sesuai dengan program pemerintah yaitu wajib belajar minimal hingga sekolah menengah pertama. Kemudian untuk anak – anak dari komunitas pemulung yang ada pada kawasan penelitian diketahui bahwa terdapat 71 anak pada kawasan permukiman pemulung dengan tingkat usia yang berbeda – beda dan tingkat pendidikan yang berbeda mulai dari TK sampai SMA berikut ini adalah kelompok usia anak komunitas pemulung : Tabel 4.9 Tingkat Pendidikan Anak – Anak Komunitas Pemulung Kelompok Usia
Kriteria Pendidikan 5 tahun – 6 tahun TK 7 tahun – 12 tahun SD 13 tahun – 15 tahun SMP 16 tahun – 18 tahun SMA Jumlah (orang)
Jumlah (orang ) Sekolah Tidak Sekolah 13 6 7 12 7 13 6 7 33 38
Sumber : Observasi peneliti
Hasil Identifikasi Klasifikasi Pemulung : Dari data di lapangan terkait dengan pola pekerjaan yang dilakukan oleh 108 orang komunitas pemulung diketahui klasifikasi pekerjaannya, yaitu pemulung, pengepul/lapak dan agen. Setiap pekerjaan mempunyai tugas dan peran yang berbeda – beda dalam melakukan aktivitasnya dan asal barang yang didapatkan. Contohnya pemulung bertugas di lapangan untuk mengambil besi tua, kertas, sampah plastik, dan barang lain yang masih bisa dimanfaatkan dari tumpukan sampah di tempat pembuangan akhir kemudian dimasukan kedalam karung atau keranjang sebagai penampungan agar dapat dibawa ke suatu tempat untuk dipilah – pilah sesuai jenisnya sehingga dihasilkan barang yang sekiranya dapat dijual kepada pengepul/lapak agar mendapatkan keuntungan bagi para pemulung. Lapak (pengepul) bertugas sebagai penampung sementara dari barang – barang yang dihasilkan oleh pemulung, pengepul (lapak) memang jarang sekali turun langsung kelapangan untuk memumuti barang
commit to user
68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
barang bekas namun tidak menutup kemungkinan sesekali para lapak turun kelapangan, lapak juga sebagai koordinator atau penanggung jawab dari para pemulung. Kerja lapak sebagian besar adalah mencari agen barang bekas agar membeli barang yang mereka beli dari pemulung. Selain itu ada juga Agen, kerja agen memang tidak seperti kerja pemulung dan lapak, Agen menjual barang barang yang sudah mereka beli dari para lapak kepada industri daur ulang untuk diolah kembali menjadi barang siap pakai. Hampir sebagian besar komunitas pemulung di kawasan penelitian, berprofesi sebagai pemulung Tabel 4.10 Klasifikasi Komunitas Pemulung di Kelurahan Pojok Jenis Profesi Pemulung Pengepul (lapak) Agen Jumlah
Jumlah 97 8 3 108
Sumber : Analisis Peneliti
Pengelolaan keuangan dari komunitas pemulung didasari oleh klasifikasi pekerjaanya baik yang berprofesi sebagai pemulung, pengepul/lapak dan agen. Berikut ini adalah tingkat pendapatan dari komunitas pemulung berdasarkan klasifikasi pekerjaan. Gambar 4.11 Diagram tingkat pendapatan menurut klasifikasi pekerjaan Tingkat pendapatan menurut pekerjaan 70 70 60 50 40 30
< Rp 20.000
27
20
0
10
0
7
Rp 20.000 - Rp 50.000 > Rp 50.000
1
0
0
3
0
Pemulung
Pengepul
Agen
Sumber : Analisis Peneliti
Sebagian besar orang yang berprofesi sebagai pemulung memiliki penghasilan yang rendah, hal ini berbanding lurus juga dengan tingkat pendidikan mereka dimana dari 70 orang pemulung dengan tingkat penghasilan < Rp 20.000/hari, hanya 1 orang yang mampu lulus SD sedangkan 20 orang tidak tamat SD dan 49 orang tidak pernah menempuh pendidikan formal, meskipun ada 27 orang yang memiliki tingkat penghasilan menengah namun tingkat pendidikannya juga rendah dimana hanya ada 23 orang yang lulus SD sedangkan 4 orang mampu lulus SMP. Adanya perbedaan terhadap tingkat penghasilan dari orang yang bekerja
commit to user
69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai pemulung dikarenakan mereka memiliki keterampilan lain atau pekerjaan sampingan bahkan ada juga bekerja lembur diluar waktu bekerjanya sehingga dapat meningkatkan pendapatannya. Pekerjaan sampingan yang geluti oleh sebagian besar pemulung dikawasan penelitian meliputi buruh tani, buruh cuci, buruh bangunan, tukang jahit, tukang becak dan tukang reparasi elektronik. Kemudian untuk yang bekerja sebagai pengepul/lapak memang pendapatanya terlihat lebih besar dibandingkan berprofesi sebagai pemulung karena lapak/pengepul memiliki wewenang dalam menentukan harga barang pada saat proses jual beli dengan pemulung. Adanya perbedaan penghasilan pada pengepul/lapak dikarenakan mereka sangat lihai dalam mencari celah untuk menjual barang – barang bekas. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pengepul/lapak juga cenderung lebih tinggi jika dibandingkan pemulung,dimana dari 8 orang yang bekerja sebagai lapak/pengepul mampu menempuh pendidikan hingga SMP. Kemudian bagi orang yang bekerja sebagai agen penghasilan mereka termasuk kedalam golongan pendapatan tinggi dalam komunitas pemulung, karena harga barang bekas apabila sudah dibeli agen harga jualnya akan bertambah karena para agen menjualnya kepada industri – industri daur ulang yang membeli barang bekas dengan harga tinggi. Selain itu para agen pada kawasan penelitian juga mempunyai usaha lain selain bekerja sebagai agen dalam komunitas pemulung. Untuk tingkat pendidikan yang dimiliki agen juga termasuk sadar terhadap pendidikan dimana dua orang diantaranya mampu lulus dari SMA sedangkan satu orang lainnya hanya mampu lulus SMP. Kemudian untuk tingkat pengeluaran dari pemulung, lapak/pengepul dan agen, dipengaruhi pula oleh pola pekerjaan yang mereka geluti, berikut ini adalah diagram analisis tingkat pengeluaran pemulung berdasarkan pekerjaanya : Gambar 4.12 Diagram tingkat pengeluaran uang menurut klasifikasi pekerjaan Tingkat pengeluaran menurut pekerjaan 79 80 60
< Rp 20.000
40 20
Rp 20.000 - Rp 50.000
13
> Rp 50.000
5
0
7
1
0
0
3
0 Pemulung
Pengepul
Agen
Sumber : Analisis Peneliti
commit to user
70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari tingkat pengeluaran tersebut diketahui bahwa pada dasarnya setiap orang pada komunitas pemulung baik yang bekerja sebagai pemulung, lapak/pengepul dan agen mampu menyisihkan uang untuk keperluan mendesak. Rendahnya tingkat pendapatan pada orang yang bekerja sebagai pemulung dipengaruhi pula oleh tingkat pengeluaran keuanganya, uang yang dikeluarkan oleh pemulung di tujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti : makan, minum, air bersih, pengadaan listrik dan keperluan insidental lainnya. Kemudian untuk kemampuan menyisihkan uang dari 97 orang pemulung, 93 orang hanya mampu menyisihkan uang sebesar Rp < 2.500/hari, sedangkan 4 orang lainnya mampu menyisihkan uang sebesar Rp 2.500/hari – Rp 5.000/hari. Uang simpanan tersebut kebanyakan diprioritaskan untuk keperluan membayar hutang setelah itu untuk memenuhi keperluan kesehatan jikalau suatu waktu terjadi hal – hal yang tidak diinginkan. Perbedaan nilai dalam menyisihkan uang menurut orang yang bekerja sebagai pemulung dikarenakan sebagian kecil dari pemulung gemar menabung untuk keperluan hari tua, sedangkan mayoritas dari pemulung beranggapan bahwa pendapatan yang didapat berbanding lurus dengan pengeluaranya sehingga untuk menabung hanya mampu menyisihkan seadanya itupun jika ada uang sisa setalah memenuhi kebutuhan pokok. Bagi orang yang bekerja sebagai pengepul/lapak, uang yang mereka keluarkan sebenarnya sama seperti pemulung yaitu untuk memenuhi kebutuhan dasar, namun pengeluaran lapak/pengepul lebih besar karena harus mengeluarkan uang untuk keperluan modal baik untuk membeli barang bekas dari pemulung maupun modal untuk usaha lainnya mengingat ada lapak/pengepul yang membuka toko kelontong pada kawasan permukimanya. Kemudian untuk kemampuan menyisihkan, dari 8 orang pengepul/lapak ada 7 orang yang mampu menyisihkan uang sebesar Rp 2.500/hari – Rp 5.000/hari dan hanya ada satu orang yang mampu menyisihkan uang sebesar > Rp 5.000/hari. Adanya perbedaan nilai dalam menyisihkan uang dari pengepul/lapak dikarenakan memang penghasilannya lebih besar sehingga mempengaruhi kemampuan menyisihkan uang. Kemudian bagi orang yang bekerja sebagai agen, tingkat pengeluaran uang memang lebih tinggi dibandingkan pemulung atau agen. Selain digunakan untuk kebutuhan dasar, uang yang ada juga digunakan sebagai modal usaha jual – beli barang bekas dari para lapak/pengepul. Dari tiga orang agen, dua orang mampu menyisihkan uang sebesar > Rp 5.000/hari sedangkan hanya satu orang yang menyisihkan uang Rp 2.500/hari – Rp 5.000/hari. Secara keseluruhan perbedaan tingkat pengeluaran pada setiap klasifikasi
commit to user
71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pekerjaan dikarenakan oleh prioritisasi kebutuhan dimana setiap orang mempunyai tolak ukur masing – masing dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, namun yang harus digaris bawahi adalah adanya kemampuan untuk menyisihkan uang dari komunitas pemulung baik yang bekerja sebagai pemulung, pengepul/lapak dan agen merupakan suatu potensi apabila terjadi hal – hal yang sangat mendesak dalam pemenuhan sarana dan prasarana permukiman sehingga jika uang simpanan dari komunitas pemulung bisa dikelola dengan baik pemenuhan sarana dan prasarana permukiman bisa dilakukan dengan cara swadaya dari komunitas pemulung tidak perlu menunggu bantuan dari pemerintah jikalau pemenuhan sarana dan prasarana tersebut sangat mendesak.
2. Aktivitas Pemulung a. Data Kondisi Kesehatan Kemudian data lain yang didapat dari hasil observasi dan wawancara pada 108 responden diketahui bahwa hampir sebagian besar dari responden memiliki keluhan terkait dengan masalah kesehatan yang dialami selama melakukan pekerjaan. “Kalau disini mas,penyakit yang paling sering menjangkit masyarakat di sekitar permukiman ini ya…ganguan penapasan, soale sampah itu baunya nggak karuan apalagi kalo pas hujan trus panas, nah kalau hal itu terjadi selama lebih dari tiga hari ae wes mesti ono warga sing berobat keluhane sesek, ada juga yang pusing tapi lak wes biasa wes ora patio mas, kadang yo lak nang banyu iku gatel - gatel kalo pas ae dewe mandi” Jumadi/45 tahun/Ketua RW 03. Beberapa permasalahan kesehatan yang menjangkit responden di kawasan penelitian paling banyak adalah penyakit saluran pernapasan (ISPA) dan penyakit kulit, karena mereka selalu berada pada tempat pembuangan akhir yang kotor dan rentan penyakit. Berikut ini adalah beberapa penyakit yang muncul akibat pola pekerjaan yang dilakukan oleh komunitas pemulung : Tabel 4.11 Keluhan kesehatan komunitas pemulung di Kelurahan Pojok Keluhan Penyakit Jumlah (orang) Saluran Pernapasan ( ISPA ) 43 Flu 18 Maag 6 Gangguan Kulit 27 Masuk Angin 4 Tidak ada Keluhan 10 108 Jumlah Sumber : Wawancara
commit to user
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Asal Daerah Komunitas pemulung yang ada di kawasan penelitian tidak hanya berasal dari Kota Kediri saja melainkan berasal dari kota lain. Latar belakang para pendatang bermigrasi ke Kota Kediri adalah untuk mencari penghidupan yang lebih baik, karena mereka merasa di kampungnya tidak bisa memberikan jaminan pekerjaan yang layak, ada juga yang beranggapan bahwa mengikuti suami yang merantau ke kota lain. “Asale Kulo ta mas? kulo sangking meduro, lha nggeh niki dados uwong sing nompo – nompo rosok sangking wong sing kerjo nang tpa, soale nang kampung kulo nggeh, sedulure taseh katah sing usaha ngene iki mas. kulo tinggal teng mriki sampun 10 tahunan lah mas. kabeh tak jak mas sak anak lan bojo kulo, soale aku ga tego ninggalno nang meduro kono. Selain sangking maduro nggeh sing nglakokke ngene iki wonten tiang nggalek kalian tiang kene asli mas, paling katah niku sing sangking kediri asli mas” Fuad/35tahun/komunitas pemulung Tabel 4.12 Jumlah Pemulung Menurut Daerah Asal di Kelurahan Pojok Daerah Asal Kediri Madura Trenggalek Jumlah
Jumlah 68 21 19 108
Sumber : Observasi dan wawancara
c. Kepemilikan Kartu Identitas Bagi semua orang yang tinggal di Kota Kediri kepemilikan kartu identitas seperti KTP (kartu tanda penduduk) dan KK (kartu keluarga) sangat dibutuhkan. Dari data lapangan dari komunitas pemulung diketahui ada yang memiliki KTP dan KK kemudian ada juga hanya memiliki KTP namun tidak memiliki KK bahkan ada yang tidak memiliki keduanya. Dari data yang didapat diketahui bahwa ada 76 orang yang mempunyai KTP dan KK, 20 orang hanya mempunyai KTP saja, 12 orang sisanya tidak mempunyai KTP dan KK. Mayoritas pemulung yang tidak mempunyai KTP dan/atau hanya mempunyai KTP atau KK saja sebagian besar merupakan pemulung dari luar Kota Kediri. “KTP to mas? nggih wonten kulo, niku lak ngurus teng pak RT rumiyen minta surat keterangan pokoke ngeten nikulah trus teng pak rw tanda tangan trus awak e dewe langsung teng kelurahan, saiki usume wes e-ktp mas masio ono sing podo durung foto soale nggih jarene kepentok waktu kerjo, tapi lak kulo sampun foto” Gopur/36 tahun/komunitas pemulung
commit to user
73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Bentuk Interaksi Sosial Bentuk interaksi sosial yang dilakukan oleh komunitas pemulung meliputi kegiatan yang dilakukan di dalam rumah dan kegiatan yang dilakukan di luar rumah. Bentuk interaksi di dalam rumah seperti dari tidur, menonton televisi bersama keluarga dan lain sebagainya. kemudian untuk interaksi yang dilakukan di luar rumah seperti bersenda gurau atau mengobrol dengan tetangga sekitar, bagi anak – anak aktivitas yang dilakukan adalah bermain di ruang terbuka dekat rumah mereka, tidak jarang anak – anak juga melakukan kegiatan belajar bersama yang di koordinatori oleh mahasiswa yang sedang melaksanakan kegiatan kuliah kerja nyata (KKN), kegiatan belajar mengajar dilakukan satu atau dua kali dalam seminggu pada pukul 15.00 WIB – 17.00 WIB. Hal lain yang dilakukan oleh komunitas pemulung adalah aktivitas menyortir barang bekas yang mereka dapatkan dari tempat pembuangan akhir. keterbatasan ruang pada permukiman pemulung membuat aktivitas yang seharusnya dilakukan di dalam rumah terkadang dilakukan diluar rumah contohnya makan dan tidur/istirahat, begitu juga sebaliknya seperti menyimpan barang bekas yang seharusnya disimpan di luar rumah tetapi di teras rumah. Gambar 4.13 Aktivitas sosial komunitas pemulung di Kelurahan Pojok
Sumber : Observasi Peneliti
e. Keikutsertaan Keluarga Dari 108 responden komunitas pemulung diketahui bahwa dalam satu rumah hampir sebagian besar dari mereka tinggal bersama keluarga, namun ada juga yang tinggal seorang diri dalam satu rumah. Hal ini dikarenakan berbagai macam alasan mulai dari rasa khawatir meninggalkan keluarga dikampung atau merupakan warga asli kediri, meskipun ada diantara mereka yang tinggal sendiri karena belum menikah atau sudah tidak punya orang tua. Dari data yang ada dilapangan 10 orang tinggal sendiri sedangkan 98 orang tinggal bersama keluarganya.
commit to user
74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
f. Pola Bermukim Komunitas Pemulung Dari kondisi yang ada dilapangan, diketahui terdapat perbedaan pola bermukim dari komunitas pemulung yaitu ada dua jenis kawasan permukiman pemulung yang tercipta dari aktivitas bermukim yang dilakukan. Pola bermukim yang ada dikawasan penelitian yaitu pola bermukim memusat yang berada di RW 03 dan Berada di Berada di RW 05 sedangkan untuk pola bermukim menyebar berada di RW 03, RW 04, dan RW 05. Berikut ini adalah gambaran morfologi pada permukiman pemulung di Kelurahan Pojok Kota Kediri. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat peta sebaran permukiman Gambar. 4.14 Morfologi pola bermukim komunitas pemulung di Kelurahan Pojok (a) (b)
Pola Memusat/Membuat Komunitas Baru Pola Menyebar/Berbaur dengan masyarakat umum
(a)
(b) Sumber : Observasi Peneliti
Selain data pola permukiman komunitas pemulung, diketauhi pula data jarak antara permukiman dengan tempat kerja yaitu TPA Pojok di ketahui ada 45 orang yang rumahnya berjarak < 500m dari TPA, kemudian ada 46 orang yang jarak hunianya sekitar 500 m – 1 km, selain itu ada 17 orang yang rumahnya berjarak > 1 km dari tempat pembuangan akhir.
commit to user
75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peta Sebaran Permukiman Pemulung
commit to user
76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
g. Struktur Pekerjaan Diketahui bahwa ada 33 orang memiliki pekerjaan sampingan selain tergabung ke dalam komunitas pemulung sedangkan 75 orang menganggap bahwa pekerjaannya saat ini merupakan pekerjaan satu satunya. h. Transportasi Pendukung Pekerjaan Dalam melakukan pekerjaannya orang – orang yang tergabung didalam komunitas pemulung membutuhkan sarana transportasi pendukung guna memudahkan pekerjaanya. Sarana transportasi disediakan secara swadaya. Dari preseden yang ada diketahui bahwa sarana transportasi yang digunakan komunitas pemulung yaitu sepeda gowes, gerobak, sepeda motor, mobil pick up / truk bahkan ada yang hanya berjalan kaki saja dengan membawa karung. Dari data dilapangan ada 94 orang bekerja dengan berjalan kaki sambil membawa karung atau keranjang atau ada juga yang membawa gerobak, serta ada delapan orang menggunakan sepeda gowes. Kemudian enam orang responden bekerja dengan menggunakan motor gerobak/mobil pick up/truk.. Gambar 4.15 Sarana transportasi pendukung komunitas pemulung di Kelurahan Pojok
Sumber : Survey Primer
Hasil Identifikasi Aktivitas Komunitas Pemulung : Perbedaan klasifikasi pekerjaan pada komunitas pemulung (pemulung, pengepul, agen) mempengaruhi setiap aktivitas yang dilakukan, baik aktivitas bermukim maupun aktivitas bekerja. Berikut ini adalah penjabaran analisis dari aktivitas bermukim dan bekerja : v Aktivitas Bekerja Dalam melakukan pekerjaan antara pemulung, pengepul/lapak dan agen memiliki perbedaan terhadap sarana transportasi yang digunakan dalam menunjang pekerjaanya. Berikut ini adalah pengelompokan sarana transportasi penunjang berdasarkan klasifikasi pekerjaan dari komunitas pemulung.
commit to user
77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.13 Penggunaan Sarana transportasi penunjang menurut klasifikasi pekerjaan Klasifikasi Pekerjaan Sarana Transportasi Jalan kaki membawa keranjang atau gerobag Sepeda gowes atau sepeda motor Mobil Pick Up atau Truk Jumlah (orang)
Pemulung
Pengepul/Lapak
Agen
93
0
0
4
2
0 97
6 8
3 3
Sumber : Analisis Peneliti
Perbedaan sarana transportasi yang digunakan oleh komunitas pemulung dikarenakan setiap pola pekerjaan menghasilakan barang dengan muatan yang berbeda - beda, sebagian besar pemulung memilih untuk berjalan kaki sambil membawa karung atau gerobag dikarenakan aktivitas yang dilakukan hanya terpusat di tempat pembuangan akhir, selain itu jarak tempuh dengan permukimannya juga tidak begitu jauh < 1 km. Barang bekas yang dibawa oleh pemulung tidak banyak rata – rata per orang membawa 2 - 3 karung per harinya. Sedangkan bagi pemulung yang membawa sepeda gowes untuk menuju tempat pembuangan akhir dikarenakan faktor usia yang sudah cukup tua dan jarak rumahnya lebih dari > 1 km serta mereka merasa cukup kesulitan jika harus membawa barang sambil berjalan kaki. Secara keseluruhan ditemukenali bahwa 96 % dari orang yang bekerja sebagai pemulung tidak ingin menggunakan sarana trasportasi lain seperti sepeda motor dalam mendukung aktivitas bekerjanya karena tidak ada tempat untuk memarkir kendaraan serta minimnya pengawasan terhadap sarana transportasi yang digunakan mengingat semua orang yang bekerja di tempat pembuangan akhir fokus untuk bekerja, meskipun semua pemulung menginginkan untuk memiliki kendaraan bermotor namun tidak diperuntukan sebagai sarana penunjang dalam bekerja melainkan untuk mobilitas sehari – hari. Sebagian besar lapak/pengepul dikawasan penelitian memilih bekerja dengan menggunakan sepeda motor dan mobil pick up karena barang yang diangkut untuk dijual kembali menuju agen cukup banyak, selain itu aktivitas yang dilakukan oleh para pengepul/lapak dalam menjual barang tidak semua dilakukan di sekitar kawasan. Pengepul/lapak yang menggunakan sepeda motor untuk bekerja dikarenakan dalam menjual hanya menuju agen yang berada di kawasan penelitian, selain itu mereka juga tidak memiliki mobil pick up untuk menunjang aktivitas penjualan barang. Sedangkan bagi orang yang bekerja sebagai agen menggunakan truk sebagai sarana transportasi penunjang aktivitas bekerja dikarenakan muatan yang dibawa agen menuju industri daur ulang sangat
commit to user
78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
banyak. Selain itu, jarak untuk menuju industri daur ulang tidak hanya berada disekitar Kota Kediri, melainkan luar kota seperti Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto dan Madura, sehingga jika ditempuh menggunakan mobil pick up akan melebihi beban muatan dan rawan terhadap tindakan pelangaran lalulintas. v Aktivitas Bermukim Dengan adanya KTP atau KK setiap orang yang kurang mampu atau kesulitan keuangan akan diberikan kartu jaminan kesehatan agar biaya kesehatan bisa diringankan bahkan bisa digratiskan. Dari populasi komunitas pemulung yang tinggal pada kawasan penelitian diketahui masih ada 12 orang pemulung belum memiliki kartu tanda penduduk sebagai warga Kota Kediri dan Kartu Keluarga. Pemulung yang tidak mempunyai KTP dan KK merupakan pemulung yang berasal dari luar Kota Kediri dimana 5 orang berasal dari Trenggalek dan 7 orang berasal dari Madura. Latar belakang pemulung ada yang tidak mempunyai KTP dan KK dikarenakan pemulung enggan mengurusnya karena pekerjaan mereka yang hanya memumuti sampah yang ada di tempat pembuangan akhir sehingga mereka takut disepelekan dan tidak dianggap oleh para petugas kelurahan jika mengurus KTP dan KK serta tidak ada sosialisasi lebih lanjut dari kelurahan bahwa para pemulung pendatang harus memiliki KTP jika ingin tinggal di Kota Kediri. Selain itu kesadaran dari pemulung terhadap pentingnya KTP dan KK juga sangat rendah, para pemulung berfikiran bahwa dalam mengurus kelengkapan administrasi terlalu rumit dan harus mengantri lama. Kemudahan akses bagi komunitas pemulung dengan diberikannya jaminan kesehatan apabila memiliki KTP sangat diperlukan terutama untuk pemulung yang notabenya berpenghasilan rendah dan sangat rentan terhadap penyakit karena pemulung selalu berada di lingkungan yang tidak higienis sehingga mempengaruhi pola hidup dari pemulung. Interaksi sosial antar sesama pemulung pada kawasan penelitian terjalin cukup rutin, karena sebagian besar pemulung beranggapan memiliki ‘kesetaraan’ baik dalam hal materi maupun sudut pandang masyarakat terhadap pekerjaanya, sehingga rasa peduli antar sesama pemulung cukup tinggi. Hal ini ditunjukan dengan adanya kegiatan berkumpul untuk sekedar berbincang baik di siang hari (pada saat bekerja) maupun pada malam hari. Kegiatan interaksi yang terjalin pada saat bekerja sering terjadi pada saat beristirahat setelah melakukan pekerjaan, dalam berinteraksi para pemulung tidak mengenal adanya batas meskipun berbeda daerah asal. Pemulung sering melakukan kegiatan berkumpul di teras depan rumahnya, sedangkan anak – anak bermain di sekitar rumah pemulung.
commit to user
79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Adanya keterbatasan ruang didalam permukiman pemulung baik pola memusat maupun pola mengelompok, tidak menjadikan interaksi yang terjalin antara pemulung dengan pihak luar menjadi terhambat meskipun cukup membebani pemulung karena kegiatan seperti sosialisasi, kegiatan belajar bersama anak-anak pemulung dan bazar murah dilakukan di dalam rumah salah seorang pemulung (permukiman pola memusat), namun karena kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dari pemulung sehingga terus dilaksanakan. Kegiatan seperti ini sebaiknya dilakukan dengan tidak menggunakan rumah dari pemulung melainkan adanya tempat lain yang lebih layak untuk menampung kegiatan tersebut, meskipun kegiatan ini hanya bersifat insidental. Berikut ini adalah gambaran mengenai interaksi sosial dari komunitas pemulung dalam bermukim : Gambar 4.16 Interaksi Sosial Komunitas Pemulung
Sumber : Observasi Peneliti
3. Karakteristik Hunian Pemulung Karakter Hunian dari komunitas pemulung memang berbeda seperti karakter hunian pada umumnya, data – data yang terkait dengan karakteristik hunian dari komunitas pemulung yaitu : kondisi fisik bangunan, status kepemilikan tanah, fungsi bangunan. a. Kondisi Fisik Bangunan Kondisi fisik bangunan merupakan hal yang paling utama dalam menilai jenis dan luas bangunan. Data kondisi fisik bangunan yang ada dilapangan adalah permanen, semipermanen, dan non-permanen. Dari hasil survey di kawasan penelitian diketahui sebanyak 48 orang tinggal di rumah permanen, 23 orang tinggal di rumah semi permanen, 37 orang lainnya tinggal di bangunan non-permanen. Dari setiap eksisting rumah yang ada di permukiman pemulung masing - masing mempunyai luasan yang berbeda baik untuk bangunan permanen, semi permanen dan non permanen sehingga didapatkan ada 44 orang yang tinggal di dalam rumah yang berukuran < 10 m2, 58 orang tinggal di rumah yang luasnya 10 m2 – 21 m2 , 6 orang sisanya tinggal didalam rumah yang berukuran > 21 m2 .
commit to user
80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.17 Kondisi dan Jenis Bangunan di Permukiman Pemulung Kelurahan Pojok
Kondisi Bangunan Non Permanen
Kondisi Bangunan semi-permanen Sumber : Survey Primer
Kondisi Bangunan Permanen
Interior Bangunan non-permanen
b. Peruntukan Hunian Peruntukan bangunan pada permukiman pemulung memiliki perbedaan fungsi, dimana setiap rumah yang disinggahi oleh komunitas pemulung tersebut tidak semua digunakan sebagai tempat tinggal melainkan ada pula yang menggunakan sebagai tempat bekerja, terutama digunakan untuk menyimpan barang – barang yang akan dijual kembali kepada pihak lainnya. Diketahui bahwa ada 29 orang yang rumahnya diperuntukan sebagai tempat penyimpanan barang. Namun masih ada 79 orang yang rumahnya digunakan sebagai tempat bermukim saja karena dalam melakukan pemilahan sampah dan penyimpanan sudah mereka lakukan di lahan kosong dekat TPA. Gambar. 4.18 Peruntukan Hunian Pemulung di Kelurahan Pojok (a) Rumah Sebagai Gudang penyimpanan (b) Rumah sebagai tempat tinggal
(a)
(b) Sumber : observasi dan wawancara
commit to user
81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Status Kepemilikan Lahan dan Bangunan Kemudian untuk data status kepemilikan lahan pada setiap unit rumah komunitas pemulung yang berada pada lokus penelitian diketahui bahwa terdapat komunitas pemulung yang tinggal diatas tanahnya sendiri dan ada yang tinggal dengan cara menyewa rumah orang lain, hampir sebagian besar rumah kepemilikan lahanya merupakan lahan pribadi yaitu sebanyak 70 orang memiliki sertifikat tanah terhadap rumah yang ditempati sedangkan 38 orang lainya tinggal di rumah yang tanah dan bangunanya berstatus sewa. Sedangkan untuk data kepadatan pada setiap rumah di permukiman diketahui bahwa 58 rumah kepadatanya tinggi, sedangkan 42 rumah memiliki tingkat kepadatan sedang dan 8 rumah lainya memiliki tingkat kepadatan rendah. Data kepadatan rumah didapat dari perbandingan jumlah penghuni dalam satu rumah dengan luas rumah yang dimiliki oleh komunitas pemulung. Hasil Identifikasi Karakteristik Permukiman Pemulung : Adanya perbedaan pola bermukim dari komunitas pemulung di Kelurahan Pojok menjadikan kawasan permukiman komunitas pemulung memiliki suatu karakteristik tersendiri. Dimana permukiman pemulung dengan pola bermukim mengelompok/memusat letaknya cenderung dekat dengan tempat pembuangan akhir, yaitu berjarak < 500 m padahal dijelaskan didalam SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah bahwa dari tempat pembuangan akhir hingga radius 500 m merupakan daerah penyangga sehingga tidak boleh ditempati permukiman penduduk. 1. Permukiman Memusat/Mengelompok Permukiman pemulung dengan pola berkelompok merupakan milik warga pendatang baik dari Madura maupun dari Trenggalek. Sehingga ada dua kawasan permukiman dengan pola mengelompok yang penghuninya berkumpul berdasarkan daerah asal, komposisi jumlah rumah pada setiap permukiman pun berbeda dimana pada Permukiman Madura terdiri dari 20 unit rumah sedangkan pada Permukiman Trenggalek terdiri dari 19 unit rumah. Berikut ini adalah penjelasan analisis terkait dengan karakteristik permukiman pemulung dengan pola memusat : a. Permukiman Madura Permukiman Madura memiliki luas 290 m2. Dimana lahan yang ada dibagi bagi menjadi per petak bagian untuk digunakan sebagai rumah dari pemulung dan lapak, luas setiap petak tergantung otoritas dari lapak karena lapak merupakan pemilik sah dari
commit to user
82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lahan dan bangunan yang disediakan, dimana setiap petak berdiri bangunan rumah dengan luas ± 9 m2 memang sangat kurang layak apabila setiap rumah rata-rata ditinggali oleh 3 orang – 4 orang. Hal ini mengakibatkan kepadatan hunian pada setiap rumah relatif tinggi. Kondisi fisik bangunan rumah pada Permukiman Madura semua berbentuk non-permanen, baik yang ditinggali oleh pengepul/lapak maupun pemulung. Bentuk bangunan dibuat non-permanen dikarenakan lapak merasa kesulitan jika harus menjadikan semua rumah berbentuk semi-permanen ataupun permanen karena keterbatasan finansial meskipun peran lapak sebagai koordinator bagi komunitas yang tingggal pada permukiman ini. Pada permukiman pemulung Madura sebenarnya sudah mengenal pembagian ruang dimana sisa pada lahan permukiman digunakan untuk peyediaan sarana yang mereka butuhkan pada saat beraktivitas, sudah terdapat satu unit tempat pemijahan barang dengan luas dan satu unit tempat penampungan barang sehingga para pemulung dan lapak tidak perlu menggunakan rumahnya sebagai tempat penampungan barang meskipun masih ada beberapa orang yang melakukan hal tersebut. Kurangnya kesadaran dalam menjaga lingkungan membuat permukiman madura terkesan kumuh sehingga berpengaruh pada ketersediaan sarana dan prasarana penunjang yang ada. Prasarana penunjang permukiman yang ada meliputi dua unit MCK umum yang masing masing terdiri dari dua bilik kamar mandi dengan kondisi kelengkapan yang kurang layak tidak ada bak mandi dan hanya ada 1 unit WC, MCK tersebut digunakan untuk memenuhi penduduk yang tinggal pada permukiman tersebut dengan suply sumber air bersih yang dibantu oleh satu unit mesin pompa air. Kemudian pemakaian listrik pada kawasan permukiman madura dibatasi hanya mencapai 900 watt oleh karena itu dibutuhkan toleransi tinggi terhadap setiap penghuni di dalam rumah, selain itu didalam satu kawasan permukiman hanya terdapat 1 unit MCB (Mini Cirkuit Breaker) sebagai alat untuk mengontrol jaringan listrik pada permukiman madura. Untuk pengadaan jaringan drainase dan sanitasi lapak membuatnya secara swadaya dengan mengandalkan kemampuan financialnya sendiri. Peningkatan kualitas rumah dari non-permanen menjadi semi permanen atau permanen harus dilakukan agar visualisasi kawasan permukiman yang kumuh dari kawasan ini menjadi lebih berkurang, peningkatan kualitas dilakukan tidak hanya mengandalkan kemampuan finansial dari lapak melainkan juga semua penghuni karena
commit to user
83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
setiap orang memiliki kemampuan untuk menyisihkan uang ataupun sharing dengan pemerintah Kota Kediri. Jika dihitung rata-rata uang yang berhasil dikumpulkan oleh komunitas pemulung yang berada di permukiman madura sebesar Rp 365.000/bulan (dengan asumsi pemulung menyisihkan uang Rp 500/hari sedangkan lapak menyisihkan uang Rp 3.000/hari). b. Permukiman Trenggalek Secara fisik kondisi pada permukiman pemulung Trenggalek hampir sama, baik dari segi kondisi bangunan, luasan per petak rumah maupun suply jaringan listrik dan air bersih. Perbedaan yang paling mencolok adalah perbedaan luas secara keseluruhan sehingga luasan sarana penunjang seperti tempat pemilahan dan tempat penampungan barang tidak sama antara permukiman pemulung Madura dengan permukiman pemulung Trenggalek. Kemudian bentuk morfologi kawasan permukiman, dimana pada permukiman madura letak tempat pemilahan barang berada di tengah – tengah permukiman, sedangkan pada permukiman pemulung trenggalek letak tempat pemilahan barang berada di belakang permukiman. Sehingga dalam pemenuhan sarana dan prasarana penunjang tidak jauh berberda dengan permukiman pemulung Madura.
2. Pemukiman Menyebar Berbeda dengan pola bermukim mengelompok, pada pola bermukim menyebar pemulung yang tinggal dengan pola ini tidak dipimpin oleh seorang lapak mesikipun barang – barang bekas yang pemulung jual pada akhirnya akan dijual kepada lapak akan tetapi tidak hanya pada satu tapak tertentu melainkan kepada semua lapak yang berada dikawasan penelitian. Dalam kawasan permukiman pemulung dengan pola menyebar kondisi fisik bangunan rumah sudah cukup baik sebagian besar berbentuk permanen meskipun masih ada beberapa rumah dengan kondisi fisik bangunan semi-permanen, sarana pendukung permukiman yang ada seperti kamar mandi, jaringan listrik, jaringan drainase dan sumber air bersih kualitasnya lebih baik dari pada permukiman dengan pola bermukim mengelompok. Kepemilikan tanah pada rumah di permukiman pemulung dengan pola menyebar sebagian besar merupakan milik sendiri mesikipun masih ada pemulung yang mengontrak/membayar sewa kepadapemilik rumah yang ditinggali (bukan dengan lapak) karena komunitas pemulung baik agen, pengepul dan pemulung yang bermukim pada permukiman dengan pola menyebar sebagian besar merupakan warga asli Kediri. Jumlah
commit to user
84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
rumah pada kawasan permukiman pemulung dengan pola menyebar tidak bisa ditentukan karena komunitas pemulung tidak hanya tinggal dengan golongan seprofesinya saja melainkan dengan masyarakat lain yang bukan termasuk kedalam komunitas pemulung meskipun jumlahnya minoritas. Luasan pada setiap rumah pada komunitas pemulung juga tidak ada yang menentukan setiap penghuni bebas memperluas ukuran rumahnya asalkan memiliki kemampuan finansial, sebagian besar rumah pada permukiman pemulung dengan pola permukiman menyebar memiliki luas 10 m2 – 21 m2 serta ada juga beberapa rumah yang luasanya > 21 m2. Biasanya rumah dengan luas > 21 m2 bekerja sebagai lapak atau agen karena kemampuan keuangan mereka untuk memperluas rumah yang mereka tinggali, mengingat rumah tersebut juga digunakan sebagai tempat penampungan sementara dari barang – barang bekas. Jumlah penghuni pada setiap rumah didalam kawasan permukiman dengan pola menyebar rata – rata berjumlah 3 – 5 orang. Sebagian besar rumah dengan pola bermukim menyebar hanya digunakan untuk tempat tinggal, namun masih ada beberapa rumah yang salah satu ruangnya digunakan sebagai tempat penampungan barang-barang bekas, hal ini dikarenakan dalam melakukan pekerjaanya para pemulung sudah memilah barang – barang bekas terlebih dahulu pada ruang terbuka yang tidak jauh dari tempat pembuangan akhir yang kemudian barang – barang bekas yang sudah dikemas dibawa menuju rumah pemulung masing – masing dan disimpan di teras depan atau halaman belakang rumah. E. Upaya Pemerintah Kota dalam Pemenuhan Sarana dan Prasarana 1. Sikap Pemerintah Menurut pemerintah Kota Kediri peran pemulung dalam komunitas perkotaan sangat penting karena dengan adanya komunitas pemulung pemerintah menjadi lebih terbantu terutama dalam hal pemilahan dan pengolahan sampah di tempat pembuangan akhir yang berada di Kelurahan Pojok mengingat jika hanya mengandalkan petugas dari Dinas Tata Ruang Kebersihan dan Pertamanan (stakeholder yang terkait dalam persampahan) akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mengurangi jumlah sampah yang ada. Peran komunitas pemulung terhadap pemerintah kota dianggap seperti hubungan simbiosis mutualisme dimana komunitas pemulung mendapatkan sampah – sampah recycle yang sekiranya bermanfaat sedangkan manfaat bagi pemerintah adalah sedikit demi sedikit timbunan sampah plastik di tempat pembuangan akhir menjadi berkurang sehingga yang
commit to user
85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersisa hanya sampah organik yang dapat diolah menjadi kompos oleh petugas di tempat pembuangan akhir. Oleh karena itu pemerintah Kota Kediri sangat mendukung sekali keberadaan komunitas pemulung terutama di sekitar tempat pembuangan akhir Pojok. “Oh..Bagi saya yang mewakili pemerintah peran pemulung itu sangat membantu sekali mas, mereka bekerja secara terkoordinir sehingga sampah sampah di TPA sedikit demi sedikit agak berkurang lah, terutama sampah plastik yang sudah di olah tanah banyak yang diambili pemulung untuk dijual kembali.” Endang S/ DTRKP/Kabid Kebersihan. Peran pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasarana bagi komunitas pemulung baik dalam aktivitas bermukim maupun aktivitas bekerja memang belum terlalu optimal meskipun sudah ada beberapa sarana dan prasarana yang disediakan pemerintah guna membantu pemulung dalam melakukan aktivitasnya misalnya pemerintah menyediakan enam unit sarana penerangan pada koridor jalan menuju tempat pembuangan akhir, walaupun jumlahnya belum banyak tetapi di harapkan mampu membantu pemulung dalam melakukan aktivitas pada malam hari. Hal lain yang dilakukan pemerintah Kota Kediri adalah dengan menyediakan pipa-pipa gas metan dari tempat pembuangan akhir menuju ke rumah – rumah pemulung meskipun baru ada delapan rumah yang memiliki kompor dengan sumber gas metan tersebut. Kemudian pemerintah juga melakukan pengaspalan jalan pada koridor jalan TPA, namun diakui pemerintah memang masih ada ± 500 m ruas jalan yang belum diaspal melainkan masih berpasir sehingga menyulitkan sarana transportasi yang melewatinya baik sepeda gowes maupun truk sampah. Bantuan terhadap aksesibilitas jalan bukan hanya terjadi pada jalan utama saja melainkan jalan – jalan lingkungan dari permukiman menuju TPA dimana Kelurahan Pojok meningkatkan kualitas jalan tersebut menjadi berpaving. Selain itu pemerintah juga mengizinkan komunitas pemulung untuk menggunakan garasi/tempat parkir mobil dinas kebersihan sebagai sarana untuk memudahkan para pemulung dalam bekerja dengan cara memilah – milah barang meskipun belum ada izin secara tertulis, jumlah garasi yang digunakan sebagai tempat pemilahan sebanyak 2 unit. Untuk saat ini penyediaan sarana dan prasarana di Kota Kelurahan pojok umumnya masih bersifat kebutuhan, misal masyarakat
membutuhkan
sarana
dan
prasarana
penunjang pemerintah
berupaya
menyediakannya memang membutuhkan waktu dan proses agar hal tersebut dapat terealisasi. Diakui oleh kasubag sarana dan prasarana Dinas Tata Ruang Kebersihan dan Pertamanan Kota Kediri bahwa memang belum ada kebijakan secara khusus atau mengikat terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana permukiman bagi komunitas pemulung dikota kediri,
commit to user
86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
misalnya seperti perda atau kebijakan lain. Bentuk kebijakan yang ada berupa perwali itupun hanya mengatur tentang tata cara pengolahan sampah yang ada di Tempat Pembuangan Akhir Pojok bukan membahas mengenai pemenuhan sarana dan prasarana permukiman pemulung. Kasubag sarana dan prasarana Dinas Tata Ruang Kebersihan dan Pertamanan mengakui bahwa pemerintah Kota Kediri kurang adil dalam memperlakukan pemulung sebagai komunitas informal kota, tidak seperti PKL dan PSK yang mana sudah tercover datanya oleh pemerintah, karena ada dinas yang menaungi sektor informal tersebut dalam melakukan aktivitasnya. “Memang untuk saat ini memang belum ada kebijakan khusus terkait pengelolaan TPA mas, dokumen yang kita miliki ya..baru DED tempat pembuangan akhir Pojok. Semoga dengan adanya penelitian dari mas furqon nanti bisa jadi masukan buat DTRKP agar aktifitas yang ada di sekitar TPA Pojok bisa dipantau secara intensif”. Endang S/ DTRKP/Kabid Kebersihan. 2. Program Pemerintah Dalam hal penyediaan sarana dan prasara permukiman di Kota Kediri pemerintah telah berupaya maksimal terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah, seperti baru – baru ini pemerintah telah membangun satu unit rusunawa di Kelurahan Dandangan dimana di peruntukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah secara umum. Peraturan mengenai penghuni rusun sudah diatur dalam perwali bahwa yang boleh menempati hanya masyarakat yang bekerja di bidang sektor informal atau berpenghasilan rendah saja. Progam lain seperti bantuan perbaikan rumah tidak layak huni masih belum dilakukan oleh Pemerintah Kota Kediri, namun untuk program pelayanan kesehatan pemerintah Kota Kediri telah berupaya mengapresiasi semua elemen masyarakat termasuk komunitas pemulung dengan cara memberikan kartu jamkesmas sebagai wujud apresiasi pemerintah Kota Kediri kepada komunitas pemulung, meskipun belum semua pemulung mendapatkan kartu tersebut, selain itu pemerintah juga mengadakan kegiatan pengobatan gratis secara berkala bagi komunitas pemulung yang ada di Kelurahan Pojok. “Program mengenai pemberdayaan komunitas pemulung dan penyediaan sarana dan prasarana baik bermukim dan bekerja secara spesifik memang belum ada, pemerintah kota kediri berupaya mengapresiasi semua masyarakat berpenghasilan rendah dengan cara menyediakan rusunawa di Kelurahan Dandangan, semisal pemulung yang ada di Kelurahan Pojok mau tinggal disini ya boleh kok, tidak ada larangan yang penting penghasilanya tidak > Rp 2.000.000/bulan” Anwarudin/DTRKP/Kabid Tata Ruang.
commit to user
87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dinas Tata Ruang Kebersihan dan Pertamanan selaku stakeholder berencana untuk merombak struktur organisasi pada tahun 2013, karena untuk saat ini belum ada UPTD khusus yang mengelola tempat pembuangan akhir di kelurahan Pojok sehingga sub-bidang di pemerintahan cukup kesulitan jika menghadapi permasalahan di sekitar tempat pembuangan akhir. UPTD ini diharapkan selain menangani hal – hal teknis operasional tempat pembuangan akhir juga menangani aktivitas yang terjadi di sekitar tempat pembuangan akhir serta diharapkan mampu memonitor aktivitas apa saja yang terjadi di sekitar tempat pembuangan akhir sehingga dalam mengatasi permasalahan tersebut pemerintah Kota Kediri tidak mengalami kesulitan. Menurut Keterangan dari kelurahan terkait data penambahan sarana dan prasarana mulai tahun 2007 – 2012 ada penambahan sarana namun tidak terlalu signifikan, penambahan yang ada yaitu sarana pertahanan dan sarana rekreasi, yang berada di utara kelurahan pojok, didalam sarana pertahanan tersebut terdapat fasilitas olahraga,rekreasi dan permukiman bagi para TNI. Untuk sarana dan prasarana eksisting yang ada hanya peningkatan kualitas saja, baik itu sarana pendidikan, sarana kesehatan ataupun sarana peribadatan karena yang bertambah hanya eksisting permukiman warga. Berikut ini adalah rencana program pemerintah Kota Kediri yang ada di Kelurahan Pojok guna mengembangkan Kelurahan Pojok menjadi kawasan terpadu bagi Kota Kediri menurut dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Kediri 2011 – 2030 : Tabel. 4.14 Rencana Program Pemerintah Kota Kediri No. 1
Rencana Program Pembangunan Jalan Lingkar Barat
Lokasi Terminal Tamanan – Jl. Dr. Sahardjo – Pengembangan jalan eksisting ke arah barat – pengembangan jalan baru ke arah utara sebelum TPA atau Makam China – Jl. Ngampel Raya ke arah timur – Jl. Gatot Subroto ke arah selatan – Jl. Sultan Iskandar Muda – Jl. Mayor Bismo ke arah utara menuju Kertosono atau Surabaya. · Jalan Selomangleng · Jalan Lingkar Barat · Jalan Dr. Saharjo
2
Pembangunan Halte Bus Kota dan AKAP 3 (tiga) unit
3
Penyediaan Tandon air · RW 03 bersih bagi warga 1 (satu) unit
commit to user
Tujuan Memberikan akses tambahan bagi Kota Kediri agar sistem sirkulasi tidak terpusat pada jalan Dr. Saharjo sebagai jalur utama saat ini.
Memudahkan masyarakat di Kelurahan Pojok dalam melakukan mobilitas dari dan menuju Kota Kediri. Mendukung jaringan air bersih dan air baku bagi sawah – sawah di sekitarnya serta untuk memenuhi kebutuhan air bersih
88
perpustakaan.uns.ac.id
No.
digilib.uns.ac.id
Rencana Program
Lokasi
4
Perluasan Lahan Permukiman penduduk
Seluruh kawasan permukiman di Kelurahan Pojok (kecuali RW 05)
5
Perluasan Lahan TPA Pojok Tempat Pembuangan Akhir Eksisting
6
Pengembangan IPLT
IPLT Pojok
Tujuan masyarakat yang sudah agak tercemar dengan adanya tempat pembuangan akhir Pojok. Menyediakan lahan cadangan bagi pertumbuhan permukiman di Kelurahan Pojok Menyediakan lahan tambahan bagi TPA karena sampah yang ada selalu bertambah setiap tahunnya Mengoptimalkan peran IPLT dalam mengelola limbah yang ada.
Sumber : Studi dokumen
Dengan adanya rencana program pengembangan di Kelurahan Pojok diharapkan tidak mempengaruhi aktivitas dan kebutuhan dari komunitas pemulung yang ada, karena ada kawasan permukiman yang di ubah peruntukanya menjadi jalan lingkar barat. Adapun terlampir Peta rencana tata guna lahan di kelurahan pojok menurut dokumen RTRW 2011 – 2030 dan Peta Penyediaan sarana dan prasarana sesuai dengan dokumen RTRW 2011 – 2030.
F. Karakteristik Kebutuhan Sarana dan Prasarana Permukiman Pemulung 1. Karakteristik kebutuhan minimum sarana dan prasarana bermukim komunitas pemulung Pada permukiman pemulung baik yang memiliki pola permukiman mengelompok dan/atau menyebar pada dasarnya juga membutuhkan sarana untuk bermukim seperti sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan serta sarana perdangangan dan jasa yang sudah dijelaskan gambaran dan letaknya pada pembahasan sebelumnya. Sedangkan prasarana bermukim yang ada di dalam permukiman komunitas pemulung meliputi kebutuhan jaringan listrik, kemudian jaringan air bersih, jaringan jalan dan jaringan drainase serta jaringan sanitasi. Prasarana lain yang keberadaanya dioptimalkan oleh komunitas pemulung adalah prasarana memasak yang bersumber dari gas metan yang disediakan pemerintah Kota Kediri. Tabel 4.15 Kebutuhan minimum sarana dan prasarana bermukim Sarana dan Prasarana Bermukim Sarana : · Sarana Hunian/Rumah
Kebutuhan Minimum Permukiman Pola Memusat Permukiman Pola Menyebar · Kondisi fisik bangunan yang · Peningkatan kualitas rumah non-permanen dan luasan tidak dibutuhkan karena bangunan yang relatif kecil sebagian besar rumah membuat pemulung cukup kondisinya berbentuk
commit to user
89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sarana dan Prasarana Bermukim
Kebutuhan Minimum Permukiman Pola Memusat Permukiman Pola Menyebar kesulitan dalam melakukan permanen, sehingga sudah aktivitas didalamnya. Sehingga cukup memberikan dibutuhkan peningkatan kualitas kenyamanan bagi komunitas dari kondisi fisik dan luasan pemulung yang tinggal bangunan rumah. didalamnya.. · Sarana Kesehatan · Kondisi lingkungan kerja dan tempat tinggal yang kurang higienis membuat Komunitas pemulung terutama yang bekerja sebagai pemulung sangat rentan terhadap penyakit, seperti gangguan pernapasan (ISPA) dan penyakit kulit sehingga membutuhkan penanganan untuk menyembuhkan penyakit tersebut, karena selama ini hanya ada pelayanan dokter umum di puskesmas pembantu eksisting. · Jam kerja pemulung yang tak tentu dan Operasional puskesmas pembantu hanya pada pukul 08.00 – 13.00 membuat akses pemulung terhadap puskesmas pembantu tidak terpenuhi optimal, terutama jika terjadi kecelakaan kerja atau penyakit kambuhan pada malam hari, akan menyulitkan akses komunitas pemulung. Pemulung membutuhkan sekolahan yang membebaskan semua · Sarana Pendidikan biaya tidak hanya SPP melainkan juga biaya insidental seperti studi tour dan disnatalies serta biaya komite sekolah. Cara komunitas pemulung untuk mengakses masjid tidak berbeda · Sarana Peribadatan dengan masyarakat pada umumnya, mereka pergi menuju masjid terdekat dari rumah untuk beribadah kemudian pulang kembali. · Sarana Perdagangan Pemulung membutuhkan toko kelontong dengan sistem transaksi khusus dimana pemulung boleh mengambil terlebih dahulu barang dan Jasa yang dibutuhkan, kemudian membayarnya jika sudah memiliki uang. Hal ini dikarenakan penghasilan pemulung yang terbatas. · Ruang Serbaguna · Dibutuhkan adanya ruang serba · Adanya beberapa rumah guna untuk mendukung aktivitas yang halaman cukup luas pemulung, terutama jika ada bisa dimanfaatkan jika ada kegiatan pengabdian masyarakat kegiatan pengabdian sehingga tidak perlu masyarakat, sehingga tidak menggunakan rumah pemulung diperlukan adanya ruang dan lapak lagi. serbaguna. Prasarana : · Air Bersih · Pemulung membutuhkan sumber · Pemulung membutuhkan air bersih yang lebih baik, karena sumber air bersih yang lebih sumber air bersih yang ada sudah baik, karena sumber air tercemar oleh bakteri. bersih yang ada sudah tercemar oleh bakteri. · Pemulung membutuhkan unit tambahan untuk mesin pompa · Dalam setiap rumah terdapat air, karena hanya ada satu unit satu unit mesin pompa air pompa air sebagai penyuplai air yang hanya memenuhi bersih untuk memenuhi kebutuhan penghuninya. kebutuhan 19 rumah dan 21 Rata – rata penghuni pada rumah. Dimana Kebutuhan satu rumah yaitu 3 orang – 5 penghuni rata – rata terhadap air orang. Dengan kebutuhan bersih di kawasan permukiman rata – rata sekitar 30 pemulung sekitar 30 liter/orang/hari. liter/orang/hari.
commit to user
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sarana dan Prasarana Bermukim · Jaringan Listik
Kebutuhan Minimum Permukiman Pola Memusat Permukiman Pola Menyebar · Pemulung membutuhkan · Kebutuhan pemulung penambahan unit MCB, karena terhadap jaringan listrik saat ini hanya terdapat satu unit sudah cukup terpenuhi MCB untuk menopang karena setiap rumah terdapat kebutuhan energi listrik pada satu unit MCB untuk semua rumah. menyuplai kebutuhan listrik. · Prasarana penerangan yang ada · Prasarana penerangan yang tidak begitu terang karena daya ada sudah cukup mampu yang ada cukup rendah, karena memenuhi kebutuhan kebutuhanya terbagi – bagi pada pemulung. jumlah rumah yang ada. Pemulung membutuhkan adanya Jaringan yang ada sudah · Jaringan Drainase perluasan jaringan drainase, karena terintegrasi cukup baik jaringan drainase tersier yang ada meskipun terdapat perbedaan ukuranya sangat sempit yaitu lebar kualitas pada setiap 15 cm dan kedalaman 15 cm. permukiman dengan pula menyebar. · Jaringan Sanitasi · Pemulung belum memerlukan adanya peningkatan daya tampung septictank karena dirasa sudah mampu memenuhi kebutuhannya. · Pemulung membutuhkan adanya peningkatan kualitas dan tersedianya kelengkapan pendukung MCK komunal agar permukimanya tidak terkesan kumuh. · Prasarana Memasak Pemulung membutuhkan akses terhadap prasarana memasak yang disediakan oleh pemerintah, karena baru ada 12 rumah yang sudah (Gas Metan) terpenuhi oleh prasarana memasak yang berasal dari gas metan tersebut. Kemudian diperlukan juga adanya sosialisasi dalam melakukan perawatan terhadap prasarana memasak. Sumber : Observasi Peneliti
2. Karakteristik kebutuhan minimum sarana dan prasarana bekerja komunitas pemulung Kebutuhan sarana dan prasarana bekerja dari komunitas pemulung adalah suatu hal yang mendasari adanya perbedaan antara pemulung dengan komunitas lainnya, dari hasil observasi diketahui bahwa mereka membutuhkan tempat penampungan barang dan tempat pemilahan barang yang dikumpulkan pada saat bekerja, gudang penyimpanan peralatan (seperti : garu, karung, dan keranjang), kemudian tempat untuk berteduh dimana pada siang hari mereka selalu beristirahat sebelum nantinya dilanjutkan bekerja lagi hingga sore hari.. Berikut ini adalah kebutuhan minimum komunitas pemulung dalam permukimannya : Tabel 4.16 Kebutuhan minimum sarana dan prasarana bekerja Sarana dan Prasarana Kebutuhan Minimum Bermukim Permukiman Pola Memusat Permukiman Pola Menyebar Sarana : · Tempat Pemijahan Komunitas pemulung membutuhkan dua jenis tempat pemijahan sampah karena setiap jenis memiliki fungsi yang berbeda sehingga Barang Bekas tidak menyulitkan pemulung dalam melakukan kegiatan pemilahan barang.
commit to user
91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sarana dan Prasarana Kebutuhan Minimum Bermukim Permukiman Pola Memusat Permukiman Pola Menyebar Pemulung membutuhkan adanya Keterbatasan lahan yang ada · Tempat peningkatan kualitas terhadap pada beberapa rumah Penyimpanan tempat penyimpanan barang yang membuat pemulung Barang disediakan secara komunal oleh menjadikan salah satu ruang lapak/pengepul. kosong di rumahnya sebagai tempat penyimpanan barang. Komunitas pemulung membutuhkan gudang penyimpanan bagi · Gudang peralatan yang mereka gunakan karena sering kali alat – alat yang penyimpanan digunakan untuk bekerja (seperti : garu, karung, dan keranjang) Peralatan bercampur dengan barang bekas sehingga para pemulung harus mencari bahkan membeli peralatan baru lagi. Pemulung membutuhkan tempat berteduh yang lebih layak · Tempat Berteduh kualitasnya agar memberikan kenyamanan dalam beristirahat. · Sarana Transportasi Komunitas pemulung tidak membutuhkan adanya peningkatan kualitas sarana transportasi karena baik pemulung,pengepul/lapak pendukung dan agen sudah merasa nyaman dalam menggunakan sarana transportasi penunjang yang ada. Pemenuhan tempat parkir Sebagian besar pemulung · Tempat parkir kendaraan dilakukan pada lahan bekerja dengan berjalan kaki, sarana transportasi kosong di sekitar kawasan sehingga tidak dibutuhkan permukiman pemulung. Karena adanya tempat parkir sudah tidak ada tempat untuk dirumahnya. memarkir sarana transportasi Bagi lapak/pengepul dan agen penunjang kebutuhan terhadap tempat parkir sudah terpenuhi karena memiliki tempat sendiri untuk memarkir kendaraan. Prasarana · Jaringan Listrik dan Pemulung membutuhkan lampu penerangan pada tempat pembuangan akhir serta membutuhkan lampu yang lebih terang penerangan pada tempat pemilahan barang bekas dari kondisi eksisting. · Jaringan Telepon seluler merupakan prasarana telekomunikasi utama dengan jangkauan signal pada permukiman pemulung cukup baik. Telekomunikasi Pemulung membutuhkan adanya perawatan pada jaringan jalan · Jaringan Jalan yang ada disekitar permukimannya yang digunakan sebagai akses, dari dan menuju tempat pembuangan akhir. Hal ini dikarenakan ada beberapa ruas jalan yang kondisinya sudah mulai buruk meskipun sebagian besar koridor jalan kondisinya cukup baik. Sumber : Observasi Peneliti
Semua sarana pendukung pemulung dalam melakukan aktivitas bekerja dilakukan swadaya, namun pemerintah juga mendukungya dengan cara memberikan izin bagi komunitas pemulung misalnya dalam menggunakan tempat parkir truk dan lahan kososng di sekitar tempat pembuangan akhir sebagai sarana untuk melakukan kegiatan pemilahan dan pengemasan sampah daur ulang. Berikut ini adalah letak sarana dan prasarana pada permukiman pemulung baik dengan pola memusat maupun dengan pola mengelompok.
commit to user
92
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.19 Kebutuhan Sarana dan Prasarana Bekerja Komunitas Pemulung
Sumber : Survey primer
commit to user
93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
1
1.
No
Supply Sarana Bermukim
Demand
Analisis
dilakukan oleh lapak/pengepul untuk tinggal harus berbagi karena merupakan koordinator dengan barang bekas yang bagi pemulung dan sebagai dikumpulkannya sebelum pemilik tanah. Sedangkan pada dijual kepada pola permukiman menyebar lapak/pengepul. Apalagi rata pengadaan bangunan dilakukan – rata setiap rumah di isi 3 oleh masing – masing pemilik orang – 5 orang penghuni. tanah baik yang berprofesi · Pemulung membutuhkan sebagai agen, lapak/pengepul dan pemulung. peningkatan kondisi fisik · Permukiman pemulung dengan bangunan rumah menjadi pola memusat terdapat 39 permanen atau (minimal rumah, hanya terdapat 2 unit menjadi semi-permanen) rumah kondisinya semi agar dapat memberikan rasa permanen sedangkan hampir aman dan nyaman dimana sebagian besar rumah masih ada 37 rumah yang kondisinya non-permanen. kondisinya non permanen.
memang belum bisa dikatakan layak, karena rata – rata luas per rumah yaitu ± 9m2. Menurut kajian para ahli, ukuran kebutuhan minimum ruang per orang adalah 9 m2 untuk dewasa dan 4,8 m2 untuk anak- anak. Jika melihat luas rata – rata rumah pemulung pada permukiman dengan pola memusat maka dinyatakan tidak layak karena lahan yang ada pada permukiman pemulung sangat tebatas mengingat peruntukanya tidak hanya sebagai rumah melainkan sarana penunjang aktivitas komunitas pemulung. Agar bisa dikatakan layak maka diperlukan adanya penambahan luasan dengan mempertimbangkan luas lahan permukiman serta sarana dan prasarana penunjang didalamnya. Sehingga jika diasumsikan dalam satu keluarga komunitas pemulung terdapat 3 orang 4 orang, maka luasan rumah minimum
Sarana Permukiman · Pada pola permukiman · Pemulung membutuhkan · Luasan rumah pada permukiman memusat pengadaan rumah pemulung dengan pola memusat saat ini (Rumah) ruang yang lebih luas, karena
Karakteristik Sarana dan Prasarana
Tabel 5.1 Analisis Tingkat Pemenuhan Sarana dan Prasarana Komunitas Pemulung
SARANA DAN PRASARANA KOMUNITAS PEMULUNG
ANALISIS TINGKAT PEMENUHAN
BAB V
94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2.
No
Sarana Kesehatan
Karakteristik Sarana dan Prasarana
· Pemerintah menyediakan puskesmas pembantu dan posyandu di Kelurahan Pojok yang beroperasi pada jam 08.00 – 13.00 dengan harapan mampu memberikan pelayanan yang mudah kepada masyarakat sekitar temasuk komunitas pemulung. · Adanya kegiatan pengobatan gratis yang dilakukan oleh dinas kesehatan secara berkala, biasanya dilakukan di
Supply
Analisis
yang diperlukan sekitar 21 m2, dengan catatan tidak ada barang – barang bekas yang diletakan didalam rumah. · Kebutuhan peningkatan kondisi fisik bangunan rumah non-permanen pada permukiman pemulung belum semua terpenuhi, terutama pada permukiman pemulung dengan pola memusat karena lapak/pengepul sebagai pemilik tanah merasa tidak sanggup terutama dalam hal pembiayaan jika harus merenovasi semua rumah non permanen yang ada pada kawasan permukiman menjadi permanen. kecuali jika pemulung mau ikut “urunan” untuk meningkatkan kualitas permukimanya mengingat dari data yang ada diketahui bahwa pada dasarnya komunitas pemulung yang ada termasuk pemulung dan lapak mampu menyisihkan uangnya untuk keperluan mendesak. · Pemulung membutuhkan · Kebutuhan komunitas pemulung sarana kesehatan dengan terhadap sarana kesehatan murah pelayanan yang tidak mahal, sepertinya sudah terpenuhi sebab karena penghasilan mereka pemerintah melalui dinas kesehatan sangat rendah sehingga memiliki program kesehatan gratis bagi sangat kesulitan jika harus masyarakat kurang mampu termasuk membayar fasilitas kesehatan komunitas pemulung. dalam jumlah besar. · Jamkesmas yang diberikan oleh · Kondisi lingkungan kerja pemerintah Kota Kediri kepada semua dan tempat tinggal yang masyarakat kurang mampu terutama kurang higienis membuat komunitas pemulung sepertinya tidak Komunitas pemulung semua terpenuhi, 70 orang pemulung terutama yang bekerja yang memiliki KTP dan penghasilannya
Demand
95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
No
Karakteristik Sarana dan Prasarana
commit to user ·
·
·
·
Demand
Analisis
puskesmas pembantu atau sebagai pemulung sangat rendah baru 58 orang pemulung yang posyandu untuk menjangkau rentan terhadap penyakit, orang yang memiliki kartu jamkesmas. masyarakat kurang mampu. seperti gangguan pernapasan · Pekerjaan pemulung yang tidak (ISPA) dan penyakit kulit Adanya program jamkesmas mengenal waktu baku dalam bekerja sehingga membutuhkan dari pemerintah Kota Kediri membuat aksesnya terhadap puskesmas sarana kesehatan yang bagi penduduk kurang mampu pembantu menjadi kurang maksimal, (berpenghasilan < Rp 20.000) mampu menyembuhkan karena jam kerja puskesmas dalam penyakit tersebut. dan memiliki KTP Kota Kediri. melayani pasien terbatas di pagi hari membutuhkan saja. Oleh karena itu demi Jangkauan pelayanan sarana · Pemulung sarana kesehatan yang menyesuaikan aktivitas dari komunitas kesehatan baik puskesmas mampu melayani pemulung yang tidak mengenal jam pembantu, posyandu maupun kebutuhannya pada saat kerja secara baku, diperlukan adanya praktek bidan jika diukur bekerja, tidak hanya di siang peningkatan pelayanan jam kerja menggunakan SNI sudah mampu memenuhi kebutuhan hari tetapi juga malam hari. puskesmas pembantu seperti “pelayanan 24 jam”. semua masyarakat yang ada, · Masih ada 12 orang pemulung termasuk komunitas pemulung. dengan penghasilan < Rp · Kebutuhan pemulung terhadap 20.000/hari yang belum ketersediaan tenaga ahli untuk Pada puskesmas pembantu memiliki jamkesmas karena menangani penyakit yang sering terjadi eksisting terdapat satu orang tidak memiliki KTP. pada komunitas pemulung seperti dokter dan dua orang perawat penyakit kulit dan penyakit sesak napas untuk melayani warga yang · Komunitas pemulung baik (ISPA) nampaknya belum terpenuhi berobat di puskesmas pembantu yang berprofesi sebagai karena pada kawasan ini bukan tersebut. pemulung, lapak/pengepul merupakan kawasan yang terkena dan agen membutuhkan Puskesmas pembantu yang ada wabah. Penyakit ISPA dan penyakit adanya sarana kesehatan belum memiliki pelayanan kulit hanya menyerang orang yang yang mampu melayani rawat inap untuk melayani berprofesi sebagai pemulung karena fasilitas rawat inap yang kebutuhan masyarakat, karena selalu beraktivitas di sekitar tempat dekat dengan kediamannya. keterbatasan ruang (dimana pembuangan akhir sedangkan untuk hanya ada satu unit ruang warga secara keseluruhan tidak tunggu, satu unit ruang dokter terjangkit. Selain itu pemerintah satu unit ruang obat dan satu beranggapan bahwa status sarana unit ruang administrasi) serta kesehatan disana merupakan sarana keterbatasan tenaga medis yang penanganan awal, sehingga yang ada. disediakan hanya puskesmas pembantu.
Supply
96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3.
No
Sarana Pendidikan
Karakteristik Sarana dan Prasarana
· Pemerintah dan pihak swasta menyediakan eksisting sarana pendidikan di Kelurahan Pojok guna memfasilitasi kebutuhan semua masyarakatnya maupun kelurahan sekitarnya begitu juga dengan komunitas pemulung.
Supply
Analisis
Maka jika ada penyakit yang cukup serius bisa dirujuk ke puskesmas di Kecamatan Mojoroto atau kerumah sakit terdekat. · Namun untuk mendukung eksistensi pemulung dan meningkatkan kualitas hidupnya maka ada baiknya jika disediakan tenaga ahli medis yaitu ahli paru paru dan ahli penyakit kulit di puskesmas pembantu eksisting dalam menanggulangi penyakit yang sering muncul pada komunitas pemulung. dengan ketentuan jumlah tenaga medis tergantung pasien yang dilayani (minimal 1 orang pada setaiap profesi). · Pertambahan jumlah tenaga ahli pada puskesmas pembantu harus disesuaikan dengan ketersediaan ruang yang ada karena pada saat ini hanya tersedia 4 ruang, yaitu : ruang tunggu, praktek dokter, ruang obat, ruang administrasi. Sehingga diperlukan penambahan 2 – 3 ruang lagi untuk mengakomodasi tenaga ahli medis yang ada dan ruang rawat inap bagi pasien sehingga tidak perlu pergi ke rumah sakit. · Masih ada 38 anak yang · Pada dasarnya kebutuhan terhadap belum bersekolah sarana pendidikan yang ada di dikarenakan orang tuanya Kelurahan Pojok sudah mampu yang hanya bekerja sebagai terpenuhi bagi semua masyarakat yang pemulung tidak mampu ada di Kelurahan Pojok termasuk memenuhi biaya pendidikan. komunitas pemulung, karena dilihat Terutama biaya lain – lain dari jarak rata – rata permukiman
Demand
97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
No
Karakteristik Sarana dan Prasarana Demand
Analisis
seperti iuran komite, uang penduduk dengan sarana pendidikan · Sarana pendidikan yang ada di kawasan penelitian meliputi gedung dan biaya insidental eksisting tidak lebih dari 1 km. Selain TK, SD, SMA, PKBM (setara seperti studi tour dan itu, jumlah ruang yang ada sudah cukup SMP dan SMA) serta diesnatalis. ideal dengan kemampuan daya universitas. Daya tampung · Tidak adanya kebutuhan tampung sekolah 42 orang/ruang kelas murid pada semua sarana sehingga tidak diperlukan adanya baku terhadap komunitas pendidikan yang ada secara penambahan unit sarana pendidikan pemulung yang bersekolah garis besar sudah sesuai dengan lagi di Kelurahan Pojok. pada searana pendidikan jumlah ruang yang ada yaitu ± pada umumnya. Kebutuhan · Kebutuhan komunitas pemulung 42 orang/ruang. ideal dari suatu ruang kelas terhadap sekolah gratis belum semua · Pemerintah Kota Kediri pada sarana pendidikan yaitu dapat dipenuhi komunitas pemulung menerapkan program pemerintah pusat yaitu “sekolah 40 orang/ruang kelas. karena pembebasan biaya sekolah baru gratis” dan wajib belajar 9 berjalan pada eksisting bangunan SD tahun pada seluruh sarana pada kawasan penelitian, untuk pendidikan yang ada di Kota bangunan SMA dan Universitas masih Kediri. sering ditemukan adanya biaya biaya · Jangkauan pelayanan sarana tambahan seperti uang gedung pada pendidikan yang ada jika diukur saat masuk sekolah dan uang menggunakan SNI sudah sumbangan terhadap pengembangan mampu memenuhi kebutuhan sekolah, hal tersebut sangat semua masyarakat yang ada. memberatkan komunitas pemulung. Untuk PKBM yang dikelola swasta justru malah tidak mengeluarkan biaya pendidikan melainkan hanya sumbangan sukarela bagi guru yang mengajar di sekolah tersebut, jikalau tidak mampu membayar bisa berbicara kepada pihak yayasan agar tidak dikenakan biaya untuk bersekolah.
Supply
98
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5.
4.
No
Sarana dan Jasa
Analisis
di · Sarana peribadatan yang paling sering yang ada baik masjid, pura dan kawasan penelitian digunakan oleh komunitas pemulung vihara dilakukan secara semuanya beragama islam. adalah masjid, saat ini terdapat lima swadaya oleh masyarakat yang · Komunitas pemulung tidak unit masjid yang paling sering menggunakanya. memerlukan adanya digunakan oleh komunitas pemulung di kawasan penelitian karena letaknya · Persebaran sarana peribadatan penambahan unit masjid yaang sangat delat pada permukiman dilakukan secara merata pada untuk merke beribadah pemulung, dengan daya tampung setiap permukiman penduduk. karena cara komunitas maksimal rata – rata masjid yaitu ± 300 pemulung untuk mengakses · Menurut jangkauan pelayanan orang/masjid. Jika melihat jumlah masjid sama seperti sarana peribadatan jika diukur komunitas pemulung yang ada hanya masyarakat pada umumnya, menggunakan SNI sudah 108 orang maka dinyatakan bahwa mereka pergi menuju masjid mampu memenuhi kebutuhan kebutuhan terhadap sarana peribadatan terdekat dari rumah untuk semua masyarakat yang ada. beribadah kemudian pulang sudah terpenuhi sehingga tidak diperlukan adanya penambahan unit. kembali. Pedagangan · Pengadaan sarana perdagangan · Pemulung membutuhkan · Kebutuhan pemulung dalam mengakses yang ada pada kawasan sarana perdagangan dengan toko kelontong untuk memenuhi permukiman pemulung berupa sistem jual beli yang berbeda kehidupanya belum terpenuhi secara toko kelontong, dilakukan dari sarana perdagangan optimal, terutama pada pemulung yang secara swadaya oleh pada umumnya. Dimana tinggal dipermukiman dengan pola lapak/pengepul dan masyarakat pemulung boleh mengambil menyebar karena toko kelontong yang sekitar. dulu barang yang dibutuhkan ada tidak menggunakan sistem jual beli · Persebaran sarana perdagangan kemudian membayar ketika yang dibutuhkan oleh komunitas memiliki uang. pemulung seperti toko kelontong yang yang berjenis toko kelontong ada pada permukiman pemulung menyebar secara merata pada dengan pola memusat mengingat permukiman pemulung di penyedia toko kelontong tersebut kawasan penelitian. berbeda dimana pada permukiman · Hanya terdapat 2 unit sarana pemulung pola memusat disediakan perdagangan dengan sistem jual oleh lapak/pengepul yang sudah tau beli seperti yang diharapkan latar belakang kebutuhan dan keuangan komunitas pemulung, yakni pemulung sedangkan pada permukiman pada permukiman pemulung pola menyebar disediakan oleh orang dengan pola memusat. Sisanya yang bukan berasal dari komunitas
Karakteristik Sarana Supply Demand dan Prasarana Sarana Peribadatan · Penyediaan sarana peribadatan · Pemulung yang ada
99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6.
No
Ruang Serbaguna
Karakteristik Sarana dan Prasarana Demand
Analisis
commit to user
100
pemulung namun tinggal di permukiman komunitas pemulung sehingga pengertian terhadap kebutuhan dan keuangan komunitas pemulung masih kurang. · Dengan demikian diperlukan adanya peningkatan jangkauan pelayanan dari sarana perdagangan dengan sistem jual beli yang sesuai dengan pemulung harapkan agar dapat memenuhi kebutuhan pemulung di kawasan penelitian. · Serta, diperlukan adanya sosialisasi dari pemerintah sebagai fasilitator kepada pemilik toko kelontong yang berada di sekitar permukiman pemulung terutama dengan pola menyebar agar dalam proses jual beli menggunakan sistem pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pemulung dimana pemulung boleh mengambil barang yang dibutuhkan terlebih dahulu kemudian membayarnya jika sudah ada uang. · Adanya kegiatan pengabdian · Komunitas pemulung pada · Kebutuhan komunitas pemulung masyarakat yang dilakukan oleh permukiman pola memusat terhadap sarana ruang serbaguna masih pihak luar untuk meningkatkan membutuhkan ruang belum bisa terpenuhi, sebab masih kualitas hidup komunitas serbaguna agar dapat terlihat bahwa kegiatan pengabdian pemulung seperti : mengadakan menampung orang – orang masyarakat untuk meningkatkan taraf kegiatan belajar bersama untuk yang mengikuti kegiatan diup komunitas pemulung masih anak – anak pemulung, kegiatan pengabdian masyarakat di dilakukan pada rumah – rumah sosialisasi bagi pemulung dalam kawasan permukimanya, pemulung (terutama pada permukiman mengambil barang bekas agar meskipun dengan ukuran pola memusat) sehingga menyulitkan bisa dijual dengan harga tinggi, yang tidak terlalu luas karena pemulung dalam beraktivitas mengingat dan lain sebagainya. keterbatasan lahan di luasan rumah pemulung yang kecil
menggunakan sistem jual beli secara umum.
Supply
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1.
No
Jaringan Drainase
Karakteristik Sarana dan Prasarana
commit to user
Analisis
Prasarana Bermukim
101
kawasan permukiman terlebih lagi dibeberapa rumah terdapat pemulung. barang bekas yang dikumpulkan, Oleh karena itu dibutuhkan ruangan komunal · Komunitas pemulung pada agar pada saat kegiatan pengabdian pola permukiman menyebar masyarakat berlangsung bisa tidak memerlukan adanya menggunakan ruangan ini sehingga ruang serbaguna di kawasan permukimanya karena masih tidak menyulitkan aktivitas pemulung di dalam rumah. terdapat beberapa rumah yang memiliki teras yang · Luas lahan yang dibutuhkan sebagai cukup luas untuk dijadikan ruang serbaguna pada permukiman sebagai tempat menampung memusat yaitu ± 54 m2. Hal tersebut warga jika ada kegiatan mempertimbangkan luas lahan pada pengabdian masyarakat. permukiman pemulung dan aktivitas yang terjadi didalamnya serta fungsi bangunan jika tidak sedang digunakan ruangan ini bisa digunakan sebagai tempat penyimpanan barang bekas sementara atau gudang penyimpanan peralatan.
Demand
· Penyediaan jaringan drainase · Komunitas pemulung pada · Kebutuhan komunitas pemulung pada pada permukiman pemulung permukiman memusat permukiman pola memusat terhadap dilakukan secara swadaya oleh membutuhkan jaringan terhadap jaringan drainase yang layak masyarakat secara umum drainase pada belum mampu terpenuhi, karena pada termasuk komunitas pemulung permukimannya ukuranya saat membangun jaringan tersier yang tinggal pada permukiman. cukup sempit terkadang lapak/pengepul tidak mengetahui tidak mampu menampung air kriteria ideal dari jaringan drainase · Kondisi eksisting jaringan buangan sehingga sering yang ada sehingga pembuatanya drainase tersier pada terjadi luapan air menuju sisi dilakukan asal jadi dan mampu permukiman pemulung dengan pola memusat ± memiliki lebar kiri dan kanan drainase. digunakan sebagai jalan air buangan menuju jaringan drainase sekunder. 15 cm dan kedalaman 15 cm. · Diperlukan adanya peningkatan kualitas · Integrasi antar jaringan drainase dengan cara menambah luasan jaringan tersier, sekunder dan primer
Supply
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.
No
Jaringan Saniasi MCK komunal privat
pada permukiman pemulung pola memusat tidak begitu baik berbeda dengan eksisting jaringan drainase pada permukiman pola menyebar.
Supply
Demand
da n · Pada permukiman pemulung · Komunitas pemulung yang dan pola memusat jaringan sanitasi tinggal pada permukiman yang ada dibuat komunal, pemulung dengan pola sedangkan pada permukiman memusat maupun menyebar pemulung pola menyebar tidak memerlukan jaringan sanitasi dibuat secara peningkatan kualitas dari privat oleh masing – masing sanitasi yang ada. individu · Komunitas pemulung yang · Jaringan sanitasi di permukiman tinggal pada permukiman pemulung baik pola memusat dengan pola memusat maupun menyebar mengunakan membutuhkan peningkatan kolom resapan. kualitas dari MCK komunal · Penyediaan MCK umum yang ada karena kondisi MCK semuanya nondisediakan secara komunal dan permanen serta kurangnya privat tergantung pada pola kelengkapan pendukung permukiman pemulung. Pada MCK seperti bak mandi dan permukiman pemulung dengan WC. pola memusat terdapat 2 unit MCK komunal yang masing – · Komunitas pemulung yang
Karakteristik Sarana dan Prasarana
commit to user
102
drainase sesuai dengan kebutuhan komunitas pemulung sehingga drainase yang ada pada permukiman pemulung, terutama pada pola memusat mampu menampung debit air buangan sehingga tidak menyebabkan luapan air buangan. · Luas drainase tersier yang dibutuhkan agar mampu menampung debit buangan air bersih pada kawasan permukiman yaitu lebar 30 cm dan kedalaman 30cm, dengan pertimbangan kebutuhan air bersih dan aktivitas yang ada. Bentuk drainase bisa menggunakan drainase tutup agar lahan diatas drainase bisa dimanfaatkan. · Kebutuhan komunitas pemulung terhadap jaringan sanitasi pada kawasan permukiman pemulung baik dengan pola memusat maupun pola menyebar sudah mampu terpenuhi, karena periode pengurasan dari bak penampungan baru dilakukan dalam kurun waktu 3 tahun – 4 tahun. · Jika dilihat dari ketersediaan unit MCK komunal pada permukiman pola memusat sebenarnya sudah mampu memenuhi kebutuhan komunitas pemulung didalamnya, namun kondisinya kurang baik dan minimnya kelengkapan MCK membuat penggunanya menjadi tidak nyaman jika mengakses, sebab pada saat awal pembangunan MCK komunal, pengepul/lapak tidak mempunyai cukup
Analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3.
No
Jaringan Air Bersih
Karakteristik Sarana dan Prasarana tinggal pada permukiman dengan pola menyebar tidak memerlukan adanya peningkatan kualitas MCK karena dirasa sudah cukup layak dan memiliki kelengkapan MCK sesuai kebutuhan pemulung.
masing terdiri dari 2 bilik. Sedangkan pada permukiman pemulung pola menyebar, pada setiap rumah terdapat satu unit MCK dengan kondisi kelengkapan yang baik.
· Jaringan air bersih yang tersedia · Ketersediaan air bersih yang pada sebagian besar kawasan ada pada permukiman permukiman pemulung baik pemulung agak tercemar dengan pola memusat atau pola oleh bakteri yang berasal menyebar berasal dari air tanah dari endapan sampah pada dan air sumur yang kondisi air tempat pembuangan akhir nya cukup layak konsumsi. khususnya yang tinggal di RW 03. Sehingga · Pengadaan pompa air sebagai membutuhkan adanya supply alat untuk memudah kan air bersih yang pemenuhanya penyediaan air bersih dilakukan tidak mengeluarkan uang secara swadaya oleh pemulung.
Demand
Supply
commit to user
103
uang untuk membiayainya sehingga pemenuhan MCK hanya tepenuhi seadanya menurut persepsi lapak/pengepul selau pemilik tanah sehingga diperlukan penanganan agar tidak memperburuk kualitas lingkungan permukiman. Oleh karena itu pemenuhan terhadap kelengkapan sarana pendukung pada MCK komunal bisa dilakukan dengan cara sharing pembiayaan karena pemulung mampu menyisihkan sebagian uangnya atau meminta bantuan kepada pemerintah setempat. · Kebutuhan komuntas pemulung yang tinggal pada permukiman dengan pola menyebar terhadap MCK sudah mampu terpenuhi karena MCK yang ada pengadaanya dibuat secara privat yang tergabung kedalam rumah sehingga untuk meningkatkan kualitas MCK dan pemenuhan kelengkapan merupakan tanggunga jawab dari si pemilik rumah. · Kebutuhan komunitas pemulung yang tinggal di kawasan penelitian terhadap jaringan air bersih belum semuanya terpenuhi terutama bagi komunitas pemulung yang tinggal di RW 03 karena sudah tercemar oleh bakteri akibat dari endapan sampah pada tempat pembuangan akhir. Saat ini kebutuhan air bersih komunitas pemulung untuk konsumsi dipenuhi dengan cara membeli air dai penjual air,
Analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4.
No
Jaringan Listrik
Karakteristik Sarana dan Prasarana Demand
commit to user · Sudah semua kawasan · Pada permukiman komunitas permukiman pemulung pemulung dengan pola terintegrasi oleh jaringan listrik memusat hanya terdapat 1 hal ini dibuktikan dengan unit MCB dengan daya adanya kabel - kabel listrik maksimal 900 put/kwh untuk
yang mahal. · Adanya rencana pemerintah dalam menyediaakan 1 unit · Pada permukiman komunitas tandon air bersih di rw 03 untuk pemulung dengan pola mendukung konsumsi air baku memusat hanya terdapat 1 bagi sawah – sawah di unit pompa air sebagai alat sekitarnya serta untuk distribusi air bersih menuju memenuhi kebutuhan air bersih semua rumah yang ada. masyarakat yang sudah agak Sehingga dikala terjadi tercemar dengan adanya tempat kerusakan pompa air terjadi pembuangan akhir Pojok. kesulitan dalam mendapatkan air bersih. Para · Jenis pompa yang ada pada pemulung harus menuggu setiap rumah di permukiman seharian penuh hingga mesin pemulung baik dengan pola menyebar maupun dengan pola pompa air selesai diperbaiki. memusat rata - rata memiliki · Kebutuhan penghuni rata – kapasitas maksimum sebesar 16 rata terhadap air bersih di liter s/d 30 liter per menit untuk kawasan permukiman memenuhi kebutuhan pemulung sekitar 30 komunitas pemulung yang liter/orang/hari. tinggal
Supply
104
sedangkan untuk mandi dan kebutuhan cuci mereka tetap menggunakan jaringan air bersih eksisting. · Rencana pemerintah dalam pengadaan tandon di air bersih di RW 03 sepertinya cukup tepat karena buruknya kualitas air bersih yang ada sehingga jika terealisasi komunitas pemulung tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan lagi untuk keperluan konsumsi air bersih. · Jumlah orang pada permukiman pemulung dengan pola memusat ± 40 orang. Jika melihat supply air bersih yang hanya dipenuhi oleh satu unit pompa air dan kebutuhan air bersih yang ada maka kebutuhan air bersih dirasa belum mampu terpenuhi secara maksimal sehinnga diperlukan penambahan unit pompa air guna menyuplai pasokan air bersih terutama pada permukiman pemulung dengan pola memusat sangat dibutuhkan. Penambahan unit pompa air disesuaikan dengan kebutuhan aktivitas komunitas pemulung (minimal satu unit) sehingga jika salah satu pompa air rusak pemulung tidak perlu kesulitan dalam memenuhi keperluan air bersih. · Pemenuhan kebutuhan listrik pada permukiman pemulung dengan pola memusat sudah mampu terpenuhi namun kurang maksimal. Karena hanya tersedia satu unit MCB untuk
Analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5.
No
Jaringan gas metan (Prasarana memasak)
Karakteristik Sarana dan Prasarana
commit to user
memenuhi kebutuhan listrik pada setiap rumah yang ada. Dimana pada permukiman pemulung Madura terdapat 20 unit rumah sedangkan permukiman pemulung Trenggalek ada 19 unit rumah. Hal ini menyulitkan pemulung dalam melakukan aktivitasnya karena jika beban listrik yang digunakan berlebih akan sering terjadi penurunan daya atau “anjret”.
yang melintang di permukiman komunitas pemulung. · Pengadaan jaringan listrik disediakan oleh PLN. · Penyediaan daya maksimal listrik pada setiap rumah rata – rata 900 put/kwh baik pada permukiman dengan pola memusat maupun pola menyebar.
· Prasarana gas metan disediakan · Pemulung membutuhkan secara cuma – cuma oleh adanya penambahan jaringan pemerintah dengan cara gas metan pada setiap rumah membangun pipa – pipa gas yang belum memiliki dari tempat pembuangan akhir jangkauan akses. menuju permukiman pemulung. · Pemulung membutuhkan · Pengadaan gas metan sangat adanya sosialisasi dari diperlukan oleh semua tenaga ahli tentang tata cara
Demand
Supply
105
memenuhi kebutuhan semua rumah yang ada pada kawasan permukiman pola memusat oleh karena itu diperlukan adanya penambahan unit dari MCB (minimal 1 unit) untuk mengontrol supply jaringan listrik pada permukiman pemulung dengan pola memusat sehingga beban listrik yang ada tidak terlalu berat dan memudahkan pemulung yang tinggal dalam melakukan aktivitasnya. Terlalu sering terjadi penurunan daya membuat peralaatan elektronik menjadi semakin cepat rusak. · Kurangnya eksisting MCB pada permukiman pemulung dengan pola memusat dikarenakan pada saat pemasangan awal jaringan listrik, lapak/pengepul selaku koordinator dan pemilik lahan merasa kesulitan biaya jika harus memasang 2 unit MCB untuk memenuhi kebutuhan listrik komunitas pemulung yang ada di permukiman miliknya sehingga hanya dilakukan pemasangan satu unit MCB dengan harapan mampu memenuhi kebutuhan. · Kebutuhan komunitas pemulung terhadap sosialisasi tentang tata cara perawatan jaringan gas metan sudah terpenuhi, namun masih belum optimal karena petugastenaga ahli jaringan gas metan tidak tentu datangnya kadang 1 kali/bulan terkadang 1kali/2bulan sehingga menyulitkan komunitas
Analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
No
Karakteristik Sarana dan Prasarana Demand melakukan perawatan jaringan gas metan.
Supply komunitas pemulung terutama yang berprofesi sebagai pemulung karena dapat menghemat biaya, mengingat penghasilan pemulung yang sangat rendah. · Penyediaan dilakukan secara bertahap sampai dengan tahun 2012 baru ada 12 rumah yang memiliki akses terhadap prasarana gas metan yang mana jarak rumah tersebut dengan tempat pembuangan akhir hanya < 500 m.
commit to user
106
pemulung apabila sewaktu – waktu terjadi kerusakan sehingga dikhawatirkan prasarana yang sudah ada menjadi terbengkalai karena pemulung tidak menguasai penggunaanya. Oleh karena itu diperlukan adanya intervensi dari pemerintah terkait dengan jadwal sosialisasi mengenai perawatan gas metan pada setiap rumah agar menjadi lebih jelas sehingga tidak membingungkan komunitas pemulung, intensitas sosialisasi awalnya mungkin bisa dilakukan 4 kali/1 bulan karena teknologi gas metan merupakan hal yang baru bagi komunitas pemulung yang notabenya berpendidikan rendah. · Pemerintah diharapkan mampu memperluas jangkauan akses bagi prasarana gas metan di sekitar tempat pembuangan akhir, karena masih ada ± 70 rumah dari komunitas pemulung yang belum mampu mengakses jaringan gas metan. Pemerintah Kota Kediri belum mampu menyediakan secara langsung karena harus menyiapkan dana yang cukup, selain itu pengadaan gas metan dari timbunan sampah merupakan hal baru sehingga butuh proses dan tahapan serta kajian agar mampu dijadikan sebagai program jangka panjang bagi masyarakat yang mengakses jaringan gas metan.
Analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1.
No
Supply Sarana Bekerja
Demand
Tempat pemilahan · Penyediaan tempat pemilahan · Pemulung membutuhkan dua barang bekas barang bekas dilakukan secara macam tempat pemilahan swadaya oleh pemulung di sampah sesuai fungsinya. permukimannya. Dimana tempat pemilahan tipe A berfungsi sebahai · Tempat pemilahan barang bekas tempat memilah barang hanya terdapat pada berdasarkan jenis barang permukiman pemulung dengan sedangkan tipe B berfungsi pola memusat. sebagai tempat pemilahan · Pemerintah memberikan izin barang bekas berdasarkan kepada pemulung untuk kualitas barang. Karena menggunakan tempat parkir selama ini baru terdapat truk sampah di sektar kawasan tempat pemilahan tipe A tempat pembuangan akhir agar sedangkan untuk memenuhi bisa dijadikan sebagai tempat kebutuhan tempat pemilahan pemilahan barang bekas, begitu tipe B pemulung juga dengan lahan kosong di menggunakan sisa ruang sekitar tempat pembuangan terbuka di sekitar akhir. permukimannya.
Karakteristik Sarana dan Prasarana
commit to user
107
· Kebutuhan komunitas pemulung terhadap tempat pemilahan barang bekas saat ini hanya mampu terpenuhi satu jenis saja sebanyak satu unit terutama pada permukiman dengan pola memusat, komunitas pemulung memiliki hambatan unuk memenuhinya karena keterbatasan lahan pada kawasan permukiman yang ditinggalinya. Oleh karena itu sebagian besar dari pemulug berinisiatif untuk memanfaatkan lahan kosong yang ada disekitar tempat pembuangan akhir sebagai tempat pemilahan barang bekasbermodalkan izin pemerintah. Namun ketersediaan lahan terbuka dan garasi teuk sampah yang ada masih belum mampu memenuhi kebutuhan semua pemulung terhadap pemenuhan sarana ini sehingga pemulung yang tinggal pada permukiman pola memusat terpaksa membawa pulang barang bekas yang dikumpulkan untuk dipilah pilah pada tempat pemilahan eksisting hal ini cukup menyulitkan komunitas pemulung karena tidak ada pembagian lahan secara jelas terutama untuk tempat pemilahan barang. · Luas lahan eksisting yang digunakan sebagai tempat pemilahan barang berdasarkan dengan jenisnya (tipe A) yaitu ± 36 m2. Hal ini jelas tidak memberikan kenyaman bagi pemulung
Analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.
No
Supply
Demand
secara swadaya oleh komunitas pemulung sangat penting pemulung. karena dapat membatu · Kualitas tempat penyimpanan pemulung dalam menyimpan barang yang dikumpulkan barang bekas komunal pada sebelum dijual secara rapi permukiman komunitas dan tidak tercecer agar tidak pemulung kondisinya kurang terkesan kumuh. layak karena hanya dilindungi oleh asbes yang sudah agak · Tempat penyimpanan barang rusak bekas sangat membantu · Tempat penyimpanan barang pemulung terutama dalam hal menjaga kualitas barang bekas rata-rata dilakukan oleh bekas tertentu sebelum dijual pemulung didalam rumahnya baik kepada lapak/pengepul jika terdapat ruangan kosong, maupun kepada agen dan namun ada juga tempat industri daur ulang. penyimpanan barang bekas secara komunal pada
Tempat penyimpanan · Pengadaan sarana tempat · Peran tempat penyimpanan penampungan barang dilakukan barang bekas bagi komunitas barang bekas
Karakteristik Sarana dan Prasarana
commit to user
108
apabila harus berbagi lahan dengan sarana pemilahan barang berdasarkan kualitasnya (Tipe B). oleh karena itu diperlukan lahan tersendiri untuk sarana pemilahan barang berdasarkan kualitas (Tipe B) seluas 25 m2 – 30 m2, ukuranya memang lebih kecil karena disesuaikan dengan aktivitas yang terjadi didalamnya. · Pemerintah diharapkan memberikan ketetapan pasti terhadap peruntukan lahan kosong yang ada di sekitar tempat pembuangan akhir untuk dijadikan sebagai tempat pemilahan barang, sehingga pemulung bisa lebih leluasa dalam melakukan aktivitasnya. · Pada permukiman pemulung baik dengan pola memusat dan pola menyebar, sebenarnya sudah terdapat tempat penyimpanan barang bekas namun karena keterbatasan lahan dan ketiadaan biaya kualitasnya masih kurang baik, oleh karena itu dibutuhkan adanya peningkatan kualitas terhadap tempat penyimpanan barang bekas baik secara individu maupun komunal disesuaikan dengan pola permukiman dan kebutuhan komunitas pemulung didalamnya. · Luas eksisting lahan sebagai tempat penyimpanan barang bekas komunal yaitu 9 m2 saat ini baru terdapat satu unit tempat penyimpanan barang komunal pada setiap permukiman
Analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3.
No permukiman pemulung dengan pola memusat.
Supply
Demand
keranjang, timbangan dan karung pada permukiman pemulung baik pola memusat maupun menyebar karena penyimpanan barang masih dilakukan pada setiap ruangan yang ada di rumah para pemulung.
komunitas pemulung yang kesulitan mencari peralatanya karena barang tersebut bercampur dengan barang barang bekas yang ada di rumah pemulung.
Gudang penyimpanan · Tidak ada gudang penyimpanan · Gudang penyimpanan barang peralatan seperti garu, diperlukan karena banyak peralatan
Karakteristik Sarana dan Prasarana
commit to user
109
pemulung, seharusnya pada setiap permukiman memusat terdapat dua unit tempat penyimpanan barang untuk memudahkan pemulung dan lapak/pengepul melakukan aktivitas jual beli barang. · Pada permukiman pemulung dengan pola menyebar bentuk tempat penyimpanan berbentuk privat dengan luasan eksisting menyesuaikan dengan luas ruangan kosong pada suatu rumah. Sebaiknya barang bekas tidak disimpan didalam rumah, melainkan diluar rumah dan ditata rapih sehingga memberikan rasa nyaman bagi penghuninya. · Kebutuhan komunitas pemulung terhadap gudang penyimpanan belum terpenuhi, karena keterbatasan lahan yang ada serta perilaku dari komunitas pemulung sendiri yang terkesan sembarangan, hal ini ditunjukan dengan masih ditemukanya peralatan yang bercampur dengan barang daur ulang. · Pengadaan gudang penyimpanan disesuaikan pada kebutuhan ruang yang ada, pada permukiman pemulung dengan pola memusat, gudang penyimpanan peralatan bisa diadakan secara komunal di lahan kosong yang masih belum dioptimalkan, sedangkan pada permukiman pemulung dengan pola menyebar, penyimpanan peralatan bisa dilakukan pada teras rumah atau lahan kosong dibelakang rumah dengan
Analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5.
4.
No
Supply
Demand
commit to user · Pengadaan tempat beristirahat · Pemulung membutuhkan dilakukan oleh pemulung yang tempat beristirahat yang bekerja disekitar tempat layak, karena kondisi pembuangan akhir. Jarak tempat bangunan yang non berteduh dengan tempat permanen. pembuangan akhir hanya 10 m · Pemulung membutuhkan dengan kondisi bangunan yang adanya kejelasan terkait izin non permanen sehingga yang diberikan pemerintah memberikan visualisasi
komunitas yang disediakan oleh pemulung terhadap sarana pemerintah hanyalah gerobak transportasi terutama dalam sampah untuk keperluan hal bekerja sepertinya sudah mengangkut sampah dari rumah cukup terpenuhi. – rumah penduduk yang ada di · Tidak ada ketentuan baku kelurahan pojok menuju tempat bagi komunitas pemulung pembuangan akhir. dalam menggunakan sarana · Sarana transportasi yang transportasi yang mereka digunakan oleh komunitas butuhkan. Penentuan pemulung disesuaikan oleh profesi penggunaan sarana serta muatan dan tujuan mau transportasi berdasarkan kemana barang tersebut dibawa. pada rasa kenyamanan bagi · Pengadaan sarana transportasi penggunanya. penunjang dilakukan secara swadaya baik oleh pemulung, lapak/pengepul dan agen
Transportasi · Penyediaan sarana transportasi · Pemenuhan
Tempat Berisitirahat
Sarana bekerja
Karakteristik Sarana dan Prasarana
110
luasan sesuai yang dibutuhkan oleh komunitas pemulung ± 4 m2. · Kebutuhan komunitas pemulung terhadap sarana transportasi penunjang sudah terpenuhi, sebab tidak adanya keluhan dari komunitas pemulung dalam menggunakan sarana transportasi pendukung pekerjaanyanya sehingga belum diperlukan adanya peningkatan kualitas sarana transportasi bekerja untuk menunjang aktivitas komunitas pemulung meskipun setiap pemulung menginginkan adanya sarana transportasi untuk mobilisasi secara umum namun bukan untuk bekerja. · Demi menjaga eksistensi pemulung ada baiknya jika pemerintah juga menyediakan sarana gerobak bagi pemulung agar memudahkan aktivitas bekerja pemulung, mengingat kondisi beberapa gerobak ada yang kurang layak untuk digunakan dalam beraktivitas. Selain itu penyediaan gerobak hanya fokus pada gerobak sampah pada setiap kelurahan saja. · Kebutuhan komunitas pemulung terhadap tempat beristirahat sudah terpenuhi, namun belum bisa dikatakan layak karena belum adanya izin tertulis dari pemerimtah membuat pemulung menjadi ragu untuk merenovasi tempat berteduh eksisting, para pemulung khawatir tiba - tiba pemerintah memindahkah tempat berteduh yang
Analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1.
No karena sampai saat ini belum ada izin tertulis, hanya berupa instruksi saja.
kekumuhan. · Peran pemerintah dalam pengadaan tempat berteduh hanya sebagai pemberi izin.
sudah mereka renovasi padahal sudah keluar uang untuk merenovasi tempat tersebut. · Dibutuhkan adanya peningkatan kualitas sarana tempat beristirahat dan penataan ulang tempat beristirahat agar visu alisasi kawasan tidak terkesan kumuh. · Eksisting luas tempat berteduh pada seitap bilik yaitu ± 6 m2 , biasanya di isi 2 orang – 3 orang bentk bangunan berbentuk semi terbuka, hanya tertutupi sisa – sisa kain spanduk agar memberikan rasa teduh bagi pemulung didalamnya.
Analisis
commit to user
111
lampu · Penyediaan prasarana penerangan yang sekitar dilakukan pemerintah sudah cukup berupa lampu penerangan di kawasan TPA cukup nyata meskipun peruntukanya tidak sekitar koridor jalan TPA menyulitkan pemulung begitu memberikan manfaat yang sebanyak 6 unit, dengan dalam beraktivitas pada signifikan bagi komunitas pemulung harapan untuk memudahkan malam hari. karena hanya memberikan pengadaan akses bagi orang yang ingin · Pemulung lampu penerangan pada setiap koridor membutuhkan melakukan aktivitas di tempat jalan, bukan pada TPA. lampu penerangan yang pembuangan akhir sampah lebih terang dari pada lampu · Kebutuhan lampu penerangan pada termasuk komunitas pemulung. penerangan eksisting pada tempat pemilahan belum terpenuhi · Penyediaan lampu penerangan tempat pemilahan barang karena tidak begitu terang, sehingga pada sarana pendukung agar mumudahkan menyulitkan pemulung jika melakukan aktivitas bekerja yang ada di melakukan aktivitas aktivitas pemilahan dan pengepakan barang pada malam hari, mengingat daya kawasan permukiman pemulung pemilahan dan pengepakan pada permukiman tidak begitu besar. seperti tempat pemilahan barang pada malam hari. barang, tempat penyimpanan · Jarak antar unit lampu penerangan barang disediakan secara eksisting pada koridor jalan TPA yaitu swadaya oleh pemulung. ± 35 m. jarak tersebut dirasa kurang · Tidak terdapat lampu optimal. Oleh karena itu diperlukan
Prasarana Bekerja
Demand
Supply
Prasarana listrik dan · Selain PLN, Pemerintah juga · Belum adanya menyediakan prasarana listrik penerangan di penerangan
Karakteristik Sarana dan Prasarana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Demand
· Jalan utama menuju tempat · Luasan jalan yang cukup pembuangan akhir sampah ideal pada setiap koridor di Seperti jalan TPA disediakan permukiman pemulung oleh pemerintah melalui Dinas memudahkan komunitas Pekerjaan Umu m. pemulung dalam beraktivitas terutama bagi · Sedangkan jalan setapak lapak/pengepul dan agen disediakan oleh kelurahan dalam melakukan kegiatan melalui kegiatan PNPM, jual beli barang, karena kondisi jalan baik, terbuat dari dalam melakukan kegiatan paving blok. Digunakan oleh menjual barang, mereka beberapa pemulung untuk menuju tempat pembuangan menggunakan truk atau mobil pick up. akhir.
penerangan pada tempat pembuangan akhir dan koridor jalan pintas menuju TPA.
Supply
kabel – kabel penghubung yang telepon kabel. ditujukan menuju rumah rumah · Sebagian besar komunitas penduduk. pemulung baik yang
Prasarana Jaringan · Jaringan telepon kabel · Tidak ada pemulung yang disediakan oleh telkom melalui rumahnya menggunakan Telekomunikasi
Prasarana Jalan
2.
3.
Karakteristik Sarana dan Prasarana
No
112
penambahan unit lampu baik pada koridor jalan TPA maupun jalan pintas menuju TPA serta penataan terhadap jarak lampu jalan agar koridor jalan menjadi lebih terang sehingga memberikan rasa aman dan nyaman pada pengguna jalan. Selain itu diperlukan penambahan lampu penerangan juga pada tempat pembuangan akhir agar dapat memantau aktivitas yang ada serta memu dahkan komunitas pemulung jika bekerja pada malam hari. · Sebagian besar jalan yang sering digunakan oleh aktivitas pemulung memang sudah cukup terpenuhi, baik dari dari sisi luasan karena sudah bisa dilewati truk sampah dan truk agen serta pengepul sehingga memudahkan komunitas pemulung dalam melakukan aktivitas untuk menjual barang, begitu juga dengan kondisi fisik jalan yang cukup baik karena sudah diaspal, meskipun ada beberapa kerusakan kecil yang berpotensi mengurangi rasa nyaman orang yang melewatinya sehingga diperlukan bantuan dari pemerintah dalam melakukan monitoring dan perawatan pada jalan eksisting agar kondisinya tetap baik. · Kebutuhan komunitas pemulung dalam mengakses sarana telekomunikasi sudah terpenuhi karena beberapa signal telepon seluler dari berbagai macam provider sudah mampu dijangkau pada
Analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4.
No
Prasarana air bersih
Karakteristik Sarana dan Prasarana berprofesi sebagai pemulung, pengepul/lapak dan agen menggunakan telepon seluler sebagai alat telekomunikasi.
· Penyediaan jaringan telepon nirkabel dilakukan dengan cara mendirikan tower – tower pemancar signal oleh provider. Dikawasan penelitian terdapat satu unit tower provider telepon seluler.
commit to user Sumber : Analisis Peneliti
· Penyediaan air bersih di · Selain untuk kebutuhan permukiman komunitas dasar pemulung pemulung disupply oleh PDAM, menggunakan air bersih sumur gali, sumur pompa. untuk mencuci barang bekas · Jenis pompa yang ada pada setiap yang dikumpulkanya agar rumah di permukiman pemulung kualitas barang semakin baik baik dengan pola menyebar dan meningkatkan harga jual maupun dengan pola memusat barang. rata - rata memiliki kapasitas · Kebutuhan pemulung dalam maksimum sebesar 16 liter s/d 30 melakukan kegiatan liter per menit untuk memenuhi pencucian barang bekas kebutuhan komunitas pemulung membutuhkan air rata - rata yang tinggal. sebanyak 40 liter/100kg.
Demand
Supply
113
setiap permukiman komunitas pemulung sehingga tidak diperlukan adanya penambahan jaringan telekomunikasi baik telepon kabel maupun telekomunikasi seluler. · Penggunaan sarana telekomunikasi oleh komunitas pemulung bukan merupakan prioritas utama, terutama yang bekerja sebagai pemulung. Karena menurut pemulung pengeluaran untuk kebutuhan membeli pulsa bagi cukup besar, sehingga akan membebani kebutuhan dasar pemulung · Bagi lapak/pengepul dan agen penggunaan telekomunikasi sangat penting terutama untuk mengetahui informasi harga barang bekas sehingga tidak salah dalam melakukan kegiatan jual beli barang bekas. · Penggunaan air bersih oleh komunitas pemulung sangat diperlukan terutama untuk mencuci barang bekas yang dikumpulkan agar kualitas barang semakin bagus sehingga harga jualnya meningkat. Kebutuhan tersebut sudah mampu terpenuhi meskipun belum optimal. Dengan melihat kapasitas maksimum pompa air yang ada saat ini maka pemenuhan air yang ada dirasa masih kurang sehingga diperlukan adanya penambahan unit pompa air (minimal satu unit) untuk mendukung supply air bersih.
Analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI PENUTUP
A.
Kesimpulan Karakteristik komunitas pemulung pada kawasan penelitian didasari oleh klasifikasi komunitas pemulung yaitu pemulung,lapak dan agen yang dikenali melalui pola pekerjaanya dimana setiap profesi memiliki aktivitas yang berbeda – beda baik dalam aktivitas bermukim maupun aktivitas bekerja. Hal ini mempengaruhi karakteristik permukiman pemulung baik dari sisi pola permukiman dimana terdapat pola permukiman memusat yang mana kondisi fisik bangunan berbentuk non-permanen sedangkan pola permukiman menyebar yang sebagian besar kondisi fisik bangunanya berbentuk permanen meskipun masih ada yang berbentuk semi permanen. Sikap pemerintah terhadap komunitas pemulung dalam menyediakan sarana dan prasarana pada permukiman pemulung memang belum optimal, namun sudah ada upaya dari pemerintah untuk mencoba memenuhi apa saja kebutuhan yang dikehendaki oleh komunitas pemulung seperti menyediakan jaringan gas metan untuk memasak serta di izinkanya pemulung menggunakan lahan parkir truk sampah sebagai sarana untuk memilah barang – barang bekas. Karakteristik penyediaan sarana dan prasarana pada permukiman komunitas pemulung memang belum ada standart ketentuan yang baku, baik dalam penyediaan jumlah sarana maupun jangkauan pelayanan. Namun dari aktivitas bermukim dan aktivitas bekerja yang dilakukan oleh komunitas pemulung diketahui bahwa sarana bermukim yang dibutuhkan oleh komunitas pemulung adalah : rumah, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, dan sarana perdagangan dan jasa serta ruang serbaguna. Sedangkan untuk prasarana bermukim yang ada adalah jaringan listrik,jaringan air bersih, jaringan drainase, jaringan sanitasi dan MCK serta prasarana memasak. Kemudian untuk sarana bekerja yang dibutuhkan komunitas pemulun adalah : tempat pemilahan barang bekas, tempat penampungan barang bekas, tempat penyimpanan peralatan, tempat berteduh, sarana transportasi, dan tempat parkir. Selain itu untuk prasarana bekerja pada komunitas pemulung adalah parasarana penerangan, jaringan jalan dan jaringan telekomunikasi serta air bersih.
commit to user
114
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Meskipun belum ada kebijakan secara tertulis dari pemerintah terkait penyediaan sarana dan prasarana pada komunitas pemulung dalam mendukung komunitas pemulung beraktivitas akan tetapi pemerinta sudah berupaya untuk menyediakan terselenggaranya sarana dan prasarana permukiman di Kelurahan Pojok meskipun belum semua yang disediakan bersinggungan langsung terhadap permukiman pemulung. B.
Saran Dalam melakukan penelitian ini peneliti merasa kesulitan terutama dalam mendapatkan data terkait kebijakan terhadap penyediaan sarana dan prasarana permukiman pemulung. Hampir sebagian pemerintah hanya memiliki kebijakan yang terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana permukiman secara umum, kemudian diharapkan kedepanya jika ada penelitian ini ingi diteliti kembali diharapkan untuk mencari lokus baru agar dapat diketahui fenomena baru tentang karakteristik komunitas pemulung dan permukimanya sehingga analisis yang dihasilkan terkait dengan pemenuhan sarana dan prasarana bisa diujikan ke dalam penelitian tersebut apakah ada kesamaan karakteristik pada permukiman pemulung lainnya atau tidak. Selain itu butuh adanya pendekatan dan intervensi dari pemerintah secara komprehensif terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana permukiman agar secara spesifik dapat dikenali peneyediaan sarana dan prasarana permukiman komunitas pemulung.
commit to user
115