TUGAS AKHIR ANALISIS CACAT POROSITAS GAS PADA PRODUK HIGH PRESSURE DIE CASTING di PT. CHEMCO HARAPAN NUSANTARA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Disusun oleh : HEDWYN BUSYAERY 4130412-050
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2007
i
LEMBAR PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
: Hedwyn Busyaery
N.I.M
: 4130412-050
Jurusan
: Teknik Mesin
Fakultas
: Teknologi Industri
Judul Skripsi : Analisis Cacat Porositas Gas Pada Produk High Pressure Die Casting di PT. Chemco Harapan Nusantara Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mercu Buana. Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Penulis,
Hedwyn Busyaery
ii
LEMBAR PENGESAHAN ANALISIS CACAT POROSITAS GAS PADA PRODUK HIGH PRESSURE DIE CASTING di PT. CHEMCO HARAPAN NUSANTARA
Disusun Oleh : Nama
: Hedwyn Busyaery
NIM
: 4130412-050
Jurusan
: Teknik Mesin
Mengetahui Pembimbing
Koordinator TA / KaProdi
( Dr. Abdul Hamid, M.Eng. )
( Ir. Rully Nutranta, M.Eng. )
iii
ABSTRAK ANALISIS CACAT POROSITAS GAS PADA PRODUK HIGH PRESSURE DIE CASTING di PT. CHEMCO HARAPAN NUSANTARA
Dalam penyusunan tugas akhir ini, dianalisa cacat porositas gas dan porositas penyusutan akibat pembekuan dapat terjadi karena proses peleburan, penuangan, kondisi cetakan dan komposisi material tidak sesuai parameter proses produksi. Komposisi paduan material Al-Si tuang ini yaitu Fe, Mn, Mg, Zn, Ni dan Sn mengalami penyimpangan target yang lebih tinggi jika di bandingkan standar JIS. Penambahan unsur pemadu yang berlebihan dapat menimbulkan terjadinya fasa intermetalik. Hasil pengamatan substruktur mikro atau foto EDAX pada area cacat porositas gas sample No.5, daerah pembekuan akhir dekat dinding inti memiliki prosentase atom Si = 22.34 % dan Fe = 11.89 %. Hasil penelitian pengaruh unsur Fe pada ingot ADC-12 produk HPDC secara signifikan menunjukan semakin tinggi Fe semakin banyak fasa β atau fasa intermetalik berada disekitar cacat tersebut. Keberadaan Si dan Fe kritis yang terlewati akan cenderung membentuk fasa β atau Al5FeSi yang bersifat sebagai pengotor. Inklusi fasa intermetalik yang berbentuk plate ini akan menurunkan sifat mekanik.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat kepada Allah SWT, karena hanya berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini dengan judul “Analisa Cacat Porositas gas Pada Produk High Pressure Die Casting di Pt. Chemco Harapan Nusantara ”. Tugas akhir ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi pada fakultas Teknik Industri jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana. Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan mendalam kepada : Bapak Dr. Abdul Hamid, M.Eng, selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini. .2 Bapak Ir. Rully Nutranta, M.Eng. selaku KaProdi Jurusan Teknik Mesin yang telah banyak memberikan dukungan selama proses penulisan tugas akhir ini. .3 PT. Chemco Harapan Nusantara, Bapak Nur Hakim yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk melakukan penelitian ini dan seluruh personel PT. Chemco yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini. .4 Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam penulisan tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih terdapat banyak kekurangan oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Penulis mengharapkan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan. Jakarta, 16 Februari 2007 Hedwyn Busyaery
v
DAFTAR ISI Halaman Judul ........................................................................................i Halaman Pernyataan ...............................................................................ii Halaman Pengesahan ..............................................................................iii Abstrak ................................................................................................... iv Kata Pengantar ....................................................................................... v Daftar Isi .................................................................................................vi Daftar Tabel ............................................................................................ix Daftar Gambar ........................................................................................x BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................1 1.1
Latar Belakang ........................................................... 1
1.2
Tujuan Analisis Kegagalan Produk .............................2
1.3
Ruang Lingkup Penelitian ...........................................2
1.4
Metodologi Analisis Kegagalan Produk...................... 3
1.5
Sistematika Penulisan...................................................3
BAB II DASAR TEORI .......................................................................4 2.1
Data Kegagalan Produk ..................................................5
2.2
Diagram Alir Proses Die Casting dan Peleburan ........... 7
2.3
Parameter Proses HPDC .................................................7
2.4
Komposisi Material ........................................................ 8
2.5
Spesifikasi Paduan ADC-12 ...........................................9
2.6
Karakteristik Cacat Porositas ......................................... 9
2.7
Karakteristik Paduan Al-Si .............................................10
2.8
Proses Peleburan dan Penuangan ................................... 13 2.8.1
Pemilihan Peralatan Peleburan ..........................14
2.8.2
Cawan Tuang Otomatis ......................................15
vi
2.9
Proses Die Casting ......................................................... 15 2.9.1
Proses Hot Chamber ...........................................16
2.9.2
Proses Cold Chamber ......................................... 17 2.9.2.1 Prinsip Kerja HPDC ................................18 2.9.2.2 Tahap Pertama ( Cavity Filling Time )......... 18 2.9.2.3 Tahap Kedua ( Shot Time ) .................... 19 2.9.2.4 Tahap Ketiga ( Consolidation Time ) 20
BAB III HASIL PENGUJIAN DAN EVALUASI SPESIMEN ........... 21 3.1
Hasil Pengujian Komposisi Material ..............................21
3.2
Pengamatan Secara Makro ............................................. 21
3.3
Pengamatan Secara Mikro ..............................................23
3.4
Pengamatan Substruktur Mikro ......................................24
3.5
Pengujian Sifat Mekanik ( Kekerasan ) ..........................27
3.6
Metode Optimas Untuk Menghitung Prosentase Porositas ......................................................................... 28
BAB IV ANALISA CACAT POROSITAS GAS .................................30 4.1
Pengaruh Proses Produksi Terhadap Cacat Porositas gas ...................................................................................30 4.1.1
Proses Peleburan dan Permasalahan .................. 30
4.1.2
Penyebab Terjadinya Porositas Gas dan Cara Mengatasi ........................................................... 32
4.2
Mekanisme Terbentuknya Fasa Intermetalik ................. 34
4.3
Pengaruh Prosentase Fe Terhadap Terjadinya Cacat Susut Mikro .................................................................... 37
vii
4.4
Mekanisme Terbentuknya Porositas Susut Mikro ......... 37
4.5
Pengaruh Jarak Pembekuan Terhadap Cacat Porositas Gas ..................................................................................41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................44 6.1
Kesimpulan ....................................................................44
6.2
Saran ............................................................................44
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel II.1
Parameter proses produksi HPDC produk hub/ tromol sepeda motor
8
Tabel II.2
Standart ADC-12
8
Tabel II.3
Spesifikasi paduan 383.0 (ADC-12)
9
Tabel II.4
Pengaruh unsur pemadu pada aluminium tuang
12
Tabel III.1 Hasil Pengujian komposisi kimia unsur paduan material produk hub/ tromol
21
Tabel III.2 Data pengujian nilai kekerasan pada lima sample penelitian 27 Tabel III.3 Prosentase porositas dan nilai kekerasan
29
Tabel IV.1 Perbandingan komposisi ingot dengan hasil spektrometri dan standar ingot JIS
36
Tabel IV.2 Perbedaan hasil pengujian spektrometri dengan standar JIS ADC-12
36
Tabel IV.3 Hubungan nilai kekerasan dengan prosentase porositas
ix
41
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1Diagram alir pengujian dan analisis cacat porositas gas
4
Gambar 2.2Letak hub/ tromol pada sepeda motor
5
Gambar 2.3Foto data kegagalan produk hub/ tromol sepeda motor
6
Gambar 2.4Konstruksi sistem pengecoran hub/ tromol
6
Gambar 2.5Diagram alir proses pembuatan produk die casting
7
Gambar 2.6Struktur ingot yang melukiskan berbagai gambaran Makrostruktur
10
Gambar 2.7Diagram fasa Al-Si
11
Gambar 2.8Pengaruh prosentase unsur paduan terhadap tegangan permukaan
12
Gambar 2.9Dapur peleburan dengan pintu didepan
14
Gambar 2.10Konstruksi die casting jenis hot chamber process
16
Gambar 2.11Konstruksi die casting jenis cold chamber process
17
Gambar 2.12Konstruksi HPDC
18
Gambar 2.13Diagram pengukuran injeksi tiga tahap
19
Gambar 2.14Diagram pengukuran kedua
20
Gambar 3.1Foto makro cacat porositas pada area terjadinya cacat awal dengan pembesaran 15X
22
Gambar 3.2Foto struktur mikro dari awal sampai akhir pembekuan dengan pembesaran 300X
23
Gambar 3.3Foto struktur mikro sampel 5 dengan pembesaran 600X
24
Gambar 3.4Foto EDAX pada sampel 5 terdapat cacat retak mikro, inklusi oksida, porositas mikro dan susut mikro
x
25
Gambar 3.5Hasil pengamatan substruktur mikro dengan EDAX sample no. 5
26
Gambar 3.6Metode optimas menghitung prosentase porositas pada sample no. 3
28
Gambar 4.1Grafik kelarutan hidrogen dalam aluminium pada tekanan atm ( 760 mmHg )
31
Gambar 4.2.aHubungan kelarutan gas , tekanan dan porositas
31
Gambar 4.2.bProsentase porositas dan hidrogen
31
Gambar 4.3.aFoto cacat porositas gas sampel 5 dengan pembesaran 15X
33
Gambar 4.3.bFoto cacat porositas sampel 4 dengan pembesaran 15X
33
Gambar 4.4.aFoto hasil produk setelah dilakukan fluxing sampel 4 dengan pembesaran 15X
34
Gambar 4.4.bFoto hasil produk setelah dilakukan fluxing sampel 5 dengan pembesaran 15X
34
Gambar 4.5.aFoto EDAX sampel 5 tanpa dietsa dengan pembesaran 3000X
35
Gambar 4.5.bFoto EDAX sampel 5 dietsa dengan pembesaran 1500X 35 Gambar 4.6.aDiagram tener Al-Si fasa cair
38
Gambar 4.6.bDiagram tener Al-Si-Fe fasa padat
39
Gambar 4.7Diagram fasa tener Al-Si-Fe memperlihatkan alur pembekuan
40
Gambar 4.8Grafik hubungan prosentase porositas dengan nilai kekerasan
42
Gambar 4.9Grafik hubungan antara porositas dengan jarak pembekuan42
xi
xii
TUGAS AKHIR ANALISIS CACAT POROSITAS GAS PADA PRODUK HIGH PRESSURE DIE CASTING di PT. CHEMCO HARAPAN NUSANTARA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Disusun oleh : HEDWYN BUSYAERY 4130412-050
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2007
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang High pressure die casting (HPDC) merupakan salah satu pengembangan teknologi pembentukan logam dengan cetakan permanent dimana logam cair dimasukan kedalam cetakan menggunakan tekanan yang tinggi. Metode ini diharapkan
dapat
mengatasi
kelemahan–kelemahan
pada
teknik
tuang
konvensional (gravity die casting) yaitu masalah gating sistem, penyusutan, kecepatan produksi dan investasi. Dengan kecepatan dan tekanan yang tinggi akan menghasilkan permukaan yang halus, sifat mekanik dapat ditingkatkan dan kerapatan yang lebih tinggi. Maka produk dari HPDC untuk produk ini tidak perlu dilakukan perlakuan panas (heat treatment).(1) Industri die casting bertekanan tinggi pada umumnya menggunakan paduan aluminium- silikon. Hampir 90 % industri otomotif menggunakan paduan ini dan di USA dikenal dengan paduan 380.0.(2) Material Analisis Kegagalan Produk ini menggunakan paduan aluminium dengan silikon 9,6-12 % yang menurut JIS dikenal dengan paduan ADC-12 yang sama dengan komposisi paduan 380.0 menurut standar ASM. Paduan ini dapat ditingkatkan kekuatannya dengan menambah sedikit Cu, Fe, Zn, Mn dan unsur- unsur lainnya. Penambahan unsur pemadu diharapkan dapat menghasilkan ingot yang berstandar peleburan. Sebaliknya penambahan yang tidak sesuai khususnya unsur Fe dapat membentuk senyawa intermetalik (Al5FeSi) yang bersifat pengotor yang dapat menimbulkan cacat tambahan yaitu berbentuk porositas susut mikro. Pada konstruksi HPDC, cetakan dibuat menjadi satu dan digerakan secara otomatis untuk proses penuangan, penekanan logam cair serta pemisahan benda tuang dengan cetakan. Disamping injection pressure die yang tinggi (750 kg.f/cm2)
(3)
paduan aluminium cair ini mudah menyerap hidrogen dan mudah
teroksidasi. Gas hidrogen yang larut dalam aluminium cair tidak larut dalam aluminium padat. Maka apabila Al cair mengandung hidrogen membeku, gas
hidrogen akan keluar membentuk pori-pori gas yang merupakan bentuk cacat porositas gas pada benda tuang tersebut. Problematika di lapangan menunjukan secanggih apapun teknologi dan sumber daya manusia faktor kegagalan produk tetap ada walaupun kecil 4-5% seperti hasil produk di PT. Chemco Harapan Nusantara ini. Kegagalan awal produk ini ditandai adanya porositas penyusutan di daerah pemesinan. Sedangkan cacat pada bagian dalam berbentuk porositas gas baik skala makro maupun mikro dan porositas susut mikro yang lebih banyak jumlahnya. Selain parameter proses produksi HPDC yang dapat berdampak terjadinya cacat porositas gas, maka perlunya mempelajari juga mekanisme terbentuknya fasa intermetalik β-(Al5FeSi) yang keberadaannya akan mempengaruhi jumlah cacat porositas penyusutan mikro. Hasil analisis dapat dikaji, disusun dan digunakan untuk meminimalkan atau mencegah terulangnya cacat-cacat yang serupa. 1.2.Tujuan Analisis Kegagalan Produk Penelitian analisis cacat porositas gas pada produk high pressure die casting ini dilakukan untuk : 1. Mempelajari mekanisme terjadinya cacat porositas gas dan porositas susut mikro. 2. Mempelajari pengaruh fasa intermetalik pada paduan Al-Si tuang terhadap terjadinya cacat porositas susut mikro. 3. Menganalisis pengaruh cacat porositas terhadap sifat mekanik. 1.3.Ruang Lingkup Penelitian Penelitian atau Analisis Kegagalan Produk Casting tentang “Analisis Cacat Porositas Gas Pada Produk High Pressure Die Casting di PT. Chemco Harapan Nusantara” ini difokuskan pada dua cacat porositas gas dan porositas penyusutan mikro, mengingat kedua cacat ini yang paling dominan dengan sample produk Hub Front Disc 4NS-01 (Tromol depan sepeda motor).
1.4.Metodologi Analisis Kegagalan Produk Tugas akhir ini dapat terlaksana dengan melalui beberapa tahapan yang meliputi pemilihan produk casting yang secara visual mengalami cacat khususnya pada bagian pemesinan sehingga produk tersebut dinyatakan mengalami kegagalan. Setelah difoto dan digambar produk tersebut, area dekat cacat awal dipotong-potong untuk dianalisis lebih lanjut. Sedangkan pengujiannya antara lain: spektrometri, struktur mikro, sifat mekanik khususnya kekerasannya dan pengamatan substruktur mikro (EDAX) untuk menentukan kualitas cacat dalam produk tersebut. Tahap berikutnya penelusuran pustaka/spesifikasi/manual yang berkaitan dengan karateristik cacat porositas gas dan mikro porositas, karateristik paduan Al – (9,6–12) Si atau ADC 12 dan unsur-unsur pemandu yang dapat menyebabkan terjadinya cacat mikro porositas. Parameter proses produksi yang meliputi proses peleburan dan penuangan, serta kondisi /prinsip kerja HPDC. Untuk melengkapi analisis cacat tersebut dilakukan dua percobaan. Pertama tentang pengaruh fasa intermetalik dengan memvariasi jumlah unsur Fe dalam paduan Al-Si. Hasil yang diharapkan dapat menentukan pengaruh prosentase unsur Fe terhadap prosentase cacat porositas penyusutan mikro. Kedua pengaruh proses produksi terhadap prosentase cacat porositas gas. 1.5.Sistematika Penulisan Garis besar isi skripsi dapat tercermin dalam sistematika ini, dimana setiap bab saling menunjang secara berurutan dari yang umum akan mengerucut dan memberi alasan kearah kesimpulan. Sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I.
Pendahuluan, berisikan latar belakang, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II. Dasar teori Bab III. Hasil pengujian dan evaluasi spesimen. Bab IV. Analisis cacat porositas. Bab V. Kesimpulan dan saran. Merupakan muara dari hasil analisis data penelitian ini.
4
BAB II DASAR TEORI Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi di lapangan dan pengamatan secara langsung terhadap proses produksi. Studi literatur/journal/ spesifikasi serta konsultasi dengan dosen pembimbing dan praktisi di industri. Sedangkan analisis terhadap terjadinya kegagalan produk HPDC ini dapat dilakukan melalui tahapan penelitian yang sesuai dengan diagram alir pengujian dan analisis cacat porositas gas (lihat gambar 2.1). Hasil pengamatan ini dianalis untuk menentukan solusinya dan ditarik kesimpulan serta saran. Pengambilan Sample Produk Hub Front Disc 4NS-01 Pemeriksaan Secara Visual, Foto Makro dan Studi Literatur Pemotongan Sample Preparasi Pengujian Sifat Mekanik
Pengamatan Proses Produksi
Pengamatan Struktur Makro, Mikro, & Substruktur Mikro
Analisis Nilai Kekerasan
Analisa Parameter Proses Produksi
Analisa Komposisi Kimia, Prosentase Per atom & Cacat
Hasil Analisis dan Pembahasan Data Penentuan dan Solusi Terhadap Cacat Porositas Gas Kesimpulan Saran Gambar 2.1 Diagram alir pengujian dan analisis cacat porositas gas.
5
2.1.Data Kegagalan Produk Hub front disc/ tromol adalah bagian dari komponen sepeda motor yang merupakan bagian dari roda yang berfungsi sebagai penopang jari-jari roda dan tempat melekatnya brake disk (rem cakram) untuk sistem pengereman. Rem befungsi untuk mengurangi atau menghentikan laju kendaraan. Prinsip kerjanya, pada saat tuas rem ditekan maka sepatu rem akan menekan disk/ cakram. Tenaga dinamik kendaraan ini diatasi oleh gesekan dan menimbulkan beban kejut pada pada disk/ cakram yang menempel pada hub/ tromol. Maka tuntutan yang harus dipenuhi komponen ini harus kuat untuk menopang jari-jari roda dan beban kejut. Kegagalan produk hub/ tromol ini ditandai adanya cacat berbentuk shrinkage atau penyusutan volume yang berada pada daerah pemesinan tempat duduk bantalan poros roda. Diameter cacat 15 mm dengan kedalaman 1,5 mm. Kondisi seperti ini kalau di machining bantalan akan longgar dan putaran tromol/ roda tidak seimbang/ oleng. Dampak lain kenyamanan pengemudi akan terganggu serta ditandai keausan ban yang tidak merata.
Hub/ tromol
Gambar 2.2 Letak hub/ tromol pada sepeda motor Hub/ tromol berserta sistem rem yang lain merupakan aspek pengaman yang sangat penting. Untuk itu tuntutan lain harus dapat menghentikan kendaraaan dengan cepat dan gaya pengereman dapat diatur sesuai dengan kehendak pengemudinya. Pada sepeda motor hub/ tromol digunakan dibagian depan atau belakang menjadi kesatuan dengan roda.
6
Over Flow Saluran masuk
Saluran tuang Bak penuangan
Pintu masuk
(a) Foto produk casting pandangan atas (b) Foto produk casting pandangan depan Posisi cacat awal
Daerah pemesinan
Porositas susut
(c) Foto posisi awal cacat produk
(d) Foto cacat pada daerah pemesinan
Gambar 2.3 Foto data kegagalan produk hub/ tromol sepeda motor
Bak penuangan
Saluran tuang
Gambar 2.4 Konstruksi sistem pengecoran hub/ tromol
7
2.2.Diagram Alir Proses Die Casting dan Peleburan Adapun flow proses pembuatan produk die casting adalah sebagai berikut : Ingot
Melting Proses
Holding Holymesi
High Pressure Die casting
Gravity Die casting
Heat Treatment
Finishing
Machining
Painting
Assembling
Gambar 2.5 Diagram alir proses pembuatan produk die casting (3) 2.3.Parameter Proses HPDC High pressure die casting dengan tekanan hidrolik 350 ton merupakan teknologi pembentukan logam untuk memproduksi hub/ tromol sepeda motor. Dengan tekanan dan kecepatan yang tinggi maka dapat menunjang kecepatan proses produksi. Perkomponen hanya membutuhkan waktu produksi rata-rata 65 detik, sehingga setiap hari dapat menghasilkan produk tromol sekitar 1.050 pcs. (3)
8
Tabel II.1 Parameter proses produksi HPDC produk hub/ tromol sepeda motor No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Parameter proses produksi HPDC Temperatur aluminium tuang Temperatur aluminium lebur Temperatur die (preheating) Waktu penuangan sampai akhir
Specifikasi 660º C 650 - 750º C 250 – 300º C 50 detik
penekanan logam cair Die timer Injection pressure Low speed High speed High speed lenghth Dry shot stroke
15 detik 750 kg.f/cm2 0.170 m/s 2.60 m/s 170 mm 361.4 mm
2.4.Komposisi Material Material ingot khususnya komposisi kimia yang sesuai dengan standar peleburan sangat diharapkan agar diperoleh kualitas produk casting yang baik, dan mempunyai sifat-sifat mekanik yang sesuai spesifikasinya. Sebelum proses pembuatan ingot komposisi material perlu diperiksa, demikian pula setelah menjadi ingot untuk material peleburan harus dikontrol komposisinya agar tidak menyimpang dengan standar ingot peleburan yang telah ditetapkan. Tabel II.2 Standart ADC-12 (3) Sebelum proses STD
Si
Fe
ADC-12 9.6-12.0 1.3 Max
Cu
Mn
Mg
Zn
Ni
Sn
1.5-3.5 0.50 Max 0.30 Max 1.0 Max 0.50 Max 0.30 Max
Komposisi ingot STD
Si
Fe
ADC-12 9.6-12.1 9.0 Max
Cu
Mn
Mg
Zn
Ni
Sn
1.5-3.5 0.50 Max 0.30 Max 1.0 Max 0.50 Max 0.30 Max
Untuk mendapatkan ingot yang berstandar peleburan maka pengontrolan komposisi kimia harus dilakukan, karena kualitas produk tuang salah satunya ditentukan oleh material bahan peleburan. Kalibrasi sampel untuk unsur Si, Mg, dan Cr kode kalibrasi : SQ. 15. Unsur Fe, Cu : SQ. 16, unsur Mn, Be : SQ.12, unsur Zn, Sr, Bi : KB-380, unsur Ti, Sn, Pb :SS-319, unsur Ca ;CA-15 dan kalibrasi semua unsur dengan kode kalibrasi SQ.10.
(3)
Tujuh kode sampel
9
kalibrasi unsur tersebut diharapkan dapat mempercepat proses kalibrasi dan akan memperoleh hasil kalibrasi sampel ingot yang lebih cepat dan tepat sesuai standar peleburan HPDC. 2.5.Spesifikasi Paduan ADC-12 Paduan ADC-12 dengan komposisi Al-(9.6-12) Si menurut standar ASM termasuk paduan 383.0. Hampir semua produk die casting bertekanan tinggi menggunakan paduan ini. Dengan unsur Si yang tinggi maka fluiditas logam cair akan tinggi pula. Sehingga kemampuan logam cair di dalam rongga cetakan yang tipis dan rumit dapat mengalir dengan baik. Sedangkan spesifikasi paduan tersebut sebagai berikut : Tabel II.3 Spesifikasi paduan 383.0 (ADC-12) (1) Paduan 383.0 untuk die casting
Kekuatan tarik Mpa 310
Ksi 45
0.2 % offset Kekuatan luluh Mpa Ksi 150 22
Perpanjangan 50 mm (2 in) % 3.5
2.6.Karakteristik Cacat Porositas Transformasi fasa cair dari fasa padat pada paduan aluminium tuang walaupun sangat singkat, akan menentukan kualitas benda tuang tersebut. Perubahan fasa ini akan menentukan struktur mikro atau butiran, distribusi unsurunsur yang ada pada paduan dan menentukan pula ada tidaknya cacat coran. Perbedaan susunan atom dari fasa cair dan fasa padat yang diikuti penyusutan volume dapat menyebabkan porositas susut. Demikian pula terperangkapnya gas sewaktu pembekuan karena perbedaan kelarutan gas yang tinggi akan menyebabkan terjadinya porositas gas. (10) Kedua cacat ini umumnya berskala makro yang mudah diamati secara visual. Porositas gas dan porositas susut, keduanya menghasilkan rongga berdinding halus. Porositas gas terjadi karena terperangkapnya gas waktu peleburan, penuangan dan proses pembentukan HPDC. Gas akan meninggalkan larutan sewaktu logam didinginkan tetapi tidak sempat keluar sebelum terjadi pengerasan (solidifikasi).
10
Sedangkan rongga susut terjadi karena logam susut sewaktu membeku. Cairan yang terdapat ditengah cetakan dapat mengisi kekosongan ditempat lain. Bila hal ini tidak mungkin, maka akan terbentuk rongga. Perbedaan antara kedua jenis porositas tersebut, bahwa porositas susut mempunyai permukaan yang kasar dan cenderung intergranular. Cacat porositas akan mengurangi penampang efektif benda dan melemahkannya. Jika porositas sambung-menyambung, produk cor akan bersifat poreus sehingga mudah menyerap gas dan cairan. (8)
Gambar 2.6 Struktur ingot yang melukiskan berbagai gambaran Makrostruktur 2.7.Karateristik Paduan Al-Si Paduan aluminium-silikon tuang merupakan paduan yang paling banyak dipakai, termasuk hub/ tromol sepeda motor. Silikon merupakan unsur paduan utama yang dapat meningkatkan sifat mampu cor (castability) yang sempurna, sifat tahan karat yang baik, mudah dikerjakan dengan mesin dan dilas. Sebaliknya penambahan silikon yang berlebihan akan menurunkan tingkat kecairan paduan tersebut. Material akan rapuh dan ketangguhan juga akan menurun. Dari diagram fasa Al-Si terlihat bahwa paduan kira-kira 12 % Si lebih banyak mengandung fasa eutektik. (9)
11
Paduan Al-Si dapat ditingkatkan kekuatannya dengan menambah unsurunsur pemadu seperti besi (Fe), Tembaga (Cu), Seng (Zu), Mangan (Mn), dan unsur-unsur lainnya. Penambahan unsur besi dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penempelan antara logam cair dan cetakan, akan tetapi Fe akan memberi pengaruh yang buruk terhadap coran karena akan menurunkan sifat mekanik, kekuatan tarik, meningkatkan cacat rapuh akibat terbentuknya senyawa intermetalik serta dapat menimbulkan mikro porositas. Berdasarkan hal tersebut maka kandungan besi untuk produk HPDC dibatasi maksimal 0.8 % dan juga ditambah unsur-unsur lainnya seperti Cr, Ni, Mn, Mo dan Co. Besi selalu ada pada paduan Al-Si, karena kemampuan aluminium untuk melarutkan besi cukup tinggi. Besi ini biasanya berasal dari batang pengaduk, ladel, geram hasil permesinan pada return scrap. (4)
Gambar 2.7 Diagram fasa Al-Si
12
Gambar 2.8 Pengaruh prosentase unsur paduan terhadap tegangan permukaan (1) Tabel II.4 Pengaruh unsur pemadu pada aluminium tuang Nama Simbol
BJ
Titik cair ºC
Keuntungan -
Silikon (Si)
1420
-
Mengurangi muai panas Memperbaiki kemampuan dipotong Memperbaiki proses pengecoran
Kerugian -
Menurunkan ketahanan korosi 8.9 - Mengurangi ketangguhan - Mencegah penempelan pada - Menurunkan sifat mekanik cetakan ( cetakan logam ) - Menimbulkan cacat bintikBesi (Fe) 1535 bintik keras - Meningkatkan cacat porositas susut - Menurunkan - Menaikan kemampuan proses Magnesium ketangguhan 1.7 651 - Mempermudah proses lanjut/ ( Mg ) - Menaikan terjadinya fabrikasi cacat Mangan 7.4 1260 - Menaikan kekuatan dan daya - Menurunkan mampu ( Mn ) tahan temperature tinggi tuang Tembaga (Cu)
1083 -
Memperbaiki kekerasan Memudahkan pemesinan
-
Menurunkan ketangguhan Menyebabkan rapuh
13
-
Mengurangi pengaruh besi
-
Seng ( Zn )
420 -
7.2
Titanium ( Ti )
4.5
1800 -
Nikel ( Ni )
8.9
1455
-
Meningkatkan ketahanan korosi Memperbaiki kemampuan dipotong Meningkatkan mampu cor Menaikan sifat mekanik Mempermudah pengecoran Membentuk kristal halus
-
Menaikan kekuatan daya dan tahan pada temperature tinggi
Menimbulkan cacat bintik-bintik keras Mengkasarkan butir dan permukaan Menurunkan sifat anti korosi Menimbulkan cacat rongga Menurunkan fluiditas Menurunkan konduktivitas Menurunkan ketahanan korosi
Sedangkan penambahan tembaga (Cu) pada paduan ini menyebabkan kekerasan, kekuatan tarik meningkat dan mempermudah proses pemesinan. Akan tetapi penambahan yang berlebihan justru akan mengurangi ketangguhan material, sulit dirol atau dibentuk. Oleh karena itu kadar tembaga dibatasi hingga 2-5 %. Untuk unsur seng (Zn) dapat meningkatkan ketahanan terhadap korosi dan memperbaiki kemampuan untuk dipotong serta meningkatkan kemampuan proses pengecoran, tetapi bila membentuk Mg/Zn justru akan menurunkan kekuatan material. Penambahan seng (Zn) yang berlebihan akan menurunkan sifat anti korosif dan juga akan menimbulkan cacat porositas. Demikian untuk unsur mangan (Mn), penambahan mangan (Mn) ini dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada temperatur tinggi serta mengurangi pengaruh dari besi, disamping itu juga dapat meningkatkan daya tahan terhadap material. Bila penambahan berlebihan justru akan menimbulkan hard spot, mengasarkan butir dan permukaan. (4) 2.8.Proses Peleburan dan Penuangan Peleburan merupakan proses pencairan logam dengan tujuan untuk menghasilkan logam cair dengan komposisi tertentu dan mempunyai fluiditas yang baik sehingga mudah mengisi rongga cetakan. Sedangkan proses peleburan
14
dan proses produksi sangat menentukan jenis dapur peleburan yang akan digunakan.
2.8.1. Pemilihan Peralatan Peleburan Pemilihan dapur peleburan harus mempertimbangkan jumlah dan jenis paduan yang akan dilebur serta kondisi kerja dalam ruang dapur, seperti pengaturan temperatur, jumlah logam yang dibutuhkan, ukuran individual logam, dan kualitas hasil pengecoran. Untuk produksi dengan HPDC dengan kebutuhan ingot rata-rata 50 ton sehari maka dibutuhkan dapur peleburan yang sesuai yaitu front charging reverberatory furnance. Dapur peleburan ini memiliki volume berskala besar dan kecepatan peleburan yang tinggi dengan kapasitas 1000 kg – 100.000 kg. Dapur jenis stasioner ini memiliki satu atau dua pintu cerobong asap. Umpan padat dimasukan melalui pintu dapur peleburan dibawah saluran udara panas, dikeringkan oleh gas buang awal kemudian mencair. Logam cair akan masuk ketempat penahanan segera setelah cair. Dapur peleburan modern ini memiliki jangka waktu pemakaian yang panjang jika dioperasikan dengan benar. Bahan reflaktori akan lebih lama apabila tidak mengalami thermal shock akibat perubahan suhu yang amat drastis.
15
Gambar 2.9 Dapur peleburan dengan pintu didepan Pengukuran logam cair pada ladel penuang membutuhkan termokopel sensitive yang bereaksi cepat. Alat pengukur temperature ini dihubungkan dengan milivolt atau potensiometer. Potensiometer dapat membaca suhu lebih teliti, mudah dibaca dan dapat membuat grafik rekaman panas. Peralatan ini ditempatkan pada lokasi strategis dalam ruang peleburan dan lantai tuang. Pengontrolan ini sangat penting agar tidak terjadi overheat yang akan berdampak terjadinya cacat coran. 2.8.2. Cawan Tuang Otomatis ( Automatic Ladling ) Peralatan tuang atau ladling otomatis dewasa ini tersedia untuk berbagai jenis peleburan produksi yang berfrekwensi tinggi. Pemekaian advance automatic ladling devices ini dapat memperbaiki mutu produk, memperkecil waktu produktif terbuang, dan daur ulang scrap sebagai hasil cacat misrun. Untuk produksi berskala besar seperti hub/ tromol sepeda motor produk HPDC dalam skala besar, penghematan akibat penurunan siklus waktu sangat menguntungkan. Alat ini mempunyai kapasitas 750 kg, kecepatan tuang sistem ini mencapai 5 kg/dt dengan nosel standar dengan toleransi 3 % selama penuang 600 kg logam cair. Pengaturan sistem ini secara elektrik dan digerakkan secara pneumatic, tetapi udara bertekanan tidak menyentuh aluminium cair. Jenis lain dari penuangan
16
mekanik, ladle pneumatik dapat disinkronisasikan untuk die casting atau proses peleburan lainnya. 2.9.Proses Die Casting Proses pressure die casting ada 2 jenis yaitu low pressure die casting dan high pressure die casting. Perbedaaannya terletak pada tekanan yang digunakan untuk menekan logam cair untuk proses pembentukan benda coran. Pada low pressure die casting tekanan yang digunakan dibawah 500 kg.f/cm2, dan high pressure die casting tekanan injeksinya diatas 500 kg.f/cm2. Dengan menggunakan tekanan pada logam cair maka kecepatan prosesnya cukup tinggi, sehingga mampu mengisi ruangan atau celah cetakan yang kecil dan tipis serta berbentuk rumit. Kemampuan menghasilkan produk jadi yang cukup tinggi, biasa mencapai 50 produk perjamnya. Demikian pula dapat menekan cacat porositas susut karena dapat menghasilkan pembekuan yang sama waktunya diseluruh cetakan. Dalam proses die casting ini terdapat beberapa variasi yang didasarkan aliran logam cair, penghilangan gas dari cavity, reaktivitas cairan logam, sistem hydrolic dan kehilangan panas selama proses penekanan. Ada 2 jenis proses die casting ini yaitu hot chamber dan cold chamber. Ditinjau dari kontruksinya kedua jenis ini ada keuntungan dan kerugiannya. Demikian pula bahan peleburan yang digunakan berbeda tergantung dari titik lebur materialnya. 2.9.1. Proses Hot Chamber Pada proses ini, hot chamber atau ruang lebur logam bersentuhan dekat dengan mesin tekan dan mesin penggerak hidrolik bersentuhan langsung dengan logam cair. Proses ini digunakan untuk material yang mempunyai titik lebur yang rendah, seperti seng, timah, magnesium. Metode ini sangat baik terutama untuk mengurangi adanya turbulensi dari cairan paduan logam, mengurangi adanya oksidasi dari udara luar dan mengurangi panas yang hilang selama proses penekanan. Cacat-cacat yang terjadi seperti porositas gas dapat dihindari.
17
Kekurangan pada proses ini, adanya kontak langsung antara sistem penekanan dan logam cair yang akan menyebabkan kerugian terhadap bahan tersebut.
Gambar 2.10 Konstruksi die casting jenis hot chamber process (4) Kontruksi dasar dari cetakan ada dua, satu permanent yang dihubungkan ke ruang peleburan lewat injektor dan cetakan yang dapat digeser untuk proses pembentukan dan pelepasan benda cetakan. Pada saat piston atau plunyer berada dititik mati atas cairan logam akan masuk dalam ruang tekan. Untuk menghasilkan produk tuang torak dan plunyer akan mendorong logam cair dibawahnya ditekan kedalam rongga cetakan lewat injector. Cetakan geser akan bergerak kekanan untuk melepaskan benda tuang dan torak akan kembali keatas untuk proses pembentukan berikutnya. 2.9.2. Proses Cold Chamber Proses cold chamber, peleburan dilakukan di dapur peleburan yang terpisah dengan mesin cetakan. Cara memasukan logam cair kedalam cetakan dapat secara konvensional menggunakan cawan tuang dan perangkat automatic ladling. Untuk peleburan produksi tinggi perlu ditunjang peralatan ini seperti yang digunakan untuk HPDC. Karena ruang peleburan terpisah, maka proses ini dapat digunakan untuk paduan yang mempunyai titik lebur tinggi, seperti paduan aluminium atau paduan tembaga. (4) Kekurangan dari sistem ini banyak panas yang hilang selama pemindahan logam cair dari dapur peleburan ke proses penuangan. Disamping itu banyak pula
18
udara yang terjebak masuk kedalam ruang cetakan selama proses pembentukan. Hal inilah yang akan menyebabkan terjadinya cacat porositas gas yang umum terjadi pada proses HPDC.
Gambar 2.11 Konstruksi die casting jenis cold chamber process (4) Dengan mempercepat aliran logam cair masuk kedalam cetakan serta proses hantaran panas yang baik dapat menghasilkan produk tuangan yang dijamin bebas dari cacat yang tidak diinginkan. Tekanan hidrolis pada plunyer akan mendorong logam cair dengan tekanan sampai 350 ton. Kecepatan dan penekanannya pun dapat diatur, serta kemampuan cetakan logam yang tersedia untuk menyerap tegangan yang dihasilkan selama penekanan (injection). Fasilitas lain yang menunjang kecepatan proses produksi seperti, pemisahan benda tuang dengan cetakan. (4) 2.9.2.1. Prinsip Kerja HPDC Dalam proses die casting ini untuk mengisi ruang cetakan menggunakan injection pressure. Dimana penekanan yang dilakukan plunyer tip berubah–ubah, pada tahap pertama penekanan dilakukan secara berlahan–lahan sehingga cairan mencapai pintu cetakan (gate) setelah itu dilanjutkan phase kedua. Pada tahap ini penekanan dilakukan dengan kecepatan tinggi (shot filling time) kedalam ruang cetakan. Kemudian tahap ketiga, terjadinya phase konsolidasi dibawah tekanan yang sangat tinggi. Sedangkan parameter casting yang sangat penting disini meliputi filling time, shot speed dan casting pressure. (4)
19
Gambar 2.12 Konstruksi HPDC 2.9.2.2. Tahap Pertama ( Cavity Filling Time ) Sebelum aluminium cair ditampung dalam automatic ladling untuk proses tapping pada temperature lebur 650-750 º C terlebih dahulu dilakukan fluxing atau degassing. Proses ini untuk menghilangkan slag dan menarik gas hidrogen agar tidak bercampur dengan logam cair. Untuk mengatasi thermal shock sebelum tahap pertama, mesin HPDC perlu pemanasan awal (pre heating) 250-350 º C. Begitu logam cair dituang dengan volume yang sudah diatur, plunyer akan mendorong logam cair tersebut menuju ruang cetakan. Sedangkan waktu yang diperlukan untuk mendorong logam cair ke dalam ruang cetakan disebut cavity filling time. Cavity filling time diharapkan lebih cepat dari waktu pembekuan didalam ruang cetakan. (4)
20
Gambar 2.13 Diagram pengukuran injeksi tiga tahap (4) 2.9.2.3. Tahap Kedua ( Shot Time ) Pada tahapan kedua ini plunyer terus bergerak memanfaatkan logam cair dengan tekanan yang lebih tinggi, sehingga seluruh cetakan terisi. Pengukuran shot speed untuk mendapatkan perhitungan yang tepat antara shot speed dengan gate velocity. Untuk menentukan pada titik dimana ruang cetakan mulai diisi logam cair untuk mendapatkan gate velocity yang tepat, perlu perencanaan gating sistem yang baik.
Gambar 2.14 Diagram pengukuran kedua (4)
21
2.9.2.4. Tahap Ketiga ( Consolidation Time ) Begitu seluruh cetakan terisi penuh pada akhir phase kedua. Plunyer terus memanfaatkan logam cair dengan tekanan kejut yang tinggi (impact pressure). Pada phase konsolidasi ini seluruh logam cair akan mengalami pemadatan mengalir. Dengan tekanan kejut yang tinggi, disamping menghasilkan permukaan benda tuang yang halus dan densiti yang besar, cacat akibat porositas shrinkage dapat diatasinya sehingga kualitas casting lebih baik. Dengan densiti yang besar maka produk dengan HPDC ini tidak perlu dilaku-panas (heat treatment). Sedangkan waktu yang dibutuhkan hingga tekanan akhir pada phase ketiga sampai selesai dimana seluruh cetakan terisi penuh disebut consolidation time. (4)
Gambar 2.15 Diagram konsolidasi tahap ketiga (4)
BAB III HASIL PENGUJIAN DAN EVALUASI SPESIMEN Pada tahap berikut ini dilakukan langkah pengujian dan pengamatan pada daerah terjadinya cacat awal produk. Area antara bagian dekat dengan cetakan (awal pembekuan) dan inti (akhir pembekuan) sepanjang 50 mm tersebut dipotong menjadi 5 bagian. Sampel–sample tersebut kemudian dimounting, diamplas, dipoles dan dietsa untuk pengujian dan evaluasi lebih lanjut. 3.1.Hasil Pengujian Komposisi Material Untuk mengevaluasi dan memastikan komposisi kimia material produk hub/ tromol tersebut dilakukan pengujian lagi. Sedangkan hasil pengujian yang dilakukan di PT. Chemco Harapan Nusantara sebagai berikut : Tabel III.1 Hasil Pengujian komposisi kimia unsur paduan material produk hub/ tromol Material
Si
Fe
Cu
Mn
Mg
Zn
Ni
Sn
10.375
0.774
1.783
0.235
0.228R
0.874
0.043R
0.15R
Ti
Pb
Sn
Cd
ISE
0.041
0.038R
0.15R
Hub/ tromol
0.043R 0.305R
3.2.Pengamatan Secara Makro Tujuan pemeriksaan ini untuk menampilkan adanya cacat porositas, inklusi kotoran yang bukan logam yang terperangkap di dalam logam cair ketika membeku. Pemeriksaan ini dengan mata telanjang atau foto makro dengan pembesaran 15 kali. Maka cacat dalam skala makro seperti porositas gas, porositas penyusutan, porositas mikro dapat diamati dan pelajari.
21
Pada gambar penampang produk hub/ tromol sepeda motor terlihat bahwa pada sampel 1 merupakan makrostruktur yang terjadi pada awal pembekuan, disusul sampel 2, 3 dan 4. Sampel 5 dekat dengan cacat awal yang merupakan akhir pembekuan yang berada dekat pada dinding inti. Dari pengamatan struktur makro terlihat jelas perbedaan cacat porositas antara sampel yang satu dengan yang lainnya.
Gambar 3.1 Foto makro cacat porositas pada area terjadinya cacat awal dengan pembesaran 15X Semakin mendekati dinding inti jumlah cacat mikro porositas dan porositas gas semakin banyak dibandingkan pada dinding cetakan, hal ini disebabkan pembekuan pada dinding cetakan lebih awal dibandingkan pada dinding inti. Arah pembekuan akan bergerak bersama cacat–cacat yang ada menuju ke cacat awal dekat dengan dinding inti dan akan menuju gating sistem yang merupakan akhir pembekuan.
22
3.3.Pengamatan Secara Mikro Struktur mikro merupakan struktur yang dapat diamati dibawah mikroskop optic dengan pembesaran 800 kali. Pada gambar diatas ada 4 fasa : Al5FeSi (atau fasa β), γ, θ dan Si (atau fasa α). Fasa θ mempunyai warna muda dan berbentuk menyerupai bulatan, fasa α berwarna gelap dan mempunyai bentuk serpih dan fasa Al5FeSi berwarna lebih muda dibandingkan fasa Si atau α dan berbentuk serpih. Adapun sifat Al5FeSi dan Si adalah getas.
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
(Awal pembekuan dekat dinding cetakan
Sampel 4
Sampel 5 (Akhir pembekuan dekat dinding inti)
Gambar 3.2 Foto struktur mikro dari awal sampai akhir pembekuan dengan pembesaran 300X
23
Gambar 3.3 Foto struktur mikro sample 5 dengan pembesaran 600X Ada 4 fasa paduan Al – Si ini : -
Si (α) : warna terang bentuk serpih , γ merupakan matrik, θ : warna muda bentuk menyerupai bulatan. Al5FeSi (β) merupakan fasa intermetalik yang bersifat pengotor. Disekeliling cacat porositas gas nampak serpihan–serpihan fasa β yang berbentuk plate yang akan menurunkan sifat mekaniknya apabila ada konsentrasi tegangan yang bekerja.
3.4.Pengamatan Substruktur Mikro Pengamatan dengan mikroskop yang memiliki pembesaran jauh lebih besar dari mikroskop optic yaitu dengan menggunakan EDAX dan SEM (Scanning Electron Microscop) dengan kemampuan 100.000 kali yang menyatu dengan EDAX (Energy Dispersive X-Ray Analysis). Maka dengan specimen 3x3 mm yang berukuran kecil dapat diamati dan dipelajari dengan mudah cacat yang berskala mikro, komposisi kimia dan prosentase per atomnya, seperti gambar 3.5. Hasil pengamatan substruktur mikro dengan menggunakan EDAX dan SEM, pada sampel 5 pada daerah akhir pembekuan terdapat cacat mikro porositas adanya inklusi. Komposisi kimia hasil pengukuran menunjukan prosentase atom Fe : 11.89 % Si : 22.23 % matrik Al : 66.87 %. Dari unsur pemadu yang ada pada paduan Al–Si tuang ini unsur Fe yang paling dominan. Tanpa adanya Si, tahap yang dominan adalah Al3Fe dan Al6Fe, tetapi ketika Si hadir fasa yang paling
24
dominan adalah Al8Fe2Si (fasa alfa atau fasa α) dan Al5FeSi (fasa beta atau fasa β). Dari data hasil prosentase berat atom diatas dapat dihitung dan diketahui cacat tersebut akibat terbentuknya fasa apa yang berdampak terjadinya cacat porositas susut mikro.
a.Terdapat retak mikro sampel no. 5 dengan pembesaran 4000X
b. Tanpa dietsa terdapat mikro porositas/susut dengan pembesaran 1000X
c. Pada sampel no. 5 terdapat inklusi oksida
d. Dietsa terdapat mikro porositas/susut dengan
dengan pembesaran 2000X
pembesaran 1500X
Gambar 3.4 Foto EDAX pada sampel 5 terdapat cacat retak mikro, inklusi oksida, porositas mikro dan susut mikro Berikut ini pengamatan substruktur mikro dengan pembesaran 2000 kali, nampak sekali kondisi cacat yang ada serta prosentase atom untuk Al, Si dan Fe. Tiga unsur yang ada akan membentuk fasa intermetalik dengan melting point yang lebih tinggi dan akan membeku lebih dahulu.
25
Gambar 3.5 Hasil pengamatan substruktur mikro dengan EDAX sample no. 5 Untuk menentukan fasa intermetalik Al8Fe2Si dan Al5FeSi dapat dihitung sebagai berikut : Fasa Al8Fe2Si
per atomya Al = 8/11 x 100 % = 72.7 % Si = 1/1 x 100 % = 9.1 % Fe = 2/1 x 100 % = 18.2 %
Fasa Al5FeSi
per atomya Al = 5/7 x 100 % = 71.4 % Si = 1/7 x 100 % = 14.3 % Fe = 1/7 x 100 % = 14.3 %
Dari data dan hasil perhitungan prosentase per atomnya fasa intermetalik yang terbentuk yang paling dekat pada paduan Al–Si tuang ini adalah Al5FeSi.
26
Pengujian Sifat Mekanik ( Kekerasan ) Pengujian
kekerasan
menggunakan
Leco
Michrohardness
Tester.
Penentuan nilai kekerasan rata-rata paduan Al–Si tuang ini dengan menggunakan kekerasan Vickers dengan beban 100 gr dan waktu 15 detik. Kemudian memposisikan sampel yang telah dipoles sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan pengujian kekerasan dengan metode Vickers. Dengan mengikuti prosedur Mikro Hardness Tester, indentasi dilakukan pada bagian sampel sebanyak 3 kali. Panjang masing–masing diagonal dan harga kekerasan dicacat untuk menganalisa data yang ada. Hasil pengujian yang diperoleh dapat dilihat pada table III.2. Tabel III.2 Data pengujian nilai kekerasan pada lima sample penelitian Sampel
D
Nilai
No
Rata-rata
HVN
33.97 1
35.44
Terletak dekat dinding cetakan (awal 134.5
36.87 36.74 2
39.90
40.56
133.9 Terletak ditengah 124.3
39.14 38.95 4
40.15
Sampingnya 122.1
30.27 40.82 5
36.91
membeku) Disampingnya
37.52 41.69 3
Keterangan
Terletak dekat dinding inti 117.8
38.64
Metode Optimas Untuk Menghitung Prosentase Porositas
27
Dewasa ini, untuk membantu menginterpretasikan fasa–fasa baik itu terjadi karena cacat porositas gas, porositas susut, dan inklusi selain menggunakan metodologi kuantitatif yaitu metode Heyn dengan point countnya dapat menggunakan program simulasi pengolahan citra atau metode optimas. Pada metode Heyn dengan menggunakan jumlah titik total 100. Jumlah yang terpotong pada garis dihitung satu dan yang menyentuh garis dihitung setengah, maka jumlah fasa yang ada dapat dihitung. Sedangkan tahapan pada metode optimas meliputi, preparasi dan melakukan etsa sampel dilanjutkan pengamatan struktur mikro dibawah mikroskop metalurgi dan pemotretan struktur mikro dengan pembesaran bertahap 20, 50 dan 100 kali. Analisis struktur mikro dengan metode optimas dapat dilakukan dengan memindahkan foto struktur mikro dengan format sesuai dengan program pengolahan citra. Maka hasil prosentase fasa matrik Al, Si dan porositas gas atau porositas susut dapat diamati dengan mudah.
Gambar 3.6 Metode optimas menghitung prosentase porositas pada sampel no.3
Tabel III.3 Prosentase porositas dan nilai kekerasan
28
Sampel
Prosentase (%)
No
Porositas
1
7
2
21.9
3
23.7
4
41.4
5
53.2
Keterangan Terletak dekat dinding cetakan (awal membeku) Disampingnya Terletak ditengah Sampingnya Terletak dekat dinding inti
29
30
BAB IV ANALISIS CACAT POROSITAS GAS Cacat porositas akibat gas atau penyusutan baik pada skala mikro maupun makro adalah cacat yang umum terjadi pada paduan aluminium tuang. Cacat-cacat tersebut dalam jumlah yang banyak dan sambung menyambung akan mengurangi penampang efektif benda coran dan bersifat melemahkan kekuatan benda tuang tersebut.(7) Maka untuk memperoleh benda tuangan yang bermutu secara konsisten maka perlu diperhatikan proses peleburan, kondisi cetakan atau metode pengecoran dan pengaruh unsur-unsur perpaduan (alloying). Parameter inilah yang dapat menyebabkan terjadinya cacat atau kegagalan produk. Pengaruh Proses Produksi Terhadap Cacat Porositas Gas Proses produksi harus memperhatikan parameter yang telah ditetapkan agar dapat menghasilkan kualitas produk yang baik sesuai dengan standar yang ditetapkan. Demikian sifat-sifat aluminium harus diperhatikan dan dikendalikan. Aluminium mempunyai temperatur lebur yang cukup cepat tetapi kemudian harus menyerap panas lebih banyak sebelum benar-benar berubah menjadi cair.
(4)
Aluminium jarang digunakan dalam bentuk murni, sehingga titik lebur dari berbagai paduan sangat bervariasi. 4.1.1. Proses Peleburan dan Permasalahan Paduan aluminium tuang memiliki temperatur operasi yang relatif rendah (650 – 750º C) dibandingkan sebagian besar struktur lainnya. Dengan demikian perpindahan panas dari Al cair ke cetakan relatif rendah, sehingga memberikan siklus penuangan yang lebih cepat pada cetakan die casting ini. Mereka mengalami kontraksi cair ketika mendingin dari suhu tuang ke suhu pembekuan, kontraksi solidifikasi ketika mereka mendingin dan kontraksi ketika benda tuang padat mendingin sampai pada suhu ruang. Rentang kontraksi kurang lebih 3,5 sampai 8,5 %. Proses pembekuan inilah yang menyebabkan terjadinya cacat porositas penyusutan.
(5)
Kelarutan gas di dalam logam cair dapat dijelaskan
31
dengan Hukum Sievert. Pada gambar 4.1. terlihat bahwa dalam aluminium pada temperatur 660º C kelarutan hidrogen sebagai sumber terbentuknya porositas gas semakin meningkat tajam. Demikian pula semakin meningkat tekanan porositas gas yang terbentuk semakin meningkat dan jumlah gas yang terbentuk semakin meningkat pula. Tetapi kekuatan tarik dan kekuatan luluhnya semakin menurun. Paduan dengan komposisi Al-12 Si terlihat pada gambar 4.2. semakin tinggi prosentase hidrogen cacat porositas yang terjadi semakin tinggi.
Gambar 4.1. Grafik kelarutan hidrogen dalam aluminium pada tekanan 1 atm (760 mmHg) (9)
Gambar 4.2.a. Hubungan kelarutan gas, tekanan dan porositas, dan Gambar 4.2.b. Prosentase porositas dan hidrogen (10)
32
Pada temperatur tinggi, aluminium cepat bereaksi dengan oksigen akan membentuk oksida. Berat jenis aluminium dengan berat jenis oksida hampir sama, sehingga mudah bercampur. Maka pengadukan aluminium cair harus dibatasi atau dihindari. Selain itu, harus diusahakan agar lapisan oksida yang menutupi logam cair tidak pecah, karena lapisan ini dapat melindungi dari penyerapan gas. Logam cair akan menyerap gas, dan yang paling bahaya adalah hidrogen. Hidrogen dapat masuk melalui uap air yang terserap. Demikian pula temperatur sangat berpengaruh terhadap kelarutan gas H2 dalam Al. Kalau pada temperatur penuangan batas kelarutan gas tercapai, maka akibat pendingin dan pembekuan akan menyebabkan pembentukan cacat gas porositas gas. Uap air dapat menyebabkan larutnya gas hidrogen seperti pada reaksi berikut : 2Al + 3 H2O
Al2O3 + 3H2 (larut dalam aluminium) (10)
Maka selama menyiapkan logam cair harus dihindari temperatur yang terlalu tinggi dan holding time yang terlalu lama. Temperatur yang tinggi dan holding time yang lama dapat menyebabkan pengkasaran butiran, menurunnya sifat mekanik dan meningkatnya kemungkinan penyerapan gas dan pembentukan dross. Hal inilah yang dapat menyebabkan terjadinya cacat porositas gas. Overheating tidak boleh melebihi 760º C, kecuali untuk proses penuangan. Overheating akan menurunkan mutu logam cair, perlu diketahui bahwa suhu aluminium akan meningkatkan cepat setelah seluruh umpan mencair. (4) 4.1.2. Penyebab Terjadinya Porositas Gas dan Cara Mengatasi Paduan aluminium cair mudah teroksidasi dan menyerap hydrogen, apalagi terjadinya tekanan plunyer yang tinggi pada logam cair ini, maka banyak gas yang terjebak di dalamnya. Terperangkapnya gas atau perbedaan kelarutan gas yang tinggi sewaktu proses pembekuan dari cair ke padat, inilah yang menjadi sebab utama adanya cacat makro porositas gas yang terjadi pada hub/ tromol ini.
33
Beberapa sumber gas penyebab terjadinya cacat porositas gas adalah : 1. Gas yang larut dalam logam cair ketika proses peleburan. 2. Udara masuk dalam logam cair saat penuangan dan proses pembentukan HPDC. 3. Gas/ uap yang timbul akibat kontak langsung logam cair dengan dinding cetakan. 4. Umpan atau ingot peleburan yang kurang bersih dan kurang pemanasannya. 5. Humiditas atau kelembaban yang tinggi di lingkungan sekitar logam cair
(a)
(b)
Gambar 4.3.a. Foto cacat porositas gas sampel 5, dan Gambar 4.3.b. Foto cacat porositas sampel 4 dengan pembesaran 15X Maka untuk memisahkan logam cair dan dross (pembentukan oksida Al dan oksida-oksida lainnya yang terakumulasi pada permukaan logam cair, sebagian lagi tenggelam sebagai endapan) dan sekaligus menghilangkan gas hidrogen yang terlarut, dilakukan fluxing dan flushing. (10) Gas fluxing yang digunakan adalah nitrogen, helium, argon dan khlorin. Gas-gas tersebut dihembuskan melalui cairan untuk menghilangkan gas hidrogen. Hidrogen yang terlarut dalam Al akan berdifusi ke dalam gas dan ikut terbawa keluar. Sedangkan pemisahan dross terjadi secara mekanik oleh mechanical action gelembung-gelembung gas yang membawa oksida-oksida ke permukaan. Sedangkan gas khlorin akan bereaksi secara kimia membentuk khlorida yang akan
34
merubah wetting characteristic logam dan menyebabkan pemisahan dross dari lelehan. Flusing dilakukan dengan cara skimming dross yang mengapung dipermukaan lalu menghembuskan gas kering melalui lelehan selama 10 sampai 20 menit dengan laju gas kira–kira 0.5 – 0.75 ml.s
-1
gas per menit untuk berat
lelehan 135 – 180 kg. Untuk memperoleh pembuangan gas hidrogen semaksimal mungkin flusing dilakukan pada temperatur sekitar 700º C. (10)
(a)
(b)
Gambar 4.4.a. Foto hasil produk setelah dilakukan proses fluxing sampel 4. dan Gambar 4.4.b. hasil produk setelah dilakukan proses fluxing sampel 5. dengan pembesaran 15X 4.2.
Mekanisme Terbentuknya Fasa Intermetalik Fasa intermetalik adalah fasa yang terbentuk diantara dua unsur atau lebih
yang berkombinasi didalam perbandingan tertentu dengan selang kelarutan yang sempit. (14) Pada paduan Al–Si tuang, berbagai unsur paduan yang ada mudah larut dalam cairan aluminium tetapi mempunyai daya larut yang kecil di dalam padatan. Kombinasi berbagai unsur tersebut dapat membentuk partikel intermetalik berbagai jenis. Tanpa adanya Si, tahap yang dominan adalah Al3Fe atau Al6Fe, akan tetapi ketika Si hadir tahap yang paling dominan adalah Al8Fe2Si yang dikenal sebagai fasa α dan Al5FeSi sebagai fasa β. Jika unsur Mg hadir bersama dengan Si akan membentuk fasa Al8FeMg3Si6. Fasa umum yang lain
35
terbentuk ketika ada unsur Mn hadir dengan Si adalah Al15(FeMn)3Si2 yang dikenal juga dengan fasa α. Ada juga fasa yang jarang terbentuk ketika hadir unsur–unsur yang lain seperti Ni, Co dan Cr. (11) Dari data komposisi unsur pemadu, unsur Fe (besi), Mn (mangan), Mg (magnesium) dan Zn (seng) dibandingkan dengan standar ingot JIS prosentasenya terlalu tinggi. Dari hasil SEM dan EDAX pada sample 5 yang merupakan area cacat porositas yang paling banyak menunjukan prosentase per atom untuk Fe : 11,89 %, Si : 22.34 % dan matriknya Al : 72.7 %. Dari hasil perhitungan prosentase per atom Fe ini fasa intermetalik yang terbentuk cenderung ke Al5FeSi. Walaupun unsur lain prosentasenya juga melebihi standar yang ditetapkan, pembahasan difokuskan pada pengamatan dari hasil EDAX dan SEM pada lokasi cacat secara makro berbentuk porositas.
(a)
(b)
Gambar 4.5.a. Foto EDAX sampel 5 tanpa dietsa dengan pembesaran 3000X dan Gambar 4.5.b. Foto EDAX sampel 5 dietsa dengan pembesaran 1500X Dari hasil pengujian komposisi kimia sebelum proses, setelah menjadi ingot, hasil pengujian lagi dan hasil yang terakhir dengan SEM dan EDAX terlihat bahwa unsur Si dan Fe yang lebih nampak dibanding unsur-unsur pemadu yang lainnya (lihat table IV.1.)
36
Tabel IV.1. Perbandingan komposisi ingot dengan hasil spektrometri dan standar ingot JIS No 1 2 3 4 5 6 7 8
Unsur
Sebelum
Pemadu
Proses
Si Fe Cu Mn Mg Zn Ni Sn
9.6-12.0 1.3 1.5-3.5 0.50 0.30 1.0 0.50 0.30
Ingot
Hasil
Standar
PT.
Pengujian
Ingot JIS
Chemco 9.6-12.1 9.0 1.5-3.5 0.50 0.30 1.0 0.50 0.30
Spektrometri 10.375 0.774 1.78 0.235 0.228 0.874 0.045 0.15
ADC-12 9.6-12.0 0.3-0.6 1.3-3.5 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03
Hasil SEM & EDAX At % 22.34 11.89
Demikian pula prosentase komposisi kimianya hasil pengujian spektometri apabila dibandingkan dengan standar JIS ADC-12, unsur Fe, Mn, Mg, Zn, Ni dan Sn lebih tinggi dari standar yang ditetapkan. (lihat table IV.2.) Tabel IV.2. Perbedaan hasil pengujian spektrometri dengan standar JIS ADC-12 No 1 2 3 4 5 6 7 8 Dari
Unsur Pemadu
Hasil
Standar
Pengujian
Ingot JIS
Prosentase Perbedaan
Spektrometri ADC-12 Si 10.375 9.6-12.0 Fe 0.774 0.3-0.6 0.174 Cu 1.78 1.3-3.5 Mn 0.235 0.03 0.205 Mg 0.228 0.03 0.198 Zn 0.874 0.03 0.844 Ni 0.045 0.03 0.015 Sn 0.15 0.03 0.12 table IV.2. terlihat bahwa unsur Fe, Mn, Mg, Zn, Ni dan
Keterangan Sesuai Lebih tinggi Sesuai Lebih tinggi Lebih tinggi Lebih tinggi Lebih tinggi Lebih tinggi Sn dari material
pembuatan hub/ tromol sepeda motor ini lebih tinggi dari standar ingot JIS untuk paduan tuang produk die casting ADC-12. 4.3.
Pengaruh Prosentase Fe Terhadap Terjadinya Cacat Susut Mikro
37
Besi (Fe) merupakan pengotor (impuritis) yang dapat menyebabkan efek kurang baik terhadap keuletan dan kemampuan cor pada paduan Al-Si. Fe merupakan pengotor alami yang muncul selama pembuatan aluminium utamanya proses bayer yang mengubah bauksit (biji) ke alumina. Besi juga dapat masuk kedalam lelehan aluminium melalui paduan material, sebagai contoh Si atau melalui penambahan skrap yang mengandung besi yang lebih besar dibandingkan logam utama. Hal inilah yang menjadi alasan bahwa kadar besi dalam paduan Al terus meningkat dengan setiap siklus peleburan dan mengapa campuran logam sekunder, terutama paduan Al-Si diarahkan ke HPDC atau die casting tekanan tinggi. Dari data table IV.3. material ingot ADC-12 dengan komposisi Fe yang berbeda, akan menghasilkan prosentase cacat porositas penyusutan dan nilai kekerasan yang berbeda. Semakin tinggi prosentase Fe dalam paduan ingot ADC-12 akan semakin besar jumlah porositas penyusutan yang terjadi. 4.4.
Mekanisme Terbentuknya Porositas Susut Mikro Walaupun besi mudah larut dalam cairan aluminium dan campuran
logamnya, tetapi mempunyai daya larut di padatan sangat kecil sehingga berkombinasi dengan unsur–unsur lain untuk membentuk partikel intermetalik berbagai jenis. Peningkatan konsentrasi Fe (dan juga Mn) cenderung menghasilkan pembentukan partikel fasa intermetalik lebih awal dan selanjutnya pertumbuhannya bisa tidak
terkendali. Laju
pendinginan lebih
lambat
meningkatkan resiko membentuk partikel yang besar sebab tersedianya waktu untuk pertumbuhan. Intermetalik besi terutama β–Al5FeSi berbentuk plat dan α Al5(Fe,Mn)3Si2 dapat tumbuh hingga dua atau lebih millimeter di dalam coran paduan Al-Si dengan kadar Fe atau Mn yang tinggi didinginkan secara lambat. Di kondisi coran normal dan kadar Fe yang tinggi, logam intermetalik tumbuh dengan ukuran 50 – 500 µm. Di coran dengan laju pendinginan sangat tinggi (contoh HPDC) dan atau ketika penggunaan kadar Fe yang rendah (contoh ingot paduan utama), partikel intermetalik berukuran 10 – 50 µm. Pengaruh kadar Fe dan laju pendingin dapat dilihat pada gambar 4.3.
38
Pengaruh besi pada sifat mekanis paduan aluminium telah ditinjau secara ekstensif oleh Couture, Crepau dan baru-baru ini oleh Mbuya dan kawan-kawan. Secara konsisten dilaporkan bahwa ketika kadar Fe meningkat, keuletan paduan Al-Si berkurang. Hal ini dibarengi oleh penurunan kekuatan tarik namun kuat luluh sisa tidak dipengaruhi oleh besi kecuali jika keuletan sangat dipengaruhi sehingga paduan tidak bisa mencapai luluh sebelum retak getas terjadi. (11) Pada gambar 4.5. memperlihatkan alur pembekuan paduan Al-Si-Fe untuk semua campuran logam dengan kandungan kadar kritis besi, dan untuk 5% Si (x-x’), 7% Si (y-y’) dan 9% Si (z-z’) dicampur dengan 0.8% Fe. Nilai perpotongan dengan garis AB pembentukan fasa β platelets dengan ukuran yang besar sebelum pembentukan eutektik pada B. (a) Gambar 4.6.a. Diagram tener Al-Si-Fe fasa cair
39
(b) Gambar 4.6.b. Diagram tener Al-Si-Fe fasa padat (10) Pengaruh besi merugikan mulai dari kadar Fe yang sangat rendah tetapi menjadi lebih serius ketika kadar Fe kritis terlewati. Efek besi yang merugikan terhadap keuletan ada kaitan dengan dua pertimbangan utama : 1) Ukuran dan massa jenis intermetalik besi (terutama sekali fasa β) meningkat dengan meningkatnya kandungan besi oleh karena itu berpartisipasi langsung terhadap mekanisme retak, semakin banyak intermetalik keuletan akan semakin rendah. 2) Meningkatnya kadar besi mengakibatkan porositas susut akan meningkat dan cacat ini mempengaruhi keuletan material akan keras tetapi rapuh.
Gambar 4.7. Diagram fasa terner Al-Si-Fe memperlihatkan alur pembekuan (9) Kadar kritis besi secara langsung dihubungkan dengan konsentrasi campuran logam silicon dalam paduan. Menunjukan bagian diagram fasa terner Al-Si-Fe menyoroti alasan keberadaan kandungan kritis besi. Kandungan campuran logam silicon meningkat, jumlah besi yang dapat ditoleransi sebelum fasa β dimulai terbentuk sebelum eutektik Al-Si meningkat 5 % silicon, kandungan kritis besi adalah ~ 0.35 % pada 7 % Si naik ~ 0.5, pada 9% adalah ~ 0.6 dan 11 % mencapai ~ 0.75 %.
40
Fasa intermetalik yang terbentuk pada paduan Al-Si tuang ini mempunyai melting point yang tinggi sehingga lebih dahulu membeku. Senyawa ini dengan orientasi dan bentuknya akan membuat gradient temperatur cair ke padat semakin menyolok dibandingkan temperatur lelehan. Perbedaan gradient temperatur inilah yang menyebabkan terjadinya cacat porositas susut mikro. Demikian pula fasa β mengikuti arah pembekuan logam cair dan tersebar secara acak di berbagai tempat. Pada waktu ada gas terperangkap dalam benda tuang dan adanya kelarutan gas yang tinggi menyebabkan terjadinya cacat porositas gas, fasa ini selalu menyertainya. Demikian pada saat terjadinya pembekuan yang diikuti penyusutan volume yang menyebabkan porositas susut. Maka setelah logam cair membeku disekeliling cacat baik makro porositas gas maupun porositas susut dikelilingi fasa–fasa β yang terbentuk seperti plat-plat ( lihat gambar 3.3.) 4.5.
Pengaruh Jarak Pembekuan Terhadap Cacat Porositas Gas Perubahan fasa dari cair ke padat walaupun sangat cepat akan menentukan
kualitas produk cor dan ada tidaknya cacat khususnya porositas susut, maka pembekuan yang diharapkan adalah pembekuan yang searah. Sedangkan prosentase porositas gas akibat proses pembekuan antara dinding cetakan dan dinding inti dapat dihitung dengan menggunakan metode optimas. Dewasa ini, untuk membantu menginterpretasikan fasa–fasa baik itu terjadi karena cacat porositas gas, porositas susut, dan inklusi selain menggunakan metodologi kuantitatif yaitu metode Hyen dengan point countnya dapat menggunakan program simulasi pengolahan citra atau metode optimas. Pada metode Hyen dengan menggunakan jumlah titik total 100. Jumlah yang terpotong pada garis dihitung satu dan yang menyentuh garis dihitung setengah, maka jumlah fasa yang ada dapat dihitung. Sedangkan tahapan pada metode optimas meliputi, preparasi dan melakukan etsa sample, dilanjutkan pengamatan struktur mikro dibawah mikroskop metalurgi dan pemotretan struktur mikro dengan pembesaran bertahap 20, 50 dan 100 kali. Analisa struktur mikro dengan metode optimas dapat dilakukan dengan memindahkan foto struktur mikro dengan format sesuai dengan
41
program pengolahan citra. Maka hasil prosentase fasa matrik Al, SI dan porositas gas atau porositas susut dapat diamati dengan mudah. Tabel IV.3. Hubungan nilai kekerasan dengan prosentase porositas Sampel
Prosentase
Nilai kekerasan
No
porositas
(HVN)
1
7
134.5
2
21.9
133.9
3
23.7
124.3
4
41.4
122.1
5
53.2
117.8
Keterangan Terletak dekat dinding cetakan (awal membeku) Disampingnya Terletak di tengah Sampingnya Terletak dekat dinding inti
Dari data terlihat dahwa semakin tinggi prosentase cacat porositas maka nilai kekerasanya akan menurun.
Gambar 4.8. Grafik hubungan prosentase porositas dengan nilai kekerasan
42
Gambar 4.9. Grafik hubungan antara porositas dengan jarak pembekuan Semakin awal proses pembekuan yang terjadi dekat dengan diinding cetakan semakin sedikit prosentase porositas dan nilai kekerasannya pun semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena kerapatannya lebih tinggi dibandingkan dengan area yang menuju dekat dinding inti. Dengan kerapatan yang lebih tinggi ini maka produk HPDC tidak perlu dilakukan perlakuan panas ( heat treatment ) seperti produk gravity die casting.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Analisis kegagalan produk casting ini dapat terlaksana melalui beberapa tahapan. Dari latar belakang masalah yang ada di lapangan, ditunjang dengan kajian pustaka, hasil pengujian dan evaluasi specimen serta pembahasan terjadinya cacat porositas, akhirnya penulis dapat menyimpulkan dan memberi beberapa saran sebagai berikut : 5.1.KESIMPULAN .1 Cacat awal produk dalam bentuk porositas penyusutan terjadi pada daerah pemesinan ( machining ) dekat dengan dinding inti yang terdapat jumlah cacat porositas gas sebesar 53.2 %. Jumlah cacat yang menuju dinding cetakan yang merupakan daerah awal pembekuan makin sedikit prosentasenya yaitu sebesar 7 %.. .2 Semakin awal logam cair membeku (pada dinding cetakan) material akan mempunyai nilai kekerasan 134.5 HVN lebih tinggi dibandingkan dengan akhir pembekuan pada dinding inti sebesar 117.8 HVN. .3 Cacat tambahan yang berskala “mikro porositas penyusutan” sebagai akibat dari unsur Fe dengan berat atom Fe 11.89 % yang bersifat pengotor terjadi pada fasa β atau Al5FeSi. Fasa yang terbentuk plate ini akan berada di sekeliling cacat baik porositas gas maupun porositas susut. 5.2.
SARAN 1. Perlunya memperhatikan parameter proses produksi agar diperoleh kualitas produk yang bermutu secara konsisten. 2. Material ingot sebelum peleburan agar diperiksa khususnya unsur Fe dan disesuaikan dengan standar ingot peleburan untuk proses HPDC. 3. Mengusahakan agar konduktivitas panas antara dinding cetakan dengan dinding inti tetap sama, sehingga terjadi pembekuan yang searah dan cacat
44
porositas penyusutan yang merupakan cacat awal produk pada hub/ tromol sepeda motor ini tidak terjadi di daerah permesisan.
45
DAFTAR PUSTAKA 1. J.R. Davis. (1996). Aluminium dan Aluminium alloys, ASM International, USA, 532-541 2. Lionel J.D. Sully. (1998), Die Casting, ASM Handbook Volume 15 Casting, ASM International,287-295 3. -------------------- (2000), Spesifikasi Proses Produksi Hub Front 4NS-01, PT. Chemco Harapan Nusantara, Bekasi. 4. --------------------- (1998), Pengecoran Logam Non Ferro, Fakultas Tehnik Universitas Indonesia, Jakarta, 53-60 5. W.O. Alexander, G.J. Davies, S, and V.N, Whittaker.(1990), Dasar Metalurgi Untuk Rekayasawan, PT. Gramedia Jakarta,64-66 6. Gruzeski Jhon E. & Closset Benarrd M (1990), The Treatment Of Liquid Aluminium – Silicon Alloy, American Foundrymen’s Society, Inc. 7. D.A.Granger, Q.T. Fang, and P.N. Anyalebechi (1989), Effect Of Solidification Condition on Hydrogen Porosity in Aluminium Alloy Casting, AFS Trans. 8. W.Khalifa, and J.E. Gruzleski (2003), Iron Intermetallic Phases in the Al Conner of the Al-Si-Fe system, Metallurgical and Material Transactions A, Volume 34 A. 9.
R.E. Smallman dan R.J. Bishop (2000), Metalurgi Fisik Modern & Rekayasa Material, Penerbit Erlangga, Jakarta, 47-52
10. Eddy Agus Basuki (2004), Metalurgi Fisika, Option Metalurgi Departemen Teknik Pertambangan, ITB, Bandung 46-47