e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 7 No: 1 Tahun 2017)
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN ZAKAT,INFAQ,SHADAQAH,(STUDI KASUS PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL KABUPATEN BULELENG) 1Rani
1Anantawikrama
Rahmat, Tungga Atmaja, 2Ni Luh Gede Sulindawati
Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia email:{
[email protected],
[email protected] [email protected]} Abstrak Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Buleleng atau Lembaga Amil Zakat adalah mengelola dana zakat, infaq, sahadaqah (ZIS) dari muzakki, sebagai penguat sosial dan ekonomi. Penelitian ini dilakukan di Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Buleleng yang beralamat Jalan Udayana No.17 Singaraja. Akuntabilitas dalam pengelolaan ZIS sangat diperlukan untuk mewujudkan kepercayaan pihakpihak yang terkait, seperti muzakki, mustahik, Pemerintah maupun masyarakat secara keseluruhan. Penelitian ini termaksuk penelitian dengan pendekatan kualitatif berupa., (1) data primer, yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Untuk data primer, pengambilan data dilakukan dengan bantuan catatan lapangan dan observasi mendalam oleh peneliti., dan (2) data Sekunder yaitu, sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen. Untuk data sekunder berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang selalu tersusun (data dokumen). Hasil penelitian ini menemukan bahwa akuntabilitas pengelolaan ZIS pada BAZ Kabupaten Buleleng bahwa akuntabilitas pengelolaan zakat BAZ (Badan Amil Zakat) Kabupaten Buleleng dapat dilihat dari perspektif internal dan eksternal organisasi sebagai pelaksana pengelolaan ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqah). Dalam perspektif internal organisasi, akuntabilitas ditujukan kepada karyawan dan pemerintah daerah (Bupati dan DPRD) sebagai stakeholders BAZ. Sedangkan bentuk akuntabilitas pengelolaan ZIS dalam perspektif eksteral organisasi ditujukan kepada stakeholders BAZ lainnya yaitu muzakki dan mustahik. Kata kunci: transparansi, akuntabilitas, zakat, infaq, shadaqah
Abstract Badan Amil Zakat National of Buleleng Regency or Lembaga Amil Zakat is an institution which manages the funds received as zakat, infaq, and sahadaqah (ZIS) from what is referred to as muzakki to support socio-economy. This present study was conducted at Badan Amil Zakat Nasional of Buleleng Regency which is located at Udayana Street No. 17, Singaraja. The accountability of the ZIS management is badly needed to maintain the trust of the related parties such as muszakki, mustahik, the government and common people as a whole. The qualitative approach was used in the present study. The data used were (1) the primary data which were directly obtained from the data source through note taking and deep observation made by the researcher; (2) the secondary data which were indirectly obtained through other people or documents. In this present study the secondary data were in the forms of notes or well-organized historical reports (documents).
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 7 No: 1 Tahun 2017) The result of the study showed that the accountability of ZIS managed by BAZ of Buleleng Regency could be explored in the internal perspective and external organization as the management of ZIS (Zakat, Infaq,Shadaqah). In the external organizational perspective, accountability was addressed to employees and the local government (the Regent and the Local Legislative Body) as the stakeholders of BAZ. The accountability of the management of ZIS in the perspective of the external organization was addressed to the other stakeholders of BAZ such as muzakki and mustahik.
Keywords: transparance, accountability, zakat, infaq, shadaqah PENDAHULUAN Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam, tujuan utama dari zakat yaitu meningkatkan kesejahtraan rakyat dan untuk mengurangi kesenjangan sosial dalam masyarakat agar dapat tercapai secara maksimal, maka dari itu dibutuhkan suatu Organisasi Pengelola Zakat, yang dapat mengatur dan mendistribusikan zakat secara adil dan merata. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar berdirinya berbagai Organisasi Pengelola Zakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia terdiri atas Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ dibentuk oleh pemerintah di bawah naungan Kementerian Agama, dan tersebar hampir di setiap tingkatan baik tingkat nasional, provinsi, kabupaten / kota, hingga kecamatan (Mahmudi, 2009:70). Berbeda dengan BAZ, Lembaga sebagai pengganti UU No. 38 Tahun 1999. Pembentukan Undang-undang ini diharapkan mampu memperbaiki sistem pengelolaan zakat di Indonesia, sehingga optimalisasi zakat dapat tercapai. Bagi pengelola ZIS, dengan didirikannya Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat adalah untuk mengelola dana ZIS dari muzakki, sebagai penguat sosial dan ekonomi melalui pendekatan community development (Muhammad, 2006:5). Pernyataan tersebut didukung oleh Yustika dan Andrianto, (2008) bahwa zakat (baik fitrah, mal, maupun yang lainnya) tidak boleh disalurkan secara langsung dalam bentuk uang tunai ataupun barang kebutuhan pokok lainnya (misalnya beras). Dengan nilai nomimal yang tidak terlalu besar pasti menyebabkan penggunaan atas ZIS yang
Amil Zakat (LAZ) adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang bertugas untuk mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat (UU No.23 Tahun 2011) tentang Akuntansi Zakat, dengan harapan terwujudnya Organisasi Pengelola Zakat yang akuntabel dan transparan. Perkembangan BAZ dan LAZ di Indonesia saat ini telah mengalami banyak kemajuan apabila dibandingkan dengan masa-masa awal berdirinya. Data tercatat sebanyak 33 jumlah BAZ provinsi dan 429 BAZ tingkat kabupaten/kota,serta 4771 BAZ tingkat kecamatan. Di lain pihak, Menteri Agama juga telah mengukuhkan delapan belas LAZ tingkat nasional (Avisenna, 2010). Perhatian pemerintah tehadap Organisasi Pengelola Zakat cukup besar. Setelah menerbitkan UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, pada tahun 2011, pemerintah kembali menerbitkan UU No.23 tahun 2011 diberikan kepada masyarakat miskin hanya dapat digunakan dalam jangka waktu yang pendek. Kondisi ini sebenarnya tidak dikehendaki oleh agama Islam, karena nilai-nilai mulia agama pasti menghendaki kesejahteraan umat manusia (walaupun masalah kaya dan miskin telah menjadi takdir seseorang) dapat dioptimalkan, sehingga kebebasan kesejahteraan yang setara dapat diakses sekaligus dinikmati oleh setiap manusia. Pengelolaan zakat dengan sistem administrasi dan tata usaha yang baik juga ditujukan agar pengumpulan dana zakat dan pendayagunaannya bisa dipertanggungjawabkan (Karim dan Syarief, 2009:2). Keberadaan Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) saat ini sangat dirasakan manfaatnya oleh
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 7 No: 1 Tahun 2017) masyarakat yang sedang kesusahan. BAZ/LAZ berupaya sedemikian rupa membantu kesulitan masyarakat miskin dengan berbagai programnya. Tak terkecuali program pemberdayaan bagi orang miskin di jalanan. Beragam program dilaksanakan dengan sumber pendanaan dari zakat (Maksum, 2009:7). Semangat untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat melalui program usaha produktif, terbukti mampu melapangkan beban masyarakat akibat himpitan ekonomi. Hal itu takkan mungkin terjadi tanpa adanya kebaikan dan kesadaran hati para muzakki yang ditopang oleh amil yang profesional, amanah, dan akuntabel. Dalam pengelolaan zakat modern, amil memiliki posisi yang sangat penting dalam mengemas program-program atau produk yang berdayaguna bagi mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) (Karim dan Syarief, 2009:4). Program pemberdayaan zakat tidak hanya bermanfaat bagi mustahiq, tetapi juga bermanfaat bagi muzakki, karena selain dapat menyalurkan zakat, infaq dan shadaqahnya, muzakki juga akan dapat mengikuti pembinaan agama yang dilakukan oleh BAZ ataupun LAZ, baik melalui pengajian rutin yang dilakukan oleh BAZ ataupun LAZ, maupun melalui media majalah yang diberikan untuk donatur. Muzakki (orang atau badan yang dimiliki oleh orang Muslim yang bekewajiban menunaikan zakat) juga dapat melakukan konsultasi agama yang dimuat di majalah tersebut. Bagi muzakki, adanya Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat akan membantu menyalurkan zakat yang wajib dikeluarkan kepada mustahiq, dengan lebih mudah, tidak beresiko adanya kecelakaan saat membagikan, dana zakat yang diserahkan juga akan lebih bermanfaat untuk mengentas kemiskinan yang ada. Berzakat dan berinfaq melalui Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat juga dapat menjauhkan muzakki dari riya’ terhadap mustahiq. Selain itu, mustahiq tidak merasa rendah dihadapan para muzakki (Harian Pelita, 2012:1). Namun sebagian dari muzakki (wajib zakat) masih meragukan keberadaan BAZ atau LAZ, dalam hal pendistribusian zakat kepada yang berhak, disamping
banyaknya keinginan dari muzzaki untuk memberikan zakat secara langsung kepada yang berhak (Harian Pelita, 2012:1). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar muzakki masih menginginkan pengelolaan zakat yang lebih baik, yaitu bahwa pengelola zakat harus memiliki profesionalisme, transparansi dalam pelaporan dan penyaluran yang tepat sasaran, dengan program-program yang menarik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Transparansi adalah menyampaikan laporan kepada semua pihak secara terbuka, terkait pengoperasian suatu pengelolaan dengan mengikutsertakan semua unsur sebagai landasan pengambilan keputusan dan proses pelaksanaan kegiatan. Menurut Muhammad Hasan Membangun transparansi dalam pengelolaan zakat akan menciptakan sistem kontrol yang baik antara dua pihak yaitu lembaga dan stakeholders, karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi (lembaga zakat) saja tetapi lebih kepada pihak ekstern yaitu muzakki atau masyarakat secara luas. Hal inilah yang yang seharusnya dijadikan lembaga untuk meangurangi rasa curiga dan ketidakpercayaan masyarakat akan dapat diminimalisasi. Akuntabiltas merupakan istilah yang terkenal dalam Administrasi Negara Republik Indonesia menjadi pendorong pembentukan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraaan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, kolusi dan Nepotisme. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia akuntabilitas adalah “tentang hal-hal yang bertanggung jawab atau keadaan yang bisa dimintai pertanggunggjawabannya”. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah (1) Darimana sumber Dana yang dikelola oleh Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Buleleng, (2) Bagaimana Pemanfaatan Dana yang dikelola Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Buleleng, (3) Bagaimana Akuntabilitas Pengelolaan Zakat, Infaq, Shadaqah Pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Buleleng.
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 7 No: 1 Tahun 2017)
METODE Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa katakata tertulis dari orang dan prilaku yang diamtai didukung dengan studi literature atau studi kepustakaan berdasarkan pendalaman kajian pustaka berupa data, sehingga realitas dapat dipahami dengan baik (Moleong dalam Nuronia : 2012) Jenis Pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan Deskriptif Kualitatif, Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada konsep Milles & Huberman yaitu metode analisis data model interaktif (interactive model). Miles dan Hubermen (1992: 20), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Ukuran kejenuhan data ditandai dengan tidak diperolehnya lagi data atau informasi baru. Berdasarkan sumbernya data dibagi menjadi 2 (Sugiyono, 2010:24) yaitu (1) data primer, yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.Untuk data primer, pengambilan data dilakukan dengan bantuan catatan lapangan dan observasi mendalam oleh peneliti, (2) data sekunder yaitu, sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen. Untuk data sekunder berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang selalu tersusun (data dokumen). Informan yang dituju untuk proses pengambilan data adalah pihak BAZ yang secara langsung berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dan memiliki pengalaman berinteraksi dengan stakeholders (Pemerintah/DPRD, muzakki, dan mustahiq). Maka dari itu, dalam penelitian ini peneliti mencoba menentukan kunci (keyinformant) atau tokoh formal yaitu kesekretariatan / karyawan BAZ Kabupaten Buleleng. Dalam penelitian Kualitatif, Sugiono (2011:225) menyebutkan bahwa,
pengumpulan data dilakukan dalam natural setting (kondisi yang alamiah) sumber data primer, dan teknik pengumpulan data yang lebih banyak pada observasi berperan serta (participant observation). Wawancara mendalam in depth interview dan dokumentasi. Selanjutnya teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuesioner (angket) dokumentasi dan gabungan keempatnya. Langkah- langkah dalam analisis data yaitu (1) Reduksi data (Data Reduction), dimana mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok dan memokuskan pada hal yang penting dicari tema dan polanya. Proses reduksi data akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai yaitu, sebuah temuan dalam penelitian tersebut. Reduksi data mempermudah untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya; (2) Penyajian data (Data Display). Penyajian data dapat disajikan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antara kategori flowchart dan sejenisnya yang paling sering digunakan menyajikan data dalam penelitian kualitatif dengan teks yang bersifat naratif. Namun tidak menutup kemungkinan penyajian data juga didukung dengan grafik, tabel maupun chart untuk melengkapi penjelasan teks yang bersifat naratif; dan (3) Penarikan Kesimpulan Verifikasi (Conclusion Drawing / Verification), yaitu kesimpulan yang dihasilkan dari dua proses sebelumnya diharapkan dapat menjawab rumusan masalah yang telah disebutkan sebelummnya. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Penyajian data yang dikemukakan nanti bila telah didukung dengan data – data yang lengkap, maka dapat ditarik kesimpulan yang bersifat kredibel. Menurut patton dalam Moleong (2005:178) mengatakan bahwa dalam rangka menjaga keabsahan data digunakan empat kriteria yaitu sebagai berikut (1) Kepercayaan (Credibility), yaitu kredibilitas yang dimaksudkan untuk membuktikan apakah data yang dikumpulkan sesuai dengan keadaan
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 7 No: 1 Tahun 2017) sebenarnya dilapangan. Kriteria derajat kepercayaan dipergunakan dengan beberapa teknik (Moleong,2005), yaitu perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, dan trianggulasi; (2) Pengecekan Sejawat. Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dengan bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat. Dalam penelitian ini hasil akhir atau sementara yang peneliti dapat akan didiskusikan dengan rekan-rekan mahasiswa; (3) Keteralihan (Transferability). Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menyajikan laporan hasil penelitian untuk memperkaya wacana ilmiah melalui deskripsi secara terperinci atau urain yang cermat. Keteralihan sebagai persoalan empirik tergantung pada kesamaan anatara konteks pengirim dan penerima, untuk melakukan pengalihan tersebut peneliti mencari dan mengumpulkan data kejadian empiris untuk kontek yang sama. Dengan demikian peneliti bertanggungjawab untuk menyediakan jasa deskripsi secukupnya. Keteralihan hasil penelitian biasanya berkaitan dengan sejauh mana hasil penelitian itu dapat diterapkan dan digunakan dalam situasi-situasi yang lain; (4) Ketergantungan (Dependbility). Dalam hal ini peneliti meneliti dan menguji kembali hasil melalui proses pemeriksaan yang cermat dan teliti terhadap seluruh komponen dalam laporan hasil penelitian untuk memperbaiki kesalahan sehingga hasil penelitian ini dapat mencapai kesempurnaan. Kesalah sering dilakukan oleh nanusia itu sendiri terutama peneliti karena keterbatasan pengalaman, waktu dan pengetahuan; dan (5) Kepastian (Confirmability). Untuk mewujudkan kepastian penelitian mendiskusikan dan menginformasikan dengan komisi pembimbing. Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan informasi serta interprestasi hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada. Disamping itu mendiskusikan dan menginformasikan dengan narasumber atau pakar berkaitan dengan masalah yang diteliti.
HASIL DAN PEMBAHASAN Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Buleleng seiring dengan UU sebetulnya Badan Amil Zakat berada sejak tahun 2008 dan itu masih bernama BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah) seiring dengan berjalannya waktu, adanya BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah), pada tahun 2011, sekarang berubah nama menjadi (BAZNAS) Badan Amil Zakat Nasional setelah ada UU perubahan seiring itu berjalanlah Buleleng sesuai dengan ketentuan - ketentuan yang yang berlaku didalam UU tersebut jadi resminya menjadi nama Badan Amil Zakat Nasional sejak tahun 2011. BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) Kabupaten Buleleng adalah sebuah organisasi yang didirikan atas inisiatif pengurus zakat kantor kementerian agama Kabupaten Buleleng, bekerjasama dengan para tokoh masyarakat untuk sepakat menjalankan semua kegiatan atau program yang berkaitan dengan bidang sosial dan tentunya tujuan akhirnya adalah membantu meringankan beban masyarakat baik dalam hal pendidikan, kesehatan, kemiskinan dan lain – lain. lapisan masyarakat, BAZNAS Kabupaten Buleleng dibentuk berdasarkan keputusan Bupati Buleleng nomor 450/88/HK/2016 tanggal 18 Februai 2016 Tugas pokok BAZNAS adalah menghimpun, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat, infaq dan shadaqoh di Kabupaten Buleleng. Visi dari BAZNAS yaitu: “Menjadi Badan Amil Zakat Nasional Yang Amanah, Transparan Dan Professional”. Sedangkan untuk misi dari BAZNAS yaitu: Meningkatkan kesadaran umat untuk berzakat melalui BAZNAS Kabupaten Buleleng; Meningkatkan penghimpunan dan pendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan syariah dan prinsip manajemen modern; Menumbuh kembangkan pengelola / amil yang amanah transparan, professional dan terintegrasi; Mewujudkan pusat data zakat Kabupaten Buleleng; Memaksimalkan peran zakat dalam menanggulangi kemiskinan di Kabupaten Buleleng melalui sinergi dan koordisnasi dengan lembaga terkait.
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 7 No: 1 Tahun 2017) Pegawai Badan Amil Zakat Kabupaten Buleleng harus memahami jalur-jalur kerja sama. Ia harus tau dengan siapa harus bekerjasama, dengan siapa tugas-tugas harus dikomunikasikan. Adapun pembagian tugas dari Badan Amil Zakat Kabupaten Buleleng sebagai berikut: Ketua tugas megawasi dan mengintrusikan atas seluruh jalannya lembaga; Wakil satu membidangi pengumpulan bagaimana proses pengumpulan dan sosialisai sehingga ada rasa kepercayaan saudara kita untuk menyalurkan zakat, inpaq dan shadaqahnya pada Badan Amil Zakat Kabupaten Buleleng; Wakil yang kedua membidangi masalah pendistribusian dan pemberdayaan , bagaiman pendistribusian dan pemberdayaan ini supaya setelah di distribusikan saudara kita bisa berdaya yang awalnya miskin , fakir bgaimana bisa berdaya dalam artian bukan hannya nanti kita memberikan yang sudah jadi maka kita sinkronkan dengan adanya buleleng program makmur jadi kita kan memberikan semacam bantuan modal dan diadakan pembinaan sehingga dengan adanya program itu saudara kita yang fakir dan miskin yang awalnya menjadi mustahik (orang yang menerima zakat) hingga akhirnya menjadi muzakki (orang yang memberikan zakat); Wakil yang ketiga dibagian pelaporan kuangan jadi selalu ngurusin keluar masuknya uang. Wakil yang ke empat dibagian perencanaan adminstrasi sdm, jadi apa yang akan dikelola BAZNAS itu lahirlah dari bidang yang ke empat sehingga lahirlah program-program yang bisa menyentuh delapan asnaf; Wakil yang ke empat dibagian perencanaan adminstrasi sumber daya manusi (SDM), jadi apa yang akan dikelola BAZNAS itu lahirlah dari bidang yang ke empat sehingga lahirlah program-program yang bisa menyentuh delapan asnaf. Delapan asnaf yaitu, fakir, miskin, (orang yang tidak memiliki harta), Miskin (orang yang penghasilannya tidak mencukupi), Riqab (hamba saya atau budak), Gharim (orang yang memiliki banyak hutang), Mualaf (orang yang baru masuk islam), Fisabililah (pejuang di jalan Allah), Ibnu Sabil (musafir dan para pelajar perantauan), Amil Zakat (panitia penerima
dan pengelola dana zakat; Sekretaris yang tugasnya administrasi umum; Bendahara yang tugasnya mengatur uang masuk uang keluar dan menabung. Sumber Dana yang Dikelola oleh Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Buleleng Sumber dana untuk memenuhi kebutuhan Dana Operasional tersebut direncanakan dari APBN, APBD, Hak Amil, dan Infaq/Shadaqoh. Dewan Pertimbangan yang telah menetapkan bahwa sumber Dana Operasional ini dapat diambil dari Hak Amil maksimal 1/8 bagian atau 12, 5% dan dari infaq dalam batas kewajaran diluar dari APBN, APBD dan Infak Operasional. Dari hasil wawancara yang saya lakukan di Badan Amil zakat Nasional Kabupaten Buleleng dijabarkan oleh H. Muhammad Maksum Amin sebagai berikut: “Sumber dana yang dikelola oleh Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Buleleng yaitu berasal dari Unit pengumpulan Zakat, pihakpihak yang terlibat dalam pengelolaan keuangan yaitu: Semua pengurus BAZNAS Kabupaten buleleng yang mengelola dan unsur dalam mengelola dananya secara terbuka tidak ada yang ditutup-tupi, arah penggunaan dananya diberikan kepada Mustahik, dananya digunakan untuk pemerdayaan mustahik baik secara konsumtif maupun produktif”. Pemanfaaatan Dana yang Dikelola oleh Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Buleleng Penyaluran zakat diperuntukkan bagi 8 (delapan) asnaf yaitu (1) Fakir (orang yang tidak memiliki harta), (2) Miskin (orang yang penghasilannya tidak mencukupi), (3) Riqab (hamba saya atau budak), (4) Gharim ( orang yang memiliki banyak hutang), (5) Mualaf (orang yang baru masuk islam ), (6) Fisabililah (pejuang di jalan Allah), (7) Ibnu Sabil (musafir dan para pelajar perantauan ), dan (8) Amil Zakat (panitia penerima dan pengelola dana zakat).
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 7 No: 1 Tahun 2017) Penyaluran yang dilakukan bersifat pendistribusian (konsumtif) dan pendayagunaan (produktif). Dengan kata lain penyaluran dilakukan dalam bentuk bantuan langsung dan pemberdayaan. Penyaluran secara diharapkan berperan dalam pengentasan kemiskinan. Selain itu diharapkan terjadi pendistribusian yang merata dan mencakup mustahik seluruh Kabupaten Buleleng. Adapun penyaluran dana ZIS BAZNAS Kabupaten Buleleng Tahun 2016 yaitu:
program: Buleleng cerdas, Buleleng sehat,Buleleng taqwa,Buleleng peduli dan untuk Buleleng makmur.
penyaluran dana ZIS BAZNAS tahun 2016 berjumalah 159600.000, digunakan untuk No
1
Program
Buleleng Cerdas
Program Kegiatan Bantuan Anak Didik (BUDI) SD/MI Bantuan Anak Didik (BUDI) SMP/MTs Bantuan Anak Didik (BUDI) SMA/SMK Satu Keluarga Satu Sarjana (SKSS) Bantuan Anak Didik Berprestasi Bantuan Anak Didik Masuk Sekolah Persiapan, Pembinaan& Monitoring Program
Total Anggaran
Asnaf Fakir , Miskin
12.000.000 Fakir , Miskin 18.000.000 Fakir , Miskin 18.000.000 Fakir , Miskin, Fisabilillah 4.000.000 4.000.000 Fakir , Miskin, Fisabilillah 3.000.000 Fisabilillah
Total Penyaluran Program Indonesia Cerdas Buleleng 2 Bantuan Kesehatan Sehat Total Penyaluran Program Indonesia Sehat Bantuan Guru Ngaji 3 Buleleng Taqwa Pembinaan & Monitoring Program
59.000.000
Total Penyaluran Program Indonesia Taqwa Santunan AnakYatimDuafa(SAYYID) Sebar Sembako Buleleng 4 Bedah Rumah Peduli Buka Puasa Bersama Anak YatimDhuafa Pembinaan& Monitoring Program Total Penyaluran Program Indonesia Peduli Buleleng Bantuan Modal Bergulir 5 Makmur Pembinaan& Monitoring Program Total Penyaluran Program Indonesia Makmur Total Penyaluran
47.000.000
7.500.000 Fakir, Miskin 7.500.000 46.000.000 Fisabilillah 1.000.000 Fisabilillah
4.000.000 Fakir, Miskin 18.000.000 Fakir, Miskin 10.000.000 Fakir, Miskin 2.100.000 Fakir, Miskin, Yatim 2.000.000 Fisabilillah 36.100.000 9.000.000 Fakir, Miskin 1.000.000 Fisabilillah 10.000.000 159.600.000
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 7 No: 1 Tahun 2017)
Akuntabilitas Pengelolaan Zakat, Infaq, Shadaqah pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Buleleng Menurut Mardiasmo sebagaimana yang dikutip oleh Amin Rahmanurrasjid, transparansi mengandung arti keterbukaan pemerintah dalam menyampaikan informasi kepada pihakpihak yang membutuhkan atas suatu aktifitas pengelolaan sumber daya publik. Pemerintah dalam konteks ini adalah Badan Amil Zakat menyampaikan informasi pengelolaannya baik itu keuangan dan lainnya kepada para pemangku kepentingan yaitu para muzakki. Salah satu Badan Amil Zakat yang ada di buleleng adalah Badan Amil Zakat Nasional kabupaten Buleleng yang beralamat Jalan Udayana No. 17 Singaraja. Badan Amil Zakat adalah organisasi pengelolaan Zakat akan berhubungan dengan muzakki dalam pengumpulan dana ZIS. Sistem Pengelolaan Zakat, Infaq, Shadaqah pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Buleleng ini mengunakan SiMBA sebagai bentuk akuntabilitas pengelolaannya. Menurut informasi yang didapat dari Ketua Badan amil Zakat Nasional Kabupaten Buleleng, sistem informasinya mengunakan pencatatan secara manual dan SiMBA kami terpantau dari BAZNAS pusat dan provensi terpantau karena ada sistem SIMBA. Kalau secara manual kami laporkan kepada Bapak Bupati dari semuanya insyaallah bisa terpantau dari sistem dari instansi-instansi terkait yang ada dengan BAZNAS Kabupaten Buleleng. SiMBA adalah Sistem informasi atau Sistem Manajemen Informasi BAZNAS yang merupakan sebuah sistem yang menjadi terobosan baru dalam hal ini memenuhi peran coordinator zakat nasional bagi sistem pengelolaan zakat yang transparan dan akuntabel bagi seluruh Indonesia. Dengan basis online, peran coordinator zakat bisa menjangkau hamper seluruh Indonesia.
Dalam hal integrasi pengelolaan zakat, oleh UU No.23/2011 itu BAZNAS diberi amanah sebagai koordinator zakat nasional. Dengan adanya amanah tersebut, BAZNAS kemudian membutuhkan sebuah sistem manajemen informasi yang dapat membantu operasional BAZNAS (pusat, provensi, kabupaten /kota) dan lembaga dalam sistem manajemen informasi yang bisa menghasilakan laporan yang berjenjang dari kabuapten / kota ke provensi, dari provensi ke pusat,dan dari pusat ke Presiden/ /DPR. Targetnya adalah membuat sebuah sistem yang dapat meng-integrasi data BAZNAS diseluruh Indonesia dengan cara yang efektif, singkat serta terjangkau ke seluruh daerah. BAZNAS akhirnya mengembangkan sebuah teknologi manajemen informasi yang berbasis jaringan internet bernama SiMBA. Sistem Informasi Manajemen BAZNAS atau SiMBA lahir dan diawali dengan membagun master plan IT pada bulan November 2011-2012. Dalam rancangan tersebut, sistem informasi di BAZNAS dibungun baik dari teknologinya, ruang lingkup, input maupun outputnya. Setelah itu dibuatlah standart operating procedure (SOP)-nya. Harapannya, SiMBA dapat digunakan oleh BAZNAS diseluruh Indonesia. Sebagai standart operasional lembaga zakat dan pelaporan zakat. Lahirnya sebuah teknologi baru bagi operator zakat tentunya membutuhkan transfer knowledge seluruh penggunanya. Didalam SiMBA ada dua sistem, yaitu Sistem Informasi Operasional (SIO) dan Sistem Informasi Pelaporan (SIP). Masing- masing BAZNAS dan lAZ mengunakan SIO untuk operasi sehari hari dengan pendekatan kas masuk dank as keluar. Dalam kas masuk, anatara lain dapat di-input data based muzakki, transaksi penghimpunan dana zakat, infaq, shadaqah (ZIS). Sedangkan dalam kas keluar, bisa di input data base mustahik dan penyaluran ZIS. Data -data tersebut, termaksuk yang sifatnya keuangan dan transaksi keuangan akan
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 7 No: 1 Tahun 2017) menghasilakan lporan-laporan seperti profil muzakki, jumlah penghimpunan dana ZIS, profil asnaf, dan jenis program penyaluran. Ada juga laporan keuangan standaryang mengacu kepada pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 109. Bisa diterbitkan juga kartu nomor pokok wajib zakat (NPWP) dan bukti setoran zakat. Jadi, dengan simba muzakki dilayani sebaik mungkin mulai dari registrasi samapai ke pembayan dan pelaporan. Dengan data based yang di input oleh BAZNAS kabupaten /Kota, maka BAZNAS provensi akan bisa membaca laporan dari seluruh kabupaten /kota yang ada dalam wilayahnya. Begitu juga BAZNAS. Dia bisa tahu laporan BAZNAS provensi dan kabupaten / kota. Inilah kemudian yang kemudian yang menjadi sistem informasi pelaporan (SIP) yang sudah terintegrasi, berbeda dengan SIO yang berada di masing-masing BAZNAS. Atau tidak terintegrasi. Dengan demikian akan lahir laporan zakat nasional dengan standar yang transparan, akuntabel dan mudah diakses melalui web masing-masing BAZNAS (pusat, provensi, kota/kabupaten. Untuk itu BAZNAS daerah dan lAZ perlu mendukung dan menyiapkan perangkat infrastruktur fisik dan kapasitas sumber daya manusia agar sistem yang dibagun ini berjalan dengan baik. Berdasarakan uraian diatas, dapat diketahui bahwa akuntabilitas pengelolaan zakat BAZ (Badan Amil Zakat) Kabupaten Buleleng dapat dilihat dari perspektif internal dan eksternal organisasi sebagai pelaksana pengelolaan ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqah). Dalam perspektif internal organisasi, akuntabilitas ditujukan kepada karyawan dan pemerintah daerah (Bupati dan DPRD) sebagai stakeholders BAZ. Sedangkan bentuk akuntabilitas pengelolaan ZIS dalam perspektif eksteral organisasi ditujukan kepada stakeholders BAZ lainnya yaitu muzakki dan mustahik. Sketsa akuntabilitas BAZ Kabupaten Buleleng dalam mengelola zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS) didasarkan pada 2 (dua) hubungan yaitu hubungan yang bersifat vertikal dan hubungan yang bersifat horizontal. Hubungan vertikal menumbuhkan nilai
amanah, sementara hubungan horizontal menumbuhkan nilai profesional dan transparan. Dari nilai amanah tersebut akan terbentuk akuntabilitas spiritual, yaitu akuntabilitas yang menggambarkan aspek keagamaan yang dirasakan seseorang untuk mewujudkan nilai pertanggungjawaban. Akuntabilitas spritual terwujud dalam wisata hati, ketaqwaan, dan tazkiyah. Nilai profesional mewujudkan akuntabilitas program yang telah dijalankan. Bagi BAZ muzakki/munfiq mempunyai arti penting bagi keberlangsungan organisasi. Sedangkan akuntabilitas program merupakan fenomena pertanggungjawaban BAZ kepada mustahiq dalam bentuk program dakwah, sosial, pendidikan, dan ekonomi. Bentuk akuntabilitas pengumpulan dana ZIS melalalui UPZ (Unit Pengumpulan Zakat). Akuntabilitas program terwujud dalam pembuatan program distribusi dana ZIS yang efektif dan efisien untuk meningkatkan taraf hidup mustahik. Dari nilai transparan mewujudkan akuntabilitas laporan. Akuntabilitas laporan merupakan bentuk pertanggungjawaban secara tertulis, baik dalam pelaporan program kerja maupun pelaporan keuangan BAZ yang diberikan secara periodik kepada muzakki dan pemerintah. Akuntabilitas ini pada dasarnya untuk meningkatkan transparanasi kegiatan BAZ kepada donatur dan pemerintah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti mengenai Transparansidan Akuntabilitas Pengelolaan Zakat, Infaq, Shadaqah pada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Buleleng, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan yaitu (1) pengelolaan dana zakat dan infaq atau shadaqah yang ada pada Badan Amil Zakat, Kabupaten Buleleng telah dilakukan sesuai ketentuan syariat Islam dan peraturan perundangan yang berlaku, (2) unit pengumpul zakat yang selanjutnya disingkat UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Badan Amil Zakat di semua tingkatan dengan tugas mengumpulkan zakat untuk melayani
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 7 No: 1 Tahun 2017) muzakki yang berada pada desa/kelurahan, instansi pemerintahan dan swasta baik dalam daerah maupun luar Kabupaten Buleleng”., dan (3) dengan adanya Sistem Informasi Manajemen (SiMBA) dapat mempercepat dalam penyajian laporan keuangan dan efektif serta terjangkau ke seluruh daerah dan tidak memerlukan waktu yang cukup lama. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti memiliki beberapa saran diantaranya (1) Bagi karyawan yaitu diharapkan dapat mengoperasikan sistem informasi Manajemen (SiMBA) dan harus meningkatkan kualitas kinerjannya dalam mengelola zakat, (2) Bagi peneliti selanjutnya yaitu diharapkan meneliti pada ruang lingkup yang lebih luas atau lebih dari satu Badan Amil Zakat Nasionla Kabupaten Buleleng (BAZNAS) sehingga hasil penelitian dapat digeneralisir pada tempat dan situasi yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Al Qur’an dan Al Hadis. Harian Pelita. 2012. Sebaiknya Muzakki Berzakat Melalui Badan Amil Zakat. Artikel Agama dan Pendidikan di Publikasikan. Edisi Rabu, 8 Februari 2012. www.pelita.or.id/kontak.php. Diakses 9 Oktober 2016. Republik Indonesia, 2008. Kamus Besar Bahas Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka utama.
Karim, Adiwarman A dan Syarief, Azhar. 2009. Fenomena Unik Di Balik Menjamurnya Lembaga Amil Zakat (LAZ) Di Indonesia. Jurnal Pemikiran dan Gagasan Vol. I. Zakat & Empowering. www.imz.or.id. Diakses 9 September 2016. Mahmudi. 2009. Penguatan Tata Kelola dan Reposisi Kelembagaan Organisasi Pengelola Zakat. Ekbisi, Vol: 4 No: 1:69-84. Maksum, Mujab Ali. 2009. Optimalisasi zakat Profesi Dalam Rangka Pemberdayaan Keluarga Miskin (Studi Kasus di LAZ BKK PT. PLN (Persero) RJTD Ungaran Kab. Semarang. Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. www.google.com/html.manajemenza k at. Diakses 8 Oktober 2016. Muhammad,Hasan. Tahun 2011. Manajemen Zakat. Yogyakarta: Idea Press. Republik Indonesia Tahun 1999. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraaan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, kolusi dan Nepotisme. Yustika, Ahmad Erani dan Andianto, Jati. 2008. Zakat, Keadilan dan Keseimbangan Sosial. Jurnal Pemikiran dan Gagasan: Zakat & Empowering. Vol: 1 No: 4, September 2016.