TRANSFORMASI SISTEM DAKWAH MAJELIS RASULULLAH SAW DI JAKARTA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh Muhammad Ardiansyah NIM: 1111051000013
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016 M
ABSTRAK Muhammad Ardiansyah (1111051000013) Transformasi Sistem Dakwah Majelis Rasulullah SAW di Jakarta Di Indonesia peran majelis taklim sangat besar dalam menyebarkan nilai-nilai dakwah Islam. Majelis taklim menjadi wadah pendidikan Islam yang masih tetap bertahan hingga saat ini baik di pedesaan maupun di perkotaan. Majelis Rasulullah SAW (MR) sebagai sistem majelis taklim yang berada di DKI Jakarta pada masa kepemimpinan Habib Munzir, hanya berfokus pada praktek dakwah berupa pengajian yang dilakukan pada malam selasa. Namun, untuk mempertahankan eksistensinya, praktek-praktek dakwah MR terus berkembang dan bertransformasi hingga sekarang paska wafatnya Habib Munzir yang diteruskan oleh Dewan Syuro. Berdasarkan konteks di atas, transformasi yang dilakukan MR terlihat pada beberapa praktek dakwah yang masih tetap dan akan terus dilakukan. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini ialah bagaimana transformasi sistem dakwah Majelis Rasulullah SAW pada periode Habib Munzir hingga periode Dewan Syuro? Teori yang digunakan adalah teori sistem dan teori strukturasi oleh Anthony Giddens. Sistem dapat didefinisikan sebagai sebuah entitas yang di dalamnya terdapat bagian-bagian yang saling terikat satu sama lain. Kemudian, Anthony Giddens melihat bahwa segala perubahan praktek sosial pasti melalui teori strukturasi. Teori strukturasi menjelaskan bahwa terlaksananya praktek sosial tercermin dari adanya hubungan yang terjalin antara para pelaku (agen) dan struktur yang saling mengandaikan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif dengan menjelaskan data ke dalam tulisan yang mendalam dan terstruktur. Metode deskriptif menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah (naturalistic setting). Metode deskriptif merupakan penggambaran, pemahaman, penamaan, interpretasi, penafsiran, pengembangan dan eksplorasi terhadap suatu masalah penelitian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, MR mencoba bertransformasi dari majelis taklim tradisional ke modern. Dalam praktek-praktek dakwahnya, MR yang awalnya hanya berfokus pada praktek dakwah berupa pengajian, sekarang sudah mulai masuk ke bidang sosial dengan melakukan mitra ke berbagai perusahaan, instansi swasta dan pemerintahan. Selain itu, MR juga memanfaatkan kemajuan teknologi informasi seperti website dan media sosial serta aplikasi di gadget guna menunjang serangkaian program dakwahnya. Jadi, pada periode Habib Munzir, MR masih mengadopsi sistem dakwah otoritarian atau kediktatoran yang masih tersentral kepada penokohan Sang Habib dalam segala prakteknya. Sedangkan paska wafatnya Habib Munzir hingga sekarang, MR yang dipimpin oleh Dewan Syuro, mengadopsi sistem majelis taklim struktural dengan tidak adanya otoritas pelaku melainkan kesepakatan bersama dari para pelaku yang ada di dalam dewan tersebut Kata kunci: Transformasi, Sistem Dakwah, Majelis Rasulullah SAW, Habib Munzir, dan Dewan Syuro.
ii
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil „alamin, segala puji berserta syukur bagi Allah SWT yang selalu memberikan berbagai nikmat dan petunjuk kepada penulis, sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini. Shalawat beserta salam terhaturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW serta para keluarga dan sahabatnya yang telah membimbing umat dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan yang penulis miliki, dan tidak sedikit kesulitan serta hambatan yang di alami penulis. Namun, berkat hidayah dan inayah Allah SWT dan berkat kerja penulis disertai dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, maka segala kesulitan dan hambatan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan pada waktunya. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan atas terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih ini penulis sampaikan kepada: 1.
Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi dan Keuangan, dan Dr. Suhami, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.
2.
Drs. Masran, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Fita Fathurokhmah, SS, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
3.
Dosen Pembimbing Skripsi sekaligus motivator, Bintan Humeira, M.Si yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaganya dalam membimbing penulis.
iii
4.
Dosen Penasehat Akaademik KPI A yaitu Artiarini Puspita Arwan, M.Psi yang juga memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.
5.
Segenap Pengurus Majelis Rasulullah SAW, Ustadz Syukron Makmun yang telah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan banyak informasi dan data-data yang dibutuhkan, Habib Muhammad Al Kaff, Nurul Hidayatullah, dan para staf sekretariat sebagai tuan rumah yang selalu mendampingi penulis di markasnya.
6.
Jajaran dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, atas kontribusi memberikan pandangan, motivasi dan ilmu selama ini.
7.
Seluruh staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, perpustakaan Universitas Indonesia, dan perpustakan Nasional Republik Indonesia.
8.
Orang tua tercinta, Bapak Ansori Mukhsin dan Emak Aisyah yang selalu mendoakan, memberikan semangat serta menjadi motivasi penulis disaat malas mengerjakan skripsi ini.
9.
Kakak dan adik penulis, Muhamad Bakir, Muhammad Firmansyah dan Nur Adliyati yang selalu memberikan nasihat dan penyemangat.
10. Yosi Mawarni yang selalu memberi semangat, motivasi, bantuan materi dalam proses skripsi ini. 11. Teman-teman Lailatul Qodar di antaranya Syifa, Dewi, Adul, Angki, Pici, Bani, Ziah dan Putri yang selalu memberikan motivasi, keceriaan dan pencerahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Teman-teman KPI A 2011, yang telah banyak melukiskan sejarah kehidupan penulis selama menimba ilmu dalam satu kelas yang sama.
iv
13. Ahmad Syahroji (Ojay), Fajar, Nana dan Nanta yang selalu menjadi teman diskusi sambil ngopi serta saling memberikan motivasi, pandangan dan masukan dalam proses menyelesaikan skripsi ini. 14. Seluruh pihak yang membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat walaupun masih banyak kekurangan. Penulis juga berharap adanya kritik dan saran dari para pembaca agar dapat membuat penelitian yang lebih sempurna. Depok, 27 September 2016
Muhammad Ardiansyah
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .........................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii DAFTAR ISI......................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...............................................................
1
B. Fokus dan Rumusan Masalah .......................................................
6
1. Fokus Masalah ........................................................................
6
2. Rumusan Masalah ..................................................................
6
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ........................................................................
6
1. Manfaat Akademis..................................................................
6
2. Manfaat Praktis .......................................................................
7
E. Tinjauan Pustaka ..........................................................................
7
F. Sistematika Penulisan ...................................................................
8
KONSEP TEORITIK A. Transformasi ................................................................................. 10 B. Sistem ........................................................................................... 10 C. Majelis Taklim.............................................................................. 15 1. Pengertian Majelis Taklim ..................................................... 15 2. Tujuan dan Fungsi Majelis Taklim......................................... 18 3. Jenis-jenis Majelis Taklim ...................................................... 19 4. Unsur-unsur Majelis Taklim................................................... 23 D. Teori Strukturasi ........................................................................... 24 1. Dasar Pemikiran Teori Strukturasi Anthony Giddens ............ 24 2. Pelaku dan Perilaku Tindakan (agen dan agency) ................. 29 3. Struktur (structure) ................................................................. 31 vi
4. Dualitas Struktur ..................................................................... 32 5. Ruang dan Waktu ................................................................... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian .................................................................... 37 B. Metode Penelitian ......................................................................... 38 C. Pendekatan Penelitian ................................................................... 39 D. Subjek dan Objek Penelitian ........................................................ 39 E. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 39 F. Sumber dan Jenis Data ................................................................. 40 G. Teknis Pengumpulan Data ............................................................ 40 1. Observasi Partisipatif.............................................................. 40 2. Wawancara Mendalam ........................................................... 42 3. Dokumentasi ........................................................................... 43 H. Teknik Analisis Data .................................................................... 44 1. Pengodean Terbuka (Open Coding) ....................................... 44 2. Pengodean Berporos (Axial Coding) ...................................... 45 3. Pengodean Berpilih (Selective Coding) .................................. 45
BAB IV GAMBARAN UMUM DAN ANALISIS DATA A. Profil Majelis Rasulullah SAW .................................................... 47 1. Sejarah Berdirinya Majelis Rasulullah SAW ......................... 50 2. Visi dan Misi .......................................................................... 55 3. Struktur Kepengurusan ........................................................... 55 4. Kantor Sekertariat ................................................................... 57 5. Program-program ................................................................... 57 B. Transformasi Sistem Dakwah Majelis Rasulullah SAW.............. 61 1. Transformasi dalam Aspek Internal Organisasi ..................... 63 2. Transformasi dalam Bidang Dakwah ..................................... 71 3. Transformasi dalam Bidang Sosial ......................................... 81 4. Transformasi dalam Bidang Kewirausahaan .......................... 89
vii
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................... 92 B. Saran ............................................................................................. 95
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 96 LAMPIRAN ....................................................................................................... 100
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Sifat Sistem sebagai Sebuah Metode ................................................ 12 Tabel 2.2. Konsep Struktur, Sistem dan Strukturasi .......................................... 34
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Pemberitaan MR di WSJ .............................................................. 48 Gambar 4.2. Buletin Jumat MR......................................................................... 79 Gambar 4.3. Aplikasi MR Dakwah ................................................................... 80 Gambar 4.4. Stiker Himbauan Tertib Berlalu Lintas ........................................ 83 Gambar 4.5. Stiker Himbauan Peduli Kebersihan ............................................ 83 Gambar 4.6. Dakwah di Pelosok Provinsi Irian Jaya ........................................ 87
x
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar agama secara bersama atau berkelompok sudah dikenal sejak awal perkembangan Islam. Kegiatan tersebut menjadi wadah yang efektif dan efisien untuk menyampaikan pesan-pesan agama kepada orangorang yang mengambil bagian di dalamnya. Hanya saja wujud dan perhatian terhadap kegiatan belajar bersama, tidak selalu sama pada setiap komunitas muslim lainnya. Kelompok belajar yang di dalamnya membahas tentang ajaran agama Islam secara bersama sering disebut kelompok pengajian. Kelompok tersebut biasanya menyelenggarakan kegiatan belajar rutin di bawah bimbingan orang yang dipandang mengetahui tentang ajaran agama. Pembimbing tersebut biasa disapa dengan sebutan Ustadz (Ustadzah untuk perempuan), Kiai, Habib, Tuan Guru atau sapaan penghormatan lainnya. Sebutan lain yang muncul untuk kelompok belajar tersebut di Indonesia ialah majelis taklim. Majelis taklim sebagai lembaga pendidikan Islam non-formal memiliki kedudukan yang penting di tengah masyarakat muslim Indonesia, yakni sebagai wadah pembinaan dan pengembangan kehidupan beragama, serta wadah silaturahmi yang hidup dan terus berkembang. Majelis taklim juga menjadi media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa.1
1
Depag RI, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Hoeve, 1999), Jilid III, h. 120.
1
2
Dewasa ini di Indonesia tumbuh suburnya majelis taklim menjadi satu fenomena yang mengembirakan dalam perkembangan dakwah dan pendidikan Islam. Lahirnya banyak majelis taklim terutama di kota-kota besar, baik yang diprakarsai oleh umat yang membutuhkannya, maupun yang terbentuk atas prakarsa tokoh agama, lembaga keagamaan maupun tokoh politik, menunjukkan betapa pentingnya dakwah dan pendidikan keagamaan bagi masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan majelis taklim, tidak hanya untuk menambah pengetahuan masyarakat tentang Islam, tetapi juga berperan di dalam meningkatkan wawasan keberagamaan masyarakat. Selain dari itu, majelis taklim menjadi wadah yang dapat membina keakraban di antara sesama jamaah. Majelis taklim tampaknya memperlihatkan perkembangan yang beragam. Hal tersebut dapat dilihat dari segi kuantitas jamaahnya. Di daerah tertentu kegiatan majelis taklim dapat menghadirkan jamaah dalam jumlah ratusan atau ribuan bahkan lebih dari itu mencapai puluhan ribu orang secara rutin. Sementara ada juga sejumlah daerah yang geliat kehidupan beragama semacam itu hampir tidak terlihat. Masyarakatnya tidak terbiasa dengan kegiatan belajar agama secara massal. Mereka lebih memilih kegiatan belajar agama yang hanya beberapa orang dan bersifat kursus. Menjamurnya kelompok-kelompok belajar agama seperti majelis taklim, menjawab kerancuan terhadap paradoks yang terjadi di masyarakat. Tak jarang kelompok berpotensi negatif bagi individu maupun kelompok itu sendiri. Umumnya individu-individu tersebut adalah mereka yang mengikuti kegiatan kelompok dan kurang lebih menerima pendapat orang lain secara
3
pasif, bertindak sebagai seorang pendengar dalam diskusi dan keputusan kelompok.2 Seperti yang dewasa ini menjadi buah bibir di tengah masyarakat yakni kelompok teroris dengan mengatas namakan jihad dalam prosesnya, karena bertentangan dengan norma sosial maupun agama. Selain itu, ada pula gerakan dakwah komunitas radikalisme Islam yang berwujud paham tokoh Muhammad ibn Abdul Wahab, yang dinamakan paham Wahabiyah. 3 Menurut pengamatan Noorhaidi Hasan, komunitas radikalisme tersebut menginjakkan kakinya secara terbuka di dunia muslim Timur Tengah, termasuk Indonesia, sejak tahun 1980an.4 Dari permasalahan tersebut, majelis taklim hadir dalam rangka meluruskan kekeliruan dan kekhawatiran yang terjadi di masyarakat. Memberikan penjelasan tentang ajaran Islam yang sesuai dengan Al Qur‟an dan Sunnah. Maka dari itu, majelis taklim perlu mengembangkan nilai-nilai Islam yang disampaikan serta mengorganisir sistem atau struktur dalam mencapai tujuannya. Menjadi sebuah organisasi yang bergerak di bidang dakwah dengan metode-metode tertentu yang digunakan. DKI Jakarta sebagai Ibukota negara Indonesia terdapat sejumlah majelis taklim yang masih bertahan menjadi wadah pendidikan agama Islam. Majelis taklim yang memiliki ratusan bahkan sampai ribuan jamaah satiap majelis rutin yang mereka adakan. Majelis yang tidak hanya dihadiri orang tua saja bahkan remaja menjadi mayoritas di sana. Salah satu diantaranya ialah Majelis Rasulullah SAW pimpinan Habib Munzir Al Musawa. 2
Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson, Komunikasi Kelompok : proses-proses diskusi dan penerapannya, (Jakarta: UI Press, 2006), h. 122-123. 3 Acep Aripudin, Sisiologi Dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 67. 4 Noerhaidi Hasan, Laskar Jihad : Islam, Militansi dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca-Orde Baru, (Jakarta: LP3ES, 2008), h. 31.
4
Majelis Rasulullah SAW atau yang biasa disebut MR, merupakan majelis taklim yang memiliki banyak jamaah. Tidak hanya jamaah dari Jakarta saja, tetapi dari luar Jakarta bahkan Luar Pulau sampai ke Luar Negeri. MR yang pertama di prakarsai oleh Habib Munzir di awal terbentuknya banyak mengalami rintangan dan hambatan. Selepas Sang Habib belajar menimba ilmu agama di Yaman pada tahun 1998 dan mulai mengamalkan apa yang didapat di sana. Sang Habib berdakwah dari rumah kerumah yang awalnya jamaah hanya berjumlah tidak lebih dari sepuluh orang, kemudian jamaah sudah semakin banyak dan perlu tempat yang cukup untuk menampung jamaah. Akhirnya pindah dari Mushola ke Mushola dan terus jamaah semakin bertambah hingga Mushola pun tak bisa menampung jamaah. Hingga kemudian berpindah dari Masjid ke Masjid. MR tidak hanya sebagai majelis taklim yang di dalamnya terdapat pembelajaran agama saja, tetapi juga sebagai Majelis Dzikir dan Majelis Sholawat. Sebab metode yang diusung tidak hanya untuk memberikan ilmu agama Islam tapi juga sebagai wadah mengingat Sang Pencipta dan RasulNya. Mengenalkan kepada penduduk Jakarta khususnya dan kota-kota lain pada umumnya
yang semakin disibukkan dengan urusan duniawi.
Membangkitkan semangat kaum Muslimin untuk mencintai Sunnah Rasulullah SAW serta menyerukan ajaran-ajaran yang dibawa Rasul dengan dakwah kedamaian, lemah lembut dan kasih sayang terhadap sesama. Sejak berdirinya MR yang hingga kini sudah mencapai 18 tahun, sungguh perjuangan yang tidak sebentar. MR berupaya beradaptasi dengan perubahanperubahan untuk tetap terus eksis sebagai wadah pembinaan umat. Seperti
5
sekarang ini, perkembangan teknologi yang semakin canggih dengan hadirnya internet, mengharuskan MR untuk membuat website agar dakwahnya bisa dilihat dunia luas melalui
internet.
Kemudian media sosial
guna
mensosialisasikan program-programnya serta membuat aplikasi untuk pengguna smartphone agar mempermudah dalam mengakses informasi yang berkaitan dengan MR. Perubahan internal yang terjadi di dalam MR sendiri yakni ketika pembina sekaligus pendiri MR yaitu Habib Munzir bin Fuad Al Musawa wafat pada 15 September 2013. Hal tersebut menjadi sebuah polemik yang terjadi di dalam sistem MR. Tetapi hal tersebut tidak membuat MR menjadi vakum atau berhenti, bahkan hingga sekarang masih tetap berjalan. Seperti motivasi yang pernah dikatakan Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono ketika memberikan pidato kepresidenan saat bertakziah ke rumah duka Habib Munzir, bahwa wafatnya Habib Munzir bukan berarti berakhirnya Majelis Rasulullah SAW, majelis ilmu yakni Majelis Rasulullah akan terus bergerak dan bertambah besar, bahkan mempengaruhi dunia baik ada atau tidaknya Habib Munzir. Sudah masanya tonggak dakwah diambil alih oleh jamaah dan seluruh umat Rasulullah SAW.5 MR menjadi sebuah majelis taklim yang hingga sekarang terus bertahan dengan perubahan sistem dan tetap konsisten dengan nilai-nilai dakwah yang dibawakan serta terus melakukan perubahan-perubahan untuk tetap berjalan mencapai tujuannya. Dengan alasan-alasan di atas, maka penelitian ini layak
5
M. Guntur dan Tim Majelis Rasulullah, Habib Munzir: Menanam Cinta untuk Para Kekasih Rasulullah, (Jakarta: QultumMedia, 2013), h. 134.
6
diajukan dengan judul “Transformasi Sistem Dakwah Majelis Rasulullah SAW di Jakarta”. 2. Fokus dan Rumusan Masalah 1. Fokus Masalah Berdasarkan uraian yang disampaikan di atas, peneliti memfokuskan penelitian ini pada pembahasan terkait transformasi sistem dakwah Majelis Rasulullah SAW. Membagi periode majelis tersebut berdasarkan penokohan menjadi dua yakni periode Habib Munzir dan periode setelah wafatnya Habib Munzir yang dipimpin oleh Dewan Syuro. 2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini ialah: Bagaimana transformasi sistem dakwah Majelis Rasulullah SAW pada periode Habib Munzir hingga periode Dewan Syuro? 3. Tujuan Penelitian Berlandaskan dari permasalah yang dijelaskan di atas, maka tujuan penelitian ini ialah: Untuk menggambarkan transformasi sistem dakwah Majelis Rasulullah SAW pada periode Habib Munzir hingga periode Dewan Syuro. 4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah: A. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih ilmiah dalam kajian ilmu dakwah bagi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) khususnya jurusan Komunikasi Penyiaran Islam
7
mengenai sistem dakwah majelis taklim sebagai wadah pembinaan umat yang masih tetap eksis dari awal berdiri dan terus berkembang hingga sekarang. B. Manfaat Praktis Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada pembaca dan praktisi dakwah tentang transformasi sistem dakwah majelis taklim yang masih terus bertahan dengan perubahan-perubahan situasi ataupun kondisi serta melihat hubungan antara para pelaku yang ada dalam majelis taklim dengan struktur yang dibentuknya. 5. Tinjauan Pustaka Penelitian ini hadir berdasarkan adanya masukan dari beberapa penelitian sebelumnya yang membuat peneliti dapat menemukan permasalahan dalam penelitian. Maka dari itu terdapat beberapa penelitian yang memiliki kesamaan fokus penelitian namun tetap memiliki perbedaan di dalam penelitiannya. Berikut beberapa penelitian yang menjadi acuan dan memiliki kesamaan pada penelitian ini. Diantaranya yaitu: 1. Manajemen Majelis Taklim Darussa‟adah Cilandak Timur Jakarta Selatan, skripsi Chairul Anshory. Permasalahan dalam penelitian ini ialah melihat penerapan fungsi-fungsi manajemen pada Majelis Taklim Darussa‟adah. Fokus pada penelitian ini menjelaskan bidang keilmuan manajemen yang diterapkan dalam sebuah institusi islam yakni majelis taklim. Berbeda dengan peneliti yang melihat praktek-praktek sosial yang ada dalam sebuah majelis taklim.
8
2. Pembinaan Akhlak Remaja melalui Majelis Taklim Al-Barkah (Studi Kasus Majlis Taklim Remaja Masjid Jami‟ Al-Barkah Duren – Sawit Jakarta Timur), skripsi Marfuah. Permasalahan dalam penelitian ini ialah melihat bentuk kegiatan pembinaan akhlak remaja melalui majelis taklim remaja Masjid Jami‟ Al-Barkah dan menjelaskan hambatan-hambatan apa saja yang dialami majelis taklim tersebut dalam pembinaan akhlak remaja. Penelitian ini mencoba menjelaskan tentang manfaat yang ditimbulkan dengan hadirnya majelis taklim berupa pembinaan akhlak remaja. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti melihat majelis taklim sebagai sebuah sistem yang juga berfungsi sebagai pembinaan umat dengan program atau struktur yang terbentuk dari praktek-praktek sosialnya. 6. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penlitian ini merujuk kepada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk, yang diterbitkan CEQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu: BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari enam sub, yakni latar belakang, fokus dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan. BAB II : Pada bab kedua ini membahas tentang konsep teoritik yang digunakan dalam penelitian yang terdiri dari tiga sub, yakni majelis taklim, teori sistem dan teori strukturasi.
9
BAB III : Pada bab ketiga ini membahas tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yang terdiri dari paradigma, metode, pendekatan penelitian, sibjek dan objek, tempat dan waktu penelitian serta teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB IV : Pada bab keempat ini membahas tentang hasil dan analisis data yang berisi gambaran umum Majelis Rasulullah SAW yang terdiri dari profil Majelis Rasulullah SAW, sejarah berdirinya, visi dan misi, struktur kepengurusan dan program dakwah serta analisis dan interpretasi data penelitian. BAB V : Pada bab ini merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran dari peneliti. Lanjutan dari bab ini juga dilengkapi dengan daftar pustaka beserta penelitian.
lampiran-lampiran yang mendukung penulis berdasarkan hasil
BAB II KONSEP TEORITIK 1. Transformasi Transformasi dalam bahasa Inggris adalah transform yang berarti merubah bentuk atau rupa, sedangkan transformation yang berarti perubahan bentuk atau penjelmaan.1 Menjelaskan istilah transformasi tanpa dikaitkan dengan suatu yang lain menurut Ryadi Gunawan merupakan upaya pengalihan dari sebuah bentuk kepada bentuk yang lebih mapan. Sebagai sebuah proses, tranformasi merupakan tahapan atau titik balik yang cepat bagi sebuah makna perubahan yang terus menerus dilakukan.2 Dalam penelitian ini maksud transformasi ialah perubahan yang berangsur-angsur dengan proses yang panjang terkait dengan aktifitas-aktifitas yang dilakukan dalam segala hal. 2. Sistem Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani yakni “systema” yang mempunyai pengertian sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan menjadi satu kesatuan. Pengertian tersebut pada perkembangannya hanya merupakan salah satu pengertian saja. Sebab istilah itu hanya dipergunakan untuk banyak hal. Optner mengatakan bahwa tidak semua dalam tulisan N. Jordan yang berjudul Some Thinking about System (1960) yang mengemukakan 15 macam cara orang menggunakan istilah sistem, penting untuk diketahui. Yang dianggap penting ialah
1
Peter Salim, The Contempory English-Indonesia Dictionary, (Jakarta: Modern English Press, 1996), h. 2099. 2 Ryadi Gunawan, Transformasi Sosial Politik: Antara Demokratisasi dan Stabilitas, (Yogyakarta: KPSM, 1993), h. 228.
10
11
pengetahuan akan istilah sistem yang ternyata tidak hanya dipakai untuk menunjukkan satu atau dua pengertian saja, melainkan banyak sekali.3 Secara garis besar Shrode dan Voich menjelaskan dua golongan penggunaan istilah sistem, yaitu sistem sebagai suatu wujud (entitas) atau benda yang memiliki aturan atau sususan strultural dari bagian-bagainnya dan sistem sebagai suatu metode atau rencana, alat, tata cara untuk mencapai sesuatu. Namun kedua penggunaan istilah tersebut tidaklah mempunyai perbedaan yang cukup berarti, sebab keteraturan, ketertiban atau adanya struktur itu merupakan hal yang mendasar bagi keduanya. Pertama, sistem sebagai sebuah wujud (entitas). Suatu sistem dikatakan sebagai suatu himpunan bagian yang saling berkaitan yang membentuk satu keseluruhan yang rumit atau kompleks tetapi merupakan satu kesatuan. Contoh sistem sebagai wujud atau entitas dari pengertian tersebut sangat beragam, misalnya manusia, mobil, jam, lembaga pemerintahan, lembaga keagamaan, alam semesta dan masih banyak lagi. Menganggap sistem sebagai suatu
wujud
atau
entitas
pada
dasarnya
bersifat
deskriptif
atau
menggambarkan. Hal demikian berguna sekali ketika memberikan gambaran dan membedakan antara benda-benda yang berlainan, untuk mempermudah serta menetapkan suatu batasan untuk kepentingan analisa dan untuk mempermudah pemecahan masalah. Kedua, sistem sebagai suatu metode. Penggunaan istilah sistem sebagai suatu metode mempunyai makna metodologik. Berbeda dengan penggunaan istilah sistem sebelumnya yang bersifat deskriptif, dalam penggunaan istilah 3
Tatang M. Amirin, Pokok-Pokok Teori Sistem, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010), h. 1-2.
12
sistem disini bersifat preskriptif yakni menggandung makna adanya pendekatan yang rasional dan logik dalam mencapai tujuannya. Untuk dapat memahami antara kedua sifat tersebut dapat diperhatikan contoh dalam tabel berikut: Deskriptif
Preskriptif
Ini sebuah mobil
versus
Ini program investasi
versus
Ini perlengkapan keamanan versus
Ini mobil yang bisa memberikan layanan transportasi yang ekonomik. Ini program investasi yang akan meningkatkan deviden. Ini perlengkapan keamanan yang akan mencegah kecelakaan.
(Tabel 2.1) Sifat Sistem sebagai Sebuah Metode Contoh-contoh tersebut masing-masing menunjuk pada suatu wujud barang atau benda dalam pengertian deskriptif yang berlainan dengan benda yang dipergunakan dalam pengertian preskriptif, yaitu sebuah metode atau alat untuk mencapai sesuatu. Maka sebagai metode, sistem dikenal dengan pendekatan sistem yang pada dasarnya merupakan penerapan dari metode ilmiah di dalam pemecahan masalah. Pendekatan sistem memandang sesuatu bersegi banyak (multidimensi) dan rumit, serta memandang sesuatu sistem sebagai bagian dari sistem yang lebih luas atau besar.4 Dapat disimpulkan bahwa definisi lengkap tentang suatu sistem tertentu menunjukkan unsur-unsur sistem, tujuan sistem, kegiatan yang dilakukan sistem untuk mencapai tujuan, dan apa yang diproses oleh sistem itu serta apa hasilnya beserta ukuran keberhasilan pemrosesan tersebut. Dalam penelitian
4
Tatang M. Amirin, Pokok-Pokok Teori Sistem, h. 6-8.
13
ini, sistem yang dimaksud ialah sistem majelis taklim. Majelis taklim sebagai sebuah entitas lembaga keagamaan non formal yang bergerak dibidang dakwah dan didalamnya terdapat bentuk-bentuk praktek pengaplikasian yang menjadi tujuan dakwahnya. Littlejohn lebih mendalam menyatakan tentang sistem yang memiliki beberapa sifat. Di antaranya: 1. Keseluruhan dan saling ketergantungan (wholeness and interdependence) Suatu sistem adalah suatu keseluruhan yang unik, karena bagianbagiannya berhubungan satu sama lain dan tidak dapat dipahami secara terpisah. Suatu sistem adalah produk dari kekuatan-kekuatan atau interaksi-interaksi diantara bagian-bagiannya. Dan bagian-bagian dari sistem saling bergantungan atau saling mempengaruhi tidak bebas. 2. Hirarki (hierarchy) Sistem cenderung untuk melekatkan satu dengan yang lain. Maksudnya suatu sistem adalah bagian dari sistem yang lebih besar. Sistem yang lebih besar kemudian disebut sebagai Suprasistem dan yang lebih kecil disebut dengan subsistem. Suatu sistem terdiri dari dua atau lebih subsistem dan setiap subsistem terdiri lagi dari subsistem yang lebih kecil dan begitu seterusnya. Adanya tingkatan dalam sebuah bagian sistem itulah yang disebut hirarki. 3. Pengaturan diri dan kontrol (self-regulation and control) Sistem-sistem paling sering dipandang sebagai organisasi yang berorientasi kepada tujuan. Aktifitas-aktifitas suatu sistem dikendalikan oleh tujuan-tujuannya dan sistem itu mengatur perilakunya untuk
14
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Suatu sistem memiliki kontrol dalam memberikan masukan (input) kepada setiap aktifitas yang dilakukan subsistem dan keluaran (output) yang diperlukan sebagai masukan bagi subsistem lain. 4. Pertukaran dengan lingkungan (interchange with environment) Suatu sistem mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Segala aktifitas yang dilakukan karena adanya umpan balik antara sistem dengan lingkungan tersebut. Sistem memasukan energi kepada lingkungan ataupun sebaliknya. 5. Keseimbangan (balance) Keseimbangan, seringkali merujuk kepada homeostatis (merawat sendiri). Salah satu tugas dari suatu sistem jika ingin tetap ada adalah dapat tinggal dalam keseimbangan. Sistem haruslah mampu mendeteksi bilamana ada bagian dari sistem yang rusak dan membuat penyesuaian untuk kembali di atas jalurnya. Bila tidak mampu menyeimbangkan sistemnya misalkan adanya penyimpangan atau
perubahan yang akan
merusak dirinya, pada akhirnya sistem itu akan rusak dan runtuh. 6. Kemampuan berubah dan beradaptasi (change and adaptibity) Karena sistem tetap ada dalam suatu lingkungan yang dinamis, sistem haruslah dapat beradaptasi. Sebaliknya untuk bertahan hidup, suatu sistem haruslah memiliki keseimbangan tapi ia juga harus berubah. Sistem-sistem yang kompleks seringkali perlu berubah secara struktural untuk beradaptasi terhadap lingkungan, dan jenis perubahan itu berarti keluaran dari keimbangan untuk sesaat. Sistem-sistem yang telah maju haruslah
15
mampu mengatur kembali dirinya untuk menyesuaikan terhadap tekanantekanan lingkungan. Pengertian teknis bagi perubahan sistem adalah morfogenesis yakni proses perubahan yang dilakukan bagian-bagian sistem sesuai dengan tugas masing-masing bagian sistem. 7. Batas akhir (equifinality) Finalitas adalah tujuan yang dicapai atau penyelesaian tugas dari suatu sistem. Equifinalty adalah suatu keadaan final tertentu bisa jadi diselesaikan dengan cara-cara yang berbeda dan titik-titik awal yang berbeda. Sistem-sistem yang dapat beradaptasi, yang memiliki keadaan final suatu tujuan, dapat mencapai tujuan itu dalam suatu beragam kondisi lingkungan. Sistem mampu dalam memproses masukan-masukan dengan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan keluarannya.5 3. Majelis Taklim A. Pengertian Majelis Taklim Kata “majelis” berasal dari Bahasa Arab, yakni dari kata jalasayajlisu-juluusan yang berarti tempat duduk, tempat sidang, dewan.6 Sedangkan dalam kamus Bahasa Indonesia, majelis adalah pertemuan atau perkumpulan orang banyak atau bangunan tempat orang berkumpul.7 Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa majelis adalah suatu
5
Stephen W. Littlejohn and Karen A. Foss (Eds), Encyclopedia of Communication Theory, (Los Angeles: SAGE Publication, 2009), h. 950-951. 6 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), cet. ke-10, h. 615. 7 Departemen Agama RI, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Depag RI, 1987/1988), jilid 2, h.556.
16
tempat atau wadah yang didalamnya terdapat sekelompok orang atau manusia yamg melakukan segala aktifitas dan perbuatan.8 Sedangkan kata “taklim” berasal dari kata Arab a‟llama-yua‟llimuta‟liiman yang berarti pengajaran.9 Menurut Mahmud Yunus taklim diartikan dengan allamahul i‟lma, yang berarti mengajarkan ilmu kepadanya.10 Bila digabungkan kata majelis dan taklim menjadi majelis taklim, maka dapat diartikan dengan tempat pengajaran atau tempat memberikan dan mengajarkan agama.11 Jika dilihat dari asal katanya, maka majelis taklim merupakan wadah atau tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar agama. Di dalamnya terdapat orang yang belajar, yaitu jamaah, guru atau ustadz, materi yang diajarkan, sarana dan tujuan.12 Koordinasi Dakwah Islam mendefinisikan majelis taklim secara lughawiyah (bahasa) adalah tempat melaksanakan pengajaran atau pengajian agama Islam.13 Pada Musyawarah majelis taklim se-DKI Jakarta yang berlangsung pada tahun1980, memberikan batasan tentang definisi majelis taklim. Yakni majelis taklim adalah lembaga pendidikan Islam non-formal yang memiliki kurikulum pembelajaran tersendiri, diselenggarakan secara berskala dan teratur, diikuti jamaah yang relatif banyak, dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesamanya, 8
Achmad Warson Munawwir, Al-Munawir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997), cet. ke-14, h. 108. 9 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: PT Hilda Karya Agung, 2007), h. 277. 10 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, h. 90. 11 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, h. 277. 12 Departemen Agama RI, Ensiklopedia Islam, h.556-557. 13 Koordinasi Dakwah Islam, Pedoman Majelis Taklim, (Jakarta: KODI, 1990), h.5.
17
dan antara manusia dengan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT.14 Dari beberapa pengertian di atas tentang majelis taklim, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Majelis taklim adalah suatu tempat atau wadah yang didalamnya terdapat sekumpulan orang, diantaranya jamaah, guru atau ustadz dan orang yang membantu terlaksananya majelis taklim, yang melakukan kegiatan pengajian atau pembelajaran tentang agama Islam. 2. Majelis taklim merupakan lempaga pendidikan non-formal Islam yang memiliki pedoman dan kurikulum pembelajaran tersendiri serta bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan baik antara Allah, manusia dan lingkungannya dengan santun dan serasi, diselenggarakan berskala secara rutin, baik itu mingguan, bulanan atupun tahunan. Sedangkan dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan majelis taklim ialah suatu tempat atau wadah berkumpul orang untuk melaksanakan pengajian atau pembelajaran agama Islam, tidak hanya pengajian semata, namun dengan malaksanakan kegiatan yang dapat mengembangkan bakat dan menambah pengetahuan serta wawasan bagi para jamaah khususnya berkaitan dengan ajaran agama Islam. Majelis taklim dalam penelitian ini ialah Majelis Rasulullah SAW.
14
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 96.
18
B. Tujuan dan Fungsi Majelis Taklim Dalam proses terbentuknya, majelis taklim memiliki beberapa tujuan. Sebagaimana yang disebutkan dalam Ensiklopedi Islam, diantaranya:15 meningkatkan pengetahuan dan kesadaran beragama di kalangan masyarakat khususnya jamaah, meningkatkan amal ibadah jamah, mempererat tali silaturrahmi antar jamaah dan membina kader dikalangan jamaah. Manfred Zimek mengatakan bahwa tujuan majelis taklim adalah menyampaikan pengetahuan dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama, maupun tentang gambaran akhlak yang membentuk kepribadian dan memantapkan akhlak.16 Mengenai bermacam-macamnya rumusan yang menjadi tujuan dari terbentuknya majelis taklim, Dr. Hj. Tutty Alawiyah merumuskan tujuan majelis taklim dari segi fungsinya. Pertama berfungsi sebagai tempat belajar, maka tujuan majelis taklim adalah menambah ilmu dan keyakinan agama, yang akan mendorong pengalaman ajaran agama. Kedua berfungsi sebagai kontak sosial, maka tujuannya adalah untuk silaturrahmi. Ketiga berfungsi mewujudkan minat sosial, maka tujuannya untuk meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan jamahnya.17 Majelis taklim merupakan suatu lembaga dakwah dan juga sebagai lembaga pengajaran masyarakat yang tumbuh dan berkembang dari kalangan masyarakat Islam itu sendiri yang berkepentingan untuk 15
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Majelis, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Haeve, 1994), h. 122. 16 Manfred Zimek, Pesantren dan Perubahan Sosial, (Jakarta: LP3ES, 1986), h. 57. 17 Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim, (Bandung: Mizan, 1997), h. 78.
19
kemaslahatan umat manusia. Oleh karena itu, majelis taklim dapat disebut sebagai lembaga swadaya masyarakat yang hidupnya didasarkan kepada Ta‟awun dan Ruhama‟u bainahum (tolong menolong dan berkasih sayang).18 Sebagai lembaga dakwah dan juga sebagai lembaga pendidikan Islam non-formal,
majelis
taklim
memiliki
fungsi:19
Membina
dan
mengembangkan ajaran Islam dalam hal membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT, sebagai taman rekreasi rohaniah, sebagai wadah berlangsungnya silaturrahmi yang dapat menghidupkan dakwah dan ukhuwah Islamiyah, sebagai sarana bertemu dan berdialog antara ulama dan umara‟ dengan umat secara berkesinambungan, sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa secara umum. C. Jenis-jenis Majelis Taklim Dalam penyelenggaraan majelis taklim bersifat tidak mengikat dan tidak pula selalu mengambil tempat-tempat ibadah seperti masjid, langgar atau mushola, tetapi bisa di rumah keluarga, ruang aula di suatu instansi, lapangan yang bisa menampung jamaah dengan skala besar, hotel, kantor, balai pertemuan dan lain sebagainya pelaksanaannya pun bervarisasi, tergantung pada pemimpin atau panita dalam majelis taklim tersebut. a. Ditinjau dari lingkungan jamaah majelis taklim, maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Majelis taklim pinggiran. Maksud pinggiran dalam istilah ini bukan berarti pinggiran kota, melainkan 18
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 94. 19 Hasbullah, Kapita Selekta, h. 101.
20
menunjuk pada daerah pemukiman lama yang umumnya dialami atau yang mayoritas masyarakat ekonomi lemah. Majelis taklim gedongan. Majelis taklim ini terdapat di daerah elit lama dan baru yang mayoritas penduduknya dianggap kaya dan terpelajar. 2) Majelis taklim komplek. Biasanya suatu instansi tertentu membangun perumahan karyawannya. Kemudian di komplek tersebut membuat majelis taklim yang mereka sebagai jamaah yang terdiri dari kalangan menengah dan terkait dengan instansinya. 3) Majelis taklim pemukiman baru. Majelis taklim yang terbentuk di suatu perumahan baru, jamaah terpelajar, ekonomi menengah dan tidak terikat dengan instansi tertentu. 4) Majelis taklim kantoran. Diselenggarakan oleh karyawan kantor, yang memiliki ikatan dengan kebijakan kantor. 5) Majelis taklim khusus. Pengajian yang dikhususkan kepada orang tertentu, misalnya pengajian para pejabat, khsusus untuk jamaah pendiri organisasi tertentu. 6) Majelis taklim umum. Pengajian yang jamaahnya siapa saja, tanpa ada perbedaan. 20 b. Ditinjau dari tempat penyelenggaraannya, majelis taklim memiliki beberapa klasifikasi. Diantaranya:21 Di masjid atau mushola, di madrasah atau ruang khusus, di rumah secara tetap atau berpindahpindah, di ruang atau aula kantor dan di lapangan. c. Ditinjau dari metode penyajian atau penyampaian materi majelis taklim, terdiri dari:22
20
Koordinasi Dakwah Islam, Pola Pembinaan Majelis Taklim di Jakarta, (Jakarta: KODI, 1987), h. 3. 21 Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim, h. 77. 22 Koordinasi Dakwah Islam, Pola Pembinaan Majelis Taklim di Jakarta, h. 9-11.
21
a. Majelis taklim yang diselenggarakan dengan metode ceramah. Metode ini dilaksanakan dengan dua cara: Ceramah Umum. Guru/Ustadz/Kiai bertindak aktif dengan memberikan materi atau ceramah, sedangkan peserta atau jamaah pasif yaitu hanya mendengarkan dan menerima materi yang disampaikan melalui ceramah. Ceramah Terbatas. Guru/ Ustadz/ Kiai maupun peserta atau jamaah sama-sama aktif. Terdapat kesempatan bertanya dari jamaah kepada pemberi materi atau penceramah. b. Majelis taklim yang diselenggarakan dengan metode halaqah. Dalam hal ini Guru/Ustadz/Kiai memberikan pengajaran biasanya dengan memegang suatu kitab tertentu. Peserta atau jamaah mendengarkan apa yang disampaikan oleh pengajar sambil menyimak kitab yang sama atau melihat ke papan tulis atau ke layar dimana pengajar menuliskan segala hal yang diterangkan. Berbeda dengan metode ceramah terbatas, metode halaqoh menjadikan pengajar sebagai pembimbing jamaah jauh lebih menonjol. Guru/Ustadz/Kiai sering kali mengulang-ulang suatu bacaan dengan diikuti
atau ditirukan oleh jamaah serta
membetulkan bacaan dari jamaah yang salah atau keliru. c. Majelis taklim yang diselenggarakan dengan metode mudzakarah. Metode ini dilaksanakan dengan cara menukar pendapat atau diskusi mengenai suatu masalah yang disepakai untuk dibahas. Dalam metode ini mengandaikan bahwa Guru/Ustadz/Kiai tidak ada karena semua peserta biasanya terdiri dari orang-orang yang
22
memiliki pemahaman dan pengetahuan agamanya setaraf atau terdiri dari para ulama. Namun peserta awam biasanya diberi kesempatan untuk mengikutinya sebagai pendengar. d. Majelis taklim yang diselenggarakan dengan metode campuran. Yakni suatu majelis taklim yang menyelenggarakan kegiatan pengajian tidak dengan satu macam metode saja, melainkan dengan berbagai metode dengan cara bergantian atau berselingseling. Sedangkan berdasarkan organisasi jamaah, makan majelis taklim mempunyai beberapa klasifikasi, di antaranya: pertama majelis taklim yang dibuka, dipimpin dan bertempat khusus yang dibuat oleh pengurus atau guru yang menjadi pengajar. Kedua majelis taklim yang didirikan, dikelola dan ditempati bersama. Mereka memiliki pengurus dapat berganti sesuai periode kepengurusan (di pemukiman dan di kantor). Ketiga majelis taklim yang mempunyai organisasi induk.23 Majelis taklim ditinjau dari lingkungan jamaahnya sepintas dapat dilihat beberapa perbedaan baik dari lingkungan sosial maupun fungsi sosial dari masing-masing majelis taklim tersebut. pembentukan suasana belajar dan pergaulan akan berbeda ketika ditinjau dari tempat penyelenggaraannya. Materi-materi yang diajarkan akan berbeda pula. Pengklasifikasian organisasi majelis taklim mungkin akan menunjukkan mutu materi dan kegiatan tambahan dari majelis taklim.
23
Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim, h. 77-78.
23
D. Unsur-unsur Majelis Taklim Majelis taklim terdiri dari beberapa unsur yang dibagi menjadi dua bagian yaitu organik (guru, jamaah) dan anorganik (materi, media).24 Berikut penjelasan dari unsur-unsur tersebut: 1) Guru/Ustadz/Kiai Peran guru dalam meningkatkan kemakmuran majelis taklim sangan besar. Dari para guru, diharapkan meningkatkan tanggung jawab jamaah terhadap kemakmuran majelis taklim. Oleh sebab itu, memiliki sumber daya guru yang berkualitas bagi majelis taklim merupakan sesuatu yang amat penting. Sangat disayangkan justru ketika ada majelis-majelis taklim mengalami krisis guru, artinya majelis taklim tidak memiliki guru dalam jumlah yang memadai atau cukup jumlah gurunya akan tetapi kurang memiliki kualitas yang memadai. Bahkan ada pula majelis taklim tidak memiliki guru dan cadangannya, sehingga ketika pengurus dan jamaah majelis taklim kebingungan saat guru yang diundang atau dijadwalkan belum datang. 2) Jamaah Jamaah merupakan bagian yang tidak kalah penting dari unsurunsur majelis taklim lain. Sebab, sukses tidaknya majelis taklim bisa terlihat dari jumlah jamaah yang ada. Keterlibatan jamaah dalam majelis
taklim
memang
dirasakan
masih
amat
rendah
bila
dibandingkan dengan jumlah penduduk muslim disekitar majelis taklim, hal demikian dapat dirasakan oleh banyak pengurus majelis
24
Nurul Huda, Pedoman Majelis Taklim, (Jakarta: KODI DKI Jakarta, 1990), h. 5.
24
taklim. Walaupun juga biasanya banyak jamaah yang datang dengan jumlah yang tidak sedikit, itupun hanya pada peringatan tertentu seperti Maulid Nabi, Isra‟ Mi‟raj dan peringatan lain yang lain. Sementara untuk kegiatan rutin diikuti oleh jamaah dalam jumlah yang sedikit. 3) Materi Secara garis besar, terdapat dua kelompok materi dalam majelis taklim. Diantaranya: Kelompok pengetahuan agama. Ajaran-ajaran dalam kelompok ini merujuk pada ilmu agama Islam yakni tauhid, fiqih, hadits, akhlak dan b. Arab. Kelompok pengetahuan umum. Karena banyaknya pengetahuan umum, maka tema-tema yang disampaikan hendaknya hal-hal yang langsung ada kaitannya dengan kehidupan masyarakat. Kesemuanya itu dikaitkan dengan agama, artinya dalam menyampaikan uraian-uraian tersebut dibahas dalam kajian Islam yang merujuk pada dalil Al Qur‟an dan Hadits. 4) Media Banyak media-media yang digunakan oleh majelis taklim, diantaranya media elektronik (televisi, radio), media cetak (koran, majalah, buletin) dan media cyber (internet dan aplikasi). 4. Teori Strukturasi a. Dasar Pemikiran Teori Strukturasi Anthony Giddens Sebelum melihat lebih dalam tentang teori strukturasi yang digunakan dalam penelitian ini, penulis memaparkan terlebih dahulu hal-hal yang menjadi landasan pemikiran Anthony Giddens dalam teorinya. Sejarah
25
pemikiran ilmu sosial terbentuk oleh perdebatan dua kubu mazhab teoritis besar. Pada kubu pertama memprioritaskan pemikiran bahwa gejala keseluruhan di atas pengalaman pelaku perorangan seperti fungsionalisme, strukturalisme dan post-strukturalisme. Pemikir kubu pertama di antaranya Karl Marx, Emile Durkheim, Talcott Parsons dan Louis Althusser. Kubu kedua memprioritaskan tindakan pelaku perorangan di atas gejala keseluruhan, diantaranya fenomenologi, etnometodologi dan psikoanalisis. Mereka antara lain Erving Goffman, Alfred Schuts, Harold Garfinkel dan dalam hal tertentu juga termasuk Max Weber.25 Anthony Giddens memulai pemikiran teorinya dari dua kubu mazhab besar ilmu sosial tersebut. Giddens secara khusus memfokuskan perhatian pada masalah dualisme yang menjadi gejala dalam teori ilmu-ilmu sosial. Dualisme itu berupa tegangan antara subjektivisme dan objektivisme, voluntarisme
dan
determinisme.
Subjektivisme
dan
voluntarisme
merupakan kecenderungan cara pandang yang memprioritaskan tindakan atau pengalaman individu di atas gejala keseluruhan. Sedangkan objektivisme dan determinisme merupakan kecenderungan cara pandang yang memprioritaskan gejala keseluruhan di atas tindakan atau pengalaman individu.26 Menurut Giddens, akar dualisme terletak pada kerancuan melihat objek kajian ilmu sosial. Objek utama ilmu sosial bukan “peran sosial” seperti dalam fungsionalisme Parson, bukan pula “kode tersembunyi” seperti dalam strkturalisme Levi-Strauss, bukan. Bukan keseluruhan, 25
Ida Bagus Wirawan, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial, ( Jakarta: Kencana, 2013), h. 291. 26 B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, ( Jakarta: KPG, 2016), h. 5.
26
bukan bagian struktur dan bukan bagian pelaku perorangan, melainkan titik temu antara struktur dan pelaku. Itulah praktek sosial yang berulang dan terpola dalam lintas ruang dan waktu.27 Praktek sosial itu bisa berupa korupsi, praktek lalu lintas di jalan atau kebiasaan sekolah mengadakan ujian nasional. Gagasan tersebut perlu dipahami lebih dalam ketika Giddens mulai membangun teorinya, yaitu ketika ilmu-ilmu sosial dikuasai oleh mazhab pemikiran fungsionalisme dan strukturalisme. Dalam refleksi Giddens, mahzab tersebut hanya memprioritaskan pada struktur dengan menisbikan pelaku. Ia melihat bahwa kaitan yang memadai antara keseluruhan dan bagian hanya bisa dimulai dari kekurangan yang ada yakni kurangnya teori tindakan. Untuk memahami refleksi kritis itu, baiknya bisa melihat dua contoh kritik Giddens terhadap fungisonalisme dan strukturalisme. Pertama, kritik terhadap fungsionalisme Talcott Parsons yang merupakan mazhab pemikiran yang cukup laris di Indonesia. Dalam tindakan apapun, kita sebagai anggota masyarakat merupakan pelaksana peran-peran sosial tertentu. Peran sosial inilah yang menjadi fokus utama kajian ilmu sosial dalam mahzab ini, entah peran itu disebut buruh, manajer, guru ataupun murid. Peran tidak diciptakan oleh individu, karena apa yang menjadi isi peran sosial adalah apa yang dituntut atau diharapkan oleh peran tersebut. Ada tiga hal yang membuat Giddens keberatan dengan pemikiran ini. Pertama, fungsionalisme meniadakan fakta bahwa kita sebagai anggota 27
Anthony Giddens, Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial masyarakat. Penerjemah Maufur dan Daryanto, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), h. 3.
27
masyarakat bukan orang-orang dungu. Kita mengetahui apa yang terjadi di sekitar kita dan buka pula robot yang bertindak berdasarkan naskah peran yang sudah ditentukan. Kedua, yang juga merupakan kunci dari kritik ini bahwa fungsionalisme merupakan cara berfikir yang mengklaim sistem sosial punya kebutuhan yang harus dipenuhi. Tetapi menurut Giddens, sistem sosial tidak punya kebutuhan apapun melainkan kita sebagai pelaku yang punya kebutuhan. Sebagai contoh bahwa tidak mungkin ada kediktatoran tanpa ada tindakan otoriter dari seseorang. Ketiga, fungsionalisme membuang dimensi ruang dan waktu dalam menjelaskan gejala sosial. Kedua, kritik terhadap strukturalisme yang merupakan gagasan dalam filsafat bahasa Ferdianand de Saussure.28 Dalam ilmu-ilmu sosial, strukturalisme merupakan penerapan analisis bahasa ke dalam gejala sosial. Pokok strukturalisme yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial adalah perbedaaan antara bahasa (lengue) dan ujaran/percakapan (parole). Sebagai contoh kata „presiden‟ merupakan kata umum dalam tataran lengue. Pada tataran itu kata tersebut bisa merujuk pada Barack Obama di Amerika ataupun Joko Widodo di Indonesia. Adapun „presiden yang memerintah Indonesia selama 32 tahun‟ merupakan ujaran spesifik pada taraf parole. Yang tidak mungkin menunjuk selain kepada Soeharto dari tahun 1966 sampai 1998. Ketika diterapkan dalam ilmu sosial seperti yang dilakukan oleh Claude Levi-Strauss, hanya menjelaskan secara analogis. Analisis sosial
28
B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 13.
28
yang menjadi pokok utamanya adalah menemukan „kode tersembunyi‟ yang ada di balik gejala kasat mata, sebagaimana langue menjadi kunci otonom untuk memahami arti parole. Kode tersembunyi itulah yang disebut struktur. Dari contoh di atas, istilah „presiden‟ dipakai bukan karena orang yang menjadi kepala negara dalam pemerintahan presidensial, melainkan karena kaitan dan perbedaanya dengan kata-kata „gubernur‟, „camat‟, „raja‟ dan lain sebagainya. Begitu juga halnya dengan kata „kursi‟ yang tidak ada kaitannya dengan benda yang kita duduki. Itu disebut kursi karena ada hubungannya dengan kata lain seperti „meja‟, „lemari‟, „pintu‟ dan sebagainya. Dengan kata lain, pada tataran logue, semua bisa dipahami secara lepas atau otonom, dan tidak terikat dengan objek yang ditunjuk. Giddens mengakui bahwa dia mengartikan struktur dalam pengertian yang lebih dekat dengan yang dipakai mazhab strukturalisme ketimbang dengan apa yang dipakai dalam fungsionalisme. Akan tetapi, Giddens tetap tidak menerima bahwa subjek tersingkirkan di dalam strukturalisme tersebut.29 b. Pelaku dan Perilaku Tindakan (agen dan agency) Dalam teori strukturasi, yang dimaksud pelaku atau agen adalah orangorang yang secara konkret dalam arus kontinu tindakan dan peristiwa.30 Orang-orang yang melakukan tindakan dengan terus menerus dan terpola melintasi ruang dan waktu. Setiap individu dalam pengalaman kesehariannya bertindak dengan rangkaian hasil dari apa yang dilihatnya. 29 30
B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 17. B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 18.
29
Mereka melihat kondisi-kondisi di mana dan kapan tindakan itu dilakukan. Maka tidak mungkin ada suatu tindakan tanpa adanya pelaku. Giddens membedakan tiga dimensi internal pelaku yang didasari dari gagasan Freud, yaitu motivasi tak sadar, kesadaran diskursif dan kesadaran praktis.31 Motivasi tidak sadar menunjuk pada keinginan pelaku yang berpotensi mengarahkan tindakan, tetapi bukanlah tindakan itu sendiri. Berbeda dengan motivasi tak sadar, kesadaran diskursif mengacu pada kapasitas pelaku merefleksikan dan memberikan penjelasan secara rinci atas tindakan yang dilakukan. Sedangkan kesadaran praktis adalah kawasan diri pelaku yang berisi pengetahuan praktis yang tidak bisa selalu diuraikan secara eksplisit. Kesadaran praktis merupakan kunci memahami proses bagaimana berbagai tindakan dan praktik sosial yang dilakukan para pelaku yang lambat laun akan menjadi struktur dan bagaimana struktur tersebut mengekang serta memampukan tindakan atau praktek sosial. Reproduksi sosial berlangsung lewat keterulangan praktek sosial yang jarang dipertanyakan kembali. Namun tidak berarti bahwa yang terjadi hanyalah reproduksi tanpa adanya perubahan. Dalam refeksi Giddens, perubahan selalu terlibat dalam proses strukturasi, betapapun kecilnya perubahan itu.32 Batas antara kesadaran praktis dan kesadaran diskursif sangat cair dan fleksibel serta tidak ada dinding pemisah, tidak seperti kesadaran diskursif dengan motivasi tak sadar. Dengan mengadopsi gagasan Ervin Goffman, 31
Anthony Giddens, Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial masyarakat. Penerjemah Maufur dan Daryanto, h. 10-12. 32 B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 30.
30
Giddens
mengajukan argumen bahwa setiap pelaku mempunyai
kemampuan untuk introspeksi atau mawas diri.33 Gagasan tersebut terlihat sebagaimana gambar berikut:
(Gambar 2.1) Kemampuan Introspeksi Pelaku Pada level monitoring tindakan reflektif, aktifitas merupakan ciri dari terus menerusnya tindakan sehari-hari dan melibatkan perilaku yang tidak hanya individu namun juga perilaku orang-orang lain. Pada intinya, para pelaku tidak hanya senantiasa memonitoring arus aktivitasnya sendiri, tetapi mengharapkan orang lain melakukan seperti yang dilakukan. Pada level rasionalitas tindakan, monitoring tindakan reflektif dihadapkan kepada latar belakang rasionalitas tindakan, yakni kemampuan pelaku menjelaskan mengapa mereka bertindak berdasarkan alasan yang mereka lakukan. Pada level inilah tindakan dapat ditemukan motif dan alasan tindakan aktor. Sementara itu, pada level atau komponen motivasi tindakan yakni bagian atau aspek kesadaran dan ketidaksadaran pengetahuan serta emosi
33
Anthony Giddens, Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial masyarakat. Penerjemah Maufur dan Daryanto, h. 6-7.
31
aktor. Giddens mengatakan bahwa konsepsi ketidak sadaran adalah sesuatu yang sangat penting dalam teori sosial.34 c. Struktur (structure) Teori strukturasi memang berpijak pada pandangan tentang struktur. Namun konsep tentang struktur Giddens berbeda dengan pandangan strukturalisme ataupun post-strukturalisme, meskipun hingga pada batas tertentu konsep Giddens mengenai struktur tidak mudah dipahami dan mengundang kritik.35 Dalam teori ini struktur dapat diartikan sebagai sebuah aturan (rules) dan sumber daya (resourse) yang terbentuk dari dan membentuk perulangan praktek sosial. Aturan yang dimaksud bisa bersifat konstitutif dan regulatif, guna memberikan kerangka pemaknaan dan norma. Adapun sember daya menunjuk pada sumber alokatif (ekonomi) dan sumber otoritatif (politik). Berbeda dengan pandangan strukturalisme yang memandang struktur berada di luar (eksternal) yang menentang dan mengekang pelaku, teori strukturasi Giddens memandang struktur tidak bersifat eksternal melainkan melekat pada tindakan dan praktek sosial yang kita lakukan. Struktur bukanlah benda melainkan skema yang hanya dapat terlihat dalam pengorganisasian berbagai praktek-praktek sosial.36 Dari berbagai prinsip struktural, Giddens melihat ada tiga gugus besar dalam struktur. Pertama, struktur penanda atua signifikasi (signification) yang menyangkut skema simbolik, pemaknaan, penyebutan dan wacana. 34
Zainuddin Maliki, Rekonstruksi Teori Sosial Modern, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002), h. 305-308. 35 Ida Bagus Wirawan, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial, h. 316. 36 B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 23.
32
Kedua, struktur penguasaan atau dominasi (domination) yang mencakup skema penguasaan atas orang (politik) dan barang/hal (ekonomi). Ketiga, struktur pembenaran atau legitimasi (legitimation) yang menyangkut skema peraturan normative, yang terungkap dalam tata hukum.37 Dari ketiga gugus tersebut, Giddens memberikan analisisnya terkait dengan kekuasaan. Dualitas struktur yang terbingkai dalam gugus di atas dapat berfungsi sebagai alat analisis kehidupan sosial yang penting terutama mengenai hubungan antara tindakan manusia dengan struktur. Ketiga gugus tersebut dalam prosesnya saling berkaitan satu dengan lainnya. Struktur signifikasi pada gilirannya mencakup struktur dominasi dan legitimasi. Begitu pula dengan struktur dominasi, dengan adanya struktur signifikasi memiliki kekuasaan dengan membuat struktur legitimasi. d. Dualitas Struktur Hubungan pelaku dan struktur merupakan poros dari pemikiran Giddens dalam teori strukturasi. Mengatakan bahwa pelaku berbeda dengan struktur sama dengan mengatakan sesuatu yang sudah jelas. Begitu pula jika mengatakan bahwa struktur terkait dengan pelaku dan sebaliknya. Masalah yang mendasar ialah perbedaan antara pelaku dan struktur berupa dualisme (pertentangan) ataukah dualitas (timbal balik)? Disini Giddens melihat bahwa ilmu-ilmu sosial dijajah oleh gagasan dualisme pelaku vesus struktur. Ia memproklamirkan hubungan keduanya
37
B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h.26.
33
dengan relasi dualitas, yakni tindakan dan struktur saling mengandaikan seperti dua mata koin. Dualitas struktur dan pelaku terletak dalam proses dimana struktur sosial merupakan sarana (medium) dan sekaligus hasil (outcome) dari praktek sosial.38 Terdapat proses dinamis yang terjadi secara berkelanjutan dan terpola dari dan dalam suatu struktur. Reproduksi hubungan dan praktek sosial juga sekaligus suatu proses produksi, sebab tidak dilakukan oleh subjek yang pasif. Oleh karena itu, suatu struktur sosial dapat dipandang sebagai sistem aturan dan sumber daya yang diperoleh dari tindakan manusia, dimana proses dan hasil produksi tersebut hanya mungkin terjadi bila ada struktur yang menjadi saranannya. Bagi Giddens struktur merujuk pada aturan-aturan dan sarana-sarana atau sumber daya yang memiliki perlengkapan-perlengkapan struktural yang memungkinkan pengikatan ruang dan waktu yang mereproduksi praktik-praktik sosial dalam sistem-sistem sosial kehidupan masyarakat. Giddens memformulasikan konsep struktur, sistem, dan strukturasi sebagai berikut:39 Strktur
Sistem
Strukturasi
Aturan dan sumber daya, atau seperangkat relasi transformasi terorganisasi sebagai kelengkapankelengkapan dari
Relasi-relasi yang direproduksi di antara para aktor atau kolektivitas, terorganisasi sebagai praktek-praktek sosial regular.
Kondisi-kondisi yang mengatur keterulangan atau transformasi strukturstruktur, dan karenanya reproduksi sistem-sistem sosial
38
Zainuddin Maliki, Rekonstruksi Teori Sosial Modern, h. 300. Anthony Giddens, Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial masyarakat. Penerjemah Maufur dan Daryanto, h. 40. 39
34
sistem-sistem sosial.
itu sendiri.
(Tabel 2.2) Konsep Struktur, Sistem dan Strukturasi Dalam hal ini, struktur, sistem dan strukturasi dapat dikatakan memiliki wujudnya masing-masing. Struktur digambarkan sebagai sebuah aturan dan sumber daya atau rangkaian jaringan perubahan dalam bentuk properti praktek sosial. Struktur mengikat ruang dan waktu, dan ditandai dengan tanpa kehadiran subjek. Sementara sistem sosial memuat tentang situasi aktivitas manusia sebagai pelaku melakukan proses produksi dan reproduksi sepanjang ruang dan waktu. Sedangkan strukturasi merupakan mode dimana sistem sosial didasarkan pada aktivitas aktor yang diketahui yang juga
menggambarkan aturan dan sumber daya dalam berbagai
konteks tindakan.40 e. Ruang dan Waktu Berkaitan dengan ruang dan waktu, dalam teori strukturasi Giddens memberikan kritiknya terhadap beberapa teori-teori sosial yang cenderung memperlakukan waktu dan ruang sebagai lingkungan (environment) tempat suatu tindakan sosial dilakukan atau sebagai faktor yang tidak tetap. Padahal menurut Giddens, ruang dan waktu turut serta membentuk tindakan atau kegiatan sosial. Tanpa ruang dan waktu tidak akan ada suatu yang dimaknakan sebagai tindakan. Misalnya
ketika mahasiswa
mendengarkan dosen di kelas (ruang) pada jam 8 sampai jam 10 (waktu), tindakan tersebut dimaknakan sebagai berkuliah.
40
Zainuddin Maliki, Rekonstruksi Teori Sosial Modern, h. 300-301.
35
Dalam berbicara tentang ruang, Gidens mengartikan ruang sebagai lokal (locale) daripada tempat. Dalam konteks ini Giddens menawarkan konsep regionalitas (regionalization) dimana konsep tersebut menujuk pada pola lokalisasi atau penzonaan tindakan sosial sehari-hari manusia dalam ruang dan waktu. Saat di kampus misalnya, terdapat ruang kelas, ruang dosen dan kamar mandi. Berbagai ruang tersebut tidaklah sama waktu penggunaan, siapa yang menggunakan, aktivitas apa yang dilakukan, maupun cara menggunakannya. Contoh tersebut sebagai ilustrasi sederhana yang memberikan gambaran adanya regionalisasi atau penzonaan tindakan sosial sehari-hari dalam konteks ruang dan waktu. Guna mengkaji lebih dalam tentang ruang dan waktu dalam strukturasi, Giddens memberikan konsep perentangan waktu-ruang (timespace distanciation). Yang sebenarnya berisi pencabutan waktu dari ruang. Perentangan waktu-ruang merupakan merentangkan sistem-sistem sosial melintasi ruang-waktu, atas dasar mekanisme sistem sosial dan integrasi sistem. Dalam konteks ini, integrasi sosial adalah timbal balik antara pelaku individual atau kelompok dalam rentang waktu yang lebih luas di luar kehadirannya satu sama lain (co presence).41 Dari konsep ini, Giddens membedakan masyarakat moderen dengan masyarakat tradisional melihat pada bentuk pengkoordinasian ruang dan waktu dalam praktekpraktek sosial yang dilakukan. Pada masyarakat tradisional, koordinasi sosial beserta praktek-prakteknya dilakukan melalui pertemuan atau kehadiran pelaku (co presence). Transaksi jual beli harus dengan 41
Ida Bagus Wirawan, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial, h.303.
36
pertemuan antara pembeli dan penjual. Memakan waktu yang cukup lama jika melihat jarak antara pembeli dan penjual berada di daerah yang berbeda. Sedangkan dalam konteks masyarakat moderen, transaksi tesebut bisa dilakukan dalam sekejap lewat telepon. Pada konteks ini, transaksi jual
beli
moderen
tersebut
(disembedding) waktu dari ruang.
merupakan
tindakan
pencabutan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. Paradigma Penelitian Menurut Patton, para peneliti konstruktivis mempelajari beragam realita yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi tersebut bagi kehidupan mereka dengan yang lain dalam konstruktivis, setiap individu memiliki pengalaman unik. Dengan demikian, penelitian dengan strategi seperti ini menyarankan bahwa setiap cara yang diambil individu dalam memandang dunia adalah valid, dan perlu adanya rasa menghargai atas pandangan tersebut.1 Creswell menyatakan hal yang serupa dengan Patton dalam hal menafsirkan
kerangka
konstruktivisme.
Individu-individu
berusaha
memahami dunia tempat mereka hidup dan bekerja. Mereka mengembangkan makna-makna subjektif yang mengarah pada objek tertentu dalam menafsirkan pengalaman mereka. Para peneliti konstruktivis sering kali berfokus pada proses interaksi di antara individu. Mereka juga memfokuskan penelitiannya pada konteks spesifik di mana masyarakat hidup dan bekerja dalam rangka untuk memahami latar belakang sejarah kebudayaan para partisipan.2 Penelitian ini
menggunakan paradigma
konstruktivis.
Paradigma
konstruktivis bersifat subjektif. Data adalah sesuatu yang menjadi perasaan dan keinginan pihak yang diteliti untuk menyatakannya dengan penafsiran 1
Michael Quinn Patton, Qualitative Research and Evaluation Methods, 3rd ed. (California: Sage Publications, Inc, 2002), h. 96-97. 2 John W. Creswell, Penelitian Kualitatif & Desain Riset: Memilih Di Antara Lima Pendekatan, penerjemah Ahmad Lintang, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2014), h. 32-33.
37
38
atau konstruksi makna.3 Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha
memahami
dan
mengkonstruksikan
sesuatu
yang
menjadi
pemahaman subjek yang akan diteliti. 2. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara atau strategi menyeluruh untuk menemukan atau memperoleh data yang diperlukan.4 Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah mencari keadaan, variabel,
dan
fenomena-fenomena
yang
terjadi.
Metode
deskriptif
menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah (naturalistic setting). Metode deskriptif ini tidak menguji sebuah hipotesis atau membuat prediksi.5 Metode deskriptif merupakan penggambaran, pemahaman, penamaan, interpretasi, penafsiran, pengembangan dan eksplorasi terhadap suatu masalah penelitian. Metode ini mengharuskan peneliti untuk terjun ke lapangan serta tidak berusaha memanipulasi variabel. Penggambaran yang dilakukan berkenaan dengan transformasi yang ada pada sistem Majelis Rasulullah SAW dalam praktek-praktek dakwahnya. Teori strukturasi juga memerlukan penafsiran dan penggambaran secara deskriptif dalam melihat hubungan para pelaku dan struktur yang terpapar dalam praktek-praktek dakwah di Majelis Rasulullah SAW.
3
Creswell, Penelitian Kualitatif & Desain Riset: Memilih Di Antara Lima Pendekatan, h.
4
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),
32. h. 9. 5
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi dilengkapi Contoh Analisis Statistik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 24-25.
39
3. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data yang mendalam.6 Dengan mengamati kasus dari berbagai sumber data yang digunakan untuk meneliti, menguraikan dan menjelaskan secara komprehensif, berbagai aspek individu, kelompok suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis. Penelaah berbagai sumber data ini membutuhkan berbagai macam instrumen pengumuman data. Karena itu, periset menggunakan wawancara, observasi partisipan, dokumentasi-dokumentasi, rekaman bukti-bukti fisik.7 4. Subjek dan Objek Penelitian Dalam riset ilmu sosial, hal yang penting adalah menentukan sesuatu yang berkaitan dengan apa dan siapa yang ditelaah. 8 Yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini adalah pelaku yang ada dalam sistem Majelis Rasulullah SAW diantaranya Habib Munzir, Dewan Syuro, Tim Inti, Staf, Crew, Aktivis dan Jamaah. Adapun yang menjadi objek penelitiannya adalah praktek sosial yang ada di Majelis Rasulullah SAW. 5. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekretariat Majelis Rasulullah SAW dan pada Majelis Rasulullah SAW rutin malam Senin di Masjid Al Munawar Pancoran, Jakarta Selatan. Adapun waktu penelitian ini sejak April 2016 – Agustus 2016.
6
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 56. 7 Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis Statistik, h. 25. 8 Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), h. 66.
40
6. Sumber dan Jenis Data Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan akurat, peneliti menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari narasumber melalui observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti di lapangan. Dalam menetapkan informan untuk pengambilan sampel dengan bantuan key-informan, dari key-informan inilah akan berkembang sesuai petunjuknya.9 Dalam hal ini peneliti hanya mengungkapkan kriteria sebagai persyaratan untuk dijadikan sampel. Data sekunder adalah data yang peneliti peroleh dari sumber-sumber tertulis seperti yang terdapat dalam buku, jurnal, dokumentasi atau arsip-arsip dan literatur lainnya yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.10 Data sekunder tidak hanya berupa tulisan tetapi juga berupa data yang diperoleh dari informan yang mengetahui informasi tentang apa yang sedang diteliti serta mendukung penelitian tersebut. 7. Teknis Pengumpulan Data 1. Observasi Partisipatif Secara luas, observasi atau pengamatan berarti kegiatan untuk melakukan pengukuran.11 Proses pengumpulan data primer dengan cara pengamatan langsung dan melakukan pencatatan terhadap objekobjek terkait. Yang termasuk dalam teknik observasi adalah interaksi (perilaku) yang terjadi di antara subjek yang diriset.12 Menurut
9
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 31. 10 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 137. 11 Soehartono, Metode Penelitian Sosial, h. 69. 12 Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 110.
41
Stainback, dalam obeservasi partisipatif peneliti mengamati hal-hal yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan mereka.13 Penelitian ini mengkhususkan observasi partisipatif ke dalam bentuk partisipasi lengkap (complete participation). Dalam melakukan pengumpulan data, peneliti sudah terlibat sepenuhnya terhadap segala kegiatan yang dilakukan sumber data.14 Peneliti pada penelitian ini masih menjadi jamaah aktif yang rutin hadir di Majelis Rasulullah SAW selama kurang lebih 6 tahun hingga sekarang dan mengalami masa kepemimpinan Habib Munzir sebagai pendiri serta masa setelah wafatnya Habib Munzir yakni Dewan Syuro. Alasan peneliti menggunakan pengamatan ini ialah pertama untuk memperoleh pandangan secara menyeluruh tentang gejala yang diteliti, kedua menemukan hal-hal yang tidak terkungkap dalam wawancara, ketiga menemukan hal yang di luar dari persepsi narasumber wawancara, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif dan keempat untuk memperkaya data penelitian dengan menjelaskan perasaan suasana situasi dan kondisi sosial yang diteliti. Objek pengamatan dalam penelitian ini seperti yang dikemukakan Spradley ialah sebagai situasi sosial.15 Objek tersebut terdiri dari tiga komponen yaitu place, tempat berlangsungnya aktivitas dalam situasi sosial yakni dalam penelitian ini Majelis Rasulullah SAW di Masjid Al Munawar. Actor, orang atau pelaku yang melakukan aktivitas tertentu 13
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods, h. 310. Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods, h. 312. 15 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods, h. 313. 14
42
yakni Dewan Syuro, Dewan Guru, Staff, Crew atau panitia dan Jamaah Majelis Rasulullah SAW. Activity kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku dalam situasi sosial yang sedang berlangsung yakni tindakantindakan yang dilakukan para pelaku dalam Majelis Rasulullah SAW. 2. Wawancara Mendalam Wawancara
merupakan
metode
pengumpulan
data
yang
digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya.16 Wawancara menurut Esterberg (2002) merupakan pertemuan dua orang atau lebih untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga
dapat
Wawancara
juga
digambarkan sebagai
makna teknik
dalam
topik
pelengkap
tertentu.17
dalam
proses
mengumpulkan data penelitian setelah observasi untuk mengetahui lebih mendalam tentang partisipan atau situasi dan fenomena yang hendak diteliti. Bahkan lebih dari itu, Esterberg (2002) juga mengatakan bahwa wawancara merupakan hatinya penelitan sosial. Bila kita melihat penelitian ilmu sosial, maka akan dapat ditemui wawancara menjadi dasar dalam penelitian tersebut.18 Dalam penelitian ini, jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara semiterstruktur (semistructure interview) yakni tidak menggunakan pertanyaan tertulis dan tidak menggunakan jawaban sebagai alternatif yang digunakan ketika bertanya kepada narasumber seperti pada wawancara terstruktur.19 Peneliti dalam wawancara ini
16
Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 100. Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods, h. 316. 18 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods, h. 317. 19 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods, h. 318. 17
43
telah membuat atau merumuskan kerangka dan garis besar pokokpokok yang akan ditanyakan, meskipun tidak ditanyakan secara berurutan. Pokok-pokok wawancara hanyalah berisi petunjuk secara garis besar tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat seluruhnya tercakup.20 Pada penelitian ini, narasumber yang akan diwawancarai adalah orang-orang yang mengalami periode kepemimpinan Habib Munzir dan Dewan Syuro. Pertama ialah Muhammad Syukron Makmun selaku tim inti pada masa Habib Munzir dan sebagai salah satu bagian Dewan Pengurus Pusat pada masa Dewan Syuro. Habib Muhammad Al Kaff dan Nurul Hidayat selaku bagian lain dari Dewan Pengurus Pusat. Dalam prosesnya, alat-alat yang digunakan dalam wawancara ialah buku catatan untuk mencatat poin yang disampaikan oleh narasumber dan tape recorder untuk merekam percakapan agar tidak terlewatkan yang sebelumnya sudah diberikan izin oleh sumber data untuk menggunakannya. 3. Dokumentasi Dokumen merupakan catatan suatu kejadian atau peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berupa tulisan, gambar, video, atau karya-karya
monumental
dari
seseorang.21
Penggunaan
data
dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan data-data tentang berbagai hal yang berhubungan dengan objek yang diteliti yakni Majelis Rasulullah 20 21
Soehartono, Metode Penelitian Sosial, h. 67. Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods, h. 326.
44
SAW. Dokumentasi tersebut bersumber dari buku-buku, artikel, situs milik Majelis Rasulullah SAW, Wikipedia, youtube, dan media-media online serta VCD dan DVD ceramah ataupun perjalanan dakwah Majelis Rasulullah SAW. 8. Teknik Analisis Data Menurut Patton seperti yang dikutip oleh Moleong, bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, mengkategorikan pola dan memberikan uraian dasar dari katergorikategori tersebut.22 Pengertian tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya kadudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian serta untuk menemukan teori dari data tersebut sebagai prinsip pokok dari penelitian kualitatif. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan prosedur analisis yang dikemukakan oleh Strauss dan Corbin dengan tiga jenis pengkodean utama, yaitu:23 A. Pengodean Terbuka (Open Coding) Pengodean terbuka merupakan bagian analisis berhubungan dengan penamaan dan pengkategorian suatu fenomena melalui pegujian data sacara detail dan teliti. Selama proses pengodean terbuka, data dipecah ke dalam bagian-bagian yang terpisah. Kemudian diuji secara cermat, dibandingkan
persamaan
ataupun
perbedaanya
dan
mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang tercermin dalam data. 22
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 103. 23 Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data, penerjemah Shodiq dan Imam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 55-156.
45
Proses dalam pengodean terbuka dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, memberikan pelabelan pada fenomena. Yakni menguraikan dan mengonseptualisasikan dalam hasil data observasi, transkip wawancara, ataupun dokumentasi baik itu berupa kalimat, paragraf, insiden, ide, atau peristiwa, menjadi sebuah konsep yang mewakili suatu fenomena. Kedua, menemukan kategori-kategori setelah mengidentifikasi fenomena dalam data. Mengelompokkan konsep yang sangat banyak menjadi satu kesatuan yang memiliki keterhubungan makna yang bisa disebut pengkategorian. Ketiga, pemberian nama sebuah kategori yang berikan oleh peneliti. Nama yang dipilih ialah nama yang logis berhubungan dengan data yang mewakilinya. Pengkategorian tersebut juga tidak terlepas dari teori yang digunakan peneliti dalam penelitian. B. Pengodean Berporos (Axial Coding) Pengodean berporos merupakan seperangkat prosedur penempatan data kembali dengan cara-cara baru setelah pengodean terbuka, membuat dimensi hubungan antara kategori dan subkategori berdasarkan kondisi kausal yang memunculkannya. Teori substantif muncul melalui pengujian adanya persamaan dan perbedaan dalam tata hubungan tersebut. Pengodean berporos pada umumnya menyederhanakan kategori-kategori yang
kompleks
menjadi
dimensi-dimensi
untuk
mempermudah
mengaitkan dengan teori substantif yang digunakan. C. Pengodean Berpilih (Selective Coding) Pengodean berpilih juga merupakan proses pemilihan kategori inti, pengaitan kategori inti terhadap kategori lainnya secara sistematis,
46
pengabsahan hubunganannya, mengganti kategori yang perlu diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut. Langkah yang digunakan dalam pengodean selektif diantaranya ialah membuat cerita (story) deskriptif tentang fenomena penelitian yang utama, dikembangkan menjadi alur cerita (story line) berupa konseptualisasi cerita dan dimunculkan kategori inti (core category) yakni berupa fenomena utama yang menggabungkan kategori-kategori lainnya. Menghubungkan kategori-kategori tambahan di sekitar kaegori inti dengan paradigma lalu menghubungkan kategorikategori pada level dimensionalnya.
BAB IV GAMBARAN UMUM DAN ANALISIS DATA 1. Profil Majelis Rasulullah SAW Majelis Rasulullah SAW merupakan salah satu majelis terbesar dan terbanyak jamaahnya di Jakarta. Pada setiap majelisnya, lebih dari seribu orang berkumpul untuk mengikuti acara pengajian. Terdiri dari laki-laki dan perempuan yang dibatasi hijab1 pada setiap acara tersebut. Pada Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) seperti, Isra Mi‟raj, Nudzulul Qur‟an, Maulid Nabi Muhammd SAW, tahun baru Hijriah atau Muharram dan lain sebagainya, jamaah MR hingga mencapai 100 ribu orang bahkan lebih dari berbagai daerah
di
Indonesia
hingga
mancanegara.
Acara
tersebut
hingga
mendatangkan para ulama Internasional diantaranya, Habib Umar bin Hafidz (Hadramaut, Yaman), Habib Ali al Jufri (Abu Dhabi, Arab), Habib Zein bin Smith (Madinah, Arab Saudi), Habib Salim As Syatiri (Mekah, Arab Saudi), serta ulama lain. Para ulama Indonesia pun banyak yang datang menghadiri acara tersebut diantaranya KH. Arifin Ilham, Ust. Yusuf Mansyur, KH. Idris Marzuki (Lirboyo), KH. Muhyiddin (Cirebon) dan ulama lainnya.
1
HIjab merupakan dinding pemisah antara jamaah laki-laki dan perempuan. Biasanya terbuat dari kain berwarna hitam yang dijulurkan untuk membatasi jamaah.
47
48
Gambar 4.1 Pemberitaan MR di WSJ Sumber: www.majelisrasulullah.org MR mendapat perhatian khusus dari Wall Street Journal (WSJ) Amerika Serikat dengan melakukan peliputan pada peringatan Maulid Nabi tahun 2012. Media asal negeri Paman Sam tersebut memberikan apresiasi dengan mengangkat judul, “Moderat Islamic Preachers Gain Follower in Indonesia”. Mayoritas jamaah yang terdiri dari muda-mudi dalam gemerlapnya kota metropolitan Jakarta tertunduk khusyuk‟ di bawah bendera MR menjadi ketertarikan tersendiri bagi WSJ.2 Pada tahun yang sama duta besar Amerika untuk Indonesia yakni Scot Marciel melakukan pertemuan khusus dengan pimpinan MR yakni Habib Munzir bin Fuad al Musawa. Dalam pertemuan singkat tersebut Scot berbincang dengan Habib Munzir terkait toleransi beragama dan dialog lintas agama, guna merekatkan persatuan antara umat manusia di Amerika dan Indonesia, khususnya di Jakarta. Selain WSJ yang meliput kegiatan MR, media asal Jepang NHK pada 18 April 2016 juga melakukan kegiatan yang sama. Peliputan tersebut dilakukan pada pengajian rutin yang diadakan MR setiap Malam Selasa di Masjid Al Munawar, Pancoran, Jakarta Selatan. Mashu Uruta yang menjabat sebagai Program Director NHK Jepang mengatakan bahwa dirinya tidak menyangka athmosphere acara pengajian di Indonesia hampir mirip dengan sebuah acara festival, ada banner, orang bermain alat musik, dan dia sangat menyukai cara pengajian semacam itu, dengan cara berdoa mendengarkan musik yang
2
www.wsj.com, diakses pada 23 Juli 2016 pukul 17.00 WIB, (item Articles).
49
terdengar sangat bagus.3 Tak kalah dengan media asing, media lokal pun gencar melakukan pemberitaan pada setiap acara besar MR, baik media cetak, elektronik maupun online. Selain berdakwah secara langsung dalam majelis, Habib Munzir sebagai pendiri MR pada masa hidupnya juga sering mengisi tausiah pada program acara televisi diantaranya, Damai Indonesiaku (TV One), Titian Qalbu (TPI), OASIS (Metro TV), Mutiara Subuh (ANTV), Embun Pagi (Indosiar). Metode pengajian yang dilakukan MR yaitu melakukan pengkajian kitabkitab kuning4 seperti, Kitab As Syifa karya Imam Qadhi Iyadh, Fathul Baari karya Imam Hajar al Asqolany, Sahih Bukhori karya Imam Bukhori, Nurul Iman dan Qutuful Falihin karya Habib Umar bin Hafidh (Hadits), Ar Risalah Al Jami‟ah karya Habib Zein bin Smith, Safinatun Najah karya Syeikh Salim bin Sumair (Fiqih). Metode pengajarannya yaitu dilakukan secara sistematis dan terjadwal. Para petugas (kru MR) biasanya menfotokopi lembaran hadist/kitab yang akan dibahas dan mendistribusikannya kepada jamaah MR. Setelah wafatnya Habib Munzir yang merupakan pimpinan MR pada 15 September 2013, tampuk kepemimpinan majelis sementara dipegang oleh Dewan Syuro yang terdiri dari Habib Mukhsin bin Idrus al Hamid, Habib Nabiel bin Fuad al Musawa (kakak dari Habib Munzir) dan Habib Ahmad al Bahar. Hingga kini sepak terjang dakwah MR tidak hanya tersentralisir di Jakarta dan pulau Jawa. Dakwah MR meliputi, Bali, Papua, Sumatera, Kalimantan, serta daerah lain di Indonesia, hingga ke beberapa negara 3
www.majelisrasulullah.org, diakses pada 23 Juli 2016 pukul 17.30 WIB, (item Artikel). Kitab kuning merupakan istilah nama untuk menyebutkan nama kitab-kitab terdahulu yang dikarang oleh para ulama besar. Kitab Kuning tetap bersandar pada Al Qur‟an dan Hadist serta ijma‟ (kesepakatan) ulama. Metode kitab kuning di Indonesia khususnya masih dipakai dalam kurikulum diberbagai pesantren dan sekolah Islam. 4
50
tetangga seperti, Singapura, Malaysia, Hongkong, Jepang, Korea, dan beberapa negara lain. Metode dakwah yang dilakukannya tetap sama seperti di Jakarta yaitu melalui pengajian rutin dan kegiatan sosial-keagamaan lain. Pada masa Habib Munzir pimpinan majelis diberbagai cabang tersebut merupakan rekomendasi langsung darinya. Hingga kini kegiatan MR terus berlanjut dan dinamis hingga merambah ke ranah dakwah virtual seperti website, media sosial, aplikasi, dan video streaming. A. Sejarah Berdiri Majelis Rasulullah SAW Majelis Rasulullah SAW didirikan oleh Habib Munzir bin Fuad Al Musawa. Awal berdirinya majelis ini ialah ketika sang habib pulang menuntut ilmu agama dari
Hadramaut, Yaman. Habib Munzir dan
ketigapuluh sembilan temannya dari Indonesia berangkat menuju Yaman pada tahun 1994 dan kembali ke Indonesia tahun 1998. Mereka memikul amanah yang sama, yakni menyebarkan ilmu yang sudah didapat selama di Yaman kepada umat. Pada awal dakwahnya kepada umat setelah menimba ilmu agama di Yaman, Habib Munzir berbeda dengan ketigapuluh sembilan teman seangkatannya dari Yaman yang lain. Dia hanyalah anak dari seorang mantan wartawan yang tidak punya pesantren ataupun institusi sebagai tempat bernaung untuk menyebarkan ilmu agama. Berbeda dengan teman seangkatannya yang langsung menempati posisi penting di pesantren ataupun di institusi milik keluaganya. Dengan keadaan yang demikian, Habib Munzir tidak putus asa karena memang sudah kewajibannya menyebarkan ilmu agama sebagai seorang ulama. Meskipun beliau sadar
51
bahwa perjalanan dakwahnya akan menemui kesukaran dan medan yang berat. Habib Munzir memulai perjalanan dakwahnya di daerah Cipanas, Bogor, namun tidak berkembang. Lalu ia memutuskan untuk berdakwah di Jakarta dengan mulai mencari jamaah atau mendatangi umat, bukan sebaliknya umat yang mendatanginya. Tak ada pilihan lagi, hanya cara tersebut yang bisa ia lakukan agar kewajibannya sebagai seorang pendakwah (Da‟i) bisa ditunaikan. Mengawalinya dengan mendatangi rumah demi rumah, mengetuk pintu demi pintu yang berkenan menerima dakwah beliau, duduk dan bercengkrama dengan jamaahnya, hingga mendengarkan masalah para jamaah serta berusaha mencarikan solusi terkait permasalahan tersebut. Berawal dari enam orang jamaah yang setia mendampingin dakwah Habib Munzir. Merekapun kemudian mengusulkan kepada Habib Munzir agar mendirikan majelis taklim. Beliaupun setuju dan memilih malam selasa sebagai jadwal majelis taklimnya. Malam selasa dipilih oleh Habib Munzir karena ingin mengikuti kebiasaan gurunya yakni Habib Umar bin Hafidh yang juga membuat majelis pada malam tersebut. Walau berdakwah di Jakarta, Habib Munzir tetap tinggal bersama Ibunya di daerah Cipanas, Bogor. Setiap akan menghadiri majelis malam selasa, ia berangkat dari Cipanas hari senin dengan menumpang bus karena minimnya biaya. Tak jarang ia berangkat pada malam seninnya karena khawatir dengan „olok-olokan‟ orang terminal bus. Sebab, cara berpakaiannya dianggap tak lazim yakni dengan memakai sorban, peci
52
yang tak seperti orang berpergian pada umumnya. Kemudian jika sampai di Jakarta sudah sangat malam, biasanya beliau berjalan mendatangi rumah-rumah para jamaahnya itu. Habib Munzir rela berjalan berkilo-kilo meter untuk mengunjungi satu demi satu rumah para jamaahnya itu untuk sekedar menumpang istirahat serta menginap hingga malam Selasa tiba. Terkadang jamaah yang ia datangi rumahnya tidak membukakan pintu, mungkin mereka sudah tertidur pulas karena lelah dan sudah malam sehingga tidak mendengar ketukan dan salamnya. Bila sudah demikian, ia akan berjalan menuju jamaahnya yang lain dan melakukan hal yang sama. Ketika mulai kelelahan untuk berjalan kerumah jamaah lain yang hanya segelintir, ia memutuskan untuk tidur di emperan toko atau di teras rumah jamaahnya yang hanya berbantalkan sorban tanpa selimut.5 Majelis pada malam selasa tersebut berkembang pesat dari minggu ke minggu. Jamaah semakin banyak sehingga rumah pun tidak bisa menampung para jamaah. Akhirnya Habib Munzir membawa para jamaahnya untuk berpindah dari satu Mushola ke Mushola yang lain. Dan terus bertambah jamaah hingga Musholah pun tak mencukupi para jamaah yang semakin banyak, hingga ia pun membawa para jamaah berpindah dari Masjid ke Masjid. Pada saat itu memang mayoritas jamahnya berasal dari kalangan awam tentang ilmu agama bahkan ada pula yang berumur lebih tua darinya.
5
www.majelisrasulullah.org, Diunduh pada tanggal 18 Juli 2016 jam 07.17 (item, biografi majelis rasulullah).
53
Dikisahkan bahwa ketika Habib Munzir sudah duduk dan siap mengajar, para jamaah masih duduk santai sambil ngobrol, minum kopi dan merokok. Tetapi dengan berpegang teguh kepada cara dakwah gurunya, yakni mengajar dengan lemah lembut dan kasih sayang, ia tak membantah dan memaksa untuk segera memulai pengajian. Bahkan ia mempersilahkan mereka untuk merokok, minum kopi dan ngobrol sampai puas. Mereka tak jarang berkata, “santai dulu ya, Bib. Kita ngopi dulu, ngerokok dulu, sambil nunggu yang lain”.6 Di saat banyaknya jamaah yang hadir pada majelis malam selasa tersebut, maka Habib Munzir mengambil lokasi di empat masjid besar dengan bergantian tiap minggunya. Masjid besar tersebut diantaranya Masjid Raya Al Munawar Pancoran Jakarta Selatan, Masjid Raya AtTaqwa di Pasar Minggu Jakarta Selatan, Masjid Raya At-Taubah Rawa Jati Jakarta Selatan, dan Ma‟had Darul Ishlah Pimpinan KH. Amir Hamzah di jalan Raya Buncit Kalibata Pulo. Namun dikarenakan semakin banyaknya jamaah yang hadir, sehingga apabila sering berpindah-pindah tempat kasihan dengan jamaah yang tidak memiliki kendaraan. Maka Habib Munzir memutuskan majelis malam selasa hanya di Masjid Raya Al Munawar Pancoran Jakarta Selatan.7 Sejak pertama kali pindah ke Masjid Al Munawar, jamaah hanya berkisar separuh dari ruangan Masjid. Kemudian Habib Munzir berucap kepada jamaah, “Jamaah semakin banyak. Setelah setengah dari Masjid
6
M. Guntur dan Tim Majelis Rasulullah, Habib Munzir: Menanam Cinta untuk Para Kekasih Rasulullah, (Jakarta: QultumMedia, 2013), h. 29. 7 www.majelisrasulullah.org, Diunduh pada tanggal 18 Juli 2016 jam 07.17 (item, biografi majelis rasulullah).
54
ini, nanti mereka akan memenuhi Masjid, kemudian sampai keluar Masjid. Insya Allah”.8 Ternyata doanya tersebut diijabah oleh Allah, jamaah semakin banyak dan majelis ini pun memerlukan nama untuk kepentingan surat-menyurat, izin serta undangan dan lain sebagainya. Kemudian ada yang memberikan saran kepadanya untuk menamakan majelisnya dengan nama Majelis Habib Munzir, beliau pun tidak menyetujuinya. Dengan spontan beliau berkata, ”Majelis Rasulullah saja, kan hakikatnya setiap majelis itu mengajarkan ajaran Rasulullah SAW”. Kemudian disepakati majelis tersebut bernama Majelis Rasulullah SAW.9 Sebenarnya Habib Munzir mengambil nama Majelis Rasulullah SAW bukan berdasarkan kaidah tata bahasa Arab yang benar. Ia menghindari persepsi yang salah dari masyarakat awam. Secara kaidah bahasa Arab yang benar ialah Majelis Rasulillah, tetapi masyarakat yang saat itu menjadi jamaahnya kebanyakan dari kalangan awam. Dikhawatirkan kalau memakai kata Rasulillah persepsi mereka bahwa ini adalah Majelis Nabi baru, karena yang mereka tahu hanyalah Rasulullah SAW sebagai Nabi terakhir.10 Hingga kini majelis malam selasa yang menjadi awal mula lahirnya nama Majelis Rasulullah SAW tetap berlangsung hingga sekarang. Banyak majelis di Malam lain yang Majelis Rasulullah SAW buat, tetapi majelis malam selasa tetap ada dan bahkan menjadi majelis induk. Kini
8
M. Guntur dan Tim Majelis Rasulullah, Habib Munzir: Menanam Cinta untuk Para Kekasih Rasulullah, h. 29. 9 www.majelisrasulullah.org, Diunduh pada tanggal 18 Juli 2016 jam 07.17 (item, biografi majelis rasulullah). 10 M. Guntur dan Tim Majelis Rasulullah, Habib Munzir: Menanam Cinta untuk Para Kekasih Rasulullah, h. 30-31.
55
jamaah berkisar 10.000 yang hadir pada majelis tersebut setiap minggunya.11 B. Visi dan Misi Visi dari Majelis Rasulullah SAW yaitu mengajak masyarakat secara umum untuk dapat mengenal secara menyeluruh sosok Kemuliaan dan Keagungan Rasulullah SAW, yang dengan mengenalnya akan bangkitlah kecintaan kepada beliau SAW, bangkitlah kecintaan kepada sunnahsunnah-nya SAW dan menjadikan Rasulullah SAW sebagai idola, sebagai contoh dan sebagai sandaran, hingga terciptalah masyarakat yang Nabawi. Dakwah adalah Misi utama dari seluruh aktifitas kegiatan yang dilakukan oleh “MAJELIS RASULULLAH SAW” dan dakwah tersebut selalu diperluas serta bervariatif yang kesemuanya itu untuk memberikan pilihan atau kemudahan kepada masyarakat luas pada umumnya dan para pemuda serta pemudi khususnya sehingga mereka dapat menerima penyampaian dakwah yang dilakukan oleh “MAJELIS RASULULLAH SAW”.12 C. Struktur Kepengurusan Dewan Kehormatan
: Habib Umar bin Hafidh
Dewan Syuro Ketua
: Habib Mukhsin bin Idrus Al Hamid
Wakil Bidang Dakwah
: Habib Nabiel bin Fuad Al Musawa
Wakil Bidang Kewirausahaan
: Habib Ahmad Al Bahar
Dewan Pengurus Pusat 11
www.majelisrasulullah.org, Diunduh pada tanggal 18 Juli 2016 jam 07.17 (item, biografi majelis rasulullah). 12 Dokumentasi Majelis Rasulullah SAW
56
Ketua Dewan Guru
: Habib Ja‟far bin Baqir Al Athas
Wakil Ketua Dewan Guru
: Habib Alwi Al Habsyi
Ketua Pengurus Harian
: Habib Baqir bin Alwi bin Yahya
Sekretaris Umum
: Muhammad Syukron Makmun
Wakil Sekretaris 1
: Muhammad Ainiy
Wakil Sekretaris 2
: Muhammad Thohir
Bendahara Umum
: Habib Ramzi bin Fuad Al Musawa
Wakil Bendahawa Umum
: Fauzan Hakim
Ketua Pengelolaan Aset
: Sumardin
Wakil Ketua Pengeolaan Aset
: Adhi
Humas Bidang Umum
: Habib Muhammad bin Alwi Al Kaf
Humas Bidang Keagamaan
: Ust. Ahmad Afif Abdullah
Ketua Koordinator Multimedia
: Ashadi Perwira
Desain Grafis & Opt. Video
: Nurul Hidayatullah
Cameraman
: Mahfudz
Juru Tulis Materi Ceramah
: Abdul Rojak
Dokumentasi Database File V/A
: Fauzan Romhdoni
Duplicator V/A13
: Alan
Ketua KTU14
: Nasrullah
Wakil Ketua KTU
: Baihaqi
Ketua PPMRS
: Hikmah
Projectorman
: Daud
Ketua Tim Hadroh
: Muhammad Qolby
13 14
Video atau Audio Koordinator Teknis Umum
57
Wakil Ketua Tim Hadroh
: Muhammad Ali
Driver
: Komaruzaman & Ari
Staff Rumah Tangga Markaz
: Fadhli – Munawwir15
D. Kantor Sekertariat MARKAS MAJELIS RASULULLAH SAW Jl.Cikoko barat V Rt.03/05 No.66 Cikoko, Pancoran, Jakarta Selatan – 12770. Telp.021-7986709. E. Program-program Sejak awal berdirinya MR konsen pada dakwah dan pengajian secara langsung dengan membahas berbagai disiplin ilmu agama, namun di tengah perkembangan dakwah MR yang dinamis, tercetus beberapa program diantaranya: program pengajian, program sosial, program kewirausahaan dan program dakwah virtual. 1. Program Pengajian atau Majelis Pengajian Malam Selasa merupakan program majelis rutin mingguan yang berperan sebagai induk karena menjadi awal munculnya pengajian MR pada malam-malam lain. Pengajian tersebut berlangsung pada pukul 20.15 s/d 22.00 WIB yang bertempat di Masjid Al Munawar Pancoran, Jakarta Selatan. Acara pengajian diawali dengan membaca Maulid atau Sejarah Nabi Muhammad SAW dengan diiringi tabuhan Hadroh. Kemudian dilanjutkan dengan ceramah agama dengan pembahasan kitab Hadits dan Fiqih yang
15
Dokumentasi Majelis Rasulullah SAW
58
disampaikan oleh Habib Munzir atau Dewan Pengajar MR. Biasanya hadits atau kitab yang akan dibahas diperbayak (foto copy) kemudian didistribusikan kepada jamaah. Acara diakhiri dengan dzikir dan doa penutup. Selain Majelis Malam Selasa, ada Majelis Malam Jumat merupakan majelis rutin kedua MR. Pengajian tersebut menetap di Gedung Dalail Khoirat, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Secara umum waktu dan runtutan acara pada majelis ini sama seperti acara pada malam selasa. Yang membedakan hanya tidak adanya distribusi lembaran hadits sebab ceramah agama yang disampaikan sebagai perluasan dari pembahasan hadits pada malam selasa. Majelis Keliling juga merupakan majelis yang diadakan MR pada hari-hari lain selain malam selasa dan malam jumat. Pengajian tersebut biasanya diadakan karena adanya undangan dari masyarakat atau majelis lain. Secara teknis, waktu runtutan acara sama seperti pada malam jumat. Yang membedakan pada majelis malam minggu selepas acara majelis selesai, dilanjutkan dengan ziarah kubur ke makam ulama-ulama di sekitar Jakarta. Selain acara rutin mingguan yang diadakan MR, ada majelis rutin tahunan yang diadakan yang biasa disebut dengan Event Akbar atau Tabligh Akbar. Majelis ini merupakan kegiatan MR yang diadakan dalam rangka memperingati hari-hari besar Islam atau pada momen tertentu. Seperti Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diadakan pada pagi hari pukul 07.00 s/d 09.00 WIB di Lapangan
59
Silang Monas dan atau Masjid Istiqlal Jakarta Pusat, selain itu ada perayaan Isra‟ Mi‟raj, Nudzulul Qur‟an beserta Haul Ahlul Badr, Nisfu Sya‟ban, Tahun Baru Hijriah atau Muharram bertepatan dengan kedatangan Habib Umar bin Hafidh (Hadromaut, Yaman) safari dakwah ke Indonesia dan Tahun Baru Masehi yang diadakan pada malam hari pukul 20.30 s/d 22.00 WIB di lapangan silang Monas, Jakarta Pusat atau Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. 2. Program Sosial Pada tahun 2010, MR dijadikan mitra dakwah oleh Kepolisian Polda Metro Jaya untuk pembinaan mental para pemuda Jakarta. Sebab berdasarkan hasil survey yang dilakukan tim sensus Kepolisian Polda Metro Jaya bahwa terdapat penurunan tingkat kriminalitas yang dilakukan oleh para pemuda di Jakarta dengan alasan telah mengikuti majelis taklim yang mayoritas menjawab mengikuti majelis taklim MR. Selain itu, MR dipercaya BNN (Badan Narkotika Nasional) sebagai mitranya dalam melakukan rehabilitasi terhadap korban ketergantungan obat-obatan terlarang dan memberikan bimbingan spiritual keagamaan agar tidak kembali terjerumus. Program sosial lain yang diadakan MR ialah motivasi spiritual keagamaan pada Instansi Pemerintahan dan Perusahaan Swasta seperti Departemen Keuangan, Bank Indonesia (BI), dan Bank Danamon dengan memberikan tausiyah agama dan khotbah jumat yang disampaikan oleh Habib Munzir. Selain itu juga menjadi mitra dengan
60
partai politik yakni PKS untuk mengadakan perayaan maulid Nabi Muhammad SAW bersama dengan MR. Program terbaru MR yakni go to school, Office and University merupakan program dakwah yang merambah ke sekolah, kantor dan universitas dengan metode penyampaian berbentuk seminar, diskusi dan tanya jawab dengan MR sebagai penyajinya. 3. Program Kewirausahaan Kios Nabawi, toko yang didalamnya menjual barang-barang yang terkait dengan perlengkapan majelis seperti jaket, baju kaos, baju koko, tas, helm yang berlogokan MR, kitab yang sering dibahas pada setiap majelinya, buku yang ditulis oleh Habib Munzir, VCD dokumentasi ceramah atau majelis MR, pakaian muslim dan muslimah dengan berbagai usia dan lain sebagainya. MR juga memiliki usaha membuat air minum dalam kemasan (AMDK), konveksi yang didalamnya memproduksi pakaian muslim dan muslimah, usaha mendokumentasikan acara pengajian, ceramah ataupun perjalanan MR dalam sebuah VCD untuk dijual dengan membuat Kamar Hijau, dan usaha Travel Haji dan Umroh. Selain itu juga, MR membuat usaha jual beli dalam sebuah sistem aplikasi yakni dengan membuat MR Shop. 4. Program Dakwah Virtual Program dakwah ini merupakan program mempublikasikan MR dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang terus berkembang. Diantaranya
dengan
membuat
website
yakni
dengan
situs
61
www.majelisrasulullah.org.
di
dalamnya
berisi
hal-hal
yang
berhubungan dengan MR seperti biografi, transkrip ceramah pada setiap majelisnya, info jadwal majelis, forum tanya jawab dan lain sebagainya. MR juga memanfaatkan media sosial sebagai media publikasinya dengan membuat akun resmi pada media sosial facebook dengan akun MajelisRasulullahSAW,
twitter
dengan
akun
@Mjl_Rasulullah,
Instagram dengan akun Majelisrasulullahsaw_official. Membuat live streaming baik video atau radio bagi jamaah yang tidak bisa menghadiri dengan mengaksesnya di Youtube dengan subscribe Majelis Rasulullah atau bisa mengaksesnya di website MR. Selain itu juga MR membuat aplikasi dakwah di gawai smartphone yang bisa diunduh di PlayStore untuk sistem android dan AppStore untuk sistem IOS dengan nama aplikasi MR Dakwah. 2. Transformasi Sistem Dakwah Majelis Rasulullah SAW Majelis Rasulullah SAW sebagai sebuah majelis taklim dapat dikategorikan sebagai organisasi pendidikan luar sekolah yaitu lembaga pendidikan non-formal. Lembaga yang tidak didukung dengan aturan akademik seperti kurikulum, lamanya waktu belajar, buku rapot, ijazah dan sebagainya sebagaimana menjadi syarat pada lembaga penddikan formal seperti sekolah. Dalam proses dakwahnya sebagai sebuah majelis taklim, Majelis Rasulullah SAW (MR) terus berkembang menyesuaikan sistemnya dengan kondisi dan situasi, baik sosial, ekonomi, dan teknologi. Hal tersebut menjadi
62
penting mengingat MR berpusat di Ibukota DKI Jakarta yang umumnya masyarakat
bersifat
heterogen.
Langkah
tersebut
diambil
untuk
mempertahankan eksistensi sistem MR dan memberi gambaran pada publik bahawasanya MR merupakan sebuah komunitas yang bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan. Selain itu untuk menepis wacana islamofobia16 yang berkembang di Negara Barat dimana Islam mendapat diskriminasi terutama komunitas-komunitas Islam. Untuk mempertahankan eksistensinya, MR bertransformasi pada praktek dakwah yang lebih modern dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Sebagai sebuah landasan dalam hal ini terdapat pada Al Qur‟an surat Al Ra‟d ayat 11:
Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung selain Dia. (QS Al Ra‟d [13]: 11) Inti dari ayat tersebut ialah pada kalimat “sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. Keadaan yang dimaksud disini salah satunya adalah
16
Islamofobia adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka dan diskriminasi pada Islam dan Muslim (orang-orang Islam). Istilah itu sudah ada sejak 1980-an, tetapi menjadi lebih popular setelah peristiwa serangan 11 September 2001. Pada tahun 1997 Runnymede Trust seorang Inggris mendefinisikan islamofobia sebagai rasa takut dan kebencian terhadap Islam.
63
Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka selama mereka tidak merubah sebab-sebab kemunduran mereka.17 Jadi, Islam pun memiliki nilai yang secara universal mengajarkan umatnya untuk senantiasa berubah kearah yang lebih baik (transformatif). Sebagaimana diketahui bahwa pada awal periode kepemimpinan Habib Munzir, MR masih bersifat majelis tradisional di mana di dalamnya hanya berfokus pada praktek keagamaan yaitu pengajian rutin yang diadakan setiap malam selasa. Penggunaan perkembangan teknologi seperti website dan media sosial belum dimaksimalkan sebagaimana yang dilakukan pada peride sekarang yaitu periode Dewan Syuro. Peneliti mencatat beberapa tranformasi yang dilakukan sistem MR dari periode kepemimpinan Habib Munzir hingga periode Dewan Syuro. Di antaranya: 1) tranformasi dalam aspek internal organisasi; 2) transformasi dalam bidang dakwah; 3) transformasi dalam bidang sosial; dan 4) transformasi dalam bidang kewirausahaan. a. Transformasi dalam Aspek Internal Organisasi Sosok pendiri dalam sebuah organisasi memiliki kedudukan yang kuat di dalam sebuah struktur organisasi. Di awal berdirnya organisasi MR pada tahun 2000, Habib Munzir membuat struktur kepengurusan yang terdiri dari pemimpin sekaligus pengajar, tim inti, staf, kru dan aktivis. Habib Munzir sendiri berposisi sebagai pimpinan sekaligus pengajar tetap di MR. Sebagai seorang pemimpin, Habib Munzir menjadi motor penggerak roda dakwah yang dijalankan di MR. Di bawah pimpinan, Habib Munzir membentuk tim inti yaitu adalah orang-orang yang dipilih 17
Al-Qur‟an wa Tarjamatu Maanihi ilal Lughotil Indonesia, (Saudi Arabia: Mujamma‟ al-Malik Fahd li Thia‟at al-Mushaf asy-Syarif, 1415 H), h. 370.
64
langsung oleh Habib Munzir karena kedekatan
pribadi dengan Sang
Habib dan turut serta mendampinginya dalam terbentuknya organisasi MR. Mereka di antaranya, Saiful Zahri, H. Hamidi, Ust. Syukron Makmun, Muhammad Ainiy, Syafi‟i, Muhammad Qolby, KH. Ahmad Baihaqi. Dalam teori strukturasi, otoritas bukanlah gejala yang terkait dengan struktur ataupun sistem, melainkan kapasitas yang melekat pada pelaku.18 Saat merumuskan ide dan teknis setiap program atau kegiatan dakwahnya, Sang Habib selalu berdiskusi dengan Tim Inti dalam sebuah rapat internal. Dalam diskusi tersebut, Habib Munzir sebagai pemimpin memiliki otoritas penuh dalam memutuskan hasil rapat. Tak jarang rapat tersebut hanya membahas teknis pelaksanaannya saja, sebab ide program atau kegiatan dakwah dari Sang Habib bersifat mutlak. Seperti yang diungkapkan Giddens bahwa struktur mirip pedoman ini menjadi sarana (medium), dalam hal ini sebuah rapat internal yang memunculkan praktek-praktek sosial yakni program atau kegiatan dakwah yang dilakukan di MR. Pada sosok Habib Munzir sebagai pelaku sentral di MR, segala kebijakan yang dikeluarkannya merupakan aturan yang dalam perspektif Giddens merupakan sebuah struktur pada bingkai legitimasi. Segala yang diucapkannya menjadi aturan dalam MR. Habib Munzir sebagai pemangku kebijakan berpengaruh terhadap apapun yang terjadi pada sistem MR. Dalam proses perekrutan, Habib Munzir memiliki pertimbangan sendiri dalam memilih orang-orang yang akan diberikan
18
B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, ( Jakarta: KPG, 2016), h. 33
65
tugas. Misalnya saat perekrutan staf, Habib Munzir berdiskusi dengan tim inti dengan pertimbangan kesiapan waktu, sebab staf yang bertugas memonitoring kinerja dan koordinator dari kru di lapangan harus siap kerja 24 jam bila dibutuhkan oleh Habib Munzir. Dalam perekrutan kru yang bertugas membantu tugas staf dalam hal teknis di lapangan, Habib Munzir mencari pemuda-pemuda yang bersemangat membantu dakwah MR yang umumnya mereka dari kalangan pelajar, mahasiswa, maupun jamaah. Hal tersebut dilakukan Sang Habib sebagai upaya menanamkan nilai dakwah kepada para pemuda dan pemanfaatan waktu luang mereka untuk kegiatan yang positif yakni membantu dakwah Islam. Begitu pula dengan aktivis yang bertugas ketika MR mengadakan acara besar tahunan, contohnya pada peringatan tahun baru Islam atau Muharram, Isra‟ Mi‟raj, peringatan Maulid Nabi, peringatan malam Nudzulul Qur‟an, dan lain sebagainya. Menurut Giddens, Skema yang mirip aturan ini merupakan struktur yang dibangun oleh Habib Munzir (pelaku) sebagai sarana berlangsungnya praktek sosial yakni perekrutan.19 Dalam hal perekrutan ini, tidak ada unsur paksaan atau intervensi dari pihak MR. Umumnya para jamaah secara sukarela mengajukan diri untuk menjadi bagian dari sistem MR. Misalnya seorang yang ingin menjadi kru harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari staf, kemudian staf mengajukan kepada tim inti yang berkoordinasi langsung dengan Habib Munzir dan seterusnya.
19
B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 22.
66
Dalam menjaga keharmonisasian sistemnya, Habib Munzir terkadang turut memberikan pandangan kepada staf dan kru dalam praktek di lapangan. Arahan yang diberikan Sang Habib bersifat motivasi, seperti memberi kesadaran kepada mereka bahwa membantu mensyiarkan dakwah merupakan hal yang mulia.
Mengingat melihat realita yang
terjadi hari ini banyak orang yang disibukkan oleh urusan duniawi sehingga melupakan nilai-nilai Islam. Hal tersebut seperti yang diungkapkan Giddens dalam konsep monitoring tindakan. Setiap pelaku tidak hanya memonitoring tindakan atau aktifitasnya sendiri, tetapi juga memonitoring segala aktifitas yang dilakukan orang lain dimana aktifitas tidak hanya melibatkan individu tetapi juga tindakan orang lain. Habib Munzir juga sebagai pelaku yang berada pada taraf rasionalisasi tindakan yang mengerti tentang betapa pentingnya syiar dakwah, memberikan penjelasan kepada orang-orang yang membantunya tentang hal tersebut. Seperti yang dikisahkan oleh Sang Habib ketika bersama-sama dengan staf dan kru menziarahi pemakaman salah satu kru MR yang wafat yakni Doni Andrianto yang bertugas memasang umbul-umbul dan baliho pada setiap pengajian yang dilakukan MR: “Kalau Rasul memandang seluruh umatnya di barat dan timur di muka bumi, berapakah hati yang perduli dakwah Sayyidina Muhammad? Siapa yang perduli dengan dakwah Rasul di masa ini? Siapa yang perduli dengan Rasul di masa ini? Umat Muhammad tidak perduli dengan Rasul SAW apalagi dakwahnya. Namun beliau (Doni) dengan semangat, hujan, panas, atau dalam keadaan apapun tetap selalu yang beliau kerjakan mendirikan bendera Sayyidina Muhammad SAW. Kalian tau tempat orangorang yang mendirikan bendera Sayyidina Muhammad SAW? Semestinya bukan kita yang mendoakan beliau, tetapi kita yang mengalap berkah dari beliau, karena beliau orang yang dimuliakan
67
Allah sebagai laskar Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW dengan dakwah kelembutan dengan dakwah kasih sayang yang dimana beliau salah satu diantaranya.”20 Untuk memberi semangat kepada para pengurus yang telah membantu dakwah MR, Habib Munzir menjuluki mereka „Ahlul Khidmah‟ yang bermakna orang-orang yang dengan sepenuh hati membantu dakwah MR, dan pengurus yang keseluruhannya berjumlah 313 orang, Sang Habib mengikuti jumlah para sahabat yang ikut berperang dalam Perang Badar. Hal tersebut untuk mengambil keberkahan dari para syuhada yang turut serta membantu dakwah Nabi Muhammad SAW. Pemaknaan tersebut merupakan skema yang dimunculkan Habib Munzir dalam bingkai signifikasi atau penandaan. Melihat pada perubahan yang terjadi pada internal organisasi MR paska wafatnya Habib Munzir, otoritas kepemimpinan dipegang oleh Dewan Syuro yakni sebuah lembaga yang dibentuk oleh guru dari Habib Munzir yaitu Habib Umar bin Hafidh, atau dalam hal ini selaku Dewan Kehormatan. Dewan tersebut terdiri dari tiga orang yakni Habib Mukhsin al Hamid, Habib Nabiel al Musawa, dan Habib Ahmad al Bahar. Dalam
struktur
organisasi
tradisional,
sistem
pemilihan
kepemimpinan dengan cara aklamasi yaitu ditunjuk dari pemimpin sebelumnya. Habib Munzir sebagai tokoh sentral dalam internal MR yang segala kebijakannya bersifat otoritatif. Semasa hidupnya tidak pernah menyebut nama seseorang sebagai pengganti kedudukannya dikemudian
20
www.youtube.com, Pesan Penting Habib Munzir saat Ziarah ke Makam Crew MR (29 September 2012, diakses pada 5 September 2016 pukul 10.00 WIB, (Subscribe: Pesukan Sayyidina Muhammad).
68
hari. Habib Munzir hanya memberikan pesan bahwa majelis yang dibangunnya ini merupakan wujud bakti terhadap Rasul SAW dan gurunya yaitu Habib Umar bin Hafidh. Dengan demikian, bentuk otoritas Habib Munzir pada konteks pemilihan kepemimpinan MR setelahnya merujuk pada otoritas dari Habib Umar bin Hafidh. Secara fungsional, Dewan Syuro setara dengan pimpinan. Hanya yang membedakan ialah di masa Habib Munzir segala kebijakan dan otoritas berada pada sosok Sang Habib. Sedangkan pada saat ini, segala kebijakan dan otoritas bersifat mufakat yakni, kesepakatan antara orangorang yang berada dalam Dewan Syuro. Segala bentuk birokrasi dalam internal organisasi harus melalui prosedur yang dibuat dewan tersebut. Meskipun demikian, secara umum program ataupun kegiatan dakwah yang dilakukan Dewan Syuro hanya mengikuti apa yang sudah dibentuk Habib Munzir di masa kepimpinannya. Melihat pada konteks perubahan kepemimpinan, MR sebagai sebuah organisasi
tradisional
mencoba
menyesuaikan
sistemnya
menjadi
organisasi ke arah lebih modern. Dari organisasi yang menisbikan sosok Habib Munzir dalam prakteknya seperti menjadi pimpinan organisasi sekaligus penanggung jawab dalam hal pengajaran, kerjasama-kerjasama ekternal, dan menjadi pengontrol dalam pergerakan dakwah. Kesemua itu berada pada sosok Sang Habib. Dalam konteks sekarang, terbentuknya Dewan Syuro seperti yang dikemukakan Giddens merupakan salah satu bentuk praktek signifikasi yang dilakukan MR sebagai suatu pelembagaan institusi yang memiliki dominasi setara dengan kepemimpinan. Dengan
69
dominasinya sebagai sebuah dewan yang diberikan otoritas, Dewan Syuro memiliki kewenangan untuk memberikan legitimasi berupa aturan-aturan terkait perannya dalam sistem MR. Peran tersebut tercermin dalam tugas yang diberikan kepada orang-orang yang ada di dalam Dewan Syuro. Tugas tersebut diantaranya pada bidang keorganisasian dipegang oleh Habib Mukhsin al Hamid, pada bidang dakwah dipegang oleh Habib Nabiel al Musawa dan pada bidang kewirausahan dipegang oleh Habib Ahmad al Bahar. Transformasi
MR
dalam
keorganisasian
salah
satunya
juga
terbentuknya Dewan Guru sebagai pengajar yang pada masa Habib Munzir hanya dipegang beliau sendiri. Langkah tersebut diambil untuk menggantikan sosok Habib Munzir yang sangat memiliki pengaruh bagi para jamaah. Dewan ini merupakan bentukan dari Habib Umar bin Hafidh. Di dalam dewan tersebut ada tiga pengajar tetap di antaranya, Habib Ja‟far al Athas (Ketua), Habib Alwi al Habsyi (Wakil), dan Habib Bagir bin Yahya (Ketua Pengurus Harian). Mereka yang dipilih Habib Umar bin Hafidh juga merupakan muridnya ketika menimba ilmu di Yaman seperti halnya Habib Munzir. Dengan demikian, MR menjadi sebuah organisasi modern yang bersifat struktural yang sudah tidak lagi berporos pada penokohan Habib Munzir. Sosok pengajar dalam MR sangat memperhitungkan sanad keguruan. Guru yang mempunyai riwayat guru-guru hingga sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Sosok guru yang benar-benar memanut gurunya. Pedoman ini terus dipegang oleh MR sampai terbentuknya Dewan Guru
70
yaitu mereka yang memiliki sanad keguruan yang jelas langsung dari Habib Umar bin Hafidh seperti halnya Habib Munzir. Hal tersebut dilakukan guna menjaga kemurnian ajaran Islam yang dibawa oleh Rasul yang diteruskan dibawa oleh Sahabat kemudian oleh Tabi‟in, terus berlanjut sampai kepada para Imam Hadits dan seterusnya hingga sampai kepada mereka para guru baik Habib Munzir ataupun Dewan Guru di MR dan disampaikan kepada umat. Sanad ini peneliti lampirkan pada bagian lampiran dalam penelitian ini. Dalam konteks ini peneliti melihat, ralasi antara pelaku dan struktur pada periode kepemipinan Habib Munzir nampaknya belum tercermin seperti dalam konsepsi Giddens yang menggambarkan relasi tersebut berupa dualitas atau saling mengandaikan. Segala bentuk struktur yakni aturan dan sumber daya, masih tersentral pada sosok pelaku yaitu Habib Munzir. Tidak adanya struktur tanpa adanya pelaku yaitu sosok Habib Munzir. Tidak mungkin struktur di MR itu ada tanpa keputusan yang dibuat olehnya. Sang Habib sebagai pelaku sekaligus segala hal yang diucapkannya menjadi sebuah struktur yang suatu saat bisa berubah sesuai keinginannya. Hal tersebut dikarenakan signifikasinya sebagai seorang pendiri, pemimpin sekaligus pengajar di MR membuat sosoknya dominan. Maka, sistem yang digunakan MR pada periode Habib Munzir masih mengadopsi sistem otoritarianisme atau kediktatoran. Pada periode sekarang yaitu periode Dewan Syuro, relasi antara pelaku dan struktur sudah bersifat dualitas. Dewan Syuro terbentuk dikarenakan struktur kepemimpinan memerlukan pelaku sebab wafatnya
71
Habib Munzir. Begitu pula sebaliknya, para pelaku yang berada dalam dewan tersebut tak mungkin bergerak pada posisinya sebagai pemimpin melainkan sudah adanya skema atau struktur kepemimpinan yang terbentuk pada periode Habib Munzir. Secara fungsional, semua aktifitas yang dilakukan Dewan Syuro dalam sistem MR hanya mengikuti skema yang sudah dibangun oleh Habib Munzir. Sama halnya dengan terbentuknya Dewan Guru pada periode sekarang. Skema pengajaran yang terbentuk pada periode Habib Munzir memampukan terbentuknya Dewan Guru dan begitu pula relasi sebaliknya. Maka dari relasi dualitas tersebut, pada periode Dewan Syuro, MR mulai mengadopsi sistem struktural. b. Transformasi dalam Bidang Dakwah Seperti majelis taklim lain pada umumnya, fokus awal Majelis Rasulullah SAW ialah pada pengajian atau majelis. Pengajian menjadi wadah utama dalam mengawali pergerakan dakwahnya. Dilihat dari awal proses terbentuknya MR pada tahun 2000. Habib Munzir sebagai seorang Da‟i mendapat amanat dari gurunya untuk mengamalkan ilmu yang didapatnya serta mengabdi pada masyarakat melalui berdakwah. Hal tersebut sebagaimana perintah Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 104: Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran [2]: 104)
72
Karakter dakwah yang dilakukan oleh MR melalui pengajian, tercermin dalam sosok Habib Munzir. Sang Habib dalam dakwahnya yang identik dengan kelemah lembutan, kasih sayang terhadap sesama, dan tidak pernah mencampuri dakwahnya dengan urusan politik. Sang Habib terus menanamkan hakikat tujuan utama manusia diciptakan yakni untuk ibadah kepada Allah SWT. Bukan berarti beribadah dengan duduk berzikir sepanjang hari tanpa bekerja atau melakukan urusan yang bersifat dunia lainnya, tetapi mewarnai setiap hari-hari dengan kehidupan yang islami dalam tuntunan Nabi Muhammad SAW. Kalau seorang itu adalah mahasiswa, dia harus menjadi mahasiswa yang islami yang dalam belajarnya diliputi sunah-sunah yang diajarkan Rasul. Jika seorang itu adalah pengusaha, dia harus menjadi pedagang yang islami dengan meneladani cara Rasul dalam berdagang. Begitu pula seterusnya jika seorang itu pengusaha, petani, pegawai dan lain sebagainya. Pada masa kepemimpinannya, Habib Munzir memiliki otoritas penuh terhadap proses pengajaran yang ada di MR. Sang Habib sebagai pimpinan berposisi sebagai pengajar tunggal. Meskipun demikian, otoritas Habib Munzir dalam konteks tertentu juga harus merujuk kepada otoritas Habib Umar bin Hafidh sebagai gurunya dalam ilmu agama. Konteks tersebut salah satunya berkenaan dengan kajian dan kitab bahasan yang akan dibahas setiap pengajiannya. Kitab-kitab yang dipilih oleh Habib Umar bin Hafidh, itulah yang digunakan oleh Habib Munzir. Adapun beberapa bidang ilmu yang diajarkan setiap pertemuan, dilakukan secara sistematis dengan menuntaskan atau mengkhatamkan satu kitab. Kitab yang
73
diajarkan di antaranya, Kitab Hadits Bukhori Muslim (hadits), As Syifa (Akidah akhlak), Kitab Ar Risalah Al Jamiah (fiqih), dan disiplin ilmu agama lain. Sebagai seorang pengajar yang memiliki otoritas penuh dan pengaruh yang kuat dalam pengajiannya, Habib Munzir tidak pernah memanfaatkan posisinya itu untuk urusan yang sifatnya pribadi atau untuk urusan yang keluar dari ajaran Rasul di dalam pengajiannya. Sang Habib tidak pernah mengajari jamaahnya untuk memberontak kepada negara, menyakiti sesama muslim dan memerangi orang-orang yang berseberangan dalam memahami ajaran Islam. Dakwah dengan lemah lembut dan kasih sayang menjadi pakaian dakwahnya. Pada periode Habib Munzir terdapat banyak perkembangan terutama bertambahnya jamaah yang hadir setiap minggunya. Dalam menjaga komitmen jamaahnya, Sang Habib menginsiasi untuk mendistribusikan kepada para jamaah berupa pembahasan hadits yang di fotokopi dan dibagikan
di
pintu
masuk
sebelum
pengajian
dimulai.
Praktek
pendistribusian tersebut hanya dilakukan pada pengajian rutin malam selasa. Hal yang demikian sebagai upaya menarik jamaah untuk tetap hadir pada pengajian selain malam selasa sebab di malam-malam lain hanya memperluas pembahasan dari hadits yang dibagikan pada pengajian malam selasa. Seiring dengan kemajuan teknologi yang terus berkembang, pada tahun 2004 MR membuat website resmi yakni www.majelisrasulullah.org. Hal tersebut sebagai upaya dari sistem MR dalam beradaptasi dengan
74
perubahan zaman yang dinamis. Hadirnya website tersebut melihat pada pentingnya media komunikasi dan publikasi antara MR dengan jamaahnya yang sudah semakin luas cakupannya. Pemanfaatan website tidak hanya diperuntuhkan untuk jamaah MR saja, melainkan untuk semua orang yang ingin mengetahui informasi terkait MR lebih jauh. Dengan demikian, upaya tersebut juga sebagai bagian dari cara MR menjaga komitmen jamaahnya dan meraih jamaah lebih banyak. Mengingat Jabodetabek,
bertambahnya Habib
Munzir
jumlah
jamaah
dibantu
pengurus
hingga
merambah
MR
berinisiatif
mencetuskan radio dan video live streaming yang bisa diakses melalui website resmi MR yaitu www.majelisrasulullah.org. Selain itu juga, hal tersebut guna menjawab keresahan jamaah yang berhalangan hadir mengikuti pengajian yang setiap minggunya dilakukan di Masjid Al Munawar, Pancoran, Jakarta Selatan atau pengajian di malam-malam lain yang berlokasi berpindah-pindah sesuai undangan. Fungsi website MR bisa dikatakan sangat kompleks dalam menunjang dakwah Sang Habib. Pada setiap pengajiannya Habib Munzir selalu menulis resensi terkait apa saja yang disampaikannya kemudian diposting pada website MR tesebut. Hal demikian dilakukan untuk menjaga keharmonisan antara Habib dengan para jamaah yang berhalangan hadir maupun yang kurang memahami apa yang disampaikan pada saat pengajian. Transformasi dalam bidang dakwah pada periode Habib Munzir yang tak kalah penting ialah dibentuknya forum tanya jawab. Forum tanya
75
jawab dilakukan di website MR dan cukup mendapat antusias dan respon yang baik. Baik dari jamaah khususnya dan umumnya kepada publik. Pada forum ini berisi pertanyaan seputar akidah, akhlak, hadits, fiqih, dan masalah lain yang berkaitan dengan agama. Forum ini dikelola langsung oleh Habib Munzir dalam menjawab pertanyaan yang ada di dalamnya. Forum ini dibuat untuk menjaga keharmonisasian MR dengan para jamaahnya guna mempermudah jamaah untuk bertanya kepada Habib Munzir. Untuk pembahasan lebih jauh seputar agama, Habib Munzir turut serta menyumbangkan karyanya untuk ilmu pengetahuan agama dengan menulis beberapa buku di antaranya, Kenalilah Akidahmu jilid 1, Kenalilah Akidahmu jilid 2, Meniti Kesempurnaan Iman, 70 Ceramah Habib Munzir Almusawa, dan 77 Ceramah Habib Munzir Almusawa. Tidak hanya berupa buku, beberapa karya Sang Habib berupa ceramah agama juga dituangkan dalam bentuk audio-visual misalnya, kaset tape recorder, DVD, maupun rekaman ceramah yang diunggah ke Youtube. Pemanfaatan media sosial (medsos) sebagai sarana dakwah juga tak luput dari pandangan Habib Munzir. Beliau memanfaatkan facebook dan twitter untuk membahas pengetahuan agama dan menjawab pertanyaan dari publik maupun informasi seputar MR. Kesemuanya dikelola oleh tim yang dipilih langsung oleh Sang Habib. Begitu pula dengan konten yang akan diupload pada medsos tersebut, kesemuanya atas pantauan dan persetujan dari Sang Habib. Tim ini biasa disebut oleh Habib Munzir dengan nama Tim Milist MR.
76
Dalam hal ini, seperti yang diungkapkan Giddens dalam teori strukturasinya tentang konsep perentangan ruang dan waktu sebagai pembeda antara masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Dahulu seperti halnya majelis taklim pada umumnya, segala praktek pengajian dilakukan dengan adanya pertemuan muka atau kehadiran (co presence). Ketika jamaah ingin bertanya seputar masalah agama maupun mencari informasi tentang MR, harus menghadiri pengajian MR. Tetapi sekarang, jamaah yang ingin tetap ingin mengikuti pengajian bisa menggunakan video dan radio live streaming kapanpun dan dimanapun dia ingin mengaksesnya pada website resmi MR. Begitu pula dengan jamaah yang ingin bertanya seputar agama bisa bertanya pada forum tanya jawab yang ada di website tersebut. Paska wafatnya Habib Munzir, MR terus mengalami perkembangan mengikuti situasi dan kondisi yang terjadi di masyarakat. Pada periode kepemimpinan Dewan Syuro, transformasi yang dilakukan Habib Munzir di masanya disempurnakan. Dan kesemuanya dikontrol langsung oleh Dewan Syuro melalui beberapa tim yang ditugaskan untuk melakukan rutinitas yang ada pada masa Habib Munzir seperti forum tanya jawab. Pada masa Dewan Syuro, forum tersebut dikelola oleh Dewan Guru. Dalam pemanfaatan media sosial, pada masa Dewan Syuro dikelola oleh tim yang dibentuknya dengan menambahkan instagram sebagai salah satu tambahan sarana dakwah di media sosial. Pada proses pengajaran yang pada masa Habib Munzir dipegang langsung olehnya, paska wafatnya posisi pengajaran digantikan oleh
77
Dewan Guru sebagaimana yang telah peneliti paparkan di atas tentang aspek internal organisasi MR. Tiga Dewan Guru yang ditugaskan mempunyai tugasnya masing-masing. Habib Ja‟far al Athas membahas kajian fiqih, Habib Alwi al Habsyi membahas kajian hadits, dan Habib Baqir bin Yahya membahas kajian umum dan dzikir. Tugas yang diemban mereka merupakan instruksi yang diberikan Habib Umar bin Hafidh selaku Dewan Kehormatan MR. Media audio-visual tak luput dari bidikan periode Dewan Syuro khususnya dengan diproduksinya film Sang Raja Sanubari 1 dan 2 sebagai salah satu metode dakwah yang menceritakan perjalanan dakwah Habib Munzir. Sang Raja Sanubari merupakan julukan yang diberikan Habib Umar bin Hafidh kepada mendiang Habib Munzir. Habib Umar menggunakan istilah “Sultonul Qulub” atau dalam bahasa Indonesia yang berarti
raja
sanubari
(hati).
Julukan
tersebut
didapatnya
dari
kekagumannya terhadap sosok Habib Munzir yang bisa mengumpulkan ratusan bahkan ribuan hati untuk tunduk khusyuk dalam majelisnya demi mensyiarkan agama Islam. Di dalam film tersebut, tim MR atau dalam hal ini selaku sutradara menceritakan kembali bagaimana sosok Habib Munzir lebih dekat dalam berdakwah di MR. Hal tersebut sebagai upaya yang dilakukan MR untuk menambah semangat jamaah untuk tetap hadir dalam setiap pengajian yang diadakan MR melihat dari perjuangan Sang Habib dalam berdakwah. Dalam hal infrastruktur Dewan Syuro mendirikan Kamar Hijau (KH) sebagai labolatorium untuk para tim atau pengurus yang bergerak dibidang
78
audio-visual memproduksi karya-karyanya. Di antaranya, film Sang Raja Sanubari 1 dan 2, memoar Khodimul Ummah 1 dan 2, dan dokumentasi event-event besar yang dilakukan MR. Kamar Hijau sendiri bertempat terpisah dari markas MR maupun kediaman Habib Munzir. Diproduksinya buletin jumat MR merupakan salah satu transformasi yang dilakukan Dewan Syuro. Buletin tersebut mulai diproduksi oleh MR pada tahun 2016 yang di dalamnya berisi artikel islami, ensiklopedia Islam, tanya jawab seputar agama Islam dan komik nabawi serta kalamkalam para ulama. Hal tersebut sebagai upaya dari MR menjaga nilai-nilai Islam yang dianutnya yakni dengan berpegang pada pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Melihat pada fenomena hari ini, banyaknya pahampaham yang bersebrangan dengan paham yang dianut MR seperti paham Wahabiyah. Mereka menyebarkan paham tersebut salah satunya dengan menyebarkan buletin-buletin jumat yang dibagikan di masjid-masjid ketika sholat jumat.
79
Gambar 4.2 Buletin Jumat MR Sumber: www.majelisrasulullah.org
Dalam perkembangannya, periode Dewan Syuro juga merambah ranah teknologi dengan membuat aplikasi MR Dakwah. Langkah tersebut diambil sebagai bentuk adaptasi sistem MR dalam lingkungan masyarakat di era digital. MR Dakwah bisa di download secara gratis pada gawai di Play Store (Android) dan App Store (IOS). Hal tersebut cukup praktis untuk mengakses segala hal yang kaitannya dengan MR.
80
Gambar 4.3 Aplikasi MR Dakwah Sumber: Dokumentasi Majelis Rasulullah SAW Pemanfaatan
aplikasi
MR
Dakwah
ini
ditunjukkan
untuk
mempermudah para jamaah yang ingin mencari informasi seputar kegiatan MR. Di dalamnya terdapat video ceramah, medsos resmi, waktu sholat, link ke website resmi MR hingga jadwal pengajian yang diadakan MR. Lokasi pengajian juga ada di dalam aplikasi tersebut untuk mempermudah jamaah yang tidak mengetahui lokasi pengajian atau majelis yang pada hari-hari tertentu berpindah-pindah. Hal tersebut dipermudah lagi dengan terhubungnya lokasi majelis dengan satelit Google Map, di mana setiap penggunannya akan ditunjukkan rute ke lokasi majelis dengan dibantu navigasi dari sistem Google Map tersebut. Hal yang demikian dilakukan MR secara umum menjaga komitmen jamaahnya agar tetap hadir dalam setiap pengajian atau majelis yang diadakan MR tanpa harus kebingungan mencari alamat lokasi pengajian.
81
Untuk menjawab perkembangan teknologi, MR juga melahirkan Nabawi TV. Sebuah stasiun televisi yang fokus bergerak di bidang dakwah Islam. Nabawi TV merupakan tv cable yang dimotori oleh Habib Mukhsin selaku owner sekaligus ketua Dewan Syuro MR. Di dalamnya berisi program-program yang diperuntuhkan untuk menambah khazanah ajaran Islam. Di antaranya ada . Hal tersebut dilakukan sebagai media perluasan dakwah yang pada realitanya praktek dakwah bersifat fleksibel tidak monoton hanya pengajian semata. c. Transformasi dalam Bidang Sosial Sebagai sebuah sistem yang bergerak di bidang dakwah, MR tidak hanya berfokus pada seputar kegiatan dakwah yang umumnya seperti pengajian, tabligh akbar, dan kegiatan berbau keagamaan lain. MR sebagai sebuah sistem mampu bertransformasi ke dalam aspek sosial, seperti di antaranya: a) mitra kepolisian; b) mitra BNN; c) mitra tv; d) mitra instansi swasta dan pemerintahan; dan e) pembentukan cabang-cabang MR. Langkah tersebut diambil MR sebagai upaya menyesuaikan diri dengan lingkungan dan sebagai bukti bahwa MR adalah sebuah lembaga yang tidak hanya mementingkan aspek keagamaan, tetapi juga sosial. Kegiatan tersebut sudah berlangsung sejak periode kepemimpinan Habib Munzir. Sebagai orang yang memiliki otoritas pada sistem MR, Sang Habib bisa dikatakan punya kedekatan khusus dengan beberapa lembaga maupun tokoh berpengaruh di Indonesia. Hal tersebut guna mensyiarkan Islam dan menegakkan dakwah Islam. 1. Mitra Kepolisian
82
Jakarta sebagai kota metropolitan rentan dengan prilaku negatif orang-orang di dalamnya yang biasanya menimpa usia remaja seperti mabuk-mabukan, perjudian, narkotika, free sex, perampokan dan prilaku kejahatan lainnya. Menurut survey yang dilakukan Polda Metro Jaya sejak tahun 1999 hingga 2010, angka kriminalitas yang menimpa usia remaja merosot tajam. Saat dilakukan observasi lebih lanjut kepada para remaja sebagai pelaku tindak kriminalitas, pemerosotan terjadi akibat keikutsertaanya dalam kegiatan yang dilakukan MR. Hal tersebut diungkapkan sekertaris MR Muhammad Syukron Makmun saat diwawancarai di Sekertariat Majelis Rasulullah SAW. Hubungan khusus antara MR dengan kepolisian berlangsung sejak kepemimpinan
Habib
Munzir
hingga
sekarang.
Pada
setiap
pengajiaannya, MR yang dalam hal ini sebagai mitra terus berupaya menghimbau jamaahnya untuk taat pada hukum baik agama maupun negara. Disamping itu, MR juga mensosialisasikan himbauan yang berupa tertib berlalu lintas pada stiker yang dibagikan kepada jamaah atau famplet pada setiap kegiatan acara pengajiaanya.
83
Gambar 4.4 Stiker Himbauan Tertib Berlalu Lintas Sumber: Dokumentasi Majelis Rasulullah SAW MR sebagai sebuah majelis taklim tidak jarang menggelar kegiatannya di ruang publik seperti lapangan, masjid-masjid besar dan lain sebagainya. Biasanya kegiatan tersebut diselenggarakan pada event-event tertentu, untuk menghindari membeludaknya jamaah yang ikut serta dalam pengajian tersebut. Hal yang sering dirisaukan usai acara berlangsung adalah terkait kebersihan. Dalam menjaga keharmonisasian sistemnya pada lingkungan luarnya, MR selalu menghimbau untuk peduli terhadap kebersihan. Hal tersebut juga tertuang pada striker atau famplet yang dibagikan kepada jamaah saat acara berlangsung.
Gambar 4.5 Stiker Himbauan Peduli Kebersihan Sumber: Dokumentasi Majelis Rasulullah SAW Pada masa Habib Munzir, beliau sering kali diundang untuk memberi ceramah dan motivasi spiritual kepada anggota kepolisian.
84
Kegiatan tersebut terus berlangsung paska wafatnya Habib Munzir dan digantikan oleh Dewan Guru selaku penanggung jawab dibidang pengajaran pada periode Dewan Syuro. Bentuk kerjasama lain antara MR dengan kepolisian yakni keterlibatan Polsek Pancoran saat pengajian rutin MR pada malam selasa di Masjid Al Munawar membantu menertibkan arus lalu lintas saat selesai pengajian. 2. Mitra BNN Sebagai sebuah sistem yang bergerak dibidang dakwah Islam, MR juga konsen pada isu kriminalitas terutama narkotika. Sejak tahun 2010 MR dipercaya Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai mitranya dalam mengurangi angka pengguna narkotika di Indonesia khususnya di kalangan remaja. Pada masa Habib Munzir beberapa kali ia diminta untuk memberi motivasi spiritual pada penghuni lapas BNN. Kegiatan tersebut berlangsung hingga sekarang setelah wafatnya Habib Munzir dan digantikan oleh Dewan Guru. 3. Mitra TV Sebagai sebuah majelis taklim, MR juga dikawal oleh stasiun televisi swasta yakni TV One untuk mensyiarkan nilai Islam secara luas. Terlihat dalam beberapa kegiatan seperti tabligh akbar misalnya, MR diliput secara langsung oleh TV One pada program Damai Indonesiaku. Kegiatan ini berlangsung sejak kepemimpinan Habib Munzir dan terus berlangsung hingga sekarang. Hal tersebut tentunya tidak mudah begitu saja, melihat bahwa stasiun televisi mempunyai
85
beberapa kriteria tertentu untuk menjadikan sebuah tanyangan layak untuk dikonsumsi publik. MR yang pada dasarnya adalah majelis tradisional mampu menyesuaikan diri dengan klasifikasi yang diminta stasiun televisi tersebut. 4. Mitra Instansi Swasta dan Pemerintahan Hubungan kerjasama yang dilakukan MR dengan lembaga lain yaitu pada instansi swasta dan pemerintahan. Kerjasama MR dengan instansi swasta seperti Bank Danamon dan dengan instansi pemerintahan seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia. Kerjasama yang dilakukan tersebut dalam bentuk ceramah agama. Pada periode Habib Munzir metode ceramahnya dengan bertutur secara langsung kepada para audiens sedangkan pada periode Dewan Syuro metode yang digunakan dalam bentuk presentasi melalui layar proyektor dalam memaparkan beberapa kajian agama dan lebih interaktif dengan adanya tanya jawab dengan audiens. Pada instansi pendidikan lebih khusus MR membentuk program MR go to scool, office, university. Kegiatan ini baru dibentuk pada periode Dewan Syuro. Hal tersebut sebagai bentuk kepedulian MR pada akidah Islam di kalangan remaja yang biasanya bersifat labil dan rentan dengan perbuatan atau perilaku negatif. Metode yang disampaikan presentasi dan diskusi yang dipaparkan oleh Dewan Guru. Dalam konteks kerjasama ini, seperti yang kekemukakan dalam Teori Strukturasi tentang konsep regionalisasi praktek-praktek sosial.
86
Konsep yang merujuk pada lokalisasi atau penzonaan segala aktivitas tertentu dalam ruang dan waktu. Pengajian yang menjadi praktek utama sebuah majelis taklim pada zona tertentu tereduksi dengan kondisi dimana tempat mereka melakukan praktek tersebut. MR dengan pengajian yang biasa dilakukannya dengan metode ceramah, ketika memasuki ranah instansi perusahaan dan sekolah ataupun universitas mengikuti aktivitas yang biasa dilakukan di instansi terkait. Kebutuahan dari instansi tersebut menjadi pertimbangan oleh MR. Dengan menggunakan model praktek berupa seminar atau diskusi ketika memasuki zona instansi, merupakan bagian dari cara sistem MR dalam beradaptasi dengan kondisi lingkungan guna menyebarkan nilainilai dakwah yang menjadi prinsipnya. Jadi, MR membuat regionalisasi praktek dakwahnya pada zona instansi swasta ataupun swasta dengan menggunakan metode lain yakni dengan seminar dan presentasi berupa diskusi. 5. Pembentukan Cabang-Cabang MR Dalam memperluas cakupan dakwahnya, MR membuat cabang di beberapa kota di Jabodetabek yang berkisar 300 majelis. Cabang tersebut berupa kerjasama antar majelis taklim lain diberbagai kota di Jabodetabek dengan MR yang memiliki kesamaan paktek dakwah yakni pengajian. Cabang tersebut bersifat partnership yakni tidak adanya keterikatan secara struktural dengan sistem MR hanya sebatas pengadaan pengajian bersama. Biasanya cabang tersebut diberikan jadwal oleh MR setiap bulannya untuk mengadakan pengajian
87
gabungan. Jadi jika terjadi penyalahgunaan yang mengatas namakan MR, MR bisa mengklarifikasi tidak adanya keterikatan struktural antara MR dengan cabang misalnya terkait pendanaan acara yang dilakukan cabang tersebut. Sepak terjang MR tidak hanya pada lingkup kota-kota besar di Jabodetabek saja. Sejak tahun 2000, MR melalui Habib Munzir sudah mulai menebarkan jejaring dakwahnya ke berbagai pelosok Nusantara diantaranya Mojokerto, Malang, Sekorejo, Tretes, Pasuruan, Sidoarjo, Surabaya, Probolinggo, Situbondo, dan Banyuwangi untuk wilayah Jawa Timur. Wilayah Bali diantaranya Klungkung, Negara Singaraja, dan Denpasar. Begitu pula dibeberapa wilayah lain seperti NTB, Madura, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya.
Gambar 4.6 Dakwah di Pelosok Provinsi Irian Jaya Sumber: www.majelisrasulullah.org Pada dakwahnya di Provinsi Irian Jaya yakni daerah Manokwari dan Kokoda, daerah tersebut umumnya merupakan daerah yang terisolir dan minimnya Da‟i yang menyebarkan ilmu agama Islam.
88
Dari kegiatan dakwah tersebut Habib Munzir memberi perhatian khusus dengan mendirikan pesantren yang dikhususkan untuk putraputri Papua yang harapannya adalah untuk mensyiarkan Islam lebih jauh ke pedalaman Papua. Pesantren tersebut diberi nama Pondok Pesantren Darur Rasul. Hal ini dimotori oleh kegelisahan Sang Habib melihat realita yang terjadi pada dakwahnya yaitu melihat minimnya para Da‟i, sarana ibadah, dan madrasah Islam yang tidak seperti di kota-kota besar pada umumnya. Pada tahun 2005, Habib Munzir mendirikan cabang resmi MR di berbagai wilayah besar di Indonesia. Seperti di MR Bali, MR Surabaya dan MR Papua yang menggunakan nama MR cabang dari wilayah tersebut. MR di Jakarta yang menjadi pusat dari cabang-cabang tersebut. Secara struktural mereka terikat dengan MR pusat. Segala bentuk kegiatan dakwah yang dilakukan cabang resmi itu terkoordinasi dengan pergerakan yang ada di MR pusat seperti pengajian, mengikuti prosedur pengajian yang ada di pusat. Baik itu jadwal pengajian rutin pada malam selasa maupun materi kajian atau kitab yang dibahas, kesemuanya mengikuti MR pusat atas instruksi dari Sang Habib. Umumnya mereka yang ingin menjadi cabang MR ialah pengajian yang belum memiliki nama majelis taklim. Maka dengan melihat popularitas MR yang memiliki banyak jamaah dan kesamaan gerak dakwah, mereka mengusulkan untuk membuat pengajiannya sama seperti MR. Mereka yang memimpin dan mengajar di cabang tersebut
89
juga umumnya para murid dari Habib Umar bin Hafidh sama seperti Habib Munzir. Lebih jauh di tahun yang sama, MR mengepakkan sayapnya ke beberapa negara dengan membuat cabang resmi seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, dan Australia serta Amerika Serikat pada tahun 2012. Kesemuanya juga menggunakan nama MR dan pimpinan sekaligus pengajar merupakan teman-teman Habib Munzir ketika menimba ilmu di Yaman bersama-sama. Kesemua cabang tersebut langsung disahkan dan diberi izin oleh Sang Habib. Paska wafatnya Habib Munzir, pembentukkan cabang dan segala aturannya dilanjutkan oleh Dewan Syuro yang dalam hal ini ialah Habib Nabiel al Musawa sebagai orang yang diberi kewenangan dalam dewan mengurusi terbentuknya cabang MR. Hingga saat ini cabang resmi MR terus bertambah baik di dalam maupun di luar negeri, di antaranya cabang Jawa Barat yang berada di Cirebon, Hongkong dan Korea Selatan. d. Transformasi dalam Bidang Kewirausahaan Sebagai sebuah sistem yang bergerak di bidang dakwah tentunya MR membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mengoptimalkan serangkaian program yang telah dibuatnya. Sumber dana yang biasa didapat MR, biasanya melalui amal jariyah yang diberikan para jamaah dan donatur secara sukarela. MR tidak mempunyai sumber dana tetap yang di dapat baik dari orang maupun instansi. Maka pada periode kepemimpinan Habib Munzir tercetuslah untuk membuat Kios Nabawi yang merupakan sumber
90
dana MR yang dikelola oleh beberapa orang yang ditunjuk langsung oleh Sang Habib. Di dalamya menjual beraneka ragam kebutuhan untuk sarana ritual keagamaan yang ada di MR serta atribut lain seperti baju muslim, jaket, kopiah, sarung dan lain sebagainya. Kios Nabawi didirikan sejak tahun 2005 yang bertempat di Jalan Pancoran, Jakarta Selatan. Pada setiap kegiatan pengajan rutin maupun event tabligh akbar, kios nabawi sering terlihat pada kegiatan tersebut dengan mendirikan stand kios nabawi. Di dalamnya kios nabawi memproduksi sendiri beberapa keperluan jamaah tersebut yang kesemuanya dialokasikan untuk dakwah MR. Pada periode Dewan Syuro bidang kewirausahaan MR diperluas seperti jual beli online dengan menggunakan aplikasi MR Shop. Untuk menjawab perkembangan teknologi digital dimana masyarakat pada umumnya lebih menyukai hal praktis yaitu dengan mengakses internet untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti membayar tagihan telepon, kartu kredit, PDAM, sampai dengan isi pulsa. Aplikasi jual beli online ini baru diluncurkan pada tahun 2016 dan mendapat antusias yang baik dari jamaah MR pada khususnya. Hal yang melatar belakangi dibuatnya MR Shop ini karena MR melihat bahwa banyaknya praktek jual beli online di tengah masyarakat digital sekarang ini. Perusahaan-perusahaan jual beli online tersebut banyak dimonopoli oleh kalangan orang non-muslim yang hasil keuntungannya diasumsikan masuk ke kantong-kantong pribadi pengusaha tertentu. Maka MR mencoba membuat salah satu wadah jual beli online yang segala transaksinya sesuai dengan syariat Islam dan keuntungannya diperuntuhkan untuk perkembangan dakwah MR.
91
MR sebagai sebuah sistem terus menjaga keseimbangan sistem khususnya dalam pembiayaan setiap kegiatan dakwahnya. Dalam hal ini MR juga membuat usaha air minum dalam kemasan (AMDK). Usaha ini bertujuan untuk menjadi sumber pendanaan yang diperuntuhkan untuk kegiatan dakwah MR dan juga sebagai lapangan pekerjaan baik untuk jamaah maupun masyarakat luas. Selain itu juga MR pada periode Dewan Syuro ingin membuat usaha lain yaitu Travel Haji dan Umroh. Meskipun saat ini masih dalam tahap perencanaan. Langkah demikian sebagai upaya yang dilakukan sistem MR beradaptasi dan terus mengikuti perkembangan zaman yang semakin modern. Memberikan penggambaran bahwa sebuah majelis taklim yang identik dengan kegiatan dakwah seperti pengajian, bisa masuk ke ranah bisnis dengan tetap membawa nilai-nilai Islam yang dibawanya.
BAB V PENUTUP a. Kesimpulan Majelis Rasulullah SAW sebagai sebuah sistem majelis taklim terus bertranformasi dalam segala kondisi dan situasi, baik sosial ekonomi dan teknologi. MR mencoba bertransformasi dari majelis taklim tradisional ke modern. Transformasi yang dilakukan MR sebagai upaya mempertahankan eksistensi sistemnya yang merupakan lembaga pendidikan Islam non-formal yang bergerak dibidang dakwah Islam. Dalam teori strukturasi, relasi antara para agen dalam MR dan struktur yang terbangun menghasilkan produksi dan reproduksi praktek-praktek sosial atau dakwah yang terus berulang dari periode Habib Munzir hingga Dewan Syuro. Keterulangan tersebut tercermin pada transformasi yang dapat terlihat dari beberapa aspek di antaranya: A. Transformasi dalam Aspek Internal Organisasi Pada periode kepemimpinan Habib Munzir, sosoknya menjadi sentralitas dari segala praktek yang ada di MR. Identitasnya sebagai pendiri, pimpinan, dan pengajar yang memampukannya memiliki otoritas dalam segala kebijakan yang ada. Misalnya dalam proses perekrutan dan proses rapat, kesemua aturan dan hasil akhir mutlak atas keputusannya. Sedangkan paska wafatnya Habib Munzir, terjadi perubahan pola dalam internal keorganisasian di MR. Dari organisasi yang menisbikan kepada sosok satu orang yakni Habib Munzir, menjadi sebuah dewan yaitu Dewan Syuro yang menempati posisi kepemimpinan dan Dewan Guru yang menempati posisi pengajar. Segala bentuk kebijakan bersifat mufakat atau
92
93
adanya kesepakatan dalam dewan tersebut yang di dalamnya terdiri dari tiga orang. B. Transformasi dalam Bidang Dakwah MR sebagai majelis taklim yang memulai dakwahnya dengan pengajian rutin pada malam selasa, banyak terjadi perubahan dan perkembangan dalam prosesnya. Pada periode Habib Munzir, dalam proses menyebarkan informasi, meraih jamaah dan menjaga komitmen jamaahnya, hanya melalui kehadiran personal orang yang hadir kemudian diinformasikan kepada jamaah lain. Seiring dengan perkembangan zaman, hadirnya internet membantu mempermudah proses tersebut dengan membuat website dan media sosial. Pengajian yang dahulu hanya bisa diikuti dengan hadir ke setiap pengajiaannya, kini dengan munculnya radio dan video live streaming mempermudah jamaah yang tidak sempat hadir, bisa tetap mengikuti pengajiannya secara langsung dengan mengakses
pada
website
resminnya.
Forum
tanya
jawab
juga
dimanfaatkan oleh MR sebagai upaya menjaga komitmen jamaahnya. Forum yang dulunya ada ketika hanya pengajian saja oleh Habib Munzir, kini guna dipermudah
dengan memuatnya di website dan langsung
dijawab oleh Sang Habib. Begitu pula paska wafatnya Habib Munzir, perkembangan MR dalam bidang dakwah yang sudah diawali oleh Habib Munzir terus disempurnakan oleh Dewan Syuro. Berkembangnya masyarakat yang semakin digital, kemudian MR pada periode Dewan Syuro membuat aplikasi yang mempermudah jamaahnya untuk dapat mendapat informasi terkait MR dengan nama aplikasi MR Dakwah.
94
C. Transformasi dalam Bidang Sosial MR dalam perkembangannya tidak hanya berfokus pada kegiatan dakwah yang umumnya pengajian dan kegiatan keagamaan lain, tetapi juga bertransformasi ke dalam aspek sosial. Diantaranya, bermitra dengan kepolisian dalam menekan angka kriminalitas pemuda-pemudi di Jakarta. Lalu, bermitra dengan BNN dalam membantu proses rehabilitasi para korban narkotika. Kemudian, sebagai sebuah sistem, MR mencoba memberikan output kepada sistem diluarnya dengan masuk ke ranah instansi swasta dan pemerintahan, dengan munculnya program go to school, go to office dan go to university. Metode yang digunakan tidak seperti pengajian yang biasa dilakukan MR, melainkan berupa seminar berbentuk diskusi. Dalam mengembangkan dakwahnya di bidang sosial, MR juga membentuk cabang-cabang resmi di berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri. Skema perkembangan tersebut terus berjalan dari periode Habib Munzir sampai sekarang pada periode Dewan Syuro. D. Transformasi dalam Bidang Kewirausahan Sebagai majelis taklim yang masih eksis hingga kini, MR membutuhkan pendanaan guna menunjang segala program yang telah dibuatnya. Dulu, pada periode Habib Munzir, MR tidak hanya mengandalkan amal jariyah jamaah dan donatur secara sukarela, tetapi MR membentuk sebuah usaha berupa toko yang bernama kios Nabawi, yang keuntungannya dialokasikan untuk kegiatan dakwahnya. Kini, pada periode Dewan Syuro, usaha tersebut terus bertambah dan berkembang. Di antaranya, dengan membuat usaha jual beli online dalam bentuk aplikasi
95
dengan nama MR Shop, Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) MR, dan Travel Haji dan Umroh yang masih dalam perencanaan. Jadi, pada periode Habib Munzir, MR masih mengadopsi sistem dakwah otoritarian atau kediktatoran yang masih tersentral kepada penokohan Sang Habib dalam segala prakteknya. Sedangkan paska wafatnya Habib Munzir hingga sekarang, MR yang dipimpin oleh Dewan Syuro, mengadopsi sistem majelis taklim struktural dengan tidak adanya otoritas pelaku melainkan kesepakatan bersama dari para pelaku yang ada di dalam dewan tersebut. b. Saran Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan saran yang semoga dapat menjadi masukan bagi berlangsungnya dakwah Islam, diantaranya: 1. Bagi para pengurus Majelis Rasulullah SAW, diharapkan bisa terus menyesuaikan sistemnya dan terus beradaptasi dengan perkembangan zaman yang semakin dinamis. 2. Bagi para jamaah MR, diharapkan tidak hanya menjadi jamaah pasif yang sekadar hadir mengikuti pengajian saja, tetapi jadilah jamaah aktif dengan membantu semampunya kegiatan dakwah yang dilakukan MR. 3. Bagi masyarakat umum, diharapkan bisa menggunakan fasilitas-fasilitas dakwah yang dibuat MR untuk menyebarkan ajaran Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Alawiyah, Tutty. Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim. Bandung: Mizan, 1997. Al-Qur‟an wa Tarjamatu Maanihi ilal Lughotil Indonesia, (Saudi Arabia: Mujamma‟ al-Malik Fahd li Thia‟at al-Mushaf asy-Syarif, 1415 H. Amirin, Tatang M. Pokok-Pokok Teori Sistem. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010. Aripudin, Acep, Sisiologi Dakwah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013. Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers, 2001. Creswell, John W. Penelitian Kualitatif & Desain Riset: Memilih Di Antara Lima Pendekatan, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2014. Departemen Agama RI. Ensiklopedia Islam. Jakarta: Depag RI, 1987/1988. ----. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ichtiar Hoeve, 1999. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1999. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Majelis, Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Haeve, 1994. Giddens, Anthony. Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010. Goldberg, Alvin A., dan Carl E. Larson, Komunikasi Kelompok: proses-proses diskusi dan penerapannya. Jakarta: UI Press, 2006. Guntur, M. dan Tim Majelis Rasulullah. Habib Munzir: Menanam Cinta untuk Para Kekasih Rasulullah. Jakarta: QultumMedia, 2013.
96
97
Gunawan, Ryadi. Transformasi Sosial Politik: Antara Demokratisasi dan Stabilitas, Yogyakarta: KPSM, 1993. Hasan, Noerhadi. Laskar Jihad: Islam, Militansi dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca-Orde Baru. Jakarta: LP3ES, 2008. Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995. ----. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996. Huda, Nurul. Pedoman Majelis Taklim. Jakarta: KODI DKI Jakarta, 1990. Koordinasi Dakwah Islam. Pedoman Majelis Taklim. Jakarta: KODI, 1990. ----. Pola Pembinaan Majelis Taklim di Jakarta. Jakarta: KODI, 1987. Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010. Littlejohn, Stephen W., and Karen A. Foss, Encyclopedia of Communication Theory. Los Angeles: SAGE Publication, 2009. Maliki, Zainuddin. Rekonstruksi Teori Sosial Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007. Munawwir, Achmad Warson. Al-Munawir Kamus Arab Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997. Patton, Michael Quinn. Qualitative Research and Evaluation Methods, 3rd ed. California: Sage Publications, Inc, 2002. Priyono, B. Herry. Anthony Giddens: suatu pengantar Jakarta: KPG, 2016. Rakhmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Komunikasi dilengkapi Contoh Analisis Statistik. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.
98
Salim, Peter. The Contempory English-Indonesia Dictionary, Jakarta: Modern English Press, 1996. Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011. Strauss, Anselm dan Corbin, Juliet. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Subagyo, P. Joko. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2006. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2009. Wirawan, Ida Bagus. Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial. Jakarta: Kencana, 2013. Yunus, Mahmud. Kamus Bahasa Arab-Indonesia. Jakarta: PT Hilda Karya Agung, 2007. Zimek, Manfred. Pesantren dan Perubahan Sosial. Jakarta: LP3ES, 1986. WEBSITE “Biografi Majelis Rasulullah.” Artikel diakses pada 18 Juli 2016 dari http://www.majelisrasulullah.org/biografi-majelis-rasulullah/ “Moderate Islamic Preachers Gain Followers in Indonesia.” Artikel diakses pada 23
Juli
2016
dari
http://www.wsj.com/articles/SB10000872396390443635404578038541261 622144 “Pesan Penting Habib Munzir saat Ziarah ke Makam Crew MR (29 September 2012).”
Artikel
diakses
pada
5
September
https://www.youtube.com/watch?v=Qa5rL609XwY
2016
dari
99
WAWANCARA Wawancara pribadi dengan Ust. Syukron Makmun, Jakarta, 24 Mei 2016. Wawancara pribada dengan Habib Muhammad Al Kaff, Jakarta, 13 Mei 2016 Wawancara Pribadi dengan Nurul Hidayat, Jakarta, 24 Agustus 2016
LAMPIRAN-LAMPIRAN
100
Foto Guru Mulia Habib Umar bin Hafidh Sumber: Dokumentasi Majelis Rasulullah SAW
Habib Munzir Al Musawa Sumber: www.majelisrasulullah.org
Dari Kiri Habib Mukhsin bin Idrus Al Hamid dan Habib Nabil Al Musawa (Dewan Syuro Majelis Rasulullah SAW) Sumber: www.majelisrasulullah.org
Dari Kiri Habib Ja’far Al Athas, Habib Alwi Al Habsyi, dan Habib Baqir bin Yahya (Dewan Guru Majelis Rasulullah SAW) Sumber: www.majelisrasulullah.org
Wawancara dengan Ust. Syukron Makmun (Sekretaris MR)
SANAD KEILMUAN GURU DI MR Sumber: Dokumentasi Majelis Rasulullah SAW SANAD KEPADA IMAM BUKHARI Dari guru Mulia Al Allamah Al Musnid Alhabib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidh, Alhafidh, Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Ibrahim bin Umar bin Aqil bin Yahya Alhafidh, Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi (kwitang) Alhafidh,, Dari guru beliau Al Muhaddits Al Musnid Alhabib Idrus bin Umar Alhabsyi Alhafidh, Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Abdullah bin Husein bin Thahir Alhafidh, Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Umar bin Segaf Assegaf Alhafidh, Dari ayah beliau sekaligus guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Segaf bin Muhammad bin Umar Assegaf Alhafidh, Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Abdurrahman bin Abdullah Balfaqih Alhafidh,, Dari guru beliau Al Allamah Al Muhaddits Al Musnid Alhabib Abdullah bin Alwi Alhaddad shohiburratib Alhafidh, Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad Baharun Alhafidh, Dari guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Abubakar bin Abdurrahhman Ibn Shihabuddin Alhafidh,, Dari ayah beliau sekaligus guru beliau Al Allamah Al Musnid Alhabib Abdurrahman bin Shihabuddin Ahmad bin Abdurrahman bin Syeikh Ali Alhafidh, Dari guru beliau Al Muhaddits yang termasyhur Al Imam Muhammad bin Ali Khird Alhafidh, Dari guru beliau Al Muhaddits yang termasyhur Al Imam Muhammad bin Abdurrahman Al Asqa‟ Balfaqih Alhafidh, Dari guru beliau Al Musnid Al Muhaddits yang termasyhur Al Imam Abdullah Alaydrus Al
Akbar bin Abubakar, Alhafidh, Dari guru beliau Al Musnid Al Imam Umar Al Muhdhor bin Imam Abdurrahman Assegaf Alhafidh, Dari ayah beliau sekaligus guru beliau Al Musnid Al Imam Abdurrahman Assegaf bin Muhamad, Alhafidh,, Dari guru beliau Al Musnid Al Imam Muhammad bin Alwi shohibul „Amaa‟im, Alhafidh, Dari guru beliau Al Musnid Al Imam Abdullah bin Alwi, Alhafidh, Dari ayahanda beliau sekaligus guru beliau Al Musnid Al Imam Alwi bin Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali, Alhafidh, Dari ayahanda beliau sekaligus guru beliau Al Musnid Al Imam Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali Ba‟alawiy, Alhafidh, Dari guru beliau Al Musnid Al Imam Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadiid, Alhafidh, Dari guru beliau Al Musnid Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Ibn Abi Shaif Alyamaniy, Alhafidh, Dari guru beliau Assyeikh Al Musnid Abil Hasan Ali bin Humaid bin Ammar Al Athrabalsiy, Alhafidh, Dari guru beliau Assyeikh Al Musnid Abu Maktum Isa bin Abi Dzarr Al harawiy, Alhafidh, Dari ayah beliau sekaligus guru beliau Assyeikh Abu Dzarr bin Abd bin Ahmad Al harawiy, Alhafidh, Dari guru beliau Abu Ishaq Ibrahim bin Amad Al Balakhiy Almustamaliy, Alhafidh, Dari guru beliau Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf bin Matharr AL Firabriy, Alhafidh, Dari guru beliau Hujjatul Islam wa Barakatul Anaam Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Bardizbah Al Bukhari rahimahullah.
SANAD KEPADA IMAM MUSLIM Dari guru mulia Al Allamah Almusnid Alhabib Umar bin Hafidh, Dari Almusnid Alhabib Ibrahim bin Aqil bin Yahya, Dari Almusnid Assayyid Salim Assirri, Dari Almusnid Alhabib Muhammad bin Ibrahim Balfaqih, Dari Almusnid Alhabib Ahmad bin Ali Aljunaid, Dari Almusnid Alhabib Abdullah bin Husein Balfaqih, Dari ayahnya, Almusnid Alhabib Husein bin Abdullah Balfaqih, Dari ayahnya, Almusnid Alhabib Abdullah bin Alwi balfaqih, Dari Almusnid Alhabib Idrus bin Abdurrahman Balfaqih, Dari Almusnid Al Imam Alhabib Idrus bin Abdurrahman Balfaqih, Dari Almusnid Al Imam Alhabib Abdurrahman bin Abdullah Balfaqih Dari hujjatul IslamAl Musnid Al Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad, Dari Almusnid Alhabib Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad Baharun, Dari Almusnid Al Imam Alhabib Abubakar bin Abdurrahman bin Syahab, Dari ayahnya Almusnid Al Imam Abdurrahman bin Syahabuddin, Dari Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Ali Khirid, Dari Al Muhaddits Al Imam Assayyid Muhammad bin Abdurrahman Al Asqa‟, Balfaqih, Dari Al Imam Abdullah bin Abi Bakar Alaidrus, Dari Al Imam Umar Almuhdhor bin Abdurrahman Assegaf, Dari Al Imam Muhammad bin Hasan Jamalullail, Dari Al Imam Abdurrahman bin Muhammad Assegaf, Dari Almusnid Al Imam Muhammad bin Alwi shahibul „amaim, Dari Almusnid Assayyid Abdullah bin Alwi bin Alfaqihilmuqaddam, Dari ayahnya, Al Musnid Assayyid Alwi bin Al Faqihilmuqaddam Muhammad, Dari ayahnya, Hujjatul Islam Al Imam Muhammad Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali, Dari Al Imam Alhafidh Assayyid Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Jadiid, Dari Al Hafidh Al Imam Abi Ali bin Husein Al Anshariy Al Batlyusiy, Dari Assyeikh Abi Abdillah Muhammad bin Alfadhl Assha‟idiy Al farrawiy, Dari Alhusein Abdulghafir bin Muhammad bin Abdulqadir Al Farisiy, Dari Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Isa Al Jaludiy Annaisaburiy, Dari Syeikh Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan ALfaqiih Azzahid, Dari Hujjatul Islam Al Imam Abul Husein Muslim bin Hajjaj Alqusyairiy Annaisaburiy Rahimahullah (Imam Muslim).