1
Rasulullah SAW Sebagai Teladan Kehidupan Oleh Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A.
MEMAHAMI Sîrah (sejarah hidup) Rasulullah SAW berarti memahami Islam itu sendiri, karena kehidupan Nabi Allah yang terakhir ini adalah contoh hidup dari segala aspek ajaran Islam. Bahkan Nabi sendiri dijuluki sebagai The Living Qur’an (Al-Qur’an Hidup). Nabi Muhammad SAW adalah satu-atunya tokoh yang mempunyai sejarah hidup paling lengkap. Tidak ada seorangpun tokoh selain beliau yang semua kehidupannya, bahkan juga kehidupan keluarga, para sahabat dan lingkungannya dicatat sedemikian rupa, selengkap-lengkapnya.
Sirah Rasul dalam Al-Qur’an Sumber pertama sîrah Rasul adalah Kitab Suci Al-Qur’an. Tetapi berbeda dengan buku-buku biografi, Al-Qur’an tidak menyajikan sejarah hidup Nabi secara kronologis dan lengkap, karena Al-Qur’an memang bukanlah sebuah buku biografi. Al-Qur’an mengungkapkan beberapa fragmen kehidupan para Nabi dan tokoh-tokoh lain semata-mata untuk memberikan petunjuk kepada umat manusia. Sehingga yang utama itu bukanlah sisi biografi atau sejarahnya, tetapi sisi hidayahnya. Sehingga tidak heran kalau kisah hidup seorang Nabi diungkapkan dalam beberapa tempat dan kesempatan yang berbeda. Demikian juga halnya dengan kisah hidup Nabi Muhammad SAW.
2
Beberapa episode kehidupan Nabi digambarkan dalam Surat Adh-Dhuha:
“Demi waktu dhuha dan demi malam ketika hening. Tuhanmu tidak meninggalkan kamu dan tidak membenci. Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu daripada permulaan. Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu sehingga engkau puas. Bukankah Dia mendapatimu yatim, lalu Dia melindungi(mu)? Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberi(mu) petunjuk? Dan dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan lalu Dia memberikan (kepadamu) kecukupan? Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta maka janganlah kamu menghardiknya.“ (Q.S. Adh-Dhuha 93:1-11) Setelah sepuluh Surat (bagian Surat) diwahyukan kepada Nabi sejak wahyu pertama, untuk beberapa lama Jibril AS tidak datang menyampaikan wahyu sehingga Nabi gelisah dan mulai bertanya-tanya apakah Allah telah meninggalkan dirinya. Ada yang berpendapat bahwa kaum musyrikinlah yang memberikan komentar dengan nada memperolok-olokkan bawa Muhammad telah ditiggalkan dan dibenci oleh Tuhannya. Muhammad Abduh menolak pandangan demikian, dengan alasan bagaimana mereka mengetahui ketidakhadiran wahyu, sehingga mereka dapat memberi tanggapan semacam itu. Menurut Abduh, sebagaimana dikutip M.Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Qur’an al-Karim, Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu (1997:494) yang terjadi adalah karena Nabi SAW sudah demikian rindu dengan kehadiran wahyu, setelah merasakan manisnya berhubungan dengan wahyu Ilahi. Dan setiap kerinduan melahirkan kegelisahan. Setiap kegelisahan melahirkan rasa takut. Rasa takut ini dialami oleh setiap mausia,
3
sedang Rasul adalah manusia, yang hanya berbeda dengan manusia lain dari segi perolehan wahyu semata-mata, sebagaimana ditegaskan Allah dalam banyak tempat di dalam Al-Qur’an, seperti: “Aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, hanya saja aku mendapat wahyu.” Untuk menjawab kegelisahan Nabi itu Allah SWT menurunkan Surat adhDhuha ini. Dengan tegas Allah menyatakan, “Tuhanmu tidak meninggalkanmu dan tidak membenci”. Masa depan yang akan dijalani Nabi lebih baik lagi daripada masa lalunya. Baik masa depan di dunia, apalagi di Akhirat nanti. Allah akan memberikan karunianya kepada Nabi sebagaimana karunia-karunia yang telah diberikan sebelumnya. Kemudian disebutkan tiga karunia yang diterima Nabi sebelumnya. Pertama, perlindungan yang diberikan kepada Nabi sebagai seorang anak yatim melalui pengasuhan kakeknya Abdul Muthallib sampai umur 8 tahun dan pengasuhan pamannya Abu Thalib sampai beliau dewasa dan berumah tangga. Silih berganti pengasuh bagi seorang yatim merupakan penderitaan tersendiri dan dapat membawa dampak negatif bagi perkembangan jiwa seorang anak. Tetapi bagi Nabi, keyatiman itu tidak sedikitpun memberi dampak negatif, bahkan justru merupakan anugerah yang sangat besar, karena beliau terbebas dari pengaruh pendidikan ayah ibu dan para pendidik lainnya. Nabi jelas tidak dipengaruhi oleh bapaknya karena beliau belum lahir sewaktu Abdullah meninggal dunia, dan tidak pula dari ibunya karena sejak lahir sampai umur 4 tahun beliau diasuh di Thaif oleh Halimah asSa’diyah dan umur 6 tahun ibunya sudah meninggal . Begitu juga kakeknya Abdul Muthallib meninggal dunia tatkala Nabi masih berumur 8 tahun. Abu Thalib hanya memberikan pengasuhan dan perlindungan tapi tidak mengajarkan Islam karena sampai akhir hayatnya dia tidak beriman kepada Nabi. Kedua, Allah memberi Nabi petunjuk tatkala beliau sesat. Sebagian mufassir menyatakan bahwa waktu kecil Nabi pernah tersesat di kawasan Syu’aib Mekkah lalu Allah mengembalikannya ke tempat kakeknya. Yang lain berpendapat Nabi pernah tersesat jalan waktu dalam perjalanan ke Syam dengan pamannya, lalu Allah menunjukkannya jalan kembali kepada pamannya. Penafsiran arti kata sesat secara fisik (sesat jalan) di atas dilakukan oleh sebagian mufassir karena mereka berkeberatan menerima kenyataan bahwa Nabi pernah sesat dalam kehidupan
4
sekalipun pada masa sebelum kenabian, karena menurut mereka para Nabi terpelihara dari segala bentuk kesesatan. Kita juga akan menolak jika sesat dalam ayat ini diartikan menolak atau tidak mengikuti jalan yang benar, karena Nabi memang untuk hal-hal seperti itu ma’shum. Tapi sesat yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah dalam arti kebingungan karena belum mendapatkan petunjuk dari Allah sebagaimana yang diisyaratkan dalam Surat Asy-Syura ayat 52:
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidak mengetahui apakah Kitab Suci itu (AlQur’an), dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan AlQur’an itu cahaya yang Kami tunjuki dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (Q.S. Asy-Syura 42:52) Beliau melihat keyakinan dan prilaku orang-orang musyrik di Mekkah tidak benar, tetapi bagimana meluruskannya beliau juga tidak tahu, oleh sebab itulah Nabi bertahannuts di Goa Hira’sampai kemudian Allah menurunkan wahyu-Nya. Itulah yang dikatakan oleh Al-Qur’an, kamu dulu tidak mengetahui wahyu (Al-Qur’an) itu. Itulah yang dimaksud dengan “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberi(mu) petunjuk”. Ketiga, Allah memberi Nabi kecukupan rezeki tatkala Nabi mengalami kekurangan. Nabi kecil adalah seorang miskin. Ayahnya tidak meninggalkan pusaha baginya kecuali seekor unta betina dan seorang hamba sahaya perempuan. Kemudian Allah memberinya harta benda berupa keuntungan yang amat besar dari memperdagangkan harta Khadijah dan ditambah pula dengan harta yang dihibahkan Khadijah kepadanya dalam perjuangan menegakkan agama Allah. Di atas semua itu Nabi diberikan kekayaan hati sehingga tidak pernah merasa kekurangan. Di dalam
5
diri nabi bergabung sifat orang miskin yang sabar dan orang kaya yang bersyukur (al-faqîr ash-shâbir wa al-ghaniy asy-syâkir). Demikianlah salah satu contoh bagaimana Al-Qur’an mengungkap secara tidak langsung bagian dari perjalanan hidup Nabi. Dalam bagian lain diceritakan pula kepedihan-kepedihan dan penderitaan yang dialami oleh Rasulullah SAW dalam melaksanakan dakwahnya. Begitu pula tuduhan-tuduhan negatif yang digembargemborkan oleh orang-orang kafir terhadap beliau. Di dalam Al-Qur’an juga disinggung tetang Isra’ Mi’raj yang dialami Nabi pada tahun penuh duka cita setelah kematian isteri beliau Khadijah binti Khuwailid dan paman Nabi Abu Thalib. Selain itu terdapat pula keterangan tentang hijrah Nabi dan peperangan-peperangan penting yang terjadi setelah hijrah seperti Perang Badar, Uhud, Ahzab, Hunain dan juga tentang perjanjian Hudhaibiyah dan Fathu Makkah. Demikianlah Al-Qur’an menjadi sumber pertama sirah Rasul.
Kelengkapan Sirah Rasul Karena Al-Qur’an tidak mengungkap secara detail dan kronologis tentang sirah Rasul, maka untuk kelengkapannya digunakan sumber lain yaitu kitab-kitab hadits seperti kutub tis’ah. Para sahabat Nabi telah memperhatikan dan mencatat dengan sungguh-sungguh hampir semua kata-kata dan perbuatan Nabi serta peristiwa-peristiwa yang dialami beliau dalam kehidupannya. Selain kitab-kitab hadits sumber lain sirah Rasul adalah kumulan sya’ir-sya’ir yang ditulis oleh para penyair Nabi seperti Diwân Hasan bin Tsâbit dan Abdullah bin Rawâhah. Juga kitabkitab thabaqât para sahabat seperti Thabaqât Ibn Sa’ad dan buku-buku tarikh seperti Sîrah ibn Hisyâm, Tarîkh al-Umam wal Mulûk oleh Ath-Thabary, Dalâil an,ubuwah oleh Al-Ishafahâni, Ash-Syamâil al-Muhammadiyah oleh Turmudzi dan lain-lain. Bagi kitab-kitab yang menggunakan metode riwayat tentu saja harus dikritisi kesahihan sanadnya sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
6
Tujuan Belajar Sirah Rasul Sirah Rasul dipelajari bukanlah sekadar pengetahuan kesejarahan sematamata, tetapi yang lebih utama untuk memahami hakekat ajaran Islam yang terpersonifikasikan dalam kehidupan Rasul Agung Nabi Muhammad SAW. Doktor Sa’id Ramadhan al-Buthi, dalam Muqaddimah bukunya Fiqh as-Sîrah (1980:17-18) menyebutkan ada lima tujuan mempelajari Sirah Rasul: 1.
Untuk memahami kepribadian Rasulullah SAW yang agung,
sehingga
kesadaran dan keyakinan kita bertambah bahwa beliau bukanlah hanya semata seorang jenius, tapi lebih daripada itu beliau adalah seorang Nabi dan Rasul yang selalu dibimbing oleh wahyu. 2.
Untuk mendapatkan keteladanan yang agung dalam seluruh aspek kehidupan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah SWT:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Akhir dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S. Al-Ahzab 33:21). 3.
Untuk memahami kandungan Kitab Suci Al-Qur’an, karena banyak ayat yang turun berhubungan dengan peristiwa yang dialami oleh Rasulullah SAW.
4.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh tentang beberapa aspek ajaran Islam, baik yang menyangkut aqidah, hukum maupun akhlaq, karena perjalanan hidup beliau adalah potret hidup yang bersinar dari ajaran Islam itu sendiri.
5.
Untuk mendapatkan contoh hidup metode pendidikan dan pengajaran serta dakwah Islam karena Nabi adalah seorang Guru, Pendidik, dan Da’i yang sangat berhasil.
7
Metode Fiqh Sirah Berbeda dengan buku-buku Sirah Rasul yang menguraikan perjalanan hidup Nabi secara deskriptis kronologis, buku-buku Fiqh Sirah melakukan analisis untuk setiap episode dan fragmen kehidupan Nabi. Mari kita lihat metode yang digunakan oleh tiga buku Fiqh Sirah sebagai contoh: 1.
Fiqh as-Sirah karya Doktor Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi Al-Buthi membagi kehidupan Nabi kepada lima bagian: (1) Dari Kelahiran sampai Awal Kenabian; (2) Dari Awal Kenabian sampai Hijrah; (3) Dasar-dasar Masyarakat Baru; (4) Fase Perang; (5) Fathu Makkah: Peristiwa Sebelum dan Hasil Sesudahnya. Setiap bagian dibagi lagi kepada beberapa fasal. Untuk setiap fasal mula-mula al-Buthi menukilkan ringkasan Sirah Nabi sesuai judul fasalnya, kemudian menganalisis pelajaran dan hikmah apa yang dapat diambil dari fakta historis tersebut. Untuk analisisna itu selalu dia beri judul al-‘ibar wa al-‘izhat.
2.
Fiqh Sirah karya Syaikh Muhammad al-Ghazali Berbeda dengan Al-Buthi, Al-Ghazali tidak memisahkan antara pemaparan data dengan analisis, tapi antara keduanya terpadu secara utuh. Dia melakukan analisis sekaligus dengan dukungan data biografis yang ada. Analisisnya dibagi dalam sembilan bab: (1) Risalah dan Imam; (2) Dari Kelahirannya hingga Pengangkatannya Sebagai Nabi dan Rasul; (3) Perjuangan Dakwah; (4)Hijrah Umum; (5) Asas Pembangunan Masyarakat Baru; (6) Perjuangan Berdarah; (7) Priode Baru; (8) Ummahatul Mu’minin; dan (9) Pulang ke Hariaan Allah.
3.
Al-Manhaj al-Haraki li as-Sîrah an-abawiyah karya Munir Muhammad al-Ghadhba Ghadban membagi Sejarah Hidup Nabi kepada lima priode: (1) Dakwah dan Organisasi Rahasia; (2) Dakwah Terbuka dan Organisasi Rahasia; (3) Mendirikan Negara; (4) Negara dan Pengokohan Tiang Pendukungnya; (5) Penyebaran Dakwah ke berbagai Penjuru Dunia; dan (6) Jihad Politik dan Kemenangan Risalah
8
Sama dengan Al-Ghazali Ghadhban memaparkan fakta sejarah sekaligus dengan melakukan analisis yang lebih difokuskan kepada persoalan pada metode pergerakan sesuai dengan judul bukunya Metode Pergerakan Sirah ,abi.
Rasulullah SAW Rahmatan Lil ‘Alamin Dalam Surat Al-Anbiya’ ayat 107 Allah SWT menegaskan bahwa kedatangan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulullah adalah rahmat bagi seluruh alam.
“Dan tiadalah Kami mengutus engkau, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya’ 21:107) Kedatangan Nabi adalah rahmat bagi umat manusia, hewan, tumbuhtumbuhan dan makhluk-makhluk lainnya. Rasulullah membawa ajaran tentang persamaan, persatuan dan kemuliaan umat manusia, bagaimana tata cara hubungan manusia sesama manusia, hubungan sesama pemeluk agama, dan hubungan antara agama. Rasulullah mengajarkan tentang persaudaraan, perdamaian, keadilan, tolong menolong, tata hidup berkeluarga, bertetangga dan bermasyarakat dan lain sebagainya. Rasulullah SAW melarang manusia berbuat sewenang-wenang, sekalipun terhadap binatang. Binatang diciptakan antara lain untuk dimafaatkan oleh manusia, bukan untuk disakiti atau
disengsarakan, dan bukan pula untuk diperjudi dan
dipermainkan. Rasulullah mengajarkan, kalau engkau menyembelih binatang ternak, lakukanlah dengan sebaik-baiknya. Jangan dicekik, ditusuk atau dipukul. Sembelihlah dengan pisau yang tajam. Rasulullah
SAW
juga
mengajarkan
kepada
umat
manusia
untuk
memanfaatkan lingkungan hidup dan menjaga kelestariannya. Dalam peperangan sekalipun, tentatara Islam dilarang merusak tanaman-tanaman dan tumbuh-tumbuhan tanpa manfaat.
Akhlaq Rasulullah SAW Akhlaq Rasulullah dapat sertifikat langsung dari Allah SWT.
9
“Sesungguhnya engkau benar-benar memiliki akhlaq yang agung” (Q.S.AlQalam 68:4). Tatkala ‘Aisyah ra, isteri Nabi, ditanya bagaimana akhlaq Nabi, beliau menjawab:”Akhlaq Nabi adalah Al-Qur’an”. Rasulullah pun menjelaskan bahwa kedatangannya adalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia (H.R. Baihaqi). Dalam hadits lain Rasulullah menyatakan: “Seorang mukmin menjadi mulia karena agamanya, mempunyai kepribadian karena akalnya, dan menjadi terhormat karena akhlaqnya” (H.R.Hakim). Malah Rasulullah mengatakan: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya” (H.R.Tirmidzi). Akhlaq utama dan mulia itu adalah Akhlaq Rasulullah SAW. Ahmad Muhammad Al-Hufi telah menulis buku menjelaskan bagaimana akhlaq Nabi. Karena tidak semuanya bisa diungkap, Al-Hufi menamai bukunya dengan Min Akhlaq an-,abi (Sebagian dari Akhlaq Nabi). Di antara akhlaq Nabi yang diuraikan oleh Al-Hufi adalah berani, pemurah, adil, iffah, benar, amanah, sabar, lapang hati, pemaaf, kasih sayang, mengutamakan perdamaian, zuhud, malu, rendah hati, musyawarah, kebaikan pergaulan dan cinta bekerja. Tentu saja semua akhlaq Rasulullah tersebut menjadi tauladan bagi kehidupan kita.