TRADISI POGOGUTAT DALAM SISTEM KEKERABATAN MASYARAKAT KECAMATAN PINOLOSIAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SELATAN
Herdianto Umar “Tradisi Pogogutat Dalam Sistem Kekerabatan Masyarakat Kecamatan Pinolosian” di bawah bimbingan Bapak Ridwan Ibrahim S.Pd.,M.Si dan Bapak Rudi Harold S.Th.,M.Si
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau informasi yang mendalam tentang “Tradisi Pogogutat Dalam Sistem Kekerabatan Kecamatan Pinolosian.” Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif guna untuk mendeskripsikan tentang “Tradisi Pogogutat Dalam Sistem Kekerabatan Masyarakat Kecamatan Pinolosian”. Hasil penelitian Pogogutat merupakan wadah untuk mempererat ikatan kekerabatan masyarakat Kecamatan Pinolosian. Kemudian konsep Mototabian, Mototanoban, dan Mototompiaan menjadi faktor utama dalam mengintegrasikan masyarakat khusunya suku Mongondow yang ada di Kecamatan Pinolosian. selain itu, tradisi Pogogutat telah mengalami perkembangan di tengah-tengah masyarakat Pinolosian, karena awalnya tradisi ini hanya dilaksanakan khusus untuk kelompok yang masih mempunyai ikatan kekerabatan, tapi sekarang tradisi ini telah berlaku kepada siapa saja tanpa membeda-bedakan suku, serta dapat menekan terjadinya konflik di tengah-tengah masyarakat Kecamatan Pinolosian yang memiliki berbagai etnis dan agama. Kata Kunci: Pogogutat Dan Sistem Kekerabatan.
1
A. PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai masyarakat majemuk karena penduduk Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama, serta budaya yang berbeda-beda. Sehingga banyak pula variasi budaya ataupun tradisi yang terdapat pada penduduk Indonesia di berbagai lokalitas. Di dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai berbagai macam fenomena sosial yang terjadi, baik pada masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Fenomena tersebut bisa saja muncul dari berbagai bidang, seperti ekonomi, politik dan budaya. Tradisi adalah salah satu bentuk pelembagaan hubungan sosial dalam masyarakat. Dalam kajian ini penulis akan membahas tentang tradisi Pogogutat dalam sistem kekerabatan masyarakat di Kecamatan Pinolosian Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Masyarakat Kecamatan Pinolosian pada umumnya terdiri dari berbagai macam etnis, di antaranya adalah etnis Mongondow, Gorontalo, Jawa, Minahasa, Bali, Bugis, dan Sanger. Penduduk asli masyarakat Pinolosian sebenarnya adalah suku Mongondow, seiring dengan berjalannya waktu banyak pula suku lain yang datang ke Pinolosian dengan tujuan untuk mencari pekerjaan dan bercocok tanam. Dengan adanya masyarakat pendatang seperti suku Gorontalo, Jawa, Minahasa, dan Sanger tersebut, banyak pula masyarakat suku Mongondow yang melakukan
perkawinan
dengan
suku-suku
tersebut.
Sehingga
terjadilah
perkawianan antar etnis dikalangan masyarakat Pinolosian. Hal tersebut terjadi karena yang namanya makhluk sosial sudah tentu berinteraksi antar sesama manusia sehingga terciptalah hubungan yang harmonis antar sesama manusia khususnya masyarakat Pinolosian yang memiliki masyarakat multi etnik. Tradisi Pogogutat ini merupakan acara perkumpulan keluarga yang berlaku pada masyarakat suku Mongondow dalam setiap pelaksanaan hajatan. Tentunya dengan adanya perkumpulan keluarga seperti ini kekerabatan hanya akan berlaku pada setiap orang yang masih mempunyai ikatan darah baik dari
2
pihak laki-laki maupun perempuan. Sedangkan masyarakat Pinolosian bukan hanya terdiri dari masyarakat suku Mongondow tetapi terdiri dari multi etnik. Pada zaman sekarang partisipasi atau sumbangan yang diberikan secara sukarela sudah mulai berubah atau sudah tidak sesuai dengan kaidah Pogogutat yang sesungguhnya sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Hal tersebut yang menjadi permasalahan yang nantinya akan terungkap setelah penulis melakukan penelitian, sebenarnya apa yang menyebabkan terjadinya pergeseran tradisi Pogogutat yang ada di Kecamatan Pinolosian Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Menurut pandangan penulis pergeseran tradisi Pogogutat tersebut sangat berpengaruh pada sistem kekerabatan pada masyarakat Pinolosian, karena seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa masyarakat Kecamatan Pinolosian terdiri dari berbagai macam suku. Tentunya dengan perbedaan suku tersebut berbeda-beda pula ciri khas setiap individu atau suku-suku tersebut. Tentunya hal tersebut merupakan salah satu masalah yang harus dihindari agar tidak terjadi konflik antar suku di tengah-tengah masyarakat Kecamatan Pinolosian. Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi fokus penelitian adalah yang pertama
penulis ingin melihat bagaimana hubungan tradisi Pogogutat
dalam sistem kekerabatan masyarakat, dan yang kedua penulis ingin melihat bagaimana sosialisasi tradisi Pogogutat pada masyarakat Kecamatan Pinolosian Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Berdasarkan uraian di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana hubungan tradisi Pogogutat dan sistem kekerabatan masyarakat Kecamatan Pinolosian Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tradisi Pogogutat dalam sistem kekerabatan Masyarakat Kecamatan Pinolosian Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Pertama, manfaat untuk masyarakat, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dalam memahami tradisi Pogogutat dalam sistem kekerabatan. Kedua, manfaat kedua untuk diri sendiri
3
yaitu, diharapkan penelitian ini bisa menambah wawasan diri sebagai kaum intelektual yang peka terhadap masalah-masalah sosial. KAJIAN PUSTAKA Berbicara mengenai tradisi, hubungan antara masa lalu dan masa kini haruslah lebih dekat. Tradisi mencakup kelangsungan masa lalu di masa kini ketimbang sekedar menunjukan fakta bahwa masa kini berasal dari masa lalu. Kelangsungan masa lalu di masa kini mempunyai dua bentuk: material dan gagasan, atau objektif dan subjektif. Menurut Raymond Williams (1988:319-320) tradisi adalah “The latin noun had the senses of (i) delivery, (ii) handing down knowledge, (iii) passing on a doctrine, (iv) surrender or betrayal, a description of habits or beliefs inconvenient to virtually any innovation”. Dengan demikian, tradisi sangat berhubungan dengan kebiasaan dan keyakinan-keyakinan tertentu, suatu proses pewarisan atau pemberian pengetahuan tertentu. Menurut arti yang lebih luas, tradisi adalah keseluruhan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun benar-benar masih ada kini, belum dihancurkan, dirusak, dibuang, atau dilupakan. Menurut Shils (1981:12) dalam Stompka (2010: 70) “tradisi berarti segala sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini”. Dalam arti sempit tradisi adalah “kumpulan benda dan material yang diberi makna khusus yang berasal dari masa lalu. Tradisi lahir melalui dua cara. Cara pertama, muncul dari bawah melalui mekanisme kemunculan secara spontan dan cara kedua dengan cara paksaan”.1 Jika memahami kemunculan tradisi yang dikemukakan tersebut, maka tradisi Pogogutat masyarakat Kecamatan Pinolosian termasuk pada cara yang kedua, karena masyarakat secara tidak langsung dipaksa untuk terlibat di dalam kegiatan tradisi tersebut. Namun paksaan disini bukan suatu bentuk kekerasan,tetapi tradisi Pogogutat telah menjadi kegitan yang dilaksanakan oleh orang-orang bukan dari suku Mongondow (Gorontalo, Jawa, Sanger, Bugis, Bali) dan tradisi ini telah dipilih untuk setiap melaksanakan hajatan dengan tujuan bisa meringankan beban dari orang yang melaksanakan hajatan. 1
Sztompka. 2010. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta : Prenanda Media Group. Hal 71
4
Selain itu, “Pogogutat pernah terjadi pada zaman Mokodoludut atau pimpinan besar pertama di Bolaang Mongondow sekitar tahun 1400 M-1460 M”.2 Pada zaman itu Pogogutat dilaksanakan sebagai rasa syukur masyarakat Bolaang Mongondow kepada Tuhan yang maha kuasa atas kesembuhan Pimpinan mereka yang mengidap sakit parah. Sebagai bentuk rasa syukur mereka melaksanakan selamatan selama 7 hari 7 malam dan seluruh masyarakat mengambil bagian untuk menyediakan makanan dan minuman yang diperlukan, sehingga lahirlah tradisi Pogogutat. Menurut H.R.Warsito (2012)“sistem kekerabatan adalah sistem hubungan sosial yang timbul dari keturunan atau perkawinan. Keturunan adalah ketunggalan leluhur, artinya ada hubungan darah antara orang yang satu dengan orang lain. Sedangkan pengertian perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pada pasal 1 yaitu, “perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seoarang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting bagi kehidupan seorang dalam masyarakat, sebab kenyataannya perkawinan tidak hanya menyangkut kepada yang bersangkutan saja, tetapi menyangkut kedua keluarga yang berbesanan, bahkan sampai kepada para leluhur mereka. Menurut hemat penulis keluarga itu bisa terbentuk karena adanya ikatan perkawinan antara laki-laki dan perempuan, dari perkawinan inilah akan lahir anak sebagai penerus dari keturunan keluarga tersebut dan lambat laun keluarga ini akan berkembang, sehingga jika kita berbicara tentang keluarga maka secara tidak langsung kita juga akan membicarakan tentang sistem kekerabatan dalam suatu masyarakat seperti halnya dengan penelitian penulis. Menurut teori struktural fungsional, “masyarakat sebagai suatu sistem memiliki struktur yang terdiri atas banyak lembaga. Masing-masing lembaga memiliki fungsi sendiri-sendiri” Zamroni (1988:27) dalam Wirawan (2012: 46). Di dalam mencapai suatu keseimbangan tentunya lembaga-lembaga yang ada 2
Pitres Sombowadile, Djeinnie Imbang, Ishak Sandala, Wenny Wuysan, Ali Imran Aduka. 2012. Kearifan Lokal Kaitannya Dengan Pembentukan Watak Dan Karakter Bangsa Di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Yogyakarta: Kepel Press. Hal 146
5
seperti sekolah, keluarga, desa, dan masyarakat pada umumnya harus menjalankan sesuai dengan apa yang menjadi tugas dari masing-masing lembaga tersebut. Contoh lembaga sekolah menjalankan fungsinya sebagai pendidik agar manusia menjadi pintar dan produktif, lembaga keluarga menjalankan fungsinya sebagai kelangsungan perkembangan jumlah penduduk. Selain itu struktur masyarakat harus diatur dengan baik agar tidak terjadi tumpang tindih di dalam melaksanakan kewajiban serta fungsinya. Jika struktur masyarakat dalam suatu desa misalnya teratur dengan baik dan benar ( mulai dari pimpinan desa sampai pada bawahannya), maka fungsi dari struktur masyarakat bisa dijalankan dengan baik dan tidak akan terjadi tumpang tindih yang akhirnya menyebabkan kerusakan di tengah-tengah masyarakat. “Antara aktor dengan berbagai motif dan nilai yang berbeda-beda menimbulkan
tindakan
yang
berbeda-beda.
Bentuk-bentuk
interaksi
dikembangkan sehingga melembaga. Pola-pola pelembagaan tersebut akan menjadi sistem sosial. Untuk menjaga kelangsungan hidup suatu masyarakat, setiap masyarakat perlu melaksanakan sosialisasi sistem sosial yang dimiliki. Caranya dengan mekanisme sosialisasi dan mekanisme kontrol sosial” Zamroni (1988: 29) dalam Wirawan (2012: 46-47). Teori struktural fungsional merupakan teori yang tepat untuk digunakan dalam penelitian tentang tradisi Pogogutat dalam sistem kekerabatan masyarakat Kecamatan Pinolosian Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, karena sesuai dengan analisis penulis teori ini banyak menjelaskan atau menggambarkan bagaimana suatu masyarakat harus menjaga kelestarian tradisi Pogogutat dalam sistem kekerabatan, agar tidak terjadi penyimpangan sosial yang kemudian bisa memecah belah persatuan atau integrasi dalam masyarakat Kecamatan Pinlosian.
6
B. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan suatu gambaran atau melukiskan secara rinci mengenai fenomena yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Bogdan dan Taylor (1992: 21-22) dalam Basrowi & Suwandi (2008: 1) menyatakan bahwa “penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau lisan dan perilaku orang-orang yang diamati”. Menurut penulis penelitian kualitatif adalah penelitian yang lebih banyak menggambarkan situasi dan kondisi yang ada di lapangan dan berusaha menjelaskan dengan katakata atau gambar. “Metode deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarakan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Usaha mendeskripsikan fakta-fakta itu pada tahap permulaan tertuju pada usaha mengemukakan gejala-gejala secara lengkap didalam aspek yang diselidiki, agar jelas keadaan atau kondisinya”.3 Penelitian ini menggunakan jenis kualitatif, karena jenis penelitian kualitatif memiliki varian yang beragam untuk menganalisis secara mendalam gejala yang terjadi, agar dapat melihat kenyataan-kenyataan yang ada pada objek penelitian dapat menjelaskan kenyataan tersebut secara ilmiah. Metode kualitatif penulis gunakan untuk bisa menggambarkan situasi dan kondisi dimana penulis melakukan penelitian dalam hal ini penelitian tentang tradisi Pogogutat dalam sistem kekerabatan masyarakat Kecamatan Pinolosian Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Teknik pengumpulan data ini bertujuan untuk memperoleh bahan-bahan, keterangan, kenyataan-kenyataan dan informasi yang dapat dipercaya. 4 Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan yakni penelitian kualitatif, maka dalam 3
Nawawi.1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, Hal : 63 4 Basrowi & Suwandi, 2008, Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta Hal:93
7
upaya untuk mengumpulkan data peneliti menggunakan teknik observasi (mengobservasi aktivitas masyarakat pada saat pelaksanaan tradisi Pogogutat), wawancara (informan yang dapat memberikan informasi terkait dengan masalah penelitian), dan dokumentasi (gambar yang dapat dijadikan sebagai bukti dalam penelitian, seperti saat pelaksanaan kegiatan tradisi Pogogutat ). Pada dasarnya observasi ini penulis gunakan untuk melakukan pengamatan langsung tentang kondisi dilapangan tempat penulis melakukan penelitian tentang tradisi Pogogutat dalam sistem kekerabatan masyarakat Kecamatan Pinolosian Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Dalam observasi penulis akan menghadiri setiap acara pelamaran atau pesta perkawinan untuk mengamati seperti apa sistem kekerabatan yang berlaku dalam keluarga yang melaksanakan hajatan, karena tradisi Pogogutat lebih tren ketika ada acara pelamaran maupun pesta perkawinan. Artinya bahwa dalam penelitian ini penulis tidak hanya mengamati tetapi penulis juga ikut terlibat di dalamnya, karena penulis merupakan instrument kunci dalam penelitian tersebut. Wawancara
digunakan
untuk
memperoleh
data
dengan
cara
mewawancarai informan yang dianggap mampu memberikan informasi kepada peneliti untuk dijadikan bukti. Dalam teknik wawancara ini penulis akan mempersiapkan daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada para informan ketika berada di lokasi penelitian yaitu di Kecamatan Pinolosian Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Selain itu juga dalam teknik wawancara ini penulis tidak hanya mengajukan pertanyaan tetapi penulis akan mencatat hasil wawancara dengan para informan terkait dengan masalah penelitian dan penlis juga akan mencatat seluruh aktivitas masyarakat Pinolosian pada saat pelaksanaan tradisi Pogogutat. . Teknik dokumentasi digunakan untuk mengambil data dengan menggunakan kamera digital, untuk dijadikan bukti bahwa masalah yang diselidiki benar-benar ada. Dalam teknik dokumentasi penulis akan menyiapkan kamera sebagai alat untuk pengambilan gambar.
8
Menurut Bogdan dan Taylor (1975:79) dalam Basrowi & Suwandi (2008:91) analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema. Menurut Miles dan Huberman (1992) dalam Basrowi & Suwandi (2008:209) teknik analisis data mencakup tiga kegiatan yang bersamaan: (1) reduksi data (2) penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan (verifikasi).
C. PEMBAHASAN Sesuai dengan hasil temuan yang penulis dapatkan di lapangan (Kecamatan Pinolosian) bahwa tradisi Pogogutat merupakan kegiatan yang dapat membentuk dan menjaga ikatan kekerabatan antara keluarga inti dan keluarga luas. Namun letak perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian penulis adalah fungsi dari tradisi sinamot dan Pogogutat. Kalau tradisi sinamot hanya berfungsi untuk mengikat kekerabatan dua kelompok keluarga yang bersangkutan, maka lain halnya dengan tradisi Pogogutat, selain dapat membentuk dan mengikat kekerabatan antar keluarga tradisi Pogogutat juga dapat menjalin hubungan sosial di tengah-tengah masyarakat Kecamatan Pinolosian. Kecamatan Pinolosian Merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Bolaang Mongondow Selatan mempunyai masyarakat multi etnik dan agama. Dengan adanya berbagai macam suku dan ras tersebut tentu berbagai macam pula tradisi mapun budaya yang terdapat pada masyarakat Kecamatan Pinolosian. Di Kecamatan Pinolosian kurang lebih terdapat 7 suku yang berbeda-beda, yaitu suku Mongondow, Gorontalo, Bali, Jawa, Minahasa, Sanger, dan Bugis. Meskipun Masyarakat Kecamatan Pinolosian memiliki berbagai macam etnis dan agama, namun selama ini belum pernah terjadi konflik di tengah-tengah masyarakat Pinolosian.
9
Masyarakat Kecamatan Pinolosian mempunyai berbagai macam budaya dan tradisi yang sampai sekarang ini masih tetap dipertahankan dan dilestarikan. Salah satu tradisi yang menjadi fokus penelitian penulis adalah tradisi Pogogutat dalam sistem kekerabatan masyarakat Kecamatan Pinolosian. Tradisi Pogogutat merupakan tradisi yang digagas oleh orang suku Mongondow khususnya yang ada di wilayah Kecamatan Pinolosian untuk saling membantu satu sama lain dalam setiap hajatan, baik hajatan hidup maupun hajatan mati. Tradisi Pogogutat untuk hajatan hidup bisa
kita jumpai pada saat pelaksanaan pesta perkawinan,
sedangkan untuk tradisi Pogogutat untuk hajatan mati bisa kita jumpai ketika ada kedukaan atau yang dikenal dengan istilah Kinopatoyan. Tradisi Pogogutat ini mempunyai makna dan fungsi tersendiri bagi masyarakat Kecamatan Pinolosian, karena dengan adanya tradisi tersebut setiap masyarakat yang akan melaksanakan hajatan merasa ringan dan tidak terlalu di bebani, serta makna dari tradisi ini adalah menjalin silaturahmi antar sesama manusia di samping mempererat tali persaudaraan. Selain itu juga Pogogutat ini mempunyai beberapa macam komponen yaitu seperti Mododuluan, Momosad, Kinopatoyan, dan Pogumanan. Pogogutat merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat Kecamatan Pinolosian untuk melakukan semua bentuk dan macam tradisi yang ada di Kecamatan Pinolosian. Jika kita berbicara tradisi Pogogutat maka kita juga akan berbicara masalah keluarga atau kekerabatan yang ada dalam masyarakat khususnya Kecamatan Pinolosian. Di dalam pelaksanaan tradisi Pogogutat akan melibatkan keluarga, baik keluarga inti (Motolu adi’i) dan keluarga luas (Ginalum), karena keluarga merupakan suatu kelompok paling utama dalam pelaksanaan tradisi Pogogutat. Selain itu juga di dalam tradisi Pogogutat tidak membeda-bedakan garis keturunan ayah dan ibu semua mempunyai hak dan kewajiban yang sama tidak ada yang di istimewakan.5
5
Marga-marga utama suku Mongondow yang ada di Kecamatan Pinolosian yaitu (Manopo, Mokoagow, Makalalag, Damopolii, Olii, Datungsolang, dan Paputungan).
10
Masyarakat Kecamatan Pinolosian memiliki ikatan kekerabatan yang kuat, karena didasari dengan ikatan perkawinan oleh pihak laki-laki dan perempuan. Dari perkawinan tersebut akan menciptakan suatu keluarga yang baru dan akan terbentuk sistem kekerabatan yang baru. Di dalam masyarakat Kecamatan Pinolosian ikatan kekerabatan itu sangat dijunjung tinggi oleh semua masyarakat, karena bagi masyarakat Pinolosian di dalam kehidupan bermasyarakat hubungan sosial itu harus dibangun dan dijaga dengan baik, karena kalu tidak akan menyebabkan kesenjangan sosial atau gesekan di tengah-tengah masyarakat yang berujung konflik, mengingat bahwa masyarakat Kecamatan Pinolosian memiliki masyarakat multi etnik. Di Kecamatan Pinolosian tradisi Pogogutat mempunyai fungsi tersendiri di dalam sistem kekerabatan masyarakat Kecamatan Pinolosian pada umumnya. Tradisi Pogogutat di dalam sistem kekerabatan mempunyai fungsi dan peran yang cukup besar, karena bisa menciptakan suasana masyarakat yang terintegrasi. Hal tersebut disebabkan karena tradisi Pogogutat ini biasanya dilaksankan ketika ada pesta perkawianan, sedangkan dari hasil perkawinan ini akan menyatukan 2 keluarga besar yaitu dari pihak laki-laki dan perempuan yang kemudian akan membentuk kelompok kekerabatan yang baru. Penelitian ini menemukan bahwa ternyata tradisi Pogogutat ini mempunyai peran dan fungsi di dalam sistem kekerabatan masyarakat kecamatan Pinolosian. Dengan demikian tradisi Pogogutat mempunyai kaitan yang sangat erat dengan sistem kekerabatan yang ada di Kecamatan Pinolosian, sehingga tradisi ini sampai sekarang masih tetap eksis di tengah-tengah masyarakat Kecamatan Pinolosian yang multi etnik dan agama. Selain itu juga tradisi ini bisa menyatukan masyarakat Kecamatan Pinolosian yang berbeda suku, serta bisa menciptakan sebuah keserasian sosial, karena dengan tradisi Pogogutat tersebut suku lain bisa beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan masyarakat suku Mongondow yang ada di Kecamatan Pinolosian. Teori struktural fungsional merupakan salah satu teori yang menganggap bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar sepakat anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu. Kemudian daripada itu, teori ini mempunyai asumsi
11
bahwa masyarakat harus dianalisis secara keseluruhan sebagai satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berinteraksi. Jika melihat asumsi teori tersebut, maka sangat jelas bahwa di dalam memahami suatu komunitas masyarakat kita harus memandang dengan keseluruhan tanpa mengabaikan sesuatu apapun. Sehingga melalui penelitian tentang tradisi Pogogutat dalam sistem kekerabatan masyarakat Kecamatan Pinolosian ini penulis bisa membuktikan bahwa teori struktural fungsional bisa digunakan dalam menganalisis tradisi Pogogutat dalam sistem kekerabatan yang ada di Kecamatan Pinolosian sesuai dengan data dan juga hasil penelitian yang penulis lakukan. Berdasarkan hasil penelitian dan penjelasan teori tersebut maka di dalam penelitian tentang Tradisi Pogogutat Dalam Sistem Kekerabatan Masyarakat Kecamatan Pinolosian ada beberapa poin yang menurut penulis harus diperhatikan agar keseimbangan serta hubungan sosial di dalam masyarakat khusunya Kecamatan Pinolosian tetap terjalin dengan baik diantaranya : Pertama, menjalin hubungan sosial antar sesama manusia baik agama, suku, dan
tradisi, agar bisa menciptakan masyarakat yang aman, karena
mengingat masyarakat Kecamatan Pinolosian terdiri beberapa etnik dan agama. Sehingga dengan menjalin hubungan sosial dengan baik bisa mencegah terjadinya gesekan atau konflik. Kedua, keterlibatan seseorang maupun kelompok yang berbeda etnis, (etnis Mongondow, Gorontalo, Sanger, Bugis, Jawa, dan Minahasa) di dalam tradisi Pogogutat menunjukan bahwa masyarakat Kecamatan Pinolosian memiliki karakter serta keserasian sosial. Keserasian sosial yang dimaksud adalah pengakuan masyarakat Kecamatan Pinolosian terhadap tradisi Pogogutat yang sampai sekarang masih dipertahankan. Hal tersebut terungkap dari hasil wawancara penulis dengan beberapa tokoh adat (M. Paputungan dan Aruji. Paputungan) yang bertempat tinggal di Desa Pinolosian dan Desa Tolotoyon, Kecamatan Pinolosian Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.
12
Ketiga, tradisi Pogogutat merupakan wadah untuk mempererat tali silaturahmi antar sesama manusia, terutama para keluarga atau kerabat yang masih memiliki hubungan darah atau hubungan melalui ikatan perkawinan. Selain itu juga tradisi Pogogutat mempunyai hubungan timbal balik dengan sistem kekerabatan, karena dengan tradisi tersebut hubungan keluarga inti (Motoluadi) maupun keluarga luas (Ginalum) bisa terjalin dengan baik.6 Dari uraian ketiga poin di atas, tradisi Pogogutat sudah menjadi suatu identitas tersendiri bagi masyarakat Kecamatan Pinolosian. Keragaman etnis serta agama bukan menjadi suatu problem bagi masyarakat Kecamatan Pinolosian justru hal tersebut lebih memperkokoh hubungan sosial dan ikatan kekerabatan, ini semua nampak di dalam pelaksanaan tradisi Pogogutat. D. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut: 1.
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tradisi Pogogutat dalam sistem kekerabatan masyarakat Kecamatan Pinolosian, dapat menciptakan keserasian sosial meskipun penduduknya multi etnik dan agama. Selain itu, sistem pewarisan tradisi Pogogutat di Kecamatan Pinolosian kepada generasi muda itu terjadi secara spontan dan berlaku secara turun temurun, sehingga tradisi ini sulit untuk dihilangkan dari masyarakat Kecamatan Pinolosian.
2. Keragaman etnis (Mongondow, Gorontalo, Bugis, Jawa, Sanger, Minahasa, dan Bali) di Kecamatan Pinolosian bukan menjadi suatu penghambat atau
6
Dalam pelaksanaan tradisi Pogogutat di Kecamatan Pinolosian, bagi kalangan kerabat tidak cukup mereka diundang melalui undangan tertulis tetapi harus dibarengi dengan undangan lisan agar lebih sempurna, yang dalam bahasa lokal Mongondow disebut dan dimaknai sebagai Mobobahasaan. Dalam hajatan tertentu, faktor jarak dan waktu bukan menjadi suatu penghambat dalam tradisi Pogogutat, karena bagi kerabat atau para undangan yang jauh biasanya mereka hanya menitipkan atau mengirim berupa uang sebagai tanda bahwa mereka menghargai undangan yang diberikan oleh pihak keluarga atau pihak pengundang yang sekampung.
13
jurang pemisah di tengah-tengah masyarakat dalam melakukan interaksi sosial. Dengan adanya tradisi Pogogutat dapat menciptakan keserasian sosial di dalam masyarakat Kecamatan Pinolosian Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Karena di dalam pelaksanaan tradisi Pogogutat melibatkan banyak orang tanpa membeda-bedakan etnis maupun agama. 3. Perubahan yang terjadi dalam tradisi Pogogutat yaitu keterlibatan orang yang berbeda etnis, karena tradisi Pogogutat dahulu hanya berlaku bagi orang suku Mongondow, tapi yang terjadi sekarang ini siapa saja bisa ikut terlibat di dalam tradisi tersebut tanpa membeda-bedakan etnis maupun agama. Saran 1. Untuk masyarakat Kecamatan Pinolosian, penulis menyarankan agar dapat mempertahankan dan menjaga nilai-nilai (persaudaraan, kerjasama,dan hubungan sosial tradisi Pogogutat itu sendiri, serta menanamkan nilai-nilai tersebut kepada generasi muda sebagai generasi penerus, dan tradisi tersebut tidak akan hilang dan akan berlaku kepada generasi selanjutnya. 2. Bagi para pembaca, semoga skripsi yang berjudul tradisi Pogogutat dalam sistem kekerabatan masyarakat Kecamatan Pinolosian Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, dapat bermanfaat serta menjadi suatu acuan atau perbandingan pada penelitian-penelitian selanjutnya.
14
DAFTAR PUSTAKA Basrowi dan Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Nawawi, Hadari. (1995). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sztompka, Piort. (2010). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenanda media Sombowadile, Pitres., Imbang Djeinnie., Sandala Ishak., Wuysan Wenny., dan Aduka Imran Ali. (2012). Kearifan Lokal Kaitanya Dengan Pembentukan Watak dan Karakter Bangsa Di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Yogyakarta: Kepel Press. Williams, Raymond. (1988). Keywords: A Vocabulary of Culture and Society. London: Fontana Press. Warsito. H.R. (2012). Antropologi Budaya. Yogyakarta: Ombak. Wirawan. (2012). Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Prenada Media Group.
15
16