BAB II TINJAUAN TEORETIK
A. Kedudukan Pencinta Alam di UPI Mahasiswa selain diwajibkan belajar dengan kurikulum yang sifatnya mengikat atau intrakulikuler, juga tersedia kegiatan kemahasiswaan yang sifatnya ekstrakulikuler guna mendukung keberhasilan studi di perguruan tinggi, organisasi kemahasiswaan dibentuk sebagai wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan, membentuk profesional akademik, peningkatan kecendekiawanan, integritas kepribadian, dan mengembangkan atau menyalurkan aspirasi, minat dan bakat melalui kegiatan kemahasiswaan. Organisasi kemahasiswaan di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) merupakan salah satu komponen dari sistem akademis yang kontribusinya ditujukan untuk membina dan mengembangkan kepribadian dalam rangka mencapai fungsi dan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa yang bermartabat di tengah
kehidupan
masyarakat. Ada empat tingkatan organisasi kemahasiswaan yang ada di universitas yaitu : 1. Tingkat jurusan ada Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) sebagai organisasi yang wilayah kerjanya adalah mahasiswa jurusan, himpunan juga membantu Senat Mahasiswa (SM) fakultas
dalam melaksanakan
tugasnya. 2. Tingkat fakultas ada Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan Senat Mahasiswa. BPM adalah lembaga legislatif mahasiswa.
8
3. Tingkat Universitas ada Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas dan Dewan
Perwakilan
Mahasiswa
(DPM/MPM)
yang
bertugas
mengnkoordinasi seluruh kegiatan kemahasiswaan untuuk semua fakultas. 4. Selain itu pada tingkat universitas juga ada Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yaitu unit yang menghimpun mahasiswa yang memiliki perhatian khusus pada bidang yang sama, UKM ini meliputi bidang penalaran, kegiatan olahraga, kesenian dan sastra, kerohanian atau keagamaan, dan kegiatan khusus seperti MENWA, kesehatan seperti KSR PMI, dan bidang lingkungan hidup dan pencinta alam (PA). Untuk unit kegiatan pencinta alam struktur organisasi ada yang berkedudukan di tingkat universitas, fakultas dan himpunan. Untuk tingkat universitas kedudukannya sejajar dengan Badan Eksekutif mahasiswa (BEM) UPI, sehingga hubungan antar lembaga tersebut bersifat koordinatif. Unit kegiatan pencinta alam di dalam strukturnya punya Angaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) tersendiri. Kegiatan pencinta alam tingkat universitas
ini
mempunyai bagian terendah yang ada di tingkat fakultas dan jurusan dimana di tingkat fakultas dan jurusan lembaga ini biasanya menjadi badan semi otonom yang berada di bawah BEM fakultas dan himpunan. Di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) organisasi pencinta alam tingkat universitas adalah Mahacita, tingkat fakultas : PAMOR, KPALH Gandawesi, dan lain-lain, di tingkat jurusan : Jantera, Margasophana, Avisamba, Pancak suci, Biocita, Gema Kalinga, dan lain-lain.
9
Keaggotaan dari organisasi pencinta alam ini bersifat sukarela, artinya bahwa mahasiswa memilih dan bergabung dengan organisasi ini disesuaikan dengan minat, bakat, dan kegemaran mahasiswa yang bersangkutan. Hal ini berbeda dengan keanggotaan otomatis artinya mahasiswa ketika diterima di universitas maka secara otomatis pula mahasiswa tersebut menjadi anggota organisasi kemahasiswaan, biasanya kenganggotaaan otomatis ini berlaku untuk ormawa BEM, dan himpunan.
B. Hakikat Pencinta Alam Banyak sumber yang menerangkan tentang pengertian dari pencinta alam, salah satunya adalah orang atau kelompok yang melakukan pekerjaan mencintai, menikmati, menyelidiki, dan berpetualang dengan alam (Sarasehan Nasional Himapala ITENAS:1996). Seorang pencinta alam senantiasa komitmen dengan pendiriannya untuk bertanggung jawab terhadap kelestarian alam semesta. Walaupun ia menikmati, menyelidiki dan berpetualang dengan alam, namun sejak awal masa pembentukan kepribadian kaderisasi pencinta alam saat mengikuti pendidikan dasar yang menekankan tentang prinsip-prinsip tentang bagaimana kita memandang alam dan lingkungan, dan bagaimana prilaku kita terhadap alam, dan bagaimana kita memanfaatkan alam dan lingkungan serta bagaimana menjaga dan melestarikannya. Dasar-dasar tersebut ditanamkan secara kokoh kepada kader pencinta alam dalam pergaulannya dengan alam itu sendiri. Sesungguhnya dunia kepencintaalaman menyediakan sekian banyak aspek, yang mampu memberikan nilai positif bagi kesadaran diri khususnya serta
10
kehidupan manusia pada umumnya. Kepencintaalaman adalah sebuah sistem nilai dan juga merupakan jalan hidup, sementara kegiatannya bergumul dengan alam terbuka adalah satu dari sekian banyak bentuk ekspresi dirinya dalam mengapresiasikan alam dalam kehidupan. Menikmati alam, menyelidiki alam, mengembara di alam adalah bentuk dan media kegiatan tetapi sama sekali bukan tujuan itu sendiri, karena tujuannya adalah mencari bentuk dan hubungan esensial antara manusia sebagai khalifah, serta alam yang memberinya energi hidup. Asas kepencintaanalaman adalah sebuah nilai, sementara kegiatan di alam terbuka seperti ibadah ritual bagi seorang yang bergelut dengan alam. Proses regenerasi merupakan hal yang sangat penting bagi sebuah organisasi begitu pula organisasi pencinta alam. Organisasi pencinta alam baik di kampus atau masyarakat senantiasa melaksanakan proses regenasi yang biasanya disebut pendidikan dan latihan dasar (Diklatsar), kegiatan ini merupakan tahapan awal dari rangkaian proses pendidikan bagi anggota baru dan selalu mendapatkan porsi utama untuk dilaksanakan. Sebagai organisasi pendidikan yang menggunakan alam dan lingkungan sebagai medianya, maka dalam melakukan kegiatannya senantiasa melaksanakan kaidah dan aturan yang berlaku di alam. Rumusan – rumusan dibuat dalam mengembangkan kepencintaanalaman ke depan, salah satunya dibuatlah kode etik pencinta alam di seluruh Indonesia yang mengikat setiap oganisasi pencinta alam baik di kampus maupun di luar kampus (masyarakat), yaitu sebagai berikut : 1. Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Memelihara alam sebagaimana mestinya
11
3. Mengabdi kepada bangsa dan tanah air 4. Menghormati tata kehidupan masyarakat 5. Mempererat tali persaudaraan 6. Berusaha saling membantu di antara sesama manusia dalam rangka mewujudkan pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada mulanya pencinta alam ini adalah bagian dari kepanduan (pramuka), karena salah satu tujuan dari kegiatan – kegiatan kepramukaan yang bersentuhan dengan lingkungan adalah untuk membentuk kepedulian anggotanya terhadap lingkungan, agar kelestarian lingkungan tetap terpelihara, namun seiring dengan makin luasnya kajian dan kegiatan di kepecintaanalaman maka organisasi ini berdiri sendiri terpisah dari kepanduan. Setelah terpisah dari kepanduan maka lahirlah berbagai macam organisasi kepecintaalaman baik yang dibidani oleh akademisi kampus seperti Mapala UI, KMPA Ganesha ITB, Mahacita dan Jantera UPI, Wanala Unair, Siklus ITS, Brimpals UMP Palembang, dan lain-lain, maupun masyarakat, seperti WWF, Grend Peace, Wanadri yang merupakan oraganisasi kepecintaalaman tertua di Indonesia, Kanopi, Plantagama, Walhi, Konus, Kelana, Pencinta alam Gappeta dan lain – lain. Sebagai gambaran organisasi kepecintalaman KMPA Ganesha ITB merupakan organisasi pecinta alam murni milik ITB, organisasi ini dibentuk dengan tujuan untuk : 1. Menanamkan rasa cinta alam dan kesadaran lingkungan hidup kepada anggota dan masyarakat umumnya.
12
2. Aktif melakukan kegiatan pelestarian lingkungan hidup. 3. mengembangkan keterampilan hidup di alam bebas untuk tujuan ilmiah. 4. Media pendidikan organisasi bagi anggotanya. Dari tujuan – tujuan dibentuknya organisasi pecinta alam diturunkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan,
seperti
kajian-kajian
tentang lingkungan
hidup,
pendidikan
konservasi, sumber daya alam, pogram lingkungan bebas sampah, penanaman pohon, penjelajahan, explorasi, program pembersihan lingkungan, dan lain-lain.
C. Kepedulian Menurut
Sunaryo
(1991:841),
“peduli
artinya
mengindahkan;
memperhatikan; menghiraukan; atau melestarikan”. Jadi kepedulian (kata dasar peduli dengan awalan ke dan akhiran an) mempunyai arti sangat peduli; sikap mengindahkan.
Adapun
kepedulian
sosial
adalah
mengindahkan
dan
memedulikan sesuatu fenomena yang terjadi pada lingkungan sosial masyarakat. Sebagaimana dikutip Rugaiyah (1996:17) “ konsep kepedulian lingkungan atau environmental concern diartikan sebagai kepedulian terhadap kualitas lingkungan ”, Geisler, Martinson dan Wilkening (1978:68), mengemukakan “ kepedulian lingkungan adalah kesadaran terhadap masalah-masalah lingkungan spesifik dan sikap-sikap terhadap usaha-usaha untuk melindungi lingkungan ”. Selanjutnya Van Pearson seperti dikutip Matulada (1994:211), mengemukakan “ suatu paradigma tentang kepedulian melalui pemikiran mistis, ontologis, dan
13
fungsional ”. Pemikiran mistis mengacu kepada kehidupan masyarakat sederhana yang memiliki sifat kearifan lingkungan menyatu dalam kehidupan manusia, semua berada dalam lingkungan keasliannya sebagai suatu yang lainnya berada pada jarak masing-masing, terpisah sebagai subyek dan obyek yang seolah-olah saling tidak memerlukan antara satu sama lainnya. Pemikiran fungsional merangsang setiap yang ada memahami kedudukan dan fungsinya terhadap yang lain dan menginginkan kehidupan ini tumbuh menjadi kesatuan yang utuh dan mencari bentuk yang harmonis. Menurut Mussen (1994:119), “ para ahli psikologi mengemukakan bahwa kepedulian terdiri dari aspek mengatur perilaku orang lain, menggambarkan perilaku diri sendiri, pengenalan diri, rasa memiliki dan empati ”. Mengatur prilaku orang lain adalah upaya-upaya mempengaruhi orang lain agar berperilaku sesuai dengan yang dikehendaki. Mengambarkan perilaku diri sendiri, menunjukkan kepada perilaku yang dilakukan serta memusatkan perhatian terhadap segala tindakannya. Sesuai dengan teori-teori di atas, bahwa kepedulian lingkungan mempunyai tiga tingkatan, yaitu ; perasaan; sikap; dan perilaku seseorang terhadap lingkungan.
Rasa memiliki adalah mengakui
akan
kepemilikan dari obyek-obyek yang ada di sekitarnya. Rasa empati adalah suatu keadaan individu ikut merasakan perasaan-perasaan orang lain tanpa ikut tenggelam kedalam perasaan orang lain. Menurut Said dan Juminar (1990:80), bahwa “perasaan adalah campuran penghayatan khusus sebagai jawaban atas pertemuan dengan dunia luar. Bisa bersifat positif (senang) atau negatif (tidak senang). Dapat dikatakan, bahwa
14
dalam rasa senang atau tidak senang yang merupakan jawaban atas pertemuan dengan dunia luar “. Karena itu, perasaan tidaklah pasif, atau sifat aktif yang memungkinkan timbulnya peralihan kepada suatu tindakan. Jenis-jenis perasaan yaitu gembira dukacita, cinta, takut, dan lain-lain yang memberi warna pada kehidupan. Adapun kelompok perasaan yang dalam yaitu perasaan sosial, terdiri dari: 1) rasa intelektual, berkaitan dengan rasa pasti dan tidak pasti; 2) rasa etis, berkaitan dengan yang buruk dan baik; rasa menyesal; rasa tanggungjawab. Kalau norma-norma religius dipandang sebagai wahyu dari Tuhan, rasa etis adalah yang berkaitan dengan pengalaman makna hidup; 3) rasa estetis yang berkaitan dengan keindahan, ditimbulkan oleh berbagai jenis seni. Sikap adalah perbuatan yang dipersiapkan untuk bertindak berdasarkan pada pendirian atau keyakinan. Menurut Boeriswati (1991:31), “ sikap merupakan kecenderungan untuk beraksi dengan secara positif (menerima) ataupun negatif (menolak) terhadap suatu objek berdasarkan penilaian diri terhadap objek itu “. Sikap merupakan faktor yang mendorong atau menimbulkan tingkah laku tertentu. Sikap senantiasa ada dalam diri namun tidak selalu aktif setiap saat. Sikap terdiri atas tiga komponen yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif berupa kepercayaan, ide, konsep, komponen afektif berupa perasaan yang menyangkut aspek emosional; dan konatif berupa kecenderungan bertingkah laku sesuai dengan sikap. Menurut psikologi sosial, sikap berarti kecenderungan-kecenderungan individual yang dapat ditemukan dari cara-cara berbuat, yakni dari konsistensi dan berbagai keadaan yang berubah-ubah dalam berhadapan dengan faktor sosial. Hal ini didasari bahwa, setiap teori sosial
15
umum tidak hanya harus memperhatikan unsur-unsur kultural obyektif tetapi juga karakteristik subjektif yang berkorelasi. Dengan demikian bahwa sikap mempunyai pengaruh memilih dan mengemudikan kejadian – kejadian dengan sadar. Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan, menurut Nusyirwan (1991:427), “ perilaku adalah suatu yang terorganisir yang sifatnya molar (berupa bagian-bagian terintegrasi dari pola-pola kegiatan yang besar dan unsur terpenting dari organisasi adalah kognisi) “. Teori lapangan seperti yang dikemukakan oleh Bandura (1962:79), “ individu belajar perilaku baru dengan mengamati dan kemudian meniru prilaku orang lain, sehingga menjadi model “. Kelompok yang beraliran psikoanalisis pada umumnya melihat prilaku sebagai hasil pertentangan antara ide dan superego, sedangkan ego betindak sebagai pelaksana perilaku. Perilaku itu ditentukan pula oleh motivasi dan diterminan-diterminan yang tidak disadari.
D. Lingkungan Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1997, Tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup di dalam pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional (2003:456), diketengahkan konsep lingkungan adalah “ kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan, mahluk hidup, termasuk
di
dalamnya
manusia
dan
perilakunya,
yang
mempengaruhi
kelangsungan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya ”. Di sini lebih menjelaskan keterhubungan satu elemen dengan yang lainnya yang saling
16
membutuhkan, sehingga apabila terjadi ketidakseimbangan akan mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan yang diharapkan oleh mahluk lainnya, maka kelangsungan dan kesejahteraan manusia akan terganggu. Menurut Sumaatmadja (1989:25), bahwa yang dimaksud dengan lingkungan adalah “ suatu organisme hidup yaitu segala sesuatu di sekeliling organisme itu yang berpengaruh pada kehidupannya ”. Selanjutnya Sumaatmadja menjelaskan, “semua kondisi, situasi, benda dan mahluk hidup yang ada di sekitar sesuatu mahluk hidup (organisme), yang mempengaruhi perikehidupan, pertumbuhan dan sifat-sifat atau karakter mahluk hidup tersebut dikonsepsikan sebagai lingkungan “. Sesuai dengan perkembangan Geografi yang membicarakan tentang alam dan berbagai aspek kehidupan di permukaan bumi, yang berusaha mencari kedudukan manusia hubungannya dengan lingkungan alam, manusia semenjak dilahirkan mulai diperkenalkan dengan lingkungan sekitarnya, baik keluarga sebagai awal dari lingkungan sosial, lingkungan fisik berupa bendabenda mati, maupun lingkungan hayati berupa mahluk hidup yang lain. Dalam hal ini pengajaran Geografi itu berfungsi mengembangkan kemampuan calon warga masyarakat dan warga negara yang akan datang untuk berfikir kritis terhadap masalah kehidupan yang terjadi di sekitarnya, yang melatih mereka untuk cepat tanggap terhadap kondisi lingkungan serta kehidupan di permukaan bumi pada umumnya. Secara alamiah lingkungan adalah keadaan atau kondisi, kekuatan sekitar yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku organisme. Lingkungan alam meliputi: iklim (perubahan-perubahan cuaca rata-rata pada tiap musim);
17
landform atau bentuk permukaan tanah (dataran rendah, dataran tinggi, gununggunung, dan lain-lain); tanah atau soil (bagian kulit bumi yang teratas yang mengalami pelapukan); air (sungai, laut, danau, rawa, sumur dan lain-lain); vegetasi (hutan, padang rumput, kebun, gurun, dan sebagainya); mineral (metal, dan non metal). Faktor-faktor tersebut dalam berbagai kombinasi dapat mempengaruhi kehidupan manusia, dan manusia dapat mengadaftasi diri kepadanya. Lain halnya dengan pendapat yang mengatakan bahwa lingkungan itu terbagi lagi menjadi dua, yaitu material dan stimuli, seperti yang dikemukakan oleh
Sumanto (1990:80), bahwa : Lingkungan itu sebenarnya mencakup segala material dan stimuli (rangsangan) di dalam dan di luar diri individu, baik yang bersifat fisiologis, psikologis, maupun social cultural. Secara fisiologis, lingkungan meliputi segala kondisi dan material jasmaniah di dalam tubuh seperti gizi, vitamin, air, zat asam, suhu, system saraf, peredaran darah, pernapasan, pencernaan makanan, kelenjar-kelenjar indoktrin, sel-sel pertumbuhan, dan kesehatan jasmani. Secara psikologis, lingkungan mencakup segenap stimulasi (rangsangan) yang diterima oleh individu mulai sejak konsesi, kelahiran, sampai matinya. Stimulasi itu misalnya berupa sifat-sifat genes, interaksi genes, selera, keinginan, perasaan, tujuan-tujuan, minat kebutuhan, kemauan, emosi, dan kapasitas intelektual. Secara social cultural, lingkungan mencakup segenap stimulasi, interaksi dan kondisi eksternal dalam hubungannya dengan perlakuan ataupun karya orang lain. Pola hidup keluarga, pergaulan kelompok, pola hidup masyarakat, latihan, belajar, pendidikan pengajaran, bimbingan dan penyuluhan, adalah termasuk sebagai lingkungan.
Dengan demikian, maka semakin sehat lingkungan di mana ia hidup (di rumah, kantor, tempat umum, dan tempat transfortasi), semakin rendah resikonya ia mengalami gangguan kesehatan. Sejalan dengan itu maka pembangunan – pembangunan fasilitas pribadi dan fasilitas umum mesti mengindahkan faktor
18
lingkungan guna memberikan kenyamanan dan penjagaan kita dari berbagai perusakan lingkungan. Perubahan lingkungan merupakan tantangan bagi manusia untuk dapat menjaga fungsi lingkungan hidup agar tetap normal sehingga daya dukung kelangsungan hidup manusia di bumi ini akan tetap lestari serta terjaminnya kesehatan masyarakat. Sejalan dengan itu Slamet (200:19), mengatakan bahwa “ perlu ditumbuhkan strategi baru untuk dapat meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat, yakni setiap aktifitas harus : (1) didasarkan atas kebutuhan manusia; (2) ditujukan kepada kehendak masyarakat; (3) direncakanan oleh semua pihak yang berkepentingan; (4) didasarkan pada prinsif ilmiah; dan (5) dilaksanakan secara manusiawi “. Dengan demikian jika masyarakat sudah mengindahkan kelima aspek tersebut dalam meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat, maka hal ini akan minimalnya mengurangi dampak-dampak dari kurang memelihara dan menjaga kesehatan dan lingkungan Lingkungan sosial yaitu masyarakat serta berbagai norma di sekitar individu atau kelompok manusia yang mempengaruhi tingkah laku mereka dan interaksi antar mereka. Menurut Marbun (1982:55), lingkungan sosial yaitu “lingkungan sosial manusia, dan manusia lain yang ada di sekitarnya, seperti tetangga, teman-teman kerja, dan orang lain di sekitarnya ”. Pengertian ini lebih menitikberatkan kepada hubungan manusia dan sesamanya tidak dengan mahluk hidup lainnya. Hal ini sesuai dengan pengertian seperti diungkapkan Sumaatmadja (1989:29), “ lingkungan sosial yaitu manusia baik secara individu maupun kelompok yang ada di luar diri kita. Keluarga, tetangga, penduduk sekampung
19
maupun manusia antar bangsa, merupakan lingkungan sosial yang berpengaruh terhadap
perubahan
dan
perkembangan
kehidupan
kita
“.
Dengan
mengetengahkan kedua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan sosial adalah lingkungan manusia dengan manusia lainnya yang bisa mempengaruhi perubahan dan perkembangan manusia itu sendiri.
E. Pencemaran lingkungan Faktor manusia yang kurangnya pengetahuan hubungan yang harmonis dengan lingkungan atau karena keserakahan manusia untuk mengekploitasi kekayaan alam yang melimpah dengan tanpa mengindahkan bagaimana untuk melestarikannya mengakibatkan pencemaran di berbagai belahan bumi ini, dari pencemaran lingkungan seperti terhadap kualitas air, udara, tanah dan lain-lain yang mengakibatkan turunnya daya tahan, kualitas, dan kegunaan dari material tersebut. Menurut Suriaatmadja (1997:76),
bahwa “ pencemaran alam dan
tumpukan sampah di kota besar adalah contoh yang jelas kelalaian manusia untuk memberi kesempatan bagi mikroba pembusuk melakukan fungsinya dalam proses resiklus materi. Jadi pada hakikatnya pencemaran alam merupakan gejala teknologi yang berlawanan dengan kehendak dan kemampuan alam ”. Menurut Suriaatmadja (1997:83), bahwa “ pencemaran alam merupkan faktor pembatas pada populasi manusia. Artinya pengaruh sampingan dari pencemaran alam terhadap udara, kesehatan manusia dan pertumbuhan tanaman dapat sedemikian
20
rupa besarnya, sehingga dapat menghambat dan membatasi perkembangan manusia ”. Dari dua pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa pencemaran diakibatkan oleh perilaku manusia yang tidak mengindahkan siklus dan kesempatan kepada mahluk lain untuk melaksanakan fungsi dan tugas yang semestinya. Ada rangkaian penghubung yang terputus yang mengakibatkan ekosistem mahluk hidup tidak berjalan seperti yang di dikehendaki oleh alam. Seperti contoh mahluk hidup di atas bahwa mikroba pembusuk tidak diberikan kesempatan untuk melakukan proses resiklus materi. Lingkungan memberikan sumber kehidupan kepada kita terutama makanan. Lingkungan diperlukan juga untuk perkembangan keturunan kita, keterjagaan kondisi lingkungan merupakan tanggungjawab semua generasi, alam dan segala yang dimilikinya bukan semata merupakan warisan nenek moyang kita, tetapi adalah amanat yang harus dijaga untuk generasi.. Proses alamiah dan sktifitas manusia selalu merubah lingkungannya. Apabila perubahan lingkungan itu mengakibatkan efek negatif terhadap kesejahteraan kita terjadilah apa yang disebut masalah lingkungan, misalnya pencemaran lingkungan pada hakikatnya disebabkan oleh terganggunya siklus materi dan arus energi pada lingkungan kita, sehingga terjadi akumulasi zat yang menganggu kesehatan. Wabah penyakit yang merupakan masalah lingkungan pula, disebabkan oleh rusaknya keseimbangan dalam jaring-jaring kehidupan. Menurut Sumaatmadja (1989:89), bahwa “ masalah lingkungan yang berupa erosi, tanah longsor, banjir, kelaparan, sanitasi yang tidak sehat,
21
kekeringan, pencemaran dan lain sebagainya, tidak lain adalah masalah yang menganggu bahkan juga mengancam kelestarian hidup manusia “. Dampak dari pencemaran dan bencana alam selain menyebabkan rusaknya ekosistem yang telah terbangun, pencemaran dan bencana juga mempengaruhi psikologis, perasaan, dan interaksi sosial dari masyarakat yang terkena bencana. Hal ini seperti dikemukakan Evans (1982:246), bahwa “ lingkungan fisik sangat mempengaruhi perasaan dan interaksi sosial kita. Salah satu faktor penting adalah tingkat stres yang ditimbulkan oleh lingkungan fisik, beberapa penyebab stres lingkungan, seperti misalnya gempa bumi atau banjir, yang bersifat mendadak dan kuat serta mampu mengubah lingkungan “. Hal tersebut memang logis karena masyarakat yang secara mendadak dan tak ada persiapan untuk menghadapi bencana akan kaget dan panik ketika bencana itu datang. Berbagai akibat yang ditimbulkan oleh alam tersebut tidak bisa ditentukan kapan datangnya, tetapi dengan karakteristik alam dan lingkungan yang seperti itu kita harus memeliharanya, seperti memelihara keseimbangan keseimbangan ekologi, mengelola sumber daya alam yang seimbang, dan mengendalikan kekuatan alam yang mengancam kesehatan biologi dan mental. Menurut Barbara dan Dubos (1974:238), bahwa ; Memelihara suatu lingkungan hidup manusia yang sesuai dengan keinginan kita berarti lebih dari pada memelihara keseimbangan ekologi, mengelola sumber daya alam secra ekonomi, dan mengendalikan kekuatan-kekuatan yang mengancam kesehatan biologi dan mental. Secara ideal, penciptaan lingkungan itu juga mengharuskan kelompok sosial mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan cara hidup dan alam sekitarnya menurut pilihan mereka masing-masing. Manusia bukan hanya hidup dan berfungsi di dalam lingkungannya, tetapi juga membentunya dan dibentuk olehnya. Sebagai akibat umpan balik yang terus menerus antara manusia dengan lingkungannya.
22
Jika manusia memperlakukan lingkungan tidak serasi dengan asas ekologi yang berlaku pada satu ekosistem, akan terjadi ketimpangan ekologi dalam bentuk masalah sosial yang menimpa manusia itu sendiri. Kebalikannya jika manusia memperlakukan lingkungan itu sesuai dengan asas-asas ekologi bahkan lebih mengembangkannya, maka manusia akan dapat menikmati hasil yang ditumbuhkan lingkungan tadi. Penanggulangan masalah lingkungan memerlukan usaha terpadu dari berbagai pihak, ketimpangan ekologi ini juga merupakan masalah sosial. Ekologi, khususnya ekologi manusia yang merupakan bidang ilmu dan penelaahan hubungan manusia dengan lingkungannya, dapat memberikan pengertian, pemahaman dan keterampilan kepada kita yang mempelajarinya untuk mampu melakukan pendekatan terhadap masalah sosial yang terjadi secara praktis, dapat mengungkapkan masalah-masalah kehidupan dengan kemungkinan alternatif pemecahannya. Selain itu suasana lingkungan menjadi lebih serasi dan lestari tidak saling menegasikan tetapi saling membutuhkan. Selanjutnya dikatakan Sumaatmadja (1989:97), bahwa : ... agar keterampilan dan sikap, khususnya sikap terhadap hubungan antar manusia dengan kebudayaan dan lingkungan alam menjadi sasaran pendidikan lingkungan. Melalui penanaman nilai dan sikap serta pengembangan keterampilan terhadap lingkungan, kemampuan mengambil keputusan dan kesadaran terhadap kualitas lingkungan akan makin meningkat. Dengan demikian, ketimpangan ekologi atau masalah lingkungan yang diakibatkan oleh prilaku manusia, khususnya yang ditimbulkan oleh penerapan teknologi dapat makin berkurang sampai pada suatu saat ketimpangan tersebut akan mampu dihindarkan. Pendidikan lingkungan yang dapat meningkatkan perkembangan mental manusia, khususnya perkembangan mental generasi muda, dapat dijadikan modal dan landasan memelihara serta mempertahankan kelestarian lingkungan.
23
F. Kepedulian untuk menjaga dan melestarikan lingkungan Dengan demikian maka, makin tinggi kesadaran manusia akan pentingnya sumber daya lingkungan mampu menjamin kehidupan, makin penting pula kedudukan pendekatan ekologi dalam kehidupan ini. Hanya barangkali pada masa yang akan datang pendekatan ekologis ini akan lebih memanfaatkan hasil teknologi canggih, sehingga menjadi lebih menyakinkan. Dari hasil interaksi tadi, diperoleh pengalaman seperti yang dikemukakan Sumaatmadja (1989:89), bahwa ; ...yang mengembangkan nilai hubungan antar manusia, nilai hubungan antara manusia dengan lingkungannya, dan bahkan juga nilai hubungan manusia dengan Tuhan Maha Pencipta. Nilai-nilai tadi menjaga kelestarian hubungan di antara sesama manusia hubungan manusia sebagai mahluk dengan Tuhan sebagai Khaliknya. Pembinaan moral merupakan titik sentral dalam menjaga kelestarian kehidupan dari ancaman masalah sosial, khususnya yang diakibatkan oleh ketimpangan ekologi. Masa depan manusia akan tetap cerah selama manusia mampu kembali kepada moralnya yang mencintai kebenarn dan mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan yang menjaga kelestarian lingkungan hidup yang menjamin kehidupan manusia. Oleh karena itu yang paling berat ditinjau dari kondisi lingkungan, lingkungan psikologilah (psychological environment) yang perlu mendapat perhatian. Peranan dalam arti luas, memiliki kesempatan yang berharga dalam menciptakan lingkungan psikologis yang serasi dengan kehidupan yang sejahtera yang mampu mengatasi masalah sosial hari ini dan hari-hari mendatang. Kita diberi kebebasan sebagai penguasa untuk meningkatkan kesejahteraan. Tetapi kita juga dibebani tanggungjawab untuk memeliharanya, karena semua yang ada di muka bumi ini adalah amanat Tuhan Maha Pencipta. Jika manusia berbuat sekehendak hati tanpa tanggungjawab, maka azab dan siksalah yang akan dijatuhkan
Keyakinan kita akan segala aturan-aturan alam (sunatullaah) dengan berprilaku untuk menjalankan segala aturan dan meninggalkan larangan-larangan yang
disertai
keluasan
ilmu
pengetahuan
yang
mandiri
kreatif
dan
24
bertanggungjawab adalah tujuan pendidikan yang paling dasar dalam kaitannya dengan
membentuk
manusia-manusia
yang
peduli
terhadap
alam
dan
lingkungannya. Dengan memperhatikan uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa kepedulian mahasiswa terhadap lingkungannya merupakan kesadaran individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan alam, maupun lingkungan sosial serta menjadikan lingkungan sebagai bagian dari dirinya. Dalam hal ini, yang merupakan dimensi di dalam kepedulian terhadap lingkungan, yaitu: 1) rasa (memiliki, empati, etis, dan estetis) ; 2) sikap (kognitif, afektif, dan konatif) ; 3) perilaku (mengatur prilaku, dan mengembangkan prilaku). Sedangkan sebagai indikator kepedulian terhadap lingkungan adalah 1) lingkungan alam; 2) lingkungan sosial budaya, dan 3) lingkungan buatan. Proses terjadinya kepedulian didahului dengan adanya persepsi yang hasil suatu pengamatan terhadap suatu objek yang dilihatnya, setelah itu dikelompokan dalam suatu sistematika berfikir tertentu, lalu menafsirkan yang dilihatnya dan terakhir akan melahirkan suatu tindakan. Manusia mengamati suatu objek psikologi dengan kacamatanya sendiri yang diwarnai oleh nilai kepribadiannya. Objek kepribadian ini dapat berupa kejadian, ide atau situasi tertentu. Faktor pengalaman, proses belajar atau sosialisasi memberikan struktur terhadap apa yang dilihat, sedangkan pengetahuan dan cakrawalanya memberikan arti terhadap objek psikologi tersebut. Melalui komponen kognisi ini akan timbul ide dan konsep mengenai apa yang dilihatnya. Berdasarkan nilai dan norma yang dimiliki pribadi seseorang akan terjadi keyakinan terhadap objek tersebut.
25
Selanjutnya komponen afeksi memberikan evaluasi emosional, komponen konasi yang menentukan kesedian dan kesiapan jawaban berupa tindakan terhadap objek. Atas dasar tindakan ini, maka situasi yang semula kurang baik atau tidak seimbang menjadi baik dan seimbang. Di bawah ini diperlihatkan bagan mengenai proses terjadinya persepsi menuju tindakan kepedulian yang dikemukakan oleh Mar’at (1981:23)
Cakrawala
Pengetahuan
Pengalaman
Proses
Persepsi
Kognisi
Objek Psikologis
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
Afeksi
Konasi Kecenderungan bertindak Sikap
Gambar 2.1 Proses persepsi menuju tindakan kepedulian
26
Bagan di atas mengambarkan bahwa proses ini didahului oleh faktor persepsi yang dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuan. Adapun syarat-syarat terbentuknya persepsi adalah sebagai berikut : 1. Adanya alat indra yang baik dan bisa menangkap stimulus yang mengenainya, yang diteruskan melalui alat sensorik sehingga stimulus yang diterima dapat diteruskan ke susunan saraf. 2. Adanya Objek atau sasaran yang diamati, yaitu segala sesuatu yang mengenai alat indra yang datang dari luar. 3. Adanya perhatian atau atensi. Dengan persepsi yang dibangun dari berbagai faktor akan didapatkan pengetahuan tentang objek tersebut yaitu lingkungan, hal ini bisa pengetahuan tentang konsep-konsep lingkungan, kedudukan manusia dalam lingkungan, kebutuhan manusia akan lingkungan yang ada, dan bagaimana kita berperilaku yang benar dengan lingkungan. Selanjutnya dengan pengetahuan tentang lingkungan dia akan sadar dalam benaknya, Dengan menggabungkan antara kesadaran dan keadaan yang terjadi di tataran real, maka akan menimbulkan sikap peduli untuk menjaga dan melestarikan lingkungan dengan tindakan dan perbuatan yang sesuai dengan karakteristik lingkungan. Dengan begitu maka orang itu bertindak peduli dengan kesadaran bahwa memang harus ada etika yang dijunjung tinggi oleh semua dalam rangka menjaga fungsi dan kualitas lingkungan.
27
G. Etika Lingkungan Di dalam hidup manusia tidak bisa dipisahkan dari kebergantungan dengan lingkungan alam sekitarnya. Manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan dari biota mahluk hidup lainnya. Dengan alasan tersebut pergaulannya dengan alam dan lingkungan manusia tidak boleh semena-mena memperlakukan alam dan lingkungan sebagai objek dengan memperlakukannya tanpa mengindahkan perilaku dan etika yang dapat menjaga dan melestarikan lingkungan. Memang di sekolah-sekolah diajarkan dan ditanamkan kesadaran melalui pendidikan lingkungan, namun belum disadari oleh hati mereka tentang etika yang memperlakukan lingkungan sebagaimana mertinya. Dalam beretika lingkungan bukan hanya sekedar mencintai lingungan seperti para seniman, penggiat cagar alam. Menurut Daldjoeni dan Suyitno (1985 :39), bahwa “ etika lingkungan tidak dapat dilepaskan dari iman manusia beragama di dalam ia bertanggungjawab terhadap Tuhan mengenai relasinya dengan lingkungan dan segenap mahluk yang ada di dalamnya “. Di sini dijelas bahwa beretika lingkungan harus dengan kesadaran akan keyakinan dan keimanan yang menegaskan bahwa kita dengan lingkungan harus menjaga perilaku dan sikap kita yang menghormati terhadap kelestarian lingkungan, sehingga manusia sebagai bagian dari lingkungan alam tidak boleh bertindak superior yang memperlakukan alam dengan semaunya. Menurut Soerjani dkk (1987:15), bahwa “ etika lingkungan merupakan petunjuk atau perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Dengan etika lingkungan kita tidak saja mengimbangi hak dengan
28
kewajiban terhadap lingkungan, tetapi ettika lingkungan juga membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kepentingan hidup kita ”. Di sini lebih jelas lagi bahwa ada batasan-batasan tertentu yang tidak boleh dilanggar manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan. Hal ini dimaksudkan selain untuk kelestarian lingkungan juga untuk menjaga kepentingan-kepentingan manusia dalam mempertahankan hidupnya. Menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan guna mendukung kehidupan manusia akan tercipta jika manusia bertindak atau beretika dengan lingkungan dengan bijaksana, sebagaimana dikemukakan oleh Ndraha, dkk (1992:139), : Bertindak bijaksana dalam memanfaatkan lingkungan hidup berarti ; 1) memanfaatkan sumberdaya alam dengan tidak menyebabkan kerusakan lingkungan, 2) melaksanakan efisiensi pemanfaatan energi sumberdaya alam, sehingga memerlukan kebijakan yang menyeluruh, 3) mempertimbangkan akan adanya kebutuhan generasi yang akan datang, 4) usaha memanfaatkan teknologi bertujuan untuk ; a) memperbaiki efisiensi produksi, b) mencegah kemungkinan timbulnya pencemaran proses produksi maupun limbah konsumen, c) menanggulangi perluasan pencemaran yang telah terjadi, d) mencari alternatif pengganti dalam berbagai pemanfaatan energi dan sumber daya alam, e) menjajagi kemungkinan pengembangan teknologi baru untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan sebagainya.
Ketika manusia beretika terhadap lingkungan pada dasarnya adalah upaya bagaimana manusia menjaga keberlangsungan hidupnya yang berkelanjutan. Jadi, pada dasarnya etika lingkungan ini bertujuan agar manusia meskipun menjadi species yang dominan namun harus berperilaku seolah-olah mereka tidak dominan, sehingga keseimbangan alam yang diidam-idamkan dapat tercapai.
29
Selanjutnya menurut Ndraha, dkk (1992:140), bahwa ;
Etika lingkungan merupakan petunjuk atau pengarahan prilaku manusia agar dapat ; 1) mengetahui hak dan kewajiban terhadap lingkungan, 2) mengendalikan tingkah lakunya dalam batas yang dapat ditolelir oleh lingkungan hidup, 3) mampu dan berani menunjukan keterbatasan dirinya, 4) berminat pada pembaharuan, 5) mempunyai orientasi pandangan jauh ke depan, 6)mempunyai tingkat keuletan yang tinggi, 7) mengejar prestasi bukan prestise, 8) mempunyai kemampuan untuk melakukan kerjasama, 9) memperdulikan berbagai peraturan yang berlaku.
Pemahaman tentang etika lingkungan harus dilaksanakan bukan orang perorang atau lembaga perlembaga tetapi harus oleh setiap orang, karena manusia itu dalam kehidupannya dengan lingkungan selalu saling terkait dan bergantungan yang sesuai dengan fungsi dan perannya masing masing. Dengan adanya etika lingkungan itu manusia mempunyai pengetahuan tentang mana yang baik dan mana yang buruk terhadap lingkungan serta berprilaku tidak hanya semata-mata bagi kepentingan manusia saja tetapi juga bagi kepentingan lingkungan. Sehingga dapat menjamin kehidupan yang berlanjut. Etika lingkungan ini tercermin dari perilaku manusia mengelola lingkungannya. Menurut Gurniwan (2001:65), bahwa “ etika lingkungan yang terbentuk di dalam kehidupan manusia sebagai hasil dari kebudayaan dianggap memiliki nilai yang tinggi, sehingga manusia harus menjalankannya ”. Memang hal demikian itu sangat logis karena perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan harus memiliki nilai yang tinggi dan dijadikan pedoman oleh manusia, pedoman tingkah laku itu dapat berupa adat istiadat, sistem norma, sistem etika, aturan moral, aturan sopan santun, aturan perundang-undangan, pandangan hidup dan idiologi.
30
H. Anggapan Dasar Anggapan dasar memegang peranan penting dalam suatu penelitian karena merupakan suatu landasan bagi terlaksananya suatu proses pemecahan masalah. Menurut Surakhmad (1982:107) mengungkapakan bahwa “anggapan dasar merupakan titik tolak yang kebenarannya diterima oleh peneliti”. Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah bahwa kepedulian mahasiswa baik pencinta alam maupun non pecinta alam sangat ditentukan oleh perilaku tindakan-tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa yang bersangkutan baik tindakan terhadap diri sendiri maupun kepada mahluk lain dalam kaitannya dengan lingkungan. Perbedaan kepedulian mahasiswa terhadap lingkungan kampus terutama jika dilihat dari tindakan atau perilaku mahasiswa yang menjadi cirri khas terhadap kepedulian mereka terhadap lingkungan kampus. Dimana mahasiswa alam karena bergelut dan belajar mengenai alam dan lingkungan setidaknya ada pemahaman bagaimana mereka diajarkan untuk peduli dan memiliki terhadap lingkungan dibanding dengan mahasiswa non pencinta alam. Atas dasar itulah kepedulian setiap mahasiswa berbeda karena hal ini dapat dilihat dari aspek permasalahannya yaitu tidakahan atau perilaku mereka terhadap lingkungan.
I. Hipotesis Menurut Tika (1996:28) hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap suatu masalah. Jawaban tersebut masih perlu diuji kebenarannya.
31
Rumusan hipotesis dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara mahasiswa pencinta alam dan non pecinta alam terhadap kepedulian kepada lingkungan kampus. a. Ho (Hipotesis nol) yang menyatakan bahwa : tidak terdapat perbedaan
kepedulian
terhadap
lingkungan
kampus
antara
mahasiswa Pencinta alam dengan mahasiswa non pencinta alam. b. Ha (Hipotesis alternative/kerja) yang menyatakan bahwa: terdapat perbedaan
kepedulian
terhadap
lingkungan
kampus
antara
mahasiswa Pencinta alam dengan mahasiswa non pencinta alam.
32