TINJAUAN PUSTAKA
Unsur Hara sebagai Salah Satu Aspek Penting Pertumbuhan Tanaman Tanaman memerlukan sejumlah umsur hara dalam takaran cukup, seimbang, dan berkesinambungan untuk terus tumbuh dan berkembang menyelesaikan daur hidupnya. Tanaman mengabsorpsi hara mineral dan air dari tanah, CO2 dari
udara untuk kegiatan fotosintesis, kemudian mengangkut
assimilat yang akan digunakan untuk pertumbuhan dan
sebagian assimilat
tersebut disimpan sebagai cadangan makanan (karbohidrat, protein, dan lemak), maupun digunakan dalam fase reproduksi (Srivastava 2002). Sumber unsur hara tanaman diperoleh melalui: a) atmosfir yang masuk melalui dedaunan dan batang; b) ion-ion yang dapat ditukar pada permukaan tekstur liat dan humus; c) mineral terlapuk (Mas’ud 1992). Secara umum hara mineral diabsorbsi terutama oleh sel-sel rizoderm, khususnya rambut akar (Leclerc 2003). Pada bagian akar kegiatan respirasi sangat intensif yang sangat diperlukan dalam proses penyerapan hara melalui transport aktif. Kemampuan tanaman mengabsorpsi baik air maupun hara mineral berkaitan dengan kapasitasnya untuk mengembangkan sistem perakarannya secara lebih luas (Taiz & Zeiger 1991). Bahan organik tanah memainkan peranan penting dalam kesuburan tanah dan merupakan sumber hara penting bagi tanaman. Humus tanah yang merupakan komponen terbesar bahan organik tanah juga berfungsi memelihara kondisi fisik tanah secara optimum untuk pertumbuhan tanaman, kapasitas pengikatan air dan ketersediaan hara. Hal ini terkait dengan eksistensi mikrob yang terdapat dalam bahan organik tersebut. Proses utama aktivitas mikrob di dalam tanah adalah mineralisasi bahan organik tersebut. Di dalam proses dekomposisi, ion kompleks organik dalam residu dapat dimineralisasi atau dikonversi dari bentuk organik ke bentuk anoragnik seperti N, S, dan P (Havlin et al. 2005). Proses mediasi biologi melalui dekomposisi bahan organik oleh mikrob merupakan hal penting dalam kerangka pemeliharaan, ketersediaan hara dan siklus materi (Tremblay & Benner 2006).
5
Siklus dan penggunaan nutrisi dari pupuk organik telah memberikan kontribusi pasti tentang penggunaan lahan dan pengembangan produksi pertanian yang berkelanjutan. Hasil penelitian kombinasi aplikasi pupuk organik dan anorganik telah dilakukan oleh Oad et al. (2004) terbukti nyata meningkatkan produksi jagung. Berdasarkan hasil tersebut peneliti ini merekomendasikan aplikasi model rentang kombinasi pupuk organik dan anorganik yaitu antara 2550% dari dosis kebutuhan tanaman jagung. Menurut Leiwakabessy et al. (2003), bahan organik tanah berperan sebagai sumber nitrogen, membebaskan P dengan mengkelatkan Fe dan Al, penyangga terhadap pH tanah dalam kisaran 5-8,5. CO2 yang terbentuk pada dekomposisi dapat melarutkan Ca-P. Perlakuan bahan organik mampu meningkatkan kadar Fe, Mn, K, Mg dalam larutan tanah. Tanaman menyerap setiap jenis unsur hara dalam bentuk ion positif dan ion negatif yang terlarut di dalam tanah (Foth 1988, Leiwakabessy et al. 2003). Hara mineral dikelompokkan menjadi hara makro dan mikro, bergantung pada kondisi relatif dalam jaringan tumbuhan. Nilai rata-rata konsentrasi hara mineral pada jaringan tumbuhan menunjukkan perbedaan jumlah kebutuhan hara mineral tersebut. Karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) tidak ditetapkan sebagai hara meniral namun merupakan elemen yang melimpah di dalam tanaman. Keberadaan 14 unsur esensial diklasifikasikan sebagai unsur hara makro dan mikro.
Klasifikasi ini didasarkan atas kelimpahan relatif di dalam tanaman.
Adapun unsur hara makro terdiri atas nitrogen (N), fosfor (P), potassium (K), sulfur (S), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Unsur hara mikro diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit meliputi besi (Fe), seng (Zn), mangan ( Mn), tembaga (Cu), boron (B), klor (Cl), molibdenum (Mo), dan nikel (Ni). Empat unsur tambahan yang terdiri atas natrium (Na), kobal (Co), vanadium (Va), dan silikon (Si) ditetapkan sebagai unsur hara mikro esensial di beberapa tanaman tertentu (Havlin et al. 2005). Sedangkan Leiwakabessy et al. (2003) mengemukakan bahwa C, H, O, N, P, dan S merupakan unsur-unsur yang menyusun protein ataupun protoplasma. Selain enam unsur ini masih ada 14 unsur lain yang dinilai esensial yaitu: Ca, Mg, K, Fe, Mn, Mo, Co, B, Zn, Cl, Na, Cu, Si, dan Va. Menurut Taiz dan Zeiger (1991), ketersediaan hara makro dan mikro tersebut memegang peranan dalam
6
proses pertumbuhan dan produksi tanaman, karena masing-masing hara memiliki peran yang relatif berbeda (Lampiran 1, 2, dan 3). Pupuk Hayati Simanungkalit (2001) mengemukakan bahwa pupuk hayati menjadi satu alternatif input produksi dalam budidaya tanaman, khususnya
kegiatan yang
menyangkut pemupukan. Pupuk biologi atau pupuk hayati didefinisikan sebagai sebuah komponen yang mengandung mikrob untuk meningkatkan ketersediaan kandungan unsur hara
bagi tumbuhan.
Pupuk tersebut mengandung
mikroorganisme hidup yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman (Lampiran 4). Penelitian Wu et al. (2005), menyebutkan bahwa selain dapat meningkatkan kesuburan tanah, pupuk hayati juga memacu pertumbuhan dan meningkatkan produksi tanaman jagung. Definisi tentang pupuk hayati tidak dapat dipertukarkan dengan istilah pupuk organik, yaitu komponen yang berisi campuran organik baik secara langsung atau melalui proses pembusukan yang mampu meningkatkan kesuburan tanah (Vessey 2003). Keberadaan mikrob di dalam pupuk hayati tersebut meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui penyediaan hara bagi tanah, misalnya melalui fiksasi N, atau membuat hara lebih tersedia dengan pelarutan P atau meningkatkan akses tanaman untuk mendapatkan unsur hara yang memadai. Mikrob yang diformulasikan dalam bentuk pupuk hayati menurut Vessey (2003) dikenal dengan plant growth promoting rhizobacteria (PGPR). Percobaan inokulasi PGPR menunjukkan bahwa dari sembilan isolat yang diidentifikasi sebagai Pseudomonas spp., empat diantaranya yakni galur PGPR1, PGPR2, PGPR4, dan PGPR7 yang semuanya merupakan Pseudomonas fluorescens secara nyata terbaik dalam memproduksi siderofor dan hormon indole acetic acid (IAA). Pseudomonas fluorescens dan Sclerotium rolfsii mampu menekan penyakit yang disebabkan oleh jamur Aspergillus niger pada kacang tanah (Dey et al. 2004). Sedangkan percobaan Cakmakci et al. (2005), inokulasi PGPR yang terdiri atas spesies Bacillus galur OSU-142, RC07 dan M-13, Paenibacillus polymyxa RC05, Pseudomonas putida RC06, dan Rhodobacter capsulatus RC04
7
mempunyai potensi besar untuk digunakan sebagai biofertilizer, mengingat bahwa penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan dapat menimbulkan efek polutif bagi lingkungan dan mahal. Bakteri yang
diuji dengan mengkombinasikan
dengan pupuk organik dan pupuk kimia N dan P mampu menopang produksi pertanian. Eksperimen ini membuktikan bahwa induksi PGPR
secara efektif
dapat meningkatkan pertumbuhan bit gula pada fase-fase awal. Meskipun kehidupan bakteri masih tergantung pada bahan organik tanah sebagai sumber makanan, namun induksi PGPR ini dapat meningkatkan ketersediaan N dan P bagi pertumbuhan tanaman.
Deskripsi Mikrob yang Digunakan sebagai Pupuk Hayati Penelitian ini menggunakan isolat bakteri Bacillus sp., Pseudomonas sp., Azospirillum sp., dan Azotobacter sp. sebagai plant growth promoting rhizobacteria (PGPR)
sebagai komponen formula pupuk hayati.
Keempat
mikrob tersebut merupakan bakteri rhizosfer yang memiliki karakteristik spesifik. Adapun deskripsi yang menggambarkan karakteristik mikrob-mikrob tersebut adalah sebagai berikut: Bacillus sp. Sel-sel berbentuk batang dan lurus, berukuran lebih kurang 0,5-2,5 X 1,210 µm, tersusun berpasangan atau berantai dengan ujung membundar atau persegi. Bacillus termasuk bakteri Gram positif dan bergerak dengan flagella peritrikus. Endospora berbentuk oval, dan kadang-kadang membundar atau silindris dan sangat resisten terhadap banyak kondisi yang tidak menguntungkan. Bakteri ini bersifat aerob atau anaerob fakultatif, memiliki keragaman yang luas, peka terhadap panas, pH, dan salinitas. Bacillus termasuk organisme kemoorganotrof, dengan habitat yang luas, sejumlah kecil spesies bersifat patogen terhadap vertebrata atau invertebrata (Holt et al. 1994). Bacillus merupakan bakteri Gram positif, dicirikan berwarna ungu atau kebiruan, berdinding sel tebal (lebih kurang 30 – 100 nm) dan umumnya sederhana, tampak seragam di bawah pengamatan mikroskop elektron (Singleton
8
1999). Isolat bakteri Bacillus sp (TG1) yang digunakan dalam penelitian ini terbukti mampu menghasilkan IAA sebesr 67,2 ppm dalam medium yang mengandung triptofan dan mampu melarutkan fosfat dengan indeks pelarutan P sebesar 25 (Ditjen PLA Deptan dan LPPM IPB 2006). Pseudomomas sp. Pseudomonas memiliki bentuk lurus atau batang bengkok ramping, namun tidak berpilin dimana ukurannya 0,5 – 1,0 X 1,5 – 5,0 µm. Kebanyakan spesies ini mengakumulasi poli-β-hidroksibutirat sebagai material karbon simpanan. Mikrob ini tidak diselimuti oleh pembungkus dan
tidak memiliki fase istirahat.
Pseudomons merupakan bakteri Gram negatif, bergerak dengan menggunakan satu atau beberapa flagella, jarang yang nonmotil, aerob, memiliki tipe respiratori sempurna dari sistem metabolisme dengan oksigen sebagai penerima elektron akhir. Nitrat dapat digunakan sebagai penerima elektron alternatif, sejalan dengan kondisi pertumbuhan yang anaerobik. Sebagian besar dari spesies kelompok ini gagal tumbuh di bawah kondisi sangat masam. Sebagian besar spesies juga tidak memerlukan faktor pertumbuhan organik. Beberapa spesies kemolitotrof fakultatif, dapat menggunakan H2 atau CO sebagai sumber energi (Holt et al. 1994). Isolat bakteri Pseudomonas sp (PD13) yang digunakan dalam penelitian ini terbukti mampu menghasilkan IAA dalam medium yang mengandung triptofan dan juga mampu melarutkan fosfat (Ditjen PLA Deptan dan LPPM IPB 2006). Azospirillum sp. Azospirillum memiliki bentuk vibrioid atau batang lurus, panjangnya 0,91,2 µm, merupakan kelompok bakteri Gram negatif, mengandung poli-βhidroksibutirat, bersifat motil dengan karakteristik gerakan bergetar di dalam media cair dengan rata-rata flagella polar tunggal. Beberapa galurnya menghasilkan pigmen merah muda terang atau pigmen merah muda gelap pada media agar-agar kentang. Suhu pertumbuhan optimum 34-370C, tumbuh baik pada pH 7 atau pH asam. Kelompok bakteri ini merupakan pemfiksasi nitrogen dan pertumbuhannya tergantung pada kondisi sedikit oksigen atau tumbuh baik pada udara yang banyak mengandung N2, sebagaimana garam amonium. Di bawah
9
kondisi keterbatasan oksigen, beberapa galur ada yang tidak dapat mengubah NO3- menjadi NO2- atau N2O dan N2. Bakteri ini tumbuh baik pada garam asam organik, seperti malat, sukinat, laktat dan piruvat. Beberapa spesies hidup bebas di tanah dan ada juga berasosiasi dengan akar tanaman sereal, rumput-rumputan dan umbi-umbian. Spesies ini tidak menginduksi nodul akar (Holt et al. 1994). Isolat bakteri Azospirillum sp (IDM3) yang digunakan dalam penelitian ini terbukti mampu menghasilkan IAA sebesar 7,2 ppm dalam medium yang mengandung triptofan dan juga mampu menambat nitrogen dengan baik (Ditjen PLA Deptan dan LPPM IPB 2006). Azotobacter sp. Bentuk sel-sel bakteri Azotobacter memanjang dengan diameter 1,5-2,0 µm, mulai dari sel berbentuk batang sampai sel berbentuk kokus. Bakteri ini keberadaannya tunggal, dan ada juga yang berpasangan,
berkoloni tidak
beraturan, dan kadang-kadang berantai dengan panjang yang bervariasi. Azotobacter tidak menghasilkan endospora, tetapi berbentuk kista. Bakteri ini kemoorganotrof, Gram negatif, motilitas menggunakan flagella peritrikus, atau bersifat tidak motil, aerob, namun dapat juga tumbuh di bawah tekanan oksigen rendah. Azotobacter berperan memfiksasi nitrogen yang secara umum memfiksasi secara non simbiotik sekurang-kurangnya 10 mg N2 per gram karbohidrat (biasanya dalam bentuk glukosa) yang dikonsumsi. Pada spesies tertentu, bakteri ini menggunaan nitrat, garam amonium dan asam amino tertentu sebagai sumber nitrogen, dan mampu untuk tumbuh pada kisaran pH 4,8-8,5. Sedangkan pH optimum untuk pertumbuhan dan fiksasi nitrogen adalah 7,0-7,5. Di dalam tanah dan air, spesies ini dapat berasosiasi dengan akar tanaman (Holt et al. 1994).
Pupuk Hayati Pemasok Nitrogen Beberapa jenis bakteri baik yang hidup bebas atau non simbiosis di dalam tanah maupun yang bersimbiosis dengan tanaman, mampu menambat N udara yang selanjutnya diubah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman (Goenadi 2004). Bakteri fotoautotrofik biasa hidup pada air tergenang dan permukaan
10
tanah, sedangkan bakteri heterotrofik hidup dalam tanah dan zona akar serta mampu mengikat nitrogen dari udara baik secara simbiosis (root nodulating) maupun nonsimbiosis (free-living nitrogen-fixing rhizobacteria). Pemanfaatan bakteri fiksasi N2, baik yang diaplikasikan di dalam tanah maupun yang disemprotkan ke tanaman mampu meningkatkan efisiensi pemupukan N (Saraswati & Sumarno 2008). Bakteri fiksasi N2 yang hidup bebas pada daerah perakaran dan jaringan tanaman padi seperti Pseudomonas, Enterobacteriaceae, Bacillus, Azotobacter, Azospirillum, dan Herbaspirillum telah terbukti mampu melakukan fiksasi N2 (James & Olivares 1997). Azospirillum dan Azotobacter merupakan mikrob penambat N yang hidup bebas dan berinteraksi dengan perakaran tanaman. Bakteri ini banyak dijumpai berasosiasi dengan tanaman jenis rumput-rumputan, termasuk jagung dan gandum (Kristanto et al. 2002). Selain Azospirillum sp dan Azotobacter sp. berperan sebagai penambat N yang hidup bebas, bakteri tersebut mampu menghasilkan zat pemacu pertumbuhan tanaman yaitu asam indol asetat (IAA) yang berguna untuk merangsang pertumbuhan akar dan hasil tanaman. Hormon yang dihasilkan
oleh mikrob ini akan diserap
tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat. Kelompok mikrob yang mampu menghasilkan hormon tanaman, antara lain: Pseudomonas sp
dan
Azotobacter sp. Mikrob penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikrob penambat N non simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman (Kristanto 2002).
Okon dan Gonzales (1994)
mengemukakan Rhizobium merupakan mikrob tanah yang dapat digunakan sebagai pupuk hayati. Rhizobium hidup dalam bintil akar yang mampu secara kimia menambat nitrogen bebas (N2) dari udara dan mengubahnya menjadi amoniak (NH3) yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman inang untuk tumbuh dan berkembang.
Pengikatan N pada bakteri simbiosis seperti Rhizonium dapat
ditunjukkan dengan persamaan kimia berikut ini: N2 + 8 elektron + 16 MgATP + 16 H2OÎ2 NH3 + H2 + 16 MgATP + 16 Pi + 8 H+ Dua molekul amoniak terbentuk dari 1 molekul gas nitrogen serta diperlukan 16 molekul MgATP. Reaksi kimia tersebut dapat dilakukan oleh
11
organisme prokariot dengan menggunakan kompleks enzim nitrogenase (Salisbury & Ross 1995).
Pupuk Hayati Pelarut Fosfat Bakteri pelarut fosfat dapat digunakan untuk mengatasi rendahnya P tersedia atau kejenuhan P dalam tanah. organisme dari
dalam
yang dapat tanah
Mikroorganisme pelarut P adalah
melarutkan P sukar larut,
maupun
dari
pupuk,
tanaman (Saraswati & Sumarno 2008). merupakan
salah
satu
pemecahan
sehingga
baik yang berasal dapat diserap
oleh
Penggunaan mikrob pelarut P masalah
peningkatan
efisiensi
pemupukan P yang aman lingkungan, yang sekaligus dapat menghemat penggunaan pupuk P. Mikroorganisme pelarut fosfat memiliki kemampuan mengubah fosfat tidak larut dalam tanah menjadi bentuk yang dapat larut dengan jalan mensekresikan asam organik seperti asam format,
asetat, propionat, laktat,
glikolat, fumarat dan suksinat (Subba-Rao 1995). Simanungkalit (2001) dan Goenadi (2004) mengemukakan beberapa mikroorganisme yang tergolong dalam kelompok ini antara lain: Bacillus, Peudomonas, Aspergilus, Penicillium, dan Streptomyces (Lampiran 4). Beberapa mikrob memiliki kemampuan melarutkan fosfat antara lain: Aspergillus sp., Penicillium sp., Pseudomonas sp., dan Bacillus megatherium (Goenadi 2004). Pseudomonas sp juga mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan tersebut akan diserap oleh tanaman, sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikrob lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P ialah mikoriza yang bersimbiosis dengan akar tanaman. Setidaknya ada dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk pupuk hayati yaitu: ektomikoriza dan endomikoriza. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan, contoh mikoriza yang Glomus sp dan Gigaspora sp. (Goenadi 2004).
sering
dimanfaatkan ialah
12
Aplikasi Terpadu Pupuk Hayati, Bahan Organik, dan Pupuk Anorganik Tanah yang kaya bahan organik bersifat lebih terbuka dengan aerasi yang baik, relatif lebih sedikit hara yang terfiksasi mineral tanah sehingga yang tersedia bagi tanaman lebih besar dan menjadi sumber energi mikrob tanah dalam dekomposisi dan mempercepat pelepasan hara. Pupuk kimia tidak dapat menggantikan manfaat ganda bahan organik, namun dapat ditambahkan untuk mempercepat
proses
dekomposisi
dan
membuat
hara
lebih
tersedia
(Sutanto 2002). Aktivitas mikrob dan daur nutrisi yang meliputi substansi bahan organik tanah berdampak terhadap ketersediaan nutrisi bagi tanaman (Havlin et al. 2005). Pendekatan terpadu dengan menggunakan kombinasi pupuk hayati, pupuk organik, dan pupuk kimia merupakan pendekatan yang baik. Percobaaan di rumah kaca Hamim et al. (2007) dengan menggunakan kombinasi antara pupuk hayati dan kompos 5 ton/ha menghasilkan bobot kering jagung pipilan tertinggi yakni 41,6 g per pot jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk hayati. Sedangkan pada tanaman padi perlakuan kombinasi pupuk hayati dan sumber nutrisi 50% kompos+50% pupuk NPK menghasilkan bobot total gabah isi tertinggi sebesar 33,4 g per rumpun. Demikian pula hasil penelitian Sudiarto dan Gusmaini (2004), bahwa pemberian bahan organik berupa campuran pupuk kandang, sekam, dan dedak yang difermentasi dengan mikrob serta dikombinasikan dengan takaran NPK, 125 g pupuk kandang dan 375 g limbah kopi memberikan hasil tinggi tanaman dan jumlah anakan jahe terbaik. Menurut Simanungkalit (2001), inokulasi kedelai dengan pupuk hayati Bradyrhizobium japonicum pada tanah podsolik merah kuning di Tamanbogo (Lampung Tengah) menunjukkan tanpa pupuk N (Urea) tingkat hasil kedelai lebih rendah dibandingkan dengan yang diberi N, tetapi tingkat efisiensinya lebih tinggi. Besarnya kenaikan hasil yang diperoleh dengan inokulasi tanpa pupuk N rata-rata 20%. Bila diinokulasi ditambahkan 25 kg N tingkat hasil lebih tinggi tetapi persentase kenaikan hasil menjadi lebih rendah (7%). Ini berarti pemberian pupuk kimia masih diperlukan sampai batas dimana pemberian ini tidak menekan perkembangan mikroorganisme.
13
Penggunaan Media Pembawa Pupuk Hayati Secara umum ada 2 jenis media pembawa yang dapat digunakan dalam memformulasi pupuk hayati, yakni media pembawa cair dan padat. Penelitian rumah kaca yang dilakukan oleh Hamim et al. (2007) menggunakan media cair di dalam menformulasi pupuk hayati yang mengandung Azospirillum sp., Bacillus sp., dan Pseudomonas sp. Demikian juga pemanfaatan cendawan mikoriza dan bakteri Azospirillum untuk meningkatkan efisiensi pemupukan pada turfgrass menggunakan media pembawa cair (Guntoro 2003).
Sedangkan penggunaan
media pembawa padat dilakukan oleh Mawardi (2004), berkaitan dengan studi pemanfaatan pupuk hayati mikoriza untuk meningkatkan toleransi kekeringan pada tanaman nilam. Ada beberapa alternatif macam media pembawa padat yang dapat digunakan sebagai media ikat atau media pembawa pupuk hayati, antara lain: tepung beras, tepung jagung, tepung rumput laut dan tanah gambut. Gambut lebih efektif sebagai media ikat formulasi pupuk hayati padat
yang mengandung
bakteri Azotobacter sp., Azospirillum sp., Bacillus sp., dan Pseudomonas sp. yang merupakan kelompok plant growth promoting rhizobacteria (Hamim et al. 2007).