TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Lamina (1989), tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Polypetales
Family
: Leguminosae
Genus
: Glycine
Species
: Glycine max (L.) Merrill
Tanaman kedelai mempunyai akar tunggang yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembapan tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap unsur hara dan air. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar. Bintil akar tersebut berupa koloni dari bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum yang bersimbiosis secara mutualis dengan kedelai. Pada tanah yang telah mengandung bakteri ini, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15-20 hari setelah tanam. Bakteri bintil akar dapat mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N2 yang kemudian dapat digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi menjadi nitrat (NO3) (http://id.wikipedia.org, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Kedelai berbatang dengan tinggi 30-100 cm. Batang dapat membentuk 3-6 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman rapat, cabang menjadi berkurang, atau tidak bercabang sama sekali. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semiindeterminate). Tipe terbatas memiliki ciri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe tidak terbatas memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan tumbuhan terus tumbuh. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas
memiliki
karakteristik
antara
kedua
tipe
lainnya
(http://id.wikipedia.org, 2010). Daun primer sederhana berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliolat) dan bertangkai sepanjang 1-2 cm, terletak berseberangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun berikutnya
yang terbetuk pada batang
utama dan pada cabang ialah daun bertiga (trifoliolat), namun adakalanya terbentuk daun berempat atau daun berlima. Bentuk anak daun beragam, dari bentuk telur hingga lancip (Hidayat, 1985). Bunga kedelai tergolong bunga sempurna, yaitu setiap bunga memiliki alat jantan dan alat betina. Penyerbukan terjadi pada saat bunga masih tertutup (kleistogamus) sehingga kemungkinan penyerbukan silang amat kecil. Bunga kedelai dapat berwarna ungu atau putih (Hidayat, 1985). Pembungaannya berbentuk tandan aksilar atau terminal, berisi 3-30 kuntum bunga, bunganya kecil, berbentuk kupu-kupu, lembayung atau putih, daun kelopaknya berbentuk tabung,
Universitas Sumatera Utara
dengan dua cuping atas dan tiga cuping bawah yang berlainan, tidak rontok, benang sarinya sepuluh helai, dua tukal, tangkai putiknya melengkung, berisi kepala putik yang berbentuk bonggol (Maesen dan Sadikin, 1993). Kultivar kedelai memiliki bunga bergerombol terdiri atas 3-15 bunga yang tersusun pada ketiak daun. Karakteristik bunganya seperti famili Legum lainnya, yaitu corolla (mahkota bunga) terdiri atas 5 petal yang menutupi sebuah pistil dan 10 stamen (benang sari). 9 stamen berkembang membentuk seludang yang mengelilingi
putik,
sedangkan
stamen
yang
kesepuluh
terpisah
bebas
(Poehlman and Sleper, 1995). Buah kedelai berbentuk polong, jumlah biji sekitar 1-4 tiap polong. Polong berbulu berwarna kuning kecoklat-coklatan atau abu-abu. Dalam proses pematangan warna polong berubah menjadi lebih tua, warna hijau menjadi kehitaman, keputihan atau kecoklatan (Departemen Pertanian, 1990). Biji kedelai berkeping dua terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, atau coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada dinding buah, bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, tetapi ada juga yang bundar atau bulat agak pipih (Departemen Pertanian, 1990).
Syarat Tumbuh Iklim Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Iklim kering
Universitas Sumatera Utara
lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34 derajat C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23-27 derajat C. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30derajat C. Saat panen kedelai yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik dari pada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil (http://www.scribd.com, 2010). Kedelai merupakan tanaman hari pendek, yakni tidak akan berbunga bila lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis. Setiap varietas mempunyai panjang hari kritik. Apabila lama penyinaran kurang dari batas kritik, maka kedelai akan berbunga. Dengan lama penyinaran 12 jam, hampir semua varietas
kedelai
dapat
berbunga
dan
tergantung
dari
varietasnya,
umumnya kedelai berbunga beragam mulai dari 20 hingga 60 hari setelah tanam. Apabila tersebut
akan
lama
penyinaran
meneruskan
melebihi pertumbuhan
periode
kritik,
tanaman
vegetatifnya
tanpa
berbunga (Baharsjah, dkk, 1985). Tanah Aerasi tanah yang kurang biasanya disebabkan oleh drainase air yang kurang baik sehingga tanah menempati pori-pori besar yang jika tidak demikian akan memungkinkan pertukaran gas ke udara. Pengaruh kejenuhan air kadangkadang diperberat oleh perombakan bahan organik seperti sisa-sisa tanaman.
Universitas Sumatera Utara
Dalam situasi-situasi selain daripada kejenuhan total, pertumbuhan akar kapas dan kedelai tampaknya sama sekali tidak peka terhadap kandungan O2 serendah kirakira 5 %. Walaupun demikian, periode-periode tanpa oksigen selama hanya 3 jam untuk kapas, dan 5 jam, untuk kedelai, mematikan ujung-ujung akar (Goldsworthy dan Fisher, 1992). Aerasi
tanah
(kandungan
O2 dan
CO2
didalam
tanah)
sangat
mempengaruhi sistem perakaran suatu tanaman. Oksigen merupakan unsur yang penting untuk proses-proses metabolisme. Kebutuhan oksigen untuk setiap jenis tanaman berbeda-beda. Pada kedelai kebutuhan O2 dan pengambilan nitrogen lebih besar pada fase vegetatif dibandingkan dengan fase generatif. Apabila tanaman ditanam pada tempat yang dijenuhi oleh air (tergenang) maka dalam jangka waktu yang relatif singkat akan menunjukkan penguningan daun, pertumbuhan terhambat, dan menyebabkan matinya tanaman. Hal ini disebabkan karena pada kondisi yang jenuh air, maka kandungan O2 sedikit dan CO2 meningkat. Sehingga akan menghambat pertumbuhan akar yang selanjutnya berpengaruh pada proses pengisapan air dan unsur hara (Islami dan Utomo, 1995). Kedelai termasuk tanaman yang mampu beradaptasi terhadap berbagai agroklimat, menghendaki tanah yang cukup gembur, tekstur lempung berpasir dan liat. Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang mengandung bahan organik dan pH antara 5,5-7 (optimal 6,7). Tanah hendaknya mengandung cukup air tapi tidak sampai tergenang (Departemen Pertanian, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Mutasi Mutasi adalah perubahan susunan atau konstruksi dari gen maupun kromosom suatu individu tanaman, sehingga memperlihatkan penyimpangan (perubahan) dari individu asalnya dan bersifat baka (turun-temurun). Mutasi dapat terjadi secara alamiah, tetapi frekuensinya sangat rendah, yaitu 10 -6 pada setiap generasi. Untuk mempercepat terjadinya mutasi dapat dilakukan secara buatan mutasi
dengan
memberikan
perlakuan-perlakuan
(induced mutation). Mutasi
sehingga
pada tanaman dapat
terjadi
menyebabkan
perubahan-perubahan pada bagian-bagian tanaman baik bentuk maupun warnanya juga perubahan pada sifat-sifat lainnya (Herawati dan Setiamihardja, 2000). Jenis-jenis mutasi ada 2, yaitu: mutasi alami, dan mutasi buatan (mutasi terinduksi). Mutasi alami terjadi secara alamiah dan spontan di dalam tubuh makhluk hidup tanpa ada bantuan manusia. Mutasi alami jarang terjadi. Sedangkan mutasi buatan (terinduksi) adalah mutasi yang terjadi karena adanya bantuan manusia. Mutasi terinduksi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu energi dan kimia. Yang termasuk dalam kategori energi ialah: sinar x, sinar gamma, sinar beta, neutron cepat dan neutron lambat, partikel alfa, sinar devtron, dan sinar ultra ungu. Yang termasuk dalam kategori kimia diantaranya ialah: metansulfonat, etilinimin, diepoksibutan, mustard nitrogen, dan etilinoksida (Welsh, 1991). Mutasi dalam pemuliaan tanaman prinsip dasar dari induksi mutasi (mutagen) yang harus diketahui oleh para pemulia tanaman adalah macam kejadian yang terjadi antara saat energi masuk ke dalam sistem biologi tanaman hingga tahap yang mungkin memberikan efek yang nampak pada perubahan
Universitas Sumatera Utara
secara biologi. Proses dari transfer energi dalam memberikan pengaruh kerusakan dalam sistem biologi meliputi 4 tahap perubahan yaitu secara fisik, kimia, biokimia dan secara biologi. Mutasi adalah perubahan genetik baik gen tunggal, sejumlah gen ataupun susunan kromosom, dapat terjadi pada setiap bagian tanaman
terutama
bagian
yang
aktif
melakukan
pembelahan
sel
(Micke dan Donini, 1993). Secara luas mutasi dihasilkan oleh segala macam tipe perubahan genetik yang mengakibatkan perubahan fenotipe yang diturunkan, termasuk keragaman kromosom maupun mutasi gen. Mutasi juga dapat disebut sebagai perubahan materi genetik pada tingkat genom, kromosom dan DNA atau gen sehingga menyebabkan terjadinya keragaman genetik. Mutasi induksi dapat dilakukan pada tanaman dengan perlakuan bahan mutagen tertentu terhadap organ reproduksi tanaman seperti biji, stek batang, serbuk sari, akar rizome, kalus dan sebagainya. Secara relatif, proses mutasi dapat menimbulkan perubahan pada sifat-sifat genetis tanaman baik kearah positif maupun negatif, dan kemungkinan mutasi yang terjadi dapat juga kembali normal (recovery). Mutasi yang terjadi ke arah sifat positif dan terwariskan ke generasi berikutnya merupakan mutasi yang dikehendaki oleh pemulia tanaman pada umumnya (Soeranto, 2003). Mutasi dapat terjadi secara tiba-tiba dan acak, dan merupakan dasar sebagai sumber keragaman bagi tanaman dan bersifat terwariskan (heritance). Mutasi dapat terjadi secara spontan di alam (spontaneous mutation) dan dapat terjadi melalui induksi (induced mutation) (Koornneef, 1991). Mutasi induksi dapat memperluas variabilitas genetik tanaman. Teknik mutasi induksi pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif lebih efektif
Universitas Sumatera Utara
karena dapat mengubah satu atau beberapa karakter tanpa mengubah karakteristik kultivar asalnya (Nagatomi, 1996). Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti tunas, biji dan sebagainya. Secara molekuler, dapat dikatakan bahwa mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sequence) nukleotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada protein yang dihasilkan (Oeliem, dkk, 2008). Faktor yang mempengaruhi terbentuknya mutan antara lain adalah besarnya dosis iradiasi. Dosis iradiasi diukur dengan satuan Gray (Gy), 1 Gy sama dengan 0,10 krad yakni 1 J energy per kilogram iradiasi yang dihasilkan. Dosis iradiasi dibagi 3, yaitu: tinggi (>10 k Gy), sedang (1-10k Gy), dan rendah (<1k Gy). Perlakuan dosis tinggi akan mematikan bahan yang dimutasi atau akan mengakibatkan
sterillitas.
Pada
umumnya
dosis
yang
rendah
dapat
mempertahankan daya hidup atau tunas, dapat memperpanjang waktu kemasakan pada buah-buahan dan sayuran, serta meningkatkan kadar pati, protein, dan kadar minyak pada biji jagung, kacang, dan bunga matahari. Sering kali penampakan akibat mutasi baru muncul setelah generasi selanjutnya, yakni M2 atau kelanjutannya (http://www.pustaka-deptan.go.id, 2010). Mutasi induksi merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh, karena keragaman genetik tanaman dapat ditingkatkan dan kultivar baru dapat diperoleh dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan melalui pemuliaan secara konvensional. MV1 mengalami kerusakan fisiologis sehingga perkembangan morfologi menjadi abnormal dan perubahan penampilan yang terjadi belum stabil
Universitas Sumatera Utara
dan kemungkinan dapat berubah kembali seperti penampilan tanaman asalnya. Pada tanaman MV2 dan MV3 perubahan genetik biasanya telah stabil dan mutan yang
diperoleh
tidak
berubah
lagi
ke
bentuk
asalnya
(http://www.pustaka-deptan.go.id, 2010). Iradiasi sinar gamma sering digunakan dalam usaha pemuliaan tanaman karena dapat meningkatkan variabilitas, sehingga dapat menghasilkan mutan baru (Al-Safadi et al., 2000). Respon tanaman terhadap efek iradiasi sinar gamma, selain dipengaruhi oleh jenis kultur yang digunakan, juga tergantung dari laju dosis iradiasi yang digunakan. Laju dosis iradiasi adalah jumlah dosis terserap per satuan waktu (rad per detik atau Gy per detik). Satuan sinar radiasi adalah Gray (Gy) atau rad. Alat yang digunakan untuk mengukur besarnya dosis radiasi adalah dosimeter. Dosimeter yang umum digunakan adalah “Fricke” yaitu mampu mengukur dosis sinar gamma antara 40 – 400 Gy. Pengukuran diluar selang dosis tersebut dilakukan kalibrasi. Efek iradiasi sinar gamma dapat menyebabkan perubahan genetik di dalam sel somatik (mutasi somatik), dapat diturunkan dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan fenotip. Perubahan tersebut dapat terjadi secara lokal pada tingkat sel atau kelompok sel sehingga individu dapat menjadi kimera (Ismachin, 1988). Beberapa hasil penelitian penggunaan iradiasi sinar gamma menyebutkan bahwa iradiasi sinar gamma pada dosis rendah dapat menginduksi perubahan secara fisiologi dan biokimia (Berezina dan Kaushankii, 1989).
Universitas Sumatera Utara
Beberapa hasil penelitian penggunaan iradiasi sinar gamma menyebutkan bahwa iradiasi sinar gamma pada dosis rendah dapat menghasilkan pertumbuhan vegetatif
yang
lebih
cepat
dan
pembungaan
lebih
awal
(Charbaji dan Nabulsi, 1999). Pengaruh peningkatan dosis mutagen terhadap kerusakan fisiologis memberikan kurva sigmoid, dimana kerusakan atau kematian tidak terjadi sekaligus sesuai dengan meningkatnya dosis. Hal ini menunjukkan bahwa suatu molekul atau sel yang peka maka molekul atau sel tersebut akan rusak atau mati. Sebaliknya apabila yang terkena radiasi adalah molekul atau sel yang tidak peka maka sel atau molekul tersebut tidak mati. Makin tinggi dosis makin banyak terjadi mutasi dan makin tinggi pula kerusakannya. Perlakuan dengan mutagen dapat menyebabkan pula sterilitas, yaitu :
hambatan pertumbuhan sehingga
menghalangi
bunga
pembungaan,
terbentuknya
yang
tidak
sempurna,
terbentuknya bunga dengan tepung sari mandul, pembentukan embrio yang gugur sebelum masak, biji terbentuk tetapi tidak mampu berkecambah (Mugiono, 2001). Semakin tinggi dosis radiasi yang diberikan pada tanaman kedelai maka akan semakin besar pula tingkat kerusakan dan penghambatan pertumbuhan tanaman itu, terutama untuk fisiologi tanaman (Rici, 2009). Perlakuan radiasi akan menyebabkan kerusakan sel atau terhambatnya metabolisme sel karena adanya gangguan sintesa RNA sehingga sintesis enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan terhambat. Dengan adanya gangguan struktur DNA akan menyebabkan enzim yang dihasilkan kehilangan fungsinya. Perlakuan radiasi dapat menyebabkan enzim yang merangsang pertunasan menjadi tidak aktif, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat (Cassaret, 1961).
Universitas Sumatera Utara
Keragaman Genotip dan Fenotip Genotipe (harafiah berarti "tipe gen") adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan keadaan genetik dari suatu individu atau sekumpulan individu populasi. Genotipe dapat merujuk pada keadaan genetik suatu lokus maupun keseluruhan bahan genetik yang dibawa oleh kromosom (genom). Genotipe dapat berupa homozigot atau heterozigot genotipe sering dilambangkan dengan huruf yang berpasangan; misalnya AA, Aa, atau B1B1. Pasangan huruf yang sama menunjukkan bahwa individu yang dilambangkan adalah homozigot (AA dan B1B1), sedangkan pasangan huruf yang berbeda melambangkan individu heterozigot. Sepasang huruf menunjukkan bahwa individu yang dilambangkan ini adalah diploid (2n). Sebagai konsekuensi, individu tetraploid (4n) homozigot dilambangkan dengan AAAA (http://id.wikipedia.org, 2010). Fenotipe adalah suatu karakteristik (baik struktural, biokimiawi, fisiologis, dan perilaku) yang dapat diamati dari suatu organisme yang diatur oleh genotipe dan lingkungan serta interaksi keduanya. Pengertian fenotipe mencakup berbagai tingkat dalam ekspresi gen dari suatu organisme. Pada tingkat organisme, fenotipe adalah sesuatu yang dapat dilihat/diamati/diukur, sesuatu sifat atau karakter. Fenotipe ditentukan sebagian oleh genotipe individu, sebagian oleh lingkungan tempat individu itu hidup, waktu, dan, pada sejumlah sifat, interaksi antara genotipe dan lingkungan. Waktu biasanya digolongkan sebagai aspek lingkungan (hidup) pula. Ide ini biasa ditulis sebagai P = G + E + GE, dengan P berarti fenotipe, G berarti genotipe, E berarti lingkungan, dan GE berarti interaksi antara genotipe dan lingkungan bersama-sama (yang berbeda dari pengaruh G dan E sendiri-sendiri. Pengamatan fenotipe dapat sederhana (misalnya warna bunga)
Universitas Sumatera Utara
atau sangat rumit hingga memerlukan alat dan metode khusus. Namun demikian, karena ekspresi genetik suatu genotipe bertahap dari tingkat molekular hingga tingkat individu, seringkali ditemukan keterkaitan antara sejumlah fenotipe dalam berbagai tingkatan yang berbeda-beda. Fenotipe, khhususnya yang bersifat kuantitatif, seringkali diatur oleh banyak gen. Cabang genetika yang membahas sifat-sifat dengan tabiat seperti ini dikenal sebagai genetika kuantitatif (http://id.wikipedia.org, 2010). Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika mereka berada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh terhadap perkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada (Allard, 2005). Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya variasi yang akan menentukan penampilan akhir tanaman tersebut. Bila ada variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang sama maka variasi tersebut merupakan variasi atau perbedaan
yang
berasal
dari
genotip
individu
anggota
populasi
(Mangoendidjojo, 2003). Keragaman yang sering ditunjukkan oleh tanaman sering dikaitkan dengan aspek negatif. Hal ini sering tidak diperhatikan oleh peneliti yang menganggap bahwa susunan genetik dari bahan tanaman digunakan adalah sama karena berasal
Universitas Sumatera Utara
dari varietas yang sama. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama. Jika ada dua jenis tanaman yang sama ditanam pada lingkungan yang berbeda, dan timbul variasi yang sama dari kedua tanaman tersebut maka hal ini dapat disebabkan oleh genetik dari tanaman yang bersangkutan (Sitompul dan Guritno, 1995). Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan tehnik seleksi atau dapat dimanfaatkan dalam program persilangan yang canggih untuk mendapatkan kombinasi genetik yang baru. Jika perbedaan dua individu yang mempunyai faktor lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari genotipe kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian utama para pemulia tanaman, karena melalui pengelolaan yang terpat dapat menghasilkan varietas baru yang lebih baik (Welsh, 2005). Variasi yang ditimbulkan ada yang dapat langsung dilihat, misalnya adanya perbedaan warna bunga, daun dan bentuk biji (ada yang berkerut, ada yang tidak), ini yang disebut variasi sifat yang kualitatif. Namun ada pula variasi yang memerlukan pengamatan dengan pengukuran, misal tingkat produksi, jumlah anakan, tinggi tanaman, dan lainnya (Mangoendidjojo, 2003). Varietas Varietas tanaman yang pembuahannya sendiri, artinya putik dibuahi oleh serbuk sari dalam satu bunga maka terjadinya penyerbukan silang dengan bunga
Universitas Sumatera Utara
lain berkurang kemungkinnya sehinga persentase terjadinya penurunan varietas sangat kecil. Ditemukannya varietas tanaman yang mempunyai kelebihankelebihan tertentu seperti: produksinya besar, umurnya pendek, tahan penyakit setelah melalui serangkaian penelitian seksama. Pada mulanya satu butir pertama dari tanaman yang baik, kemudian ditanam dan menghasilkan beberapa butir dan dipilih beberapa butir terbaik dan ditanam lagi dan dipilih beberapa butir terbaik dan seterusnya (Isnaini, 2006). Varietas unggul sangat menentukan tingkat produktivitas pertanaman dan merupakan komponen teknologi yang relatif mudah diadopsi petani jika benihnya tersedia. Di Indonesia hingga kini telah dilepas sekitar 64 varietas kedelai dengan karakter yang beragam diantaranya dalam hal umur panen, potensi hasil, ukuran dan warna kulit biji, dan kesesuaiannya terhadap lahan spesifik. Varietas yang dilepas belakangan pada dasarnya merupakan perbaikan varietas sebelumnya. Dari sejumlah varietas tersebut, sebagian besar adalah yang kulit bijinya berwarna kuning sampai kuning kehijauan, sedang kulitnya berwarna hitam baru dilepas tiga varietas yakni Merapi, Cikuray, dan Malika. Varietas unggul kedelai yang dilepas sebelum dan setelah tahun 2000 yang populer dan/atau mempunyai karakter spesifik telah disajikan. Kini telah tersedia sejumlah besar varietas unggul kedelai dengan karakter yang beragam, sehingga dapat memberikan banyak pilihan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007). Penggunaan varietas unggul yang mempunyai adaptasi luas terhadap pola tanam dan kondisi setempat merupakan faktor penting. Varietas kedelai mempunyai sifat khusus baik terhadap daerah maupun lingkungan lain. Varietas
Universitas Sumatera Utara
unggul lokal memiliki sifat yang lebih sesuai dan lebih mantap dengan kondisi daerah tertentu, tetapi hasil umumnya lebih rendah. Untuk mendapatkan varietas unggul dapat ditempuh dengan beberapa cara, yaitu: introduksi, mengadakan seleksi galur terhadap populasi yang telah ada seperti varietas lokal atau varietas dalam koleksi, dan mengadakan program pemuliaan dengan persilangan, mutasi atau teknik mandul jantan (http://pertanian.uns.ac.id, 2010). Heritabilitas Fehr (1987) menyebutkan bahwa heritabilitas adalah salah satu alat ukur dalam sistem seleksi yang efisien yang dapat menggambarkan efektivitas seleksi genotipe berdasarkan penampilan fenotipenya. Sedangkan korelasi antar karakter fenotipe diperlukan dalam seleksi tanaman, untuk mengetahui karakter yang dapat dijadikan petunjuk seleksi terhadap produktivitas yang tinggi. Hanson (1963) menyatakan nilai heritabilitas dalam arti luas menunjukkan genetik total dalam kaitannya keragaman genotip, sedangkan menurut Poespodarsono (1988), bahwa makin tinggi nilai heritabilitas satu sifat makin besar pengaruh genetiknya dibanding lingkungan. Pengertian heritabilitas sangat penting dalam pemuliaan dan seleksi karakter kuantitatif. Efektif atau tidaknya seleksi tanaman yang berdaya hasil tinggi dari sekelompok populasi, tergantung dari seberapa jauh keragaman hasil yang disebabkan kepada turunan genetik yang yang nantinya diwariskan kepada turunannya, dan seberapa jauh pula keragaman hasil yang disebabkan oleh lingkungan tumbuh tanaman. Heritabilitas dapat didefinisikan sebagai bagian keragaman genetik
dari keragaman total (keragaman fenotipe). Pendugaan
Universitas Sumatera Utara
heritabilitas suatu karakter kuantitatif dapat diduga suatu desain persilangan dua galur murni. VP = VG + VE VP = ragam fenotipe; VG = ragam genetik; VE = ragam lingkungan. VE = VP1 + VP2 2
atau VE = VP1 + VP2 + VF1 3
H = VG = VG VP VG+VE (Makmur, 1992). Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi genotipe dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang penting dalam program pemuliaan karena dari jumlah variasi genetik ini diharapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh variasi yang disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas dalam arti yang luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistasis. Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 2005). Seperti dijelaskan sebelumnya, variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi genotipe dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang penting dalam program pemuliaan, karena dari jumlah variasi genetik ini diharapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh variasi yang disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas.
Universitas Sumatera Utara
Heritabilitas ini dapat dirumuskan sebagai: h = Vg / (Vg + Ve). Vg = variasi genetik, Ve = variasi lingkungan. Heritabilitas dalam arti yang luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif dan epistatis. Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 ialah bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut. Hambatan-hambatan untuk kemajuan program pemuliaan disebabkan antara lain karena kecilnya keragaman genetik, besarnya pengaruh lingkungan terhadap fenotipe, atau kombinasi keduanya. Akan sangat sukar untuk menentukan keberadaan jumlah atau tipe variabilitas genetik jika ekspresi fenotipe sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Heritabilitas meramalkan sebagian perkiraan variasi sesuai dengan komponen genetik dan lingkungannya. Selanjutnya komponen tadi dibagi lagi dalam nilai genetik keseluruhan (dalam arti yang luas) dan nilai aditif (dalam arti yang sempit). Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai heritabilitas. Nilai heritabilitas untuk karakter tunggal akan berubah tergantung pada teknik analiasis statistik yang digunakan dan lingkungan tempat penelitian dilakukan. Perkiraan heritabilitas ini melibatkan hubungan antara sifat induk dan keturunannya. Allard menjelaskan secara garis besar konsep heritabilitas. Dengan menggunakan analisis statistik yang mendalam, aksi gen yang cukup lengkap dapat dijelaskan sehingga pengaruh aditif, dominan dan epistatis dapat diidentifikasi (Welsh, 1991). Variasi genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip yang
Universitas Sumatera Utara
diharapkan akan besar (Bahar dan Zein, 1993). Sedangkan pendugaan nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor pengaruh genetik lebih besar terhadap penampilan fenotip bila dibandingkan dengan lingkungan. Untuk itu informasi sifat tersebut lebih diperankan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat diturunkan pada generasi berikutnya. Ideotipe Tipe tanaman ideal (plant-idoetype) yang sesuai untuk lahan kering, lebak, dan gambut adalah memiliki umur berbunga 40-45 hari, umur masak 90-95 hari, tipe tumbuh semi indeterminet, tinggi tanaman 80-100 cm, percabangan banyak (5-6 cabang), daun berukuran sedang dan berwarna hijau, batang kokoh (tidak rebah), polong tidak mudah pecah pada cuaca panas, biji berukuran sedang (12 gr/100 biji), bulat dan berwarna kuning (Arsyad, dkk, 2007). Seleksi visual ialah identifikasi genotip tanaman yang berharga berdasarkan gambaran tipe tanaman yang ideal (ideotipe). Komponen-komponen ideotipe antara lain tinggi tanaman, ukuran dan bentuk daun, kemampuan tumbuh memanjat, kekuatan, warna, dan reaksi terhadap hama. Setiap pemulia menggunakan ideotipe yang berbeda tergantung pada pengalaman yang bersangkutan dan informasi ilmiah yang tersedia. Ideotipe dalam seleksi, sering dikacaukan dengan pertimbangan sebelumnya dari para pemulia tentang tanaman yang sempurna (Welsh, 1991). Ideotipe digambarkan atas dasar karakteristik morfologi, namun berhubungan dengan fungsi fisiologis. Tipe ideal merupakan suatu parameter
Universitas Sumatera Utara
yang diinginkan oleh konsumen sebagai atribut (warna, bentuk, jenis, rasa, harga, dll),
dan
merupakan
salah
satu
dari
aspek
selera
konsumen
(http://balithi.litbang.deptan.go.id, 2010). Untuk mempertahankan kemurnian agar seragam dan keunggulannya tetap dimiliki, perlu mempelajari sifat-sifat morfologis tanaman seperti tipe tumbuh, warna hipokotil, warna bunga, warna bulu, umur berbunga, dan sifat-sifat kuantitatif seperti tinggi tanaman, ukuran biji, dan ukuran daun. Pengenalan atau identifikasi varietas unggul adalah suatu teknik untuk menentukan apakah yang dihadapi
tersebut
adalah
benar
varietas
unggul
yang
dimaksudkan.
Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mempergunakan alat pegangan berupa deskripsi varietas. Tingkat hasil suatu tanaman ditentukan oleh interaksi faktor genetis varietas unggul dengan lingkungan tumbuhnya seperti kesuburan tanah, ketersediaan air, dan pengelolaan tanaman. Tingkat hasil varietas unggul yang tercantum dalam deskripsi umumnya berupa angka rata-rata dari hasil yang terendah dan tertinggi pada beberapa lokasi dan musim. Potensi hasil varietas unggul dapat saja lebih tinggi atau lebih rendah pada lokasi tertentu dengan penggunaan masukan dan pengelolaan tertentu pula. Biasanya untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari penggunaan varietas unggul diperlukan pengelolaan yang lebih intensif dan perhatian serius serta kondisi lahan yang optimal. Agar memperoleh hasil yang optimal di atas rata-rata dalam deskripsi maka perolehan varietas unggul harus sesuai 6 tepat (tepat varietas, jumlah, mutu, waktu, lokasi, dan tepat harga) (http://www.pustaka-deptan.go.id, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Kemajuan Genetik Selain menggunakan nilai heritabilitas yang tinggi, juga menggunakan parameter yang lainnya, yaitu nilai duga kemajuan genetik yang tinggi, sebab nilai heritabilitas itu sendiri kurang memberikan gambaran sebenarnya mengenai kemajuan yang diharapkan terhadap genetik dengan nilai heritabilitas dan kemajuan genetik akan didapatkan gambaran terbaik mengenai kemajuan yang diharapkan dari seleksi (Rachmadi, dkk, 1990). Menurut Dudley dan Moll (1976), nilai heritabilitas dapat memberikan petunjuk sederhana terhadap besar kecilnya pengaruh genetik dan lingkungan dari suatu populasi, sehingga apabila nilai heritabilitas dipadukan dengan nilai kemajuan genetik dari seleksi maka akan lebih bermanfaat dalam meramalkan hasil akhir untuk melakukan seleksi sifat individu yang baik. Seleksi akan menunjukkan kemajuan genetik yang tinggi jika sifat yang dilibatkan dalam seleksi mempunyai variasi genetik dan heritabilitas yang tinggi. Jika nilai heritabilitas tinggi, sebagian besar variasi fenotip disebabkan oleh variasi genetik, maka seleksi akan memperoleh kemajuan genetik (Zen, 1995). Knight (1979) menyatakan informasi mengenai variasi genetik dan heritabilitas berguna untuk menentukan kemajuan genetik yang diperoleh dari seleksi. Hayward (1990) menyatakan bahwa sifat-sifat yang dikendalikan oleh gen-gen bukan aditif menyebabkan kemajuan genetik yang rendah. Hal ini disebabkan pengaruh tindak gen bukan aditif tidak diwariskan dan akan lenyap semasa seleksi (Suprapto dan Kairuddin, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Burton (1952) menyatakan bahwa pemulia lebih banyak mempertimbangkan dugaan kemajuan genetik dalam persen (KG%) di atas nilai rata-rata populasi. Oleh karena itu sesuai rumus yang disajikan Singh dan Chaudhary (1977) tergambar bahwa KG (%) merupakan produk dari nilai-nilai diferensial seleksi, heritabilitas yang menentukan efisiensi sistem seleksi sehingga seleksi akan efektif bila nilai kemajuan genetik tinggi ditunjang oleh salah satu nilai KVG atau heritabilitas tinggi (Tempake dan Luntungan, 2002). Seleksi Massa Langkah-langkah yang ditempuh pada pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri adalah dengan introduksi, seleksi, hibridisasi, dan seleksi setelah hibridisasi. Seleksi dapat berupa seleksi massa dan seleksi galur murni. Yang disebut seleksi massa adalah menyeleksi tanaman yang sma penampilannya (fenotipe), kemudian tanaman yang sama itu benihnya digabung. Seleksi massa dari tanaman menyerbuk sendiri dianggap menghasilkan individu-individu yang semuanya lebih kurang sama genotipenya (true breeding). Jadi, pada seleksi massa, tanaman dipilih atas dasar fenotipe, kemudian benih dipanen dan digabung menjadi satu tanpa diadakan uji turunan (uji progeny) (Makmur, 1992). Seleksi massa berbeda dari seleksi galur murni dalam hal jumlah tanaman dimana tidak hanya sebatang yang diseleksi untuk mendapatkan varietas baru. Varietas yang dikembangkan dengan cara ini mencakup beberapa genotipe lebih banyak dibandingkan dengan populasi induknya tetapi lebih dari satu varietas genotipe yang dikembangkan dengan seleksi galur murni. jumlah dari keragaman jenis yang termasuk didalamnya tergantung pada variabilitas dari populasi awal
Universitas Sumatera Utara
sebagai suatu metode pemuliaan. Fungsi yang pertama dari seleksi massa adalah keamanan dan kecepatan dimana seleksi massa dapat memperbaiki efek dari varietas lokal. Fungsi kedua dari seleksi massa adalah pemurnian varietas yang telah ada didalam produksi bibit murni dengan cara penggabungan biji. Biasanya beberapa ratus tanaman diseleksi dari penanaman yang telah diketahui akan menjadi varietas yang representatif. Keturunannya ditumbuhkan dari individu tanaman ini dalam tahun berikutnya dan diamati pada tingkatan yang kritis dari perkembangan yang memungkinkan keturunan dapat dikurangi dari jenis yang termasuk mutan, hibridisasi alami, varietas campuran dan tipe jelek lainnya. Keturunan yang sisa umumnya dipanen dalam keadaan banyak untuk membuat sumber bibit murni (Allard, 1992). Dalam seleksi massa, maka tanaman individual yang diinginkan dipilih, dipanen dan bijinya disusun tanpa uji coba keturunan untuk membuat generasi berikutnya. Karena seleksi itu didasarkan hanya atas induk betina, dan tidak ada pengawasan tentang penyerbukan, maka seleksi massa termasuk bentuk perkawinan acak dengan seleksi. Seleksi massa ialah menaikkan proporsi genotipe yang super dalam populasi. Seleksi massa telah efektif dalam menaikkan frekuensi gen untuk sifat yang mudah dilihat atau diukur. Jadi seleksi massa telah berguna dalam membentuk varietas untuk tujuan khusus dan dalam mengubah adaptasi varietas supaya mereka cocok dengan areal produksi yang baru. Sebaliknya, seleksi massa tidak efektif dalam memodifikasi sifat seperti umpamanya produksi (hasil), yang yang dihimpun oleh banyak gen dan tidak dapat disaksikan dengan cermat atas dasar penampilan satu tumbuhan tunggal. Ketidakefektifan seleksi massa dalam menaikkan dalam menaikkan produksi
Universitas Sumatera Utara
varietas yang diadaptasi berasal dari tiga sebab utama, yaitu: (1) ketidakmampuan mengidentifikasi genotipe superior dari penampilan fenotipe sebuah tanaman tunggal, (2) penyerbukan yang tidak diawasi, sehingga tumbuh-tumbuhan terpilih diserbuk oleh kedua induk serbuk sari superior dan inferior, dan (3) seleksi yang ketat menuju ke besarnya populasi yang dikurangi (Allard, 1995). Kandungan Lemak dan Minyak Kedelai Kacang kedelai mengandung 38% protein, 18% lemak (Polyunsaturated Fatty Acid), 15% karbohidrat, 15% serat diet kacang kedelai, soy lechitin, vitamin, mineral dan phytonutrient seperti isoflavones, phytoesterols dan saponin. Setiap 100 gram dari Melilea Instant Soya Bean Powder mengandung 432 kalori (http://www.slideshare.net, 2010). Kedelai mengandung minyak sekitar 18% - 20% dan dapat dimanfaatkan dalam aneka industri pangan, antara lain sebagai minyak goreng dan bahan baku margarin (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007). Begitu besarnya kontribusi kedelai dalam hal penyediaan bahan pangan bergizi bagi manusia sehingga kedelai biasa dijuluki sebagai Gold from the Soil, atau sebagai World's Miracle mengingat kualitas asam amino proteinnya yang tinggi, seimbang dan lengkap. Setiap 100 gram kedelai kering mengandung 34,90 gram protein, 331,00 kal kalori, 18,10 gram lemak serta berbagai vitamin dan mineral (http://agribisnis.tripod.com, 2010). Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada
Universitas Sumatera Utara
perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair. Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Banyaknya ikatan ganda dua karbon juga berpengaruh. Trigliserida yang kaya akan asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud minyak sedangkan trigliserida yang kaya akan lemak jenuh seperti asam stearat dan palmitat, biasanya adalah lemak. Semua jenis lemak tersusun dari asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol. Sifat dari lemak tergantung dari jenis asam lemak yang terikat dengan senyawa gliserol. Asam - asam lemak yang berbeda disusun oleh jumlah atom karbon maupun hidrogen yang berbeda pula. Atom karbon, yang juga terikat oleh dua atom karbon lainnya, membentuk rantai yang zig - zag. Asam lemak dengan rantai molekul yang lebih panjang lebih rentan terhadap gaya tarik menarik intermolekul, (dalam hal ini yaitu gaya Van der waals) sehingga titik leburnya juga akan naik (http://ocw.usu.ac.id, 2011).
Universitas Sumatera Utara