TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Tanaman tembakau Deli adalah jenis tanaman yang solanaceae tetapi merupakan tanaman perkebunan. Adapun sistematika tanaman Tembakau adalah sebagai berikut: Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Persontae
Familia
: Solanaceae
Subfamilia
: Nicotianae
Genus
: Nicotiana
Spesies
: Nicotiana tabacum
(Matnawi, 1998). Tanaman tembakau memiliki akar tunggang, jika tanaman tumbuh bebas pada tanah yang subur dan bukan berasal dari bibit cabutan. Tanaman dari bibit cabutan terkadang mengalami gangguan kerusakan akar. Jenis akar tunggang pada tanaman tembakau yang subur terkadang dapat tumbuh sepanjag 0,75 m. Selain akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut dan bulu-bulu akar. Pertumbuhan akar yang lurus, berlekuk, baik pada akar tunggang maupun pada akar serabut. Banyak sedikitnya perakaran tergantung pada berbagai macam faktor. Bila pengolahan tanah baik, akar adventif terdapat pada kedalaman 1 cm-30 cm. Akar tumbuh terbanyak pada kedalaman lapisan tanah 15-20 cm dari permukaan tanah atas (top soil) (Matnawi, 1998). Pada pertumbuhan yang normal, batang tembakau dapat tumbuh tegak dengan bantuan ajir (lanjaran). Tembakau bawah naungan dapat mencapai ketinggian 4 m
Universitas Sumatera Utara
karena tanaman mempunyai sifat etiolasi. Batang ada yang bercabang, Biasanya, tanaman tembakau akan bercabang apabila bagian titik tumbuhnya terputus (mengalami gangguan saat memasang ajir), sehingga merangsang pertumbuhan tunastunas baru. Apabila bagian batang dibelah di dalamnya terdapat empelur (Matnawi, 1998). Daun tembakau sangat bervariasi, ada yang berbentuk ovalis, obolongus, orbicularis, dan ovatus. Daun-daun tersebut mempunyai tangkai yang menempel langsung pada bagian batang. Jumlah daun yang dapat dimanfaatkan (dipetik) dalam setiap batangnya dapat mencapai 32 helai daun. Ukuran besar kecilnya daun dan tebal tipisnya berbeda-beda, tergantung jenis daun dan varietas yang ditanam, kesuburan tanh dan pengolahan (Matnawi, 1998). Bunga tembakau termasuk bunga majemuk yang berbentuk malai, masingmasing seperti terompet dan mempunyai bagian sebagai berikut. 1. Kelopak bunga 2. Mahkota bunga 3. Bakal buah 4. Kepala putik (Anonimus, 1993). Biji tanaman tembakau mempunyai fungsi generatif, untuk perkembang biakan tanaman. Biji tembakau sangat kecil sehingga dalam 1cm 3 dengan berat kurang lebih 0,5 g berisi sekitar 6000 butir biji. Setiap batang dapat menghasilkan 2 g biji (Anonimus, 1993b).
Universitas Sumatera Utara
Syarat Tumbuh Tanah Tanah adalah suatu benda alami yang terdapat di permukaan kulit bumi, yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil dari pelapukan batuan dan bahan organik sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tanaman dan hewan, yang merupakan medium dari pertumbuhan tanaman dengan sifat-sifat tertentu yang terjadi akibat gabungan dari faktor iklim, bahan induk, bentuk wilayah dan waktu pembentukan tanah (Hasibuan, 2005). Tipe tanah yang berstruktur remah, sedikit berpori, pasir halus (tanah ringan) dengan aerasi yang baik lebih cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau. Tekstur tanah alluvial liat berpasir adalah tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman tembakau deli. pH tanah yang baik adalah sekitar 5-6. Tanaman tembakau baik tumbuh pada ketinggian ± 145 m di atas permukaan laut (Matnawi, 1998). Hingga kini keunggulan tanah untuk tanaman tembakau deli masih satusatunya di dunia. Belum ada satu penelitian pun yang berhasil menyibak tabir rahasia keunggulan tanah Deli yang menghasilkan tembakau
(Nikotiana
tabaccum) terelit di dunia. Sudah banyak percobaan budidaya tembakau asal Deli ini di negeri asalnya. Namun, hasilnya tak sebaik mutu yang dihasilkan tanah Deli. Hal ini yang membuat varietas Deli 4 dan F1-45 semakin jadi primadona di pasar dunia (Anonimus, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Iklim Curah hujan yang dibutuhkan untuk tembakau cerutu menghendaki kisaran curah hujan berkisar antara 1500 mm-2000 mm/tahun. Artinya untuk setiap tahunnya, areal yang akan ditanam tembakau tersebut harus mendapat siraman air hujan sebanyak 1500-2000 mm/tahun. Hal ini dapat dimengerti dengan setiap m2 pada areal tersebut mampu memperoleh air hujan sebanyak 1,5 m3- 2m3/tahun (Matnawi, 1998). Dalam penanaman tembakau cerutu mulai pengolahan tanah sampai pemetikan daun yang diinginkan dibutuhkan ± 4 bulan kering. Jenis tembakau cerutu biasanya dipetik pada waktu awal musim hujan, sedangkan pengolahan lahan dan penanaman diusahakan pada saat misim kemarau (Matnawi, 1998). Suhu optimum tembakau yang dikehendaki adalah 270 C atau berkisar antara 220 C-330 C. Tanaman tembakau yang ditanam dibawah atau diatas batas suhu tersebut akan terganggu pertumbuhannya. Sedangkan kelembaban udara yang dikehendaki adalah 62 % sampai dengan 85 % (Matnawi, 1998).
Biologi Penyebab Penyakit R.
solanacearum
(Yabuuchi
et
al.,
1995)
syn.
R.
solanacearum
(Smith, 1914) merupakan bakteri penyebab penyakit layu yang cukup merusak pada berbagai tanaman penting seperti kacang tanah, kentang, tomat, pisang, dan jahe (Machmud, 1986; Hayward, 1991). Patogen layu bakteri mempunyai kisaran inang dan daerah sebaran yang luas, di samping kemampuannya untuk bertahan hidup dalam tanah serta tanaman inang pengganti (Hayward, 1991). Akhir-akhir ini, kajian genetika molekuler yang didasarkan pada analisis DNA terhadap strain bakteri R. solanacearum (Rs) telah beberapa kali menghasilkan perubahan taksa. Berdasarkan pada analisis hibridisasi rRNA : kedudukan taksonomi Rs ke dalam kelompok
Universitas Sumatera Utara
homologi rRNA grup II Ralstonia. Menurut Yabuuchi et al. (1995), semula Ralstonia diusulkan ke dalam kelompok genus Burkholderia dan selanjutnya diusulkan kembali menjadi kelompok genus Pseudomonas. Bakteri Rs merupakan spesies yang kompleks karena mempunyai keragaman fenotipik dan genotipik yang cukup tinggi. Rs dikelompokkan ke dalam lima biovar berdasarkan ciri-ciri biokima dan lima ras berdasarkan kisaran tanaman inangnya. Secara fenotipik, saat ini dilaporkan paling sedikit terdapat dua kelompok besar strain bakteri Rs menurut analisis RFLP dan untai gen 16S rDNA. Berdasarkan analisis filogeni urutan nukleitida 16S rDNA dan hibridisasi rRNA-DNA oleh Yabuuci et al. (1995) Burkholderia solanacearum diubah menjadi Ralstonia solanacearum (Yabuuci, et al.,1995). R. solanacearum adalah bakteri yang menyebabkan penyakit pada tanaman yang memiliki kemampuan menyerang jaringan xylem pada tanaman dan menyebabkan penghambatan transportasi air dan unsur hara lainnya. Selama 80 tahun, patogen layu bakteri tergolong dalam kelompok genus Pseudomonas Migula. Pada penelitian berikutnya bakteri ini menunjukkan sifat fenotif dan rRNA:DNA hibridisasi bahwa genus tersebut sangat berbeda dari kelompoknya dan terdistribusi dalam lima kelompok. Semua kelompok bakteri yang berpendar pada genus pseudomonas tetap dalam kelompok genus tersebut yang terdiri dari homolog kelompok ke-1 sedangkan bakteri yang sebelumnya tergolong dalam genus yang sama tetapi tidak berpendar dikelompokkan dalam kelompok homolog ke-2 atau ke-3 (Elsayed, 1998). Penamaan bakteri Ralstonia solanacearum telah mengalami pergantian nama sebelumnya yaitu Bacillus solanacearum (E.F Smith 1896) dari tahun
1896-1914,
kemudian berganti menjadi Pseudomonas solanacearum
dari tahun
1914-1992. Pada tahun 1992-1999 berganti lagi menjadi
Burkhoderia
solanacearum
(Yabuuchi
et.
Al,
1992),
kemudian
menjadi
Universitas Sumatera Utara
Ralstonia solanacearum
(Yabuchi et. All 1995) dari tahun 1995 sampai sekarang
(Elsayed, 1998). Ralstonia solanacearum berbentuk batang lurus atau agak melengkung, berukuran 0,5-1,0 x 1,5-5,0 um, bergerak dengan 1 atau beberapa flagel polar, gram negatif, aerob, metabolisme pernafasan mutlak dengan oksigen sebagai akseptor elektron terakhir. Beberapa bakteri dapat bersifat anerob dengan nitrat sebagai akseptor elekron alternatif. Beberapa spesies bakteri bersifat kemolitotrof fakultatif menggunakan karbondioksida sebagai sumber energi. Spesies ini merupakan penghuni tanah, patogenik pada tanaman (Habazar dan Rifai, 2004). Kemolitotrof fakultatif menggunakan sumber energi kimia dan komponen organik sebagai sumber karbon yang utama. Kebanyakan bakteri yang patogenik tergolong dalam tipe ini. Kedua energi dan karbondioksida biasanya merupakan derived dari metabolisme dari komponennya sendiri (Singh, 2001). Ralstonia syringae p.v. tabaci hanya menginfeksi 2 tanaman saja (tembakau R. solanaceae) dan kedelai dengan kisaran inang serelia, kacang-kacangan, tanaman hias dan pohon buah-buahan. R. solanacearum yang menyerang golongan solanaceae merupakan ras 1 dari 3 ras yang telah ditentukan. R .solanacearum penyebab layu bakteri diklasifikasikan dalam 3 ras berdasarkan jenis inang yang diserang. Ras 1 menyerang solanaceae dan leguminosa. Ras kedua menyerang pisang, ras 3 (Habazar dan Rifai, 2004).
menyerang tomat dan kentang
Bakteri berkembang dengan baik pada suhu 30-350 C dan pH 6,7. Dalam biakan
murni
bakteri
ini
menghasilkan
enzim
pektinmetilesterase
(PME),
poligalakturonase (PG), dan selullase (Cx). Di dalam biakan murni bakteri cepat kehilangan virulensinya. Tetapi dengan menutup biakan murni dengan minyak mineral steril virulensi bakteri dapat dipertahankan selama 16 tahun. Bakteri ini
Universitas Sumatera Utara
mempunyai banyak strain, dengan fatogenisitas yang berbeda, sifat kima, reaksi serologi, dan kepekanya terhadap bakteriofage (Semangun, 2000). Layu bakteri yang disebabkan oleh R. solanaceraum menginfeksi lebih dari 200 spesies tanaman yang berbeda. Yang meliputi tomat, kentang, dan tanaman bunga-bungaan. Tidak ada satupun hingga saat ini pemahaman yang baik terhadap bagaimana bekteri ini menginfeksi tanaman hingga mengakibatkan dampak yang buruk (Reinet, 2002).
Gambar1. bakteri Ralstonia solanacearum http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.rbgsyd.nsw.gov.au/__data/asset s/image/51661/R._solanacearum_culture.jpg&imgrefurl
Gambar2. Biakan Bakteri Ralstonia solanacearum http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.genomenewsnetwork.org/gnn_i mages/news_content/02_02/ralstonia/ralstonia.jpg&imgrefurl
Universitas Sumatera Utara
Daur Hidup Penyakit Bakteri dapat menginfeksi akar-akar tembakau melalui luka-luka akar yang terjadi sewaktu pemindahan, maupun langsung masuk ke bulu-bulu akar yang sangat muda dengan melarut dinding sel. Infeksi secara langsung lebih banyak terjadi jika populasi bakteri dalam tanah semakin tinggi, Bakteri juga dapat mengadakan infeksi melalui luka-luka yang disebabkan oleh tusukan akar. Tetapi bekteri tidak hanya dapat menginfeksi melalui luka akar tetapi melalui luka pada daun (Semangun, 2000). Layu yang disebabkan oleh bakteri tergantung oleh temperatur dan kelembaban, kepadatan inokulum, dan tingkat resistensi inang. Bakteri ini dapat menembus akar tembakau. Inokulum dari bakteri ini dibebaskan dari dalam tanah dari akar yang terinfeksi ataupun dari bagian lain yang bertahan di dalam tanah selama bebrapa tahun tanpa adanya inang. Inokulum ini dapat menyebar di dalam tanah, air ataupun dari pemindahan pembibitan (Erwin, 2000). Umumnya faktor-faktor virulensinya berperan dalam menimbulkan gejala secara kombinasi, seperti gejala penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri ini tidak hanya disebabkan oleh tingginya produksi EPS (Extracelullar Polysacharidae) oleh bakteri tetapi juga karena ada juga hormon dan enzim. Bakteri ini mampu menimbulkan gejala atau mengenfeksi dalam waktu singkat 7-18 jam, dengan konsentrasi tinggi >107/ml
(Habazar dan Rifai, 2004). Gejala Penyakit
Penyakit layu bakteri menyerang pada tanaman muda hingga tanaman yang berada pada saat penanaman. Gejala penyakit ini dapat berupa penghambatan pada empelur hingga terlihat layu, coklat dan akhirnya mati. Berat atau tidaknya serangan tergantung dari banyak tidaknya koloni bakteri dalam jaringan batang tanaman (Anonimus, 1993a). Kelayuan yang terjadi pada tanaman yang terserang oleh bakteri ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Pada tingkatan permulaan sering terjadi sepihak. Bahkan sering pada satu daun separonya layu, sedang belahan lainnya belum. Bagian yang layu dapat berkembang terus sedangkan bagian yang layu tidak. Layu sering terlihat pada siang hari dan pada sore harinya terlihat segar kembali. Pada bagian yang layu daging daun di antara tulang-tulang daun atau di tepi daun menguning, kemudian
Universitas Sumatera Utara
mengering dan mejadi seperti selaput. Akhirnya seluruh daun layu, dan tanaman mati. Kalau tanaman yang sakit layu dicabut, tampak bahwa sebagian atau diseluruh akarnya berwarna coklat dan busuk (Semangun, 2000). Dalam stadium lebih lanjut, tangkai daun yang dipotong melintang kemudian ditekan perlahan-lahan akan keluar lendir berwarna putih kotor yang merupakan kumpulan yang sangat banyak bakteri. Tanda tersebut menunjukan dengan pasti penyakit layu. Pada pemindahan bibit ke lapangan, kalau tanaman ini mendapat infeksi, gejala baru tampak 3-4 minggu sesudah pemindahan bibit. Tetapi jika bibit ternfeksi di persemaian gejala penyakit mulai tampak sesudah beberapa hari dipersemaian, dibedengan. Diduga dalam 3-4 minggu tanaman akan mencapai lapisan tanah yang terparasit, sedangkan lapisan tanah paling atas kurang mengandung bakteri (Erwin, 2000).
Jaringan yang terserang
Gambar 3. Batang yang terserang bakteri (R.solanacearum) (Erwin,2000).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Tanaman yang Terserang Bakteri (R.solanacearum)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyakit Sebenarnya penyakit tersebar dan berkembang lebih cepat pada cuaca basah, tetapi gejala yang terjadi kurang jelas. Pada cuaca panas dan kering lebih banyak gejala yang terlihat, sehingga seolah-olah penyakit dibantu oleh cuaca ini. Di Deli penyakit ini banyak terdapat di tanah aluvial dan hanya sedikit pada tanah debu hitam. Pada umunya penyakit timbul lebih berat di tanah-tanah yang kurang subur (Semangun, 2000). Adanya tumbuhan yang rentan sebelum penanaman tembakau akan meningkatkan populasi bakteri di dalam tanah, sehingga memperberat kerusakan pada tanaman tembakau. Di daerah Deli sehabis ditanamai tembakau lahan ditanami tebu selama 3 tahun, sebelum ditanamai tembakau kembali dan sebelumnya ditanami dengan Mimosa (Semangun, 2000). Pengendalian Penyakit Pengendalian penyakit layu bakteri yang umumnya menyerang tanaman golongan solanaceae dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Pembibitan atau persemaian diperiksa benar-benar, jangan sampai ada bibit penyakit yang terbawa ke lapangan 2. Mengusahan agar selama tidak ditanamani tembakau, lahan tidak ditumbuhi oleh tumbuhan yang rentan. 3. Pemeliharaan tanah dengan draenase dan penggarapan tanah yang tepat 4. Pemupukan dengan bahan-bahan organik yang menyebabkan berkembangnya mikroba tanah yang dapat mendesak pertumbuhan Ralstonia solanacearum 5. Penggunaan seed-tray pada saat pembibitan dengan media bibitan terdiri atas campuran tanah, pasir dan kompos yang disterilkan dengan uap panas. (Semangun, 2000). Pupuk Organik Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat menambah unsur hara serta dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan bioligi tanah ataupun kesuburan tanah. Untuk pertumbuhan tanaman yang normal tanaman membutuhkan 13 unsur hara yang esensial. Ada berbagai macam jenis pupuk baik buatan ataupun alami yang merupakan pupuk organik. Pada sifat kimiawinya pupuk dapat dibedakan menjadi pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik kebanyakan terdiri dari pupuk alam yang fungsinya adalah untuk perbaiki sifat fisik tanah, struktur tanah, sedangkan pupuk buatan fungsinya untuk memperbaiki sifat kimiawi tanah dan menambah kandungan unsur hara di dalam tanah (Hasibuan, 2005). Kandungan unsur hara yang terdapat pada pupuk adalah tunggal dan majemuk. Pupuk tunggal misalnya unsur N, P, K contohnya Urea (pupuk N), KCL (pupuk K) dan TSP (pupuk P). Pupuk majemuk misalnya Amofos (N dan P). Pupuk organik sendiri terdiri dari berbagai jenis misalnya: pupuk kandang, hijau, kompos, Guano,
Universitas Sumatera Utara
dan lain-lain. Berbeda dengan pupuk buatan, pupuk organik mempunyai kadar hara yang rendah dan lambat tersedia untuk tanaman. Peranan utama pupuk organik bukanlah untuk menambah unsur hara, tetapi untuk memperbaiki sifat fisika tanah dan meningkatkan aktifitas mikroorganisme di dalam tanah (Hasibuan, 2005). Tanaman pada umumnya memebutuhkan beberapa unsur hara makaro dan mikro yang berfungsi untuk proses pertumbuhan tanaman. Unsur-unsur hara tersebut yaitu: Karbon (C) Penting sebagai pembangun bahan organik karena sebagian besar bahan kering tanaman terdiri dari bahan organik, diambil tanaman berupa C02. Nitrogen (N) berfungsi untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar, berperan penting dalam hal pembentukan hijau daun yang berguna sekali dalam proses fotosintesis.membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik, meningkatkan mutu tanaman penghasil daundaunan. Dan meningkatkan perkembangbiakanmikro-organisme di dalam tanah. Fosfor. Fungsi dari Fosfor (P) dalam tanaman merangsang pertumbuhan akar,. mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, menaikkan prosentase bunga menjadi buah/biji, membantu asimilasi dan pernafasan sekaligus mempercepat pembungaan dan
pemasakan buah, biji atau
gabah,sebagai bahan mentah pembentukan sejumlah protein tertentu. Kalium (K) berfungsi membantu pembentukan protein dan karbohidrat, berperan memperkuat tubuh tanaman, mengeraskan jerami
bagian kayu, agar daun, bunga, buah tidak
mudah gugur, meningkatkan daya tahan tanaman. Magnesium (Mg)
merupakan
bagian tanaman dari klorofil, merupakan salah satu bagian enzim yang disebut Organic pyrophosphatse dan Carboxy peptisida, berperan dalam pembentukan buah. Belerang (Sulfur = S) berperan dalam pembentukan bintil-bintil akar, merupakan unsur yang penting dalam beberapa jenis protein dalam bentuk cystein, methionin
Universitas Sumatera Utara
serta thiamine, membantu pembentukan butir hijau daun. Kalsium (Ca) merangsang pembentukan bulu-bulu akar, berperan dalam pembuatan protein atau bagian yang aktif dari tanaman. Mangan (Mn) berperan penting dalam mempertahankan kondisi hijau daun pada daun yang tua. Tembaga (Cu) berperan penting dalam pembentukan hijau daun. Seng (Zincum = Zn) berfungsi dalam pembentukan hormon tumbuh (auxin) dan penting bagi keseimbangan fisiologis.
Besi (Fe) penting bagi
pembentukan hijau daun (klorofil), berperan penting dalam pembentukan karbohidrat, lemak dan protein (Hasibuan,2005). Pertanian sekarang ini telah memegang konsep pertanian organik yang paling penting harus mengetahui sifat biologi tanah. Pentingnya peran biologi tanah yaitu meliputi peran jasad hayati dan dekomposisi bahan organik, merangsang pertumbuhan tanaman melalui kemampuan beberapa mikroba, dan menghambat perkembangan patogen tanah yang menyerang tanaman
(Hanafiah dkk, 2003).
Pada penelitian Harono (1996). Pengaruh OCF (Organic Compound Fertilizer) terhadap pertumbuhan dan hasil tembakau Kasturi 400 kg/ha baik terhadap tinggi tanaman dan pertumbuhan (Hartono, 1999). Pupuk organik dapat mendekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di tanah. Pupuk ini juga dapat membantu Nitrit Organik menjadi anorganik seperti Amonium (NH3) atau Nitrat (NO3). Pupuk OCF merupakan pupuk organik yang mengandung C organik, K2O, Mg, Ca, Cu, Co, Mn, Zn, Fe, dan P2O5 yang dibutuhkan oleh tanaman (Anonimus, 2006). Pupuk organic Nickerson Star mengandung 12,21 % C organic, 19,69 % N, 0,22 % P2O5, 0,34 % K20, 4,08 Mg, 1,50 % S, 20,48 Ca, 0,05 % Mn, 0,80 ppm cu, 0,1ppm Zn, 16,6 ppm Fe, dan 20,11 ppm Co (Anonimus, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Pemberian pupuk organik berarti menambah unsur-unsur organis yang dibutuhkan oleh tanaman. Penambahan dan pemberian pupuk organik tidak mempengaruhi kemasaman tanah ataupun keadaan pH tanah. Ada 3 faktor yang mempengaruhi perubahan kemasaman tanah. Yaitu hilangnya kation-kation basa dari komplek jerapan koloid tanah, penyerapan kation oleh tanaman, dan pengeruh pemberian pupuk asam atau alkalis pada tanah (Hasibuan2005). Bahan Pengendali Bio PF Pseudomonas flourescens adalah bakteri anaerob fakultatif yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik. P. flourescens dapat menghasilkan giberellin yang dapat menanggulangi dormansi, kekerdilan pada tanaman, menginduksi pembungaan, dan merangsang pertumbuhan batang. Inokulasi bakteri ini dapat meningkatkan perkecambahan, dan dapat mengikat Fe sehingga tidak tersedia oleh patogen lain (Syahnen, 2007a) Virulensi bakteri dalam media bikan tidak akan menurun dalam waktu 24-48 jam. Oleh karena itu penyimpanan di tempat yang baik dan teknik yang benar harus diperhatikan (Machmud, 2001). P.flourecens sekarang telah diformulasi dalam bentuk Bio PF yang dapat mengendalikan penyakit layu bakteri dengan kerapatan > 1x10
11
. Pada tanaman
tembakau pengaplikasian dapat diberikan melalui akar dan saluran pengangkutan dan sebaiknya dari perlakuan benih, dengan dosis 10-20 ml/l air. Bio PF diperolh dari BP2TP jalan pondok kelapa Medan (Syahnen, 2007b).
Universitas Sumatera Utara
Serai Pengendalian penyakit tanaman yang selama ini berorentasi terhadap bahanbahan kimia ternyata selama ini menimbulkan banyak dampak yang negatif. Sebagai usaha dalam mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia yang beracun berbagai alternatif penggunaan bahan pengendali seperti nabati hingga agen antagonis mulai diusahakan dan dilakukan berbagai penelitian yang diharapkan mampu mengurangi penyakit tanaman. Pada penelitian Nasrun dan Yang Ayuni dalam pengendalian penyakit layu bakteri pada tanaman Nilam menunjukkan bahwa penggunaan serai wangi yang memiliki bahan aktif setronella
dan geraniol secara invitro dapat
menghambat pertumbuhan koloni bakteri R. solanacearum. Untuk pengendalian lainnya yang menggunakan agensia antagonis yaitu Pseudomonas flourecens Arwiyanto (1998) menyatakan bahwa Strain bakteri ini dapat menekan penyakit layu bakteri pada tembakau dan kehilangan hasil sekitar 88-92 %. Pada tanaman Nilam dapat menekan kehilangan hasil 95% Nasrun (2005) di rumah kasa sedangkan di lapangan 38-61 %
(Nasrun dan Nuryani, 2005).
Ekstrak serai wangi dapat dibuat dengan melakukan pengekstrakan sendiri. Daun serai wangi di haluskan dengan menggunakan alat penghalus seperti blender atau mortal. Hasil yang telah dihaluskan diberi air sesuai dosis anjuran dan diberi 1 gram detergent dan diendapkan selama 1 malam. Tujuan dari pemberia detergent yaitu sebagai perekat dan perata (Sudarmo, 2005). Agrept 20 WP Agrept adalah salah satu jenis bakterisida yang mengandung bakteri yang mampu mengendalikan bakteri patogenik pada tanaman. Streptomicin yang terkandung dalam Agrept berpengaruh terhadap perkembangan bakteri karena terikat
Universitas Sumatera Utara
pada ribosom bakteri dan mencegah sintesis protein, pembentukan rantai peptida dan pengenalan triplet-triplet yang normal (Semangun, 2000).
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) Sampali, PTP Nusantara II. Dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2008 sampai dengan Mei 2008.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman tembakau var.F145, pupuk organik Nickerson star, Bio PF, ekstrak serai wangi, Bakterisida Agrept 20 WP, air, tanah topsoil, pupuk NPK. Adapun alat yang digunakan adalah Hansprayer, meteran, plang nama, label nama, alat tulis, gembor, dan polybag.
Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu : 1. Factor 1 adalah pupuk ocf (P) P0 : kontrol ( pupuk standard ) P1 : Organik Nickerson star 40 g/tanaman P2 : Organik Nickerson star 60 g/tanaman P3 : Organik Nickerson star 80 g/tanaman 2. Factor 2 adalah Bahan Pengendali yang digunakan (T) T0 : Kontrol T1 : Bio PF (Pseudomonas flouresens) T2 : Serai Wangi
Universitas Sumatera Utara
T3 : Bakterisida Penelitian ini dilakukan dengan 3 kali ulangan. Adapun perlakuan kombinasi dari penelitian ini yaitu: P0T0
P1T0
P2T0
P3T0
P0T1
P1T1
P2T1
P3T1
P0T2
P1T2
P2T2
P3T2
P0T3
P1T3
P2T3
P3T3
Jumlah perlakuan = 16 Jumlah ulangan (r) = (t-1) (r-1)
≥ 15
(16-1) (r-1)
≥ 15
16 (r-1)
≥ 15
16r
≥ 15 + 15
r
≥ 30 : 16
r
≥ 1,95
r
≡3
(Gomez and Arturo, 1995) Jumlah ulangan = 3 Kombinasi perlakuan
: 16
Ulangan
: 3 blok
Jumlah tanaman perplot
: 4 tanaman
Jumlah plot
: 48 plot
Jumlah sampel yang diamati : 4 tan/plot Jumlah tanaman seluruhnya : 192 tanaman Ukuran plot
: 1600 cm2
Jarak antar plot
: 70 cm
Universitas Sumatera Utara
Jarak antar blok
: 100 cm
Jarak antar polybag
: 40x40 cm2
Metode linier yang digunakan adalah: Yijk
= µ + άi + βj + (άβ)ij + εijk
Yijk
= hasil pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= Nilai tengah umum (rataan)
ά
= Pengaruh (efek) perlakuan ke-I dari faktor P
β
= Pengaruh (efek) perlakuan ke-j dari faktor T
(άβ)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-I dari faktor P dan taraf ke-j dari faktor T εijk
= Pengaruh galat dari taraf ke-i dan j pada ulangan k
(Bangun, 1991). Pelaksanaan Penelitian Survey Pendahuluan Survey pendahuluan dilakukan dalam menentukan lokasi percobaan di BPTD PT PN II Sampali. Penyediaan Bahan Tanaman Penyediaan bahan tanaman ini meliputi penyediaan tanah dan penyediaan bibit. Tanah, sebagai media tanam diberi perlakuan pasteurisasi terlebih dahulu, tanah dibawa ke tempat pemanasan tanah dengan cara memanaskan (mengkukus) pada suhu ±1000 C, selama ± 30 menit. Media yang telah dipanaskan dikeluarkan dari kukusan lalu dikering-anginkan di atas alas plastik di ruangan tertutup selama
± 2 hari.
Lalu tanah yang telah disterilkan dimasukkan ke dalam polybag yang berukuran 25 Kg. Penyediaan bibit diperoleh dari persemaian bibit yang dilakukan di tempat penelitian. Benih tanaman tembakau direndam terlebih dahulu selama 3 hari,
Universitas Sumatera Utara
kemudian benih disebar pada media semai yang telah disediakan. Saat bibit di persemaian telah berumur ± 12 hari bibit dipindah ke plat bibit hingga bibit tanaman berumur 40 hari. Bibit yang telah berumur 40 hari tersebut dipindahkan ke dalam polybag yang telah berisi 1/3 tanah di dalamnya. Pemeliharaan Penyiraman dilakukan sebanyak 3 kali bila cuaca panas dan 2 kali bila cuaca mendung. Penyiraman dapat dilakukan dengan menggunakan gembor. Penyisipan dilakukan pada tanaman yang mengalami kegagalan pertumbuhan (mati). Penyisipan bibit tanaman yang dilakakukan 4 hari setelah tanam sampai tanaman berumur 2 minggu. Tanaman sisipan diberi perlakuan yang sama seperti tanaman yang utama. Pembuatan Ekstrak Serai Ekstrak serai yang digunakan adalah ekstrak serai segar yang dibuat melalui olahan sendiri. 10 batang serai dihaluskan dengan penambahan 1 liter ir dan 1 gr detergent, diaduk menjadi 1 larutan, kemudian disaring dan diendapkan selama 1 malam. Aplikasi dilakukan sebanyak 3 kali, dan setiap aplikasi, ekstrak serai yang dipakai adalah yang segar.
Aplikasi Pupuk Organik dan Pemupukan Aplikasi perlakuan pupuk (P) yang digunakan sebagai berikut: - P0
: kontrol (pada saat pindah tanam pemberian kompos pada lubang tanam dan pupuk NPK di permukaan tanah sebanyak 7,5 g/tanaman. Pemupukan selanjutnya sebelum tutup kaki pertama (± 7 hr) pemberian pupuk NPK 7,5 g /tanaman, dan pemupukan yang terakhir pada saat sebelum tutup kaki kedua (± 16 hr))
Universitas Sumatera Utara
- P!
: pemberian pupuk organik sebanyak 40 g/tanaman (10 g/tanaman saat akan penanaman di lubang tanam, 20 g/tanaman saat 7 HST dan
10
g/tanaman saat 16 HST) -P2
: pemberian pupuk organik sebanyak 60 g/tanaman (20 g/tanaman saat akan penanaman di lubang tanam, 20 g/tanaman saat 7 HST dan 20 g/tanaman saat 16 HST)
-P3
: pemberian pupuk organik sebanyak 80g/tanaman (20 g/tanaman saat akan penanaman di lubang tanam, 40 g/tanaman saat 7 HST dan 20 g/tanaman saat 16 HST).
Pelaksanaan Inokulasi Pelaksanaan inokulasi dilakukan 2 hari setelah tanam (setelah dipindahkan ke dalam polybag) dengan memasukkan suspensi bakteri yang telah disediakan. Suspensi bakteri diambil dari jaringan yang terserang, kemudian cairan yang terdiri dari masa bakteri diencerkan hingga 7 kali pengenceran. Kemudian dengan menggunakan mikropipet pada pengenceran terakhir diambil 10 ml dan diletakkan pada media Nutrient Agar yang telah disediakan. Hasil biakan kemudian diinkubasi pada ruang inkubator selama 48 jam. Di lakukan biakan lagi hingga diperoleh biakan murni dari suspensi bakteri. Aplikasi Bahan Pengendali Aplikasi berapa bahan pengendalian (T) dilakukan sebagai berikut: - T0
: tanpa perlakuan bahan pengendali
- T1
: Bio PF diberikan saat penanaman ke dalam polybag pada tanah sebanyak 10 ml/l air per tanaman
- T2
: Ekstrak serai wangi diberikan saat penanaman ke dalam polybag pada tanah sebanyak 10 ml/l air per tanaman.
Universitas Sumatera Utara
- T3
: Agrept 20 WP diberikan saat penanaman ke dalam polybag pada tanah sebanyak 2g/l air/tanaman.
Peubah Amatan : 1. Persentase serangan penyakit.(%) Pengamatan persentase serangan dilakukan 3 hari setelah tanam dengan interval pengamatan 3 hari sekali. Pengamatan dilakukan pada siang hari yang menunjukkan gejala.Persentase seranggan dengan rumus: P =
a x100% ab
(Abadi, 2005). Dimana P = Persentase serangan a = Jumlah tanaman yang terserang b = Jumlah tanaman yang sehat 2. Tinggi tanaman (cm) Pengamatan terhadap tinggi tanaman dilakukan 1 minggu setelah penanaman dengan interval pengamatan seminggu sekali. 3. Jumlah daun (helai) Pengamatan dilakukan seminggu sekali dan dimulai seminggu setelah tanam. 4. Produksi daun tembakau kering Daun tembakau dapat dipanen umur 40 hari. Panen pertama dilakukan dengan memetik 2 lembar daun tembakau. Panen kedua dilakukan 3 hari setelah panen pertama dengan memetik 2-3 lembar daun. Panen dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval waktu 3 hari. Produksi dihitung dengan menimbang daun tembakau yang diperoleh pada setiap perlakuan dan semua produksi ditotal .
Universitas Sumatera Utara