TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penggergajian Eko (2007) menyatakan bahwa limbah utama dari industri kayu adalah potongan - potongan kecil dan serpihan kayu dari hasil penggergajian serta debu dan serbuk gergaji. Limbah tersebut sangat sulit dikurangi, hanya bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin menjadi barang lain yang memiliki nilai ekonomis. Beberapa limbah lain dari sebuah industri furniture sebenarnya memiliki peran yang besar pada sebuah pengeluaran serta dampak lingkungan sehingga akan sangat bermanfaat apabila bisa dikurangi. Pari (2002) menyatakan bahwa di Indonesia ada tiga macam industri kayu yang secara dominan mengkonsumi kayu dalam jumlah relatif besar, yaitu: penggergajian, vinir/kayu lapis, dan pulp/kertas. Produksi total kayu gergajian Indonesia mencapai 794 ribu m³ per tahun (Dephut, 2006). Dengan asumsi bahwa jumlah limbah yang terbentuk 54,24 persen dari produksi total, maka dihasilkan limbah penggergajian sebanyak 397 ribu m³ per tahun. Angka ini cukup besar karena mencapai sekitar separuh dari produksi kayu gergajian. Berikut datanya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah
Tahun
Produksi Produksi Kayu Limbah, Gergajian 50 % (m3) (m3)
Serbuk Gergajian 15 % (m3)
Sebetan 25 % (m3)
623.495 311.747,5 46.762,13 77.936,88 2002 762.604 381.302 57.195,30 95.325,50 2003 432.967 216.483 32.472,53 54.120,88 2004 1.471.614 735.807 110.371,05 183.951,75 2005 679.247 339.623,5 50.943,53 84.905,88 2006 Sumber: Departemen Kehutanan (2006).
Potongan Ujung 10 % (m3) 31.174,75 38.130,20 21.648,35 73.580,70 33.962,35
Purwanto et al, (1994) dalam Setyawati (2003) menyatakan sampai saat ini kegiatan pemanenan dan pengolahan kayu di Indonesia masih menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Komposisi limbah pada kegiatan pemanenan dan industri pengolahan kayu tersebut sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Pada pemanenan kayu, limbah umumnya berbentuk kayu bulat, mencapai 66,16% 2. Pada industri penggergajian limbah kayu meliputi serbuk gergaji 10,6%, sebetan 25,9% dan potongan 14,3%, dengan total limbah sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang digunakan 3. Limbah pada industri kayu lapis meliputi limbah potongan 5,6%, serbuk gergaji 0,7%, sampah vinir basah 24,8%, sampah vinir kering 12,6% sisa kupasan 11,0% dan potongan tepi kayu lapis 6,3%. Total limbah kayu lapis ini sebesar 61,0% dari jumlah bahan baku yang digunakan. Perekat Isosianat Perekat digunakan untuk merekatkan lapisan papan-papan kayu sehingga terjadi pertemuan antara serat kayu dengan perekat untuk membentuk satu kesatuan konstruksi yang lebih kaku dan kuat. Salah satu perekat yang dapat digunakan dalam pembuatan papan partikel yaitu perekat isosianat. Kelebihan dari perekat isosianat adalah dapat mengeras tanpa bantuan panas dan curing pada suhu tinggi. Keunikan perekat ini adalah dapat digunakan pada variasi suhu yang luas, tahan air, dan panas. Perekat isosianat juga memiliki daya guna yang luas untuk merekatkan berbagai macam kayu ke kayu, kayu ke logam dan kayu ke plastik. Perekat ini tidak mengandung formaldehida, sehingga proses pengeringannya relatif cepat dengan pH netral (pH 7) dan kering pada variasi suhu yang luas. Perekat yang ekonomis dan sangat kuat ini tahan terhadap air, panas, dan pelarut. Perekat ini merupakan hasil polimerisasi dari 2 komponen: polymer resin yang reaktif terhadap air (water base) dan isosianat sebagai hardener/crosslinker. Hardener bereaksi kimia bukan hanya dengan aquarous tetapi juga dengan kayu yang menghasilkan ikatan kimia yang kuat sekali (chemical bonding) (Koyo Sangyo, 2005). Papan Partikel Definisi Menurut Standar Nasional Indonesia/SNI (2006), papan partikel merupakan hasil pengempaan panas campuran partikel kayu atau bahan
Universitas Sumatera Utara
berlignoselulosa lainnya dengan perekat organik serta bahan lain. Dephutbun (2000) menyatakan bahwa papan partikel merupakan papan yang dibuat dari serpihan kayu, serbuk kayu dan partikel-partikel kayu lainnya dari ukuran halus (< 0,25 mm) sampai paling besar (< 40 mm) yang disatukan dengan menggunakan bahan adhesive/perekat. Nuryawan, et al (2005) menyatakan bahwa papan partikel adalah suatu lembaran papan tiruan yang terbuat dari potongan-potongan kecil kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya yang digabungkan dengan perekat sintesis disertai penambahan perlakuan seperti panas, katalisator, dan sebagainya. Bahan Baku Papan Partikel Walker (1993) menyatakan bahwa ada 3 katagori utama dari bahan baku untuk pembuatan papan partikel yaitu: 1. Kayu di sekitar seperti sisa penebangan, penjarangan, dan kayu non-komersil. 2. Kayu sisa industri seperti serbuk gergaji, tatal, dan potongan kayu sisa 3. Bahan serat non-kayu seperti jerami, bagase, dan bambu. Bowyer et al (2003) menyebutkan beberapa tipe-tipe utama partikel kayu yang digunakan sebagai bahan pengisi untuk pembuatan papan partikel yaitu : a. Pasahan, yaitu partkel kayu berdimensi yang tidak menentu yang dihasilkan apabila mengentam lebar atau mengentam sisi ketebalan kayu, bervariasi ketebalannya dan sering tergulung. b. Serpih, yaitu partikel kecil dengan dimensi yang telah ditentukan sebelumnya yag dihasilkan dari peralatan yang telah dikhususkan. Ketebalannya seragam dan orientasi serat sejajar permukaannya. c. Biskit, merupakan partikel yang berbentuk serpihan namun lebih besar ukurannya. d. Tatal, yaitu bentuk kepingan yang dipotong dari suatu balok dengan memakai pisau yang besar atau pemukul, seperti mesin pembuatan tatal kayu pulp. e. Serbuk gergaji, merupakan partikel kayu halus yang dihasilkan dari pemotongan oleh gergaji kayu. f. Untaian, merupakan pasahan dalam bentuk panjang dan pipih dengan
Universitas Sumatera Utara
permukaan yang sejajar. g. Kerat, yaitu potongan potongan melintang dalam bentuk persegi dengan panjang paling sedikit empat kali ketebalannya. Penghilangan Zat Ekstraktif Ekstraktif merupakan bahan kimia dalam kayu yang dapat dilarutkan dalam pelarut netral seperti air, eter, alkohol, benzene, dan aseton. Kandungan ekstraktif dalam kayu bervariasi mulai kurang dari 1% hingga lebih dari 10% dan dapat mencapai 20% pada kayu-kayu tropis (Herawati, 2005). Kemungkinan dalam proses perekatan, masalah dapat terjadi mulai tahap pengeringan atau pengkondisian kayu untuk persiapan direkat. Cairan yang meninggalkan kayu akan membawa sejumlah kecil ekstraktif. Ketika panas telah digunakan untuk mempercepat pengeringan, banyak ekstraktif yang dapat terlarut, menguap dan lebih banyak lagi yang berpindah. Ekstraktif akan menjadi masalah yang serius dalam perekatan bila terdapat dalam jumlah yang berlebihan. Pada beberapa jenis kayu, kandungan ekstraktif berkisar antara 10-30 % membuat kayu tersebut sulit untuk direkat (Ruhendi et al, 2007) Sutigno (1994) menyatakan bahwa kayu yang berminyak akan menghasilkan papan partikel yang kurang baik dibandingkan dengan papan partikel dari kayu yang tidak berminyak. Zat ekstraktif semacam itu akan mengganggu proses perekatan. Oleh sebab itu, maka diperlukan suatu perlakuan awal
dalam
pembuatan
papan
partikel
ini
yakni
dengan
menurunkan/menghilangkan kadar zat ekstraktif. Hermiati et al (2003) menyatakan bahwa pembersihan serat tandan kosong kelapa sawit berupa pencucian dengan air dingin dan perebusan dilakukan untuk mengurangi kandungan zat ekstraktif larut air, gula, pati dan lemak yang diduga dapat mempengaruhi proses perekatan. Atas dasar itulah maka perlakuan pencucian bahan baku untuk mengurangi/menghilangkan kadar zat ekstraktif dilakukan dalam pembuatan papan partikel. Proses Pembuatan Papan Partikel Dephutbun (2000) menyatakan bahwa proses pembuatan papan partikel tidak jauh berbeda dengan pembuatan papan serat, dimana proses pembuatannya
Universitas Sumatera Utara
dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Tahapan penyiapan partikel kayu baik bahan baku maupun dari proses itu sendiri, yang terdiri atas tahapan : chipping, flaking, drying, screening, refining, & classifying. 2. Tahapan pembentukan terdiri atas tahapan : blending, mat forming, pressing, cooling, triming,cutting, sanding, & grading. Nuryawan et al (2005) menyatakan bahwa proses pembuatan papan partikel terdiri atas tahap-tahap seperti : 1. Penyiapan partikel kayu 2. Pengeringan 3. Refining 4. Pemisahan partikel kayu 5. Perekatan 6. Pembentukan lembaran papan (mat forming) 7. Pengempaan (pressing) 8. Pengkondisian (conditioning) 9. Finishing
Universitas Sumatera Utara
Cahyandari (2007) memodifikasi alur proses produksi yang ditawarkan dalam proses pembuatan papan partikel adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Persiapan Bahan Baku
Pencucian
Serbuk Kayu
Cetak
fisis
Pengujian
mekanis
Analisis
Kesimpulan Gambar 1. Diagram Alir Proses Produksi Papan Partikel Mutu Papan Partikel Sutigno (1994) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi mutu papan partikel, yaitu : 1. Berat jenis kayu Perbandingan antara kerapatan atau berat jenis papan partikel dengan berat jenis kayu harus lebih besar dari satu, yaitu sekitar 1,3 agar mutu papan partikelnya baik. Pada keadaan tersebut proses pengempaan berjalan optimal sehingga kontak antar partikel baik. 2. Zat ekstraktif kayu Kayu yang berminyak akan menghasilkan papan partikel yang kurang baik
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan papan partikel dari kayu yang tidak berminyak. Zat ekstraktif semacam itu akan mengganggu proses perekatan. 3. Jenis kayu Jenis kayu (misalnya meranti kuning) yang kalau dibuat papan partikel emisi formaldehidanya lebih tinggi dari jenis lain (misalnya meranti merah). Masih diperdebatkan apakah karena pengaruh warna atau pengaruh zat ekstraktif atau pengaruh keduanya. 4. Campuran jenis kayu Keteguhan lentur papan partikel dari campuran jenis kayu ada di antara keteguhan lentur papan partikel dari jenis tunggalnya, karena itu papan partikel struktural lebih baik dibuat dari satu jenis kayu daripada dari campuran jenis kayu. 5. Ukuran partikel Papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik daripada yang dibuat dari serbuk karena ukuran tatal lebih besar daripada serbuk. Karena itu, papan partikel struktural dibuat dari partikel yang relatif panjang dan relatif lebar. 6. Kulit kayu Makin banyak kulit kayu dalam partikel kayu sifat papan partikelnya makin kurang baik karena kulit kayu akan mengganggu proses perekatan antar partikel. Banyaknya kulit kayu maksimum 10%. 7. Perekat Jenis perekat yang dipakai mempengaruhi sifat papan partikel. Penggunaan perekat eksterior akan menghasilkan papan partikel eksterior sedangkan pemakaian perekat interior akan menghasilkan papan partikel interior. Walaupun demikian, masih mungkin terjadi penyimpangan, misalnya karena ada perbedaan komposisi perekat dan terdapat banyak sifat papan partikel.
Universitas Sumatera Utara