PENGARUH LIMBAH MEDIA PRODUKSI JAMUR PELAPUK KAYU ISOLAT HS TERHADAP KONSUMSI, PRODUKSI DAN EFISIENSI PAKAN PADA TERNAK DOMBA
SKRIPSI ASIH DEWI SETYOWATI
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
RINGKASAN ASIH DEWI SETYOWATI. D24101048. 2005. Pengaruh Limbah Media Produksi Jamur Pelapuk Kayu Isolat HS Terhadap Konsumsi, Produksi dan Efisiensi Pakan pada Ternak Domba. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Komang G. Wiryawan Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Lisdar A. Manaf Produksi jamur pelapuk kayu isolat HS menghasilkan limbah media jamur yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan sumber serat untuk ternak ruminansia yang tidak dipengaruhi oleh musim sehingga ketersediaanya terjamin. Limbah media jamur pelapuk kayu isolat HS dapat digunakan sebagai pakan alternatif pengganti hijauan. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari manfaat media jamur pelapuk kayu isolat HS sebagai pengganti rumput gajah pada ternak domba dilihat dari konsumsi, pertambahan bobot badan, efisiensi ransum dan nilai IOFC (Income Over Feed Cost). Penelitian ini dilaksanakan di kandang B Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung selama 5 bulan dari bulan Juli sampai bulan November 2004. Ternak yang digunakan adalah domba Priangan jantan lepas sapih dengan rataan bobot badan 10-12 kg. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan 3 perlakuan dan 5 kelompok. Ransum terdiri atas konsentrat, rumput gajah, media produksi jamur yang telah ditumbuhi jamur dan media produksi yang belum ditumbuhi jamur. Peubah yang diamati adalah konsumsi bahan kering ransum, pertambahan bobot badan, efisiensi ransum dan IOFC (Income Over Feed Cost). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan nyata (P<0,05) meningkatkan konsumsi bahan kering ransum, tetapi menurunkan efisiensi ransum dan nilai IOFC serta tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Rataan konsumsi bahan kering ransum masing-masing perlakuan R1, R2 dan R3 adalah 576,61; 642,84 dan 592,43 gram/ekor/hari, rataan pertambahan bobot badan 117,86; 92,41 dan 98,14 gram/ekor/hari, rataan efisiensi ransum 0,204; 0,144 dan 0,165, sedangkan IOFC yang diperoleh selama penelitian adalah Rp. 1.336; Rp. 1.046 dan Rp 1.071 perekor/hari. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa limbah media jamur pelapuk kayu isolat HS berbasis serbuk gergajian kayu dan jerami padi pada fase vegetatif (fase miselium) dalam ransum komplit domba Priangan jantan sampai 25% menurunkan pertambahan bobot badan, efisiensi ransum dan income over feed cost sehingga pada level tersebut belum bisa menggantikan rumput gajah sebagai pakan ternak. Kata-kata kunci : Limbah Media Produksi Jamur, Konsumsi, PBB dan Efisiensi Ransum
ABSTRACT The Effect of the Production Medium Waste of Wood Rot Fungi HS Isolate to the Consumption, Production and Feed Efficiency in Lambs A.D. Setyowati, K.G. Wiryawan, and L.A. Manaf The production medium waste of wood rot fungi HS isolate has a potency to be used as ruminants feed, because the fungi have high ligninolytic activity. The purpose of this experiment was to investigate the utilization of fungi production medium waste as napier grass substitution on feed consumption, daily gain, feed efficiency and income over feed cost of Priangan lambs. The experiment used fifteen lambs with average body weight of ± 12kg. A randomized block design was used with three treatments and five replications. Treatments consisted of : R1 = 50% concentrate + 50% napier grass: R2 = 50% concentrate + 25% napier grass + 25% fungi production medium waste; R3 = 50% concentrate + 25% napier grass + 25% fungi production medium. The results of the experiment showed that lambs given R2 ration had significantly (P<0.05) higher consumption, lower feed efficiency and income over feed cost, but did not significantly affect body weight gain compared to R1 and R3 rations. Therefore it can be concluded that utilization of 25% the production medium waste of wood rot fungi HS isolate in lambs ration to subtitute napier grass decreased body wight, feed efficiency an income over feed cost. Key words : Production Medium Waste of Fungi, Consumption, Weight Gain, Feed Efficiency.
PENGARUH LIMBAH MEDIA PRODUKSI JAMUR PELAPUK KAYU ISOLAT HS TERHADAP KONSUMSI, PRODUKSI DAN EFISIENSI PAKAN PADA TERNAK DOMBA
Oleh ASIH DEWI SETYOWATI D24101048
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
PENGARUH LIMBAH MEDIA PRODUKSI JAMUR PELAPUK KAYU ISOLAT HS TERHADAP KONSUMSI, PRODUKSI DAN EFISIENSI PAKAN PADA TERNAK DOMBA
Oleh ASIH DEWI SETYOWATI D24101048
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 28 September 2005
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Komang G. Wiryawan NIP. 131 671 601
Dr. Ir. Lisdar A. Manaf NIP. 131 404 216
Mengetahui, Dekan Fakultas Peternakan
Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc NIP. 131 624 188
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Agustus 1983 di Wonogiri, Jawa Tengah. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Warni Hadi Prayitno dan Ibu Rodiyah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di MIM Kwangen, pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SLTPN 1 Nguntoronadi dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMUN 3 Wonogiri. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2001. Selama mengikuti pendidikan, Penulis pernah aktif di FAMM Al-An’aam, Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Limbah Media Produksi Jamur Pelapuk Kayu Isolat HS Terhadap Konsumsi, Produksi dan Efisiensi Pakan Pada Ternak Domba”. Penelitian ini dilakukan melalui 2 tahapan yaitu tahapan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Tahapan persiapan terdiri dari penyiapan bahan-bahan pakan dan proses pengeringan media produksi jamur. Proses pengeringan dilakukan kurang lebih satu bulan. Kemudian tahapan pelaksanaan penelitian dilakukan selama 5 minggu, yaitu 1 minggu masa adaptasi pakan dan 4 minggu pengambilan data. Sedangkan proses penulisan skripsi selama kurang lebih 6 bulan. Semoga tulisan ini dapat memberikan informasi baru terutama dibidang peternakan. Tulisan ini masih banyak kekurangan-kekurangan, oleh karena itu besar harapan Penulis adanya saran dan kritik untuk kesempurnaan tulisan ini.
Bogor, September 2005 Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..........................................................................................
i
ABSTRACT .............................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................
v
KATA PENGANTAR ..............................................................................
vi
DAFTAR ISI ............................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................
xi
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................. Perumusan Masalah ...................................................................... Tujuan ..........................................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
3
Domba dan Peranannya................................................................. Jamur Kayu .................................................................................. Lignin ........................................................................................... Konsumsi ..................................................................................... Pertambahan Bobot Badan ............................................................ Efisiensi Ransum .......................................................................... Nilai Ekonomi Ransum .................................................................
3 4 6 7 8 9 9
METODE .................................................................................................
11
Lokasi dan Waktu ........................................................................ Materi ........................................................................................... Metode.......................................................................................... Pemeliharaan ..................................................................... Konsumsi Ransum ............................................................. Pertambahan Bobot Badan ................................................. Efisiensi Ransum............................................................... Income Over Feed Cost (IOFC) ......................................... Rancangan Percobaan ........................................................
11 11 13 13 14 14 14 15 15
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
17
Konsumsi Ransum ....................................................................... Pertambahan Bobot Badan ............................................................ Efisiensi Ransum ............................................................................ IOFC ................ ............................................................................
17 19 21 22
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
25
Kesimpulan................................................................................... Saran.............................................................................................
25 25
UCAPAN TERIMA KASIH.....................................................................
26
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
27
LAMPIRAN .............................................................................................
30
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Populasi Ternak di Indonesia Dari Tahun 1998-2001........................
3
2. Hasil Analisa Kimia dan Biologi (kecernaan) Media Produksi Komposisi Serbuk Gergaji dan Jerami Padi 82% (K2) pada Fase Perkembangan dan Pertumbuhan Jamur Isolat HS .............................
5
3. Komposisi Ransum Penelitian ...........................................................
12
4. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian .....................................
13
5. Perhitungan Income Over Feed Cost Selama Penelitian ............... …
15
6. Rataan Konsumsi Domba Selama Penelitian ………........... .......... ...
17
7. Konsumsi Bahan Kering yang dinyatakan dalam gram/kg BB0,75/hari ...................................................................... ...
18
8. Nilai Rataan Efisiensi Ransum Selama Penelitian ............................
22
9. Hasil Perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC) ............................
23
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Unit Pembentuk Lignin : P-koumaril alkohol (I), koniferil alkohol (II), sinapil alkohol (III) .......................................................... ............. .......
7
2. Rataan Konsumsi Ransum Selama Penelitian ........................................ 18 3. Rataan Pertambahan Bobot Badan Selama Penelitian ............................ 20
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Sidik Ragam Konsumsi Selama Penelitian (gram/ekor/hari) ..........
31
2. Uji Kontras Ortogonal Konsumsi Ransum Selama Penelitian (gram/ekor/hari) ...............................................................................
31
3. Sidik Ragam Konsumsi Ransum Selama Penelitian dalam gram/kg BB0,75/hari ............................................................................
31
4. Uji Kontras Ortogonal Konsumsi Ransum Selama Penelitian dalam gram/kg BB0,75/hari ............................................................................
31
5. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Selama Penelitian (gram/ekor/hari) ..................................................................................
31
6. Sidik Ragam Efisiensi Ransum Selama Penelitian .............................
32
7. Uji Kontras Ortogonal Efisiensi Ransum Selama Penelitian ..............
32
8. RataanPertambahan Bobot Badan Selama Penelitian (kg) .................
32
9. Rataan Konsumsi Selama Penelitian (kg) ...........................................
32
10. Komposisi dan Harga Bahan Pakan yang Digunakan dalam Penelitian .............................................................................................
33
PENDAHULUAN Latar belakang Hijauan merupakan pakan sumber serat yang sangat penting terutama untuk ternak ruminansia. Hijauan yang berkualitas akan mendukung produktivitas ternak. Ketersediaan hijauan yang fluktuatif menjadi kendala bagi peternak ruminansia terutama pada musim kemarau. Untuk mengatasi hal tersebut peternak biasanya menggunakan limbah pertanian. Limbah pertanian yang biasa digunakan adalah jerami padi, kulit singkong, daun kacang tanah, daun bawang merah dan sebagainya. Meningkatnya jumlah penduduk setiap tahun terutama di pulau jawa menyebabkan ketersediaan lahan pertanian semakin berkurang, sehingga untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya bahan pakan alternatif selain dari limbah pertanian. Limbah agro industri merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Limbah media jamur isolat HS merupakan salah satu limbah agro industri yang mempunyai potensi sebagai bahan pakan ternak domba, karena jamur HS mempunyai kemampuan untuk mendegradasi lignin. Andriyani (2003) melaporkan bahwa kandungan lignin dalam media produksi jamur kayu isolat HS mengalami penurunan dari 24,96g menjadi 21,88g pada fase vegetatif, menjadi 18,84g pada panen pertama dan menjadi 15,99g pada panen keempat. Keunggulan lain dari jamur pelapuk kayu isolat HS adalah bersifat edibel sehingga aman untuk dikonsumsi. Kekurangan dari limbah jamur pelapuk kayu isolat HS adalah kandungan zat makanan yang mudah dicerna dalam media produksi relatif sedikit karena sudah terlebih dahulu dimanfaatkan oleh jamur untuk pertumbuhannya (Andriyani, 2003). Oleh karena itu perlu dipelajari sejauh mana pemanfaatan limbah media produksi jamur pelapuk kayu isolat HS dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia terutama pada ternak domba. Perumusan Masalah Ketersediaan hijauan yang fluktuatif menyebabkan rendahnya ketersediaan hijauan pada musim kemarau, hal ini menjadi kendala dalam peternakan ruminansia. Limbah media produksi jamur pelapuk kayu isolat HS diharapkan disukai oleh ternak dan mampu menggantikan hijauan rumput gajah dalam ransum domba sehingga
menunjang performan yang baik pada domba serta mengurangi kendala keterbatasan hijauan dimusim kemarau. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari manfaat limbah media produksi jamur pelapuk kayu isolat HS sebagai pengganti rumput gajah pada ternak domba dilihat dari konsumsi, pertambahan bobot badan, efisiensi ransum (pakan) dan IOFC (Income Over Feed Cost).
TINJAUAN PUSTAKA Domba dan Peranannya Populasi ternak domba di Indonesia dari tahun 1998 sampai 2001 lebih stabil dibandingkan dengan ternak kambing yang terus mengalami penurunan setiap tahun (Direktorat Jenderal Peternakan, 2001). Populasi ternak domba dan beberapa ternak lainnya dari tahun 1998 ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia dari Tahun 1998-2001 (Ribuan) Jenis ternak
1998
1999
2000
2001
Sapi perah
322
332
354
368
Sapi potong
11.634
11.276
11.008
11.192
Kerbau
2.829
2.504
2.405
2.287
566
484
412
430
Kambing
13.560
12.701
12.566
12.456
Domba
7.144
7.226
7.427
7.294
Babi
7.798
7.042
5.357
5.867
Ayam buras
267.898
256.653
259.257
262.631
Ayam
38.861
45.531
69.366
66.928
Ayam negeri
354.003
324.347
530.874
524.273
Bebek
25.950
27.552
29.035
29.905
Kuda
petelur
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan 2001.
Ternak domba merupakan salah satu ternak yang banyak dikembangkan oleh masyarakat kecil terutama para petani di pedesaan, karena ternak domba mempunyai peranan penting terutama dalam segi ekonomi. Selain itu ternak domba lebih mudah pakannya. Perbedaan antara ternak kambing dan domba dilihat dari pola makan adalah kambing lebih selektif dibandingkan domba dalam memilih pakan. Kambing lebih menyukai pakan daun-daunan semak dan pohon tetapi domba kurang menyukai daun-daunan. Selain itu domba kurang selektif terhadap rasa dibandingkan dengan kambing. Ketersediaan pakan yang kontinyu akan meningkatkan produktivitas ternak sehingga ternak dapat tumbuh dengan baik dan memberikan produksi yang optimal. Mulyono (2003) melaporkan bahwa pakan merupakan unsur yang sangat
menentukan pertumbuhan, reproduksi, dan kesehatan ternak. Pemberian pakan yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan nutrisi. Populasi ternak domba di Indonesia mencapai 6,4 juta ekor yang sebagian besar terpusat di pulau Jawa (90%) dan tertinggi di daerah Jawa Barat. Rata-rata kepemilikan 3-4 ekor setiap petani (Rokhman et al., 2003). Domba Priangan merupakan bangsa domba yang terbentuk dari hasil persilangan antara domba lokal, domba Merino (Australia) dan domba ekor gemuk dari Afrika Selatan (Sugeng, 1992). Ciri-ciri domba Priangan adalah berbadan agak besar lebar dengan leher yang kuat, biasanya digunakan untuk aduan. Domba jantan memiliki tanduk yang agak besar melengkung ke belakang berbentuk spiral, pangkal tanduk kanan kiri hampir bersatu, sedangkan domba betina tidak bertanduk, bulu lebih panjang dan melahirkan anak lebih dari satu ekor setiap kelahiran. Sifat melahirkan ini dapat mencapai 170% dengan frekuensi kelahiran tiga kali dalam dua tahun (Mason, 1978). Jamur Kayu Jamur kayu adalah organisme eukariotik yang tidak mempunyai klorofil. Jamur perusak kayu dibagi menjadi tiga macam : 1. Brown-rot, yaitu jamur tinggkat tinggi dari klas Basidiomycetes. Golongan jamur ini menyerang holoselulosa kayu sehingga meninggalkan residu kecoklat-coklatan. 2. White-rot,
yaitu jamur dari klas
Basidiomycetes yang menyerang
holoselulosa dan lignin sehingga menyebabkan warna kayu lebih muda dari warna normal. 3. Soft-rot, yaitu jamur dari klas Ascomycetes atau dari kelompok fungi imperfek yang menyerang selulosa (Tambunan dan Nandika, 1989). Menurut Tambunan dan Nandika (1989), pelapukan kayu oleh jamur terjadi ketika spora jamur menempel pada permukaan kayu karena terbawa udara, air, serangga, atau bahan yang sudah terinfeksi. Pada kondisi lingkungan yang sesuai, spora tersebut akan berkembang dan membentuk struktur mikroskopi seperti benang yang secara individual disebut hifa sedangkan dalam jumlah yang banyak dan saling berhubungan disebut miselium.
Jamur kayu mempunyai kemampuan mendegradasi lignin. Hal ini sesuai dengan penelitian Andriyani (2003), bahwa jamur HS mempunyai kemampuan untuk mendegradasi nutrisi seperti ADF, lignin dan selulosa bahan media jamur yang terdiri atas serbuk gergajian kayu dan jerami padi. Kemampuan jamur isolat HS mendegradasi lignin dan selulosa disebabkan jamur tersebut mempunyai sifat lignolitik dan selulolitik. Lebih lanjut Andriyani (2003) melaporkan bahwa nilai presentase tingkat degradasi lignin dan selulosa cukup tinggi berkisar masing-masing antara 15,28-40,93 % dan 9,76-47,095 %. Penurunan kandungan lignin dalam media produksi jamur pelapuk kayu isolat HS dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini : Tabel 2. Hasil Analisis Kimia dan Biologi (Kecernaan) Media Produksi Berbasis Serbuk Gergaji dan Jerami Padi dengan Komposisi 82% (K2) pada Fase Perkembangan dan Pertumbuhan Jamur Isolat HS (%) Fase
Bahan kering
Abu
Protein ADF
Lignin Selulosa KCBK KCBO
F1
25,41a
11,28b
4,13a
77,39a
19,63a
52,69a
44,72a
51,06a
F2
21,38b
12,49b
4,12a
74,81a
20,45a
47,77ab
40,81a
46,83a
F3
20,65b
13,94b
4,40a
67,48b
18,35a
42,00ab
50,16a
57,16a
F4
24,61a
21,21a
4,12a
62,14b
14,11a
36,46a
44,93a
54,02a
Sumber : Andriyani, 2003 Keterangan : F1 = kontrol (media produksi yang belum diinokulasi bibit jamur); F2= fase vegetatif; F3 = fase setelah panen ke-1; F4= fase setelah panen ke-4 Superskrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata K2 = komposisi media jamur dengan rasio serbuk gergajian dengan jerami padi 50% : 50%
Selulosa merupakan bagian dari dinding sel tumbuhan yang sulit dicerna dan tidak dapat digunakan sebagai bahan pakan kecuali oleh ternak ruminansia (Anggorodi, 1979). Selulosa yang terdapat dalam dinding sel tanaman akan berikatan dengan lignin. Anggorodi (1979) menambahkan bahwa sebagian besar pakan sumber energi mempunyai kandungan lignin. Tingginya nilai efisiensi bologis jamur menunjukkan kemampuan jamur dalam menggunakan media produksinya (Subowo dan Latupapua, 1998). Andriyani (2003) melaporkan bahwa nilai efisiensi biologis isolat jamur HS sangat tinggi yaitu 183,55 % dengan media serbuk gergajian kayu karet. Setiap jenis jamur memiliki kemampuan yang berbeda dalam mendegradasi lignin (Dadang, 2002). Febrina (2002), melaporkan bahwa hasil degradasi lignin
pada albazia berupa asam ferulat dan hasil lainnya adalah asam siringat, sedangkan pada media bambu dan jerami dihasilkan asam ferulat, asam siringat dan beberapa produk lainnya. Febrina (2002) menambahkan bahwa perbedaan substrat akan mempengaruhi aktivitas lignoselulotik setiap isolat jamur tersebut. Dadang (2002) melaporkan bahwa proses pendegradasian lignin oleh jamur isolat KT2-157 yang diinokulasikan pada empat macam media AL (lignin agar), yang ligninnya berasal dari masing-masing serbuk gergaji kayu Albazia falcataria, indulin, gambut dan katekol
ditandai dengan memudarnya warna media yaitu
menjadi kuning terang atau terbentuknya zona halo. Zona halo terbentuk akibat aktivitas lignolitik yang disekresikan melalui miselia jamur. Senyawa lignin yang komplek dan memiliki berat molekul yang besar akan didegradasi menjadi senyawa yang lebih kecil. Aktivitas lignolitik setiap isolat dipengaruhi oleh spesies dan medianya. Lignin Lignin merupakan bagian penegak pada kayu, semakin tua kayu maka kandungan lignin akan meningkat. Pada tanaman muda lapisan matriks terdiri dari selulosa dan hemiselulosa tetapi setelah tanaman tua matriks dilapisi dengan lignin dan senyawa polisakarida yang lain. Lignin adalah suatu unit aromatik dan berstruktur rantai mengandung unit dasar fenilpropane (Tillman, 1989). Menurut Fengel dan Wegener (1995) lignin merupakan komponen kimia penyusun kayu ketiga setelah selulosa dan hemiselulosa. Struktur molekul lignin berbeda bila dibandingkan dengan polisakarida lainnya karena tersusun atas sistem aromatik yang terdiri atas unit-unit fenil propana, sedangkan dari segi morfologi lignin merupakan senyawa amorf (tidak beraturan) yang terdapat dalam lamela tengah majemuk maupun dalam dinding sekunder. Studi dengan menggunakan karbon (C14) radioaktif menegaskan bahwa phidroksisinamil alkohol p-koumaril alkohol (I), koniferil alkohol (II) dan sinapil alkohol (III) merupakan senyawa induk (prekursor) primer dan merupakan unit pembentuk semua lignin. Bentuk ketiga prekursor tadi dapat dilihat pada gambar 1. Lignin bukan termasuk karbohidrat (Anggorodi, 1979) tetapi lignin berikatan dengan karbohidrat dalam bentuk ikatan-ikatan eter, sedangkan lignin pada lamela tengah dan lignin pada dinding sel primer terikat dengan polisakarida pektin (galaktan dan
arabinan) melalui ikatan-ikatan eter (Sjostrom, 1995). Sjostrom (1995) lebih lanjut menjelaskan bahwa ikatan-ikatan glikosida merupakan penyatu lignin dan polisakarida tetapi masih belum kuat buktinya, sedangkan gugus yang paling mungkin sebagai ikatan adalah gugus benzil dan gugus hidroksifenol. Ikatan glukosida mudah dipecah dengan menggunakan asam. Produk yang dihasilkan apabila lignin sudah dihilangkan dari kayu adalah holoselulosa (Fengel dan Wegener, 1995).
Gambar 1. Unit pembentuk lignin: P-koumaril alkohol (I), koniferil alkohol (II), sinapil alkohol (III). Konsumsi Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak/sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut mempunyai akses bebas pada pakan dan tempat makan. Menurut Tillman et al. (1989) konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Aktivitas konsumsi meliputi proses mencari pakan, mengenal dan mendekati pakan, proses bekerjanya indra ternak terhadap pakan, proses memilih pakan dan proses menghentikan makan. Konsumsi dapat digunakan untuk mengetahui kebutuhan ternak untuk hidup pokok dan produksi. Parakkasi (1999) menyatakan konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan kadar zat makanan dalam ransum untuk memenuhi hidup pokok dan produksi. Arora (1989) menambahkan produktivitas hewan salah satunya dapat dilihat dari jumlah konsumsi. Konsumsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal, faktor eksternal dan lingkungan. Faktor internal berasal dari dalam ternak itu sendiri, faktor eksternal berasal dari pakan sedangkan faktor lingkungan berhubungan dengan
lingkungan sekitar dimana ternak tersebut hidup. Konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas. Sedangkan palatabilitas pakan tergantung pada bau, rasa, tekstur dan temperatur pakan yang diberikan (Church dan Pond, 1988). Ukuran partikel pakan yang lebih kecil akan meningkatkan laju aliran cairan dan laju aliran digesta rumen sehingga konsumsi pakan akan meningkatkan demikian juga pengosongan lambung lebih cepat (Arora,1989). Lebih lanjut Arora melaporkan bahwa konsumsi akan meningkat jika diberikan pakan berdaya cerna lebih tinggi daripada yang berdaya cerna rendah. Konsumsi yang meningkat akan mempengaruhi pertambahan bobot badan. Hasil penelitian Syamsuhaidi (1997) menunjukkan bahwa konsumsi pakan yang tinggi diikuti oleh pertambahan bobot badan yang lebih baik. Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan adalah penambahan jumlah sel dan ukurannya (Anggorodi, 1979). Menurut McDonal et al. (2002) pertumbuhan ternak ditandai dengan peningkatan ukuran, bobot, dan adanya perkembangan. Pertumbuhan ternak digambarkan seperti kurva sigmoid (McDonal et al., 2002) yang menggambarkan pertumbuhan dari lahir sampai dewasa (Anggorodi, 1979). Tillman et al. (1989) melaporkan bahwa pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan kenaikan bobot badan yang dilakukan dengan cara penimbangan berulangulang. Pengukuran bobot badan berguna untuk penentuan tingkat konsumsi, efisiensi pakan dan harga (Parakkasi, 1999). Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis ternak, umur, keadaan genetis, lingkungan, kondisi fisiologis ternak dan tata laksana (National Research Council, 1985). Wahju (1985) menambahkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah jenis kelamin, energi metabolisme pakan, kandungan protein pakan dan suhu lingkungan. Kekurangan zat makanan dapat memperlambat puncak pertumbuhan urat daging dan penimbunan lemak. Arifiyanti (2002) melaporkan apabila kandungan zat-zat makanan dalam pakan memenuhi batas kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan, maka jumlah pakan yang dikonsumsi akan lebih tinggi dan akan memberikan respon pertumbuhan yang lebih baik.
Efisiensi Ransum Efisiensi ransum merupakan perbandingan antara pertambahan bobot badan yang dihasilkan dengan jumlah ransum yang dikonsumsi. Card and Nesheim (1972) menyatakan bahwa nilai efisiensi penggunaan ransum menunjukkan banyaknya pertambahan bobot badan yang dihasilkan dari satu kilogram ransum. Rasyaf (1987) menyatakan bahwa efisiensi penggunaan ransum menunjukkan rasio antara pertambahan bobot badan yang dicapai dengan konsumsi bahan kering pada suatu waktu tertentu. Efisiensi ransum pada ruminansia dipengaruhi oleh kualitas ransum, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan gizi dalam proses metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak. Menurut Anggorodi (1979) faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi ransum diantaranya adalah laju perjalanan ransum di dalam saluran pencernaan, bentuk fisik bahan makanan dan komposisi nutrien ransum. Efisiensi ransum merupakan kebalikan dari konversi ransum, semakin tinggi nilai efisiensi ransum maka jumlah ransum yang diperlukan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit. Yurmiarty (1991) melaporkan bahwa pemberian pakan secara ad libitum pada kelinci lebih efisien dibandingkan dengan pemberian pakan yang dibatasi. Lemak dan energi dalam ransum dapat memperbaiki efisiensi ransum karena semakin tinggi kadar lemak dan energi dalam ransum lebih sedikit tetapi menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Tingginya kandungan dinding sel ransum dan adanya komponen penghambat menjadi salah satu faktor pembatas bagi ternak untuk dapat meningkatkan kegunaan ransum. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa penambahan protein dalam ransum dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sedangkan penambahan serat kasar dalam ransum akan menurunkan bobot badan. Efisiensi pakan dapat ditingkatkan dengan menambahkan lemak pada ransum tetapi akan berakibat penurunan konsumsi ransum. Penambahan lemak dalam ransum dapat meningkatkan efisiensi karena lemak dalam ransum tersebut akan dideposisi dalam tubuh sehingga akan meningkatkan bobot badan. Nilai Ekonomi Pakan Nilai ekonomi pakan perlakuan yang diukur adalah analisis pendapatan yang dihitung berdasarkan Income Over Feed Cost (IOFC). Analisis ekonomi sangat penting karena tujuan akhir beternak adalah untuk mencapai keuntungan. IOFC
merupakan pendapatan dari hasil pemeliharaan setelah dikurangi biaya pakan selama proses pemeliharaan. Analisis ekonomi sangat penting untuk memberikan bantuan dalam mengukur kinerja kegiatan usahanya apakah memberikan keuntungan yang memadai atau sebaliknya (Bambang, 1992). Ada dua faktor yang mempengaruhi atau yang memegang peranan penting dalam penghitungan IOFC : 1. Pertambahan bobot badan selama penelitian 2. Harga ransum Pertambahan bobot badan yang tinggi belum tentu menghasilkan keuntungan yang terbesar, karena dipengaruhi juga oleh harga dan konsumsi ransum, sehingga sangat penting untuk mencari kesesuaian antara harga ransum dengan pertambahan bobot badan sehingga diperoleh pendapatan yang maksimal.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan November 2004 di kandang B Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (NTDK) dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Rumah Jamur Laboratorium Mikologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Studi Ilmu Hayati dan Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak Percobaan Penelitian ini menggunakan lima belas ekor domba Priangan lokal jantan dengan bobot badan berkisar antara 10-12 kg yang diperoleh dari UP3J, Jonggol. Kandang dan Perlengkapan Kandang yang digunakan adalah kandang individu berbentuk panggung. Tiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum. Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan, kertas label, ember plastik sebagai tempat pakan konsentrat dan air minum. Media Produksi Jamur Media produksi jamur yang digunakan adalah media produksi yang sudah ditumbuhi miselium yaitu pada fase vegetatif (K2F2) dan yang belum ditumbuhi miselium sebagai kontrol (K2F1). Substrat media produksi terdiri atas 82% campuran serbuk gergajian kayu jeunjing dengan jerami padi (rasio jerami padi dengan serbuk gergaji tidak disebutkan), 15% dedak padi, 1,5% gips (CaSO4.1/2H20) dan 1,5% CaCO3. Jamur isolat HS tersebut ditumbuhkan pada fase padat (solid). Setelah empat minggu media jamur tersebut dikeringkan dan kemudian dianalisis. Susunan Ransum Percobaan Ransum yang digunakan dalam penelitian adalah konsentrat dan hijauan. Hijauan terdiri dari rumput gajah, media jamur yang sudah ditumbuhi miselia isolat HS dan yang belum ditumbuhi miselia isolat HS. Rumput gajah sebelumnya dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari dengan suhu kurang lebih 290C
selama 1 minggu, kemudian digiling. Susunan ransum penelitian terdiri atas tiga perlakuan yaitu: R1 = konsentrat 50% + rumput gajah 50% R2 = konsentrat 50% + rumput gajah 25% + media jamur yang telah ditumbuhi miselia (K2F2) 25% R3 = konsentrat 50% + rumput gajah 25% + media jamur yang belum ditumbuhi miselia (K2F1) 25% Komposisi ransum penelitian dan zat makanan dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3. Komposisi Ransum Penelitian Jenis bahan
R1
R2
R3
(%)
(%)
(%)
Onggok
4
4
4
Tetes
6
6
6
Bungkil kelapa sawit
5,5
5,5
5,5
Bungkil kelapa
15
15
15
Ampas kecap
19
18
18
-
0,6
0,6
0,5
0,5
0,5
Urea
-
0,4
0,4
Media dengan miselia
-
25
-
Media tanpa miselia
-
-
25
Rumput gajah
50
25
25
Jumlah
100
100
100
Minyak jagung Premiks
Tabel 4. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan
R1 (%)
R2 (%)
R3 (%)
TDN*
54,3
53,5
54,3
Protein kasar
14,5
14,3
13,8
Serat kasar
26,2
26,8
31,5
Lemak kasar
8.5
6,9
5,9
Ca
0,5
1,4
0,8
P
0,3
0,6
0,7
Keterangan: * %TDN = 37,937 - 1,018SK - 4,886L + 0,1773Beta-N + 1,042Pr + 0,015SK2 - 0,058L + 0,008(SK)(Beta-N) + 0,119(L)(Beta-N) + 0,038(L)(Pr) + 0,003(L)2(Pr) (Sutardi, 1980) Hasil analisis Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor. 2005.
Metode Pemeliharaan Lima belas ekor domba dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan bobot badan dan sekaligus sebagai ulangan dari setiap perlakuan. Ternak dipelihara di dalam kandang individu selama sembilan minggu. Satu minggu pertama sebagai masa adaptasi pakan (preliminary). Pada masa adaptasi pakan, domba yang diberi perlakuan ransum konsentrat dan limbah media jamur, secara bertahap setiap hari diberikan ransum dengan perbandingan konsentrat dan limbah media jamur dimulai dari 10 : 90 dan seterusnya sampai perbandingan konsentrat dan hijauan ditambah limbah media jamur 50% : 50%. Pada minggu kedua mulai dilakukan pengamatan. Pemberian ransum 3% dari bobot badan dilakukan dua kali sehari, pada pagi hari pukul 06.00 – 07.00 WIB dan pada sore hari pada pukul 16.00 – 17.00 WIB. Pakan diberikan dalam bentuk mash, dengan cara dicampurkan antara konsentrat dengan hijauan maupun media jamur. Sedangkan pemberian air minum secara ad libitum. Pada awal pemeliharaan diberi obat cacing untuk mencegah terjadinya penyakit cacing. Konsumsi Ransum Ransum sebelum diberikan ke ternak ditimbang terlebih dahulu berdasarkan persentase bobot badan yaitu 3% dari bobot badan. Kemudian ransum dibagi menjadi dua bagian satu bagian diberikan pagi hari dan satu bagian diberikan pada sore hari. Kemudian sisa ransum ditimbang pada keesokan harinya. Penimbangan ransum dan
sisa dilakukan setiap hari untuk mengetahui rataan konsumsi ransum setiap ternak. Konsumsi ransum dihitung dari selisih pemberian dikurangi sisa. Sedangkan konsumsi ransum perekor perhari selama penelitian (28 hari) diperoleh dari konsumsi total selama penelitian dibagi 28 hari. Konsumsi ransum
=
Konsumsi ransum perhari =
Pemberian (gram) – Sisa (gram) Konsumsi selama pemeliharaan (gram/ekor) Lama penelitian (28 hari) Rataan konsumsi (gram/ekor/hari)
Palatabilitas ransum
=
Kilogram Bobot Badan 0,75
Pertambahan Bobot Badan Pengukuran pertambahan bobot badan (PBB) dilakukan dengan penimbangan ternak satu minggu sekali. Penimbangan dilakukan pada pagi hari sebelum ternak diberi makan dengan menggunakan timbangan gantung. Pertambahan bobot badan dihitung berdasarkan bobot akhir pemeliharaan yaitu 28 hari dikurangi dengan bobot awal setelah preliminary. Sedangkan pertambahan bobot badan (gram/ekor/hari) diperoleh dari pertambahan bobot badan dibagi dengan lamanya pemeliharaan yaitu 28 hari.
Pertambahan bobot badan =
Bobot akhir – Bobot awal (gram/ekor) Lama penelitian (28 hari)
Efisisensi Ransum Efisiensi ransum dihitung dari pertambahan bobot badan selama penelitian dibagi dengan konsumsi ransum selama penelitian (28) hari.
Pertambahan Bobot Badan (gram/ekor/hari) Efisiensi ransum
=
Konsumsi ransum (gram/ekor/hari)
Income Over Feed Cost (IOFC) Income over feed cost dihitung dari selisih hasil pendapatan dengan pengeluaran. Pendapatan diperoleh dari penjualan ternak sedangkan pengeluaran diperoleh dari biaya pakan selama pemeliharaan yaitu 28 hari. Penjualan ternak dihitung berdasarkan bobot badan. Perhitungan IOFC dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perhitungan Nilai Income Over Feed Cost (IOFC) Selama Penelitian Perlakuan Faktor Pengamatan
R1
R2
R3
Pendapatan (Ii)
I1
I2
I3
Pengeluaran (Ci)
C1
C2
C3
(I1 - C1)
(I2 - C2)
(I3 - C3)
IOFC
Keterangan : Ii = pendapatan yang dihitung dari pertambahan bobot badan x harga jual domba per kilogram bobot hidup. Ci = pengeluaran yang dihitung dari biaya ransum yang dikonsumsi domba selama penelitian (28 hari).
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri atas tiga perlakuan dan lima kelompok, kelompok berdasarkan bobot badan. Model matematik rancangan percobaan yang digunakan adalah : Yij = µ + ñi + ôj + åij Dimana :
Yij = variabel peubah yang diukur µ = rataan umum ñi = efek perlakuan (pakan) ke- i ôj = efek kelompok (bobot badan) ke- j åij = galat perlakuan ke-i, kelompok ke-j i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3, 4, 5
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam. Jika analisis memberikan hasil yang berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal (Steel dan Torrie, 1991) untuk mengetahui perbedaan rataan peubah setiap perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan oleh ternak untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Aktivitas konsumsi meliputi proses mencari ransum, mengenal dan mendekati, proses bekerjanya indra ternak terhadap ransum, proses memilih ransum dan proses menghentikan makan. Rataan konsumsi harian domba pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 1, yaitu berkisar antara 576,61-642,84 g/ekor/hari. Kisaran konsumsi ransum pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Asriningrum (2003) yang menggunakan ransum pellet komplit biomassa limbah serat sawit yang difermentasikan dengan Ganoderma lucidum yaitu berkisar 519,36527,54 g/ekor/hari, tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Tarmidi (2004) pada domba yang diberi ransum yang mengandung ampas tebu hasil biokonservasi oleh jamur tiram putih yaitu berkisar 667,6-718,7 g/ekor/hari. Hal ini disebabkan karena pada penelitian Asriningrum kandungan TDN ransum lebih tinggi yaitu berkisar 70,4-73,1%, dibandingkan dengan ransum penelitian ini yaitu berkisar 53,5-54,3 %. TDN yang tinggi menyebabkan konsumsi ransum rendah, karena energi yang terkandung dalam ransum lebih tinggi sehingga ternak cepat kenyang. Tabel 6. Rataan Konsumsi Domba Selama Penelitian Perlakuan
Konsumsi (gram/ekor/hari)
R1
576,606±40,940
R2
642,840±32,151b
R3
592,429±28,097
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05) R1 = konsentrat 50% + rumput gajah 50%, R2 = konsentart 50% + rumput gajah 25% + media jamur miselium 25%, R3 = konsentrat 50% + rumput gajah 25% + media jamur tanpa miselium 25%
Aboenawan (1991) menyatakan bahwa TDN merupakan salah satu cara untuk mengetahui energi pakan. Semakin tinggi nilai TDN suatu pakan maka pakan tersebut akan semakin baik karena semakin banyak zat-zat makanan yang dapat digunakan. Pada penelitian ini konsumsi R2 lebih tinggi dibandingkan R1 dan R3,
meskipun kandungan TDN dan kandungan zat-zat makanan yang berfungsi sebagai sumber energi yaitu lemak kasar dan protein kasar tidak berbeda nyata atau sama (Tabel 4). K o n s u m s i (g ra m /ek o r/h a ri)
680 660
642 .8 40
640 620 600 580
592 .4 30 576 .6 10
560 540 520
R1
R2
P e r lak uan
R3
Gambar 2. Rataan Konsumsi Ransum Selama Penelitian Konsumsi bahan kering berhubungan juga dengan kecernaan. Konsumsi bahan kering meningkat jika kecernaan ransum tersebut meningkat (Parakkasi, 1985). Dalam penelitian ini juga dilakukan penghitungan konsumsi bahan kering berdasarkan bobot badan metabolis. Karena kebutuhan energi untuk hidup pokok erat hubungannya dengan besar badan. Dari segi ekonomi hewan-hewan kecil memerlukan energi untuk hidup pokok relatif lebih tinggi dibandingkan dengan hewan yang mempunyai ukuran tubuh lebih besar per kilogram bobot badannya, karena hewan kecil mempunyai luas permukaan tubuh yang lebih besar. Parakkasi (1985) menyatakan bahwa kebutuhan energi sesuai dengan berat badan0,75 atau disebut dengan bobot badan metabolis. Pengukuran konsumsi bahan kering berdasarkan bobot badan metabolis dapat juga dijadikan sebagai petunjuk adanya perbaikan palatabilitas dan kecernaan zat makanan (Tabel 7). Tabel 7. Konsumsi Bahan Kering yang dinyatakan dalam gram/kg Bobot Badan 0,75/hari. Tabel 7. Konsumsi Bahan Kering yang dinyatakan dalam gram/kg Bobot
Kelompok 1
2
3
Rataan 4
5
Badan 0,75/hari. Badan 0,75 /hari. Perlakuan R1
76,116
78,808
76,747
80,399
79,867
78,388 ± 1,888b
R2
95,106
95,230
93,743
93,802
93,724
94,321 ± 0,775c
R3
83,006
82,269
79,775
83,747
79,226
81,605 ± 2,000a
Keterangan : Huruf super skrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05)
Ransum yang mendapat perlakuan limbah media jamur pelapuk kayu isolat
HS mempunyai konsumsi bahan kering lebih tinggi yaitu sebesar 94,321 gram/kgBB0,75/hari dibandingakan R1 dan R3 yaitu berturut-turut sebesar 78,388 dan 81,605 gram/kgBB0,75/hari. Perbedaan konsumsi bahan kering kemungkinan dipengaruhi oleh palatabilitas ransum dan kesehatan ternak. Palatabilitas ransum dipengaruhi oleh bau, rasa, tekstur dan temperatur ransum yang diberikan (Church dan Pond, 1998). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ransum yang mendapat perlakuan limbah media jamur pelapuk kayu isolat HS dengan komposisi media antara serbuk gergajian dan jerami padi 82% pada fase vegetatif (K2F2) sangat nyata mempengaruhi palatabilitas ransum. Hal ini dapat dibuktikan yaitu pada R2 mempunyai bau yang enak dibandingkan dengan R1 dan R3. Bau yang enak berasal dari jamur yaitu adanya senyawa-senyawa sederhana yang dihasilkan seperti fenol, asam-asam aromatik dan aromatik alkohol. Senyawa ini terbentuk akibat adanya reaksi depolimerisasi dan oksidasi pada senyawa makromolekul lignin (Dadang, 2002). Tingginya konsumsi ransum pada R2 (ransum yang mengandung media jamur yang sudah ditumbuhi miselia) mungkin juga disebabkan oleh kesehatan ternak yang lebih baik dibandingkan ternak yang memperoleh R1 atau R3. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ernawati (2005) yang melaporkan bahwa media jamur yang sudah ditumbuhi miselia mengandung antibiotik (E. coli enteropatogen), sehingga kondisi saluran pencernaan menjadi lebih baik dan penyerapan zat makanan meningkat. Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan ternak ditandai dengan peningkatan ukuran, bobot, dan adanya perkembangan yang digambarkan seperti kurva sigmoid yang menunjukkan pertumbuhan dari lahir sampai dewasa. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
ransum perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan (PBB).
Kisaran rataan PBB adalah 92,408-117,857g/ekor/hari (Gambar 3).
Walaupun ternak yang diberi perlakuan ransum R2 jumlah konsumsinya lebih tinggi dari ternak yang mengkonsumsi ransum R1 dan R3 tetapi R2 menghasilkan PBB yang lebih rendah. Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian Syamsuhaidi (1997) yang menyatakan bahwa konsumsi pakan yang tinggi akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih baik. Hal ini kemungkinan disebabkan kecernaan bahan organik dari R2 yaitu sebesar 46,62% lebih rendah dibandingkan R1 dan R3 yaitu secara berturut-turut 54,24 dan 50,18% (Harakso, 2005). Ransum R2 terdiri dari media produksi jamur isolat HS pada fase vegetatif. Pada fase ini proses pendegradasian lignin yang ditandai dengan perubahan warna dari warna coklat menjadi putih kecoklatan masih sedikit yaitu dari 52,69% menjadi 47,77% (Andriyani, 2003). Hal ini dapat dilihat dari kandungan serat kasar R2 yaitu sebesar 26,8%, lebih rendah dibandingkan R3 yaitu sebesar 31,5%. Meskipun kandungan serat kasar R2 lebih rendah dari R3, tetapi pada kenyataannya R2 mempunyai kecernaan yaitu sebesar 46,62% lebih rendah dibandingkan dengan R3 yaitu sebesar 50,18%. Kecilnya tingkat degradasi serat kasar dan lignin oleh jamur pelapuk kayu isolat HS ternyata belum mampu meningkatkan kecernaan ransum. R1 dengan serat kasar sebesar 26,2% mempunyai kecernaan bahan organik yang tinggi yaitu sebesar 54,24%. Hal ini mungkin disebabkan karena R1 dalam kombinasi ransumnya hanya menggunakan rumput gajah saja sebagai sumber serat kasar sehingga masih mudah dicerna oleh ternak, sedangkan pada R2 dan R3 sumber serat kasar tidak hanya berasal dari rumput gajah saja tetapi dari serbuk gergajian
P B B (g ra m /e ko r/ha ri)
kayu jeunjing dan jerami padi. 140 120 100 80 60 40 20 0
1 1 7 .8 5 7
R1
9 2 .4 0 8
9 8 .1 4 1
R2 P erlak uan
R3
Gambar 3. Rataan Pertambahan Bobot Badan Selama Penelitian Kecernaan yang rendah dapat juga diduga dari penyerapan di dalam saluran pencernaan yang rendah. Hal ini disebabkan ternak mengkonsumsi ransum yang banyak dan didukung tekstur ransum yang berbentuk mash mengakibatkan laju aliran digesta rumen menjadi lebih cepat. Kecepatan aliran digesta adalah waktu yang diperlukan untuk mengeluarkan 5-80% partikel residu pakan yang tidak tercerna ke dalam feses (Arora, 1989), sehingga laju aliran digesta rumen yang cepat mengakibatkan proses penyerapan zat makanan dalam saluran pencernaan sedikit. Oleh karena itu kecernaan yang rendah menyebabkan jumlah zat makanan yang diserap dan dideposisi dalam jaringan terbatas. Hal ini berarti jumlah zat makanan yang tersimpan dalam tubuh sedikit sehingga akan menyebabkan pertambahan bobot badan
yang tidak optimal. Maynard et al (1979) menyatakan bahwa kegunaan
makanan bagi ternak ditentukan oleh kemampuan ternak mencerna bahan makanan yang diberikan serta tinggi rendahnya koefisien cerna zat-zat makanan yang terkandung didalam ransum. Karena tidak semua zat makanan yang terkandung dalam ransum dapat dicerna dan diserap oleh alat pecernaan. Efisiensi Ransum Efisiensi ransum merupakan perbandingan antara pertambahan bobot badan yang dihasilkan dengan jumlah ransum yang dikonsumsi. Efisiensi ransum adalah suatu peubah yang dapat digunakan untuk patokan dalam mengetahui kualitas ransum dimana semakin baik ransum yang digunakan maka efisiensinya semakin tinggi. Ransum yang berkualitas baik akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi dan konsumsi ransum yang rendah, sehingga akan diperoleh nilai rasio yang tinggi. Nilai efisiensi ransum semakin tinggi menunjukkan ransum tersebut semakin baik. Sebaliknya nilai efisiensi ransum yang rendah menunjukkan ransum tersebut kurang baik (Rasyaf, 1987). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan sangat nyata menurunkan efisiensi ransum (P<0,01). Ransum R2 mempunyai rataan nilai efisiensi paling rendah yaitu sebesar 0,144 dibandingkan dengan R1 dan R3 yaitu berturut-turut 0,204 dan 0,165 (Tabel 8). Rendahnya nilai efisiensi ransum R2 disebabkan konsumsi ransum yang tinggi tetapi menghasilkan pertambahan bobot badan yang rendah. Sebaliknya efisiensi yang tertinggi adalah ransum R1 karena ransum R1
mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik (serat kasar yang lebih rendah) jika dibandingkan dengan R2 dan R3, sehingga meskipun ternak mengkonsumsi ransum dalam jumlah sedikit tetapi dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang baik. Rendahnya efisiensi ransum pada R2 diduga karena pada ransum R2 kandungan zat makanan yang terdapat dalam media produksi jamur sebagian sudah dimanfaatkan terlebih dahulu oleh jamur isolat HS untuk pertumbuhan selnya dan sumber energi untuk mendegradasi lignin. Hasil penelitian Febrina (2002) melaporkan bahwa jamur memerlukan energi untuk mendegradasi lignin. Tabel 8. Nilai Rataan Efisiensi Ransum Selama Penelitian Perlakuan R1 R2 R3
Kelompok 1 0,175 0,156 0,174
2 0,205 0,110 0,149
3 0,204 0,134 0,186
Rataan 4 0,197 0,167 0,174
5 0,241 0,152 0,145
0,204 ± 17,174 b 0,144 ± 16,064 0,165 ± 13,533
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Hasil penelitian sebelumnya (Andriyani, 2003) melaporkan bahwa komposisi media produksi campuran serbuk gergajian dan jerami padi setelah panen pertama (K2F3) mempunyai kandungan bahan kering, bahan organik dan protein kasar yang menurun, tetapi kadar abu semakin meningkat dibandingkan dengan media jamur yang belum ditumbuhi jamur isolat HS (K2F1). IOFC (Income Over Feed Cost) Nilai ekonomi ransum perlakuan dihitung berdasarkan analisis pendapatan atau income over feed cost (IOFC). IOFC adalah pendapatan yang diterima setelah dikurangi biaya pakan selama pemeliharaan. IOFC dihitung karena 60-70% biaya produksi berasal dari pakan, sehingga dapat diketahui apakah ransum yang digunakan cukup ekonomis atau tidak. Pendapatan (Ii) diperoleh dari pertambahan bobot badan selama 28 hari dikali harga jual domba per kilogram (kg) bobot hidup. Pertambahan bobot badan dihitung dari rataan bobot badan tiap domba dari setiap perlakuan (Lampiran 8) dan harga jual domba per kilogram bobot hidup yang berlaku saat penelitian ini berakhir yaitu sebesar Rp 15.000. Jadi pendapatan yang diperoleh adalah 3,3kg x Rp. 15.000 = Rp. 49.500 (R1); 2,8kg x Rp. 15.000 = Rp. 42.000 (R2) dan 2,8kg x Rp. 15.000 = Rp. 42.000 (R3) (Tabel 9).
Pengeluaran (Ci) diperoleh dari konsumsi ransum selama 28 hari dikali harga ransum per kilogram. Konsumsi ransum diperoleh dari rataan konsumsi ransum tiap domba selama 28 hari dari setiap perlakuan (Lampiran 9). Rataan konsumsi domba setiap perlakuan yaitu sebesar 16kg (R1), 18kg (R2) dan 17kg (R3). Sedangkan harga ransum diperoleh
berdasarkan harga yang berlaku pada saat penelitian
berlangsung (Lampiran 10). Harga setiap bahan pakan dihitung dengan cara harga bahan pakan per kilogram dikali presentase komposisi bahan dalam ransum yang dibuat sebanyak 1 kilogram. Misalnya onggok, harga onggok Rp. 350 per kilogram sedangkan presentase komposisi onggok dalam ransum yaitu sebesar 4%, jadi harga onggok adalah 4% x 1kg x Rp. 350 = Rp. 14 untuk 1 kilogram ransum. Perhitungan ini berlaku untuk setiap bahan pakan, kemudian harga setiap bahan pakan dalam satu perlakuan dijumlahkan sehingga diperoleh harga ransum setiap perlakuan yaitu sebesar Rp. 703/kg (Rp), Rp. 706/kg (R2) dan Rp. 706/kg (R3). Jadi biaya ransum yang dikeluarkan selama penelitian yaitu sebesar 16kg x Rp. 703/kg = Rp. 11.248 (R1) ; 18kg x Rp. 706/kg = Rp. 12.708 (R2) dan 17kg x Rp. 706/kg = Rp. 12.002 (R3) (Tabel 9). Nilai IOFC dihitung berdasarkan dua faktor yaitu pendapatan (Ii) dan pengeluaran (Ci). Pendapatan diperoleh berdasarkan dua faktor yaitu pertambahan bobot badan dan harga jual ternak sedangkan pengeluaran berdasarkan harga ransum dan konsumsi ransum. Jadi nilai IOFC selama penelitian (Ii-Ci) yaitu Rp. 49.500 – Rp. 11.248 = Rp. 38.252 (R1), Rp. 42.000 – Rp. 12.708 = Rp. 29.292 (R2) dan Rp. 42.000 – Rp. 12.002 = Rp. 29.998 (R3). Ransum R1 mempunyai nilai IOFC tertinggi dibandingkan R2 dan R3. Hal ini disebabkan karena harga ransum R1 lebih rendah yaitu sebesar Rp. 703 dibandingkan R2 dan R3 yaitu sebesar Rp. 706. Selain harga yang rendah, pada R1 konsumsi ransumnya rendah tetapi menghasilkan pertambahan bobot badan yang baik sehingga menghasilkan nilai IOFC yang tinggi. Sebaliknya pada ransum R2 mempunyai nilai IOFC yang paling rendah. Hal ini disebabkan karena harga ransum R2 lebih tinggi dibandingkan dengan R1 dan konsumsi ransum yang tinggi tetapi tidak dikuti dengan pertambahan bobot badan yang baik, sehingga menghasilkan nilai IOFC yang rendah.
Tabel 9. Hasil Perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC) Peubah PBB selama penelitian (kg)
R1 3,3
Perlakuan R2 2,8
R3 2,8
Harga penjualan atau Ii (Rp)
49.500
42.000
42.000
Konsumsi ransum selama penelitian (kg)
16 18 17 703 706 706 11.248 12.708 12.002 Rp. 38.252 Rp. 29.292 Rp. 29.998 Pertambahan bobot badan yang tinggi tidak menentukan keuntungan yang
Harga Ransum (Rp/kg) Pengeluaran Ci (Rp) IOFC selama penelitian (Ii-Ci)
besar karena yang sangat menentukan adalah harga dan konsumsi ransum sehingga sangat penting untuk mencari kesesuaian antara harga ransum dengan pertambahan bobot badan sehingga diperoleh pendapatan yang maksimal.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggunaan limbah media produksi jamur pelapuk kayu isolat hasil silang (HS) berbasis serbuk gergajian kayu dan jerami padi pada fase vegetatif (fase miselium) dalam ransum komplit domba Priangan jantan sampai 25% menurunkan pertambahan bobot badan, efisiensi pakan dan income over feed cost sehingga pada level tersebut belum bisa menggantikan rumput gajah sebagai pakan ternak. Saran Perlu dilakukan penelitian secara in vivo dengan level limbah media jamur pelapuk kayu isolat HS dengan komposisi media antara serbuk gergajian kayu dan jerami padi pada fase vegetatif (K2F2) antara 0-25% yang ditambahkan pada campuran rumput gajah dan konsentrat sehingga dapat diketahui pada level berapa limbah media jamur dapat meningkatkan pertambahan bobot badan yang lebih baik. Selain itu perlu dilakukan penelitian terhadap komposisi media yang sama tetapi pada fase yang berbeda yaitu fase setelah panen pertama (K2F3) dan setelah panen keempat (K2F4).
UCAPAN TERIMA KASIH Bissmillahirrohmanirohim Alhamdulillahi robbil ’alamiin, segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat-Nya karena hanya dengan pertolongan-Nyalah skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua yang telah banyak membantu baik materi, motivasi, serta kasih sayangnya yang tiada hentinya dari kecil hingga sekarang. Ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Komang G. Wiryawan dan Dr. Ir. Lisdar A. Manaf yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu penyusunan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi, Dr. Ir Erika Budi Laconi, MS sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan nasehatnya bagi Penulis selama menjadi mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak. Penulis ucapkan terima kasih kepada Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja, M.Rur. Sc selaku dosen penguji seminar, Ir. Suryahadi, DEA dan Dr. Ir Suhut Simamora selaku dosen penguji sidang yang telah banyak memberikan saran dan nasehatnya. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan juga kepada Pak Iwa dan Pak Jaja yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. Terima kasih kepada Mbak Mamik dan adikku Widi atas kasih sayang yang indah, Waskito terima kasih atas kerjasamanya, teman-teman nutrisi ’38, Wisma Ash-Shohwa, Andaleb 2, crew D, ID atas ukuwahnya yang indah, DPM-D (2004/2005), keluarga besar MAHAGIRI dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, September 2005 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Aboenawan, L. 1991. Pertambahan berat badan, konsumsi ransum dan total digestabel nutrienst (TDN) pellet isi rumen dibanding pellet rumput pada domba jantan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Andryani, L. 2003. Pemanfaatan limbah media produksi jamur pelapuk kayu isolat HS sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Proyek Peningkatan Mutu Perguruaan Tinggi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Arifiyanti, L. 2002. Daun bawang merah (Allium ascalonicum L.) sebagai hijauan substitusi rumput lapang pada ternak domba ekor gemuk lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Asriningrum. 2003. Retensi nitrogen dan kecernaan pada domba jantan lokal yang mengkonsumsi biomasa limbah serat kelapa sawit hasil fermentasi oleh Ganoderma lucidium. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bambang, A. M. 1992. Memelihara Kambing Sebagai Ternak Potong dan Perah. Penerbit Kanisius, Jakarta. Card, l. E. and M. C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 11th Edition. Lea and Febinger Philadelphia, New York. Church, D. C., and W. G. Pond. 1988. Basic Animal Nutrition and Feeding. 3rd Edition. John Wiley & Sons, Inc., Canada. Dadang. 2002. Degradasi beberapa jenis lignin oleh jamur liar. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, Bogor. Direktorat Jenderal Peternakan. 2001. Dalam : Badan Statistik Indonesia. http://www.bps.go.id/sector/agri/ternak/tabels.shtml. (16 Mei 2005). Ernawati, W. 2005. Analisis kecernaan dan aktivitas anti escherichia coli limbah budidaya jamur isolat HD sebagai bahan pakan ternak. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor Febrina, R. 2002. Karakterisasi isolat jamur berpotensi mendegradasi lignin. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fengel, D and G. Wegener. 1995. Kayu, Kimia Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Terjemahan Hardjono Sastrohamidjojo. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Harakso, W. T. 2005. Analisis fermentabilitas dan kecernaan limbah media produksi jamur kayu isolat HS sebagai komponen pakan komplit pada domba. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mason, I. L. 1978. Sheep in Java. Word Animal Review. FAO and United Nations, Rome. Maynard, L. A. Loosly, J. K., Hinz, H. F., and Wagner, F. G. 1979. Animal Nutrition, Seventh Edition. Publishing Company Ltd, New Delhi. McDonad, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh, and C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. Printed by Ashford Colour Press Ltd., Gosport. Mulyono, S. 2003. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya, Jakarta. National Research Council (NRC). 1985. Nutrient Requirement of Sheep. 6th Revisied Edition. National Academy Press, Washington D. C. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Rasyaf, M. 1987. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Cetakan ke 6. PT. Kanisius, Yogyakarta. Rokhman, P. Kurniadhi, S. Mahaputra, dan Kadiran. 2003. Teknik deteksi estrus domba betina dengan pejantan pengusik. Buletin Teknik Pertanian. Vol 8, No. 2, pp. 41-84 [10 Februari 2005]. Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu, Dasar-Dasar dan Penggunaan. Terjemahan Hardjono Sastrohamidjojo, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan : Bambang Sumantri, Edisi 2. P.T Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Subowo, Y. B. dan Latupapua. 1998. Pengaruh bobot dan komposisi media, rangsangan suhu dan kimiawi terdapat pembentukan tubuh buah jamur Shiitake (Lentinus edodes). J Berita Biol 4 (94) : 167-173. Sugeng, Y. B. 1992. Beternak Domba. Penebar Swadaya, Jakarta. Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid 1. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Syamsuhaidi. 1997. Penggunaan duckweed (Familiy lemnaceae) sebagai pakan serat sumber protein dalam ransum ayam pedaging. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tambunan, B dan D. Nandika. 1989. Deteriorasi Kayu Oleh Faktor Biologis. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tarmidi, A. R. 2004. Pengaruh pemberian ransum yang mengandung ampas tebu hasil biokonversi oleh jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) terhadap performans domba priangan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, volume 9(3). Tillman, A. D., H. Hari, R. Soedomo., P. I. Soeharto dan L. Soekanto. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wahju, J. 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Sidik Ragam Konsumsi Selama Penelitian (gram/ekor/hari) SK Kelompok Perlakuan Error Total
db 4 2 8 14
JK 7925,7744 11963,9936 6071,0607 25960,8287
KT 1981,444 5981,997 758,8826 1854,345
Fhit 2,611 7,883*
F0.05 3,84 4,46
F0.01 7,01 8,65
Keterangan : superskrip menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0,05)
Lampiran 2. Uji Kontras Ortogonal Konsumsi Ransum Selama Penelitian (gram/ekor/hari) SK Kelompok Perlakuan R1, R2 vs R3 R1vs R3 Error Total
db 4 2 1 1 8 14
JK KT Fhit 7925,774 1981,444 2,611 11963,994 5981,997 7,883** 11338,069 11338,069 14,940*** 625,918 625,918 0,825* 6071,061 758,883 25960,829 1854,345
F0,05 3,84 4,46 5,32 5,32
F0,01 7,01 8,65 11,26 11,26
Keterangan : *** menunjukkan nilai yang sangat berbeda nyata (P<0,01) ** menunjukkan nilai yang nyata (P<0,05) * menunjukan nilai tidak berbeda nyata (P>0,05)
Lampiran 3. Sidik Ragam Konsumsi Ransum Selama Penelitian dalam gram/kgBB0,75/hari SK Kelompok Perlakuan Error Total
db 4 2 8 14
JK 11,474 772,473 29,523 813,469
KT 2,868 386,236 3,690 58,105
Fhit 0,777 104,662***
F0,05 3,84 4,46
F0,01 7,01 8,65
Keterangan : *** menunjukkan nilai yang sangat berbeda nyata (P<0,01)
Lampiran 4. Uji Kontras Ortogonal Konsumsi Ransum Selama Penelitian dalam gram/kgBB0,75/hari SK Kelompok Perlakuan R1, R3 vs R3 R1 vs R3 Error Total
db 4 2 1 1 8 14
JK 11,474 772,473 770,397 2,076 29,523 813,469
KT 2,869 386,236 770,397 2,076 3,690 58,105
Fhit 0,777 104,662 208,761*** 0,563
Keterangan : *** menunjukkan nilai yang sangat berbeda nyata (P<0,05)
F0,05 3,84 4,46 5,32 5,32
F0,01 7,01 8,65 11,26 11,26
Lampiran 5. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Selama Penelitian (gram/ekor/hari) SK Kelompok Perlakuan Error Total
db 4 2 8 14
JK 860,026 1782,113 2084,584 4726,723
KT 215,006 891,057 260,573 337,623
Fhit 0,825 3,420
F0,05 3,84 4,46
F0,01 7,01 8,65
Lampiran 6. Sidik Ragam Efisiensi Ransum Selama Penelitian SK Kelompok Perlakuan Error Total
db 4 2 8 14
JK 0,0013 0,0095 0,0042 0,0149
KT 0,0003 0,0047 0,0005 0,0011
Fhit 0,6074 8,9747***
F0,05 3,84 4,46
F0,01 7,01 8,65
Keterangan : *** Superskrip menunjukkan nilai sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 7. Uji Kontras Ortogonal Efisiensi Ransum Selama Penelitian SK Kelompok Perlakuan R2, R3 vs R1 R2 vs R3 Error Total
db 4 1 1 1 8 14
JK 0,0013 0,0095 0,0083 0,0012 0,0042 0,0149
KT 0,0003 0,0047 0,0083 0,0012 0,0005 0,0011
Fhit 0,6074 8,9747 15,703*** 2,2463
F0,05 3,84 4,46 5,32 5,32
F0,01 7,01 8,65 11,26 11,26
Keterangan : *** Superskrip menunjukkan nilai sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 8. Rataan Pertambahan Bobot Badan Selama Penelitian (kg) Perlakuan R1 R2 R3 Jumlah
1 2,750 3,000 3,000 8,750
2 3,250 3,000 2,908 9,158
Blok 3 3,000 2,250 3,000 8,250
4 3,500 3,000 3,067 9,567
5 4,000 2,870 2,250 9,120
Jumlah 16,500 14,120 14,224
Rataan 3,300 2,824 2,845
Lampiran 9. Rataan Konsumsi Selama Penelitian (kg) Perlakuan R1 R2 R3 Jumlah Rataan
1 15,734 19,274 17,270 52,277 17,426
2 15,864 18,255 16,575 50,694 16,898
Blok 3 14,712 16,791 16,167 47,670 15,890
4 17,798 17,982 17,413 53,193 17,731
5 16,617 17,696 15,515 49,828 16,609
Jumlah
Rataan
80,725 89,998 82,940
16,145 18,000 16,588
Lampiran 10. Komposisi dan Harga Bahan Pakan yang Digunakan dalam Penelitian Bahan Makanan Onggok Tetes Bungkil kelapa sawit Bungkil kelapa Ampas kecap Minyak jagung Premiks Urea Media jamur (+) Media jamur (-) Rumput gajah Jumlah
Harga bahan pakan/kg (Rp) 350 1050 650 1300 1000 12000 13000 1500 300
Komposisi (%) R1 R2 R3 4 4 4 6 6 6 5,5 5,5 5,5
Harga pakan /kg (Rp) R1 R2 R3 14 14 14 63 63 63 35.75 35.75 35.75
15 18 0,5 50 100
195 180 65 150 702.75
15 18 0.6 0,5 0,4 25 25 100
15 18 0.6 0,5 0,4 25 25 100
195 180 72 65 6 75 705.75
195 180 72 65 6 75 705.75