TINJAUAN PUSTAKA
Hutan dan Hutan Wisata
Menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999 hutan memiliki pengertian sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Menurut Arief (2001), dilihat dari sudut pandang orang ekonomi hutan merupakan tempat orang menanam modal jangka panjang yang sangat menguntungkan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Dilihat dari ekologinya hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan memiliki keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan. Dari segi fungsi, hutan berfungsi sebagai pelindung (hutan lindung), konservasi (hutan konservasi).
Menurut Zain (1998), hutan merupakan faktor penting yang ikut menentukan keadaan iklim serta lingkungan global. Hutan memiliki peran yang besar dalam proses pembersihan udara dan mengurangi pemanasan bumi yang diakibatkan oleh polusi industri yang semakin pesat di negara maju.
Dari segi fungsi, hutan berfungsi sebagai pelindung (hutan lindung), konservasi (hutan konservasi), dan fungsi produksi (hutan produksi). Walaupun demikian fungsi hutan tidak lepas sebagai penyelenggara keseimbangan O2 dan
Universitas Sumatera Utara
CO2, mempertahankan kesuburan tanah, keseimbang tata air wilayah dan kelestarian daerah dari erosi (Arief,1994).
Salim (1997) membedakan manfaat hutan menjadi dua bagian yaitu: manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung ialah manfaat yang dapat dirasakan secara langsung oleh manusia, contohnya: kayu, rotan, getah, buah-buahan dan madu. Manfaat tidak langsung dapat dibagi menjadi delapan bagian yaitu: 1. Dapat mengatur air 2. Dapat mencegah terjadinya erosi 3. Dapat memberikan manfaat terhadap kesehatan 4. Dapat memberikan rasa keindahan 5. Dapat memberikan manfaat di sektor pariwisata 6. Dapat memberikan manfaat dalam bidang pertahanan dan keamanan 7. Dapat menampung tenaga kerja 8. Dapat menambah devisa negara.
Masyarakat di Sekitar Hutan Wisata
Masyarakat sekitar hutan memiliki kesamaan dengan masyarakat pedesaan, pada umumnya adalah masyarakat agraris yang sangat tergantung pada alam lingkungannya. Mata pencaharian utama adalah petani. Tapi tidak semua kebutuhan hidup dapat dipenuhi dari pekerjaan ini, akibat dari kondisi tanahnya
Universitas Sumatera Utara
dan kemampuan serta teknik bertani yang masih sederhana. Maka kehidupan mereka sangat tergantung pada hutan (Anonim, 1987).
Akibat adanya ketidakseimbangan antara sumberdaya alam yang tersedia, lingkungan biofisik dan sumberdaya manusia, kondisi demikian ditambah adanya kesempatan,
menimbulkan masalah-masalah
yang
menyangkut
gangguan
keamanan hutan dan keagrarian (Anonim,1987).
Suatu kegiatan pengembangan terhadap suatu lokasi komunitas tertentu, dimana karakter masyarakat lokal secara fisik dan sosial budaya merupakan sumberdaya utama,
maka pendekatan pengembangan perlu
memandang
masyarakat lokal sebagai sumberdaya yang berkembang dinamis untuk berkembang sebagai subyek, dan bukan sekedar sebagai obyek. Oleh karena itu setiap langkah keputusan perencanaan harus mencerminkan dialog yang kreatif dengan masyarakat lokal secara aktif dalam proses pengambilan keputusan pembangunan kepariwisataan (Fandeli, 2001).
Fandeli (2001) juga mengungkapkan bahwa dengan perlibatan partisipasi masyarakat sejak awal atau lebih menjamin kesesuaian program pengembangan dengan aspirasi masyarakat setempat, kesesuaian dengan kapasitas yang ada, serta menjamin adanya komitmen masyarakat karena adanya rasa memiliki yang kuat. Konsep pendekatan ini dalam jangka panjang akan mendukung dan memungkinkan tingkat keberlanjutan yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat lokal, terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata, menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan produk wisata. Pengelolaan lahan pertanian secara tradisional seperti di Bali, upacara adat, kerajinan tangan dan kebersihan merupakan beberapa contoh peran yang memberikan daya tarik bagi wisatawan (Weber dan Damanik, 2006).
Pengembangan
pariwisata
pada
dasarnya
adalah
pengembangan
masyarakat dan wilayah dan selanjutnya perlu didasarkan pada kriteria sebagai berikut: 1.
Memajukan tingkat hidup masyarakat sekaligus melestarikan identitas budaya dan tradisi lokal.
2.
Meningkatkan
tingkat
pendapatan
secara
ekonomis
sekaligus
mendistribusikan merata pada penduduk lokal. 3.
Berorientasi pada pengembangan wirausaha berskala kecil dan menengah dengan daya serap tenaga kerja besar dan berorientasi pada teknologi cooperative.
4.
Memanfaatkan pariwisata seoptimal mungkin sebagai agen penyumbang tradisi budaya dengan dampak negatif yang seminimal mungkin (Fandeli, 2001).
Pembangunan kepariwisataan memiliki tiga fungsi, yaitu: menggalakkan kegiatan ekonomi, memelihara kepribadian bangsa dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mutu lingkungan hidup, dan memupuk rasa cinta tanah air
Universitas Sumatera Utara
dan bangsa, serta menanamkan jiwa semangat dan nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional (Fandeli, 2001).
Prospek Pembangunan Hutan Wisata
Dalam memasuki era tinggal landas dan pembangunan jangka panjang tahap II (PJPT II), setiap sektor diharapkan untuk meningkatkan kontribusinya terhadap pembangunan nasional. Industri pariwisata merupakan salah satu sektor non-migas yang menjadi pembuat tumpuan bagi kesinambungan kiprah pembangunan nasional pada PJPT II dan seterusnya. Hal ini berdasarkan pada prestasi gemilang yang telah dicapai oleh sektor ini melalui kontribusi yang besar terhadap Gross National Product (GNP) dan penyediaan lapangan kerja secara signifikan selama dasawarsa terakhir (Fandeli, 2001).
Pengembangan kegiatan pariwisata di Indonesia yang merupakan suatu hal baru
mulai mendapat
perhatian dan sangat
menarik
banyak peminat.
Pengembangan kegiatan ini secara ideal diharapkan mampu menciptakan saling keterkaitan dan saling menjaga secara harmonis antara unsur-unsur lingkungan fisik, sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Namun, kegiatan pengembangan pariwisata mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positifnya antara lain dapat meningkatkan devisa negara, perluasan lapangan kerja, mendorong pengembangan usaha baru, serta diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat terutama wisatawan tentang konservasi sumberdaya alam. Sedangkan dampak negatifnya antara lain adalah terjadinya degradasi lingkungan (erosi),
Universitas Sumatera Utara
kerusakan sumberdaya alam, serta munculnya kesenjangan sosial-ekonomi dan perubahan dengan masyarakat setempat (Fandeli, 2001).
Kegiatan-kegiatan pariwisata membutuhkan dukungan tenaga-tenaga operasional untuk pengelolaan sumberdaya alam dan ekosistemya, khususnya kawasan pelestarian alam, sehingga dalam pelaksanaannya di lapangan masih bisa terarah (Fandeli, 2001).
Rasa optimis bahwa wisata alam di Indonesia mempunyai prospek yang cerah dan banyak nilai tambah, perlu diimbangi dengan melihat “sisi lain” yang menjadi kendala pengembangan wisata alam. Hal ini penting agar pengembangan wisata alam di Indonesia dilakukan secara lebih berhati-hati dan bijaksana sehingga pada akhirnya nanti diperoleh hasil yang memuaskan (Nurrochmat, 2005). Di banyak negara termasuk Indonesia, pariwisata memegang peranan utama dalam penetapan kawasan konservasi, dan potensi wisata suatu kawasan adalah faktor penting dalam proses seleksi. Dalam menentukan suatu kawasan hutan untuk kepentingan rekreasi alam, banyak faktor yang perlu untuk dipertimbangkan. Faktor-faktor yang membuat suatu kawasan hutan menarik untuk dikunjungi sebagai obyek wisata alam antara lain dapat dikemukakan dalam butir-butir pertanyaan sebagai berikut: 1.
Apakah kawasan teresbut dekat dengan bandar udara atau pusat wisata utama? (dekat, agak jauh, jauh)
2.
Perjalanan ke kawasan tersebut: mudah dan nyaman, agak sulit dan kurang nyaman, sulit dan tidak nyaman.
Universitas Sumatera Utara
3.
Apakah kawasan itu memiliki: atraksi spesies binatang, satwa/tumbuhan lain yang menarik.
4.
Apakah keberhasilan melihat satwa: dijamin, biasa, bila nasib baik, jarang sekali.
5.
Kawasan tersebut memiliki banyak obyek yang menarik, lebih dari satu, satu obyek saja.
6.
Apakah kawasan tersebut memiliki tambahan atraksi lain: budaya yang sangat menarik, cukup menarik, biasa.
7.
Apakah kawasan itu unik dalam penampilannya, sedikit berbeda, serupa dengan cagar alam lain.
8.
Apakah kawasan itu cukup dengan obyek wisata lain yang menarik: amat potensial, cukup, biasa.
9.
Pemandangan sekitar kawasan: sangat indah, cukup menarik, biasa.
10.
Bagaimana standar anakan dan akomodasi yang tersedia: sangat baik, cukup baik, kurang baik (Fandeli,2001).
Menurut Weber dan Damanik (2006) penawaran pariwisata dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:atraksi, aksesibilitas dan amenitas. Secara singkat atraksi dapat diartikan sebagai obyek wisata (baik yang bersifat tangible maupun intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Atraksi dapat dibagi menjadi tiga yaitu alam (pemandangan alam seperti danau, gunung, hutan perawan , sungai dan gua), budaya (peninggalan sejarah: candi, adat-istiadat masyarakat) dan buatan (kebun raya Bogor, Taman Impian Jaya Ancol dan sebagainya). Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari, ke dan selama di daerah tujuan wisata mulai dari
Universitas Sumatera Utara
darat, laut, dan udara. Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan. Yang dapat digolongkan dalam bagian ini yaitu: bank, penukaran uang, telekomunikasi, usaha persewaan rental, penerbit dan penjual buku panduan pariwisata, seni pertunjukkan (teater dan bioskop).
Fandeli (2001) mengungkapkan pada umumnya faktor-faktor yang mempengaruhi kepariwisataan alam: 1.
Penduduk. Faktor penduduk ini terdiri atas struktur (umur, mata pencaharian dan pendidikan) serta jumlah yang bertempat tinggal di kota dan di desa.
2.
Dana. Faktor dana ini berhubungan dengan besarnya pendapatan penduduk serta kemampuannya untuk menabung.
3.
Waktu. Faktor waktu berkaitan dengan pekerjaan dan mobilitas. Jenis pekerjaan yang berbeda mempunyai kesempatan yang berbeda pula.
4.
Komunikasi. Faktor ini sangat erat dengan mass media (koran, majalah, booklet) akan memberikan pengaruh langsung. Adpertensi merupakan alat komunikasi yang efektif kepada calon wisatawan.
5.
Pasar. Faktor pasar ini terdiri atas dua aspek yaitu ketersediaan obyek pariwisata dan tingkat aksesibilitasnya.
Menurut Weber dan Damanik (2006) penawaran pariwisata dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:atraksi, aksesibilitas dan amenitas. Secara singkat atraksi dapat diartikan sebagai obyek wisata (baik yang bersifat tangible maupun intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Atraksi dapat dibagi
Universitas Sumatera Utara
menjadi tiga yaitu alam (pemandangan alam seperti danau, gunung, hutan perawan , sungai dan gua), budaya (peninggalan sejarah: candi, adat-istiadat masyarakat) dan buatan (kebun raya Bogor, Taman Impian Jaya Ancol dan sebagainya). Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari, ke dan selama di daerah tujuan wisata mulai dari darat, laut, dan udara. Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan. Yang dapat digolongkan dalam bagian ini yaitu: bank, penukaran uang, telekomunikasi, usaha persewaan rental, penerbit dan penjual buku panduan pariwisata, seni pertunjukkan (teater dan bioskop).
Syarat utama dalam mencapai keberhasilan pembangunan pariwisata adalah peningkatan profesionalisme yang didukung oleh kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia, juga masalah koordinasi, integrasi dan sinkronisasi (KIS) dalam pembangunan pariwisata (Fandeli, 2001).
Fandeli (2001) menyatakan peranan pengembangan obyek wisata alam akan dapt memberikan keuntungan berupa materi dari hasil kegiatan wisata, juga memberikan manfaat lainnya berupa: 1.
Penyediaan lapangan kerja
2.
Peningkatan masyarakat
3.
Perbaikan lingkungan
4.
Peningkatan sumber ekonomi
5.
Peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi
6.
Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap konservasi sumberdaya alam.
Universitas Sumatera Utara
Konsep Persepsi
Persepsi sangat penting dalam hal menafsirkan dunia di sekeliling kita dan setiap orang memiliki persepsi masing-masing yang berbeda-beda terhadap apa yang dimaksud dalam situasi ideal. Memang secara tipikal persepsi setiap orang berbeda-beda, namun persepsi merupakan proses yang otomatis dan bekerja dengan cara yang serupa pada masing-masing individu (Winardi,2001).
Persepsi juga dapat diartikan sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan pada stimulasi inderawi (sensory stimuly) sehingga manusia mendapatkan pengetahuan baru. Sama halnya dengan yang dijelaskan Kayam dalam Basyuni, 2001 persepsi adalah pandangan atau penilaian seseorang terhadap obyek tertentu yang dihasilkan oleh kemampuan mengorganisir pengamatan (Rahmat dalam Effendi, 2002).
Menurut Wibowo (1998), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi veridikalitas persepsinya sendiri atau menimbulkan perbedaan persepsi antara perseptor yang satu dengan perseptor yang lain. Faktor-faktor tersebut yaitu:
1.
Faktor Pengalaman Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang mengenai obyek stimulusnya sebagai hasil dari seringnya kontak antara perseptor dan obyek, semakin tinggi pula veridikalitasnya. Pengayaan pengalaman ini
Universitas Sumatera Utara
dapat pula terjadi karena kontak-kontak dengan obyek-obyek stimulus yang serupa. 2.
Faktor Intelegensia Semakin tinggi tingkat kecerdasan atau intelegensia seseorang yang berangkutan maka semakin besar pula kemungkinan ia akan bertindak obyektif dalam memberikan penilaian atau pembangunan pesan mengenai obyek stimulus.
3.
Faktor Kemampuan Menghayati Stimuli Setiap orang dalam taraf yang berbeda-beda, memiliki untuk menangkap perasaan orang lain sebagaimana adanya. Kemampuan tersebut dinamakan empati.
4.
Faktor Ingatan Veridikalitas persepsi seseorang juga dapat ditentukan oleh daya ingat seseorang.
5.
Faktor Disposisi Kepribadian Disposisi kepribadian yang dapat menentukan veridikalitas persepsi yang baik adalah kecenderungan kepribadian yang relatif menetap pada diri seseorang.
6.
Faktor Sikap Terhadap Stimulus Sikap secara umum dapat dinyatakan sebagai suatu kecenderungan yang ada pada diri seseorang untuk berpikir atau berpandangan, berperasaan dan berkehendak dan berbuat secara tertentu terhadap suatu obyek.
Universitas Sumatera Utara
7.
Faktor Kecemasan Seseorang yang dikecam oleh kecemasan karena suatu hal yang berkaitan dengan objek stimulusnya akan mudah dihadapkan pada hambatan dalam mempersepsikan obyek tersebut sehingga dapat mengatasi keadaan dalam dirinya.
8.
Faktor Pengharapan Faktor ini merupakan kumpulan dari beberapa bentuk pengharapan yang bersumber dari adanya asumsi-asumsi tertentu mengenai manusia, perilaku dan ciri-cirinya, yang sampai taraf tertentu diyakini kebenarannya.
Wibowo (1998) juga mengungkapkan bahwa persepsi juga bergantung pada: 1.
Pendidikan
2.
Kedudukan dalam strata
3.
Latar belakang sosial budaya
4.
Usia.
Analisis SWOT
Menurut Rangkuti (1997) analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (opportunity) dan Ancaman (Threat) dengan faktor internal Kekuatan (Strength) dan Kelemahan (Weakness).
Saleh ( 2000 ) menyatakan analisis SWOT mempertimbangkan berbagai kondisi internal lokasi, yaitu Strength dan Weakness serta kondisi eksternal, yaitu
Universitas Sumatera Utara
Opportunity dan Threat. Analisis SWOT dirumuskan berdasarkan hasil studi puataka, wawancara dan pengamatan langsung di lapangan, selanjutnya hasil SWOT ini dipergunakan untuk menyusun strategi dan operasional pengusahaan wisata. Untuk mengusahakan ekowisata di suatu tempat yang perlu dikenali adalah keadaan (keindahan dan daya tarik) yang spesifik atau unit dari obyek wisata yang bersangkutan, prasarana yang tersedia (lancer/tidak lancer, nyaman/tidak nyaman), tersedianya sumberdaya manusia (yang terlatih maupun tidak terlatih), tingkat pendidikan dan budaya masyarakatnya.
Universitas Sumatera Utara
KONDISI UMUM LOKASI
Keadaan Geografis dan Bentang Alam
Hutan Wisata Lumban Julu terletak di Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir dan terletak pada 30º LU – 140º LU dan 99º BT - 100º BT. Hutan Wisata Lumban Julu memiliki luas 10 Ha dengan batas – batas sebagai berikut: 1.
Sebelah Utara
: Kabupaten Simalungun / Kecamatan Ajibata
2.
Sebelah Selatan
: Kecamatan Lumban Julu dan Kecamatan Porsea / Kecamatan Uluan
3.
Sebelah Timur
: Bukit Barisan
4.
Sebelah Barat
: Danau Toba
Keadaan permukaan tanah pada umunya bergelombang / berbukit dengan ketinggian 900 – 1200 m di atas permukaan laut.
Kawasan Hutan Wisata
Lumban Julu memiliki iklim sedang / sejuk
dengan temperatur udara berkisar 26º C - 28º C. Curah hujan rata – rata 2.200 mm / tahun.
Demografi dan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat
Penduduk Desa Sionggang Utara berjumlah 1.977 jiwa; 980 laki-laki dan 997 perempuan yang tersebar pada 5 dusun yaitu Dusun Lumban Rang, Dusun Lumban Gorat, Dusun Lumban Pea, Dusun Aek Natolu dan Dusun Perbatasan.
Universitas Sumatera Utara
Penduduk di sekitar kawasan mayoritas suku Batak Toba, selebihnya suku Jawa, Simalungun dan Karo.
Mata pencaharian penduduk Desa Sionggang Utara pada umumnya dominan hidup dari pertanian yaitu sebanyak 1.703 orang. Mata pencaharian lainnya yaitu buruh tani 100 orang, buruh / swasta 13 orang, montir 2 orang, TNIPOLRI 55 orang, dokter 1 orang, pedagang 15 orang, supir 6 orang dan tidak menentu 55 orang.
Agama yang dianut oleh penduduk adalah Islam 140 orang, Kristen Protestan 736 orang, Katolik 1053 orang dan aliran kepercayaan 48 orang.
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Sionggang Utara terdiri dari belum sekolah 327 orang, usia 7 – 45 tahun tidak pernah sekolah 5 orang, pernah sekolah SD tetapi tidak tamat 322 orang, tamat SD / sederajat 522 orang, SLTP / sederajat 430 orang, SLTA / sederajat 211 orang, Diploma-I 15 orang, Diploma-II 15 orang, Diploma-III 50 orang dan Strata-I 70 orang.
Adat – istiadat yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sionggang Utara yaitu pesta pernikahan, acara pemakaman, acara makkaroan (pembuatan nama, pengangkatan marga dan penempatan rumah pertama) yang tidak lepas dari budaya suku Batak asli. Prinsip atau pedoman adat Batak Dalihan Natolu yang berisikan manat mardongan tubu (menjaga hubungan dengan saudara sepupunya), elek marboru (menyanjung anak perempuannya), somba marhula – hula (hormat kepada besannya) digunakan dalam kesehari-harian dan adat – istiadat masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Desa Sionggang Utara. Alat musik tradisional yang digunakan adalah Gondang Sabangunan dan kain khas Batak yaitu Ulos. Tarian Tor – tor merupakan tari tradisional masyarakat setempat.
Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana yang tersedia yaitu: 1.
Untuk mempermudah transportasi masyarakat telah dibangun jalan antar desa dan kecamatan sepanjang 1,8 Km dalam keadaan baik. Namun tidak dijumpai sarana angkutan umum yang berasal dari daerah ini. Kendaraan umum yang melewati jalan adalah berasal dari luar daerah yang melintasi jalan antar desa maupun kecamatan Lumban Julu.
2.
Prasarana komunikasi yang terdapat di desa Sionggang Utara yaitu warung telepon dan kantor pos pembantu.
3.
Prasarana air bersih yang digunakan yaitu sumur pompa dan mata air.
4.
Prasarana irigasi berupa saluran primer, saluran sekunder, pintu sadap dan pintu pembagi air untuk membantu kegiatan pertanian.
5.
Prasarana peribadatan yang tersedia yaitu mesjid, gereja Kristen Protestan dan gereja Kristen Katolik.
6.
Untuk menunjang kesehatan masyarakat terdapat parasarana kesehatan seperti puskesmas, posyandu, toko obat dan tempat penyimpanan obat serta sarana kesehatan seperti dokter umum, bidan desa, paramedis dan ambulans.
Universitas Sumatera Utara
7.
Prasarana pendidikan yang tersedia yaitu gedung Sekolah Dasar saja. Sementara untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang tingkat SLTP / sederajat dan seterusnya masyarakat harus ke luar desa Sionggang Utara.
Universitas Sumatera Utara