TINJAUAN PUSTAKA Prestasi Kerja
Salah satu kebutuhan manusia yang terkuat adalah kebutuhan untuk merasa berprestasi (sense of achievement), untuk merasa bahwa ia melakukan sesuatu, bahwa pekerjaannya itu penting (Anoraga, 2001: 20). Seseorang yang merasa, bahwa pekerjaannya itu tidak penting, sering tidak bersemangat dalarn menjalankannya dan sering mengeluh tentang pekerjaannya. Demikian juga pekerjaan yang menuntut keterampilan yang tinggi, sering lebih memuaskan karyawan dari pada pekerjaan yang hampir tidak membutuhkan keterampilan apa-apa.
Mereka memperoleh kepuasan setelah
berhasil menyelesaikan pekerjaan yang mungkin dapat merenggut nyawa mereka. Kepuasan yang mereka peroleh adalah kepuasan yang lebih bersifat egoistik. Kinerja (performance) sebagai kata benda (noun) mengandung arti "thing done" (sesuatu hasil yang telah dikerjakan). Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika (Prawirosentono, 1999: 2). Menurut Nawawi (2003), Penilaian Kinerja (Job Performance Appraisal) yang disebut juga Penilaian Prestasi Kerja, Penilaian Karya atau Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan adalah salah satu kegiatan manajemen sumber daya manusia. Pengukuran kinerja pegawai merupakan metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan.
11
Pengukuran
ini
digunakan
untuk
penilaian
atas
keberhasilan/kegagalan
pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Untuk melakukan pengukuruan kinerja pegawai diperlukan indikator kinerja, yang bersifat kuantitatif dan yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang ditetapkan. Karena indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang dapat dihitung dan diukur untuk digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan (ex-ante), tahap pelaksanaan (on-going), maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi (ex-post). Penilaian Kinerja/Prestasi Kerja pegawai yang efektif harus mampu memberikan umpan balik untuk kepentingan pekerja/anggota organisasi yang dinilai, para pemimpin (manajer) unit kerja, pengelola personalia/SDM, dan organisasi secara keseluruhan. Selain itu, Penilaian Kinerja/Prestasi Kerja pegawai juga diartikan sebagai proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan pekerjaan seseorang karyawan/ anggota organisasi atau tim (team) kerja. Nantinya dari hasil observasi itu dilakukan pengukuran yang dinyatakan dalam bentuk skor atau nilai yang menunjukkan kelemahan/k ekurangan atau kelebihan serta keberhasilan atau kegagalan
seorang
karyawan/anggota
organisasi
dalam
melaksanakan
pekerjaan/ tugas pokoknya. Berpijak pada konsep di atas, maka indikator kinerja tidak saja dari aspek inputs, outputs, tapi juga sampai pada outcomes. Benefit dan impact dari kegiatan organisasi publik. Indikator inputs (masukan), adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran (outputs). Indikator
ini
dapat
berupa
dana,
sumber
daya
manusia,
informasi,
12
kebijakan/peraturan perundang-undangan, dan sebagainya. Indikator outputs, adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan/atau nonfisik. Indikator outcomes, adalah sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator benefits (manfaat) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator Impacts, adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pad a setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah digunakan. Hasil penilaian kinerja/prestasi kerja pegawai juga dapat digunakan sebagai umpan balik bagi pimpinan (manajer) unit kerja, untuk melakukan pemberian konsultasi cara mengatasi kelemahan/kekurangan karyawan/anggota organisasi sebagai anak buahnya agar berusaha meningkatkan kinerjanya. Umpan
balik
ini
juga
dipergunakan
untuk
mengoreksi
kegiatan
kepemimpinan/manajerialnya, karena kelemahan/kekurangan karyawan/anggota organisasi dalam bekerja, tidak mustahil bersumber dari kepemimpinan yang kurang efektif. Hal ini dapat terlihat pada konsistensi bekerja dan perilaku bekerja pegawai dalam suatu organisasi.
Motif dan Motivasi Padanan motif dalam bahasa Inggris "motive" yang mempunyai arti suatu pernyataan batin yang berwujud daya kekuatan untuk bertindak atau bergerak baik langsung ataupun melalui saluran perilaku yang mengarah kepada sasaran (Soewarno, 1980: 81). Gerungan (1991: 140) mendefinisikan motif sebagai suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan atau dorongandorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Definisi itu menjelaskan betapa semua tingkah laku manusia pada hahekatnya mempunyai
13
motif karena motif itu memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku manusia. Hampir serupa dengan pendapat Moekijat (1995) dengan pernyataannya bahwa dalam situasi motivasi menggambarkan motif dan tujuan membenluk perilaku yang memperlihatkan aktivitas yang terarah pada tujuan dan aktivitasnya. Dharma (1992) mengartikan motif sebagai kebutuhan,
keinginan,
dorongan ataupun gerak hati dalam diri seseorang, motif inilah kemudian yang akan menentukan seberapa besar tingkat motivasi seseorang. Dengan kata lain motivasi seseorang akan tergantung pada kuat lemahnya motif. Morgan dan King (1996: 204) menjelaskan bahwa motif muncul dari beberapa penyebab yaitu dari adanya kebutuhan yang disebabkan oleh kekurangan sesuatu untuk kelangsungan hidup, kesehatan atau kesejahteraan seseorang dan dari adanya rangsangan baik dari dalam maupun dari luar tubuh. Scott (1964:82) mengemukakan bahwa motif adalah kebutuhan yang belum terpuaskan yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Handoko (1995:9) mengatakan motif sebagai suatu alasan atau dorongan yang menyebabkan seseorang berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Dalam motif tersebut dua unsur pokok yaitu dorongan dan tujuan yang
ingin dicapai.
Selanjutnya terjadilah proses interaksi antara keduanya unsur ini (dorongan dan tujuan yang ingin dicapai) dalam diri ma nusia dipengaruhi oleh faktor dari dalam (internal) dan faktor dari luar (eksternal) diri manusia sehingga menimbulkan motivasi untuk melakukan sesuatu. Ditinjau dari sudut asalnya, motif pada diri manusia digolongankan ke dalam tiga bagian (Gerungan, 1991: 142-143), yakni: (1) Motif Biogenesis Motif biogenesis adalah motif yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan organisme orang demi kelanjutan kehidupannya secara biologis. Motif biogenesis ini bercorak universal dan kurang terikat pada lingkungan
14
kebudayaan tempat manusia itu kebetulan berada dan berkembang. Motif ini merupakan motif yang asli berada di dalam diri manusia dan berkembang dengan sendirinya. (2) Motif Sosiogenetis Motif ini berasal dari lingkungan kebudayaan tempat orang itu berada dan berkembang. Motif ini tidak berkembangan dengan sendirinya, tetapi berdasarkan pada interaksi sosial dengan orang-orang atau hasil kebudayaan orang. (3) Motif Teogenesis Motif teogenesis adalah motif yang berasal dari interaksi antara manusia dengan Tuhan, seperti yang nyata dalam ibadahnya dan dalam kehidupannya sehari-hari di mana ia berusaha merealisasikan norma -norma agama tertentu. Kekuatan motif pada manusia berbeda-beda karena dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Dengan pengaruh dari beberapa faktor itulah menyebabkan
motif pada manusia dapat diukur. Handoko (1992: 59) dalam hal ini menjelaskan untuk mengetahui kekuatan relatif motif-motif yang berada pada diri seseorang dapat dilihat melalui lima hal. Kelima hal itu antara lain: (1) kuatnya kemauan untuk berbuat, (2) jumlah waktu yang disediakan, (3) kerelaan meninggalkan kewajiban atau tugas yang lain, (4) kerelaan untuk mengeluarkan biaya demi perbuatan itu, dan (5) ketekunan dalam mengerjakan tugas tersebut. Gerungan (1991: 140) mendefinisikan motif sebagai suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Definisi itu menjelaskan betapa semua tingkah laku manusia pada hakekatnya mempunyai motif karena motif itu memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku manusia. Asnawi (2002) menyatakan bahwa motivasi berasal dari kata "motive" yang berarti sesuatu pernyataan batin yang berwujud daya kekuatan untuk
15
bertindak atau bergerak, baik secara langsung maupun melalui saluran perilaku yang mengarah kepada sasaran. Dari kata dasar motive inilah lahir kata "motivasi" yang berarti dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk berbuat dalam rangka mencapai tujuannya. Padmowihardjo (1994) menyatakan bahwa motivasi berasal dari dua kata, yaitu motif dan asi (action). Motif berarti dorongan dan asi berarti usaha, sehingga motivasi berarti usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan berbuat atau melakukan tindakan. Motivasi itu tidak dapat dilihat akan tetapi hanya dapat diamati dari perilaku yang dihasilkannya, yaitu dari cara atau pola pemenuhan kebutuhan atau pencapaian yang dikehendaki (Keller, 1984). Motivasi dapat menjelaskan tentang alasan seseorang melakukan sesuatu tindakan,
karena motivasi
merupakan daya pendorong yang menyebabkan seseorang berbuat (maupun tidak berbuat) sesuatu guna mencapai tujuan yang diinginkan. Handoko (1992) menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri manusia yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Motif adalah suatu alasan/dorongan yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu atau melakukan sesuatu tindakan. Motif terdapat dua unsur pokok yaitu dorongan dan tujuan yang ingin dicapai. Proses interaksi antar kedua unsur ini dalam diri manusia dipengaruhi oleh faktor dalam diri (internal) dan faktor dari luar (eksternal) diri manusia sehingga menimbulkan motivasi untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Perubahan motivasi dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat, apabila motivasi yang pertama mendapat hambatan atau tidak mungkin dipenuhi. Kekuatan relatif motif-motif yang sedang menguasai seseorang pada umumnya dapat dilihat melalui: (1) kuatnya kemauan untuk berbuat, (2) jumlah waktu yang tersedia, (3) kerelaan meninggalkan kewajiban atau tugas yang lain,
16
(4) kerelaan untuk mengeluarkan biaya demi perbuatan itu, dan (5) ketekunan dalam mengerjakan tugas tersebut (Handoko, 1995). Selanjutnya mengatakan bahwa pada umumnya ada dua cara untuk mengukur motivasi, yaitu: (1) mengukur faktor-faktor luar tertentu yang diduga menimbulkan dorongan dalam diri seseorang, dan (2) mengukur aspek tingkah laku tertentu yang mungkin menjadi ungkapan dari motif tertentu.
Ada tidaknya motivasi dalam diri
seseorang dapat juga dilihat dari beberapa segi tingkah lakunya, antara lain : kekuatan tenaga yang mengeluarkan (usahanya), kecepatan reaksinya, dan yang menjadi perhatiannya. Selanjutnya sesuatu yang diterima itu diberi oleh orang yang bersangkutan menurut minat dan keinginannya. Lebih la njut dikemukakan Handoko (1995) terdapat beberapa kajian teori yang dikemukakan oleh para ahli berkenaan dengan motivasi, diantaranya adalah teori kognitif, teori hedonistis, teori insting, teori psikoanalistis, teori keseimbangan dan teori dorongan. Berdasarkan teori-teori tersebut terjadinya tingkah laku disebabkan oleh adanya kebutuhan yang dirasakan oleh manusia yang mana kebutuhan ditimbulkan oleh adanya suatu dorongan tertentu Handoko (1995: 9) mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri manusia yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya.
Definisi
lain
tentang
motivasi
diungkapkan oleh Brata (1971: 72) menurutnya motivasi adalah keadaan dalam diri pribadi seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu
guna
mendefinisikan
mencapai motivasi
suatu sebagai
sasaran. daya
Schifrman
gerak
dalam
dan diri
Kanuk individu
(1992) yang
mendorongnya untuk melakukan tindakan yang disebabkan oleh adanya tegangan yang diakibatkan oleh belum terpenuhinya suatu kebutuhan. Terry (1997) menjelaskan bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seseorang individu untuk melakukan tindakan-tindakan.
17
Motivasi terdiri: atas motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang. Selanjutnya motivasi ekstrinsik adalah dorongan dari luar diri seseorang sehingga melakukan sesuatu hal ( Reece dan Brandt, 1981: 126). Kajian terhadap motivasi yang dilakukan oleh para ahli pada akhirnya membawa kepada terbentuknya beberapa teori motivasi. Berdasarkan pada siapa yang mempolulerkannya terdapat beberapa teori motivasi sebagaimana dikemukakan oleh Sutarto (1998: 311-325) sebagai berikut: (1) Teori Motivasi "Klasik" dan Frederick W Taylor Menurut teori motivasi klasik, seseorang akan bersedia bekerja apabila ada imbalannya. Konsepsi dasar teori motivasi klasik adalah seseorang akan bersedia bekerja dengan baik apabila orang itu berkeyakinan akan memperoleh imbalan yang ada kaitannya langsung dengan pelaksanaan kerjanya. Lebih lanjut teori ini mengemukakan bahwa pemberian imbalan yang paling tepat yang dapat menumbuhkan semangat untuk bekerja lebih baik adalah apabila diberikan pada saat yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (2) Teori Motivasi "Kebutuhan" dari Maslow Teori ini berpendapat bahwa seseorang berperilaku karena adanya dorongan untuk
memperoleh
pemenuhan
dalam
bermacam-macam kebutuhan.
Berbagai kebutuhan itu bermacam-macam dan menurut teori ini seseorang akan membutuhkan jenjang kebutuhan itu bermacam-macam dan menurut teori ini seseorang akan membutuhkan jenjang kebutuhan selanjutnya bila kebutuhan sebelumnya sudah tercapai. Sedikitnya ada lima macam kebutuhan yang berjenjang dari kebutuhan dasar sampai kepada kebutuhan lanjutan, yaitu physiological needs, safety needs, love needs, esteem needs dan
self actualization needs. Landasan dari teori ini menyatakan
18
bahwa manusia adalah makhluk yang berkeinginan yang selalu ingin lebih lagi dalam suatu proses yang tiada henti. Selain itu, suatu kebutuhan yang telah terpuaskan tidak akan menjadi motivator perilaku, tetapi akan menjadi motivator perilaku hanyalah kebutuhan-kebutuhan yang belum terpuaskan. (3) Teori Motivasi "Dua Faktor" dari Frederick Herzberg Teori motivasi ini menyatakan bahwa dalam setiap pelaksanaan pekerjaan akan terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi pekerjaan akan dilaksanakan dengan baik atau tidak, yaitu syarat kerja dari faktor pendorong. Apabila kedua faktor tersebut diperhatikan dengan baik, maka pelaksanaan pekerjaan akan berjalan dengan baik pula. (4) Teori Motivasi "HumanRelation" dari Rensis Likert Sesuai dengan istilah human relation, maka teori ini berkaitan erat dengan hubungan kemanusiaan. Inti dari teori ini adalah mengatakan bahwa seseorang akan melakukan sesuatu jika dianggap penting atau berguna. (5) Teori Motivasi "Preference Expectation " dari Vroom Konsep dasar dari teori ini adalah bahwa seseorang akan terdorong untuk bekerja dengan baik apabila akan memperoleh sesuatu imbalan yang pada saat itu sedang sebagai kebutuhan pokok yang harus segera dipenuhi. (6) Teori Motivasi "X dan Y" dari McGregor Teori motivasi "X dan Y" mulai muncul sejak adanya pendapat bahwa ada dua kelompok sifat orang, yaitu kelompok orang yang bersifat baik dan kelompok orang bersifat buruk. Sehubungan dengan adanya orang yang bersifat buruk ditumbuhkan oleh teori X dan sehubungan dengan adanya orang yang bersifat baik ditumbuhkan teori Y. Secara singkat teori X berbunyi bahwa orang pada umumnya akan bekerja sedikit mungkin, mereka tidak memiliki ambisi untuk maju, tidak menyukai
19
tanggung jawab, mereka juga melakukan pekerjaan dengan mengutamakan imbalan materi. Teori Y berbunyi pada dasarnya orang senang bekerja karena menganggap pekerjaan mereka sebagai hobi, sehingga akan bekerja dengan penuh pengabdian, maka pengarahan yang dilakukan menjadi lebih longgar dan dapat menerapkan cara demokratis. (7) Teori Kebutuhan "Existence, Relatedness dan growth " dari Alderfer Manusia memiliki tiga macam kebutuhan, yaitu: kebutuhan akan keberadaan, kebutuhan berhubungan dan kebutuhan keberadaan
berkaitan
dengan
pertumbuhan. Kebutuhan akan
kebutuhan
akan
kelangsungan
hidup
seseorang. Kebutuhan berhubungan bertalian dengan kebutuhan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain baik berupa hubungan antar pribadi maupun hubungan sosial. Sedangkan kebutuhan
pertumbuhan berkaitan
dengan kebutuhan untuk mengembangkan diri. (8) Teori Kebutuhan "Berprestasi" dari McClelland Teori ini mengatakan bahwa individu memiliki tiga macam kebutuhan yaitu kebutuhan berprestasi, kebutuhan berafiliasi dan kebutuhan untuk berkuasa. Dengan demikian menurut teori ini seseorang akan terdorong berbuat dengan sungguh-sungguh apabila merasa akan memperoleh kesempatan untuk dapat menunjukkan sepenuh kemampuan yang dimilikinya hingga dapat diperoleh hasil terbaik. Seseorang juga akan terdorong berbuat dengan sungguh-sungguh apabila merasa bahwa dari hasil kerjanya akan diperoleh persahabatan dengan orang lain. Terakhir seseorang akan terdorong untuk berbuat sesuatu apabila merasa akan memperoleh kedudukan yang diinginkan. (9) Teori Motivasi "keadilan" dari Adams
20
Teori ini menyatakan bahwa orang akan cenderung bekerja dengan baik apabila akan memperoleh keadilan. Dengan demikian ketidakadilan akan melemahkan semangat kerja seseorang. Ada beberapa kajian teori yang dikemukakan oleh para ahli berkenaan dengan motivasi, diantaranya adalah teori kognitif, teori hedonistis, teori insting, teori psikoanalitis, teori keseimbangan dan teori dorongan (Handoko, 1995: 10-23).
Teori Kognitif Teori ini mengatakan bahwa tingkah laku seseorang tidak digerakkan oleh motivasi tetapi oleh rasio. Teori ini memiliki kelemahan yaitu tidak menyadari bahwa kadang-kadang tindakan manusia berada di bawah kontrol rasio, sehingga teori ini sukar untuk dipertanggungjawabkan. Oleh sebab itu, hal ini akan terjawab bila konsep motivasi mendapat tempat di belakang setiap tingkah laku, baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Teori Hedonistis
Teori Hedonistis menyatakan bahwa setiap tindakan manusia pada dasarnya mempunyai suatu tujuan untuk mencari hal-hal yang menyenangkan serta menghindari hal-hal yang menyakitkan. Teori ini memiliki kelemahan dan dipandang kurang ilmiah karena hanya melandasi diri pada pengalaman subjektif saja. Masalah keadaan menyenangkan dan menyakitkan yang dialami seseorang akan sangat tergantung pada adaptasi seseorang dengan rangsangan yang mendahuluinya.
Teori Insting
Teori insting berpendapat bahwa setiap orang telah membawa potensi biologis sejak ia dilahirkan. Dengan demikian potensi inilah yang menuntun
21
seseorang untuk bertindak. Teori ini mempunyai kelemahan karena sangat sukar untuk membuat daftar-daftar insting dasar yang mencakup segala bentuk tingkah laku manusia.
Teori Psikoanalitis
Teori Psikoanalitis (Freud) merupakan pengembangan dan teori insting. Teori ini menyatakan bahwa tingkah laku manusia dipengaruhi oleh dua faktor dasar yaitu insting kehidupan yang mendorong seseorang untuk tetap hidup dan insting kematian yang mendorong seseorang untuk menghancurkan dirinya sendiri. Selain itu, teori ini juga melihat bahwa motif tidak sadar dapat menampakkan diri dalam berbagai bentuk, misalnya dalam bentuk mimpi dan salah ucap. Kritik terhadap teori ini berkisar pada keraguan bahwa mimpi dan salah ucap merupakan akibat dan motif yang tidak disadari.
Teori Keseimbangan
Teori keseimbangan berpendapat bahwa tingkah laku manusia terjadi karena adanya ketidakseimbangan dalam diri manusia. Prinsip teori ini adalah diawali dan keadaan tidak seimbang kemudian menemukan keseimbangan, setelah
itu
menimbulkan
ketidakseimbangan
baru
yang
diikuti
dengan
keseimbangan yang baru dan begitu seterusnya.
Teori Dorongan
Teori dorongan memberi tekanan pada hal yang mendorong terjadinya tingkah laku. Teori keseimbangan sebenarnya merupakan penyokong teori dorongan. Dorongan merupakan suatu tenaga dari dalam diri kita yang
22
menyebabkan kita melakukan sesuatu. Teori dorongan ini semakin diakui setelah muncul teori keseimbangan karena dorongan merupakan salah satu usaha untuk dapat mengembalikan kepada keadaan seimbang dalam diri seseorang. Melihat kepada berbagai teori di atas, dapat diketahui bahwa tingkah laku manusia disebabkan oleh adanya kebutuhan dan ditambah dengan adanya dorongan tertentu. Dengan adanya kebutuhan dan dorongan ini seseorang merasa siap untuk melakukan suatu perilaku tertentu. Jika keadaan siap itu mengarah kepada suatu kegiatan kongkrit disebut sebagai motif. Selanjutnya usaha menggiatkan motif-motif tersebut menjadi tingkah laku kongkrit disebut dengan tingkah laku bermotivasi. Manusia akan termotivasi bila didahului dengan adanya suatu keinginan. Keinginan tersebut muncul melalui proses persepsi yang diterima dan dipengaruhi oleh kepribadian, sikap, pengalaman dan harapan seseorang untuk kemudian sesuatu yang diterima tersebut diberi arti oleh orang yang bersangkutan menurut minat dan keinginannya. Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat lemahnya motivasi kerja seorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya. Dengan demikian
"Motivasi Kerja"
berarti dorongan atau kehendak
seseorang untuk melaksanakan tindakan atau kegiatan dalam lingkup tugastugas yang merupakan pekerjaan/jabatannya di lingkungan sebuah organisasi (Nawawi, 2003: 328).
23
Kepemimpinan Setiap dan semua organisasi apapun jenisnya pasti memiliki dan memerlukan seorang pimpinan tertinggi (pimpinan puncak) dan/atau manajer tertinggi (top manager) yang harus menjalankan kegiatan kepemimpinan (leadership) dan/atau manajemen (management) bagi keseluruhan organisasi sebagai satu kesatuan (Nawawi, 2003: 18). Robbins
(1992:
354)
mengatakan
bahwa
kepemimpinan
adalah
kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian (tujuan). Pendapat ini memandang semua anggota kelompok/organisasi sebagai satu kesatuan,
sehingga
kepemimpinan
diberi
makna
sebagai
kemampuan
mempengaruhi semua anggota kelompok/organisasi agar bersedia melakukan kegiatan/bekerja untuk mencapai tujuan kelompok/organisasi. Owens (1991:132) mengemukakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu interaksi antar suatu pihak yang memimpin dengan pihak yang dipimpin. Pendapat ini menyatakan juga bahwa kepemimpinan merupakan proses dinamis yang dilaksanakan melalui hubungan timbal balik antara pemimpin dan yang dipimpin. Hubungan tersebut berlangsung dan berkembang melalui interaksi antar pribadi yang saling mendorong dalam mencapat tujuan bersama. Dengan kata lain kepemimpinan adalah hubungan interpersonal berdasarkan keinginan bersama. Kepemimpinan bukan suatu sebab tetapi akibat atau hasil dari perilaku kelompok, sehingga tanpa ada anggota (pengikut), maka tidak ada pimpinan. Pimpinan yang kuat adalah yang diakui dan didukung seluruh anggota organisasinya. Sebagai suatu kemampuan, menurut Slamet (Mardikanto, 1993: 205) " kepemimpinan" bukanlah sekedar bakat atau sesuatu yang hanya dapat
24
diperoleh sebagai faktor keturunan atau bawaan, tetapi dapat dimiliki oleh setiap orang melalui proses belajar: artinya, kepemimpinan itu dapat dipelajari. Suatu usaha mempengaruhi orang antar perseorangan (interpersonal) lewat proses komunikasi untuk mencapai sesuatu atau beberapa tujuan (Ivancevich dan Gibson. 1993: 263). Suatu bentuk dominasi yang didasari oleh kapabilitas / kemampuan pribadi: yaitu mampu mendorong dan mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan bersama. ( Kartono, 1991: 163). Dari beberapa pengertian tentang kepemimpinan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan erat kaitannya dengan kemampuan seseorang untuk memprakarsai tindakan anggota kelompok dalam upaya memecahkan masalah kelompok atau mencapai tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah suatu fungsi yang harus dilaksanakan dalam suatu organisasi, sebab kepemimpinan itulah yang setiap kali mengambil keputusan tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh organisasi atau kelompok. (Slamet, 2003). Mengingat kepemimpinan bukan merupakan sifat bawaan atau turunan, maka setiap orang mempunyai peluang untuk dapat melaksanakan fungsi kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan dapat dilakukan setiap orang, namun orang
yang
memiliki
hak
dan
wewenang
untuk
menjalankan
tugas
kepemimpinan disebut pimpinan. Meskipun demikian tidak sedikit pemimpin yang kurang mampu menjalankan tugas kepemimpinan dengan baik, sebaliknya seseorang yang bukan pemimpin dapat menjalankan fungsi kepemimpinan secara baik. Menurut Sutarto (1991), kepemimpinan adalah suatu rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
25
Andrews yang dikutip oleh Fiedler (1967) menyatakan bahwa dalam mendeskripsikan kepemimpinan senantiasa terdapat variabel-variabel: (1) adanya seorang pemimpin, (2) adanya kelompok yang dipimpin, (3) adanya tujuan yang ingin dicapai. (4) adanya aktivitas, (5) adanya interaksi, dan (6) adanya otoritas. Slamet (2003) menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan, proses, atau fungsi pada umumnya untuk mempengaruhi orangorang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya dikemukakan oleh Slamet (2003) bahwa kepemimpinan penting dalam kehidupan bersama dan kepemimpinan itu hanya melekat pada orang dan kepemimpinan itu harus meng ena kepada orang yang dipimpinnya. Hal ini berarti harus diakui secara timbal balik, misalnya sasaran yang dipimpin harus mengakui bahwa orang tersebut adalah pemimpinnya. Berkait
dengan
soal
kepemimpinan
organisasi
dan
kemampuan
memotivasi, sangat tergantung pada potensi keupayaan dan kemampuan seorang pemimpin membentuk arah, wawasan, tujuan, prinsip, dan membina budaya.
Kemampuan memotivasi juga sangat dipengaruhi oleh kesiapan
pernimpin dalam menimbulkan motivasi dalam dirinya, sehingga dapat dijadikan tcladan dalam memotivasi orang lain atau pengikutnya. Hubungan pemimpin dengan anggota berkaitan dengan derajat kualitas emosi dari hubungan tersebut, yang mencakup tingkat keakraban dan penerimaan anggota terhadap pemimpinnya. Semakin yakin dan percay a anggota kepada pemimpinnya, semakin efektif kelompok dalam mencapai Tujuannya. Dalam hubungan pemimpin dengan anggotanya perlu diperhatikan antisipasi kepuasan anggota dan harus dipadukan dengan tujuan kelompok, motivasi anggota dipertahankan tinggi, kematangan anggota dalam pengambilan keputusan dan adanya tekad yang kuat dalam mencapai tujuan (Slamet, 2003).
26
Faktor-faktor penting yang terdapat dalam pengertian kepemimpinan: (1) pendayagunaan pengaruh, (2) hubungan antar manusia, (3) proses komunikasi dan (4) pencapaian suatu tujuan. Kepemimpinan tergantung pada kuatnya pengaruh yang diberikan serta intensitas hubungan antara pemimpin dengan pengikut (Ginting, 1999). Berdasarkan uraian-uraian di atas berarti setiap dan semua pemimpin dan calon pemimpin perlu memahami pengertian kepemimpinan, sebelum melakukan usaha meningkatkan efektivitas organisasinya. Untuk itu pada giliran berikutnya seorang pemimpin dan calon pemimpin perlu pula mengetahui dan memahami berbagai teori kepemimpinan dan teori-teori pendukungnya, agar memiliki wawasan sejalan dengan orientasi baru dalam kepemimpinan. Wawasan sebagai orientasi baru itu selain perlu dipahami juga harus dapat
diimplementasikan
dalam
mewujudkan
kepemimpinannya
untuk
inengefektifkan organisasi, agar memberi manfaat yang lebih besar bagi pemimpin, anggota orga-nisasi yang dipimpin, masyarakat khususnya pihak yang dilayani organisasinya, bahkan juga untuk bangsa dan negaranya.
Gaya Kepemimpinan Gaya kepimpinan adalah merupakan cara-cara orang memimpin (Slamet, 1978).Sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang unik khas. (Kartono,1991:29). Sebagai gaya yang diterapkan oleh seorang pemimpin pada situasi tertentu, demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan (Fiedler dalam Mardikanto. 1993: 208). Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa gaya kepemimpinan merupakan cara-cara yang digunakan pemimpin dalam mempengaruhi anggotanya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
27
(1) Gaya Kepemimpinan Autocratic Mardikanto (1993) menyebutkan bahwa otokrasi merupakan gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan tergantung kepada pemimpinnya sendiri. Kartono (1991) mengatakan, kepemimpinan otokratis mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau berperan sebagai pemain tunggal (one-man show). Dari kedua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa otokrasi merupakan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pemimpin, di mana segala keputusan dilakukannya sendiri, tanpa mau berkonsultasi dengan anggotanya. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa konsultasi dengan bawahannya. Pemimpin otokrasi senantiasa ingin berkuasa absolut, tunggal dan merajai keadaan. Pemimpin mau bersikap "baik" sepanjang bawahannya patuh secara mutlak terhadap dirinya. (2) Gaya Kepemimpinan Autoritarian Gaya kepemimpinan autoritarian pada hakekatnya sama dengan gaya kepemimpinan otokratis. Prinsip dan gaya ini adalah segala keputusan terpusat pada pemimpin. Anggota atau bawahan hanya menjalankan segala sesuatu yang diputuskan pemimpin tanpa pernah mengajak untuk berkonsultasi. Hubungan antara pemimpin dan anggotanya pada gaya ini sangat kaku. (3) Gaya Kepemimpinan Task Oriented Slamet,
(2003)
mengatakan
bahwa
gaya
kepemimpinan
yang
sepenuhnya berorientasi pada tugas yang harus diselesaikan oleh organisasi disebut dengan gaya kepemimpinan task oriented. Gaya kepemimpinan ini sangat mengutamakan terlaksananya tugas dengan baik, dengan mengabaikan perasaan tidak senang anggotanya. Dengan
28
kata lain, hubungan antara pimpinan dengan anggotanya bukan merupakan sesuatu yang penting. Ivancevich, Gibson. (1993: 269) menyebutkan bahwa pemimpin yang memusatkan perhatiannya pada pekerjaan dengan melakukan pengawasan yang ketat sehingga bawahan menjalankan tugas mereka dengan menggunakan prosedur khusus, merupakan gaya kepemimpinan job-centered. Selanjutnya dikatakan, bahwa tipe pemimpin ini mendasarkan diri pada paksaan, imbalan, dan kekuasaan yang sah untuk mempengaruhi perilaku dan hasil karya anggotanya. Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa task oriented merupakan suatu gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas. Dalam hal ini pemimpin menekankan pentingnya penyelesaian tugas. Sehubungan itu, pengawasan menjadi faktor penting dalam gaya ini. (4) Gaya Kepemimpinan Initiating Ivancevih,
dan
Gibson.
(1993:
271)
mengatakan
bahwa
gaya
kepemimpinan initiating menyangkut perilaku pemimpin untuk mengorganisasi dan menentukan hubungan dalam kelompok, menetapkan pola dan saluran komunikasi yang jelas dan menguraikan secara rinci cara menyelesaikan pekerjaan. Dari definisi di atas penulis memberikan pengertian gaya kepemimpinan initiating merupakan gaya yang digunakan pemimpin untuk mengorganisasi suatu kelompok, di antaranya menentukan struktur kelompok, sistem komunikasi, dan rincian tugas kelompok dalam upaya mencapai tujuan kelompok. (5) Gaya Kepemimpinan Supervisory Lundin dalam Ivancevich dan Gibson. (1993: 271) menyebutkan bahwa kemampuan supervisory merupakan penggunaan secara efektif dan apa saja
29
yang diperlukan untuk melakukan praktek supervisi sebagaimana ditentukan secara khusus oleh situasi. Dari definisi di atas penulis memberikan pengertian gaya kepemimpinan I supervisory sebagai gaya kepemimpinan yang
menitikberatkan pada
pengawasan proses kerja bawahan atau anggotanya. (6) Gaya Kepemimpinan Democratic. Mardikanto (1993) mengatakan bahwa demokratis merupakan gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan sebagai keputusan bersama dan seluruh anggota sistem sosial yang bersangkutan. Kartono (1991) menyebutkan, kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dengan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu: mau mendengarkan nasihat dan usulan bawahannya. Oleh karena itu kekuatan kepemimpinan demokratis terletak pada partisipasi aktif dari setiap anggota kelompok. (7) Gaya Kepemimpinan Considerate. Ivancevicsh dan Gibson.
(1993: 271)
menyebutkan bahwa gaya
kepemimpinan considerate menyangkut perilaku pemimpin yang menunjukkan persahabatan, saling mempercayai, rasa hormat, kehangatan dan hubungan antara pimpinan dan pengikut. Dari
definisi
tersebut
penulis
memberi
pengertian
bahwa
gaya
kepemimpinan considetare adalah gaya kepemimpinan yang menekankan terjalinnya hubungan baik dengan anggotanya. (8) Gaya Kepemimpinan Partisipalory. Mardikanto (1993) mengatakan, kepemimpinan partisipatif merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan kesediaan pemimpin untuk membuka
30
pintu lebar-lebar bagi bawahannya untuk berkomunikasi dan berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan. Dari definisi di atas penulis memberi pengertian bahwa kepemimpinan partisipatif merupakan gaya kepemimpinan yang mengajak anggotanya untuk memberi saran dan gagasan dalam setiap pengambilan keputusan. Menurut Siagian (1999) ada tiga macam gaya kepemimpinan yang telah dikenal secara luas yaitu : (a) Demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan sebagai keputusan bersama dan seluruh anggota sistem sosial yang bersangkutan. (b) Otokrasi, yaitu kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan tergantung kepada pemimpinnya sendiri. (c) Laissez faire, yaitu gaya kepemimpinan yang menyerahkan pengambilan keputusan kepada masing-masing anggota sistem sosial itu sendiri. Gaya kepemimpinan yang ada dalam suatu kelompok atau masyarakat tergantung pada situasi yang terdapat pada kelompok masyarakat tersebut. Dalam situasi yang sangat menguntungkan atau sangat tidak menguntungkan cenderung gaya kepemimpinannya bersifat otoriter.
Pada situasi di mana
hubungan antara anggota dengan pemimpinnya sedang-sedang saja atau anggota kelompok sangat dipentingkan maka gaya kepemimpinan lebih diarahkan pada gaya kepemimpinan yang demokratis. Posner (1987: 7-I3) mengungkapkan lima prinsip yang memungkinkan pemimpin bisa menyelesaikan banyak hal yang luar biasa. Kelima prinsip tersebut adalah: (1) Menantang proses Pemimpin harus berani menantang proses yang berjalan secara alami. Pemimpin adalah pelopor. orang yang bersedia melangkah ke luar dan
31
memasuki apa yang belum diketahui. Mereka bersedia mengambil resiko, melakukan inovasi dan percobaan supaya bisa menemukan cara baru dan lebih baik untuk melakukan banyak hal. Pemimpin adalah pengguna awal. Pemimpin adalah orang yang sanggup belajar, mereka belajar dari kegagalan mereka di samping dan keberhasilan mereka. (2) Menghadirkan wawasan bersama Untuk mencapai tujuan bersama, pemimpin harus mampu memberi ilham bagi munculnya wawasannya sebagai wawasan orang yang dipimpin. Pemimpin harus memahami kebutuhan, impian, harapan, aspirasi orang yang dipimpin. Pemimpin harus menempa kesatuan tujuan dengan menunjukkan bagaimana impian dapat dicapai dan membangkitkan antusiasme bagi anggotanya. (3) Memungkinkan orang lain bisa bertindak. Seorang pemimpin akan berhasil jika mampu membuat anak buah merasa kuat, mampu, dan memiliki keyakinan. Pemimpin memungkinkan orang yang dipimpin bisa bertindak dengan berbagi kepemimpinan. Kepemimpinan sebaiknya terjadi akibat adanya hubungan yang berdasarkan kepercayaan dan keyakinan. (4) Menjadi penunjuk jalan. Seorang pemimpin akan berhasil jika mampu memberi contoh dan membina komitmen melalui tindakan sehari-hari, yang menciptakan kemajuan. Pemimpin harus dapat menjadi penunjuk jalan melalui contoh pribadi dan pelaksanaan yang penuh pengabdian tanpa pamrih atau mengharapkan adanya imbalan. (5) Membesarkan hati. Pemimpin akan berhasil jika mampu membesarkan hati anak buah untuk berjalan terus,
menunjukkan kepada anak buah bahwa mereka bisa
32
menghadapi segala masalah dan rintangan, dan memberikan pengakuan terhadap keberhasilan individual dan kelompok.
Komitmen Pemimpin Secara etimologis, komitmen (commitment) dapat diartikan sebagai janji atau tanggungjawab. Dengan demikian seorang pemimpin yang baik harus memiliki
tanggungjawab
dalam
melaksanakan
tugas
kepemimpinannya.
Tanggungjawab merupakan salah satu bentuk manifestasi dari kewenangan yang diberikan anggota sistem sosialnya kepada pemimpinnya. Yuki (1998: 76-77) menguraikan beberapa pedoman untuk mendefinisikan tanggungjawab tugas seorang pemimpin: (a) Bertemu dengan bawahan untuk bersama-sama mendefinisikan pekerjaan; kapanpun tugas seorang bawahan atau anggota organisasi atau tim diubah maka
pertemuan
harus
segera
dilakukan
untuk
bersama-sama
mengembangkan deskripsi tugas bagi para bawahan. (b) Menetapkan prioritas bagi berbagai tanggungjawab, tidak ada formula yang sederhana untuk menentukan prioritas, namun ia harus mencerminkan pentingnya sebuah kegiatan bagi unit kerja organisasi. Bila persetujuan mengenai
prioritas
tak
dapat
diselesaikan,
maka
pemimpin
harus
menyatakan dengan jelas apa yang diharapkan agar bawahan atau anggota dapat mengerti. (c) Menjelaskan jangkauan kewenangan bawahan (anggota); tanggungjawab dan
tugas yang dibebankan kepada bawahan harus diuraikan dengan jelas.
namun juga memberi peluang kepada anggota untuk memeriksa pengertian tentang kebijaksanaan dan peraturan yang berkaitan dengan tindakan para anggota.
33
Posner (1987: 13-276) mengungkapkan dan menguraikan 10 komitmen pemimpin, yang merupakan petunjuk cara pemimpin menyelesaikan banyak hal yang luar biasa dalam organisasi. Kesepuluh komitmen pemimpin tersebut adalah: (1) Mencari kesempatan yang menantang untuk mengubah, mengembangkan, dan melahirkan inovasi; komitmen ini dapat dilakukan dengan: -
Memperlakukan setiap tugas sebagai petualangan,
-
Memperlakukan setiap tugas baru sebagai permulaan, bahkan seandainya
bukan,
-
Mempertanyakan status quo,
-
Mendorong orang mencari gagasan,
-
Memasukkan pengumpulan gagasan sebagai agenda pemimpin,
-
Pergi ke luar dan menemukan sesuatu yang perlu diperbaiki,
-
Menugaskan orang untuk memanfaatkan dan meraih kesempatan,
-
Memperbaharui tim atau anggota,
-
Menambah petualangan dan kesenangan kepada seti ap orang (bawahan).
-
Mempelajari keahlian baru dan mengikuti pelajaran tambahan.
(2) Melakukan eksperimen, mengambil resiko, dan belajar dari kesalahan yang menyertai; -
Melakukan eksperimen (percobaan) dalam skala kecil,
-
Menciptakan suasana aman bagi orang lain untuk melakukan eksperimen,
-
Menyingkirkan tindakan yang dapat memunculkan amarah.
-
Bekerja bahkan dengan gagasan yang mula-mula kedengaran aneh,
-
Menghargai orang yang berani mengambil resiko,
-
Melakukan debrifing tentang setiap kegagalan seperti setiap sukses,
34
(3)
-
Memberikan teladan mengambil resiko,
-
Mendorong pemikiran adanya peluang atau kemungkinan,
-
Memaksimalkan kesempatan untuk berbagai pilihan,
-
Membuat jabatan resmi sebagai pilihan.
Membayangkan masa depan untuk meningkatkan semangat, hal ini ditempuh dengan : -
Memikirkan lebih du!u masa lalu.
-
Menetapkan tujuan yang diinginkan.
-
Menulis artikel tentang bagaimana membuat perbedaan,
-
Menulis pernyataan wawasan secara singkat,
-
Bertindak berdasarkan intuisi (bisikan hati),
-
Menguji pengandaian,
-
Menjadi pakar masa depan,
-
Berlatih dengan visualisasi dan pengukuhan.
(4) Mengajak orang lain dalam wawasan bersama dengan menghimbau nilai nilai, perhatian, harapan dan impian mereka; dengan cara-cara berikut: -
Mengenali pengikut,
-
Menemukan sesuatu landasan bersama,
-
Mengembangkan kecakapan antarpribadi,
-
Menghembuskan nafas kehidupan ke dalam wawasan pemimpin,
-
Bicara secara positif,
-
Membuat apa yang tidak nyata menjadi nyata,
-
Mendengarkan lebih dahulu dan sering meminta penjelasan lebih jauh.
(5) Menganjurkan kerja sama dengan mengemukan tujuan dengan penuh kerjasama dan membina kepercayaan; -
Selalu mengatakan kita, bukan 'aku' atau "kami",
-
Meningkatkan interaksi,
35
-
Berfokus pada perolehan, bukan kehilangan,
-
Membuat daftar alat pembayaran alternatif,
-
Membentuk kemitraan perencanaan dan pemecahan masalah,
-
Melakukan pemeriksaan kerjasama,
-
Berjalan lebih dahulu atau di depan anggota.
(6) Memperkuat orang dengan memberikan kekuasaan, menyediakan pilihan, mengembangkan kecakapan, memberikan tugas penting, dan menawarkan dukungan yang kelihatan; dengan cara: -
Memperbesar lingkup pengaruh orang lain.
-
Memastikan bahwa tugas yang didelegasikan relevan,
-
Mendidik dan mendidik.
-
Melangsungkan pertemuan,
-
Membuat dan menjalin hubungan-hubungan dengan pihak lain,
-
Menjadikan orang lain sebagai pahlawan.
(7) Memberikan teladan dengan berperilaku secara konsisten dengan wawasan bersama; hal ini dapat dilakukan dengan: -
Instrospeksi diri,
-
Menulis kegiatan kepemimpinan,
-
Menulis pujian pribadi dan pujian kepada organisasi,
-
Membuka dialog tentang nilai-nilai pribadi dan bersama,
-
Memeriksa tindakan,
-
Bertukar tempat,
-
Bersikap dramatis,
-
Menceritakan kisah (pengalaman) saat memberi pelajaran.
(8) Mencapai kemenangan kecil yang dapat meningkatkan kemajuan secara konsisten dan membina komitmen; -
Mengambilnya secara pribadi,
36
-
Membuat rencana,
-
Menciptakan model,
-
Memecah-mecah dan menurunkan,
-
Menghimbau sukarelawan,
-
Menggunakan papan pengumuman,
-
Menjual keuntungan,
-
Mengajak orang lain makan malam (atau makan pagi).
(9) Menghargai sumbangan individu kepada keberhasilan setiap proyek (kegiatan); -
Bersifat kreatif tentang imbalan dan penghargaan serta memberikannya secara pribadi,
-
Memberikan penghargaan di muka umum,
-
Merancang imbalan dan penghargaan sistem peranserta,
-
Memberikan umpan balik sambil berjalan,
-
Menciptakan Pygmalion,
-
Menemukan orang yang melakukan banyak hal dengan benar,
-
Melatih anak buah.
(10)
Merayakan keberhasilan tim secara teratur, dengan cara: -
Jadwalkan perayaan,
-
Memberi pujian,
-
Menjadi bagian orang yang memberi penghargaan,
-
Bersenang-senang,
-
Menetapkan jaringan sosial dan mendukungnya,
-
Tetap mencintai,
-
Merencanakan perayaan sekarang juga. Menurut Robinson (Ginting, 1999), para ahli mengemukakan bahwa
peranan yang perlu ditampilkan pemimpin adalah: (1) mencetuskan ide atau
37
sebagai seorang kepala, (2) memberi informasi, (3) sebagai seorang perencana, (4) memberi sugesti, (5) mengaktifkan anggota, (6) mengawasi kegiatan, (7) memberi semangat untuk mencapai tujuan, (8) sebagai katalisator, (9) mewakili kelompok, (10) memberi tanggung jawab, (11) menciptakan rasa aman dan (12) sebagai ahli dalam bidang yang dipimpinnya. Sebagai pemimpin kelompok seseorang harus berperan mendorong anggota beraktivitas sambil memberi sugesti dan semangat agar tujuan dapat tercapai. Segala masukan yang datang dari luar, baik berupa ide atau gagasan, tekanan-tekanan, maupun berupa materi,
semuanya harus diproses di bawah koordinasi pemimpin. Untuk ini,
perlu berperan: (1) sebagai penggerak (aktivator), (2) sebagai pengawas, (3) sebagai martir, (4) sebagai pemberi semangat/kegembiraan, dan (5) sebagai pemberi tanggung jawab kepada anggota. Menurut Covey (Yuliani, 2002), ada tiga peranan pemimpin dalam kelompok/organisasi antara lain: (1) Pencarian alur (Pathfinding), mengandung sistem nilai dan visi dengan kebutuhan pelanggan melalui suatu perencanaan strategis yang disebut the strategic pathway (jalur strategi). (2) Penyelarasan (Aligning), upaya memastikan bahwa struktur, sistem dan operasional organisasi memberi dukungan pada pencapaian visi dan misi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan dan pemegang saham lain yang terlibat. (3) Pemberdayaan (Empowerment), suatu semangat yang digerakkan dalam diri orang-orang yang mengungkapkan bakat, kecerdikan dan kreativitas laten, untuk mampu mengerjakan apapun dan konsisten dengan prinsip-prinsip yang disepakati untuk mencapai nilai, visi dan misi bersama dalam melayani kebutuhan pelanggan dan pemegang saham lain terlibat.
38
Dari beberapa definisi tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan ciri-ciri aktivitas seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan "kepemimpinan " adalah ciriciri kegiatan dari seorang pemimpin atau atasan langsung dari unit terendah sampai yang paling tinggi di dalam instansi/lembaga tersebut (jabatan struktural/eselonering dan jabatan fungsional).
Karakteristik Pegawai Karakteristik individu ialah sifat-sifat yang ditampilkan seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupannya di dunia atau lingkungannya sendiri (Reksowardoyo, 1983: 4). Menurut Yusuf (1989: 37), keberhasilan dari suatu program pendidikan ditentukan antara lain oleh karakteristik pengajar dan pelajarnya, dan karakteristik itu berbeda-beda pada setiap warga belajarnya. Seorang pegawai tidak dilahirkan ke muka bumi mi, tetapi dibentuk oleh dirinya sendiri melalui proses interaksi dengan lingkungan sosial dan fisik yang dialami sepanjang kehidupan. Kecerdasan pegawai dimiliki sebagai kemampuan dasar oleh semua individu, namun dalam perkembangannya melalui interaksi dengan lingkungan, menjadi tidak sama antar setiap individu yang satu dengan individu lainnya. Dengan demikian berarti juga setiap dan semua individu mungkin dapat meningkatkan kemampuan mendayagunakan kecerdasan yang dimilikinya. Kapanpun waktunya atau berapapun usianya seseorang tidak pernah terlambat untuk mengubah dan mengembangkan diri agar menjadi orang yang memiliki dan mampu mendayagunakan kecerdasannya untuk mencapai sukses. Menurut Slamet (1978: 396), perbedaan-perbedaan individu yang mempengaruhi cepat
39
lambatnya proses adopsi adalah: umur, pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan (localite vs cosmopolite), keberanian mengambil resiko, sikap terhadap perubahan, motivasi berkarya, aspirasi, fatalisme (tidak adanya kemampuan untuk mengontrol masa depannya sendiri), dan diagnotisme (sistem kepercayaan yang tertutup). Jadi karakteristik pegawai yaitu ciri-ciri pegawai yang berhubungan dengan
kepemimpinan
dan
motivasi
kerja
yang
pada
akhirnya
akan
meningkatkan prestasi kerja pegawai yang bersangkutan
Budaya Organisasi Budaya Organisasi, menurut Barry Cushway dan Derek Lodge (1995: 2425), adalah suatu kepercayaan dan nilai-nilai yang menjadi falsafah utama yang dipegang
teguh
oleh
anggota
organisasi
dalam
menjalankan
atau
mengoperasio-nalkan kegiatan organisasi. Schein (Schermerhorn, Hurn dan Osborn, 1995:253) mengatakan budaya organisasi adalah suatu sistem penyebaran keyakinan dan nilai-nilai yang dikembangkan di dalam sebuah organisasi sebagai pedoman perilaku anggotanya. Gureth
(1994:
13-14)
mendefinisikan
budaya
organisasi
adalah
sekumpulan nilai-nilai yang mengendalikan interaksi antar anggota organisasi dan interaksi dengan sistem dan lingkungan organisasi lainnya. Budaya organisasi dibentuk oleh semua orang yang terlibat dengan organisasi (pemilik, pimpinan dan karyawan) yang mengacu pada etika organisasi, peraturan kerja dan tipe struktur organisasi. Budaya organisasi melalui struktur organisasi membentuk dan mengendalikan perilaku organisasi dan anggota organisasi. Orang-orang yang terlibat di dalam organisasi merupakan sumber utama budaya organisasi, karena seseorang hanya akan
40
bergabung pada organisasi yang dirasakan sesuai, demikian pula sebaliknya organisasi hanya akan sesuai dan menerima orang-orang yang sesuai dengan nilai-nilai di dalam organisasi. Semakin lama seseorang berada dalam organisasi berarti telah terjadi interaksi timbal balik, orang tersebut akan merasa semakin sesuai dengan nilai-nilai di dalam organisasi, sebaliknya organisasi akan semakin membutuhkan orang tersebut. Namun harus diterima kenyataan bahwa sejalan dengan perkembangan organisasi, budaya organisasi yang dapat dikelola dan dapat diubah atau berubah. Sehubungan dengan itu Robbins (1996: 681) mengatakan ada kecenderungan yang luas bahwa organisasi mengarah pada suatu sistem milik bersama (meskipun diawali dengan didirikan oleh satu orang) yang budaya organisasinya juga dikembangkan untuk menciptakan kebersamaan antar seluruh anggota organisasi. Sejalan dengan pendapat itu Kotter dan Haskett (1992: 3) mengatakan bahwa dari proses terwujudnya budaya organisasi, sumber utama dan pertama budaya organisasi pasti berasal dari pemilik atau pendiri dan/atau pemimpin yang pertama, sebagai orang-orang yang pertama menentukan visi, strategi, filosofis dan nilai-nilai yang diterima dan dianut dalam organisasi. Suatu
peninjauan
yang
lebih
mendalam
dan
sederet
defenisi
memperlihatkan sebuah tema sentral-budaya organisasi merujuk pada suatu sistem pengertian yang diterima secara bersama. Dalam setiap organisasi terdapat pola mengenai kepercayaan, ritual, mitos serta praktek-praktek yang telah berkembang sejak beberapa lama. Kesemua itu pada gilirannya, menciptakan pemahaman yang sama di antara para anggota mengenai bagaimana sebenarnya organisasi itu dan bagaimana anggotanya harus berperilaku.
41
Budaya mengimplikasikan adanya dimensi atau karakteristik tertentu yang berhubungan secara erat dan interdependen. Kebanyakan peneliti tidak berusaha merinci karakteristik tersebut. Sebaliknya, mereka berbicara budaya sebagai "milieu" yang abstrak. Jika budaya itu memang ada, dan kita menyatakan bahwa memang demikian adanya, maka budaya harus mempunyai dimensi mencolok yang dapat didefenisikan dan diukur. Untuk itu ada 10 (sepuluh) karakteristik yang jika dicampur dan dicocokkan akan mengambil esensi dan sebuah budaya organisasi. Seluruh budaya organisasi mungkin sedikit berbeda dan penjumlahan bagian-bagiannya, yang disebut di bawah ini merupakan karakteristik utama yang menjadi pembeda budaya organisasi. (Robbins, 1990) (1) Inisiatif Individual. Tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan independensi yang dipunyai individu. (2) Toleran terhadap tindakan beresiko. Sejauhmana para pegawai dianjurkan untuk bertindak agresif inovatif, dan mengambil resiko. (3) Arah. Sejauhmana organisasi tersebut menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan mengenai prestasi. (4) Integrasi. Tingkat sejauhmana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. (5) Dukungan dari manajemen. Tingkat sejauhmana para manajer memberi komunikasi yang jelas, bantuan,
serta dukungan terhadap bawahan
mereka. (6) Kontrol. Jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai. (7) Identitas. Tingkat sejauh mana para anggota mengidentifikasi dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya ketimbang dengan kelompok kerja tertentu atau dengan bidang keahlian profesional.
42
(8) Sistem imbalan. Tingkat sejauhmana alokasi imbalan (misalnya, kenaikan gaji, promosi) didasarkan atas kriteria prestasi pegawai sebagai kebalikan dari senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya. (9) Toleransi terhadap konflik. Tingkat sejauhmana para pegawai didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. (10) Pola-pola komunikasi. Tingkat sejauhmana komunikasi organisasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal. Kesepuluh karakteristik tersebut mencakup dimensi struktural maupun perilaku, misalnya, dukungan dari manajemen adalah ukuran mengenai perilaku kepemimpinan. Kebanyakan dimensi tersebut berkaitan erat dengan desain organisa si. Untuk menggambarkannya, makin rutin teknologi sebuah organisasi dan makin disentralisasi proses pengambilan keputusannya, maka makin kurang pula inisiatif individual para pegawainya. Demikian pula, strukrur fungsional menciptakan budaya yang mempunyai lebih banyak pola komunikasi formal dari pada struktur sederhana atau yang matriks. Analisis yang lebih mendalam akan memperlih atkan bahwa integrasi pada dasarnya adalah sebuah indikator tentang tingkat interdependensi horizontal. Maksudnya adalah bahwa budaya organisasi bukan hanya refleksi dari sikap para anggota serta kepribadiannya. Sebagian besar budaya organisasi dapat dilacak langsung pada variabel-variabel yang berhubungan secara struktural.
Tugas Pokok dan Fungsi Pusdiklat Pegawai Depsos Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 06/HUK/2001 pasal 538 menegaskan bahwa Pusdiklat Pegawai mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis serta koordinasi pelaksanaan di bidang pendidikan dan pelatihan pegawai.
43
Untuk dapat melaksanakan tugas pokok tersebut Pusdiklat Pegawai mempunyai fungsi sebagai berikut: (1) Penyiapan perumusan kebijakan teknis diklat pegawai. (2) Penyusunan program diklat pegawai. (3) Pemberian pelayanan pelaksanaan diklat pegawai. (4) Koordinasi pelaksanaan diklat pegawai. (5) Pelaksanaan diklat pegawai berskala nasional dan internasional. (6) Penyusunan standar mutu diklat pegawai. (7) Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan diklat pegawai. (8) Pelaksanaan Tata Usaha dan rumah tangga diklat.
Visi, Misi, Nilai, dan Sasaran Pusdiklat Pegawai Depsos
Mewujudkan Pusdiklat Pegawai sebagai pusat unggulan peningkatan dan pengembangan pegawai kesejahteraan sosial yang berkualitas, profesional dan berkarakter. Pusat unggulan, artinya bahwa perangkat hardware (sarana prasarana), perangkat software, perangkat brainware dan perangkat kelembagaan harus dapat menjadi yang paling prima di antara atau dibandingkan dengan yang lainnya serta berupaya membangun suatu masyarakat belajar (learning society). Profesional, artinya bahwa analisis kebutuhan diklat, sistem dan mekanisme pelaksanaan diklat, kriteria peserta diklat, penguasaan dan pengembangan profesi pekerjaan sosial serta penugasan dan penempatan kembali
(mutasi)
profesionalisme.
para
alumni
harus
didasarkan
pada
pertimbangan
44
Berkarakter, artinya bahwa setiap alumni pegawai diklat harus memiliki kemampuan profesionalisme, nilai moral keagamaan, nilai moral etika, nilai pendidikan disiplin dan nilai pendidikan outward bound. Dalam upaya mewujudkan visi dimaksud perlu direalisasikan dengan melaksanakan misi, sebagai langkah operasional yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan yang lebih terarah. Misi Pusdiklat Pegawai dalah: (1) Menyelenggarakan, mengkoordinasikan dan membina diklat pegawai kesejahteraan sosial; (2) Melaksanakan pengkajian dan pengembangan diklat pegawai kesejahteraan sosial; dan (3) Memberikan pelayanan dan konsultasi diklat pegawai kesejahteraan sosial. Nilai-nilai yang ada pada Pusdiklat Pegawai Depsos adalah: (1) Berorientasi pada mutu pelayanan yang berkualitas; (2) Mengutamakan kepentingan pelanggan di atas kepentingan lainnya; (3) Menjunjung tinggi nilainilai profesionalisme pelayanan kesejahteraan sosial; (4) Dalam memberikan pelayanan harus tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat orang yang dilayani; (5) Bersikap jujur, objektif, dan tidak membeda-bedakan para pelanggan; (6) Pelayanan yang diberikan harus tuntas sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya; (7) Berusaha secara terus menerus dalam usaha-usaha perbaikan pelayanan; dan (8) Mengembangkan nilai-nilai keagamaan, moral dan etika pelayanan kesejahteraan sosial. Pada dasarnya sasaran diklat pegawai adalah pegawai negeri sipil (PNS). Oleh karena itu sesuai dengan namanya, yang dimaksud dengan sasaran diklat pegawai adalah pegawai negeri sipil baik di lingkungan Deprtemen Sosial RI maupun di luar departemen yang terkait, khusus di luar departemen/instansi terkait adalah pegawai dari Dinas Sosial kabupaten/kota maupun provinsi serta instansi lainnya, dan ini biasanya diselenggarakan di B2P2KS yang ada di daerah menurut regional masing-masing balai.
45
Seiring dengan perkembangan era otonomi daerah saat ini keberadaan Pusdiklat Pegawai tidak hanya menyelenggarakan diklat bagi pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan departemen sendiri, akan tetapi dinas-dinas sosial provinsi maupun diklat provinsi, sehingga eksistensi diklat pegawai di dalam mengembangkan kemampuan tenaga kesejahteraan sosial secara profesional.
Program Pusdiklat Pegawai Depsos Sesuai dengan kewenangan yang ada Pusdiklat Pegawai melaksanakan program diklat dan non diklat sebagai berikut: a. Diklat: (1) Kegiatan kediklatan seperti: Training of Trainer (TOT), Management of Trainer (MOT). (2) Penyelenggaraan pendidikan dan latihan pimpinan tingkat III. (3) Diklat-diklat lain yang bersifat nasional. (4) Uji coba diklat skala nasional. (5) Diklat internasional. (6) Diklat yang bersifat strategis. (7) Diklat Manajerial (yang ditujukan pada pimpinan unit) (8) Diklat Pejabat Fungsional. (9) Diklat standarisasi / akreditasi diklat. b. Non Diklat: (1) Kajian / analisis kebutuhan diklat skala nasional. (2) Penyusunan dan pengembangan kurikulum diklat berskala nasional. (3) Pengembangan model pengkajian, monitoring, dan evaluasi diklat skala (4) nasional. (5) Penyusunan modul dan pedoman diklat skala nasional.
46
(6) Pengembangan metodologi dan teknologi diklat. (7) Lokakarya skala nasional. (8) Sosialisasi program diklat skala nasional.
Kelembagaan Pusdiklat Pegawai Depsos Struktur Organisasi Berdasarkan keputusan Menteri Sosial Nomor 06/HUK/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial bahwa struktur organisasi Pusat Pendidikan dan latihan Pegawai Departemen Sosial adalah sebagai berikut: (a) Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai. (b) Bagian Tata Usaha, yang terdiri dari: (1) Sub Bagian Umum. (2) Sub Bagian Rumah Tangga. (c) Bidang pengembangan pendidikan dan pelatihan pegawai, yang terdiri dari: (1) Sub Bidang Diklat Teknis Pegawai. (2) Sub Bidang Diklat Fungsional dan Profesi. (d) Bidang Mutu Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, yang terdiri dari: (1) Sub Bidang Standarisasi dan Akreditasi diklat pegawai. (2) Sub Bidang Metodologi dan teknologi diklat pegawai.