TINJAUAN PUSTAKA
Pembibitan Kakao Langkah awal usaha budidaya kakao yang baik adalah mempersiapkan bahan tanam di tempat pembibitan. Pembibitan dapat dikatakan mutlak perlu dalam budidaya kakao karena di tempat pembibitan, perawatan bahan tanaman dapat lebih sempurna. Dengan pembibitan, pembuatan benih dapat dilakukan setiap saat ada buah. Jadi, tidak terikat oleh musim dan menjamin mutu bahan tanaman yang baik karena sortasi bibit mudah dilakukan (PPKKI, 2004). Kakao merupakan satu-satunya spesies diantara genus Theobroma, suku Sterculiaceae yang banyak diusahakan secara komersial. Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis basah dan tumbuh dibawah naungan tanaman hutan. Di dalam teknik budidaya yang baik sebagian sifat habitat aslinya tersebut masih dipertahankan yaitu dengan memberikan naungan secukupnya. Ketika tanaman masih muda, intensitas naungan yang diberikan cukup tinggi, selanjutnya dikurangi secara bertahap seiring dengan semakin tuanya tanaman atau bergantung pada berbagai faktor tumbuh yang tersedia (PPKKI, 2004). Tempat pembibitan mutlak mendapat naungan yang cukup. Naungan yang baik dengan fungsi utama menahan sebagian sinar matahari dan angin kencang. Naungan tambahan berupa atap dengan fungsi mengurangi intensitas penyinaran dan tetesan air hujan (PPKKI, 2004). Menurut Syamsulbahri (1996) pada tanaman kakao muda dalam melakukan proses fotosintesis menghendaki intensitas cahaya yang rendah, setelah itu berangsur-angsur memerlukan intensitas cahaya yang lebih tinggi sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Intensitas cahaya
Universitas Sumatera Utara
matahari bagi tanaman kakao yang berumur antara 12-18 bulan sekitar 30-60% dari sinar penuh, sedangkan untuk tanaman yang menghasilkan menghendaki intensitas cahaya matahari sekitar 50-75% dari sinar matahari penuh. Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan daun flush, pembungaan dan kerusakan daun. Suhu yang ideal bagi pertanaman kakao, untuk suhu maksimum berkisar antara 30-32oC dan suhu minimum berkisar antara 1821oC. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan daun adalah kelembaban nisbi. Tanaman kakao yang tumbuh pada areal yang mempunyai kelembaban nisbi antara 50-60% mempunyai daun yang lebat dan berukuran besar, dibandingkan dengan pertanaman kakao yang tumbuh pada areal yang mempunyai kelembaban nisbi 70-80%. Pada areal yang mempunyai kelembaban nisbi yang tinggi, daun cenderung keriting dan menyempit pada ujung daun. Di samping itu pula dengan kelembaban nisbi yang tinggi, dapat menimbulkan penyakit akibat jamur (Syamsulbahri, 1996). Tanah sebagai media tumbuh kakao mempunyai arti yang penting bagi keberhasilan budidaya tanaman kakao. Walaupun kakao dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, akan tetapi untuk tumbuh dan berkembang secara optimal sangat ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah. Sifat kimia tanah umumnya lebih mudah diperbaiki dibandingkan sifat fisik tanah, oleh karena itu sifat fisika tanah di dalam penilaian kesesuaian bagi pertanaman kakao merupakan hal yang selalu diutamakan (Syamsulbahri, 1996). Media pembibitan dibuat dari campuran tanah lapisan atas (top soil) yang subur, pupuk kandang dan pasir halus. Perbandingan ketiganya relatif beragam, tergantung pada berat dan ringannya tanah lapisan atas. Perbandingan yang lazim
Universitas Sumatera Utara
adalah 1:1:1 atau 2:1:1 (PPKKI, 2004). Bila tanah yang digunakan terlampau berat (lempung/liat), tanah dapat dicampur dengan pasir (4:1) atau dapat juga dicampur dengan kompos atau pupuk kandang dengan perbandingan 3:1 (Soehardjo dkk, 1996). Benih kakao tidak mempunyai masa istirahat (dormansi) dan daya kecambahnya cepat menurun. Oleh sebab itu benih kakao harus segera disemaikan. Bila benih diterima sudah berkecambah maka benih yang berkecambah dapat langsung ditanam di polibag. Pada benih kakao ada bagian yang disebut radikel yaitu tempat keluarnya akar. Bila dengan mata sulit ditemukan maka umumnya bagian itu berada pada bagian benih yang ujungnya besar (Suhardjo dkk, 1996). Pada awal perkecambahan benih, akar tunggang tumbuh cepat dari panjang 1 cm pada umur satu minggu, mencapai 16-18 cm pada umur satu bulan, dan 25 cm pada umur tiga bulan. Setelah itu laju pertumbuhannya menurun dan untuk mencapai panjang 50 cm memerlukan waktu dua tahun. Pada saat berkecambah pula, hipokotil memanjang dan mengangkat kotiledon yang masih menutup ke atas permukaan tanah. Fase ini disebut dengan fase serdadu. Fase kedua ditandai dengan membukanya kotiledon diikuti dengan memanjangnya epikotil dan tumbuhnya empat lembar daun pertama. Keempat daun tersebut sebetulnya tumbuh dari setiap ruasnya, tetapi buku-bukunya sangat pendek sehingga tampak tumbuh dari satu ruas. Pertumbuhan berikutnya berlangsung secara periodik dengan interval waktu tertentu (PPKKI, 2004). Pertumbuhan batang kakao bersifat dimorfisme yang berarti memiliki dua macam bentuk pertumbuhan vegetatif. Pertama, kecambah yang membentuk
Universitas Sumatera Utara
batang utama yang bersifat orthotrop pada umur tertentu akan membentuk perempatan atau jorquette dengan 4-6 cabang primer tumbuh ke samping atau yang disebut cabang plagiotrop. Daun muda berwarna merah muda, tergantung varietas, sedang daun tua berwarna hijau atau hijau tua. Daun kakao mempunyai dua persendian, yaitu pada pangkal dan ujung tangkai daun sehingga pergerakan daun
dapat
menyesuaikan
dengan
arah
datangnya
sinar
matahari
(Poedjiwidodo, 1996). Pertumbuhan bibit kakao dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis tanah yang digunakan sebagai media dan pemupukan. Jika media tumbuh yang digunakan adalah tanah yang normal (berstruktur baik) dan subur, maka pemupukan tidak diperlukan, karena kurang menguntungkan. Namun seringkali tanah yang digunakan sebagai media tumbuh bibit tidak mengandung cukup unsur hara untuk menunjang pertumbuhan bibit yang sehat sehingga perlu diberi pupuk melalui tanah atau daun atau keduanya. Secara umum pemupukan dilakukan melalui tanah dengan tujuan memberikan bahan kepada tanah yang berupa pupuk buatan, pupuk kandang, pupuk hijau, kompos dan lainnya untuk memperbaiki keadaan fisika, kimia dan biologi tanah, dengan harapan bahwa unsur hara yang diberikan akan diserap oleh akar tanaman (Syamsulbahri, 1996). Tindakan pemeliharaan bibit yang diperlukan meliputi penyiraman, penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Penyiangan tumbuhan pengganggu bisa dilakukan secara manual, tetapi teratur. Pengendalian hama dan penyakit perlu dilakukan secara rutin mengingat bibit kakao sangat mudah diserang hama dan penyakit (PPKKI, 2004; Soehardjo dkk, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Media Tanam Sistem perakaran tanaman lebih dikendalikan oleh sifat genetis dari tanaman yang bersangkutan, tetapi telah pula dibuktikan bahwa sistem perakaran tanaman tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi tanah atau media tumbuh tanaman. Faktor yang mempengaruhi pola penyebaran akar antara lain adalah penghalang mekanis, suhu tanah, aerasi, ketersediaan air dan ketersediaan unsur hara (Lakitan, 1993). Pertumbuhan bibit kakao di lapangan sangat ditentukan oleh pertumbuhan tanaman selama di pembibitan. Media tanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kakao di pembibitan. Penggunaan media tanam yang banyak mengandung bahan organik sangat menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman kakao. Media tanam yang biasa digunakan dalam pembibitan kakao adalah berupa campuran antara tanah dan pupuk organik (Sudirja, dkk, 2005).
Subsoil Lapisan atas tanah merupakan media utama bagi perkembangan akar tanaman yang dibudidayakan, dengan kandungan unsur-unsur haranya yang tinggi serta tingkat kelembaban tanahnya yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Akan tetapi dalam ketahanan, tanah lapisan atas biasanya lebih rapuh, lebih mudah terangkut dan hanyut dibanding dengan subsoil (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002). Lapisan tanah dibawah lapisan tanah atas (topsoil) yang disebut lapisan tanah bawah (subsoil) berwarna lebih terang dan bersifat kurang subur. Hal ini bukan berarti bahwa lapisan tanah bawah tidak penting peranannya bagi
Universitas Sumatera Utara
produktivitas tanah, karena walaupun mungkin akar tanaman tidak dapat mencapai lapisan tanah bawah, permeabilitas dan sifat-sifat kimia lapisan tanah bawah akan sangat berpengaruh terhadap lapisan tanah atas dalam peranannya sebagai medium pertumbuhan (Islami dan Utomo, 1995). Horizon B (subsoil) disebut juga dengan zona penumpukan (illuvation zone). Horizon ini memiliki bahan organik yang lebih sedikit dibandingkan dengan horizon A, tetapi lebih banyak mengandung unsur yang tercuci daripada horizon A. tumpukan partikel liat yang berbentuk koloid dan bahan mineral seperti Fe, Al, Ca dan S menjadikan lapisan ini lebih padat (Novizan, 2002). Kurang suburnya tanah di lapisan bawah disebabkan oleh tanah lebih mampat, kadar bahan organik sangat rendah, hara tanah yang berasal dari hasil penguraian serasah tanaman rendah, struktur tanah memiliki imbangan porositas lebih buruk dan sifat-sifat lain dengan daya dukung yang lebih rendah terhadap pertumbuhan tanaman (PPKKI, 2004). Lapisan tanah subsoil menghambat pergerakan udara dan air, mempunyai bobot isi dan kekuatan tanah yang tinggi dan sangat masam. Sifat-sifat tersebut membatasi
perkembangan
akar,
sehingga
akar
tanaman
tidak
mampu
memanfaatkan air dan unsur hara yang tersimpan pada subsoil. Modifikasi zone perakaran oleh kapur, pupuk dan serbuk gergaji merangsang perkembangan akar dan meningkatkan hasil (Wawan dan Tarumingkeng, 2002). Tanah dengan tekstur berat seperti lempung (clay) atau lempung berat, tidak baik bagi pertumbuhan tanaman kakao. Karena tanah yang bertekstur berat umumnya mempunyai aerasi dan berpengatusan buruk serta pada musim kemarau tanah menjadi pecah-pecah, kondisi yang demikian dapat memutus akar kakao
Universitas Sumatera Utara
dan
pada
gilirannya
akan
mengganggu
pertumbuhan
tanaman
(Syamsulbahri, 1996).
Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit Tandan kosong sawit merupakan bahan organik yang potensial digunakan sebagai bahan pembenah tanah, baik sebagai bahan kasar pembuatan kompos maupun ditinjau dari jumlahnya yang banyak (Darmosarkoro dkk, 2000). Kompos tandan kosong sawit (TKS) merupakan salah satu bahan organik yang bahan bakunya tersedia cukup banyak pada pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Selain dapat memperbaiki sifat fisik tanah terutama berperan dalam memperbaiki struktur tanah, kompos TKS juga memiliki kandungan hara yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kompos TKS yang halus mempunyai kandungan hara C sebesar 35,1%, N 2,34 %, C/N 15 %, P 0,31 %, K 5,53%, Ca 1,46%, dan Mg 0,96 % (PPKS, 2008). Sumbangan bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman merupakan pengaruhnya terhadap sifat-sifat fisik, kimia dan biologis dari tanah. Mereka memiliki peranan kimia di dalam menyediakan N, P dan K untuk tanaman, peranan biologis di dalam mempengaruhi aktivitas organisme mikroflora dan mikrofauna, serta peranan fisik di dalam memperbaiki struktur tanah dan lainnya (Indranada, 1989). Unsur hara yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan daun adalah nitrogen. Konsentrasi nitrogen tinggi umumnya menghasilkan daun yang lebih besar (Lakitan, 1996). Dalam jaringan tumbuhan nitrogen merupakan komponen penyusun dari banyak senyawa esensial bagi tumbuhan, misalnya asam-asam amino. Karena setiap molekul protein tersusun
Universitas Sumatera Utara
dari asam-asam amino dan setiap enzim adalah protein, maka nitrogen juga merupakan unsur penyusun protein dan enzim. Selain itu nitrogen juga terkandung dalam klorofil, hormon, sitokinin dan auksin (Lakitan, 1993). Jika pasok nitrogen cukup, daun tanaman akan tumbuh besar dan memperluas permukaan yang tersedia untuk fotosintesis. Pasok nitrogen yang tinggi mempercepat pengubahan karbohidrat menjadi protein dan kemudian diubah menjadi protoplasma dan sebagian dipergunakan menyusun dinding sel, terutama karbohidrat beberapa nitrogen, seperti: kalsium pektat, selulosan, selulosa (Mas’ud, 1993). Pengaruh nitrogen dalam meningkatkan bagian protoplasma dibandingkan bagian bahan dinding sel yang mempengaruhi peningkatan ukuran sel dan penambahan ketebalan dinding sel, menyebabkan batang dan daun lebih sukulen dan kurang keras; juga meningkatkan bagian air sebagai akibat meningkatnya kandungan air protoplasma dan mengurangi bagian kalsium oleh karena penambahan kalsium tidak sebanding lagi dengan penambahan bagian bahan dinding sel (Mas’ud, 1993). Peranan P dalam penyimpanan dan pemindahan energy tampaknya merupakan fungsi terpenting karena hal ini mempengaruhi berbagai proses lain dalam tanaman. Kehadiran P dibutuhkan untuk reaksi biokimiawi penting seperti pemindahan ion, kerja osmotic, reaksi fotosintesis dan glikolisis. Senyawasenyawa hasil fotosintesis disimpan dalam bentuk senyawa berenergi tinggi yang kemudian dibebaskan dengan membentuk ATP untuk pertumbuhan tanaman dan reproduksi (Mas’ud, 1993). Fosfor merupakan bagian esensial dari banyak gula fosfat yang berperan dalam nukleotida, seperti RNA dan DNA, serta bagian dari
Universitas Sumatera Utara
fosfolipid pada membran. Fosfor berperan penting pula dalam metabolisme energi, karena keberadaannya dalam ATP, ADP, AMP, dan pirofosfat (PPi) (Salisbury dan Ross, 1995). Kalium terlibat dalam berbagai proses fisiologis tanaman, utama berperan dalam berbagai reaksi biokimia. Beberapa fungsi enzim dalam tubuh tanaman antara lain sebagai pengaktif beberapa enzim, berhubungan dengan pengaturan air dan energi, berperan dalam sintesis protein dan pati dan pemindahan fotosintat. Fotosintat sebagai hasil fotosintesis akan ditransportasikan dari daun ke tempattempat yang membutuhkan, baik untuk digunakan atau disimpan. Tanpa adanya K yang cukup, system transportasi ini akan rusak. Ini akan menurunkan laju fotosintesis karena menumpuknya fotosintat dalam daun atau karena lambatnya perkembangan bagian penyimpan energi yang ada (Mas’ud, 1993). Kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar enzim yang penting untuk fotosintesis dan respirasi. Kalium mengaktifkan pula enzim yang diperlukan untuk membentuk pati dan protein. Unsur ini berlimpah jumlahnya sehingga menjadi penentu utama potensial osmotik sel, dan karena itu juga penentu tekanan turgornya (Salisbury dan Ross, 1995). Tanah yang kaya bahan organik relatif lebih sedikit hara yang terfiksasi mineral tanah sehingga yang tersedia bagi tanaman lebih besar. Hara yang digunakan aktivitasnya,
oleh
mikroorganisme
meningkatkan
tanah
kecepatan
bermanfaat
dalam
mempercepat
dekomposisi
bahan
organik
dan
mempercepat pelepasan hara. Pupuk kimia tidak dapat menggantikan manfaat ganda bahan organik tanah, tetapi dengan menggunakan pupuk kimia pengelolaan tanah menjadi lebih mudah (Sutanto, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Kandungan bahan organik tanah dapat mencerminkan tingkat kesuburan tanah, baik kandungan hara makro maupun kandungan hara mikro, kesarangan tanah (aerasi) dan ketersediaan lengas tanah (Syamsulbahri, 1996). Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu di atas 3%. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah, biologi tanah, kemampuan penyerapan (absorbsi) hara dan daya simpan lengas tanah (PPKKI, 2004). Bahan organik mempunyai potensi mempersatukan butir-butir pasir yang halus menjadi butiran yang lebih besar. Namun tanah liat yang kaku pun dapat diperbaiki kondisinya untuk keluar masuknya udara. Bahan organiknya mengurangi kohesi yang kuat antara bagian-bagian kecil dari tanah liat (Rinsema, 1993). Menurut hasil penelitian Darmosakoro, dkk (2000) penambahan kompos mampu memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman, khususnya kelembaban dan kemampuan tanah mengikat air. Aplikasi kompos TKS meningkatkan pH tanah hingga 6,3-7,0 jika dikombinasikan dengan pupuk standar (500 mg N, 100 mg P, 500 mg K dan 5 mg Mg per kg tanah bobot kering udara/BKU) atau sekitar 7,17,6 jika tanpa ada penambahan pupuk standar. Kenaikan pH ini disebabkan oleh pH kompos TKS yang tinggi (mencapai pH 8) sehingga kompos TKS mempunyai potensi digunakan sebagai bahan pembenah keasaman tanah. Demikian juga kenaikan ketersediaan hara lainnya berkaitan erat dengan kandungan hara pada kompos yang relatif tinggi. Bahan organik merupakan kunci utama dalam meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan. Oleh karena itu, penambahan pupuk organik
Universitas Sumatera Utara
merupakan tindakan yang harus terlebih dahulu dilakukan untuk memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman (Mulyani dkk, 2001). Pengaruh bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman telah diketahui cukup lama. Keuntungan utama dari humus tanah terhadap pertumbuhan tanaman dihasilkan secara tidak langsung melalui perbaikan sifat-sifat tanah seperti agregasi, aerasi, permeabilitas dan kapasitas memegang air. Bahan organik dan humus dilaporkan dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman secara langsung dengan mempercepat proses respirasi, dengan meningkatkan permeabilitas sel atau melalui kegiatan hormon pertumbuhan (Tan, 1998) dan juga sebagai sumber senyawa-senyawa organik yang dapat diserap tanaman meskipun dalam jumlah sedikit seperti alanin, glisin dan asam-asam amino lainnya, juga hormon perangsang tumbuh dan vitamin (Hanafiah, 2005).
Pemberian Kapur Tanah yang memiliki tingkat kemasaman yang tinggi tidak baik bagi pertumbuhan tanaman karena akan secara langsung ”menahan” serta mencegah unsur untuk diserap tanaman. Cara yang paling mudah untuk menyesuaikan tingkat kemasaman tanah agar bisa diterima oleh tanaman bersangkutan hanyalah melalui pemberian kapur (Tanindo, 2008). Pengapuran untuk mengatasi pengaruh buruk oleh kemasaman tanah yang tinggi merupakan salah satu cara yang sudah lama dikenal dan diterapkan. Dengan tindakan ini, kemasaman tanah diturunkan sampai tingkat yang tidak membahayakan bagi pertumbuhan tanaman (Indrasari dan Syukur, 2006). Kemasaman (pH) tanah yang baik untuk kakao adalah netral atau berkisar 5,6-6,8. Sifat ini khusus berlaku untuk tanah atas (top soil), sedangkan pada tanah
Universitas Sumatera Utara
bawah (subsoil) kemasaman tanah sebaiknya netral, agak asam atau agak basa (PPKKI, 2004). Tanah dengan pH rendah pada umumnya bermasalah dalam ketersediaan unsur hara, bahkan seringkali unsur-unsur hara tersebut dapat berubah menjadi racun bagi tanaman kakao (Syamsulbahri, 1996). Terjadinya kemasaman tanah dapat disebabkan tingginya curah hujan. Air yang mencuci tanah akan melarutkan dan menghanyutkan sebagian kapur dan hara tanaman, maka tanah menjadi masam (Kuswandi, 1993). Follet dkk, (1981) lebih lanjut menyatakan bahwa tanah menjadi asam karena ion hidrogen yang bebas menggantikan kation utama seperti kalsium, magnesium, kalium dan natrium. Ion-ion yang tergantikan ini kemudian tercuci di bawah zona perakaran (rizosfer). Kemasaman tanah bersumber dari sejumlah senyawa. Air adalah sumber kecil ion H karena disosiasi molekul H2O lemah. Sumber-sumber besar adalah asam-asam anorganik dan organik. Proses yang menghasilkan ion H+ beberapa diantaranya ialah respirasi akar dan jasad penghuni tanah, perombakan bahan organik, pelarutan CO2 udara dalam lengas tanah dan hidrolisis Al. Respirasi akar dan jasad penghuni tanah serta perombakan bahan organik menghasilkan CO2. penggabungan CO2 (termasuk yang berasal dari udara) dengan air menghasilkan asam karbonat. Perombakan bahan organik juga menghasilkan asam-asam organik. Hidrolisis Al membentuk ion Al3+ terhidrat yang merupakan donor proton
(ion
H+)
dan
dengan
demikian
dapat
memasamkan
tanah
(Notohadiprawiro, 1998) dimana reaksi ini menyumbang pada peningkatan konsentrasi ion H+ dalam tanah (Tan, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Ion H+ dalam tanah dapat berada dalam keadaan terjerap pada permukaan kompleks koloid atau sebagai ion bebas dalam larutan tanah. Ion H+ yang terjerap menentukan kemasaman potensial atau tertukar sedang yang bebas menentukan kemasaman aktif atau aktual (Notohadiprawiro, 1998; Tan, 1998). Tan (1998) lebih lanjut menjelaskan bahwa kemasaman aktif diukur dan dinyatakan sebagai pH tanah. Tipe kemasaman inilah yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Ketersediaan unsur N, P dan K dipengaruhi oleh banyak faktor. Pada kebanyakan tanah, ketersediaan N dikontrol oleh perombakan bahan organik segar. N dari senyawa kompleks organik ini tersedia bagi tanaman oleh kegiatan mikroba. Bakteri tidak berbiak pada kondisi asam; hanya jamur yang berbiak, namun jamur tidak merombak bahan organik sesempurna bakteri. Oleh karena itu bagi kebanyakan tanaman, pH tanah kurang dari 6 kurang menguntungkan (Kuswandi, 1993). Pada keasaman sedang dan kuat, kebanyakan tanah mengikat unsur fosfat dengan membentuk senyawa-senyawa P, Fe dan Al terlarut. Oleh karena itu, pemakaian fosfat hendaknya sering dilakukan dengan jumlah cukup untuk diserap tanaman. Pada kondisi sekitar netral, Fe dan Al jauh kurang terlarut, dan banyak fosfat bergabung dengan Ca dalam bentuk lebih tersedia (Kuswandi, 1993). Untuk suplai K, tanaman juga tergantung pada K yang tidak tertukarkan, fraksi cadangan mineral yang lebih mudah tersedia, dan yang terkandung dalam pupuk dan rabuk. Pengapuran dan keasaman mempengaruhi sumber-sumber ini (dengan efek khemis di dalam tanah dan efek fisiologis) terhadap penyerapan K oleh tanaman. Pada tingkatan lebih rendah, jumlah pelepasan K dari sumber
Universitas Sumatera Utara
mineral dapat dipengaruhi oleh pengapuran, baik secara langsung melalui proses kimia maupun melalui kenaikan pertumbuhan tanaman (Kuswandi, 1993). Pengaruh keasaman tanah pada pertumbuhan tanaman adalah melalui pengaruhnya
pada
ketersediaan
unsur
hara
yang
diperlukan
tanaman
(Mas’ud, 1993). Dalam kisaran pH 6,0-7,0 hampir semua hara tumbuhan tersediakan dalam jumlah optimum. Pada pH dibawah 6,0 dapat terjadi kekahatan hara Ca, Mg dan K. Sebaliknya, dalam tanah sangat masam sampai luar biasa masam unsur-unsur Al, Fe, Mn, Cu dan Zn dapat meningkat ketersediaannya dalam kadar sangat tinggi sehingga meracun (Notohadiprawiro, 1998). Selain itu, kation-kation besi dan Al bebas dalam takaran banyak mampu menyerap ion fosfat sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Mas’ud, 1993). Selain terbebasnya ion Al dalam jumlah yang banyak sehingga menimbulkan keracunan, penghancuran kompleks absorpsi (penyerapan) anorganik yang selanjutnya menjadikan daya simpan hara yang tersedia dan daya sangga suasana kimiawi dan daya simpan lengas menurun sekali (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002). Pengapuran dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan dengan unsur lain. Pada kebanyakan tanaman tingkat tinggi, penjagaan pH 6-7 menjamin ketersediaan hara (Kuswandi, 1993). Tingginya konsentrasi ion hidrogen yang terdapat dalam larutan tanah akan menimbulkan reaksi tanah yang bersifat masam, dengan pengapuran konsentrasi ion hidrogen yang tinggi dapat diturunkan, sehingga derajat kemasaman tanahnya dikehendaki oleh tanaman tertentu yang hendak ditanam. Dengan adanya pengapuran pada tanah yang masam, absorpsi unsur-unsur Mo, P dan Mg akan meningkat dan pada waktu yang bersamaan akan menurunkan secara nyata konsentrasi Fe, Al dan Mn yang dalam keadaan masam
Universitas Sumatera Utara
unsur-unsur ini dapat mencapai konsentrasi yang bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian, pengapuran tidak boleh dilakukan secara sembarangan, melainkan harus didahului dengan penyelidikan pada keadaan tanahnya, sehingga dapat diketahui berapa dosis kapur yang diperlukan secara tepat sehingga kemungkinan dipergunakannya dosis kapur yang berlebihan dapat dicegah, karena kelebihan kapur pada tanah mengakibatkan tanaman kerdil, Mn dan P menjadi tidak tersedia (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002). Secara umum semua jenis kapur bagi pertanian untuk mengurangi kemasaman tanah dan menambah Ca sebagai unsur hara tanaman. Pilihan akan sesuatu jenis bahan kapur berdasarkan pertimbangan harga, daya mengurangi keasaman tanah, kandungan hara tanaman akan Ca dan zat lain. Kapur dolomit biasanya agak lebih lambat reaksinya dibanding kapur-kapur berkadar Ca tinggi. Namun bila pemberiannya sebelum tanam dan secara hati-hati, tidak banyak berbeda. Batuan dolomit menyediakan unsur Mg; inilah unsur utama untuk diberikan pada tanah yang miskin Mg (Kuswandi, 1993). Batu kapur tersusun oleh kalsium karbonat (CaCO3) dan magnesium karbonat (MgCO3). Batu kapur yang disusun oleh mineral CaMg(CO3)2 dinamakan batu dolomit. Dalam batuan ini kandungan CaCO3 dan MgCO3 berimbang. Penggunaan batu dolomit pada tanah masam akan lebih baik daripada batu kalsit, sebab dolomit mengandung hara Ca dan Mg secara berimbang (Subandi, 2007). Kapur untuk tanah tersedia dalam berbagai bentuk. Namun yang paling sering digunakan
adalah kapur
dolomit. Penggunaan kapur dolomit ini karena dia memiliki kandungan kalsium yang tinggi, trace element dan tahan lama pengaruhnya (Tanindo, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Dolomit merupakan pupuk yang berasal dari endapan mineral sekunder yang banyak mengandung unsur Ca dan Mg dengan rumus kimia CaMg (CO3)2. Pupuk dolomit di samping menambah Ca dan Mg dalam tanah juga memperbaiki keasaman tanah serta meningkatkan ketersediaan unsur yang lain misalnya Mo dan P (Sumaryo dan Suryono, 2000). Kapur memberikan pengaruh yang bervariasi pada tanah pertanian karena fungsinya bermacam-macam bagi tanah dan bagi tanaman. Manfaatnya tergantung pada kebutuhan akan kapur, sifat tanah dan tanaman yang diusahakan, macam, jumlah dan frekuensi penggunaan kapur dan juga cara pengolahan lahan (Kuswandi, 1993). Pengapuran pada tanah masam dapat memperbaiki sifat fisik, kimiawi dan biologi tanah. Perbaikan sifat fisik tanah berlangsung agak lama. Pengapuran berpengaruh bagi agregasi partikel tanah, juga pada aerasi dan perkolasi. Struktur tanah karena adanya dorongan memungkinkan daya olahnya pun menjadi lebih baik. Kehidupan dan perkembangan jasad tanah menjadi lebih terdorong, dan daya melapuk bahan organik menjadi humus dipercepat. Humus yang berinteraksi dengan kapur lebih meningkatkan granulasi dan memperkuat ikatan partikel tanah dengan partikel tanah lainnya (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002). Pengapuran akan membantu menyempurnakan perombakan dengan disertai pelepasan harahara dari bahan organik dan tubuh mikroba. Pupuk kandang dan pupuk hijau yang kaya mineral cenderung dapat menjaga suasana netral atau basa selama perombakan, sehingga pemakaian kapurnya sedikit sekali. Bakteri biasanya lebih mudah dihambat oleh keasaman dibanding cendawan (Kuswandi, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Produktivitas tanah sebagian tergantung pada tekstur dan strukturnya. Bentukan butiran dan agregat tanah yang mantap itulah yang dikehendaki, dan dapat dicapai dengan pengapuran. Struktur yang mantap membutuhkan Ca yang memenuhi permukaan koloid, dan bahan organik yang cukup untuk membantu pembentukan agregat tanah (Kuswandi, 1993). Agregat tanah dapat terbentuk karena flokulasi (penyusunan partikel tanah secara tidak beraturan tapi saling bersinggungan). Dengan demikian jenis kation yang berada di dalam tanah akan sangat mempengaruhi proses pembentukan tanah. Tanah yang banyak mengandung Ca2+ mempunyai struktur yang baik. Kation Ca2+ dapat memperbaiki stuktur tanah karena Ca mampu memflokulasi koloid tanah. Kalsium juga memperbaiki struktur tanah secara tidak langsung, dalam hal ini kalsium mempengaruhi mikroba tanah dan penguraian bahan organik serta pengikatan antara bahan organik dan liat. Di samping itu kalsium di dalam tanah juga dapat berfungsi langsung sebagai bahan semen atau perekat (Islami dan Utomo, 1995). Kandungan kalsium tanah adalah satu dari banyak faktor yang menentukan pH tanah, karena ion Ca2+ menempati tempat pertukaran pada mineral tanah dan bertindak sebagai suatu sistem penyangga dan pH terkait erat dengan penyediaan banyak hara (Fitter dan Hay, 1991). Bila kalsium ditambahkan ke dalam tanah ia akan mengadakan reaksi-reaksi dengan koloid tanah, walaupun sebenarnya keadaan ini tidaklah sederhana. Hal ini disebabkan oleh karena bahan koloid tanah akan
terus
menerus
menghalangi
reaksi-reaksi
keseimbangan
dengan
mengadsorpsi ion kalsium. Akibat dari adanya adsorpsi kalsium tersebut maka persentase kejenuhan basa dari komplek adsorpsi akan naik. Dengan demikian pH
Universitas Sumatera Utara
larutan tanah juga akan meningkat (Hakim dkk, 1986). Reaksi umum kapur karbonat menghasilkan ion-ion hidroksil yang mengikat kation-kation asam (H dan Al) pada koloid menjadi inaktif, sehingga pH naik. Situs muatan negatif koloid digantikan oleh kation basa (Ca), sehingga kejenuhan basa meningkat pula. Meski dalam reaksi ini dihasilkan 2 molekul asam karbonat, tetapi karena merupakan asam lemah, asam ini segera terurai menjadi air dan gas karbondioksida yang menguap ke udara (Hanafiah, 2005). Pengapuran tanah masam dengan bahan yang mengandung Ca atau Mg akan mengubah atau menggeser kedudukan H di permukaan koloid, sehingga menetralisasi kemasaman tanah. Kalsium dan Mg dapat juga bergabung dengan asam terlarut yang mungkin ada, sehingga sifat keasamannya rusak. Kalsium dan Mg yang telah ditukar dengan H di permukaan koloid disebut basa tak tertukar, kapasitas tanah mengikat basa ini disebut kapasitas kejenuhan basa. Hal ini berhubungan dengan netralisasi kemasaman tanah. Koreksi kemasaman tidak dimaksudkan untuk menciptakan tanah netral atau pH 7, melainkan sedikit asam (kira-kira pH 6,5) yang cocok bagi pertumbuhan berbagai macam tanaman. Hendaknya juga diingat bahwa tanah itu tidak semata-mata harus dikapur karena rendahnya pH, melainkan karena tingginya unsur Al. Al itulah yang sebenarnya yang menimbulkan problem pada tanah masam, karena menghambat ketersediaan zat hara yang diperlukan tanaman (Kuswandi, 1993). Kapur yang dibenamkan dalam tanah tidak selamanya berada di dalam tanah, melainkan cenderung berkurang dalam proses-proses alamiah seperti hilangnya kapur lewat pencucian akibat air perkolasi (pelindian), run off dan erosi. Tingkatan hilangnya kapur berbeda-beda pada tanah dan areal yang
Universitas Sumatera Utara
berbeda. Jumlah Ca yang hilang lewat drainase sangat bervariasi. Keadaan daerah perakaran mempengaruhi beberapa tingkat jumlah Ca yang diangkut air. Kehilangan kapur dapat meningkat jika banyak turun hujan atau distribusinya jelek (Kuswandi, 1993). Kebutuhan tanaman akan Ca dan Mg relatif tinggi. Bagi tanaman-tanaman yang hanya tumbuh baik di tanah yang derajat keasamannya rendah, penggunaan Ca melalui pengapuran adalah tepat. Dalam hal ini penggunaan unsur lain seperti Mg, K dan Na dalam jumlah banyak akan merugikan tanaman. Kalsium membantu perkembangan akar, pergerakan karbohidrat dalam tanaman, pembentukan dinding sel, produksi biji dan proses-proses lain (Kuswandi, 1993). Selain itu, kalsium berguna untuk menguatkan dinding sel dan di dalam banyak tanaman, unsur ini terdapat sebagai kristal-kristal kalsium oksalat. Kalsium mempergiat pembelahan sel-sel di meristem, membantu pengambilan nitrat dan mengaktifkan berbagai enzim (Dwidjoseputro, 1994). Agustina (1990) menambahkan bahwa unsur ini esensial di dalam mengatur struktur membran dan aktivitasnya, terutama pada ion di akar. Berperan dalam detoksifikasi cairan sel dengan cara membentuk garam tidak larut, misalnya kristal kalsium oksalat. Unsur Ca juga berperan penting dalam menghambat pengguguran atau proses penuaan daun, sintesis protein dan transfer karbohidrat yaitu translokasi tepung dalam tanaman, serta hidrolisis tepung menjadi gula dan distribusinya. Kekurangan unsur ini dapat menyebabkan terhentinya pertumbuhan akibat terganggunya pembentukan pucuk tanaman dan ujung-ujung akar (titik tumbuh), serta jaringan penyimpan. Hal ini sebagai konsekuensi rusaknya jaringan
Universitas Sumatera Utara
meristematik akibat rusaknya permeabilitas dan struktur membran sel-sel (Hanafiah, 2005). Kekurangan Ca di dalam tanah sering bersamaan dengan kekurangan Mg. Meskipun magnesium tidak sebanyak Ca dibutuhkan tanaman, tetapi penting peranannya dan lebih dipusatkan pada jaringan-jaringan tertentu. Mg merupakan komponen penting klorofil (zat hijau daun), membantu pembentukan minyak dan lemak, banyak terdapat dalam biji, dan diperlukan untuk kehidupan hewan. (Kuswandi, 1993). Selain itu, magnesium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Mg2+ yang merupakan unsur penting dalam tanaman sebagai penyusun klorofil. Magnesium termasuk unsur mobil. Kadar magnesium dalam jaringan tanaman sekitar 0,5%; relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan K dan Ca. Magnesium juga mempunyai peranan terhadap metabolisme nitrogen (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Unsur ini juga dibutuhkan dalam aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam metabolisme karbohidrat, sebagai katalisator dalam metabolisme N dan sintesis protein (Hanafiah, 2005). Berat kering tanaman mencerminkan akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis tanaman dari senyawa anorganik, terutama air dan CO2. Unsur hara yang telah diserap oleh akar, baik yang digunakan dalam sintesis senyawa organik maupun yang tetap dalam bentuk ionik dalam jaringan tanaman akan memberi kontribusi terhadap penambahan berat kering tanaman (Lakitan, 1996). Pengapuran yang benar hanyalah mencerminkan tata guna lahan pertanian yang baik. Kapur tidak menyediakan unsur lain seperti N, fosfat atau K, dan bukan untuk menggantikan pemberian pupuk kandang. Tanah yang kekurangan bahan organik dan karenanya harus dipupuk dengan pupuk kandang, pupuk hijau
Universitas Sumatera Utara
atau kompos, jangan dikapur. Pengapuran pada tanah yang
memang
membutuhkan akan berhasil baik bila dikombinasi perlakuan lain yang benar. Walaupun secara tidak langsung kapur menaikkan ketersediaan N. Di lapangan, kapur tidak boleh diberikan sebagai pupuk tunggal, karena hara-hara dalam tanah harus seimbang. Pemberian kapur diimbangi pupuk organik akan meningkatkan daya guna lahan (Kuswandi, 1993). Terlalu banyak kapur di dalam tanah dapat menurunkan kandungan unsurunsur yang penting. Kapur tidak dapat berfungsi sebagai pupuk, lebih-lebih pada pemberian secara tunggal, karena dapat memberikan suasana berlebihan dan kekurangan unsur hara yang tersedia bagi tanaman. Pada pH 5-6, kelarutan fosfat biasanya dipengaruhi oleh Fe dan Al. Keracunan kapur dapat dicirikan dengan kekurangan Fe, Mn, Cu dan Zn, fosfat kurang tersedia, metabolisme terganggu, pengambilan dan penggunaan B dapat terhalang dan perubahan H yang melonjak merugikan (Kuswandi, 1993).
Universitas Sumatera Utara