6
TINJAUAN PUSTAKA Metabolisme Vitamin dan Mineral di dalam Tubuh Metabolisme merupakan semua proses baik fisik maupun kimia yang terjadi di dalam tubuh dan diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Proses-proses ini berupa pemecahan zat-zat gizi untuk menghasilkan energi atau membentuk struktur tubuh. Reaksi kimia yang terjadi memungkinkan tubuh mengeluarkan dan menggunakan energi yang berasal dari makanan, mengubah suatu zat menjadi zat lain, dan menyiapkan sisa-sisa zat untuk diekskresi. Terdapat sekitar seribu macam reaksi yang kimia yang terjadi di dalam suatu sel tubuh (Almatsier 2003). Vitamin, mineral, dan cairan di dalam tubuh diserap secara bersamaan melalui mukosa usus halus. Beragam faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitas vitamin dan mineral dalam proses ini. Setiap hari, sekitar 8 hingga 9 liter cairan dari tubuh mengalir terus menerus melewati membran usus agar zat-zat gizi berada dalam larutan. Sebagian besar vitamin dan air bergerak dari usus halus menuju darah dengan difusi pasif. Sementara itu, penyerapan mineral bersifat lebih kompleks dan berjalan melalui tiga tahap. Pada tahap pertama, yaitu intraluminal stage, terjadi reaksi kimia dan interaksi yang terjadi di dalam lambung dan usus halus. Reaksi ini sebagian besar ditentukan oleh pH dan komposisi makanan yang memasuki lambung, terutama mempengaruhi kation. Anion yang kecil seperti florida tidak dipengaruhi baik oleh pH maupun oleh komposisi makanan dan diserap dengan bebas. Tahap kedua adalah translocation stage, yang melewati membran menuju sel mukosa usus halus. Transpor anion yang kecil kemungkinan terjadi hanya melalui difusi. Untuk sebagian besar unsur kation, mekanisme dapat terjadi melalui difusi fasilitatif atau transpor aktif. Selama tahap ketiga, yaitu mobilization stage, mineral dapat diangkut melalui permukaan serosal usus menuju aliran darah atau dipisahkan di dalam sel (Beyer 2004).
Bioavailabilitas Zat Gizi Istilah bioavailabilitas secara umum didefinisikan sebagai penyerapan dan pemanfaatan zat gizi (Fairweather-Tait 1997). Secara tidak langsung, penyerapan dalam definisi tersebut mencakup pula ekskresi dan penyimpanan. Terdapat
7
beberapa faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas, yaitu bentuk kimia dari zat gizi; komposisi zat gizi dalam makanan atau suplemen; interaksi antar zat gizi; dan faktor dari dalam individu sendiri yang meliputi usia, jenis kelamin, faktor fisiologis, dan patologis (Krebs 2001). Solomon et al. (2001) menambahkan, faktor fisiologis yang dapat mempengaruhi bioavailabilitas adalah kondisi pencernaan, umur, fungsi ginjal, jenis kelamin, aktivitas fisik, komposisi tubuh, status gizi, status kesehatan, pola dan komposisi makan, suplemen makanan, alkohol, suku bangsa, dan tambahan dari faktor lingkungan seperti polusi, stres, dan penggunaan obat. Menurut Anderson (2004), berdasarkan bioavailabilitasnya zat gizi dalam makanan dibagi menjadi tiga kelompok: zat gizi dengan bioavailabilitas rendah (besi, kromium, mangan); zat gizi dengan bioavailabilitas sedang (kalsium dan magnesium); dan zat gizi dengan bioavailabilitas tinggi (natrium, kalium, klorida, iodida, dan flourida).
Interaksi Antar Zat Gizi Interaksi antar zat gizi, khususnya mikronutrien dapat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu: (1) satu jenis mikronutrien secara langsung mempengaruhi absorpsi mikronutrien lainnya, dan (2) defisiensi atau kelebihan satu jenis mikronutrien dalam organisme mempengaruhi metabolisme mikronutrien lainnya (Lonnerdal 1988). Interaksi Antar Mineral Zat besi (Fe) dan Seng (Zn) Dari beberapa penelitian diketahui bahwa konsumsi Fe dalam dosis yang tinggi akan mengurangi efisiensi absorpsi Zn (Solomons 1988). Kapasitas absorpsi usus halus dan pengaturannya dalam reaksinya terhadap status Fe individu paling bagus terlihat ketika seseorang mengkonsumsi Fe dalam dosis tinggi selama beberapa periode dan tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung Zn. Dalam Almatsier (2003) disebutkan, sebagian Zn menggunakan alat transpor transferin yang juga merupakan alat transpor Fe. Bila perbandingan antara Fe dengan Zn lebih dari 2 : 1, transferin yang tersedia untuk Zn berkurang
8
sehingga menghambat absorpsi Zn. Dan sebaliknya, dosis tinggi Zn juga menghambat absorpsi Fe. Seng (Zn) dan Tembaga (Cu) Interaksi antara Zn dan Cu dapat terjadi baik dalam keadaan gizi yang baik maupun dalam keadaan gizi kurang. Sejumlah penelitian dengan hewan percobaan menunjukkan bahwa intik Zn yang tinggi dapat mengurangi absorpsi Cu. Hal ini disebabkan karena intik Zn yang tinggi akan meningkatkan kandungan tionein dalam mukosa, dimana molekul ini mampu mengikat logam-logam yang serupa termasuk Zn2+, Cu2+, Hg2+, dan Cd2+ (Solomons 1988). Interaksi Antara Vitamin dengan Mineral Asam Askorbat dan Zat Besi (Fe) Asam askorbat dapat meningkatkan absorpsi besi non-heme. Hal ini kemungkinan terjadi melalui dua cara, yakni melalui kemampuan mereduksi asam askorbat sehingga Fe selalu berada dalam bentuk yang lebih mudah diserap, yaitu Fe2+; dan sifat mengkelat asam askorbat yang membuat Fe selalu dalam bentuk dapat larut dan dapat diserap. Dengan demikian, pada defisiensi asam askorbat penyimpanan Fe rusak; demikian pula pada kelebihan asam askorbat, perpindahan Fe dari pasien hemokromatosis dengan desferioksamin meningkat (Lonnerdal 1988). Asam Askorbat dan Tembaga (Cu) Beberapa penelitian menunjukkan bahwa intik asam askorbat yang tinggi memiliki efek negatif terhadap metabolisme Cu. Asam askorbat yang tinggi diyakini dapat merubah Cu2+ menjadi Cu1+ yang lebih sulit untuk diserap (Lonnerdal 1988). Seng (Zn) dan Vitamin E Mekanisme interaksi antara seng dan vitamin E terjadi pada tingkat membran. Seng dan vitamin E bekerjasama melindungi integritas membran sel. Seng berperan dalam sistem enzim yang mencegah terjadinya radikal bebas dengan menurunkan konsentrasi peroksida dalam sel, sedangkan vitamin E menghalangi bekerjanya radikal bebas setelah terbentuk. Dengan demikian, konsumsi seng dalam jumlah cukup dapat menghemat penggunaan vitamin E (Lonnerdal 1988; Almatsier 2003). Bunk et al. (1987) melaporkan bahwa absorpsi
9
usus halus dan atau transpor vitamin E plasma terganggu jika terjadi kekurangan seng. Seng (Zn) dan Vitamin A Kekurangan seng dapat mengganggu metabolisme vitamin A. Pada kondisi ini, sintesis alat angkut vitamin A yaitu protein pengikat retinol (retinol-bindingprotein/RBP) terganggu dan terjadi penurunan aktivitas retina reduktase. Menurunnya aktivitas enzim ini menyebabkan terganggunya adaptasi terhadap gelap (Lonnerdal 1988). Vitamin A dan Zat Besi (Fe) Dalam Lonnerdal (1988) disebutkan, kekurangan vitamin A dapat menyebabkan terganggunya hematopoiesis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rendahnya retinol plasma dihubungkan dengan rendahnya hemoglobin, besi serum, dan nilai kejenuhan transferin. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan terganggunya transportasi besi dari hati dan atau penggabungan besi ke dalam eritrosit. Folat dan Seng (Zn) Suplementasi folat diketahui dapat mengganggu absorpsi seng. Meskipun pengaruh suplemen folat terhadap absorpsi seng secara langsung masih belum pasti, jalur metabolisme yang menghubungkan antara folat dan seng telah diketahui. Pasien yang menderita anemia megaloblastik (kekurangan folat) memiliki kadar seng dalam eritrosit yang rendah. Terganggunya absorpsi folat pada keadaan kekurangan seng juga dapat terjadi karena folate conjugase (pteroilpoligammaglutamil hidrolase) yang merupakan brush border membran enzim yang dibutuhkan untuk memecah bagian poligammaglutamat dari folat adalah zinc-dependent enzyme (Chandler et al. 1986). Interaksi Antar Vitamin Vitamin dapat berinteraksi satu dengan lainnya melalui beragam cara. Satu jenis vitamin dapat dibutuhkan untuk: (a) absorpsi atau metabolisme vitamin lainnya; (b) melindungi vitamin lainnya dari kerusakan oksidatif; atau (c) menjaga vitamin lainnya dari katabolisme atau ekskresi yang berlebihan. Akibat interaksi ini, kekurangan salah satu jenis vitamin, bahkan kekurangan yang kecil dapat memperburuk kekurangan atau meningkatkan kebutuhan vitamin lainnya.
10
Vitamin A Vitamin A berinteraksi dengan vitamin larut lemak lainnya (D, E, K) dan berinteraksi pula dengan vitamin C. Interaksi antar vitamin-vitamin ini adalah sebagai berikut: Tabel 1 Interaksi yang melibatkan vitamin A Jenis vitamin Vitamin C
Vitamin D
Vitamin E
Vitamin K
Interaksi Pada manusia, hipervitaminosis A menyebabkan menurunnya kadar vitamin C dalam jaringan, dan meningkatnya jumlah vitamin C yang keluar melalui urin Pada hewan, vitamin A dosis tinggi dapat melindungi dari beberapa gejala toksisitas vitamin D Pada anak ayam, kadar vitamin A yang tinggi meningkatkan kebutuhan vitamin E Pada manusia, hipervitaminosis A dapat menyebabkan hipoprotrombinemia yang dapat diobati dengan suplementasi vitamin K
Referensi Bauernfeind (1980)
Morgan et al. (1937); Taylor et al. (1968); Metz et al. (1984) Sklan and Donoghue (1982); Frigg and Broz (1984) Bauernfeind (1980) Suttie (1984)
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
Vitamin E Intik vitamin E yang tinggi dapat menyebabkan kekurangan vitamin larut lemak lainnya bila vitamin-vitamin ini terdapat dalam jumlah yang terbatas dalam makanan. Hal ini disebabkan oleh adanya kompetisi untuk absorpsi pada sel mukosa usus halus. Interaksi yang terjadi antara vitamin E dengan vitamin lainnya adalah sebagai berikut: Tabel 2 Interaksi yang melibatkan vitamin E Jenis vitamin Vitamin A
Vitamin B12
Vitamin K
Interaksi Vitamin E dibutuhkan untuk metabolisme normal vitamin A, pengganti vitamin A, dan melindungi dari beberapa gejala toksisitas vitamin A Vitamin E dibutuhkan untuk mengubah vitamin B12 menjadi bentuk koenzimnya. Pemberian vitamin E dapat menghentikan ekskresi asam metilmalonat, yang merupakan salah satu indikator kekurangan vitamin B12 dari urin Pada manusia, dosis tinggi vitamin E (1200 IU/hari) dapat meningkatkan kebutuhan vitamin K sebagai antikoagulan
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
Referensi Mc Laren (1959); Ames (1969); Bennett et al. (1965); Arnrich and Arthur (1980) Barness (1967); Pappu et al. (1978)
Corrigan and Marcus (1974); Helson (1984)
11
Vitamin C Vitamin C berinteraksi dengan vitamin A, B6, B12, dan vitamin E. Interaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Tabel 3 Interaksi yang melibatkan vitamin C Jenis vitamin Vitamin A
Vitamin B6 Vitamin B12
Vitamin E
Interaksi
Referensi
Pada tikus, asam askorbat kurang dari 250 mg/kg BB dapat meningkatkan perubahan vitamin β-karoten menjadi vitamin A. Pada jumlah yang lebih banyak tidak menunjukkan adanya pengaruh atau dapat menurunkan pemanfaatannya Pada manusia yang mengalami kekurangan vitamin C dilaporkan terjadi peningkatan ekskresi piridoksin Kelebihan vitamin C baik dalam makanan atau dalam aliran darah dapat merusak vitamin B12 pada kondisi fisiologis tertentu Vitamin C dan vitamin E bekerjasama sebagai antioksidan. Vitamin C dapat mengganti vitamin E dengan menghasilkan kembali tokoferol dari radikal tokoferoksil. Terdapat beberapa bukti pula yang menunjukkan bahwa vitamin E dapat menggantikan vitamin C
Mayfield and Roehm (1956)
Shultz and Leklem; (1982); Baker et al. (1971) Herbert and Jacob (1974); Marcus et al. (1980); Hogenkamp (1980) Leung et al. (1981); Lambelet et al. (1985) Chen (1981)
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
Vitamin B Vitamin B memiliki interaksi yang kuat antara satu dengan lainnya. Vitamin B dalam jumlah yang cukup dibutuhkan untuk fungsi yang optimal. Kekurangan salah satu vitamin B dapat menyebabkan ketidaknormalan metabolisme vitamin B lainnya. Beberapa interaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Tabel 4 Interaksi yang melibatkan vitamin B Vitamin yang mempengaruhi Vitamin B6
Vitamin yang terpengaruh Vitamin C
Vitamin B6
Vitamin B12
Asam folat
Vitamin B12
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
Interaksi Kekurangan vit. B6 menurunkan kadar vit. C dalam plasma Pada tikus, vit. B6 dibutuhkan untuk absorpsi vit. B12 Pada manusia, kelebihan asam folat dapat menutupi kekurangan vit. B12 dengan mengobati gejala hematologi, tetapi tidak dapat mengobati gejala neurologi. Hal ini telah diamati pada dosis 5 mg/hari
Referensi Baker et al. (1964) Sauberlich (1980) Herbert (1963) Brody et al. (1984)
12
Pengaruh Kekurangan dan Kelebihan Vitamin dan Mineral Vitamin A Vitamin A memiliki beragam fungsi penting untuk tubuh, diantaranya untuk fungsi normal pada sistem penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan, diferensiasi sel epitel, fungsi imun, reproduksi, dan anti kanker. Kekurangan vitamin A (KVA) terjadi ketika simpanan tubuh habis terpakai sehingga mengganggu fungsi fisiologis. Kekurangan ini dapat merupakan kekurangan primer yang disebabkan oleh kurangnya konsumsi vitamin A atau kekurangan sekunder karena adanya gangguan penyerapan dan penggunaannya di dalam tubuh, kebutuhan meningkat, dan karena gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. Pada tahap awal, terjadi gangguan pada integritas sel epitel dan sistem imun, kemudian diikuti pada sistem penglihatan. Akibatnya, terjadi peningkatan keparahan penyakit infeksi dan resiko kematian khususnya pada anak-anak (ACC/SCN 2000). Wanita usia subur juga rawan menderita KVA selama masa kehamilan dan menyusui (Bloem et al. 1994). Kelebihan vitamin A dapat terjadi jika mengkonsumsi vitamin A dengan jumlah yang berlebihan dalam jangka waktu lama. Kelebihan dapat menyebabkan kerusakan hati, sakit pada tulang dan sendi, alopecia, sakit kepala, muntah, dan kulit mengering (FAO/WHO 2001). Konsumsi vitamin A lebih dari 7500 μg (25.000 IU) setiap hari pada wanita di awal masa kehamilan dapat menyebabkan kelainan pada janin (Hathcock 1997). Dalam Brody (1999) disebutkan, wanita hamil yang mengkonsumsi vitamin A 10 kali atau lebih dari kecukupan yang dianjurkan dapat menyebabkan kerusakan otak pada bayi. Oleh karena itu, wanita dianjurkan untuk mengkonsumsi vitamin A dalam dosis rendah yakni <10.000 IU/hari atau 25.000 IU/minggu (WHO 1998). Namun, kelebihan ini hanya terjadi bila dimakan dalam bentuk vitamin A. Karoten tidak dapat menimbulkan gejala kelebihan karena absorpsi karoten menurun bila konsumsi tinggi. Selain itu sebagian dari karoten yang diserap tidak diubah menjadi vitamin A, tetapi disimpan di dalam lemak. Vitamin D Vitamin D khususnya kalsitriol (1,25 dihidroksivitamin D3) terutama berfungsi seperti hormon steroid. Vitamin D menjaga homeostasis kalsium dan
13
fosfor, dan bersama vitamin C, A, hormon-hormon paratiroid dan kalsitonin, protein, dan beberapa mineral membantu pembentukan dan pemeliharaan tulang (Almatsier 2003). Gallagher (2004) menambahkan, kalsitriol memegang peranan penting dalam diferensiasi sel, proliferasi sel, dan pertumbuhan banyak jaringan tubuh termasuk kulit, tulang, pankreas, sel saraf, kelenjar paratiroid, dan sistem imun. Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan kelainan tulang, yang pada anak-anak dinamakan ricketsia dan pada orang dewasa disebut osteomalasia. Selain itu, kekurangan vitamin D pada orang dewasa dapat pula menyebabkan osteoporosis. Sedangkan konsumsi vitamin D dalam jumlah berlebihan mencapai 5 kali AKG akan menyebabkan keracunan dengan gejala kelebihan absorpsi vitamin D yang akhirnya menyebabkan kalsifikasi berlebihan pada tulang dan jaringan tubuh seperti ginjal, paru-paru, dan organ tubuh lain (Almatsier 2003; Gallagher 2004). Vitamin E Fungsi utama vitamin E adalah sebagai antioksidan yang melindungi kerusakan membran sel dan asam lemak jenuh ganda dari oksidasi radikal bebas. Selain itu, vitamin E berperan dalam memelihara integritas membran sel, sintesis DNA, sistem imun, mencegah penyakit jantung koroner, mencegah keguguran dan sterilisasi, serta mencegah gangguan menstruasi. Namun, fungsi-fungsi ini masih perlu membutuhkan penelitian lebih lanjut (Almatsier 2003). Kekurangan vitamin E jarang terjadi karena terdapat secara luas dalam bahan makanan. Bila terjadi, kekurangan vitamin E umumnya menyerang sistem saraf dan otot, pembuluh darah, dan sistem reproduksi. Kekurangan biasanya terjadi karena adanya gangguan absorpsi lemak dan gangguan transpor lipida (Gallagher 2004; Almatsier 2003). Vitamin E adalah salah satu vitamin yang tidak toksik. Manusia masih mampu untuk mengkonsumsi vitamin E dalam dosis tinggi hingga 100 kali dari kebutuhan. Namun, pada dosis yang sangat tinggi vitamin E dapat menurunkan kemampuan tubuh untuk menggunakan vitamin larut lemak lainnya (A, D, dan K). Pada penelitian yang dilakukan Meydani et al. (1998) dilaporkan bahwa konsumsi vitamin E sebanyak 60-800 IU/hari selama 4 bulan tidak menimbulkan efek merugikan.
14
Vitamin B6 Kekurangan vitamin B6 jarang terjadi karena biasanya kekurangan vitamin B6 terjadi secara bersamaan dengan kekurangan vitamin B kompleks lainnya. Hipovitaminosis B6 sering bersamaan dengan kekurangan riboflavin karena riboflavin dibutuhkan untuk membentuk koenzim PLP. Ketidakcukupan vitamin B6 juga dapat menyebabkan menurunnya metabolisme glutamat di otak sehingga terjadi ketidakberfungsian sistem saraf. Selain itu, kekurangan vitamin B 6 juga menyebabkan kerusakan sistem imun (FAO/WHO 2001). Dalam Almatsier (2003) disebutkan, kekurangan dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu seperti isoniazida dan penisillamin, kecanduan alkohol, kelainan kongenital, penyakit kronik tertentu, dan gangguan absorpsi. Kelebihan vitamin B6 umumnya juga jarang terjadi. Vitamin B6 bersifat toksik pada dosis 1000 kali RDA (Brody 1999). Jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan selama berbulan-bulan maka akan terjadi kerusakan saraf yang tidak dapat diperbaiki, dimulai dengan kesemutan pada kaki, kemudian mati rasa pada tangan dan akhirnya tubuh tidak mampu bekerja (Brody 1999; Almatsier 2003). Vitamin B12 Vitamin B12 berfungsi pada dua bentuk koenzim, yaitu adenosilkobalamin dengan metilkalonil-CoA mutase yang berperan penting dalam metabolisme propionat, adenosilkobalamin dengan leusin mutase yang berperan dalam metabolisme asam amino, dan metilkobalamin dengan dengan metionin sintetase yang berperan dalam metabolisme karbon tunggal. Kekurangan vitamin B 12 dapat menyebabkan kerusakan pembelahan sel, khususnya sumsum tulang dan mukosa usus halus (Gallagher 2004). Dalam Almatsier (2003) ditambahkan, kekurangan vitamin B12 jarang terjadi karena kekurangan dalam makanan, namun sebagian besar disebabkan oleh penyakit saluran cerna atau gangguan absorpsi dan transportasi. Karena dibutuhkan untuk mengubah folat menjadi bentuk aktifnya, salah satu gejala kekurangan vitamin B12 adalah anemia karena kekurangan folat. Tidak diketahui adanya gangguan karena kelebihan vitamin B12. Dosis1000 μg dilaporkan tidak menimbulkan efek samping, namun tidak pula menunjukkan kegunaan jika tidak terjadi malabsorpsi (Institute of Medicine 1998). Oleh karena itu, suplementasi dengan dosis tinggi sebaiknya dihindari.
15
Vitamin C Kekurangan vitamin C akut dapat menyebabkan skorbut. Namun, skorbut berat saat ini jarang terjadi karena telah diketahui cara pencegahan dan pengobatannya. Kelebihan vitamin C dari makanan jarang terjadi, dan akan terjadi jika mengkonsumsi suplemen secara berlebihan, dimana dapat menimbulkan hiperoksaluria dan resiko lebih tinggi terhadap batu ginjal (Almatsier 2003). Dalam Gallagher (2004) ditambahkan, efek merugikan yang dapat timbul oleh dosis tinggi vitamin C adalah mengganggu saluran pencernaan dan diare. Pada penelitian yang dilakukan Johnston dan Cox (2001) dengan dosis vitamin C 752000 mg/hari selama 70 hari dilaporkan terdapat sampel yang mengalami diare (Hathcock 2005). Asam Folat Kekurangan folat dapat menyebabkan gangguan metabolisme DNA dan RNA sehingga merubah morfologi inti sel terutama sel-sel yang sangat cepat membelah. Sel-sel ini diantaranya sel darah merah, sel darah putih, sel epitel lambung, usus, vagina, dan serviks rahim. Di dalam darah, keadaan ini dicirikan dengan terjadinya anemia megaloblastik dan makrositik dengan eritrosit yang membesar, tidak matang, dan berlebihnya jumlah hemoglobin. Kekurangan folat pada wanita hamil dapat menyebabkan cacat pada janin yang disebut neural tube defect (NTD). Sementara itu, dilaporkan bahwa belum ditemukan adanya pengaruh merugikan dari pemberian folat dosis tinggi pada hewan poercobaan (Gallagher 2004). Zat Besi (Fe) Fungsi zat besi berhubungan dengan kemampuannya dalam reaksi oksidasi dan reduksi. Secara kimia, zat besi merupakan unsur yang sangat reaktif sehingga mampu berinteraksi dengan oksigen. Dalam keadaan tereduksi, besi kehilangan dua elektron sehingga memiliki dua sisa muatan positif (Fe2+/fero). Sedangkan dalam keadaan teroksidasi, besi kehilangan tiga elektron sehingga memiliki tiga sisa muatan positif (Fe3+/feri). Karena dapat berada dalam dua bentuk ion ini, besi berperan dalam proses respirasi sel, yaitu sebagai kofaktor bagi enzim-enzim yang terlibat dalam reaksi oksidasi-reduksi.
16
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan beragam masalah, diantaranya anemia,
menurunnya
produktivitas
kerja,
menurunnya
fungsi
kognitif,
terganggunya kemampuan pengaturan tubuh pada lingkungan yang dingin, menurunnya imunitas dan ketahanan terhadap penyakit infeksi, keracunan, dan beragam masalah pada bayi baru lahir seperti bayi lahir prematur, bayi berat lahir rendah, dan kematian janin (Yip 2001). Masalah kurang gizi besi dan anemia gizi besi merupakan masalah zat gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Masalah ini terutama terjadi pada bayi, anak pra sekolah, dan wanita usia subur (Soekirman 2000). Pada wanita usia subur, dua faktor yang menyebabkan terjadinya anemia adalah menorrhagia (berlebihnya kehilangan darah selama menstruasi) dan kehamilan. Pada kehamilan, anemia disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan ibu akan zat besi dan meningkat tajamnya pertumbuhan fetus dan plasenta (Yip 2001). Sementara itu, masalah kelebihan zat besi jarang terjadi. Salah satu penyakit yang dapat terjadi pada kelebihan zat besi adalah hemokromatosis, yaitu berlebihnya simpanan zat besi dalam hepatosit dan di sel-sel hati, pankreas, dan tulang sendi. Simpanan ini dapat berasal dari konsumsi zat besi yang berlebihan, transfusi darah berulang kali, atau penyakit keturunan hematokromatosis (Brody 1999; Anderson 2004). Seng (Zn) Seng memiliki beragam peran penting dalam fungsi tubuh. Seng merupakan bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari 300 enzim yang berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan asam nukleat (Anderson 2004). Peran penting seng lainnya adalah dalam sintesis DNA dan RNA, sintesis dan degradasi kolagen, pengembangan fungsi reproduksi laki-laki, dan pembentukan sperma. Selain itu, seng juga berperan dalam fungsi kekebalan. Karena perannya yang sangat luas dalam beragam reaksi tubuh, kekurangan seng akan berpengaruh banyak terhadap jaringan tubuh terutama pada saat pertumbuhan (Almatsier 2003). Kekurangan seng pada manusia pertama kali ditemukan pada anak laki-laki di Iran dan Mesir pada tahun 1963. Keadaan ini disebabkan oleh makanan utama
17
penduduk yang berupa serealia tumbuk dan kacang-kacangan, dimana makanan ini tinggi serat dan fitat yang dapat menghambat penyerapan seng. Gejala-gejala kekurangan seng diantaranya menurunnya ketajaman indera perasa, melambatnya penyembuhan luka, gangguan pertumbuhan, menurunnya kematangan seksual, terganggunya sistem imun, terganggunya fungsi kelenjar tiroid dan laju metabolisme (Anderson 2004). Sementara itu, kelebihan seng telah lama dilaporkan dapat mengganggu penyerapan tembaga. Fosmire (1990) melaporkan bahwa suplementasi seng dalam waktu yang lama dan dengan dosis tinggi (300 mg/hari) dapat menurunkan sistem imun dan kadar HDL (high density lipoprotein). Selenium (Se) Kekurangan selenium karena makanan yang dikonsumsi belum banyak diketahui. Pada manusia, kekurangan selenium dikenal sebagai penyakit Keshan. Penyakit ini pernah terjadi di Cina pada daerah berbukit dan pegunungan dengan kandungan selenium yang rendah pada tanahnya, dimana terjadi kardiomiopati atau degenerasi otot jantung yang menyerang anak-anak dan wanita. Penyakit ini berhasil diatasi dengan suplementasi selenium (Sunde 2001). Indikator kelebihan selenium adalah selenosis, termasuk perubahan kulit dan kuku, kerusakan gigi, gangguan sistem pencernaan dan sistem saraf (Anderson 2004). Tembaga (Cu) Tembaga adalah komponen dari banyak enzim. Enzim-enzim yang mengandung tembaga memiliki berbagai peran dalam reaksi yang menggunakan oksigen atau radikal oksigen. Tembaga merupakan bagian dari enzim metaloprotein yang terlibat dalam fungsi rantai sitokrom dalam oksidasi di mitokondria, sintesis protein-protein kompleks jaringan kolagen di dalam kerangka tubuh dan pembuluh darah, serta dalam sintesis pembawa rangsangan saraf. Di dalam sel darah merah, sebagian besar tembaga terdapat sebagai metaloenzim superoksida dismutase yang terlibat sebagai antioksidan dalam memusnahkan radikal bebas. Selain itu, tembaga memegang peranan penting dalam mencegah anemia melalui membantu penyerapan besi, merangsang sintesis hemoglobin, dan melepas simpanan besi dari feritin dalam hati (Almatsier 2003; Anderson 2004).
18
Suplemen Multivitamin Mineral Dewasa ini, penggunaan suplemen semakin meningkat di seluruh dunia. Konsumen suplemen terbesar adalah wanita dan anaknya, orang tua, masyarakat dengan pendidikan dan pendapatan tinggi, masyarakat dengan gaya hidup dan makanan sehat, dan penderita penyakit berat seperti kanker. Banyak dari mereka merasa lebih baik setelah mengkonsumsi suplemen. Namun sayangnya, populasi yang beresiko tinggi mengalami ketidakcukupan intik zat gizi yang kemungkinan akan memperoleh lebih banyak manfaat dari konsumsi suplemen multivitamin mineral sangat sedikit mengkonsumsi suplemen (NIH State of the Science Panel 2007). Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan) tentang Suplemen Makanan Nomor HK.00.063.02360 Tahun 1996 mendefinisikan suplemen makanan sebagai produk yang digunakan untuk melengkapi makanan, yang mengandung satu atau kombinasi bahan, yaitu vitamin, mineral, tumbuhan atau bahan yang berasal dari tumbuhan, asam amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan angka kecukupan gizi (AKG), konsentrat, metabolit, konstituen, dan ekstrak. Definisi ini direvisi dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.23.3644 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi. Sementara itu, The European Commission mengusulkan definisi suplemen sebagai sumber zat gizi padat (terutama vitamin dan mineral) yang dipasarkan dalam bentuk obat (seperti kapsul, tablet, serbuk, dan lain-lain) untuk menambah intik zat gizi pada makanan normal (Official Journal of the European Communities 2002). Meskipun telah banyak digunakan, suplemen multivitamin mineral belum memiliki standar atau definisi dan masih merujuk kepada produk-produk dengan beragam komposisi dan karakteristik yang berbeda-beda. Selain itu, belum ada juga aturan yang dibuat untuk multivitamin mineral (Yetley 2007). Di Amerika, suplemen makanan dapat mengandung beragam bahan, termasuk vitamin,
19
mineral, tumbuhan obat atau tumbuh-tumbuhan lainnya, dan asam amino; bahan makanan yang digunakan untuk menambahkan makanan dengan meningkatkan jumlah intik makanan; konsentrat, metabolit, dan ekstrak; atau kombinasi dari satu atau lebih bahan-bahan ini (US Food and Drug Administration 2001). Pada Tabel 5 dapat dilihat beberapa contoh kategori suplemen multivitamin mineral yang digunakan dalam beberapa survey (Yetley 2007).
Kecukupan Gizi yang Dianjurkan dan Tolerable Upper Intake Level (UL) Istilah yang dipakai untuk angka kecukupan gizi berbeda-beda antar negara. Indonesia menggunakan istilah angka kecukupan gizi yang dianjurkan sebagai terjemahan dari Recommended Dietary Allowance (RDA). RDA adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui (Muhilal & Hardinsyah 2004). Sementara itu, di Filipina digunakan istilah Recommended Energy and Nutrient
Intakes (RENI). Sedangkan di Amerika Serikat sejak Tahun 2000
digunakan istilah Dietary Reference Intake (DRI). Pertimbangan penting dalam aplikasi DRI meliputi dua hal yaitu: 1) kebutuhan zat gizi didefinisikan sebagai level intik terendah yang akan mempertahankan taraf gizi tertentu pada seseorang, dan 2) kriteria kecukupan gizi untuk menetapkan kebutuhan zat gizi tersebut berbeda antar zat gizi dan juga dapat berbeda pada suatu zat gizi tertentu antar kelompok umur.
20
Tabel 5 Kategori suplemen multivitamin mineral dalam beberapa survey Kategori Multivitamin mineral Gabungan beberapa vitamin dan mineral; multivitaminmultimineral
Kombinasi antara beberapa vitamin dan mineral dengan produk lain
Multivitamin Multivitamin, gabungan beberapa vitamin
Multivitamin dengan vit. C
Multimineral Multimineral
Kombinasi mineral
Definisi Tidak didefinisikan ≥ 3 vitamin dengan atau tanpa mineral (tidak merujuk pada vitamin dan mineral tertentu Minimal mengandung vit. B1, B2, niasin, vit. A, B12, B6, C, dan D; Ca, Fe, tanpa flourida Mengandung vit. A, D, E, C, B6, B12, B1, B2, niasin, asam folat, Ca, P, I, Fe, dan Mg Tidak didefinisikan Minimal mengandung 1 vitamin dan 1 mineral ditambah bahan lain
Tidak didefinisikan ≥ 2 vitamin Tanpa mineral, dengan vit. A, D, E, C, B6, B12, B1, B2, asam folat, dan niasin Harus mengandung vit. C, B1, B2, niasin, vit. A, dan vit. D
Tidak didefinisikan ≥ 2 mineral tanpa vitamin Tidak mengandung vitamin dan Ca, P, I, Fe, dan Mg Tidak mengandung vitamin, Ca, P, I, Fe, Mg, mengandung ≥ 2 mineral
Survey NHANES I, II; NHIS 1987, 1992, 2000, 2002; CSFII NHANES 1999-2000
NHANES III
NHIS 1986
NHANES 1999-2000, NHANES 2001-2002 NHIS 1986
NHANES I, II, III; NHIS 1987, 1992, 2000; CSFII NHANES 1999-2000 NHIS 1986
NHANES III
NHANES III, NHANES 2001-2002 NHANES 1999-2000 NHIS 1986
NHIS 1986
Sumber: Yetley (2007) dari beragam sumber Ket.: CSFII, Continuing Survey of Food Intakes by Individuals; NHANES, National Health and Nutrition Examination Survey; NHIS, National Health Interview Survey
21
DRI terdiri atas empat komponen, yaitu (Institute of Medicine 2000): 1. Estimated Average Requirement (EAR) EAR adalah rata-rata level intik zat gizi harian yang diduga memenuhi kebutuhan zat gizi dari setengah populasi sehat pada kelompok umur dan jenis kelamin tertentu 2. Recommended Dietary Intake (RDA) RDA (di Indonesia disebut angka kecukupan gizi yang dianjurkan/AKG) adalah level intik zat gizi harian yang cukup (sufficient) untuk memenuhi kebutuhan zat gizi bagi hampir semua (97-98%) penduduk sehat pada kelompok umur dan jenis kelamin tertentu 3. Adequate Intake (AI) AI adalah rekomendasi intik zat gizi harian yang didasarkan pada berbagai pendekatan atau pendugaan yang diperoleh melalui pengamatan atau eksperimen tentang intik zat gizi kelompok penduduk sehat tertentu yang diasumsikan telah mencukupi kebutuhan gizinya 4. Tolerable Upper Intake Level (UL) UL adalah suatu angka paling tinggi dari suatu zat gizi yang bila dikonsumsi dalam
jumlah tersebut
membahayakan
setiap
hari tidak
menimbulkan efek
yang
kesehatan. Namun, UL bukan level intik zat gizi yang
dianjurkan karena tidak ditemukan manfaat yang dapat diperoleh seseorang yang tampak sehat jika mengkonsumsi zat gizi melebihi RDA atau AI. Jika intik meningkat di atas UL, maka potensi resiko efek negatif terhadap kesehatan akan meningkat. Kecukupan gizi (AKG dan RDA) serta UL zat gizi dalam suplemen yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
22
Tabel 6 Kecukupan gizi, UL, dan batas maksimum BPOM vitamin dan mineral yang digunakan dalam suplemen penelitian Zat gizi
Satuan
AKG* RDA* UL* Batas maks. 19-29 th 30-49 th 19-30 th 31-50 th 19-30 th 31-50 th BPOM*
Vitamin C E A B6 Asam folat B12 D Mineral Zn Se Cu Fe
mg mg g RE mg g g g mg g g mg
75 15 500 400 2,4 5
75 15 500 400 2,4 5
75 15 700 1,3 400 2,4 5+
75 15 700 1,3 400 2,4 5+
2000 1000 3000 100 1000 ND 50
2000 1000 3000 100 1000 ND 50
1000 400 UI 1500 100 800 200 400 UI
9,3 30 26
9,8 30 26
8 55 900 18
8 55 900 18
40 400 10000 45
40 400 10000 45
30 200 3000 30
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004); Institute of Medicine (1997, 1998, 2000, 2001); Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (2004) Ket.: *AKG: Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan, RDA: Recommended Dietary Allowance, UL: Tolerable Upper Intake Levels, BPOM: Badan Pengawas Obat dan Makanan, ND: not determined + AI: Adequate Intake
Dalam Hathcock et al. (2005), menurut Food and Nutrition Board (2000) safety (aman) didefinisikan sebagai tidak adanya resiko kesakitan atau kepastian tidak adanya bahaya. Batas aman intik tidak sama pada semua kelompok umur. Zat gizi yang pada batas tertentu masih aman dikonsumsi oleh suatu kelompok umur belum tentu aman bagi kelompok lainnya. Selain itu, adanya kemungkinan bahaya dari mengkonsumsi suplemen multivitamin-mineral yang telah sesuai dengan AKG bergantung pada keseluruhan konsumsi makanan (Mulholland & Benford 2007).
Status Gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan (Riyadi 2001). Metode penilaian status gizi dibedakan menjadi dua pengukuran, yaitu pengukuran secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung meliputi antropometri, biokimia, klinik, dan fisik. Sedangkan pengukuran secara tidak langsung meliputi survei konsumsi, statistik vital, dan faktor ekologi (Jelliffe DB & Jelliffe EFP 1989).
23
Supariasa et al. (2002) menyatakan, pengukuran status gizi yang paling sering digunakan dalam masyarakat adalah antropometri. Gibson (2005) menambahkan, pengukuran antropometri sering digunakan dalam penilaian status gizi terutama bila terjadi ketidakseimbangan kronik antara asupan energi dan protein. Pengukuran antropometri semakin banyak digunakan karena memiliki beberapa keunggulan yaitu: prosedurnya sederhana, aman, dapat digunakan pada ukuran sampel yang besar; alat yang digunakan tidak mahal, dapat dibawa kemanapun dengan mudah, dan tahan lama; pengukuran dapat dilakukan oleh petugas yang relatif tidak ahli; ketepatan data yang diperoleh cukup tinggi (jika prosedur pengukuran sesuai dan diukur oleh tenaga terlatih); dapat memberikan informasi riwayat gizi pada masa lalu; dapat digunakan untuk mengidentifikasi semua tingkatan kurang gizi; dapat dipakai untuk mengevaluasi perubahan status gizi dari waktu ke waktu atau dari satu generasi ke generasi berikutnya; dan dapat digunakan untuk tes screening pada seseorang yang beresiko tinggi menderita gizi kurang ataupun gizi lebih (Gibson 2005). Pada orang dewasa, penilaian status gizi dengan antropometri dapat ditentukan menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Penggunaan metode ini didasarkan karena tinggi badan orang dewasa relatif tetap, tidak terpengaruh oleh keadaan kesehatan dan relatif tidak berpengaruh pada kebutuhan energi dan protein (FAO/WHO/UNU 1985).
Status Kesehatan Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh seseorang. Salah satu pengukuran yang dapat digunakan untuk menilai situasi kesehatan seseorang adalah dengan pengukuran tekanan darah. Tekanan darah dibedakan menjadi dua, yaitu sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik menunjukkan besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat jantung berkontraksi (berdenyut), atau besarnya tekanan tertinggi pembuluh darah pada satu waktu tertentu. Sedangkan tekanan darah diastolik menunjukkan besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat otot jantung rileks diantara dua denyutan.
24
Tekanan darah diastolik merupakan tekanan terkecil dalam pembuluh darah pada satu waktu tertentu (Purwati et al. 2002). Budiman (1999) menyatakan, tinggi rendahnya tekanan darah ditentukan oleh dua faktor, yaitu curah jantung dan tekanan resistensi pembuluh darah. Tingginya tekanan sistolik dihubungkan dengan besarnya curahan jantung, sedangkan tingginya tekanan diastolik berhubungan dengan besarnya resistensi perifer. Tekanan darah selalu berubah tergantung waktu dan keadaan seseorang. Tekanan darah dapat meningkat secara tiba-tiba ketika seseorang berada dalam keadaan emosi atau sakit, gelisah, temperatur dingin, dan tertekan mental. Tekanan darah tinggi atau hipertensi secara luas didefinisikan dalam dua kategori, yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Sejauh ini, hipertensi primer merupakan jenis hipertensi yang paling umum ditemukan. Hipertensi primer merupakan kecenderungan genetik yang dicirikan oleh rendahnya pengaturan tekanan darah, sedangkan hipertensi sekunder merupakan keadaan yang diakibatkan oleh adanya penyakit tertentu yang menyebabkan meningkatnya tekanan darah sebagai gejala penyakit atau efek samping. Penyebab utama hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal yang menyebabkan ketidakberfungsian ginjal dan mengakibatkan rendahnya pengaturan tekanan darah. Faktor lain yang mempengaruhi hipertensi primer ataupun sekunder adalah merokok, makanan, tingkah laku yang menetap, dan obesitas (Wildman & Medeiros 2000).
Ginjal dan Fungsinya di Dalam Tubuh Manusia memiliki sepasang ginjal yang berwarna kemerah-merahan dan bentuknya menyerupai kacang merah. Sepasang ginjal ini terletak di atas pinggang, diantara parietal peritonium dan dinding posterior abdomen. Rata-rata ginjal orang dewasa memiliki panjang 10-12 cm, lebar 5-7,5 cm, dan tebal 2,5 cm (Tortora & Anagnostakos 2002). Ginjal memiliki beragam fungsi penting, dimana fungsi yang terpenting adalah mengatur konsentrasi air dan keseimbangan ion-ion anorganik dalam tubuh. Fungsi lainnya adalah mengeluarkan produk sisa metabolisme serta zat-zat kimia asing dari darah dan mengekskresikannya melalui urin. Selain itu, ginjal juga berperan dalam glukoneogenesis yang terjadi selama periode puasa yang panjang, dimana ginjal mensintesis glukosa dari asam amino
25
dan prekursor lainnya. Ginjal juga mensekresikan beberapa hormon, diantaranya eritropoietin yang mengatur produksi eritrosit, renin yang mengatur pembentukan angiotensin (mempengaruhi tekanan darah dan keseimbangan natrium), dan 1,25dihidroksivitamin D3 yang mempengaruhi keseimbangan kalsium (Vander et al. 2001). Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron, dimana kedua ginjal bersama-sama mengandung sekitar 2.400.000 nefron. Pada dasarnya, nefron terdiri dari dua bagian, yaitu (1) suatu glomerulus, tempat cairan difiltrasikan; dan (2) suatu tubulus panjang, tempat cairan yang difiltrasikan tersebut diubah menjadi urina dalam perjalanannya ke pelvis ginjal. Fungsi dasar nefron adalah untuk membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak dikehendaki ketika mengalir melalui ginjal. Zat-zat yang harus dikeluarkan terutama adalah produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, dan asam urat. Selain itu, banyak zat lain seperti ion natrium, ion kalium, ion klorida, dan ion hidrogen yang terdapat dalam jumlah berlebihan di dalam tubuh yang harus dikeluarkan; nefron inilah yang juga berfungsi untuk membersihkan plasma dari kelebihan zat-zat tersebut (Guyton 1995). Mekanisme utama nefron membersihkan plasma dari zat-zat yang tidak dikehendaki adalah: (1) menyaring sebagian besar plasma yang biasanya kira-kira seperlima dari jumlah plasma melalui membran glomerolus ke dalam tubulus nefron; (2) ketika cairan yang difiltrasi ini mengalir melalui tubulus tersebut, zatzat yang tidak dikehendaki tidak direabsorpsi, sedangkan zat yang dikehendaki terutama air dan banyak elektrolit direabsorpsi kembali ke dalam plasma kapiler peritubulus. Jadi, bagian yang dikehendaki dari cairan tubulus dikembalikan ke dalam darah, sedangkan bagian yang tidak dikehendaki keluar ke dalam urina (Guyton 1995). Pada Tabel 7 dapat dilihat kandungan zat-zat kimia di dalam plasma, filtrat, dan urin dalam periode 24 jam.
26
Tabel 7
Kandungan zat-zat kimia dalam plasma, filtrat, dan urin dalam periode 24 jama
Zat kimia
Plasmab
Filtrat (segera setelah melalui kapsul glomerular c
Air Protein Klorida (Cl-) Sodium (Na+) Bikarbonat Glukosa Urea Potassium (K+) Asam urat Kreatinin
180.000 ml 7.000-9.000 630 540 300 180 53 28 8,5 1,5
180.000 ml 10-20 630 540 300 180 53 28 8,5 1,5
Diserap kembali dari filtratd 178.500 ml 10-20 625 537 299,7 180 28 24 7,7 0
Urin
1.500 ml 0e 5 3 0,3 0 25 4 0,8 1,5
Sumber: Tortora dan Anagnostakos (2002) Ket.: aSemua nilai, kecuali air dinyatakan dalam gram. Zat-zat kimia disusun secara berurutan dari konsentrasi tertinggi ke konsentrasi terendah dalam plasma b Zat-zat ini sebelum difiltrasi terdapat dalam glomerular plasma darah c Zat-zat ini meninggalkan plasma darah glomerular melalui membran endotelial capsular sebelum direabsorpsi d Zat-zat ini telah difiltrasi e Meskipun protein dalam jumlah sedikit (170-250 g) terdapat di dalam urin, dianggap semuanya direabsorpsi dari filtrat
Fungsi ginjal dapat terganggu oleh adanya penyakit atau keadaan patologis. Untuk melihat kenormalan fungsi ginjal, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melihat kadar urea dan kreatinin dalam darah. Urea merupakan zat sisa dari katabolisme protein. Di dalam darah, kadar urea bervariasi tergantung pada beberapa faktor, seperti intik protein dalam diet, katabolisme protein, dan kemampuan hati mensintesa urea. Sedangkan kreatinin adalah salah satu produk akhir metabolisme kreatin otot. Kadar kreatinin darah lebih tetap bila dibandingkan dengan kadar urea karena sedikit sekali dipengaruhi oleh intik protein dalam diet. Kadar kreatinin hanya dipengaruhi oleh faktor endogen, yaitu pemecahan kreatin di otot (Suryaatmadja & Sosro 1990).