TINJAUAN PUSTAKA Kekebalan Ikan Organ Pembentuk Respon Kekebalan
Jaringan pembentuk respon kekebalan dan darah dikenal sebagai jaringan limfoid dan mieloid (Anderson 1974). Pada ikan, jaringan limfoid dan rnieloid menyatu rnembentuk organ iimfomieloid (Fange 1982). Selanjutnya disebutkan, organ limfomieloid pada ikan sangat bervariasi bergantung kepada kelasnya. Pada ikan teleost organ ini terdiri atas lirnpa, timus dan ginjal bagian depan. Limpa terletak dekat lengkung lambung, berwarna merah tua atau hitam Jan dibalut oleh Iapisan tipis jaringan ikat (Roberts 1989; Ellis 1989). Pulpa putih Iimpa banyak mengandung limfosit; antigen yang diikat berlokasi pada limfosit yang terlihat mengelornpok pa&
bagian elipsoid l i m p sebagai suatu
perangkap antigen yang nantinya berpengaruh &lam proses pembentukan dan rnemori respon humoral, sedangkan pulpa merah banyak mengandung eritrosit (Lamers dan Muiswinkel 1986). Timus ikan teleost merupakan pusat organ limfoid (Lamers dan de Haas 1985), terletak pada faring dalam rongga insang (Ferguson 1989). Parenkhimnya mengandung limfosit (Hibiya 1982), seI timosit, sel eosinofilik, dan komponen sel lainnya yang terdiri dari netrofil (Anderson 1974). Limfosit umumnya timbul setelah timus berdiferensiasi menjadi jarigan Iimfoid, biasanya tejadi pada hari ke tiga setelah penetasan telur (Ellis 1982). Secara makroskopis, timus jelas terlihat pada ikan muda dan menghilang pada ikan dewasa (Fange 1982).
Ginjal merupakan jaringan haemopoietik,
kaya akan sel Iimfosit,
granulosit d m sel fagosit (Rijkers 1981), terletak retroperitonial di bawah kolomna vertebralis (Ferguson 1989). Jaringan limfoidnya merupakan kelompok pulpa putih mengandung sel retikulosit yang a k a membentuk sel plasma, sedangkan pembentukan eritrosit dan granulosit terjadi di pulpa merah (Lamers clan Muiswinkel 1986).
Sistem Kekebalan lkan Sistem kekebalan pada ikan hampir sama dengan hewan mamalia yang terdiri dari sistem kekebalan spesifik dan non-spesifik (Anderson 1974). Ellis (1988) menjelaskan bahwa pada a w l kehidupannya sistem pertahanan tubuh yang mula-mula berfungsi adalah sistem pertahanan non-spesifik, sedangkan pertahanan spesifik baru berkembang clan dapat berfungsi dengan baik sekitar beberapa minggu setelah telur menetas. Mekanisme pertahanan ini saling menunjang satu sama lain
k e j a kedua sistem melalui mediator dan
komunikator seperti sitokin dan limfokin (Anderson 1974). Sistem pertahanan tersebut diperlukan untuk perlindungan tubuh terhadap serangan patogen seperti virus, bakteri, cendawan dan parasit.
--
Sistem kekebalan non-spesifik meliputi barrier mekanik clan kimiawi (mukus, kulit, sisik clan insang), dan pertahanan seIuler ( m a k r o h dan leukosit seperti monosit, netrofil, eosinofil dan basofil ) (Ingram 1980). Mukus yang menyelimuti permukaan tubuh ikan, insang dan juga terdapat pada lapisan mukosa usus berperan sebagai perangkap patogen secara mekanik dan mengeliminasi patogen secara kimiawi dengan lisosim dan enzim proteolitik lainnya. Kulit dan sisik ikan berperan dalam perlindungan mekanik terhadap invasi patogen melalui
proses penebalan kutikel ataupun hiperplasia sel-sel malpigi (Roberts 1989). Pertahanan seluler merupakan respon pertahanan yang diperantarai sel (Walczak 1985). Rijkers (1 98 1) menjelaskan bahwa kekebalan berperantara sel pa& ikan dapat terlihat dalam bentuk reaksi leukosit, pembentukan limfokin, transformasi limfosit oleh mitogen sel T secara in vitro, imunitas transplantasi dan penghambatan migrasi makrofag. Kekebalan berperantara sel dalam pertahanan tubuh melalui aktivitas
sangat penting
sel-sel fagositik (Woo 1995). Sel
pagositik berfirngsi melakukan pogositosis terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh ikan. Proses pagositosis ini mempakan langkah awal untuk sistem pertahanan berikutnya (Ellis 1988). Proses pembentokan respon kekebalan, dimulai oleh stimulasi patogen yang mempakan protein asing dikenal sebagai antigen. Anderson (1990) mengemukakan, dalam proses imunomodulasi melibatkan dua mekanisme kekebalan. Pertarna, sistem kekebalan ''afferent" yang dimulai dengan kontak, seleksi dan penghancuran antigen. Kedua, sistem kekebalan "efferent"
yang
mengbasilkan aktivasi limfosit, antibodi, dan sei-sel pagositik Setelah terjadi aktivasi antigenik, makrofag yang merupakan pertahanan pertama melalui proses pagosistosis akan menghancurkan bahan asing yang masuk ke dalam tubuh dan mengirim
sandi-sandi
ke
set-sel
limfosit.
Selanjumya,
sel-sel
limfosit
berproliferasi dan membentuk dua subpopulasi limfosit yaitu limfosit T dan B. Roitt (1985) menjelaskan sel T dan B mengalami proses sirkulasi dan resirkulasi daIam tubuh. Keadaan ini bertujuan untuk mencari adanya patogen atau bahan asing yang masuk ke dalam tubuh. Apabila ditemukan patogen, sel T
akan mengenali partikel asing tersebut dan kembali ke jaringan limfoid kemudian
akan berdiferensiasi menjadi Iimfoblas, selanjutnya membentuk sel T yang aktif
dan masuk lagi dalam sistem sirkulasi (darah). Sel T yang &if akan ke luar dari darah menuju situs infeksi. Sel ini akan menghasilkan lirnfokin yang dapat mengaktiflcan makrofag, sehingga meningkat. Sebaliknya, sel B
aktivitas pagositik
makrofag tersebut
yang berada dalam jaringan tidak kembali ke
jaringan limfoid melainkan akan mengikat antigen yang selanjutnya diambil clan diproses oleh makrofag. Di samping itu, stimulasi antigen mengakibatkan Iimfosit
B membentuk plasmablas, sel ini kemudian berkembang menjadi sel plasma yang akan memproduksi antibodi. Sel plasma yang kembali sebagai limfosit B dan tetap dalam jaringan limfoid akan berperan sebagai memori. Adanya sel memori ini akan mempercepat respon ketahanan pada infeksi berikutnya (Ellis 1988).
Imunostirnulan merupakan suatu senyawa biologi, sintetis atau bahan lainnya yang &pat meningkatkan sistem kekebalan tubuh Galeotti (1998) mengungkapkan bahwa
imunostimulan
@? et stal.
1992).
dapat meningkatkan
respon kekebalan spesifik dan non-spesifik ikan. Apabila masuk ke dalam tubuh ikan, imunostimulan akan merangsang makrofag untuk memproduksi interleukin yang akan menggiatkan sel limfosit yang kemudian membelah menjadi limfosit-T
dan B (Raa et al. 1992). Selanjutnya dijelaskan bahwa limfosit-T memproduksi interferon yang menggiatkan kembali (meningkatkan kemampuan) makrofag sehingga dapat memfagositosis bakteri, virus, dan partikel asing lainnya yang
masuk ke tubuh ikan. Masuknya imunostimulan juga akan merangsang makrofag untuk memproduksi lebih banyak lisozim dan komplemen. Interleukin juga menggiatkan limfosit-B menjadi meningkat dalam memproduksi antibodi. Bahan
imunostimuIan dapat berasal dari
komponen bakteri, ekstrak tumbuhan dan
hewan, serta faktor nutrisi (Galeotti 1998). Sakai (1998) menyebutkan komponen karbohidrat dan asam nukleat yang terdapat pa& dinding bakteri gram-negatif dipercaya sebagai imunostimulan, bila
dicampur ke
dalam pakan
akan
memberikan respon kekebalan. Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa Sprrulina platensis juga berpotensi dalam menstimulasi sistem kekebalan beberapa hewan terrnasuk ikan (Henrikson 2000). Alifuddin (1999) menyatakan bahwa pemberian imunostimulan &pat meningkatkan respon kekebalan ikan terhadap penyakit infeksi, sehingga peng-nnya
dalam budidaya sangat
dianjurkan.
Spirulina platensis Spirulina platenszs adalah alga biru-hijau multiseluler dengan ukuran sel 110 pm d m diameter 1 - 12 pm ,berbentuk spiral yang merupakan filamen tidak bercabang (Richmond 1987). Alga ini banyak terdapat pada danau-danau yang airnya bersifat basa, &pat tumbuh pada perairan tawar, payau, dan laut (Sze 1993). Alga ini dapat dikultur secara massal (Vonshak 1997). Menurut Allen (2000), Spirulina platensis karbohidrat,
terdiri dari 65-72% protein, 8% Iemak, 19%
sumber vitamin, B-karoten, phycocianin, gamma linolenic acid
(GLA), dan lebih dari 2000 enzirn-enzim aktif. Komponen utama dinding sel SpiruIinu platensis
sama dengan dinding sel bakteri Gram-negatif yang
mengandung peptidoglikan clan lipopolisakarida (Sze 1993). Lipopolisakarida menurut Jawetz et a[. (1982) terdiri atas t i p bagian yaitu lipid A, polisakarida 0 (antigen) clan inti polisakarida. Lipid A bertanggung jawab terhadap keracunan primer dan bersifat toksik, sedangkan polisakarida 0 dan inti polisakarida
merupakan antigen permukaan yang dapat menginduksi kekebalan spesifik dan non-spesifik. Hal inilah yang menjadi landasan digunakannya lipopolisak-arida sebagai imunostimulan yang potensial dalam meningkatkan respon kekebalan pada ikan. Vonshak (1997) menyebutkan
lipopolisakarida
pada Spirulina
sebesar 1.5% dari bobot kering sel. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa Spirulina berpotensi dalam meningkatkan sistem kekebalan beberapa jenis hewan
seperti ayam, tikus,
kelinci, kucing, dan juga ikan (Quereshi et al. 1995, Duncan dan Klesius 1996, Sakai 1998 dan Henrikson 2000). Besednova (1979) adalah peneliti pertama dari Rusia
yang mempublikasikan pengaruh lipopolisakarida Spiruiina terhadap
stimulasi kekebalan kelinci. Tikus yang diberi ekstrak Spirulina platensis terbukti meningkatkan fungsi makrofag, produksi antibodi dan sel T terhadap paparan infeksi ( Boajiang 1994). Duncan dan Klesius (1996) telah mengevaluasi pengaruh Spirulina terhadap peningkatan respon kekebalan ikan chanel catfish (Ichtaluruaspunctatus).
Darah Ikan Darah ikan tersusun dari sel-sel &ah yang tersuspensi dalam plasma dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi tertutup.
Sel dan plasma
d a d mempunyai peran fisiologis yang sangat penting. Perubahan gambaran darah
dan kimia darah baik secara kualitatif maupun kuantitatif dapat
menentukan kondisi kesehatan ikan (Wedemeyer et al. 1990). Pemeriksaan darah penting artinya untuk memantapkan diagnostik suatu penyakit (Ellsaeser et a2. 1985). Pada penelitian hematologi ikan, parameter darah yang &pat diukur antara lain adalah kadar hemoglobin, hematolcnt, total leukosit,
jenis Ieukosit, titer antibodi, aktivitas fagositik, dan protein plasma plasma (Anderson d m Siwicki 1993). Sel darah putih (Ieukosit) kelimpahannya kurang dari sel darah merah di dalam darah ikan (20000 - 150000/mrn3)dan fungsinya membersihkan tubuh dari benda asing (Moyle dan Chech 1988). Chinabut et al. (1991) membagi Ieukosit menjadi dua grup yaitu agranulosit dan granulosit berdasarkan ada tidaknya butirbutir halus (granula) di sitoplasma. Agranulosit terdiri atas limfosit, monosit, dan trombosit; sedangkan granulosit terdiri atas netrofil, eosinofil, clan basofil. Menurut Moyle dan Chech (1988), limfosit mempunyai diameter yang berkisar antara 4.5
-
12.0 prn. Kelimpahan limfosit paling banyak yaitu bejumlah antara
71.12 - 82.88% dari total sel darah putih dalam darah ikan (Blaxhall 1971).
Monosit mempunyai jumlah sedikit dari populasi sel darah putih kecuali kalau ada benda asing rnasuk ke jaringan atau aliran darah (Moyle dan Chech 1988); bersama dengan rnakrofag jaringan setempat, monosit mempagositosis sisa-sisa jaringan dan penyebab-penyebab penyakit (Nabib dan Pasaribu 1989). Adapun ne.trofil adalah sel darah putih yang dapat meninggalkan pembuluh darah, mengandung vakuola yang berisi enzirn yang digunakan oleh sel tersebut untuk menghancurkan organisme yang dimakannya (Chinabut et al. 1991)